mioma geburt
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
MIOMA GEBURT
Oleh:
Amora fadila
Noniek Rahmawati
Christine Notoningtiyas S. G9911112038
Nunik Wijayanti
Pembimbing :
DR. Dr. Supriyadi Hari Respati, Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2013
ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya. Mioma uteri merupakan tumor terbanyak dari uterus. Prevalensinya
mencapai 20% populasi wanita > 30 tahun dan 35-40% pada wanita > 50 tahun. Mioma uteri
belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menars. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar
20 – 30% dari seluruh wanita. Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2,39 – 11,7% pada
semua penderita ginekologi yang dirawat. Selain usia, faktor predisposisi lain yang
berpengaruh terhadap angka kejadian mioma uteri adalah ras, genetik, paritas dan fungsi
ovarium.
Uterus fibroids banyak menimbulkan gangguan tapi ada juga yang tidak menimbulkan
keluhan dan bahkan akan mengecil pada usia menopause. Tetapi beberapa fibroids akan
menimbulkan gejala nyeri, gejala penekanan pad organ viscera yang lain, perdarahan dan
anemia atau menyebabkan permasalahan kehamilan (Wiknjosastro dkk, 2007; POGI, 2006).
Diagnosis mioma uteri ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas,
paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang
membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Jadi
tidak semua mioma uteri memerlukan tindakan bedah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya. Dalam kepustakaan, mioma dikenal juga dengan istilah fibromioma,
leiomioma atau pun fibroid (Wiknjosastro dkk, 2007). Tumor jinak ini dilipat oleh
pseudokapsul yang berasal dari sel otot polos yang imatur. Mioma uteri memiliki konsistensi
padat kenyal, batas jelas, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel (POGI, 2006).
B. Epidemiologi
Mioma uteri merupakan tumor terbanyak dari uterus. Prevalensinya mencapai 20%
populasi wanita > 30 tahun dan 35-40% pada wanita > 50 tahun. Novak menemukan 27%
wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam
ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menars.
Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh wanita. Di Indonesia, mioma
uteri ditemukan 2,39 – 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Wiknjosastro
dkk, 2007; POGI, 2006).
Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya
mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil.
Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau
hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,
kegemukan dan nullipara (Edward, 2007)
Lokasi terbanyak pada intramiral (menyebabkan uterus berbenjol-benjol). Mioma sub
mukosum jarang (5-10%) tetapi secara klinik sangat penting karena hampir selalu
menimbulkan syptom/gejala. Mioma subserosum dapat timbul retro peritoneal/ intra
ligamenter.
C. Etiologi
Penyebab pasti mioma uteri belum diketahui. Namun ada beberapa faktor yang diduga
sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, antara lain (Edward, 2007):
Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun. Prevalensinya mencapai 20%
populasi wanita > 30 tahun dan 35-40% pada wanita > 50 tahun. Gejala klinis paling
sering dikeluhkan pada pasien usia 35-45 tahun.
Paritas
Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil
atau hanya hamil 1 kali. Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif
infertil.
Faktor ras dan genetik
Pada ras kulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Kejadian tumor ini juga tinggi
pada wanita dengan riwayat keluarga yang menderita mioma.
Fungsi ovarium
Terdapat hubungan antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma. Mioma uteri
muncul setelah menars, berkembang setelah kehamilan dan mengalami kemunduran
(regresi) setelah menopause.
D. Patofisiologi
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan
Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan
tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek
fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron.
Puukka dan kawan – kawan menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak
didapati pada miometrium normal. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin
berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan
lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan
epidermal dan insulin-like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson, telah
mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma
daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma
(Wiknjosastro, 2007; Edward, 2007).
E. Patologi Anatomi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus, yaitu hanya 1 – 3 %, sisanya
dalah dari korpus uterus. Berikut adalah klasifikasi mioma berdasarkan lokasinya:
Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina, dapat menyebabkan infeksi.
Isthmica (7,2%), menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius.
Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa gejala.
Pada daerah korpus uteri, menurut lapisannya mioma uteri dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
Mioma submukosum
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma submukosa
dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks
disebut mioma geburt. Mioma submukosum walaupun hanya kecil selalu memberikan
keluhan perdarahan melalui vagina.
Mioma intramural
Mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Disebut juga sebagai
mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus,
tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan
berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali
rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Tumor
berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah
dilepaskan.
Mioma subserosum
Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi
oleh serosa. Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Miomq
subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum
atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wandering/
parasitic fibroid.
Mioma yang dibelah akan tampak bahwa mioma terdiri atas berkas otot polos dan
jaringan ikat yang tersusun seperti konde/ pusaran air (whorl like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan
sarang mioma ini. Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat
mencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata dapat tumbuh cepat.
Mioma uteri dapat mengalami perubahan sekunder, yaitu:
Atrofi: sesudah menopause atau sesudah kehamilan, mioma uteri menjadi kecil.
Degenerasi hialin: pada pasien usia lanjut.
Degenerasi kistik: sebagian dari mioma menjadi cair sehingga terbentuk ruangan-ruangan
yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat terjadi pembengkakan yang luas dan
bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Pada keadaan ini tumor sukar
dibedakan dari kista ovarium atau adanya suatu kehamilan.
Degenerasi membatu (calcareous degeneration): pasien usia lanjut karena gangguan
dalam sirkulasi. Pengendapan garam kapur membuat mioma menjadi keras dan
memberikan bayangan pada foto rontgen.
Degenerasi merah (carneous degeneration): pada kehamilan dan nifas. Karena nekrosis
suubakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan tampak seperti daging merah
oleh penumpukan hemosiderin dan hemofusin. Tampak khas pada kehamilan muda
dengan emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri
pada perabaan.
Degenerasi lemak: merupakan kelanjutan dari degenerasi hialin.
F. Gejala Klinis
Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada serviks
(intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.
Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan dapat
juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini:
Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara
serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya
dengan baik.
2) Rasa nyeri
Timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan,
pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga
dismenore.
3) Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung
kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada
ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum dapat
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe
dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
Infertilitas dan Abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars intertisialis
tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena
distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas
sudah disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan
suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.
Mioma Uteri dan Kehamilan
Mioma uteri dapat memperngaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan infertilitas; risiko
terjadinya abortus bertambah karena distorsi rongga uterus, khususnya pada mioma
submukosum; letak janin; menghalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada serviks
uteri; menyebabkan inersia maupun atonia uteri, sehingga menyebabkan perdarahan pasca
persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi miometrium; menyebabkan
plasenta sukar lepas dari dasarnya; dan mengganggu proses involusi dalam nifas.
Kehamilan sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri, antara lain:
Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh estrogen yang
kadarnya meningkat.
Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas.
Mioma uteri bertangkai dapat juga mengalami torsi dengan gerjala dan tanda sindrom
abdomen akut.
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Seringkali penderita sendiri mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan pada perut
bagian bawah.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan
pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas,
tidak sakit.
Pemeriksaan bimanual akan mengungkapkan tumor padat uterus, yang umumnya terletak
di garis tengah atau pun agak ke samping, seringkali teraba berbenjol-benjol. Mioma
subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus.
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang ditegakkan dengan
pemeriksaan dengan uterus sonde. Mioma submukosum kadang kala dapat teraba dengan
jari yang masuk ke dalam kanalis servikalis, dan terasanya benjolan pada permukaan
kavum uteri.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus yang
berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan
adalah Darah Lengkap terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan laboratorium
lain disesuaikan dengan keluhan pasien.
b. Pencitraan
i. Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada uterus.
Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah dan
pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
ii. Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke
arah kavum uteri pada pasien infertil.
iii. MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri, namun
biaya pemeriksaan lebih mahal.
H. Diagnosis Banding
1. Adenomiosis (Stovall, 1992)
2. Neoplasma ovarium
3. Kehamilan
I. Pengobatan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri
tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya
mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang
diduga menyebabkan fertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas
penanganan konservatif dan operatif.
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa
gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut:
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
Bila anemia.
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi adalah
pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan
misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai.
Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang
umumnya tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau
pervaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa
dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah
prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan
timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila
terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus.
J. Komplikasi
Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32- 0,6% dari seluruh
mioma; serta merupakana 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru
Besar < 14 mgg Besar > 14 mgg
Tanpa keluhan Dengan keluhan
Konservatif Operatif
Mioma
ditemukan pada pemeriksaan histologis uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan
keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang
mioma dalam menopause.
Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi
terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan
suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum/
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan
sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan
berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan0gangguan yang disebabkan
oleh infeksi dari uterus sendiri.
K. Prognosis
Umumnya baik, bervariasi tergantung besar dan lokasi mioma
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien pada kasus ini mengalami gangguan perdarahan berupa menoragi yaitu gangguan
haid dengan perdarahan banyak dan lama yang terjadi pada siklus haid normal/ tidak teratur.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini akibat adanya mioma uteri, antara
lain adalah :
-Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adenokarsinoma
endometrium.
-Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
-Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
-Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara
serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya
dengan baik.
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan
ukuran tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan
bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan infertilitas. Secara umum, penanganan mioma
uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif. Pada pasien ini dilakukan operasi
pembedahan histerectomi (mystectomi supracervical) mengingat pasien sudah memiliki cukup
anak, multipara, ukuran tumor yang cukup besar, serta tidak memerlukan fungsi reproduksi lagi.
Akibat perdarahan dalam jumlah banyak dan lama pasien mengalami anemia. Sehingga
terapi utama pada anemia ini adalah mengobati penyakit dasarnya, yaitu dilakukan mystectomi
supracervical dan dilakukan tranfusi darah 4 kolf PRC. Perbaikan keadaan umum dan kuretase
diagnostik untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan uterus dilakukan untuk persiapan
operasi yang telah direncanakan.