penggunaan moxifloxacin sebagai terapi ulkus kornea bakterial

12
EVALUASI PENGGUNAAN MOXIFLOXACIN 0.5% SEBAGAI TERAPI ULKUS KORNEA BAKTERIAL NON PERFORASI Sebuah Peneilitan Randomized Controlled Trial Namrata Sharma, MD, Manik Goel, MD, Shubha Bansal, DNB, Prakashchand Agarwal, MD, Jeewan S. Titiyal, MD, Ashish D. Upadhyaya, MSc, Rasik B. Vajpayee, FRCSEd, FRANZCO Abstrak Tujuan : Membandingkan ekuivalensi moxifloxacin 0.5% dengan kombinasi terapi tetes mata cefazolin sodium 5% dan tobramycin sulfate 1.3% dalam pengobatan ulkus kornea bakterial moderate. Desain : Randomized, controlled, equivalence clinical trial. Partisipan dan Kontrol : Kasus ulkus kornea bakterial yang terbukti secara mikrobiologi yang termasuk dalam kriteria inklusi penelitian dan dialokasikan secara acak ke dalam kelompok perlakuan A dan B. Intervensi : Kelompok A diberikan terapi kombinasi cefazolin sodium 5% dan tobramycin sulfate sedangkan kelompok B diberikan monoterapi dengan moxifloxacin 0.5%. Pengukuran outcome : Variabel primer hasil penelitian ini adalah persentase kesembuhan ulkus kornea dalam 3 bulan. Variabel sekunder hasil penelitian ini adalah membaiknya koreksi ketajaman visual dan resolusi infiltrat. Hasil : Dari total 224 sampel dengan keratitis bakterial, 114 sampel dikelompokkan ke dalam kelompok A secara acak dan 110 sampel dikelompokkan ke dalam kelompok B secara acak. Rata-rata standar deviasi ukuran ulkus pada kelompok A dan kelompok B adalah masing- masing 4.2±2 mm dan 4.41±1.5 mm. Prevalensi Staphylococcus koagulase-negatif hampir sama pada kedua kelompok penelitian (40.9% pada kelompok A dan 48.9% pada kelompok B). Resolusi penuh dari keratitis dan penyembuhan ulkus dalam 3 bulan pengobatan terjadi pada 90 sampel (81.8%) di kelompok A dan 88 sampel (81.4%) di kelompok B. Persentasi kesembuhan yang diamati dalam 3 bulan pengobatan kurang dari margin ekuivalensi sebanyak 20%. Kondisi ulkus yang memburuk terlihat pada 18.2% kasus pada kelompok A dan 18.5% kasus pada kelompok B. Rerata waktu epitelisasi hampir sama

Upload: desy-mila-pertiwi

Post on 09-Jul-2016

37 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

journal reading stase mataPenggunaan Moxifloxacin sebagai terapi ulkus kornea bakterial non perforasi

TRANSCRIPT

Page 1: Penggunaan Moxifloxacin Sebagai Terapi Ulkus Kornea Bakterial

EVALUASI PENGGUNAAN MOXIFLOXACIN 0.5% SEBAGAI TERAPI ULKUS KORNEA BAKTERIAL NON PERFORASI

Sebuah Peneilitan Randomized Controlled Trial

Namrata Sharma, MD, Manik Goel, MD, Shubha Bansal, DNB, Prakashchand Agarwal, MD, Jeewan S. Titiyal, MD, Ashish D. Upadhyaya, MSc, Rasik B. Vajpayee, FRCSEd, FRANZCO

Abstrak

Tujuan : Membandingkan ekuivalensi moxifloxacin 0.5% dengan kombinasi terapi tetes mata cefazolin sodium 5% dan tobramycin sulfate 1.3% dalam pengobatan ulkus kornea bakterial moderate.

Desain : Randomized, controlled, equivalence clinical trial.

Partisipan dan Kontrol : Kasus ulkus kornea bakterial yang terbukti secara mikrobiologi yang termasuk dalam kriteria inklusi penelitian dan dialokasikan secara acak ke dalam kelompok perlakuan A dan B.

Intervensi : Kelompok A diberikan terapi kombinasi cefazolin sodium 5% dan tobramycin sulfate sedangkan kelompok B diberikan monoterapi dengan moxifloxacin 0.5%.

Pengukuran outcome : Variabel primer hasil penelitian ini adalah persentase kesembuhan ulkus kornea dalam 3 bulan. Variabel sekunder hasil penelitian ini adalah membaiknya koreksi ketajaman visual dan resolusi infiltrat.

Hasil : Dari total 224 sampel dengan keratitis bakterial, 114 sampel dikelompokkan ke dalam kelompok A secara acak dan 110 sampel dikelompokkan ke dalam kelompok B secara acak. Rata-rata standar deviasi ukuran ulkus pada kelompok A dan kelompok B adalah masing-masing 4.2±2 mm dan 4.41±1.5 mm. Prevalensi Staphylococcus koagulase-negatif hampir sama pada kedua kelompok penelitian (40.9% pada kelompok A dan 48.9% pada kelompok B). Resolusi penuh dari keratitis dan penyembuhan ulkus dalam 3 bulan pengobatan terjadi pada 90 sampel (81.8%) di kelompok A dan 88 sampel (81.4%) di kelompok B. Persentasi kesembuhan yang diamati dalam 3 bulan pengobatan kurang dari margin ekuivalensi sebanyak 20%. Kondisi ulkus yang memburuk terlihat pada 18.2% kasus pada kelompok A dan 18.5% kasus pada kelompok B. Rerata waktu epitelisasi hampir sama dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok penelitian (p = 0.065). Tidak terdapat laporan kejadian serius yang dialami terkait dengan terapi yang diberikan dalam penelitian.

Simpulan : Penyembuhan kornea menggunakan monoterapi moxifloxacin 0.5% setara dengan terapi kombinasi cefazolin dan tobramycin dalam pengobatan ulkus kornea bakterial moderate.

PENDAHULUAN

Keratitis mikrobial merupakan suatu kegawatan oftalmika dan membutuhkan penatalaksanaan yang teliti untuk mencegah komplikasi yang dapat membahayakan penglihatan. Keratitis bakterial menyumbang proporsi keratitis infeksius yang signifikan di seluruh dunia dan memiliki presentasi klinis yang beragam tergantung pada lokasi geografis dan kondisi iklim. Bakteri gram positif seperti

Page 2: Penggunaan Moxifloxacin Sebagai Terapi Ulkus Kornea Bakterial

Staphylococcus koagulase-negatif, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus sp merupakan organisme yang paling sering terisolasi dalam kasus keratitis bakterial.

Protokol penatalaksanaan keratitis bakterial idealnya melibatkan hasil pemeriksaan smear dan kultur scraping kornea dengan memulai terapi antibiotik secara intensif empirik hingga hasil pemeriksaan kultur dan sensibilitas antibiotik tersedia. Namun, pada beberapa sentra, dugaan infiltrat bakteri yang disertai dengan defek epitelial kornea dapat diobati secara empiris tanpa dilakukan pemeriksaan mikrobiologi. Regimen dalam terapi empiris yang selama ini dipraktikkan di seluruh dunia adalah monoterapi dengan antibiotik spektrum luas atau dengan kombinasi 2 antibiotik yang dapat menangani organisme gram negatif dan gram positif.

Studi prospektif ini dilakukan untuk mengevaluasi dan membandingkan efektivitas dan keamanan penggunaan kombinasi terapi tetes mata cefazolin sodium 5% dan tobramycin sulfat 1.3% dengan monoterapi tetes mata moxifloxacin hidroklorid 5% pada pasien dengan ulkus kornea bakterial.

Sampel dan Metode

Desain Penelitian

Sebuah studi randomized prospektif dilakukan pada 224 sampel yang telah terbukti secara klinis menderita ulkus kornea bakterial dan telah mendapatkan penatalaksanaan di sentra penelitian ini. Sejumlah sampel tersebut dibagi dalam 2 kelompok dengan menggunakan sebuah computer-generated random number table. Salah satu mata dari setiap pasien termasuk dalam daftar. Uji klinis ini telah terdaftar pada http://www.controlled-trials.com (no. ISRCTN10323655/11/08/2010). Ulkus kornea bakterial dengan ukuran 2 hingga 8 mm diidentifikasi dengan adanya gambaran infiltrat. Pemeriksaan diagnostik dengan scraping kornea dan kultur telah dilakukan dan menunjukkan gambaran bakteri yang signifikan. Kelompok A menerima terapi tetes mata topikal kombinasi cefazolin sodium (50 mg/ml) dan tobramycin sulfat (14 mg/ml) sedangkan kelompok B menerima terapi tetes mata topikal moxifloxacin hidroklorid (0.5%; Vigamox; Alcon Laboratories Inc., Fort Worth, TX). Obat ini telah dikeluarkan oleh sebuah penyidik independen. Penelitian ini telah disetujui oleh komite etik dari All India Institue of Medical Science, New Delhi, India, dan semua sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini telah menandatangani informed consent tertulis.

Sampel yang dicurigai dengan ulkus fungal, viral, maupun acanthamoeba dan sampel yang diketahui memiliki alergi terhadap fluorokuinolon, aminoglikosida, penisilin, maupun sefalosporin telah dieksklusi dari penelitian ini. Wanita hamil dan menyusui serta sampel yang berusia kurang dari 12 tahun juga dieksklusi dai penelitian ini.

Protokol Penelitian

Sampel diperiksa oleh seorang penyidik tunggal. Seluruh pasien menjalani anamnesis yang teliti, termasuk profil demografi, durasi dan tipe gejala yang dialami, serta faktor risiko. Pemeriksaan awal pada mata dilakukan secara lengkap termasuk riwayat ketajaman penglihatan; biomikroskopi slitlamp untuk mengetahui ukuran, kedalaman, dan lokasi ulkus; bilik mata depan; dan gambaran serta ketinggian hipopion. Foto segmen anterior diperoleh dari semua pasien pada setiap kunjungan klinik. Protokol standar digunakan dalam pemeriksaan mikrobiologi awal pada semua pasien dengan keratitis. Kerokan kornea didapatkan dari dasar dan tepi ulkus dan diperiksa dengan pewarnaan gram dan potassium hydroxide wet mount. Setiap pasien yang menunjukkan gambaran hifa atau

Page 3: Penggunaan Moxifloxacin Sebagai Terapi Ulkus Kornea Bakterial

kista acanthamoeba pada pemeriksaan dengan potassium hidroksida dieksklusi dari penelitian. Kerokan kornea diletakkan pada kultur plate agar darah, agar cokelat, agar Sabouraud’s dextrose, dan thigycolate broth. Pertumbuhan pada media kultur dianggap signifikan apabila organisme yang sama terisolasi pada lebih dari 1 media kultur dengan mikroskopi direk yang menunjukkan gambaran morfologi bakteri yang sama dengan bakteri yang terisolasi pada kultur. Kepekaan isolat antibiotik dinilai dengan metode Kirby-Bauer disk diffusion.

Jadwal Dosis

Jadwal dosis adalah sebagai berikut: dalam 72 jam pertama, antibiotik diberikan setiap jam pada siang dan malam hari. Setelah 72 jam, obat yang sama diberikan setiap 2 jam selama 7 hari, kemudian dosis diturunkan sesuai dengan respon klinis. Terapi suportif seperti sikloplegik dan terapi anti glaukoma diberikan bila diperlukan.

Temuan hasil pemeriksaan dicatat pada hari ke 1, 4, 7, 21, dan setelah bulan ke-3. Pemeriksaan biomikroskopi slitlamp dengan pewarnaan fluorescein dilakukan setiap kali kunjungan untuk menilai ukuran, kedalaman, dan lokasi ulkus; bilik mata depan; dan gambaran serta ketinggian hipopion. Untuk membedakan antara infiltrat stroma dan jaringan parut pada kornea, pewarnaan fluorescein dilakukan pada setiap kunjungan follow up. Infiltrat pada stroma berwarna kekuningan dan menunjukkan bukti pewarnaan, sedangkan jaringan parut pada kornea berwarna lebih putih dan tidak terwarnai dengan fluorescein. Jaringan parut pada kornea berhubungan dengan penipisan kornea sedangkan infiltrat pada stroma menunjukkan edema kornea di daerah sekitarnya dengan disertai invasi selular dan nekrosis. Parameter yang telah disebutkan tersebut dievaluasi pada setiap kunjungan. Segala perubahan dari protokol, efek samping, maupun intervensi bedah didokumentasikan. Penyembuhan didefinisikan sebagai penutupan defek epitelial dengan hilangnya infiltrat stroma pada atau sebelum 3 bulan. Respon klinis terhadap pengobatan dianggap buruk apabila ukuran ulkus tetap sama atau meningkat pada 72 jam. Apabila kondisi keratitis pada sampel memburuk, jadwal dosis pengobatan dihentikan, dan pasien tersebut akan diberikan regimen yang sesuai menurut penyidik.

Analisis Data dan Metode Statistik

Jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan komputer berdasarkan target angka kesembuhan dalam 3 bulan sebagai hasil primer pada kedua kelompok. Dengan target angka kesembuhan sebesar 85% dalam 3 bulan pada kelompok terapi kombinasi dan 80% kesembuhan pada kelompok moxifloxacin, serta untuk mendeteksi batas ekuivalensi hingga 20% dengan tingkat kekuatan 80% dan tingkat kepercayaan 95%, jumlah sampel minimal yang harus digunakan pada setiap kelompok intervensi adalah 80 sampel.

Perbandingan antara 2 kelompok pengobatan berdasarkan distribusi karakteristik dasar dilakukan dengan menggunakan uji chi-square atau Fisher exact test untuk variabel kategorikal. Uji proporsi dan analisis kovarian digunakan untuk menilai perbedaan (95% confidence interval [CI]) dan perbedaan yang disesuaikan (95% CI) pada penyembuhan antara kedua kelompok. Data dianalisis sesuai dengan protokol. Kesembuhan didefinisikan dengan tidak adanya bukti infeksi aktif bakteri, penyembuhan jaringan luka secara penuh (reepitelisasi), dan hilangnya tanda-tanda inflamasi.

Hasil

Page 4: Penggunaan Moxifloxacin Sebagai Terapi Ulkus Kornea Bakterial

Dari total 224 sampel dengan keratitis bakterial yang termasuk dalam penelitian, secara acak 114 sampel dimasukkan dalam kelompok intervensi dengan kombinasi terapi cefazolin dan tobramycin (kelompok A) dan 110 sampel secara acak dimasukkan dalam kelompok moxifloxacin (kelompok B). Pada kelompok A, 4 sampel tidak terfollow-up (2 sampel pada hari ke-7 dan 2 sampel pada hari ke-14), dan pada kelompok B, 2 sampel tidak terfollow-up (pada hari ke-7), sehingga hanya 110 sampel pada kelompok A dan 108 sampel pada kelompok B yang dapat dianalisis. Seorang penyidik independen melakukan follow up pada pasien tanpa mengetahui intervensi yang didapatkan oleh setiap sampel yang diperiksa. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok untuk setiap karakteristik dasar maupun demografis. Tidak terlihat perbedaan yang signifikan pada gambaran patologis prestudi yang berhubungan dengan faktor predisposisi kejadian ulkus kornea pada kedua kelompok tersebut (tabel 1).

Analisis Mikrobiologi

Di antara 218 spesimen pewarnaan gram yang dianalisis, 60 (27.5%) adalah kokus gram positif dan 13 (5.9%) merupakan basilus gram negatif. Kultur bakteri yang menunjukkan hasil positif sebanyak 175 sampel (80.7%) dan tidak adanya pertumbuhan bakteri terlihat pada 42 kasus (19.4%) (tabel 2). Di antara isolat bakteri, Staphylococcus koagulase-negatif (40.9% pada kelompok A dan 48.2% pada kelompok B) terlihat paling sering pada kedua kelompok, diikuti oleh Staphylococcus aureus (19.1% pada kelompok A dan 21.3% pada kelompok B). Pseudomonas aeruginosa terisolasi sebesar 5.4%

Page 5: Penggunaan Moxifloxacin Sebagai Terapi Ulkus Kornea Bakterial

pada kelompok A dan 4.6% pada kelompok B. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam organisme yang terisolasi pada kedua kelompok (tabel 3).

Sensitivitas antibiotik dianalisis dengan metode Kirby-Bauer disk diffusion. Isolat bakteri dianggap resisten, intermediate, atau sensitif terhadap sebuah antibiotik didasarkan pada zona inhibisi (Hi Media Laboratories Pvt. Ltd., Bombay, India). Uji sensitivitas ini menunjukkan bahwa 100% sampel dengan spesies Staphylococcus, Streptococcus, dan Pseudomonas masih sensitif terhadap moxifloxacin. Seluruh isolat spesies Pseudomonas, Proteus mirabilis, dan Klebsiella sensitif terhadap tobramycin. Sedangkan sensitivitas terhadap cefazolin terlihat pada 90.6% isolat Staphylococcus koagulase-negatif, 76.6% isolat S aureus, dan 45.5% isolat P aeruginosa (tabel 4).

Hasil

Kesembuhan keratitis secara lengkap dan pemulihan ulkus dalam 3 bulan terjadi pada 178 (81.6%) sampel. Dari hasil tersebut, 90 sampel (81.8%) terdapat pada kelompok A dan 88 pasien (81.4%) pada kelompok B. Kondisi ulkus yang memburuk terlihat pada 18.2% kasus pada kelompok A dan 18.5% kasus pada kelompok B. Rerata waktu epitelialisasi hampir sama dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (p = 0.065). Tidak terdapat laporan kejadian serius yang berhubungan dengan terapi dalam penelitian. Perbedaan persentase kesembuhan telah

Page 6: Penggunaan Moxifloxacin Sebagai Terapi Ulkus Kornea Bakterial

dihitung dengan hasil 0.33 (95% CI, -10.04 hingga 10.7) dan perbedaan persentase yang disesuaikan (disesuaikan dengan status sosioekonomi, gambaran patologik prestudi, dan adanya faktor sistemik) sebesar 1.58 (95% CI, -9.66 hingga 12.83). Angka tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan secara statistik (tabel 5 dan Gambar 1).

Rerata logaritma dari perbaikan ketajaman penglihatan pada kelompok A dan kelompok B adalah masing-masing 1.59±0.44 dan 1.55±0.46 (p = 0.50). Pada akhir bulan ke-3, perbandingan rerata logaritma dari perbaikan ketajaman penglihatan pada kedua kelompok adalah 1.3±0.51 pada kelompok A dan 1.34±0.53 pada kelompok B (p = 0.88).

20 kasus pada masing-masing kelompok mengalami perburukan kondisi (p = 0.78). Tidak terdapat perbedaan dalam hal usia (p = 0.29) maupun status sosioekonomi (p = 0.52) pada masing-masing sampel kedua kelompok yang mengalami perburukan kondisi. Seluruh ulkus yang memburuk pada kelompok A dan 80% (16 dari 20) ulkus pada kelompok B menunjukkan peningkatan kedalaman hingga melebihin bagian tengah lapisan stroma, dan sebagian besar dari ulkus ini menunjukkan hasil kultur negatif (14/20 pada kelompok A dan 16/20 pada kelompok B). Namun, perubahan dalam panduan terapi dengan dilakukannya pengulangan pemeriksaan mikrobiologi, menghasilkan perbaikan kondisi pada kasus-kasus tersebut, sehingga keratoplasti terapeutik perlu dilakukan terhadap 2 kasus pada kelompok A dan 1 kasus pada kelompok B.

Diskusi

Terapi standar dalam pengobatan keratitis bakterial terdiri dari kombinasi antibiotik topikal maupun fluorokuinolon. Secara umum telah terdapat anjuran bahwa pada ulkus yang tidak parah dan tidak

Page 7: Penggunaan Moxifloxacin Sebagai Terapi Ulkus Kornea Bakterial

membahayakan aksis visual, fluorokuinolon lebih baik digunakan daripada terapi kombinasi, sedangkan pada kasus dengan ulkus bakterial yang parah dengan disertai gangguan aksis visual, terapi kombinasi antibiotik lebih dianjurkan. Terdapat beberapa faktor yang mendukung penggunaan monoterapi, yaitu kemudahan dalam pengadaan obat, kemudahan penggunaan dan penyimpanan, dan risiko toksisitas yang lebih rendah. Adanya fluorokuinolon generasi ke-4 terbaru dengan cakupan gram-positif yang ditingkatkan dan tetap mempertahakan keefektivitasnya pada organisme gram-negatif, telah menimbulkan minat baru penggunaan monoterapi fluorokuinolon generasi ke-4 dalam penanganan keratitis bakterial.

Substitusi dari gugus metoksi pada posisi 8 dari cincin kuinolon membantu dalam penghambatan simultan dari kedua girase DNA dan topoisomerase 4 pada bakteri gram positif. Hal ini tidak hanya meningkatkan efektivitas moksifloksasin dan gatifloxacin tetapi juga mengurangi risiko resistensi karena mutasi bersamaan di kedua enes cenderung terjadi dari mutasi tunggal yang diperlukan untuk mengembangkan resistensi terhadap fluorokuinolon generasi sebelumnya. Modifikasi struktural ini juga menurunkan kerentanan terhadap penghabisan obat oleh sel bakteri sehingga dapat mengurangi risiko perkembangan resistensi.

Salah satu poin pendukung penggunaan terapi antibiotik kombinasi adalah penangan yang lebih baik pada organisme gram-positif dan gram-negatif serta kemungkinan terjadinya resistensi antibiotik yang lebih kecil. Kelemahan antibiotik kombinasi adalah kebutuhan untuk menyiapkan regimen dalam kondisi steril di apotek. Terdapat kekhawatiran kelangsungan kondisi antibiotik selama penyimpanan dan seberapa lama durasi aman sebelum antibiotik perlu diganti. Obat tetes kombinasi juga memiliki risiko teoritis bahwa obat pertama akan tersapu apabila kedua obat diaplikasikan secara bersamaan. Penggunaan 2 obat sebagai kombinasi juga dapat meningkatkan risiko toksisitas okular dan dapat mencegah reepitelialisasi.

Monoterapi dengan ciprofloxacin dan ofloxacin telah banyak dikaji dan diketahui memiliki tingkat efektivitas yang setara. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gangopadhyay et al., monoterapi dengan tetes mata fluorokuinolon telah mempersingkat durasi terapi intensif dan lama rawat inap dibandingkan dengan terapi kombinasi (tobramycin dan cefazolin). Namun, komplikasi serius juga lebih banyak terjadi pada kelompok fluorokuinolon, seperti perforasi kornea, eviserasi, maupun enukleasi pada mata yang sakit. Kekurangan dari penelitian ini adalah retrospektif. Hanya terdapat 2 percobaan klinis prospektif, randomized controlled yang membandingkan efektivitas moxifloxacin dengan terapi kombinasi dalam penanganan keratitis bakterial.

Dalam sebuah studi prospektif yang membandingkan moxifloxacin (0.5%), gatifloxacin (0.3%), dan terapi kombinasi tobramycin (1.33%) dengan cefazolin (5%) pada 20 sampek dengan ulkus kornea pada masing-masing kelompok, hasil yang hampir sama terlihat. Bagaimana pun, ukuran sampel studi ini terlalu kecil dan kekuatan penelitian ini hanya 32%. Satu-satunya percobaan klinis randomized, controlled lainnya yang membandingkan moxifloxacin dengan terapi kombinasi dilakukan oleh Constantinou et al.. Studi tersebut membandingkan moxifloxacin (1%), ofloxacin (0.3%), dan kombinasi tobramycin (1.33%) dengan cefazolin (5%) dan menemukan kesamaan tingkat kesembuhan ulkus kornea pada ketiga kelompok intervensi.

Terdapat 3 perbedaan pada protokol penelitian sebelumnya dibandingkan dengan penelitian ini. Perbedaan pertama yaitu pada penelitian ini menggunakan moxifloxacin hidroklorid 0.5% yang tersedia secara komersil (Vigamox; Alcon), sedangkan pada studi yang dilakukan Constantinou et al.

Page 8: Penggunaan Moxifloxacin Sebagai Terapi Ulkus Kornea Bakterial

menggunakan 1% moxifloxacin racikan. Dalam studi Constantinou et al., terapi awal hanya diberikan selama 1 minggu dan antibiotik profilaksis tanpa pengawet seperti salep kloramfenikol digunakan kemudian, apabila diperlukan. Sedangkan pada penelitian ini, penggunaan moxifloxacin bebas pengawet memungkinkan penggunaannya hingga terjadi penyembuhan secara total. Perbedaan ketiga, pada penelitian ini tidak menggunakan kortikosteroid topikal, yang mana digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Constantinou et al.. Telah dibuktikan dalam banyak percobaan klinis bahwa kortikosteroid topikal tidak membantu meningkatkan angka kesembuhan dalam penanganan keratitis.

Argumen yang kontradiktif terhadap monoterapi fluorokuinolon adalah meskipun agen tersebut sangat efektif dan aman, resistensi mudah terjadi apabila tidak digunakan dengan hati-hati, dan beberapa kasus resistensi moxifloxacin dan gatifloxacin telah mulai muncul, khususnya pada keratitis infeksius yang terjadi setelah bedah refraktif. Selain itu, juga terdapat pasien yang berasal dari pedesaan yang seringkali tidak sekolah dan tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan tersier dan apotek. Populasi tersebut mungkin tidak dapat membeli obat kombinasi yang membutuhkan penyimpanan dalam suhu dingin agar dapat digunakan. Terapi kombinasi juga dapat meningkatkan biaya pengobatan. Kesulitan dalam menjelaskan pengaplikasian terapi kombinasi pada populasi yang kurang pendidikan sehingga terjadi kesalahan penggunaan juga dapat menjadi penyebab hilangnya manfaat terapi tersebut. Kepatuhan juga sulit dipertahankan pada pengobatan dengan regimen yang kompleks.

Simpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa monoterapi dengan moxifloxacin hidroklorid 0.5% yang tersedia secara komersil memiliki efektivitas yang setara dengan terapi kombinasi cefazolin dan tobramycin dalam penanganan kasus keratitis bakterial non perforasi. Terapi dengan moxifloxacin 0.5% dapat dilanjutkan hingga pengobatan selesai karena bebas pengawet sehingga secara signifikan tidak memiliki efek epiteliotoksik. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi penggunaan moxifloxacin 0.5% pada ulkus kornea dengan perforasi.