makalah ilmu tafsir

23
BAB I PENDAHULUAN Al-Qur’an adalah sumber hukum pertama dan utama bagi Islam. Keberadaannya merupakan sebuah pelita bukan hanya bagi umat Islam, tapi juga seluruh manusia. Berbicara, mengkaji dan membahas al- Qur’an tak akan pernah habis walaupun sampai akhir zaman, karena al-Qur’an bagaikan laut yang tak bertepi, penuh rahasia dan makna, semakin dikaji maka semakin banyak pula hal baru yang ditemukan. Belum lagi al-Qur’an mempunyai banyak “makna”, tergantung dari sudut pandang mana manusia mengkajinya, sehingga amat nyata bahwa al-Qur’an adalah Mukjizat dan bukan hasil cipta atau karya manusia. Melihat kenyataan tersebut, maka tidaklah heran kalau al-Qur’an mendapatkan perhatian yang besar dari umat Islam dan umat lainnya, untuk itu diperlukan alat yang mampu membawa kita memahami al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, dalam hal ini ilmu tafsir diakui dapat membantu memahami dan mengetahui al-Qur’an secara mendalam, serta mendorong kita untuk memahami hal- 1

Upload: muhammad-rizal-samalanga

Post on 26-Jul-2015

1.321 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah ilmu tafsir

BAB I

PENDAHULUAN

Al-Qur’an adalah sumber hukum pertama dan utama bagi Islam.

Keberadaannya merupakan sebuah pelita bukan hanya bagi umat Islam, tapi juga

seluruh manusia. Berbicara, mengkaji dan membahas al- Qur’an tak akan pernah habis

walaupun sampai akhir zaman, karena al-Qur’an bagaikan laut yang tak bertepi, penuh

rahasia dan makna, semakin dikaji maka semakin banyak pula hal baru yang

ditemukan. Belum lagi al-Qur’an mempunyai banyak “makna”, tergantung dari sudut

pandang mana manusia mengkajinya, sehingga amat nyata bahwa al-Qur’an adalah

Mukjizat dan bukan hasil cipta atau karya manusia.

Melihat kenyataan tersebut, maka tidaklah heran kalau al-Qur’an mendapatkan

perhatian yang besar dari umat Islam dan umat lainnya, untuk itu diperlukan alat yang

mampu membawa kita memahami al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh,

dalam hal ini ilmu tafsir diakui dapat membantu memahami dan mengetahui al-Qur’an

secara mendalam, serta mendorong kita untuk memahami hal-hal yang menunjang

pemahaman al-Qur’an yang mulia ini. Karena penafsiran yang benar mempunyai

pengaruh pada nilai-nilai pengamalan terhadap ayat-ayat al-Qur’an.

Dalam makalah yang sederhana ini penulis memaparkan tentang tafsir bi al-

ma’tsur atau juga dikenal dengan tafsir bi al-riwayah dan tafsir bi al-manqul. Penulis

memulai dengan pengertian dari tafsir bi al-ma’tsur, kemudian jenis-jenisnya,

kelebihan dan kekurangannya, pengembangannya, dan contoh-contoh dari kitab tafsir

bi al-ma’tsur.

1

Page 2: makalah ilmu tafsir

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Bi al-Ma’tsur

Kata tafsir diambil dari kata fassara – yufassiru - tafsiiran yang berarti

keterangan dan uraian, al-Jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian

bahasa adalah al-Kasyf wa al-Izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan

melahirkan.1

Pada dasarnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari

kandungan makna al-Idhah (menjelaskan), al-Bayan (menerangkan), al-Kasyf

(mengungkap), al-Izhar (menampakkan), dan al-Ibanah (menjelaskan).2

Adapun pengertian tafsir berdasarkan istilah, menurut al-Zarkasyi:

محمد نبيه على المنزل الله كتاب به يفهم عليه علم الله صلى

حكمه . و أحكامه استخراج و معانيه بيان و وسلم

Artinya:

“Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna

kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad saw, serta menyimpulkan

kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.”3

Menurut al-Kilabi dalam al-Tashil:

1 Al-Jurjani, at-Ta’rifat, (Jeddah; al-Thaba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi), hal. 63.2 Rosihun Anwar, ilmu tafsir, (bandung; Pustaka Setia, 2005), hal. 141.3 Jalaluddin al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Cairo: Dar al-Hadits), hal. 451.

2

Page 3: makalah ilmu tafsir

أو بنصه يقتضيه بما واإلفصاح معناه وبيان القرآن شرح التفسير

نجواه أو إشارته

Artinya:

“ Tafsir adalah menjelaskan al-Qur’an, menerangkan maknanya, dan menjelaskan apa

yang dikehendaki nash, isyarat, atau tujuannya.”4

Kata al-Ma’tsur adalah isim maf’ul dari Atsar, dimana menurut bahasa berarti

sisa dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah, ada beberapa pendapat yang berbeda,

yakni:

1. Atsar sama pengertiannya dengan Hadist.

2. Atsar berbeda pengertiannya dengan Hadist. Menurut pendapat yang kedua ini,

atsar berarti:

” Segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in yang terdiri atas

perkataan atau perbuatan”5

Dengan menggabungkan kedua pengertian di atas, secara sederhana dapat

disimpulkan bahwa tafsir bil-ma’tsur adalah menafsirkan al-Qur’an dengan

menggunakan keterangan dari al-Qur’an dan atsar.

4 T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hal. 170.

5 Mahmud al-Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadits, (Cairo: Maktabah al-Iman, 2005), hal. 13.

3

Page 4: makalah ilmu tafsir

Muhammad Ali al-Shabuni, memformulasikan tafsir bi al-ma’tsur (disebut

pula dengan tafsir bi al-riwayah dan tafsir bi al-manqul) berikut macam-macamnya

sebagai berikut:

الصحابة كالم او والسنة القرآن فى جاء ما هو بالرواية التفسير

. فالتفسير النبوية بالسنة القرآن تفسير تعالى الله لمراد بيانا

القرآن تفسير او بالقرآن القرآن تفسير يكون ان اما بالمأثور

. الصحابة عن بالمأثور القرآن تفسير او النبوية بالسنة

Artinya :

“Tafsir bi al-riwayah ialah tafsir yang terdapat di dalam al-Qur’an, atau sunnah atau

pendapat sahabat, dalam rangka menerangkan apa yang dikehendaki Allah swt tentang

penafsiran alquran berdasarkan al-Sunnah al-Nabawiyah. Dengan demikian maka

tafsir bil ma’tsur adakalanya ialah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an atau

menafsirkan al-Qur’an dengan al-Sunnah al-Nabawiyah atau menafsirkan al-Qur’an

dengan pendapat sahabat.”6

Dapat difahami bahwa tafsir bil-ma’tsur adalah sebuah cara menjelaskan

maksud dari sebuah ayat atau lebih dengan menggunakan penjelasan ayat al-Qur’an

lainnya atau penjelasan dari Rasulullah saw. atau dari sahabat maupun tabi’in.

B. Jenis-jenis Tafsir Bi al-Ma’tsur

Dari defenisi di atas bisa dikemukakan bahwa tafsir bi al-ma’tsur dapat

dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:

6 Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Dimasyq: Maktabah al-Ghazali, 1401 H/1981M), hal. 63.

4

Page 5: makalah ilmu tafsir

1) Tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an

Yaitu penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan ayat-ayat yang ada dalam al-

Qur’an juga. Karena al-Qur’an pada dasarnya saling menafsirkan ayat yang ada, ayat

yang global yang terdapat dalam al-Qur’an ditafsirkan oleh ayat yang ada di tempat

lain, dan apa yang disebut secara ringkas dalam al-Qur’an ditafsir secara mendetail

pada ayat yang lain.

Penafsiran dengan menggunakan penjelasan dari ayat lain seperti di atas dapat

dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

Pertama adalah bahwa maksud dari sebuah ayat diuraikan pada ayat lain,

seperti kata al-muttaqin pada surah al-Baqarah ayat 2, yang diuraikan pada ayat

selanjutnya:

“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang

bertakwa”

Kata “mereka yang bertakwa” kemudian diuraikan pada ayat selanjutnya:

”(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan

menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dan mereka

yang beriman kepada Kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-

kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan)

akhirat “.( al-Baqarah : 3-4).7

Kedua adalah penjelasan tentang informasi tertentu yang dalam sebuah ayat

hanya disebutkan secara ringkas, lalu ayat yang lainlah yang menguraikannya dengan

7 Muhammad Amin Suma, studi ilmu-ilmu al-Quran, (Jakarta: Pustaka Firdaus), hal. 51.

5

Page 6: makalah ilmu tafsir

lebih jelas, seperti kisah nabi Musa as. pada sebuah ayat hanya diceritakan dengan

ringkas, lalu ayat lain memberikan uraian cerita yang lebih lengkap.

Ketiga adalah ayat-ayat mujmal ditafsirkan dengan ayat-ayat mubayyan,

mutlaq dengan muqayyad, amm dengan khash.

Contoh:

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik” . (QS al-Maidah: 5)

Ayat ini dikhususkan dengan ayat lainnya yakni:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang

disembelih atas nama selain Allah”. (QS al-Ma’idah: 3)

Keempat adalah pengkompromian sebuah ayat yang pada zahirnya terlihat

berbeda dengan ayat lain, maka maksud yang muncul kemudian adalah kombinasi

antara kedua ayat atau lebih tersebut.

2) Tafsir al-Qur’an dengan Sunnah

Yaitu jika tidak ditemukan penjelasan tentang suatu ayat dalam al-Qur’an pada

al-Qur’an itu sendiri, maka hendaklah penjelasan atau tafsir tersebut dicari pada

sesuatu yang terdapat pada sunnah atau Hadist Rasullah saw, karena fungsi dari

Sunnah adalah sebagai penjelas atau penerang bagi al-Qur’an.

Di antara contohnya adalah Nabi saw menafsirkan kata (zhulmun) ظلم

dengan syirik (mempersekutukan Allah) ketika menafsirkan firman Allah:8

8 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, juz 8, (Cairo: Dar al-Hadits, 2004), hal. 601.

6

Page 7: makalah ilmu tafsir

مهتدون وهم األمن لهم أولئك بظلم إيمانهم يلبثوا ولم ءامنوا الذين

Artinya:

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan

kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itu

adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.( QS: al-An’am: 82)

Rasulullah saw menegaskan bahwa yang dimaksud dengan zhulm pada ayat

diatas adalah syirik seraya beliau merujuk pada ayat 13 surat Luqman, yaitu:

الشرك إن بالله تشرك ال بني يا يعظه وهو البنه لقمان قال إذ و

عظيم لظلم

“ Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran

kepadanya: Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah, karena

sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang

besar.”(QS. Luqman: 13).9

3) Penafsiran ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat.

Hadist adalah rekaman perjalanan kehidupan Rasulullah saw. yang

dikumpulkan oleh para imam-imam Hadist berdasarkan riwayat dan sanad.

Di antara para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan al-Qur’an adalah

Abu Bakar ra., Umar bin Khattab ra., Ali bin Abi Thalib ra., Abdullah bin Mas’ud ra.,

Ubay bin Ka’ab ra., Zaid bin tsabit ra., Abu Musa al-Asy’ari ra., Abdullah bin Zubair

ra., Anas bin Malik ra., Abdullah bin Umar ra., Jabir bin Abdullah ra., Abdullah bin 9 Muhammad Amin Suma, studi …, hal. 58.

7

Page 8: makalah ilmu tafsir

Amr bin Ash ra. dan Aisyah ra. Cukup banyak riwayat-riwayat yang dinisbatkan

kepada mereka dan kepada beberapa sahabat lain di beberapa tempat. Kesahihan

riwayat yang disandarkan kepada mereka tentu saja berbeda-beda tergantung kepada

kekuatan keshahihan sanadnya.

Contoh ayat yang dijelaskan dengan perkataan sahabat adalah surah al-Baqarah ayat

158:

”Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka

barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa

baginya mengerjakan sa`i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu

kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri

Kebaikan lagi Maha Mengetahui” . (QS al-Baqarah: 158)

Tentang ayat ini, Urwah bin al-Zubair ra. pernah bertanya kepada Aisyah ra.

yang kemudian beliau jawab bahwa peniadaan dosa di sini dimaksudkan sebagai

penolakan terhadap keyakinan beberapa kaum muslimin bahwa sa’i antara Shafa dan

Marwa termasuk perbuatan jahiliyyah. Hal ini seperti yang terdapat sebuah riwayat

yang berasal dari Imam Bukhari.10

C. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Bi al-Ma’tsur

Tafsir bi al-ma’tsur, terutama dalam bentuk tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an dan

tafsir al-Qur’an dengan al-Sunnah al-Nabawiyah oleh kebanyakan bahkan seluruh

mufassirin dinyatakan sebagai tafsir yang paling berkualitas dan paling tinggi

kedudukannya.11

10 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari …, hal.203.11 Muhammad Amin Suma, studi ..., hal. 63.

8

Page 9: makalah ilmu tafsir

Berkenaan dengan keistimewaan ini sebahagian ulama di antaranya Ibn

Taymiyyah (661-728 H/1262-1327 M) dan Ibn Katsir (701-774/1301-1372 M)

keduanya mengatakan bahwa: ”sekiranya ada orang yang bertanya tentang cara

penafsiran al-Qur’an yang terbaik, maka jawabannya yang paling tepat ialah

manafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an. Alasannya, karena jika pada sebahagian

ayat al-Qur’an ada yang mujmal (global), maka pada bagian yang lain seringkali

dijumpai uraian yang relatif rinci. Manakala seseorang tidak menjumpai

(keterangannya) dalam al-Qur’an, maka hendaklah ia berpegang dengan al-Sunnah,

sebab al-Sunnah berfungsi sebagai pensyarah dan penjelas bagi al-Qur’an. Bahkan

Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i mengatakan:”Setiap masalah yang ketentuannya

hukumnya ditetapkan Rasulullah saw maka (pada dasarnya) itu merupakan (hasil)

pemahamannya terhadap al-Qur’an.”12

Sungguhpun tafsir bi al-riwayah /bi al-ma’tsur memiliki kedudukan yang

sangat tinggi, tapi tidak berarti kitab-kitab tafsir bi al-riwayah terlepas dari berbagai

kelemahan. Sekurang-kurangnya menyangkut hal-hal tertentu terutama ketika

dihubungkan dengan tafsir al-Qur’an yang diwarisi dari sahabat dan tabi’in. ada

beberapa kelemahan didalamnya, terutama:

1) Mencampuradukkan antara yang sahih dengan yang tidak sahih, seperti dapat

dikenali dari informasi yang sering dinisbahkan (dihubungkan) kepada sahabat

atau tabi’in tanpa memiliki rangkaian sanad yang valid sehingga membuka

peluang bagi kemungkinan bercampur antara yang hak dengan yang batil.

2) Dalam buku-buku tafsir bi al-riwayah sering dijumpai kisah-kisah Israiliyat

yang penuh dengan khurafat, tahayul, dan bid’ah yang seringkali menodai

akidah Islamiyah.

12 Abu Fida’ Ismail bin Katsir al-Dimasyqi,Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, jilid 1, (Dar al-Turats al-Arabi), hal. 3.

9

Page 10: makalah ilmu tafsir

3) Sebahagian orang kafir zindiq yang nota bene memusuhi Islam, acapkali

menyisipkan (kecercayaannya) melalui sahabat dan tabi’in sebagaimana

halnya mereka juga berusaha menyisipkannya melalui Rasul saw di dalam

Hadits-hadits Nabawiyah. Yang demikian itu mereka lakukan untuk

menghancurkan Islam dari dalam.13

Memperhatikan beberapa kelebihan tafsir bi al-riwayah, dan selakigus

kelemahannya, maka mudahlah dimengerti jika tafsir bi al-riwayah dibedakan ke

dalam dua kelompok besar, yakni tafsir bi al-riwayah yang sahih dan tafsir bi al-

riwayah yang tidak sahih. tafsir bi al-riwayah yang sahih ialah tafsir yang didasarkan

kapada periwayatan yang sanad maupun matannya dapat dipertanggungjawabkan

ilmu Hadits. sedangkan tafsir bi al-riwayah yang tidak sahih ialah tafsir yang

didasarkan kepada riwayat-riwayat yang tidak benar. Termasuk dalam kelompok tafsir

bi al-riwayah yang tidak sahih ialah kisah-kisah Israiliyyat yang relatif cukup banyak

dijumpai dalam berbagai kitab tafsir terutama kitab-kitab tafsir bi al-ma’tsur.14

D. Kemungkinan Pengembangan Tafsir bi al-Ma’tsur

Tidak jarang sebahagian orang menganggap tafsir bi al-ma’tsur yang lebih

banyak berorientasi kepada teks-teks wahyu atau riwayat itu sulit untuk

dikembangkan. Asumsi seperti ini mungkin tidak terlalu salah jika riwayat dan teks

yang ada semata-mata difahami secara literalis atau tekstual. Namun realitanya akan

menjadi lain ketika tafsir bi al-ma’tsur difahami secara tekstual dan kontekstual

sekaligus. Sebab, sungguh aneh rasanya bila ada pemahaman tekstual tanpa

kontekstual atau pemahaman kontekstual tanpa tekstual.

13 Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan…, hlm. 78-79.14 Muhammad Amin Suma, Studi …, hal. 66.

10

Page 11: makalah ilmu tafsir

Sungguh tidak masuk akal jika Nabi Muhammad saw selaku perintis ilmu

tafsir dan pendidik mufassirin memberikan dasar-dasar ilmu tafsir yang jumud (statis).

Jangkauan ajaran Nabi dan pendidikannya – termasuk dalam bidang tafsir alquran –

pasti mengiringi irama al-Qur’an itu sendiri yang akan terus eksis dan dinamis.

Contoh sederhana bahwa tafsir bi al-ma’tsur bisa dikembangkan, firman Allah:

عدو به ترهبون الخيل رباط ومن قوة من استطعتم ما لهم أعدوا و

دونهم من ءاخرين و عدوكم و الله

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh) kekuatan apa saja yang kamu

sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (dengan persiapan itu)

kamu menggertakan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka.” (QS: al-

Anfal:60).

Nabi menafsirkan kata quwwah pada ayat diatas dengan panah (al-ramyu).

Mengapa dengan panah? Karena untuk zaman itu satu-satunya senjata yang paling

jauh jangkauannya untuk menyerang musuh adalah panah. Kala itu belum dikenal

jenis senjata seperti pistol, senjata mesin, granat, tank, dan lain-lain.

Atas dasar ini, maka tidaklah salah jika kata quwwah diatas penafsirannya

tidak dengan panah – meskipun Nabi menafsirkan demikian – akan tetapi umat islam

diingatkan Allah supaya selalu siap siaga dan waspada dalam menghadapi berbagai

kemungkinan serangan musuh. Kewaspadaan itu harus tetap diiringi dengan segenap

daya kekuatan yang dimiliki, termasuk didalamnya senjata-senjata berat yang canggih.

Berdasarkan uraian diatas berikut contohnya, dapat disimpulkan bahwa tafsir

bi al-ma’tsur masih tetap bisa dan bahkan perlu dikembangkan. Caranya dengan

11

Page 12: makalah ilmu tafsir

memahami konteks ayat-ayat dan hadits-hadits itu sendiri di samping tetap

memperhatikan teks-teks apa adanya. Dengan kata lain, harus memperhatikan ruh

(semangat) penafsiran Rasulullah saw itu sendiri dibalik teks-teks formal yang beliau

sampaikan.15

E. Beberapa Contoh Kitab Tafsir bi al-Ma’tsur

1) Tafsir At-Thabari

Nama asli tafsir ini adalah Jami’ Al-bayan fi Tafsir Al-Qur’an, penulisnya

adalah Imam Ibnu Jarir At-Thabari.panggilannya Abu Ja’far. Ia dilahirkan pada tahun

224 H dan wafat 310 H. Kitab beliau termasuk kitab tafsir bi al-ma’tsur yang paling

agung16, paling benar dan paling banyak mencakup pandapat sahabat dan tabi’in serta

dianggap sebagai pedoman pertama bagi para mufassir.

2) Tafsir As-Samarqandy

Ditulis oleh Imam Nasr bin Muhammad As-Samarqandy, dikenal dengan Abu

Laits (Wafat 373 H). Kitab tafsir ini berjudul Bahrul Ulum dan tergolong sebagai

tafsir bil ma’tsur. Dalam menulis tafsir ini, Al-Imam menempuh jalan penafsiran para

sahabat dan tabiin. Beliau banyak mengutip komentar mereka tetapi tidak menyebut

sanad-sanadnya.

3)g Tafsir Al-Baghawi

Pengarang tafsir ini adalah Imam Husain bin Mas’ud Al-Farra’ Al-Baghawi.

Beliau juga seorang faqih lagi muhaddist, bergelar Muhyi As-sunnah (yang

15 Muhammad Amin Suma, studi …, hal. 67-70.16 Jalaluddin al-Suyuthi, al-Itqan …, hal. 486.

12

Page 13: makalah ilmu tafsir

menghidupkan sunnah). Beliau wafat tahun 510 H. Beliau memberi nama tafsirnya

dengan Ma’alim At-Tanzil.

4) Tafsir Ibnu ‘Athiyyah

Al-Muharrar Al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab Al-Aziz ialah nama asli tafsir ini.

Penulisnya adalah Imam Abu Muhammad Abdul Haq bin ghalib bin ‘Athiyyah Al-

Andalusy. Beliau adalah seorang Qodhi yang adil, cerdas dan terkenal faqih. Ahli

dalam hukum, hadis dan tafsir. Ibnu Khaldun menilai tafsir ini paling tinggi

validitasnya.

5) Tafsir Ibnu Katsir

Kitab tafsir buah karya Al-Hafizh Imaduddin Ismail bin Amr bin Katsir  (700-

774 H) ini adalah kitab yang paling masyhur dalam bidangnya. Kedudukannya berada

pada posisi kedua setelah Tafsir Ibnu Jarir At-Thobari. Nama aslinya adalah Tafsir Al-

Qur’an Al-Adzim. Tafsir yang diterima di khalayak ramai umat Islam.

6) Tafsir As-Suyuthi

Kitab yang bernama Ad-Dur Al-Mantsur fi Tafsir bi Al-Ma’tsur ini ditulis oleh

Imam Jalaluddin As-Suyuthy, ulama produktif yang memiliki ratusan karya

cemerlang. Beliau lahir tahun 749 H dan wafat tahun 911 H.17

BAB III

17 St. Amanah, Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: al-Syifa’, 1994), hal. 348-353.

13

Page 14: makalah ilmu tafsir

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa:

1. Tafsir bi al-ma’tsur adalah sebuah cara menjelaskan maksud dari sebuah ayat atau

lebih dengan menggunakan penjelasan ayat al-Qur’an lainnya atau penjelasan dari

Rasulullah saw. atau dari sahabat maupun tabi’in.

2. Tafsir bi al-ma’tsur dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:

1) Tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an.

2) Tafsir al-Qur’an dengan Sunnah.

3) Penafsiran ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat dan tabi’in.

3. Tafsir bi al-ma’tsur dibedakan ke dalam dua kelompok besar, yakni tafsir bi al-

riwayah yang sahih dan tafsir bi al-riwayah yang tidak sahih.

4. Tafsir bi al-ma’tsur masih tetap bisa dan bahkan perlu dikembangkan. Caranya

dengan memahami konteks ayat-ayat dan hadits-hadits itu sendiri di samping

tetap memperhatikan teks-teks apa adanya. Dengan kata lain, harus

memperhatikan ruh (semangat) penafsiran Rasulullah saw itu sendiri dibalik

teks-teks formal yang beliau sampaikan.

DAFTAR PUSTAKA

14

Page 15: makalah ilmu tafsir

Abu al-Fida’ Ismail bin Katsir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, jilid 1, (Dar al-Turats al-Arabi).

Al-Jurjani, at-Ta’rifat, (Jeddah; al-Thaba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi).

Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, juz 8, (Cairo: Dar al-Hadits, 2004).

Jalaluddin al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Cairo: Dar al-Hadits).

Mahmud al-Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadits, (Cairo: Maktabah al-Iman, 2005).

Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Dimasyq: Maktabah al-Ghazali, 1401 H/1981M).

Muhammad Amin Suma, studi ilmu-ilmu al-Quran, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001).

Rosihun Anwar, ilmu tafsir, (bandung; Pustaka Setia, 2005).

St. Amanah, Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: al-Syifa’, 1994).

T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000).

15