mazhab sunni yang masih eksis dan yang sudah lenyap

24
MAZHAB SUNNI YANG MASIH EKSIS DAN YANG SUDAH LENYAP Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Fiqh dan Ushul Fiqh Dosen Pembimbing Fatma Amilia, S.Ag.,M.S.I. Kelompok 2 : 1. Sugianti Khasanah (11670017) 2. Hendra Budi G (11670018) 3. Th. Nurmala E (11670019) 4. Woro Sri Erdini (11670020) 5. Mir’atul Azizah (11670022) 6. Rian Bahar Rahmadi (11670023) 7. Dyah Hesti H (11670024) 8. Marganing Tyas W (11670025) 9. Miftakhul Intan N (11670026) 10. Elsa (11670027) 11. Izzatillah Safitrie (11670028)

Upload: marganingtyas-wicaksanti

Post on 27-Oct-2015

750 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

MAZHAB SUNNI YANG MASIH EKSIS DAN YANG SUDAH LENYAP

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah Fiqh dan Ushul Fiqh

Dosen Pembimbing Fatma Amilia, S.Ag.,M.S.I.

Kelompok 2 :

1. Sugianti Khasanah (11670017)

2. Hendra Budi G (11670018)

3. Th. Nurmala E (11670019)

4. Woro Sri Erdini (11670020)

5. Mir’atul Azizah (11670022)

6. Rian Bahar Rahmadi (11670023)

7. Dyah Hesti H (11670024)

8. Marganing Tyas W (11670025)

9. Miftakhul Intan N (11670026)

10. Elsa (11670027)

11. Izzatillah Safitrie (11670028)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan izin dan ridha-

Nya makalah ini dapat selesai pada waktunya. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan

kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kedamaian dan rahmat

untuk alam semesta.

Makalah yang membahas mengenai “Mazhab Sunni yang masih berkembang dan

yang sudah lenyap” ini terdiri dari pendahuluan, pembahasan dan penutup.Membahas

mengenai perkembangan beberapa mazhab yang ada. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih

kepada dosen pembimbing mata kuliah Fiqh dan Ushul Fiqh yaitu Ibu Fatma Amilia dan

kepada teman-teman yang telah membantu proses penyelesaian makalah ini.

Makalah ini penulis sajikan dengan segala kekurangannya, namun dikandung harapan

barangkali dapat dijadikan bahan bacaan tambahan dari buku-buku yang ada.Kritik dan saran

sangat diharapkan dari para pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

Terima kasih.

Yogyakarta, 19 Agustus 2013

Penyusun

Page 3: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

BAB I

PENDAHULUAN

Para Imam Mujtahid seperti Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Imam Ahmad Bin

Hambali, sudah cukup dikenal di Indonesia oleh sebagian besar umat Islam. Bagi ilmuwan,

selain Imam mazhab yang empat itu juga terdapat Imam yang dikenal seperti Imam Daud Az-

Zahiri, Al-Imam Abu Amer Abdur Rahman Ibn Muhammad Al-Auza’I, Abu Abdillah Sofyan

Bin Said al-Tsauri, Abdul Haris al-Laits Ibnu Sa’ad al-Fahmi, Abu Ja’far Muhammad Ibn

Jarir ath-Thabari. Akan tetapi, untuk mengetahui pola pemikiran masing-masing Imam

mazhab itu sangat terbatas. Bahkan ada yang cenderung ingin mendalami mazhab tertentu

saja.Hal ini disebabkan, karena pengaruh lingkungan atau karena ilmu yang diterima hanya

dari ulama atau guru yang menganut suatu mazhab saja.

Menganut suatu aliran mazhab saja, sebenarnya tidak ada larangan, tetapi jangan

hendaknya menutup pintu rapat-rapat. Sehingga, tidak dapat melihat pemikiran-pemikiran

yang ada pada mazhab yang lain yang juga bersumber dari al-Quran dan Sunnah Rasulullah

SAW. Hal ini dimaksudkan agar seseorang tidak fanatic terhadap satu mazhab. Andaikan

sukar menghindari kefanatikan kepada satu mazhab, sekurang-kurangnya mampu menghargai

pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapat kita.

Pada makalah ini, akan dibahas mengenai mazhab Sunni yg masih berkembang

diantaranya Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Imam Ahmad Bin Hambali dan yang sudah

tidak berkembang diantaranya Imam Daud Az-Zahiri, Ibnu Hazm, Al-Imam Abu Amer

Abdur Rahman Ibn Muhammad Al-Auza’I, Abu Abdillah Sofyan Bin Said al-Tsauri, Abdul

Haris al-Laits Ibnu Sa’ad al-Fahmi, Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari.

Page 4: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

BAB II

PEMBAHASAN

A. MAZHAB SUNNI YANG MASIH BERKEMBANG

1. Imam Hanafi

Imam hanafi dilahirkan di kota Kufah pada tahun 80 H (699M). Nama beliau

sejak kecil ialah Nu’man bin Tsabit bin Zauth bin Mah. Ayah beliau keturunan dari

bangsa Persi (Kabul Afganistan) yang sudah menetap di Kufah.Mazhab Hanafi memakai

Qur’an, Hadits, Fatwa sahabat. Berdasarkan riwayat-riwayat lain, ia memakai juaga

Ijma’, Qiyas, Istihsan, dan ‘Urf.1

Dalam mengistinbatkan suatu hukum, beliau terlebih dahulu melihatkepada

kitabullah, dan bila tidak beliau temukan, dilihat pada Sunnah Rasulullah, bila tidak

ditemukan dalam Sunnah Rasulullah, beliau melihat perkataan (pendapat) para Sahabat,

lalu beliau ambil pendapat yang sesuai dengan jalan pikiran beliau dan ditinggal mana

yang tidak sesuai, dan beliau tidak akan mengambil pendapat selain dari para Sahabat.

Apabila para Sahabat semuanya sependapat dalam menetapkan suatu hukum, beliau pun

akan mengikuti pendapat itu sepenuhnya.

Apabila itu dikemukakan oleh Ibrahim an-Nakha’i, Sya’bi, Ibnu Sirin, Hasan,

Atha’, Said Ibn Musayyab, tidak beliau ambil karena beliau pun dapat pula berijtihad

seperti para Imam Mujtahid tersebut. Tegasnya beliau tidak akan mau mengambil

pendapat para tabi’in dan para ulama yang sezaman dengan beliau.2

Imam hanafi banyak sekali mengemukakan masalah-masalah baru, bahkan beliau

banyak menetapkan hukum-hukum yang belum terjadi. Sebagai dasar yang beliau jadikan

dalam menetapkan suatu hukum adalah al-kitab, as-sunnah, aqwalush shahabah, al-qiyas,

al-istihsan dan urf.

a. Al-Kitab

Al-Kitab adalah sumber pokok ajaran Islam yang memberi sinar pembentukan Hukum

Islam sampai akhir zaman.

b. As-Sunnah

As-sunnah adalah berfungsi sebagai penjelasan al-kitab, merinci yang masih bersifat

umum (global).

1. A. Hanafi. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. 1995. Hal 1512M. Ali Hasan. Perbandingan Mazhab. 1996. Hal 187-188

Page 5: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

c. Aqwalush Shahabah (Perkataan Sahabat)

Para sahabat itu adalah termasuk orang yang membantu menyampaikan risalah Allah,

mereka tahu sebab-sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an (walaupun tidak semua

sahabat mengetahuinya), mereka lama bergaul dengan Rasulullah, sehingga mereka

tahu bagaimana kaitan Hadits Nabi dengan ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan itu.

d. Al-Qiyas

Abu Hanifah berpegang pada Qiyas, apabila ternyata dalam al-Qur’an, sunnah atau

perkataan sahabat tidak beliau temukan. Beliau menghubungkan sesuatu yang belum

ada hukumnya kepada nash yang ada setelah memperhatikan illat yang sama antara

keduanya.

e. Al-Istihsan

Al-Istihsan sebenarnya merupakan pengembangan dari al-Qiyas.Istihsan menurut

bahasa berarti “menganggap baik” atau “mencari yang baik”. Menurut istilah Ulama

ushul fiqh, istihsan ialah meninggalkan ketentuan qiyas yang jelas illatnya untuk

mengamalkan qiyas yang samar illatnya, atau meninggalkan hukum yang bersifat

umum dan berpegang kepada hukum yang bersifat pengecualian karena ada dalil yang

memperkuatnya.

f. ‘Urf

‘Urf menurut bahasa berarti apa yang biasa dilakukan orang, baik dalam kata-kata

maupun perbuatan. Dengan perkataan lain adat kebiasaan.3

2. Imam Maliki

Imam Maliki dilahirkan di kota Madinah daerah negeri Hijaz pada tahun 93H

(712M). nama beliau adalah Maliki bin Abi Amir. Salah seorang kakeknya dating ke

Madinah lalu berdiam di sana. Kakeknya Abu Amir seorang sahabat yang turut

menyaksikan segala peperangan Nabi selain perang Badar.

Pada masa Imam Maliki dilahirkan, Pemerintahan Islam ada di tangan kekuasaan

kepala Negara Sulaiman bin Abdul Maliki (dari Bani Umayyah yang ketujuh). Kemudian

setetah beliau menjadi seorang alim besar dan dikenal di mana-mana, pada masa itu pula

penyelidikan beliau tentang hukum-hukum keagamaan diakui dan diikuti oleh sebagian

kaum muslimin.Buah hasil ijtihad beliau dikenal oleh orang banyak dengan sebutan

Mazhab Imam Maliki.4

3Ibid. Hal 188-1944 Ibid. Hal 195

Page 6: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

a. Hadits-hadits yang dihimpun Imam Maliki

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Imam Maliki menghimpun Hadits Nabi

selama 40 tahun dan dalam suatu riwayat lagi ada yang menyatakan bahwa Imam

Maliki telah hafal 100.000 hadits dan beliaulah yang paling hafal hadits Nabi.

Kemudian hadits-hadits yang banyak itu beliau selidiki lebih lanjut sehingga dari

sekian banyak hadits tersebut tinggal 10.000 hadits yang beliau ambil. Tetapi hadits

sebanyak 10.000 pun masih beliau teliti dan beliau cocokkan dengan Al-Quran dan

akhirnya hanya 5.000 haditslah yang beliau himpun kemudian hadits-hadits itu

disusun dalam bentuk sebuah buku yang diberi nama kitab al-Muwaththa.

b. Dasar-dasar Mazhab Imam Maliki

Dasar-dasar hokum yang diambil dan dipergunakan oleh Imam Maliki dapat

disimpilkan sebagai berikut :

1) Al-Quran

2) Sunnah Rasul yang telah beliau pandang sah

3) Ijmak para ulama Madinah, tetapi kadang-kadang beliau menolak hadits apabila

ternyata berlawanan atau tidak diamalkan oleh para ulama Madinah.

4) Qiyas

5) Istishlah (Mashalihul Mursalah)

c. Cara Imam Maliki memberi Fatwa

Imam Maliki adalah seorang yang terkenal alim besar, tetapi amat berhati-hati

dan amat teliti dalam urusan hukum-hukum keagamaan, terutama dalam urusan

riwayat yang dikatakan hadits dari Nabi.

Imam Syafi’I berkata : “ Sungguh aku telah menyaksikan Imam Maliki, bahwa

beliau pernah ditanya masalah-masalah sebanyak 48 masalah, beliau menjawab “saya

belum tahu.” Dari pernyataan ini jelaslah bahwa beliau adalah orang yang amat

berhati-hati menjawab masalah yang bertalian dengan hokum-hukum keagamaan dan

beliau tidak terburu-buru memberi jawaban terhadap masalah-masalah yang memang

belum diketahii hukumnya oleh beliau.

Beberapa ulama meriwayatkan, Imam Maliki berkata : “ saya tidak memberi

fatwa-fatwa dan meriwayatkan hadits, sehingga tujuh puluh ulama membenarkan dan

mengaku.” Artinya bahwa segala masalah yang difatwakan oleh beliau kepada orang

lain setelah disaksikan oleh tujuh puluh orang ulama, dan mereka itu menetapkan dan

sepakat, bahwa beliau orang yang ahli dalam masalah yang difatwakannya itu.5

5 Ibid. Hal 198-200

Page 7: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

d. Pesan Imam Maliki Mengenai Bid’ah

Imam Maliki adalah seorang alim besar yang amat cinta kepada Sunnah Nabi

dan sangat benci terhadap orang yang membuat model baru tentang urusan agama dan

perbuatan yang dalam istilan agama disebut bid’ah.

Beliau sangat keras terhadap bid’ah dan ahli bid’ah, antara lain : Beliau pernah

bersyair yang artinya : ‘Sebaik-baik urusan agama itu adalah yang mengikutu Sunnah

Nabi dan sejelek-jelek urusan agama itu, adalah perbuatan yang baru.” Artinya bahwa

sebaik-baik urusan agama mengenai urusan peribadatan adalah yang mengikuti

pimpinan Nabi dan sejelek-jeleknya adalah yang diperbuat tanpa contoh dari Nabi dan

tidak pernah pula dikerjakan oleh Nabi.6

3. Imam Syafi’i

Imam Syafi’imerupakan imam yang ketiga menurut susunan tarikh kelahiran dari

emapt imam mazhab dalam fiqh sunni. Beliau adalah pendukung ilmu hadits dan

pembaharu dalam agama/mujaddid dalam abad II H.7

Imam Syafi’i dilahirkan di Guzzah suatu kampung dalam jajahan Palestina.Masih

wilayah Asqalan pada tahun 150 H (767 M), bersamaaan dengan wafatnya Imam

Hanafi.Kemudian beliau dibawa ibunya ke Mekkah dan dibesarkan disana.

Nama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris Abbas ibn Utsman ibn

Syafi’I al-Muthalibi dari keturunan Muthalib bin Abdi Manaf, yaitu kakek keempat dari

rasul dan kakek yang kesembilan dari asy-Syafi’i. Dengan demikian, beliau adalah

keturunan dari keluarga bangsa Quraisy dan keturunan beliau bersatu dengan keturunan

Nabi SAW pada Abdul Manaf (datuk Nabi yang ke-3).8

a. Pendapat-pendapat asy-Syafi’i dan Pemikirannya

Asy-Syafi’I tidak menyukai ilmu kalam karena ilmu kalam dibangun oleh

golongan Muktazilah, sedang mereka menyalahi jalan yang ditempuh ulama salaf

dalam mengungkapkan akidah dan al-Quran.Sebagai seorang Fiqh/Muhaddits tentu

saja beliau mengutamakan Ittiba’ dan menjauhi ibtida’ sedang golongan Muktazilah

mempelajarinya secara falsafah.

6 Ibid. Hal 201-2027Fakhruddin.Intelelectual Network, sejarah & Pemikiran Empat Imam Mazhab Fikih. 2009. Hal 1228M. Ali Hasan. Perbandingan Mazhab. 1996. Hal 203-204

Page 8: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

Tentang Imam, beliau berpendapat bahwa iman itu terdiri dari tashdiq dan

amal, dia bisa bertambah dan bisa berkurang, yaitu bertambah dengan bertambah

amal dan berkurang dengan berkurang amal.

Mengenai Imamah, beliau berpendapat bahwa Imamah harus ada untuk

menjaga kemaslahatan umat dan beliau berpendapat, bahwa Imamah harus dipegang

oleh orang Quraisy dan dapat terjadi tanpa baiat. Pada hal ini beliau tidak

mensyaratkan khlaifah harus dari golongan Hasyimiyah.Disamping itu beliau

berpendapat, bahwa Abu Bakar lebih utama dari Ali.Kedudukan para Khulafaur

Rasyidin menurut pendapatnya ialah yang paling utama Abu Bakar, Umar, Usman,

dan kemudian Ali.

b. Pendirian Imam Syafi’I tentang Bid’ah

Karena Imam Syafi’I terkenal sebagai pembelan Sunnah dan termasuk seorang

ahli hadits, maka sudah tentu beliau sangat keras terhadap perbuatan bid’ah dan ahli

bid’ah. Pendiriannya terhadap bid’ah adalah sebagai berikut :

1) Bid’ah terpuji

Bid’ah terpuji yaitu bid’ah yang sesuai dengan Sunnah.Bid’ah terpuji menurutnya

barang yang diada-adakan dari macam kebaikan dengan tidak menyalahi sedikit

pun dari semua sumber hukum yang disebutkan itu.

2) Bid’ah tercela

Bid’ah tercela yaitu bid’ah yang menyalahi as-Sunnah.Menurut beliau, bid’ah

tercela adalah semua perbuatn yang diada-adakan dengan menyalahi al-Quran,

Sunnah, Ijma (kesepakatan para sahabat Nabi), dan Atsar (keterangan para sahabat

Nabi).

c. Pendirian Imam Syafi’I tentang Hukum secara Qiyas

Pendirian Imam Syafi’I tentang Hukum Qiyas sangat hati-hati dank eras,

karena menurutnya qiyas dalam hal keagamaan itu tidak begitu perlu diadakan kecuali

dalam keadaan memaksa.Selain itu hukum qiyas yang terpaksa diadakan adalah

hukum-hukum yang tidak mengenai urusan ibadah, yang pada pokoknya tidak dapat

dipikirkan sebab-sebabnya, atau tidak dapat dimengerti bagaimana tujuan yang

sebenarnya seperti, ibadah shalat dan puasa.

Cara Imam Syafi’I mengambil atau mendatangkan hukum qiyas adalah

sebagai berikut :

1) Hanya yang mengenai urusan keduniaan atau muamalat saja.

Page 9: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

2) Hanya yang hukumnya belum atau tidak didapati dengan jelas dari nash al-Quran

atau dari Hadits yang shahih.

3) Cara beliau menqiyas adalah dengan nash-nash yang tertera dalam ayat-ayat al-

Quran dan dari Hadits Nabi.9

d. Dasar-dasar Hukum yang Dipakai Oleh Imam Syafi’i

Imam Syafi’i terkenal sebagai seorang yang membela mazhab Maliki dan

mempertahankan mazhab ulama Madinah hingga terkenallah beliau dengan sebutan

Nasyirus Sunnah (penyebar Sunnah).Hal ini adalah hasil mempertemukan antara fiqh

Madinah dengan fiqh Irak.

Mengenai dasar-dasar hukum yang dipakai oleh ImamSyafi’I sebagai acuan

pendapatnya termaktub dalam kitabnya ar-Risalah sebagai berikut :

1) Al-Quran, beliau mengambil dengan makna yang lahir kecuali jika didapati alas

an yang menunjukkan bukan arti yang lahir itu, yang harus dipakai atau dituruti.

2) As-Sunnah, beliau mengambil Sunnah tidaklah mewajibkan yang mutawatir saja,

tetapi yang Ahad pun diambil dan dipergunakan pula untuk menjadi dalil, asal

telah mencukupi syarat-syaratnya, yakni selama perawi hadits itu orang

kepercayaan, kuat ingatan dan bersambung langsung sampai kepada Nabi SAW.

3) Ijma’, bahwa para Sahabat semuanya telah menyepakatinya. Disamping itu, beliau

berpendapat dan meyakini bahwa kemungkina ijma’ dan penyesuaian paham bagi

segenap ulama itu tidak mungkin karena berjauhan tempat tinggal dan sulit

berkomunuikasi.

4) Qiyas, Imam Syafi’I memakai Qiyas apabila dalam ketiga dasar hukum diatas

tidak tercantum, juga dalam keadaan memaksa. Hukum Qiyas yang terpaksa

diadakan itu hanya mengenai keduniaan atau muamalah, karena segala sesuatu

yang berhubungan dengan ibadah telah cukup sempurna dari al-Quran dan as-

Sunnah.

5) Istidlal (Istishhab), makna aslinya menarik kesimpulan suatu barang dari barang

yang lain. Dua sumber utama yang diakui untuk ditarik kesimpulannya ialah adat

kebiasaan dan undang-undang agama yang diwahyukan sebelum islam. Diakui,

bahwa adat kebiasaan yang lazim di tanah Arab pada waktu datang Islam yang

tidak dihapus oleh Islam, mempunyai kekuasaan hukum. Demikian pula adat dan

9 Ibid. Hal 207-210

Page 10: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

kebiasaan yang lazim dimana-mana, jika tidak bertentangan dengan jiwa al-Quran

atau tidak terang-terangan dilarang oleh al-Quran juga diperbolehkan.10

4. Imam Ahmad Bin Hambali

Imam Hambali nama lengkapnya ialah al-Imam Abu Abdillah Ahmad ibn Hambal

ibn Hilal Addahili as-Syaibani al-Maruzi, beliau dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H.

Ayahandanya bernama Muhammad as-Syaibani, sedangkan ibu beliau bernama Syarifah

binti Maimunah binti Abdul Malik bin Sawadah binti Hindun as-Syaibani (wanita dari

bangsa Syaibaniyah juga) dari golongan terkemuka kaum bani Amir.11

Cara Imam Hambali memberi fatwa, Imam Hambali dalam memberikan fatwa

tentang urusan agama dan hukum-hukum yang berkenaan dengan agama sangat berhati-

hati, baik dalam menjawab atau menjelaskan hukumnya. Bahkan seringkali beliau

memberikan jawaban: “Saya tidak tahu atau belum tahu atau belum saya periksa”, kalau

memang belum jelas benar, tentang perkara yang ditanyakan kepada beliau. Inilah salah

satu pernyataan tentang cara-cara Imam Hambali memberikan fatwa atau jawaban tentang

persoalan-persoalan yang ia hadapi, baik masalah hukum atau masalah-masalah yang

baru terjadi di dalam lingkungan masyarakat, tidak sekali pun beliau terburu-buru

menjawabnya sebelum menyelidiki dan memperoleh keterangan yang jelas yang dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya.12

Imam Hambali dalam menetapkan suatu hukum adalah dengan berlandaskan

kepada dasar-dasar berikut:

a. Nash al-Qur’an dan Hadits, yakni apabila beliau mendapatkan nash, maka beliau tidak

lagi memperhatikan dalil-dalil yang lain dan tidak memperhatikan pendapat-pendapat

sahabat yang menyalahinya.

b. Fatwa sahaby, yaitu ketika beliau tidak memperoleh nash dan beliau mendapati

sesuatu pendapat yang tidak diketahuinya bahwa hal itu ada yang menentangnya,

maka beliau perpegang kepada pendapat ini, dengan tidak memandang bahwa

pendapat itu merupakan ijmak.

c. Pendapat sebagian sahabat, yaitu apabila terdapat beberapa pendapat dalam suatu

masalah, maka beliau mengambil mana yang lebih dekat kepada al-Qur’an dan

10 Ibid. Hal 211-21211Ibid. Hal 221-22212 Ibid. Hal 229

Page 11: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

sunnah. Terkadang beliau tidak mau memberi fatwa, apabila beliau tidak memperoleh

pentarjih bagi suatu pendapat itu.

d. Hadits Mursal atau Hadits daif. Hadits Mursal atau Hadits daif akan tetap dipakai, jika

tidak berlawanan dengan sesuatu atsar atau dengan pendapat seorang sahabat.

e. Qiyas, baru beliau pakai apabila beliau memang tidak memperoleh ketentuan

hukumnya pada sumber-sumber yang disebutkan pada point 1-4 di atas.13

Imam Hambali bukan dari golongan orang yang membenarkan pendapat-pendapat

akal secara mutlak, tanpa bersandar pada al-Qur’an dan as-Sunnah dan sama sekali tidak

mau berdebat. Karena menurut pendapatnya bahwa kebenaran itu akan pudar karena

perdebatan.

Pada waktu Imam Hambali sedang mempelajari Sunnah, ilmu agama dan fiqihnya

melalui jalan yang diterima dari Rasul, pada saat itu pula terjadi perdebatan dalam

masalah aqaid dan masalah khalifah, siapa yang lebih utama dari para sahabat.Sebenarnya

Imam Hambali tidak suka dan tidak mau memperdebatkan hal itu, tetapi suasana dan

keadaanlah yang memaksa Imam Hambali mencampurinya.14

B. MAZHAB SUNNI YANG SUDAH LENYAP

Mazhab-mazhab yang tidak berkembang diantaranya adalah az-Zhahiri, al-Auza’i ,

al-Tsauri, al-Laits, dan at-Tabhari. Mazhab-mazhab tersebut musnah tersaingi oleh

mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.Mazhab-mazhab tersebut tidak berkembang

luas karena diantara pengikut-pengikutnya jarang yang mengkodifikasikannya menjadi

suatu buku. Lebih jelasnya, akan dibahas di bawah ini.

1. Imam Daud Az-Zhahiri

Beliau dilahirkan di Kufah pada tahun 202 H, dengan nama Abu Sulaiman

Daud ibn Ali al-Asbahani yang kemudian dikenal dengan sebutan Daud ad-Dhahiri,

karena beliau pendiri mazhab ini.

Mula-mula beliau bermazhab Syafi’i dan amat teguh memegang hadits,

sedang ayahnya bermazhab Hanafi, namun akhirnya beliau menentang mazhab

Syafi’i, karena Syafi’i mempergunakan qiyas dan memandangnya sebagai sumber

13 Ibid. Hal 23014 Ibid. Hal 225

Page 12: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

hukum. Daud pernah berkata: “Saya telah mempelajari dalil-dalil yang dipergunakan

oleh asy-Syafi’i untuk menentang istihsan, maka saya dapati bahwa dalil-dalil

tersebut membatalkan qiyas.”

Beliau berpendapat bahwa nash-nash yang dipergunakan oleh ahlur Ra’yu

dalam memandang qiyas sebagai dasar hukum adalah berguna di waktu tidak ada

sesuatu nash dari Kitabullah atau Sunnah Rasul dan beliau berpendapat bahwa

apabila kita tidak memperoleh nash dari al-Quran dan Sunnah, maka hendaklah kita

memusyawarahkan hal itu dengan para ulama, bukan kita berpendapat kepada ijtihad

sendiri.

Mazhab beliau ini dikenal dengan nama Mazhab ad-Dhahiri, karena beliau

berpegang kepada dhahir al-Qurandan as-Sunnah, tidak menerima ada ijmak kecuali

ijmak yang diakui oleh semua ulama. Walaupun mazhab ini pada dasarnya berpegang

pada dhahir nash, tetapi kita dapat menjumpai beberapa teori Barat karena dalam

mazhab inilah kita jumpai pendapat yang menetapkan bahwa istri yang berharta wajib

menafkahi suaminya yang fakir.15

a. Perkembangan Fiqh Dhahiri

Fiqh Daud adalah fiqh nushush(fiqh hadist)tetapi para ulama tidak banyak

meriwayatkan mahzab ini.Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena Daud

menyalahkan orang yang memakai qiyas dan menegaskan bahwa AlQuran itu

adalah makhluk dan orang yang berjunub atau haid boleh menyentuh Alquran dan

membacanya.Beliau mengungkapkan hal ini ketika para ulama di masa itu

menyalahkan golongan yang menyatakan al-Quran itu makhluk.Salah satu prinsip

Daud yang banyak di cela orang adalah Daud melarang taqlid untuk siapapun dan

membolehkan orang yang mengetahui bahasa Arab memperkatakan agama

dengan memegang kepada dhahir al-Quran dan as-Sunnnah.Paraulama

menentangnya dan bahkan menganggapnya tidak ada.Mahzab ini berkembang di

Timur dan di Barat dengan prinsip mengambil dhahir AlQuran.Di bagian timur

pada abad ketiga dan keempat perkembangannya melebihi perkembangan mahzab

Ahmad.

Abad kelima, berkat usaha Ibnu Ya’la, maka mahzabAhmad mempunyai

kedudukan yang kuat dan mengalahkan mahzab Dharari.Pada waktu Mahzab

hambali dengan usaha Abu Ya’la mengalahkan mahzab Daud di bagian Timur,

pada waktu itu pulalah Ibnu Hazm mmancarkan sinarnya dibagian barat. Dalam

15 Ibid. Hal 231-232

Page 13: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

beberapa hal mahzab Dhahiri menyalahi pendapat para fuqaha lainnya, di

antaranya:

1) Dhahiri berpendapat bahwa air yang bercampur dengan air seni manusia,

maka air itu tidak suci lagi(bernajis). Sedangkan air yang bercampur dengan

air seni babi, tetap suci, karena tidak ada nash yang menyatakan tidak suci.

Bila orang mengatakan bahwa air seni itu sama dengan dagingnya haram atau

najis, maka mereka mengatakan bahwa pedapat tersebut menurut akal,

sedangkan hukum islam tidak boleh ditetapkan berdasarkan akal.

2) Orang yang tidak berwudu, berjunub, sedang haid, diperbolehkan menyentuh

AlQuran, karena tidak ada nash yang melarang atau membolehkan

mebacanya.

3) Menurut Zhahiri, seorang istri yang kaya (mampu) wajib membiayai

suaminya yang miskin(kurang mampu), sebagaimana sudah disinggung

terlebih dahulu. Jalan pikiran mahzab ini yang menyatakan bahwa suami istri

waris mewarisi apabila salah seorang meninggal dunia. Sangat logis apabila

dalam mengatasi biaya hidup rumah tangga pun saling membantu.

Menurut pendapat penulis langkah yang diambil oleh mazhab ini, juga

tidak terlepas dari peranan akal (ra’yu), walaupun tidak disebutkan sebagai

qiyas.Namun roh Syariah Islamiyah tetap menjadi pertimbangan dalam hal

tertentu.16

2. Al-Imam Abu Amer Abdur Rahman Ibn Muhammad Al-Auza’i

Beliau lebih dikenal dengan nama al-Auza’i, lahir di Ba’labaka pada tahun 88

H, dan wafat pada tahun 157 H, keluarganya berasal dari tawanan Ainun

Tamar.Ketika muda ia belajar hadits, ia mempelajarinya dari Atha’ bin Abu Rabah,

az-Zuhri dan orang-orang yang sederajat dan para pembesar hadits meriwayatkan

hadits.Al-Imam Abu Amer Abdur Rahman Ibn Muhammad al-Auza’i termasuk orang

yang tidak menyukai qiyas.

Mazhab ini mula-mula dianut oleh penduduk Syria kemudian pindah ke

Spanyol (Andalusia) dibawa oleh pengikut-pengikutnya dari Syam yang berpindah ke

sana setelah kekuasaan Daulat Umawiyah di Syam mulai lemah. Tetapi kemudian

mazhab ini surut, di Syam tersaingi oleh mazhab Syafi’i pada abad kedua Hijrah di

16 Ibid. Hal 232-234

Page 14: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

Syria dan Spanyol tersaingi oleh mazhab Maliki pada pertengahan abad ketiga

Hijriah.17

3. Abu Abdillah Sofyan bin Sa’id al-Tsauri

Abu Abdillah Sofyan bin Sa’id al-Tsauri lahir di Kufah pada tahun 97 H, dan

wafat pada tahun 161 H. Beliau adalah seorang mujtahid yang hidup pada masa

seorang mujtahid besar yaitu Imam Hanifah, beliau termasuk imam ahli hadits. Para

mujtahid saat itu mengakui atas pengetahuan agamanya, wara’nya, zuhudnya dan

orang terpercaya dan ia juga seorang mujtahid yang mempunyai pengikut.

Meskipun ia hidup pada masa Abu Hanifah, tetapi ia menjauhkan diri dari

ra’yu, karena itu pandangannya dalam mengistinbathkan hukum berdasarkan hadits.

Bila ia menghadapi suatu masalah, maka ia mencari penyelesaian pada al-Quran

kemudian pada sunnah Rasulullah SAW. Kalau ia menghadapi hadits yang berbeda-

beda, dia mengambil hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang lebih utama.

Apabila ia tidak memperoleh hadits, ia meninjau pendapat sahabat, apabila tidak

didapati pendapat sahabat ia berijtihad atau tidak memberi fatwa. Begitulah jalan

istinbath yang dilakukan oleh Sofyan ats-Tsauri.18

4. Abdul Harits al-Laits Ibn Sa’ad aal-Fahmi

Beliau adalah pendiri mazhab al-Laits, wafat pada tahun 175 H, beliau

terkenal sebagai seorang ahli fiqh di Mesir pada masa Imam Syafi’i. As-Syafi’i

berpendapat tentang al-Laits: “Ia lebih pandai daripada Maliki. “Hanya saja teman-

temannya tidak mau membukukan pendapat-pedapatnya dan menyiarkan ke kalangan

jumhur sebagaimana mereka membukukan pendapat-pendapat Maliki. Al-Laits bin

Sa’ad tidak memperoleh kehormatan yang tinggi dalam ilmu fiqh, karena murid-

murinya tidak membukukan pedapatnya dan ia sebagai mufti yang mujtahid, namanya

terlupakan meskipun kebesarannya masih tetap dikalangan ahli hadits (Muhadditsin)

karena ia juga sebagai perawi yang terpercaya kejujurannya.

Dalam mengistinbathkan hukum al-Laits tidak berbeda dengan cara Imam

Maliki mengistinbathkan hukum yaitu berangkat dari hadits, selanjutnya beliau

menggunakan maslahat mursalah manakala tidak ditemui hadits.19

17 Ibid. Hal 25218 Ibid. Hal 252-25319 Ibid. Hal 253-254

Page 15: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

5. Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir Ath-Thabari

Beliau adalah pendiri mazhab ath-thabari, beliau lahir pada tahun 224 H, wafat

pada tahun 310H di Baghdad.Beliau dikenal sebagai seorang mujtahid, ahli sejarah

dan ahli tafsir.Mula-mula beliau mempelajari fiqh asy-syafi’i dan Maliki serta fiqh

ulama Kufah, kemudian membentuk mazhabnya sendiri yang berkembang di

Baghdad.

Sejak mudanya ia menuntut ilmu dengan mengelilingi negara-negara Islam

sehingga dapat mengumpulkan ilmu yang seorangpun pada masanya tiada yang

menyamainya. Ia hafal Al-Quran mengetahui kaidah-kaidah yang digunakan oleh para

sahabat dan tabi’in.

Keahliannya tidak hanya terbatas dalam bidang fiqh, tafsir hadits dan sejarah,

akan tetapi juga bidang leksikografi (daftar kata-kata atau kamus), tata bahasa, logika,

matematika serta kedokteran. Namun dia lebih banyak dikenal sebagai akhli tafsir.

Kitab tafsirnya yang terkenal adalah jami’ al-Bayan fi tafsiril Quran. Kitab tersebut

dinilai oleh para ulama sebagai kitab tafsir pertama dalam sejarah penulisan kitab-

kitab tafsir.

Dalam bidang fiqh at-Thabari dipengaruhi oleh dua aliran yaitu ahli hadits

(Syafi’I dan Maliki) dan aliran ra’yu di kufah.Akan tetapi dalam mengistinbathkan

hokum dia lebih dekat kepada moderat seperti yang dijalani Imam Syafi’I yaitu

mengambil jalan tengah antara ahli hadits dan ahli ra’yu.Dasar-dasar pengambilan

hukumnya adalah al-Quran, Sunnah, Ijmak dan Qiyas.Tetapi menolak Istihsan yang

dipegang oleh Imam Abu Hanifah.Salah satu pikiran beliau yang berharga yang baru

diterima oleh masyarakat adalah mengenai hakim wanita. Beliau dengan pikiran yang

cukup berani mengemukakannya , pada saat-saat imam-imam Mujtahid lainnya tidak

membicarakannya.20

BAB III

PENUTUP

Perbedaan pola pikir yang menimbulkan bermacam pendapat dalam kalangan

umat Islam khususnya perbedaan pendapat oleh tokoh-tokoh pembaharu Islam adalah

sunnatullah yang tidak dapat dipungkiri lagi.Sehingga bermunculan berbagai macam

20 Ibid. Hal 254-255

Page 16: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

mazhab, diantaranya adalah mazhab-mazhab Sunni yang masih berkembang sampai

sekarang ataupun yang sudah punah.

Mazhab-mazhab Sunni yang masih berkembang antara lain Imam Hanafi, Imam

Maliki bin Anas, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad bin Hambali. Sedangkan mazhab yang

punah diantaranya adalah Imam Daud az-Zhahiri, al-Auza’I, al-Tsauri, al-Laits, dan at-

Thabiri.Mazhab-mazhab ini tidak tersebar luas karena di antara pengikut-pengikutnya

jarang yang mengkodifikasikannya menjadi suatu buku.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Ahsan, M. 1996. Perbandingan Mazhab. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Fakhruddin. 2009. Intellectual Network, Sejarah & Pemikiran Empat Imam Mazhab Fikih.

Malang : UIN-Malang Press.

Page 17: Mazhab Sunni Yang Masih Eksis Dan Yang Sudah Lenyap

Hanafi, A. 1995.Pengantar dan Sejarah Hukum Islam.Jakarta : PT Bulan Bintang.