laporan fisiologi respirasi

38
1 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr.wb Segala puji senantiasa dipanjatkan pada Allah SWT karena, atas kuasanya laporan praktikum Fisiologi kelompok 4 ini dapat kami selesaikan. Salawat dan salam dipanjatkan pada Rasulullah SAW beserta para keluarganya serta sahabat dan umatnya hingga akhir zaman. Laporan kelompok ini dibuat sebagai bagian dari pembelajaran dalam Sistem Respirasi yang saat ini sedang berlangsung untuk nantinya agar dapat mengikuti ujian praktikum fisiologi. Kami ucapkan terimakasih kepada dr. Busjra dan staff laboraturium yang telah membimbing dan mengarahkan kami selama proses praktikum ini berlangsung. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, dan mohon maaf bila terdapat kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat penting bagi perkembangan kami kedepannya. Wassalamu’alaikum wr.wb Jakarta, Mei 2014 Kelompok 4

Upload: ayesayezia

Post on 28-Dec-2015

114 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Laporan Fisologi Respirasi Kel.42013-2014

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Fisiologi Respirasi

1

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Segala puji senantiasa dipanjatkan pada Allah SWT karena, atas kuasanya

laporan praktikum Fisiologi kelompok 4 ini dapat kami selesaikan. Salawat dan salam

dipanjatkan pada Rasulullah SAW beserta para keluarganya serta sahabat dan

umatnya hingga akhir zaman.

Laporan kelompok ini dibuat sebagai bagian dari pembelajaran dalam Sistem

Respirasi yang saat ini sedang berlangsung untuk nantinya agar dapat mengikuti ujian

praktikum fisiologi.

Kami ucapkan terimakasih kepada dr. Busjra dan staff laboraturium yang

telah membimbing dan mengarahkan kami selama proses praktikum ini berlangsung.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat, dan mohon maaf bila terdapat

kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat penting bagi perkembangan

kami kedepannya.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Jakarta, Mei 2014

Kelompok 4

Page 2: Laporan Fisiologi Respirasi

2

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR....................................................................................................1BAB I.............................................................................................................................3

TAHAN NAPAS........................................................................................................3I. TUJUAN..........................................................................................................3II. ALAT YANG DIPERLUKAN....................................................................3III. LANGKAH KERJA....................................................................................3

IV. DASAR TEORI...............................................................................................4V. HASIL PERCOBAAN....................................................................................7VI. DISKUSI.........................................................................................................7VII. KESIMPULAN...............................................................................................8

BAB II............................................................................................................................8SESAK NAPAS.........................................................................................................8

I. TUJUAN..........................................................................................................8II. Alat yang diperlukan....................................................................................8III. Langkah kerja...............................................................................................8IV. Dasar Teori...................................................................................................8V. HASIL PERCOBAAN...............................................................................17VI. DISKUSI....................................................................................................17VII. KESIMPULAN..........................................................................................18

BAB III.........................................................................................................................19SPIROMETER MEKANIK (COLLINS).................................................................19

I. TUJUAN........................................................................................................19II. ALAT YANG DIPERLUKAN..................................................................19III. LANGKAH KERJA..................................................................................19IV. DASAR TEORI.........................................................................................21V. HASIL PERCOBAAN...............................................................................23VI. DISKUSI....................................................................................................24VII. KESIMPULAN..........................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25LAMPIRAN UJI SPIROMETER MEKANIK............................................................26LAMPIRAN UJI SPIROMETER MEKANIK............................................................27

Page 3: Laporan Fisiologi Respirasi

3

BAB I

TAHAN NAPAS

I. TUJUANa. Tujuan Instuksional Umum

Memahami pengaruh berbagai kondisi pernapasan terhadap tercapainya breaking point pada waktu menahan napas.

b. Tujuan Perilaku Khusus1. Menentukan lama tercapainya breaking point seseorang pada waktu

menahan napas pada berbagai kondisi pernapasan.2. Menerangkan sebab terjadinya perbedaan lama kesanggupan menahan

napas pada kondisi pernapasan yang berbeda-beda.

II. ALAT YANG DIPERLUKAN1. Stopwatch2. Beberapa kantong plastik:

- Berisi O2 murni- Berisi CO2 10%

III. LANGKAH KERJA1. Lakukan percobaan ini pada minimal 4 OP.2. Minta OP untuk menahan napas dengan cara menghentikan pernapasan serta

menutup mulut dan hidungnya sendiri sehingga tercapai breaking point, pada berbagai kondisi pernapasan seperti tercantum dalam daftar berikut ini. Beri istirahat 5 menit antara 2 percobaan:a. Pada akhir inspirasi biasa.b. Pada akhir ekspirasi biasa.c. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat.d. Pada akhir ekspirasi tunggal yang kuat.e. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat setelah OP bernapas dalam dan

cepat selama 20 detik.f. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat dari kantong plastik berisi O2.g. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat setelah bernapas dalam dan cepat

selama 20 detik dengan 3 kali pernapasan yang terakhir dari kantong plastik berisi O2.

h. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat dari kantong plastik berisi CO2

10%.i. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat segera sesudah berlari di tempat

selama 2 menit.3. Catat lamanya OP dapat menahan napas pada berbagai kondisi pernapasan di

atas (dalam detik).

Page 4: Laporan Fisiologi Respirasi

4

4. Jelaskan sebab-sebab terjadinya perubahan lama menahan napas pada percobaan butir a s/d i.

IV. DASAR TEORIPusat Pernapasan1. Pusat pernafasan yang utama terdapat pada medullary respiratory center yang

terdiri dari banyak neuron yang akan mengirim sinyal secara otomatis kepada motor neuron untuk inspirasi dan ekspirasi. Medullary respiratory center sendiri terdiri dari 2 grup, yaitu:

a. Dorsal Respiratory Group terdiri dari neuron yang berfungsi pada inspirasi.

b. Ventral Respiratory Group terdiri dari neuron yang berfungsi untuk inspirasi dan ekspirasi. Neuron ini biasanya aktif ketika pernafasan aktif.

2. Pusat pernafasan yang lain adalah pons dengan bagian pneumotaxic center yang terletak di pons bagian atas yang mengirim impulse ke DRG untuk menghentikan neuron inspirasi.

3. Selain itu terdapat apneustic center di formatio reticularis pons bagian bawah yang mencegah penghentian neuron inspirasi, sebaliknya meningkatkan proses inspirasi. Pneumotoxic lebih berpengaruh dibandingkan apneustic.

Peranan yang pasti dari pusat – pusat di pons memang belum diketahui dengan pasti, namun tampaknya kedua pusat tersebut menyebabkan impuls spontan dan berirama pada pusat respirasi menjadi lebih halus dan teratur, sehingga proses inspirasi dan ekspirasi berjalan dengan mulus (smooth).

Pengaturan Pusat PernapasanPusat pernapasan di batang otak dipengaruhi oleh berbagai rangsang, yang dapat digolongkan dalam rangsang kimia dan rangsang non kimia.

1. Rangsang KimiaBerapapun banyaknya O2 yang diambil oleh jaringan atau CO2 yang dibuang ke dalam darah yang meninggalkan paru dipertahankan konstan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan gas dalam darah arteri selalu diatur dengan tepat. Dipertahankannya kandungan gas dalam darah dalam kisaran normal hampir sepenuhnya dilakukan melalui variasi irama dan amplitudo pernapasan.

Pusat pernapasan di medula oblongata menerima input yang memberikan informasi tentang kebutuhan tubuh akan pertukaran gas. Selanjutnya, pusat pernapasan akan mengirimkan impuls yang sesuai untuk menyelaraskan frekuensi dan kedalaman ventilasi dengan kebutuhan jaringan. Rangsang yang akan meningkatkan ventilasi ialah penurunan PO2, peningkatan PCO2 dan peningkatan ion H dalam arteri. Perubahan O2, CO2 dan ion H akan mempengaruhi pusat respirasi melalui perangsangan reseptor kimia (kemoreseptor) di perifer dan di pusat.

Kemoreseptor periferGlomus karotikus yang terletak pada percabangan a. karotis komunis dan glomus aortikum pada arkus aorta adalah reseptor kimia perifer yang peka terhadap peningkatan pCO2 dan penurunan pO2/pH darah. Rangsang pada glomus

Page 5: Laporan Fisiologi Respirasi

5

karotikum diteruskan ke pusat respirasi melalui cabang n. glossofaringeus sedangkan rangsang dari glomus aortikum disalurkan melalui cabang asendens n. vagus.

Penurunan PO2 arteri (hipoksia) akan merangsang kemoreseptor perifer dan meningkatkan impuls ke pusat pernapasan. Namun kemoreseptor perifer tidak terlalu peka terhadap penurunan PO2 yang relatif sedikit. Respon peningkatan ventilasi akan tampak jelas apabila PO2 yang turun lebih rendah dari 60 mmHg.

Dengan demikian, efek hipoksia tidak begitu nyata sampai rangsang melalui kemoreseptor peifer cukup kuat untuk mengatasi hambatan rangsang pernapasan. Kemoreseptor perifer tidak berperan dalam memonitor perubahan PCO2 darah arteri (responnya lemah). Perangsangan pusat respirasi pada peningkatan PCO2 arteri terutama terjadi melalui kemoreseptor pusat.

Sebaliknya, kemoreseptor perifer sangat sensitif terhadap perubahan ion H dalam darah. Peningkatan PCO2 arteri akan menyebabkan peningkatan kadar ion H, baik di darah maupun dalam cairan otak. Kemoreseptor perifer akan terangsang oleh peningkatan ion H dan meneruskan impuls perangsangan ke pusat respirasi, sehingga respirasi meningkat. Namun, pada keadaan ini, perangsangan pusat respirasi oleh kemoreseptor pusat lebih besar.

Kemoreseptor perifer lebih memegang peran penting apabila perubahan kadar ion H dalam darah bukan diinduksi oleh perubahan PCO2. Pada beberapa keadaan didapatkan perubahan kadar ion H darah sedangkan PCO2 arteri tetap dalam batas normal. pada asidosis metabolik, misalnya akibat penumpukan asam benda keton dalam darah pada penyakit diabetes melitus, terjadi pernapasan kuat dan dalam (pernapasan Kussmaul). Hiperventilasi ini akan menurunkan PCO2 arteri sehingga konsentrasi ion H darah arteri turun. Sebaliknya pada alkalosis metabolik, misalnya akibat muntah – muntah yang mebgeluarkan HCl lambung, ventilasi dihambat sehingga PCO2 arteri meningkat dan kadar ion H meningkat menuju normal.Kemoreseptor pusatPada bagian ventral medula oblongata, dekat pusat respirasi, terdapat reseptor kimia yang peka terhadap peningkatan kadar ion H (penurunan pH) dalam cairan otak. CO2 dengan mudah dapat menembus membran sawar darah – otak dan darah – cairan otak, sedangkan ion H dan ion HCO3

- menembus lebih sular / lambat. CO2 yang masuk dalam otak dan cairan otak segera berubah menjadi H2CO3 dan kemudian terurai kembali menjadi ion H dan ion HCO3

-. Maka kadar ion H di cairan otak meningkat, sesuai dengan peningkatan PCO2 arteri. Sel – sel reseptor pusat ini tidak peka terhadap perubahan CO2 langsung, namun sensitif terhadap perubahan ion H yang diinduksi oleh perubahan CO2 di dalam cairan otak. Hal ini akan merangsang reseptor kimia di medula oblongata, sehingga ventilasi meningkat.Pada keadaan istirahat, PCO2 arteri memegang peran penting sebagai pemberi informasi ke pusat respirasi dalam mengatur besar ventilasi. Pada keadaan normal, PCO2 dipertahankan sekitar 40 mmHg. Peningkatan metabolisme jaringan menyebabkan peningkatan PCO2 arteri. Hal ini menimbulkan refleks perangsangan ke pusat respirasi dengan akibat meningkatnya ventilasi, sehingga kelebihan CO2 akan dikeluarkan ke udara atmosfer. Apabila PCO2 arteri telah

Page 6: Laporan Fisiologi Respirasi

6

turun mencapai kadar normal, rangsang ventilasi berlebihan akan berhenti. Sebaliknya, penurunan PCO2 arteri menurunkan refleks perangsangan ke pusat respirasi sehingga ventilasi menurun. CO2 akan tertahan di dalam tubuh sampai PCO2 mencapai normal.

2. Rangsang non-KimiaSewaktu berbicara, mandi air dingin, tertusuk jarum atau berbagai bentuk stres lain yang datang tiba – tiba, terjadi perubahan irama pernapasan sebagai akibat perangsangan pusat respirasi dari berbagai tempat. Berbagai rangsang non kimia dapat berasal dari :

a. Korteks serebri:1. Langsung : adanya serat saraf dari korteks serebri menuju neuron motor

otot pernapasan memungkinkan sesorang mengendalikan pernapasan secara sengaja, misalnya menahan napas atau melakukan hiperventilasi.

2. Tak langsung : sebagian impuls yang disalurkan dari korteks serebri ke otot rangka (misalnya sewaktu olah raga) akan disalurkan ke formasio retikularis dan menggiatkan pusat respirasi, sehingga respirasi digiatkan.

b. Sistem limbik dan hipotalamus diduga menyalurkan impuls aferen menuju pusat pernapasan karena rangsang nyeri dan emosi mempengaruhi pola pernapasan.

c. Proprioseptor di otot, tendo dan sendi mengirimkan impuls melalui serat aferen menuju ke medula oblongata untuk menggiatkan pernapasan sewaktu melakukan olah raga. Telah dibuktikan bahwa gerakan sendi baik aktif maupun pasif akan meningkatkan ventilasi.

d. Baroreseptor di sinus karotikus, arkus aorta, ventrikel dan pembuluh darah besar selain memberikan perangsangan ke pusat vasomotor dan kardioinhibitor, juga menyalurkan impulsnya melalui serat aferen menuju ke pusat respirasi. Rangsang pada baroreseptor akan menimbulkan inhibisi ke pusat respirasi. Apabila terjadi peningkatan tekanan darah, secara refleks terjadi penurunan frekuensi denytu jantung, penurunan ventilasi dan vasodilatasi pembuluh darah.

e. Peningkatan suhu tubuh akan menggiatkan pernapsan. Pada demam atau sewaktu berolahraga, pembentukkan panas tubuh melampaui pengeluaran panas tubuh, sehingga suhu tubuh meningkat. Pada keadaan ini, ventilasi meningkat, sebagai salah satu upaya tubuh untuk mengeluarkan panas tubuh yang berlebihan.\

f. Hormon epinefrin yang meningkat dalam tubuh sebagai respons terhadap peningkatan rangsang simpatis, juga akan merangsang pusat respirasi sehingga ventilasi meningkat.

g. Berbagai iritasi pada mukosa saluran pernapasan akan merangsang bermacam–macam reseptor, menimbulkan refleks bersin, batuk, menelan, muntah, menguap dan sebagainya. Pada keadaan – keadaan tersebut, tampak perubahan pola pernapasan.

h. Refleks Hering-Breuer, yaitu refleks hambatan inspirasi-ekspirasi. Pada saat inspirasi mencapai batas tertentu, reseptor regang yang terdapat pada parenkim paru serta otot polos saluran pernapasan akan terangsang. Impuls dari reseptor ini akan disalurkan melalui serta aferen n. vagus menuju DRG di medula oblongata dan menghambat aktivitas neuron I (inflation

Page 7: Laporan Fisiologi Respirasi

7

reflex). Mekanisme umpan balik negatif ini membentu menghentikan proses inspirasi sebelum jaringan paru teregang secara berlebihan. Demikian pula pada saat ekspirasi mencapai batas tertentu, terjadi perangsangan reseptor kompresi yang terletak pada septum alveol. Impuls dari reseptor kompresi akan menghambat terjadinya ekspirasi lebih lanjut (deflation reflex).

Pengaturan ventilasi saat olahragaSaat latihan atau olahraga, tingkat ventilasi alveolus akan meningkat sampai 20 kali lipat. Hal ini bertujuan agar tekan aparsial dari oksigen, karbon dioksia, serta pH arteri tetap normal. Peningkatan ventilasi ini dipicu oleh dua hal, yakni:1. Impuls kolateral dari korteks cerebri, yang selain mengirimkan impuls pada otot

yang bersangkutan dengan olah raga, juga mengirimkan impulsnya pada pusat pernapasan di batang otak untuk menaikkan ventilasi.

2. Adanya proprioseptor pada tubuh. Proprioseptor yang terlaetak pada anggota tubuh yang aktif bergerak selama oleh raga berlangsung diduga akan terangsang dan segera mengirimkan impuls menuju batang otak untuk menaikkan tingkat ventilasi.

Kedua faktor inilah yang merupakan sistem regulator yang berperan pada saat kita sedang melakukan oleh raga. Faktor lain yang juga ikut berperan adalah dinamika dari kadar oksigen dan karbon dioksida dalam arteri saat berolahraga. Perubahan kadar ini akan merangsang pusat pernapasan pusat juga ditengah siklus inspirasi dan ekspirasi, namun karena cepatnya ventilasi yang dilakukan kadar gas darah hanya berubah sedikit, dan relatif normal

V. HASIL PERCOBAANBreaking PointNama OP:

OP1Inez

OP2Sakheel

OP3Badar

OP4Rezha RATA-RATA

1. Akhir inspirasi biasa 36,8 s 32,9 s 51,4 s 74,3s 48,85 s2. Akhir ekspirasi biasa 35,7 s 27 s 29,9 s 57,5 s 37,5 s

VI. DISKUSI

Saat OP menahan napas setelah inspirasi dalam, waktu lamanya OP dapat menahan napas jauh lebih lama daripada setelah ekspirasi. Perbedaan waktunya mencapai lebih dari 10 detik. Hal ini dikarenakan, pada keadaan setelah inspirasi, volume udara dalam alveol ditingkatkan, sehingga akan mengurangi kecepatan terjadinya perubahan PO2, PCO2, dan pH darah, disamping menghindarkan kemungkinan timbulnya ’deflation reflex’. Pengaruh perubahan PCO2 dan PO2 dalam darah memiliki peran yang berbeda terhadap pusat pernapasan. Peningkatan PCO2 memiliki peran yang besar dalam merangsang kemoreseptor pusat yang berada pada medula dekat dengan pusat pernapasan, sedangkan penurunan PO2 memiliki peran yang kecil dalam merangsang kemoreseptor pusat. Penurunan PO2 hanya mampu merangsang kemoreseptor perifer hanya jika PO2 arteri turun dibawah 60 mmHg, yang menimbulkan keadaan yang mengancam jiwa. Hal ini merupakan mekanisme emergensi. Dengan kata lain, perbedaan lamanya waktu OP dapat menahan napas adalah karena setelah inspirasi

Page 8: Laporan Fisiologi Respirasi

8

PCO2 darah lebih tinggi dibandingkan setelah ekspirasi. Hal inilah yang menyebabkan kemoreseptor pusat terangsang dan menimbulkan rangsangan pada pusat pernapasan untuk meningkatkan ventilasi.

Faktor kesalahan :Selain faktor PO2, PCO2, dan pH darah, terdapat juga faktor psikologis yang tidak dapat diabaikan. Rangsang dari sistem saraf dari korteks dan rangsang proprioseptor pun dapat mempengaruhi pernapasan. Akibatnya, lama tercapainya breaking point tidak semata-mata disebabkan oleh perubahan PO2, PCO2, dan pH darah.

VII. KESIMPULANBreaking point dapat diperpanjang dengan cara melakukan hiperventilasi sebelum menahan nafas untuk menurunkan PCO2 darah atau dengan menghirup O2 (100%) setelah hiperventilasi. Kemampuan menahan nafas juga meningkat setelah inspirasi dalam.

BAB II

SESAK NAPAS

I. TUJUAN

a. Tujuan instruksional umum.Mengenal rasa dan penyebab sesak nafas (dyspnea)b. Tujuan perilaku khusus.

- Dapat menjelaskan sensansi sesak nafas- Dapat menjelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya sesak nafas

II. Alat yang diperlukanNose piece diameter 3,4,5 mm

III. Langkah kerja- Sumbat satu lubang hidung dengan nose piece yang berlubang diameter

5,4,3 mm, kemudian tutup satu lubang hidung bagian lain dengan tangan.- Tentukan berapa lama orang sesak nafas.- Bila >5 menit tidak sesak nafas hentikan percobaan.- Lanjutkan percobaan nose piece yang diameternya lebih kecil.

IV. Dasar Teori

1. DispneaDispnea merupakan ‘penderitaan mental’ yang berhubungan dengan keinginan tak

puas untuk ventilasi yang lebih adekuat. Individu yang mengalami dispnea merasakan sensasi subjektif bahwa mereka tidak mendapat udara yang cukup yang dirasakan sebagai nafas pendek. Dispnea berasal dari interaksi banyak sinyal dan reseptor pada

Page 9: Laporan Fisiologi Respirasi

9

sistem saraf autonom, korteks motorik, dan reseptor perifer pada saluran nafas atas, paru-paru, dan dinding dada.Asal Sensasi Dispnea: Sinyal Eferen dan Aferen yang Berperan terhadap Sensasi Dispnea

Sensasi usaha respirasi berasal dari sinyal yang ditransmisikan dari korteks motorik ke korteks sensorik yang terjadi bersamaan dengan perintah motorik eferen ke otot ventilasi. Panah dari batang otak ke korteks sensorik mengindikasikan bahwa keluaran motorik batang otak dapat berkontribusi ke sensasi usaha. Sensasi lapar udara berasal dari meningkatnya aktivitas respirasi dalam batang otak, dan sensasi sesak dada berasal dari stimulasi reseptor iritan vagal. Sensasi usaha muskular dan sesak nafas berasal dari aktivitas simultan korteks sensorik pada waktu otot dada diberi sinyal untuk berkontraksi. Meningkatnya kadar PCO2 menstimulasi perasaan sesak napas yang tidak bergantung pada efek ventilasi atau kadar PO2.Dispnea berhubungan dengan kontrol ventilasi. Ventilasi berhubungan dengan kebutuhan metabolik konsumsi O2 dan eliminasi CO2. Badan karotid dan aortik dan kemoreseptor pusat berespon terhadap PO2, PCO2, dan pH darah dan cairan serebrospinal. Ketika terstimulasi, reseptor ini menyebabkan perubahan laju ventilasi. Laju dan pola pernapasan juga dipengaruhi oleh sinyal dari reseptor saraf pada parenkim paru, saluran nafas besar dan kecil, otot respirasi dan dinding dada.

2. Peran penurunan PO2 arteri dalam mengatur ventilasi

PO2 arteri dipantau oleh kemoreseptor perifer yang dikenal sebagai badan karotis dan

badan aorta, yang masing-masing terletak di bifurkasio arteri komunis dan di arkus

aorta. Kemoreseptor yang berespons terhadap perubahan spesifik kandungan kimia

darah arteri yang membasahi mereka ini, berbeda dari baroreseptor sinus karotikus

dan arkus aorta yang terletak berdekatan.

Kemoreseptor perifer tidak peka terhadap penurunan biasa PO2 arteri. PO2 arteri harus

turun di bawah 60 mmHg (reduksi >40%) sebelum kemoresptor perifer berespons

Page 10: Laporan Fisiologi Respirasi

10

dengan mengirim impuls aferen ke neuron inspirasi medula untuk secara refleks

meningkatkan ventilasi. Karena PO2 arteri turun di bawah 60 mmHg hanya pada

keadaan-keadaan yang tidak lazim, misalnya penyakit paru berat atau penurunan PO2

atmosfer, PO2 arteri tidak berperan dalam pengaturan pernapasan normal. Ventilasi

tidak perlu ditingkatkan sampai PO2 arteri turun di bawah 60mmHg karena batas

keamanan % saturasi Hb yang ditimbulkan oleh bagian datar (plateau) kurva disosiasi

O2-Hb. Hemoglobin masih 90% tersaturasi pada PO2 arteri 600mmHg, tetapi %

saturasi Hb turun drastis jika PO2 turun di bawah kadar tersebut.

3. Peran peningkatan PCO2 arteri dalam mengatur ventilasi

PCO2 arteri merupakan masukan terpentingyang mengatur besarnya ventilasi pada

keadaan istirahat. Peningkatan PCO2 arteri secara refleks merangsang pusat

pernapasan yang menyebabkan peningkatan ventilasi yang mendorong eliminasi

kelebihan CO2 ke atmosfer. Sebaliknya, penurunan PCO2 secara refleks menurunkan

dorongan untuk bernapas.

Page 11: Laporan Fisiologi Respirasi

11

Walaupun PCO2 arteri berperan sentral dalam mengatur pernapasan, tidak ada

kemoreseptor PCO2 sendiri. Badan karotis dan aorta berespons secara lemah terhadap

perubahan PCO2 , sehingga keduanya kurang berperan dalam merangsang ventilasi

secara refleks sebagai respons terhadap peningkatan PCO2 arteri. Yang lebih penting

dalam kaitan antara perubahan PCO2 arteri dan penyesuaian-penyesuaian

kompensatorik ventilasi adalah kemoreseptor sentral, yang terletak di medula di dekat

pusat pernapasan. Namun, kemoreseptor sentral ini tidak memantau CO2 itu sendiri;

kemoreseptor ini peka terhadap perubahan konsentrasi H+ yang diinduksi oleh CO2

dalam caitan ekstrasel otak yang membasahinya.

Perpindahan berbagai zat menembus kapiler otak dibatasi oleh sawar darah-otak.

Karena sawar ini mudah dilewati oleh CO2, setiap peningkatan PCO2 arteri akan

menyebabkan peningkatan serupa PCO2 CES otak karena CO2 berdifusi mengikuti

penurunan gradien tekanan dari pembuluh darah otak ke CES otak. Peningkatan PCO2

di CES otak menyebabkan peningkatan konsentrasi H+. Peningkatan konsentrasi H+ di

CES otak secara langsung merangsang kemoreseptor sentral yang pada gilirannya

meningkatkan ventilasi dengan merangsang pusat pernapasan melalui hubungan

sinaps. Setelah kelebihan CO2 kemudian dikurangi, PCO2 arteri dan PCO2 serta

konsentrasi H+ CES otak kembali ke normal. Sebaliknya, penurunan PCO2 arteri di

bawah normal akan diikuti oleh penurunan PCO2 dan H+ di CES otak, menyebabkan

penurunan ventilasi melalui jalur yang dihasilkan oleh metabolisme dibiarkan

terakumulasi, PCO2 arteri serta PCO2 dan H+ CES otak kembali pulih ke normal.

Tidak seperti CO2, H+ tidak mudah menembus sawar darah otak, sehingga H+ yang

terdapat di plasma tidak dapat mencapai kemoreseptor sentral. Dengan demikian

kemoreseptor sentral hanya peka terhadap H+ yang dihasilkan di dalam CES otak itu

sendiri akibat masuknya CO2. Dengan demikian, kemoreseptor sentral hanya peka

terhadap H+ yang dihasilkan di dalam CES itu sendiri akibat masuknya CO2. Dengan

demikian, mekanisme utama yang mengontrol ventilasi pada keadaan istirahat secara

khusus ditujukan untuk mengatur konsentrasi H+ CES otak, yang pada gilirannya

merupakan pencerminan langsung PCO2 arteri. Kecuali apabila terjadi keadaan-

keadaan yang meringankan, misalnya berkurangnya ketersediaan oksigen dalam udara

inspirasi, PO2 arteri secara kebetulan juga dipertahankan dalam nilai normalnya oleh

mekanisme ventilasi yang didorong oleh H+ CES otak.

Page 12: Laporan Fisiologi Respirasi

12

Pengaruh kuat kemoreseptor sentral pada pusat pernapasan merupakan penyebab

utama Anda dapat menahan napas secara sengaja lebih dari sekitar satu menit.

Sementara Anda menahan napas, CO2 yang dihasilkan melalui proses metabolisme

terus tertimbun dalam darah Anda dan selanjutnya meningkatkan konsentrasi H+ di

CES otak. Akhirnya stimulasi terhadap pernapasan yang ditimbulkan oleh PCO2 – H+

menjadi sedemikian kuat, sehingga masukan eksitatorik kemoreseptor sentral

mengalahkan masukan inhibitorik volunter untuk respirasi, sehingga bernapas

kembali dimulai walaupun Anda berusaha menghentikannya. Bernapas telah pulih

jauh sebelum PO2 arteri turun ke kadar yang sangat rendah yang mengancam nyawa

dan memicu kemoreseptor perifer. Dengan demikian, Anda tidak dapat secara sengaja

menahan napas untuk menciptakan kadar CO2 yang tinggi atau kadar O2 yang rendah

di dalam darah arteri yang dapat mengancam nyawanya.

Berbeda dengan efek stimulatorik normal yang ditimbulkan peningkatan PCO2 – H+

pada aktivitas pernapasan, kadar CO2 yang sangat tinggi secara langsung menekan

seluruh otak, termasuk pusat pernapasan, seperti kadar O2 yang sangat rendah. Sampai

PCO2 70-80 mmHg, kadar PCO2 yang secara progresif meningkat akan menginduksi

usaha pernapasan yang semakin kuat sebagai cara untuk mengeluarkan kelebihan CO2.

Namun peningkatan lebih lanjut PCO2 melebihi 70-80 mmHg tidak semakin

meningkatkan ventilasi, tetapi sebenarnya menekan neuron-neuron pernapasan.

Page 13: Laporan Fisiologi Respirasi

13

4. Peran peningkatan konsentrasi H + arteri dalam mengatur ventilasi

Perubahan konsentrasi H+ arteri tidak dapat mempengaruhi kemoreseptor sentral

karena H+ tidak mudah menembus sawar darah otak. Namun, kemoreseptor badan

aorta dan karotis sangat tanggap terhadap fluktuasi konsentrasi H+ arteri, berbeda

dengan rendahnya kepekaan mereka terhadap penyimpangan CO2 serta ketidakpekaan

mereka terhadap PO2 arteri sampai tekanan parsial itu turun 40% di bawah normal.

Setiap perubahan PCO2 arteri akan menimbulkan perubahan yang setara konsentrasi

H+ darah serta CES otak. Perubahan H+ darah arteri yang diinduksi oleh CO2 ini

dideteksi oleh kemoresptor perifer; hasilnya adalah stimulasi ventilasi secara refleks

sebagai respons terhadap peningkatan konsentrasi H arteri dan depresi ventilasi yang

Page 14: Laporan Fisiologi Respirasi

14

berkaitan dengan penurunan konsentrasi H arteri. Walaupun demikian, perubahan-

perubahan ventilasi yang diperantarai oleh kemoreseptor perifer ini kurang penting

dibandingkan dengan mekanisme kemoreseptor sentral yang jauh lebih kuat dalam

menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap perubahan konsentrasi H+ yang

ditimbulkan oleh CO2.

Kemoreseptor perifer berperan besar pada penyesuaian ventilasi sebagai respons

terhadap perubahan konsentrasi H+ arteri yang tidak berkaitan dengan fluktuasi PCO2.

pada berbagai keadaan, walau PCO2 normal, konsentrasi H+ arteri berubah akibat

penambahan atau pengurangan asam nonkarbonat dari tubuh. Sebagai contoh,

konsentrasi H+ arteri meningkat pada diabetes melitus karena adanya asam-asam keto

penghasil H+ yang diproduksi secara abnormal dan ditambahkan ke darah.

Peningkatan konsentrasi H+ arteri secara refleks menekan aktivitas pernapasan sebagai

respons terhadap penurunan konsentrasi H+ arteri yang ditimbulkan oleh kausa

nonrespirasi. Perubahan ventilasi oleh mekanisme ini sangat penting untuk mengatur

keseimbangan asam-basa tubuh. Dengan mengubah-ubah tingkat ventilasi, jumlah

CO2 penghasil asam yang dieliminasi dapat diubah-ubah . Penyesuaian jumlah H+

yang ditambahkan ke daerah oleh CO2 dapat mengkompensasi perubahan konsentrasi

H+ arteri yang ditimbulkan oleh kausa nonrespirasi yang pertama kali memicu respons

pernapasan tersebut.

Page 15: Laporan Fisiologi Respirasi

15

5. Mekanika PernapasanTerdapat tiga tekanan berbeda yang penting pada ventilasi:

1. Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap benda-benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut, tekanan ini sama dengan 760 mmHg. Tekanan ini berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas permukaan laut.

2. Tekanan intra-alveolus (tekanan intrapulmonalis), adalah tekanan di dalam alveolus.

3. Tekanan intrapleura, adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini juga dikenal sebagai tekanan intratoraks, yaitu tekanan yang terjadi di luar paru di dalam rongga toraks. Biasanya lebih kecil dari tekanan atmosfer, rata-rata 756 mmHg saat istirahat.

Dua gaya, kohesivitas cairan intrapleura dan gradien tekanan transmural, akan menahan dinding toraks dan paru berhadapan erat, meregangkan paru untuk mengisi rongga toraks yang lebih besar.

Molekul-molekul air polar di dalam cairan intrapleura bertahan dari peregangan karena adanya gaya tarik menarik antara sesama mereka. Kohesivitas cairan intrapleura ini cenderung menahan kedua permukaan pleura untuk tetap bersatu.

Page 16: Laporan Fisiologi Respirasi

16

Hubungan ini ikut berperan menentukan kenyataan bahwa perubahan dimensi-dimensi toraks selalu disertai oleh perubahan dimensi-dimensi paru; yaitu ketika toraks mengembang, paru, karena melekat ke dinding toraks akibat kohesivitas cairan intrapleura juga mengembang.

Alasan yang lebih penting mengapa paru mengikuti gerakan dinding dada adalah adanya gradien tekanan transmural. Tekanan intraalveolus yang setara dengan tekanan atmosfer sebesar 760 mmHg, lebih besar daripada tekanan intrapleura sebesar 756 mmHg, sehingga di dinding paru gaya yang menekan ke arah luar lebih besar daripada gaya yang menekan ke arah dalam. Perbedaan tekanan netto ke arah luar ini, yaitu gradien tekanan transmural, mendorong paru ke arah luar, meregangkan atau mengembangkan paru. Karena gradien tekanan inilah, paru selalu terdorong untuk mengembang mengisi rongga toraks.

Gradien tekanan transmural serupa juga terdapat di antara kedua sisi dinding toraks. Tekanan atmosfer yang menekan dinding toraks ke arah dalam lebih besar daripada tekanan intrapleura yang mendorong dinding tersebut ke arah luar; sehingga dinding dada cenderung terkompresi dibandingkan dengan apa yang akan terjadi apabila dada tidak mengalami tekanan-tekanan tersebut. Namun, efek gradien tekanan transmural di dinding paru jauh lebih menonjol, kerana jaringan paru yang mudah teregang jauh lebih terpengaruh oleh perbedaan tekanan yang sedang tersebut dibandingkan dengan dinding toraks yang lebih kaku.

6. Bulk flow udara ke dalam dan ke luar paru terjadi karena perubahan siklis tekanan intra-alveolus yang secara tidak langsung dirimbulkan oleh aktivitas otot pernapasan.Aliran udara mengikuti penurunan gradien tekanan tekanan intra-alveolus harus lebih rendah daripada tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke paru selama inspirasi. Demikian juga sebaliknya ketika ekspirasi. Tekanan intra-alveolus bisa diubah dengan mengubah volumenya sesuai dengan hukum Boyle. Perubahan volume ini secara tidak langsung dilakukan oleh otot-otot pernapasan.Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan melemas, tidak ada udara yang mengalir, dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Pada inspirasi, otot –otot insipirasi (diafragma dan otot antariga eksternal) terangsang untuk berkontraksi, sehingga terjadi pembesaran rongga toraks. Otot inspirasi utama adalah diafragma, suatu lembaran otot rangka yang membentuk dasar rongga toraks dan dipersarafi oleh saraf frenikus. Sewaktu berkontraksi karena stimulasi saraf frenikus, diafragma bergerak ke bawah dan memperbesar volume rongga toraks dengan menambah panjang vertikalnya. Sewaktu otot antariga eksternal berkontraksi, iga terangkat ke atas dan ke luar memperbesar rongga toraks dalam dimensi anteroposterior dan laterolateral. Otot ini diaktifkan oleh saraf interkostalis.Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang, tekanan intra-alveolus menurun. Pada inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus menurun menjadi 759 mmHg. Karena tekanan intra-alveolus kini lebih rendah dibanding tekanan atmosfer, udara mengalir masuk. Udara terus masuk sampai tidak lagi terdapat gradien tekanan.Selama inspirasi tekanan interpleura turun ke 754 mmHg akibat pengembangan toraks peningkatan gradien ini memastikan paru teregang untuk mengisi rongga toraks yang mengembang.

Page 17: Laporan Fisiologi Respirasi

17

Inspirasi yang lebih dalam dilakukan dengan mengkontraksikan diafragma dan otot antariga eksternal secara lebih kuat dan mengaktifkan otot-otot inspirasi tambahan yang terletak di leher untuk mengangkat sternum dan dua iga pertama sehingga semakin memperbesar bagian atas rongga toraks.

Pada akhir inspirasi, otot-otot inspirasi melemas. Dinding dada dan paru yang teregang kembali ke ukuran prainspirasi mereka karena adanya sifat elastik. Sewaktu paru menciut dan berkurang volumenya, tekanan intra-alveolus meningkat. Pada ekspirasi istirahat tekanan intra-alveolus meningkat menjadi 761 mmHg. Udara sekarang keluar mengikuti penurunan gradien tekanan intra-alveolus yang tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih rendah.Dalam keadaan normal ekspirasi adalah suat proses pasif (tanpa memerlukan kontraksi). Untuk mengosongkan paru secara lebih sempurna dan cepat, ekspirasi dapat menjadi aktif. Untuk melakukannya, otot ekspirasi harus berkontraksi untuk semakin mengurangi volume rongga toraks dan paru. Otot ekspirasi terpenting adalah otot-otot dinding abdomen. Otot lainnya adalah otot antariga internal yang kontraksinya menarik iga-iga kebawah dan ke dalam, meratakan dinding dada dan semakin memperkecil ukuran rongga toraks.

7. Resistensi Paru dan Jalan NapasAliran udara pada proses pernapasan tidak hanya tergantung pada gradien tekanan, tetapi juga pada resistensi.

F= laju aliran udara (airflow rate)∆P= perbedaan antara tekanan atmosfer dan intra-alveolus

R= resistensi saluran pernapasan, yang ditentukan oleh jari-jari

V. HASIL PERCOBAAN

OP1 OP2 OP3 OP4Basri Tiaz Paramitha Indah

5 mm 3,45’ 4’ 3’ 2’4 mm 4,2’ 1’ 2’ 3’3 mm 4’ 1’ 3’ 2’

VI. DISKUSISaat terjadi penyempitan lumen saluran pernapasan terjadi peningkatan resistensi saluran pernapasan akibat mengecilnya jari-jari saluran napas atas bagian hidung (diberi nosepiece).

Resistensi yang meningkat akan menurunkan aliran udara baik yang masuk maupun keluar pada paru. Perbedaan tekanan di atas, adalah perbedaan tekanan atmosfer dengan tekanan intra alveolus. Dengan adanya hambatan, aliran udara menjadi berkurang sehingga diperlukan selisih tekanan yang lebih besar lagi untuk mendapatkan aliran udara yang adekuat. Tekanan intra alveolus semakin diperkecil

Page 18: Laporan Fisiologi Respirasi

18

dengan mengkontraksikan otot inspirasi tambahan seperti otot leher dan otot antariga eksternal. Begitu juga ketika terjadi ekspirasi, peningkatan tekanan intraalveolus dilakukan dengan mengkontraksikan otot ekspirasi aktif seperti otot abdomen.Bagaimanakah aliran udara bisa mempengaruhi otot-otot pernapasan? aliran udara ketika inspirasi yang menurun akan menyebabkan penurunan pO2 sedang aliran udara ketika ekspirasi yang juga menurun menyebabkan peningkatan pCO2. Hal ini akan merangsang kemoresptor perifer dan sentral untuk mengaktifkan otot-otot inspirasi dan ekspirasi (untuk lebih jelas bagaimana mekanismenya bisa dilihat di dasar teori).Dari hasil percobaan bisa kita lihat bahwa tiga dari empat orang masih mampu mendapatkan aliran udara yang cukup bagi tubuh mereka. Sedang pada orang terakhir hanya bisa bertahan 2 menit 54 detik ketika diberi nosepiece 3 mm. Dengan kata lain, resistensi yang didapatkan sudah terlalu besar untuk dikompensasi tubuhnya.

VII. KESIMPULANKapasitas paru setiap orang memang berbeda-beda karena ditentukan oleh banyak hal, diantaranya jenis kelamin, bentuk anatomis, usia, distentibilitas paru, dan ada atau tidaknya penyakit pernapasan.

Page 19: Laporan Fisiologi Respirasi

19

BAB III

SPIROMETER MEKANIK (COLLINS)

I. TUJUANa. Tujuan Instuksional Umum

1. Menguraikan cara melakukan pencatatan spirogram dengan menggunakan spirometer Collins.

2. Menganalisis pelbagai volume dan kapasitas paru pada sebuah spirogram.

b. Tujuan Perilaku Khusus1. Melakukan langkah-langkah persiapan alat spirometer mekanik Collins.

a. Menghubungkan OP dengan alat spirometer Collins untuk memperoleh pencatatan spirogram.Menghubungkan OP dengan alat spirometer Collins untuk memperoleh pencatatan spirogram.

b. Memberi instruksi kepada OP agar dapat dilakukan pencatatan spirogram pada pelbagai sikap pernapasan (tenang, dalam, paksa, dan sebagainya).

c. Melakukan pencatatan spirogram dengan spirometer Collins pada pelbagai sikap pernapasan.

2. Menetapkan isi alun napas pada istirahat dan kerja.a. Menetapkan frekuensi pernapasan.b. Menetapkan kapasitas vital mutlak dan kapasitas vital relatif.c. Menetapkan volume cadangan inspirasi dan volume cadangan

ekspirasi.d. Menetapkan FEV1 dan FEV2.e. Menetapkan harga mutlak dan harga relatif kapasitas pernapasan

maksimal.f. Menetapkan volume cadangan pernapasan istirahat dan kerja.g. Menetapkan ventilasi pulmonal istirahat dan kerja.h. Menetapkan ventilasi alveolar istirahat dan kerja.i. Menetapkan rasio FRV1 terhadap kapasitas vital paksa.j. Menetapkan FEV 25-75%, PEFR, dan Vext%.k. Menetapkan rasio kapasitas vital lambat terhadap kapasitas vital paksa

II. ALAT YANG DIPERLUKANSpirometer mekanik Collins dengan perlengkapannya.

Page 20: Laporan Fisiologi Respirasi

20

III. LANGKAH KERJA1. Putar kran 3 jalan ke posisi A dan keluarkan sisa udara yang masih terdapat

di dalam alat dengan cara menekan-mengangkat sungkup spirometer 3 kali. Isilah spirometer dengan udara biasa secukupnyaa dengan cara mengangkat sungkup. Tutuplah spirometer dengan cara memutar kran 3 jalan ke posisi B.

2. Bersihkan mouth piece yang terdapat pada ujung pipa penghubung karet spirometer dengan kapas dan alkohol, biarkan sebentar sampai kering.

3. Suruh OP berdiri menghadap alat. 4. Hubungkan OP dengan alat, dengan cara menyuruh OP memasukkan mouth

piece ke dalam mulutnya dan tutuplah hidung OP dengan penjepit hidung. 5. Biarkan OP bernapas tenang dengan udara luar untuk beberapa waktu. 6. Siapkan alat pencatat spirometer untuk dapat mencatat gerakan pernapasan

OP.7. Bila pernapasan OP sudah terlihat tenang dan teratur, putarlah kran 3 jalan ke

posisi A. OP sekarang bernapas ke dalam spirometer dan pena spirometer terlihat turun naik mengikuti irama pernapasan.

8. Jalankan kimograf dengan kecepatan rendah (saklar didorong ke S) dan catatlah 5 gerakan pernapasan.

9. Tanpa menghentikan kimograf, suruh OP melakukan inspirasi dan ekspirasi maksimal secara lambat sebanyak 3-4 kali. Kemudian kimograf dihentikan.

10. Putar kran ke posisi B dan dengan hidung tetap tertutup, suruh OP melatih diri untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi maksimal secepat-cepatnya.

11. Putar lagi kran ke posisi A, jalankan kimograf dengan kecepatan rendah dan catat lagi pernapasan tenang OP.

12. Suruh OP sekarang melakukan inspirasi maksimal dan menahan napasnya sesaat. Setelah kecepatan kimograf diubah dari rendah menjadi cepat (saklar didorong ke F) suruh OP ekspirasi secara kuat, maksimal dan secepat-cepatnya. Hentikan kimograf.

13. Lepaskan mouth piece dari mulut OP. Bersihkan udara di dalam spirometer dan isilah kembali dengan udara luar, seperti cara butir 1.

14. Hubungkan kembali OP dengan spirometer, jepit hidungnya, jalankan kimograf dengan kecepatan rendah dan catat kembali pernapasan tenang OP untuk 3-4 gerakan pernapasan.

15. Suruh OP bernapas sedalam-dalamnya dan secepat-cepatnya minimal selama 12 detik (hiperventilasi maksimal). Hentikan kimograf.

16. Lepaskan mouth piece dari OP dan lepaskan penjepit hidung. Suruh OP berlari di tempat secepat-cepatnya selama 2 menit. Sementara itu perbaharuilah udara di dalam spirometer menurut cara butir 1.

17. Segera setela OP selesai berlari, hubungkan OP kembali dengan spirometer dan jepit hidungnya. Catat spirogramnya dengan kecepatan rendah sebanyak 10 gerakan pernapasan.

18. Dari spirogram yang diperoleh, tetapkanlah besarnya : a. Isi Alun Napas Istirahat (Resting Tidal Volume)b.Frekuensi Pernapasan Istirahatc. Kapasitas Vital Mutlak (yang didapat dari pengukuran)d.Kapasitas Vital Duga (Predicted Vital Capacity)e. Kapasitas Vital Relatif (perbandingan c/d x 100%)f. Volume Cadangan Inspirasig.Volume Cadangan Ekspirasih.FEV1 dan FEV3

Page 21: Laporan Fisiologi Respirasi

21

i. KPM (MBC, MVV) mutlakj. Predicted MBC, MVVk.KPM (MBC, MVV) relativel. Isi Alun Napas stelah larim. Frekuensi pernapasan setelah larin.Volume Cadangan Pernapasan Istirahato.Volume Cadangan Pernapasan setelah lari p.Ventilasi Pulmonal Istirahat per menitq.Ventilasi Pulmonal per menit setelah larir. Ventilasi Alveolar Istirahat per menits. Ventilasi Alveolar per menit setelah lari

IV. DASAR TEORISpirometerSpirometer adalah alat yang menggambarkan volume udara yang dihirup dan dikeluarkan. Alat tersebut terdiri dari sebuah drum berisi udara yang diapungkan (floating drum) dalam sebuah wadah berisi air. Selama seseorang menghirup dan menghembuskan udara melalui sebuah tube, floating drum akan terangkat dan turun. Kenaikan dan penurunan ruang tersebut dapat direkam sebagai spirogram yang menggambarkan perubahan volume yang terjadi. Kemudian spirogram akan mencatat kenaikan defleksi selama inspirasi dan penurunan defleksi selama ekspirasi. Dengan demikian maka spirogram akan dapat menentukan kapasitas dan volume paru.

Volume dan Kapasitas ParuVolume statis paruVolume dan kapasitas paru seseorang dpengaruhi oleh bentuk tubuh, usia, tinggi badan, posisi tubuh, daya regang paru, serta ada/tidaknya penyakit paru. Pada pernapasan tenang, kisaran volume dalam paru masih jauh dari batas volume maksimal pengembangan maupun volume minimal pengempisannya. Pada pernapasan maksimal, jumlah udara yang dikeluarkan dari dalam paru dapat ditingkatkan, namun pada keadaan normal, paru-paru tidak akan pernah kosong/kolaps sepenuhnya. Keuntungan dari keadaan ini adalah dipertahankannya kelangsungan pertukaran gas antara darah dalam kapiler paru dengan udara yang tersisa dalam alveol, maupun seseorang melakukan ekspirasi maksimal.

Page 22: Laporan Fisiologi Respirasi

22

Terdapat empat volume paru dan empat kapasitas paru. Kapasitas paru selalu terdiri dari dua volume paru atau lebih. Kapasitas dan volume paru diperlihatkan dalam tabel berikut:

Pengukuran SimbolNilai Rata-Rata (pria dewasa)

Definisi

Volume tidal Vt 500 mlJumlah udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas dalam keadaan istirahat

Volume cadangan inspirasi

IRV 3100 mlJumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa setelah inspirasi volume tidal normal

Volume cadangan ekspirasi

ERV 1200 mlJumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa setelah ekspirasi volume tidal normal

Volume residu RV 1200 mlJumlah udara yang tertinggal dalam paru setelah ekspirasi paksa

Kapasitas paru total

TLC 6000 ml

Jumlah udara maksimal yang dapat dimasukkan ke dalam paru setelah inspirasi maksimal. TLC = VC + RV

Kapasitas vital VC 4800 mlJumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi setelah inspirasi maksimal.VC = IRV+TV+ERV

Kapasitas inspirasi

IC 3600 mlJumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi normal. IC = TV+IRV

Kapasitas residu fungsional

FRC 2400 mlVolume udara yang tertinggal dalam paru setelah ekspirasi normal.FRC= ERV+RV

Dari sebuah spirogram, dapat pula dihitung volume napas semenit dan kapasitas pernapasan maksimal (KPM), yaitu volume pernapasan terbesar yang dapat keluar masuk paru dalam waktu satu menit (normalnya, sekitar 120-170L/menit) dihitung dengan rumus:

Page 23: Laporan Fisiologi Respirasi

23

KPM = Kapasitas Vital x Frekuensi Pernapasan 1 menit

Pengukuran volume paru statis dalam praktik digunakan untuk mencerminkan elastisitas paru dan toraks. Pengukuran yang paling berguna adalah VC, TLC, FRC, dan RV. Penyakit yang membatasi pengembangan paru (gangguan restriktif) akan mengurangi volume-volume ini. Sebaliknya, penyakit yang menghambat saluran napas (gangguan obstruktif) hampir selalu dapat meningkatkan FRC dan RV akibat hiperinflasi paru. TLC dapat normal atau meningkat dan VC sering menurun.

Volume dinamik paru dan kerja pernapasanKeterangan mengenai status ventilasi tidak hanya membutuhkan volume statis paru, namun juga pengukuran kecepatan pergerakan udara yang keluar-masuk paru (dinamika paru). Agar udara dapat bergerak masuk dan keluar paru, tubuh harus bekerja untuk mengatasi resistensi gabungan dari toraks, paru, dan abdomen yang dinamakan kerja per-napasan. Dengan bantuan spirometer, resistensi pernapasan akibat tahanan gesekan terhadap aliran udara (resitensi nonelastik) dapat diperkirakan dengan mengukur volume eksipirasi paksa dan kecepatan aliran udara: Kapasitas vital paksa (FVC) adalah pengukuran kapasitas vital yang didapat pada

ekspirasi yang dilakukan secepat dan sekuat mungkin. Volume udara ini sangat penting dan dalam keadaan normal nilainya kurang lebih sama dengan VC, tetapi mungkin sangat berkurang pada pasien obstruksi saluran napas.

Volume ekspirasi paksa (FEV) adalah volume udara yang dapat diekspirasi dalam waktu standar selama tindakan FVC. Biasanya FEV diukur selama detik pertama ekspirasi yang paksa (FEV1) dan detik ketiga (FEV3). Pada keadaan normal, besar FEV1 adalah 83% (70-80%) dari VC dan FEV3 = 97% (85-100%) dari VC. FEV merupakan petunjuk penting untuk mengetahui adanya gangguan kapasitas ventilasi.

Ventilasi Pulmonal, Ventilasi Alveolar, dan Ruang RugiBerbagai perubahan volume hanya menentukan satu faktor dalam penetuan ventilasi paru, yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan dalam satu menit. Faktor lain yang penting adalah frekuensi pernapasan, sesuai rumus:

Ventilasi pulmonal = Volume tidal x frekuensi pernapasan

Pada tidal volum rata-rata sebesar 500 ml/napas dan frekuensi pernapasan 12 x/menit sehingga ventilasi paru adalah 6 L/menit. Untuk jangka waktu yang singkat, pria dewasa muda dapat secara sengaja meningkatkan ventilasi paru total dua puluh kali lipat, menjadi 150 L/menit. Untuk meningkatkan ventilasi paru, baik volume tidal maupun frekuensi pernapasan ditingkatkan, tetapi kedalaman bernapas lebih meningkat dibandingkan dengan frekuensi bernapas. Hal ini merupakan cara yang lebih efektif karena dipengaruhi adanya ruang rugi anatomis, yaitu tidak seluruh udara yang masuk ke dalam paru akan mengalami pertukaran gas. Sebagian udara ini tertinggal di dalam saluran jalan napas, mulai dari hidung/mulut sampai bronkiolus terminalis, dan tidak terlibat dalam proses pertukaran gas. Besarnya sekitar 150 ml (bergantung tinggi badan dan posisi tubuh). Dengan demikian, pada orang dewasa, hanya 350 ml dari 500 ml udara inspirasi yang mengalami pertukaran gas. Sebaliknya, pada waktu ekspirasi, 150 ml udara ekspirasi pertama berasal dari tuang rugi dan 350 ml terakhir merupakan udara yang keluar dari alveoli.

Page 24: Laporan Fisiologi Respirasi

24

Karena jumlah udara atmosfer yang mencapai alveolus dan benar-benar tersedia untuk pertukaran gas lebih penting daripada jumlah total udara yang masuk-keluar, maka ventilasi alveolus, yaitu volume udara yang dipertukarkan antara alveolus dan atmosfer per menit, lebih penting daripada ventilasi paru. Rumusnya adalah:

Ventilasi alveolus = (volume tidal – volume ruang rugi) x frekuensi pernapasan

Namun, ternyata tidak semua udara yang mencapai alveoli mengalami pertukaran gas karena perfusi ke daerah alveoli tersebut tidak adekuat. Udara yang terdapat dalam alveol ini dinyatakan sebagai ruang rugi alveoler. Volume udara total dalam saluran pernapasan yang tidak aktif melakukan pertukaran gas, yaitu jumlah ruang rugi anatomik dan ruang rugi alveolar, disebut ruang rugi fisiologik.

V. HASIL PERCOBAAN

* Catt: Hasil Percobaan Spirometer Mekanik Di Lampiran

VI. DISKUSIAnalisis Spirometri Collins sebelum lari

Dari hasil spirometri, diketahui bahwa:isi alun napas istirahat (Resting Tidal Volume) OP ialah 550 ml (2300 ml – 1750 ml), dengan frekuensi pernapasan istirahat 18 kali /menit.

Kapasitas vital mutlak OP ialah 1900 ml, yang didapat sewaktu OP melakukan inspirasi dan ekspirasi maksimal secara lambat.

Kapasitas vital duga (Predicted Vital Capacity) OP didapat dari: - area permukaan (2,01m2) x 2,5 L/m3 = 5,025 L = 5025 mL- tinggi badan OP (178cm) x 25 mL/cm = 4450 mL. - (27,63 – (0,112 x 19) ) x 178 cm = 4539,356 mL

Setelah kapasitas vital duga diketahui, kapasitas vital relatif OP dapat dihitung dengan rumus:

KV mutlak 1900 mlKV relatif = x 100% = x 100% = 40,67%

KV duga 4671, 452 ml

Volume cadangan inspirasi OP ialah 900 ml ( ml – ml), volume cadangan ekspirasi OP ialah 450 ml ( ml – ml).

Untuk menghitung kapasitas pernapasan maksimal (KPM) mutlak OP, harus diketahui volume hiperventilasi maksimal dalam 1 menit:KPM mutlak = amplitudo x frekuensi 12” x 5 = ( L – L) x 12 x 5 = 90750 mL.

Page 25: Laporan Fisiologi Respirasi

25

Predicted Maximal Breathing Capacity (MBC) OP atau nilai dugaan volume udara maksimal yang dapat memasuki paru-paru selama inspirasi dan ekspirasi maksimal dalam 1 menit, didapat dengan rumus: 228 – (1,82 x umur) = 228 – (1,82 x 19) = 193,42.

KPM relatif didapat dengan rumus: KPM mutlak 90,75

KPM relatif = x 100 % = = 46,92 % Predicted MBC 193,4

Cadangan pernapasan istirahat didapat dengan rumus: KPM – vol. pernapasan semenit

Vol. cad. pernapasan = x 100% = 89,1 % KPM

Ventilasi pulmonal istirahat per menit OP = 550 x 18 = 9900 mlVentilasi alveolar istirahat per menit OP = (isi alun napas – r. rugi) x frek. napas per menit= (550 – 150) x 18 = 7.200 mlHasil pencatatan yang didapat pada saat OP istirahat berbeda-beda.

VII. KESIMPULANPerubahan volume dalam paru selama pernapasan dapat di ukur dengan spirometri mekanik.

DAFTAR PUSTAKA

Irawati, Dewi. Penuntun Kuliah Ilmu Faal FKUI: Fisiologi Pernapasan.

Ganong WF. Review of Medical Physiology. 22nd ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2005.

Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 10th ed. Philadelphia: W. B. Saunders Company; 2000.

Sherwood L. Human Physiology From Cells to Systems. 5 th ed. USA: Thomson Brooks/Cole; 2004.

Silverthorn, Dee Unglaub. Human Physiology: An Integrated Approach. 3rd ed. San Francisco: Pearson Education; 2004.

Page 26: Laporan Fisiologi Respirasi

26

Tortora GJ, Derrickson BH: Principles of Anatomy and Physiology, 12th ed. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. , 2009. Hal: 894-905

LAMPIRAN UJI SPIROMETER MEKANIK

Page 27: Laporan Fisiologi Respirasi

27

LAMPIRAN UJI SPIROMETER MEKANIK