laporan kimia farmasi analisis ii
DESCRIPTION
methodTRANSCRIPT
LAPORAN KIMIA FARMASI ANALISIS II
KUANTITATIF
Penetapan Kadar Kloralhidrat dengan Metode Titrasi Argentometri
7 Maret 2012
Oleh :
Kelompok 4
Esa J Sukma NIM 31109047
Hilda Safitri NIM 31109049
Lia Nurmayasari NIM 31109051
Ramdani Adinata NIM 31109056
Yoga Kevan Rahmat NIM 31109071
PRODI FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2012
No. praktikum : 04
Judul praktikum : Penetapan Kadar Kloralhidrat dengan
Metode Titrasi Argentometri
Hari/ tanggal praktikum : Rabu/ 7 Maret 2012
Sampel : Kloralhidrat II
A. Prinsip Percobaan
Prinsip kerja dari penetapan penentuan kadar Kloralhidrat ini adalah titrasi Mohr secara
tidak langsung dengan menambahkan AgNO3 berlebih kedalam sampel. Kemudian penambahan
AgNO3 berlebih tersebut dititrasi dengan NaCl. Penambahan AgNO3 ini berfungsi untuk
mengendapkan sampel Kloralhidrat sampai jenuh. Sehingga endapan akan mengendap dibawah
dan larutan pada bagian atas menjadi bening. Baru kemudian dilakukan titrasi kembali endapan
NaCl menggunakan indikator Kalium kromat (KCrO4), sehingga akan terbentuk endapan AgCl
dengan menghasilkan perubahan warna (titik akhir titrasi) dari endapan merah menjadi endapan
kuning. Ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak
mudah larut dalam AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengan indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan
indikator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir
titrasi dapat diamati.
B. Reaksi Kimia
Reaksi Kimia Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat
AgNO3 + NaCl ↓ AgCl + NaNO3
Reaksi Kimia Antara Perak Nitrat dengan Indikator KCrO4
Reaksi Kimia Penetapan Kadar Sampel Kloralhidrat
Reaksi Kimia Kloralhidrat dengan NaCl
C. Metode Analisis
Dalam penentuan kadar Kloralhidrat dilakukan titrasi argentometri metode Mohr (tidak
langsung). Hal tersebut dikarenakan kloralhidrat merupakan asam kuat dan mempunyai atom
klor (Cl) yang mudah atau dapat dilepas sehingga dapat bereaksi dengan perak (Ag+) membentuk
endapan. Oleh karena itu, Kloralhidrat dapat ditetapkan kadarnya menggunakan metode titrasi
argentometri. Metode Mohr digunakan dalam penentuan klorida. Klorida dititrasi dengan larutan
standar AgNO3. Garam soluble kromat ditambahkan sebagai indikator, akan dihasilkan warna
kuning. Pada saat reaksi sempurna, sedikit kelebihan Ag+ akan bereaksi dengan indikator
menghasilkan endapan perak kromat berwarna merah.
CrO42- + 2 Ag+ Ag2CrO4
kuning merah
D. Dasar Teori :
a. Teori Umum Titrasi Argentometri
Titrasi pengendapan adalah anilisis titrimetri berdasarkan proses terbentuknya endapan
antara reagen dengan analit dan reagen dengan indikator dengan warna yang berbeda. Hal dasar
yang diperlukan dari titrasi pengendapan adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang
cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu
titrasi, tetapi ditambah dengan titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Adapun dalam titrasi pengendapan terdapat kelebihan dan kekurangan yang signifikan,
diantaranya :
1) Jumlah metode titrasi pengendapan tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksi-
oksidasi (redoks).
2) Kesulitan dalam mencari indikator yang sesuai dalam titrasi pengendapan.
3) Komposisi endapan pada titrasi pengendapan seringkali tidak diketahui pasti, terutama jika
terdapat efek kopresipitasi.
Larutan jenuh dalam titrasi pengendapan dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam
pelarut secara terus menerus hingga zat tidak melarut lagi, atau dengan cara menaikkan
konsentrasi ion-ion tertentu hingga terbentuk endapan. Sedangkan kelarutan itu sendiri dapat
diartikan sebagai konsentrasi larutan jenuh zat padat (kristal) di dalam suatu pelarut pada suhu
tertentu. Titrasi pengendapan tersebut berkaitan erat dengan konsentrasi kelarutan yang pada
akhirnya akan membentuk suatu endapan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan, diantaranya :
1) Suhu.
2) Sifat Pelarut.
3) Ion Sejenis.
4) Aktivitas Ion.
5) pH.
6) Hidrolisis.
7) Hidroksida Logam.
8) Pembentukan Senyawa Kompleks.
Penjelasan dalam faktor-faktor diatas yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi
pengendapan adalah sebagai berikut :
1) Efek suhu larutan
Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik. Sebaiknya proses
pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan dalam keadaan larutan panas.
Kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas memiliki kelarutan kecil (misalnya: Hg2Cl2,
MgNH4PO4) cukup disaring setelah terlebih dahulu didinginkan di lemari es.
2) Efek sifat pelarut
Kebanyakan garam anorganik larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik. Air
memiliki momen dipol yang besar dan tertarik oleh kation dan anion membentuk ion hidrat.
Sebagaimana ion hidrogen yang membentuk H3O+, energi yang dibebaskan pada saat interaksi
ion dengan pelarut akan membantu meningkatkan gaya tarik ion terhadap kerangka padat
endapan. Ion-ion dalam kristal tidak memiliki gaya tarik terhadap pelarut organik, sehingga
kelarutannya lebih kecil daripada kelarutan dalam air. Pada analisis kimia, perbedaan kelarutan
menjadi dasar untuk pemisahan senyawa. Sebagai contoh: campuran kering Ca(NO3)2 + Sr(NO3)2
dipisahkan dalam campuran alkohol + eter, hasilnya Ca(NO3)2 larut, sedangkan Sr(NO3)2 tidak
larut.
3) Efek ion sejenis
Endapan lebih mudah larut dalam air daripada dalam larutan yang mengandung
ion sejenis. Misalnya pada AgCl, [Ag+][Cl-] tidak lebih besar dari tetapan (Ksp AgCl = 1 x 10 -10)
di dalam air murni di mana [Ag+] = [Cl-] = 1 x 10-5 M; jika ditambahkan AgNO3 hingga [Ag+] =
1 x 10-4 M, maka [Cl-] turun menjadi 1 x 10-6 M, sehingga reaksi bergeser ke kanan sesuai arah:
Ag+ + Cl- AgCl. Ke dalam endapan terjadi penambahan garam, sedangkan jumlah Cl - dalam
larutan menurun.
Teknik penambahan ion sejenis dilakukan oleh analis untuk tujuan :
a) Menyempurnakan pengendapan.
b) Pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan endapan.
Jika kelebihan ion sejenis cukup besar, maka kelarutan endapan lebih besar dari harga
yang diperkirakan dari Ksp, oleh sebab itu penambahan ion sejenis dibatasi hingga 10%.
4) Efek aktivitas ion
Banyak endapan yang kelarutannya naik di dalam larutan yang mengandung ion-ion yang
tidak bereaksi dengan ion-ion pembentuk endapan. Fenomena ini disebut efek aktivitas ion atau
efek ion berlainan (diverse ion effect) atau efek garam netral. Misalnya kelarutan antara AgCl
dan BaSO4 dalam larutan KNO3.
Molaritas merupakan aktivitas yang terjadi dalam larutan yang sangat encer, jika
konsentrasi larutan makin pekat maka koefisien aktivitas (f) menurun cepat, akibat gaya tarik
lebih besar yang terjadi antar ion yang berbeda muatan. Efektivitas ion-ion (pada kondisi
setimbang) juga menurun dan penambahan endapan harus dilakukan agar aktivitas kembali ke
semula.
Jika koefisien aktivitas kedua ion kecil, maka hasil kali konsentrasi molar besar.
Kenaikan kelarutan BaSO4 lebih besar daripada AgCl, karena koefisien aktivitas ion divalen
lebih kecil daripada ion univalent. Dalam larutan sangat encer f = 1, maka Ksp = Kosp.
5) Efek pH
Kelarutan garam dari asam lemah tergantung kepada pH larutan. Contoh : oksalat,
sulfida, hidroksida, karbonat, dan fosfat. Proton bereaksi dengan anion membentuk asam lemah
sehingga mempertinggi kelarutan garam.
6) Efek hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan di dalam air maka akan terjadi perubahan pH
larutan.
MA M+ + A-
A- + H2O HA + OH-
Jika HA sangat lemah, MA tidak larut, maka Ka dan Ksp kecil. Jika [A-] kecil, maka
reaksi hidrolisis lebih sempurna. Dapat terjadi 2 ekstrim yang bergantung pada besarnya harga
Ksp, diantaranya :
a) Kelarutan sangat kecil di mana pH air tidak berubah karena terjadi hidrolisis.
b) Kelarutan cukup besar di mana ion OH- yang bersumber dari air dapat diabaikan.
7) Efek hidroksida logam
Jika hidroksida logam dilarutkan di dalam air, terjadi seperti pada efek hidrolisis tetapi
pH tidak berubah.
M(OH)2 M2+ + 2 OH
OH- + H2O H3O+ + OH-
[M2+][OH-]2 = Ksp
[H3O+][OH-] = Kw
Charge balance : 2 [M2+] + [H3O+] = [OH-]
Dari 3 persamaan tersebut dapat dihitung kelarutan molar. Pada saat M(OH)2 larut maka [OH-]
naik, sehingga menggeser [OH-] pada kesetimbangan disosiasi air ke kiri :
M(OH)2 (p) M2+ + 2 OH-
2 H2O H3O+ + OH-
Dapat terjadi 2 kondisi ekstrim yang masing-masing tergantung kepada besarnya
kelarutan ion hidroksida, yaitu :
a) Kelarutan sangat kecil di mana pH tidak berubah.
b) Kelarutan cukup besar mengakibatkan kenaikan [OH-], sedangkan [H3O+] sangat kecil
(diabaikan).
8) Efek pembentukan senyawa kompleks
Kelarutan ‘garam sukar larut’ dipengaruhi oleh zat-zat yang dapat membentuk senyawa
kompleks dengan kationnya. Ion pengkompleks dapat berupa anion atau molekul netral, baik
sejenis maupun tidak sejenis dengan endapan. Misalnya efek hidrolisis di mana OH- sebagai ion
pengkompleks.
Berdasarkan pada cara penentuan titik akhirnya, ada beberapa metode-metode dalam
titrasi pengendapan, diantaranya :
a) Argentometri
Argentometri adalah titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya)
dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3. Titrasi pengendapan yang paling
banyak dipakai adalah Argentometri, karena hasil kali kelarutan garam perak halida
(pseudohalida) sangat kecil :
Ksp AgCl = 1,82 . 10-10 Ksp AgCN = 2,2 . 10-16
Ksp AgCNS = 1,1 . 10-12 Ksp AgI = 8,3 . 10-17
Ksp AgBr = 5,0 . 10-13
Terdapat tiga cara dalam penentuan titik akhir titrasi, yaitu :
1) Cara Mohr indikator CrO4-2 (pembentukan endapan berwarna pada titik akhir).
2) Cara Volhard indikator Fe3+ (terbentuknya kompleks berwarna yang larut pada titik akhir).
3) Cara Fajans Fluorescein (indikator adsorpsi pada endapan).
b) Merkurimetri
Merkurimetri adalah titrasi pengendapan yang mengguanakan ion Hg2+ sebagai pentiter
dan dapat dipakai untuk menentukan klorida.
Hg2+ + 2 Cl- HgCl2 (berlaku untuk halida lain)
Jika ion halida dititrasi dengan merkuri nitrat, pada TE tidak ada [Hg2+] karena selama
titrasi terbentuk endapan HgCl2, namun setelah TE terjadi kenaikan [Hg2+] yg segera bereaksi
dengan indikator membentuk kompleks Hg-Indikator; misalnya indikator nitroprusid membentuk
endapan putih, indikator difenilkarbazid atau difenilkarbazon dalam asam membentuk warna
ungu intensif. Diperlukan koreksi dengan titrasi blanko : 0,17 ml Hg(NO3)2 0,1 N untuk 50 ml
HgCl2 0,05 N. Volume titrasi blanko bervariasi sesuai besarnya [HgCl2] TE karena [Hg2+]
berlebih akan beraksi dg HgCl2 :
HgCl2 + Hg2+ 2 HgCl+
c) Titrasi Kolthoff
Penentuan kadar Zn2+ (sebagai titran) diendapkan dengan larutan baku K-Ferosianida
TAT dapat ditentukan dengan indikator eksternal seperti uranil nitrat, ammonium molibdat,
FeCl3, dll. Namun diperlukan keterampilan khusus; sehingga lebih baik menggunakan indikator
internal seperti difenilamin, difenilbenzidin, difenilamin sulfonat, dll. Reaksi redoks Fe2+, Fe3+
mempunyai potensial reduksi (pada 30oC) sebagai berikut :
E = Eo + 0,060 log [Fe(CN)63-] / [Fe(CN)6
4-]
Campuran fero-ferisianida dalam asam memiliki potensial reduksi jauh lebih kecil
daripada yang diperlukan untuk mengoksidasi indikator, hingga diperoleh bentuk teroksidasi
berwarna intensif. Jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan Zn2+ akan terjadi endapan Zn-
ferosianida, diikuti kenaikan potensial reduksi karena Fe(CN)64- hilang dari larutan. Setelah
Fe(CN)64- bereaksi sempurna akan terjadi kenaikan tajam potensial reduksi dan muncul warna
biru (bentuk indikator teroksidasi) akibat adanya kelebihan Zn2+. Pada TAT akan muncul warna
biru telor asin.
E. Alat dan Bahan
a. Alat :
1. Buret
2. Statif
3. Klem
4. Pipet volume 10 ml
5. Erlenmeyer 250 ml
6. Corong
7. Gelas kimia 500 mL
8. Pipet tetes
9. Kertas saring
10. Timbangan Analitik
11. Bulf
12. Gelas ukur 50 ml
13. Kertas perkamen
b. Bahan :
1. Sampel ( Kloralhidrat II)
2. AgNO3 0,1 N
3. NaCl 0,1 N
4. Indikator KCrO4 5%
5. NaOH
6. H2SO4
7. Aqua DM
F. Prosedur Kerja
Prosedur Kerja
a. Pembuatan Larutan Indikator KCrO4 5%
5 gr KCrO4 100 ml Aqua DM
Sediaan KCrO4
b. Pembuatan Larutan Standar AgNO3 0,1 N
17 gr AgNO3 AgNO3 + 50 mL Aqua DM Ad sampai 1000 mL Sediaan
c. Pembakuan larutan NaCl 0,1 N dengan AgNO3 0.1 N
10 mL NaCl 25 mL aqua DM 1 mL indikator
Titrasi dengan AgNO3 + 25 mL aqua DM + 1 mL indikator, titrasi add endapan merah bata. Catat volume AgNO3
yang berkurang ! Titrasi dilakukan triplo
d. Penetapan
Kadar Sampel
30 mL sample Ad 50 mL
aqua DM Ambil 10 mL Add 100 mL Pipet 10 mL
e. Penetapan Kadar Sampel
10 mL Sample 30 mL AgNO3 1 mL indikator
NaCl
Titrasi dengan NaCl + 10 mL sample + 30 mL AgNO3 + 1 ml indicator, titrasi ad warna kuning muda. Catat volume
NaCl yang berkurang ! Titrasi dilakukan triplo.
G. Data Hasil Pengamatan dan Perhitungan Kloral Hidrat
a. Pembakuan Larutan AgNO3 0,1 N
Volume NaClVolume AgNO3
10 mL 11 mL
10 mL 12 mL
10 mL 12,5 mL
Rata – rata 11,97 mL
Perhitungan Kadar AgNO3
N AgNO ke-1=
=
= 0,09 N
N AgNO ke-2=
=
= 0,08 N
N AgNO ke-3=
=
= 0,07 N
N AgNO3 Rata-rata = = 0,08 N
b. Penentuan Kadar Sampel ( Kloral Hidrat )
Pengenceran Sampel
Perhitungan Pengenceran :
x = 30 kali
pengenceran
Penentuan Kadar Sampel (Kloral Hidrat)
Volume Sampel Volume NaCl
10 mL 20 mL
10 mL 21,6 mL
10 mL 22 mL
Rata – rata 21,2 mL
Perhitungan Kadar Sampel ( Kloral hidrat )
Titrasi 1 :
V .Sampel. N sampel = (V AgNO3. N AgNO3) - (V NaCl. N NaCl
10 mL . N Sampel = ( 30 mL . 0,08 N) – ( 20 mL . 0,1 N )
N Sampel = 2,4 – 2/10
N Sample = 0,4/10
N Sample = 0,04 N
Gram Sample = 0,04 x 165,40
= 6,614 gram
% b/v kadar sample = 6,614/30 ml x 100%
= 22,246%
Titrasi 2 :
V .Sampel. N sampel = (V AgNO3. N AgNO3) - (V NaCl. N NaCl
10 mL . N Sampel = ( 30 mL . 0,08 N) – ( 21,6 mL . 0,1 N )
N Sampel = 2,4 – 2,16/10
N Sample = 0,24/10
N Sample = 0,024 N
Gram Sample = 0,024 x 165,40
= 3,969 gram
% b/v kadar sample = 3,969/30 ml x 100%
= 13,23 %
Titrasi 3 :
V .Sampel. N sampel = (V AgNO3. N AgNO3) - (V NaCl. N NaCl
10 mL . N Sampel = ( 30 mL . 0,08 N) – ( 22 mL . 0,1 N )
N Sampel = 2,4 – 2,2/10
N Sample = 0,2/10
N Sample = 0,02 N
Gram Sample = 0,02 x 165,40
= 3,38 gram
% b/v kadar sample = 3,38/30 ml x 100%
= 11,02%
Rata-rata = = 15,43%
Persentase Kesalahan
= x 100 %
= x 100 %
= 38,28 %
H. Pembahasan
Dalam praktikum penetapan kadar sampel kloralhidrat yang telah dilakukan sebelumnya
menggunakan titrasi argentometri metode Mohr tidak langsung. Titrasi argentometri dapat
digunakan untuk menetapkan kadar kloralhidrat sebagai halogenida yang membentuk endapan
dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana netral. Metode Morh yang digunakan dalam
penetapan kadar kloralhidrat ini adalah secara tidak langsung, yaitu dengan menambahkan
AgNO3 secara berlebih dan kelebihan dari AgNO3 agar tersebut akan dititrasi dengan NaCl
membentuk endapan AgCl. Titik akhir titrasinya ditandai dengan terbentuknya endapan
berwarna kuning dengan menggunakan indikator Kalium Kromat.
Pada dasarnya kloralhidrat ini dapat ditetapkan kadarnya dengan menggunakan titrasi
argentometri metode Mohr secara langsung yaitu dengan melakukan titrasi asam-basa tidak
langung terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan titrasi argentometri metode Mohr secara
langusung. Prosedur yang dapat dijelaskan dalam metode ini adalah sampel ditambahkan
berlebih dengan NaOH lalu kelebihan NaOH tersebut dititrasi dengan H2SO4 dengan
menggunakan indikator fenolftalein. Titik akhir titrasinya ditandai dengan perubahan warna
sampel dari merah menjadi tidak berwarna. Setelah proses tersebut larutan hasil titrasi asam dan
basa ini ditambahkan dengan indikator Kalium Kromat dan titrasi dengan larutan baku sekunder
AgNO3 sampai terbentuk endapan merah. Hasil dari penetapan kadar kloralhidrat dengan metode
Mohr secara langsung ini menunjukkan titik akhir titrasi yang sangat cepat, dengan volume akhir
titrasi sebanyak 3 mL. Oleh karena itu, titrasi dilanjutkan/ dicoba dengan menggunakan metode
lain. Metode yang selanjutnya digunakan adalah metode titrasi Mohr secara tidak langsung.
Perubahan metode ini dimaksudkan untuk membuktikan dan membandingkan titik akhir titrasi
antara metode Mohr tidak langsung dengan metode Mohr langsung. Sehingga hasil terbaik yang
akan diambil untuk menetapkan kadar kloral hidrat. Pada metode titrasi metode Mohr tidak
langsung sampel yang berupa larutan diambil sebanyak 10 mL kemudian ditambahkan AgNO3
berlebih sampai terbentuk endapan yang menjenuhkan sampel tersebut. Setelah itu tambahkan
indikator Kalium Kromat sebanyak 1 mL dan dititrasi dengan larutan baku sekunder NaCl.
Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :
Titik akhir titrasi penetapan kadarnya menunjukkan perubahan warna yang signifikan
dari endapan merah menjadi endapan berwana kuning. Dari kedua hasil tersebut didapat hasil
dari penetapan metode Mohr secara tidak langsung yang lebih baik. Hal ini dapat dibuktikan
karena titik akhir titrasi yang dihasilkan tidak menunjukkan perubahan warna indikator yang
langsung, tetapi terdapat rentang waktu perubahan warna pada indikator. Jadi titrasi Mohr yang
dipilih adalah secara tidak langsung.
Perlakuan awal pada sampel kloralhidrat yang berupa larutan tidak memerlukan cara
yang khusus. Karena sampel kloralhidrat yang didapat adalah berupa larutan dan kloralhidratnya
pun tidak tahan panas. Namun pada perlakuan awalnya sampel yang akan dititrasi diencerkan
terlebih dahulu secara berulang, dengan mengambil 10 mL dari 30 mL sampel lalu diencerkan
dengan dengan 100 mL sampel dan diambil 10 mL untuk dititrasi.
Hasil dari penetapan kadar sampel kloralhidrat dengan metode tidak langsung ini
dilaksanakan dalam prakteknya, meskipun pada dasarnya metode volhard pun dapat digunakan
pada penetapan sampel ini. Hal ini dikarenakan metode Mohr mempunyai banyak kekurangan
diantaranya tidak memberikan titik akhir titrasi yang jelas/ dengan kata lain tidak memberikan
hasil yang sensitif.
Dalam titrasi Mohr secara tidak langsung akan terbentuk endapan AgCl sebagai dasar
reaksi kimia dari titrasi ini. Endapan tersebut menandai titik akhir titrasi dengan bantuan
indikator Kalium Kromat. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :
AgNO3 + NaCl ↓ AgCl
I. Kesimpulan
Titrasi Argentometri sampel Kloralhidrat menggunakan metode Mohr dengan prinsip
titrasi tidak langsung yaitu dengan penambahan titrant secara berlebih disertai dengan
menggunakan indikator K2CrO4 dalam penetapan titik akhirnya. Perhitungan kadar akhir yang
diperoleh Kloralhidrat adalah 15,43 % dan persentasi kesalahannya sebesar 38,28 %.
J. Daftar Pustaka
Abdul Rohman, M.Si., Apt. Prof. Dr. Ibnu Ghorib Gandjar, DEA., Apt. (2010). Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Abdul Rohman. Sudjadi. 2008. Analisis Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
A. L. Underwood. R. A. Day, JR. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif, edisi 5, Erlangga. Jakarta.
Cairins, Donald. 2008. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Direktorat Jendral POM. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Ham,Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia di Laboraturium. Bandung : Bumi aksara.
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta. Binarupa Aksara.www://wiki.com/wikipedia.chloralhidrat.html (diakses tanggal 09-04-2012 jam 12.37).