pengaruh sle terhadap janin

8
Pengaruh SLE terhadap Janin Terdapat peningkatan risiko dan komplikasi terhadap janin pada kehamilan dengan SLE. Frekuensi aborsi spontan dan lahir mati meningkat pada wanita dengan SLE, dengan angka kematian janin hampir 5 kali lebih besar daripada wanita normal. Kelahiran prematur terjadi pada sekitar 20 % kehamilan lupus dan terkait dengan penggunaan obat hipertensi, penggunaan kortikosteroid pada saat pembuahan, flare (kekambuhan) parah selama kehamilan. Restriksi pada pertumbuhan janin terjadi lebih sering pada kehamilan dengan komplikasi SLE (Dhar & Sokol, 2006). 1. Abortus Abortus mungkin merupakan hasil dari beberapa faktor, seperti aktivitas penyakit, hiperkoagulabilitas dan patologi plasenta. Gangguan ginjal dan hiperkoagulabilitas meningkatkan risiko abortus. Pertumbuhan janin terganggu ketika darah yang mengalir melalui plasenta dibatasi oleh patologi dari plasenta.

Upload: rurin-ayurinika-putri-soewito

Post on 08-Jul-2016

9 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

SLE, pengaruh SLE terhadap janin

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh SLE Terhadap Janin

Pengaruh SLE terhadap Janin

Terdapat peningkatan risiko dan komplikasi terhadap janin pada kehamilan dengan

SLE. Frekuensi aborsi spontan dan lahir mati meningkat pada wanita dengan SLE, dengan

angka kematian janin hampir 5 kali lebih besar daripada wanita normal. Kelahiran prematur

terjadi pada sekitar 20 % kehamilan lupus dan terkait dengan penggunaan obat hipertensi,

penggunaan kortikosteroid pada saat pembuahan, flare (kekambuhan) parah selama

kehamilan. Restriksi pada pertumbuhan janin terjadi lebih sering pada kehamilan dengan

komplikasi SLE (Dhar & Sokol, 2006).

1. Abortus

Abortus mungkin merupakan hasil dari beberapa faktor, seperti aktivitas

penyakit, hiperkoagulabilitas dan patologi plasenta. Gangguan ginjal dan

hiperkoagulabilitas meningkatkan risiko abortus. Pertumbuhan janin terganggu ketika

darah yang mengalir melalui plasenta dibatasi oleh patologi dari plasenta.

Hiperkoagulabilitas dapat mengakibatkan infark plasenta dan hipoksia janin.

Hiperkoagulabilitas ini bisa disebabkan oleh sticky platelet syndrome, defisiensi

protein S karena kehamilan, peningkatan faktor inflamasi yang berhubungan dengan

aktivitas penyakit SLE (misalnya, faktor VIII, aktifitas faktor von Willebrand, fakor

von Willebrand antigen dan fibrinogen), hiperhomosisteinemia karena kekurangan

folat, (terutama pada mereka yang memiliki polimorfisme gen untuk reduktase

methylenetetrahydrofolate) dan antifosfolipid antibodi (misalnya, lupus antikoagulan,

antibodid anticardiolipin dan positif palsu rapid plasma reagin test). Patologi plasenta

Page 2: Pengaruh SLE Terhadap Janin

pada kehamilan dengan komplikasi lupus adalah ditandai dengan iskemia / hipoksia,

desidua vasculopathy, thrombus pada desidua dan janin, villitis kronis, penurunan

berat plasenta dan infark plasenta bersama dengan deposit fibrin, IgG, IgM, IgA dan

C3 pada membrane trofoblas. Karena aliran darah janin / plasentapenting untuk

pertumbuhan janin dan kelangsungan hidup, sangat penting untuk mengatasi masalah

ini dalam merawat pasien hamil dengan SLE (Dhar & Sokol, 2006).

Berat plasenta pada wanita SLE setidaknya 1 SD kurang dari rata-rata yang

diharapkan untuk kehamilan pada lebih dari setengah plasenta kelompok wanita SLE.

Beberapa mekanisme telah diusulkan. Immunoglobulin deposisi komplemen pada

dinding pembuluh darah desidua menyebabkan vasokonstriksi dan trombosis.

Antibodi Antifosfolipid juga bisa menyebabkan kerusakan langsung ke fosfolipid

membrane plasenta, sebagai konsekuensi dari pertumbuhan plasenta dan sirkulasi ibu

dan janin yang terganggu. Villi plasenta lebih tipis dan lebih ramping. Displasia villus

plasenta disebabkan oleh vaskulopati plasenta. Granular IgG, IgA, IgM, dan C3,

sebagai kompleks imun, terutama DNA-anti-DNA-Ab deposit kompleks, dapat

ditemukan pada dinding pembuluh villus atau di membrane trofoblas secara

immunohistologi. Deposis fibrin intervillus berlebihan dan infark dicatat di hampir

semua kasus. Berat plasenta yang rendah secara langsung akan terkait dengan restriksi

pertumbuhan janin, tapi tidak signifikan bila dikaitkan dengan kematian janin. Dalam

beberapa kasus, sejauh mana kerusakan plasenta tampaknya tidak cukup untuk

menjelaskan derajat gawat janin (Lozza et al, 2010).

2. Sindroma Lupus Eritematosus Neonatal (LEN)

Sindroma Lupus Eritematosus Neonatal (LEN), merupakan komplikasi

kehamilan dengan SLE yang mengenai janin dimana sindroma tersebut terdiri dari,

blok jantung kongenital, lesi kutaneus sesaat, sitopenia, kelainan hepar dan berbagai

manifestasi sistemik lainnya pada neonatus yang lahir dari seorang ibu yang

menderita LES pada saat hamil.

Untuk menegakkan diagnosa LEN, The Research Registry for Neonatal Lupus

memberikan dua kriteria sebagai berikut :

1) Adanya antibodi 52 kD SSA/Ro, 60 kD SSA/Ro atau 48 kD SSB/La pada

serum ibu

2) Adanya blok jantung atau rash pada kulit neonatus.

173 Kelainan konduksi jantung/blok jantung kongenital ditemukan 1 diantara

20.000 kelahiran hidup (0,005%), tergantung dari adanya anti SSA/Ro atau anti

Page 3: Pengaruh SLE Terhadap Janin

SSB/La. Apabila antibodi tersebut ditemukan pada penderita LES maka risiko bayi

mengalami blok jantung kongenital berkisar antara 1,5% sampai 20% dibandingkan

bila antibodi tersebut tidak ada yaitu sekitar 0,6% dengan distribusi yang sama antara

bayi laki dan wanita. Patogenesis blok jantung kongenital neonatus pada penderita

LES dengan anti SSA/Ro dan Anti SSB/La positip belum jelas diketahui. Mekanisme

yang dipercaya saat ini adalah adanya transfer antibodi melalui plasenta yang terjadi

pada trimester ke dua yang menyebabkan trauma imunologik pada jantung dan sistem

konduksi jantung janin. Sekali terjadi tranfer antibodi ini maka kelainan yang terjadi

bersifat menetap dan akan manifes pada saat bayi lahir. Usaha untuk menghentikan

transfer antibodi ini ke janin seperti pemberian kortiokosteroid, gammaglobulin

intravenus atau plasmaparesis telah gagal mencegah kejadian blok jantung kongenital

neonatal. Oleh karena itu pemeriksaan antibodi ini sangat penting untuk seorang ibu

yang menderita LES dan ingin hamil. Sindrom LEN akan sembuh sekitar 6-8 bulan

setelah lahir ketika antibody ibu menghilang dari sirkulasi janin (Prawirohardjo,

2008).

3. Congenital Heart Block (CHB)

CHB jarang dan terjadi hanya pada 2% dari bayi yang lahir dari ibu dengan anti-Ro /

SSA dan anti-La / SSB antibodies. Risiko CHB meningkat pada bayi yang lahir dari

ibu dengan sebelumnya memiliki anak dengan CHB dan terjadi pada hampir 20% dari

kehamilan. CHB tidak dapat diubah dan memiliki angka mortalitas dan morbiditas

yang signifikan yaitu, > 60% membutuhkan alat pacu jantung permanen dan 10%

CHB berkembang menjadi kardiomiopati berat. CHB disebabkan oleh antibodi anti-

Ro / SSA dan anti-La / SSB maternal mengikat jaringan jantung dan menyebabkan

miokarditis sementara dan fibrosis subsekuen dari node atrioventrikular. Selama

perkembangan jaringan konduksi jantung, ada waktu ekspresi yang terbatas pada

antigen Ro / SSA dan La / SSB yang menjadi terikat oleh antibodi maternal dan

menginduksi radang pada jaringan (Dhar &Sokol, 2006).

4. Kelahiran Preterm

Kelahiran pada umur preterm merupakan komplikasi tersering pada wanita

SLE. Antibody antifosfolipid yang positif merupakan salah satu faktor risiko yang

berpengaruh terhadap partus pada umur preterm. Munculnya proteinuria, hipertensi

gestasional, dan penggunaan prednisolone diprediksi sebagai penyebab pada beberapa

studi. Untuk penyebab terkuat dari kelahiran preterm adalah tingginya aktifitas

penyakit atau terkait dengan falre dari SLE sendiri. Penyebab lain dari kelahiran

Page 4: Pengaruh SLE Terhadap Janin

preterm adalah pre eklampsi, HELLP syndrome, oligohidramnion, dan fetal distress

(Adu et al, 2012).

5. Sindrom Antifosfolipid

Menurut Perhimpunan Reumatologi Indonesia, Sindroma anti fosfolipid (APS)

atau yang dikenal sebagai sindroma Hughes merupakan suatu kondisi autoimun yang

patologik di mana terjadi akumulasi dari bekuan darah oleh antibodi antifosfolipid.

Penyakit ini merupakan suatu kelainan trombosis, abortus berulang atau keduanya

disertai peningkatan kadar antibody antifosfolipid yang menetap yaitu antibodi

antikardiolipin (ACA) atau lupus antikoagulan (LA).

Diagnosis APS ditegakkan berdasarkan konsensus internasional kriteria klasifikasi

sindroma anti fosfolipid (Sapporo) yang disepakati tahun 2006, apabila terdapat 1

gejala klinis dan 1 kelainan laboratorium sebagaimana tertera di bawah ini:

• Kriteria Klinis:

Trombosis vaskular:

- Penyakit tromboembolik vena (Trombosis vena dalam, emboli pulmonal)

- Penyakit tromboemboli arteri.

- Trombosis pembuluh darah kecil

Gangguan pada kehamilan:

- > 1 kematian fetus normal yang tak dapat dijelaskan pada usia ≥ 10 minggu

kehamilan atau

- > 1 kelahiran prematur neonatus normal pada usia kehamilan ≤ 34 minggu atau

- > 3 abortus spontan berturut-turut yang tak dapat dijelaskan pada usia

kehamilan < 10 minggu

• Kriteria Laboratorium:

- Positif lupus antikoagulan

- Meningkatnya titer IgG atau IgM antibodi antikardiolipin (sedang atau tinggi).

- Meningkatnya titer IgG atau IgM antibodi anti-beta2 glikoprotein (anti β2 GP) I

(sedang atau tinggi). Perbedaan waktu antara pemeriksaan yang satu dengan yang

berikutnya adalah 12 minggu untuk melihat persistensinya.

Page 5: Pengaruh SLE Terhadap Janin

Guilherme Ramires de Jesus, Claudia Mendoza-Pinto, Nilson Ramires de Jesus, et al.,

“Understanding and Managing Pregnancy in Patients with Lupus,” Autoimmune Diseases, vol. 2015, Article ID 943490, 18 pages, 2015. doi:10.1155/2015/943490

Pawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Lozza I, Cianci S, Natale AD, Garofalo G, Giacobbe AM, Giorgio E, Oronzo MAD. 2010. Update on systemic lupus erythematosus pregnancy. Journal of Prenatal Medicine; 4(4): 67-73.

Dhar JP, Sokol RJ. Lupus and pregnancy: complexe yet manageable. Clinical Medicine and research 2006; 4(4): 310-21.

1. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia untuk Diagnosis Dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. 2011. p:20-21

Adu D, Emery P, Madaio M. 2012. Rheumatology and the Kidney – Oxford Clinical

Nephrology Series. OUP Oxford.