pemberian mobilisasi dini terhadap peningkatan … · mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan...
TRANSCRIPT
PEMBERIAN MOBILISASI DINI TERHADAP PENINGKATAN
PEMULIHAN FUNGSIONAL PADA ASUHAN KEPERAWATAN
Ny.K DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI BANGSAL
ANGGREK 2 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr.MOEWARDI SURAKARTA
DISUSUN OLEH : YUNITA
TRESNANDARI
NIM.P.13062
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN MOBILISASI DINI TERHADAP PENINGKATAN
PEMULIHAN FUNGSIONAL PADA ASUHAN KEPERAWATAN
Ny.K DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI BANGSAL
ANGGREK 2 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr.MOEWARDI SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH : YUNITA
TRESNANDARI
NIM.P.13062
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan
Pemulihan Fungsional Pada Asuhan Keperawatan Ny.K Dengan Stroke Non
Hemoragik di bangsal anggrek 2 Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi
Surakarta ”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yag telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
5. Ns.Wahyu Rima Agustin M.Kep selaku dosen penguji satu yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
6. Ns. Annisa Cindy Nurul Afni M.Kep selaku dosen penguji dua yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi
iv
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
7. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
8. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
9. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 12 Mei 2016
Yunita Tresnandari
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR SURAT PERNYATAAN KEASLIAN .......................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................... 3
C. Manfaat Penulisan ......................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori ................................................................ 6
1. Stroke ...................................................................... 6
2. Mobilisasi Dini ....................................................... 35
3. Aktifitas Fungsional ................................................ 38
4. Barthel index ........................................................... 41
B. Kerangka Teori .............................................................. 46
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset ...................................................... 47
B. Tempat dan waktu ......................................................... 47
C. Media atau alat yang digunakan .................................... 47
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ................ 47
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset ...................... 49
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien ................................................................ 51
B. Pengkajian...................................................................... 51
vi
C. Perumusan masalah keperawatan .................................. 59
D. Perencanaan ................................................................... 60
E. Implementasi .................................................................. 63
F. Evaluasi .......................................................................... 73
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ..................................................................... 80
B. Perumusan masalah keperawatan .................................. 86
C. Perencanaan ................................................................... 89
D. Implementasi ................................................................. 92
E. Evaluasi .......................................................................... 105
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................... 108
B. Saran ............................................................................. 113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Patways......................................................................... 16
2. Gambar 2.1 Kerangka Teori............................................................. 46
3. Gambar 4.1 Genogram .................................................................... 53
viii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Barthel index .................................................................... 45
2. Tabel 3.1 Alat ukur Barthel index ................................................... 50
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Usulan Judul
Lampiran 2 : Lembar Konsultasi
Lampiran 3 : Surat Pernyataan
Lampiran 4 : Jurnal
Lampiran 5 : Asuhan Keperawatan
Lampiran 6 : Log Book
Lampiran 7 : Pendelegasian
Lampiran 8 : Lembar Observasi
Lampiran 9 : SOP pemberian Mobilisasi Dini
Lampiran 10 : Daftar Riwayat Hidup
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Stroke merupakan sindrom klinis akibat gangguan pembuluh darah
otak, timbul mendadak, dan biasanya laki-laki lebih sering terkena dari pada
perempuan mengenai usia 45-80 tahun. Stroke biasanya tidak ada gejala dini,
dan muncul begitu mendadak. (Rasyid & Soertidewi ,2007 dalam Artati et al,
2013). Secara defenisi WHO (World Health Organization) menetapkan
bahwa defisit neurologik yang timbul semata-mata karena penyakit pembuluh
darah otak dan bukan oleh sebab yang lain. (Misbach, 2007 dalam
Simanjuntak. M et al, 2013 :119).
Stroke menjadi penyebab kematian ketiga tersering di negara maju
setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun, hampir 700.000 orang
Amerika mengalami stroke, dan stroke mengakibatkan hampir 150.000
kematian. Selain itu, 11% orang amerika berusia 55-64 mengalami infark
serebral silent, prevelensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan
43% pada usia 85 tahun (Goldsmidt & Louis, 2010). Berdasarkan data di
Rumah sakit Dr. Moewardi surakarta pada tahun 2014 penderita stroke
diwilayah tersebut 451 orang, dan mengalami peningkatan pada tahun 2015
menjadi 794 orang. (Rekam medik Rumah sakit Dr. Moewardi surakarta).
1
2
Insidens stroke di negara berkembang masih meningkat sedangkan di
negara maju cenderung menurun. Penurunan ini disebabkan karena
manajemen hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit metabolik dinegara
maju telah makin baik. (Junaidi, 2003). Stroke di indonesia insidensi dan
prevalenya miningkat setiap tahunya, seiring dengan peningkatan usia,
harapan hidup dan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak
diimbangi oleh perilaku dan pola hidup yang sehat.(Wahyu, 2009)
Penyebab stroke ada 2 stroke infark (stroke iskemik/stroke non
hemoragik) dan stroke perdarahan (stroke hemoragik). Stroke infark terjadi
karena aliran darah ke otak berkurang, sehingga oksigen yang sampai keotak
juga berkurang atau tidak ada tergantung berat ringanya aliran darah yang
tersumbat. (Junaidi, 2011)
Penderita stroke membutuhkan program terapi mobilisasi dini, terapi
dilakukan secepatnya walaupun kondisi pasien masih ditempat tidur. Hal ini
dimaksudkan untuk memperbaiki fungsi neurologis dan mencegah terjadinya
kekakuan otot-otot tubuh. Mobilisasi sebaiknya dilakukan dimulai 24-48 jam
pascastroke, baik untuk pasien dalam kondisi koma maupun sadar. Hal yang
dapat dilakukan mengangkat kepala, mengangkat kaki dan lengan, duduk.
Jika pasien sadar,pasien dapat dibantu berdiri, agar perbaikan fungsi dapat
diharapkan (Mahendra & Evi. 2002) . Manfaat dari mobilisasi dini adalah
mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan tempat tidur seperti
pneumonia, Deep Vena Trombosis (DVT), emboli pulmoner, dekubitus dan
masalah tekanan orthostatik. (Gofir, 2009 dalam Artati et al, 2013 )
3
Hasil penelitian dari Artati et al (2013), menunjukan perbedaan atau
pengaruh yang signifikan dalam peningkatan kemampuan fungsional
berdasarkan barthel index setelah dilakukan tindakan mobilisasi dini.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menyusun
karya tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian mobilisasi dini terhadap
peningkatan pemulihan fungsional pada asuhan keperawatan Ny. K dengan
Stroke Non Hemoragik di Bangsal Anggrek 2 Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Moewardi Surakarta”
B. Tujuan penulisan.
1. Tujuan umum
Mengaplikasikan tindakan Pemberian mobilisasi dini terhadap
peningkatan pemulihan fungsional pada asuhan keperawatan Ny. K
dengan Stroke Non Hemoragik di Bangsal Anggrek 2 Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke
non hemoragik.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan stroke non hemoragik.
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien dengan stroke non
hemoragik.
4
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan stroke
non hemoragik.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan stroke non
hemoragik.
f. Penulis mampu menganalisa hasil Pemberian mobilisasi dini
terhadap peningkatan pemulihan fungsional pada asuhan
keperawatan Ny. K dengan Stroke Non Hemoragik di Bangsal
Anggrek 2 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
C. Manfaat penulisan
Dari penulisan ini diharapkan agar dapat memberikan sesuatu yang
bermanfaat dan berharga bagi :
1. Bagi Rumah sakit
Agar dapat menerapakan mobilisasi dini pada pasien stroke non
hemoragik untuk pemulihan fungsional.
2. Insititusi Pendidikan
Agar penulisan ini dapat dijadikan pembelajaran dalam asuhan
keperawatan pada pasien stroke non hemoragik dengan tindakan
mobilisasi dini.
3. Bagi Pembaca
Dapat menambah wawasan dan sebagai sumber informasi mengenai
pemberian mobilsasi dini pada pasien stroke non hemoragik.
5
4. Bagi Penulis
Dapat mengaplikasikan tindakan keperawatan berdasarkan pemberian
mobilisasi dini terhadap peningkatan pemulihan fungsional pada pasien
dengan stroke non hemoragik.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
1. Stroke
a. Pengertian
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya
kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian. (Baticaca, 2008). Stroke
adalah gangguan saraf otak yang disebabkan oleh kerusakan
pembuluh darah di otak, yang terjadi dalam tempo sekitar 24 jam
atau lebih, stroke terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
terhambat cukup parah (karena adanya bekuan darah) akibatnya
kiriman oksigen dan nutrisi bagi jaringan sel-sel saraf otak
tersendat atau bahkan berhenti sama sekali. (Waluyo, 2009). Stroke
merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya
perdaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja,
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan
bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk kecacatan yang lain
sebagai akibat gangguan fungsi otak.(Muttaqin, 2008)
47
7
b. Klasifikasi - klasifikasi stroke
1) Menurut Muttaqin (2008), klasifikasi stroke menurut patologi
dari serangan stroke meliputi :
a) Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan perdarahan subarachnoid
yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah tertentu, terjadi saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Perdarahan otak
dibagi dua, yaitu :
(1) Perdarahan intra serebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisme) karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Jika terjadi
peningkatan TIK yang cepat, dapat mengakibatan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai
di putamen, talamus, pons, dan serebelum.
(2) Perdarahan subarachnoid (PSA)
Perdarahan yang berasal dari pecahnya aneurisme berry
atau AVM. Aneurisme yang pecah berasal dari
pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak. (Juwono,1993
8
dalam Muttaqin, 2008). Pecahnya arteri dan keluarnya
ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan
hemisensorik, afasia dan lainya).
b) Stroke Non Hemoragik
Merupakan iskemia atau emboli dan trombosis serebri,
terjadi saat lama beristirahat, bangun tidur, atau pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder.
2) Menurut Muttaqin (2008), klasifikasi stroke dibedakan menurut
perjalanan penyakit atau stadiumnya :
a) TIA (transient ischemic attack) yaitu gangguan neurologis
lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja, gejala yang timbul akan hilang dengan spontan
dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Stroke involusi yaitu gangguan neurologis terlihat semakin
berat dan bertambah buruk dan masih terus berkembang.
Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
9
c) Stroke komplet yaitu gangguan neurologis yang timbul
sudah menetap atau permanen,yang diawali oleh TIA yang
berulang.
3) Menurut National stroke association-USA (NSA) dalam
soeharto (2004) klasifikasi stroke dibagi dua yaitu :
a) Stroke iskemik
Merupakan stroke yang terjadi bila suplai darah pada
sebagian otak berkurang, sehingga terjadi iskemik. Sel-sel
yang kekurangan oksigen tidak akan berfungsi secara
sempurna sehingga sel-sel itu berhenti bekerja untuk
sementara yang menyebabkan kematian sel-sel otak yang
tidak dapat pulih. Kerusakan ini disebut infark otak.
b) Stroke hemoragik
Merupakan stroke perdarahan (hemoragi) yang terjadi bila
arteri diotak pecah, darah tumpah ke otak atau rongga antara
permukaan luar otak atau tengkorak. Stroke hemoragik
sering terjado pada mereka yang mempunyai tekanan darah
tinggi.
c. Penyebab terjadinya stroke
1) Trombosis serebri
Trombosis serebri terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak
10
yang dapat menimbulkan edema dan kongesti sekiarnya.
Beberapa keadaan dibawah ini yang dapat menyebabkan
thrombosis otak :
a) Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangya, kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena
terjadi thrombosis.
b) Hiperkoagulasi pada polisetemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
c) Arteritis (radang pada arteri)
2) Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebri.
3) Hemoragik
Perdarahan intrakranial dan intraserebri meliputi perdarahan di
dalam ruang subarakhnoid atau didalam jaringan otak.
Perdarahan ini terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
11
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan
penekanan, pergeseran, sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan
mungkin herniasi :
a) Aneurisme berry, biasanya defek kongenital.
b) Aneurisme fusiformis dari aterosklerosis.
c) Aneurisme mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli
sepsis
d) Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung
masuk vena.
e) Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4) Hipoksia umum
Penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah :
a) Hipertensi yang parah
b) Henti jantung paru
c) Curah jantung turun akibat aritmia
5) Hipoksia lokal
Penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah :
a) Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
b) Vasokontriksi arteri otak disertai kepala migren
12
(Muttaqin, 2008)
d. Tanda dan gejala stroke
Menurut Junaidi Iskandar (2011) tanda gejala stroke adalah :
1) Adanya serangan deficit neurologis/ kelumpuhan fokal, seperti
hemiparase yaitu lumpuh sebelah badan yang kanan atau kiri
saja
2) Baal atau mati rasa sebelah badan kurang, terasa kesemutan
3) Mulut moncong, lidah mencong bila diluruskan
4) Bicara jadi pelo
5) Sulit menelan, minum suka keselek
6) Sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai keinginan
atau gangguan bicara berupa pelo, sengau, dan kata-katanya
tidak dapat dimengerti atau tidak dipahami
7) Bicara tidak lancar, hanya sepatah kata yang terucap
8) Bicara tidak ada artinya dan tidak karuan
9) Menjadi pelupa (dimensia)
10) Vertigo (pusing, puyeng) atau perasaan berputar yang menetap
saat tidak beraktivitas
11) Awal terjadinya penyakit cepat dan mendadak pada saat
bangun tidur atu istirahat
12) Biasanya sebelumnya ada serangan kelumpuhan sementara
(TIA = transient ischemic attack)
13
13) Penglihatan terganggu, sebagian lapang pandangan tidak
terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan
gelap atau ganda sesaat (hemianopsia)
14) Tuli atau pendengaran berkurang
15) Kelopak mata sulit dibuka atau terjatuh
16) Gerakan tidak terkoordinasi, kehilangan keseimbangan,
sempoyongan atau kehilangan koordinasi sebelah badan
17) Gangguan kesadaran pingsan atau sampai koma
e. Patofisiologi
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area
tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor
seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. (Muttaqin, 2008)
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan, dan
spasme vaskuler). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor
penting untuk otak, thrombus dapat berasal dari plak
aterosklerosis, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat
aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan :
14
1) Iskemia jaringan otak pada area yang disulpai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan.
2) Edema dan kongesti disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam bebrapa
jam atau kadang-kadang sesudah bebrapa hari. Dengan
berkurangya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis.
Jika terjadi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah,
maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan
serebri, jika aneurima pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur
aterosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebrovaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat
foramen magnum.
15
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,
hemisfer otak, dan perdarahan ke batang otak. Jika sirkulasi
terhambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan
disebakan oleh anoksia serebri dapat reversible untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel bila anoksia lebih dari
10 menit. Anoksia dapat terjadi salah satunya karena henti
jantung. Selain parenkim otak akibat volume perdarahan yang
relative banyak akan mengakibatkan peningkatan
intrakranial.(Muttaqin, 2008).
16
f. Pathways
Faktor-faktor resiko stroke
Aterosklerosis,
Aneurisme,
Hiperkoagulasi, arteritis katup jantung rusak, malformasi,
Miokard,infark fibrilasi, ateriovenus
endokarditis
Trombosis serebral Perdarahan
Penyumbatan pembuluh darah intraserbri
Pembuluh darah oklusi otak oleh bekuan darah, lemak
dan udara Pembesaran darah
Iskemia jaringan otak ke dalam parenkim otak
Edema dan kongesti
Emboli serebral Penekanan jaringan
Jaringan sekitar Stroke
otak
Infark otak, edema,
Defisit neurologis dan herniasi otak
Infark serebral Kehilangan kontrol
volunter
Resiko
peningkatan TIK
Disfungsi bahasa dan
komunikasi
Penurunan
perfusi
jaringan
serebral
Hemipelgia
Dan hemiparases Depresi saraf kardiovaskuler Disertia, difasia / afasia
Dan pernapasan
Hambatan
mobilitas
fisik
Koma Kegagalan kardiovaskuler
Kelemahan fisik Dan pernapasan
umum Penurunan tingkat kesadaran
Kerusak
an
komunik
asi
verbal
Defisit perawatan
diri
Peningkatan jaringan setempat
Gambar 2.1 Pathways
(Muttaqin, 2008)
Kerusakan
integritas kulit
17
g. Faktor risiko stroke
1) Hipertensi
Merupakan faktor risiko utama. Hipertensi dapat disebabkan
aterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh
darah tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang
kemudian pecah atau menimbulkan perdarahan.
2) Penyakit kardiovaskuler
Misalnya embolisme serebral berasal dari jantung seperti
penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, MCI,
hipertrofi ventrikel kiri.
3) Diabetes mellitus
Pada penyakit DM akan mengalami penyakit vaskuler,
sehingga terjadi mikrovaskularisasi dan terjadi aterosklerosis,
terjadinya ateroslerosis dapat menyebabkan emboli yang
kemudian menyumbat dan terjadi iskemia, iskemia
menyebabkan perfusi jaringan otak menurun dan pada
akhirnya terjadi stroke.
4) Merokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh
nikotin sehingga memungkinkan penumpukan aterosklerosis
dan kemudian berakibat stroke.
18
5) Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan
aliran darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelaianan
motilitas pembuluh darah sehingga terjadi emboli serebral.
6) Peningkatan kolesterol
Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan
arterosklerosis dan terbentuknya emboli lemak, sehingga aliran
darah lambat termasuk otak, maka perfusi otak menurun.
7) Obesitas
Pada obesitas kadar kolesterol tinggi, dapat mengalami
hipertensi karena terjadi gangguan pada pembuluh darah
8) Aterosklerosis
9) Kontrasepsi
10) Riwayat kesehatan keluarga adanya stroke
(Wijaya & Yessie, 2013)
h. Komplikasi stroke
Komplikasi stroke menurut Wijaya & Yessie (2013) :
1) Berhubungan dengan imobilsasi
a) Infeksi pernafasan
b) Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang tertekan
c) Konstipasi
d) Tromboflebitis
19
2) Berhubungan dengan mobilisasi
a) Nyeri pada daerah punggung
b) Dislokasi sendi
3) Berhubungan dengan kerusakan otak
a) Epilepsi
b) Sakit kepala
c) Kraniotomi
4) Hidrosefalus
i. Pemeriksaan diagnostik
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri, oklusi/rupture.
2) Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak
atau mungkin memperlihatkan lesi yang spesifik.
3) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna
terdapat thrombus serebral. Klasifikasi parsial dinding,
aneurisme pada perdarahan subarchnoid.
4) Ultrasonography doopler
Mengidentifikasi penyakit ateriovena (masalah sistem karotis/
aliran darah, muncul plaque/aterosklerosis.
20
5) CT-scan
Meperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya
infark.
6) MRI
Menunjukan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada
thrombosis, emboli dan TIA, tekanan meningkat dan cairan
mengandung darah menunjukan hemoragi subarachonid/
perdarahan intrakranial.
7) Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke. Menggambarkan kelenjar pineal
daerah berlawanan dari massa yang meluas.
8) Pemeriksaan laboratorium
a) Pungsi lumbal : Tekanan normal biasanya ada thrombosis,
emboli dan TIA.Sedangkan tekanan yang meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan subarchnoid atau intrakranial. Kadar protein
total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan
proses inflamasi.
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia (Wijaya & yessie, 2013).
21
j. Penatalaksanaan
Menurut Wijaya & Yessie (2013) pentalakasaan stroke adalah :
1) Penatalaksanaan umum
a) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral
decubitus bila disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi
bertahap bila hemodinamik stabil.
b) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila
perlu berikan oksigen 1-2 lier/menit bila ada hasil gas
darah
c) Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter
d) Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal
e) Suhu tubuh harus diperhatikan
f) Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi
menelan baik, bila terdapat gangguan menelan atau pasien
yang kesadaran menurun, dianjurkan menggunakan NGT
g) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi
2) Pentalaksanaan medis
a) Trombolitik (streptokinase)
b) Anti platelet / anti trombolitik (asetol, ticoplidin, cilostazol,
dipiramidol)
c) Antikoagulan (heparin)
d) Hemorrhagea (pentoxyfilin)
e) Antagonis serotonin ( Noftidrofuryl)
22
f) Antagonis calsium (nomodipin, piracetam)
3) Pentalaksanaan khusus / komplikasi
a) Atasi kejang (antikonvulsan)
b) Atasi tekanan intracranial yang tinggi menggunakan
manitol, gliserol, furosemide, intubasi, streroid dll
c) Atasi dekompresi (kraniotomi)
d) Untuk penatalaksanaan faktor risiko :
(1) Atasi hipertensi (anti hipertensi)
(2) Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia)
(3) Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia)
k. Asuhan keperawatan
1) Pengkajian
Menurut Padila (2012) pengkajian stroke meliputi :
a) Pengkajian fisik
(1) Biodata
Pengkajian biodata difokuskan pada :
Umur : karena usia diatas 55 tahun merupakan resiko
terjadinya serangan stroke. Jenis kelamin : laki-laki
lebih tinggi 30% dibanding wanita. Ras : kulit hitam
lebih tinggi angka kejadianya.
(2) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang sering menjadi
alasan klien untuk meminta bantuan kesehtan.
23
(Muttaqin , 2008). Biasanya klien datang kerumah sakit
dalam kondisi : penurunan kesadaran atau koma serta
disertai dalam kondisi penurunan kesadaran atau koma
serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala
hebat bila masih sadar.
(3) Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji riwayat DM, hipertensi, kelainan jantung
polisitemia karena hal ini berhubungan dengan
penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi
menurun.
(4) Riwayat penyakit sekarang
Kronologis peristiwa CVA bleeding sering setelah
melakukan aktivitas tiba-tiba terjadi keluhan neurologis
misalnya, sakit kepala hebat, penurunan kesadaran
sampai koma.
(5) Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji mungkin ada anggota keluarga sedarah
yang mungkin mengalami stroke.
b) Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi
beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku pasien. Pengkajian mekanisme
24
koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien yaitu timbul ketakutan akan kecacatan,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan pada dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena
mengalami kesukaran berkomunikasi akibat gangguan
bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan, klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
tidak kooperatif. Pola penanggulangan stress, klien
biasanya mengalami kesulitan untuk menentukan karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang
melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku tidak stabil,
kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
(Muttaqin, 2008)
25
c) Pemenuhan kebutahan sehari-hari
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya
koma maka perlu klien membutuhkan bantuan dalam
memenuhi kebutuhan sebagian sampai total meliputi :
(1) Mandi
(2) Makan/ minum
(3) BAB / BAK
(4) Berpakaian
(5) Berhias
(6) Aktifitas mobilisasi
d) Pemeriksaan fisik dan observasi
(1) BI ( bright / pernafasan)
Yang perlu dikaji adalah :
(a) Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum
dan kehilangan refleks batuk.
(b) Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang
(c) Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor
(d) Catat jumlah irama nafas
(2) B2 ( Blood / sirkulasi)
Deteksi adanya : tanda-tanda peningkatan TIK yaitu
peningkatan tekanan darah disertai dengan pelebaran
nadi dan penurunan jumlah nadi.
26
(3) B3 ( Brain / persyarafan, otak )
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adanya
pupil unilateral, observasi tingkat kesadaran.
(4) B4 ( Bladder / perkemihan )
Tanda-tanda inkontinensia uri
(5) B5 ( Bowel / pencernaan )
Tanda-tanda inkontinensia alfi
(6) B6 ( Bone / tulang dan integemen )
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan. Tanda-tanda
dekubitus karena tirah baring lama.
2) Diagnosa keperawatan
Menurut Muttaqin (2008) diagnosa yang mungkin muncul pada
pasien stroke adalah :
a) Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan
volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema
serebri.
b) Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
perdarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan
edema otak.
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase/
hemipelgia kelemahan neuromuskuler pada ekstremitas.
27
d) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromaskuler, menurunya kekuatan dan kesadaran,
kehilangan kontrol/ koordinasi.
e) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama
3) Perencanaan
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah panduan
untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan atau
tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi
dilakukan untuk membantu klien mencapai hasil yang
diharapkan. (Deswani, 2011).
Intervensi keperawatan harus spesifik dan jelas. Tahap
perencanaan berfokus pada memprioritaskan masalah,
merumuskan tujuan dan kriteria hasil, membuat instruksi
keperawatan dan mendokumentasikan rencana asuhan
keperawatan. (Deswani, 2011).
Menurut Muttaqin (2008), intervensi atau rencana pada pasien
stroke adalah :
a) Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan
volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema
serebri.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi peningkatn TIK pada klien.
28
Kriteria hasil : Pasien tidak gelisah, pasien tidak mengeluh
nyeri kepala, mual dan muntah, GCS 4,5,6, tidak terdapat
papill edema dan tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
(1) Kaji faktor penyebab dari situasi / keadaan individu/
penyebab koma/ penurunan perfusi jaringan dan
kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
Rasional : Deteksi dini untuk memprioritaskan
intervensi, mengkaji status neurologis/ tanda-tanda
kegagalan untuk menentukan perawatan
kegawatdaruratan atau tindakan pembedahan.
(2) Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri
terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan
tekanan darah sistemik, penurunan dari otoregulator
merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi
serebri.
(3) Pertahankan kepala leher pada posisi yang netral,
usahakan dengan sedikit bantal. Hindari pengguanaan
bantal yang tinggi pada kepala.
Rasional : Perubahan kepala pada satu sisi dapat
menimbulkan penekanan vena jugularis dan
mengahambat aliran darah otak.
29
(4) Observasi tingkat kesadaran GCS
Rasional : Perubahan kesadaran menunjukan
peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi
perkembangan penyakit.
(5) Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga
tentang sebab akibat TIK meningkat
Rasional : Meningkatkan kerja sama dan mingkatkan
perawatan klien dan mengurangi kecemasan
(6) Kolaborasi pemberian O2
Rasional : Mengurangi hipoksemia, dimana
peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan
perkembangan.
b) Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
perdarahan intra serebri, oklusi otak, vasopasme, dan edema
otak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x
24 perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan neyri
kepala, mual, kejang, demam, GCS 4,5,6, pupil isokor,
refleks cahaya (+), TTV dalam batas normal Nadi : 60-100
x/menit, suhu : 36-36,7oc RR: 16-25 x/menit TD : 120/80
mmHg.
30
Intervensi :
(1) Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi,
suhu, dan frekuensi pernapasan,.
Rasional : Pada keadaan normal, otoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah. Kegagalan
otoreguler menyebabkan kerusakan vaskuler serebri
yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan
sistolik dan penurunan diastolik.
(2) Baringkan klien (tirah baring) total dengan posisi tidur
terlentang tanpa bantal.
Rasional : Perubahan pada tekanan intrakranial
menyebabkan risiko terjadinya herniasi otak.
(3) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi
pengunjung
Rasional : Rasangan aktivitas yang meningkat dapat
menngkatkan TIK
(4) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat
steroid, aminotel, antibiotik.
Rasional : Untuk menurunkan permeabilitas kapiler,
menurunkan edema serebri, menurunkan metabolic/
konsumsi sel dan kejang.
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase/
hemipelgia kelemahan neuromuskular pada ekstremitas.
31
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
2x24 jam klien mampu melakukan aktifitas fisik sesuai
dengan kemampuanya.
Kriteria hasil : Klien ikut serta dalam program latihan, tidak
terjadi kontraktur sendi, meningkatnya kekuatan otot, klien
menunjukan tindakan meningkatkan mobilitas.
Intervensi :
(1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap
peningkatan kerusakan
Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan klien
melakukan aktifitas
(2) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstremitas yang tidak sakit
Rasional : Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan
kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan
pernapasan.
(3) Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
Rasional : Otot volunter akan kehilangan tonus dan
kekuatanya bila tidak dilatih untuk digerakan.
(4) Bantu klien melakukan latihan ROM
Rasional : Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai
kemampuan
32
(5) Kolaborasi dengan ahli terapi latihan fisik mobilisasi
dini
Rasional : Peningkatan kemampuan dalam mobilitas
ekstremitas dapat ditingkatkan
d) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromaskuler, menurunya kekuatan dan kesadaran,
kehilangan kontrol/ koordinasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam klien
dapat terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri.
Kriteria hasil : Klien dapat menunjukan perubahan gaya
hidup untuk merawat diri, klien mampu melakukan aktifitas
perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
Intervensi :
(1) Kaji kemampuan tingkat penurunan dan tingkat
penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
Rasional : Membantu dalam mengatasi dan
merencanakan pertemuan kebutuhan individual
(2) Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu
bila perlu
Rasional : Klien dalam keadaan cemas dan tergantung
hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri
klien.
33
(3) Kaji kemampuan klien untuk BAK,menggunakan
urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi bila
memungkinkan
Rasional : Ketidakmampuan berkomunikasi denngan
perawat dapat menimbulkan pengosongan kandung
kemih karena masalah neurogenik.
(4) Indentifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan
meningkatkan aktvitas
Rasional :Meningkatkan latihan dan menolong
mencegah konstipasi.
(5) Kolaborasi pemberian supositoria dan pelumas feses
pencahar.
Rasional : Pertolongan utama terhadap fungsi usus atau
defekasi.
(6) Konsultasikan ke dokter terapi okupasi
Rasional : Untuk mengembangkan terapi dan
melengkapi kebutuhan khusus.
e) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam klien
mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil : Klien mau berpartisipasi terhadap
pencegahan luka, mengetahui penyebab dan cara
34
pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau
luka.
Intervensi :
(1) Anjurkan untuk melakukan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin
Rasional : Meningkatkan aliran darah
(2) Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional : Menghindari tekanan dan meningkatkan
aliran darah
(3) Lakukan massase pada daerah yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
Rasional : Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler
(4) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi
area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap mengubah posisi
Rasional : Hangat dan pelunakan adalah tanda
kerusakan.
(5) Jaga kebersihan kulit seminimal mungkin hindari
trauma panas, terhadap kulit.
4) Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan.
Namun evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses
keperawatan. Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan
35
perbaikan.. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab
mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal.
(Deswani, 2011). Pada tahap evaluasi, perawat dapat
menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang
telah diberikan dan menetapkan apakah sasaran dari rencana
keperawatan dapat diterima. Evaluasi penting dilakukan untuk
menilai status kesehatan klien setelah tindakan keperawatan.
Selain itu juga untuk menilai pencapaian tujuan, baik tujuan
jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tujuan
melakukan pencatatan hasil evaluasi adalah menilai pencapaian
kriteria hasil dan tujuan, mengidentifikasi variable-variabel
yang mempengaruhi pencapaian tujuan, membuat keputusan
apakah asuhan diteruskan atau dihentikan, melanjutkan dan
memodifikasi atau mengakhiri rencana. (Deswani, 2011)
2. Mobilisasi dini
a. Pengertian
Mobilisasi dini ialah suatu upaya memandirikan sedini
mungkin dengan cara membimbing pasien untuk
mempertahankan fungsi fisiologis. Cuningham (2005) dalam
rusca (2012). Melakukan mobilisasi sedini mungkin dapat
mencegah berbagai komplikasi seperti infeksi saluran
perkemihan, pneumonia aspirasi, nyeri karena tekanan,
kontraktur, tromboplebitis, dekubitas sehingga mobilisasi dini
36
penting dilakukan secara rutin dan kontinyu. Mobilisasi
penderita stroke di rumah sakit tidak hanya dilakukan oleh
fisioterapis tetapi juga menjadi kewajiban perawat. Mobilisasi
sudah menjadi kebutuhan pokok seperti halnya makan / minum,
bernafas, atau istirahat terlebih pada penderita stroke dengan
komplikasi kelumpuhan bagian tubuh. Disinilah partisipasi
anggota keluarga penderita sangat diharapkan (Mursyid, 2007).
Mobilisasi dini dilakukan saat pasien istirahat di tempat
tidur dalam waktu 48-72 jam pertama. Kepala tempat tidur
ditinggikan 30 derajat. Posisi pasien diubah miring kanan dan
miring kiri setiap 2-3 jam. Untuk mencegah terjadinya nyeri
bahu dan kecacatan, lengan dan kaki yang mengalami
kelemahan diatur posisinya dan diganjal dengan bantal.Posisi
lengan supinasi, jari lebih tinggi dari siku dan siku lebih tinggi
dari bahu. Kaki endorotasi, lutut agak ditekuk. (Misbach, 2011).
Mencegah kekauan sendi dilakukan pergerakan sendi
(ROM) secara teratur 1 kali sehari, yang dimulai sejak awal
perawatan pasien. Ketinggian kepala tempat tidur dinaikan
bertahap 45o, 60
o dan selanjutnya bersandar 90
o pada hari ke tiga
bila kondisi pasien stabil dan tidak terjadi komplikasi. Pada hari
berikutnya pasien dilatih duduk berjuntai di temapat tidur, tanpa
bersandar tanpa bantal. Perawat harus memonitor tanda-tanda
37
vital sebelum, selama, maupun setelah latihan mobilisasi,
terutama nadi dan tekanan darah. (Misbach, 2011).
b. Jenis mobilisasi
Menurut Barbara dan Kozier (2005) jenis mobilisasi ada 2 yaitu:
a) Mobilisasi pastif
Yaitu mobilisasi dimana pasien dalam menggerakan
tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain secara total
atau keseluruhan.
b) Mobilisasi aktif
Yaitu dimana pasien dalam menggerakkan tubuh dilakukan
secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain.
c. Faktor yang mempengaruhi mobilisasi
Menurut Ambarwati (2014) faktor yang mempengaruhi
mobilisasi adalah :
a) Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya,
nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal.
b) Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang
untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Ketidakmampuan
dibagi menjadi 2 macam yakni :
38
(1) Ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit atau
trauma (misalnya, paralisis akibat gangguan atau cidera
pada medula spinalis)
(2) Ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misalnya kelemahan otot dan
tirah baring)
c) Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam
melakukan mobilitas pada individu lansia, kemampuan
untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun.
d) Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya
mobilisasi. Dalam hal ini cadangan individu yang dimiliki
seseorang masing-masing.
3. Aktifitas fungsional
a. Pengertian
Status fungsional adalah mengarah dalam domain fungsi
sebagai konsep multidimensi dimana karakteristik kemampuan
individu untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan
dasar, berperan secara penuh, memelihara kesehatan, serta
kesejahteraan (Ropyanto, 2011). Khasanah (2012), menyatakan
outcome stroke pada umumnya digambarkan dalam bentuk
angka kematian dan status fungsional setelah serangan stroke.
39
Penurunan kemampuan dapat terjadi dikarenakan penurunan
kesadaran serta daerah otak tertentu tidak berfungsi yang
disebabkan terganggunya aliran darah ditempat tersebut atau
pecahnya pembuluh darah pada tempat tersebut (Rachmawati,
2013).
Stroke dapat menimbulkan berbagai gangguan fungsi
diantaranya fungsi motorik, fungsi sensorik, gangguan saraf
cranial, fungsi luhur, koordinasi dan fungsi autonom. Keadaan
ini akan menyebabkan berbagai gangguan aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari penderita pasca serangan stroke, karena
itu diperlukan program rehabilitasi sedini mungkin pasca
serangan stroke dengan tujuan utama pasien dapat mencapai
kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dimana
kualitas hidup pasien menjadi tujuan utamanya.
Stroke juga penyebab utama terjadinya gangguan activities
of daily living ( ADL), seperti makan, minum, berpakaian,
mandi, menjaga kebersihan diri, toileting. Wikipedia (2010)
dalam Kusumawardana (2011). Pada kasus stroke penderita
akan mengalami perbaikan fungsional dari defisit penyebab
stroke selama fase akut, pada fase akut tersebut mobilisasi dini
akan membantu fungsional dari pasien pasca serangan stroke.
ADL adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang secara
rutin setiap hari dalam pemeliharaan diri. Pentingnya ADL pada
40
penderita pasca serangan stroke adalah dapat berprestasi dan
berusaha tetap dapat mandiri, paling tidak untuk melakukan
aktivitas fungsional personal. Keberhasilan penderita stroke
untuk melakukan ADL secara mandiri merupakan bagian yang
membuat penderita pasca serangan stroke menjadi lebih percaya
diri dengan kemampuanya untuk menghadapi hari depanya,
mengingat ADL berhubungan dengan masalah personal bagi
penderita stroke maka ada tiga komponen yang harus
diperhatikan yaitu a) tingkat dementary yaitu kemampuan
personal makan, minum, kebrsihan muka, sikat gigi, merapikan
rambut, make up b) tingkat intermediete, kemampuan
berkomunikasi menulis, membaca, berbicara, tehnik memakai
baju, aktifitas pekerjaan rumah c) advanced, aktifitas vokasional
dan avokasional yaitu aktivitas untuk dapat bekerja kembali.
(Granger et al, 2005 dalam Kusumawardana, 2011).
b. Faktor yang mempengaruhi status fungsional
Menurut Junaidi (2011), faktor yang mempengaruhi status
fungsional pasien stroke yaitu umur, jenis stroke dan komplikasi
penyakit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Huda dan
Yatinde (2013), mengatakan bahwa semakin tua usia pasien
semakin berat tingkat ketergantungannya dalam melakukan
aktifitas. Hal ini terjadi karena penurunan fungsi tubuh yang
terjadi pada pasien karena umurnya sudah lansia dan mereka
41
lebih cenderung pasrah dengan keadaannya karena mereka
merasa sudah tua, sehingga dalam melakukan pengobatan
mereka cenderung tidak begitu aktif sehingga penyembuhan pun
semakin lama dan tidak optimal.
4. Barthel index
a. Pengertian
Barthel index diperkenalkan oleh Mahoney dan Barthel
tahun 1965.(Misbach, 2011). Barthel index adalah alat yang
digunakan untuk mengkaji kemampuan merawat diri. Namun
menitikberatkan sejauh mana bantuan bantuan akan diberikan
jika pasien mengalami kesulitan dalam memenuhi status
fungsionalnya. Untuk pasien dengan gangguan neuromaskuler,
barthel index dapat digunakan untuk mengukur kemajuan
klien. (Dewi sofia, 2014).
Keunggulan barthel index mempunyai realibilitas dan
validitas yang tinggi, mudah dan cukup sensitif untuk
mengukur perubahan fungsi serta keberhasilan rehabilatasi.
Kelemahanya, index ini tidak merupakan skala ordinat dan
tiap penilainya tidak menunjukkan berat atau ringanya fungsi
kehidupan keseharianya. Ada 2 versi yaitu
42
b. Penggunaan barthel index
1) Makan/minum
10 : Mandiri, artinya klien dapat mengambil makanan dari
atas nampan atau meja setelah seseorang meletakan
makanan dalam jangkauan
5 : Membutuhkan beberapa bantuan (memotong makanan,
mengoleskan mentega, menaburkan garam atau merica
dll).
2) Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya
15 : Mandiri pada setiap fase aktivitas ini. Klien mampu
berpindah dari kursi roda ke tempat tidur ke kursi
roda, mengunci roda, mengangkat pijakan kaki,
berpindah ketempat tidur, mengubah posisi kursi roda
dan kembali ke kursi roda.
10 : Membutuhkan bantuan minimal dalam melakukan fase
aktifitas atau membutuhkan pengawasan untuk menjaga
keselamatan dalam melakukan aktivitas ini.
5 : Klien dapat bangkit ke posisi duduk, namun perlu
diangkat dari tempat tidur atau membutuhkan banyak
pertolongan untuk berpindah ke kursi roda
3) Kebersihan diri (cuci muka, menisir, mencukur rambut,
menggosok gigi )
43
5 : klien mampu mencuci tangan dan wajah, menyisir
rambut, menyikat gigi dan bercukur.
4) Keluar/ masuk kamar mandi
10 : Klien dapat keluar/ masuk kamar mandi, melepas dan
memasang kembali pakaian
5 : Klien membutuhkan bantuan apabila memiliki masalah
keseimbangan
5) Mandi
5 : Klien dapat menggunakan bak mandi, shower, klien
mampu membersihkan badan tanpa bantuan
6) Berjalan (jalan datar)
15 : Klien dapat berjalan sejauh 50 yard tanpa bantuan atau
pengawasan, mampu melakukan posisi duduk dan
berdiri, menggunakan alat bantu seperlunya saat berdiri
dan memindahkanya ketika duduk.
10 : Klien membutuhkan bantuan dan pengawasan dalam
melakukan kegiatan diatas, namun mampu berjalan 50
yard dengan bantuan minimal.
7) Naik turun tangga
10 : Klien dapat naik dan menuruni tangga tanpa bantuan
atau tanpa pengawasan. Klien dapat berpegangan pada
handrails, atau menggunakan came atau cucth jika
diperlukan.
44
5 : Klien membutuhkan pengawsan atau pertolongan saat
menaiki atau menuruni tangga
8) Berpakaian
10 : Klien mampu mengenakan dan melepaskan pakaian
secara mandiri
5 : Klien membutuhkan bantuan untuk mengenakan,
melepas pakaian.
9) Mengontrol defekasi
10 : Klien mampu mengontrol BAB, klien dapat
menggunakan suppositoria enema jika dibutuhkan
5 : Klien membutuhkan bantuan saat menggunakan
suppositoria atau enema
10 ) Mengontrol berkemih
10 : Klien mampu mengontrol BAK pada pagi dan malam
hari. Klien yang menggunakan kateter mampu
membersihkan kantong urinya secara mandiri dan tetap
menjaga tetap kering.
5 : Klien mengalami inkotensia atau tidak mampu menahan
BAK hingga pispot terpasang atau tidak dapat menahan
BAK sebelum mencapai kamar mandi, atau
membutuhkan bantuan untuk merawat kateter
45
Tabel 2.1Barthel index
NO Jenis aktivitas Bantuan Mandiri 1 Makan/ minum 5 10 2 Berpindah dari kursi
roda ketempat tidur/
sebaliknya
5-10 15
3 Kebersihan diri 0 5 4 Keluar/ masuk
kamar mandi 5 10
5 Mandi 0 5 6 Berjalan (jalan datar) 10 15 7 Naik turun tangga 5 10 8 Berpakian/ bersepatu 5 10 9 Mengontrol defekasi 5 10 10 Mengontrol
berkemih 5 10
Jumlah
Penilaian setiap poin dilakukan melalui pengamatan bukan
dari pernyataan responden bahwa klien tersebut bisa melakukan.
Setelah semua poin dinilai, keseluruhan skor dijumlahkan dan
kemudian diinterprestasikan sebagai berikut :
(1) Skor 0-20 : Ketergantungan penuh atau total
(2) Skor 21-61 : Ketergantungan berat
(3) Skor 62-90 : Ketergantungan moderat
(4) Skor 91-99 : Ketergantungan ringan
(5) Skor 100 : Mandir (Dewi sofia, 2014)
46
B. Kerngka teori
-Trombosis serebri
-Emboli
-Hemoragik
-Hipoksia umum
Stroke
Stroke
hemoragik
Stroke non
hemoragik/infark
Mobilisasi dini Hambatan
mobilitas fisik
Peningkatan
pemulihan
fungsional
Gambar 2.2 Kerangka teori
( Baticaca, 2008. Junaidi, 2011. Misbach, 2011.Muutaqin, 2008)
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek aplikasi riset
Subyek aplikasi riset adalah pasien dengan stroke infak atau stroke non
hemoragik
B. Tempat dan waktu penelitian
Tempat : Bangsal anggrek 2 rumah sakit Dr.Moewardi surakarta
Waktu : 4 Januari sampai 13 Januari 2016
C. Media dan alat yang digunakan
Peralatan yang digunakan saat penelitian antara lain bantal, hanscoon
bersih, sphygmomanometer, jam tangan, dan lembar observasi barthel
index
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset
1. Mengukur status fungsional sebelum dilakukan tindakan mobilisasi
dini
2. Melakukan tindakan mobilisasi dini, dengan langkah prosedur yaitu :
a. Fase orientasi
1) Memberi salam dan memperkenalkan diri
2) Menjelaskan tujuan tindakan
3) Menjaga privasi pasien
4) Menjelaskan langkah prosedur
5) Menjelaskan tujuan tindakan
6) Menjaga privasi pasien
47
48
7) Menjelaskan langkah prosedur
8) Menanyakan kesiapan pasien
9) Kontrak waktu
b. Fase kerja
1) Cuci tangan
2) Memakai handsoon bersih
3) Periksa tanda-tanda vital (tekanan darah dan nadi)
4) Kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat
5) Berikan posisi yang nyaman (miring kanan atau kiri)
6) Perawat berada disebelah kanan pasien saat pasien
dimiringkan ke sebelah kiri, dan begitu juga sebaliknya
7) Lengan dan kaki diganjal bantal yang mengalami kelemahan
8) Latih pergerakan sendi dengan ROM
9) Bantu pasien duduk (apabila mampu merubah posisi berbaring
ke posisi duduk)
10) Periksa tanda-tanda vital (setelah melakukan tindakan)
c. Fase terminasi
1) Evaluasi hasil
2) Lakukan rencana tindak lanjut
3) Berpamitan
49
3. Mengukur kemampuan fungsional dengan barhtel index setelah
dilakukan tindakan mobilisasi dini.
E. Alat ukur yang digunakan berdasarkan aplikasi riset :
Alat ukur yang digunakan pada pasien stroke yaitu :
1. Barthel index
Barthel index mempunyai rentang nilai 0-100, dibagi menjadi 3
kategori dengan menggunakan nilai titik potong yaitu 0-20
ketergantungan penuh atau total 21-61 ketergantungan berat, 62-90
ketergantungan moderat 91-99 ketergantungan ringan, dan skor 100
mandiri. (Dewi, 2014). Barthel index terdiri dari 10 aktivitas yaitu
makan, mandi, merawat diri, berpakaian, mengontrol defekasi,
mengontrol berkemih, keluar/ masuk kamar mandi, berpindah, berjalan
dan menggunakan tangga
Status atau tingkat kecacatan fungsi neurologis (Barthel index) :
50
Tabel 3.1 Barthel Index
NO Jenis aktivitas Bantuan Mandiri
1 Makan/ minum 5 10
2 Berpindah dari kursi roda ketempat tidur/ sebaliknya
5-10 15
3 Kebersihan diri 0 5
4 Keluar/ masuk kamar mandi 5 10
5 Mandi 0 5
6 Berjalan (jalan datar) 10 15
7 Naik turun tangga 5 10
8 Berpakian/ bersepatu 5 10
9 Mengontrol defekasi 5 10
10 Mengontrol berkemih 5 10
Jumlah
BAB IV LAPORAN
KASUS
Pada BAB ini penulis akan menjelaskan laporan pada asuhan keperawatan
Ny. K dengan diagnosa medis stroke non hemoragik di bangsal anggrek 2 Rumah
Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Pengelolaan Asuhan Keperawatan selama tujuh
hari dimulai tanggal 07 Januari 2016 sampai 13 Januari 2016. Asuhan
keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. Pasien masuk
rumah sakit pada tanggal 6 Januari 2016 Jam 09.00. Pengkajian yang dilakukan
tanggal 07 Januari Jam 08.00 dengan allowanamnesa dan autoanamnesa meliputi
pengamatan, observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis,
catatan perawatan atau wawancara dari keluarga atau pasien.
A. Identitas pasien
Pasien bernama Ny. K dengan alamat Gondosuli Rt 05/01 Tawangmangu.
Pasien berusia 47 tahun, beragama Islam dengan tingkat pendidikan Sekolah
Dasar (SD), pekerjaan pasien petani. Penanggung jawab pasien Tn. D, berusia
53 tahun dengan alamat Gondosuli Rt. 05/01 Tawangmangu, hubungan
dengan klien suami dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), pekerjaan
petani. Diagnosa medis Stroke non hemoragik.
52
B. Pengkajian
Hasil pengkajian ditemukan riwayat penyakit yaitu keluhan utama, pasien
mengatakan kaki dan tangan kanan tidak bisa digerakan. Riwayat penyakit
sekarang pasien datang di IGD jam 09.00 dengan keluhan kelemahan anggota
gerak kanan. Pasien mengalami kelemahan anggota gerak kanan sejak 2 hari
yang lalu saat sedang dikebun. Pasien mengatakan pusing, nyeri kepala,
bicara pelo. Di Igd pasien mendapatkan program terapi Nacl 0,9 % 20 tpm,
injeksi vit B12 10 mg/12 jam drip, paracetamol 2x100 mg, injeksi amlodipine
1x5 mg. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital TD 230/130 mmHg Nadi 84
x/menit, suhu 36oc RR 22 x/menit teratur, GDS 126, nilai GCS pasien E3 V4
M6. Kemudian dibawa ke bangsal anggrek 2. Keluarga mengatakan sebelum
sakit pasien dapat beraktivitas dengan baik dan tidak ada gangguan
pergerakan.
Riwayat penyakit dahulu, keluarga mengatakan pasien belum pernah
dirawat, keluarga pasien juga mengatakan pasien tidak pernah mengalami
kecelakaan, keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah operasi. Pasien
mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi, pasien mengtakan tidak
mempunyai kebiasaan seperti merokok pemakaian alkohol tidak pernah
dilakukan.
Riwayat penyakit keluarga, keluarga mengatakan bahwa anggota
keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit seperti hipertensi, diabetes
mellitus dan lain-lain, adapun silsilah keluarga pasien selama 3 generasi
keturunan sebagai berikut :
53
Ny.K
47 th
Keterangan :
Gambar 4.1 Genogram
X : Meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
Ny.K
47 tahun : Pasien
---------------- : Tinggal satu rumah
Riwayat kesehatan lingkungan, keluarga mengatakan lingkungan bersih,
ada ventilasi, udara segar, jalan ke rumah menanjak dan jauh dari tempat
pembungan sampah.
Pada pengkajian fungsi kesehatan menurut Gordon terdiri dari pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan,pola nutrisi dan metabolisme, pola
54
eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola istirahat tidur, pola kognitif-
perseptual, pola persepsi konsep diri, pola hubungan peran, pola seksual
reproduksi, pola mekanisme koping dan pola nilai dan keyakinan.
Hasil pengkajian pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pasien
mengatakan bahwa sehat itu penting pasien menjaga kesehatan lingkunganya
dengan cara mewajibkan anggota keluarganya untuk selalu sarapan pagi, saat
ada anggota keluarga yang sakit selalu membawa ke pusat pelayanan
kesehatan terdekat seperti dokter, puskesmas.
Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit frekuensi 3xsehari dengan
jenis, nasi sayur lauk air putih dan teh dengan posri 1 porsi habis, tidak ada
keluhan. Selama sakit frekuensinya 3 x sehari dengan jenis bubur lauk sayur
air putih dan dengan porsi setengah porsi kecil tidak ada keluhan.
Pengkajian pola eliminasi didapatkan data sebelum sakit frekuensi satu
kali per hari konsistensi lunak berwarna kuning kecoklatan berbau khas, tidak
ada keluhan dalam BAB, selama sakit frekuensi BAB 1 kali per hari
konsistensi cair berwarna kuning berbau khas, tidak ada keluhan dalam Bab.
Kemudian pengkajian BAK sebelum sakit frekuensi ± 8 kali per hari dengan
jumlah urin 640 cc / hari warna kuning, jernih, bau khas amoniak tidak ada
keluhan dalam BAK, selama sakit yaitu frekuensi BAK 5-7 kali per hari
dengan jumlah urin 500 cc per hari warna kuning, jernih, bau khas amoniak
tidak ada keluhan dalam BAK.
Pengkajian pola aktvitas dan latihan sebelum sakit kemampuan
perawatan diri makan / minum, toileting, berpakaian mobilitas ditempat tidur
55
berpindah ambulasi/ ROM dengan mandiri. Selama sakit kemampuan
perawatan diri makan/ minum dibantu orang lain, toileting dibantu orang lain
,berpakaian dibantu orang lain, mobiltas ditempat tidur dibantu orang lain,
berpindah dibantu orang lain, ambulasi atau ROM dibantu orang lain.
Pengkajian pola istirahat tidur yaitu didapatkan sebelum sakit jumlah jam
tidur siang 1 jam, jumlah jam tidur malam ±8 jam tidak ada penggunaan obat
dan tidak ada gangguan tidur. Selama sakit jumlah jam tidur siang ± 4 jam,
jumlah tidur malam ± 9 jam, tidak ada penggunaan obat, tidak ada keluhan
dalam istirahat tidur.
Pengkajian pola kognitif dan perseptual didapatkan data yaitu sebelum
sakit pasien dapat berbicara dengan lancar, menjawab pertanyaan dari pihak
keluarga dengan tepat saat diajak berbicara, dapat mendengarkan, dapat
mengidentifikasi bau minyak putih, dapat melihat tanpa bantuan alat. Selama
sakit didapatkan pengkajian pola kognitif dan perseptual yaitu keluarga
pasien mengatakan sulit diajak berkomunikasi atau berbicara dengan
keluarga, tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Pengkajian pola persepsi konsep diri didapatkan data sebelum sakit yaitu
harga diri, keluarga pasien mengatakan bahwa saya sudah melakukan yang
terbaik dan saya merasa bahagia berada dilingkungan orang-orang yang saya
sayangi, gambaran diri pasien yaitu keluarga pasien mengatakan menyukai
seluruh anggota badanya, ideal diri keluarga pasien mengatakan sebagai
perempuan, peran diri keluarga pasien mengatakan sebagai petani, hubungan
56
dan peran pasien terhadap keluarga dan masyarakat baik. Pengkajian selama
sakit pola persepsi konsep diri yaitu tidak terkaji.
Pola pengkajian hubungan peran didapatkan sebelum sakit pasien
mengatakan hubungan dengan keluarga harmonis dan hubungan dengan
masyarakat sekitar cukup baik, selama sakit keluarga pasien mengatakan
hubungan dengan keluarga harmonis, hubungan dengan masyarakat baik
ditandai dengan seringnya dijenguk dirumah sakit dan dengan pasien lain
juga baik.
Pengkjian pola seksualitas reproduksi yaitu sebelum sakit keluarga pasien
mengatakan klien adalah seorang ibu, mempunyai 4 orang anak, selama sakit
yaitu keluarga pasien mengatakan klien adalah seorang ibu mempunyai 4
orang anak satu orang suami dan selama sakit pasien belum menstruasi.
Pengkajian pola mekanisme dan koping yaitu sebelum sakit keluarga
pasien mengatakan bahwa ketika ada masalah didalam keluarga, pasien selalu
bercerita kepada seluuh anggota keluarga dan ketika mengambil keputusan
dilakukan secara musyawarah. Selama sakit keluarga mengatakan bahwa
klien ketika ada masalah didalam keluarga, pasien selalu bercerita kepada
seluruh anggota keluarga dan ketika mengambil keputusan dilakukan secara
musyawarah.
Pengkajian pola nilai dan keyakinan sebelum sakit keluarga mengatakan
bahwa pasien Bergama Islam, selalu menjalankan sholat 5 waktu, selama
sakit keluarga mengatakan Selama sakit pasien tidak menjalankan sholat 5
waktu.
57
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan data pengkajian yaitu kesadaran/
penampilan umum pasien adalah pasien dalam keadaan somnolen GCS E3 V4
M6, tanda-tanda vital terdiri dari tekanan darah 230/130 mmHg, nadi 84
x/menit irama tidak teratur kuat, respirasi 22 x/menit irama teratur, suhu 36oc.
Hasil pemeriksaan head to toe didapatkan hasil bentuk kepala
mesochepal, keadaan rambut kering dan tebal, rambut berwarna hitam
sebagian sudah mulai beruban, pemeriksaan mata palpebra tidak ada oedema,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter
kanan/kiri 3/3 reflek terhadap cahaya positif, tidak ada penggunaan alat bantu
penglihatan. Pemeriksaan hidung tidak ada deviasi septum, bersih, tidak ada
secret. Keadaan mulut bersih tidak ada stomatitis, simetris kanan dan kiri,
tidak ada pembesaran tonsil, dapat berbicara tetapi pelo, gigi bersih, tidak ada
karies gigi, pasien tidak memakai gigi palsu, telinga tidak ada serumen,
telinga simetris, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pemeriksaan
leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada kaku kuduk, tidak ada
pembesaran limfe.
Hasil pemeriksaan fisik dada yaitu paru-paru inspeksi ekspansi paru
kanan dan kiri sama, bentuk dada simetris. Palpasi vokal vermitus kanan dan
kiri sama perkusi suara sonor, auskultasi tidak ada suara tambahan bunyi
nafas vesikuler. Pemeriksaan fisik jantung yaitu inspeksi ictus cordis tidak
tampak, palpasi ictus cordis paling teraba di ICS 5 kiri teraba kuat, perkusi
berbunyi pekak, ICS 2 batas kiri jantung, ICS 5 batas bawah jantung, dan ICS
4 kiri (sejajar tangan dan lengan), auskultasi bunyi jantung I-II murni , tidak
58
adabunyi tambahan. Hasil pemeriksaan fisik abdomen yaitu inspeksi bentuk
datar, tidak ada jejas, tidak ada oedema, auskultasi bising usus 15 kali per
menit, perkusi bunyi tympani, palpasi tidak ada nyeri pada semua kuadran,
tidak adanya massa pada rongga abdomen. Pemeriksaan genetalia tidak
terpasang DC (dower cateter), rectum tidak ada hemoroid. Pemeriksaan fisik
ekstremitas atas kekuatan otot kanan/ kiri 2/5, ROM kanan pasif ROM kiri
aktif, capillary refile 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, perbaan
akral hangat, ekstremitas bawah kekuatan otot kanan atau kiri 2/5, ROM
kanan pasif dan kiri pasif.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 06 Januari 2016
hemoglobin 16,4 g/dl, hematocrit 45%, leukosit 13,1 ribu/ ul, trombosit 266
ribu/ ul, eritrosit 5,06 juta/ul, MCV 88,8 /um, MCHC 32,4 pg, RDW 11,6%,
MPV 7.9 fl, RDW 16 %, eosinofil 0,70%, basofil 0,10%, netrofil 78,80%,
limfosit 10,70%, monosit 9,70%, golongan darah B, PT 13,5 detik, APTT
29,7 detik, MR 10,90 detik. Hasil pemeriksaan laboratoium tanggal 07
januari 2016 GDS 129 mg/dl, GDS 2 jam PP 135 mg/ dl, asam urat 6,4 mg/dl,
cholesterol 252 mg/dl, cholesterol LDL 165 mg/dl, cholesterol HDL 52
mg/dl, gliserida 161 mg/dl, natrium darah 134 mmo/L, kalium darah 2,8
mmo/L, calcium ion 1,05 mmo/L.
Hasil pemeriksaan radiologi CT Scan didapatkan hasil MSCT brain
tanpa kontras kesimpulanya ICH di lobus parientalis kiri dengan estimasi
volume 33,57 yang menyempitkan cornu anterior ventrikel lateralis kiri,
sinusistis maksilaris kanan, deviasi septum nasal ke kanan grade 1.
59
Pada tanggal 07 Januari 2016 mendapatkan terapi infus asering 20
tetes/ menit, injeksi vit B12 20 mg/12 jam, injeksi ranitidine 50 mg/ 12 jam,
paracetamol 2x100 mg, amlodipine 1x5 mg. Pada tanggal 08 Januari
mendapatkan terapi yang sama ada tambahan yaitu injeksi perdipine 10 mg/
12 jam, injeksi metamizole 2 gr/ 24 jam, KSR 2x50 mg.
C. Daftar Perumusan Masalah
Analisa data pada tanggal 07 Januari 2016 pada pukul 09.00 didapatkan
data subyektif pasien mengatakan pusing. Data obyektif didapatkan hasil
pasien dalam kondisi somnolen dengan nilai GCS E3V4M6 (respon
membuka mata terhadap rangsangan bicara, tanggapan verbal bingung,
bereaksi terhadap perintah verbal), tekanan darah 230/130 mmHg, nadi
84x/menit, suhu 36oC, RR 22x/menit. Hasil CT-scan yaitu ICH dilobus
parientalis kiri dengan estimasi volume 33,57 yang menyempitkan cornu
anterior ventrikel lateralis kiri. Dari data fokus tersebut didapatkan masalah
keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hipertensi.
Dari data pengkajian tanggal 07 Januari 2016 pukul 09.05 WIB
didapatkan data subyektif keluarga mengatakan sebelum sakit pasien dapat
beraktivitas dengan baik, dan tidak ada gangguan pergerakan dan saat ini
anggota tubuh sebelah kanan sulit digerakan. Data obyektif pasien tampak
kesulitan membolak-balikan posisi, pasien tampak berbaring lemah ditempat
tidur, pasien tidak mampu bergerak secara mandiri kekuatan otot kanan 2 dan
60
kiri 5. Dari data fokus tersebut di dapatkan masalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekutan otot.
Dari data pengkajian tanggal 07 Januari 2016 pukul 09.10 WIB didapatkan
data subyektif tidak terkaji. Data obyektif didapatkan pasien tampak berbicara
pelo, pasien tampak kesulitan menyusun kalimat, pasien tampak sulit
berbicara,hasil CT-scan yaitu ICH dilobus parientalis kiri dengan estimasi
33,57 yang menyempitkan cornu anterior ventrikel lateralis kiri. Dari data
tesebut didapatkan masalah keperawatan hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak.
D. Perencanaan
Berdasarkan hasil prioritas diagnosa keperawatan penulis menentukan
rencana keperawatan ketidakefektifan perfusi jaingan otak berhubungan
dengan hipertensi dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam gangguan ketidakefektifan perfusi jaringan
otak pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil tanda-tanda vital dalam batas
normal tekanan darah 120/80 mmHg, RR 16-24 x/menit suhu 36-37,00c (vital
sign monitoring (0802), pasien tidak mengeluh pusing (040603), pasien
dalam kondisi composmentis GCS 15 (0406). Dengan intervensi vital sign
monitoring (16680) monitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi,
suhu dan RR dengan rasional pada keadaan normal otoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi,
kegagalan otoreguler akan menyebabkan kerusakan serebri, sedangkan
61
peningkatan suhu tubuh dapat menggambarkan perjalanan infeksi, monitor
tanda-tanda status neurologis GCS (2550) dengan rasional dapat mengurangi
kerusakan otak lebih lanjut, ciptakan lingkungan yang nyaman (0844) dengan
rasional agar pasien lebih nyaman, kolaborasikan dengan dokter pemberian
obat analgesik dan anti hipertensi dengan rasional agar pasien tidak pusing,
tekanan darah menjadi turun.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
dengan krteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam
hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil aktivitas pasien
dapat terpenuhi, pasien meningkat dalam aktivitas fisik, kekuatan otot tubuh
pasien sebelah kanan meningkat dari 2 menjadi 4 (020810), mengerti tujuan
peningkatan mobilitas, pasien mampu bergerak secara mandiri (020804),
pasien tidak kesulitan dalam membolak-balik posisi (020802). Dengan
intervensi Excercise therapy (0221) yaitu kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi (menggunakan barthel index) dengan rasional mengetahui tingkat
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas, memberikan dan mengajarkan
mobilisasi dini pada pasien atau keluarga dengan rasional agar pasien dan
keluarga mengerti tehnik mobilisasi dan dapat menerapkan, ajarkan pasien
bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan dengan
rasional menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi udara
yang jelek akibat daerah yang tertekan, konsultasikan dengan terapi fisik
tentang rencana ambulasi sesuai kebutuhan dengan rasional untuk,
kolaborasikan dengan ahli terapi latihan fisik mobilisasi dini dengan rasional
62
peningkatan kemampuan dalam mbilitas ekstremitas dapat ditingkatkan,
ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak
sakit dengan rasional gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan
otot.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf
pusat dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan selama
3x24 jam proses komunikasi dapat berfungsi secara optimal dengan kriteria
hasil klien mampu merespon setiap berkomunikasi verbal dengan kriteria
hasil klien mampu merespon setiap komunikasi secara verbal, pasien sudah
tidak kesulitan dalam menyusun kalimat, pasien tidak berbicara pelo. Dengan
intervensi communication Enhacement : speech deficit (4976) berbicara
dengan pasien dengan lambat dan perlahan dengan rasional agar pasien dapat
mengerti pembicaraan. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan
dan untuk mengulangi permintaan dengan rasional agar klien dapat
berkomunikasi yang efektif. Lakukan metode yang baik dan lengkap beri
kesempatan klien untuk mengklarfikasi dengan rasional klien dapat
kehilangan kemampuan untuk memantau ucapanya, komunikasinya secara
tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian dan dapat
mengklarifikasi. Kolaborasikan dengan keluarga dan ahli terapi untuk
komunikasi yang efektif dengan rasional agar pasien dapat berbicara secara
efektif.
63
E. Implementasi keperawatan
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.10 WIB dilakukan tindakan untuk
diagnosa pertama memonitor tanda-tanda satatus neurologis GCS, respon
subyektif pasien mengatakan masih pusing, respon obyektif nilai GCS E3 V4
M6 pupil isokor konjungtiva tidak anemis. Pada pukul 10.15 WIB memonitor
tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan RR (sebelum
dilakukan tindakan mobilisasi dini), respon subyektif keluarga pasien
mengatakan bersedia diajarkan, respon obyektif pasien tampak lemah tekanan
darah 230/130 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu 36,50c RR 22 x/menit.
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.30 WIB mengkolaborasikan
dengan dokter pemberian obat analgesik dan anti hipertensi (parasetamol dan
amlodipine), respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak
meminum obat yang diberikan oleh perawat. Pada puku 10.45 WIB
menciptakan lingkungan yang nyaman, respon subyektif tidak terkaji, respon
obyektif pasien tampak tenang, berbaring ditempat tidur terpasang oksigen 2
liter per menit.
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 13.35 memonitor tanda-tanda vital
sperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR (setelah dilakukan tindakan
mobilisasi) data subyektif pasien mengatakan bersedia untuk dimonitor,
respon obyetif pasien tampak berbaring ditempat tidur tekanan darah 200/100
mmHg Nadi 87 x/menit suhu 360c RR 20 x/menit.
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.00 WIB dilakukan tindakan untuk
diagnosa ke dua mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan
64
barthel index (sebelum tindakan mobilisasi dini), respon subyektif keluarga
mengatakan badan sebelah kanan tidak bisa digerakan, respon obyektif
makan/minum :5, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya :
5, kebersihan diri : 0, keluar/masuk kamar mandi : -, berjalan : -, naik turun
tangga :-, berpakaian :5, mengontrol defekasi : 5, mengontrol berkemih :5
jumlah 25 artinya ketergantungan berat.
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.20, memberikan dan mengajarkan
mobilisasi dini pada pasien dan keluarga, respon subyektif keluarga pasien
mengatakan bersedia diajarkan, respon obyektif kepala pasien ditinggikan
atau diganjal bantal 300, lengan dan kaki sebelah kanan diganjal bantal,
pasien tampak dilakukan ROM pada daerah ekstremitas yang sakit dan tidak
sakit, kekuatan otot kanan 2 kiri 5.
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.25 mengajarkan pasien merubah
posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif klien tampak dibantu dalam mengubah posisi, posisi pasien
miring kanan.
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 13.00 mengajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan, respon subyektif
keluarga pasien mengatakan bersedia untuk dirubah posisi, data obyektif
klien tampak dibantu dalam merubah posisi, posisi pasien miring kiri.
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 13.30 WIB mengkaji kemampuan
pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index (setelah dilakukan
tindakan mobilisasi dini), respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif
65
makan/minum : 5, berpindah dari kursi ke tempat tidur atau sebaliknya : 5,
kebersihan diri : 0, keluar masuk kamar mandi :-, mandi :0, berjalan (jalan
datar) :-, naik turun tangga :-, berpakaian : 5, mengontrol defekasi :5,
mengtrol berkemih :5 jumlah 25 artinya ketergantungan berat.
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 11.10 WIB dilakukan untuk diagnosa
ke tiga melakukan metode percakapan yang baik dan lengkap dan memberi
kesempatan untuk mengklarifikasi respon subyektif keluarga pasien
mengatakan pasien mampu merespon pertanyaan dari keluarga, respon
obyektif pasien tampak menjawab pertanyaan tetapi tidak jelas.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 07.30 dilakukan tindakan pertama
yaitu mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat (obat injeksi vit B12
dan injeksi obat ranitidine), respon subyektif pasien mengatakan bersedia
diberikan obat, respon obyektif obat ranitidine masuk 50 mg/12 jam dan obat
injeksi vit b12 masuk 20 mg/12 jam.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 10.20 memonitor tanda-tanda status
neurologis GCS. Respon subyektif pasien mengatakan masih pusing tetapi
sudah agak berkurang, respon obyektif pasien dalam keadaan somnolen GCS
E4V4M6 jumlah 14 pupil isokor berukuran ± 3 mm konjungtiva tidak anemis.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 12.30 memonitor tanda-tanda vital
seperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR (sebelum diberikan tindakan
mobilisasi). Respon subyektif keluarga pasien mengatakan bersedia untuk
diperiksa, respon obyektif tekanan darah 190/100 mmHg nadi 82 x/menit
suhu 38,0 0c RR 22x/menit.
66
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.00 WIB memonitor tanda-tanda
vital seperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR (setelah diberikan tindakan
mobilisasi dini). Respon subyektif keluarga pasien mengatakan bersedia
untuk dimonitor, respon obyektif tekanan darah 190/100 mmHg, nadi 80
x/menit, suhu 37,50c, RR 24 x/menit.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.15 WIB dilakukan tindakan untuk
diagnosa ke dua mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan
barthel index (sebelum dilakukan tindakan mobilisasi). Respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak dibantu keluarga saat berpindah,
makan/minum : 5, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya :
5, kebersihan : 0, keluar/ masuk kamar mandi :-, mandi: 0, berjalan (jalan
datar) :-, naik turun tangga : -, berpakaian : 5, mengontrol defekasi : 5,
mengontrol berkemih : 5 jumlah 25 artinya ketergantungan berat.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.20 WIB memberikan dan
mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan keluarga. Respon subyektif
pasien mengatakan mengerti tehnik mobilisasi, respon obyektif posisi kepala
pasien ditinggikan 450 , lengan dan kaki sebelah kanan diganjal bantal, pasien
tampak dilakukan ROM pada daerah ekstremitas yang sakit dan tidak sakit
kekuatan otot kanan 2 dan kiri 5.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.35 WIB mengajarkan pasien
merubah posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan. Respon subyektif
pasien mengatakan bersedia untuk dirubah posisi, respon obyektif posisi
pasien miring kanan, pasien tampak dibantu dalam merubah posisi.
67
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 10.20 WIB mengajarkan pasien
merubah posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan. Respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif posisi pasien miring kiri. Pada pukul 13.15
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakkan barthel index
(setelah dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif pasien masih tampak dibantu keluarga saat berpindah,
makan/ minum, berpakaian, mengontrol berkemih total masih sama 25 artinya
ketergantungan berat.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 10.00 dilakukan tindakan untuk
diagnosa ketiga mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan
mengulangi permintaan pasien. Respon subyektif pasien mengatakan
bernama Ny.K, respon obyektif pasien tampak menyebutkan nama tetapi
tidak jelas.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 08.00 WIB dilkukan tindakan untuk
diagnosa pertama yaitu memonitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah,
nadi, suhu dan RR (sebelum dilakukan tindakan mobilisasi). Respon
subyektif pasien mengatakan mau diperiksa, respon obyektif TD 180 mmHg
nadi 66 x/menit suhu 37,00c RR 23x/menit.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 08.30 mengkolaborasikan dengan
dokter pemberian obat (injeksi obat ranitidine, injeksi obat vit B12, obat oral
paracetamol). Respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif obat tampak
masuk lewat selang infus obat ranitidine 50mg/12 jam, injeksi obat vit B12
20 mg/ 12 jam, obat paracetamol tampak diminum.
68
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 11.00 WIB memonitor tanda-tanda
status GCS. Respon subyektif pasien mengatakan sudah tidak pusing, respon
obyektif nilai GCS E4V5M6, pasien dalam kondisi composmentis, pupil
isokor berukuran ± 3mm.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 12.10 WIB memonitor tanda-tanda
vital seperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR (setelah dilakukan tindakan
mobilisasi). Respon subyektif pasien mengatakan mau diperiksa tanda-tanda
vital, respon obyektif tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 64x/menit suhu
37,10c RR 22 x/menit.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 08.35 WIB dilakukan tindakan untuk
diagnosa ke dua yaitu mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
menggunakkkan bathel index (sebelum dilakukan tindakan mobilisasi).
Respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak dibantu
keluarga saat berpindah, makan/minum, berpakaian, mengontrol defekasi dan
mengontrol berkemih total masih sama 25 artinya ketergantngan berat.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 08.45 WIB memberikan dan
mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan keluarga. Respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif paien tampak dilakukan ROM pada daerah
ekstremitas yang salit maupun tidak sakit, kekuatan otot kanan 3 kiri 3, pasien
tampak dibantu saat duduk punggung diganjal bantal, punggung ditekuk 900.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 10.00 WIB mengajarkan pasien
bagaimana merubah posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan. Respon
69
subyektif tidak terkaji, respon obyektif posisi kepala ditinggikan 600, pasien
tampak miring sebelah kiri.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 12.30 WIB mengkaji kemampuan
pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index (setelah dilakukan
mobilisasi). Respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif aktivitas masih
dibantu seperti makan/minum : 5 tetapi pasien tampak sedikit perbaikan
memotong makanan walaupun tangan sebelah kiri, berpindah dari kursi roda
ke tempat tidur/ sebaliknya : 5, kebersihan diri :0, keluar/masuk kamar
mandi:-, mandi :0, berjalan:-, naik turun tangga:-, berpakaian :5 jumalah 25
artinya ketergantungan berat.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 11.10 WIB dilakukan tindakan untuk
diagnosa ketiga berbicara dengan pasien dengan lambat dan perlahan. Respon
subyektif keluarga pasien mengatakan pasien dapat berkomunikasi tetapi
sedikit pelo, respon obyektif pasien tampak tenang.
Pada tanggal 10 Januari 2016 pukul 08.10 WIB dilakukan tindakan
mobilisasi menggunakan barthel index (sebelum dilakukan tindakan
mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji respon obyektif aktivitas
masih dibantu seperti makan/minum, berpindah, berpakaian, mengontrol
berkemih jumlah masih sama 25 artinya ketergantungan berat.
Pada tanggal 10 Januari 2016 pukul 08.15 WIB dilakukan tindakan
memberikan dan mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan
keluarga.Respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif kepala pasien
ditinggikan 300, lengan dan kaki sebelah kanan diganjal bantal, pasien tampak
70
dilakukan ROM kekuatan otot kanan 3 kiri 5, pasien tampak dibantu dalam
mengubah posisi miring kanan.
Pada tanggal 10 Januari 2016 pukul 13.00 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(setelah dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif aktivitas pasien masih dibantu seperti makan/minum 5 tetapi
pasien tampak sedikit perbaikan memotong makanan walaupun tangan
sebelah kiri, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur/sebaliknya 5,
kebersihan diri 0, keluar/masuk kamar mandi -,mandi 0, berjalan -, naik turun
tangga -, berpakaian nilai 5 dibantu mengenakan pakaian tetapi dapat
membenahkan sedikit-sedikit, mengontrol defekasi 5, mengontrol berkemih
5, jumlah 25.
Pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 08.15 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(sebelum dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif aktivitas masih dibantu seperti makan/minum, berpindah,
berpakaian dibantu mengenakan pakaian tetapi dapat membenahkan sedikit-
sedikit jumlah 25 artinya ketergantungan berat.
Pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 08.30 WIB dilakukan tindakan
memberikan dan mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan
keluarga.Respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif kepala pasien
ditinggikan 450, pasien tampak dilakukan ROM pada daerah ekstremitas yang
71
sakit dan tidak sakit kekuatan otot kanan 3 kiri 5, pasien tampak dibantu
duduk dengan punggung diganjal bantal ditekuk 900.
Pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 08.30 WIB dilakukan tindakan
mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan memberikan bantuan jika
diperlukan. Respon subyektif tidak terkaji, repon obyektif posisi pasien
tampak miring kiri.
Pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 13.30 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(setelah dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak
terkaji,respon obyektif aktivitas masih dibantu seperti makan/minum 5 tetapi
pasien tampak sedikit perbaikan memotong makanan walaupun tangan
sebelah kiri, berpindah kursi roda ke tempat tidur/ sebaliknya 5, kebersihan
diri 5, keluar/masuk kamar mandi -,mandi 0, berjalan-, naik turun tangga -,
berpakaian nilai 5 dibantu mengenakan tetapi dapat membenahkan sedikit-
sedikit jumlah 30 ketergantungan berat.
Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 08.00 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(sebelum dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif aktivitas masih dibantu nilai barthel index masih 30 artinya
ketergantungan berat.
Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 08.10 WIB dilakukan tindakan
memberikan dan mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan
keluarga.Respon subyektif keluarga pasien mengatakan bersedia, respon
72
obyektif kepala pasien ditinggikan 600, pasien tampak dilakukan ROM pada
daerah ekstremitas yang sakit dan tidak sakit kekuatan otot kanan 3 kiri 5,
pasien tampak dibantu duduk punggung diganjal bantal.
Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 10.30 WIB dilakukan tindakan
mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan memberikan bantuan jika
diperlukan. Respon subyektif tidak terkaji, repon obyektif posisi pasien
tampak miring kanan.
Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 13.30 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(sebelum dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif aktivitas masih dibantu nilai barthel index masih 30 artinya
ketergantungan berat.
Pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 08.15 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(sebelum dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak
terkaji,respon obyektif aktivitas masih dibantu seperti makan/minum 5 tetapi
pasien tampak sedikit perbaikan memotong makanan walaupun tangan
sebelah kiri, berpindah kursi roda ke tempat tidur/ sebaliknya 5, kebersihan
diri 5, keluar/masuk kamar mandi -,mandi 0, berjalan-, naik turun tangga -,
berpakaian nilai5 dibantu mengenakan tetapi dapat membenahkan sedikit-
sedikit jumlah 30 ketergantungan berat.
Pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 08.30 WIB dilakukan tindakan
memberikan dan mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan
73
keluarga.Respon subyektif pasien mengatakan mau diberikan dan diajarkan
mobilisasi dini, respon obyektif kepala pasien ditinggikan 600, pasien tampak
dilakukan ROM pada daerah ekstremitas yang sakit dan tidak sakit kekuatan
otot kanan 3 kiri 5, pasien tampak dibantu duduk punggung tidak diganjal
bantal.
Pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 11.30 WIB dilakukan tindakan
mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan memberikan bantuan jika
diperlukan. Respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif posisi pasien
tampak miring kiri.
Pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 13.30 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(setelah dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak
terkaji,respon obyektif aktivitas masih dibantu seperti makan/minum 5 tetapi
pasien tampak sedikit perbaikan memotong makanan walaupun tangan
sebelah kiri, berpindah kursi roda ke tempat tidur/ sebaliknya 5, kebersihan
diri 5, keluar/masuk kamar mandi -,mandi 0, berjalan-, naik turun tangga -,
berpakaian nilai 5 pasien bisa mengancing baju tetapi sebagian dibantu
membenahi, mengontrol defekasi 10 jumlah 40 ketergantungan berat.
F. Catatan perkembangan/ evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 07 Januari 2016 evaluasi
hasil dari diagnosa pertama pada pukul 13.45 WIB adalah subyektif : pasien
mengatakan masih pusing. Obyektif pasien tampak lemah, tekanan darah
200/100 mmHg nadi 87x/menit suhu 360c RR 20 x/menit, nilai GCS E3 V4
74
M6 pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, pasien terpasang oksigen 2 liter
per menit. Analisa : masalah ketidakefektifan perfusi jaringan otak belum
teratasi. Planning : intervensi dilanjutkan vital sign monitoring (16680)
monitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR, monitor
tanda-tanda status neurologis GCS, kolaborasikan dengan dokter pemberian
obat.
Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua pada tanggal 07 Januari 2016
pukul 13.50 WIB. Subyektif : keluarga mengatakan badan sebelah kanan
pasien tidak bisa digerakan. Obyektif : kepala pasien ditinggikan atau diganjal
bantal 300, lengan dan kaki seblah kanan diganjal bantal, pasien tampak
dilakukan ROM pada ekstremitas yang sakit dan tidak sakit, kekuatan otot
kanan 2 kiri 5, klien tampak dibantu dalam mengubah posisi. Analisa :
masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Planning: intervensi
dilanjutkan Exercise therapy (0221) : kaji kemampuan pasien dalan
mobilisasi menggunakkan barthel index, berikan dan ajarkan mobilisasi dini
pada pasien dan keluarga, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan.
Evaluasi hasil dari diagnosa ketiga pada tanggal 07 Januari 2016 pukul
14.00 WIB subyektif : keluarga pasien mengatakan pasien mampu merespon
pertanyaan dari keluarga. Obyektif : pasien tampak menjawab pertanyaan
tetapi tidak jelas. Analisa : Masalah hambatan komunikasi verbal belum
teratasi. Planning : intervensi dilanjutkan : communication enhacement :
speech defisit : 4976. Berbicara dengan pasien dengan lambat dan perlahan,
75
dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi
permintaan. Kolaborasikan dengan keluarga dan ahli terapi untuk komunikasi
yang efektif.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 08 Januari 2016 pukul
13.45 WIB adalah subyektif pasien mengatakan masih pusing tetapi sudah
agak berkurang. Obyektif : pasien dalam keadaan somnolen GCS E4 V4 M6,
pupil isokor berukuran ±3 mm konjungtiva tidak anemis, tekanan darah
190/100 mmHg nadi 80 x/menit suhu 37,50c RR 24 x/menit. Analisa :
Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan otak belum teratasi. Planning :
intervensi dilanjutkan intervensi dilanjutkan vital sign monitoring (16680)
monitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR, monitor
tanda-tanda status neurologis GCS, kolaborasikan dengan dokter pemberian
obat.
Evaluasi hasil dari diagnosa ke dua pada tanggal 08 Januari 2016 pukul
13.50 WIB. Subyektif : pasien mengatakan mengerti tehnik mobilisasi. kepala
pasien ditinggikan atau diganjal bantal 450, lengan dan kaki seblah kanan
diganjal bantal, pasien tampak dilakukan ROM pada ekstremitas yang sakit
dan tidak sakit, kekuatan otot kanan 2 kiri 5, klien tampak dibantu dalam
mengubah posisi. Analisa : masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi.
Planning: intervensi dilanjutkan Exercise therapy (0221) : kaji kemampuan
pasien dalan mobilisasi menggunakkan barthel index, berikan dan ajarkan
mobilisasi dini pada pasien dan keluarga, ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
76
Evaluasi hasil dari diagnosa ke tiga pada tanggal 08 Januari 2016 pukul
13.50 WIB. Subyektif : pasien mengatakan bernama Ny. K. Obyektif : pasien
tampak menyebutkan nama tetapi tidak jelas. Analisa : Masalah hambatan
komunikasi verbal belum teratasi. Planning : intervensi dilanjutkan :
communication enhacement : speech defisit : 4976. Berbicara dengan pasien
dengan lambat dan perlahan, dorong pasien untuk berkomunikasi secara
perlahan dan untuk mengulangi permintaan.
Setelah dilakukan tindakan keprerawatan tanggal 09 Januari 2016 pada
pukul 13.40 WIB. Subyektif : pasien mengatakan mau diperiksa tanda-tanda
vital. Obyektif : Nilai GCS pasien E4V5M6 , pasien dalam keadaan
composmentis, pupil isokor berukuran ±3 mm, hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital tekanan darah 170/90 mmHg, nadi : 64 x/menit suhu 37,1 0c RR 22
x/menit. Obat tampak masuk lewat selang infus obat ranitidine 50 mg/12 jam,
injeksi obat vit B12 20 mg/ 12 jam, obat paracetamol tampak diminum.
Analisa : Masalah ketidakefektifan perusi jaringan otak sebagian teratasi.
Planning : intervensi dilanjutkan : vital sign monitoring (16680) monitor
tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR, monitor tanda-
tanda status neurologis GCS, kolaborasikan dengan dokter pemberian obat.
Evaluasi hasil untuk diagnosa keperawatan ke dua pada tanggal 09 Januari
2016 pukul 13.50 WIB. Subyektif : tidak terkaji, obyektif : paien tampak
dilakukan ROM pada daerah ekstremitas yang salit maupun tidak sakit,
kekuatan otot kanan 3 kiri 3, pasien tampak dibantu saat duduk punggung
diganjal bantal, punggung ditekuk 900, aktivitas masih dibantu seperti
77
makan/minum : 5 tetapi pasien tampak sedikit perbaikan memotong makanan
walaupun tangan sebelah kiri, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur/
sebaliknya : 5, kebersihan diri :0, keluar/masuk kamar mandi:-, mandi :0,
berjalan:-, naik turun tangga:-, berpakaian :5 jumalah 25 artinya
ketergantungan berat. Analisa : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi
sebagaian. Planning : intervensi dilanjutkan Exercise therapy (0221) : kaji
kemampuan pasien dalan mobilisasi menggunakkan barthel index, berikan
dan ajarkan mobilisasi dini pada pasien dan keluarga, ajarkan pasien
bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Evaluasi dari diagnosa keperawatan ke tiga pada 09 Januari 2016 pukul
14.00 WIB. Subyektif : keluarga pasien mengatakan dapat berkomunikasi
tetapi sedikit pelo. Obyektif : pasien tampak tenang. Analisa : masalah
hambatan komunikasi verbal sebagian teratasi. Planning : intervensi
dilanjutkan. Communication enhacement : speech defisit : 4976. Lakukan
metode yang baik dan lengkap beri kesempatan klien untuk klarifikasi.
Evaluasi hasil untuk diagnosa keperawatan ke dua pada tanggal 10 Januari
2016 pukul 13.30 WIB. Subyektif : tidak terkaji, obyektif : kepala pasien
ditinggika 300, pasien tampak dilakukan ROM, kekuatan otot kanan 3 kiri 5,
pasien tampak dibantu dalam mengbah posisi miring kanan, aktivitas masih
dibantu nilai barthel index 25. Analisa : Masalah hambatan mobilitas fisik
teratasi sebagaian. Planning : intervensi dilanjutkan Exercise therapy (0221) :
kaji kemampuan pasien dalan mobilisasi menggunakkan barthel index,
78
berikan dan ajarkan mobilisasi dini pada pasien dan keluarga, ajarkan pasien
bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
Evaluasi hasil untuk diagnosa keperawatan ke dua pada tanggal 11 Januari
2016 pukul 13.30 WIB. Subyektif : tidak terkaji, obyektif : kepala pasien
ditinggika 450, lengan dan kaki sebelah kanan diganjal bantal, pasien tampak
dilakukan ROM, kekuatan otot kanan 3 kiri 5, pasien tampak dibantu duduk
dengan punggung pasien diganjal bantal 900, aktivitas masih dibantu nilai
barthel index 30. Analisa : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi
sebagaian. Planning : intervensi dilanjutkan Exercise therapy (0221) : kaji
kemampuan pasien dalan mobilisasi menggunakkan barthel index, berikan
dan ajarkan mobilisasi dini pada pasien dan keluarga, ajarkan pasien
bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
Evaluasi hasil untuk diagnosa keperawatan ke dua pada tanggal 12 Januari
2016 pukul 13.30 WIB. Subyektif : keluarga pasien mengatakan bersedia,
obyektif : kepala pasien ditinggika 600,lengan dan kaki sebelah kanan
diganjal bantal, pasien tampak dilakukan ROM, kekuatan otot kanan 3 kiri 5,
pasien tampak dibantu duduk dengan punggung pasien diganjal bantal,
aktivitas masih dibantu nilai barthel index 30. Analisa : Masalah hambatan
mobilitas fisik teratasi sebagaian. Planning : intervensi dilanjutkan Exercise
therapy (0221) : kaji kemampuan pasien dalan mobilisasi menggunakkan
barthel index, berikan dan ajarkan mobilisasi dini pada pasien dan keluarga,
ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
79
Evaluasi hasil untuk diagnosa keperawatan ke dua pada tanggal 13 Januari
2016 pukul 13.30 WIB. Subyektif : keluarga pasien mengatakan bersedia,
obyektif : kepala pasien ditinggika 600,lengan dan kaki sebelah kanan
diganjal bantal, pasien tampak dilakukan ROM, kekuatan otot kanan 3 kiri 5,
pasien tampak dibantu duduk dengan punggung pasien diganjal bantal,
aktivitas masih dibantu nilai barthel index 40. Analisa : Masalah hambatan
mobilitas fisik teratasi sebagaian teratasi. Planning : intervensi dilanjutkan
Exercise therapy (0221) : kaji kemampuan pasien dalan mobilisasi
menggunakkan barthel index, berikan dan ajarkan mobilisasi dini pada pasien
dan keluarga, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan.
BAB V
PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis akan membahas tentang “Pemberian mobilisasi dini
terhadap peningkatan pemulihan fungsional pada Asuhan Keperawatan Ny. K
dengan stroke non hemoragik di Ruang anggrek 2 Rumah sakit Dr. moewardi
Surakarta.
A. Pengkajian
Menurut Setiadi (2012) pengkajian adalah tahap awal dari yang sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Pasien masuk rumah sakit pada
tanggal 6 Januari 2016 pukul 10.00, pengkajian dilakukan dilakukan dengan
menggunakan metode allowanamnesa dan autoanamnesa, dimulai dari
biodata pasien, riwayat kesehatan, pengkajian pola kesehatan Gordon,
pengkajian fisik dan didukung hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan
penunjang. Metode dalam mengumpulkan data adalah observasi yaitu,
dengan mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk menentukan diagnosis
keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah pasien. (Dermawan, 2012).
Keluhan utama pada Ny.K pasien mengatakan kaki dan tangan kanan tidak
bisa digerakan. Pasien oleh dokter di diagnosa medis stroke non hemoragik.
Stroke ditandai serangan deficit neurologis/ kelumpuhan fokal, seperti
hemiparase yaitu lumpuh sebelah badan yang kanan atau kiri saja. (Junaidi,
2003). Stroke non hemoragik adalah iskemia atau emboli dan trombosis
serebri, terjadi saat lama beristirahat, bangun tidur, atau pagi hari. Tidak
81
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Muttaqin, 2008).
Pemeriksaan penyakit sekarang ditemukan pasien mengeluh kelemahan
anggota gerak kanan, pusing atau nyeri kepala, dan bicara pelo. Hal ini
disebabkan karena gangguan motor neuron atas yang dapat mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik, karena neuron motor
atas melintas. Gangguan control volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukan kerusakan neuron motor atas yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motor yang paling umum adalah hemiplegia (kelemahan pada salah
satu sisi tubuh). (Smelltzer, 2002).
Data yang mendukung dimana dalam kasus keluhan utama pasien
adalah kelemahan anggta gerak kanan. Kekuatan otot atas kanan 2, kekuatan
otot kiri 5, ROM kanan pasif ROM kiri aktif, capillary refile 2 detik, tidak ada
perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat. Ekstremitas bawah kekuatan
otot kanan 2, kekuatan otot kiri 5.ROM kanan pasif ROM kiri aktif. Adapun
penilaiannya yaitu derajat 0 : tidak ada kontraksi otot, 1: kontraksi otot dapat
dipalpasi tetapi tanpa gerakan persendian, 2: otot tidak mampu melawan gaya
gravitasi (gerakan pasif), 3: otot hanya mampu melawan gravitasi, 4:
kekuatan otot mampu menggerakkan persendian dengan melawan gaya
gravitasi, mampu melawan dengan gaya sedang, 5: kekuatan otot normal
(Weinstock, 2010).
82
Penderita stroke mengalami pusing karena terjadinya thrombosis serebral
yang disebabkan terjadinya aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi.
(Brunner & Suddarth, 2002). Stroke juga mempengaruhi bahasa dan
komunikasi yaitu kehilangan komunikasi. Gangguan tersebut disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. (Smelzter,
2002).
Hasil dari pengkajian pola kesehatan fungsional yaitu pada pola aktivitas
dan latihan makan/minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur,
berpindah, ambulasi/ROM dibantu orang lain dengan nilai 2
Hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan, kondisi Ny. K kesadaran
somnolen GCS E3V4M6. Salah satu gejala yang dialami pasien adalah
penurunan kesadaran, otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak
mempunyai cadangan oksigen, jika darah ke setiap bagian otak terhambat
karena trombus dan embolus, maka otak mulai kekurangan oksigen. Jika otak
kekurangan oksigen selama satu menit dapat mengarah pada gejala yang tidak
dapat pulih yaitu penurunan kesadaran sampai kehilangan kesadaran (Wijaya
dan yessie. 2013).
Pada Ny.K hasil pengkajian pemeriksaan fisik kesadaran somnolen eye 3
mata terbuka perintah verbal, pada pengkajian verbal didapatkan nilai 4
disorientasi dan bingung, pada pengkajian motoric nilai 6 bereaksi terhadap
perintah verbal.
Tingkat kesadaran atau GCS (Eye, Verbal, Motorik) dapat diukur
dengan skala koma Glosgow yaitu Eye : 1 (tidak membuka mata terhadap
83
rangasangan), 2 : (mata terbuka terhadap rangasangan nyeri), 3 : (mata
terbuka terhadap perintah vebal), 4 : (mata membuka spontan). Verbal : 1
(tidak ada berespon), 2 : (mengerang atau merintih), 3 : (mengulang kata-kata
yang tidak tepat secara acak), 4 : (disorentasi dan bingung), 5 : (orentasi baik
dan mampu berbicara). Motorik : 1 (tidak berespon : hanya berbaring lemah),
2 : (membentuk posisi deserebrasi), 3 : (membentuk dekortikasi), 4 : (fleksi
dan menarik dari rangsangan nyeri), 5 : (mengidentifikasi nyeri yang
terlokalisasi nyeri), 6 : (bereaksi terhadap perintah verbal) (Weinstock, 2013).
Ny. K mempunyai tekanan darah 230/130 mmHg sehingga termasuk
hipertensi. Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari
120 mmHg dan tekanan diastolic lebih dari 80 mmH. Penyakit hipertensi
merupakan gejala peningkatan tekanan darah yang kemudian berpengaruh
pada organ yang lain, seperti stroke untuk otak atau penyakit jantung koroner
untuk pembuluh jantung dan otot jantung. (Ardiansyah. 2012). Hipertensi
dapat disebabkan aterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh
darah tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah
atau menimbulkan perdarahan. (Wijaya dan Yessie, 2013).
Pemeriksaan fisik pada paru-paru pada Ny.K didapatkan hasil, dengan
tehnik inspeksi : Ekspansi paru kanan dan kiri sama, bentuk dada simetris.
Tehnik palpasi vocal vremitus kanan dan kiri sama. Tehnik perkusi suara
sonor. Tehnik auskultasi tidak ada suara tambahan, bunyi nafas vesikuler.
Pemeriksaan fisik paru-paru pada pasien stroke adalah teknik inspeksi :
pasien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
84
bantu napas dan peningkatan frekuensi pernafasan, ekspansi dada kanan dan
kiri sama. Teknik palpasi : tektil fremitus seimbang kanan dan kiri. Teknik
perkusi : sonor. Teknik auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronki pada
pasien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun (Muttaqin, 2008).
Hasil pemeriksaan laboratorium pada Ny. K pada tanggal 06 Januari
2016 hemoglobin 16,4 g/dl, hematocrit 45%, leukosit 13,1 ribu/ ul, trombosit
266 ribu/ ul, eritrosit 5,06 juta/ul, MCV 88,8 /um, MCHC 32,4 pg, RDW
11,6%, MPV 7.9 fl, RDW 16 %, eosinofil 0,70%, basofil 0,10%, netrofil
78,80%, limfosit 10,70%, monosit 9,70%, golongan darah B, PT 13,5 detik,
APTT 29,7 detik, MR 10,90 detik. Hasil pemeriksaan laboratoium tanggal 07
januari 2016 GDS 129 mg/dl, GDS 2 jam PP 135 mg/ dl, asam urat 6,4 mg/dl,
cholesterol 252 mg/dl, cholesterol LDL 165 mg/dl, cholesterol HDL 52
mg/dl, gliserida 161 mg/dl, natrium darah 134 mmo/L, kalium darah 2,8
mmo/L, calcium ion 1,05 mmo/L.
Berdasarkan teori pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada
pasien stroke adalah pemeriksaan darah rutin, pemriksaan kimia darah : pada
stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di
dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. Pemeriksaan
darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Muttaqin,
2008).
Pemeriksaan CT scan didapatkan hasil MSCT brain tanpa kontras
kesimpulanya ICH di lobus parientalis kiri dengan estimasi volume 33,57
85
yang menyempitkan cornu anterior ventrikel lateralis kiri, sinusistis
maksilaris kanan, deviasi septum nasal ke kanan grade 1. Dalam teori pasien
stroke dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala untuk memerlihatkan secara
spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia. Hasil pemeriksaan biasanya hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. ( Muttaqin, 2008).
Pasien mendapat terapi di bangsal anggrek 2 Rumah Sakit Dr.
Moewardi surakarta yaitu tanggal 07 januari 2016 cairan iv asering dosis 20
tpm golongan cairan elektolit, berfungsi untuk resusitas cairan,
memepertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta pengobatan
asidosis yang berhubungan dengan dehidrasi dan kehilangan ion tubuh. Obat
parenteral injeksi vit B 12 dosis 20 mg/12 jam golongan vitamin dan mineral
berfungsi untuk membantu memenuhi kebutuhan vitamin B mempercepat
proses penyembuhan setelah pengobatan dengan antibiotika atau
sulfonamida, injeksi ranitidine dosis 50 mg/12 jam golongan antasida
berfungsi untuk obat untuk saluran cerna dan ulkus, patologi hipereksresi
sindrom zolingerr elison atau intracable duodenal ulcers ,obat oral
paracetamol dosis 2x100 mg golongan analgesik non narkotik, berfungsi
untuk meringankan sakit pada kepala dan sakit gigi dan meredakan demam,
amlodipine dosis 1x5 mg golongan calsium channel bloker anti hipertensi
berfungsi untuk pengobatan hipertensi.
Pada tanggal 08 januari 2015 mendapat terapi yang sama tetapi ada tiga
tambahan obat yaitu obat parenteral injeksi perdipine dosis 10 mg/12 jam
86
golongan calsium chanel bloker berfungsi untuk obat pasien diduga hemotasis
inkomplit diikuti perdarahan intrakranial, peningakatan TIK pada stadium
akut stroke srebral, injeksi metamizole dosis 2gr/24 jam golongan analgesik
non narkotik berfungsi untuk meredakan nyeri, demam, mengatasi nyeri
ringan pada sakit kepala, sakit gigi dan sakit pada otot, obat oral KSR 2x50
mg golongan vitamin dan mineral berfungsi untu pencegahan hipokalemi
spesifik. (ISO, 2013).
B. Perumusan Masalah
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik yang mencakup respons
klien, keluarga, dan komunitas terhadap sesuatu yang berpotensi sebagai
masalah kesehatan dalam proses kesehatan. (Deswani, 2011)
Menentukan prioritas masalah keperawatan adalah kegiatan untuk
menentukan masalah yang menjadi skala prioritas untuk diselesaikan atau
diatasi dahulu, adapun teknik membuat skala prioritas dalam kasus Ny. K
menggunakan hierarki maslow yang meliputi kebutuhan (fisiologis, rasa
aman nyaman, cinta dan kasih sayang, harga diri, aktualisasi diri) karena
dengan memahami konsep dasar manusia Maslow, maka akan diperoleh
persepsi yang sama bahwa untuk beralih ke tingkat kebutuhan manusia yang
lebih tinggi, kebutuhan dasar harus terpenuhi dahulu. Artinya terdapat
kebutuhan yang lebih tinggi yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan lain
terpenuhi (Rohmah dan Walid, 2012).
87
Berdasarkan cara untuk menentukan diagnosa keperawatan diatas pada
kasus Ny. K adalah prioritas pertama ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan hipertensi, kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot, ketiga hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak.
Didapatkan diagnosa pertama adalah ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan hipertensi, karena pada saat dilakukan pengkajian data
subyektif pasien mengatakan pusing. Data obyektif pasien dalam kondisi
somnolen dengan nilai GCS E3V4M6, respon membuka mata terhadap
rangsangan bicara, tanggapan verbal bingung, bereaksi terhadap perintah
verbal . Dengan pemriksaan tekanan darah 230/130 mmHg nadi 84 x/menit
suhu 360c RR 22 x/menit. Hasil ct-scan ICH dilobus parientalis kiri dengan
estimasi volume 33,57 yang menyempitkan cornu anterior ventrikel lateralis
kiri.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral beresiko mengalami
penurunan sirkulasi jaringan otak. Ditandai dengan batasan karakteristik
antara lain : gelisah, perubahan tingkat kesadaran, penurunan memori,
orientasi menurun, penurunan respon motorik atau sensorik, pupil isokor,
reflek cahaya negatif, perubahan tanda vital : nadi dan tekanan darah dapat
naik maupun turun (Wijaya dan Putri, 2013).
Etiologi dari problem (masalah keperawatan) ketidakefektifan perfusi
jaringan otak adanya hipertensi. Karena pada hipertensi merupakan
peningkatan tekanan darah yang kemudian berpengaruh pada organ lain,
88
seperti stroke berpengaruh pada otak atau penyakit jantung koroner
berpengaruh pada pembuluh darah jantung dan otot jantung. (Ardiansyah,
2013)
Diagnosa ke dua adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, karena saat dilakukan pengkajian didapatkan data
subyektif keluarga mengatakan sebelum sakit pasien dapat beraktivitas
dengan baik dan tidak ada gangguan dalam pergerakan, dan saat ini anggota
sebelah kanan sulit digerakan. Data obyektif pasien tampak kesulitan
membolak-balik posisi, pasien tampak berbaring lemah ditempat tidur, pasien
tidak mampu bergerak secara mandiri, kekuatan ekstremitas kanan atas 2,
ekstremitas kiri atas 5, ektremitas bawah kanan 2, ektremitas bawah kiri 5.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik
tubuh satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Ditandai dengan
batasan karakteristik : penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak-balik
posisi, keterbatasan kemamapuan melakukan keterampilan motorik halus,
keterbatasan kemamapuan melakukan ketrampilan motorik kasar,
keterbatasan rentan pergerakan sendi, pergerakan tidak terkoordinasi
(Heather HT, 2012).
Penurunan kekuatan otot menyebabkan hambatan mobilitas fisik
(Heather, HT, 2012). Pada Ny. K mengalami kelemahan anggota gerak
kanan.
Diagnosa ketiga yang ditemukan hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak. Karena didapatkan data
89
subyektif tidak terkaji. Data obyektif pasien tampak berbicara pelo, pasien
tampak kesulitan menyusun kalimat, pasien tampak sulit berbicara. Hasil Ct-
scan didapatkan ICH dilobus parientalis kiri dengan estimasi volume 33,57
yang menyempitkan cornu anterior ventrikel lateralis kiri.
Hambatan komunikasi vebal menyebabkan penurunan sirkulasi ke otak.
Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, kelambatan, atau ketiadaan
kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan atau menggunakan
system symbol. Ditandai batasan karakteristik kesulitan menyusun kalimat,
tidak ada kontak mata, pelo dan sulit bicara. (Heather HT, 2012).
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah
panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan atau tindakan
yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu
klien mencapai hasil yang diharapkan. (Deswani, 2011).
Menentukan tujuan dan kriteria hasil adalah perubahan perilaku pasien
yang diharapkan oleh perawat setelah tindakan dilakukan, ada beberapa
rumus dalam menentukan tujuan salah satunya Spesifik : berfokus pada
pasien, singkat dan jelas, Measurabel : dapat diukur, Achievable : realistik,
Reasonable : ditentukan oleh perawat dan klien, Time : kontrak waktu
(SMART) (Rohmah dan Walid, 2012).
Merumuskan rencana tindakan keperawatan adalah kegiatan spesifik
untuk membantu pasien dalam mencapai tujuan dan kriteria hasil, ada tipe
rencana tindakan keperawatan yaitu observasi, terapiutik atau Nursing
90
Treatment, penyuluhan atau pendidikan kesehatan, rujukan atau kolaborasi.
Rasional adalah dasar pemikiran atau alasan ilmiah yang mendasari
ditetapkan rencana tindakan keperawatan (Rohmah dan Walid, 2012).
Rencana tindakan keperawatan untuk masalah ketidakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan hipertensi dengan tujuan dan kriteria hasil,
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam ketidakefektifan
perfusi jaringan otak pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil tanda-tanda
vital dalam batas normal tekanan darah 120/80 mmHg, RR 16-24 x/menit
suhu 36-37,00c vital sign monitoring (0802), pasien tidak mengeluh pusing
(040603), pasien dalam kondisi composmentis GCS 15 (0406). Dengan
intervensi vital sign monitoring (16680) monitor tanda-tanda vital seperti
tekanan darah, nadi, suhu dan RR dengan rasional pada keadaan normal
otoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara
fluktuasi, kegagalan otoreguler akan menyebabkan kerusakan serebri,
sedangkan peningkatan suhu tubuh dapat menggambarkan perjalanan infeksi,
monitor tanda-tanda status neurologis GCS (2550) dengan rasional dapat
mengurangi kerusakan otak lebih lanjut, ciptakan lingkungan yang nyaman
(0844) dengan rasional agar pasien lebih nyaman, kolaborasikan dengan
dokter pemberian obat analgesik dan anti hipertensi dengan rasional agar
pasien tidak pusing, tekanan darah menjadi turun.
Rencana untuk masalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot meliputi tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2x24 jam hambatan mobilitas fisik dapat teratasi
91
dengan kriteria hasil aktivitas pasien dapat terpenuhi, pasien meningkat dalam
aktivitas fisik, kekuatan otot tubuh pasien sebelah kanan meningkat dari 2
menjadi 4 (020810), mengerti tujuan peningkatan mobilitas, pasien mampu
bergerak secara mandiri (020804), pasien tidak kesulitan dalam membolak-
balik posisi (020802). Dengan intervensi Excercise therapy (0221) yaitu kaji
kemampuan pasien dalam mobilisasi (menggunakan barthel index) dengan
rasional mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas,
memberikan dan mengajarkan mobilisasi dini pada pasien atau keluarga
dengan rasional agar pasien dan keluarga mengerti tehnik mobilisasi dan
dapat menerapkan, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan dengan rasional menurunkan resiko terjadinya
iskemia jaringan akibat sirkulasi dara yang jelek akibat daerah yang tertekan,
konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai kebutuhan
dengan rasional untuk ,kolaborasikan dengan ahli terapi latihan fisik
mobilisasi dini dengan rasional peningkatan kemampuan dalam mobilitas
ekstremitas dapat ditingkatkan, ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak
aktif pada ekstremitas yang tidak sakit dengan rasional gerakan aktif
memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot.
Rencana keperawatan untuk masalah hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak meliputi adapun tujuan dan
kriteria hasil klien mampu merespon setiap komunikasi verbal, pasien sudah
tidak kesulitan menyusun kalimat, pasien tidak berbicara pelo. Dan intervensi
tindakan berbicara dengan pasien dengan lambat dan perlahan dengan rasonal
92
agar pasien dapat mengerti pembicaraan. Dorong pasien untuk berkomunikasi
secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan. Dengan rasional agar
klien dapat berkomunikasi yang efektif. Lakukan metode yang baik dan
lengkap. Beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi dengan rasional klien
dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapanya komunikasinya
secara tidak sadar dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian dan
dapat mengklarifikasi. Kolaborasikan dengan keluarga dan ahli terapi untuk
komunikasi yang efektif. Dengan rasional agar pasien dapat berbicara secara
efektif. (Nurarif &Hardhi, 2013).
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan mandiri maupun kolaborasi yang diberikan
perawat kepada pasien sesuai dengan rencana yang telah dbuat dan kriteria
hasil yang ingin dicapai (Wahit dan Suprapto, 2012).
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.10 WIB dilakukan tindakan untuk
diagnosa pertama memonitor tanda-tanda satatus neurologis GCS, respon
subyektif pasien mengatakan masih pusing, respon obyektif nilai GCS E3 V4
M6 pupil isokor konjungtiva tidak anemis. Pada pukul 10.15 WIB memonitor
tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan RR (sebelum
dilakukan tindakan mobilisasi dini), respon subyektif keluarga pasien
mengatakan bersedia diajarkan, respon obyektif pasien tampak lemah tekanan
darah 230/130 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu 36,50c RR 22 x/menit.
Berdasarkan teori, perubahan tingkat kesadaran meliputi penurunan
orientasi dan respon terhadap stimulus, perubahan ukuran pupil : bilateral
93
atau unilateral dilatasi merupakan tanda dan gejala peningkatan TIK yang
dapat menyebabkan kematian mendadak (Padila, 2012).
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.30 WIB mengkolaborasikan
dengan dokter pemberian obat analgesik dan anti hipertensi (parasetamol dan
amlodipine), respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak
meminum obat yang diberikan oleh perawat. Pada puku 10.45 WIB
menciptakan lingkungan yang nyaman, respon subyektif tidak terkaji, respon
obyektif pasien tampak tenang, berbaring ditempat tidur terpasang oksigen 2
liter per menit. Dalam ISO (2013) menyatakan obat amlodipine berfungsi
sebagai pengobatan untuk hipertensi, angina pectoris stabil atau kronik. Obat
paracetamol berfungsi untuk meringankan rasa sakit pada kepala, sakit gigi
dan menurunkan demam.
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 13.35 memonitor tanda-tanda vital
sperti tekanan darah, nadi, suhu dam RR (setelah dilakukan tindakan
mobilisasi) data subyektif pasien mengatakan bersedia untuk dimonitor,
respon obyetif pasien tampak berbaring ditempat tidur tekanan darah 200/100
mmHg Nadi 87 x/menit suhu 360c RR 20 x/menit. Berdasarkan teori
peningkatan tekanan darah disebut juga hipertensi, hipertensi biasanya tidak
mengalami gejala dan tanda, dengan hal tersebut mengapa sangat penting
untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Tekanan darah
tinggi akan merusak pembuluh – pembuluh darah karena tekanan yang tinggi
pada pembuluh darah, dan akan menaikan resiko serangan stroke (Darmawan,
2012).
94
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.00 WIB dilakukan tindakan
untuk diagnosa ke dua mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
menggunakan barthel index (sebelum tindakan mobilisasi dini), respon
subyektif keluarga mengatakan badan sebelah kanan tidak bisa digerakan,
respon obyektif makan/minum :5, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur
atau sebaliknya : 5, kebersihan diri : 0, keluar/masuk kamar mandi : -,
berjalan : -, naik turun tangga :-, berpakaian :5, mengontrol defekasi : 5,
mengontrol berkemih :5 jumlah 25 artinya ketergantungan berat.
Berdasarkan teori, mengkaji kemampuan aktivitas, gerak fungsional
merupakan gerak yang harus distimulasi secara berulang-ulang supaya terjadi
gerakan yang terkoordinasi secara disadari serta menjadi refleks secara
otomatis berdasarkan keterampilan aktivitas sehari-hari (AKS). Latihan
pergerkan bagi klien stroke merupakan prasarat bagi tercapainya kemandirian
klien, karena latihan akan membantu secara berangsur-angsur fungsi tungkai
dan lengan kembali atau mendekati normal, dan memberi kekuatan pada klien
tersebut untuk mengontrol kehidupannya. (Indrawati, 2012).
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.20, memberikan dan mengajarkan
mobilisasi dini pada pasien dan keluarga, respon subyektif keluarga pasien
mengatakan bersedia diajarkan, respon obyektif kepala pasien ditinggikan
atau diganjal bantal 300, lengan dan kaki sebelah kanan diganjal bantal,
pasien tampak dilakukan ROM pada daerah ekstremitas yang sakit dan tidak
sakit, kekuatan otot kanan 2 kiri 5. Cuningham (2005) dalam rusca (2012)
menyatakan. Mobilisasi dini ialah suatu upaya memandirikan sedini mungkin
95
dengan cara membimbing pasien untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Cuningham Melakukan mobilisasi sedini mungkin dapat mencegah berbagai
komplikasi seperti infeksi saluran perkemihan, pneumonia aspirasi, nyeri
karena tekanan, kontraktur, tromboplebitis, dekubitas sehingga mobilisasi
dini penting dilakukan secara rutin dan kontinyu. Latihan mobilisasi dini
dapat dilakukan 1 kali sehari yang dimulai sejak awal perawatan, saat pasien
istirahat ditempat tidur dalam waktu 48-72 jam pertama. (Misbach, 2011).
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.25 mengajarkan pasien merubah
posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif klien tampak dibantu dalam mengubah posisi, posisi pasien
miring kanan. Berdasarkan teori, merubah posisi dapat menurunkan resiko
terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah
yang tertekan. (Muttaqin, 2008).
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 13.00 mengajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan, respon subyektif
keluarga pasien mengatakan bersedian untuk dirubah posisi, data obyektif
klien tampak dibantu dalam merubah posisi, posisi pasien miring kiri.
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 13.30 WIB mengkaji kemampuan
pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index (setelah dilakukan
tindakan mobilisasi dini), respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif
makan/minum : 5, berpindah dari kursi ke tempat tidur atau sebaliknya : 5,
kebersihan diri : 0, keluar masuk kamar mandi :-, mandi :0, berjalan (jalan
96
datar) :-, naik turun tangga :-, berpakaian : 5, mengontrol defekasi :5,
mengtrol berkemih :5 jumlah 25 artinya ketergantungan berat.
Pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 11.10 WIB dilakukan untuk diagnosa
ke tiga melakukan metode percakapan yang baik dan lengkap dan memberi
kesempatan untuk mengklarifikasi respon subyektif keluarga pasien
mengatakan pasien mampu merespon pertanyaan dari keluarga, respon
obyektif pasien tampak menjawab pertanyaan tetapi tidak jelas.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 07.30 dilakukan tindakan pertama
yaitu mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat (obat injeksi vit B12
dan injeksi obat ranitidine), respon subyektif pasien mengatakan bersedia
diberikan obat, respon obyektif obat ranitidine masuk 50 mg/12 jam dan obat
injeksi vit B12 masuk 20 mg/12 jam. Obat vit B12 berfungsi untuk membantu
memenuhi kebutuhan vitamin B, mempercepat proses penyembuhan setelah
pengobatan dengan antibiotika. Obat Ranitidine berfungsi untuk saluran
cerna, patologi hiperekresi sindrom zolinger elison atau intracible duodenal
ulcers ( ISO, 2013).
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 10.20 memonitor tanda-tanda status
neurologis GCS. Respon subyektif pasien mengatakan masih pusing tetapi
sudah agak berkurang, respon obyektif pasien dalam keadaan somnolen GCS
E4V4M6 jumlah 14 pupil isokor berukuran ± 3 mm konjungtiva tidak anemis.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 12.30 memonitor tanda-tanda vital
seperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR (sebelum diberikan tindakan
mobilisasi). Respon subyektif keluarga pasien mengatakan bersedia untuk
97
diperiksa, respon obyektif tekanan darah 190/100 mmHg nadi 82 x/menit
suhu 38,0 0c RR 22x/menit.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.00 WIB memonitor tanda-tanda
vital seperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR (setelah diberikan tindakan
mobilisasi dini). Respon subyektif keluarga pasien mengatakan bersedia
untuk dimonitor, respon obyektif tekanan darah 190/100 mmHg, nadi 80
x/menit, suhu 37,50c, RR 24 x/menit.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.15 WIB dilakukan tindakan untuk
diagnosa ke dua mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan
barthel index (sebelum dilakukan tindakan mobilisasi). Respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak dibantu keluarga saat berpindah,
makan/minum : 5, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya :
5, kebersihan : 0, keluar/ masuk kamar mandi :-, mandi: 0, berjalan (jalan
datar) :-, naik turun tangga : -, berpakaian : 5, mengontrol defekasi : 5,
mengontrol berkemih : 5 jumlah 25 artinya ketergantungan berat.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.20 WIB memberikan dan
mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan keluarga. Respon subyektif
pasien mengatakan mengerti tehnik mobilisasi, respon obyektif posisi kepala
pasien ditinggikan 450 , lengan dan kaki sebelah kanan diganjal bantal, pasien
tampak dilakukan ROM pada daerah ekstremitas yang sakit dan tidak sakit
kekuatan otot kanan 2 dan kiri 5.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.35 WIB mengajarkan pasien
merubah posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan. Respon subyektif
98
pasien mengatakan bersedia untuk dirubah posisi, respon obyektif posisi
pasien miring kanan, pasien tampak dibantu dalam merubah posisi.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 10.20 WIB mengajarkan pasien
merubah posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan. Respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif posisi pasien miring kiri. Pada pukul 13.15
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakkan barthel index
(setelah dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif pasien masih tampak dibantu keluarga saat berpindah,
makan/ minum, berpakaian, mengontrol berkemih total masih sama 25 artinya
ketergantungan berat.
Pada tanggal 08 Januari 2016 pukul 10.00 dilakukan tindakan untuk
diagnosa ketiga mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan
mengulangi permintaan pasien. Respon subyektif pasien mengatakan
bernama Ny.K, respon obyektif pasien tampak menyebutkan nama tetapi
tidak jelas.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 08.00 WIB dilkukan tindakan untuk
diagnosa pertama yaitu memonitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah,
nadi, suhu dan RR (sebelum dilakukan tindakan mobilisasi). Respon
subyektif pasien mengatakan mau diperiksa, respon obyektif TD 180 x/menit
nadi 66 x/menit suhu 37,00c RR 23x/menit.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 08.30 mengkolaborasikan dengan
dokter pemberian obat (injeksi obat ranitidine, injeksi obat vit B12, obat oral
paracetamol). Respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif obat tampak
99
masuk lewat selang infus obat ranitidine 50mg/12 ja, injeksi obat vit B12 so
mg/ 12 jam, obat paracetamol tampak diminum.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 11.00 WIB memonitor tanda-tanda
status GCS. Respon subyektif pasien mengatakan sudah tidak pusing, respon
obyektif nilai GCS E4V5M6, pasien dalam kondisi composmentis, pupil
isokor berukuran ± 3mm.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 12.10 WIB memonitor tanda-tanda
vital seperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR (setelah dilakukan tindakan
mobilisasi). Respon subyektif pasien mengatakan mau diperiksa tanda-tanda
vital, respon obyektif tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 64x/menit suhu
37,10c RR 22 x/menit.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 08.35 WIB dilakukan tindakan untuk
diagnosa ke dua yaitu mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
menggunakan bathel index (sebelum dilakukan tindakan mobilisasi). Respon
subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak dibantu keluarga saat
berpindah, makan/minum berpakaian, mengontrol defekasi dan mengontrol
berkemih total masih sama 25 artinya ketergantngan berat.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 08.45 WIB memberikan dan
mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan keluarga. Respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif paien tampak dilakukan ROM pada daerah
ekstremitas yang salit maupun tidak sakit, kekuatan otot kanan 3 kiri 3, pasien
tampak dibantu saat duduk punggung diganjal bantal, punggung ditekuk 900.
100
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 10.00 WIB mengajarkan pasien
bagaimana merubah posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan. Respon
subyektif tidak terkaji, respon obyektif posisi kepala ditinggikan 600, pasien
tampak miring sebelah kiri.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 12.30 WIB mengkaji kemampuan
pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index (setelah dilakukan
mobilisasi). Respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif aktivitas masih
dibantu seperti makan/minum : 5 tetapi pasien tampak sedikit perbaikan
memotong makanan walaupun tangan sebelah kiri, berpindah dari kursi roda
ke tempat tidur/ sebaliknya : 5, kebersihan diri :0, keluar/masuk kamar
mandi:-, mandi :0, berjalan:-, naik turun tangga:-, berpakaian :5 jumalah 25
artinya ketergantungan berat.
Pada tanggal 09 Januari 2016 pukul 11.10 WIB dilakukan tindakan untuk
diagnosa ketiga berbicra dengan pasien dengan lambat dan perlahan. Respon
subyektif keluarga pasien mengatakan pasiendapat berkomunikasi tetapi
sedikit pelo, respon obyektif pasien tampak tenang.
Pada tanggal 10 Januari 2016 pukul 08.10 WIB dilakukan tindakan
mobilisasi menggunakan barthel index (sebelum dilakukan tindakan
mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji respon obyektif aktivitas
masih dibantu seperti makan/minum, berpindah, berpakaian, mengontrol
berkemih jumlah masih sama 25 artinya ketergantungan berat.
Pada tanggal 10 Januari 2016 pukul 08.15 WIB dilakukan tindakan
memberikan dan mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan
101
keluarga.Respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif kepala pasien
ditinggikan 300, lengan dan kaki sebelah kanan diganjal bantal, pasien tampak
dilakukan ROM kekuatan otot kanan 3 kiri 5, pasien tampak dibantu dalam
mengubah posisi miring kanan.
Pada tanggal 10 Januari 2016 pukul 13.00 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(setelah dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif aktivitas pasien masih dibantu seperti makan/minum 5 tetapi
pasien tampak sedikit perbaikan memotong makanan walaupun tangan
sebelah kiri, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur/sebaliknya 5,
kebersihan diri 0, keluar/masuk kamar mandi -,mandi 0, berjalan -, naik turun
tangga -, berpakaian nilai 5 dibantu mengenakan pakaian tetapi dapat
membenahkan sedikit-sedikit, mengontrol defekasi 5, mengontrol berkemih
5, jumlah 25.
Pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 08.15 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(sebelum dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif aktivitas masih dibantu seperti makan/minum, berpindah,
berpakaian dibantu mengenakan pakaian tetapi dapat membenahkan sedikit-
sedikit jumlah 25 artinya ketergantungan berat.
Pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 08.30 WIB dilakukan tindakan
memberikan dan mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan
keluarga.Respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif kepala pasien
102
ditinggikan 450, pasien tampak dilakukan ROM pada daerah ekstremitas yang
sakit dan tidak sakit kekuatan otot kanan 3 kiri 5, pasien tampak dibantu
duduk dengan punggung diganjal bantal ditekuk 900.
Pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 08.30 WIB dilakukan tindakan
mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan memberikan bantuan jika
diperlukan. Respon subyektif tidak terkaji, repon obyektif posisi pasien
tampak miring kiri.
Pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 13.30 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(setelah dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak
terkaji,respon obyektif aktivitas masih dibantu seperti makan/minum 5 tetapi
pasien tampak sedikit perbaikan memotong makanan walaupun tangan
sebelah kiri, berpindah kursi roda ke tempat tidur/ sebaliknya 5, kebersihan
diri 5, keluar/masuk kamar mandi -,mandi 0, berjalan-, naik turun tangga -,
berpakaian nilai 5 dibantu mengenakan tetapi dapat membenahkan sedikit-
sedikit jumlah 30 ketergantungan berat.
Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 08.00 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(sebelum dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif aktivitas masih dibantu nilai barthel index masih 30 artinya
ketergantungan berat.
Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 08.10 WIB dilakukan tindakan
memberikan dan mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan
103
keluarga.Respon subyektif keluarga pasien mengatakan bersedia, respon
obyektif kepala pasien ditinggikan 600, pasien tampak dilakukan ROM pada
daerah ekstremitas yang sakit dan tidak sakit kekuatan otot kanan 3 kiri 5,
pasien tampak dibantu duduk punggung diganjal bantal.
Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 10.30 WIB dilakukan tindakan
mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan memberikan bantuan jika
diperlukan. Respon subyektif tidak terkaji, repon obyektif posisi pasien
tampak miring kanan.
Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 13.30 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(sebelum dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif aktivitas masih dibantu nilai barthel index masih 30 artinya
ketergantungan berat.
Pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 08.15 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(sebelum dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak
terkaji,respon obyektif aktivitas masih dibantu seperti makan/minum 5 tetapi
pasien tampak sedikit perbaikan memotong makanan walaupun tangan
sebelah kiri, berpindah kursi roda ke tempat tidur/ sebaliknya 5, kebersihan
diri 5, keluar/masuk kamar mandi -,mandi 0, berjalan-, naik turun tangga -,
berpakaian nilai 5 dibantu menegankan tetapi dapat membenahkan sedikit-
sedikit jumlah 30 ketergantungan berat.
104
Pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 08.30 WIB dilakukan tindakan
memberikan dan mengajarkan mobilisasi dini pada pasien dan
keluarga.Respon subyektif pasien mengatakan mau diberikan dan diajarkan
mobilisasi dini, respon obyektif kepala pasien ditinggikan 600, pasien tampak
dilakukan ROM pada daerah ekstremitas yang sakit dan tidak sakit kekuatan
otot kanan 3 kiri 5, pasien tampak dibantu duduk punggung tidak diganjal
bantal.
Pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 11.30 WIB dilakukan tindakan
mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan memberikan bantuan jika
diperlukan. Respon subyektif tidak terkaji, repon obyektif posisi pasien
tampak miring kiri.
Pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 13.30 WIB dilakukan tindakan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel index
(setelah dilakukan tindakan mobilisasi dini). Respon subyektif tidak
terkaji,respon obyektif aktivitas masih dibantu seperti makan/minum 5 tetapi
pasien tampak sedikit perbaikan memotong makanan walaupun tangan
sebelah kiri, berpindah kursi roda ke tempat tidur/ sebaliknya 5, kebersihan
diri 5, keluar/masuk kamar mandi -,mandi 0, berjalan-, naik turun tangga -,
berpakaian nilai 5 pasien bisa mengancing baju tetapi sebagian dibantu
membenahi, mengontrol defekasi 10 jumlah 40 ketergantungan berat.
Barthel index adalah alat yang digunakan untuk mengkaji kemampuan
merawat diri. Namun menitikberatkan sejauh mana bantuan bantuan akan
105
diberikan jika pasien mengalami kesulitan dalam memenuhi status
fungsionalnya. (Dewi Sofia, 2014).
Terjadinya peningkatan kemampuan fungsional stroke, dapat dijelaskan
bahwa stroke infark atau iskemik disebabkan karena adanya penyumbatan
pembuluh darah yang menuju ke otak. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh
dua hal yakni, trombus dan emboli (Mulyatsih dan Ahmad, 2008 dalam artati
et al, 2013). Gejala-gejala yang dapat muncul untuk sementara, lalu
menghilang atau lalu memberat atau menetap. Gejala ini muncul akibat
daerah otak tertentu tidak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya
aliran darah ke tempat tersebut. Sehingga mobilisasi dini dapat
meningkatakan pemulihan fungsional karena latihan gerak pada pasien stroke
dapat mempercepat penyembuhan dan mempengaruhi sensasi gerak diotak.
(Irdawati, 2008).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah catatan mengengenai perkembangan pasien yang
dibandingkan dengan krtiteria hasil yang telah ditentukan sebelumnya,
dengan menggunakan metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa, Planning)
(Wahit dan Suprapto, 2012).
Evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan
otak berhubungan dengan hipertensi teratasi ditunjukandengan tanda-tanda
vital dalam batas normal, pasien tidak mengeluh pusing, pasien dalam kondisi
composmentis GCS 15.
106
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah ketidakefektifan perfusi
jaringan otak sebagian teratsi didapatkan data subyektif pasien mengatakan
mau diperiksa tanda-tanda vital, pasien mengatakan sudah tidak pusing. Data
obyektif Nilai GCS pasien E4V5M6 pasien dalam kondisi composmentis,pupil
isokor berukuran ±3mm, tekanan darah 170/90mmHg, nadi 64 x/menit, suhu
37,10c RR 22 x/menit. Analisa : Masalah sebagian teratasi. Planning :
Intervensi dilanjutkan monitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi,
suhu dan RR, monitor tanda-tanda status neuologis GCS, kolaborasikan
dengan dokter pemberian obat.
Evaluasi hasil dari diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot. Didapatkan hasil data Subyektif pasien mengatakan
mau diberikan dan diajarkan mobilisasi dini. Obyektif : pasien dilakukan
ROM pada daerah ekstremitas yang sakit dan tidak sakit kekuatan otot kanan
3 kiri 5, nilai barthel index 40, pasien tampak dibantu duduk punggung tidak
diganjal bantal. Analisa : masalah hambatan mobilitas fisik sebagian teratasi.
Planning : Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan barthel
index, berikan dan ajarkan mobilisasi dini pada pasien dan keluarga, ajarkan
pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
Evaluasi hasil dari diagnosa hambatan komunikasi verbal berhubungan
dengan penurunan sirkulasi ke otak. Didapatkan hasil yaitu Subyektif
keluarga pasien mengatakan dapat berkomunikasi tetapi sedikit pelo. Obyektif
: pasien tampak tenang. Analisa : Masalah sebagian teratasi. Planning :
107
Intervensi dilanjutkan lakukan metode yang baik dan lengkap beri
kesempatan klien untuk klarifikasi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang asuhan keperawatan Ny.
K dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang Anggrek 2 RSDM Moewardi
dengan mengaplikasikan hasil pemberian mobilisasi dini terhadap
peningkatan pemulihan fungsional pada asuhan keperawatan Ny.K dengan
Stroke Non Hemoragik, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengkajian
Keluhan utama pada Ny.K pasien mengatakan kaki dan tangan
kanan tidak bisa digerakan. Pemeriksaan penyakit sekarang ditemukan
pasien mengeluh kelemahan anggota gerak kanan, pusing atau nyeri
kepala, dan bicara pelo. Hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan,
kondisi Ny. K kesadaran somnolen GCS E3V4M6. Pemeriksaan tanda-
tanda vital terdiri dari tekanan darah 230/130 mmHg, nadi 84 x/menit
irama tidak teratur kuat, respirasi rate 22 x/menit irama teratur, suhu
36oc.
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan perumusan diagnosa keperawatan yang ditemukan
pada kasus Ny. K adalah pertama ketidakefektifan perfusi jaringan
otak berhubungan dengan hipertensi. Diagnosa yang kedua hambatan
109
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekutan otot (00085).
Diagnosa yang ketiga hambatan komunikasi verbal berhubungan
dengan penurunan sirkulasi ke otak. (00051).
3. Intervensi keperawatan
Penulis melakukan intervensi keperawatan berdasarkan ONEC
(Observasi, Nursing, Education, Colaboration) pada Ny.K dengan
stroke non hemoragik yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan hipertensi. Dengan intervensi monitor tanda-
tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR, monitor tanda-
tanda status neurologis GCS, ciptakan lingkungan yang nyaman,
kolaborasikan dengan dokter pemberian obat analgesik dan anti
hipertensi.
Untuk intervensi yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kekuatan penurunan otot rencana yang dilakukan
yaitu kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi (menggunakan barthel
index), memberikan dan mengajarkan mobilisasi dini pada pasien atau
keluarga, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan, konsultasikan dengan terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai kebutuhan.
Untuk intervensi yang ketiga adalah hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat. Dengan intervensi
yaitu berbicara dengan pasien dengan lambat dan perlahan, Dorong
pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi
110
permintaan, lakukan metode yang baik dan lengkap beri kesempatan
klien untuk mengklarfikasi, Kolaborasikan dengan keluarga dan ahli
terapi untuk komunikasi yang efektif.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang akan dilakukan oleh penulis untuk mengatasi
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi
yaitu memonitor tanda-tanda satatus neurologis GCS, memonitor
tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan RR,
menciptakan lingkungan yang nyaman, mengkolabrorasikan dengan
dokter pemberian obat.
Implementasi yang akan dilakukan penulis untuk mengatasi
hambatan mobilitas fisik berhungan dengan penurunan kekuatan otot
yaitu mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi menggunakan
barthel index, memberikan dan mengajarkan mobilisasi dini pada
pasien dan keluarga, mengajarkan pasien merubah posisi dan
memberikan bantuan jika diperlukan, mengkonsultasikan dengan terapi
fisik tentang rencana ambulasi sesuai kebutuhan.
Implementasi yang akan dilakukan penulis untuk mengatasi
hambatan komunikasi verbal yaitu melakukan metode percakapan
yang baik dan lengkap dan memberi kesempatan untuk
mengklarifikasi.
111
5. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan penulis
memperoleh hasil evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan
metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa, Planing) di dapatkan hasil
yaitu :
Setelah dilakukan tindakan keprerawatan tanggal 09 Januari 2016
pada pukul 13.40 WIB. Subyektif : pasien mengatakan mau diperiksa
tanda-tanda vital. Obyektif : Nilai GCS pasien E4V5M6 , pasien dalam
keadaan composmentis, pupil isokor berukuran ±3 mm, hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 170/90 mmHg, nadi : 64
x/menit suhu 37,1 0c RR 22 x/menit. Obat tampak masuk lewat selang
infus obat ranitidine 50 mg/12 jam, injeksi obat vit B12 20 mg/ 12 jam,
obat paracetamol tampak diminum. Analisa : Masalah ketidakefektifan
perusi jaringan otak sebagian teratasi. Planning : intervensi dilanjutkan
monitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu dan RR,
monitor tanda-tanda status neurologis GCS, kolaborasikan dengan
dokter pemberian obat.
Evaluasi hasil untuk diagnosa keperawatan ke dua yaitu hambatan
mobiltas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Data
Subyektif : keluarga pasien mengatakan bersedia, obyektif : kepala
pasien ditinggika 600,lengan dan kaki sebelah kanan diganjal bantal,
pasien tampak dilakukan ROM, kekuatan otot kanan 3 kiri 5, pasien
tampak dibantu duduk dengan punggung pasien diganjal bantal,
112
aktivitas masih dibantu nilai barthel index 40. Analisa : Masalah
hambatan mobilitas fisik teratasi sebagaian teratasi. Planning :
intervensi dilanjutkan kaji kemampuan pasien dalan mobilisasi
menggunakkan barthel index, berikan dan ajarkan mobilisasi dini pada
pasien dan keluarga, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
danberikan bantuan jika diperlukan.
Evaluasi dari diagnosa keperawatan ke tiga hambatan komunikasi
verbal. Subyektif : keluarga pasien mengatakan dapat berkomunikasi
tetapi sedikit pelo. Obyektif : pasien tampak tenang. Analisa : masalah
hambatan komunikasi verbal sebagian teratasi. Planning :Lakukan
metode yang baik dan lengkap beri kesempatan klien untuk klarifikasi
6. Analisa pemberian mobilisasi dini
Hasil pemberian mobilisasi dini terhadap peningkatan pemulihan
fungsional terbukti efektif dalam upaya pemulihan fungsional terbukti
pasien mampu memenuhi kebutuhan berdasarkan barthel index yaitu
nilai barthel index sebelum dilakukan tindakan mobilisasi dini 25 yaitu
ketergantungan berat dan setelah diberikan tindakan mobilisasi dini
menjadi 40 masih ketergantungan berat. Karena perubahan hanya
terlihat pada makan/minum, kebersihan diri, berpakaian dengan
bantuan, mengontrol defekasi dan mengontrol berkemih. Tindakan
pemberian mobilisasi dini tidak berpengaruh signifikan, karena
pemulihan gangguan saraf pada stroke terjadi dalam hari, minggu
113
pertama, dan setelah 6 bulan. (Junaidi ,2011 dalam Yuni, artati et al,
2013). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh yuni artati, dkk
(2013) dalam jurnal yang menerangkan pengaruh mobilisasi dini pada
pasien stroke infark terhadap peningkatan pemulihan fungsional.
B. Saran
Setelah penulis melakukan Asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami Stroke Non Hemoragik penulis memberikan masukan yang positif
terutama dalam bidang kesehatan antara lain :
1. Bagi pasien dan keluarga
Diharapkan pasien dan keluarga dapat melakukan tindakan mobilisasi
dini dirumah untuk peningkatan pemulihan fungsional
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
menjalin hubungan dan kerja sama yang baik antar tim kesehatan
maupun dengan pasien sehingga dapat meningkatkan pemberian Asuhan
Keperawatan yang optimal pada umumnya yaitu dengan melakukan
tindakan mobilisasi dini untuk peningkatan pemulihan fungsional pada
pasien Stroke.
3. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan perawat mempunyai tanggung jawab dan ketrampilan yang
baik dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien yang
114
mengalami Stroke, sehingga perawat mampu melakukan mobilisasi dini
untuk peningkatan pemulihan fungsional
4. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan Institusi dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih
berkualitas sehingga menghsilkan perawat yang profesional dan
berketrampilan baik, serta mampu memberikan Asuhan Keperawatan
yang baik berdsarkan ilmu dan kode etik keperawatan.
5. Bagi penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami
Stroke Non Hemoragik diharapkan penulis dapat lebih mengetahui dan
menambah pengalaman, wawasan tentang mobilisasi dini untuk
peningkatan pemulihan fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal bedah untuk mahasiswa. Diva press.
Jogjakarta
Artati,yuni et al. 2012. Pengaruh mobilisasi pada pasien stroke infark terhadap
peningkatan pemulihan fungsional.
Baticaca,fransiska.B. 2008. Asuhan keperawatan dengan gangguan system
persyarafan. Salemba medika. Jakarta
Darmawan. 2012. Waspadai Gejala Penyakit Mematikan. Oryza. Yogyakarta.
Dermawan, deden. 2012. Proses Keperawatan Konsep dan Kerangka Kerja.
Goysen Publishing. Yogyakarta
Deswani. 2013. Proses keperwatan dan berfikir kritis. Salemba medika. Jakarta
Dewi, sofia rosma.2014.Buku ajar keperawatan gerontik.Deepublish.Yogyakarta
Fandri,sherly et al. 2014.Perbedaan status fungsional pasien saat masuk dan keluar
runag rawat inap RSUD arifin acmad.Jom psik. 1(2)
Goldsmidt,Adrian J&Louis,caplan R.2010.Stroke Essentials,second Edition.Jones
and Bartlett Publishers,Sudbury. Terjemahan Melfiawati.2013.Stroke
esensial, edisi kedua.PT index.Jakarta barat
Heather HT. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
penerbit EGC. Jakarta.
Irdawati. 2008. Perbedaan pengaruh latihan gerak terhadap kekuatan otot pasien
stroke non hemoragik hemiparese kanan dibandingkan dengan
hemiparese kiri.
Junaidi,Iskandar.2011.Panduan praktis pencegahan & pengobatan stroke.
PT.Bhuana ilmu popular.jakarta
Kusumawardana, anggi barita. 2011. Pengaruh pmeberian mobilisasi dini pada
stroke non hemoragik kondisi akut terhadap kemampuan fungsional.
Skripsi, program sarjana fisioterapi, universitas muhammadiyah
Surakarta.
Mahendr,B & evi,rachmawati. 2002. Atasi stroke dengan tanaman obat. Penebar
swadaya. Depok
Misbach,jusuf. 2011. Stroke aspek diagnostic, patofisiologi manajemen.. Badan
penerbit FKUI. Jakarta
Muttaqin, arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
system persyarafan. Salemba medika. Jakarta
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2. Mediacton.
Yogyakarta
Padila. 2012. Keperawtan Medikal Bedah. penerbit Nuha Medika. Yogyakarta.
Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan. Graha
Ilmu.Yogjakarta
Simanjuntak Carolina.M et al. 2013. Pengaruh merubah posisi dan massase kulit
pada pasien stroke terhadap terjadinya luka dekubitus di zaal F RSU
HKBP balige. Jurnal Keperawatan HKBP balige,l (1): 119
Sitorus, junika erlina.2014.Pengaruh mobilisasi dini terhadap tingkat pemulihan
pada pasien stroke infark di eka hospital BSD tangerang .Skripsi.
Program sarjana keperawatan. Tangerang
Smeltzer & bare. 2002. Asuhan Keperawatan Medikal Brunner & Sudarth. Ed 8
vol 3. EGC. Jakarta
Soeharto,iman.2004. Serangan jantung dan stroke hubunganya dengan lemak &
kolesterol, Edisi ke dua. PT. Gramedia pustaka utama. Jakarta
Wahid Abd. dan I. Suprapto. 2012. Dokumentasi Proses Keperawatan. Penerbit
Nuha Medika. Yogyakarta.
Wahid Abd. dan I. Suprapto. 2012. Dokumentasi Proses Keperawatan. Penerbit
Nuha Medika. Yogyakarta.
Wahyu, genis.2009 . stroke hanya menyerang orang tua. Seri kesehatan popular.
PT. Bentang Pustaka. Yogyakarta
Walid S dan N. Rohmah. 2012. Proses Keperawatan : Teori dan Aplikas. Penerbit
Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.
Waluyo,srikandi. 2009. 100 question & answer stroke. Pt. Elex media
komputindo. Jakarta
Weinstock D. 2010. Rujuka Cepat di Ruang ICU/CCU. EGC. Jakarta.
Wijaya,andra saferi & yessie,mariza putri. 2013. KMB 2 keperawatan medical
bedah, keperawatan dewasa. Nuha medika. Yogyakarta