makalah en edema paru.docx

50
25 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Flick, 2000, Hollenberg, 2003, Nedrastuti dan Soetomo, 2010). Edema paru akut merupakan keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Meskipun edema paru kadang-kadang bisa berakibat fatal (Mayo, 2011). Edema paru adalah salah satu kondisi kegawatan yang tersering dan sangat mengancam jiwa. Penatalaksanaan yang agresif harus segera dilakukan setelah dicurigai diagnosis edema paru. Tanda dan gejala yang tampak adalah representasi perpindahan cairan dari kompartemen intravaskular ke dalam jaringan interstisial dan selanjutnya ke dalam alveoli. Kelainan kardiak dan nonkardiak dapat menyebabkan edema paru sehingga kita harus mengetahui kondisi dasar yang mencetuskan edema paru agar penatalaksanaan yang dilakukan tepat dan berhasil. Kadang masalahnya kompleks

Upload: wahyuni-jayanti

Post on 05-Feb-2016

379 views

Category:

Documents


56 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah EN EDEMA PARU.docx

25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke

ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada

keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler

endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke

pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Flick, 2000,

Hollenberg, 2003, Nedrastuti dan Soetomo, 2010). Edema paru akut merupakan keadaan

darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Meskipun edema paru kadang-

kadang bisa berakibat fatal (Mayo, 2011).

Edema paru adalah salah satu kondisi kegawatan yang tersering dan sangat

mengancam jiwa. Penatalaksanaan yang agresif harus segera dilakukan setelah dicurigai

diagnosis edema paru. Tanda dan gejala yang tampak adalah representasi perpindahan

cairan dari kompartemen intravaskular ke dalam jaringan interstisial dan selanjutnya ke

dalam alveoli. Kelainan kardiak dan nonkardiak dapat menyebabkan edema paru

sehingga kita harus mengetahui kondisi dasar yang mencetuskan edema paru agar

penatalaksanaan yang dilakukan tepat dan berhasil. Kadang masalahnya kompleks

karena pada pasien selain terdapat problem kardiak sekaligus terdapat juga problem

nonkardiak (Subagyo, 2013).

Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar

jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik). Angka kematian edema paru akut

karena infark miokard akut mencapai 38–57% sedangkan karena gagal jantung mencapai

30% (Haas, 2002, Nedrastuti dan Soetomo, 2010). Pengetahuan dan penanganan yang

tepat pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita. Penanganan yang

rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang terjadi (Alpert, 2002,

Nedrastuti dan Soetomo, 2010).

1

Page 2: Makalah EN EDEMA PARU.docx

26

Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi

cairan dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia, paparan racun dan

obat-obatan tertentu, dan berolahraga atau tinggal pada ketinggian tinggi (Mayo, 2011).

Kondisi klien dapat diperbaiki ketika klien menerima pengobatan yang tepat, bersama

dengan pengobatan untuk masalah yang mendasar untuk pengobatan edema paru akut,

pengobatan pada edema paru akut bervariasi tergantung pada penyebabnya, tetapi

umumnya termasuk oksigen dan obat-obatan (Mayo, 2011).

Berdasarkan latar belakang di atas penyusun ingin menbahas tentang konsep

asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan edema paru akut.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan

edema paru akut?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan edema

paru akut

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian edema paru akut

2. Mengetahui etiologi edema paru akut

3. Mengetahui faktor resiko edema paru akut

4. Mengetahui patofisiologi edema paru akut

5. Mengetahui manifestasi klinis edema paru akut

6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik edema paru akut

7. Mengetahui penatalaksanaan edema paru akut

8. Mengetahui pencegahan edema paru akut

9. Mengetahui komplikasi edema paru akut

Page 3: Makalah EN EDEMA PARU.docx

27

10. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat pada klien

edema paru akut

1.4 Manfaat

1.4.1 Akademi

Menambah wawasan para akademisi, khususnya mahasiswa keperawatan,

serta menambah literatur pembelajaran tentang asuhan keperawatan gawat

darurat pada klien dengan edema paru akut.

1.4.2 Praktek Klinik

Mengetahui serta dapat menerapkan asuhan keperawatan gawat darurat

pada klien dengan edema paru akut dengan tepat.

Page 4: Makalah EN EDEMA PARU.docx

28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan

dengan sistem peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang bernapas dengan udara. Istilah

kedokteran yang berhubungan dengan paru-paru sering mulai di pulmo, dari kata Latin

pulmonesuntuk paru-paru.Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan

manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Didalam paru-paru terjadi

proses pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen,

sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang

akan dibawa ke paru-paru.(Guyton and Hall, 2007)

Organ paru-paru memiliki tube bronkial atau bronchi, yang bercabang-cabang dan

ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang dikelilingi kapiler yang berisi

darah. Di sini oksigen dari udara berdifusi ke dalam darah, dan kemudian dibawa oleh

hemoglobin. Darah terdeoksigenisasi dari jantung mencapai paru-paru melalui arteri paru-

paru dan, setelah dioksigenisasi, beredar kembali melalui vena paru-paru.(Guyton and Hall,

2007)

Secara fungsional paru-paru dibagi menjadi dua, yaitu lobus kanan dengan tiga

gelambir dan lobuskiri dengan dua gelambir. Seperti gambar yang ditampilkan dibawah

ini :

Page 5: Makalah EN EDEMA PARU.docx

29

Gambar 1.Anatomi paru-paru manusia.

2.2 Definisi

Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di

ekstravaskuler dalam paru (Muttaqin, 2012).

            Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penimbunan cairan serosa atau

serosanguinosa yang berlebihan dalam ruang interstisial dan alveolus paru (Sylvia

Price ,2006)

Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke

ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada

keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler

endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke

pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Hollenberg,

2003, Nendrastuti & Soetomo, 2010).

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud

dengan edema paru akut adalah akumulasi cairan tidak normal dalam ruang ekstra

vaskuler dan jaringan pada paru–paru, dimana hal tersebut dapat terjadi karena penyakit

jantung maupun penyakit di luar jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik).

Page 6: Makalah EN EDEMA PARU.docx

30

2.3 Etiologi

Walaupun lebih mudah mengelompokkan edema paru menjadi kardiogenik dan

nonkardiogenik namun pengelompokan tersebut tidak benar-benar tegas. Ada tumpang

tindih pada penampilan klinis, patofisiologi dan tatalaksana kedua kelompok edema paru

tersebut. (Kidess, 1995; Subagiyo, 2012) membagi edema paru berdasarkan penyebabnya

sebagai berikut :

1. Edema paru kardiogenik (hidrostatik),

2. Edema paru nonkardiogenik (permeability),

3. Edema paru campuran atau patogenesisnya belum diketahui

- Edema paru karena ketinggian (high-altitude pulmonary edema/HAPE)

- Edema paru neurogenik

- Re-expansion pulmonary edema

- Overedosis narkotik

- Tocolytic therapy

- Uremia

Braundwauld (1997), Subagyo (2012) membagi edema paru berdasarkan mekanisme

pencetusnya sebagai berikut:

1. Ketidakimbangan Starling-Force

a. Peningkatan tekanan vena pulmonalis

- Tanpa gagal ventrikel kiri (misal: stenosis mitral)

- Sekunder karena gagal ventrikel kiri

b. Penurunan tekanan onkotik plasma, pada hipoalbuminemia

c. Peningkatan tekanan negative interstisial, pada tatalaksana pneumotoraks dengan

tekanan negative yang tinggi

2. Gangguan permeabilitas membrane kapiler alveoli

a. Pneumonia (bakteri, virus atau parasit)

b. Inhalasi toksin (NO, asap)

c. Pancreatitis hemoragik akut

Page 7: Makalah EN EDEMA PARU.docx

31

d. Aspirasi asam lambung

e. Pneumonitis akut akibat radiasi

f. Zat vasoaktif endogen (histamine, kinin)

g. Koagulasi intravascular diseminata (DIC)

h. Imunologi: pneumonitis hipersensitif

i. Shock-lung pada trauma bukan dada

j. Bisa ular, endotoksin dalam sirkulasi

3. Insufisiensi sistem limfe

a. Pasca transplantasi paru

b. Limfangitis karsinomatosis

c. Limfangitis fibrotic (silikosis)

4. Tidak diketahui atau belum jelas mekanismenya

a. High altitude pulmonary edema

b. Edema paru neurogenik

c. Overdosis obat narkotik

d. Emboli paru

e. Eklampsia

f. Pasca kardioversi

g. Pasca anestesi

h. Pasca bedah pintas jantung-paru

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-

kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema

Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema

Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi

dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita payah jantung kiri

kronik.

Page 8: Makalah EN EDEMA PARU.docx

32

2.4.1 Cardiogenic pulmonary edema

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan

pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung

memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.

Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam

pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang

buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang

buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit

atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep

jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah

yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada

gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke

alveoli ketika tekanan membesar.

2.4.2 Non-cardiogenic pulmonary edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal

berikut:

1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari

respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor

yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.

2. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,

trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,

atau radiasi pada paru-paru.

3. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat

menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat

pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,

dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.

Page 9: Makalah EN EDEMA PARU.docx

33

4. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan

yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.

5. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure

yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan

di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.

6. Paru yang mengembang secara cepat dapat menyebabkan reekspansi pulmonary

edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis

(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural

effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat

berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral

pulmonary edema).

7. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary

edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat

menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin

menyebabkan pulmonary edema.

8. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary

edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah

berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau

transfusion-related acute lung injury, beberapa infeksi-infeksi virus, atau eklamsia

pada wanita hamil.

2.5 Manifestasi Klinis

2.5.1 Manifestasi Umum

a. Perubahan dini edema paru adalah peningkatan aliran llimfatik, terjadi karena

saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriola paru

dan saluran pernapasan yang kecil.

b. Obstruksi pada saluran nafas kecil

c. Hipoksemia ringan timbul karena adanya perubahan dalam distribusi ventilasi dan

perfusi

Page 10: Makalah EN EDEMA PARU.docx

34

d. Menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik, namun

ekskresi Co² tidak terganggu

e. Gangguan difusi menyebabkan terjadinya peningkatan pintas kanan ke kiri

melalui alveoli yang tidak mengalami ventilasi (Muttaqin, 2012).

2.5.2 Manifestasi Akut

a. Sesak napas ekstrim atau kesulitan bernapas (dyspnea) yang memburuk ketika

berbaring

b. Perasaan mencekik atau tenggelam

c. Wheezing atau gasping

d. Kecemasan, kegelisahan atau rasa ketakutan

e. Batuk yang menghasilkan sputum berbusa yang dapat diwarnai dengan darah

f. Keringat berlebihan

g. Kulit pucat 

h. Nyeri dada, jika edema paru disebabkan oleh penyakit jantung 

i. Denyut jantung cepat, tidak teratur (palpitasi)

Edema paru dapat menjadi fatal jika tidak diobati, Jangka panjang (kronis):

a. Memiliki lebih sesak napas dari pada normal ketika klien aktif secara fisik.

b. Kesulitan bernapas dengan pengerahan tenaga, sering ketika klien berbaring

datar dibandingkan dengan duduk.

c. Wheezing

d. Bangun di malam hari dengan perasaan sesak nafas yang bisa dikurangi dengan

duduk

e. Kenaikan berat badan yang cepat ketika edema paru berkembang sebagai akibat

dari gagal jantung kongestif, suatu kondisi di mana jantung memompa darah

terlalu sedikit untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Berat badan adalah dari

penumpukan cairan dalam tubuh, terutama di kaki. 

f. Bengkak di kaki dan pergelangan kaki

g. Kehilangan nafsu makan

h. Kelelahan

Page 11: Makalah EN EDEMA PARU.docx

35

2.5.3 Gejala edema paru tahap lanjut, seperti: Headache, insomnia, retensi cairan, batuk,

dan sesak napas.

2.6 Patofisiologi

Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak

dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru

oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam

keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan

protein dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah

melalui saluran limfe. Pergerakan cairan tersebut memenuhi hukum Starling sebagai

berikut (Flick, 2000; Alpert 2002, Nendrastuti & Soetomo, 2010).)

Ruang alveolar dipisahkan dari interstisium paru terutama oleh sel epitel alveoli tipe

I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier reltif nonpermeabel terhadap aliran

cairan dari interstisium ke rongga-rongga (spaces). Fraksi yang besar ruang interstitial

dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri atas satu lapis sel endothelium di tas

membrane basal, sedangkan sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri atas jaringan

kolagen dan jaringan elastic, fibroblast, sel fagosit, dan beberapa jaringan lain (Muttaqin,

2012).

Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah:

- Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.

- Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap protein plasma.

- Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari jaringan

interstisial.

Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge” pressure) adalah sekitar 7

dan 12 mmHg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mm Hg, maka tekanan

ini akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati

jaringan konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif tidak

permeabel terhadap protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara ekstensif

Page 12: Makalah EN EDEMA PARU.docx

36

dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam jaringan

interstisial paru.

Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap kering

terganggu seperti tersebut di bawah ini (Flick, 2000; Alpert 2002):

- Permeabilitas membran yang berubah.

- Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.

- Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.

- Tekanan osmotik/onkotik mikrovaskuler yang menurun.

- Tekanan osmotik/onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.

- Gangguan saluran limfe.

Apapun penyebabnya, akbatnya terhadap paru tetap sama yaitu edema paru yang

terjadi dalam 3 tahap:

Tahap 1 : Terjadi peningkatan perpindahan cairan koloid dari kapiler ke ruang interstisial

tapi masih diikuti oleh peningkatan aliran limfatik.

Tahap 2 : Terjadi bila kemampuan pompa sistem limfatik telah terlampaui sehingga cairan

dan kristaloid mulai terakumulasi dalam ruang interstisial sekitar bronkioli,

arteriol dan venula (pada foto toraks terlihat sebagai edema paru interstisial)

Tahap 3 : Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema alveolus. Pada

tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas (Subagyo, 2012).

Secara histologis kerusakan tampak berubah dengan berjalannya waktu dan dibagi

menjadi 3 fase yang saling berhubungan dan tumpang tindih sebagai berikut:

Stage I: Fase eksudatif, ditandai dengan ekstravasasi cairan kaya protein ke dalam ruang

interstisial dan alveoli.

Stage II: Fase proliferative, sesuai dengan perkembangan penyakit, edema disertai

respons seluler yang kuat dan berhubungan dengan perdarahan, nekrosis

selular, hiperplasi sel pneumosit tipe II, deposisi fibrin dan oklusi vaskuler oleh

trombosit.

Page 13: Makalah EN EDEMA PARU.docx

37

Stage III: Fase fibrotic, pada pasien yang masih masih bertahan, proses perbaikan terjadi

ditandai dengan fibrosis dan penebalan septa alveolar, akibatnya terjadi

pembesaran tak beraturan ruang udara dan obliterasi vaskuler (Subagyo, 2012).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Tes yang mungkin dilakukan untuk mendiagnosis edema paru meliputi:

1. X-ray

Sebuah sinar-X dada kemungkinan akan menjadi tes pertama yang dlakukan untuk

mengkonfirmasi diagnosis edema paru.

2. Elektrokardiografi (EKG)

Tes non-invasif ini dapat mengungkapkan berbagai informasi tentang hati. Selama

EKG, patch melekat pada kulit menerima impuls listrik dari jantung. Ini dicatat dalam

bentuk gelombang pada kertas grafik atau monitor. Pola gelombang menunjukkan

denyut jantung dan irama, dan apakah bidang acara jantung berkurang aliran darah. 

3. Ekokardiografi (USG jantung diagnostik ujian)

Tes non-invasif lain, ekokardiografi menggunakan perangkat tongkat berbentuk disebut

transducer untuk menghasilkan gelombang suara frekuensi tinggi yang tercermin dari

jaringan hati klien. Gelombang suara yang kemudian dikirim ke sebuah mesin yang

digunakan untuk menyusun gambar hepar pada monitor. Tes ini dapat membantu

mendiagnosa sejumlah masalah jantung, termasuk masalah katup, gerakan abnormal

dinding ventrikel, cairan di sekitar jantung (efusi perikardial) dan kelainan jantung

bawaan. Hal ini juga secara akurat mengukur jumlah darah ventrikel kiri menyemburkan

dengan setiap detak jantung (fraksi ejeksi, atau EF). Hal ini juga dapat memperkirakan

apakah ada peningkatan tekanan pada sisi kanan jantung. Meskipun EF rendah sering

menunjukkan penyebab jantung untuk edema paru, itu mungkin untuk memiliki edema

paru jantung dengan EF normal.

4. Transesophageal echocardiography (TEE)

Dalam pemeriksaan USG jantung tradisional, transduser tetap berada di luar tubuh

pada dinding dada. Namun dalam TEE, lembut, tabung fleksibel dengan ujung

Page 14: Makalah EN EDEMA PARU.docx

38

transducer khusus dimasukkan melalui mulut dan masuk ke kerongkongan-bagian yang

mengarah ke perut. Kerongkongan terletak tepat di belakang hepar, yang

memungkinkan untuk gambar yang lebih dekat dan lebih akurat dari jantung dan arteri

pulmonalis sentral. Pasien akan diberi obat penenang untuk membuat lebih nyaman

dan mencegah tersedak, mungkin memiliki sakit tenggorokan selama beberapa hari

setelah prosedur, dan ada sedikit risiko perforasi atau perdarahan dari kerongkongan.

5. Kateterisasi arteri paru

Jika tes lainnya tidak mengungkapkan alasan untuk edema paru, dokter mungkin

menyarankan prosedur untuk mengukur tekanan dalam kapiler paru (tekanan

baji). Selama tes ini, balon kecil di ujung kateter dimasukkan melalui pembuluh darah di

kaki atau tangan ke dalam arteri pulmonalis. Kateter memiliki dua bukaan terhubung ke

transduser tekanan. Balon mengembang dan mengempis kemudian, memberikan

pembacaan tekanan.

6. Kateterisasi jantung

Jika tes seperti EKG atau ekokardiografi tidak mengungkap penyebab edema paru,

atau juga memiliki nyeri dada, dokter mungkin menyarankan kateterisasi jantung

dengan angiogram koroner. Selama kateterisasi jantung, sebuah tabung panjang dan

tipis yang disebut kateter dimasukkan ke dalam arteri atau vena di pangkal paha, leher

atau lengan dan berulir melalui pembuluh darah ke jantung. Jika dye disuntikkan

selama pengujian, itu disebut sebagai angiogram koroner. Selama prosedur ini,

pengobatan seperti membuka arteri yang tersumbat dapat dilakukan, yang dengan

cepat dapat meningkatkan aksi pemompaan ventrikel kiri. Kateterisasi jantung juga

dapat digunakan untuk mengukur tekanan dalam bilik jantung Anda, menilai katup

jantung Anda, dan mencari penyebab edema paru. 

Page 15: Makalah EN EDEMA PARU.docx

39

Gambar 1 : Edema Intesrtitial

Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru

Gambar 3 : Bat’s Wing

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Penatalaksanaan Medis

Pada tempat terjadinya peningkatan tekanan, terapi dilakukan dengan tujuan

untuk mengurangi tekanan hidrostastik yang menyebabkan edema paru. Tujuan

Page 16: Makalah EN EDEMA PARU.docx

40

terapi yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas adalah untuk menghilangkan

faktor penyebab perlukan paru, perbaikan keadaan umum dan member kesempatan

pada paru untuk membaik, serta mengurangi tekanan yang menyebabkan

pergeseran cairan melalui barrier yang terluka.

1. Penatalaksanaan Edema Paru Non Kardiogenik (ARDS)

a. Suport

Mencari dan menterapi penyebabnya. yang harus dilakukan adalah: Suport

Kardiovaskular, Terapi Cairan, Renal Suport, Pengelolaan Sepsis

b. Ventiasi

Menggunakan Ventilasi protective lung atau protocol ventilasi ARDS.

2. Penatalaksanaan Edema Paru kardiogenik

Sasarannya adalah:

- Mencapai oksigenisasi adekuat

- Memelihara stabilitas hemodinamik

- Mengurangi stress miokard dengan menurunkan preload dan afterload

Penatalaksanaan:

- Posisi setengah duduk - Diuretik

- Oksigen terapi - Inotropik

- Morphin IV 2,5mg - Nitroglycerine

Bukti penelitan menunjukkan bahwa pilihan terapi yang terbaik adalah:

Vasodilator intravena sedini mungkin (Nitroglycerine, nesiride, nitropruside) dan

diuretik dosis rendah. Nitroglycerine merupakan terapi lini pertama pada semua

pasien AHF dengan tekanan darah sistolik > 95-100mmHg dengan dosis 20μg/min

sampai 200μg /menit (Rekomensi ESC IA). Bahkan dosis yang sangat rendah

(<0,5μg/kg/min) dari nitroglycerin akan menurunkan LVED (Mayo Clinic staff,

2011)

2.8.2 Penatalaksanaan Keperawatan Gawat Darurat

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan edema paru akut antara lain:

Page 17: Makalah EN EDEMA PARU.docx

41

1. Penilaian awal (primary survey), adalah penilaian untuk menentukan prioritas

penderita dan adanya kondisi yang mengancam nyawa. Pemeriksaan ini dilakukan

dalam waktu kurang dari 2 menit. Urutan pemeriksaan dalam primary survey

adalah:

a. Periksa keadaan umum penderita

b. Evaluasi tingkat kesadaran awal sambil menstabilkan tulang leher. Untuk

melihat tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan skala AVPU:

A : Alert (sadar dan berorientasi baik)V : Merespon rangsangan verbal (sadar tapi binggung atau tidak sadar

tapi merespon rangsangan verbal dengan cara tertentu) P : Merespon ransangan nyeri/Pain (tidak sadar tapi merangsang nyeri

dengan cara tertentu)U : Tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah atau batuk)

c. Nilai jalan nafas pasien (Airway), Ada tidaknya obstruksi jalan nafas seperti

apneu, mendengkur, bunyi kumur dan stridor

d. Nilai pernafasan (Breathing), lihat ada tidaknya pergerakan dinding dada,

dengarkan bunyi nafas dan rasakan hembusan nafas

e. Nilai sirkulasi, pemeriksaan terhadap nadi, perdarahan dan tanda-tanda

penurunan perfusi

2. Rapid trauma survey

Merupakan pemeriksaan singkat untuk menemukan semua ancaman nyawa.

Penilaian yang dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan tanda vital

b. Riwayat dan kejadian trauma dengan metode SAMPLE

S : Gejala (symptom)A : Alergi (Allergies)M : Pengobatan/terapi (Medication)P : Riwayat penyakit dahulu (Past medical history)L : Makan dan minum terakhir (Last oral intake)E : Kejadian sebelum insiden (Event)

c. Melakukan pemeriksaan lengkap mulai kepala, leher, dada, perut, panggul dan

ektrimitas

- Nilai dengan cepat bagian kepala dan leher, perhatikan bila mana vena leher

datar, distensi atau deviasi trakea, racoon eyes dan battles sign.

Page 18: Makalah EN EDEMA PARU.docx

42

- Lihat, raba dan dengar dada. Melihat pergerakan dinding dada, meraba

adanya rasa nyeri (tenderness), instabilitas (instability), dan krepitasi

(crepitation) kemudian dengarkan suara nafas pada kedua lapang paru.

- Perhatikan suara jantung ada kelainan atau tidak.

- Periksa bagian perut (distensi, memar atau luka tembus) dan palpasi adanya

kekakuan dan rasa nyeri.

- Pemeriksaan panggul untuk mengetahui ada perubahan bentuk atau luka

tembus.

- Pemeriksaan ekstrimitas yaitu

1. Memeriksa DCAP-BTLS adanya perubahan bentuk (deformitas), memar

(contosio), lecet (abration), luka tembus (penetration), luka bakar (burn),

rasa nyeri (tenderness), laserasi, atau pembengkakan (swelling). Jika ada

krepitasi atau gesekan fragmen tulang merupakan tanda pasti adanya

fraktur. Bila ada tanda ini segara imobilisasi untuk mencegah cedera

jaringan lunak yang lebih parah

2. Memeriksa persendian apakah ada nyeri atau gangguan pergerakan

sendi

3. Periksa dan catat nadi, motorik, dan sensorik daerah distal.

d. Balut dan bidai, bila ditemukan trauma

e. Monitor terus menerus

Pendekatan ABCD dan imobilisasi tulang leher jika diindikasikan:

1. Airway management

- Bicara pada pasien. Pasien yang menjawab tanda bahwa jalan nafasnya

bebas, jika tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas buatan.

- Bebaskan jalan nafas pasien dengan Chin lift/jaw thrust

- Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau non-rebreathing

- Melakukan suction jika tersedia

Page 19: Makalah EN EDEMA PARU.docx

43

- Siapkan untuk intubasi trakea sesuai indikasi. Intubasi endotrakeal (ET)

mungkin diperlukan jika jalan napas tidak dapat diperbaiki dengan langkah-

langkah di atas atau jika pasien tidak mendapatkan ventilasi yang cukup

- Kritotirotomi mungkin diperlukan jika intubasi tidak berhasil, jika ada

kemungkinan kuat cedera vertebrae cervicales, atau pada kasus trauma wajah

massif.

2. Breathing

- Menilai pernafasan cukup.

- Jika pernafasan tidak ada lakukan pernafasan buatan.

- Periksa dada untuk bukti sucking chest wound, pneumothorax, fail chest, dan

sebagainya.

- Dekomresi rongga pleura, dan tutup jika ada luka robek dinding dada.

- Berikan oksigen jika ada.

3. Circulation

- Memasang infuse dengan menggunakan jarum besar (14-16G) untuk resusitasi

cairan. Dalam keadaan khusus mungkin perlu vena sectie.

- Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sesuai suhu tubuh karena

hipotermia dapat menyababkan gangguan pembekuan darah.

- Hindari cairan yang mengandung glukose.

- Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang golongan

darah.

4. Disability

- Menilai kesadaran klien dengan cepat.

- Perawatan lanjutan dan pemantauan.

- Konsultasikan segera untuk intervensi operatif.

- Segera transfer ke pusat spesialis trauma yang sesuai.

- Jangan membuang-buang waktu (golden hour). Bertindaklah cermat dan cepat,

utamakan nyawa daripada anggota gerak.

Penatalaksanaan spesifik

Page 20: Makalah EN EDEMA PARU.docx

44

Periksa tanda klinis dari edema paru akut

Terapi:

- Furosemide IV 0,5-1,0 mg/kg

- Morphine IV 2-4 mg

- Oksigen intubasi sesuai kondisi pasien

- Nitroglycerin SL, berikan 10-20 mcg/min IV bila SBP 1st line

>100 mmHg of Action

- Dopamin 5-15 mcg/kg/min IV bila SBP 70-100 mmHg

dan muncul tanda dan gejala syok

- Dobutamine 2-20 mcg/kg/min IV bila SBP 70-100 mmHg

dan tidak muncul tanda dan gejala syok

2nd line

of Action

3rd line

of Action

2.9 Komplikasi

Periksa tekanan darah

Bila SBP>100 mmHg dan <30

mmHg dibawah nilai normal

ACE InhibitorsShort acting,

misalnya captopril (6,25 mg)

Tindakan dignostik selanjutnya

- Pulmonary artery chateter

- Echocardiography

- Angiography untuk MI/ischemia

- Pemeriksaan dignostik tambahan

Page 21: Makalah EN EDEMA PARU.docx

45

Jika edema paru terus menerus, dapat meningkatkan tekanan di arteri pulmonalis

dan akhirnya ventrikel kanan mulai gagal. Ventrikel kanan memiliki dinding lebih tipis dari

otot dari pada sisi kiri karena berada di bawah sedikit tekanan untuk memompa darah ke

paru-paru. Peningkatan tekanan punggung atas ke atrium kanan dan kemudian ke

berbagai bagian tubuh, sehingga dapat menyebabkan:

- Kaki bengkak (edema)

- pembengkakan abdomen (ascites)

- Penumpukan cairan dalam membran yang mengelilingi paru-paru (efusi pleura)

- Kemacetan dan pembengkakan hati

Bila tidak diobati, edema paru akut bisa berakibat fatal. Dalam beberapa kasus

dapat berakibat fatal bahkan jika menerima pengobatan (Mayo Clinic Staff, 2011).

2.10 Pencegahan

Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari

pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil.Pencegahan jangka

panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang perlahan

ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat

dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin

tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh

infeksi atau trauma yang berlimpahan.

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) yaitu nama, umur, jenis

kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,

penghasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

b. Keluhan Utama

Page 22: Makalah EN EDEMA PARU.docx

46

Merupakan manifestasi klinis yang dirasakan oleh pasien, antara lain sesak, takikardi,

stupor atau penurunan kesadaran.

c. Riwayat cedera atas dasar SAMPLE pada pasien sadar, pasien tidak sadar dengan

SAMPLE

S : Gejala (symptom)A : Alergi (Allergies)M : Pengobatan/terapi (Medication)P : Riwayat penyakit dahulu (Past medical history)L : Makan dan minum terakhir (Last oral intake)E : Kejadian sebelum insiden (Event)

d. Airway

Ada tidaknya obstruksi jalan nafas seperti apneu, mendengkur, bunyi kumur dan

stridor.

e. Breathing

Lakukan “Look, listen and feel”. Look: lihat pergerakan dinding dada, listen:

dengarkan suara nafas, listen: rasakan hembusan nafas.

f. Circulation

Pemeriksaan terhadap nadi, warna kulit, perdarahan dan tanda-tanda penurunan

perfusi (keringat dingin, pucat, nadi cepat).

g. Dissability

Menilai kesadaran dengan cepat dengan AVPU, tidak dianjurkan mengukur Glasgow

Coma Scale.

A : Alert (sadar dan berorientasi baik)V : Merespon rangsangan verbal (sadar tapi binggung atau tidak sadar

tapi merespon rangsangan verbal dengan cara tertentu) P : Merespon ransangan nyeri/Pain (tidak sadar tapi merangsang nyeri

dengan cara tertentu)U : Tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah atau batuk)

h. Eksposure

Melepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar diketahui semua cedera yang

mungkin terjadi. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang maka

imobilisasi harus dikerjakan

i. Vital sign

Jika tekanan darah dibawah 80 mmHg menunjukkan tanda-tanda syok.

Page 23: Makalah EN EDEMA PARU.docx

47

1. Pemeriksaan fisik

a. Kepala dan leher

- Inspeksi adanya luka deformitas, asismetris, depresi dan perdarahan pada wajah

dan daerah kepala, keadaan sekitar mata, apakah pupil simetris, reaksi cahaya

- Ketajaman penglihatan

- Palpasi tulang wajah adanya deformitas, asimetris dan terderness

- Inspeksi Warna bibir dan rongga mulut, status hidrasi, perdarahan, obstruksi,

adanya gigi yang patah, oedem lidah atau faring, atau memar pada lidah, luka

bakar pada wajah, alis, dan rambut, cairan atau darah dalam telinga, cairan atau

darah dari hidung

- Pernafasan cuping hidung ada / tidak ada.

- Inspeksi adanya deformitas, perdarahan atau luka pada leher

- Deviasi trachea, subcutaneous emphysema, DVJ

- Bruits arteri carotis

- Tulang leher adanya tenderness, deformitas dan luka

b. Thorax

- Deformitas, luka, perdarahan, benda yang menancap, kesimetrisan dinding dada

pada saat ventilasi

- Jumlah, kedalaman dan usaha bernafas

- Struktur tulang dada adanya deformitas, nyeri, udara subcutaneous

- Suara pernafasan, adanya suara tambahan

- Batuk (produktif/nonproduktif), sputum (warna, konsistensi, bau)

- Penggunaan otot bantu pernafasan

- Pemeriksaan bunyi jantung tambahan

c. Abdomen

- Observasi adanya pernapasan perut dan adanya bekas luka pembedahan

- Periksa adanya distensi, bruising

- Auskultasi bising usus dan bruit aorta abdomen

- Palpasi semua kuadran untuk mendeteksi nyeri, dinding perut tegang atau supel

Page 24: Makalah EN EDEMA PARU.docx

48

- Hepar untuk menentukan ukuran

d. Pelvis

- Palpasi untuk melihat adanya nyeri tekan atau massa pada pelvis.

- Observasi adanya kesulitan berkemih.

- Lakukan pemeriksaan pada rektal, adakah perdarahan, rigiditas

e. Ekstremitas

- Observasi adanya kelemahan dan cepat lelah

- Palpasi tonus otot dan adanya nyeri otot

- Deformitas, luka, perdarahan, oedem, dan memar

- Catat bagian distal warna, temperature, CRT, pergerakan dan sensasi

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan pola napas

b. Gangguan pertukaran gas

c. Penurunan curah jantung

d. Intoleransi aktivitas

e. Ansietas

f. Ketidakpatuhan

3. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Ketidakefektifan pola napas

NOC: Respiratory Status: Ventilation, Respiratory Status: Gas Exchange

No.

Indikator Severe Substantial Moderate Mild No

1. Respiratory rate2. Suara perkusi3. Penggunaan otot bantu

pernapasan4. Retraksi dada5. Gangguan ekspirasi6. pH arteri7. Sianosis

Page 25: Makalah EN EDEMA PARU.docx

49

8. Samnolen9. Gangguan kognisi

10. Temuan abnormal pada x-ray dada

NIC : Oxygen Therapy, Vital Signs Monitoring

No. Aktifitas1. Pertahankan kepatenan jalan napas2. Atur peralatan oksigenasi3. Monitor aliran oksigen4. Pertahankan posisi pasien5. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi6. Monitor TD, nadi, suhu, RR7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan8. Monitor suara paru9. Monitor pola pernapasan abnormal

10. Monitor sianosis perifer

b. Gangguan pertukaran gas

NOC : Respiratory Status: Ventilation, Respiratory Status: Gas Exchange

No. Indikator Sever Substantial Moderate Mild No

1. Respiratory rate2. Respiratory rhythm3. Tidal volume4. Tes fungsi pulmonal5. Orthopnea6. pH arteri7. Sianosis8. Samnolen9. Gangguan kognisi

10. Temuan abnormal pada x-ray dada

NIC : Respiratory Monitoring

No. Aktivitas1. Observasi warna kulit, membran mukosa dan CRT, adanya sianosis2. Observasi status mental3. Monitor HR, suhu tubuh, TD, status pernapasan4. Tinggikan posisi kepala, pertahankan bedrest5. Kaji tingkat kecemasan

Page 26: Makalah EN EDEMA PARU.docx

50

6. Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai dengan kondisi

7. Monotor BGA dan pulse oximetry

Page 27: Makalah EN EDEMA PARU.docx

51

BAB III

TINJAUAN KASUS

Ny. Sinden (41 tahun) mengalami keluhan sesak napas saat beraktivitas sejak ± 1

minggu SMRS, batuk, mual muntah dan mengaku setiap tidur harus menggunakan 2 bantal

agar tidak sesak. Sesak napas memberat sejak 1 hari SMRS. Pada 07/03/2011 pasien

dibawa keluarga ke RS Vardgifare dan dirawat di ruang jantung. Pada 09/07/2011 jam

07.15, pasien apneu kemudian dilakukan RJPO selama ± 15 menit. Pasien ROSC dan

dipindah ke ICCU.

3.2 Asuhan Keperawatan

A. Identitas Klien

Nama : Ny. S

Usia  : 41 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

No. RM : 832185

Tgl MRS : 3 November 2014, 16.00 WIB

Tgl Pengkajian : 3 November 2014

Sumber Informasi : Klien, keluarga, RM

Page 28: Makalah EN EDEMA PARU.docx

1

Alamat : Sidoarjo

Telepon  : 08123xxxxxxx

Status Pernikahan : Menikah

Agama : Islam

Suku  : Jawa

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

Lama Bekerja : -

Dx. Medis : ALO

Nama keluarga dekat yang dapat dihubungi  : Tn. B

Hubungan  : Suami

Alamat : Sidoarjo

Pekerjaan : Wirasawasta

B. Data Subyektif

1. Keluhan Utama

Sesak napas saat beraktivitas

2. Riwayat cedera dengan data SAMPLE

a. Symtom/sign : Klien terlihat pucat, wajah pasien terlihat sesak, pernafasan

cuping hidung.

b. Alergi : Tidak ada alergi

c. Medikasi : keluarga pasien mengatakan mengosumsi obat-obatan untuk

hipertensi dan jantung tetapi keluarga pasien tidak tahu obat apa yang

dikonsumsi.

d. Past Medical History : Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi ± 2 tahun

lalu, 10 bulan yang lalu klien di diagnosa meangalami penyakit jantung dan tidak

memiliki riwayat DM dan penyakit menular.

e. Last oral intake : 1 jam sebelum kejadian pasien makan

Page 29: Makalah EN EDEMA PARU.docx

2

f. Event before incident : Menurut saksi mata (teman kantor) pasien mengeluhkan

sesak berat yang tiba-tiba disertai keringat dingin seluruh tubuh dan dada

berdebar-debar.

C. Data Obyektif

1. Kesadaran

Pasien somnolen dan kurang mampu berorientasi dengan baik

2. Airway (A)

Sesak, tidak terdapat obstruksi pada lidah, tidak terdapat muntahan, edema pada

saluran nafas atas, vokalisasi klien mengalami somnollen.

Intervensi: jaw trust.

3. Breathing (B)

Pernafasan spontan, gerakan dinding dada simetris lambat, pernafasan 30x/menit,

terdapat penggunaan otot bantu nafas, retraksi otot dada (+), tidak ada devisiasi

trakea.

Intervensi: oksigen diberikan NRM 12 lpm,

4. Circulation (C)

Nadi 112x/menit, sianosis, diaporesis, tidak ada perdarahan ekstrenal, ada distensi

vena jugularis.

Intervensi: pasang infus pada tangan sebelah kanan menggunakan noddle 16,

dengan blood set, ambil sampel darah.

5. Disability (D)

Klien bangun ketika dipanggil.

6. Expossure

Melepaskan pakaian pasien yang basah, kemudian menyelimuti dengan yang

hangat.

Page 30: Makalah EN EDEMA PARU.docx

3

7. Fullset of vital sign

TD 150/90 mmHg, nadi 112 x/menit, suhu 36,2°C, RR 30x/menit,

Intervensi: pasang monitor jantung, pulse oksimetri, kateter urin, pemeriksaan lab,

dan EKG, panggil keluarga.

8. Give Comfort

Beri sentuhan dan kuatkan secara verbal kepada klien dan keluarga.

9. Had to toe:

- Kepala dan leher

Bentuk simetris, rambut tumbh merata, tidak ada benjolan, kulit kepala bersih,

tidak ada luka. pupil miosis, distensi vena jugularis (+). pucat (+).

- Thorax

Tidak terdapat deviasi trakea, tidak terdapat distensi vena jugularis, RR 30x/menit,

dangkal, dulness pada sebelah kiri dan kanan, retraksi otot dada (+)

- Abdomen

Palpasi abdomen supel, bentuk flat, jejas (-),distensi abdomen (-), tidak ada

pembesaran hepar dan lien, nyeri tekan (-)

- Pelvis

Tidak ada darah yang keluar dari meatus externa, nyeri tekan (-), instabilitas (-)

- Ektremitas

Ektremitas atas

Tidak terdapat luka, deformitas (-), memar/contusion (-), abratio (-), burn (-),

tenderness (-), laserasi (-), swelling (-), status neurovaskuler: pallor (-),

parestesia(-) pulselesness (-), paralysis (-), poikilotermia (-), CRT >2 detik,

teraba agak dingin, tangan bisa digerakkan.

Ektremitas bawah

Status neurovaskuler normal, CRT >2 detik, akral dingin, fungsi motorik dan

sensorik normal, terdapat edema pada kaki kanan dan kiri.

10. Pemeriksaan Penunjang

Page 31: Makalah EN EDEMA PARU.docx

4

Darah lengkap

Leukosit : 10.900/ml (N: 3500-10.000/ml)

Hemoglobin : 11,1 gr/dl (N: 11-16,5 gr/dl)

Hemotokrit : 35,5% (N: 35-50%)

Trombosit : 276.000/ml(N: 150.000-390.000/ml)

Kimia darah

GD sesaat : 253 mg/dl (N: <200 mg/dl)

Ureum : 59,9 mg/dl (N: 10-50 mg/dl)

Kreatinin : 1,07 mg/dl (N: 0,7-1,5 mg/dl)

CPK : 97 m/L (N : 30-190 m/L)

CKMB : 49 m/L (N: <25 m/L)

SGOT : 304 m/L (N: 11-14 m/L)

SGPT: 108 m/L (N: 10-14 m/L)

Troponin I : negative (N: negative)

BGA

pH : 7, 236 (N: 7,35-7,45)

pCO2 : 67,6 mmHg (N: 35-45 mmHg)

pO2 : 65,8 mmHg (N: 80-100 mmHg)

HCO3: 29,6 mmol/L (N: 21-28 mmol/L)

SaO2 : 90,1% (N: >95%)

BE : 0,7 mmol (N: -3 – (+3)

Foto rongten

Hasil foto rongten : didapatkan gambaran berkabut pada lapang paru, butterfly

appereance.

CTR: a: 6,5 cm b: 7 cm c: 25,5 cm

CTR   = a+b/ c  x  100% 

           = 6,5+7/25,5  x  100%

= 52.9 % ( N : 50%)

Kesimpulan : terdapat pembesaran jantung (kardiomegali)

Page 32: Makalah EN EDEMA PARU.docx

5

EKG

1. Irama  : jarak antara QRS dengan QRS’ sama jadi irama regular

2. Frekuansi : 300/ jumlah kotak besar antara R dan R’ Atau 1500/ jumlah kotak

kecil antara R dan R’

3. Gel P : 3 kotak x 0,04 s = 0,12 s

4. Gel. P tinggi (3 kotak) = P pulmonal (menunjukkan adanya hipertropi atrium

kanan ( L II, III, AVF/ inferior). P mitral di V1)

5. Kompleks QRS : 1 kotak x 0,04 s = 0,04 s 

6. Interval PR : 3 kotak x 0,04 s = 0,12 s  (normal)

7. T inversi : di V4  (iskemik)

8. ST depresi : V4 dan V5  (iskemik)

11. Terapi

Furosemid : 40 – 0 – 0 mg

Spiromolacton : 25 mg

ISDN : 3 x 10 mg

Captopril : 3 x 10 mg

Ceftriaxon : 2 x 1 gr (IV)

GG : 3 x 100 gr

Azythromycin : 1 x 500 gr

Combivent nebule : 2x/hari

Page 33: Makalah EN EDEMA PARU.docx

6

3.3 Analisa data

No. Data PenunjangDiagnosa

KeperawatanEtiologi

1. Data Subyektif : -Data Obyektif :

- Terjadi perubahan kedalaman pernapasan

- Penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi

- Pernapasan cuping hidung (+)- RR = 30 x/menit- Retraksi otot dada (+)- Penggunaan otot aksesorium pernapasan

(+)

Ketidakefektifan pola napas

Hiperventilasi

2. Data Subyektif: -Data Obyektif:

- pH: 7, 236, pCO2: 67,6, SaO2: 90,1%- Pasien terlihat pucat- Sianosis perifer (+)- Pernapasan cuping hidung (+)- Pasien gelisah- Pasien samnolen- RR = 30 x/menit, irama cepat dan dangkal- Diaforesis

Gangguan pertukaran gas

Hambatan aliran darah

3. Data Subyektif : -Data Obyektif :

- HR: 112x/menit- TD: 150/90 mmHg- Pasien sesak- Terdapat perubahan pada ECG, yaitu

terdapat T inversi dan ST depresi- CRT > 2 detik- Pasien terlihat pucat- Edema pada ekstremitas bawah (+)- Distensi vena jugularis (+)- Pasien gelisah

Penurunan curah jantung

Perubahan afterload dan

preload

3.4 Intervensi Keperawatan

No.Diagnosa

KeperawatanTujuan & Kriteria Hasil NIC

1. Ketidakefektifan pola napas

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas menjadi lebih efektif Kriteria hasil:- Jalan napas paten

1. Pertahankan kepatenan jalan napas

2. Atur peralatan oksigenasi yang sesuai

3. Monitor aliran oksigen4. Pertahankan posisi pasien

Page 34: Makalah EN EDEMA PARU.docx

7

- TTD dalam batas normal- Sianosis perifer (-)- Frekuensi dan irama

pernapasan normal

5. Observasi adanya tanda-tanda Hiperventilasi

6. Monitor sianosis perifer7. Monitor suara paru8. Monitor pola pernapasan

abnormal9. Monitor TD, nadi, suhu, RR10. Monitor frekuensi dan irama

pernapasan2. Gangguan

pertukaran gasTujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanda-tanda gangguan pertukaran gas berkurang Kiteria hasil :- HR dalam rentang normal

dan irama reguler- CRT < 2 detik- BGA dan pulse oximetry

dalam rentang normal- Pasien dalam kondisi sadar- Diaforesis (-)

1. Kaji secara komperhensif perifer (warna kulit, membran mukosa dan CRT, sianosis)

2. Monitor terjadinya diaforesis3. Kaji status mental4. Monitor TTD5. Tinggikan posisi kepala,

pertahankan bedrest6. Kaji tingkat kecemasan7. Kolaborasi dalam pemberian terapi

sesuai dengan kondisi yang mendasari

8. Monitor BGA dan pulse oximetry3. Penurunan

curah jantungTujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantung mendekati nilai normal Kriteria hasil :- Tidak sesak- Tidak gelisah- TD dalam batas normal- RR normal dan regular- Denyut jantung dan irama

jantung teratur- Distensi vena jugularis (-)- Odema berkurang

1. Kaji tanda penurunan curah jantung dan laporkan

2. Auskultasi bunyi jantung3. Palpasi nadi perifer4. Catat output urin dan kepekatan

konsentrasi urin5. Istirahatkan klien dengan tirah

baring optimal6. Atur posisi tirah baring yang

ideal, kepala klien harus ditinggikan 20-30 cm atau klien didudukkan di kursi

7. Kaji perubahan pada sensorik seperti letargi, cemas, dan depresi

8. Kolaborasi pemberian oksigen9. Kolaborasi pemberian diet

jantung10. Pantau serial EKG11. Kolaborasi dalam pemberian

terapi

Page 35: Makalah EN EDEMA PARU.docx

8

3.5 Implementasi dan Evaluasi

No.Diagnosa

KeperawatanIntervensi Evaluasi

1. Ketidakefektifan pola napas

1. Mempertahankan kepatenan jalan napas

2. Memberikan peralatan oksigenasi yang sesuai

3. Mengobservasi adanya tanda-tanda hiperventilasi

4. Memonitor sianosis perifer5. Memonitor pola pernapasan

abnormal6. Memonitor TTV7. Memonitor frekuensi dan irama

pernapasan

DS: -DO:- Jalan napas paten- Sianosis perifer (+) - Retraksi dada (+)- Hiperventilasi (+)- TTV:

HR : 90x/menitRR : 27x/menitTD : 150/80 mmHgMAP : 107 mmHg

A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi

2. Gangguan pertukaran gas

1. Mengkaji secara komperhensif area perifer (warna kulit, membran mukosa dan CRT, sianosis)

2. Memonitor terjadinya diaforesis 4. Meninggikan posisi kepala5. Kolaborasi dalam pemberian terapi

sesuai dengan kondisi yang mendasari

DS: -DO :

- Diaforesis (+)- Sianosis (+)- CRT >2 detik- Pasien dalam posisi semi

fowlerA : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi

3. Penurunan curah jantung

1. Mengkaji tanda penurunan curah jantung

2. Mengauskultasi bunyi jantung3. Mempalpasi nadi perifer4. Mengistirahatkan pasien dengan

tirah baring optimal5. Kolaborasi dalam pemberian terapi6. Kolaborasi pemberian oksigen7. Mengkaji perubahan pada sensorik

seperti letargi, cemas, dan depresi

DS: -DO:

- HR: 90x/menit- Nadi perifer cepat tapi lemah- TD: 150/80 mmHg- Tidak terdengar bunyi jantung

tambahan- Pasien gelisah- Pasien samnolen

A : Masalah belum teratasiP : Lanjutkan intervensi

Page 36: Makalah EN EDEMA PARU.docx

9

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Edema paru akut adalah akumulasi cairan tidak normal dalam ruang ekstra vaskuler

dan jaringan pada paru–paru, dimana hal tersebut dapat terjadi karena penyakit

jantung maupun penyakit di luar jantung (edema paru kardiogenik dan non

kardiogenik).

2. Kondisi klien dapat diperbaiki ketika klien menerima pengobatan yang tepat, bersama

dengan pengobatan untuk masalah yang mendasar untuk pengobatan edema paru

akut, pengobatan pada edema paru akut bervariasi tergantung pada penyebabnya,

tetapi umumnya termasuk oksigen dan obat-obatan.

4.2 Saran

1. Diharapkan penulis selanjutnya melakukan penyusunan yang lebih komplek tentang

asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan edema paru akut dengan

melihat fakta yang terjadi dilapangan.

2. Diharapkan pembaca lebih aktif dalam mencari informasi melalui media cetak atau

media masa untuk meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan gawat

darurat pada klien dengan edema paru akut.

Page 37: Makalah EN EDEMA PARU.docx

10

DAFTAR PUSTAKA

Braunwauld, Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In : Braunwauld. Heart Disease.

A textbook of cardiovascular medicine. 6th edition. WB Saunders; 7:553, 2001

Guyton and Hall. Textbook of Medical Physiology. 7th ed. Philadelphia: W.B. Saunders

Company. 1997. 2007. pp 622 - 633

Hall, Guyton &. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC, 2007.

Mayo, Staff. 2011. Pulmonary Edema. Diakses melalui http://www.mayoclinic.com/health/

pulmonary-edema/DS00412/DSECTION=symptoms pada tanggal 28 November 2013,

jam 11.22 wib.

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.

Salemba Medika: Jakarta

Nendrastuti & Soetomo, 2010. Edema Paru Akut Kardiogenik Dan Non Kardiogenik. Majalah

Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 3 Oktober 2010.

Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

Subagyo, Ahmad. 2013. Edema Paru, Kelainan Akut Atau Kronik. Diakses melalui

http://www.klikparu.com/2013/02/edema-paru-kelainan-akut-atau-kronik.html tanggal 6

November 2014, jam 14.01 wib.