praktik pembagian waris anak ruju dalam masyarakat...

89
PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA DUKUHSETI KABUPATEN PATI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: ALI AHMADI (NIM: 1113044000066) PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H/2019 M

Upload: others

Post on 18-Oct-2019

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM

MASYARAKAT DESA DUKUHSETI KABUPATEN PATI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

ALI AHMADI

(NIM: 1113044000066)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H/2019 M

Page 2: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA
Page 3: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA
Page 4: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA
Page 5: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

ABSTRAK

Ali Ahmadi, NIM 1113044000066 PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU

DALAM MASYARAKAT DESA DUKUHSETI KABUPATEN PATI. Konsentrasi

Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2018 M, xi+halaman.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui penyebab praktik pembagian waris anak ruju dalam

masyarakat desa Dukuhseti Kabupaten Pati, pendapat tokoh adat dan ulama, kemudian

filosofisnya, serta tinjauan hukum Islam terhadap praktik kewarisannya.

Penelitian ini berjenis Empiris. Sedangkan sifatnya adalah field research (penelitian

lapangan). Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer

yang bersumber dari hasil wawancara terhadap tokoh-tokoh adat maupun ulama masyarakat

Dukuhseti. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari sumber yang telah ada, yakni dari

buku-buku desa serta dokumen yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti.

Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap beberapa tokoh adat

maupun ulama yang dianggap mengetahui. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif

kualitatif.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa anak ruju atau anak terakhir mendapatkan harta

waris berupa rumah pusaka atau utama. Menurut pendapat tokoh adat atau ulama desa

Dukuhseti terkait praktik kewarisan ini, selain disebabkan oleh anggapan umum masyarakat

Dukuhseti yang menganggap bahwa posisi anak ruju adalah sebagai anak yang masih perlu

diberi perhatian lebih, juga sebagai bentuk apresiasi karena sudah menemani orang tua (jika

diantaranya masih hidup). Filosofi praktik warisan anak ruju adalah untuk memberikan

keadilan kepada anak ruju yang telah merawat orang tua. Tinjauan hukum Islam tidak serta

merta melarang praktik pewarisan anak ruju ini, karena jelas bahwa Islam tidak memberatkan

lagi membebankan terhadap umatnya, apalagi jika hal itu mengenai masalah hukum yang

pada dasarnya berada di luar jalur hukum Islam. Hal ini sejatinya juga termasuk mengenai

hukum adat, atau di dalam istilah fiqh disebut urf’ yang berlaku kaidah “adat itu dapat

menjadi dasar hukum”.

Kata Kunci : Praktik, Pembagian, Waris dan Dukuhseti

Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, M A

Daftar Pustaka : 1981- 2017

Page 6: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan limpahan

rahmat dan karunia-Nya kepada umat manusia dimuka bumi ini, khususnya kepada

penulis. Shalawat beriringan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW,

keluarga, serta para sahabatnya yang merupakan suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai

pihak, sehingga dapat terselesaikan atas izin-Nya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan, baik moril maupun materil, khususnya kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, SH., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

Wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam beserta

Indra Rahmatullah, S.H., M.H., Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga Islam,

yang selalu mendukung dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan

penyusunan skripsi ini.

3. Hj. Hotnidah Nasution, MA., Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, dosen

pembimbing skripsi penulis, serta sebagai dosen penasihat akademik, yang telah

sabar dan selalu memberikan arahannya untuk membimbing penulis dalam proses

penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh civitas akademika serta dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi

mengajarkan penulis berbagai macam keilmuan mulai dari teori hingga

praktiknya. Semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak dan Ibu. Amin yaa

Robbal ‘Alamin.

5. Paling teristimewa dan terspesial dalam hidup penulis, Bapak tercinta Sunaryo

dan Ibu terkasih Ngatimah, yang tak pernah jenuh dan menyerah untuk selalu

memberikan dukungan motivasi serta tidak henti-hentinya mendoakan penulis

dalam menempuh pendidikan serta mbak Sunarti, Sunarsih, Siti Rufi’ah , S.Sos.

Page 7: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

Asminah, S.Hum. dan Kakak Supardi. Terima kasih atas perhatian serta

dukungan kepada penulis selama ini.

6. Sahabat terbaikku Agan Rista Aslin Nuha, Boy Syahreza Amri Wildan, Bang

Muhammad Roihan, Taufiqul Hakim (Kenyek), Gus. M. Iqbal El-Bulumanisy,

Izatus Syafa’at, Cak Muhammad Irfan Fathir H., Cak M. Nadhif Julianto,

Awwaluddin Hakim Zen, Abdul Wahid, M. Subhan FM., M. Luthfi, Muhammad

Bahaudin, teman- teman program Studi Hukum Keluarga angkatan 2013 yang

telah memberikan dukungan serta saran pada penulis

7. Sahabat Indekos Nirmala Muhammad Fadholi, S.Pd., Sigit Ilham Arfianto, S.H.,

Syahreza Amri Wildan, S.Pd., serta Muhammad Roihan, S.H., Di manapun

kalian menginjakkan kaki semoga kita selalu kompak dengan ikatan seduluran,

karena kita pernah hidup bersama dalam satu indekos, Nirmala tercinta.

8. Masyarakat, tokoh adat, ulama, serta seluruh jajaran pemerintah desa Dukuhseti,

yang telah membantu penulis selama penelitian ini. Semoga Allah SWT

senantiasa membalas kebaikan Bapak dan Ibu. Amin yaa Robbal ‘Alamin.

9. Keluarga besarku di tanah perantauan Silaturrahmi Mahasiswa Pati (SIMPATI)

Jakarta & Sekitarnya, serta Keluarga Mathali’ul Falah (KMF) Jakarta. Keluarga

Besar Prodi Ahwal Syakhsiyyah (KBPA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Ciputat, terima kasih telah

memberikan kesempatan penulis untuk belajar berorganisasi dengan baik.

Tiada cita-cita dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan Allah SWT

sehingga penulis dapat memberikan kontribusinya dalam khazanah ilmu pengetahuan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu mendapatkan perbaikan. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang konstruktif akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca yang budiman pada

umumnya serta dicatat sebagai amal baik disisi Allah SWT. Amiin.

Jakarta, 23 Februari 2019

penulis

Page 8: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………………………... ii

LEMBARAN PERNYATAAN ……………………………………………………….... iii

ABSTRAK ………………………………………………………………………………. iv

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. v

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………………… 1

B. Identifikasi Masalah ………………………………………………………….. 6

C. Pembatasan Masalah …………………………………………………………. 6

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian …………………………………… 6

E. Metode Penelitian ……………………………………………………………. 7

F. Review Study Terdahulu …………………………………………………….. 9

G. Sistematika Penulisan ………………………………………………………... 10

BAB I I HUKUM WARIS ISLAM, HUKUM WARIS ADAT, DAN KONSEP

KEADILAN…………………………………………………………………………….. 12

A. Hukum Waris Islam ……………………………………………..…………... 12

1. Hukum Kewarisan Islam ……………………………………………........ 12

2. Dasar dan Sumber Hukum Kewarisan Islam ……………………………. 13

3. Asas-asas dalam Hukum Kewarisan Islam ……………………………… 20

4. Pewaris, Ahli Waris, dan Harta Warisan. Dan Penghalang Waris Kewarisan

Islam ……………………………………………………………………... 28

B. Hukum Waris Adat ………………………………………….……………..... 32

1. Hukum Kewarisan Adat ………………………………………………..... 32

2. Dasar dan Sumber Hukum Kewarisan Adat …………………………….. 33

3. Sistem Hukum Kewarisan Adat ………………………………………..... 35

Page 9: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

4. Pewaris, Ahli Waris, Harta Warisan …………………………………….. 37

C. Konsep Keadilan …………………………………………………………….. 39

1. Pengertian Keadilan ……………………………………………………... 39

2. Konsep Keadilan Waris Islam …………………………………………... 42

3. Konsep Keadilan Waris Adat …………………………………………… 45

BAB III DESA DUKUHSETI ……………………………………………………….. 47

A. Gambaran Umum Desa Dukuhseti …………………………………………. 47

B. Demografi Desa Dukuhseti …………………………………………………. 48

1. Adat Istiadat dan Kebudayaan ………………………………………….. 48

2. Keadaan Sosiologis ……………………………………………………... 49

3. Kondisi Keagamaan dan Pendidikan …………………………………… 50

4. Tingkat Kesejahteraan ………………………………………………….. 52

BAB IV PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT

DESA DUKUHSETI, KABUPATEN PATI ……………………………… 53

A. Praktik Pembagian Waris Anak Ruju di desa Dukuhseti Kabupaten Pati …… 53

B. Pendapat Tokoh Adat dan Ulama tentang Praktik Pembagian Waris Anak Ruju di

Desa Dukuhseti Kabupaten Pati …………………………………………….. 58

C. Filosofi Praktik Pembagian Waris Anak Ruju di Desa Dukuhseti Kabupaten Pati

……………………………………………………………………………….. 62

D. Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Pembagian Waris Anak Ruju di desa

Dukuhseti Kabupaten Pati …………………………………………………... 63

BAB V PENUTUP ………………………………………………………………….. 70

A. Kesimpulan …………………………………………………………………. 70

B. Saran ………………………………………………………………………… 71

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………... 72

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………………………………..

Page 10: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perputaran kehidupan manusia dari lahir sampai mati begitu banyak

menyajikan hal yang sangat beragam. Terlebih diakhir kehidupan manusia, ada

begitu banyak hal yang harus diselesaikan, mengenai masalah yang bersifat

duniawi, salah satunya ialah mengenai masalah kewarisan. Waris sendiri pada

dasarnya merupakan satu hal dasar yang sangat perlu untuk dipelajari, mengingat

bahwa di dalamnya selain ada aturan-aturan hukum Agama, Undang-Undang

(KUHper) juga ada hukum Adat yang harus di dalami.

Pluralisme hukum di Indonesia sendiri pada umumnya berlaku bermacam-

macam hukum perdata, di antaranya hukum perdata eropa (KUHPer), hukum

Adat, dan Hukum Islam. Hal ini disebabkan karena berdasarkan pasal 163 IS,

penduduk Hindia Belanda digolongkan menjadi golongan Eropa, Bumi Putera

dan Timur Asing. Dan berdasarkan pasal 131 IS, kepada masing-masing golongan

diberlakukan hukum perdata yang berbeda.1

Selanjutnya hukum kewarisan Islam atau yang dalam kitab Fiqih disebut

Faraid adalah hukum kewarisan yang menjadi pedoman umat Islam dalam

menyelesaikan pembagian harta peninggalan keluarga yang meninggal. Beberapa

istilah kewarisan dalam literatur yakni hukum Islam seperti faraidh, fiqh mawaris

dan hukm al waris.2

Sumber-sumber hukum ilmu Faraidh/waris di dalam Islam adalah Al-

Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ para ulama. Ijtihad atau Qiyas. Sedangkan sebab-

sebab mewariskan yang disepakati ialah pertama, (kekerabatan), (pernikahan),

Wala (tetapnya hukum syara’ karena membebaskan budak), terakhir ketika

seorang muslim meninggal dunia akan tetapi tidak memiliki ahli waris sama

1 Elfrida R Gultom, Hukum Waris Adat di Indonesia, (Jakarta : Literata, 2010), h. 2

2 Destri Budi Nugraheni/ Haniah Ilhami. Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2014), h. 1

Page 11: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

2

sekali, maka harta peningalan tersebut diserahkan ke Baitul Mal.3 Begitpun rukun

Waris, Al-Muwarrits (pewaris atau orang meningalkan harta waris), Al-Warits

(orang yang mempunyai hak untuk menerima waris), Al-Mauruts (harta benda

yang menjadi warisan).

Negara-negara Islam dan/atau negara-negara berpenduduk mayoritas

Muslim, umumnya telah memiliki undang-undang yang mengatur hukum

kewarisan(faraid) sebagai bagian dari hukum keluarga secara utuh dan

menyeluruh. Akibatnya, hukum waris terutama terkait dengan tehnik

pembagiannya dilakukan secara tradisional dalam pengertian tidak melalui

lembaga-lembaga resmi pemerintah melainkan banyak juga yang dilakukan secara

diam-diam melalui tokoh-tokoh personal tertentu terutama yang dianggap

mengerti hukum Islam dalam hal ini hukum Faraidh.4

Sebagai contoh di Arab, pada masa jaihilyah pembagian harta warisan,

oleh orang-orang jahiliyah sangat berpegang teguh kepada adat istiadat yang telah

diwarisakan oleh nenek moyang mereka. Menurut ketentuan yang berlaku kala

itu, bahwa anak yang belum dewasa, atau kaum perempuan tidak berhak

mendapat dari harta peninggalan orang yang meninggal dunia. Anak-anak yang

belum dewasa dan kaum perempuan dianggap tidak pantas menerima warisan.

Bahkan mereka beranggapan bahwa janda dari orang yang meninggal itu

dianggap sebagai warisan dan boleh berpindah tangan dari ayahnya ke anaknya.5

Kenyataanya dalam kewarisan di Arab sendiri terdapat pergerseran aturan

kewarisan, yaitu dalam masyrakat Arab Jahiliyyah dan masyrakat Islam, setelah

datangnya wahyu Illahi. Perbedaan ini terletak pada pembagian ahli waris dan

pembagiannya. Jika pada masyarakat Arab pra Islam atau Jahiliyyah, perempuan

3 Komite Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Al-Azar Mesir, oleh Addys Aldizar,

Dan Faturrahman, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), Cet. I. h. 4 4 Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada. 2013), h. 17-18 5 Madani, Hukum Kewarisan di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2014),

Cet. I. h. 16

Page 12: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

3

sama sekali tidak mendapatkan harta waris, maka setelah datangnya Islam,

perempuan mendapatkan hak warisnya.6

Di Indonesia sendiri dalam praktik pembagian warisnya untuk golongan

masyrakat non muslim, mereka tunduk kepada hukum adatnya masing-masing di

sana juga dipengaruhi oleh unsur-unsur agama dan kepercayaan. Begitupun juga

terhadap golongan eropa, dan yang dipersamakan dengan mereka, aturan tentang

hukum waris ini aspirasinya separuhnya diserahkan kepada hukum perdata

(Burgelijk Wetboek).7

Pemberlakuan hukum Islam bagi masyarakat Indonesia, terlebih

khususnya dibidang waris tercantum dalam UU No.7 tahun 1989 jo. UU No.3

tahun 2006 jo. UU No.50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Yang mana Pada

Pasal 49 berbunyi: “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam dibidang: Perkawinan, Warisan, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat,

Infaq, Shadaqah, dan Ekonomi Syariah.

Tradisi pembagian waris Islam yang demikian secara umum dan

keseluruhan tentu tidaklah menjadi masalah dan tidak perlu dipermasalahkan

mengingat implementasi hukum kewarisan Islam yang sesungguhnya itu

sebagaimana dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan. Dan pada

akhirnya memang terletak pada kesadaran hukum keluarga muslim itu sendiri.

Apalagi terkait hukum keluarga yang tidak harus selalu dan selamanya bergantung

pada pihak lain termasuk ulil amri (pemerintah). Dengan meninjau uraian kalimat

itu, maka dapat dipahami bahwa peraturan hukum warisan di Indonesia terdiri dari

tiga macam yaitu, hukum Islam, hukum adat, dan terakhir ialah hukum Burgelijk

Wetboek.8

6 Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh,(Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1995), Jilid 3. h. 6

7 Elfrida R Gultom, Hukum Waris Adat di Indonesia, h. 13

8 Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta : PT Asdi Mahasatya,

2006), Cet. 4 h. 5

Page 13: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

4

Pembagian kewarisan adat di Indonesia telah dikenal dengan tiga praktik

dalam sistem pembagian warisnya berdasarkan sistem kekeluargaanya. Pertama,

ialah sistem kekeluargaan Patrilineal. Kedua, sistem kekeluargaan Matrilineal,

dan, Ketiga sistem kekeluargaan Parental atau Bilateral. Dalam sistem

kekeluargaan patrilineal bahwasanya sistem ini menarik keturunan laki-laki saja

yang berhak mewarisi harta peninggalan pewaris yang meninggal dunia,

sedangkan anak perempuan sama sekali tidak mewarisi. Sistem ini mayoritas

dianut oleh suku batak, Mandailing, dan Karo. Sedangkan sistem kekeluargaan

Matrilenial berlaku sebaliknya, yakni menarik garis keturunan dari pihak ibu yang

dihitung menurut garis ibu, yakni saudara laki-laki dan saudara perempuan, nenek

beserta saudara-saudaranya baik laki-laki maupun perempuan. Terakhir sistem

kekeluargaan Parental atau kekerabatan, dalam sistem ini menarik garis keturunan

dari kedua belah pihak orang tua, yaitu dari garis bapak maupun dari ibu. Sistem

ini mayoritas dianut oleh banyak daerah, misalnya Jawa, Madura, Sumatra Timur,

Riau, Aceh, Sumatra Selatan, seluruh Kalimantan, seluruh Sulawesi Ternate dan

Lombok.9

Dengan adanya penjelasan di atas, sudah barang tentu, Islam sebagai

agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Indonesia bisa mengakomodirnya.

Karena, ketika sistem hukum adat di atas secara terbuka bertentangan langsung

terhadap hukum-hukum Islam, bukan tidak mungkin hal itu nantinya akan

berdampak terjadinya gesekan-gesekan di tengah masyrakat. Untuk menghindari

hal itu, sudah barang tentu keluwesan serta relativitas hukum Islam dibutuhkan

dalam menjawabnya.

Sebagai contoh, salah satu keberagaman praktik sistem hukum waris adat,

yang ada di desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Mayoritas masayarakatnya dalam mempraktikan sistem aturan kewarisan berbeda

dengan praktik sistem warisan pada umumnya. Mengenai masalah pembagian,

perbedaan dasarnya terletak pada praktik pembagian harta warisnya. Dimana,

ketika ada pewaris meninggalkan harta waris. Maka, sebagai praktik

9 Elfrida Gultom, Hukum Waris Adat di Indonesia, h. 35-40

Page 14: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

5

pembagiannya, yakni berupa rumah utama (rumah pusaka) lebih ditimpakan atau

diwariskan kepada anak terakhir (ruju). Sehingga, ketika ada seorang pewaris

meninggalkan harta berupa rumah utama akan tetapi (pewaris) mempunyai

keturunan lebih dari satu, maka harta berupa rumah pusaka tersebut secara

langsung akan jatuh kepada anak ruju tanpa mempertimbangkan bagaimana

nantinya bagian harta waris bagi ahli waris yang lain. Hal ini tentunya sangat

menarik, mengingat tata cara sistem pembagian harta waris yang seolah-olah

hanya berpihak kepada anak terakhir (ruju). Dimana dalam bentuk pembagiannya

tidak berdasarkan hukum yang telah berlaku, melainkan atas adat atau

kepercayaan mereka.

Maka berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penyusun tertarik

untuk membahas lebih lanjut terkait dengan sistem kewarisan adat di desa

Dukuhseti, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, yang di beri judul : Praktik

Pembagian Waris Anak Ruju Dalam Masyarakat Desa Dukuhseti Kabupaten

Pati.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana praktik pembagian waris anak ruju dalam masyarakat desa

Dukuhseti, Kabupaten Pati?

2. Bagaimana pendapat tokoh dan ulama’ terkait praktik pembagian waris

anak ruju dalam masyarakat desa Dukuhseti, Kabupaten Pati?

3. Bagaimana filosofi Praktik pembagian waris anak ruju dalam masyarakat

desa Dukuseti, Kabupaten Pati?

4. Apa faktor yang melatarbelakangi praktik pembagian waris anak ruju

dalam masyarakat desa Dukuhseti, Kabupaten Pati?

5. Bagaimana konsep keadilan terkait praktik Pembagian waris anak ruju

dalam masyarakat desa Dukuseti,Kabupaten Pati?

6. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik pembagian waris anak

ruju dalam masyarakat desa Dukuhseti Kabupaten Pati

Page 15: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

6

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana praktik pembagian waris anak ruju dalam masyarakat desa

Dukuhseti Kabupaten Pati

2. Bagaimana pendapat tokoh adat dan ulama terkait praktik pembagian

waris anak ruju dalam masyarakat desa Dukuhseti Kabupaten Pati

3. Bagaimana Filosofi praktik pembagian waris anak ruju dalam masyarakat

desa Dukuhseti Kabupaten Pati

4. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik pembagian waris anak

ruju dalam masyarakat desa Dukuhseti Kabupaten Pati

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui praktik pembagian waris anak ruju dalam

masyarakat desa Dukuhseti, Kabupaten Pati?

b. Untuk mengetahui pendapat tokoh dan ulama terkait praktik

pembagian waris anak ruju dalam masyarakat desa Dukuhseti,

Kabupaten Pati?

c. Untuk mengetahui filosofi praktik pembagian waris anak ruju

dalam masyarakat desa Dukuhseti, Kabupaten Pati?

d. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktik

pembagian waris anak ruju dalam masyarakat desa Dukuhseti,

Kabupaten Pati?

2. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat membawa manfaat dan

kegunaan sebagai berikut:

a. Bagi ilmu pengetahuan

Memberikan sumbangsih dalam perkembangan ilmu pengetahuan

serta pemikiran yang dapat menjadi wujud kontribusi positif serta

dedikasi terhadap ilmu pengetahuan.

b. Bagi masyarakat

Page 16: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

7

Memberikan informasi lebih lanjut mengenai praktik pembagian

waris anak ruju dalam masyarakat desa Dukuhseti, Kabupaten

Pati?

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian menggunakan meotode field research (penelitian

lapangan)10

yakni pencarian dan pengambilan data secara langsung di

lapangan. Dalam penelitian ini data primer dicari di lokasi penelitian,

data dari hasil wawancara, dengan tokoh dan masyarakat yang

mengetahui praktik pembagian waris anak ruju dalam masyarakat desa

Dukuhseti, Kabupaten Pati.

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan normative.

Pendekatan ini berdasarkan kepada norma agama untuk melihat

sesuatu hal itu baik atau buruk.

3. Lokasi Penelitian

Desa Dukuhseti, Kabupaten Pati

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua kelompok :

a. Data Primer, dalam penelitian ini adalah data dari hasil wawancara,

dengan tokoh dan masyarakat yang mengetahui praktik pembagian

waris anak ruju dalam masyarakat desa Dukuhseti, Kabupaten Pati

ini.11

b. Data sekunder, berupa data yang diperoleh dari sumber yang telah

ada,12

yakni dari buku-buku desa serta dokumen yang ada

kaitannya dengan masalah yang sedang di teliti.

5. Sifat Penelitian

10

John W. Creswel, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.

Edisi Ketiga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2013), h. 264 11

Anselm Streauss Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Surabaya : Offset,

1997), h.128 12 Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, h. 129

Page 17: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

8

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik.13

Di dalam deskriptif analitik

ini penyusun mengumpulkan data yang valid melalui sumber-sumber

yang terpercaya. Selanjutnya hasil penelitian ini di analisis sedemikian

rupa sehingga didapatkan permasalahan yang berhubungan dengan

hukum keluarga, khususnya mengenai praktik pembagian waris anak

ruju dalam masyarakat desa Dukuhseti, Kabupaten Pati.

6. Tehnik Pengumpulan Data

a. Interview (Wawancara)

Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara oleh

beberapa tokoh serta ulama masyarakat yang dianggap mengetahui

praktik pembagian waris anak ruju dalam masyarakat desa

Dukuhseti, Kabupaten Pati.

b. Dokumentasi

Dalam melaksanakan metode dokumentasi ini, peneliti akan

menelusuri tulisan-tulisan terkait yang dianggap berkaitan

langsung dengan tema yang di bahas.

7. Analisis Data

Penyusun menggunakan analisis kualitatif dalam menganalisis data-

data yang diperoleh dari berbagai sumber.

F. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Beberapa penelitian yang penulis temukan yang membahas tentang kajian

terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Achmad Fahmi Ramadhan (Pelaksanaan Hukum Kewarisan di

Perkampungan Budaya Betawi Srengseng Sawah Jakarta

Selatan/2014). Dalam skripsi ini, penulis membahas tentang

pembagian waris di Perkampungan Srengseng Sawah Jakarta Selatan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwasanya laki-laki bisa

mendapatkan sama rata bagiannya dengan anak perempuan, bahkan

bisa saja anak perempuan lebih besar. Begitupun berlaku sebaliknya,

13

Moh. Nazir, Metode Penelitian, cet. III, (Jakarta: Ghalila Indonesia), 1998.h. 63

Page 18: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

9

selanjutnya faktor kedekatan orangtua kepada anak bisa terjadi anak

perempuan lebih besar dari saudara laki-laki 1/3 anak perempuan 2/3

anak laki-laki, kedua berdasarkan pendidikan anak yang lebih mapan

lebih kecil bagian warisan dibandingkan kepada anak yang

pendidikannya rendah. Hal ini cukup berbeda dengan praktik

pembagian waris yang dilakukan di desa Dukuhseti, dimana dalam hal

perbedaan pembagian besar kecilnya harta warisan bukan diukur dari

seberapa tinggi kedudukan atau pendidikan ahli waris itu, melainkan

lebih ke faktor anak terakhir (ruju).

2. Winda Nur Fadhila (Praktik dan Sistem Kewarisan Adat Sunda (Studi

Kasus pada Masyarakat Desa Andamui Kecamatan Ciwaru Kabupaten

Kuningan)/2017). Dalam skripsi ini penulis membahas tentang sistem

pembagian waris di Desa Andamui Kecamatan Ciwaru, dimana

pembagian warisan di Desa Andamui sangatlah berbeda dengan

pembagian warisan menurut Islam, dimana bagian laki-laki dua

banding satu bagian perempuan. akan tetapi, pada kenyataannya

masyarakat Desa Andamui sendiri melaksanakan pembagian warisan

yang sama rata dimana laki-laki dan perempuan mendapatkan jumlah

harta warisan yang sama. Namun ada perbedaan antara anak

perempuan dengan anak laki-laki, perbedaannya terletak dalam

masalah pembagian rumah pusaka. Apabila yang menjadi anak

perempuan maka rumah pusaka secara keseluruhan diberikan kepada

anak perempuan. Perbedaan dasar dalam kasus ini terletak pada jenis

kelamin ahli waris, dimana jika Praktik adat di sunda wiwitan

pembagian rumah pusaka nya harus ke perempuan, sedangkan praktik

pembagian waris di desa Dukuhseti lebih kepada keduanya, baik itu

laki-laki maupun perempuan.

3. Siti Azizah (Pembagian Waris Masyarakat Betawi di Tinjau Dari

Hukum Islam “Study Kasus pada Masyarakat Lebak Bulus Kecamatan

Cilandak, Jakarta Selatan /2009). Dalam skripsi ini penulis membahas

tentang pembagian waris di desa Lebak Bulus. Dimana pada hukum

Page 19: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

10

waris betawi pelaksanaanya atas dasar kesepakatan keluarga dan tidak

ada aturan khusus yang mengatur aturan tersebut. Sehingga pada

umumnya masyarakat setuju bahwa aturan pembagian waris pada

dasarnya masih berpegang teguh pada aturan-aturan kepercayaan

masyarakat sekitar. Perbedaannya dalam kasus waris yang ada di desa

Dukuhseti ialah kesepakatan itu sifatnya bisa berubah-rubah, akan

tetapi mutlak terhadap aturan dimana anak terakhir (ruju) merupakan

pemilik sebuah harta pusaka.

G. Sistematika Penulisan

Agar pembahasan skripsi ini mengarah dan mudah dipahami, penulis perlu

menuangkan sistematika penulisannya sebagai berikut:

Bab I : Meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,

Pembatasan Masalah, dan Perumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Pemelitian, Metode Penelitian, Review Studi

Terdahulu, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Membahas tentang kewarisan tentang kewarisan secara

umum dalam Islam. Meliputi Pengertian Waris, dan dasar

Hukum waris, asas-asas kewarisan Islam, pewaris, harta

warisan, ahli waris, dan penghalang waris.

Bab III : Membahas mengenai gamabarn umum Desa Dukuhseti

Kabupaten Pati, serta sistem Pembagian Waris di Desa

Dukuhseti, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati.

Bab IV : Analisis mengenai aturan sistem Pembagian Waris di Desa

Dukuhseti, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati. Meliputi

harta yang diwariskan, waktu pembagian warisan, serta

faktor pendukung lainnya yang berkaitan dengan

pembagian warisan.

Bab V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Page 20: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

12

BAB II

HUKUM WARIS ISLAM, HUKUM WARIS ADAT, DAN KONSEP

KEADILAN

A. Hukum Waris Islam

1. Pengertian

Dalam kewarisan Islam ada beberapa peyebutan perbedaan istilah,

seperti Fiqh mawaris, ilmu Faraid, dan hukum kewarisan Islam.

Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan arah yang

dijadikan titik utama dalam pembahasan.1

Mawaris, yang merupakan jama‟ dari kata Mirats Demikian pula

irts, wirts, wiratsah, dan turat.2. Istilah fiqh mawaris, disebut juga ilmu

faraid yang merupakan bentuk jamak dari kata tunggal faridah yang

artinya ketentuan-ketentuan bagian ahli waris yang diatur secara rinci di

dalam Al-Qur‟an. Secara etimologis, mawaris adalah bentuk jama‟ dari

kata tunggal mirats yang artinya warisan. Sedangkan secara terminology,

hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur tentang

permpindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris

menentukan siapa yang berhak menjadi ahl waris berapa bagian masing-

masing.

Para fuqoha dalam ilmu ini juga telah menjelaskan dengan

pengertian“ suatu ilmu yang dengan dialah dapat kita ketahui orang yang

menerima pusaka, orang yang tidak dapat menerima pusaka, kadar yang

di terima oleh tiap-tiap waris dan cara membagikannya”.3

Dalam hukum kewarisan Islam juga dikenal ada ketentuan-

ketentuan siapa yang termasuk ahli waris, yang berhak menerima warisan,

1 Moh, Muhibbin & Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Sinar Grafika,

2009), h. 5

2 T.M. Hasby Ash- Shiddiqy, Fiqih Mawarits (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h 17

3 Hasby Ash- Shiddiqy, Fiqih Mawarits h.18

Page 21: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

13

dan ahli waris yang tidak berhak menerimanya.4 Demikian halnya syarat-

syarat menerima pusaka, sebab-sebab menerima pusaka, penghalang-

penghalang dari penerima pusaka, hak-hak yang berpautan dengan harta

peninggalan, serta tertibnya hak-hak itu dalam kita menunaikannya, kapan

seseorang menjadi warits, dan kapan tidak menjadi warits, bagian dari

masing-masing warits dari harta peninggalan dan cara mebagikannya di

antara para warits, serta hukum-hukum dan masalah-masalah yang

berpautan dengan harta pusaka adalah semuanya itu dari pembahasan fiqih

mawaris.

Jadi, Fiqih Mawarits/ hukum waris Islam adalah suatu disiplin

ilmu yang membahas tentang harta peninggalan, tentang bagaimana proses

pemindahan, siapa saja yang berhak menerima harta peninggalan itu serta

berapa bagian masing-masing.5

2. Sumber Hukum Waris Islam

Sumber-sumber hukum waris Islam adalah Al-Qur‟an, As-Sunnah,

Ijma‟ para Ulama‟ serta Ijtihad atau Qiyas.6

a. Al-Qur‟an

Ada tiga ayat yang memuat tentang hukum waris. Ketiga ayat

tersebut terdapat dalam QS. An-Nisa‟(4) ayat 11, 12, dan 176.

ق ٱحت ه ساء ف فا و حظ ٱلخ خ وش زه ذو أ ف ٱلله صى

ا حذ ى لت حذج فا ٱصف ئ وات ا تشن ه حخا ف

ذس ٱس

ج ٱخ ا فل سحۥ أت ذ ۥ ى ه ذ فا ه ۥ ا تشن ئ وا ه

ءاتاؤو د صهح ص تا أ تعذ ذس ٱس ج فل ۥ ئخ فا وا

ل تذس أتاؤو ا ع وا ه ٱلله ئ ٱلله فعا فشضح ألشب ى أ

ا (١١ ) اساء: حى

4 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada 1995), h. 1

5 Muhibbin & Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, h. 7

6 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris, Penerjemah

Addys Aldizar & Faturrachman, (Jakarta : Senayan Abadi Publishing, 2004), h. 14

Page 22: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

14

Artinya: ”Allah mensyariatkan bagimu tentang (bagimu tentang

pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang

anak lelaki sama dengan bagian dua anak perempuan, dan jika

anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka

dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuannya

itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta, dan untuk

dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari

harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;

jika yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh

ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang

meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya

mendapat seperenam. (pembagian tersebut di atas) sesudah

dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar

utangnya. (tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak

mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)

manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

(QS. An-Nisa‟(4): 11)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah swt, menetapkan

pembagian warisan pada tiga kelompok, yaitu anak laki-laki, anak

perempuan,serta campuran anak laki-laki dan perempuan. Dan jika

orang yang mati hanya meninggakan seseorang atau beberapa

orang anak laki-laki dan bagian harta waris mereka belum

ditentukan, hal ini menunjukan bahwa mereka mewarisi seluruh

harta peninggalan si mayit secara ta‟shib bagian lunak atau mereka

mewarisi secara bersama-sama.7

Adapun bila si mayit hanya meinggalkan satu anak orang

perempuan (tidak mewarisi bersama dengan saudaranya yang laki-

laki), bagian harta waris untuk anak perempuan itu adalah separuh.

Sedangkan bila anak perempuan tersebut dua orang atau lebih

(tidak mewarisi bersama dengan saudara-saudaranya yang laki-

laki), bagian harta waris mereka adalah dua pertiga. Namun jika si

mayit meninggalkan anak laki-laki dan anak perempuan serta

bagian harta waris mereka belum ditentukan, ,mereka mewarisi

seluruh harta peninggalan si mayit secara ta‟shib, yaitu dengan

7 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris, Penerjemah

Addys Aldizar & Faturrachman, h. 15

Page 23: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

15

ketentuan anak laki-laki mendapat dua kali bagian anak

perempuan.

Sementara itu, untuk persoalan ushul leluhur dari bapak

atau ibu si mayit seperti keterangan ayat di atas, disebutkan dalam

dua keadaan : pertama, si mayit mempunyai keturunan baik laki-

laki maupun perempuan, dan kedua si mayit tidak mempunyai

keturunan sama sekali.

Pada keadaan pertama, (memiliki keturunan) warisan bagi

tiap-tiap ushul (bapak atau ibu) adalah seperenam bagian. Sisanya

untuk furu‟ si mayit jika mereka laki-laki semua atau laki-laki dan

perempuan, karena dalam persoalan ini mereka (furu‟ dari si mayit)

jika mereka laki-laki semua dan perempuan, karena dalam

persoalan ini mereka (furu‟ dari si mayit) menjadi ashabah. Dalam

hal ini, Ashabah furu‟ (sisa ahli waris dari keturunan si mayit)

adalah lebih utama daripada ashabah ushul (sisa ahli waris dari

orag tua) karena furu‟ dua perempuan atau lebih bersama-sama

dengan ibu.

Pada keadaan kedua (tidak memiliki keturunan) jika si

mayit yang mewariskan tidak mempunyai furu‟ dan yang

mewariskanya adalah ushul. Allah telah menetapkan bagi warisan

bagi ibu adalah sepertiga, dan tidak ada bagian bagi ayah. Bagian

untuk ayah adalah sisa harta peninggalan si mayit, kecuali jika si

mayit mempunyai saudara, dua orang atau lebih. Dalam hal ini,

Allah telah menentukan bagian si ibu adalah seperenam, sedangkan

sisannya untuk ayah.

Sementara warisan untuk suami-istri, anak-anak ibu

(saudara bagi seibu bagi si mayit) laki-laki maupun perempuan,

terdapat dalam firman Allah swt.,

تع ٱش ذ فى ه ذ فا وا ه ى ه ئ ه جى ا تشن أص صف ى

ى ئ ه ا تشوت ه تع ه ٱش د تا أ صهح ص تعذ ا تشو ه

Page 24: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

16

ذ هى تا أ صهح تص تعذ ا تشوت ه ه ٱخ ذ ف ى فا وا

ا حذ أخت فى ۥ أخ أ شأج ٱ ح أ سث و سج ئ وا د

ا أو ذس فا وا صهح صى ٱس تعذ ج ششواء ف ٱخ ه ف ر خش

ح ع ٱلله ٱلله صهح ضاس ش غ د (١١ ) اساء: تا أ

Artinya: “Bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang

ditinggalkan oleh si istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai

anak. jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat

seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi

wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudahdibayar utangnya.

Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan

jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak,

maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu

tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan

sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-

laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak

meninggalkan anak, tetapi mempunyai saudara seorang laki-laki

(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara

itu seperenam harta. Tetapi, jika saudara-sauadar seibu itu lebih

dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,

sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah

dibayar utangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli

waris). Allah menetapkan sebagian itu sebagai syariat yang benar-

benar dari Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Penyantun.” (QS. An-Nisa‟(4): 12).8

Kandungan pertama ayat di atas Allah swt., menyebutkan

harta waris bagi suami istri, dan yang kedua adalah Allah swt.

Menyebutkan warisan bagi saudara seibu dari si mayit, Allah swt

telah menjelaskan bahwa bagi suami ada dua keadaan : pertama,

jika istrinya tidak meninggalkan satu pun anak baik laki-laki

mauupun perempuan) bagian suami adalah (setengah). Kedua jika

istri meninggalkan salah satu anak atau maksudnya suami mewarisi

bersama-sama dengan anak yang dapat mewarisi dari istri, maka

suami mendapatkan bagian (seperempat). Demikianlah Allah swt

menjelaskan bahwasanya istri mempunyai dua keadaan: pertama,

jika istri tidak mewarisi bersama-sama dengan anaknya, bagian

8Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris, Penerjemah Addys

Aldizar & Faturrachman, h. 17

Page 25: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

17

tetapuntuknya adalah (seperempat). Kedua, jika istri mewarisi

bersama-sama dengan anaknya dari sang suami, istri mendapatkan

bagian tetap (seperdelapan). Adapun untuk saudara-saudara seibu,

Allah swt., menjelaskan bahwa mereka mewarisi dengan cara

kalalah orang yangtidak mempunyai anak atau orang tua, yakni

bagian untuk satu orang ditetapkan (seperenam). Sedangkan jika

dua orang atau lebih, bagian mereka adalah (sepertiga) secara

bersama-sama, yaitu tidak ada yang diutamakan dari pihak laki-

laki maupun perempuan. Untuk hal ini hanya Allah yang

mengtahui hubungan mereka dengan si mayit melalui jalur si ibu

atau seorang wanita. Dalam kasus ini bukan jalur bapak yang

digunakan yang menjadikan pihak lelaki diutamakan dari pihak

perempuan.9

Sementara untuk saudara laki-laki atau perempuan, Allah swt.,

berfirman:

ش ٱ ح ئ ى ف ٱ فتى ٱلله ۥ أخت فا ستفته ل ذ س ۥ ؤا ه

ا ه خا ا ٱخ ف ذ فا واتا ٱحت ا ى ه شحا ئ ه ا تشن صف

خ وش ساء فزه جال ج س ا ئخ ئ وا أ تشن ى ٱلله ث حظ ٱلخ

ء ع ش تى ٱلله (١٧١)اساء: تضا

Artinya: “Mereka meminta padamu (tentang kalalah).katakanlah,

“Allah memberi fatwa padamu tentang kalalah,(yaitu) jika seorang

meninggal dunia,dan dia tidak mempunyai anak dan mempunyai

saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu

seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang

laki-laki mewarisi (seluruh harta perempuan), jika dia tidak

mempunyai anak, tetapi jika saudara perempuan itu dua orang,

maka bagi keduannya dua per tiga dari harta yang ditinggalkan

oleh yang meninggal. Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari)

saudara-saudara laki dan perempuan, maka bagian seorang

saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan.

Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak

sesat. Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu.” (QS. An-Nisa‟(4)

: 176).

9 Hukum Waris, Penerjemah Addys Aldizar & Faturrachman, h. 18

Page 26: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

18

Pada ayat di atas, Allah swt., menyebutkan bagian warisan

untuk saudara laki-laki dan saudara parempuan yang tidak seibu, di

mana keadaan mereka terbagi menjadi tiga : Pertama, jika yang

mewarisi laki-laki semua, mereka mewarisi secara bersama-sama

tanpa ketentuan bagian yang tetap. Kedua, jika yang mewarisi

perempuan dan dia sendirian, dia akan mendapatkan bagian

setengah (seperdua). Sedangkan bila ahli waris itu dua orang anak

perempuan atau lebih, bagian mereka adalah (dua per tiga). Ketiga,

jika yang mewarisi harta peninggalan adalah anak laki-laki dan

perempuan, mereka dapat mewarisi dengan ketetapan anak laki-

laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan.

b. As-Sunnah Nabi

Ada beberapa Hadist yang menerangkan tentang pembagian

harta waris, antara lain :

عثهاس ات ع أت ص ع لاي لاي سسي للاه سه ع حما هى للاه أ

د ى سج ل ف ا تم ا ف فشاعض تأ وش )سا تخشي س( ا

Artinya: “Ibnu Abbas r.a meriwayatakan bahwa Nabi saw,

bersabda, “Berikanlah harta waris kepada orang-orang yang

berhak. Sesudah itu, sisanya, yang lebih utama adalah orang laki-

laki” (HR. Bukhori dan Muslim).

Hadist tersebut telah memberikan penjelasan bagi ahli

waris, jika harta waris masih tersisa setelah dibagikan menurut

ketentuan tetap, sisanya dibagikan kepada „ashabah sababiyyah‟

(kerabat yang disebabkan jasa-jasanya karena membebaskan

budak). Dengan kata lain, semua dalil-dalil di atas telah

menjelaskan pembagian harta waris secara fardh „bagian tetap dan

ta‟sib „bagian lunak‟. Terdapat juga penjelasan untuk pelaksanaan

pembagian harta waris yang terkait dengan tidak ditemukannya

salah satu ahli waris dzawi al-furudh, ahli waris yang sudah

ditetapkan bagiannya dari kerabat maupun dari ashabah, yaitu

Page 27: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

19

harta peninggalan tersebut harus dialihkan kepada kerabat-kerabat

lainnya, yang bukan golongan dzawi al-furudh dan ashabah. Maka

sudah jelas, Dengan gabungan antara Hadist di atas dengan ayat-

ayat Al-Qur‟an yang telah diuraikan sebelumnya, cukup kiranya

bagi kita bahwa dalil-dalil tersebut telah mencakup keseluruhan

hukum waris

c. Ijtihad Para Ulama‟

Al-Qur‟an dan Al-Hadist sudah memberikan ketentuan

terperinci mengenai pembagian harta warisan, akan tetapi dalam

beberapa hal masih diperlukan adaya ijtihad, yakni terhadap hal-

hal yang tidak ditentukan dalam Al-Qur‟an maupun Al-Hadist.10

Misalnya, mengani bagian warisan banci (Waria), pengalihan harta

warisan yang tidak habis terbagi, demikian halnya mengenai

bagian ibu ketika bersama-sama dengan ayah dan suami atau

istri.11

Jadi Inti dari ijtima‟ ini ialah bagaimana para sahabat,

tabi‟in, generasi pascasahabat, tabi‟it, dan atau generasi pasca-

tabi‟in. Ber-ijma‟ atau sepakat mengenai legalitas ilmu faraidh dan

tidak ada seorangpun yang menyalahi ijtima‟/ kesepakatan

tersebut.

3. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam

Hukum kewarisan Islam memiliki kandungan lima asas yang

memperlihatakan bentuk karakteristik dari kewarisan itu sendiri, di

antaranya;

a. Asas Ijbari

Asas ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan Islam

mengandung arti bahwa peralihan harta seseorang yang meninggal

dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut

10

Hukum Waris, Penerjemah Addys Aldizar & Faturrachman, h. 20 11

Muhibbin & Wahid, Hukum Kewarisan Islam, h. 22

Page 28: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

20

ketentuan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris

atau ahli waris. 12

Kata Ijbari sendiri secara leksikal mengandung arti

paksaan, djalankannya asas ini dalam hukum kewarisan Islam

karena mengadung arti bahwa peralihan harta tersebut terjadi

dengan sendirinya menurut ketentuan Allah swt., tanpa tergantung

pada pihak dari pewaris atau permintaan dari ahli warisnya,

sehingga tidak ada satu kekuasaan manusiapun dapat

mengubahnya dengan cara memasukan orang lain atau

mengeluarkan orang yang berhak.13

Asas Ijbari dalam hulum kewarisan Islam, tidak dalam arti

yang memberatkan ahli waris. Misalnya andai kata pewaris

mempunyai utang yang lebih besar daripada warisan yang

ditinggalkannya, ahli waris tidak dibebani membayar semua utang

pewaris itu. Berapapun utangnya pewaris, utang itu hanya akan

dibayar sebesar warisan yang ditinggalkan oleh pewaris tersebut.

kalaupun ahli waris hendak membayar sisa utang, pembayaran itu

bukan sesuatu kewajiban yang diletakan oleh hukum, melainkan

karena dorongan moralitas ahli waris yang baik.

b. Asas Bilateral

Asas Bilateral dalam Hukum Kewarisan Islam mengandung

arti bahwa harta warisan beralih kepada ahli warisnya melalui dua

arah (dua belah pihak). Hal ini berarti bahwa setiap orang

menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat,

yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dan pihak kerabat

garis keturunan perempuan.14

Pada prinsipnya asas ini menegaskan bahwa jenis kelamin

bukan merupakan penghalang untuk mewarisi atau diwarisi. Asas

12

Rahmat Budiono, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Citra Aditya

Bakti. 1999), h. 3 13

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Kencana, 2004), h. 18 14

Rahmat Budiono, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia. h. 20

Page 29: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

21

biletral ini secara nyata dapat dilihat dalam firman Allah swt.,

dalam Qs. An-Nisa‟ ayat 7 :

ا ذا ا تشن ٱ ه ساء صة ٱللشت ذا ا تشن ٱ ه جاي صة ش

فشضا ه وخش صثا أ ه ا ل ه ٱللشت (٧:اساء)

Artinya: “Bagi orang laki-laki ada bagian hak dari harta

peninggalan ibu, bapakdan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak

bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapakdan kerabatnya,

baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”

(Qs. An-Nisa‟(4) ayat 7)

Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang laki-laki berhak

mendapat warisan dari pihak ayahnya dan juga dari pihak ibunya,

begitu juga perempuan berhak menerima warisan dari pihak

ayahnya dan juga dari pihak ibunya.

Qs. An-Nisa‟ ayat 11 :

ه صى ف ق ٱحت ه ساء ف فا و حظ ٱلخ خ وش زه ذو أ ف ٱلله

ا ه ذس ا ٱس حذ ى لت حذج فا ٱصف ئ وات ا تشن حخا

ۥ تشن ئ وا فا وا

ج ٱخ ا فل سحۥ أت ذ ۥ ى ه ذ فا ه ۥ

ل أتاؤو ءاتاؤو د صهح ص تا أ تعذ ذس ٱس ج فل ئخ

ألشب أ ا تذس ا حى ع وا ه ٱلله ئ ٱلله فعا فشضح ى

(١١)اساء:

Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka

untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak lelaki sama

dengan bagian dua orang anak perempuan, (karena kewajiban

laki-laki lebih berat daripada perempuan, seperti kewajiban

membayar maskawin dan memberi nafkah), dan jika anak itu

semuanya perempuan lebih dari dua (dua atau lebih sesuai dengan

yang diamalkan Nabi) maka bagi mereka dua pertiga dari harta

yang ditinggalkan, jika anak perempuannya itu seorang saja maka

ia memperoleh separuh harta. dan untuk dua orang ibu bapak,

bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan,

jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika yang meninggal

tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja),

maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu

mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.

Page 30: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

22

(pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat

atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (tentang) orang tuamu dan

anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang

lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan

dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Bijaksana.” (Qs. An-Nisa‟(4) ayat 11)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Anak perempuan berhak

menerima warisan dari kedua orang tuanya sebagaimana yang

didapat oleh anak laki-laki dengan perbandingan seorang anak laki-

laki menerima sebanyak yang didapat dua orang perempuan.15

Sementara itu ibu berhak menerima warisan dari anaknya

baik laki-laki maupun perempuan, begitu juga ayah sebagai ahli

waris laki-laki berhak menerima warisan dari anak-anaknya baik

laki-laki maupun perempuan sebesar seperenam bila pewaris

meninggalkan anak.

Qs. An-Nisa ayat 12 :

تع ٱش ذ فى ه ذ فا وا ه ى ه ئ ه جى ا تشن أص صف ى

ت صهح ص تعذ ا تشو ه ئ ه ا تشوت ه تع ه ٱش د ا أ

صهح تص تعذ ا تشوت ه ه ٱخ ذ ف ى ذ فا وا ى هى

شأج ٱ ح أ سث و سج ئ وا د حذ تا أ أخت فى ۥ أخ أ

صهح تعذ ج ششواء ف ٱخ ه ف ر ا أوخش ذس فا وا ا ٱس

ح ع ٱلله ٱلله صهح ضاس ش غ د (١١ ساء:) ا صى تا أ

Artinya: “Bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang

ditinggalkan oleh siistri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai

anak. jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat

seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi

wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudahdibayar utangnya.

Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan

jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak,

maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu

tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan

sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-

15

Muhibbin & Abdul, Hukum Kewarisan Islam, h. 25

Page 31: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

23

laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak

meninggalkan anak, tetapi mempunyai saudara seorang laki-laki

(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara

itu seperenam harta. Tetapi, jika saudara-sauadar seibu itu lebih

dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,

sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah

dibayar utangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli

waris). Allah menetapkan sebagian itu sebagai syariat yang benar-

benar dari Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Penyantun.” (Qs. An-Nisa‟ ayat 12)

Ayat di atas menjelaskan apabila pewaris adalah seorang

anak laki-laki yang tidak memiliki pewaris langsung (anak atau

ayah), maka saudara laki-laki dan atau perempuannya berhak

menerima bagian dari harta tersebut.

Apabila pewaris seorang perempuan yang tidak memiliki

ahli waris langsung (anak atau ayah), maka saudara laki-laki dan

perempuannya berhakmenerima harta tersebut.

Qs. An-Nisa‟ ayat 176 :

ۥ أخت فا ذ س ۥ شؤا ه ٱ ح ئ ى ف ٱ فتى ٱلله ستفته ل

ا ى ه شحا ئ ه ا تشن ا صف ه خا ا ٱخ ف ذ فا واتا ٱحت

أ ى ٱلله ث حظ ٱلخ خ وش ساء فزه جال ج س ا ئخ ئ وا تشن

ء ع ش تى ٱلله (١٧١ ) اساء: تضا

Artinya: “Mereka meminta padamu (tentang kalalah).katakanlah,

“Allah memberi fatwa padamu tentang kalalah,(yaitu) jika seorang

meninggal dunia,dan dia tidak mempunyai anak dan mempunyai

saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu

seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang

laki-laki mewarisi (seluruh harta perempuan), jika dia tidak

mempunyai anak, tetapi jika saudara perempuan itu dua orang,

maka bagi keduannya dua per tiga dari harta yang ditinggalkan

oleh yang meninggal. Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari)

saudara-saudara laki dan perempuan, maka bagian seorang

saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan.

Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak

sesat. Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu.” (An-Nisa‟ ayat

176)

Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang laki-laki yang

tidak mempunyai keturunan (keatas dan kebawah) sedangkan ia

Page 32: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

24

mempunyai sausara laki-laki dan perempuan, maka saudaranya itu

berhak menerima warisannya.

Demikian juga seorang perempuan yang tidak mempunyai

keturunan (keatas dan kebawah) sedangkan ia mempunyai saudara

laki-laki dan perempuan, maka saudaranya itu berhak menerima

warisanya.

c. Asas Individual

Hukum kewarisan Islam juga mengajarkan asas kewarisan

secara individual, dalam artian bahwa harta warisan dibagikan

pada masing-masing ahli waris untuk memungkinkan dimiliki

secara perorangan. Dalam pelaksanaannya masing-masing ahli

waris menerima bagiannya tersendiri tanpa terikat dengan ahli

waris yang lain. Keseluruhan harta warisan di nyatakan dengan

nilai tertentu yang kemudian jumplah tersebut dibagikan kepada

setiap ahli waris yang berhak menerimanya menurut kadar

bagiannya masing-masing.

Asas individual dalam kewarisan ini dalam kaitan aturanya

telah dijelaskan dalam Al-Qur‟an, surat An-Nisa‟ ayat 7 :

ذا ا تشن ٱ ه ساء صة ٱللشت ذا ا تشن ٱ ه جاي صة ش

فشضا ه وخش صثا أ ه ا ل ه ٱللشت (٧ ) اساء:

Artinya: “Bagi orang laki-laki ada bagian hak dari harta

peninggalan ibu, bapakdan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak

bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapakdan kerabatnya,

baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”

(Qs. An-Nisa‟ ayat 7)

Ayat di atas secara garis besar menjelaskan bahwa laki-laki

maupun perempuan berhak mendapatkan harta warisan dari orang

tua dan atau kerabat dekatnya, terlepas dari jumplah harta tersebut,

dengan bagian yang telah ditentukan.

Page 33: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

25

Adapun maksud dari pengertian berhak atas warisan bukan

berarti warisan itu harus dibagi-bagikan. Bisa saja warisan itu

tidak dibagi-bagikan dengan syarat dikehendaki oleh ahli waris

yang bersangkutan, atau keadaan yang menghendakinya. Misalnya,

seorang suami meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri

dan anak-anak yang masih kecil.

Apapun alasanya, dalam keadaan seperti ini, keadaan

menghendaki warisan tidak dibagi-bagikan. Tidak dibagikanya

warisan ini demi kemaslahatan para ahli waris itu sendiri. Dan

yang lebih penting tidak dibagi-bagikannya warisan itu tidak

berarti menghapuskan hak waris mewarisi para ahli waris yang

bersangkutan.16

d. Asas Keadilan Berimbang

Kata adil merupakan bahasa Indonesia yang berasal

darikata al-„adlu. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata adil

mempunyai arti, sama berat; tidak berat sebelah; serta tidak

memihak. Lalu hubunganya dengan masalah kewarisan, kata

tersebut dapat diartikan sebagai keseimbangan antara hak dan

kewajiban, serta keseimbangan antara yang diperoleh dengan

keperluan kegunaanya.

Sebagaimana laki-laki dan perempuan mendapatkan hak

yang sama kuat untuk mendapatkan harta warisan. Hal ini secara

jelas telah disebutkan dalam Al-Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 7 yang

menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hal

mendapatkan warisan. Dimana asas ini mengandung arti harus

senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara

yang diperoleh seorang dengan kewajiban yang harus

ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan misalnya, mendapat hak

16

Rahmat Budiono, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia. h. 28

Page 34: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

26

yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing

(kelak) dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.17

Oleh karenanya, perbedaan bagian yang diterima oleh

masing-masing ahli waris harus berimbang dengan perbedaan

tanggung jawab masing-masing terhadap keluarga. seorang laki-

laki menjadi penanggung jawab keluarga, mencukupi keperluan

hidup dan istrinya. Tanggung jawab itu merupakan kewajiban

agama yang harus dilaksankannya, terlepas dari persoalan apakah

istrinya mampu atau tidak, anaknya memerlukan bantuan atau

tidak.

e. Asas Semata Akibat Kematian

Hukum kewarisan Islam menetapkan bahwa peralihan harta

seseorang kepada orang lain dengan menggunakan istilah

kewarisan hanya berlaku setelah orang yang meninggal dunia

mempunyai harta warisan. Sebagaimana asas ini berarti bahwa

harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain (keluarga)

dengan nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup.

Juga bahwa berarti segala bentuk peralihan harta seseorang yang

masih hidup baik secara langsung maupun terlaksana setelah ia

mati, tidak termasuk kedalam istilah kewarisan menurut hukum

Islam.18

4. Pewaris, Ahli Waris, Harta Warisan, Dan Penghalang Waris

Kewarisan Islam

a. Pewaris

Pewaris atau Al-Muwarits, yaitu adalah orang yang meninggal

dunia atau mati,baik mati hakiky maupun hukmy suatu kematian

yang dinyatakan oleh keputusan hakim atas dasar beberapa sebab,

kendati sebenarnya ia belum mati, yang meninggalkan harta atau

tidak.

17

Abu Dawud, Sunanu Abi Dawud, Juz II, (Cairo : Mustafa Al-Babiy), h. 109 18

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 28

Page 35: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

27

b. Ahli Waris

Yaitu orang hidup atau anak dalam kandungan yang mempunyai

hak mewarisi meskipun dalam kasus tertentu akan terhalang.

c. Harta Warisan

Yaitu harta benda yang menjadi warisan. Sebagian ulama‟ faraidh

menyebutnya dengan istilah mirats atau irts. Termasuk dalam

kategori warisan adalah harta-harta atau hak-hak yang mungkin

dapat diwariskannya.19

d. Penghalang Waris

Beberapa sebab halangan untuk menerima warisan atau disebut

mawani al-irts.20

Adapun sebab-sebab itu adalah sebagai berikut :

1). Pembunuhan

Pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap

pewaris meyebabkan tidak dapatnya mewarisi harta

peninggalan orang yang diwariskannya.

Dasar hukum yang melarang si pembunuh mewarisi harta

peninggalan si mati/ korban pembunuhannya adalah sabda

Nabi SAW :

) س ات م س ه س ع للا ىص للا ي س س ل شاث ش ا ا

( اسائى اذاس لطى

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada waris

sedikitpun bagi pembunuh” (HR. An-Nasai dan Darulqadni).

2). Berlainan Agama

Berlainan Agama yang menjadi penghalang mewarisi

adalah apabila antara ahli waris dan al-muwarits salah satunya

beragama Islam, sedang yang lain bukan beragama Islam.

Misalnya, ahli waris beragama Islam, sedangkan muwaristnya

19

Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris, Terjemah Addys

Aldizar & Faturrachman, h. 28 20

Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, h. 24

Page 36: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

28

beragama Kristen atau sebaliknya. Demikian ini merupakan

kesepakatan mayoritas para Ulama‟.21

Adapun dasar Hukumnya adalah Hadist Nabi SAW :

ىه ص ه ث اه ه ا ش ف ى ا ث ش ل ش ف ى ا س ا ث ش ل ل ه س ع للاه

) س اثخشس( س ا

Artinya: “Orang Islam tidak mewarisi harta orang kafir, dan

orang kafir tidak mewarisi harta orang Islam.” (HR. Bukhari

dan Muslim).

Kemudian diperkuat dalam Firman Allah dalam surat An-

Nisa‟ ayat 141;

ى فا وا تى تشتهص ئ ٱهز عى ه ى ا أ لا ٱلله فتح

فٱلله إ ٱ عى ى ر ع ستح ا أ صة لا فش ى وا

ع فش ى ٱلله جع ح م ٱ ى ت سثل حى إ ى ٱ

(١٤١ )اساء:

Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan suatu

jalan bagi orang-orang kafir (untuk menguasai orang

mukmin” (An-Nisa‟(4) ayat 141)

3). Perbudakan

Perbudakan menjadi salah satu penghalang mewarisi,

bukan karena status kemanusiaanya, tetapi karena status formalnya

sebagai hamba sahaya atau budak. Mayoritas ulama‟ sepakat

bahwa seorang budak terhalang untuk menerima warisan karena

dianggap tidak cakap melakukan perbuatan Hukum.22

Hal ini ditegaskan dalam firman Allah swt., surat Al-Nahl ayat 75;

21 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, h. 25 22 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, h. 26

Page 37: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

29

ا ها سصلا حس صل سه ء وا له مذس عى ش ه خل عثذا ضشب ٱلله

ذ ح ٱ ۥ ست شا ج ا سش فك ف ل ع أوخش ت ) لله

(٧٧ اح:

Artinya: “Allah telah membuat perumpamaan (yakni) seorang

budak (hamba sahaya) yang dimiliki yang tidak dapat

bertindak terhadap sesuatu apapun,.” (Qs. Al-Nahl (16) ayat

75)

Ayat di atas menjelaskan bahwasanya seorang hamba

sahaya secara yurudis dipandang tidak cakap melakukan

perbuatan Hukum. Hak-hak kebendaanya berada pada tuannya.

Oleh karena itu dia tidak bisa menerima warisan dari tuannya.

Ahmad Al-Jurjawy mengemukakan bahwa budak itu tidak

dapat mewarisi harta peninggalan tuannya apabila tuannya itu

meninggal. Karena budak sendiri itu statusnya sebagai harta

milik tuannya, sebagai harta tentu tidak bisa memiliki, tetapi

dimiliki dan yang memiliki hanyalah yang berstatus sebagai

tuannya.

4). Berlainan Negara

Pegertian Negara adalah suatu wilayah yang ditempati

suatu bangsa yang memiliki angkatan bersenjata sendiri, kepala

negara tersendiri, dan memiliki kedaulatan sendiri dan tidak

ada ikatan dengan negara asing. Adapun berlainan negara yang

menjadi sebab penghalang mewarisi adalah apabila dia ahli

waris dan muwarisnya berdomisili di dua negara yang berbeda

kriterianya seperti tersebut di atas. Sedangkan apabila dua

negara sama-sama muslim, menurut para ulama‟ tidak menjadi

peghalang mewarisi.23

23 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, h. 28

Page 38: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

30

Adapun dasar Hukum yang dijadikan landasan

mayoritas para ulama‟ anatara muwaris dan ahli waris yang

berbeda negara yang sama-sama muslim tidak menjadi sebab

terhalang haknya mewarisi adalah sabda Nabi SAW :

س ى ا م ت اا د ئ للا ي س اس ت م ف . اس اه ف ي ت م ات م ا ا ف ف س ت ا

و ه ئ ل ي ت م ا اي ا ت ف ات م اا ذ )س ث ح ص ت ى ل ا ع ص ش ح ا

اثخش(

Artinya: “Apabila dua orang muslim seorang (mengajak

perang saudaranya) dengan membawa pedang, maka

keduannya telah beradu di tepi jahannam. Apabila salah

seorang membunuh kawannya, kedua-duanya sama-sama

masuk neraka. Kami bertanya, “Ya Rasulullah SAW ini adalah

untuk si pembunuh, lalu bagaimana si terbunuh? Beliau

menjawab: “Sesungguhnya ia juga menginginkan membunuh

kawannya” (HR. Imam Bukhari).

Jadi yang lebih prinsip tampaknya adalah berbeda soal agama

antara ahli waris dan muwaritsnya. Meskipun berbeda negara,

jika tidak ada perbedaan Agama, maka tidak ada halangan.24

B. Hukum Waris Adat

1. Pengertian

Hukum kewarisan adat secara sosiokultural

mempresentasikan suatu corak hukum yang khas dan unik, yang

mencerminkan cara berfikir dan spirit trasional Indonesia yang

didasarkan atas budaya kolektif dan komunal. Rasa mementingkan

serta mengutamakan keluarga, dalam hal ini terkait kebersamaan,

kegotongroyongan, musyawarah, dan mufakat dalam membagi

warisan, merupakan kode-kode kultural yang mewarnai hukum

kewarisan adat. Hukum waris adat meliputi aturan-aturan dan

24

Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, h. 32

Page 39: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

31

keputusan-keputusan hukum yang bertalian dengan proses

penerusan/ pengoperan dan peralihan/ perpindahan harta kekayaan

materil dan non-materil dari generasi ke generasi.25

Menurut Soepomo, bahwa Hukum Waris adat memuat

peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta

mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang

tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan

manusia (generatie) kepada turunannya. Proses ini telah mulai

dalam waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi

akuut oleh sebab orang tua meninggal dunia. Memang

meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting

bagi proses itu, akan tetapi sesungguhnya hal itu tidak

mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan pengoperan

harta benda dan harta bukan benda tersebut.26

2. Dasar Hukum Waris Adat

Ada tiga hal dasar di dalam hukum waris adat yang berlaku di

Indonesia, yakni ;

a. Dasar Filosofis

Dasar berlakunya hukum adat ditinjau dari segi filosofis

merupakan hukum adat yang hidup, tumbuh dan berkembang

di Indonesia sesuai dengan perkembangan jaman yang bersifat

luwes, fleksibel dan sesuai dengan nilai-nilai pancasila seperti

yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 hanya menciptkan

pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari

UUD RI. Pokok-pokok pikiran tersebut menjiwai cita-cita

hukum meliputi hukum negara baik yang tertulis maupun yang

tidak tertulis. Penegasan pancasila sebagai sumber tertib hukum

sangat berarti bagi hukum adat, karena hukum adat berakar

25

Imam Sudiyat, Hukum Adat sketsa asas (Yogyakarta : Liberty Yogyakarta 1981), hal.

151 26

Soerjono Soekamto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada

1983), h. 259

Page 40: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

32

pada kebudayaan rakyat sehingga dapat menjelmakan perasaan

hukum yang nyata dan hidup dikalangan rakyat dan

mencerminkan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia.27

b. Dasar Sosiologis

Hukum yang berlaku disuatu negara merupakan suatu

sistem, artinya bahwa hukum itu merupakan tatanan,

merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-

bagian atau unsur yang berkaitan satu sama lainnya. 28

Di dalam sistem hukum yang ada di Indonesia juga dapat

dibedakan menjadi dua, yakni hukum tertulis dan hukum yang

tidak tertulis. Hukum yang tertulis diberlakukan dengan cara

diundangkan dalam lembaran negara, sedangkan hukum adat

sebagai hukum yang tidak tertulis tidak memerlukan prosedur

atau upaya seperti hukum tertulis, tetapi dapat berlaku dalam

artian dilaksanakan oleh masyarakat dengan sukarela karena

memang itu miliknya.

c. Dasar Yuridis

Dasar yuridis berlakunya hukum adat di Indonesia, pada

dasarnya dipengaruhi oleh tiga periode, pertama yakni periode

jaman penjajahan kolonial belanda, dan kedua ialah periode

penjajahan jaman jepang. Dimana hukum adat dirumuskan

berbeda dalam kedua pasal 75 RR dan 131 IS. 29

. Sedangkan

periode ketiga yakni dipengaruhi oleh Jaman Kemerdekaan

Indonesia, di mana dasar pokoknya ialah dalam pasal 18 b ayat

(2) Undang Undang Dasar NRI 1945 yang menyatakan Negara

mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai sengan

27

Wingnjodipoero, Soerojo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. (Jakarta : Gunung

Agung, 1994), h. 14 28

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar). (Yogyakarta : Liberty,

1986), h. 100 29

Mahadi, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat. (Bandung : Alumni 1991), h. 17

Page 41: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

33

perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur

dalam Undang-Undang.

3. Sistem Waris Adat

Hukum waris adat mengenal adanya tiga sistem kewarisan,

yaitu;30

a. Sistem kewarisan individual yang merupakan sistem

kewarisan dimana para ahli waris mewarisi secara

perorangan. Ciri sistem kewarisan individual adalah harta

peninggalan dibagi-bagikan kepemilikiannya kepada para

waris. Contoh (Batak, Jawa, Sulawesi, dan lainnya)

b. Sistem kewarisan kolektif, dimana para ahli waris secara

kolektif bersama-sama mewaisi harta peninggalan yang

tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya kepada masing-

masing ahli waris. Ciri sistem kewarisan kolektif ini yaitu

harta peninggalan diteruskan dan dialihkan kepemilikannya

dari pewaris kepada ahli waris sebagai kesatuan yang tidak

terbagi-bagi penguasaanya dan pemilikannya, setiap ahli

waris berhak untuk mengusahakan atau mendapatkan hasil

dari harta peninggalan itu. Contoh ( Minang Kabau).31

c. Sistem kewarisan mayorat yaitu apabila anaklaki-laki tertua

pada saat pewaris meninggal atau anak laki-laki sulung

(keturunan laki-laki) merupakan ahli waris tunggal. Contoh

(lampung). Sedangkan apabila anak perempuan tertua ada

pada saat pewaris meinggal, adalah ahli waris tunggal.

Sistem pewarisan mayorat pada dasarnya merupakan sistem

sistem pewarisan kolektif juga, hanya saja penerusan dan

pengalihan penguasaan atas dasar harta yang tidak terbagi-

bagi itu dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas

sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga yang

30

Soerjono Soekamto, Hukum Adat Indonesia, h. 260 31 Soerjono Soekamto, h. 260

Page 42: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

34

menggantikan kedudukan ayah atau ibu. Contoh (pada

masyarakat di tanah Semendo).32

Apabila sistem kewarisan dihubungkan dengan prinsip

garis keturunan/ geneologis, maka dengan demikian “sifat

individual ataupun kolektif maupun mayorat dalam hukum

kewarisan tidak perlu langsung menunjuk kepada bentuk

masyarakat dimana hukum kewarisan itu berlaku. Sebab kewarisan

yang individual bukan saja dapat ditemui di dalam masyarakat

yang bilateral, akan tetapi juga sebaliknya, yakni di dalam

masyarakat yang patrilineal. Seperti di tanah Batak dan lainnya.

Di dalam persekutuan Geneologis ini sejatinya juga

terdapat tiga tipologi penting yang menandai sistem kekeluargaan

dan kekerabatan masyarakat adat, yaitu patrilenial (kebapaan),

matrilineal (keibuan), dan parental (bapak-ibu).33

a. Sistem patrilenial, keturunan diambil dari garis bapak,

yang merupakan pancaran dari bapak asal dan menjadi

penentu dalam kerturunan anak cucu. Dalam hal ini

perempuan tidak tidak menjadi darah yang

menghubungkan saluran keluarga. Wanita yang kawin

dengan laki-laki ikut dengan sauminya dan anaknya

menjadi keluarga ayahnya. Sistem pertalian ini terjadi di

Nias, Gayo, Batak dan lainnya.

b. Sistem matrilenial, adalah keturunan yang berasal dari ibu,

sehingga yang menjadi ukuran hanyalahpertalian darah

dari garis ibu yang menjadi ukuran dan merupakan suatu

persekutuan hukum. Perempuan yang kawin tetap tinggal

dan termasuk dalam gabungan keluarga sendiri, sedangkan

32 Soerjono Soekamto, Hukum Adat Indonesia, h. 261 33

Mukhtar Zamzami, Perempuan dan Keadilan dalam Hukum Indonesia. (Jakarta :

Kencana Prenada Media Grup, 2013), h. 57

Page 43: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

35

anak-anak mereka masuk dalam keturunan ibunya. Sistem

pertalian ini terjadi di Minangkabau, Kerinci, Samendo,

dan lainnya.

c. Sistem parental, adalah pertalian darah dilihat dari kedua

sisi, bapak dan ibu serta nenek moyang. Kedua keturunan

sama-sama penting bagi persekutuan ini. Keturunan

berdasarkan bapak ibu ini meruakan garis keturunan yang

paling tua umurnya dan paling tua di Indonesia. Sistem

pertalian ini terjadi di Jawa.

Sejatinya dalam hukum waris adat juga dikenal dua macam garis

pokok terkait untuk menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris.

a. Pertama Garis Pokok Keutamaan dimana ialah garis

hukum yang menentukan urutan keutamaan di antara

golongan-golongan dalam keluarga pewaris dengan

pengertian bahwa garis golongan yang satu lebih utama

daripada golongan yang lain, (keturunan pewaris, orang

tua pewaris, dan lainnya).

b. Kedua ialah Garis Pokok Pergantian dimana ialah garis

hukum yang bertujuan untuk menentukan siapa di antara

orang-orang di dalam kelompok keutamaan tertentu tampil

sebagai ahli waris, (orang yang tidak mempunyai

hubungan dengan pewaris).34

4. Pewaris, Ahli Waris, dan Harta Warisan.

a. Pewaris

Pewaris adalah seseorang yang meninggalkan harta warisan.

b. Ahli Waris

Ahli Waris ialah seseorang atau beberapa orang yang

merupakan penerima harta warisan.

34 Mukhtar Zamzami, Perempuan dan Keadilan dalam Hukum Indonesia, h. 58

Page 44: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

36

c. Harta Warisan

Yaitu harta benda yang menjadi warisan. Termasuk dalam

kategori warisan adalah harta-harta atau hak-hak yang mungkin

dapat diwariskannya.

Dalam hukum waris adat juga mengenal tiga sistem tak

terbaginya harta benda waris35

, yakni ;

1. Harta kekayaan tak terbagi karena tidak mungkin

dibagi dan kelompok atau kerabat mempunyai hak

bersama, biasanya di bawah pimpinan mamak

kepala ahli waris (minangkabau). Dan apabila harta

kerabat semacam itu terbengkalai : “guntung”

(minangkabau) karena kerabatnya mati, maka harta

tersebut dapat jatuh pada kerabat-kerabat yang karib

atau bila mereka tidak ada, kepada masyarakat.

2. Harta peninggalan itu mungkin juga tidak terbagi

karena yang berhak mewarisi hanyalah satu anak,

yaitu anak laki-laki tertua (kebanyakan di Bali),

anak perempuan tertua (sebagian) dan kalau tidak

ada, anak laki-laki bungsu (suku samendo dan suku

dayak landak). Dan setelah sepeninggal ayahnya

anak laki=laki sulung menempati kedudukannya, ia

menjadi pemilik harta kekayaan orang tuanya

dengan catatan berkewajiban memelihara saudara-

saudara laki-laki dan perempuannya dalam

menegakan rumah tangga mereka.

3. Kemungkinan harta peninggalan itu tidak terbagi

karena sesudah meninggalnya si pemilik, hartanya

dijadikan harta keluarga sebagai kesatuan tak

35

Imam Sudiyat, Hukum Adat sketsa asas (Yogyakarta : Liberty Yogyakarta 1981), h.

156

Page 45: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

37

terbagi. Dasarnya ialah pikiran bahwa yang

diperoleh itu memang tersedia untuk mencukupi

kebutuhan dan keinginan materil keluarga yang

bersangkutan. Dan bila pemimpin keluarga

meninggal, maka dipandang wajar bahwa harta

(keluarga) nya demi kepentingan keluarganya tetap

utuh di bawah kepemimpinan orang lain (anak laki-

laki tertua dan jandanya) sampai pada waktunya

nanti dibagi antara para warganya, selaku dasar

materiil pula bagi keluarga yang mereka dirikan

masing-masing.

Di pihak lain, pemilikan bersama atas suatu harta kekayaan

tak terbagi itu dalam pikiran “participerend cosmisch” (integrasi

kedalam alam semesta) merupakan tujuan utama yang rill terhadap

untuk mempertahankan pertalian kerabat itu sendiri.36

C. Konsep Keadilan Waris

1. Keadilan

Kata adil merupakan bahasa Indonesia yang berasal

darikata al-„adlu. Hubunganya dengan masalah kewarisan, ialah

kata tersebut dapat dartikan sebagai keseimbangan antara hak dan

kewajiban serta keseimbangan antara yang diperoleh dengan

keperluan kegunaanya.37

Pembahasan tentang beberapa teori keadilan yakni dalam

konteks Islam dan pancasila sangatlah beragam, dari satu mazhab

pemikiran ke mazhab pemikiran yang lain, dari satu pakar ke pakar

yang lain, meskipun dalam mazhab pemikiran yang sama. Oleh

karena itu, penting kiranya dilacak pergulatan teoritis Islam tentang

keadilan dan bagaimana standar keadilan itu didefinisikan sesuai

36

Imam Sudiyat, Hukum Adat sketsa asas h. 157 37

Imam Sudiyat, Hukum Adat sketsa asas h. 109

Page 46: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

38

dengan suatu tatanan sosial dan nilai-nilai yang pada akhirnya akan

menentukan kesadaran publik.38

a. Keadilan dalam Islam

Secara garis besar Islam mengajarkan dua macam keadilan,

yakni keadilan Mutlak dan keadilan yang hanya diketahui oleh

Alquran dan Hadist.

1). Pertama keadilan mutlak yang mempunyai definisi

keadilan yang tidak terikat dan bersifat universal. Dalam

pengertian ini, manusia membutuhkan fungsi akal untuk

mengetahui keadilan itu. Adil dalam hal ini lebih dekat

pada pengertian “kebaikan atau kebenaran”. Karena tidak

terikat mutlak, hukum mengenai keadilan dalam penegrtian

ini tidak pernah dihapus sepanjang masa, selalu ada dari

satu syariat (agama) ke syariat lain.39

2). Kedua yakni keadilan yang hanya diketahui Alquran

dan Hadist, mempunyai definisi keadilan sebagaimana yang

hanya tercantum dalam kitab-kitab suci. Dalam perjalanan

sejarah agama Allah SWT keadilan ini dapat mengalami

perubahan atau penghapusan hukum karena adanya ajaran

agama yang baru.40

Selanjutnya dalam hal teori keadilan Islam yang lain, juga

telah dijelaskan beberapa kategori-kategori. Majidd Khaduri

mengelompokkan beberapa kategori mengenai keadilan, seperti

keadilan politik, teologi, filosofis, etis, legal dan keadilan sosial.41

Adapun penjelasan teorinya sebagai berikut :

38

Zakiyuddin baidhawy “Islam melawan kapitalisme, (Yogyakarta : Resist book, 2007)

h. 13 39

Mukhtar Zamzami, h. 142 40

Mukhtar Zamzami h. 143 41

Zakiyuddin baidhawy “Islam melawan kapitalisme, h. 18

Page 47: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

39

1) Keadilan politik, dimana adalah keadilan yang sesuai

dengan kehendak penguasa dan seringkali dipandang

sebagai tujuan prinsipil suatu negara.

2) Keadilan teologis, dimana adalah keadilan yang sesuai

dengan doktrin yang ditetapkan oleh para teolog

sehubungan dengan sifat kehendak (iraddah) Allah

SWT dan Esensinya.

3) Keadilan filosofis, dimana adalah keadilan yang

didefinisikan tidak sesuai wahyu, tetapi dengan akal

budi. Keadilan filosofis adalah keadilan rasional dan

secara esensial bersifat naturalistik.

4) Keadilan etis, dimana adalah keadilan yang sesuai

dengan kebajikan-kebajikan tertinggi yang menentukan

standard tingkah laku manusia.

5) Keadilan legal, dimana adalah keadilan yang sesuai

dengan hukum. Dalam Islam, hukum jalin dan menjalin

denganagama dan keduanya dipandang sebagai

pernyataan kehendak Illahi dan Keadilan.

6) Keadilan sosial, dimana adalah keadilan yang sesuai

dengan norma-norma dan nilai-nilait, terlepas dari

norma-norma dan nilai-nilai yang mengejewatahkan

dalam hukum, dan pubik dipersiapkan untuk menerima

melalui adat kebiasaan, sifat pasif atau alasan-alasan

lainnya.

Mengenai beberapa hal terkait keadilan di atas Abdul

Ghofur Ansori juga berpendapat bahwa keadilan melalui jalur

hukum dalam Islam berawal dari dua segi dan mengarah kepada

keadilan dua segi pula. Dikatakan berawal dari dua segi karena

pedoman Isalm berupa Alquran dan Hadist di satu segi harus

Page 48: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

40

mampu menyatu dengan prinsip keadilan secara umum menurut

pandangan manusia di lain segi.

b. Keadilan menurut Hukum Pancasila

Menurut kajian Slamet Sutrisno, pancasila sudah

merupakan sebuah filsafat, karena terbukti sebagai sebuah ideologi

pancasila tidak bersumber dari Hellenisme yang melahirkan paham

Sekuler atau dari Semitisme yang memunculkan ideologi Islam.

Terbukti sudah melahirkan sebuah ideologi, maka pemikiran

pancasila itu pastilah sebuah filsafat. Sebagai suatu sistem filsafat,

Pancasila mempunyai pandangan tersediri tentang pengertian

keadilan. Selain itu, dihubungkan pancasila sebagai cita hukum

yang dianataranya berfungsi sebagai penetapan ukuran untuk

menilai adil tidaknya suatu hukum positif, maka jelas sekali bahwa

Pnacasila mempunyai keadilan teori tersendiri.42

Slamet Sutrisno menyebut adanya tiga nilai utama dalam

pancasila, yakni nilai spritualitas, nilai keadilan dan nilai

kekeluargaan. Dimana nilai spiritualitas yang merupakan

fundamental moral pancasila dan oleh karena itu keadilan menurut

filsafat pancasila adalah keadilan yang langsung dijiwai oleh

spiritualitas peradaban dan keadaban.

2. Konsep Keadilan Waris Islam

Sebagaimana para Ulama klasik maupun kontemporer,

yang telah lama bersuara dan mencoba berusaha bahkan lebih dari

itu pula bekerja keras untuk mencari tahu dan memberikan

jawaban tentang rahasia apa atau rahasia dibalik kebijakan Allah

SWT. Melipat gandakan bagian kewarisan kaum laki-laki terutama

42

Slamet Sutrisno, Filsafat dan Ideoligi Pancasila, (Yogyakarta : Andi, 2006) h. 156

Page 49: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

41

anak dan suami daripada perempuan dan istri. Sesekali antara ayah

dan ibu atau antara saudara laki-laki dengan saudara perempuan.43

a. Muhammad Abduh dan al- Sayyid Rasyid Ridha, dua

orang alim berkebangsaan mesir yang masyur disebut-

sebut sebagai pelopor pembaharuan hukum Islam,

antara lain menegaskan bahwa di antara hikmah

penetapan bagian waris laki-laki itu sama dengan

bagian dua orang perempuan, adalah karena laki-laki itu

sama dengan bagian dua orang perempuan, adalah

karena laki-laki selain memerlukan nafkah untuk

dirinya sendiri, juga memerlukan nafkah untuk istri dan/

atau anak/anak-anaknya (keluarganya). Di sinilah

terletak alasanya mengapa laki-laki harus mendapatkan

dua bagian. Sedangkan perempuan paling sedikit dia

hanya akan menafkahi dirinya sendiri, dan kalau dia

menikah maka nafkah kehidupannya akan dijamin oleh

suaminya. Itulah pula maka ada ungkapan yang

mengatakan bahkan kebagian kewarisan terhadap

perempuan akan tetap saja lebih banyak dibandingkan

dengan bagian laki-laki tatkala dihubungkan dengan

ihkwal penafkahan. Masih kata Rasyid Ridha, alasan

yang dikemukakan segelintir ahli tafsiryang

menghubungkan bagian waris perempuan Cuma

separuh bagian laki-laki atas dasar karena akal pikiran

orang perempuan itu lebih rendah dan dengan demikian

kelemahan syahwatnya, itu merupakan pendapat yang

lemah dan harus ditolak. Sejatinya yang dimaksudkan

dengan kata lemah di sini ialah terkait dengan

kemampuan fisik dimana kaum perempuan secara fisik

43

Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam Dalam Pendekatan Teks dan

Konteks. (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2013), h. 109

Page 50: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

42

pada umumnya memang tidak sekuat kebanyakan kaum

laki-laki. Termasuk dalam hal melakukan usaha

ekonomi terutama dalam sektor-sektor industry

yanglenih mengandalkan kekuatan dan stamina yang

prima daripada sekedar mengandalakan kemampuan

akal dan pikiran atau keterampilan lainya.44

b. Moh. Zamro Muda dan Mohn. Ridzuan Awang, secara

lebih rinci menyebutkan rasionalitas pembagian waris

laki-laki yang menyamai dua bagian waris

perempuan.45

sebagai berikut :

1). Seseorang perempuan dari segi pembelanjaan dan

keperluanya sudah terjamin, di mana nafkahnya wajib

ke atas anak lelakinya, bapaknya, saudara laki-lakinya

ataukerabatnya yang lain.

2). Seseorang perempuan tidak dipertanggungjawabkan

atau dibebankan untuk memberi nafkah kepada

siapapun, sebaliknya laki-laki telah diwajibkan

memberi nafkah kepada ahli keluarga kaum kerabatnya.

3). Pembelanjaan atau nafkah seseorang laki-laki adalah

lebih banyak dan komitmenya terhadap harta adalah

lebih tinggi. Oleh karena itu, keperluan seseorang laki-

laki kepada harta adalah lebih besar berbanding dengan

keperluan perempuan.

4). Seseorang laki-laki juga diwajibkan membayar

mahar kepada istri dan dipertanggungjawabkan

memberi nafkah tempat tinggal, makanan dan pakaian

untuk istri dan anak-anak.

44

Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam Dalam Pendekatan Teks dan

Konteks. h. 110 45

Muhammad Amin Suma h. 110

Page 51: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

43

5). Seseorang laki-laki juga diwajibkan menyediakan

perbelanjaan pendidikan dan pelajaran kepada anak-

anak dan perobatan untuk istri dan anak-anak.

Benar bahwa dalam kewarisan hukum Islam juga

menyisakan sedikit persoalan (masalah) terutama menyangkut

masalah kalalah, al-gharawain dan lainnya termasuk keberadaan

pasangan rumah tangga yang mengandalkan pada pihak istri;

namun demikian, selain kasusnya yang terbilang sedikit atau

bahkan terbatas, juga terutama sistem peneyelesainya yang sudah

memiliki sistem yurisprudensi hukum yang sangat lama, kaya dan

teruji mulai dari jaman sahabat sampai sekarang. Lebih dari itu,

kemungkinan penyamaan pembagian waris atau bahkan tidak

tertutup bagian anak perempuan/ istri lebih besar dari anak laki-

laki atau suami, tetap dimungkinkan melalui jalur hukum yang

harus diselesaikan melalui jalur pengadilan. Dengan kalimat lain,

kedepan tetap terbuka kemungkinan perubahan dan modifikasi

hukum kewarisan di masa yang akan datang, yang tentu harus

dilakukan dengan penuhkonsisten dan tanggung jawab. Terutama

oleh para hakim dan otoritas yang berwenang untuk melakukan

ijtihad dalam menyelesaikan kasus hukum yang berkeadilan.46

3. Konsep Keadilan Waris Adat

Hukum adat merupakan merupakan hukum yang tidak

tertulis yang hidup dan berkembang sejak dahulu serta sudah

berakar di dalam masyarakat, walaupun tidak tertulis namun

hukum adat mempunyai akibat hukum terhadap siapa saja yang

melanggarnya. Norma-norma dan nilai-nilai yang ada di dalam

46

Muhammad Amin Suma h. 112

Page 52: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

44

hukum adat sangat dipatuhi dan dipegang teguh oleh masyarakat

adat.47

Hukum adat bagi masyarakat berfungsi sebagai neraca

yang dapat menimbang kadar baik atau buruk, salah atau benar,

patut atau tidak patut, pantas atau tidak pantas atas suatu perbuatan

atau peristiwa dalam masyarakat. Ini berarti bahwa hukum adat

dengan sejumplah aturannya yang tidak tertulis pada hakikatnya, di

dalamnya sudah diatur dan disepakati bagaimana seorang

bertindak, berprilaku baik dalam lingkungan sosial

masyarakatnya.48

Mengenai keadilan yang ada di dalam pelaksanaan hukum

waris adat sangat jelas terlihat dari salah satu Asas Keadilanya,

dimana asas keadilan ini berdasarkan atas status, kedudukan dan

jasa, sehingga setiap keluarga pewaris mendapatkan harta warisan,

baik bagian sebagai ahli waris maupun bagian sebagai bukan ahli

waris, melainkan bagian jaminan harta sebagai anggota keluarga

pewaris.

Sehingga jika disinggung Terkait soal dalam keadilan

warisannya, hukum adat adalah adil menurut orang yang tahu pada

hukum adat, dan patut menurut orang yang tahu pada nilai sesuatu.

Oleh karenanya proses peradilan yang demikian setiap

keputusanya akan mudah dapat dipahami dan diterima oleh pihak-

pihak yang bersengketa serta tidak memberi peluang atau bibit/

konflik yang dimana konflik tersebut merupakan konflik yang

berkepanjangan.49

47

Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat Dahulu, Kini, dan Akan Datang. (Jakarta : PT.

Kharisma Putra Utama, 2017), h. 87 48

Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat Dahulu, Kini, dan Akan Datang h. 88 49

Suriyaman Mustari Pide h. 89

Page 53: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

47

BAB III

DESA DUKUHSETI

A. Gambaran Umum Desa Dukuhseti

Desa Dukuhseti merupakan salah satu desa yang berada di

kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati, letak desa Dukuhseti adalah 10 km

dari pusat pemerintah kecamatan, serta 35 km dari ibu kota Kabupaten Pati

kearah utara, dengan ketinggian tertinggi 72 meter, terendah 2 meter, dan

rata-rata 12.67 meter di atas permukaan air laut dengan suhu maksimum

dan minimum berkisar antara 330C dan 18

0C dengan dataran sampai

perbukitan. Adapun batas-batas wilayah desa Dukuhseti adalah sebagai

berikut :

a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan desa Kembang

b. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Laut Jawa

c. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Alasdowo

d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Hutan Negara

Desa Dukuhseti memiliki luas 776, 97 Ha, wilayah tersebut berupa

tanah sawah, tanah kering, tanah keperluan fasilitas umum, tanah hutan,

tanah pertambakan dan tanah perkebunan. Jenis tanahnya yaitu Red

Yellow Mediteran, Latosol, dan Regosol.1

Pembagian wilayah administrasi desa Dukuhseti terdiri dari 2

Dusun, yakni dusun Selempung dan Dukuhseti, dari kedua dusun itu

terdapat 4 Rukun Warga (RW), 36 Rukun Tetangga (RT).Adapun nama-

nama dusun di desa Dukuhseti beserta pembagiannya adalah sebagai

berikut :

1Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah, hal. 4.

Page 54: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

48

Tabel 1

Data jumlah administrasi desa Dukuhseti

No Dusun RW RT

1 Dukuhseti 3 42

2 Selempung 1 35

JUMLAH 4 53

Sumber : BPS Kabupaten Pati

Dalam hal kependudukan, khususnya untuk mengetahui klasifikasi

penduduk yang menetap di Kecamatan Dukuhseti, penulis akan

menyajikan data kependudukan dalam bentuk kelas, sehingga akan mudah

memahaminya.

Menurut hasil SP 2010, jumlah penduduk laki-laki desa Dukuhseti

bisa dilihat dari table berikut:

Table 2

Data jumlah penduduk desa Dukuhseti

No Jenis Kelamin Jumlah Keterangan

1 Laki-laki 4.922 Jiwa

2 Perempuan 4.752 Jiwa

JUMLAH 9.674 Jiwa

Sumber : Data desa Dukuhseti

Dari keterangan table di atas dapat dilihat bahwa jumlah

keseluruhan penduduk desa Dukuhseti menurut hasil Sensus Penduduk

pada 2013 adalah 9. 674 jiwa dari 3. 280 KK.

B. Demografi Desa Dukuhseti

1. Adat Istiadat dan Kebudayaan

Menurut hasil pengamatan dan wawancara kepada tokoh

masyarakat di desa Dukuhseti, bahwasanya mayoritas masyarakat desa

Dukuhseti masih banyak menerapkan adat istiadat dan kebudayaan yang

mengikuti kebiasaan nenek moyang yang tetap dilestarikan secara turun

temurun.2

2 Wawancara dengan Bapak Abdul Jalil, selaku salah satu sesepuh di desa Dukuhseti,

pada Tanggal 09 Oktober 2018.

Page 55: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

49

Adapun adat istiadat yang berkembang di masyarakat Kecamatan

Dukuhseti adalah sebagai berikut:

a. Kondangan, yaitu upacara yang dilaksanakan oleh seseorang dalam

peringatan hari-hari istimewa yang diadakan oleh salah seorang

anggota masyarakat.

b. Sedekah laut, yaitu upacara pembuangan sesaji di tengah laut berupa,

nasi, bunga, dan lainnya. Upacara ini dilaksanakan setiap setahun

sekali, tepatnya pada bulan Asyuro sebagai bentuk rasa syukur kepada

Allah atas rizki serta melimpahnya hasil laut.

c. Sedekah bumi, yaitu upacara yang dilakukan setahun sekali, upacara

ini biasanya dilaksanakan berbarengan dengan Haul tokoh masyarakat

setempat. Tujuan dari upacara ini adalah bentuk rasa syukur atas hasil

bumi, yang didapat oleh massyarakat setempat.

d. Upacara tingkepan bayi, yaitu selamatan bayi yang masih di dalam

kandungan yang sudah menginjak usia tujuh bulan, dengan harapan

agar bayi itu lahir dengan selamat.

e. Sepasar bayi, yaitu kegiatan yang dilakukan pasca bayi sudah

menginjak usia satu bulan setelah dilahirkan.

f. Upacara mendirikan rumah, adalah upacara dalam rangka mendirikan

rumah dengan menggunakan sesaji padi, kelapa, jagung dan lainnya.

Dengan harapan dalam rumah tersebut tercipta keharmonisan rumah

tangga, serta keselamatan dari awal hingga akhir pembangunan rumah.

g. Upacara pendaan, yaitu upacara untuk memperingati hari kematian

seseorang yang diisi dengan bacaan yasinan, tahlil dan membaca al-

Qur’an.3 Serta masih ada adat istiadat yang lain di Kecamatan

Dukuhseti.

2. Keadaan sosiologis

Masyarakat desa Dukuhseti apabila ditinjau dari aspek

kepemelukan terhadap agama, mayoritas masyarakatnya beragama Islam.

3Wawancara dengan Bapak Abdul Jalil, pada Tanggal 09 Oktober 2018.

Page 56: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

50

Di samping itu, sarana tempat untuk beribadah yang ada di desa Dukuhseti

sampai saat ini juga masih berkembang dengan pesat.

Banyaknya tempat ibadah merupakan salah satu cerminan jumlah

pemeluk agama di desa Dukuhseti. Pada tempat peribadatan di desa

Dukuhseti didominasi oleh tempat-tempat ibadah umat Islam, bangunan

Masjid dan Musholla adalah tempat peribadatan yang paling dominan di

desa Dukuhseti, karena mayoritas penduduknya beragama Islam.

3. Kondisi Keagmaan dan Pendidikan

Untuk menunjang aktifitas keberagamaan dan pemberdayaan

masyarakat desa Dukuhseti diperlukan adanya sarana tempat ibadah yang

memadai seperti masjid, mushola sebagai sarana sekaligus tempat untuk

melakukan aktifitas keagamaan yang merupakan representasi dari satu

bentuk keyakinan masyarakat terhadap Tuhan. Keberadaan masjid dan

mushola mempunyai arti penting sebagai sarana untuk meningkatkan

kegiatan serta ketaqwaan peribadatan kepada Allah SWT. Melalui

berbagai kegiatan, seperti pengajian, TPQ, dan lainya. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa aktivitas sosial keagamaan masyarakat Dukuhseti

bersifat aktif dan dinamis dengan dibuktikan adanya program-program

yang diselenggarakan dalam masyarakat seperti pengajian. Adapun bentuk

kegiatan-kegiatan yang bernuansa keagamaan yang rutin dilaksanakan di

desa Dukuhseti antara lain:

a. Pengajian Rutin, yaitu pengajian yang diadakan secara rutin seminggu

sekali dan sebulan sekali.

b. Pengajian Umum, yaitu pengajian untuk mensyiarkan agama Islam,

baik dilaksanakan oleh kelompok masyarakat atau pun yang

dilaksanakan secara pribadi. Dalam pengajian umum ini, biasanya

dilaksanakan pada saat peringatan hari-hari besar agama, seperti

peringatan Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad saw, hari kelahiran Nabi

Muhammad saw, hari Nuzulul Qur’an, halal bi halal dan juga

peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT

RI).

Page 57: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

51

c. Berjanjen, yaitu kegiatan yang di dalamnya merupakan penghayatan

dan pembacaan sejarah Rasulullah saw secara lengkap berupa syair

bahasa arab yang biasa dilaksanakan satu minggu sekali pada malam

senin atau malam jum’at dan pada saat kelahiran beliau yang

dilaksanakan mulai 1 Rabi’ul Awal sampai dengan 12 Rabi’ul Awal.

d. Pengajian Ruwahan, yaitu pengajian yang dilaksanakan oleh

masyarakat dalam rangka memperingati leluhur atau keluarga yang

udah meninggal dunia dengan tujuan untuk mendoakan agar arwahnya

dapat diterima disisi Allah SWT dan dapat diterima segala amal

perbuatan yang baik semasa hidupnya. Dan masih banyak kegiatan-

kegiatan yang bernuansa keislaman lainnya.4

Table 3

Data Tempat Peribadatan Desa Dukuhseti

No Jenis Jumlah Keterangan

1 Masjid 7 -

2 Musholla 36 -

3 Gereja 0 -

Sumber : Data desa Dukuhseti

Pendidikan merupakan salah satu modal dasar pembangunan,

sehingga Pendidikan adalah sebuah investasi (modal) di masa yang

akan datang. Mengenai gambaran pendidikan secara garis besar, desa

Dukuhseti bisa dilihat dari table berikut:

Table 4

Data Lembaga pendidikan desa Dukuhseti

No Jenis Jumlah Keterangan

1 TK 4 -

3 SDN 5 -

4 MI 2 -

5 SMPN 1 -

4 Wawancara dengan Bapak Ali Mahfudh, selaku ketua ta’mir Masjid Baitul Qadim Desa

Dukuhseti, pada Tanggal 12 Oktober 2018

Page 58: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

52

6 MTs 1 -

7 MA 2 -

8 SMK 2 -

Sumber : Data desa Dukuhseti dan Dinas P & K Kecamatan Dukuhseti

Sekolah-sekolah tersebut tersebar di 2 Dusun Selempung dan

Dukuhseti.

Pendidikan pada masyarakat Dukuhseti pada umunya hanya

sampai pada tingkat sekolah dasar (SD) dan SMP yang rata-rata ditempuh

oleh para orang tua. Sedangkan pemuda dan remaja banyak yang

melanjutkan pendidikan hanya pada tingkat sekolah menengah pertama

(SMP) dan sekolah menengah atas (SMA), masih sangat minim

masyarakat yang sampai ke jenjang pendidikan tinggi setingkat

Universitas, karena mayoritas masyarakat desa Dukuhseti terkadang lebih

memilih pendidikan di pondok pesantren untuk tujuan pemahaman ilmu

agama yang lebih dalam. Seperti yang bisa dilihat pada table berikut:

Table 5

Data Pendidikan rata-rata masyarakat desa Dukuhseti

No Jenis pendidikan Jumlah Keterangan (%)

1 TK/RA -

2 SD/MI 3.027 ±50%

3 SMP/MTs 1.807 ±25%

4 MA/SMK 982 ±15%

5 D1/S1 - -

6 Pondok 115 ±3%

7 Non Pendidikan - ±12%

Sumber : Data desa Dukuhseti dan Dinas P & K Kecamatan Dukuhseti

Sarana dan prasarana pendidikan sudah terbilang memadai, akan

tetapi kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih sangatlah

minim, ini dapat kita lihat dari persentase lulusan pendidikan masyarakat

Dukuhseti yang mayoritas pendidikannya hanya lulusan sekolah menegah

Page 59: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

53

pertama (SMP). Maka hal ini sangat mempengaruhi kualitas pendidikan

yang membanggakan bagi dunia pendidikan yang terdapat di desa

Dukuhseti. Dengan rendahnya kesaaran akan pentingnya pendidikan itu

sudah barang tentu hal yang akan timbul ialah tingkat pertumbuhan

penduduk dalam hal pendidikan. Sehingga dengan demikian kualitas

pendidikan sangatlah rendah dan perubahan sosial kearah yang lebih maju

sangatlah sulit untuk dicapai.

4. Tingkat Kesejahteraan

Dilihat dari mata pencaharian paling dominan masyarakat desa

Dukuhseti sebagian besar adalah sebagai petani, baik itu sebagai petani

penggarap maupun hanya sebagai buruh tani. Selain itu, masayarakat juga

berternak, seperti sapi, kerbau dan atau, ayam/itik sebagai tambahan

pendapatan rumah tangga di samping pekerjaan utamanya sebagai petani

penggarap maupun buruh tani.

Selanjutnya, bagi masyarakat yang berada di wilayah pesisir

pantai, bidang pekerjaan utamaya adalah bekerja dibidang

perikanan,seperti peternakan, ikan di tambak atau sebagian dibidang

nelayan serta industri pengolahan ikan. Akan tetapi dalam hal ini,

masyarakat Dukuhseti dalam aktivitas nelayan maupun peternakan ikan

mereka tidak bekerja di wilayah desa, akan tetapi ke desa tetangga yang

masih satu kecamatan, yakni desa Alasdowo, Banyutowo, dan Puncel yang

merupakan desa yang ada Tempat Pelelangan Ikan (TPI).

Selain itu, masyarakat juga ada yang menjadi Pegawai, PNS, Guru,

Pebisnis, yang rata-rata dalam bidang ini didominasi oleh masyarakat di

wilayah pusat pemerintahan desa. Seperti yang bisa dilihat pada berikut:

Table 6

Data tingkat kesejahteraan/pekerjaan masyarakat desa Dukuhseti

No Jenis Jumlah Keterngan

1 Karyawan 97 Orang

Page 60: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

54

2 Wiraswassta 1.238 Orang

3 Petani 1.602 Orang

4 Tukang 60 Orang

5 Pensiunan 12 Orang

6 Nelayan 374 Orang

7 Peternak 100 Orang

8 Jasa 50 Orang

9 Lainnya - Orang

Sumber : Data desa Dukuhseti

Page 61: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

53

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Praktik Pembagian Waris Anak Ruju di Desa Dukuhseti

Pada umumnya, masyarakat yang berada di desa Dukuhseti dalam masalah

pembagian harta warisan masih memakai sistem waris hukum adat, mereka masih

kuat dalam melestarikan adat dan budaya nenek moyangnya secara turun-

temurun. Adapun sistem kewarisan yang berlaku yaitu sistem bilateral, yang

dalam praktiknya melibatkan kedua garis keturunan antara bapak dan ibu. 1

Dimana dalam sistem pembagian harta waris di desa Dukuhseti itu dengan cara

bagian sama rata antara anak laki-laki dan perempuan. Secara mendasar dapat

dikatakan bahwa perbedaan gender tidak menentukan hak kewarisan dalam Islam.

Artinya sebagaimana laki-laki, perempuan mendapatkan hak yang sama kuat

untuk mendapatkan hal warisan. Hal ini secara jelas disebutkan dalam al-Qur’an

surat An-Nisa ayat 7 yang menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan

dalam hak mendapatkan warisan tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, maupun

usia (anak-anak, dewasa atau tua) dan atau perbedaan-perbedaan lainnya.2

Untuk cara pembagian hukum waris adat yang ada di desa Dukuhseti ada 2

kemungkinan yaitu: dengan cara bagian laki-laki dua kali lipat bagian anak

perempuan, atau dengan cara bagi antara anak laki-laki dengan anak perempuan

seimbang (sama). Dimana biasanya dalam tata cara pembagiannya dilakukan pada

saat orang tua masih hidup ataupun sudah meninggal, adapun pembagiannya

dilakukan sesuai kekeluargaan, dan saat melakukan pembagianya di tengahi oleh

aparat desa maupun tokoh adat/ orang tua.3

Mengenai masalah pembagian harta waris lainnya seperti uang, tanah, dan

yang lainnya yaitu dengan cara dibagi rata antara anak laki-laki maupun

1 Hazairin, Hukum kewarisan bilateral menurut Qur’an dan Hadist, (Jakarta: Tintamas,

1982), h. 15 2 Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam Dalam Pendekatan Teks dan

Konteks, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 28. 3 Wawancara Pribadi Dengan Sukardi, Dukuhseti 1 Desember 2018

Page 62: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

54

perempuan, hal ini dilakukan karena bertujuan untuk mencegah timbulnya

permasalahan atau pertengkaran yang terjadi dimasa yang akan datang antara ahli

waris yang satu dengan ahli waris lainnya. Namun selain pembagian sama rata

tersebut ada satu perbedaan dalam pembagian rumah pusaka, dimana bagian

rumah pusaka sepenuhnya jatuh kepada anak ruju.4

Praktek pembagian warisan di desa Dukuhseti sangatlah berbeda dengan

pembagian warisan menurut Islam, dimana bagian laki-laki dua banding satu

bagian perempuan. Meskipun disatu sisi mayoritas masyarakatnya secara

keseluruhan pemeluk agama Islam akan tetapi dalam hal praktik pembagian

warisnya tidak serta merta menganut sistem waris Islam. Penyebabnya tentu

adalah masalah perbedaan pemahaman antara konsep waris Islam dan Adat, yang

mana mereka menganggap bahwa konsep waris adat yang selama ini mereka

yakini sudah cukup untuk di jadikan acuan dalam hal pembagian warisan. Hal ini

dapat dilihat dalam praktik pembagian warisnya, dimana pembagian waris yang

sama rata antara laki-laki dan perempuan. Namun ada satu perbedaan yakni rumah

pusaka selebihnya adalah hak anak ruju/ terakhir.5

Adapun alasan dibalik praktik pembagian waris ini lebih didasarkan pada

kebiasaan masyarakat Dukuhseti sejak dulu, dan alasan lain mengapa rumah

pusaka diwariskan kepada anak ruju tidak lain adalah karena sebab rasa kasih

sayang terhadap posisi anak terakhir, dimana masyarakat beranggapan

bahwasanya anak ruju/terakhir secara keseluruhan masih minim, baik secara

mental maupun materi, hal ini tentu saja bisa dimaklumi melihat kenyataanya

secara umum memang begitu adanya.6

Salah satu yang perlu diketahui juga bahwa pembagian waris terkadang

juga dilakukan saat orang tua masih hidup. Akan tetapi pada umumnya pembagian

harta waris dilakukan pada saat salah satu/ kedua orang tua sudah meninggal.

Pembagian warisan di desa Dukuhseti tidak berpengaruh terhadap kerukunan

4 Ruju adalah sebutan untuk anak terakhir dari suatu anggota keluarga baik laki-laki

maupun perempuan ( Wawancara pribadi dengan Bronto, Dukuhseti 5 Desember 2018) 5 Wawancara Pribadi dengan Bronto, Dukuhseti 5 Desember 2018 6 Wawancara Pribadi dengan Panijan, Dukuhseti 12 Desember 2018

Page 63: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

55

sesama ahli waris, hal ini terlihat walaupun terdapat perbedaan dalam masalah

pembagian rumah pusaka, kerukunan ahli waris tetap terjalin, serta tidak ada

perselisihan antara sesama ahli waris.

Selain itu, di beberapa kasus juga pernah ditemui ditangguhkanya posisi

anak ruju sebagai penerima rumah pusaka, dimana rumah pusaka yang seharusnya

jatuh kepada anak ruju/terakhir justru malah jatuh kepada saudara kaka

kandungnya. Pengecualian pembagian ini lebih disebabkan karena perbedaan

waktu menikah antara kaka dan adik, dimana ketika anak ruju lebih dulu menikah

dari saudaranya, maka aturan yang berlaku adalah kepemilikan rumah pusaka

akan jatuh kepada saudara kaka kandungnya. Ini dikarenakan anggapan

masyarakat Dukuhseti, bahwa ketika orang setelah menikah ia akan ikut suami

atau istrinya, sehingga hal ini menyebabkan rumah pusaka diperuntukan kepada

calon ahli waris yang lain. Akan tetapi ada satu pengecualian lagi, yakni ketika

yang menikah adalah anak terakhir yang kebetulan adalah seorang perempuan

sedang kaka kandungnya adalah seorang laki-laki maka penanggguhan

kepemilikan rumah pusaka itu tidak berlaku, rumah pusaka tetap akan jatuh

kepada anak perempuan. Dan ini tidak berlaku pada adik kaka perempuan dengan

perempuan atau laki-laki dengan laki-laki.7

Untuk lebih jelasnya mengenai praktik pembagian waris anak ruju pada

masyarakat Dukuhseti, berikut penulis uraikan beberapa kasus pembagian waris :

a. Kasus Pertama

Urip adalah anak terakhir dari 3 bersaudara, dimana sesuai posisinya

sebagai anak ruju adalah sebagai ahli waris yang berhak menempati rumah

pusaka. Menurut pengakuannya bahwasanya ia telah menempati rumah

tersebut setelah salah satu orang tuanya meninggal dunia. Pada saat itu

secara langsung ia berhak menempati rumah pusaka itu. Ia mengatakan

seolah ahli waris yang lain sudah mengerti mengenai rumah pusaka akan

jatuh kepada siapa. Urip juga menambahkan, mengenai warisan ini

dilakukan semata-mata untuk kebaikan dia dan keluarganya, karena dia

7 Wawancara Pribadi Dengan Modin Kasdi, Dukuhseti 1 Desember 2018

Page 64: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

56

meyakini bahwa waris yang sudah berlaku selama ini sudah cukup

dijadikan dasar prmbagian waris di dalam keluarganya.

b. Kasus Kedua

Keluarga Bapak Abdul Salam, sebagai anak terakhir dari 5 bersaudara. Ia

mengatakan bahwa posisinya sebagai anak terakhir dari keluarga Mbah

Katun (Pewaris), dapat dikatakan sudah pasti akan menempati rumah

pusaka. pada saat pembagian waktu itu, keluarga besarnya sudah

menyetujui bahwasanya ia adalah ahli waris yang berhak menempati

rumah pusaka itu, selain dikarenakan posisinya sebagai anak ruju adalah

karena ahli waris yang lain (kaka kandung) sudah memiliki rumah masing-

masing. Sehingga pada waktu itu ia mengatakan bahwa pembagian harta

waris tetap dirundingkan, akan tetapi mengenai masalah rumah pusaka

keluarganya tetap mengikuti aturan waris adat, yaitu rumah pusaka

diwariskan pada anak ruju.

c. Kasus Ketiga

Ibu Rukamti adalah anak terakhir dari 2 bersaudara, anak dari Mbah

Khasan (pewaris), ini mengatakan bahwasanya tidak begitu tau mengapa

ia menempati rumah orang tuanya (Rumah Pusaka). Ia hanya menjelaskan

bahwa ia hanya ikut/ manut orang tua waktu itu. Saat itu sebelum orang

tuanya meninggal sudah mengatakan bahwa ia adalah pemilik rumah

pusaka ini. Selain saudara kandung yang sudah memiliki rumah sendiri, ia

mengakui bahwa mengapa di dalam keluarganya masih mempraktikan

waris adat ini tidak lain semata-mata hanya untuk mengikuti kebiasaan

jaman dulu. Alasanya pun cukup menarik, kebanyakan anggota keluarga

yang ada di masyarakat Dukuhseti sudah melakukanya sejak jaman

dahulu, sehingga hal ini yang mempengaruhi praktik pembagian warisan

yang ada di dalam keluarganya.

d. Kasus Keempat

Sedikit berbeda apa yang telah dialami oleh keluarga Bapak Jumadi.

Dimana anak pertama dari dua bersaudara ini malah menempati rumah

pusaka. Menurut nya ini disebabkan karena adik dari bapak Jumadi yakni

Page 65: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

57

bapak Sukamto yang posisinya ialah sebagai anak (ruju) dalam kasus ini

telah melaksanakan pernikahan terlebih dahulu, sehingga teorinya ketika

seorang anak ruju sudah melakukan pernikahan lebih dulu daripada kaka

kandungnya, dalam aturannya maka ia tidak dapat mewarisi/ menempati

rumah pusaka. Hal ini dikarenakan, anggapan umum yang ada di dalam

masyarakat Dukuhseti bahwasanya ketika ada seseorang yang sudah

menikah maka selanjutnya ia sudah dianggap mampu baik dari segi

ekonomi dan lainnya atau pada umunya mereka akan ikut seorang istri

maupun suaminya. sehingga hal ini menjadi penyebab mengapa rumah

pusaka tidak serta merta jatuh kepada mereka (anak ruju). Tentu saja ini

sesuai dengan apa yang telah dijabarkan di atas. Bahwa posisi anak ruju

tidak menjamin akan mendapatkan rumah pusaka jika dalam kasusnya ia

sudah melakukan pernikahan terlebih dahulu.

e. Kasus Kelima

Mas Abdul, anak terakhir dari 6 bersaudara ini sudah lama menempati

rumah pusaka, ia mengatakan sudah lama tahu bahwa posisinya sebagai

anak terakhir suatu saat akan mendapatkan berupa rumah pusaka.

Menurutnya sejak dari kecil dia sudah diberi tahu oleh orang tuanya,

bahwa kelak suatu saat ketika kedua orang tua nya sudah meninggal maka

secara langsung ia adalah ahli waris yang berhak menempati rumah

pusaka. Karena ia meyakini bahwa apa yang telah ditujukan kepadanya

selama ini adalah yang terbaik. Selain itu, dia menjelaskan bahwasanya

anggota keluarga yang lain juga sudah mendapatkan bagiannya masing-

masing, sehingga hal ini sudah dia anggap sebagai aturan yang terbaik.

Meskipun di sisi lain telah mengesampingkan aturan warisan menurut

agama yang selama ini ia yakini.

Melihat penjelasan di atas sudah dapat diketahui, bahwa praktik

pembagian waris di desa Dukuhseti, khususnya terkait pembagian rumah

pusaka yang jatuh kepada anak terakhir (ruju) tanpa adanya proses melalui

pengadilan atau sesuai hukum/aturan agama, selain atas sebab rasa kasih

sayang juga karena sebab rasa berkeadilan. Ini disebabkan karena

Page 66: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

58

mayoritas masyarakat desa Dukuhseti sudah merasa tepat dalam memilih

aturan adat yang selama ini telah berlaku, dimana hal ini sudah mereka

anggap sebagi solusi yang terbaik dalam penyelesaian aturan kewarisan

mereka. Karena sesuai kepercayaan yang telah mereka praktikan secara

turun temurun, konsep waris adat yang selama ini dijalankan sudah

memenuhi unsur salah satu asas dalam kewarisan Islam, yakni asas

keadilan berimbang yang secara jelas telah disebutkan dalam Al-Qur’an

surat An-Nisaa’ ayat 7 yang menyamakan kedudukan laki-laki dan

perempuan dalam hal mendapatkan warisan.

B. Pendapat Tokoh dan Ulama terkait Praktik Pembagian Waris Anak

Ruju di Desa Dukuhseti, Kabupaten Pati

Pendapat tokoh adat maupun ulama mengenai praktik waris anak

ruju secara spesifik tidak jauh berbeda, baik itu dasar berlakunya, maupun

alasan berlakunya warisan ini. Meskipun pada kenyataanya dalam

berpendapat mereka berbeda konteks. Karena mayoritas hasil wawancara

dengan beberapa tokoh Adat dan ulama secara substansi hampir sama,

maka penulis hanya menyertakan dua pendapat di antara tokoh saja.

Bapak Sukasdi (selaku tokoh adat) berpendapat :

Sejatinya dalam warisan Islam pembagian harta waris adalah 2:1 dimana

pembagian ini berlaku terhadap anak laki-laki yang mendapatkan 2 bagian

sedangkan anak perempuan mendapatkan 1 bagian, ini sudah menjadi

ketentuan umum di dalam Al-Qur’an. Akan tetapi dalam praktik sistem

waris yang berlaku di masyarakat Dukuhseti tidak demikian, mereka lebih

memilih menganut sistem waris adat yang sudah berlaku sejak dulu.

Alasan dibalik penggunaan konsep waris adat ini adalah, “bahwa sistem

waris adat jawa pada umumnya dalam praktik pembagiannya sama rata,

baik itu laki-laki maupun perempuan, sehingga diharapkan tidak ada rasa

iri di antara ahli waris akibat pembagian harta waris yang berbeda”.

Selain itu mengenai posisi anak ruju yang mendapatkan harta warisan

berupa rumah pusaka, menurut pandangan tokoh adat yang berlaku di desa

Page 67: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

59

Dukuhseti, “bahwa anak ruju/ terakhir itu adalah anak yang biasanya

lebih diutamakan, di antara ahli waris yang lain, hal ini dikarenakan

selain sebab rasa kasih sayang juga disebabkan oleh kebiasaan

masyarakat Dukuhseti yang membebankan anak ruju untuk merawat

orang tua jika salah satu di antaranya masih hidup”, tentu saja hal ini

merupakan praktik pembagian waris yang cukup adil, mengingat posisi

anak ruju yang sudah dibebankan tanggung jawab yang begitu besar.

boleh jadi peruntukan rumah pusaka terhadap anak ruju adalah salah satu

bentuk apresiasi kepadanya. Sehingga menurutnya tidak ada hal yang

perlu dikuatirkan, karena pokok tujuan praktik pembagian warisan anak

ruju ini lebih didasarkan kepada tuntutan aturan yang sudah berlaku yang

selama ini8

Mbah Sukardi (tokoh Adat) berpendapat:

“Mayoritas masyarakat desa Dukuhseti mengenai perihal praktik

kewarisannya masih menggunakan praktik adat,” meski mayoritas

masyarakatnya mengerti mengenai praktik kewarisan Islam akan tetapi hal

ini tidak menjadikan masyarakat dukuhseti dalam praktik kewarisannya

menggunakan praktik kewarisan Islam. “Alasan dibalik penggunaan

kewarisan adat ini ialah karena sebab tradisi yang sudah lama

dilestarikan secara turun temurun, selain itu alasan lain yakni pembagian

harta warisan yang sama rata baik untuk laki-laki maupun perempuan”.

Hal ini tentu sangat berbeda dengan praktik kewarisan Islam dimana

dalam pembagiannya 2:1 untuk laki-laki dan perempuan, yang

menyebabkan anggapan tidak mewakili rasa keadilan menurut pandangan

mereka. Mengenai praktik pembagian rumah pusaka kepada anak ruju

adalah, bahwa “anak ruju merupakan anak yang biasanya lebih

diutamakan di antara ahli waris yang lain. Selain hal itu anggapan umum

masyarakat desa Dukuhseti mengenai posisi anak ruju yang masih

membutuhkan perhatian lebih (mendapat rumah pusaka), serta sebagai

8 Wawancara Pribadi Dengan Sukasdi, Dukuhseti 3 Desember 2018

Page 68: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

60

teman orang tua kelak jika di antaranya masih hidup” merupakan

beberapa alasan yang menjadikan tujuan pemberian rumah pusaka kepada

anak ruju ini. Tentu saja praktik pembagian waris ini merupakan “praktik

kewarisan yang cukup adil menurut pandangan masyarakat desa

Dukuhseti, mengingat banyaknya beban yang sudah ditanggung oleh anak

ruju (merawat orang tua jika masih hidup)”. Sehingga pada akhirnya

tidak ada yang perlu dikuatirkan, mengingat dalam praktik kewarisannya

masyarakat Dukuhseti sudah terbiasa akan hal ini, dan mayoritas

masyarakat Dukuhseti sudah tau betul akan hal ini.9

Pendapat lain dikemukakan oleh Kiai Ali Mahfud:

“Masyarakat jawa pada umumnya dalam praktik pembagian waris itu

biasanya dibagi sama rata, hal ini pula yang berlaku pada masyarakat

Dukuhseti, sekilas mereka dalam praktik kewarisannya tidak jauh berbeda

pada waris adat yang berlaku pada masyarakat jawa pada umumnya.

meskipun sebagian besar mayoritas warganya beragama Islam, tetapi

“mereka lebih memilih sistem adat yang menurut mereka berbeda

daripada sistem waris Islam”. Alasan ini sejatinya cukup bisa diterima,

karena pada dasarnya jika dalam praktiknya sebuah anggota keluarga lebih

memilih sistem waris Islam, maka sudah dapat dipastikan suatu saat nanti

jika salah satu ahli waris lain yang tidak terima akibat pembagian waris

dengan ketentuan yang berbeda 2:1 menuntut pada ahli waris lain yang

mendapatkan lebih daripadanya, yang akhirnya akan menimbulkan sebuah

gesekan di dalam ikatan keluarga, ini yang seharusnya dihindari. Karena

dalam Islam telah menganjurkan untuk berlaku adil dalam pembagian

waris meski dalam hal ini berbeda konteks dengan sistem pembagian waris

Islam. “Mengenai warisan yang didapatkan anak ruju, yakni berupa

rumah pusaka, tidak dapat di tampik bahwa posisinya adalah sebagai

anak yang diuntungkan, selain karena sudah menjadi kebiasaan umum,

yakni penempatan rumah pusaka pada anak ruju tidak lebih dikarenakan

9 Wawancara Pribadi Dengan Sukardi, Dukuhseti 4 Desember 2018

Page 69: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

61

sudah menjadi aturan waris adat yang umum dilakukan oleh sebagian

besar masyarakat Dukuhseti”. Dan hal ini sudah di anggap menjadi

ssesuatu yang lumrah dan dianggap jadi bagian yang adil. Meski pada

akhirnya anak ruju sebagai penerima rumah pusaka, ia tidak serta merta

akan lepas dari tanggung jawabnya untuk merawat orang tua jika satu di

antaranya masih hidup. 10

Pendapat Kiai Abdul Jalil:

“Masyarakat jawa pada umumnya, dalam praktik “pembagian warisannya

masih menggunakan sistem kewarisan adat, meski pada dasarnya

mayoritas beragama” Islam dan mereka dalam hal masalah konsep waris

Islam juga tau betul praktik pembagiannya seperti apa. Akan tetapi pada

kenyataanya mereka lebih memilih konsep kewarisan adat, “alasannya

tidak lain adalah pembagian sama ratanya,” ini yang tidak ditemukan

dalam konsep kewarisan Islam, yang dasar pembagiannya adalah 2:1 untuk

laki-laki dan perempuan yang menurut pandangan umum masayarakat

desa Dukuhseti jika tidak dicermati betul akan menimbulkan sebuah

gesekan di antara anggota keluarga, dan ini yang seharusnya di hindari

oleh setiap anggota keluarga. Mengenai warisan yang di dapatkan anak

ruju, yakni berupa rumah pusaka, tidak bisa di hindari bahwa posisi anak

ruju merupakan posisi yang sangat di untungkan, “selain sudah menjadi

ketentuan adat, penempatan rumah pusaka pada anak ruju juga di

dasarkan pada alasan yang menurut anggapan masayarakat desa

Dukuhseti, bahwa anak ruju merupakan anak yang di beri tanggung jawab

untuk merawat orang tua jika satu di antaranya masih hidup”. Dan hal ini

sudah di anggap adil mengingat posisi anak ruju yang dibebankan sebuuah

tanggung jawab yang begitu besar.11

Dari semua hasil wawancara di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa

tujuan pembagian waris anak ruju ini tidak lain adalah atas dasar rasa

10 Wawancara Pribadi Dengan Ali Mahfud, Dukuhseti 1 Desember 2018 11 Wawancara Pribadi Dengan Abdul jalil, Dukuhseti 1 Desember 2018

Page 70: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

62

keadilan, dimana di dalam kewarisan Islam juga dijelaskan mengenai asas

keadilan berimbang, yakni menyamakan kedudukan laki-laki dan

perempuan dalam hal mendapatkan warisan, meski pembagian rumah

pusaka sepenuhnya milik anak ruju, tapi setidaknya hal ini yang dianggap

mempunyai sisi keadilan bagi masyarakat Dukhuseti. Yang pada akhirnya

bisa diterima oleh seluruh anggota keluarga sehingga diharapkan tidak

menimbulkan gesekan-gesekan suatu hari nanti.

C. Filosofi Praktik Pembagian Waris Anak Ruju di Desa Dukuhseti,

Kabupaten Pati

Seperti yang telah dijelaskan dipembahasan awal, secara umum

masyarakat desa dukuhseti dalam masalah pembagian warisan mereka

masih memakai sistem waris hukum adat. Sistem waris adat bilateral yang

secara umum dalam praktik pembagiannya dibagi sama rata antara ahli

waris laki-laki maupun perempuan. Pembagian waris yang berlaku di desa

dukuhseti sama halnya seperti pembagian waris adat pada umumnya yang

berlaku di dalam masyarakat jawa Akan tetapi dalam praktiknya ada satu

pengecualian dimana rumah pusaka tidak bisa dibagi rata kepada ahli

waris lain. Karena sesuai ketentuan hukum waris adat yang berlaku di desa

dukuhseti, rumah pusaka sepenuhnya akan jatuh pada anak ruju.

Adapun mengenai filosofi warisan anak ruju adalah lebih

mengenai masalah keadilan, keadilan disini tidak hanya berdasarkan sebab

jumlah angka saja, melainkan juga keadilan dalam bentuk kasih sayang,

kita tentu percaya bahwa masalah kasih sayang ini adalah yang paling

utama, karena sesuai keyakinan masayarakat di desa dukuhseti, bahwa

posisi anak ruju adalah posisi yang rawan akan masalah, mereka secara

mental masih minim, dan masih butuh perhatian, meski pada kenyataanya

sebab lain juga berperan penting dalam masalah pembagian rumah pusaka

ini, seperti mengenai masalah orang tua yang kelak akan dirawat oleh anak

ruju jika salah satu di antaranya masih hidup, juga ahli waris lain yang

sudah mendapatkan bagiannya. Sehingga mengapa pembagian rumah

Page 71: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

63

pusaka sepenuhnya jatuh kepada anak ruju, selain karena faktor hukum

adat, juga karena faktor bentuk kasih sayang. Ini bisa dilihat dari

banyaknya praktik yang dilakukan oleh masyarakat desa Dukuhseti dalam

pembagian warisnya mayoritas dilakukan atas dasar lebih kepada upaya

timbal balik atas pertanggungjawaban yang telah dilakukan oleh anak ruju

dalam merawat serta menemani orang tuannya kelak, sehingga hal ini bisa

diartikan juga bahwasanya dasar praktik pembagian warisan anak ruju

yang mendapatkan hak berupa rumah pusaka, selain karena sebab

kebiasaan/ adat juga lebih disebabkan oleh faktor kompensasi, karena telah

merawat dan menemani orang tuanya.12

Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam praktik pembagian

waris anak ruju yang berlaku di dalam masyarakat dukuhseti, selain

karena faktor keadilan, adat istiadat, juga karena ada sebab yang lain yang

sifatnya lebih vital, seperti karena sebagai bentuk rasa kasih sayang,

sebagai bentuk terima kasih dari ahli waris lain atas upaya anak ruju dalam

menemani ataupun merawat orang tuanya. Sehinnga ini yang menjadi

penyebab mengapa rumah pusaka sepenuhnya jatuh kepada anak ruju.

D. Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Pembagian Waris Anak

Ruju di Desa Dukuhseti

Seperti yang telah dipaparkan dipembahasan sebelumnya, bahwa

mayoritas masyarakat desa Dukuhseti dalam menyelesaikan masalah

kewarisan masih memakai hukum adat yang telah lama digunakan secara

turun-temurun. Mereka masih tetap mempertahankan hukum adat meski

pada dasarnya mayoritas masyarakatnya paham mengenai hukum Islam,

terlebih masalah hukum waris Islam.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa hukum waris adat adalah

hukum yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas

hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris serta cara

bagaiamana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari

12 Sukasdi, Dukuhseti 3 Desember 2018

Page 72: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

64

pewaris kepada waris.13

Hukum waris adat itu mempunyai corak dan sifat-

sifat tersendiri yang khas Indonesia, yang berbeda dari hukum Islam

maupun hukum barat. Sebab perbedaanya terletak dari latar belakang alam

fikiran bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dengan masyarakat

yang bhineka tunggal ika. Latar belakang itu pada dasarnya adalah

kehidupan bersama yang bersifat tolong menolong guna mewujudkan

kerukunan, keselarasan, dan kedamaian dalam hidup. Di dalam hukum

waris adat sendiri tidak mengenal cara pembagian dengan hitungan ilmu

fara’id, tetapi didasarkan atas pertimbangan hukum adat, mengingat wujud

benda dan kebutuhan waris yang bersangkutan14

Tidak bisa dipungkiri bahwa ada kewajiban bagi umat Islam untuk

menyelesaikan masalah kewarisannya berdasarkan kewarisan hukum

Islam. Hal ini bisa kita lihat dalam sebuah hadist Rosulullah SAW, yang

berbunyi :

ل س ر ال :ق ال ق اس ب ع ب أ ع اب ت ىك ه ع ض اع ر ف ان م أ ي ب ال اان س ص.واق للا

)رايسهى(للا

Artinya: “Bagikanlah harta waris di antara ahli waris menurut

Kitabullah”(HR. Muslim)

Begitu juga anjuran untuk mempelajarinya. Adapun hadist yang

mengajurkan seorang muslim untuk mempelajari masalah waris Islam

seperti yang berbunyi di dalam hadist Rosulullah berikut ini:

ههىي س ه ي ع صه ىللاه للاه ل س ةقال:قالر ير ر أ ب ي اع ه ت ع ة ي ر اأ ب ا ر

ع ز ي ء ش ي ل أ ه ى ان ع ف ص اف أ ه ع ض اع ت ي ان ف ر أ ي )رابخاري

يسهى(

Artinya: “Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw, bersabda: “pelajarilah

fara’idh dan ajarkan kepada manusia, karena fara’idh adalah sejarah

dari ilmu dan akan dilupakan, fara’idh lah yang pertama kali dicabut dari

umatku” (HR. Bukhori dan Muslim)

13 Hilman Hadikusumo, Hukum Waris Adat, (Tanjungkarang, 1983) h. 17 14 Hilman Hadikusumo, Hukum Waris Adat, h. 19

Page 73: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

65

Perintah tersebut berisi perintah wajib. Hanya saja perintah kewajiban itu

gugur jika apabila sebagian orang telah melaksanakan perintahnya. Akan

tetapi jika tidak ada satu orangpun yang mau melaksanakannya semua

orang Islam akan berdosa.15

Sehingga jika ditarik kesimpulan sebagaimana peneliti temukan

selama wawancara, sebab mengapa masyarakat desa Dukuhseti dalam

melaksanakan pembagian kewarisannya masih memakai hukum waris

adat, adalah karena alasan kepatuhan. Terlebih mengenai pembagian

rumah pusaka yang sepenuhnya menjadi hak anak ruju adalah atas dasar

rasa kasih sayang, juga atas dasar rasa keadilan menurut pandangan

mereka.

Banyak di antara ayat Al-qur’an yang menjelaskan mengenai

masalah kewarisan Islam tapi dilain sisi begitu juga banyak ayat Al-qur’an

maupun Hadist yang menjelaskan bahwa hukum Islam adalah hukum yang

mudah menerima segala perbedaan yang dipikul oleh manusia.

Sebagaimana firman Allah Swt, yang berbunyi:

ى ب ك ي ذ ي ر ال ر ان ي س ب ك ى ر ي ر ي ذ للاه س ان ع

Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan dia tidak

menghendaki kesulitan bagi kalian”(Al- Baqoroh: 185)

Penjelasan penggalan ayat di atas sangat jelas bahwa Islam tidak

memberatkan lagi membebankan terhadap umatnya, lebih-lebih jika hal itu

mengenai masalah hukum yang pada dasarnya berada diluar jalur hukum

Islam. Hal ini sejatinya juga termasuk mengenai hukum adat, atau di

dalam istilah Fiqh disebut Urf’.16

Sebagaimana bagi kalangan ulama yang

mengakuinya berlaku kaidah:

ة ان ع ك اد ح ت ي

15 Moh, Muhibbin & Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Sinar Grafika,

2009), h. 9 16 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Pranamediagrup, 2008), h. 418

Page 74: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

66

“Adat kebiasaan dapat dijadikan dasar hukum”

Penyerapan adat dalam hukum Islam, dimana selanjutnya terbagi menjadi

empat:

1. Adat yang lama secara subtansial dan dalam pelaksanaannya

mengandung unsur kemaslahatan. Maksudnya dalam perbuatan itu

terdapat unsur manfaat dan tidak ada unsur mudlaratnya, atau unsur

manfaatnya lebih besar daripada unsur mudlaratnya.

2. Adat lama yang pada prinsipnya secara subtansial mengandung unsur

maslahat (tidak mengandung unsur mufsadat atau mudlarat), namun di

dalam pelaksanaanya tidak dianggap baik oleh Islam. Dimana adat

semacam ini bisa diterima dalam Islam selanjutnya mengalami

perubahan dan penyesuaian.

3. Adat lama yang pada prinsip dan pelaksanaannya mengandung unsur

mafsadat (merusak) maksudnya, yang dikandungnya hanya unsur

perusak dan tidak ada unsur manfaatnya.

4. Adat yang telah berlangsung lama, diterima oleh orang banyak karena

tidak mengandung unsur mafsadat (merusak) dan tidak bertentangan

dengan dalil syara’ yang datang kemudian, namun secara jelas belum

terserap ke dalam syara’ baik secara langsung maupun secara tidak

langsung.

Di antara keempat adat yang sudah dijabarkan, adat pertama dan

kedua diterima oleh Al-qur’an dalam arti tetap bisa dilaksanakan. Dan

sesuai waris adat yang telah berlaku di desa Dukuhseti, setidaknya adat

kedua telah mendekati secara subtansinya. Dalam artian Adat lama yang

pada prinsipnya secara subtansial mengandung unsur maslahat meskipun

dalam pandangan Islam dianggap tidak baik, akan tetapi dalam terapan

hukumnya bisa diterima.17

Hal ini sudah sesuai alasan para ulama

mengenai penggunaan mereka terhadap urf tersebut yang terdapat pada

17 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 420

Page 75: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

67

hadist yang berasal dari Abdullah ibn Mas’ud yang dikeluarkan Imam

Ahmad dalam musnadnya, yaitu:

ذ ع اف س ح ه س ان أ ار ي س ح للاه

Artinya: “Apa-apa yang dilihat oleh umat Islam sebagai bentuk suatu

yang baik, maka yang demikian disisi Allah adalah baik”

Penggalan Hadist di atas menjelaskan bahwa, pertimbangan kemaslahatan

(kebutuhan orang banyak), dalam arti orang banyak akan mengalami

kesulitan bila tidak menggunakan urf/ adat tersebut.

Selanjutnya, dalam salah satu asasnya hukum waris Islam

menjelaskan, mengenai adanya kesamaan hak di antara laki-laki dan

perempuan mengenai pembagian harta warisan. Ini bisa kita lihat di dalam

Al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 7, yang mengimplementasikannya ke

dalam asas keadilan berimbang, yang secara jelas menganjurkan dalam

setiap pembagian harta waris harus senantiasa terdapat keseimbangan

antara hak dan kewajiban, antara yang diperoleh seorang dengan

kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan misalnya,

mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-

masing (kelak) dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.18

Maksudnya ialah perbedaan bagian yang diterima oleh masing-masing ahli

waris harus berimbang dengan perbedaan tanggung jawab masing-masing

terhadap keluarga. Seorang laki-laki menjadi penanggung jawab keluarga,

mencukupi keperluan hidup dan istrinya. Tanggung jawab itu merupakan

kewajiban agama yang harus dilaksanakannya, terlepas dari persoalan

apakah istrinya mampu atau tidak, anaknya memerlukan bantuan atau

tidak.

Hal ini tentu bisa kita hubungkan dengan praktik pembagian waris

anak ruju yang menurut tokoh adat maupun ulama desa Dukuhseti, mereka

menganggap sudah memenuhi unsur adil. Adil dalam hal ini tentu tidak

18 Abu Dawud, Sunanu Abi Dawud, Juz II, (Cairo : Mustafa Al-Babiy), h. 109

Page 76: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

68

serta merta berfokus pada hitungan saja, akan tetapi adil dalam bentuk

artian luas, seperti penggalan pendapat ulama dan tokoh adat, berikut:

“Terkait warisan yang didapatkan anak ruju, yakni berupa rumah pusaka,

tidak dapat ditampik bahwa posisinya adalah sebagai ahli waris yang

diuntungkan, selain karena sudah menjadi kebiasaan umum, yakni

penempatan rumah pusaka pada anak ruju tidak lebih dikarenakan sudah

menjadi aturan waris adat yang umum dilakukan oleh sebagian besar

masyarakat Dukuhseti. Dan hal ini sudah di anggap menjadi sesuatu yang

lumrah dan dianggap jadi bagian yang adil. Meski pada akhirnya anak ruju

sebagai penerima rumah pusaka, ia tidak serta merta akan lepas dari

tanggung jawabnya untuk merawat orang tua jika satu di antaranya masih

hidup. Mengingat posisi anak ruju yang sudah dibebani tanggung jawab

yang begitu besar. boleh jadi peruntukan rumah pusaka terhadap anak ruju

adalah salah satu bentuk apresiasi kepadanya. Sehingga tidak ada hal yang

perlu dikuatirkan, karena pokok tujuan praktik pembagian warisan anak

ruju ini lebih didasarkan kepada tuntutan aturan yang sudah berlaku yang

selama ini”

Tentu saja hal ini sesuai penjelasan pada Kompilasi Hukum Islam (KHI)

yang terdapat pada pasal 183, bahwa pembagian warisan dapat

diselesaikan dengan cara perdamaian. Pasal 183 tersebut berbunyi:

“Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam

pembagian harta warisan setelah masing-masing menyadari bagiannya”

Pasal tersebut menampung kebiasaan dalam masyarakat yang sering

membagi harta warisan atas dasar kesepakatan atau perdamaian. Boleh

jadi, praktik semacam ini banyak dilakukan sebagian masyarakat yang

lebih menempatkan kerukunan keluarga sebagai sesuatu yang diutamakan.

Memahami penjelasan di atas jika ditarik kesimpulan maka, sudah

menjadi hal yang lumrah jika pemahaman konsep waris masyarakat desa

Dukuhseti tidak seperti pemahaman konsep waris pada umumnya. Apalagi

Page 77: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

69

jika hal ini dikaitkan pada konsep waris Islam. Tentu saja hal ini akan

menuai kontrapuduktif, mengingat konsep pembagiannya yang jomplang,

dimana 2:1 menurut konsep waris Islam, sedangkan bagian sama ratanya

menurut konsep waris adat. Terlebih mengenai peruntukan rumah pusaka

yang sepenuhnya menjadi hak milik anak ruju tanpa ada pembagian yang

sama rata atas harta berupa rumah pusaka itu.

Dalam agama Islam kita sering dihadapakan pada hal semacam ini,

dimana pada suatu kasus tertentu jika ditemukan hal yang bertentangan

dengan hukum Islam tentu ada sebuah jalan untuk menyelelaraskannya.

Hal ini tentu juga berlaku terhadap praktik waris anak ruju yang ada di

desa Dukuhseti, dimana dalam pelaksanaanya tentu sudah mempunyai

alasan-alasan tersendiri. Meski terkadang alasan itu kontra terhadap

ketentuan hukum Islam. Anjuran agama Islam kepada hambanya untuk

berlaku baik, ini dapat kita jumpai dalam piranti hukum-hukum Fiqh,

seperti Maslahah Mursalah dimana tujuan dari kaidah ini adalah setiap

perbuatan yang mengandung kebaikan dalam pandangan manusia, maka

biasanya untuk perbuatan itu terdapat hukum syara’ dalam bentuk suruhan.

Sebaliknya, pada setiap perbuatan yang dirasakan manusia mengandung

kerusakan, maka biasanya untuk perbuatan itu ada hukum syara’ dalam

bentuk larangan. Imam Al-Ghazali mengumukakan, bahwa pada

prinsipnya maslahah adalah mengambil manfaat dan menolak

kemudlaratan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.19

Akhirnya

tidak ada yang bisa dilakukan oleh seorang manusia selain bertawakal,

serta menyerahkan segala urusannya kepada Allah swt.

19 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Pamulang, Logos Publishing House, 1996) h. 114

Page 78: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan pembahasan skripsi ini bab demi bab, berikut

ini penulis uraikan kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah,

yaitu:

1. Praktik kewarisan dalam masyarakat desa Dukuhseti pada umumnya

merupakan praktik kewarisan yang menganut sistem parental, dimana

sistem pewarisan ini menganut pertalian darah dilihat dari kedua sisi,

bapak dan ibu serta nenek moyang. Kedua keturunan sama-sama

penting bagi persekutuan ini. Sistem pertalian ini umumnya terjadi di

Jawa. Sekilas memang tampak bahwa praktik pewarisan yang terjadi di

desa Dukuhseti adalah praktik pewarisan adat secara umum, namun

dalam kenyataannya ada salah satu praktik dimana pembagian rumah

pusaka sepenuhnya adalah hak anak ruju, serta pembagiannya mutlak

seluruhnya adalah hak milik anak ruju.

2. Pada umumnya, praktik kewarisan yang berlaku di desa Dukuhseti

merupakan praktik kewarisan adat, dimana dalam praktik

pembagiannya adalah sama rata, baik untuk ahli waris laki-laki

maupun perempuan. Akan tetapi ada satu pembagian yang berbeda,

dimana rumah pusaka sepenuhnya adalah hak anak ruju. Alasan

dibalik peruntukan rumah pusaka kepada anak ruju ini adalah karena

sebab adat turun-temurun, kasih sayang, dan terakhir adalah sebab

perawatan terhadap orang tua kelak, jika di antaranya masih hidup.

Para tokoh adat maupun ulama umumnya satu suara terhadap praktik

kewarisan ini, dan mereka menganggap bahwa praktik ini merupakan

praktik yang sudah adil, meski berbeda konteks terhadap konsep waris

Islam, akan tapi substansi praktik kewarisan ini sudah mendekati

konsep kewarisan Islam pada umumnya. Mengingat kemaslahatan

yang ditimbulkan dari praktik kewarisan anak ruju ini.

Page 79: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

71

3. Praktik kewarisan Adat anak ruju yang berlaku di desa Dukuhseti

secara filosofis adalah mengenai masalah keadilan, dimana keadilan

yang tidak hanya berdasarkan jumlah angka saja, melainkan juga

keadilan dalam bentuk kasih sayang, kita semua tentu sangat setuju

bahwa tujuan utama perbedaan hal terdapat alasan yang baik,

contohnya adalah praktik pembagian rumah pusaka terhadap anak ruju

yang berlaku di desa Dukuhseti ini.

4. Meski praktik pembagian waris anak ruju ini bertentangan terhadap

sistem kewarisan Islam, akan tetapi pada akhirnya semua bisa di

terima. Melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat

desa Dukuhseti, yang mana di dalam praktik pembagian warisan anak

ruju ini semua pihak ahli waris sudah menerima, dan Islam tidak

mengingkari kebaikan itu.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami, bahwasanya agama tidak serta

merta mendelegemasikan kehendaknya harus seperti ini dan itu, akan

tetapi lebih kearah bagaimana suatu kejadian itu tidak mengundang sebuah

kerusakan ataupun kemudlaratan. Sehingga manusia yang menjalaninya

akan merasakan kebaikannya.

B. Saran

1. Di sarankan agar dalam proses pembagian waris anak ruju ini tidak

menimbulkan kerugian ataupun perpecahan di antara ahli waris yang

lain. Karena tujuan dari warisan sendiri adalah menghindarkan hal

yang bersifat menimbulkan perpecahan ataupun permusushan di antara

ahli waris.

2. Mengenai pembagian waris sebaiknya dilakukan dengan aturan yang

baik dan benar, juga tidak menyalahi aturan yang telah disepakati,

serta menjamin keadilan. Sehingga diharapkan mendatangkan

kebaikan bagi semua.

3. Diharapkan bagi masyarakat desa Dukuhseti, untuk lebih bijak dalam

menyikapi praktik pembagian waris anak ruju. Kemudian dalam

Page 80: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

72

pelaksanaanya dilakukan dengan cara yang bijak,serta menjunjung

nilai serta asas-asas keadilan demi terciptanya suasana yang damai.

Page 81: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

DAFTAR PUSTAKA

Aldizar, A, Faturrahman. 2004. Hukum Waris. Komite Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Al-Azar Mesir. Jakarta: Senayan Abadi Publishing

Ash- Shiddiqy, Hasby, T.M. 1967. Fiqih Mawarits, Jakarta : Bulan Bintang

Budiono, R. 1999. Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Citra Aditya Bakti

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah

Creswel, JW. 2013. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.

Edisi Ketiga Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Daradjat, Z. 1995. Ilmu Fiqh Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf

Dawud, A. Sunanu Abi Dawud, Juz II, Cairo : Mustafa Al-Babiy

Gulthom, ER. 2010. Hukum Waris Adat di Indonesia. Jakarta : Literata

Haroen, N. 1996. Ushul Fiqh 1, Pamulang, Logos Publishing House

Hadikusumo, H. 1983. Hukum Waris Adat, Tanjungkarang

KHI (Kompilasi Hukum Islam)

Madani. 2014. Hukum Kewarisan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Muhibbin, M, Wahid, A. 2009. Hukum Kewarisan Islam, Jakarta : Sinar Grafika

Mertokusumo, S. 1986. Mengenal Hukum (suatu pengantar). Yogyakarta : Liberty

Mahadi, 1991. Uraian Singkat Tentang Hukum Adat. Bandung : Alumni

Mustari PS. 2017. Hukum Adat Dahulu, Kini, dan Akan Datang. Jakarta : PT. Kharisma

Putra Utama

Nugraheni, BD, Ilhami, H. 2014. Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Nazir, M. 1998. Metode Penelitian, cet. III. Jakarta: Ghalila Indonesia

Oemarsalim. 1998. Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia. Jakarta : PT Asdi Mahasatya

Page 82: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

Suma, MA. Keadilan Hukum Waris Islam. 2013. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Suma, MA. 2013. Keadilan Hukum Waris Islam Dalam Pendekatan Teks dan Konteks.

Jakarta : RajaGrafindo Persada

Sudiyat, I. 1981. Hukum Adat sketsa asas, Yogyakarta : Liberty Yogyakarta Soekamto

Soerjono. 1983. Hukum Adat Indonesia, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada

Soerojo, W. 1994. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. Jakarta : Gunung Agung

Sutrisno, S. 2006. Filsafat dan Ideoligi Pancasila, Yogyakarta

Syarifuddin, A. 2008. Ushul Fiqh, (Jakarta: Pranamediagrup

Wawancara Pribadi dengan Bapak Abdul Jalil, selaku salah satu sesepuh di desa

Dukuhseti, pada Tanggal 09 Oktober 2018.

Wawancara dengan Bapak Ali Mahfudh, selaku ketua ta’mir Masjid Baitul Qadim Desa

Dukuhseti, pada Tanggal 12 Oktober 2018.

Wawancara Pribadi Dengan Sukardi, Dukuhseti 1 Desember 2018.

Wawancara Pribadi Dengan Bronto, Dukuhseti 5 Desember 2018.

Wawancara Pribadi Dengan Panijan, Dukuhseti 12 Desember 2018.

Wawancara Pribadi Dengan Modin Kasdi, Dukuhseti 1 Desember 2018.

Wawancara Pribadi Dengan Ali Mahfud, Dukuhseti 1 Desember 2018.

Zamzami, M. 2013. Perempuan dan Keadilan dalam Hukum Indonesia. Jakarta :

Kencana Prenada Media Grup

Zakiyuddin, B. 2007. Islam melawan kapitalisme, Yogyakarta : Resist book

Page 83: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA
Page 84: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA
Page 85: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA
Page 86: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA

Wawancara dengan Kiai Ali Mahfudz (1 Desember 2018)

Wawancara dengan Bapak Sukasdi (3 Desember 2018)

Wawancara dengan Bapak sukardi (Kepala Desa Dukuhseti)

Page 87: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA
Page 88: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA
Page 89: PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46777/1/ALI AHMADI...PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS ANAK RUJU DALAM MASYARAKAT DESA