referat farmasi - claritho revis
DESCRIPTION
referat clarithomycin farmasiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang pada
umumnya disebabkan bakteri yang mengenai parenkim paru. Penyakit ini menyebabkan
menurunnya kemampuan paru sebagai tempat pertukaran gas (terutama oksigen).
Kekurangan oksigen dalam sel-sel tubuh akan mengganggu proses metabolisme tubuh
yang akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut.(1)
Insidensi tahunan: 5-11 kasus pneumonia per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di
rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada
pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Angka Mortalitas berkisar antara 5-12% pada
pasien yang dirawat di rumah sakit dan 25-50% pada pasien ICU. (2) Di negara berkembang
sekitar 10-20% pasien pneumonia yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan angka
kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40%.(3) Di Indonesia sendiri,
insidensi penyakit pneumonia ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian mencapai
20-50%.(4)
Terapi antibiotika awal ada pneumonia menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan
pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak
tersedia selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika.(2)
Pada makalah ini, dibahas mengenai penggunaan Clarithomycin sebagai terapi pada
Pneumonia.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah ketepatan penggunaan Clarithromycin sebagai terapi pada Pneumonia?
1.3 Tujuan
Menganalisis ketepatan penggunaan Clarithromycin sebagai terapi pada Pneumonia.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Menambah pengetahuan tentang profil farmakologi dan penggunaan antibiotik
Clarithromycin.
1.4.2 Mengetahui ketepatan penggunaan Clarithromycin sebagai terapi pada Pneumonia.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT))
akut, biasanya disebabkan oleh infeksi.(2) Pneumonia merupakan peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencangkup bronkiolus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran udara setempat.(5) Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus
terisi dengan cairan dan sel radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang ke
dalam dinding alveoli dan rongga intestinum.(6)
2.1.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,
virus, jamur, dan protozoa. Tabel 2.1 memuat daftar mikroorganisme dan masalah
patologis yang menyebabkan pneumonia.(2)
Tabel 2.1 Daftar mikroorganisme yang menyebabkan pneumoniaINFEKSI BAKTERI INFEKSI ATIPIKAL INFEKSI JAMUR
Streptococcus pneumoniaeHaemophillus influenzaKlebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeruginosaGram-negatif (E.coli)
Mycoplasma pneumoniaeLegionella pneumophillia
Coxiella burnetiiChlamycia psitacci
AspergillusHistoplasmosis
Candidanocardia
INFEKSI VIRUS INFEKSI PROTOZOA PENYEBAB LAINInfluenzaCaxsackie
AdenovirusSinsitial respiratori
Pneumocytis cariniiToksoplasmosis
Amoebiasis
AspirasiPneumonia lipid
BronkiektasisFibrosis kistik
2.1.3 Patofisiologi
Port d’entry bakteri ini melalui saluran napas dan menyebabkan reaksi jaringan
berupa edema, yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Terdapat beberapa
stadium pada penyakit ini. Stadium hepatisasi merah yang mana pada bagian paru yang
terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya sebukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan
edema, dan kuman di alveoli. Setelah itu proses berlanjut menjadi stadium hepatisasi
2
kelabu, terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura. Pada stadium ini ditemukan pula
fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang cepat. Terjadi peningkatan
jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin serta menghilangnya
kuman dan febris pada stadium resolusi
2.1.4 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan
lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
sakit.
Tabel 2.2 Cara masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru1. Inhalasi langsung dari udara2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain4. Penyebaran secara hematogen(7)
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Pneumonia
1. Mekanisme pertahanan paru
Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup
seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru.
Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain bentuk anatomis saluran napas, reflex
batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel tertentu
dengan memakan partikel-partikel yag mencapai permukaan alveoli. Bila fungsi ini
berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat dikeluarkan dari
saluran pernapasan, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi infeksi serius..
Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat berbagai komponen sistem pertahanan
paru yang tidak bekerja dengan baik.
2. Kolonisasi bakteri di saluran pernapasan
Di dalam saluran napas atau cukup banyak bakteri yang bersifat komnesal.
Bila jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup,
kuman ini kemudian masuk ke saluran napas bawah dan paru, dan akibat kegagalan
mekanisme pembersihan saluran napas, keadaan ini bermanifestasi sebagai penyakit.
Mikroorganisme yang tidak menempel pada permukaan mukosa saluran anaps akan
3
ikut dengan sekresi saluran napas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan,
sehingga tidak terjadi kolonisasi.
3. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius
Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai
mikroorganisme dari saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini
menunjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat
menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan
penyakit. Pertahanan paru terhadap bahan-bahan berbahaya dan infeksius berupa
reflex batuk, penyempitan saluran napas, juga dibantu oleh respon imunitas humoral.(7)
2.1.6 Klasifikasi Pneumonia
1. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP):
pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar
lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat
di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama >
14 hari.(2)
2. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi
selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat selama
penderita dirawat di rumah sakit.(4) Hampir 1% dari penderita yang dirawat di
rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian
pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan
menderita pneumonia.(7)
3. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain
setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa
didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan
gangguan refleks menelan.(2)
4. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya
steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan
mikobakteri, selain organisme bakteria lain.(2)
5. Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada
fibrosis kistik dan bronkietaksis.(2)
4
2.1.7 Faktor Risiko
Faktor- faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia antara
lain usia > 65 tahun; dan usia < 5 tahun, penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru),
diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol,
aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya influenza),
malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi, lingkungan, pekerjaan, pendingin ruangan.(2)
2.1.8 Diagnosis
Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis, sedangkan pemeriksaaan foto
polos dada perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis, diamping untuk melihat luasnya
kelainan patologi secara lebih akurat.(7)
2.1.9 Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-
kadang melebihi 40oC, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk, dengan
sputum purulen, kadang-kadang berdarah.(7) Pada pasien muda atau tua dan pneumonia
atipikal (misalnya Mycoplasma), gambaran nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam, diare)
dapat menonjol.(2)
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium tes darah rutin terdapat peningkatan sel darah putih
(White blood Cells, WBC) biasanya didapatkan jumlah WBC 15.000-40.000/mm3, jika
disebabkan oleh virus atau mikoplasme jumlah WBC dapat normal atau menurun. (2,7)
Dalam keadaan leukopenia laju endap darah (LED) biasanya meningkat hingga 100/mm3
dan protein reaktif C mengkonfirmasi infeksi bakteri. Gas darah mengidentifikasi gagal
napas.(2) Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Kadang-
kadang didapatkan peningkatan kadar ureum darah, akan tetapi kreatinin masih dalam
batas normal.(7)
Gambaran radiologis pada pneumonia tidak dapat menunjukkan perbedaan nyata
antara infeksi virus dengan bakteri. Pneumonia virus umumnya menunjukkan gambaran
infiltrat intertisial dan hiperinflasi. Pneumonia yang disebabkan oleh kuman Pseudomonas
sering memperlihatkan adanya infiltrate bilateral atau bronkopneumonia.
5
2.1.11 Penatalaksanaan
1. Terapi antibiotika awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi
pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia
selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika.(2)
2. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 <
90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik.
Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu
(continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan
pada gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi membantu bersihan sputum.(2)
2.2 Farmasi dan Farmakologi Clarithromycin
2.2.1 Rumus Obat
Rumus empiris: C38H69NO13
Berat Molekulnya 747.95336 g/mol (8)
CH3 : metana
OH : hidroksida
O : Oksigen
N : Nitrogen
Gambar 2.1 Struktur Kimia Clarithromycin
2.2.2 Sifat fisiko-kimia
Clarithromysin berbentuk bubuk kristal putih. Dapat larut dalam aseton, sedikit larut
dalam metanol, etanol dan asetonitril, dan tidak larut dalam air.
2.3.3 Farmakologi umum
Clarithromycin diturunkan dari erythromycin melalui penambahan satu gugus metal,
dan memiliki stabilitas yang lebih asam serta absorbsi oral yang lebih baik daripada
erythromycin. Mekanisme kerjanya hampir sama dengan erythromycin. Clarithromycin
dan erythromycin hampir identik dalam hal aktivitas antibakeri. Sterptococcus dan
stafilocoocus yang resisten dengan erythromycin juga resisten dengan Clarithromycin.
6
Clarithromycin dosis 500 mg menghasilkan kadar dalam serum sebesar 2-3 mcg/mL.
Waktu paruh clarithromycin yang lebih panjang (6 jam) dari erythromycin memungkinkan
pemberian obat dua kali sehari. Dosis yang dianjurkan adalah 250-500 mg dua kali sehari
atau 1000 mg untuk sediaan lepas-lambat sebanyak sekali sehari. Penetrasi Clarithromycin
pada kebanyakan jaringan cukup baik dengan kadar jaringan yang serupa atau melebihi
kadar dalam serum.(9)
Clarithromycin dimetabolisme di hati. Metabolik utamanya adalah 14-
hidroksiklaritromicin, yang juga mempunyai aktivitas anti bakterial. Sejumlah obat yang
aktif dan metabolit utama ini dieleminasi dalam urine, dan penurunan dosis dianjurkan
pada pasien yang memiliki klirens kreatinin yang kurang dari 30 mL/menit. Keuntungan
Clarithromycin jika dibandingkan dengan erythromycin adalah insidens intoleransi saluran
cernanya yang lebih sedikit dan frekuensi pemberiannya lebih sedikit.(9)
Tabel 2.3 Khasiat, Indikasi, Kontraindikasi, dan Efek Samping Clarithomycin
Khasiat Indikasi Kontra indikasi Efek samping
Anti mikroba Infeksi saluran nafas
Infeksi kulit dan soft tissue
Lepra
Infeksi H. Pylori
Hipersensitivitas. Pasien yang
menerima terfenadine, astemizol, pimozide, cisapride ergot dan turunannya.
Kehamilan, riwayat porfiria
akut.
Gangguan saluran
cerna ,
glositis, stomatitis,
sakit kepala, pusing,
halusinasi, insomnia,
ruam, disfungsi hati,
Berpotensi Fatal:
kolitis
pseudomembranosa,
anafilaksis, sindrom
Stevens-Johnson
2.3.4 Farmakokinetik
Tidak seperti eritromisin, Clarithromycin adalah asam yang stabil, sehingga dapat
diberikan peroral, mudah diserap, dan menyebar ke sebagian besar jaringan dan fagosit.
7
Karena konsentrasi tinggi dalam fagosit, klaritromisin secara aktif diangkut ke lokasi
infeksi. Selama fagositosis aktif, konsentrasi besar klaritromisin dilepaskan; konsentrasi
dalam jaringan dapat lebih dari 10 kali lebih tinggi daripada di plasma. Konsentrasi
tertinggi ditemukan di hati dan jaringan paru-paru. (10)
2.3.5 Efek Samping
Efek samping Clarithromycin di antaranya adalah: muntah, mual, nyeri perut, diare
(iritasi pada saluran cerna lebih rendah dari erythromycin), peningkatan sementara enzim
hepar, sindroma steven johnson. (11,12)
8
BAB III
DISKUSI
Pemilihan antibiotik untuk terapi pneumonia disesuaikan berdasarkan pada
klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak
tersedia selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika.(2)
Clarithomycin merupakan antibiotika golongan makrolid yang merupakan turunan
dari erythromycin dengan aktivitas yang lebih tinggi disbanding senyawa induknya serta
kadar dalam jaringan lebih tinggi dari erythromycin.(12) Kerja dari antibiotic golongan
makrolid sendiri adalah menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara
reversible dengan ribosom subunit 50S, dan bersifat bakteriostatik atau bakteriosid
bergantung dari jenis kuman dan kadarnya.(11) Clarithomycin sering digunakan pada
indikasi infeksi saluran pernafasan dengan efek samping pada saluran cerna yang lebih
ringan daripada erythromycin.(12)
Pemilihan terapi obat yang rasional harus memenuhi 5 tepat: tepat obat, tepat dosis,
tepat bentuk sediaan obat, tepat cara pemberian, dan tepat waktu pemberian obat.
1. Tepat Obat
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT))
akut, biasanya disebabkan oleh infeksi yang dapat disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, dan protozoa.(2) Pada umumnya disebabkan
oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenzae.(1)
Terapi antibiotik sebagai terapi empiris dalam pengobatan pneumonia adalah pilihan
yang rasional karena etiologi pneumonia yang umunya disebabkan oleh infeksi bakteri.
Pemilihan antibiotik golongan makrolid dapat digunakan pada pengobatan pneumonia.(6)
Salah satu review jurnal di pubmed menyarankan penggunaan makrolid seperti
Clarithromycin untuk pengobatan infeksi saluran pernafasan.(13) Jurnal lain menyatakan
bahwa penggunaan makrolid pada pengobatan pneumonia telah menurunkan angka
kematiannya. Makrolid seperti clarithromycin mempunyai kemampuan memperpanjang
hidup dari monosit serta memodulasi fungsinya.(14) Clarithromycin sebagai salah satu
golongan makrolid yang merupakan turunan dari erythromycin memiliki spektrum
antimikroba dengan efek terbesar pada bakteri kokus gram positif seperti Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus pyogenes. Pada bakteri gram negatif, Clarithomycin
9
kebanyakan tidak aktif, namun ada beberapa bakteri gram negatif yang peka yakni
Mycoplasma pneumoniae, Campylobacter jejuni, Haemophilus influenzae.(11)
Sebuah jurnal yang terbit di New England Journal of Medical, mengatakan bahwa
pengobatan pneumonia yang diduga disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae,
Chlostridium pneumoniae, dan Haemophilus influenzae direkomendasikan menggunakan
makrolid Clarithromycin karena Clarithromycin lebih aktif dan lebih ditoleransi
dibandingkan Erythromycin.(15)
Sebuah penelitian surveillance yang melibatkan 156 institusi di Jepang tahun 2011
tentang penggunaan Clarithromycin pada pengobatan pneumonia memperlihatkan bahwa
Clarithromycin mempunyai efektifitas 96% dalam mengobati pneumonia. Bahkan untuk
kuman jenis Mycoplasma pneumoniae, efektifitas clarithromycin mencapai 96,8%. Dari
penelitian ini juga didapatkan hanya 3,4% pasien yang mengalami adverse drug reaction
dari 698 pasien yang diperiksa.(16)
Dari paparan di atas, penggunaan Clarithromycin untuk terapi pneumonia merupakan
pilihan yang rasional. Serta penggunaan clarithromycin juga memiliki efek samping pada
saluran cerna yang lebih ringan jika dibandingkan dengan erythromycin.(12)
2. Tepat Dosis
Dosis Clarithromycin untuk dewasa adalah 250 mg peroral tiap 12 jam selama 7 hari,
pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 500 mg tiap 12 jam. Sedangkan untuk anak
dengan berat badan kurang dari 8 Kg: 7,5mg/kg dua kali sehari; 12-19 Kg: 125mg dua kali
sehari; 20-29 Kg 187,5 mg dua kali sehari; 30-40 Kg: 250 mg dua kali sehari.(12)
Pemberian dosis clarithromycin pada pneumonia disesuaikan pada penyakit pasien.
Pada pneumonia digunakan clarithromycin 250 mg dua kali sehari selama 7-10 hari. Pada
infeksi yang berat dapat ditingkatkan hingga 500 mg.(12) Sebuah studi tahun 2001 yang
membandingkan antara penggunaan clarithromycin 250 mg dan 500 mg menyatakan
bahwa pemberian clarithromycin 500 mg sediaan lepas lambat satu kali sehari memiliki
efektifitas lebih baik dibandingkan dengan 250 mg lepas-cepat dua kali sehari dengan efek
toleransi dan efek samping yang tidak jauh berbeda.(17)
3. Tepat Bentuk Sediaan Obat (BSO)
Bentuk sediaan clarithromycin adalah kapsul dan tablet 250 mg, 500 mg. Sirup
kering 125mg/5 ml, serta IV.(12)
10
Dengan adanya berbagai macam bentuk sediaan obat clarithromycin, maka ini akan
mempermudah pemilihan bentuk sediaan obat yang tepat disesuaikan dengan keadaan
pasien.
4. Tepat Cara Pemberian
Clarithromycin dapat diabsorpsi melalui saluran cerna. Clarithromycin
dimetabolisme di hati. Metabolik utamanya adalah 14-hidroksiklaritromicin, yang juga
mempunyai aktivitas anti bakterial. Sejumlah obat yang aktif dan metabolit utama ini
dieleminasi dalam urine, dan penurunan dosis dianjurkan pada pasien yang memiliki
klirens kreatinin yang kurang dari 30 mL/menit.(9) Oleh karena itu, cara pemberian obat ini
dapat disesuaikan dengan keadaan pasien.
5. Tepat Waktu Pemberian
Clarithromycin diarbsorbsi secara oral sebesar 50% ±50. Absorbsinya tidak banyak
dipengaruhi oleh makanan dalam lambung. Dengan plasma protein binding sebesar 80%
serta waktu paruh berkisar antara 2,9 hingga 9,2 jam.(11,18) Konsentrasi clarithromycin
dalam jaringan dapat lebih dari 10 kali lebih tinggi daripada di plasma. Konsentrasi
tertinggi ditemukan di hati dan jaringan paru-paru.(10) Jadi pemberian clarithromycin dapat
diberikan dua kali sehari.
11
BAB IV
RINGKASAN
Kesimpulan
Clarithromycin merupakan salah satu antibiotik yang tepat sebagai terapi pneumonia
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah akut, yang pada umumnya
disebabkan infeksi bakteri. Pemilihan antibiotik untuk terapi pneumonia disesuaikan
berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme. Tetapi disesuaikan
bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika
Terapi antibiotik sebagai terapi empiris dalam pengobatan pneumonia adalah pilihan
yang rasional karena etiologi pneumonia yang umunya disebabkan oleh infeksi bakteri.
Pemilihan antibiotik golongan makrolid seperti clarithromycin dapat digunakan pada
pengobatan pneumonia. Clarithromycin pada pengobatan pneumonia memperlihatkan
mempunyai efektifitas 96% dalam mengobati pneumonia. Clarithromycin juga hanya 3,4%
memgalami ADR. Clarithromycin memiliki efek samping lebih ringan dari Erythromycin.
Pemberian dosis clarithromycin pada pneumonia digunakan clarithromycin 250 mg
dengan waktu paruh berkisar antara 2,9 hingga 9,2 dapat diberikan dua kali sehari selama
7-10 hari, dan dapat ditingkatkan hingga 500 mg pada infeksi berat. Dengan adanya
berbagai macam bentuk sediaan obat clarithromycin mulai dari kapsul, tablet, sirup
maupun injeksi, maka ini akan mempermudah pemilihan bentuk sediaan obat serta cara
pemberian yang tepat disesuaikan dengan keadaan pasien.
12
BAB V
SUMMARY
Clarithromycin is one of the appropriate antibiotic for the treatment of pneumonia
Pneumonia is an acute lower respiratory tract disease, commonly caused by
bacterial infection. Selection of antibiotics for pneumonia treatment is adjusted
based on the classification of organisms and possible pneumonia. But adjusted
when there are results and antibiotic sensitivity
Antibiotic therapy as empirical therapy in the treatment of pneumonia is a rational
choice because generally the etiology of pneumonia caused by bacterial infections.
Selection of antibiotic macrolides such as clarithromycin group can be used in the
treatment of pneumonia. Clarithromycin in the treatment of pneumonia has showed
96% effectiveness in treating pneumonia. Clarithromycin is also only 3.4%
memgalami ADR. Clarithromycin has milder side effects than erythromycin.
Dosing used in pneumonia clarithromycin clarithromycin 250 mg with a half-life
ranged from 2.9 to 9.2 can be given twice a day for 7-10 days, and can be increased
up to 500 mg in severe infections. With a variety of forms ranging from
clarithromycin dosage capsules, tablets, syrups and injections, then this will
facilitate the selection of the drug dosage form and route of administration are
precisely tailored to the patient.
Key word : Anti biotic, Clarithromycin, Pneumonia , Therapy
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A. et al. Kapita Selekta Kedokteran 2 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius. 2000
2. Jeremy, P.T. (2007). At Glance Sistem Respirasi. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series. Hal. 76-77.
3. Sajinadiyasi, I., Rai., I., Sriyeni. (2011). Perbandingan Antara Pemberian Antibiotika Monoterapi Dengan Dual Terapi Terhadap Outcome Pada Pasien Community Acquired Pneumonia (CAP) di Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Divisi Paru Lab/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar. 1 (12): 13-19.
4. Ana. (2006). Strategi Terapi Antibiotika Untuk Pneumonia. 26 (6): 6 www.farmacia.com
5. Dahlan Z. 2007. Pneumonia. In : Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 964-965.
6. Alsagaff, H, dan Mukti, A. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Airlangga University Press. Surabaya
7. Supandi, P.Z. (1992). Pulmonologi Klinik. Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI. Hal. 87- 91.
8. PubChem Compound. Clarithromycin Compound Summary. 2012 available at : http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=84029#x332
9. Katzung G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC, 2010;771-773
10. Fun, Leong W. et al . Clarithromycin. 2012 available at : http://www.mims.com/Indonesia/drug/info/clarithromycin/?q=clarithromycin
11. Syamsudin M. 2004. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta: Gaya baru
12. Sukandar, E.Y. et al. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan
13. Zuckerman JM, et al. 2009. Macrolides, ketolides, and glycyclines: azithromycin, Clarithomycin, telithromycin, tigecycline. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19909895
14. Giamarellos and Bourboulis EJ. 2010. Macrocycle molecules for the management of systemic infections: the clarithtomycin paradigm. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20536418
15. John G, et al. 1995. Community-Acquired Pneumonia. Tersedia dari: http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM199512143332408
14
16. Goto H. 2011. Multicenter surveillance of adult atypical pneumonia in Japan: its clinical features, and efficacy and safety of clarithromycin. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21210175
17. Adam D, et al. 2001. Comparative efficacy of clarithromycin modified-release and clarithromycin immediate-release formulations in the treatmen of lower respiratory tract infection. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11354392
18. Drug Information System. 2012. Clarithromycin: pharmacokinetics. Tersedia dari: http://druginfosys.com/Drug.aspx?drugCode=858&drugName=Clarithromycin&type=2
15