penambang belerang

97

Click here to load reader

Upload: arno-jbger

Post on 04-Aug-2015

323 views

Category:

Documents


38 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penambang Belerang

Penambang Belerang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Kepulauan Indonesia dan Filipina merupakan dua kepulaun utama yang membentuk 

Asia vulkanis melalui wujud barisan gunung berapi. Gunung berapi sangat mendominasi

pemandangan sejumlah besar pulau di Asia Tenggara kepulauan dan menjadikan Indonesia

sebagai wilayah aktif terbesar di dunia dengan jumlah gunung berapi terbanyak (kurang lebih

500 gunung), terutama di pulau Jawa dan Bali. Dalam hal ini, Jawa adalah sebuah contoh unik

dengan zona vulkanis ditengah pulau yang memanjang pada arah Timur-Barat. Dari jumlah 33

gunung berapi yang terdapat di pulau ini, 17 masih aktif. Rangkaian gunung berapi ini berawal

dari Sumatra bagian selatan, memanjang ke Gunung Krakatau di Selat Sunda dan kemudian

melintasi Jawa, Bali, Lombok, Sumba, Flores sebelum menghilang di laut Banda. Rangkaian

gunung berapi ini benar-benar terputus di pulau Seram dan Timor. Terbentuknya jalur gunung

api ini terkait dengan posisi Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng besar. Yakni

lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng IndoAustralia (Forestier, 2007:80-81).  

Kabupaten Banyuwangi merupakan bagian yang paling timur dari Wilayah Propinsi

Jawa Timur, dengan ketinggian antara 25-100 meter di atas permukaan laut. Kabupaten

memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km yang membujur sepanjang  batas selatan timur

Kabupaten Banyuwangi, serta jumlah pulau ada 10 buah. Kabupaten Banyuwangi mempunyai

lereng dengan kemiringan lebih dari 40% meliputi lebih kurang 29,25% dari luas daerah yang

mempunyai tinggi tempat lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Dengan jumlah

penduduk 1.676.900 jiwa (2007). Batas-batas wilayah Kabupaten Banyuwangi :

 1. Utara          : Kabupaten Situbondo dan Bondowoso,

 2. Timur          : Selat Bali,

 3. Selatan       : Samudera Indonesia        

Page 2: Penambang Belerang

 4. Barat          : Kabupaten Jember dan Bondowoso

Kabupaten Banyuwangi juga memiliki beberapa gunung yang memiliki panorama alam

serta sumber daya yang menawan. Dari sekian gunung yang ada di Banyuwangi ada yang masih

bersifat aktif atau bisa disebut gunung api, gunung itu adalah Gunung Ijen yang berada di Desa

Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Menurut masyarakat

Banyuwangi, Gunung Ijen ini disebut juga Kawah Ijen karena kawahnya yang indah didukung

oleh ekosistem disekitar kawah yang menakjubkan; dataran tinggi ini masuk area Taman

Nasional Alas Purwo (TNAP).

Bagi masyarakat luar Desa Tamansari kawasan ini cocok dijadikan tujuan pendakian

untuk keluarga, karena kawasan ini sudah didukung dengan fasilitas seperti jalan menuju lokasi,

areal perkemahan (camping ground), penginapan serta pondok wisata yang cukup memadai dan

bagi masyarakat  Desa Tamansari kawasan Ijen dimanfaatkan untuk menambang belerang karena

melimpahnya sumber daya alam ini dan guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Mereka dengan berani mendekati danau untuk menggali belerang dengan peralatan

sederhana lalu dipikul dengan keranjang. Para penambang belerang ini mengambil belerang dari

dasar kawah. Di sini asap cukup tebal, namun dengan peralatan penutup hidung sekadarnya

seperti sarung, mereka tetap mencari lelehan belerang. Lelehan belerang di dapatkan dari pipa

yang menuju sumber gas vulkanik yang mengandung sulfur. Gas ini dialirkan melalui pipa lalu

keluar dalam bentuk lelehan belerang berwarna merah. Setelah membeku belerang berwarna

kuning. Setelah belerang dipotong, para penambang akan memikulnya melalui jalan setapak.

Beban yang dipikul cukup berat antara 80 hingga 100 kg. Para penambang sudah terbiasa

memikul beban yang berat ini sambil menyusuri jalan setapak di tebing kaldera menuruni

gunung sejauh 3 kilometer.

Kehidupan sosial penambang belerang yang sangat terjaga dengan baik, para penembang

bekerja dengan berangkat dan pulang bersama-sama dalam setiap aktivitasnya sebagai

penambang. Rasa sosial yang tinggi ditunjukkan dengan adanya sebuah kepedulian dan rasa

kehilangan jika salah satu teman mereka tidak bekerja. Adanya kebiasaan bercanda bersama saat

penambangan membuat mereka terikat pada suatu ikatan emosional yang tinggi. Para penambang

saling bertanya jika ada salah satu dari temannya tidak masuk kerja.

Keberadaan lokasi penambangan juga menjadi keunikan yang lain dari wisata Kawah

Ijen selain tentunya keindahan panorama yang ada di sana. Penambangan belerang disini masih

Page 3: Penambang Belerang

memakai cara tradisional yang pengangkutannya memakai cara di angkut/dipikul tenaga

manusia. Penambangan tradisional ini konon hanya terdapat di Indonesia yaitu di Gunung

Welirang dan Ijen. Penambangan yang sudah ada sejak era kolonial Belanda tersebut masih tetap

memakai cara tradisional sampai sekarang ini. Dengan melimpahnya persediaan sumber alam

yang dihasilkan oleh suatu daerah maka akan mengakibatkan banyak orang berniat untuk

memanfaatkan dan mengambil keuntungan bagi dirinya dan masyarakat sekitar.

Adanya sebuah tradisi sedekah atau sesajen setiap bulan suro memberikan sebuah nilai

keunikan tersendiri tentang penambangan belerang yang ada di gunung Ijen, hanya di gunung

Ijen tradisi tersebut ada dan selalu dilaksanakan untuk dijaga kelestariannya sebagai wujud dari

adanya rasa hormat kepada leluhur serta lambang adanya hubungan antara para penambang

dengan penguasa alam. Meski derasnya arus globalisasi dan perspektif atau pandangan

masyarakat yang semakin modern. Para penambang tetap dengan rutin melakukan ritual tersebut

karena adanya sebuah kepercayaan yang kuat jika ritual atau sesembahan tersebut tidak

dilaksanakan maka akan membuat para penambang celaka saat bekerja.

Sedangkan sebuah ritual lain yang dilaksanakan di sekitar gunung Ijen adalah pemberian

sesaji disekitar area penambangan setiap kamis legi dengan menaruh nasi dengan lauk pauknya.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk mitologi yang disakralkan oleh mereka dengan asumsi bahwa

kamis legi yang menurut para penambang sebagai hari diawalinya kegiatan penambangan

pertama kali harus tetap diperingati atau disakralkan karena hari itu dianggap para penambang

mendapat ijin menambang dari penunggu gunung Ijen.

Selanjutnya berbicara soal kehidupan para penambang, rata-rata para penambang

belerang hidup secara sederhana dan mengalami kesulitan ekonomi. Di kawasan tersebut,

terutama mereka yang tempat tinggalnya di lereng Ijen, memilih untuk bekerja sebagai

penambang belerang. Pilihan ini diambil karena untuk menjadi penambang belerang tidak

membutuhkan pendidikan yang tinggi yang dibutuhkan hanyalah kerja keras dan kekuatan fisik.

      Jika kita lihat secara langsung kehidupan para penambang belerang sangat minim sekali.

Dinaikkannya harga belerang menjadi 600 rupiah perkilogramnya tidak banyak membantu para

penambang dalam mencukupi kebutuhan hidupnya apalagi bagi mereka yang  mempunyai anak

dalam jumlah yang banyak serta para penambang yang memang sudah berusia lanjut sudah tidak

kuat lagi mengangkat beban yang terlalu berat, akhirnya para penambang yang tergolong manula

ini mengangkut belerang semampunya tanpa adanya target hasil.

Page 4: Penambang Belerang

Hal ini menjadi salah satu kendala bagi mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,

padahal kebutuhan hidup yang harus dipenuhi semakin tinggi. Belum lagi dampak dalam diri

penambang belerang yakni kerusakan paru-paru akibat gas yang dikeluarkan oleh kawah dimana

tempat bebatuan  belerang berada.

      Kegiatan penambangan ini juga ternyata sempat menimbulkan kontroversi. Akibat

keuntungan yang menjanjikan, sempat juga dipaksakan sebuah proyek pembuatan pipa saluran

yang dapat langsung menuju tempat  olahan di pinggir jalan raya. Namun, karena desakan

beberapa LSM lingkungan setempat yang merasa keberatan akan kerusakan lingkungan yang

mungkin terjadi dari pembangunan tersebut, akhirnya proyek itu tidak jadi dilaksanakan. Bisa

dibayangkan memang bila proyek tersebut benar terjadi, berapa banyak daerah yang akan

tergerus, belum lagi dampak hilangnya mata pencaharian para penambang tradisional yang sudah

puluhan tahun menambang di Gunung Ijen.

      Bagaimana sejarah penambangan belerang serta dinamika kehidupan social ekonomi para

penambangnya begitu pula dampaknya membuat penulis tertarik mengangkatnya menjadi sebuah

penelitian.

Penelitian ini mencoba untuk mengkaji sebuah sisi keunikan dari kehidupan di kawah ijen,

dengan kalimat judul “Tinjauan Historis Dan Dinamika Sosial Ekonomi Penambang

Belerang di Gunung Ijen Desa Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi

Tahun 1968-2010”.  Alasan yang melatar belakangi penulis tertarik untuk meneliti

permasalahan tersebut adalah: 1) Masalah ini belum banyak diteliti; 2) Penelitian-penelitian

sebelumnya masih terbatas pada faktor-faktor  yang mempengaruhi angkatan kerja menjadi

buruh tambang belerang. Penelitian ini ditulis dalam skripsi Mokhamad Basri (1998) yang

mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi angkatan kerja menjadi buruh tambang

belerang  di Gunung Ijen dan skripsi Ida Rizanti (2007) hanya mengungkapkan tingkat

pendapatan penambang  belerang sebelum dan sesudah kenaikan harga bahan bakar minyak 

(BBM). Penelitian ini belum mengungkapkan fenomena sejarah penambangan belerang disekitar

kawasan gunung ijen; 3) Ingin mengkaji lebih dalam mengenai sejarah dan dinamika sosial

ekonomi penambang belerang di Gunung Ijen di Desa Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten

Banyuwangi.4) Ada sisi keunikan dari kegiatan penambangan belerang digunung ijen, yakni

tradisi yang tetap lestari pada bulan suro untuk berharap keselamatan bagi para penambang.

Page 5: Penambang Belerang

1.2   Penegasan Pengertian Judul

Untuk menghindari terjadinya perbedaaan persepsi mengenai pengertian judul penelitian

ini, maka penulis memandang perlu memberikan penegasan maksud judul “Tinjauan Historis

Dan Dinamika Sosial Ekonomi Penambang Belerang di Gunung Ijen Desa Tamansari

Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi Tahun 1968-2010”

Tinjauan Historis yang dimaksud adalah bagaimana kajian sejarah tentang keberadaan

penambangan belerang dilihat dari sudut pandang sejarah.

      Pengertian dinamika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gerak masyarakat

secara terus menerus yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang

bersangkutan (Depdikbud, 1991:234). Menurut Soekanto (1993:377) kehidupan sosial adalah

berfungsinya suatu struktur sosial didalam masyarakat. Perubahan sosial yang dimaksud dlam

penelitian ini adalah kondisi yang menyangkut interaksi sosial (keluarga, teman, dan

masyarakat), stratifikasi sosial, mobilitas sosial dan tingkat pendidikan. Adapun kehidupan

ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini menyangkut pendapatan dan kegiatan ekonomi

dalam suatu masyarakat dengan keberadaan Gunung Ijen sebagai tempat penambangan belerang.

Jadi yang dimaksud dengan perubahan ekonomi dalam penelitian ini adalah segala perubahan

dalam kondisi masyarakat yang mempengaruhi pendapatan dan kegiatan ekonomi penambang

belerang.

      Penambang belerang adalah orang yang bekerja menggali atau mengambil pengangkut

belerang dari kawah Gunung Ijen. Adapun yang dimaksud dengan Gunung Ijen merupakan salah

satu daerah tujuan wisata di Banyuwangi yang selalu ramai dikunjungi baik oleh wisatawan

domestik maupun mancanegara.

      Pengertian judul “ Tinjauan Historis Dan Dinamika Sosial Ekonomi Penambang Belerang

di Gunung Ijen Desa Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi Tahun 1968-2010”

dalam penelitian ini adalah kajian sejarah tentang munculnya keberadaan penambangan belerang

serta perubahan atau perkembangan yang terjadi secara kompleks dalam kehidupan masyarakat

penambang belerang yang terus menerus sejak keberadaan para penambang pertama kali di Desa

Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi selama kurun waktu tahun 1968 sampai

tahun 2010.

1.3  Ruang Lingkup Penelitian

Page 6: Penambang Belerang

Penentuan ruang lingkup dalam penelitian ini perlu dibatasi agar tidak menyimpang dari

uraian fokus permasalahan, baik yang menyangkut temporal, spasial atau tempat maupun materi.

Mengenai batas temporal dalam penelitian ini adalah tahun 1968-2010. Tahun 1968 dijadikan

awal pembahasan terhadap tinjauan sejarah para penambang dengan pertimbangan bahwa tahun

itu merupakan awal dimulainya penambangan belerang di Gunung Ijen. Batas akhir tahun

penelitian adalah tahun 2010 dengan pertimbangan bahwa pada tahun tersebut penulis

melakukan penelitian. Meskipun pembatasan ruang lingkup seperti ini sesuai dengan realita

bidang sejarah anthropologi, tidak menutup kemungkinan penulis untuk sedikit mengkaji

permasalahan yang terjadi sebelum dan sesudah batasan tersebut yang ada relevansinya dengan

penelitian ini.

Lingkup spasial atau tempat yang diambil dalam penelitain ini adalah wilayah Desa

Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi tahun 1968-2010. Sedangkan untuk lingkup

materi penelitian ini meliputi sejarah keberadaan aktivitas penambangangan belerang dan

dinamika kehidupan ekonomi penambang belerang itu sendiri.

1.4    Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan permasalahan/paparan latar belakang dan ruang lingkup diatas, maka

permasalahan yang menjadi objek kajian dapat penulis rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah penambangan belerang di Gunung Ijen Desa Tamansari?

2. Bagaimana keunikan penambangan belerang yang ada di Gunung Ijen?

3. Bagaimana dinamika kehidupan sosial ekonomi penambang belerang di Gunung Ijen

Desa Tamansari tahun 1968-2010?

4. Bagaimana dampak penambangan belerang di Gunung Ijen Desa Tamansari?

1.5  Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1.      Mengkaji lebih dalam sejarah penambangan belerang di Gunung Ijen Desa Tamansari.

2.      Mengkaji lebih dalam keunikan penambangan belerang yang ada di Gunung Ijen?

Page 7: Penambang Belerang

3.      Mengkaji lebih dalam dinamika kehidupan sosial ekonomi penambang belerang di Gunung Ijen

Desa Tamansari tahun 1968-2010.

4.      Mengkaji lebih dalam tentang dampak yang ditimbulkan akibat penambangan belerang di

Gunung Ijen desa Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi.

1.6  Manfaat Penelitian

Penelitian kami diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik penulis maupun

pembaca. Adapun manfaat yang dapat kita peroleh dari penelitian kami adalah

1.      Bagi penulis diharapkan dapat digunakan sebagai sarana latihan penelitian karya ilmiah secara

profesional dan sarana memperdalam penguasaan materi tentang penambang belerang serta

menambah khasanah keilmuan peneliti.

2.      Bagi Lembaga/UNTAG 1945 Banyuwangi, penelitian ini sebagai wujud dari pelaksanaan Tri

Dharma Perguruan Tinggi, yakni dharma penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dan

diharapkan Penelitian ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian intelektual dan solidaritas untuk

memberikan kerangka pemikiran bagi sesama mahasiswa khususnya mahasiswa FKIP/Prodi

Sejarah dan masyarakat intelektual lainya yang peduli terhadap kemajuan Untag 1945

Banyuwangi.

3.      Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi bagi masyarakat yang ingin mengetahui

mengenai kehidupan sosial ekonomi penambang belerang.

4.      Bagi Pemerintah daerah, menjadi bahan masukan bagi pemerintah Daerah Kabupaten

Banyuwangi dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan upaya peningkatan

kesejahteraan penambang belerang. Serta dapat lebih memperkaya perbendaharaan  kepustakaan

tentang perkembangan sosial ekonomi penambang belerang Kabupaten Banyuwangi.

            Demikian gambaran singkat mengenai penelitian ini yang dilaksanakan dalam ruang

lingkup sejarah sebagai jurusan yang dipilih selama belajar di Perguruan Tinggi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 8: Penambang Belerang

Tinjauan pustaka merupakan tinjauan teori terhadap pendapat para ahli dan hasil

penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masyarakat penambang belerang, terutama yang

relevan dengan dinamika sosial ekonomi masyarakat penambang belerang pada umumnya.

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan

(penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas

bumi, migas). (Lemhanas, 1997: 109-110).

Secara umum aktivitas pertambangan melalui sebuah proses yang panjang mulai dari

penyelidikan umum hingga proses penutupan kegiatan tambang antara lain melalui kegiatan

reklamasi bekas areal tambang. Kegiatan pertambangan sebenarnya telah dilakukan sejak jaman

batu lama, saat itu manusia mencari material yang baik untuk berperang dan berburu yakni

pertama kali sejak tahun 968 M.

Kegiatan pertambangan dilakukan dengan praktek pertambangan yang baik (Good

Mining Practice = GMP) sehingga pengertian pertambangan adalah suatu proses dari pencarian

mineral sampai dengan proses akhir yaitu penutupan tambang. Secara lengkap proses tersebut

adalah penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan termasuk Amdal, konstruksi,

penambangan, pengolahan dan proses metalurgi, pemasaran, penjualan mineral dan penutupan

tambang. (Lemhanas, 1997: 109-110).

Kegiatan penambangan khususnya Mangan dan lain-lain dikenal sebagai kegiatan yang

dapat merubah permukaan bumi. Karena itu, penambangan sering dikaitkan dengan kerusakan

lingkungan. Walaupun pernyataan ini tidak selamanya benar, patut diakui bahwa banyak sekali

kegiatan penambangan yang dapat menimbulkan kerusakan di tempat penambangannya.

Akan tetapi, perlu diingat pula bahwa dilain pihak kualitas lingkungan di tempat

penambangan meningkat dengan tajam. Bukan saja menyangkut kualitas hidup manusia yang

berada di lingkungan tempat penambangan itu, namun juga alam sekitar menjadi tertata lebih

baik, dengan kelengkapan infrastrukturnya. Karena itu kegiatan penambangan dapat menjadi

daya tarik, sehingga penduduk banyak yang berpindah mendekati lokasi penambangan tersebut.

Sering pula dikatakan bahwa bahwa kegiatan penambangan telah menjadi lokomotif

pembangunan di daerah tersebut.

Akan tetapi, tidaklah mudah menepis kesan bahwa penambangan dapat menimbulkan

dampat negatif terhadap lingkungan. Terlebih-lebih penambangan yang hanya mementingkan

laba, yang tidak menyisihkan dana yang cukup untuk memuliakan lingkungannya.

Page 9: Penambang Belerang

Hal ini dapat dipahami jika disadari bahwa infestasi telah menelan banyak biaya, yang

bila semuanya dihitung dengan harga dana, yaitu bunga pinjaman, maka faktor yang paling

mudah dihapuskan adalah faktor lingkungan. Kesadaran manusia untuk meningkatakan kualitas

lingkungan dan memperhitungkannya sebagai biaya dalam kegiatan tersebut, atau dikenal

sebagai Internasionalisasi biaya eksternal, menyebabkan perhitungan cost-benefit suatu

penambangan berubah. Dalam hal ini, faktor harga komoditas mineral sangat penting, tetapi

lebih penting lagi pergeseran cut off grade, yaitu pada tingkat mana suatu jebakan mineral dapat

disebut ekonomis. Upaya lanjutan adalah penelitian untuk meningkatkan teknologi proses.

Dampak negatif yang ditimbulkan kegiatan penambangan berskala besar, baik dalam

ukuran teknologi maupun investasi, dapat berukuran besar pula. Namun pengendaliannya lebih

memungkinkan ketimbang pertambangan yang menggunakan teknologi yang tidak memadai

apalagi dananya terbatas. (Lemhanas, 1997: 109-110).

Memang pada kenyataannya, perubahan permukaan bumi yang disebabkan oleh kegiatan

penambangan terbuka dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan. Hal ini disebabkan

kerena dengan mengambil mineral seperti Mangan tubuh tanah atau soil harus dikupas sehingga

hilanglah media untuk tumbuh tumbuhan dan pada akhirnya merusak keanekaragaman hayati

yang ada di permukaan tanah yang memerlukan waktu ribuan tahun untuk proses

pembentukannya.

Menurut Rizanti (2007: 15) dalam penelitiannya yang berjudul ” Profil Kehidupan

Penambangan Belerang Di Sekitar Kawah Ijen (Suatu Studi Di  Desa Tamansari Kecamatan

Licin Kabupaten Banyuwangi)” bahwa pekerjaan sebagai penambang belerang merupakan salah

satu aset bangsa Indonesia yang berkaitan dengan pemanfaatan kekayaan alam khususnya

kawasan pegunungan. Belerang adalah sumber daya alam yang dimanfaatkan, khususnya

produksi pemanfaatan potensi alam  yang merupakan salah satu sektor lapangan kerja yang

konsekuensinya dapat menciptakan kesempatan  kerja, mengurangi pengangguran dan sumber

pendapatan masyarakat pinggiran Gunung  dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.

Penambang belerang dipekerjakan dengan gaji sebagai pekerja harian dan memiliki sedikit

kecerdasan dan pengetahuan dalam hal mengelola belerang. Penambang belerang sebagai

kelompok sosial dalam masyarakat sama sekali tidak terikat pada desanya.

Menurut Basri (1998: 49-58) dalam penlitiannya yang berjudul “Faktor-faktor Yang

mempengaruhi Angkatan Kerja Menjadi Buruh Penambang Belerang (Suatu Studi Di Gunung

Page 10: Penambang Belerang

Ijen kabupaten Banyuwangi)” bahwa karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan para

angkatan kerja nemilih bekerja sebagai buruh tambang belerang meliputi faktor  pendapatan,

pendidikan, ketrampilan, kesempatan kerja dan lingkungan sosialnya. Faktor-faktor inilah yang

memberikan dorongan atau pengaruh pada diri masyarakat untuk mengambil suatu tindakan

yang dikehendaki yaitu menjadi buruh tambang belerang dengan tidak terlepas dari kesadaran

akan kondisi sosial masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Menurut Basri (1998: 59) yang mengatakan bahwa munculnya keinginan sebagai buruh

tambang belerang sedikit banyak tidak terlepas dari hasil interaksi dari orang sekitarnya. Hal ini

disebabkan karena pada umumnya seseorang mengetahui ada lowongan pekerjaan karena adanya

sumber informasi dari saudara, teman dan tetangga yang sebelumnya sudah bekerja sebagai

penambang belerang.

Menurut Susilowati ( 1996: 132) bahwa penambang  belerang semakin muda umurnya

maka motivasi terhadap pendidikan anak-anaknya semakin tinggi, hal ini menunjukkan bahwa

kesadaran penambang belerang akan pendidikan sudah semakin meningkat.

Sebagain besar penduduk miskin  berada di daerah pedesaan pulau Jawa dan mereka pada

umumnya berpenghidupan pada sektor pertanian, oleh karena itu salah satu alternatif dalam

menciptakan pemerataan pendapatan masyarakat adalah mengarahkan perubahan dalam hal ini

perubahan-perubahan  di sektor pedesaan (pertanian). Ada dua macam perubahan mengarahkan

perubahan yang dimaksud, yang satu mencoba mengarahkan dengan mengintrodusir perubahan

tertentu yang lebih ditekankan pada pembangunan materiil (ekonomi) dan yang lainya pada

pembangunan non materiil (sosial) termasuk didalamnya pembangunan manusianya (Sarwedi,

1990: 7). Kehidupan para penambang belerang menggunakan segala upaya untuk menghidupi

dirinya dan keluarganya dengan cara mencari belerang untuk mencapai kesejahteraan. Bentuk-

bentuk upaya dan beberapa tanggungan harus dijalani sebagai kepala rumah tangga. Disamping

itu, makin banyaknya kebutuhan dan makin mahalnya barang-barang kebutuhan yang harus

dicukupi membuat para penambang menyakini dan terus bekerja sebagai penambang belerang di

Gunung Ijen.

Pada umumnya masyarakat membedakan menjadi tiga kriteria  penadapatan yaitu

pendapatan tinggi, pendapatan sedang dan pendapatan rendah. Seperti yang dikemukakan oleh

Usman (1982: 17) bahwa pendapatan masyarakat terbagi menjadi: (a) Golongan masyarakat

yang berpenghasilan rendah. Golongan ini menerima pendapatan (income) lebih rendah dari

Page 11: Penambang Belerang

keperluan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum. (b) Golongan masyarakat berpenghasilan

sedang. Pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok, tidak ada tabungan dan tidak ada

pinjaman kepada pihak lain. (c) Golongan masyarakat berpenghasilan tinggi. Pendapatan cukup

untuk memenuhi kebutuhan hidup secara normal dan dapat menabung.

Kenyataannya petani dan buruh tambang belerang di kawasan Ijen tidak banyak

pertimbangan di dalam hidupnya, kurang kreatif dan tidak punya tradisi untuk berpikir banyak

tentang kehidupan serta tidak mempunyai pengaruh pada kemampuan untuk mencoba mencari

alternatif pekerjaan yang lain disampng sebagai penambang belerang. Kondisi seperti diatas

biasanya terdapat pada masyarakat penambang belerang tradisional. Karena dalam masyarakat

penambang belerang tradisional pola penjualan belerang  tergantung tempat dimana pekerja itu

bekerja. Hal ini terjadi dikarenakan tuntutan kebutuhan yang harus mereka penuhi dengan uang

hasil pencarian belerang itu. Penyebab lain adalah secara geografis letak desa mereka jauh dari

tempat kerja dan karena beban keluarga yang besar.

Selain tingkat pendapatan penambang belerang, gambaran kehidupan yang lain dapat

dilihat melalui kondisi sosial ekonomi masyarakat penambang belerang adalah pengeluaran

untuk pangan (konsumsi) dan non pangan. Para penambang belerang sendiri memiliki

kebutuhan-kebutuhan secara pribadi untuk dicukupi. Adapun kebutuhan itu sendiri menurut

Sumarnonugroho (1984: 6) membagi kebutuhan dasar manusia menjadi lima bagian yaitu: (1) 

kebutuhan untuk hidup, (2) Kebutuhan merasa aman, (3) Kebutuhan untuk bertingkah laku

sosial, (4) kebutuhan untuk dihargai, (5) kebutuhan untuk melakukan pekerjaan yang disenangi.

Kebutuhan-kebutuhan diatas  melekat pada diri penambang belerang, kebutuhan tersebut

belum lagi pada kebutuhan keluarganya yang semakin banyak. Tetapi kebutuhan tersebut tidak

diimbangi dengan pendapatan yang diperolehnya sangat minim sebagai penambang belerang,

maka tidak jarang mereka dan keluarganya juga sering kekurangan uang untuk membeli

kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya. Kebutuhan pokok yakni sandang, pangan dan papan

merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar manusia dapat bertahan hidup. Begitu juga para

penambang belerang yang ada di kawasan Kawah Ijen bekerja keras untuk mencukupi

kebutuhan-kebutuhan pokok mereka dan keluarganya. Kondisi kehidupan sosial ekonomi mereka

yang ada dalam masyarakat tentu dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang sedang mereka alami.

Berkurangnya volume produksi mempunyai dampak negatif terhadap jumlah persediaan

barang dan jasa dipasar kesempatan kerja serta jumlah orang yang bekerja, jumlah pengangguran

Page 12: Penambang Belerang

meningkat, baik karena diberhentikan (PHK) maupun tenaga kerja baru yang mencari kerja

tetapi tidak mendapat pekerjaan. Akibat selanjutnya jumlah orang miskin bertambah secara

drastis, terutama apabila mereka yang diberhentikan atau yang mendapat pekerjaan tidak dapat

melakukan sendiri kegiatan-kagiatan ekonomi yang memberikan penghasilan lumayan.

Menurut As’ad (1991: 47) dalam bukunya yang berjudul Psikologi Industri mengatakan

bahwa seseorang itu bekerja karena merupakan kondisi bawaan seperti bermain atau istirahat,

untuk aktif mengerjakan sesuatu. Seorang didorong untuk beraktifitas kerja pada sekelompok

orang, yakni dimulai ketika mereka mulai masuk kerja, saat mereka bekerja, sampai pada saat

mereka pulang kerja. Pada saat itu pula mereka dalam aktifitas kerjanya saling berhubungan,

baik dengan sesama penambang maupun dengan juragan. Manusia sebagai mahluk sosial dalam

kehidupan sehari-hari tidak bisa hidup sendiri. Manusia memerlukan oarng lain untuk bekerja

sama dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kehidupan penambang belerang tidak jauh dengan lingkungan sekitar dimana hubungan

terjadi sebagai mahluk sosial yakni hubungan dengan sesama penambang, hubungan dengan

pembeli atau penadah dan hubungan dengan tetangga atau masyarakat. Seperti yang

diungkapkan oleh Maclever. J.L. Gillin dan J.P. Gillin ( dalam Soelaiman, 1995: 122) bahwa

adanya saling bergaul dan interaksi karena mempunyai nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan

prosedur yang merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-

istiadat tertentu yang bersifat kontinue dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Mereka yang hidup dalam sistem, baik sistem di masyarakat dan sistem yang ada di

lingkungan kerja mereka tentunya terdapat nilai-nilai dan norma yang ditaati bersama.

Hubungan-hubungan yang diciptakan dan terus dipertahankan adalah untuk tujuan bersama.

Adapun hubungan-hubungan yang dibangun menurut Soelaiman (1995: 124) adalah 1)

Hubungan individu dengan individu; 2) Hubungan individu dengan keluarga; 3) Hubungan

individu dengan lembaga; 4) Hubungan individu dengan komunitas; 5) Hubungan individu

dengan masyarakat; 6) Hubungan individu dengan nation.

Lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang setiap saat

dikecimpungi oleh penambang belerang. Adapun hubungan pada lingkungan kerja mereka

adalah hubungan diri mereka dengan komunitas yakni para penambang belerang lainnya. Teman

dan sahabat sesama penambang belerang adalah tempat untuk mencurahkan segala perasaan dan

keluh kesah mereka sebagai pekerja dan tulang punggung keluarga.

Page 13: Penambang Belerang

Hubungan yang terjadi pada penambang belerang adalah hubungan dengan masyarakat,

dimana masyarakat ini terdiri dari komponen individu yang terkumpul dan menjadi bentuk

kumpulan yang lebih besar dari komunitas. Adapun aspek teritorium kurang ditekankan tetapi

aspek keteraturan sosial dan wawasan hidup kolektif memperoleh tataran yang lebih besar.

Kedua aspek ini menunjukkan derajat integrasi masyarakat karena keteraturan esensial dan hidup

kolektif ditentukan oleh kemantapan unsur-unsur masyarakat yang terdiri dari pranata status dan

peranan individu.     

Masyarakat pada hakikatnya terdiri dari sekian banyak komunitas yang berbeda sekaligus

mencakup keluarga, lembaga dan individu-individu. Lingkungan masyarakat penambang

belerang merupakan lingkungan pedesaan, maka tidak salah nilai-nilai dan norma-norma yang

berlaku sangat dijaga oleh masyarakat setempat. Kehidupan penambang belerang yang

mengalami kesulitan, kesatuan dan rasa saling menolong masih kental serta pinjam meminjam

pada tetangga adalah hal yang biasa. Status mereka sebagai penambang belerang dikalangan

masyarakat yang masuk strata sedang, hal ini dapat dilihat dari letak wilayah mereka yang dekat

dengan Kawah Ijen. Sehingga banyak masyarakat mata pencariannya tergantung pada alam

yakni belerang. Biarpun mereka masuk dalam strata kelas sedang, tetapi mereka dalam perolehan

pendapatan tingkat ekonomi masih rendah (Rizanti, 2007: 21).

Kondisi penambang belerang semakin memprihatinkan ketika ekonomi mereka semakin

sulit dikarenakan semakin mahalnya barang-barang kebutuhan pokok yang harus dibeli semakin

mahal. Sehingga masyarakat yang berpenghasilan rendah termasuk penambang belerang akan

semakin terpuruk kondisinya. Kenaikan harga kebutuhan hidup dikhawatirkan berdampak

kepada kehidupan para penambang belerang khususnya kemampuan dalam memenuhi kebutuhan

dasarnya dan jika tidak dirumuskan kebijakan yang memihak rakyat kecil maka akan

memunculkan dampak sosial yang sangat besar di masyarakat seperti peningkatan jumlah

kemiskinan, meningkatnya jumlah pengangguran dan masalah-masalah sosial lainnya.

Pengembangan sektor pertambangan yang dilaksanakan selama ini diarahkan pada

pemanfaatan sebesar-besarnya kekayaan tambang bagi pembangunan industri dalam negeri,

peningkatan ekspor dan penerimaan negara serta perluasan kesempatan kerja dan berusaha.

Dalam upaya melaksanakan penganekaragaman hasil tambang dan pengelolaan usaha

pertambangan secra efisien telah dilakukan peningkatan dan perluasan upaya inventarisasi serta

pemetaan, eksplorasi dan eksploitasi kekayaan tambang dengan memanfaatkan teknologi tepat

Page 14: Penambang Belerang

guna. Untuk mendorong dan meningkatkan penanaman modal dibidang pertambangan dilakukan

dengan menawarkan beberapa tahap kontrak karya sedangkan dibidang minyak dan gas bumi

ditertibkan berbagai paket intensif. Namun, usaha pertambangan rakyat tetap dibina dan

dikembangkan dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah,

pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja (Lemhanas, 1997: 109-110).

Keberadaan perusahaan tambang di Indonesia kini banyak dipersoalkan oleh berbagai

kalangan, dikarenakan telah menimbulkan dampak negatif dalam pengusahaan bahan galian

(tambang). Dampak negatif dari keberadaan perusahaan tambang adalah meliputi:

1.       Rusaknya hutan yang berada di daerah lingkar tambang.

2.       tercemarnya laut.

3.       Terjangkitnya penyakit bagi  masyarakat yang bermukim di daerah lingkar tambang.

4.       terjadinya konflik antara masyarakat lingkar tambang dengan perusahaan tambang.

Walaupun keberadaan perusahaan tambang menimbulkan dampak negatif, namun

keberadaan perusahaan tambang juga menimbulkan dampak positif dalam pembangunan

nasional. Dampak positif dari keberadaan perusahaan tambang adalah:

1.      Meningkatnya devisa negara.

2.      Meningkatnya pendapatan asli daerah.

3.      Menampung tenaga kerja, baik tenaga kerja lokal, regional, nasional maupun internasioanal.

4.      Meningkatnya kondisi sosial ekonomi, kesehatan dan budaya masyarakat yang bermukim di

daerah lingkar tambang(Salim, 2005:5-6).

Berbeda dengan kondisi penambang belerang di Gunung Ijen, dimana keadaannya

semakin memperihatinkan ketika terjadi krisis ekonomi dan kenaikan BBM dikarenakan barang-

barang kebutuhan pokok yang harus dibeli semakin mahal, sehingga masyarakat yang

berpenghasilan rendah termasuk penambang belerang akan semakin terpuruk kondisinya.

Kenaikan harga kebutuhan hidup dikhawatirkan berdampak kepada kehidupan para penambang

belerang khususnya kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan jika tidak 

berdampak kepada kehidupan para penambang belerang khususnya kemampuan dalam

memenuhi kebutuhan dasarnya dan jika tidak dirumuskan kebijakan yang memihak rakyat kecil

maka akan memunculkan dampak sosial yang sangat besar di masyarakat seperti peningkatan

jumlah kemiskinan, meningkatnya jumlah pengangguran dan masalah-masalah sosial lainnya.

Page 15: Penambang Belerang

Uraian mengenai kehidupan para penambang belerang berdasarkan sumber-sumber diatas

secara umum hanya menguraikan tentang aktivitas penambang belerang seperti tingkat

pendapatan, pengeluaran, kesejahteraan penambang belerang dan pola kemitraan serta sedikit

menjelaskan kondisi sosial ekonomi penambang belerang. Sumber-sumber diatas belum

mengungkapkan secara mendetail tentang sejarah penambang belerang di Gunung Ijen dan

bagaiamana  aktivitas penambangan belerang tersebut berpengaruh terhadap dinamika sosial

ekomomi masyarakat jika ditinjau melalui tinjauan studi historis.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pengertian Metode Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian, metode merupakan salah satu syarat yang tidak dapat

ditinggalkan. Hal ini disebabkan karena metode merupakan dasar pokok dalam kegiatan

penelitian, sehingga dengan adanya metode maka penulis dapat memperoleh data, menentukan

responden dan informan penelitian, serta untuk menginterpretasikan data. Pendekatan dalam

penelitian sosial sejarah merupakan masalah yang penting, karena penggambaran mengenai

suatu tulisan sangat tergantung dari pendekatannya. Pendekatan juga menentukan dari segi mana

penulis memandang dimensi yang diperhatikan dan unsur mana yang diungkapkan (Sartono

Kartadirjo, 1992 :4)

            Winarno Surakhmad menjelaskan bahwa “Metode adalah suatu cara utama yang

digunakan untuk mencapai tujuan. Misalnya cara untuk menguji serangkaian hipotesa dengan

teknik serta alat-alat tertentu”. Menurut Purwodarminto “Metode adalah cara yang telah teratur

dan telah terfikir baik-baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan”. Jadi intinya

metode merupakan teknik untuk mencapai tujuan dan memahami obyek penelitian.

            Mengenai fungsi metode penelitian itu sendiri, Koentjoroningrat mengemukakan bahwa

“Cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah maka metode menyangkut masalah kerja

untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan”. Jadi intinya fungsi

Page 16: Penambang Belerang

metode adalah sebagai alat untuk memahami obyek yang akan diteliti untuk mendapatkan data,

fakta dan gejala-gejala untuk menguji hipotesis atau menjawab rumusan masalah.

3.2. Pendekatan Penelitian

            Pendekatan dalam penelitian sejarah merupakan masalah yang penting, karena

penggambaran mengenai suatu tulisan sangat tergantung dari pendekatannya. Pendekatan juga

menentukan dari segi mana penulis memandang dimensi yang diperhatikan dan unsur mana yang

diungkapkan (Sartono Kartadirjo, 1992 :4).

            Dalam penelitian sejarah modern pendekatan sangat diperlukan, hal ini berbeda dengan

penelitian sejarah konvensional  yang mengarah pada sejarah diskriptif naratif. Di dalam sejarah

modern diungkapkan bukan hanya sekedar hal-hal yang bersifat dasar, tetapi lebih dalam

kajiannya tentang aspek kondisional yang meliputi hal-hal lain yang lebih kompleks.

            Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sosio antropologi. Penulis

mengamati perkembangan penambangan belerang ditinjau dari aspek dimensi social ekonomi

penembang belerang, stratifikasi sosial penambangan belerang dan pola hubungan antara

komunitas penambangan belerang dengan masyarakat. Selain itu penulis juga mengamati nilai-

nilai yang terkandung dalam penambangan belerang.

3.3. Metode Penelitian Sejarah

            Proses penelitian memerlukan suatu metode agar hasil yang didapat sesuai dengan kaidah

yang telah ditetapkan dalam tata cara penulisan karya ilmiah. Dalam hal ini penulis

menggunakan metode penelitian sejarah sebagai proses mengkaji dan menganalisis masa

lampau. Langkah penelitian sejarah adalah sebagai berikut : (1) heuristik, (2) kritik, (3)

interpretasi, (4) historiografi.

1.   Heuristik

Proses heuristik adalah langkah pertama dalam penelitian sejarah yaitu langkah yang dilakukan

penulis agar dalam penelitian penulis mendapatkan data atau fakta-fakta yang berhubungan

dengan penelitian sebanyak-banyaknya. Kegiatan heuristik yang dilakukan penulis adalah

mencari sunber-sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang ditulis. Adapun sumber-

sumber yang penulis kumpulkan berupa buku-buku, artikel di majalah dan surat kabar, dan

Page 17: Penambang Belerang

laporan penelitian, serta wawancara dengan para penambang belerang gunung Ijen dan pimpinan

perusahaan penambangan belerang serta kepala desa setempat.

2.   Kritik

Langkah kedua adalah kritik terhadap sumber. Kritik ini dilakukan guna mendapatkan sumber

sejarah yang layak untuk digunakan. Kritik dilakukan untuk menilai, menguji, atau menyeleksi

jejak sebagai usaha untuk memperoleh jejak-jejak yang benar, dalam arti asli serta mengandung

informasi yang relevan untuk cerita-cerita sejarah yang akan disusun. Dalam hal ini, penulis

berhasil mengumpulkan berbagai data yang kemudian penulis catat dan dipilih mana yang sesuai

dengan penelitian dan mana yang tidak.

3.   Interpretasi

Langkah ketiga dalam penelitian sejarah adalah interpretasi. Interpretasi  merupakan proses

mengkaji, menghubungkan, dan membandingkan fakta-fakta sejarah, sehingga menjadi

hubungan yang rasional dan logis, kemudian mengambil kesimpulan data guna digunakan dalam

proses penelitian. Dalam hal ini penulis mencoba menghubungkan data yang diperoleh dari

kajian pustaka dengan data yang diperoleh dari metode wawancara.

4.   Historiografi

Kegiatan akhir dalam penelitian sejarah adalah historiografi. Historiografi adalah penyusunan

hasil interpretasi fakta-fakta sejarah yang disusun secara analogis, kronologis dan sistematis

menjadi kisah yang selaras. Proses historiografi yang dilakukan penulis adalah menyajikan fakta-

fakta yang telah melalui tahap heuristik, kritik, dan interpretasi menjadi tulisan karya ilmiah

yang berwujud skripsi.

3.4. Metode Pengumpulan Data

            Sesuai dengan masalah penelitian yang telah kami tetapkan dan dengan melihat situasi

dilapangan maka perlu ditentukan metode pengumpulan data yang dianggap sesuai dan relevan

dengan obyek penelitian. Adapun metode penelitian yang kami gunakan dalam penelitian kami

adalah :

3.4.1. Metode Wawancara

Page 18: Penambang Belerang

            Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang dijalankan dengan

menggunakan tanya jawab langsung dengan lisan antara dua orang atau lebih. Adapun tujuan

metode tanya jawab adalah agar peneliti memperoleh informasi lisan baik langsung maupun

tidak langsung. Metode wawancara pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu interview

langsung dimana penanya langsung berhadapan dengan informan dan interview tidak langsung

yaitu dimana penanya mencari data-data dari hasil interview yang telah dilakukan sebelumnya.

            Dalam metode wawancara terdapat kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan  metode

interview antara lain :

a.       Dapat dilaksanakan kepada setiap individu atau setiap unsur

b.      Dapat diadakan serempak sambil observasi

c.       Kemungkinan masuknya data lebih banyak dan tepat

d.      Dapat menumbuhkan hubungan pribadi yang lebih baik

e.       Interview dapat memberikan penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas

Sedangkan kelemahan dari metode interview adalah :

a.       Terlalu banyak memakan waktu, biaya dan tenaga

b.      Sangat tergantung pada individu yang diwawancarai. Tidak jarang hasil wawancara

terkontaminasi dengan kepentingan kelompok tertentu.

c.       Situasi wawancara mudah terpengaruh situasi dan lingkungan

d.      Membutuhkan keterampilan dan penguasaan bahan.

            Mengingat akan kelemahan-kelemahan dari metode interview maka perlu adanya usaha-

usaha untuk mengatasi kelemahan metode interview yaitu

a.       Kerangka pertanyaan harus direncanakan secara sistematis.

b.      Harus ada tenggang waktu yang telah ditentukan

c.       Interviewer harus memiliki keterampilan agar tidak terbawa informan

            Wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara langsung kepada berbagai sumber

yang berkaitan langsung dengan perkembangan penambangan belerang.

3.4.2. Metode Dokumenter

            Menurut pendapat Suharsini Arikunto “Dokumentasi adalah mencari data atau variable

yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, prasasti, notulen rapat, leger dan sebagainya”.

Namun dokumentasi juga dapat diartikan untuk mencari data untuk didokumentasikan.

Page 19: Penambang Belerang

            Sutrisno hadi mengemukakan mengenai kelebihan dan kekurangan metode dokumenter

yaitu :

Kelebihan metode dokumenter adalah ;

1.      Metode dokumenter relevan dengan kebutuhan peneliti untuk meraih data

2.      Lebih dapat dipertanggung jawabkan, karena apabila ada kekeliruan data maka sumber datanya

masih tetap ada dan mudah dalam melakukan pengecekan kembali

3.      Metode ini tidak memerlukan keterampilan khusus dari peneliti

Dalam penelitian kami, metode dokumenter kami gunakan untuk mendapatkan data mengenai :

1.      Asal-usul/sejarah penambangan belerang

2.      Keunikan penambangan belerang di gunung Ijen dibanding penambangan belerang lainnya.

3.      Perkembangan/dinamika sosial ekonomi penambangan belerang

4.      Dampak penambangan belerang di gunung Ijen

            Dokumen yang penulis jadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini adalah berbagai

dokumen yang menyangkut penambangan belerang  seperti buku-buku tentang penambangan

belerang, hasil penelitian, surat kabar, artikel-artikel di sejumlah majalah dan artikel dari

internet.

3.4.3. Metode Observasi

            Observasi adalah kegiatan untuk meninjau tempat terjadinya peristiwa yang akan

dijadikan obyek penelitian. Observasi dilakukan untuk melihat lebih awal lokasi obyek penelitian

guna mengatasi segala kemungkinan dan mempersiapkan apa yang dibutuhkan untuk

kepentingan penelitian nanti. Observasi kami lakukan dengan melihat aktivitas penambangan

secara langsung dan melihat bagaimana penambangan belerang di gunung Ijen.

3.5. Metode Analisis Sejarah

            Suatu penelitian belum dikatakan lengkap apabila tidak disertai dengan analisa data,

karena dengan menganalisa data berarti mengolah data dengan menimbang, menyaring,

mengatur  serta mengklasifikasikan data tersebut dan menghubungkan dengan data-data yang

lain. Menimbang dan menyaring data adalah cara yang dilakukan dalam memilih data yang

relevan dan tepat serta berkaitan dengan masalah yang telah dirumuskan. Sedangkan mengatur

dan mengklasifikasikan data adalah menggolong-golongkan data yang sama atau hampir sama

Page 20: Penambang Belerang

untuk dikategorikan dan selanjutnya diinterpretasikan yang pada akhirnya dapat ditarik suatu

kesimpulan yang merupakan tujuan akhir dari analisa data.

            Dalam menganalisa data dapat digunakan dua cara yaitu analisa statistik dan non statistik.

Penelitian kami menggunakan analisa data non statistik dikarenakan masalah yang kami

rumuskan dan data yang kami peroleh merupakan data kualitatif yang berupa cerita-cerita

sejarah.

BAB  IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Gambaran Umum Desa Tamansari

Wilayah yang dijadikan sasaran penelitian ini adalah Desa Tamansari Kecamatan Licin

Kabupaten Banyuwangi. Sejak tahun 2006 Desa Tamansari termasuk ke dalam wilayah

Kecamatan Licin karena adanya pemekaran dari Kecamatan Glagah, sehingga wilayah licin yang

awalnya bagian administratif dari wilayah Kecamatan Glagah, berdiri sendiri menjadi

Kecamatan Licin. Desa Tamansari  secara administratif terbagi menjadi tujuh dusun yaitu:

Dusun Ampel Gading, Dusun Blimbingsari, Dusun Kebon Dadap, Dusun jambu, Dusun

Tanahlos, Dusun Sumberwatu dan Dusun Krajan. Jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 14 RW,

sedangkan jumlah Rukun Tetangga (RT) sebanyak 51 RT. Jarak tempuh dapat dilalui kurang

lebih sejauh 13 km arah barat Kota Banyuwangi. Sedangkan jarak dari Kecamatan Licin sejauh

kurang lebih 1 (satu) km. Desa Tamansari berada pada ketinggian 650 m dari permukaan laut,

Page 21: Penambang Belerang

sehingga pada tempat terbuka, kota Banyuwangi dengan batas Selat Bali di sebelah timur dapat

terlihat dengan jelas. Luas wilayah Desa Tamansari yaitu 2767,12 Ha dengan rincian dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Luas Wilayah Desa Tamansari

No Luas Wilayah Keterangan

1 Sawah 128 Ha

2 Lahan kering (Ladang/tegalan) 586,265 Ha

3 Pemukiman penduduk 17,630 Ha

4 Perkebunan 1951,50 Ha

5 Bangunan sekolah, Pasar dan Toko 31,921 Ha

6 Wisata pegunungan 5,5 Ha

7 Lain-lain 46 Ha

Sumber: Data Monografi Desa Tamansari tahun 2009.

            Batas-batas wilayah Desa Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi adalah

sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kampung Anyar.

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Banjar.

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso.

d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Licin.

Page 22: Penambang Belerang

Sarana jalan yang menghubungkan antara Desa Tamansari dengan Desa yang lain berupa

jalan aspal, hal ini dipengaruhi oleh pembangunan jalan wisata alam yaitu Kawah Ijen dan

Kalibendo yang melintasi desa tersebut. Jalan yang menghubungkan antar dusun yang berada di

Desa Olehsari berupa jalan aspal dan ada sebagian Dusun yang berupa jalan tanah biasa,

sedangkan gang-gang kecil berupa jalan setapak. Sarana transportasi yang digunakan masyarakat

setempat berupa angkutan pedesaan, ojek, truk, pick up dan kendaraan bermotor pribadi.

Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari antar sesama masyarakat Desa

Tamansari adalah bahasa Using yang dikenal sebagai bahasa daerah Banyuwangi. Hal tersebut

digunakan sesama komunitas masyarakat Using. Selain itu mereka juga menggunakan bahasa

Jawa, dan bahasa  Madura dalam berdialog. Demikian  juga halnya dalam bahasa pengantar di

sekolah atau pendidikan formal lainnya lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia.

Untuk memperoleh gambaran yang lengkap mengenai keadaan sosial ekonomi

masyarakat Desa Tamansari terlebih dahulu akan diuraikan mengenai komposisi penduduknya.

Penjelasan yang berkaitan dengan komposisi penduduk dipandang penting sebagai sarana untuk

memetakan data penduduk menurut umur, mata pencaharian atau pekerjaan, tingkat pendidikan

dan lainnya yang akan berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat suatu daerah. Maka,

akan diuraikan dalam penjelasan dibawah ini.

4.1.1        Jumlah dan Komposisi Penduduk

Pengklasifikasian populasi penduduk setiap daerah berbeda-beda grafiknya, hal ini

ditunjukkan seperti yang terdapat di Desa Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi.

Berdasarkan data Monografi Desa Tamansari tahun 2009, jumlah penduduk Desa Tamnsari

secara keseluruhan sebesar 4.277 jiwa. Dengan komposisi: jumlah penduduk perempuan 2.327

jiwa dan jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.950 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam

tabel di bawah ini.

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Desa Tamansari Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase

1 Laki-laki 1.950 45,6

2 Perempuan 2.327 54,4

Jumlah 4.277 100

Sumber: Data Monografi Desa Tamansari tahun 2009.

Page 23: Penambang Belerang

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan komposisi jumlah penduduk Desa

Tamansari yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1.950 orang dengan prosentase sebesar

45,6% sedangkan jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempaun berjumlah 2.327 dengan

prosentase sebesar 54,4%. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah penduduk Desa Tamansari

yang berjenis kelamin perempuan lebih besar dari jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-

laki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagain besar jumlah penduduk Desa Tamansari

berjenis kelamin perempuan.

Selain itu komposisi penduduk desa Tamansari juga diklasifikasikan menurut kelompok

umur. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci tentang keadaan penduduk Desa

Tamansari berdasarkan kelompok umur, maka dapat dilihat seperti yang terdapat dalam tabel

dibawah ini :

Tabel 4.3

 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur

No Umur (thn) Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 0-4 399 397 797

2 5-20 753 961 1714

3 21-45 630 774 1404

4 46-65 125 141 266

5 <66 43 54 97

Jumlah 1950 2327 4277

Sumber: Data Monografi Desa Tamansari tahun 2009.

            Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk usia produktif ternyata lebih

sedikit dari jumlah penduduk di usia non produktif. Jumlah penduduk usia produktif sekitar

1.670 orang yang terdiri dari 1.404 orang, berusia antara 21 tahun sampai dengan 45 tahun dan

266 orang yang berusia antara 46 tahun sampai dengan 65 tahun. Sedangkan jumlah pendudk

non produktif berjumlah 2607 orang yang terdiri dari usia anak-anak yang berjumlah 796 orang,

usia remaja sekitar 1714 orang dan usia lansia sekitar 97 orang.

            Penduduk Desa Tamansari sedikit memiliki kesadaran akan arti penting keluarga kecil

bahagia dan sejahtera. Tetapi, dalam diri penduduk Desa Tamansari sekarang mulai tumbuh

suatu kesadaran tentang pentingnya keluarga kecil bahagia. Hal ini terbukti dengan semakin 

Page 24: Penambang Belerang

merosotnya jumlah kelahiran karena banyak ibu-ibu yang sudah memakai alat-alat kontrasepsi,

ikut berprogram KB (keluarga berencana) dan penundaan menikah di usia muda.

            Masyarakat Desa Tamansari Kecamatan Licin mempunyai semangat gotong royong yang

sangat tinggi. Kegiatan gotong royong yang dilakukan meliputi segala hal. Masalah-masalah

yang menyangkut kepentingan umum seperti perbaikan jalan, pemugaran rumah warga,

memperbaiki jembatan, memperbaikai pemakaman dan kerja bakti masih ada dalam masyarakat

Desa Tamansari. Apabila ada salah satu yang meninggal, para warga berbondong-bondong

saling membantu. Hal itu sudah merupakan salah satu kewajiban. Para ibu-ibu membawa beras

atau sumbangan berupa uang, dan sebagainya. Jika tidak ada, maka tetap mengusahakannya

dengan cara berhutang kepada tetangga. Sedangkan para bapak-bapak membantu dalam hal

proses pemakaman.

Kebutuhan orang meninggal tersebut seperti kain kafan sudah disiapkan oleh penduduk

Desa Tamansari dari swadaya masyarakat melalui jama’ah tahlil. Pemberian sumbangan juga

diberikan pada waktu pengajian rutin, yaitu berupa iuran kas sebesar Rp. 1000,- untuk membeli

kain kafan yang digunakan bagi warga Desa Tamansari yang meninggal dunia. Apabila ada yang

meninggal pada malam hari maka sebagian masyarakat datang untuk menjaga  sampai pagi hari

menjelang proses pemakaman. Pelaksanaan pengajian atau tahlil dilakukan selama tujuh hari

berturut-turut untuk mendoakan arwah yang meninggal. Apabila ada salah satu warga jarang

membantu maka terdapat sangsi sosial yaitu berupa gunjingan dari masyarakat setempat. Hal itu

merupakan norma yang berlaku pada masyarakat.

            Kegiatan memberikan bantuan kepada warga atau tetangga yang mempunyai hajat masih

berlaku hingga saat ini. Hajatan yang merupakan kegiatan sumbang menyumbang tersebut

seperti perkawian, khitanan, kelahiran dan kematian. Kegiatan datang untuk bertamu pada orang

yang mempunyai hajat tersebut disebut mbecek. Kegiatan sumbang menyumbang ini mengakar

sangat kuat pada masyarakat dan merupakan kegiatan timbal balik. Maksudnya apabila

seseorang disumbang dalam hajatnya, maka ia harus menyumbang dengan jumlah sebesar

sumbangan terdahulu atau bahkan ada yang melebihinya. Bila ada warga masyarakat Desa

Tamansari tidak pernah memberikan sumbangan, biasanya akan digunjingkan oleh masyarakat

dan jika ia mempunyai hajatan, maka tidak ada yang memberikan sumbangan kepadanya.

            Penduduk Desa Tamansari banyak yang mempunyai media elektronik seperti radio dan

televisi sebagai media informasi dan sarana hiburan warga. Kedua sarana tersebut secara tidak

Page 25: Penambang Belerang

langsung akan memberikan kontribusi terhadap perkembangan masyarakat Desa Tamansari,

yaitu penduduk setempat tidak terlalu ketinggalan mengenai informasi dan komunikasi dunia

luar, sehingga sarana informasi cepat diakses dalam kehidupan mereka sehari-hari.

4.1.2        Mata Pencaharian Penduduk

Area tanah Desa Tamansari seluas 2676,12 Ha sudah barang tentu mata pencaharian

sebagian besar penduduk Desa Tamnsari adalah sebagai petani. Pada umumnya tanaman yang

ditanam adalah padi, jagung, kacang tanah, kacang panjang, ubi kayu, buncis ketela dan cabe.

Jumlah pekerja sebagai petani tersebut terdiri dari petani pemilik lahan atau tanah berjumlah 157

orang petani penggarap atau buruh tani sebesar 230 orang, sedangkan jumlah keseluruhannya

sebesar 387 orang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah petani pemilik lahan atau tanah

lebih kecil dari pada penggarap atau buruh tani. Sebagian besar petani, menghabiskan waktunya

di ladang atau sawah.

Para petani baik laki-laki ataupun perempuan beriring-iringan bergegas berangkat ke

sawah. Setiap pagi, pemandangan seperti itu merupakan suatu hal yang biasa di Desa Tamansari.

Mereka akan kembali ke rumah masing-masing pada tengah hari untuk sholat dzuhur dan makan

siang bersama keluarga. Bahkan ada juga yang kembali lagi ke ladangnya masing-masing,

sampai menjelang sore hari. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan mereka. Sedangkan

yang tidak kembali ke ladang, biasanya mereka menggunakan waktunya untuk istirahat atau

tidur. Oleh karena itu jika pada waktu siang hari suasana Desa Tamansari terlihat sepi,

merupakan hal yang wajar.

Mata pencaharian yang lain dari penduduk Desa Tamansari adalah sektor penambangan 

belerang dan perdagangan. Selain itu, penduduk Desa Tamansari juga memiliki mata

pencaharian lain yang cukup variatif seperti buruh harian, pegawai negeri, pegawai swasta, jasa

komunikasi dan angkutan dan tukang.

Untuk lebih jelas mengenai rincian mata pencaharian penduduk yang ada di Desa

Tamansari dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.4

 Mata Pencaharian Penduduk Desa Tamansari

No Jenis Pekerjaan Jumlah

1 Petani pemilik 157 orang

2 Buruh tani 230 orang

Page 26: Penambang Belerang

3 Pedagang 54 orang

4 Penambang belerang 200 orang

5 PNS 39 orang

6 Jasa komunukasi dan angkutan 44 orang

7 Tukang 63 orang

8 Buruh harian 415 orang

9 Pegawai swasta 55 orang

10 Lain-lain 3020 orang

Total 4.277 orang

Sumber: Data Monografi Desa Tamansari tahun 2009.

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah terbanyak dari  mata pencaharian penduduk

Desa Tamansari adalah lain-lain. Setelah dikonfirmasi ke pihak desa setempat maksud dari yang

lain-lain di sini yaitu terdiri dari pemuda yang belum bekerja (masih sekolah dan pengangguran),

ibu rumah tangga, aparatur desa, anggota LSM, pengurus partai, ormas-ormas dan orang-orang

yang bekerja keluar daerah. Mata pencaharian penduduk di posisi kedua yaitu sebagai buruh

harian dengan jumlah 415 orang, terbagi dari beberapa sektor, yaitu industri makro( pabrik dan

perkebunan), industri mikro (home industry), dan penjahit baju. Sedangkan petani berada di

posisi ketiga, dengan total jumlah 372 orang, yang terdiri dari petani pemilik sebesar 157 orang

dan buruh tani dengan jumlah 230. Profesi sebagai jasa komunikasi dan angkutan berada di

posisi kedua dari bawah, dengan jumlah 44 orang. Hal ini dipengaruhi oleh minat penduduk yang

kurang, selain itu karena membutuhkan modal yang cukup besar. Pekerjaan sebagai PNS

menempati posisi terkecil dengan jumlah 39, dikarenakan profesi sebagai PNS harus mencapai

jenjang S-1 atau sarjana dan membutuhkan biaya yang tinggi. Sedangkan penduduk Desa

Tamansari kebanyakan merupakan masyarakat kelas menengah ke bawah.

4.1.3        Tingkat Pendidikan Penduduk

Pendidikan merupakan salah satu usaha yang ditempuh pemerintah untuk mencerdaskan

dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Tingkat pendidikan adalah jenjang

pendidikan yang pernah ditempuh atau yang telah diselesaikan seseorang melalui pendidikan

formal. Dengan adanya pendidikan yang diperoleh diharapkan masyarakat dapat berpikir kritis,

inovatif dan mempunyai wawasan yang luas dalam mengikuti perkembangan jaman serta dapat

bersaing dalam arus globalisasi. Selain itu dengan pendidikan diharapkan masyarakat dapat

Page 27: Penambang Belerang

mempengaruhi cara pandang mereka terhadap sesuatu yang dinilai baik atau buruk, pantas atau

tidak pantas, serta boleh tau tidak boleh yang berkaitan dengan nalai-nilai dan norma-norma

yang dianut masyarakat setempat. Di samping itu, pendidikan dapat meningkatkan prestise atas

status sosial bagi orang yang menyelesaikan pendidikan formal. Bahkan apabila orang tersebut

menyandang gelar sarjana maka kedudukan seseorang tersebut dinilai lebih tinggi dan dihormati

oleh masyarakat.

Tingkat pendidikan di suatu masyarakat banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

satunya adalah faktor ekonomi dan budaya. Berbagai usaha sudah banyak dilakukan pemerintah

dalam menghadapi kesuliatan ekonomi masyarakat, yang kaitannya dengan kemauan bersekolah.

Kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan misalnya dana BOS (Bantuan Operasional

Sekolah). Hal tersebut bertujuan untuk menuntaskan WAJAR (Wajib Belajar) sembilan tahun

meliputi pendidikan SD sampai SMP, selain itu pemerintah membuat program dalam

memberantas buta aksara dengan metode Keaksaran Fungsional. Untuk mengetahui tingkat

pendidikan di Desa Tamansari secara terperinci dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 4.5

 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Tamansari

No Jenjang Pendidikan Jumlah

1 Belum tamat SD/Sederajat 574 orang

2 Tamat SD/ Sederajat 1218 orang

3 Tamat SMP/ Sederajat 556 orang

4 Tamat SMA/ Sederajat 203 orang

5 Tamat Akademi 18 orang

6 Tidak sekolah 432 orang

TOTAL 4277 orang

Sumber: Data Monografi Desa Tamansari tahun 2009.

            Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui bahwa pendidikan penduduk Desa

Tamansari yang terbanyak adalah tamatan SD/sederajat yang berjumlah 1218 orang dari

keseluruhan jumlah penduduk. Jumlah terbanyak kedua yaitu penduduk yang tidak tamat

SD/sederajat dengan jumlah 574 orang. Sedangkan peringkat ketiga ditempati oleh penduduk

yang tamat SMP/sederajat dengan jmlah 556 orang. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat

pendidikan Desa Tamansari masih relatif cukup rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan

Page 28: Penambang Belerang

semakin sedikit jumlahnya. Karena masyarakat Desa Tamansari masih beranggapan bahwa

pendidikan cukup ditempuh SD saja, sekolah dipandang hanya cukup untuk bisa membaca dan

menulis saja. Pada tahun 2007 pemerintah kabupaten Banyuwangi mencantumkan Desa

Tamansari sebagai sasaran program Keaksaraan Fungsional. Selain itu sekolah SD Negeri

berjumlah : 4 dan SMP Negeri di Desa Tamansari belum ada, sedangkan pendidikan non formal

ada empat lembaga yang berada di Desa Tamansari.

4.1.4        Agama

Mayoritas penduduk Desa Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi memeluk

agama Islam dengan tempat ibadah 6 masjid dan 52 musholla/langgar, jadi total tempat

peribadatan yang ada di Desa Tamansari sebanyak 58 tempat ibadah. Kehidupan beragama

masyarakat Desa Tamansari berjalan cukup harmonis. Sejauh hasil pengamatan di lapangan,

masjid yang berada di desa selalu penuh jamaahnya, mulai dari anak kecil yang masih belia,

remaja, dewasa bahkan sampai yang sudah tua. Mereka hidup tentram dan damai dalam

menunaikan shalat lima waktu sehari semalam secara berjamaah. Kegiatan keagamaan yang aktif

dilakukan oleh masyarakat Desa Tamansari adalah jama’ah tahlil dan remaja masjid. Misalnya

membantu dalam mengelengarakan tahlilan apabila ada warga yang meninggal dunia dan lain-

lain.

Komposisi penduduk Desa Tamansari berdasarkan agama dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 4.6

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Desa Tamansari

No Agama Jumlah

1 Islam 4253 orang

2 Kristen protestan 18 orang

3 Kristen katolik 6 orang

4 Hindu -

5 Budha -

Page 29: Penambang Belerang

6 Konghucu -

TOTAL 4277 orang

Sumber: Data Monografi Desa Tamansari tahun 2009

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa penduduk Desa Tamansari sebagain besar

beragama Islam yang berjumlah 4253 orang, agama yang lainnya yaitu Kristen Protestan

berjumlah 18 orang dan Kristen Khatolik berjumlah 6 orang.

Masyarakat Desa Tamansari adalah masyarakat yang sangat agamis, oleh karena itu

aktivitas keagamaan terasa sangat mewarnai aktivitas keseharian masyarakat ini. Aktivitas

tersebut tidak hanya diikuti oleh para orang tua saja tetapi ada juga kegiatan agama yang khusus

bagi para pemuda pemudinya. Misalnya, pengajian yang diikuti dengan cara arisan yang

dilakukan pada malam hari dan masing-masing kelompok berbeda harinya.

Biasanya kegiatan tersebut dilakukan dirumah warga setempat secara bergiliran dan

biasanya dilakukan seminggu sekali. Kegiatan pengajian ini tidak hanya pengajian yang diikuti

oleh orang tua atau remaja desa akan tetapi anak-anak pun mempunyai kelompok pengajian

tersendiri yang biasanya dilakukan secara sukarela tanpa adanya paksaan dari orang tua. Jika

dilihat dari aktivitas keagamaan masyarakat Desa Tamansari, maka hal ini sudah mencerminkan

adanya kehidupan kegamaan yang kuat. 

4.2  Tinjauan Historis Penambangan Belerang Di Kawah Ijen

4.2.1        Sejarah Penambangan Pada Masa Penjajahan Belanda

Bangsa Indonesia dalam perjalanannya tidak lepas dari sebuah catatan sejarah, bahwa

bangsa ini pernah dijajah oleh bangsa lain. Penjajahan dimanapun itu akan selalu menorehkan

cerita sedih terhadap bangsa yang dijajah. Dalam praktek pelaksanaan kolonialisme selalu

dibarengi dengan adanya eksploitasi terhadap sumber daya alam dan manusia yang ada di negara

yang dijajah. Begitu pula yang terjadi kepada rakyat Banyuwangi, penjajahan kolonial Belanda

telah mengksploitasi sumber daya  alam dan sumber daya manusia yang ada di Banyuwangi,

khususnya terhadap sumber daya belerang yang ada di Kawah Ijen dan masyarakat di sekitar

Ijen.

Kronologi sejarah mengenai penambangan belerang di Gunung Ijen dimulai pada saat

penjajahan kolonial Belanda. Belanda yang mengetahui di kawah ijen ada sumber belerang

memberlakukan kerja paksa agar masyarakat sekitar Ijen bekerja sebagai penambang dan

pengangkut belerang. Tepatnya sejak tahun 1911 Belanda memperbudak nenek moyang kita

Page 30: Penambang Belerang

untuk melakukan penambangan secara sederhana di Gunung Ijen, namun sifat penambangan

hanyalah seadanya dan tidak di eksplorasi secara banyak. Kepentingan penambangan hanya

sebatas untuk kepentingan kolonial Belanda untuk perdagangan yang sedikit. Sebab dimasa itu

kegunaan belerang tidak bisa dimanfaatkan secara optimal seperti sekarang ini, disebabkan

perkembangan kemajuan iptek tidak secanggih di masa ini.  Belanda menyuruh mengambil

belerang hanya ketika ada pesanan belerang dari perdagangan mereka dengan bangsa lain.

4.2.2        Sejarah Penambangan Oleh PT. Candi Ngrimbi

Awalnya dimulainya penambangan belerang di Kawah Ijen bermula karena adanya

relokasi para penambang belerang dari Gunung Welirang yang mencari sumber belerang yang

baru karena kualitas belerang disana kurang bagus dan kuantitas belerangnya di daerah Gunung

Welirang sedikit.  Kemudian seorang pengusaha belerang yaitu pak Ceh mempunyai inisiatif

untuk mencari sumber belerang baru karena ditakutkan sumber belerang yang ada di Gunung

Welirang  lambat laun akan cepat habis. Sumber belerang tersebut kemudian di temukan di dua

tempat yaitu Gunung Ijen dan Pulau Damar, tetapi yang memiliki potensi atau sumber belerang

yang cukup banyak dan kualitasnya baik hanya ada di Gunung Ijen.

Penemuan sumber belerang yang cukup melimpah karena adanya proyek Pak Ceh untuk

mencari sumber belerang baru, maka dikirim 26 orang dari Tretes guna meninjau Gunung Ijen

dan keberadaan belerangnya. Tetapi setelah sampai di Desa Tamansari dari 26 orang tersebut

tinggal 6 orang, karena 20 orang lainnya mengundurkan diri disebabkan medan yang harus

dilalui cukup sulit dan perlu membabat hutan untuk dibuat jalan menuju sumber belerang

tersebut, keenam orang yang bersedia untuk meninju sumber belerang itu adalah Trimorejo,

Daim, Dikdo, Sunoto, Samin dan Tahar (wawancara dengan Bapak Samini tanggal 20 April

2010).

Sejarah resmi penambangan belerang di Kawah Ijen dimulai pada tahun 1968,

maksudnya ialah sejarah dilakukannya penambangan belerang melalui sebuah perusahaan/badan

usaha tetap baru dimulai sejak tahun 1968. Penambangan tersebut awalnya dilakukan oleh orang-

orang dari Malang (Tretes) yang sebelumnya telah menambang di Gunung Welirang. Penambang

yang menambang belerang di Kawah Ijen pada tahun itu berjumlah sekitar 15 orang dengan

Page 31: Penambang Belerang

harga jual belerang per kilonya Rp. 2-,. Belerang-belerang tersebut dijual kepada Koperasi Raksa

yang mempunyai kantor sementara di Gumuk Batur Desa Licin, tetapi pada tahun 1970 di Desa

Tamansari terdapat CV Argomulyo yang bergerak dibidang penambangan belerang. (Wawancara

dengan Bapak Sumini tanggal 20 April 2010).

Tahun 1970 penambangan tersebut dilakukan oleh CV. Argomulyo yang telah

mendapatkan kontrak kerja dari pemerintah daerah Banyuwangi namun belum mempunyai

tempat permanen di Desa Tamansari dengan harga jual belerang  per kilonya 5 rupiah. Pada

tahun 1973 CV Argomulyo berganti nama menjadi PT. Candi Ngrimbi dengan harga jual

belerang per kilonya 10 rupiah. Beban yang diangkut antara 15-30 kg dan pengangkutannya

dimulai dari Gunung Ijen ke pabrik dengan berjalan kaki. Hasil yang diperoleh tersebut

kemudian langsung ditukarkan dengan kebutuhan pokok di warung. Tetapi, pada tahun 1978

terjadi sebuah malapetaka, yaitu keluarnya gas beracun dari air danau Gunung Ijen yang

mengenai 4 orang dan 16 orang pingsan.(wawancara dengan Bapak Didik Suja’i tanggal 20 April

2010).

Di tambang yang dikelola oleh PT. Candi Ngrimbi ini terdapat beberapa dapur solfatara

yaitu saluran pipa yang mengalirkan belerang cair dari dalam dinding kawah sampai ke

permukaan. Menurut Bapak Sumini (wawancara pada tanggal 20 April 2010), permulaan dapur

Solfatara ini ada lima tempat kemudian dibangun menjadi 38 tempat. Pembangunan dapur

solfatara ini digali dengan cangkul, awalnya tidak memakai pipa besi tetapi hanya menggunakan

batu bara yang ditata seperti saluran air sampai proses penyulingan atau meneteskan belerang

cair. Sebelum dibangun belerang yang keluar dalam sehari semalam hanya 7-10 kg dan setelah

dibangun sehari semalam bisa menghasilkan 10-15 ton. Dari beberapa dapur solfatara tersebut

ada yang diberi nama seperti sarinem, sulastri, sundari, tugu, tlogo dan kodim, hal ini hanya

sebutan asal-asalan yang tanpa adanya sebuah latar belakang apapun.

PT. Candi Ngrimbi yang berpusat di Surabaya. PT. Candi Ngrimbi merupakan lembaga

satu-satunya yang mengelola penambangan belerang yang ada di Gunung Ijen dan telah

mendapatkan ijin resmi dari pemerintah daerah Banyuwangi. Sehingga semua hasil tambang

belerang harus ditampung oleh PT. Candi Ngrimbi yang berlokasi di Desa Tamansari serta tidak

diperkenankan seorang penambang belerang untuk menjual pada pihak lain.

Page 32: Penambang Belerang

Berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Pertambangan

dan Energi dan Menteri Kehutanan tanggal: 23 Agustus 1989, Nomor:

          

Tentang pedoman pengaturan pelaksanaan usaha pertambangan dan energi dalam kawasan

seperti yang dimaksud.

Pasal 3 ayat: 1.  Usaha pertambangan dan energi sebagaimana termaksud dalam pasal 1 ayat 1 dapat dilaksanakan

didalam daerah cagar alam dan suaka margasatwa, taman buru, hutan lindung, hutan produksi

terbatas, hutan produksi dengan ijin penggunaan kawasan oleh menteri kehutanan sesuai dengan

tata cara yang dimaksud pada pasal 8 surat keputusan ini.

                       2.  Usaha pertambangan dan energi sebagaimana Gunung Pendil, Gunung Melatan, Gunung Raung

(masih aktif), Kawah Ijen (masih aktif), Cekungan Belawan, pinggir kaldera dan arah longsoran

panjang dan mata air panas

Tabel 4.7

  Daftar Harga Jual Belerang (Rupiah)

Tahun Harga Tahun Harga

1968 Rp.2,- 1988 Rp.80

1970           Rp.5 1991 Rp.90

1973 Rp.10 1994 Rp.100

1976 Rp.25 1997 Rp.150

1979 Rp.50 2000 Rp.212

1982 Rp.60 2003 Rp.300

1985 Rp.70 2007 Rp.500

2008  Rp.500 2009 Rp.600

2010 Rp.600

Sumber: Data dari wawancara dan observasi diolah tahun 2010

Tahun 1980 pengangkutan belerang dari kawah sampai ke Sodong karena jalan menuju

Gunung Ijen berupa jalan makadam. Tahun 1970 posnya di pindah dari Sodong ke Paltuding

hingga sekarang dengan jalan yang sudah di aspal sehingga belerangnya dapat diangkut dari

Paltuding dengan mengunakan truk.

Page 33: Penambang Belerang

Setiap hari para penambang belerang ini harus berjalan kaki menuju tempat

penambangan yang berjarak 3 km dari Paltuding. Kebanyakan dari mereka berasal dari kota

Banyuwangi tepatnya dari kecamatan Licin, Giri, Kalipuro dan Songgon serta dari kabupaten

Bondowoso yaitu kecamatan Sempol. Dari Banyuwangi menuju kawah mereka tempuh dengan

menumpang truk atau berjalan kaki mulai subuh dan mencapai Paltuding di pagi hari, dengan

waktu tempuh sekitar 4 jam. Para penambang belerang ini ada yang bekerja secara resmi

terdaftar di perusahaan, namun ada juga yang hanya sebagai pekerja lepas. Jalanan menanjak dan

berbatu adalah hal biasa bagi mereka, dan merupakan pilihan hidup yang harus dilalui demi

pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.

Bongkahan belerang yang telah ditata dalam keranjang kemudian diikat untuk

selanjutnya dibawa menuju ke pos penimbangan sampai ke Paltuding. Namun sebelumnya perlu

ditimbang dahulu keseimbangannya baru kemudian siap untuk dibawa. Untuk memudahkan

dibutuhkan dua tiang penyangga agar pengangkatannya menjadi lebih ringan. beban yang

diangkut oleh setiap orang tidaklah sama tergantung pada kemampuan  dan kondisi kesehatan

masing-masing. Namun sekali angkut minimal mereka mampu membawa beban mulai dari 50

kg, bahkan sampai 80 kg bongkahan belerang. Untuk memudahkan proses pengangkutannya,

beban seberat ini dibagi dalam dua keranjang. Selanjutnya mereka harus berjuang melewati jalan

berbatu dan menanjak sampai keatas. Di sinilah ketangguhan fisik mereka benar-benar diuji,

salah melangkah sejengkal saja nyawa menjadi taruhannya. Namun pekerjaan mereka ini

bukannya tanpa jaminan, karena jaminan sosial dan kesehatan penambang belerang ditanggung

oleh perusahaan.

4.3  Keunikan Penambangan Belerang di Gunung Ijen

Keberadaan lokasi penambangan juga menjadi keunikan yang lain dari wisata Kawah

Ijen selain tentunya keindahan panorama yang ada di sana. Penambangan belerang disini masih

memakai cara tradisional yang pengangkutannya memakai cara di angkut/dipikul tenaga

manusia. Penambangan tradisional ini konon hanya terdapat di Indonesia yaitu di Gunung

Welirang dan Ijen. Penambangan yang sudah ada sejak era kolonial Belanda tersebut masih tetap

memakai cara tradisional sampai sekarang ini. Dengan melimpahnya persediaan sumber alam

yang dihasilkan oleh suatu daerah maka akan mengakibatkan banyak orang berniat untuk

memanfaatkan dan mengambil keuntungan bagi dirinya dan masyarakat sekitar.

Page 34: Penambang Belerang

Adanya sebuah berkah berupa sumber daya alam yang melimpah terkadang juga

menimbulkan sebuah upaya agar sumber daya alam tersebut tetap lestari dan memberi banyak

kebaikan kepada masyarakat sekitarnya. Upaya untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya

alam belerang yang ada di gunung Ijen telah memunculkan sebuah keunikan tersendiri dari

kegiatan penambangan yang ada di gunung ijen.

Keunikan utama dari penambangan belerang di Gunung Ijen adalah adanya sebuah tradisi

yang tidak pernah ditinggalkan oleh masyarakat penambang belerang dari sejak awal

penambangan sampai dengan saat ini. Tradisi yang sudah menjadi sebuah keharusan agar tetap

selalu dilaksanakan setiap waktu tertentu. Kegiatan ritual ini dilaksanakan oleh masyarakat Desa

Tamansari khususnya penambang belerang  setiap bulan suro.

Ritual yang dilakukan oleh para penambang belerang di bulan suro ini memiliki sebuah

makna religi yang sangat tinggi. Acara ritual yang dilakukan biasanya dengan memberikan sesaji

serba tujuh rupa/macam setiap menginjak bulan suro, yakni dengan sesaji jenang tujuh

rupa/warna atau dikenal dengan “jenang pitu”, kemudian kembang tujuh macam juga, serta jajan

atau kue pasaran yang juga berwarna tujuh. Pemberian sesaji serba tujuh ini merupakan sebuah

penghayatan kepercayaan masyarakat penambang bahwa alam yang diciptakan serba tujuh yakni

langit dan bumi yang berlapis tujuh, kemudian surga dan neraka yang terdiri dari tujuh tingkatan,

serta jumlah hari yang juga tujuh member sebuah mitologi tersendiri kepada masyarakat

penambang belerang untuk melakukan sebuah ritual yang sesembahannya juga serba ada tujuh

macam.  Adanya sebuah persepsi para penambang bahwa dengan memberikan sesembahan serba

tujuh maka tujuh penjaga langit dan tujuh penjaga bumi akan selalu memberikan sebuah

keselamatan dan barokah dengan tetap menjaga sumber belerang dan gunung Ijen tetap memberi

sebuah manfaat yang berguna bagi mereka.

Alam pikiran, pandangan, dan kehidupan masyarakat penambang belerang yang masih

memegang teguh adat-adat kejawen yang bersumber pada sinkritisme Hindu-Budha membuat

mereka yakin bahwa jika upacara atau ritual tersebut tidak dilakukan maka bisa membuat celaka

para penambang. Ritual turun-temurun ini tetap dilakukan demi menjaga keselamatan para

penambang sampai dengan saat ini. Symbol serba tujuh dalam upacara suroan di areal

penambangan belerang memberikan sebuah makna tentang konsepsi masyarakat penambang

tentang dunia.

Page 35: Penambang Belerang

Adanya sebuah tradisi sedekah atau sesajen setiap bulan suro memberikan sebuah nilai

keunikan tersendiri tentang penambangan belerang yang ada di gunung Ijen, hanya di gunung

Ijen tradisi tersebut ada dan selalu dilaksanakan untuk dijaga kelestariannya sebagai wujud dari

adanya rasa hormat kepada leluhur serta lambang adanya hubungan antara para penambang

dengan penguasa alam. Meski derasnya arus globalisasi dan perspektif atau pandangan

masyarakat yang semakin modern. Para penambang tetap dengan rutin melakukan ritual tersebut

karena adanya sebuah kepercayaan yang kuat jika ritual atau sesembahan tersebut tidak

dilaksanakan maka akan membuat para penambang celaka saat bekerja.

Sedangkan sebuah ritual lain yang dilaksanakan di sekitar gunung Ijen adalah pemberian

sesaji disekitar area penambangan setiap kamis legi dengan menaruh nasi dengan lauk pauknya.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk mitologi yang disakralkan oleh mereka dengan asumsi bahwa

kamis legi yang menurut para penambang sebagai hari diawalinya kegiatan penambangan

pertama kali harus tetap diperingati atau disakralkan karena hari itu dianggap para penambang

mendapat ijin menambang dari penunggu gunung Ijen.

4.4  Kegiatan Penambangan Belerang Kawah Ijen

4.4.1        Proses Penambangan Belerang

Kawah Ijen ini dapat dilewati melalui pematang kawah yang berketinggian antara 2145

sampai 2386 m diatas permukaan laut. Selanjutnya kita harus menuruni lereng berbatu terjal

hingga mencapai kemiringan 60 derajat. Batu-batu  besar dan padat ini setiap harinya dilewati

tidak kurang dari 200 orang penambang, baik karyawan tetap maupun lepas yang tidak setiap

hari bekerja. Disini kita akan menjumpai para penambang yang hendak naik menuju pos maupun

yang hendak turun menuju tempat penambangan yang terletak disebelah tenggara danau Kawah

Ijen. Namun kegaiatan ini hanya berlangsung tidak lebih dari jam 10 pagi sebab sesudahnya akan

muncul kabut asap mengandung solfatara yang berbahaya bagi kesehatan. Dari atas bukit tampak

tambang belerang yang mengepulkan asapnya pertanda telah dimulainya aktivitas penambangan

seiring dengan terbitnya matahari pagi. Kepulan asap dan bau belerang yang menyengat adalah

hal biasa bagi para penambang belerang. Sublimat belerang merupakan produk kawah Ijen yang

sudah dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dalam industri kimia. Belerang dihasilkan

dari hasil sublimasi gas-gas belerang yang terdapat dalam asap solfatara yang bersuhu sekitar

200 derajat celcius. Komplek solfatara Gunung Ijen terdapat di sebelah tenggara dan merupakan

Page 36: Penambang Belerang

bagian dari dinding danau itu sendiri.  Batuan yang terdapat di areal solfatara sudah teraltrasi

secara intensif yang didominasi warna putih sampai kuning.

Perusahaan tempat para penambang bekerja memberikan asuransi kecelakaan kerja

namun dengan syarat asuransi ini berlaku semasa jam kerja saja yaitu mulai pukul 06.00 WIB

sampai pukul 14.00 WIB. Diluar jam itu resiko ditanggung penambang sendiri. Untuk menjaga

stamina biasanya mereka rajin meminum jamu tradisional, namun jika merasa tidak enak badan 

mereka memeriksakan diri ke dokter. Para penambang ini harus benar-benar memperhatikan

kesehatannya, mengingat pekerjaannya yang tidak ringan. Bunga Edelweiss banyak dijumpai di

daerah Puncak Ijen yaitu bunga yang identik dengan para pendaki gunung. Sesampainya di atas

mereka masih meneruskan perjalanan hingga menuju ke pos penimbangan sementara, namun

sebelumnya kita akan melewati sebuah stasiun antena orari yang telah dibangun sejak tahun

70an. Antena setinggi 40 meter ini berfungsi untuk menyambung komunikasi dari para

penambang belerang yang semakin bergegas menuju penimbangan sementara, agar mereka dapat

mengetahui berapa rupiah yang dapat diraih dan untuk istirahat sejenak sebelum melanjutkan

perjalanan.

Penambang belerang biasanya berangkat dari rumah pada sore hari yaitu sekitar pukul

16.00 WIB atau jam 4 sore dan sampai di tempat penginapan yang terletak di Paltuding kira-kira

pukul 18.00 WIB atau jam 6 sore. Biasanya para penambang belerang bercengkrama sampai

pukul 21.00 WIB setelah itu mereka akan beristirahat atau tidur sampai pukul 04.00 WIB.

Setelah menyiapkan segala sesuatunya jam 05.00 WIB mereka akan berangkat menuju ke

Pondok Bunder yang memerlukan waktu tempuh kurang lebih 1,5 jam perjalanan samapi 2 jam

perjalanan. Di  belakang Pondok Bunder terdapat penginapan untuk penambang belerang dan

petugas dari PT. Candi Ngrimbi yang masing-masing mempunyai tugas yaitu pengontrol

kegiatan penambangan dan menimbang belerang yang diangkut oleh penambang belerang.

Setelah dari Pondok Bunder para penambang belerang melanjutkan perjalanannya menuju kawah

Ijen dengan waktu tempuh kurang lebih satu jam perjalanan dengan istirahatnya, setelah itu para

penambang melakukan pengambilan belerang sebanyak dua keranjang sesuai dengan

kemampuan masing-masing. Setelah selesai mereka akan membawa belerang dari kawah menuju

puncak yang dilanjutkan ke Pondok Bunder untuk ditimbang sesuai dengan nomor kuponnya,

setelah itu dibawa ke penampungan yang berada di Paltuding dan akhirnya dibawa oleh truk ke

Page 37: Penambang Belerang

penampungan yang berada di Desa Tamansari yaitu di PT. Candi Ngrimbi. Berikut untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada skema proses pengangkutan belerang dibawah ini:

 

Cara kerja yang dilakukan penambang belerang biasanya mereka berangkat pada tengah

malam hari dan siang hari mereka sudah sampai dirumah kembali. Biasanya mereka menambang

belerang setiap dua hari sekali, namun jika penambang menginginkan tambahan pendapatan

maka setelah mengangkut belerang sampai ketempat penampungan yang berada di Paltuding

Page 38: Penambang Belerang

mereka tidak langsung pulang melainkan akan meneruskan untuk menambang lagi. Karena jika

mereka pulang jarak rumah dengan tempat menambang kurang lebih 17 kilometer. Cara kerja

yang terus menerus ini biasanya dilakukan para penambang belerang jika dirasa ada tambahan

kebutuhan hidup, seperti pada waktu mendekati lebaran. Sehingga pada waktu itu banyak terlihat

para penambang yang menginap di Paltuding, sedangkan pada hari biasa sedikit sekali yang

menginap di Paltuding.

Tempat penampungan yang berada di Gunung Ijen ada dua. Tempat penampungan

pertama ini dibawa oleh penambang belerang dari kawah Ijen ditimbang oleh petugas dari PT.

Candi Ngrimbi dan ditulis pada sebuah kartu atau kupon yang nantinya akan dicocokkan di

tempat penampungan kedua yang merupakan tempat penampungan akhir. Tempat penampungan

kedua terletak di daerah bernama Paltuding yang berjarak kurang lebih 2 kilometer dari tempat

penampungan pertama. Setelah belerang-belerang terkumpul ditempat penampungan kedua,

sekitar jam 17.00 belerang diangkut oleh kendaraan truk dari PT. Candi Ngrimbi yang kemudian

dibawa ke tempat pemasakan yang terletak di Desa Tamansari.

Adapun cara-cara penambangan dengan cara penyulingan atau dengan kondensasi

sebagian uap sulfatara dinilai merupakan cara yang sangat tepat baik ditinjau dari kualitas

belerang yang dihasilkan maupun usaha pelestarian lingkungan. Pembentukan sublimat pada

dinding kawah yang dikeluarkan pada sulfatara disalurkan melalui kondensasi yang jumlahnya

berkisar antara 40-44 batang. Proses kondensasi belerang terjadi dalam pipa-pipa tersebut.

Temperatur dari tiap uap yang masuk dari pipa kondensasi anatara 300-400 C, sedangkan

temperatur udara berkisar antara 9 – 15 C. Adanya perbedaan temperatur bagian dalam dan

bagian luar yang relatif cukup besar dan jumlah aliran uap belerang maka memungkinkan uap

tersebut turun temperaturnya hingga titik cairnya dan akan meneteskan cairan di ujung pipa

kondensasi, disebabkan karena ada pendinginan udara luar maka tetesan belerang yang telah

terkumpul di dasar kawah akhirnya mengeras. Untuk mengambilnya digunakan linggis sebagai

alat pencongkel, sedangkan belerang yang didapatkan berupa dipikul menggunakan keranjang ke

tempat penimbangan di Paltuding dengan jarak 4 kilometer dari kawah, kemudian diangkut

dengan kendaraan truk milik perusahaan ke tempat pemerosesan di Desa Tamansari yang

berjaraj 17 km.

Page 39: Penambang Belerang

Cara pengolahan atau pemurnian yang dilakukan oleh PT. Candi Ngrimbi adalah dengan

jalan memisahkan kotoran dan bahan lain yang ikut tercampur bersama endapan belerang murni

dengan kadar 99,8 % . Berikut ini merupakan skema pengolahan atau pemurnian belerang.

 

   

 

Penjelasan:

Pemilihan : dilakukan dengan cara menuai terhadap belerang mentah yang diambil dari sulfatara yang tidak

terkontaminasi bahan lain, sehingga didapatkan bongkahan-bongkahan belerang murni.

Pembersihan: Belerang mentah yang berasal dari sulfatara yang terkontaminasi bahan lain hanya

permukaannya saja yang dibersihkan dengan menggunakan pisau bendo atau berang sehingga

didapatkan bongkahan-bongkahan belerang murni.

Permasalahan  : belerang mentah yang tidak dimurnikan dengan kedua cara diatas dikumpulkan untuk dimasak

dengan menggunakan wajan besar pada suhu tertentu sehingga  mencair. Belerang yang mencair

dan yang tercampur kotoran kemudian disaring dengan kawat monel dan kain blacu, hasil

saringan berupa cairan belerang kemudian dicetak sesuai dengan kebutuhan para konsumen.

Keterangan: tahun 1996 terjadi kebakaran dalam proses pemasakan di perusahaan yang ada di Desa Tamansari

sehingga pemasakan dipindah ke Surabaya.

Proses pengolahan belerang 

Page 40: Penambang Belerang

4.4.2        Perlengakapan Yang digunakan Dalam Penambangan.

             Aturan tentang perlengkapan kerja juga menjadi perhatian, diantaranya ialah anjuran

untuk memakai sepatu dan helm, memeriksa perlengkapan kerja dan menghindari kecerobohan-

kecerobohan selama proses kerja berlangsung. Berbagai peralatan yang digunakan oleh para

penambang untuk mengambil belerang di Kawah Ijen ternyata masih sederhana dan berisiko

tinggi terhadap keselamatan para penambang. Hal ini lebih jelasnya tentang alat yang digunkan

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8

 Jenis Alat yang Digunakan

No. Jenis alat yang digunakan Penambang

1 Sarung dan keranjang 4

2 Sarung dan keranjang dan alat pengungkit 6

3 Sarung dan keranjang, alat pengungkit dan sarung

tangan

2

Jumlah 12

Sumber: dari data wawancara dan observasi diolah tahun 2010

             Penambang belerang di kawah Ijen untuk membawa belerang biasanya menggunakan

keranjang besar yang terbuat dari anyaman kayu, dengan bantuan alat  sederhana yaitu kain dan

terkadang ada penambang yang memakai sarung tangan sederhana untuk mengambil bongkahan-

bongkahan belerang. Aktivitas yang dilakukan oleh para penambang belerang tersebut dengan

berjalan jauh menuruni bawah tepian danau kawah Ijen yang ada bagian berbatu-batu berwarna

Page 41: Penambang Belerang

kuning dan mengeluarkan asap yang merupakan sumber belerang yang ditambang oleh para

penambang. Pada dasar kawah Ijen diselimuti kepulan asap belerang yang tebal dengan bau khas

menyengat hidung dan puluhan penambang tampak tenang mengambil belerang disekitarnya.

Padahal mereka melangkah tanpa masker oksigen, yang bisa mencegah dari semburan asap

adalah lilitan kain sarung untuk menutupi wajahnya. Kain sarung yang basah yang ditutupkan

pada hidung akan mampu setidaknya menetralisir bau belerang agar tidak terlalu berefek buruk

bagi pernafasan.

             Kebanyakan dalam melakukan kegiatan penambangan belerang hanya menggunakan

alat  sederhana seperti memakai keranjang dan terkadang pakai alat pengungkit batu serta kain

sarung. Alat-alat yang digunakan untuk menambang belerang yang dilakukan oleh teman-teman

lainnya sesama penambang juga sama seperti kain sarung, keranjang dan beberapa alat

pengungkit menjadi bekal dalam bekerja. Hal ini dapat kita ketahui bahwa dalam melakukan

penambangan belerang dimana belerang merupakan tempat bebatuan yang di daerah sekitarnya

banyak asap dan bau-bau yang sangat berbahaya bagi yang menghirup secara terus menerus.

             Pentingnya penambang dalam memperhatikan kesehatan dirinya akibat gas-gas yang

dapat merusak pernafasan sangat kurang diperhatikan dan kesadaran mereka tertutupi oleh

adanya tuntutan yang harus dilaksanakan yaitu mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

             Penambang belerang memiliki ciri-ciri dan sudah menjadi kebiasaan kalau mengambil

belerang kulit pecah-pecah dan bluduki (mengelupas). Cara mengambil belerang biasanya ada

yang mengunakan tangan dan dicongkel, tapi rata-rata penambang pakai congkelan untuk

memecah belerang yang sudah beku jadi batu besar. Menjadi penambang belerang memiliki

resiko kulit pecah-pecah yang sudah menjadi hal biasa dan tidak perlu dikhawatirkan.    

             Dalam aktivitas yang dilakukan penambang naik turun dari atas ke bawah dan naik lagi,

mereka lalui dalam sehari sebanyak dua sampai tiga kali. Hal ini mereka lakukan demi untuk

mencari nafkah dan untuk menghidupi keluarganya. Kesadaran akan pentingnya keselamatan

dalam bekerja sangat kurang, jalan yang sulit dan bebatuan yang harus dilalui serta gas yang

berbahaya dari kawah menjadi santapan setiap harinya.

             Bekerja sebagai penambang belerang dengan tidak memperhatikan keselamatan dirinya

dan bahaya yang dihadapinya sehari-hari sering dijumpai ditempat kerja para penambang

belerang. Dengan uang hasil jual yang tidak seberapa, mereka tetap melakukan pekerjaan itu

untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Satu hal yang cukup memprihatinkan adalah tidak

Page 42: Penambang Belerang

adanya perhatian dari perusahaan penampung hasil tambang pada pekerja dalam hal ini dari PT.

Candi Ngrimbi yaitu para pekerja tidak dianggap bagian dari perusahaan atau tidak mendapatkan

perhatian dari perusahaan baik untuk asuransi keselamatan kerja maupun asuransi kesehatan dan

tunjangan kesejahteraan pekerja. Kenyataan ini membuat posisi para penambang sangat

dirugikan sebab lokasi penambangan belerang tersebut sangat memungkinkan terjadinya

kecelakaan kerja sehingga memerlukan asuransi keselamatan kerja.

4.4.3        Kendala-kendala Dalam Penambangan Belerang

Pembangunan pertambangan diarahkan untuk memanfaatkan kekayaan sumber daya alam

tambang secara hemat dan optimal bagi pembangunan nasional demi kesejateraan rakyat, dengan

tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup serta ditujukan untuk menyediakan bahan

baku bagi industri dalam negeri, sebagai keperluan energi dan bagi keperluan masyarakat, serta

untuk meningkatkan ekspor, meningkatkan penerimaan negara dan pendapatan daerah, serta

memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha.

Penambangan belerang di Gunung Ijen telah memberikan kesempatan kerja bagi

masyarakat Desa Tamansari khususnya bagi penduduk yang tidak memiliki pendidikan, tamatan

SD yang tidak memiliki keahlian atau skill khusus karena untuk menambang belerang di Gunung

Ijen tidak membutuhkan keahlian atau skill karena yang dibutuhkan hanya kekuatan fisik dan

kerja keras.

Bekerja sebagai penambang belerang di Gunung Ijen memiliki kendala atau hambatan

yang harus dihadapi. Kendala-kendala tersebut sebagai berikut:

1.      Keselamatan kerja

Penambang belerang dalam mengangkut belerng mereka harus menuruni bebatuan tebing yang

curam dan sempit melalui jalan setapak, jika tidak hati-hati maka bisa terjadi kecelakaan kerja

yang bisa merenggut nyawa para pekerja itu sendiri.

2.      Kesehatan

Dampak yang dialami oleh penambang belerang dalam menambang belerang adalah kerusakan

paru-paru akibat gas yang dikeluarkan oleh kawah tempat bebatuan belerang berada yang terus

menerus dihirup oleh penambang pada saat menambang belerang yang nantinya bisa menjadi

bom waktu yang bisa mengikis kesehatan mereka setiap hari, karena asap yang dikeluarkan

mengandung gas yang berbahaya bagi kesehatan tubuh.  

Page 43: Penambang Belerang

3.      Tranportasi

Pengangkutan belerang dari dapur sulfatar masih menggunakan tenaga manusia dan harus

berjalan sejauh kurang lebih 4 kilometer untuk sampai di Paltuding, tetapi dari Paltuding menuju

PT . Candi Ngrimbi yang terletak di Desa Tamansari saat ini sudah menggunakan truk dan

penggunaan alat transportasi berupa truk sudah digunakan mulai tahun 1990. Sebelum tahun

1990-an atau awal dimulainya penambangan belerang di Gunung Ijen para penambang belerang

harus mengangkut belerang dari Gunung Ijen langsung ke Desa Tamansari dengan berjalan kaki.

4.4.4        Produksi Belerang

Belerang adalah salah satu material dasar yang penting dalam proses kimia, berbentuk zat

padat yang berwarna kuning dan banyak dipakai untuk bermacam-macam bahan kimia pokok

maupun sebagai bahan pembantu. Jenis belerang setelah mengalami proses produksi akan

dihasilkan bermacam bentuk. Belerang hasil produksi ini banyak digunakan oleh pabrik ban dan

karet sebagai bahan baku, dipergunakan sebagai pupuk dan fungisida di perkebunan, sebagai

bahan untuk obat-obatan, kosmetik, dll. Bahan baku belerang dapat diperoleh dari beberapa

sumber yaitu salah satunya di kawasan kawah Ijen, Banyuwangi.

Belerang dikawasan kawah Ijen ini merupakan salah satu sumber daya alam atau

kekayaan alam yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kawah Ijen. Dengan adanya

penambangan belerang ini bermanfaat bagi masyarakat disekitarnya sebagai mata pencaharian

sehari-hari guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hidup berkembang biak dan mempertahankan

diri dengan cara memanfaatkan alam dan kekayaan yang didapatkan di tanah airnya merupakan

naluri dan fungsi utama semua makhluk Tuhan. Pemanfaatan ini harus berkembang seirama

dengan perkembangan penduduk (Lemhanas, 1985:67).

Dinaikkannya harga jual belerang dan naiknya bahan pokok perusahaan sehingga harga

belerang terus meningkat, kenaikan harga belerang ini meningkatkan pendapatan para

penambang belerang. Akan tetapi dengan pendapatan yang mengalami kenaikan pengeluaran

atau biaya hidup yang ditanggung oleh penambang juga mengalami peningkatan. Para

penambang tidak berani menjual belerangnya kepada tengkulak lain karena ada mandor yang

mengawasi pekerjaan mereka dan menimbang serta mencatat berapa banyak belerang yang

diangkut. Dengan demikian produksi belerang PT. Candi Ngrimbi semakin meningkat karena

Page 44: Penambang Belerang

para penambang belerang PT. Candi Ngrimbi hanya menjual hasil tambangnya ke PT. Candi

Ngrimbi ( Gunung Ijen, 2010:4).

Pendapatan penambang bertambah hal ini juga mempengaruhi proses produksi belerang

dimana penambang belerang menjual belerang yang diangkut dari kawah Ijen ke PT. Candi

Ngrimbi dan belerang mentah yang berasal dari hasil tambang dari gunung banyak dipergunakan

oleh pabrik ban dan karet sebagai bahan baku, dipergunakan sebagai pupuk dan fungisida di

perkebunan-perkebunan, sebagai bahan obat-obatan, kosmetik dan sebagai pemurni nira di

pabrik gula. Dibawah ini dapat diketahui grafik produksi belerang sebagai berikut:

Grafik 4.1. Produksi Belerang Per lima Tahun

Page 45: Penambang Belerang

   

 

Sumber : data dari wawancara dan observasi diolah tahun 2010

Dari grafik diatas diketahui bahwa hasil produksi pertambangan belerang secara kontinue

terus meningkat. Meningkatnya hasil produksi penambangan bukan disebabkan oleh semakin

canggihnya peralatan yang digunakan dalam penambangan akan tetapi oleh karena kuantitas

pekerja belerang juga terus meningkat  dan disebabkan juga bahan baku belerang yang ada di

Page 46: Penambang Belerang

kawah Ijen kualitasnya adalah yang terbaik dan sangat melimpah. Selain itu. Bahan baku yang

dapat dipergunakan akan menjadi input dari sistem produksi dalam suatu perusahaan (Ahyari,

1998:90).

Produksi adalah pengubahan bahan-bahan dari sumber-sumber menjadi hasil yang

diinginkan oleh konsumen. Hasil itu dapat berupa barang dan jasa (Swastha, 1995:280). Bahan-

bahan produksi PT. Candi Ngrimbi adalah belerang yang akan diproduksi menjadi bahan baku

produksi yang disalurkan ke pabrik-pabrik yang menggunakan belerang sebagai bahan baku

produksinya.

Proses produksi belerang di kawah Ijen ada dua. Pada awalnya belerang dibawa ke

tempat penampungan pertama kemudian dibawa ke tempat pemasakan yang terletak di desa

Tamansari. Belerang yang didapatkan berupa bongkahan-bongkahan belerang, cara pengolahan

atau pemurnian yang dilakukan oleh PT. Candi Ngrimbi adalah dengan jalan memisahkan

kotoran dan bahan lain yang ikut tercampur bersama endapan belerang (bongkahan belerang)

hasil sublimasi kawah Ijen sehingga diperoleh belerang murni dengan kadar 99,8%. Dalam

pengolahan atau pemurnian belerang dilakukan dengan tiga cara yaitu pemilihan, pembersihan

dan pemasakan.

4.5  Dinamika Kehidupan Sosial Ekonomi Penambang Belerang

4.5.1        Kehidupan Sosial Penambang Belerang

Kondisi masyarakat Desa Tamansari yang mata pencahariannya sebagai penambang

meletakkan status sosial kehidupannya pada tingkatan yang rendah, sehingga memberikan

gambaran pula bahwa latar belakang pendidikan, ketrampilan dan ekonomi sangat rendah pula.

Kondisi ini akibat mereka mengalami kesulitan untuk memperoleh pekerjaan lain yang lebih

Page 47: Penambang Belerang

menjanjikan guna meningkatkan pendapatannya dan merubah taraf hidup keluarganya. Kalau

dicermati secara seksama mata pencaharian masyarakat Desa Tamansari hanya bertumpu pada

pekerjaan penambangan yang notabene pendapatan dari hasil penambangan ini hanya cukup

untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari walaupun jenis pekerjaan ini dirasa berat untuk

dilakukan namun karena keterampilan mereka terbatas untuk beralih profesi dengan pendapatan

yang lebih menjanjikan dipandang dari segi pendapatan yang pada gilirannya dapat

meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Munculnya keinginan untuk menjadi penambang belerang tidak terlepas dari interaksi

dengan orang sekitarnya. Hal ini disebabkan karena lingkungan sosial mempunyai pengaruh

langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan sikap serta perilaku kita yang merupakan

hasil dari interaksi sehari-hari dengan lingkungan disekitar seperti tetangga, saudara ataupun

teman, karena melihat keberhasilan menjadi penambang belerang terlebih dahulu. Pekerjaan

berat ini dilakukan karena tidak adanya pekerjaan lain yang bisa mereka lakukan untuk

menghasilkan uang, walaupun masyarakat sadar bahwa melakukan pekerjaan penambangan

belerang berisiko tinggi, melelahkan dan disisi lain jumlah pendapatan yang diterima tidak

sebanding dengan resiko yang dihadapi. Keadaan semacam ini kemudian oleh masyarakat sekitar

Desa Tamansari dipakai sebagai sarana untuk mencari sumber penghasilan dengan cara yang

mudah walaupun dengan pendapatan minim, akibatnya masyarakat enggan untuk

mengembangkan dirinya dalam mencari penghasilan di sektor pekerjaan yang lain utamanya

bagi masyarakat yang bekal pengetahuannya, ketrampilan dan permodalan yang sangat minim.

Akibat yang lebih fatal kehidupan sosial ekonomi masyarakat tidak bisa berkembang karena

dengan bekerja sebagai penambang mereka tidak memperoleh pengalaman kerja sehingga

mereka mengalami kesulitan untuk berpindah pada bidang pekerjaan lain.

Para penambang belerang tertarik untuk bekerja sebagai penambang belerang karena

jenis pekerjaan penambangan belerang tidak dituntut keahlian tertentu sehingga mereka dengan

mudah dapat bekerja dipenambangan belerang. Disisi lain masyarakat Desa Tamansari melihat

bahwa bekerja sebagai penambang belerang sudah dapat memperoleh pendapatan dan dapat

digunakan untuk biaya kehidupannya walaupun pada tingkat kebutuhan inti (kebutuhan sehari-

hari). Namun demikian juga penambang belerang yang bekerja secara maksimal dengan

didukung dengan fisik yang kuat mereka mampu menyisihkan sebagian pendapatannya untuk

Page 48: Penambang Belerang

ditabungkan guna membiayai pendidikan putra-putrinya, dan membeli ternak seperti sapi atau

kambing.

Sebagai salah satu upaya untuk menjaga stamina masyarakat Desa Tamansari yang

bekerja sebagai penambang belerang mereka mengatur volume kerja dengan cara mereka

mengambil hari-hari tertentu sebagai hari libur dan memanfaatkan secara maksimal fasilitas yang

diberikan perusahaan seperti susu dan kacang hijau untuk menyegarkan saluran pernafasan

mengingat belerang mengandung racun.  

Keberadaan penambang belerang di Desa Tamansari disamping pekerjaannya sebagai

penambang ada pula sebagian yang mempunyai pekerjaan sampingan seperti buruh tani, tukang

batu, pedagang, pemetik cengkeh dan kopi. Pekerjaan sampingan ini mereka lakukan untuk

mengisi kekosongan waktu saat mereka tidak melakukan penambangan belerang yang

disebabkan adanya musim hujan, saat musim panen cengkeh dan kopi karena hasilnya lebih

banyak dari penghasilan menambang belerang dan pada waktu menambang belerang mereka

juga menjual souvernir berupa kerajian dari belerang yang berbentuk hewan atau bunga kepada

para wisatawan domestik maupun luar negeri yang berwisata ke Gunung Ijen.

Untuk lebih jelasnya tentang gambaran pekerjaan sampingan para penambang belerang

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.9

 Pekerjaan Sampingan Penambang Belerang

Pekerjaan Sampingan Orang

Buruh tani 2

Peternak 1

Tukang Batu 3

Pedagang 1

Buruh Pemetik Cengkeh dan Kopi 5

Jumlah 12

Sumber: data dari wawancara dan observasi diolah tahun 2010

Di dalam anggota keluarga para penambang belerang juga tidak ada yang bekerja dan

hanya mengandalkan suami sebagai penambang dan sebagai kepala keluarga untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, satu hal yang menarik karena adanya upaya dari

penambang belerang di Desa Tamansari untuk mengoptimalkan peranan jaringan sosial yang ada

Page 49: Penambang Belerang

disekitarnya sebagai media atau alat untuk bisa menutupi kekurangan hidup keluarganya,

misalnya dengan berhutang dulu kemudian membayarnya ketika gajian atau ketika suami pulang

membawa uang hasil menambang belerang.

Sebagian besar kondisi fisik bangunan rumah yang dihuni oleh penambang diantaranya

adalah rumah kontrakan, rumah semi permanen dan rumah belum permanen. Rumah tempat

tinggal penambang rumahnya berukuran relatif kecil, yang dindingnya terbuat dari “gedhek”

beratapkan genteng, dan lantainya masih tanah. Jika dilihat dari keadaan rumah dan perhitungan

pendapatan dapat dikatakan bahwa kondisi perekonomian penambang belerang masih dibawah

rata-rata.

Berlangsungnya kehidupan seseorang tidak pernah lepas  dari pendidikan yang dimiliki.

Dikarenakan pendidikan merupakan salah satu kunci seseorang dalam meningkatkan tarap

hidupnya dan keluarganya, melalui pendidikan inilah kesejahteraan seseorang  dapat

ditingkatkan. Pendidikan sendiri cenderung mempengaruhi corak hidup dan pola pikir serta

wawasan seseorang, sehingga dengan pendidikan yang dimiliki seseorang akan mempunyai

orientasi berpikir dalam mencari peluang kerja yang sesuai dengan pendidikannya.

Rendahnya pendidikan yang dimiliki penambang belerang karena sesuai mata

pencaharian yaitu memburuhkan tenaganya. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila dalam

pemilihan pekerjaan pokoknya dan pekerjaan sampingannya adalah sebagai buruh tani atau

buruh pemetik cengkeh dan kopi pada waktu panen. Untuk mengetahui rendahnya pendidikan

yang dimiliki oleh penambang dapat dilihat dibawah ini:

Tabel 4.10

Tingkat Pendidikan Penambang Belerang

Tingakat Pendidikan Jumlah

Lulus SD 3

Lulus SMP 2

Tidak sekolah 7

Total 12

Sumber: data dari wawancara dan observasi diolah tahun 2010

Page 50: Penambang Belerang

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa 3 responden adalah lulusan SD,

Sedangkan yang tidak lulus SD berjumlah 2 responden, sedangkan sisanya 7 responden tidak

memiliki pendidikan sama sekali. Hal ini mencerminkan betapa rendahnya tingkat pendidikan

responden sehingga mengakibatkan mereka memilih bekerja yang berorientasi memburuhkan

tenaganya dalam hal ini adalah sebagai penambang belerang.

Selain itu kesadaran penambang belerang akan arti pendidikan dan kemauan untuk

menyekolahkan anak dapat dilihat  dari tingkat pendidikan anak. Hal ini juga dapat digunakan

untuk melihat sejauh mana motivasi penambang belerang terhadap pendidikan anak, bila

dihubungkan dengan keadaan sosial ekonomi mereka. Adapun tingkat pendidikan anak para

penambang adalah sebagai berikut:

Tabel 4. 11

Tingkat Pendidikan Anak Penambang Belerang

Tingkat Pendidikan anak Jumlah

SD 6

SMP 4

SMA 2

Total 12

      Sumber: data dari wawancara dan observasi diolah tahun 2010

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa pendidikan anak penambang belerang untuk SD

yaitu berjumlah 6 anak, merupakan jenjang pendidikan yang banyak ditempuh oleh anak

penambang belerang. Sedangkan untuk pendidikan yang ditempuh oleh anak penambang

belerang untuk jenjang SMP hanya berjumlah 4 anak dan untuk jenjang SMA hanya berjumlah 2

anak penambang belerang yang bisa melanjutkan sampai jenjang ini.

Masyarakat Desa Tamansari khususnya penambang belerang masih mempunyai

kepercayaan yang kuat terhadap tradisi dan istiadat turun menurun. Tradisi dan adat istiadat

tersebut antara lain dalam bidang penambangan masih terdapat bahwa pada bulan-bulan khhusus

seperti bulan suro biasanya mereka mengadakan semacam upacara sakral disekitar area Kawah

Ijen. Upacara tersebut bertujuan untuk memohon keselamatan saat menjalani pekerjaan sebagai

penambang. Adat istiadat tersebut merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh penambang

belerang yang dilaksanakan pada bulan Desember dan biasanya setiap kamis legi para penambag

Page 51: Penambang Belerang

hanya menaruh sesaji di area sekitar penambangan, dengan kepercayaan dan mitologi yang

disakralkana oleh mereka.

4.5.2     Kehidupan Ekonomi Penambang Belerang

Para penduduk disekitar kawah ijen rata-rata memiliki mata pencaharian sebagai petani

dengan tingkat pendidikan umunya rendah, mereka bekerja dengan memanfatkan kekayaan alam

sekitar salah satunya belerang yang berada dikawasan ijen ini. Hal ini sesuai dengan prinsip

ekonomi penduduk desa, dalam suatu masyarakat yang primitif orang harus memenuhi

kebutuhannya sendiri tidak tergantung pada yang lain. Yang harus mereka penuhi terutama

kebutuhan akan makanan,  pakaian, dan perumahan. Untuk mendapatkan makanan mereka dapat

berburu binatang, berrtani atau bercocok tanam didaerah yang dianggap subur (swastha,

1995:04).

Sebelum menjadi penambang belerang mereka telah bekerja sebagai tukang batu dan kayu,

tambal ban, buruh bangunan, buruh tan, buruh pemetik kopi dan buruh pemetik cengkeh dengan

rata-rata dalam setiap bulannya mereka menghasilkan uang kurang lebih Rp 500.000 dan hasil

tersebut tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Manusia hidup memerlukan

kebutuhan baik yang bersifat material maupun spiritual. Dalam kaitannya dengan kebutuhan

manusia tersebut maka senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya hingga tingkat kepuasan

tercapai. Karena penduduk tidak memiliki lahan dan keahlian khusus maka mereka memilih

bekerja sebagai penambang belerang.

Masyarakat Desa Tamansari dalam memperoleh penghasilan atau pendapatan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya banyak melakukan kegiatan sebagai mata pencaharian dibidang

pertanian, buruh perkebunan, perdagangan, pertukangan dan sebagian kecil pegawai seperti guru

dan lain-lain. Namun mata pencaharian tersebut kurang menjanjikan dari sisi pendapatan dalam

Page 52: Penambang Belerang

rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini dapat menyebabkan tidak berubahnya kehidupan

ekonomi masyarakat Desa Tamansari. Mereka menyadari bahwa dengan mata pencaharian

tersebut dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka berbagai cara mereka lakukan

untuk memperbesar penghasilan sesuai dengan ketrampilan atau keahlian mereka.

Di Desa Tamansari sebenarnya terdapat sumber alam berupa belerang yang dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya guna

memperoleh pendapatan yang maksimal. Dengan diketemukannya sumber belerang ini

masyarakat Desa Tamansari mulai berfikir dan berhitung apakah dengan pekerjaan sebagai

penambang belerang bisa menambah sumber pendapatan guna meningkatkan kesejahteraan

hidupnya beserta keluarganya. Tentu saja besarnya pendapatan tergantung berapa banyak

belerang yang mampu diangkut dari kawah ijen ke PT.Candi Ngimbri. Menurut hasil wawancara

peneliti dengan para penambang mereka mengatakan bahwa pekerjaan menambang secara

ekonomi lebih menguntungkan bila dibanding dengan pekerjaan sebelumnya sehingga

masyarakat Desa Tamansari banyak yang beralih pekerjaan menjadi penambang belerang.

Secara umum pendapatan penambang belerang Desa Tamansari berbeda-beda, tergantung

dari berapa banyak belerang yang diangkut dan berapa kali penambang mampu mengangkut

belerang dari gunung Ijen. Penambang belerang kebanyakan adalah kaum laki-laki yang berusia

sekitar 20 sampai 55 tahun. Penambang belerang harus menjual hasil angkutan belerang ke PT.

Candi ngrimbi yang merupakan pemilik kontrak penambangan belerang. Penambang belerang

mengambil bongkahan belerang di gunung diawasi oleh mandor kemudian ditimbang.

Pendapatan penambang belerang rata-rata 50 – 80 kilogram perhari dengan harga belerang

perkilogramnya adalah 600 rupiah. Jika rata-rata pendapatannya adalah sekitar 25.000 – 40.000

per hari tergantung dari berapa besar beban belerang yang diangkut dan berapa kali kemampuan

para penambang mengangkut belerang. Pendapatan dari penambang belerang dipergunakan oleh

penambang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

Menurut penuturan Bapak Asmuni salah satu koresponden yang berusia 40 tahun ini telah

berprofesi sebagai penambang belerang selam 20 tahun. Dia menghidupi keluarganya sebagai

penambang belerang dimana sehari-harinya mengangkut belerang rata-rata mengasilkan uang

sekitar 40.000 perhari.

Rata-rata pendapatan 40.000 perhari juga didapatkan oleh responden lain seperti bapak

Daman dan bapak Buang. Mereka mengangkut belerang rata-rata dua kali diangkut dan ada pula

Page 53: Penambang Belerang

penambang hanya satu kali angkut yaitu bapak Nainik, hal ini dikarenkan faktor fisik dan faktor

usia sehingga tidak maksimal dalam menambang belerang. Pendapatan para penambang belerang

sehari-harinya dipergunakan oleh penambang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya,

untuk kebutuhan pangan dan penopangan. Pengeluaran penambang perbulannya rata-rata Rp.

1.000.000, bahkan ada beberapa penambang belerang yang pengeluarannya lebih dari

Rp.1.000.000/bulan.

Pengeluaran penambang belerang meliputi pengeluaran pangan dan penopangan hidup

lainnya, Muntiyah dan Sukamdi (1997:51) menjelaskan bahwa kebutuhan pangan yang termasuk

kebutuhan dasar manusia meliputi rata-rata pengeluaran rata-rata pengeluaran perbulan untuk

beras, lauk pauk dan sayuran, minyak goreng, minuman, tembakau (rokok) dan lain-lain seperti

jajanan. Sedangkan untuk kebutuhan nonpangan meliputi pengeluaran rata-rata perbulan untuk

perumahan seperti minyak tanah, rekening listrik, rekening telephone dan lain-lain; perawatan

pribadi seperti sabun mandi, pasta gigi, sabun cuci dan lain-lain; sandang dan kesehatan.

Menurut penuturan bapak Asmuni pada tahun 2010 ini pengeluaran keluarganya tiap bulan

adalah sebesar Rp. 1.473.500 /bulan, dengan rincian sebagai berikut: pengeluaran untuk pangan

sebesar Rp. 756.000 /bulan, biaya sekolah anak sebesar Rp. 155.000 /bulan, sedangkan

pendapatan bapak Asmuni pada tahun 2009 sebanyak Rp. 1.680.000. jadi rata-rata pendapatan

Bapak Asmuni sebesar Rp. 1.400.000 /bulan. Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa

keluarga Bapak Asmuni tidak dapat menyisihkan pendapatan, karena pengeluaran lebih besar

dari pada pendapatan.

Sedangkan bapak Daman, pada tahun 2009 pengeluarannya keluarganya sebanyak Rp.

1.015.000, Dengan rincian sebagai berikut: pengeluaran untuk pangan sebesar Rp. 580.000

/bulan, uang sekolah anak sebanyak Rp. 200.000 /bulan, kesehatan Rp. 235.000. pendapatan

bapak Samin sebanyak Rp. 1.015.000. Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa keluarga

bapak Samin tidak bisa menyisihkan karena pendapatan dan pengeluaran sama besar.

Contoh perhitungan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga penambang belerang desa

Tamansari diatas tidak mutlak dapat dijadikan sebagai patokan untuk mengukur kesejahteraan

dan tidaknya keluarga penambang belerang desa Tamansari, hal ini dikarenakan pendapatan

penambang mengalami fluktuatif setiap tahunnya. jika dilihat dari harga belerang, dapat

dikatakan pendapatan meningkat, akan tetapi jika dilihat dari kondisi ekonominya dan

kesejahteraan penambang masih belum mengalami peningkatan.

Page 54: Penambang Belerang

Dari kondisi diatas diharapkan ada campur tangan pemerintah atau Pemerintah Daerah

Kabupaten Banyuwangi untuk membantu meningkatkan kesejahteraan penambang belerang.

Dengan adanya pelatihan atau koperasi yang dapat membantu untuk mengembangkan usaha

penambang belerang. Belerang di daerah gunung Ijen termasuk yang terbaik di dunia, hendaknya

sumber daya alam ini dimanfatkan sebaik-baiknya guna kesejahteraan masyarakat sekitar gunung

Ijen.

Pendapatan merupakan orientasi utama penambangan belerang, karena penambang

berusaha memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan mereka

beserta keluarga. Besarnya pendapatan yang diperoleh penambang belerang tergantung dari

berapa banyak belerang yang diangkut dari gunung Ijen yang kemudian di bawa ke PT. Candi

Ngrimbi, juga tergantung pada harga. Harga belerang yang diangkut dihitung per kilogram,

tujuan dari penambang belerang adalah untuk memperoleh pendapatan sebesar-besarnya.

Sumber alam harus dimanfatkan sebaik-baiknya oleh manusia berdasarkan azas maksimal,

lestari dan saing (Lembanas, 1985 : 68). Penduduk disekitar Kawah Ijen memanfatkan sumber

daya alam belerang secara maksimal. Hal ini dapat diketahui dengan grafik penambang belerang

dibawah ini ;

Grafik 4.2 Pendapatan Rata-rata Penambang Belerang Per Lima Tahun

Page 55: Penambang Belerang

   

 

Page 56: Penambang Belerang

Sumber : data dari wawancara dan observasi

diolah tahun 2010

Dari grafik diatas dapat diketahui pada bahwa pada awal penambangan belerang yaitu

tahun 1968 sampai 2010 mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal ini bisa disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya adalah mata pencaharian penduduk dipengaruhi oleh keadaan

geografi disekelilingnya (Kewiraan, 1968 : 104). Penduduk disekitar Ijen berpotensi memilih

profesi sebagai penambang belerang karena mereka hanya memanfaatkan sumber daya alam

tanpa harus mengeluarkan modal untuk usaha, mereka hanya membutuhkan fisik dan kondisi

kesehatan yang bagus untuk menjadi seorang penambang belerang.

4.6  Dampak Penambangan Belerang Di Gunung Ijen Desa Tamansari

Dampak adalah sesuatu akibat yang ditimbulkan karena adanya sebuah perbuatan atau

kegiatan. Usaha di bidang pertambangan adakalanya menimbulkan sebuah dampak. Dampak

pertambangan tidak saja merupakan masalah pada sektor tambangnya, akan tetapi juga

menyangkut mengenai masalah lingkungan hidup dan masyarakat disekitarnya. Di dalam

pengelolaan lingkungan berasaskan pelestarian kemampuan agar hubungan manusia dengan

lingkungannya selalu berada pada kondisi optimum, dalam arti manusia dapat memanfaatkan

sumber daya dengan dilakukan secara terkendali dan lingkungannya mampu menciptakan

sumbernya untuk dibudidayakan.

Pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk tercapainya keselarasan hubungan antara

manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya,

terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara  bijaksana, terwujudnya manusia Indonesia

sebagai pembina lingkungan hidup, terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk

kepentingan generasi sekarang dan mendatang terlindungnya negara terhadap dampak kegiatan

di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. (Subagyo,

2002: 3).

Page 57: Penambang Belerang

            Semua ini memerlukan pengetahuan yang serius (mantap), baik segi yuridis maupun

segi tekhnis pertambangan yang diperlukan. Masalah pertambangan disini dimaksudkan sebagai

usaha pemanfaatan bumi, air dan kekayaan alam yang meliputi eksplorasi, ekploitasi,

pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan penjualan.

            Masalah ini adalah kewajiban kita bersama untuk senantiasa memelihara lingkungan

hidup yang sehat, serasi dan seimbang antara manusia dan makhkuk hidup lainnya. Kewajiban

memelihara lingkungan dibebankan kepada individu, badan usaha serta pemerintah. Pasal 6

Ayat (1) Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 menyatakan

“Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengolah

dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.” Salah satu bentuk kewajiban

tersebut adalah dengan membayar uang jaminan reklamasi. Pembayaran uang jaminan

reklamasi dimaksudkan agar lubang bekas galian setelah penambangan dilakukan, dapat

ditimbun kembali. Ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup yang

menyatakan “Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan,

pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup adalah salah satu

syarat dalam perizinan usaha penambangan (Koesnadi. 1999), maka dalam izin dimaksud harus

dicantumkan persyaratan dan kewajiban yang berkenaan dengan penataan terhadap ketentuan

pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 18 Ayat (3) UUPLH menyatakan: (1) Setiap usaha atau

kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib

memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha

atau kegiatan. (2) Izin melakukan usaha atau kegiatan sebagaimana dimaksud apada ayat 1

diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dicantumkan persyaratan dan kewajiban

untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup.

            Usaha penambangan harus mendapat perhatian serius, karena sering kali usaha

penambangan tersebut dilakukan dengan kurang memperhatikan akibatnya terhadap lingkungan

hidup. Lingkungan Hidup yang diartikan luas, yaitu tidak hanya lingkungan fisik, tetapi juga

lingkungan ekonomi, sosial budaya. (Soemarwoto, 1989). Sedangkan lingkungan hidup secara

umum menurut Emil salim diartikan yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan

mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia (Salim, 1976: 34). Lingkungan

Page 58: Penambang Belerang

hidup menurut  Munadjat Danusaputra adalah Semua benda dan daya serta kondisi termasuk

didalamnya manusia dan tingkah  perbuatannya yang terdapat didalam ruangan dimana manusia

berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup

lainnya (Danusaputra, 1980: 67). Hubungan timbal balik antara manusia dengan komponen-

komponen alam harus berlangsung dalam batas keseimbangan (Zein, 1985). Apabila hubungan

timbal balik tersebut terlaksana tidak seimbang, maka akan mengakibatkan adanya kerusakan

lingkungan fisik, ekonomi, sosial dan budaya (Otto, 1991).

            Berbicara mengenai dampak penambangan belerang di Gunung Ijen Desa Tamansari,

Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi maka dapat dikaji dari sisi yaitu dampak positif dan

dampak negatif.

1)      Dampak Positif     :

a.       Terserapnya tenaga kerja, yakni masyarakat sekitar Kawah Ijen sebagai penambang belerang

maupun tenaga tehnis di perusahaan penambangan belerang tersebut. Dengan ini juga

mengurangi tingkat pengangguran yang ada di sekitar daerah tersebut.

b.      Menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan kewajiban pengusaha penambang belerang

dalam hal ini PT. Candi Ngrimbi untuk membayar retribusi dan iuran-iuran lain.

c.       Kualitas lingkungan di tempat penambangan meningkat dengan tajam dan alam sekitar menjadi

tertata lebih baik, dengan kelengkapan infrastruktur dari penambangan. Karena itu kegiatan

penambangan dapat menjadi daya tarik, sehingga penduduk banyak yang berpindah mendekati

lokasi penambangan tersebut. Sering pula dikatakan bahwa bahwa kegiatan penambangan telah

menjadi lokomotif ekonomi bagi masyarakat Tamansari.

d.      Memperlancar transportasi, karena yang tadinya jalan penduduk setempat hanya merupakan

jalan setapak, maka diupayakan pengusaha untuk membuat jalan aspal agar dapat dilewati alat

berat dan dump truck yang mengangkut belerang.

e.       Bagi para penambang, pekerjaan rutin mereka sebagai penambang belerang yang setiap hari

bergelut dengan asap belerang telah merubah

f.       Memudahkan para wisatawan Ijen, karena para penambang belerang selain sebagai penambang

terkadang juga ikut memandu jalan para turis naik ke Kawah Ijen.

2)      Dampak Negatif   :

a.       Berkurangnya sumber daya alam belerang.

Page 59: Penambang Belerang

b.      Resiko akibat penambangan belerang bagi penambang yakni para penambang belerang rawan

terserang infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). "Sifat dari belerang atau sulfida itu adalah

racun atau toksik. Karena itu sulfida yang berbentuk gas juga beracun karena menyerang saluran

pernafasan dan paru-paru.

c.       Berubahnya organ paru-paru para penambang yakni lebih bertambah besar dari ukuran organ

paru-paru manusia biasanya, akibat sering menghirup asap belerang.

d.      Pencemaran udara atau polusi bagi masyarakat di sekitar tempat pengolahan belerang.

e.       Adanya para pendatang dan wisatawan telah mengakibatkan terjadinya 

akulturasi kebudayaan yang mengancam eksistensi kebudayaan asli daerah setempat.

           

BAB V

Page 60: Penambang Belerang

 PENUTUP

5.1  Kesimpulan

5.1.1        Awal dari penambangan belerang di kawah ijen dimulai sejak tahun 1911, yakni pada masa

kolonialisasi Belanda, namun penambangan hanya bersifat ala kadarnya yang hanya mengambil

belerang pada saat ada pesanan belerang  perdagangan Belanda dan sifat penambangan ini adalah

belum resmi.

5.1.2        Penambangan resmi belerang di Kawah Ijen dimulai tahun 1968 dimana penambangan itu

dilakukan oleh individu dan dijual kepada tengkulak yang berada di Gumuk Batur yang sekarang

masuk kedalam wilayah Desa Licin. Penambang yang menambang belerang di Kawah Ijen pada

tahun itu berjumlah sekitar 15 orang dengan harga jual belerang perkilonya Rp. 2,-, kemudian

pada tahun 1970 penambangan tersebut dilakukan oleh CV. Argomulyo yang mempunyai tempat

belum permanen di Desa Tamansari dan pada tahun 1973 CV. Argomulyo berubah menjadi PT.

Candi Ngrimbi sampai sekarang.

5.1.3        Keunikan penambangan belerang di gunung Ijen ialah adanya sebuah tradisi suroan yang

memakai “ jenang pitu” tiap bulan suro untuk memohon keselamatan pada saat melakukan

penambangan, selain itu tiap kamis legi memberi sesaji sebagai rasa syukur atas hari dibukanya

penambangan.

5.1.4        Secara umum dapat disimpulkan bahwa kuantitas belerang yang dihasilkan secara kontinue terus

mengalami kenaikan hal ini bukan disebabkan oleh perkembangan teknologi alat tambang yang

digunakan tetapi dikarenakan kuantitas penambang yang semakin meningkat.

5.1.5        Dengan menjadi penambang kebutuhan hidup para penambang bisa tertutupi meski terkadang

biaya pengeluaran untuk biaya hidup lebih besar dari penerimaan hasil kerja sebagai penambang.

5.1.6        Dampak penambangan belerang di gunung Ijen dapat dikategorikan menjadi dampak positif

dan dampak negatif. Dampak Positifnya adalah (a) Terserapnya tenaga kerja, yakni masyarakat

sekitar Kawah Ijen sebagai penambang belerang maupun tenaga tehnis di perusahaan

penambangan belerang tersebut. Dengan ini juga mengurangi tingkat pengangguran yang ada di

sekitar daerah tersebut.(b) Menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan kewajiban

pengusaha penambang belerang dalam hal ini PT. Candi Ngrimbi untuk membayar retribusi dan

iuran-iuran lain. (c) Kualitas lingkungan di tempat penambangan meningkat dengan tajam dan

alam sekitar menjadi tertata lebih baik, dengan kelengkapan infrastruktur dari penambangan.

Page 61: Penambang Belerang

Karena itu kegiatan penambangan dapat menjadi daya tarik, sehingga penduduk banyak yang

berpindah mendekati lokasi penambangan tersebut. Sering pula dikatakan bahwa bahwa kegiatan

penambangan telah menjadi lokomotif ekonomi bagi masyarakat Tamansari. (d) Memperlancar

transportasi, karena yang tadinya jalan penduduk setempat hanya merupakan jalan setapak,

maka diupayakan pengusaha untuk membuat jalan aspal agar dapat dilewati alat berat dan dump

truck yang mengangkut belerang. (e) Bagi para penambang, pekerjaan rutin mereka sebagai

penambang belerang yang setiap hari bergelut dengan asap belerang telah merubah.

(f)Memudahkan para wisatawan Ijen, karena para penambang belerang selain sebagai

penambang terkadang juga ikut memandu jalan para turis naik ke Kawah Ijen.

Dampak Negatifnya ialah : (a) Berkurangnya sumber daya alam belerang. (b) Resiko akibat

penambangan belerang bagi penambang yakni para penambang belerang rawan terserang infeksi

saluran pernafasan atas (ISPA). "Sifat dari belerang atau sulfida itu adalah racun atau toksik.

Karena itu sulfida yang berbentuk gas juga beracun karena menyerang saluran pernafasan dan

paru-paru.

(c)Berubahnya organ paru-paru para penambang yakni lebih bertambah besar dari ukuran organ

paru-paru manusia biasanya, akibat sering menghirup asap belerang. (d) Pencemaran udara atau

polusi bagi masyarakat di sekitar tempat pengolahan belerang, (d) Adanya para pendatang dan

wisatawan telah mengakibatkan terjadinya  akulturasi kebudayaan yang mengancam eksistensi

kebudayaan asli daerah setempat.

5.2  Saran

            Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat diberikan saran sebagai berikut:

a.       Kepada para peneliti hendaknya menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan mengadakan

penelitian serupa dengan fokus kajian yang diperluas. Misalnya dari segi politik, budaya, dan

pendidikan. Bagi para pembaca dapat dijadikan rujukan dalam penelitian yang sejenis.

b.      Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk menambah dan memperkaya perbendaharaan

tentang kajian sejarah dan sosial ekonomi penambang sehingga dapat dijadikan sebagai bahan

pengembangan kajian akademis maupun non akademis.

c.       Agar dapat dijadikan pertimbangan pemerintah daerah maupun pusat untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat kecil khususnya penambang belerang.

Page 62: Penambang Belerang

d.      Agar dapat dijadikan pertimbangan kepada pihak perusahaan pengelola penambangan belerang

di gunung Ijen agar lebih memperhatikan para pekerja tambangnya utamanya mengenai

peralatan keselamatan kerja. Asuransi kerja, dan upah kerja penambang.

DAFTAR PUSTAKA

As’ad, Moh. 1991. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty

Ahyari, Agus. 1968. Manajemen Produksi Perencanaan Sistem Produksi. Yogyakarta: BPPE

Anonim. 2010. “Mafia” Belerang Gunung Ijen. Pahitnya Mencari Sekepal Nasi. http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?Id=21431&kat=Daerah .

Basri, Mokhamad. 1998. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angkatan Kerja Menjadi Buruh Tambang Belerang (Suatu Studi Di Gunung Ijen Kabupaten Banyuwangi). Penulisan Tidak Dipublikasikan. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Depdikbud. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Forestier, H. 2007. Ribuan Gunung; Ribuan Alat Bantu Pra Sejarah Song Keplek, Gunung Sewu, Jawa Timur. Diterjemahkan Gustaf Sirait, Dkk. Jakarta: Keputakaan Populer dan Gramedia.

Gottschalk, L. 1983. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press

Kartodirjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat (Ed.). 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Kuntowijoyo. 1993. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tirta Wacana

Lemhanas. 1985. Kewiraan Untuk Mahasiswa. Dirjendikti Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Mumtiyah dan Sukamdi. 1997. Strategi Kelangsungan Hidup Rumah Tangga Miskin Pedesaan. Yogyakarta: Pusat Penelitian kependudukan UGM.

Notosusanto, N. 1971. Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sedjarah. Djakarta: Pusat Sedjarah ABRI-Dephankam.

Notosusanto, N. 1978. Masalah Penelitian Kontemporer (Suatu Pengalaman). Jakarta: Yayasan Idayu

Page 63: Penambang Belerang

Penyusunan Pusat Studi Kewiraan. 1968. Ilmu Kewiraan. Malang: lemlit Unibraw.

Rizanti, Idha. 2007. Profil kehidupan Penambang Belerang Di Sekitar Kawah ijen (Suatu Studi Di Desa Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi). Penulisan Tidak Dipublikasikan. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Salim.H.S., H. S.H. M.S. 2004. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sarwedi, Drs. 1990. Suatu Studi Kasus Tentang Aspek Pembagian Pendapatan Masyarakat Pedesaan Di Desa Ajung Kabupaten Jember. Penelitian tidak Dipublikasikan. Jember: Pusat Penelitian Universitas Jember.

Smelser, N.J. 1987. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Bahana Aksara

Soekanto, S. Prof. Dr. S.H, M.A. 1983. Kamus Sosiologi. Jakarta: CV. Rajawali.

Soelaiman, M. 1995. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: PT. Eresco.

Susilowati, Emi Tri. 1996. Hubungan Antara Keadaan Sosial Ekonomi Penambang Belerang Dengan Motivasi Pendidikan Anak ( Suatu Studi Tentang Penambang Belerang Di Desa Tamansari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi). Penulisan Tidak Dipublikasikan. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Sumarnonugroho, T. 1984. Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: PT. Hanindita.

Swastha, Basu. 1995. Pengantar Bisnis Modern. Yogyakarta: Liberty.

Usman, Kasim. 1982. Partisipasi dan sikap Masyarakat Dalam Bantuan Pembangunan Pedesaan. Jakarta: Rajawali Press.

Salim, Emil. 1993.  Pembangunan Berwawasan Lingkungan . LP3ES. Jakarta.

Soemarmoto, Otto. 1991. Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.

 ______ , 1989. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pengembangan. Djabantan. Bandung.

Subagyo, P.Joko. 2002.  Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya. Rineka Cipta. Jakarta.

Zen, M.T.Editor. 1985. Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup.

z