makalah tafsir ilmu pengetahuan fixed

Upload: eureka-himitsu

Post on 08-Jan-2016

68 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tafsir dalam bidang ilmu pengetahuan

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGMembahas hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat: adakah Al-Quran atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya, karena kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang di berikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan social yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif atau negative) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Sejarah membuktikan bahwa Galileo ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya tidak mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, kecuali dari masyarakat dimana ia hidup. Mereka memberikan tantangan kepadanya atas dasar kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada akhirnya menjadi korban penemuannya sendiri. Dalam Al-Quran ditemukan kata-kata ilmu dalam berbagai bentuknya yang terulang sebanyak 854 kali. Disamping itu, banyak pula ayat-ayat Al-Quran yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran, penalaran, dan sebagainya.Kaitannya dengan ilmu pengetahuan, dunia telah membuktikan dengan banyaknya temuan-temuan terkini yang sejatinya mempunyai referensi berupa Al-Quran. Temuan tentang alam semesta, nuklir maupun kejadian di masa kini atau jawaban atas pertanyaan tentang masa lalu, semuanya sudah termaktub dalam Al-Quran. Penafsiran Al-Quran sendiri seolah tidak pernah selesai, karena setiap saat bisa muncul sesuatu yang baru, sehingga Al-Quran terasa selalu segar karena dapat mengikuti perkembangan zaman[footnoteRef:1]. Pendapat tersebut diperkuat oleh salah satu pemikir Islam bernama Mohammed Arkoun yang mengatakan bahwa Al-Quran memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas, ayat-ayatnya selalu terbuka untuk interpretasi yang baru. [1: Wisnu Arya Wardhana,Al Quran dan Energi Nuklir,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 55.]

Mengenai fungsi Al-Quran sebagai sumber dari segala sumber ilmu, seringkali dikatakan bahwa seandainya lautan yang ada di dunia ini dijadikan tinta untuk menuliskan tafsiran-tafsiran ayat Quran, maka sampai lautan itu keringpun ayat-ayat Al-Quran belum selesai ditafsirkan. Pernyataan ini sekedar menggambarkan betapa luasnya isi kandungan kitab suci umat Islam ini. Betapa banyaknya ilmu yang bisa diperoleh dari Al-Quran. Pernyataan ini tersurat juga dalam salah satu ayat Al-Quran yang berbunyi: Artinya: Katakanlah: kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun didatangkan tambahan (lautan) sebanyak itu (pula). (QS. Al-Kahfi: 109)Oleh karena hal tersebut diatas, maka dalam kesempatan ini penyusun hendak sedikit mengulas tentang ayat-ayat Al-Quran yang berisikan tentang ilmu pengetahuan. Semoga apa yang penyusun sampaikan dalam makalah ini sedikit banyak membantu pembaca dalam memperoleh khazanah-khazanah keislaman yang baru.B. RUMUSAN MASALAHA. Seberapa pentingkah memiliki ilmu pengetahuan dalam Islam?B. Bagaimana kedudukan orang berilmu dalam Al-Quran?C. Bagaimana hubungan antara ilmu pengetahuan dengan kehidupan manusia?D. Bagaimana menumbuhkan sikap positif untuk selalu mencari ilmu?

BAB IIPEMBAHASANA. Pentingnya Memiliki Ilmu Pengetahuan Dalam IslamIslam adalah agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya peran akal, sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang yang tak berakal, dengan akal yang telah sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta. Melalui akal, manusia dengan proses berfikir berusaha memahami berbagai realitas yang hadir dalam dirinya, sehinga manusia mampu menemukan kebenaran sesuatu, membedakan antara haq dan bathil. Sehingga dapat dikatakan bahwa akal dan kemampuan berpikir yang dimiliki manusia adalah fitrah manusia yang membedakannya dari makhluk yang lain. Artinya: (Apakah kamu hai orang-orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktiu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) di akhirat dan mengharap rahmat Tuhannya? Katakanlah adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. al-Zumar:9).Pada ayat tersebut terlihat adanya hubungan orang yang mengetahui (berilmu) dengan melakukan ibadah di waktu malam, takut terhadap siksaan Allah di akhirat serta mengaharapkan ridha dari Allah; dan juga menerangkan bahwa sikap yang demikian itu merupakan sala satu ciri dariulul al-bab, yaitu orang yang menggunakan hati untuk menggunakan dan mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut pada tujuan peningkatan akidah, ketekunan beribadah dan ketinggian akhlak yang mulia.) (Apakah kamu, hai orang musyrik, lebih baik keadaan dan nasibmu daripada orang yang senantiasa menunaikan ketaatan dan selalu melaksanakan tugas-tugas ibadah pada saat-saat malam, ketika ibadah lebih berat bagi jiwa dan lebih jauh dari riya, sehingga ibadah di waktu itu lebih dekat untuk diterima, sedang orang itu dalam keadaan takut dan berharap ketika beribadah. Tidak diragukan, bahwa jawabannya tidak perlu diterangkan.Kesimpulannya adalah apakah orang yang taat itu seperti halnya orang yang bermaksiat. Kedua-duanya tentu tidak sama.Kemudian Allah SWT menegaskan tentang tidak ada kesamaan di antara keduanya dan memperingatkan tentang keutamaan ilmu dan betapa mulianya beramal berdasarkan ilmu. Firman-Nya:) ( Katakanlah hai rasul kepada kaummu: Apakah sama orang yang mengetahui pahala yang akan mereka peroleh bila melakukan ketaatan kepada Tuhan mereka dan mengetahui hukuman yang akan mereka terima bila mereka bermaksiat kepada-Nya, dengan orang-orang yang tidak mengetahui hal itu. yaitu, orang-orang yang merusak amal perbuatan mereka secara membabi buta, sedang terhadap amal-amal mereka yang baik tidak mengeharapkan kebaikan, dan terhadap amal-amal yang buruk mereka tidak takut kepada keburukan.Perkataan tersebut dinyatakan dengan susunan pertanyaan (istifham) untuk menunjukkan bahwa orang-orang yang pertama mencapai derajat kebaikan tertinggi, sedang yang lain jatuh ke dalam jurang keburukan. Dan hal itu tidaklah sulit dimengerti oleh orang-orang yang sabar dan tidak suka membantah. Kemudian, Allah SWT menerangkan bahwa hal tersebut hanyalah dapat dipahami oleh setiap orang yang mempunyai akal. Karena, orang-orang yang tidak tahu, seperti telah disebutkan, dalam hati mereka terdapat tutup sehingga tidak dapat memahami suatu nasehat, dan tidak berguna bagi mereka suatu peringatan. Firman-Nya:) (Sesungguhnya yang dapat mengambil pelajaran dari hujjah-hujjah Allah dan dapat menuruti nasehat-Nya dan dapat memikirkannya, hanyalah orang-orang yang mempunyai akal dan pikiran yang sehat, bukan orang-orang yang bodoh dan lalai. Kesimpulannya, sesungguhnya yang mengetahui perbedaan anatara orang yang tahu dan orang yang tidak tahu hanyalah orang yang mempunyai akal pikiran sehat, yang dia pergunakan untuk berpikir.[footnoteRef:2] [2: Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha Putra, 1993), hlm. 278-279.]

Sehubungan dengan ayat , al-Maraghi mengatakan: Katakanlah hai rasul kepada kaummu: adakah sama, orang-orang yang menengetahui bahwa ia akan mendapatkan pahala karena ketaatan kepada tuhannya dan akan mendapatkan siksaan disebabkan karena kedurhakaannya dengan orang yang mengetahui hal-hal yang demikian itu? Ungkapan pertanyaan dalam ayat ini menunjukan bahwa yang pertama (orang-orang yang mengetahui) akan dapat mencapai derajat kebaikan, sedangkan yang kedua (orang-orang yang tidak mengetahui) akan mendapatkan kehinaan dan keburukan.[footnoteRef:3] [3: H.Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm.166.]

Imam Al Qurtubi berkata: "Menurut Az-Zujaj Radhiyallahuanhu, maksud ayat tersebut yaitu orang yang tahu berbeda dengan orang yang tidak tahu, demikian juga orang taat tidaklah sama dengan orang bermaksiat. Orang yang mengetahui adalah orang yang dapat mengambil manfaat dari ilmu serta mengamalkannya. Dan orang yang tidak mengambil manfaat dari ilmu serta tidak mengamalkannya, maka ia berada dalam barisan orang yang tidak mengetahui" (Tafsir Al-Qurthubi hal. 5684)[footnoteRef:4] [4: Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha Putra, 1993), hlm. 280.]

B. Kedudukan Orang Berilmu dalam Al-Quran Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q. S. Al Mujadalah:11)Dari ayat diatas Allah memerintahkan kepada mereka sebab kecintaan dan kerukunan diantara orang-orang mumin. Diantara sebab kecintaan dan kerukunan itu adalah melapangkan tempat di majlis (pertemuan) ketika ada orang yang datang dan bubar ketika disuruh bubar. Apabila kalian melakukan hal yang demikin itu, maka Allah akan meninggikan tempat-tempat kalian disurganya dan menjadikan kalian di dalam surga termasuk orang-orang yang berbakti tanpa kekhwatiran dan kesedihan.[footnoteRef:5] [5: H.Abudin Nata,Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm.155]

) (Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan rasul-Nya, apabila dikatakan kepadamu, Berikanlah kelapangan di dalam majlis Rasulullah saw. Atau di dalam majlis pertemuan, berikanlah olehmu kelapangan, niscaya Allah akan melapangkan rahmat dan rezki-Nya bagimu di tempat-tempatmu di dalam surga.Para Sahabat Berlomba Berdekatan dengan Tempat Duduk Rasulullah saw.Telah dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari Muqatil dia berkata, adalah Rasulullah saw. Pada hari jumat pada suffah, sedangkan tempat itu pun sempit. Beliau menghormati orang-orang yang ikut perang Badar, baik mereka itu Muhajirin maupun Ansar. Maka datanglah beberapa orang di antara mereka itu, di antara Sabit Ibnu Qais. Mereka telah didahului orang dalam hal tempat duduk. Lalu mereka pun berdiri di hadapan Rasulullah saw, kemudian mereka mengucapkan, As-Salamu Alaikum wahai nabi wa rahmatullahi wa barakatuh. Beliau menjawab salam mereka. Kemudian mereka menyalami orang-orang dan orang-orang pun menjawab salam mereka. Mereka berdiri menunggu untuk diberi kelapangan bagi mereka, tetapi mereka tidak diberi kelapangan. Hal itu terasa berat bagi Rosulullah saw, lalu beliau mengatakan kepada orang-orang yang ada disekitar beliau, Berdirilah engkau wahai fulan, berdirilah engkau wahai fulan. Beliau menyuruh beberapa orang untuk berdiri sesuai dengan jumlah mereka yang datang. Hal itu pun tampak berat oleh mereka, dan ketidakenakan beliau tampak oleh mereka. Orang-orang munafik mengecam yang demikian itu dan mengatakan, Demi Allah, dia tidaklah adil kepada mereka. Orang-orang itu telah mengambil tempat duduk mereka dan ingin berdekatan dengannya. Tetapi dia menyuruh mereka berdiri dan menyuruh duduk orang-orang yang datang terlambat. Maka turunlah ayat itu.Berkata Al-Hasan, adalah para sahabat berdesak-desak dalam majlis peperangan, apabila mereka berbaris untuk berperang, sehingga sebagian mereka tidak memberikan kelapangan kepala sebagian yang lain karena keinginannya untuk mati syahid. Dari ayat ini kita mengetahui:1. Para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulullah saw. Untuk mendengarkan pembicaraan beliau, karena pembicaraan beliau mengandung banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Oleh karena itu maka beliau mengatakan, Hendaklah duduk berdekatan denganku orang-orang yang dewasa dan berakal di antara kamu.2. Perintah untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya apabila hal itu mungkin, sebab yang demikian ini akan menimbulkan rasa cinta di dalam hati dan kebersamaan dalam mendengar hukum-hukum agama.3. Orang yang melapangkan kepada hamba-hamba Allah pintu-pintu kebaikan dan kesenangan, akan dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan di akhirat.Ringkasnya, ayat ini mencakup pemberian kelapangan dalam menyampaikan segala macam kepada kaum muslimin dan dalam menyenangkannya. Oleh karena itu, maka Rasulullah SAW, mengatakan: Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.) (Apabila kamu diminta berdiri dari majlis Rasulullah saw, maka berdirilah kamu, sebab Rasulullah SAW itu terkadang ingin sendiri guna merencanakan urusan-urusan agama, atau menunaikan beberapa tugas khusus yang tidak dapat ditunaikan atau disempurnakan penunaiannya kecuali dalam keadaan sendiri.Mereka telah menjadikan hukum ini umum sehingga mereka mengatakan, apabila pemilik majlis mengatakan kepada siapa yang ada di majlisnya, Berdirilah kamu, maka sebaiknya kata-kata itu diikuti.Tidak selayaknya orang yang baru datang menyuruh berdiri kepada seseorang, lalu dia duduk di tempat duduknya, sebab telah dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan At-Tirmizi dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW mengatakan: , Janganlah seseorang menyuruh berdiri kepada orang lain dari tempat duduknya. Akan tetapi lapangkanlah dan longgarkanlah.( )Allah meninggikan orang-orang mukmin dengan mengikuti perintah-perintah-Nya dan perintah-perintah rasul, khususnya orang-orang yang berilmu di antara mereka derajat-derajat yang banyak dalam hal pahala dan tingkat-tingkat keridaan.Ringkasnya, sesungguhnya wahai orang mukmin, apabila salah seorang di antara kamu memberikan kelapangan bagi saudaranya ketika saudaranya itu datang, atau jika ia disuruh keluar lalu ia keluar, maka hendaklah ia tidak menyangka sama sekali bahwa hal itu mengurangi haknya. Bahwa yang demikian merupakan peningkatan dan penambahan bagi kedekatannya di sisi Tuhannya. Allah Taala tidak akan menyia-nyiakan yang demikian itu, tetapi Dia akan membalasnya di dunia dan di akhirat. Sebab, barang siapa yang tawadu kepada perintah Allah, maka Allah akan mengangkat derajat dan menyiarkan namanya.( )Allah mengetahui segala perbuatanmu. Tidak ada yang samar bagi-Nya, siapa yang taat dan siapa yang durhaka di antara kamu. Dia akan membalas kamu semua dengan amal perbuatanmu. Orang yang berbuat baik dibalas dengan kebaikan, dan orang yang berbuat buruk dibalas-Nya dengan apa yang pantas baginya, atau diampuni-Nya.[footnoteRef:6] [6: Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha Putra, 1993), hlm. 225-1]

Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulallah SAW untuk mendengarkan pembicaraan beliau yang mengandung banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Diperintahkan pula untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya, dan apabila yang demikian ini menimbulkan rasa cinta didalam hati dan kebersamaan dalam mendengarkan hukum-hukum agama, maka akan dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat.Isi kandungan pada ayat diatas berbicara tentang etika atau akhlak ketika berada dalam majelis ilmu. Etika dan akhlak tersebut antara lain ditunjukan untuk mendukung terciptanya ketertiban, kenyamanan dan ketenangan suasana dalam majelis, sehingga dapat mendukung kelancaran kegiatan ilmu pengetahuan.Ayat diatas juga sering digunakan para ahli untuk mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan cara mengunjungi atau mengadakan dan menghadiri majeis ilmu. Dan orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah.Menurut Imam Al Qurthubi "Maksud ayat di atas yaitu, dalam hal pahala di akhirat dan kemuliaan di dunia, Allah Subhanahu wa Taala akan meninggikan orang beriman dan berilmu di atas orang yang tidak berilmu. Kata Ibnu Mas`ud, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Taala memuji para ulama. Dan makna bahwa Allah Subhanahu wa Ta ala akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat, adalah derajat dalam hal agama, apabila mereka melakukan perintah- perintah Allah" (Tafsir Al-Qurtubi hal. 5070).[footnoteRef:7] [7: Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha Putra, 1993), hlm.221.]

C. Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan Kesejahteraan Hidup ManusiaIlmu pengetahuan(science)diberikan Allah kepada manusia melalui kegiatan manusia itu sendiri dalam usaha memahami alam semesta. Dengan demikian, alam semesta ini merupakan objek pemahaman sekaligus sumber pengetahuan bagi manusia yang mau menggunakan akalnya.[footnoteRef:8] Yusuf Ali, salah seorang ahli tafsir Al Quranyang paling terkemuka di zaman modern ini, dalamThe Holy Quran, yang selanjutnya dikutip oleh Nurcholish Madjid menulis sebagai berikut: [8: Mohammad Nor Ichwan,Tafsir Ilmy, (Jogjakarta: Menara Kudus Jogja, 2004) hlm. 258.]

Semua yang ada di alam semesta untuk manfaat manusia, melalui kemampuan berfikirnya dan kemampuan-kemampuan yang diberikan oleh-Nya (Tuhan) kepada manusia itu. Manusia harus tidak pernah lupa bahwa itu semua berasal dari Dia. Yakni dari Tuhan, sebab bukankah manusia itu khalifah Tuhan di bumi.[footnoteRef:9] [9: Mohammad Nor Ichwan,Tafsir Ilmy, (Jogjakarta: Menara Kudus Jogja, 2004), hlm. 254.]

Allah berfiran dalam surat al Jasiyah ayat 13: Artinya: Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q. S. Al Jaatsiyah: 13)Ayat tersebut menjelaskan bahwa kekayaan yang ada di dunia ini baik yang ada di langit maupun di bumi semuanya diperuntukan bagi manusia untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan pemanfaatan kekayaan tersebut memerlukan ilmu pengetahuan untuk memprosesnya agar dapat dinikmati manusia. Tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak akan mengetahui bagaiamana cara mengolah semua sumber alam tersebut, sehingga manusia tidak akan mendapatkan apa-apa.Ayat lain yang berhubungan dengan anjuran mencari ilmu pengetahuan adalah surat al Isra ayat 36 yang berbunyi: Artinya: Dan janganlah engkau mengikuti apa-apa yang tiada bagimu pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu tentangnya ditanyai. (Q. S. Al Isra: 36)Ayat ini memerintahkan: Lakukan apa yang telah Allah perintahkandan janganlah engkau mengikuti apa-apa yang tiada bagimu pengetahuan tentangnya.Jangan berucap apa yang engkau tidak ketahui, jangan mengaku tahu apa yang engkau tidak tahu atau mengaku dengar apa yang engkau tidak dengar.Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,yang merupakan alat-alat pengetahuan,semuanya itu tentangnya ditanyai, tentang bagaimana pemiliknya menggunakannya dan dituntut pertanggungjawabannya.[footnoteRef:10] [10: M. Quraish Shihab,Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran,(Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm. 464.]

) ( Kata-kata ini merupakan undang-undang yang mencakup banyak persoalan kehidupan. Dan oleh karenanya, mengenai kata-kata ini para penafsir mengeluarkan beberapa pendapat:a. Ibnu Abbas mengatakan: Janganlah kamu menjadi saksi kecuali atas sesuatu yang diketahui oleh kedua matamu, didengar oleh kedua telingamu dan dipahami oleh hatimu.b. Qatadah mengatakan pula: Janganlah kamu mengatakan Saya telah mendengar, padahal kamu belum pernah mendengar, atau Saya telah melihat, padahal kamu tak pernah melihat, atau Saya telah mengetahui, padahal kamu belum tahu.c. Dan ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah melarang berkata-kata tanpa ilmu, tapi hanya persangkaan dan waham belaka, seperti yang Allah firmankan:

Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. (Q.S. Al-Hujurat: 12)Dan menurut sebuah hadits: Hindarilah oleh kalian prasangka, karena prasangka itu sebenarnya bisikan hati yang paling dusta.Sedang dalam sunan Dawud: Kendaraan seseorang yang paling buruk ialah prasangka.Kecuali ada dalil yang membolehkan pengamalannya, yakni manakal tidak ada satu dalil dalam Al-Quran maupun Al-Hadits, sebagaimana Nabi SAW pernah memberi keringanan dalam kasus seperti itu kepada Muaz, ketika beliau mengirimkannya sebagai hakim di Yaman. Waktu itu, Nabi bersabda, Dengan apakah kamu memuuskan? Jawab Muaz, Dengan Kitab Allah. Nabi bersabda, Kalau tidak kamu dapati?. Muaz menjawab, Maka dengan sunnah Rasulullah SAW. Kata Nabi, Bila tidak kamu dapati pula?. Jawab Muaz, Saya berijtihad dengan pendapatku.d. Tapi, ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah melarang orang-orang musyrik dari kepercayaan-kepercayaan mereka yang didasarkan pada taqlid kepada nenek moyng dan hanya mengikuti hawa nafsu belaka, sebagaimana Allah firmankan: Artinya: Itu tidak lain hanyalah Nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. (An-Najm: 23)

Kemudian, Allah SWT menyebutkan pula, apa alasan dari larangan tersebut, seraya firman-Nya:) ( Sesungguhnya Allah pasti menanyakan pendengaran, penglihatan dan hati tentang apa yang dilakukan oleh pemiliknya, sebagaimana Allah Taala firmankan: Artinya: Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (An-Nur: 24)Dan menurut sebuah kabar dari Syakal bin Humaid, katanya pernah saya datang kepada Nabi SAW lalu saya katakan, Ya Nabiyallah. Ajarkanlah kepadaku sebuah taawuz untuk saya gunakan sebagai pelindung. Maka diambillah tanganku oleh beliau, kemudian sabdanya:Aku berlindung kepada-Mu ya Allah, dari keburukan pendengaranku, kebukuran penglihatanku, keburukan hatiku, dan keburukan maniku (maksudnya berzina).[footnoteRef:11] [11: Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha Putra, 1993), hlm. 84-86.]

Ayat ini di satu sisi menegaskan manusia dalam konteks tanggung jawab untuk setiap pendengaran, pandangan dan prasangka. Sedangkan di sisi lain memerintahkan manusia untuk mencari ilmu agar tidak melakukan hal-hal yang tercela seperti memfitnah, menuduh dan berbohong. Dalam kaitannya dengan kesejahteraan manusia, ayat ini menunjukan bahwa dengan mencari ilmu manusia dapat mencegah terjadinya hal-hal buruk, sehingga akan tercipta kedamaian dan kesejahteraan.Ilmu pengetahuan sangat penting bagi kehidupan manusia, karena tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak akan bisa melakukan apa-apa. Dapat dikatan bahwa ilmu pengetahuan adalah hal yang paling pokok dalam keberlangsungan hidup manusia. Dengan ilmu pengetahuan manusia dapat menciptakan benda-benda yang dapat digunakan untuk mempermudah aktifitas manusia.Ilmu pengetahuan juga bisa dikatakan sebagai alat untuk memperoleh sesuatu karena dalam semua proses yang dilakukan manusia memerlukan pengetahuan.Suatu negara dapat dilihat kesejahteraannya dari penguasaan ilmu pengetahuan warganya. Apabila suatu negara dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, maka negara tersebut pandai memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki. Dan akan berkembang menjadi negara maju. Semua kebutuhan rakyatnya dapat terpenuhi tanpa memasok dari negara lain.

D. Menumbuhkan Sikap Positif Selalu Mencari IlmuPerkataan ilmu disini bermakna semua cabang pengetahuan tanpa mengecualikan salah satu diantaranya. Ia mencangkup studi yang berhubungan dengan alam semesta serta subjek yang berhubungan dengannya, termasuk ilmu-ilmu pengetahuan modern seperti biologi, kimia, fisika, geologi dan sebagainya. Kitab suci Al-Quran, mengangkat harkat ilmu-ilmu tersebut dan mendorong manusia agar mempelajarinya untuk kepentingan bersama.[footnoteRef:12] [12: Muhammad Jamaluddin El Fandy,Al Quran Tentang Alam Semesta, (Jakarta: AMZAH, 2008,) hlm. 1.]

Rujukan yang paling menakjubkan dan fakta yang paling penting mengenai dorongan mencari ilmu ialah ayat-ayat yang turun paling awal. Pada hakikatnya, bagian permulaan dari Wahyu menjadi pertanda bagi fajar ilmu pengetahuan dan pelopor pemberi kedudukan terhormat kepadanya. Ayat yang pertama kali turun itu berbunyi demikian,

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang (manusia) tidak ketahui. (Q. S. Al Alaq: 1-5)) (Jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Illahi agar beliau membaca, sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa menulisnya. Kesimpulannya adalah bahwa sesungguhnya zat yang menciptakan makhluk mampu membuatmu bisa membaca, sekalipun ia tidak bisa menulisnya. Kemudian Allah menjelaskan proses kejadian makhluk melalui firman-Nya :) ( Sesungguhnya zat yang menciptakan manusia, sehingga menjadi makhlukNya yang paling mulia ia menciptakannya dari segumpal darah (alaq). Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai apa yang ada padanya untuk kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu zat yang menciptakan manusia, mampu menjadikan manusia yang paling sempurna yaitu Nabi Muhammad SAW bisa membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca. Kesimpulannya adalah sesungguhnya zat yang menciptakan manusia dari segumpal darah, kemudian membekalinya dengan kemampuan berpikir, sehingga bisa menguasai seluruh makhluk bumi mampu pula menjadikan Muhammad SAW bisa membaca, sekalipun beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis.) ( Kerjakan apa yang Aku perintahkan, yaitu membaca.Perintah ini diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah berulang-ulang dan dibiasakan. Berulang-ulangnya perintah Illahi berpengertian sama dengan berulang-ulangnya membaca. Dengan demikian maka membaca itu merupakan bakat nabi saw. Perhatikan firman Allah berikut ini. Artinya: Kami akan membacakan (Al-Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa. (Al-Ala: 6).Kemudian Allah menyingkirkan halangan yang dikemukakan oleh Muhammad SAW kepada malaikat jibril, yaitu tatkala malaikat berkata kepadanya, Bacalah! Kemudian Muhammad menjawab, Saya tidak bisa membaca. Artinya, saya ini buta huruf tidak bisa membaca dan menulis. Untuk itu Allah berfirman :) (Tuhanmu Maha Pemurah kepada orang yang memohon pemberianNya. bagiNya amat mudah menganugerahkan kepandaian membaca kepadamu, berkat kemurahanNya. Kemudian Allah menambahkan ketentraman hati nabi saw atas berkat yang baru ia miliki melalui firmanNya :) ( Yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar sesama manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia tak ubahnya lisan yanng bicara. Qalam atau pena, adalah benda mati yang tidak bisa memberikan pengertian. Oleh sebab itu Zat Yang Menciptakan benda mati bisa menjadi alat komunikasi sesungguhnya tidak ada kesulitan bagiNya menjadikan dirimmu (Muhammad) bisa membaca dan memberi penjelasan serta pengajaran. Apalagi engkau adalah manusia yang sempurna.Di sini Allah menyatakan bahwa diriNyalah yang telah menciptakan manusia dari alaq, kemudian mengajari manusia dengan perantaraan qalam. Dengan itu agar manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan dari sesuatu yang hina, hingga ia mencapai kesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuannya tentang hakekat segala sesuatu. Seolah-olah ayat ini mengatakan, Renungkanlah wahai manusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu telah berpindah dari tingkatan yang paling rendah dan hina, kepada tingkatan yang paling mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan kekuasaan yanng menciptakan kesemuanya dengan baik. Kemudian Allah menambahkan penjelasanNya dengan mennyebutkan nikmat-nikmatNya kepada manusia melalui firmanNya :) ( Sesungguhnya Zat Yang Memerintahkan rasul-Nya membaca, Dia-lah yang mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya manusia itu bodoh, ia tidak mengetahui apa-apa. Lalu apakah mengherankan jika Ia mengajarimu (Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmu selain membaca, sedangkan engkau memiliki bakat untuk menerimanya ?Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan tentang keutamaan membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan. Sungguh jika tidak ada qalam, maka anda tidak akan bisa memahami berbagai ilmu pengetahuan, tidak akan bisa menghitung jumlah pasukan tentara, semua agama akan hilang, manusia tidak akan mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu, penemuan-penemuan dan kebudayaan mereka. Dan jika tidak ada qalam, maka sejarah orang-orang terdahulu tidak akan tercatat baik yang mencoreng wajah sejarah maupun yang menghiasinya. Dan ilmu pengetahuan mereka tidak akan bisa dijadikan penyuluh bagi generasi berikutnya. Dan dengan qalam bersandar kemajuan umat dan kreatifitasnya.Dalam ayat ini terkandung pula bukti yang menunjukan bahwa Allah yang menciptakan manusia dalam keadaan hidup dan berbicara dari sesuatu yang tidak ada tanda-tanda kehidupan padanya, tidak berbicara serta tidak ada rupa dan bentuknya secara jelas. Kemudian Allah mengajari manusia ilmu yang paling utama, yaitu menulis dan menganugerahkannya ilmu pengetahuan, sebelum itu ia belum mengetahui apapun juga. Sungguh mengherankan kelalaianmu, wahai manusia.[footnoteRef:13] [13: Ahmad Musyafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya toha Putra, 1993), hlm. 346-349]

Dalam ayat Al-Alaq ini dapat diketahui perintah Allah SWT kepada manusia untuk menuntut ilmu, dan dijelaskan pula sarana yang digunakan untuk menuntut ilmu yaitu kalam. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia dan mengamalkannya juga merupakan ibadah. Semakin tinggi ilmu yang dikuasai, semakin takut pula kepada Allah SWT sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya. Adapun dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asyariradhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda:"Perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmu adalah seperti air hujan yang banyak yang menyirami bumi, maka di antara bumi tersebut terdapat tanah yang subur, menyerap air lalu menumbuhkan rumput dan ilalang yang banyak. Dan di antaranya terdapat tanah yang kering yang dapat menahan air maka Allah memberikan manfaat kepada manusia dengannya sehingga mereka bisa minum darinya, mengairi tanaman dengannya dan bercocok tanam dengan airnya. Dan air hujan itu pun ada juga yang turun kepada tanah/lembah yang tandus, tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan rumput-rumputan. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan orang yang mengambil manfaat dengan apa yang aku bawa, maka ia mengetahui dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, dan perumpamaan orang yang tidak perhatian sama sekali dengan ilmu tersebut dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya." (HR. Al-Bukhariy)Di dalam hadits ini terdapat pengarahan dari NabiSAWagar bersemangat untuk mencari ilmu, yaitu beliauSAWmemberikan perumpamaan terhadap apa yang beliau bawa, yaitu hujan yang menyeluruh di mana manusia mengambil dan memanfaatkan air hujan tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kemudian beliauSAWmenyerupakan orang yang mendengar ilmu dengan bumi/tanah yang bermacam-macam dimana air hujan (ilmu) turun padanya:1. Di antara mereka ada orang yang berilmu, beramal dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang baik, yang menyerap air lalu memberikan manfaat pada dirinya dan menumbuhkan tanaman dan rumput-rumputan sehingga memberikan manfaat bagi yang lainnya.2. Di antara mereka ada yang mengumpulkan ilmu yang dia sibuk dengannya, di mana ilmu tersebut dimanfaatkan pada masanya dan masa setelahnya dalam keadaan dia belum bisa mengamalkan sebagian darinya atau belum bisa memahami apa yang dia kumpulkan, akan tetapi dia sampaikan kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang menahan air sehingga manusia dapat mengambil manfaat darinya.3. Dan di antara mereka ada orang yang mendengar ilmu tetapi tidak menghafalnya, tidak beramal dengannya dan tidak pula menyampaikannya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah lumpur atau tanah tandus yang tidak dapat menerima/menampung air.Kelompok pertama dan kedua dalam perumpamaan tersebut kelak akan dikumpulkan menjadi satu karena kebersamaan mereka dalam memanfaatkan ilmu yang mereka miliki walaupun derajat kemanfaatannya bertingkat-tingkat. Dan kelompok ketiga yang tercela akan dipisahkan dari kelompok satu dan dua karena tidak adanya kemanfaatan darinya. (Fathul Baarii 1/177)[footnoteRef:14] [14: http://fdawj.atspace.org/awwb/th3/20.htm, diaksespadatanggal 4 Juni 2015 pukul 16.41 WIB]

Dan tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan yang besar antara orang yang mencari ilmu lalu memberikan manfaat pada dirinya dan orang lain dengan orang yang rela dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya sehingga dia tidak mendapat bagian sedikit pun dari warisannya para Nabi.Adapun hal ini diperkuat oleh firman Allah SWT yang berbunyi: Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At Taubah: 122)Orang-orang yang beriman tidak wajib pergi semua untuk berjihad atau menuntut ilmu, dan meninggalkan negeri mereka dalam keadaan kosong. Tapi harus tetap ada yang tinggal disana dan satu kelompok lagi yang keluar menuntut ilmu yang bermanfaat. Apabila mereka kembali ke kampung halaman, mereka wajib mengajarkan ilmu yang diperoleh kepada kaumnya yang tidak ikut menuntut ilmu. Mereka harus memberikan pemahaman kepada kaumnya tentang agama Allah SWT, memperingatkan mereka akan bahaya maksiat dan melanggar perintah-Nya. Menyerukan supaya mereka bertakwa kepada Tuhan mereka dengan mengamalkan kitab-Nya dan sunnah Nabi SAW.[footnoteRef:15] [15: Aidh Al Qorni,Tafsir Muyassar Jilid 2,(Jakarta: Qisthi Press, 2007), hlm. 165]

BAB IIIPENUTUPA. KESIMPULANIslam adalah agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya peran akal, sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang yang tak berakal, dengan akal yang telah sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta.Allah akan meninggikan tempat bagiorang-orang yang berilmu disurganya dan menjadikan mereka di dalam surga termasuk orang-orangyang berbakti tanpa kekhwatiran dan kesedihan.Ilmu pengetahuan sangat penting bagi kehidupan manusia, karena tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak akan bisa melakukan apa-apa.Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia dan mengamalkannya juga merupakan ibadah. Semakin tinggi ilmu yang dikuasai, semakin takut pula kepada Allah SWT sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya.

B. PENUTUPDemikian makalah ini penyusun buat, penyusun mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan. Penyusun meminta kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

21