modul sistem hematologi

322
MODUL/BAHAN AJAR SISTEM IMUNOLOGI & HEMATOLOGI DISUSUN Seri rayani B. PRODI S1KEPERAWATAN /home/website/convert/temp/convert_html/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 1 -

Upload: demario-johnson

Post on 22-Dec-2015

114 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

anatomi, fisiologi, asuhan keperawatan, kelainan pada sistem hematologi

TRANSCRIPT

Page 1: Modul SIstem Hematologi

MODUL/BAHAN AJARSISTEM IMUNOLOGI

&HEMATOLOGI

DISUSUNSeri rayani B.

PRODI S1KEPERAWATANSTIKes SANTA ELISABETH

MEDAN/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 1 -

Page 2: Modul SIstem Hematologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. IDENTITAS MATA AJAR

1.1.1. MATA AJAR : HEMATOLOGI & IMUNOLOGI - 1

1.1.2. JUMLAH SKS : 4 SKS (3 T, 0,5 AL, 0,5 K)

1.1.3. WAKTU : 80 JAM

1.2. DESKRIPSI MATA KULIAH

Mata kuliah ini membahas tentang prinsip – prinsip teoritis dan keterampilan

klinis keperawatan tentang sistem imun dan hematologi sesuai tingkat usia

manusia mulai dari pembentukan dalam kandungan sampai lansia. Fokus mata

kuliah ini meliputi berbagai aspek yang terkait dengan sistem imun hematologi

yaitu mekanisme pertahanan tubuh, sel – sel darah dan mekanisme pembekuan.

Kegiatan belajar mahasiswa berorientasi pada pencapaian kemampuan berfikir

sistematis, komprehensif dan kritis dalam mengaplikasikan konsep system imun

dan hematologi dengan pendekatan asuhan keperawatan sebagai dasar

penyelesaian masalah dengan memperhatikan aspek legal dan etis. Evaluasi

belajar mahasiswa dilakukan melalui proses belajar dan pencapaian kompetensi

1.3. PRASYARAT

Sesuai ketentuan

1.4. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

1.4.1. Modul dimulai dari daftar isi, indikator pencapaian setiap rencana

pembelajaran, uraian materi. Setelah dijelaskan materi setiap kegiatan

rencana pembelajaran dilanjutkan dengan evaluasi.

1.4.2. Setiap selesai penjelasan materi oleh dosen maka ada lembar kerja yang

diisi oleh mahasiswa tentang penugasan mandiri.

1.4.3. Pelajarilah peta konsep yang ada pada setiap modul dengan teliti.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 2 -

Page 3: Modul SIstem Hematologi

1.4.4. Pastikan bila Anda membuka modul ini, Anda siap mempelajarinya

minimal satu kegiatan pembelajaran hingga tuntas. Jangan terputus-putus

atau berhenti di tengah-tengah kegiatan pembelajaran.

1.4.5. Pahamilah tujuan pembelajaran yang ada pada setiap modul atau kegiatan

belajar dalam modul anda.

1.4.6. Bacalah materi pada modul dengan cermat dan berikan tanda pada setiap

kata kunci pada setiap konsep yang dijelaskan

1.4.7. Kerjakanlah latihan soal yang ada, jika mengalami kesulitan bertanyalah

kepada teman atau dosen anda

1.4.8. Kerjakan tes formatif pada setiap kegaiatan belajar sesuai kemampuan

anda.

1.4.9. Ulangi kegiatan 2 sampai dengan 6 pada setiap kegiatan pembelajaran

hingga selesai.

1.4.10. Kerjakanlah Soal – soal Evaluasi Akhir/lembar kerja

1.5. STANDAR KOMPETENSI

1.5.1. Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan sistem

imun dan hematologi pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan

aspek legal dan etis.

1.5.2. Melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus gangguan sistem

imun dan hematologi pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan

aspek legal dan etis.

1.5.3. Mengidentifikasi masalah – masalah penelitian yang berhubungan dengan

sistem imun dan hematologi dan menggunakan hasil – hasil penelitian

dalam mengatasi masalah imun dan hematologi.

1.5.4. Melakukan simulasi pengelolaaan asuhan keperawatan pada sekelompok

klien dengan gangguan system imun dan hematologi pada berbagai tingkat

usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis.

1.5.5. Melaksanakan fungsi advokasi pada kasus dengan gangguan sistem imun

dan hematologi pada berbagai tingkat usia

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 3 -

Page 4: Modul SIstem Hematologi

1.6. POKOK BAHASAN

1.6.1. Sistem Imunologi

a. Pengertian imunologi

b. Hormon yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh

c. Anatomi dan fisiologi sistem imun

d. Mekanisme sistem imunitas

e. Respon imun humoral dan seluler

f. Aktivitas yang berkaitan dengan sistem pertahanan

g. Respon peradangan berkaitan sistem imun

h. Sasaran utama sistem imun

i. Penyakit yang mungkin muncul berkaitan dengan sistem imun

j. Rute yang dapat dijalani patogen

1.6.2. Hematologi

a. Pengertian

b. Morfologi

c. Darah

d. Fungsi darah

e. Komposisi darah

f. Pembentukan sel darah

g. Hemoglobin

h. Pemeriksaan laboratorium untuk darah

i. Golongan darah

1.6.3. Asuhan keperawatan sistem imunologi dan hematologi

1.6.4. Asuhan keperawatan anemia

1.6.5. Asuhan keperawatan malaria

1.6.6. Asuhan keperawatan policetemia

1.6.7. Asuhan keperawatan Leukimia

a. konsep medik:

pengertian,

Anatomi dan fisiologi,

patofisiologi,

manifestasi,

pemeriksaan penunjang,

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 4 -

Page 5: Modul SIstem Hematologi

komplikasi dan penatalaksanaan medik termasuk terapi

farmakologik,

b. konsep keperawatan:

Pengkajian sistem imun dan hematologi,

Diagnosa keperawatan pada masalah kesehatan sistem imun dan

hematologi (NANDA-Carpenito),

Perencanaan keperawatan (NOC dan NIC),

Implementasi keperawatan,

Evaluasi keperawatan dan perkembangan kesehatan klien,

Dokumentasi asuhan keperawatan,

1.6.8. Perencanaan pulang dan follow-up/dischard planing)

1.6.9. Asuhan keperawatan penyakit hodgkin

1.6.10. Asuhan keperawatan penyakit DHF

1.6.11. Asuhan keperawatan penyakit Lupus

1.6.12. Asuhan keperawatan penyakit AIDS

1.7. TUJUAN PENYUSUNAN MODUL

1.7.1. Modul dimulai dari daftar isi, indikator pencapaian setiap rencana pembelajaran, uraian materi. Setelah dijelaskan materi setiap kegiatan rencana pembelajaran dilanjutkan dengan evaluasi.

1.7.2. Setiap selesai penjelasan materi oleh dosen maka ada lembar kerja yang diisi oleh mahasiswa tentang penugasan mandiri.

1.7.3. Pelajarilah peta konsep yang ada pada setiap modul dengan teliti.

1.7.4. Pastikan bila Anda membuka modul ini, Anda siap mempelajarinya minimal satu kegiatan pembelajaran hingga tuntas. Jangan terputus-putus atau berhenti di tengah-tengah kegiatan pembelajaran.

1.7.5. Pahamilah tujuan pembelajaran yang ada pada setiap modul atau kegiatan belajar dalam modul anda.

1.7.6. Bacalah materi pada modul dengan cermat dan berikan tanda pada setiap kata kunci pada setiap konsep yang dijelaskan

1.7.7. Kerjakanlah latihan soal yang ada, jika mengalami kesulitan bertanyalah kepada teman atau dosen anda

1.7.8. Kerjakan tes formatif pada setiap kegaiatan belajar sesuai kemampuan anda.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 5 -

Page 6: Modul SIstem Hematologi

1.7.9. Cocokan jawaban anda dengan kunci jawaban yang tersedia pada modul dan jika perlu lakukan penghitungan skor hasil belajar anda.

1.7.10. Ulangi kegiatan 2 sampai dengan 6 pada setiap kegiatan pembelajar hingga selesai.

1.7.11. Kerjakanlah Soal – soal Evaluasi Akhir

1.8. ALAT & BAHAN

1.8.1. Alat

1) Laptop dan LCD

2) Media pembelajaran sesuai materi (alat praktikum, kertas kerja)

3) Whitboard

1.8.2. Bahan

1) Kurikulum program studi

2) Silabus dan SAP yang telah dimiliki

1.9. CEK KEMAMPUAN AWAL

Sebelum memulai perkuliahan terlebih dahulu sebarkan quisioner untuk mengecek batas pengetahuan mahasiswa berhubungan dengan materi pembelajaran yang akan diberikan

1.10. SUMBER

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. FakultasKedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC.Jakarta.Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.Jakarta.Rohim, Abdul, dkk. (2002). Ilmu Penyakit Anak, Diagnosis danPenatalaksanaan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 6 -

Page 7: Modul SIstem Hematologi

BAB II

KEGIATAN PEMBELAJARAN-I

2.1. POKOK BAHASAN

Sistem Imunologi

a. Pengertian imunologi

b. Hormon yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh

c. Anatomi dan fisiologi sistem imun

d. Mekanisme sistem imunitas

e. Respon imun humoral dan seluler

f. Aktivitas yang berkaitan dengan sistem pertahanan

g. Respon peradangan berkaitan sistem imun

h. Sasaran utama sistem imun

i. Penyakit yang mungkin muncul berkaitan dengan sistem imun

j. Rute yang dapat dijalani patogen

2.2. KOMPETENSI DASAR :

Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan sistem imun dan

hematologi pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis

2.3. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

a. Menjelaskan pengertian imunologi (C2)

b. Menunjukkan anatomi (organ yang berperan dalam sistem imunologi dan

hematologi) (C6)

c. Menganalisa Hormon yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh (C4)

d. Menganalisa sistem imunitas (C4)

e. Membedakan Respon imun humoral dan seluler (C4)

f. Mengklasifikasi Aktivitas yang berkaitan dengan sistem pertahanan (C5)

g. Menyusun Respon peradangan berkaitan sistem imun (C5)

h. Menyusun Sasaran utama sistem imun (C5)/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 7 -

Page 8: Modul SIstem Hematologi

i. Melengkapi Penyakit yang mungkin muncul berkaitan dengan sistem imun

(C5)

j. Melengkapi Rute yang dapat dijalani patogen (C5)

2.4. URAIAN MATERI

a. Pengertian imunologi

Kata imun berasal dari Kebal’ Logos = Ilmu yang mempelajari tentang

kekebalan tubuh. Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang proses

pertahanan atau imunitas terhadap senyawa makromolekuler atau

organisme asing yang masuk kedalam tubuh. Secara historis istilah ini

kemudian digunakan untuk menjelaskan perlindungan terhadap penyakit

infeksi. Untuk melindungi dirinya, tubuh memerlukan mekanisme yang

dapat membedakan sel-sel itu sendiri (Self) dari agen-agen penginvasi

(nonself). Sistem kekebalan (bahasa Inggris: immune sistem) adalah

sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari

makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri,

protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan

terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada

autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor.

Imunitas mempunyai tiga fungsi utama:

Perannya dalam pertahanan adalah menghasilkan resistens terhadap

agen penginvasi seperti mikroorganisme.

Perannya dalam survey lans adalah mengindentifikasi dan

menghancurkan sel-sel tubuh sendiri yang bermutasi dan berpotensi

menjadi neoplasma.

Perannya dalam homeostasis adalah membersihkan sisa-sisa sel dan

zat-zat buangan sehingga tipe-tipe sel tetap seragam dan tidak berubah.

Kemampuan sistem kekebalan untuk membedakan komponen sel

tubuh dari komponen patogen asing akan menopang amanat yang diembannya

guna merespon infeksi patogen - baik yang berkembang biak di dalam sel

tubuh (intraselular) seperti misalnya virus, maupun yang berkembang biak di

luar sel tubuh (ekstraselular) - sebelum berkembang menjadi penyakit.

Meskipun demikian, sistem kekebalan mempunyai sisi yang kurang

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 8 -

Page 9: Modul SIstem Hematologi

menguntungkan. Pada proses peradangan, penderita dapat merasa tidak

nyaman oleh karena efek samping yang dapat ditimbulkan sifat toksik

senyawa organik yang dikeluarkan sepanjang proses perlawanan berlangsung.

Barikade awal pertahanan terhadap organisme asing adalah jaringan terluar

dari tubuh yaitu kulit, yang memiliki banyak sel termasuk makrofaga dan

neutrofil yang siap melumat organisme lain pada saat terjadi penetrasi pada

permukaan kulit, dengan tidak dilengkapi oleh antibodi. Barikade yang kedua

adalah kekebalan tiruan.

Walaupun sistem pada kedua barikade mempunyai fungsi yang sama,

terdapat beberapa perbedaan yang mencolok, antara lain :

sistem kekebalan tiruan tidak dapat terpicu secepat sistem kekebalan

turunan

sistem kekebalan tiruan hanya merespon imunogen tertentu, sedangkan

sistem yang lain merespon nyaris seluruh antigen.

sistem kekebalan tiruan menunjukkan kemampuan untuk "mengingat"

imunogen penyebab infeksi dan reaksi yang lebih cepat saat terpapar

lagi dengan infeksi yang sama. Sistem kekebalan turunan tidak

menunjukkan bakat immunological memory

Semua sel yang terlibat dalam sistem kekebalan berasal dari sumsum tulang.

Sel puncak progenitor mieloid berkembang menjadi eritrosit, keping darah,

neutrofil, monosit. Sementara sel punca yang lain progenitor limfoid

merupakan prekursor dari sel T, sel NK, sel B.

Sistem kekebalan dipengaruhi oleh modulasi beberapa hormon neuroendokrin.

Modulasi respon kekebalan oleh hormon neuroendokrin

Hormon Pencerap Efek modulasi

ACTH Sel B dan Sel T, pada tikus

sintesis antibodi

produksi IFN-gamma

perkembangan limfosit-B

Endorfin limpa

sintesis antibodi

mitogenesis

aktivitas sel NK

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 9 -

Page 10: Modul SIstem Hematologi

TSH Neutrofil, Monosit, sel Bmeningkatkan laju sintesis antibodi

bersifat komitogenis dengan ConA

GH PBL, timus, limpasel T CD8

mitogenesis

LH dan FSHproliferasi

produksi sitokina

PRL sel B dan sel Tbersifat komitogenis dengan ConA

menginduksi pencerap IL-2

CRF PBL

Produksi IL-1

meningkatkan aktivitas sel NK

bersifat imunosupresif

TRH Lintasan sel T meningkatkan sintesis antibodi

GHRH PBL dan limpa menstimulasi proliferasi

SOM PBL

menghambat aktivitas sel NK

menghambat respon kemotaktis

menghambat proliferasi

menurunkan produksi IFN-gamma

b. Anatomi dan Fisiologi

a. Jaringan limfoid primer/sentral

Jaringan limfoid primer berfungsi sebagai tempat diferensiasi limfosit

yang berasal dari jaringan myeloid. Terdapat dua jaringan limfoid

primer , yaitu kelenjar thymus yang merupakan diferensiasi limfosit T

dan sumsum tulang yang merupakan diferensiasi limfosit B. Pada

aves, limfosit B berdiferensiasi dalam bursa fabricius. Jaringan limfoid

primer mengandung banyak sel-sel limfoid diantara sedikit sel

makrofag dalam anyaman sel stelat yang berfungsi sebagai stroma dan

jarang ditemukan serabut retikuler.

b. Jaringan limfoid perifer/sekunder

Jaringan limfoid sekunder berfungsi sebagai tempat menampung sel-

sel limfosit yang telah mengalami diferensiasi dalam jaringan sentral

menjadi sel-sel yang imunokompeten yang berfungsi sebagai

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 10 -

Page 11: Modul SIstem Hematologi

komponen imunitas tubuh. Dalam jaringan limfoid sekunder, sebagai

stroma terdapat sel retikuler yang berasal dari mesenkim dengan

banyak serabut-serabut retikuler. Jaringan limfoid yang terdapat dalam

tubuh sebagian besar tergolong dalam jaringan ini, contohnya nodus

lymphaticus, limfa dan tonsilla

c. Berdasarkan susunan histologisnya, jaringan limfoid terbagi menjadi:

1) Jaringan limfoid longgar

Susunan unsur sel yang menetap (sel makrofag dan sel

retikuler) lebih banyak dari sel-sel bebas.

2) Jaringan limfoid padat, Limfosit mendominasi dibandingkan

sel-sel lain.

3) Jaringan limfoid noduler.

Sebenarnya merupakan jaringan limfoid padat karena sel-sel

limfosit memadati jaringan tersebut dan tersusun dalam struktur

bulat, disebut juga noulus lymphaticus. Jaringan limfoid ini

merupakan bangunan sementara yang dapat menghilang dan

timbul lagi, berfungsi sebagai tempat proliferasi limfosit.

Bagian tengah nodul berisi limfosit-limfosit muda yang

berukuran besar dengan inti pucat yang disebut centrum

germinalis.

d. Organ Limfoid terdiri dari :

1) Thymus,

2) Nodus lympaticus,

3) Lien

4) Tonsilla,

ad.1. Thymus

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 11 -

Page 12: Modul SIstem Hematologi

Thymus merupakan organ yang terletak dalam mediastinum di depan

pembuluh-pembuluh darah besar yang meninggalkan jantung, yang termasuk

dalam organ limfoid primer. Thymus merupakan satu-satunya organ limfoid

primer pada mamalia yang tampak dan merupakan jaringan limfoid pertama

pada embrio sesudah mendapat sel induk dari saccus vitellinus. Limfosit yang

terbentuk mengalami proliferasi tetapi sebagian akan mengalami kematian,

yang hidup akan masuk ke dalam peredaran darah sampai ke organ limfoid

sekunder dan mengalami diferensiasi menjadi limfosit T. Limfosit ini akan

mampu mengadakan reaksi imunologis humoral. Geminal centers tidak

terdapat di organ ini.

Gambaran Histologis

Tiap lobulus dibungkus dalam kapsel jaringan pengikat longgar yang tipis

dan melanjutkan diri ke dalam membagi lobus menjadi lobuli dengan

ukuran 0,5 – 2 mm. Jaringan parenkim thymus terdiri dari anyaman sel-sel

retikuler saling berhubungan tanpa adanya jaringan pengikat lain, diantara

sel retikuler terdapat limfosit. Sel retikulernya berbentuk stelat seperti

didalam nodus lymphaticus dan lien, tetapi berasal dari endoderm.

Hubungan ini lebih jelas di daerah medulla sampai membentuk struktur

epitel yang disebut corpuskulum hassalli (thymic corpuscle). Masing-

masing lobus terdiri dari cortex dan medulla.

1. Cortex

Limfosit dihasilkan di daerah cortex sehingga sebagian besar populasi

sel di cortex adalah limfosit dari berbagai ukuran. Hubungan antara sel

retikuler terlihat dengan M.E. sebagai desmosom, sel retikuler

epitelnya adalah sel stelat dengan inti oval yang berwarna pucat dan

berukuran 7-11 mikron. Limfosit besar banyak terdapat di bagian

perifer dan makin kedalam jumlah limfosit kecil makin bertambah,

sehingga cortex bagian dalam sangat padat oleh limfosit kecil. Dalam

cortex terjadi proses proliferasi dan degenerasi, dan terdapat makrofag

yang walaupun sedikit merupakan penghuni tetap dalam cortex.

Kadang-kadang juga ditemukan sedikit plasmasit dalam parenkim./tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 12 -

Page 13: Modul SIstem Hematologi

2. Medulla

Pada medulla, banyak terdapat sel retikuler dengan berbagai bentuk,

kadang mempunyai tonjolan dan kadang tidak mempunyai tonjolan

sitoplasma. Ada pula sel retikuler yang berbentuk gepeng dan tersusun

konsentris membentuk corpusculum Hassali. Sel-selnya berhubungan

sebagai desmosom. Bagian tengahnya mengalami degenerasi dan

kadang-kadang kalsifikasi. Limfosit terdapat tidak begitu banyak dan

hanya dari jenis bentuk kecil. Perbedaan dengan limfosit cortex karena

bentuk yang tidak teratur dengan sitoplasma lebih banyak. Dalam

medulla terdapat jenis sel lain dalam jumlah kecil seperti makrofag dan

eosinofil.

3. Pembuluh Darah

Cortex mendapat darah sebagai anyaman kapiler yang dipercabangkan

dari arteriola yang terdapat di perbatasan cortex dan medulla. Hanya

terdapat sedikit perpindahan makromolekul dari darah ke parenkim

melintasi dinding kapiler cortex, sedang di medulla pembuluh darah

lebih permeabel. Maka, limfosit dalam cortex dilindungi terhadap

pengaruh makromolekul dengan adanya blood-thymus barier.

Pembuluh limfe terdapat di jaringan pengikat penyekat lobulus.

Histogenesis

Thymus berasal dari dua tonjolan epitel endoderm saccus brachialis III.

Mula-mula penonjolan ini memiliki lumen yang berhubungan dengan

pharynx, dengan adanya proliferasi epitel dindingnya, lumen akan terisi

oleh sel-sel yang juga mengadakan invasi diantara sel-sel jaringan

mesenkim di sekelilingnya. Pada umur enam minggu akan muncul limfosit

yang makin lama makin bertambah dan parenkim akan mengubah sel-sel

stelat yang dihubungkan oleh desmosom. Medulla terjadi kemudian di

daerah dalam.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 13 -

Page 14: Modul SIstem Hematologi

Involusi

Proses invulsi disebut sebagai age invultion, dimulai sejak masa kanak-

kanak. Proses tersebut dapat dipercepat sebagai akibat berbagai

rangsangan, misalnya penyakit, stress, kekurangan gizi, toksis atau ACTH,

proses ini disebut sebagai accidental involution. Pada binatang percobaan

akan terjadi experimental involution yang dapat diikuti regenerasi yang

intensif. Thymus mengalami involusi secara fisiologis dengan perlahan-

lahan. Cortex menipis, produksi limfosit menurun sedang parenkim

mengkerut diganti oleh jaringan lemak yang berasal dari jaringan pengikat

interlobuler.

Histofisiologis

Limfosit sangat penting untuk perkembangan, karena adanya sejenis

limfosit yang bertanggungjawab atas penolakan jaringan cangkok, delayed

hypersensitvity, reaksi terhadap fungsi mikroorganisme dan virus tertentu.

Limfosit T tidak melepaskan anmtibodi yang biasa tetapi diperlukan untuk

membantu reaksi humoral oleh limfosit B. Limfosit thymus baru bersifat

imunokompeten apabila sudah berada di luar thymus.

Apabila sel induk telah sampai ke thymus, maka akan berubah menjadi

limfosit thymus dan mulai berproliferasi. Limfosit besar akan

berproliferasi di cortex tepi memberikan limfosit kecil yang berkelompok

di cortex sebelah dalam. Proliferasi di thymus tidak dipengaruhi oleh

antigen yang berbeda dengan di limfosit di organ limfoid perifer, denganh

adanya blood thymus barrier.

Limfosit yang meninggalkan thymus akan menuju organ limfoid perifer

untuk berkumpul di daerah yang dibawah pengaruh thymus (thymus

depending regions) yaitu cortex bagian dalam nodus lymphaticus,

selubung limfoid periarterial di lien, daerah antara nodulus lymphaticus

tonsilla, plaques Peyeri dan appendiks.

Ad. 2. Nodus Lymphaticus

Nodus lymphaticus merupakan organ kecil yang terletak berderet-deret

sepanjang pembuluh limfe. Jaringan parenkimnya merupakan kumpulan

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 14 -

Page 15: Modul SIstem Hematologi

yang mampu mengenal antigen yang masuk dan memberi reaksi

imunologis secara spesifik. Organ ini berbentuk seperti ginjal atau oval

dengan ukuran 1-2,5 mm. Bagian yang melekuk ke dalam disebut hillus,

yang merupakan tempat keluar masuknya pembuluh darah. Pembuluh

limfe aferen masuk melalui permukaan konveks dan pembuluh limfe

eferen keluar melalui hillus. Nodus lymphaticus tersebar pada ekstrimitas,

leher, ruang retroperitoneal di pelvis dan abdomen dan daerah

mediastinum.

Gambaran Histologis

Nodus lymphaticus terutama terdiri atas jaringan limfoid yang ditembusi

anyaman pembuluh limfe khusus yang disebut sinus lymphaticus. Nodus

lymphaticus dibungkus oleh jaringan pengikat sebagai kapsula yang

menebal di daerah hillus dan beberapa jalur menjorok ke dalam sebagai

trabekula. Parenkim diantara trabekula diperkuat oleh anyaman serabut

retikuler yang berhubungan dengan sel retikuler. Diantara anyaman ini

diisi oleh limfosit, plasmasit dan sel makrofag. Parenkim nodus

lymphaticus terbagi atas cortex dan medulla, dengan perbedaan terdapat

pada jumlah, diameter dan susunan sinus.

Cortex

Dengan M.E. tampak sebagai kumpulan pada sel-sel limfoid yang dilalui

oleh trabekula dan sinus corticalis. Pada cortex dibedakan daerah-daerah

sebagai nodulus lymphaticus primarius, nodulus lymphaticus secondaris

dan jaringan limfoid difus. Nodulus lymphaticus primer dan sekunder

menmpati cortex bagian luar, sedang jaringan limfoid difus menempati

cortex bagian dalam atau daerah paracortical.

Pada pengamatan dengan M.E. sel retikuler terlihat memiliki inti yang

jernih dengan sitoplasma menagndung granular endoplasmic retikulum dan

diduga membuat serabut-serabut retikuler. Pada umumnya germinal center

banayk terdapat di daerah cortex. Daerah dekat sinus marginalis

mengandung banyak limfosit kecil karena menerima limfosit yang baru

datang dari pembuluh darah aferen. Pada bagian dalam cortex, sel-selnya /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 15 -

Page 16: Modul SIstem Hematologi

tersusun lebih longgar dan terutama terdapat limfosit kecil dan sel retikuler

yang makin bertambah.

Medulla/Medulla Cord

Medulla cord merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tersusun di

sekitar pembuluh darah. Kumpulan jaringan limfoid ini membentuk

anyaman dan berakhir di daerah hillus. Medulla ini banyak sekali

mengandung anyaman serabut retikuler dan sel retikuler yang di dalamnya

mengandung limfosit, plasmasit dan makrofag. Kadang ditemukan

granulosit dan eritrosit. Dalam keadaan sakit jumlah unsur sel akan

bertambah.

Pembuluh Darah

semua pembuluh darah yang menuju nodus lymphaticus akan masuk

melalui hillus, hanya sedikit yang melalui permukaan cortex., Mula-mula

arteri dari hillus mengikuti trabecula memasuki medullary cord menjadi

kapiler. Arterinya sendiri menuju cortex untuk bercabang-cabang menjadi

kapiler membentuk anyaman. Anyaman kapiler di cortex ini akan

ditampung dalam venula dengan endotil berbentuk kuboid. Dari venula ini

akan berkumpul menjadi vena yang jalannya mendampingi arteri. Venula

ini tidak mempunyai serabut otot polos dan terdapat juga pada beberapa

bagian pembuluh darah di tonsilla, plaques Peyeri dan appendix.

Histofisiologis

Dinding pembuluh limfe yang tipis mudah ditembus oleh makromolekul

dan sel-sel yang berkelana dari jaringan pengikat, sehingga tidak dijumpai

adanya barier yang mencegah bahan-bahan antigenik, baik endogen

maupun eksogen. Sel bakteri dapat dengan mudah melintasi epidermis dan

epitel membrana mukosa yang membatasi ruangan dalam tubuh, yang

apabila luput dari perngrusakan oleh fagosit dalam darah maka akan

berproliferasi dan menghasilkan toksin yang mudah masuk dalam limfe.

Nodus lymphaticus berfungsi sebagai filtrasi terhadap limfe yang masuk

karena terdapat sepanjang pembuluh limfe sehingga akan mencegah /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 16 -

Page 17: Modul SIstem Hematologi

pengaruh yang merugikan dari bakteri tersebut. Fungsi imunologis nodus

lymphaticus disebabkan adanya limfosit dan plasmasit dengan bantuan

makrofag untuk mengenal antigen dan pembuangan antigen fase terakhir.

Nodus lymphaticus juga merupakan tempat penyebaran sel-sel yang baru

dilepas oleh thymus atau sumsum tulang.

Hemal Nodes

Apabila dalam nodus lymphaticus ditemukan eritrosit sangat banyak

disebut sebagai hemal nodes. Jenis ini ditemukan pada domba, tetapi tidak

pada manusia.

Ad.3. Lien

Lien merupakan organ limfoid yang terletak di cavum abdominal di

sebelah kiri atas di bawah diafragma dan sebagian besar dibungkus oleh

peritoneum. Lien merupakan organ penyaring yang kompleks yaitu dengan

membersihkan darah terhadap bahan-bahan asing dan sel-sel mati

disamping sebagai pertahanan imunologis terhadap antigen. Lien berfungsi

pula untuk degradasi hemoglobin, metabolisme Fe, tempat persediaan

trombosit, dan tempat limfosit T dan B. Pada beberapa binatang, lien

berfungsi pula untuk pembentukan eritrosit, granulosit dan trombosit.

Gambaran Histologis

Lien dibungkus oleh jaringan padat sebagai capsula yang melanjutkan

diri sebagai trabecula. Capsula akan menebal di daerah hilus yang

berhubungan dengan peritoneum. Dari capsula melanjutkan serabut

retikuler halus ke tengah organ yang akan membentuk anyaman. Pada

sediaan terlihat adanya daerahbulat keabu-abuan sebesar 0,2-0,7 mm,

daerah tersebut dinamakan pulpa alba yang tersebar pada daerah yang

berwarna merah tua yang dinamakan pulpa ruba.

a. Pulpa alba

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 17 -

Page 18: Modul SIstem Hematologi

Pulpa alba sering disebut pula sebagai corpusculum malphigi

terdiri atas jaringan limfoid difus dan noduler.Pulpa alba

membentuk selubung limfoid periarterial (periarterial limfoid

sheats/PALS) di sekitar arteri yang baru meninggalkan trabecula,

selubung tersebut mengikuti arteri sampai bercabang-cabang

menjadi kapiler. Sepanjang perjalanannya pada beberapa tempat

selubung tersebut mengandung germinal center. PALS dan

germinal center merupakan jaringan limfoid, tetapi PALs

sebagian besar mengandung limfosit Tdan germinal center

mengandung limfosit B. Struktur PALS terdiri dari anyaman

longgar serabut retkuler dan sel retikuler. Di tengah pulpa alba

terdapat arteri sentralis . dalam celah-celah anyaman terdapat

limfosit kecil dan sedang, kadang ditemukan plasmasit. Pada

waktu adanya rangsangan antigen di daerah PALS banyak

terdapat limfosit besar, limfoblas dan plasmasit muda banyak

sekali.

b. Pulpa rubra

Pulpa rubra terdiri atas pembuluh-pembuluh darah besar yang

tidak teratur sebagai sinus renosus dan jaringan yang mengisi

diantaranya sebagai splendic cords of Billroth. Warna merah

pulpa rubra disebabkan karena eritrosit yang mengisi sinus

venosus dan jaringan diantaranya. Di dalam celah pulpa terdapat

sel-sel bebas seperti makrfag, semua jenis sel dalam darah

dengan beberapa plasmasit. Dengan M.E. makrofag dapat dengan

mudah ditemukan sebagai sel besar dengan sitoplasma yag

kadang-kadang mengandung eritrosit, netrofil dan trombosit atau

pigmen. Bagian tepi pulpa alba terdapat daerah peralihan dengan

pulpa rubra sebesar 80-100 mikron, daerah ini dinamakan zona

marginalis yang mengandung sinus venosus kecil. Zona

marginais merupakan pulpa rubra yang menerima darah arterial

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 18 -

Page 19: Modul SIstem Hematologi

sehingga merupakan tempat hubungan pertama antara sel-sel

darah dan partikel dengan parenkim lien.

c. Capsula dan Trabecula

Capsula dan trabecula terdiri atas jaringan pengikat padat dengan

sel otot polos dan anyaman serabut elastis. Permukaan luar terdiri

dari sel mesotil sebagai bagian peritoneum. Trabecula merupakan

lanjutan kapsula yang membawa arteri, vena dan pembuluh

limfe. Trabecua mengandung lebih banyak serabut elastis dan

beberapa serabut sel otot polos.

d. Arteri

Cabang-cabang arteri linealis masuk melalui hilus,mengikuti

trabecula dan tiap kali bercabang menjadi makin kecil. Mula-

mula arteri ini sebagai jenis arteri muskuler dengan tunika

adventitia yang longgar dalam jaringan pengikat padat trabecula.

Setelah mencapai diameter 0,2 mm, arteri tersebut mennggalkan

trabecula dan tunika adventitianya diganti oleh jaringan limfoid

hingga menjadi arteri sentralis. Arteri sentralis merupakan arteri

muskuler dengan endotil berbentuk tinggi disertai selapis atau

dua lapis otot polos yang melanjutkan dengan bercabang-cabang

dan makin kecil. Pada diameter 40-50 mikron, selubung limfoid

menipis dan bercabang menjadi 2-6 pembuluh sebagai arteria

penicillus atau arteria pulpa rubra. Pada waktu masuk pulpa

rubra, arteri penicillus bercabang menjadi 2-3 kapiler dengan

dinding yang menebal yag disebut selubung Schweiger Seidel.

Kapilernya disebut sheated capillary.

Menurut Baley’s Textbook of Histology, arteri penicullus terdiri

dari tiga bagian:

1. Arteri pulpa,merupakan segmen terpanjang denganselapis

otot polos.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 19 -

Page 20: Modul SIstem Hematologi

2. Sheated capillary, tanpa otot polos

3. Terminal arterial capilarry

e. Sinus Venosus dan Vena

Sinus venosus terdapat di seluruh pulpa rubra dan banyak sekali

terdapat di sekeliling pulpa alba. Pembuluh-pembuluh darah ini

dapat disebut sinus venosus sebab lumennya tidak teratur

lebarnya (12-40 mikron).Dindingnya terdiri atas endotil dan

lamina basalis. Sitoplasma mengandung dua macam filament

yang tersusun sejajar sumbu panjang dan tidak terdapat

intercellular junction. Kemampuan fagositosis sangat terbatas.

Sinus venosus akan mengalirkan darah ke vena pulpa yang

menpunyai dinding terdiri atas endotil memanjang, lamina

basalis dan selapis tipis otot pos. Selanjutnya vena pulpa akan

bermuara ke vena trabecula yang akan berkumpul di hilus

sebagai vena lienalis.

f. Hubungan Arteri dan Vena

Ada tiga teori mengenai hubungan arteri dan vena:

1. Teori sirkulasi terbuka, Teori ini menyatakan bahwa darah

drai kapiler bermuara di dalam celah-celah antara sel retikuler

kemudian perlahan-lahan kembali ke sinus venosus.

2. Teori sirkulasi tertutup, Teori ini menyatakan bahwa kapiler

berhubungan langsung dengan sinus venosus.

Teori kompromi, Teori ini menyatakan bahwa dalam lien terdapat

kedua macam sirkulasi tersebut pada suatu tempat.

Histogenesis dan Regenerasi Lien. Primordium lien tampak pada

embrio umur 8-9 minggu sebagai suatu penebalan jaringan mesenkim

pada mesogastrium dorsalis. Sel-sel mesenkim memperbanyak diri

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 20 -

Page 21: Modul SIstem Hematologi

dengan mitosis membentuk hubungan melalui tonjolannya sebagai

rangka retikuler dalam pulpa alba dan pulpa rubra. Kemudian muncul

sel primitif basofil yang berasal dari sel-sel induk dalam saccus

vitelinus, hepar atau medulla oseum. Limfosit dalam lien sebagian

beupa limfosit T, sebagian dari medulla oseum yang dibawah pengaruh

Limfosit B. Makrofag dalam lien kemungkinan berasal dari sel induk

dalam medulla osseum. Apabila lien diangkat, maka fungsinya akan

diambil alih oleh organ lain. Apabila terjadi luka, akan terjadi

kesembuhan dengan timbulnya jaringan pengikat.

ad. 4. Tonsilla

Lubang penghubung antara cavum oris dan pharynx disebut faucia. Di

daerah ini membran mukosa tractus digestivus banyak mengandung

kumpulan jaringan limfoid dan terdapat infiltrasi kecil-kecil diseluruh

bagian di daerah tersebut. Selain itu diyemukan juga organ limfoid

dengan batas-batas nyata.

Rangkaian organ limfoid ini (cincin Waldeyer) meliputi:

1. Tonsila Lingualis

Tonsilla lingualis terdapat pada facies dorsalis radix linguae

sebagai tonjolan-tonjolan bulat. Pada permukaannya terdapat

lubang kecil yang melanjutkan diri sebagai celah invaginasi(crypta)

yang dilapisi oleh epitel gepeng berlapis. Crypta tersebut dikelilingi

oleh jaringan limfoid. Sejumlah limfosit yang mengalami infiltrasi

dalam epitel dan berkumpul dalam crypta yang kemudian

mengalami degenerasi dan membentuk suatu kumpulan dengan sel

epitel yang sudah terlepas bersama bakteri sebagai detritus.

Kadang-kadang dalam crypta bermuara kelenjar mukosa. Dalam

jaringan limfoid tampak adanya nodus lymphaticus.

2. Tonsila Palatina

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 21 -

Page 22: Modul SIstem Hematologi

Diantara arcus glossoplatinus dan arcus pharyngopalatinus terdapat

ua buah jaringan limfoid dibawah membrane mukosa yang masing-

masing disebut tonsilla palatine. Epitel bersama jaringan pengikat

yang menutupi mengadakan invaginasi membentuk crypta

sebanyak 10-20 buah. Pada dasar crypta, batas antara epitel dan

jaringan limfoid kabur karena infiltrasi limfosit dalam epitel.

Limfosit yang telah melintasi epitel bersama dengan leukosit dan

sel epitel yang mati sebagai corpusculum salivarius. Terdapat

nodulus lymphaticus sebesar 1-2 mm dengan germinal centernya

tersusun berderet dalam jaringan limfoid yang difus. Antara

nodulus lymphaticus yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh

jaringan pengikat (capsula) yang mengandung limfosit, mast sell

dan plasmasit. Apabila ditemukan granulosit, hal ini menunjukkan

adanya radang.

3. Tonsila Pharyngealis

Pada atap dan dinding dorsal nasopharynx terdapat kelompok

jaringan limfoid yang ditutupi pula oleh epitel yang dinamakan

tonsilla pharyngealis. Jenis epitelnya sama dengan epitel tractus

respiratorius ialah epitel semu berlapis bercillia dengan sel piala.

Epitelnya tidak mengadakan invaginasi membentuk crypta tetapi

melipat-lipat. Pada puncak lipatan banyak infiltrasi limfosit,

dibawah epitel terdapat nodulus lymphaticus yang mengikuti

lipatan-lipatan. Jaringan limfoid ini dipisahkan oleh capsula tipis

jaringan pengikat dan diluar capsula terdapat kelenjar-kelenjar

campuran yang saluran keluarnya menembus jaringan limfoid dan

bermuara didalam saluran lipatan epitel.

c. Mekanisme Sistem Imunitas

Sistem imun terbagi dua berdasarkan perolehannya atau asalnya, yaitu

Sistem Imun Nonspesifik (Sistem imun alami) merupakan lini pertama

sedangkan Sistem Imun Spesifik (Sistem imun yang didapat/hasil /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 22 -

Page 23: Modul SIstem Hematologi

adaptasi) merupakan lini kedua  dan juga berfungsi terhadap serangan

berikutnya oleh mikroorganisme patogen yang sama. Masing-masing

dari sistem imun mempunyai komponen seluler dan komponen

humoral, walaupun demikian, kedua sistem imun tersebut saling

bekerjasama dalam menjalankan fungsinya untuk mempertahankan

tubuh.

1) Mekanisme pertahanan non spesifik (Sistem imun alami)

disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas

alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan

hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam

antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri

atas berbagai macam elemen non spesifik.Jadi bukan merupakan

pertahanan khusus untuk antigen tertentu.

2) Mekanisme pertahanan tubuh spesifik (Sistem imun yang

didapat/hasil adaptasi)

disebut juga komponen adaptif  atau imunitas didapat adalah

mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis

antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis

lain. Bedanya dengan pertahanan tubuh non spesifik adalah

bahwa pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau ditimbulkan

terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia akan terbentuk.

Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah ada sebelum ia

kontak dengan antigen.

Berikut merupakan perbedaan Sistem imun spesifik dan sistem imun non spesifik:

Sistem imun spesifik Sistem imun non spesifik

Memerlukan waktu untuk melawan

serangan Antigen

Tidak memerlukan waktu

Bersifat Antigen spesifik Tidak bersifat Antigen spesifik

Dapat mengenali Antigen

(immunological memory)

Tidak memiliki memori terhadap

Antigen

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 23 -

Page 24: Modul SIstem Hematologi

Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi

mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme

pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel

limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel

makrofag dan komplemen. Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme

pertahanan spesifik disebut juga respons imun didapat.

Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang

merupakan ligannya. di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan

memori imunologis yang akan cepat bereaksi bila menemukan dengan antigen

yang sama di kemudian hari. Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi

dan limfosit efektor yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya,

sehingga terjadi eliminasi antigen. Sel yang berperan dalam imunitas didapat

ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (APC = antigen presenting cell

= makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B

masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel

limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni

antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan

memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis

antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas

sel yang mengandung antigen. Limfosit berperan utama dalam respon imun

diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu Limfosit B dan Limfosit T.

Berikut adalah perbedaan antara Limfosit T dan Limfosit B :

Limfosit B Limfosit T

Dibuat di sumsum tulang yaitu sel

batang yang sifatnya

pluripotensi(pluripotent stem cells)

dan dimatangkan di sumsum

tulang(Bone Marrow)

Dibuat di sumsum tulang dari sel

batang yang pluripotensi (pluripotent

stem cells) dan dimatangkan di Timus

Berperan dalam imunitas humoral Berperan dalam imunitas selular

Menyerang antigen yang ada di

cairan antar sel

Menyerang antigen yang berada di

dalam sel

Terdapat 3 jenis sel Limfosit B yaitu : Terdapat 3 jenis Limfosit T yaitu:

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 24 -

Page 25: Modul SIstem Hematologi

Limfosit B plasma yaitu

memproduksi antibodi

Limfosit B pembelah,

menghasilkan Limfosit B

dalam jumlah banyak dan

cepat

Limfosit B memori,

menyimpan mengingat

antigen yang pernah masuk ke

dalam tubuh

Limfosit T pembantu (Helper

T cells), berfungsi mengatur

sistem imun dan mengontrol

kualitas sistem imun

Limfosit T pembunuh (Killer T

cells) atau Limfosit T

Sitotoksik, menyerang sel

tubuh yang terinfeksi oleh

patogen

Limfosit T surpressor

(Surpressor T cells), berfungsi

menurunkan dan

menghentikan respon imun

jika infeksi berhasil diatasi

d. Respon Imun Humoral dan Seluler

Berdasarkan mekanisme kerjanya, sistem imun terbagi, yaitu:

1) Sistem Imun Humoral atau sistem imun jaringan atau diluar sel,

yang berperan adalah Sel antibodi dan,

2) Sistem Imun Cellular (sistem imun yang bekerja pada sel yang

terinfeksi antigen, yang berperan adalah sel T (Th, Tc, Ts).

Ad.1. Respon Imun Humoral

Responimun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kunci dengan

anak gemboknya, dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B

sebagai benda asing. Selama perkembangan masa janin dihasilkan ratusan ribu sel

B dan sel T yang memilki potensi yang berikatan dengan protein spesifik. Protein

yang dapat berikatan dengan sel T dan B mencakup protein yang terdapat

dimembran sel bakteri, mikoplasma, selubung virus, atau serbuk bunga, debu, atau

makanan tertentu. Setiap sel dari seseotang memilki protein-protein permukaan

yang dikenali berbagai benda asing oleh sel T atau B milik orang lain. Protein

yang dapat berikatan dengan sel; T atau B disebut dengan antigen, apabila suatu

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 25 -

Page 26: Modul SIstem Hematologi

antigen menyebabkan sel T atau B menjadi aktif bermultiplikasi dan

berdeferensiaasi lebih lanjut, maka antigen tersebut dapat bersifat imunogenik.

Sel B memiliki dua fungsi esensial, yaitu :

1. Berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin

2. Sel B mengalami pematangan dalam dua tahap, tetapi tidak seperti sel T, tidak

matang ditimus: Fase pertama pematangan sel B bersifat independenantigen. Dan

fase kedua adalah fase dependen – antigen, sel B berinteraksi dengan suatu

imunogen, menjadi aktif dan membentuk sel plasma yang mampu mengeluarkan

antibodi.

Peran Sel Imun humoral

1. Menyebabkan sitotoksisitas

2. Memungkinkan imunisasi pasif

3. Meningkatkan opsonisasi (pengendapan komplemen pada suatu antigen sehingga

kontak lekat dg sel fagositik menjadi lebih stabil)

4. Mengaktifkan komplemen

5. Dapat menyebabkan anafilaksis

Antigen, Antibodi, Fungsi, Peran dan Pembentukannya

1. Antigen

Antigen merupakan bahan asing yang dikenal dan merupakan target yang akan

dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan seluruh

sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap

selnya sendiri.Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang

menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi.Antigen biasanya

protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul lainnya, termasuk molekul

kecil (hapten) dipasangkan ke protein-pembawa.

2. Antibodi

Antibodi adalah protein yang dapat ditemukan pada darah atau kelenjar tubuh

vertebrata lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk

mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda asing seperti bakteri dan

virus.Mereka terbuat dari sedikit struktur dasar yang disebut rantai.Tiap antibodi

memiliki dua rantai berat besar dan dua rantai ringan. Lima isotype antibodi yang

berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia dan memainkan peran yang berbeda

dan menolong mengarahkan respon imun yang tepat untuk tiap tipe benda asing /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 26 -

Page 27: Modul SIstem Hematologi

berlainan yang masuk ke dalam tubuh, yaitu: Imunoglobulin G (IgG), Imunoglobulin

M(IgM), Imunoglobulin A(IgA), Imunoglobulin D(IgD) dan Imunoglobulin E(IgE).

Antibodi berfungsi dalam respon imun melalui beberapa jalan :

2. Neutralisasitoksin. Antibodi yang spesifik (IgG, IgA) untuk toksin bakteri atau bisa

serangga/ular dapat mengikat antigen dan menginaktif-kannya. Kompleks ikatan

tersebut selanjutnya akan dieliminir oleh sistim fagosit makrofag.

3. Neutralisasi virus Antibodi yang spesifik (IgG, IgA) terhadap epitop pada

permukaan virus akan mencegah ikatan virus dengan sel mukosa sehingg

mencegah infeksi, Sel NK dapat menghancurkan sel yang di infeksi virus.

4. Opsonisasi bakteri. Antibodi (IgG, IgM) dapat menyelimuti permukaan bakteri

sehingga memudahkan eliminasi oleh fagosit (yang memiliki reseptor untuk Fc

dari Ig). Ikatan dengan makrofag tersebut memudahkan fagositosis (opsonin).

5. Aktivasi komplemen. Berbeda kelas antibodi (IgG, IgM, IgA) dapat mengaktifkan

komplemeti. Bila epito pada pada permukaan sel misalnya bakteri, maka

komplemen yang diaktifkan dapat menghancurkan sel tersebut melalui efek enzim.

Beberapa komponen komplemen (C3b, C4b) juga memiliki sifat opsonin. Opsonin

tersebut berikatan dengan kompleks antigen-antibodi dan akhirnya dengan reseptor

pada permukaan makrofag sehingga memudahkan fagositosis.

6. ADCC

Anti bodi utama IgG dapat diikat Killer cell (sel K) (atausel lain seperti eosinofil,

neutrofil, yang memiliki reseptor untuk Fc dari IgG). Sel yang dipersenjatai oleh

IgG tersebut dapat mengikat sel sasaran (bakteri, sel tumor, penolakan transplan,

penyakit auto imun dan parasit) dan membunuhnya. Bedasel K dari sel Tc ialah

karena sel K tidak memiliki petanda CD8 dan memerlukan anti bodi dalam

fungsinya.

ANTIBODI/IMMUNOGLOBULIN/Ig1. bentuknya seperti huruf Y

2. terdiri dari 4 rantai polipeptida simetria antara lain : 2 rantai berat/heavy dan 2

rantai ringan/light.

3. mempunyai regio

3.1. Constan : urutan AA nya pada terminal C/karboksil

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 27 -

Page 28: Modul SIstem Hematologi

3.2. Variabel : urutan AAnya bervariasi pada terminal N/Amino  yang

berfungsi untuk mengikat antigen (Ag).

4. pemecahan IgG :

 Oleh enzim Papain/pepaya (dengan adanya sistin) pada regio hinge menjadi 2

Fab + 1 Fc. Dimana F (fragmen) BM Fab = 52.000; Fc=48.000

Oleh Pepsin/lambung di Regio Non hinge

5. mempunyai ikatan disulfida (S-S) :

INTRA-CHAIN (pada setiap 110-120 AA), dalam 1 loop terdapat kira-kira 60

AA

INTER-CHAIN (antar rantau) : antara rantai H dan L, dan antara rantai H dan

H. 

Gambar IgG

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 28 -

Page 29: Modul SIstem Hematologi

 KLASIFIKASI ANTIBODI (Ab)/Ig

Berdasarkan macam rantai H :

1. Ig G 

 Terdiri dari 80% globulin gamma

merupakan globulin gamma : 7 S /sedimentasi

BM =150.000-160.000

mengandung 2-4% Kh

distribusi CES

mampu menembus plasenta

albumin, fibrinogen, globulin dihasilkan di hepar

Immunoglobulin : glikoprotein

2. IgA

 BM =140.000-400.000

kecepatan sedimentasi 6,6-13 %

mengandung 5-10%  Kh

kadar tinggi : darah, sekret serumukosal (selaput lendir yang jernih), saliva,

kolostrum, air mata, sekret bronkus, traktus gastrointestinal/TGI

IgAs(sekretori) untuk pertahanan terhadap infeksi virus dan bakteri

T-PIECE : molekul pentransport Ig A ke lumen kelenjar, BM = 60.000, terikat

pada Fc pada IgA

tidak mampu menembus plasenta

3. Ig M

protein terbesar (576 AA) Bm = 950.000

antibodi pertama yang dibentuk apada bayi lahir (manusia/hewan). Kemudian

sel-sel yang memproduksi Ig M membagi diri menjadi sel anak dan

memproduksi Ig G

IgM (Ig D) terdapat di permukaan limfosit B

mengandung 10-12% Kh

dapat disodiasi/pecah menjadi 2 L+2H dengan 2 sisi kombinasi yaitu 1

molekul untuh punya 10 sisi kombinasi

tak mampu menembus plasenta

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 29 -

Page 30: Modul SIstem Hematologi

4. Ig D  belum jelas fungsi secara fisiologi

5. Ig E

Bm = 190.000 (8S)

50% penderita alergi Ig E naik

antibodi sensitif di kulit (reagenik di sel mast) sisi ikatnya pada regio C rantai

H e

mast cell terdapat di kulit

Ikatan Ig E dan Ag di kulit mengakibatkan : pelepasan produk inflamasi dari

sel mast/serotonin, histamin berakibat reaksi kulit berat bronkospasme,

CTM(Chlor Tri Methon) alergi

Pembentukan Antibodi :

1. Tempat Pembentukan Antibodi

Antibodi dibentuk oleh sel plasma yang yang berasal dari diferensiasi sel B

akibat adanya kontak dengan antigen. Selama berdiferensiasi menjadi sel plasma,

limfosit B membengkak karena retikulum endoplasma kasar (tempat sintesis

protein yang akan dikeluarkan) sangat berkembang. Karena antibodi adalah

protein, sel-sel plasma pada dasarnya menjadi pabrik protein yang produktif,

menghasilkan sampai dua ribu molekul antibodi per detik.Sedemikian besarnya

komitmen perangkat pembuat protein di sel plasma untuk menghasilkan antibodi

membuat sel tersebut tidak mampu mempertahankan sintesis protein untuk

kelangsungan hidup dan pertumbuhannya sendiri. Sebagai akibatnya, sel plasma

mati dalam rentang waktu lima sampai tujuh hari.

2. Cara Pembentukan Antibodi

Mekanisme sebenarnya dari pembuatan antibodi sebagai reaksi atas masuknya

antigen masih belum diketahui secara pasti

2.   Respon Imun seluler

Limfosit T mempunyai peran yang penting pada respon hospes terhadap

parasit.Makrofag yang distimulasi limfokin efektif memfagosit protozoa intraselular

seperti trypanosome cruzi,leismania donovani,toxoplasma gondii,dan plasmodium sp.

Serta cacing seperti cacing filaria dan skistosoma.Sel T sitotoxic secara langsung

dapat menghancurkan sel dan fibroblast jantung yang terinfeksi T.cruzi, pada /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 30 -

Page 31: Modul SIstem Hematologi

beberapa infeksi.Skistosomiasis.System imun tidak dapat secara sempurna

melenyapkan parasit.Sel T bereaksi terhadap antigen yang dilepaskan secara local

oleh cacing atau telurnya dan mengisolasinya dengan pembentukan granuloma.

Peransel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama :

1. Fungsi regulator

Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T

penolong (CD4).Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama

sitokin (protein berberat molekul rendah yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun)

untuk melaksanakan fungsi regulatornya.

Sitokindarisel CD4 mengendalikan proses imun seperti pembentukan

immunoglobulin oleh sel B, pengaktivan sel T lain dan pengaktifan makrofag

2. Fungsi efektor

Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (sel CD8). Sel-sel CD 8 ini

mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor dan jaringan transplantasi

dengan menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin kedalam sasaran ”asing”. Baik

sel CD4 dan CD8 menjalani pendidikan timus dikelenjar timusuntuk belajar mengenal

fungsi.

Fungsi utama imunitas selular adalah :

Sel T CD8 memiliki fungsi sitotoksik.

Sel T memiliki kemampuan untuk mengingat.

Sel T juga memiliki peran penting dalam regulasi atau pengendalian sel.

Terdapat 3 sub populasi Sel T:

1. Sel T sitotoksik mengancurkan sel pejamu yang memiliki antigen asing

(contoh : virus, kanker)

2. Sel T penolong menaikkan perkembangan sel B aktif sel plasma

Memperkuat sel T sitotoksik dan sel T penekan.

Mengaktifkan makrofag

3. Sel T penekan Menekan produksi antibody sel B dan aktifkan sel T sitotoksik,

sel T penolong

Aktifitas yang berkaitan dengan sistem pertahanan :

1. Pertahanan terhadap patogen penginvasi

2. Pengeluaran sel sel yang aus, debris jaringan/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 31 -

Page 32: Modul SIstem Hematologi

3. Identifikasi dan destruksi sel abnormal / mutan yang berasal dari tubuh sendiri

surveilans imun

4. Respon imun yang tidak sesuai yang menimbulkan alergi

5. Penolakan sel sel jaringan asing

6. transplantasi organ

Sasaran utama sistem imun:

1. Bakteri mikroorganisme sel tunggal, tidak berinti dan memiliki perangkat

essensial untuk hidup dan berproduksi

2. VirusDNA / RNA yang terbungkus selubung protein

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 32 -

Page 33: Modul SIstem Hematologi

Respon Peradangan :

1. Pertahanan oleh makrofag Residen

2. Vasodilatasi lokal aliran darah Leukosit fagositik dan protein plasma

3. Peningkatan permeabilitas kapiler protein plasma lolos ke jaringan

4. Edema lokal akibat pergeseran keseimbangan cairan

5. Pembatasan daerah yang meradangCedera fibrin membentuk bekuan cairan

interstisium di ruang sel. Bakteri enzim plasminogen plasmin yang melarutkan

bekuan fibrin.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 33 -

Page 34: Modul SIstem Hematologi

6. Emigrasi LeukositMelibatkan marginasi, diapedesis, gerakan amuboid dan

kemotaksis

7. Destruksi bakteri oleh leukosit

Fagosit mengenali sasaran untuk dihancurkan melalui :

1. Jaringan mati / zat asing memiliki karakteristik permukaan yang berbeda dengan

sel normal.

2. Zat asing dilapisi dengan zat 2 kimia yang dihasilkan oleh sel imun opsonin.

Interferon

1. Menghasilkan resistensi non spesifik terhadap infeksi virus sementara

menghambat replikasi virus.

2. Memperkuat aktifitas imun lain : Sel NK & Sel T

.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 34 -

Page 35: Modul SIstem Hematologi

Lymphocytes originate as stem cells in the bone marrow. Some migrate to the

Thymus& develop into T-cells;others remain in the Bone marrow & develop into B-

cells. Both B-& T-cells then migrate to lymphoid tissue.

Setiap antigen merangsang klon limfosit B yang berbeda untuk menghasilkan

antibodi:

1. Imunitas aktif: Pembentukan antibodi akibat pajanan ke suatu antigen

2. Imunitas pasif: Imunitas yang diperoleh segera setelah menerima antibodi yang

sudah dikenal, Limfosit T

3. Sel T diaktifkan oleh antigen asing hanya apabila antigen tersebut membawa

identitas individu yang bersangkutan.

Penyakit Imun :

1. Defisiensi sel B atau sel T

Sistem imun gagal mempertahankan tubuh dari serangan bakteri / virus

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 35 -

Page 36: Modul SIstem Hematologi

2. Penyakit otoimun; Sistem imun salah menyerang jaringan tubuh sendiri yang

tidak lagi dikenali dan ditoleransi. (SLE, Discoid lupus erythematosus (DLE)

dan Pemphigus.

3. Penyakit kompleks –imun; kompleks antigen –antibody berlebihan

mengaktifkan komponen komplemen mematikan yang merusak sel normal

disekitarnya.

4. Alergi Sistem imun secara tidak tepat menimbulkan gejala dan merusak tubuh

terhadap alergen

Pertahanan Eksternal: Permukaan tubuh ( kulit & lapisan dalam rongga rongga

internal )berfungsi sebagai sawar mekanisUntuk menghalangi masuknya pathogen

Kulit terdiri dari 2 lapisan:

1. Epidermis :Sel melanosit melanin : menyerap UVSel keratinosit Keratin , IL –

1Sel LangerhansSel Granstein

2. Menyajikan antigen ke sel T2. Dermis : pembuluh darah, ujung saraf sensorik,

kelenjar eksokrin dan folikel rambut

Rute lain yang dapat dilalui patogen masuk ke dalam tubuh :

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 36 -

Page 37: Modul SIstem Hematologi

1. Sistem Pencernaan: Dipertahankan oleh enzim, air liur, asam lambung, bercak

peyer/GALT & flora kolon

2. Sistem Genitourinaria: Dipertahankan oleh sekresi penangkap partikel & sekresi

asam yang destruktif

3. Sistem PernapasanDipertahankan oleh aktivitas makrofag alveolus & sekresi

mukus, adanya bulu hidung, refleks batuk & bersin, tonsil dan adenoid.

2.5. Rangkuman

a. Pengertian imunologi adalah Kata imun berasal dari Kebal’ Logos = Ilmu yang

mempelajari tentang kekebalan tubuh. Imunologi adalah ilmu yang mempelajari

tentang proses pertahanan atau imunitas terhadap senyawa makromolekuler atau

organisme asing yang masuk kedalam tubuh.

Sistem kekebalan (bahasa Inggris: immune sistem) adalah sistem pertahanan

manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau

serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem

kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul

lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi

menjadi tumor.

b. Menunjukkan anatomi (organ yang berperan dalam sistem imunologi dan

hematologi) (C6)

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 37 -

Page 38: Modul SIstem Hematologi

Jaringan limfoid primer/sentral

Jaringan limfoid primer berfungsi sebagai tempat diferensiasi limfosit

yang berasal dari jaringan myeloid.

Jaringan limfoid perifer/sekunder

Jaringan limfoid sekunder berfungsi sebagai tempat menampung sel-

sel limfosit yang telah mengalami diferensiasi dalam jaringan sentral

menjadi sel-sel yang imunokompeten yang berfungsi sebagai

komponen imunitas tubuh.

Berdasarkan susunan histologisnya, jaringan limfoid terbagi menjadi:

1. Jaringan limfoid longgar (Susunan unsur sel yang menetap (sel

makrofag dan sel retikuler) lebih banyak dari sel-sel bebas).

2. Jaringan limfoid padat, Limfosit mendominasi dibandingkan sel-sel

lain.

3. Jaringan limfoid noduler.

Organ Limfoid terdiri dari :

5. Thymus,

6. Nodus lympaticus,

7. Lien

8. Tonsilla,

c. Menganalisa Hormon yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh (C4)

Sistem kekebalan dipengaruhi oleh modulasi beberapa hormon neuroendokrin.

Modulasi respon kekebalan oleh hormon neuroendokrin

Hormon Pencerap Efek modulasi

ACTH Sel B dan Sel T, pada tikus

sintesis antibodi

produksi IFN-gamma

perkembangan limfosit-B

Endorfin limpa sintesis antibodi

mitogenesis

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 38 -

Page 39: Modul SIstem Hematologi

aktivitas sel NK

TSH Neutrofil, Monosit, sel Bmeningkatkan laju sintesis antibodi

bersifat komitogenis dengan ConA

GH PBL, timus, limpasel T CD8

mitogenesis

LH dan FSHproliferasi

produksi sitokina

PRL sel B dan sel Tbersifat komitogenis dengan ConA

menginduksi pencerap IL-2

CRF PBL

Produksi IL-1

meningkatkan aktivitas sel NK

bersifat imunosupresif

TRH Lintasan sel T meningkatkan sintesis antibodi

GHRH PBL dan limpa menstimulasi proliferasi

SOM PBL

menghambat aktivitas sel NK

menghambat respon kemotaktis

menghambat proliferasi

menurunkan produksi IFN-gamma

d. Menganalisa sistem imunitas (C4)

Sistem imun terbagi dua berdasarkan perolehannya atau asalnya, yaitu Sistem

Imun Nonspesifik (Sistem imun alami) merupakan lini pertama sedangkan

Sistem Imun Spesifik (Sistem imun yang didapat/hasil adaptasi) merupakan

lini kedua  dan juga berfungsi terhadap serangan berikutnya oleh

mikroorganisme patogen yang sama. Masing-masing dari sistem imun

mempunyai komponen seluler dan komponen humoral, walaupun demikian,

kedua sistem imun tersebut saling bekerjasama dalam menjalankan fungsinya

untuk mempertahankan tubuh.

e. Membedakan Respon imun humoral dan seluler (C4)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, sistem imun terbagi, yaitu:

1) Sistem Imun Humoral atau sistem imun jaringan atau diluar sel,

yang berperan adalah Sel antibodi dan,

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 39 -

Page 40: Modul SIstem Hematologi

2) Sistem Imun Cellular (sistem imun yang bekerja pada sel yang

terinfeksi antigen, yang berperan adalah sel T (Th, Tc, Ts)

f. Mengklasifikasi Aktivitas yang berkaitan dengan sistem pertahanan (C5)

1) Pertahanan terhadap patogen penginvasi

2) Pengeluaran sel sel yang aus, debris jaringan

3) Identifikasi dan destruksi sel abnormal / mutan yang berasal dari

tubuh sendiri surveilans imun

4) Respon imun yang tidak sesuai yang menimbulkan alergi

5) Penolakan sel sel jaringan asing

6) transplantasi organ

g. Menyusun Respon peradangan berkaitan sistem imun (C5)

1) Pertahanan oleh makrofag Residen

2) Vasodilatasi lokal aliran darah Leukosit fagositik dan protein

plasma

3) Peningkatan permeabilitas kapiler protein plasma lolos ke

jaringan

4) Edema lokal akibat pergeseran keseimbangan cairan

5) Pembatasan daerah yang meradangCedera fibrin membentuk

bekuan cairan interstisium di ruang sel. Bakteri enzim

plasminogen plasmin yang melarutkan bekuan fibrin.

6) Emigrasi LeukositMelibatkan marginasi, diapedesis, gerakan

amuboid dan kemotaksis

7) Destruksi bakteri oleh leukosit

h. Menyusun Sasaran utama sistem imun (C5)

1) Bakteri mikroorganisme sel tunggal, tidak berinti dan memiliki

perangkat essensial untuk hidup dan berproduksi

2) Virus DNA / RNA yang terbungkus selubung protein

i. Melengkapi Penyakit yang mungkin muncul berkaitan dengan sistem imun

(C5)

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 40 -

Page 41: Modul SIstem Hematologi

1) Defisiensi sel B atau sel T

Sistem imun gagal mempertahankan tubuh dari serangan bakteri /

virus

2) Penyakit otoimun; Sistem imun salah menyerang jaringan tubuh

sendiri yang tidak lagi dikenali dan ditoleransi. (SLE, Discoid

lupus erythematosus (DLE) dan Pemphigus.

3) Penyakit kompleks –imun; kompleks antigen –antibody

berlebihan mengaktifkan komponen komplemen mematikan yang

merusak sel normal disekitarnya.

4) Alergi Sistem imun secara tidak tepat menimbulkan gejala dan

merusak tubuh terhadap alergen

j. Melengkapi Rute yang dapat dijalani patogen (C5)

1) Sistem Pencernaan: Dipertahankan oleh enzim, air liur, asam

lambung, bercak peyer/GALT & flora kolon

2) Sistem Genitourinaria: Dipertahankan oleh sekresi penangkap

partikel & sekresi asam yang destruktif

3) Sistem pernapasan dipertahankan oleh aktivitas makrofag alveolus

& sekresi mukus, adanya bulu hidung, refleks batuk & bersin,

tonsil dan adenoid.

2.6. EVALUASI

1) Tugas terstruktur

Mahasiswa membuat resume tentang imunitas secara lengkap

Membuat mapping

2) Tugas mandiri

Membuat makalah tentang konsep

Membuat kliping

3) Lembar Kerja

a. Buatlah peta konsep anatomi sel T dan B tiga dimensi

b. Buatlah peta konsep anatomi imunoglobin tiga dimensi

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 41 -

Page 42: Modul SIstem Hematologi

BAB III

KEGIATAN PEMBELAJARAN

3.1. POKOK BAHASAN

Hematologi

a. Pengertian

b. Morfologi

c. Darah

d. Fungsi darah

e. Komposisi darah

f. Pembentukan sel darah

g. Hemoglobin

h. Pemeriksaan laboratorium untuk darah

i. Golongan darah

3.2. KOMPETENSI DASAR :

Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan sistem imun dan

hematologi pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis

3.3. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

3.3.1. Menjelaskan pengertian hematologi

3.3.2. Menjelaskan Morfologi

3.3.3. Menguraikan Darah

3.3.4. Menganalisa Fungsi darah

3.3.5. Membedakan Komposisi darah

3.3.6. Menganalisis Pembentukan sel darah

3.3.7. Menganalisis Hemoglobin

3.3.8. Melakukan Pemeriksaan laboratorium untuk darah

3.3.9. Melakukan Golongan darah

3.4. Uraian Materi

3.4.1. PENGERTIAN

Hematology adalah Cabang Ilmu Kedokteran yang mempelajari mengenai

Morfologi darah dan jaringan pembentuk darah serta fisiologi dan

Patologinya

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 42 -

Page 43: Modul SIstem Hematologi

3.4.2. Morfologi:

a. HEMOPOEIESIS

Hemopoeiesis adalah pembentukan sel darah

Tempat utama terjadinya hemopoeisis adalah kuning telur (yolk

salk) pada minggu pertama

Organ utama yang berperan dan terus memproduksi sel darah dari

usia 6 minggu sampai bulan ke 6 dan 7 sampai 2 minggu setelah

lahir adalah hati dan limpa

Yang berperan penting usia 6-7 bulan kehidupan janin merupakan

satu-satunya sumber sel darah baru selama masa kanak-kanak dan

dewasa normal adalah Sumsum Tulang

Sel sedang berkembang terletak diluar sinus sumsum tulang

Sel matang dilepas kedalam rongga sinus mikrosirkulasi sumsum

tulang kemudian masuk kedalam sirkulasi umum

Masa bayi seluruh sumsum tulang bersifat Hemopoeitik (pusat

meningkatkan pembentukan sel-sel darah) selama masa kanak-

kanak terjadi penggantian sumsum tulang oleh lemak yang sifatnya

progresif di sepanjang tulang panjang

Sifatnya progresif pada masa dewasa sumsum tulang hemopoietik

terbatas pada tulang rangka sentral, serta ujung-ujung proksimal os

femus dan humerus.

Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum

waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya

dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru,

sampai 10 kali kecepatan normal.

Tabel: Tempat terjadinya Hemopoiesis

JANIN 0-2 bulan (kantung kuning telur)

2-7 bulang (hati, limpa)

5-9 bulang (sumsum tulang)

BAYI Sumsum tulang / semua tulang

DEWASA Vertebra, tulang iga, sternum, tulang

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 43 -

Page 44: Modul SIstem Hematologi

tengkorak, sakrum dan pelvis, ujung

proksimal femur

Sumber: Hofbrand, A.V. Kapita Selekta Hematologi, 2005

Pembentukan Dan Perkembangan Sistem Imun dan Sel-Sel Darah Dari

Janin Hingga Lansia:

1. Usia janin minggu pertama Kehidupan embrio sel darah premitif yang

berinti diproduksi dalam yolk sac.

2. Usia janin minggu kedua; Pembentukkan terjadi pada pulau-pulau

darah di sakus vitelinus/yolk sac (kantung kuning telur). Pada minggu

kedua ini terbentuk eritrosit premitif (sel yang masih berinti).

3. Usia janin minggu ke-empat; Janin mulai membentuk struktur manusia.

Saat ini telah terjadi pembentukkan otak,sumsum tulang dan tulang

belakang serta jantung dan aorta.

4. Usia janin minggu ke-lima; Pada minggu ke lima terbentuknya 3

lapisan yaitu lapisan ectoderm,mesoderm, dan endoderm. Hati yang

sebagai organ utama untuk memproduksi sel-sel darah merah terbentuk

pada minggu-minggu ini yang termasuk dalam lapisan endoderm.

5. Usia janin minggu ke-enam; Pembentukkan terjadi pada hepar dan lien

juga pada timus (pembentukan limfosit). Pada minggu-minggu ini juga

terbentuk eritrosit yang sesungguhnya (sudah tidak berinti) juga

terbentuk semi granulosit dan tromobosit. Selain itu juga limfosit (dari

timus).

6. Usia janin minggu ke-lima belas; Pada minggu-minggu ini tulang dan

sumsung tulang terus berkembang.

7. Usia janin minggu ke-enam belas; Pembentukkan terjadi pada sumsung

tulang karena sudah terjadi proses osifikasi(pembentukan tulang). Tapi

ada juga yang menyebutkan kalau terjadi di medulolimfatik (di medulla

spinalis dan limfonodi). Tapi limfonodi ini untuk maturasi. Dan pada

minggu ke enambelas ini sudah terbentuk darah lengkap.

8. Pada dasarnya sumsum tulang dari semua tulang memproduksi sel

darah merah sampai seseorang berusia 5 tahun; tetapi sumsum dari

tulang panjang, kecuali proksimal humerus dan tibia, menjadi sangat

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 44 -

Page 45: Modul SIstem Hematologi

berlemak dan tidak memproduksi lagi setelah kurang lebih berusia 20

tahun.

9. Di atas umur 20 tahun, kebanyakan sel darah merah diproduksi dalam

sumsum tulang membranosa, seperti vertebra, sternum, iga dan ilium.

Sehingga bertambahnya usia tulang-tulang ini sumsum menjadi kurang

produktif

Hemopoiesis bermula dari sel induk pluripoten (sel pada embrio

dini yang mampu menghasilkan semua jaringan tubuh) bersama dapat

menyebabkan timbulnya berbagai jalur sel yang terpisah . Diferensiasi sel

terjadi dari sel induk menjadi jalur eritroid, granulositik dan jalur lain melalui

progenitor hemopeietik terikat.

Sumsum tulang tersusun atas sel stroma dan sel mikrovaskuler

Sel stroma meliputi sel lemak (adiposit), fibroblas, sel retikulum,

sel endotel dan makrofag

Sel lemak mensekresi molekul ekstraseluler seperti kolagen,

glikoprotein (fibrinektin dan trombospondin), serta glikosaminoglikan), asam

hialuronat dan derivat kondroitin) untuk membentuk suatu matriks

ekstraseluler dan mensekresi beberapa faktor pertumbuhan untuk

kelangsungan hidup sel induk

Faktor Pertumbuhan Hemopoietik: Adalah Hormon Glikoprotein

yang mengatur proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor hemopoietik dan

fungsi sel-sel darah matur.

Faktor pertumbuhan dapat bekerja secara lokal ditempat

produksinya melalui kontak antar sel atau bersirkulasi dalam plasma

Tugas faktor pertumbuhan ada 2 faktor atau lebih dapat bekerja

sinergis dalam merangsang suatu sel tertentu untuk berproliferasi dan

berdiferensiasi (dapat merangsang faktor pertumbuhan lain) terutama terkait

inflamasi.

Zat-zat faktor pertumbuhan berikatan dengan matriks ekstraseluler

untuk membentuk celah tempat sel induk dan sel progenitor melekat

Limfosit T monosit dan makrofag serta sel stroma adalah sumber

utama faktor pertumbuhan kecuali eritropoietin 99 % disintesis di ginjal dan

trombopoietin terutama diproduksi dihati/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 45 -

Page 46: Modul SIstem Hematologi

Sel induk dewasa pada berbagai organ bersifat pluripoten dan dapat

menghasilkan berbagai jaringan

Sumsum tulang mengandung sel induk hemopoietik yang akan

menurunkan sistem limfoid dan mieloid serta sel induk mesenkim

Sel induk mesenkim berdiferiensasi menjadi otot tulang

(osteoblast) jaringan endotel vaskuler, sel lemak dan jaringan fibrosa

,

b. APOPTOSIS

Adalah proses kematian sel fisiologik yang teratur pada proses ini

sel dirangsang untuk mengaktifkan protein intraseluler yang mengakibatkan

terjadinya kematian sel.

Secara morfologik apoptosis ditandai dengan pengerutan sel,

kondensasi kromatin inti, fragmentasi inti, dan pembelahan DNA pada lokasi

internukleosom. Proses ini untuk mempertahankan keseimbangan dan

perkembangan

Apoptosis disebabkan oleh kerja protease sistein intrasel disebut

KASPASE, diaktifkan setelah pembelahan dan menyebabkan digesti DNA

oleh endonuklease serta disentegrasi rangka sel

Terdapat dua jalur utama yang mengaktifkan kaspase

Jalur pertama adalah dengan memberi sinyal melalui protein

membran seperti FAS atau reseptor TNF melalui domain kematian

intraselulernya

Jalur kedua adalah melalui pelepasan sitokrom C dari mitokondria.

Sitokrom C berikatan dengan Apaf-1 yang lalu mengaktifkan kaspase.

Kerusakn DNA yang diinduksi oleh iradiasi atau kemoterapi dapat bekerja

melalui jalur ini. Protein p53 berperan dalam mendeteksi kerusakan DNA

Protein ini mengaktifkan apoptosis dengan meningkatkan kadar

BAX sel, kemudian meningkatkan pelepasan sitokrom C. Protein ini

mematikan siklus sel untuk menghentikan membelahnya sel yang rusak

Setelah kematian sel apoptotik menampilkan molekul yang

menyebabkan terjadinya diingesti oleh makrofag

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 46 -

Page 47: Modul SIstem Hematologi

Protein intraseluler yang melindungi sel dari apoptosis adalah

“BCL-2, adalah prototipe dari suatu famili protein terkait. Beberapa

diantaranya bersifat antiapoptosis seperti BAX bersifat pro apoptosis.

Rasio BAX dan BCL-2 intraseluler menentukan kerentanan relatif

sel terhadap apoptosis dan dapat bekerja melalui pengaturan pelepasan

sitokrom C dari mitokondria.

3.4.3. DARAH

Darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa

Yunani haima yang berarti darah. Darah merupakan gabungan dari cairan, sel-

sel dan partikel yang menyerupai sel, yang mengalir dalam arteri, kapiler dan

vena, yang mengirimkan oksigen dan zat-zat gizi ke jaringan dan membawa

karbon dioksida dan hasil limbah lainnya. Darah manusia adalah cairan

jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan

oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan

nutrisi. Darah manusia bewarna merah, antara merah terang apabila kaya

oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada

darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein)

yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat

terikatnya molekul-molekul oksigen. Heme yaitu senyawa protoporfirin besi

merupakan bagian pigmen bagian molekul hb yang bebas protein dan

bertanggungjawab untuk sifat pembawa oksigen hemoglobin.

Karakteristik

darahNormal Contoh perubahan

Warna

Arteri ; merah terang

Vena ; merah gelap atau

merah tua

ANEMIA

PhArteri ; 7,35 – 7,45

Vena ; 7, 31- 7,41

Menurun pada asidosis

Meningkatnya pada

alkalosis

Berat jenis Plasma = 1, 026

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 47 -

Page 48: Modul SIstem Hematologi

SDM ; 1, 093

Viskositas 3,5 – 4,5 kali dari air

Meningkat pada

polisitemia, menurun

pada anemia

Volume

5000 ml (pria 70 kg)

kira-kira 3 L dalam plasma

2 L sel darah

Menurun pada dehidrasi

Meningkat pada

kehamilan

Sumber: Hofbrand, A.V. Kapita Selekta Hematologi, 2005

FUNGSI DARAH

Fungsi utamanya adalah menganggkut oksigen yang diperlukan

oleh sel-sel di seluruh tubuh.

Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, (sari

makanan, karbondioksida, sampah dan air)

Mengangkut zat-zat sisa metabolisme

Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-

obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk

dibuang sebagai air seni

Mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan

mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.

Mengedarkan Hormon-hormon dari sistem endokrin melalui

darah.

Termoregulasi (mengatur keseimbangan zat, pH regulator)

Hematologi dalam hasil laboratorium menunjukkan hasil uji terhadap sampel darah.

Jenis pemeriksaan hematologi antara lain:

Jenis pemeriksaan Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin (Hb, Lk, hitung jenis, Trb, Led)

Leukosit (WBC) ribu/µL 5-10

Hemoglobin g/dL P 12-15

Trombosit (PLT)) ribu/µL 150-400

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 48 -

Page 49: Modul SIstem Hematologi

LED (ESR) (Westergren) mm/l jam P<20

Hitung jenis leukosit

Basofil

Eusinofil

Batang

Segmen

Limfosit

Monosit

Hematokrit

%

%

%

%

%

%

%

0-1

1-3

2-6

50-70

20-40

2-8

P 37-43

Masa pendarahan menit 1-6

Masa pembekuan menit 10-15

Masa tromboplastin

P

K

detik

detik

30,3 - 41,1

30,3 - 41,1

Fibrinogen

P

K

mg/dL

mg/dL

200-400

200-400

D-dimer mg/mL < 300

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Hematologi

KOMPOSISI DARAH

darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian

dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk

medium cairan darah yang disebut plasma darah. Korpuskula, juga disebut sel

darah atau hematosit, adalah salah satu dari tiga jenis sel yang ditemukan dalam

darah (eritrosit, leukosit atau trombosit). MCV (mean corpuscular volume)

adalah volume korpuskula rata-rata, yaitu ukuran dari volume sel darah merah

rata-rata yang dilaporkan sebagai bagian dari hitung darah lengkap standar.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 49 -

Page 50: Modul SIstem Hematologi

1. Korpuskula darah terdiri dari:

1. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).

Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada

wanita sekitar 4 juta sel/cc darah.

Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan

tidak dianggap sebagai sel dari segi biologi.

Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan oksigen.

Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah .

Merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel

lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume

darah.

Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang

memungkinkan sel darah merah membawa/menganggkut oksigen dari

paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh.

Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan

bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel

darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru

Orang yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia

Sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan

jumlah hemoglobin:

- Normositik ; sel yang uukurannya normal

- Normokromik ; sel dengan jumlah hemoglobin normal

- Mikrositik ; sel yang ukurannya terlalu kecil

- Makrositik ; sel yang ukurannya terlalu besar

- Hipokromik ; sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu

sedikit

- Hiperkromik ; sel yang jumlah hemoglobin terlalu

banyak

Daerah-daerah tubuh yang memproduksi sel darah merah:

- Minggu pertama kehidupan embrio, ertirosit primitif

diproduksi dalam YOLK SAC ( kantung kuning telur )

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 50 -

Page 51: Modul SIstem Hematologi

- Pertengahan trimester masa gestasi, organ utama

memproduksi eritrosit ialah hati, dan sebagian dalam limpa dan

LIMFA NODUS

- Selama bulan terakhir kehamilan dan sesudah lahir hingga

dewasa, eritrosit di produksi di sumsum tulang , khususnya di

membranosa

Gambar ; Sel Darah Merah

2. Sel darah putih atau leukosit (0,2%)

Sel darah putih, leukosit (bahasa Inggris: white blood cell,

WBC, leukocyte) adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel

darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai

penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh.

Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak

secara amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler / diapedesis.

Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah

putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-

25000 sel per tetes. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6000

sampai 10000(rata-rata 8000) sel darah putih

Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga

50000 sel per tetes.

Jumlah pada orang dewasa antara 6000 – 9000 sel/cc darah

Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan

bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 51 -

Page 52: Modul SIstem Hematologi

berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat

amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap.

Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel

darah putih untuk setiap 660 sel darah merah.

Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan

organ atau jaringan tertentu, mereka bekerja secara independen seperti

organisme sel tunggal.

Leukosit mampu bergerak secara bebas dan berinteraksi dan

menangkap serpihan seluler, partikel asing, atau mikroorganisme

penyusup. Selain itu, leukosit tidak bisa membelah diri atau

bereproduksi dengan cara mereka sendiri, melainkan mereka adalah

produk dari sel punca hematopoietic pluripotent yang ada pada

sumsum tulang.

Leukosit turunan meliputi: sel NK, sel biang, eosinofil, basofil,

dan fagosit termasuk makrofaga, neutrofil, dan sel dendritik.

Sel NK (bahasa Inggris: natural killer cell, NK cell) adalah

jenis sel dari sel T sitotoksik yang mempunyai andil sangat besar dalam

sistem kekebalan turunan.

- Prekursor sel NK dapat berupa limfoblas yang

terdiferensiasi menjadi sel B maupun sel T CD4. (Roitt I, Brostoff J,

Male D (2001). Immunology (6th ed.), 480p. St. Louis: Mosby, ISBN 0-7234-

3189-2.)

- Ekspresi sel berbeda dengan dua prekursornya, sel NK tidak

memiliki TCR, CD3, dan pencerap Ig, tetapi menampilkan CD16

dan CD56. Sekitar 80% masih menampilkan ekspresi CD8 seperti

sel T sitotoksik.

- Sel NK tidak menyerang sel yang mempunyai ekspresi

protein MHC antigen, seperti sel T CD8, tetapi menyerang sel

yang tidak memiliki ekspresi protein MHC tubuh.

- Mereka dinamai sel pembunuh alami karena mereka

bergerak tanpa membutuhkan aktivasi. Sel target akan mengalami

apoptosis dan hancur, akibat sekresi sel NK dari granula

sitoplasmik yang mengandung protein jenis perforin dan granzim./tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 52 -

Page 53: Modul SIstem Hematologi

Mastosit, sel biang, sel mast (bahasa Inggris: mast cell,

mastocyte) adalah sel yang mengandung granula yang kaya akan

histamin dan heparin.

- Mastosit sering berdiam di antara jaringan dan membran

mukosa, tempat sel ini berperan dalam sistem kekebalan turunan

dengan bertahan melawan patogen, menyembuhkan luka, dan juga

berkaitan dengan alergi dan anafilaksis.

- Mastosit terdapat pada hampir seluruh jaringan yang

menyelimuti pembuluh darah, syaraf, kulit, mukosa dari paru dan

saluran pencernaan, juga pada mulut, conjunctiva dan hidung. (Prussin C, Metcalfe DD (2003). "IgE, mast cells, basophils, and eosinophils". J Allergy

Clin Immun)

- Ketika teraktivasi, mastosit secara cepat melepaskan

granula terkarakterisasi, kaya histamin dan heparin, bersama

dengan berbagai mediator hormonal, dan kemokina, atau

kemotaktik sitokina ke lingkungan.

- Histamin memperbesar pembuluh darah, menyebabkan

munculnya gejala peradangan, dan mengambil neutrofil dan

makrofag.

- Mastosit pertama kali ditemukan dan dijabarkan oleh Paul

Ehrlich dalam tesis doktoral pada tahun 1878 dengan sudut

pemikiran dari bentuk yang berupa granula dan sifat noda yang

dapat ditimbulkan sel ini. Pemikiran ini yang menyebabkan Paul

Ehrlich dengan keliru mempercayai bahwa mastosit berfungsi

untuk memberikan nutrisi kepada jaringan yang ada di sekitarnya,

sehingga mastosit diberikan nama Mastzelle dalam bahasa Jerman

yang diambil dari bahasa Yunani masto yang berarti, aku memberi

makan. (Ehrlich P. Beiträge zur Theorie und Praxis der histologischen Färbung. Dissertation at

Leipzig University, 1878)

- Saat ini mastosit dianggap sebagai bagian dari sistem

kekebalan.

- Mastosit sangat mirip dengan granulosit basofil, salah satu

golongan sel darah putih dan membuat banyak spekulasi bahwa

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 53 -

Page 54: Modul SIstem Hematologi

mastosit dan basofil berasal dari jaringan yang sama, hingga bukti

terkini menunjukkan bahwa kedua sel ini berasal dari sel prekursor

yang berbeda di dalam sumsum tulang, tetapi masih mengandung

molekul CD34 yang sama.

- Basofil meninggalkan sumsum tulang setelah dewasa

sedangkan mastosit teredar dalam bentuk yang belum matang.

Jaringan tempat mastosit menetap dan menjadi dewasa mungkin

sekali akan menentukan perilaku sel tersebut.

- Hingga saat ini hanya dikenali dua jenis mastosit, yang

berada pada jaringan penghantar, dan mastosit mukosa yang

bereaksi terhadap sel T.

Terdapat 5 jenis utama dari sel darah putih yang bekerja sama

untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam melawan infeksi,

termasuk menghasilkan antibodi:

Ada beberapa jenis sel darah putih yang disebut granulosit atau sel

polimorfonuklear yaitu: Basofil, Eosinofil, Neutrofil dan dua jenis yang

lain tanpa granula dalam sitoplasma: Limfosit, Monosit

granulosit atau sel polimorfonuklear yaitu:

- neutrofil, juga disebut granulosit karena berisi enzim yang

mengandung granul-granul, jumlahnya paling banyak.

neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri

dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan.

ada 2 jenis neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur,

belum matang) dan neutrofil bersegmen (matur, matang).

- eosinofil membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan

berperan dalam respon alergi.

- basofil juga berperan dalam respon alergi

dua jenis yang lain tanpa granula dalam sitoplasma:

Limfosit, Monosit

- limfosit; Limfosit terdapat sebagai sel yang berada di

dalam darah, limfe, jaringan pengikat dan epitel, terutama

dalam lamina propria tractus respiratorius dan tractus

digestivus, limfosit terlihat bersama dengan plasmasit dan /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 54 -

Page 55: Modul SIstem Hematologi

makrofag sebagai kumpulan yang padat dalam jaringan

pengikat longgar. Apabila jaringan penyusunnya terdiri atas

sel-sel limfosit saja maka jaringan tersebut disebut jaringan

limfoid,

sedangkan organ limfoid adalah jaringan limfoid yang

membentuk bangunan sendiri. Jadi, jaringan dan organ

limfoid adalah jaringan yang mengandung terutama

limfosit, terlepas apakah terdapat bersama dengan

plasmasit dan makrofag atau tidak

limfosit memiliki 2 jenis utama, yaitu limfosit T

meninggalkan sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah

sampai menjumpai antigen dimana telah memprogram

untuk mengenalnya. Pada tahap ini limfosit B mengalami

pematangan lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta

menghasilkan antobodi (memberikan perlindungan

terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak

beberapa sel kanker) dan limfosit B Meninggalkan sumsum

tulang dan berkembang selama migrasi menuju ketimus.

Setelah meninggalkan timus beredar dalam darah sampai

bertemu dengan antigen yang diprogrami untuk

mengenalnya. Sel ini menghasilkan bahan kimia yang

menghancurkan mikroorganisme dan memberitahu sel

darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi.

(membentuk sel-sel yang menghasilkan antibodi atau sel

plasma).

- monosit mencerna sel-sel yang mati atau yang rusak dan

memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai

organisme penyebab infeksi. (monosit berubah menjadi

makrofag).

- Monosit (Makrofag) ; digunakan dalam reaksi peradangan

segera setelah sel matang. Mempunyai kemampuan untuk

menelan partikel yang jauh lebih besar

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 55 -

Page 56: Modul SIstem Hematologi

Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia,

sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit

leukopenia

Gambar : Pembentukan sel darah

Gambar scanning electron microscope (SEM) darah manusia yang sirkulasinya

normal. Tampak sel darah merah, beberapa sel darah putih yang menonjol termasuk

limfosit, monosit, neutrofil, serta banyak platelet kecil lainnya

Pemeriksaan Gambar Diagram

% dalam

tubuh

manusia

Keterangan

Neutrofil 65%

Neutrofil berhubungan dengan pertahanan

tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses

peradangan kecil lainnya, serta biasanya

juga yang memberikan tanggapan pertama

terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan

matinya neutrofil dalam jumlah yang

banyak menyebabkan adanya nanah.

Eosinofil 4%

Eosinofil terutama berhubungan dengan

infeksi parasit, dengan demikian

meningkatnya eosinofil menandakan

banyaknya parasit.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 56 -

Page 57: Modul SIstem Hematologi

Pemeriksaan Gambar Diagram

% dalam

tubuh

manusia

Keterangan

Basofil <1%

Basofil terutama bertanggung jawab untuk

memberi reaksi alergi dan antigen dengan

jalan mengeluarkan histamin kimia yang

menyebabkan peradangan.

Limfosit 25%

Limfosit lebih umum dalam sistem limfa.

Darah mempunyai tiga jenis limfosit:

Sel B: Sel B membuat antibodi yang

mengikat patogen lalu

menghancurkannya. (Sel B tidak hanya

membuat antibodi yang dapat mengikat

patogen, tapi setelah adanya serangan,

beberapa sel B akan mempertahankan

kemampuannya dalam menghasilkan

antibodi sebagai layanan sistem

'memori'.)

Sel T: CD4+ (pembantu) Sel T

mengkoordinir tanggapan ketahanan

(yang bertahan dalam infeksi HIV)

sarta penting untuk menahan bakteri

intraseluler. CD8+ (sitotoksik) dapat

membunuh sel yang terinfeksi virus.

Sel natural killer: Sel pembunuh

alami (natural killer, NK) dapat

membunuh sel tubuh yang tidak

menunjukkan sinyal bahwa dia tidak

boleh dibunuh karena telah terinfeksi

virus atau telah menjadi kanker.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 57 -

Page 58: Modul SIstem Hematologi

Pemeriksaan Gambar Diagram

% dalam

tubuh

manusia

Keterangan

Monosit 6%

Monosit membagi fungsi "pembersih

vakum" (fagositosis) dari neutrofil, tetapi

lebih jauh dia hidup dengan tugas

tambahan: memberikan potongan patogen

kepada sel T sehingga patogen tersebut

dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat

membuat tanggapan antibodi untuk

menjaga.

Makrofag(lihat di

atas)

Monosit dikenal juga sebagai makrofag

setelah dia meninggalkan aliran darah serta

masuk ke dalam jaringan.

Gambar: sel darah putih dengan sirkulasi normal

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Sel_darah_putih

3. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%)

Trombosit pada dewasa 200.000 – 500.000 sel/cc

Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah .

Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih

kecil daripada sel darah merah atau sel darah putih.

Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan darah untuk

menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul dapa daerah yang

mengalami perdarahan dan mengalami pengaktivan.

Setelah mengalami pengaktifan, trombosit akan melekat satu

sama lain dan menggumpal untuk membentuk sumbatan yang

membantu menutup pembuluh darah dan menghentikan perdarahan.

Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang

membantu mempermudah pembekuan

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 58 -

Page 59: Modul SIstem Hematologi

Didalm trombosit terdapat banyak faktor pembeku (hemostasis)

antara lain faktor VIII (Anti Haemophilic Faktor) jika secara genetis

trombosit tidak mengandung faktor VIII ini maka orang tersebut

menderita HEMOFILI

2. Plasma darah pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung :

Plasma darah adalah komponen darah berbentuk cairan berwarna

kuning yang menjadi medium sel-sel darah, dimana sel darah ditutup.

Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma),

yang sebagian besar mengandung garam-garam terlarut dan protein.

protein utama dalam plasma adalah albumin.

protein lainnya adalah antibodi (imunoglobulin) dan protein pembekuan.

plasma juga mengandung hormon-hormon, elektrolit, lemak, gula,

mineral dan vitamin.

selain menyalurkan sel-sel darah, plasma juga: merupakan

cadangan air untuk tubuh, mencegah mengkerutnya dan tersumbatnya

pembuluh darah, membantu mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi

ke seluruh tubuh.

Lebih penting, antibodi dalam plasma melindungi tubuh melawan

bahan-bahan asing (misalnya virus, bakteri, jamur dan sel-sel kanker),

ketika protein pembekuan mengendalikan perdarahan.

Selain menyalurkan hormon dan mengatur efeknya, plasma juga

mendinginkan dan menghangatkan tubuh sesuai dengan kebutuhan

KOMPONEN SEL : Bagian-bagian darah:

Air ; 91 %

Protein ; 3 % (albumin, globulin, protombin dan fibrinogen)

Mineral ; 0, 9 % (natrium, klorida, natrium, bikarbonat, garam

fosfat, magnesium, kalsium dan zat besi)

Bahan organik ; 0,1 % (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, kolesterol

dan asam amino).

PEMBENTUKAN SEL DARAH

Sel darah merah, sel darah putih dan trombosit dibuat di dalam

sumsum tulang./tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 59 -

Page 60: Modul SIstem Hematologi

Selain itu, limfosit juga dibuat di dalam kelenjar getah bening

dan limpa; dan limfosit t dibuat dan matang dalam thymus (sebuah kelenjar

kecil di dekat jantung).

Kelenjar thymus hanya aktif pada anak-anak dan dewasa muda.

di dalam sumsum tulang, semua sel darah berasal dari satu jenis

sel yang disebut sel stem.

jika sebuah sel stem membelah, yang pertama kali terbentuk

adalah sel darah merah yang belum matang (imatur), sel darah putih atau sel

yang membentuk trombosit (megakariosit).

Kemudian jika sel imatur membelah, akan menjadi matang dan

pada akhirnya menjadi sel darah merah, sel darah putih atau trombosit.

Kecepatan pembentukan sel darah dikendalikan sesuai dengan

kebutuhan tubuh.

Jika kandungan oksigen dalam jaringan tubuh atau jumlah sel

darah merah berkurang, ginjal akan menghasilkan dan melepaskan

eritropoietin (hormon yang merangsang sumsum tulang untuk membentuk

lebih banyak sel darah merah).

Sumsum tulang membentuk dan melepaskan lebih banyak sel

darah putih sebagai respon terhadap infeksi dan lebih banyak trombosit

sebagai respon terhadap perdarahan

Pembentukan sel-sel darah disebut HEMATOPOIESIS

Hematopoiesis berawal di sumsum tulang dari sel-sel bakal.

sel-sel bakal merupakan sumber dari semua sel darah.

- Eritoblas ; membentuk eritrosit

- Mieloblast ; membentuk granulosit yang menghasilkan

eosinofil, basofil, sel mast, neutrofil

- Monoblast ; membentuk monosit kemudian

makrofag

- Megalokarioblast ; membentuk trombosit

- Prolimfoblas ; membentuk sel bakal limfoid kemudian

limfosit B dan limfosit T

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 60 -

Page 61: Modul SIstem Hematologi

Gambar : Silsilah sel darah

3.4.4. HEMOGLOBIN

Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi)

di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari

paru-paru ke seluruh tubuh,[1] pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin

juga pengusung karbon dioksida kembali menuju paru-paru untuk

dihembuskan keluar tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globin,

apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom

besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan

penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling

sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia.

Struktur Hemoglobin

Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan

porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka

ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Nama

hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin; globin sebagai istilah

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 61 -

Page 62: Modul SIstem Hematologi

generik untuk protein globular. Ada beberapa protein mengandung heme, dan

hemoglobin adalah yang paling dikenal dan paling banyak dipelajari.

Gambar: Struktur 3-dimensi hemoglobin

Gambar: Gugus heme

Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4

subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta

yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural

dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih

16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi sekitar

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 62 -

Page 63: Modul SIstem Hematologi

64,000 Dalton. Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga

secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen:

Reaksi bertahap:

Hb + O2 <-> HbO2

HbO2 + O2 <-> Hb(O2)2

Hb(O2)2 + O2 <-> Hb(O2)3

Hb(O2)3 + O2 <-> Hb(O2)4

Reaksi keseluruhan:

Hb + 4O2 -> Hb(O2)4

Kadar hemoglobin ialah ukuran pigmenrespiratorik dalam butiran-butiran

darah merah (Costill, 1998). Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-

kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen”

(Evelyn, 2009). Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang sukar ditentukan

karena kadar hemoglobin bervariasi diantara setiap suku bangsa. Namun WHO

telah menetapkan batas kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis

kelamin (WHO dalam Arisman, 2002).

Tabel; Batas Kadar Hemoglobin

Kelompok Umur Batas Nilai Hemoglobin (gr/dl)

Anak 6 bulan - 6 tahun 11,0

Anak 6 tahun - 14 tahun 12,0

Pria dewasa 13,0

Ibu hamil 11,0

Wanita dewasa 12,0

Tabel; Batas Normal Kadar Hemoglobin Setiap kelompok umur

Kelompok Umur Hb (gr/100ml)

Anak

Dewasa

1. 6 bulan sampai 6

tahun

2. 6-14 tahun

11

12

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 63 -

Page 64: Modul SIstem Hematologi

1. Laki-laki

2. Wanita

3. Wanita hamil

13

12

11

Guna Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh

dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan

dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen : menerima, menyimpan dan

melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh berada di

dalam hemoglobin (Sunita, 2001). Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin antara

lain :

1. Mengatur pertukaran oksigen dengan

karbondioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh.

2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian

dibawa ke seluruh jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.

3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan

tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui

apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan

pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti

kekurangan darah yang disebut anemia (Widayanti, 2008).

Faktor-Faktor Mempengaruhi Kadar Hemoglobin

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin adalah :

1. Kecukupan Besi dalam Tubuh

Menurut Parakkasi, Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga anemia

gizi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan

kandungan hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan mikronutrien essensil

dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi mengantar oksigen dari paru-paru

ke jaringan tubuh, untuk dieksresikan ke dalam udara pernafasan, sitokrom, dan

komponen lain pada sistem enzim pernafasan seperti sitokrom oksidase, katalase, dan

peroksidase. Besi berperan dalam sintesis hemoglobin dalam sel darah merah dan

mioglobin dalam sel otot. Kandungan ± 0,004 % berat tubuh (60-70%) terdapat

dalam hemoglobin yang disimpan sebagai ferritin di dalam hati, hemosiderin di

dalam limpa dan sumsum tulang (Zarianis, 2006). Kurang lebih 4% besi di dalam

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 64 -

Page 65: Modul SIstem Hematologi

tubuh berada sebagai mioglobin dan senyawa-senyawa besi sebagai enzim oksidatif

seperti sitokrom dan flavoprotein. Walaupun jumlahnya sangat kecil namun

mempunyai peranan yang sangat penting. Mioglobin ikut dalam transportasi oksigen

menerobos sel-sel membran masuk kedalam sel-sel otot. Sitokrom, flavoprotein, dan

senyawa-senyawa mitokondria yang mengandung besi lainnya, memegang peranan

penting dalam proses oksidasi menghasilkan Adenosin Tri Phosphat (ATP) yang

merupakan molekul berenergi tinggi. Sehingga apabila tubuh mengalami anemia gizi

besi maka terjadi penurunan kemampuan bekerja. Pada anak sekolah berdampak

pada peningkatan absen sekolah dan penurunan prestasi belajar (WHO dalam

Zarianis, 2006). Menurut Kartono J dan Soekatri M, Kecukupan besi yang

direkomendasikan adalah jumlah minimum besi yang berasal dari makanan yang

dapat menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang sehat pada 95% populasi,

sehingga dapat terhindar kemungkinan anemia kekurangan besi (Zarianis, 2006).

2. Metabolisme Besi dalam Tubuh

Menurut Wirakusumah, Besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat

berjumlah lebih dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah

3.4.5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK DARAH

Beberapa pemeriksaan mengukur komponen dan fungsi darah

itu sendiri, pemeriksaan lainnya menilai bahan-bahan dalam darah untuk

menentukan fungsi organ lainnya.

Pemeriksaan darah yang paling sering dilakukan adalah hitung

jenis sel darah lengkap (cbc, complete blood cell count), yang merupakan

penilaian dasar dari komponen sel darah.

Sebuah mesin otomatis melakukan pemeriksaan ini dalam

waktu kurang dari 1 menit terhadap setetes darah.

Selain untuk menentukan jumlah sel darah dan trombosit,

persentase dari setiap jenis sel darah putih dan kandungan hemoglobin; hitung

jenis sel darah biasanya menilai ukuran dan bentuk dari sel darah merah.

Sel darah merah yang abnormal bisa pecah atau berbentuk

seperti tetesan air mata, bulan sabit atau jarum.

Dengan mengetahui bentuk atau ukuran yang abnormal dari sel

darah merah, bisa membantu mendiagnosis suatu penyakit.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 65 -

Page 66: Modul SIstem Hematologi

sebagai contoh sel berbentuk bulan sabit adalah khas untuk penyakit sel sabit, sel

darah merah yang kecil dapat merupakan pertanda dari stadium awal

kekurangan zat besi dan sel darah merah berbentuk oval besar menunjukkan

kekurangan asam folat atau vitamin b12 (anemia pernisiosa).

Pemeriksaan lainnya memberikan keterangan tambahan tentang

sel darah.

hitung retikulosit adalah jumlah sel darah merah muda (retikulosit) dalam

volume darah tertentu, dalam keadaan normal, retikulosit mencapai jumlah

sekitar 1% dari jumlah total sel darah merah.

Pemeriksaan yang menentukan kerapuhan dan karakteristik

selaput sel darah merah, membantu dalam menilai penyebab anemia.

Sel darah putih dapat dihitung sebagai suatu kelompok (hitung

sel darah putih).

Jika diperlukan keterangan yang lebih terperinci, bisa dilakukan

penghitungan jenis-jenis tertentu dari sel darah putih (differential white blood

cell count).

trombosit juga dapat dihitung secara terpisah.

Platelet juga dapat dihitung secara terpisah.

Salah satu pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada

plasma adalah analisis elektrolit, dilakukan pengukuran terhadap natrium,

klorida, kalium dan bikarbonat, juga kalsium, magnesium dan fosfat.

Pemeriksaan lainnya mengukur jumlah protein (biasanya

albumin), gula (glukosa) dan bahan limbah racun yang secara normal disaring

oleh ginjal (kretinin dan urea-nitrogen darah).

Sebagian besar pemeriksaan darah lainya membantu memantau

fungsi organ lainnya, karena darah membawa sekian banyak bahan yang

penting untuk fungsi tubuh, pemeriksaan darah bisa digunakan untuk

mengetahui apa yang terjadi di dalam tubuh.

Selain itu, pemeriksaan darah relatif mudah dilakukan.

misalnya fungsi tiroid bisa dinilai secara lebih mudah dengan mengukur kadar

hormon tiroid dalam darah dibandingkan dengan secara langsung mengambil

contoh tiroid.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 66 -

Page 67: Modul SIstem Hematologi

Dilakukan juga pengukuran enzim-enzim hati dan protein

dalam darah lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan mengambil contoh

hati.

HITUNG JENIS SEL DARAH LENGKAP.

Pemeriksan Yang diukur Harga normal

Hemoglobin

jumlah protein pengangkut

oksigen dalam sel darah

merah

pria:14-16 gram/dl

wanita:12,5-15

gram/dl

hematokritperbandingan sel darah merah

terhadap volume darah total

pria:42-50%

wanita:38-47%

volume korpuskuler

rata-rata

perkiraan volume sel darah

merah86-98 mikrometer³

hitung sel darah

putih

jumlah sel darah putih dalam

volume darah tertentu

4.500-10.500/

mikrol

hitung sel darah

putih diferensiasi

persentase jenis sel darah

putih tertentu

neutrofil

bersegmen:34-75%

neutrofil pita:0-8%

limfosit:12-50%

monosit:15%

eosinofil:0-5%

basofil:0-3%

hitung trombositjumlah trombosit dalam

volume darah tertentu

140.000-450.000/

mikrol

3.4.6. GOLONGAN DARAH

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 67 -

Page 68: Modul SIstem Hematologi

Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya

perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah

merah. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan

ABO dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis

antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai.

Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi

transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan

kematian. Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di

dunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan

darah A lebih dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B.

Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B,

golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia.

Ilmuwan Austria, Karl Landsteiner, memperoleh penghargaan Nobel dalam

bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1930 untuk jasanya menemukan cara

penggolongan darah ABO.

Berdasarkan factor diatas maka Lansdteiner membagi darah dalam 4 golongan

yaitu:

1. Golongan darah A ; mempunyai aglutinogen a

dalam eritrosit dan mengandung Aglutinin beta dalam serumnya. Individu

dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di

permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B

dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif

hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau

O-negatif.

2. Golongan darah B, mempunyai Aglutinogen B

dalam eritrosit dan mengandung agglutinin alfa dalam serumnya. Individu

dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah

merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum

darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat

menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif.

3. Golongan darah AB;darah yang mempunyai

aglutinogen A dan B dalam eritrosit dan tidak mengandung Alfa dan beta

dalam serumnya. Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 68 -

Page 69: Modul SIstem Hematologi

merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap

antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif

dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan

disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif

tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.

4. Golongan darah O ; darah yang tidak

mengandung aglutinogen dalam eritrositnya dan mengandung agglutinin alfa

dan beta dalams erumnya. Individu dengan golongan darah O memiliki sel

darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B.

Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan

darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut

donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat

menerima darah dari sesama O-negatif

SKEMA GOLONGAN DARAH

Golongan darah Aglutinogen Eritrosit Aglutinin serum

AB A dan B -

A A Alfa

B B Alfa

O - Alfa, beta

SKEMA

Genotip Golongan Aglutinogen Aglutinin

OO O - Anti A & B

Oa atau AA A A Anti B

OB atau BB B B Anti A

AB Ab A & B -

Frekuensi

Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung populasi

atau ras. Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi golongan darah terhadap

populasi yang berbeda-beda.

Populasi O A B AB

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 69 -

Page 70: Modul SIstem Hematologi

Suku pribumi Amerika Selatan 100% – – –

Orang Vietnam 45.0% 21.4% 29.1% 4.5%

Suku Aborigin di Australia 44.4% 55.6% – –

Orang Jerman 42.8% 41.9% 11.0% 4.2%

Suku Bengalis 22.0% 24.0% 38.2% 15.7%

Suku Saami 18.2% 54.6% 4.8% 12.4%

Pewarisan

Tabel pewarisan golongan darah kepada anak

Ibu/Ayah O A B AB

O O O, A O, B A, B

A O, A O, A O, A, B, AB A, B, AB

B O, B O, A, B, AB O, B A, B, AB

AB A, B A, B, AB A, B, AB A, B, AB

RHESUS

Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan

faktor Rhesus atau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang

diketahui memiliki faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang

yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya memiliki

golongan darah Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah

merahnya disebut memiliki golongan darah Rh+. Jenis penggolongan ini

seringkali digabungkan dengan penggolongan ABO. Golongan darah O+ adalah

yang paling umum dijumpai, meskipun pada daerah tertentu golongan A lebih

dominan, dan ada pula beberapa daerah dengan 80% populasi dengan golongan

darah B. Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan

golongan. Misalnya donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya ( Rh-) dapat

menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen Rh(D) yang mengakibatkan

hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang pada atau di bawah usia

melahirkan karena faktor Rh dapat mempengaruhi janin pada saat kehamilan.

GOLONGAN DARAH LAINNYA/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 70 -

Page 71: Modul SIstem Hematologi

- Diego positif yang ditemukan hanya pada orang Asia Selatan dan pribumi

Amerika.

- Dari sistem MNS didapat golongan darah M, N dan MN. Berguna untuk tes

kesuburan.

- Duffy negatif yang ditemukan di populasi Afrika.

- Sistem Lutherans yang mendeskripsikan satu set 21 antigen

- Sistem lainnya meliputi Colton, Kell, Kidd, Lewis, Landsteiner-Wiener, P, Yt

atau Cartwright, XG, Scianna, Dombrock, Chido/ Rodgers, Kx, Gerbich,

Cromer, Knops, Indian, Ok, Raph dan JMH.

Kecocokan golongan darah

Tabel kecocokan RBC

Gol. darah resipien Donor harus

AB+ Golongan darah manapun

AB- O- A- B- AB-

A+ O- O+ A- A+

A- O- A-

B+ O- O+ B- B+

B- O- B-

O+ O- O+

O- O-

Tabel kecocokan plasma

Resipien Donor harus

AB AB manapun

A A atau AB manapun

B B atau AB manapun

O O, A, B atau AB manapun

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 71 -

Page 72: Modul SIstem Hematologi

Antigen Rh, orang-orang “ positif” dan “negative Rh”. Terdapat 6 jenis

antigen Rh yang lajim masing-masing dinamai factor Rh, tetapi hanya 3

diantaranya yang dikenal sebagai antigen Rh C, D dan E

Positif Rh ; Bila orang mempunyai antigen C, D atau E

Negatif Rh ; bila orang tidak mempunyai antigen C, D atau E

Sel darah merah Anti A serum Anti B

O - -

A + -

B - +

AB + +

Perbedaan darah sistem O-A-B dengan sistem Rh

Golongan darah sistem O-a-B agglutinin bertanggung jawab pada timbulnya

reaksi tranfusi yang terjadi secara spontan. Golongan darah sistem Rh,

agglutinin spontan hampir tidak pernah terjadi

Gambar: Carrier

3.5. Rangkuman

3.5.1. Pengertian

3.5.2. Morfologi

3.5.3. Darah

3.5.4. Fungsi darah/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 72 -

Page 73: Modul SIstem Hematologi

3.5.5. Komposisi darah

3.5.6. Pembentukan sel darah

3.5.7. Hemoglobin

3.5.8. Pemeriksaan laboratorium untuk darah

3.5.9. Golongan darah

3.6. EVALUASI

3.6.1. Tugas terstruktur

Mahasiswa membuat resume tentang hematologi

3.6.2. Tugas mandiri

Membuat makalah tentang resume hematologi

3.6.3. Lembar Kerja

a. Buatlah anatomi hematologi tiga dimensi

b. Buatlah peta konsep pembentukansel darah

c. Buatlah peta konsep hemaglobin

d. Lakukan pemeriksaan golongan darah

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 73 -

Page 74: Modul SIstem Hematologi

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA SISTEM HEMATOLOGI PENGKAJIAN

4.1. POKOK BAHASAN

4.1.1. Asuhan keperawatan sistem imunologi dan hematologi

4.1.2. Asuhan keperawatan anemia

4.1.3. Asuhan keperawatan malaria

4.1.4. Asuhan keperawatan policetemia

4.2. KOMPETENSI DASAR :

Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan sistem imun dan

hematologi pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis

4.3. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

4.3.1. Menjelaskan asuhan keperawatan pada sistem imunologi dan hematologi secara

umum

4.3.2. Menjelaskan asuhan keperawatan anemia

4.3.3. Menjelaskan asuhan keperawatan malaria

4.3.4. Menjelaskan asuhan keperawatan policetemia

4.4. Uraian Materi

1. Biodata

2. Riwayat penyakit dahulu

3. Riwayat pengobatan

4. Riwayat penyakit keluarga

5. Riwayat atau adanya faktor-faktor

penyebab :

- Kehilangan darah kronis

- Riwayat ulkus gastrik kronis atau reseksi gastrik

- Adanya penyakit sel sabit

- Penggunaan kemoterapi

- Gagal ginjal

- Penggunaan antibiotik kronis/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 74 -

Page 75: Modul SIstem Hematologi

- Defisiensi nutrisi

- Luka bakar luas

Pemeriksaan fisik berdasarkan survei umum dapat menunjukkan :

- Kelelahan, kelemahan

- Palpitasi (menunjukkan kepekaan miokard karena hipoksemia)

- Sakit kepala ringan, peka rangsang menunjukkan hipoksemia

serebral)

- Sesak nafas dengan pengerahan tenaga atau takipnea saat

istirahat (menunjukkan kerusakan fungsi miokard karena

hipoksemia).

- Pucat dan keluhan dingin (menunjukkan vasokonstriksi

vaskuler perifer dan pirau darah ke organ vital)

c. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi dan rencana pengobatan

Data Dasar Pengkajian Pasien :

Aktivitas/ Istirahat

Gejala : Kelemahan, keletihan, malaise umum, kehilangan

produktivitas, toleransi terhadap latihan rendah,

kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.

Tanda : Takikardia/ takipnea, dispnea pada bekerja/ istirahat

Letargi, menarik diri, apatis, lesu, kelemahan otot, dan

penurunan kekuatan, ataksia, bahu menurun, berjalan

lambat.

Sirkulasi

Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis, riwayat

endokarditis

Infektif kronis, palpitasi

Tanda : TD : Peningkatan sistolik dan diastolik stabil dan

tekanan

Nadi melebar : hipotensi postural.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 75 -

Page 76: Modul SIstem Hematologi

Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membran

mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar

kuku.

Sklera : biru atau putih seperti mutiara

Kuku mudah patah, rambut kering, mudah putus,

tumbuh uban secara prematur.

Integritas Ego

Gejala : Keyakinan agama/ budaya mempengaruhi pilihan

pengobatan

Tanda : Depresi

Eliminasi

Gejala : Riwayat pelonefritis, ,gagal ginjla, hematomemesis,

feses

dengan darah segar, melena, diare atau kostipasi.

Tanda : Distensi abdomen

Makanan / Cairan

Gejala : Penurunan masukan diet, nyeri mulut atau lidah ,

kesulitan menlan, mual/ muntah, anoreksia, adanya

penurunan berat badan.

Tanda : Lidah tampak merah daging / halus, membran

mukosa

kering, pucat, turgor kulit : buruk, kering, tampak

kusut/ hilang elastis stomatitis dan glositis.

Hygiene

Tanda : Kurang bertenaga, penampilan tak rapih.

Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus,

ketidak

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 76 -

Page 77: Modul SIstem Hematologi

mampuan berkonsentrasi, insomnia, penurunan

penglihatan dan bayangan pada mata, kelemahan,

keseimbangan buruk, kaki goyah.

Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur,

apatih,

Mental : tidak mampu berespon lambat dan

dangkal

Oftalinik : Hemoragik retina

Epistatik : Perdarahan dari lubang-lubang

Nyeri / Ketidaknyamanan

Gejala : Nyeri, abdomen samar, sakit kepala

Pernafasan

Gejala : Riwayat TB, abses paru, nafas pendek, pada istirahat

dan aktivitas

Tanda : Takipnea, ortopnea dan dispnea

Keamanan

Gejala : Riwayat pertengahan terpajan terhadap bahan kimia

Riwayat kanker, tidak toleran terhadap dingin/ panas

Transfusi darah sebelumnya, gangguan penglihatan,

sering infeksi.

Tanda : Demam rendah, menggigil, berkeringat malam,

petekie, dan ekimosis.

Seksualitas

Gejala : Perubahan aliran menstruasi, hilang libido, impoten.

Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat.

Pernafasan

Pleuritis atau efusi pleura.

Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup

yang berikut : /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 77 -

Page 78: Modul SIstem Hematologi

a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, kelamahan dan

malaise umum

b. Kekurangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kekurangan asupan nutrisi esensial.

c. Kosntipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet,

perubahan proses pencernaan efek samping terapi obat.

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis

dabn kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat,

salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

Rencana Tindakan dan Rasionalisasi

DP 1

Intervensi :

1. Kaji kemampuan pasien untuk tugas/ aktivitas normal, catat laporan

kelelahan, kelatihan dan kesulitan menyelesaikan tugas

R : Mempengaruhi pilihan intervensi

2. Kaji kehilangan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan

otot

R : Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B

12 mempengaruhi keamanan pasien .

3. Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan susudah aktivitas

R : Manifestasikan kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru

untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.

4. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan

istirahat, pilih periode istirahat dengan periode aktivitas

R : Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan

pada sistem jantung dan pernafasan

5. Berikan bantuan dalam aktivitas / ambulansi bila perlu,

memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin

R : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien

melakukan sesuatu sendiri

6. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas

yang pasien pandang perlu

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 78 -

Page 79: Modul SIstem Hematologi

R : Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal

dan memperbaiki tonus otot.

7. Gunakan teknik penghematan energi

R : Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi

penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.

8. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri

dada, nafas pendek, kelehaman, atau pusing terjadi.

DP II

Intervensi :

1. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai

R : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.

2. Observasi dan catat masukan makanan pasien

R : Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi

makanan.

3. Timbang berat badan tiap hari

R : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi

nutrisi

4. Berikan makan sedikit dan frekuensi sering atau makan di antara

makan

R : Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan

pemasukan juga mencegah distensi gaster.

5. Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik, sebelum dan sesudah

makan

R : Meningkatakan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan

pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi

6. Pantau pemeriksaan laboratorium mis : Hb / Ht, BUN, protein,

albumin, tranferin, besi, serum, B12, asam folat

R : Meningkatkan efektifitas program pengobatan, termasuk sumber

diet nutrisi yang diperlukan.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 79 -

Page 80: Modul SIstem Hematologi

7. Berikan diet halus, rendah serat, menghindari makanan panas, pedas,

atau terlalu asam, sesuai indikasi

R : Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat

ditoleransi pasien.

8. Berikan suplemen nutrisi mis : Isocal

R : Meningkatkan masukan protein dan kalori

DP III

Intervensi :

1. Observasi warna feses, konsistensi, dan jumlah

R : Membantu mengidentifikasi / faktor pemberat dan intervensi yang

tepat.

2. Auskultasi bunyi usus

R : Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada

konstipasi.

3. Awasi masukan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung

R : Membantu dalam konsistensi feses bila konstipasi.

4. Hindari makanan yang membentuk gas

R : Menurunkan distress gastrik dan distensi abdomen

5. Kaji kondisi perianal dengan sering, catat perubahan dalam kondisi

atau mulai kerusakan.

R : Mencegah ekskonasi kulit dan kerusakan

6. Konsul dan ahli gizi unuk memberikan diet seimbangan dengan tinggi

serat dan baik

R : Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air dalam

alirannya sepanjang traktus intestinal dengan demikian

menghasilkan baik yang bekerja sebagai perangsang untuk

defekasi.

7. Berikan pelembek feses, stimulan ringan, laksatif pembentuk bulk atau

enema sesuai indikasi, pantau keefektifan

R : Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.

8. Berikan obat antidiare

R : Menurunkan motilitas usus bila diare terjadi

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 80 -

Page 81: Modul SIstem Hematologi

DP IV

Intervensi :

1. Berikan informasi tentang anemia spesifik

R : Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat

pilihan tepat, menurunkan ansietas

2. Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik

R : Ansietas/ takut tentang ketidaktahuan meningkatkan tingkat stress

3. Jelaskan darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan

memperburuk anemia

R : Ini sering merupakan kekhawatiran yang tidak diungkapkan yang

dapat memperkuat ansietas pasien.

4. Dorong untuk menghentikan rokok

R : Menurunkan ketersediaan oksigen dan menyebabkan

vasokonstriksi

5. Gunakan jarum terpisah untuk mengambil obat dan injeksi

R : Obat dapat mewarnai kulit

6. Telaah kebersihan mulut, terjadinya perawatan gigi teratur

R : Efek anemia atau suplemen besi meningkatkan resiko infeksi

7. Instruksikan untuk menghindari produk aspirin

R : Meningkatkan kecenderungan perdarahan.

Evaluasi

Hasil yang diharapkan adalah :

Mampu bertoleransi dengan aktivitas normal

Mengikuti rencana progresif istirahat, aktivitas dan latihan

Mengatur irama aktivitas sesuai tingkat energi

Mencapai / mempertahankan nutrisi yang adekuat

Makan makanan tinggi protein, kalori dan vitamin

Menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung

Mengembangkan rencana makan yang memperbaiki nutrisi optimal

Tidak mengalami komplikasi

Menghindari aktivitas yang menyebabkan takikardia, palpitasi,

pusing, dan dispnea

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 81 -

Page 82: Modul SIstem Hematologi

Mempergunakan upaya istirahat dan kenyamanan untuk mengurangi

dispnea

Mempunyai tanda vital normal

Tidak mengalami tanda retensi cairan

Berorientasi terhadap nama, waktu, tempat dan situasi.

Tetap bebas dari cidera

PENYAKIT YANG MUNGKIN MUNCUL PADA SISTEM HEMATOLOGI

Penyakit darah yang berkaitan dengan sel darah merah di antaranya:

1. Anemia.

2. Malaria.

3. Polycythemia.

Anemeia

Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan dimana jumlah sel

darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah

merah berada dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang

memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke

seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah

atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat

mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.

Penyebab umum dari anemia:

Perdarahan hebat

Akut (mendadak)

Kecelakaan

Pembedahan

Persalinan

Pecah pembuluh darah

Kronik (menahun)

Perdarahan hidung

Wasir (hemoroid)

Ulkus peptikum

Kanker atau polip di

saluran pencernaan

Tumor ginjal atau kandung

kemih

Perdarahan menstruasi yang

sangat banyak

Berkurangnya pembentukan sel

darah merah

Kekurangan zat besi

Kekurangan vitamin B12/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 82 -

Page 83: Modul SIstem Hematologi

Kekurangan asam folat

Kekurangan vitamin C

Penyakit kronik

Meningkatnya

penghancuran sel darah

merah

Pembesaran limpa

Kerusakan mekanik pada

sel darah merah

Reaksi autoimun terhadap

sel darah merah:

Hemoglobinuria nokturnal

paroksismal

Jenis penyakit pada sel darah merah

1. sferositosis herediter.

sferositosis herediter adalah penyakit keturunan dimana sel darah merah

berbentuk bulat. sel darah merah yang bentuknya berubah dan kaku terperangkap

dan dihancurkan dalam limpa, menyebabkan anemia dan pembesaran limpa.

anemia biasanya ringan, tetapi bisa semakin berat jika terjadi infeksi.

Gambar: sel darah merah berbentuk bulat

jika penyakit ini berat, bisa terjadi:

- sakit kuning (jaundice)

- anemia

- pembesaran hati

- pembentukan batu empedu.

pada dewasa muda, penyakit ini sering dikelirukan sebagai hepatitis.

bisa terjadi kelainan bentuk tulang, seperti tulang tengkorak yang berbentuk seperti

menara dan kelebihan jari tangan dan kaki. biasanya tidak diperlukan pengobatan,

tetapi anemia yang berat mungkin memerlukan tindakan pengangkatan limpa.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 83 -

Page 84: Modul SIstem Hematologi

tindakan ini tidak memperbaiki bentuk sel darah merah, tetapi mengurangi jumlah sel

yang dihancurkan dan karena itu memperbaiki anemia.

2. eliptositosis herediter.

eliptositosis herediter adalah penyakit yang jarang terjadi, dimana sel darah

merah berbentuk oval atau elips.

Gambar : sel darah merah berbentuk oval atau elips

penyaki ini kadang menyebabkan anemia ringan, tetapi tidak memerlukan

pengobatan. pada anemia yang berat mungkin perlu dilakukan pengangkatan

limpa

Kekurangan G6PD kekurangan G6PD adalah suatu penyakit dimana

enzim G6PD (glukosa 6 fosfat dehidrogenase) hilang dari selaput sel darah

merah. enzim G6PD membantu mengolah glukosa (gula sederhana yang

merupakan sumber energi utama untuk sel darah merah) dan membantu

menghasilkan glutation (mencegah pecahnya sel). penyakit keturunan ini

hampir selalu pria.

beberapa penderita yang mengalami kekurangan enzim G6PD tidak pernah

menderita anemia.

hal-hal yang bisa memicu penghancuran sel darah merah,yaitu:

demam, infeksi, virus atau bakteri, krisis diabetes , bahan tertentu (misalnya

aspirin, vitamin k dan kacang merah) bisa menyebabkan anemia. anemia bisa

dicegah dengan menghindari hal-hal tersebut.

tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan kekurangan G6PD

Penyakit sel sabit

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 84 -

Page 85: Modul SIstem Hematologi

Penyakit hemoglobin C

Penyakit hemoglobin S-C

Penyakit hemoglobin E

Thalasemia

Gejala-gejala yang disebabkan oleh pasokan oksigen yang tidak mencukupi

kebutuhan ini bervariasi. Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang

tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan

stroke atau serangan jantung.

Anemia digolongkan antara lain:

Kongenital atau yang didapat

akut atau kronik

tidak berbahaya atau berbahaya menyangkut kehidupan,

berat atau ganas

Klasifikasi ANEMIA

1. Anemia defisiensi Fe

2. Anemia kelebihan Fe

a. Anemia Sideroblastik

b. Anemia Megaloblastik

3. Hemolityc Anemia

o Faktor ekstrinsik ( trauma, toksin, infeksi malaria/ clostridium)

pembentukan antibodi ( immunohemolytic anemia) atau Splenomegaly

o Abnormal membran spt : Nocturnal Paroxymal Hemoglobinuria atau

herediter Sperocytosis

o Sel darah merah yang abnormal karena kerusakan enzym ,

hemoglobinopathies dan thalassemia

2. Anemia karena inflamasi

Menyebabkan defek pembentukan sel darah merah

1. Anemia karena gagal endokrin

2. Anemia karena penyakit hepar

3. Anemia karena Alkohol (alkohol menekan erythropoiesis secara langsung

4. Sekunder Anemia karena (Kanker, Myeloproliferative

Leukemia/Polycythemia vera)

5. Anemia Aplastik/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 85 -

Page 86: Modul SIstem Hematologi

6. Anemia ( Ginjal)

7. Anemia ( obat kemoterapi)

8. Anemia defisiensi Fe adalah: Bila cadangan besi, besi di dalam plama dan

hemoglobin kurang dari normal

Anemia defisiensi besi, kekurangan besi diawali oleh deplesi besi kemudian

defisiensi besi dan akhirnya baru terjadi anemia defisiensi besi.

Deplesi besi merupakan permulaan kekurangan besi dimana cadangan besi

didalam tubuh berkurang atau tidak ada, tapi besi di dalam plasma masih

normal dan hemoglobin dan hematokrit juga masih normal

Defisiensi besi tanpa anemia yaitu selain cadangan besi juga besi dalam

plasma sudah berkurang, tapi hemoglobin masih normal.

Penyebabnya : Perdarahan kronik, gangguan absorbsi, diet yang kurang &

kebutuhan Fe yang meningkat

2. Anemia kelebihan Fe

a. Anemia Sideroblastik

merupakan suatu sindrom yang terdiri dari anemia hipokrom,mikrositer

disertai adanya cincin sideroblas dalam sumsum tulang. Cincin sideroblas

adalah eritroblas yang mengandung ion-ion besi yang terletak dalam

mitokondria. Sering Kadar Hb antara 6 –7 g/dl.

Patogenesis

Belum diketahui dengan jelas apa penyebabnya, diduga kelainan sintesis heme,

walaupun sintesis globin normal, persediaan besi cukup akan tetapi eritrosit

berbentuk hipokrom mekrositer. Diduga pula bahwa pada keadaan besi berlebihan

dapat terjadi gangguan metabolisme besi..

Gangguan sintesa heme adalah dikarenakan defisiensi vit B6 (piridoxal phosphat

adalah enzim pembentuk heme).

Vitamin B6 sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan heme

Pada anemia sideroblas cenderung /potensi terjadi leukemia & sering dijumpai

leukemia akut.

Terapi : Vit B 6

Anemia Megaloblastik

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 86 -

Page 87: Modul SIstem Hematologi

sekelompok anemia yang ditandai oleh adanya eritroblas yang besar ini terjadi akibat

gangguan maturasi inti sel. Inti sel ini disebut megaloblas dan eritrosit muda masuk ke

sirkulasi darah

Penyebabnya Anemia Megaloblastik adalah

defisiensi Vit B 12, Asam Folat atau gangguan metabolisme Vit B 12

gangguan sintesa DNA (karena kongenital dan obat atau sitostatika

tertentu,)

Ada yang disebabkan oleh anemia pernisiosa.

Anemia normoblastik sidero-akrestik yaitu Fe non hemoglobin yang

banyak dalam prekursor eritrosit, dan pada beberapa penderita terdapat

Anemia Megaloblastik

Pengobatan

1. Untuk defisiensi vit B 12 diberikan vit 100 – 1000 B 12 100 – 1000 ug i.m.

Selama 2 minggu dilanjutkan 100 – 1000 ug i.m setiap bulan

2. Defisiensi Asam Folat diberikan asam Folat 1 – 5 mg/hari oral/selama 5

minggu

3. Transfusi darah sebaiknya dihindarkan. Tapi bila diperlukan darah

sebaiknya diberi eritrosit yang diendapkan (packed red cells)

Anemia aplastik

Nama lainnya adalah anemia hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia

progresif, anemia regeneratif, leukimia hemoragika, panmieloftisis dan anemia

paralitik toksik). Anemia aplastik ditandai dengan pansitopenia

Oleh Wintrop membatasi pemakaian anemia aplastik pada kasus dengan pansitopenia,

hipoplasia berat atau aplasia sumsum tulang, tanpa ada suatu penyakit primer yang

menginfiltrasi, mengganti atau menekan jaringan hemopoetik sumsum tulang. Anemia

Aplastik adalah anemia normokronik normositik yang disebabkan oleh disfungsi

sumsum tulang sedemikian sehingga sel-sel darah yang mati tidak diganti. Anemia ini

mengenai sel-sel darah merah (berkaitan dengan defisiensi semua jenis sel darah /

pansitopenia)

Morfologi

Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung

retikulosit tinggi rendah atau hilang, biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu

keadaan yang disebut pungsi kering dengn hhipoplasia yang nyata sehingga terjadi /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 87 -

Page 88: Modul SIstem Hematologi

pergantian sel-sel hematopoitik dengan sel-sel lemak, serta akibat dari sekunder

granulositopenia (infeksi) dan perdarahan (trombositopenia). Apapun penyebab

aplastik anemia ,kerusakan dapat terjadi pada sel induk yang aktif maupun yang

berada pada fase istrahat

Anemia aplastik dapat terjadi akibat:

1. Jumlah sel induk normal

2. Kelainan sel induk berupa gangguan pembelahan dan diferensiasi

3. Hambatan sel induk secara humoral atau selular

4. Gangguan lingkungan mikro

5. Tidak adanya kofaktor-kofaktor hemopoetik humeral atau seluler

Klasifikasi

1. Anemia apalstik berat ditandai dengan:

selularitas sumsum tulang

Sitopenia sedikitnya 2 dari 3 seri sel darah

Neutrofil < 500 ml trombosit < 20.000 / mL, retikulosit < 60.000 / ml (< 1 %)

Kepadatan seluler sumsum tulang < 20 %

2. Anemia aplastik sangat berat

Sama dengan aplastik berat kecuali neutrofil < 200 / ml

3. Anemia aplastik tidakberat ditandai dengan; sumsum tulang hiposeluler namun

sitopenia tidak memenuhi kriteria berat

Aplasia sel darah murni (Pure Red Cell Aplasia ?PRCA)

Bentuk kegagalan sumsum tulang yang jaran akibat dari tidak ada prekursor sel

darah merah. Bentuuk akut karena virus / obat yang dapat timbul sebagai krisi

aplastik pada keadaan hemolitik kronik. PRCA juga timbul secara tersembunyi

pada penderita himoma

ETIOLOGI

Beraneka ragam penyebabnya

Faktor genetik {anemia Fanconi, diskeratosis bawaan, anemia aplastik

bawaan, dan sindrom aplastik parsial (sindrom Blackfand-

Diamond ,trombositopenia bawaan, agranulositosis bawaan)}

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 88 -

Page 89: Modul SIstem Hematologi

Obat-obatan (terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan

Obat-obatan atau bahan kimia mielotoksik yang penyebab tersering anemia

aplastik sekunder. Kerusakan sumsum tulang dapat idiosinkratik

mempengaruhi hanya beberapa individu )

Infeksi penyebab anemia Aplastik sementara (antara lain mononukleosis

infeksiosa, tuberkulosis, influenza, bruselosis, dengue)

Permanen (infeksi virus hepatitis non A, non B )

Kelainan imunologik (pada transplantasi sumsum tulang

Anemia aplastik pada keadaan /penyakit lain al: Leukemia akut,

hemoglobinuria nokturnal paroksimal,kehamilan.

Idiopatik ; kemungkinan autoimun

Kemoterapi

Kanker sumsum tulang belakang

Defisiensi vitamin

Pasca hepatitis, mononukleosis infeksiosa, tuberkulosis, dengue

Kehamilan

Hemoglobin uria paroximal nokturial

Mielotoksin yang dapat diduga oleh BENZENE, alkylating agents dan

antimetabolit (Vinsristin, busulfan) sedangkan yang menimbulkan reaksi

idiosinkrasi adalah chlorampenicol, chorpromazine dan streptomycin,

analgesik (pitazolan), antiepileptik (hidantoin), kinakrin, sulfonilurea,

antikonvulsan, pengobatan tyroid dan obat-obatan lainnya)

Sindrom aplastik parsial

a. sindrom Blackfand – diamond

b. Trombositopenia bawaan

c. Agranulositosis

Patogenesis pada anemia aplastik, tidak terdapat mekanisme patogenetik tunggal.

Sel induk hemopoetik yang multipoten berdiferensiasi menjadi sistem eritropoetik,

granulopoetik, trombopoetik, limfopoetik dan monopoeetik. Sejumlah sel induk

lainnya membelah secara aktif dan menghasilkan sel induk baru. Sebagian dari

padanya dalam fase istirahat pada setiap saat seiap berdifereansi, hambatan sel induk

secara humoral / seluler, gangguan lingkungan mikro, tidak ada kofaktor-faktor /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 89 -

Page 90: Modul SIstem Hematologi

hemopoetik seluler, ini semua pada intinya ialah terjadi kerusakan pada sel induk

yang aktif maupun yang berada dalam fase istirahat.

Gambaran klinis

a. tanda sistemik yang klasik

peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha

memberi O2 lebih banyak kejaringan

Peningkatan kecepatan pernapasan karena tubuh berusaha

menyediakan lebih banyak O2 pada darah

Pusing akibat berkurangnya aliran darah keotak

Rasa lelah karena meningkatnya oksigen berbagai organ

termasuk otot jantung, rangka

Kulit pucat karena berkurangnya oksigenisasi

Mual akibat penuruna aliran darah saluran cerna dan susunan

saraf pusat

Penurunan kualitas rambut dan kulit

Penglihatan kabur

Telinga berdenging

b. Apabila trombosit dan sel darah putih yang terkena, gejala dengan perdarahan

dan mudahnya timbul memar, infeksi berulang, luka kulit dan selaput lendir

sulit sembuh

Pemeriksaan Penunjang.

Terdapat pansitopenia, sumsum tulang diganti lemak, retikulosit menurun, ditemukan

neutrofil (500 ml, trombosit < 20.000 / ml, retikulosit absolut <1 %, kepadatan seluler

sumsum tulang < 20%, tes Combo direk dapat positif leju endap darah m eningkat)

Komplikasi

gagal jantung akibat anemia berat

kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain

terkena

Penatalaksanaan

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 90 -

Page 91: Modul SIstem Hematologi

Tranfusi darah, sebaiknya diberikan packed Red Cell. Bila masih diperlukan

trombosit berikan darah segar / platelet concentrate

Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotik

Kortikosteroid, dosis yang lebih rendah bermanfaat pada perdarahan akibat

trombositopenia

Androgen, seperti fluokrimesteron, testosteron, metandiostenolon, nondrolon,

tetapi memiliki efek samping ketika dipakai seperti Virilisasi, retensi air dan

garam, perubahan hati

Imunosupresif apabila disebabkan penyakit autoimun, seperti siklospurin,

globulin, antitimosit

Transplantasi sumsum tulang

Pengobatan ;

1. transfusi eritrosit yaitu packed red cell sampai mencapai Hb 7 – 8 g%

2. transfusi trombosit (bila perdarahan dibawah kulit) (transfusi trombosit

konsentrat sampai hitung trombosit lebih dari 20.000/mm 3)

3. transfusi leukosit (bila hitung neutrofil < 200/mm 3 disertai sepsis atau

neutropenia karena

4. kortikosteroid

5. androgen

6. immunosupresif

7. transplantasi sumsum tulang.

Tidak dapat diberikan hematinik /Haematopoietic growth factor ( antara lain EPO, dll)

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN.

Merupakan penyakit anemia yang disebabkan oleh hemolisis eritrosit-eritrosit

berdasarkan reaksi antigen –antibodi, yang berlaku sebagai antigen dalam hal ini

adalah permukaan sel darah merah (SDM), sedangkan antibodi yang terdapat dalam

serum penderita adalah suatu jawaban tubuh tehadap perubahan-perubahan pada

antigen tersebut.

Terapi : imunosupresan al ( Cellcept, Cyclosporin)

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 91 -

Page 92: Modul SIstem Hematologi

ANEMIA SEL SABIT (SICKLE CELL ANEMIA)

Disebut juga anemia drepanositik, meniskositosis, penyakit hemoglobin S.

Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana banyak sel darah merah

berbentuk menyerupai sabit.

Epidemiologi

Khusus pada orang kulit hitam / negro. Di jakarta tercatat ±  16 kasus Hb S

( campuran talasemia- Hb S dan trait Hb S). hemoglobin S (sicle= sabit) merupakan

hemoglobin abnormal.

Patogenesis

Adanya HbS mempengaruhi membran eritrosit dan menyebabkan kelainan eritrosit,

yakni dehidrasi karena kehilangan air dan garam, akumulasi Ca ++. Belum diketahui

dengan jelas apa kelainan dasar pembentukan sel sabit ,yang kadang kala bentuk sabit

yang ireversible. Bentuk sel sabit terjadi pada tekanan oksigen yang rendah dan

terutama pada pH rendah, Hb S kurang melarut pada bentuk deoxygenated sehingga

viskositas darah naik dan mengakibatkan statis serta obstruksi aliran darah dalam

sistem kapiler, arteriole terminal dan pembuluh darah. Sickling lokal, oklusi vaskular

dan edema perivaskular menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan organ yang

tersangkut. Kebanyakan kasus anemia sel sabit disertai anemia berat, namun anemia

bukan merupakan masalah utama, Karena suplai oksigen ke jaringan tetap baik. Hb

menurun 6 – 9 g/dl dan jumlah eritrosit antara 2 –3 juta /ul, sering dijumpai sel

normoblas dalam darah tepi. Jumlah leukosit meninggi dan dapat mencapai 25.000/ul.

Jumlah trombosit dapat meninggi. Sumsum tulang tetap hiperplastik dengan banyak

normoblas.

Gejala Klinis

Kebanyakan anemia sel sabit disertai anemia yang agak berat. Namun pada umumnya

anemia tidak merupakan masalah utama karena suplai oksigen kejaringan tetap baik.

Komplikasi

Infeksi sering terjadi dan bisa fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa

menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif. Kolelitiasis sering

dijumpai dan infark ,tulang nekrosis, aseptik pakut fermoralis, osteomielitis (infeksi

salmonella), hematuria berat sering berulang-ulang.

Penentuan diagnosis. Homosigot : Hb S dengan Hb F dengan kadar yang berbeda-

beda pada pemeriksaan elektroforesis Heterosigot : adanya Hb A dan HbS pada /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 92 -

Page 93: Modul SIstem Hematologi

elektroforesis Pada penyakit Hb S – talasemia beta : Hb A2 > 3 %, kadar HbS tinggi,

sedangkan Hb Amenurun atau tidak ada dan peninggian HbF berbeda-beda.gejala

lebih ringan dari selsabit homosigot Kombinasi sel sabit dan talasemia alfa (delesi)

didapatkan penurunan konsentrasi MCHC dan kadar Hb F yang meninggi. Penurunan

kadar HbS intra-eritrositer dan peninggian kadar HbFserta adanya talasemia alfa

mengurangi beratnya anemia hemilitik pada anemia sel sabit.

Pengobatan umumnya bersifat simtomatik

Splenektomi dan obat hematinik tidak ada gunanya.

Transfusi darah, bila ada anemia berat dan krisis aplastik.

Kadar Hb Sebaiknya dinaikkan hingga 12 – 14 g/dl.

Pada keadaan nyeri : obat –obat analgesik.

Pirasetam ( Z-pirolidon asetamid) telah digunakan dengan

sukses untuk mengobati kasus-kasus tertentu anemia sel sabit dapat mengurangi

kebutuhan transfusi darah.

Dosis pirasetam 3 x 1 g/oral/hari ( sifatnya nontoksik)

Belakangan ini di anjurkan pemberian Epo untuk mengatasi

anemia pada kasus-kasus anemia sel sabit.

ANEMIA AKIBAT KANKER

Penderita kanker stadium lanjut sering menderita komplikasi anemia. Anemia

umumnya timbul akibat progresifitas penyakit kankernya sendiri maupun kemoterapi,

radioterapi dll, yang dapat memperburuk kondisi penderita secara cepat. Anemia

kronik pada penyakit kanker disebabkan oleh beberapa mekanisme patofisiologik.

Patogenesis anemia karena kanker adalah multifaktorir. Dan sulit di identifikasi satu

faktor penyebab saja.

Patofisiologi anemia kronik pada kanker

Terjadinya interaksi antara sel-sel tumor dan sistem imun yang mana akan

mengaktifkan makrofag dan memicu pelepasan berbagai sitokin. Aktivasi ini

menyebabkan terjadinya peningkatan kadar sitokin inflamasi seperti: interferon g ,

interleukin -1, faktor nekrosis tumor (TNF). Sitokin-sitokin ini diproduksi oleh

makrofag dan sel retikuloendotelial lainya (al. TNF & INF b diproduksi di stroma

sumsum tulang). Sitokin-sitokin ini mempunyai pengaruh negatif terhadap prekursor

eritroid di sumsum tulang yaitu: menyebabkan kaheksia, anemia dan inflamasi. /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 93 -

Page 94: Modul SIstem Hematologi

Dan juga menurunkan produksi dan sensitivitas Epo terhadap keadaan anemia.

Penghambatan diferensiasi prekursor eritroid oleh sebagian besar sitokin inflamasi,

mengakibatkan menurunnya jumlah sel progenitor eritroid menyebabkan supresi

eritropoesis, stimulasi produksi eritropoetin (EPO) menurun dan mengakibatkan

kegagalan penggunaan besi. Faktor-faktor ini diperkirakan merupakan penyebab

utama terjadinya anemia kronik & mungkin masih ada faktor lain sebagai pemicu

yang belum diketahui dengan pasti. Dan hal ini pula yang menyebabkan usia sel darah

merah memendek pada anemia penderita kanker

Ciri khas anemia akibat kanker

Anemia ringan sampai berat

Anemia normositik ,normokrom atau hipokrom

Kadar besi serum (serum iron) rendah

Kadar feritin serum meningkat

Kadar transferin total menurun

Prosentase saturasi transferin normal

Produksi EPO

Pada keadaan normal bila kadar Hb menurun dan terjadi hipoksia akan merangsang

sintesa Epo meningkat lebih dari normal. Epo akan merangsang prekursor eritroid di

sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit. Epo akan mengaktivasi reseptor epo di

BU-E à dan terjadi pematangan menjadi CFU-E à menjadi proeritroblast (dimana

densitas Epo yang paling tinggi untuk proses pematangan) à pada retikulosit sudah

tidak ditemukan reseptor EPO lagi yaitu

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 94 -

Page 95: Modul SIstem Hematologi

Gambar 1

menyebabkan pembentukan reseptor homodimer dan fosforilase tirosin dari reseptor

Epo. Peningkatan fosforilasi menunjukkan aktivasi tirosin kinase. Ini merupakan

transduksi signal yang diperantarai hormon epo yang merangsang diferensiasi

/pertumbuhan eritroid. Pada pasien anemia karena kehilangan darah atau defisiensi

besi dengan sistem eritropoetik yang normal. Kadar Epo didalam serum adalah

merupakan suatu fungsi eksponen terhadap derajat anemia. Dimana produksi Epo

akan meningkat sehubungan dengan peningkatan defisit Hb. Hal ini bertentangan

pada anemia penderita kanker produksi epo berkurang/terganggu. Sebagai contoh:

pada penderita Multiple myeloma produksi Epo kurang memadai ±  50 % saja ,

dan terutama semua penderita kanker yang disertai gagal ginjal berat. Gagal ginjal

dapat diakibatkan oleh penyakitnya sendiri (al. multiple myeloma), sama halnya

sebagai akibat dari kemoterapi. Fanqui et al. Membuktikan bahwa produksi EPO

terganggu /menurun dengan adanya beberapa sitokin terutama: interleukin-1 dan

tumor necrosis factor (TNF).

Defek eritron

Terutama terjadi pada multiple myeloma, dan solid tumor, tumor besar (dimana

terjadi penurunan jumlah dari BFU-E, CFU-E, dan sel eritrogen baik di sumsum

tulang dan darah perifer/tepi). Dan juga sensitivitas dari prekursor menurun untuk

merangsang pembentukan hormon EPO fisiologis. Stimulasi sistem imun karena

keganasan mengakibatkan peningkatan sitokin-sitokin inflamasi yaitu IL-1 yang akan

merangsang leukosit melepaskan protein apolaktoferin yang memiliki afinitas yang

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 95 -

Page 96: Modul SIstem Hematologi

kuat mengikat besi dibandingkan dengan apotransferin, keduanya saling berkompetisi

untuk mengikat besi. Apotransferin adalah protein pengangkut besi dan dapat

mengikat makrofag pada keadaan normal dalam retikuloendotelial. Meskipun besi

disimpan dalam bentuk hemosiderin dan feritin, dan besi yang dilepaskan dari eritrosit

yang hancur dalam keadaan normal akan diambil oleh apotransferin yang akan

membentuk transferin yang kemudian masuk ke dalam prekursor eritroid (reseptor

transferin) di sumsum tulang. Besi dalam transferin ini digunakan untuk sintesa

hemoglobin (Hb). Sedangkan apolaktoferin mengikat besi secara kuat, membentuk

laktoferin. Laktoferin ini tidak dapat membawa besi ke sumsum tulang, tapi

terperangkap didalam makrofag yang dengan sendirinya tidak dapat digunakan untuk

pembentukan eritrosit. Hal ini yang menyebabkan rendahnya suplai besi dan

penurunan reseptor transferin pada progenitor eritroid untuk eritropoiesis pada

penderita anemia kanker kronik.

Gambar 2

Penyebab utama anemia pada penderita kanker antara lain:

disebabkan oleh keganasan penyakitnya sendiri al. proses neoplastik, infiltrasi

tumor (tumor metastatik) (disebut ACD – anemia of chronic disease)

akibat regimen terapi obat-obat kanker /kemoterapi/radioterapi/pembedahan

Penyebab lain , anemia pada penderita kanker sbb:

Perdarahan yang kronis (pendarahan GI), defisiensi nutrisi al. Asam folat,

vitamin B 12, Fe,

Abnormalitas dari hematopoesis , sel darah merah dan fungsi sumsum tulang

dan produksi Epo /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 96 -

Page 97: Modul SIstem Hematologi

Gagal ginjal

Abnormalitas sel darah merah sehubungan dengan hemolisis dan kehilangan darah,

usia darah memendek.

Abnormalitas fungsi sumsum tulang yaitu sehubungan gangguan: myelofibrosis,

myelodysplasia, metabolik, pematangan, hormonal dan anatomik, karena pengaruh

sitokin, respon terhadap anemi menurun.

Abnormalitas yang sehubungan produksi epo biasanya disebabkan karena

gangguan: intrinsik atau penyakit ginjal dan supresi hormon. Tapi yang paling sering

berkaitan dengan defek produksi epo endogen yaitu tumor solid, mieloma multipel

dan limfoma maligna.

Obat kemoterapi yang menurunkan sensitivitas epo al:

Cisplastin dapat mengakibatkan myelosupresi akibatnya anemia yang kronik

Cyclosporin A mengurangi atau melemahkan produksi epo

Prevalensi anemia berdasarkan tipe/jenis keganasan

Prevalence of anemia (%) Require transfusion

Non-Hodgkin's 53 24

lymphoma (NHL)

Lung cancer 52 28

Ovarian cancer 51 25

Breast cancer 17 5

Colorectal cancer 13 4

Skillings et al., ECCO 1995, abstract S 813

Terapi anemia 

Pengelolaan anemia pada penderita kanker yang paling cepat dan efektif untuk

jangka pendek adalah transfusi darah. Tapi hal ini sayangnya mempunyai

resiko dan permasalahannya juga cukup banyak. Kemungkinan darah donor

terinfeksi atau mengandung virus (HIV) dll.

Terapi dengan r-HuEpo merupakan alternatif yang paling aman dibandingkan

dengan transfusi darah. Telah banyak studi menunjukkan bahwa pemberian

Epo pada anemia kanker dapat menurunkan kebutuhan transfusi darah selama

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 97 -

Page 98: Modul SIstem Hematologi

pemberian kemoterapi dan radioterapi. Dan juga meningkatkan respon

regimen baik kemoterapi maupun radioterapi.

Keuntungan dan kerugian terapi Epoetin pada Anemia kanker

Keuntungan Kerugian

Terapi secara fisiologis Lebih mahal dari transfusi darah 

Meningkatkan kualitas hidup Efektif   setelah 4 minggu

Penderita  secara signifikan

Penderita  secara signifikan

Memungkinkan  berobat jalan

Toleransi yang sangat baik 

Keuntungan dan kerugian Transfusi darah pada penderita anemia kanker

Keuntungan Kerugian

segera efektif resiko reaksi alergi

resiko infeksi HIV,CMV

efektif pada pasien yang   supresi imun

tidak respon pada Epo peningkatan volume

kelebihan besi

lebih murah dari Epo hilang efikasinya pada pasien dgn antibodi

terjadi penolakan pada beberapa pasien

hanya sedikit efeknya pada kualitas hidup penderita

persediaan yang terbatas

memerlukan penanganan tepat waktu 

memerlukan penanganan/terapi dicenter

ANEMIA AKIBAT KEMOTERAPI

Anemia sering merupakan komplikasi dari pemberian kemoterapi yang mempunyai

efek myelosupresif. Dengan adanya anemia, kualitas hidup penderita dan kapasitas

fungsional penderita kanker akan menurun. Dengan sendirinya terapi kemoterapi

tidak dapat dilanjutkan. Transfusi darah dapat mengatasi anemi dengan cepat, tapi

sayangnya transfusi darah kini malah ditakuti, oleh karena itu transfusi menjadi terapi

alternatif yang paling akhir, bila sudah tidak ada pilihan lain lagi barulah transfusi

terpaksa dilakukan. Hal ini dikarenakan kemungkinan penularan penyakit pada

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 98 -

Page 99: Modul SIstem Hematologi

sipenerima relatif besar. Yang paling ditakuti darah donor yang mengandung virus

(HIV), CMV , AIDs dll.

Di negara-negara maju, sejak tahun 1980 pemberian transfusi darah mulai mengalami

perubahan yaitu dari alogenik donor ke autodonor (darah dari diri sendiri) , Anemia

akibat kemoterapi dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup penderita kanker akan

mempengaruhi pemberian kemoterapi lanjutan. Oleh karena itu harus diperhatikan

derajat anemia setiap penderita kanker.

Kriteria anemia berdasarkan kadar hemoglobin penderita sbb :

Derajat anemia

Derajat berat WHO N C I

0.(dbn) >  11.0 g/ dl  dbn

1.(ringan) 9,5 - 10,9 g/dl 10.0 g /dl - dbn

2.(sedang) 8,0 9,4 g /dl 8.0 10.0 g / dl

3.(berat) 6,5 - 7,9 g /dl 6,5 - 7,9 g / dl

4.(yang mengancam jiwa) < 6,5 g / dl  < 6,5 g / dl 

Obat-obat kemoterapi yang mengakibatkan anemia baik tunggal maupun

kombinasi pada penderita kanker Paru sbb:

Paclitaxel, Docetaxel, Gemcitabin , vinerelbin, Topotecan.

Paclitaxel + Carboplatin dan Paclitaxel + Cisplatin

Cisplatin +Etoposide (C + Gemcitabin , C +Vinorelbine )

Cisplastin + Mitomycin C + Vinvblastine

Cisplastin + Etoposide + Isophosphamide

Isophosphamide + Carboplatin + Etoposide

Cyclophosphamid + Doxorubicin + Vincristine

Pada kanker Payudara :

Obat tunggal : Paclitaxel, Docetaxel, Vinorelbin

Obat kombinasi :

o Cyclophosphamid + Doxorubicin + 5 FU + Methotrexate

o Cyclophosphamid + 5 FU + Methotrexate + Vincristine

o Cyclophosphamid + Mitoxantrone + Vincristine

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 99 -

Page 100: Modul SIstem Hematologi

o Paclitaxel +Doxorubicin

Pada kanker ovari lanjut /advanced

Obat tunggal : Carboplatin, Cisplatin, paclitaxel, Topotecan, Docetaxel,

Etoposide, Isophosphamid.

Obat kombinasi :

o Paclitaxel + Cisplatin.

o Paclitaxel + Cisplatin + Cyclophosphamide

o Paclitaxel + Carboplatin.

o Cisplatin + Cyclophosphamide

o Carboplatin + Cyclophosphamide

o Cisplatin + Cyclophosphamide + Doxorubici

Pemberian r-HuEPO dapat memperbaiki anemia dan meningkatkan kemungkinan

program pemberian kemoterapi dilanjutkan sesuai program terapi. Dan dapat

mengurangi atau menghindari pemberian transfusi darah.

Diagnosa

Pemeriksaan darah sederhana bisa menentukan adanya anemia. Persentase sel darah

merah dalam volume darah total (hematokrit) dan jumlah hemoglobin dalam suatu

contoh darah bisa ditentukan. Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari hitung

jenis darah komplit (CBC). Pengobatan menggunakan Calcium I, Beneficial, Vitality

dan Vigor

Malaria

(Sel darah yag teroingfeksi) Sel darah merah yang terinfeksi oleh P.vivax/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 100 -

Page 101: Modul SIstem Hematologi

Malaria adalah sejenis penyakit menular yang dalam manusia sekitar 350-500 juta

orang terinfeksi dan lebih dari 1 juta kematian setiap tahun, terutama di daerah tropis

dan di Afrika di bawah gurun Sahara. Malaria disebabkan oleh parasit protozoa.

Plasmodium (salah satu Apicomplexa) dan penularan vektor untuk parasit malaria

manusia adalah nyamuk Anopheles. Ragam dari Plasmodium falciparum dari parasit

ini bertanggung jawab atas 80% kasus dan 90% kematian.

Untuk penemuannya atas penyebab malaria, seorang dokter militer Prancis Charles

Louis Alphonse Laveran diberikan Penghargaan Nobel untuk Fisiologi dan Medis

pada 1907. Gejala dari malaria termasuk demam, menggigil, arthralgia (sakit

persendian), muntah-muntah, anemia, dan kejang. Dan mungkin juga rasa "tingle" di

kulit terutama malaria yang disebabkan oleh P. falciparum. Komplikasi malaria

termasuk koma dan kematian bila tak terawat; anak kecil lebih mungkin berakibat

fatal.

Etiologi

Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan

infeksi yaitu;

a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan

malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga)

b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai

perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan

menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).

c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria

quartana/malariae (demam tiap hari empat).

d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia

dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan

dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.

Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies

plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-

16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari

(Mansjoer, 2001).

Jenis-jenis malaria

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 101 -

Page 102: Modul SIstem Hematologi

Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis

plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :

a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum); Malaria tropika/ falciparum malaria

tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler,

anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi.

Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit.

Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin

kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya

spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).

Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:

Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi

Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang

mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan

endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal.

Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi

tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black

Water Fever).

b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)

Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim

vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur

mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul

sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit

yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip

dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.

Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada

kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi

yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi

terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites,

proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)

Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae,

skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 102 -

Page 103: Modul SIstem Hematologi

Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang

terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria

ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh

Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4

tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau

pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.

d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)

Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang

diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium

Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi

amoeboid.

Terdiri dari 12-24 merozoitovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit

berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen

kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias

malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam

setiap 72 jam.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh,

malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas

yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering

terjadinya komplikasi

Karakteristik nyamuk, Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat

ditularkan oleh nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia,

hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria.

Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.

Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula

yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar.

Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :

a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah

b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari

c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia

(menghisap darah)

d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 103 -

Page 104: Modul SIstem Hematologi

e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48

derajat

f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu .

g. Lebih senang hidup di daerah rawa

Patofisiologi

Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:

a. Fase seksual,

Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk

(Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat

berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak

berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung

nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote,

yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista.

Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk).

Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk

tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3

generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual.

Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi

adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari

masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.

(Mansjoer, 2001, hal. 409)

b. Fase Aseksual

Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit,

menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “ ke dalam

peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-

eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan

menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu

merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan “ Pra -eritrositer primer.” Terjadi di

dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel

darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml

darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel

darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 104 -

Page 105: Modul SIstem Hematologi

diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin

yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-

sel darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya

memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-

eritrositer sekunder“. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan

merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel

darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan

oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis

Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh

manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.

Manifestasi klinis

Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut

Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :

a. Demam

Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi).

Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam

maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P.

Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap

serangan di tandai dengan beberapa serangan demam periodik.

Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm)

secara berurutan :

1. Periode dingin

Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri

dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan

bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang

kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan

meningkatnya temperatur.

2. Periode panas.

Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai

40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-

muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai

terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2

jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat./tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 105 -

Page 106: Modul SIstem Hematologi

3. Periode berkeringat.

Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,

temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita

bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

b. Splenomegali

Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria

Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena

timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal.

571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3

kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior.

Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan

jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat

umbilicus dan fossa iliaca dekstra.

c. Anemia

Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia

karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang

berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time).

Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang

(Mansjoer. dkk, Hal. 411).

d. Ikterus

Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan

bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah.

Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :

1. Ikterus hemolitik; Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang

berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang

berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di

hasilkanIkterus

2. hepatoseluler

Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi

hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.

3. Ikterus Obstruktif;

Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus

biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000, hal. 571)./tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 106 -

Page 107: Modul SIstem Hematologi

Pemeriksaan diagnostik;

a. Pemeriksaan mikroskopis malaria;

Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada

manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya

parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang

dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan

mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey

epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan.

Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit

plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang

memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk

itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu

hari. Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar

mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai

100%).

1. Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode

demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah

trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur

sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.

2. Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger

prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5

mikro liter untuk sedian tipis.

3. Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies

plasmodium yang tepat.

4. Identifikasi spesies plasmodium

5. Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies

plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.

b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat); Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya

protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan

mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik

pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu

yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies

plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit./tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 107 -

Page 108: Modul SIstem Hematologi

c. Pemeriksaan imunoserologis; Pemeriksaan imunoserologis didesain baik

untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap paraasit plasmodium maupun

antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik

ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan

enzim immunoassay.

d. Pemeriksan Biomolekuler; Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk

mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita

malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit

penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari

jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut:

a. Malaria Tersiana/ Kuartana

Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di

tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-

7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14

hari)

b. Malaria Ovale

Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6

hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan

interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang

biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).

c. Malaria Falcifarum;

Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis

tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti

tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari

selama 7 har

Komplikasi

Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat

terjadi pada penyakit malaria adalah :

a. Malaria otak

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 108 -

Page 109: Modul SIstem Hematologi

Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%)

bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai

secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk

disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat

fokal atau menyeluruh.

b. Anemia berat

Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3

mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai

50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran

darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi

penurunan filtrasi pada glomerulus.

c. Edema paru

Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan.

Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang

menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult

Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

d. Hipoglikemia

Konsentrasi gula pada penderita turun (< style="font-weight: bold;">

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Dasar data pengkajian

Aktivitas/ istirahat

Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum

Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan

Sirkulasi

Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan

cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi.

Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.

Eliminasi

Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 109 -

Page 110: Modul SIstem Hematologi

Tanda : Distensi abdomen

Makanan dan cairan

Gejala : Anoreksia mual dan muntah

Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa

otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.

Neuro sensori

Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.

Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.

Pernapasan.

Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .

Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas

Penyuluhan/ pembelajaran

Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol,

riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka

traumatik.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari tanda dan

gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini (Doengoes, Moorhouse

dan Geissler, 1999):

a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan

makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah

b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem

kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasif

c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek

langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.

d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler

yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh.

e. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan

interprestasi informasi, keterbatasan kognitif./tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 110 -

Page 111: Modul SIstem Hematologi

3. Perencanaan Keperawatan

Rencana keperawatan malaria berdasarkan masing-masing diagnosa diatas adalah

a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan

makanan yang tidak sdekuat; anorexia; mual/muntah .

b. Tindakan/ Intervensi :

1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat

masukan makanan klien

Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekeurangan konsumsi

makanan.

2. Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat

Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat

setelah periode anoreksia

3. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.

Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi

nutrisi

4. Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.

Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa

berpartisipasi/ kontrol

5. Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang

berhubungan

Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ

6. Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi

Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi

kebutuhan nutrisi

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh

(pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.

Tindakan/ Intervensi :

1. Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh.

Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan

hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan perkembangan status

syok/ penurunan perfusi jaringan.

2. Amati adanya menggigil dan diaforosis./tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 111 -

Page 112: Modul SIstem Hematologi

Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi

umum.

3. Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk memperbaiki

selama masa terapi

Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan

dari organisme.

4. Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.

Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk infeksi

umum

5. Dapatkan spisemen darah.

Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria

Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme dehirasi efek

langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.

Tindakan/ intervensi :

1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil

Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam

menunjukkan diagnosis.

2. Pantau suhu lingkungan.

Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan

suhu mendekati normal.

3. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.

Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin

menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit

4. Berikan antipiretik.

Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada

hipotalamus.

5. Berikan selimut pendingin.

6. Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan hipertermi.

Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di

perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh

Tindakan/ intervensi/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 112 -

Page 113: Modul SIstem Hematologi

1. Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan.

Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen,

memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan

2. Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi

dan perubahan pada tekanan nadi.

Rasional : Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan kuman yang

menyerang darah

3. Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer.

Rasional : Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung, nadi

dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah

jantung dan vaso kontriksi perifer.

4. Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas. Perhatikan dispnea berat.

Rasional : Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek

langsung dari kuman pada pusat pernafasan. Pernafasan menjadi dangkal bila

terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.

5. Berikan cairan parenteral.

Rasional : Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan

mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.

Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahasn interprestasi

informasi, keterbatasan kognitif.

Tindakan/ intervensi:

1. Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.

Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat

pilihan.

2. Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, interaksi obat, efek samping

dan ketaatan terhadap program.

Rasional : Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam

penyembuhan dan mengurangi kambuhnya komplikasi.

3. Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan seimbang.

Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.

4. Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 113 -

Page 114: Modul SIstem Hematologi

Rasional : Mencegah pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan

penyembuhan.

5. Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan.

Rasional : Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi

jumlah penyebab penyakit yang ada.

6. Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis.

Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi.

7. Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan.

Rasional : Pengguaan terhadap pencegahan terhadap infeksi.

Polisitemia

Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah

akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang

PENYEBAB

Resiko terjadinya polisitemia ditemukan pada bayi yang:

Postmaturitas

Ibunya menderita tekanan darah tinggi (hipertensi) - Ibunya merokok

Ibunya menderita diabetes

Tinggal di daerah pegunungan

Terlalu banyak menerima darah dari plasenta sebelum tali pusar dijepit pada

proses persalinan

GEJALA

Polisitemia menyebabkan darah menjadi kental dan menyebabkan berkurangnya

kecepatan aliran darah ketika darah melalui pembuluh yang kecil.

Jika penyakitnya berat, bisa menyebabkan pembentukan bekuan darah di dalam

pembuluh darah. Kulit bayi tampak kemerahan atau kebiruan.

Bayi tampak lemas, pernafasannya cepat, refleks menghisapnya lemah dan denyut

jantungnya cepat

DIAGNOSA

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 114 -

Page 115: Modul SIstem Hematologi

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil hitung

jenis darah

PENGOBATAN

Membuang darah bisa membantu mengurangi kelebihan sel darah merah,tetapi juga

menyebabkan berkurangnya volume darah dan memperburuk gejala polisitemia.

Karena itu dilakukan transfusi ganti parsial untuk membuang sebagian darah bayi dan

menggantinya dengan plasma dalam jumlah yang sama.

3.7. Rangkuman

3.7.1. Asuhan keperawatan sistem imunologi dan hematologi

3.7.2. Asuhan keperawatan anemia

3.7.3. Asuhan keperawatan malaria

3.7.4. Asuhan keperawatan policetemia

3.8. EVALUASI

3.8.1. Tugas terstruktur

Mahasiswa membuat resume tentang asuhan keperawatan imunologi dan

hematologi

3.8.2. Tugas mandiri

Membuat makalah tentang resume asuhan keperawatan hematologi

3.8.3. Lembar Kerja

a. Buatlah mapping (flow chart) asuhan keperawatan sistem hematologi

b. Buatlah peta konsep asuhan keperawatan anemia, malaria, policetemia

c. Buatlah rangkuman materi asuhan keperawatan tentang anemia, malaria

dan policetemia

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 115 -

Page 116: Modul SIstem Hematologi

BAB V

ASUHAN KEPERAWATAN LEUKIMIA

5.1. POKOK BAHASAN

5.1.1. Asuhan keperawatan Leukimia

a. konsep medik:

pengertian,

Anatomi dan fisiologi,

patofisiologi,

manifestasi,

pemeriksaan penunjang,

komplikasi dan penatalaksanaan medik termasuk terapi

farmakologik,

c. konsep keperawatan:

Pengkajian sistem imun dan hematologi,

Diagnosa keperawatan pada masalah kesehatan sistem imun dan

hematologi (NANDA-Carpenito),

Perencanaan keperawatan (NOC dan NIC),

Implementasi keperawatan,

Evaluasi keperawatan dan perkembangan kesehatan klien,

Dokumentasi asuhan keperawatan,

Perencanaan pulang dan follow-up/dischard planing)

5.2. KOMPETENSI DASAR :

Melakukan simulasi asuhan keperawatan pada kasus gangguan sistem imun dan

hematologi : Leukemia: Leukemia limfositik akut (LLA), Leukemia mielositik /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 116 -

Page 117: Modul SIstem Hematologi

akut (LMA), Leukemia limfositik kronis (LLK), Leukemia mielositik kronis

(LMK).

5.3. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

5.3.1. Mahasiswa mampu merumuskan data pengkajian keperawatan sistem imun dan hematologi pada anak maupun pada dewasa secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerja di forum

5.3.2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosis keperawatan sesuai dengan permasalahan pada sistem imun dan hematologi secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum.

5.3.3. Mahasiswa mampu membuat rencana dan intervensi keperawatan secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum.

5.3.4. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan dan catatan perkembangan dengan tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum.

5.3.5. Mahasiswa mampu merumuskan perencanaan pulang dan follow up

perawatan pada klien dengen baik melalui unjuk kerja tertulis dan

mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum

5.4. Uraian Materi

LEUKIMIA

Pengertian : Kata leukemia berarti "darah putih", karena pada penderita ditemukan

banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak

merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini

dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.

Kanker darah adalah sekelompok penyakit neoplastik yang beragam, ditandai oleh

perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah

di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang

digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan

dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi

hematopoiesis atau proses pemebentukan sel darah normal dan imunitas tubuh

penderita.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 117 -

Page 118: Modul SIstem Hematologi

Gambar; Sediaan sumsum tulang dengan pewarnaan Wright.

Sediaan menujukkan leukemia limfoblastik akut prekursor sel-B.

Klasifikasi:

1. Perjalanan alamiah penyakit: akut dan kronis

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,

mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat

meninggal dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis

memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan

hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun.

2. Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid dan mieloid

Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada

sediaan darah tepi.

Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut

leukemia limfositik.

Ketika leukemia mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan

eosinofil, maka disebut leukemia mielositik.

Jumlah leukosit dalam darah

Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal,

terdapat sel-sel abnormal

Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari

normal, terdapat sel-sel abnormal

Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal,

tidak terdapat sel-sel abnormal

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 118 -

Page 119: Modul SIstem Hematologi

Prevalensi empat tipe utama

Dengan mengombinasikan dua klasifikasi pertama, maka leukemia dapat dibagi

menjadi:

Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi

pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah

berumur 65 tahun atau lebih

Leukemia mielositik akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada

anak-anak.Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.

Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang

berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda,

dan hampir tidak ada pada anak-anak

Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat

juga terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit

Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA sering

terjadi pada anak-anak.

Patogenesis

Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang

muncul dari perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol.

Mekanisme kontrol seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya

perubahan pada kode genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan

pertubuhan sel dan diferensiasi. Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang

lebih lambat dibandingkan sel normal. Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak

lengkap dan lanbat dan bertahan hidup lebih lama dibandingkan sel sejenis yang

normal.

Etiologi

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti:

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 119 -

Page 120: Modul SIstem Hematologi

Radiasi

Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan mengenai

hubungan antara radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang mendukung:

Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia

Penerita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia

Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan

Nagasaki, Jepang

Faktor leukemogenik

Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi

leukemia:

Racun lingkungan seperti benzena

Bahan kimia inustri seperti insektisida

Obat untuk kemoterapi

Epidemiologi

Di Afrika, 10-20% pwnsweita LMA memiliki kloroma di sekitar orbita mata

Di Kenya, Tiongkok, dan India, LMK mengenai penerita berumur 20-40 tahun

Pada orang Asia Timur dan India Timur jarang ditemui LLK.

Herediter

Penderita sindrom Down memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari

orang normal.

Virus

Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1

pada dewasa.

Leukemia akut

Manifestasi klinik

Manifestasi leukemia akut merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi pada

neoplasma hematopoetik secara umum. Namun setiap leukemia akut memiliki ciri

khasnya masing-masing. Secara garis besar, leukemia akut memiliki 3 tanda utama

yaitu:

Jumlah sel di perifer yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya

infiltrasi jaringan aau leukostasis/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 120 -

Page 121: Modul SIstem Hematologi

Penggantian elemen sumsum tulang normal yang dapat menghasilkan

komplikasi sebagai akibat dari anemia, trombositopenia, dan leukopenia.

Pengeluaran faktor faali yang mengakibatkan komplikasi yang signifikan

Alat diagnosa

Leukemia akut dapat didiagnosa melalui beberapa alat, seperti:

Pemeriksaan morfologi: darah tepi, aspirasi sumsum tulang, biopsi sumsum tulang

Pewarnaan sitokimia

Immunofenotipe

Sitogenetika

Diagnostis molekuler

Simon, Sumanto, dr. Sp.PK. 2003. Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia.

Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta

Plasma darah adalah komponen cairan darah, dimana sel darah ditutup. 55% dari

jumlah volume darah merupakan plasma darah. Plasma darah disiapkan oleh tuba

darah segar yang berputar pada sentrifugal sampai sel darah jatuh ke dasar tuba.

Plasmapheresis adalah jenis terapi medikal yang mengikutsertakan pemisahan plasma

dari sel darah merah.

Leukemia Limfositik Kronik

Pengertian

Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit

(salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar

getah bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih

sering menyerang pria. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas

terjadi di kelenjar getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya

mulai membesar. Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-

sel yang normal, sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan

trombosit di dalam darah. Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk melawan

infeksi) juga berkurang. Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 121 -

Page 122: Modul SIstem Hematologi

serangan dari luar, seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh

yang normal. Hal ini bisa menyebabkan:

penghancuran sel darah merah dan trombosit

peradangan pembuluh darah

peradangan sendi (artritis rematoid)

peradangan kelenjar tiroid (tiroiditis).

Beberapa jenis leukemia limfositik kronik dikelompokkan berdasarkan jenis limfosit

yang terkena. Leukemia sel B (leukemia limfosit B) merupakan jenis yang paling

sering ditemukan, hampir mencapai 3/4 kasus LLK. Leukemia sel T (leukemia

limfosit T) lebih jarang ditemukan. Jenis yang lainnya adalah:

Sindroma Sézary (fase leukemik dari mikosis fungoides)

leukemia sel berambut adalah jenis leukemia yang jarang, yang menghasilkan

sejumlah besar sel darah putih yang memiliki tonjolan khas (dapat dilihat

dibawah mikroskop).

PENYEBABAB

Idiopatik

MANIFESTASI KLINIK

Pada stadium awal, sebagian besar penderita tidak memiliki gejala selain pembesaran

kelenjar getah bening.

Gejala yang timbul kemudian bisa berupa:

lelah

Hilang nafsu makan

penurunan berat badan

sesak nafas pada saat melakukan aktivitas

perut terasa penuh karena pembesaran limpa.

Pada stadium awal, leukemia sel T bisa menyusup ke dalam kulit dan menyebabkan

ruam kulit yang tidak biasa, seperti yang terlihat pada sindroma Sézary.

Lama-lama penderita akan tampak pucat dan mudah memar.

Infeksi bakteri, virus dan jamur biasanya baru akan terjadi pada stadium lanjut

DIAGNOSA/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 122 -

Page 123: Modul SIstem Hematologi

Kadang-kadang penyakit ini diketahui secara tidak sengaja pada pemeriksaan hitung

jenis darah untuk alasan lain. Jumlah limfosit meningkat sampai lebih dari 5.000

sel/mikroL.

Biasanya dilakukan biopsi sumsum tulang. Hasilnya akan menunjukkan

sejumlahbesar limfosit di dalam sumsum tulang.

Pemeriksaan darah juga bisa menunjukkan adanya:

anemia

berkurangnya jumlah trombosit

berkurangnya kadar antibodi

Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita

yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit

sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah

eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan

eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah).

Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit.

Infeksi diatasi dengan antibiotik. Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 123 -

Page 124: Modul SIstem Hematologi

ukuran kelenjar getah bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah

kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan

kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang

sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah

pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping.

Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan

mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan

pentostatin.

PROGNOSA

Sebagian besar LLK berkembang secara perlahan. Prognosisnya ditentukan oleh

stadium penyakit. Penentuan stadium berdasarkan kepada beberapa faktor, seperti:

jumlah limfosit di dalam darah dan sumsum tulang

ukuran hati dan limpa

ada atau tidak adanya anemia

jumlah trombosit

Penderita leukemia sel B seringkali bertahan sampai 10-20 tahun setelah penyakitnya

terdiagnosis dan biasanya pada stadium awal tidak memerlukan pengobatan. Penderita

yang sangat anemis dan memiliki trombosit kurang dari 100.000/mikroL darah, akan

meninggal dalam beberapa tahun. Biasanya kematian terjadi karena sumsum tulang

tidak bisa lagi menghasilkan sel normal dalam jumlah yang cukup untuk mengangkut

oksigen, melawan infeksi dan mencegah perdarahan.

Prognosis leukemia sel T adalah lebih buruk

5.5. Rangkuman

5.5.1. Asuhan keperawatan Leukimia

a. konsep medik:

pengertian,

Anatomi dan fisiologi,

patofisiologi,

manifestasi,

pemeriksaan penunjang,

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 124 -

Page 125: Modul SIstem Hematologi

komplikasi dan penatalaksanaan medik termasuk terapi

farmakologik,

b. konsep keperawatan:

Pengkajian sistem imun dan hematologi,

Diagnosa keperawatan pada masalah kesehatan sistem imun dan

hematologi (NANDA-Carpenito),

Perencanaan keperawatan (NOC dan NIC),

Implementasi keperawatan,

Evaluasi keperawatan dan perkembangan kesehatan klien,

Dokumentasi asuhan keperawatan,

Perencanaan pulang dan follow-up/dischard planing)

5.6. EVALUASI

5.6.1. Tugas terstruktur

Mahasiswa membuat resume tentang asuhan keperawatan leukimia

5.6.2. Tugas mandiri

Membuat makalah tentang resume asuhan keperawatan hematologi

‘leukimia’

5.6.3. Lembar Kerja

Buatlah mapping (flow chart) asuhan keperawatan sistem hematologi

Buatlah peta konsep asuhan keperawatan leukimia

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 125 -

Page 126: Modul SIstem Hematologi

BAB VI

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT HODGKIN

6.1. POKOK BAHASAN

6.1.1. Asuhan keperawatan penyakit hodgkin:

6.2. KOMPETENSI DASAR :

6.2.1. Asuhan keperawatan hodgkin

a. konsep medik:

pengertian,

Anatomi dan fisiologi,

patofisiologi,

manifestasi,

pemeriksaan penunjang,

komplikasi dan penatalaksanaan medik termasuk terapi

farmakologik,

b. konsep keperawatan:

Pengkajian sistem imun dan hematologi,

Diagnosa keperawatan pada masalah kesehatan sistem imun dan

hematologi (NANDA-Carpenito),

Perencanaan keperawatan (NOC dan NIC),

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 126 -

Page 127: Modul SIstem Hematologi

Implementasi keperawatan,

Evaluasi keperawatan dan perkembangan kesehatan klien,

Dokumentasi asuhan keperawatan,

Perencanaan pulang dan follow-up/dischard planing)

6.3. KOMPETENSI DASAR :

Melakukan simulasi asuhan keperawatan pada kasus gangguan sistem imun dan

hematologi : hodgkin.

6.4. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

6.4.1. Mahasiswa mampu merumuskan data pengkajian keperawatan sistem imun dan hematologi pada anak maupun pada dewasa secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerja di forum

6.4.2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosis keperawatan sesuai dengan permasalahan pada sistem imun dan hematologi secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum (NANDA-Carpenito).

6.4.3. Mahasiswa mampu membuat rencana dan intervensi keperawatan secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum, (NANDA-Carpenito)

6.4.4. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan dan catatan perkembangan dengan tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum.

6.4.5. Mahasiswa mampu merumuskan perencanaan pulang dan follow up perawatan pada klien dengen baik melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum

6.5. URAIAN MATERI

Penyakit Hodgkin

Limfoma adalah suatu kanker (keganasan) dari sistem limfatik (getah bening). Sistem

limfatik membawa tipe khusus dari sel darah putih yang disebut limfosit melalui suatu

jaringan dari saluran tubuler (pembuluh getah bening) ke seluruh jaringan tubuh,

termasuk sumsum tulang. Tersebarnya jaringan ini merupakan suatu kumpulan

limfosit dalam nodus limfatikus yang disebut kelenjar getah bening. Limfosit yang

ganas (sel limfoma) dapat bersatu menjadi kelenjar getah bening tunggal atau dapat

menyebar di seluruh tubuh, bahkan hampir di semua organ. Dua tipe utama dari

limfoma adalah Limfoma Hodgkin (yang lebih sering disebut Penyakit Hodgkin) dan

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 127 -

Page 128: Modul SIstem Hematologi

Limfoma Non Hodgkin. Limfoma Burkitt dan mikosis fungoides termasuk ke dalam

jenis Limfoma Non Hodgkin. Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu

jenis limfoma yang dibedakan berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel

Reed-Stenberg, yang memiliki tampilan yang khas dibawah mikroskop. Sel Reed-

Sternberg memiliki limfositosis besar yang ganas yang lebih besar dari satu inti sel.

Sel-sel tersebut dapat dilihat pada biopsi yang diambil dari jaringan kelenjar getah

bening, yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.

Penyakit Hodgkin diklasifikasikan ke dalam empat kelompok berdasarkan

karakteristik dasar jaringan yang terlihat dibawah mikroskop.

Jenis Penyakit Hodgkin

Jenis Gambaran Mikroskopik KejadianPerjalanan

Penyakit

Limfosit

Predominan

Sel Reed-Stenberg sangat

sedikit tapi ada banyak limfosit

3% dari

kasusLambat

Sklerosis

Noduler

Sejumlah kecil sel Reed-

Stenberg & campuran sel darah

putih lainnya;

daerah jaringan ikat fibrosa

67% dari

kasusSedang

Selularitas

Campuran

Sel Reed-Stenberg dalam

jumlah yang sedang &

campuran sel darah putih

lainnya

25% dari

kasusAgak cepat

Deplesi

Limfosit

Banyak sel Reed-Stenberg &

sedikit limfosit

jaringan ikat fibrosa yang

berlebihan

5% dari

kasusCepat

PENYEBAB

Penyebabnya tidak diketahui, walaupun beberapa ahli menduga bahwa penyebabnya

adalah virus, seperti virus Epstein Barr. Penyakit ini tampaknya tidak menular. Di

Amerika, 6000-7000 kasus baru dari penyakit Hodgkin terjadi setiap tahunnya. /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 128 -

Page 129: Modul SIstem Hematologi

Penyakit ini lebih sering terjadi pada pria. Penyakit Hodgkin bisa muncul pada

berbagai usia, tetapi jarang terjadi sebelum usia 10 tahun. Paling sering ditemukan

pada usia diantara 15-34 tahun dan diatas 60 tahun.

GEJALA

Penyakit Hodgkin biasanya ditemukan jika seseorang mengalami pembesaran kelenjar

getah bening, paling sering di leher,tapi kadang-kadang di ketiak dan pangkal paha.

Walaupun biasanya tidak nyeri, pembesaran tersebut bisa menimbulkan nyeri dalam

beberapa jam setelah penderita meminum alkohol dalam jumlah yang banyak.

Kadang pembesaran kelenjar getah bening berada jauh di dalam dada atau perut, yang

biasanya tidak nyeri dan ditemukan secara tidak terduga pada pemeriksaan rontgen

dada atau CT scan untuk keperluan lain.

Gejala lainnya adalah demam, berkeringat di malam hari dan penurunan berat badan.

Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meinggi

selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama

beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi

pertumbuhan sel-sel limfoma.

Gejala dari Penyakit Hodgkin

Gejala Penyebab

Berkurangnya jumlah sel darah merah

(menyebabkan anemia, sel darah putih &

trombosit

kemungkinan nyeri tulang

Limfoma sedang menyebar ke

sumsum tulang

Hilangnya kekuatan otot

suara serak

Pembesaran kelenjar getah

bening menekan saraf di tulang

belakang atau saraf pita suara

Sakit kuning (jaundiceLimfoma menyumbat aliran

empedu dari hati

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 129 -

Page 130: Modul SIstem Hematologi

Pembengkakan wajah, leher & alat gerak

atas

(sindroma vena kava superior)

Pembesaran kelenjar getah

bening menyumbat aliran

darah dari kepala ke jantung

Pembengkakan tungkai dan kakiLimfoma menyumbat aliran

getah bening dari tungkai

Keadaan yang menyerupai pneumoniaLimfoma menyebar ke paru-

paru

Berkurangnya kemampuan untuk melawan

infeksi & meningkatnya kecenderungan

mengalami infeksi karena jamur & virus

Penyakit sedang menyebar

DIAGNOSA

Pada penyakit Hodgkin, kelenjar getah bening biasanya membesar secara perlahan

dan tidak menimbulkan nyeri, tanpa adanya infeksi. Jika pembesaran ini berlangsung

selama lebih dari 1 minggu, maka akan dicurigai sebagai penyakit Hodgkin, terutama

jika disertai demam, berkeringat di malam hari dan penurunan berat badan.

Kelainan dalam hitung jenis sel darah dan pemeriksan darah lainnya bisa memberikan

bukti yang mendukung. Tetapi untuk menegakkan diagnosis, harus dilakukan biopsi

dari kelenjar getah bening yang terkena, untuk menemukan adanya sel Reed-

Sternberg.

Stadium Penyakit Hodgkin.

Sebelum pengobatan dimulai, harus ditentukan luasnya penyebaran limfoma atau

stadium dari penyakit ini. Penyakit ini dikelompokkan menjadi 4 stadium

berdasarkan penyebaran dan gejalanya. Pemilihan pengobatan dan prognosisnya

tergantung kepada stadium penyakit ini. Keempat stadium dikelompokkan lagi

menjadi A (tidak adanya) atau B (adanya) satu atau lebih dari gejala berikut:

demam yang penyebabnya tidak diketahui (lebih dari 37,8° Celsius selama 3

hari berturut-turut)

keringat malam

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 130 -

Page 131: Modul SIstem Hematologi

penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya sebanyak lebih dari

10% berat badan sebelumnya dalam waktu 6 bulan.

Beberapa prosedur digunakan untuk menentukan stadium dan menilai penyakit

Hodgkin:

Pemeriksaan rontgen dada membantu menemukan adanya pembesaran kelenjar di

dekat jantung

Limfangiogram bisa menggambarkan kelenjar getah bening yang jauh di dalam

perut dan panggul

CT scan lebih akurat dalam menemukan pembesaran kelenjar getah bening atau

penyebaran limfoma ke hati dan organ lainnya

Skening gallium bisa digunakan untuk menentukan stadium dan menilai efek dari

pengobatan

Laparatomi (pembedahan ntuk memeriksa perut) kadang diperlukan untuk melihat

penyebaran limfoma ke perut.

Stadium & Prognosis Penyakit Hodgkin

Stadium Penyebaran penyakit

Kemungkin untuk

sembuh

(angka harapan hidup

selama 15 tahun tanpa

penyakit lebih lanjut)

I

Terbatas ke kelenjar getah bening dari

satu bagian tubuh

(misalnya leher bagian kanan)

Lebih dari 95%

II

Mengenai kelenjar getah bening dari 2

atau lebih daerah pada sisi yang sama

dari diafragma, diatas atau dibawahnya

(misalnya pembesaran kelenjar getah

bening di leher dan ketiak)

90%

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 131 -

Page 132: Modul SIstem Hematologi

III

Mengenai kelenjar getah bening diatas

& dibawah diafragma

(misalnya pembesaran kelenjar getah

bening di leher dan selangkangan)

80%

IV

Mengenai kelenjar getah bening dan

bagian tubuh lainnya

(misalnya sumsum tulang, paru-paru

atau hati

60-70%

Stadium Penyebaran penyakit

Kemungkin untuk

sembuh

(angka harapan hidup

selama 15 tahun tanpa

penyakit lebih lanjut)

I

Terbatas ke kelenjar getah bening dari

satu bagian tubuh

(misalnya leher bagian kanan)

Lebih dari 95%

II

Mengenai kelenjar getah bening dari 2

atau lebih daerah pada sisi yang sama

dari diafragma, diatas atau dibawahnya

(misalnya pembesaran kelenjar getah

bening di leher dan ketiak)

90%

III

Mengenai kelenjar getah bening diatas

& dibawah diafragma

(misalnya pembesaran kelenjar getah

bening di leher dan selangkangan)

80%

IV Mengenai kelenjar getah bening dan

bagian tubuh lainnya

(misalnya sumsum tulang, paru-paru

60-70%

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 132 -

Page 133: Modul SIstem Hematologi

atau hati

PENGOBATAN

2 jenis pengobatan yang efektif untuk penyakit Hodgkin adalah terapi penyinaran dan

kemoterapi.

Dengan salah satu atau kedua pengobatan tersebut, sebagian besar penderita bisa

disembuhkan.

Terapi penyinaran sendiri menyembuhkan sekitar 90% penderita stadium I atau II.

Pengobatan biasanya dilakukan selama 4-5 minggu, penderita tidak perlu dirawat.

Penyinaran ditujukan kepada daerah yang terkena dan kelenjar getah bening di

sekitarnya. Kelenjar getah bening di dada yang sangat membesar diobati dengan

terapi penyinaran yang biasanya mendahului atau mengikuti kemoterapi. Dengan

pendekatan ini, 85% penderita bisa disembuhkan. .Pengobatan untuk stadium III

bervariasi, tergantung kepada keadaan. Jika tanpa gejala, kadang terapi penyinaran

saja sudah mencukupi. Tetapi hanya 65-75% penderita yang sembuh. Penambahan

kemoterapi akan meningkatkan kemungkinan untuk sembuh sampai 75-80%.

Jika pembesaran kelenjar getah bening disertai dengan gejala lainnya, maka

digunakan kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran. Angka kesembuhan

berkisar diantara 70-80%.

Pada stadium IV digunakan kombinasi dari obat-obat kemoterapi.

2 kombinasi tradisional adalah: - MOPP (mekloretamin, vinkristin/onkovin,

prokarbazin dan prednison), ABVD (doksorubisin/adriamisin, bleomisin, vinblastin

dan dakarbazin). . Setiap siklus kemoterapi berlangsung selama 1 bulan, dengan

waktu pengobatan total adalah 6 bulan atau lebih. Bisa juga digunakan kombinasi obat

lainnya.Pengobatan ini memberikan angka kesembuhan lebih dari 50%.

Kemoterapi memiliki efek samping yang serius, yaitu bisa menyebabkan:

kemandulan sementara atau menetap

meningkatnya kemungkinan menderita infeksi

kerontokan rambut yang bersifat sementara.

Leukemia dan kanker lainnya terjadi pada beberapa penderita dalam 5-10

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 133 -

Page 134: Modul SIstem Hematologi

tahun atau lebih setelah pemberian kemoterapi atau terapi penyinaran atau

keduanya.

Penderita yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi penyinaran atau

kemoterapi atau yang membaik tapi kemudian kambuh kembali dalam 6-9 bulan,

memiliki harapan hidup yang lebih kecil dibandingkan dengan penderita yang

mengalami kekambuhan dalam 1 tahun atau lebih setelah terapi awal.

Kemoterapi lebih lanjut yang dikombinasikan dengan terapi penyinaran dosis tinggi

dan pencangkokan sumsum tulang atau sel stem darah, bisa menolong penderita

tersebut.

Kemoterapi dosis tinggi yang dikombinasikan dengan pencangkokan sumsum tulang

memiliki resiko tinggi terhadap infeksi, yang bisa berakibat fatal.

Tetapi sekitar 20-40% penderita yang menjalani pencangkokan sumsum tulang

terbebas dari penyakit Hodgkin selama 3 tahun atau lebih dan bisa sembuh.

Hasil terbaik bisa dicapai pada penderita yang berusia dibawah 55 tahun dengan

keadaan kesehatan yang baik.

Kombinasi sediaan kemoterapi untuk Penyakit Hodgkin

Sediaan Obat Keterangan

MOPP

Mekloretamin

(nitrogen mustard)

Vinkristin

(onkovin)

Prokarbazin

Prednison

Merupakan sediaan pertama,

ditemukan pada tahun 1969,kadang

masih digunakan

ABVD Doksorubisin

(adriamisin)

Bleomisin

Dikembangkan untuk mengurangi

efek samping dari MOPP

(misalnya kemandulan menetap &

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 134 -

Page 135: Modul SIstem Hematologi

Vinblastin

Dakarbazin

leukemia)

Menyebabkan efek samping berupa

keracunan jantung & paru2

Angka kesembuhannya

menyerupai MOPP

Lebih sering digunakan

dibandingkan MOPP

ChiVPP

Klorambusil

Vinblastin

Prokarbazin

Prednison

Kerontokan rambut yg terjadi lebih

sedikit dibandingkan pada

pemakaian MOPP & ABVD

MOPP/ABVDBergantian antara

MOPP & ABVD

Dikembangkan untuk memperbaiki

angka kesembuhan menyeluruh,

tetapi belum terbukti

Angka harapan hidup bebas

kekambuhan lebih baik

dibandingkan sediaan lainnya

MOPP/

ABVhibrid

MOPP bergantian

dengan

Doksorubisin

(adriamisin)

Bleomisin

Vinblastin

Dikembangkan untuk memperbaiki

angka kesembuhan menyeluruh &

untuk mengurangi keracunan

Masih dalam penelitian

Limfoma Non-Hodgkin

DEFINISI

Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari

sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 135 -

Page 136: Modul SIstem Hematologi

Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari

sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh.

PENYEBAB

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi bukti-bukti menunjukkan adanya hubungan

dengan virus yang masih belum dapat dikenali. Sejenis limfoma non-Hodgkin yang

berkembang dengan cepat berhubungan dengan infeksi karena HTLV-I (human T-cell

lymphotropic virus type I), yaitu suatu retrovirus yang fungsinya menyerupai HIV

penyebab AIDS. Limfoma non-Hodgkin juga bisa merupakan komplikasi dari AIDS.

GEJALA

Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu

tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh.

Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang

pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan

menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa

menekan berbagai organ dan menyebabkan:

gangguan pernafasan

berkurangnya nafsu makan

sembelit berat

nyeri perut

pembengkakan tungkai.

Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia.

Limfoma dan leukemia memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih

mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak-anak,

gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah,

kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening.

Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan gejala neurologis

(misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal).

Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang

menyebabkan:

pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas

penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 136 -

Page 137: Modul SIstem Hematologi

penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.

Gejala Limfoma Non-Hodgkin

Gejala Penyebab

Kemungkina

n timbulnya

gejala

Gangguan pernafasan

Pembengkakan wajah

Pembesaran kelenjar getah bening di

dada20-30%

Hilang nafsu makan

Sembelit berat

Nyeri perut atau perut

kembung

Pembesaran kelenjar getah bening di

perut30-40%

Pembengkakan tungkaiPenyumbatan pembuluh getah bening di

selangkangan atau perut10%

Penurunan berat badan

Diare

Malabsorbsi

Penyebaran limfoma ke usus halus 10%

Pengumpulan cairan di

sekitar paru-paru

(efusi pleura)

Penyumbatan pembuluh getah bening di

dalam dada20-30%

Daerah kehitaman dan

menebal di kulit yang terasa

gatal

Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%

Penurunan berat badan

Demam

Keringat di malam hari

Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh 50-60%

Anemia Perdarahan ke dalam saluran 30%, pada

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 137 -

Page 138: Modul SIstem Hematologi

(berkurangnya jumlah sel

darah merah)

pencernaan

Penghancuran sel darah merah oleh

limpa yang membesar & terlalu aktif

Penghancuran sel darah merah oleh

antibodi abnormal (anemia hemolitik)

Penghancuran sumsum tulang karena

penyebaran limfoma

Ketidakmampuan sumsum tulang untuk

menghasilkan sejumlah sel darah merah

karena obat atau terapi penyinaran

akhirnya bisa

mencapai

100%

Mudah terinfeksi oleh

bakteri

Penyebaran ke sumsum tulang dan

kelenjar getah bening, menyebabkan

berkurangnya pembentukan antibodi

20-30%

DIAGNOSA

Harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening untuk menegakkan diagnosis

limfoma non-Hodgkin dan membedakannya dari penyakit Hodgkin atau penyakit

lainnya yang menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening

Menentukan stadium limfoma non-Hodgkin.

Limfoma non-Hodgkin dikelompokkan berdasarkan tampilan mikroskopik dari

kelenjar getah bening dan jenis limfositnya (limfosit T atau limfosit B).

Salah satu dari pengelompokkan yang digunakan menghubungkan jenis sel dan

prognosisnya:

- Limfoma tingkat rendah, memiliki prognosis yang baik

- Limfoma tingkat menengah, memiliki prognosis yang sedang

- Limfoma tingkat tinggi, memiliki prognosis yang buruk.

Pada saat terdiagnosis, biasanya limfoma non-Hodgkin sudah menyebar luas; hanya

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 138 -

Page 139: Modul SIstem Hematologi

sekitar 10-30% yang masih terlokalisir (hanya mengenai salah satu bagian tubuh).

Untuk menentukan luasnya penyakit dan banyaknya jaringan limfoma, biasanya

dilakukan CT scan perut dan panggul atau dilakukan skening gallium.

PENGOBATAN

Beberapa penderit bisa mengalami kesembuhan total, sedangkan penderita lainnya

harus menjalani pengobatan seumur hidupnya.

Kemungkinan penyembuhan atau angka harapan hidup yang panjang tergantung

kepada jenis limfoma dan stadkum penyakit pada saat pengobatan dimulai.

Biasanya jenis yang berasal dari limfosit T tidak memberikan respon sebaik limfosit

B. Angka kesembuhan juga menurun pada:

penderita yang berusia diatas 60 tahun

limfoma yang sudah menyebar ke seluruh tubuh

penderita yang memiliki tumor (pengumpulan sel-sel limfoma) yang besar

penderita yang fungsinya dibatasi oleh kelemahan yang berat dan

ketidakmampuan bergerak.

Penderita pada stadium awal (stadium I dan II) seringkali diobati dengan terapi

penyinaran yang terbatas pada sisi limfoma dan daerah di sekitarnya.

Terapi penyinaran biasanya tidak menyembuhkan limfoma tingkat rendah, tetapi

dapat memperpanjang harapan hidup penderita sampai 5-8 tahun. Terapi penyinaran

pada limfoma tingkat menengah biasanya akan memperpanjang harapan hidup

penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan

sampai 1 tahun. Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau

tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi, bisa

menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya. Sebagian besar penderita sudah

mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat penyakitnya terdiagnosis.

Penderita limfoma tingkat rendah mungkin tidak memerlukan pengobatan segera,

tetapi harus menjalani pemeriksaan sesering mungkin untuk meyakinkan bahwa

penyakitnya tidak menyebabkan komplikasi yang serius.

Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah.

Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena

penyakit ini tumbuh dengan cepat. Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat

efektif. Obat kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 139 -

Page 140: Modul SIstem Hematologi

dalam bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi).

Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum tulang

masih dalam tahap penelitian.

Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal yang telah

digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya senyawa radioaktif

atau protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di antibodi tersebut.

Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel limfoma dan melepaskan

bahan racunnya, yang selanjutnya akan membunuh sel-sel limfoma tersebut.

Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari penderita (dan sel

limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan dicangkokkan ke penderita.

Prosedur ini memungkinkan dilakukannya hitung jenis darah, yang berkurang karena

kemoterapi dosis tinggi, sehingga penyembuhan berlangsung lebih cepat.

Pencangkokan sumsum tulang paling efektif dilakukan pada penderita yang berusia

dibawah 55 tahun dan bisa menyembuhkan sekitar 30-50% penderita yang tidak

menunjukkan perbaikan terhadap pemberian kemoterapi. Tetapi pencangkokan

sumsum tulang memiliki resiko, sekitar 5% penderita meninggal karena infeksi pada

minggu pertama, sebelum sumsum tulang membaik dan bisa menghasilkan sel darah

putih yang cukup untuk melawan infeksi. Pencangkokan sumsum tulang juga sedang

dicoba dilakukan pada penderita yang pada awalnya memberikan respon yang baik

terhadap kemoterapi tetapi memiliki resiko tinggi terjadinya kekambuhan.

Kombinasi sediaan kemoterapi pada Limfoma Non-Hodgkin.

Sediaan Obat Keterangan

Obat tunggalKlorambusil

Siklofosfamid

Digunakan pada limfoma tingkat rendah

untuk mengurangi ukuran kelenjar getah

bening & untuk mengurangi gejala

CVP (COP) Siklofosfamid

Vinkristin (onkovin)

Digunakan pada limfoma tingkat rendah &

beberapa limfoma tingkat menengah untuk

mengurangi ukuran kelenjar getah bening &

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 140 -

Page 141: Modul SIstem Hematologi

Prednison

untuk mengurangi gejala

Memberikan respon yang lebih cepat

dibandingkan dengan obat tunggal

CHOP

Siklofosfamid

Doksorubisin

(adriamisin)

Vinkristin (onkovin)

Prednison

Digunakan pada limfoma tingkat menengah

& beberapa limfoma tingkat tinggi

C-MOPP

Siklofosfamid

Vinkristin (onkovin)

Prokarbazin

Prednison

Digunakan pada limfoma tingkat menengah

& beberapa limfoma tingkat tinggi

Juga digunakan pada penderita yang memiliki

kelainan jantung & tidak dapat mentoleransi

doksorubisin

M-BACOD

Metotreksat

Bleomisin

Doksorubisin

(adriamisin)

Siklofosfamid

Vinkristin (onkovin)

Deksametason

Memiliki efek racun yg lebih besar dari

CHOP & memerlukan pemantauan ketat

terhadap fungsi paru-paru & ginjal

Kelebihan lainnya menyerupai CHOP

ProMACE/

CytaBOM

Prokarbazin

Metotreksat

Doksorubisin

(adriamisin)

Siklofosfamid

Etoposid

bergantian dengan

Sitarabin

Sediaan ProMACE bergantian dengan

CytaBOM

Kelebihan lainnya menyerupai CHOP

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 141 -

Page 142: Modul SIstem Hematologi

Bleomisin

Vinkristin (onkovin)

Metotreksat

MACOP-B

Metotreksat

Doksorubisin

(adriamisin)

Siklofosfamid

Vinkristin (onkovin)

Prednison

Bleomisin

Kelebihan utama adalah waktu pengobatan

(hanya 12 minggu)

Kelebihan lainnya menyerupai CHOP

Limfoma Burkitt

DEFINISI

Limfoma Burkitt adalah limfoma non-Hodgkin tingkat tinggi yang berasal dari

limfosit B dan cenderung menyebar ke daerah di luar sistem getah bening (misalnya

sumsum tulang, darah, susunan saraf pusat dan cairan spinalis). Limfoma Burkitt

dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak dan

dewasa muda, terutama pria

Penyakit ini juga bisa terjadi pada penderita AIDS

PENYEBAB

Tidak seperti limfoma yang lain, limfoma Burkitt memiliki penyebaran geografis

yang khas. Paling sering ditemukan di Afrika Tengah dan jarang terjadi di AS.

Penyebabnya adalah virus Epstein-Barr, yang menyebabkan mononukleosis infeksiosa

pada orang-orang yang tinggal di AS; tetapi penderita limfoma Burkitt tidak dapat

menularkan penyakitnya kepada orang lain. Mengapa virus yang sama menyebabkan

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 142 -

Page 143: Modul SIstem Hematologi

limfoma di Afrika Tengah, tetapi menyebabkan mononukleosis infeksiosa di AS,

masih belum dapat dimengerti

GEJALA

Sejumlah besar sel limfoma dapat tertimbun di kelenjar getah bening dan organ perut,

menyebabkan pembengkakan. Sel limfoma dapat masuk ke dalam usus kecil,

menyebabkan penyumbatan atau perdarahan. Ditemukan pembengkakan leher dan

rahang, yang kadang menimbulkan rasa nyeri.

DIAGNOSA

Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan biopsi dari jaringan yang abnormal dan

dilakukan prosedur untuk menentukan luasnya penyebaran penyakit (menentukan

stadium). Kadang penyakit ini masih terbatas pada satu daerah (terlokalisir).

Jika pada saat terdiagnosa limfoma sudah menyebar ke sumsum tulang, darah atau

sistem saraf pusat, maka prognosisnya buruk

PENGOBATAN

Tanpa pengobatan, limfoma Burkitt berkembang cepat dan berakibat fatal. Mungkin

diperlukan pembedahan untuk mengangkat daerah usus yang terkena, agar tidak

terjadi perdarahan, penyumbatan atau menjadi pecah. Kemoterapi diberikan secara

intensif, berupa kombinasi dari siklofosfamid, metotreksat, vinkristin, doksorubisin

dan sitarabin. Kemoterapi dapat menyembuhkan sekitar 80% penderita limfoma yang

masih terlokalisir dan 70% penderita limfoma yang telah sedikit menyebar. Untuk

penyakit yang telah menyebar luas, angka kesembuhannya mencapai 50-60%, tetapi

turun sampai 20-40% jika limfoma telah menyerang sistem saraf pusat atau sumsum

tulang.

6.6. Rangkuman

- Mengelompokkan Konsep medik; pengertian, Anatomi dan fisiologi,

patofisiologi, manifestasi, pemeriksaan penunjang, komplikasi dan

penatalaksanaan medik termasuk terapi farmakologik,

- Mengelompokkan Konsep keperawatan: Pengkajian hodgkin, Diagnosa

keperawatan pada masalah kesehatan hodgkin (NANDA-Carpenito), /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 143 -

Page 144: Modul SIstem Hematologi

Perencanaan keperawatan (NOC dan NIC), Implementasi keperawatan,

Evaluasi keperawatan dan perkembangan kesehatan klien,

Dokumentasi asuhan keperawatan, Perencanaan pulang dan follow-

up/dischard planing

6.7. EVALUASI

6.7.1. Tugas terstruktur

Mahasiswa membuat resume tentang asuhan keperawatan imunologi dan

hematologi

6.7.2. Tugas mandiri

Membuat makalah tentang resume asuhan keperawatan hematologi

6.7.3. Lembar Kerja

- Buatlah mapping (flow chart) asuhan keperawatan sistem hematologi

- Buatlah peta konsep asuhan keperawatan hodgkin

BAB VII

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT DHF

7.1. POKOK BAHASAN

7.1.1. Asuhan keperawatan penyakit DHF:

7.2. KOMPETENSI DASAR :

7.2.1. Asuhan keperawatan DHF

a. konsep medik:

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 144 -

Page 145: Modul SIstem Hematologi

pengertian,

Anatomi dan fisiologi,

patofisiologi,

manifestasi,

pemeriksaan penunjang,

komplikasi dan penatalaksanaan medik termasuk terapi

farmakologik,

b. konsep keperawatan:

Pengkajian sistem imun dan hematologi,

Diagnosa keperawatan pada masalah kesehatan sistem imun dan

hematologi (NANDA-Carpenito),

Perencanaan keperawatan (NOC dan NIC),

Implementasi keperawatan,

Evaluasi keperawatan dan perkembangan kesehatan klien,

Dokumentasi asuhan keperawatan,

Perencanaan pulang dan follow-up/dischard planing)

7.3. KOMPETENSI DASAR :

Melakukan simulasi asuhan keperawatan pada kasus gangguan sistem imun dan

hematologi : DHF

7.4. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

7.4.1. Mahasiswa mampu merumuskan data pengkajian keperawatan sistem imun dan hematologi pada anak maupun pada dewasa secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerja di forum

7.4.2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosis keperawatan sesuai dengan permasalahan pada sistem imun dan hematologi secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum (NANDA-Carpenito).

7.4.3. Mahasiswa mampu membuat rencana dan intervensi keperawatan secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum, (NANDA-Carpenito)

7.4.4. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan dan catatan perkembangan dengan tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 145 -

Page 146: Modul SIstem Hematologi

7.4.5. Mahasiswa mampu merumuskan perencanaan pulang dan follow up perawatan pada klien dengen baik melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum

7.5. URAIAN MATERI

DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

Pengertian; Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang

disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan

renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;

419). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh

Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).

Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat

serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam

yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan

sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari

kebocoran plasma yang dapagt menyebabkan kematian. (Rohim dkk, 2002 ; 45)

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak

dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua

hari pertama

ETIOLOGI

1. Virus dengue; Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke

dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu

virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di

Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus

dengue yang termasuk dalam genus flavovirus ini berdiameter 40 nonometer

dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik

yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney)

maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.

Vektor/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 146 -

Page 147: Modul SIstem Hematologi

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk

aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies

lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu

serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan

tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &

Suprohaita; 2000;

420).

PATOFISIOLOGI

Infeksi Virus Dengue, Perbanyak diri di hepar, Terbentuk komplek antigen-

antibodi Hepatomegali, Mengaktivasi sistem komplemen Mual-Muntah, PGE2

Hipotalamus Dilepaskan C3a dan C5a (peptida), perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh, Melepaskan histamin….. (Mapping Chart)

MANIFESTASI KLINIS INFEKSI VIRUS DENGUE

1. Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun

menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,

gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung ,

nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.

2. Perdarahan;

Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya

terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi

perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan

hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan

haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinal biasanya di

dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).

3. Hepatomegali;

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak

yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan

hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada

penderita .

4. Renjatan (Syok); /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 147 -

Page 148: Modul SIstem Hematologi

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai

dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung

hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada

masa demam makabiasanya menunjukan prognosis yang buruk.

KLASIFIKASI DHF

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4

golongan, yaitu :

a. Derajat I ; Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji

tourniquet positif.

b. Derajat II; Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan

spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.

c. Derajat III ; Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah

dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( £ 20 mmHg ), tekanan darah

menurun, (120/80 ® 120/100 ® 120/110 ® 90/70 ® 80/70 ® 80/0 ® 0/0 )

d. Derajat IV Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³

140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA

Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau simptomatik berbentuk

undiffereintiated fever, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindroma

renjatan dengue. Gambaran klasik demam berdarah dengue ditandai oleh 4 gejala

utama yaitu: demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali tanpa atau disertai

renjatan, dan dua kelainan laboratorium utama yaitu trombositopenia dan

hemokonsentrasi.

Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF)WHO tahun 1986:

Kriteria klinis :

1. Panas dengan onset yang akut, tinggi dan menetap selama 2-7 hari

2. Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test rumple leed).

3. Pembesaran hepar.

4. Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun, akral

dingin dan sianosis, dan gelisah./tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 148 -

Page 149: Modul SIstem Hematologi

Kriteria laboratorium:

1. Trombositopenia (kurang atau sama dengan 100.000/ mm3)

2. Hemokonsentrasi : terdapat kenaikan hematokrit lebih atau sama dengan 20%

pada masa akut dibandingkan dengan masa penyembuhan. Menurut pedoman

tersebut diagnosis klinis demam berdarah dengue sudah dapat ditegakkan bila

ditemukan dua gejala klinis disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi atau

peningkatan hematokrit. Bila ditemukan anemia atau perdarahan hebat, efusi

pleura dan atau adanya hipoalbuminemi, menandakan adanya kebocoran plasma.

3. Syok dengan hematokrit yang tinggi (kecuali pada penderita dengan perdarahan

berat) dan trombositopenia yang nyata menunjang diagnosis demam berdarah

dengue/ sindrom renjatan dengue.

PENATALAKSANAAN

Tata laksana DBD sebaiknya berdasarkan pada berat ringannya penyakit yang

ditemukan

antara lain :

1. kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan

Penderita diperkenankan berobat jalan jika hanya mengeluh panas, tetapi

keinginan makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang

mendadak diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10-15 mg/Kg

BB setiap 3-4 jam diulang jika symptom panas masih nyata diatas 38,50C.

Obat panas salisilat tidak boleh dianjurkan karena mempunyai resiko

terjadinya perdarahan dan asidosis. Sebagian besar kasus DBD yang berobat

jalan ini ini adalah kasus DBD yang menunjukkanmanifestasi panas hari

pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan penyulit lainnya. Apabila

penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit dan konvulsi sebaiknya

dianjurkan untuk rawat inap.

2. Kasus DBD derajat I dan II

Pada hari ke-3,4 dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini

mempunyai resiko terjadinya apabila syok.

Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut, penderita disarankan diinfus

kristaloid.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 149 -

Page 150: Modul SIstem Hematologi

Pada saat fase panas, penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit

yang biasa dipakai untuk mengatasi diare.

Hematokrit yang meningkat lebih dari 20% dari harga normal merupakan

indikator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang

observasi di pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.

2. Jenis cairan

Kristaloid

Ringer laktat

5% Dekstrose di dalam larutan ringer laktat

5% Dekstrose di dalam larutan ringer asetat

5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologis dan 5%

Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologis

Koloidal

Plasma ekspander dengan berta molekul rendfah (dekstran 40)

Plasma

3. Kebutuhan cairan

Tabel 1;

NO Berat waktu masuk (Kg) Jumlah cairan ml/Kg BB perhari

1 <7 220

2 7-11 165

3 12-18 132

4 >18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung pada umur dan berat

badan pasien. Sedangkan derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat

hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuiakan

dengan berat badan ideal anak yang berumur sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat

diperhitungkan dari tabel 2 berikut:

Tabel 2;

NO Berat badan (Kg) Jumlah cairan ml/Kg BB per

hari

1 10 100 per Kg BB

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 150 -

Page 151: Modul SIstem Hematologi

2 10-20 1000+50 x Kg (diatas 10 Kg)

3 >20 1500+20 x (diatas 20)

4. Penatalaksanaan DBD derajat III dan IV;

Dengue syok syndrome termasuk kasus kegawatan yang membutuhkan

penanganan secara cepat dan perlu memperoleh cairan penggnati secara cepat.

Biasanya dijumpai kelainan asam basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam hal ini

perlu dipikirkan kemungkinan dapat terjadinya DIC. Penggantian secara cepat

plasma yang hilang digunakan larutan garam isotonik (ringer lakatat, 5% dekstrose

dalam larutan ringer laktat atau 5% dekstrose dalam larutan ringer asetat dan

larutan normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam. Pada kasus yang

sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau 2x). Jika syok

berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan koloidal (dekstran

dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam fal atau plasma) dapat

diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.

5. Koreksi elektrolit dan kelainan metabolik

a. Pada kasus yang berat hiponatremia dan asidosis metabolik sering dijumpai,

oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditemtukan

secara teratur terutama pada kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar

kalium dalam serum kasus yang berat biasanya rendah terutama kasus yang

memperoleh plasma dan darah yang cukup banyak. Kadang-kadang terjadi

hipoglikemia.

6. Obat penenang;

Pada beberapa kasus, obat penenang memang dibutuhkan terutama pada kasus

yang sangat gelisah. Obat yang hepatoksik sebaikbnya dihindarkan, chloral hidrat

oral atau rektal dianjurkan dengan dosis 12,5 – 50 mg/kg (tetapi jangan lebih 1

jam) digunakan sebagai satu macam obat hipnotik.

7. Terapi oksigen Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen

8. Transfusi darah; Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti

hematemesis dan melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 151 -

Page 152: Modul SIstem Hematologi

segar sangat berguna untuk mengganti volume masa sel darah merah agar menjadi

normal.

9. Kelainan Ginjal Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian

volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis

belum mencukupi 2 ml/Kg BB/ jam sedangakn cairan yang diberikan sudah sesuai

kebutuhan, maka selanjutnya furasemid 1 mg/ kg BB daapt diberikan. Pemantaun

tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kaadr ureum dan kreatinin. Tetapi bila

diuresis tetap belum mencukupi pda

10. umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik maka pemasangan

central venous pressure (CVP) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan

selanjutnya.

11. Monitoring

Tanda vital dan hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur.

12. Kriteria memulangkan pasien

Pasien dapat dipulangkan apabila :

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Jumlah trombosit > 50.000/ mm3

Tidak dijumpai distress pernapasan ( disebabkan oleh efusi pleura atau

asidosis)

ASUHAN KEPERAWATANPENGKAJIAN1. IDENTITAS

Umur: DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering menyebabkan kematian pada anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995

Jenis kelamin: secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita DHF

Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 152 -

Page 153: Modul SIstem Hematologi

Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu relatif singkat.

2. KELUHAN UTAMAPenderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh) sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Sering terdapat riwayat sakit kapala, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan, panas.

Sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati, mual, muntah dan penurunan nafsu makan.RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU

Tidak ada hubungan antara penyakit yang pernah diderita dahulu dengan penyakit

DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF, penyakit itu bisa terulang dengan strain yang berbeda.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Penyakit ini tidak ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu. Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang tinggal

didalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang berdekatan) sangat menentukan karena penyakit ini dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.

RIWAYAT KESEHATAN LINGKUNGANDHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu 2 nyamuk aedes: Aedes aigepty: Merupakan nyamuk yang hidup di daerah tropis terutama

hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu pada tempat penampungan air bersih, seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan. Dengan jarak terbang nyamuk + 100 meter.

Aedes albapictus.RIWAYAT TUMBUH KEMBANGTahap pertumbuhan Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti

patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5

tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.

Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 153 -

Page 154: Modul SIstem Hematologi

rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.

Tahap perkembangan. Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak

punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.

Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).

Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.

Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.

Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari orang tua atau guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.

Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baiknakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.

Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak dikenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.

Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.

Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.

Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.

RIWAYAT IMUNISASI

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 154 -

Page 155: Modul SIstem Hematologi

Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.RIWAYAT NUTRISI Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.Status Gizi 100%BB idealBBSekarangKlasifikasinya sebagai berikut : Gizi buruk kurang dari 60% Gizi kurang 60 % - <80 % Gizi baik 80 % - 110 % Obesitas lebih dari 120 %

DAMPAK HOSPITALISASISumber stressor :1. Perpisahan

e. Protes : pergi, menendang, menangisf. Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresig. Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi

2. Kehilangan kontrol : ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini akan menyebabkan anak malu, bersalah dan takut.

3. Perlukaan tubuh : konkrit tentang penyebab sakit.4. Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.

PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM1. Sistem Pernapasan / Respirasi : Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis),

pernapasan dangkal, tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, effusi pleura (crackless).

2. Sistem Cardiovaskuler Pada grade I : uji tourniquet positif, trombositipenia, perdarahan spontan dan hemokonsentrasi.Pada grade II disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah (tachycardia),tekanan nadi sempit, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jarijari, kulit dingin dan lembab.Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

3. Sistem Persyarafan / neurologi ; Pada grade I dan II kesadaran compos mentis. Pada grade III dan IV gelisah, rewel, cengeng _ apatis _ sopor _ coma. Grade 1 sampai dengan IV dapat terjadi kejang, nyeri kepala dan nyeri di berbagai bagian tubuh, penglihatan fotopobia dan nyeri dibelakang bola mata.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 155 -

Page 156: Modul SIstem Hematologi

4. Sistem perkemihan; Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam terutama pada grade III, akan mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah.

5. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal ; Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa disertai dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak darah (melena).

6. Sistem integumen; Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering dan ruam makulopapular

Riwayat Tumbuh Kembanga. Tahap pertumbuhan;

Pada anak umur empat tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.

b. Tahap perkembangan. Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak

punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.

Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).

Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.

Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.

Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 156 -

Page 157: Modul SIstem Hematologi

Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendektinggi, baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.

Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.

Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.

Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.

Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.

DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus

dengue (viremia).2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler

ke ekstravaskuler3. Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,

pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler4. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.

5. Resiko terjadinya cidera (perdarahan) berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni )

6. Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdaahan7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi.

Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Kriteria Hasil, Intervensi & Rasional3. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus

dengue (viremia)Intervensi :a. Berikan kompres (air biasa / kran).

Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 157 -

Page 158: Modul SIstem Hematologi

b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi )Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat pada klien.Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui

e. keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Rasional; Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

f. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program.Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.

Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.Intervensi :

a. vital sign tiap 3 jam/lebih sering Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler

b. Observasi capillary RefillRasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer

c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.

d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi)Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral

e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.

Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.Intervensi :a. Monitor keadaan umum pasien

Rasional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdijadi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok

b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebihRasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 158 -

Page 159: Modul SIstem Hematologi

Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.

d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.

e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.

Intervensi :1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai

Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi2. Observasi dan catat masukan makanan pasien

Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan3. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )

Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.4. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau

makan diantara waktu makanRasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.

5. Berikan dan Bantu oral hygiene. Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral

6. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas. Rasional : : Mencegah terjadinya distensi pada lambung yang dapat menstimulasi muntah.

7. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses penyembuhan.

8. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.9. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.10. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat11. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.

Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni ).

Intervensi :1. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring ( bedrest )

Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 159 -

Page 160: Modul SIstem Hematologi

2. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis).Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan.

3. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan)Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

4. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).5. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.

6. Monitor trombosit setiap hariRasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.

7. Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).

6.8. Rangkuman

- Mengelompokkan Konsep medik; pengertian, Anatomi dan fisiologi,

patofisiologi, manifestasi, pemeriksaan penunjang, komplikasi dan

penatalaksanaan medik termasuk terapi farmakologik,

- Mengelompokkan Konsep keperawatan: Pengkajian hodgkin, Diagnosa

keperawatan pada masalah kesehatan hodgkin (NANDA-Carpenito),

Perencanaan keperawatan (NOC dan NIC), Implementasi keperawatan,

Evaluasi keperawatan dan perkembangan kesehatan klien,

Dokumentasi asuhan keperawatan, Perencanaan pulang dan follow-

up/dischard planing

6.9. EVALUASI

6.9.1. Tugas terstruktur

Mahasiswa membuat resume tentang asuhan keperawatan imunologi dan

hematologi

6.9.2. Tugas mandiri

Membuat makalah tentang resume asuhan keperawatan hematologi

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 160 -

Page 161: Modul SIstem Hematologi

6.9.3. Lembar Kerja

- Buatlah mapping (flow chart) asuhan keperawatan sistem hematologi

- Buatlah peta konsep asuhan keperawatan DHF

- Buatlah rangkuman diblock book anda

BAB VIII

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT LUPUS

8.1. POKOK BAHASAN

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 161 -

Page 162: Modul SIstem Hematologi

Asuhan keperawatan penyakit Lupus

8.2. KOMPETENSI DASAR :

8.2.1. Asuhan keperawatan lupus

a. konsep medik:

pengertian,

Anatomi dan fisiologi,

patofisiologi,

manifestasi,

pemeriksaan penunjang,

komplikasi dan penatalaksanaan medik termasuk terapi

farmakologik,

b. konsep keperawatan:

Pengkajian sistem imun dan hematologi,

Diagnosa keperawatan pada masalah kesehatan sistem imun dan

hematologi (NANDA-Carpenito),

Perencanaan keperawatan (NOC dan NIC),

Implementasi keperawatan,

Evaluasi keperawatan dan perkembangan kesehatan klien,

Dokumentasi asuhan keperawatan,

Perencanaan pulang dan follow-up/dischard planing)

8.3. KOMPETENSI DASAR :

Melakukan simulasi asuhan keperawatan pada kasus gangguan sistem imun dan

hematologi : lupus

8.4. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

8.4.1. Mahasiswa mampu merumuskan data pengkajian keperawatan sistem imun dan hematologi pada anak maupun pada dewasa secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerja di forum

8.4.2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosis keperawatan sesuai dengan permasalahan pada sistem imun dan hematologi secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum (NANDA-Carpenito).

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 162 -

Page 163: Modul SIstem Hematologi

8.4.3. Mahasiswa mampu membuat rencana dan intervensi keperawatan secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum, (NANDA-Carpenito)

8.4.4. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan dan catatan perkembangan dengan tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum.

8.4.5. Mahasiswa mampu merumuskan perencanaan pulang dan follow up perawatan pada klien dengen baik melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum

8.5. URAIAN MATERI

Pengertian ; Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto

imun, artinya tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak

organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau

trombosit. Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus

yang masuk ke dalam tubuh. Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun

menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. sistem imun yang terbentuk

berlebihan. kelainan ini dikenal dengan autoimunitas. pada kasus satu penyakit ini

bisa membuat kulit seperti ruam merah yang rasanya terbakar (lupus DLE). pada

kasus lain ketika sistem imun yang berlebihan itu menyerang persendian dapat

menyebabkan kelumpuhan (lupus SLE). SLE (Sistemics lupus erythematosus)

adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan

perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan

eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoimun dalam.

ETIOLOGI

Hingga kini faktor yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak

normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran

ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan. Penyakit Sistemik Lupus

Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini

menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar,

walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan

hormon wanita saat ini masih dalam kajian.

Catatan ; Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit

keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan

lagi risiko seseorang itu mengidap penyakit Sistemik Lupus

KLASIFIKASI ; /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 163 -

Page 164: Modul SIstem Hematologi

Erythematosus (SLE). Klasifikasi Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu: 1.

Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus

yang menyerang kulit. 2. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang

kebanyakan system di dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal,

hati, otak, dan system saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus

Erythematosus). 3. Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan

obat tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat

dihentikan.

PATOFISIOLOGI

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan

peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan

oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh

awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan

(cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin,

prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di

samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE-

akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoimun

diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul

penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi

antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut

berulang kembali.

MANIFESTASI KLINIK

Ruam kulit atau lesi yang khas

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit ini bervariasi, diantaranya:

2. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 164 -

Page 165: Modul SIstem Hematologi

antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini.

3. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.

4. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis. 5. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya

gesekan pleura atau jantung. 6. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein lebih dari 0,5

mg/hari atau +++. 7. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel

darah. 8. Biopsi ginjal. 9. Pemeriksaan saraf.

Penatalaksanaan 1. Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum)

(metilprednisolon 1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika membaik dilakukan tapering off).

2. AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP). 3. Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral). 4. Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000

mg/m luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3 minggu.

KONSEP KEPERAWATAN Pengkajian

1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.

2. Kulit Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.3. Kardiovaskuler Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi

pleura. Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan va

4. skuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.

5. Sistem Muskuloskeletal Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.

6. Sistem integumen Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.

7. Sistem pernafasan Pleuritis atau efusi pleura. 8. Sistem vaskuler Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,

eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

9. Sistem Renal Edema dan hematuria. 10. Sistem saraf Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea

ataupun manifestasi SSP lainnya. 11. Penyimpangan KDM Lupus

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 165 -

Page 166: Modul SIstem Hematologi

DIAGNOSA 6. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi/malar pada lapisan kulit

7. Perubahan nutrisi berhubungan dengan hati tidak dapat mensintesa zat-zat penting untuk tubuh

8. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel

9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

10. Tidak efektif pola napas b/d peningkatan produksi secret

11. Intoleren aktifitas b/d peradangan pada sendi

Intervensi/Rencana Perawatan

1. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi/malar pada lapisa kulit

a. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.

R/: Menentukan garis dasar di man perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.

b. Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, mis, membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.

R/: mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi.

c. Gunting kuku secara teratur.

R/: kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.

d. utupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif, mis, duoderm, sesuai petunjuk.

R/: dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.

e. Kolaborasi gunakan/berikan obat-obatan topical sesuai indikasi

R/: digunakan pada perawatan lesi kulit.

Perubahan nutrisi berhubungan dengan mual/ muntah.

4. Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan.

R/: lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.

5. Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.

R/: Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 166 -

Page 167: Modul SIstem Hematologi

6. Jadwalkan obat-obatan di antara makan (jika memungkinkan) dan batasi pemasukan cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.

R/: lambung yang penuh akan akan mengurangi napsu makan dan pemasukan makanan.

7. Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.

R/: dapat meningkatkan napsu makan dan perasaan sehat.

8. Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati waktu makan.

R/: mengurangi rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energi untuk aktivitas makan.

9. Dorong pasien untuk duduk pada waktu makan.

R/: mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko aspirasi.

10. Catat pemasukan kalori

R/: mengidentifikasi kebutuhan terhadap suplemen atau alternative metode pemberian makanan.

11. Kolaborasi Konsultasikan dengan tim pendukung ahli diet/gizi.

R/: Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan individu dengan rute yang tepat.

Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. 1. Tinjau ulang proses penyakit dan apa yang menjadi harapan di masa depan. R/:

Memberikan pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.

2. Tinjau ulang cara penularan penyakit.

R/: mengoreksi mitos dan kesalahan konsepsi, meningkatkan , mendukung keamanan bagi pasien/orang lain.

3. Dorong aktivitas/latihan pada tingkat yang dapat di toleransi pasien.

R/: merangsang pelepasan endorphin pada otak, meningkatkan rasa sejahtera.

4. Tekankan perlunya melanjutkan perawatan kesehatan dan evaluasi

R/: memberi kesempatan untuk mengubah aturan untuk memenuhi kebutuhan perubahan/individu.

5. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis, rumah sakit/pusat perawatan tempat tinggal. R/: memudahkan pemindahkan dari lingkungan perawatan akut; mendukung pemulihan dan kemandirian.

Tidak efektif pola napas b/d peningkatan produksi secret

Intoleran Aktifitas b/d nyeri pada persendian

Implementasi Evaluasi

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 167 -

Page 168: Modul SIstem Hematologi

8.6. Rangkuman

- Mengelompokkan Konsep medik; pengertian, Anatomi dan fisiologi,

patofisiologi, manifestasi, pemeriksaan penunjang, komplikasi dan

penatalaksanaan medik termasuk terapi farmakologik,

- Mengelompokkan Konsep keperawatan: Pengkajian hodgkin, Diagnosa

keperawatan pada masalah kesehatan hodgkin (NANDA-Carpenito),

Perencanaan keperawatan (NOC dan NIC), Implementasi keperawatan,

Evaluasi keperawatan dan perkembangan kesehatan klien,

Dokumentasi asuhan keperawatan, Perencanaan pulang dan follow-

up/dischard planing

8.7. EVALUASI

8.7.1. Tugas terstruktur

Mahasiswa membuat resume tentang asuhan keperawatan imunologi dan

hematologi

8.7.2. Tugas mandiri

Membuat makalah tentang resume asuhan keperawatan hematologi

8.7.3. Lembar Kerja

- Buatlah mapping (flow chart) asuhan keperawatan sistem hematologi

- Buatlah peta konsep asuhan keperawatan lupus

- Buatlah rangkuman di block book anda

BAB IX

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT AIDS

9.1. POKOK BAHASAN

9.1.1. Asuhan keperawatan penyakit AIDS:

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 168 -

Page 169: Modul SIstem Hematologi

9.2. KOMPETENSI DASAR :

9.2.1. Asuhan keperawatan AIDS

a. konsep medik:

pengertian,

Anatomi dan fisiologi,

patofisiologi,

manifestasi,

pemeriksaan penunjang,

komplikasi dan penatalaksanaan medik termasuk terapi

farmakologik,

b. konsep keperawatan:

Pengkajian sistem imun dan hematologi,

Diagnosa keperawatan pada masalah kesehatan sistem imun dan

hematologi (NANDA-Carpenito),

Perencanaan keperawatan (NOC dan NIC),

Implementasi keperawatan,

Evaluasi keperawatan dan perkembangan kesehatan klien,

Dokumentasi asuhan keperawatan,

Perencanaan pulang dan follow-up/dischard planing)

9.3. KOMPETENSI DASAR :

Melakukan simulasi asuhan keperawatan pada kasus gangguan sistem imun dan

hematologi : AIDS

9.4. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

9.4.1. Mahasiswa mampu merumuskan data pengkajian keperawatan sistem imun dan hematologi pada anak maupun pada dewasa secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerja di forum

9.4.2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosis keperawatan sesuai dengan permasalahan pada sistem imun dan hematologi secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum (NANDA-Carpenito).

9.4.3. Mahasiswa mampu membuat rencana dan intervensi keperawatan secara tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum, (NANDA-Carpenito)

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 169 -

Page 170: Modul SIstem Hematologi

9.4.4. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan dan catatan perkembangan dengan tepat melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum.

9.4.5. Mahasiswa mampu merumuskan perencanaan pulang dan follow up perawatan pada klien dengen baik melalui unjuk kerja tertulis dan mempertanggung jawabkan hasil kerjadi forum

9.5. URAIAN MATERI

AIDS

Pita Merah seperti di atas adalah simbol solidaritas untuk orang yang positif HIV dan

terkena AIDS. AIDS (akronim dalam bahasa Inggris Acquired Immunodeficiency

Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome, atau dalam bahasa

Indonesia sindrom defisiensi imun dapatan) adalah sindrom kumpulan berbagai

gejala dan infeksi sebagai akibat dari hilangnya sistem kekebalan tubuh karena infeksi

dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada manusia, dan virus yang mirip

pada spesies lain (SIV, FIV, dan lain-lain). Kondisi akhir pada orang yang terkena

penyakit ini membuat seseorang rentan terhadap infeksi oportunistik dan tumor.

Walaupun sudah ada penanganan untuk AIDS dan HIV, obatnya belum diketahui.

HIV masuk melalui kontak langsung membran mukosa atau kelenjar tubuh yang

mengandung HIV, seperti darah, air mani, kelenjar vagina, kelenjar pre seminal, dan

air susu ibu. Transmisi ini dapat terjadi melalui seks anal, hubungan seksual atau seks

oral, transfusi darah, jarum hipodermik yang terkontaminasi, pertukaran antara ibu

dan bayi selama kehamilan, bersalin atau menyusui. Kebanyakan ilmuan percaya

bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara selama abad ke-20, kini penyakit ini /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 170 -

Page 171: Modul SIstem Hematologi

pandemik, dengan perkiraan 38,6 juta orang kini hidup dengan terkena penyakit AIDS

di seluruh dunia. Pada bulan Januari tahun 2006, Joint United Nations Programme on

HIV/AIDS (UNAIDS) dan World Health Organization (WHO) memperkirakan AIDS

telah membunuh lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni

1981, membuat penyakit ini sebagai salah satu wabah paling mematikan pada sejarah.

Pada tahun 2005, AIDS diklaim menyebabkan kematian sebesar 2,4-3,3 juta jiwa,

dengan 570.000 merupakan anak-anak. Tiga dari kematian ini terjadi di Afrika Sub-

Sahara, memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan stok sumber daya

manusia. Perawatan antiretroviral mengurangi baik mortalitas dan morbiditas infeksi

HIV, tetapi akses terhadap pengobatan antiretroviral tidak tersedia di semua negara.

Stigma sosial HIV/AIDS lebih hebat daripada digabungkan dengan kondisi perawatan

kehidupan ainnya dan memperpanjang wabah terhadap penyedia dan bahkan

sukarelawan tergabung dengan kepedulian terhadap orang yang hidup dengan HIV.

Penularan oleh HIV

HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil

pada permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan mikroskop

elektron. AIDS ditularkan melalui infeksi oleh HIV. HIV adalah retrovirus yang

biasanya menyerang organ vital sistem kekebalan manusia seperti sel CD4+ T (sejenis

sel T), makrofage dan sel dendritik. HIV secara langsung dan tidak langsung merusak

sel CD4+ T. Sel CD4+ T dibutuhkan untuk menjalankan sistem kekebalan tubuh.

Ketika HIV membunuh sel CD4+ T, terdapat lebih sedikit dari 200 sel CD4+ T per

mikroliter (µL) darah, kekebalan selular hilang dan menyebabkan kondisi yang

disebut AIDS. Infeksi akut HIV terus terjadi sampai infeksi HIV klinis yang

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 171 -

Page 172: Modul SIstem Hematologi

tersembunyi dan sampai terjadinya gejala infeksi HIV awal dan nantinya AIDS yang

diidentifikasikan pada basis jumlah sel CD4+ T pada darah dan kehadiran infeksi

tertentu. Dengan ketiadaan terapi antiretroviral, rata-rata lama infeksi HIV ke AIDS

sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS

hanya sekitar 9.2 bulan. Rata-rata pada tiap orang bervariasi secara luas, dari dua

minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhi rata-rata ini. Faktor

yang ada termasuk kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV seperti fungsi

kekebalan tubuh orang yang terinfeksi pada umumnya. Orang yang lebih tua memiliki

sistem kekebalan yang lebih lemah dan memiliki risiko kematian lebih tinggi daripada

orang yang lebih muda. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya

infeksi lainnya yang terjadi seperti tuberkulosis juga dapat mempercepat kematian

seseorang. Warisan genetika orang yang terinfeksi memainkan peran penting dan

beberapa orang dapat melawan beberapa HIV. Sebagai contoh adalah orang dengan

mutasi CCR5-Δ32 mampu melawan HIV. HIV bervariasi dan ada dalam berbagai

bentuk yang berbeda dan menyebabkan penyakit klinis yang berbeda. Penggunaan

terapi antiretroviral yang aktif memperpanjang baik lama waktu AIDS dan waktu

bertahan seseorang.

Diagnosa

Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul dari pengawasan

epidemiologi seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang

AIDS tahun 1994, namun, tahap klinikal pasien bukan dimaksudkan untuk sistem ini

dan mereka tidak sensitif dan spesifik. Di negara berkembang, sistem World Health

Organization untuk infeksi HIV menggunakan data klinikal dan laboratorium yang

digunakan dan di Centers for Disease Control (CDC), sistem klasifikasi digunakan.

Sistem tahapan WHO untuk infeksi HIV

Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) memasukkan infeksi dan

kondisi ini bersama dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang

terinfeksi dengan HIV-1.[16] Sistem ini diubah pada bulan September tahun 2005.

Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani

pada orang sehat.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 172 -

Page 173: Modul SIstem Hematologi

Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS

Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran

pernafasan atas yang berulang

Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih

dari sebulan dan beberapa infeksi bakteri dan tuberkulosis

Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea,

bronkus atau paru-paru dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah

indikator AIDS.

Sistem klasifikasi CDC untuk infeksi

Pada awalnya, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tidak memiliki

nama resmi untuk penyakit ini dan merujukan penyakit ini dengan yang berhubungan

dengannya, contohnya limfadenopati, penyakit ini dinamai sesuai dengan nama

virusnya setelah ditemukannya virus HIV. Mereka juga menggunakan Sarkoma

Kaposi dan Infeksi Oportunistik, nama yang dibuat pada tahun 1981. Pada media

massa, kata GRID, yang merupakan singkatan dari Gay-Related Immune Deficiency

digunakan. Setelah menentukan bahwa AIDS tidak terisolasi terhadap komunitas

homoseksual, kata GRID menjadi menyesatkan dan AIDS diperkenalkan pada sebuah

pertemuan pada bulan Juli tahun 1982. Pada bulan September tahun 1982, CDC mulai

menggunakan kata AIDS dan mendefinisikan penyakit ini. Pada tahun 1993, CDC

memperluas definisi AIDS mereka untuk memasukan semua orang yang positif HIV

dengan sel CD4+ T dengan jumlah dibawah 200 per µL darat atau 14% dari seluruh

limfositnya. Mayoritas kasus AIDS di negara berkembang menggunakan baik definisi

ini atau definisi CDC sebelum tahun 1993. Diagnosa AIDS tetap digunakan walaupun

setelah perawatan, jumlah sel CD4+ T meningkat diatas 200 per µL darah atau

penyakit tanda-tanda AIDS lainnya sembuh.

Tes HIV

Banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV. Lebih sedikit

dari 1% populasi aktif secara seksual di Afrika diuji, dan ukuran ini lebih sedikit pada

populasi. Lebih jauh lagi, hanya 0,5% wanita hamil yang mengikuti fasilitas

kesehatan umum dianjurkan, diuji atau menerima haisl tes mereka. Lagi, ukuran ini

bahkan lebih kecil pada fasilitas kesehatan umum. Oleh karena itu, donor darah dan

produk darah yang digunakan pada penelitian pengobatan diamati untuk HIV. Tes

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 173 -

Page 174: Modul SIstem Hematologi

HIV khas, termasuk enzim immunoassay HIV dan pengujian kadar logam western

blot mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan oral, darah yang kering atau

urin pasien, namun, window period (periode antara infeksi dan perkembangan

antibodi yang dapat dideteksi melawan infeksi) dapat bervariasi. Hal ini menjelaskan

mengapa dapat membutuhkan waktu 3-6 bulan untuk sero konversi dan tes positif.

Tes komersial ada untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA

untuk mendeteksi infeksi HIV lebih dahulu kepada perkembangan antibodo yang

dapat dideteksi ada. Untuk diagnosa infeksi HIV terdapat assay tidak diterima, tetapi

meskipun demikian digunakan secara rutin di negara-negara berkembang.

Gejala dan komplikasi

Grafik hubungan antara HIV dan penghitungan CD4 atas infeksi HIV yang belum

ditangani. Penyakit individual dapat bervariasi tiap orang.                      CD4+ T jumlah limfosit

(sel/mm³)                      HIV RNA per mL plasma

Gejala AIDS merupakan hasil dari kondisi yang tidak normal pada individu dengan

sistem kekebalan yang tidak sehat. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi yang

disebabkan oleh bakteri, virus, fungi dan parasit yang dikontrol oleh elemen sistem

kekebalan yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umumnya ada pada orang dengan

AIDS. HIV hampir mempengaruhi semua organ tubuh. Orang dengan AIDS juga

meningkatkan risiko berkembangnya berbagai kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker

leher rahim dan kanker terhadap sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Biasanya orang dengan AIDS memiliki gejala infeksi seperti demam, keringat pada

malam hari, kelenjar membengkak, kedinginan, kelemahan, dan turunnya berat badan. /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 174 -

Page 175: Modul SIstem Hematologi

Setelah diagnosa AIDS dibuat, rata-rata lama waktu bertahan dengen terapi

antiretroviral (2005) diperkirakan lebih dari 5 tahun, tetapi karena perawatan baru

terus berkembang dan karena HIV terus mengevolusi perlawanan terhadap perawatan,

perkiraan waktu terus berubah. Tanpa terapi antiretroviral, kematian normalnya

muncul dalam waktu setahun. Kebanyakan pasien meninggal karena infeksi

oportunistik atau kanker yang berhubungan dengan hancurnya sistem kekebalan

tubuh. Rata-rata penyakit klinikal bervariasi secara luas diantara individual dan

menunjukan terkena oleh banyak faktor seperti kelemahan seseorang dan fungsi imun

perawatan kesehatan dan infeksi, dan juga faktor yang berhubungan dengan virus.

Infeksi oportunistik spesifik bahwa pasien AIDS berkembang berdasarkan bagian

meratanya infeksi ini pada wilayah geografis pasien hidup.

Penyakit paru-paru utama

Hasil sinar-x Pneumocystis jirovecii yang menyebabkan pneumonia.

Pneumonia pneumosistis

Pneumonia pneumosistis (awalnya diketahui dengan nama pneumonia Pneumocystis

carinii, dan masih disingkat sebagai PCP yang merupakan singkatan dari

Pneumocystis pneumonia (Pneumonia pneumosistis) langka dalam kesehatan, orang

yang imunokompeten, tetapi umum bersama individual yang terinfeksi HIV. Hal ini

disebabkan oleh Pneumonia pneumosistis. Sebelum kedatangan diagnosa efektif,

perawatan dan profilaksis rutin di negara barat, hal ini umumnya segera menyebabkan

kematian. Di negara berkembang, hal ini masih merupakan indikasi pertama AIDS

pada individual yang belum dites, walaupun umumnya tidak muncul kecuali jumlah

CD4 lebih sedikit dari 200 per µL.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 175 -

Page 176: Modul SIstem Hematologi

Tuberkulosis

Tuberkulosis (TBC) unik diantara infeksi lainnya yang berhubungan dengan HIV

karena dapat ditransmisikan terhadap orang imunokompeten melalui rute respirasi,

dengan mudah ditangani ketika diidentifisaki, dapat muncul pada stadium awal HIV,

dan dapat dicegah dengan terapi obat, namun, multidrug resistance adalah masalah

serius, walaupun insiden telah berkurang karena penggunaan terapi yang secara

langsung diamati dan percobaan terbukti lainnya di negara-negara barat, hal ini bukan

kasus di negara berkembang, tempat HIV paling merata. Pada stadium awal infeksi

HIV (jumlah CD4 >300 sel per µL), TB muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada

infeksi HIV belakangan, TB sering muncul dengan penyakit paru-paru (sistemik).

Gejala biasanya bersifat dasar dan tidak dibatasi pada satu tempat, sering menyerang

sumsum tulang, tulang, urin dan saluran pencernaan, hati, wilayah nodus limfa dan

sistem saraf pusat. Gejala dapat berhubungan lebih terhadap tempat ikut sertanya

paru-paru.

Penyakit saluran pencernaan utama

Esofagitis

Esofagitis adalah peradangan pada esofagus (tabung berotot pada vertebrata yang

dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung). Pada

individual yang terinfeksi HIV, hal ini terjadi karena kandidiasis atau infeksi virus

herpes simplex atau sitomegalovirus. Pada kasus yang langka, hal ini dapat

disebabkan karena Mikobakteria.

Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan

Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV karena berbagai akibat,

termasuk bakteri yang umum (Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, atau

Escherichia coli) dan infeksi parasit, dan infeksi oportunistik tidak umum seperti

kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium kompleks (MAC) dan

sitomegalovirus (CMV) kolitis. Pada beberapa kasus, diare adalah efek samping

beberapa obat yang digunakan untuk menangani HIV, atau menemani infeksi HIV,

biasanya selama infeksi HIV utama. Diare juga dapat menjadi efek samping antibiotik

yang digunakan untuk menangani HIV akibat bakteri yang menyebabkan diare

(umum untuk Clostridium difficile). Pada stadium akhir, diare merupakan refleksi

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 176 -

Page 177: Modul SIstem Hematologi

perubahan jalan penyerapan nutrisi saluran pencernaan dan merupakan komponen

penting pembuangan yang berhubungan dengan HIV.

Penyakit neurologi utama

Toksoplasmosis

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu disebut

Toxoplasma gondii. Bianyanya menginfeksi otak menyebabkan toksoplasma

ensefalitis tetapi dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-

paru.

Progressive multifocal leukoencephalopathy

Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML) adalah penyakit demyelinating,

yang merupakan penghancuran sedikit demi sedikit selubung mielin yang menutupi

akson sel syaraf merusak gerak syaraf. Hal ini disebabkan oleh virus yang disebut

virus JC yang muncul pada 70% populasi bentuk virus, menyebabkan penyakit hanya

ketika sistem kekebalan lemah, yang terjadi pada pasien AIDS. Hal ini terjadi cepat,

biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan.

AIDS dementia complex

AIDS dementia complex (ADC) adalah ensefalopati metabolisme yang disebabkan

oleh infeksi HIV dan diisi oleh aktivasi imun otak yang terinfeksi HIV makrofage dan

mikroglia yang mengeluarkan neurotoksin baik orang dan virus. Pelemahan

neurologikal terjadi secara nyata oleh pengertian, sifat dan abnormalitas motorik yang

muncul setelah setahun infeksi HIV dan berhubungan dengan rendahnya jumlah sel

CD4+ T dan tingginya beban plasma yang disebabkan oleh virus. Meratanya sekitar

10-20% di negara-negara barat tetapi hanya 1-2% dari infeksi HIV di India.

Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.

Cryptococcal meningitis

Cryptococcal meningitis adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan

sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat

menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin

mengalami epilepsi dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat menjadi

mematikan.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 177 -

Page 178: Modul SIstem Hematologi

Kanker yang berhubungan dengan HIV

Sarkoma Kaposi

Pasien dengan infeksi HIV pada pokoknya meningkatkan insiden beberapa kanker.

Hal ini terjadi karena infeksi dengan virus DNA onkogenik, terutama virus Epstein-

Barr (EBV), herpesvirus (KSHV) yang berhubungan dengan Kaposi dan human

papillomavirus (HPV).

Sarkoma Kaposi

Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi

HIV. Kemunculan tumor ini pada lelaki homoseksual muda tahun 1981 adalah salah

satu sinyal epidemik AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus gammaherpesvirinae

yang disebut virus herpes penyebab sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering

muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ

lain, terutama mulut, saluran pencernaan dan paru-paru.

Limfoma

Limfoma sel B tingkat tinggi seperti limfoma Burkitt, limfoma seperti-Burkitt,

menyebarkan limfoba sel-b besar (DLBCL), dan limfoma susunan saraf pusat lebih

sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini lebih memberi pertanda

ramalan sedikit. Pada beberapa kasus, limfoma merupakan tanda-tanda AIDS. Virus

Epstein-Barr (EBV) atau KSHV menyebabkan banyak limfoma.

Kanker leher rahim

Kanker leher rahim menginfeksi wanita yang terkena HIV dianggap berhubungan

dengan AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus human papillomavirus (HPV).

Tumor lainnya

Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma

Hodgkin, karsinoma anal dan karsinoma usus besar, namun, insiden dari banyak

tumor yang umum, seperti kanker payudara atau kanker usus besar tidak meningkat

pada pasien terinfeksi HIV. Di daerah tempat HAART digunakan untuk menangani

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 178 -

Page 179: Modul SIstem Hematologi

AIDS, insiden banyak kanker yang berhubungan dengan AIDS menurut, tetapi pada

waktu yang sama kanker menjadi penyebab kematian paling umum terhadap pasien

yang terinfeksi HIV.

Infeksi oportunistik lainnya

Pasien AIDS biasanya mengembangkan infeksi oportunistik yang hadir dengan gejala

tidak spesifik, terutama demam rendah dan kehilangan berat badan, termasuk infeksi

dengan Mycobacterium avium-intraselular dan sitomegalovirus. Sitomegalovirus

dapat menyebabkan colitis, seperti yang dijelaskan di atas, dan Sitomegalovirus

retinitis dapat menyebabkan kebutaan. Penisiliosis karena Penicillium marneffei kini

adalah infeksi oportunistik ketiga paling umum (setelah tuberkulosis dan

kriptokokosis) pada individual yang positif HIV pada daerah endemik Asia Tenggara.

Gejala kemunculan

Media melaporkan gejala spesifik muncul diantara pasien AIDS yang sedang dalam

perawatan.

Sarkoma Kaposi pada pasien AIDS

Dokter San Francisco melaporkan Sarkoma Kaposi antara laki-laki homoseksual.

Semua 15 pasien dibawah perawatan adalah orang yang selamat dari HIV jangka

panjang yang infeksi HIV dikontrol oleh obat antiviral. Tidak ada yang muncul dalam

bahaya. Kasus baru tidak agresif, invasif atau mematikan dengan HIV yang tidak

dapat dikontrol pada tahun 1980an. Luka tidak terlihat, sulit untuk ditangani dan

menaikan pertanyaan tentang respon kekebalan pasien HIV yang menua.

Transmisi dan pencegahanPerkiraan per aksi

jalur masuknya HIV

Rute masuknya virus

Perkiraan infeksi

per 10.000

terhadap benda yang

terinfeksi

Transfusi darah 9,000

Kelahiran 2.500

Penggunaan jarum suntik bersama-sama 67

Hubungan seks anal reseptif* 50

Jarum pada kulit 30

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 179 -

Page 180: Modul SIstem Hematologi

Hubungan seksual reseptif* 10

Hubungan seks anal insertif* 6.5

Hubungan seksual insertif* 5

Seks oral reseptif* 1

Seks oral insertif* 0.5

Tiga rute utama masuknya HIV adalah hubungan seksual, pembukaan terhadap

kelenjar tubuh, dan dari ibu atau fetus atau anak selama periode perinatal. Pada air

liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, dapat ditemukan HIV, tetapi tidak ada

kasus infeksi oleh hal ini, dan risiko infeksi tidak berarti.

Hubungan seksual

Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual yang tidak terlindungi diantara

orang, salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah mode utama

infeksi HIV di dunia.[55] Transmisi seksual muncul dengan kontak antara mitra dengan

rektum, alat kelamin atau membran mukosa oral lainnya. Hubungan seksual yang

tidak dilindungi secara reseptif lebih berisiko daripada hubungan seksual tidak

dilindungi yang insertif dengan risiko masuknya HIV dari partner yang terinfeksi

menuju partner yang tidak terinfeksi melalui hubungan seks anal lebih besar daripada

risiko hubungan seksual dan seks oral yang tidak dilindungi. Seks oral bukan berarti

tidak memiliki risiko dan HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif dan insertif.

Risiko transmisi HIV dari air liur lebih kecil daripada risiko dari air mani. Menurut

kepercayaan populer, satu harus menelan segalon air liur dari pengangkut untuk

membuat risiko signifikan terinfeksi.

Sekitar 30% dari wanita di sepuluh negara menggambarkan "bermacam-macam

kebudayaan, geografi dan pengaturan pemukiman" melaporkan bahwa pengalaman

seksual pertama mereka dipaksa atau memaksa, membuat kekerasan seksual sebagai

kunci pandemik HIV/AIDS.[58] Hubungan seksual meningkatkan risiko terkena HIV

sementara perlindugnan jarang digunakan dan trauma fisik terhadap lubang vagina

muncul yang memfasilitasi transmisi HIV.

Penyakit menular seksual meningkatkan risiko masuknya HIV karena dapat

menyebabkan gangguan pertahanan epithelium normal oleh borok alat kelamin dan

oleh pengumpulan kolam sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofage) pada

semen dan pengeluaran vaginal. Penelitian epidemiologikal dari Afrika Sub-Sahara,

Eropa dan Amerika Utara mengusulkan bahwa terdapat kira-kira empat kali risiko /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 180 -

Page 181: Modul SIstem Hematologi

lebih hebat terinveksi AINS dengan kehadiran borok alat kelamin seperti yang

disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid, dan juga terdapat melalui lebih sedikit

risiko meningkat dengan kehadiran penyakit menular seksual seperti gonorea, infeksi

chlamydial dan trichomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan

makrofage.

Transmisi HIV bergantung kepada penularan kasus indeks dan kerentanan partner

yang belum terinfeksi. Kerentanan bervariasi selama perjalanan penyakit dan tidak

konstan antara individual. Plasma beban virus yang tidak dapat dideteksi tidak

semestinya menunjukan beban virus kecil pada air mani atau keluarnya alat kelamin.

Tiap 10-lipatan tambahan plasma darah, HIV RNA berhubungan dengan 81%

meningkatnya rata transmisi HIV.[60][61] Wanita lebih rentan terhadan infeksi HIV-1

karena perubahan hormon, ekologi kuman vaginal dan fisik, dan penyakit seksual

yang merata lebih besar. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi

dengan penyakit seksual lainnya, yang lebih mematikan.

Selama hubungan seksual, hanya kondom pria dan wanita yang dapat mengurangi

kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya dan kemungkinan hamil.

Bukti terbaik menunjukan bahwa kondom digunakan mengurangi risiko transmisi

HIV dengan kira-kira menutupi 80% atas hal ini, walaupun manfaatnya lebih besar

jika kondom digunakan dengan benar dalam berbagai kesempatan.[64] Penggunaan

efektif kondom dan pengamatan transfusi darah di Amerika Utara, Eropa Barat dan

Eropa Tengah berbuah hasil dengan mengkontribusikan jumlah AIDS yang kecil di

daerah ini. Mempromosikan penggunaan kondom dibuktikan kontroversial dan sulit.

Banyak kelompok beragama, terutama Gereja Katolik Roma melawan penggunaan

kondom dan terkadang melihat promosi kondom sebagai perlawanan terhadap

pernikahan, monogami dan moralitas seksual. Pelindung gereja Katolik berperan

dalam AIDS dan pencegahan penyakit seksual menyatakan bahwa ketika mereka

mungkin melawan penggunaan kontrasepsi, mereka juga adalah pendukung kuat

hubungan di luar nikah.[65] Sikap ini juga ditemukan diantara beberapa penyedia

fasilitas kesehatan dan pembuat kebijakan di negara-negara Afrika Sub-Sahara,

tempat tingkat HIV dan AIDS yang sangat tinggi.[66] Mereka juga mempercayai bahwa

distribusi dan promosi kondom serupa dengan mempromosikan seks diantara anak

muda dan mengirim pesan yang salah untuk individual yang tidak terinfeksi, namun,

tidak ada bukti yang ada bahwa promosi kondom meningkatkan tingkat seksualitas, /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 181 -

Page 182: Modul SIstem Hematologi

dan program hanya-penahan nafsu tidak berhasil di Amerika Serikat dalam merubah

sifat seksual dan mengurangi transmisi HIV. Evaluasi beberapa program hanya-

penahan nafsu di Amerika Serikat menunjukan dampak negatif terhadap keinginan

orang muda untuk menggunakan konstraspesi, karena perhatian terhadap tekanan

kegagalan kontrasepsi. Kondom laki-laki latex, jika digunakan dengan benar tanpa

pelumas berdasarkan-minyak, adalah teknologi yang paling efektif untuk mengurangi

transmisi HIV dan penyakit seksual lainnya melalui hubungan seksual. Pengusaha

pabrik merekomendasikan bahwa pelumas berdasarkan-minyak seperti vaseline,

mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom latex, tetapi mereka

menemukan latex, membuat kondom menyerap. Jika perlu, pengusaha pabrik

merekomendasikan menggunakan pelumas berdasarkan air. Pelumas berdasarkan

minyak digunakan dengan kondom poliuretan. Kondom Latex menurun melalui

waktu, membuat mereka menyerap, sehingga kondom memiliki tanggal kadaluarsa.

Di Eropa dan Amerika Serikat, kondom harus memenuhi standar kepada standar

Eropa (EC 600) atau Amerika (D3492) agar diakui dapat melindungi dari transmisi

HIV.

Kondom wanita adalah alternatif untuk kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan,

yang memperbolehkannya untuk digunakan pada kehadiran pelumas berdasarkan-

minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah

pembukaan pengerasan berbentuk-cincin, dan didesain untuk dimasukan ke dalam

vagina. Kondom wanita memiliki cincin dalam yang membiarkan kondom di tempat

didalam vagina ----- memasukan kondom wanita dibutuhkan untuk pemerasan cincin

ini, namun, kini kehadiran kondom wanita sedikit dan harga tetap menjadi penghalang

untuk banyak wanita. Penelitian awal menghasilkan bahwa ketika kondom wanita

ada, hubungan seksual yang terlindungi meningkat sebagai relatif terhadap hubungan

seksual tidak dilindungi, membuat mereka sebagai strategi pencegahan HIV yang

penting.

Dengan penggunaan kondom yang konsisten dan benar, terdapat risiko infeksi HIV

yang sangat kecil. Penelitian terhadap pasangan ketika satu partner terinfeksi

menunjukan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsistem, rata infeksi HIV

terhadap partner yang tidak terinfeksi dibawah 1% per tahun.

Pemerintah Amerika Serikat dan organisasi kesehatan keduanya mengesahkan

Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV selama hubungan seksual:/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 182 -

Page 183: Modul SIstem Hematologi

Abstinence or delay of sexual activity, especially for youth (menahan nafsu

hubungan seksual, terutama untuk anak muda),

Being faithful, especially for those in committed relationships (setia pada

pasangan, terutama untuk orang yang berada pada suatu hubungan),

Condom use, for those who engage in risky behavior (penggunaan kondom,

untuk orang yang memasuki kedalam sifat yang berisiko).

Pendekatan ini sukses di Uganda, tempat meratanya HIV berkurang dari 15% sampai

5%, tetapi, banyak yang telah dilakukan daripada ini. Seperti Edward Green, seorang

ahli antropologi Harvard, mengatakan, "Uganda telah melopori pendekatan menuju

stigma yang menurun, membawa diskusi kelakuan seksual keluar menuju pembukaan,

mengikutsertakan orang yang terinfeksi HIV pada edukasi publik, membujuk individu

dan pasangan untuk dites dan dinasehati, membuktikan status wanita,

mengikutsertakan organisasi religius, memperoleh penyembuhan tradisional, dan

lebih banyak lagi." Terdapat kritik terhadap pendekatan ABC menyebar karena

pasangan setia dari pasangan tidak setia berada pada risiko terkena HIV dan

diskriminasi atas wanita sangat besar dan mereka tanpa suara dalam hampir setiap

sektor kehidupan mereka. Terdapat program lainnya dan promosi penggunaan

kondom yang lebih besar. Kondom digunakan sebagai bagian pelengkap Pendekatan

CNN:

Condom use, for those who engage in risky behavior (penggunaan kondom,

untuk yang menjalani sikap yang berisiko), Needles, use clean ones (Jarum,

gunakan jarum yang bersih), Negotiating skills; negotiating safer sex with a

partner and empowering women to make smart choices (kemampuan

negosiasi, menegosiasikan seks yang lebih aman dengan mitra dan memberi

kuasa pada wanita untuk mencapai pilihan yang baik).

Pada bulan Desember tahun 2006, randomized trials mengkonfirmasi bahwa khitanan

laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV diantara laki-laki heteroseksual Afrika sekitar

50%. Diharapkan bahwa intervensi ini akan dengan aktif dipromosikan di banyak

negara yang terinfeksi HIV paling buruk, walaupun melakukan hal ini akan ikut serta

mengkonfrontasi beberapa kebudayaan dan isu sopan santun. Beberapa ahli menakuti

bahwa kerentanan HIV yang lebih kecil diantara laki-laki dapat menyebabkan /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 183 -

Page 184: Modul SIstem Hematologi

meningkatkan banyaknya hubungan seksual yang merupakan dampak negatif dari

usaha pencegahan ini.[74] Lebih jauh lagi, ahli kesehatan Afrika Selatan khawatir

bahwa penggunaan kembali pisau tidak steril pada ritual khinatan laki-laki dapat

menyebarkan HIV.

Masuk kedalam cairan tubuh yang terinfeksi

Epidemik di Sub-Sahara Afrika tahun 1985-2003.

Rute transmisi ini terutama berhubungan dengan pengguna narkotika, hemofilia dan

resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali syringe

yang mengandung darah yang terkontaminasi dengan HIV merupakan risiko utama,

tetapi, bukan hanya risiko untuk HIV, tetapi juga risiko adanya penyakit hepatitis B

dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik adalah akibat dari semua infeksi

HIV baru dan 50% infeksi hepatitis C terjadi di Amerika Utara, Republik Rakyat

Tiongkok, dan Eropa Timur. Risiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan

jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diketahui sekitar 1 dalam 150.

Post-exposure prophylaxis dengan obat anti HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko

kecil itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-

lain) juga khawatir walaupun lebih langka. Rute ini dapat mempengaruhi orang yang

memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal tidak

mengikuti baik di Afrika Sub Sahara atau Asia karena sedikitnya persediaan dan

pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2.5% dari semua infeksi HIV

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 184 -

Page 185: Modul SIstem Hematologi

di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan fasilitas kesehatan yang tidak

aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa mendukung secara

global opini medikal dalam masalah ini, memperingati negara di dunia untuk

mengimplementasikan kewaspadaan universal untuk mencegah transmisi HIV melalui

fasilitas kesehatan.

Risiko transmisi HIV pada resipien transfusi darah sangat kecil di negara

berkembang. Di negara berkembang, pemilihan donor bertambah baik dan

pengamatan HIV dilakukan, tetapi, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak

memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia

dimasukan melalui transfusi darah yang terinfeksi".

Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan

sarung tangan latex ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan dapat membantu

mencegah infeksi HIV. Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna

narkoba tidak untuk berbagi jarum dan material lainnya yang diperlukan untuk

mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk syringe, bola kapas, sendok, air

untuk mencairkan obat, sedotan, dan lain-lain). Hal ini penting bahwa orang

menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang

jarum bersih menggunakan pemutih ada dari fasilitas kesehatan dan program

penukaran jarum. Di beberapa negara berkembang, jarum bersih terdapat gratis di

beberapa kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak

negara telah mendekriminaliasikan kepemilikan jarum dan membuat mungkin untuk

membeli perlengkapan penyuntikan dari farmasi tanpa resep dokter.

Transmisi ibu ke anak

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat memunculkan in utero selama minggu akhir

kehamilan dan persalinan. Dengan kekurangan perawatan, rata transmisi antara ibu

dan anak selama kehamilan, kerja dan pengiriman sebesar 25%, namun, ketika ibu

memiliki akses terhadap terapi antiretroviral dan lahir dengan cara bedah caesar, rata-

rata transmisi hanya sebesar 1%. Jumlah faktor pengaruh risiko infeksi, terutama

sekali beban virus ibu saat kelahiran (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi

risikonya). Menyusui meningkatkan risiko transmisi sebesar 10-15%. Risiko ini

tergantung pada faktor klinikal dan dapat bervariasi menurut latar belakang dan lama

menyusui.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 185 -

Page 186: Modul SIstem Hematologi

Penelitian menunjukan bahwa obat antiretroviral, bedah caesar dan pemberian makan

cepat mengurangi kesempatan transmisi HIV dari ibu ke anak. Rekomendasi

menyatakan bahwa ketika penggantian pemberian makan diterima, dapat dikerjakan

dengan mudah, mampu, tetap berlanjut dan aman, ibu yang terinfeksi HIV harus

menghindari menyusui anak mereka, namun, menyusui direkomendasi selama bulan

pertama dan segera dihentikan. In 2005, around 700,000 children under 15 contracted

HIV, mainly through MTCT, with 630,000 of these infections occurring in Africa.

Dari perkiraan 2.3 juta, 1.7 - 3.5 juta anak-anak kini hidup dengan HIV, 2 juta

(hampir 90%) hidup di Afrika Sub Sahara.

Strategi pencegahan diketahui dengan baik di negara berkembang, namun, penelitian

sifat dan epidemiologikal di Eropa dan Amerika Utara menghasilkan bahwa minoritas

banyak anak muda terus masuk kedalam praktek risiko tinggi dan meskipun ada

pengetahuan HIV/AIDS, anak muda mengabaikan risiko terinfeksi HIV. Transmisi

HIV antar pengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah

menjadi cukup langka di negara-negara berkembang.

Penanganan

Tidak terdapat vaksin HIV atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang

diketahui untuk pencegahan berdasarkan penghindaran masuknya virus atau, jika

gagal, perawatan antiretroviral secara langsung setelah masuknya secara signifikan,

disebut post-exposure prophylaxis (PEP).[76] PEP memiliki jadwal empat minggu

takaran. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare,

tidak enak badan, mual, dan lelah.

Penanganan untuk infeksi HIV terdiri dari terapi Antiretroviral yang sangat aktif, atau

HAART.[84] Ini telah bermanfaat untuk individual yang terinfeksi HIV sejak

diperkenalkannya tahun 1996 ketika protease berdasarkan-pencegah HAART menjadi

ada. Pilihan optiman HAART terdiri dari kombinasi yang terdiri dari paling sedikit

tiga obat masuk ke paling sedikit dua jenis, atau "kelas" agen anti-retroviral. Aturan

terdiri dari dua nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI)

ditambah baik protease inhibitor dan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor

(NNRTI). Karena penyakit HIV pada anak-anak lebih deras daripada pada orang

dewasa, parameter laboratorium sedikit prediktif tentang jalannya penyakit, terutama

untuk anak muda, rekomendasi perawatan lebih agresif untuk anak-anak daripada

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 186 -

Page 187: Modul SIstem Hematologi

untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang tempat HAART ada, dokter

mengakses virus beban, kecepatan pada berkurangnya CD4 dan kesiapan pasien

sementara memilih ketika untuk merekomendasikan perawatan segera.

HAART membuat adanya stabilisasi gejala dan viremia pasien, tetapi tidak

menyembuhkan pasien dari HIV atau meredakan gejala, dan HIV-1 kelas tinggi dapat

melawan HAART, kembali setelah perawatan berhenti. Lebih lagi, akan mengambil

lebih banyak waktu kehidupan individual untuk membersihkan infeksi HIV

menggunakan HAART. Banyak individu terinfeksi HIV yang mendapatkan

pengalaman perbaikan hebatt pada kesehatan dan kualitas hidup mereka, yang

menyebabkan adanya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan HIV.

Tanpa adanya HAART, infeksi HIV ke AIDS muncul dengan rata-rata sekitar

sembilan sampai sepuluh tahun dan waktu bertahan setelah memiliki AIDS hanya 9.2

bulan. HAART meningkatkan waktu bertahan antara 4 dan 12 tahun. Hal ini berasal

dari fakta beberapa pasien dan di banyak kelompok klonikal, mungkin lebih dari lima

puluh persen pasien. HAART menerika jauh sedikit daripada hasil yang optimal. Hal

ini disebabkan oleh berbagai alasan seperti efek samping/pengobatan tidak ditolerir,

teori antiretroviral lebih dahulu tidak efektif dan infeksi dengan HIV yang melawan

obat, namun, tidak-taat dan tidak-sakit terus menerus dengan terapi antiretroviral

adalah alasan utama kebanyakan individual gagal untuk mendapat keuntungan dari

perkembangan perlawanan terhadap HAART. Alasan tidak-taat dan tidak-sakit terus

menerus dengan HAART bervariasi dan saling melengkapi. Isu utama psikososial,

seperti akses yang kurang terhadap fasilitas kesehatan, dukungan sosial yang tidak

mencukupi, penyakit jiwa dan penyalahgunaan obat mengkontribusi pada tidak-taat.

Kerumitan aturan HAART, apakah karena jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan

makan atau isu lainnya bersama dengan efek sampil yang membuat tidak-taat sengaja

juga memiliki dampak berat. Efek samping termasuk lipodistrofi, dyslipidaemia,

penolakan insulin, meningkatkan risiko kardiovaskular dan kelainan bawaan.

Multivitamin harian dan suplemen mineral ditemukan dapat mengurangi alur penyakit

HIV pada laki-laki dan wanita. Hal ini dapat menjadi intervensi "berharga-rendah"

yang tersedia selama awal penyakit HIV untuk memperpanjang waktu sebelum terapi

antiretroviral didapat. Beberapa bahab gizi individual juga telah dicoba. Obat anti-

retroviral mahal, dan mayoritas individual yang terinfeksi tidak memiliki akses

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 187 -

Page 188: Modul SIstem Hematologi

terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS. Hanya vaksin yang dapat

menahan pandemik karena vaksin akan berharga lebih sedikit, demikian negara-

negara berkembang mampu dan tidak membutuhkan perawatan harian, namun,

setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap menjadi target vaksin yang sulit.

Penelitian untuk membuktikan perawatan termasuk pengurangan efek samping obat,

jauh menyerderhanakan aturan obat untuk membuktikan kesetiaan, dan membuktikan

rentetan terbaik aturan untuk mengatur perlawanan obat. Beberapa penelitian

menunjukan bahwa ukuran untuk mencegah infeksi oportunistik dapat menjadi

bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV.

Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi

dengan virus ini dan dalam risiko terinfeksi.[105] Pasien dengan penindasan daya tahan

tubuh yang besar juga disarankan menerima terapi propilaktik untuk Pneumonia

pneumosistis, dan banyak pasien mendapat manfaat dari terapi propilaktik untuk

toksoplasmosis dan Cryptococcus meningitis.

Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau

mengubah aliran penyakit. Pada dekade awal epidemik ketika tidak ada penanganan

berguna yang ada, jumlah besar orang dengan AIDS dicoba dengan terapi alternatif.

Definisi "terapi alternatif" pada AIDS telah berubah sejak waktu itu, lalu, frase itu

sering merujuk pada penanganan komunitas, belum dicoba oleh pemerintah atau

penelitian perusahaan farmasi, dan beberapa berharap akan secara langsung menekan

virus atau menstimulir sistem imun melawannya. Contoh obat alternatif yang

diharapkan dapat mengurangi gejala atau menambah kualitas hidup termasuk urut,

manajemen stres, obat jamu dan bunga seperti cornus florida, dan akupuntur. Ketika

menggunakan penanganan biasa, banyak yang merujuk kepadanya sebagai

penanganan "saling melengkapi". Meskipun penyebaran penggunaan obat saling

melengkapi dan alternatif oleh orang yang hidup dengan HIV/AIDS, belum ada hasil

efektif dari terapi-terapi ini.

Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV. Pada tahun 2005,

antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS

meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 188 -

Page 189: Modul SIstem Hematologi

Afrika Sub Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan

perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta]

dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari

64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari

tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat

12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara.[5] Asia

Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%.

500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di

Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta)

(0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-

6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar

infeksi HIV di dunia.[110] Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan

hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa

penyakit.

Evaluasi terbaru dari Departemen Evaluasi Operasi Bank Dunia menetapkan

keefektifan bantuan bank Dunia pada tingkat-negara HIV/AIDS, didefinisikan sebagai

dialog kebijakan, hasil analitik, dan peminjaman, dengan obyektif eksplisit

mengurangi dampak epidemik AIDS. Ini adalah evaluasi luas pertama dukungan Bank

Dunia kepada negara-negara untuk melawan HIV/AIDS, dari awal epidemik melalui

pertengahan-2004. Dengan bantuan Bank Dunia untuk implementasi program

pemerintah oleh pemerintah, bantuan Bank Dunia menyediakan pengertian penting

pada bagaimana program nasional AIDS dapat dibuat lebih efektif.

Perkembangan HAART sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS pada

pokoknya mengurangi kematian dari penyakit ini di daerah yang secara luas ada.

HAART telah membuat kesalahan tanggapan bahwa penyakit AIDS telah pergi jauh,

faktanya, harapan hidup orang dengan AIDS meningkat di negara-negara tempat

HAART secara luas digunakan, jumlah orang yang hidup dengan AIDS telah

meningkat. Di Amerika Serikat, jumlah orang dengan AIDS meningkat dari sekitar

35.000 tahun 1988 menjadi lebih dari 220.000 pada tahun 1996.

Di Afrika, jumlah transmisi ibu ke anak dan meratanya AIDS adalah awal untuk

membalikan dekade pergerakan kuat dalam keselamatan anak. Negara seperti Uganda

berusaha untuk menurunkan epidemik transmisi ibu ke anak dengan menawarkan

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 189 -

Page 190: Modul SIstem Hematologi

VCT (tes dan anjuran sukarela), PMTCT (pencegahan transmisi ibu ke anak) dan

fasilitas ANC (fasilitas ante-natal), yang termasuk distribusi terapi antiretroviral.

Dampak ekonomi

Perubahan angka harapan hidup di beberapa negara di Afrika.                      Botswana                     

Zimbabwe                      Kenya                      Afrika Selatan                     Uganda

HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan kapital

manusia. UNAIDS memprediksi akibat untuk Afrika Sub Sahara tahun 2025. Jarak

tersebut dari masa stabil dan pada akhirnya berkurang dalam kematian dimulai sekitar

tahun 2012 merupakan bencana besar perkembangan pada jumlah kematian dengan

potensi 90 juta kasus infeksi.[5]

Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara

berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak

hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang

memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan

hubungan di daerah. Di daerah yang terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan

banyak anak yatim piatu yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang tua.

Mortalitas yang meningkat di daerah ini akan menyebabkan populasi kecil yang tidak

memiliki keterampilan dan pekerja. Pekerja yang lebih sedikit akan didominasi anak

muda, yang mengurangi pengetahuan dan pengalaman kerja yang menyebabkan

berkurangnya produktivitas . Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 190 -

Page 191: Modul SIstem Hematologi

keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas.

Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan mekanisme yang menggenerasikan

kapital manusia dan investasi, dengan kehilangan pendapatan dan meninggalnya

orang tua.[113] Dengan membunuh banyak dewasa muda, AIDS melemahkan populasi

yang dapat membayar pajak, mengurangi dana untuk publik seperti pendidikan dan

fasilitas kesehatan untuk yang tidak berhubungan dengan AIDS menyebabkan tekanan

untuk keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hasil dari

pertumbuhan yang lambat menyebabkan menguatkan pengeluaran yang berkembang

untuk menangani orang yang sakit, pelatihan (untuk menggantikan pekerja yang

sakit), pembayaran sakit dan merawat anak yatim piatu AIDS. Hal ini terutama benar

jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa, tanggung jawab dan penyalahan dari

keluarga terhadap pemerintah untuk menangani anak yatim piatu. Pada rumah tangga,

AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan

oleh suatu rumah tangga. Pengaruh pendapatan menyebabkan pengurangan

pengeluaran dan juga efek penggantian dari pendidikan dan menuju kesehatan dan

pengeluaran penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukan bahwa rumah

tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan dua kali lebih banyak pada

perawatan medis daripada rumah tangga lainnya.

UNAIDS, WHO dan United Nations Development Programme mendokumentasikan

sebuah hubungan antara menurunnya harapan hidup dan menurunnya produk

domestik bruto di banyak negara-negara Afrika dengan rata-rata 10% atau lebih.

Sunguh-sunguh, sejak tahun 1992, prediksi bahwa AIDS akan memperlambat

pertumbuhan ekonomi di negara-negara ini telah dipublikasikan. Dampak tergantung

dari asumsi tentang luasnya untuk didanai oleh tabungan dan orang yang akan

terinfeksi.[114] Kesimpulan dicapai dari model pertumbuhan 30 ekonomi Sub Sahara

selama periode 1990-2025, rata pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan menurun

antara 0.56 dan 1.47%. Dampak pada produk domestik bruto per kapita sedikit

meyakinkan, namun, pada tahun 2000, rata-rata pertumbuhan produk domestik bruto

per kapiat Afrika menurun 0.7% tiap tahun dari tahun 1990-1997 dengan 0.3% lebih

jauh menurun per tahun di negara yang juga terkena malaria. Ramalan kini adalah

pertumbuhan produk domestik bruto untuk negara tersebut akan mengalami

penurunan lebih jauh diantara 0.5 dan 2.6% per tahun, namun, perkiraan ini dapat

diremehkan karena tidak terlihat pada pengaruh hasil produksi per kapita. Banyak /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 191 -

Page 192: Modul SIstem Hematologi

pemerintah di Afrika Sub Sahara menolak bahwa terdapat masalah untuk setahun, dan

mulai bekerja menuju solusi. Pendanaan adalah masalah di daerah pencegahan HIV

ketika dibandingkan pada perkiraan konservatif masalah .

Perlengkapan HIV/AIDS resmi pertama di dunia diluncurkan di Zimbabwe pada

tanggal 3 Oktober 2006 adalah produk hasil kolaboratif antara Gerakan Internasional

Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, World Health Organization dan Layanan

Penebaran Informasi HIV/AIDS Afrika Selatan. Hal ini untuk memperkuat orang

hidup dengan HIV/AIDS dan dukungan luar minimal suster. Paket yang berisi bentuk

delapan modul memfokuskan fakta tentang HIV dan AIDS, sebelumnya dites di

Zimbabwe pada bulan Maret tahun 2006 untuk menentukan penyesuaian. Peralatan ini

mengatur beberapa hal lain, panduan yang dikategorikan pada manajemen klinik,

pendidikan dan anjuran untuk korban AIDS. Konsensus Kopenhagen adalah proyek

yang mencoba untuk mendirikan prioritas untuk perkembangan kesejahteraan global

menggunakan metodologi berdasarkan teori ekonomi kesejahteraan. Seluruh

pesertanya adalah ahli ekonomi, dengan fokus pada proyek menjadi prioritisasi

rasional berdasarkan analisis ekonomi. Proyek ini berdasarkan anggapan bahwa dalam

dendam milyaran dolar yang dihabiskan untuk tantangan global oleh Perserikatan

Bangsa Bangsa, pemerintah negara kaya, lembaga, amal, dan organisasi-organisasi

bukan milik pemerintah, uang dihabiskan pada masalah seperti kekurangan gizi dan

perubahan iklim tidak cukup untuk mencapai banyak target yang disetujui secara

internasional. Prioritas tertinggi menentukan untuk mengimplementasikan ukuran

baru untuk mencegah penyebaran HIV dan AIDS. The Economist memperkirakan

bahwa investasi $27 milyar dapat mencegah hampir 30 juta infeksi baru pada tahun

2010.

Tanda peringatan AIDS di Kota Ho Chi Minh, Vietnam (Agustus 2005).

Stigma AIDS ada di dunia dalam berbagai cara, termasuk pengasingan, penolakan,

diskriminasi dan penghindaran orang yang terinfeksi HIV. Diwajibkan uji coba HIV

tanpa lebih dahulu persetujuan atau perlindungan kekerasan atas individual atau orang

yang terinfeksi HIV yang diketahui terinfeksi dengan HIV, dan mengkarantinakan

orang yang terinfeksi HIV. Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan mencegah

banyak orang melakukan tes HIV, kembali untuk hasil mereka, atau menjaga

perawatan, kemungkinan berbalik apa dapat mengendalikan sakit kronik menjadi

kalimat kematian dan mengabadikan penyebaran HIV/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 192 -

Page 193: Modul SIstem Hematologi

Stigma AIDS lebih jauh terbagi menjadi tiga kategori:

1. Stigma instrumental AIDS - refleksi ketakutan dan keprihatinan yang

berhubungan dengan penyakit mematikan dan dapat ditransmisikan.

2. Stigma simbolis AIDS - penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap

melalui grup sosial atau gaya hidup diketahui berhubungan dengan penyakit.

3. Stigma kesopanan AIDS - stigmatisasi orang yang berhubungan dengan isu

HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.

Sering, stigma AIDS diekspresikan dengan satu atau lebih stigma, terutama yang

berhubungan dengan homoseksual, those associated with homoseksualitas,

biseksualitas, persetubuhan dengan siapa saja dan penggunaan narkoba.

Di banyak negara berkembang, terdapat hubungan antara AIDS dan homoseksualitas

atau biseksualitas, dan hubungan ini berhubungan dengan tingkat prasangka seksual

yang lebih tinggi seperti sifat homofobia. Terdapat hubungan yang diketahui antara

AIDS dengan semua sifat seksual laki-laki, termasuk seks antara laki-laki yang belum

terinfeksi.

Mereka kebanyakan memiliki pengertian yang salah tentang transmisi HIV dan untuk

mempunyai stigma HIV/AIDS adalah orang yang sedikit pendidikannya dan orang

dengan tingkat religius atau ideologi politik yang tinggi.

Asal mula HIV

AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease

Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis

(sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh

Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.

Tiga dari infeksi HIV awal yang diketahui adalah:

1. Sampel plasma diambil tahun 1959 dari laki-laki dewasa yang tinggal di

Kinshasa, kini merupakan bagian dari Republik Demokratik Kongo.

2. HIV ditemukan pada sampel jaringan dari "Robert R.", remaja Afrika-

Amerika berusia 15 tahun yang meninggal di St. Louis tahun 1969.

3. HIV ditemukan pada sampel jaringan dari Arvid Noe, pelaut Norwegia yang

meninggal sekitar tahun 1976.

Dua spesies HIV menginfeksi manusia: HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan

dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 193 -

Page 194: Modul SIstem Hematologi

HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika

Barat.

Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan

troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty

Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.

LABORATOIUM KLINIK

Alat-alat untuk pemeriksaan hematologi

Peralatan-peralatan yang diperlukan untuk pemeriksaan hematologi antara lain:

1. Lanset darah

Lanset darah disposable (sekali buang) diperlukan untuk mendapatkan darah kapiler.

Lanset yang baik adalah sekali berujung tajam dan melebar.

2. Jarum, semprit dan botol

Jarum dan semprit disposable digunakan untuk memperoleh darah vena dan arteri.

Jarum hendaknya cukup besar, berujung runcing, tajam dan lurus. Lebih baik lagi jika

digunakan jarum dan tabung hampa udara steril (venoject) yang membuat darah

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 194 -

Page 195: Modul SIstem Hematologi

terhisap ke dalam tabung dan benar-benar tak tercemar. Botol kecil steril digunakan

untuk menampung darah setelah diambil ke dalam semprit

Gambar: Venoject

3. Hemositometer

Hemositometer digunakan untuk menghitung eritrosit, lekosit dan trombosit. Alat ini

terdiri atas kamar hitung, kaca penutup dan pipet.

a. Kamar hitung ; Kamar hitung yang banyak digunakan adalah improved Neubauer.

Gambar detail dari kamar hitung dapat Anda lihat pada gambar.

b. Kaca penutup ; Kaca penutup dibuat benar-benar datar, agak lebih tebal dari kaca

obyek.

c. Pipet ; Pipet yang digunakan adalah pipet Thoma untuk mengencerkan eritrosit,

terdiri atas pipa kapiler yang bergaris bagi dan membesar pada salah satu ujung

membentuk bola. Di dalam bola terdapat sebutir kaca merah. Pipet Thoma untuk

mengencerkan lekosit sama dengan pipet eritrosit, namun di dalam bola terdapat

sebutir kaca putih.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 195 -

Page 196: Modul SIstem Hematologi

Kamar hitung

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 196 -

Page 197: Modul SIstem Hematologi

Pipet Thoma

4. Hemoglobinometer (hemometer)

Hemoglobinometer digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin secara sederhana.

Hemometer Sahli masih digunakan di laboratorium-laboratorium kecil atau di lembaga-

lembaga pelayanan kesehatan dasar misalnya puskesmas. Sehingga, meskipun cara ini

tak dianjurkan karena akurasinya yang rendah namun masih perlu dipelajari. Alat ini

terdiri atas HCl, tabung reaksi dan pengaduk, pipet hemogobin serta warna

pembanding.

5. Kaca obyek dan kaca penutup

Kaca obyek berukuran 1 x 3 inci. Sebaiknya pinggir kaca obyek benar-benar rata

sehingga baik untuk membuat sediaan apus. Kaca penutup harus tipis supaya dapat

digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 197 -

Page 198: Modul SIstem Hematologi

Cara memperoleh sampel darah

Dalam pemeriksaan hematologi umumnya digunakan darah kapiler dan darah vena.

1. Darah kapiler ;

Darah kapiler diambil dari ujung jari atau anak daun telinga untuk orang dewasa dan dari

tumit atau ibu jari kaki untuk bayi. Tak boleh mengambil sampel darah dari bagian tubuh

dengan gangguan sirkulasi, misalnya sianosis atau iskemia. Cara mengambil sampel

darah kapiler adalah:

a. Lakukan desinfeksi dengan alkohol 70% dan biarkan sampai mengering.

b. Pegang bagian yang dipilih supaya tak bergerak

c. Tekan sedikit untuk mengurangi nyeri

d. Tusuk dengan cepat dan cukup dalam menggunakan lanset. Untuk jari, tusuk secara

tegak lurus dengan garis-garis sidik jari, jangan sejajar. Untuk daun telinga, tusuk

pinggirnya, jangan sisinya. Jangan dipijat-pijat, karena darah akan bercampur dengan

cairan jaringan sehingga menjadi lebih encer, yang berdampak terhadap akurasi hasil

pemeriksaan.

e. Buanglah tetes darah pertama dengan kapas kering.

2. Darah vena

Pada orang dewasa vena yang sering diambil darahnya adalah vena dalam fossa kubiti.

Untuk bayi, darah vena dapat diambil dari vena jugularis atau sinus sagitalis superior.

Cara mengambil darah vena adalah:

a. Lakukan desinfeksi dengan alkohol 70% dan biarkan sampai mengering.

b. Pasang torniket, sarankan mengepal dan membuka tangan berkali-kali supaya vena

terlihat jelas

c. Tegangkan kulit di atas vena dengan tangan non dominan supaya vena tak bergerak

d. Tusuk kulit dengan jarum sampai masuk vena

e. Longgarkan torniket secara perlahan, lalu hisap darah sesuai dengan kebutuhan

f. Buanglah tetes darah pertama dengan kapas kering.

g. Pasang kapas alkohol di atas jarum lalu cabut jarum dengan cepat

h. Tekan daerah tusukan dengan kapas sampai beberapa menit (boleh dilakukan oleh

pasien)

i. Cabut jarum dari semprit lalu alirkan darah ke botol secara perlahan melalui dinding

botol supaya tidak terjadi lisis sel-sel darah

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 198 -

Page 199: Modul SIstem Hematologi

Pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb)

Cara pemeriksaan kadar Hb yang lazim digunakan adalah cara foto elektrik dan kolorimetrik

visual.

1. Cara fotoelektrik

Dengan cara ini, hemoglobin diubah menjadi sianmethemoglobin (hemoglobin-sianida)

dalam larutan yang berisi kaliumferrisianida dan kalium sianida. Larutan Drabkin

mengubah hemoglobin, oksihemoglobin, methemoglobin dan karboksihemoglobin

menjadi sianmethemoglobin. Cara ini tidak kita bahas lebih lanjut, yang jelas cara ini

sangat bagus untuk laboratorium rutin karena memiliki akurasi yang sangat tinggi.

2. Cara kolorimetrik visual (cara Sahli)

Dengan cara ini, hemoglobin diubah menjadi hematin asam yang berwarna coklat.

Kemudian warna ini dibandingkan dengan warna standar secara visual. Langkah-langkah

pemeriksaan dengan cara Sahli yaitu:

a. Masukkan 5 tetes HCl 0,1 N ke dalam tabung pengencer

b. Isap darah kapiler atau darah vena dengan antikoagulan EDTA atau oksalat dengan

menggunakan pipet Hb sampai tanda 20 μL tanpa terputus

c. Hapuslah darah diluar ujung pipet

d. Segera alirkan darah ke dasar tabung, jangan sampai ada gelembung udara

e. Angkat pipet sedikit lalu hisap HCl 2 atau 3 kali untuk membersihkan darah

f. Aduklah supaya cepat terjadi reaksi antara darah dan HCl. Selama pengadukan

tambahkan setetes demi setetes aquades.

g. Setelah 3-5 menit bandingkan warna tersebut dengan warna standar sampai benar-

benar sama. Bacalah kadar Hb setinggi permukaan cairan dalam tabung

Kelemahan metode ini adalah:

a. Tak semua hemoglobin menjadi hematin asam, misalnya karboksihemoglobin (Hb-

CO2), methemoglobin dan sulfhemoglobin

b. Kemampuan visual pemeriksa sangat mempengaruhi hasil

c. Cahaya yang kurang terang mempengaruhi hasil

Penghitungan sel-sel darah

Lekosit, eritrosit dan trombosit dihitung setelah diencerkan. Pada laboratorium besar,

penghitungan dilakukan secara elektronik dan pengenceran otomatis sehingga memberikan

hasil yang sangat akurat. Selanjutnya cara ini tak dibahas. Selain itu, masih ada cara manual

yang tetap diperlukan hingga saat ini yaitu menggunakan pipet dan kamar hitung.

Penghitungan lekosit

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 199 -

Page 200: Modul SIstem Hematologi

Untuk menghitung lekosit, darah diencerkan dalam pipa lekosit lalu dimasukkan ke dalam

kamar hitung. Pengencer yang digunakan adalah larutan Turk. Langkah-langkah pemeriksaan

yang diterapkan adalah:

1. Hisap darah kapiler, darah EDTA atau darah oksalat sampai tanda 0,5

2. Hapus kelebihan darah di ujung pipet

3. Masukkan ujung pipet ke dalam larutan Turk dengan sudut 45o, tahan agar tetap di tanda

0,5. Isap larutan Turk hingga mencapai tanda 11. Jangan sampai ada gelembung udara

4. Tutup ujung pipet dengan ujung jari lalu lepaskan karet penghisap

5. Kocok selama 15-30 detik

6. Letakkan kamar hitung dengan penutup terpasang secara horisontal di atas meja

7. Kocok pipet selama 3 menit, jaga agar cairan tak terbuang dari pipet

8. Buang semua cairan di batang kapiler (3-4 tetes) dan cepat sentuhkan ujung pipet ke

kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup dengan sudut 30o. Biarkan

kamar hitung terisi cairan dengan daya kapilaritas

9. Biarkan 2-3 menit supaya lekosit mengendap

10. Gunakan lensa obyektif mikroskop dengan pembesaran 10 kali, fokus dirahkan ke garis-

garis bagi.

11. Hitunglah lekosit di empat bidang besar dari kiri atas ke kanan, ke bawah lalu ke kiri, ke

bawah lalu ke kiri dan seterusnya. Untuk sel-sel pada garis, yang dihitung adalah pada

garis kiri dan atas.

12. Jumlah lekosit per μL darah adalah: jumlah sel X 50

Penghitungan eritrosit

Untuk menghitung eritrosit, darah diencerkan dalam pipa eritrosit lalu dimasukkan ke dalam

kamar hitung. Pengencer yang digunakan adalah larutan Hayem.

Langkah-langkah pemeriksaan yang diterapkan adalah:

1. Hisap darah kapiler, darah EDTA atau darah oksalat sampai tanda 0,5

2. Hapus kelebihan darah di ujung pipet

3. Masukkan ujung pipet ke dalam larutan Hayem dengan sudut 45o, tahan agar tetap di

tanda 0,5. Isap larutan Hayem hingga mencapai tanda 101. Jangan sampai ada

gelembung udara

4. Tutup ujung pipet dengan ujung jari lalu lepaskan karet penghisap

5. Kocok selama 15-30 detik

6. Letakkan kamar hitung dengan penutup terpasang secara horisontal di atas meja

7. Kocok pipet selama 3 menit, jaga agar cairan tak terbuang dari pipet

8.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 200 -

Page 201: Modul SIstem Hematologi

9. Buang semua cairan di batang kapiler (3-4 tetes) dan cepat sentuhkan ujung pipet ke

kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup dengan sudut 30o. Biarkan

kamar hitung terisi cairan dengan daya kapilaritas

10. Biarkan 2-3 menit supaya eritrosit mengendap

11. Gunakan lensa obyektif mikroskop dengan pembesaran 40 kali, fokus dirahkan ke

garis-garis bagi dalam bidang besar yang tengah.

12. Hitunglah eritrosit di 5 bidang sedang yang masing-masing tersusun atas 16 bidang

kecil, dari kiri atas ke kanan, ke bawah lalu ke kiri, ke bawah lalu ke kiri dan

seterusnya. Untuk sel-sel pada garis, yang dihitung adalah pada garis kiri dan atas.

13. Jumlah lekosit per μL darah adalah: jumlah sel X 10000

Penghitungan lekosit dan eritrosit

(lingkaran besar: daerah penghitungan lekosit, lingkaran kecil: daerah penghitungan eritrosit

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 201 -

Page 202: Modul SIstem Hematologi

Penghitungan trombosit

Ada 2 cara penghitungan trombosit yaitu cara langsung dan cara tak langsung. Cara tak

langsung tidak dibahas dalam kuliah ini. Untuk menghitung trombosit secara langsung, darah

diencerkan dalam pipet eritrosit lalu dimasukkan ke dalam kamar hitung. Pengencer yang

digunakan adalah larutan Rees Ecker.

Langkah-langkah pemeriksaan yang diterapkan adalah:

1. Hisap cairan Rees Ecker sampai tanda “1” dan buang lagi cairan tersebut

2. Hisap darah sampai tanda 0,5 dan cairan Rees Ecker sampai tanda 101 lalu kocok selama

3 menit

3. Lanjutkan langkah-langkah seperti penghitungan eritrosit

4. Biarkan kamar hitung selama 10 menit dalam posisi horisontal supaya trombosit

mengandap

5. Hitunglah trombosit dalam seluruh bidang besar tengah dengan lensa obyektif besar

6. Jumlah trombosit per μL darah adalah: jumlah trombosit x 2000.

Sediaan hapusan darah

Sediaan hapusan darah penting untuk pemeriksaan keadaan trombosit, keadaan eritrosit dan

keadaan lekosit. Cara membuat sediaan hapusan darah dapat menggunakan kaca obyek dan

menggunakan kaca penutup. Dalam kuliah ini hanya kita bahas cara yang pertama saja yaitu:

1. Sentuhlah setetes kecil darah (diameter maksimal 2 mm) kira-kira 2 cm dari tepi kaca

obyek. Darah yang dipakai adalah darah kapiler, darah heparin atau darah EDTA.

2. Letakkan kaca obyek dengan darah di sebelah kanan

3. Dengan tangan kanan, letakkan kaca obyek lain di kiri tetes darah, lalu gerakkan ke

kanan sampai menyentuh darah

4. Tunggu darah menyebar sampai ½ cm dari sudut kaca penggese

5. Geser kaca ke kiri dengan sudut 30-45o, jangan menekan ke bawah

6. Biarkan sediaan mengering di udara

7. Tulis nama klien dan tanggal pada bagian sediaan yang tebal

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 202 -

Page 203: Modul SIstem Hematologi

Pembuatan apusan darah dengan menggunakan kaca obyek

Setelah hapusan darah selesai, dilanjutkan dengan pewarnaan dengan berbagai cara misalnya

pewarnaan Wright dan Giemsa. Teknik pewarnaan tidak perlu dibahas dalam kuliah ini.

Dengan pewarnaan maka keadaan sel-sel darah akan terlihat jelas di bawah mikroskop

HASIL PEWARNAAN GIEMSA

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 203 -

Page 204: Modul SIstem Hematologi

HASIL PEWARNAAN WRIGHT

Keadaan trombosit

Dalam pemeriksaan keadaan trombosit yang perlu diperhatikan adalah jumlah dan mofologi

trombosit. Jumlah trombosit dihitung dalam 100 lapangan penglihatan dan secara normal akan

didapatkan lebih dari 500-1500 trombosit. Pemeriksaan morfologi trombosit dilakukan untuk

mengetahui apakah ada kelainan bentuk trombosit.

Keadaan trombosit

Keadaan eritrosit

Dalam pemeriksaan keadaan eritrosit yang perlu diperhatikan adalah mofologi eritrosit

meliputi bentuk bentuk, ukuran dan karakteristik warna.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 204 -

Page 205: Modul SIstem Hematologi

Morfologi eritrosit

eritrosit

Ada beberapa kelainan morfologi eritrosit antara lain:

1. Anisositosis (abnormalitas ukuran eritrosit).

Contoh mikrosit (eritrosit lebih kecil dari normal) pada kasus anemia defisiensi besi dan

makrosit (eritrosit lebih besar dari normal) pada kasus anemia defisiensi asam folat.

2. Poikilositosis (abnornalitas bentuk eritrosit yaitu ada yang tidak bundar)

Contohnya adalah kondisi hemoglobin patologik dan beberapa jenis anemia.

3. Polikromasi (terdapat beberapa eritrosit dengan warna kebiruan di antara eritrosit normal

yang berwarna merah). Polikromasi menunjukkan adanya eritrosit yang masih muda.

Hipokrom (bagian pucat di tengah eritrosit meluas).

4. Keadaan ini menunjukkan rendahnya kadar hemoglobin

5. Sferosit (eritrosit mendekati bentuk bola)

6. Contoh kasus ini adalah anemia hemolitik

Keadaan lekosit

Dalam pemeriksaan keadaan lekosit yang perlu diperhatikan adalah hitung jenis (differential

counting) lekosit.

Jenis-jenis lekosit

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 205 -

Page 206: Modul SIstem Hematologi

Hitung jenis adalah menghitung 100 lekosit dan mengelompokkan berdasarkan jenis-jenisnya.

Urutan pengelompokan adalah basofil, eosinofil, netrofil (batang dan segmen), limfosit dan

monosit. Nilai normal dari hitung jenis adalah basofil: 0-1%, eosinofil: 1-3%, netrofil batang:

2-6%, netrofil segmen: 50-70%, limfosit: 20-40% dan monosit: 2-8%.

Hitung

Hitung jenis lekosit tinggi dan rendah

Menghitung retikulosit

Setelah eritrosit muda kehilangan inti, sebagian kecil RNA tertinggal di dalam eritrosit. Sel

ini dinamakan retikulosit. Jumlah retikulosit normal adalah 0,5-1,5% dari jumlah eritrosit,

yaitu 25000-75000 per μL darah.

Laju endap darah (LED)

Laju endap darah adalah kecepatan pengendapan eritrosit, oleh karena itu untuk mengukurnya

diperlukan darah dengan anti koagulan. Ada 2 cara pemeriksaan LED yaitu cara Wintrobe dan

cara Westergren. Pada kuliah ini hanya diberikan contoh cara Wintrobe, dengan langkah

langkah sebagai berikut:

1. Ambil darah EDTA atau darah oksalat

2. Dengan menggunakan pipa Wintrobe, masukkan darah ke dalam tabung Wintrobe

hingga tanda 0 mm. Cegah terjadinya gelembung udara.

3. Biarkan tabung Wintrobe dalam posis tegak lurus selama 60 menit

4. tinggi lapisan plasma dalam milimeter dan catat sebagai LED.

Nilai LED normal adalah pria: < 10 mm/jam dan wanita: < 15 mm/jam

Hematokrit

Hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah. Ada 2 cara pemeriksaan

hematokrit yaitu cara Wintrobe dan cara mikrometode. Pada kuliah ini hanya dibahas cara

Wintrobe, dengan langkah langkah pemeriksaan sebagai berikut: /tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 206 -

Page 207: Modul SIstem Hematologi

1. Ambil kapiler atau darah EDTA, darah heparin atau darah oksalat lalu masukkan ke

dalam tabung Wintrobe hingga tanda 100 di atas.

2. Masukkan tabung ke dalam sentrifuge yang cukup besar lalu pusingkan selama 30 menit

dengan kecepatan 3000 rpm

3. Bacalah hasilnya dengan memperhatikan:

a. Plasma di atas (kuning) dibandingkan dengan kaliumbikromat dan intensitasnya

disebut satuan. Satu satuan adalah 1:10000

b. lapisan putih (lekosit dan trombosit)

c. Volume sel-sel darah merah.

Nilai hematokrit normal adalah pria: 40-48% dan wanita: 37-43%

Masa perdarahan (bleeding time)

Masa perdarahan digunakan untuk menilai faktor-faktor ekstravaskuler dari hemostasis

(pembekuan darah). Ada 2 cara pemeriksaan yang lazim digunakan yaitu cara Ivy dan cara

Duke. Langkah-langkah pemeriksaan masa perdarahan adalah:

1. Bersihkan bagian voler lengan bawah (cara Ivy) atau anak daun telinga (cara Duke)

dengan alkohol 70% dan tunggu sampai kering.

2. Khusus untuk cara Ivy pasang manset sfigmomanometer pompa sampai batas tekanan

40 mmHg lalu pertahankan tekanan tersebut

3. Cara Ivy: tegangkan kulit dan tusuk dengan lanset sedalam 3 mm di lokasi 3 jari

dibawah lipat siku

Cara Duke: tusuk pinggir anak daun telinga dengan lanset sedalam 2 mm

4. Ketika darah mulai keluar, hidupkan stopwatch

5. Isap tetesan darah dengan kertas saring tiap 30 detik, cegah menekan kulit saat menghisap

darah

6. Ketika darah tak terhisap hentikan stopwatch dan catatlah waktunya

Masa perdarahan normal adalah 1-6 menit. Jika melampaui 10 menit perdarahan belum

berhenti, hentikan percobaan. Batalkan percobaan jika hasil percobaan kurang dari 1 menit,

karena terjadi akibat kurang dalamnya tusukan.

Pemeriksaan masa perdarahan

Masa pembekuan (clotting time)

Masa pembekuan digunakan untuk menilai faktor-faktor pembekuan darah, khususnya faktor

pembentuk tromboplastin dan faktor trombosit, serta kadar fibrinogen. Ada 2 cara

pemeriksaan yang lazim digunakan yaitu modifikasi cara Lee dan White serta cara Duke.

Langkah-langkah untuk pemeriksaan dengan modifikasi cara Lee dan White adalah:

1. Sediakan dalam rak 4 tabung berdiameter 7-8 mm

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 207 -

Page 208: Modul SIstem Hematologi

2. Ambil 5 cc darah vena, saat darah masuk semprit jalankan stopwatch.

3. Masukkan 1 cc darah ke dalam setiap tabung

4. Tiap 30 detik, angkat tabung pertama dan miringkan untuk melihat bekuan. Cegah tabung

lain agar tak bergoyang

5. Setelah darah di tabung pertama membeku, periksa tabung kedua tiap 30 detik. Catatlah

waktunya

6. Lakukan langkah berikutnya untuk tabung ketiga dan keempat

7. Masa pembekuan adalah masa pembekuan rata-rata dari tabung kedua, ketiga dan keempat

Pemeriksaan masa pembekuan

Pemeriksaan golongan darah

Ada berbagai macam penggolongan darah, namun yang akan kita praktikkan pada

kesempatan ini adalah penetapan sistem golongan darah ABO.

Tanpa melihat subgroup ada 4 macam golongan darah, yaitu:

1. A: eritrosit mengandung aglutinogen A dan serum aglutinin anti B

2. B: eritrosit mengandung aglutinogen B dan serum aglutinin anti A

3. O: eritrosit tak mengandung aglutinogen dan serum mengandung aglutinin anti A dan anti

B

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 208 -

Page 209: Modul SIstem Hematologi

4. AB: eritrosit mengandung aglutinogen A dan B, sedangkan serum tidak mengandung

aglutinin

Penggolongan darah menurut sistem ABO

Penetapan golongan darah menentukan jenis aglutinogen dalam sel. Selain itu dikenal pula

penetapan agglutinin dalam serum. Cara terbaik adalah dengan menggunakan kedua

penetapan yaitu aglutinogen dan agglutinin.

1. Taruh di bagian kiri object glass 1 tetes serum anti A dan di bagian kanan 1 tetes serum anti

B

2. Tambahkan 1 tetes kecil darah pada serum, kemudian campurlah dengan ujung lidi

3. Goyangkan object glass dengan gerakan melingkar

4. Perhatikan aglutinasi dengan mata telanjang, lalu benarkan dengan menggunakan

mikroskop.

Catatan:

Warna serum anti A: hijau/biru

Warna serum anti B: kuning

Darah yang diperiksa boleh darah kapiler segar atau darah vena yang telah membeku terlebih

dahulu yang kemudian sel-selnya dilepaskan memakai ujung lidi.

Jumlah darah yang dicampur dengan serum sebaiknya mencapai nilai hematokrit 2%.

Anti serum kuat memberikan hasil tegas dalam waktu kurang dari 1 menit, sebaiknya hasil

diperiksa setelah 2 menit dan selanjutnya disusul pemeriksaan ulang setelah lewat 20 menit.

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 209 -

Page 210: Modul SIstem Hematologi

Tindakan terakhir mengamankan adanya subgroup lemah dalam golongan A.

Jaga jangan sampai bahan pemeriksaan mengering pada object glass.

Untuk menghindari kesalahan, sebaiknya gunakan juga serum anti A,B (serum golongan O).

Ini berguna untuk mendapatkan subgroup A yang lemah, yang tidak bereaksi dengan serum

Anti A.

Object glass harus bersih benar, tidak boleh ada sisa zat kimia atau darah. Hal ini menghindari

adanya aglutinasi palsu.

Pedoman

kesimpulan:

Anti A

Anti B Anti A,B Golongan

darah

- - - O

+ - + A

- + + B

+ + + AB

Pemeriksaan darah untuk HIV

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 210 -

Page 211: Modul SIstem Hematologi

Untuk kasus HIV, pemeriksaan darah yang diperlukan adalah ELISA. Pemeriksa ELISA

dilakukan secara langsung dan secara tak langsung.

Pemeriksaan ELISA secara langsung

Langkah-langkah pemeriksaan ini adalah:

1. Antibodi diletakkan di lempeng ELISA (ELISA plate)

2. Sampel darah dimasukkan sehingga terbentuk ikatan antigen-antibodi

3. Enzyme-linked antibody spesific untuk menguji antigen ditambahkan dan mengikat

antigen, membentuk sandwich

4. Substrat enzim ditambahkan dan reaksi menghasilkan produk yang menyebabkan

perubahan warna

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 211 -

Page 212: Modul SIstem Hematologi

Pemeriksaan ELISA secara tak langsung

Langkah-langkah pemeriksaan ini adalah:

1. Antibodi diletakkan di lempeng ELISA (ELISA plate)

2. Antiserum pasien dimasukkan sehingga terbentuk ikatan antigen-antibodi

3. Enzyme-linked anti HISG ditambahkan dan mengikat antibodi

4. Substrat enzim ditambahkan dan reaksi menghasilkan produk yang menyebabkan

perubahan warna

Lempeng ELISA

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 212 -

Page 213: Modul SIstem Hematologi

Pemeriksaan ELISA secara langsung dan tidak langsung

Hasil pemeriksaan ELISA (hasil positif diberi tanda kotak)/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 213 -

Page 214: Modul SIstem Hematologi

Pemeriksaan gula darah

Pemeriksaan gula darah bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa di dalam darah, yang

dinyatakan dalam g/dL. Pada masa sekarang banyak diedarkan peralatan pengukuran kadar

gula darah yang praktis secara digital, sehingga mudah diterapkan di mana saja. Langkah-

langkah pengukurannya adalah:

1. Ambil darah kapiler dengan lanset yang terdapat pada set peralatan

2. Letakkan darah pada monitor untuk mengetahui kadar glukosa

3. Jika kadar glukosa terlalu tinggi, insulin diberikan. Jika kadar glukosa terlalu rendah

karbohidrat dikonsumsi

4. Insulin diberikan dengan pompa insulin

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 214 -

Page 215: Modul SIstem Hematologi

Meletakkan darah pada monitor untuk memantau kadar glukosa darah

Tugas:

1. Carilah nilai normal hasil pemeriksaan darah lengkap dari salah satu laboratorium klinik

(boleh lembar aslinya saja) !

2. Carilah nilai normal dari berbagai macam cara pemeriksaan gula darah

Lampiran: Contoh nilai normal hasil pemeriksaan laboratorium Complete blood cell count -

Units Reference Interval

Hct 49.3 % 35.0-57.0

RBC 7.06 x 106/μl 4.95-7.87

Hgb 16.9 g/dl 11.9-18.9

MCV 69.9 fl 66-77

MCH 24.0 pg 21.0-26.2

MCHC 34.3 g/dl 32.0-36.3

Platelets 372 x 103/μl 211-621

MPV 8.3 fl 6.1-10.1

RBC morphology slight anisocytosis, moderate poikilocytosis

WBC 7.9 x 103/μl 5.1-13.0

Seg 6.241 (79%) x 103/μl 2.9-12.0

Band 0.158 (2%) x 103/μl 0.0-0.45

Lymph 1.027 (13%) x 103/μl 0.4-2.9

Mono 0.395 (5%) x 103/μl 0.1-1.4

Eos 0.079 (1%) x 103/μl 0.0-1.3

Baso 0.0 (0%) x 103/μl 0.0-0.14

WBC morphology occasional polychromatophils

Plasma Appearance 1+ Lipemia

/tt/file_convert/55cf8ff7550346703ba1d204/document.doc - 215 -