laporan farmasetika

35
SEMISOLIDA Diajukan Untuk Memenuhi Laporan Akhir Praktikum Farmasetika IA Tahun Akademik 2007/2008 Disusun Oleh : Fikri M : 10060307065 Yuliana : 10060307067 Juasa : 10060307068 Refiany Puspitasari : 10060307075 Kelas : Farmasi B Kelompok : 6 Assisten : Nongki LABORATORIUM FARMASETIKA JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

Upload: yuliana2012

Post on 07-Aug-2015

1.351 views

Category:

Documents


49 download

DESCRIPTION

farmasetika sediaan

TRANSCRIPT

Page 1: laporan farmasetika

SEMISOLIDA

Diajukan Untuk Memenuhi Laporan Akhir Praktikum Farmasetika IA

Tahun Akademik 2007/2008

Disusun Oleh :

Fikri M : 10060307065Yuliana : 10060307067Juasa : 10060307068Refiany Puspitasari : 10060307075

Kelas : Farmasi BKelompok : 6Assisten : Nongki

LABORATORIUM FARMASETIKAJURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

BANDUNG2010

Page 2: laporan farmasetika

SEMISOLIDA

I. Data Preformulasi Zat Aktif

a) Asam Salisilat/Acidum Salicylicum

Pemerian : Serbuk hablur berwarna putih atau hampir putih, agak

manis dan asam, serta tidak berbau.

Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol

(95%)P, mudah larut dalam kloroform Pdan dalam eter

P, larut dalam larutan amonium, asetat P, dinatrium

hidrogenfosfat P, kalium sitrat P, dan dalam natrium

sitrat P .

Polimorfisme : -

Ukuran Partikel : -

Titik lebur/titik didih: 150,5 0C dan 161 0C

pKa/pKb : -

Bobot Jenis : 138,12 gr/mol

pH larutan : 1,44 gr/ml

Stabilitas : Higroskopis dan mudah terurai dengan adanya udara

dari luar ketika ditambahkan suatu suspensi terjadi

penguraian asam salisilat dan pelekatan partikel obat

Inkompatibilitas : Terjadi reaksi dipikal dari asam organik dengan alkali

atau logam berat, aktivitas sebagai pengawet berkurang

jika berinteraksi dengan koolin

Sumber : FI edisi III hal : 56dan Handbook of pharmaceutical

exipient, hal : 50

Page 3: laporan farmasetika

II. Data Preformulasi Zat Tambahan

Salep

a) Vasellin Flavum

Pemerian : Massa lunak, lengket, sifat ini tetap setelah zat

dileburkan dan berfluoresensi lemah jika dicairkan,

warna bening, putih atau kekuningan, hampir tidak

berasa, dan tidak berbau.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)P,

larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter

minyak tanah P, larutan kadang-kadang berfluoresensi

lemah.

Polimorfisme : -

Ukuran Partikel : -

Titik lebur/titik didih: antara 38 0C dan 56 0C

pKa/pKb : -

Bobot Jenis : 0,815 dan 0,880 gr/mol

pH larutan : -

Stabilitas : Material stabil yang tidak dapat dipisahkan dari

komponen hidrokarbon yang tidak bereaksi secara

alami. Masalah kestabilan terjadi dikarenakan kualitas

yang kecil dan kemurnian. Dapat teroksidasi dengan

adanya cahaya dan dapat berubah warna serta baunya.

Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan beberapa material yang lemah

Sumber : FI edisi III hal : 633 dan Handbook of pharmaceutical

exipient, hal : 421

b) Propilen Glikol

Pemerian : cairan kental dan jernih, tidak berwarna, agak manis,

dan tidak berbau.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P

dan dengan kloroform, larut dalam 6 bagian eter, tidak

bercampur dengan eter, minyak tanah dan minyak

lemak.

Polimorfisme : -

Page 4: laporan farmasetika

Ukuran Partikel : -

Titik lebur/titik didih: -59 0C

pKa/pKb : -

Bobot Jenis : 1,036 gr/ml

pH larutan : -

Stabilitas : Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar,

pada temperatur rendah propilen glikol sangat stabil

pada wadah tertutup, tetapi pada suhu tinggi dapat

mengalami oksidasi dan menimbulkan produk seperti

propionaldehid, asam laktat dan asam asetat. Propilen

glikol stabil bila dicampurkan dengan etanol (95%) P,

gliserin, air dan dengan air yang steril dengan

menggunakan autoclav.

Inkompatibilitas : Propilen glikol inkompatibel dengan reagen

pengoksidasi seperti potasium permanganat.

Sumber : FI IV hal : 713 dan Handbook of Pharmaceutical

Excipients hal 521-522

Cream

a) Oleum Cocos

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan bau

khas dan tidak tengik.

Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P pada suhu 60 0C,

sangat mudah larut dalam kloroform P dan eter P.

Polimorfisme : -

Ukuran Partikel : -

Titik lebur/titik didih: 23-25 0C

pKa/pKb : -

Bobot Jenis : -

pH larutan : -

Stabilitas : Pemanasan dilakukan lebih dari 76 0C pada saat

pembuatan supositoria.

Page 5: laporan farmasetika

Inkompatibilitas : Oleum cocos inkompatibel dengan basis zat-zat

organik, karbonat, basis kuat sulfida, zat pengoksidasi

kuat.

Sumber : FI edisi III hal : 456 dan Handbook of pharmaceutical

exipient hal : 639.

b) Emulgid

Pemerian : Berupa cairan lilin berwarna putih atau hampir putih,

hampir tidak berwarna, tidak berasa, dan bau khas.

Kelarutan : Bebas larut dalam propelan aerosol, kloroform dan

hidrokarbon, cukup larut dalam etanol (95%), larut

dalam bagian eter dan tidak dapat larut dalam air.

Polimorfisme : -

Ukuran Partikel : -

Titik lebur/titik didih: 50-54 0C

pKa/pKb : -

Bobot Jenis : -

pH larutan : -

Stabilitas : Stabil dan dapat disimpan dalam wadah yang tertutup

baik, dalam keadaan dingin dan tempat yang kering.

Inkompatibilitas : Ketidakcampuran dengan tannin, fenol, dan senyawa

fenol dan benzokain. Dapat mengurangi kemampuan

antibakteri dan senyawa ammonium.

Sumber : Handbook of Pharmaceutical Excipients hal : 685

c) Aquadestilata

Pemerian : Cairan tidak berwarna/jernih, tidak berasa dan tidak

berbau

Kelarutan : Dapat bercampur dengan beberapa pelarut polar.

Polimerfisme : -

Ukuran Partikel : -

Titik lebur/titikdidih: 100 0C

Pka/Pkb : -

Page 6: laporan farmasetika

Bobot jenis : 1 gr/cm3

pH larutan : antara 5 dan 7

Stabilitas : Stabil pada semua bentuk seperti panas, dingin dan

uap.

Inkompatibilitas : Dalam formula pharmaceutical air dapat bereaksi

dengan obat dan zat tambahan lainnya yang dapat

dengan mudah terhidrolisis dengan adanya suhu yang

tinggi.

Sumber : FI III hal : 96 dan Handbook Of Pharmaceutical

Exipient hal : 112

Gel

a) HPMC/Hydromellose

Pemerian : Serbuk granul berwarna putih atau putih cream, tidak

berasa dan tidak berbau.

Kelarutan : Larut dalam air dingin, larut dalam bentuk koloidal

viskositas, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol

(95%) P dan eter tetapi larut dalam campuran etanol dan

diklorometan, metanol dan diklorometol.

Polimorfisme : -

Ukuran Partikel : -

Titik lebur/titik didih: -

pKa/pKb : -

Bobot Jenis : -

pH larutan : 5,5 – 8,0

Stabilitas : merupakan material yang stabil walaupun higroskopis

sebelum dikeringkan. Stabil pada pH 5-11. Peningkatan

temperatur menurunkan kekentalan larutan, mengalami

perubahan dan padat menjadi gel pada pemanasan dan

pendinginan berturut-turut.

Inkompatibilitas : HPMC inkompatibel dengan beberapa agen

pengoksidasi karena HPMC bersifat nonionik, maka

HPMC tidak akan kompleks dengan garam-garam metal

Page 7: laporan farmasetika

atau ion organik dapat memperlambat kecepatan

melarut.

Sumber : Handbook of pharmaceutical exipient hal : 297.

b) Alkohol

Pemerian : Cairan jernih mudah menguap, bergerak dan mudah

terbakar, tidak berwarna, rasa panas, dan bau khas.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan

dalam eter P.

Polimorfisme : -

Ukuran Partikel : -

Titik lebur/titik didih: -

pKa/pKb : -

Bobot Jenis : 0,8119 – 0,8139 gr/ml

pH larutan : -

Stabilitas : Alkohol mengandung air yang disterilkan oleh

autoclav atau dari filtrat dan harus dapat disimpan pada

wadah kedap udara, mudah rusak dengan adanya

cahaya.

Inkompatibilitas : Dalam kondisi asam, etanol mungkin cepat bereaksi

dengan metenal pengoksidasi bercampur dengan alkali

mungkin menggelapkan warna, berhubungan dengan

suatu reaksi dengan aldehid yang bersifat basa. Garam

organik dan akasia dapat mempercepat dari air atau

tercampur. Etanol ini kompatibel dengan alumunium

dan berhubungan dengan beberapa obat.

Sumber : FI IV hal : 63 dan Handbook of Pharmaceutical

Excipients hal : 13 – 14

III. Alat dan Bahan

a) Alat :

- Mortir dan stemper

- Gelas ukur

- Beker gelas

Page 8: laporan farmasetika

- Penangas air

- Stirrer

- Batang pengaduk

- Matkan

b) Bahan :

- Asam salisilat

- Vasellin flavum

- Propilen glikol

- Oleum cocos

- Emulgid

- HPMC/Hypromellase

- Alkohol/etanol

- Aquadestilata

IV. Perhitungan dan Penimbangan

a) Perhitungan

1. Salep

Asam salisilat 10% = 10/100 x 50 gr = 5 gr

Propilen glikol 5 % = 5/100 x 50 gr = 2,5 gr

Propilen glikol 10 % = 10/100 x 50 gr = 5 gr

Vasselin flavum

50 gr – (asam salisilat 10 %)

= 50 gr – 5 gr

= 45 gr

50 gr – (asam salisilat 10% + propilen glikol 5 %)

= 50 gr – (5 gr + 2,5 gr)

= 42,5 gr

50 gr – (asam salisilat 10% + propilen glikol 10%)

= 50 gr – (5 gr + 5 gr)

= 40 gr

2. Cream

Asam salisilat 10 % = 10/100 x 50 gr = 5 gr

Oleum cocos 30% = 30/100 x 50 gr = 15 gr

Page 9: laporan farmasetika

Emulgid 7,5 % = 7,5/100 x 50 gr = 3,75 gr

Emulgid 15% = 15/100 x 50 gr = 7,5 gr

Aguadest

Emulgid 7,5%

= 50 gr – (asam salisilat 10% + oleum cocos 30% + emulgid 7,5%)

= 50 gr –(5 gr + 15 gr + 3,75 gr)

= 26,25 gr

Emulgid 15%

= 50 gr – (asam salisilat 10% + oleum cocos 30% + emulgid 15%)

= 50 gr –(5 gr + 15 gr + 7,5 gr)

= 22,5 gr

3. Gel

Asam salisilat 10 % = 10/100 x 50 gr = 5 gr

HPMC 10 % = 10/100 x 50 gr = 5 gr

Aquadest = 50 gr – (asam salisilat 10% + HPMC 10 %)

= 50 gr – (5 gr + 5 gr)

= 40 gr

Alkohol + aquadest = 50 gr – (asam salisilat 10% + HPMC 10 %)

= 50 gr – (5 gr + 5 gr)

= 40 gr/2 = 20 gr

Air : Alkohol

1 : 1

Air = 20 gr : Alkohol = 20 gr

b) Penimbangan bahan

1) Salep

Asam salisilat 10% = 5 gr 3x

Propilen glikol 5% dan 10% = 2,5 gr dan 5 gr

Vasselin flavum = 45 gr, 42,5 gr dan 40 gr

2) Cream

Asam salisilat 10% = 5 gr 2x

Oleum cocos 30% = 15 gr 2x

Emulgid 7,5% dan 15% = 3,75% dan 7,5 gr

Page 10: laporan farmasetika

Aquadest = 26,5 gr dan 22,5 gr

3) Gel

Asam salisilat 10% = 5 gr 2x

HPMC 10% = 5 gr

Aquadest = 40 gr

Aquadest : Alkohol = 20 gr : 20 gr

4. Prosedur

Timbang masing-masing bahan yang akan digunakan.

a) Salep

1) Sediaan 1

Asam salisilat digerus halus sesuai dengan ukuran partikel yang

diinginkan

Vasselin flavum dicampurkan kedalam asam salisilat sedikit demi

sedikit, kemudian diaduk sampai homogen lalu masukkan kedalam

pot salep.

2) Sediaan 2 dan 3

Asam salisilat digerus halus sesuai dengan ukuran partikel yang

diinginkan

Propilen glikol dan vasselin flavum dipanaskan kedalam cawan

penguap yang berbeda diatas penangas air sampai suhu 70 0C

Setelah panas kedua bahan dicampur didalam mortir panas sambil

diaduk homogen sampai dingin dan terbentuk massa semisolida.

Massa semisolida yang sudah terbentuk dimasukkan sedikit demi

sedikit kedalam asam salisilat sambil diaduk sampai homogen

kemudian dimasukkan kedalam pot salep.

b) Cream

Asam salisilat digerus halus dan ditambahkan etanol 95% sampai

larut

Campurkan emulgid dan oleum cocos kemudian panaskan pada

suhu 70 0C

Air panaskan pada suhu 70 0C

Masukkan campuran emulgid dan oleum cocos serta air kedalam

mortir, gerus sampai terbentuk massa cream yang homogen.

Page 11: laporan farmasetika

Kemudian masukkan asam salisilat sedikit demi sedikit sambil

diaduk sampai homogen dan tercampur rata

Kemudian masukkan kedalam pot salep

c) Gel

1) Sediaan 1

HPMC yang telah ditimbang ditaburkan diatas air lalu diaduk

cepat dengan stirer (beker gelas ditutup ketika diaduk untuk

menghindari banyaknya jumlah udara yang terjebak)

HPMC dimasukkan kedalam asam salisilat yang telah digerus

dengan etanol kemudian diaduk perlahan-lahan.

Kemudian masukkan kedalam pot salep.

2) Sediaan 2

HPMC yang telah ditimbang ditaburkan diatas campuran air-

alkohol (1:1) kemudian diaduk cepat dengan stirer (beker gelas

ditutup)

HPMC dimasukkan kedalam asam salisilat yang sudah digerus

dengan etanol kemudian diaduk perlahan-lahan.

Kemudian masukkan kedalam pot salep.

V. Hasil Pengamatan

a) Salep

Sediaan Waktu Homogenitas PertumbuhanSalep 1 1 jam + -

2 jam -3 jam -1 hari -2 hari -3 hari -4 hari -5 hari -

Salep 2 1 jam + -2 jam -3 jam -1 hari -2 hari -3 hari -4 hari -5 hari -

Salep 3 1 jam + -

Page 12: laporan farmasetika

2 jam -3 jam -1 hari -2 hari -3 hari -4 hari -5 hari -

Keterangan: + : homogen/tumbuh mikroba- : tidak homogen/tidak tumbuh mikroba

b) Cream

Sediaan Waktu Homogenitas Pemisahan fase

Pertumbuhan mikroba

Penetuan emulsi

Cream 1 1 jam + - -2 jam - -3 jam - -1 hari - -2 hari - -3 hari - -4 hari - -5 hari - - M/A

Cream 2 1 jam + - -2 jam - -3 jam - - 1hari - -2 hari - -3 hari - -4 hari - -5 hari - - A/M

Keterangan : A/M : air dalam minyakM/A : minyak dalam air

VI. Pembahasan

Sediaan semisolid merupakan sediaan setengah padat yang dibuat untuk

pengobatan melalui kulit. Sediaan ini harus mempunyai sifat mampu melekat pada

permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini

di cuci atau di hilangkan, pada praktikum ini akan dilakukan pembuatan tiga

sediaan semisolid, yaitu: salep, krim dan gel, yang kemudiaan akan diamati

homogenitas serta ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba pada sediaan tersebut,

serta diamati juga pemisahan fase dan penentuan tipe emulsi pada sediaan krim.

Page 13: laporan farmasetika

Zat aktif yang digunakan pada masing-masing sediaan yaitu asam salisilat, Asam

salisilat merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara

topikal.

a) Salep

Pada salep dibuat tiga sediaan dengan formula dan dosis yang berbeda dari

tiap bahan yang dipakai, pada ketiga sediaan salep tersebut homogenitas atau

ketercampuran zat aktip dalam formulasi telah terjadi mulai 1 jam penelitian dan

seterusnya hingga pengamatan pada hari ke-4, sedangkan pertumbuhan mikroba

pada sediaan tersebut setelah diamati tidak terjadi, hal ini terjadi karena basis pada

sediaan salep tersebut hanya menyerap atau mengabsorbsi sedikit air dari

formulasi.

Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa sediaan salep

tersebut merupakan basis salep hidrokarbon karena ketika dioleskan pada kulit

sukar untuk di cuci, tidak mudah mengering dan tidak tampak berubah dalam

waktu yang lama. basis hidrokarbon bersifat kompatibel dengan banyak zat aktif

karena inert, sedikit atau tidak mengandung air, serta tidak mengabsorbsi air dari

lingkungannya. Basis salep hidrokarbon termasuk dalamnya vaselin

flavum/vaselin album tetap tinggal di permukaan kulit dan tidak berpenetrasi ke

dalam kulit dan mampu mencegah menguapnya air dari permukaan kulit

menyebabkan kulit menjadi lunak. Tertahannya air pada permukaan kulit

menimbulkan rasa panas yang kurang menyenangkan, tidak membantu penetrasi

zat aktif sehingga cocok untuk salap emolien atau salap pelindung atau untuk

terapi permukaan.

Tidak bercampur dengan air sehingga sulit dicuci dan memberi kemungkinan

waktu kontak yang panjang antara zat aktif dengan kulit yang diobati.

Mengandung banyak rantai hidrokarbon jenuh sehingga tidak mudah tengik dan

tahan panas sehingga dapat disterilkan. Daya absorpsi terhadap air juga rendah

hanya mencapai 5-10% sehingga daya absorpsinya terhadap eksudat yang

mengalir dari luka juga kecil, jadi lebih tepat digunakan pada bagian kulit yang

kering. Pada sediaan salep ke-1 tidak ditambahkan propilen glikol dan vaselin

tidak dilelehkan terlebih dahulu, kadar vaselin yang ditambahkan sekitar 90% hal

ini dimaksudkan agar zat aktif dapat terserap pada basis/dasar salep yang di

maksud, karena penggunaan dasar salep sebagai zat pembawa tidak boleh kurang

Page 14: laporan farmasetika

atau lebih dari 80-90%,. sedangkan pada sediaan salep ke-2 dan ke-3 digunakan

propilen glikol sebagai Propilen glikol dalam sediaan farmasi berfungsi sebagai

humektan, pelarut, pelicin, dan sebagai menghambat fermentasi dan

pertumbuhan jamur, desinfektan, dan untuk meningkatkan kelarutan (Weller,

1994).

Selain itu juga penambahan propilen glikol pada sediaan topikal juga dapat

meningkatkan laju difusi (Agoes dkk, 1983), Pola perubahan viskositas salep

dengan penambahan berbagai kadar propilen glikol telah diteliti. Viskositas basis

yang mengandung berbagai kadar propilen glikol diamati dengan menggunakan

viskometer Brokfield VT 04. Hasil perubahan menunjukkan bahwa semakin tinggi

kadar propilen glikol dalam basis salep vaselin memberikan viskometer basis yang

semakin menurun.

Penurunan viskositas terjadi secara eksponensial atau mengikuti kinetika orde

pertama dengan harga tetapan penurunan viskometer adalah 7.4x10-2 persen-1.

Penambahan propilen glikol dalam vaselin agar campuran stabil paling banyak 10

persen. Sebagaimana pada sediaan salep ke-1, sediaan salep ke-2 dan ke-3 dengan

penambahan propilen glikol dalam konsentrasi yang berbeda pada formulasinya

memberikan data homogenitas yang positif dan data pertumbuhan mikroba yang

negatif. Yang menjadi tujuan dari pembuatan salep adalah Sebagai bahan

pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit, Sebagai bahan pelumas pada

kulit, Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit

dengan larutan berair dan rangsang kulit.

b) Cream

Menurut Farmakope Indonesia III definisi krim adalah sediaan setengah

padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan

untuk pemakaian luar. Dan menurut Farmakope Indonesia IV, krim adalah bentuk

sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau

terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Sedangkan menurut Formularium

Nasional krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung

air tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Pada percobaan sediaan krim setelah dilakukan penelitian homogenitas

terjadi mulai dari 1 jam pertama setelah pembuatan, dimana pada sediaan krim ini

Page 15: laporan farmasetika

tidak adanya agregasi partikel sekunder, distribusi yang merata dan teratur dari

fase terdispersi serta penghalusan parikel primer yang besar. Ukuran partikel

menentukan tingkat homogenitas zat aktif, tingkat kerja optimal dan bebas

pengganggu ( Voigt, 1984 ). Sedangkan pemisahan fase dan pertumbuhan

mikroba tidak terjadi hingga hari ke-4 pengamatan. Ini menunjukan bahwa

sediaan tersebut masih baik dan belum rusak, dimana krim dianggap rusak apabila

terganggu sistem campurannya terutama disebabkan oleh perubahan suhu serta

perubahan komposisi. Perubahan yang terjadi dikarenakan penambahan salahsatu

fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya

tidak tercampurkan satu sama lain ( Anonim, 1979 ). Bahan yang dipakai pada

pembuatan krim ini terdiri dari asam salisilat sebagai zat aktif, oleum cocos

sebagai pembawa, dan emulgid sebagai zat pengemulsi, dibutuhkannya zat ini

dalam sediaan krim karena ketidakcampuran zat aktif dengan zat pembawa

sehingga sediaan krim akan berupa emulsion, baik emulsi bertipe M/A atau emulsi

bertipe A/M.

Pada praktikum ini dibuat 2 sediaan krim dengan konsentrasi masing-

masing bahan yang berbeda, dimana pada sediaan pertama terdiri dari asam

salisilat 10%, oleum cocos 30%, emulgid 7,5%, dan aquadest 26,25 gr. Sedangkan

pada sediaan krim ke-2 hanya dibedakan konsentrasi emulgid dan aquadestnya,

yaitu emulgid 15% dan aquadest 22,5 gr. Setelah dilakukan penelitian dapat

diketahui kalau sediaan pertama tipe emulsinya adalah M/A sedangkan yang

kedua bertipe emulsi A/M, hal ini menunjukan bahwa komposisi dari fase air dan

minyak akan menjadikan konsistensi dari sediaan tersebiut bervariasi.

Krim adalah sediaan obat untuk pemakaian pada kulit. Sediaan ini

digunakan pada kulit antara lain untuk efek fisik, yaitu kemampuan bekerja

sebagai pelindung kulit, pelincir, pelembut, zat pengering dan lain-lain, atau efek

khusus dari bahan obat yang ada. Pemakaian pada kulit yang memerlukan resep,

umumnya mengandung obat tunggal yang dimaksudkan untuk melawan diagnosis

khusus. Walaupun pada umumnya diinginkan dalam pengobatan penyakit, untuk

obat yang dalam pemakaiannya mengandung bahan obat supaya meresap melalui

permukaan dan masuk kedalam kulit, biasanya tidak dimasudkan (kecuali untuk

sistem pengobatan melalui kulit) bahwa pengobatan masuk kedalam sirkulasi

umum. Bagaimanapun juga sekali obat ini melewati epidermis, akan sampai pada

Page 16: laporan farmasetika

pembuluh darah kapiler dan mengisi jaringan subkutan dan absorpsi masuk

kedalam sirkulasi umum bukan tidak mungkin.

Absorpsi bahan dari luar ke posisi di bawah kulit tercakup masuk kedalam

aliran darah, disebut sebagai absorpsi perkutan. Krim pada umumnya merupakan

absorpsi perkutan dari bahan obat ada pada prepat dermatologi yang tidak hanya

tergantung dari sifat kimia dan fisika dari bahan obat saja, tapi juga pada sifat

apabila dimasukkan kedalam pembawa farmasetika dan pada kondisi dari kulit.

Pada permukaan kulit ada lapisan dari bahan yang diemulsikan terdiri dari

campuran kompleks dari cairan berlemak, keringat dan lapisan tanduk yang dapat

terkelupas, yang terakhir dari lapisan sel epidermis yang telah mati yang disebut

“lapisan tanduk” dan stratum corneum dan letaknya langsung dibawah lapisan

yang diemulsikan. dibawah lapisan tanduk secara teratur ada “lapisan penghalang”

lapisan yang hidup stratum germinativum, dan dermis atau kulit

sesungguhnya.Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut saraf timbul dari

jaringan lemak subkutan masuk kedalam dermis dan sampai pada epidermis.

Absorpsi perkutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi

langsung obat melaui stratum corneum 10-15µm, tebal lapisan datar

mengeringkan sebagaian demi sebagian jaringan mati yang membentuk

permukaan kulit paling luar. Staratum corneum terdiri dari kurang lebih 40%

protein (pada umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa

perimbangannya terutama sebagai trigliserida, asam lemak bebas, kolestrol dan

fosfat lemak. Kandungan lemak dipekatkan dalam fase eksraselular starum

corneum dan begitu jauh membentuk membran yang mengelilingi sel. Komponen

lemak dipandang sebagai faktor utama yang secara langsung bertanggung jawab

terhadap rendahnya penetrasi obat melalui stratum corneum. Sekali molekul obat

melalui stratum corneum kemudian dapat terus melalui jaringan epidermis yang

lebih dalam dan masuk kedalam dermis apabila obat mencapai lapisan pembuluh

kulit maka obat tersebut siap untuk diabsorpsi kedalan sirkulasi umum.

Stratum corneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan

yang semi permiabel, dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif.

Jadi, jumlah obat yang pindah, menyebrangi lapisan kulit tergantung pada

konsentrasi obat, kelarutannya dalam air dan koefisien partisi minyak atau airnya.

Bahan –bahan yang mempunyai sifat larut dalam keduanya, minyak dan air

Page 17: laporan farmasetika

merupakan difusi melalui stratum corneum seperti juga melalui epidermis dan

lapisan kulit. Walaupun kulit dibagi secara histology kedalam stratum corneum,

epidermis yang yang hidup, dan dermis secara bersama-sama dapat dianggap

merupakan lapisan penghalang. Penetrasi lapisan ini dapat terjadi dengan cara

difusi.

1.Penetrasi transelular (menyebrangi sel);

2.Penetrasi intraselular (antarsel);

3.Penetrasi transappendageal (melaluifolikel rambut, keringat, kelenjar lemak dan

perlengkapan pilo sebaceous).

Tujuan dari pembuatan sediaan krim adalah untuk mendapatkan efek

emolien atau pelembut jaringan dari sediaan tersebut dan keadaan permukaan

kulit. Karena emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai

emulsi m/a ( minyak dalam air ) atau emulsi a/m ( air dalam minyak ), tergantung

pada berbagai faktor seperti sifat zat terapeutik yang akan dimasukan ke dalam

emulsi. Zat obat yang akan mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika ada

dalam fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit. Tentu saja dapat

bercampurnya dan kelarutan dalam air dan dalam minyak dari zat obat yang

digunakan dalam sediaan yang di emulsikan menentukan banyaknya pelarut yang

harus ada dan sifatnya yang meramalkan fase emulsi yang dihasilkan . Pada kulit

yang tidak luka, suatu emulsi air dalam minyak biasanya dapat dipakai lebih rata

karena kulit diselaputi oleh suatu lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini lebih

mudah dibasahi oleh minyak daripada oleh air. Suatu emulsi air dalam minyak

juga lebih lembut ke kulit, karena ia mencegah mengeringnya kulit dan tidak

mudah hilang bila kena air. Sebaliknya jika diinginkan sediaan yang mudah

dihilangkan dari kulit dengan air, harus dipilih suatu emulsi minyak dalam air.

c) Gel

Gel adalah campuran koloidal antara dua zat berbeda fase: padat dan cair.

Penampilan gel seperti zat padat yang lunak dan kenyal (seperti jelly), namun

pada rentang suhu tertentu dapat berperilaku seperti fluida (mengalir).

Berdasarkan berat, kebanyakan gel seharusnya tergolong zat cair, namun mereka

juga memiliki sifat seperti benda padat. Contoh gel adalah gelatin, agar-agar, dan

gel rambut. Biasanya gel memiliki sifat tiksotropi (Ing.: thyxotropy) : menjadi

cairan ketika digoyang, tetapi kembali memadat ketika dibiarkan tenang.

Page 18: laporan farmasetika

Beberapa gel juga menunjukkan gejala histeresis. Dengan mengganti cairan

dengan gas dimungkinkan pula untuk membentuk aerogel ('gel udara'), yang

merupakan bahan dengan sifat-sifat yang khusus, seperti massa jenis rendah, luas

permukaan yang sangat besar, dan isolator panas yang sangat baik.

Pada praktikum yang telah dilakukan, pada gel dibuat dua sediaan gel

dalam dua formulasi yang berbeda, pada sedioaan gel ke-1 terdiri dari asam

salisilat 10%, sebagai zat aktif, hidroxy propyl methyl celulosa (HPMC) 10%, dan

air sebanyak 40 gr, sedangkan pada sediaan gel ke-2 ditambahkan alkohol, dimana

perbandingan air : alkohol = 1 : 1 = 20 gr : 20 gr. Penggunaan HPMC dalam

sediaan gel yaitu sebagai gelling agen atau merupakan selulosa semisintetik yang

banyak digunakan sebagai pengental dalam formulasi gel, dimana dengan

penambahan HPMC diharapkan konsistensi sediaan gel lebih baik. Dalam

pengembangan prototype formula gel perlu dilakukan evaluasi type dan grade

selulosa yang digunakan. Sebagai contoh jika diinginkan gel yang transparan

maka penggunaan hidroksipropilmetilselulosa sebagai bahan pengental lebih

cocok jika dibandingkan dengan metilselulosa.

Faktor inkompatibilitas juga harus diperhatikan dalam pemilihan bahan

pengental. Sebagai contoh hidroksietilselulosa bersifat inkompatibel dengan

beberapa garam, metilselulosa dan hidroksipropilselulosa incompatible dengan

preservatif golongan paraben. Keberadaan bahan oksidator dalam formulasi gel

yang mengandung selulosa juga harus dihindari karena degradasi oksidatif pada

rantai polimer dapat menyebabkan penurunan secara cepat viskositas.

Pemanasan dapat mempercepat proses gelasi pada karbomer, namun suhu

pemanasan tidak boleh lebih dari 70°C. Dikarenakan karbomer merupakan

polimer sintetik maka variasi spesifikasi antar lot relative kecil, namun perbedaan

antar batch dalam hal rata-rata berat molekul mungkin terjadi sehingga dapat

berpengaruh terhadap karakteristik reologi dari karbomer.Pada 1 jam pertama

setelah pembuatan sediaan ini, seperti pada sediaan salep dan krim mulai

dilakukan pengamtan dimana homogenitas dari sediaan tersebut terlihat baik, akan

tetapi setelah 1-5 hari pengamatan basis gel tidak homogen lagi dengan zat

aktifnya, hal ini dimungkinkan karena sifat asam dari zat aktif, dimana basis gel

hanya dapat bercampur dengan suatu zat pada tingkat keasaman tertentu, absorpsi

sediaan ini pada kulit sama seperti pada sediaan krim, sediaan ini baik digunakan

Page 19: laporan farmasetika

untuk luka yang berair karena basis gel dapat menyerap air lebih banyak dari basis

salep atau krim.

Perbedaan dari sediaan salep, krim dan gel adalah dari basis atau bahan

dasar yang digunakan sebagai bahan pembawa zat aktif yang dimaksudkan untuk

pengobatan secara topikal, serta daya absorpsi dari masing-masing sediaan

tersebut. Bahasan mengenai sediaan semisolid tidak lepas dari konsep dasar

mengenai kulit yang mencakup lapisan, serta fungsi masing-masing dari lapisan

tersebut dan bagaimana proses absorpsi perkutan dari kulit tersebut. Kulit

merupakan pembungkus elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan.

Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15%

dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75m2 . Rata-rata tebal kulit 1-2 mm (Harahap,

2000).

Kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu:

a. Lapisan epidermis

Lapisan epidermis terdiri atas:

1) Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar

dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan

protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

2) Stratum lusidium terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan

lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah

menjadi protein yang disebut eleidin.

3) Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel

gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya.

Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin.

4) Stratum spinosum (stratum malphigi) atau disebut pula pricle cell layer

(lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal

yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Sel-sel

spinosum mengandung banyak glikogen.

5) Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang

tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar

(palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah

(Djuanda, 2001).

Page 20: laporan farmasetika

b. Lapisan dermis

Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih

tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa

padat dengan elemen- elemen seluler dan folikel rambut. Secara garis besar

dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung

serabut saraf dan pembuluh darah.

2) Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah

subkutan,bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut

kolagen, elastin, dan retikulin (Djuanda, 2001).

c. Lapisan subkutis

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat

longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,

besar,dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah

(Djuanda, 2001).

Kulit memiliki beberapa fungsi, ada pun fungsinya yaitu :

1. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan

fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi,

misalnya zat- zat kimia terutama yang bersifat iritan.

2. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan

benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,

begitupun yang larut lemak.

3. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak

berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam

urat, dan amonia.

4. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung- ujung saraf sensorik di dermis

dan subkutis. Badan-badan Ruffini berperan dalam perangsang panas yang

terletak di dermis dan subkutis. Badan-badan krausea berperan dalam

perangsang dingin yang terletak di dermis.

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termolegulasi), kulit melakukan peranan

ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot

berkontraksi) pembuluh darah kulit.

Page 21: laporan farmasetika

6. Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak

di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel

basal dengan melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta

besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras

maupun individu.

7. Fungsi keratinisasi, memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara

mekanis fisiologik.

8. Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah

dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari (Djuanda, 2001).

Absorpsi Perkutan

Tujuan umum penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk

menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis.

Absorpsi perkutan didefinisikan sebagai absorpsi menembus stratum korneum

(lapisan tanduk) dan berlanjut menembus lapisan di bawahnya dan akhirnya masuk ke

sirkulasi darah. Kulit merupakan perintang yang efektif terhadap penetrasi perkutan

obat (Lachman et al., 1994).

a. Rute penetrasi obat ke dalam kulit

Penetrasi obat ke dalam kulit dimungkinkan melalui dinding folikel rambut.

Apabila kulit utuh maka cara utama untuk penetrasi masuk umumnya melalui lapisan

epidermis lebih baik dari pada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat (Ansel,

1995). Absorpsi melalui epidermis relatif lebih cepat karena luas permukaan

epidermis 100 sampai 1000 kali lebih besar dari rute lainnya (Lachman et al., 1994).

Stratum korneum, epidermis yang utuh, dan dermis merupakan lapisan penghalang

penetrasi obat ke dalam kulit. Penetrasi ke dalam kulit ini dapat terjadi dengan cara

difusi melalui penetrasi transeluler (menyeberangi sel), penetrasi interseluler (antar

sel), penetrasi transepidageal (melalui folikel rambut, keringat, dan perlengkapan pilo

sebaseus) (Ansel, 1995).

b. Disolusi

Disolusi didefinisikan sebagai tahapan dimana obat mulai masuk ke dalam

larutan dari bentuk padatnya (Martin et al., 1993) atau suatu proses dimana suatu

bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam pelarut. Dalam sistem biologis pelarut

obat dalam media aqueous merupakan bagian penting sebelum kondisi absorpsi

sistemik (Shargel et al., 2005). Supaya partikel padat terdisolusi molekul solut

Page 22: laporan farmasetika

pertama-tama harus memisahkan diri dari permukaan padat, kemudian bergerak

menjauhi permuk aan memasuki pelarut (Martin et al., 1993).

c. Difusi

Difusi adalah suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa

oleh gerakan molekul secara acak dan berhubungan dengan adanya perbedaan

konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya membran polimer (Martin et

al., 1993). Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses trans- membran bagi

umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi

obat pada kedua sisi membran sel. Menurut hukum difusi Fick, molekul obat berdifusi

dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah konsentrasi obat rendah (Shargel

et al., 2005).

VII. Usulan Formula

a) Salep

Formulasi salep Asam salisilat :

Komposisi : Tiap 50 gr mengandung :

Asam salisilat 10%

Propilen glikol 5%

Vasselin album 10%

Pada formula yang kita usulkan dalam pembuatan sediaan salep terdapat asam

salisilat sebagai zat aktif, dimana asam salisilat merupakan asam yang bersifat

iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Selain itu pada sediaan ini

terdapat vasselin album, vasselin album terlihat lebih baik dari pada vasselin

flavum sebagai dasar basis salep hidrokarbon, juga terdapat propilen glikol

sebagai humektan pada sediaan tersebut.

b) Cream

Formulasi cream asam salisilat :

Komposisi : Tiap 50 g mengandung :

Betamethasonum 1 gr

Cetomacrogolum-1000 300 mg

Cetostearylalcoholum 1,2 g

Paraffinum liquidum 1 g

Page 23: laporan farmasetika

Vaselinum album 2,5 g

Aqua destillata hingga 10 g

Pada sediaan krim, usulan formula yang kita usulkan pada sediaan tersebut

terdapat Betamethasonum sebagai zat berhasiat dari krim ini. Cetomacrogolum-

1000, cetostearylalcoholum, paraffinum liquidum, dan vaselinum album.

campurannya merupakan fase minyak. Aqua destillata merupakan fase air. Dalam

formula ini merupakan krim tipe air – minyak, karena fase minyak bertindak

sebagai fase kontinyu dan fase air didispersikan sebagai bola- bola kecil ke

seluruh fase kontinyu.

c) Gel

Formulasi Gel asam salisilat :

Komposisi : Tiap 50 gr mengandung :

VIII. Daftar Pustaka

1. Farmakope Indonesia Edisi IV, tahun 1995

2. Farmakope Indonesia Edisi III, tahun 1979

3. MIMS Bahasa Indonesia Vol.9, tahun 2008

4. Anonim, 1978, Formularium Nasional, edisi II, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta

5. Wade, A. & P.J. Weller, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 1994, 2nd

ed, The Pharmaceutical Press London.

6. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan

RI,Jakarta

7. Prof. Drs. Moh. Anief Apt, Ilmu Meracik Obat, UGM Press, 1997.

8. Anief. Moh. 2000. Farmasetika. Gajah Mada University Press : Yogyakarta

9. Dytha Andri Deswati, S.Far,Apt, Farmasetika II, UNFARI,2007.

10. Agoes G, Darijanto S.T. 1993. Teknologi Farmasi Likuida Dan Semi Solida.

Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati ITB. Bandung.