peran perempuan dalam rumah tangga pada cerpen das brot

17
Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot, Die Küchenuhr, dan Die Drei Dunklen Könige Karya Wolfgang Borchert Sopha Mutia Adinda, Lisda Liyanti Program Studi Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia [email protected] Abstrak Wolfgang Borchert adalah salah satu penulis Nachkriegsliteratur yang menulis cerita keadaan pasca perang, terutama tentang keluarga. Pasca perang keadaan masyarakat semakin sulit karena hancurnya rumah-rumah, bangunan, dan keterbatasan persediaan makanan. Dalam cerita pendek Das Brot, Die Küchenuhr, dan Die Drei Dunklen Könige terdapat gambaran keluarga dengan tokoh perempuan yang menjadi tokoh penting didalamnya. Tokoh perempuan dalam ketiga cerpen akan dianalisis karakter dan perannya dalam rumah tangga dengan menggunakan sudut pandang feminisme, yaitu mitos feminin dan juga “The Other” dari Simone de Beauvoir. Hal tersebut dilakukan agar mengetahui penggambaran Borchert mengenai perempuan dalam rumah tangga dan bagaimana posisi perempuan pada masa setelah perang. Kata Kunci : Peran perempuan, Mitos feminin, The other, Nachkriegsliteratur, Wolfgang Borchert Women’s Roles in The Household on The Short Stories Das Brot, Die Küchenuhr, and Die Drei Dunklen Könige by Wolfgang Borchert Abstract Wolfgang Borchert was the author of Nachkriegsliteratur who wrote stories about condition after the war, especially about family. Post-war situation has become very difficult because of the destruction of homes, buildings and the limited supply of food. In the short story of Das Brot, Die Küchenuhr, Die Drei Dunklen Könige, there are descriptions of families with a female character who became an Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot, Die

Küchenuhr, dan Die Drei Dunklen Könige Karya Wolfgang Borchert

Sopha Mutia Adinda, Lisda Liyanti

Program Studi Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas

Indonesia, Depok 16424, Indonesia

[email protected]

Abstrak

Wolfgang Borchert adalah salah satu penulis Nachkriegsliteratur yang menulis

cerita keadaan pasca perang, terutama tentang keluarga. Pasca perang keadaan

masyarakat semakin sulit karena hancurnya rumah-rumah, bangunan, dan

keterbatasan persediaan makanan. Dalam cerita pendek Das Brot, Die Küchenuhr,

dan Die Drei Dunklen Könige terdapat gambaran keluarga dengan tokoh

perempuan yang menjadi tokoh penting didalamnya. Tokoh perempuan dalam

ketiga cerpen akan dianalisis karakter dan perannya dalam rumah tangga dengan

menggunakan sudut pandang feminisme, yaitu mitos feminin dan juga “The

Other” dari Simone de Beauvoir. Hal tersebut dilakukan agar mengetahui

penggambaran Borchert mengenai perempuan dalam rumah tangga dan

bagaimana posisi perempuan pada masa setelah perang.

Kata Kunci : Peran perempuan, Mitos feminin, The other, Nachkriegsliteratur,

Wolfgang Borchert

Women’s Roles in The Household on The Short Stories Das Brot, Die

Küchenuhr, and Die Drei Dunklen Könige by Wolfgang Borchert

Abstract

Wolfgang Borchert was the author of Nachkriegsliteratur who wrote stories about

condition after the war, especially about family. Post-war situation has become

very difficult because of the destruction of homes, buildings and the limited

supply of food. In the short story of Das Brot, Die Küchenuhr, Die Drei Dunklen

Könige, there are descriptions of families with a female character who became an

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 2: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

important figure in it. Three female characters in these short stories will be

analyze by their roles in the household using the standpoint of feminism, namely

the myth of the feminine and "The Other" of Simone de Beauvoir. This analysis

will determine Borchert’s portrayal of women in the household and know how the

position of women after the war world II is.

Keywords: Women’s roles, Feminine myth, The other, Post-war Literature,

Wolfgang Borchert

Pendahuluan

Nachkriegsliteratur atau Karya Sastra Pasca Perang muncul sekitar tahun

1945-an setelah perang dunia II berakhir. Setelah perang dunia ini banyak penulis

pada masa ini mengangkat tema kehidupan dengan kesulitan yang dialaminya

pasca perang dan juga bagaimana mereka hidup keseharian pasca perang. Penulis

terkenal pada masa ini diantaranya Heinrich Böll, Günther Grass, Wolfdietrich

Schnurre, Wolfgang Borchert, Paul Celan, Günter Eich. Bahkan banyak penulis

penulis terkenal masuk ke dalam Gruppe 47, yakni asosiasi penulis yang khusus

mediskusikan nachkriegsliteratur, kelompok ini dibuat oleh Hans Werner

Richter.1

Nachkriegsliteratur yang akan dibahas adalah karya Wolfgang Borchert

dilihat dengan menggunakan sudut pandang feminis. Tokoh perempuan yang ada

dalam karya Borchert menarik untuk dibahas karena perempuan dalam karya

Borchert meskipun ada yang bukan merupakan tokoh utama di dalam cerita

namun justru perempuan memiliki peranan yang penting dalam cerita. Karya

Borchert banyak mengambarkan sisi psikologis dari tokohnya yang menarik untuk

dibahas2. Wolfgang Borchert lahir pada tanggal 20 Mei 1921 di Hamburg, Jerman

dan meninggal pada tanggal 20 November 1947 di Basel, Swiss. Borchert dikenal

sebagai perintis “Trümmerliteratur” dan telah menghasilkan karya sastra,

diantaranya puisi, cerpen, dan drama. Tema yang diangkat oleh Borchert banyak

                                                                                                                         1  Die  Gruppe  47.    Universität  Ulm  (  http://www.uni-­‐ulm.de/LiLL/senior-­‐info-­‐mobil/module/Lit47.htm    diakses  pada  tanggal  25  September  2016  pukul  19.08  WIB)  2  Doughlas,  Thomas  Bradley.  Words  from  the  rubble:  Wolfgang  Borchert's  representations  of  the  inexpressible  The  University  of  Texas  at  Dallas,  ProQuest  Dissertations  Publishing,  2010.  (http://search.proquest.com/docview/851555907  diakses  pada  tanggal  12  Januari  2017  pukul  15.22  WIB)  

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 3: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

mengenai kenangan masa kecil dan keluarga. Selain itu juga dalam karyanya,

Borchert banyak menggambarkan dampak perang yang mengingatkannya pada

kampung halamannya yang sudah hancur karena bom3. Pada masa hidupnya,

Borchert pernah diadili karena dianggap mencemari nama baik Nazi dan

mendapat hukuman penjara.4 Beberapa karyanya yang terkenal diantaranya adalah

Drauβen vor der Tür, Das Brot, Die Hundeblume, dan An Diesem Dienstag.

Sebelum menulis Borchert pernah mengikuti kelas akting untuk bermain teater.

Borchert meninggal dikarenakan penyakit hepatitis yang semakin memburuk.

Dalam ketiga cerpen karya Borchert yang dianalisis, ketiganya memiliki tokoh

atau penggambaran perempuan. Berbeda dari karya Heinrich Böll ataupun Bertolt

Brech yang menggambarkan perempuan berbeda dari stereotipe yang ada. Tokoh

perempuan yang ada pada cerpen karya Borchert ini memiliki gambaran seperti

seorang ibu atau istri yang menjadi stereotipe karena dalam cerpen ini

digambarkan bahwa peran perempuan itu adalah melakukan pekerjaan domestik,

sesuatu yang berhubungan dengan bersih-bersih, dapur merupakan tugas dan

tempat perempuan, dan mengurus anak. Untuk meneliti lebih jauh akan digunakan

teori feminisme. Teori feminisme yang akan digunakan pada skripsi ini adalah

teori feminis liberal dari Betty Friedan yang menjelaskan mengenai “impian”

perempuan di Amerika sebagai seorang ibu rumah tangga, selain itu ada istilah

“Angel in the house” untuk perempuan yang digambarkan memiliki peran untuk

mengerjakan tugas domestik, selalu ingin menolong, dan selalu ingin dibutuhkan

yang dikritik oleh Virginia Woolf. Meskipun Betty Friedan menuliskan hal

tersebut berdasarkan penelitiannya di Amerika akan tetapi peran perempuan

seperti yang dijelaskan oleh Betty Friedan ini menjadi stereotipe yang meluas ke

seluruh perempuan di dunia. Selain Betty Friedan, penulis juga akan

menggunakan teori dari Simone de Beauvoir mengenai eksistensi perempuan

yang dipengaruhi oleh pilihan-pilihannya. Pendapat yang dikemukakan oleh Betty

Friedan dan Simone de Beauvoir memiliki keterkaitan karena ketika membahas

                                                                                                                         3  Ibid.  4  Wolfgang  Borchert.  Internationale  Wolfgang-­‐Borchert-­‐Gesellschaft  e.V.,  (http://www.borchertgesellschaft.de/start/english/    diakses  pada  tanggal  10  Oktober  2016  pukul  18.02  WIB)  

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 4: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

peran perempuan maka ini akan berhubungan dengan pilihan perempuan yang

diberikan.

Permasalahan Penelitian

Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka masalah penelitian yang

didapat yaitu “Bagaimana peran dan posisi perempuan digambarkan oleh

Wolfgang Borchert dalam cerpen Das Brot, Die Küchenuhr, dan Das Drei

Dunklen Könige?”

Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk memperlihatkan posisi dan gambaran perempuan

dalam Nachkriegsliteratur yang ditulis oleh Wolfgang Borchert, dalam ketiga

cerpennya yang masing-masing berjudul Das Brot, Die Küchenuhr, dan Die Drei

Dunklen Könige.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni analisis secara

mendalam terhadap teks yang dikaji. Dalam setiap cerpen akan dianalisis dengan

unsur intrinsik, mulai dari tema, judul, latar, tempat, penokohan. Lalu nantinya

akan fokus objek yang dianalisis adalah tokoh perempuan dalam cerpen yang

akan dihubungkan dengan teori feminisme.

Tinjauan Teoritis

Sebelum menganalisis ketiga cerpen Borchert, akan dibahas mengenai teori

feminisme. Feminisme terbagi menjadi tiga gelombang, diantaraya gelombang

pertama yang dimulai pada tahun 1920an sampai 1960, lalu gelombang kedua

dimulai pada tahun 1960 sampai 1980an kemudian gelombang ketiga muncul

pada tahun 1990an sampai saat ini. Gelombang pertama memperjuangkan hak

politik perempuan, hak kesetaraan dalam pendidikan, dan kepemilikan. Lalu pada

gelombang kedua, membahas permasalahan perempuan pada tempat kerja, hak

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 5: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

reproduksi perempuan, dan juga mengenai psikis perempuan5. Gelombang ketiga

sudah membahas mengenai perempuan dari dunia ketiga dan mengakui

permasalahan perempuan yang berbeda-beda berdasarkan ras, etnis, budaya, dan

negaranya. Selain itu pada gelombang ini juga mempermasalahkan bahasa sebagai

sistem yang dinilai membuat perempuan tersubordinasikan. Untuk menganalisis

ketiga cerpen akan digunakan teori feminisme, diantaranya adalah mitos feminin

dan perempuan sebagai “The Other.

1. Mitos Feminin

Mitos merupakan sesuatu yang banyak dipercayai orang sebagai

kebenaran namun kenyataan tidak benar6. Dalam kaitannya dengan peran

perempuan mitos feminin biasa digunakan agar dominasi laki-laki tetap berlanjut.

Ada dua hal yang ditekankan oleh Beauvoir (1949) dalam mitos perempuan.

Pertama, apa yang diinginkan laki laki dari perempuan adalah untuk melengkapi

laki-laki. Sebagaimana penafsiran pada penciptaan Adam dan Hawa, Hawa

diciptakan dari tulang rusuk laki-laki dan ditugaskan untuk menemani Adam.

Kedua, perempuan dilihat seperti alam. Perempuan memiliki sifat seperti alam,

yang memberi kebutuhan untuk semua makhluk dan dapat dikuasai atau

ditaklukkan oleh laki-laki. Mitos perempuan juga diberikan dalam peran

perempuan sebagai ibu rumah tangga yang baik itu seperti apa. Seperti seorang

istri harus menuruti perkataan suami, rajin membereskan rumah, berada dirumah

mengurus anak, dan sebagainya. Freud menyebutkan bahwa “Anatomy is destiny”

yang ditolak keras oleh Betty Friedan karena “Anatomy is destiny” artinya peran

reproduksi perempuan, identitas gender, dan preferensi seksual perempuan

ditentukan karena ketidaadan penis. Karena hal tersebut Friedan mengutuk Freud

karena telah mendorong perempuan untuk menjadi reseptif, pasif, ketergantungan,

dan selalu siap untuk "tujuan" dari kehidupan seksual mereka yaitu impregnasi7.

Dalam penelitiannya, Friedan (1963) pun memandang bahwa penyebab                                                                                                                          5    Dorey-­‐Stein,  Caroline.  (2015,  September  22).  A  Brief  History  :  The  Three  Waves  of  Feminism  (https://www.progressivewomensleadership.com/a-­‐brief-­‐history-­‐the-­‐three-­‐waves-­‐of-­‐feminism/  diakses  pada  tanggal  16  Januari  2017  pukul  19.52  WIB)  6  Myth  :  A  widely  held  but  false  belief  or  idea/  A  misrepresentation  of  the  truth.  (https://en.oxforddictionaries.com/definition/myth  diakses  pada  tanggal  16  Januari  2017  pukul  20.23  WIB)  7  Tong,  R.  2009.  Feminist  Thought:  A  More  Comprehensive.  

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 6: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

perempuan menetapkan tujuannya untuk menikah, salah satunya dikarenakan

majalah perempuan yang beredar di Amerika, ia menyatakan bahwa majalah

hanya membahas bagaimana caranya menarik perhatian laki-laki, bagaimana cara

menyusui bayi, memanggang kue, dan sebagainya. Tidak ada majalah yang

mengulas mengenai politik atau hal yang diluar rumah dan keluarga (hal.15-16).

Peran perempuan dalam rumah tangga, seperti menuruti perkataan suami,

mengurus anak di rumah, dan membersihkan rumah membuat perempuan

digambarkan selayaknya “malaikat” atau dalam istilah feminisme “Angel in the

House”. “Angel in The House” berasal dari karya Conventy Patmore, yakni

seorang sastrawan Inggris pada masa Victoria8. Patmore menuliskan puisi yang

berisi tentang istrinya yang dianggap seperti malaikat, akhirnya pun “Angel in

The House” menjadi contoh ideal seorang perempuan dalam masyarakat Inggris

dan lama kelamaan peran perempuan untuk menjadi “malaikat” pun dianggap

sebagai kodratnya. Malaikat” sendiri digambarkan memiliki sifat pasif, tidak

berdaya, lemah lembut, menawan, anggun, simpatik, selalu mengorbankan

dirinya, alim, dan murni. Virgiana Woolf dalam essainya The Profession for

Women (1931) sangat menentang istilah “Angel in The House”. Woolf melihat

bahwa perempuan dicirikan sebagai sosok yang sangat simpatik, menawan, dan

tidak mementingkan diri sendiri, dan rela berkorban untuk orang lain. Dalam

esainya tersebut, Woolf mengakatan bahwa pekerjaan yang harus dilakukan oleh

penulis perempuan pada saat itu adalah dengan membunuh “Angel in the house”

pada tulisan yang dibuat. Ia mengharapkan agar nantinya penulis perempuan

dapat mengubah gambaran mengenai perempuan.

2. Perempuan sebagai “The Other”

Karena adanya peran perempuan yang selalu dihubungkan dengan

pekerjaan domestik membuat posisi dirinya tersubordinasi. Dalam The Second

Sex (1949), Simone de Beauvoir melihat bahwa perempuan hanya dilihat saja                                                                                                                          8  https://www.britannica.com/biography/Coventry-­‐Patmore  diakses  pada  tanggal  20  Oktober  2016  pada  pukul  17.22  WIB  

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 7: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

tanpa ada esensinya. Baginya selama ini perempuan selalu didesak menjadi

perempuan, tetap menjadi perempuan, dan menjadi perempuan. Hal ini membuat

seolah-olah menjadi seorang perempuan itu sudah ditentukan harus seperti apa

nantinya dan hal ini mengakibatkan perempuan kehilangan pilihannya sebagai

seorang individu. Namun sifat feminin ini malah membuat perempuan memiliki

ruang untuk berkembang yang kecil. Laki-laki melihat bahwa perempuan tidak

memiliki eksistensi dalam dan untuk dirinya sendiri dan laki-laki hanya melihat

perempuan berdasarkan fungsinya dalam dunianya. Hal ini menjelaskan bahwa

perempuan “ada” bukan bersama orang lain melainkan perempuan “ada” untuk

orang lain. Karena hal tersebutlah perempuan dianggap hanya sebagai mahkluk

yang relatif dan tidak mempunyai otonom. Hal ini membuat laki-laki bermakna

Subjek dan ia Mutlak, sedangkan perempuan adalah “The Other”. Perempuan

sebagai “The Other” akhirnya menempatkan posisi perempuan sebagai

surbordinat. “The Other” merupakan bentuk penindasan, dimana otoritas laki-laki

dianggap wajar.9Penindasan ini dapat berupa fisik ataupun mental. Perempuan

didefinisikan dengan referensi terhadap laki-laki, bukan referensi terhadap dirinya

sendiri. Beauvoir berusaha melihat perempuan sebagai subjek (menjadi manusia

bebas), dimana perempuan memiliki hak yang setara dengan laki-laki dalam

segala bidang kehidupan.

Analisis Teks

Setelah memamparkan teori feminisme, terutama mitos feminin dan perempuan

sebagai “The Other”. Maka berikut ini adalah analisis yang dikerjakan dilihat dari

ketiga cerpen karya Wolfgang Borchert,

- Das Brot

Das Brot menceritakan seorang istri yang melihat suaminya mengambil roti di

dapur pada malam hari dan suaminya tidak mengatakan yang sebenarnya kalau ia

telah mengambil roti tersebut. Tokoh Suami dan Istri sama-sama tidak berbicara

jujur dalam cerita ini. Tokoh Istri tidak jujur dalam mengungkapkan apa yang ia

                                                                                                                         9  Siwi  Handayani,  Christina  dkk.  “Subyek  yang  Dikekang”.  (http://salihara.org/sites/default/files/Halaman%20Isi_SYDK_rev%201g.pdf  diakses  pada  tanggal  28  Oktober  2016  pukul  19.21  WIB)  

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 8: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

rasakan. Sampai keesokkan harinya, tokoh Istri memberikan jatah roti miliknya

untuk suaminya.

Tema yang telihat pada cerpen ini adalah mengenai masalah kelaparan dan

‘konflik’ dalam sebuah hubungan antara suami-istri. Das Brot digunakan sebagai

judul karena roti dalam cerpen ini merupakan sesuatu yang sangat penting dan

menjadi sebuah bukti betapa berharganya makanan terutama setelah perang

berakhir. Kemudian alur pada cerpen ini adalah alur maju, latar yang terlihat

dalam cerpen ini adalah di dapur dan di kamar tidur, terlihat pada “Nachts. Um

halb drei. In der Küche.” (Z.7) yang artinya malam (baris 7). Pukul setengah tiga

di dapur dan pada kalimat ketika istrinya mengajak suaminya untuk tidur kembali

(baris 27)“Sie kam ihm zu Hilfe: "Komm man. Das war wohl draußen. Komm

man zu Bett..” (Z.27). Sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga (Er-

Erzähler). Pada Das Brot, tokoh suami (Er) memiliki sifat tidak jujur karena

meskipun ia telah memakan roti yang ada di dapur, ia tidak mengakuinya bahkan

berusaha untuk menutup-nutupinya. Meskipun begitu tokoh suami juga

digambarkan telah menyesal dan merasa malu dengan perbuatannya yang

mengambil roti diam-diam ketika tokoh Istri (Sie) memberikan rotinya untuknya.

Selanjutnya tokoh Istri memiliki sifat yang pasrah, pemaaf, dan rela berkorban

untuk suaminya.

• Mitos Feminin dalam cerpen Das Brot

Dalam penggambaran tokoh suami terlihat seperti tokoh ‘penjahat’ karena dia

melakukan perbuatan negatif seperti berbohong dan ‘mencuri’. Sedangkan tokoh

istri terlihat seperti tokoh penolong bahkan penyelamat untuk suaminya.

Sebelumnya sudah ada beberapa artikel yang menganalisis cerpen Das Brot dan

menyatakan bahwa tokoh perempuan dalam cerpen ini berperan sebagai sosok

heroik, seperti interpretasi yang ditulis oleh Hans-Gerd Winter10. Namun penulis

melihat bahwa meskipun memang tokoh istri berperan seperti pahlawan, namun

hal tersebut sebenarnya masih berhubungan dengan mitos feminin yang melekat

                                                                                                                         10  Winter,  Hans-­‐Gerd.  2007.  Wolfgang  Borchert  :  Das  Brot.  (http://api.vlb.de/api/v1/asset/mmo/file/37789e69-­‐35ee-­‐4ff5-­‐b8ee-­‐d0d9a0ac86dc?access_token=0ee60029-­‐d4b6-­‐4215-­‐9a20-­‐295720a1031b  diakses  pada  27  November  2016  pada  pukul  16.55  WIB)  

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 9: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

pada perempuan, yakni konsep “malaikat” atau “Angel in the House” yang

menjadi tolak ukur perempuan seberapa baiknya ia menjalani kehidupan rumah

tangganya dan menjalankan perannya sebagai seorang istri.11. “Wenn sie abends

zu Bett gingen, machte sie immer das Tischtuch sauber. Jeden Abend. Aber nun

lagen Krümel auf dem Tuch.” (Z.9-10 ) Dari kalimat tersebut terlihat bahwa peran

perempuan selalu dikaitkan dengan pekerjaan domestik, terutama dalam hal

bersih-bersih. Kemudian seperti yang dicirikan oleh Virginia Woolf dalam essai

nya “Profession for Women” (1931), perempuan memiliki sifat simpatik dan

tidak mementingkan dirinya sendiri, tokoh Istri digambarkan sebagai sosok yang

lebih mementingkan suaminya dibandingkan dirinya sendiri terlihat dari ketika

tokoh Istri rela untuk membagikan rotinya kepada suaminya. Tokoh Istri juga

cenderung untuk tidak mengungkapkan apa yang sebenarnya ada di dalam

hatinya. Meskipun begitu dalam cerpen ini, tokoh perempuan yang pada awalnya

memiliki sifat “malaikat” mencoba untuk keluar dari posisinya tersebut dan

membuat pilihan sendiri untuk memberikan jatah roti kepada suaminya dengan

langsung menawarkan roti miliknya. Sehingga ia tidak perlu merasa dibohongi

ataupun pasrah ketika suaminya mengambil roti tersebut.

• Perempuan sebagai “The Other” dalam cerpen Das Brot

Dalam kehidupan rumah tangga pada cerpen Das Brot, tokoh suami telah

membohongi istrinya, kebohongan yang dibuat oleh suami dapat dijadikan

sebagai tanda dari posisinya yang superior. Sikap diam tokoh istri menunjukkan

sifat perempuan yang selalu berpasrah terhadap keadaan, dalam cerpen ini

meskipun tokoh Istri kecewa dengan suaminya yang berbohong namun ia tetap

bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Pada bagian terakhir dikesankan bahwa

peran perempuan dalam rumah tangga selain melakukan pekerjaan domestik

adalah rela berkorban demi pasangannya. Pemberian satu potong roti yang

diberikan tokoh istri untuk suaminya juga menandakan bahwa apa yang dimaksud

dengan “perempuan bukan ‘ada’ bersama orang lain melainkan ‘ada’ untuk orang

                                                                                                                         11  Cole,  Amanda.2010.  Sensational  Women  :  Gender  and  Domestic  Morality  in  East  Lynne  and  The  Woman  in  White.  (hlm.5)  (http://repository.cmu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1074&context=hsshonors  diakses  pada  tanggal  22  Oktober  2016  pukul  20.12  WIB)  

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 10: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

lain” ada dalam cerpen Das Brot. Dalam hal ini perempuan hadir karena memiliki

tugas untuk menolong orang lain dan membuat esensi dari dirinya menjadi tidak

lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang memiliki peran dalam menentukan

sesuatu dan bebas untuk memilih. Namun sekali lagi, Simone de Beauvoir (1949)

menekankan bahwa jika pilihan perempuan dipilih karena kesadarannya, maka

posisi perempuan bukan lagi menjadi yang tersubordinasi.

- Die Küchenuhr

Die Küchenuhr menceritakan seorang pemuda yang bercerita mengenai

ibunya yang sangat dirindukannya kepada dua orang asing yang sedang

bersamanya. Pada cerpen ini digambarkan bahwa pemuda tersebut sedang

membawa jam dapur miliknya yang mengingatkan dia pada ibunya. Ibunya yang

selalu terbangun ketika ia pulang pada pukul 02.30 malam dan meyiapkan

makanan untuknya. Pada akhir cerita tokoh utama hanya dapat berkata bahwa apa

yang telah ia rasakan dengan ibunya adalah surga.

Jam dapur dalam cerpen ini merupakan benda berharga yang dibicarakan oleh

tokoh utama karena adanya kenangan dalam jam tersebut. Tidak heran jika

akhirnya Borchert memilih judul Die Küchenuhr karena memang jam dapur ini

menjadi hal yang memiliki sensitivitas bagi tokoh utama dalam cerpen ini. Tema

yang diangkat dari cerpen Die Küchenuhr adalah mengenai perasaan kehilangan

seseorang yang sangat dekat dengan kita dan mengenai perang itu sendiri karena

dalam cerpen ini diungkapkan bahwa karena bom tokoh utama telah kehilangan

segalanya, termasuk keluarganya. Alur cerpen ini adalah maju-mundur karena di

tengah cerita tokoh utama menceritakan masa lalunya yang ia rindukan hingga

sekarang sehingga ada cerita flashback. Kemudian gaya bahasa yang digunakan

dalam cerpen Die Küchenuhr adalah bahasa sehari-hari yang biasa digunakan

sehingga mudah untuk dipahami. Lalu latar pada cerpen ini tidak disebutkan,

namun hanya dijelaskan diluar ruangan disebuah kursi. Dan Sudut pandang yang

digunakan adalah sudut pandang orang ketiga (Er-Erzähler). Tokoh yang ada

pada cerpen ini berjumlah tiga orang, diantaranya Tokoh laki-laki muda yang

membawa jam, tokoh perempuan dengan kereta bayinya, tokoh laki-laki, dan

tokoh ibu. Tokoh laki-laki muda digambarkan sebagai seorang yang berwajah tua,

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 11: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

terdapat pada kalimat “Er hatte ein ganz altes Gesicht, aber wie er ging, daran

sah man, daß er erst zwanzig war.” (Z.1-2 ). Dalam kalimat tersebut

menunjukkan bahwa tokoh utama memiliki wajah yang tua namun dari caranya

berjalan, orang-orang akan tahu kalau ia masih berumur 20 tahun. Sifat tokoh

utama, kedua orang asing (perempuan dan laki-laki) tidak dijelaskan secara

spesifik, namun tokoh ibu memiliki sifat yang sangat peduli terhadap anaknya dan

tidak kenal lelah karena harus menyiapkan makanan pada jam tidur.

• Mitos Feminin dalam cerpen Die Küchenuhr

Tokoh ibu dalam cerpen ini memiliki sifat “Angel in The House” karena

memiliki sifat yang mengurus segalanya, seperti rumah dan anaknya yang sudah

cukup dewasa. Tugas domestik yang dijalankan tokoh ibu dapat dilihat pada

kalimat:

“Und dann hörte ich sie noch die Teller wegsetzen, wenn ich in meinem

Zimmer schon das Licht ausgemacht hatte. Jede Nacht war es so. Und

meistens immer um halb drei. Das war ganz selbstverständlich, fand ich,

daß sie mir nachts um halb drei in der Küche das Essen machte.” (Z.46-

49)

Kalimat diatas menyatakan bahwa tokoh utama selalu mendengar ibunya

membereskan piring ketika ia pergi tidur dan juga menyiapkan makanan untuknya

yang dilakukan setiap malam. Tokoh ibu dalam cerpen ini juga memiliki sifat

penolong dan selalu ada untuk anaknya tanpa anaknya meminta. Tokoh utama

juga melihat apa yang dilakukan ibunya sebagai sesuatu yang otomatis akan

dilakukannya ketika ia pulang pukul 02.30, maka peran ibu sebagai pengurus dan

bekerja dalam wilayah domestik semakin melekat. Bagian akhir dari cerpen Die

Küchenuhr, tokoh utama mengatakan bahwa “Da sagte er der Uhr leise ins

weißblaue runde Gesicht: Jetzt, jetzt weiß ich, daß es das Paradies war.” (Z.64-

65) yang menjelaskan bahwa hal yang biasa terjadi ketika ia pulang pukul 02.30

malam itu adalah surga baginya. Ketika perempuan menjalankan peran feminin

nya maka untuk laki-laki itu adalah hal yang paling indah karena peran yang

dilakukan oleh ibu membuat tokoh utama merasakan sebuah “Paradies” atau

surga. Pada akhir cerita ini dapat dikatakan bahwa peran ibu yang dijalankan

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 12: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

dilihat sebagai sesuatu yang besar dan tidak dapat tergantikan untuk anaknya,

sehingga anak (tokoh utama) menyebut hal tersebut sebagai sebuah surga.

• Perempuan sebagai “The Other” dalam cerpen Die Küchenuhr

Tokoh ibu yang ada pada cerpen ini memiliki sifat yang tidak banyak berbicara

ketika melihat anaknya pulang, ia hanya mengatakan “terlambat lagi” (so spät

wieder). Jika dikaitkan dengan masa sesudah perang, dapat dipahami bahwa

mungkin tokoh ibu sudah mengalami situasi yang melelahkan dengan apa yang

terjadi ketika perang sehingga ia mencoba untuk memahami anaknya yang pulang

larut. Dari cerita ini diperlihatkan bahwa tempat perempuan hanya di dalam

rumah saja sedangkan anaknya (tokoh utama) dapat berpergian keluar. Contohnya

adalah tokoh utama baru pulang pada pukul 02.30 malam yang artinya laki-laki

memiliki kebebasan yang lebih dibandingkan dengan perempuan yang hanya

terikat pada perannya di dalam rumah. Tokoh utama memilih untuk tidak

membantu ibunya ketika melihat ibunya membersihkan dapur memberikan

penggambaran bahwa tokoh utama merasa kalau apa yang dikerjakan ibunya itu

adalah sesuatu yang memang seharusnya dilakukan seorang ibu atau perempuan.

Subordinasi perempuan yang terlihat lainnya adalah ketika perempuan selalu

dikaitkan dengan perannya di dalam rumah yang pada akhirnya selalu membuat

perempuan menunggu kedatangan suaminya atau anaknya sama seperti cerpen

Das Brot, dapur menjadi tempat perempuan. Dapur sebagai simbol dari

penempatan perempuan dalam keluarga, yang artinya hanya memiliki tugas di

dalam rumah. Namun jika dikaitakan dengan hubungan ibu dan anak, maka sifat

tokoh ibu yang pasrah dan terlihat “tersubordinat” pun menjadikan posisi

perempuan tidak tersubordinat. Seperti yang dikatakan Simone de Beauvoir

bahwa jika perempuan dapat memilih dengan bebas atas keinginannya sendiri

maka ia sudah terlepas dari subordinasinya.

- Die Drei Dunklen Könige

Die Drei Dunklen Könige menceritakan sebuah keluarga yang kedatangan tiga

orang asing dengan seragam yang sudah lama. Keluarga tersebut terdiri dari ibu,

ayah, dan seorang anak yang baru saja lahir. Mereka hidup dalam keadaan yang

serba sulit, seperti kesulitan untuk mencari makanan dan kedinginan. Namun

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 13: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

keluarga tersebut kedatangan tiga orang asing yang ingin beristirahat sebentar,

dan ketiga orang tersebut memiliki ciri khasnya, ada yang kakinya diperban, yang

satu kehilangan tangannya dan ada juga yang memiliki tremor karena terdapat

saraf yang rusak.

Judul cerpen Die Drei Dunklen Könige dipilih karena dalam cerpen ini

terdapat tiga orang asing yang mendatangi rumah keluarga kecil. Tiga orang asing

ini dapat disebut sebagai Dunklen Könige dan merepresentasikan korban perang.

Dunklen atau yang merupakan kata sifat yang artinya gelap memiliki makna

negatif dalam cerpen ini. Ketiga tokoh ini dapat melambangkan para tentara yang

berjuang ketika perang berlangsung karena pada cerpen ini dijelaskan kalau ketiga

tokoh asing itu memakai seragam tua. Könige sendiri diambil dari kisah natal

yang menceritakan tiga raja yang memberikan hadiah untuk Yesus, kisah natal

tersebut menyebut raja dengan Heiligen Könige namun pada cerpen ini Borchert

menggantinya dengan Dunklen Könige. Jika ketiga “raja” dalam kisah natal

sesungguhnya disimbolkan sebagai pembawa harapan, maka dalam cerita

Borchert ini ketiga “raja” justru dilihat sebagai sosok yang gagal dalam

menunjukkan pengharapan terhadap keluarga tersebut. Ketiga “raja” tersebut

memiliki kondisi fisik yang menyedihkan dan hanya dapat berharap pada seorang

anak dalam keluarga tersebut. Tema yang diangkat adalah isu kelaparan dan

harapan kepada generasi baru. Alur dalam cerpen ini adalah maju dan

menggunakan bahasa sehari-hari. Kemudian latar yang ditampilkan adalah di

dalam rumah keluarga tersebut dan sudut pandang yang digunakan adalah orang

ketiga (Er-Erzähler).

Tokoh yang mucul pada cerita ini diantaranya, tokoh suami (Er), tokoh istri (Sie),

tokoh anak (das Kind), dan ketiga orang asing. Tokoh suami memiliki kekesalan

dan kemarahan yang tidak dapat ia keluarkan. Hal ini ditunjukkan dari

keinginannya untuk memukul seseorang dan kalimat tersebut muncul berkali-kali

dalam cerpen ini. Selain itu juga tokoh suami sudah tidak memiliki harapan untuk

kehidupannya yang lebih baik, ia pesimis terhadap apa yang terjadi padanya.

Meskipun begitu tokoh suami memiliki sifat yang peduli dengan istrinya dan

mendengarkan apa yang dikatakan oleh istrinya. Hal tersebut terlihat pada saat

tokoh suami berusaha mencari kayu untuk menghangatkan istrinya dan ia juga

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 14: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

tidak merokok di dalam rumah. Kemudian tokoh istri dijelaskan bahwa ia baru

melahirkan seorang bayi laki-laki, terlihat pada kalimat “Das Gesicht war erst

eine Stunde alt, aber es hatte schon alles, was dazu gehört: Ohren, Nase, Mund

und Augen” (Z.12-13). Tokoh istri memiliki kesenangan tersendiri pada anaknya

dan ia menunjukkan sifat yang optimis ketika anaknya baru saja lahir, ia sangat

bersyukur bahwa anaknya masih hidup dalam keadaan dingin seperti itu. Tokoh

istri terlihat sangat protektif terhadap anaknya, terutama ketika tiga orang asing itu

mendekati anaknya. Ketiga tokoh tersebut dapat disebut sebagai tamu yang baik

karena mereka memberikan hadiah untuk tokoh Er, Die Frau, dan anaknya. Dan

simbol tokoh das Kind ini merupakan simbol dari lahirnya sesuatu yang postif dan

memberikan harapan baru untuk generasi yang akan datang.

• Mitos Feminin dalam cerpen Die Drei Dunklen Könige

Tokoh istri memiliki sifat penyayang yang menonjol dibandingkan suaminya.

Sifat penyayang ini ditunjukkan pada saat tokoh istri besikap protektif terhadap

anaknya jika dibandingkan dengan suaminya. Ketakutan dan kekhawatiran

terhadap anak digambarkan melalui tokoh istri sedangkan tokoh suami

digambarkan memiliki kemarahan atas keadaanya dan tidak menampakkan

kebahagian dari kelahiran anaknya. Sifat “Angel in the House” yang muncul pada

tokoh istri lebih ditunjukkan untuk anaknya dibadingkan dengan suaminya. Sifat

penyayang seperti itu menciptakan stereotipe bahwa perempuan disebut sebagai

mahkluk yang emosional karena selalu bertindak impulsif. Dalam peran ataupun

sifat perempuan dan laki-laki, keduanya diatur dalam oposisi biner. Contohnya

adalah perempuan disebut sebagai makhluk yang emosional, sedangkan laki-laki

akan disebut rasional. Padahal emosi adalah sesuatu yang dimiliki oleh semua

orang dan menunjukkan emosi merupakan sesuatu yang manusiawi. Kemudian

pada tokoh suami ditunjukkan bahwa ia merasa gagal untuk membahagiakan

keluarganya secara implisit yang membuat ia kesal dan ingin memukul wajah

seseorang. Melakukan sesuatu yang bersifat kekerasan adalah bagian dari laki-

laki. Sebagai seorang laki-laki, tokoh suami merasa jika ia tidak dapat

memberikan sesuatu hal yang bersifat materi maka ia gagal menjadi seorang

suami yang baik.

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 15: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

• Perempuan sebagai “The Other” dalam cerpen Die Drei Dunklen Könige

Pada judul “Die Drei Dunklen Könige” terlihat bahwa peranan laki-laki

adalah pergi ke luar rumah atau berada di ruang publik karena digambarkan dalam

cerita ini ia adalah sosok tentara perang yang sudah terluka. Hal ini tentu menjadi

ironi bahwa jika biasanya raja selalu direpresentasikan dengan sosok yang kuat,

namun pada cerita ini Borchert menggambarkannya sebagai korban perang yang

telah kehilangan kaki, tangan, dan kerusakan saraf. Kemudian tokoh istri

diberikan dua permen oleh salah satu tokoh dari ketiga orang asing sedangkan

tokoh suami diberikan tembakau untuk merokok. Merokok biasa disebut sebagai

bentuk dari maskulinitas dan sudah melekat dengan identitas laki-laki. Sedangkan

pemberian dua permen untuk tokoh istri menunjukkan bahwa perempuan masih

terikat dalam hal untuk memenuhi kebutuhan untuk makan berbeda dengan laki-

laki yang memberi materi, misalnya bahan makanan maka perempuan bertugas

untuk memasak. Selain itu alasan mengapa permen yang diberikan adalah karena

permen memiliki rasa manis dan rasa manis ini diidentifikasi sebagai hal yang

feminin. Jumlah permen yang diberikan pun dapat diartikan bahwa perempuan

harus berbagi dengan anak atau pun pasagannya. Dalam melihat tembakau

sebagai simbol dari maskulinitas mencerminkan bahwa hanya laki-laki yang dapat

merokok dan menjadi pembeda antara kegiatan atau barang mana yang

dikhususkan untuk perempuan dan yang mana untuk laki-laki. Tentunya

pembedaan seperti ini membuat perempuan menempatkan dirinya sebagai “The

Other”.

Kesimpulan

Tokoh perempuan yang ada pada ketiga cerpen Borchert memiliki

peranannya sebagai seorang istri sesuai dengan mitos feminin yang ada, seperti

memiliki keterikatan terhadap wilayah domestik dan juga sifat “malaikat”.

Keterikatan ketiga tokoh terhadap wilayah domestik digambarkan dengan bentuk

dapur dan makanan sedangkan sifat “malaikat” tercermin dari rasa simpatik

sehingga menjadi penolong, pasrah, penyayang, sabar dan peduli. Karena

perannya yang sesuai dengan mitos feminin maka posisi perempuan dalam ketiga

cerpen ini memiliki posisi sebagai subordinat atau “The Other”. Dan ketiga tokoh

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 16: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

laki-laki memiliki sifat yang berhubungan dengan yang dikonstruksikan

masyarakat sebagai maskulin. Tokoh laki-laki menggambarkan superioritas,

mengagumi peran perempuan yang ada untuk melayaninya dan sifat yang

menunjukkan maskulinitasnya, seperti ingin melakukan kekerasan kepada orang

lain (meskipun tidak dilakukan secara nyata).

Dapat dikatakan bahwa Borchert melihat perempuan sebagai makhluk

yang berperan besar dalam menjaga dan melayani keluarganya bahkan disaat

keadaan yang terpuruk. Borchert juga menggambarkan sosok perempuan dengan

peran femininnya seperti bekerja dalam ranah domestik dan mengurus anak yang

sesuai dengan “Angel in The House”. Posisi perempuan yang ditunjukkan dalam

ketiga karya Borchert ini adalah sebagai “The Other”, meskipun pada kasus

tertentu seperti memilih pilihannya sendiri ataupun dalam hubungan anak dan ibu,

tokoh perempuan dapat menjadi tidak tersubordinasi. Dalam cerpen Das Brot

tokoh perempuan yang pada awalnya terlihat sebagai “The Other” dan “malaikat”

yang pasrah dengan situasi dapat menjadi subjek dengan memberikan jatah

rotinya untuk tokoh suami. Die Küchenuhr pun juga menggambarkan

pengorbanan seorang ibu dan kasih sayang itu sebagai surga. Kedua cerpen yang

telah dianalisis peran dari tokoh perempuan sangat besar dan berarti, sedangkan

pada Die Drei Dunklen Könige perempuan dilihat sebagai sosok yang optimis

dalam melihat keadaan.

Daftar Referensi

Borchert, W. (1964). Draussen vor der Tür Und Ausgewählte Erzählungen. Hamburg: Rowohlt Verlages GmbH.

Cole, A. (2010). Sensational Women : Gender and Domestic Morality in East Lynne and The Woman in White. April 30, 2010. Carneige Mellon University, Dietrich College of Humanities and Social Sciences. Diakses dari http://repository.cmu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1074&context=hsshonors pada tanggal 22 Oktober 2016

De Beauvoir, S. (2016). Second Sex: Fakta dan Mitos. (Toni B. Febriantono, Penerjemah). Yogyakarta : Narasi-Pustaka Promethea.

Dittmann, U. (2016, Mei 30). Trümmerliteratur. Historisches Lexikon Bayerns. Diakses dari https://www.historisches-lexikon-bayerns.de/Lexikon/Tr%C3%BCmmerliteratur pada tanggal 8 Desember 2016

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017

Page 17: Peran Perempuan dalam Rumah Tangga pada Cerpen Das Brot

 

 

Dorey-Stein, C. (2015, September 22). A Brief History:The Three Waves of Feminism. Diakses dari https://www.progressivewomensleadership.com/a-brief-history-the-three-waves-of-feminism/ pada tanggal 26 Oktober 2016

Douglas, T.B. (2010). Words from the rubble: Wolfgang Borchert's representations of the inexpressible. (Disertasi, The University of Texas, 2010). ProQuest Dissertations Publishing. Diakses dari http://search.proquest.com/docview/851555907 pada tanggal 12 Januari 2017

Friedan, B. (1963). The Feminine Mystique [Versi Elektronik]. New York : The Vail-Ballou Press, inc.

Koepke, W. “German Writers after 1945: Wolfgang Borchert.” German Studies Review, vol. 2, no. 1, 1979, pp. 49–62. Diakses dari www.jstor.org/stable/1428705 pada tanggal 13 Januari 2017

Langland, E. "Nobody's Angels: Domestic Ideology and Middle-Class Women in the Victorian Novel". PMLA, vol.107, no.2, 1992, pp. 290-304. Diakses dari www.jstor.org/stable/462641 pada tanggal 18 Oktober 2016

Tong, R. (2009). The Feminist Thought: A More Comprehensive Introduction [Versi Elektronik]. United States : Westview Press.

Siwi Handayani, Christina dkk. “Subyek yang Dikekang”. Seluruh tulisan dalam buku ini telah dipresentasikan dalam Seri Kuliah Umum “Tentang Seksualitas” di Teater Salihara, 05, 12, 19, 26 Juni 2010, 16:00 WIB. Diakses dari http://salihara.org/sites/default/files/Halaman%20Isi_SYDK_rev%201g.pdf pada tanggal 28 Oktober 2016

Snodgrass, C. (2013). The “Angel in The House”. Diakses dari http://users.clas.ufl.edu/snod/AngelInHouseIntroductionNB.pdf pada tanggal 20 November 2016

The Editors of Encyclopædi Britannica. (2012, Desember 11). Coventy Patmore. Encyclopædi Britannica inc. Diakses dari https://www.britannica.com/biography/Coventry-Patmore pada tanggal 20 Oktober 2016

Wecker, A. Die Gruppe 47. Universität Ulm. Diakses dari http://www.uni-ulm.de/LiLL/senior-info-mobil/module/Lit47.htm pada tanggal 25 September 2016

Winter, H.-G. (2007). Wolfgang Borchert : Das Brot. Diakses dari http://api.vlb.de/api/v1/asset/mmo/file/37789e69-35ee-4ff5-b8ee-d0d9a0ac86dc?access_token=0ee60029-d4b6-4215-9a20-295720a1031b pada tanggal 27 November 2016

Peran Perempuan ..., Sopha Mutia Adinda, FIB UI, 2017