proposal skripsi metlit tugas iii
TRANSCRIPT
Tugas Ke-III : Membuat Proposal PTK
(JAWABAN TUGAS III).
NAMA : HILMAN ARAFAH
NO.REG : 5215083430
PRODI : PENDIDIKAN TEKNIK
ELEKTRONIKA (REGULER)
PROPOSAL SKRIPSI
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA ANTARA MODEL
PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN MODEL
PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA STANDAR KOMPETENSI
MENGANALISIS RANGKAIAN LISTRIK
(PENELITIAN TINDAKAN KELAS PADA SMK NEGERI 4 BANDUNG)
HILMAN ARAFAH
5215083430
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu yang menjadi kebutuhan setiap manusia terutama
manusia Indonesia dan memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Dalam era globalisasi ini bangsa Indonesia sudah seyogiyanya meningkatkan
kualitas pendidikan dalam berbagai aspek, diantaranya sarana dan prasarana sekolah,
keikutsertaan dalam mengelola sekolah, perbaikan metode, pendekatan, strategi dan model
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di kelas maupun perbaikan dan pengembangan
kurikulum oleh pemerintah.
Menurut Permen Diknas No. 22 Tahun 2006 menyatakan bahwa :
1. Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Agar dapat
bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan
keterampilan….(Depdiknas, 2006: 17). Berdasarkan tujuan diatas, maka setiap
lulusan pendidikan kejuruan (SMK) diharapkan memiliki kemampuan dan
keterampilan sebagai tenaga kerja siap pakai. Dalam hal ini untuk dapat
mempersiapkan lulusan SMK yang berkualitas diperlukan efektifitas dalam
memberikan materi pembelajaran di kelas. Artinya dalam proses belajar yang
pengalokasian waktunya telah ditentukan siswa dapat memahami setiap materi
pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2. Standar kompetensi menganalisis rangkaian listrik merupakan materi hitungan dan
praktek. Pada umumnya siswa menganggap bahwa materi hitungan itu sulit, sehingga
motivasi dan keaktifan belajar menjadi berkurang. Dan denganmelaksanakan belajar
secara praktek, siswa dibimbing untuk dapat trampil dan mempersiapkan bekal untuk
menghadapi dunia kerja kedepannya. Dalam prosesnya siswa dituntut untuk mampu
memahami konsep dasar listrik dalam menganalisis rangkaian listrik. Pada
kenyataannya, berdasarkan survey awal yang dilakukan ketika praktikan pada
kegiatan program latihan profesi (PLP) di SMKN 4 Bandung banyak siswa yang
belum memahami mengenai konsep dasar untuk menganalisis rangkaian listrik,
rendahnya hasil belajar siswa pada kelas sebelumnya dengan rata-rata ulangan umum
adalah 57,33 dan nilai maximum adalah 76 dan nilai minimum adalah 32, sedangkan
KKM yaitu 70 sebagian siswa dapat memenuhi KKM, tetapi sebagian banyak siswa
masih dibawah KKM. Dalam standar kompetensi menganalisis rangkaian listrik
menunjukkan perlunya pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman konsep danpraktikum. Daya serap terhadap bahan yang diberikan ada
yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Faktor inteligensi mempengaruhi
daya serap anakdidik terhadap bahan ajar yang diberikan, oleh karena itu diperlukan
model pembelajaran yang tepat untuk melatihkan kemampuan tersebut.Problem
Solving (Pemecahan Masalah), merupakan salah satu model pembelajaran yang aktif
untuk siswa, yaitu suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving dimulai dari
mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
3. Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui
kerja kelompok sehingga dapat memberikan pengalaman belajarpada siswa seperti
membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan
data, menginterpretasikan data, berdiskusi, membuat kesimpulan, dan membuat
laporan. Penelitian yang akan dilakukan merupakan jenis penelitian eksperimen
dengan menggunakan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan model pembelajaran
problem solving, yaitu meliputi 3 tahap : modeling, coaching andscaffolding
(membimbing dan merancah), dan fading (memperluas). Sedangkan kelas kontrol
adalah kelas yang hanya menggunakan model pembelajaran konvensional.
Penelitian ini penting dilakukan untuk dapat mengetahui hasil belajar siswa. Selain
itu, kemampuan-kemampuan yang didapat oleh siswa yaitu pemahaman konsep, cara
melakukan eksperimen, dan cara untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang
dihadapi. Berdasarkan penjelasan diatas peneliti ingin melihat perbandingan hasil
belajar siswa menggunakan model pembelajaran problem solving dengan model
pembelajaran konvensional dalam judul: “Perbandingan Hasil Belajar Siswa Antara
Model Pembelajaran Problem Solving dan Model Pembelajaran konvensional pada
Standar Kompetensi Menganalisis Rangkaian Listrik”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Seberapa besar hasil belajar siswa dengan pembelajaran problem solving?
2. Seberapa besar hasil belajar siswa dengan pembelajaran konvensional?
3. Apakah ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa antara model
pembelajaran problem solving dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional
pada penelitian ini?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka masalah penelitian
ini dibatasi pada hal-hal berikut ini:
1. Penelitian difokuskan pada pengukuran hasil belajar siswa pada standar kompetensi
menganalisis rangkaian listrik sub kompetensi menganalisis rangkaian listrik arus
bolak-balik dengan menggunakan pembelajaran Problem Solving dan pembelajaran
Konvensional.
2. Sampel yang digunakan adalah siswa SMK program studi keahlian Teknik
Ketenagalistrikan kelas X di SMK Negeri 4 Bandung.
3. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini yaitu ranah kognitif yang meliputi
aspek pengetahuan/recall (C1), aspek pemahaman/comprehension (C2), aspek
penerapan/aplication (C3), dan aspek analisis (C4).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah pembelajaran
pada standar kompetensi Menganalisis Rangkaian Listrik dengan menggunakan pembelajaran
Problem Solving dan pembelajaran Konvensional, yang berpengaruh terhadap peningkatan
hasil belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran problem solving.
2. Mengetahui hasil belajar siswa dalam pembelajaran konvensional.
3. Mengetahui perbedaan model pembelajaran yang lebih baik pada hasil belajar siswa antara
yang menggunakan model pembelajaran Problem Solving dengan yang menggunakan model
pembelajaran konvensional pada penelitian yang dilakukan di SMKN 4 Bandung dengan
standar kompetensi Menganalisis Rangkaian Listrik.
1.5 Manfaat Penelitian
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik bagi siswa
maupun guru.
1. Bagi penulis, dalam penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi tentang
perbandingan hasil belajar siswa antara yang menggunakan model pembelajaran problem
solving dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
2. Bagi guru, penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam memilih model
pembelajaran problem solving dan konvensional sebagai upaya meningkatkan pemahaman
siswa.
3. Siswa diharapkan mempunyai keahlian. Terutama sikap mereka terhadap masalah yang
dihadapi dalam pembelajaran.
4. Dapat menjadi alternatif strategi sekolah-sekolah SMK di dalam pembelajaran
menganalisis rangkaian listrik di kelas serta dapat menjadi jawaban untuk meningkatkan hasil
belajar siswa SMK.
1.6 Definisi Operasional
Menghindari kesalahan penafsiran dalam memahami judul yang diajukan, maka
peneliti mencoba untuk menjelaskan beberapa istilah yang ada, yaitu:
1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perbandingan berarti perbedaan. Dari hal tersebut
dapat diartikan bahwa perbandingan adalah membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang
lain sehingga dapat dilihat persamaan dan perbedaannya. Dalam penelitian ini diartikan
membandingkan rata-rata skor peningkatan siswa (gain/peningkatan) antara pretest dan
posttest pada kedua kelompok eksperimen untuk menentukan apakah terdapat perbedaan
hasil belajar siswa yang signifikan antara model pembelajaran problem solving dengan model
pembelajaran konvensional.
2. Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa yang berbentuk
nilai dari hasil pengukuran dalam evaluasi belajar.
3. Model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan searah yaitu guru
menjelaskan kepada siswa dengan metode ceramah.
4. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran dimana pada prosesnya
siswa diberikan suatu masalah yang harus dipecahkan. Menggunakan 3 tahap yaitu :
1) Modeling
2) Coaching dan scaffolding
3) Fading.
1.7 Hipotesis Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto, (2010: 110), mengemukakan bahwa “Hipotesis dapat
diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,
sampai terbukti melalui data yang terkumpul.” perumusan hipotesis dilakukan dengan dua
macam, yaitu hipotesis nol (H0) dan hipotesis kerja (H1). Adapun rumusan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan hasil belajar siswa
setelah diterapkan model pembelajaran problem solving (modeling, Coaching dan
scaffolding, Fading) dan model pembelajaran konvensional.
H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan hasil belajar siswa setelah
diterapkan pembelajaran problem solving (modeling, Coaching dan scaffolding, Fading)
dengan pembelajaran konvensional.
1.8 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan
memberikan dua perlakuan berbeda terhadap dua kelompok siswa yang dipilih sebagai
sampel. Kelompok pertama merupakan kelompok eksperimen yang mendapatkan pengajaran
dengan menggunakan pembelajaran problem solving, dan kelompok kedua yang mendapat
pengajaran dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Menggunakan dua
variabel yaitu variabel bebas dan terikat. Variabel bebas atau variabel (X) pada penelitian ini
adalah dengan menggunakan pembelajaran problem solving dan pembelajaran konvensional.
Sedangkan variabel terikat atau variabel (Y) pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa
yang dibatasi pada Standar Kompetensi Menganalisis Rangkaian Listrik.
1.9 Lokasi dan Sampel Penelitian
Penelitiaan ini dilakukan di SMKN 4 Bandung yang berlokasi di Jl. Kliningan Buah
Batu Bandung. Adapun yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas X
Program Keahlian Teknik Ketenagalistrikan yang mengikuti Standar Kompetensi
Menganalisis Rangkaian Listrik.
1.10 Sistematika Penuliasan
Sistematika penulisan dalam sebuah penelitian berperan sebagai pedoman penulis
agar penulisannya terarah dan sistematis dalam mencapai tujuan akhir yang akan dicapai.
Sistematika penulisan penelitian adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini mengemukakan latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi dasar, definisi operasional, hipotesis
penelitian, metodologi penelitian, lokasi dan populasi penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
Pada bab ini dikemukakan landasan teoritis yang mendukung dan relevan dengan
permasalahan penelitian yang dilakukan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metode penelitian, variabel dan paradigma penelitian, data penelitian,
sampel dan populasi, teknik pengumpulan data, uji coba instrument penelitian, teknik analisis
data dan kisikisi instrument penelitian.
BAB II
PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING
DAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
2.1 Model Pembelajaran
Aunurrahman (2009: 146) mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka
konseptual, sebagaimana dikemukakan bahwa:
Model Pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru
untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Menurut Brady (dalam
Aunurrahman, 2009: 146) mengemukakan bahwa „ model pembelajaran dapat diartikan
sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru di dalam
mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran.‟ Menurut Joyce (dalam trianto, 2007: 5)
„model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas.‟ Model pembelajaran merupakan
bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh
guru. Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, model, dan teknik pembelajaran. (Sudrajat, 2008). Dari pengertian para
ahli diatas maka, model pembelajaran adalah suatu rancangan pembelajaran baik untuk
menyusun materi pengajaran sampai tatap muka didalam ruang kelas sehingga pembelajaran
akan lebih terstruktur. Setiap model pembelajaran akan membantu didalam merancang
program pembelajaran sehingga setiap siswa akan tertolong dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran. Maka, dikembangkan bermacam-macam model pembelajaran untuk menolong
guru dalam meningkatkan kemampuannya menyampaikan pelajaran yang dapat menjangkau
lebih banyak siswa dan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih luas. Selain itu
dalam penerapan model pembelajaran yang tepat di kelas akan mendorong siswa sehingga
menyukai pelajaran tersebut, menumbuhkan rasa percaya diri dan meningkatkan motivasi
dalam mengerjakan tugas, dan membantu siswa memahami secara mudah pelajaran yang
diberikan sehingga pencapaian hasil belajarnya akan lebih baik. Menurut Indrayanto (2010),
model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus. Ciri-ciri tersebut meliputi :
1. Rasional teoritik yang logis dan disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan) pembelajaran yang
akan dicapai).
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan
berhasil.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
2.1.1 Pembelajaran Konvensional
Menurut Sanjaya (2009: 177) mengemukakan bahwa: Model pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi
secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat
menguasai materi pelajaran secara optimal. Sedangkan Roy Killen (dalam Sanjaya, 2009:
177), mengemukakan bahwa: Model konvensional ini dengan istilah strategi pembelajaran
langsung (direct instruction). Karena dalam model ini materi pelajaran disampaikan langsung
oleh guru, siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu, materi pelajaran seakan-akan
sudah jadi. Menurut Sanjaya (2009: 177), terdapat beberapa karakteristik model pembelajaran
konvensional di antaranya:
Proses pembelajaran dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal,
artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena
itu sering orang mengidentikkannya dengan ceramah.
Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi,
seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut
siswa untuk berpikir ulang.
Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah
proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan
cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan. “Model pembelajaran
konvensional merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru
(teacher centered approach). Dikatakan demikian, dalam pembelajaran bahwa guru
memegang peran yang sangat dominan. Melalui model ini guru menyampaikan materi
pembelajaran secara terstruktur dengan harapan pelajaran yang disampaikan itu dapat
dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama model pembelajaran konvensional adalah
kemampuan akademik (academic achievement) siswa.” (Sanjaya, 2009: 177). Menurut Slavin
(dalam Sudrajat, 2011), mengemukakan tujuh langkah dalam pembelajaran langsung yaitu
sebagai berikut :
Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa. Dalam tahap
ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa yang diharapkan.
Me-review. pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru mengajukan
pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa.
Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan materi, menyajikan
informasi, memberikan contoh-contoh, mendemontrasikan konsep dan sebagainya.
Melaksanakan bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam tahap ini, guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya atau menggunakan informasi baru
secara individu atau kelompok.
Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru memberikan review terhadap hal-
hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar
dan mengulang keterampilan jika diperlukan.
Memberikan latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri
kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka
pelajari. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran ini menggunakan
metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan soal,
pemberian tugas demonstrasi. Ceramah merupakan salah satu cara penyampaian informasi
dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat
pada penceramah dan komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar. Penceramah
mendominasi seluruh kegiatan, sedang pendengar hanya memperhatikan dan membuat
catatan seperlunya. Demonstrasi aalah metode penyajian dengan memperagakan dan
mempertunjukan kepada siswa tentang suatu proses dan demonstrasi ini tidak terlepas dari
penjelasan secara lisan oleh guru. Gambaran pembelajaran menganalisis rangkaian listrik
dengan pendekatan ceramah adalah sebagai berikut: Guru mendominasi kegiatan
pembelajaran penurunan rumus atau pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh guru, contoh-
contoh soal diberikan dan dikerjakan pula sendiri oleh guru. Langkah-langkah guru diikuti
dengan teliti oleh peserta didik. Mereka meniru cara kerja dan cara penyelesaian yang
dilakukan oleh guru.
2.1.2 Pembelajaran Problem Solving
Problem secara umum orang memahami sebagai masalah. Sanjaya (2007: 214)
berpendapat bahwa : “hakikat masalah adalah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi
yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan.”
Sedangkan menurut Sudjana (2005: 85) bahwa: Problem solving bukan hanya sekedar
metode mengajar tetapi juga merupakan salah satu metode berfikir, sebab dalam problem
solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai
kepada penarikan kesimpulan. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa problem
solving adalah suatu kegiatan pembelajaran dengan melatih siswa menghadapi berbagai
masalah dalam suatu pelajaran baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah
kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya
adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Berhasil
tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dari
pembelajaran problem solving adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Hudojo (2003:155),
yaitu sebagai berikut:
1) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan
akhirnya meneliti kembali hasilnya.
2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa.
3) Potensi intelektual siswa meningkat.
4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan
penemuan.
Pembelajaran problem solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Menurut
Sanjaya (2009: 212), terdapat tiga ciri utama dari pembelajaran problem solving yaitu :
Pertama merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, dalam pembelajaran ini tidak
mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi
pelajaran, akan tetapi siswa belajar berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan
akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah. Ketiga, pemecahan masalah dlakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir
secara ilmiah. Proses berfikir yang dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya
berfikir ilmiah dilakukan melalui tahap-tahap tertentu, sedangkan empiris adalah proses
penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. Menurut Sanjaya (2009:
213) mengatakan bahwa pembelajaran problem solving dapat diterapkan apabila :
1) Guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat meningat materi pelajaran, akan
tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.
2) Guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berfikir rasional siswa, yaitu
kemampuan menganalisis, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki, mengenal adanya
perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat
judgment secara objektif.
3) Guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat
tantangan intelektual siswa.
4) Guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
5) Guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan
dalam kehidupan.
John Dewey (dalam Sanjaya, 2009 : 215) menjelaskan enam langkah pembelajaran problem
solving, yaitu :
1) Merumuskan masalah yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai
sudut pandang.
3) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan
pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang
diperlukan untuk pemecahan masalah.
5) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai
dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan
rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan
kesimpulan. Dikemukakan Heller & Heller (1999: 20) yang menyatakan bahwa :
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan problem solving, terdapat lima strategi yang
mendasarinya. Pertama, siswa dihadapakan pada permasalahan. Kedua, siswa menerapkan
konsep yang sesuai untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Ketiga, menyusun langkah-
langkah logis untuk menyelesaikan masalah. Keempat, melaksanakan langkahlangkah
yang telah direncanakan. Kelima, melakukan evaluasi terhadap penyelesaian masalah.
Dari penjelasan diatas dapat dijabarkan bahwa pada tahap pertama siswa dihadapkan pada
suatu permasalahan dalam pembelelajaran yang diberikan. Sehingga diharapkan siswa secara
teliti mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan mencari sebanyak mungkin informasi apa
saja yang diperlukan terkait dengan permasalahan yang dihadapi baik melalui kajian
pustaka atau berdasarkan pengalaman yang pernah dijumpai. Dari masalah tersebut
diharapkan siswa dapat menggambarkan masalah yang sedang dihadapi tersebut. Tahap
kedua, berdasarkan informasi-informasi yang telah dikumpulkan, siswa diharapkan sudah
dapat menentukan konsep mana yang sesuai untuk menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi. Pada tahap ini siswa juga harus dapat menerjemahkan permasalahan yang dihadapi
kedalam konteks rangkaian listrik dan mulai melakukan prediksi bagaimana konsep tersebut
diterapkan untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Ketiga, Pada tahap ini
siswa membangun kerangka pemikiran berupa langkah-langkah kerja yang akan dilaksanakan
dalam menyelesaikan masalah. Selain itu, pada tahap ini, siswa juga memungkinkan untuk
memasukan perhitungan matematis sebagai salah satu langkah dalam membuat penyelesaian
masalah. Keempat, siswa mulai menjalankan semua langkah-langkah yang telah
direncanakannya. Kelima, siswa mulai membuat analisis mengenai langkah-langkah
penyelesaian masalah yang telah ditempuhnya. Apakah telah sesuai dengan prediksi yang
telah ditetapkan diawal atau terdapat ketidaksesuaian. Pada tahap ini juga siswa membuat
kesimpulan terhadap Problem atau masalah yang telah dilakukannya. Menurut Heller and
Heller dalam bukunya Cooperative Group Problem Solving in Physics University,
pembelajaran dengan menggunakan problem solving sebaiknya menggunakan pembelajaran
problem solving yang meliputi tiga tahap, yaitu : modeling, coaching and scaffolding
(membimbing dan merancah), dan fading (memperluas). Modeling dilakukan untuk
memberikan pengetahuan baru untuk mengatasi isu dan masalah dalam lingkungan. Guru
memberikan demonstrasi dengan tahapan problem solving. Coaching dan scaffolding
dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok kooperatif dan eksperimen untuk menyelesaikan
masalah menggunakan tahapan problem solving. Guru memberikan bimbingan dalam
melakukan problem solving. Fading, diselesaikan dalam berbagai cara sebagai penerapan
konsep dan prinsip yang telah diberikan sebelumnya. Guru memberikan sangat sedikit
bimbingan. Maka dalam penelitian ini akan digunakan strategi pembelajaran problem solving
dengan menggunakan tiga tahap tersebut. Dalam Sanjaya (2009: 218) mengemukakan
keunggulan dankelemahan problem solving, antara lain :
1. Keunggulan :
Problem solving merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
Problem solving dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menentukan pengetahuan baru bagi siswa.
Problem solving dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
Problem solving dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk
memahami masalah.
Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Dapat memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan
cara berfikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa bukan sekedar belajar dari guru
atau buku.
Dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
Dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam berfikir kritis.
Dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
dimiliki.
Dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar
pada pendidikan formal telah berakhir.
2. Kelemahan :
Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
Membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
2.2 Hasil Belajar
2.2.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan variabel dari teori belajar di sekolah. Selain variabel lainnya
yaitu : karakteristik individu (siswa) dan kualitas pengajaran. Hal ini dinyatakan oleh Bloom
dalam Theory of School Learning, bahwa “…. ada tiga variabel utama dalam teori belajar di
sekolah
yakni : karakteristik individu, kualitas pengajaran, dan hasil belajar siswa”. (Sudjana N, 2005
: 40). Hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru) dimana hasil belajar
memiliki hubungan erat dengan proses belajar. Menurut Whittaker (dalam Aunurrahman,
2009: 35) mengemukakan bahwa „belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan
atau diubah melalui latihan atau pengalaman.‟ Menurut Djamarah dan Zain (2010: 38)
mengemukakan bahwa “belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar.” Sedangkan pendapat lain dari
Abdillah (dalam Aunurrahman, 2009:35) mengemukakan bahwa : Belajar adalah suatu usaha
sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik memalui latihan
ataupun pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk
memperoleh tujuan tertentu. Maka proses belajar itu adalah proses kegiatan siswa untuk
memperoleh sejumlah pengetahuan dan pengalaman belajar dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan hasil belajar merupakan gambaran kemampuan yang ditunjukan
oleh adanya perubahan tingkah laku setelah siswa mengikuti proses belajar.
Dari kutipan dia atas jelas bahwa hasil belajar sangat tergantung pada proses belajar. Hasil
belajar akan terlihat setelah diberi perlakuan pada proses balajar yang dianggap sebagai
proses pemberian pengalaman belajar. Hasil belajar mengharapkan terjadinya perubahan
tingkah laku yang terjadi pada diri siswa. Maka yang dimaksud dengan hasil belajar adalah
kemampuan siswa setelah memperoleh pengalaman belajar dalam proses belajar agar terjadi
perubahan tingkah laku pada diri siswa dalam bentuk penguasaan dan pemahaman pelajaran
yang dipelajarinya.
Arikunto (2009: 26), mengukur hasil belajar dalam dua teknik, yaitu teknik tes dan non tes.
Pada penelitian ini menggunakan teknik tes, sehingga pembatasan hanya dilakukan terhadap
teknik tes. Menurut Hasan (2006: 95) mengemukakan bahwa “tes adalah kegiatan yang
dilakukan oleh guru disekolah dalam rangka kegiatan evaluasi ( mengukur, menilai,
assessment).” Arikunto (2009: 52) mengmukakan bahwa “tes merupakan alat atau prosedur
yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan.” Tes menurut Sudjana, N (2005 : 113) adalah :
Alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang
diharapkan baik secara tertulis atau secara lisan atau secara perbuatan. Ada dua macam tes
hasil belajar yakni: tes yang telah distandarisasikan (standardized test) dan tes buatan guru
sendiri (teacher made test). Tes hasil belajar yang dibuat oleh guru itu dapat dibagi dua
macam, yakni tes lisan (oral test) dan tes tulisan (written test). Tes tertulis dapat dibagi atas
tes essay (essay examination) dan tes objektif. Tes objektif yang disusun dapat berbentuk
pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan isian pendek, saat ini banyak digunakan dalam
penelitian pendidikan. Sedangkan tes essay jarang digunakan sebab kurang praktis dan terlalu
subjektif. Persyaratan dari sebuah tes yang baik menurut Arikunto (2009: 57)
diantaranya yaitu sebagai berikut :
1. Validitas (secara tepat mengukur yang seharusnya diukur),
2. Reliabilitas (menunjukkan hasil yang dapat dipercaya dan tidak berubah jika diadakan tes
kembali),
3. Objektifitas (tidak dipengaruhi unsur-unsur pribadi),
4. Praktikabilitas (praktis dan mudah dalam administrasinya),
5. Ekonomis (tidak memerlukan biaya yang mahal, tenaga dan waktu yang banyak).
Dalam penelitian ini, tes yang digunakan yaitu tes buatan peneliti yang berbentuk tes tertulis
objektif pilihan. Agar memenuhi syarat validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat
kesukaran maka tes buatan peneliti ini akan di uji coba terlebih dahulu kepada siswa-siswa
yang telah mempelajari standar kompetensi yang akan diteliti.
2.2.2 Klasifikasi Hasil Belajar
Hasil belajar yang diharapkan terjadi pada diri siswa meliputi sejumlah kemampuan
yang dapat memberikan gambaran atas kegiatan dalam belajar. Untuk itu, hasil belajar
diklasifikasikan oleh para ahli sebagai berikut :
Howard Kingsley (dalam Sudjana, N 2005: 22), membagi tiga macam hasil belajar adalah
“keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, dan sikap dan cita-cita.”
Dalam Sistem Pendidikan Nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar Benyamin S. Bloom yang secara
garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotor. Bloom membagi masing-masing ranah ke dalam tingkatan-tingkatan kategori
yang dikenal dengan istilah taksonomi Bloom’s Taxonomy (Arikunto, 2009: 116)
seperti berikut :
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang
telah dipelajari dan kemampuan intelektual. Bloom membagi ranah kognitif ke dalam 6
jenjang kemampuan yaitu :
(1) Pengetahuan (C1)
Merupakan kemampuan menyatakan kembali fakta, prinsip, prosedur atau istilah yang
telah dipelajari. Tingkatan ini merupakan tigkatan yang paling rendah namun menjadi
prasyarat bagi tingkatan selanjutnya. Kemampuan yang dimiliki hanya kemampuan
menangkap informasi kemudian menyatakan kembali informasi tersebut tanpa harus
memahaminya. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menyebutkan, mendefinisikan,
menggambarkan.
(2) Pemahaman (C2)
Merupakan kemampuan untuk memahami arti, interpolasi, interpretasi instruksi
(pengarahan) dan masalah. Pada tingkatan ini, selain hapal siswa juga harus memahami
makna yang terkandung misalnya dapat menjelaskan suatu gejala, dapat menginterpretasikan
grafik, bagan atau diagram serta dapat menjelaskan konsep atau prinsip dengan kata-kata
sendiri. Contoh: kata kerja yang digunakan yaitu menyajikan, menginterpretasikan,
menjelaskan.
(3) Penerapan (C3)
Merupakan kemampuan untuk menggunakan konsep dalam situasi baru atau pada
situasi konkret. Tingkatan ini merupakan jenjang yang lebih tinggi dari pemahaman.
Kemampuan yang diperoleh berupa kemampuan untuk menerapkan prinsip, konsep, teori,
hukum maupun metode yang dipelajari dalam situasi baru. Contoh kata kerja yang digunakan
yaitu mengaplikasikan, menghitung, menunjukan.
(4) Analisis (C4)
Merupakan kemampuan untuk memilah materi atau konsep ke dalam bagian-bagian
sehingga susunannya dapat dipahami. Dengan analisis diharapkan seseorang dapat memilah
integritas menjadi bagian-bagian yang lebih rinci atau lebih terurai dan memahami hubingan
bagian-bagian tersebut satu sama lain. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menganalisa,
membandingkan, mengklarifikasikan.
(5) Sintesis (C5)
Merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi
suatu keseluruhan yang terpadu. Kemampuan ini misalnya dalam merencanakan eksperimen,
menyusun karangan, menggabungkan objek-objek yang memiliki sifat sama ke dalam satu
klasifikasi. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menghasilkan, merumuskan,
mengorganisasikan.
(6) Evaluasi (C6)
Merupakan kemampuan untuk memuat pertimbangan (penilaian) terhadap suatu
situasi, nilai-nilai atau ide-ide. Kemampuan ini merupakan kemampuan tertinggi dari
kemampuan lainnya. Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang
mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, materi dan criteria tertentu. Untuk dapat
membuat suatu penilaian, seseorang harus memahami, dapat menerapkan, menganalisis dan
mensintesis terlebih dahulu. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menilai, menafsirkan,
menaksir, memutuskan. Peneliti hanya menggunakan penilaian dalam ranah kognitif dengan
jenjang pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4).
2.3 Tinjauan Umum Mata Diklat Menganalisis Rangkaian Listrik
Standar Kompetensi Menganalisis Rangkaian Listrik merupakan salah satu program
produktif yang wajib diikuti oleh siswa kelas X di SMK Negeri 4 Bandung, Program
Keahlian Teknik Ketenagalistrikan. Sub kompetensi yang akan dibahas yaitu Menganalisis
rangkaian seri dan paralel arus bolak balik diantaranya rangkaian R-L, R-C, R-L-C.
Gambaran materi atau silabus standar kompetensi menganalisis rangkaian listrik :
1. Menganalisis rangkaian listrik arus bolak-balik.
2. Menganalisis rangkaian kemagnetan.
Pokok bahasan yang diambil :
1. Rangkaian seri RL, RC, dan RLC.
2. Rangkaian paralel RL, RC, dan RLC.
Materi yang akan disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Rangkaian Seri R – L
- Pengertian rangkaian R-L
- Rumus mencari tegangan
- Rumus mencari arus
- Rumus mencari impedansi
- Rumus reaktansi induktor
- Segitiga daya
- Segitiga tahanan
- Rumus mencari daya aktif, reaktif, dan semu (P,Q, S)
2. Rangkaian Seri R – C
- Pengertian rangkaian R-C
- Rumus mencari tegangan
- Rumus mencari arus
- Rumus mencari impedansi
- Rumus reaktansi kapasitor
- Segitiga daya
- Segitiga tahanan
- Rumus mencari daya aktif, reaktif, dan semu (P,Q, S)
3. Rangkaian Seri R-L-C
- Pengertian rangkaian seri RLC
- Sifat-sifat pada rangkangaian seri RLC
- Rumus tegangan, arus dan impedansi
- Segitiga tahanan
4. Rangkaian Paralel R – L
- Pengertiannya rangkaian paralel RL
- Rumus arus, tagangan, impedansi
- Diagram vektor
5. Rangkaian Paralel R – C
- Pengertiannya rangkaian paralel RL
- Rumus arus, tagangan, impedansi
- Diagram vektor
6. Rangkaian Paralel R – L –C
- Pengertiannya rangkaian paralel RL
- Rumus arus, tagangan, impedansi
- Sifat rangkaian paralel RLC
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan
maksud mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2009 : 6), mengatakan bahwa :
Metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data
yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, sikembangkan, dan dibuktikan, suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,
memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan. Teknik penelitian yang
digunakan adalah Eksperimen.Menurut Sugiyono (2009:107) menjelaskan bahwa
”Eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan
tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali.” Metode eksperimen yang
digunakan adalah dengan memberikan dua perlakuan berbeda terhadap dua kelompok siswa
yang dipilih sebagai sempel. Dalam penelitian ini, langkah pertama yang dilakukan adalah
menentukan kelompok eksperimen yang mendapat pengajaran dengan menggunakan model
pembelajaran problem solving dan kelompok kontrol yang mendapat pengajaran dengan
model pembelajaran konvensional. Langkah selanjutnya kedua kelompok tersebut diberikan
tes awal (pretest) dengan soal yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya dan diujikan
terlebih dahulu. Kemudian kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan
model pembelajaran problem solving yang telah dirancang sedemikian rupa dan kelompok
kontrol lain diberikan perlakuan dengan menggunakan model konvensional. Untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh yang telah dilakukan, langkah selanjutnya adalah
memberikan tes akhir (posttest) pada kedua kelompok tersebut. Skor-skor yang diperoleh
diolah dan dianalisis menggunakan statistik.
3.2 Desain dan Variabel Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah The Matching Only Pretest-
Posttest Control Group Design. (Frankel, 1993: 253). Tabel. 3.1 The Matching Only Pretest
Posttest Control Group Design
Kelompok Pretest Perlakuan(X) Posttest(Y)
Eksperimen T1 M Problem Solving T2
Kontrol T1 M Konvensional T2
Keterangan : T1 adalah Pretest
X adalah perlakuan yang menggunakan model pembelajaran konvensional dan
problem solving.
T2 adalah posttest
M adalah fakta dari kedua kelas yang telah dicocokan.
Arikunto (2010: 161) mengungkapkan bahwa : “Variabel adalah objek penelitian atau apa
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Variabel dalam penelitian ini termasuk dalam
kategori hubungan sebab akibat antara variabel X dan variabel Y. Pada penelitian ini dapat
dikaji hubungan sebab akibat antara dua variabel yaitu :
a. Variabel bebas (X)
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas yaitu model pembelajaran problem solving
dan model pembelajaran konvensional.
b. Variabel terikat (Y)
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat yaitu hasil belajar siswa pada sub
kompetensi rangkaian listrik seri dan paralel arus bolak balik R-L, R-C, dan R-L-C setelah
diberi perlakuan tarhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada ranah kognitif.
3.3 Paradigma Penelitian
Menurut Sugiyono (2009: 66) mengemukakan bahwa : Paradigma penelitian adalah
pola berfikir yang menunjukan hubungan antara variabel yang akan diteleti yang sekaligus
mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian,
teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik
analisis statistic yang digunakan, adapun paradigma penelitian, berikut ini :
Tahap Pelaksanaan
Tahap Akhir
Studi Pustaka
Studi Pendahuluan
Perangkat Pembelajaran Instrumen Penelitian
Penentuan Sampel
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pretest Pengolahan Data
Kelas Eksperimen:
Pembelajaran problem solving
(modeling,coaching and scaffolding,
fading)
Pengolahan Data
Protest
Kelas Kontrol :
Pembelajaran
Konvensional
Analisis data dan hasil temuan penelitian
Kesimpulan
3.4 Data dan Sumber Data Penelitian
3.4.1 Data Penelitian
Adapun data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data langsung dari
jawaban-jawaban yang diperoleh melalui tes objektif dari para responden mengenai
kompetensi dasar yang diberikan kepada sejumlah siswa kelas X pada standar kompetensi
Menganalisis Rangkaian Listrik. Data yang dimaksud adalah penilaian hasil belajar siswa
pada Standar Kompetensi Menganalisis Rangkaian Listrik. Adapun data yang diperlukan
dalam penelitian ini yaitu :
1. Materi standar kompetensi Menganalisis Rangkaian Listrik dengan sub kompetensi
menganalisa rangkaian seri dan paralel arus bolak balik R-L, R-C, R-L-C.
2. Nilai tes instrumen (pretest dan posttest) untuk melihat perkembangan hasil belajar siswa.
3.4.2 Sumber Data Penelitian
Arikunto (2010: 172) menyatakan bahwa : Sumber data dalam penelitian adalah
subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau
wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden. Sumber data
utama dalam penelitian ini adalah siswa kelas X
SMKN 4 Bandung yang sedang mengikuti Standar Kompetensi Menganalisis Rangkaian
Listrik. Selain itu digunakan juga buku-buku literatur yang dapat menunjang proses belajar
mengajar Menganalisis Rangkaian Listrik.
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi
Arikunto (2010: 173) menyatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian.” Populasi yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa kelas X Listrik, yang
mengambil Standar Kompetensi Menganalisis Rangkaian Listrik di SMKN 4 Bandung.
Tahun ajaran 2010– 2011. yaitu kelas XF, XG, XH, XI dengan perincian seperti
pada tabel 3.2.
Kelas XF XG XH XI Jumlah Total
Jumlah Siswa 36 35 37 35 143
3.5.2 Sampel
Arikunto (2010: 174) menyatakan bahwa ”sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti.” Teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua
yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling.
Teknik Sampling
Probability Sampling
Non Probability Sampling
1. Simple random Sampling
1. Sampling sistematis
2. Proportionate stratified random
sampling
2.Sampling kuota
3. Disprorortionate Stratified random
sampling
3.Sampling insidental
4.Cluster sampling
4.Purposive jenuh
5.Snowball sampling
Dalam penelitian ini penarikan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling.
Menurut Sugiyono (2011: 64) menyatakan bahwa ”teknik simple random sampling adalah
teknik penentuan sampel dari populasi dilakukan secara acak....”
Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen
Adapun sampel dalam penelitian ini sebanyak 64 orang yang terbagi dalam dua kelas, kelas
pertama berjumlah 32 siswa sedangkan kelas kedua berjumlah 32 siswa.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yaitu cara yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam suatu penelitian. Dalam melaksanakan penelitian ada beberapa teknik yang penulis
gunakan antara lain :
a. Studi Literatur, dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan memanfaatkan literatur
yang relevan dengan penelitian ini yaitu dengan cara membaca, mempelajari, menelaah,
mengutip pendapat dari berbagai sumber berupa buku, diktat, skripsi, internet, surat kabar,
dan sumber lainnya.
b. Observasi
Studi ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang teori atau pendekatan yang erat
hubungannya dengan permasalahan yang sedang diteliti.
c. Tes
Arikunto (2010: 266) menyatakan bahwa “ tes dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi”. Penelitian ini menggunakan alat pengumpul
data yaitu tes hasil belajar berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda dengan lima alternatif
jawaban. Item-item tes yang yang dipergunakan untuk pengumpulan data hasil belajar ini
diambil dari Standar Kompetensi Menganalisis Rangkaian Listrik. Tes dilaksanakan pada
saat pretest dan posttest. Pretest atau tes awal diberikan dengan tujuan mengetahui
kemampuan awal kedua kelompok penelitian. Sementara posttest atau test akhir diberikan
dengan tujuan untuk melihat kemajuan dan perbandingan peningkatan hasil belajar pada
kedua kelompok penelitian. Pada model pembelajaran problem solving dan model
pembelajaran konvensional. Adapun langkah-langkah dalam penyusunan instrumen tes hasil
belajar ini adalah:
a. Membuat kisi-kisi instrumen penelitian untuk materi yang akan diberikan.
b. Menyusun instrumen penelitian berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
c. Melakukan uji coba instrumen penelitian terhadap siswa.
d. Setelah instrumen yang diujicobakan tersebut valid dan reliabel, maka instrumen itu dapat
digunakan untuk melakukan pre test dan post test.
e. Studi dokumentasi, digunakan untuk memperoleh informasi atau data- data yang ada
kaitannya dengan masalah penelitian.
3.6.2 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data adalah :
1. Soal Tes Hasil Belajar (pre test dan post test)
3.6.3 Uji Coba Instrumen Penelitian
Uji coba instrumen penelitian dilakukan untuk mengukur atau mengetahui instrumen
yang akan digunakan apakah telah memenuhi syarat sebagai alat pengambil data atau belum.
Instrumen tersebut layak untuk digunakan setelah dilakukan analisis terhadap Validitas,
Reliabilitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran.
a. Uji Validitas Instrumen
Arikunto (2010 : 211) menyatakan bahwa “validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.”
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur,
sebuah item (butir soal) dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap
skor total, skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah.
Untuk menguji validitas item instrumen pada penelitian ini digunakan rumus korelasi product
moment dengan angka kasar sebagai berikut :
Keterangan :
rxy = Koefisien validitas butir item
n = Jumlah responden
X = Skor rata-rata dari X
Y = Skor rata-rata dari Y
Uji validitas ini dikenakan pada setiap item. Sehingga perhitungannya pun merupakan
perhitungan setiap item. Selanjutnya untuk menentukan validitas dari tiap item pertanyaan
dilakukan pengujian lanjutan yaitu uji t (uji signifikansi) yang berfungsi apabila peneliti ingin
mencari makna hubungan variabel X terhadap Y, maka hasil korelasi (r) diuji dengan uji t
dengan rumus :
Keterangan :
t hitung = nilai t hitung
n = jumlah responden
r = koefisien korelasi hasil t hitung
Kemudian jika thitung > ttabel pada taraf signifikansi = 0,05, maka dapat disimpulkan
item soal tersebut valid pada taraf yang ditentukan. Uji validitas dikenakan pada tiap-tiap
item tes dan validitas item akan terbukti jika harga thitung > ttabel dengan tingkat kepercayaan 95
% dan derajat kebebasan (dk = n – 2). Apabila hasil thitung < ttabel maka item tes tersebut
dikatakan tidak valid. Uji validitas dihitung tiap item pertanyaan. Tingkat validitas setiap
item dikonfirmasikan dengan tabel interpretasi nilai r untuk korelasi. Dibawah ini diberikan
tabel 3.3 interpretasi nilai validitas sebagai berikut :
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Korelasi r
b. Uji Reliabilitas
1. Tes Objektif
Arikunto (2009: 86) menyatakan pengertian reliabilitas sebagai berikut :
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat
memberikan hasil tes yang tetap. Maka pengertian reliabilitas tes berhubungan dengan
masalah hasil tes atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat
dikatakan tidak berarti. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus
Kuder-Richardson (KR-20) sebagai berikut :
Besar Nilai r Interpretasi
0.8≤r<1.000 Sangat tinggi
0.6≤r<0.800 Tinggi
0.4≤r<0.600 Cukup
0.2≤r<0.400 Rendah
0.0≤r<0.200 Sangat Rendah (tak berkorelasi)
Keterangan :
r11 = reabilitas soal
k = banyaknya butir soal
Vt = harga varians total
P = proporsi subyek yang mendapat skor 1
P =
Q = proporsi subyek yang mendapat skor 0
Q = 1- p
Harga varians total (Vt) dihitung dengan menggunakan rumus :
Dimana :
X = Jumlah skor total
N = Jumlah responden
Hasilnya yang diperoleh yaitu r11 dibandingkan dengan nilai dari tabel r-Product Moment.
Jika r11 > rtabel maka instrumen tersebut reliabel, sebaliknya r11 < rtabel maka instrumen tersebut
tidak reliabel.
2. Uji Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran yaitu suatu parameter untuk menyatakan bahwa item soal adalah mudah,
sedang, dan sukar. Tingkat kesukaran dapat dihitung dengan rumus :
P =
dimana :
P = Indeks Kesukaran
B = Banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Menentukan apakah soal tersebut dikatakan baik atau tidak baik, digunakan kriteria seperti
pada tabel 3.4 sebagai berikut :
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Kesukaran
No. Interpretasi Klasifikasi
1 0.7≤TK<1.00 Mudah
2 0.3≤TK<0.70 Sedang
3 0.0≤TK<0.30 Sukar
Makin rendah nilai TK suatu soal, makin sukar soal tersebut. Tingkat kesukaran suatu soal
dikatakan baik jika perolehan nilai TK yang dari soal tersebut sekitar 0,50 atau 50%.
Umumnya dapat dikatakan, soal-soal dengan nilai TK 0,10 yaitu soal-soal sukar dan soal-
soal dengan nilai TK 0,90 yaitu soal-soal terlampau mudah.
3. Uji Daya Pembeda
Daya pembeda suatu soal tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
dimana : D = indeks diskriminasi (daya pembeda)
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas menjawab benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah menjawab benar
PA = proporsi peserta kelompok atas menjawab benar
PA = proporsi peserta kelompok bawah menjawab benar
Sebagai acuan mengklasifikasikan data hasil penelitian, maka digunakan kriteria yang terlihat
pada tabel 3.5 yaitu sebagai berikut :
No. Rentang nilai D Klasifikasi
1 D < 0.20 Jelek
2 0.20 ≤ D < 0.40 Cukup
3 0.40 ≤ D 0.70 Baik
4 0.70 ≤ D ≤ 1.00 Baik Sekali
3.7 Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data maka langkah berikutnya adalah
mengolah data atau menganalisis data yang meliputi persiapan, dan penerapan data sesuai
dengan pendekatan penelitian. Karena data yang diperoleh dari hasil penelitian merupakan
data mentah yang belum memiliki makna yang berarti sehingga data tersebut agar dapat lebih
bermakna dan dapat memberikan gambaran nyata mengenai permasalahan yang diteliti, data
tersebut harus diolah terlebih dahulu, sehingga dapat memberikan arah untuk pengkajian
lebih lanjut. Karena data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif, maka cara
pengolahannya dilakukan dengan teknik statistik.
3.7.1 Menghitung Gain Skor
Peningkatan (gain) didapat dari selisih nilai posttest dan nilai pretest. Karena hasil
belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah pembelajaran maka hasil belajar yang
dimaksud yaitu peningkatan yang dialami siswa. Analisis gain bertujuan untuk menjawab
hipotesis penelitian, yaitu melihat apakah terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah data yang diperoleh yaitu skor pretest dan
skor posttest, kemudian dilakukan uji statistik terhadap skor pretest dan posttest, dan
indeks gain ternormalisasi dengan rumus:
Menurut Hake (dalam Liliawati dan Puspita, 2010: 428) mengemukakan
bahwa tabel interprestasi nilai gain yag dinormalisasi adalah sebagai berikut :
Tabel 3.6 Interpretasi Nilai Gain yang Dinormalisasi
3.7.2 Uji Normalitas Data
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data tersebut distribusi normal
atau tidak distribusi normal. Pengujian normaitas data yang penulis lakukan adalah :
Chi Kuadrat (P_) yaitu dengan cara membandingkan kurva normal yang terbentuk dari data
yang telah terkumpul (B) dengan kurva normal baku/standar (A). Jadi membandingkan antara
B dengan A (B : A). Bila B tidak berbeda secara signifikan dengan A, maka B merupakan
data yang berdistribusi normal. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3 di bawah, bahwa
kurva normal baku yang luasnya mendekati 100 % dibagi menjadi 6 bidang berdasarkan
simpangan bakunya, yaitu tiga bidang di bawah rata-rata (mean) dan tiga bidang di atas
ratarata. Luas 6 bidang dalam kurva normal baku adalah : 2,7%; 13,53%; 34,13%;
No. Nilai (g) Klasifikasi
1 (g) ≥ 0.70 Tinggi
2 0.70 > (g) ≥ 0.30 Sedang
3 (g) < 0.30 Rendah
Index Gain (g) = skor posttest – skor pretest / skor maksimal – skor pretest x 100 %
34,14%; 13,53%; 2,7%. (Sugiyono, 2011: 79-82)
Langkah-langkah dalam pengujian normalitas data adalah sebagai berikut :
1. Menentukan Jumlah Kelas Interval
Untuk pengujian normalitas dengan Chi Kuadrat ini, jumlah kelas interval ditetapkan sama
dengan 6. Hal ini sesuai dengan 6 bidang yang ada pada Kurva Normal Baku.
2. Menentukan Panjang Kelas Interval
3. Menyusun Tabel Distribusi Frekuensi
Berikut ini tabel distribusi frekuensi dan tabel penolong untuk menghitung
harga Chi Kuadrat hitung.
Menentukan besarnya harga distribusi chi-kuadrat X2
6. Membandingkan X2hitung dengan X
2tabel
Dengan ketentuan sebagai berikut
Tingkat kepercayaan 95 %
Derajat kebebasan (dk = k-1)
Apabila X2hitung < X
2tabel berarti data berdistribusi normal
3.7.3 Uji Homogenitas Data
Uji homogenitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah varians – varians dalam populasi
tersebut homogen atau tidak. Adapun langkah-langkah pengolahan datanya sebagai berikut:
1. Mencari nilai F dengan rumus, sebagai berikut :
2. Menentukan derajat kebebasan
dk1 = n1-1; dk2 = n2-1
3. Menentukan nilai Ftabel pada taraf signifikansi 5% dari responden.
4. Penentuan keputusan.
Adapun kriteria pengujian, sebagai berikut :
Varians dianggap homogen bila Fhitung < Ftabel. Pada taraf kepercayaan 0,95 dengan
derajat kebebasan dk1 = n1 – 1 dan dk2 = n2 – 1, maka kedua varians dianggap sama
(homogen). Dan sebaliknya tidak homogen.
3.7.4 Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan melalui dua cara sesuai dengan normalitas data yang
diperoleh. Apabila data berdistribusi normal, maka dilakukan analisis statistik parametris.
Sebaliknya apabila data tidak berdistribusi normal, maka dilakukan analisis statistik
nonparametris.
3.7.4.1 Uji Hipotesis Parametris
Berdasarkan hipotesis yang penulis ambil, maka pengujian yang dilakukan adalah
pengujian hipotesis komparatif dua sampel independen, yaitu menggunakan t-test. Dalam
Sugiyono (2011: 138) terdapat dua buah rumus t-test yang dapat digunakan, yaitu sebagai
berikut:
Pengujian dengan menggunakan t-test uji dua pihak. Menggunakan uji dua pihak karena
hipotesis1 (H1) berbunyi terdapat perbedaan sedangkan hipotesis (H0) berbunyi tidak terdapat
perbedaan. (Sugiyono, 2011: 119).
Setelah dilakukan t-test, maka untuk mengetahui perbedaan itu signifikan atau tidak maka
harga thitung tersebut perlu dibandingkan dengan ttabel, dengan dk = n1 + n2 – 2 dan taraf
kepercayaan 95.
3.8 Diagram Alur Pengolahan Data Penelitian
3.9 Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Setelah ada kejelasan jenis instrumen, langkah selanjutnya menyusun pertanyaan-
pertanyaan. Penyusunan pertanyaan diawali dengan membuat kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi
memuat aspek yang akan diungkap melalui pertanyaan. Aspek yang akan diungkap
bersumber dari masalah penelitian. Kisi-kisi tes untuk instrumen penelitian ini dapat dilihat
pada lampiran A.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
__________________. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Depdiknas. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Depdiknas.
Djamarah, SB & Zain, A. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Fadillah, K., Murdono. dan Dalimunte, C. (1999). Ilmu Listrik. Bandung :
Angkasa.
Frankel. (1993). How To Design and Evaluate Research. McGRAW:HILL INC.
Hasan, Bachtiar. (2006). Perencanaan Pengajaran Bidang Studi. Bandung:
Pustaka Ramadhan.
Heller, P & K. Heller. 1999, Problem-Solving Labs, in Cooperative Group
Problem Solving in Physics, Research Report. University of Minnesota.
Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.
Malang: JICA.
Indrayanto. (2010). Ciri-ciri Model Pembelajaran. [Online]. Tersedia:
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2036649. Model
Pembelajaran/ [29 Juni 2011].
Liliawati, W & Puspita, E. (2010). Efektifitas Pembelajaran Berbasis Masalah
dalam Meningkatkan Kreatif Belajar Siswa. [Online]. Tersedia:
http://www.Fi.itb.ac.id/~dede/seminarHFI2010/CD Proceedines/FP18.pdf.
[29 Juni 2011].
Sanjaya, W (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
Sudjana, N. (2005). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
________. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sudrajat, Akhmad. (2008). Pengertian Pendekatan Strategi, Metode, Teknik dan
Model Pembelajaran. Educationfor A Better Live. [Online]. Tersedia:
http://akhmadsudrajat.wardpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategimetode-
teknik-dan-model-pembelajaran/ [26 Juni 2011].
Trianto. (2007). Model–model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.