pengantar dasar matematika2

50
KATA PENGANTAR hand-out ini digunakan sebagai bahan untuk mempersiapkan diri belajar mate- matika, khsususnya yang terkait dengan pemahaman tentang logika dan peng- gunaannya dalam pembuktian matematika. Selain itu juga akan disajikan pembuktian dengan induksi matematika.Bahan ini disarikan dari buku Bridge To Abstract Mathematics: Mathematical Proof and Structures, 2nd Ed, Mc Graw Hill, New York karangan Ronald P. Morash. Saran-saran untuk perbaikan hand-out ini sangat diharapkan. Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat. Malang, Agustus 2010 Penulis i

Upload: gerrard-making

Post on 28-Jul-2015

188 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengantar dasar matematika2

KATA PENGANTAR

hand-out ini digunakan sebagai bahan untuk mempersiapkan diri belajar mate-

matika, khsususnya yang terkait dengan pemahaman tentang logika dan peng-

gunaannya dalam pembuktian matematika. Selain itu juga akan disajikan

pembuktian dengan induksi matematika.Bahan ini disarikan dari buku Bridge

To Abstract Mathematics: Mathematical Proof and Structures, 2nd Ed, Mc

Graw Hill, New York karangan Ronald P. Morash.

Saran-saran untuk perbaikan hand-out ini sangat diharapkan. Akhirnya,

semoga tulisan ini bermanfaat.

Malang, Agustus 2010

Penulis

i

Page 2: Pengantar dasar matematika2

DARI LOGIKA KE PEMBUKTIAN

MATEMATIKA

Terdapat banyak aplikasi dari logika pada matematika yang memerlukan alat

yang melebihi hanya kalkulus proposisi. Tentu banyak definisi-definisi yang

kita formulasikan dan teorema-teorema yang kita buktikan dalam matematika

mempunyai struktur logika yang tidak dapat didiskripsikan hanya menggu-

nakan terminilogi dan simbol-simbol yang dipelajari pada Bab 2.

Banyak definisi dan teorema dalam matematika berkenaan dengan kata-

kata ”setiap (semua)” dan ”ada (beberapa)”, disebut kuantor, selain kata-kata

yang sudah dibahas sebelumnya yaitu ”dan”, ”atau”, ”jika...maka...”, dan ”jika

dan hanya jika” (kalkulus proposisi). Aturan-aturan yang mendiskripsikan

perilaku proposisi (predikat) dan kuantor disebut dengan kalkulus predikat.

.1 LOGIKA, BAGIAN II: PENGANTAR KALKULUS

PREDIKAT

Kalimat seperti

(a) ”Dia adalah seorang dokter”

(b) ”x2 − 3x− 40 = 0”

(c) ”A ∩ (B ∪ C) = (A ∩B) ∪ (A ∩B)”

dikenal sebagai fungsi proposisi, atau predikat (juga dikenal sebagai kalimat

terbuka). Mereka menjadi bagian dari kalkulus predikat.

Definisi 1 Suatu fungsi proposisi, atau predikat, adalah suatu kalimat deklaratif

yang memuat satu variabel atau lebih.

Suatu variabel merupakan suatu simbol yang boleh diganti dengan suatu bi-

langan, suatu himpunan, atau suatu kuantitas matematika yang lain. Suatu

predikat bukanlah suatu pernyataan, karena ia tidak salah satu bernilai benar

atau bernilai salah. Tetapi predikat sangat terkait dengan pernyataan. Notasi

1

Page 3: Pengantar dasar matematika2

untuk predikat, misalnya p(x), q(x, y) dan lainnya, dengan x dan y sebagai

variabel. Terdapat dua prosedur baku untuk mengubah suatu predikat (fungsi

proposisi) menjadi suatu pernyataan, yaitu substitusi dan kuantor.

Substitusi

Kalimat p(x) : x > 4 merupakan contoh dari predikat dengan satu variabel.

Jika 5 disubstitusikan pada x, maka predikat itu menjadi suatu pernyataan

yang bernilai benar, sebab p(5) : 5 > 4 bernilai benar. Jika 2 disubstitusikan

pada x, maka kita peroleh p(2) : 2 > 4 suatu pernyataan yang bernilai salah.

Fungsi proposisi q(x, y) : tan x = tan y, merupakan contoh predikat dengan

dua variabel x dan y. Predikat itu menjadi pernyataan bernilai benar jika kita

substitusikan π/4 untuk x dan 9π/4 untuk y.

Tidak semua substitusi yang dilakukan pada predikat akan menghasilkan

suatu pernyataan, misalnya jika kita substitusikan π/4 untuk x tetapi tidak

untuk y, maka hasilnya adalah kalimat q(π/4, y) : tan π/4 = tan y yang masih

merupakan suatu predikat. Jadi jika kita menginginkan mengubah suatu

predikat menjadi pernyataan dengan substitusi, maka kita harus melakukan

substitusi pada semua variabel.

Masalah lain yang terjadi, misalnya kita mensubstitusi 2+3i untuk x pada

p(x) : x > 4, maka kita akan memperoleh kalimat yang tidak punya arti 2 +

3i > 4, sebab bilangan kompleks tidak mengenal urutan. Masalah yang sama

juga terjadi jika kita mensubstitusikan dengan dengan bukan bilangan untuk

x, misalnya ”Makbul”. Jadi pesan dari dua contoh tadi adalah himpunan

semesta untuk U untuk masing-masing fungsi proposisi (predikat) haruslah

sesuai. Untuk predikat p(x), R adalh himpunan semestanya, sedangkan untuk

q(x, y) himpunan semestanya adalah R × R. Himpunan semesta U sering

disebut sebagai semesta pembicaraan.

Definisi 2 Untuk setiap fungsi proposisi p(x) yang berkenaan dengan semesta

2

Page 4: Pengantar dasar matematika2

pembicaraan U , himpunan bagian P dari U yang didefinisikan sebagai P =

{x ∈ U | p(x) merupakan pernyataan bernilai benar}, disingkat {x| p(x)} dise-

but dengan himpunan nilai kebenaran dari p(x).

Contoh 1 berikut mengilustrasikan tentang konsep himpunan nilai kebenaran.

Contoh 1 Tabel berikut mendiskripsikan himpunan nilai kebenaran dari bebe-

rapa fungsi proposisi dengan himpunan semestanya.

Fungsi Proposisi Himpunan Semesta Himpunan Nilai Kebenaran

p(x) : x > 4 U = R interval (4,∞)

q(x) : x2 < 0 U = R himpunan kosong ∅r(x, y) : x2 = y2 U = R× R titik-titik pada garis y = ±x

di bidang xy

s(x, y, z) : x2 + y2 + z2 = 1 U = R× R× R titik-titik pada kulit bola

dengan jari-jari 1 dan

pusat (0, 0, 0) di bidang xyz

Kita sepakati untuk menggunakan huruf kapital dari fungsi proposisinya

untuk menotasikan himpunan nilai kebenaran, misalnya himpunan kebenaran

P , Q, R, masing-masing untuk fungsi proposisi p(x), q(x, y), dan r(x, y, z). De-

ngan menggunakan ide dari himpunan kebenaran, kita memperluas beberapa

konsep kalkulus proposisi menjadi kalkulus predikat, misalnya seperti Definisi

1 berikut.

Definisi 3 Kita katakan dua fungsi proposisi p(x) dan q(x) dengan himpunan

semesta U adalah ekivalen atas U jika dan hanya jika mereka mempunyai

himpunan kebenaran yang sama.

Sebagi contoh, p(x) : x2 − 2x + 1 = 0 dan q(x) : x = 1 adalah ekivalen atas

U = R, karena keduanya mempunyai himpunan kebenaran {1}. Contoh yang

lain dua predikat dengan dua variabel ”sin(x+y) = sin x cos y+cos x sin y” dan

”x2 + y2 ≥ 0” adalah ekivalen atas R × R (kenapa?). Dua predikat mungkin

3

Page 5: Pengantar dasar matematika2

ekivalen atas satu himpunan semesta tetapi tidak ekivalen untuk himpunan

semesta yang lain. Sebagai contoh, r(x, y) : x2 = y2 dan t(x, y) : x = y adalah

ekivalen atas R+ × R+, tetapi tidak ekivalen atas R × R. R+ menyatakan

himpunan bilangan real positif.

Fungsi-Fungsi Proposisi dan Hubungannya

Kita dapat menggunakan konsep himpunan nilai kebenaran untuk memperluas

lima kata hubung logika yang didefinisikan pada Bab 2 dari pernyataan men-

jadi fungsi pernyataan (proposisi). Salah satu contoh, diberikan pernyataan

p(x) dan q(x) atas himpunan semesta U , apakah artinya kalimat yang dinya-

takan sebagai p(x) ∨ q(x)? Sudah kita kenal sebelumnya, kata hubung yang

digunakan adalah ”atau”, sehingga kalimat tersebut dibaca p(x) atau q(x).

Kalimat ini merupakan predikat majemuk dengan satu variabel. Himpunan

nilai kebenaran dari kalimat ini adalah semua objek a sedemikian kalimat ma-

jemuk p(a) ∨ q(a) bernilai benar. Berdasarkan Definisi ?? (c) seksi 2.1, suatu

objek a yang menjadi anggota himpunan kebenaran dari p(x) ∨ q(x) jika dan

hanya jika pernyataan p(a) benar atau pernyataan q(a) benar (mungkin juga

keduanya benar). Dengan cara yang sama dapat diterapkan pada predikat

majemuk yang lain seperti p(x) ∧ q(x) dan ∼ p(x). Suatu objek a menjadi

anggota himpunan kebenaran dari p(x) ∧ q(x) jika dan hanya jika p(a) dan

q(a) keduanya bernilai benar, dan suatu objek a menjadi anggota himpunan

kebenaran ∼ p(x) jika dan hanya jika p(a) bernilai salah.

Contoh 2 Misalkan U = {1, 2, 3, ..., 9, 10}. Didefinisikan predikat p(x),

q(x), dan r(x) atas U dengan

p(x) : x adalah bilangan ganjil

q(x) : 3 ≤ x < 8

r(x) : x adalah kuadrat dari bilangan bilat.

Gunakan kriteria yang disebutkan di atas untuk menentukan himpunan kebe-

4

Page 6: Pengantar dasar matematika2

naran dari predikat majemuk ∼ p(x), p(x) ∨ q(x), dan q(x) ∧ r(x).

Penyelesaian.

Suatu elemen a di U merupakan anggota himpunan nilai kebenaran dari∼ p(x)

jika dan hanya jika p(a) bernilai salah, yaitu a bukan bilangan ganjil. Jadi

himpunan nilai kebenaran dari ∼ p(x) adalah {2, 4, 6, 8, 10}.Suatu bilangan a di U merupakan anggota himpunan nilai kebenaran dari

p(x) ∨ q(x) jika dan hanya jika p(a) benar atau q(a) benar, yaitu a ganjil

atau 3 ≤ a < 8. Jadi himpunan nilai kebenaran dari p(x) ∨ q(x) adalah

{1, 3, 4, 5, 6, 7, 9}.Terakhir bilangan a di U merupakan anggota himpunan nilai kebenaran

dari q(x)∧ r(x) jika dan hanya jika q(a) benar dan r(a) benar. Jadi himpunan

nilai kebenaran dari q(x) ∧ r(x) adalah {4}. 2

Dari hasil Contoh 2 menyarankan suatu hubungan penting antara him-

punan nilai kebenaran dari predikat majemuk dengan himpunan nilai kebe-

naran masing-masing komponennya. Dalam contoh ini kita telah mempunyai

P{1, 3, 5, 7, 9}, Q = {3, 4, 5, 6, 7}, dan R = {1, 4, 9}. Sedangkan

himpunan nilai kebenaran dari ∼ p(x) sama dengan {2, 4, 6, 8, 10} = P ′,

himpunan nilai kebenaran dari p(x)∨q(x) sama dengan {1, 3, 4, 5, 6, 7, 9} =

P∪Q, dan himpunan nilai kebenaran dari q(x)∧r(x) sama dengan {4} = Q∩R.

Hasil-hasil di atas mengisyaratkan suatu hubungan antara aljabar logika

dan aljabar himpunan, seperti diberikan pada Definisi 4 berikut.

Definisi 4 Misalkan p(x), q(x) adalah fungsi-fungsi proposisi atas himpunan

semesta U dengan himpunan nilai kebenaran masing-masing adalah P dan Q.

Kita definisikan:

(a) ∼ p(x) (tidak p(x)) merupakan fungsi proposisi yang mempunyai himpunan

nilai kebenaran P ′.

(b) p(x) ∨ q(x) (p(x) atau q(x)) merupakan fungsi proposisi yang mempunyai

himpunan nilai kebenaran P ∪Q.

5

Page 7: Pengantar dasar matematika2

(c) p(x) ∧ q(x) (p(x) dan q(x)) merupakan fungsi proposisi yang mempunyai

himpunan nilai kebenaran P ∩Q.

Dengan alasan yang serupa, kita dapat mendefinisikan himpunan nilai

kebenaran dari p(x) → q(x) dan p(x) ↔ q(x) berdasarkan himpunan nilai

kebenaran komponen-komponennya sebagai berikut.

Definisi 5 Misalkan p(x) dan q(x) seperti pada Definisi 4. Kita definisikan

prdikat majemuk:

(a) p(x) → q(x)(jika p(x) maka q(x)) dengan himpunan nilai kebenaran P ′∪Q.

(b) p(x) ↔ q(x) (p(x) jika dan hanya jika q(x)) dengan himpunan nilai kebe-

naran (P ′ ∪Q) ∩ (P ∪Q′).

Kuantor

Terdapat dua kuantor dari suatu kalkulus predikat, yaitu kuantor universal,

dinotasikan dengan ∀ (dibaca ”untuk setiap” atau ”untuk semua”, dan kuantor

eksistensial, dinotasikan dengan ∃ (dibaca ”ada/terdapat” atau ”beberapa”).

Definisi formal untuk kedua kuantor untuk fungsi proposisi dengan satu vari-

abel diberikan sebagai berikut.

Definisi 6 Jika p(x) adalah fungsi proposisi dengan satau variabel atas him-

punan semesta U , maka:

(a) Kalimat untuk semua x, p(x), dinotasikan dengan (∀x)(p(x)), adalah suatu

pernyataan yang bernilai benar jika dan hanya jika himpunan nilai kebenaran

P dari p(x) sama dengan U .

(b) Kalimat untuk terdapat x sedemikian sehingga p(x), dinotasikan dengan

(∃x)(p(x)), adalah suatu pernyataan yang bernilai benar jika dan hanya jika

himpunan nilai kebenaran P dari p(x) bukan himpunan kosong.

Dari Definisi 6 memberikan beberapa catatan penting. Pertama, kali-

mat (∀x)(p(x)) dan (∃x)(p(x)) merupakan pernyataan-pernyataan, bukan lagi

6

Page 8: Pengantar dasar matematika2

fungsi proposisi walaupun memuat variabel. Kedua, pernyataan (∀x)(p(x))

bernilai benar apabila pernyataan p(a) bernilai benar untuk setiap substitusi

yang mungkin pada a dari semua unsur di U , dengan kata lain, jika untuk

sebarang substitusi a dari U pada x predikat p(x) menjadi pernyataan p(a)

yang tautologi, maka dalam hal pernyataan (∀x)(p(x)) bernilai benar. Sedang-

kan pernyataan (∃x)(p(x)) bernilai benar apabila p(a) bernilai benar untuk

paling sedikit substitusi satu anggota a di U . Terakhir, definisi-definisi yang

menyangkut situasi di mana variabelnya dibatasi pada suatu himpunan bagian

dari himpunan semesta U dinyatakan tersendiri.

Berikut diberikan contoh yang berkenaan dengan predikat berkuantor.

Contoh 3 Misalkan U = R. Maka:

(a) (∃x)(x2 = 4) bernilai benar tetapi (∀x)(x2 = 4) bernilai salah. Ini dikare-

nakan himpunan nilai kebenaran dari p(x) : x2 = 4 adalah P = {−2, 2}, yaitu

P tidak kosong, tetapi tidak sama dengan U .

(b) (∀x)(x2 ≥ 0) bernilai benar sebagaimana juga (∃x)(x2 ≥ 0). (kenapa?)

(c) (∀x)(x2 = −5) dan (∃x)(x2 = −5) keduanya bernilai salah, sebab him-

punan nilai kebenaran dari predikat ”x2 = −5” adalah ∅.(d) Mungkinkan dipikirkan terdapat suatu predikat p(x) dengan U = R yang

memenuhi (∀x)(p(x)) bernilai benar tetapi (∃x)(p(x)) bernilai salah?. Jika

tidak, teorema apa yang mungkin disarankan untuk kalkulus predikat?. Mungkinkah

dipikirkan suatu contoh yang melibatkan pemilihan U tertentu, sehingga (∀x)(p(x))

bernilai benar tetapi (∃x)(p(x)) bernilai salah?.2

Suatu gambaran utama dari Contoh 3 adalah membandingkan antara pernya-

taan (∀x)(p(x)) dan (∃x)(p(x)) untuk berbagai macam p(x). Teorema tentang

kalkulus proposisi yang disinggung pada Contoh 3 (d) merupakan suatu hu-

bungan tertentu yang akan dijelaskan secara mendalam pada Seksi 3.2 dan

3.3. Selanjutnya juga akan dikaji hubungan bi-implikasi dan implikasi antar

pernyataan-pernyataan yang memuat kuantor.

7

Page 9: Pengantar dasar matematika2

Translasi Bahasa Indonesia untuk Pernyataan-Pernyataan

yang Memuat Kuantor

Terdapat banyak cara menyatakan suatu simbol predikat berkuantor ke dalam

ekpresi bahasa Indonesia. Jika U = R, simbol (∀x)(x2 = 4) biasanya di-

nyatakan dalam bahasa Indonesia sebagai: ”untuk setiap x, x kuadrat sama

dengan empat, ”untuk semua bilangan real x, x2 = 4”, atau ”setiap (masing-

masing) bilangan real mempunyai 4 sebagai kuadratnya”. Sedangkan untuk

(∃x)(x2 = 4) dinyatakan sebagai: ”ada(terdapat) bilangan real x sedemikian

sehingga x2 = 4”, ”ada(terdapat) bilangan real x untuk mana x2 = 4”,

”ada(terdapat) bilangan real x yang kuadratnya adalah 4”, ”beberapa bi-

langan real mempunyai kuadrat sama dengan 4”, atau ”bebarapa bilangan real

mempunyai 4 sebagai kuadratnya”. Himpunan nilai kebenaran dari (∃x)(p(x))

dapat memuat satu anggota atau lebih.

Penyajian predikat-predikat dalam bahasa Indonesia menjadi lebih rumit

apabila kita harus bekerja dengan predikat majemuk. Kita mulai mengekplo-

rasi hal ini melalui contoh-contoh berikut. Misalkan U = Z, dan fungsi-fungsi

proposisi p, q, r, dan s atas Z didefinisikan sebagai berikut.

(a) p(n) : n bilangan genap, P = {..., −4, −2, 0, 2, 4, ...}(b) q(n) : n bilangan ganjil, Q = {..., −5, −3, −1, 1, 3, 5, ...}(c) r(n) : n bilangan yang dapat dibagi oleh 4, R = {..., −8, −4, 0, 4, 8, ...}(d) s(n) : n bilangan yang dapat dibagi oleh 3, R = {..., −6, −3, 0, 3, 6, ...}.

Contoh 4 Diskusikan beberapa predikat berkuantor yang dibangun oleh p(n) :

n bilangan genap yang memuat penghubung ”tidak”.

Penyelesaian.

(∀n)(∼ p(n)) adalah pernyataan ”setiap bilangan bulat tidak genap” bernilai

salah, sebab P ′ 6= U , tetapi ∼ [(∀n)(p(n))] adalah pernyataan ”tidak benar

bahwa semua bilangan bulat adalah genap” bernilai benar, karena (∀n)(p(n))

8

Page 10: Pengantar dasar matematika2

bernilai salah. Simbol (∃n)(∼ p(n)) menyatakan ”beberapa bilangan bu-

lat tidak genap” bernilai benar, sebab P ′ 6= ∅. Apa translasi dari simbol

∼ [(∃n)(p(n))]?. Apa nilai kebenarannya? apakah kita dapat melihat hu-

bungan keempat pernyataan tersebut?.2

Contoh 5 Diskusikan beberapa predikat berkuantor yang dibangun dari predikat

p(n), q(n), r(n), s(n), penghubung ”dan”, dan kuantor eksistensial.

Penyelesaian.

(∃n)(r(n) ∧ s(n)) adalah pernyataan bahwa beberapa bilangan bulat dapat

dibagi 4 dan 3 bernilai benar, sebab R∩S = {..., −24, −12, 0, 12, 24, ...} 6= ∅.Pernyataan (∃n)(r(n)) ∧ (∃n)(s(n)), beberapa bilangan bulat dapat dibagi 4

dan beberapa bilangan bulat dapat dibagi 3 juga bernilai benar.

Selain itu, (∃n)(p(n)∧q(n)) (”beberapa bilangan bulat keduanya genap dan

ganjil” atau ”beberapa bilangan genap juga ganjil”) merupakan pernyataan

yang salah, sebab P ∩ Q = ∅. Tetapi pernyataan (∃n)(p(n)) ∧ (∃n)(q(n))

(”beberapa bilangan bulat adalah genap dan beberapa bilangan bulat adalah

ganjil”) bernilai benar, sebab (∃n)(r(n)) bernilai benar (P 6= ∅) dan (∃n)(s(n))

bernilai benar (Q 6= ∅).2

Contoh 6 Diskusikan kemungkinan-kemungkinan untuk representasi simbol

yang sesuai dengan menggunakan kuantor dan kata perhubung berbentuk ”un-

tuk setiap ... adalah suatu...”

Penyelesaian.

Sebagaimana Contoh 5, kita simbolkan ”beberapa bilangan bulat dapat dibagi

4 adalah genap” dengan (∃n)(r(n) ∧ p(n)). Bagaimanakah kita menyim-

bolkan secara intuisi pernyataan yang benar ”setiap bilangan yang habis dibagi

4 adalah genap?” Kita boleh memisalkan (∀n)(r(n) ∧ p(n)), tetapi ini di-

translasikan menjadi ”setiap bilangan bulat yang habis dibagi 4 dan genap

” dan jelas bernilai salah. Yang ingin kita nyatakan adalah bahwa suatu

9

Page 11: Pengantar dasar matematika2

bilangan bulat adalah genap jika bilangan itu habis dibagi 4. Sehingga ini

menyarankan suatu kondisional → dan kita coba (∀n)(r(n) → p(n)). Simbol

ini ditranslasikan menjadi ”untuk setiap bilangan bulat n, jika n adalah habis

dibagi 4, maka n bilangan genap” yang nampak mempunyai arti sama dengan

”setiap bilangan bulat yang habis dibagi 4 adalah genap”. 2

Latihan

1. Untuk setiap predikat majemuk berikut, nyatakan himpunan nilai kebe-

narannya dalam himpunan nilai kebenaran P , Q, R dari predikat p(x),

q(x), dan r(x):

(a) (p(x)∧ ∼ q(x)) (b) r(x) → r(x)

(c) ∼ q(x)∨ ∼ r(x)) (d) q(x)∨ ∼ q(x)

(e) p(x) ↔∼ q(x) (f) ∼ q(x) →∼ p(x)

(g) (p(x) → [p(x) ∨ q(x)] (h) p(x) → [q(x) → p(x)]

2. Empat dari delapan predikat majemuk pada latihan 1 mempunyai sifat

bahwa pernyataan yang dihasilkan apabila kita substitusikan suatu un-

sur a untuk variabel x adalah suatu tautologi.

(a) Tentukan keempat predikat majemuk itu.

(b) Apakah nilai kebenaran dari masing-masing keempat predikat maje-

muk tersebut?

3. Misalkan U = {1, 2, 3, ..., 9, 10} dan fungsi-fungsi proposisi p(x),

q(x), r(x), dan s(x) yang didefinisikan pad U adalah p(x) : x ≤ 3, q(x) :

x ≤ 7, r(x) : x > 3, dan s(x) : x adalah kuadrat dari bilangan bulat.

Tulislah himpunan nilai kebenaran dari masing-masing keempat predikat

itu dengan metode mendaftar. Kemudian gunakan hasil itu bersama-

sama Definisi 4 dan 5 untuk menetukan himpunan nilai kebenaran dari

fungsi proposisi berikut.

10

Page 12: Pengantar dasar matematika2

(a) ∼ s(x) (b) p(x) ∨ q(x) (c) p(x) ∧ q(x)

(d) p(x) ∨ r(x) (e) p(x) ∧ q(x) (f) ∼ p(x)∧ ∼ q(x)

(g) ∼ p(x)∨ ∼ q(x) (h) p(x)∨ ∼ s(x) (i) p(x) → q(x)

(j) p(x)∧ ∼ q(x) (k) q(x) ∧ p(x) (l) q(x)∧ ∼ p(x)

(m) ∼ q(x) →∼ p(x) (n) ∼ q(x) ↔∼ r(x) (o) p(x) ↔ s(x)

(p) (r(x) → q(x)) ∨ (q(x) → r(x))

.2 SIFAT-SIFAT DARI PREDIKAT BERKUANTOR

DALAM SATU VARIABEL

Sekarang kita telah mengekplorasi pembahasan teorema kalkulus predikat.

Apa yang harus kita perkirakan untuk mengatakan tentang sifat umum dari

predikat berkuantor. Dengan kata lain, apa jenis-jenis hubungan antara sep-

asang predikat majemuk berkuantor yang dapat kita cari. Suatu petunjuk

untuk hal ini mungkin diperoleh dengan melihat kembali teorema-teorema

dasar dari kalkulus proposisi, yaitu tautologi yang dibahas pada Bab 2. Ke-

banyakan dari teorema itu dibagi dalam dua kategori, yaitu salah satu dari

ekivalensi atau implikasi. Teorema dari tipe ekivalensi memuat informasi ten-

tang bentuk-bentuk pernyataan majemuk perlu mempunyai nilai kebenaran

yang sama, yaitu salah satu keduanya benar atau keduanya salah atas semua

kondisi nilai kebenaran yang mungkin untuk komponen-komponennya. Tipe

yang kedua, implikasi, memuat ide bahwa satu bentuk pernyataan majemuk

mengakibatkan, atau lebih kuat dari, bentuk pernyataan majemuk yang lain-

nya.

Berikut akan diberikan teorema-teorema pokok yang memberikan hubungan

umum antara sepasang predikat majemuk berkuantor yang memuat dua kate-

gori di atas.

11

Page 13: Pengantar dasar matematika2

Ekivalensi Proposisi yang Memuat Kuantor

Perhatikan contoh berikut.

Contoh 7 Deskripsikan dalam bentuk himpunan nilai kebenaran kondisi-kondisi

atas yang mana, masing-masing predikat (∀x)(∼ p(x)) dan ∼ [(∃x)(p(x))]

bernilai benar.

Penyelesaian.

Dengan Definisi 4 (a), himpunan nilai kebenaran dari ∼ p(x) adalah P ′. Oleh

karena itu, pernyataan berkuantor (∀x)(∼ p(x)) bernilai benar jika dan hanya

jika P ′ = U , dengan Definisi 6 (a).

Kita tahu dengan Definisi ?? (a), pernyataan berkuantor ∼ [(∃x)(p(x))]

bernilai benar jika (∃x)(p(x)) bernilai salah. Hal ini terjadi jika dan hanya

jika ini bernilai salah bahwa P 6= ∅ (Definisi 4 (b)), yaitu jika dan hanya jika

pernyataan P = ∅.2Contoh 7 mengatakan bahwa suatu pernyataan berbentuk ”untuk setiap

x, tidak p(x)” adalah tepat bernilai benar apabila P ′ = U , disamping pernya-

taan yang berkorenpondensi ”Ini tidak terjadi bahwa terdapat x yang mana

p(x)” adalah tepat bernilai benar apabila P = ∅. Oleh karena itu, masuk akal

bahwa pernyataan ”untuk sebarang P , P ′ = U jika dan hanya jika P = ∅”.,

kemudian disimpulkan bahwa (∀x)(∼ p(x)) dan ∼ [(∃x)(p(x))] secara logika

adalah ekivalen. Untuk sebarang fungsi proposisi p(x),

(∀x)(∼ p(x)) bernilai benar ↔ P ′ = U

↔ P = ∅↔ ∼ [(∃x)(p(x))].

Kesimpulan ini merupakan salah satu dari teorema-teorema berikut.

12

Page 14: Pengantar dasar matematika2

Teorema 1 Misalkan p(x) dan q(x) adalah predikat atas himpunan semesta

U dengan himpunan nilai kebenaran masing-masing P dan Q. Maka

Pernyataan predikat berkuantor Korespondensi himpunan nilai kebenaran

(a) ∼ [(∀x)(p(x))] ↔ (∃x)(∼ p(x)) (a’) P = U bernilai salah ↔ P ′ 6= ∅(b) ∼ [(∃x)(p(x))] ↔ (∀x)(∼ p(x)) (b’) P 6= ∅ bernilai salah ↔ P ′ = U

(c) (∀x)(p(x) ∧ q(x)) ↔ ((∀x)(p(x)) ∧ (∀x)(q(x)) (c’) P ∩Q = U ↔ P = U dan Q = U

(d) (∃x)(p(x) ∨ q(x)) ↔ ((∃x)(p(x)) ∨ (∃x)(q(x)) (d’) P ∪Q 6= ∅ ↔ P 6= ∅ dan Q 6= ∅

Contoh berikut merupakan aplikasi dari satu prinsip pada Teorema 1 pada

masalah matematika dasar.

Contoh 8 Deskripsikan dengan tepat apa yang harus dikerjakan dalam rangka

menunjukkan pernyataan ”untuk setiap bilangan real x, (x + 4)2 = x2 + 16”

bernilai salah.

Penyelesaian.

Notasikan predikat p(x) : (x + 4)2 = x2 + 16. Kita mau menunjukkan ben-

tuk (∀x)(p(x)) bernilai salah. Untuk itu kita akan menunjukkan bahwa ∼[(∀x)(p(x))] bernilai benar. Dengan Teorema 1 (a), ini sama dengan menya-

takan (∃x)(∼ p(x)) bernilai benar. Sehingga kita harus menunjukkan bahwa

terdapat suatu bilangan real x sedemikian sehingga (x + 4)2 6= x2 + 16. Ini

bisa dipilih, misalnya x = 1, sehingga diperoleh 1 + 4)2 = 25 6= 17 = 12 + 16.2

Implikasi antara Proposisi yang Memuat Kuantor

Sekarang kita akan menggunakan pendekatan seperti pada Contoh 7 untuk

pasangan predikat berkuantor seperti berikut.

Contoh 9 Deskripsikan dalam bentuk himpunan nilai kebenaran kondisi-kondisi

atas mana masing-masing predikat majemuk berkuantor (∀x)(h(x))∨(∀x)(k(x))

dan (∀x)(h(x) ∨ k(x)) bernilai benar.

13

Page 15: Pengantar dasar matematika2

Penyelesaian.

Dengan Definisi 4 (b), himpunan nilai kebenaran dari (h(x) ∨ k(x) adalah

H ∪ K. Oleh karena itu, pernyataan berkuantor (∀x)(h(x) ∨ k(x)) bernilai

benar jika dan hanya jika H ∪K = U , dengan Definisi 6 (a).

Di lain pihak, dengan Definisi ?? (b), pernyataan berkuantor (∀x)(h(x))∨(∀x)(k(x)) bernilai benar jika dan hanya jika salah satu (∀x)(h(x)) bernilai

benar, yaitu H = P atau (∀x)(k(x)) bernilai benar, yaitu K = U . Kita

simpulkan bahwa (∀x)(h(x)) ∨ (∀x)(k(x)) bernilai benar jika dan hanya jika

salah satu H = U atau K = U .2

Mari kita bandingkan dua kondisi yang digaris bawahi dalam Contoh 9 di

atas. Secara intuisi, jelas bahwa jika salah satu H = U atau K = U , maka

H ∪K = U . Bagaimana halnya dengan konversnya? Apakah ini syarat perlu

bahwa salah satu H = U atau K = U dalam rangka memperoleh H ∪K = U?

Contoh U = R, H = Q, dan K = Q′ menunjukkan bahwa jawaban pertanyaan

itu adalah tidak. Dalam kasus ini, implikasi antara kedua bentuk pernyataan

itu dengan teori himpunan adalah satu arah. Jadi kita boleh menyimpulkan

bahwa (∀x)(h(x)) ∨ (∀x)(k(x)) mengakibatkan (∀x)(h(x)), secara argumen

(∀x)(h(x)) ∨ (∀x)(k(x)) bernilai benar ↔ (H = U) ∨ (K = U)

↔ H ∪K = U

↔ (∀x)(h(x) ∨ k(x))bernilai benar

Sebagaimana Contoh 7, argumen ini berdasarkan teorema pada teori him-

punan yang belum dibuktikan. Sehingga masuk akal bahwa prinsip di atas

dapat diterima.

Pernyataan (∀x)(h(x)) ∨ (∀x)(k(x)) mengakibatkan (∀x)(h(x) ∨ k(x)) be-

rarti bahwa untuk sebarang predikat h(x) dan k(x) yang diberikan, kebenaran

bentuk pernyataan pertama mengakibatkan kebenaran bentuk pernyataan ke-

dua. Terdapat beberapa cara menyatakan bentuk implikasi tersebut. Misal-

14

Page 16: Pengantar dasar matematika2

nya, bentuk kedua tidak dapat bernilai salah apabila bentuk pertama bernilai

benar, atau bentuk kedua tidak dapat bernilai salah jika tidak bentuk per-

tama bernilai salah (lihat kembali Translasi Bahasa Indonesia dari pernyataan

kondisional dan Bi-Kondisi, Seksi 2.3). Kita juga dapat mengatakan bahwa

bentuk pertama lebih kuat dari bentuk kedua. pernyataan ini disimbolkan

sebagai

(∀x)(h(x)) ∨ (∀x)(k(x)) → (∀x)(h(x) ∨ k(x)).

Teorema ini dan beberapa teorema yang lain yang memuat implikasi antara

sepasang predikat berkuantor satu variabel diberikan pada teorema berikut.

Teorema 2 Misalkan p(x) dan q(x) adalah predikat atas himpunan semesta

U dengan himpunan nilai kebenaran masing-masing P dan Q. Dalam (c) kita

asumsikan lebih lanjut bahwa U 6= ∅, selain itu dalam (d) dan (e) kita asum-

sikan bahwa a adalah satu anggota tertentu dari U . Maka

Pernyataan predikat berkuantor Korespondensi himpunan nilai kebenaran

Lebih Kuat Lebih Lemah Lebih Kuat Lebih Lemah

(a) ((∀x)(p(x))) ∨ ((∀x)(q(x))) → (∀x)((p(x)) ∨ (∀x)(q(x)))

(a’) P = U atau Q = U → P ∪Q = U

(b) (∃x)((p(x)) ∨ (∀x)(q(x))) → ((∃x)(p(x))) ∨ ((∃x)(q(x)))

(b’) P ∩Q 6= ∅ → P 6= ∅ dan Q 6= ∅(c) (∀)(p(x)) → (∃x)(p(x))

(c’) P = U → P 6= ∅(d) (∀)(p(x)) → p(a)

(d’) P = U → a ∈ P

(e) p(a) → (∃)(p(x))

(e’) a ∈ P → P 6= ∅

Konvers dari Teorema 2 adalah salah, yaitu kita dapat menemukan fungsi

proposisi p(x), q(x) sedemikian sehingga bentuk pernyataan yang lebih lemah

15

Page 17: Pengantar dasar matematika2

bernilai benar tetapi bentuk pernyataan yang lebih kuat bernilai salah (tun-

jukkan!).

Aplikasi Logika dalam Matematika

Teorema 1 dapat digunakan bersama-sama dengan hasil sebelumnya untuk

menggambarkan kesimpulan umum tentang pernyataan berkuantor.

Contoh 10 Tentukan suatu pernyataan yang ekivalen dengan negasi dari per-

nyataan berkuantor (∀x)[p(x) → q(x)] dalam hal negasi bukan menjadi penghubung

utama.

Penyelesaian.

Sesuai dengan Teorema 1 (a), ∼ [(∀x)(p(x) → q(x))] ekivalen dengan (∃x)[∼p(x) → q(x)]. selanjutnya dapat ditunjukkan bahwa ∼ [p(x) → q(x)] ekivalen

dengan p(x)∧ ∼ q(x) (buktikan). Dengan demikian kita peroleh

∼ [(∀x)(p(x) → q(x))] ↔ (∃x)[∼ p(x) → q(x)]

↔ (∃x)[∼ p(x)∧ ∼ q(x)]

di mana bentuk yang terakhir adalah yang diinginkan. Jadi kesimpulannya

adalah

∼ [(∀x)(p(x) → q(x))] ↔ (∃x)[∼ p(x)∧ ∼ q(x)]. (.1)

Jika p(x) menyatakan ”x adalah laki-laki” dan q(x) menyatakan ”x adalah

tenaga pendidik”, maka kesimpulan itu menyatakan bahwa ”beberapa laki

adalah tenaga pendidik” ekivalen dengan negasi dari ”semua laki-laki adalah

tenaga pendidik”.2

Secara umum, negasi dari pernyataan berbentuk ”setiap P adalah Q” dapat

dinyatakan dalam bentuk ”beberapa di P adalah tidak di Q”. Kebenaran

”setiap P adalah Q” berarti bahwa tidak ada sesuatu yang di P yang tidak

ada di Q. Jika pernyataan ”setiap P adalah Q” bernilai salah, maka berarti

16

Page 18: Pengantar dasar matematika2

bahwa ada sesuatu yang di P yang tidak ada di Q, pernyataan ini jelas sama

dengan artinya dengan pernyataan ”beberapa yang P tidak di Q”.

Prinsip (.1) mempunyai aplikasi penting dalam matematika pada level sete-

lah kalkulus. Misalnya kita bekerja dengan suatu definisi yang mempunyai

bentuk [(∀x)(p(x) → q(x))] dan menginginkan menguji apakah suatu elemen

memenuhi definisi itu atau tidak. Untuk melakukan ini, kita harus yakin da-

pat memformulasikan apa arti suatu elemen tidak memenuhi definisi tersebut.

Contoh berikut akan mengelaborasi ide tersebut.

Contoh 11 Suatu elemen l dari suatu himpunan bagian dari himpunan bi-

langan real, S, disebut elemen maksimal dari S jika dan hana jika untuk se-

barang x ∈ S, jika x ≥ l, maka x = l. Tunjukkan bahwa l = 0, 99 bukan

elemen maksimal dari interval [0, 1].

Penyelesaian.

Definisi ”elemen maksimal” jelas mempunyai bentuk (∀x)(p(x) → p(x)), de-

ngan p(x) : x ≥ l, q(x) : x = l, dan S = [0, 1]. Dengan prinsip

∼ [(∀x)(p(x) → q(x))] ↔ (∃x)[∼ p(x)∧ ∼ q(x)]

pada Contoh 10, kita harus menunjukkan terdapat suatu bilangan real x di

S sedemikian sehingga p(x)∧ ∼ q(x). Dengan memilih x = 0, 991, kita lihat

bahwa x = 0, 991 ≥ l = 0, 99 dan x = 0, 991 6= l = 0, 99.2

Latihan

1. Nyatakan negasi dari masing-masing pernyataan berikut sebagai suatu

kalimat yang diawali dengan kata ”semua” atau ”beberapa”.

(a) Semua wanita muda adalah pendidik.

(b) Tidak ada laki-laki muda adalah pendidik.

(c) Beberapa wanita adalah pendidik muda.

(d) Semua pendidik adalah salah satu muda atau laki-laki.

17

Page 19: Pengantar dasar matematika2

(e) Beberapa pendidik adalah laki-laki muda.

(f) Jika semua pendidik adalah laki-laki muda, maka tidak ada wanita

adalah pendidik.

(g) Semua pendidik adalah wanita muda aatau beberapa laki-laki adalah

pendidik.

2. (a) Dalam Teorema 2 (a), berikan suatu contoh fungsi proposisi p(x)

dan q(x) atas suatu himpunan semesta U yang mana bentuk per-

nyataan yang lebih lemah bernilai benar tetapi bentuk pernyataan

yang lebih kuat bernilai salah.

(b) Apakah mungkin menentukan suatu contoh jika kita tukar kata

”lebih lemah” dan ”lebih kuat” dalam soal (a).

(c) Nyatakan suatu syarat tertentu pada Teorema 2 (a) sedemikian

sehingga bentuk pernyataan yang lebih lemah dan lebih kuat ked-

uanya bernilai benar.

(d) Nyatakan suatu syarat tertentu pada Teorema 2 (b) sedemikian

sehingga bentuk pernyataan yang lebih lemah dan lebih kuat ked-

uanya bernilai benar.

3. Nyatakan negasi dari masing-masing pernyataan berikutdalam suatu ben-

tuk yang tidak tidak memuat negasi sebagai kata hubung utama (lihat

Contoh 10).

(a) (∀x)(∼ p(x)) (b) (∃x)(∼ p(x)) (c) (∀x)(p(x) ∨ q(x))

(d) (∃x)(p(x) ∨ q(x)) (e) (∀x)(p(x) ∧ q(x)) (f) (∃x)(p(x) ∧ q(x))

(g) (∃x)(p(x) → q(x)) (h) (∀x)(p(x) ↔ q(x)) (i) (∃x)(p(x) ↔ q(x))

18

Page 20: Pengantar dasar matematika2

.3 APLIKASI LOGIKA PADA TEORI HIMPUNAN:

BEBERAPA BUKTI

Sekarang kita akan membahas lebih formal untuk membahas teori himpunan

yang telah diberikan pada Bab 1. Khususnya dalam menggunakan prinsip-

prinsip logika yang telah dipelajari untuk mengkonstruksi suatu bukti dari

teorema pada teori himpunan.

Sebelum membahas lebih jauh terlebih dahulu kita berikan definisi formal

dari definisi kesamaaan himpunan dan himpunan bagian yang telah disajikan

pada bab 1.

Definisi 7 Misalkan A, B adalah himpunan.

(a) Kita katakan bahwa A sama dengan B (dinotasikan dengan A = B) jika

dan hanya jika pernyataan (∀x)((x ∈ A) ↔ ((x ∈ B)) bernilai benar.

(b) Kita katakan bahwa A suatu himpunan bagian dari B (dinotasikan de-

ngan A ⊆ B) jika dan hanya jika pernyataan (∀x)((x ∈ A) → ((x ∈ B))

bernilai benar.

Pembuktian untuk Himpunan Bagian

Contoh 12 Buktikan bahwa ∅ ⊆ A untuk sebarang himpunan A (Fakta 1 (7),

Seksi 1.7).

Penyelesaian.

Ambil sebarang himpunan A. Dengan definisi, ∅ ⊆ A mempunyai arti (∀x)[(x ∈∅) → (x ∈ A)]. Akan tetapi, predikat x ∈ ∅ bernilai salah untuk sebarang un-

sur x, sehingga kondisional x ∈ ∅) → (x ∈ A) bernilai benar untuk sebarang

unsur x, tanpa memperhatikan nilai kebenaran dari predikat x ∈ A. Dengan

demikian pernyataan (∀x)[(x ∈ ∅) → (x ∈ A)] bernilai benar, sehingga ∅ ⊆ A

bernilai benar. 2

19

Page 21: Pengantar dasar matematika2

Contoh 13 Buktikan bahwa A ⊆ A untuk sebarang himpunan A (Fakta 1 (2),

Seksi 1.4).

Penyelesaian.

Ambil sebarang himpunan A. Dengan definisi, A ⊆ A mempunyai arti (∀x)[(x ∈A) → (x ∈ A)]. Akan tetapi, predikat (x ∈ A) → (x ∈ A) mempunyai bentuk

p → p untuk sebarang substitusi x, dan sehingga bernilai benar, karena p → p

suatu tautologi (Teorema ?? (a), Seksi 2.3). Dengan demikian pernyataan

(∀x)[(x ∈ A) → (x ∈ A)] bernilai benar, sehingga A ⊆ A bernilai benar. 2

Contoh 14 Buktikan bahwa untuk sebarang himpunan A dan B, A = B jika

dan hanya jika A ⊆ B dan B ⊆ A (Fakta 1 (4), Seksi 1.4).

Penyelesaian.

Definisi A = B adalah (∀x)[(x ∈ A) ↔ (x ∈ B)], di samping itu A ⊆ B

didefinisikan sebagai (∀x)[(x ∈ A) → (x ∈ B)]. Oleh karena itu teorema

ini mengatakan bahwa (∀x)[(x ∈ A) ↔ (x ∈ B)] ekivalen pada konjungsi

(∀x)[(x ∈ A) → (x ∈ B)] ∧ (∀x)[(x ∈ B) → (x ∈ A)]. Dengan menggunakan

tautologi (p ↔ q) ↔ [(p → q) ∧ (q → p)] (Teorema 1(m), Seksi 2.3) dan

teorema (∀x)(p(x) ∧ q(x)) ↔ (∀x)(p(x)) ∧ (∀x)(q(x)) dari kalkulus predikat

(Teorema 1(c), Seksi 3.2), kita lihat bahwa

(∀x)[(x ∈ A) ↔ (x ∈ B)] ↔ (∀x)[((x ∈ A) → (x ∈ B)) ∧ ((x ∈ B) ↔ (x ∈ A))]

↔ (∀x)[(x ∈ A) → (x ∈ B)] ∧ (∀x)[(x ∈ B) ↔ (x ∈ A)]

seperti yang diinginkan.2

Teorema yang dihasilkan pada Contoh 12 - 14 merupakan hasil yang pen-

ting dan mendasar dalam teori himpunan. Masing-masing teorema itu dapat

dinyatakan dalam suatu bentuk yang lebih mudah diingat dari pada bentuk

formalnya. Teorema pertama menyatakan ”himpunan kosong merupakan him-

punan bagian dari sebarang himpunan”, kedua menyatakan ”setiap himpunan

20

Page 22: Pengantar dasar matematika2

merupakan himpunan bagian dari dirinya sendiri”, sedangkan yang ketiga me-

nyatakan ”dua himpunan sama jika dan hanya jika masing-masing merupakan

himpunan dari yang lainnya”. Bukti dari ketiga teorema itu secara ekplisit

menggunakan prinsip-prinsip logika. Kenyataannya, ciri dari penulisan bukti

yang digunakan matematikawan adalah dengan menggunakan hasil dari him-

punan bagian dan kesamaan himpunan.

21

Page 23: Pengantar dasar matematika2

METODE-METODE DASAR

.4 KESIMPULAN YANG MEMUAT ∀, TETAPI TIDAK

MEMUAT ∃ ATAU →

Dalam sub-bab ini, akan difokuskan pada bentuk-bentuk pembuktian yang sa-

ngat mendasarkan dari sudut pandang struktur logika. Secara umum, teorema

yang kesimpulannya tidak memuat kuantor eksistensial atau bentuk implikasi

dibuktikan dengan metode yang sangat dikenal oleh siswa ketika berada di

bangku sekolah. Karena metode-metode ini tetap digunakan di level pergu-

ruan tinggi, maka pembahasan mengenai bentuk-bentuk pembuktian dimulai

dengan bentuk-bentuk pembuktian yang telah dikenal.

Hampir semua mahasiswa telah mengenal beberapa pembuktian yang dit-

ulis dalam geometri, aljabar, dan trigometri. Berikut diberikan bentuk pem-

buktian untuk ketiga materi tersebut.

Contoh 15 Hipotesis:BC dan AD adalah ruas garis-ruas garis, AB = DC,

O titik tengah BC, sudut B = 900, sudut C = 900. Kesimpulan: AO =

DO. Rencana Pembuktian: Buktikan bahwa AO = DO adalah dua sisi yang

bersesuaian dari dua segitiga yang konruen, seperti Gambar berikut.

Gambar 1. Dua Segitiga Konruen

22

Page 24: Pengantar dasar matematika2

Penyelesaian.

Pernyataan Alasan

Pada ∆ABO dan ∆DCO:

1. AB = BC 1. Dari Hipotesis

2. O membagi BC 2. Dari Hipotesis

3. Maka BO = CO 3. Definisi titik tengah

4. sudut B = 900, sudut C = 900 4. Dari Hipotesis

5. Maka sudut B = sudut C 5. Aksioma: kesamaan dua kuantitas

6. Sehingga ∆ABO konruen ∆DCO 6. Sisi, sudut, sisi

7. AO dan DO sisi-sisi 7. AO dan DO

yang bersesuai pada ∆ABO dan ∆DCO menghadap sudut yang sama

8. Maka AO = DO 8. Konruensi dua segitiga

Dalam pembahasan materi geometri, umumnya dimulai dari aksioma-aksioma,

yaitu suatu pernyataan tentang hubungan dalam geometri yang diasumsikan

bernilai benar. Kemudian dari aksioma-aksioma ini dibangun teorema-teorema.

Teorema-teorema itu diturunkan dengan suatu pembuktian, yaitu suatu dere-

tan pernyataan, yang masing-masing didasari oleh aksioma atau teorema se-

belumnya.

Contoh 16 Gunakan hukum asosiatif dan komutatif perkalian untuk mem-

buktikan bahwa (ab)(cd) = [(dc)a]b untuk sebarang bilangan real a, b, c, dan

d.

Penyelesaian

Misalkan a, b, c, dan d bilangan real. Perhatikan bahwa:

(ab)(cd) = (ab)(dc) (karena cd = dc, hukum komutatif)

= (dc)(ab) ( hukum komutatif pada ab dan dc)

= [(dc)a]b (hukum asosiatif pada (dc), a, dan b).

23

Page 25: Pengantar dasar matematika2

Yang perlu diperhatikan dalam pembuktian suatu pernyataan yang memuat

kuantor universal atas suatu himpunan tak hingga seperti himpunan bilangan

real R, kita tidak boleh hanya memberikan suatu contoh tertentu atau hanya

mencoba beberapa kasus.

Contoh 17 Buktikan identitas (cos 2x−sin2 x)sin 2x

= 12cot x − tan x, untuk sebarang

bilangan real x yang bukan berbentuk x = nπ/2 dengan n suatu bilangan bulat.

Penyelesaian

Misalkan x suatu bilangan real, tidak berbentuk x = nπ/2 dengan n suatu

bilangan bulat. Maka

(cos 2x− sin2 x)

sin 2x=

[(cos2 x− sin2 x)− sin2 x]

(2 sin x cos x)

=(cos2 x− 2 sin2 x)

2 sin x cos x)

=cos x

2 sin x− sin x

cos x

=1

2cot x− tan x.

Suatu hal penting dalam pembahasan ini adalah bagaimana menuliskan suatu

bukti yang memuat kuantor universal, tetapi tidak memuat kuantor eksisten-

sial dan implikasi. Penulisan pembuktian semacam ini juga terdapat pada

teori himpunan yang menggunakan sifat ketransitifan pada himpunan seperti

contoh berikut.

Contoh 18 Buktikan bahwa X−(Y ∩Z) = (X−Y )∪(X−Z) untuk sebarang

tiga himpunan X,Y , dan Z himpunan bagian dari himpunan semesta U .

Penyelesaian

Misakan X, Y , Z sebarang himpunan bagian dari U . Maka

X − (Y ∩ Z) = X ∩ (Y ∩ Z)′

= X ∩ (Y ′ ∪ Z ′)

= (X ∩ Y ′) ∪ (X ∩ Z ′)

= (X − Y ) ∪ (X − Z).

24

Page 26: Pengantar dasar matematika2

Suatu pembuktian yang menggunakan sifat ketransitifan juga berlaku pada

suatu ketaksamaan pada bilangan real seperti contoh berikut.

Contoh 19 Diketahui bahwa |x + y| ≤ |x| + |y| untuk semua bilangan real x

dan y. Buktikan bahwa |x − z| ≤ |x − y| + |y − z| untuk semua bilangan real

x, y, dan z.

Penyelesaian

Misalkan x, y, z sebarang bilangan real. Maka

|x− z| = |x + (y − y)− z|= |(x− y) + (y − z)|≤ |x− y|+ |y − z|.

Contoh-contoh di atas merupakan cara menyajikan pembuktian suatu pernya-

taan yang memuat kuantor universal. Tetapi, bagaimana cara kita menyangkal

suatu pernyataan yang memuat kuantor universal? Misalnya kita ingin menyangkal

tentang pernyataan pengurangan berlaku sifat asosiatif, yaitu a − (b − c) =

(a − b) − c untuk semua bilangan real a, b, dan c. Suatu yang umum terjadi,

tetapi secara logika tidak benar bahwa:

a− (b− c) = (a− b)− (−c)

= (a− b) + c

6= (a− b)− c.

Dengan mengingat kembali bahwa negasi pernyataan (∀x)(p(x)) adalah (∃x)(∼p(x)), maka untuk menyangkal suatu pernyataan yang memuat kuantor uni-

versal, kita harus membuktikan bahwa predikat p(x) dalam pernyataan itu

salah untuk suatu x tertentu. Dengan kata lain, kita harus memilih suatu

objek tertentu a sedemikian sehingga p(a) merupakan pernyataan yang salah.

objek yang kita pilih ini disebut sebagai suatu kontra contoh dari pernyataan

(∀x)(p(x)). Untuk kasus pengurangan di atas, kita dapat memilih a = 4, b = 2

25

Page 27: Pengantar dasar matematika2

dan c = 1, sehingga a− (b− c) = 4− (2− 1) = 4− 1 = 3 tidak sama dengan

(a− b)− c = (4− 2)− 1 = 2− 1 = 1.

Terdapat kasus khusus di mana kita dapat membuktikan suatu pernyataan

dengan menggunakan contoh-contoh atau dengan menuliskan kasus-kasus. Ka-

sus seperti ini bisa dilakukan apabila banyaknya anggota domain dari predikat

yang diketahui berjumlah hingga. Cara ini bisa dilakukan untuk membuktikan

suatu pernyataan (teorema), tetapi biasanya tidak praktis.

Sebagai kesimpulan dari pembahasan sub-bab ini adalah:

1. Dalam melakukan pembuktian, khsususnya berkenaan dengan sifat ke-

transitifan, kita harus mempunyai gambaran secara jelas tentang apa

yang sudah diketahui sebelumnya, seperti aksioma, teorema-teorema,

atau fakta-fakta yang akan digunakan dalam bukti.

2. Suatu hal yang penting dalam melakukan pembuktian adalah jangan

membuang-buang waktu untuk segera memulai pembuktian, tuliskan

semua yang apa diketahui, khususnya kesimpulan yang dinginkan dan

hipotesis (jika ada), dan definisi-definisi dan hubungan-hubungan yang

relevan. jangan putus asa apabila pendekatan pertama yang digunakan

gagal. Coba lagi pendekatan-pendekatan yang lain.

Latihan

1. Dalam latihan ini, gunakan hukum asosiatif, komutatif, untuk penjum-

lahan dan perkalian bilangan real, dan hukum distributif perkalian atas

penjumlahan. Tuliskan alasan untuk setiap langkah. Buktikan bahwa:

(a) (a + b)2 = a2 + 2ab + b2, ∀a, b ∈ R.

(b) (a + b)(a− b) = a2 − b2, ∀a, b ∈ R.

(c) [a + (b + c)] + d = a + [b + (c + d)], ∀a, b, c, d ∈ R.

(d) a(bc) = c(ba), ∀a, b, c ∈ R.

26

Page 28: Pengantar dasar matematika2

(e) (ab + ad) + (cb + cd) = (a + c)(b + d), ∀a, b, c, d ∈ R.

(f) a(b + c + d) = ab + ac + ad, ∀a, b, c, d ∈ R.

2. Gunakan identitas trigonometri untuk membuktikan kesamaan berikut.

(a) cos4 x− sin4 = cos 2x, ∀x ∈ R.

(b) 4 sin3 cos x = sin 2x− sin 2x cos 2x, ∀x ∈ R.

(c) sec x− sin x tan x = cos x , ∀x ∈ R sedemikian hingga cos x 6= 0.

(d) (tan x− 1)/(tan x + 1) = (1− cot x)/(1 + cot x), ∀x ∈ R sedemikian

hingga sin x 6= 0 dan cos x 6= 0.

3. Buktikan bahwa untuk sebarang himpunan A dan B: (a) A = (A∪B)∩(A ∪B′).

(b) A = (A ∩B) ∪ (A ∩B′).

(c) (A ∩B) ∪ (A′ ∩B) ∪ (A ∩B′) ∪ (A′ ∩B′) = ∅(d) (A ∪B) ∩ (A′ ∪B) ∩ (A ∪B′) ∩ (A′ ∪B′) = U

(e) (A′ ∪B) ∩ (A ∪B′) = (A′ ∩B′) ∪ (A ∩B).

4. Nilai mutlak suatu bilangan real x, dinotasikan |x|, didefinisikan dengan

|x| =

x, jika x ≥ 0

−x jika x ≤ 0.

Dari definisi ini diperoleh bahwa −|x| ≤ x ≤ |x| untuk semua bilangan

real x. Dengan hasil ini dapat dibuktikan bahwa untuk sebarang bilangan

real x dan bilangan real a berlaku |x| ≤ a jika dan hanya jika a ≤ x ≤ a.

(a) Gunakan kenyataan di atas untuk membuktikan |x + y| ≤ |x|+ |y|untuk sebarang bilangan real x, y.

(b) Gunakan hasil (a) untuk membuktikan |x − z| ≥ |x| − |z|, untuk

sebarang bilangan real x, z.

(c) Gunakan hasil (a) untuk membuktikan |x + y + z| ≤ |x|+ |y|+ |z|,untuk sebarang bilangan real x, yz.

27

Page 29: Pengantar dasar matematika2

5. Buktikan atau sangkallah, untuk sebarang bilangan real x:

(a) sin 2x + 2 sin x = 1 + cos x.

(b) sin 2x cos x = sin x.

(c) 4 + tan2 x = 3 sin2 x + sec2 x + 3 cos2 x.

.5 KESIMPULAN YANG MEMUAT ∀DAN→, TETAPI

TIDAK MEMUAT ∃

Dalam sub-bab ini kita akan membahas pembuktikan suatu pernyataan yang

kesimpulannya mempunyai bentuk (∀x)(p(x) → q(x)). Bentuk pernyataan ini

banyak ditemukan dalam definisi. Berikut contoh-contohnya.

Contoh 20 Suatu himpunan bagian C dari R×R dikatakan simetri terhadap

sumbu−x jika dan hanya jika untuk semua bilangan real x dan y, (x, y) ∈ C

mengakibatkan (x,−y) ∈ C.

Perhatikan bahwa bentuk logika dari definisi pada contoh 20 adalah

(∀x)(∀y)(p(x, y) → q(x, y)), di mana p(x, y) adalah predikat (x, y) ∈ C, dan

q(x, y) adalah (x,−y) ∈ C.

Contoh 21 Suatu himpunan bagian I dari R dikatakan selang jika dan hanya

jika untuk semua bilangan real a, b, c ∈ R, jika a ∈ I, c ∈ I, dan a < b < c,

maka b ∈ I.

Contoh 22 Suatu fungsi bernilai real y = f(x) dikatakan naik pada selang I

jika dan hanya jika untuk semua bilangan real x1, x2 ∈ I, jika x1 < x2 maka

f(x1) < f(x2).

Contoh 23 Suatu himpunan bagian A dikatakan himpunan bagian dari him-

punan B (A, B kedua termuat di himpunan semesta U) jika dan hanya jika

untuk setiap x ∈ U , x ∈ A mengakibatkan x ∈ B.

28

Page 30: Pengantar dasar matematika2

Masalah yang kita ingin selesaikan sekarang adalah bagaimana kita membuk-

tikan suatu teorema di mana kesimpulannya mempunyai bentuk logika yang

sama seperti pada contoh-contoh di atas, yaitu berbentuk (∀x)(p(x) → q(x)).

Dengan kata lain bagaimana kita membuktikan suatu teorema yang menggu-

nakan definisi berbentuk (∀x)(p(x) → q(x)).

Contoh 24 Gunakan definisi pada contoh 21 untuk membuktikan bahwa jika

I1 dan I2 adalah selang, maka I1 ∩ I2 adalah suatu selang.

Penyelesaian

Sebelum kita membuktikan masalah ini, mari kita deskripsikan hal-hal be-

rikut: (1) Kesimpulan apa yang diinginkan?, (2) Berkenaan dengan definisi

yang berseuaian, apa yang harus dilakukan untuk memperoleh kesimpulan

yang diinginkan? (3) Apa yang diketahui untuk melakukan hal ini? (4)

Bagaimana kita dapat membawa hipotesis yang diberikan untuk menjawab

permasalahan?. Deskripsi ini dapat dijadikan sebagai langkah-langkah kita

untuk membuktikan pernyataan di atas.

Dalam masalah ini, kesimpulan yang diinginkan adalah I1 ∩ I2 suatu se-

lang. Pembuktian akan diberikan sesuai dengan definisi I1 ∩ I2 adalah inter-

val. Hipotesis I1 dan I2 adalah selang akan digunakan dalam pembuktian.

Pekerjaan kita adalah bagaimana membuktikan bahwa I1∩ I2 adalah interval?

Dengan definisi pada contoh 21, kita harus menunjukkan bahwa jika a, b, c ∈ Rdengan a, c ∈ I1 ∩ I2, dan a < b < c, maka b ∈ I1 ∩ I2. Dengan demikian bukti

dimulai dengan, memisalkan a, b, c ∈ R dengan a, c ∈ I1 ∩ I2, dan a < b < c,

kemudian kita harus membuktikan bahwa b ∈ I1 ∩ I2. Dengan definisi irisan

himpunan, ini berarti, kita harus membuktikan bahwa b ∈ I1 dan b ∈ I2.

Langkah berikutnya, bagaimana hipotesis yang diketahui dapat digunakan

untuk menjawab pertanyaan. Kita lakukan sebagai berikut. Karena I1 adalah

suatu selang, karena a < b < c, a, c keduanya di I1, dan karena I1 ∩ I2 ⊆ I1,

maka b ∈ I1. Dengan cara serupa, mengganti I1 dengan I2, dapat ditunjukkan

29

Page 31: Pengantar dasar matematika2

bahwa b ∈ I2. Dengan demikian b ∈ I1∩ I2 dan disimpulkan b ∈ I1 ∩ I2 adalah

suatu selang seperti yang kita ingin buktikan.

Contoh 25 Buktikan bahwa jika M > 0, maka fungsi linear y = Mx + B

adalah fungsi naik pada R.

Penyelesaian

Sekali lagi kita fokus pada kesimpulan yang diinginkan, yaitu f adalah suatu

fungsi naik pada R. Hipotesis M > 0 akan digunakan pada saat pembuktian.

Untuk membuktikan bahwa f adalah naik, kita harus menunjukkan bahwa

untuk jika x1, x2 ∈ R, dengan x1 < x2 maka f(x1) < f(x2). Oleh karena

itu, kita mulai dengan misalkan x1, x2 ∈ R, dengan x1 < x2. selanjutnya

akan dibuktikan f(x1) < f(x2). Dengan kata lain kita harus membuktikan

Mx1 + B < Mx2 + B. Apa yang harus kita lakukan untuk memperoleh

kesimpulan ini dengan pemisalan x1 < x2 dan hipotesis M > 0. Dengan

menggunakan sifat-sifat dasar dari ketaksamaan, dan karena x1 < x2 dan

M > 0, maka Mx1 < Mx2. Kemudian dengan menambahkan B pad kedua

ruas, maka diperoleh Mx1 + B < Mx2 + B. Ini menunjukkan f(x1) < f(x2),

seperti yang diinginkan.

Penjelasan-penjelasan yang disertakan dalam pembuktian di atas men-

jadikan bukti cukup panjang, seperti pada contoh 24 dan 25. Dalam pembuk-

tian yang sebenarnya, pembuktian contoh 25 dapat ditulis sebagai berikut.

Untuk membuktikan f naik pada R, misalkan x1 < x2. Kita harus menun-

jukkan bahwa f(x1) < f(x2), yaitu Mx1 +B < Mx2 +B. Karena x1 < x2 dan

M > 0, maka Mx1 < Mx2. Dengan menambah kedua ruas dengan B, maka

diperoleh Mx1 + B < Mx2 + B atau f(x1) < f(x2), seperti yang diinginkan.

Sebelum membahas pembuktian yang lain, mari kita lihat kembali strategi

yang digunakan pada pembuktian contoh 24 dan 25. Pada kedua contoh itu,

kesimpulan yang diinginkan secara eksplisit mempunyai bentuk (∀x)(p(x) →q(x)). Langkah pertama yang dilakukan pada kedua contoh itu adalah pemisalan

30

Page 32: Pengantar dasar matematika2

nilai x yang memenuhi predikat p(x). Nilai x ini dipilih sebarang yang mewak-

ili semua anggota himpunan yang diketahui. Nilai x ini kemudian digunakan

dalam pembuktian hingga selesai. Tujuan pembuktikan adalah untuk menun-

jukkan bahwa q(x) adalah benar dengan menggunakan hipotesis yang diberikan

dan asumsi bahwa p(x) bernilai benar. Pendekatan pembuktian ini, dikenal

sebagai bukti langsung. Berikut akan diberikan contoh lagi yang berkenaan

dengan bukti langsung dalam bentuk logika (∀x)(p(x) → q(x)).

Contoh 26 Buktikan bahwa jika A, X, dan Y adalah sebarang himpunan

dengan X ⊆ Y , maka (A ∩X) ⊆ (A ∩ Y ).

Penyelesaian

Untuk membuktikan pernyataan di atas, kita fokuskan pada kesimpulan yang

diinginkan, (A∩X) ⊆ (A∩ Y ) dengan menggunakan hipotesis yang diberikan

X ⊆ Y . Dengan menggunakan definisi himpunan bagian, maka langkah pem-

buktian kita adalah ambil sebarang anggota di himpunan pertama (A ∩ X),

kemudian tunjukkan bahwa anggota yang diambil tadi juga merupakan ang-

gota himpunan kedua (A ∩ Y ). Untuk soal ini, ambil sebarang x anggota

himpunan (A ∩ X). Kita harus menunjukkan x anggota (A ∩ Y ). Dalam

pembuktian kita akan menggunakan hipotesis X ⊆ Y . Untuk memulai pem-

buktian, misalkan x ∈ (A ∩X). Untuk menunjukkan x ∈ (A ∩ Y ), kita harus

menunjukkan x ∈ A dan x ∈ Y .Karena x ∈ (A ∩X) dan (A ∩X) ⊆ A, maka

x ∈ A. Juga karena x ∈ (A ∩X), maka x ∈ X. Tetapi dari hipotesis X ⊆ Y ,

dan karena x ∈ X, maka x ∈ Y . Karena x ∈ A dan x ∈ Y , maka x ∈ (A∩ Y ),

seperti yang ingin dibuktikan.

Penyangkalan Kesimpulan Berbentuk (∀x) (p(x) → q(x))

Pada sub-bab sebelumnya kita telah membahas bagaimana membuktikan su-

atu pernyataan berbentuk (∀x) (p(x) → q(x)). Sekarang kita akan memba-

has bagaimana menyangkal pernyataan berbentuk (∀x) (p(x) → q(x)). Un-

31

Page 33: Pengantar dasar matematika2

tuk menyangkal suatu pernyataan, maka kita harus memberikan contoh pe-

nyangkalnya, yang dikenal sebagai kontra contoh. Kita harus hati-hati dalam

memberikan kontra contoh terhadap suatu pernyataan. Kita harus menggu-

nakan logika secara baik untuk menentukan kontra contoh itu. Ingat kem-

bali bahwa negasi pernyataan berbentuk (∀x) (p(x) → q(x)) adalah (∃x)(∼(p(x) → q(x))). Sedangkan bentuk ∼ (p(x) → q(x)) ekivalen dengan ben-

tuk p(x)∧ ∼ q(x). Sehingga bentuk ∼ (∀x) (p(x) → q(x)) secara logika eki-

valen dengan bentuk (∃x) (p(x)∧ ∼ q(x)). Jadi untuk menyangkal pernyataan

berbentuk (∀x) (p(x) → q(x)), maka kita harus menunjukkan terdapat nilai x

sedemikian hingga p(x) bernilai benar dan q(x) bernilai salah. Marilah kita

terapkan prinsip di atas pada beberapa definisi yang telah diberikan sebelum-

nya.

Contoh 27 Tuliskan definisi dari kurva C tidak simestri terhadap sumbu-x.

Penyelesaian

Ingat kembali definisi simetri terhadap sumbu-x seperti pada contoh 20, yaitu

suatu himpunan bagian C dari R×R dikatakan simetri terhadap sumbu−x jika

dan hanya jika untuk semua bilangan real x dan y, (x, y) ∈ C mengakibatkan

(x,−y) ∈ C. Dengan demikian, suatu himpunan bagian C dari R×R dikatakan

tidak simetri terhadap sumbu−x jika dan hanya jika terdapat bilangan real x

dan y, sedemikian hingga (x, y) ∈ C tetapi (x,−y) /∈ C.

Contoh 28 Buktikan bahwa himpunan C = {(x, x2)|x ∈ R} adalah simetri

terhadap sumbu-y tetapi tidak simestri terhadap sumbu-x.

Penyelesaian

Perhatikan bahwa pasangan berurutan (x, y) pada C adalah kurva y = x2.

Sehingga grafik dari kurva C berupa parabola yang bersesuai dengan grafik

fungsi kuadrat y = f(x) = x2, seperti Gambar 2 berikut.

Untuk membuktikan kurva C simetri terhadap sumbu-y, kita gunakan de-

finisi simetri terhadap sumbu-y, yaitu suatu himpunan bagian C dari R × R

32

Page 34: Pengantar dasar matematika2

Gambar 2. kurva simetri terhadap sumbu-y tetapi tidak simetri terhdap

sumbu-x

dikatakan simetri terhadap sumbu-y jika dan hanya jika untuk semua bilangan

real x dan y, (x, y) ∈ C mengakibatkan (−x, y) ∈ C. Misalkan (x, y) se-

barang titik pada kurva C, kita akan menunjukkan bahwa (−x, y) ∈ C.Dari

definisi himpunan C, berarti (−x, y) ∈ C jika dan hanya jika y = (−x)2.

Sekarang karena (x, y) ∈ C, maka dengan definisi himpunan C, y = x2. Karena

(x2 = (−x)2, maka y = (−x)2, sebagaimana yang ingin dibuktikan. Dengan

demikian kurva C simetri terhadap sumbu-y.

Untuk menunjukkan bahwa kurva C tidak simetri terhadp sumbu-x, kita

harus memberikan suatu kontra contoh dari pernyataan (∀x)(∀y)[(x, y) ∈ C →(x,−y) ∈ C], yaitu terdapat bilangan real x, y, sedemikian hingga (x, y) ∈ C,

tetapi (x,−y) /∈ C. Dalam hal ini kita pilih x = 2, y = 4, sedemikian hingga

(2, 4) ∈ C sebab 4 = 22, tetapi (2,−4) /∈ C, karena −4 6= 22.

Membuktikan Kesimpulan Berbentuk (∀x) (p(x) ↔ q(x))

Sebagaimana kita ketahui dari bentuk logika ekivalensi, bentuk p ↔ q ekivalen

dengan bentuk [(p → q)∧(q → p)]. Dengan demikian bentuk (∀x) (p(x) ↔ q(x))

ekivalen dengan (∀x)[(p(x) → q(x)) ∧ (q(x) → q(x))]. Sehingga untuk mem-

buktikan pernyataan berbentuk (∀x) (p(x) ↔ q(x)), kita harus menuliskan dua

arah bukti implikasi sebagaimana yang telah kita diskusikan sebelumnya.

33

Page 35: Pengantar dasar matematika2

Contoh 29 Misalkan f adalah fungsi bernilai real dengan domain R. Fungsi

f dikatakan fungsi genap jika f(−x) = f(x), untuk semua x ∈ R. Buktikan

bahwa fungsi f adalah genap jika dan hanya jika himpunan titik-titik pada

bidang-xy C = {(x, f(x)|x ∈ R} adalah simetri terhadap sumbu-y.

Penyelesaian

Untuk membuktikan pernyataan di atas, kita harus membuktikan dua imp-

likasi (dua arah), seperti dituliskan berikut.

(⇒) (Arah ini berati kita membuktikan bahwa jika f fungsi genap, maka C

adalah simetri terhadap sumbu-y)

Misalkan f fungsi genap. Untuk membuktikan C = {(x, f(x)|x ∈ R} simetri

terhadap sumbu-y, misalkan (x, y) ∈ C. Akan ditunjukkan (−x, y) ∈ C, yaitu

y = f(−x). Sekarang karena (x, y) ∈ C, maka y = f(x). Karena f fungsi

genap, maka f(−x) = f(x). Dengan demikian y = f(x) = f(−x), seperti

yang diinginkan.

(⇐) (Arah ini berarti kita membuktikan bahwa jika C simetri terhadap sumbu-

y, maka f adalah fungsi genap)

Untuk membuktikan f fungsi genap, ambil sebarang x ∈ R. Akan ditunjukkan

bahwa f(−x) = f(x). Dari definisi himpunan C = {(x, f(x)|x ∈ R}, maka

(x, f(x)) ∈ C. Karena C simetri terhadap sumbu-y, dan karena (x, f(x)) ∈C, maka (−x, f(x)) ∈ C. Di lain pihak, dengan menggunakan definisi C =

{(x, f(x)|x ∈ R}, maka (−x, f(−x)) ∈ C. Karena C adalah grafik dari suatu

fungsi, maka tidak boleh lebih dari satu nilai y yang berpasangan dengan satu

nilai x. Dari (−x, f(x)) ∈ C dan (−x, f(−x)) ∈ C, ini berarti x berpasangan

dengan f(x) dan f(−x). Oleh karena itu, haruslah f(x) = f(−x), seperti yang

ingin kita buktikan.

34

Page 36: Pengantar dasar matematika2

Latihan

1. Misalkan A dan B sebarang himpunan. Buktikan:

(a) A ∩B = A jika dan hanya jika A ⊆ B.

(b) A ∪B = B jika dan hanya jika A ⊆ B

(c) Jika C suatu himpunan tak kosong sedemikian sehingga A × C =

B × C, maka B = C.

2. Buktikan bahwa kurva C1 = {(x, |x|)|x ∈ R} adalah simetri terhadap

sumbu-y tetapi tidak simetri terhadap sumbu-x.

3. Misalkan f adalah fungsi bernilai real dengan domain R. Buktikan fungsi

f adalah fungsi ganjil, yaitu f(−x) = −f(x), untuk semua x ∈ R jika dan

hanya jika himpunan titik-titik pada bidang-xy C2 = {(x, f(x)|x ∈ R}adalah simetri terhadap titik posat O.

Catatan: Suatu himpunan bagian C dari R × R dikatakan simetri ter-

hadap titik asal O jika dan hanya jika untuk semua bilangan real x dan

y, (x, y) ∈ C mengakibatkan (−x,−y) ∈ C.

4. Suatu himpunan bagian S dari R dikatakan konveks jika dan hanya jika

untuk semua bilangan real x, y ∈ S dan untuk setiap bilangan real t yang

memenuhi 0 < t < 1, maka bilangan real tx + (1− t)y ∈ S.

(a) Buktikan bahwa selang [0, 1] adalah himpunan konveks.

(b) Buktikan bahwa bahwa [0, 1] ∪ [2, 3] bukan himpunan konveks.

5. Suatu himpunan vektor-vektor {~v1, ~v2, ~v3, ..., ~vn} dalam suatu ruang vek-

tor V dikatakan bebas liniear jika dan hanya jika untuk sebarang n bi-

langan real β1, β2, β3, ..., βn, jika β1 ~v1 + β2 ~v2 + ... + βn ~vn = 0, maka

β1 = β2 = β3 = ... = βn = 0.

Misalkan T adalah himpunan bagian bebas linear dari ruang vektor V ,

dan S ⊆ T . Buktikan bahwa S adalah himpunan bebas linear.

35

Page 37: Pengantar dasar matematika2

.6 PEMBUKTIAN DENGAN SPESIALISASI DAN PEM-

BAGIAN KEDALAM KASUS-KASUS

Pembuktian teorema yang kesimpulannya mempunyai bentuk (∀x)(p(x) →q(x)), seperti yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya, dapat bervari-

asi tergantung pada asumsi kebenaran predikat p(x), macam hipotesis yang

diberikan, dan kesimpulan q(x) yang akan dibuktikan. Perhatikan dua contoh

berikut.

Contoh 30 Buktikan bahwa jika sutu himpunan bagian C dari R× R adalah

simetri terhadap sumbu-x dan titik asal O, maka C simetri terhadap sumbu-y.

Contoh 31 Diberikan himpunan A, B, dan X, buktikan bahwa jika (A∩X) ⊆(B ∩X ′) dan (A ∩X) ⊆ (B ∩X ′), maka A ⊆ B.

Kedua contoh di atas mempunyai bentuk (∀x)(p(x) → q(x)), seperti dibahas

pada sub-bab sebelumnya. Sehingga pembuktian berfokus pada kesimpulan

dan bentuk dari definisi yang diberikan (diketahui).

Pada contoh 30, kita memulai pembuktian dengan pemisalan (x, y) ∈ C,

kemudian kita akan membuktikan bahwa (−x, y) ∈ C dengan menggunakan

hipotesis yang diberikan. Pada contoh 31, kita memulai pembuktian dengan

pengambilan sembarang x ∈ A. Kemudian kita akan membuktikan bahwa x ∈B. Untuk mengerjakan ini, kita menggunakan dua hipotesis yang diberikan,

termasuk himpunan ketiga X. Sebelum membaca lebih lanjut, pikirkan dulu

dua contoh itu, dan bagaimana kamu dapat membuktikannya. Apabila kamu

dapat membuktikan contoh 30, maka sebenarnya kamu telah menggunakan

tekhnik pembuktian spesialisasi. Apabila kamu telah membuktikan contoh 31,

maka kamu telah menggunakan teknik pembagian kedalam kasus-kasus. Kedua

tekhnik ini, selanjutnya akan kita bahas secara detail.

36

Page 38: Pengantar dasar matematika2

Spesialisasi

Seperti yang telah ditekankan sebelumnya, bahwa untuk membuktikan per-

nyataan umum (∀x)(p(x)) kita tidak dapat membuktikannya hanya dengan

membuktikan untuk kasus tertentu p(a), di mana a adalah salah satu anggota

dari domain p(x). Tetapi, seringkali dalam menurunkan suatu kesimpulan dari

asumsi atau hipotesis yang diberikan, kita memerlukan suatu kasus khusus

dalam langkah pembuktian selanjutnya untuk memperoleh kesimpulan yang

diinginkan. Kasus ini mungkin kita mensubstitusi suatu konstanta a terhadap

variabel x, atau mungkin mengganti variabel x dengan suatu ekpresi yang lain

yang diperlukan untuk mencapai kesimpulan yang diinginkan. Untuk lebih

jelasnya, perhatikan contoh berikut.

Contoh 32 Misalkan diketahui bahwa sin(x + a) = sin x sin a + cos x cos a

untuk semua bilangan real x dan a. Buktikan bahwa sin(x + π/2) = cos x.

Penyelesaian

Misalkan x sebarang bilangan real. Dengan pengambilan suatu kasus khusus

a = π/2 untuk identitas di atas. Maka diperoleh

sin(x + π/2) = sin x cos(π/2) + cos x sin(π/2)

= sin x(0) + cos x(1)

= cos x, seperti yang diinginkan.

Contoh 33 Misalkan diketahui bahwa sin x = cos(π/2 − x) untuk semua bi-

langan real x. Gunakan hasil ini untuk membuktikan bahwa

cos x = sin(π/2− x), untuk semua bilangan real x.

Penyelesaian

Misalkan x sebarang bilangan real. Perhatikan bahwa sin x′ = cos(π/2 − x′)

untuk semua bilangan real x′ adalah bernilai benar. Pilih x′ = π/2− x dalam

identitas tersebut, maka diperoleh sin(π/2−x) = cos(π/2− (π/2−x)) = cos x

seperti yang kita inginkan.

37

Page 39: Pengantar dasar matematika2

Catatan. Pada pembuktian contoh 32, kita melakukan substitusi langsung,

sedangkan pada pembuktian contoh 33, kita melakukan penggantian x′ oleh x

di mana x adalah sebarang bilangan real yang dipilih. Untuk masalah-masalah

yang lain, mungkin kita melakukan pengkasusan yang lain. Sekarang kita akan

menggunakan teknik spesialisasi ini untuk membuktikan contoh 30.

Penyelesaian Contoh 30

Kita akan membuktikan C adalah simetri terhadap sumbu-y, dengan menggu-

nakan hipotesis bahwa C adalah simetri terhadap sumnbu-x dan titik asal

O. Untuk melakukan ini, ambil sebarang (x, y) ∈ C. Akan ditunjukkan

(−x, y) ∈ C. Karena C simetri terhadap sumbu-x, dan karena (x, y) ∈ C,

maka (x,−y) ∈ C. Selanjutnya kita akan menggunakan hipotesis kedua, C

simetri terhadap titik asal O. Dari hipotesis C simetrri terhadap titik asal

O, berarti jika (x, y) ∈ C, maka (−x,−y) ∈ C, untuk sebarang (x, y) ∈ C,

khususnya karena (x,−y) ∈ C, maka (−x,−(−y)) = (−x, y) ∈ C, seperti yang

kita inginkan.

Pembuktian dalam contoh 30 ini, mengilustrasikan kepada kita tentang

kasus khusus dalam logika yang berbentuk [(∀x)(p(x))] → p(a).

Membagi kedalam Kasus-Kasus

Seringkali dalam membuktikan suatu teorema, terdapat pembagian kedalam

sejumlah hingga kasus. Misalnya, kalau ingin dibuktikan berlaku untuk bi-

langan bulat, kita kadang membagi dalam kasus bilangan bulat genap dan

kasus bilangan bulat ganjil. Atau, kalau kita ingin membuktikan berlaku un-

tuk semua bilangan real x, maka kita dapat membagi dalam kasus x < 0,

x = 0, dan x > 0.

Dalam pembahasan lebih mendalam tentang bukti dengan pembagian kedalam

kasus-kasus, perhatikan pembuktian contoh 31 berikut.

38

Page 40: Pengantar dasar matematika2

Penyelesaian Contoh 31

Diberikan himpunan A, B, dan X yang memenuhi (A ∩ X) ⊆ (B ∩ X) dan

(A∩X ′) ⊆ (B∩X ′).Dalam rangka membuktikan kesimpulan A ⊆ B, kita mulai

dengan pengambilan sebarang x ∈ A. Selanjutnya kita akan membuktikan x ∈B. Kesulitan kita adalah menentukan hipotesis mana yang akan digunakan,

khususnya yang memuat hipotesis ketiga, X. Ingat kembali bahwa X∪X ′ = U

dan X ∩X ′ = ∅. Ini berarti, dalam pemilihan x, maka salah satu x ∈ X atau

x ∈ X ′ dan tidak mungkin di dalam keduanya X dan X ′. Karena kita tidak

tahu apakah x ∈ X atau x ∈ X ′, maka kita membagi kedalam kasus-kasus.

Kasus I. Jika x ∈ X, dan karena x ∈ A, maka kita peroleh x ∈ (A ∩X). Dari

hipotesis (A ∩X) ⊆ (B ∩X), diperoleh x ∈ (B ∩X). Karena (B ∩X) ⊆ B,

maka diperoleh x ∈ B seperti yang diinginkan.

Kasus II. Jika x ∈ X ′, dan karena x ∈ A, maka x ∈ (A ∩X ′). Dari hipotesis

(A ∩X ′) ⊆ (B ∩X ′), kita peroleh x ∈ (B ∩X ′). Karena (B ∩X ′) ∩ B, maka

x ∈ B, seperti yang diinginkan.

Dalam pembuktian dengan tekhnik pembagian kedalam kasus-kasus, kasus

I menggunakan hipotesis pertama (A ∩ X) ⊆ (B ∩ X), sedangkan kasus II

menggunakan hipotesis kedua (A ∩ X ′) ⊆ (B ∩ X ′). Banyak definisi dalam

matematika dibuat sedemikian sehingga pembuktian yang menggunakan de-

finisi itu menggunakan tekhnik kedalam kasus-kasus. Salah satu situasi yang

demikian diberikan pada contoh berikut.

Contoh 34 Ingat kembali definisi nilai mutlak |x| dari suatu bilangan real x,

didefinikan sebagai

|x| =

x, jika x ≥ 0

−x jika x ≤ 0.

Buktikan bahwa |xy| = |x||y| untuk semua bilangan real x dan y.

Penyelesaian

Jika kita menggunakan pembuktian dengan tekhnik kedalam kasus-kasus, maka

39

Page 41: Pengantar dasar matematika2

terdapat empat kasus.

Kasus I. Misalkan x ≥ 0 dan y ≥ 0. Maka xy ≥ 0 dan |xy| = xy = |x||y|.Kasus II. Misalkan x ≥ 0 dan y < 0. Maka xy ≤ 0 dan |xy| = −(xy) =

x(−y) = |x||y|.Kasus III. Misalkan x < 0 dan y ≥ 0. Maka xy ≤ 0 dan |xy| = −(xy) =

(−x)y = |x||y|.Kasus IV. Misalkan x < 0 dan y < 0. Maka xy > 0 dan |xy| = xy =

(−x)(−y) = |x||y|.

Latihan

1. Buktikan bahwa jika A, B, dan X adalah himpunan dengan A ⊆ X dan

B ⊆ X, maka (A ∪B) ⊆ X.

2. Buktikan jika A, X, dan Y adalah himpunan yang bersifat (A ∩ X) ⊆(A ∩ Y ) dan (A ∪X) ⊆ (A ∪ Y ), maka X ⊆ Y .

3. Buktikan atau sangkal konvers dari soal no. 1, yaitu jika A, X, dan Y

adalah himpunan yang bersifat (A ∪X) ⊆ (A ∪ Y ) maka X ⊆ Y .

4. Buktikan bahwa jika C ⊆ (R×R) adalah simetri terhadap sumbu-x dan

sumbu-y, maka C simetri terhadap titik asal O.

5. Untuk bilangan real x dan y didefinisikan,

max(x, y) = x ∨ y =

x, untuk y ≤ x,

y, untuk x ≤ y.

dan

min(x, y) = x ∧ y =

y, untuk y ≤ x,

x, untuk x ≤ y.

.

Buktikan bahwa:

(a) x ∧ (y ∧ z) = (x ∧ y) ∧ z.

(b) (x ∧ y) + (x ∨ y) = x + y.

40

Page 42: Pengantar dasar matematika2

.7 BUKTI DENGAN INDUKSI MATEMATIKA

Pembuktian dengan induksi matematika merupakan suatu metode pembuktian

khusus, yang berkenaan dengan penggunaan situasi tertentu. Dalam sub-bab

ini kita akan membahas prinsip induksi matematika dan bagaimana penggu-

naannya dalam pembuktian suatu pernyataan.

Contoh 35 Ujilah kebenaran dari pernyataan-pernyataan berikut untuk paling

sedikit 5 unsur dari himpunan semesta yang diberikan:

(a) Untuk semua bilangan bulat positif n, 4 membagi 5n − 1.

(b) 1 + 2 + 3 + ... + n = [n(n + 1)/2], untuk n = 1, 2, 3, ....

(c) Jika n ∈ N dan n ≥ 5, maka 4n ≥ n4

Penyelesaian

Sebagian dari penyelesaian diberikan kepada pembaca.

(a) Jika n = 1, maka 5n−1 = 51−1 = 4 terbagi oleh 4. Lebih lanjut, jika n = 3,

maka 5n − 1 = 53 − 1 = 125− 1 = 124 = 4 · 31 juga terbagi oleh 4. Demikian

juga untuk n = 6, maka 5n − 1 = 56 − 1 = 15.625 − 1 = 15.624 = 4 · 3.906

terbagi oleh 4. Untuk n yang lain dipersilakan untuk mengecek sendiri.

(b) Untuk n = 1, maka 1 = 1, sedangkan pada rumus [n(n + 1)/2] men-

jadi [1(1 + 1)/2] = 1. Jika n = 4, maka 1 + 2 + 3 + 4 = 10, sedang-

kan pada rumus [n(n + 1)/2] diperoleh [4(4 + 1)/2] = 10. Untuk n = 10,

maka 1 + 2 + 3 + ... + 10 = 55, sedang pada rumus [n(n + 1)/2] menjadi

[10(10 + 1)/2] = 55. Untuk n yang lain dipersilakan untuk mengecek sendiri.

(c) Jika n = 5, maka 45 = 1.024 > 625 = 54. Dengan catatan bahwa pernya-

taan (c) tidak berlaku untuk n = 1, 2, 3 atau 4. Untuk n yang lain dipersilakan

mencoba sendiri.

Pernyataan pada contoh 35 mungkin belum dikenal dengan baik sebagai

contoh-contoh sebelumnya, seperti pada teori himpunan atau trigonometri.

Pernyataan-pernyataan di atas berkenaan dengan bilangan bulat positif (asli).

Pada pernyataan (a) dan (b), memuat kuantor untuk semua bilangan asli,

41

Page 43: Pengantar dasar matematika2

dinotasikan sebagai (∀n ∈ N). Pada umumnya, pernyataan atau teorema

yang memuat kalimat kuantor ”untuk semua bilangan asli” merupakan suatu

pernyataan (teorema) di mana pembuktian yang sesuai adalah pembuktian

dengan induksi. Pembuktian dengan induksi matematika dapat diperluas un-

tuk penyataan yang memuat himpunan bagian dari bilangan asli, seperti pada

(c).

Sekarang misalkan kita ingin membuktikan suatu pernyataan (∀n)(p(n)),

di mana N adalah domain dari predikat p(n). Dinotasikan S sebagai himpunan

bagian dari N yang memuat semua bilangan asli yang mana p(n) bernilai be-

nar. Dengan kata lain, S merupakan himpunan kebenaran dari p(n). Dengan

definisi ini, tentu S ⊆ N. Dengan menggunakan hipotesis dan fakta-fakta

yang diketahui, maka kita harus dapat membuktikan bahwa S = N . langkah-

langkah pembuktian yang demikian, dinamakan prinsip induksi matematika.

Secata formal prinsip induksi matematika diberikan seperti pada teorema be-

rikut.

Teorema 3 Prinsip Induksi Matematika

Misalkan S adalah himpunan bagian dari himpunan bilangan asli N yang memenuhi

sifat:

(a) 1 ∈ S,

(b) Untuk semua n ∈ N, jika n ∈ S, maka n + 1 ∈ S.

Maka S = N.

Dalam pembahasan ini, kita tidak membahas bukti dari Teorema 3, tetapi

kita akan membahas, bagaimana menggunakan Teorema 3 dalam pembuktian

suatu pernyataan.

Contoh 36 Buktikan bahwa jumlah n suku pertama bilangan-bilangan asli

ganjil diberikan dengan rumus n2. Dengan kata lain buktikan untuk semua

n ∈ N, 1 + 3 + 5 + ... + (2n− 1) = n2.

42

Page 44: Pengantar dasar matematika2

Penyelesaian

Sebelum membuktikan pernyataan dengan prinsip induksi, sebaiknya kita coba

dulu untuk beberapa nilai n. Misalnya, jika n = 5, maka 1+3+5+7+9 = 25,

sama dengan n2 = 52 = 25 pada rumus. Silakan mencoba untuk beberapa

nilai n.

Sekarang kita akan memulai untuk membuktikan pernyataan tersebut. Mi-

salkan S ⊆ N yang memuat semua bilangan asli m yang mana pernyataan

bernilai benar. S ini dapat dibotasikan sebagai S = {m ∈ N|1 + 3 + 5 + ... +

(2m − 1) = m2}. Akan ditunjukkan bahwa S = N. Untuk membuktikan ini,

kita akan menggunakan Teorema 3, yaitu tunjukkan bahwa: (a) 1 ∈ S, dan

(b) Untuk semua m ∈ N, jika m ∈ S, maka m + 1 ∈ S.

(a). Jelas bahwa 1 ∈ S, sebab jumlah suku ganjil pertama, 1 sama dengan 12.

(b). Andaikan m ∈ S. Dari definisi S, maka 1 + 3 + 5 + ... + (2m − 1) = m2

(Asumsi bahwa m ∈ S, dikenal sebagai hipotesis induksi). Untuk membuk-

tikan m + 1 ∈ S, kita harus membuktikan bahwa

1 + 3 + 5 + ... + (2m− 1) + (2(m + 1)− 1) = (m + 1)2.

Perhatikan bahwa

1 + 3 + 5 + ... + (2m− 1) + (2(m + 1)− 1)

= m2 + (2(m + 1)− 1) menggunakan hipotesis induksi

= m2 + 2m + 1

= (m + 1)2.

Ini berarti m + 1 ∈ S, sehingga kondisi (b) dipenuhi, dan bukti selesai.

Contoh 37 Misalkan diketahui aturan turunan hasil kali fungsi (fg)′(x) =

f ′(x)g(x) + f(x)g′(x). Gunakan aturan ini untuk membuktikan untuk semua

bilangan asli n, jika f(x) = xn, maka f ′(x) = nxn−1.

Penyelesaian

Kita mulai bukti dengan memisalkan S adalah himpunan semua bilangan asli

43

Page 45: Pengantar dasar matematika2

m yang mana pernyataan bernilai benar, atau S = {m ∈ N| jika f(x) =

xn, maka f ′(x) = nxn−1}. Untuk membuktikan S = N, maka harus dibuk-

tikan: (a) 1 ∈ S, (b) Untuk semua m ∈ N, jika m ∈ S, maka m + 1 ∈ S.

(a) Jelas 1 ∈ S, karena (d/dx)(x1) = dx/dx = 1, dan 1x1−1 = x0 = 1.

(b) Andaikan m ∈ S. Maka (d/dx)(xm) = mxm−1. Akan ditunjukkan bahwa

m + 1 ∈ S, atau (d/dx)(xm+1) = (m + 1)xm. Dengan menggunakan hipotesis

induksi (d/dx)(xm) = mxm−1, maka

(d/dx)(xm+1) = (d/dx)(xm · x)

= xm(dx/dx) + x · (d/dx)(xm) (turunan perkalian fungsi)

= xm1 + (x)(mxm−1) (hipotesis induksi)

= xm + mxm

= (m + 1)xm.

Kategori dari Bukti Induksi

Dalam pembuktian suatu pernyataan atau teorema dengan menggunakan prin-

sip induksi matematika, terdapat beberapa beberapa situasi yang dikategorikan

sebagai berikut.

1. Rumus-Rumus Penjumlahan

Hasil dari contoh 36 merupakan suatu contoh teorema yang pembuktiannya

menggunakan prinsip induksi matematika. Teorema yang demikian dikenal

dengan rumus-rumus perjumlahan, yaitu suatu rumus yang dihasilkan dari

penjumlahan sebanyak n suku untuk sebarang bilangan asli n. Contoh teorema

yang lain yang berbentuk rumus-rumus penjumlahan diberikan pada contoh

berikut.

Contoh 38 Buktikan bahwa untuk setiap bilangan asli n, penjumlahan∑n

k=1(k/2k) diberikan oleh rumus 2−[(n+2)/2n]. (Silakan mencoba kebenaran

44

Page 46: Pengantar dasar matematika2

rumus ini untuk beberapa nilai n)

Penyelesaian

Misalkan S = {n ∈ N|∑nk=1(k/2k) = 2 − [(n + 2)/2n]}. Untuk membuktikan

S = N, kita harus membuktika (a) dan (b) pada Teorema 3.

(a) 1 ∈ S, sebab∑1

k=1(k/2k) = 1/21 = 1/2 = 2− [(1 + 2)/21]}.(b) Andaikan m ∈ S. Akan dibuktikan m + 1 ∈ S, yaitu

∑m+1k=1 (k/2k) =

2− [((m + 1) + 2)/2m+1]}.Perhatikan bahwa

m+1∑

k=1

(k/2k) =m∑

k=1

(k/2k) + [(m + 1)/2m+1]

= (2− [(m + 2)/2n]) + [(m + 1)/2m+1]

= [2m+2 − 2(m + 2) + (m + 1)]/2m+1

= [2m+2 − (m + 3)]/2m+1

= 2− [((m + 1) + 2)/2m+1].

2. Perumuman

Banyak teorema yang menyatakan tentang keberlakukan suatu sifat oleh dua

objek. Keberlakuan inidapat diperumum menjadi sejumlah hingga dengan

bukti induksi seperti contoh berikut.

Contoh 39 Gunakan induksi dan hukum distributif untuk membuktikan pe-

rumuman hukum distributif perkalian atas penjumlahan, yaitu untuk sebarang

bilangan asli n, berlaku

a(b1 + b2 + b3 + ... + bn) = ab1 + ab2 + ab3 + ... + abn.

di mana a, b1, b2, ...bn adalah bilangan real.

Penyelesaian

Kita telah mengetahui tentang hukum distributif perkalian atas penjumla-

45

Page 47: Pengantar dasar matematika2

han untuk kasus m = 2, yaitu a(b1 + b2) = ab1 + ab2. Sekarang misal-

kan S adalah himpunan bilangan asli m sedemikian hingga hukum distribu-

tif atas m bilangan bernilai benar. Kondisi (a) dari Teorema 3 mengatakan

bahwa ab1 = ab1, bernilai benar. Untuk kondisi (b), andaikan m ∈ S, yaitu

a(b1 + b2 + b3 + ...+ bm) = ab1 +ab2 +ab3 + ...+abm. Akan ditunjukkan bahwa

m + 1 ∈ S. Msalkan a ∈ R, dan c1, c2, ..., cm+1 adalah bilangan-bilangan real.

Maka

a(c1 + c2 + ... + cm+1) = a[(c1 + c2 + ... + cm) + cm+1]

= a(c1 + c2 + ... + cm) + acm+1

= ac1 + ac2 + ... + acm + acm+1.

Himpunan Induktif

Pada bagian ini, akan dibahas tentang perluasan prinsip induksi matema-

tika. Sebelum membahas tentang perluasan prinsip induksi matematika, kita

berikan dulu tentang himpunan induktif, seperti definisi berikut.

Definisi 8 Suatu himpunan bagian S dari himpuan bilangan asli N, dikatakan

induktif jika dan hanya jika m ∈ S, mengakibatkan m + 1 ∈ S unutk semua

bilangan asli m.

Karena kondisi Definisi 8 merupakan kondisi (b) dari Teorema 3, maka je-

las bahwa himpunan bilangan asli N adalh induktif. Lebih lanjut, himpunan

{n, n + 1, n + 2, ...} juga induktif. Dari definisi ini, kita memperoleh teorema

berikut.

Teorema 4 Misalkan S ⊆ N adalah himpunan induktif yang memuat bilangan

asli m0. Maka S memuat m setiap bilangan positif yang lebih besar dari m0,

yaitu {m0,m0 + 1,m0 + 2, ...} ⊆ S.

Di sini tidak dibahas pembuktian dari Teorema 4, tetapi kita mau membahas

tentang penggunaan Teorema 4 pada pernyataan yang menyatakan (∀n ≥

46

Page 48: Pengantar dasar matematika2

n0)(p(n)). Untuk membuktikan teorema yang berbentuk demikian, kita harus

membuktikan himpunan kebenaran S untuk p(n) harus memenuhi

(a) n0 ∈ S, dan

(b) S adalah induktif.

Contoh 40 Buktikan bahwa jika n bilangan asli dan n ≥ 4, maka 2n < n!.

Penyelesaian

Misalkan S adalah himpunan kebenaran p(n) : 2n < n!. Kita akan membuk-

tikan bahwa {4, 5, 6, ...} ⊆ S. Jelas bahwa 4 ∈ S, karena 24 = 16 < 24 = 4!.

Misalkan m ≥ 4 dan m ∈ S, sehingga 2m < m!. Kita harus membuk-

tikan bahwa2m+1 < (m + 1)!. Perhatikan bahwa 2m+1 = 2(2m) < 2(m!) <

(m + 1)m! = (m + 1)!, seperti yang diinginkan.

Latihan

1. Gunakan prinsip induksi matematika untuk membuktikan:

(a) 4 membagi 5n − 1, untuk semua bilangan asli n

(b) 4n > n4, untuk n ≥ 5.

2. Misalkan diketahui ketaksamaan segitiga |x+y| ≤ |x|+ |y|, untuk semua

x, y bilangan real. Buktikan dengan induksi matematika perumuman

ketaksamaan segitiga untuk n bilangan real, yaitu jika x1, x2, ..., xn ∈ R,

dengan n bilangan asli, maka |∑nk=1 xk| ≤

∑nk=1 |xk|.

3. Dengan menggunakan kenyataan bahwa cos(x+y) = cos x cos y−sin x sin y,

dan cos(π) = −1, buktikan dengan induksi matematika bahwa cos(nπ) =

(−1)n, untuk semua bilangan asli n.

4. Buktikan dengan induksi matematika, bahwa jia A adalah himpunan

dedngan n anggota, maka P(A) himpunan semua himpunan bagian dari

A mempunyai 2n anggota.

47

Page 49: Pengantar dasar matematika2

5. Dengan menggunakan kenyataan bahwa jumlah sudut-sudut dalam se-

gitiga adalah 1800, buktikan dengan menggunakan induksi matematika,

jumlah sudut-sudut poligon n sisi (n ≥ 3) adalah (n− 2)1800.

48

Page 50: Pengantar dasar matematika2

KEPUSTAKAAN

1. Morash, R.P. (1991). Bridge To Abstract Mathematics: Mathematical

Proof and Structures, 2nd Ed. Mc Graw Hill, New York.

49