pengantar dasar matematika2
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
hand-out ini digunakan sebagai bahan untuk mempersiapkan diri belajar mate-
matika, khsususnya yang terkait dengan pemahaman tentang logika dan peng-
gunaannya dalam pembuktian matematika. Selain itu juga akan disajikan
pembuktian dengan induksi matematika.Bahan ini disarikan dari buku Bridge
To Abstract Mathematics: Mathematical Proof and Structures, 2nd Ed, Mc
Graw Hill, New York karangan Ronald P. Morash.
Saran-saran untuk perbaikan hand-out ini sangat diharapkan. Akhirnya,
semoga tulisan ini bermanfaat.
Malang, Agustus 2010
Penulis
i
DARI LOGIKA KE PEMBUKTIAN
MATEMATIKA
Terdapat banyak aplikasi dari logika pada matematika yang memerlukan alat
yang melebihi hanya kalkulus proposisi. Tentu banyak definisi-definisi yang
kita formulasikan dan teorema-teorema yang kita buktikan dalam matematika
mempunyai struktur logika yang tidak dapat didiskripsikan hanya menggu-
nakan terminilogi dan simbol-simbol yang dipelajari pada Bab 2.
Banyak definisi dan teorema dalam matematika berkenaan dengan kata-
kata ”setiap (semua)” dan ”ada (beberapa)”, disebut kuantor, selain kata-kata
yang sudah dibahas sebelumnya yaitu ”dan”, ”atau”, ”jika...maka...”, dan ”jika
dan hanya jika” (kalkulus proposisi). Aturan-aturan yang mendiskripsikan
perilaku proposisi (predikat) dan kuantor disebut dengan kalkulus predikat.
.1 LOGIKA, BAGIAN II: PENGANTAR KALKULUS
PREDIKAT
Kalimat seperti
(a) ”Dia adalah seorang dokter”
(b) ”x2 − 3x− 40 = 0”
(c) ”A ∩ (B ∪ C) = (A ∩B) ∪ (A ∩B)”
dikenal sebagai fungsi proposisi, atau predikat (juga dikenal sebagai kalimat
terbuka). Mereka menjadi bagian dari kalkulus predikat.
Definisi 1 Suatu fungsi proposisi, atau predikat, adalah suatu kalimat deklaratif
yang memuat satu variabel atau lebih.
Suatu variabel merupakan suatu simbol yang boleh diganti dengan suatu bi-
langan, suatu himpunan, atau suatu kuantitas matematika yang lain. Suatu
predikat bukanlah suatu pernyataan, karena ia tidak salah satu bernilai benar
atau bernilai salah. Tetapi predikat sangat terkait dengan pernyataan. Notasi
1
untuk predikat, misalnya p(x), q(x, y) dan lainnya, dengan x dan y sebagai
variabel. Terdapat dua prosedur baku untuk mengubah suatu predikat (fungsi
proposisi) menjadi suatu pernyataan, yaitu substitusi dan kuantor.
Substitusi
Kalimat p(x) : x > 4 merupakan contoh dari predikat dengan satu variabel.
Jika 5 disubstitusikan pada x, maka predikat itu menjadi suatu pernyataan
yang bernilai benar, sebab p(5) : 5 > 4 bernilai benar. Jika 2 disubstitusikan
pada x, maka kita peroleh p(2) : 2 > 4 suatu pernyataan yang bernilai salah.
Fungsi proposisi q(x, y) : tan x = tan y, merupakan contoh predikat dengan
dua variabel x dan y. Predikat itu menjadi pernyataan bernilai benar jika kita
substitusikan π/4 untuk x dan 9π/4 untuk y.
Tidak semua substitusi yang dilakukan pada predikat akan menghasilkan
suatu pernyataan, misalnya jika kita substitusikan π/4 untuk x tetapi tidak
untuk y, maka hasilnya adalah kalimat q(π/4, y) : tan π/4 = tan y yang masih
merupakan suatu predikat. Jadi jika kita menginginkan mengubah suatu
predikat menjadi pernyataan dengan substitusi, maka kita harus melakukan
substitusi pada semua variabel.
Masalah lain yang terjadi, misalnya kita mensubstitusi 2+3i untuk x pada
p(x) : x > 4, maka kita akan memperoleh kalimat yang tidak punya arti 2 +
3i > 4, sebab bilangan kompleks tidak mengenal urutan. Masalah yang sama
juga terjadi jika kita mensubstitusikan dengan dengan bukan bilangan untuk
x, misalnya ”Makbul”. Jadi pesan dari dua contoh tadi adalah himpunan
semesta untuk U untuk masing-masing fungsi proposisi (predikat) haruslah
sesuai. Untuk predikat p(x), R adalh himpunan semestanya, sedangkan untuk
q(x, y) himpunan semestanya adalah R × R. Himpunan semesta U sering
disebut sebagai semesta pembicaraan.
Definisi 2 Untuk setiap fungsi proposisi p(x) yang berkenaan dengan semesta
2
pembicaraan U , himpunan bagian P dari U yang didefinisikan sebagai P =
{x ∈ U | p(x) merupakan pernyataan bernilai benar}, disingkat {x| p(x)} dise-
but dengan himpunan nilai kebenaran dari p(x).
Contoh 1 berikut mengilustrasikan tentang konsep himpunan nilai kebenaran.
Contoh 1 Tabel berikut mendiskripsikan himpunan nilai kebenaran dari bebe-
rapa fungsi proposisi dengan himpunan semestanya.
Fungsi Proposisi Himpunan Semesta Himpunan Nilai Kebenaran
p(x) : x > 4 U = R interval (4,∞)
q(x) : x2 < 0 U = R himpunan kosong ∅r(x, y) : x2 = y2 U = R× R titik-titik pada garis y = ±x
di bidang xy
s(x, y, z) : x2 + y2 + z2 = 1 U = R× R× R titik-titik pada kulit bola
dengan jari-jari 1 dan
pusat (0, 0, 0) di bidang xyz
Kita sepakati untuk menggunakan huruf kapital dari fungsi proposisinya
untuk menotasikan himpunan nilai kebenaran, misalnya himpunan kebenaran
P , Q, R, masing-masing untuk fungsi proposisi p(x), q(x, y), dan r(x, y, z). De-
ngan menggunakan ide dari himpunan kebenaran, kita memperluas beberapa
konsep kalkulus proposisi menjadi kalkulus predikat, misalnya seperti Definisi
1 berikut.
Definisi 3 Kita katakan dua fungsi proposisi p(x) dan q(x) dengan himpunan
semesta U adalah ekivalen atas U jika dan hanya jika mereka mempunyai
himpunan kebenaran yang sama.
Sebagi contoh, p(x) : x2 − 2x + 1 = 0 dan q(x) : x = 1 adalah ekivalen atas
U = R, karena keduanya mempunyai himpunan kebenaran {1}. Contoh yang
lain dua predikat dengan dua variabel ”sin(x+y) = sin x cos y+cos x sin y” dan
”x2 + y2 ≥ 0” adalah ekivalen atas R × R (kenapa?). Dua predikat mungkin
3
ekivalen atas satu himpunan semesta tetapi tidak ekivalen untuk himpunan
semesta yang lain. Sebagai contoh, r(x, y) : x2 = y2 dan t(x, y) : x = y adalah
ekivalen atas R+ × R+, tetapi tidak ekivalen atas R × R. R+ menyatakan
himpunan bilangan real positif.
Fungsi-Fungsi Proposisi dan Hubungannya
Kita dapat menggunakan konsep himpunan nilai kebenaran untuk memperluas
lima kata hubung logika yang didefinisikan pada Bab 2 dari pernyataan men-
jadi fungsi pernyataan (proposisi). Salah satu contoh, diberikan pernyataan
p(x) dan q(x) atas himpunan semesta U , apakah artinya kalimat yang dinya-
takan sebagai p(x) ∨ q(x)? Sudah kita kenal sebelumnya, kata hubung yang
digunakan adalah ”atau”, sehingga kalimat tersebut dibaca p(x) atau q(x).
Kalimat ini merupakan predikat majemuk dengan satu variabel. Himpunan
nilai kebenaran dari kalimat ini adalah semua objek a sedemikian kalimat ma-
jemuk p(a) ∨ q(a) bernilai benar. Berdasarkan Definisi ?? (c) seksi 2.1, suatu
objek a yang menjadi anggota himpunan kebenaran dari p(x) ∨ q(x) jika dan
hanya jika pernyataan p(a) benar atau pernyataan q(a) benar (mungkin juga
keduanya benar). Dengan cara yang sama dapat diterapkan pada predikat
majemuk yang lain seperti p(x) ∧ q(x) dan ∼ p(x). Suatu objek a menjadi
anggota himpunan kebenaran dari p(x) ∧ q(x) jika dan hanya jika p(a) dan
q(a) keduanya bernilai benar, dan suatu objek a menjadi anggota himpunan
kebenaran ∼ p(x) jika dan hanya jika p(a) bernilai salah.
Contoh 2 Misalkan U = {1, 2, 3, ..., 9, 10}. Didefinisikan predikat p(x),
q(x), dan r(x) atas U dengan
p(x) : x adalah bilangan ganjil
q(x) : 3 ≤ x < 8
r(x) : x adalah kuadrat dari bilangan bilat.
Gunakan kriteria yang disebutkan di atas untuk menentukan himpunan kebe-
4
naran dari predikat majemuk ∼ p(x), p(x) ∨ q(x), dan q(x) ∧ r(x).
Penyelesaian.
Suatu elemen a di U merupakan anggota himpunan nilai kebenaran dari∼ p(x)
jika dan hanya jika p(a) bernilai salah, yaitu a bukan bilangan ganjil. Jadi
himpunan nilai kebenaran dari ∼ p(x) adalah {2, 4, 6, 8, 10}.Suatu bilangan a di U merupakan anggota himpunan nilai kebenaran dari
p(x) ∨ q(x) jika dan hanya jika p(a) benar atau q(a) benar, yaitu a ganjil
atau 3 ≤ a < 8. Jadi himpunan nilai kebenaran dari p(x) ∨ q(x) adalah
{1, 3, 4, 5, 6, 7, 9}.Terakhir bilangan a di U merupakan anggota himpunan nilai kebenaran
dari q(x)∧ r(x) jika dan hanya jika q(a) benar dan r(a) benar. Jadi himpunan
nilai kebenaran dari q(x) ∧ r(x) adalah {4}. 2
Dari hasil Contoh 2 menyarankan suatu hubungan penting antara him-
punan nilai kebenaran dari predikat majemuk dengan himpunan nilai kebe-
naran masing-masing komponennya. Dalam contoh ini kita telah mempunyai
P{1, 3, 5, 7, 9}, Q = {3, 4, 5, 6, 7}, dan R = {1, 4, 9}. Sedangkan
himpunan nilai kebenaran dari ∼ p(x) sama dengan {2, 4, 6, 8, 10} = P ′,
himpunan nilai kebenaran dari p(x)∨q(x) sama dengan {1, 3, 4, 5, 6, 7, 9} =
P∪Q, dan himpunan nilai kebenaran dari q(x)∧r(x) sama dengan {4} = Q∩R.
Hasil-hasil di atas mengisyaratkan suatu hubungan antara aljabar logika
dan aljabar himpunan, seperti diberikan pada Definisi 4 berikut.
Definisi 4 Misalkan p(x), q(x) adalah fungsi-fungsi proposisi atas himpunan
semesta U dengan himpunan nilai kebenaran masing-masing adalah P dan Q.
Kita definisikan:
(a) ∼ p(x) (tidak p(x)) merupakan fungsi proposisi yang mempunyai himpunan
nilai kebenaran P ′.
(b) p(x) ∨ q(x) (p(x) atau q(x)) merupakan fungsi proposisi yang mempunyai
himpunan nilai kebenaran P ∪Q.
5
(c) p(x) ∧ q(x) (p(x) dan q(x)) merupakan fungsi proposisi yang mempunyai
himpunan nilai kebenaran P ∩Q.
Dengan alasan yang serupa, kita dapat mendefinisikan himpunan nilai
kebenaran dari p(x) → q(x) dan p(x) ↔ q(x) berdasarkan himpunan nilai
kebenaran komponen-komponennya sebagai berikut.
Definisi 5 Misalkan p(x) dan q(x) seperti pada Definisi 4. Kita definisikan
prdikat majemuk:
(a) p(x) → q(x)(jika p(x) maka q(x)) dengan himpunan nilai kebenaran P ′∪Q.
(b) p(x) ↔ q(x) (p(x) jika dan hanya jika q(x)) dengan himpunan nilai kebe-
naran (P ′ ∪Q) ∩ (P ∪Q′).
Kuantor
Terdapat dua kuantor dari suatu kalkulus predikat, yaitu kuantor universal,
dinotasikan dengan ∀ (dibaca ”untuk setiap” atau ”untuk semua”, dan kuantor
eksistensial, dinotasikan dengan ∃ (dibaca ”ada/terdapat” atau ”beberapa”).
Definisi formal untuk kedua kuantor untuk fungsi proposisi dengan satu vari-
abel diberikan sebagai berikut.
Definisi 6 Jika p(x) adalah fungsi proposisi dengan satau variabel atas him-
punan semesta U , maka:
(a) Kalimat untuk semua x, p(x), dinotasikan dengan (∀x)(p(x)), adalah suatu
pernyataan yang bernilai benar jika dan hanya jika himpunan nilai kebenaran
P dari p(x) sama dengan U .
(b) Kalimat untuk terdapat x sedemikian sehingga p(x), dinotasikan dengan
(∃x)(p(x)), adalah suatu pernyataan yang bernilai benar jika dan hanya jika
himpunan nilai kebenaran P dari p(x) bukan himpunan kosong.
Dari Definisi 6 memberikan beberapa catatan penting. Pertama, kali-
mat (∀x)(p(x)) dan (∃x)(p(x)) merupakan pernyataan-pernyataan, bukan lagi
6
fungsi proposisi walaupun memuat variabel. Kedua, pernyataan (∀x)(p(x))
bernilai benar apabila pernyataan p(a) bernilai benar untuk setiap substitusi
yang mungkin pada a dari semua unsur di U , dengan kata lain, jika untuk
sebarang substitusi a dari U pada x predikat p(x) menjadi pernyataan p(a)
yang tautologi, maka dalam hal pernyataan (∀x)(p(x)) bernilai benar. Sedang-
kan pernyataan (∃x)(p(x)) bernilai benar apabila p(a) bernilai benar untuk
paling sedikit substitusi satu anggota a di U . Terakhir, definisi-definisi yang
menyangkut situasi di mana variabelnya dibatasi pada suatu himpunan bagian
dari himpunan semesta U dinyatakan tersendiri.
Berikut diberikan contoh yang berkenaan dengan predikat berkuantor.
Contoh 3 Misalkan U = R. Maka:
(a) (∃x)(x2 = 4) bernilai benar tetapi (∀x)(x2 = 4) bernilai salah. Ini dikare-
nakan himpunan nilai kebenaran dari p(x) : x2 = 4 adalah P = {−2, 2}, yaitu
P tidak kosong, tetapi tidak sama dengan U .
(b) (∀x)(x2 ≥ 0) bernilai benar sebagaimana juga (∃x)(x2 ≥ 0). (kenapa?)
(c) (∀x)(x2 = −5) dan (∃x)(x2 = −5) keduanya bernilai salah, sebab him-
punan nilai kebenaran dari predikat ”x2 = −5” adalah ∅.(d) Mungkinkan dipikirkan terdapat suatu predikat p(x) dengan U = R yang
memenuhi (∀x)(p(x)) bernilai benar tetapi (∃x)(p(x)) bernilai salah?. Jika
tidak, teorema apa yang mungkin disarankan untuk kalkulus predikat?. Mungkinkah
dipikirkan suatu contoh yang melibatkan pemilihan U tertentu, sehingga (∀x)(p(x))
bernilai benar tetapi (∃x)(p(x)) bernilai salah?.2
Suatu gambaran utama dari Contoh 3 adalah membandingkan antara pernya-
taan (∀x)(p(x)) dan (∃x)(p(x)) untuk berbagai macam p(x). Teorema tentang
kalkulus proposisi yang disinggung pada Contoh 3 (d) merupakan suatu hu-
bungan tertentu yang akan dijelaskan secara mendalam pada Seksi 3.2 dan
3.3. Selanjutnya juga akan dikaji hubungan bi-implikasi dan implikasi antar
pernyataan-pernyataan yang memuat kuantor.
7
Translasi Bahasa Indonesia untuk Pernyataan-Pernyataan
yang Memuat Kuantor
Terdapat banyak cara menyatakan suatu simbol predikat berkuantor ke dalam
ekpresi bahasa Indonesia. Jika U = R, simbol (∀x)(x2 = 4) biasanya di-
nyatakan dalam bahasa Indonesia sebagai: ”untuk setiap x, x kuadrat sama
dengan empat, ”untuk semua bilangan real x, x2 = 4”, atau ”setiap (masing-
masing) bilangan real mempunyai 4 sebagai kuadratnya”. Sedangkan untuk
(∃x)(x2 = 4) dinyatakan sebagai: ”ada(terdapat) bilangan real x sedemikian
sehingga x2 = 4”, ”ada(terdapat) bilangan real x untuk mana x2 = 4”,
”ada(terdapat) bilangan real x yang kuadratnya adalah 4”, ”beberapa bi-
langan real mempunyai kuadrat sama dengan 4”, atau ”bebarapa bilangan real
mempunyai 4 sebagai kuadratnya”. Himpunan nilai kebenaran dari (∃x)(p(x))
dapat memuat satu anggota atau lebih.
Penyajian predikat-predikat dalam bahasa Indonesia menjadi lebih rumit
apabila kita harus bekerja dengan predikat majemuk. Kita mulai mengekplo-
rasi hal ini melalui contoh-contoh berikut. Misalkan U = Z, dan fungsi-fungsi
proposisi p, q, r, dan s atas Z didefinisikan sebagai berikut.
(a) p(n) : n bilangan genap, P = {..., −4, −2, 0, 2, 4, ...}(b) q(n) : n bilangan ganjil, Q = {..., −5, −3, −1, 1, 3, 5, ...}(c) r(n) : n bilangan yang dapat dibagi oleh 4, R = {..., −8, −4, 0, 4, 8, ...}(d) s(n) : n bilangan yang dapat dibagi oleh 3, R = {..., −6, −3, 0, 3, 6, ...}.
Contoh 4 Diskusikan beberapa predikat berkuantor yang dibangun oleh p(n) :
n bilangan genap yang memuat penghubung ”tidak”.
Penyelesaian.
(∀n)(∼ p(n)) adalah pernyataan ”setiap bilangan bulat tidak genap” bernilai
salah, sebab P ′ 6= U , tetapi ∼ [(∀n)(p(n))] adalah pernyataan ”tidak benar
bahwa semua bilangan bulat adalah genap” bernilai benar, karena (∀n)(p(n))
8
bernilai salah. Simbol (∃n)(∼ p(n)) menyatakan ”beberapa bilangan bu-
lat tidak genap” bernilai benar, sebab P ′ 6= ∅. Apa translasi dari simbol
∼ [(∃n)(p(n))]?. Apa nilai kebenarannya? apakah kita dapat melihat hu-
bungan keempat pernyataan tersebut?.2
Contoh 5 Diskusikan beberapa predikat berkuantor yang dibangun dari predikat
p(n), q(n), r(n), s(n), penghubung ”dan”, dan kuantor eksistensial.
Penyelesaian.
(∃n)(r(n) ∧ s(n)) adalah pernyataan bahwa beberapa bilangan bulat dapat
dibagi 4 dan 3 bernilai benar, sebab R∩S = {..., −24, −12, 0, 12, 24, ...} 6= ∅.Pernyataan (∃n)(r(n)) ∧ (∃n)(s(n)), beberapa bilangan bulat dapat dibagi 4
dan beberapa bilangan bulat dapat dibagi 3 juga bernilai benar.
Selain itu, (∃n)(p(n)∧q(n)) (”beberapa bilangan bulat keduanya genap dan
ganjil” atau ”beberapa bilangan genap juga ganjil”) merupakan pernyataan
yang salah, sebab P ∩ Q = ∅. Tetapi pernyataan (∃n)(p(n)) ∧ (∃n)(q(n))
(”beberapa bilangan bulat adalah genap dan beberapa bilangan bulat adalah
ganjil”) bernilai benar, sebab (∃n)(r(n)) bernilai benar (P 6= ∅) dan (∃n)(s(n))
bernilai benar (Q 6= ∅).2
Contoh 6 Diskusikan kemungkinan-kemungkinan untuk representasi simbol
yang sesuai dengan menggunakan kuantor dan kata perhubung berbentuk ”un-
tuk setiap ... adalah suatu...”
Penyelesaian.
Sebagaimana Contoh 5, kita simbolkan ”beberapa bilangan bulat dapat dibagi
4 adalah genap” dengan (∃n)(r(n) ∧ p(n)). Bagaimanakah kita menyim-
bolkan secara intuisi pernyataan yang benar ”setiap bilangan yang habis dibagi
4 adalah genap?” Kita boleh memisalkan (∀n)(r(n) ∧ p(n)), tetapi ini di-
translasikan menjadi ”setiap bilangan bulat yang habis dibagi 4 dan genap
” dan jelas bernilai salah. Yang ingin kita nyatakan adalah bahwa suatu
9
bilangan bulat adalah genap jika bilangan itu habis dibagi 4. Sehingga ini
menyarankan suatu kondisional → dan kita coba (∀n)(r(n) → p(n)). Simbol
ini ditranslasikan menjadi ”untuk setiap bilangan bulat n, jika n adalah habis
dibagi 4, maka n bilangan genap” yang nampak mempunyai arti sama dengan
”setiap bilangan bulat yang habis dibagi 4 adalah genap”. 2
Latihan
1. Untuk setiap predikat majemuk berikut, nyatakan himpunan nilai kebe-
narannya dalam himpunan nilai kebenaran P , Q, R dari predikat p(x),
q(x), dan r(x):
(a) (p(x)∧ ∼ q(x)) (b) r(x) → r(x)
(c) ∼ q(x)∨ ∼ r(x)) (d) q(x)∨ ∼ q(x)
(e) p(x) ↔∼ q(x) (f) ∼ q(x) →∼ p(x)
(g) (p(x) → [p(x) ∨ q(x)] (h) p(x) → [q(x) → p(x)]
2. Empat dari delapan predikat majemuk pada latihan 1 mempunyai sifat
bahwa pernyataan yang dihasilkan apabila kita substitusikan suatu un-
sur a untuk variabel x adalah suatu tautologi.
(a) Tentukan keempat predikat majemuk itu.
(b) Apakah nilai kebenaran dari masing-masing keempat predikat maje-
muk tersebut?
3. Misalkan U = {1, 2, 3, ..., 9, 10} dan fungsi-fungsi proposisi p(x),
q(x), r(x), dan s(x) yang didefinisikan pad U adalah p(x) : x ≤ 3, q(x) :
x ≤ 7, r(x) : x > 3, dan s(x) : x adalah kuadrat dari bilangan bulat.
Tulislah himpunan nilai kebenaran dari masing-masing keempat predikat
itu dengan metode mendaftar. Kemudian gunakan hasil itu bersama-
sama Definisi 4 dan 5 untuk menetukan himpunan nilai kebenaran dari
fungsi proposisi berikut.
10
(a) ∼ s(x) (b) p(x) ∨ q(x) (c) p(x) ∧ q(x)
(d) p(x) ∨ r(x) (e) p(x) ∧ q(x) (f) ∼ p(x)∧ ∼ q(x)
(g) ∼ p(x)∨ ∼ q(x) (h) p(x)∨ ∼ s(x) (i) p(x) → q(x)
(j) p(x)∧ ∼ q(x) (k) q(x) ∧ p(x) (l) q(x)∧ ∼ p(x)
(m) ∼ q(x) →∼ p(x) (n) ∼ q(x) ↔∼ r(x) (o) p(x) ↔ s(x)
(p) (r(x) → q(x)) ∨ (q(x) → r(x))
.2 SIFAT-SIFAT DARI PREDIKAT BERKUANTOR
DALAM SATU VARIABEL
Sekarang kita telah mengekplorasi pembahasan teorema kalkulus predikat.
Apa yang harus kita perkirakan untuk mengatakan tentang sifat umum dari
predikat berkuantor. Dengan kata lain, apa jenis-jenis hubungan antara sep-
asang predikat majemuk berkuantor yang dapat kita cari. Suatu petunjuk
untuk hal ini mungkin diperoleh dengan melihat kembali teorema-teorema
dasar dari kalkulus proposisi, yaitu tautologi yang dibahas pada Bab 2. Ke-
banyakan dari teorema itu dibagi dalam dua kategori, yaitu salah satu dari
ekivalensi atau implikasi. Teorema dari tipe ekivalensi memuat informasi ten-
tang bentuk-bentuk pernyataan majemuk perlu mempunyai nilai kebenaran
yang sama, yaitu salah satu keduanya benar atau keduanya salah atas semua
kondisi nilai kebenaran yang mungkin untuk komponen-komponennya. Tipe
yang kedua, implikasi, memuat ide bahwa satu bentuk pernyataan majemuk
mengakibatkan, atau lebih kuat dari, bentuk pernyataan majemuk yang lain-
nya.
Berikut akan diberikan teorema-teorema pokok yang memberikan hubungan
umum antara sepasang predikat majemuk berkuantor yang memuat dua kate-
gori di atas.
11
Ekivalensi Proposisi yang Memuat Kuantor
Perhatikan contoh berikut.
Contoh 7 Deskripsikan dalam bentuk himpunan nilai kebenaran kondisi-kondisi
atas yang mana, masing-masing predikat (∀x)(∼ p(x)) dan ∼ [(∃x)(p(x))]
bernilai benar.
Penyelesaian.
Dengan Definisi 4 (a), himpunan nilai kebenaran dari ∼ p(x) adalah P ′. Oleh
karena itu, pernyataan berkuantor (∀x)(∼ p(x)) bernilai benar jika dan hanya
jika P ′ = U , dengan Definisi 6 (a).
Kita tahu dengan Definisi ?? (a), pernyataan berkuantor ∼ [(∃x)(p(x))]
bernilai benar jika (∃x)(p(x)) bernilai salah. Hal ini terjadi jika dan hanya
jika ini bernilai salah bahwa P 6= ∅ (Definisi 4 (b)), yaitu jika dan hanya jika
pernyataan P = ∅.2Contoh 7 mengatakan bahwa suatu pernyataan berbentuk ”untuk setiap
x, tidak p(x)” adalah tepat bernilai benar apabila P ′ = U , disamping pernya-
taan yang berkorenpondensi ”Ini tidak terjadi bahwa terdapat x yang mana
p(x)” adalah tepat bernilai benar apabila P = ∅. Oleh karena itu, masuk akal
bahwa pernyataan ”untuk sebarang P , P ′ = U jika dan hanya jika P = ∅”.,
kemudian disimpulkan bahwa (∀x)(∼ p(x)) dan ∼ [(∃x)(p(x))] secara logika
adalah ekivalen. Untuk sebarang fungsi proposisi p(x),
(∀x)(∼ p(x)) bernilai benar ↔ P ′ = U
↔ P = ∅↔ ∼ [(∃x)(p(x))].
Kesimpulan ini merupakan salah satu dari teorema-teorema berikut.
12
Teorema 1 Misalkan p(x) dan q(x) adalah predikat atas himpunan semesta
U dengan himpunan nilai kebenaran masing-masing P dan Q. Maka
Pernyataan predikat berkuantor Korespondensi himpunan nilai kebenaran
(a) ∼ [(∀x)(p(x))] ↔ (∃x)(∼ p(x)) (a’) P = U bernilai salah ↔ P ′ 6= ∅(b) ∼ [(∃x)(p(x))] ↔ (∀x)(∼ p(x)) (b’) P 6= ∅ bernilai salah ↔ P ′ = U
(c) (∀x)(p(x) ∧ q(x)) ↔ ((∀x)(p(x)) ∧ (∀x)(q(x)) (c’) P ∩Q = U ↔ P = U dan Q = U
(d) (∃x)(p(x) ∨ q(x)) ↔ ((∃x)(p(x)) ∨ (∃x)(q(x)) (d’) P ∪Q 6= ∅ ↔ P 6= ∅ dan Q 6= ∅
Contoh berikut merupakan aplikasi dari satu prinsip pada Teorema 1 pada
masalah matematika dasar.
Contoh 8 Deskripsikan dengan tepat apa yang harus dikerjakan dalam rangka
menunjukkan pernyataan ”untuk setiap bilangan real x, (x + 4)2 = x2 + 16”
bernilai salah.
Penyelesaian.
Notasikan predikat p(x) : (x + 4)2 = x2 + 16. Kita mau menunjukkan ben-
tuk (∀x)(p(x)) bernilai salah. Untuk itu kita akan menunjukkan bahwa ∼[(∀x)(p(x))] bernilai benar. Dengan Teorema 1 (a), ini sama dengan menya-
takan (∃x)(∼ p(x)) bernilai benar. Sehingga kita harus menunjukkan bahwa
terdapat suatu bilangan real x sedemikian sehingga (x + 4)2 6= x2 + 16. Ini
bisa dipilih, misalnya x = 1, sehingga diperoleh 1 + 4)2 = 25 6= 17 = 12 + 16.2
Implikasi antara Proposisi yang Memuat Kuantor
Sekarang kita akan menggunakan pendekatan seperti pada Contoh 7 untuk
pasangan predikat berkuantor seperti berikut.
Contoh 9 Deskripsikan dalam bentuk himpunan nilai kebenaran kondisi-kondisi
atas mana masing-masing predikat majemuk berkuantor (∀x)(h(x))∨(∀x)(k(x))
dan (∀x)(h(x) ∨ k(x)) bernilai benar.
13
Penyelesaian.
Dengan Definisi 4 (b), himpunan nilai kebenaran dari (h(x) ∨ k(x) adalah
H ∪ K. Oleh karena itu, pernyataan berkuantor (∀x)(h(x) ∨ k(x)) bernilai
benar jika dan hanya jika H ∪K = U , dengan Definisi 6 (a).
Di lain pihak, dengan Definisi ?? (b), pernyataan berkuantor (∀x)(h(x))∨(∀x)(k(x)) bernilai benar jika dan hanya jika salah satu (∀x)(h(x)) bernilai
benar, yaitu H = P atau (∀x)(k(x)) bernilai benar, yaitu K = U . Kita
simpulkan bahwa (∀x)(h(x)) ∨ (∀x)(k(x)) bernilai benar jika dan hanya jika
salah satu H = U atau K = U .2
Mari kita bandingkan dua kondisi yang digaris bawahi dalam Contoh 9 di
atas. Secara intuisi, jelas bahwa jika salah satu H = U atau K = U , maka
H ∪K = U . Bagaimana halnya dengan konversnya? Apakah ini syarat perlu
bahwa salah satu H = U atau K = U dalam rangka memperoleh H ∪K = U?
Contoh U = R, H = Q, dan K = Q′ menunjukkan bahwa jawaban pertanyaan
itu adalah tidak. Dalam kasus ini, implikasi antara kedua bentuk pernyataan
itu dengan teori himpunan adalah satu arah. Jadi kita boleh menyimpulkan
bahwa (∀x)(h(x)) ∨ (∀x)(k(x)) mengakibatkan (∀x)(h(x)), secara argumen
(∀x)(h(x)) ∨ (∀x)(k(x)) bernilai benar ↔ (H = U) ∨ (K = U)
↔ H ∪K = U
↔ (∀x)(h(x) ∨ k(x))bernilai benar
Sebagaimana Contoh 7, argumen ini berdasarkan teorema pada teori him-
punan yang belum dibuktikan. Sehingga masuk akal bahwa prinsip di atas
dapat diterima.
Pernyataan (∀x)(h(x)) ∨ (∀x)(k(x)) mengakibatkan (∀x)(h(x) ∨ k(x)) be-
rarti bahwa untuk sebarang predikat h(x) dan k(x) yang diberikan, kebenaran
bentuk pernyataan pertama mengakibatkan kebenaran bentuk pernyataan ke-
dua. Terdapat beberapa cara menyatakan bentuk implikasi tersebut. Misal-
14
nya, bentuk kedua tidak dapat bernilai salah apabila bentuk pertama bernilai
benar, atau bentuk kedua tidak dapat bernilai salah jika tidak bentuk per-
tama bernilai salah (lihat kembali Translasi Bahasa Indonesia dari pernyataan
kondisional dan Bi-Kondisi, Seksi 2.3). Kita juga dapat mengatakan bahwa
bentuk pertama lebih kuat dari bentuk kedua. pernyataan ini disimbolkan
sebagai
(∀x)(h(x)) ∨ (∀x)(k(x)) → (∀x)(h(x) ∨ k(x)).
Teorema ini dan beberapa teorema yang lain yang memuat implikasi antara
sepasang predikat berkuantor satu variabel diberikan pada teorema berikut.
Teorema 2 Misalkan p(x) dan q(x) adalah predikat atas himpunan semesta
U dengan himpunan nilai kebenaran masing-masing P dan Q. Dalam (c) kita
asumsikan lebih lanjut bahwa U 6= ∅, selain itu dalam (d) dan (e) kita asum-
sikan bahwa a adalah satu anggota tertentu dari U . Maka
Pernyataan predikat berkuantor Korespondensi himpunan nilai kebenaran
Lebih Kuat Lebih Lemah Lebih Kuat Lebih Lemah
(a) ((∀x)(p(x))) ∨ ((∀x)(q(x))) → (∀x)((p(x)) ∨ (∀x)(q(x)))
(a’) P = U atau Q = U → P ∪Q = U
(b) (∃x)((p(x)) ∨ (∀x)(q(x))) → ((∃x)(p(x))) ∨ ((∃x)(q(x)))
(b’) P ∩Q 6= ∅ → P 6= ∅ dan Q 6= ∅(c) (∀)(p(x)) → (∃x)(p(x))
(c’) P = U → P 6= ∅(d) (∀)(p(x)) → p(a)
(d’) P = U → a ∈ P
(e) p(a) → (∃)(p(x))
(e’) a ∈ P → P 6= ∅
Konvers dari Teorema 2 adalah salah, yaitu kita dapat menemukan fungsi
proposisi p(x), q(x) sedemikian sehingga bentuk pernyataan yang lebih lemah
15
bernilai benar tetapi bentuk pernyataan yang lebih kuat bernilai salah (tun-
jukkan!).
Aplikasi Logika dalam Matematika
Teorema 1 dapat digunakan bersama-sama dengan hasil sebelumnya untuk
menggambarkan kesimpulan umum tentang pernyataan berkuantor.
Contoh 10 Tentukan suatu pernyataan yang ekivalen dengan negasi dari per-
nyataan berkuantor (∀x)[p(x) → q(x)] dalam hal negasi bukan menjadi penghubung
utama.
Penyelesaian.
Sesuai dengan Teorema 1 (a), ∼ [(∀x)(p(x) → q(x))] ekivalen dengan (∃x)[∼p(x) → q(x)]. selanjutnya dapat ditunjukkan bahwa ∼ [p(x) → q(x)] ekivalen
dengan p(x)∧ ∼ q(x) (buktikan). Dengan demikian kita peroleh
∼ [(∀x)(p(x) → q(x))] ↔ (∃x)[∼ p(x) → q(x)]
↔ (∃x)[∼ p(x)∧ ∼ q(x)]
di mana bentuk yang terakhir adalah yang diinginkan. Jadi kesimpulannya
adalah
∼ [(∀x)(p(x) → q(x))] ↔ (∃x)[∼ p(x)∧ ∼ q(x)]. (.1)
Jika p(x) menyatakan ”x adalah laki-laki” dan q(x) menyatakan ”x adalah
tenaga pendidik”, maka kesimpulan itu menyatakan bahwa ”beberapa laki
adalah tenaga pendidik” ekivalen dengan negasi dari ”semua laki-laki adalah
tenaga pendidik”.2
Secara umum, negasi dari pernyataan berbentuk ”setiap P adalah Q” dapat
dinyatakan dalam bentuk ”beberapa di P adalah tidak di Q”. Kebenaran
”setiap P adalah Q” berarti bahwa tidak ada sesuatu yang di P yang tidak
ada di Q. Jika pernyataan ”setiap P adalah Q” bernilai salah, maka berarti
16
bahwa ada sesuatu yang di P yang tidak ada di Q, pernyataan ini jelas sama
dengan artinya dengan pernyataan ”beberapa yang P tidak di Q”.
Prinsip (.1) mempunyai aplikasi penting dalam matematika pada level sete-
lah kalkulus. Misalnya kita bekerja dengan suatu definisi yang mempunyai
bentuk [(∀x)(p(x) → q(x))] dan menginginkan menguji apakah suatu elemen
memenuhi definisi itu atau tidak. Untuk melakukan ini, kita harus yakin da-
pat memformulasikan apa arti suatu elemen tidak memenuhi definisi tersebut.
Contoh berikut akan mengelaborasi ide tersebut.
Contoh 11 Suatu elemen l dari suatu himpunan bagian dari himpunan bi-
langan real, S, disebut elemen maksimal dari S jika dan hana jika untuk se-
barang x ∈ S, jika x ≥ l, maka x = l. Tunjukkan bahwa l = 0, 99 bukan
elemen maksimal dari interval [0, 1].
Penyelesaian.
Definisi ”elemen maksimal” jelas mempunyai bentuk (∀x)(p(x) → p(x)), de-
ngan p(x) : x ≥ l, q(x) : x = l, dan S = [0, 1]. Dengan prinsip
∼ [(∀x)(p(x) → q(x))] ↔ (∃x)[∼ p(x)∧ ∼ q(x)]
pada Contoh 10, kita harus menunjukkan terdapat suatu bilangan real x di
S sedemikian sehingga p(x)∧ ∼ q(x). Dengan memilih x = 0, 991, kita lihat
bahwa x = 0, 991 ≥ l = 0, 99 dan x = 0, 991 6= l = 0, 99.2
Latihan
1. Nyatakan negasi dari masing-masing pernyataan berikut sebagai suatu
kalimat yang diawali dengan kata ”semua” atau ”beberapa”.
(a) Semua wanita muda adalah pendidik.
(b) Tidak ada laki-laki muda adalah pendidik.
(c) Beberapa wanita adalah pendidik muda.
(d) Semua pendidik adalah salah satu muda atau laki-laki.
17
(e) Beberapa pendidik adalah laki-laki muda.
(f) Jika semua pendidik adalah laki-laki muda, maka tidak ada wanita
adalah pendidik.
(g) Semua pendidik adalah wanita muda aatau beberapa laki-laki adalah
pendidik.
2. (a) Dalam Teorema 2 (a), berikan suatu contoh fungsi proposisi p(x)
dan q(x) atas suatu himpunan semesta U yang mana bentuk per-
nyataan yang lebih lemah bernilai benar tetapi bentuk pernyataan
yang lebih kuat bernilai salah.
(b) Apakah mungkin menentukan suatu contoh jika kita tukar kata
”lebih lemah” dan ”lebih kuat” dalam soal (a).
(c) Nyatakan suatu syarat tertentu pada Teorema 2 (a) sedemikian
sehingga bentuk pernyataan yang lebih lemah dan lebih kuat ked-
uanya bernilai benar.
(d) Nyatakan suatu syarat tertentu pada Teorema 2 (b) sedemikian
sehingga bentuk pernyataan yang lebih lemah dan lebih kuat ked-
uanya bernilai benar.
3. Nyatakan negasi dari masing-masing pernyataan berikutdalam suatu ben-
tuk yang tidak tidak memuat negasi sebagai kata hubung utama (lihat
Contoh 10).
(a) (∀x)(∼ p(x)) (b) (∃x)(∼ p(x)) (c) (∀x)(p(x) ∨ q(x))
(d) (∃x)(p(x) ∨ q(x)) (e) (∀x)(p(x) ∧ q(x)) (f) (∃x)(p(x) ∧ q(x))
(g) (∃x)(p(x) → q(x)) (h) (∀x)(p(x) ↔ q(x)) (i) (∃x)(p(x) ↔ q(x))
18
.3 APLIKASI LOGIKA PADA TEORI HIMPUNAN:
BEBERAPA BUKTI
Sekarang kita akan membahas lebih formal untuk membahas teori himpunan
yang telah diberikan pada Bab 1. Khususnya dalam menggunakan prinsip-
prinsip logika yang telah dipelajari untuk mengkonstruksi suatu bukti dari
teorema pada teori himpunan.
Sebelum membahas lebih jauh terlebih dahulu kita berikan definisi formal
dari definisi kesamaaan himpunan dan himpunan bagian yang telah disajikan
pada bab 1.
Definisi 7 Misalkan A, B adalah himpunan.
(a) Kita katakan bahwa A sama dengan B (dinotasikan dengan A = B) jika
dan hanya jika pernyataan (∀x)((x ∈ A) ↔ ((x ∈ B)) bernilai benar.
(b) Kita katakan bahwa A suatu himpunan bagian dari B (dinotasikan de-
ngan A ⊆ B) jika dan hanya jika pernyataan (∀x)((x ∈ A) → ((x ∈ B))
bernilai benar.
Pembuktian untuk Himpunan Bagian
Contoh 12 Buktikan bahwa ∅ ⊆ A untuk sebarang himpunan A (Fakta 1 (7),
Seksi 1.7).
Penyelesaian.
Ambil sebarang himpunan A. Dengan definisi, ∅ ⊆ A mempunyai arti (∀x)[(x ∈∅) → (x ∈ A)]. Akan tetapi, predikat x ∈ ∅ bernilai salah untuk sebarang un-
sur x, sehingga kondisional x ∈ ∅) → (x ∈ A) bernilai benar untuk sebarang
unsur x, tanpa memperhatikan nilai kebenaran dari predikat x ∈ A. Dengan
demikian pernyataan (∀x)[(x ∈ ∅) → (x ∈ A)] bernilai benar, sehingga ∅ ⊆ A
bernilai benar. 2
19
Contoh 13 Buktikan bahwa A ⊆ A untuk sebarang himpunan A (Fakta 1 (2),
Seksi 1.4).
Penyelesaian.
Ambil sebarang himpunan A. Dengan definisi, A ⊆ A mempunyai arti (∀x)[(x ∈A) → (x ∈ A)]. Akan tetapi, predikat (x ∈ A) → (x ∈ A) mempunyai bentuk
p → p untuk sebarang substitusi x, dan sehingga bernilai benar, karena p → p
suatu tautologi (Teorema ?? (a), Seksi 2.3). Dengan demikian pernyataan
(∀x)[(x ∈ A) → (x ∈ A)] bernilai benar, sehingga A ⊆ A bernilai benar. 2
Contoh 14 Buktikan bahwa untuk sebarang himpunan A dan B, A = B jika
dan hanya jika A ⊆ B dan B ⊆ A (Fakta 1 (4), Seksi 1.4).
Penyelesaian.
Definisi A = B adalah (∀x)[(x ∈ A) ↔ (x ∈ B)], di samping itu A ⊆ B
didefinisikan sebagai (∀x)[(x ∈ A) → (x ∈ B)]. Oleh karena itu teorema
ini mengatakan bahwa (∀x)[(x ∈ A) ↔ (x ∈ B)] ekivalen pada konjungsi
(∀x)[(x ∈ A) → (x ∈ B)] ∧ (∀x)[(x ∈ B) → (x ∈ A)]. Dengan menggunakan
tautologi (p ↔ q) ↔ [(p → q) ∧ (q → p)] (Teorema 1(m), Seksi 2.3) dan
teorema (∀x)(p(x) ∧ q(x)) ↔ (∀x)(p(x)) ∧ (∀x)(q(x)) dari kalkulus predikat
(Teorema 1(c), Seksi 3.2), kita lihat bahwa
(∀x)[(x ∈ A) ↔ (x ∈ B)] ↔ (∀x)[((x ∈ A) → (x ∈ B)) ∧ ((x ∈ B) ↔ (x ∈ A))]
↔ (∀x)[(x ∈ A) → (x ∈ B)] ∧ (∀x)[(x ∈ B) ↔ (x ∈ A)]
seperti yang diinginkan.2
Teorema yang dihasilkan pada Contoh 12 - 14 merupakan hasil yang pen-
ting dan mendasar dalam teori himpunan. Masing-masing teorema itu dapat
dinyatakan dalam suatu bentuk yang lebih mudah diingat dari pada bentuk
formalnya. Teorema pertama menyatakan ”himpunan kosong merupakan him-
punan bagian dari sebarang himpunan”, kedua menyatakan ”setiap himpunan
20
merupakan himpunan bagian dari dirinya sendiri”, sedangkan yang ketiga me-
nyatakan ”dua himpunan sama jika dan hanya jika masing-masing merupakan
himpunan dari yang lainnya”. Bukti dari ketiga teorema itu secara ekplisit
menggunakan prinsip-prinsip logika. Kenyataannya, ciri dari penulisan bukti
yang digunakan matematikawan adalah dengan menggunakan hasil dari him-
punan bagian dan kesamaan himpunan.
21
METODE-METODE DASAR
.4 KESIMPULAN YANG MEMUAT ∀, TETAPI TIDAK
MEMUAT ∃ ATAU →
Dalam sub-bab ini, akan difokuskan pada bentuk-bentuk pembuktian yang sa-
ngat mendasarkan dari sudut pandang struktur logika. Secara umum, teorema
yang kesimpulannya tidak memuat kuantor eksistensial atau bentuk implikasi
dibuktikan dengan metode yang sangat dikenal oleh siswa ketika berada di
bangku sekolah. Karena metode-metode ini tetap digunakan di level pergu-
ruan tinggi, maka pembahasan mengenai bentuk-bentuk pembuktian dimulai
dengan bentuk-bentuk pembuktian yang telah dikenal.
Hampir semua mahasiswa telah mengenal beberapa pembuktian yang dit-
ulis dalam geometri, aljabar, dan trigometri. Berikut diberikan bentuk pem-
buktian untuk ketiga materi tersebut.
Contoh 15 Hipotesis:BC dan AD adalah ruas garis-ruas garis, AB = DC,
O titik tengah BC, sudut B = 900, sudut C = 900. Kesimpulan: AO =
DO. Rencana Pembuktian: Buktikan bahwa AO = DO adalah dua sisi yang
bersesuaian dari dua segitiga yang konruen, seperti Gambar berikut.
Gambar 1. Dua Segitiga Konruen
22
Penyelesaian.
Pernyataan Alasan
Pada ∆ABO dan ∆DCO:
1. AB = BC 1. Dari Hipotesis
2. O membagi BC 2. Dari Hipotesis
3. Maka BO = CO 3. Definisi titik tengah
4. sudut B = 900, sudut C = 900 4. Dari Hipotesis
5. Maka sudut B = sudut C 5. Aksioma: kesamaan dua kuantitas
6. Sehingga ∆ABO konruen ∆DCO 6. Sisi, sudut, sisi
7. AO dan DO sisi-sisi 7. AO dan DO
yang bersesuai pada ∆ABO dan ∆DCO menghadap sudut yang sama
8. Maka AO = DO 8. Konruensi dua segitiga
Dalam pembahasan materi geometri, umumnya dimulai dari aksioma-aksioma,
yaitu suatu pernyataan tentang hubungan dalam geometri yang diasumsikan
bernilai benar. Kemudian dari aksioma-aksioma ini dibangun teorema-teorema.
Teorema-teorema itu diturunkan dengan suatu pembuktian, yaitu suatu dere-
tan pernyataan, yang masing-masing didasari oleh aksioma atau teorema se-
belumnya.
Contoh 16 Gunakan hukum asosiatif dan komutatif perkalian untuk mem-
buktikan bahwa (ab)(cd) = [(dc)a]b untuk sebarang bilangan real a, b, c, dan
d.
Penyelesaian
Misalkan a, b, c, dan d bilangan real. Perhatikan bahwa:
(ab)(cd) = (ab)(dc) (karena cd = dc, hukum komutatif)
= (dc)(ab) ( hukum komutatif pada ab dan dc)
= [(dc)a]b (hukum asosiatif pada (dc), a, dan b).
23
Yang perlu diperhatikan dalam pembuktian suatu pernyataan yang memuat
kuantor universal atas suatu himpunan tak hingga seperti himpunan bilangan
real R, kita tidak boleh hanya memberikan suatu contoh tertentu atau hanya
mencoba beberapa kasus.
Contoh 17 Buktikan identitas (cos 2x−sin2 x)sin 2x
= 12cot x − tan x, untuk sebarang
bilangan real x yang bukan berbentuk x = nπ/2 dengan n suatu bilangan bulat.
Penyelesaian
Misalkan x suatu bilangan real, tidak berbentuk x = nπ/2 dengan n suatu
bilangan bulat. Maka
(cos 2x− sin2 x)
sin 2x=
[(cos2 x− sin2 x)− sin2 x]
(2 sin x cos x)
=(cos2 x− 2 sin2 x)
2 sin x cos x)
=cos x
2 sin x− sin x
cos x
=1
2cot x− tan x.
Suatu hal penting dalam pembahasan ini adalah bagaimana menuliskan suatu
bukti yang memuat kuantor universal, tetapi tidak memuat kuantor eksisten-
sial dan implikasi. Penulisan pembuktian semacam ini juga terdapat pada
teori himpunan yang menggunakan sifat ketransitifan pada himpunan seperti
contoh berikut.
Contoh 18 Buktikan bahwa X−(Y ∩Z) = (X−Y )∪(X−Z) untuk sebarang
tiga himpunan X,Y , dan Z himpunan bagian dari himpunan semesta U .
Penyelesaian
Misakan X, Y , Z sebarang himpunan bagian dari U . Maka
X − (Y ∩ Z) = X ∩ (Y ∩ Z)′
= X ∩ (Y ′ ∪ Z ′)
= (X ∩ Y ′) ∪ (X ∩ Z ′)
= (X − Y ) ∪ (X − Z).
24
Suatu pembuktian yang menggunakan sifat ketransitifan juga berlaku pada
suatu ketaksamaan pada bilangan real seperti contoh berikut.
Contoh 19 Diketahui bahwa |x + y| ≤ |x| + |y| untuk semua bilangan real x
dan y. Buktikan bahwa |x − z| ≤ |x − y| + |y − z| untuk semua bilangan real
x, y, dan z.
Penyelesaian
Misalkan x, y, z sebarang bilangan real. Maka
|x− z| = |x + (y − y)− z|= |(x− y) + (y − z)|≤ |x− y|+ |y − z|.
Contoh-contoh di atas merupakan cara menyajikan pembuktian suatu pernya-
taan yang memuat kuantor universal. Tetapi, bagaimana cara kita menyangkal
suatu pernyataan yang memuat kuantor universal? Misalnya kita ingin menyangkal
tentang pernyataan pengurangan berlaku sifat asosiatif, yaitu a − (b − c) =
(a − b) − c untuk semua bilangan real a, b, dan c. Suatu yang umum terjadi,
tetapi secara logika tidak benar bahwa:
a− (b− c) = (a− b)− (−c)
= (a− b) + c
6= (a− b)− c.
Dengan mengingat kembali bahwa negasi pernyataan (∀x)(p(x)) adalah (∃x)(∼p(x)), maka untuk menyangkal suatu pernyataan yang memuat kuantor uni-
versal, kita harus membuktikan bahwa predikat p(x) dalam pernyataan itu
salah untuk suatu x tertentu. Dengan kata lain, kita harus memilih suatu
objek tertentu a sedemikian sehingga p(a) merupakan pernyataan yang salah.
objek yang kita pilih ini disebut sebagai suatu kontra contoh dari pernyataan
(∀x)(p(x)). Untuk kasus pengurangan di atas, kita dapat memilih a = 4, b = 2
25
dan c = 1, sehingga a− (b− c) = 4− (2− 1) = 4− 1 = 3 tidak sama dengan
(a− b)− c = (4− 2)− 1 = 2− 1 = 1.
Terdapat kasus khusus di mana kita dapat membuktikan suatu pernyataan
dengan menggunakan contoh-contoh atau dengan menuliskan kasus-kasus. Ka-
sus seperti ini bisa dilakukan apabila banyaknya anggota domain dari predikat
yang diketahui berjumlah hingga. Cara ini bisa dilakukan untuk membuktikan
suatu pernyataan (teorema), tetapi biasanya tidak praktis.
Sebagai kesimpulan dari pembahasan sub-bab ini adalah:
1. Dalam melakukan pembuktian, khsususnya berkenaan dengan sifat ke-
transitifan, kita harus mempunyai gambaran secara jelas tentang apa
yang sudah diketahui sebelumnya, seperti aksioma, teorema-teorema,
atau fakta-fakta yang akan digunakan dalam bukti.
2. Suatu hal yang penting dalam melakukan pembuktian adalah jangan
membuang-buang waktu untuk segera memulai pembuktian, tuliskan
semua yang apa diketahui, khususnya kesimpulan yang dinginkan dan
hipotesis (jika ada), dan definisi-definisi dan hubungan-hubungan yang
relevan. jangan putus asa apabila pendekatan pertama yang digunakan
gagal. Coba lagi pendekatan-pendekatan yang lain.
Latihan
1. Dalam latihan ini, gunakan hukum asosiatif, komutatif, untuk penjum-
lahan dan perkalian bilangan real, dan hukum distributif perkalian atas
penjumlahan. Tuliskan alasan untuk setiap langkah. Buktikan bahwa:
(a) (a + b)2 = a2 + 2ab + b2, ∀a, b ∈ R.
(b) (a + b)(a− b) = a2 − b2, ∀a, b ∈ R.
(c) [a + (b + c)] + d = a + [b + (c + d)], ∀a, b, c, d ∈ R.
(d) a(bc) = c(ba), ∀a, b, c ∈ R.
26
(e) (ab + ad) + (cb + cd) = (a + c)(b + d), ∀a, b, c, d ∈ R.
(f) a(b + c + d) = ab + ac + ad, ∀a, b, c, d ∈ R.
2. Gunakan identitas trigonometri untuk membuktikan kesamaan berikut.
(a) cos4 x− sin4 = cos 2x, ∀x ∈ R.
(b) 4 sin3 cos x = sin 2x− sin 2x cos 2x, ∀x ∈ R.
(c) sec x− sin x tan x = cos x , ∀x ∈ R sedemikian hingga cos x 6= 0.
(d) (tan x− 1)/(tan x + 1) = (1− cot x)/(1 + cot x), ∀x ∈ R sedemikian
hingga sin x 6= 0 dan cos x 6= 0.
3. Buktikan bahwa untuk sebarang himpunan A dan B: (a) A = (A∪B)∩(A ∪B′).
(b) A = (A ∩B) ∪ (A ∩B′).
(c) (A ∩B) ∪ (A′ ∩B) ∪ (A ∩B′) ∪ (A′ ∩B′) = ∅(d) (A ∪B) ∩ (A′ ∪B) ∩ (A ∪B′) ∩ (A′ ∪B′) = U
(e) (A′ ∪B) ∩ (A ∪B′) = (A′ ∩B′) ∪ (A ∩B).
4. Nilai mutlak suatu bilangan real x, dinotasikan |x|, didefinisikan dengan
|x| =
x, jika x ≥ 0
−x jika x ≤ 0.
Dari definisi ini diperoleh bahwa −|x| ≤ x ≤ |x| untuk semua bilangan
real x. Dengan hasil ini dapat dibuktikan bahwa untuk sebarang bilangan
real x dan bilangan real a berlaku |x| ≤ a jika dan hanya jika a ≤ x ≤ a.
(a) Gunakan kenyataan di atas untuk membuktikan |x + y| ≤ |x|+ |y|untuk sebarang bilangan real x, y.
(b) Gunakan hasil (a) untuk membuktikan |x − z| ≥ |x| − |z|, untuk
sebarang bilangan real x, z.
(c) Gunakan hasil (a) untuk membuktikan |x + y + z| ≤ |x|+ |y|+ |z|,untuk sebarang bilangan real x, yz.
27
5. Buktikan atau sangkallah, untuk sebarang bilangan real x:
(a) sin 2x + 2 sin x = 1 + cos x.
(b) sin 2x cos x = sin x.
(c) 4 + tan2 x = 3 sin2 x + sec2 x + 3 cos2 x.
.5 KESIMPULAN YANG MEMUAT ∀DAN→, TETAPI
TIDAK MEMUAT ∃
Dalam sub-bab ini kita akan membahas pembuktikan suatu pernyataan yang
kesimpulannya mempunyai bentuk (∀x)(p(x) → q(x)). Bentuk pernyataan ini
banyak ditemukan dalam definisi. Berikut contoh-contohnya.
Contoh 20 Suatu himpunan bagian C dari R×R dikatakan simetri terhadap
sumbu−x jika dan hanya jika untuk semua bilangan real x dan y, (x, y) ∈ C
mengakibatkan (x,−y) ∈ C.
Perhatikan bahwa bentuk logika dari definisi pada contoh 20 adalah
(∀x)(∀y)(p(x, y) → q(x, y)), di mana p(x, y) adalah predikat (x, y) ∈ C, dan
q(x, y) adalah (x,−y) ∈ C.
Contoh 21 Suatu himpunan bagian I dari R dikatakan selang jika dan hanya
jika untuk semua bilangan real a, b, c ∈ R, jika a ∈ I, c ∈ I, dan a < b < c,
maka b ∈ I.
Contoh 22 Suatu fungsi bernilai real y = f(x) dikatakan naik pada selang I
jika dan hanya jika untuk semua bilangan real x1, x2 ∈ I, jika x1 < x2 maka
f(x1) < f(x2).
Contoh 23 Suatu himpunan bagian A dikatakan himpunan bagian dari him-
punan B (A, B kedua termuat di himpunan semesta U) jika dan hanya jika
untuk setiap x ∈ U , x ∈ A mengakibatkan x ∈ B.
28
Masalah yang kita ingin selesaikan sekarang adalah bagaimana kita membuk-
tikan suatu teorema di mana kesimpulannya mempunyai bentuk logika yang
sama seperti pada contoh-contoh di atas, yaitu berbentuk (∀x)(p(x) → q(x)).
Dengan kata lain bagaimana kita membuktikan suatu teorema yang menggu-
nakan definisi berbentuk (∀x)(p(x) → q(x)).
Contoh 24 Gunakan definisi pada contoh 21 untuk membuktikan bahwa jika
I1 dan I2 adalah selang, maka I1 ∩ I2 adalah suatu selang.
Penyelesaian
Sebelum kita membuktikan masalah ini, mari kita deskripsikan hal-hal be-
rikut: (1) Kesimpulan apa yang diinginkan?, (2) Berkenaan dengan definisi
yang berseuaian, apa yang harus dilakukan untuk memperoleh kesimpulan
yang diinginkan? (3) Apa yang diketahui untuk melakukan hal ini? (4)
Bagaimana kita dapat membawa hipotesis yang diberikan untuk menjawab
permasalahan?. Deskripsi ini dapat dijadikan sebagai langkah-langkah kita
untuk membuktikan pernyataan di atas.
Dalam masalah ini, kesimpulan yang diinginkan adalah I1 ∩ I2 suatu se-
lang. Pembuktian akan diberikan sesuai dengan definisi I1 ∩ I2 adalah inter-
val. Hipotesis I1 dan I2 adalah selang akan digunakan dalam pembuktian.
Pekerjaan kita adalah bagaimana membuktikan bahwa I1∩ I2 adalah interval?
Dengan definisi pada contoh 21, kita harus menunjukkan bahwa jika a, b, c ∈ Rdengan a, c ∈ I1 ∩ I2, dan a < b < c, maka b ∈ I1 ∩ I2. Dengan demikian bukti
dimulai dengan, memisalkan a, b, c ∈ R dengan a, c ∈ I1 ∩ I2, dan a < b < c,
kemudian kita harus membuktikan bahwa b ∈ I1 ∩ I2. Dengan definisi irisan
himpunan, ini berarti, kita harus membuktikan bahwa b ∈ I1 dan b ∈ I2.
Langkah berikutnya, bagaimana hipotesis yang diketahui dapat digunakan
untuk menjawab pertanyaan. Kita lakukan sebagai berikut. Karena I1 adalah
suatu selang, karena a < b < c, a, c keduanya di I1, dan karena I1 ∩ I2 ⊆ I1,
maka b ∈ I1. Dengan cara serupa, mengganti I1 dengan I2, dapat ditunjukkan
29
bahwa b ∈ I2. Dengan demikian b ∈ I1∩ I2 dan disimpulkan b ∈ I1 ∩ I2 adalah
suatu selang seperti yang kita ingin buktikan.
Contoh 25 Buktikan bahwa jika M > 0, maka fungsi linear y = Mx + B
adalah fungsi naik pada R.
Penyelesaian
Sekali lagi kita fokus pada kesimpulan yang diinginkan, yaitu f adalah suatu
fungsi naik pada R. Hipotesis M > 0 akan digunakan pada saat pembuktian.
Untuk membuktikan bahwa f adalah naik, kita harus menunjukkan bahwa
untuk jika x1, x2 ∈ R, dengan x1 < x2 maka f(x1) < f(x2). Oleh karena
itu, kita mulai dengan misalkan x1, x2 ∈ R, dengan x1 < x2. selanjutnya
akan dibuktikan f(x1) < f(x2). Dengan kata lain kita harus membuktikan
Mx1 + B < Mx2 + B. Apa yang harus kita lakukan untuk memperoleh
kesimpulan ini dengan pemisalan x1 < x2 dan hipotesis M > 0. Dengan
menggunakan sifat-sifat dasar dari ketaksamaan, dan karena x1 < x2 dan
M > 0, maka Mx1 < Mx2. Kemudian dengan menambahkan B pad kedua
ruas, maka diperoleh Mx1 + B < Mx2 + B. Ini menunjukkan f(x1) < f(x2),
seperti yang diinginkan.
Penjelasan-penjelasan yang disertakan dalam pembuktian di atas men-
jadikan bukti cukup panjang, seperti pada contoh 24 dan 25. Dalam pembuk-
tian yang sebenarnya, pembuktian contoh 25 dapat ditulis sebagai berikut.
Untuk membuktikan f naik pada R, misalkan x1 < x2. Kita harus menun-
jukkan bahwa f(x1) < f(x2), yaitu Mx1 +B < Mx2 +B. Karena x1 < x2 dan
M > 0, maka Mx1 < Mx2. Dengan menambah kedua ruas dengan B, maka
diperoleh Mx1 + B < Mx2 + B atau f(x1) < f(x2), seperti yang diinginkan.
Sebelum membahas pembuktian yang lain, mari kita lihat kembali strategi
yang digunakan pada pembuktian contoh 24 dan 25. Pada kedua contoh itu,
kesimpulan yang diinginkan secara eksplisit mempunyai bentuk (∀x)(p(x) →q(x)). Langkah pertama yang dilakukan pada kedua contoh itu adalah pemisalan
30
nilai x yang memenuhi predikat p(x). Nilai x ini dipilih sebarang yang mewak-
ili semua anggota himpunan yang diketahui. Nilai x ini kemudian digunakan
dalam pembuktian hingga selesai. Tujuan pembuktikan adalah untuk menun-
jukkan bahwa q(x) adalah benar dengan menggunakan hipotesis yang diberikan
dan asumsi bahwa p(x) bernilai benar. Pendekatan pembuktian ini, dikenal
sebagai bukti langsung. Berikut akan diberikan contoh lagi yang berkenaan
dengan bukti langsung dalam bentuk logika (∀x)(p(x) → q(x)).
Contoh 26 Buktikan bahwa jika A, X, dan Y adalah sebarang himpunan
dengan X ⊆ Y , maka (A ∩X) ⊆ (A ∩ Y ).
Penyelesaian
Untuk membuktikan pernyataan di atas, kita fokuskan pada kesimpulan yang
diinginkan, (A∩X) ⊆ (A∩ Y ) dengan menggunakan hipotesis yang diberikan
X ⊆ Y . Dengan menggunakan definisi himpunan bagian, maka langkah pem-
buktian kita adalah ambil sebarang anggota di himpunan pertama (A ∩ X),
kemudian tunjukkan bahwa anggota yang diambil tadi juga merupakan ang-
gota himpunan kedua (A ∩ Y ). Untuk soal ini, ambil sebarang x anggota
himpunan (A ∩ X). Kita harus menunjukkan x anggota (A ∩ Y ). Dalam
pembuktian kita akan menggunakan hipotesis X ⊆ Y . Untuk memulai pem-
buktian, misalkan x ∈ (A ∩X). Untuk menunjukkan x ∈ (A ∩ Y ), kita harus
menunjukkan x ∈ A dan x ∈ Y .Karena x ∈ (A ∩X) dan (A ∩X) ⊆ A, maka
x ∈ A. Juga karena x ∈ (A ∩X), maka x ∈ X. Tetapi dari hipotesis X ⊆ Y ,
dan karena x ∈ X, maka x ∈ Y . Karena x ∈ A dan x ∈ Y , maka x ∈ (A∩ Y ),
seperti yang ingin dibuktikan.
Penyangkalan Kesimpulan Berbentuk (∀x) (p(x) → q(x))
Pada sub-bab sebelumnya kita telah membahas bagaimana membuktikan su-
atu pernyataan berbentuk (∀x) (p(x) → q(x)). Sekarang kita akan memba-
has bagaimana menyangkal pernyataan berbentuk (∀x) (p(x) → q(x)). Un-
31
tuk menyangkal suatu pernyataan, maka kita harus memberikan contoh pe-
nyangkalnya, yang dikenal sebagai kontra contoh. Kita harus hati-hati dalam
memberikan kontra contoh terhadap suatu pernyataan. Kita harus menggu-
nakan logika secara baik untuk menentukan kontra contoh itu. Ingat kem-
bali bahwa negasi pernyataan berbentuk (∀x) (p(x) → q(x)) adalah (∃x)(∼(p(x) → q(x))). Sedangkan bentuk ∼ (p(x) → q(x)) ekivalen dengan ben-
tuk p(x)∧ ∼ q(x). Sehingga bentuk ∼ (∀x) (p(x) → q(x)) secara logika eki-
valen dengan bentuk (∃x) (p(x)∧ ∼ q(x)). Jadi untuk menyangkal pernyataan
berbentuk (∀x) (p(x) → q(x)), maka kita harus menunjukkan terdapat nilai x
sedemikian hingga p(x) bernilai benar dan q(x) bernilai salah. Marilah kita
terapkan prinsip di atas pada beberapa definisi yang telah diberikan sebelum-
nya.
Contoh 27 Tuliskan definisi dari kurva C tidak simestri terhadap sumbu-x.
Penyelesaian
Ingat kembali definisi simetri terhadap sumbu-x seperti pada contoh 20, yaitu
suatu himpunan bagian C dari R×R dikatakan simetri terhadap sumbu−x jika
dan hanya jika untuk semua bilangan real x dan y, (x, y) ∈ C mengakibatkan
(x,−y) ∈ C. Dengan demikian, suatu himpunan bagian C dari R×R dikatakan
tidak simetri terhadap sumbu−x jika dan hanya jika terdapat bilangan real x
dan y, sedemikian hingga (x, y) ∈ C tetapi (x,−y) /∈ C.
Contoh 28 Buktikan bahwa himpunan C = {(x, x2)|x ∈ R} adalah simetri
terhadap sumbu-y tetapi tidak simestri terhadap sumbu-x.
Penyelesaian
Perhatikan bahwa pasangan berurutan (x, y) pada C adalah kurva y = x2.
Sehingga grafik dari kurva C berupa parabola yang bersesuai dengan grafik
fungsi kuadrat y = f(x) = x2, seperti Gambar 2 berikut.
Untuk membuktikan kurva C simetri terhadap sumbu-y, kita gunakan de-
finisi simetri terhadap sumbu-y, yaitu suatu himpunan bagian C dari R × R
32
Gambar 2. kurva simetri terhadap sumbu-y tetapi tidak simetri terhdap
sumbu-x
dikatakan simetri terhadap sumbu-y jika dan hanya jika untuk semua bilangan
real x dan y, (x, y) ∈ C mengakibatkan (−x, y) ∈ C. Misalkan (x, y) se-
barang titik pada kurva C, kita akan menunjukkan bahwa (−x, y) ∈ C.Dari
definisi himpunan C, berarti (−x, y) ∈ C jika dan hanya jika y = (−x)2.
Sekarang karena (x, y) ∈ C, maka dengan definisi himpunan C, y = x2. Karena
(x2 = (−x)2, maka y = (−x)2, sebagaimana yang ingin dibuktikan. Dengan
demikian kurva C simetri terhadap sumbu-y.
Untuk menunjukkan bahwa kurva C tidak simetri terhadp sumbu-x, kita
harus memberikan suatu kontra contoh dari pernyataan (∀x)(∀y)[(x, y) ∈ C →(x,−y) ∈ C], yaitu terdapat bilangan real x, y, sedemikian hingga (x, y) ∈ C,
tetapi (x,−y) /∈ C. Dalam hal ini kita pilih x = 2, y = 4, sedemikian hingga
(2, 4) ∈ C sebab 4 = 22, tetapi (2,−4) /∈ C, karena −4 6= 22.
Membuktikan Kesimpulan Berbentuk (∀x) (p(x) ↔ q(x))
Sebagaimana kita ketahui dari bentuk logika ekivalensi, bentuk p ↔ q ekivalen
dengan bentuk [(p → q)∧(q → p)]. Dengan demikian bentuk (∀x) (p(x) ↔ q(x))
ekivalen dengan (∀x)[(p(x) → q(x)) ∧ (q(x) → q(x))]. Sehingga untuk mem-
buktikan pernyataan berbentuk (∀x) (p(x) ↔ q(x)), kita harus menuliskan dua
arah bukti implikasi sebagaimana yang telah kita diskusikan sebelumnya.
33
Contoh 29 Misalkan f adalah fungsi bernilai real dengan domain R. Fungsi
f dikatakan fungsi genap jika f(−x) = f(x), untuk semua x ∈ R. Buktikan
bahwa fungsi f adalah genap jika dan hanya jika himpunan titik-titik pada
bidang-xy C = {(x, f(x)|x ∈ R} adalah simetri terhadap sumbu-y.
Penyelesaian
Untuk membuktikan pernyataan di atas, kita harus membuktikan dua imp-
likasi (dua arah), seperti dituliskan berikut.
(⇒) (Arah ini berati kita membuktikan bahwa jika f fungsi genap, maka C
adalah simetri terhadap sumbu-y)
Misalkan f fungsi genap. Untuk membuktikan C = {(x, f(x)|x ∈ R} simetri
terhadap sumbu-y, misalkan (x, y) ∈ C. Akan ditunjukkan (−x, y) ∈ C, yaitu
y = f(−x). Sekarang karena (x, y) ∈ C, maka y = f(x). Karena f fungsi
genap, maka f(−x) = f(x). Dengan demikian y = f(x) = f(−x), seperti
yang diinginkan.
(⇐) (Arah ini berarti kita membuktikan bahwa jika C simetri terhadap sumbu-
y, maka f adalah fungsi genap)
Untuk membuktikan f fungsi genap, ambil sebarang x ∈ R. Akan ditunjukkan
bahwa f(−x) = f(x). Dari definisi himpunan C = {(x, f(x)|x ∈ R}, maka
(x, f(x)) ∈ C. Karena C simetri terhadap sumbu-y, dan karena (x, f(x)) ∈C, maka (−x, f(x)) ∈ C. Di lain pihak, dengan menggunakan definisi C =
{(x, f(x)|x ∈ R}, maka (−x, f(−x)) ∈ C. Karena C adalah grafik dari suatu
fungsi, maka tidak boleh lebih dari satu nilai y yang berpasangan dengan satu
nilai x. Dari (−x, f(x)) ∈ C dan (−x, f(−x)) ∈ C, ini berarti x berpasangan
dengan f(x) dan f(−x). Oleh karena itu, haruslah f(x) = f(−x), seperti yang
ingin kita buktikan.
34
Latihan
1. Misalkan A dan B sebarang himpunan. Buktikan:
(a) A ∩B = A jika dan hanya jika A ⊆ B.
(b) A ∪B = B jika dan hanya jika A ⊆ B
(c) Jika C suatu himpunan tak kosong sedemikian sehingga A × C =
B × C, maka B = C.
2. Buktikan bahwa kurva C1 = {(x, |x|)|x ∈ R} adalah simetri terhadap
sumbu-y tetapi tidak simetri terhadap sumbu-x.
3. Misalkan f adalah fungsi bernilai real dengan domain R. Buktikan fungsi
f adalah fungsi ganjil, yaitu f(−x) = −f(x), untuk semua x ∈ R jika dan
hanya jika himpunan titik-titik pada bidang-xy C2 = {(x, f(x)|x ∈ R}adalah simetri terhadap titik posat O.
Catatan: Suatu himpunan bagian C dari R × R dikatakan simetri ter-
hadap titik asal O jika dan hanya jika untuk semua bilangan real x dan
y, (x, y) ∈ C mengakibatkan (−x,−y) ∈ C.
4. Suatu himpunan bagian S dari R dikatakan konveks jika dan hanya jika
untuk semua bilangan real x, y ∈ S dan untuk setiap bilangan real t yang
memenuhi 0 < t < 1, maka bilangan real tx + (1− t)y ∈ S.
(a) Buktikan bahwa selang [0, 1] adalah himpunan konveks.
(b) Buktikan bahwa bahwa [0, 1] ∪ [2, 3] bukan himpunan konveks.
5. Suatu himpunan vektor-vektor {~v1, ~v2, ~v3, ..., ~vn} dalam suatu ruang vek-
tor V dikatakan bebas liniear jika dan hanya jika untuk sebarang n bi-
langan real β1, β2, β3, ..., βn, jika β1 ~v1 + β2 ~v2 + ... + βn ~vn = 0, maka
β1 = β2 = β3 = ... = βn = 0.
Misalkan T adalah himpunan bagian bebas linear dari ruang vektor V ,
dan S ⊆ T . Buktikan bahwa S adalah himpunan bebas linear.
35
.6 PEMBUKTIAN DENGAN SPESIALISASI DAN PEM-
BAGIAN KEDALAM KASUS-KASUS
Pembuktian teorema yang kesimpulannya mempunyai bentuk (∀x)(p(x) →q(x)), seperti yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya, dapat bervari-
asi tergantung pada asumsi kebenaran predikat p(x), macam hipotesis yang
diberikan, dan kesimpulan q(x) yang akan dibuktikan. Perhatikan dua contoh
berikut.
Contoh 30 Buktikan bahwa jika sutu himpunan bagian C dari R× R adalah
simetri terhadap sumbu-x dan titik asal O, maka C simetri terhadap sumbu-y.
Contoh 31 Diberikan himpunan A, B, dan X, buktikan bahwa jika (A∩X) ⊆(B ∩X ′) dan (A ∩X) ⊆ (B ∩X ′), maka A ⊆ B.
Kedua contoh di atas mempunyai bentuk (∀x)(p(x) → q(x)), seperti dibahas
pada sub-bab sebelumnya. Sehingga pembuktian berfokus pada kesimpulan
dan bentuk dari definisi yang diberikan (diketahui).
Pada contoh 30, kita memulai pembuktian dengan pemisalan (x, y) ∈ C,
kemudian kita akan membuktikan bahwa (−x, y) ∈ C dengan menggunakan
hipotesis yang diberikan. Pada contoh 31, kita memulai pembuktian dengan
pengambilan sembarang x ∈ A. Kemudian kita akan membuktikan bahwa x ∈B. Untuk mengerjakan ini, kita menggunakan dua hipotesis yang diberikan,
termasuk himpunan ketiga X. Sebelum membaca lebih lanjut, pikirkan dulu
dua contoh itu, dan bagaimana kamu dapat membuktikannya. Apabila kamu
dapat membuktikan contoh 30, maka sebenarnya kamu telah menggunakan
tekhnik pembuktian spesialisasi. Apabila kamu telah membuktikan contoh 31,
maka kamu telah menggunakan teknik pembagian kedalam kasus-kasus. Kedua
tekhnik ini, selanjutnya akan kita bahas secara detail.
36
Spesialisasi
Seperti yang telah ditekankan sebelumnya, bahwa untuk membuktikan per-
nyataan umum (∀x)(p(x)) kita tidak dapat membuktikannya hanya dengan
membuktikan untuk kasus tertentu p(a), di mana a adalah salah satu anggota
dari domain p(x). Tetapi, seringkali dalam menurunkan suatu kesimpulan dari
asumsi atau hipotesis yang diberikan, kita memerlukan suatu kasus khusus
dalam langkah pembuktian selanjutnya untuk memperoleh kesimpulan yang
diinginkan. Kasus ini mungkin kita mensubstitusi suatu konstanta a terhadap
variabel x, atau mungkin mengganti variabel x dengan suatu ekpresi yang lain
yang diperlukan untuk mencapai kesimpulan yang diinginkan. Untuk lebih
jelasnya, perhatikan contoh berikut.
Contoh 32 Misalkan diketahui bahwa sin(x + a) = sin x sin a + cos x cos a
untuk semua bilangan real x dan a. Buktikan bahwa sin(x + π/2) = cos x.
Penyelesaian
Misalkan x sebarang bilangan real. Dengan pengambilan suatu kasus khusus
a = π/2 untuk identitas di atas. Maka diperoleh
sin(x + π/2) = sin x cos(π/2) + cos x sin(π/2)
= sin x(0) + cos x(1)
= cos x, seperti yang diinginkan.
Contoh 33 Misalkan diketahui bahwa sin x = cos(π/2 − x) untuk semua bi-
langan real x. Gunakan hasil ini untuk membuktikan bahwa
cos x = sin(π/2− x), untuk semua bilangan real x.
Penyelesaian
Misalkan x sebarang bilangan real. Perhatikan bahwa sin x′ = cos(π/2 − x′)
untuk semua bilangan real x′ adalah bernilai benar. Pilih x′ = π/2− x dalam
identitas tersebut, maka diperoleh sin(π/2−x) = cos(π/2− (π/2−x)) = cos x
seperti yang kita inginkan.
37
Catatan. Pada pembuktian contoh 32, kita melakukan substitusi langsung,
sedangkan pada pembuktian contoh 33, kita melakukan penggantian x′ oleh x
di mana x adalah sebarang bilangan real yang dipilih. Untuk masalah-masalah
yang lain, mungkin kita melakukan pengkasusan yang lain. Sekarang kita akan
menggunakan teknik spesialisasi ini untuk membuktikan contoh 30.
Penyelesaian Contoh 30
Kita akan membuktikan C adalah simetri terhadap sumbu-y, dengan menggu-
nakan hipotesis bahwa C adalah simetri terhadap sumnbu-x dan titik asal
O. Untuk melakukan ini, ambil sebarang (x, y) ∈ C. Akan ditunjukkan
(−x, y) ∈ C. Karena C simetri terhadap sumbu-x, dan karena (x, y) ∈ C,
maka (x,−y) ∈ C. Selanjutnya kita akan menggunakan hipotesis kedua, C
simetri terhadap titik asal O. Dari hipotesis C simetrri terhadap titik asal
O, berarti jika (x, y) ∈ C, maka (−x,−y) ∈ C, untuk sebarang (x, y) ∈ C,
khususnya karena (x,−y) ∈ C, maka (−x,−(−y)) = (−x, y) ∈ C, seperti yang
kita inginkan.
Pembuktian dalam contoh 30 ini, mengilustrasikan kepada kita tentang
kasus khusus dalam logika yang berbentuk [(∀x)(p(x))] → p(a).
Membagi kedalam Kasus-Kasus
Seringkali dalam membuktikan suatu teorema, terdapat pembagian kedalam
sejumlah hingga kasus. Misalnya, kalau ingin dibuktikan berlaku untuk bi-
langan bulat, kita kadang membagi dalam kasus bilangan bulat genap dan
kasus bilangan bulat ganjil. Atau, kalau kita ingin membuktikan berlaku un-
tuk semua bilangan real x, maka kita dapat membagi dalam kasus x < 0,
x = 0, dan x > 0.
Dalam pembahasan lebih mendalam tentang bukti dengan pembagian kedalam
kasus-kasus, perhatikan pembuktian contoh 31 berikut.
38
Penyelesaian Contoh 31
Diberikan himpunan A, B, dan X yang memenuhi (A ∩ X) ⊆ (B ∩ X) dan
(A∩X ′) ⊆ (B∩X ′).Dalam rangka membuktikan kesimpulan A ⊆ B, kita mulai
dengan pengambilan sebarang x ∈ A. Selanjutnya kita akan membuktikan x ∈B. Kesulitan kita adalah menentukan hipotesis mana yang akan digunakan,
khususnya yang memuat hipotesis ketiga, X. Ingat kembali bahwa X∪X ′ = U
dan X ∩X ′ = ∅. Ini berarti, dalam pemilihan x, maka salah satu x ∈ X atau
x ∈ X ′ dan tidak mungkin di dalam keduanya X dan X ′. Karena kita tidak
tahu apakah x ∈ X atau x ∈ X ′, maka kita membagi kedalam kasus-kasus.
Kasus I. Jika x ∈ X, dan karena x ∈ A, maka kita peroleh x ∈ (A ∩X). Dari
hipotesis (A ∩X) ⊆ (B ∩X), diperoleh x ∈ (B ∩X). Karena (B ∩X) ⊆ B,
maka diperoleh x ∈ B seperti yang diinginkan.
Kasus II. Jika x ∈ X ′, dan karena x ∈ A, maka x ∈ (A ∩X ′). Dari hipotesis
(A ∩X ′) ⊆ (B ∩X ′), kita peroleh x ∈ (B ∩X ′). Karena (B ∩X ′) ∩ B, maka
x ∈ B, seperti yang diinginkan.
Dalam pembuktian dengan tekhnik pembagian kedalam kasus-kasus, kasus
I menggunakan hipotesis pertama (A ∩ X) ⊆ (B ∩ X), sedangkan kasus II
menggunakan hipotesis kedua (A ∩ X ′) ⊆ (B ∩ X ′). Banyak definisi dalam
matematika dibuat sedemikian sehingga pembuktian yang menggunakan de-
finisi itu menggunakan tekhnik kedalam kasus-kasus. Salah satu situasi yang
demikian diberikan pada contoh berikut.
Contoh 34 Ingat kembali definisi nilai mutlak |x| dari suatu bilangan real x,
didefinikan sebagai
|x| =
x, jika x ≥ 0
−x jika x ≤ 0.
Buktikan bahwa |xy| = |x||y| untuk semua bilangan real x dan y.
Penyelesaian
Jika kita menggunakan pembuktian dengan tekhnik kedalam kasus-kasus, maka
39
terdapat empat kasus.
Kasus I. Misalkan x ≥ 0 dan y ≥ 0. Maka xy ≥ 0 dan |xy| = xy = |x||y|.Kasus II. Misalkan x ≥ 0 dan y < 0. Maka xy ≤ 0 dan |xy| = −(xy) =
x(−y) = |x||y|.Kasus III. Misalkan x < 0 dan y ≥ 0. Maka xy ≤ 0 dan |xy| = −(xy) =
(−x)y = |x||y|.Kasus IV. Misalkan x < 0 dan y < 0. Maka xy > 0 dan |xy| = xy =
(−x)(−y) = |x||y|.
Latihan
1. Buktikan bahwa jika A, B, dan X adalah himpunan dengan A ⊆ X dan
B ⊆ X, maka (A ∪B) ⊆ X.
2. Buktikan jika A, X, dan Y adalah himpunan yang bersifat (A ∩ X) ⊆(A ∩ Y ) dan (A ∪X) ⊆ (A ∪ Y ), maka X ⊆ Y .
3. Buktikan atau sangkal konvers dari soal no. 1, yaitu jika A, X, dan Y
adalah himpunan yang bersifat (A ∪X) ⊆ (A ∪ Y ) maka X ⊆ Y .
4. Buktikan bahwa jika C ⊆ (R×R) adalah simetri terhadap sumbu-x dan
sumbu-y, maka C simetri terhadap titik asal O.
5. Untuk bilangan real x dan y didefinisikan,
max(x, y) = x ∨ y =
x, untuk y ≤ x,
y, untuk x ≤ y.
dan
min(x, y) = x ∧ y =
y, untuk y ≤ x,
x, untuk x ≤ y.
.
Buktikan bahwa:
(a) x ∧ (y ∧ z) = (x ∧ y) ∧ z.
(b) (x ∧ y) + (x ∨ y) = x + y.
40
.7 BUKTI DENGAN INDUKSI MATEMATIKA
Pembuktian dengan induksi matematika merupakan suatu metode pembuktian
khusus, yang berkenaan dengan penggunaan situasi tertentu. Dalam sub-bab
ini kita akan membahas prinsip induksi matematika dan bagaimana penggu-
naannya dalam pembuktian suatu pernyataan.
Contoh 35 Ujilah kebenaran dari pernyataan-pernyataan berikut untuk paling
sedikit 5 unsur dari himpunan semesta yang diberikan:
(a) Untuk semua bilangan bulat positif n, 4 membagi 5n − 1.
(b) 1 + 2 + 3 + ... + n = [n(n + 1)/2], untuk n = 1, 2, 3, ....
(c) Jika n ∈ N dan n ≥ 5, maka 4n ≥ n4
Penyelesaian
Sebagian dari penyelesaian diberikan kepada pembaca.
(a) Jika n = 1, maka 5n−1 = 51−1 = 4 terbagi oleh 4. Lebih lanjut, jika n = 3,
maka 5n − 1 = 53 − 1 = 125− 1 = 124 = 4 · 31 juga terbagi oleh 4. Demikian
juga untuk n = 6, maka 5n − 1 = 56 − 1 = 15.625 − 1 = 15.624 = 4 · 3.906
terbagi oleh 4. Untuk n yang lain dipersilakan untuk mengecek sendiri.
(b) Untuk n = 1, maka 1 = 1, sedangkan pada rumus [n(n + 1)/2] men-
jadi [1(1 + 1)/2] = 1. Jika n = 4, maka 1 + 2 + 3 + 4 = 10, sedang-
kan pada rumus [n(n + 1)/2] diperoleh [4(4 + 1)/2] = 10. Untuk n = 10,
maka 1 + 2 + 3 + ... + 10 = 55, sedang pada rumus [n(n + 1)/2] menjadi
[10(10 + 1)/2] = 55. Untuk n yang lain dipersilakan untuk mengecek sendiri.
(c) Jika n = 5, maka 45 = 1.024 > 625 = 54. Dengan catatan bahwa pernya-
taan (c) tidak berlaku untuk n = 1, 2, 3 atau 4. Untuk n yang lain dipersilakan
mencoba sendiri.
Pernyataan pada contoh 35 mungkin belum dikenal dengan baik sebagai
contoh-contoh sebelumnya, seperti pada teori himpunan atau trigonometri.
Pernyataan-pernyataan di atas berkenaan dengan bilangan bulat positif (asli).
Pada pernyataan (a) dan (b), memuat kuantor untuk semua bilangan asli,
41
dinotasikan sebagai (∀n ∈ N). Pada umumnya, pernyataan atau teorema
yang memuat kalimat kuantor ”untuk semua bilangan asli” merupakan suatu
pernyataan (teorema) di mana pembuktian yang sesuai adalah pembuktian
dengan induksi. Pembuktian dengan induksi matematika dapat diperluas un-
tuk penyataan yang memuat himpunan bagian dari bilangan asli, seperti pada
(c).
Sekarang misalkan kita ingin membuktikan suatu pernyataan (∀n)(p(n)),
di mana N adalah domain dari predikat p(n). Dinotasikan S sebagai himpunan
bagian dari N yang memuat semua bilangan asli yang mana p(n) bernilai be-
nar. Dengan kata lain, S merupakan himpunan kebenaran dari p(n). Dengan
definisi ini, tentu S ⊆ N. Dengan menggunakan hipotesis dan fakta-fakta
yang diketahui, maka kita harus dapat membuktikan bahwa S = N . langkah-
langkah pembuktian yang demikian, dinamakan prinsip induksi matematika.
Secata formal prinsip induksi matematika diberikan seperti pada teorema be-
rikut.
Teorema 3 Prinsip Induksi Matematika
Misalkan S adalah himpunan bagian dari himpunan bilangan asli N yang memenuhi
sifat:
(a) 1 ∈ S,
(b) Untuk semua n ∈ N, jika n ∈ S, maka n + 1 ∈ S.
Maka S = N.
Dalam pembahasan ini, kita tidak membahas bukti dari Teorema 3, tetapi
kita akan membahas, bagaimana menggunakan Teorema 3 dalam pembuktian
suatu pernyataan.
Contoh 36 Buktikan bahwa jumlah n suku pertama bilangan-bilangan asli
ganjil diberikan dengan rumus n2. Dengan kata lain buktikan untuk semua
n ∈ N, 1 + 3 + 5 + ... + (2n− 1) = n2.
42
Penyelesaian
Sebelum membuktikan pernyataan dengan prinsip induksi, sebaiknya kita coba
dulu untuk beberapa nilai n. Misalnya, jika n = 5, maka 1+3+5+7+9 = 25,
sama dengan n2 = 52 = 25 pada rumus. Silakan mencoba untuk beberapa
nilai n.
Sekarang kita akan memulai untuk membuktikan pernyataan tersebut. Mi-
salkan S ⊆ N yang memuat semua bilangan asli m yang mana pernyataan
bernilai benar. S ini dapat dibotasikan sebagai S = {m ∈ N|1 + 3 + 5 + ... +
(2m − 1) = m2}. Akan ditunjukkan bahwa S = N. Untuk membuktikan ini,
kita akan menggunakan Teorema 3, yaitu tunjukkan bahwa: (a) 1 ∈ S, dan
(b) Untuk semua m ∈ N, jika m ∈ S, maka m + 1 ∈ S.
(a). Jelas bahwa 1 ∈ S, sebab jumlah suku ganjil pertama, 1 sama dengan 12.
(b). Andaikan m ∈ S. Dari definisi S, maka 1 + 3 + 5 + ... + (2m − 1) = m2
(Asumsi bahwa m ∈ S, dikenal sebagai hipotesis induksi). Untuk membuk-
tikan m + 1 ∈ S, kita harus membuktikan bahwa
1 + 3 + 5 + ... + (2m− 1) + (2(m + 1)− 1) = (m + 1)2.
Perhatikan bahwa
1 + 3 + 5 + ... + (2m− 1) + (2(m + 1)− 1)
= m2 + (2(m + 1)− 1) menggunakan hipotesis induksi
= m2 + 2m + 1
= (m + 1)2.
Ini berarti m + 1 ∈ S, sehingga kondisi (b) dipenuhi, dan bukti selesai.
Contoh 37 Misalkan diketahui aturan turunan hasil kali fungsi (fg)′(x) =
f ′(x)g(x) + f(x)g′(x). Gunakan aturan ini untuk membuktikan untuk semua
bilangan asli n, jika f(x) = xn, maka f ′(x) = nxn−1.
Penyelesaian
Kita mulai bukti dengan memisalkan S adalah himpunan semua bilangan asli
43
m yang mana pernyataan bernilai benar, atau S = {m ∈ N| jika f(x) =
xn, maka f ′(x) = nxn−1}. Untuk membuktikan S = N, maka harus dibuk-
tikan: (a) 1 ∈ S, (b) Untuk semua m ∈ N, jika m ∈ S, maka m + 1 ∈ S.
(a) Jelas 1 ∈ S, karena (d/dx)(x1) = dx/dx = 1, dan 1x1−1 = x0 = 1.
(b) Andaikan m ∈ S. Maka (d/dx)(xm) = mxm−1. Akan ditunjukkan bahwa
m + 1 ∈ S, atau (d/dx)(xm+1) = (m + 1)xm. Dengan menggunakan hipotesis
induksi (d/dx)(xm) = mxm−1, maka
(d/dx)(xm+1) = (d/dx)(xm · x)
= xm(dx/dx) + x · (d/dx)(xm) (turunan perkalian fungsi)
= xm1 + (x)(mxm−1) (hipotesis induksi)
= xm + mxm
= (m + 1)xm.
Kategori dari Bukti Induksi
Dalam pembuktian suatu pernyataan atau teorema dengan menggunakan prin-
sip induksi matematika, terdapat beberapa beberapa situasi yang dikategorikan
sebagai berikut.
1. Rumus-Rumus Penjumlahan
Hasil dari contoh 36 merupakan suatu contoh teorema yang pembuktiannya
menggunakan prinsip induksi matematika. Teorema yang demikian dikenal
dengan rumus-rumus perjumlahan, yaitu suatu rumus yang dihasilkan dari
penjumlahan sebanyak n suku untuk sebarang bilangan asli n. Contoh teorema
yang lain yang berbentuk rumus-rumus penjumlahan diberikan pada contoh
berikut.
Contoh 38 Buktikan bahwa untuk setiap bilangan asli n, penjumlahan∑n
k=1(k/2k) diberikan oleh rumus 2−[(n+2)/2n]. (Silakan mencoba kebenaran
44
rumus ini untuk beberapa nilai n)
Penyelesaian
Misalkan S = {n ∈ N|∑nk=1(k/2k) = 2 − [(n + 2)/2n]}. Untuk membuktikan
S = N, kita harus membuktika (a) dan (b) pada Teorema 3.
(a) 1 ∈ S, sebab∑1
k=1(k/2k) = 1/21 = 1/2 = 2− [(1 + 2)/21]}.(b) Andaikan m ∈ S. Akan dibuktikan m + 1 ∈ S, yaitu
∑m+1k=1 (k/2k) =
2− [((m + 1) + 2)/2m+1]}.Perhatikan bahwa
m+1∑
k=1
(k/2k) =m∑
k=1
(k/2k) + [(m + 1)/2m+1]
= (2− [(m + 2)/2n]) + [(m + 1)/2m+1]
= [2m+2 − 2(m + 2) + (m + 1)]/2m+1
= [2m+2 − (m + 3)]/2m+1
= 2− [((m + 1) + 2)/2m+1].
2. Perumuman
Banyak teorema yang menyatakan tentang keberlakukan suatu sifat oleh dua
objek. Keberlakuan inidapat diperumum menjadi sejumlah hingga dengan
bukti induksi seperti contoh berikut.
Contoh 39 Gunakan induksi dan hukum distributif untuk membuktikan pe-
rumuman hukum distributif perkalian atas penjumlahan, yaitu untuk sebarang
bilangan asli n, berlaku
a(b1 + b2 + b3 + ... + bn) = ab1 + ab2 + ab3 + ... + abn.
di mana a, b1, b2, ...bn adalah bilangan real.
Penyelesaian
Kita telah mengetahui tentang hukum distributif perkalian atas penjumla-
45
han untuk kasus m = 2, yaitu a(b1 + b2) = ab1 + ab2. Sekarang misal-
kan S adalah himpunan bilangan asli m sedemikian hingga hukum distribu-
tif atas m bilangan bernilai benar. Kondisi (a) dari Teorema 3 mengatakan
bahwa ab1 = ab1, bernilai benar. Untuk kondisi (b), andaikan m ∈ S, yaitu
a(b1 + b2 + b3 + ...+ bm) = ab1 +ab2 +ab3 + ...+abm. Akan ditunjukkan bahwa
m + 1 ∈ S. Msalkan a ∈ R, dan c1, c2, ..., cm+1 adalah bilangan-bilangan real.
Maka
a(c1 + c2 + ... + cm+1) = a[(c1 + c2 + ... + cm) + cm+1]
= a(c1 + c2 + ... + cm) + acm+1
= ac1 + ac2 + ... + acm + acm+1.
Himpunan Induktif
Pada bagian ini, akan dibahas tentang perluasan prinsip induksi matema-
tika. Sebelum membahas tentang perluasan prinsip induksi matematika, kita
berikan dulu tentang himpunan induktif, seperti definisi berikut.
Definisi 8 Suatu himpunan bagian S dari himpuan bilangan asli N, dikatakan
induktif jika dan hanya jika m ∈ S, mengakibatkan m + 1 ∈ S unutk semua
bilangan asli m.
Karena kondisi Definisi 8 merupakan kondisi (b) dari Teorema 3, maka je-
las bahwa himpunan bilangan asli N adalh induktif. Lebih lanjut, himpunan
{n, n + 1, n + 2, ...} juga induktif. Dari definisi ini, kita memperoleh teorema
berikut.
Teorema 4 Misalkan S ⊆ N adalah himpunan induktif yang memuat bilangan
asli m0. Maka S memuat m setiap bilangan positif yang lebih besar dari m0,
yaitu {m0,m0 + 1,m0 + 2, ...} ⊆ S.
Di sini tidak dibahas pembuktian dari Teorema 4, tetapi kita mau membahas
tentang penggunaan Teorema 4 pada pernyataan yang menyatakan (∀n ≥
46
n0)(p(n)). Untuk membuktikan teorema yang berbentuk demikian, kita harus
membuktikan himpunan kebenaran S untuk p(n) harus memenuhi
(a) n0 ∈ S, dan
(b) S adalah induktif.
Contoh 40 Buktikan bahwa jika n bilangan asli dan n ≥ 4, maka 2n < n!.
Penyelesaian
Misalkan S adalah himpunan kebenaran p(n) : 2n < n!. Kita akan membuk-
tikan bahwa {4, 5, 6, ...} ⊆ S. Jelas bahwa 4 ∈ S, karena 24 = 16 < 24 = 4!.
Misalkan m ≥ 4 dan m ∈ S, sehingga 2m < m!. Kita harus membuk-
tikan bahwa2m+1 < (m + 1)!. Perhatikan bahwa 2m+1 = 2(2m) < 2(m!) <
(m + 1)m! = (m + 1)!, seperti yang diinginkan.
Latihan
1. Gunakan prinsip induksi matematika untuk membuktikan:
(a) 4 membagi 5n − 1, untuk semua bilangan asli n
(b) 4n > n4, untuk n ≥ 5.
2. Misalkan diketahui ketaksamaan segitiga |x+y| ≤ |x|+ |y|, untuk semua
x, y bilangan real. Buktikan dengan induksi matematika perumuman
ketaksamaan segitiga untuk n bilangan real, yaitu jika x1, x2, ..., xn ∈ R,
dengan n bilangan asli, maka |∑nk=1 xk| ≤
∑nk=1 |xk|.
3. Dengan menggunakan kenyataan bahwa cos(x+y) = cos x cos y−sin x sin y,
dan cos(π) = −1, buktikan dengan induksi matematika bahwa cos(nπ) =
(−1)n, untuk semua bilangan asli n.
4. Buktikan dengan induksi matematika, bahwa jia A adalah himpunan
dedngan n anggota, maka P(A) himpunan semua himpunan bagian dari
A mempunyai 2n anggota.
47
5. Dengan menggunakan kenyataan bahwa jumlah sudut-sudut dalam se-
gitiga adalah 1800, buktikan dengan menggunakan induksi matematika,
jumlah sudut-sudut poligon n sisi (n ≥ 3) adalah (n− 2)1800.
48
KEPUSTAKAAN
1. Morash, R.P. (1991). Bridge To Abstract Mathematics: Mathematical
Proof and Structures, 2nd Ed. Mc Graw Hill, New York.
49