aktivitas antibakteri ekstrak daun teh

63
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH (Camellia sinensis (L.) Kuntze) TERHADAP BAKTERI Streptococcus pneumoniae RESISTAN MAKROLIDA VIRA MAULIDINA PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1442 H

Upload: others

Post on 03-Nov-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

(Camellia sinensis (L.) Kuntze) TERHADAP

BAKTERI Streptococcus pneumoniae RESISTAN MAKROLIDA

VIRA MAULIDINA

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M / 1442 H

Page 2: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

i

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

(Camellia sinensis (L.) Kuntze) TERHADAP

BAKTERI Streptococcus pneumoniae RESISTAN MAKROLIDA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

VIRA MAULIDINA

11160950000068

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M / 1442 H

Page 3: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

ii

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

(Camellia sinensis (L.) Kuntze) TERHADAP

BAKTERI Streptococcus pneumoniae RESISTAN MAKROLIDA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

VIRA MAULIDINA

11160950000068

Menyetujui,

Mengetahui,

Ketua Program Sudi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Priyanti, M. Si

NIP. 197505262000122001

Pembimbing I,

Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M. Si

NIP. 197203222002122002

Pembimbing II,

Dodi Safari, S. Si., Ph. D

NIP. 197703052014061001

Page 4: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

iii

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Teh (Camellia sinensis

(L.) Kuntze) terhadap Bakteri Streptococcus pneumoniae Resistan

Makrolida” yang ditulis oleh Vira Maulidina, NIM 11160950000068 telah diuji

dan dinyatakan LULUS dalam siding Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Oktober

2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env., Stud.

NIP. 196904042005012005

Penguji II,

Etyn Yunita, M. Si

NIP. 197006282014112002

Penguji I,

Narti Fitriana, M. Si

NIDN. 0331107403

Ketua Program Studi Biologi,

Dr. Priyanti, M. Si

NIP. 197505262000122001

Pembimbing I,

Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M. Si

NIP. 197203222002122002

Pembimbing II,

Dodi Safari, S. Si., Ph. D

NIP. 197703052014061001

Page 5: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

iv

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Oktober 2020

Vira Maulidina

11160950000068

Page 6: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim, hamdan wa syukron lillah. Puji dan syukur

Penulis panjatkan ke hadirat Allah Azza wa jalla, atas rahmat dan karunia-Nya,

Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Aktivitas

Antibakteri Ekstrak Daun Teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) terhadap

Bakteri Streptococcus pneumoniae Resistan Makrolida” dengan baik di tengah

pandemi COVID-19.

Penyelesaian tulisan ini tentu tidak luput dari masukan dan bantuan

berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih

atas segala bantuan, bimbingan dan dukungan kepada seluruh pihak yang terlibat.

Dengan rasa hormat Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env Stud. selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.

2. Dr. Priyanti, M. Si. selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta penguji I pada Seminar

Proposal dan Seminar Hasil yang telah memberikan saran dan masukan yang

membangun kepada Penulis.

3. Narti Fitriana, M. Si. selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta penguji I pada Sidang

Skripsi yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun kepada

Penulis.

4. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M. Si. dan Dodi Safari, S. Si., Ph. D. selaku

pembimbing I dan II yang telah memberikan arahan, masukan, nasihat dan

saran yang membangun kepada Penulis.

5. Arina Findo Sari, M. Si. selaku penguji II pada seminar proposal dan hasil

yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun kepada Penulis.

6. Etyn Yunita, M. Si. selaku penguji II pada Sidang Skripsi yang telah

memberikan saran dan masukan yang membangun kepada Penulis.

7. Prof. dr. Amin Soebandrio, Sp.MK. selaku kepala Lembaga Biologi

Molekuler Eijkman beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan

kepada Penulis untuk menyelesaikan riset tugas akhir di sana.

Page 7: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

vi

8. Wisnu Tafroji dan Yayah Winarti selaku Pembina lapangan yang telah

membantu dan memberi arahan selama pelaksanaan kegiatan penelitian.

9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini secara penulisan maupun subtansi belum

sempurna sehingga Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

untuk skripsi ini ke depannya.

Jakarta, Oktober 2020

Penulis

Page 8: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

vii

ABSTRAK

Vira Maulidina. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Teh (Camellia sinensis

(L.) Kuntze) terhadap Bakteri Streptococcus pneumoniae Resistan

Makrolida. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020. Dibimbing oleh

Megga Ratnasari Pikoli dan Dodi Safari.

Streptococcus pneumoniae adalah bakteri patogen penyebab penyakit infeksi

saluran napas bawah seperti pneumonia, dan dilaporkan telah mengalami

resistansi terhadap antibiotik makrolida yang menyebabkan upaya pengobatan

menjadi sulit dilakukan. Teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) merupakan tanaman

obat yang dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui potensi aktivitas antibakteri ekstrak daun teh asal Kampung Naga

terhadap bakteri S. pneumoniae resistan makrolida. Penelitian ini menggunakan

metode eksperimen dengan 2 perlakuan berupa variasi pelarut ekstraksi. Ekstraksi

daun teh dilakukan dengan metode maserasi bertingkat menggunakan pelarut etil

asetat dan etanol 96%. Uji antibakteri dengan difusi cakram menunjukkan ekstrak

etil asetat dan etanol 96% memiliki aktivitas antibakteri dengan rerata diameter

zona hambat masing-masing sebesar 15,7±0,3 mm dan 7,7±0,6 mm. Penentuan

nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum

(KBM) dengan mikrodilusi menunjukkan bahwa nilai KHM dan KBM ekstrak etil

asetat masing-masing sebesar 0,625 mg/ml dan 1,25 mg/ml. Studi literatur

menunjukkan senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak daun teh adalah

katekin, alkaloid, tanin, flavonoid, steroid dan terpenoid, serta fenolik. Senyawa

katekin diduga berperan dalam aktivitas antibakteri ekstrak daun teh. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun teh dari kedua pelarut memiliki

potensi aktivitas antibakteri terhadap S. pneumoniae resistan makrolida, dengan

aktivitas penghambatan yang tergolong intermediat dan lemah.

Kata kunci: antibakteri; Camellia sinensis; makrolida; Streptococcus pneumoniae;

resistan

Page 9: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

viii

ABSTRACT

Vira Maulidina. Antibacterial Activity of Tea Leaves Extract (Camellia

sinensis (L.) Kuntze) Extract against Macrolide-Resistant Streptococcus

pneumoniae. Undergraduate Thesis. Department of Biology. Faculty of

Science and Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah

Jakarta. Advised by Megga Ratnasari Pikoli dan Dodi Safari.

Streptococcus pneumoniae is one of the pathogen bacteria causing lower

respiratory tract infection like pneumonia, and these bacteria have been reported

to be resistant to macrolide antibiotics which causing difficulties in treatment. Tea

(Camellia sinensis (L.) Kuntze) is medicinal plants having potential for

antibacterial activity. This study is aimed to determine the potency of the

antibacterial activity of tea leaves extract from Kampung Naga against Macrolide-

Resistant Streptococcus pneumoniae (MRSP). The study is conducted by

experiment with 2 variables. Tea leaves were extracted by multilevel maceration

using ethyl acetate and ethanol 96%. The antibacterial activity by disc diffusion

showed that ethyl acetate and ethanol 96% extracts had antibacterial activity

measured by diameter of inhibition zone of 15,7±0,3 mm and 7,7±0,6 mm,

respectively. Determination of Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and

Minimum Bactericidal Concentration (MBC) using ethyl acetate extract by

microdilution showed that the minimum concentration were 0.625 mg/ml and 1.25

mg/ml, respectively. Phytochemical compounds of tea leaves extract by literature

studies consisted of catechin, alkaloids, tannins, flavonoids, steroids and

terpenoid, and phenolic. The catechin might have a role in antibacterial activity of

tea leaves extract. The results showed that the extracts had the potency of

antibacterial activity against MRSP classified as intermediate and weak.

Key words: antibacterial; Camellia sinensis; macrolide; Streptococcus

pneumoniae; resistant

Page 10: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

ix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

ABSTRAK .............................................................................................................. vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3. Hipotesis Penelitian ................................................................................. 3

1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3

1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................... 3

1.6. Kerangka Berpikir ................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5

2.1. Antibakteri ............................................................................................... 5

2.2. Tanaman Teh ........................................................................................... 7

2.2.1. Deskripsi dan klasifikasi .............................................................. 7

2.2.2. Kandungan fitokimia dan manfaat ............................................... 9

2.3. Bakteri Streptococcus pneumoniae........................................................ 10

2.3.1. Deskripsi dan klasifikasi ............................................................ 10

2.3.2. Mekanisme resistansi ................................................................... 12

BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 14

3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................... 14

3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 14

3.3. Rancangan Penelitian............................................................................... 15

3.4. Cara Kerja ................................................................................................ 15

3.4.1. Pemerolehan dan Pembuatan Simplisia Daun Teh ......................... 15

3.4.2. Pengukuran Kadar Air Simplisia Daun Teh Asal Kampung Naga . 16

3.4.3. Ekstraksi Simplisia Daun Teh Asal Kampung Naga ...................... 16

3.4.5. Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri S. pneumoniae ................ 17

3.4.6. Sub Kultur Bakteri .......................................................................... 17

3.4.7. Uji Cakram Antibakteri ................................................................... 18

3.4.8. Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan

Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) Antibakteri .......................... 19

3.5. Pendugaan Kadar Senyawa Fitokimia Ekstrak Daun Teh Asal Kampung

Naga melalui Studi Literatur ................................................................. 21

3.6. Analisis Data ........................................................................................... 21

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 22

4.1. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Teh Asal Kampung Naga terhadap

Bakteri S. pneumoniae Resistan Makrolida .......................................... 22

Page 11: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

x

4.2. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum

(KBM) Ekstrak Daun Teh Asal Kampung Naga terhadap Bakteri S.

pneumoniae Resistan Makrolida ........................................................... 28

4.3. Penelusuran dan Pendugaan Senyawa Fitokimia Ekstrak Daun Teh Asal

Kampung Naga ...................................................................................... 31

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 35

5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 35

5.2. Saran ........................................................................................................ 35

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 36

LAMPIRAN ............................................................................................................ 45

Page 12: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian ........................................................... 4

Gambar 2. Struktur Molekuler Antibiotik Golongan Makrolida ....................... 6

Gambar 3. Mekanisme Kerja Antibiotik Golongan Makrolida ........................ 6

Gambar 4. Morfologi Tanaman Teh .................................................................. 8

Gambar 5. Koloni Bakteri Streptococcus Pneumoniae ..................................... 10

Gambar 6. Mekanisme Resistansi Makrolida ................................................... 12

Gambar 7. Rerata Diameter Zona Hambat Kedua Esktrak Daun Teh .............. 24

Page 13: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Kadar Air Simplisia Daun Teh ................................. 45

Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Ekstrak.................................................... 45

Lampiran 3. Perhitungan Rerata Diameter Zona Hambat Ekstrak Daun Teh... 46

Lampiran 4. Gambar Uji Antibakteri Metode Difusi Cakram .......................... 47

Lampiran 5. Gambar Uji Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum ...... 48

Lampiran 6. Gambar Uji Penentuan Nilai Konsentrasi Bunuh Minimum ........ 49

Lampiran 7. Perhitungan Pendugaan Kadar Senyawa Fitokimia ..................... 50

Page 14: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit

menular yang menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

Menurut Troeger et al. (2018) sebanyak 2,3 juta orang dari segala usia dan lebih

dari 600 ribu anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal akibat Infeksi Saluran

Napas Bawah Akut (ISNBA) pada tahun 2016. Bakteri dan virus merupakan

mikroorganisme yang dapat menyebabkan ISNBA (Schrag, Beall, & Dowell

2001). Streptococcus pneumoniae adalah salah satu bakteri patogen penyebab

ISNBA seperti pneumonia. Bakteri ini juga menyebabkan penyakit infeksi lainnya

seperti meningitis, sepsis, bakteremia dan otitis media. Secara global pada tahun

2016 lebih dari 1 juta kematian terjadi akibat infeksi S. pneumoniae dibanding

sebab penyakit lainnya (Troeger et al., 2018). World Health Organization (WHO)

(2013) melaporkan pada tahun 2008 sebanyak 476 ribu anak negatif HIV yang

berusia dibawah 5 tahun meninggal akibat infeksi S. pneumoniae. Berdasarkan

data Kementerian Kesehatan RI (2018) kasus pneumonia secara nasional

diperkirakan sebesar 3,55%. Selain itu, pada tahun 2016-2017 terjadi peningkatan

angka kematian balita akibat pneumonia dari 0,22% menjadi 0,34%.

Upaya intervensi terhadap infeksi bakteri S. pneumoniae dapat dilakukan

dengan 2 cara, yaitu menggunakan vaksin dan pengobatan antibiotik. Vaksin

konjugat pneumokokus (PCV7) merupakan vaksin pneumonia yang

diperkenalkan pada tahun 2000-an di Amerika Serikat terbukti mampu

mengurangi infeksi pneumokokus pada anak-anak, satu dekade setelahnya

dikeluarkan vaksin PCV13 (Whitney et al., 2003; Farrell, Mendes, & Jones,

2015). Biaya vaksin pneumokokus di Indonesia masih terbilang cukup mahal

yaitu berkisar antara 600-800 ribu rupiah, akibatnya banyak balita yang tidak di

imunisasi vaksin pneumonia. Alternatif lain untuk mengatasi infeksi bakteri S.

pneumoniae adalah menggunakan antibiotik golongan makrolida. Tetapi, saat ini

banyak penelitian melaporkan bahwa bakteri S. pneumoniae telah mengalami

resistansi terhadap antibiotik golongan makrolida. Pada tahun 1990-an di

Indonesia, laju resistansi antibiotik golongan makrolida jenis eritromisin terhadap

Page 15: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

2

bakteri S. pneumoniae pertama kali dilaporkan sebesar 36% (Lestari & Severin,

2009). Penelitian yang dilakukan oleh Zhao et al. (2019) melaporkan bahwa 95%

galur S. pneumoniae telah mengalami resistansi terhadap antibiotik eritromisin.

Masalah yang timbul mengenai pencegahan dan pengobatan infeksi bakteri S.

pneumoniae resistan makrolida menjadi latar belakang perlu dilakukannya

penelitian terkait alternatif lain.

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit

infeksi bakteri adalah tanaman obat. Mateen et al. (2014) menyatakan tanaman

obat banyak dimanfaatkan di berbagai negara karena merepresentasikan sumber

agen antibakteri dan sumber dari banyak obat yang potensial. Kandungan

fitokimia tanaman obat dimanfaatkan oleh hampir 80% populasi di dunia sebagai

pengobatan tradisional (Namita & Mukesh., 2012). Secara tidak langsung,

kandungan fitokimia dalam tanaman dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik.

Perbedaan faktor lingkungan di suatu wilayah, dapat menyebabkan satu spesies

tanaman yang sama dapat memiliki kandungan senyawa fitokimia berbeda

(Borges, Minatel, Gomez-Gomez, & Lima, 2017).

Tanaman teh merupakan tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat

Indonesia, salah satunya di Kampung Naga, Kecamatan Salawu, Tasikmalaya.

Berdasarkan hasil wawancara, tanaman tersebut dipercaya dan digunakan

masyarakat setempat untuk mengobati batuk dan sakit perut. Ekstrak etanol daun

teh asal Chennai, India memiliki kandungan senyawa fitokimia yang terdiri dari

tanin, saponin, flavonoid, terpenoid, fenol, steroid dan alkaloid. Ekstrak tersebut

mampu menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans (Anita,

Sivasamy, Kumar, Balan, & Ethiraj, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh

Ardiansyah, Adirestuti, & Desmiaty (2015) menunjukkan bahwa ekstrak etil

asetat daun teh asal Bandung memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram

positif yaitu Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus.

Penelitian mengenai aktivitas antibakteri ekstrak daun teh asal Kampung

Naga terhadap bakteri S. pneumoniae resistan makrolida belum pernah dilakukan.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian mengenai aktivitas antibakteri ekstrak

daun teh asal Kampung Naga dari 2 pelarut berbeda yang terdiri dari etil asetat

dan etanol 96% terhadap bakteri S. pneumoniae resistan makrolida. Penggunaan

Page 16: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

3

kedua pelarut tersebut diharapkan dapat mengekstraksi senyawa fitokimia dengan

kepolaran yang luas. Selain itu, perlu dilakukan juga penelusuran dan pendugaan

kadar kandungan senyawa fitokimia yang diduga terkandung dalam ekstrak daun

teh asal Kampung Naga dengan metode studi literatur.

1.2. Rumusan Masalah

1) Apakah ekstrak daun teh asal Kampung Naga dari 2 pelarut berbeda memiliki

aktivitas antibakteri terhadap S. pneumoniae resistan makrolida?

2) Berapakah konsentrasi minimum ekstrak daun teh asal Kampung Naga yang

dibutuhkan untuk menghambat (Konsentrasi Hambat Minimum) dan

membunuh (Konsentrasi Bunuh Minimum) S. pneumoniae resistan makrolida?

3) Apa sajakah kandungan senyawa fitokimia yang diduga terdapat dalam

ekstrak daun teh asal Kampung Naga, Tasikmalaya berdasarkan studi

literatur?

1.3. Hipotesis Penelitian

1) Ekstrak daun teh asal Kampung Naga mampu menghambat pertumbuhan

bakteri S. pneumoniae resistan makrolida (menjawab rumusan masalah no. 1).

2) Senyawa fitokimia ekstrak daun teh berdasarkan studi literatur terdiri dari

katekin, alkaloid, tanin, flavonoid, steroid dan terpenoid, serta fenolik.

Senyawa-senyawa tersebut dilaporkan berperan dalam aktivitas antibakteri

(menjawab rumusan masalah no. 3).

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi aktivitas antibakteri

ekstrak daun teh asal Kampung Naga terhadap bakteri S. pneumoniae resistan

makrolida.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menggali potensi sumber daya ekstrak

daun teh asal Kampung Naga sebagai agen antibakteri dan menyediakan data awal

dalam eksplorasi senyawa bioaktif yang dapat dikembangkan menjadi antibakteri

terhadap bakteri S. pneumoniae resistan makrolida.

Page 17: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

4

1.6. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir yang menjadi landasan dilakukannya penelitian ini

adalah sebagai berikut (Gambar 1).

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian

Bakteri S. pneumoniae merupakan

bakteri penyebab ISPA

Bakteri S. pneumoniae diketahui

telah mengalami resistan antibiotik

golongan makrolida

Tanaman teh berpotensi memiliki

aktivitas antibakteri

Tanaman obat digunakan untuk

mengobati penyakit infeksi

Ekstrak daun teh asal Kampung Naga mampu menghambat pertumbuhan bakteri S.

pneumoniae resistan makrolida

Perlu dilakukan pengujian ekstrak daun teh asal Kampung Naga

terhadap bakteri S. pneumoniae resistan makrolida

Page 18: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Antibakteri

Antibakteri adalah suatu senyawa yang digunakan untuk mengobati

penyakit infeksi dengan cara memengaruhi pertumbuhan, perkembangbiakan, dan

kelangsungan hidup mikroorganisme, tanpa membahayakan kesehatan

penggunanya (WHO, 2014). Mekanisme penghambatan antibakteri secara umum

meliputi inhibisi sintesis dinding sel atau sintesis asam nukleat, inhibisi fungsi

ribosom atau fungsi membran sel (Kaufman., 2011). Berdasarkan aktivitas

spektrumnya, antibakteri dikategorikan menjadi 2, yaitu berspektrum sempit

(narrow spectrum) dan berspektrum luas (broad spectrum). Antibakteri

berspektrum sempit hanya bekerja efektif pada salah satu golongan bakteri, baik

itu Gram positif saja atau Gram negatif saja. Sedangkan antibakteri yang

berspektrum luas dapat efektif melawan keduanya.

Sebagian besar senyawa antibakteri diproduksi oleh tanaman dalam bentuk

senyawa fitokimia sebagai respon pertahanan terhadap stress lingkungan

khususnya invasi mikroorganisme patogen (Borges et al., 2017). Senyawa

fitokimia tanaman dikategorikan menjadi senyawa metabolit primer dan sekunder.

Saat ini senyawa metabolit sekunder telah banyak dimanfaatkan dalam produksi

obat-obatan untuk mengatasi berbagai macam penyakit khususnya penyakit

infeksi (Borges et al., 2017). Senyawa metabolit sekunder dari tanaman telah

banyak dibuktikan memiliki aktivitas terapeutik yang luas terhadap

mikroorganisme patogen. Secara langsung, senyawa metabolit sekunder

berinteraksi dengan beberapa reseptor, sel membran dan asam nukleat pada

mikroorganisme patogen (Roopan & Madhumitha, 2018).

Antibiotik merupakan salah satu kelompok senyawa antibakteri yang

mencegah pertumbuhan bakteri dengan dua cara, yaitu menghentikan pembelahan

sel (bakteriostatik) atau dengan membunuh sel tersebut (bakterisidal) (Dugassa &

Shukuri., 2017). Terdapat berbagai jenis golongan antibiotik, salah satunya adalah

antibiotik makrolida. Antibiotik golongan makrolida seperti eritromisin,

klaritromisin dan azitromisin didefinisikan sebagai struktur kompleks makrosiklik

Page 19: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

6

dengan cincin lakton kelompok 12-, 14-, 15-, 16- yang disubstitusi dengan gugus

gula netral dan kelompok gula amino (Gambar 2) (Schroeder, & Stephens., 2016).

Gambar 2. Struktur molekuler antibiotik golongan makrolida (C. M. Wang, Zhao,

Zhang, Chai, & Meng, 2017)

Antibiotik golongan makrolida terdiri dari dua generasi. Generasi pertama

merupakan antibiotik makrolida dari produk alami, contohnya eritromisin.

Generasi kedua merupakan antibiotik generasi pertama yang telah mengalami

modifikasi, seperti klaritromisin dan azitromisin (Gambar 2) (George, 2017).

Ketiga jenis antibiotik tersebut biasa digunakan sebagai terapi pengobatan

terhadap S. pneumoniae (Cherazard et al., 2017).

Gambar 3. Mekanisme kerja antibiotik golongan makrolida jenis azitromisin

(National Information Program on Antibiotics, 2016)

George (2017) menyatakan bahwa pada tahun 1950 antibiotik golongan

makrolida pertama kali diisolasi dari galur Streptomyces dan disebut sebagai

pikromisin karena rasanya yang pahit. Hampir semua antibiotik makrolida

Page 20: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

7

diproduksi oleh galur Streptomyces. Namun, beberapa spesies Micronospora

ditemukan memproduksi kelompok 14- atau 16- makrolida lain. Secara umum,

antibiotik golongan makrolida memiliki aktivitas antibakteri yang luas terhadap

bakteri golongan Gram positif, dan hanya memiliki aktivitas yang terbatas

terhadap bakteri golongan Gram negatif. Beberapa bakteri Gram positif yang aktif

diserang oleh antibiotik makrolida diantaranya adalah Staphylococcus,

Streptococcus dan Diplococcus, sedangkan beberapa bakteri Gram negatif, yaitu

Neisseria gonorrhea, Haemophilus influenzae, Bordetella pertusis dan Neisseria

meningitis (George, 2017). Antibiotik makrolida menghambat sintesis protein

bakteri dengan mengikat subunit ribosom 50S (menempati situs P) dan

mengganggu perpanjangan protein dengan menyebabkan disosiasi tRNA-peptidil

yang bergerak dari situs A pada ribosom ke situs P (Gambar 3) sehingga proses

sintesis protein terhenti (Schroeder & Stephens, 2016).

2.2. Tanaman Teh

2.2.1. Deskripsi dan Klasifikasi

Tanaman teh merupakan satu dari banyaknya spesies tanaman dikotil yang

daun dan pucuknya digunakan untuk membuat minuman teh. Sejak 2000 tahun

lalu, teh telah dikonsumsi sebagai minuman di China (Agarwal, Pathak, Bhutani,

Kapoor, & Kant, 2017). Secara global, teh termasuk dalam minuman yang paling

sering diminum setelah air, karena efek terapeutik dan rasanya yang non-alkoholik

(Naveed et al., 2018). Teh merupakan tanaman angiosperma yang termasuk

sebagai pohon kecil, namun tampak seperti perdu karena seringnya pemangkasan.

Tanaman ini termasuk dalam famili Theaceae, yang ketinggiannya bisa mencapai

10-15 m jika tumbuh secara liar, namun jika ditanam pertumbuhan tingginya

hanya akan mencapai 0,6-1,8 m (Gambar 4. A). Batang tanaman teh tegak dan

berkayu, memiliki banyak cabang, ujung ranting dan daun mudanya berambut

halus (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2008). Daun tunggal berwarna

hijau muda sampai hijau tua dengan permukaan mengilap, letak berseling,

bertangkai pendek, bentuk daun elips memanjang, ujung dan pangkal daun

runcing, tepi bergerigi halus, pertulangan daun menyirip (Tariq, Naveed, &

Barkat, 2010). Helai daun kaku, memiliki panjang berkisar antara 5-18 cm dan

Page 21: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

8

lebar 2-6 cm (Gambar 4. B-4. E). Bunga tunggal terletak di ketiak daun, tunggal

atau ada yang bergabung menjadi satu, dioceous, berwarna putih cerah dengan

kepala sari berwarna kuning dan memiliki aroma yang harum (Gambar 4. F)

(Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2008).

Gambar 4. Morfologi tanaman teh. A. Satu individu pohon; B. Panjang daun

muda; C. Lebar daun muda; D. Panjang daun tua; E. Lebar daun tua; F.

Perbungaan (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Berdasarkan Integrated Taxonomic Information System Report (ITIS

Report) tanaman teh termasuk dalam ordo Ericales, famili Theaceae dan bergenus

Camellia. Pada awalnya tanaman teh dibudidayakan di China, namun saat ini

persebarannya telah meluas mulai dari Jepang, Srilanka, India, Indonesia, Kenya,

Turki, Pakistan, Malawi, dan Argentina, baik dari daerah tropis dan subtropis

A

A

Page 22: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

9

tanaman ini dapat ditemukan (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2008;

Namita, Mukesh, & Vijay, 2012). Tanaman teh umumnya ditanam pada daerah

perkebunan, dipanen secara manual dan dapat tumbuh pada ketinggian 200-2.300

m dpl (BPOM RI, 2008). Selain itu, tanaman ini dapat tumbuh pada daerah yang

curah hujannya memadai, drainasenya baik dan tanah yang sedikit asam (da Silva

Almeidada et al., 2016). Tanaman ini biasa dikenal dengan sebutan Chha (India),

Cha (Cina), Cajno derevo (Rusia), Tee (Jerman), Theier (Perancis) Itye (Afrika),

Te (Italy), Tea plant (Inggris) dan Tea (Amerika) (BPOM RI, 2008; Namita,

Mukesh, & Vijay, 2012). Di Indonesia sendiri, tanaman teh memiliki beberapa

nama diantaranya adalah, Enteh (Sunda), Teng atau Pokok cha (Sulawesi) dan

Pokok teh (Bugis) (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2008).

2.2.2. Kandungan Fitokimia dan Manfaat

Tanaman teh memiliki kandungan fitokimia yang terdiri dari katekin,

kafein, teobromin, teofilin, tanin, minyak atsiri dan natural flourida (Badan

Pengawas Obat dan Makanan RI, 2008). Tanaman teh juga dilaporkan

mengandung hampir 4000 senyawa yang sebagian besarnya adalah polifenol,

yaitu flavonoid (Tariq et al., 2010). Komponen kimiawi lain yang juga dilaporkan

terdapat dalam teh adalah alkaloid, karbohidrat, protein, klorofil dan senyawa

organik lainnya (Namita et al., 2012). Tanaman teh memiliki aktivitas

antioksidan, antimutagenik, antikarsinogenik, antibakteri, antivirus dan

antifibrosis (da Silva Almeidada et al., 2016). Selain memiliki aktivitas

antipenuaan dini, tanaman teh juga memiliki aktivitas terhadap penyakit

neurodegeneratif seperti anti Alzheimer, antiparkinson, antistroke (Namita,

Mukesh, & Vijay, 2012). Tanaman ini juga memiliki aktivitas antidiabetes dan

antikaries pada gigi. Saeed et al. (2017) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

tanaman teh memiliki aktivitas antioksidatif dan antiinflamasi. Konsumsi teh

sebagai minuman juga dapat meningkatkan ingatan dan menjaga kesehatan tulang.

Page 23: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

10

2.3.2. Bakteri Streptococcus pneumoniae

2.3.1. Deskripsi dan Klasifikasi

Bakteri S. pneumoniae termasuk famili Streptococcaceae atau biasa juga

disebut pneumokokus dan termasuk dalam ordo Lactobacillales. Bakteri tersebut

tergolong sebagai bakteri Gram positif dan bersifat anaerob fakultatif (Skovsted et

al., 2015). Streptococcus berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku

kata yaitu streptus (liat, sangat lekat) dan coccus (biji-bijian). Jika diamati di

bawah mikroskop sel bakteri S. pneumoniae tampak berpasangan (diplococci)

atau dapat ditemukan juga dalam bentuk tunggal dan rantai pendek. Koloni

bakteri S. pneumoniae dalam media agar darah terlihat berukuran kecil, berwarna

keabuan, permukaannya mengilap, terlihat adanya zona alfa-hemolisis yang

berwarna hijau kehitaman (Gambar 5A) dan elevasi koloninya akan rata (flat)

setelah ditumbuhkan selama 24-48 jam (Gambar 5B) (Central for Disease Control

and Prevention (CDC), 2016). Beberapa bakteri S. pneumoniae ditemukan

memiliki kapsul yang tersusun atas kompleks polisakarida. S. pneumoniae yang

memiliki kapsul bersifat patogenik terhadap manusia dan beberapa hewan uji,

sedangkan bakteri yang tak berkapsul tidak bersifat patogenik.

Gambar 5. Koloni bakteri Streptococcus pneumoniae dalam media agar darah. A.

Koloni bakteri S. pneumoniae dengan zona alfa-hemolisis berwarna

hijau; B. Koloni bakteri S. pneumoniae dengan permukaan yang datar

(CDC, 2016)

Secara alami, pneumokokus dapat ditemukan pada saluran respirasi dan

dapat diisolasi dari nasofaring orang sehat 5%-90% (CDC, 2015). Streptococcus

pneumoniae adalah bakteri komensal yang sangat teradaptasi dan lapisan mukosa

saluran pernapasan atas merupakan reservoir utama S. pneumoniae. Bakteri

tersebut dapat menyebabkan penyakit berat ketika menginvasi daerah yang

Page 24: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

11

seharusnya steril seperti rongga telinga, paru-paru, aliran darah dan meninges

(Weiser, Ferreira, & Paton, 2018). Bakteri tersebut merupakan agen penyebab

berbagai macam penyakit mulai dari saluran pernapasan atas dan saluran

pernapasan bawah di antaranya, yaitu pneumonia, meningitis, septikemia, otitis

media, sinusitis dan bronkitis (Wang et al., 2019).

Penyebaran dan penularan bakteri S. pneumoniae dapat terjadi jika

melakukan kontak erat dengan carrier terutama anak-anak dan dipengaruhi oleh

musim. Penularan lebih sering terjadi pada saat bulan-bulan yang lebih kering dan

dingin ketika sekresi saluran napas lebih banyak. Penyebaran bakteri S.

pneumoniae melalui droplet atau aerosol dari manusia ke manusia dan kolonisasi

saluran nasofaring menjadi sebab utama terjadinya infeksi penyakit pneumokokus

(Numminen et al., 2015). Secara sederhana, proses kolonisasi dan infeksi bakteri

S. pneumoniae terjadi ketika bakteri tersebut masuk ke dalam lubang hidung dan

menempel pada sel-sel epitel saluran nasofaring. Kemudian, bakteri tersebut dapat

mengolonisasi nasofaring atau menyebar ke organ-organ lain seperti telinga, sinus

dan paru-paru hingga akhirnya menyebabkan infeksi serius (Henriques-Normark

& Tuomanen, 2013). Pengeluaran sekret hidung dari carrier yang tidak sesuai

tempat, juga menjadi salah satu faktor penyebaran dan penularan bakteri S.

pneumoniae (Weiser et al., 2018). Kelompok yang paling berisiko mengalami

infeksi pneumokokus terdiri dari lansia, orang yang imunokompeten namun

memiliki kondisi medis seperti kardiovaskular kronis, paru, hati, penyakit saraf

dan diabetes melitus, dan orang yang pertahanan tubuhnya rendah atau mengalami

penurunan respon imun. Risiko lain di antaranya termasuk jenis kelamin laki-laki,

penyalahgunaan alkohol, merokok, asma, kebocoran cairan tulang belakang otak,

koklea implan dan lain-lain (Hung, Tantawichien, Tsai, Patil, & Zotomayor,

2013).

Teknik serotyping kapsul polisakarida dari S. pneumoniae menjadi teknik

yang paling umum digunakan studi epidemiologi dari bakteri tersebut. Sebanyak

kurang lebih 93 struktur atau serotype telah berhasil dideskripsikan (Henriques-

Normark & Tuomanen, 2013). Zhao et al. (2019) melaporkan dalam penelitiannya

pada tahun 2018, serotype bakteri S. pneumoniae yang paling umum ditemukan

pada anak-anak di Shanghai adalah 19F, 6A, 19A, 23F, 14, 6B dan 34.

Page 25: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

12

2.3.2. Mekanisme Resistansi

Bakteri S. pneumoniae banyak dilaporkan telah mengalami resistansi

terhadap beberapa golongan antibiotik. Resistansi S. pneumoniae pertama kali

dilaporkan pada tahun 1970-an di Afrika Selatan (Musher, Sexton dan Thorner,

2020). Salah satu resistansinya yaitu terhadap antibiotik golongan makrolida.

Menurut Niederman (2015) laju resistansi S. pneumoniae terhadap antibiotik

makrolida berkisar antara 20%-40%. Thummeepak et al. (2015) melaporkan,

sebanyak 26,3% dan 21,1% dari 38 isolat bakteri S. pneumoniae telah mengalami

resistansi terhadap antibiotik azitromisin dan eritromisin di Thailand. Hung et al.

(2013) melaporkan, resistansi S. pneumoniae terhadap antibiotik eritromisin di

Malaysia mengalami peningkatan dari 3% (1996-1997) menjadi 36,8% (1998-

2001). Studi yang dilakukan di Singapura pada tahun 1995-2001 melaporkan

bahwa resistansi antibiotik eritromisin sebesar 52,9%.

Gambar 6. Mekanisme resistansi makrolida yang dimediasi oleh gen ermB dan

mefA (Thumu dan Halami, 2012)

Resistansi pada S. pneumoniae disebabkan oleh 3 faktor utama yaitu,

penggunaan antibiotik yang tidak sesuai anjuran, tingkat evolusi bakteri yang

sangat cepat, serta mutasi yang dimediasi melalui transposon (Thummeepak et al.,

2015). Resistansi makrolida pada S. pneumoniae dimediasi oleh dua mekanisme

melalui transposon, yaitu modifikasi target ribosomal dengan metilase yang

dikodekan oleh gen erm(B) dan gen mef(A) yang menyebabkan terjadinya aliran

obat aktif keluar melalui pompa fisiologis pada membran sitoplasma (efflux

Page 26: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

13

system) (Gambar 6) (Okitsu et al., 2005; Domon et al., 2018). Resistansi S.

pneumoniae terhadap antibiotik makrolida yang dimediasi oleh efflux system

termasuk sebagai resistansi tingkat rendah, sedangkan resistansi yang dimediasi

oleh modifikasi target ribosomal termasuk tingkat tinggi (Niederman, 2015).

Selain itu, S. pneumoniae merupakan bakteri yang memiliki mekanisme transfer

gen horizontal. Mekanisme ini membuat terjadinya perpindahan gen resistan

antibiotik yang meningkatkan resistansi terhadap antibiotik lainnya (Thummeepak

et al., 2015; Domon et al., 2018).

Bentuk fenotip dari resistansi gen erm(B) dan mef(A) yaitu Macrolide-

Lincosamides-Streptogramin B (MLSB) dan fenotip Macrolide (M). Fenotip

MLSB merupakan bentuk resistansi tertinggi pada makrolida, linkosamida dan

streptogramin B dengan menyebabkan dimetilasi adenin 2058 dalam 23S rRNA

dari subunit ribosom 50S (Edelstein, 2004). Hasil akhir dari fenotip MLSB adalah

terbentuknya enzim metiltransferase yang menyebabkan eritromisin resistan

(Matsuoka, Inoue, Nakajima, & Endo, 2002). Gen mef(A) digambarkan dengan

fenotip M, menyebabkan resistansi pada kelompok antibiotik makrolida yang

memiliki atom karbon C-14 dan C-15 (Edelstein, 2004).

Kedua gen tersebut umumnya ditemukan pada bakteri S. pneumoniae yang

berasal dari 2 kompleks klonal yaitu dari CC236 (klon Taiwan19F-14) dan CC81

(klon Spanyol23F-1) resistan eritromisin di benua Asia (Ko & Song, 2004). Studi

yang dilakukan oleh Safari et al. (2014) di Taiwan pada bakteri S. pneumoniae

resistan azitromisin menunjukkan bahwa dari 486 isolat yang diujikan, 59% isolat

membawa gen erm(B), 22% isolat membawa mef(A) dan sisanya membawa kedua

gen tersebut. Penelitian lain yang dilakukan oleh Raddaoui et al. (2018) di Tunisia

melaporkan, sebanyak 41 galur bakteri S. pneumoniae yang diamati telah

mengalami resistansi terhadap antibiotik golongan makrolida dengan 90,2% galur

membawa gen erm(B) dan 9,8% membawa gen mef(A). El Ashkar et al. (2017)

dalam penelitiannya di Lebanon Utara melaporkan bahwa gen erm(B) menjadi

gen resistansi yang paling umum ditemukan pada pneumokokus dengan

persentase sebesar 71,1% pada 32 isolat dari total 45 isolat yang diujikan. Selain

itu, resistansi makrolida dimediasi oleh gen mef(A) yang menyebabkan terjadinya

pengeluaran obat aktif oleh pompa pada membran sitoplasma.

Page 27: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

14

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung selama kurang lebih 8 bulan, mulai dari Januari

sampai dengan Agustus 2020. Proses ekstraksi dilaksanakan di Pusat

Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedangkan

pengujian mikrobiologis dilakukan di Laboratorium Molekuler Bakteriologi

Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan duduk

[Nagako, Kitchen Scales KCB-002], meteran, oven [Memmert], blender [Cosmos

CB-289 G], termometer [Boeco Thermometer HG. Germany.76 mm Immersion],

desikator [Nalgene, 5317-0180], corong, kertas saring, cawan porselen, rotary

vacuum evaporator [Heidolph Instuments, Laborota 4000-efficient], timbangan

analitik [Sartorius], Cryotube 1,8 ml [Biologix], cawan petri [Thermo Scientific],

ose/loop [Goselin], pipet mikro [Eppendorf], multichannel Pippette [Eppendorf],

gelas ukur [Iwaki PYREX Class A], autoklaf, Erlenmeyer 250 ml [Schott duran],

alumunium foil, inkubator CO2 [Thermo Scientific], inkubator 37°C [Thermo

Scientific] Biosafety Cabinet class II [Thermo Scientific], Laminar Air Flow

[Thermo Scientific], densitometer [Grant-bio DEN-1], McFarland Standard

[Remel], filter tips [Axygen], shaker, sentrifus, beaker glass [Schott duran],

vorteks [Thermo Scientific], tabung reaksi, pipet tetes, reservoir [Goselin], kaca

[Fisher Scientific] dan microplate 96well round bottom [FL Medical].

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tanaman teh

asal Kampung Naga, Kec. Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, plastik ziplock yang

telah dilubangi dan yang tidak dilubangi. Satu isolat bakteri S. pneumoniae ATCC

49619 serotype 19F sebagai bakteri kontrol dan 1 isolat bakteri S. pneumoniae

2506 serotype 19F sebagai bakteri resistan makrolida yang merupakan koleksi

dari Laboratorium Molekuler Bakteriologi, Lembaga Biologi Molekuler (LBM)

Page 28: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

15

Eijkman, Jakarta. Bahan yang digunakan untuk proses ekstraksi adalah pelarut etil

asetat, etanol 96%, botol pot urin dan alumunium foil. Bahan untuk uji antibakteri

terdiri dari media Tryptic Soy Agar II (TSA 2) [BD], pelarut dimetil sulfoksida

[Sigma], media Mueller Hinton Agar (MHA) [Oxoid], blank disc [Oxoid],

erythromycin disk 15 µg [Oxoid], antibiotik vankomisin 2,5 mg/ml, lysed-horse

blood [Thermo Scientific], seal [ABI], Mueller Hinton Broth (MHB) [Thermo

Scientific] dan cotton swab [Sensi].

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan 2 perlakuan

berupa variasi pelarut ekstraksi yang terdiri dari etil asetat dan etanol 96% sebagai

variabel bebas. Perlakuan dilakukan dengan 3 kali pengulangan. Variabel terikat

pada uji antibakteri adalah diameter zona hambat yang terbentuk, sedangkan pada

penentuan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) adalah kekeruhan media

dan pada penentuan nilai Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) berupa

pertumbuhan bakteri pada media agar darah.

3.4. Cara Kerja

Tahapan kerja dalam penelitian ini meliputi pemerolehan sampel daun teh

asal Kampung Naga, preparasi alat dan bahan, pembuatan simplisia, pengukuran

kadar air simplisia, ekstraksi simplisia, sub kultur bakteri S. pneumoniae, uji

difusi cakram antibakteri, penentuan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) serta pendugaan kadar senyawa

fitokimia ekstrak daun teh asal Kampung Naga melalui metode studi literatur.

3.4.1. Pemerolehan dan Pembuatan Simplisia Daun Teh Asal Kampung Naga

Pemerolehan sampel daun teh dilakukan pada 31 Januari hingga 1 Februari

2020 di Kampung Naga, Kec. Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Daun teh yang

diambil adalah bagian pucuk dan daun muda. Sampel daun teh diambil sebanyak

±350 g, kemudian daun teh tersebut dibersihkan dari kotoran-kotoran yang

menempel. Daun yang telah diperoleh dikeringanginkan pada suhu ruang selama

±22 jam, sebelum disimpan dalam plastik ziplock yang telah dilubangi untuk

Page 29: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

16

dibawa ke Jakarta. Setiba di Jakarta, sampel daun teh tersebut dikeringanginkan

kembali pada suhu ruang hingga benar-benar kering.

Pembuatan simplisia mengacu pada prosedur Departemen Kesehatan RI

(2008) yang dimodifikasi. Sampel daun teh yang telah kering, dihaluskan menjadi

serbuk simplisia menggunakan blender. Serbuk simplisia yang telah diperoleh

kemudian disaring agar didapatkan serbuk berukuran homogen. Serbuk yang telah

disaring, dimasukkan ke dalam plastik ziplock, disimpan pada suhu ruang hingga

saat akan digunakan. Bobot simplisia akhir yang diperoleh adalah sebesar 24 g.

3.4.2. Pengukuran Kadar Air Simplisia Daun Teh Asal Kampung Naga

Pengukuran kadar air simplisia dilakukan menggunakan metode gravimetri

yang mengacu pada Depkes RI (2008) yang dimodifikasi. Prinsip metode

gravimetri adalah penguapan air bebas dalam bahan menggunakan proses

pemanasan. Tiga buah cawan porselen yang akan digunakan, dicuci menggunakan

air mengalir lalu dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105°C selama 30 menit.

Cawan tersebut kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan

ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 1 g simplisia daun teh dimasukkan ke

setiap cawan, kemudian ditimbang bobot totalnya. Cawan porselen berisi

simplisia dipanaskan menggunakan oven bersuhu 105°C selama 3 jam, setelah itu

cawan didinginkan kembali menggunakan desikator selama 30 menit. Bobot

simplisia setelah dipanaskan ditimbang kembali. Proses pemanasan dilakukan

terus-menerus tiap 30 menit hingga bobot simplisia konstan. Pengukuran

dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo). Persentase kadar air simplisia diukur

dengan cara mengurangi bobot sebelum pengeringan (g) dengan bobot setelah

pengeringan (g) lalu dibagi dengan bobot sebelum pengeringan (g). Hasil

pembagian tersebut kemudian dikali 100%.

3.4.3. Ekstraksi Simplisia Daun Teh Asal Kampung Naga

Ekstraksi simplisia dilakukan menggunakan metode maserasi bertingkat

berdasarkan prosedur Depkes RI (2008) yang dimodifikasi. Prinsip yang

mendasari metode ini adalah prinsip like dissolves like, yaitu senyawa metabolit

akan terlarut dalam pelarut yang kepolarannya sesuai (Permadi, Sutanto &

Page 30: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

17

Wardatun, 2018). Simplisia daun teh diekstraksi menggunakan metode maserasi

bertingkat dengan urutan pelarut dari pelarut etil asetat kemudian dilanjutkan ke

pelarut etanol 96%. Serbuk simplisia direndam dalam pelarut urutan pertama (etil

asetat) dengan perbandingan serbuk simplisia:pelarut 1:10 (b/v).

Sebanyak 18 g serbuk simplisia daun teh asal Kampung Naga dilarutkan

ke dalam 180 ml pelarut pertama. Larutan tersebut kemudian diinkubasi selama

24 jam menggunakan shaker dengan kecepatan 150 rpm. Larutan yang telah

diinkubasi disaring untuk memisahkan filtrat dan residu. Filtrat yang dihasilkan

dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator bersuhu 50°C agar diperoleh

ekstrak kental etil asetat. Residu hasil ekstraksi pelarut etil asetat dimaserasi

dengan pelarut etanol 96% hingga diperoleh ekstrak etanol 96%. Proses

pemekatan menggunakan rotary vacuum evapotar bertujuan untuk menghilangkan

pelarut dari filtrat, sehingga diperoleh ekstrak kental yang bebas dari pelarut.

Persentase rendemen dari masing-masing ekstrak dihitung dengan cara bobot

ekstrak (g) dibagi bobot simplisia (g). Hasil pembagian tersebut kemudian dikali

100%.

3.4.5. Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri S. pneumoniae

Media pertumbuhan yang digunakan untuk sub kultur bakteri adalah

media agar darah. Media tersebut terdiri dari media TSA II yang ditambahkan

dengan darah domba 8%. Penambahan darah domba dilakukan saat media TSA II

telah dilarutkan dan telah disterilisasi. Penambahan dilakukan pada saat media

TSA II berada pada suhu 56°C. Media untuk uji cakram antibakteri adalah media

MHA yang ditambahkan dengan 5% darah domba yang disebut sebagai Mueller

Hinton Blood (MHB). Media yang digunakan untuk penentuan nilai KHM adalah

media MH Broth yang ditambahkan darah kuda 4% (telah dilisiskan) dengan cara

freeze-thawing pada suhu -20˚C.

3.4.6. Subkultur Bakteri

Sub kultur bakteri uji dilakukan dengan mengacu pada prosedur dari

Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI, 2018). Bakteri uji yang digunakan

dalam penelitian ini adalah 1 isolat S. pneumoniae ATCC 49619 sebagai bakteri

Page 31: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

18

kontrol dan 1 isolat S. pneumoniae 2506 resistan makrolida. Kedua isolat bakteri

uji merupakan koleksi dari Laboratorium Molekuler Bakteriologi LBM Eijkman,

Jakarta.

Kultur stok semua isolat bakteri diinokulasikan pada media agar darah.

Cawan tersebut kemudian diinkubasi dalam inkubator anaerob bersuhu 37°C

dengan kadar CO2 5%, selama 18-20 jam. Semua bakteri yang telah diinkubasi,

diremajakan kembali ke dalam media yang sama seperti kultur awal dan

diinkubasi dalam kondisi yang sama untuk memperoleh koloni murni.

3.4.7. Uji Cakram Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi cakram

(disc diffusion). Difusi cakram merupakan metode yang bertujuan untuk

menentukan ada atau tidaknya aktivitas antibakteri dari kedua ekstrak daun teh.

Metode difusi cakram yang diperkenalkan oleh Kirby-Bauer bertujuan untuk

menguji kepekaan atau resistansi dari bakteri patogen terhadap senyawa

antimikroba. Terbentuknya zona hambat yang ditandai dengan clear zone di

sekitar cakram menunjukkan adanya aktivitas antibakteri yang menghambat

pertumbuhan bakteri tersebut (Hudzicki, 2009).

Pembuatan larutan ekstrak uji merupakan tahapan pertama yang dilakukan

dalam pengujian aktivitas antibakteri. Larutan ekstrak uji dibuat dengan mengacu

pada prosedur Alaga, Edema, Atayese, & Bankole (2014) yang dimodifikasi.

Larutan ekstrak dari daun teh asal Kampung Naga dibuat dengan melarutkan

ekstrak ke dalam pelarut yang sesuai hingga mencapai konsentrasi 100 mg/ml.

Ekstrak etil asetat dari daun teh asal Kampung Naga dilarutkan menggunakan

pelarut dimetil sulfoksida (DMSO) 100%. Ekstrak etanol 96% dilarutkan

menggunakan pelarut DMSO 10%. Sebanyak 4 mg ekstrak ditransfer ke dalam

cakram kosong berukuran 6 mm dengan cara diteteskan sebanyak 40 µl.

Pembuatan suspensi bakteri merupakan tahapan kedua yang perlu

dilakukan sebelum pengujian aktivitas antibakteri dilakukan. Suspensi bakteri

dibuat dengan mengacu pada protokol CLSI (2018). Satu isolat kontrol yaitu

bakteri S. pneumoniae ATCC 49619 dan 1 isolat bakteri S. pneumoniae 2506

resistan makrolida yang tumbuh dari proses peremajaan dimasukkan ke dalam 5

Page 32: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

19

ml media MHB. Suspensi bakteri tersebut dihomogenkan menggunakan vorteks.

Tingkat kekeruhan bakteri diukur menggunakan densitometer. Suspensi dapat

digunakan apabila kekeruhannya mencapai 0,5 McFarland (McF).

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi

cakram yang mengacu pada prosedur CLSI (2018). Suspensi kedua bakteri uji

diulaskan secara merata pada permukaan media MHB menggunakan cotton swab

steril. Cakram yang telah berisi ekstrak daun teh asal Kampung Naga diletakkan

di atas permukaan media. Kedua bakteri tersebut kemudian diinkubasi pada

inkubator anaerob, pada suhu 37°C dengan kadar CO2 5% selama 20-24 jam.

Aktivitas antibakteri ekstrak daun teh asal Kampung Naga ditunjukkan dengan

adanya zona hambat (clear zone) di sekitar cakram. Pengukuran diameter zona

hambat dilakukan dari batas terluar lingkaran zona hambat yang masih ada

pertumbuhan bakteri CLSI (2018). Antibiotik eritromisin dengan kosentrasi 15

µg/cakram digunakan sebagai kontrol positif, sedangkan kontrol pelarut yang

digunakan adalah larutan DMSO 10% untuk ekstrak etanol 96% dan larutan

DMSO 100% untuk ekstrak etil asetat.

3.4.8. Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan

Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) Antibakteri

Ekstrak daun teh asal Kampung Naga yang diketahui memiliki aktivitas

antibakteri terhadap kedua bakteri uji, diuji lanjut untuk menentukan nilai KHM

dan KBM ekstrak tersebut. Sebelum dilakukan penentuan nilai KHM dan KBM

tahapan pertama yang perlu dilakukan adalah pembuatan larutan ekstrak. Larutan

ekstrak daun teh asal Kampung Naga dibuat dengan mengacu pada prosedur

Omar, Fares, Almasri, Slaileh & Zurba (2013) yang dimodifikasi. Larutan stok

ekstrak yang konsentrasi awal 100 mg/ml diencerkan terlebih dahulu, lalu

diencerkan bertingkat sebanyak 9 level dengan pola pengenceran 2 kali. Larutan

ekstrak diencerkan dengan mencampurkannya ke dalam media MH broth dengan

perbandingan 10:90. Konsentrasi akhir larutan ekstrak yang digunakan untuk uji

adalah sebesar 10 mg/ml, 5 mg/ml, 2,5 mg/ml, 1,25 mg/ml, 0,625 mg/ml, 0,3125

mg/ml, 0,156 mg/ml, 0,078 mg/ml dan 0,039 mg/ml.

Page 33: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

20

Tahapan selanjutnya adalah pembuatan suspensi bakteri. Suspensi bakteri

dibuat dengan mengacu pada prosedur CLSI (2018). Satu isolat bakteri S.

pneumoniae 2506 resistan makrolida dan 1 isolat S. pneumoniae ATCC 49619 uji

hasil sub kultur disiapkan, masing-masing dipanen lalu dimasukkan ke dalam 5 ml

media MHB, kemudian dihomogenkan menggunakan vorteks. Suspensi bakteri

tersebut diukur kekeruhannya menggunakan densitometer hingga mencapai

kekeruhan 0,5 McFarland (McF). Suspensi bakteri dipindahkan ke media cair

baru. Sebanyak 100 µl suspensi bakteri uji (0,5 McF) dipindahkan ke dalam 10 ml

media MHB yang telah ditambahkan lysed horse blood 4% (MH Blood).

Penentuan nilai KHM dan KBM dilakukan dengan mengacu pada protokol

CLSI (2018) yang dimodifikasi. Penentuan nilai KHM dilakukan dengan metode

mikro dilusi (microdilution) menggunakan microplate 96 well round bottom

(plate). Setiap sumur berisi 90 µl suspensi bakteri yang ditambahkan dengan 10 µl

larutan ekstrak. Sumur kontrol positif berisi 100 µl suspensi bakteri, sedangkan

sumur kontrol pelarut berisi 90 µl suspensi bakteri dengan penambahan 10 µl

DMSO 10% untuk ekstrak etanol 96% dan 10 µl DMSO 100% untuk ekstrak etil

asetat. Sumur kontrol negatif berisi suspensi bakteri 90 µl yang ditambahkan 10 µl

antibiotik vankomisin dengan konsentrasi 2,5 mg/ml. Sumur kontrol pembanding

berisi 90 µl media pertumbuhan bakteri dan 10 µl larutan ekstrak masing-masing

kolom. Selanjutnya plate tersebut diinkubasi secara aerob pada suhu 37°C selama

20-24 jam, setelah itu diamati pertumbuhan bakteri pada masing-masing ekstrak.

Pertumbuhan bakteri ditandai dengan keruhnya warna larutan pada sumur setelah

inkubasi. Konsentrasi ekstrak terendah yang tidak menunjukkan adanya

pertumbuhan bakteri (bening/tidak keruh) secara visual dideskripsikan sebagai

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM).

Penentuan nilai KBM dilakukan dengan metode drop test. Enam

konsentrasi larutan dari sumur penentuan nilai KHM (sumur 1-6), 1 kontrol

negatif dan 1 kontrol pelarut diambil sebanyak 20 µl, lalu diteteskan pada media

agar darah. Cawan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 20-24

jam. Konsentrasi ekstrak terendah yang tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri

pada media agar darah, dideskripsikan sebagai Konsentrasi Bunuh Minimum

(KBM) antibakteri.

Page 34: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

21

3.5. Pendugaan Senyawa Fitokimia Ekstrak Daun Teh Asal Kampung Naga

melalui Studi Literatur

Penelusuran kandungan senyawa fitokimia yang diduga terdapat dalam

daun teh asal Kampung Naga dilakukan dengan metode studi literatur, kemudian

dilakukan pendugaan kadar senyawa fitokimia pada ekstrak daun teh asal

Kampung Naga dengan mengacu pada kadar senyawa yang diperoleh dari

literatur. Literatur yang digunakan adalah referensi-referensi berupa studi review

dan laporan langsung yang menganalisis kandungan senyawa fitokimia ekstrak

daun teh secara kualitatif maupun kuantitatif. Pendugaan kadar senyawa fitokimia

ekstrak daun teh dilakukan dengan mengalikan nilai rendemen ekstrak daun teh

dengan kadar senyawa fitokimia yang diperoleh dari literatur.

3.6. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif, yaitu dengan

menghitung rata-rata dan standari deviasi dari 3 ulangan pada bobot simplisia dan

diameter zona hambat. Keseluruhan data yang diperoleh termasuk data persentase

rendemen ekstrak etil asetat dan etanol 96% dari daun teh asal Kampung Naga

serta nilai KHM dan KBM dibahas secara deskriptif.

Page 35: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Teh Asal Kampung Naga terhadap

Bakteri S. pneumoniae Resistan Makrolida

Aktivitas antibakteri suatu ekstrak tanaman secara tidak langsung

dipengaruhi oleh kualitas simplisia dan senyawa fitokimia yang berhasil

terekstraksi. Salah satu parameter kualitas simplisia adalah jumlah kadar air yang

terkandung dalam bahan. Pengukuran kadar air simplisia merupakan tahapan

pertama dalam proses pengolahan simplisia daun teh asal Kampung Naga. Hasil

pengukuran kadar air simplisia daun teh diperoleh sebesar 13,06%±1,2. Nilai

kadar air simplisia daun teh asal Kampung Naga yang diperoleh telah sesuai

standar kadar air simplisia daun teh yang ditetapkan oleh Kemenkes RI (2017)

bahwa kadar air simplisia daun teh tidak lebih dari 16,0%.

Pengukuran kadar air simplisia tanaman dilakukan dengan tujuan untuk

menentukan rentang atau batas maksimal kadar air yang diperbolehkan di dalam

suatu bahan. Jumlah kadar air dalam suatu bahan memiliki kaitan yang erat

dengan umur simpan dan tingkat kontaminasi (BPOM RI, 2008). Berdasarkan

pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa simplisia daun teh asal Kampung

Naga telah memenuhi mutu simplisia yang baik untuk proses penyimpanan dan

pengolahan lebih lanjut. Sejalan dengan yang disampaikan Herawati (2008),

hilangnya kandungan air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang

daya tahan simplisia selama proses penyimpanan dan mencegah terjadinya

kontaminasi oleh mikroorganisme.

Simplisia daun teh asal Kampung Naga yang telah diperoleh, diekstraksi

menggunakan metode maserasi bertingkat dengan urutan dari pelarut etil asetat

lalu dilanjutkan ke pelarut etanol 96%. Ekstrak yang diperoleh disajikan dalam

bentuk data persentase rendemen. Rendemen merupakan salah satu mutu ekstrak

yang penting karena rendemen menunjukkan banyaknya senyawa fitokimia yang

berhasil terekstraksi. Semakin tinggi persen rendemen menunjukkan semakin

banyak senyawa fitokimia yang diperoleh dari proses ekstraksi (Wijaya,

Novitasari, & Jubaidah, 2018).

Page 36: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

23

Rendemen ekstrak daun teh dari pelarut etil asetat memperoleh nilai yang

lebih tinggi sebesar 5% dibandingkan rendemen yang diperoleh dari pelarut etanol

96% sebesar 4,5%. Nilai rendemen ekstrak etil asetat yang lebih tinggi

menunjukkan bahwa senyawa fitokimia yang terkandung dalam simplisia daun teh

asal Kampung Naga diduga memiliki lebih banyak kandungan senyawa fitokimia

yang bersifat semipolar dibandingkan senyawa-senyawa polar. Sesuai dengan

yang disampaikan oleh Rahardjo, Fauzantoro, & Gozan (2018), senyawa-senyawa

semipolar akan larut dalam pelarut etil asetat yang juga bersifat semipolar (prinsip

like dissolves like) seperti beberapa golongan alkaloid, flavonoid, sterol, dan fenol

hidrokuinon (Widyawati et al. 2014).

Proses ekstraksi senyawa fitokimia dilakukan dengan menggunakan

pelarut etil asetat dan etanol 96%. Kedua pelarut tersebut sering digunakan untuk

ekstraksi senyawa fitokimia dari tanaman (Widyawati, Budianta, Kusuma, &

Wijaya, 2014). Etil asetat merupakan pelarut semipolar dengan indeks polaritas

sebesar 4,4, sedangkan etanol merupakan pelarut yang sangat polar dengan indeks

polaritas sebesar 5,2 (Sarker, Latif, & Gray, 2006). Penggunaan kedua pelarut

tersebut diharapkan dapat mengekstraksi senyawa-senyawa fitokimia dari yang

bersifat non polar, semipolar hingga senyawa polar. Pelarut etil asetat dan etanol

96% dapat menarik senyawa-senyawa yang bersifat non polar hingga polar

(Endarini, 2019; Putra, Supriyadi, & Santoso, 2019). Ekstrak dari kedua pelarut

dilanjutkan ke uji difusi cakram untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari kedua

ekstrak terhadap bakteri S. pneumoniae resistan makrolida.

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak daun teh asal Kampung Naga

dilakukan terhadap dua bakteri uji yang terdiri dari 1 isolat bakteri S. pneumoniae

ATCC 49619 sebagai kontrol positif dan 1 isolat bakteri S. pneumoniae 2506

sebagai bakteri resistan makrolida. Kontrol positif antibiotik yang digunakan

adalah antibiotik eritromisin dengan konsentrasi sebesar 15 µg. Kontrol pelarut

yang digunakan adalah DMSO 100% untuk ekstrak etil asetat dan DMSO 10%

untuk ekstrak etanol 96%. Hasil pengujian difusi cakram (Gambar 7)

menunjukkan bahwa bakteri S. pneumoniae ATCC 49619 yang merupakan

kontrol positif masih memiliki sensitivitas terhadap antibiotik eritromisin ditandai

dengan terbentuknya diameter zona hambat sebesar 29,35±0,5 mm dan 28,9±01

Page 37: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

24

mm. Pengujian terhadap bakteri S. pneumoniae 2506 menunjukkan bahwa tidak

terbentuk zona hambat di sekitar cakram antibiotik (Gambar 7). Hal tersebut

ditunjukkan dengan masih ditemukannya pertumbuhan bakteri uji pada

permukaan media tumbuh, sehingga aktivitas antibakteri yang sedikit terlihat

tidak dapat dikategorikan sebagai diameter zona hambat (Lampiran 4, kolom

bakteri S. pneumoniae 2506). Kategori tersebut sejalan dengan protokol CLSI

(2018), bakteri S. pneumoniae dikatakan sensitif terhadap antibiotik eritromisin

apabila Diameter Zona Hambat (DZH) yang dihasilkan dari uji difusi cakram

adalah ≥ 21 mm. Bakteri tersebut dikatakan resistan apabila diameter yang

dihasilkan dari uji difusi cakram adalah ≤ 15 mm. Pertumbuhan bakteri S.

pneumoniae 2506 masih terjadi karena bakteri tersebut sudah tidak memiliki

sensitivitas dan telah mengalami resistansi terhadap antibiotik eritromisin

golongan makrolida. Suatu bakteri dikategorikan telah mengalami resistansi

apabila diameter zona hambat yang dihasilkan di bawah standar yang telah

ditentukan atau pertumbuhannya tidak terhambat saat diberikan konsentrasi dosis

normal antibiotik yang biasa digunakan dalam uji difusi cakram (CLSI, 2018).

Gambar 7. Rerata diameter zona hambat kedua ekstrak daun teh terhadap bakteri

Streptococcus pneumoniae

Pengujian kedua ekstrak daun teh asal Kampung Naga menunjukkan

bahwa keduanya memiliki aktivitas antibakteri terhadap kedua bakteri uji

(Gambar 7). Ekstrak etil asetat daun teh mampu menghambat pertumbuhan kedua

0

29,35

18,6

0

28,9

7,7

0 0

15,7

0 0

7,7

0

5

10

15

20

25

30

35

DM

SO

100%

Eri

trom

isin

Ekst

rak

DM

SO

10%

Eri

trom

isin

Ekst

rak

Ekstrak etil asetat Ekstrak etanol 96%

Rer

ata

dia

met

er z

ona

ham

bat

(m

m)

S. pneumoniae

ATCC 49619

S. pneumoniae

2506

Page 38: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

25

bakteri uji dengan rerata diameter zona hambat yang dihasilkan sebesar 18,6±1,0

mm dan 15,7±0,3 mm, secara berturut-turut (Gambar 7). Perbedaan diameter zona

hambat yang dihasilkan menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak etil

asetat daun teh lebih besar terhadap bakteri kontrol yaitu S. pneumoniae ATCC

49619 dibandingkan terhadap bakteri S. pneumoniae 2506 resistan makrolida

(Gambar 7). Ekstrak etanol 96% juga mampu menghambat pertumbuhan kedua

bakteri uji, namun rerata diameter zona hambat yang dihasilkan sebesar 7,7±0,6

mm, lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak etil asetat (DZH= 18,6±1,0 mm dan

15,7±0,3 mm) terhadap kedua bakteri uji (Gambar 7). Hasil pengujian juga

menunjukkan bahwa diameter zona hambat yang dihasilkan sama besar, hal

tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% daun teh memiliki aktivitas

antibakteri yang sama besarnya terhadap kedua bakteri uji (Gambar 7).

Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat daun teh asal Kampung Naga

tergolong intermediat terhadap kedua bakteri uji, namun ekstrak tersebut dapat

dikatakan memiliki kemampuan penghambatan yang lebih besar (DZH= 18,6

mm) terhadap bakteri S. pneumoniae ATCC 49619 dibandingkan terhadap bakteri

S. pneumoniae 2506 resistan makrolida (DZH= 15,7 mm). Aktivitas antibakteri

ekstrak etanol 96% daun teh tergolong lemah terhadap kedua bakteri uji dan

ekstrak tersebut dapat dikatakan memiliki kemampuan penghambatan yang sama

besarnya (DZH= 7,7 mm) terhadap kedua bakteri uji. Kategori tersebut sesuai

dengan kategori yang disampaikan oleh Zhang et al. (2017), akvititas antibakteri

suatu ekstrak dapat dikategorikan berdasarkan diameter zona hambat yang

dihasilkan. Kategori lemah jika diameter yang dihasilkan (<12 mm), intermediat

(13-19 mm) dan kuat (>20 mm). Perbedaan kemampuan penghambatan ekstrak

daun teh asal Kampung Naga dari kedua pelarut terhadap kedua bakteri uji diduga

karena hasil ekstraksi dari kedua pelarut memperoleh senyawa fitokimia berbeda

yang berperan sebagai agen antibakteri. Menurut Fitriah, Mappiratu, &

Prismawiryanti (2017), perbedaan kandungan senyawa aktif dalam suatu ekstrak

dapat menyebabkan perbedaan diameter zona hambat yang dihasilkan. Kontrol

negatif DMSO menunjukkan tidak terbentuknya zona hambat di sekitar cakram.

Hal tersebut membuktikan bahwa aktivitas antibakteri berasal dari senyawa

Page 39: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

26

bioaktif yang berperan sebagai agen antibakteri dalam kedua ekstrak, dan tidak

dipengaruhi oleh pelarut DMSO.

Aktivitas antibakteri ekstrak daun teh asal Kampung Naga dari kedua

pelarut terhadap bakteri uji dapat dikatakan belum seefektif antibiotik eritromisin

terhadap bakteri S. pneumoniae ATCC 49619 (Gambar 7). Diameter zona hambat

yang dihasilkan dari kedua ekstrak daun teh berbeda jauh (DZH= 15,7 mm dan

7,7 mm) terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan oleh antibiotik

eritromisin (DZH= 29,35 mm dan 28,9 mm). Hal tersebut diduga karena ekstrak

yang digunakan masih berupa ekstrak kasar yang masih bercampur dengan

senyawa-senyawa lain sehingga aktivitas antibakterinya belum begitu efektif.

Berbeda dengan senyawa murni seperti antibiotik, ekstrak kasar adalah produk

hasil ekstraksi dari tanaman yang mengandung campuran kompleks senyawa

metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, terpenoid, fenol dan

senyawa-senyawa lain. Ekstrak kasar yang masih bercampur dengan senyawa lain

yang tidak berperan sebagai antibakteri berpeluang untuk menurunkan aktivitas

antibakteri dalam ekstrak tersebut (Fadila, 2018). Diameter zona hambat yang

dihasilkan oleh ekstrak etil asetat daun teh lebih besar (DZH= 18,6 mm dan 15,7

mm) baik terhadap kedua bakteri uji dibanding diameter yang dihasilkan ekstrak

etanol 96% (DZH= 7,7 mm) (Gambar 7). Hal tersebut diduga karena kadar

senyawa-senyawa metabolit sekunder yang berperan sebagai agen antibakteri

lebih banyak ditemukan dalam ekstrak etil asetat daun teh asal Kampung Naga.

Pernyataan tersebut diperkuat dari nilai rendemen yang diperoleh. Nilai rendemen

ekstrak etil asetat daun teh asal Kampung Naga memiliki nilai yang lebih tinggi

5% dibandingkan rendemen ekstrak etanol 96% 4,5%. Ardiansyah et al. (2015)

dalam penelitiannya juga menyatakan, keberadaan senyawa-senyawa metabolit

sekunder seperti flavonoid, polifenol, tanin, steroid dan triterpenoid serta

monoterpenoid dan seskuiterpenoid dalam fraksi etil asetat ekstrak daun teh

berperan besar dalam menghambat pertumbuhan bakteri.

Keberadaan senyawa metabolit sekunder dalam tanaman berperan besar

sebagai agen antibakteri. Ekstrak daun teh yang memiliki aktivitas antibakteri

terhadap kedua bakteri uji diduga memiliki sifat yang cenderung semipolar hingga

polar. Konstituen senyawa fitokimia utama yang paling menarik dari teh adalah

Page 40: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

27

polifenol yang sebagian besar terdapat dalam bentuk katekin (Song & Seong,

2007). Senyawa katekin termasuk dalam golongan senyawa flavonoid, memiliki

cincin benzena yang disebut cincin A dan cincin B (Gopal, Muthu, Paul, Kim, &

Chun, 2016). Senyawa katekin juga dapat ditemui sebagai kelompok senyawa

tanin apabila gugus hidroksil yang dimiliki lebih dari atau sama dengan 20

(Nishida, 2017). Kandungan katekin teh dapat berubah bergantung pada

bagaimana teh itu diproses. Senyawa katekin inilah yang memiliki aktivitas

antibakteri (Song & Seong, 2007).

Gopal et al. (2016) melaporkan bahwa senyawa polifenol katekin yang

memiliki cincin A dan B pada daun teh, menyebabkan ekstrak daun teh memiliki

efek bakterisidal. Keberadaan senyawa ini menyebabkan terjadinya kerusakan

pada membran sel bakteri S. mutans. Penelitian-penelitian sebelumnya

mengungkapkan bahwa senyawa fitokimia yang paling sering ditemukan dalam

jumlah besar dari ekstrak daun teh adalah katekin. Banyak penelitian melaporkan

bahwa senyawa katekin berperan besar sebagai agen antibakteri. Senyawa katekin

memiliki kemampuan berikatan dengan membran sel bakteri, khususnya bakteri

Gram positif. Adanya ikatan ini dapat menyebabkan terganggunya proses-proses

pada membran sel, dan menyebabkan kerusakan membran sel yang meningkatkan

permeabilitas membran hingga menyebabkan lisisnya sel bakteri (Reygaert,

2018). Keberadaan senyawa katekin dalam ekstrak daun teh berperan sebagai

agen antibakteri salah satunya dengan merusak permeabilitas membran sel pada

bakteri S. aureus (Steinmann, Buer, Pietschmann, & Steinmann, 2013).

Kemampuan senyawa katekin dari daun teh untuk berikatan dengan membran sel

bakteri menyebabkan beberapa hal lain, yaitu hilangnya kemampuan bakteri untuk

menempel pada sel inang. Hilangnya kemampuan bakteri untuk membentuk

quorum sensing dan biofilm pada bakteri Fusobacterium nucelatum dan S. mutans

serta menyebabkan hilangnya fungsi protein membran transporter yang

bertanggung jawab untuk sekresi toksin dan aliran obat keluar sel seperti

senyawa-senyawa antibakteri (Reygaert, 2018).

Adanya senyawa katekin dalam ekstrak daun teh juga dapat memengaruhi

fungsi-fungsi sel bakteri. Gradišar, Pristovšek, Plaper, & Jerala (2007)

menyatakan bahwa senyawa katekin dalam ekstrak daun teh mampu menghambat

Page 41: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

28

DNA girase bakteri sehingga menghambat pembentukan supercoiling DNA dan

menyebabkan kematian sel bakteri. Senyawa ini juga dapat mengurangi

kemampuan hemolisis dan produksi hidrogen sulfida (H2S) yang berperan sebagai

faktor virulensi pada bakteri F. nucelatum (Ben Lagha, Haas, & Grenier, 2017).

Senyawa katekin dalam ekstrak daun teh juga mampu menghambat biosintesis

asam lemak dengan cara menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam jalur

metabolismenya. Asam lemak memiliki peran yang sangat penting bagi bakteri

untuk pembentukan membran sel, sumber energi dan terlibat dalam produksi

racun sel bakteri (Reygaert, 2018). Senyawa-senyawa lain seperti alkaloid,

flavonoid, tanin, terpenoid dan fenolik yang terdapat dalam ekstrak daun teh asal

Kampung Naga diduga juga berperan sebagai agen antibakteri. Ekstrak alkaloid

dari kulit melur dan ekstrak tanin dari belimbing wuluh memiliki aktivitas

antibakteri terhadap Escherichia coli (Rachmawaty, 2016). Ekstrak terpenoid dari

rimpang putih dan ekstrak fenolik dari buah mengkudu memiliki aktivitas

antibakteri terhadap S. aureus (Rita, 2010; Purwantiningsih, Suranindyah, &

Widodo, 2014). Ekstrak flavonoid dari kulit awar-awar juga memiliki aktivitas

antibakteri terhadap E. coli (Sukadana, 2010). Tariq, Nirjantha, & Reyaz (2013)

juga melaporkan bahwa senyawa-senyawa fitokimia seperti alkaloid, flavonoid,

tanin dan katekin dalam ekstrak daun teh berperan penting sebagai bentuk

mekanisme pertahanan. Senyawa-senyawa tersebut dilaporkan mampu mereduksi

pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme.

4.2. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM) Ekstrak Daun Teh Asal Kampung Naga terhadap

Bakteri S. pneumoniae Resistan Makrolida

Ekstrak daun teh asal Kampung Naga yang telah diketahui memiliki

aktivitas antibakteri pada saat uji difusi cakram, diuji lanjut untuk menentukan

nilai KHM dan KBM. Penentuan nilai KHM dan KBM sangat penting untuk

dilakukan. Penentuan nilai KHM digunakan untuk menguji kepekaan bakteri

terhadap antibiotik dan untuk mengevaluasi aktivitas antibakteri dari senyawa

antibakteri baru (Wiegand, Hilpert, & Hancock, 2008).

Page 42: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

29

Tabel 1. Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM) ekstrak daun teh

Ekstrak

S. pneumoniae

ATCC 49619 S. pneumoniae 2506

Rasio

KBM/KHM

Etil asetat KHM (mg/ml) 0,625 0,625 1

KBM (mg/ml) 0,625 1,25 2

Etanol

96%

KHM (mg/ml) >10 >10 -

KBM (mg/ml) >10 >10

Penentuan nilai KHM dilakukan menggunakan 9 level konsentrasi ekstrak

daun teh asal Kampung Naga. Pembacaan nilai KHM dilakukan dengan melihat

kekeruhan kolom sumur uji. Apabila kekeruhannya tampak sama dengan kontrol

pembanding, maka konsentrasi tersebut dianggap sebagai nilai terendah untuk

menghambat pertumbuhan bakteri (Lampiran 5). Pembacaan nilai KBM dilakukan

dengan melihat ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri dari 6 sumur uji yang

diteteskan pada permukaan media agar darah (Lampiran 6).

Ekstrak etil asetat daun teh asal Kampung Naga memiliki nilai KHM dan

KBM yang berkisar antara 0,625 mg/ml hingga 1,25 mg/ml (Tabel 1). Bakteri S.

pneumoniae ATCC 49619 dan bakteri S. pneumoniae 2506 resistan makrolida

dapat terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi ekstrak etil asetat terendah

sebesar 0,625 mg/ml (Tabel 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi

minimum yang dibutuhkan untuk menghambat bakteri S. pneumoniae ATCC

49619 dan S. pneumoniae 2506 resistan makrolida sama besarnya. Konsentrasi

terendah ekstrak etil asetat daun teh yang dibutuhkan untuk membunuh bakteri S.

pneumoniae ATCC 49619 dan bakteri S. pneumoniae 2506 resistan makrolida

masing-masing sebesar 0,625 mg/ml dan 1,25 mg/ml (Tabel 1). Artinya,

dibutuhkan konsentrasi minimum ekstrak satu tingkat lebih besar untuk

membunuh bakteri S. pneumoniae 2506 resistan makrolida dibandingkan dengan

bakteri S. pneumoniae ATCC 49619. Pernyataan tersebut juga diperkuat dari hasil

uji difusi cakram yang menunjukkan bahwa kemampuan aktivitas antibakteri

ekstrak etil asetat daun teh asal Kampung Naga terhadap bakteri S. pneumoniae

ATCC 49619 lebih besar (DZH= 18,6 mm) dibandingkan terhadap bakteri S.

pneumoniae 2506 (DZH= 15,7 mm).

Page 43: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

30

Pada Tabel 1 juga terlihat bahwa konsentrasi minimum ekstrak etil asetat

daun teh yang dibutuhkan untuk menghambat dan membunuh bakteri S.

pneumoniae ATCC 49619 sama besarnya, yaitu 0,625 mg/ml. Hasil pengujian

juga menunjukkan bahwa dibutuhkan konsentrasi ekstrak etil asetat yang lebih

besar untuk membunuh bakteri S. pneumoniae 2506 (KBM= 1,25 mg/ml)

dibandingkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (KHM= 0,625

mg/ml). Hal tersebut dikarenakan bakteri S. pneumoniae 2506 telah mengalami

resistansi. Ambrose, Nisbet, & Stephens (2005) menyatakan bahwa resistansi S.

pneumoniae yang dimediasi oleh efflux system menyebabkan bakteri tersebut

memiliki kemampuan untuk memompa substansi obat ke luar sel, sehingga

dibutuhkan konsentrasi ekstrak daun teh satu tingkat lebih besar untuk membunuh

bakteri tersebut.

Penentuan nilai KHM menggunakan ekstrak etanol 96% masih

menunjukkan kekeruhan pada semua konsentrasi ekstrak dalam sumur uji

(Lampiran 5), dan saat penentuan nilai KBM dari 6 konsentrasi sumur uji masih

menunjukkan pertumbuhan kedua bakteri (Lampiran 6). Berdasarkan Tabel 1

untuk menghambat dan membunuh kedua bakteri uji menggunakan ekstrak etanol

96% daun teh asal Kampung Naga dibutuhkan konsentrasi ekstrak yang lebih

besar dari 10 mg/ml ekstrak. Hal tersebut terjadi karena senyawa fitokimia dalam

ekstrak etanol 96% memiliki aktivitas antibakteri yang tidak begitu kuat.

Pernyataan ini juga didukung dari hasil uji difusi cakram ekstrak etanol 96% daun

teh bahwa ekstrak ini memiliki aktivitas antibakteri yang tergolong lemah (DZH=

7,7 mm), sehingga dibutuhkan konsentrasi ekstrak yang lebih besar untuk

menghambat dan membunuh kedua bakteri uji.

Kuspradini, Pasedan, & Kusuma (2016) menyatakan bahwa, tujuan dari

penentuan nilai KHM dan KBM adalah untuk mengetahui efektivitas dari

senyawa antibakteri terhadap bakteri uji. Selain itu, hal tersebut dilakukan sebagai

bentuk antisipasi terjadinya masalah resistansi bakteri di kemudian hari karena

penggunaan dosis yang berlebih. Penggunaan dosis antibiotik berlebih dan

pemakaian yang tidak sesuai anjuran dokter menjadi satu dari banyaknya sebab

kejadian resistansi antibiotik. Efisiensi aktivitas antibakteri dapat terlihat dari

tinggi rendahnya nilai KHM dan KBM. Nilai KHM dan KBM yang rendah,

Page 44: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

31

mengindikasikan tingginya efisiensi aktivitas antibakteri tersebut terhadap bakteri

uji (Fadila, 2018).

Ekstrak etil asetat daun teh asal Kampung Naga memilki aktivitas yang

tergolong intermediat dengan nilai konsentrasi 0,625 mg/ml terhadap kedua

bakteri uji (Tabel 1). Pernyatan tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh

Snoussi et al. (2018), interpretasi aktivitas antibakteri suatu ekstrak kasar dapat

dikelompokkan berdasarkan nilai KHM yang diperoleh. Suatu ekstrak kasar yang

memiliki nilai KHM 0,05-0,5 mg/ml didefinisikan memiliki aktivitas antibakteri

yang kuat, intermediat apabila konsentrasinya 0,6-1,5 mg/ml dan lemah apabila

konsentrasinya >1,5 mg/ml. Hal tersebut juga sejalan dengan klasifikasi aktivitas

antibakteri berdasarkan diameter zona hambat pada saat uji difusi cakram.

Ekstrak etil asetat bersifat bakterisidal intermediat baik terhadap bakteri S.

pnuemoniae ATCC 49619 dan S. pnuemoniae 2506 dengan rasio KBM/KHM

sebesar 1 dan 2, secara berturut-turut (Tabel 1). Hal tersebut sejalan dengan yang

sampaikan oleh Hossan et al. (2018) bahwa suatu ekstrak antibakteri dapat

dikategorikan menjadi 2 kelompok berdasarkan rasio KBM/KHM. Senyawa

antibakteri dikatakan bersifat bakteriostatik apabila memiliki rasio KBM/KHM>4.

Sedangkan senyawa tersebut dikatakan bersifat bakterisidal apabila rasio

KBM/KHM≤4. Nilai KHM ekstrak etil asetat dapat dikatakan lebih lemah (0,625

mg/ml atau setara dengan 625 µg/ml) dibandingkan dengan standar KHM untuk

antibiotik eritromisin yaitu sebesar 0,5 µg/ml (CLSI, 2018). Hal tersebut karena

ekstrak yang digunakan masih berupa ekstrak kasar yang masih bercampur

dengan senyawa-senyawa lain, sehingga diperlukan pemurnian ekstrak daun teh

dan pengujian lebih lanjut untuk memperoleh nilai konsentrasi yang lebih optimal.

4.3. Pendugaan Kadar Senyawa Fitokimia Ekstrak Daun Teh Asal Kampung

Naga melalui Studi Literatur

Penentuan kandungan senyawa fitokimia dalam ekstrak daun teh asal

Kampung Naga dilakukan menggunakan metode studi literatur. Banyak penelitian

menyatakan bahwa konsumsi minuman teh memberikan berbagai keuntungan

bagi kesehatan manusia dikarenakan efek dari senyawa-senyawa fitokimia dalam

teh tersebut. Senyawa fitokimia merupakan senyawa hasil produksi tanaman yang

Page 45: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

32

memiliki peran vital dalam membantu kelangsungan hidup tanaman. Adanya

senyawa fitokimia dalam tanamanlah yang menjadikannya kaya akan sumber-

sumber obat terapeutik (Borges et al., 2017).

Tabel 2. Pendugaan kadar senyawa fitokimia dalam ekstrak daun teh asal

Kampung Naga melalui metode studi literatur

Senyawa

fitokimia

Persentase

(%) Referensi

Pendugaan Persentase (%)

Etil asetat Etanol 96%

Katekin 30-40 Agarwal et al.

(2017)

1,5-2 1,35-1,8

Flavonoid 5-10 0,25-0,5 0,2-0,45

Polifenol 17-35

Ekayanti,

Ardiana, Najib,

Sauriasari, &

Elya (2017)

0,85-1,75 0,77-1,6

Asam galat 0,5

Agarwal et al.

(2017)

0,025 0,02

Asam askorbat 1-2 0,05-0,1 0,045-0,09

Karbohidrat 10-15 0,5-0,75 0,45-0,68

Mineral-

mineral 6-8 0,3-0,4 0,3-0,36

Asam amino

bebas 1,5-5 Gopal et al.

(2016) 0,075-0,25 0,068-0,23

Senyawa identitas utama ekstrak daun teh adalah katekin yang banyak

ditemukan dalam bentuk flavonoid dan tanin (Kemenkes RI, 2017). Terdapat 5

jenis katekin utama yang ditemukan dalam daun teh yaitu (+)-catechin (C), (-)-

epicatechin (EC), (-)-epigallo-catechin (EGC), epicatechin gallate (ECG) dan

epigallocatechin gallate (EGCG) (Song & Seong, 2007). Katekin menempati

porsi senyawa fitokimia paling besar diantara senyawa-senyawa lainnya (Tabel 2).

Hasil penelusuran menunjukkan bahwa kandungan fitokimia ekstrak daun teh

sangat bervariasi dan memiliki kadar yang berbeda-beda (Tabel 2). Senyawa

katekin memiliki kadar yang paling tinggi di antara senyawa-senyawa lainnya

(Tabel 2). Hal tersebut sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa senyawa katekin merupakan senyawa utama yang ditemukan

paling banyak dalam ekstrak daun teh. Martono & Setiyono (2014) melaporkan

dalam penelitiannya, kadar senyawa katekin dari 6 genotip teh yang diujikan

menunjukkan kadar yang sangat bervariasi mulai dari 11,73% hingga 18,22%.

Penelitian kuantitatif ekstrak daun teh yang dilakukan oleh Izzreen & Fadzelly

(2013) juga melaporkan, total senyawa fenolik dan flavonoid ekstrak daun teh asal

Sabah, Malaysia adalah sebesar 80,27±0,61 (mg GAE/g) dan 35,17±0,91 (mg

Page 46: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

33

QE/g). Selain itu, Ananthi & Giri (2018) melaporkan bahwa hasil pengukuran

kadar senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan fenolik diperoleh masing-masing

sebesar 50 mg/g, 168 mg/g, 33 mg/g dan 300 mg/g.

Pendugaan kadar senyawa fitokimia ekstrak daun teh asal Kampung Naga

dilakukan dengan cara mengalikan nilai rendemen kedua ekstrak daun teh dengan

kadar senyawa fitokimia dari referensi-referensi yang ada dalam Tabel 2.

Rendemen ekstrak etil asetat dan etanol 96% daun teh asal Kampung Naga

masing-masing diperoleh sebesar 5% dan 4,5%. Hasil pendugaan kadar senyawa

fitokimia ekstrak daun teh asal Kampung Naga memiliki nilai yang sangat

bervariasi. Persentase kandungan senyawa fitokimia kedua ekstrak menunjukkan

nilai yang tidak berbeda jauh (Tabel 2). Namun, dapat terlihat bahwa senyawa-

senyawa hasil ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat sedikit lebih banyak

dibandingkan hasil dari pelarut etanol 96% (Tabel 2). Senyawa katekin dalam

ekstrak daun teh asal Kampung Naga dari kedua pelarut diperkirakan sebesar

1,35%-2%. Senyawa fitokimia dalam tanaman teh sangat bervariasi dan

bergantung pada sebaran geografis, kondisi iklim, jenis klon tanaman teh, proses

kultivasi dan umur daun teh, musim dan kondisi tanah, perlakuan kultur teknis,

dan banyaknya sinar matahari yang diterima (Martono & Setiyono, 2014;

Banerjee & Chatterjee, 2015). Hal tersebut juga diperkuat oleh Borges et al.

(2017) faktor abiotik seperti iklim, ketersediaan air, suhu, jumlah makro dan

mikronutrisi dalam tanah dan radiasi sinar matahari dapat memengaruhi variasi

senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan.

Penelitian mengenai kandungan senyawa fitokimia daun teh secara kualitatif

juga telah banyak dilakukan untuk membuktikan khasiatnya dan kepentingan

studi kefarmasian. Penelitian yang dilakukan oleh Endarini (2019) melaporkan

bahwa terdapat 7 senyawa metabolit sekunder yang ditemukan pada ekstrak daun

teh asal Ciwidey, Kabupaten Bandung yang meliputi alkaloid, saponin, steroid,

triterpenoid, flavonoid, polifenol dan tanin. Ardiansyah et al. (2015) dalam

penelitiannya melaporkan bahwa pada ekstrak daun teh asal Gambung, Ciwidey

ditemukan senyawa metabolit sekunder yang terdiri dari flavonoid, polifenol,

tanin, steroid dan triterpenoid, serta monoterpenoid dan seskuiterpenoid.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Martono & Setiyono (2014)

Page 47: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

34

melaporkan hampir semua senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, saponin,

tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid dan glikosida, ditemukan pada 6

genotipe tanaman teh asal perkebunan teh Tambi Wonosobo yang diujikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Latteef (2016) kandungan senyawa fitokimia

ekstrak daun teh asal Baghdad terdiri dari tanin, saponin, flavonoid dan alkaloid.

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa senyawa fitokimia yang

sering ditemukan dalam ekstrak daun teh meliputi alkaloid, tanin, flavonoid,

steroid, terpenoid dan fenolik. Senyawa-senyawa tersebut diduga juga ditemukan

dalam ekstrak daun teh asal Kampung Naga. Selain itu, dalam penelitian-

penelitian tersebut dapat terlihat bahwa senyawa flavonoid dan tanin, selalu

ditemukan dalam ekstrak daun teh. Hal tersebut memperkuat pernyataan bahwa

senyawa katekin menempati porsi yang besar dalam ekstrak daun teh.

Page 48: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

35

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1) Ekstrak daun teh asal Kampung Naga dari kedua pelarut berpotensi memiliki

aktivitas antibakteri yang tergolong intermediat dan lemah terhadap bakteri S.

pneumoniae resistan makrolida dengan diameter zona hambat yang dihasilkan

masing-masing sebesar 15,7±0,3 mm dan 7,7±0,6 mm.

2) Konsentrasi minimum ekstrak etil asetat yang dibutuhkan untuk menghambat

dan membunuh bakteri S. pneumoniae resistan makrolida adalah sebesar

0,625 mg/ml dan 1,25 mg/ml.

3) Senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak daun teh asal Kampung

Naga berdasarkan studi literatur terdiri dari katekin, alkaloid, tanin, flavonoid,

steroid dan terpenoid, serta fenolik. Selain itu, senyawa metabolit sekunder

yang diduga memiliki peran sebagai agen antibakteri adalah katekin.

5.2.Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengujian senyawa fitokimia

ekstrak daun teh asal dari Kampung Naga, baik secara kualitatif maupun

kuantitatif dan perlu dilakukan pengukuran aktivitas antibakteri dari senyawa

katekin yang terdapat dalam ekstrak daun teh asal Kampung Naga terhadap

bakteri S. pneumoniae resistan makrolida.

Page 49: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

36

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, U., Pathak D, P., Bhutani, R., Kapoor, G., & Kant, R. (2017). Review

on Camellia sinensis –Nature’s Gift. International Journal of

Pharmacognosy and Phytochemical Research, 9(08), 1119–1126.

Alaga, T. O., Edema, M. O., Atayese, A. O., & Bankole, M. O. (2014).

Phytochemical and in vitro anti-bacterial properties of Hibiscus sabdariffa L

(Roselle) juice. Journal of Medicinal Plants Research, 8(7), 339–344.

https://doi.org/10.5897/jmpr12.1139

Ambrose, K. D., Nisbet, R., & Stephens, D. S. (2005). Macrolide efflux in

Streptococcus pneumoniae is mediated by a dual efflux pump (mel and mef)

and is erythromycin inducible. Antimicrobial agents and chemotherapy,

49(10), 4203–4209.

Anita, P., Sivasamy, S. P. D., Kumar, M., Balan, N., & Ethiraj, S. (2015). In vitro

antibacterial activity of Camellia sinensis extract against cariogenic

microorganisms. Journal of Basic and Clinical Pharmacy, 6(1), 35–39.

https://doi.org/10.4103/0976-0105.145777

Ananthi, J., & Giri, R. S. (2018). Screening of bioactive compounds of green tea

(Camellia sinensis). World Journal of Pharmaceutical and Medical

Research, 4(9), 222–226.

Ardiansyah, S. A., Adirestuti, P., & Desmiaty, Y. (2015). Pengujian ekstrak air

dan fraksi-fraksi daun teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) terhadap

aktivitas bakteri penyebab jerawat (Propionibacterium acnes dan

Staphylococcus aureus). Indonesian Journal of Pharmaceutial Science and

Technology, IV(1), 28–35.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2008). Acuan sediaan herbal edisi 4

volume pertama. BPOM RI. Jakarta.

Banerjee, S., & Chatterjee, J. (2015). Efficient extraction strategies of tea

(Camellia sinensis) biomolecules. Journal of Food Science and Technology,

52(6), 3158–3168. https://doi.org/10.1007/s13197-014-1487-3

Ben Lagha, A., Haas, B., & Grenier, D. (2017). Tea polyphenols inhibit the

growth and virulence properties of Fusobacterium nucleatum. Scientific

Reports, 7(2), 1–10. https://doi.org/10.1038/srep44815

Borges, C. V., Minatel, I. O., Gomez-Gomez, H. A., & Lima, G. P. P. (2017).

Medicinal plants: Influence of environmental factors on the content of

secondary metabolites. Medicinal Plants and Environmental Challenges,

259–277. https://doi.org/10.1007/978-3-319-68717-9_15

Centers for Disease Control and Prevention. (2015). Pinkbook | Pneumococcal |

Epidemiology of vaccine preventable diseases | CDC. Retrieved December

Page 50: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

37

3rd, 2019, from https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/pneumo.html

Central for Disease Control and Prevention. (2016). CHAPTER 8 Identification

and Characterization of Streptococcus pneumoniae. Retrieved August 31st,

2020, from National Center for Immunization and Respiratory Diseases

website:https://www.cdc.gov/meningitis/lab-manual/chpt08-id-

characterization-streppneumo.html

Cherazard, R., Epstein, M., Doan, T., Pharm, D., Salim, T., & Smith, M. A.

(2017). Antimicrobial resistant Streptococcus pneumoniae: Prevalence,

mechanisms, and clinical implications. American Journal of Therapeutics,

24(3), 1–9.

CLSI. (2018). Performance standars for antimicrobial susceptibility testing. 28th

ed. CLSI supplement M100. Clinical Laboratory Standard Institute. Wayne,

PA.

da Silva Almeidada, J, R, G., Oliveira, A. P., G., L., A., de Oliveira-Júnior, R. G.,

de Souza Siqueira Quintans, J., de Medeiros, F. A., Barbosa-Filho, J. M., &

Quintans-Júnior, L, J. (2016). Camellia sinensis (L.) Kuntze: A review of

chemical and nutraceutical properties. Natural Product: Research Reviews,

4, 21–62.

Departemen Kesehatan, R. (2008). Farmakope herbal Indonesia. Direktorat

Jerndral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Domon, H., Maekawa, T., Yonezawa, D., Nagai, K., Oda, M., Yanagihara, K., &

Terao, Y. (2018). Mechanism of macrolide-induced inhibition of

pneumolysin release involves impairment of autolysin release in macrolide-

resistant Streptococcus pneumoniae. Antimicrobial Agents and

Chemotherapy, 62(11), 1–11. https://doi.org/doi.org/10.1128/AAC.00161-18

Dugassa, J., & Shukuri, N. (2017). Review on antibiotic resistance and its

mechanism of development. Journal of Health, Health, Medicine and

Nursing, 1(3), 1–17.

Edelstein, P. H. (2004). Pneumococcal resistance to macrolides, lincosamides,

ketolides, and streptogramin B agents: molecular mechanisms and resistance

phenotypes. Clinical Infectious Diseases, 38(4), S322–S327.

https://doi.org/10.1086/382687

Ekayanti, M., Ardiana, L., Najib, S. Z., Sauriasari, R., & Elya, B. (2017).

Pharmacognostic and phytochemical standardization of white tea leaf

(Camellia sinensis (L.) Kuntze) ethanolic extracts. Pharmacognosy Journal,

9(2), 221–226. https://doi.org/10.5530/pj.2017.2.37

El Ashkar, S., Osman, M., Rafei, R., Mallat, H., Achkar, M., Dabboussi, F., &

Hamze, M. (2017). Molecular detection of genes responsible for macrolide

resistance among Streptococcus pneumoniae isolated in North Lebanon.

Page 51: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

38

Journal of Infection and Public Health, 10(6), 745–748.

https://doi.org/10.1016/j.jiph.2016.11.014

Endarini, L. H. (2019). Analisis rendemen dan penetapan kandungan ekstrak

etanol 96 % daun teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dengan metode

kromatografi lapis tipis. SEMNASKes-2019 “Improving The Quality of

Health through Advances in Research of Health Sciences,” 30–40.

Fadila, F. (2018). Aktivitas antibakteri ekstrak rumput kebar (Biophytum

petersianum Klotzsch) dan sarang semut (Myrmecodia pendens) terhadap

bakteri patogen pernapasan. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor (IPB).

Farrell, D. J., Mendes, R. E., & Jones, R. N. (2015). Antimicrobial activity of

solithromycin against serotyped macrolide-resistant Streptococcus

pneumoniae isolates collected from U.S. medical centers in 2012.

Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 59(4), 2432–2434.

https://doi.org/10.1128/AAC.04568-14

Fitriah, F., Mappiratu, M., & Prismawiryanti, P. (2017). Uji aktivitas antibakteri

ekstrak daun tanaman johar (Cassia siamea Lamk.) dari beberapa tingkat

kepolaran pelarut. Kovalen, 3(3), 242.

George, D. P. (2017). The macrolide antibiotic renaissance. British Journal of

Pharmacology, 174(18), 2967–2983. https://doi.org/10.1111/bph.13936

Gopal, J., Muthu, M., Paul, D., Kim, D. H., & Chun, S. (2016). Bactericidal

activity of green tea extracts: The importance of catechin containing nano

particles. Scientific Reports, 6(19710), 1–14.

https://doi.org/10.1038/srep19710

Gradišar, H., Pristovšek, P., Plaper, A., & Jerala, R. (2007). Green tea catechins

inhibit bacterial DNA gyrase by interaction with its ATP binding site.

Journal of Medicinal Chemistry, 50(2), 264–271.

Henriques-Normark, B., & Tuomanen, E. I. (2013). The pneumococcus:

Epidemiology, microbiology, and pathogenesis. Cold Spring Harbor

Perspectives in Medicine, 3(7), 1–15.

https://doi.org/10.1101/cshperspect.a010215

Herawati, H. (2008). Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang

Pertanian, 27(4), 124–130.

Hossan, M. S., Jindal, H., Maisha, S., Raju, C. S., Sekaran, S., Nissapatorn, V., …

Wiart, C. (2018). Antibacterial effects of 18 medicinal plants used by the

Khyang tribe in Bangladesh. Pharmaceutical Biology, 56(1), 201–208.

https://doi.org/10.1080/13880209.2018.1446030

Hudzicki, J. (2009). Kirby-Bauer Disk Diffusion Susceptibility Test Protocol

Author Information. American Society For Microbiology, 1–13.

Page 52: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

39

Hung, I. F. N., Tantawichien, T., Tsai, Y. H., Patil, S., & Zotomayor, R. (2013).

Regional epidemiology of invasive pneumococcal disease in Asian adults:

Epidemiology, disease burden, serotype distribution, and antimicrobial

resistance patterns and prevention. International Journal of Infectious

Diseases, 17(6), e364–e373. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2013.01.004

Integrated Taxonomic Information System Report. (n.d.). (Camellia sinensis (L.)

Kuntze). Retrieved December 3rd, 2019, from

https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search

_value=506801#null

Izzreen, N. Q, & Mohd Fadzelly, A. B. (2013). Phytochemicals and antioxidant

properties of different parts of Camellia sinensis leaves from Sabah Tea

plantation in Sabah, Malaysia. International Food Research Journal, 20(1),

307–312.

Kaufman, G. (2011). Antibiotics: mode of action and mechanisms of resistance.

Nursing Standard (Royal College of Nursing (Great Britain) : 1987), 25(42),

49–55. https://doi.org/10.7748/ns2011.06.25.42.49.c8583

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Farmakope Herbal Indonesia, Edisi II.

Kemeneterian Kesehatan RI. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Profil kesehatan Republik Indonesia tahun

2017. Kemeneterian Kesehatan RI. Jakarta.

Ko, K. S., & Song, J. (2004). Evolution of erythromycin‐resistant Streptococcus

pneumoniae from Asian countries that contains erm(B) and mef(A) genes.

The Journal of Infectious Diseases, 190(4), 739–747.

https://doi.org/10.1086/422156

Kuspradini, H., Pasedan, W. F., & Kusuma, I. W. (2016). Aktivitas antioksidan

dan antibakteri ekstrak daun Pometia pinnata. Jurnal Jamu Indonesia, 1(1),

26–34.

Latteef, N. S. (2016). Phytochemical, antibacterial and antioxidant activity of

Camellia sinensis methanolic and aqueous extracts. IOSR Journal of

Pharmacy and Biological Scinces (IOSR-JPBS). 11(6), 113–119.

https://doi.org/10.9790/3008-110606113119

Lestari, E. S., & Severin, J. A. (2009). Antimicrobial resistance in Indonesia:

prevalance, determinants and genetic basis. [Disertasi]. Erasmus Universiteit

Rotterdam.

Martono, B., & Setiyono, R. T. (2014). Skrining fitokimia enam genotipe teh.

Jurnal Tanaman Industri Dan Penyegar, 1(2), 63–68.

Mateen, A., Waheed, M. A., N, M. A. R., Ahmad, S. G., Alam, I., Saher, N., …

Ali, S. (2014). Antimicrobial activity of some herbal drugs used in unani

system of medicine. International Journal of Herbal Medicine, 2(5), 11–14.

Page 53: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

40

Matsuoka, M., Inoue, M., Nakajima, Y., & Endo, Y. (2002). New erm gene in

Staphylococcus aureus clinical isolates. Antimicrobial Agents and

Chemotherapy, 46(1), 211–215. https://doi.org/10.1128/AAC.46.1.211-

215.2002

Musher, D., Sexton, D. J., & Thorner, A. R. (2020). Resistance of Streptococcus

pneumoniae to the macrolides, azalides, lincosamines, and ketolides.

Retrieved December 6th, 2020, from

https://www.uptodate.com/contents/resistance-of-streptococcus-pneumoniae-

to-the-macrolides-azalides-lincosamides-and-ketolides#H2

Namita, P., Mukesh, R., & Vijay, K. J. (2012). Camellia sinensis (green tea): A

review. Global Journal of Pharmacology, 6(2), 52–59.

Namita, Parmar, & Mukesh, R. (2012). Medicinal plants used as antimicrobial

agents: a review. International Research Journal of Pharmacy, 3(1), 31–40.

National Information Program on Antibiotics. (2016). Antibiotic drugs,

information, description on azithromycin. Retrieved December 3rd, 2019,

from http://www.antibiotics-info.org/azithromycin.html

Naveed, M., BiBi, J., Kamboh, A. A., Suheryani, I., Kakar, I., Fazlani, S. A., …

XiaoHui, Z. (2018). Pharmacological values and therapeutic properties of

black tea (Camellia sinensis): A comprehensive overview. Biomedicine and

Pharmacotherapy, 100(November 2017), 521–531.

https://doi.org/10.1016/j.biopha.2018.02.048

Nishida, K. (2017). Green tea science part 1: polyphenols, catechins and egcg -

15 commonly asked questions and how you can benefit. Retrieved August

20th, 2020, from https://www.japanesegreenteain.com/blogs/green-tea-and-

health/catechins#Catechines2

Niederman, M. S. (2015). Macrolide-resistant pneumococcus in Community-

Acquired Pneumonia is there still a role for macrolide therapy?. American

Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 191(11), 1216–1217.

https://doi.org/10.1164/rccm.201504-0701ED

Numminen, E., Chewapreecha, C., Turner, C., Goldblatt, D., Nosten, F., Bentley,

S. D., … Corander, J. (2015). Climate induces seasonality in pneumococcal

transmission. Scientific Reports, 5(11344), 1–14.

https://doi.org/10.1038/srep11344

Omar, G., Fares, S., Abdallah, L., & Almasri, M. Slaileh, A., Zurba, Z. (2013).

Antibacterial activity of selected Palestinian wild Plant extracts against

Multidrug-Resistant clinical isolate of Streptococcus pneumoniae. Journal

Pharmacy Research, 1(10), 963–969.

Permadi, A., Sutanto, & Wardatun, S. (2018). Perbandingan metode ekstraksi

bertingkat dan tidak bertingkat terhadap flavonoid total herba ciplukan

Page 54: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

41

(Physalis angulata L.) secara kolorimetri. Jurnal Online Mahasiswa (JOM),

Bidang Farmasi, 1(1), 1–10.

Purwantiningsih, T. I., Suranindyah, Y. Y., & Widodo. (2014). Aktivitas senyawa

fenol dalam buah mengkudu (Morinda citrifolia) sebagai antibakteri alami

untuk penghambatan bakteri penyebab mastitis. Buletin Peternakan, 38(1),

59–64. https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v38i1.4618

Putra, A. Y. T., Supriyadi, & Santoso, U. (2019). Skrining fitokimia ekstrak etil

asetat daun simpor (Dillenia suffruticosa). JITIPARI (Jurnal Ilmiah

Teknologi Dan Industri Pangan UNISRI), 4(1), 36–40.

https://doi.org/10.33061/jitipari.v4i1.3017

Rachmawaty, D, U. (2016). Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol, etil asetat dan

petroleum eter rambut jagung manis (Zea mays ssaccharata Sturt) terhadap

bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. [Skripsi]. UIN Maulana

Malik Ibrahim.

Raddaoui, A., Tanfous, F. Ben, Chebbi, Y., Achour, W., Baaboura, R., &

Benhassen, A. (2018). High prevalence of multidrug-resistant international

clones among macrolide-resistant Streptococcus pneumoniae isolates in

immunocompromised patients in Tunisia. International Journal of

Antimicrobial Agents, 52(6), 893–897.

https://doi.org/10.1016/j.ijantimicag.2018.04.015

Rahardjo, A. P., Fauzantoro, A., & Gozan, M. (2018). Fractionation and

characterization of semi polar and polar compounds from leaf extract

Nicotiana tabaccum L. reflux ethanol extraction results. AIP Conference

Proceedings, 1933.

Rani, R., Nagpal, D., Gullaiya, S., Madan, S., & Agrawal, S. S. (2014).

Phytochemical, pharmacological and beneficial effects of green tea.

International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research, 6(3),

420–426.

Reygaert, W. C. (2018). Green tea catechins: their use in treating and preventing

infectious diseases. Hindawi BioMed Research International. 1–9.

Rita, W. S. (2010). Isolasi, identifikasi, dan uji aktivitas antibakteri senyawa

golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg)

Roscoe). Jurnal Kimia, 4(1), 20–26.

Roopan, S. M., & Madhumitha, G. (2018). Bioorganic phase in natural food: An

overview. Bioorganic Phase in Natural Food: An Overview, 135–156.

https://doi.org/10.1007/978-3-319-74210-6

Saeed, M., Naveed, M., Arif, M., Kakar, M. U., Manzoor, R., Abd El-Hack, M.

E., … Sun, C. (2017). Green tea (Camellia sinensis) and L-theanine:

Medicinal values and beneficial applications in humans—A comprehensive

Page 55: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

42

review. Biomedicine and Pharmacotherapy, 95(9), 1260–1275.

https://doi.org/10.1016/j.biopha.2017.09.024

Safari, D., Kuo, L. C., Huang, Y. T., Liao, C. H., Sheng, W. H., & Hsueh, P. R.

(2015). Increase in the rate of azithromycin-resistant Streptococcus

pneumoniae isolates carrying the erm(B) and mef(A) genes in Taiwan, 2006-

2010. BMC Infectious Diseases, 14(1), 1–6. https://doi.org/10.1186/s12879-

014-0704-z

Sarker, S., Latif, Z., & Gray, A. (2006). Natural Products Isolation, 2nd ed.

Humana Press Inc: New Jersey.

Schrag, S. J., Beall, B. &, & Dowell, S. (2001). Resistant penumococcal

infections: the burden of disease and challenges in monitoring and

controlling antimicrobil resistance (No. WHO/CDS/CSR/DSR/2001.6).

Geneva.

Schroeder, M. R., & Stephens, D. S. (2016). Macrolide resistance in

Streptococcus pneumoniae. Frontiers in Cellular and Infection

Microbiology, 6(98), 1–9. https://doi.org/10.1159/000069788

Skovsted, I. C., Elverdal, P. L., Kerrn, M. B., Sørensen, J. F., Otte, S., Fuursted,

K., ... & Konradsen, H. B. (2015). Textbook in diagnosis, serotyping,

virulence factors and Enzyme-Linked mmunosorbent Assay (ELISA) for

measuring Pneumococcal antibodies. Hillerød, Denmark: SSI Diagnostica.

Snoussi, M., Noumi, E., Punchappady-Devasya, R., Trabelsi, N., Kanekar, S.,

Nazzaro, F., … Al-Sieni, A. (2018). Antioxidant properties and anti-quorum

sensing potential of Carum copticum essential oil and phenolics against

Chromobacterium violaceum. Journal of Food Science and Technology,

55(8), 2824–2832. https://doi.org/10.1007/s13197-018-3219-6

Song, J. M., & Seong, B. L. (2007). Tea catechins as a potential alternative anti-

infectious agent. Expert Review of Anti-Infective Therapy, 5(3), 497–506.

https://doi.org/10.1586/14787210.5.3.497

Sri Widyawati, P., Budianta, T. D. W., Kusuma, F. A., & Wijaya, E. L. (2014).

Difference of solvent polarity to phytochemical content and antioxidant

activity of Pluchea indicia less leaves extracts. International Journal of

Pharmacognosy and Phytochemical Research, 6(4), 850–855.

Steinmann, J., Buer, J., Pietschmann, T., & Steinmann, E. (2013). Anti-infective

properties of epigallocatechin-3-gallate (EGCG), a component of green tea.

British Journal of Pharmacology, 168(5), 1059–1073.

https://doi.org/10.1111/bph.12009

Sukadana, I. (2010). Aktivitas antibakteri senyawa flavonoid dari kulit akar awar-

awar (Ficus septica Burm F). Jurnal Kimia, 4(1), 63–70.

Tariq, A. L., Nirjantha, D., & Reyaz, A. L. (2013). Antimicrobial activity of

Page 56: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

43

Camellia sinensis leaves against gram positive and gram negative bacteria.

World Research Journal of Pharmaceutical Research, 1(1), 1–4.

Tariq, M., Naveed, A., & Barkat, A. K. (2010). The morphology, characteristics,

and medicinal properties of Camellia sinensis tea. Journal of Medicinal

Plants Research, 4(19), 2028–2033. https://doi.org/10.5897/jmpr10.010

Thummeepak, R., Leerach, N., Kunthalert, D., Tangchaisuriya, U., Thanwisai, A.,

& Sitthisak, S. (2015). High prevalence of multi-drug resistant Streptococcus

pneumoniae among healthy children in Thailand. Journal of Infection and

Public Health, 8(3), 274–281. https://doi.org/10.1016/j.jiph.2014.11.002

Thumu, S. C. R., & Halami, P. M. (2012). Acquired resistance to macrolide-

lincosamide-streptogramin antibiotics in lactic acid bacteria of food origin.

Indian Journal of Microbiology, 52(4), 530–537.

https://doi.org/10.1007/s12088-012-0296-5

Troeger, C., Blacker, B., Khalil, I. A., Rao, P. C., Cao, J., Zimsen, S. R. M., …

Reiner, R. C. (2018). Estimates of the global, regional, and national

morbidity, mortality, and aetiologies of lower respiratory infections in 195

countries, 1990–2016: a systematic analysis for the Global Burden of

Disease Study 2016. The Lancet Infectious Diseases, 18(11), 1191–1210.

https://doi.org/10.1016/S1473-3099(18)30310-4

Wang, C., Chen, Y., Fang, C., Zhou, M., Xu, H., Jing, C., … Zhang, C. (2019).

Antibiotic resistance profiles and multidrug resistance patterns of

Streptococcus pneumoniae in pediatrics. Medicine, 98(24), 1–7.

https://doi.org/dx.doi.org/10.1097/MD.0000000000015942

Wang, C. M., Zhao, F. L., Zhang, L., Chai, X. Y., & Meng, Q. G. (2017).

Synthesis and antibacterial evaluation of a series of 11,12-cyclic carbonate

azithromycin-3-O-descladinosyl-3-O-carbamoyl glycosyl derivatives.

Molecules, 22(12), 1–9. https://doi.org/10.3390/molecules22122146

Weiser, J. N., Ferreira, D. M., & Paton, J. C. (2018). Streptococcus pneumoniae:

Transmission, colonization and invasion. Nature Reviews Microbiology,

16(6), 355–367. https://doi.org/10.1038/s41579-018-0001-8

Whitney, C. G., Farley, M. M., Hardler, J., Harrison, L. H., Bennett, N. M.,

Lynfield, R., … Schuchat, A. (2003). Decline in invasive pneumococcal

disease after the introduction of protein conjugate vaccine. The New England

Journal of Medicine, 343(18), 1543–1554.

Wiegand, I., Hilpert, K., & Hancock, R. E. W. (2008). Agar and broth dilution

methods to determine the minimal inhibitory concentration (MIC) of

antimicrobial substances. Nature Protocols, 3(2), 163–175.

https://doi.org/10.1038/nprot.2007.521

Wijaya, H., Novitasari, & Jubaidah, S. (2018). Perbandingan metode ekstraksi

Page 57: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

44

terhadap rendemen ekstrak daun rambut laut (Sonneratia caseolaris L. Engl).

Jurnal Ilmiah Manuntung, 4(1), 79–83.

World Health Organization. (2013). Estimated Hib and pneumococcal deaths for

children under 5 years of age, 2008. Retrieved December 3rd, 2019, from

WHOwebsite:

https://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/burden/estimate

s/Pneumo_hib/en/

World Health Organization. (2014). Antimicrobial resistance: global report on

surveillance. In WHO Library Cataloouging-in- Publication Data.

Zhang, J., Ye, K. P., Zhang, X., Pan, D. D., Sun, Y. Y., & Cao, J. X. (2017).

Antibacterial activity and mechanism of action of black pepper essential oil

on meat-borne escherichia coli. Frontiers in Microbiology, 7(1), 1–10.

https://doi.org/10.3389/fmicb.2016.02094

Zhao, W., Pan, F., Wang, B., Wang, C., Sun, Y., Zhang, T., … Zhang, H. (2019).

Epidemiology characteristics of Streptococcus pneumoniae from children

with pneumonia in shanghai: A retrospective study. Frontiers in Cellular and

Infection Microbiology, 9(7), 1–10.

https://doi.org/10.3389/fcimb.2019.00258

Page 58: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

45

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan kadar air simplisia daun teh

Ulangan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Kadar Air (%) Rerata

I 1 0,8828 11,72 13,06

II 1 0,8672 13,37 STD

III 1 0,8592 14,08 1,210365

Kadar air = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑔)−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑔)

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑔) × 100%

= 1−0,8828

1 × 100%

= 11,72%

Lampiran 2. Perhitungan rendemen ekstrak

Pelarut Bobot Ekstrak (g) Bobot Simplisia (g) % Rendemen

Etil asetat 0,9 18 5

Etanol 96% 0,84 18 4,5

% Rendemen = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 (𝑔)

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 (𝑔) × 100%

= 0,9

18 × 100%

= 5%

Page 59: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

46

Lampiran 3. Perhitungan rerata diameter zona hambat ekstrak daun teh

Ekstrak etanol 96%

Kontrol negatif Diameter zona hambat (mm)

S. pneumoniae ATCC 49619 S. pneumoniae 2506

DMSO 10% 0 0

Kontrol positif Ulangan Diameter zona hambat (mm)

S. pneumoniae ATCC 49619 S. pneumoniae 2506

Eritromisin I 28,8 0

II 29 0

Rerata ±

Standar deviasi 28,9 ± 0,1 0 ± 0

Larutan

uji Ulangan

Diameter zona hambat (mm)

S. pneumoniae ATCC 49619 S. pneumoniae 2506

Ekstrak

Etanol

96%

I 7 8

II 8 7

III 8 8

Rerata ±

Standar deviasi 7,67 ± 0,6 7,67 ± 0,6

Ekstrak etil asetat

Kontrol negatif Diameter zona hambat (mm)

S. pneumoniae ATCC 49619 S. pneumoniae 2506

DMSO 100% 0 0

Kontrol positif Ulangan Diameter zona hambat (mm)

S. pneumoniae ATCC 49619 S. pneumoniae 2506

Eritromisin I 29,7 0

II 29 0

Rerata ±

Standar deviasi 29,4 ± 0,5 0 ± 0

Larutan uji Ulangan Diameter zona hambat (mm)

S. pneumoniae ATCC 49619 S. pneumoniae 2506

Ekstrak etil

asetat

I 17,7 15,4

II 19,5 16

III 18 15,7

Rerata ±

Standar deviasi 18,63 ± 1,0 15,7 ± 0,3

Page 60: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

47

Lampiran 4. Gambar uji antibakteri metode difusi cakram

Bakteri uji Larutan uji

Ekstrak etanol 96% DMSO 10% Ekstrak etil asetat DMSO 100%

S. pneumoniae

ATCC 49619

S. pneumoniae

2506

Keterangan: (A) antibiotik eritromisin (15µg), (B) pelarut DMSO 10% (ekstrak etanol 96%) dan DMSO 100% (ekstrak etil asetat), (1, 2,

3) ulangan ekstrak (100 mg/ml).

Page 61: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

48

Lampiran 5. Gambar uji penentuan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

Keterangan

1. Sumuran A1-A9 = 90 µl bakteri S. pneumoniae ATCC 49619 + 10 µl ekstrak

etil asetat

2. Sumuran B1-B9 = 90 µl bakteri S. pneumoniae 2506 + 10 µl ekstrak etanol

96%

3. Sumuran E1-E9 = 90 µl bakteri S. pneumoniae 2506 + 10 µl ekstrak etil asetat

4. Sumuran F1-F9 = 90 µl bakteri S. pneumoniae 2506 + 10 µl ekstrak etanol

96%

5. Sumuran C1-C9 dan G1-G9 = 90 µl media pertumbuhan bakteri + 10 µl

ekstrak etanol 96% (kontrol pembanding)

6. Sumur kontrol pelarut = 90 µl bakteri uji + 10 µl DMSO (DMSO 10% untuk

ekstrak etanol 96% dan DMSO 100% untuk ekstrak etil asetat)

7. Sumur kontrol negatif = 90 µl bakteri uji + antibiotik vankomisin 2,5 mg/ml

8. Sumur kontrol positif = 100 µl suspensi bakteri

9. = Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

Page 62: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

49

Lampiran 6. Gambar uji penentuan nilai Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)

Bakteri S. pneumoniae ATCC 49619

NA

Ekstrak etil asetat Ekstrak etanol 96%

Keterangan:

1-6 : sumur uji KHM

10 : kontrol pelarut DMSO

11 : kontrol negatif

NA : Not available (gambar tidak tersedia)

Bakteri S. pneumoniae 2506

Ekstrak etil asetat Ekstrak etanol 96%

Keterangan:

1-6 : sumur uji KHM

10 : kontrol pelarut DMSO

11 : kontrol negatif

Page 63: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEH

50

Lampiran 7. Perhitungan pendugaan kadar senyawa fitokimia ekstrak daun teh

asal Kampung Naga

% kadar senyawa fitokimia ekstrak daun teh asal Kampung Naga = rendemen

ekstrak × kadar senyawa fitokimia dari literatur dalam tabel 3.

Perhitungan pendugaan kadar senyawa fitokimia ekstrak etil asetat daun teh asal

Kampung Naga

% kadar senyawa fitokimia katekin daun teh asal Kampung Naga = 5% × 30%

=0,05 × 30%

=1,5%

% kadar senyawa fitokimia katekin daun teh asal Kampung Naga = 5,75% × 40%

=0,05 × 40%

=2%

Perhitungan pendugaan kadar senyawa fitokimia ekstrak etanol 96% daun teh asal

Kampung Naga

% kadar senyawa fitokimia katekin daun teh asal Kampung Naga = 4,5% × 30%

=0,045 × 30%

=1,35%

% kadar senyawa fitokimia katekin daun teh asal Kampung Naga = 4,5% × 40%

=0,045 × 40%

=1,8 %