makalah kajian 10 tahun_lc5e_fix

32
KAJIAN PEMBELAJARAN KIMIA 10 TAHUN TERAKHIR “Model Pembelajaran Learning Cycle 5E” MAKALAH Untuk memenuhi tugas matakuliah Problematik Pendidikan Bidang Studi yang dibina oleh Bapak Dr. I Wayan Dasna, M.Ed., M.Si., Ph.D Oleh: Eni Mayasari 130331811068 Lita Novilia 130331811072 Brian Anggriawan 130331811097

Upload: lita-novilia

Post on 18-Jan-2016

63 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

KAJIAN PEMBELAJARAN KIMIA 10 TAHUN TERAKHIR

“Model Pembelajaran Learning Cycle 5E”

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah

Problematik Pendidikan Bidang Studi

yang dibina oleh Bapak Dr. I Wayan Dasna, M.Ed., M.Si., Ph.D

Oleh:

Eni Mayasari 130331811068

Lita Novilia 130331811072

Brian Anggriawan 130331811097

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN KIMIA

September 2014

Page 2: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

1

RINGKASAN

Model pembelajaran Learning Cycle 5E atau siklus belajar 5 fasa

merupakan salah satu model yang berbasis pada padigma pembelajaran

konstruktivistik. Model pembelajaran Learning Cycle 5E memiliki lima

tahapan diantaranya fase engagement, exploration, explanation,

elaboration dan evaluate. Berdasarkan hasil penelitian, penerapan model

Learning Cycle 5E dalam pembelajaran kimia SMA dapat meningkatkan

hasil belajar siswa. Namun kenyataannya, penerapan model Learning

Cycle 5E dalam pembelajaran kimia SMA tidaklah berjalan mulus, banyak

ditemui kendala dan masalah.

Beberapa masalah yang ditemukan adalah siswa membutuhkan

waktu yang lama pada setiap tahapan pembelajaran, terdapat

kesenjangan antara siswa yang berkemampuan tinggi dan

berkemampuan rendah, siswa yang belum terbiasa memahami suatu ilmu

secara mandiri (fase eksplorasi) cenderung putus asa, penilaian autentik

dalam pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E belum berjalan

maksimal, dan evaluasi di tiap tahap Learning Cycle 5E belum

dilaksanakan oleh guru.

Masalah-masalah tersebut perlu dicari alternatif pemecahan

masalahnya agar pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E dapat

berjalan dengan lancar. Beberapa alternatif pemecahan masaah yang

penulis tawarkan diantaranyamengenalkan pembelajaran learning cycle

pada siswa saat membahas konsep yang sederhana terlebih dahulu

dalam pembelajaran learning cycle perlu dibuat kelompok belajar yang

heterogen tingkat kemampuannya. MGMP mata pelajaran kimia

menyusun bersama-sama penilaian autentik berupa penilaian kinerja,

penilaian portofolio, penilaian proyek, dan penilaian tertulis. Jika perlu,

instrumen penilaian yang akan digunakan, divalidasi terlebih dahulu, serta

bersama guru-guru MGMP Kimia membuat instrumen penilaian dan

melaksanakannya di kelas. Pelaksanaan pembelajaran di kelas sebaiknya

dilakukkan dengan peer teaching.

Page 3: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang saling

berhubungan. Kegiatan belajar mengajar dikatakan dapat berjalan dengan

lancar jika terjadi interaksi antara pengajar dengan pebelajar sehingga

dapat mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Salah satu usaha untuk

meningkatkan interaksi antara pengajar dan pebelajar dengan cara

membuat proses belajar mengajar semenarik mungkin. Proses belajar

mengajar akan berlangsung menarik dengan cara menggunakan salah

satu model pembelajaran. Model pembelajaran yang sering digunakan

saat ini adalah model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik.

Learning Cycle merupakan satu diantara model pembelajaran dengan

pendekatan konstruktivistik (Wonorahardjo, 2006: 69).

Langkah-langkah dalam Learning Cycle 5E meliputi lima fase terdiri

dari fase undangan, eksplorasi, penjelasan, penerapan, dan evaluasi.

Kelima fase tersebut ditujukkan dalam gambar di bawah ini.

Engagement Untuk mengetahui apa yang diketahui

oleh siswaExploration

Untuk mengecek apakah pengetahuan

pebelajar sudah benar, salah, atau

setengah salah

Explanation

Menjelaskan, menghubungkan

pemahaman baru dengan pengetahuan

awal

Elaboration Menerapkan

pemahaman baru dalam konteks

berbeda

Evaluation Untuk mengevaluasi pemaha man siswa

dalam konteks baru

Gambar 1. Langkah-langkah pembelajaran learning cycle.

Page 4: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

3

1. Fase Undangan (Engagement)

Fase undangan bertujuan mempersiapkan diri pembelajar agar

terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi

pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui

kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya.

Dalam fase engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) siswa

tentang topik yang akandiajarkan berusaha dibangkitkan dengan

menampilkan fenomena atau pengetahuan baru. Pada fase ini pula siswa

diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari

dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.

2. Fase Eksplorasi (Exploration)

Fase eksplorasi bertujuan untuk mengecek apakah pengetahuan

yang dimiliki pembelajar benar, setengah benar, atau salah. Pada fase ini

pembelajar diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-

kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari pengajar untuk menguji

prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui

kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur.

3. Fase Penjelasan (Explanation)

Dalam fase ini pengajar memberi kesempatan kepada pembelajar

untuk menjelaskan mengapa pengetahuan yang dimiliki pembelajar benar,

setengah benar, atau salah. Pada tahap ini pengajar juga harus

mendorong pembelajar untuk menjelaskan konsep dengan kalimat

mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan

mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini pembelajar menemukan

istilah-istilah dari konsep yang dipelajari.

4. Fase penerapan (Elaboration)

Dalam fase ini pengajar memberi kesempatan kepada pembelajar

untuk menerapkan pemahaman baru mereka pada konteks yang berbeda

melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving.

Page 5: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

4

5. Fase evaluasi (Evaluation)

Pada fase ini dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase

sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman

konsep, atau kompetensi siswa melalui problem solving dalam konteks

baru yang kadang-kadang mendorong siswa melakukan investigasi lebih

lanjut. Fase evaluasi bertujuan untuk melihat apakah tujuan pembelajaran

telah tercapai atau belum dengan cara membandingkan dengan

kompetensi dasar.

Meskipun fase-fase dalam strategi siklus belajar mengalami

penambahan, unsur-unsur dasar dalam siklus belajar tidak berubah.

Unsur-unsur tersebut adalah eksplorasi, pengenalan konsep dan

penerapan konsep. Ketiga unsur dasar strategi siklus belajar tersebut

sesuai dengan teori perkembangan Piaget. Piaget menjelaskan

bagaimana mekanisme terjadinya perkembangan kognitif. Mekanisme

terjadinya perkembangan kognitif menurut Piaget melibatkan proses

disequilibration, asimilasi dan akomodasi. Piaget menjelaskan bahwa

setiap anak memiliki pengetahuan-pengetahuan yang saling berhubungan

dan membentuk stuktur yang disebut skema (schemata). Apabila anak

tersebut menemukan pengetahuan baru dan ternyata tidak sesuai dengan

skema pengetahuan yang dimilikinya, maka dalam diri anak tersebut

terjadi disequlibration. Disequilibration adalah perasaan psikologis yang

tidak mengenakkan yang memaksa individu untuk menyelesaikannya.

Disequilibration dalam bahasa awam disebut dengan “penasaran”.

Disequilibration selalu mendorong siswa untuk melakukan penyesuaian

agar struktur kognitifnya dapat berfungsi dengan efektif dan mencapai

equilibration kembali. Proses tersebut dinamakan adaptasi. Adaptasi

dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi

terjadi bila pengetahuan yang baru hanya untuk memperkaya skema yang

sudah ada. Akomodasi terjadi bila muncul skema-skema yang baru yang

menjadi bagian dari skema yang dimiliki sebelumnya (Hitipeuw, 2009: 96-

101)

Page 6: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

5

Tahap-tahap perkembangan kognitif harus dimunculkan dalam diri

siswa di setiap langkah pembelajaran learning cycle. Pada tahap

engagement, guru harus mampu menciptakan disequibration dalam diri

siswa yang memicu rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan

dipelajarinya. Pada tahap eksplorasi, siswa harus berada dalam tahap

asimilasi pada teori Piaget. Ketika siswa telah menemukan/memahami

konsep, siswa sudah harus berada pada tahap akomodasi teori Piaget.

Pada tahap eksplorasi, siswa diharapkan mampu menjelaskan fenomena

baru tersebut sesuai dengan skema pemahamannya yang baru diadaptasi

pada tahap eksplorasi. Tahap elaborasi dan evaluasi, siswa dapat

menjelaskan fenomena lain dengan struktur kognitif yang dibangunnya

pada tahap-tahap sebelumnya (Iskandar: 2011:48).

Secara umum, tujuan penggunaan model pembelajaran adalah

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang hendak dicapai, termasuk untuk model pembelajaran

Learning Cycle 5E. Model pembelajaran membantu dalam mencapai

tujuan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Satu diantara indikator

tercapainya tujuan pembelajaran adalah keberhasilan siswa belajar.

Slameto (dalam Suwardi, 2012) menyatakan satu diantara faktor eksternal

yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar adalah faktor

sekolah dimana didalamnya termasuk model pembelajaran yang

digunakan guru. Keberhasilan siswa belajar dapat ditinjau dari pencapaian

hasil belajar siswa yang tinggi. Dengan kata lain, penggunaan model

pembelajaran akan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil penelitian, model pembelajaran Learning Cycle 5E

dapat meningkatkan hasil belajar.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa Learning

Cycle 5E merupakan satu diantara model pembelajaran konstruktivistik.

Evaluasi dalam pembelajaran berbasis konstruktivistik merupakan

penilaian autentik, otomatis evaluasi yang diterapkan pada model

pembelajaran Learning Cycle 5E adalah evaluasi yang bersifat autentik

Page 7: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

6

(Nurhasanah, 2010). Asesmen autentik meliputi beberapa penilaian

diantaranya penilaian kerja, penilaian proyek, penilaian portofolio dan

penilaian tertulis (Kemendikbud, 2013). Penilaian kinerja dapat berupa tes

yang terstandardisasi (Wonorahardjo, 2006). Penilaian proyek merupaka

kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan peserta didik

menurut periode tertentu (Kemendikbud, 2013). Penilaian portofolio

merupakan rekaman kegiatan siswa dan juga produknya (Wonorahardjo,

2006), penilaian tertulis biasanya berupa tes tulis uraian atau esai

(Kemendikbud, 2013).

Evaluasi yang dilakukan dalam pembelajaran menggunakan model

Learning Cycle 5E tidak hanya dilakukan pada tahap akhir yaitu tahap

evaluation, namun dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.

Iskandar (2011: 154) menyatakan bahwa evaluasi harus terjadi sepanjang

pengalaman belajar. Evaluasi pada tahap engagement dapat berupa pra-

asesmen (pretes), pembuatan peta konsep, pertanyaan lisan maupun

tulis. Evaluasi pada tahap explore dilakukan dengan pengamatan

keterampilan proses siswa selama pembelajaran, penilaian yang

dilakukan dapat berupa penilaian kinerja.

Evaluasi pada tahap explain difokuskan pada proses yang

dilakukan siswa selama pembelajaran mengenai bagaimana siswa

menggunakan informasi yang telah mereka kumpulkan, bagaimana

mereka memunculkan ide-ide baru. Penilaian dapat dilakukan guru

dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. Evaluasi yang

dilakukan pada tahap elaborate dapat dilakukan melalui penilaian sumatif

yang berupa proyek pemecahan masalah, proyek lanjutan, maupun

portofolio. Evaluasi yang dilakukan pada tahap terakhir (evaluation)

merupakan evaluasi untuk keseluruhan tahap pada pembelajaran

menggunakan model Learning Cycle 5E dan mengevaluasi juga apakah

tujuan pembelajaran telah tercapai atau belum. Pada tahap akhir ini juga

dilakukan penilaian tertulis berupa tes formatif dan sumatif (Crowther dkk,

1995). Evaluasi selama pembelajaran menggunakan model Learning

Page 8: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

7

Cycle 5E dapat dilakukan melalui evaluasi keterampilan kognitif, evaluasi

psikomotor, dan evaluasi sikap (Nurhasanah, 2010). Namun tidak

menutup kemungkinan untuk dilakukan evaluasi pada aspek lannya,

seperti keterampilan proses, keterlaksanaan pembelajaran, keterampilan

sosial dan karakter, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan

berpikir tingkat tinggi siswa, keterampilan berpikir kreatif, motivasi siswa

dan lain sebagainya.

Berikut ini merupakan beberapa penelitian terkait dengan

pembelajaran menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E

terkait dengan evaluasi yang dilakukan. Adam (2013) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa evaluasi pada pembelajaran dengan model Learning

Cycle 5E dapat dilakukan melalui tes kognitif, lembar pengamatan diskusi

untuk menilai proses diskusi, dan lembar pengamatan keterampilan

perilaku untuk mengamati aspek afektif siswa.

Eronika (2012) menjelaskan dalam penelitiannya mengenai

evaluasi dalam penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E,

diantaranya dilakukan melalui evaluasi kognitif berupa soal tes, evaluasi

karakter (jujur, kerja sama, berani, bertanggung jawab, dan cermat) dan

keterampilan sosial (bertanya,menyumbangkan ide atau pendapat,

menjadi pendengar yang baik, dam kemampuan berkomunikasi) melalui

rubrik penilaian afektif.

Berdasarkan dua penelitian tersebut dapat diketahui bahwa

evaluasi yang dilakukan sebatas penilaian aspek kognitif, afektif dan

psikomotor. Penelitian Adam menambahkan satu jenis penilaian proses

diskusi siswa dalam pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E,

sedangkan Eronika tidak hanya menilai aspek kognitif siswa namun juga

melakukan penilaian karakter dan keterampilan sosial.

Berdasarkan kedua penelitian tersebut dapat diketahui bahwa

keduanya tidak melakukan evaluasi di tiap tahap Learning Cycle 5E, dan

belum melakukan penilaian autentik sepenuhnya dalam pembelajaran

berbasis konstrutivistik, seperti pada model pembelajaran Learning Cycle

Page 9: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

8

5E. Tidak dilakukannya penilaian siswa pada tiap tahap Learning Cycle 5E

dan belum dilakukannya penilaian autentik sepenuhnya dapat

menimbulkan permasalahan diantaranya, guru tidak dapat mengontrol

sejauh mana siswa dapat mengembangkan keterampilan prosesnya,

keterampilan dalam memecahkan masalah serta guru tidak akan

mengetahui apakah tujuan pembelajaran telah tercapai atau belum.

Selain itu, diperlukannya evaluasi secara menyeluruh dan

berkesinambungan juga dapat membantu guru untuk mengevaluasi

pembelajarannya di kelas. Beberapa permasalahan yang muncul tersebut

dapat diatasi dengan beberapa solusi yang akan dijelaskan pada bagian

pembahasan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah untuk

makalah ini diantaranya:

1. Bagaimanakah keterlaksanaan pembelajaran dengan model Learning

Cycle 5E pada pelajaran kimia SMA selama 10 tahun terakhir?

2. Apa sajakan permasalahan yang terjadi terkait pembelajaran dengan

model Learning Cycle 5E pada pelajaran kimia SMA selama 10 tahun

terakhir?

3. Bagaimanakah solusi yang diberikan untuk mengatasi permasalan

pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E pada pelajaran kimia

SMA selama 10 tahun terakhir?

Page 10: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

9

BAB II

PEMBAHASAN

A. KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN DENGAN MODEL

LEARNING CYCLE 5E DALAM PEMBELAJARAN KIMIA SMA

Pelaksanaan pembelajaran learning cycle sebagian besar telah

sesuai dengan sintak bakunya Hal ini disebabkan RPP learning cycle

yang ditelaah adalah RPP para mahasiswa yang telah dibina oleh dosen

pembimbing masing-masing saat penelitian skripsi. Ketidak sesuaian

pelaksanaan pembelajaran learning cycle selama 10 tahun terkhir dengan

sintak baku adalah sebagai berikut.

1. Contoh masalah yang digunakan guru untuk mengakses pengetahuan

yang dimiliki siswa terkadang tidak tepat. Misalnya, saat

membelajarkan siswa tentang konsep pereaksi pembatas tahap

engagement, guru memberi contoh “Ani mempunyai 2 potong roti,

sedangkan Ana mempunyai 5 potong roti. Siapakah yang menjadi

pereaksi pembatas?”. Contoh masalah yang dikemukakan guru

tersebut kurang tepat, karena tidak ada interaksi dan aturan saat

berikteraksi antara tokoh Ani dan Ana. Sedangkan dalam menentukan

pereaksi pembatas, harus jelas interaksi antara kedua zat yang

bereaksi, misalnya 2 molekul H2 bereaksi dengan 1 molekul O2

membentuk 2 molekul H2O. Contoh yang lebih tepat digunakan oleh

guru dalam tahap engagement adalah, “Terdapat 5 penari laki-laki dan

8 penari perempuan. Dalam latihan, para penari haru membentuk

kelompok yang terdiri dari 1 penari laki-laki dan penari perempuan.

Terdapat berapa kelompok tari yang terbentuk saat latihan? Penari

manakah yang tidak memiliki grup (tersisa), laki-laki atau perempuan?

Penari manakah yang membatasi pembentukan kelompok (pereaksi

pembatas), laki-laki atau perempuan? Lalu bagaimana bila 10 mol H2

direksikan dengan 8 mol O2, zat manakah yang tersisa? Zat manakah

yang menjadi pereaksi pembatas?”.Kunci untuk mengatasi

Page 11: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

10

pemasalahan tersebut adalah pemahaman guru sendiri tentang suatu

konsep.

2. Pertanyaan yang dilontarkan guru pada tahap engagementterkadang

kurang menimbulkan disequilibration dan rasa ingin tahu siswa.

Misalnya saat membelajarkan siswa tentang konsep hidrolisis garam

tahap engagement, guru hanya melontarkan pertanyaan, “Apa yang

kalian ketahui tentang hidrolisis?”. Contoh pertanyaan yang lebih tepat

adalah, “Sebutkan beberapa contoh garam yang kalian ketahui?

Menurut kalian, berapakah pH dari larutan NaCl? Lalu berapakah pH

larutan (NH4)2SO4? Bila asam, bagaimanakah konsentrasi ion H+

dalam larutan (NH4)2SO4? Dari manakah ion H+ berasal?”. Siswa akan

lebih tertarik bila guru melakukan suatu demonstrasi uji keasaman

larutan garam dengan kertas lakmusdimana beberapa siswa terlibat

melakukannya. Dengan demonstrasi serta pertanyaan demikian akan

dapat membuat siswa penasaran untuk mempelajari hidrolisis garam.

Kunci untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah kreatifitas guru

dalam menampilkan konsep baru dengan pengetahuan yang dimiliki

siswa dan memicu disequilibration dalam diri siswa.

3. LKS yang disiapkan guru untuk siswa terkadang hanya berisi modul

percobaan untuk langkah eksplorasi dan soal-soal latihan untuk

langkah elaborasi saja, tidak menuliskansemua langkah dalam

learning cyclesecara lengkap. Seharusnya LKS berisi semua kegiatan

siswa mulai dari engagement sampai elaborasi, sedangkan evaluasi

biasanya diberikan sesaat sebelum kuis.

a) Fase engagement dapat berisi materi pengantar/fenomena dalam

kehidupansehari-hari yang berhubungan dengan topik yang akan

disampaikan melaluikegiatan praktikum dan pertanyaan pengantar

yang bertujuan untuk menarikperhatian siswa, membangkitkan

rasa ingin tahu siswa terhadap materi yangdipelajari, serta

mengarahkan siswa pada materi yang akan disampaikan melalui

kegiatan praktikum.

Page 12: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

11

b) Fase explorasi dapat berisi rumusan masalah yangsudah

diberikan, kolom hipotesis yang harus diisi sendiri oleh siswa,

langkahpercobaan yang dibuat acak dan harus diurutkan dengan

benar oleh siswa,kolom alat dan bahan yang harus diisi sendiri

oleh siswa, pelaksanaanpercobaan, serta tabel data hasil

pengamatan.

c) Fase eksplanasi dapat berisi soal-soalanalisis data dan

kesimpulan yang dapat mengarahkan dan membimbing

siswauntuk menemukan konsep/pengetahuan baru melalui

kegiatan praktikum.

d) Fase elaborasi dapat berisi pertanyaan-pertanyaan pengayaan

yang sesuai denganmateri dalam praktikum dan berkaitan dengan

fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

e) Fase evaluasi berisi soal uji pemahaman yangbertujuan untuk

mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari

melalui kegiatan praktikum.

4. Guru bersama-sama dengan siswa menarik kesimpulan setelah siswa

mengerjakan kuis (tahap evaluasi). Seharusnya guru bersama siswa

menarik kesimpulan disaat akhir tahap elaborasi. Hal ini bertujuan

agar siswa memiliki pemahaman yang mantap terhadap suatu

konsep, barulah menguji pemahaman siswa pada tahap evaluasi. Bila

dikaitkan dengan teori Piaget, tahap elaborasi harus dipastikan bahwa

siswa telah mengorganisasikan pengetahuannya dengan strukutur

yang mantap. Hal tersebut dapat dilihat dengan bagaimana siswa

membuat kesimpulan tentang konsep yang baru saja dipahaminya.

Seperti yang telah disampaikan pada bab pendahuluan bahwa

model pembelajaran Learning Cycle 5E dapat meningkatkan hasil belajar.

Berikut beberapa penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran

learning cycle 5E memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Oktari dkk (2014) dalam penelitiannya menyatakan terdapat perbedaan

Page 13: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

12

hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran learning cycle

5E dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran

konvensional. Hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model

pembelajaran learning cycle 5E lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa

yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional.

Solihin dkk (2013) menyatakan bahwa penerapan model

pembelajaran learning cycle 5E efektif meningkatkan hasil belajar siswa.

Penelitian Sari dkk (2013) menunjukkan bahwa model pembelajaran

learning cycle dapat meningkatkan kualitas hasil belajar pada materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1

Kartasura. Kholis (2013) menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan

hasil belajar kimia pada kelompok yang dibelajarkan dengan

menggunakan model pembelajaran learning cycle dan model

pembelajaran STAD. Hasil belajar siswa yan dibelajarkan dengan model

pembelajaran learning cycle lebih baik daripada siswa yang dibelajarkan

dengan model pembelajaran STAD. Serta penelitian Susanti dkk (2012)

menunjukkan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

learning cycle 5E memiliki rata-rata hasil belajar lebih tinggi daripada

siswa yang diajar dengan model pembelajaran ekspositori.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa learning

cycle 5E dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Learning Cycle

merupakan upaya untuk memberikan pengalaman bagi siswa

untuk dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus

dicapai dengan cara berperan aktif (Widhy, 2012). Dengan

demikian, selain dapat meningkatkan hasil belajar, model pembelajaran

learning cycle juga dapat meningkatkan keaktifan dan motivasi belajar

siswa selama proses pembelajaran sehingga kualitas proses

pembelajaran meningkat. Sari (2013) menyatakan bahwa penggunaan

model pembelajaran learning cycle dapat meningkatkan kualitas proses

belajar pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan siswa kelas XI IPA 2

SMA Negeri 1 Kartasura. Sejalan dengan itu, hasil penelitian Solihin dkk

Page 14: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

13

(2013) menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran learning

cycle 5E efektif meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Lebih lanjut

lagi, Solihin dkk (2013) menjelaskan bahwa penerapan model

pembelajaran learning cycle 5E dapat meningkatkan kemampuan berpikir

tingkat tinggi siswa yang berkemampuan awal tinggi maupun

berkemampuan awal rendah. Dengan demikian, model pembelajaran

learning cycle 5E tidak hanya membantu siswa yang berkemampuan

tinggi tetapi juga siswa berkemampuan rendah sehingga cocok digunakan

pada kelas-kelas yang siswanya memiliki kemampuan awal yang

keheterogen.

Pada model pembelajaran Learning Cycle 5E, evaluasi tidak hanya

dilakukan pada tahap evaluation saja, namun sepanjang pembelajaran

menggunakan model Learning Cycle 5E berlangsung. Hal ini diperkuat

pendapat Nurhasanah (2010) yang menyatakan bahwa evaluasi Learning

Cycle 5E harus dilakukan secara berkesinambungan, tidak hanya pada

akhir satuan pembelajaran, tetapi sepanjang proses pembelajaran.

Evaluasi pada pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E dilakukan

dengan asesmen autentik.

Namun pada kenyataannya, tidak semua evaluasi untuk model

pembelajaran Learning Cycle 5E dilakukan dengan semestinya. Penelitian

Sholihin (2010) menyatakan bahwa penilaian yang dilakukan berupa

penilaian kognitif menggunakan lembar tes, kuis individu, dan penulisan

laporan percobaan, untuk penilaian psikomotor dilakukan dengan lembar

observasi praktikum, lembar observasi kegiatan diskusi dan kegiatan

presentasi juga digunakan untuk menilai keterlaksanaan model

pembelajaran Learning Cycle 5E. Selain itu, Sholhin juga melakukan

penialian berpikir tingkat tinggi. Penilaian yang dilakukan Sholihin sudah

cukup lengkap namun penilaian belum dilakukan dalam setiap tahap

model pembelajaran Learning Cycle 5E. berupa penilaian kinerja,

penilaian proyek, dan penilaian portofolio belum dilakukan.

Page 15: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

14

Penelitian Sari dkk (2013) menjelaskan bahwa evaluasi dilakukan

terkait tiga aspek siswa yaitu aspek kognitif afektif, dan psikomotor. Sari

juga melakukan evaluasi terhadap keaktifan siswa selama proses

pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E menggunakan potrofolio.

Evaluasi yang dilakukan sudah menyangkut dua macam penilaian autentik

yaitu penilaian tertulis dan penilaian partofolio, namun penilaian pada tiap

bagian model Learning Cycle 5E belum dilakukan.

Hardiyasa dkk (2014) dalam penelitiannya mengenai pengaruh

model Learning Cycle 5E terhadap keterampilan berpikir kreatif dan

motivasi berprestasi siswa. Dalam penelitiannya, Hardiyasa dkk

menjelaskan bahwa penilaian dilakukan melalui tes (pretes, postes,

keterampilan berpikir kreatif), dan pengisian kuesioner motivasi

berprestasi. Evaluasi yang dilakukan baru memenuhi satu jenis penilaian

autentik yaitu penilaian tertulis, selain itu evaluasi belum dilakukan di

setiap tahap model pembelajaran Learning Cycle 5E.

Berdasarkan beberapa fakta berupa penelitian terkait, dapat diketahui

bahwa penilaian autentik belum dilakukan sepenuhnya, selain itu penialain

pada setiap tahap model Learning Cycle 5E belum dilakukan.

B. PERMASALAHAN PADA PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN

MODEL LEARNING CYCLE 5E

Kendala yang dihadapi guru dalam menerapkan pembelajaran

learning cycle adalah sebagai berikut.

1. Siswa membutuhkan waktu yang lama pada setiap tahapan

pembelajaran.

2. Terdapat kesenjangan antara siswa yang berkemampuan tinggi dan

berkemampuan rendah.

3. Siswa yang belum terbiasa memahami suatu ilmu secara mandiri

(fase eksplorasi) cenderung putus asa.

4. Penilaian autentik dalam pembelajaran dengan model Learning Cycle

5E belum berjalan maksimal.

Page 16: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

15

5. Evaluasi di tiap tahap Learning Cycle 5E belum dilaksanakan oleh

guru.

C. SOLUSI UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN PADA

PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL LEARNING CYCLE 5E

Beberapa permasalahan yang telah disampaikan pada subbab

sebelumnya akan dicari alternatif pemecahan masalahnya. Meskipun

belum sepenuhnya dapat menghilangkan permasalahan yang ada,

setidaknya langkah meminimalisir permasalahan dalam pembelajaran

dengan model Learning Cycle 5E perlu dilakukan. Berikut ini merupakan

beberapa alternatif pemecahan masalah yang disarankan oleh penulis:

1. Mengenalkan pembelajaran learning cycle pada siswa saat

membahas konsep yang sederhana terlebih dahulu. Misalnya, pada

materi tatanama senyawa biner (kelas X), tatanama senyawa

hidrokarbon (kelas XII), penurunan titik beku dan kenaikan titik didih

(kelas XII). Hal yang perlu ditekankan dalam pembelajaran ini adalah

apa yang harus mereka lakukan pada setiap langkah pembelajaran

dalam learning cycle. Kunci sukses agar siswa dapat belajar dengan

learning cycle adalah membelajarkan dan membiasakan siswa

bagaimana belajar mandiri, yaitu pada langkah eksplorasi. Disinilah

tugas guru untuk meningkatkan kreatifitas membuat pertanyaan

pengiring dan penggugah motivasi siswa untuk mencari tahu.

2. Salah satu faktor penyebab terjadinya kesenjangan antara siswa yang

berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah adalah siswa yang

berkemampuan tinggi telah memiliki skema konsep yang utuh dan

ketrampilan belajar mandiri, sedangkan siswa yang berkemampuan

rendah cenderung memiliki skema konsep yang tidak utuh belajar

dengan diberi tahu. Keterampilan belajar mandiri antara lain

memahami apa yang harus dipelajari dan tahu dimana dan

bagaimana dia mencari jawabannya. Misalnya, saat siswa belajar

tentang fenomena penurunan tekanan uap, maka siswa harus

memiliki pemahaman tentang gaya antar molekul. Bila lupa, siswa

Page 17: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

16

yang berkemampuan tinggi cenderung cekatan untuk menentukan

sumber belajar guna mempelajari ulang tentang senyawa kovalen dan

ionik serta gaya antarmolekul. Sedangkan siswa berkemampuan

rendah sering kali tidak tahu apa yang harus ia pelajari terlebih

dahulu. Oleh karena itu, dalam pembelajaran learning cycle perlu

dibuat kelompok belajar yang heterogen tingkat kemampuannya.

Harapannya adalah terjadi interaksi sosial antara siswa

berkemampuan rendah dengan yang tinggi, serta menumbuhkan

sikap saling menghargai dan bekerja sama antara siswa. Lalu pada

tahap eksplanasi, guru hendaknya cenderung memberi kesempatan

pada siswa yang berkemampuan rendah untuk maju dan menjelaskan

3. Penilaian autentik dalam pembelajaran dengan model pembelajaran

Learning Cycle 5E dapat dilakukan secara terus menerus dan

berkesinambungan yaitu dengan cara guru-guru kimia dalam satu

MGMP menyusun bersama-sama penilaian autentik berupa penilaian

kinerja, penilaian portofolio, penilaian proyek, dan penilaian tertulis.

Jika perlu, instrumen penilaian yang akan digunakan, divalidasi

terlebih dahulu.

4. Penilaian pada tiap tahap model Learning Cycle 5E menurut guru

terlalu repot untuk dilakukan karena harus menilai siswa di setiap

tahapan model Learning Cycle 5E. Namun sebaiknya penilaian

tersebut tetap dilaksanakan agar, guru dapat mengontrol sejauh mana

siswa dapat mengembangkan keterampilan prosesnya, keterampilan

dalam memecahkan masalah serta guru tidak akan mengetahui

apakah tujuan pembelajaran telah tercapai atau belum. Pemecahan

masalah untuk permasalahan ini tidak jauh berbeda dengan

permasalahan sebelumnya. Bersama guru-guru MGMP membuat

instrumen penilaian dan melaksanakannya di kelas. Pelaksanaan

pembelajaran di kelas sebaiknya dilakukkan dengan peer teaching. Di

saat seorang guru sedang mengajar, maka guru yang lain mengamati

Page 18: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

17

siswa sambil melakukan penilaian di tiap tahap model Learning Cycle

5E.

Page 19: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

18

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan mengenai keterlaksaaan, beberapa

permasalahan serta alternatif pemecahan masalah, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan, diantaranya:

1. Keterlaksanaan pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E dapat

dilihat dari beberapa fakta yang ada di lapangan, diantaranya model

Learning Cycle 5E dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu

fakta-fakta lain seperti contoh masalah yang digunakan guru untuk

mengakses pengetahuan yang dimiliki siswa terkadang tidak tepat,

pertanyaan yang dilontarkan guru pada tahap engagementterkadang

kurang menimbulkan disequilibration dan rasa ingin tahu siswa, LKS

yang disiapkan guru untuk siswa terkadang hanya berisi modul

percobaan untuk langkah eksplorasi dan soal-soal latihan untuk

langkah elaborasi saja, tidak menuliskansemua langkah dalam learning

cyclesecara lengkap, guru bersama-sama dengan siswa menarik

kesimpulan setelah siswa mengerjakan kuis (tahap evaluasi).

Seharusnya guru bersama siswa menarik kesimpulan disaat akhir

tahap elaborasi, penilaian hanya dilakukan terhadap tiga aspek yaitu

aspek kognitif, afektif dan psikomotor, dan sering kali penilaian hanya

dilakukan di akhir pembelajaran.

2. Masalah-masalah yang ditemukan dalam penerapan pembelajaran

dengan model Learning Cycle 5E diantaranya siswa membutuhkan

waktu yang lama pada setiap tahapan pembelajaran, terdapat

kesenjangan antara siswa yang berkemampuan tinggi dan

berkemampuan rendah, siswa yang belum terbiasa memahami suatu

ilmu secara mandiri (fase eksplorasi) cenderung putus asa, penilaian

autentik dalam pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E belum

Page 20: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

19

berjalan maksimal, dan evaluasi di tiap tahap Learning Cycle 5E belum

dilaksanakan oleh guru.

3. Beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan

diantaranya mengenalkan pembelajaran learning cycle pada siswa saat

membahas konsep yang sederhana terlebih dahulu, dalam

pembelajaran learning cycle perlu dibuat kelompok belajar yang

heterogen tingkat kemampuannya, MGMP mata pelajaran kimia

menyusun bersama-sama penilaian autentik berupa penilaian kinerja,

penilaian portofolio, penilaian proyek, dan penilaian tertulis. Jika perlu,

instrumen penilaian yang akan digunakan, divalidasi terlebih dahulu,

serta bersama guru-guru MGMP Kimia membuat instrumen penilaian

dan melaksanakannya di kelas. Pelaksanaan pembelajaran di kelas

sebaiknya dilakukkan dengan peer teaching.

Page 21: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

20

DAFTAR RUJUKAN

Adam, Febriana. 2013. Perbedaan Hasil Belajar Materi Hidrokarbon pada

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase dan

Learning Cycle 5E-Resiproc al Teaching bagi Siswa Kelas X MAN

Malang 1. Skirpsi tidak diterbitkan. FMIPA: UM.

Crowther, David T. 1995. Learning Cycle-5E Model and Lesson Design.

(Online), (http://wolfweb.unr.edu /homepage/crowther/opchem/l

earningcycle.pdf), diakses18 Septermber 2014.

Eronika, Shabrina., Aman Santoso., dan Tri Maryani 2012. Pengaruh

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle Fase Terhadap

Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Satu Tahun Ajaran

2012 / 2013 Pada Materi Stoikiometri. Jurnal Online Universitas

Negeri Malang, (Online),

(

http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5857F28F597FB9754

871E1A6FB40A717.pdf), diakses 18 September 2014.

Hardiyasa, I. Made., Ketut Suma., I. Wayan Sadia. 2014. Pengaruh Model

Siklus Belajar 5E terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif dan

Motivasi Berprestasi Siswa. Jurnal Pendidikan IPA Universitas

Ganesha Vo. 4, (Online).,

(pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_ipa/article),

diakses 18 September 2014.

Iskandar, Srini M. 2011. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis

Konstruktivis. Malang: Bayu Media.

Kemendikbud. 2013. Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil

Belajar. Jakarta: Badan Pengembangan SDM dan Kebudayaan dan

Penjaminan Mutu Pendidikan Kemendikbud.

Kholis, M. N. 2013. Pengaruh Pembelajaran Kimia Menggunakan Model

Learning Cycle dan Model STAD Terhadap Hasil Belajar Ditinjau

Page 22: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

21

dari Kreatifitas Siswa Pada Siswa Kelas XII IPA SMA N Kabupaten

Kudus. Tesis. Universitas Sebelas Maret. (Online)

(http://eprints.uns.ac.id/10957/) diakses pada 19 September 2014.

Nurhasanah. 2012. Pembelajaran Biologi Siklus Belajar. (Online),

(http://gurupintar.ut.ac.id/114 -pembelajaran-biologi-model siklus-

belajar.html), diakses 20 September 2014.

Oktari, M., Erlina &Sartika, R.P. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran

Siklus Belajar 5E Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA. Jurnal

Pendidikan dan Pembelajaran.Vol. 3. No. 8. (Online)

(http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/6726) diakses

pada 19 September 2014.

Sari, S.D.C., Mulyani, B. & Utami, B. 2013. Penerapan Siklus Belajar 5E

(Learning Cycle 5E) dengan Penilaian Portofolio Untu

Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Pada Materi

Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Kelas XI IPA 2 SMA N 1

Kartasura Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Kimia.

Vol. 2. No. 1:1-6.

Sholihin, Imam., Srini Murtinah Iskandar., I. Wayan Dasna. 2010.

Keefektifan Model Pembelajaran Inkuiri Terbuka dan Learning

Cycle dalam Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kimia

Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bontang. Bunga Rampai Penelitian

Pendidikan Kimia Jilid 1: 83-106.

Susanti, R. Y., Maryami, T. & Muntholib. 2012. Pengaruh Penerapan

Model Pembelajaran Learning Cycle Fase 5 (LC 5E) Terhadap

Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA Pada Materi Termikimia di SMA N

2 Malang. Jurnal Pendidikan Kimia. Vol.1. No.1. (Online)

(http://jurnal-online.um.ac.id/article/do/detail-article/1/37/391)

diakses pada 19 September.

Suwardi, D. R. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Siswa Kompetensi Dasar Ayat Jurnal Penyesuaian Mata Pelajaran

Akuntansi Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 BAE Kudus. Economic

Page 23: Makalah Kajian 10 Tahun_lc5e_fix

22

Education Analysis Journal. Vol. 1, No. 2. (Online)

(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/eeaj/article/view/667).

diakses pada 19 September 2014.

Widhy, Purwanti. 2012. Learning Cycle Sebagai Upaya Menciptakan

Pembelajaran Sains yang Bermakna. Makalah disajikan dalam

Seminar Nasional Penelitian Pendidikan dan Penerapan MIPA,

Fakultas MIPA UNY, Yogjakarta, 2 Juni.

Wonorahardjo, Surjani., Editor: I. Wayan Dasna dan Sutrisno. 2006.

Model-model Pembelajaran Konstruktivistik dalam Pembelajaran

Sains Kimia. Malang: Jurusan Kimia UM.

Wulandari, Kartika. 2013. Pengaruh Learning Cycle dengan

Multirepresentasi Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Ditinjau dari Penugasan Konsep Fisika Siswa Kelas X SMAN 4

Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM.