makalah tafsir afriadi

17
2014 AFRIADI 11143102230 ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU TAFSIR SURAH AN-NISAAYAT 5,6 dan 9

Upload: afriadi

Post on 31-Mar-2016

251 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah tafsir afriadi

2014

AFRIADI

11143102230

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN

SYARIF KASIM RIAU

TAFSIR SURAH AN-NISA’ AYAT 5,6 dan 9

Page 2: Makalah tafsir afriadi

2

TUGAS INDIVIDU DOSEN PEMBIMBING

TAFSIR MIFTAHUDDIN, M.AG

TAFSIR SURAH AN-NISA’ AYAT 5,6 DAN 9

DISUSUN OLEH :

AFRIADI

11143102230

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN SYARIF KASIM

RIAU

2013

Page 3: Makalah tafsir afriadi

3

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an yang suci dan mulia sebagai

penerang dan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Shalawat berangkaikan salam semoga

senantiasa tercurah kepada pembawa risalah kebenaran, al-Islam, Nabi Muhammad saw. Juga

kepada keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Al-Qur’an merupakan kitab yang suci dan mulia, kesuciannya tidak tercemari

sedikitpun oleh campur tangan mahkluk. Kemuliaannya tidak mampu ditandingi oleh semua

kitab yang ada dimuka bumi. Walupun seluruh makhluk berkumpul dan membuat rekayasa

untuk membuat tandingan terhadap Al-Qur’an niscaya mereka tidak akan mampu membuatny

walaupun satu ayat (al-Baqarah:23.24).

Makalah ini saya buat bertujuan untuk menyelesaikan tugas tafsir yang diberikan oleh

dosen pembimbing Miftahuddin,M.ag serta untuk memberikan ulasan dari beberapa ayat Al-

Qur’an kepada teman-teman pembaca sekalian.

saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Miftahuddin,M.ag

yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah dan juga rekan-rekan yang telah

membantu. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Namun, kami tetap berusaha menulis makalah ini dengan sebaik-baiknya,

Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami sangat mengharapkan kritik dan saran

guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Pekanbaru, 28 November 2013

Penulis

Page 4: Makalah tafsir afriadi

4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR _____________________________________________ 1

DAFTAR ISI ____________________________________________________ 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang _____________________________________________ 3

B. Rumusan Masalah __________________________________________ 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Kandungan isi surah An-Nisa’ ayat 5,6 dan 9 _____________________ 4

1. Surah An-Nisa; ayat 5_________________________ _____________ 4

2. Surah An-Nisa’ ayat 6_________________________ _____________ 7

3. Surah An-Nisa’ ayat 9_________________________ _____________ 10

B. Prinsip-prinsip komunikasi yang dapat dipahami dalam

surah An-Nisa’ ayat 5,6 dan 9 __________________________________ 12

BAB III PENUTUP

Kesimpulan _______________________________________________ 14

DAFTAR PUSTAKA _____________________________________________ 15

Page 5: Makalah tafsir afriadi

5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan kitab yang suci dan mulia, kesuciannya tidak tercemari

sedikitpun oleh campur tangan mahkluk. Kemuliaannya tidak mampu ditandingi oleh

semua kitab yang ada dimuka bumi. Walupun seluruh makhluk berkumpul dan

membuat rekayasa untuk membuat tandingan terhadap Al-Qur’an niscaya mereka

tidak akan mampu membuatny walaupun satu ayat (al-Baqarah:23.24)

Tidak semua orang dapat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang luhur dan mulia.

Untuk dapat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an , seseorang membutuhkan seperangkat

ilmu yang cukup sehingga ia dapat menggali dan mengurai kandungan ayat-ayat

tersebut.

Banyak ulama telah melakukan studi tafsir terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, baik

tafsir bil-ma’tsur ( ayat dengan ayat atau ayat dengan hadis) maupun bir-ra’yi (ayat

dengan akal).

.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah di dalam makalah ini yakni:

1. Apa makna dari surah An-Nisa’ ayat 5,6 dan 9 itu?

2. Apa isi kandungan dalam ayat tersebut?

3. Apa sebab ayat ini turun?

4. Prinsip komunikasi apa yang dapat kita pahami dari ayat tersebut?

Page 6: Makalah tafsir afriadi

6

BAB II

ISI

A. Kandungan isi surah An-Nisa’ ayat 5,6 dan 9

1. surat An-Nisa ayat 5

Artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,

harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.

Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-

kata yang baik.”(An-Nisa’: 5).

a.Makna Kosa kata

adalah kata jamak dari (orang yang tidak sempurna akalnya) yang الس ف ف اف

artinya adalah orang yang tidak becus dalam membelanjakanhartanya; baik karena tidak ada

akalnya seperti orang gila atau idiot atau semacamnya, atau karena belum sempurna akalnya

seperti anak kecil dan orang yang belum dewasa.

.

Disebutkan ف م ف اف ك ك , padahal sebenarnya itu harta yang dititipkan pada kita. Ini

tujuannya supaya yang mendapatkan amanah untuk mampu menjaga harta anak yatim itu

seperti serasa miliknya sendiri sehingga tidak menggunakannya semaunya atau melakukan

berbagai penyelewengan. Allah melarang para wali untuk menyerahkan kepada mereka harta-

harta mereka karena takut disia-siakan dan dihabiskan.

ك اف ك م قيف عفلف للا harta tersebut Allah jadikan untukmu sebagai penegak, pemegang اتي جف

amanah. Artinya, kamu diberi hak atau tugas untuk mengelola, menjaganya dengan baik agar

tidak tersia-sia. Hal ini menunjukkan kepada kita, bahwa untuk menyerahkan harta itu harus

kepada orang yang benar-benar bisa amanah dan mengelola terhadap harta tersebut dengan

baik. Kalau mau investasi, harus tahu bahwa orang tersebut bisa mengelola harta dengan

baik, sehingga harta kita akan terus berkembang. Artinya orang yang mendaptkan amanah

untuk menjaga harta anak yatim itu dianggap mampu mengelola dan mengembangkan harta

tersebut, supaya bisa memberi rizki kepada mereka.

Page 7: Makalah tafsir afriadi

7

Penggunaan kata في ف “fiha”, bukan “minha”, padahal secara maksud pengertian

adalah penuhilah kebutuhan anak-anak yatim tadi dari harta yang dititipkan kepadamu.

Menurut Imam Zamakhsyari, lafal ini ( في ف) menunjukkan bahwa wali anak yatim

diharapkan tidak memberi nafkah kepada mereka dari pokok harta mereka, tetapi dari hasil

pengembangan harta anak yatim. Karena kalau diambil dari pokok harta, lama kelamaan

harta mereka akan habis sebelum mereka dewasa. Beginilah Islam itu mengajrkan tentang

masa depan. Pemikiran ini juga yang dilakuakn Nabi Yusuf. Dia menyuruh untuk menanam

dan disimpan untuk periode 7 tahun.

Ayat ini tidak hanya ditujukan kepada wali tetapi juga kepada siapapun yang

mengasuh anak yatim, seperti yayasan panti asuhan anak yatim. Juga tidak hanya berlaku

untuk anak yatim, tapi untuk anak sendiri juga begitu. Misalnya anak mempunyai

penghasilan, maka orang tua tidak boleh mengambil hartanya karena itu adalah hak anak,

walaupun ada sedikit perbedaan hukum, karena pada hakikatnya “anta wa maluka li abika”

kamu dan hartamu adalah milik ayahmu (HR. Ibnu Majah). Walaupun begitu tetap kita

diperintahkan untuk tidak semena-mena terhadap harta anak sendiri.

Biasanya, wali atau pengurus anak yatim sering diuji kesabaran dan keikhlasannya

oleh Allah. Bisa saja melalui kenakalan mereka –mungkin karena kejiwaan mereka yang

tidak seimbang karena ditinggal ayahnya- atau melalui perasaan capek mengurus harta

mereka. Di ayat ini Allah memerintahkan kepada wali untuk menahan diri dan bersabar

dalam menghadapi mereka dengan menjaga perkataan, tidak menyakiti atau menzhalimi

mereka dalam bentuk apapun. bahkan kita sangat dianjurkan untuk mendoakan mereka. Anak

yatim sangat dihargai dan dijaga haknya oleh Allah. maka kita sebagai hambaNya yang taat

kepadaNya, hendaknya kita jaga hak anak yatim pula.

Pernyataan “ وف عمرك ل ف قك اك اف ك م قف م dan berkatalah kepada mereka dengan) ”وف

perkataan yang baik), karena terkadang terjadi dari segi materi sudah dicukupi, tapi

omongannya menyakitkan. Disamping itu, hal ini karena umumnya reaksi yang mudah

diumbar dan sulit dikendalikan ketika orang yang marah adalah ucapan yang keluar dari

mulut. Karena itu, penyebutan perkataan dalam ayat ini lebih dipertegas. Namun yang jelas,

perintah berbuat baik tidak hanya terbatas pada ucapan, tetapi segala bentuk ucapan dan

tindakan harus membuat nyaman bagi anak yatim.

Ayat ini merupakan pengajaran bagi kita untuk menjaga harta. Kalau punya rizki

banyak, dapat investasikan. Jangan hanya dibiarkan menumpuk. Karena kalau hanya

disimpan saja tidak akan membawa manfaat pada orang lain. Makanya kalau menyimpan

harta, harus dizakati agar membawa manfaat kepada orang lain. Dengan demikian Islam tidak

hanya mengurusi masalah ibadah ritual seperti shalat saja –sebagaimana disalah pahami oleh

musuh Islam dan sebagian umat Islam-, melaikan juga masalah investasi harta dan lainnya.

Wallahu `alam bish shawab.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa pernyataan para wali dapat diterima tentang apa

yang ia nyatakan mengenai nafkah yang memungkinkan atau pakaian, karena Allah telah

Page 8: Makalah tafsir afriadi

8

menjadikan mereka sebagian orang-orang yang dipercaya atas harta anak yatim itu, oleh

karena itu pernyataan orang-orang yang terpercaya harus diterima.

b. Tafsir Ayat ( pendapat para ilmuan, ulama)

Makna umum dari ayat ini adalah Kita dilarang menyerahkan harta, uang, atau barang

yang berharga yang diamanatkan kepada kita kepada orang yang tidak mampu mengelolanya

(menunaikan hak-hak harta tersebut), baik karena masih kecil seperti anak yatim atau orang

yang memang bodoh tentang pengelolaan harta secara benar seperti orang gila atau

sejenisnya. Dan menjadi kewajiban bagi kita untuk memberi nafkah kepada mereka, memberi

pakaian, dan mencukupi kebutuhan mereka dari hasil pengelolaan harta tersebut, dan

berbicara kepada mereka dengan perkataan yang bagus. Kita tidak boleh menyakiti mereka

baik dengan kata-kata atau lebih dari itu, dengan perlakuan fisik.

Sehubungan dengan firman Allah,” Dan janganlah kamu memberikan harta kepda

sufaha,” Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sufaha ialah anak dan

istrimu. Menurut adh-Dhahak, sufaha ialah wanita dan anak-anak. Menurut Said Bin Zubair,

sufaha ialah anak-anak yatim.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Umamah. Dia berkata, Rasulullah saw

bersabdah (638),” sesungguhnya kaum wanita itu merupakan sufaha kecuali wanita yang

menaati wali/suaminya.” Ada yang mengatakan sufahah adalah khadam dan setan dari

kalangan manusia. Orang yang memiliki utang kepda orag lain, maka ia tak perlu di

persaksikan. Demikian menurut pendapat Ibnu Jarir yang bersumber dari hadist Abu Musa.

Firman Allah Ta’ala,” Berikan mereka rezeki, pakain, dan berkatalah kepda mereka

dengan perkataan yang baik.” Ali Bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata

” Janganlah kamu mengandalkan kehidupan kepda hartamu itu kepda istri dan anakmu, dan

kamu hanya memperhatikan harta yang mereka kuasai. Namun, peganglah harta itu olehmu,

pergunakanlah dengan baik, dan jadilah kamu sebagai orang yang memberikan pakaian,

belanja, dan rezeki kepada mereka.”

Ayat ini mengandung keharusan berbuat baik kepada keluarga dan orang yan ada

dalam tanggungan dalam member nafkah pakaian, perkataan yang baik, dan akhlak yang

terpuji. Firman Allah Ta’ala,” Dan ujilah anak-anak yatim itu hingga mereka mencapai usia

nikah,” yakni mencapai ihtilam (mimpi yang mengeluarkan air mani memancar sebagai asal

kejadian anak). Dalam shahihain ditegaskan (639): Ibnu Umar berkata bahwa,” ketika saya

berusia 14 tahun, saya mendaftarkan diri kepada nabi saw. Untuk mengikuti perang uhud,

maka beliau melarang saya. Dan ketika saya berusia 15 tahun, saya mendaftarkan diri kepada

nabi saw. Untuk mengikuti perang khandak, maka dia memperbolehkan ku.” Tatkala hadist

ini sampai kepada Umar bin Abdul Aziz, maka ia berkata,” Itulah perbedaan antara anak

kecil dan dewasa.”

Page 9: Makalah tafsir afriadi

9

2.Surah An-Nisa ayat 6

Artinya: “ Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika

menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah

kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas

kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.

Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari

memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu

menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka

hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah

Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).”(An-Nisa; 6)

a. Sebab Turunnya Ayat

Berkaitan dengan firman Allah,” Barangsiapa yang berkekurangan , maka makanlah

dengan cara yang ma’ruf,” Ibnu Abi Hatim mengatakan dari aisyah,” ayat ini diturunkan

sehubungan dengan wali anak yatim yang mengurus kepentingannya, jika dia berkekurangan,

maka dia dapat memakan hartanya sekedar dapat untuk menjalankan tugasnya.”

b. Makna Kosa kata

mereka mencapai usia nikah. Berapakah usia seseorang layak menikah بفلفغك ان ف ح

itu? Setiap anak berbeda-beda. Itulah hikmahnya. Di dalam ayat ini, Allah tidak menentukan

harus umur berapa anak diberi harta karena kedewasaan seseorang atau kemampuan

seseorang dalam mengelola harta dengan baik itu belum tentu pada umur yang sama. Bisa

saja berbeda-beda, sesuai dengan tradisi yang ada disuatu daerah.

Diantara ulama terjadi perbedaan tentang masa penyerahan harta kepada anak

yatim. Apakah yang menjadi setandar itu sampainya umur pernikahan ataukah kemampuan

untuk mengelola keuangan secara mandiri? Menurut penulis, kedua-duanya harus terpenuhi,

baik umur pernikahan, karena hal itu umumnya menunjukkan kedewasaan, maupun

kemampuan mengelola keuangan secara mandiri yang merupakan alasan utama dari perintah

penyerahan harta kepada anak yatim.

Menurut Imam Syafii rahimahullah, ar-rusyd atau kecerdasan dalam ayat ini, itu

bukan hanya cerdas dalam transaksi tapi juga cerdas dalam agamanya. Misalkan: shalatnya

Page 10: Makalah tafsir afriadi

10

bagus, puasa Ramadhan tak pernah lekang, dll. Mengapa demikian? Karena sebenarnya kalau

orang itu jeli dan bagus dalam ibadahnya maka biasanya perbuatan yang lain juga baik.

Kecerdasan spiritual seseorang sangat mempengaruhi kecerdasan intelektualnya.

Orang yang tidak cerdas dalam agamanya, pasti tidak bisa menggunakan harta dengan

baik. Entah itu hartanya sendiri atau harta orang lain. Bisa saja karena kepandaiannya, dia

malah bisa menggelapkan harta orang. Ini akan merugikan dirinya sendiri. Kejadian ini tak

akan terjadi bila dia memiliki iman yang kuat dan ibadah yang bagus. Karena orang yang

cenderung berani melanggar hududullah (batasan-batasan Allah), dia akan semakin mudah

berani kepada selain Allah.

Kalau sudah berani meninggalkan shalat, dia akan berani meninggalkan amanah

orang lain. Orang yang amanah kepada Allah, maka biasanya dia amanah kepada orang lain.

Kalau dia memahami dalam melaksankan ritual ibadah ini dengan perasaan diawasi oleh

Allah, maka diharapkan dia waktu transaksi, sosial ekonomi juga bisa menghadirkan

perasaan muraqabatullah.

Menurut Syaikh Mushthafa As-Siba`I, kalau dalam diri kita ada dorongan bermaksiat,

maka ingatlah bahwa kita diawasi oleh Allah. Kalau masih ingin lagi, maka lihatlah akhlak

salafush shalih. Dengan keimanan dan rasa tawadhu’ mereka, mereka masih menangis waktu

membaca Al-Quran dan merasa belum aman dari siksa Allah. Kalau masih ingin lagi, maka

malu-lah bila keburukan kita dilihat orang lain. Kalau masih ingin lagi, maka ingatlah saat itu

kita sudah berubah jadi hewan, karena hewan sudah tidak punya rasa malu lagi.

Salah satu bentuk ujian yang bisa dilakukan seorang wali sebelum menyerahkan

hartanya anak yatim adalah dengan memberikan kesempatan untuk melakukan transaksi

keuangan secara bertahab dan dibawah pengawasannya serta diadakan evaluasi

perkembangan. Sekiranya didapati ia telah dewasa dan mampu melakukan transaksi

keuangan secara mandiri, maka ketika itu wali boleh menyerahkan harta kepada anak yatim.

Sebagaian ulama membagi transaksi bagi anak mumayyiz (yang dapat membedakan

mana yang benar dan mana yang salah) ada 3:

Transaksi yang membawa manfaat bagi anak tersebut tanpa madharat sedikit pun.

Seperti memberi hadiah. Mereka boleh menerima, meski dalam hal penggunaannya

masih harus dibantu wali atau orang tua.

Transaksi yang membawa nilai negatif kepadanya. Misalnya anak tersebut memberi

hadiah kepada orang lain dengan barang yang bukan barangnya. Ini tidak sah. Orang

yang mempunyai barang tersebut berhak mengambil barangnya lagi.

Transaksi yang ada manfaat dan madharatnya seperti jual beli. Kalau sekiranya jual

beli tersebut membawa madharat maka jual beli tidak sah. Kalau pun sah, maka harus

dengan sepengetahuan wali atau orang tua supaya bisa dibenarkan bila salah.

Page 11: Makalah tafsir afriadi

11

Dalam ayat ini terdapat isyarat, pentingnya mendidik anak kita sedini mungkin agar

bisa mengelola keuangan dengan baik dan benar. Dimulai dari memberikannya sedikit demi

sedikit. Bila sekiranya dia melakukan kesalahan, kita harus mengarahkannya. Ini dilakukan

supaya bila dia dewasa nanti, dia tidak akan rugi atau merugikan dirinya sendiri atau

merugikan orang lain.

و م ب ف ا ف ف م فرك رف ف وف لك وف م لف ف م ك Potonganan ayat ini mempergaskan larangan melakukan وف

kedhaliman dalam bentuk apapun terhadap harta anak yatim, baik itu dengan mengkonsumsi

harta anak yatim dengan berlebihan dari standar hak yang boleh ia terima sebagai pengasuh.

Atau membelanjakan untuk keperluan anak yatim tetapi dengan berlebihan jauh dari

kewajaran, atau dengan tergesa-gesa mengambil (tanpa hak) harta anak yatim takut mereka

mencapai dewasa, sehingga harta tersebut tidak lagi dalam kekuasaannya.

تفعم م ني ففلميفلم dan barangsiapa yang berkecukupan, maka hendaknya dia وف ف م ف ف ف

menahan diri dari mengambil harta anak yatim. Seorang wali yang memiliki cukup harta

untuk menutup kebutuhan diri dan keluarganya, hendaknya hanya mengharapkan pahala dari

Allah saja. Dia tidak perlu mengambil harta anak yatim sebagai imbalan atas kerja kerasnya

dalam mengasuh anak yatim tersebut, meski dia berhak untuk itu.

وو عمرك dan barangsiapa yang miskin, maka hendaknya dia makan وف ف م ف ف فف ير ففلميف م كلم ب ام ف

harta anak yatim dengan cara yang baik. Bagaimanakah cara yang baik itu? Cara yang baik

adalah dengan mengambil harta mereka sesuai dengan keperluan anak yatim dan standar

umum gaji seorang pengasuh. Tidak boleh menzhalimi dengan cara mengorupsi harta mereka

atau dengan segala macam bentuk kriminalitas lainnya.

لي حف Dan cukuplah Allah sebagai pengawas” hal ini merupakan ancaman“ وف ف فى ب لل

dan penegasan bahwa apapun yang dilakukan seseorang, pastilah Allah melihatnya dan

mengawasinya. Maka janganlah sampai terbesit dalam diri kita untuk melakukan kedhaliman

terhadap harta anak yatim.

c. Tafsir Ayat (menurut para ahli/ulama)

firman Allah Azza wa jalla,” Jika kamu telah mengetahui ada tanda kedewasaan pada

mereka, maka serahkanlah harta itu kepada mereka.” Para ahli fikih berkata,” jika anak sudah

cakap dalam mengurus kepentingan agama dan dunianya, maka perlindungan terhadapnya

dicabut dan harta yang ada dalam kekuasaan walipun diberikan kepadanya.”

Ahmad meriwayatkan dari Umar bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia

berkata bahwa: ada seorang bertanya kepada rasulullah saw.” Saya tidak punya harta,

sedangkan saya mengurus anak yatim, apa yang harus saya lakukan?” Maka beliau

bersabda,” makanlah dari harta anak yatim yang kamu urus secara tidak berlebihan, tidak

berlebih-lebihan, tidak tergesa-gesa, tidak mengembangkannya sebagai suatu kekayaan, dan

jangan membiarkan hartamu utuh.”

Firman Allah Ta’ala,” jika kamu hendak menyerahkan harta itu kepada mereka,”

yakni setelah balig dan diketahui kedewasaannya, maka serahkanlah harta itu kepada

Page 12: Makalah tafsir afriadi

12

mereka.” Dan hendaklah dipersaksikan kepada anak yatim, jika mereka telah balig dan telah

menerima hartanya agar tidak terjadi pengingkaran atas harta yang telah diambil atau , tidak

mengembangkannya sebagai suatu kekayaan, dan jangan membiarkan hartamu utuh.”

Firman Allah Ta’ala,” jika kamu hendak menyerahkan harta itu kepada mereka,”

yakni setelah balig dan diketahui kedewasaannya, maka serahkanlah harta itu kepada

mereka.” Dan hendaklah dipersaksikan kepada anak yatim, jika mereka telah balig dan telah

menerima hartanya agar tidak terjadi pengingkaran atas harta yang telah diambil atau

diserahkan. Kemudian Allah Ta’ala berfirman,” Cukuplah Allah sebagai pengawas," yakni

sebagai zat yang memperhitungkan, menyaksikan, dan mengawasi perilaku wali. Jadi

serahkanlah harta itu secara utuh tanpa dikurangi. Oleh karena itu, dalam shahih muslim

ditegaskan,” Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda,” Hai Abi Dzar, sesungguhnya aku

melihatmu sebagai orang yang lemah. Saya ingin memberimu apa yang kucintai, jangan

sekali-kali kamu memerintah dua orang dan jangan menganggap enteng pada harta anak

yatim.”

3. Surah An-Nisa ayat 9

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di

belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)

mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka

mengucapkan perkataan yang benar.”(An-Nisa’;9)

a. Sebab Turunnya Ayat

Kita hendaknya takut apabila meninggalkan keturunan yang lemah dan tak memiliki

apa-apa, sehingga mereka tak bisa memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan terlunta-lunta.

Sebagaian pendapat mengatakan bahwa ayat ini turun atas orang yang sedang berada di

samping orang yang akan meninggal, ketika orang yang akan meninggal tadi menulis wasiat

untuk keluarganya. Hendaknya dia bertakwa kepada Allah dengan menuntun orang yang

akan meninggal agar benar dalam memberi wasiat. Jangan sampai dia menggunakan

kesempatan ini untuk mendapatkan harta yang seharusnya milik keturunan orang yang

meninggal. Sebagaimana dia tidak ingin anak turunnya terlunta-lunta, dia juga harus menjaga

agar anak turun orang yang meninggal tadi tidak terlunta-lunta (lih: Ibnu Katsir dan Ibnu Jarir

dalam tafsirnya).

Ada pula yang mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan orang yang

mengurus harta-harta anak yatim. Jadi, sebagaimana orang yang mengurus harta anak yatim

itu tak ingin anak turunnya lemah dan terlunta-lunta, maka dia juga hendaknya

Page 13: Makalah tafsir afriadi

13

memperlakukan anak-anak yatim yang dia urusi dengan baik, sehingga kehidupan masa

depan mereka lebih baik (Ibnu Katsir).

b. Makna Kosa kata

Sebagai orang tua, kita berkewajiban untuk berusaha semaksimal mungkin dalam

mendidik anak kita, tetutama masalah iman, akhlaq, pendidikan, karakter ,ekonomi, dsb.

Sehingga kita tidak meninggalkan keturunan yang lemah. Kita sebagai orang tua harus bisa

menciptakan generasi rabbani yang tangguh dengan menguatkan mereka dari berbagai aspek.

Sehingga mereka layak sebagai generasi yang dibanggakan oleh Rasulullah saw.

lemah. memakai lafal nakiroh atau umum karena lemah itu bisa saja dalam ضعف ف

lebih dari satu bagian. Lemah dari segi kepribadian, akidah, atau materi sehingga ditakutkan

bisa membuatnya kufur.

“ oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah,” dalam

setatus mereka sebagai wali orang lain, artinya yang memperlakukan mereka dalam suasana

taqwa kepada Allah tanpa menghina mereka, mengurus mereka dengan baik dan

mengharuskan mereka agar bertaqwa kepada Allah SWT.

ل ف perkataan yang benar di sini yang dimaksud adalah perkataan yang sesuai قف م

dengan syari’at Allah. Artinya, selain kita diperintahkan untuk menyiapkan generasi yang

tangguh, kita juga diperintahkan agar mampu memberikan teladan yang sesuai dengan

syariat Allah.

c. Tafsir Ayat (pendapat para ahli/ulama)

sebuah pendapat berkata, dialog ini ditujukan kepada orang yang menjenguk

seseorang yang sedang sekarat dan ia berlaku berat sebelah dalam wasiatnya agar orang yang

menjenguk itu memerintahkan kepadanya untuk adil dalam wasiatnya tersebut dan berlaku

sama rata. Dengan firman Allah,: Dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang

benar,” yaitu yang lurus dan sesuai dengan keadilan dan kebaikan, dan bahwasanya mereka

memerintahkan orang yang hendak memberikan wasiat terhadap anak-anaknya dengan

perkara seperti yang mereka sukai dalam bermuamalah terhadap anak-anak mereka setelah

kematian mereka sendiri.

Pendapat lain berkata, yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah para wali orang-orang

yang tidak mampu membelanjakan harta dengan baik dari orang gila, anak kecil dan orang-

orang lemah, agar para wali itu bermuamalah terhadap mereka dalam hal-hal yang

bermanfaat bagi mereka, baik agama maupun dunia mereka sebagaimana mereka

menginginkan mereka bermuamalah terhadap orang-orang yang lemah dan yang datang

setelah mereka dari keturunan mereka.

Page 14: Makalah tafsir afriadi

14

C. Prinsip-prinsip komunikasi yang dapat dipahami dalam surah An-Nisa’ ayat 5,6

dan 9.

Ada banyak prinsip komunikasi dari 3 ayat diatas, diantaranya yaitu:

a. Qaulan Ma’rufa (Perkataan Yang Baik)

Jalaluddin Rahamat menjelaskan bahwa qaulan ma’rufan adalah perkataan yang baik.

Allah menggunakan frase ini ketika berbicara tentang kewajiban orang-orang kaya atau kuat

terhadap orang-orang miskin atau lemah.qaulan ma’rufan berarti pembicaraan yang

bermamfaat memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukan pemecahan

terhadap kesulitan kepada orang lemah, jika kita tidak dapat membantu secara material,kita

harus dapat membantu psikologi.

Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan

kebaikan (maslahat). Sebagai muslim yang beriman,perkataan kita harus terjaga dari

perkataan yang sia-sia, apapun yang kita ucapkan harus selalu mengandung nasehat,

menyejukkan hati bagi orang yang mendengarnya. Jangan sampai kita hanya mencari-cari

kejelekan orang lain, yang hanya bisa mengkritik atau mencari kesalahan orang lain,

memfitnah dan menghasut.

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna

akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai

pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah

kepada mereka Qaulan Ma’rufa –kata-kata yang baik.” (QS An-Nissa :5)

b.Qaulan sadida (perkataan yang benar)

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan

dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)

mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka

mengucapkan Qaulan Sadida –perkataan yang benar” (QS. 4:9)

Sadied menurut bahasa berarti yang benar, tepat. Al-Qosyani menafsirkan Qaulan

Sadida dengan : kata yang lurus (qowiman); kata yang benar (Haqqan); kata yang betul,

correct,tepat (Shawaban). Al-Qasyani berkata bahwa sadad dalam dalam pembicaraan berarti

berkata dengan kejujuran dan dengan kebenaran dari situlah terletak unsur segala

kebahagiaan, dan pangkal dari segala kesempurnaan; karena yang demikian itu berasal dari

kemurnian hati. Dalam lisanul A’rab Ibnu Manzur berkata bahwa kata sadied yang

dihubungkan dengan qaul (perkataan) mengandung arti sebagai sasaran.

Page 15: Makalah tafsir afriadi

15

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas,dapatlah dikatakan bahwa

yang dihubungkan dengan kegiatan penyampaian pesan dakwah adalah model dari

pendekatan bahasa dakwah yang bernuansa persuasife. Moh. Natsir dalam Fiqhud dakwahnya

mengatakan bahwa, Qaulan Sadida adalah perkataan lurus (tidak berbeli-belit), kata yang

benar,keluar dari hati yang suci bersih, dan diucapkan dengan cara demikian rupa, sehingga

tepat mengenai sasaran yang dituju yakni sehingga panggilan dapat sampai mengetuk pintu

akal dan hati mereka yang di hadapi.

Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan

kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau

memanipulasi fakta. Dari segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang

baik dan benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku. Dari segi redaksi, komunikasi Islam

harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku.

Seorang muslim berkata harus benar, jujur tidak berdusta. Karena sekali kita berkata

dusta, selanjutnya kita akan berdusta untuk menutupi dusta kita yang pertama, begitu

seterusnya, sehingga bibir kita pun selalu berbohong tanpa merasa berdosa. Siapapun tak

ingin dibohongi, seorang istri akan sangat sakit hatinya bila ketahuan suaminya berbohong,

begitu juga sebaliknya. Rakyat pun akan murka bila dibohongi pemimpinnya. Juga tidak

kalah penting dalam menyampaikan kebenaran, adalah keberanian untuk bicara tegas, jangan

ragu dan takut, apalagi jelas dasar hukumnya yaitu Al Quran dan hadits.

Page 16: Makalah tafsir afriadi

16

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Betapa indah bahasa yang disampaikan Allah dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an

dapat menggetarkan perasaan dan pendengaran orang yang menyimaknya. Al quran juga

dapat memberikan kewibawaan kepada orang-orang yang membacanya. Namun demikian

tentu saja tidak cukup sampai di sini. Kita harus berupaya untuk bisa menerapkan nilai-nilai

bahasa al quran ini dalam kehidupan sehari-hari. Sikap, tutur kata keseharian harus dijaga dan

dipelihara dengan baik sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam Al-Qur’an. Bagaimana

seharusnya seorang anak bersikap dan bertutur kata terhadap kedua orang tuanya, orang

muda kepada yang lebih dewasa, murid kepada gurunya, dan sebaliknya.

Begitu pula sebagai mahasiswa komunikasi. Kita dituntut untuk menginformasikan

atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga

tidak merekayasa atau memanipulasi fakta. Dari segi redaksi, komunikasi Islam harus

menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku. Dari

segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku,

sesuai kadiah bahasa yang berlaku.

Orang yang belum sempurna akalnya adalah anak yatim yang belum baliq atau orang

dewasa yang tidak dapat mengatur hartanya. Yakni: mengadakan penyelidikan terhadap

mereka tentang keagamaan, usaha-usaha mereka, kelakuan dan lain-lain sampai diketaui

bahwa anak itu dapat dipercayai.

Orang yang tidak cerdas dalam agamanya, pasti tidak bisa menggunakan harta dengan

baik. Entah itu hartanya sendiri atau harta orang lain. Bisa saja karena kepandaiannya, dia

malah bisa menggelapkan harta orang. Ini akan merugikan dirinya sendiri. Kejadian ini tak

akan terjadi bila dia memiliki iman yang kuat dan ibadah yang bagus. Karena orang yang

cenderung berani melanggar hududullah (batasan-batasan Allah), dia akan semakin mudah

berani kepada selain Allah.

Page 17: Makalah tafsir afriadi

17

DAFTAR PUSTAKA

As-Sa’di, Syaikh Abdurahhman bin Nashir as-Sa’di. 2007. Tafsir As-Sa’di. Jakarta: Darul

Haq.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib.1999. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani.

http://mkitasolo.blogspot.com/2011/11/tafsir-surat-nisa-4-ayat-4-5.html