problematika ketersediaan air baku dalam upaya …

23
113 PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA PENCAPAIAN TARGET SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA: STUDI KASUS DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI WILAYAH SUMATERA BARAT Arief Setiawan, S.IP. MPS. 1 , Hesti Nurina Paramita, S.T. M.Sc. 2 Abstract The damage of the Batanghari River Basin (DAS) in West Sumatra has caused the raw water supply in the area to be disrupted. Those damages could have implications for Indonesia's achievements in sustainable development goals (SDGs). Such conditions can also disrupt to the achievement of SDGs globally. This happens because the SDGs are designed in such a way as to adapt the concept of earth system in which each smallest unit in human life can have global implications. In this case, the Government of Indonesia carried out a series of efforts so that the raw water supply from the Batanghari River did not decrease in its debit. Various measures and strategies, both in the form of regulations and development planning, have been prepared in such a way and are considered to be in line with SDGs targets. This article is a collaborative work of two authors with a much different scientific background. This shows that the study of contemporary international relations has a high flexibility in responding global phenomena(s). Keywords: Earth System, Sustainable Development Goals, river basin, raw water 1 Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Brawijaya Malang. Email: [email protected] 2 Pegawai Balai Wilayah Sungai Sumatera V Direktorat Jenderal Bina Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. Email: [email protected]

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

113

PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA

PENCAPAIAN TARGET SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS

DI INDONESIA: STUDI KASUS DAERAH ALIRAN SUNGAI

BATANGHARI WILAYAH SUMATERA BARAT

Arief Setiawan, S.IP. MPS.1, Hesti Nurina Paramita, S.T. M.Sc.2

Abstract

The damage of the Batanghari River Basin (DAS) in West Sumatra has caused the

raw water supply in the area to be disrupted. Those damages could have implications for

Indonesia's achievements in sustainable development goals (SDGs). Such conditions can

also disrupt to the achievement of SDGs globally. This happens because the SDGs are

designed in such a way as to adapt the concept of earth system in which each smallest

unit in human life can have global implications. In this case, the Government of Indonesia

carried out a series of efforts so that the raw water supply from the Batanghari River did

not decrease in its debit. Various measures and strategies, both in the form of regulations

and development planning, have been prepared in such a way and are considered to be

in line with SDGs targets. This article is a collaborative work of two authors with a much

different scientific background. This shows that the study of contemporary international

relations has a high flexibility in responding global phenomena(s).

Keywords: Earth System, Sustainable Development Goals, river basin, raw water

1 Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Brawijaya Malang. Email: [email protected] 2 Pegawai Balai Wilayah Sungai Sumatera V Direktorat Jenderal Bina Sumber Daya Air

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. Email: [email protected]

Page 2: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

114

Pendahuluan

Sungai Batanghari merupakan salah satu sungai penting di Indonesia yang

membelah Pulau Sumatera. Daerah aliran sungai (DAS) ini merupakan yang terbesar

kedua di Indonesia dengan luas 46.504 km², meliputi Provinsi Sumatera Barat dan

sebagian besar Provinsi Jambi (lihat tabel 1) (Balai Wilayah Sungai Sumatera VI, 2016:

5). Dengan kondisi DAS yang cukup luas, Sungai Batanghari memunyai peran strategis

bagi masyarakat sekitarnya, terutama dalam pemenuhan air bersih untuk konsumsi dan

sanitasi. Kondisi ini menyebabkan Sungai Batanghari senantiasa menjadi sorotan karena

fungsi vitalnya bagi pemenuhan kebutuhan air masyarakat sekitar DAS.

Tabel 1. Luas Daerah Aliran Sungai Dalam Wilayah Sungai Batanghari

Kabupaten / Kota

Luas Area (km²)

DAS

Batanghari

DAS

Air

Hitam

Total Wilayah

Sungai

dalam

(km²)

dalam

Persen

A. Provinsi Jambi

1 Kota Jambi 166 166 0,36%

2 Kab. Sarolangun 5.902 5.902 12,69%

3 Kab. Batanghari 4.685 4.685 10,07%

4 Kab. Muaro Jambi 2.326 1.150 3.476 7,48%

5 Kab. Bungo 4.673 4.673 10,05%

6 Kab. Tebo 6.387 6.387 13,73%

7 Kab. Merangin 6.536 6.536 14,05%

8 Kab. Kerinci 2.601 2.601 5,59%

9 Kab. Tanjung Jabung Timur 2.516 799 3.315 7,13%

10 Kota Sungai Penuh 153 153 0,33%

B. Provinsi Sumatera Barat

11 Kab. Solok 1.165 1.165 2,50%

12 Kab. Solok Selatan 3.589 3.589 7,72%

13 Kab. Dharmasraya 3.067 3.067 6,60%

14 Kab. Sijunjung 790 790 1,70%

Page 3: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

115

TOTAL 44.556 1.949 46.504 100%

Sumber : Balai Wilayah Sungai Sumatera VI, 2016

Tabel di atas menunjukan, DAS Batanghari di Provinsi Sumatera Barat hanya

sebagian kecil saja. Namun, meski kecil, posisinya menjadikan wilayah ini sangat

strategis karena sumber mata air Sungai Batanghari berada di Pegunungan Bukit Barisan

(Sumatera Barat). Akibatnya, DAS Batanghari di wilayah Sumatera Barat senantiasa

menjadi sorotan publik karena kualitas dan kuantitas air ditentukan di lokasi ini.

Kerusakan di hulu sungai dapat menyebabkan turunnya kualitas dan kuantitas air sungai

sehingga hal tersebut berpotensi mengganggu pasokan bahan air baku untuk keseluruhan.

Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2015-2019

disebutkan, ada lima DAS yang mengalami kerusakan parah disamping sepuluh DAS

lainnya yang masuk dalam prioritas pemulihan secara nasional (Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2015:

5-5). Dalam hal ini, DAS Batanghari menjadi salah satu dari 10 DAS yang masuk dalam

prioritas pemulihan nasional. Pemulihan ini penting karena menjadi penyedia bahan air

baku permukaan untuk wilayah sekitar DAS dan saat ini mengalami penurunan kualitas.

Penurunan kualitas air sungai ini diduga akibat pembuangan limbah industri yang berada

di sepanjang Sungai Batanghari. Selain itu, juga diduga akibat aktivitas pertanian dan

kegiatan domestik (Vigil, Kenneth M., 2003: 111-112). Watershed hulu Sungai

Batanghari menunjukan fenomena seperti paparan di atas. Hutan hujan tropis beralih

fungsi seluas 826.269 Ha dalam selama 1997-2002 (Wibowo, Arief, n/d: 38-39).

“Secara umum kualitas air pada Wilayah Sungai Batanghari relatif masih cukup

baik, namun demikian pertumbuhan berbagai hal dapat menjadi penyebab

menurunnya kualitas air di sebagian sungai dan danau yang menjadi sumber air

bersih. Pada sungai penurunan kualitas air disebabkan oleh meningkatnya

limbah yang dibuang ke sungai, hal ini dapat dipicu oleh meningkatnya industri

maupun rendahnya kesadaran masyarakat yang membuang limbah rumah

tangganya ke sungai-sungai/saluran drainase lingkungan. Selain itu, penurunan

kualitas air sungai juga disebabkan oleh tidak terkontrolnya penggunaan pupuk

kimia pada lahan pertanian dimana hal ini terakumulasi dalam proses drainase

lahan ke sungai-sungai (hal. 38-39).”

Page 4: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

116

Tabel 2. Peta Lahan Kritis Wilayah Sungai Batanghari

Sumber: Balai Wilayah Sungai Sumatera VI, 2016: 199

Persoalan penurunan kualitas dan kuantitas air sungai Batanghari ini bisa menjadi

gambaran kondisi DAS di Indonesia pada umumnya. Ledakan jumlah penduduk dan

eksploitasi sumber daya air menjadi keniscayaan. Desakan demografi dan eksploitasi

sumber daya alam yang massif menyebabkan kuantitas dan kualitas air baku di Indonesia

mengalami regresi cukup serius (Samoen, 2018). Berdasarkan data Direktorat Jenderal

Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup,

dari 100 aliran sungai di 33 provinsi selama 2013-2015, 52 sungai di antaranya berstatus

cemar berat. Selain itu, 20 sungai berstatus cemar sedang hingga cemar berat. Sebanyak

tujuh sungai berstatus cemar ringan hingga berat. Sedangkan 21 sungai lainnya berstatus

memenuhi baku mutu hingga tercemar ringan (Gerintya, Scholastica, 2018).

Persoalan ketersediaan air baku memang menjadi persoalan pelik di Indonesia.

Jangankan pinggiran Indonesia, ibukota negara saja juga mengalami problem serupa. Air

bersih yang tersedia di Jakarta ternyata tak bisa dirasakan oleh seluruh warga Jakarta.

Akses pipa yang tak merata dan volume air baku sangat kurang menyebabkan krisis air

Page 5: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

117

bersih sangat mudah terjadi di ibukota negara (Ningrum, Desi Aditia, 2017). Hal ini

tergambar dari rumah tangga yang mendapatkan layanan air bersih hingga Maret 2017.

Ternyata, hanya 60% rumah tangga saja yang mendapatkan pasokan air bersih di Jakarta

(Octaviyani, Putri Rosmalia, 2017).

Status sebagai ibukota negara ternyata tak simetris dengan kemudahaan akses

memperoleh air bersih bagi warganya. Jakarta yang cukup tragis menjadi tanda bahwa

wilayah Indonesia lainnya yang jaraknya lebih jauh dari ibukota negara berpotensi

mengalami kejadian serupa, bahkan lebih buruk lagi. Berdasarkan hasil penelitian

Universitas Brawijaya dan The Pristine Institute Indonesia, kawasan timur Indonesia

mengalami problem serius dalam hal ketersediaan air bersih dan sanitasi (Trisnanto,

Anggun, 2018: 10-25). Salah satu temuan dalam penelitian yang dilakukan pada 2017 di

Kabupaten Biak Numfor (Papua), Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur), dan

Sikka (Nusa Tenggara Timur) ini menyatakan, ketersediaan air bersih menjadi salah satu

problem besar dalam program perbaikan sanitasi dalam masyarakat (hal. 10-25). Tak

hanya di wilayah timur, fenomena sama juga terjadi di kawasan barat Indonesia (Oxfam

Aceh, 2008).

Kerusakan pada DAS dan ketersediaan air bersih yang kurang memadai ternyata

kontras dengan kondisi perekonomian dan sumber daya air di Indonesia. Indonesia

merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan salah satu yang

perekonomian paling berkembang pesat (The World Bank, 2018). Indonesia juga kaya

dengan sumber daya air tawar dalam bentuk sungai. Karena itu, Pemerintah Indonesia

membagi sungai-sungai tersebut dalam 128 daerah aliran sungai (DAS) (Hatmoko, et al,

2015). Disamping itu, menurut data Asian Development Bank atau ADB (2016: 3), juga

memunyai lebih dari 5.700 sungai dengan ragam bentuk pemanfaatan debit airnya,

seperti: bendungan, bendung, dan kanal.

Tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia mengalami kenaikan pesat

sejak 20 tahun terakhir. Perkembangan perekonomian yang cukup baik tersebut ternyata

tak selaras dengan sektor ketersediaan air bersih untuk konsumsi dan sanitasi. Kontradiksi

ini tampak dari adanya 20 juta penduduk Indonesia memunyai masalah besar terkait air

bersih. Selain itu, terdapat 51 juta penduduk tidak punya akses terhadap fasilitas sanitasi

yang baik (water.org, n.d.).

Page 6: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

118

“Indonesia´s short-term economic prospects are positive, with real GDP growth

expected to remain at about 5% in 2018 and 2019, mainly driven by domestic

demand. Private consumption is robust due to lower credit cost, increasing

employment and an expansion of social welfare. Investment growth is driven by

infrastructure improvement (construction of new roads, ports and power

stations).” (APAC, 2018).

Kondisi demikian merupakan tantangan tersendiri bagi Indonesia di tengah upaya

pencapaian target agenda 2030 masyarakat dunia yang tertuang dalam program

sustainable development goals (SDGs). Dalam skala tertentu, apa yang terjadi di DAS

Batanghari akan berpengaruh pada capaian Indonesia terhadap target nomor 6 SDGs,

bahkan bisa berdampak global. Dampak global tersebut, minimal, berupa tidak

tercapainya target SDGs secara keseluruhan atau memperparah trend global yang mana

ketersediaan air bersih selama 25 tahun mengalami penurunan sebesar 26,1% per kapita

(Ripple WJ, Wolf C, Newsome TM, et al., 2017: 1027). Disamping itu, juga bisa

menyebabkan terjadinya krisis air bersih di daerah sekitar DAS Batanghari yang curah

hujannya rendah. Hal ini terjadi karena target-target SDGs dirancang secara eksplisit

untuk mengatasi perubahan global dalam kerangka “earth system” (Steffen, Will, et al.,

2005: 7; Norichika Kanie, Ruben Zondervan, Casey Stevens, 2016: 5). Kondisi demikian

menyebabkan program SDGs dinilai selaras dengan upaya menjaga bumi dalam

minimalisasi dampak dari aktivitas menusia (Monkelbaan, Joachim, 2018: 9).

Pada segi lain, ketersediaan air bersih bertemali erat dengan upaya pelaksanaan

tanggung jawab negara terhadap hak asasi manusia (HAM). Negara dalam konteks HAM

memunyai tanggung jawab untuk melindungi, menghormati, memenuhi, dan

menegakannya. Berdasarkan artikel nomor 6 dan 12 Merida Declaration (OHCHR,

2015), SDGs merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya pemenuhan tanggung jawab

negara terhadap HAM. Terkait air bersih, pemenuhannya merupakan tanggung jawab

negara. Negara dalam hal ini bertanggungjawab untuk memastikan ketersediaan air bersih

bagi warganya sebagaimana termaktub dalam kovenan hak ekonomi, sosial, dan budaya

yang ditegaskan kembali dalam komentar umumnya (OHCHR, 2015). “(General

Comment of ICESPR) They set out the minimum essential level of water necessary for

meeting the core obligations – that is, water for basic needs – as well as setting standards

Page 7: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

119

for safety and cleanliness of water and ensuring equal access, both physical and

economic” (Cahill-Ripley, A, 2011: 21).

Kerangka Pemikiran

Pasca selesainya agenda global Millenium Development Goals (MDGs) (United

Nations, 2000) pada 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencanangkan program

lanjutan. Program yang secara prinsip memunyai kemiripan dengan MDGs, tapi lebih

komprehensif (khusunya untuk isu berdimensi lingkungan), ambisius, universal (semua

negara anggota PBB berkomitmen mencapai target), dan integratif atau ada

keterhubungan pada tiap target (ICLEI, 2015: 1-4). Melalui Resolusi Majelis Umum PBB

70/1 tertanggal 25 September 2015, program yang dinamakan SDGs (United Nations,

n.d.) menjadi agenda global baru bagi masyarakat dunia. Agenda yang menitikberatkan

pada upaya penciptaan dunia yang lebih baik dan berkeadilan.

“This Agenda is a plan of action for people, planet and prosperity. It also seeks

to strengthen universal peace in larger freedom. We recognize that eradicating

poverty in all its forms and dimensions, including extreme poverty, is the

greatest global challenge and an indispensable requirement for sustainable

development” (United Nations, 2015).

Program SDGs bertemali erat dengan adanya perubahan global yang memunyai

dimensi sangat luas. Hal ini terjadi karena perubahan global tersebut berdampak pada

semua aspek kehidupan manusia beserta lingkungan yang melingkupinya akibat aktivitas

manusia (Brook, B.W., 2013: 396). Para ahli geologi-antropologi menyebut fenomena ini

sebagai era ‘antropocene’ (Powell, Robin dan Setiawan, Agus, 2012). Dari berbagai

penjelasan tersebut, konsepsi perubahan global di atas dapat menjadi rujukan dalam

menempuh berbagai upaya melindungi kehidupan. Karena itu, konsep perubahan global

ini dapat menjadi landasan pentingnya ada usaha bersama warga planet bumi untuk

kepentingan keberlanjutan pembangunan melalui SDGs.

Dalam SDGs terdapat 17 target yang harus dicapai pada 2030. Salah satu target

tersebut, yakni ketersediaan dan keberlanjutan manajemen air dan sanitasi untuk semua

((United Nations, 2015: 20-21). Ketersediaan air bersih, kelestarian lingkungan di sekitar

daerah aliran sungai (DAS) dan sumber air lainnya, serta sanitasi yang baik menjadi

contoh dari penjabaran target tersebut (hal. 20-21). Oleh karena itu, target ini menyasar

Page 8: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

120

pada pengelolaan air baku (baik permukaan maupun dalam tanah) agar tetap terjaga

kualitas dan kuantitasnya. Tata kelola air baku menjadi bagian integral dari target besar

masyarakat global, termasuk Indonesia. Sebagai bagian dari masyarakat global dan

anggota PBB, Indonesian pun melakukan serangkaian upaya agar dapat memenuhi target

yang telah dicanangkan bersama tersebut.

Kompleksitas masalah terkait ketersediaan dan pengelolaan air baku perlu

mendapatkan perhatian bersama. Tak hanya Indonesia, juga masyarakat dunia karena

ketersediaan air baku untuk konsumsi dan sanitasi menjadi kebutuhan dasar karena

keberadaanya terkait dengan keamanan manusia (Sandler, Todd, 2004: 17-20). Dalam

MDGs, ketersediaan air bersih dan sanitasi yang baik menjadi komitmen global dan

diimplementasikan dalam pada target 7C (United Nations, n.d.). Rencana aksi global

dalam program Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan

Berkesinambungan (TPB) ini merupakan target bersama masyarakat dunia untuk

penghidupan lebih baik dengan menyediakan tools yang memunyai dampak terbesar

terhadap perilaku pemerintah, organisasi internasional, dan aktor-aktor non-pemerintah

(Biermann, Frank, et al., 2017: 75). Isu ketersediaan air bersih dan sanitasi menjadi

perhatian tersendiri dalam program global ini dan tertuang dalam tujuan 6 SDGs, “Ensure

Access to water and sanitation for all” (United Nations, n.d.).

“The new ladder for global monitoring of sanitation also incorporatesa higher

level of service that takes into account the disposal and treatment of human waste.

In 2015, 2.9 billion people used a “safely managed” sanitation service, defined

as a basic facility that safely disposes of human waste. Another 2.1 billion people

used a “basic” service—an improved facility that is not shared. And 600 million

people used a “limited” service—an improved facility shared with other

households” (United Nations, 2017: 30)

Dalam konteks Indonesia, resolusi tersebut kemudian diadaptasi dalam hukum

nasional melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 Tentang

Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Adaptasi tersebut

merupakan bagian dari compliance Indonesia sebagai negara anggota terhadap Resolusi

Majelis Umum PBB PBB dan pengimplementasian asas pacta sunt servada dalam hukum

internasional. Juga menjadi instrumen guna membangun reputasi baik dalam konstelasi

dan kontestasi politik internasional yang mana hal ini ditegaskan dalam bagian

Page 9: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

121

“Menimbang” Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 Tentang

Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Di sisi lain, sebagai bagian

tak terpisahkan dari agenda HAM, norma kepatuhan dalam kerangka monitoring dan

evaluasi capaian target juga harus dipenuhi. Dalam ini, norma kepatuhannya dapat

dianalogikan dalam kerangka hukum HAM, yaitu: ratifikasi, pelaporan secara periodik,

terkodifikasi dalam hukum nasional, dan perilaku konsisten dalam tataran domestik

(Schmitz, Hans Peter dan Sikkink, Kathryn, 2002: 529). Kepatuhan Indonesia dalam

mengakomodasi Resolusi Majelis Umum PBB tersebut merupakan bentuk dari iktikad

baik mengingat tak ada kewajiban untuk melaksanakannya. Disamping itu, RPJMN

2015-2019 juga menghendaki adanya akses universal terhadap air minum yang aman

dengan memenuhi unsur: kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan keterjangkauan (Nuryetty,

Mariet Tetty, et al., 2016: v).

“...the Sustainable Development Goals will depend critically on how thousands of

agents already engaged in governing human affairs—ranging from local councils

and national governments to international organizations such as the World Bank,

the International Monetary Fund, and the World Trade Organization - respond

within their respective domains” (Underdal, Arild dan Kim, Rakhyun E., n.d.:

242).

Oleh karena itu, ketersediaan air baku untuk kebutuhan konsumsi secara legal-

formal sudah mendapatkan tempat semestinya dari Pemerintah Indonesia sehingga tahap

implementasi menjadi sangat penting untuk mendapat perhatian serius (Yekti, Mawiti

Infanteri, 2017: 14; Lihat, Perpres No. 59/2017). Selain itu, RPJMN 2015-2019 dan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 juga menegaskan posisi

ketersediaan air baku dalam kerangka ketahanan (pangan) nasional dan target SDGs

secara keseluruhan. Kerangka tersebut memunyai sasaran terpenuhinya kebutuhan air

baku untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, perkotaan, dan industri.

Pembangunan Infrastruktur dan Pengembangan Air Baku Berkelanjutan

Pembangunan infrastruktur untuk mendukung ketersediaan air baku dalam

konteks regulasi memunyai posisi sangat kuat. Posisi ini akan menjadi sia-sia apabila

pada level operasional hanya mendapatkan porsi kecil dibandingkan pembangunan

infrastruktur lainnya. Operasionalisasi tersebut erat dengan proses perencanaan, baik dari

Page 10: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

122

sisi anggaran maupun sasaran dan waktu pelaksanaan. Indikator adanya peningkatan

kapasitas prasarana air baku untuk melayani rumah tangga, perkotaan, dan industri

sebesar 51,44 m3/det menjadi 118,6 m3/det menjadi pedoman dalam implementasinya

(Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional, 2015: 5-5). Di samping itu, pemerintah juga menargetkan terpenuhinya target

SDGs terkait pemenuhan kebutuhan air baku pada 2019 (Hidayah, Bambang, 2016: 5).

Untuk mencapai sasaran di atas, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memunyai kebijakan dan strategi khusus (Pusat

Air Tanah dan Air Baku, 2018: 5-7). Kebijakan dan strategi tersebut ditujukan agar

kuantitas dan kualitas air baku untuk kebutuhan sehari-hari tetap terjaga. Kebijakan dan

strategi tersebut, yaitu: “a) Pembangunan saluran pembawa air baku; b) Penyediaan

sumber air keperluan rumah tangga yang tidak tersambung SPAM konvensional; c) Eco-

Sustainable Water Infrastructure/ESWIN; d) Mempermudah dan memberikan insentif

jaringan distribusi dan sambungan air skala rumah tangga yang belum layak secara

finansial; e) Mengembangkan sistem penyediaan air baku yang bersifat regional yang

juga didukung dengan memanfaatkan inter basin transfer; f) Pengendalian pencemaran

air ke sumber-sumber air, dan mendorong penerapan insentif kebijakan tarif air terkait

pengelolaan limbah cair rumah tangga; g) Menerapkan prinsip efisiensi pemanfaatan air

melalui prinsip reduce, reuse, dan recycle, termasuk insentif penghematan air misalnya

melalui produksi dan penggunaan peralatan rumah tangga hemat air; serta h) Mendorong

peran serta masyarakat dalam menjaga kualitas air dan operasi pemeliharaan jaringan

distribusi air serta mendorong partisipasi swasta dalam pembiayaan pembangunan

prasarana air baku” (hal. 5).

Strategi yang dibangun Pemerintah Indonesia selayaknya dapat berjalan lancar

dengan melihat potensi sumber daya airnya. Potensi sumber air Indonesia sangat besar,

yaitu 3.9 triliun m3, tapi pemanfaatannya hanya mencapai ± 13,8 milyar m3 atau ± 58 m3

perkapita yang dapat dikelola melalui reservoir. Angka ini jauh lebih rendah dari Thailand

1.277 m3 per kapita dan satu tingkat di atas Ethiopia (38 m3/Kapita) (Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015). Potensi ini cukup besar dan bisa

dimanfaatkan optimal jika didukung tata kelola yang memadai. Gambaran angka tersebut

bisa menjadi pedoman implementasi strategi, termasuk penerapan skala prioritas

pembangunan infrastruktur. “Managing water resources certainly requires knowledge of

Page 11: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

123

the relevant physical sciences and technology. But at least as important, if not more so,

are the multiple institutional, social and political issues confronting water resources

planners and managers” (Loucks, D. P. dan van Beek, E., 2005: 4)

Pembangunan infrastruktur secara massif akhir-akhir ini menjadi potensi sangat

baik untuk pengembangan air baku di Indonesia. RPJMN Tahun 2015-2019,

pembangunan infrastruktur air baku untuk ketahanan air menjadi isu penting dalam

dokumen tersebut (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014: 6-154). Dalam hal ini, pengembangan bukan

hanya berarti pembangunan hal baru saja, juga termasuk perbaikan sarana yang sudah ada

tapi tak optimal. Meski sangat dibutuhkan, pengembangan air baku dalam konteks

pembangunan infrastruktur tetap berpijak pada prosedur atau kaidah umum yang berlaku.

Prosesnya harus tetap sesuai tahapan semestinya, yaitu: analisis kebutuhan, analisis

ketersediaan, perencanaan, pelaksanaan (pembangunan), dan pengelolaan penyediaan

dan pemanfaatan air baku dengan mengutamakan sumber air permukaan (Pusat Air Tanah

dan Air Baku, n.d.).

Pembangunan infrastruktur air baku dalam berbagai ukuran membutuhkan tata

kelola yang memadai agar hasilnya optimal. Tanpa adanya tata kelola memadai,

pembangunan tersebut bakal tak berarti. Hal ini terjadi karena persoalan atas sumber daya

air tak hanya memunyai dimensi teknis saja, juga menyangkut problematika sosial,

ekonomi, dan budaya (Loucks dan van Beek, 2005: 4). Oleh karena itu, dalam

pengembangan dan pengelolaan sumber daya air perlu mempertimbangkan berbagai

aspek. Aspek-aspek tersebut, yaitu: sumber air dan air, nilai sosial ekonomi air,

lingkungan, ketersediaan air baik secara kuantitas maupun kualitas, pengguna air

(stakeholders), serta kebijakan pemerintah dalam pengaturan pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya air (Balai Wilayah Sungai VI Sumatera, 2016: 151).

Pembangunan infrastruktur yang massif di bidang sumber daya air memunyai

tantangan tersendiri ketika dihadapkan pada persoalan air baku. Air baku merupakan

muara pengelolaan sungai, mulai dari daerah aliran sungai hingga aspek sosial-ekonomi

yang ada di dalamnya. Mengelola air baku berarti menata semua aspek dari hulu hingga

hilir yang mana persoalannya sangat kompleks. Mulai dari kerusakan lingkungan,

bencana alam, aspek manusia yang hidup di sekitarnya, hingga terkait eksploitasi alam

dalam konteks ekonomi (Erik, Swyngedouw, 2009: 42). Apalagi, berdasarkan data Asian

Page 12: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

124

Development Bank, kualitas air di Indonesia secara umum mengalami penurunan.

Penurunan tersebut akibat banyak faktor, antara lain: pertambangan, industri,

perkebunan, dan limbah rumah tangga (ADB, 2016: 23-24). Kompleksitas dalam

pengelolaan air baku tak hanya bisa dihadapi dari sisi teknis saja, juga perlu mendapatkan

gambaran utuh terkait nilai yang hidup dalam masyarakat sekitar DAS. Karena aspek

manusia memegang peran penting sehingga pendekatan multidispliner sangat diperlukan

agar infrastruktur yang sudah, sedang, dan akan dibangun bisa lebih berdaya guna

(Trisnanto, 2018: 93-101).

Revitalisasi Hulu DAS Batanghari

Gambaran kompleksitas pengelolaan air baku dapat dilihat dalam tata kelola DAS

Batanghari. DAS Batanghari membentang mulai dari Sumatera Barat dan Jambi. Meski

“hanya” 19 persen dari sekitar 775 Km DAS Batanghari, Sumatera Barat memunyai peran

sentral karena menjadi lokasi utama hulu sungai ini (Ditjen Sumber Daya Air, 2012: 1-

3). Juga menjadi sumber bagi pasokan air baku bagi masyarakat sekitar DAS (lihat tabel

3). Berbagai perubahan di wilayah Sumatera Barat yang menjadi DAS Batanghari

(seperti: geologi, demografi, dan sosial) akan berdampak besar bagi ketersediaan air baku

dan tata kelola sumber daya air di wilayah tersebut.

Tabel 3. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Air Baku

(Rekap Eksisting vs Rencana)

Sumber: Paramita, 2018

Page 13: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

125

Secara umum, wilayah hulu sungai Batanghari dalam keadaan kritis, baik di

Sumatera Barat maupun Jambi yang mayoritas akibat deforestasi (Duanto, 2013).

Padahal, kualitas dan kuantitas air Sungai Batanghari memunyai arti penting bagi

masyarakat Sumatera Barat, khususnya di sekitar DAS (lihat tabel 4 dan 5). Pembiaran

kerusakan di wilayah tersebut akan berdampak besar bagi semua aspek terkait kerusakan

DAS Batanghari. Mulai dari ketersediaan air baku, irigasi, hingga aspek sosial-ekonomi

masyarakat. “The main negative economic impacts are on health, tourism, recreation,

biodiversity, fishery, agriculture, production of drinking water, real estate costs near

surface water areas, and pressure on groundwater” (ADB, 2016: 23-24).

Tabel 4. Jumlah Penduduk WS Batanghari Prov. Sumbar

Th.2014 – 2017 dan Proyeksinya s/d Th.2024

Sumber: Paramita, Hesti Nurina, 2018: 9

Tabel 5. Kebutuhan Air Baku

Page 14: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

126

Periode 2014-2017 dan Proyeksi 2024

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat dan Hasil Analisis, 2018 dalam Paramita, 2018:

11

Tabel 6. Neraca Air Tahunan (Eksisting s/d 20 Tahun ke Depan)

Pendayagunaan Sumber Daya Air

Sumber: Hidayah, 2018: 18

Dalam RPJMN 2015-2019, pemulihan DAS Batanghari menjadi salah satu

prioritas untuk dipulihkan kondisinya (Kementerian Perencanaan Pembangunan

Page 15: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

127

Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2015: 5-5). Pemulihan ini

bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan melalui ketersediaan air baku yang meningkat

dan berkualitas (lihat, Tabel 6). Pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan industri

strategis menjadi sasaran utamanya (hal. 5-5). Juga menjadi bagian dari upaya konservasi

sumber daya alam hayati untuk menjaga kelestarian lingkungan dan bagian dari usaha

atau pencegahan terjadinya perubahan iklim global. Untuk mencapai sasaran tersebut, ada

kriteria umum dalam penyediaan air baku yang harus dipenuhi ketika melakukan

pengembangan, inter-alia: “1) Kelayakan Alokasi Air; 2) Kelayakan Kontinuitas; 3)

Kelayakan Kualitas Air Baku (sebagai air baku untuk air minum); 4) Kelayakan Teknis

Infrastruktur Air Baku (Pengambilan, Reservoir, Jaringan Transmisi) beserta Utilitasnya;

5) Kelayakan Proses Pembangunan; 6) Kelayakan Ekonomi; 7) Kelayakan Operasional;

dan 8) Kelayakan Keberlanjutan Pemanfaatan Prasarana Air Baku” (Kasubdit Air Tanah

dan Air, 2015).

Dalam konteks konservasi DAS Batanghari Wilayah Sumatera Barat, pemerintah

berupaya melakukan perbaikan dengan pembangunan infrastruktur. Pembangunan

infrastruktur tersebut tertuang dalam Rencana Jangka Menengah dan Panjang Konservasi

Wilayah Sungai Batanghari yang berbentuk: 1) pembangunan stasiun pemantau

pencemaran air; 2) pembangunan cek dam pengendali sedimen; serta 3) pembangunan

instalasi pengolahan limbah (domestik dan/atau industri) (Hidayah, 2018: 13). Rencana

tersebut diimplementasikan dalam bentuk usulan kegiatan (fisik dan non-fisik) pada 2019

dalam bentuk pembangunan infrastruktur (enam proyek) dan lima aktivitas konsultasi

(Paramita, 2018: 24-25). Berbagai kegiatan tersebut merupakan bagian dari usaha

memenuhi target terpenuhinya target SDGs sesuai rencana.

Pengelolaan air baku merupakan pekerjaan yang kompleks karena menyangkut

kepentingan banyak sektor. Pekerjaan ini membutuhkan dukungan sistem kelembagaan

yang kuat dan terstruktur. Dari aspek kelembagaan, sistem pengelolaan air baku secara

garis besar dapat dipilah secara sederhana menurut fungsi yang terdiri atas lima unsur,

yaitu: regulator, operator, pengembang, penerima manfaat, dan wadah koordinasi (Balai

Wilayah Sungai VI Sumatera, 2016: 152-153). Kelima unsur ini memunyai peran masing-

masing dan terintegrasi satu sama lain. Karena menyangkut dari hulu hingga hilir, aktor

atau pihak yang terlibat dalam proses ini secara otomatis sangat banyak.

Page 16: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

128

Kompleksitas dan banyaknya institusi yang berkepentingan dalam penyediaan air

baku dapat dilihat dalam pengorganisasian pengelolaan air baku Sungai Batanghari.

Sinergi di antara institusi-institusi tersebut merupakan kunci bagi keberhasilan

pembangunan berkelanjutan penyediaan air baku untuk masyarakat. Berdasarkan laporan

Balai Wilayah Sungai Sumatera VI, ada lebih dari 33 institusi yang berkepentingan akibat

keberadaan DAS Batanghari berada di dua propinsi dan beberapa kabupaten/kota (hal.

154-156). Perubahan kebijakan politik Indonesia terkait hubungan pemerintah pusat

dengan pemerintah daerah menjadi penyebab utama pentingnya koordinasi di antara

daerah otonom. Desentralisasi di Indonesia tak hanya berpengaruh terhadap aspek politik

saja, juga pengelolaan sumber daya air secara umum karena dapat menimbulkan konflik

antar daerah (Yekti, 2017: 14).

The new policy of decentralization increases the responsibility of local

governments in matters relating to regional environmental. Local governments

have the authority to give permits for certain activities. This means that they

have the responsibility of controlling the environmental impacts of those

activities and to sanction any violators of environmental regulations. To practice

this new responsibility, some local governments have enacted new regional

regulations. Some of them have even prepared their own Local Agenda 21

(United Nations, 2004) .

Tahapan awal pencapaian target SDGs harus melalui penyelarasan kebijakan

nasional dengan agenda global. Good governance dan the rule of the law pada level

nasional dan internasional merupakan pilar utama agar pembangunan berkelanjutan dapat

berjalan dengan semestinya (Biermann, Frank, et al., 2017: 78-91). Karena itu, proses

pembuatan kebijakan menjadi sangat penting agar produknya tetap bisa berjalan

beriringan dengn target global. Dalam konteks kerangka regulasi, kebijakan (pembuatan

dan/atau rehabilitasi) Pemerintah Indonesia terkait air bersih dan sanitasi dinilai selaras

dengan target dalam TPB (Smeru, 2017: 3). Dengan demikian, persoalan awal dari suatu

program pembangunan dapat teratasi. Implementasi dari target yang hendak dicapai

tersebut menjadi tantangan tersendiri, khususnya bagi pengelola DAS Batanghari dan

pemerintah Indonesia pada umumnya.

Page 17: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

129

Penutup

Persoalan ketersediaan air baku untuk kebutuhan konsumsi, industri, dan lainnya

merupakan persoalan krusial yang harus segera mendapatkan perhatian serius. Penurunan

kualitas dan kuantitas air baku di Indonesia merupakan fakta nyata dari kompleksitas

pengelolaan sumber daya air. Mulai dari anakronisme regulasi di tiap sektor hingga

situasi sosial-budaya masyarakat menjadi penyebab penurunan tersebut. Kepentingan

industrialisasi dan desakan demografis menjadi pemicu utama terjadinya fenomena ini.

Meski demikian, tata kelola sumber daya air baku yang baik dan penegakan regulasi yang

adil akan membawa dampak signifikan bagi upaya menjaga ketersediaan air baku.

Penegakan hukum, konservasi lingkungan, sinkronisasi kebijakan, pembangunan

infrastruktur, dan rekayasa sosial merupakan alternatif untuk menjaga kelestarian air

permukaan. Penurunan kuantitas dan kualitas air baku mayoritas disebabkan oleh

aktivitas ekonomi masyarakat (industri manufaktur, perkebunan, dan pertambangan).

Tentunya, kebijakan yang diambil sifatnya kompehensif, tak ada lagi ada yang

berkepentingan konservasi sedangkan lainnya eksploitasi. Meski tampak sebagai utopia

di tengah kompleksitas kondisi ekonomi-politik, usaha ini bukanlah tak mungkin tidak

terwujud. Perlu kerja sama semua pihak di berbagai level kepentingan dan kebijakan

untuk mewujudkannya.

Paparan persoalan pada dua paragraf di atas memunyai dampak signifikan

terhadap ketersediaan air baku dari DAS Batanghari Wilayah Sumatera Barat.

Problematika yang sangat kompleks tersebut menyebabkan perlu adanya upaya sistematis

untuk memperbaiki keadaan. Kondisi demikian menyebabkan target pemenuhan

ketersediaan air baku dalam SDGs yang hendak dicapai pada 2019 terganggu. Dalam

konteks ini, DAS Batanghari Wilayah Sumatera Barat menjadi salah satu penyumbang

tidak terpenuhinya target tersebut. Hal ini terjadi karena beberapa pembangunan

infrastruktur air baku dilakukan pada 2019. Tentunya, untuk bisa memanfaatkannya

dengan optimal butuh proses cukup lama karena pembangunan infrastruktur tak bisa

dilakukan dalam waktu sangat cepat. Meski demikian, dari perspektif regulasi, aturan

yang ada sudah selaras dengan target SDGs terkait ketersediaan air bersih dan sanitasi

yang lebih baik (nomor 6)..

Berbagai paparan di atas menegaskan, aspek water governance dalam

pengelolaan air baku menjadi sangat penting karena keberadaannya sangat tergantung

Page 18: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

130

dengan sikap pemerintah. Dalam hal ini, juga termasuk tindakan yang diambil pemerintah

agar semua target yang hendak dicapai terkait TPB/SDGs dapat terpenuhi. Karena itu,

pemerintah memegang peran kunci dalam upaya meningkatkan ketersediaan air baku dan

menjaga kuantitas serta kualitas pasokannya. Tentunya, dalam pengelolaanya perlu juga

melibatkan masyarakat yang berfungsi sebagai user dan keeper bagi ketersediaan air

baku.

Page 19: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

131

DAFTAR PUSTAKA

APAC. (2018). APAC Country Report Indonesia 2018. Retrieved from

https://atradius.dk/rapporter-og-guides/apac-country-report-indonesia-2018.html diakses

pada 12 Agustus 2018 pukul 22.40 WIB

Asian Development Bank. (2016). Indonesia: Country Water Assessment. Mandaluyong

City: Asian Development Bank

Balai Wilayah Sungai Sumatera VI. (2016). Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air

Wilayah Sungai Batanghari (tidak diterbitkan). Jambi: Balai Wilayah Sungai VI

Sumatera Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik

Indonesia

Biermann, Frank, et.al. (2017). “Global Goal Setting for Improving National Governance

and Policy.” dalam Kanie, Norichika & Biermann, Frank (eds.). Governing

through Goals: Sustainable Development Goals as Governance Innovation.

Massachusetts: The MIT Press

Brook, B. W., Ellis, E. C., Perring, M. P., Mackay, A. W., & Blomqvist, L. “Does the

terrestrial biosphere have planetary tipping points?” Trends in Ecology &

Evolution, 28 (7), 2013. Hal. 396–401. doi:10.1016/j.tree.2013.01.016

Cahill-Ripley, A. (2011). The Human Right to Water and its Application in the Occupied

Palestinian Territories. Oxon: Routledge

Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2012). Pola

Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai

Batanghari.http://sda.pu.go.id/produk/mfhandler.php?file=2012_Pola%20PSD

A%20Batanghari.pdf&table=newsmain&field=Attachment&pageType=view&k

ey1=140

Duanto. (2013). DAS Batanghari Jambi Sudah Kritis. Retrieved from

http://jambi.tribunnews.com/2013/10/20/das-batanghari-jambi-sudah-kritis

Erik Swyngedouw. (2009). “Troubled Waters: The Political Economy of Essential Public

Services.” José Castro, Esteban and Heller, Léo (eds.). Water and Sanitation

Services: Public Policy and Management. (London: Earthscan, 2009)

Hatmoko, W., Radhika, Purnama, B., Firmansyah, R., and Fathoni, A. Pengelompokan

Wilayah Sungai di Indonesia dengan Analisis Komponen Utama. Paper

presented on Annual Meeting of HATHI XXXII in Malang 2015. Retrieved

Page 20: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

132

from

https://www.researchgate.net/publication/303907841_pengelompokan_wilayah_

sungai_di_indonesia_dengan_analisis_komponen_utama diakses pada 13

Agustus 2018 pukul 21.09 WIB

Hidayah, Bambang. Rancangan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai

Batanghari. (Bahan Presentasi, Mei 2016, tidak dipublikasikan). Jambi:

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal

Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sungai Sumatera VI

ICLEI. (2015). Local Governments for Sustainability. Retrieved from

http://localizingthesdgs.org/library/251/From-MDGs-to-SDGs-What-are-the-

Sustainable-Development-Goals.pdf diakses pada 19 Agustus 2018 pukul 21.35

WIB

Gerintya, Scholastica. (2018). Periksa Data: Bagaimana Mutu dan Akses Air Bersih di

Indonesia? https://tirto.id/bagaimana-mutu-dan-akses-air-bersih-di-indonesia-

cGrk diakses pada 15 September 2018 pukul 21.25 WIB

Kasubdit Air Tanah dan Air Baku Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Pengembangan dan Pemanfaatan Air Baku (Bahan Presentasi, Juni 2015, tidak

dipublikasikan). Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Republik Indonesia

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional. (2015). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-

2019: Buku I Agenda Pembangunan Nasional. Jakarta: Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor

13.1/PRT/M/2015 Tentang Rencana Strategi Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat Tahun 2015-2019.

Loucks, D. P. dan van Beek, E. (2005). Water Resources Systems Planning and

Management: An Introduction to Methods, Models, and Applications. Bangalore:

Unesco

Monkelbaan, Joachim. (2018). Governance for the Sustainable Development Goals

Exploring an Integrative Framework of Theories, Tools, and Competencies.

Page 21: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

133

(Singapore: Springer Nature Singapore Pte Ltd., 2018), hal. 9. Retrieved doi:

https://doi.org/10.1007/978-981-13-0475-0

Ningrum, Desi Aditia. (2017). Karena air baku yang terbatas.

https://www.merdeka.com/khas/karena-air-baku-yang-terbatas-krisis-air-

bersih.html diakses pada 15 September 2018 pukul 21.15 WIB

Norichika Kanie, Ruben Zondervan, Casey Stevens (eds.). Ideas on Governance ‘of’ and

‘for’ Sustainable Development Goals: UNU-IAS/POST2015 Conference Report.

Retrieved from

https://collections.unu.edu/eserv/UNU:6195/conference_report.pdf

Nuryetty, Mariet Tetty, et. al. (2016). Mewujudkan Aksesibilitas Air Minum dan Sanitasi

yang Aman dan Berkelanjutan Bagi Semua: Hasil Survey Kualitas Air Minum di

Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015. (Jakarta: Badan Pusat Statistik

Octaviyani, Putri Rosmalia. (2017).2 Dekade Jakarta Krisis Air

Baku.http://mediaindonesia.com/read/detail/98228-2-dekade-jakarta-krisis-air-baku

OHCHR. (2015). Merida Declaration: The Role of National Human Rights Institutions

in implementing the 2030 Agenda for Sustainable Development. Retrieved from

https://nhri.ohchr.org/EN/ICC/InternationalConference/12IC/Background%20In

formation/Merida%20Declaration%20FINAL.pdf

Oxfam Aceh. (2008). Kurangnya Air Bersih dan Sanitasi di Indonesia.

https://oxfamblogs.org/indonesia/oxfam-aceh-kurangnya-air-bersih-dan-sanitasi-di-

indonesia/ diakses pada 15 September 2018 pukul 21.52 WIB

Paramita, Hesti Nurina. (2018). Penajaman Usulan Kegiatan Air Tanah Dan Air Baku

Ws. Batanghari Ta. 2019 BWS Sumatera V (presentasi dan tidak dipublikasikan).

Padang: Balai Wilayah Sungai Sumatera V

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan

Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Powell, Robin dan Setiawan, Agus. (2012). Zaman Holocene Berakhir, Zaman

Anthropocene Dimulai. https://www.dw.com/id/zaman-holocene-berakhir-

zaman-anthropocene-dimulai/a-15848226 diakses pada 29 September 2018 pukul

22.15 WIB

Pusat Air Tanah dan Air Baku Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Republik Indonesia. Pengembangan Air Tanah dan Air Baku Menunjang RPJMN

Page 22: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

134

Tahun 2015-2019 (presentasi tidak diterbitkan). Jakarta: Pusat Air Tanah dan Air

Baku Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia

Ripple WJ, Wolf C, Newsome TM, et. al. (2017). “World scientists’ warning to humanity:

a second notice”. BioScience bix125. doi: https://doi.org/10.1093/biosci/bix125

diakses pada 28 September 2018 pukul 23.05 WIB

Resolusi Majelis Umum PBB 70/1 tertanggal 25 September 2015

Resolusi Majelis Umum PBB 55/2 tanggal 18 September 2000 United Nations

Millennium Declaration.

http://www.un.org/millennium/declaration/ares552e.pdf

Samoen, Samsuhadi. Editorial: Air Bersih dan

Permasalahannya.https://pii.or.id/editorial-air-bersih-dan-permasalahannya

diakses pada 15 September 2018 pukul 21.34 WIB

Sandler, Todd. (2004). Global Collective Action. New York: Cambridge University Press

Schmitz, Hans Peter & Sikkink, Kathryn. (2002). “International Human Rights.”

Carlsnaes, et. al. (eds.). Handbook of International Relations. London: Sage

Publications Ltd.

Smeru. “Dari MDGs ke SDGs: Memetik Pelajaran dan Menyiapkan Langkah Konkret.”

Buletin Smeru No. 2/2017

Steffen, Will, et al. (2005). “An Integrated Earth System“. Global Change and the Earth

System: A Planet Under Pressure. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg

The World Bank. The World Bank in Indonesia. Retrieved from

http://www.worldbank.org/en/country/indonesia/overview. Diakses pada 21

Agustus 2018 pukul 22.15 WIB

Trisnanto, Anggun. (2018). Sanitasi di Indonesia Timur: Keberlanjutan dan Inovasi

Kebijakan. Malang: UB Press

United Nations. (n/d). 17 Goals to Transform Our World. Retrieved from

https://www.un.org/sustainabledevelopment/ diakses pada 15 Agustus 2018 pukul

20.55 WIB

United Nations. (2015). Transforming Our World: The 2030 Agenda For Sustainable

Development. Retrieved from

https://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/21252030%20Agenda

%20for%20Sustainable%20Development%20web.pdf

Page 23: PROBLEMATIKA KETERSEDIAAN AIR BAKU DALAM UPAYA …

135

United Nations. http://www.un.org/millenniumgoals/environ.shtml diakses pada 25

September 2018 pukul 22.17 WIB

United Nations. (n/d). Goal 6: Ensure access to water and sanitation for all.

https://www.un.org/sustainabledevelopment/water-and-sanitation/

United Nations. (2017). Sustainable Development Goals Report 2017. Retrieved from

https://unstats.un.org/sdgs/files/report/2017/TheSustainableDevelopmentGoalsR

eport2017.pdf

United Nations. Fresh Water Country Profile: Indonesia.

http://www.un.org/esa/agenda21/natlinfo/countr/indonesa/Freshwaterindonesia0

4f.pdf diakses pada 15 September 2015 pukul 21.20 WIB

United Nations. (n/d). Goal 6: Ensure access to water and sanitation for all.

https://www.un.org/sustainabledevelopment/water-and-sanitation/

United Nations. (2017). Sustainable Development Goals Report 2017. Retrieved

fromhttps://unstats.un.org/sdgs/files/report/2017/TheSustainableDevelopmentGo

alsReport2017.pdf

Vigil, Kenneth M. (2003). Clean Water: An Introduction to Water Quality and Water

Pollution Control (2nd edition). Oregon: Oregon State University Press

Water.org. (n/d). Indonesia's water and sanitation crisis. https://water.org/our-

impact/indonesia/ diakses pada 12 Agustus 2018 pukul 22.30 WIB

Wibowo, Arif. Current Status of Water and Waste Water Management in Indonesia

(presentation not published). Jakarta: Ministry of Environment of Indonesia.

Yekti, Mawiti Infanteri. (2017). Role of Reservoir Operation in Sustainable Water Supply

to Subak Irrigation Schemes in Yeh Ho River Basin. Leiden: CRC Press/Belkema