pembagian waris adat di kelurahan warujayeng …

21
I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 80 USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100 PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG TANJUNGANOM NGANJUK DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM I’lamatul Hamidah Pondok Pesantren Miftahul Mubtadiin Nganjuk Email: [email protected] Abstrak Hukum kewarisan memiliki kedudukan yang tinggi dan amat penting serta memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan berumah-tangga.Oleh karenanya ayat al-Qur’an mengatur hukum kewarisan tersebut dengan jelas dan terperinci. Tulisan hasil dari penelitian lapangan ini akan mengungkap bagaimana masyarakat kelurahan Warujayeng membagi harta warisan serta bagaimana analisis hokum Islam terkait dengan hal tersebut. Hasil penelitian menyebutkan bahwa sistem kewarisan yang digunakan masyarakat Kelurahan Warujayeng pada dasarnya menggunakan hokum adat masyarakat setempat. Hal ini jika ditinjau dari aspek hokum yang berlaku di Indonesia, mengutip apa yang disampaikan oleh Hazairin bisa disebut dengan system individual-bilateral. System ini jika dianalisis dengan menggunakan perspektif hukum Islam dapat tendensikan kepada al-Qur’an surat al-Nisa’ [04] ayat 07, 08 dan ayat 13. Kata kunci: Waris Adat, Hukum Waris Islam A. Pendahuluan Al-Qur’an merupakan kitab Allah Swt yang berisi norma-norma masyarakat yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Norma tersebut mengandung sistematika dalam suatu totalitas sehingga saling berhubungan satu dengan yang lainsecara fungsional dalam rangka mengarahkan manusia kepada pembentukan diri menjadi manusia yang sempurna. Hukum kewarisan memiliki kedudukan yang tinggi dan amat penting serta memiliki pengaruh yang besar.Ayat al-Qur’an mengatur hukum kewarisan dengan jelas dan terperinci.Hal ini dapat dimengerti sebab masalah warisan pasti dialami oleh setiap orang.Selain itu hukum

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 80

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG TANJUNGANOM NGANJUK

DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

I’lamatul Hamidah Pondok Pesantren Miftahul Mubtadiin Nganjuk

Email: [email protected]

Abstrak

Hukum kewarisan memiliki kedudukan yang tinggi dan amat penting serta memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan berumah-tangga.Oleh karenanya ayat al-Qur’an mengatur hukum kewarisan tersebut dengan jelas dan terperinci. Tulisan hasil dari penelitian lapangan ini akan mengungkap bagaimana masyarakat kelurahan Warujayeng membagi harta warisan serta bagaimana analisis hokum Islam terkait dengan hal tersebut. Hasil penelitian menyebutkan bahwa sistem kewarisan yang digunakan masyarakat Kelurahan Warujayeng pada dasarnya menggunakan hokum adat masyarakat setempat. Hal ini jika ditinjau dari aspek hokum yang berlaku di Indonesia, mengutip apa yang disampaikan oleh Hazairin bisa disebut dengan system individual-bilateral. System ini jika dianalisis dengan menggunakan perspektif hukum Islam dapat tendensikan kepada al-Qur’an surat al-Nisa’ [04] ayat 07, 08 dan ayat 13.

Kata kunci: Waris Adat, Hukum Waris Islam

A. Pendahuluan

Al-Qur’an merupakan kitab Allah Swt yang berisi norma-norma

masyarakat yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Norma

tersebut mengandung sistematika dalam suatu totalitas sehingga saling

berhubungan satu dengan yang lainsecara fungsional dalam rangka

mengarahkan manusia kepada pembentukan diri menjadi manusia yang

sempurna.

Hukum kewarisan memiliki kedudukan yang tinggi dan amat

penting serta memiliki pengaruh yang besar.Ayat al-Qur’an mengatur

hukum kewarisan dengan jelas dan terperinci.Hal ini dapat dimengerti

sebab masalah warisan pasti dialami oleh setiap orang.Selain itu hukum

Page 2: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 81

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

kewarisan langsung menyangkut harta benda yang apabila tidak

diberikan ketentuan pasti amat mudah menimbulkan sengketa antara

ahli waris.1

Hukum waris Islam di Indonesia adalah hukum waris yang

bersumber kepada al-Qur’an dan al-Hadits, hukum yang berlaku

universal di bumi manapun di dunia ini.2Sedangkan hukum waris adat di

Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku

pada masyarakat yang bersangkutan. Adakalanya berbentuk patrilineal

murni, patrilineal beralih-alih (alternerend) matrilineal ataupun bilateral

(walaupun sukar ditegaskan dimana berlakunya di Indonesia), ada pula

prinsip unilateral berganda atau (double-unilateral). Semua prinsip-

prinsip tersebut berpengaruh terhadap penetapan ahli waris maupun

bagian harta peninggalan yang diwariskan (baik yang materiel maupun

immaterial).3

Hukum kewarisan adat merupakan hukum yang memuat garis-

garis ketentuan tentang sistem dan azas-azas hukum kewarisan, tentang

harta warisan, pewaris dan ahli waris serta cara bagaimana harta

warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada

ahli waris. Hukum kewarisan adat sesungguhnya adalah hukum

penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya.4

Adat masyarakat jawa menganut sistem individual yakni sistem

kewarisan dimana para ahli waris mewarisi secara perorangan.5

Pewarisan dengan sistem individual atau perseorangan adalah apabila

harta warisan dibagi-bagi dan dapat dimiliki secara perorangan sebagai

“hak milik” yang berarti setiap ahli waris berhak memakai, mengolah,

1 Cristine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata termasuk Asas-asas Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2000), 143. 2Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia(Jakarta: Prenada Media Group, 2011), 79. 3Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), 259. 4Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), 07. 5Soekanto, Hukum Adat, 260.

Page 3: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 82

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

dan menikmati hasilnya atau juga mentransaksikan, terutama setelah

pewaris wafat.6

Sistem individual ini banyak berlaku dikalangan masyarakat yang

sistem kekerabatannya parental sebagaimana dikalangan masyarakat

adat jawa seperti di kelurahan warujayeng ini atau juga dikalangan

masyarakat adat lainnya seperti masyarakat batak atau juga dikalangan

masyarakat adat yang kuat dipengaruhi hukum Islam seperti dikalangan

masyarakat adat Lampung.

Kelebihan sistem individual antara lain ialah dengan pemilikan

secara pribadi maka ahli waris dapat bebas menguasai dan memiliki

harta warisan bagiannya untukdipergunakan sebagai modal

kehidupannya lebih lanjut tanpa dipengaruhi anggota-anggota kelauarga

yang lain. Ia dapat mentransaksikan bagian warisannya kepada orang

lain untuk dipergunakan menurut kebutuhannya sendiri atau menurut

keluarga tanggungannya. Bagi keluarga-keluarga yang telah maju dimana

rasa kekerabatan sudah mengecil, dimana tempat kediaman anggota

kerabat sudah terpencar-pencar jauh dan tidak begitu terikat lagi

bertempat kediaman di daerah asal, apalagi jika telah melakukan

perkawinan campuran maka sistem individual ini nampak besar

pengaruhnya.

Sedangkan kelemahan dari sistem pewarisan individual ialah

pecahnya harta warisan dan merenggangnya tali kekerabatan yang dapat

berakibat timbulnya hasrat ingin memiliki kebendaan secara pribadi dan

mementingkan diri sendiri. Sistem kewarisan individual dalam

pewarisan dapatmengarah kepadaindividualisme dan materialisme yang

mana hal ini tidak sedikit menyebabkan timbulnya perselisihan-

perselisihan antara anggota pewaris.7

6C. Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar (Bandung: Refika Aditama, 2009), 75. 7 Hadikusuma, Hukum Waris, 25-26.

Page 4: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 83

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

Masyarakat Kelurahan Warujayeng Kecamatan Tanjunganom

Kabupaten Nganjuk, mempunyai cara tersendiri dalam menyelesaikan

persoalan hukum yang ditimbulkan berkaitan dengan harta seseorang

yang meninggal dunia dengan anggota keluarga yang ditinggalkannya.

Praktik pembagian harta warisan yang berlaku di Kelurahan

Warujayeng adalah dengan cara dibagi sama rata yakni bagian anak laki-

laki dan bagian anak perempuan berimbang sama. Seperti halnya yang

dilaksanakan oleh salah satu Masyarakat Warujayeng yang bernama

Umar bertempat tinggal di Lingkungan Pengkol Kelurahan Warujayeng

Tanjunganom Nganjuk, beliau telah meninggal dunia dengan

meninggalkan empat orang anak laki-laki dan satu anak perempuan,

kelima anak tersebut telah menikah. Warisan yang berwujud tanah

pekarangan seluas 3500 m2 dan 1500 m2 dari Umar dibagi lima. Harta

lain sudah tidak ada karena telah dipakai untuk biaya penguburan dan

selamatan. Pembagian itu sebagai berikut:

1. Anak laki-laki tertua mendapatkan tanah pekarangan seluas 1000 m2.

2. Anak laki-laki kedua mendaptkan tanah pekarangan seluas 1000 m2.

3. Anak laki-laki ketiga mendatkan tanah pekarangan seluas 1000 m2.

4. Anak laki-laki keempat mendapatkan tanah pekarangan tempat orang

tua tinggal seluas 1000 m2.

5. Anak perempuan mendapatkan bagian tanah pekarangan seluas 1000

m2.

Berdasarkan uraian di atas, artikel ini akan mengkaji tentang dua

hal. Pertama adalah terkait praktik pembagian harta warisan di

Kelurahan Warujayeng.Kedua terkait tinjauan hukum Islam terhadap

praktik pembagian harta warisan di Kelurahan Warujayeng.

B. Metode penelitian

Artikel ini termasuk penelitian lapangan (field research), dengan

pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analitik. Pendekatan

Page 5: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 84

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

asalahyang digunakan adalah Sosiologis, yaitu suatu pendekatan yang

diupayakan dengan melihat dan memperhatikan keadaan masyarakat

Kelurahan Warujayeng khususnya pada pelaksanaan pembagian

warisnya.Penelitian ini dan bersifat Normatif yaitu pendekatan dengan

menggunakan tolak ukur agama (dalil-dalil al-Qur’an dan hadist serta

kaedah-kaedah fikih dan ushul fikih) sebagai pembenar dan pemberi

norma terhadap masalah yang menjadi bahasan sehingga diperoleh

kesimpulan bahwa sesuatu itu boleh atau selaras atau tidak dengan

ketentuan syari’at.Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan

Warujayeng Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk.

Sumber data primer dalam penelitian ini merupakan dqata-data

yang diperoleh dari hasil wawancara dengan nara sumber baik dari

pejabat terkait, Kyai, tokoh masyarakat dan warga desa. Adapun sumber

sekunder dalam penelitian ini adalah literature-literatur maupun kajian-

kajian terkait yang mengkaji dan membahas tentang hukum waris Islam

serta hukum waris adat.

Teknik pengumpulan datadalam penelitian ini menggunakan

metode observasi, interview serta dokumentasi.8 Adapun data yang

diperoleh peneliti dalam penelitian ini akan disajikan secara deskriptif

kualitatif. Langkah-langkah dalam analisis data adalah reduksi data (data

reduction), penyajian data (data display) dan conclusion drawing

(verification).

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil wawancara dengan para tokoh agama dan

tokoh masyarakat di Kelurahan Warujayeng dapat dikemukakan bahwa

yang dimaksud dengan hukum waris ialah peraturan-peraturan

mengenai proses berpindahnya harta seseorang baik ia masih hidup

maupun telah meninggal untuk diteruskan kepada sanak keluarga atau

keturunannya. 8Djam’anSatori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,

2009), 148.

Page 6: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 85

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

Data tersebut peneliti peroleh dari hasil wawancara dengan

Bapak Hayyun dan Bapak Abdul Basyir, keduanya mengatakan bahwa

yang dimaksud hukum waris adalah aturan yang mengatur tentang

proses berpindahnya harta seseorang yang masih hidup atau sudah

meninggal dunia.9

Menurut Soepomo sebagaimana ditulis oleh Soerjono Soekanto

bahwa hokum adat merupakan peraturan-peraturan yang mengatur

proses meneruskan serta mengoper-alihkan barang-barang berupa

benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele

goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada

keturunannya. Proses ini telah mulai dalam waktu orang tua masih

hidup. Proses tersebut tidak menjadi akuut oleh sebab orang tua

meninggal dunia.10

MasyarakatIndonesia yang menganut berbagai macam agama dan

berbagai macam kepercayaan yang berbeda mempunyai bentuk-bentuk

kekerabatan dengan sistem keturunan yang berbeda-beda pula.Sistem

keturunan itu sudah berlaku sejak dahulu kala sebelum masuknya ajaran

agama Hindu, Islam dan Kristen. Sistem keturunan yang berbeda-beda

ini nampak pengaruhnya dalam sistem kewarisan hukum adat.

Secara teoritis sistem keturunan dapat dibedakan dalam tiga

corak yaitu :

1. Sistem Patrilineal. Yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis

bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari

kedudukan wanita di dalam pewarisan (Gayo, Alas, Batak, Nias,

Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara dan Irian).

9Wawancara dengan bapak Hayyun dan Bapak Abdul Basyir di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 08 Maret 2014. 10 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 259.

Page 7: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 86

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

2. Sistem Matrilineal. Yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis

ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya daripada

kedudukan pria di dalam pewarisan (Minangkabau, Enggano, Timor).

3. Sistem Parental atau Bilateral. Yaitu sistem keturunan yang ditarik

menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu)

dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam

pewarisan (Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi

dan lain-lain).11

Sedangkan menurut sistem waris adat, dikenal adanya tiga

sistem kewarisan yaitu :

1. Sistem kewarisan Individual, yang merupakan sistem kewarisan

dimana para ahli waris mewarisi perorangan (Batak, Jawa, Sulawesi

dan lain-lain).

2. Sistem Kewarisan Kolektif, dimana para ahli waris secara kolektif

(bersama-sama) mewarisi harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-

bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris (Minangkabau).

3. Sistem Kewarisan Mayorat:

a. Mayorat laki-laki, yaitu apabila anak laki-laki tertua pada saat

pewaris meninggal atau anak laki-laki sulung (atau keturunan laki-

laki) merupakan ahli waris tunggal seperti di Lampung.

b. Mayorat perempuan, yaitu apabila anak perempuan tertua saat

pewaris meninggal, adalah ahli waris tunggal, misalnya pada

masyarakat di tanah Semendo.12

Di Kelurahan Warujayeng sistem waris yang dipakai adalah

sistem kewarisan individual, dimana harta warisan yang ada dibagi

secara perorangan yakni semua ahli waris mendapat bagian warisan

secara sendiri-sendiri. Hal ini karena masyarakat Kelurahan

Warujayeng menganut sistem keturunan parental atau bilateral yang

11 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat (Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2003), hlm. 23. 12 Soekanto, Hukum Adat, 260.

Page 8: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 87

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

keturunannya ditarik menurut garis bapak maupun garis ibu dimana

tidak ada yang lebih menonjol antara laki-laki maupun perempuan.

Keterangan tersebut sebagaimana paparan dari salah satu nara

sumber, ia mengatakan:

“Masyarakat Kelurahan Warujayeng dalam hal membagi harta warisan adalah menggunakan sistem perorangan maksudnya semua ahli waris mendapatkan bagian sendiri-sendiri tanpa ada salah satu ahli waris

yang menguasai harta warisan.”13

Apa yang disampaikan oleh nara sumber diatas sana persis

dengan hasil observasi yang peneliti lakukan pada salah satu warga

Kelurahan Warujayeng dimana pada saat itu sedang mengadakan

pembagian harta warisan dalam keluarganya.14

Praktik Pembagian Harta Warisan Masyarakat Kelurahan

Warujayeng.

Praktik pembagian harta warisan di Kelurahan Warujayeng

hampir sama sebagaimana umumnya pewarisan adat di daerah

lain. Gambaran praktik pembagian harta warisan ini tidak terlepas

dari tiga hal pokok yaitu ahli waris yang akan menerima harta

warisan, harta peninggalan yang akan dibagi sebagai warisan dan

ketentuan yang akan diterima oleh ahli waris.

Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu tokoh masyarakat

bernama Ahmad Khobir, iamengatakan bahwa:

“Masyarakat Kelurahan Warujayeng dalam membagi harta gono-gini kepada ahli warisnya adalah dengan menganut cara adat yakni semua ahli warisnya masing-masing mendapatkan bagian yang sama baik laki-laki maupun perempuan, disamping itu juga tidak terlepas dari ahli waris, harta warisan serta ketentuan-ketentuan untuk ahli waris”15

Senada dengan pernyatan di atas,salah satu warga bernama

Abdul Basyir juga mengatakan bahwa:

13Wawancara dengan Bapak Hayyun di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 08 Maret 2014. 14Observasi di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 10 januari 2014. 15Wawancara dengan Bapak Ahmad Khobir di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 09 Maret 2014.

Page 9: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 88

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

“Di Kelurahan Warujayeng ada keluarga yang terdiri dari tiga bersaudara yang membagi harta warisan dengan harta warisan berwujud tanah pekarangan seluas 1000 m2 dan 2000 m2 dengan masing-masing ahli waris mendapat bagian tanah pekarangan seluas 1000 m2.”16

Secara umum praktik pembagian harta warisan di Kelurahan

Warujayeng dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Pembagian harta warisan terjadi pada saat pewaris masih

hidup yang selanjutnya disebut dengan hibah. Hal ini biasanya

berkenaan dengan harta berupa rumah yang meliputi

pekarangan dan seluruh isinya atau tanah. Jika dalam sebuah

keluarga lahir seorang anak laki-laki atau perempuan saja

maka secara otomatis harta tersebut secara turun temurun

akan menjadi haknya walaupun hanya sebatas

pengatasnamaan saja walaupun sudah dapat dipastikan

nantinya akan jatuh kepada anak tersebut. Akan tetapi jika

dalam sebuah keluarga lahir dua orang anak atau lebih baik

laki-laki atau perempuan maka harta tersebut akan dibagi rata.

b. Pembagian harta warisan terjadi pada saat orang tua sudah

meninggal dunia atau bisa juga orang tua sudah berumur lanjut

dan anak tertua sudah dianggap mampu untuk memimpin dan

mengatur pembagian harta warisan dengan bermusyawarah

dengan adik-adiknya.

Data tersebut penulis peroleh dari hasil wawancara dengan

nara sumber, ia mengatakan bahwa:

“Di Kelurahan Warujayeng praktik pembagian harta warisan yang berlaku ada dua yaitu tejadi ketika pewaris masih hidup dengan tujuan supaya nantinya tidak terjadi pertengkaran dan terjadi ketika pewaris sudah meninggal dunia, yang kedua inilah yang mayoritas terjadi”17

16Wawancara dengan Bapak Abdul Basyir di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 07 Maret 2014. 17Wawancara dengan Bapak Hayyun di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 08 Maret 2014.

Page 10: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 89

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

Faktor yang menjadi pendukung terlaksananya pembagian

harta warisan di Kelurahan Warujayeng dengan secara adat adalah

dikarenakan adanya kerukunan dan persetujuan antara semua ahli

waris.

Mayoritas warga Kelurahan warujayeng tidak

mempermasalahkan pembagian warisan dengan cara adat. Bahkan

mereka lebih memilih system ini jika dibandingkan dengan hokum

waris Islam. Hal ini diungkap oleh nara sumber, ia mengatakan

bahwa:

“Kerukunan keluarga adalah merupakan faktor terjadinya pembagian harta warisan secara adat yakni semua ahli waris mendapatkan bagian yang sama, serta ahli waris juga lebih setuju jika harta tersebut dibagi sama rata....”18

Hal tersebut juga sesuai dengan ungkapan Ahmad Khobir,

iamengatakan bahwa:

“Jika dalam sebuah keluarga tejalin kerukunan yang kuat maka semua masalahpun akan terpecahkan karena semua keluarga setuju. Begitu juga dengan masalah pembagian harta warisan di Kelurahan Warujayeng yang mengedepankan kerukunan antar keluarga....”19

Waktu Pembagian Harta Warisan

Pada umumnya hukum adat tidak menentukan kapan waktu

harta warisan itu akan dibagi atau kapan sebaiknya diadakan

pembagianharta warisan. Demikian pula kebiasaan yang terjadi di

lingkungan Warujayeng.Waktu pembagian harta warisan tidak

tertentu.Masing-masing warga memiliki kebijakan masing-masing

disesuaikan dengan kondisi mereka.Ada kalanya dilaksanakan

setelah selamatan tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari atau

bahkan ada yang pasca seribu hari setelah pewaris wafat.

18Wawancara dengan Bapak Hayyun di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 08 Maret 2014. 19Wawancara dengan Bapak Ahmad Khobir di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 09 Maret 2014.

Page 11: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 90

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

Hal tersebut diungkap oleh Ahmad Khobir,iamengatakan

bahwa:

“Di masyarakat Kelurahan Warujayeng dalam hal membagi harta warisan mereka berbeda-beda adakalanya dilaksanakan setelah 7 hari, 40 hari, 100 hari atau 1000 hari setelah pewaris meninggal dunia”.20

Waktu pembagian harta warisan yang berlaku di Kelurahan

Warujayeng beraneka ragam, ada yang dilaksanakan setelah tujuh

hari setelah kematian, empat puluh hari setelah kematian, seratus

hari setelah kematian, bahkan ada yang seribu hari setelah

kematian karena pada waktu-waktu tersebut ahli waris berkumpul.

Akan tetapi mayoritas yang berlaku adalah dilaksanakan pada

setelah seribu hari setelah kematian.

Harta warisan adalahsegala harta benda yang ditinggalkan

oleh si mayit dan harta tersebut akan beralih kepada orang lain

(dalam hal ini disebut sebagai ahli warisnya) setelah harta tersebut

disisihkan dari segala hal yang menyangkutsi mayit seperti biaya

pemakamannya, hutang piutangnya dan lain sebagainya.

Ungkapan tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh

nara sumber yang mengatakan bahwa:

“Harta warisan adalah semua harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris yang akan beralih kepemilikannya kepada ahli waris setelah disisihkan untuk kebutuhan si mayit dan segala tanggungan si mayit meliputi hutang piutang, wasiat dan sebagainya.”21

Menurut informasi yang didapat penulis dari nara sumber

dikatakan bahwa di Kelurahan Warujayeng Tanjunganom Nganjuk

jika ada orang meninggal maka yang menjadi ahli waris adalah

anak-anaknya saja akan tetapi jika sang anak sudah meninggal

maka yang menjadi ahli waris adalah cucu pewaris saja dan jika

20Wawancara dengan Bapak Ahmad Khobir di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 09 Maret 2014. 21Wawancara dengan Bapak Hayyun di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 08 Maret 2014.

Page 12: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 91

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

pewaris tidak mempunyai anak maka yang menjadi ahli waris

adalah saudara pewaris.

Ungkapan tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh

Ahmad Khobir, ia mengatakan:

“Di daerah ini (warujayeng) yang berhak menjadi ahli waris adalah anak si pewaris kecuali jika anak si pewaris sudah meninggal dunia terlebih dahulu atau memang dia tidak punya anak maka cucunya atau saudaranya yang berhak menjadi ahli

waris”.22

Sedangkan mengenai bagian masing-masing ahli waris,

Kyai Hayyun yakni nara sumber sekaligus tokoh agama Kelurahan

Warujayeng mengatakan bahwa:

“Setiap ahli waris mendapatkan bagian yang sama yakni tidak memandang laki-laki atau perempuan, itulah yang berlaku di Kelurahan Warujayeng....”23

Bagian masing-masing ahli waris dari harta warisan yang

berlaku di Kelurahan Warujayeng adalah 1:1 yakni masing-masing

ahli waris mendapatkan bagian yang sama, tidak ada yang

mendapatkan bagian yang banyak ataupun sedikit. Seperti halnya

yang dilakukan oleh salah satu masyarakat Warujayeng yang orang

tuanya meninggal dunia dengan meninggalkan 3 orang anak, 1

perempuan dan 2 laki-laki, harta warisan berwujud tanah seluas

4,5 Ha dibagi tiga dengan masing-masing ahli waris mendapatkan

bagian 1,5 Ha.

Data tersebut juga sesuai dengan hasil oservasi yang peneliti

lakukan ketika salah satu masyarakat Kelurahan Warujayeng

sedang membagi bagian masing-masing ahli waris dari harta

warisan.24

Analisis

22Wawancara dengan Bapak Ahmad Khobir di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 09 Maret 2014. 23Wawancara dengan Bapak Hayyun di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 08 Maret 2014. 24Observasi di Kelurahan Warujayeng pada tanggal 20 Januari 2014.

Page 13: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 92

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil observasi

serta ditinjau dari aspek hukum Islam terhadap pembagian waris

adat di Kelurahan Warujayeng Tanjunganom Nganjuk maka dapat

dianalisa sebagai berikut ini:

1. Praktik Pembagian Harta Warisan di Kelurahan Warujayeng

Sistem waris yang berlaku di Kelurahan Warujayeng

Tanjunganom Nganjuk adalah sistem waris individual yakni

harta warisan dibagi secara perorangan, maksudnya semua ahli

waris mendapatkan harta warisan secara sendiri-sendiri tanpa

ada yang menguasai.Hal ini karena sistem keturunan yang dianut

adalah sistem keturunan parental atau bilateral yang

keturunannya ditarik menurut garis bapak maupun garis ibu

dimana tidak ada yang lebih menonjol antara laki-laki maupun

perempuan.

Praktik pembagian harta warisan di Kelurahan Warujayeng

hampir sama sebagaimana umumnya pewarisan adat di daerah

lain yakni pembagian harta warisan terjadi pada saat pewaris

masih hidup dan terjadi pada saat pewaris sudah meninggal

dunia. Akan tetapi mayoritas pembagian harta warisan di

Kelurahan Warujayeng yang terjadi adalah setelah pewaris

meninggal dunia. Hal tersebut juga tidak terlepas dari tiga hal

yaitu ahli waris yang akan menerima warisan, harta peninggalan

yang akan dibagi sebagai harta warisan dan ketentuan-

ketentuan yang akan diterima oleh ahli waris.

Menurut para nara sumber, pembagian harta warisan

secara adat bagi warga Kelurahan Warujayeng merupakan solusi

yang terbaik karena jika kewarisan dilaksanakan dengan cara

Islam maka akan terjadi pertengkaran antar keluarga. Adapun

yang menjadi penghalang masyarakat Kelurahan Warujayeng

tidak melaksanakan pembagian harta warisan dengan cara Islam

Page 14: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 93

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

adalah karena adanya salah satu keluarga yang tidak setuju

dengan alasan ketidak adilan. Sedangkan yang menjadi faktor

pendukung terjadinya pembagian warisan secara adat adalah

karena adanyakerukunan dan persetujuan antara keluarga.

Perihal pelaksanaan pembagian harta warisan yang

berlaku di Kelurahan Warujayeng adalah beragam, masing-

masing keluarga tidak sama. Namun mayoritas dilaksanakan

setelah tujuh hari setelah kematian, empat puluh hari setelah

kematian, seratus hari setelah kematian dan seribu hari setelah

kematian.Akan tetapi mayoritas yang berlaku adalah

dilaksanakan pada setelah seribu hari setelah kematian karena

pada waktu-waktu tersebut ahli waris berkumpul.

Ahli waris yang berhak mendapatkan harta warisan adalah

yang menjadi keturunan (anak) dari pewaris saja akan tetapi jika

anak meninggal dunia maka yang menjadi ahli warisnya adalah

cucu dan jika pewaris tidak mempunyai anak maka yang menjadi

ahli waris adalah saudara pewaris. Adapun bagian masing-

masing ahli waris dari harta warisan adalah 1:1 yakni masing-

masing ahli waris mendapatkan bagian yang sama yakni tidak

ada yang mendapatkan bagian yang lebih banyak ataupun lebih

sedikit.

2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembagian Harta Warisan di

Kelurahan Warujayeng

Sistem kewarisan yang digunakan masyarakat Kelurahan

Warujayeng pada dasarnya menggunakan hokum adat

masyarakat setempat. Hal ini jika ditinjau dari aspek hokum

yang berlaku di Indonesia, mengutip apa yang disampaikan oleh

Hazairin bisa disebut dengan system individual-bilateral. System

ini jika dianalisis dengan menggunakan perspektif hukum Islam

Page 15: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 94

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

dapat tendensikan kepada al-Qur’an surat al-Nisa’ [04] ayat 07,

08 dan ayat 13.

Pewarisan adat dengan sistem individual atau

perseorangan adalah sistem pewarisan dimana setiap ahli waris

mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai atau dan

memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing.

Setelah harta warisan itu diadakan pembagian maka masing-

masing ahli waris dapat memiliki bagian harta warisannya untuk

diusahakan, dinikmati atau dilihkan (dijual) kepada sesema ahli

waris ataupun orang lain.System inilah yang dianut dan

dilaksanakan oleh masyarakat Kelurahan Warujayeng.

Mereka berkeyakinan dengan menggunakan system itu

ahli waris dapat bebas menguasai dan memiliki harta warisan

bagiannya untuk dipergunakan sebagai modal kehidupannya

lebih lanjut tanpa dipengaruhi anggota-anggota keluarga yang

lain walaupun kelemahan dari sistem pewarisan individual ini

adalah ialah pecahnya harta warisan dan merenggangnya tali

kekerabatan yang dapat berakibat timbulnya hasrat ingin

memiliki kebendaan secara pribadi dan mementingkan diri

sendiri yang akhirnya dapat menimbulkan perselisihan antara

sanak saudara.

Mereka juga berkeyakinan bahwa sistem kewarisan

individual yang dikenal dalam hukum Islam pada dasarnya

sejalan dengan pembawaan fitrah manusia.Sistem ini berprinsip

bahwa matinya si pewaris maka dengan sendirinya hak milik

atas harta-hartanya berpindah kepada ahli waris-ahli

warisnya.Sistem ini menghendaki bahwa pada saat matinya si

pewaris itu telah dapat diketahui dengan pasti siapa ahli waris-

ahli warisnya.

Page 16: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 95

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

Ungkapan “Segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris

secara hukum dapat beralih kepada ahli warisnnya”,dalam

pengertian ini dapat dibedakan antara harta warisan dan harta

peninggalan. Harta peninggalan adalah semua yang ditinggalkan

oleh si mayit atau dalam arti apa saja yang ada pada seseorang

saat kematiannya sedangkan harta warisan ialah harta

peninggalan yang secara hukum syara’ berhak diterima oleh ahli

waris.25

Sedangkan menurut masyarakat Kelurahan Warujayeng

bahwa harta warisan adalah segala harta benda yang

ditinggalkan karena matinya seseorang akan beralih kepada

orang lain yang dalam hal ini disebut sebagai ahli warisnya

setelah harta itu disisihkan segala yang menyangkut dengan si

mayit seperti segala biaya pemakamannya, hutang piutang dan

sebagainya. Dalam hukum kewarisan Islam hal seperti ini

dikenal dengan hak-hak yang berhubungan dengan harta

peninggalan.

Hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan ini

terbagi dua yaitu:

a) Hak-hak yang berkaitan dengan orang lain semasa hidupnya

yaitu: hak-hak yang ada keterkaitannya dengan harta benda

yang ditinggalkan mayit (hak kebendaan) seperti seorang

penjual untuk menyerahkan barang yang dijual, hak penerima

gadai terhadap barang gadaian.

b) Hak-hak yang tidak ada kaitan dengan hak orang lain (hak

mayat) ada empat yaitu: pengurusan mayat, membayar

hutang, melaksanakan wasiat kemudian hak waris.26

25 Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Kencana, 2004), 206. 26M. Athoillah, Fiqh Waris, Metode Pembagian Waris Praktis (Bandung: Yrama Widya, 2013),29-30.

Page 17: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 96

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

Kebiasaan yang terjadi di dalam masyarakat Kelurahan

Warujayeng sebelum harta peninggalan itu siap untuk dibagi-

bagi kepada ahli waris terlebih dahulu disisihkan digunakan

untuk segala hal yang berhubungan dengan si mayit, berupa hak

dan kewajibannya dari harta peninggalan itu. Hal inijika

dianalisis maka sesuai dengan firman Allah:

27.نِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةِ يوُْصِيْ بِهَا أوَْديَْ

“…..(pembagian-pembagian tersebut diatas) setelah (dipenuhi)

wasiat yang dibuatnya atau (dan telah dibayar) hutangnya”.

Adat atau kebiasaanmengenai pembagian harta warisan

di lingkungan Kelurahan Warujayeng jika ditinjau dari perspektif

teori pembuatan hokum Islam (Ushul Fiqh) maka bias

dimasukkan dalam terma‘Urf yaitu apa yang dikenal oleh

manusia dan menjadi tradisinya baik berupa ucapan, perbuatan

atau pantangan-pantangan.28

Adat yang benar (shahih) harus diperhatikan dalam

pembentukan hukum syara’ dan putusan perkara serta harus

dipelihara keberadaanya karena sudah diketahui bersama dan

dibiasakan oleh manusia.Hal ini tentu menjadi kebutuhan

mereka, disepakati dan ada kemaslahatannya.Adat yang benar

juga dianggap sebagai syariat yang dikuatkan sebagai hukum.29

Sedangkan terhadap kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran

Islam maka secara normatif terlarang dan dianggap salah karena

tidak sesuai dengan dalil-dalil atau nash yang secara jelas telah

ditentukan dalam Islam.

Kendati demikian apa yang telah menjadi kebiasaan

masyarakat Kelurahan Warujayeng mengenai pembagian harta

27al-Qur’an, 4:11.

28 Abdul Wahhab khallaf, Ilmu Ushul Fikih(tt: Haramain, 2004), 89. 29Khallaf, Ilmu Ushul, 89-90.

Page 18: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 97

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

warisan,menurut analisis penulis, dengan menggunakan hokum

adat,begitu pula dengan menggunakan pendekatan sosiologis

dan ‘urf maka pembagian waris ala masyarakat Kelurahan

Warujayeng dapatdikategorikan sebagai ‘Urf Shahih. Tidak hanya

itu, dengan mempertimbangkan kemaslahatan-kemaslahatan

yang ada manakala menggunakan hokum waris adat maka

system pembagian waris tersebut juga bias disebut “sesuai”

dengan dengan tujuan-tujuan umum syari’ah (Maqhasid al-

Syari’ah).Hal ini secara otomastis meniscayakan “kebolehan”

menggunakan hokum adat sebagai media pembagian warisan.

Melihat keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa apa

yang berlaku di Kelurahan Warujayeng dalam hal pembagian

harta warisan bila ditinjaudari sudut hukum Islam maka bisa

dibenarkan dan serta-merta tidak bertentangan dalil sharih.

Di lain sisi, jika diamati secara seksama maka terjadi hal

yang ironi pada masyarakat Kelurahan Warujayeng. Satu sisi

mereka hampir 100 persen muslim taat namun di sisi yang lain

mereka enggan menggunakan syariat Islam sebagai acuan dalam

membagi warisan. Hal ini tentu butuh penelitian yang mendalam

guna menguak fenomena kontradiktif yang mana tidak bijak

manakala memvonis salah satu fihak atau salah factor sebagai

dalang kondisi tersebut.

Apa yang dilakukan oleh warga Kelurahan Warujayeng

pada dasarnya duga dapat legitimasi dari Kompilasi Hukum

Islam (KHI) pasal 183 yang menyebutkan bahwa “Para ahli waris

dapat bersepakat, melakukan perdamaian dalam pembagian

harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya”.30

Cara perdamaian atau musyawarah merupakan jalan pintas

untuk membagi harta warisan bila satu sama lain saling rela dan

30 Kompilasi Hukum Islam Pasal 183 (Bandar Lampung: Gunung Pesagi, 1996), 76.

Page 19: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 98

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

sepakat dengan bagian yang telah ditentukan bersama, dalam

ilmu fara’id hal ini disebut dengan tashaluh(perdamaian).

Tashâluhdalam pembagian harta warisan merupakan

salah satu upaya dalam rangka menjaga kemaslahatan

umum.Lebih khusus lagi terhadap keutuhan kerukunan

hubungan persaudaraan dalam sebuah keluarga.Tashâluh

seperti ini diperbolehkan, selama tashâluh tersebut tidak

bertentangan dengan syara’. Pembagian harta warisan dengan

tashaluh ini, dilakukan setelah masing-masing ahli waris

mengetahui bagiannya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan

pembagian harta waris menurut Hukum Islam.31

Dengan demikian hal ini selaras dengan cara yang

ditempuh masyarakat Kelurahan Warujayeng yaitu dengan cara

musyawarah dan merelakan bagian yang diterima sesuai dengan

kesepakatan bersama. Dalam kaedah fikih disebutkan

32الرضاء سيد ا لاحكام

“Kerelaan merupakan pemimpin hukum”

Kaedah tersebut sesuai dengan prinsip tashâluh yaitu

kerelaan dalam menerima bagian harta warisan. Praktik

tashaluh dalam pembagian harta warisan, pada dasarnya

merupakan penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan nash.

Namun demikian hal tersebut dapat dibenarkan jika tetap sesuai

dengan kerangka tujuan pembentukan hukum Islam yaitu

tercapainya kemaslahatan umat.

31http: //www.google.co.id/#q=pengertian+tashaluh. Diakses pada tanggal 15 maret 2014. 32 Al-Iman Jalaluddin As-Suyuti, Al-Asybah wa al-Naza’ir (ttp: Maktabah Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, tt), 74. Tetapi kaidah ini tidak berlaku bagi perbuatan yang mendatangkan mafsadat, misalnya sepasang muda-mudi saling rela untuk berbuat zina.Hal ini diharamkan. Lihat surat An-Nur (24): 3.

Page 20: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 99

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

Mereka bermusyawarah tidak ada pihak yang merasa

haknya diambil atau dirugikan dan juga tidak terdapat unsur

memakan harta orang lain secara bathil atau tidak hak.

Memakan harta bathil itu dapat kita pahami sebagai memakan

harta atau menggunakan hak orang lain yang tidak

merelakannya. Dengan begitu, batas antara memakan harta

orang lain secara hak dan memakan harta orang secara bathil

terletak pada kerelaan yang punya hak.Bila yang punya hak

merelakannya maka tindakan tersebut adalah benar dan

terhindar dari memakan hak orang lain secara bathil sebagaiman

yang dilarang dalam al-Qur'an surat al-NIsa’ [4] ayat 29 dan

surat al-Baqarah [2] ayat 188.

Dari peparan di atas dapat disimpulkan bahwa

penyelesaian pembagian harta warisan di Kelurahan

Warujayeng mengutamakan rasa saling rela dan saling

menerima dari para ahli.Apa yang dilakukan mereka pada

hakekatnya tidak bertentangan dengan hukum Islam dan ini

terlepas dari memakan harta dengan jalan yang tidak haq

sebagaimana yang dilarang dalam al-Qur’an.

D. Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis di atas maka

kesimpulan dari artikel ini mencakup dua hal.Pertama adalah

praktik pembagian harta warisan di Kelurahan Warujayeng

menggunakan system hokum adat. Hal ini jika ditinjau dari aspek

hokum yang berlaku di Indonesia, mengutip apa yang disampaikan

oleh Hazairin bisa disebut dengan system individual-bilateral.

System ini jika dianalisis dengan menggunakan perspektif hukum

Islam dapat tendensikan kepada al-Qur’an surat al-Nisa’ [04] ayat

07, 08 dan ayat 13. Kedua, jika ditinjau dari perspektif

Page 21: PEMBAGIAN WARIS ADAT DI KELURAHAN WARUJAYENG …

I’lamatul Hamidah, Pembagian Waris Adat di Kelurahan Warujayeng ……… 100

USRATUNÂ Vol. 1, No. 2, Juli 2018 | 80-100

pembentukan hokum Islam (Ushul Fiqh) pembagian warisan yang

dilakukan oleh warga Kelurahan Warujayeng juga dapat

dibenarkan karena hal tersebut bias dikategorikan sebagai ‘Urf

shahih karena tidak bertentangan langsung dengan nash serta

selaras dengan maksud-maksud sysariah (Maqasid al-Syariah).

Bibliografi

Ash-Shiddieqy,Tengku Muhammad Hasbi. Fiqh Mawaris. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1997.

Athoillah, M. Fiqh Waris (Metode Pembagian Waris Praktis). Bandung: Yrama Widya, 2013.

al-Suyuti, al-Iman Jalaluddin. al-Asybah wa al-Naza’ir. ttp: Maktabah Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, tt.

Habiburrahman.Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group, 2011.

Hadikusuma, Hilman.Hukum Waris Adat. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.

http: //www.google.co.id/#q=pengertian+tashaluh. Diakses pada tanggal 15 maret 2014.

Kansil, Cristine S.T. Modul Hukum Perdata termasuk Asas-asas Hukum Perdata.Jakarta: Pradnya Paramita, 2000.

Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fikih. tt: Haramain, 2004.

Penyusun, Tim. Kompilasi Hukum Islam. Bandar Lampung: Gunung Pesagi, 1996.

Satori, Djam’an. Komariah, Aan. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2009.

Soekanto, Soerjono.Hukum Adat Indonesia.Jakarta: Rajawali Pers, 2002.

_________. Hukum Adat Indonesia.Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.

Syarifudin, Amir. Hukum Kewarisan Islam.Jakarta: Kencana, 2004.

Wulansari, C. Dewi. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar.Bandung: Refika Aditama, 2009.