potensi antibakteri dan analisis emulsifikasi...

32
POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI BIOSURFAKTAN DARI ISOLAT BAKTERI LOKAL AGUS PURNOMOHADI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Upload: dodiep

Post on 20-May-2018

244 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

i

POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI

BIOSURFAKTAN DARI ISOLAT BAKTERI LOKAL

AGUS PURNOMOHADI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Page 2: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

ii

ABSTRAK

AGUS PURNOMOHADI. Potensi Antibakteri dan Analisis Emulsifikasi

Biosurfaktan dari Isolat Bakteri Lokal. Dibimbing oleh EMAN KUSTAMAN dan

DWI SUSILANINGSIH.

Penggunaan senyawa antibakteri yang tidak tepat dalam kehidupan sehari-

hari mendorong timbulnya resistensi terhadap antibakteri. Biosurfaktan berpotensi

sebagai antibakteri namun laporan mengenai aplikasinya di bidang biomedis

masih terbatas. Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi biosurfaktan hasil

pemurnian melalui analisis emulsifikasi dan potensi antibakterinya terhadap

Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis dan Staphylococcus

aureus. Potensi antibakteri ditentukan dengan metode cawan mikro yang

dimodifikasi menggunakan pewarna Tetrazolium Blue Chloride (TBC).

Biosurfaktan dipisahkan dari kultur isolat SR_DP.7, SR_DP.9, dan BT-38-CP

yang berumur 54 jam dengan sentrifugasi dan ekstraksi menggunakan etil asetat.

Rendemen biosurfaktan hasil pemurnian untuk isolat SR_DP.7, SR_DP.9 dan BT-

38-CP secara berturut-turut adalah 0.95, 0.36, dan 0.08 %. Biosurfaktan dari isolat

SR_DP.7 memiliki kemampuan emulsifikasi lebih lemah dibandingkan

biosurfaktan dari isolat SR_DP.9 dan BT-38-CP. Pengujian antibakteri

menunjukkan bahwa biosurfaktan dari SR_DP.7 dan SR_DP.9 tidak berpotensi

antibakteri hingga konsentrasi 10 000 ppm. Biosurfaktan dari BT-38-CP

berpotensi antibakteri terhadap B. subtilis dan S. aureus pada konsentrasi 5000

ppm. Panjang gelombang maksimum untuk pengujian antibakteri adalah 620 nm

untuk E. coli dan P. aeruginosa, 615 nm untuk B. subtilis, dan 595 nm untuk

S. aureus.

Page 3: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

iii

ABSTRACT

AGUS PURNOMOHADI. Antibacterial Potency and Emulsification Analysis of

Biosurfactants from Local Bacterial Isolates. Under the direction of EMAN

KUSTAMAN and DWI SUSILANINGSIH.

Inappropriate consumption of antibacterial agents in daily life triggers the

resistance to these agents. Biosurfactants have potency for antimicrobial agent,

however several reports on the application in biomedical sciences are still limited.

This research aimed to perform characterization of purified biosurfactants through

emulsification analysis and antibacterial potential againts Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis and Staphylococcus aureus.

Antibacterial potency is determined using a modified microplate with Tetrazolium

Blue Chloride (TBC) dye. Biosurfactants were isolated from cultivation of

SR_DP.7, SR_DP.9 and BT-38-CP during 54 hours exposure time and recovered

by centrifugation and extraction with ethyl acetate. The purified biosurfactant

yields for each isolates were 0.95, 0.36, and 0.08 % respectively. Emulsification

capacity of biosurfactant from SR_DP.7 was weaker than biosurfactants from

SR_DP.9 and BT-38-CP. Antibacterial assay results showed that the biosurfactant

from SR_DP.7 and SR_DP.9 has no antibacterial activity up to 10 000 ppm.

Biosurfactant from BT-38-CP has antibacterial potency againts Bacillus subtilis

and Staphylococcus aureus at a concentration of 5000 ppm. The maximum

wavelength for antibacterial assay was different each species, i.e. E. coli and

P. aeruginosa was 620 nm, B. subtilis was 615 nm, and S. aureus was 595 nm.

Page 4: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

iv

POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI

BIOSURFAKTAN DARI ISOLAT BAKTERI LOKAL

AGUS PURNOMOHADI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Page 5: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

v

Judul Skripsi : Potensi Antibakteri dan Analisis Emulsifikasi Biosurfaktan dari

Isolat Bakteri Lokal

Nama : Agus Purnomohadi

NIM : G84054299

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ir. Eman Kustaman Dr. Dwi Susilaningsih, M. Pharm

Ketua Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc

Ketua Departemen Biokimia

Tanggal lulus:

Page 6: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah dengan

judul Potensi Antibakteri dan Analisis Emulsifikasi Biosurfaktan dari Isolat

Bakteri Lokal. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2009 sampai April 2010 di

Laboratorium Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Jalan Raya Bogor Km 46 Cibinong,

Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari proyek kerja sama National Institute

of Technology and Evaluation (NITE) Jepang dan Pusat Penelitian Bioteknologi

dengan peneliti utama Dr. Dwi Susilaningsih, M. Pharm.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Eman Kustaman dan Dr. Dwi

Susilaningsih, M. Pharm selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan,

saran, dan kritik selama penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Delicia Yunita R., M.Si, Swastika Praharyawan, S.Si, Apt, Dian Noverita

W., S.Si, Muhammad Sidiq H., S.Si, Hilda Farida, S.Si, Apridah Cameliawati

D., S.Si, dan Ade Andriani, S.Si atas bantuan teknis dan kerjasamanya. Ucapan

terima kasih penulis ucapkan kepada A. Zaenal Mustopa, M.Si beserta staf atas

bantuan teknis selama penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan

kepada kedua orang tua dan kakak atas segala bantuan, motivasi, dan doa.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun

semua pihak yang membutuhkannya demi perkembangan dan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Bogor, Agustus 2010

Agus Purnomohadi

Page 7: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palangka Raya pada tanggal 11 Agustus 1987 sebagai

anak kedua dari pasangan Jairi dan Sri Rejeki. Penulis lulus dari SMA N 1 Klaten

pada tahun 2005 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis

memilih mayor dari Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam serta Supporting Course.

Selama perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai anggota Divisi Bioanalisis

Himpunan Profesi Community of Research and Education in Biochemistry

(CREBs) Biokimia IPB periode 2007/2008, anggota divisi Hubungan Masyarakat

Keluarga Mahasiswa Klaten (KMK) periode 2007/2008, dan beberapa kepanitiaan

lainnya. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia Umum

pada tahun ajaran 2008/2009 dan 2009/2010. Selain itu, penulis juga pernah

melakukan praktik lapangan di Laboratorium Bioproses, Pusat Penelitian

Bioteknologi, LIPI Cibinong dengan judul Uji Hayati Senyawa Surfaktan dari

Bakteri Laut terhadap Fungi Patogen Candida albicans.

Page 8: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x

PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Biosurfaktan .......................................................................................... 1

Uji Emulsifikasi .................................................................................... 3

Metode Cawan Mikro ........................................................................... 3

Tetrazolium Blue Chloride .................................................................... 4

Antibakteri ............................................................................................ 4

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ..................................................................................... 5

Metode .................................................................................................. 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Isolat Bakteri Penghasil Biosurfaktan ............................ 7

Pemurnian Biosurfaktan ....................................................................... 8

Uji Emulsifikasi Biosurfaktan .............................................................. 9

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Formazan ........................ 9

Penentuan Potensi Antibakteri .............................................................. 10

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13

LAMPIRAN .................................................................................................... 15

Page 9: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur molekul glikolipid ....................................................................... 2

2 Reaksi umum reduksi tetrazolium menjadi formazan ............................... 4

3 Struktur molekul TBC ............................................................................... 5

4 Struktur molekul kloramfenikol ................................................................ 5

5 Kurva pertumbuhan isolat penghasil biosurfaktan: SR_DP.7, SR_DP.9,

dan BT-38-CP ........................................................................................... 8

6 Hasil uji emulsifikasi biosurfaktan ............................................................ 9

7 Spektrum absorbsi bakteri uji .................................................................... 10

8 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Escherichia coli ........ 11

9 Cawan mikro hasil uji antibakteri terhadap Escherichia coli ................... 11

10 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Pseudomonas

aeruginosa ................................................................................................. 11

11 Cawan mikro hasil uji antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa .... 11

12 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Staphylococcus

aureus ........................................................................................................ 12

13 Cawan mikro hasil uji antibakteri terhadap Staphylococcus aureus .......... 12

14 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Bacillus subtilis ........ 12

15 Cawan mikro hasil uji antibakteri terhadap Bacillus subtilis .................... 12

16 Kurva pertumbuhan E. coli yang ditambahkan biosurfaktan

10 000 ppm ................................................................................................ 13

17 Kurva pertumbuhan S. aureus yang ditambahkan biosurfaktan

5000 ppm ................................................................................................... 13

Page 10: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tahapan penelitian .................................................................................... 16

2 Tahapan pengujian potensi antibakteri dengan metode cawan mikro ...... 17

3 Data pertumbuhan isolat penghasil biosurfaktan ....................................... 18

4 Hasil penentuan E24 ................................................................................... 18

5 Hasil pengukuran serapan larutan TBC pada berbagai panjang

gelombang ................................................................................................. 19

6 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Escherichia coli ........ 19

7 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Pseudomonas

aeruginosa ................................................................................................. 20

8 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Bacillus subtilis ........ 21

9 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Staphylococcus

aureus ........................................................................................................ 21

Page 11: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

1

PENDAHULUAN

Senyawa antibakteri sangat diperlukan

dalam perawatan dan pencegahan infeksi

bakteri. Antibakteri tidak hanya dimanfaatkan

sebagai obat, namun juga digunakan dalam

berbagai produk rumah tangga. Sabun, pasta

gigi, dan pembersih muka merupakan

beberapa contoh produk yang terdapat

kandungan antibakteri di dalamnya.

Penggunaan antibakteri yang tidak tepat

selama bertahun-tahun mendorong munculnya

resistensi terhadap antibakteri tersebut (Levy

2001). Hal ini mengakibatkan semakin banyak

pencarian sumber-sumber antibakteri baru.

Antibakteri baru itu diharapkan dapat lebih

efektif melawan infeksi mikrob patogen.

Biosurfaktan merupakan senyawa yang

dihasilkan oleh mikrob, memiliki aktivitas

permukaan, dan emulsifikasi (Rodrigues et al.

2006). Senyawa ini memiliki struktur yang

sangat beragam, contohnya glikolipid,

lipopeptida, fosfolipid, dan lain-lain. Bio-

surfaktan telah diteliti memiliki potensi

antimikrob, yaitu sebagai antibakteri dan

antifungi (Desai & Banat 1997). Meskipun

demikian, laporan mengenai aplikasi biosur-

faktan dalam bidang biomedis masih terbatas

(Rodrigues et al. 2006). Toksisitas biosurfak-

tan yang lebih rendah, biodegradabilitas yang

lebih tinggi, dan ramah lingkungan menye-

babkan biosurfaktan berpotensi sebagai

sumber antimikrob baru yang memiliki akti-

vitas lebih baik dan aman dibandingkan

dengan antimikrob yang sudah ada di pasaran

(Desai & Banat 1997).

Biosurfaktan termasuk metabolit sekunder

yang disekresikan ke dalam media ataupun

terikat di bagian sel tertentu (Desai & Banat

1997). Isolasi biosurfaktan dari pengotor

seperti nutrien terlarut di dalam media

menjadi penting untuk dilakukan supaya

analisis berikutnya tidak terganggu oleh

adanya senyawa pengotor tersebut.

Keragaman struktur biosurfaktan meng-

akibatkan perlunya metode cepat untuk

menetapkan adanya kandungan biosurfaktan

di dalam hasil pemurnian dari kultur isolat

penghasil biosurfaktan. Analisis emulsifikasi

merupakan metode cepat untuk menetapkan

kandungan surfaktan di dalam sampel. Hasil

analisis dinyatakan sebagai indeks

emulsifikasi. Semakin besar nilai indeksnya,

kemampuan surfaktan tersebut untuk

mengemulsikan suatu senyawa juga akan

menjadi semakin besar (Walter et al. 2010).

Metode cawan mikro (microplate)

merupakan salah satu metode pengujian

antibakteri yang banyak dilakukan saat ini.

Prinsip metode ini adalah potensi antibakteri

ditentukan berdasarkan kemampuan senyawa

tersebut dalam menghambat pertumbuhan

bakteri di dalam media cair yang terdapat di

dalam cawan mikro 96 sumur (Kreander et al.

2005). Penghambatan pertumbuhan bakteri

dapat diukur dengan memanfaatkan spektro-

fotometer. Masalah yang dihadapi dalam

penggunaan metode cawan mikro adalah

senyawa antibakteri dapat mengganggu

serapan pertumbuhan bakteri karena memiliki

karakteristik spektrum yang berbeda dengan

media, terbentuknya agregat bakteri, dan

pigmen yang dihasilkan oleh bakteri uji (Ellof

1998).

Keterbatasan metode cawan mikro

mengakibatkan perlunya modifikasi agar

dapat meningkatkan ketepatan dan ketelitian

metode ini. Modifikasi metode cawan mikro

dilakukan dengan menambahkan pewarna

tetrazolium yang dapat direduksi menjadi

formazan berwarna biru jika direduksi oleh

bakteri uji. Hanya bakteri hidup yang dapat

mereduksi senyawa tetrazolium menjadi

formazan (Ellof 1998; Mosmann 1983).

Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi

biosurfaktan hasil pemurnian melalui analisis

emulsifikasi dan potensi antibakterinya

terhadap Escherichia coli, Pseudomonas

aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan

Bacillus subtilis. Hipotesis yang diajukan

adalah biosurfaktan yang telah dimurnikan

memiliki nilai indeks emulsifikasi yang besar

terhadap minyak mentah Arabian Light Crude

Oil (ALCO) dan memiliki aktivitas antibakteri

terhadap bakteri-bakteri uji yang digunakan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi ilmiah mengenai

biosurfaktan dari isolat bakteri lokal yang

berpotensi sebagai antibakteri.

TINJAUAN PUSTAKA

Biosurfaktan

Surface active agent atau surfaktan

merupakan senyawa amfipatik yang dapat

mengubah tegangan permukaan. Molekul ini

memiliki dua gugus fungsional, yaitu gugus

hidrofilik dan gugus hidrofobik. Kedua gugus

fungsional ini memungkinkan surfaktan untuk

mengurangi tegangan permukaan dan

tegangan antarmuka cairan serta membentuk

mikroemulsi, sehingga hidrokarbon dapat

terlarut di dalam air, ataupun air menjadi

terlarut di dalam hidrokarbon. Surfaktan

merupakan salah satu senyawa kimia yang

banyak pemanfaatannya (Myers 2006).

Page 12: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

2

Biosurfaktan atau surfaktan mikrobial

merupakan surfaktan yang disintesis oleh

mikrob. Senyawa ini disekresikan secara

ekstraseluler ataupun terikat pada bagian-

bagian sel. Peran fisiologis biosurfaktan bagi

mikrob penghasilnya antara lain berperan

dalam emulsifikasi substrat yang tidak larut

air, membantu pelekatan sel pada kondisi

lingkungan yang baru, terlibat dalam

patogenesis, dan memiliki aktivitas anti-

mikrob (Walter et al. 2010).

Biosurfaktan dibedakan menjadi beberapa

golongan berdasarkan komposisi kimianya.

Desai & Banat (1997) menggolongkan

biosurfaktan menjadi glikolipid, lipopeptida

dan lipoprotein, fosfolipid dan asam lemak,

dan surfaktan polimer. Gugus hidrofilik

biosurfaktan berupa karbohidrat, asam

karboksilat, fosfat, asam amino, peptida

siklik, ataupun alkohol. Gugus hidrofobik

dapat berupa asam lemak rantai panjang

ataupun α-alkil-β-hidroksi asam lemak.

Salah satu jenis biosurfaktan yang telah

banyak diteliti adalah glikolipid (Desai &

Banat 1997). Biosurfaktan ini merupakan

kombinasi karbohidrat dengan asam lemak

alifatik ataupun hidroksialifatik rantai

panjang. Ramnolipid dan soforolipid

merupakan contoh glikolipid yang banyak

terdapat di alam. Ramnolipid merupakan

gabungan ramnosa, suatu gula deoksi

berkarbon enam yang memiliki rumus

molekul C6H12O5, dengan satu atau dua

molekul asam β-hidroksidekanoat. Contoh

ramnolipid adalah L-ramnosil-L-ramnosil-β-

hidroksidekanoil-β-hidroksidekanoat, yang

disintesis oleh P. aeruginosa (Abdel-

Mawgoud et al. 2010). Soforolipid merupakan

gabungan dari soforosa, suatu dimer glukosa

dengan ikatan β(1→2), dengan asam lemak

rantai panjang. Soforolipid umumnya

disintesis oleh khamir, contohnya Candida

apicola, C. bogoriensis, dan C. bombicola

(Van Bogaert et al. 2007). Struktur molekul

ramnolipid dan soforolipid tersebut diper-

lihatkan pada Gambar 1.

Lintasan metabolisme hidrokarbon dan

karbohidrat terlibat dalam sintesis gugus

hidrofobik dan hidrofilik biosurfaktan.

Lintasan metabolik ini berbeda untuk setiap

mikrob dan melibatkan beberapa enzim

spesifik. Terdapat beberapa kemungkinan

sintesis gugus-gugus fungsi biosurfaktan:

gugus hidrofilik dan hidrofobik disintesis

secara de novo melalui dua lintasan yang

berbeda; gugus hidrofilik disintesis secara de

novo sedangkan sintesis gugus hidrofobik

diinduksi oleh substrat; gugus hidrofobik

disintesis secara de novo sedangkan sintesis

gugus hidrofilik bergantung pada substrat; dan

sintesis gugus hidrofobik dan hidrofilik sama-

sama bergantung pada substrat (Desai &

Banat 1997).

Biosurfaktan diperkirakan akan dapat

menggantikan penggunaan surfaktan dalam

dunia industri karena memiliki kelebihan

dibandingkan dengan surfaktan kimiawi.

Beberapa kelebihan tersebut antara lain

toksisitasnya yang lebih rendah, biode-

gradabilitas yang lebih tinggi, lebih ramah

lingkungan, kemampuan membentuk busa

yang lebih baik, selektifitas dan aktivitas

spesifik yang lebih tinggi pada suhu, pH, dan

kadar garam yang ekstrim (Desai & Banat

1997).

Biosurfaktan telah dimanfaatkan dalam

dunia industri, misalnya di industri

pertambangan minyak bumi dan logam,

industri makanan, kosmetika, dan kesehatan.

Lesitin dan turunannya dimanfaatkan sebagai

pengemulsi yang banyak digunakan dalam

industri makanan di seluruh dunia. Campuran

soforolipid dan propilena glikol digunakan

sebagai pelembab kulit dalam industri

kosmetik. Biosurfaktan juga telah digunakan

dalam remediasi tempat-tempat yang

terkontaminasi logam berat seperti uranium,

kadmium, dan timbal. Biosurfaktan juga

memiliki aktivitas sebagai antivirus terhadap

Tobacco Mosaic Virus (TMV), Herpes

Simplex Virus (HSV), dan influenza (Desai &

Banat 1997).

Beberapa jenis biosurfaktan golongan

lipopeptida, seperti senyawa surfaktin,

fengisin, dan iturin, merupakan biosurfaktan

yang memiliki aktivitas antimikrob yang kuat.

Surfaktin dan iturin merupakan lipohepta-

peptida yang memiliki gugus β-hidroksi asam

lemak dan β-amino asam lemak sebagai

komponen lipofiliknya (Vater et al. 2002).

Iturin adalah lipopeptida antifungi yang

mekanisme antimikrobnya telah dipahami.

Iturin dapat melewati dinding sel dan merusak

membran sel dan membran inti dengan cara

Gambar 1 Struktur molekul glikolipid

(a.soforolipid b.ramnolipid).

(a) (b)

Page 13: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

3

membentuk vesikel-vesikel kecil dan partikel

intramembran dalam sel khamir. Iturin juga

dapat mengakibatkan pelepasan elektrolit dan

degradasi fosfolipid (Rodrigues et al. 2006)

Uji Emulsifikasi

Emulsi didefinisikan oleh Myers (2006)

sebagai sistem heterogen yang terdiri atas

sekurang-kurangnya satu jenis cairan yang

terdispersi di dalam cairan yang lain dalam

bentuk titik-titik kecil dengan diameter kurang

dari 0.1 mm. Emulsi dapat dibedakan menjadi

oil-in-water (O/W) dan water-in-oil (W/O).

Air dan minyak, contohnya ALCO,

merupakan dua zat cair yang berbeda

kepolarannya. Oleh karena itu, campuran

keduanya akan membentuk dua lapis cairan

yang terlihat secara visual. Lapisan atas

adalah ALCO dan lapisan bawah adalah air.

Senyawa aktif permukaan, baik kimiawi

maupun mikrobial, memiliki kemampuan

untuk mengubah tegangan permukaan kedua

jenis zat cair dan memungkinkan terjadinya

emulsi air-minyak yang stabil (Myers 2006).

Tujuan dasar penapisan biosurfaktan

adalah mendapatkan biosurfaktan yang

memiliki aktivitas antarmuka yang kuat,

konsentrasi misel kritis yang kecil,

kemampuan emulsifikasi yang tinggi, dan

kelarutan serta aktivitas yang baik pada

kisaran pH yang luas. Metode penapisan isolat

penghasil biosurfaktan sebagian besar

memanfaatkan perubahan tegangan permu-

kaan dan antarmuka cairan yang diberi

perlakuan dengan biosurfaktan. Tegangan

permukaan dan antarmuka cairan dapat diukur

secara langsung maupun tidak langsung. Uji

emulsifikasi merupakan salah satu metode

penapisan isolat penghasil biosurfaktan secara

tidak langsung (Walter et al. 2010).

Uji emulsifikasi digunakan untuk

mengetahui kemampuan biosurfaktan meng-

emulsikan zat cair yang berbeda kepolar-

annya. Hasil uji emulsifikasi dinyatakan

sebagai indeks emulsifikasi (E24). Indeks

emulsifikasi berhubungan dengan konsentrasi

surfaktan, karena semakin kecil konsentrasi

biosurfaktan, kemampuan senyawa tersebut

untuk mengemulsifikasi minyak mentah juga

semakin berkurang (Walter et al. 2010).

Aktivitas permukaan dan kemampuan

emulsifikasi biosurfaktan tidak selalu

berhubungan secara linier. Soforolipid

merupakan contoh biosurfaktan yang

memiliki kemampuan emulsifikasi yang

lemah, walaupun dapat menurukan tegangan

antarmuka dan tegangan permukaan. Oleh

karena itu, uji emulsifikasi hanya digunakan

sebagai indikasi awal adanya biosurfaktan

yang disintesis oleh mikrob tertentu (Desai &

Banat 1997; Walter et al. 2010).

Metode Cawan Mikro

Evaluasi terhadap aktivitas antibakteri

merupakan hal penting untuk menemukan

bahan-bahan alam baru yang berpotensi

sebagai antibakteri. Terdapat dua teknik dasar

penentuan aktivitas antibakteri yang dapat

digunakan untuk menemukan senyawa aktif

baru tersebut, yaitu difusi dan dilusi (Brooks

et al. 2007). Penggunaan teknik dilusi yang

digabungkan dengan cawan mikro 96 sumur

dalam pengukuran aktivitas antimikrob saat

ini semakin meningkat karena dalam satu kali

prosedur uji akan langsung dapat dilihat

bagaimana efek antimikrob senyawa contoh

terhadap semua bakteri uji yang diinkubasi di

cawan mikro (Kreander et al. 2005).

Penggunaan metode cawan mikro

96 sumur memiliki kelebihan dibandingkan

dengan metode uji antibakteri lain, seperti

difusi agar ataupun cakram. Dalam satu buah

cawan mikro, dapat diamati beberapa

perlakuan, misalnya senyawa antibakteri yang

berbeda dan dengan berbagai variasi

konsentrasi. Selain itu, dalam satu cawan

mikro juga akan langsung dapat diketahui

pengaruh penambahan antibakteri terhadap

pertumbuhan bakteri uji. Hal ini

memungkinkan analisis kuantitatif yang lebih

mudah dilakukan dibandingkan dengan

metode difusi agar ataupun cakram (Kreander

et al. 2005).

Pertumbuhan bakteri uji di dalam cawan

mikro dapat ditentukan baik secara visual

melalui pengamatan turbiditas ataupun secara

spektrofotometri dengan mengukur serapan

larutan di dalam cawan mikro. Meskipun

demikian, kelemahan utama pengamatan

secara visual adalah kurangnya objektivitas

diantara pengamat yang satu dengan pengamat

yang lain. Dengan demikian, pembacaan

secara spektrofotometri akan menjadi lebih

akurat dibandingkan dengan pengamatan

visual karena lebih objektif (Ellof 1998).

Akurasi pembacaan dengan spektrofoto-

metri akan berkurang apabila terdapat

senyawa aditif yang mempengaruhi

karakteristik spektral media tumbuh,

terbentuknya agregat bakteri, dan pigmen

yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri (Ellof

1998). Oleh karena itu, diperlukan pendekatan

alternatif untuk dapat meningkatkan akurasi

metode spektrofotometri ini. Pendekatan yang

akan dipilih adalah metode kolorimetri karena

dapat membantu meningkatkan ketepatan dan

Page 14: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

4

kedapatulangan (reprodusibilitas) teknik spek-

trofotometri.

Terdapat banyak indikator yang digunakan

dalam dalam metode kolorimetri. Salah satu

indikator yang digunakan dalam pengujian

aktivitas antibakteri adalah garam tetrazolium.

Senyawa ini apabila diubah oleh bakteri

ataupun fungi akan menjadi senyawa

formazan yang memiliki warna tertentu dan

dapat dikuantifikasi (Mosmann 1983).

Tetrazolium Blue Chloride

Senyawa tetrazolium digunakan sebagai

indikator aktivitas respirasi mikrob dan

viabilitas sel. Sel-sel yang aktif berespirasi

akan mereduksi tetrazolium membentuk

produk akhir yang disebut formazan.

Formazan merupakan senyawa berwarna,

sehingga akan memudahkan pengukuran

viabilitas sel secara kualitatif ataupun

kuantitatif. Cincin tetrazolium yang terbuka

karena reaksi reduksi menghasilkan senyawa

formazan yang memiliki warna tertentu,

bergantung pada jenis tetrazolium yang

digunakan (Daniel 1997). Mosmann (1983)

menjelaskan bahwa jumlah formazan yang

dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah sel

yang aktif.

Reaksi reduksi enzimatik terhadap

senyawa tetrazolium secara umum dilakukan

oleh enzim dehidrogenase. Salah satu dehi-

drogenase yang penting adalah suksinat

dehidrogenase. Enzim ini mengatalisis

perubahan suksinat menjadi fumarat dalam

siklus Krebs sekaligus merupakan komponen

kompleks kedua dalam rantai respirasi.

Suksinat dehidrogenase merupakan satu-

satunya enzim yang terintegrasi pada

membran internal mitokondria. Enzim-enzim

siklus Krebs lainnya tidak terdapat di

membran mitokondria, sehingga perubahan

pada mitokondria dapat diketahui berdasarkan

perubahan aktivitas suksinat dehidrogenase

(Kregiel et al. 2008).

Reaksi perubahan tetrazolium menjadi

formazan diperlihatkan pada Gambar 2.

Mekanisme reaksi reduksi tetrazolium

melibatkan elektron yang bersumber dari

donor elektron, contohnya NADH. Oksidasi

NADH menjadi NAD+ akan menghasilkan

elektron yang kemudian ditangkap oleh

elektron perantara, contohnya fenazin metil-

sulfat (PMS). Elektron dari PMS akan diambil

oleh tetrazolium sekaligus mereduksi

tetrazolium tersebut menjadi formazan

(Daniel 1997).

Mekanisme reaksi perubahan tetrazolium

menjadi formazan pada organisme prokariot

belum diketahui secara pasti. Enzim yang

berperan dalam reduksi senyawa tersebut pada

organisme prokariot diduga sama seperti

organisme eukariot, yaitu suksinat dehidro-

genase. Hal ini diketahui berdasarkan

pengamatan bahwa suksinat selain merupakan

sumber energi yang efisien, penambahan

suksinat juga dapat meningkatkan jumlah

formazan yang terbentuk dari reduksi

tetrazolium (Kregiel et al. 2008).

Senyawa tetrazolium yang digunakan

dalam penelitian adalah Tetrazolium Blue

Chloride. Senyawa ini memiliki rumus

molekul C40H32Cl2N8O2 dengan nama IUPAC

2-[4-[4-(3,5-difeniltetrazol-2-ium-2-il)-3-me-

toksifenil]-2-metoksifenil]-3,5-difeniltetrazol-

2-ium diklorida. Struktur molekul TBC

diperlihatkan pada Gambar 3. Kristal TBC

berwarna kuning, sedikit larut dalam air, stabil

dalam asam mineral, namun tidak stabil dalam

larutan basa. Sinar tampak dan ultraviolet

dapat menyebabkan larutan tetrazolium ini

mengalami reaksi reduksi. Oleh karena itu,

larutan tetrazolium harus disimpan di dalam

tempat yang tertutup dan terhindar dari sinar

matahari (Daniel 1997).

Antibakteri

Pengujian aktivitas antimikrob meng-

gunakan antibiotik standar untuk memban-

dingkan kemampuan senyawa aktif hasil

isolasi dengan antibiotik standar dalam

Gambar 2 Reaksi umum reduksi tetrazolium menjadi formazan.

Page 15: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

5

menghambat ataupun membunuh mikrob

patogen yang diujikan. Pemilihan antibiotik

yang tepat dapat memberikan gambaran yang

sesungguhnya mengenai daya kerja senyawa

aktif hasil isolasi yang didapat apakah lebih

kuat, lebih lemah, ataupun sama kuat dengan

antibiotik yang sudah ada.

Antibakteri berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi bakteriostatik dan

bakteriosida. Antibakteri bakteriostatik

bekerja dengan cara menghambat perba-

nyakan populasi bakteri namun tidak

mematikan bakteri tersebut. Bakteriosida

bekerja dengan cara membunuh bakteri. Sifat

antibakteri dapat berbeda satu dengan yang

lainnya. Antibakteri termasuk ke dalam jenis

spektrum luas bila menghambat atau

membunuh bakteri Gram negatif dan Gram

positif. Antibakteri termasuk ke dalam jenis

spektrum sempit bila menghambat atau

membunuh bakteri Gram negatif atau Gram

positif saja. Antibakteri termasuk ke dalam

jenis spektrum terbatas bila efektif terhadap

organisme tunggal atau penyakit tertentu

(Dwijoseputro 1990).

Mekanisme kerja antibakteri secara umum

adalah menghambat sintesis dinding sel

bakteri, menghambat keutuhan permeabilitas

dinding sel bakteri, menghambat sintesis

protein sel bakteri, dan menghambat sintesis

asam nukleat. Antibakteri yang bekerja

dengan mekanisme menghambat sintesis

protein sel bakteri contohnya kloramfenikol,

eritromisin, sikloheksimida, dan tetrasiklin.

Antibiotik standar yang akan digunakan dalam

percobaan ini adalah kloramfenikol karena

termasuk ke dalam antibiotik berspektrum

luas (Moat et al. 2002).

Kloramfenikol atau 2,2-dikloro-N-

[(1R,2R)-1,3-dihidroksi-1-(4-nitrofenil)

propan-2-il] asetamida merupakan antibiotik

yang pada awalnya diisolasi dari Streptomyces

venezuelae. Senyawa ini bekerja dengan cara

menghambat aktivitas peptidil transferase

melalui pengikatan pada subunit ribosom 70S

bakteri. Kloramfenikol tidak mempengaruhi

sintesis protein pada sel-sel mamalia karena

subunit ribosom yang dimiliki oleh sel-sel

mamalia adalah subunit 80S. Meskipun

demikian, kloramfenikol dapat mempengaruhi

sintesis protein di organel sel mamalia,

misalnya mitokondria, karena adanya

kemiripan subunit ribosom yang terdapat di

organel tersebut dengan subunit ribosom pada

bakteri (Moat et al. 2002). Struktur kloram-

fenikol diperlihatkan pada Gambar 4.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan untuk

pembuatan media dan larutan TBC antara lain

pipet mikro 20, 200, dan 1000 μL; tips steril;

pipet tetes; labu takar 25 dan 100 mL; labu

Erlenmeyer 100, 250, dan 300 mL; neraca

analitik; kertas timbang; pH meter; autoklaf;

syringe 5 mL; membran filter 0.2 μm; dan

pengaduk bermagnet. Alat-alat yang

digunakan untuk pembuatan kultur dan

produksi biosurfaktan adalah ose steril, cawan

Petri, labu Erlenmeyer 300 mL, inkubator

bergoyang, sentrifus Sorvall RC-26 Plus

beserta rotor GSA (r = 14.57 cm) dan tabung

sentrifus. Alat-alat yang digunakan untuk

pengujian aktivitas antibakteri adalah tabung

reaksi, pipet mikro 20 dan 200 μL, tips steril,

inkubator, vorteks, kuvet, spektrofotometer

UV-1700 Pharmaspec, cawan mikro 96

sumur, dan pembaca cawan mikro Thermo

Multiskan EX.

Bahan-bahan yang digunakan dalam

pembuatan media dan produksi biosurfaktan

adalah konsorsium bakteri SR_DP.7,

SR_DP.9, dan isolat murni BT-38-CP, media

Nutrient Agar, media Marine Agar, media

Salt Mineral 1, dan ALCO. Bahan-bahan yang

digunakan dalam pembuatan larutan TBC

adalah larutan dapar fosfat pH 7.2 dan TBC.

Bahan-bahan yang digunakan untuk purifikasi

biosurfaktan dan pengujian aktivitas anti-

bakterinya adalah larutan HCl 6 M, etil asetat

teknis, Na2SO4 anhidrat, media Nutrient

Broth, akuades, larutan baku McFarland 0.5,

dan kloramfenikol.

Metode

Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Komposisi media NA per liter adalah 10

gram pepton, 5 gram NaCl, 5 gram ekstrak

daging sapi, 15 gram agar, dan 1000 mL

Gambar 4 Struktur molekul kloramfenikol.

Gambar 3 Struktur molekul TBC.

Page 16: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

6

akuades. Media dilarutkan hingga homogen

menggunakan pengaduk bermagnet dan

disesuaikan pHnya menjadi 7.0. Media ini

disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu

121 °C selama 15 menit. Media ini digunakan

untuk menumbuhkan bakteri-bakteri uji, yaitu

E. coli, P. aeruginosa, S. aureus, dan

B. subtilis.

Pembuatan Media Nutrient Broth (NB)

Media NB digunakan untuk menumbuh-

kan bakteri uji. Komposisi media NB per liter

adalah 10 gram pepton, 5 gram NaCl, 5 gram

ekstrak daging sapi, dan 1000 mL akuades.

Media dilarutkan hingga homogen meng-

gunakan pengaduk bermagnet dan disesuaikan

pHnya menjadi 7.0. Media ini disterilisasi

menggunakan autoklaf pada suhu 121 °C

selama 15 menit.

Pembuatan Media Marine Agar (MA)

Media ini digunakan untuk menumbuhkan

isolat penghasil biosurfaktan. Komposisi

media MA per liter adalah 37.4 gram marine

broth, 15 gram agar, dan 1000 mL akuades.

Media dilarutkan hingga homogen dan

disesuaikan pHnya menjadi 7.6. Media ini

disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu

121 °C selama 15 menit dan dituangkan ke

dalam cawan Petri steril.

Pembuatan Media Salt Mineral 1 (SM1)

(Utama 2010)

Media ini digunakan untuk produksi

biosurfaktan. Komposisi media SM1 per liter

adalah 1.90 gram KH2PO4, 1.30 gram

K2HPO4·3H2O, 1 gram MgSO4·7H2O,

10 gram glukosa, 10 gram pepton, dan 1 gram

ekstrak khamir. Media dilarutkan hingga

homogen menggunakan pengaduk bermagnet

dan disesuaikan pHnya menjadi 7.4. Media ini

disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu

121 °C selama 15 menit.

Pembuatan Larutan TBC (Wang et al.

2007)

Pembuatan larutan TBC terdiri atas

2 tahap, yaitu pembuatan larutan dapar fosfat

pH 7.2 dan pembuatan larutan TBC. Larutan

dapar fosfat terdiri atas larutan NaH2PO4 dan

Na2HPO4 dengan konsentrasi masing-masing

0.2 M. Garam NaH2PO4, dan Na2HPO4

ditimbang dan dilarutkan dalam akuades

sehingga diperoleh larutannya dengan

konsentrasi 0.2 M. Kedua larutan tersebut

kemudian dicampurkan dengan perbandingan

28:72. Setelah itu, campuran ini ditambahkan

akuades hingga volumenya menjadi 200 mL

kemudian ditepatkan pHnya menjadi 7.2.

Kristal TBC ditimbang dan dilarutkan

dengan larutan dapar fosfat hingga diperoleh

larutan TBC dengan kadar 2.5 mg/mL dan

diaduk hingga homogen. Setelah itu, larutan

TBC difiltrasi dengan membran filter

0.22 μm kemudian disimpan di dalam ruang

pendingin hingga akan digunakan.

Pembuatan Larutan Baku McFarland 0.5

(Andrews 2008)

Larutan baku McFarland terdiri atas dua

komponen, yaitu larutan BaCl2 1 % dan

H2SO4 1 %. Sebanyak 0.5 mL larutan BaCl2

1 % dicampurkan dengan 99.5 mL larutan

H2SO4 1 % dan dikocok hingga homogen.

Kekeruhan larutan diukur pada panjang

gelombang 625 nm dengan menggunakan

akuades sebagai blangkonya. Nilai absorban

larutan baku harus berada di kisaran 0.08

sampai dengan 0.13. Larutan baku McFarland

0.5 ekuivalen dengan suspensi sel bakteri

dengan konsentrasi 1.5 × 108 CFU/mL.

Prekultur dan Inokulasi ke Media Kultur

(Utama 2010) Sebanyak satu ose isolat bakteri penghasil

biosurfaktan diinokulasikan ke dalam media

SM1 steril sebagai prekultur lalu diinkubasi

selama 24 jam pada inkubator bergoyang pada

suhu ruang. Sebanyak 10 mL prekultur

dimasukkan ke dalam 90 mL media SM1

steril untuk kultur. Setelah itu, kultur

diinkubasi di inkubator bergoyang selama 54

jam pada suhu ruang.

Pembuatan Kurva Pertumbuhan

Sebanyak satu ose isolat bakteri

dipindahkan secara aseptik ke media SM1

steril dan diinkubasi di inkubator bergoyang

pada suhu ruang. Setelah itu, pengukuran

absorban dilakukan terhadap masing-masing

kultur setiap 2 jam hingga diperoleh nilai

absorban yang stasioner dengan blangko

berupa media SM1 steril. Setelah itu kurva

pertumbuhan dibuat dengan menghubungkan

nilai absorban kultur dengan waktu

inkubasinya.

Purifikasi Biosurfaktan (Modifikasi Yin et

al. 2009)

Kultur isolat disentrifus pada kecepatan

8000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 °C

dan diambil supernatannya. Supernatan

kemudian disesuaikan pHnya hingga 2.0

menggunakan larutan HCl 6 M dan dieks-

traksi. Ekstraksi dilakukan dengan menam-

Page 17: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

7

bahkan etil asetat ke dalam supernatan dengan

perbandingan volume 1:1. Fase etil asetat

yang berada di lapisan atas dipisahkan dari

supernatan dan ditambahkan Na2SO4 anhidrat

untuk memisahkan air dan dilanjutkan dengan

pemekatan menggunakan evaporator putar

pada suhu 40 °C. Purifikasi dengan cara

ekstraksi menggunakan etil asetat digunakan

untuk konsorsium SR_DP.7 dan SR_DP.9.

Purifikasi untuk isolat BT-38-CP dilakukan

dengan pengasaman hingga pH 2.0,

sentrifugasi pada kecepatan 7000 rpm selama

10 menit, dan diambil peletnya.

Uji Emulsifikasi Biosurfaktan (Cooper &

Goldenberg 1987)

Biosurfaktan terpurifikasi dan ALCO

dicampurkan ke dalam tabung reaksi kering

dengan perbandingan 1:1. Setelah itu

dilakukan pengocokan menggunakan vorteks

selama 2 menit dan dibiarkan hingga stabil

selama 24 jam. Sebagai kontrol positif adalah

tween 20 dan kontrol negatif adalah akuades

yang masing-masing juga ditambahkan

ALCO dengan perbandingan 1:1. Indeks

emulsifikasi ditetapkan dengan membagi

tinggi lapisan larutan minyak teremulsi

dengan tinggi kolom total larutan kemudian

dikalikan 100 %.

Penentuan Potensi Antibakteri (Modifikasi

Ellof 1998)

Peremajaan Bakteri Uji. Peremajaan

dilakukan dengan menginokulasikan bakteri

uji ke dalam media NA dan diinkubasi selama

24 jam pada suhu 37 °C. Koloni yang tumbuh

di media dipindahkan ke dalam 5 mL media

NB secara aseptik dan disesuaikan serapannya

dengan larutan baku McFarland 0.5 sehingga

diperoleh suspensi dengan jumlah sel 1.5 ×

108 CFU/mL.

Penentuan Panjang Gelombang

Maksimum. Larutan TBC diencerkan dengan

larutan dapar fosfat hingga 0.2 mg/mL.

Suspensi bakteri yang telah disesuaikan

serapannya dengan larutan baku McFarland

0.5 diencerkan kembali hingga jumlah selnya

1.5 × 106 CFU/mL. Sebanyak 5 mL suspensi

bakteri uji ditambahkan larutan TBC

0.2 mg/mL dan diinkubasi selama 24 jam

pada suhu 37 °C. Setelah 24 jam, kultur

bakteri diukur absorbannya pada panjang

gelombang antara 550 sampai 650 nm hingga

diperoleh serapan maksimum. Blangko yang

digunakan berupa media NB steril. Panjang

gelombang pada saat diperoleh absorban

maksimum ditetapkan sebagai panjang

gelombang maksimum. Penentuan panjang

gelombang diulangi sebanyak 3 kali.

Pengujian Aktivitas Antibakteri

Biosurfaktan hasil pemurnian dilarutkan

dengan akuades dan disesuaikan pHnya

hingga 7.0, diencerkan hingga diperoleh

konsentrasi 20 000 ppm, lalu disterilisasi

dengan membran filter 0.22 µm. Larutan stok

dimasukkan ke dalam sumur cawan mikro dan

diencerkan dengan media NB steril hingga

diperoleh konsentrasi 10 000, 5000, 1000,

500, 100, dan 50 ppm. Sebanyak 2 µL

suspensi bakteri uji yang telah distandardisasi

jumlah selnya dimasukkan ke dalam sumur

dan diinkubasi selama 24 jam pada inkubator

37 °C. Volume total campuran larutan

biosurfaktan, media NB, dan suspensi bakteri

adalah 160 µL. Setelah 24 jam, sebanyak 40

µL larutan TBC dimasukkan ke dalam sumur

lalu diinkubasi kembali di inkubator 37 °C

dan diukur serapannya. Pengukuran serapan

larutan di dalam cawan mikro dilakukan pada

menit ke-30, jam ke-3, jam ke-6 dengan

menggunakan pembaca cawan mikro Thermo

Multiskan EX.

Kontrol perlakuan dalam percobaan terdiri

atas kontrol positif, yaitu antibiotik

kloramfenikol 200 ppm, media, dan bakteri

uji, kontrol negatif berupa media dan bakteri

uji. Selain itu, dilakukan pengukuran serapan

terhadap sumur yang tidak berisi larutan

apapun, akuades steril, dan media NB steril

sebagai faktor koreksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Isolat Bakteri Penghasil

Biosurfaktan

Biosurfaktan merupakan metabolit

sekunder yang tidak disintesis sejak awal

pertumbuhannya. Analisis awal mengenai

pertumbuhan isolat penghasil biosurfaktan

perlu dilakukan untuk dapat mengetahui

waktu pemanenan yang tepat, sehingga akan

diperoleh biosurfaktan dalam jumlah yang

optimal. Pertumbuhan mikrob dapat diketahui

dengan cara mengukur absorban kultur cair

mikrob pada panjang gelombang 660 nm.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan,

pengukuran absorban setiap 2 jam mem-

perlihatkan bahwa kultur isolat dapat

mencapai fase eksponensial setelah diinkubasi

selama 24 jam. Setelah itu, isolat SR_DP.7

dan SR_DP.9 memasuki fase stasioner hingga

jam ke-54 sedangkan BT-38-CP mulai

mengalami fase kematian pada jam ke-52.

Pertumbuhan optimum bagi tiga isolat

Page 18: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

8

tercapai setelah diinkubasi selama 24 jam

(Gambar 5).

Fase eksponensial merupakan fase

pertumbuhan mikrob melalui pembelahan

biner. Fase ini terjadi ketika mikrob telah

dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan

dan mulai menyintesis enzim-enzim yang

diperlukan untuk memanfaatkan substrat yang

tersedia. Hasil penelitian memperlihatkan nilai

OD kultur bakteri yang meningkat sejak jam

inkubasi ke-0 hingga jam ke-24. Peningkatan

nilai OD kultur sesuai dengan Hogg (2005)

yang menyatakan bahwa populasi sel di dalam

media cair dapat meningkat secara konstan

apabila mikrob tersebut telah mencapai

kondisi yang optimal.

Mikrob memasuki fase stasioner setelah

fase eksponensial tercapai. Pada fase ini,

kecepatan pembelahan sel dan kematian sel

adalah konstan. Menurut Nitschke et al.

(2010), sintesis metabolit sekunder seperti

ramnolipid terjadi setelah sel mencapai fase

stasioner ini. Sintesis biosurfaktan dapat

berlangsung hingga waktu inkubasi mencapai

144 jam. Pemisahan biosurfaktan dari kultur

sel dalam penelitian ini dilakukan pada waktu

inkubasi isolat mencapai 54 jam, yang

memperlihatkan ketiga isolat telah memasuki

fase stasionernya.

Pemurnian Biosurfaktan

Hasil pemurnian biosurfaktan diper-

lihatkan pada Tabel 1. Masing-masing

ulangan dan isolat menghasilkan rendemen

yang berbeda, yaitu 0.95 % untuk SR_DP.7,

0.36 % untuk SR_DP.9, dan 0.08 % untuk

BT-38-CP. Perbedaan rendemen yang didapat

diduga disebabkan oleh perbedaan aktivitas

enzim yang mensintesis biosurfaktan dari

masing-masing isolat. Hal ini berakibat

adanya isolat yang menghasilkan biosurfaktan

dalam jumlah banyak, dan ada juga yang

menghasilkan dalam jumlah sedikit.

Pemurnian biosurfaktan dalam penelitian

ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu

sentrifugasi untuk mendapatkan supernatan

bebas sel dan ekstraksi dengan pelarut etil

asetat. Supernatan bebas sel didapat dengan

cara sentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm

selama 20 menit dan diasamkan dengan

larutan HCl 6 N hingga pH 2.0. Pengasaman

bertujuan mengubah kelarutan biosurfaktan

sehingga lebih mudah dipisahkan dari

senyawa-senyawa pengotor lainnya.

Supernatan yang sudah diasamkan kemudian

didiamkan selama 1 malam di dalam

pendingin bersuhu 4 °C untuk mengop-

timalkan pengendapan biosurfaktan.

Terdapat perbedaan hasil pada peng-

asaman supernatan ini. Pengasaman pada

isolat SR_DP.7 dan SR_DP.9 mengakibatkan

supernatan kedua isolat menjadi keruh,

sedangkan pengasaman isolat BT-38-CP

mengakibatkan terbentuk endapan. Oleh

karena itu, endapan biosurfaktan pada BT-38-

CP dipisahkan dari larutannya dengan

sentrifugasi pada kecepatan 7000 rpm selama

10 menit.

Proses lanjutan dalam purifikasi

biosurfaktan adalah ekstraksi dengan etil

asetat yang merupakan pelarut semi polar.

Adanya pelarut semipolar akan mengaki-

batkan gugus hidrofobik dari molekul

biosurfaktan menjadi terlarut di dalam etil

asetat sesuai kaidah “like dissolve like”.

Menurut kaidah ini, senyawa polar akan dapat

terlarut di dalam pelarut polar dan senyawa

Gambar 5 Kurva pertumbuhan isolat peng-

hasil biosurfaktan: SR_DP.7

( ), SR_DP.9 ( ), dan BT-

38-CP ( ).

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

0 20 40 60

OD

λ =

66

0 n

m

Waktu (jam)

Tabel 1 Hasil purifikasi biosurfaktan

Isolat Ulangan Bobot (gram)

Rendemen (%) Rendemen

rata-rata (%) Kultur Ekstrak

SR_DP.7 1 99.52 1.1735 1.18

0.95 2 98.88 0.7207 0.73

SR_DP.9 1 96.47 0.4295 0.45

0.36 2 102.90 0.2913 0.28

BT-38-CP 1 95.99 0.0979 0.10

0.08 2 95.93 0.0603 0.06

Page 19: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

9

non polar akan terlarut di dalam pelarut non

polar. Pengasaman supernatan sebelum

ekstraksi dapat meningkatkan rendemen

biosurfaktan yang terekstrak karena kondisi

asam mengakibatkan senyawa tersebut berada

dalam bentuk terprotonasi yang kurang larut

dalam air (Heyd et al. 2008).

Penggunaan etil asetat sebagai

pengekstrak biosurfaktan juga bertujuan

mendestabilisasi biosurfaktan yang terlarut di

dalam supernatan. Menurut Lin & Jiang

(1997), misel biosurfaktan dapat dipecah

dengan penambahan pelarut organik seperti

etil asetat, metanol, aseton, dan lain-lain.

Setelah misel dapat dipecah, biosurfaktan

akan menjadi lebih mudah dipisahkan dari

molekul-molekul lainnya.

Biosurfaktan dari masing-masing isolat

kemudian dilarutkan kembali dalam akuades

dan dinetralkan hingga pH 7.0. Netralisasi pH

bertujuan agar biosurfaktan tersebut dapat

larut sempurna di dalam air. Setelah itu,

biosurfaktan diencerkan hingga diperoleh

konsentrasi 20 000 ppm untuk isolat SR_DP.9

dan BT-38-CP, dan 50 000 ppm untuk

SR_DP.7. Ketiga sampel disterilkan secara

filtrasi menggunakan membran filter 0.22 µm.

Sterilisasi tidak dilakukan dengan menggu-

nakan cara sterilisasi panas seperti autoklaf

untuk mencegah kerusakan sampel akibat

panas yang terlalu tinggi.

Uji Emulsifikasi Biosurfaktan

Ekstraksi dengan etil asetat terhadap

supernatan akan menghasilkan tidak hanya

biosurfaktan terlarut tetapi juga senyawa-

senyawa lain yang dapat terlarut di dalamnya.

Ekstrak yang telah didapat akan diuji

kandungannya dengan uji emulsifikasi untuk

membuktikan adanya biosurfaktan di dalam

ekstrak tersebut. Prinsip uji emulsifikasi

adalah perbandingan tinggi minyak yang

teremulsi di dalam air dengan tinggi campuran

minyak dan air. Campuran minyak dan air

yang dikocok dengan kecepatan tinggi akan

mengakibatkan kedua zat cair menyatu.

Namun adanya perbedaan kepolaran akan

mengakibatkan campuran air dan minyak

memisah setelah dibiarkan hingga stabil

selama 24 jam. Biosurfaktan di dalam

campuran tersebut akan mencegah terjadinya

pemisahan tersebut dan akan menghasilkan

lapisan minyak teremulsi yang dapat diamati

24 jam kemudian.

Hasil uji emulsifikasi diperlihatkan pada

Gambar 6. Penentuan indeks emulsifikasi

dalam penelitian ini menggunakan tween 20

sebagai kontrol positif dan akuades sebagai

kontrol negatifnya. Berdasarkan hasil yang

telah didapat, tween 20 dapat mengemulsikan

ALCO secara keseluruhan sehingga memiliki

nilai E24 sebesar 100 %. Biosurfaktan

terpurifikasi dari masing-masing isolat

memiliki nilai E24 yang berbeda-beda. Nilai

E24 dari isolat SR_DP.7, SR_DP.9, dan BT-

38-CP masing-masing sebesar 35.71 %,

84.62 %, dan 84.62 %.

Nilai E24 yang diperoleh menunjukkan

bahwa biosurfaktan terpurifikasi dari isolat

SR_DP.9, dan BT-38-CP memiliki kemam-

puan emulsifikasi yang cukup besar.

Meskipun demikian, biosurfaktan dari isolat

SR_DP.7 ternyata memiliki kemampuan

emulsifikasi yang rendah, bahkan lebih kecil

dibandingkan dengan akuades. Oleh karena

aktivitas permukaan tidak selalu berhubungan

linier dengan kemampuan emulsifikasi,

biosurfaktan dari SR_DP.7 diduga memiliki

sifat tegangan permukaan yang berbeda

dibandingkan dengan kemampuan emulsi-

fikasinya.

Penentuan Panjang Gelombang

Maksimum Formazan

Penentuan panjang gelombang maksimum

dalam penelitian ini memanfaatkan reaksi

reduksi enzimatis yang dilakukan oleh

keempat bakteri uji. Spektrum absorbsi

formazan diperlihatkan pada Gambar 7.

Pengukuran dilakukan pada kisaran panjang

gelombang 550 hingga 650 nm. Masing-

masing bakteri uji mampu mereduksi

tetrazolium dengan kemampuan berbeda-

beda. E. coli dapat menghasilkan formazan

lebih banyak dibandingkan dengan bakteri uji

yang lain. Hal ini dapat diketahui berdasarkan

nilai absorbannya yang paling besar.

Sementara itu, S. aureus menghasilkan

formazan paling sedikit karena nilai

absorbannya yang paling kecil dibandingkan

bakteri uji lainnya.

Gambar 6 Hasil uji emulsifikasi biosurfaktan

(dari kiri ke kanan: SR_DP.9,

SR_DP.7, BT-38-CP, tween 20,

dan akuades).

Page 20: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

10

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh,

panjang gelombang maksimum untuk E. coli

dan P. aeruginosa berada pada 620 nm,

B. subtilis pada 615 nm, dan S. aureus pada

595 nm. Hasil yang didapat berbeda jika

dibandingkan dengan hasil yang didapat oleh

Kregiel et al. (2008). Panjang gelombang

maksimum yang didapat dari reduksi TBC

oleh hidrazin hidrat adalah 540 nm.

Berdasarkan struktur molekulnya, TBC

digolongkan ke dalam senyawa ditetrazolium

karena memiliki dua cincin tetrazol. Oleh

karena itu, formazan yang terbentuk dapat

membentuk intermediet separuh tereduksi,

dengan satu bagian tetrazolium dan satu

bagian formazan. Intermediet yang separuh

tereduksi berwarna kemerahan, sedangkan

formazan yang sudah tereduksi sepenuhnya

berwarna kebiruan. Altman (1974)

menyatakan bahwa kedua formazan ini dapat

saling bercampur, meskipun pada akhirnya

formazan yang berwarna merah akan

tereduksi kembali hingga berwarna biru.

Perbedaan panjang gelombang yang

didapat diduga terjadi karena dua faktor.

Faktor pertama adalah adanya formazan yang

belum tereduksi sepenuhnya sehingga

mempengaruhi pengukuran serapan formazan

yang sudah tereduksi. Faktor kedua adalah

adanya pengaruh polaritas pelarut yang

digunakan untuk mereduksi tetrazolium.

Daniel (1997) menyatakan bahwa spektrum

absorbsi dapat bergeser ke panjang gelombang

yang lebih tinggi apabila polaritas pelarut

meningkat.

Penentuan Potensi Antibakteri

Penetapan jumlah sel adalah tahap awal

dalam penelitian ini. Salah satu metode yang

cepat dan cukup akurat untuk menetapkan

jumlah sel adalah menggunakan larutan baku

McFarland. Sebanyak 0.5 mL larutan BaCl2

1 % dicampurkan dengan 99.5 mL larutan

H2SO4 1 % untuk membuat larutan baku

McFarland 0.5. Serapan larutan ini ekuivalen

dengan suspensi sel dengan jumlah sel 1.5 ×

108 CFU/mL. Oleh karena jumlah sel yang

dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sekitar

106 CFU/mL, suspensi sel yang telah

distandardisasi harus diencerkan 100 kali agar

mencapai jumlah sel yang dibutuhkan.

Penelitian ini menggunakan kontrol positif

berupa kloramfenikol 200 ppm dan kontrol

negatif berupa kultur bakteri tanpa

penambahan biosurfaktan. Selain itu, juga

terdapat blangko berupa media NB steril

dengan penambahan TBC. Blangko ini dipilih

karena pelarut yang digunakan dalam

penelitian ini adalah media NB.

Uji antibakteri dari biosurfaktan terhadap

E. coli diperlihatkan pada Gambar 8. Tidak

ada efek penghambatan pertumbuhan dari tiga

biosurfaktan terhadap bakteri uji. Ini diketahui

berdasarkan pengukuran absorban terhadap

suspensi bakteri yang telah diinkubasi selama

6 jam. Terdapat kecenderungan nilai absorban

yang berkurang seiring dengan meningkatnya

konsentrasi sampel. Sampel tersebut diduga

akan memiliki sifat penghambatan apabila

konsentrasi yang digunakan ditingkatkan lagi.

Pengamatan secara visual memperlihatkan

adanya sumur cawan mikro yang berwarna

biru setelah ditambahkan TBC dan tidak

berwarna setelah ditambahkan TBC. Sumur

yang berwarna biru menunjukkan tidak ada

efek menghambat pertumbuhan bakteri karena

dapat mereduksi TBC menjadi formazan.

Sumur yang tidak berwarna biru setelah

Gambar 7 Spektrum absorbsi bakteri uji.

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

540 560 580 600 620 640 660

Ab

sorb

an

Panjang Gelombang (nm)

E. coli P. aeruginosa B. subtilis S. aureus

Page 21: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

11

ditambahkan TBC menunjukkan ada efek

menghambat pertumbuhan

Pengamatan visual terhadap pertumbuhan

E. coli yang ditambahkan TBC diperlihatkan

pada Gambar 9. Terlihat bahwa tiga bio-

surfaktan yang telah diperoleh tidak memiliki

potensi antibakteri hingga konsentrasi 10 000

ppm. Hal ini dibuktikan dengan perubahan

suspensi bakteri menjadi berwarna biru yang

berasal dari reduksi TBC menjadi formazan.

Uji antibakteri terhadap P. aeruginosa

menggunakan biosurfaktan dari ketiga isolat

memperlihatkan hasil yang mirip. Dengan

membandingkan grafik yang diperoleh dan

pengamatan secara visual, diperoleh hasil

tidak ada efek penghambatan pertumbuhan

oleh biosurfaktan meskipun konsentrasi

sampel ditingkatkan hingga 10 000 ppm.

Grafik hasil pengukuran serapan uji

antibakteri diperlihatkan pada Gambar 10.

Penambahan ketiga sampel ke dalam suspensi

bakteri uji tidak menunjukkan perubahan

absorban seperti pada pengujian terhadap

E. coli. Hal ini diperkuat dengan data visual

seperti ditunjukkan Gambar 11. Bakteri

P. aeruginosa tetap dapat mereduksi TBC

membentuk formazan.

Uji terhadap S. aureus menunjukkan hasil

yang berbeda. Hasil pengukuran serapan

suspensi bakteri pada Gambar 12

menunjukkan bahwa pada konsentrasi 5000

ppm, sampel dari BT-38-CP mulai dapat

menghambat pertumbuhan S. aureus. Hal ini

diperkuat dengan pengamatan visual seperti

ditunjukkan Gambar 13. Terlihat tidak ada

endapan yang berwarna biru pada suspensi

bakteri yang ditambahkan biosurfaktan BT-

38-CP. Sementara itu, biosurfaktan dari

SR_DP.7 dan SR_DP.9 tidak menghambat

pertumbuhan S. aureus. Uji antibakteri terhadap B. subtilis

menunjukkan hasil yang mirip dengan uji

pada S. aureus. Pengukuran serapan suspensi

bakteri pada jam ke-6 diperlihatkan pada

Gambar 14. Terlihat bahwa biosurfaktan BT-

38-CP pada konsentrasi 5000 ppm mulai

Gambar 8 Hasil pengukuran serapan uji

antibakteri terhadap Escherichia

coli.

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

K+

K-

50

pp

m

10

0 p

pm

50

0 p

pm

10

00

pp

m

50

00

pp

m

10

00

0 p

pm

Ab

sorb

an

ra

ta-r

ata

Perlakuan

SR_DP.7 SR_DP.9 BT-38-CP

Gambar 9 Cawan mikro hasil uji antibakteri

terhadap Escherichia coli

(keterangan: AB: SR_DP.7; DE:

SR_DP.9; GH: BT-38-CP).

Gambar 10 Hasil pengukuran serapan uji

antibakteri terhadap Pseudo-

monas aeruginosa.

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

K+

K-

50

pp

m

10

0 p

pm

50

0 p

pm

10

00

pp

m

50

00

pp

m

10

00

0 p

pm

Ab

sorb

an

ra

ta-r

ata

Perlakuan

SR_DP.7 SR_DP.9 BT-38-CP

Gambar 11 Cawan mikro hasil uji antibakteri

terhadap terhadap Pseudomonas

aeruginosa (keterangan: AB:

SR_DP.7; DE: SR_DP.9; GH:

BT-38-CP).

Gambar 8 Hasil pengukuran serapan uji

antibakteri terhadap Esche-

richia coli.

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

K+

K-

50

pp

m

10

0 p

pm

50

0 p

pm

10

00

pp

m

50

00

pp

m

10

00

0 p

pm

Ab

sorb

an

ra

ta-r

ata

Perlakuan

SR_DP.7 SR_DP.9 BT-38-CP

Gambar 9 Cawan mikro hasil uji antibakteri

terhadap Escherichia coli

(keterangan: AB: SR_DP.7; DE:

SR_DP.9; GH: BT-38-CP).

Gambar 10 Hasil pengukuran serapan uji

antibakteri terhadap Pseudo-

monas aeruginosa.

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0K

+

K-

50

pp

m

10

0 p

pm

50

0 p

pm

10

00

pp

m

50

00

pp

m

10

00

0 p

pm

Ab

sorb

an

ra

ta-r

ata

Perlakuan

SR_DP.7 SR_DP.9 BT-38-CP

Gambar 11 Cawan mikro hasil uji antibakteri

terhadap terhadap Pseudomonas

aeruginosa (keterangan: AB:

SR_DP.7; DE: SR_DP.9; GH:

BT-38-CP).

Page 22: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

12

menghambat pertumbuhan B. subtilis.

Pengamatan secara visual menunjukkan ada-

nya efek penghambatan pada konsentrasi 5000

ppm (Gambar 15), sementara itu, pada

konsentrasi di bawah 5000 ppm, B. subtilis

masih dapat mereduksi TBC. Biosurfaktan

dari isolat SR_DP.7 dan SR_DP.9 tidak

menghambat pertumbuhan bakteri uji, bahkan

membuat serapan B. subtilis menjadi lebih

besar.

Bakteri Gram negatif seperti E. coli

cenderung lebih resisten terhadap biosurfaktan

dari isolat SR_DP.7, SR_DP.9, dan BT-38-

CP. Serapan kultur bakteri uji yang

ditambahkan biosurfaktan menunjukkan pola

yang cenderung stabil, meskipun pengamatan

secara visual menunjukkan bahwa sampel ini

belum dapat menghambat ataupun membunuh

bakteri uji yang digunakan. Pengukuran OD

bakteri uji yang ditambahkan biosurfaktan

pada konsentrasi 10 000 ppm pada setiap

waktu pencuplikan menunjukkan serapan

yang meningkat (Gambar 16).

Bakteri Gram positif seperti S. aureus

lebih sensitif terhadap biosurfaktan dari isolat

BT-38-CP. Pengamatan secara visual

menunjukkan bahwa sampel ini menghambat

pertumbuhan bakteri uji pada konsentrasi

5000 ppm. Pengukuran OD pertumbuhan

bakteri yang ditambahkan biosurfaktan ini

pada setiap waktu pencuplikan membuktikan

hal ini (Gambar 17). Oleh karena itu, diduga

biosurfaktan BT-38-CP memiliki konsentrasi

hambat tumbuh minimum (KHTM) pada

konsentrasi 5000 ppm. Biosurfaktan dari

isolat SR_DP.7 dan SR_DP.9 tidak

memperlihatkan efek penghambatan seperti

yang ditunjukkan oleh BT-38-CP.

Penggunaan metode cawan mikro dan

TBC dalam penentuan potensi antibakteri

biosurfaktan dapat mempermudah analisis.

Dalam satu kali prosedur analisis, telah

Gambar 12 Hasil pengukuran serapan uji

antibakteri terhadap Staphy-

lococcus aureus.

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

K+

K-

50

pp

m

10

0 p

pm

50

0 p

pm

10

00

pp

m

50

00

pp

m

10

00

0 p

pm

Ab

sorb

an

ra

ta-r

ata

Perlakuan

SR_DP.7 SR_DP.9 BT-38-CP

Gambar 13 Cawan mikro hasil uji antibakteri

terhadap Staphylococcus aureus

(keterangan: AB: SR_DP.7; DE:

SR_DP.9; GH: BT-38-CP).

Gambar 14 Hasil pengukuran serapan uji

antibakteri terhadap Bacillus

subtilis.

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

K+

K-

50

pp

m

10

0 p

pm

50

0 p

pm

10

00

pp

m

50

00

pp

m

10

00

0 p

pm

Ab

sorb

an

ra

ta-r

ata

Perlakuan

SR_DP.7 SR_DP.9 BT-38-CP

Gambar 15 Cawan mikro hasil uji antibakteri

terhadap Bacillus subtilis (kete-

rangan: AB: SR_DP.7; DE:

SR_DP.9; GH: BT-38-CP).

Page 23: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

13

diperoleh hasil uji antibakteri dari tiga sampel

biosurfaktan. Meskipun demikian, resiko

kontaminasi dalam metode ini sangat tinggi.

Kontaminasi dapat terjadi pada saat

penambahan TBC dan pada saat pengukuran

serapan. Oleh karena itu, teknik aseptik

diperlukan dalam setiap tahapan pengujian,

mulai dari pembuatan suspensi bakteri hingga

pada saat pengukuran.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Telah diperoleh biosurfaktan dari hasil

pemurnian isolat SR_DP.7, SR_DP.9 dan BT-

38-CP dengan rendemen masing-masing

sebesar 0.95, 0.36, dan 0.08 %. Analisis

emulsifikasi menunjukkan bahwa biosurfaktan

dari isolat SR_DP.7 memiliki kemampuan

emulsifikasi yang lemah dibandingkan dengan

biosurfaktan dari isolat SR_DP.9 dan BT-38-

CP. Hal ini diketahui berdasarkan nilai E24

untuk SR_DP.7, SR_DP.9 dan BT-38-CP

masing-masing sebesar 35.71, 84.62, dan

84.62 %. Berdasarkan hasil penelitian,

biosurfaktan dari hasil pemurnian isolat

SR_DP.7 dan SR_DP.9 tidak memiliki

potensi antibakteri hingga konsentrasi 10 000

ppm. Biosurfaktan dari BT-38-CP berpotensi

antibakteri terhadap bakteri B. subtilis dan

S.aureus pada konsentrasi 5000 ppm. Panjang

gelombang maksimum untuk pengujian

antibakteri adalah 620 nm untuk E. coli dan

P. aeruginosa, 615 nm untuk B. subtilis, dan

595 nm untuk S. aureus.

Saran

Optimasi produksi biosurfaktan untuk

mendapatkan hasil biosurfaktan yang

maksimum perlu dilakukan. Penelitian lebih

lanjut diperlukan untuk menentukan KHTM

dari biosurfaktan isolat BT-38-CP, baik

dengan metode difusi ataupun dilusi dengan

cawan mikro 96 sumur.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Mawgoud AM, Lépine F, Déziel E.

2010. Rhamnolipids: diversity of

structures, microbial origins, and roles

[ulasan]. App Microbiol Biotechnol

86:1323-1336. [terhubung berkala]

http://www.springerlink.com/content/d867

157740u54373/ [30 Jun 2010].

Andrews JM. 2008. BSAC standardized disc

susceptibility testing method (version 7).

J Antimicrob Chemother 56:60-76.

[terhubung berkala] http://jac.

oxfordjournals.org/cgi/reprint/62/2/256

[27 Jan 2010].

Altman FP. 1974. Studies on the reduction of

tetrazolium salts III. The products of

chemical and enzymic reduction.

Histochem 38:155-171.

Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA,

editor. 2007. Jawetz, Melnick, &

Adelberg’s Medical Microbiology. Ed ke-

24. San Fransisco: McGraw-Hill.

Cooper DG, Goldenberg BG. 1987. Surface-

active agents from two Bacillus species.

Appl Environ Microbiol 53:224-229.

Gambar 16 Kurva pertumbuhan E. coli yang

ditambahkan biosurfaktan 10 000

ppm.

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

30 menit 3 jam 6 jam

OD

Waktu inkubasi

SR_DP.7 SR_DP.9 BT-38-CP

Gambar 17 Kurva pertumbuhan S. aureus

yang ditambahkan biosurfaktan

5000 ppm.

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

30 menit 3 jam 6 jam

OD

Waktu inkubasi

SR_DP.7 SR_DP.9 BT-38-CP

Page 24: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

14

Daniel DS. 1997. The Chemistry of

Tetrazolium Salts. Di dalam: Katrizky AR,

Sabongi GJ, Muthyala R, editor.

Chemistry and Applications of Leuco

Dyes. Ed ke-2. New York: Springer. hlm

207-296.

Desai JD, Banat IM. 1997. Microbial

production of surfactants and their

commercial potential [ulasan]. Microbiol

Mol Biol Rev 61:47-64. [terhubung

berkala] mbr.asm.org/cgi/reprint/61/1/

47.pdf [25 Agt 2008].

Dwijoseputro. 1990. Dasar-Dasar

Mikrobiologi. Ed ke-11. Jakarta:

Djambtan.

Ellof JN. 1998. A sensitive and quick

microplate method to determine the

minimal inhibitory concentration of plant

extracts for bacteria. Planta Med 64:711-

713.

Heyd M et al. 2008. Development and trends

of biosurfactant analysis and purification

using rhamnolipids as an example

[ulasan]. Anal Bioanal Chem 391:1579-

1590.

Hogg S. 2005. Essential Microbiology.

Chichester: John Wiley & Sons.

Kreander K, Vuorela P, Tammela P. 2005. A

rapid screening method for detecting

active compounds against erythromycin-

resistant bacterial strains of Finnish origin.

Folia Microbiol 50:487-493.

Kregiel D, Berlowska J, Ambroziak W. 2008.

Succinate dehydrogenase activity assay in

situ with blue tetrazolium salt in Crabtree-

positive Saccharomyces cerevisiae strain.

Food Technol Biotechnol 46:376-380.

[terhubung berkala] hrcak.srce.hr/

file/48117 [7 Mar 2009].

Levy SB. 2001. Antibacterial household

products: cause for concern. Emerg Infec

Diseas 7 Supl 3:512-515.

Lin S, Jiang H. 1997. Recovery and

purification of the lipopeptide

biosurfactant of Bacillus subtilis by

ultrafiltration. Biotech Tech 11:413-416.

Moat AG, Foster JW, Spectro MP. 2002.

Microbial Physiology. Ed ke-4. New

York: Wiley-Liss.

Mosmann T. 1983. Rapid colorimetric assay

for cellular growth and survival:

application to proliferation and

cytotoxicity assays. J Immunol Methods

65:55-63.

Myers D. 2006. Surfactant Science and

Technology. Ed ke-3. New Jersey: John

Wiley & Sons.

Nitschke M, Costa SGVAO, Contiero J. 2010.

Structure and application of a rhamnolipid

surfactant produced in soybean oil waste.

Appl Biochem Biotechnol 160:2066-2074.

Rodrigues L, Banat IM, Texeira J, Oliviera R.

2006. Biosurfactants: potential

applications in medicine. J Antimicrob

Chemother 57:609-618.

Utama EC. 2010. Production and

characterization of biosurfactant obtained

from indigenous bacteria Lysobacter sp.

strain Bt 104. Annales Bogoriensis, in

press.

Van Bogaert INA et al. 2007. Microbial

production and application of

sophorolipids [ulasan]. App Microbiol

Biotechnol 76:23-34.

Vater J et al. 2002. Matrix-associated laser

desorption ionization-time of flight mass

spectrometry of lipopeptide biosurfactants

in whole cells and culture filtrates of

Bacillus subtilis C-1 isolated from

petroleum sludge. Appl Environ Microbiol

68:6210-6219. [terhubung berkala]

http://aem.asm.org/cgi/reprint/ 68/12/6210

[20 Mar 2010].

Walter V, Syldatk C, Hausmann R. 2010.

Screening concepts for the isolation of

biosurfactant producing microorganisms.

Di dalam: Sen R, editor. Advances in

Experimental Medicine and Biology.

Volume ke-672. London: Springer

Science+Business Media. hlm 1-13.

Wang F, Cao L, Hu S. 2007. A rapid and

accurate 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-

diphenil tetrazolium bromide colorimetric

assay for quantification of bacteriocins

with nisin as an example. J Zhejiang Univ

Sci B 8:549-554.

Yin H et al. 2009. Characteristics of

biosurfactant produced by Pseudomonas

aeruginosa S6 isolated from oil-

contaminated wastewater. Proc Biochem

44:302-308.

Page 25: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

15

LAMPIRAN

Page 26: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

16

Lampiran 1 Tahapan penelitian

Peremajaan isolat

Preparasi media dan

larutan

Prekultur dan inokulasi

ke media kultur

Purifikasi biosurfaktan

Uji emulsifikasi

Penentuan potensi

antibakteri

Pembuatan

media MA, NA,

NB, dan SM1

Pembuatan larutan

TBC, dan baku

McFarland

Page 27: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

17

Lampiran 2 Tahapan pengujian potensi antibakteri dengan metode cawan mikro

Peremajaan bakteri

uji dalam media NA

Standardisasi

jumlah sel

Inkubasi kultur pada

suhu 37 °C, 24 jam

Pengenceran sampel

secara berseri

Penentuan panjang

gelombang maksimum

Penambahan TBC

0.2 mg/mL

Inkubasi kultur

pada suhu 37 °C

Pengukuran

serapan kultur

Page 28: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

18

Lampiran 3 Data pertumbuhan isolat penghasil biosurfaktan

Jam ke- OD Isolat

SR_DP.7 SR_DP.9 BT-38-CP

0 0.003 0.059 0.201

2 0.423 0.233 0.139

4 0.742 0.499 0.225

6 0.919 0.698 0.348

24 1.174 1.171 0.866

26 1.174 1.154 0.818

28 1.169 1.126 0.778

30 1.177 1.031 0.651

52 1.186 1.030 0.504

54 1.179 0.954 0.343

Lampiran 4 Hasil penentuan E24

Isolat

Tinggi minyak

teremulsifikasi

(cm)

Tinggi total cairan

(cm) E24 (%)

Akuades 0.6 1.4 42.57

Tween 20 1.4 1.4 100

SR_DP.7 0.5 1.4 35.71

SR_DP.9 1.1 1.3 84.62

BT-38-CP 1.1 1.3 84.62

Contoh perhitungan E24 SR_DP.7:

0.

1. 100 = 35.71 %

Page 29: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

19

Lampiran 5 Hasil pengukuran serapan larutan TBC pada berbagai panjang

gelombang

Panjang

gelombang (nm)

OD Bakteri uji

E. coli P. aeruginosa B. subtilis S. aureus

550 1.742 1.482 0.805 0.752

560 1.785 1.535 0.834 0.764

570 1.827 1.589 0.864 0.775

580 1.863 1.637 0.890 0.785

585 1.881 1.661 0.903 0.788

590 1.895 1.683 0.915 0.790

595 1.910 1.704 0.925 0.790

600 1.926 1.721 0.934 0.787

610 1.944 1.747 0.943 0.774

615 1.944 1.751 0.943 0.764

620 1.945 1.755 0.941 0.753

625 1.944 1.751 0.937 0.729

630 1.940 1.750 0.931 0.703

640 1.925 1.731 0.912 0.677

650 1.898 1.699 0.888 0.752

(Keterangan: angka yang ditebalkan adalah serapan maksimum)

Lampiran 6 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Escherichia coli

Konsentrasi

(ppm)

Waktu inkubasi

30 menit 3 jam 6 jam

Isolat SR_DP.7

Kloramfenikol

200 ppm 0.081 0.085 0.086

0 0.774 1.365 1.638

50 0.929 1.539 1.730

100 0.881 1.474 1.523

500 0.706 1.013 1.026

1000 0.937 1.521 1.510

5000 0.743 1.262 1.528

10 000 0.783 1.171 1.469

Isolat SR_DP.9

Kloramfenikol

200 ppm 0.065 0.065 0.064

0 0.716 1.413 1.536

50 0.824 1.623 1.721

100 0.728 0.970 0.911

500 0.572 0.830 0.718

1000 0.692 1.260 1.150

5000 0.434 0.837 0.952

10 000 0.456 0.767 0.771

Isolat BT-38-CP

Kloramfenikol

200 ppm 0.078 0.085 0.074

Page 30: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

20

Lampiran 6 (lanjutan)

Lampiran 7 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Pseudomonas

aeruginosa

Konsentrasi

(ppm)

Waktu inkubasi

30 menit 3 jam 6 jam

0 0.699 1.365 1.239

50 0.788 1.539 1.482

100 0.669 1.474 1.107

500 0.779 1.013 1.173

1000 0.762 1.521 1.238

5000 0.789 1.262 1.237

10 000 0.674 1.171 1.034

Konsentrasi

(ppm)

Waktu inkubasi

30 menit 3 jam 6 jam

Isolat SR_DP.7

Kloramfenikol

200 ppm 0.097 0.086 0.079

0 0.566 1.795 1.921

50 0.987 2.288 2.233

100 1.287 2.392 2.349

500 1.341 2.216 2.299

1000 1.316 2.117 2.208

5000 1.577 2.183 2.275

10 000 1.527 2.073 2.057

Isolat SR_DP.9

Kloramfenikol

200 ppm 0.097 0.085 0.087

0 0.781 2.253 2.287

50 1.031 2.481 2.418

100 1.263 2.305 2.269

500 1.604 2.296 2.266

1000 1.796 2.364 2.320

5000 2.287 2.481 2.412

10 000 1.722 2.076 2.009

Isolat BT-38-CP

Kloramfenikol

200 ppm 0.068 0.069 0.069

0 0.831 2.277 2.378

50 0.976 2.460 2.517

100 1.230 2.372 2.417

500 1.032 2.182 2.295

1000 0.947 2.204 2.334

5000 1.053 1.966 2.084

10 000 1.005 1.907 2.069

Page 31: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

21

Lampiran 8 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Bacillus subtilis

Lampiran 9 Hasil pengukuran serapan uji antibakteri terhadap Staphylococcus

aureus

Konsentrasi

(ppm)

Waktu inkubasi

30 menit 3 jam 6 jam

Isolat SR_DP.7

Kloramfenikol

200 ppm 0.091 0.086 0.086

0 0.493 0.436 0.415

50 0.649 0.527 0.558

100 0.619 0.575 0.572

500 0.536 0.591 0.538

1000 0.646 0.569 0.557

5000 0.557 0.467 0.477

10 000 0.481 0.421 0.409

Isolat SR_DP.9

Kloramfenikol

200 ppm 0.091 0.083 0.080

0 0.589 0.405 0.403

50 0.715 0.702 0.557

100 1.220 1.287 1.328

500 0.833 0.785 0.855

1000 0.763 0.752 0.719

5000 0.807 0.790 0.759

10 000 0.722 0.701 0.673

Isolat BT-38-CP

Kloramfenikol

200 ppm 0.099 0.077 0.076

0 0.939 0.476 0.457

50 0.423 0.258 0.328

100 0.380 0.339 0.363

500 0.302 0.274 0.240

1000 0.315 0.291 0.256

5000 0.316 0.308 0.267

10 000 0.322 0.437 0.532

Konsentrasi

(ppm)

Waktu inkubasi

30 menit 3 jam 6 jam

Isolat SR_DP.7

Kloramfenikol

200 ppm 0.090 0.086 0.087

0 0.308 0.184 0.160

50 1.205 1.201 1.228

100 1.251 1.319 1.371

500 1.182 1.258 1.335

1000 1.448 1.442 1.521

Page 32: POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANALISIS EMULSIFIKASI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59197/G10apu.pdf · Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia

22

Lampiran 9 (lanjutan)

Konsentrasi

(ppm)

Waktu inkubasi

30 menit 3 jam 6 jam

5000 0.601 0.566 0.581

10000 0.991 1.117 1.263

Isolat SR_DP.9

Kloramfenikol

200 ppm 0.077 0.077 0.078

0 0.317 0.193 0.218

50 0.554 0.658 0.668

100 0.698 1.092 1.107

500 0.631 0.962 0.966

1000 0.693 0.817 0.823

5000 0.830 0.804 0.891

10 000 0.777 0.795 0.969

Isolat BT-38-CP

Kloramfenikol

200 ppm 0.074 0.072 0.072

0 0.267 0.174 0.172

50 0.432 0.491 0.499

100 0.546 0.814 0.817

500 0.539 0.501 0.477

1000 0.446 0.324 0.317

5000 0.247 0.171 0.171

10 000 0.224 0.218 0.256