perdamaian dalam persepektif al-qur’an:...

123
PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: KAJIAN ATAS PENAFSIRAN MUFASIR NUSANTARA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh Agus Sulistiantono NIM: 11140340000257 PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2019 M

Upload: others

Post on 14-Aug-2020

33 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: KAJIAN

ATAS PENAFSIRAN MUFASIR NUSANTARA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Agama (S.Ag.)

Oleh

Agus Sulistiantono

NIM: 11140340000257

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H / 2019 M

Page 2: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan
Page 3: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan
Page 4: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan
Page 5: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

v

ABSTRAK

Agus Sulistiantono

Perdamaian dalam Perspektif al-Qur’an: Kajian Atas Penafsiran

Nusantara

Rasa damai dan aman adalah nilai esensial dalam kehidupan

manusia. Dengan kedamaian terciptalah hubungan dan interaksi yang

harmonis. Olehnya itu al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam adalah

kitab suci yang membawa perdamaian bagi kemanusiaan universal. Begitu

juga dengan misi Rasulullah saw. dalam menebar pesan pesan perdamaian

dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Penelitian ini berupaya

mendeskripsikanan pesan perdamaian dalam QS. an-Nisā’ (4): 86 dengan

menjabarkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut. Pertama,

bagaimana hakikat pesan perdamaian dalam QS. an-Nisā’(4): 86. Kedua,

bagaimana wujud pesan perdamaian dalam QS. an-Nisa’/4: 86, dan 3).

Bagaimana implementasi pesan perdamaian dalam QS. an-Nisā’(4): 86.

Skripsi ini termasuk kategori penelitian kualitatif deskriptif berupa

penelitian kepustakaan atau library research. Data yang dikumpulkan

dengan mengutip, menyadur, dan menganalisis dengan mengadopsi

pendekatan ilmu tafsir. Pendekatan tersebut diterapkan dengan empat

teknik interpretasi yaitu : qurani, linguistik, sistemis, dan kultural. Secara

spesifik penulis memakai metode tafsir tahlīlī untuk menginterpretasikan

ayat al-Qur’an yang menjadi sumber data primer, dengan menjadikan QS.

an-Nisā’(4): 86 sebagai objek kajian utama.

Kesimpulannya dari penelitian ini sebagai berikut, perdamaian atas

nama agama merupakan tema yang sangat penting untuk dikaji karena jika

tidak paham dalam konsep perdamaian sering menjadi akar kekerasan

didalam dunia maupun diantar agama. Perdamaian merupakan hak setiap

manusia di muka bumi ini dengan perdamaian maka tidak akan muncul

konflik diantara manusia dalam kehidupan sehari hari. Hidup damai dalam

kehidupan sehari hari merupakan anjuran dari Nabi Muhammad saw. maka

dari itu perdamaian itu sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari hari.

Kata Kunci: Perdamaian, Tafsir Nusantara, an-Nisā’ (4): 86

Page 6: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

vi

KATA PENGANTAR

م ي ح الر ن ح مالر للا م س ب

Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Segala puji bagi Allah swt. Tuhan

semesta alam yang telah memberikan kenikmatan jasmani maupun rohani,

serta Rahmat dan hidayah-Nya, dan kemudahan serta kesabaran dalam

menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir kuliah ini (Skripsi) berkat pertolongan-Nya.

Solawat dan salam punulis sampaikan dan haturkan kepada manusia yang

paling mulia kekasih Allah swt. yakni Baginda Nabi Muhammad saw. Serta

doa untuk keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir

zaman. Selanjutnya saya sampaikan rasa terima kasih setinggi-tingginya

kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Amany Lubis, M.A, selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an

dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan bapak Fahrizal Mahdi, Lc.

MIRKH, selaku Sekretaris Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Serta

seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ushuluddin, khususnya prodi

Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan

ilmu pengetahuan juga pengalaman yang berharga kepada penulis.

4. Bapak Dr. Hasani Ahmad Said, M.A, selaku dosen pembimbing

penulis yang telah memberikan arahan, saran dan dukungan kepada

penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Mohon maaf yang

sebesar-besarnya jika selama proses bimbingan penulis banyak

Page 7: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

vii

merepotkan. Semoga bapak senantiasa diberikan kesehatan, dan

kelancaran dalam segala urusan. Amīn.

5. Kedua orang tuaku tercinta terkhusus almarhumah ibu yang baru saja

dipanggil Allah SWT semoga dengan ini menjadi amal jariah kedua

orang tuaku terkhusus ibu ku, tersenyum di sana melihatku.

6. Istriku tercinta, Lailiya Saidah, SH. Yang senantiasa mensuport dan

mendukung perjuangan sang suami, terimakasih atas semangatnya

yang tidak pernah bosan mengingatkan suamimu untuk berjuang

menyelesaikan study ini. I love you istriku sayang.

7. Teman-teman seperjuangan, kepada seluruh teman-teman jurusan Ilmu

al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2014, khususnya teman-teman TH-B,

Abdul Haisman, Raja Hotlan Harahap, Fikri Aulia, Bagus Eryanto,

Mohamad Husni, Sofyan Tsauri yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu. Semua kita semua tetap dalam ikatan silaturahmi dan jalinan

persahabatan yang indah tiada akhir. Terima kasih atas kerja sama

selama ini semoga kita semua di lancarkan oleh Allah dalam segala

urusan. Amīn.

8. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam

proses penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu.

Semoga Allah swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan,

dan semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

khususnya dan umumnya bagi para pembaca agar selalu berpegang pada

ajaran-ajaran Nabi Muhammad saw. Amin.

Ciputat, 06 November 2019

Agus Sulistiantono

Page 8: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

viii

DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PERNYATAAN PENULIS.....................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING .............................iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI......................................................iv

ABSTRAK....................................................................................................v

KATA PENGANTAR................................................................................vi

DAFTAR ISI.............................................................................................viii

TRANSLITERASI.......................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1

B. Identifikasi Masalah...........................................................................9

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah...............................................10

D. Tujuan Penelitian.............................................................................10

E. Manfaat Penelitian...........................................................................10

F. Metodologi Penelitian......................................................................11

G. Tinjauan Pustaka..............................................................................12

H. Sistematika Penulisan......................................................................17

BAB II KONSEPSI PERDAMAIAN DALAM AL-QUR’AN................19

A. Definisi Perdamaian.........................................................................19

B. Sejarah dan Asal Usul Perdamaian...................................................23

C. Pentingnya Perdamaian....................................................................28

D. Pesan Perdamaian............................................................................30

E. Perdamaian dalam Perspektif Ulama...............................................33

F. Term Perdamaian dalam al-Qur’an..................................................38

Page 9: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

ix

BAB III TINJAUAN UMUM TAFSIR NUSANTARA...........................43

A. Karya-Karya Tafsir Nusantara.........................................................44

B. Karakteristik Tafsir Nusantara.........................................................59

BAB IV PANDANGAN PENAFSIRAN MUFASIR NUSANTARA

TERHADAP PERDAMAIAN DALAM AL-QURAN............................67

A. Ayat-Ayat Tentang Perdamaian dalam al-Qur’an............................68

B. Penafsiran Perdamaian Menurut Beberapa Ulama Nusantara..........70

C. Ayat-Ayat Perdamaian.....................................................................73

1. Perdamaian dalam Lingkup Internal Kaum Muslimin...............73

2. Perdamaian Rumah Tangga.......................................................77

3. Perdamaian di Antara Umat Manusia.........................................91

D. Tujuan Perdamaian dalam al-Quran.................................................95

E. Hikmah dari Perdamaian..................................................................97

F. Ajaran untuk Perdamaian...............................................................100

BAB V PENUTUP....................................................................................103

A. Kesimpulan.....................................................................................103

B. Saran...............................................................................................104

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................95

Page 10: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

x

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan

bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/U/1987.

1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

ṡ es dengan titik atas ث

J Je ج

ḥ ha dengan titik bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Ż zet dengan titik atas ذ

R Er ر

Z Zet ز

Page 11: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

xi

S Es س

Sy es dan ye ش

ṣ es dengan titik bawah ص

ḍ de dengan titik bawah ض

ṭ te dengan titik bawah ط

ẓ zet dengan titik bawah ظ

‘ عKoma terbalik di atas hadap

kanan

Gh ge dan ha غ

F Ef ف

Q Qi ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

Page 12: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

xii

H Ha ه

Apostrof ’ ء

Y Ye ي

2. Vokal

Vokal terdiri dari dua bagian, yaitu vokal tunggal dan vokal rangkap.

Berikut ketentuan alih aksara vokal tunggal:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatḥah ـ

I Kasrah ـ

U Ḍammah ـ

Adapun vokal rangkap ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

يـ Ai a dan i

وـ Au a dan u

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang dalam bahasa Arab

dilambangakan dengan harkat dan huruf, yaitu:

Page 13: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

xiii

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ā a dengan topi di atas ىم

Ī i dengan topi di atas ى ي

Ū u dengan topi di atas ى و

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan

huruf ال dialih aksarakan menjadi huruf ‘l’ baik diikuti huruf syamsiyah

maupun huruf qamariyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl.

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda (ـ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan

tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu

terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.

Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-ḍarūrah tapi al-ḍarūrah.

6. Tā’ Marbūṭah

Kata Arab Alih Aksara Keterangan

Page 14: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

xiv

Ṭarīqah Berdiri sendiri طريقة

-Al-jāmi‘ah al اجلامعةاإلسالمية

islāmiyyah Diikuti oleh kata sifat

waḥdat al-wujūd وحدةالوجودDiikuti oleh kata

benda

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam system tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, alih

aksara huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku dalan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan

permukaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama seseorang,

dan lain-lain. Jika nama seseorang didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf kapital adalah huruf awal nama tersebut. Misalnya:

Abū ‘Abdullāh Muhammad al-Qurṭubī bukan Abū ‘Abdullāh Muhammad

Al-Qurṭubī

Berkaitan dengan judul buku ditulis dengan cetak miring, maka

demikian halnya dengan alih aksaranya, demikian seterusnya. Jika terkait

nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri,

disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari

bahasa Arab. Contoh: Nuruddin al-Raniri tidak ditulis dengan Nūr al-Dīn

al-Rānīrī.

Page 15: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

xv

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara

terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan

diatas:

Kata Arab Alih Aksara

ال قر آنم Faiżā qara’ta al-Qur’āna فمإ ذماق مرمأ تم

نون ك تمابممك Fī kitābin Mak ف

ب رونمال قر آنم ي متمدم Afalā yatadabbarūna al-Qur’āna أمفمالم

يممسهإ ل ال مطمه رونملم Lā yamassuhū illa al-Muṭahharūna

9. Singkatan

Huruf Latin Keterangan

Swt, Subḥāh wa ta‘ālā

Saw, Ṣalla Allāh ‘alaih wa sallam

QS. Quran Surat

M Masehi

H Hijriyah

w. Wafat

MSI Mushaf Stndar Indonesia

MP Mushaf Pakistan

Page 16: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama terakhir dan penyempurna agama-agama

terdahulu, maka bisa dipahami bahwa Islam mengandung ajaran yang

paling lengkap dan sempurna, Islam sangat rinci mengatur kehidupan

umatnya. Salah satunya tentang perdamaian, beranjak dari hal tersebut

maka penulis ingin mengulas penafsiran QS. al-Hujurāt ayat 9-10, di mana

di dalamnya mengatur mengenai perdamaian antara dua kelompok

mukmin.1

Kata damai dalam KBBI definisinya adalah tidak ada perang, tidak

ada kerusuhan.2 Sedangkan definisi kata damai atau peace secara

etimologi ditemukan sekitar abad ke-12 berasal dari kata Bahasa Inggris

abad pertengahan yaitu pes, yang diambil dari bahasa Anglo-Perancis pes

di mana kata pes sendiri diambil dari bahasa latin yaitu pax yang berarti

persetujuan, diam atau damai dan keselarasan.3 Berdasarkan pengertian

tersebut maka lawan kata dari peace adalah konflik, kata yang berasal dari

abad ke-15 diambil dari Bahasa Inggris pertengahan dan latin yaitu

conflictus yang bermakna membentur, menolak, tidak selaras. Sedangkan

pengertian peace atau perdamaian secara terminologi adalah tidak ada

peperangan conflictus atau kekerasan. Dengan demikian konflik pada

akhirnya menjurus kepada terjadinya perang baik antara seseorang

1 Imam Taufiq, Al-Qur’an Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis

Al-Qur’an (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016), 7. 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga

(Jakarta: Balai Pustaka, 2008), 234. 3 Imam Taufik, Perdamaian Dalam Pandangan Sayyid Qutb, (Kairo: Dar al-Imān,

1998), 298.

Page 17: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

2

ataupun kelompok yang bertujuan untuk menghilangkan potensi kekuatan

ataupun hak hidup orang atau kelompok.4

Dasar utama mewujudkan kedamaian yang paripurna adalah

melalui kejujuran karena sifat inilah yang menjadi kriteria pertama dan

utama terhadap kenabian sehingga nabi bukan saja berada pada posisi

kenabian secara etik, tetapi telah menjelma menjadi kenabian yang

menjadi panutan. Dalam keadaan yang demikianlah seseorang nabi

sungguh-sungguh membawa model kepercayaan yang disebut teologi

transformasi. Setelah persyaratan kejujuran kemudian disusul dengan

orang yang tepercaya terus mengembangkan pesan-pesan kebenaran dan

kemudian terakhir seorang nabi selalu memancarkan kepribadian yang

cerdas dan tanggap terhadap berbagai situasi. 5

Apabila dianalogikan kepada sebuah masyarakat maka keempat

kriteria di atas adalah juga merupakan persyaratan terhadap sebuah model

kepemimpinan yang berwibawa dan bagus dalam mengantarkan terjadinya

proses transformasi dalam kehidupan bermasyarakat. Kepemimpinan yang

efektif dalam masyarakat akan bisa menggambarkan semangat perdamaian

yang ditentukan oleh potensi kemampuan dirinya untuk memiliki empat

kriteria tersebut dan ditambah lagi dengan adanya modal sosial yang

mendorong terciptanya suasana saling mengakui, menghormati dan

menghargai dalam hubungan antar manusia. Masyarakat akan kehilangan

modal sosial manakala kepemimpinan dalam sebuah masyarakat tidak

mampu mendorong terwujudnya suasana perdamaian akibat dari berbagai

virus perilaku yang menyimpang yaitu berbohong, pelanggaran janji, dan

pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat.6

4 Taufik, Perdamaian Dalam Pandangan Sayyid Qutb, 230. 5 Taufik, Perdamaian Dalam Pandangan Sayyid Qutb, 232. 6 Taufik, Perdamaian Dalam Pandangan Sayyid Qutb, 233.

Page 18: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

3

Perdamaian tidaklah hanya mencakup semata-mata keamanan fisik

atau tidak adanya perang dan pertikaian di antara manusia di bumi ini,

negara yang sedang bersatu tetapi tidak meletus menjadi perang dapat juga

disebut perdamaian, tetapi dalam arti yang negatif, kendatipun pengertian

di atas mengandung arti yang sangat penting dan juga merupakan inti dari

perdamaian sesungguhnya, tetapi keadaan perdamaian yang dilukiskan

demikian itu hanyalah suatu segi pasif dan terbatas dari arti sesungguhnya.

Apalagi kalau ingin hendak membandingkannya dengan pengertian

perdamaian yang lebih bagus lagi.7

Perdamaian adalah penyesuaian dan pengarahan yang baik di mana

pihak bersangkutan dapat menyelesaikan masalah dengan cara damai

karena ditemukan jalan keluar yang sama-sama tidak merugikan sehingga

dapat menciptakan suasana yang kondusif. Namun, dalam arti yang lebih

luas perdamaian adalah penyesuaian dan pengarahan yang baik dari

seorang terhadap penciptanya pada satu pihak dan kepada sesamanya pada

pihak yang lain. Hal ini berlaku bagi keseluruhan hubungan konsentrasi

antara seseorang dan orang lainnya, seseorang dan masyarakat lainnya

bangsa dan bangsa lainnya. Singkatnya adalah antara keseluruhan umat

manusia satu dan lainnya dan antara manusia dan alam semesta.

Perdamaian yang juga mencakup segala bidang kehidupan fisik,

intelektual, akhlak, dan kerohanian. Perdamaian beginilah yang

merupakan ruang perhatian yang utama dari agama.8

Tantangan bagi perdamaian adalah pertikaian di mana adanya

pertikaian berarti ada perbedaan paham atau alternatif-alternatif bertindak

atau juga kepentingan-kepentingan yang saling mengecualikan.

7Anak Agung Banyu Perwita, Kajian Konflik dan Perdamaian (Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2015), 34. 8 Ridawan Lubis, Agama dan Perdamaian: Landasan,Tujuan, dan Realitas

Kehidupan Beragama di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2017), 315.

Page 19: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

4

Selanjutnya ada dua kemungkinan untuk memecahkan pertikaian yaitu

secara damai atau secara paksa. Paksaan bersifat fisik atau secara damai

sosial dalam berbagai dimensi saling menekan atau memaksa untuk

melakukan tidak melakukan sesuatu. Apabila pertikaian berlatih menjadi

perkelahian, maka sama halnya dengan pihak-pihak yang bersangkutan

tidak mau memecahkannya secara damai. Dalam perkelahian atau perang

yang menang adalah yang lebih kuat, bukan yang lebih benar. Oleh karena

itu upaya-upaya meredam pertikaian ataupun perkelahian harus

dilaksanakan.9

Suasana nyaman yang terbebas dari segala gangguan, bebas dari

permusuhan, kebencian, dendam, dan segala perilaku yang menyusahkan

orang lain. Nabi Muhammad saw. mendefinisikan muslim ideal sebagai

muslim yang mampu memberi kedamaian bagi masyarakat dari perilaku

dan komunikasinya, sebagaimana dalam hadis:

“Seorang Muslim sejati adalah yang mampu memberi rasa damai Kaum

Muslim lainnya dari lisan dan tangannya.”

Hadis ini merupakan jawaban atas pertanyaan Abu Musa kepada

Nabi Muhammad saw. tentang kriteria keislaman yang utama, ayy al-

Islām afḍal? Islam yang seperti apa yang lebih utama? Nabi Muhammad

saw. menjawab dengan memberi deskripsi tentang kriteria tersebut, seperti

memberi rasa aman dan damai dari perilaku dan ucapan yang

mengganggu. Pada hadis lain lain riwayat ‘Abdullāh bin ‘Umar, Nabi

Muhammad saw. diminta keterangan, ayy al-Islām khair? Jenis Islam

yang seperti apa yang baik? Nabi Muhammad saw. menjelaskan bahwa

Islam yang baik adalah dengan memberi makanan dan mendoakan untuk

damai kepada siapa saja, yang dikenal maupun tidak dikenal.

9 Lubis, Agama dan Perdamian Dunia, 320.

Page 20: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

5

Upaya untuk menciptakan perdamaian juga jelas terekam dalam

tradisi dan hidup Nabi Muhammad saw. Setidaknya terlihat dari sikap

Nabi Muhammad saw. yang menolak penyelesaian masalah dengan

kekerasan. Pada periode Mekkah Nabi Muhammad saw. tidak

menunjukkan kecenderungan pada praktek kekerasan dan kekuatan fisik,

bahkan untuk pertahanan diri sekalipun, Nabi Muhammad saw. tidak

mengajarkan tindak kekerasan. Nabi Muhammad saw. mengampanyekan

anti kekerasan yang berporos pada kesabaran dan keteguhan dalam

menghadapi penindasan dan kekerasan. Nabi Muhammad saw.

menempatkan perdamaian pada posisi yang penting dalam Islam, seperti

yang ditunjukkan oleh persaudaraan Kaum Muhajirin dan Ansar di

Madinah.10

Perdamaian merupakan hal yang esensial dalam kehidupan

manusia karena dalam kedamaian itu tercipta dinamika yang sehat,

harmonis, dan humanis dalam setiap interaksi setiap sesama. Dalam

suasana aman dan damai manusia akan hidup dalam suasana ketegangan

dan kegembiraan. Bahkan kehadiran damai dalam kehidupan setiap

makhluk merupakan tuntunan, karena dibalik ungkapan damai menyimpan

keramahan, kelembutan, keadilan dan persaudaraan, dan ajaran islam

sebagai agama rahmatan lil’ālamīn senantiasa untuk mengajak untuk

saling memberikan rasa damai dan aman bagi seluruh umat manusia.

Makna perdamaian juga terkandung di dalam ucapan assalamu’alaikum,

yang salām berarti damai pernyataan hormat dalam perspektif Islam.11

Semangat persaudaraan ini melahirkan kedamaian di hati Umat

Islam yang berimbas pada rasa perdamaian dalam hubungan sosial,

bahkan terhadap non muslim sekalipun.

10 Thoha Hamim, dkk, Resolusi Konflik Islam Indonesia (Surabaya: LSAS dan

IAIN Sunan Ampel, 2007), 18. 11Sayyid Qutb, Islam dan Perdamaian dunia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), 65.

Page 21: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

6

Hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh para imam hadis, dengan

berbagai redaksi, menguatkan isi pesan utama ini:

ى ا خلق الل اللق كتب فى » قال –صلى هللا عليه وسلم –عن أبى هري رة عنى النبى لمهى ، وهو وضع عىنده على العرشى –كىتابىهى إىن رحتى ت غلىب غضبى –هو يكتب على ن فسى

“Ketika Allah menciptakan makhluk, Dia tulis dalam kitab-Nya dan

diletakkan di atas Arasy: Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan

murka-Ku.”12

Dalam riwayat ini berbunyi : إىن رحتى ت غلىب غضبى (sesungguhnya

rahmat-Ku mendahului murka-Ku). Dalam berbagai versi, yang isinya

sama, hadis ini diriwayatkan juga oleh Muslim, Tirmidzī, dan ibn Mājah.

Ayat dan hadis qudsi di atas menunjukkan pesan utama Islam sebagai

agama kasih sayang dan cinta damai melebihi aspek lain. Jika sekarang ini

banyak kelompok Islam yang mengamalkan Islam dengan penuh murka,

kembalilah kepada prinsip ajaran Islam sebagai agama welas asih: Islam

rahmatan li al-‘alamīn.

Penulis ingin melakukan penelitian tentang perdamaian perspektif

tafsir Indonesia yang berfokus pada tafsir al-Iklīl dan tafsir al-Ibrīz.

Bagaimana bentuk langkah perdamaian yang dianjurkan untuk dilakukan

berdasarkan Tafsir Indonesia. Islam selalu memprioritaskan perdamaian

dalam menghadapi suatu permasalahan. Contohnya masalah dalam rumah

tangga bagian suatu kumpulan dari masyarakat terkecil yang terdiri dari

pasangan suami istri, anak-anak, mertua dan sebagainya. Ini yang kerap

terjadi di masyarakat bentuk dari aplikasi penting sebuah perdamaian

dalam menyelesaikan masalah. Terwujudnya rumah tangga yang syah

setelah akad nikah atau perkawinan sesuai dengan ajaran agama dan

undang-undang.13

12Abū al-Hasan al-Qāri`, Mu’jam al-`Ahādits al-Qudsiyyah, terjemhan (Kairo: Dar

al-Imān, 1998), 467. 13 Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1993), 26.

Page 22: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

7

Rumah tangga adakalanya terjadi konflik, konflik-konflik dalam

perkawinan yang menyebabkan keretakan hubungan suami istri atau

bahkan menyebabkan perceraian, biasanya bersumberkan pada

kepribadian suami istri dan hal-hal yang erat kaitannya dengan

perkawinan.14

Istri/suami ketika khawatir mengalami nusyūz dalam rumah

tangganya maka perdamaian adalah jalan yang yang dipilih. Di dalam

kitab sahihaīn disebut melalui hadis Hisyām ibn ‘Urwah, dari ayahnya,

dari Aisyah ra. yang menceritakan, “Ketika usia Saudah binti Zam’ah

sudah lanjut, ia menghadiahkan hari gilirannya kepada Aisyah ra. sejak

saat itu Nabi saw. menggilir Aisyah selama dua hari, satu hari milik

Aisyah, sedangkan hari yang lain hadiah dari Saudah. Sehingga, turunlah

ayat QS: an-Nisā` ayat 128 ini.

ما ان يصلىحا ن ب علىها نشوزا او اىعراضا فل جناح عليهى ن هما واىنى امراة خافت مى ب ي ا ت كان بى قوا فاىن الله ن وا وت ت واىن تسى

ح رتى الن فس الش ر واحضى عملون صلحا والصلح خي را خبىي

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyūz (keangkuhan suami

yang mengakibatkannya meremehkan istri dan menghalang-halangi

hak-haknya) atau sikap berpaling (yakni sikap tidak acuh) dari

suaminya (sehingga si istri merasa tidak mendapatkan sikap ramah

yang dikhawatirkan dapat mengantar pada perceraian), maka tidak

ada dosa bagi keduanya mengadakan perdamaian itu lebih baik,

walaupun kekikiran selalu dihadirkan dalam jiwa (manusia). Dan

jika kamu berbuat ihsan (memperlakukan orang lain lebih baik dari

perlakuannya terhadap diri sendiri) dan bertakwa, maka

sesungguhnya Allah adalah Mahateliti terhadap apa yang kamu

kerjakan.” (QS. an-Nisā` [4]: 128).15

14 Hadisubrata, Keluarga dalam Dunia Modern, tantangan dan Pembinaannya,

(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2003), 25

15M. Quraish Shihab, Al-Qur’an dan Maknanya, cet. Ke-2 (Ciputat: Lentera Hati,

2013), 99.

Page 23: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

8

Dalam tafsir al-Iklīl fȋ ma’ānī al-Tanzīl karangan KH. Misbah bin

Zainil Musthafa mengenai nusyūz ini menjelaskan bahwa perdamaian

antara suami istri lebih baik daripada perceraian, jika seorang suami atau

istri berbuat baik terhadap pasangan masing-masing maka nusyūz itu tidak

akan terjadi, dan perbuatan baik itu pasti akan diketahui oleh Allah swt.16

Kitab tafsir al-Ibrīz li ma’rifah tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīz

menjelaskan tentang nusyūz, baik perempuan atau laki-laki yang

melakukan nusyūz maka tidak ada larangan bagi keduanya untuk

mengadakan perdamaian. Apa diteruskan hidup bersama sampai rukun

kembali atau berpisah/bercerai dengan cara yang baik. Maka perdamaian

itu langkah yang lebih baik untuk ditempuh. Laki-laki atau perempuan

yang bersikap baik terhadap pasangan masing-masing maka Allah swt.

Maha mengetahui dan akan membalas dengan kebaikan pula.17

Dilihat dari sikap istri kepada suaminya dapat dipilah menjadi dua.

Pertama, istri yang salah. Kedua, istri yang berusaha keluar dari

kewajibannya sebagai istri, berusaha meninggalkan suami sebagai pucuk

pimpinan rumah tangga, menghendaki agar kehidupan rumah tangga

menjadi berantakan. Istri yang demikian disebut istri yang nusyūz.18

Sebenarnya nusyūz tidak hanya berlaku pada istri namun nusyūz juga

berlaku pada suami.19 Hal ini sebagaimana tersirat dalam al-Qu’ran QS.

an-Nisā` ayat 128, bahwa nusyūz tidak hanya dialami atau dilakukan oleh

istri tetapi dapat juga dilakukan oleh suami. Selama ini yang selalu

diangkat ke permukaan adalah nusyūz istri. Sementara istri atau suami

16Misbah bin Zainil Musthafa, al-Iklīl fȋ ma’ānī al-Tanzīl, jilid v (Bangil: al-

Ihsan, 1982), 813. 17Mustofa Bisri, Tafsīr al-Ibrīz fi tafsīr al-Qur`ān al-‘Azīz, 78.

18 Supriatna, dkk., Fiqh Munakahat II (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN, 2008), 5.

19 Norzulaili Mohd Ghazali, Nusyūz, Syiqāq dan Hakam Menurut al-Qur’an,

Sunnah dan Undang-Undang Keluarga Islam, (Kuala Lumpur: Kolej Universiti Islam

Malaysia, 2007), 19.

Page 24: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

9

keduanya adalah manusia biasa yang tidak menutup kemungkinan bisa

berbuat kekeliruan atau melakukan kesalahan.20

KH. Misbah bin Zainil Musthafa dan Mustofa Bisri dua ulama itu

penulis angkat sebagai pembahasan skripsi untuk diteliti karena dua ulama

tersebut merupakan kiai pesantren. Dari karya-karya yang dihasilkan

tersebut menunjukkan bahwa pesantren bukan hanya sebagai ruang di

mana transfer ilmu pengetahuan dan pendidikan karakter dilakukan oleh

para kiai. Mereka juga merepresentasikan pendidikan dalam berbagai

bidang keilmuan Islam yang cukup kaya dan komprehensif. Di tangan

kiai, pesantren menjadi skriptorium dan sekaligus tempat di mana kiai

menulis teks-teks keagamaan Islam dan mempublikasikan di tengah

masyarakat Indonesia, sehingga bisa dibaca oleh masyarakat luas.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka terdapat

masalah-masalah yang teridentifikasi sebagai berikut:

1. Perdamaian merupakan aspek penting bagi ajaran islam, oleh

karena itu penelitian yang mendalam terhadap konsep perdamaian

dalam al-Qur’an ini merupakan sesuatu yang urgent dalam upaya

untuk menemukan perdamaian dalam al-Qur’an yang

sesungguhnya.

2. Aspek perdamaian dalam al-Qur’an masih banyak yang belum

mengetahuinya, oleh karena itu perdamaian dalam al-Qur’an ini

merupakan rujukan utama bagi generasi di masa yang akan datang.

20 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan (Jakarta: El-

Kahfi, 2008), 291.

Page 25: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

10

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan kemampuan, dana, dan waktu penulis,

maka untuk memudahkan dan memaksimalkan pemanfaatan instrumen-

instrumen, maka penulis membatasi masalah pada:

a. Perdamaian dalam perspektif al-Qur’an penafsiran mufasir

Nusantara.

b. Batasan ayat yang dibahas, QS. an-Nisā’ : 128, QS. al-Rum :

21, QS. al-Baqarah : 224, QS. al-Hujarat : 9-10

2. Perumusan Masalah

Sedangkan rumusan masalahnya adalah bagaimana konsep

perdamaian dalam al-Qur’an perspektif Tafsir Nusantara.

D. Tujuan Penelitian

Dengan mengangkat topik ini, maka diharapkan setiap individu

dapat mengetahui perdamaian dalam al-Qur’an yang merupakan salah satu

pembahasan penting dalam ajaran pokok islam. Di samping itu, penulis

mempunyai beberapa tujuan lain, yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana perdamaian dalam al-Qur’an

perspektif mufasir Nusantara

2. Untuk menambah khazanah keilmuan penulis

3. Untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan studi S1 sehingga

memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag)

E. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari dilakukannya

penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Page 26: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

11

1. Agar memberikan sumbangsih pemikiran ilmiah dalam kajian

keislaman terutama dalam hubungannya dengan al-Qur’an tentang

perdamaian dalam al-Qur’an.

2. Agar dapat memberikan penjelasan tentang konsep perdamaian

dalam al-Qur’an, agar tidak di salah pahami oleh orang-orang yang

tidak bertanggung jawab.

F. Metode Penelitian

Penelitian yang hendak penulis lakukan ini berupa kajian

kepustakaan (Library Research) yang bekerja untuk menemukan

pemahaman akan fenomena yang terdapat pada objek sesuai dengan apa

yang dialami oleh pengamatan subyek penelitian. Bahan informasi

mengenai objek penulis telusuri dalam literatur-literatur, baik klasik

maupun modern, termasuk jurnal-jurnal ilmiah yang berkaitan.21

1. Metode Pengumpulan Data

Adapun jenis data yang penulis kumpulkan untuk menuntaskan

kajian ini yaitu dengan menggunakan data dan berbagai literatur. Yaitu

berupa data primer dan data sekunder.

a. Data Primer yaitu data langsung dikumpulkan oleh peneliti dari

sumber utamanya. Adapun sumber tersebut di antaranya sumber

tertulis kitab-kitab tafsir Indonesia, seperti Tafsir al-Misbah,

Tafsir al-Ibrīz, Tafsir Kemenag dan lain-lainnya

b. Data sekunder yaitu data yang biasanya telah tersusun dalam

bentuk dokumen yang berupa dari buku-buku dan sumber lainnya

yang tidak secara langsung berkaitan dengan tema. Di antaranya

adalah seperti buku kodrat perdamaian dalam Islam, buku-buku

21Marzuki, Metode Riset, ( Yogyakarta : Hanindita offest, 1986), 56

Page 27: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

12

tentang perdamaian dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan judul

penulis. Data sekunder lain sebagai tambahan perbendaharaan

pemahaman tentang kajian misalnya dengan menelusuri di jurnal

ilmiah, karya tulis, internet dan sebagainya.

2. Analisa data

Analisis data dilakukan oleh peneliti selama penelitian ini

berlangsung hingga seluruh data telah dianggap cukup. Analisis

dilakukan dengan cara memahami persoalan di sekitar objek penelitian.

Peneliti mencoba memposisikan diri pada posisi netral dengan tetap

berpikir kritis. Kajian ini bersifat deskriptif analisis dengan meneliti

sosok tokoh para mufasir Indonesia seperti: Bisri Musthofa Buya

Hamka, Quraish Shihab dan tokoh-tokoh lainnya dengan menganalisis

data tentang nilai-nilai perdamaian dalam al-Qur’an yang ada di dalam

kitab Tafsir karangan mufasir Nusantara

3. Pendekatan penelitian

Untuk pendekatan pengambilan data, penulis menggunakan

metode tematik: yaitu membahas ayat-ayat al-Qur’an yang sesuai

dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Sedangkan pendekatan

penelitian yang lain dengan pendekatan historis filosofis. Historis

berarti akan ditelusuri dan dipotret perjalanan metodologis Tafsir al-

Azhar, Tafsir al-Misbah, dan kitab-kitab tafsir lainnya. Pendekatan

filosofis dilakukan untuk menelaah lebih jauh pemikiran dan penafsiran

Buya Hamka, M. Quraish Shihab dan lain-lainnya tentang nilai-nilai

kepemimpinan perempuan yang ada di dalam kitab tafsir tersebut.

G. Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai perdamaian telah banyak dikaji oleh

penelitian-penelitian terdahulu, tetapi penelitian yang membahas

Page 28: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

13

mengenai peace building (membangun perdamaian) dalam al-Quran

belum ditemukan. Dari penelusuran yang dilakukan terhadap kajian-kajian

terdahulu, ditemukan beberapa penelitian yang setema dengan judul

penelitian, di antaranya:

1. Ana Husnatul, Etika Islam Untuk Perdamaian: Perspektif Fiqih.

Jurnal el-Hikam (2010). Di dalam jurnal ini membahas bahwa

syariah Islam tidak hanya mengatur masalah ubudiah tetapi juga

mencakup beberapa nilai universal yang harus menjadi dasar dalam

upaya perdamaian.

2. Firdaus Wadji, Ayat-ayat Damai dalam Al-Qur’an. Jurnal

Universitas Negeri Jakarta (2010). Di dalam jurnal ini dijelaskan

bahwa Damai adalah kata yang sekarang ini menjadi semakin

penting. Perang dan konflik dengan berbagai sebab menjadi

semakin umum saat ini. Banyak sekali alasan untuk berperang dan

memulai konflik, tetapi tidak ada satu alasan pun yang dapat

dibenarkan untuk itu. Umat manusia membutuhkan kedamaian dan

generasi yang moderat untuk kehidupan yang lebih.

3. Aulia Agustin, Perdamaian Sebagai Perwujudan dalam Dialog

Antar Agama. Jurnal Institut Pesantren KH. Abdul Chalim

Mojokerto (2011). Di dalam jurnal membahas tentang dialog

keagamaan sebagai sebuah gerakan untuk mengajak semua umat

beragama untuk bertemu membuat strategi untuk membangun

hubungan antara orang-orang berdasarkan kompilasi dan hidup

berdampingan secara damai di berbagai komunitas.

4. Abizal Muhammad Yati, Islam Dan Kedamaian Dunia. Mahasiswa

Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh (2011). Di dalam karya

imiah ini dijelaskan bahwa Islam adalah agama rahmatan

lil’alamin. Oleh karenanya damai dan memberi kedamaian kepada

Page 29: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

14

yang lain. Terdapat tiga dimensi kedamaian dalam Islam. Pertama,

dimensi tauhidiah (ketuhanan), di mana Allah adalah inspirasi dan

sumber kedamaian. Kedua, dimensi insāniah (kemanusiaan).

Dalam konteks ini, manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan

suci dan memiliki nilai-nilai asasi yang perlu dijaga dan dijunjung

tinggi untuk bisa hidup damai, tenang, rukun dan toleran. Dalam

dimensi ini, seseorang harus damai dengan dirinya sendiri, damai

dalam keluarga dan damai dengan lingkungan masyarakatnya.

Ketiga, dimensi kauniyyah (alam), dalam pengertian bahwa alam

diciptakan oleh Allah agar dikelola manusia dengan baik dan untuk

memenuhi kebutuhan manusia. Kehilangan salah satu dari ketiga

dimensi tersebut menjadikan keseimbangan dan keharmonisan

tidak akan tercipta.

5. Abd. Halim, Budaya Perdamaian dalam Al-Qur’an, PSQH (Pusat

Studi al-Qur’an Hadis) UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta, E-

Journal UIN Sunan Kali Jaga (2012). Di dalam artikel ini bahwa

al-Qur’an sebenarnya sangat menjunjung tinggi budaya

perdamaian. Perdamaian yang tersurat maupun yang tersirat dalam

al-Qur’an mencakup semua aspek kehidupan di antaranya;

perdamaian dalam keluarga, dalam masyarakat yang multikultur,

perdamaian antar umat beragama bahkan sampai perdamaian

dalam peperangan. Selagi jalan damai bisa dilakukan, maka

mengapa harus ada perang yang dilakukan. Jika masyarakat

muslim Indonesia memahami secara benar dan mengamalkan ayat-

ayat yang telah dijelaskan di atas, maka penulis yakin bahwa

Indonesia akan menjadi negeri impian, sebagaimana disebut dalam

al-Qur’an sebagai baldah tayyibah wa rabbun ghafūr (Negeri yang

makmur dan disayang Tuhan). Oleh karena itu, ayat-ayat tentang

Page 30: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

15

perdamaian ini sudah selayaknya kita sosialisasikan dalam

kehidupan bermasyarakat dengan berbagai macam metode baik

melalui seminar-seminar, ceramah keagamaan, tulisan dalam buku

maupun metode-metode yang lainnya.

6. Imam Taufiq, Al-Qur’an Bukan Kitab Teror: Membangun

Perdamaian Berbasis Al-Qur’an. Jurnal UIN Sunan Gunung Djati

Bandung (2015). Di dalam Jurnal tersebut mengurai makna damai

secara luas dan rinci, begitu juga beberapa wujud dari pesan

perdamaian dalam al-Qur’an, sehingga dengan buku ini kiranya

secara umum dapat diketahui wujud dari pesan perdamaian yang

diisyaratkan dalam al-Qur’an.

7. Nur Hidayat, Nilai-Nilai Ajaran Islam Tentang Perdamaian. Jurnal

UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta (2015). Di dalam Islam gagasan

tentang perdamaian merupakan pemikiran yang sangat mendasar

dan mendalam karena berkait erat dengan watak agama islam.

Bahkan merupakan pemikiran universal Islam mengenai alam,

kehidupan, dan manusia

8. Ahmadan Lestaluhu, Teologi Perdamaian Dalam Tafsir Jihad.

Jurnal UIN Surabaya (2016). Di dalam jurnal ini dijelaskan bahwa

jihad bukan sepenuhnya diartikan perang. Tapi, ada makna yang

lebih luas yaitu usaha untuk lepas dari segala bentuk egoisme yang

berujung pada tindakan kekerasan dan penegasiaan nilai-nilai

kemanusiaan. Di sisi lain, apa yang dilakukan para teroris yang

mengatas namakan jihad dengan melakukan teror di berbagai

tempat lebih didasari oleh semangat teologis yang tidak holistik,

jika tidak mengatakan kurang sempurna. Pasalnya, diskusi teologis

yang diyakini lebih banyak berkutat pada prinsip-prinsip

ketuhanan, tanpa melibatkan diskusi kemanusiaan sebagai bahan

Page 31: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

16

dan lahan diskusi yang berimbang. Yang terakhir, bahwa semangat

jihad yang menjadi perintah agama harus ditempatkan dalam upaya

menciptakan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan perwujudan

perdamaian. Karenanya, keyakinan atas keesaan Tuhan

menimbulkan persepsi bahwa penyeragaman kultur kemanusiaan

bagian dari bentuk pengingkaran-Nya sebab Tuhan laisa kamithlihi

shaiun. Dan jihad demi perdamaian, sekali lagi, adalah bentuk dari

usaha menghindari dari pengingkaran pada esensi-Nya.

9. Ahmad Tri Muslim, Pesan Perdamaian Dalam Al-Qur’an: Kajian

Tahlȋli terhadap QS. an-Nisā` [4]: 86. Skripsi UIN Sunan Kali

Jaga tahun 2016. Di dalam skripsi ini dijelaskan bahwa hakikat

pesan perdamaian dalam QS. an-Nisā` [4]: 86 dengan

menggunakan term tahiyyah pada dasarnya adalah penghormatan

yang mengantar pelakunya untuk memberikan syafa‘ah hasanah

berupa doa, hadiah, memberi rasa aman, dan memperlakukan

semua manusia baik yang disenangi maupun yang tidak disenangi

sebagai sosok yang memiliki harga diri dan hak setara dengan

dirinya sebagai manusia berupa ucapan atau perbuatan yang pada

akhirnya terjalin hubungan yang ramah, santun dan harmonis.

Adapun wujud pesan perdamaian dalam QS. an-Nisā` [4]: 86

dibagi atas tiga, yakni perintah untuk memberi tahiyyah, membalas

tahiyyah dengan tahiyyah yang lebih baik dan membalas dengan

tahiyyah yang serupa. Dari sini pula dipahami bahwa implementasi

pesan perdamaian dalam al-Qur’an terkait dengan spiritual, yakni

upaya memberikan rasa aman disertai niat untuk mendapatkan rida

Allah swt. dan terkait dengan masalah humanis, yakni manusia

secara keseluruhan memiliki hak untuk merasakan kedamaian

tanpa melihat status sosialnya.

Page 32: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

17

10. Ahmad Tajuddin Arafat, Etika Perdamaian Islam Dalam Wacana

Global. Jurnal IAIN Tunlungagung (2017). Di dalam jurnal ini

membahas tentang etika Islam dan perdamaian menuju

pemahaman masalah globalisasi. Islam sebagai agama, menyatakan

bahwa tujuan akhir islam adalah tunduk kepada Allah sebagai

Tuhan. Tetapi Islam tidak hanya mengarahkan pada penyerahan

kepada Tuhan tetapi juga menekankan secara mendalam pada akar

ajaran dan tradisi perdamaian dalam kehidupan sehari-hari muslim.

Kesimpulan, islam dan perdamaian tidak bisa dipisahkan dalam

kehidupan sehari-hari muslim.

Perbedaan antara tinjauan pustaka semua yang di atas dengan judul

penelitian penulis sangat signifikan. Di antara semua tinjauan pustaka

yang di atas tidak ada satu pun penelitian yang sama dengan judul

penelitian penulis, di penelitian ini penulis lebih fokus membahas tentang

perdamaian yang ada di kalangan masyarakat dari segi sosial, perbedaan

pendapat, kekerasan, dan sebagainya.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari empat bab,

masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab pembahasan. Yaitu

sebagai berikut:

Bab pertama merupakan bab pendahuluan, bab ini berisi: Latar

belakang masalah, batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat, metode penelitian, dan kajian pustaka.

Bab kedua adalah landasan teori. Terdiri dari empat subbab

bahasan yaitu: definisi perdamaian, sejarah perdamaian, pentingnya

perdamaian, pesan perdamaian.

Page 33: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

18

Bab ketiga tinjauan tentang Tafsīr al-Ibrīz dan al-Iklȋl sejarah

penulisan, sistematika penulisan, tarīqoh dan manhaj serta pandangan

ulama terhadap dua tafsir tersebut.

Bab keempat penafsiran Bisri Musthofa dan Misbah Musthofa

tentang ayat-ayat perdamaian dalam al-Qur’an, di antaranya perdamaian

dalam rumah tangga, perdamaian di antara umat manusia, perdamaian

dalam lingkup kaum muslimin serta tujuan, hikmah dan anjuran

perdamaian.

Bab kelima merupakan bab penutup. Pada bab ini memuat

kesimpulan dari penelitian karya ilmiah ini dan saran-saran.

Page 34: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

19

BAB II

KONSEPSI PERDAMAIAN DALAM AL-QUR’AN

A. Definisi Perdamaian

Secara umum perdamaian dipahami sebagai keadaan tanpa perang,

kekerasan atau konflik seperti yang tercantum dalam pikiran manusia,

mendefinisikan perdamaian secara lebih lengkap yang dijabarkan dalam

dua pengertian, yaitu yang pertama perdamaian negatif dan perdamaian

positif. Perdamaian negatif dijabarkan sebagai situasi absennya berbagai

bentuk kekerasan lainnya. Definisi ini sederhana dan mudah dipahami,

namun dalam realitas yang ada, masyarakat masih mengalami penderitaan

akibat kekerasan yang tidak nampak dan ketidakadilan. Melihat kenyataan

ini, maka terjadilah perluasan definisi perdamaian dan muncullah definisi

perdamaian positif. Definisi perdamaian positif adalah tidak adanya

kekerasan struktural atau terciptanya keadilan sosial sehingga terbentuklah

suasana yang harmoni.1

Perdamaian secara makna kata yang sebenarnya tidaklah hanya

mencakup semata-mata keamanan fisik yang terlihat dengan kasatmata

atau tidak adanya perang dan pertikaian di antara manusia satu sama lain

di bumi ini.2 Kendatipun demikian pengertian di atas mengandung arti

yang sangat luas dan penting, juga merupakan inti dari perdamaian

sesungguhnya, tetapi keadaan perdamaian yang dilukiskan demikian itu

hanyalah suatu segi pasif dan terbatas dari arti sesungguhnya, apalagi

kalau hendak membandingkannya dengan pengertian perdamaian yang

lebih luas lagi. Perdamaian adalah penyesuaian dan pengarahan yang baik

di mana pihak bersangkutan dapat menyelesaikan masalah atau

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 2008), 467. 2 Eric Hendra, Kajian Konflik dan Perdamaian (Jakarta: Gramedia, 2015), 23.

Page 35: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

20

pertentangannya dengan cara damai dikarenakan ditemukannya jalan

keluar yang sama-sama tidak merugikan sehingga dapat menciptakan

suasana yang kondusif atau kekacauan dan kekerasan.3

Namun, dalam arti yang lebih luas Perdamaian adalah,

“penyesuaian dan pengarahan yang baik dari orang seorang terhadap

Penciptanya pada satu pihak dan kepada sesamanya pada pihak yang lain.”

Hal ini berlaku bagi keseluruhan hubungan konsentris (bertitik pusat yang

sama) antara seorang dengan orang lainnya, seseorang dengan masyarakat,

masyarakat dengan masyarakat, bangsa dengan bangsa dan pendek kata

antara keseluruhan umat manusia satu sama lainnya, dan antara manusia

dan alam semesta. Perdamaian yang juga mencakup segala bidang

kehidupan fisik, intelektual, akhlak dan kerohanian. Perdamaian beginilah

yang merupakan ruang perhatian yang utama dari agama.4

Galtung (dalam Windhu, 1992) mendefinisikan perdamaian secara

lebih lengkap yang dijabarkan dalam dua pengertian, yaitu perdamaian

negatif dan perdamaian positif. Perdamaian negatif (negative peace)

dijabarkan sebagai situasi absennya berbagai bentuk kekerasan lainnya

atau dalam kata lain definisi ini sama dengan definisi yang tercantum

dalam KBBI (2008). Definisi ini sederhana dan mudah dipahami, namun

dalam realitas yang ada, masyarakat masih mengalami penderitaan akibat

kekerasan yang tidak nampak dan ketidakadilan. Melihat kenyataan ini,

maka terjadilah perluasan definisi perdamaian dan muncullah definisi

perdamaian positif (positive peace). Definisi perdamaian positif adalah

3 Johan Galtung, Globalizing God, Religion, Sprituality (Tt. Kolofon Pres, 2008),

16. 4 Irwan Suhanda, Damai Untuk Perdamaian (Jakarta: PT. Kompas Media

Nusantara. 2006), 45.

Page 36: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

21

tidak adanya kekerasan struktural atau terciptanya keadilan sosial sehingga

terbentuklah suasana yang harmoni (Galtung dalam Windhu, 1992).5

Gus Dur juga berpendapat tentang definisi konsep perdamaian kata

Gus Dur, perdamaian bukanlah sesuatu yang pasif, tetapi aktif dan

dinamis. Untuk itu, syarat utama perdamaian adalah keadilan. ia pernah

berpesan soal perdamaian yang masih relevan dengan kondisi tersebut.

Salah satu pesannya berbunyi, “Yang sama jangan dibeda-bedakan, yang

beda jangan disama-samakan.” Untuk dapat menghargai perbedaan, setiap

individu harus melihat manusia lain sebagai sesama ciptaan Tuhan yang

dalam terminologi agama disebut sebagai persaudaraan antar sesama

manusia.6

Mahatma Gandhi salah satu tokoh perdamaian dunia pada saat itu

di India memang sangat begitu berpengaruh pada dunia perdamaian.

Nilai-nilai ajarannya yang berpegang pada ajaran tradisional Hindu, yakni

Satya (kebenaran) dan Ahimsa (nir kekerasan) menjadi inspirasi bagi

tokoh-tokoh dunia setelahnya seperti Martin Luther King dan Nelson

Mandela. Kehebatan Gandhi telah dicatat sejarah dengan berhasil,

mengutip istilah M. Hart, memaksa Inggris angkat kaki dari negeri

Hindustan itu. Gandhi tak menggunakan kekerasan dalam aktivismenya

melawan penjajahan. Tapi karena itu juga, penjajah melunak dan pergi.

Kini pemikiran-pemikiran Gandhi telah menjadi mutiara dunia yang perlu

dijaga. Salah satu penerusnya kini telah menjelajah dunia untuk

mengabarkan nilai-nilai Gandhi. Adalah Rajmoan Gandhi, cucu Mahatma,

yang kini semangat melakukan hal tersebut.7

5 Johan Galtung, Studi Perdamaian (Surabaya: Pustaka Eureke, 2003), 21. 6 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur Analisis Wacana Kritis (Yogyakarta:

LKiS, 2010), 55.

7 Asnawi dan Safruddin, Studi Perdamaian: Perdamaian dan Konflik

Pembangunan dan Peradapan (Surabaya: Pustaka Eureka, 2003), 21.

Page 37: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

22

Sejak lebih dari satu abad yang lalu agama telah mendapat

tekanan-tekanan dari berbagai jurusan, dalam berbagai aspek kehidupan di

berbagai tempat di seluruh dunia ini. Adapun mereka yang menaruh

perhatian pada agama, kendatipun mereka dalam keadaan mayoritas dari

umat manusia, namun mereka masih dapat merasakan dan menyadari akan

hal ini. Bahwasanya tekanan-tekanan itu telah mengakibatkan agama akan

mengarah menuju keterasingan dari penghayatan parapemeluknya.

Untuk mengembalikan fungsi agama sebagaimana mestinya, dan

agar institusi agama dapat berperan maksimal dalam menyelesaikan

persoalan kemanusiaan termasuk pembentuk nilai-nilai moral perilaku

umatnya, tawaran Fazlur Rahman memiliki signifikan cukup besar untuk

diangkat. Untuk mencapai tujuan itu, ia mengusulkan agar pesan agama

dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh bukan sebagai perintah atau

ajaran yang terpisah-pisah. Keutuhan akan dicapai apabila aspek teologi

(akidah, keimanan) diletakkan sejajar dalam pola hubungan

interdependensi dengan aspek fikih (hukum atau aturan interaksi sosial)

yang dirangkaikan secara sistematis oleh etika atau sistem moral. Dalam

pola pemahaman itu, teologi diformulasikan sebagai suatu pandangan

dunia yang dapat menjelaskan hubungan manusia dengan Tuhan atau

dengan sesamanya sebagai makhluk Tuhan.8 Kecenderungan ini nampak

jelas sekali pada sebagian besar generasi muda dalam berbagai ragam

masyarakat, selanjutnya merebak luas dengan cepatnya pada berbagai

kalangan lainnya di berbagai belahan dunia. Perdamaian yang menjadi

arahan dan tujuan yang hendak diwujudkan Islam itu adalah merupakan

dorongan hati nurani yang bertitik tolak dari dalam batin manusia. 9

8 Elga Sarapung, dkk, Sejarah, Teologi, dan Etika Agama-Agama, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2005), 278. 9 Irwan Suhanda, Damai Untuk Perdamaian, 51.

Page 38: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

23

Tidak seorang pun akan dapat mempunyai hubungan damai dengan

saudaranya, kalau ia sendiri tidak berada dalam keadaan damai dengan

dirinya sendiri dan tak seorang pun berada dalam keadaan damai dengan

dirinya sendiri, jika ia tidak mempunyai hubungan damai dengan

Penciptanya. Masyarakat adalah perkalian dari orang-orang dan umat

manusia adalah perkalian dari masyarakat dan kebudayaan-kebudayaan.

Jadi inti dan sari pati dari masalah perdamaian adalah bahwa orang

seorang harus berada dalam keadaan damai dengan dirinya sendiri dan

dengan umat manusia dan dengan sebagai akibat dari penempatan dirinya

dalam hubungan damai dengan penciptanya.10

B. Sejarah dan Asal Mula Perdamaian

Damai memiliki banyak pengertian dari sejarahnya. Arti dari

kedamaian berubah sesuai dengan hubungannya dengan suatu kalimat.

Damai dapat berarti sebagai sebuah keadaan yang tenang, seperti yang

umum di beberapa tempat yang terpencil, mengizinkan untuk tidur

ataupun meditasi. Damai dapat juga menggambarkan suatu keadaan emosi

dalam diri. Pengertian dari damai setiap orang berbeda sesuai dengan

budaya dan juga lingkungan. Berikut beberapa penjelasan arti perdamaian

dari sejarahnya sehingga timbulnya sebuah perdamaian, antara lain:

1. Tidak Ada Perang

Suatu definisi yang sederhana dan sempit dari damai adalah tidak

adanya perang. Damai dapat juga terjadi secara sukarela, di mana peserta

perang memilih untuk tidak masuk dalam suatu keributan, atau dapat

dipaksa dengan cara menekan siapa yang menyebabkan gangguan.

Misalnya seperti kenetralan kuat yang telah membuat Swedia menjadi

10 Eric Hendra. Kajian Konflik dan Perdamaian, 98

Page 39: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

24

terkenal sebagai sebuah negara yang mempertahankan perdamaian sejak

lama. Sejak invasi pada tahun 1814 M. Norwegia, Kerajaan Swedia tidak

melakukan suatu kekerasan gaya militer.

2. Tidak Ada Kekerasan

Membatasi konsep suatu perdamaian hanya kepada tidak adanya

perang secara internasional hanya menutupi terorisme dan juga

kekerasan lainnya yang terjadi dalam negara. Oleh karena itu, beberapa

orang juga mendefinisikan damai sebagai tidak adanya kekerasan.

Banyak juga yang percaya bahwa perdamaian tidak hanya memiliki

pengertian ketiadaan dari kejadian sosial yang sangat tragis, tetapi juga

kehadiran suatu keadilan di tengah masyarakat.

3. Tidak Semena-Mena

Damai sering kali diartikan sebagai sikap persahabatan dan

sportivitas. Tetapi tidak jarang bahwa damai berpijak di tempat yang

salah demi untuk menggapai beberapa kepentingan tertentu. Berbicara

soal damai dan juga perdamaian sepertinya tidak akan ada habisnya,

tetapi yang jelas manusia tidak boleh melupakan aspek masyarakat,

kepentingan umum dalam tataran norma-norma yang telah disepakati,

sebagai titik acuan dari perdamaian. Itulah beberapa arti sebuah

perdamaian yang sebenarnya. Setiap manusia pasti menginginkan hidup

secara damai tanpa suatu tindakan yang dapat menyakiti satu sama lain.

Oleh karena itu, beberapa pengertian perdamaian yang telah disebutkan

di atas dapat dilakukan.11

11 Hadi Suryono, Merawat Perdamaian: Metode Sistem Peringatan Dini Konflik

(Yogyakarta: Semesta Ilmu, 2012), 28.

Page 40: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

25

Dari sini penulis melihat sejarah sebuah perdamaian itu muncul di

mana saja ketika ada permasalahan dari aspek apapun ketika dua belah

pihak punya kesepakatan untuk berdamai melalui negosiasi antara dua

belah pihak untuk kemaslahatan bersama dari masalah yang dimiliki.

Perdamaian itu juga bisa muncul bisa diakibatkan dengan adanya

kekerasan, kekerasan itu sendiri tang dimaksud adalah sebuah aksi atau

tindakan yang bertujuan untuk merusak, mencederai, melukai,

memusnahkan properti bahkan manusia, dan kekerasan sendiri terbagi

menjadi dua yaitu kekerasan secara langsung dan kekerasan struktural.12

Yang dimaksud dengan kekerasan secara langsung tidak sekedar

melakukan kekerasan secara nyata, tapi lebih dari itu. Yakni merupakan

aksi yang bertujuan untuk menciptakan hierarki dan hegemoni. Kedua

adalah kekerasan struktural (structural violence), yakni kekerasan yang

diawali dari adanya perbedaan kelas dan posisi yang menghegemoni dan

hegemoni sehingga memungkinkan terjadinya tindakan alienasi-

diskriminasi-eksploitasi-represi yang bertujuan untuk menjaga hierarki

yang sudah ada oleh kelompok yang berkuasa, maupun bertujuan untuk

menghancurkannya oleh kelompok yang tertindas. Kekerasan struktural

biasanya dilakukan oleh kelompok mayoritas atau yang memegang

kekuasaan sehingga di dalam penerapan kehidupan berbangsa dan

bernegara selalu memihak pada kelompok berkuasa/mayoritas dan

mendiskriminasi kelompok yang tertindas/minoritas.13

Contohnya seperti ketidakbebasan untuk berkeyakinan, tidak ada

kesempatan untuk menerima pendidikan yang adil, hak sosial dan politik

yang tidak setara maupun pengekangan untuk mendapat kehidupan yang

layak. Bentuk perdamaian akibat dari kekerasan struktural bisa berbentuk

12 C. B. Mulyanto, Filsafat Perdamaian: Menjadi Bijak Bersama Eric Weil

(Yogyakarta: Kanisius, 2008), 109. 13 Eric Hendra, Kajian Konflik dan Perdamaian, 73.

Page 41: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

26

rasisme, sek-isme maupun bentuk chauvinism yang lain, yang kemudian

kekerasan secara struktural ini bisa memicu tindakan perlawanan dari

kelompok yang ditindas dan memicu konflik. Berbagai macam bentuk

konflik dan kekerasan kemudian menjadi stimulan untuk menerapkan

metode-metode baru konsep perdamaian agar bisa menjawab tantangan

yang ada. Salah satu konsep dasar dan konvensional yang ditawarkan

adalah konsep negative peace, negative peace lebih menekankan pada

aspek meniadakan perang saja.

Juga bentuk konflik kekerasan yang luas terhadap kehidupan

manusia, terutama kekerasan yang sudah lintas batas negara seperti perang

antar negara maupun perang sipil yang besar di dalam satu negara,

maupun mengeliminasi segala bentuk kekerasan langsung.14 Pada

prakteknya pendekatan negatif menghendaki tidak terjadinya konflik

dengan kekuatan militer dan efek penggetarnya atau istilahnya damai

karena kuat dan adagium terkenal lainnya adalah jika ingin damai siapkan

perang, pada umumnya pendekatan negatif (memaksa) dan reaktif.

Kemudian, bentuk lain dari metode perdamaian selain pendekatan

negatif dan pendekatan positif, karakter epistemologi dari pendekatan

positif adalah pendekatan multidisiplin dan memiliki nilai-nilai moral.

Serta visi dari pendekatan positif lebih luas dari sekedar tidak adanya

peperangan/konflik kekerasan. Pendekatan positif ini ingin menunjukkan

kehadiran secara simulasi keinginan membangun sudut pandang di

masyarakat seperti keselarasan, keadilan dan kesetaraan, dan pada

prinsipnya pendekatan positif bertujuan untuk mengeliminasi berbagai

hambatan terhadap potensi yang dimiliki manusia, terutama permasalahan

ekonomi dan struktur sosial politik.15

14 Johan Galtung, Globalizing God, Religion, Sprituality, 23. 15 Johan Galtung, Globalizing God, Religion, Sprituality, 25.

Page 42: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

27

Pendekatan positif berbeda dari pendekatan negatif yang

melakukan pendekatan kekuatan dan memaksa, pendekatan positif lebih

meletakkan pendekatan nilai dan moral, serta menekankan aspek

pencegahan sehingga dalam proses penerapannya pendekatan positif lebih

menawarkan bantuan dan penyelesaian konflik struktural yang terjadi baik

pada masa lampau dan sekarang dengan harapan agar ke depannya tidak

terjadi konflik kekerasan. Bisa disimpulkan bahwa pendekatan

positif tidak hanya berfokus pada ketidakhadiran peperangan tapi juga

fokus pada kehadiran perdamaian, cinta dan nilai-nilai moral sosial di

masyarakat, serta menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan

manusia. Pendekatan holistik yang ditawarkan oleh pendekatan

positif secara langsung mengharuskan pembangunan perdamaian melalui

jalur ekonomi, sosial dan lingkungan. Tujuan akhir dari pendekatan positif

adalah meminimalisir kekerasan baik secara langsung maupun yang

struktural.16

Selain dua pendekatan perdamaian di atas, muncul alternatif

pendekatan ketiga, yaitu pendekatan yang berusaha mengelaborasi dan

mengunifikasi pendekatan negatif dan positif yang diistilahkan oleh

ilmuwan barat yang bernama Charles Webel dengan sebutan Strong

Peace (Charles Webel, 2007). Strong peace lebih menekankan pentingnya

pendekatan perdamaian, yang tidak saja pada level lokal tapi juga

internasional. Adanya kecenderungan para aktor perdamaian positive

peace mendapatkan tekanan yang luar biasa sehingga menciptakan

ketakutan, keraguan dan tidak aman pada diri mereka sendiri, sehingga

suatu waktu bisa menghentikan program perdamaian. Maka diperlukan

sebuah elaborasi antara pendekatan perdamaian yang struktural/mikro

dengan nilai-nilai kemanusiaan untuk mendapatkan jaminan keamanan

16 Johan Galtung, Globalizing God, Religion, Sprituality, 30

Page 43: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

28

dan perlindungan hukum pada skala nasional dan internasional (makro),

serta adanya keinginan para pengambil kebijakan pada level negara untuk

berkomitmen pada perdamaian sehingga bisa tercipta proses perdamaian

yang lebih komprehensif dan kuat.17

C. Pentingnya Perdamaian

Indonesia merupakan negara yang majemuk dengan beragam suku,

agama, etnis, dan keyakinan. Perbedaan tersebut terkadang dapat

menimbulkan suatu masalah yang tidak jarang menyebabkan konflik

sosial. Terkadang, masalah tersebut dapat menimbulkan perpecahan dalam

masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman akar rumput yang

harus tertanam dalam diri masyarakat agar terciptanya perdamaian dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara.18

Sebagai negara yang memiliki cita-cita luhur untuk ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan

perdamaian abadi, tentunya Indonesia telah berkomitmen untuk menjadi

prakarsa dalam hal mewujudkan perdamaian dunia. Hal ini terlihat dari

banyaknya peran serta kontribusi Indonesia untuk mengatasi masalah

konflik di berbagai negara. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa di

dalam negeri sendiri masih sering terjadi pertikaian antar suku di berbagai

daerah, contohnya di Papua, Indonesia tetap menunjukkan eksistensinya

sebagai salah satu pelopor perdamaian dunia.19

17 Mirza Masroor Ahmad, Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian Dunia

(Jakarta: Mizan, 2010), 48. 18 M. Ridwan Lubis, Agama dan Perdamaian: Landasan, dan Realitas Kehidupan

Beragama di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017), 112. 19 Surahman Hidayat, Islam, Pluralisme, dan Perdamaian (Jakarta: Robbani

Press, 2008), 135.

Page 44: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

29

Saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa perdamaian memiliki peran

penting dalam kehidupan bermasyarakat. Di Indonesia sendiri, perdamaian

dimaknai oleh sebagian orang dengan menganggap setiap warga negara

berhak menyuarakan aspirasi yang bebas dari unsur paksaan dan tekanan.

Selain itu, perdamaian juga dimaknai dengan adanya harmonisasi antara

masyarakat dan pemerintah. “Arti perdamaian adalah semua manusia

damai hatinya, damai pemerintahnya, tenteram, dan tidak ada

peperangan”.20

Pada hakikatnya, perdamaian harus mampu diciptakan oleh seluruh

masyarakat Indonesia karena perdamaian merupakan sesuatu yang

didambakan masyarakat. Meskipun manusia berbeda-beda kepercayaan,

semua pada hakikatnya mendambakan perdamaian. Meskipun perbedaan

merupakan hal yang sangat mencolok. Akan tetapi, hal tersebut menjadi

sebuah komitmen bersama untuk menyadari betapa besar andil masyarakat

dalam menciptakan suatu kerukunan. Manusia memang memiliki

perbedaan di hampir semua sektor kehidupan, tapi sebesar apapun

perbedaan itu, kita sesungguhnya disatukan, dirangkai, dan dirajut dengan

tujuan kita bersama. Bagaimana bisa mewujudkan perdamaian di tengah-

tengah keberagaman itu sendiri. Selain itu, perlu disadari bahwa

perdamaian bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja. Hal yang sangat

mustahil untuk dicapai apabila seluruh masyarakat Indonesia ini pasif

dalam menyerukan perdamaian. Tidak cukup bagi semua kalangan untuk

bersikap pasif. Apabila seluruh elemen masyarakat Indonesia dapat

bersinergi dalam menjaga stabilitas sosial, bukan tidak mungkin Indonesia

menjadi tolak ukur negara yang mempunyai keragaman.21

20 Ridwan Lubis, Agama dan Perdamaian, 115. 21 Surahman Hidayat, Islam, Pluralisme, dan Perdamaian, 139.

Page 45: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

30

D. Pesan Perdamaian

Islam adalah agama perdamaian. Pesan-pesan persaudaraan atas

nama cinta dan kemanusiaan begitu jelas terekam dalam kitab suci al-

Qur’an. Persaudaraan meniscayakan adanya kepedulian, tolong-

menolong (al-Ta’āwun), dan perdamaian. Karena itu, Islam sangat

menganjurkan agar umatnya mempererat tali al-ukhuwwah (saudara)

sekaligus juga menebarkan kebaikan kepada umat lain dengan penuh kasih

sayang. Membangun persaudaraan merupakan suatu kewajiban.

Persaudaraan dengan siapa pun saja. Karena dengan begitu, kita bisa

saling menasihati, tentunya dalam hal kebajikan. Hadis nabi yang

menyatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai

orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, adalah ajaran yang

mensyaratkan adanya persaudaraan. Sebab, tidak mungkin mencintai

orang lain jika dalam hati tak ada spirit persaudaraan. Dan persaudaraan

dibangun salah satunya melalui cinta dan kasih sayang. Nilai-nilai inilah

yang harus diteguhkan di tengah realitas perpecahan umat yang sampai

saat ini masih terjadi.22

Kebanyakan di antara manusia lebih suka hidup bercerai-berai

daripada rukun dan damai. Antar satu sama lain saling menaruh curiga, iri

dengki, mencela, menghasut, dan sebagainya. Bagaimana mungkin

mereka saling menyayangi dan mencintai jika spirit persaudaraan yang

ada telah luntur. Bagaimana antar satu sama lain dapat membangun

perdamaian jika iri dengki sudah tertanam kuat pada diri masing-masing

manusia. Bagaimana mungkin mereka dapat hidup dengan penuh

22 Amak Baldjun, Islam dan Perdamaian Dunia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987),

127.

Page 46: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

31

kebahagiaan jika yang dilakukan ialah saling memfitnah dan menebar

kebencian.23

Dalam konteks inilah ajaran-ajaran hidup Rasulullah, khususnya

yang berkaitan dengan upaya membangun tali persaudaraan, penting

diteladani bahwa Rasulullah memberikan pelajaran kepada manusia

bagaimana persaudaraan itu dibangun tanpa melihat perbedaan suku, ras,

golongan bahkan perbedaan agama sekalipun. Bagi Rasulullah, semua

manusia itu bersaudara. Karena bersaudara, maka wajib mencintai dan

menolongnya. Penghargaan Rasulullah kepada orang-orang Nasrani,

misalnya, membuktikan bahwa beliau adalah sosok yang betul-betul

menginginkan persaudaraan dan perdamaian. Rasulullah sangat mencintai

mereka sebagaimana beliau juga mencintai dirinya dan pengikutnya

sendiri. Walaupun berbeda keyakinan, Rasulullah tidak membeda-bedakan

dan bahkan tidak memprioritaskan di antara mereka untuk disantuni. Hati

beliau betul-betul lapang menerima segala perbedaan.24

Manusia seharusnya banyak mengambil pelajaran dari apa yang

telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Sebab, jika kita hidup di dunia ini

masih selalu mempersoalkan perbedaan-perbedaan, maka rahmat Tuhan

tidak akan tercurahkan. Bukankah perbedaan itu adalah rahmat, dan Tuhan

sendiri menginginkan para hamba-Nya hidup dalam kerukunan dan

perdamaian. Hati manusia memang harus selalu dilatih untuk arif dalam

menerima segala bentuk perbedaan. Sebab konflik sosial atau bahkan

perang yang terjadi di mana-mana sering kali dilatarbelakangi oleh

kecenderungan masing-masing manusia yang tidak memahami hakikat

perbedaan. Sehingga siapa pun yang berbeda dengan diri atau

23 Abdurrahman Azzam, Konsepsi Perdamaian Islam (Jakarta: Karya Unipres,

1985), 9. 24 Amak Baldjun, Islam dan Perdamaian Dunia, 129.

Page 47: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

32

kelompoknya maka harus disingkirkan dan tidak dianggap sebagai

saudara.25

Rasulullah saw. adalah seorang pemimpin besar yang menjadi

rujukan umat manusia. Bahan, dalam buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh

di Dunia, Michael Hart menempatkan Rasulullah di urutan teratas.

Kepemimpinan sekaligus kepribadian Rasulullah memang sangat

menakjubkan dan menjadi teladan paling sempurna. Karena kebenaran

berpendar di mana-mana, maka tentu saja hati harus dilatih untuk

menangkap pesan-pesan kebenaran-Nya yang bertebaran di mana saja.

Seseorang yang mampu memungut kebenaran di mana-mana, maka sikap-

sikap berupa kesantunan, keadilan, kepedulian dan mengayomi kepada

siapa pun saja adalah karakter dari kepemimpinannya. Bahkan beliau

sanggup menjalin hubungan sosial dengan siapa pun, tak pandang agama,

golongan, musuh atau siapa pun. Bagi beliau, bersikap ramah adalah

kewajiban setiap manusia yang hidup di dunia.26

Pesan perdamaian harus menjadi motivasi untuk individu masing-

masing di sini penulis melihat masih banyak kejanggalan yang belum

terpenuhi untuk mewujudkan sebuah perdamaian dengan tidak menerima

sebuah perbedaan seperti perbedaan agama, ras, suku, dan sebagainya,

sudah sepantasnya manusia itu sendiri dari kecil sudah ditanamkan jiwa

perdamaian dengan adanya dedikasi sejak usia dini untuk tidak terjadinya

perpecahan di masa yang akan datang.

25 Abdurrahman Azzam, Konsepsi Perdamaian Islam, 11. 26 Abdurrahman Azzam, Konsepsi Perdamaian Islam, 132.

Page 48: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

33

E. Perdamaian dalam Perspektif Ulama

1. M. Quraish Shihab

Bagi Quraish, kendatipun ditemukan sejumlah perbedaan dalam

batas tubuh setiap ajaran Agama, tidak boleh diabaikan sebuah fakta

bahwa seluruh Agama mengajarkan pemeluknya untuk menebar

perdamaian kepada orang-orang yang berbeda. Artinya, seluruh Agama

menghendaki terciptanya perdamaian di dunia. Dengan demikian, ajakan

yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perdamaian tak bisa

diasosiasikan dengan nama Agama. Entah itu namanya Islam, Kristen,

Budha, Hindu atau apa saja.27 Quraish memandang bahwa

menyeruaknya fanatisme di antara para pemeluk Agama disebabkan oleh

hilangnya rasa saling menghargai perbedaan pendapat yang terjadi di

antara mereka. Padahal, perbedaan itu tegas Quraish merupakan

kehendak yang Maha Kuasa. Karena ia merupakan kehendak Yang Maha

Kuasa, maka tugas manusia adalah menerima apa yang sudah menjadi

kehendak-Nya. Yang salah dikoreksi selama itu bisa, dan yang benar di

bumi lestarikan agar kelak bertuah manfaat bagi generasi selanjutnya.28

Apa yang dikatakan Quraish penting untuk disadari oleh semua

pemeluk Agama. Bahwa setiap aksi kekerasan, penistaan, pelecehan,

apalagi pembunuhan dan pembantaian tak bisa dan tak boleh

diasosiasikan dengan Agama apapun yang terserak di alam dunia.

Dengan kata lain, Agama dan perdamaian merupakan dua sisi dari satu

koin yang sama. Agama yang tak mengajarkan prinsip-prinsip

perdamaian tak layak dikatakan sebagai sebuah Agama, sebagaimana

ajaran perdamaian yang kering dari nilai-nilai keagamaan tak akan

mampu memberikan makna perdamaian yang sesungguhnya.

27 Sahabuddin, dkk., Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera

Hati, 2008), 90. 28 Sahabuddin, Ensiklopedia al-Qur’an, 93.

Page 49: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

34

Perdamaian, kata Quraish, adalah harapan semua (amal al-Jāmi’).

Dengan itu, Quraish seolah-olah ingin menegaskan bahwa impian akan

terwujudnya perdamaian merupakan bagian dari fitrah manusia. Karena

itu, sebagai sebuah ajaran yang senafas dengan fitrah manusia, Islam tak

boleh dipertentangkan dengan prinsip-prinsip perdamaian, karena impian

akan terwujudnya perdamaian dan kedamaian merupakan bagian dari

fitrah manusia pada umumnya.29

Semua pemeluk Agama perlu menyadari bahwa menyeruaknya

aksi-aksi kekerasan, pelecehan, dan penistaan yang terjadi antara

pemeluk Agama itu bukan karena Agama, melainkan didasari oleh

keluncas-pahaman dalam menafsirkan teks-teks Agama. Dikatakan

demikian karena semua Agama seperti yang ditegaskan Quraish

menghendaki para pemeluknya untuk hidup damai, aman dan sentosa.

Hanya saja, nafsu duniawi kita sering menjadi tameng hitam yang

menutupi itu semua. Menisbatkan aksi-aksi kekerasan, penistaan,

pelecehan, apalagi pembunuhan, kepada suatu (ajaran) Agama, pasti

hanya akan dilakukan oleh orang-orang yang tak beragama dan tak

mampu menjiwai ajaran Agama meskipun dirinya berlabel Agama.

Agama hanya menghendaki kesejahteraan dan kebahagiaan, bukan

kesengsaraan apalagi pembunuhan. Agama tak menghendaki sengketa

dan perkelahian, tapi Agama menginginkan persaudaraan dan

perdamaian.

Agama yang dijadikan sebagai lahan untuk membumi lestarikan

ujaran kebencian tak akan mampu memberikan kedamaian. Tapi Agama

yang dipahami sebagai jalan untuk menuju kebahagiaan, pasti akan

mampu membangun perdamaian dan kedamaian. Semoga seluruh

29 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an

(Jakarta: Lentera Hati, 2007), 123.

Page 50: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

35

Agama di dunia ini menjadi Agama Perdamaian, bukan Agama

Kebencian, apalagi Agama yang hanya dijadikan sebagai pelampiasan

nafsu setan. Aku berlindung kepadamu Tuhan dari (ajaran) Agama

demikian.30

2. Buya Hamka

Pandangan Buya Hamka tentang ayat-ayat perdamaian toleransi.

Allah swt. sumber kasih sayang di dalam al-Qur’an seperti:

بسم الله الرحهن الرحيم “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang” (QS. al-Fātihah [1]: 1)

Dalam ayat pertama surah al-Fātihah ini disebutkan dua sifat Allah

swt. yaitu al-Rahmān dan al-Rahīm yang berarti murah, kasih sayang,

cinta, santun, dan perlindungan. Alasan kedua sifat ini dijelaskan terlebih

dahulu sebelum menyebut sifat-sifatnya yang lain adalah untuk

menangkis anggapan terhadap berayal-ayal orang yang masih primitif

tentang Allah. Sebagian besar mereka menggambarkan tuhan itu sebagai

sesuatu yang amat ditakuti atau menakutkan, seram, dan kejam, yang

orang terpaksa memujanya karena takut akan murkanya. Maka, ketika

bacaan dimulai dengan menyebut nama Allah, dengan kedua sifatnya

yang Rahman dan Rahim, mulailah Nabi Muhammad saw. menentukan

perumusan baru dan yang benar tentang Allah. diketahui dan dirasakan

oleh manusia bahwa Dia Rahmān dan Rahīm.31

Kemudian pada ayat yang lain, Buya Hamka juga berpandangan

ajakan pada kalimat yang satu.

30 Shihab, Tafsir al-Mishbah, 124. 31Buya Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid I (Jakarta: Gema Insani, 2015), 65.

Page 51: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

36

هل الكتهب ت عالوا اله كلمة سواء ول نشرك بهقل يها نكم ال ن عبد ال الله ن نا وب ي ول شي ا ب ي ن الله فان ت ولوا ف قولوا اشهدوا بن مسلمون دو من اربب ب عضا ب عضنا ي تخذ

Katakanlah, “Wahai, Ahlul Kitab! Marilah kemari kepada

kalimat yang sama di antara kami dan kalian, yaitu janganlah kita

menyembah melainkan kepada Allah, dan janganlah kita

menyekutukan sesuatu dengan Dia, dan jangan menjadikan

sebagian dari kita akan sebagian yang lain menjadikan Tuhan-

Tuhan selain Allah.” Maka jika mereka berpaling, hendaklah

kamu katakana, “Saksikanlah olehmu bahwa kami ini adalah

orang-orang Islam.” (QS. ‘Ali Imrān [3]: 64)

Disebut dalam Tafsir al-Azhar berkaitan dengan ayat ini.32

Betapapun pada kulitnya kelihatan kita ada perbedaan, ada Yahudi, ada

Nasrani, dan ada Islam, namun pada kita ketiganya terdapat satu kalimat

yang sama, satu kata yang menjadi titik pertemuan kita. Yaitu

“Janganlah menyembah melainkan kepada Allah,” sekiranya saudara-

saudara sudi kembali kepada satu kalimat itu, niscaya tidak akan ada

selisih kita lagi. Menurut keterangan Hamka ayat ini jugalah yang

dijadikan Nabi Muhammad saw. sebagai alasan untuk mengirim surat

kepada Heraclius Raja Romawi Syam. Tidak Ada Paksaan Dalam

Agama. Allah swt. berfirman:

الرشد من الغي فمن يكفر بلطاغوت وي ؤمن بلله ف قد لا اكراه ف الدين قد ت ب ييع عليم س ى ل انفصام لا والله استمسك بلعروة الوث قه

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam),

sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar

dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Thogut dan

beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang

(teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah

Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqārah [2]: 256)

32 Hamka, Tafsir al-Azhar, 66.

Page 52: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

37

Dalam menafsiri ayat ini Hamka mengemukakan asbabunnuzul

yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud, al-Nasāi`, Ibn al-Mundzir, ibn Jarīr,

ibn Abū Hātim, Ibn Hibbān, Ibn Mardawaihi, dan al-Baihaqi dari ibn

‘Abbās dan beberapa riwayat lainnya. bahwa penduduk Madinah

sebelum memeluk agama Islam, merasa bahwa kehidupan orang Yahudi

lebih baik dari kehidupan mereka sebab mereka masih jahiliah. Sebab

itu, di antara mereka ada yang menyerahkan anaknya kepada orang

yahudi untuk dididik dan setelah besar mereka menjadi Yahudi. Ada pula

perempuan Arab yang tiap beranak mati maka kalau ia beranak lagi,

lekas-lekas diserahkan kepada orang Yahudi. Dan oleh orang Yahudi

anak-anak tersebut di-yahudikan. Selanjutnya, orang Madinah menjadi

Islam, dan menjadi Kaum Ansār. 33

Maka setelah Rasulullah pindah ke Madinah, dibuatlah perjanjian

dengan kabilah-kabilah Yahudi yang tinggal di Madinah. Akan tetapi

dari bulan ke bulan, tahun ke tahun, perjanjian itu mereka ingkari, baik

dengan cara halus ataupun kasar. Akhirnya, terjadilah pengusiran

terhadap Yahudi Bani Nadīr yang telah didapati telah dua kali hendak

membunuh Nabi. Namun di tengah-tengah Bani Nadīr itu ada anak orang

Ansār yang telah menjadi Yahudi. Ayah anak itu memohon kepada Nabi

supaya anak itu ditarik kepada Islam, kalau perlu dengan paksaan. Si

ayah yang telah memeluk Islam tidak sampai hati melihat anaknya yang

menjadi Yahudi. “belahan diriku sendiri akan masuk neraka, ya

Rasulallah!” kata orang Ansār itu. Di waktu itulah turun ayat ini.

Menurut riwayat Ibn ‘Abbās, Nabi saw. Hanya memanggil anak-anak itu

dan disuruh memilih, apakah mereka sudi memeluk agama ayah mereka,

yaitu Islam, atau tetap dalam Yahudi dan turut diusir? Menurut riwayat,

ada di antara anak-anak itu yang memilih Islam dan ada yang terus

33 Hamka, Tafsir al-Azhar, 67.

Page 53: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

38

menjadi Yahudi lalu berangkat dengan orang Yahudi yang mengasuhnya

itu meninggalkan Madinah. 34

Menurut Buya Hamka ayat ini merupakan suatu tantangan kepada

manusia karena Islam adalah benar. Orang tidak akan dipaksa

memeluknya, tetapi orang hanya diajak untuk berpikir. Asal dia berpikir

sehat, dia pasti akan sampai pada Islam. Keyakinan suatu agama tidaklah

boleh dipaksakan dipaksakan sebab “Telah nyata kebenaran dan

kesesatan.” Orang boleh menggunakan akalnya untuk menimbang dan

memilih kebenaran itu, dan orang pun mempunyai pikiran waras untuk

menjauhi kesesatan.35

F. Term Perdamaian dalam Al-Qur’an

1. Pengertian Kata al-Sulhu (Perdamaian)

al-Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah

yaitu perjanjian perdamaian di antara dua pihak yang berselisih. al-

Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan dendam,

persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan kembali).

Hukum al-Sulhu (Perdamaian). Hukum sulhu atau perdamaian adalah

wajib, sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau perintah Allah Swt. di

dalam al-Qur’an: ا المؤمنون إخوة فأصلحوا ب ي أخويكم وات قوا الل لعلكم إن Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena itu“ت رحون

damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwa kepada Allah

supaya kamu mendapat rahmat” (QS. al-Hujurat : 10) ر والصلح خي “Perdamaian itu amat baik” (QS. an-Nisā`: 128).36

34 Hamka, Tafsir al-Azhar, 68. 35 Hamka, Tafsir al-Azhar, 69. 36 Wasid, “Teologi Perdamaian Dalam Tafsir Jihad,” Teosofi, vol. 1, no. 1,

(Desember, 2011), 270-289.

Page 54: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

39

2. Rukun dan Syarat al-Sulhu (Perdamaian).

a. Mereka yang sepakat damai adalah orang-orang yang sah

melakukan hukum.

b. Tidak ada paksaan.

c. Masalah-masalah yang didamaikan tidak bertentangan dengan

prinsip Islam.

d. Jika dipandang perlu, dapat menghadirkan pihak ketiga. Seperti

yang disindir dalam al-Qur’an surah an-Nisā` ayat 35.

Macam-macam Perdamaian. Dari segi orang yang berdamai, sulhu

macamnya sebagai berikut:

a. Perdamaian antar sesama muslim.

b. Perdamaian antar muslim dengan non muslim.

c. Perdamaian antar Imam dengan Kaum Bughat

d. Perdamaian antara suami istri.

e. Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.37

Pernah mendengar kata al-Islāẖ? al-Islḍāh sering diartikan dengan

“perbaikan” atau “memperbaiki.” Jika kita menengok pada tujuan utama

dari dakwah para nabi, maka sejarah membuktikan bahwa tujuan mereka

adalah al-Islāh, atau memperbaiki kondisi umat. Seperti perkataan Nabi

Soleh as. yang diabadikan dalam al-Qur’an berikut ini,

إن أريد إل اإلصالح ما استطعت “Aku hanya bermaksud (melakukan) perbaikan semampuku.” (QS.

Hud [11]: 88)

Nabi Soleh as. ingin memfokuskan bahwa tujuan dari jerih payah

dan usahanya selama ini hanya untuk memperbaiki kondisi umat manusia,

37 Wasid, “Teologi Perdamaian,” ,283.

Page 55: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

40

semampunya. Dan seluruh nabi pun punya tujuan yang sama. Dan kali ini,

kita akan mendalami makna al-islāh dalam al-Qur’an. Kata al-islāh sering

digunakan dalam al-Qur’an. Kata ini bisa memiliki dua makna. Jika

diambil dari dari kalimat al-sulhu maka artinya adalah mendamaikan dua

orang atau kelompok yang berselisih. Makna al-islāh dengan arti pertama

(mendamaikan perselisihan) digunakan untuk beberapa hal seperti.

a. Mendamaikan Suami Istri

ن أهلها إن يريدا إصالحا ن أهله وحكما م وإن خفتم شقاق ب ينهما فاب عثوا حكما من هما ي وفق الل ب ي

“Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya,

maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan

seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya

bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah Memberi taufik

kepada suami istri itu.” (QS. an-Nisā` [4]:35)

b. Mendamaikan Dua Kelompok

ن هما وإن طائفتان من المؤمني اق ت ت لوا فأصلحوا ب ي “Dan apabila ada dua golongan orang Mukmin berperang, maka

damaikanlah antara keduanya.” (QS. al-Hujurāt [49]: 9)

c. Mendamaikan Secara Umum

ذات بينكم فات قوا الل وأصلحوا “Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di

antara sesamamu.” (QS. al-Anfāl [8]: 1)38

Jika diambil dari kata al-islāh maka artinya adalah melakukan

kebaikan dan menyingkirkan keburukan. Makna ini juga menjadi lawan

kata dari al-fasād yang artinya melakukan keburukan ataupun kerusakan.

38 ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azīz al-Qursyi, Samahah al-Islām, terj. Abdul fikri

(Riyādh: Maktabah al-Adib, 2006), 89.

Page 56: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

41

Makna Pertama : Mendamaikan yang Berselisih.

فات قوا الل وأصلحوا ذات بينكم

“Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di

antara sesamamu.” (QS. al-`Anfāl [8]: 1)

Ayat ini menarik untuk kita perhatikan lebih dalam. Bertakwalah!

Lalu perbaiki hubungan di antara sesamamu! Ayat ini seakan ingin

berbicara bahwa tak ada artinya takwa tanpa kepedulian kepada kondisi

sekitar kita. Tak ada artinya takwa tanpa rasa peduli untuk mendamaikan

saudara yang berselisih.

لعلكم ت رحون ا المؤمنون إخوة فأصلحوا ب ي أخويكم وات قوا الل إن“Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara, karena itu

damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan

bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-

Hujurāt [49]: 10).39

Namun inilah manusia. Semakin hari rasa kepedulian ini semakin

pudar. Orang-orang sibuk dengan urusannya masing-masing dan acuh

dengan kondisi sekitarnya. Walaupun ada yang memang tidak

mampu untuk mendamaikan, ada pula yang tidak mau. Bahkan akhir-

akhir ini semakin banyak orang yang tidak mendamaikan perselisihan

tapi malah membakar api provokasi dan memecah belah saudaranya

sendiri. Padahal menurut al-Qur’an tidak ada kebaikan dalam perkataan

rahasia (bisik-bisik) yang dilakukan manusia kecuali dalam 3

pembicaraan saja seperti Firman Allah swt.

ر ف كثري من نواهم إل من أمر بصدقة أو معروف أو إصالح ب ي الناس ل خي

39 Umar bin Abdul Aziz Qursyi. Samahah al-Islam, 90

Page 57: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

42

“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka,

kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang)

bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di

antara manusia.” (QS. an-Nisā’ [4]: 114).40

Mendamaikan perselisihan termasuk sesuatu yang sangat

ditekankan dalam Islam. Tentu kebalikan dari mendamaikan ini (seperti

adu domba dan memecah persatuan) punya bahaya dan ancaman yang

begitu besar pula. Jangan pernah pesimis ketika ingin mendamaikan

orang yang berselisih, karena Allah tidak pernah menanyakan “berhasil

atau tidak?,” tapi yang akan ditanyakan adalah “kenapa tidak

menyampaikan? kenapa tidak berusaha mendamaikan?”. Setiap orang

pasti tau bahwa bohong itu haram dan pembohong itu terlaknat. Tapi

khusus dalam masalah mendamaikan orang, kebohongan itu diizinkan.

Misalkan berbohong kepada orang yang berselisih bahwa “musuhnya”

tadi memujinya dan ingin memperbaiki hubungan dengannya.41

Kebohongan macam ini diperbolehkan dalam Islam. Namun

kenyataannya, kebohongan itu sering digunakan untuk adu domba dan

memecah belah masyarakat. Fitnah disebar untuk merusak keharmonisan

umat. Mereka menggunakan alasan “Membela al-Qur’an tapi sungguh

amat jauh dari ajaran sucinya. Mendamaikan orang yang berselisih

bukanlah perkara kecil. Perbuatan ini amat agung di Sisi Allah swt.

Rasul pun sering bersabda tentang pahala mendamaikan perselisihan.

40 Umar bin Abdul Aziz Qursyi. Samahah al-Islam, 91 41 Umar bin Abdul Aziz Qursyi, Samahah al-Islȃm, 92.

Page 58: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

43

BAB III

TINJAUAN UMUM TAFSIR NUSANTARA

Dalam penulisan tafsir al-Qur’an, bukti paling awal di Nusantara

baru tampak setelah lebih dari 300 tahun sejak komunitas muslim

Nusantara itu mulai mewujudkan dirinya dalam kekuasaan politik,

Bersamaan dengan proses awal masuknya Islam di Nusantara tersebut,

kitab suci al-Qur’an diperkenalkan para penjuru dakwah kepada penduduk

pribumi di Nusantara. Pengenalan awal terhadap al-Qur’an itu, bagi

penyebar Islam tentu suatu hal yang penting karena al-Qur’an adalah kitab

suci agama Islam yang diimani sebagai pedoman hidup bagi orang yang

telah memeluk agama Islam.

Sekedar untuk menunjukkan, bahwa sejak semula umat Islam di

Indonesia mempunyai perhatian besar terhadap al-Qur’an yang baik,

sesuai ilmu tajwid, hingga kajian-kajian mendalam mengenai kandungan

al-Qur’an.1 Dalam khazanah tafsir di Asia Tenggara, terjemahan tokoh-

tokoh muslim Indonesia menempati kedudukan penting. Hamzah Fansuri

lahir pada periode al-Qur’an dalam Bahasa Melayu abad XIV,

Syamsuddin Sumatrani, Nur al-Din al-Raniri (w. 1658), Abd al-Rauf al-

Sinkili (1615-1693), Muhammad Yusuf al-Maqqassari (1627-1699),2

Syekh Abd Rauf Singkel dikenal sebagai ulama pelopor3dengan kitabnya

Tarjuman al-Mustafid merupakan tafsir al-Qur’an yang pertama ditulis

dengan berbahasa Melayu pada abad ke-17.

1 Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Quran Nusantara Tempo Doeloe, cet. I (Jakarta:

Ushul Press, 2009), h 57 2 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga

Ideologi (Yogyakarta: LKiS, 2013), 32. 3 Nurdinah Muhammad, “Karakteristik Jaringan Ulama Nusantara Menurut

Pemikiran Azyumardi Azra.” Jurnal Subastantia, vol.14 no.1 (tb, 2012), 74.

Page 59: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

44

Kemudian Syaikh Nawawy al-Bantany menulis Tafsir Marah

Labid di Makkah pada akhir abad ke-19,4 adalah di antara tokoh penting

yang berperan dalam tradisi penulisan karya-karya keislaman di Nusantara

dalam bidang-bidang keilmuan yang cukup beragam5 begitulah sampai

pada masa modern. Awal abad ke-20 Mahmud Yunus menulis tafsir

berbahasa Melayu Indonesia yang pertama, selanjutnya banyak banyak

juga para ulama lain yang menafsirkan al-Qur’an seperti di antaranya

Buya Hamka dengan karyanya yang terkenal yakni Tafsir al-Azhar dan

tafsir karya M. Quraish Shihab dengan kitabnya Tafsir al-Mishbah.

Kelahiran dan perkembangan ilmu tafsir di Nusantara dapat dilihat dari

dua aspek, yaitu aktivitas pengajian dan penulisannya. sejarah

perkembangan ilmu tafsir di Nusantara telah dirintis oleh seorang ulama

bernama Abdul Rauf al-Fansuri melalui karya beliau yang terkenal

berjudul Tarjuman al-Mustafid. 6

A. Karya-Karya Tafsir Nusantara

1. Tarjuman al-Mustafid

Nama lengkap pengarang Tafsir Tarjuman al-Mustafid adalah

Syaikh Abdurrauf ibn ali al-Jawi al-Fansuri as-Sinkili. Di dalam Tafsir

Tarjuman al-Mustafid ini, penulis menggunakan metode tahlīlī. Hal ini

bias dibuktikan dengan adanya ragam pendekatan dalam menafsirkan

ayat al-Quran, seperti qira’ah, penjelasan suku kata, latar belakang

4 Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia (Tangerang Selatan: Mazhab Ciputat,

2013), 5 5 Islah Gusmian, “Bahasa dan Aksara Tafsir Al-Qur’an di Indonesia dari Tradisi,

Hierarki Hingga Kepentingan Pembaca,” Jurnal Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

(STAIN) Surakarta, vol. 6, no.1 (tb, 2010), 4 6 Mustaffa bin Abdullah dan Abdul Mamam Syafi‟i, Khazanah Tafsir Di

Nusantara Penelitian Terhadap Tokoh dan Karyanya di Malaysia, Brunei Darussalam,

Singapura dan Thailand” Jurnal Kontekstualita, vol. 25, no. 1 (tb, 2009), 31.

Page 60: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

45

turunnya ayat, nasikh-mansukh, dan munasabatul ayat. Tafsir ini

pertama kali dicetak di Kota Istanbul Turki pada tahun 1615-1693 M.

Tafsir ini diduga kuat sebagai tafsir pertama karya Ulama Nusantara

yang menafsirkan al-Quran 30 juz secara lengkap. Salah satu ciri

khasnya yang lain dari kitab ini adalah pendekatan pada nilai-nilai

tasawuf.7

2. Marah Labid li Kasyfi Ma’na Quran Majid

Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Itulah nama lengkap pengarang

kitab tafsir ini, atau lebih dikenal Syaikh Nawawi Banten. Kitab yang

terbit pada 1818-1897 ini juga dikenal dengan nama al-Munir li

Ma’alimit Tanzil. Kedua nama ini memang tampak di sampul kitab tafsir

ini. Nama Tafsir al-Munir diperkirakan diberikan oleh pihak penerbit.

Sedangkan nama Marah Labid berasal dari Syaikh Nawawi langsung.

Tafsir Marah Labid dapat digolongkan sebagai salah satu tafsir dengan

metode ijmalī (global). Dikatakan ijmalī karena dalam menafsirkan

setiap ayat, Syaikh Nawawi menjelaskan setiap ayat dengan ringkas dan

padat, sehingga mudah dipahami. Sistematika penulisannya pun

menuruti susunan ayat-ayat dalam mushaf. Tafsir Marah Labid terlihat

sangat detail dalam menafsirkan setiap kata pada setiap ayat.

3. Tamsyiyatul Muslimin

Kitab tafsir karya KH. Ahmad Sanusi ini memiliki nama lengkap

Tamsyiyatul Muslimin fi Tafsiri Kalami Rabbil ‘Alamin. Tafsir ini terbit

secara berkala, yakni satu bulan sekali, pada 1 Oktober 1934 dan dicetak

di percetakan al-Ijtihad Sukabumi. Cetakan ini kemudian beredar di

Jakarta, Bengkulu, Bandung, dan Singapura. Tafsir ini telah dicetak

7 Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 39

Page 61: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

46

ulang berpuluh kali dan sampai sekarang masih dipakai oleh majelis

taklim di wilayah Jawa Barat. Karya lainnya adalah serial Tamsyiyatul

Muslimin dalam bahasa Melayu. Setiap ayat-ayat al-Qur’an ditulis

dengan huruf Arab sekaligus ditulis (transliterasi) dalam huruf latin.8

4. al-Quranul ‘Adzim

Tafsir Al-Quranul ‘Adzim berbeda dengan tafsir pada umumnya.

Kitab tafsir ini lebih dikenal dengan nama Tafsir Tiga Serangkai karena

H. Abdul Halim Hasan menyusunnya bersama dua ulama lain, H. Zainal

Arifin Abbas dan Abdurrahim Haitami. Kitab tafsir ini disusun dan

diterbitkan pada tahun 1937.

5. al-Ibrīz

Dari sekian kitab hasil karya KH. Bisri Mustofa, yang paling

terkenal adalah kitab tafsirnya yang bernama al-Ibriz. Tafsir al-Ibriz ini

bersumber dari ijtihad Kiai Bisri yang menggunakan Bahasa Jawa dan

ditulis dengan huruf Arab pegon. Alasan ayah KH. A. Musthofa Bisri ini

menulisnya menggunakan pegon adalah supaya kaum muslimin yang

berada di Jawa dan waktu itu belum banyak yang bias membaca huruf

latin dapat memahami makna al-Quran dengan mudah dan dapat

memberi manfaat di dunia atau pun akhirat. Penulisan kitab al-Ibriz ini

membutuhkan waktu enam tahun mulai 1954 sampai 1960. Corak

kombinasi antara fikih dan tasawuf pun bias terlihat di kitab itu. Kitab

yang mencakup tafsir al-Quran secara keseluruhan, tafsir ini dibagi

menjadi tiga jilid.

8 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 40

Page 62: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

47

6. al-Mahmudy

Tafsir al-mahmudy ditulis oleh KH. Ahmad Hamid Wijaya pada

tahun 1989. Tafsir al-Mahmudy diterbitkan oleh PBNU pada saat

Muktamar NU di Krapyak, Yogyakarta. Penerbitan itu lengkap beserta

dengan kata pengantar dari PBNU dan juga dari beberapa pengurus

PBNU yang menjabat pada periode tersebut. Sebab, penulis tafsir al-

Mahmudy adalah Katib Am PBNU yang menjabat selama dua periode.9

7. Tafsir al-Misbah

Nama Prof. Dr. KH. M. Quraish Shihab dengan pada penghujung

abad ke-20 sebagai cendekiawan muslim Indonesia. Salah satu karya

terbaiknya adalah Tafsir al-Mishbah. Dalam kitab ini Prof. Quraish lebih

menggunakan pendekatan eksploratif, deskriptif, analitis, dan

perbandingan. Ini merupakan metode penelitian yang berupaya menggali

sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan oleh ulama-ulama tafsir.

Tafsir al-Mishbah yang terdiri dari lima belas jilid ini sangat berpengaruh

di Indonesia. Bukan hanya menggunakan corak baru dalam penafsiran,

tafsir ini juga menggunakan metode penulisan dengan mengombinasikan

antara metode tahlili dengan metode maudhū’i. Sebelum menafsirkan

dengan metode tahlili terlebih dahulu ia menafsirkan dengan

menggunakan metode maudhū’i.

8. al-Iklīl

Kitab ini dikarang oleh Ulama dari Bangilan, Tuban. Beliau

merupakan adik kandung KH. Bisri Mustofa, Rembang. Metode

penulisan Tafsir al-Iklil terdiri dari tiga bentuk sistematika penulisan. Di

9 Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 41

Page 63: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

48

antaranya adalah penulisan ayat al-Quran dengan terjemahan Bahasa

Jawa menggunakan aksen pegon, menerangkan secara detail makna yang

dikandung dalam ayat al-Quran dan mengulang penjelasan makna yang

penting.

Metodologi penafsiran terperinci, lugas dan tidak bertele-tele

sehingga sangat tepat dikonsumsi untuk kalangan awam pada umumnya

dan kalangan pesantren pada khususnya. Melihat cara penafsiran yang

digunakan dapat disimpulkan bahwa Tafsir al-Iklil menggunakan metode

tahlīlī.10

9. al-Munir

Penulis kitab ini adalah KH. Daud Islam Soppeng. Karena itulah,

kitab yang ditulis dalam bahasa Bugis ini juga dikenal dengan sebutan

Tafsir Daud Ismail. Tafsir ini memiliki komposisi yang sederhana. Hal

ini bias kita lihat dengan dimulainya suatu pembahasan dengan

mengelompokkan ayat-ayat yang ingin diterjemahkan dan ditafsirkan.

Satu kelompok biasanya terdiri antara 3-10 ayat atau lebih dan kadang-

kadang diberi judul pada setiap kelompok ayat. Penerjemahan ayat-ayat

dalam tafsir Daud Ismail ini mengacu pada terjemahan Departemen

Agama yang sudah ada sebelumnya.

10. Tafsir an-Nur

Tafsir al-Qur’anul Majid atau yang lebih dikenal dengan nama

Tafsir an-Nur ini adalah salah satu karya monumental ulama Indonesia

asal Aceh, yaiitu Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddiegy.

Tafsir an-Nur pertama kali terbit pada tahun 1956. Ini adalah kitab tafsir

lengkap pertama karya ulama ahli tafsir Indonesia yang diterbitkan di

10 Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 42

Page 64: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

49

Indonesia. Tafsir ini mudah dicerna oleh semua golongan masyarakat,

dari para peneliti sampai para pemula. Tafsir inilah pula yang menjadi

rujukan Terjemah Qur’an Departemen Agama Indonesia yang pertama

tahun 1952. Tafsir an-Nur menggunakan dua metode sekaligus, yaitu

maudhū’i tahlili karena dibuat berdasarkan urutan dan susunan al-

Qur’an, ayat per ayat dan surah per surah, dan dengan bentuk penyajian

yang rinci, dan juga metode maudhū’i (tematik) karena sebelum

menjelaskan tafsir suatu surah terlebih dahulu dijelaskan gambaran

umum surah tersebut.11

Tafsir ini juga dapat digolongkan sebagai at-tafsir bil ra’y (tafsir

berdasarkan ijtihad), walaupun tidak semua ayat dijelaskan dengan

metode tersebut. Dapat pula digolongkan sebagai at-tafsir bil-ma’tsur

(tafsir dengan riwayat), yaitu penjelasan suatu ayat dengan ayat lain atau

dengan hadits dan atsar yang sahih. Dalam kitab tafsir ini Hasbi ash-

Shiddieqy banyak mengutip dari rujukan-rujukan mu`tabar (otoritatif).

Sebut saja di antaranya, Tafsir Jami` al-Bayan karya ath-Thabari, Tafsir

al-Qur’an al-`Azhim karya Ibnu Katsir, tafsir al-Qurthubi, Tafsir al-

Kasysyaf karya az-Zamakhsyari, dan at-Tafsir al-Kabir karya

Fakhruddin ar-Razi. Tidak hanya tafsir klasik, tafsir ulama

muta’akhkhirin juga menjadi sumber ash-Shiddieqy, seperti, tafsir al-

Manar karya Muhammad Rasyid Ridha, tafsir al-Maraghi, Tafsir al-

Qasimi, dan Tafsir al-Wadhih. Selain kitab-kitab tafsir, ia juga merujuk

kepada kitab-kitab induk hadis yang mu`tamad (dipercaya), semisal,

kitab Shahih al-Bukhari wa Shahih Muslim, dan kitab-kitab as-Sunan.12

11 Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 43 12 Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 45

Page 65: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

50

11. Tafsir al-Azhar Karangan Hamka

Hamka adalah seorang pemikir muslim progresif dan tokoh

Muhammadiyah yang rela berkorban dalam memperjuangkan islam

hingga dia dipenjara. Namun maksudnya dia ke penjara bukan menjadi

hambatan dalam berkarya, justru di dalam sel kata itu ia hanya

menyelesaikan penulisan Tafsir al-Azhar. Tafsir al-Ahar adalah salah

satu tafsir karya warga Indonesia yang dirujuk atau dianut dari Tafsir al-

Manar karya Muhammad Abdu dan Rasyid Ridha. Melihat ciri khas

yang ada dalam tafsir karya Hamka tersebut, maka Nampak metode

tahlili (analisis) bergaya tertib mushaf dan corak kombinasi al-Adabi al-

Ijtima’i-Sufi.

Upaya kajian terhadap al-Qur’an dalam bentuk penafsiran

sebenarnya sudah terjadi sejak lama, karena bagaimanapun memahami

pesan-pesan al-Qur’an menjadi hal yang niscaya. Penulisan tafsir al-

Qur’an di Nusantara sudah terjadi sejak abad ke16. Buktinya telah

ditemukan kitab Tafsir surah al-Kahfi [18]: 9 yang ditulis pada masa-

masa itu, meskipun belum diketahui siapa penulis dari kitab tersebut.13

Karya-karya tafsir di Nusantara pada periode abad ke-17 M ditulis

dalam bahasa Melayu berhuruf Arab (Jawi). Hal ini dimungkinkan

terjadi, karena berdasarkan lacakan Anthony H. Johns, seperti telah

dikutip di depan, pada akhir abad ke-16 M telah terjadi pembahasan

lokal Islam di berbagai wilayah Nusantara, seperti tampak pada

penggunaan aksara (script) Arab yang kemudian disebut dengan aksara

13 M. Nurdin Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia dari Kontestasi Metodologi

hingga Kontekstualisasi (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), 61

Page 66: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

51

Jawi dan pegon.14 Hampir semua pengkajian sejarah al-Qur’an dan tafsir

di Indonesia sepakat menjadikan Abd Al-Ra‟uf Singkili sebagai perintis

pertama tafsir di Indonesia, bahkan di dunia Melayu.15 Penafsiran

lengkap pertama di Indonesia ditulis oleh Abdur Ra’uf al-Singkili

berjudul Tarjuman Al-Mustafid. Abdur Ra‟uf lahir sekitar 1615 M dan

namanya mengindikasikan keluarganya hidup di Sinkil kepulauan

Sumatera yang saat ini dikenal sebagai bagian dari wilayah Aceh. Beliau

menghabiskan sekitar 19 tahun belajar tafsir, fiqh, dan ilmu-ilmu

keislaman di Arabia antara tahun 1640-an dan kembali ke Aceh sekitar

tahun 1661 M. Kemudian 32 tahun sisa hidupnya dihabiskan untuk

menulis berbagai karya ke Islaman seperti fiqh, tafsir dan tasawuf.

Diantara karya kesusastraannya selama periode ini adalah Tarjuman

alMustafid.16

Karakteristik yang dimiliki tafsir Tarjuman al-Mustafid ini dilihat

dari segi metode dan tehnik penafsiran, Abdur Ra’uf tampaknya hanya

menerjemahkan secara harfiah ayat-ayat al-Qur’an. Kenyataannya tetap

bahwa terjemahannya dari bahasa Arab, sebagaimana tampak dalam

kitab Tarjuman, sangatlah literal. Dia sering kali menggunakan sebuah

teknik-apa yang Riddell sebut kesesuaian kata per kata antara bahasa

Arab dan Melayu (word for word correspondence between the Arabic

and malay) dan kurang memperhatikan bentuk-bentuk sintaks

kesusastraan Melayu. Akibatnya, kata Riddell, hasil produksinya secara

virtual adalah teks bahasa Arab, namun dengan kata-kata Melayu.

Mengamati berbagai katalog manuskrip berbahasa Arab terungkap

14 Anthony Johns, “The Qur’an In The Malay World: Reflection On `Abd Al-

Rauf Of Sinkel (1615-1693)”, Al-Jami‟ah Journal of Islamic Studies. Vol. 9, no. 2 (tb,

1998), 121 15 Faried F. Senong, “al-Qur’an, Modernism Dan Tradisionalisme: Ideologisasi

Sejarah Tafsir Al-Qur’an Di Indonesia”, Jurnal Studi Al-Qur’an, Ciputat, vol. I, no. 3,

(tb, 2006), 511. 16 Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Qur’ān Nusantara Tempo Doeloe, 27-28.

Page 67: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

52

bahwa al-Jalalan menjadi sumber utama kajian tafsir yang populer di

berbagai pusat kajian Islam di Arabia dan kemudian di kawasan

Nusantara.

Popularitasnya terletak pada susunannya yang relatif teratur

dengan metode yang ringkas dalam penafsirannya. Tafsirnya disusun

dalam level yang dapat dicapai oleh sebagian masyarakat. Tidak ada

usahanya untuk menjelaskan kandungan ayat yang sedang diterjemahkan

dengan memakai ayat-ayat seide tidak juga dengan hadis nabi, riwayat

sahabat, apalagi dengan kisah israiliyat.17 Pada abad 19 M ini ada pula

literatur tafsir utuh yang ditulis oleh ulama Islam Indonesia, Imam

Nawawi al-Bantani (1813-1879) yaitu Tafsir Munīr li Ma’ālim alTanzīl

yang lebih dikenal dengan tafsir Marah Labid. Namun tafsir yang

menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar ini, ditulis di luar

Nusantara, yaitu Makkah. Pada permulaan tahun 1880. Penulisannya

selesai pada Hari Rabu, 5 Rabiul Akhir 1305 H atau 21 Desember

1887.18 sebelumnya naskahnya disodorkan kepada para ulama Makkah

dan Madinah untuk teliti, lalu naskahnya di cetak di negri itu.18 Atas

cemerlang dalam manulis tafsir itu, oleh ulama Mesir, Imam Nawawi

diberi gelar ”sayyid ulama al-hijaz” (pemimpin ulama Hijaz). Mengenai

penulisan tafsirnya ini Syaikh Nawawi, dengan kerendahan hati

(tawadhu), menyebut dirinya sebagai “ahqarul wara” dan menyatakan

bahwa sebagian sahabatnya meminta pendapatnya agar menulis sebuah

tafsir al-Qur’an.

Permintaan tersebut menjadi bahan pemikirannya dalam tempo

waktu yang cukup lama, karena ia merasa khawatir jangan sampai

termasuk orang yang menafsirkan al-Qur’an menurut pendapat dan

17 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 21. 18 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga

Ideology. (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2013), 45

Page 68: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

53

pemikirannya sendiri.19 Metode dan sistematika pada penulisan ini selain

diadakan penelitian dari beberapa metode tafsir yang ada dengan

mengacu pada pendapat al-Farmawi yang membagi metode penafsiran

al-Qur’an pada empat macam: tahlili, ijmali, muqarran dan maudhu’i,

Marah Labid merupakan model tafsir al-tahlīli. Seperti kitab tafsir

standar lainnya, ia ditulis untuk menjelaskan makna al-Qur’an menurut

susunan buku ayat dan surat, dari al-Fatihah sampai al-Nas.

Penjelasan ayat disusun dengan analisis gramatika, hadis nabi,

asbabunnuzul, dan pendapat sahabat serta para penafsir terdahulu, juga

ulama mujtahidin. Dalam menafsirkan ayat, Nawawi biasanya

menggunakan teknik eksegetik berikut: penjelasan kata atau frase (glos),

identifikasi dan perifrase. Ia menggunakan pendekatan ini bukan saja

untuk menjelaskan makna ayat yang menekankan pelajaran yang

didukungnya, tetapi untuk mengungkap koherensi esensial ayat al-

Qur’an (nazm al-ayat) dan memastikan setiap kekosongan potensial diisi

dengan makna implisit.20 Dalam rentang waktu abad-20, tafsir al-Qur’an

pertama yang terbit adalah tafsir al-Qur’an Karim bahasa Indonesia,

ditulis oleh Muhammad Yunus.21 Tafsir kontemporer mulai muncul

berkenaan dengan istilah pembaharuan yang sangat gencar dipopulerkan

oleh beberapa ulama yang menginginkan Islam sebagai agama yang

sudah sejak 14 abad silam. Pemahaman al-Qur’an yang terkesan “jalan di

tempat” ini sungguh menghilangkan ciri khas al-Qur’an sebagai kitab

19 Endad Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama

Nusantara, 50 20 Endad Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama

Nusantara, 52 21 Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Qur’ān Di Indonesia Abad Keduapuluh,

Jurnal LSAF, vol. III, no.4 (tb, 1992), 71.

Page 69: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

54

yang sangat sempurna dan komplit sekaligus dapat menjawab segala

permasalahan klasik maupun modern.22

Pada tahun 1938, Mahmud Yunus menerbitkan Terjamah al-

Qur’an al-Karim, yang telah dimulai pada tahun 1924. Ini merupakan

karya pertama yang dapat diakses dalam bahasa Melayu untuk

keseluruhan ayat al-Qur’an sejak karya, Abd Ra’uf Tarjuman al-

Mustafid yang muncul sekitar tiga abad sebelumnya.23 Latar belakang

penulisan tafsir ini berawal pada tahun 1922 di Indonesia ia mulai

menerjemahkan al-Qur’an dan diterbitkan tiga juz dengan huruf Arab

Melayu untuk memberi pemahaman bagi masyarakat yang belum begitu

paham bahasa Arab.

Akan tetapi pada waktu tersebut umumnya ulama Islam

mengatakan haram menerjemahkan al-Qur’an dan ia tidak mendengarkan

bantahan itu. Kemudian usahanya itu berhenti, karena ia ingin

meneruskan studinya ke Mesir. Sepulang menuntut ilmu, tepatnya pada

bulan Ramadhan tahun 1354 H (Desember 1935), ia mulai kembali

menerjemahkan serta tafsir ayat-ayat penting yang diberi nama “Tafsir

al-Quran al-Karīm”. Berkat pertolongan Allah akhirnya pada bulan

April 1938 tamatlah ia menerjemahkan dan menafsirkan al-Qur’an

sampai tiga puluh juz. Metode yang digunakan pada tafsir al-Qur’an al-

Karīm Mahmud Yunus ini menunjuk pada metode tahlili,24 suatu metode

tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari

seluruh aspeknya yang runtut dari awal sampai akhir mushaf. Dalam

22 Muhammad Sayyid Thanthawi, Mabahits fi Ulum Al-Qur’ān (Kairo: Azhar

Press, 2003), h 12. 23 Anthony H. Jons, “Tafsir Al-Qur’an Di Dunia Indonesia-Melayu,”, Jurnal

Studi Al-Qur’an, vol. I, no. 3 (Ciputat, 2006), 481. 24 Metode tafsir tahlili lebih populer tafsir tahlili sahaja adalah tafsir sejenis

tafsir yang berusaha menerangkan arti ayat-ayat al-Qur’ān dari berbagai seginya secara

meluas, berdasarkan urutan ayat-ayat atau surat sebagaimana tersusun pada mushaf.

Metode penafsirannya menonjolkan analitis terhadap lafaz-lafaz, sebab-sebab turun,

hadis yang berhubungan dan pendapat-pendapat para mufasir terdahulu.

Page 70: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

55

menafsirkan al-Qur’an para ulama tafsir mempergunakan berbagai

metode tahlili, ijmali, muqarān, dan maudhu‟i. untuk menafsirkan al-

Qur’an.

Yunus menempuh metode ijmali, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-

Qur’an secara singkat mulai dari surat pertama (al-Fatihah) sampai surat

terakhir (al-Nās), berdasarkan susunan mushaf Utsmani. Dalam tafsirnya

tersebut Yunus hanya menjelaskan pokok-pokok kandungan ayat. Dari

ayat sekian sampai ayat selanjutnya, kurang lebih 1 sampai 3 ayat dalam

satu penjelasan (tafsirnya).25 Sesudah tafsir al-Qur’an Karim bahasa

Indonesia oleh Mahmud Yunus, dijumpai pula tafsir al-Qur’an yang

ditulis oleh salah satu dari beberapa karya tafsir berbahasa Jawa dan

cukup fenomenal yakni al-Ibriz Li Ma‟rifah Tafsīr al-Qur‟ān al-Aziz

karya Bisri Musthofa. Seorang ulama karismatis asal Rembang Jawa

Tengah. Bisri Musthofa, nama kecilnya mashadi, dilahirkan di Kampung

Sawahan Gang Pelen, pada tahun 1915 M di Rembang Jawa Tengah dan

wafat pada 16 Safar 1397/24 Februari 1977.

Dalam tradisi pesantren, terutama pesantren di Jawa Tengah dan

Jawa Timur, karya tafsir Bisri Musthofa ini sama sekali tidak asing.

Karya ini lumrah dikaji oleh para santri sejak kemunculannya hingga

kini. Karya ini memang ditunjukkan oleh para santri pesantren.

Sehingga, tidak aneh jika karya ini dikenal sangat luas di kalangan

pesantren dan tidak di luar pesantren. Kemudian dengan penggunaan

bahasa Jawa yang sangat kental, karya ini menjadi kian akrab dengan

suasana pesantren di Jawa. Tafsir al-Ibriz menurut kitab kamus bahasa

Arab terkemuka, berasal dari kata Yunani yang berarti emas murni. Dari

segi judul, bisa jadi ia terilhami Kitab Manaqib klasik al-Ibriz, yang

25 7Endad Musaddad, Studi Tafsir di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama

Nusantara, 92

Page 71: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

56

ditulis sufi besar asal Maroko yang hidup di abad ke-18, Syaikh Abdul

Aziz al-Dabbagh.26

Metode dalam Tafsir al-Ibriz ini adalah metode tahlili, hal ini

dapat kita lihat ketika Bisri Musthafa mengungkapkan keseluruhan ayat

al-Qur’an sesuai dengan mushaf Utsmani. Penafsiran ini menggunakan

kalimat yang praktis dan mudah dipahami tanpa berbelit-belit. Kemudian

sistematika yang ia pakai dalam memetakan sistematika penulisan tafsir

al-Ibriz yakni: Ayat al-Qur’an ditulis di tengah dengan diberi makna

gundul.27 Terjemahan tafsir ditulis di bagian pinggir dengan memakai

nomor, nomor ayat berada di akhir di sebuah kalimat sedangkan nomor

terjemah berada di awal.28Kemudian keterangan-keterangan lain yang

terkait dengan penafsiran ayat dimasukkan dalam subbab kategori

tanbih, faidah, muhimmah, dan lainlain. Kemudian muncul lagi ulama

pejuang yang berhasil menjadi peletak dasar kebangkitan komunitas

Islam modern atau Kaum Gedongan yaitu H. Abdul Karim Malik

Amarullah (Hamka) nama ini adalah nama sesudah ia menunaikan

ibadah haji pada 1927 dan mendapatkan tambahan haji, lahir di Sungai

Batang, Maninjau (Sumatera Barat) pada hari Ahad, tanggal 16 Februari

1908 M/13 Muharram 1326 H dari kalangan keluarga yang taat

beragama, gelar buya diberikan kepadanya, sebuah panggilan buat orang

Minangkabau yang berasal dari kata abi atau abuya yang dalam bahasa

Arab berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.29

26 Mafri Amir, Literatur Tafsir di Indonesia (Tangerang: Mazhab Ciputat, 2013),

147-149. 27 Makna gundul adalah metode pemberian makna dengan memakai huruf pegon

dan ditulis secara miring di bawah sebuah lafal atau kata yang diberi makna, yang dalam

hal ini adalah ayat al-Qur’an. 28 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 147-149 29 Endan Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama

Nusantara. (Tangerang: Sintesis, 2012), 121

Page 72: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

57

Buya Hamka banyak menulis tulisan baik dalam bentuk sastra,

maupun tulisan-tulisan tentang keislaman. Salah satunya Tafsir al-Azhar

karya Hamka ini merupakan karya monumentalnya sendiri. Lewat tafsir

ini Hamka mendemonstrasikan keluasan pengetahuannya hampir di

semua disiplin yang tercakup oleh bidang agama Islam. Hamka berusaha

menampilkan tafsirnya dengan bahasa yang mudah dan lugas. Ia

mencoba menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dari beberapa aspek dengan

menggunakan pembahasan yang relatif tidak terlalu panjang lebar, tetapi

juga tidak terlalu pendek. Dengan kata lain ia berusaha menghidangkan

sebuah hidangan karya tafsir yang cukup dan sesuai dengan selera

pembacanya. Sumber penafsiran yang digunakan oleh buya Hamka

dalam menafsirkan al-Qur’an adalah penafsiran ayat dengan ayat yang

lain, juga ayat dengan hadis (tafsir bi al-ma’tsur). Di samping itu buya

Hamka juga menggunakan sejarah, antropologi, dan sosiologi sebagai

sumber penafsiran untuk memperkaya tafsirnya.30

Gaya dan kecenderungan tafsir seperti itu oleh para ahli tafsir,

disebut dengan tafsir al-adāb al-ijtima’i. Adapun sistematika yang

ditempuh Hamka dalam tafsirnya antara lain: pertama, menyebut nama

surat berikut terjemahannya dalam bahasa Indonesia, nomor urut surat

dalam susunan mushaf, jumlah ayat dan tempat diturunkannya surat.

Kedua, mengelompokkan ayat-ayat dalam satu surat menjadi beberapa

kelompok sesuai tuntunan sub tema dari keseluruhan tema surat.

Sistematika penyusunan semacam ini bisa kita bandingkan dengan tafsir

departemen agama, al-Maraghi atau Tafsir al-Nur dan al-Misbah.

Ketiga, memberi pendahuluan atau pengantar sebelum masuk pada ayat-

ayat yang sudah dipenggal dalam satu kelompok ayat.

30 Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz ke-1, cet ke-1 (Jakarta:Penerbit Pustaka

Panjimas, 1982), 42.

Page 73: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

58

Pengantar ini adakalanya didahului dengan mengutip suatu riwayat

tentang surat yang akan ditafsirkan yaitu berupa asbabunnuzul turunnya

suatu surat atau ayat.31 Selanjutnya pada titik ini, yakni Prof. Dr.

Muhammad Quraish Shihab pun mengalami hal yang sama. Bahwasanya

tafsir itu sangat dipengaruhi oleh kondisi di mana mufasir itu hidup. Baik

kondisi masyarakatnya, relasi dan jaringan ulama. Muhammad Quraish

Shihab, lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, 16 februari 1944/21 safar

1363 H. Quraish Shihab adalah seorang cendekiawan muslim dalam

ilmu-ilmu al-Qur’an. Ayahnya Prof. Dr. Abdurrahman Shihab, seorang

penggagas sekaligus pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI)

Makassar.32

Muhammad Quraish Shihab ini sudah banyak mengarang buku,

satu di antara karyanya yang monumental adalah tafsir al-Misbah, tafsir

ini diberi nama al-Misbah oleh dia sendiri. Dari segi penamaannya, al-

Mishbah berarti “lampu, pelita, atau lentera” yang mengindikasikan

makna kehidupan dan berbagai persoalan umat diterangi oleh cahaya al-

Qur’an.33 Penulisnya menceritakan al-Qur’an agar semakin „membumi‟

dan mudah dipahami oleh pembacanya. Tafsir yang terdiri dari 15

volume besar ini menafsirkan al-Qur’an secara tahlili, yaitu menafsirkan

ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam setiap surat. Penekanan

dalam uraian-uraian tafsir itu adalah pada pengertian kosakata dan

ungkapan-ungkapan al-Qur’an dengan merujuk kepada pandangan pakar

bahasa dan ulama tafsir, kemudian memperhatikan bagaimana kosakata

atau ungkapan itu digunakan oleh al-Qur’an. Kitab tafsir yang berjumlah

lima belas jilid ini mempunyai corak penafsiran al-Adabi al-Ijtima’i. bisa

31 Endan Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama

Nusantara, 124. 32 Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 169. 33 Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, 273.

Page 74: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

59

juga dikatakan bahwasanya tafsir ini memiliki kecenderungan lughawi.

Hal ini didasarkan kepada banyaknya pembahasan tentang kata. Apalagi

terhadap kata atau ungkapan yang selama ini disalahpahami oleh

sebagian pembaca. Karena tujuan penafsiran adalah untuk meluruskan

yang keliriuan masyarakat terhadap al-Qur’an. Selain itu, penafsiran

yang dilakukan oleh Quraish Shihab ini juga berdasar pada

pemikirannya. Maka menurut penulis bahwa Tafsir al-Mishbah ini

merupakan karya tafsir bil ra’yi.34

B. Karaktristik Tafsir Nusantara

Dalam perspektif metodologis, tafsir Nusantara dilacak mengukur

metode dan corek penafsirannya. Adapun yang dimaksud ialah metode

tafsir tahlīli (analisa), ijmāli (global), muqāran (komparasi) dan maudhū’i

(tematik)35. Sementara untuk melacak perkembangan tafsir dalam

dinamika perubahan waktu dapat dilihat dengan pendekatan sejarah.

Jika diamati dengan seksama tafsir al-Qur’an yang diterapkan oleh

para ulama, belum mengacu pada bentuk yang baku secara ketat, dari

sudut dan coraknya dapat dikatakan bersifat umum. Artinya penafsiran

yang diberikan tidak didominasi oleh satu warna atau pemikiran tertentu,

tetapi menjelaskan ayat-ayat yang dibutuhkan secara umum dam

proporsional, misalnya ayat-ayat tentang hukum-hukum fiqih dijelaskan

jika terjadi kasus-kasus fiqhiyah seperti salat, zakat dan puasa. Begitu pula

ayat mu’amalah, misalnya jual beli, ditafsirkan pada saat berlangsung

34 Tafsir bil ra‟yi adalah metodologi bayan al-Qur’ān berdasarkan rasionalitas

pikiran (alra‟yu), dan pengetahuan empiric (ad-dirayah). Tafsir jenis ini mengandalkan

kemampuan “ijtihad” seorang mufassir, dan tidak berdasarkan pada kehadiran riwayat-

riwayat (ar-riwayat). Disamping aspek itu, kemampuan tete bahasa, retorika, etimologi,

konsep yurispru densi, dan pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan 35 Fauzi Saleh, “Mengungkap Keunikan Tafsir Aceh.” Jurnal al-Ulum, vol. 12,

no. 2 (tb, 2012), 381.

Page 75: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

60

transaksi jual beli sesuai dengan aturan-aturan muamalah. Ayat tentang

perkawinan ditafsirkan ketika terjadi akad nikah. Dengan demikian, corak

penafsiran yang diberikan menjadi umum dan proporsional. hal ini sangat

logis karena para ulama waktu itu tidak bertujuan menyampaikan tafsir al-

Qur’an secara khusus dan simultan, tetapi yang menjadi tujuan utama

mereka ialah menyampaikan ajaran Islam secara utuh dalam satu paket,

baik tafsir, teologi, fiqih, maupun tasawuf. jadi pada hakikatnya tafsir al-

Qur’an klasik ini menganut corak umum tidak mengacu pada satu corak

tertentu. Mengenai bahasa yang digunakan pada tafsir Nusantara dapat

dilihat melalui gambaran sebuah penafsiran al-Qur’an dalam masyarakat

Jawa, Sunda dan Melayu saat itu sudah melewati proses transmisi yang

amat panjang. Dominasi ideologis yang muncul akan berbeda antara satu

teks dengan teks yang lain. Perbedaan ini karena adanya dominasi salah

satu dari empat faktor yang tidak sama, antara lain: pertama, kualitas dan

kuantitas ilmu keislaman yang diserap; kedua, arabisasi; ketiga, kualitas

struktur teks dan masyarakat yang telah menafsirkan al-Qur’an terlebih

dahulu; dan keempat, kemapanan struktur teks dan masyarakat yang

bersangkutan.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa proses penafsiran al-Qur’an

yang terjadi pada suatu kultur akan menghasilkan setidaknya tiga corak

penafsiran yang berbeda seiring dengan perbedaan kultur historis dan

sosiologisnya ketika mencoba memahami al-Qur’an. Ketiga corak tersebut

antara lain: pertama, penafsiran dan jenis teks tafsir yang dihasilkan sesuai

dengan penafsiran dalam struktur budaya dan bahasa pada kultur asal.

Misalnya: Marāh Labid karya imam Nawawi al-Bantanī. Kedua,

penafsiran dan jenis tafsir yang dihasilkan mengalami penyesuaian dengan

struktur teks dan budaya masyarakat lokal. Hal ini terlihat dari usaha

pengarang dalam menggunakan bahasa lokal dalam memberi penafsiran

Page 76: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

61

dan tetap mencantumkan teks al-Qur’an yang asli. Ketiga, penafsiran dan

jenis tafsir yang dihasilkan mengalami proses lokalisasi secara

signifikan.36

Seperti tafsir al-Qur’an di Jawa dan Sunda yang sering disebut

dengan huruf jawi dan pegon kemudian model aksara ini terus berusaha

menjadi dominan dalam tradisi penulisan naskah-naskah keislaman,

khususnya naskah tafsir, yang berkembang di masyarakat Jawa dan Sunda,

begitu juga Melayu.37Pada sebagian besar tafsir Jawa dan Sunda yang

menggunakan pegon aksara bahasa Jawa, dominasi struktur budaya dan

bahasa Jawa jauh lebih mapan ketimbang bahasa yang lain, terutama

terhadap bahasa Sunda. Dari segi isi, kenyataan menunjukkan bahwa

didominasi ideologi bahasa akan tampak ketika penafsiran dilakukan

menggunakan bahasa tertentu. Hal ini menyebabkan terjadinya

pergumulan dua atau lebih ideologi ketika proses penafsiran itu

dilakukan.38 Naskah-naskah keislaman di Jawa banyak ditulis berbahasa

dan beraksara Jawa.

Jarang sekali terlihat penggunaan bahasa Arab dalam penulisan

naskah keagamaan selain penulisan al-Qur’an, hal ini juga ditandai dengan

berbagai kesalahan pengejaan istilah-istilah Arab lantaran perbedaan

dialek antar kedua bahasa tersebut. Faktor-faktor di atas menguatkan bukti

sangat kuatnya struktur bahasa dan sastra Jawa jika dikaitkan dengan

konversi Islam dan arabisasi terhadap budaya sinkretis masyarakat Jawa

itu. Penjelasan di atas membuktikan bahwasanya kultur asal sangat

mempengaruhi penafsiran al-Qur’an di Nusantara.

36 Ervan Nutawab, Tafsir Al-Qur’ān NusantaraTempo Doeloe, 203-204 37 Ervan Nurtawab, “Melacak Tradisi Awal Penafsiran Al-Qur’ān di Nusantara”,

Jurnal Lektur Kegamaan vol. 4, no, 2 (tb, 2006), 13. 38 7 Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Qurān Nusantara Tempo Doeloe. 179

Page 77: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

62

Mayoritas kalangan modernis berargumen bahwa (sebagian besar)

umat Islam tidak memahami pesan al-Qur’an yang sesungguhnya

karenanya kehilangan sentuhan dengan inti pengetahuan, semangat

rasional dari teks.48 Adapun karakteristik yang menonjol yang

membedakannya dari pemahaman metodologi tafsir yang terdahulu

adalah: pertama, metodologi tafsir pada saat ini menjadikan al-Qur’an

sebagai kitab petunjuk, atau meminjam istilah amīn khūllī (w. 1966 M),

al-ihtidā’ bi al-Qur’ān.39 Hal ini tidak terlepas dari pengaruh Syaikh

Muḥammad Abduh yang ingin mengembalikan fungsi al-Qur’an sebagai

kitab petunjuk.40 Dan kedua adanya kecenderungan penafsir yang melihat

kepada pesan yang ada dibalik teks al-Qur’an. Dengan kata lain

metodologi tafsir pada saat ini tidak menerima begitu saja apa yang

diungkapkan oleh al-Qur’an secara literal, tetapi mencoba melihat lebih

jauh sasaran yang ingin dicapai oleh ungkapan literal tersebut, dengan

demikian apa yang ingin dicari adalah “ruh” atau pesan moral al-Qur’an.41

Dalam upaya mengembalikan al-Qur’an sebagai kitab petunjuk

(hudan li alnās), para mufasir berpandangan bahwa al-Qur’an adalah kitab

suci yang tidak lagi dipahami sebagai sesuatu yang mati, namun al-Qur’an

adalah kitab suci yang hidup. Menurut para muslim sekarang ini, bahwa

al-Qur’an adalah kitab suci yang kemunculannya tidak terlepas dari

konteks kesejahteraan umat manusia. al-Qur’an diturunkan bukan dalam

hampa budaya, namun datang dan diturunkan dalam zaman dan ruang

yang sarat budaya. Pada awal abad ke-20 M, kemudian bermunculan

beragam literatur tafsir yang mulai ditulis oleh kalangan Muslim

39 Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qurān Kontemporer Dalam

Pandangan Fazlur Rahman (Ciputat: Sulthan Thaha Press, 2007), 81. 40 Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qurān Kontemporer Dalam

Pandangan Fazlur Rahman, 81. 41 Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur’an Kontemporer Dalam

Pandangan Fazlur Rahman, 81.

Page 78: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

63

Indonesia. Kita mengenal sederet nama, misalnya Mahmud Yunus, A.

Hassan, T.M. Hasbi Ashiddieqy, Hamka, Bisri Mustofa, sebagai generasi

selanjutnya yang masing-masing menulis tafsir genap 30 juz dengan

model penyajian runtut (tahlīlī) sesuai dengan urutan surah dalam mushaf

utsmani. Disamping itu banyak nama-nama lain yang menulis tafsir bukan

dengan model runtut, tetapi dengan model tematik. Yang terkini, kita

mengenal sederet nama yang menyusun tafsir, seperti Jalaluddin Rahmat,

Syu’bah Asa, Didin Hafiduddin, M. Quraish Shihab dan yang lain.42

Adapun metode penafsiran al-Qur’an pada masa sekarang ini

menjadikan problem kemanusiaan yang ada sebagai semangat

penafsirannya. Persoalan yang muncul di hadapan dikaji dan dianalisis

dengan berbagai pendekatan yang sesuai dengan problem yang sedang

dihadapinya serta sebab-sebab yang melatarbelakanginya. Adapun

problem kemanusiaan yang muncul di hadapan adalah seperti; masalah

Kemiskinan, Pengangguran, Kesehatan, Ketidakadilan, Hukum, Ekonomi,

Politik, Budaya, Diskriminasi, Sensitifitas Gender, HAM dan masalah

ketimpangan yang lain. Sehingga dengan demikian metodologi tafsir saat

ini adalah kajian di sekitar metode-metode tafsir yang berkembang pada

era kontemporer. 43 Dengan adanya kodifikasi al-Qur’an maka teks kitab

suci ini menjadi korpus tertutup dan terbatas. Padahal, problem umat

42 Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir Al-Qur’an di Indonesia.

Epirisma Vol. 24 No.1 (Januari 2015), 10. 43 Istilah kontemporer berasal dari kata bahasa Inggris kontemporer yang berarti

“sekarang; modern” (Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir al-Qur’ān di Indonesia.

Epirisma Vol. 24 No. 1 (Januari 2015), 10. Sementara itu tidak ada kesepakatan yang

jelas tentang cakupan istilah kontemporer. Misalnya apakah istilah ini meliputi abad ke-

19 atau hanya merujuk pada abad ke-20 atau ke-21?. Namun demikian sebagian pakar

berpendapat bahwa kontemporer identik dengan modern dan keduanya digunakan secara

bergantian (interchangeably). Dalam konteks peradaban Islam, kedua istilah itu dipakai

saat terjadi kontak intelektual pertama dunia muslim dengan barat, sebagaimana tampak

pada pemikiran al-thantawi (1817-1898) di India. Lihat Ahmad Syukri Saleh, Metodologi

Tafsir Al-Qur’ān Kontemporer Dalam Pandangan Fazlur Rahman (Jakarta: Gaung

Persada Press, 2007), 42.

Page 79: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

64

manusia begitu komplek dan tidak terbatas. Ini meniscayakan para mufasir

untuk berusaha mengaktualkan dan mengkontekstualisasikan pesan-pesan

universal al-Qur’an ke dalam konteks partikular era kontemporer. Hal ini

hanya dapat dilakukan jika al-Qur’an ditafsirkan sesuai dengan semangat

zamannya, berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar universal al-

Qur’an.44

Perkembangan tafsir pada masa kini tidak dapat begitu saja

dilepaskan dengan perkembangannya di masa modern. Paradigma tafsir

kontemporer dapat diartikan sebagai sebuah model atau cara pandang,

totalitas premis-premis dan metodologis yang dipergunakan dalam

penafsiran al-Qur’an di era kekinian. Meskipun masing-masing paradigma

tafsir memiliki keunikan dan karakteristiknya sendiri, namun ada beberapa

karakteristik yang menonjol dalam paradigma tafsir kontemporer, antara

lain ialah corak. Secara umum, dapat dikatakan tafsir di Indonesia banyak

terpengaruh oleh corak tafsir di Mesir. Yakni banyak yang memakai

konsep Tafsir Adabiy-Ijtimāi (sastra kemasyarakatan). Pertama kali corak

ini dipandang sebagai corak tafsir kontemporer. Awal dari corak ini bisa

dilihat dalam Tafsir al-Manār karya Rasyid Ridha dan M. Abduh. Tafsir

dengan metode ini digunakan agar al-Qur’an lebih dekat dengan

masyarakat dan juga untuk menjawab problematika yang mereka rasakan

waktu itu. Pertama kali corak tafsir ini berkembang di Mesir. Paham

progresif dan modernis inilah yang kemudian muncul di Indonesia.

Apalagi waktu itu Indonesia pun sedang mengalami penjajahan yang

dilakukan oleh Belanda dan Jepang dalam waktu hampir bersamaan. Maka

paham progresif dan modernis ini cepat menyebar di Indonesia. Adapun

corak tafsir yang berkembang hingga saat ini di antara corak sufi, falsafi,

44 Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKiS

Printing Cemerlang, 2011). h 55.

Page 80: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

65

llmī, al-adāb al-ijtima’ī45 Adapun tafsir yang merujuk ulama salaf pertama

tafsir berdasarkan riwayah, yang biasa disebut tafsir bi al-ma`tsur, kedua,

tafsir yang berdasarkan dirayah, yang dikenal dengan tafsir bi al ra`y atau

bi al ajtihadi, dan ketiga, tafsir yang berdasarkan isyarat yang populer

dengan nama Tafsir al-Isyri.46

Pada perkembangan dewasa ini, yang merujuk pada temuan ulama

kontemporer, yang dianut sebagian pakar al-Qur’an misalnya al-Farmawi

(di Indonesia) yang dipopulerkan oleh M. Quraish Shihab dalam berbagai

tulisanya – adalah pemilahan metode tafsir al-Qur`an kepada empat

metode Ijmali (Global), Tahlili (Analis), Muqarin (Perbandingan),

Maudlu`i (Tematik). Metode tafsir bedasarkan riwayah, dirayah, dan

Isyra`I dikategorikan dalam metode klasik, sedangkan empat metode yang

berupa Ijmali, Tahlili, Muqarin, dan Maudlu`i, ditambah satu metode lagi,

yaitu metode kontekstual (menafsirkan al-Qur`an berlandaskan

pertimbangan latar belakang sejarah, sosiologi, budaya, adat istiadat, dan

pranata-pranata yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat Arab

sebelum dan sesudah turunnya al-Qur`an) termasuk dalam kategori tafsir

kontemporer.

Adanya pengklasifikasian metode tafsir ini tentunya tidak

dimaksudkan untuk mendekonstuksi atas yang favorit dan yang tidak

favorit, tapi lebih ditunjukan untuk mempermudah penelusuran sejarah

tersebut, dan untuk melengkapi satu sama lainnya.47 Dari empat macam

tafsir yang telah disebutkan tadi bahwasannya karya-karya tersebut lebih

45 auzi Saleh, Mengungkap Keunikan Tafsir Aceh. (Banda Aceh: Jurnal Al-

Ulum, 2012). Vol 12, No.2, 381. Lihat juga Muhammad Husayn al-Dhahabi, al-Tafsir wa

al-Mufassirūn, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2003), 10. 46 Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al Qur`an Kontemporer dalam Pandangan

Fazlur Rahman, 44-45. 47 Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur’ān Kontemporer dalam

Pandangan Fazlur Rahman. (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), 47.

Page 81: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

66

bersifat terjemahan daripada tafsir yang luas dan rinci, metode yang

digunakan dalam karya itu ialah metode global (ijmali). Namun pada ayat

tertentu yang dianggap penting, ada yang memberikan penafsiran agak

rinci, seperti penafsiran Mahmud Yunus beliau menerapkan pada sebagian

besar ayat al-Qur’an, dan itu tentu saja akan masuk katagori tahlili dengan

uraian yang cukup memadai dan rinci. Yang dibahas tidak hanya masalah-

masalah tarbiyah, akidah, akhlak dan kandungan ayat lainnya, tetapi lebih

dari itu ia menggunakan sejumlah perbedaan pendapat, baik menyangkut

redaksi (qira’āt) ayat maupun kandungan maknanya. Semua itu dijelaskan

dengan argumen yang kuat, baik dari al-Qur’an sendiri, hadis-hadis nabi,

maupun pendapat ulama48. Kemudian tafsir al-Azhar karya Hamka,

Hamka memakai metode analitis sehingga peluang untuk mengemukakan

tafsir yang rinci dan memadai menjadi lebih besar. Kiranya perlu

dikemukakan bahwa urutan nominansi metode global, analitis,

perbandingan, tematik dan kontekstual, di sini tidak berarti bahwa metode

global lebih awal munculnya atau unggul dibanding metode analisis atau

perbandingan, tetapi lebih didasarkan pada realitas perkembangan terakhir

penerapan metode-metode tersebut.49

48 Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al Qur`an Kontemporer dalam Pandangan

Fazlur Rahman, 46 49 ashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur‟ān di Indonesia (Solo: Tiga

Serangkai Pustaka Mandiri), 92.

Page 82: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

67

BAB IV

PANDANGAN PENAFSIRAN MUFASIR NUSANTARA

TERHADAP PERDAMAIAN DALAM AL-QUR’AN

Dalam al-Qur’an sebenarnya banyak sekali ayat-ayat yang

mengisyaratkan bahwa al-Qur’an sangat menjunjung tinggi nilai-nilai

kedamaian. Sebab, pada dasarnya al-Qur’an diturunkan sebagai raḥmat li

al-‘ālamīn (menjadi rahmat bagi sekalian alam) yang tidak terbatas pada

orang-orang muslim saja (beragama Islam). Kehadiran al-Qur’an di

tengah-tengah masyarakat multikultur, multietnis, dan sifat-sifat

keberagaman yang lain sebetulnya membawa misa perdamaian. Hal ini

terbukti dengan ayat-ayat yang akan dijelaskan dalam pembahasan ini.

Namun, penulis hanya menyeleksi beberapa ayat sesuai dengan yang

ditentukan oleh dosen pengampu dan mencoba untuk mengelaborasinya

dengan ayat-ayat lain yang dipandang relevan dengan pembahasan tentang

perdamaian ini. Analisis historis juga digunakan untuk menghasilkan

pemahaman yang komprehensif.1

Sebelum penulis masuk kepembahasan pandangan Bisri Musthofa

dalam tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Ibrīz dan Misbah Musthofa dalam

tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Iklīl terhadap ayat-ayat perdamaian

dalam al-Qur’an disini juga penulis akan menuangkan pandangan-

pandangan mufasir yang lainnya. Penulis menambahkan pendapat mufasir

lain untuk memperkokoh penelitian ini, yang digunakan adalah Tafsir al-

Misabah karangan M. Quraish Shihab, Tafsir Kementrian Agama Republik

Indonesia, Tafsir Fī Dzilil Qur’ān Karya Sayyid Qutub, Tafsir Ibn Katsir

karya ibn Katsir, Tafsir as-Sa’di karya Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di,

1 Said Agil Husain Munawar, al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki

(Jakarta: Ciputat Press, 2003), 3.

Page 83: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

68

dan Tafsir al-Ahkam karya Syaikh Abdul Halim, serta pendapat Jumhūr

Ulama.

A. Ayat-Ayat Tentang Perdamaian dalam al-Qur’an

Setelah penulis mencari ayat-ayat tentang perdamaian dalam al-

Qur’an dalam beberapa buku dan kita: Mu’jam al-Mufahras li al-Fadzi al-

Qurān al-Karīm2, Ensklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata3, Ensiklopedia

al-Quran Dunia Islam Modern4, Kunci dan Klasifikasi Ayat-Ayat al-

Quran5, Indeks al-Qur’an: Panduan Mencari Ayat al-Quran Berdasarkan

Kata dasarnya6, Indeks Terjemah al-Quranul-Karim7, dan Konkordasi

Quran: Panduan Kata Dalam Mencari Ayat Quran8. Maka ayat-ayat

perdamaian ada dalam Surah al-Baqarah: 224, an-Nisā’: 128, ar-Rūm: 21,

dan al-Ḥujurāt: 9-10. Untuk memudahkannya penulis membuatkan tabel

sebagai berikut.

Tabel 4. 1: Ayat-Ayat Tentang Perdamaian

No Lafaz Lokasi Arti

2 Muhammad ’Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras li al-Fadzi al-Qurān al-Karīm

(Bairūt, Dar al-Fikr, 1994) 3 Pusat Studi al-Quran, Enskikolopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta:

Lentera Hati, 2007) 4 HM. Sonhaji, Ensiklopedia al-Quran Dunia Islam Modern (Yogyakarta, PT.

Dana Bhakti Primayasa, 2003) 5 A. Hamid Hasan Qolay, Kunci dan Klasifikasi Ayat-Ayat al-Quran (Bandung,

Penerbit Pustaka, 1989) 6 Azharuddin Sahil, Indeks al-Qur’an: Panduan Mencari Ayat al-Quran

Berdasarkan Kata dasarnya (Jakarta, Penerbit Mizan, 1996) 7 A. Hamid Hasan Qolay, Indeks Terjemah al-Quranul-Karim (Jakarta, PT.

Inline Raya Jakarta, 1997) 8 Ali Auda, Konkordasi Quran: Panduan Kata Dalam Mencari Ayat Quran

(Jakarta, PT. Pustaka Literasi Antar Nusa, 1997)

Page 84: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

69

ل ح و ا9 1 al-Baqarah: 224 Kedamaian10 ت ص

ل حا 11 2 an-Nisā’: 128 Perdamaian12 ي ص

ا13 3 an-Nisā’: 128 Perdamaian14 ص ل ح

4 15 an-Nisā’: 128 Perdamaian16 الص ل ح

ar-Rūm: 21 Kasih18 م و دة 17 5

ar-Rūm: 21 Sayang20 و ر ح ة 19 6

ل ح و ا21 7 al-Ḥujurāt: 9 Damaikanlah22 ف اص

al-Ḥujurāt: 9 Damaikanlah24 ف اص ل ح و ا23 8

al-Ḥujarāt:10 Damaikanlah26 ف اص ل ح و ا25 9

9 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, cet.

12 (Jakarta, PT. APP Sinarmas, Jakarta), 35.

10 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 35.

11 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.

12 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.

13 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.

14 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.

15 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.

16 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.

17 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.

18 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.

19 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.

20 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.

21 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.

22 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.

23 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.

24 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.

25 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.

26 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.

Page 85: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

70

B. Penafsiran Perdamaian Menurut Beberapa Ulama Nusantara

Dalam al-Quran ada sembilan kata yang memiliki arti perdamaian,

di Surah al-Baqarah: 224 pada kata “ او ح ل ص ت ”, Surah an-Nisā’: 128 pada

kata “ ا حل ص ي ”, “ اح ل ص ”, dan “ ح ل الص ”, pada Surah ar-Rūm: 21 pada kata

“ dan ”م و دة “ ة ح ر و ”, pada al-Ḥujurāt: 9 pada kata “ او ح ل اص ف ” dan “ف اص ل ح و ا”,

serta pada Surah al-Ḥujurāt: 10 “ف اص ل ح و ا”. Untuk memudahkannya maka

penulis membuatkan tabel sebagai berikut, bagaimana pandangan

beberapa Ulama Nusantara tentang perdamaian.

Tabel 4. 2: Pandangan Para Mufasir Nusantara Tentang Perdamaian

No Lafaz Tafsir

Qurān

Tafsir

Qurān

Karim

Tafsir

an-Nuur

Tafsir al-

Iklīl27

Tafsir al-

Ibrīz

Perdamai ت ص ل ح و ا28 1

an29

Mempe

rdamai

kan30

Perbaika

n

(Perdama

ian)31

fāda islah

(melakuka

n islah)32

Islah

(perbaikan

antara

manusia)

27 Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah

al-Ihsān, t.t)

28 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, cet.

12 (Jakarta, PT. APP Sinarmas, Jakarta), 35.

29 Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,

Widjaya 1973), 49.

30 H. Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t),

48.

31 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur

(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000) 381.

Page 86: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

71

Perundin ي ص ل حا 33 2

gan34

Perdam

aian35

Perdamai

an36

Agawe

rukun

(Berbuat

rukun)37

Perdamaia

n

ا38 3 Perdamai ص ل ح

an

Perdam

aian39

Perdamai

an40

Kalawen

rukun

temenena

n (Dengan

rukun

yang

benar-

benar)41

Perdamaia

n

32 Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah

al-Ihsān, t.t), 241.

33 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.

34 Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,

Widjaya 1973), 136.

35 Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 133.

36 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur

(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 963.

37 Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah

al-Ihsān, t.t), 813.

38 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.

39 Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 134.

40 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur

(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 963.

41 Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah

al-Ihsān, t.t), 813.

Page 87: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

72

4 42 Perundin الص ل ح

gan

perdamai

an43

Berda

mai44

Perdamai

an45

nuweh

bagus

(kebaikan)

46

Perdamaia

n

Cinta48 Kasih م و دة 47 5

sayang

49

Kasih

mesra50

Cinta Kelapanga

n dan

kekosonga

n

Kasih و ر ح ة 51 6

sayang52

Rahmat

53

Rahmat54 Kasih

sayang

Rahmat

ف اص ل ح و ا 7 Damaika

n56

Perdam

aikan57

Mendam

aikan58

Damaikan Damaikanl

ah

42 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 99.

43 Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,

Widjaya 1973), 136.

44 Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 134.

45 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur

(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 963.

46 Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah

al-Ihsān, t.t), 813.

47 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.

48 Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,

Widjaya 1973), 589.

49 Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 596.

50 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-

Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3168. 51 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.

52 Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,

Widjaya 1973), 589.

53 Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 596.

54 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur

(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3168

Page 88: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

73

55

ف اص ل ح و ا 8

59

Damaika

nlah60

Perdam

aikan61

Damaika

nlah62

Damaikan

lah

Damaikanl

ah

ف اص ل ح و ا 9

63

Damaika

nlah64

Perdam

aikanla

h65

Mendam

aikan

Mendamai

kan

Damaikanl

ah

C. Ayat-ayat Perdamaian dalam al-Qur’an

Di dalam Tartib al-Ayat wa tartib al Suwar ayat yang pertama kali

ditutukan berkaiatan tentang perdamaian yaitu:

1. Perdamaian dalam Lingkup Internal Kaum Muslimin

Perdamaian yang ditujukan kepada umat Islam secara khusus dapat

dijumpai dalam al-Qur’an: 56 Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,

Widjaya 1973), 759.

57 Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 765.

58 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur

(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3917.

55 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.

59 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.

60 Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,

Widjaya 1973), 759.

61 Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 765.

62 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur

(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3917. 63 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, 516.

64 Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Qurān, cet. VI (Jakarta,

Widjaya 1973), 759.

65 Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t), 765.

Page 89: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

74

اق ت ت ل و ا ال م ؤ م ن ي م ن ف تن ط اى رنىو ا ن ال خ ع ل ى ا ىه م دن ا ح ب غ ت ف ا ن ا ن ه م ب ي ف ا ص ل ح و ا

و ل ل ع د ن ه م اب ف ا ص ل ح و اب ي ف اء ت ا م ر اللن ف ا ن ء ا لنىت ف ي ح تن ت ب غ ي و ااا نف ق ات ل واالت ا ق

ا ن ي ال م ق ي ب ت ر ح و ن اللن ل ع لك م و ةف ا ص ل ح و اب ي ا خ و ي ك م و ات ق وااللن ن و ن ا خ اال م ؤ م “Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang,

maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari

keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka

perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan

itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah

kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara

keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah

mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-

orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara

kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah

agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-Hujurāt [49]: 9-10).

Ayat al-Qur’an di atas menegaskan pentingnya mewujudkan

perdamaian di antara sesama muslim, sekaligus merupakan bentuk pesan

perdamaian dalam al-Qur’an berupa langkah-langkah mewujudkan

perdamaian tersebut. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, perdamaian merupakan nilai fundamental, sehingga

bagaimana pun keadaannya, perdamaian harus tetap diwujudkan dalam

dinamika kehidupan sosial.66 Bahkan dalam keadaan perang atau konflik

di antara golongan kaum beriman sekalipun, usaha untuk mendamaikan

antara keduanya adalah suatu hal yang mesti dilakukan dengan segera.

Kedua, jika berbagai cara dan strategi telah dilakukan untuk

mendamaikan konflik, ketegangan, dan perang di antara dua golongan

kaum beriman, namun belum berhasil menciptakan perdamaian, maka al-

Qur’an mengizinkan kepada pemerintah yang sah untuk memerangi

bughat (makar/pemberontak), yakni pihak yang keras kepala,

66 Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,

123.

Page 90: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

75

memaksakan kehendak, dan secara terbuka menolak berbagai upaya

untuk mengakhiri konflik, ketegangan dan perang.67

Ketiga, al-Qur’an mengizinkan menggunakan senjata untuk

mengakhiri perang dengan target dan langkah yang terukur, yakni hingga

pihak yang menolak untuk berdamai bersedia mematuhi perintah Allah

swt. Menghentikan perang dan bersedia maju ke meja perundingan untuk

membahas perjanjian damai.

Keempat, al-Qur’an menekankan agar kaum muslim mendukung

keinginan pihak yang ingin berdamai dengan mewujudkan perdamaian

yang adil dan bermartabat, serta menguntungkan kedua belah pihak yang

bertikai.68

Kelima, semua bentuk tahapan untuk mewujudkan perdamaian

harus didasarkan pada prinsip bahwa semua orang beriman adalah

saudara, sehingga atas dasar persaudaraan tersebut muncul energi kuat

dari kedua belah pihak yang bertikai untuk berdamai. Keenam,

perdamaian yang sudah dicapai berkat kerja keras dan usaha dari

berbagai pihak tersebut harus dijaga kesinambungannya dengan

mewujudkan pola hidup takwa yang akan mendatangkan rahmat dan

kasih sayang Allah swt.69

Asbabunnuzul surah al-Hujarat ayat 9-10. Dalam suatu riwayat

disebutkan bahwa Nabi Saw. naik keledai pergi ke rumah ‘Abdullah bin

Ubay (seorang munafik). Berkatalah ‘Abdullah bin Ubay: “Enyahlah

Engkau dariku! Demi Allah, aku terganggu karena bau busuk keledaimu

ini.” Seorang Anshar berkata : “Demi Allah, keledai ini lebih harum

baunya daripada engkau.”. marahlah anak buah ‘Abdullah bin Ubay

67 Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,

123-124. 68 Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,

124-125. 69 Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama, 125

Page 91: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

76

kepadanya, sehingga timbullah kemarahan pada kedua belah pihak, dan

terjadilah perkelahian dengan menggunakan pelepah kurma, tangan dan

sandal. Maka turunlah ayat kesembilan surah al-Hujurȃt berkenaan

dengan peristiwa tersebut.

Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan

kepada kami Mu'tamir berkata, aku mendengar bapakku bahwa Anas

radliallahu 'anhu berkata: "Dikatakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi

wasallam "Sebaiknya Baginda menemui 'Abdullah bin Ubay." Maka

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menemuinya dengan menunggang

keledai sedangkan Kaum Muslimin berangkat bersama Beliau dengan

berjalan kaki melintasi tanah yang tandus. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi

wasallam menemuinya, ia berkata: "Menjauhlah dariku, demi Allah, bau

keledaimu menggangguku". Maka berkatalah seseorang dari kaum

Anshar diantara mereka: "Demi Allah, sungguh keledai Rasulullah

shallallahu 'alaihi wasallam lebih baik daripada kamu". Maka seseorang

dari kaumnya marah demi membela 'Abdullah bin Ubay dan ia

mencelanya sehingga marahlah setiap orang dari masing-masing

kelompok. Saat itu kedua kelompok saling memukul dengan pelepah

kurma, tangan, dan sandal. Kemudian sampai kepada kami bahwa telah

turun ayat QS. Al Hujurat: 10 yang artinya ("jika dua kelompok dari

kaum muslimin berperang maka damaikanlah keduanya").70

M. Quraish Shihab dalam tafsirnya tentang Surah ar-Rūm ayat 21

mengatakan, hal ini menjelaskan tentang perselisihan atau adanya

indikasi akan berselisih antar Kamu Muslim baik itu pertikaian kecil

ataupun besar. Maka bersalah keduanya jangan sampai perselisihan ini

terus terjadi atau akan terjadi. Apabila salah satu dari kedua kelompok

70 Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul:Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-

Ayat al-Qur’an cet. X, edisi. II (Bandung : CV. Diponegoro, 2009), 510.

Page 92: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

77

tersebut masih enggan untuk berdamai, maka arahkanlah kelompok

tersebut ke jalan Allah, jika sudah kembali ke jalan Allah, maka

damaikanlah antara keduanya.71 Teungku Muhammad Hasbi ash-

Shiddeeqy dalam tafsirnya menambahkan, jika salah satu Kaum Muslim

masih melakukan perselisihan atau tetap melanggar maka mereka harus

patuh pada sangsi berupa yang telah ditetapkan.72

Sedangkan pada ayat 10 M. Quraish Shihab mengatakan, setelah

berdamai keduanya maka, karena Kaum Muslim adalah satu saudara

dengan Kaum Muslim lainnya secara Agama Islam, maka semestinya

harus saling berdamai dan hilangkan kebencian dan permusuhan.73

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, karena semua orang

mukmin adalah satu saudara.74

M. Mahmud Yunus dalam tafsirnya berkata, Agama Islam telah

meletakkan dasar-dasar untuk memelihara perdamaian dunia. Jika di

antara doa golongan tersebut terjadi pertengkaran dan peperangan, maka

janganlah dibiarkan saji peperangan itu terjadi, melainkan hendaklah

didamaikan antara keduanya.75

2. Perdamaian Rumah Tangga

Dalam proses konflik relasi keluarga, terkhusus terhadap suami

dan istri, al-Qur’an memberikan jalan dengan cara yang bijak dan

71 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, jilid XII, cet. I (Tangerang, Lentera

Hati, 2003), 595.

72 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-

Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 759.

73 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, jilid XII, cet. I (Tangerang, Lentera

Hati, 2003), 599.

74 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-

Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3918.

75 H. Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t),

759.

Page 93: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

78

mendamaikan. Salah satu ayat yang berbicara terkait dengan persoalan

tersebut adalah QS. al-Nisȃ` [4]: 128.

ن ه م اص ل اب ي يص ل ح اىا ن ع ل ي ه م ج ن اح ا ع ر اض اف ل ان ش و ز اا و ب ع ل ه م ن ام ر ا ةخ اف ت او ا ن ا ح

ر ي و الصل ح خ ال ن ف س ر ت ب ي ر او ا ح ض ن و او ت ت ق و اف ا ناللن ك ان ب ات ع م ل و ن خ ت و ا ن ا الشح

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyūz (keangkuhan

suami yang mengakibatkannya meremehkan istri dan

menghalang-halangi hak-haknya) atau sikap berpaling (yakni

sikap tidak acuh) dari suaminya (sehingga si istri merasa tidak

mendapatkan sikap ramah yang dikhawatirkan dapat mengantar

pada perceraian), maka tidak ada dosa bagi keduanya

mengadakan perdamaian itu lebih baik, walaupun kekikiran

selalu dihadirkan dalam jiwa (manusia). Dan jika kamu berbuat

ihsan (memperlakukan orang lain lebih baik dari perlakuannya

terhadap diri sendiri) dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah

adalah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-

Nisā` [4]: 128).

Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā dalam Tafsir al-Iklīl

mengatakan, kalau perempuan itu takut suaminya marah tidak mau

mempergauli atau tidak mau menafkahi karena tidak senang karena ada

perempuan lain atau tidak mau menemui istrinya, tidak berdosa apabila

ada pihak untuk merukunkan keduanya, karena hal itu lebih bagus

ketimbang bercerai.76

Sedangkan Kīai Bisyrī Muṣtofha dalam Tafsir al-Ibrīz

berpendapat, tidak jauh berbeda dengan tafsir al-Iklīl perdamaian itu lebih

baik, atau berpisah dengan secara baik-baik akan tetapi perdamaian lebih

baik lagi.77

M. Quraish Shihab dalam tafsirnya mengatakan, ayat ini

menerangkan kehidupan suami misteri yang sedang bertengkar dalam

76 Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah

al-Ihsān, t.t), 813. 77 Kīai Bisyrī Muṣtofha, Tafsir al-Ibrīz (Kudus: Menara Kudus, t.t), 247.

Page 94: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

79

berumah tangga, misal akan ada indikasi ke arah nusyūz. Maka dianjurkan

bagi keduanya untuk mengadakan perdamaian meskipun mengorbankan

sebagian haknya kepada pasangannya, dengan syarat tidak melanggar

pada tuntutan ilahi, karena hal itu lebih baik.78

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy berpendapat, misal,

jika suami atau istri melepaskan sebagian haknya dengan dikurangi

nafkahnya, asal masih tetap jadi istri. Karena perdamaian masih lebih

baik.79

Perkataan nusyūz disebut sebanyak 2 kali dalam al-Qur’an, yaitu

pada QS. al-Nisȃ` [4]: 34 dan 128. Dalam QS. al-Nisā` [4]: 34

menjelaskan suami yang khawatir istrinya bersikap nusyûz terhadap

suami, sedangkan QS. al-Nisȃ` [4]: 128 menjelaskan istri yang khawatir

suaminya bersikap nusyûz terhadap istri. Pada kedua ayat tersebut

sebagaimanana yang disebutkan Ibn Ishȃq nusyûz terjadi pada suami

maupun istri karena penolakan, keengganan, dan perasaan bosan pada

hubungan suami-istri secara alamiah. al-Qur’an memandang bahwa nusyûz

pada suami maupun istri harus segera diatasi dengan jalan perdamaian.

Hal tersebut bertujuan untuk menjaga keteraturan, keharmonisan, dan

kelestarian ikatan pernikahan. Langkah-langkah perdamaian di antara

suami dan istri adalah dengan cara adil dan bermartabat adalah tindakan

yang harus disegerakan.80

Kecenderungan manusia untuk berkeluarga merupakan naluri yang

diwariskan secara genetika agar kelangsungan generasi spesies manusia

78 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, jilid II, cet. I (Tangerang, Lentera Hati,

2003), 579.

79 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-

Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 965. 80 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya

(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2012), 117.

Page 95: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

80

tetap terjaga. Syariat Islam telah mengatur kecenderungan naluri itu agar

tidak brutal, liar, dan bermartabat dengan pernikahan yang diharapkan

menciptakan keluarga yang harmonis. al-Qur’an sangat menekankan

agar kaum muslim mewujudkan perdamaian dalam menyelesaikan

masalah keluarga guna menjaga kelestarian ikatan keluarga dan

pengasuhan anak. Menurut al-Qur’an, menjaga keutuhan dan

menciptakan kedamaian pada level keluarga sama pentingnya dengan

menciptakan perdamaian di antara sesama kaum muslim, demikian juga

menciptakan perdamaian dalam lingkup manusia secara universal tidak

kalah pentingnya dengan menciptakan perdamaian dalam kehidupan

keluarga.81

Keluarga harmonis umumnya diartikan sebagai keluarga yang

anggotaanggotanya saling memahami dan menjalankan hak dan

kewajiban sesuai dengan fungsi dan kedudukan masing-masing, serta

berupaya saling memberi kedamaian, kasih sayang dan berbagi

kebahagiaan. Dua individu yang berbeda dari jenis kelamin dan

perbedaan-perbedaan lainnya bersatu dalam membina rumah tangga,

harus dilandasi tekad kuat untuk bersama-sama dalam suka dan

malapetaka. Ciri utama dari keluarga harmonis adalah relasi yang sehat

antar anggotanya sehingga dapat menjadi sumber inspirasi, dorongan

berkreasi untuk kesejahteraan diri, keluarga, masyarakat, dan umat

manusia secara universal. Oleh karena itu, keluarga memiliki peranan

yang besar dalam upaya penyejahteraan masyarakat, karena keluarga

merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang jika tiap-tiap keluarga

terjalin hubungan harmonis dalam keluarganya, maka akan dengan

mudah membentuk masyarakat yang berperadaban dan harmonis.82

81 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, 2. 82 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, 8.

Page 96: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

81

al-Qur’an menggunakan istilah keluarga harmonis dengan term

sakinah, yaitu keluarga yang dibangun di atas dasar mawaddah (cinta)

dan rahmah (kasih sayang). Hal ini dipahami dalam firman Allah:

انينت ه ن ل ك م خ ل ق ا ن و م ن ك م م ك ن و ىاا ز و اج اا ن ف ن ك م و ج ع ل ا ل ي ه ال ت ف دة مو ب ي ور ح ة اا ننينتل ق و مي ت ف كر و ن ل ل ك ذن

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran) Nya ialah Dia

menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri,

agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia

menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada

yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran

Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. al-Rum [30]: 21).

M. Quraish Shihab dalam tafsirnya mengatakan, Allah

menciptakan manusia berpasang pasangan (laki-laki dan perempuan) agar

tercipta mawadah dan rahmat. Kata mawadah di sini memiliki arti bukan

Cuma rela berpasangan hidup tetapi lebih dari itu, tidak akan rela

pasangannya dilanda sesuatu yang buruk, dan rela menampung keburukan

tersebut serta rela mengorbankan dirinya untuk kekasihnya.83 Kata

‘rahmat’ yang memiliki arti, pasangan yang merahmati dengan keturunan

dan mendapatkan kebahagiaan di usia tua.84

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy dalam tafsirnya, kata

ditafsirkan, menjadikan keduanya kasih sayang dan ”و ر ح ة “ dan ”م و دة “

rahmat, supaya hidup keluarganya berjalan dalam keadaan mesra. Allah

menjadikan jiwanya dengan sangat kuat, yang kadang-kadang melebihi

hubungan keduanya melebihi hubungan dengan orang-orang yang paling

dekat denganmu.85

83 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, jilid XI, cet. I (Tangerang, Lentera

Hati, 2003), 35.

84 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, 36. 85 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-

Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 3170.

Page 97: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

82

M. Mahmud Yunus dalam tafsirnya berkata, hidup damai, cinta

dan kasih sayang antara suami istri, itulah pokok kerukunan rumah tangga,

keberuntungan hidup dan keselamatan keturunan.86

Kata sakinah berasal dari kata sakana yang pada mulanya berarti

sesuatu yang tenang atau tetap setelah bergerak. Kata ini merupakan

antonim dari kegoncangan, dan tidak digunakan kecuali untuk

menggambarkan ketenangan dan ketenteraman setelah sebelumnya

terjadi gejolak, apapun latar belakangnya. Rumah dikatakan maskan

karena ia merupakan tempat untuk beristirahat setalah beraktivitas.

Begitu juga waktu malam dinyatakan oleh al-Qur’an dengan sakan,

karena ia digunakan untuk tidur dan istirahat setelah sibuk di siang

harinya. Pada mulanya, kata ini digunakan untuk menunjukkan arti

ketenangan jasmaniah, namun dalam perkembangannya ia berarti

ketenangan yang bersifat rohaniah yang juga disebut dengan majaz

isti‘ȃrah. Dengan kata lain, sakinah yang dipahami sebagai ketenangan

jiwa bukan merupakan makna yang sebenarnya. Meskipun begitu,

karakter dasar dari kata sakȋnah adalah ketenangan setelah bergerak atau

bergejolak, baik yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah.87

Asbabunnuzul surah ar-Rum ayat 21. Imam Ahmad mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Yahya ibn Sa'id dan Gundar. Mereka

berdua mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Qasamah

ibn Zuhair, dari Abu Musa yang telah menceritakan bahwa Rasulullah

Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari

segenggam tanah yang Dia ambil dari semua penjuru bumi, maka jadilah

anak-anak Adam sesuai dengan kadar dari tanah itu; di antara mereka

86 H. Mahmud Yunus, Tafsir Qurān Karim (Singapore, Tawakal Tranding, t.t),

589. 87 Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, 58-59.

Page 98: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

83

ada yang berkulit putih, ada yang berkulit merah, dan ada yang berkulit

hitam serta ada yang campuran di antara warna-warna tersebut; ada pula

yang buruk, yang baik, yang mudah, dan yang susah serta yang

campuran di antara perangai-perangai tersebut.

Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui

berbagai jalur dari Auf Al-A'rabi dengan sanad yang sama. Imam

Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Sa’ad bin Fawwāz al-Sumail berpendapat maksud dari QS. al-

Nisȃ` [4]: 128, apabila ada seorang wanita akan kedurhakaan suaminya,

yaitu bersikap congkak padanya, yaitu tidak suka kepadanya, dan tidak

acuh padanya, maka dalam kondisi seperti ini sebaik baiknya diadakan

perbaikan diantara mereka berdua, dengan cara menggugurkan beberapa

haknya yang wajib atas suaminya agar ia tetap bersama suaminya

tersebut, yaitu rela dengan yang lebih sedikit dari yang seharusnya

berupa nafkah atau pakaian atau tempat tinggal atau memberikan jatah

hari atau malamnya kepada suaminya atau kepada madunya, lalu bila

meraka berdua telah sepakat dengan kondisi seperti itu, maka tidaklah

berdosa dan tidak salah mereka berdua melakukan itu, tidak mengapa

bagi suami dan tidak mengapa pula bagi istri, karena itu suaminya boleh

tetap bersama istrinya tersebut dalam kondisi seperti itu dan hal lain itu

lebih baik daripada bercerai dan karena itu Allah berfirman: “Dan

perdamaian itu lebih baik (bagi mereka).”88

Dapat diambil dari keumuman lafazh dan makna ayat ini bahwa

perdamaian antara atara dua orang yang masing-masing mempunyai hak

atau perselisihan dalam perkara apapun adalah lebih baik daripada

masing-masing dari mereka berdua itu saling ngotot dalam

88 ‘Abd al-Rahman bin Nasīr al-Sa’dī, Tafsir al-Sa’dī (Jakarta: al-Huda, 2009),

221-222.

Page 99: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

84

memperthankan hak-haknya, karena dengan berdamai agar menjadi

tenang dan tetap berada dalam nuansa saling cinta serta sama-sama

memakai predikat sifat toleransi dan saling memaafkan, hal ini boleh

dalam segala perkara, kecuali dalam perkara menghalalkan yang haram

atau mengharamkan yang halal karena sesungguhnya hal itu bukanlah

merupakan suatu perdamaian akan tetapi menjadi sebuah tindakan yang

melampaui batas, dan ketauhilah bahwa setiap hukum dari hukum-

hukum yang ada tidaklah akan sempurna dan terpenuhi kecuali dengan

adanya tuntutan-tuntutannya dan tidak adanya penghalang-

penghalangnya, maka diantra hukum tersebut adalah ketetapan yang

besar ini, yaitu perdamaian Allah swt. menyebutkan tuntutan akan hal

tersebut dan Allah mengingatkan bahwa hal itu adalah baik, dan

kebaikan itu akan dicari dan disukai oleh setiap orang yang berakal,

disamping itu Allah juga memerintahkan dan sangat menganjurkannya

hingga seorang mukmin akan menambah usahanya dalam mencarinya.89

Dan Allah juga menyebutkan penghalangnya dalam firman-Nya

“Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir” maksudnya, jiwa

manusia itu telah diciptakan memiliki watak kikir, yaitu tidak suka

mengarahkan apa yang menjadi hak manusia lain, namun sangat

berusaha memenuhi hak dirinya dan jiwa itu telah diarahkannya kepada

hal seperti itu secara penciptaan-Nya, dan seharusnya kalian berusaha

untuk menghilngkan akhlak yang hina ini dari jiwa-jiwa kalian, dan

menggantikannya dengan sifat yang bertolak belakang dengannya, yaitu

berlapang dada, artinya mengarahkan hak yang menjadi kewajiban atas

dirinya dan bersikap puas dangan beberapa hak untuk dirinya, dan ketika

seseorang manusia dapat dibimbing kepada akhlak yang baik ini, niscaya

disaat itu mudahlah baginya perdamaian antara dia dengan lawan-

89 al-Sa’dī, Tafsir al-Sa’dī, 222.

Page 100: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

85

lawannya, dan akan mudahlah jalan keluar yang menyampaikan mereka

kepada yang dikehendaki bersama berbeda dengan orang yang tidak

berusaha menghilangkan sifat kikir dari jiwanya, maka pastilah akan

terasa susah baginya perdamaian dan persetujuan tersebut, karena ia

tidak akan rela kecuali menerima semua haknya dan ia tidak rela untuk

menunaikan semua kewajibannya apalagi bila musuhnya itu seperti dia,

maka tambah sukarlah perkaranya.90

Kemudian Allah swt. berfirman: “Dan jika kamu bergaul dengan

istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyûz dan sikap tak

acuh)” yaitu kalian berbuat baik dalam beribadah kepada Allah dengan

cara seorang hamba menyembah Tuhannya seolah olah ia melihatnya,

dan berbuat baik kepada makhluk dengan berbagai jalan kebaikan berupa

manfaat harta, ilmu, jabatan, atau selainnya dan kalian bertakwa kepada

Allah dengan mengajarkan perkara yang dilarang atau kalian berbuat

baik dengan mengerjakan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah dan

kalian bertqwa dengan meninggalkan hal-hal yang dilarang “Maka

sesungguhnya Allah adalah Allah Maha Mengetahui apa yang kamu

kerjakan” sesungguhnya pengetahuan dan ilmu-Nya meliputi segala hal

baik lahir maupun batin lalu Allah menjaganya untuk kalian dan

membalasnya dengan balasan yang sempurna.91

Pada prinsipnya Islam melalui al-Qur’an dan Hadis

memerintahkan suami agar bersabar terhadap tindakan-tindakan istri

yang tidak disukainya dan bergaul dengan istri secara ma‘rûf untuk

tujuan berdamai. Dalam konteks ini relasi suami dan istri adalah relasi

dua hati dan dua jiwa untuk mewujudkan kebahagiaan rumah tangga. Di

samping itu Islam datang mengemban misi utama untuk pembebasan,

90 al-Sa’dī, Tafsir al-Sa’dī, 223. 91 al-Sa’dī, Tafsir al-Sa’dī, 223.

Page 101: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

86

termasuk pembebasan dari kekerasan, menuju peradaban yang egaliter.

Juga, telah disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang

didalamnya terdapat peraturan hukum untuk mencegah, melindungi

korban, dan menindak perilaku kekerasan dalam rumah tangga. Negara

dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan dan

penindakan yang sesuai. Istilah nusyûz pada umumnya hanya

diperuntukan pada istri. Kata nusyûz diartikan sebagai pembangkangan

atau sikap durhaka pada suami. Hal ini tertera dalam QS. al-Nisȃ` ayat

34. Selain itu al-Qur’an menggunakan kata nusyûz tidak hanya pada istri,

tetapi juga pada suami, seperti tercantum dalam QS. an-Nisā` ayat 128.

Penggunaan istilah nusyūz pada suami dan istri dalam al-Qur’an

menunjukkan bahwa nusyūz merupakan tindakan meninggalkan

kewajiban bersuami istri yang dapat berdampak serius bagi

kelangsungan perkawinan. ibn Katsir dalam tafsirnya mengartikan al-

Nusyuz dalam QS. an-Nisa` ayat 34 yaitu tinggi diri, wanita yang nusyuz

ialah wanita yang bersikap sombong terhadap suaminya, tidak mau

melakukan perintah suaminya, berpaling darinya, dan membenci

suaminya. Sedangkan dalam QS. an-Nisa` ayat 128 diartikan bahwa istri

merasa kuatir suaminya tidak lagi menyukainya dan bersikap acuh tak

acuh padanya, hingga perlu diadakan perdamaian. Pada dasarnya inti dari

ajaran agama Islam, sangat menganjurkan dan menegakkan prinsip

keadilan. al-Qur’an sebagai prinsip dasar atau pedoman moral tentang

keadilan tersebut, mencakup berbagai anjuran untuk menegakkan

keadilan ekonomi, politik, dan kultural termasuk keadilan gender.

Page 102: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

87

Seiring berkembangnya zaman, banyak persoalan dan jenis ketidakadilan

yang muncul di masyarakat.92

Untuk itu diperlukan pisau analisis dalam menafsirkan ayat-ayat

yang zannī yang bisa dipinjam dari ilmu-ilmu lainnya, termasuk

meminjam pisau analisis gender. Dengan begitu pemahaman atau

tafsiran terhadap ajaran keadilan prinsip dasar agama akan berkembang

selaras dengan pemahaman atas realita sosial, berkaca pada prinsip dasar

agama Islam yang menyerukan keadilan yang tetap relevan.

Selanjutnya, terkait dengan persepsi pemaknaannya, terdapat beberapa

penafsiran dari kalangan ulama tafsir (mufassȋr). Adapun pemaparan tentang

penafsiran tersebut sebagai berikut:

a. Sayyid Qutb

Menurut Sayyid Qutb di dalam kitab tafsir fi zilāl al-Qur’an, yang

dimaksud dengan nusyūz adalah seorang wanita yang menonjolkan dan

meninggikan (menyombongkan) diri dengan melakukan pelanggaran dan

kedurhakaan terhadap suaminya. selanjutnya ia menjelaskan juga bahwa

Manhaj Islam tidak menunggu hingga terjadinya nusyūz secara nyata,

dikibarkan bendera pelanggaan, gugurnya karisma kepemimpinan, dan

terpecahnya organisasi rumah tangga menjadi dua lascar, yang mana hal

tersebut dapat menimbulkan sebuah kejadian terhadap suatu hal yang tidak

pernah diinginkan. Oleh karenanya, perlu segera dipecahkan ketika nusyûz

tersebut baru terjadi pada awal permulaan timbul.93

92 Mansour Fakih, Analisis Gender Dan Transformasi Sosial, cet. 2 (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1996), 135. 93 Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, jilid, II (Jakarta : Gema Insani, 2001),

357.

Page 103: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

88

b. Syaikh Abdul Halim Hasan.

Menurut Syaikh Abdul Halim Hasan di dalam tafsirnya, yaitu tafsir

al-Ahkam, beliau memandang bahwa nusyūz adalah seorang

perempuan yang keluar meninggalkan rumah, dan tidak melaksanakan

kewajibannya selaku istri kepada suaminya. Sehingga dia termasuk

orang yang telah durhaka kepada suaminya.94

c. Nasaruddin Umar

Nasaruddin Umar sering kali memandang antara kaum Hawa dan

Kaum Adam terdapat diantaranya sebuah kesetaraan gender, sehingga

dalam menetapkan nusyūz banyak pertimbangan yang dilakukan

olehnya. Menurut Nasaruddin Umar, konsep nusyūz yang berkeadilan

gender bisa diwujudkan jika konsep tersebut tidak hanya dipahami dari

sisi ketidak taatan seorang isteri terhadap suaminya, sebab seorang

suami juga merupakan manusia biasa yang tidak menutup

kemungkinan untuk melakukan hal-hal yang menyeleweng (nusyūz).

Kemudian menurut pandangannya, untuk memahami konsep nusyūz

dalam kompilasi hukum Islam yang berkeadilan gender, sewajarnyalah

untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial pada masa sekarang ini,

yaitu bagaimana relasi suami isteri dalam keluarga tersebut.95

d. Jumhūr Ulama.

Menurut Jumhûr (kalangan) Ulama bahwa perilaku nusyūz yang

ditimbulkan oleh seorang istri terhadap suaminya adalah dengan

94 Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa,

2011), 98. 95 Nasaruddin Umar, Deradikalisasi Pemahaman al-Qur’an dan Hadis (Jakarta:

Media Komputindo, 2015), 18.

Page 104: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

89

memperhatikan qarinah perempuan tersebut, atau dapat dilihat dari

perubahan gerak-gerik seorang istri ketika melayani suaminya.

Adapun penafsiran Bisri Musthofa di dalam Tafsirnya al-Ibrīz

terhadap QS. al-Nisa` ayat 128 beliau berpendapat apabila ada seorang

perempuan semenjak dinikahi oleh suaminya tidak ditemani tidur, tidak

dinafkahi, didiamkan dan sebagainya tidak ada halangan bagi seorang

laki-laki dan perempuan hendaknya melakukan perdamaian apa yang

harus diteruskan hidup bersama sampai rukun dan baik atau berpisah

dengan baik-baik perdamaian itu lebih bagus, pelit itu sudah menjadi

watak manusia, laki-laki dan perempuan. Apabila kalian berbuat baik

dalam kebersamaan terhadap perempuan dan menjaga jangan sampai

berbuat dusta atau kasar, sesungguhnya Allah swt. akan membalas

kebaikan, karena Allah swt. senantiasa mengetahui apa yang kalian

lakukan. Disini beliau menegaskan apabila ada permasalahan yang

dihadapai sepasang suami istrinya hendaknya dirembukkan dulu untuk

bermusyawarah karena dengan jalan bermusyawarah mendapatkan

sebuah perdamaian dengan demikian nusyûz itu bisa diselesaikan.96

Sedangkan penafsiran dari Misbah Musthofa di dalam Tafsirnya

al-Iqlīl QS. al-Nisā` ayat 128 beliau berpendapat apabila seorang

perempuan takut atau khawatir apabila suaminya nusyûz tidak mau

menggauli istrinya, tidak mau menafkahi istrinya karena tidak suka

dengan istrinya tersebut dan suka terhadap perempuan lain atau tidak

mau bertemu dengan istrinya perempuan tersebut tidak ada dosa

apabila berusaha merukunkan atau mendamaikan, perdamian itu lebih

baik daripada perceraian, manusia pada dasarnya mempunyai sifat

pelit, apabila seorang suami saling ingin berbuat baik dengan

96 Bisri Mustofa, al-Ibriz li Mar’ifah Tafsir al-Qur’an al-Aziz (Kudus: Menara

Kudus), 247.

Page 105: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

90

mempergauli istrinya sebab mempergauli istrinya dan mau berhati-hati

jangan sampai berbuat lacut.97 Allah swt. mengetahui apa yang

diperbuat kemudian dijaga oleh banyak orang apabila mas kawinnya

dicukupi, ‘Aisyah ra. kemudian para sahabat meminta fatwa kepada

Rasulullah saw. kemudian Allah swt. menurunkan ayat ini

diriwayatkan ‘Ȃisyah ra. berkata: ayat ini turun bersamaan seorang

dengan yang tidak begitu cinta terhadap istrinya kemudian ingin men

talaq istrinya dan ingin menikah wanita lain kemudia istrinya berkata:

aku ingin tetap menjadi istri mu jangan engkau talaq, engkau boleh

menikah dengan perempuan lain dan halal bagimu tidak memberikan

nafkah untuk ku dan tidak memberikan kebutuhan sebagai istri,

‘Ȃisyah ra. berkta: yaitu yang diucapkan “maka keduanya dapat

mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian itu lebih

baik (bagi mereka)” yang dinamakan nusyûz tidak suka istrinya nusyûz

terkadang datang dari laki-laki dan terkadang datang dari perempuan.

Ibn ‘Abbȃs berkata: perempuan boleh berdamai terhadap suaminya

yaitu menggugurkan terhadap haknya sebagai istri seperti ucapan

perempuan contohnya “aku jangan engkau ceraikan, kamu boleh

menikah dengan perempuan lain, terserah engkau dengan pilihan mu

walaupun aku tidak diberikan kebutuhan seorang istri dan tidak engkau

berikan nafkah.”98

Sedangkan pendapat penulis dari dua penafsiran diatas kiai Bisri

Musthofa dan Misbah Musthofa senada dengan dua mufassir tersebut

perdamian lebih diutamakan dalam menjaga keutuhan rumah tangga

yaitu apabila diantara kedua belah pihak antara suami dan istri terjadi

97 Diterjemahkan dari bahasa Jawa, artinya berbuat terlanjur bohong, berbuat tidak

baik. 98 Misbah Musthofa, Tafsir al-Iklil fi Ma’ani al-Tanzil (Surabaya: Maktabah al-

Ihsan, t.t.), 813-814.

Page 106: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

91

nusyûz baik nusyûz tersebut dari pihak suami tauapun pihak istri maka

dilakukan perundingan bersama dengan kesepakatan kedua belah pihak

tanpa ada yang dirugikan satu sama lain dalam arti nusyûz boleh

dilakukan daripada terjadinya perceraian.

Asbabunnuzul surah an-Nisa’ ayat 128. Diriwayatkan oleh Al-

Hakim yang bersumber dari Aisyah: bahwa turunnya ayat ini berkenaan

dengan seorang laki-laki yang mempunyai seorang istri dan telah

beranak banyak, ingin menceraikan istrinya dan kawin lagi dengan

yang lain. Akan tetapi istrinya merelakan dirinya untuk tidak mendapat

giliran asal tidak diceraikannya. Ayat ini (An-Nisa ayat 128)

membenarkan perdamaian dalam hubungan suami istri.

Diriwayatkan oleh ibn Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair:

bahwa ketika turun awal ayat ini (An-Nisa ayat 128) ada seorang

wanita berkata kepada suaminya: “Saya ridha mendapat nafkah saja

darimu, walaupun tidak mendapat giliran, asal tidak dicerai”. Maka

turunlah kelanjutan ayat itu sampai akhir yang membolehkan perbuatan

seperti itu.99

3. Perdamaian Antar Umat Manusia

al-Qur’an tidak membatasi perjuangan untuk mewujudkan

perdamaian itu pada diri sendiri, keluarga dan sesama kaum muslim,

tetapi juga perdamaian bagi umat manusia secara universal. Menurut

Khadijah al-Nabrawi perdamaian yang merupakan esensi ajaran Islam

harus diwujudkan oleh setiap muslim bagi. dirinya, keluarga, kaum

kerabat, tetangga, kaum muslim, dan seluruh manusia secara universal

al-Qur’an melarang kaum muslim menjadikan sumpah sebagai alasan

99 Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-

Ayat al-Qur’an), 345.

Page 107: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

92

untuk tidak menciptakan perdamaian antara sesama umat manusia. Allah

swt. berfirman:

س و اللن ت ب رو او ت ت ق و او ت ص ل ح و اب ي الناس ا ع ر ض ة ل ي ان ك م ا ن ت ع ل وااللن ي عع ل ي مو ل “Dan janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu

sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan

menciptakan kedamaian di antara manusia. Allah Maha

Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 224).

Bersumpah dengan menyebut nama Allah swt. bahwa dirinya tidak

akan melakukan kebaikan, ketakwaan, dan tidak menciptakan

perdamaian di antara sesama manusia adalah tindakan yang salah dan

tidak dibenarkan oleh al-Qur’an. Sebab kebaikan, ketakwaan dan

perdamaian merupakan sendi utama kehidupan kaum muslim dalam

masyarakat majemuk yang diajarkan al-Qur’an.100 Jika orang beriman

terlanjur bersumpah demikian, maka sumpah yang demikian harus

diabaikan dan dianggap tidak pernah ada, tetapi melakukan kafarat

sumpah. Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’an tidak sekedar

mengapresiasi perdamaian, tetapi juga menjadikannya syarat mutlak

untuk membangun kehidupan sejahtera. Begitu pula dalam QS. al-

Mumtahanah [60]: 8, disebutkan untuk tidak menjadikan perbedaan

agama sebagai alasan untuk tidak menjalin hubungan kerja sama, apalagi

mengambil sikap tidak bersahabat.101

al-Qur’an tidak melarang seorang muslim untuk berbuat baik dan

memberikan sebagian hartanya kepada siapa pun, selama mereka tidak

memerangi kaum muslim dengan motivasi keagamaan atau mengusir

kaum muslim dari negeri mereka.

100 Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,

123-124. 101 Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,

112.

Page 108: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

93

Adapun penafsiran Misbah Musthofa di dalam Tafsirnya al-iklil

terhadap QS. al-Baqarah ayat 224 beliau berpendapat jangan sesakali

bersumpah atas nama Allah untuk menutupi perbuatan kebaikan

kemudian tidak melakukan takwa dan tidak saling berdamai terhadap

manusia Allah itu Maha Mendengar kepada setiap ucapan dan mustahil

salah terhadap tingkah manusia itu sendiri jelasnya arti ayat ini demikian

perbuatan yang bisa menghasilkan kebaikan sesama manusia yaitu

jangan saling mudah bersumpah ingin meninggalkan perbuatan tersebut,

sumpah yang seperti itu makruh apabila yang disumpahi tidak akan

melakukannya itu perkara sunnah, seperti shodaqoh apabila sesorang

sudah terlanjur bersumpah disunnahkah mengingat sumpahnya kemudia

membayar kafarat yaitu memberi makan kepada sepuluh orang miskin

atau memberi pakaian atau memerdekakan budak Nabi Muhammad saw.

bersabda:

“Barang siapa bersumpah dengan satu sumpah kemudian melihat

perkara yang lebih baik daripada sumpah tersebut sebisa mungkin

menandai sumpahnya dan membayar kafārat dan melakukan apa yang

lebih baik”.

Apabila yang disumpahi yaitu apabila melakukan perkara yang

baik seperti ucapan Demi Allah aku besok kamis aku akan berjiarah

berjiarah kepada orang-orang sholeh jika demikian yang diucapkan maka

tidak makruh justru sebagian dari ketaatan.102

Sedangkan pendapat penulis jangan dalam setiap perbuatan yang

dilakukan untuk menutupi kesalahan dari kebaikan yang dilakukan atau

hanya semata-mata ingin meyakinkan seseorang atas diri sendiri dengan

mudahnya bersumpah dengan nama Allah walau sekalipun ketika

bersumpah dengan nama Allah itu makruh hendaknya ditinggalkan

walaupun juga bersumpah atas nama Allah akan melakukan kebaikan itu

102 Misbah Musthofa. Tafsir al-Iklil, 241.

Page 109: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

94

termasuk sunnah jika menjadi kebiasaan terhdap pribadi selalu berkata

atas nama Allah maka tanpa sadar berdusta pun akan membawa nama

Allah swt. karena bagiamana pun juga sumpah atas nama Allah

dilakukan seseoran untuk mendaptakan kepercayaan lebih terhadap

sesama maka harus dihindari sumpah atas nama Allah.

Asbabunnuzul surah al-Baqarah ayat 224. Adalah: “Diturunkan

berkenaan dengan sumpah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk tidak memberi

belanja lagi kepada Misthah (seorang fakir miskin yang hidupnya

dibiayai oleh Abu Bakar), karena ia ikut memfitnah Siti Aisyah. Ayat

tersebut sebagai teguran agar sumpah itu tidak menghalangi seseorang

untuk berbuat kebaikan.” (Diriwayatkan oleh ibu Jarir).

“Kita adalah umat yang lahir di masa terakhir tetapi yang paling

awal masuk ke dalam surga pada hari kiamat kelak.” Dan beliau

bersabda: “Demi Allah, salah seorang di antara kalian yang

mempertahankan sumpahnya untuk memojokkan keluarganya, lebih

berdosa di sisi Allah daripada -melanggar sumpah itu- dengan membayar

kafarat (denda) yang telah diwajibkan Allah atasnya.” (HR. Muslim

19/21)103

Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā dalam Tafsir al-Iklīl

mengatakan, janganlah kalian sering-sering melakukan sumpah dalam

membenarkan perkara kalian, misal dalam kebaikan ataupun islah, karena

itu hukumnya makruh. Sebaliknya jika kalian melakukan sumpah dalam

perkara ‘akan tidak melakukan’ misal tidak islah atau hal keburukan,

maka itu hukumnya sunah.104

M. Quraish Shihab dalam tafsirnya mengatakan, seseorang jangan

mudah mengucapkan sumpah atas nama Allah (demi Allah) melakukan

103 Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-

Ayat al-Qur’an), 433

104 Kīai Hāji Misbāh bin Zaini al-Musthofā, Tafsir al-Iklīl (Surabaya, Maktabah

al-Ihsān, t.t), 241.

Page 110: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

95

sesuatu, misal dalam hal kebijakan, bertengkar dalam hubungan suami

misteri, islah (memperbaiki hubungan antar sesama) ataupun lainnya.

Apalagi sumpah tersebut tidak ucapkan pada tempatnya dengan ucapan

sumpah yang tidak jujur, karena Allah mengetahui isi hati setiap orang.105

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy menambahkan, karena

Allah amat tidak suka sumpah sebagai sasaran karena kebaikanmu dan

perdamaianmu. Dalam arti lain, janganlah sering melakukan sumpah

dalam hal-hal tertentu.106

D. Tujuan Perdamaian dalam al-Qur’an

al-Qur’an menggunakan istilah al-Salȃm untuk menyampaikan

makna perdamaian. Kata ini terulang sebanyak 42 kali dalam al-Qur’an

dalam berbagai konteks. Di luar al-Qur’an pun kata ini sangat populer,

bukan saja dalam literatur agama atau kalangan agamawan, tetapi juga di

kalangan politisi. Bahkan, di tingkat dunia sekalipun ditemukan ajakan

untuk menegakkan perdamaian. Meskipun kata ini sering digunakan

dalam dinamika kehidupan umat manusia, kata tersebut hanya mudah

ditemukan dalam tulisan dan ucapan, tetapi sulit untuk ditemukan dalam

realitas kehidupan manusia.107

Kata salām terambil dari kata sin, lam, dan mim yang menunjuk

pada makna selamat, aman, bersih, damai dari kacau balau dan dari

penyakit lahir dan tidak nyata. Salām juga mengandung makna tidak ada

perang, sehingga hidup bersandar pada cinta dan kasih sayang. Orang-

105 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, jilid I, cet. I (Tangerang, Lentera Hati,

2003), 450.

106 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddeeqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-

Nuur (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 382. 107 Alim Roswantoro, dkk., Antologi Isu-isu Global dalam Kajian Agama dan

Filsafat (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2010), 16-17.

Page 111: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

96

orang muslim pun menggunakan kalimat assalāmu‘alaikum yang memberi

kesan untuk saling memberi kedamaian dan tidak ada perang. M. Quraish

Shihab dalam Secercah Cahaya Ilahi menjelaskan bahwa makna dasar dari

kata salȃm adalah luput dari kekurangan, kerusakan dan aib. Dari sini kata

selamat diucapkan misalnya jika terjadi hal yang tidak diinginkan, namun

tidak mengakibatkan kekurangan atau kecelakaan. Salȃm seperti ini

dinamai salȃm (damai) yang pasif. Ada juga yang disebut dengan salam

(damai) yang aktif, yakni perolehan kesuksesan atau kebahagiaan dalam

usaha sehingga darinya diucapkan kata selamat.108

Al-Quran dan Nabi Muhammad saw. selalu menyeru dan

meneladankan perdamaian. Bahkan memerintahkan untuk mengadakan

perdamaian (QS. al-Nisȃ`: 114). Terhadap orang musyrik sekalipun kita

dilarang berlaku semena-mena, kita wajib memberi perlindungan tatkala

mereka memohon suaka (tempat berlindung) dan Kita wajib berbuat yang

baik ketika mereka juga berbuat baik (QS. Al-Taubah: 6-7) apalagi

terhadap sesama muslim.109 Kita juga diajarkan untuk berbesar hati

memaafkan dan membalas keburukan dengan kebaikan agar orang yang

tidak menyukai kita jadi berbalik menyukai dan menganggap kita teman

(QS. Fusilat: 34) meskipun Allah juga mengizinkan hukum qisȃs

dilakukan. Solusi bijak yang dapat di lakukan sebagai umat islam untuk

perdamaian Indonesia dan dunia melalui tiga hal yaitu:

Pertama, sudah saatnya sebagai umat Islam kembali pada al-

Qur’an dan Hadis sebagai sumber kebenaran. Telaah dan pelajari kembali

dua dalil sahih yang kemudian kita komparasikan dengan ke Indonesiaan,

dengan ideologi pancasila. Untuk mewujudkan cita-cita para pejuang dulu

108 M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur’an, cet. 2

(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013), 416. 109 Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,

134.

Page 112: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

97

untuk menciptakan Indonesia yang damai dengan keragamannya bukan

keseragamannya. Niscaya kebenaran itu tidak akan mengingkari nilai

kemanusiaan dan hati nurani. Sebagaimana al-Qur’an menerangkannya

dalam beberapa ayat yang tidak sedikit jumlahnya. Hubungan hablun min

Allah harus seimbang dengan hubungan hablun min an-nās. Artinya jika

seseorang beriman dan menyakini keberadaan Allah dengan selalu

menjaga kehadiran Allah dalam dirinya, otomatis hubungan horizontal

sesama manusia juga dijaga sebaik mungkin untuk perdamaian.

Kedua, harus diluruskan, murnikan lagi niat ada niat benar-benar

untuk menjadi umat beragama yang baik, taat dan berwawasan luas. Niat

untuk menjaga Indonesia, suku, bahasa dan keragamannya dengan sikap

tenggang rasa dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Niat untuk

mampu menjadi teladan bagi generasi selanjutnya.

Ketiga, perlunya evaluasi dan merenungkan kembali kesalahan

individual. Dengan disibukkannya aktivitas supuya untuk memperbaiki

kesalah kecil. Bukan saling tunjuk dan mengkambing hitamkan. Tidak

perlu saling menghujat dan menuding. Jika tidak mampu dan merasa

memiliki kapasitas maka wajib maju sebagai orang yang bijaksana bukan

malah sibuk menyalahkan dalam menjunjung tinggi perdamaian.110

E. Hikmah dari Perdamaian

Islam sebagai agama damai sesungguhnya tidak membenarkan

adanya praktek kekerasan. Cara-cara radikal untuk mencapai tujuan politis

atau mempertahankan apa yang dianggap sakral bukanlah cara-cara yang

Islami. Di dalam tradisi peradaban Islam sendiri juga tidak dikenal adanya

label radikalisme. Firman Allah (QS. al-`Anbiyȃ` [21]: 107).

110 Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,

139.

Page 113: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

98

ل م ي ر ح ة ل ل عن ا ل ا ر س ل ننك و م اى“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)

rahmat bagi semesta alam.”

Perdamaian merupakan hal yang pokok dalam kehidupan manusia,

karena dengan kedamaian akan tercipta kehidupan yang sehat, nyaman

dan harmonis dalam setiap interaksi antar sesama. Dalam suasana aman

dan damai, manusia akan hidup dengan penuh ketenangan dan

kegembiraan juga bisa melaksanakan kewajiban dalam bingkai

perdamaian. Oleh karena itu, kedamaian merupakan hak mutlak setiap

individu.111

Bahkan kehadiran damai dalam kehidupan setiap mahluk

merupakan tuntutan, karena dibalik ungkapan damai itu menyimpan

keramahan, kelembutan, persaudaraan dan keadilan. Dari paradigma ini,

Islam diturunkan oleh Allah swt. ke muka bumi dengan perantaraan

seorang Nabi yang diutus kepada seluruh manusia untuk menjadi rahmat

bagi seluruh alam, dan bukan hanya untuk pengikut Muhammad semata.

Islam pada intinya bertujuan menciptakan perdamaian dan keadilan bagi

seluruh manusia, sesuai dengan nama agama ini: yaitu al-islām. Islam

bukan nama dari agama tertentu, melainkan nama dari persekutuan agama

yang dibawa oleh Nabi-Nabi dan dinisbatkan kepada seluruh pengikut

mereka. Itulah misi dan tujuan diturunkannya Islam kepada manusia.

Karena itu, Islam diturunkan tidak untuk memelihara permusuhan atau

menyebarkan dendam di antara umat manusia. Konsepsi dan fakta-fakta

sejarah Islam menunjukan, bagaimana sikap tasȃmuh (toleran) dan kasih

sayang kaum muslim terhadap pemeluk agama lain, baik yang tergolong

ke dalam ahlu al-kitāb maupun kaum musyrik, bahkan terhadap seluruh

111 Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia. (Yogyakarta: LABSOS

UIN Sunan Kalijaga, 2011), 45.

Page 114: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

99

makhluk, Islam mendahulukan sikap kasih sayang, keharmonisan dan

kedamaian.112 Di dalam Islam gagasan tentang perdamaian merupakan

pemikiran yang sangat mendasar dan mendalam karena berkait erat

dengan watak agama Islam, bahkan merupakan pemikiran universal Islam

mengenai alam, kehidupan, dan manusia. Yang dimaksud universal disini

adalah pemikiran Islam yang sama tujuannya dengan ajaran-ajaran Nabi-

Nabi terdahulu dalam upaya menciptakan kemanusiaan dan keadilan di

muka bumi.113

Ada berbagai pendapat tentang kejelasan maksud arti dari “rahmat

bagi semesta alam,” ada yang berpendapat bahwa rahmat tersebut hanya

berlaku untuk orang Islam saja dan ada yang mengatakan bahwa rahmat

tersebut berlaku untuk seluruh umat manusia.114 Telah di sepakat dengan

pendapat yang kedua bahwa kasih sayang diberikan kepada siapa saja

yang berada di muka bumi tanpa membedakan dari segi apapun baik suku,

bangsa, agama, ras dan lain sebagainya sesuai dengan watak perdamaian

dalam islam. Di samping sumber dari al-Qur’an, hadits-hadits juga banyak

mencantumkan tema perdamaian. Sebagai contoh: “Allah mencintai

kelembutan, Allah memberikan keberkahan atas kelembutan, dan bukan

atas kekerasan”.

Dalam hadis tersebut, perdamaian digambarkan dengan

kelembutan. Artinya, perdamaian akan tercipta jika setiap orang

melakukan sesuatu dengan kelembutan. Misalnya di Negara kita yang

multikultural ini, perbedaan-perbedaan akan selalu ada, baik agama,

kebudayaan, warna kulit dan lain sebagainya. Maka jika kelembutan tidak

kita terapkan dalam menerima perbedaan tersebut maka perdamaian tidak

akan terwujud.

112 Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia, 49. 113 Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia, 50. 114 Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia, 51.

Page 115: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

100

F. Anjuran untuk Berdamai

Memaafkan merupakan sikap mulia yang amat dianjurkan dalam

agama Islam. Seberat atau sepedih apa pun manusia mengalami dampak

akibat kesalahan yang dilakukan orang lain, Allah swt. tetap

memerintahkan setiap hamba untuk melapangkan dada terhadap kesalahan

sesama. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:

ف ر ي ن ج و ال م هن ك ي ن و ال م ال ق ر بن ا ول ت و ىا ي ؤ ا ن ع ة و ال م ن ك م ا ول وال ف ض ل ي ت ل و ل س ب ي ل ت ب و ا ل

ي ماللن و ل ي ع ف و او ل ي ص ف ح و اا غ ف و ررح ل ك م او اللن اللن ي غ ف ر ن ا ن

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan

kelapangan di antara kalian bersumpah bahwa mereka (tidak) akan

memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (Nya), orang-orang yang

miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan

Allah. Dan hendaklah mereka memberi maaf dan lapang dada.

Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni kalian? Dan Allah

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. an-Nur [24]: 22).

Terkait ayat tersebut pakar tafsir M. Quraish Shihab mengatakan

bahwa orang yang saleh dan memiliki kekayaan dalam suatu komunitas

hendaknya tidak bersumpah untuk tidak memberikan derma kepada

kerabat, orang miskin, orang yang berada di jalan Allah dan orang yang

berhak menerima infak lainnya, hanya karena alasan-alasan yang bersifat

pribadi seperti dengan sengaja menyakiti. Sebaliknya, mereka hendaknya

memaafkan dan tidak membalas keburukan yang ditimpakan. Apabila

seseorang ingin agar Allah memaafkan kesalahan-kesalahannya, maka

hendaknya tetap berbuat baik kepada orang yang mungkin pernah

melakukan kesalahan. Ayat ini diturunkan ketika sahabat Abû Bakar al-

Siddȋq bersumpah untuk tidak lagi memberikan bantuan ekonomi kepada

kerabatnya yang bernama Mistah bin `Utsȃtsah lantaran terlibat kasus

tuduhan bohong (hadis al-`Ifk) terhadap istri Rasulullah saw. Aisyah ra.115

115 M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, 419.

Page 116: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

101

Ayat di atas menegaskan bahwa memaafkan merupakan sikap

mulia yang hendaknya dimiliki setiap orang karena Allah sendiri maha

pemberi maaf dan menyayangi hamba-Nya. Pemberian maaf sebagaimana

ditekankan dalam ayat ini tidak harus menunggu permintaan maaf.

Substansi memaafkan berdasarkan ayat tersebut adalah berlapang dada

dan membuka pintu maaf selebar-lebarnya kepada orang lain dengan

kesadaran penuh bahwa kesalahan merupakan suatu keniscayaan yang

pasti pernah dilakukan oleh setiap manusia. Perintah memaafkan dalam

ayat di atas juga mesti dipahami bahwa mengampuni kesalahan orang lain

harus disertai keikhlasan, artinya melapangkan dada dan menyadari bahwa

seluruh ganjalan yang selama ini tebersit dalam hati telah hilang

sepenuhnya, sehingga yang tersisa adalah optimisme untuk menatap masa

depan yang lebih damai dan tenteram. Enggan memaafkan kesalahan

orang lain, saudara atau kerabat, apalagi disertai sumpah serapah yang bisa

mengancam keutuhan jalinan persaudaraan tidaklah mencerminkan sikap

seorang muslim sejati. Oleh sebab itu islah, rekonsiliasi atau perbaikan

hubungan antar pihak-pihak yang berselisih sangat dianjurkan dalam

Islam.116

Mendamaikan orang-orang yang sedang berselisih memang bukan

perkara mudah karena masing-masing pihak pasti dipenuhi ego masing-

masing. Namun, umat muslim dapat meneladani Rasulullah saw. yang

hampir sepanjang hidupnya senantiasa mengupayakan perdamaian di

antara kabilah-kabilah Arab yang bertikai. Hal itu beliau lakukan karena

Islam yang dirisalahkan kepadanya adalah agama yang mendamaikan dan

menyatukan manusia.117

116 M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, 420. 117 M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, 421.

Page 117: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

102

Dalam al-Qur’an surah al-Hujurat surah ke-49 ayat ke-10, Allah

swt. berfirman:

ت ر ح و ن ا ن ا ل ع لك م و ةف ا ص ل ح و اب ي ا خ و ي ك م و ات ق وااللن ن و ن ا خ ال م ؤ م

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara,

karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih)

dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat” (QS. al-

Hujurat [49]: 10).

Melalui ayat tersebut Allah Swt. mengingatkan bahwa segala

bentuk perselisihan di antara umat manusia hendaknya didudukkan secara

adil serta diupayakan jalan keluarnya yang paling baik dan bisa diterima

oleh pihak-pihak yang terlibat. Dalam konteks masa kini di mana kita

hidup di era milenial yang ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi,

ayat di atas masih tetap relevan dan akan terus relevan sepanjang zaman.

Terlebih lagi dihadapkan pada tahun politik seperti yang sedang melanda

Indonesia, berbagai inisiatif untuk mewujudkan islāh sesama anak bangsa

sangat diperlukan.118

118 Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia, 55.

Page 118: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

103

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nilai-nilai perdamaian pada hakikatnya banyak termaktub dalam

al-Qur’an dan juga secara jelas diindikasikan dalam berbagai riwayat

Hadis Nabi. Tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an, dan tidak ada satu

Hadis pun yang mengobarkan semangat kebencian, permusuhan,

pertentangan, atau segala bentuk perilaku negatif dan represif yang

mengancam stabilitas dan kualitas kedamaian hidup. Perdamaian memiliki

banyak arti, arti kedamaian berubah sesuai dengan hubungannya dengan

kalimat. Perdamaian dapat menunjuk ke persetujuan mengakhiri sebuah

perang, atau ketiadaan perang, atau ke sebuah periode di mana sebuah

angkatan bersenjata tidak memerangi musuh.

Damai dapat juga berarti sebuah keadaan tenang, seperti yang

umum di tempat-tempat yang terpencil, mengizinkan untuk tidur atau

meditasi. Damai dapat juga menggambarkan keadaan emosi dalam diri

dan akhirnya damai juga dapat berarti kombinasi dari definisi-definisi di

atas. Di dalam Islam gagasan tentang perdamaian merupakan pemikiran

yang sangat mendasar dan mendalam karena berkait erat dengan watak

agama islam, bahkan merupakan pemikiran universal Islam mengenai

alam, kehidupan, dan manusia.

Agama Islam yang disebarkan dan diajarkan oleh Nabi

Muhammad merupakan agama yang ditujukan demi kesejahteraan dan

keselamatan seluruh umat sekalian alam. Kata Islam sendiri yang berasal

dari bahasa Arab berarti tunduk, patuh, selamat, sejahtera, dan damai.

Maka, agama Islam mengajarkan umatnya untuk selalu menegakkan

perdamaian di dunia sehingga persaudaraan dapat terjalin dengan erat.

Page 119: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

104

Islam juga mengajarkan bagaimana menghadapi perpecahan dan segala

perselisihan yang bermaksud memecah belah umat.

Kemudian, penulis dalam karya ilmiah ini menjelaskan tentang

macam-macam perdamaian dari segi orang yang berdamai, sebagai

berikut:

a. Perdamaian antar sesama muslim

b. Perdamaian antar muslim dengan non muslim

c. Perdamaian antar imam dengan Kaum Bughat

d. Perdamaian antar suami istri

e. Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian skripsi mengenai ” Perdamaian dalam

Perspektif al-Quran kajian atas mufasir Nusantara” penulis memberikan

saran kepada masyarakat luas agar dalam mengarungi kehidupan

mengimplementasikan dari sekian banyak jalan yang ditawarkan al-Quran

melalui para mufasir nusantara untuk menciptakan keadaan dan interaksi

yang damai dan harmonis. Penelitian sebagai salah satu instrumennya

untuk mencapai tujuan tersebut semestinya dipahami bersama dan

dibumikan bersama sebagai wujud persaudaraan global antara sesama

manusia dengan cara memberi atau menjawab penghormatan dengan suatu

penghormatan yang lebih baik, atau yang sebanding.

Perlu diadakan penelitian lebih lanjut oleh akademisi dalam

mengkaji tafsir nusantara terutama mengenai pesan perdamaian yang lebih

spesifik dan terperinci agar tidak terlalu global. Kemudian penulis

berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk seluruh lapisan

masyarakat, akademisi, dan terutama penulis sendiri.

Page 120: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

95

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Mirza Masror. Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian

Dunia. Jakarta: Mizan. 2010.

Ahmad, Munawar. Ijtihad Politik Gus Dur Analisis Wacana Kritis.

Yogyakarta: LKiS. 2010.

Asnawi dan Safruddin. Studi Perdamaian: Perdamaian dan Konflik

Pembangunan dan Peradaban. Surabaya: Pustaka Eureka. 2003.

Azzam, Abdurrahman. Konsepsi Perdamaian Islam. Jakarta: Karya

Unipres. 1985.

Baidhowi, Akhmad. “Aspek Lokalitas Tafsir al-Iklīl fȋ ma’ānī al-Tanzīl

Karya KH Misbah Musthafa.” Nun. Vol. 1 No.1. (UIN Sunan

Kalijaga 2015). 33-61.

Bakry, Sidi Nazar. Kunci Keutuhan Rumah Tangga. Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya. 1993.

Baldjun, Amak. Islam dan Perdamaian Dunia. Jakarta: Pustaka Firdaus.

1987.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi

Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2008.

Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. 1996.

al-Farmāwī, ‘Abd al-Hayy. Al-Bidāyah fi al-Tafsīr al-Maudū`i. Penerj.

Suryana A. Jamrah. Metode Tafsir Maudū`i: sebuah pengantar.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1996.

Galtung, Johan. Globalizing God, Religion, Sprituality. Tt.: Kolofon Pres.

2008.

Ghazali, Norzulaili Mohd. Nusyūz, Syiqāq dan Hakam Menurut al-

Qur’an, Sunnah dan Undang-Undang Keluarga Islam. Kuala

Lumpur: Kolej Universiti Islam Malaysia. 2007.

Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia: Dari Hermeneutika hingga

Ideologi. Yogyakarta: LKiS. 2013.

Page 121: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

96

Hadisubrata. Keluarga dalam Dunia Modern, tantangan dan

Pembinaannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2003.

Hamim, Thoha dkk. Resolusi Konflik Islam Indonesia. Surabaya: LSAS

dan IAIN Sunan Ampel. 2007.

Hamka, Buya. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Gema Insani. 2015.

Hasan, Abdul Halim. Tafsir al-Ahkam. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa.

2011.

Hendra, Eric. Kajian Konflik dan Perdamaian. Graha Ilmu, 2015.

Hidayat, Surahman. Islam, Pluralisme, dan Perdamaian. (Jakarta:

Robbani Press. 2008.

HS, M. Ramli. Corak Pemikiran Kalam KH. Bisri Musthafa: Studi

Komperatif dengan teologi tradisional Asy’ariyah. Jakarta: IAIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. 1994.

Huda, Achmad Zainal. Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH.

Bisri Mustofa. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2011.

Ibnû Taimiyah. Muqaddimah fi usūl al-Tafsīr. Kuwait: Dar al-Qur’an al-

Karīm. 1971.

Jurdi, Syarifuddin. Islam dan Ilmu Sosial Indonesia. Yogyakarta:

LABSOS UIN Sunan Kalijaga. 2011.

Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya.

Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an. 2012.

Lubis, M. Ridwan. Ridawan. Agama dan Perdamaian: Landasan,Tujuan,

dan Realitas Kehidupan Beragama di Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama. 2017.

Marzuki. Metode Riset. Yogyakarta : Hanindita offest. 1986.

Maslukhin. “Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsir al-Ibriz Karya K.H.

Bisri Mustofa.” Mutawatir. Vol. 5. No. 1 (Juni 2015) 74-94.

Mulyanto, C.B. Filsafat Perdamaian: Menjadi Bijak Bersama Eric Weil.

Yogyakarta: Kanisius. 2008.

Page 122: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

97

Munawar, Said Agil Husain. al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan

Hakiki. Jakarta: Ciputat Press. 2003.

Musthofa, Misbah. Tafsir al-Iklīl fi Ma’ānī al-Tanzīl. Surabaya: Maktabah

al-Ihsān. t.t.

Mustofa, Bisri. Al-Ibrīz li Ma’rifah Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīz. Kudus:

Maktabah wa Matba’ah Menara Kudus.

Nasution, Harun. Teologi Islam: Analisa Perbadingan Sejarah dan

Mazhabnya. Jakarta: UI Press. 1986.

Perwita, Anak Agung Banyu. Kajian Konflik dan Perdamaian.

Yogyakarta: Graha Ilmu. 2015.

al-Qāri`, Abū al-Hasan. Mu’jam al-`Ahādits al-Qudsiyyah. Kairo: Dar al-

Imān. 1998.

al-Qursyi, ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azīz. Samahah al-Islām. Penerj. Abdul

fikri. Riyad: Maktabah al-Adȋb. 2006.

Qutb, Sayyid. Islam dan Perdamaian dunia. Jakarta: Pustaka Firdaus.

1987.

Rokhmad, Abu. Heurmaneutika Tafsir Al-Ibriz: Studi Pemikiran KH. Bisri

Mustofa dalam Tafsir al-Ibrȋz. Semarang: Pusat Penelitian IAIN

Walisongo. 2004.

Roswantoro, Alim. dkk. Antologi Isu-isu Global dalam Kajian Agama dan

Filsafat. Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta. 2010.

al-Sa’dī, ‘Abd al-Rahman bin Nasīr. Tafsīr al-Sa’dī. Jakarta: Al-Huda.

2009.

Sahabuddin. dkk. Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata. Jakarta:

Lentera Hati. 2008.

Sarapung, Elga. Dkk. Sejarah, Teologi, dan Etika Agama-Agama.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.

Shihab, M. Quraish. Al-Qur’an dan Maknanya. Ciputat: Lentera Hati.

2013.

Page 123: PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50287...Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan

98

Subhan, Zaitunah. Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan. Jakarta:

El-Kahfi. 2008.

Suhanda, Irwan. Damai Untuk Perdamaian. PT. Kompas Media

Nusantara. 2006.

Supriatna. Dkk. Fiqh Munakahat II. Yogyakarta: Bidang Akademik UIN.

2008.

Suryono, Hadi. Merawat Perdamaian: Metode Sistem Peringatan Dini

Konflik. Yogyakarta: Semesta Ilmu. 2012.

Syarofi, Ahmad. Penafsiran Sufi Surat Al-Fatihah dalam Tafsir Tāj al-

Muslimīn dan tafsir al-Iklīl karya KH. Misbah Musthofa. Tuban:

Majlis Ta’lif wa al-Watat. 1990.

Taufik, Imam. Perdamaian dalam Pandangan Sayyid Qutb. Kairo: Dar al-

Imān, 1998.

Taufiq, Imam. Al-Qur’an Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian

Berbasis Al-Qur’an. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka. 2016.

Umar, Nasaruddin. Deradikalisasi Pemahaman Al-Qur’an dan Hadis.

Jakarta: Media Komputindo. 2015.