new bab ii tinjauan pustaka a. kecenderungan smartphone …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4909/3/bab...
TRANSCRIPT
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecenderungan Smartphone Addiction pada Mahasiswa
1. Pengertian kecenderungan smartphone addiction
Menurut Kwon dkk (2013) istilah smartphone addiction adalah sebagai
perilaku keterikatan terhadap smartphone yang memungkinkan menjadi
masalah sosial seperti halnya menarik diri, dan kesulitan dalam performa
aktivitas sehari-hari atau ganggunan kontrol impuls terhadap diri seseorang.
Chiu (dalam Karuniawan & Cahyanti, 2013) menyebutkan bahwa smartphone
addiction adalah salah satu kecanduan yang memiliki resiko lebih ringan dari
alkohol ataupun kecanduan dari obat-obatan. Kecanduan smartphone
merupakan gangguan kontrol pada hasrat atau keinginan untuk menggunakan
smartphone dan ketidakmampuan individu untuk mengontrol waktu
penggunaan smartphone itu sendiri sehingga menimbulkan perasaan cemas dan
gangguan hubungan sosial (Freeman, 2008).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kecenderungan
diambil dari kata cenderungan yang berarti kecondongan hati, kesudian,
ataupun keinginan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan menurut Chaplin
(2011) kecenderungan berasal dari kata tendency yang berarti satu set atau satu
disposisi untuk bertingkah laku dengan satu cara tertentu yang dapat
menimbulkan dasar kegemaran akan sesuatu.
14
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kecenderungan smartphone addiction adalah suatu perilaku yang mengarah
pada penggunaan smartphone berlebihan yang memungkinkan menjadi
masalah sosial seperti halnya menarik diri, dan kesulitan dalam performa
aktivitas sehari-hari atau ganggunan kontrol impuls terhadap diri seseorang.
2. Aspek – aspek Smartphone Addiction
Berdasarkan Griffiths (2015) telah membagi aspek – aspek smartphone
addiction. Aspek – aspek tersebut antara lain:
a. Saliance
Saliance terjadi jika sebuah kegiatan tertentu menjadi paling penting
dalam hidup, terlalu difokuskan, mendominasi pikiran hingga
menyebabkan penyimpangan pada kognitif, perasaan (ngidam), dan
perilaku (penggunaan berlebih).
b. Modifikasi suasana hati (Mood modification)
Modifikasi suasana hati adalah pengalaman subjektif sebagai
akibat sebuah kegiatan yang dijadikan sebagai strategi coping. Individu
akan mengalami peningkatan gairah untuk melarikan diri dari perasaan
yang tidak diinginkan.
c. Toleransi (Tolerance)
Toleransi merupakan proses adanya peningkatan aktivitas tertentu
yang diperlukan untuk mencapai efek kepuasan.
15
d. Gejala Penarikan (Withdrawal)
Gejala Penarikan merupakan perasaan yang tidak menyenangkan
atau efek fisik yang terjadi saat suatu aktivitas dihentikan atau tiba-tiba
berkurang misalnya gemetar, kemurungan, gelisah, cepat marah.
e. Konflik (Conflict)
Konflik merupakan konflik yang terjadi antara individu yang
teradiksi dengan orang di sekitar mereka, dengan pekerjaan, kehidupan
sosial, hobi dan minat atau dari individu itu sendiri terkait dengan kegiatan
tertentu.
f. Kekambuhan (Relapse)
Kekambuhan merupakan kecenderungan berulang pola
sebelumnya, kekambuhan yang terjadi setelah kegiatan telah diobati
bertahun-tahun.
Lin dkk (2014) mengemukan aspek-aspek kecanduan ponsel yaitu:
a. Perilaku Kompulsif (Compulsive behavior)
Individu melakukan tindakan berulang-ulang dalam menggunakan
ponsel, misalnya mengecek ponsel berulang kali meski tidak ada pesan
atau panggilan masuk.
b. Gangguan fungsional (Functional impairment)
Terganggunya fungsi-fungsi kehidupan individu karena penggunaan
ponsel.
16
c. Menarik diri (Withdrawal)
Merasa panik dan cemas ketika tidak dapat menggunakan ponsel.
d. Toleransi (Tolerance)
Individu mengalami kegagalan untuk mengurangi penggunaan
ponselnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek – aspek
dalam kecenderungan smartphone addiction menurut Griffiths (2015) meliputi
saliance, modifikasi suasana hati (mood modification), toleransi (tolerance),
gejala penarikan (withdrawal), konflik (conflict), kekambuhan (relapse)
sedangkan menurut Lin dkk (2014) meliputi Perilaku Kompulsif (Compulsive
behavior, Gangguan fungsional (Functional impairment), Menarik diri
(Withdrawal), Toleransi (Tolerance). Pada penelitian ini, peneliti memilih
aspek- aspek yang dikemukakan oleh Griffiths (2015) karena aspek yang
dibuat lebih jelas sehingga memudahkan peneliti dalam pembuatan instrumen
pengumpulan data.
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Smartphone Addiction
Menurut Yuwanto (2010) dalam penelitiannya, faktor – faktor
mempengaruhi smartphone addiction, antara lain:
a. Faktor situasional
Menurut Yuwanto (2010) faktor ini termasuk faktor yang mengarah ke
penggunaan smartphone sebagai sarana pengalihan stres ketika menghadapi
situasi yang tidak nyaman, seperti saat mengalami kesedihan, tidak ada
kegiatan saat waktu luang, kecemasan dan mengalami kejenuhan belajar. Chiu
17
(dalam Karuniawan & Cahyanti, 2013) menyebutkan dalam penelitiannya
bahwa adanya kecenderungan smartphone addiction adalah sebagai salah satu
alasan untuk pengalihan rasa stres pada diri seorang individu dikalangan
remaja karena tidak adanya kontrol diri yang kuat terhadap pemakaian
smartphone sehingga menjadi awal mula terjadinya ketergantungan akan alat
komunikasi tersebut.
b. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang menggambarkan karakteristik
individu, seperti tingkat sensation seeking yang tinggi, self esteem yang rendah
dan kontrol diri yang rendah. Sensation seeking merupakan kecenderungan
individu melakukan aktivitas yang bersifat tidak monoton untuk mencari
pengalaman baru. Individu dengan tingkat sensation seeking yang tinggi
cenderung mudah mengalami kebosanan ketika melakukan aktivitas yang
monoton, sehingga individu tersebut perlu pemuasan psikologis untuk
mengurangi kebosanan. Self esteem adalah kepercayaan diri individu terhdap
dirinya sendiri, individu dengan self esteem yang rendah mengevaluasi dirinya
negatif dan merasa dirinya memiliki banyak kekurangan serta merasa tidak
aman ketika berinteraksi dengan orang lain. Ketika individu dengan self esteem
rendah mendapatkan keamanan dan kepuasan secara psikologis makan ia
cenderung akan menggunakan ponsel untuk berkomunikasi daripada tatap
muka. Seseorang yang memiliki tingkat harga diri yang rendah akan menjadi
kurang percaya diri, kehilangan kontrol diri, perasaan gagal dan memiliki
18
kepribadian yang lebih rentan untuk mengalami kecanduan (Aydin & Sari,
2011).
c. Faktor sosial
Faktor sosial terdiri atas faktor penyebab sebagai sarana interaksi
dengan orang lain. Faktor ini termasuk mandatory behavior dan connected
presence yang tinggi. Mandatory behaviour merupakan perilaku untuk
memuaskan kebutuhan berinteraksi yang distimulasi oleh orang lain sedangkan
connected presence merupakan perilaku interaksi dengan orang lain yang
berasal dari dalam diri. Kemunculan smartphone membuat banyak kalangan
lebih asik dan sibuk dengan fitur pada alat tersebut serta lebih menyukai
interaksi via smartphone (Karuniawan & Cahyanti, 2013). Sehingga apabila
hal tersebut tidak terkontrol maka dapat menimbulkan kecanduan.
d. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu,
meliputi tingginya paparan media tentang smartphone dan fasilitas yang
dimiliki smartphone tersebut. Menurut Agusta (2016) Pemaparan media
tentang smartphone baik dalam bentuk iklan, promo atau info pameran
smartphone terbaru dapat di akses atau dilihat oleh remaja kapanpun dan
dimanapun. Oleh karena itu pemaparan media yang tinggi terbukti berpengaruh
pada faktor eksternal penyebab kecanduan smartphone.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor
yang mempengaruhi kecenderungan smartphone addiction menurut Yuwanto
(2010) meliputi faktor situasional yang terdiri dari (stres akademik, saat
19
mengalami kesedihan, tidak ada kegiatan saat waktu luang, kecemasan, dan
mengalami kejenuhan belajar), faktor internal yang terdiri (sensation seeking
yang tinggi, self esteem yang rendah, dan kontrol diri yang rendah), faktor
sosial yang terdiri dari (mandatory behavior dan connected presence yang
tinggi), dan faktor eksternal yang terdiri dari (paparan media tentang
smartphone dan fasilitas yang dimiliki smartphone). Berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhi smartphone addiction, peneliti memilih dari faktor
situasional yang memiliki hubungan dengan stres akademik.
Oleh karena itu, peneliti memilih stres akademik sebagai variabel bebas
dalam penelitian ini. Karena ketika menjalani kehidupan perkuliahan,
mahasiswa memiliki tugas dan tanggungjawab yang cukup sulit dijalani.
Berbagai tugas yang harus dijalani serta tuntutan mata kuliah yang banyak
membuat mahasiwa sulit fokus dan berkonsentrasi dalam mendalami semua
materi. Ketidakmampuan mahasiswa untuk mengatasi tekanan akademik inilah
yang akan menimbulkan stres pada mahasiswa, sehingga berdasarkan
penelitian dari Karuniawan & Cahyanti (2013) bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara academic stres dengan smartphone addiction pada mahasiswa
pengguna smartphone di kota Surabaya. Demikian juga arah dari hubungan
yang menunjukkan arah positif, artinya jika variasi dari data variabel academic
stress meningkat, maka variasi dari data variabel kecenderungan smartphone
addiction juga meningkat.
20
B. Stres Akademik
1. Pengertian Stres Akademik
Menurut Govarest & Gregoire (2004) stres akademik merupakan suatu
kondisi atau keadaan individu yang mengalami tekanan sebagai hasil persepsi
dan penilaian mahasiswa tentang stressor akademik, yang berhubungan dengan
ilmu pengetahuan dan pendidikan. Heiman & Kariv (dalam Nurmaliyah 2014)
menjelaskan stres akademik merupakan stres yang disebabkan oleh stressor
akademik dalam proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan
dengan kegiatan belajar, misalnya: tekanan untuk naik kelas, lama belajar,
kecemasan menghadapi ujian, banyaknya tugas yang harus diselesaikan,
mendapat nilai ulangan yang jelek, birokrasi yang rumit, keputusan
menentukan jurusan dan karir, dan manajemen waktu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa stres akademik
merupakan suatu kondisi atau keadaan individu yang mengalami tekanan
sebagai hasil persepsi dan penilaian mahasiswa tentang stressor akademik yang
berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
2. Aspek – aspek Stres Akademik
Hardjana (1994) mengatakan bahwa aspek – aspek stres antara lain:
a. Fisikal
Kondisi stres berupa gejala fisik. Sakit kepala, pusing, susah tidur, sakit
punggung, mencret, sulit buang air besar, gatal-gatal, urat tegang, gangguan
pencernaan, tekanan darah tinggi, banyak berkeringat, selera makan berubah,
lelah, banyak melakukan kesalahan dalam kerja dan hidup.
21
b. Emosional
Kondisi stres dapat mengganggu kestabilan emosi individu. Individu
yang mengalami stres akan menunjukkan gejala mudah marah kecemasan
berlebih terhadap sesuatu, sedih, depresi, mudah menangis, mood berubah-
ubah cepat, gugup, harga diri turun, merasa tidak aman, mudah tersinggung,
marah-marah, gampang bermusuhan, emosi mongering, burn out.
c. Intelektual
Kondisi stres dapat mengganggu proses berpikir individu. Individu
yang mengalami stres cenderung mengalami gangguan susah konsentrasi, sulit
membuat keputusan, mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, melamun
secara berlebihan, kehilangan rasa humor, mutu kerja rendah.
d. Interpersonal
Kondisi stres dapat mempengaruhi tingkah laku sehari-hari yang
cenderung negatif sehingga menimbulkan masalah dalam hubungan
interpersonal seperti, kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah
menyalahkan orang lain, menyerang orang dengan kata-kata, mendiamkan
orang lain.
Menurut Sarafino (2002) membagi aspek stres ke dalam dua aspek
yaitu :
a. Aspek Biologis
Setiap orang yang dihadapkan pada kondisi atau situasi yang
mengancam atau berbahaya, maka akan ada reaksi fisiologis dari tubuh
terhadap stres yang ditimbulkan, seperti detak jantung yang meningkat. Seyle
22
(dalam Sarafino, 2002) menyebutkan serangkaian reaksi fisiologis sebagai
General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri dari tiga level, yaitu:
1. Reaksi Kegelisahan / Alarm Reaction
Merupakan tahap pertama respon tubuh (fight or flight) terhadap
bahaya yang berfungsi memobilisasi sumber-sumber daya tubuh.
2. Tahap Pertahanan / Stages of Resistence
Jika stresor yang kuat terus berlanjut, tubuh akan mencoba untuk
beradaptasi dengan stresor. Keterbangkitan fisik mulai berkurang, namun
masih tetap lebih tinggi dari kondisi normal.
3. Tahan Kelelahan / Stages of Exhaustion
Ketegangan fisiologis yang dihasilkan oleh stres yang lama dan
berulang menyebabkan kekebalan tubuh menurun dan berkurangnya
simpanan energi tubuh.
b. Aspek Psikososial
Stresor akan menghasilkan perubahan-perubahan psikologis dan juga
sosial individu. Perubahan-perubahan tersebut antara lain:
1. Kognitif
Level stres yang cukup tinggi dapat mempengaruhi ingatan dan
perhatian. Stres bisa merusak fungsi kognitif dengan mengacaukan
perhatian individu. Tapi di sisi lain, stres juga dapat meningkatkan
perhatian, khususnya terhadap stressor. Hubungan stres dan kognitif bisa
berlangsung timbal balik. Cara berpikir seseorang juga mempengaruhi
stres yang dialaminya.
23
2. Emosi
Emosi cenderung menyertai stres dan individu sering menggunakan
kondisi emosi mereka untuk menilai kondisi stres yang dialami. Rasa takut
adalah salah satu reaksi emosi umum yang sering dialami individu,
meliputi ketidaknyamanan psikologis dan keterbangkitan fisik ketika
dihadapkan pada situasi yang mengancam. Reaksi emosi lainnya adalah
rasa marah yang bisa menghasilkan prilaku agresif. Stres juga dapat
mengakibatkan perasaan sedih atau depresi muncul.
3. Perilaku Sosial
Stres dapat mengubah perilaku seseorang terhadap orang lain. Dalam
kondisi stres, sebagian orang bisa mengalami peningkatan dalam prilaku
menolongnya. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka memiliki tujuan
yang membutuhkan kerjasama satu dengan yang lain. Pada kondisi stress
yang lain, bisa menyebabkan seseorang kurang sosial, bahkan cenderung
bermusuhan dengan orang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menurut Hardjana
(1994) aspek-aspek stres akademik meliputi fisikal, emosional, intelektual,
interpersonal. Sedangkan menurut Sarafino (2002) aspek-aspek stres akademik
meliputi aspek biologis yang dibagi dalam reaksi kegelisahan / alarm reaction,
tahap pertahanan / stages of resistence, tahan kelelahan / stages of exhaustion
dan aspek psikososial yang dibagi dalam kognitif, emosi, perilaku sosial. Pada
penelitian ini, peneliti memilih aspek- aspek yang dikemukakan Hardjana
24
(1994) karena aspek yang dibuat lebih jelas sehingga memudahkan peneliti
dalam pembuatan instrumen pengumpulan data.
C. Hubungan antara Stres Akademik dan Smartphone Addiction
Menurut Govarest & Gregoire (2004) Stres akademik merupakan suatu
kondisi atau keadaan individu yang mengalami tekanan sebagai hasil persepsi
dan penilaian mahasiswa tentang stressor akademik, yang berhubungan dengan
ilmu pengetahuan dan pendidikan. Seperti diketahui pada saat ini, bahwa salah
satu fasilitas belajar yang aktif digunakan mahasiswa yaitu smartphone, dan
proses akademisi belajar mengajar menggunakan internet melalui media
smartphone merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan mahasiswa
(Karuniawan & Cahyanti, 2013). Sehingga dapat dipastikan bahwa mahasiswa
merupakan okupasi yang dominan aktif menggunakan smartphone (Chiu,
2014). Oleh karena itu smartphone dipilih sebagai media untuk melampiaskan
stres akademik yang dialaminya. Menurut Hardjana (1994) aspek-aspek stres
akademik meliputi fisikal, emosional, intelektual, dan interpersonal.
Aspek Fisikal yaitu kondisi stres berupa gejala fisik. Stres yang tidak
mampu dikendalikan dan diatasi oleh seseorang akan memunculkan dampak
negatif. Menurut Safaria (2006) Dampak negatif stres secara fisiologis antara
lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun terhadap penyakit,
sering pusing, badan terasa lesu dan lemah, dan kesulitan tidur nyenyak. Ketika
mengalami dampak stres secara fisiologis, individu akan berusaha untuk
mengatasinya. Misalnya ketika mengalami susah tidur karena stres yang maka
25
individu akan menggunakan smartphone untuk membuat pengguna sibuk
dengan sendirinya hingga lupa waktu (Sulistiyani,2012). Seperti diketahui,
keberadaan smartphone sebagai salah satu fasilitas yang aktif digunakan oleh
mahasiswa membuat smartphone dijadikan alat pelarian stres (Chiu, 2014).
Sehingga kebiasaan inilah yang dapat menimbulkan kecenderungan
smartphone addiction.
Aspek Emosional yaitu kondisi stres dapat mengganggu kestabilan
emosi individu. Individu yang mengalami stres akan menunjukkan gejala
mudah marah kecemasan berlebih terhadap sesuatu, sedih, depresi, mudah
menangis, mood berubah-ubah cepat, gugup, harga diri turun, merasa tidak
aman, mudah tersinggung, marah-marah, gampang bermusuhan, emosi
mongering, dan burn out. Secara emosi, seseorang yang mengalami stres akan
mengalami kecemasan yang mengakibatkan sukar dalam mengendalikan
emosinya (Alwin, 2007). Misalnya, ketika berada dalam lingkungan yang
penuh dengan stresor, individu akan berusaha keluar untuk mencari situasi
yang membuat dirinya nyaman. Salah satu cara praktis yang dapat dilakukan
adalah menggunakan aplikasi yang tersedia dalam smartphone dengan tujuan
mencari hiburan (Simangunsong & Sawitri, 2017). Individu akan merasakan
perasaan senang hanya dengan memainkan berbagai aplikasi yang terdapat
dalam smartphone, tetapi masalah yang sebelumnya dihadapi tidak
terselesaikan (Young, dalam Simangunsong & Sawitri, 2017). Penggunaan
smartphone memberikan kenyamanan sebagai reinforcement dan
meningkatkan kemungkinan penggunaan smartphone menjadi aktivitas sehari-
26
hari sehingga perasaan nyaman ini mengakibatkan siswa kehilangan kontrol
dalam penggunaan smartphone (Song, dalam Simangunsong & Sawitri, 2017 ).
Aspek Intelektual yaitu kondisi stres dapat mengganggu proses berpikir
individu. Individu yang mengalami stres cenderung mengalami gangguan
susah konsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, pikiran kacau, daya
ingat menurun, melamun secara berlebihan, kehilangan rasa humor, dan mutu
kerja rendah. Sanderson (dalam Simangunsong & Sawitri, 2017)
mengemukakan siswa yang mengalami stres cenderung tergesa-gesa dalam
mengambil keputusan tanpa pemikiran serta pertimbangan yang matang.
Didukung dengan hasil penelitian Chiu (2014) yang menambahkan bahwa
individu pada umumnya menghadapi stresor akademik ketika merasakan
tekanan yang membuat mereka telah kehilangan kontrol dari stres tersebut,
seperti kesulitan dalam memahami pelajaran, maka individu akan mencari
kesenangan dengan mengakses social communication site tanpa menyadari
waktu yang dihabiskan dapat digunakan untuk meningkatkan performa
akademik. Levine (dalam Simangunsong & Sawitri, 2017) menambahkan
siswa yang berada dalam kondisi tertekan atau dalam lingkungan dimana
mereka tidak memiliki kendali atas stres ini, maka siswa akan cenderung
terlibat dalam penggunaan smartphone yang menuju ke adiksi.
Aspek Interpersonal yaitu kondisi stres dapat mempengaruhi tingkah
laku sehari-hari yang cenderung negatif sehingga menimbulkan masalah dalam
hubungan interpersonal seperti, kehilangan kepercayaan kepada orang lain,
mudah menyalahkan orang lain, menyerang orang dengan kata-kata, dan
27
mendiamkan orang lain. Menurut Young (2015) salah satu masalah sosial
berupa masalah interpersonal dapat mempengaruhi munculnya smartphone
addiction. Morahan & Schumacher (dalam Pinasti & Kustanti, 2017)
menjelaskan bahwa individu yang mengalami masalah interpersonal cenderung
menghindar dari lingkungan sosial dan memilih menghabiskan waktunya untuk
online di smartphone. Hal ini didukung oleh pendapat Caplan (dalam Pinasti &
Kustanti, 2017) yang mengungkapkan bahwa rendahnya ketrampilan sosial dan
kemampuan mengekspresikan diri di dunia sosial membuat individu memilih
berinteraksi secara online dan hal tersebut berkorelasi dengan penggunaan
internet yang berlebihan melalui smartphone.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek – aspek
stres akademik memengaruhi kecenderungan smartphone addiction. Hal ini
didukung oleh pendapat Skinner (2009) yang menambahkan bahwa setiap
respon yang diikuti dengan stimulus yang menguatkan, maka akan cenderung
diulang. Sehingga ketika mengalami stres akademik dan melakukan coping
stres dengan menggunakan smartphone kemudian mendapatkan konsekuensi
positif dari penggunaan smartphone, maka kegiatan tersebut akan terus
diulangi hingga dapat menimbulkan kecenderungan smartphone addiction
dikarenakan stres akademik yang dialaminya. Terlebih lagi mahasiswa sebagai
kelompok akademisi, secara langsung menggunakan smartphone sebagai salah
satu media untuk menunjang akademiknya, namun akan beresiko tinggi untuk
mengalami kecenderungan kecanduan (Basri, 2014). Didukung oleh penelitian
yang telah dilakukan oleh Karuniawan & Cahyanti (2013) dimana ditemukan
28
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara academic stress dengan
kecenderungan smartphone addiction pada mahasiswa pengguna smartphone
di Kota Surabaya.
D. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara
stres akademik dengan kecenderungan smartphone addiction pada mahasiswa.
Sehingga semakin tinggi stres akademik, maka kecenderungan smartphone
addiction pada mahasiswa semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah stres
akademik, maka kecenderunga smartphone addiction pada mahasiswa semakin
rendah.