memasang akses vaskuler pada pasien trauma (wo pict)_1
TRANSCRIPT
MEMASANG AKSES VASKULER PADA PASIEN TRAUMA
PENDAHULUAN
Pedoman Advanced Trauma Life Support (ATLS) merekomendasikan bahwa
pada penanganan awal untuk syok hemoragik, akses vaskuler harus dilakukan. Akses
vaskuler ini paling baik dilakukan dengan menginsersi dua kateter inravena (IV)
berkaliber besar (angiochat 16 G atau yang lebih besar), sebelum mempertimbangkan
pemasangan kateter vena sentral. Untuk pasien trauma yang datang dengan cedera
ekstremitas berat dan luas, terkadang tidak memungkinkan dilakukan insersi IV untuk
akses vena perifer. Bab ini akan membahas mengenai manajemen akses intravaskuler
pada pasien trauma di rumah sakit yang memerlukan penangan definitif. Bidang
utama yang akan dibahas berupa akses vena hingga akses arteri pada pasien yang
terluka parah. Pengalaman klinis maupun keilmuan kedokteran yang berbasis bukti
harus diseimbangkan untuk membentuk pedoman dalam manajeman pasien dari segi
akses vaskuler.
KATETER INTRAVENA PERIFER (PERIPHERAL INTRAVENOUS)
Sebelum tiba dirumah sakit, kanulasi PIV biasanya telah dipasang dilapangan
oleh personil pra-rumah sakit. Setelah tiba, ukuran kateter, aliran, dan karakteristik
tempat pemasangan akses harus diperiksa. Akses IV tambahan mungkin diperlukan
jika IV pra-rumah sakit memiliki kualitas aliran yang buruk, aliran yang terputus-
putus, atau adanya infiltrasi ekstavasasi cairan. Jika akses yang telah ada dianggap
tidak adekuat, akses tambahan dengan ukuran yang besar harus dipasang. Idealnya,
baik angiocath nomor 14 G atau 16 G dapat dipasang pada vena ektremitas atas, dan
sebaiknya pada vena antecubital atau vena lengan bawah yang besar, jika sebelumnya
tidak terkanulasi. Berdasarkan hukum Hagen-Poiseuille (lihat persamaan 1), aliran
yang melalui pipa berbanding lurus dengan empat kali radiusnya dan berbanding
terbalik dengan panjangnya. Oleh karena itu, variabel utama untuk laju aliran yaitu
radius dari kateter. Sama pentingnya dengan kaliber dari set pipa cairan IV. Set ini
harusnya memiliki diameter yang besar, termasuk konektor dan lokasi injeksi, untuk
mengurangi turbulensi aliran. Segera setelah kanulasi berhasil, PIV harus
dihubungkan dengan high-capacity fluid warmers atau perangkat rapid-infusion
tergantung pada respon pasien terhadap terapi cairan.
Upaya akses PIV ulang yang gagal sebaiknya tidak dilanjutkan tanpa usaha
untuk mendapatkan akses vena sentral. Pilihan tempat untuk pemasangan akses vena
sentral bergantung pada luas dan lokasi cedera pada pasien.
Dimana Q = aliran, P = tekanan, r = radius kateter, n = viskositas, L = panjang
kateter.
Gambar 4.1. instrument Belmont FMS 2000 Rapid infusion device. Belmont
instrument Corp. Billeric, MA.
Gambar 4.2. Rapid Infusion Device Level 1 (H1025). SIMS Level 1, Inc, Rockland,
MA.
KATETER VENA SENTRAL
Kegunaan akses vena sentral pada pasien trauma bukan hanya memungkinkan
pemberian volume cairan yang lebih banyak, namun juga memungkinkan pemberian
obat-obatan yang mungkin tidak kompatibel untuk diberikan melalui akses perifer.
Sebagai tambahan, akses vena sentral juga memungkinkan pemantauan tekanan vena
sentral, sehingga dapat diarahkan untuk pemberian terapi yang sesuai. Meskipun
terdapat beberapa laporan yang bertentangan mengenai keamanan dana adanya bukti
komplikasi dari akses vena sentral pada pasien trauma, bukti yang adak menunjukkan
bahwa angka komplikasi tidaklah lebih tinggi dibandingkan pada keadaan tidak
darurat. Hal ini mungkin lebih kearah bagaiman dokter dengan pengalaman lebih
dalam memasang akses sentral pada pasien trauma.
Kanulasi Vena Femoral
Pertama kali dijelaskan oleh Duffy, vena femoralis komunis merupakan
tempat kanulasi menuju vena cava inferior yang paling mudah dan dapat diakses
dengan cepat untuk akses vena sentral pada pasien trauma. Tidak ada potensi
terjadinya, pneumothoraks, hemothoraks, atau pun disritmia (biasanya kareana
penyakit yang telah ada sebelumnya pada pasien trauma yang mengalami cedera
berat). Vena ini dengan mudah dapat diakses pada pasien dengan immobilisasi leher,
selain itu insidensi terbentuknya hematom relatif mudah untuk ditekan (Tabel 4.1).
akses vena femoral juga dapat mudah dilakukan pada pasien yang mendapatkan
resusitasi kardiopulmoner. Vena femoral tentu saja tidak sesuai untuk pasien dengan
cedera ekstremitas bawah yang luas juga pada pasien dengan trauma abdomen yang
signifikan, dimana aliran vena cava inferior mungkin terganggu.
Teknik untuk insersi pertama menggunakan tangan yang bersh dan
dekontaminasi tempat pemasangan dengan cairan antiseptic steril, sebaiknya dengan
cairan khlorheksidin. Jika perlu, topikalisasi dilkukan dengan pemberian lidokain 1%
subkutan. Kebutuhan mendesak atas akses intravascular dapat menggeser
rekomendasi Center for Disease Control and Prevention (CDC), ataupun pedoman
lain dalam insersi sentral, seperti penggunaan pakaian steril atau baju operasi.
Namun, cairan antiseptik bersama dengan sarung tangan, masker, dan topi steril dapat
dengan cepat diperoleh dan tidak menambah waktu penundaan yang tidak perlu
dalam melakukan akses IV. Setelah disiapkan dan dibersihkan, operator dapat
mencapai pendekatan yang paling baik untuk akses vena femoral dengan berada di
sisi ipsilateral dan menghadap pasien dari arah bawahnya.
Tabel 4.1. keuntungan dan kerugian dari lokasi akses vena sentral
Lokasi akses Keuntungan Kerugian kontraindikasi
Semua Akses jika vena perifer tidak sesuai
Volume cairan yang lebih besar dapat diberikan
Monitoring untuk
Hematom Infeksi Salah penempatan Emboli udara Kebocoran arteri
Koagulopati Infeksi lokal atau tumor
pada lokasi akses
tekanan vena sentralVena femoral Dapat dilakukan selama
CPR, resusitasi trauma Dapat ditekan
Meningkatkan angka thrombosis
Cedera arteri femoral
Cedera ekstermitas bawah yang luas –luka bakar atau trauma
Trauma abdomen (kemungkinan terjadi disrupsi vena cava inferior)
Juguler interna Familiar bagi pelaksana Konversi PAC
Pneumothoraks Hemothoraks Aritmia ventrikel Cedera miokard Tamponade jantung Cedera arteri karotis
Cedera servikal Adanya pemasangan
cervical collar
Vena subklavia Familiar bagi pelaksana Konversi PAC Fiksasi kateter stabil Dapat dilakukan selama
immobilisasi leher
Pneumothoraks Hemothoraks Aritmia ventrikel Cedera miokard Tamponade jantung Cedera arteri subklavia
Cedera klavikula khiposcoliosis
PAC (pulmonary artery catheter), kateter arteri pulmoner
Meskipun beberapa laporan telah mendokumentasikan keamanan dari vena
femoral untuk akses sentral, masih banyak klini yang ragu menggunakan lokasi ini
berdasarkan anggapan adanya peningkatan risiko komplikasi. Meskipun pengalam
baru-baru ini menunjukan jalur vena femoral relatif aman untuk akses vena, terdapat
keterbatasan data yang menetapkan lokasi ini lebih baik untuk akses singkat pada
pasien yang terluka parah.
Dalam apa yang disebut sebagai Segitiga Femoralis (femoral triangle) (lihat
Gambar 4.3), vena femoral terletak disebelah medial dari arteri femoral dan lateral
dari kanalis femoralis pada kompartemen media. USG dapat digunakan untuk
memandu prosedur. Sebuah jarum 20G hipodermia dipasang pada semprit 5 cc
sebagai jarum “pencari” untuk mencari vena. Dengan operator menghadap pasien dari
sisi ipsilateral, tungkai bawah pasien diposisikan sedikit abduksi dan rotasi eksternal,
jarum diinsesikan 1 cm medial dari denyutan arteri femoralis, tepat dibawah dari
ligamentum inguinal. Arahkan ujung jarum, vena femoralis biasanya masuk sekitar 2-
4 cm dibawah kulit. Dengan adanya tekanan negatif, darah akan teraspirasi ketika
vena telah dimasuki (biasanya diverifikasi dari warna dan kurangnya pulsasi arteri).
Sebuah angiocath 18G kemudian segera ditempatkan paralel dari jarum dan lakukan
sekali lagi aspirasi vena. Kateter kemudian dimasukkan melebihi stylet hingga kateter
telah sepenuhnya memasuki vena. Dengan adnaya hub transfixed pada kulit,
pembuluh darah dapat ditransduksi dengan tabung tekanan ekstensi steril yang
dipasang pada angiocath untuk memverifikasi aliran vena. Langkah ini merupakan
tranduksi vena mekanik, yang walaupun beum sempurna, dapat dilakukan dalam
waktu yang relatif singkat, Menjadikannya sangat berguna selama masa urgensi
trauma. Setelah dikonfirmasi sebagai pembuluh darah vena, jalur sentral trauma
kemudian dipasang. Di institusi kami, jalur sentral yang disukai yaitu sebuah Arrow-
HowesTM (produk AK-12123-h; Arrow International) 12 Fr kateter tiga lumen (triple-
lumen catheter/TLC) dengan tiga jalur, satu jalur sentral untuk monitoring tekanan
vena sentral (lihat Gambar 4.4 dan 4.5). dengan memanfaatkan teknik Seldinger
untuk memandu penempatan kawat, sebuah kawat berbentuk J yang tipis dan
fleksibel ditempatkan melalui angiocath dan dimasukkan hingga setidaknya sepertiga
atau duapertiga kawat masuk ke dalam pembuluh darah. Perhatian harus diberikan
ketika memasukkan kawat pemandu, jika ditemukan perlawanan, kawat harus segera
dikeluarkan dan aliran dari angiocath haus dikonfirmasi ulang. Ketika kawat telah
masuk sekitar setengah dari panjangnya, angiocath ditarik kemudian sebuah
perangkat dilator dimasukkan melalui kawat.
Gambar 4.3. Segitiga Femoralis
Langkah untuk insersi kateter sentral vena femoralis
Pasien dilapisi dengan cara biasa. Kondisi asepsi harus dipertahankan
Operator menghadap pasien dari sisi ipsilaterla
Tungkai bawah pasien diposisikan sedikit abduksi dan rotasi eksternal
Jarum diinsersikan 1 cm disebelah medial dari denyutan arteri femoralis dan
sekitar 1 cm dibawah dari ligamentum inguinal
Arahkan ujung jarum, vena femoral biasanya masuk sekitar 2-4 cm dibawah
kulit
Dengan memanfaatkan tekanan negative, darah di aspirasi setelah jarum
memasuki vena.
Gambar 4.4. Arrow-HowesTM (produk AK-12123-H) 12 Fr TLC. Arrow
International, Reading, PA.
Gambar 4.5. Arrow-HowesTM (produk AK-12123-H) 12 Fr TLC panjang 16 cm.
Arrow International, Reading, PA
Perawatan harus dilakukan untuk menghindari hilangnya kawat akibat
embolisasi kedalam pembuluh darah. Hilangnya kawat dapat dicegah dengan
membiarkan cukup panjang kawat hingga ke kulit, hati-hati agar tidak memindahkan
seluruh kawat dari lumen intravaskuler. Sebagai tambahan, ketika memasukkan
kateter melalui kawat, salah satu panjang kawat harus selalu terlihat, atau lebih baik
dalam genggaman seseorang. Setelah cukup panjang kawat yang ditarik, dilator
dimasukkan melalui kawat. Sekali lagi, dilator harusnya memasuki pembuluh darah
dengan mudah, tanpa tahanan. Setiap tahanan ketika dilator dimasukkan harus segera
diselidiki. Insisi sekitar kawat mungkin perlu diperluas, atau mungkin kawat
pemandu terlipat. Dilator harusnya tidak dimasukkan lebih jauh dari yang diperlukan
untuk mendapatkan diameter maksimal, biasanya tidak lebih dari titik tengah atu awal
dari dilator taper. Setiap pemasukan yang berlebihan akan meningkatkan potensi
risiko cedera pembuluh darah akibat dilator yang rigid.
Setelah didilatasi, kateter ditempatkan diatas kawat dengan menggunakan
teknik Seldinger. Kawat ini kemudian ditarik dan kateter di jahit. Verifikasi
pemasangan sekali lagi dengan transduksi mekanik atau tekanan serta mudahnya
aliran cairan infus oleh gravitasi. Pemasangan di vena femoral tidak membutuhkan
konfirmasi dengan radiografi.
Kanulasi Vena Jugulai Interna
Banyak pasien trauma datang dengan keterbatasan akses ke leher karena
tindakan pencegahan untuk vertebra servikal berupa cervical collars. Secara umum,
tidak dianjurkan untuk memindahkan collar untuk akses vena jugularis interna.
Namun, jika vertebra servikal telah dinyatakan aman, akses vena jugularis ini dapat
dilakukan.
Gunakan teknik steril yang telah disebutkan sebelumnya, dan pasien dalam
posisi sedikit trandelenburg. Pendekatan vena jugularis interna disukai di sebelah
kanan leher, karena jalur vena jugularis kanan langsung menuju ke jantung dan
menghindari kemungkinan cedera duktus thoraksikus yang biasanya sering pada
sebelah kiri. Selain itu, kupula dari paru kiri lebih tinggi dari paru kanan, sehingga
potensi risiko pneumothoraks paru kiri lebih tinggi. USG dapat digunakan untuk
memandu prosedur kanulasi. Pada kasus dimana terjadi cedera dada yang berat, posisi
yang dipilih sebaiknya dada yang terkena, sehingga menghindari risiko cedera paru
kontralateral. Pendekatan sentral, yang disukai oleh penulis, dilakukan dengan
mengidentifikasi klavikula dan bagian sternal dari otot sternokleidomastoideus
dibagian dasar leher. Kedua ujung ini menyatu disebelah superior dari apeks segitiga
dimana titik jarum akan diinsersi. Bergantung pada keadaan urgensi tidaknya akses
dilakukan, seeker needle dapat ataupun tidak dapat dimanfaatkan. Baik seeker needle
ukuran 22Gx 3.8 cm atau angiocath 18 G x 6.35 cm dapat langsung diarahkan ke
lateral dari denyutan karotis, yang diraba dan agak sedikit ditarik oleh tangan yang
lain, biasanya digunakan tangan kiri untuk kanulasi vena jugularis kanan. Jarum
dimasukkan dengan sudut 45 derajat. Vena berada anterolateral dari arteri karotis, dan
biasanya masuk ke dalam 1,3 cm (tidak lebih dari 3 cm dibawah permukaan kulit).
Dengan menggunakan teknik Seldinger pada pemasangan kawat pemandu seperti
yang dideskripsikan pada vena femoral, sebuah jalur trauma central dipasang
kedalam vena jugularis interna.
Gambar 4.6. anatomi vena jugularis interna
Tahap insersi kateter vena jugularis interna dengan pendekatan sentral
Pasien dilapisi dengan cara biasa. Kondisi asepsi harus dipertahankan
Pasien diposisikan sedikit trandelenburg
Jarum diinsersikan sebelah lateral dari arteri karotis dan pada titik insersi pada
apeks segitiga yang dibentuk uleh kedua ujung otot sternokleidomastodeus
dan klavikula
Pada sudut sekitar 20 derajat terhadap permukaan kulit, vena jugularis interna
biasanya masuk sekitar 1.3 cm dibawah kulit
Tingkat komplikasi bervariasi untuk penanda anatomi dari teknik insersi
kateter vena jugularis interna, bergantug pada keadaan dan klasifikasi komplikasi
(misalnya mekanis dibanding infeksi dibanding thrombosis). Komplikasi telah
dilaporkan terjadi pada jugular interna sekitar 6.3-11.8 persen dari populasi umum,
dan meskipun terdapat keterbatasan data mengenai pendekatan ini pada keadaan
gawat darurat, sebuah penelitian melaporkan angka komplikasi untuk vena jugularis
serendah 5,2 persen. Komplikasi utama yang paling sering terjadi untuk jalur vena
jugulari interna yaitu pneumothoraks, hemothoraks, salah pemasangan dan
terbentuknya hematom (Tabel 4.1). komplikasi lain yang jarang namun serius
termasuk aitmia ventrikel, emboli udara, dan tamponade jantung. Komplikasi yang
lebih jarang namun mematikan pada teknik ini yang telah dilaporkan yaitu
pseudoaneurisma arteri vertebral. Upaya preventif yang dapat dilakukan berupa
teknik asepsis, verifikasi aliran vena, menggunakan USG dan teknik dilator/kawat
yang teliti untuk meminimalisir potensi komplikasi. Foto thoraks setelah prosedur
sebaiknya dilakukan untuk semua katerisasi vena jugular jika waktu memungkinkan.
KATERISASI VENA SUBKLAVIA
Katerisasi vena subklavi pertama kali dideskripsikan oleh Aubaniac pada
tahun 1952. Prosedur ini mendapatkan popularitas sebagai prosedur yang praktis dan
memiliki angka keberhasilan yang tinggi.
Hal yang mendukung untuk teknik subklavia pada keadaan trauma bahwa
lokasi anatomi dari vena ini memudahkan untuk dikaterisasi. Terdapat posisi anatomi
yang konstan, memungkinkan akses mudah dilakukan, memiliki tekanan
intravaskuler yang rendah atau negatif, dan diameter yang besar 12-25 mm serta tidak
memiliki katup. Dinding diperkuat dengan tunika fibrosa yang tebal dan menempel
pada ligament, fascia dan periosteum yang berdekatan. Vena tidak konstriksi, kolaps
ataupun bergeser. Hal ini memungkinkan dilakukannya akses vena sentral bahkan
pada kaedaan hipovolemi berat. Indikasi lain dilakukannya pemasangan kateter
subklavia termasuk : trauma atau luka bakar ekstremitas, vena jugularis interna tidak
dapat diakses (misalnya adanya cervical collar), dan kurang adekuatnya vena perifer,
seperti pada pengguna obat-obatan terlarang. Pada pasien cedera abdomen atau
panggul, vena subklavia direkomendasikan untuk akses vena sentral.
Keuntungan kateter subklavia yang ada juga sama baiknya pada keadaan
pascatrauma. Diamnya kateter subklavia dapat dikonversi dengan mudah menjadi
kateter arteri pulmoner. Terdapat penurunan risiko infeksi akibat kateter jika
dibandingkan pendekatan jugularis interna atau femoral pada keadaan gawat darurat
atau dengan risiko tinggi. Fiksasi kateternya lebih stabil dan lebih nyaman pada
bagian atas dada, sehingga meningkatkan kepuasan pasien.
Terdapat beberapa pertentangan dalam penggunaan katerisasi vena subklavia
pada pasien trauma, yang berasal dari kekhawatiran adanya komplikasi yang
berpotensi mengancam jiwa pada pasien yang sebelumnya telah terluka. Komplikasi
yang paling sering terjadi baik pada keadaan elektif ataupun gawat darurat yaitu
pneumothoraks dan hemothoraks, dengan laporan kasus masing-masing 2-5% dan
0.4-5%. Pada kasus trauma, angka komplikasi meningkat secara seignifikan hingga
14-15%. Komplikasi tambahan antara lain tusukan arteri subklavia, terbentuknya
hematom lokal, hidrothoraks, hidromediastinum, penetrasi atau perforasi miokard,
laserasi duktus thoraksikus (pada sisi kiri), stenosis vena, thrombosis akibat kateter,
kerusakan saraf phrenikus, laringeus rekuren atau pleksus brachialis, serta infeksi
lokal maupun sistemik.
Kontraindikasi relatif spsesifik pemasangan kateter subklavia berupa adanya
kyphoscoliosis, deformitas kalvikula, dan toleransi rendah terjadinya pneumothoraks
(Tabel 4.1). Laporan di literature menyarankan bahwa pasien dengan ventilasi
mekanik juga merupakan konraindikasi pemasangan kateter ini, karena kupula paru
dapat agak menonjol ke leher dan mengelevasi vena subklavia diatas posisi normal,
namun dokter dapat menghindari terjadinya hal ini dengan menurunkan volume tidal.
Vena subklavia umumnya dianggap sebagai pendekatan yang paling sesuai bagi
pasien dengan koagulopati, yang dianggap sebagai kontraindikasi relatif semua jenis
pemasangan jalur sentral. Perdarahan akibat tusukan arteri subklavia lebih sulit
dikontrol jika hanya dengan penekanan dan juga bahkan mungkin terlewatkan karena
darah dapat mengalir ke kavum pleura.
Selain keadaan pasien, komplikasi juga meningkat sesuai dengan tingkat
pengalaman operator. Pemilihan lokasi pemasangan kateter vena sentral harus
berdasarkan kemudahan dan risiko dari masing-masing pasien dan bagaimana praktisi
melakukan prosedur.
Pemahaman mengenai hubungan vena subklavia dan klavikula sangat penting
dalam keberhasilan kanulasi vena subklavia, karena pada posedur yang pada dasarnya
buta ini, karena vena subklavia tidak dapat tervisualisasi ataupun dipalpasi. USG
tidak terlalu berguna dalam memandu katerisasi infraklavikula ini. vena subklavia
masuk ke thorak sebagai lanjutan dari vena aksilaris pada lengan, berada disebelah
posterior dari klavikula. Vena ini melewati costa pertama disebelah anterior dari
tuberkulum skalenus dan paralel terhadap arteri subklavia, tapi kemudian terpisah
oleh otot skalenus anterior. Vena subklavia tertutupi sebagian besar oleh klavikula,
ligamentum kostoklvikular dan otot subklavia. Vena ini melekat pada ligamentum,
fascia dan periosteum yang berdekatan melalui perpanjangan fascia colli media.
Kupula paru kebanyakan berada pada medial dan posterior dari vena (lihat Gambar
4.7).
Gambar 4.7. anatomi vena subklavia
Langkah insersi kateter vena subklavia, pendekatan infraklavikular
Pasien dilapisi dengan cara biasa. Kondisi asepsi harus dipertahankan
Pasien diposisikan sedikit trandelenburg
Sebuah jarum introducer ukuran 18 G x 6.3 cm diinsersi ke batas bawah
klavikula pada pertemuan antara bagian media dan sepertiga tengah
Jarum diarahkan ke sebelah medial dan cranial dibawah permukaan inferior
klavikula (didekat periosteum) terhadap posisi suprasternal sambil
mempertahankan sedikit tekanan negative pada semprit.
Pendekatan infraklavikula banyak digunakan untuk akses ini karena
kemudahan dimana vena subklavia berada. kaliber vena yang terbesar dapat diperoleh
dengan menempatkan pasien dalam posisi trandelenbur, dengan kepala netral dan
bahu datar. Retraksi ringan pada bahu mungkin dibutuhkan. Posisi trandelenburg
tidak selalu diperlukan karena vena subclavia melekat kuat ke struktur yang
mengelilinya melalui fascia colli media dan terdistensi dengan posisi ini. Tusukan
awal jarum dapat dilakukan dekat dengan batas lateral segitiga deltopectoral, sedikit
lateral dari pertemuan sepertiga media dan distal tulang, dibawah titik tengah
klavikula, atau medial dan sepertiga tengah klavikula. Pertemuan antara cekungan
konkaf lateral dan konveks medial klavikula membentuk ruang (batas superior dari
segitiga deltopectoral) dan jarum dapat dimasukkan dengan sudut yang relatif
dangkal, mencegah cedera pada struktu yang lebih dalam. Jarum diarahkan medial
dan cranal menuju suprasternal notch, sepanjang permukaan posterior dari klavikula,
dan selalu dekat dekat periosteum.
Posisi netral yang benar mungkin sulit dicapai pada keadaan trauma, atau
adanya edema, perban besar dan distribusi lemak yang luas sekitar lengan dan bagian
atas dada, kondisi patologik dari bahu atau persendian, serta pada kasus luka bakar.
Pada kondisi klinis dimana retraksi bahu dihindari, pendekatan yang lebih medial
pada vena disarankan, yaitu jarum diinsersi pada pertemuan antara bagian sepertiga
tengah media dan medial batas bawah klavikula.
Pendekatan ini mempertahankan posisi vena yang relatif konstan terhadap
tulang, namun meningkatkan kecuraman pendekatan, sehingga meningkatkan
kemungkinan kerusakan struktur dasar. Pada kondisi apapun jika memungkinkan,
usaha mengakses vena sebaiknya dilakukan disisi kanan dada untuk menghindari
cedera duktus thorasikus dan elevasi pleura yang lebih tinggi. Pada kasus dimana
terjadi cedera thoraks, akses dilakukan melalui vena subklavia ipsilateral, terutama
jika chest tube intercostal telah terpasang, dibanding menimbulkan risiko
pneumothoraks pada sisi yang tidak cedera. Pada cedera mediastinum, akses vena
subklavia disarankan dipasang pada sisi kontralateral.
KANULASI ARTERI PERIFER
Pengukuran tekanan darah langsung pertama kali diperkenalkan pada tahun
1733 oleh ilmuwan dan pendeta inggris, Stepehn Hales, dengan menginsersikan pipa
kuningan kedalam arteri karotis pada seekor kuda dan menghubungkannya ke kaca
manometer melalui trachea angsa yang fleksibel. Meskipun setelah hampi 300 tahun
keberadaannya, monitoring tekanan arteri langsung hanya menyebar di praktek klinis
selama sekitar 40 tahun. Pasien trauma rentan terhadap gangguan hemodinamik
paroksismal karena cedera awal mereka, pemberian resuitasi, paparan terhadap
pengobatan vasokaktif dan intervensi bedah potensial. Pasien ini memiliki
keuntungan yang kebih besar dari monitoring tekanan arterial langsung yang
kontinyu. Perubahan hemodinamk biasanya karena kehilangan darah yang cepat, tapi
kondisi lain seperti pneumothoraks, hemothoraks, tamponade jantung atau cedera
miokard primer juga mengakibatkan perubahan tanda vital yang signifikan.
Tekanan darah dan denyut nadi merupakan kunci parameter monitoring pada
pasien dengan gangguan hemodinamik, tapi berdasarkan definisi syok American
College of Surgeon, hanya kelas III dan IV yang memiliki perubahan tekanan darah
yang signifikan dimana kehilangan darah lebih dari 30 persen dari volume total darah.
Monitoring tekanan darah arteri menyediakan data yang cepat untuk mendiagnosis
disfungsi sirkulasi dan eletromekanik jantung. Pada beberapa kasus pasien mungkin
mengalami fluktuasi hemodinamik yang ekstrim dalam interval tiga hingga lima
menit diantara pengukuran tekanan darah non-invasif. Sebagai tambahan, pulse
oximetry mungkin tidak terukur pada pasien hipotensi atau hipotermi. Kateteri arterial
invasif dapat memberikan bukti definitif perfusi dan oksigenasi arteri. Keuntungan
tambahan monitoring arteri invasif yaitu mengukur variasi tekanan darah sistolik.
Arteri radial merupakan arteri yang paling sering dipilih untuk kanulasi arteri
perifer karena secara teknik mudah diakses, dan memiliki sirkulasi kolateral yang
menguntungkan. Pada pasien dewasa, angiokateter perifer ukuran 20 G biasanya
diinsersi pada arteri radial yang menyuplai tangan yang tidak dominan, jika
memungkinkan. Setelah persiapan steril kateter biasanya dipasang dekat dai lipatan
pergelangan tangan atau bisa ditempatkan lebih proksimal pada ekstremitas atas. Jika
terdapat kesulitan dalam memasukkan kateter, sebuah kawat pemandu dapat
dipasang, namun teknik ini meningkatkan risiko cedera luminal.
Pada pasien yang hipotermi atau hipotensi dan jika arteri radial tidak dapat
dipalpasi, USG dapat membantu dalam menemukan pembuluh darah. Jika arteri
radial tidak dapat jika arteri radial tidak dapat ditemukan atau cedera yang ada tidak
memugkinkan kateter dipasang pada arteri radial, lokasi alternatif dapat dilakukan
pada arteri ulnar, brachialis, aksiler, fmoal atau dorsalis pedis. Data yang ada
menunjukkan lokasi alternatif ini memberikan penurunan risiko komplikasi dibanding
kateter radial. Arteri aksiler dan femoral memberikan keuntungan lebih pada kasus
trauma karena arteri ini lebih mudah dipalpasi pada pasien hipotermia atau hipotensi.
Arteri dorsalis pedis dapat dipertimbangkan karena lokasinya yang cukup
aman untuk kanulasi. Aliran darah kolateral yang baik terdapat pada arteri tibialis
posterior dan perineus. Namun, kita harus mempertimbangkan kondisi komorbid
yang ada seperti diabetes atau penyakit vaskuler perifer ketika memilih pembuluh
darah ini, karena aliran kolateral yang terganggu dapat mempengaruhi perfusi atau
penyembuhan. Terdapat angka kesuksesan yang lebih rendah untuk kanulasi
pembuluh darah ini, dan mungkin akan lebih berkurang pada kasus trauma dimana
pasien dalam kondisi syok. Beberapa bukti menunjukkan bahwa terdapat angka
thrombosis yang lebih rendah pada pembuluh darah ini jika dibandingkan dengan
arteri radialis. Secara keseluruhan, arteri ini aman sebagai alternative arteri radial.
Arteri ulnar merupakan alternatif lain untuk terhadap kanulasi arteri radial.
Beberapa data mengindikasikan kanulasi ini pada pasien dengan parestesi ringan tau
sementara. Sebuah kekhawatiran yang ada bahwa iskemia mungkin meningkat karena
arteri ulnar merupakan arteri yang lebih besar dari dua arteri yang menyuplai tangan,
namun penelitian yang ada yang mengevaluasi komplikasi kateter arteri ulnar
menunjukkan tidak ditemukannya risiko ini.
Banyak praktisi yang ragu untuk menggunakan arteri brachialis, tapi ini dapat
menjadi sumbar yang berharga pada kasus trauma. Terdapat kekhwatiran terjadinya
peningkatan risiko iskemia akibat kurangnya aliran kolateral, namun risiko ini tidak
didukung oleh data yang ada. sebuah penelitian yang mengevaluasi 1.000 pasien
dengan kateter arteri brachialis mengungkapkan hanya satu komplikasi serius :
hematoma infeksi yang berasal dari sebuah pseudoaneurisma. Pada penelitian yang
sama, terdapat 157 komplikasi minor, berupa hematom, adanya mikroemboli, dan
parastesi nervus median sementara. Sebuah penelitian besar lain pada 6.185 pasien
dimana arteri brachialis digunakan sebagai tempat pengambilan sampel gas darah
hanya memiliki angka komplikasi 0.2 persen, yang terutama berupa parastesia.
Sebuah penelitian besar pada pasien neonatus dan pediatrik dengan komplikasi arteri
brachialis juga mengungkapkan tidak adanya komplikasi mayor. Sehingga arteri
brachialis dapat dipertimbangkan pada pasien trauma disemua umur.
Arteri aksiler, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dapat menjadi
alternatif pilihan untuk kanulasi pasien trauma. Sebuah tinjauan baru-baru ini
mendeskripsikan insidensi komplikasi kateter arteri aksiler, antara lain : kerusakan
iskemia permanen 0,2%, oklusi temporer 1.18%, pseudoraneurisma 0.1%, hematom
2.28%, dan perdarahan 1.14%. Meskipun risiko perdarahan dan hematom rendah,
terdapat kekhawatiran terjadinya pleksopati brachial pada pasien trauma, namun
sekali lagi ini hanya pendapat spekulatif. Arteri aksiler telah terbukti lebih sulit untuk
dikanulasi, namun merupakan pilihan yang baik pada pasien hipotensi, serta relatif
aman.
Arteri femoral merupakan pembuluh darah besar yang dapat dipilih dengan
alasan yang serupa pada asteri aksiler. Insiden komplikasi pada sebuah tinjauan
menunjukkan adanya kerusakan iskemia berat 0.09% dari 3.899 pasien, ini juga
tercermin pada sebuah penelitian sebsar 3 diantara 976 pasien. Komplikasi lain
berupa oklusi vaskuler temporer 1.45%, pseudoaneurisma 0.3, hematom 6.1% dan
perdarahan1.58%. terdapat sebuah laporan kematian akibat perdarahan
retroperitoneum. Namun secara keseluruhan, arteri femoral merupakan pilihan yang
aman yang dapat dengan mudah diakases pada kebanyakan pasien kasus trauma.
Arteri radial sejauh ini merupakan arteri yang paling sering dipilih untuk
akses arteri karena keamanan dan kehandalannya telah dibuktikan dalam berbagai
penelitian. Seperti semua lokasi kanulasi lain, ini bukanlah tanpa risiko. Data terakhit
menunjukkan adanya risiko cedera iskemia permanen 0.09%, sama dengan arteri
femoral. Komplikasi yang paling sering terjadi yaitu oklusi arteri 1.5 hingga 35%,
dengan rata-rata 19.7%. hal ini biasanya akan sembuh dalam 30 hari pada
kebanyakan pasien. Meskipun terdapat lapoan bahwa ada amputasi lengan bawah
atau jari setelah kanulasi arteri radial, emboli dan kegagalan sirkulasi berkepanjangan
dengan bantuan vasopresor biasanya terlibat sebagai etiologi pada kasus-kasus ini/
komplikasi lainnya berupa pseudoaneurisma 0.09%, hematom 14.4% dan perdarahan
0.53%. arteri radial biasanya menjadi pilihan pertama untuk kanulasi karena
kemudahan insersi dan terdokumentasi baik dalam hal keselamatan.
AKSES INTRAOSSEUS (IO)
Akses intraosseus telah lama diterima sebagai akses vaskuler pada anak-anak.
Penggunaanya pada orang dewasa telah didokumentasikan sebgai akses yang aman
dan dapat diterima. Perubahan terbaru pada pedoman resusitasi American Heart
Association menyatakan bahwa akses IO dapat dilakukan jika akses IV tidak
memungkinkan. Anestesiologis harus memahamin mekanisme dan kegunaan dari
perangkat ini.
Lokasi insersi intraosseus antara lain sternum, tibia dan bahwa pelvis. Akses
kanulasi IO, akses kanulasi IO merupakan pleksus vena yang tidak kolaps, yang
memungkinkan pemberian cairan dan obat-obatan yang pencapaiannya serupa dengan
akses vena sentral. Meskipun orang dewasa memiliki sumsum tulang aktif yang lebih
sedikit dibanding anak-ana, sinusoid vaskulernya masih tetap paten, dan cairan yang
diinjeksikan kesumsum tulang akan menyebar melalui drainase vena, yang kemudian
akan terhubung ke sirkulasi sistemik. Perangkat IO menjadi alternative yang cepat
dan efektif dilapangan. Waktu akses yang dilaporkan rata-rata 77 detik. Laju aliran
IO bervariasi, dengan hantaran cairan berkisar dari 15 hingga 30 mL/menit setiap satu
meter drip gravitasi, atau 125 mL/menit jika tas manset tekanan digunakan, atau 150
mL/menit bila diinfusi dengan bolus semprit.
Meskipun IV merupakan akses vaskuler standar, terdapat beberapa situasi
dimana jalur IV tidak dapat dilakukan dengan cepat, waktu yang dibutuhkan untuk
memasang jalur IV dapat membahayakan penanganan pasien, atau ketika metode
akses IV lain telah gagal, terutama insersi kateter vena sentral bukan merupakan
pilihan pada kebanyakan kondisi pra-rumah sakit. Pada pasien trauma dengan
hemodinamik tidak stabil, pemasangan kateter dapat menjadi sangat sulit karena
kolapsnya vena. Vaskuler IO tetap dalam dilakukan pada kondisi syok. Pemasangan
jalur IO menjadi alternatif akses IV pada pasien luka bakar berat, dimana kases IV
menjadi sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin dilakukan.
Kontraindikasi pemasangan perangkat IO yaitu adanya fraktur atau riwayat
pembedahan pada tulang akses, infesi temapt insersi, gangguan vaskuler loka, luka
bawar, osteoporosis berat dan obesitas dimana jarum IO mungkin tidak cukup
panjang untuk mencapai ruang sumsum tulang. Kurangnya aliran cairan atau adanya
ekstravasasi cairan pada lokasi pemasangan merupakan indikasi penghentian infus.
KESIMPULAN
Akses vena awalnya dilakukan dengan menggunakan kateter PIV. Namun,
banyak pasien yang membutuhkan akses vena sentral ataupun pemasangan jalur
arteri. Terlepas dari lokasi kanulasi vena sentral, teknik Seldinger secara rutin
dilakukan dengan menggunakan teknik asepsis. Vena femoral merupakan pembuluh
darah yang besar danrelatif mudah untuk dikanulasi. Tidak seperti vena jugularis
interna dan subklavia, tidak ada risiko terjadinya hemothoraks dan pneumothoraks.
Salah satu keterbatasan utama pada kanulasi vena femoral yaitu trauma abdomen
dimana alian vena cava inferior mungkin terganggu. Vena jugularis interna biasanya
tidak mudah diakses pada pasien trauma dengan cervical collar. Karena alasan ini,
pendekatan subklavia biasanya lebih dipilih. Dengan keamanan dan reabilitasnya,
arteri radial lebih disukai untuk kanulasi pasien trauma. Kanulasi arteri
memungkinkan pengukuran tekanan darah yang akurat, termasuk variabilitas tekanan
sistolik, serta memungkinkan pengukuran gas darah arteri. Akses IO jarang dilakukan
pada kasus trauma mayor kecuali pada anak-anak.