perubahan pada lansia

48
Laporan Keperawatan Gerontik “Perubahan Pada Lansia” Oleh Kelompok 1 : 1. Devi Julian Surya 2. Eny Syarifah Hanif 3. Hizah Septi 4. Istiqomah Aprilaz 5. Nur Indah Ritonga 6. Lulu Yunita 7. Rahma Dwi S 8. Yuli Sri Mulyani Program Studi Ilmu Keperawatan 1

Upload: devijulian

Post on 06-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Keperawatan

TRANSCRIPT

Laporan Keperawatan Gerontik

“Perubahan Pada Lansia”

Oleh Kelompok 1 :

1. Devi Julian Surya2. Eny Syarifah Hanif3. Hizah Septi4. Istiqomah Aprilaz5. Nur Indah Ritonga6. Lulu Yunita7. Rahma Dwi S

8. Yuli Sri Mulyani

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

1

ContentsBab 1......................................................................................................................................................3

Pendahuluan......................................................................................................................................3

Bab 2......................................................................................................................................................4

Pembahasan......................................................................................................................................4

Definisi Lansia................................................................................................................................4

Klasifikasi lansia.............................................................................................................................5

Tugas Perkembangan Lanjut usia..................................................................................................6

Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia.............................................................................................7

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM URINARIA..............................................................................11

Patofisiologi Inkontinensia Urin...................................................................................................16

Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Inkontinensia Urine..................................................19

Aspek Keislaman..........................................................................................................................30

Bab 3...................................................................................................................................................33

Kesimpulan......................................................................................................................................33

Daftar Pustaka.............................................................................................................................34

2

Bab 1

Pendahuluan

Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena mempunyai jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%, pulau yang mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak (7%) adalah pulau Jawad dan Bali. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena tingkat social ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat.

Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi dari pada populasi lansia di wilayah Asia dan global setelah tahun 2050. Indonesia termasuk negara berstruktur tua, hal ini terlihat dari persentase lansia pada tahun 2008, 2009, dan 2012 yang mencapai lebih dari 7%.

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Menurut UU no.13/Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

3

Bab 2

Pembahasan

Definisi LansiaMenua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia.

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

tertentu , tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamia,

yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua.

Tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara

biologi maupun psikologi. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, contohnya

kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai

ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan

figure tubuh yang tidak proposional. WHO dan undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang

kesejah teraan lanjut usia pada Bab 1 pasal ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah

usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang

berangsur- angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya

daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir

dalam kematian.

Dalam buku ajar Geriarti , Prof. Dr. R. Boedhi Daemojo dan Dr. H Hadi Martono (1994)

mengatakan bahwa “menua” (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas

( termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di derita. Dari pernyataan tersebut,

dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan

fungsi organ. Kondisi ini dapat memengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia,

termasuk kehidupan seksualnya.

Proses menua merupakan proses terus-menerus atau berkelanjutan secara alami. Dan

umumnya dialamu oleh semua makhluk hidup. Misalnya, terjadinya kehilangan pada otak,

susunan saraf, dan jaringan lain, hingga tubuh “ mati” sedikit demi sedikit. Kecepatan proses

menua setiap individu pada organ tubuh tidak akan sama. Ada kalanya seseorang tergolong

lanjut usia atau masih muda, tetapi telah tergolong lanjut usia, penampilan masih sehat, segar

bugar, dan badan tegak. Walaupun demikian, harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang

4

sering dialami lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif akan kehilangan daya tahan

terhadap infeksi dan akan menempuh semakin banyak penyakit degenerative (misalnya:

hipertensi, arteriosklerosis, diabetes melitus, dan kanker) yang akan menyebabkan

berakhirnya hidup dengan episode terminal yang dramatis, misalnya: stroke, inframiokard,

koma asidotik, kanker metastasis, dan sebagainya.

Proses menua merupakan kombinasi bermacam- macam faktor yang saling berkaitan sampai

saat ini, banyak teori yang menjelaskan tentang proses menua yang tidak seragam. Secara

umum, proses menua didefinisikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal,

intrinsik, progresif, dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnta

kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup.

Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang (Azizah, 2010). Laslett (caselli

dan lopez, 1996) mengutarakan bahwa menjadi tua (aging ) yaitu proses perubahan biologis

secaraterus menerus yang dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu, sedangkan

usia lanjut (old age) merupakan istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan tersebut

(Suardirman: 2011)

Brien dan Schroots (1984) (dalam Monks, FJ, 2004) membedakan tiga proses sentral, yaitu

penuaan sebagai proses biologis (senescing), menjadi senior dalam masyarakat (elederling

atau penuaan sosial (elderling) dan penuaan psikologis subjektif (geronting).

Klasifikasi lansia1. Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut:

a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebgai masa virilitas

b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium

c. Kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun) senium

2. menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria

berikut ini:

a. usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun

b. usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun

c. usia tua (old) antara 75-90 tahun

d. usia tua (old) anatara 75-90 tahun

5

e. usia sangat tua (every old) diatas 90 tahun

3. menurut pasal 1 undang- undang no.4 tahun 1965:

“ seseorang dikatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan

mencapai usia 55 tahun. Tidak mempunyai atau tidak berdayamencari nafkah sendiri

untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain”.

(Santoso, 2009)

Tugas Perkembangan Lanjut usia Sebagaimana individu yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda pada

setiap tahapan perkembangannya, lanjut usia memiliki tugas perkembangan yang berbeda-

beda pada setiap tahapan perkembangannya, lanjut usia memiliki tugas perkembangan yang

berbeda dengan tahapan perkembangan sebelumnya. Menurut Erikson, menguraikan tugas

perkembangan di lanjut usia adalah tercapainya integritas seseorang, yang bermakna bahwa

individu tersebut berhasil memenuhi komitmen dalam hubungannya sendiri dengan orang

lain (Prawitasari, 1994)

Menurut Hurlock (2004), tugas perkembangan usia lanjut adalah menyesuaikan diri

dengan menurunya kekuatan fisik dan kesehatan, menyesuaikan diri dengan masa pensiun

dan berkembanganya penghasilan (income) keluarga, menyesuaikan diri dengan kematian

psangan hidup, membentuk hubungan dengan orang-orang seusia, membentuk pengaturan

kehidupan fisik yang meneruskan dan menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

Havinghurst (Hurlock, 2004) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada lanjut usia

anatara lain:

a. Menyesuaikan diri dengan menurunya kekuatan fisik dan kesehatan.

b. Menyesuaikan diri dengan masa pansiun dan berkurangnya income (penghasilan)

keluarga.

c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup

d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia

e. Membentuk pengatuaran kehidupan fisik yang memuaskan

f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

Berdasarkan kedua teori diatas, telah dituliskan secara seirama oleh Havinghurst dan

Hurlock bahwa tugas perkembangan lanjut usia secara umum meliputi penyesuaian terhadap

6

perubahan fisik yaitu fisik yang semakin melemah, ekonomi yaitu pensiun dan sosial seperti

menjaga hubungan dengan teman sebaya dan keluarga.

Referensi :

Agung Santoso. (2009). Studi Deskriptif Effect Size Penelitian-Penelitian Di Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma. Jurnal Penelitian. Hlm. 1-17

Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hurlock, E. (2004). Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Prawitasari, J. E (1994). Aspek Sosio-psikologis lansia di Indonesia. Buletin psikologi, no. 1, 27-34

Perubahan Yang Terjadi Pada LansiaBanyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai

ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho

(2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:

Perubahan Fisik

o Sel

Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler,

menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun,

terganggunya mekanisme perbaikan sel.

o Sistem Persyarafan

Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak

menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan

berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman

dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah,

kurang sensitive terhadap sentuhan.

o Sistem Penglihatan.

Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan

pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna

menurun.

o Sistem Pendengaran.

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang

tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65

tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

7

o Sistem Cardiovaskuler.

Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun 1% setiap

tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh

darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan

posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah menurun

menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari

pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.

o Sistem pengaturan temperatur tubuh

Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu

menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor yang

mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun,

keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak

sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.

o Sistem Respirasi.

Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih

berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun.

Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi

75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.

o Sistem Gastrointestinal.

Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus,

rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik

lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.

o Sistem Genitourinaria.

Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg,

frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir

mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual

intercrouse berefek pada seks sekunder.

o Sistem Endokrin.

Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi

hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.

o Sistem Kulit.

Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan

kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan

8

vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah

dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.

o System Muskuloskeletal.

Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,

persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi

serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.

Perubahan Fisiologis.

Pada dasarnya perubahan fisiologis yang terjadi pada aktivitas seksual pada usia lanjut

biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek vaskuler,

hormonal dan neurologiknya(Alexander & Allison, 1989 dalam Darmojo, 2004). Untuk

suatu pasangan suami-istri, bila semasa usia dewasa dan pertengahan aktivitas seksual

mereka normal, akan kecil sekali kemungkinan mereka akan mendapatkan masalah dalam

hubungan seksualnya. Kaplan dalam Darmojo (2004) membagi siklus seksual dalam

beberapa tahap, yaitu fase desire (hasrat) dimana organ targetnya adalah otak. Fase ke-2

adalah fase arousal (pembangkitan/ penggairahan)dengan organ targetnya adalah sistem

vaskuler dan fase ke-3 atau fase orgasmic dengan organ target medulla spinalis dan otot

dasar perineum yang berkontraksi selama orgasme. Fase berikutnya yaitu fase orgasmik

merupakan fase relaksasi dari semua organ target

tersebut.

Perubahan kondisi mental

Pada umumnya lansia mengalami penurunann fungsi kognitif dan psikomotor. Perubahan-

perubahan ini erat sekali kaitannya dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat

pendidikan atau pengetahuan, dan situasi lingkungan. Dari segi mental dan emosional

sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas. Adanya

kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut

ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Hal ini bisa meyebabkan lansia mengalami

depresi. (Santoso, 2009)

Perubahan Psikososial

o Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak

aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panic dan depresif.

o Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.

9

o Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau

relasi

o Sadar akan datangnya kematian.

o Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.

o Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.

o Penyakit kronis.

o Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.

o Gangguan syaraf panca indra.

o Gizi

o Kehilangan teman dan keluarga.

o Berkurangnya kekuatan fisik. (Menurut Nugroho ,2000)

Perubahan Spritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970). Lansia

makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak

dalam sehari – hari ( Murray dan Zentner, 1970)

(maryam,dkk. 2008)

Perubahan kehidupan keluarga

Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan yang disebabkan

oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain : kurangnya rasa memiliki kewajiban

terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak

akan merasa terasing jika antara lansia dengan anak memiliki hubungan yang memuaskan

sampai lansia tersebut berusia 50 sampai 55 tahun (Darmojo, 2004). Orang tua usia lanjut

yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada dirinya sendiri maka secara emosional

lansia tersebut kurang tergantung pada anaknya dan sebaliknya. Umumnya ketergantungan

lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena lansia sudah tidak memiliki kemampuan

untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua dapat

menerima permintaan atau tanggung jawab yang harus mereka penuhi. Perubahan-

perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan

psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka.

Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari.

Referensi :

Nugroho, W.2000.Keperawatan Gerontik & Geriatric. Edisi 3. EGC. Jakarta

10

Maryam RS,ekasari, MF, DKK. 2008. Mengenal Usia lanjut dan perawatannya. Jakarta : Salemba

Medika

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM URINARIA

A. Ginjal

Ginjal adalah organ yang terbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 sampai 175gram pada laki-laki dan 115 sampai 155 gram pada perempuan.

a. LokasiGinjal terletak diarea yang tertinggi yaitu pada dinding abdomen posterior yang berdekatan dgn dua pasang iga terakhir. Organ ini merupakan organ retroperitoneal dan terletak di antara otot-otot punggung dan peritoneum rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjnal memiliki sebuah kelenjar adrenal di atas. Ginjal kanan terletak agak dibawah dibandingkan ginjal kiri karena ada hati pada sisi kanan.

b. Jaringan ikat pembungkus. Setiap ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan ikat.1. Fasia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan ginjal

pada struktur disekitarnya dan mempertahankan posisi organ.2. Lemak perirenal adalah jaringan adiposa yang terletak yang terbungkus fsaia

ginjal. Jaringan ini membatali ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya.

3. Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membran halus transparan yang langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas.

c. Fungsi ginjal

11

1. Pengeluran zat sisa organik.2. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting.3. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh.4. Pengaturan produksi sel darah merah.5. Pengaturan tekanan darah.6. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino

darah.7. Pengeluaran zat beracun.

d. Stuktur internal ginjal

1. Hilus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal.2. Sinus ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka pada halus.3. Pelvis ginjal adalah perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini berlanjut

menjadi dua sampai tiga kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai glandular, bagian penghasil urine pada ginjal. Setiap kaliks mayor bercabang menjadi bberapa (8 sampai 18) kaliks minor.

4. Paremkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur sinus ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi medula dalam dan korteks luar.a. Medulla terdiri dari massa-massa triangularr yang disebut piramida ginjal.

Ujungnya yang sempit dari setiap piramida, papila, masuk dengan pas dalam kaliks minor dan ditembus mulut duktus pengumpul urine.

b. Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang merupa unit struktural dan funsional ginjal. Koretks terletak di dalam diantara piramida-piramida medula yang bersebelahan untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari tubulus-tubulus pengumpul yang mengalir kedalam duktus pengumpul.

5. Ginjal terbagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari satu piramida ginjal, kolumna yang saling berdekatan, dan jaringan korteks yang melapisinya.

e. Struktur nefron. Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupan unit pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu komponen vaskular (kapilar) dan satu komponen tubular.a) Glomerulus

adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda disebut kapsul bowman. Glomerulus dan kapsul bowman bersama-sam membentuk sebuah korpuskel ginjal.

12

a. Lapisan viseral kapsul bowman adalah lapisan internal epitelium. Sel-sel lapisan viseral dimodifikasi menjadi podosit yaitu sel-sel epitel khusus disekitar kapilar.

1). Setiap sel podosit melekat pada permukaan luar kapilar glomerulus melalui beberapa prosesus primer panjang yang mengandung prosesus sekunder yang disebut prosesus kaki atau pedikel.

2). Pedikel berinterdigitasi (saling mengunci) dengan prosesus yang sama dari podosit tetangga. Ruang sempit antar pedikel-pedikel yang berinterdigitasi disebut filtration slits (pori-pori dari celah) yang lebarnya sekitar 25 cm nm.

3) Berier filtrasi glomerulus adalah barier jaringan yang yang memisahkan darah dalam kapilar glomerulus dari ruang dalam kapsul bowman. Barier ini terdiri dari endotelium kapilar, membran dasar (lamina basalis) kapilar.

b. Lapisan parietal kapsul bowman membentuk tepi terluar korpuskel ginjal.

1). Pada kutub vaskular korpuskel ginjal., areriol aferen masuk ke glomerulus dan arteriol aferen keluar dari glomerulus.

2). Pada kutub urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi aliran yang masuk ke tubukus kontortus proksimal.

b) Tubulus kontortus proksima, panjamgnya mencapai 15 nm dan sangt berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus terdapatsel-sel epitelial koloid.

c) Ansa henleTubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa henle yang masuk ke dalam medulla, membentuk lengkungan jepit yang tajam (lekukan) dan membalik ke atas membentuk tungkai asenden ansa henle.a. Nefron korteks terletak dibagian terluar .b. Nefron jukstamedular terletak di dekat medulla.

d) Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 nm dan membentuk segmen terakhir nefron.

e) Tubulus dan duktus pengumpul karena setiap tubulus pengumpul berdesenden dikorteks, maka tubulus tersebut akan mengalir sejumlah tubulus kontortus distal.

B. UreterUreter adalah perpanjangan tubularberpasangan dan berotot dari pelvis ginjal yang merentang sampai kandung kemih dan panjang ureter antara 25 cm sampai 30 cm dan berdiameter 4 mm sampai 6 mm.

13

Ureter terdiri dari 3 lapisan jaringan.

1). Lapisan terluar adalah lapisan fibrosa.

2). Lapisan tengah adalah muskular

longitudinal.

3). Lapisan dalam adalah epitelium mukosa.

C. Kandung KemihKandung kemih adalah organ muskular berongga yang berfungsi sebagai kontainer penyimpanan urine.

a. Lokasi.

Pada laki-laki, kandung kemih terletak tepat dibelakang simfisis pubis dandidepan rektum. Pada perempuan terletak agak dibawah uterus didepan vagina.

b. Struktur.

Kandung kemih ditopang dalam rongga pelvis dengan lipatan-lipatan peritoneum kondensasi fasia.

1) Dinding kemih terdiri dari 3 lapisan.a. Serosa adalah lapisan terluar merupakan perpanjangan lapisan peritoneal

rongga abdominopelvis dan hanya ada dibagian atas pelvis.b. Otot destrusor adalah lapisan tengah. Lapisan ini tersusun dari berkas-berkas

otot polos yang satu sama lain saling membentuk sudut.c. Submukosa adalah lapisan jaringan ikat yang terletak dibawah mukosa dan

menghubungkannya dengan muskularis.d. Mukosa adalah lapisan terdalam merupakan lapisan epitel yang tersusun dari

epitelium transsisonal. Pada kandung kemih yang relaks.2) Trigonum adalah area halus, trigular, dan relatif tidak dapat berkembang yang

terlentak secara Internal dibagian dasar kandung kemih.

14

D. Uretra

Uretra adalah urine dari kandung kemih ke bagian eksterior tubuh.

a. Pada laki-laki, uretra membawa cairan semen dan urine, tetapi tidak pada waktu yang bersmaan. Uretra laki-laki panjangnya mencapai 20 cm dan melalui kelenjar prostat dan penis.1). Uretra prostatik dikelilingi oleh kelenjar prostat. Uretra ini menerima dua duktus

ejakulator yang masing- masing terbentuk dari pernyatuan duktus deferen dan duktus kelenjar visikel, serta menjadi tempat bermuaranya semua duktus dari kelenjar prostat.

2). Uretra membranosa adalah bagian yang terpendek (1 cm sampa 2 cm). Bagian ini berdinding tipis dan dikelilingi otot rangka sfingter uretra eksternal.

3). Uretra kaverneus merupakan bagian yang terpanjang. Bagian ini menerima duktus kelenjar bulbouretra dan merentang sampai orifisium uretra eksternal pada ujung penis.

b. Uretra pada perempuan, berukuran pendek 3,75 cm. Saluran ini membuka keluar tubuh melalui orifisium uretra eksternal pada ujung penis.

15

Referensi :

Slonane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC

Patofisiologi Inkontinensia Urin

Inkontinensia urin dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :1. Inkontinensia urin akut ( Transient incontinence ) : Inkontinensia

urin ini terjadi secara mendadak, terjadi kurang dari 6 bulan dan biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut atau problem iatrogenik yang menghilang jika kondisi akut teratasi. Penyebabnya berupa delirium, infeksi, inflamasi, gangguan mobilitas, kondisi-kondisi yang mengakibatkan poliuria ( hiperglikemia, hiperkalsemia ) ataupun kondisi kelebihan cairan seperti gagal jantung kongestif.

2. Inkontinensia urin kronik ( persisten ) : Inkontinensia urin ini tidak berkaitan dengan kondisi akut dan berlangsung lama ( lebih dari 6 bulan ). Ada 2 penyebab kelainan mendasar yang melatarbelakangi Inkontinensia urin kronik ( persisten ) yaitu : menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif dan karena kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor. Inkontinensia urin kronik ini dikelompokkan lagi menjadi 4 tipe (stress, urge, overflow, fungsional). Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing tipe Inkontinensia urin kronik atau persisten :a. Inkontinensia urin tipe stress : Inkontinensia urin ini terjadi

apabilaurin secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut, melemahnya otot dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut. Pengobatan dapat dilakukan tanpa operasi ( misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis obatobatan), maupun dengan operasi. Latihan dasar pelviks bertujuan untuk menguatkan otot rangka pada dasar pelviks sehingga membentuk fungsi sfingter eksternal pada kandung kemih.

16

b. Inkontinensia urin tipe urge : timbul pada keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, yang mana otot ini bereaksi secara berlebihan. Inkontinensia urin ini ditandai dengan ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul. Manifestasinya dapat berupa perasaan ingin kencing yang mendadak ( urge ), kencing berulang kali ( frekuensi ) dan kencing di malam hari ( nokturia ). Berkemih dapat dilakukan, tetapi orang biasanya berkemih sebelum sampai ke toilet. Mereka tidak merasakan adanya tanda untuk berkemih. Kondisi ini terjadi karena kandung kemih seseorang berkontraksi tanpa didahului oleh keinginan untuk berkemih. Kehilangan sensasi untuk berkemih ini disebabkan oleh adanya penurunan fungsi persarafan yang mengatur perkemihan. Penatalaksanaannya adalah dengan melakukan bladder training yang bertujuan melatih seseorang mengembalikan kontrol berkemih. Latihan ini mencakup pengkjian yang baik terhadap pola berkemih yang normal pada seseorang. Kemudian dilakukan suatu upaya untuk mengikuti pola ini agar klien mencapai kontinensia sebagai tahap pertama, kemudian secara bertahap menunda waktu untuk pergi ke toilet. Hal ini dimaksudkan agar klien dapat menahan kemih dalam waktu yang lama.

c. Inkontinensia urin tipe overflow : pada keadaan ini urin mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu banyak di dalam kandung kemih, umumnya akibat otot detrusor kandung kemih yang lemah. Seseorang mengeluh bahwa urinenya mengalir terus-menerus. Hal ini disebabkan karena obstruksi pada saluran kemih seperti pembesaran prostat atau konstipasi. Biasanya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing yang tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di dalam kandung kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah. Untuk pembesaran prostat yang menyebabkan inkontinensia dibutuhkan tindakan pembedahan dan untuk konstipasinya relatif mudah diatasi.

d. Inkontinensia urin tipe fungsional : terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai toilet pada saat yang tepat. Hal ini terjadi pada demensia berat, gangguan mobilitas, gangguan neurologik dan psikologik ( Setiati et al, 2007 ; Iglesias et al, 2000). Pada klien ini mempunyai kandung kemih dan saluran urine yang utuh dan tidak mengalami kerusakan persarafan yang secara langsung memengaruhi sistem perkemihan tersebut.

17

Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya Inkontinensia urin. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan Inkontinensia urin. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami Inkontinensia urin, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi ( gerakan ) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Resiko Inkontinensia urin meningkat pada wanita dengan nilai indeks massatubuh yang lebih besar, riwayat histerektomi, infeksi urin, dan trauma perineal. Penyebab Inkontinensia urin antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan / keinginan ke toilet ( Martin dan Frey, 2005 ; Setiati dan pramantara 2007 ).

Proses berkemih normal dikendalikan oleh mekanisme volunter dan involunter. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada di bawah kontrol mekanisme volunter. Sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di bawah kontrol sistem saraf otonom. Ketika otot detrusor berelaksasi maka akan terjadi proses pengisian kandung kemih sebaliknya jika otot ini berkontraksi maka proses berkemih ( pengosongan kandung kemih ) akan berlangsung. Kontraksi otot detrusor kandung kemih disebabkan oleh aktivitas saraf parasimpatis, dimana aktivitas ini dapat terjadi karena dipicu oleh asetilkoline.

Jika terjadi perubahan-perubahan pada mekanisme normal ini maka akan menyebabkan proses berkemih terganggu. Pada usia lanjut baik wanita maupun pria terjadi perubahan anatomis dan fisiologis dari sistem urogenital bagian bawah. Perubahan tersebut berkaitan dengan menurunnya kadar estrogen pada wanita dan hormon androgen pada pria. Perubahan yang terjadi ini dapat berupa peningkatan fibrosis dan kandungan kolagen pada dinding kandung kemih yang mengakibatkan fungsi kontraktil dari kandung kemih tidak efektif lagi. Pada otot uretra terjadi perubahan vaskularisasi pada lapisan submukosa, atrofi mukosa dan penipisan otot uretra. Keadaan ini menyebabkan tekanan penutupan uretra berkurang. Otot dasar panggul juga mengalami perubahan berupa melemahnya fungsi dan kekuatan otot. Secara keseluruhan perubahan

18

yang terjadi pada sistem urogenital bagian bawah akibat proses menua merupakan faktor kontributor terjadinya Inkontinensia urin ( Setiati dan Pramantara, 2007).

Referensi:Fernandes, Devrisa Nova. (2010). Hubungan Antara Inkontinensia Urin dengan Derajat Depresi pada Wanita Usia Lanjut. Available from (core.ac.uk/download/pdf/12351489.pdf) Maryam, siti dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Inkontinensia urin banyak terjadi pada lansia, namun inkontinensia urin bukan merupakan bagian fisiologis dari proses menua meskipun banyaak perubahan yang terjadi akibat proses menua menyebabkan lansia beresiko mengalami inkontinensia. Kapasitas kandung kemih lansia mengalami penurunan menjadi setengah dari kapasitas kandung kemih orang yang lebih muda. Ginjal mengalami penurunan kemampuan untuk mengkonsentrasika urin sehingga menyebabkan frekuensi dan nokturi. Selain itu, banyak lansia yang mengalami kontraksi m.destrusor yang tidak terduga dan tiba-tiba, sehingga menimbulkan keinginan untuk berkemih. Perubahan pada sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom menyebabkan lansia mengalami penurunan kemampuan untuk mengkontraksikan sfingter eksternal kandung kemih. Wanita postmenopuse banyak mengalami penipisan dan pelemahan otot dasar panggul dan uretra akibat penurunan estrogen. Sedangkan pria pembesaran prostat, yang umumnya dihubungkan dengan pertambahan usia, dapat menyebabkan retensi urin, iritabilitas m.destrusor dan spasme kandung kemih.

Referensi: Dewi, Sofia Rhosma. (2012). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish

Perubahan anatomi sistem berkemih pada lanjut usia berhubungan dengan inkontinensia urin pada lanjut usia dapat berkaitan dengan perubahan struktur anatomi pada sistem urinaria, yaitu : 1) Ginjal (Ren) merupakan unit fungsional dari ginjal adalah nefron. Pada masa dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang setengahnya dari jumlah nefron dewasa muda. Selain itu nefron yang tersisa memiliki lebih banyak ketidaknormalan (Stanley & Beare, 2007). Menurut Maryam, dkk (2008) pada lanjut usia ginjal mengalami pengecilan dan nefron menjadi atrofi. 2) Kandung kemih (Vesica Urinaria) terjadi perubahanyang pada umumnya menyertai penuaan, termasuk kapasitas kandung kemih yang lebih kecil (Stanley & Beare, 2007). Otot-otot kandung kemih melemah, sehingga kapasitasnya menurun hingga 200ml yang menyebabkan frekuensi berkemih meningkat (Maryam, dkk 2008).

19

Pola berkemih, frekuensi berkemih, dan volume berkemih pada setiap orang sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ; 1) diet dan intake, 2) respon keinginan awal untuk berkemih, 3) gaya hidup, 4) stress psikologi, 5) tingkat aktifitas, 6) tingkat perkembangan, dan 7) kondisi patologis. Frekuensi berkemih orang normal rata-ratasebanyak 5-6 kali atau 4 jam sekali dengan volume kurang lebih 300 ml setiap miksi atau sekitar 1500 ml per hari (Purnomo, 2011). Menurut Stanley & Beare (2007) frekuensi berkemih normal adalah setiap 3 jam sekali atau tidak lebih dari 8 kali dalam sehari. Tidak normalnya berkemih pada seseorang lanjut usia adalah apabila frekuensi berkemih lanjut usia sebanyak 1 kali per 2 jam tanpa bisa ditahan atau bisa dikatakan berkemih sebanyak 12 kali dalm 24 jam (Meiner & Lueckenotte, 2006). Observasi frekuensi berkemih dilakukan selama satu hari dan akan mendapatkan hasil yang maksimal jika observasi dilakukan selama 7 hari (Kincade, et al, 2005).

Kelainan fungsi saluran kemih bawah yang melatarbelakangi inkontinensia urin persisten, yaitu ; 1) Kegagalan kandung kemih dalam menyimpan urin akibat hiperaktif atau menurunnya kapasitas kandung kemih atau lemahnya tahanan saluran keluar. 2) Kegagalanpengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot destrusor atau meningkatnya tahanan aliran keluar. Kelainan fungsi tersebut akan mempengaruhi tipe inkontinensia urin presisten dan penatalaksanaannya (Setiati, dkk 2007).

Referensi: Wulandari, Sri. (2012). Pengaruh Latihan Bladder Training Terhadap Penurunan Inkontinensia Pada Lanjut Usia di Panti Werda Dharma Bakti Surakarta. Available from (eprints.ums.ac.id/.../12._NASKAH_PUBLIKASI.pdf)

Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Inkontinensia Urine

Pengkajian1. Identitas klien

Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada

lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak

menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.

Pada kasus umur ny.H 78tahun

2. Riwayat kesehatan

20

a. Riwayat kesehatan sekarang

a. Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan

saat ini. : mengeluhkan sering mengompol sejak 2 mgg yng lalu, tidak

bisa menahan miksi dan langsung keluar ketika berjlan menuju kamar

mandi. Ny h juga malu karena kondisinya,dan ingin seperti dulu. Ny. H

juga menyatakan ketika batuk tanpa disadari air kencingnya juga keluar.

Berusaha mengurangi minum agar tidak mengompol. Dan tidak berani

mengikuti pengajian dan arisan karena alas an tersebut. Ny.h merasa

kesepian dan tidak berdaya

b. Berapakah frekuensi inkonteninsianya :?

apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres,

ketakutan, tertawa, gerakan) : ketika batuk mengompol dan berjalan

menuju kamar mandi

masukan cairan : mengurangi konsumsi cairan

usia/kondisi fisik : 78 thun

kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu

miksi :?

c. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi

inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.

d. Riwayat kesehatan masa lalu.

Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa

sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah

terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran

kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.

e. Riwayat kesehatan keluarga

21

Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa

dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan,

penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.

b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena

respon dari terjadinya inkontinensia

2) Pemeriksaan Sistem

a. B1 (breathing)

Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena

suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada

perkusi.

b. B2 (blood)

Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah

c. B3 (brain)

Kesadaran biasanya sadar penuh

d. B4 (bladder)

Inspeksi: Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau

menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam

kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada

bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus

uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria

akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.

22

Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis,

seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di

luar waktu kencing.

e. B5 (bowel)

Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri

tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya

ketidaknormalan palpasi pada ginjal.

c. B6 (bone)

Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan

ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.

Pengkajian Status Mental/ Kognitif / Afektif / Sosial

1. Pengkajian status mental

Mini-Mental State Exam (MMSE)

NOASPEK

KOGNITIFNILAI MAKS

NILAI KLIEN

KRITERIA

1. Orientasi 4 Menyebutkan dengan benar:   Tahun   Tanggal   Hari   Bulan

2. Orientasi 4 Dimana kita sekarang berada?   Negara   kota Kabupaten/kecamatan Diruangan mana

3. Registrasi 3 Sebutkan nama 3 objek (oleh pemeriksa) detik untuk mengatakan masing-masing objek. Kemudian tanyakan kepada klien ke3 objek tadi (untuk disebutkan)

23

4. Perhatian dan kalkulasi

5 Minta klien untuk memulai dari angka 100 kemudian dikurang5 sampai 5 kali/ tingkat

5. Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi ke 3 objek pada no 2 (registrasi) tadi, bila benar 1 point untuk masing-masing objek

6. Bahasa/menamai 2 Tunjukan pada klien suatu benda dan tanyakan namanya pada klien

     (buku)     (meja)

7. Pengulangan 1 Minta klien untuk mengulang kata berikut : “tak ada, jika, dan, ada

8. pemahaman 3 Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang terdiri dari 3 langkah : “ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan taruh dilantai”

Ambilkertas ditangan anda   Lipat dua   Taruh dilantai

9. Membaca 1 Perintahkan pada klien untuk membaca tulisan ini dan lakukan apa yang anda katakan

   Tutup mata anda

10. Menulis 1 Perintahkan klien untuk menulis kalimat11. mengambar 1 Perintahkan klien mengmbar dibawah ini

Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

SkoreNo Pertanyaan Jawaban

+ -

V - 1. Tanggal berapa hari ini?

24

2. Hari apa sekarang ini? (hari, tanggal, tahun)

3. Apa nama tempat ini?

4. Berapa nomor telpon Anda?

4a.Dimana alamat Anda? (tanyakan hanya bila klien tidak mempunyai telepon)

5. Berapa umur Anda?

6. Kapan Anda lahir?

7. Siapa presiden Indonesia sekarang?

8. Siapa presiden sebelumnya?

9. Siapa nama kecil ibu Anda?

10.Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun

Jumlah kesalahan total

Penilaian SPMSQ

(1) Kesalahan 0-2

(2) Kesalahan 3-4

(3) Kesalahan 5-7

(4) Kesalahan 8-10

fungsi intelektual utuh

fungsi intelektual ringan

fungsi intelektual sedang

fungsi intelektual berat

1. Pengkajian Status Fungsional

INDEKS KATZ

SKORE KRITERIA

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil, beipakaian dan mandi

25

B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut

C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan

D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan

E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, berpindah dan satu fungsi tambahan

G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut

Lain-lain

Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E, F dan G

1. Bathel indeks

26

2. Pengkajian Status afektif

Skala Depresi Geriatrik Yesavage dengan penilaian jika jawaban pertanyaan sesuai indikasi dinilai poin 1 (nilai 1 poin untuk setiap respons yang cocok dengan jawaban ya atau tidak setelah pertanyaan). Nilai 5 atau lebih dapat menandakan depresi.

Skala Depresi Geriatrik Yesavage, bentuk singkat

1. Apakah pada dasarnya Anda puas dengan kehidupan Anda? (tidak)2. Sudahkah Anda mengeluarkan aktivitas dan minat Anda? (ya)3. Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda kosong? (ya)4. Apakah Anda sering bosan? (ya)5. Apakah Anda mempunyai semangat yang baik setiap waktu? (tidak)6. Apakah Anda takut sesuatu akan terjadi pada Anda? (ya)7. Apakah Anda merasa bahagia di setiap waktu? (tidak) __8. Apakah andasering sendirian ? (iya) 9. Apakah Anda lebih suka tinggal di rumah pada malam hari, daripada pergi dan

melakukan sesuatu yang baru? (ya)10. Apakah Anda merasa bahwa Anda mempunyai lebih banyak masalah dengan ingatan

Anda daripada yang lainnya? (ya)11. Apakah Anda berfikir sangat menyenangkan hidup sekarang ini? (tidak)12. Apakah Anda merasa Saya sangat tidak berguna dengan keadaan Anda sekarang?

(ya)13. Apakah Anda merasa penuh berenergi? (tidak)14. Apakah Anda berfikir bahwa situasi Anda tak ada harapan? (ya)15. Apakah Anda berfikir bahwa banyak orang yang lebih baik daripada Anda? (ya)

Pengkajian Status Sosial

Status sosial lansia dapat diukur dengan menggunakan APGAR Keluarga. Penilaian: jika pertanyaan-pertanyaan yang dijawab selalu (poin 2), kadang-kadang (poin 1), hampir tidak pernah (poin 0)

APGAR Keluarga

No Fungsi Uraian Skore

1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman-teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan saya

2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan masalah dengan saya

27

3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas atau arah baru

4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya mengekspresikan afek dan berespons terhadap emosi-emosi saya, seperti marah, sedih atau mencintai

5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya menyediakan waktu bersama-sama

Referensi : Hidayat, Aziz, A.(2006). Pengantar Kebutuhan Dasar manusia: Aplikasi konsep dan proses

keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.

Maryam, Siti, R, dkk. (2008).Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medik

https://www.academia.edu/7347826/Format_Pengkajian_pada_lansia

Nursing Care Plan

DIAGNOSA NOC NIC

Inkontinensia Urin

Dorongan (urge)

berhubungan dengan

kapasitas bladder.

Definisi:

Keluarnya urin involunter

yang terjadi segera setelah

suatu rasa dorongan kuat

untuk berkemih.

Batasan Karakteristik:

Menyatakan

ketidakmampuan

mencapai pada

waktunya berkemih

Menyatakan

Urinary Continence

Menyadari dorongan

untuk berkemih

Mempertahankan pola

miksi yang sesuai

Datang segera ke toilet

(dorongan dan haluaran

jalan urin)

Intake adekuat

Urinary Bladder Training

Tentukan kemampuan

untuk mengenali

dorongan berkemih

Buat jadwal kontinensia

3 hari untuk peningkatan

pola miksi

Tingkatkan jadwal

toileting sesuai pola

miksi

Tingkatkan interval

untuk toileting tidak

lebih dari 1 jam atau 2

jam

Hindari meninggalkan

28

keluarnya urin

involunter dengan

kontraks kandung

kemih

Melaporkan dorongan

berkemih

pasien di toilet >5 menit

Turunkan interval

toileting dengan ½ jam

jika > 3 episode

inkontinensia dalam 24

jam

Ajari pasien untuk

menahan urin secara

sadar sampai pada jadwal

toileting

Defisit Perawatan Diri :

Eliminasi b.d gangguan

neuromuskular dan

kelemahan

Definisi:

Hambaan kemampuan untuk

melakukan atau

menyelesaikan aktivitas

eliminasi sendiri

Batasan Karakteristik:

Ketidakmampuan

melakukan hygine

eliminasi yang tepat

Ketidakmampuan

mencapai toilet

Ketidakmampuan

memanipulasi

pakaian untuk

eliminasi

Self care: toileting

Respon terhadap

bladder yang penuh

pada waktu tertentu

Dapat ke toilet antara

dorongan dan

haluaran

Menuntaskan BAK

Menggantikan

pakaian

SelfCare Assistance:

Toileting

Menentukan usia

pasien ketika

menyampaikan

aktivitas selfcare

Melepaskan pakaian

agar dapat eliminasi

Temani pasien ke

toilet sesuai jadwal

internal

Sediakan promosi

pasien

Membuat jadwal

toileting

Instruksikan pasien /

keluarga untuk

toileting rutin

Harga diri rendah bd

perubahan perkembangan

Definisi:

Perkembangan persepsi

negatif tentang harga diri

Self-esteem

Klien mengatakan

penerimaan terhadap

diri

Klien menggunakan

Self-Esteem Enchancement

Monitor pertanyaan

pasien tentang konsep

diri negatif

Anjurkan pasien

29

sebagai respon terhadap

situasi saat ini.

Batasan Karakteristik:

Evaluasi diri bahwa

individu tidak mampu

menghadapi peristiwa

Ekspansi

ketidakberdayaan

Perilaku tidak asertif

Perlikau bimbang

Secara verbal

melaporkan tantangan

situasional saat ini

terhadap harga diri

komunikasi terbuka

Klien meningkatkan

kepercayaan dirinya

Klien

mendeskripsikan diri

positif

Klien dapat

mempertahanlan

ADL dan hygiene

Meningkatkan level

kenyamanan

mengidentifikasi

kekuatannya

Bantu dalam

mencapai realistis

harga diri yang lebih

tinggi

Beri reward atau

pujian

Fasilitas lingkungan

dan aktivitas yang

akan meningkatkan

harga diri

Instruksikan keluarga

pentingnya support

Anjurkan pasien

untuk mengevaluasi

kebiasaan/

perilakunya.

Referensi :

Herdman,Heather (ed). (2012). Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012 – 2014. Oxford :

Wiley – Blackwell

Johnson,Marion, dkk. (2012). NOC and NIC Linkages to NANDA – I and Clinical Condition.

Missouri : Elsevier

Moorhead,Sue dkk (ed). (2008). Nursing Outcome Classification (NOC) Fourth Edition. Missouri :

Elsevier

30

Aspek Keislaman

Surah Ar-Ruum Ayat 54

Artinya:

“Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudia Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.” (Ar-ruum Ayat 54)

Surah Al-Hajj Ayat 5

31

Artinya:

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketauilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dallam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Surah Al-Hajj Ayat 5)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

“Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak

menghormati orang yang dituakan diantara kami”.

(Hadits Shahih, Riwayat, At-Tirmidzi, Lihat Shahiihul jaami’  no.5445).

Inkontinensia dalam pandangan Islam

Artinya:

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Surah At-Taghaabun Ayat 18)

Menurut Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baaz rahimahullah, Muwwadh ‘A-idh al-Lihyani, Makkah – Rumah Sakit Raja ‘Abdul ‘Aziz, 20-1-1413H:

Sedangkan yang keluar darinya setelah itu sama sekali tidak menjadi masalah, tetapi dia tidak berwudhu kecuali setelah masuk waktu shalat, lalu dia melakukan shalat

32

walaupun ada yang keluar darinya selama dia ada pada waktu shalat karena dia sedang berada pada keadaan darurat, seperti orang yang memiliki penyakit beser. Sesungguhnya ia melakukan shalat pada waktunya walaupun air seni keluar dari kemaluannya. Demikian pula seorang wanita istihadhah, sesungguhnya ia melakukan shalat pada waktunya walaupun darah keluar darinya pada waktu yang lama. Mereka semua melakukan shalat dalam keadaannya masing-masing. Akan tetapi seseorang yang selalu berhadats tidak berwudhu kecuali setelah masuk waktu shalat, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada wanita yang sedang istihadhah:“Berwudhulah pada setiap waktu shalat.”

Maka seorang wanita yang mengalami istihadhah, seseorang yang punya penyakit beser, dan seseorang yang sakit parah hendaklah berwudhu ketika masuk waktu shalat untuk semua shalat, baik yang fardhu atau sunnah. Dia bisa membaca Al Qur’an dari mushaf, berthawaf di Ka’bah jika dia berada di Makkah selama dia masih berada pada waktu shalatnya. Jika waktu shalat telah keluar, maka dia tidak bisa melakukan semua itu sehingga dia berwudhu kembali bagi waktu yang telah masuk. Hanya Allah-lah yang bisa memberikan pertolongan.

33

Bab 3

Kesimpulan

Ny. H 70th mengalami penurunan fungsi berkemih sehingga mengalami inkontinensia urge kemudian perawat melakukan askep dengan diagnose yaitu inkontinensia urge, HDR, dan DPD.

34

Daftar Pustaka

Agung Santoso. (2009). Studi Deskriptif Effect Size Penelitian-Penelitian Di Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma. Jurnal Penelitian. Hlm. 1-17

Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dewi, Sofia Rhosma. (2012). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish

Fernandes, Devrisa Nova. (2010). Hubungan Antara Inkontinensia Urin dengan Derajat Depresi pada Wanita Usia Lanjut. Available from (core.ac.uk/download/pdf/12351489.pdf)

Herdman,Heather (ed). (2012). Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012

– 2014. Oxford : Wiley – Blackwell

Hidayat, Aziz, A.(2006). Pengantar Kebutuhan Dasar manusia: Aplikasi konsep dan proses keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.

https://www.academia.edu/7347826/Format_Pengkajian_pada_lansia Hurlock, E. (2004). Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Johnson,Marion, dkk. (2012). NOC and NIC Linkages to NANDA – I and Clinical

Condition. Missouri : Elsevier

Maryam RS,ekasari, MF, DKK. 2008. Mengenal Usia lanjut dan perawatannya.

Jakarta : Salemba Medika.

Maryam, siti dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Maryam, Siti, R, dkk. (2008).Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medik

Moorhead,Sue dkk (ed). (2008). Nursing Outcome Classification (NOC) Fourth

Edition. Missouri : Elsevier

Nugroho, W.2000.Keperawatan Gerontik & Geriatric. Edisi 3. EGC. Jakarta

Prawitasari, J. E (1994). Aspek Sosio-psikologis lansia di Indonesia. Buletin

psikologi, no. 1, 27-34

Slonane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC

Wulandari, Sri. (2012). Pengaruh Latihan Bladder Training Terhadap Penurunan Inkontinensia Pada Lanjut Usia di Panti Werda Dharma Bakti Surakarta. Available from (eprints.ums.ac.id/.../12._NASKAH_PUBLIKASI.pdf)

35