potensi buah pare sbg antibakteri
DESCRIPTION
pemanfaatan buah bare sebagai antibakteriTRANSCRIPT
POTENSI BUAH PARE ( MOMORDICA CHARANTIA L) SEBAGAI ANTIBAKTERI
SALMONELLA TYPHIMURIUM
Mei 26, 2009, 9:47 am
Filed under: Uncategorized
POTENSI BUAH PARE ( Momordica charantia L) SEBAGAI ANTIBAKTERISalmonella
Typhimurium
Oleh :
I Wayan Adiputra Gunawan
Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Mahasaraswati Denpasar
I. PENDAHULUAN
Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga
disebut typhusatau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella typhi terutama menyerang
bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di
masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Bila musim
sedang berganti di Indonesia, terutama di kota-kota besar, sering ditemukan penyakit tifus yang
merupakan penyakit usus halus. Di Indonesia, diperkirakan antara 800 – 100.000 orang terkena
tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan
konon anak perempuan lebih sering terserang. Yang jelas, meski tifus bisa menyerang anak di
atas umur 1 tahun, korban paling banyak adalah anak usia 5 tahun.
Kuman tifus terutama dibawa oleh air dan makanan yang tercemar, karena sumber air
minum di Jakarta, umpamanya, kurang memenuhi syarat. Sayuran dapat saja dicuci dengan air
kali yang juga dipakai untuk penampungan limbah. Kakus pun berakhir di got atau kali. Padahal
kuman tifus berasal dari kotoran manusia yang sedang sakit tifus. Karena kota-kota besar
merupakan kakus terbuka raksasa, maka kuman tifus pun berada dalam banyak minuman dan
makanan yang lolos oleh proses memasak. Keadaan itu menyebabkan kenyataan : mungkin tidak
ada orang di kota-kota besar yang tidak pernah menelan kuman tifus. Bila hanya sedikit kuman
yan terminum, biasanya orang tidak terkena tifus. Namun, kuman yang sedikit demi sedikit
masuk ke tubuh menimbulkan suatu reaksi imun yang dapat dipantau dari darah, dikenal dengan
reaksi Widal yang positif.
Salah satu bakteri penyebab tifus adalah Salmonella typhimurium. Infeksi oleh bakteri ini terjadi
dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang mengandung bakteri Salmonella
typhimurium dari organisme pembawa (hosts). Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka
bakteri ini akan menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan. Infeksi
dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus ke
organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat
menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita hamil, dan juga membrane yang
menyelubungi otak. Substansi racun yang diproduksi dan dilepaskan oleh bakteri ini dapat
mempengaruhi keseimbangan tubuh. Pada seseorang yang terinfeksi oleh Salmonella
typhimuriumpada fesesnya terdapat kumpulan Salmonella typhimurium yang bisa bertahan
sampai berminggu-mnggu atau berbulan-bulan.
Bila demam tifoid masih terbilang ringan, istilahnya gejala tifus atau paratifus,dokter
akan menyarankan banyak istirahat, banyak minum, dan obat antibiotik yang diberikan harus
dihabiskan. Perawatan dan pengobatan bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek
perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh
kembali. Sebab, meski masih tahap ringan, kuman terus menyebar dan berkembang-biak dengan
cepat. Sayangnya, diagnosa demam tifoid pada anak-anak cukup sulit dilakukan. Pada sejumlah
anak, mereka tak mengeluh mual, pusing, atau suhu tubuhnya tinggi. Anak hanya bisa menangis
atau rewel. Pemeriksaan laboratorium pun kerap sulit dilakukan karena anak umumnya meronta
jika harus diambil darahnya. Untuk tifus yang sudah berat, penderita diharuskan menjalani
perawatan di rumah sakit. Biasanya selama 5-7 hari harus terus berbaring.Setelah melewati hari-
hari itu, proses penyembuhan akan dilanjutkan dengan memobilisasi bertahap.
Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau types
bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya
komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan
dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk
mencegah penularan. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun,
kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan. Selain obat-obatan yang diberikan untuk
mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing (Paracetamol), Untuk anak
dengan demam tifoid maka pilihan antibiotika yang utama adalah kloramfenikol selama 10 hari
dan diharapkan terjadi pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan dipersingkat.
Namun beberapa dokter ada yang memilih obat antibiotika lain seperti ampicillin, trimethoprim-
sulfamethoxazole, kotrimoksazol, sefalosporin, dan ciprofloxacin sesuai kondisi pasien. Demam
berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus.
Penelitian tentang efek spasmolitik telah dilakukan oleh Morales et al (1994), tentang
penghambatan ileum pada marmut oleh Lozoya et al (1994). Penelitian ini menunjukkan bahwa
daun jambu biji terbukti sebagai antibakteri Salmonella typhimurium. Hal ini karena pada daun
jambu biji mengandung senyawa-senyawa antara lain : tannin, minyak atsiri, flavanoid, ursolic,
oleanolic, karoten, yang dapat berfungsi sebagai senyawa antibakteri (Supandiman, 1997;
Sujatno, 1997). Tanaman pare (Momordica Charantia L) merupakan salah satu tanaman yang
juga senyawa-senyawa seperti tannin, minyak atsiri, flavanoid, ursolic, oleanolic, karoten,
alkaloid yang cukup banyak pada buahnya. Berdasarkan hal tersebut maka buah pare memiliki
potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai antibakteri Salmonella typhimurium.
Penggunaan pare sebagai antibakteri Salmonella typhimuriumdimaksudkan untuk mendapatkan
alternatif antibakteri Salmonella typhimurium dari tumbuh-tumbuhan serta obat penyakit tifus
yang bersifat alami.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pare (Momordica Charantia L)
Tanaman pare (Momordica charantia L) termasuk dalam tumbuhan C4 karena mempunyai
anatomi daun yang unik berkaitan dengan mekanisme fotosintesis tanaman C4. Dalam tumbuhan
C4 terdapat dua jenis sel fotosintetik yang jelas berbeda yaitu sel seludang berkas pembuluh dan
sel mesofil. Dinamakan demikian karena tumbuhan itu mendahului siklus Calvin dengan fiksasi
karbon cara lain yang membentuk senyawa berkarbon 4 sebagai produk pertamanya. Adapun
klasifikasi dari tanaman pare adalah sebagai berikut :
Division : Magnoliophyta
Klas : Magnoliopsida
Ordo : Cucurbitales
Familia : Cucurbitaceae
Genus : Momordica
Spesies : Momordica charantia L
Tanaman pare (Momordica charantia L) berasal dari kawasan Asia Tropis, namun belum
dipastikan sejak kapan tanaman ini masuk ke wilayah Indonesia. Saat ini tanaman pare sudah
dibudidayakan di berbagai daerah di wilayah Nusantara. Umumnya, pembudidayaan dilakukan
sebagai usaha sampingan. Pare ditanam di lahan pekarangan, atau tegalan, atau di sawah bekas
padi sebagai penyelang pada musim kemarau. Tanaman pare (paria) adalah tanaman herba
berumur satu tahun atau lebih yang tumbuh menjalar dan merambat. Tanaman yang merupakan
sayuran buah ini mempunyai daun yang berbentuk menjari dengan bunga yang berwarna kuning.
Permukaan buahnya berbintil-bintil dan rasa buahnya pahit. Tanaman pare ini sangat mudah
dibudidayakan, karena cara penanamanya relative mudah serta tumbuhnya tidak tergantung pada
musim.
Pare memiliki nama yang beragam disetiap daerah diantaranya Prien (Gayo) Paria (Batak Toba)
Foria (Nias) Peria (Melayu) Kambeh (Minangkabau) Papare (Jakarta) Paria (Sunda) Pare (Jawa
Tengah} Pepareh (Madura) Paya Truwok (Sasak) Paria (Bima) Pania (Timor) Popari (Menado)
Beleng gede(Gorontalo) paria (Makasar) Paria {Bugis}Papariane (Seram) Papari (Buru) Papare
(Halmahera) Kepare {Ternate}.
Buah bulat memanjang berbentuk spul cylindris, permukaan buahnya bintil-bintil tidak
beraturan dengan panjang 8-30 cm.Warna buah hijau dan jika sudah masak jika dipecah akan
berwarna orange dengan 3 katup. Simplisia terdiri dari irisan melintang buah membentuk cincin
atau gelang dengan tepi tidak rata dan tidak beraturan, diameter 1,5 cm sampai 5 cm, tebal 3mm
sampai 5mm warna coklat kekuningan, bagian luar warnanya lebih tua dibanding bagian
dalam. Pada penampang melintang tampak daging buah terdiri dari eksokarpium, mesokarpium,
dan endokarpium. Pada eksokarpium terdiri dari satu lapis sel epidermis berbentuk segi empat.
Pada epidermis terdapat kutikula dah rambut kelenjar terdiri dari 2 sel tangkai dan 3 sel kepala.
Di bawah epidermis terdapat lapisan kolenkim terdiri dari sel berbentuk poligonal atau bundar
dengan ukuran lebih besar dari sel epidermis. Bagian ini mangandung kloroplassehingga
berwarna hijau. Bagian mesokarpium terdiri dari sel parenkim bentuk poligonal dan makin ke
dalam ukurannya semakin besar, mengandung kristal kalsium oksalat bentuk prisma dan
resin.Bagian endokarpium terdiri dari sel parenkim panjang-panjang , serabut dan berkas
pembuluh. Pada bagian dalam endokarpium terdapat jaringan yang berasal dari daun buah terdiri
dari sel bentuk bindar , berdinding tebal dengan ruang sel berbentuk segitiga. Pada sayatan
paradermal nampak epidermis berbentuk poligonal hampir bundar dan sel yang mengandung
resin. Buah pare mengandung Albiminoid, karbohidrat, zat warna. karantin, hydroxytryptamine,
vitamin A, B dan C. Per 100 gr bagian buah yang dapat dimakan mengandung 29 kal kalori; 1,1
gr protein; 0,3 gr lemak; 6,6 gr karbohidrat; 45 mg kalsium; 64 mg fosfor; 1,4 mg besi; 180 s.l.
nilai vit A; 0,08 mg vit B1; 52 mg vit C dan 91,2 gr air. Selain itu juga mengandung senyawa-
senyawa seperti : saponin, alkanoid, triterpenoid, dan asam momordial.
2.2 Bakteri Salmonella
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat
yang menyebabkan tifus, paratifus, dan penyakit foodborne. Spesies-spesiesSalmonella dapat
bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfida. Salmonelladinamai dari Daniel Edward
Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal
akan hasilnya pada anafilaksis) yang pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh
babi.
Gambar 2.1 Gambar Salmonella
Berikut arah klasifikasi dari genus Salmonella. Pada genus ini mengalami pergantian klasifikasi
yang sangat signifikan seiring dengan berkembangnya waktu-berhubungan dengan sinonim
nama spesies diatas. Landasan klasifikasi genus Salmonella didapat dari adanya suatu perbedaan
dalam proses fermentasi karbohidrat danproduksigas.
Tabel 2.1 Perbedaan fermentasi karbohidrat pada beberapa genus Salmonella
No
.
Spesies Xylose Arabinosa Trehalos
a
Inositol Maltosa Produksi
H2S
1 Salmonella
paratyphi
- AG AG - AG -
2 Salmonella
schottmuelleri
AG AG AG AG AG +
3 Sal. typhosa V V A - A +
4 Salmonella
typhimurium
AG AG AG AG AG +
5 Salmonella
abortivoequina
AG AG - - AG V
6 Salmonella AG - - - AG V
choleraesuis
7 Salmonella
enteritidis
AG AG AG - AG +
8 Salmonellapullorum AG AG AG - V +
9 Salmonella
gallinarum
A A A - A V
Keterangan: A= Acid G= gas -=negative +=positive V=Variable (Merchan, I.A, 1963).
Ada satu pengecualian yaitu Samonella. schottmuelleri dengan Samonella. typhimurium terdapat
persamaan karakter variasi metabolit. Untuk hal ini, harus diingat bahwa untuk
mengklasifikasikan bakteri tidak mutlak hanya digunakan klasifikasi berdasarkankarakter variasi
metabolit tetapi dasar klasifikasi lain yang dapat digunakan jika terdapat pengecualian adalah
pada keberadaan variasi struktur antigenik atau pada tes serologi.
2.3 Salmonella typhimurium
Seperti mikrooeganisme lain Salmonella typhimurium memiliki nama-nama terdahulu yakni
antara lain Bacillus typhimurium, Bacterium aetrycke, Salmonella pestis caviae, dan Salmonella
psittacosis. Adapun klasifikasi dari Salmonella typhimurium adalah sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genu : Salmonella
Spesies : Salmonella typhimurium
Bentuk tubuh dari Salmonella typhimurium adalah batang lurus pendek dengan panjang 1-1,5
miktrometer. Tidak membentuk spora, bersifat gram negatif. Biasanya bergerak motil dengan
menggunakan peritrichous flagella, dan kadang menjadi bentuk nonmotilnya. Biasanya
memproduksi asam dan gas dari glukosa, maltosa, mannitol, dan sorbitol, tetapi tidak
memfermentasi laktosa, sukrosa, atau salicin, tidak membentuk indol, susu koagulat, atau gelatin
cair. Bakteri dapat mempengaruhi sel-sel lymphoid dalam usus, dan limpa yang sering diinfeksi
ketika bakteri ini masuk kedalam aliran darah. Penyebaran bakteri ini secara geografis terjadi
pada wilayah yang luas dan dapat menginfeksi semua spesies vertebrata berdarah panas.
2.4 Penyebaran dan Siklus Hidup Salmonella typhimurium
Penyebaran, secara geografis sangat luas dan dapat di setiap hewan, dalam
kenyataannya Salmonella typhimurium dapat menginfeksi semua spesies vertebrata berdarah
panas. Penyebarannya sepanjang tahun bisa terjadi.
1. Sumber infeksi: berupa makanan dan minuman yang telah terkontaminasi dan
dikonsumsi oleh manusia.
a. Air; kontaminasi dengan tinja sering mengakibatkan epidemi yang eksplosif.
b. Susu dan hasil susu lainnya; kontaminasi dengan tinja atau karena proses
Pasteurisasi yang tidak cukup, atau pengepakan tidak tepat.
c. Kerang-kerang-an, melalui air yang terkontaminasi. Telur yang dibuat bubuk atau
dibekukan; dari unggas yang telah terinfeksi.
d. Daging dan hasil daging lainnya; daging telah terkontaminasi.
e. Zat warna binatang (misalnya karmin); dipakai dalam obat, makanan, dan
kosmetika.
f. Binatang piaraan; anjing, kucing, kura-kura, dll.
1. Asal kontaminasi; berasal dari tinja dan pembawa kuman Samonella. typhimurium.
2. Carrier kuman; berasal dari seseorang yang tetap ditinggali oleh kuman pada saluran
empedu, Bandung empedu, Madang-kadang dalam usus atau saluran air kemih.
Adapun Siklus hidup Samonella. Typhimuriu adalah sebagai berikut :
1. Infeksi terjadi dari memakan makanan yang tercontaminasi dengan feses yang terdapat
bakteri Sal. typhimurium dari organisme pembawa (hosts).
1. Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimurium menyerang dinding
usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan.
1. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus
dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi,
plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan
betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak.
2. Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi
keseimbangan tubuh.
1. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya terdapat
kumpulan Sal. typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu-minggu atau
berbulan-bulan.
1. Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat bertahan
hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.
Ada catatan menarik bahwa, makanan yang mengandung Salmonella belum tentu menyebabkan
infeksi Salmonella, tergantung dari jenis bakteri, jumlah dan tingkat virulensi (sifat racun dari
suatu mikroorganisma, dalah hal ini bakteri Salmonella).Misalnya saja Salmonella enteriditis
baru menyebabkan gejala bila sudah berkembang biak menjadi 100 000. Dalam jumlah ini
keracunan yang terjadi bisa saja menyebabkan kematian penderita. Salmonella
typhimurium dengan jumlah 11.000 sudah dapat menimbulkan gejala. Jenis Salmonella lain ada
yang menyebabkan gejala hanya dengan jumlah 100 sampai 1000, bahkan dengan jumlah 50
sudah dapat menyebabkan gejala.Perkembangan Salmonella pada tubuh manusia dapat dihambat
oleh asam lambung yang ada pada tubuh kita. Disamping itu dapat dihambat pula oleh bakteri
lain. Gejala dapat terjadi dengan cepat pada anak-anak, bagaimanapun pada manusia dewasa
gejala datang dengan perlahan. Pada umumnya gejala tampak setelah 1-3 minggu setelah bakteri
ini tertelan. Gejala terinfeksi diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai juga dengan
panas badan yang tinggi, perasaan mual, muntah, pusing-pusing dan dehidrasi. Gejala yang
timbul dapat berupa: tidak menunjukkan gejala (long-term carrier), adanya perlawanan tubuh dan
mudah terserang penyakit denga gejala: inkubasi (7-14 hari setelah tertelan) tidak menunjukkan
gejala, lalu terjadi diare.
2.5 Penyakit Tifus
Penyakit yang ditandai dengan demam tinggi ini kerap menyerang anak-anak. Termasuk
balita. Sayangnya, banyak orang tua menganggap remeh tifus. Banyak juga yang masih
beranggapan, kalau sudah pernah kena tifus, tak bakalan kena lagi. Padahal, salah besar. Justru
lebih bahaya dan bisa menyebabkan kematian. Di Indonesia, diperkirakan antara 800 – 100.000
orang terkena tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim
kemarau. Demam tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhimurium.
Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk
seperti lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis. Dia masuk ke dalam
tubuh melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna. Proses bekerjanya bakteri ini
ke dalam tubuh manusia lumayan cepat. Yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum
menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa,
sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan timbulnya
gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada
masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak. Organ tubuh lalu merangsang sel
darah putih mengeluarkan zat interleukin. Zat inilah yang akan merangsang terjadinya gejala
demam. Kuman yang masuk ke hati akan masuk kembali dalam peredaran darah dan menyebar
ke organ tubuh lainnya. Namun tidak seluruh bakteri Salmonella typhmuriumi dapat
menyebabkan demam tifoid. Saat kuman masuk, tubuh berupaya memberantas kuman dengan
berbagai cara. Misalnya, asam lambung berupaya menghancurkan bakteri, sementara gerakan
lambung berupaya mengeluarkan bakteri. Jika berhasil, orang tersebut akan terhindar dari
demam tifoid.
Penyakit demam Tifoid ini bisa menyerang saat kuman tersebut masuk melalui makanan
atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Dan melalui
peredaran darah, kuman sampai di organ tubuh terutama hati dan limpa. Ia kemudian
berkembang biak dalam hati dan limpa yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba. Gejala klinik
demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan dapat tanpa
gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang ditimbulkan antara lain :
1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang
malamnya demam tinggi.
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan
merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
3. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhimurium berkembang biak di hatidan
limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi
rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara
sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan
penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi
konstipasi (sulit buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing.
Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan
berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi
gangguan kesadaran.
Untuk ke akuratan dalam penegakan diagnosa penyakit, dokter akan melakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium diantaranya pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Widal dan biakan
empedu. Adapun beberapa diagnosa terhadap penyakit tifus antara lain :adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana yang mudah dilakukan di
laboratorium sederhana untuk membuat diagnosa cepat. Akan ada gambaran jumlah
darah putih yang berkurang (lekopenia), jumlah limfosis yang meningkat dan eosinofilia.
2. Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan darah untuk menemukan zat anti terhadap kuman
tifus. Widal positif kalau titer O 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan
progresif.
3. Diagnosa demam Tifoid pasti positif bila dilakukan biakan empedu dengan ditemukannya
kuman Salmonella typhimurium dalam darah waktu minggu pertama dan kemudian
sering ditemukan dalam urine dan faeces.
Sampel darah yang positif dibuat untuk menegakkan diagnosa pasti. Sample urine dan faeces dua
kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan
bukan pembawa kuman (carrier). Sedangkan untuk memastikan apakah penyakit yang diderita
pasien adalah penyakit lain maka perlu ada diagnosa banding. Bila terdapat demam lebih dari
lima hari, dokter akan memikirkan kemungkinan selain demam tifoid yaitu penyakit infeksi lain
seperti Paratifoid A, B dan C, demam berdarah (Dengue fever), influenza, malaria, TBC
(Tuberculosis), dan infeksi paru (Pneumonia).
2.6 Perawatan dan Pengobatan Penyakit Tifus ( Demam Tifoid ).
Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau types
bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya
komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan
dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk
mencegah penularan. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun,
kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan. Selain obat-obatan yang diberikan untuk
mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing (Paracetamol), Untuk anak
dengan demam tifoid maka pilihan antibiotika yang utama adalah kloramfenikol selama 10 hari
dan diharapkan terjadi pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan dipersingkat.
Namun beberapa dokter ada yang memilih obat antibiotika lain seperti ampicillin, trimethoprim-
sulfamethoxazole, kotrimoksazol, sefalosporin, dan ciprofloxacin sesuai kondisi pasien. Demam
berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus. Komplikasi yang
sering dijumpai pada anak penderita penyakit demam tifoid adalah perdarahan usus karena
perforasi, infeksi kantong empedu (kolesistitis), dan hepatitis. Gangguan otak (ensefalopati)
kadang ditemukan juga pada anak.
Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah mengikuti
petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara lain :
1. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
2. Tidak mengandung banyak serat.
3. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
4. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Untuk kembali ke makanan normal, lakukan secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi.
Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan seterusnya.
Pencegahan penyakit demam Tifoid bisa dilakukan dengan cara perbaikan higiene dan sanitasi
lingkungan serta penyuluhan kesehatan. Imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan vaksin
suntikan (antigen Vi Polysaccharida capular) telah banyak digunakan. Saat ini pencegahan
terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-
tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa
juga divaksinasi.)
2.7 Alkaloid
Dalam dunia medis dan kimia organik, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting
dan tak terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk mencari
senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran bioaktifitas. Senyawa alkaloid merupakan
senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan
dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa
sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa
alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu. Berdasarkan literatur, diketahui
bahwa hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek
fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu
sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid
sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah
mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama
dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan
ion.
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat
basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan
kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga
berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan
dengan berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling
sulit. Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino
yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang
menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dantriftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi
utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida
dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid
juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat
juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
2.8 Flavonoid
Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru. Dan
sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai
kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6)
terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga bentuk susunan C6-C3-C6. susunan ini dalpat
menghasilkan tiga jenis struktur senyawa Flavonoid yaitu :
1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
2. Isoflavonoid atau 1,2- diarilpropana
3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon,
yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-
senyawa flavon ini mempuntai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan
atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan
oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C). Senyawa-senyawa
flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propana dari
sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan
dialam sering sekali disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini
disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut. Senyawa-
senyawa isoflavonoid dan neoflavonoida hanya ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan,
terutama suku Leguminosae.
Masing-masing jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida
mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu posisi 2,4,6. cincin B flavonoid
mempunyai satu gugu fungsi oksigen pada posisi para atau dua pada posisi para dan meta atau
tiga pada posisi satu di para dan dua di meta. Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil yang
letaknya sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentuk cincin
heterosikllis dalam senyawa trisiklis.
Beberapa senyawa flavonoida adalah sebagai berikut :
Cincin A – COCH2CH2 – Cincin B —————————– Hidrokalkon
Cincin A – COCH2CHOH – Cincin B ————————– Flavanon, kalkon
Cincin A – COCH2CO – Cincin B —————————— Flavon
Cincin A – CH2COCO – Cincin B —————————— Antosianin
Cincin A – COCOCH2 – Cincin B ——————————- Auron
III.METODE PENULISAN
3.1 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kajian pustaka.
Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber yang terkait dengan topik
yang akan dibahas. Sumber-sumber kepustakaan tersebut berupa kajian literatur dan juga
dari kutipan artikel yang diambil dari sumber-sumber lain seperti media massa, media
elektonik maupun media Teknologi Informasi (Internet). Melalui metode kajian pustaka
ini diharapkan akan dapat diketahui tentang karakteristik Salmonella thyphimurium,
penyakit yang ditimbulkan yakni penyakit tifus, mengetahui tentang kandungan kimia
pare, alkaloid, saponin dan senyawa lain yang bepotensi sebagai antibakteri. Informasi
yang telah didapat dari sumber-sumber tersebut kemudian ditelaah dan dijadikan acuan
dalam membahas permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini.
3.2 Langkah-Langkah Penulisan
Dalam penyusunan tulisan ini dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini diangkat karena penyakit tifus yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella thyphimurium merupakan salah satu penyakit
yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Bertitik tolak dari hal tersebut maka perlu
diupayakan untuk mencari solusi berupa antibakteri dari Salmonella
thyphimurium tersebut untuk dapat mencegah infeksi dari bakteri tersebut. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan antibakteri dari bahan alam
khususnya tumbuh-tumbuhan. Beranjak dari ulasan beberapa artikel dan hasil penelitian
bahwa senyawa-senyawa alkaloid, saponin, tannin, memiliki kemampuan untuk
mematikanSalmonella thyphimurium, maka berbagai tumbuhan yang mengandung
senyawa-senyawa tersebut tentunya berpotensi dijadikan sebagai antibakteri
dari Salmonella thyphimurium. Salah satunya adalah buah pare yang memiliki kandungan
senyawa-senyawa seperti alkaloid, saponin, dan juga tannin. Sehingga diharapkan akan
dapat dihasilkan antibakteriSalmonella thyphimurium dari tanaman pare.
2. Pengumpulan Data dari Telaah Pustaka
Setelah dilakukn identifikasi permasalahan maka dilakukan pengumpulan data-data dari
berbagai sumber untuk mendukung pembahasan permasalahan yang diangkat. Sumber-
sumber kepustakaan tersebut berupa kajian literatur dan juga dari kutipan artikel yang
diambil dari sumber-sumber lain seperti media massa, media elektonik maupun media
Teknologi Informasi (Internet).
3. Analisa Permasalahan
Analisa permasalahan dilakukan dengan menganalisis kemampuan senyawa-senyawa
alkaloid, saponin, dan tannin yang terkandung dalam pare untuk mematikan
bakteri Salmonella thyphimurium. Analisa disini bersifat analisa secar konsep yang
didukung oleh teori-teori dalam literatur dan tidak dilakukan suatu tindakan eksperimen
(penelitian) langsung.
4. Penyusunan Tulisan
Setelah dilakukan analisa permasalahan kemudian dilakukan penyusunan karya tulis
untuk membahas permasalahan yang diangkat.
5. Bimbingan
Dalam penyusunan karya tulis ini dilakukan bimbingan secara kontinyu dengan seorang
dosen pembimbing agar dapat diberikan arahan-arahan dalam penyusunan karya tulis ini.
IV.PEMBAHASAN
Tanaman pare (Momordica charantia L) merupakan salah satu tanaman yang senyawa-
senyawa seperti tannin, flavanoid, alkaloid yang cukup banyak pada buahnya. Berdasarkan hal
tersebut maka buah pare memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai
antibakteri Salmonella typhimurium. Alkaloid adalah senyawa organik pada tumbuh-tumbuhan
yang sering digunakan sebagai bahan obat-obatan.Alkaloid adalah sebuah golongan
senyawa basa bernitrogen yang kebanyakanheterosiklik. hampir semua alkaloid di alam
mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup.
Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli
pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan
hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan
keseimbangan ion. Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen
yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid
berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi.
Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan.
Kemampuan senyawa Alkaloid sebagai antibakteri Salmonella typhimuriumsangat
dipengaruhi oleh keaktifan biologis senyawa tersebut. Keaktifan biologis dari senyawa Alkaloid
ini disebabkan oleh adanya gugus basa yang mengandung nitrogen. Adanya gugus basa ini
apabila mengalami kontak dengan bakteri Salmonella typhimurium akan bereaksi dengan
senyawa-senyawa asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan juga DNA bakteri yang
merupakan penyusun utama inti sel yang merupakan pusat pengaturan segala kegiatan sel.
Reaksi ini terjadi karena secara kimia suatu senyawa yang bersifat basa akan bereaksi dengan
senyawa asam dalam hal ini adalah asam amino. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan
struktur dan susunan asam amino karena sebagian besar asam amino telah bereaksi dengan gugus
basa dari senyawa alkaloid. Perubahan susunan asam amino ini jelas akan meerubah susunan
rantai DNA pada inti sel yang semula memiliki susunan asam dan basa yang saling berpasangan.
Perubahan susunan rantai asam amino pada DNA akan menimbulkan perubahan keseimbangan
genetik pada asam DNA sehingga DNA bakteriSalmonella typhimurium akan mengalami
kerusakan. Dengan adanya kerusakan pada DNA tersebut inti sel bakteri Salmonella
typhimurium akan mengalami kerusakan. Hal ini karena DNA merupakan komponen utama
penyusun inti sel. Kerusakan DNA pada inti sel bakteri ini juga akan mendorong terjadinya lisis
pada inti sel bakteri Salmonella typhimurium. Lisisnya inti sel bakteri Salmonella
typhimurium akan menyebabkan juga kerusakan sel pada bakteri Salmonella typhimurium karena
inti sel merupakan pusat kegiatan sel. Kerusakan sel pada bakteri ini lama kelamaan akan
membuat sel-sel bakteri Salmonella typhimurium tidak mampu melakukan metabolisme sehingga
juga akan mengalami lisis. Dengan demikian bakteri Salmonella typhimurium akan menjadi
inaktif dan hancur (lisis).
Selain karena kandungan Alkaloid buah pare memiliki potensi sebagai
antibakteri Salmonella typhimurium karena mengandung senyawa Flavonoid.Flavonoid adalah
suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak terdapat di alam. Senyawa-senyawa ini
bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu, biru, dan sebagian zat warna kuning dalam
tumbuhan. Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk “ flavon “
yakni nama sejenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dan juga lazim ditemukan, yang terdapat
berupa tepung putih pada tumbuhan. Sebagian besar flavonoid yang terdapat pada tumbuhan
terikat pada molekul gula sebagai glikosida, dan dalam bentuk campuran, jarang sekali dijumpai
berupa senyawa tunggal. Aktifitas biologis senyawa flavonoid terhadap bakteri Salmonella
typhimurium dilakukan dengan merusak dinding sel dari bakteri Salmonella typhimurium yang
terdiri atas lipid dan asam amino akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid
sehingga dinding sel akan rusak dan senyawa tersebut dapat masuk ke dalam inti sel bakteri.
Selanjutnya dengan inti sel bakteri juga senyawa ini akan kontak dengan DNA pada inti sel
bakteri Salmonella typhimurium dan melalui perbedaan kepolaran antara lipid penyusun DNA
dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid akan dapat terjadi reaksi sehingga akan merusak
struktur lipid dari DNA bakteri Salmonella typhimurium sehingga inti sel bakteri juga akan lisis
dan bakteriSalmonella typhimurium juga akan mengalami lisis dan mati. Mekanisme aktivitas
biologis oleh senyawa flavonoid ini berbeda dengan yang dilakukan oleh senyawa alkaloid,
dimana senyawa flavonoid dalam merusak sel bakteri memanfaatkan perbedaan kepolaran antara
lipid penyusun sel bakteri dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid. Sedangkan pada
senyawa alkaloid memanfaatkan sifat reaktif gugus basa pada senyawa alkaloid untuk bereaksi
dengan gugus asam amino pada sel bakteri Salmonella typhimurium.
Selain karena adanya kandungan Alkaloid dan Flavanoid, buah pare memiliki potensi
sebagai antibakteri Salmonella typhimurium karena juga mengandung persenyawaan tannin.
Senyawa tannin adalah senyawa fenolik kompleks yang memiliki berat molekul 500-
3000. Tannin disusun oleh senyawa polifenol alami yang merupakan metabolit sekunder
tanaman tertentu. Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut
yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang dimiliki
berbeda jumlah dan posisinya. Karena tannin merupakan persenyawaan polifenol yang
mengandung gugus hidroksil maka mekanisme yang sama dengan mekanisme oleh senyawa
flavonoid yakni dalam merusak sel bakteri memanfaatkan perbedaan kepolaran antara lipid
penyusun sel bakteri dengan gugus alkohol pada rantai polifenol dari senyawa tannin. Walaupun
struktur kimia dari flavonoid dan tannin tidaklah sama namun karena keduanya sama-sama
memiliki persenyawaan fenol yang memiliki gugus hidroksil di dalamnya maka mekanisme
dalam meninaktifkan bakteri Salmonella typhimurium juga dilakukan dengan memanfaatkan
perbedaan polaritas antara lipid dengan gugus hiodroksil. Apabila sel bakteri semakin banyak
mengandung lipid maka akan semakin banyak diperlukan senyawa tannin untuk membuat
bakteri tersebut lisis.
V. PENUTUP
5.1 Simpulan
Adapun simpulan dari tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Buah pare (Momordica charantia L) memiliki potensi untuk dijadikan
antibakteri Salmonella typhimurium karena buah pare mengandung senyawa-senyawa
Alkaloid, Flavonoid, dan Tannin.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dari tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada para peneliti untuk dapat melakukan penelitian selanjutnya untuk
dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap daya anti bakteri buah
pare terhadap Salmonella typhimurium.
2. Diharapkan dapat dilakukan penelitian-penelitian terhadap tumbuhan yang lain untuk
mendapatkan zat antibakteri yang lain dari bahan tumbuh-tuimbuhan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Salmonella. http://wikimedia.org/wikipedia/commons/d/b4/Salmonella
NIAID.htm, diakses pada tanggal 3 Oktober 2008.
Anonim.2008.Salmonellosis.http ://www.unbc.ca/nlui/wildlifie_desease_be/Sallmonellosis, htm,
diakses pada tanggal 4 Oktober 2008
Anonim. 1995. Materia Medika Indonesia jilid VI. 163. Depkes. Jakarta
Anonim, 2007, Tumbuhan dan Kegunaan dalamperubatan Zinatul Asyikin
Deraman,http://pkukmweb.ukm.my/~ahmad/tugasan/s3_99/zinatul.htm, diakses tanggal 4 Mei
2007
Champbell. 2002 .Tanaman Pare. 197, Erlangga, Jakarta
Dep. Kes. RI, 1990. Pengendalian Penyakit Diare, Ditjen P3M dan PLP : Jakarta
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan, Amico : Bandung
http://adigunawan2009.wordpress.com/2009/05/26/potensi-buah-pare-momordica-charantia-l-
sebagai-antibakteri-salmonella-typhimurium/ 03 agustus 2012