laporan diskusi pbl 3
DESCRIPTION
pblTRANSCRIPT
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING I
“MENGANTUK TERUS”
BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME
Tutor : dr. Dyah Krisnansari
Disusun oleh :
KELOMPOK 3
Indah Annisa.D G1A009004
Gohlena Raja.N C G1A009009
Dera Fakhrunnisa G1A009020
Purindri Maharani G1A009050
Fikri Fajrul Falah G1A009056
Andina Frastiningsih G1A009057
Yanuar Firdaus G1A009079
Harlinda Yudi Saputri G1A009080
Yuni Hanifah G1A009097
Annisaa Auliyaa G1A009118
Egi Dwi Satria G1A009122
Anggia Puspitasari G1A008058
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan PBL sangat bermanfaat dalam dunia perkuliahan kedokteran. Di dalam
kegiatan PBL kami dapat saling bertukar pikiran dan berdiskusi tentang suatu kasus yang
telah disediakan, selain itu kami jga dapat saling menambah informasi yang kami dapatkan
tentang kasus tersebut dan mencari informasi yang benar dalam kasus, sehingga akhirnya
dapat menentukan diagnosis yang terjadi serta diagnosis bandingnya. Menjelaskan gejala-
gejalanya, gambaran radiologist dan histologisnya, serta dapat menentukan penatalaksanaan
pada kasus ini.
Kegiatan diskusi PBL ini, yang mengacu pada analisis permasalahan, kegiatan ini
sangat bermanfaat bagi mahasiwa. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan mhasisiwa tidak
terpaku pada materi kuliah saja, tetapi dapat mencari informasi-informasi dan ilmu-ilmu lain
dari berbagai sumber dan dapat berpikir kritis tentang suatu kasus.
Pertemuan PBL pada blok Endokrin dan Metabolisme ini, kami mempelajari
mengenai struktur, fungsi fisiologis dan patofisiologi dari gangguan atau penyakit yang
berkaitan dengan sistem endokrin dalam sirkulasi serta sistem metabolisme dalam tubuh.
Terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan yang dapat menyerang
sistem endokrin dan metabolisme di dalam tubuh manusia, baik gangguan yang menyerang
organ endokrin, hormon endokrin, organ target atau reseptornya sendiri maupun gangguan
yang menyerang sistem metabolisme dalam tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN
SKENARIO
Informasi I
MENGANTUK TERUS
Tn. KD berusia 52 tahun dibawa ke IGD karena tampak mengantuk dan sulit diajak
bicara sejak 1 hari yang lalu. Dari alloanamnesis, diketahui bahwa Tn. KD menderita diabetes
mellitus sejak 1 tahun yang lalu dan rutin minum obat glibenclamid dan metformin. Diet dan
aktivitas fisik tidak terkontrol dengan baik. Penderita mengeluh demam disertai batuk
berdahak sejak 4 hari yang lalu. Meskipun telah minum obat batuk dan penurun panas,
keluhan semakin berat.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan hasil :
Keadaan umum : tampak sakit berat, somnolen
Kulit : hangat dan kering
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Denyut nadi : 132 x/menit
Frekuensi napas : 36 x/menit
Temperatur aksila : 39’3 C
Kepala : mata tidak anemis, tidak ikterik
pernapasan bau segar
Thoraks : Cor ukuran dalam batas normal, takikardia, murmur (-)
Pulmo gerak simetris, hiperventilasi, suara dasar paru vesikuler, ronchi (+)
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
1. Klarifikasi Istilah
a. Somnolen
Kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi
dan mampu memberi jawaban verbal.
Tingkat kesadaran merupakan ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan.
Tingkat kesadaran ada 5 yaitu:
1. Compos Mentis: kesadaran penuh
2. Apatis: keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Somnolen: kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur,
namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi dan mampu memberi jawaban verbal.
4. Stupor: keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
5. Koma: tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun refleks muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
6. Mati
b. Hiperventilasi
Hiperventilasi adalah bernapas dalam dan berlebihan, karena adanya
peningkatan ventilasi paru melebihi kebutuhan metabolik tubuh.
c. Murmur
Murmur berdasarkan waktu munculnya dibagi menjadi dua yaitu:
a) Murmur sistolik
Murmur sistolik terjadi antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 (lup –
murmur – dup)
b) Murmur diastolik
Murmur diastolik terjadi antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung 1 (lup –
dup – murmur)
Murmur sistol menandakan adanya stenosis (kaku) pada katup aorta atau pun pada
katup semilunaris pulmonalis, dah akibat adanya murmur akan timbul bunyi seperti
siulan. (Sherwood, 2001).
d. Ronki
suara tambahan pada paru yang seharusnya tidak terdengar pada paru yang
sehat timbul karena adanya sekret pada saluran pernafasan atau penyempitan saluran
pernafasan. Ada 2 jenis ronki, yaitu ronki basah dan ronki kering. Ronki basah
suaranya terdengar seperti udara yang masuk ke dalam air, sedangkan ronki kering
terjadi karena penyempitan saluran pernafasan.
e. Suara dasar paru vesikuler
Suara dasar paru vesikuler adalah suara saat melewati ductus alveolar dan
alveoli, suara terdengar diseluruh lapang paru, suaranya halus, rendah, inspirasi lebih
panjang dari ekspirasi 3:1, terdengar paling jelas di periver paru-paru.
2. Batasan Masalah
a. Anamnesis
a) Identitas : Tn. KD 52 tahun
b) Keluhan Utama : mengantuk dan sulit diajak bicara
c) Riwayat Penyakit Sekarang
1. Onset : 1 hari
2. Kualitas : somnolen
3. Kuantitas : keluhan semakin berat
4. Gejala Penyerta : deman dan batuk berdahak
5. Faktor memperberat dan memperingan : DM, diet dan aktivitas tidak
terkontrol, rutin minum obat.
6. Kronologi : DM
7. Lokasi : -
d) Riwayat Penyakit Dahulu : DM, terapi metformin dan glibenclamid.
e) RPK : -
f) Riwayat Sosial Ekonomi : kontrol diet dan olahraga kurang.
b. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak sakit berat, somnolen
Kulit : hangat dan kering
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Denyut nadi : 132 x/menit
Frekuensi napas : 36 x/menit
Temperatur aksila : 39’3 C
Kepala : mata tidak anemis, tidak ikterik
Pernapasan bau segar
Thoraks : Cor ukuran dalam batas normal, takikardia, murmur (-)
Pulmo gerak simetris, hiperventilasi, suara dasar paru vesikuler, ronchi (+)
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
3. Analisis Masalah
a. Analisis hasil pemeriksaan fisik yang ada.
b. Kompliksai DM.
c. Penyabab timbulnya mengantuk.
d. Penyebab timbulnya demam dan batuk berdahak.
e. Penyebab hiperventilasi.
4. Susunan Penjelasan mengenai Permasalahan
a. Analisis hasil pemeriksaan
Keadaan umum : tampak sakit berat, somnolen
(Somnolen adalah keadaan mengatuk yang masih dapt
dirangsang, tetapi bila rangsangan berhenti maka pasien akan
tertidur kembali.)
Kulit : hangat dan kering ( karena dehidrasi)
Tekanan darah : 100/70 mmHg (hipotensi)
Denyut nadi : 132 x/menit (takikardi)
Frekuensi napas : 36 x/menit (cepat)
Temperatur aksila : 39’3 C (hipertermi)
Kepala : mata tidak anemis, tidak ikterik
pernapasan bau segar (abnormal, merupakan salah satu gejala
dari katoasidosi)
Thoraks : Cor ukuran dalam batas normal, takikardia, murmur (-)
Pulmo gerak simetris, hiperventilasi, suara dasar paru vesikuler, ronchi (+)
(Hiperventilasi adalah nafas cepat dan dalam dan ronchi (+)
menandakan adanya suara tambahan pada paru-paru yang bisa
disebabkan oleh adanya sekret ata penyempitan saluran
pernafasan.)
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
b. Komplikasi DM
1. Akut
a) Koma hipoglikemik
Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinik gangguan saraf yang
disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat berupa gelisah sampai
berat berupa koma dengan kejang. Penyebab hipoglikemia adalah obat-obat
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid (Waspadji,
2005). Penderita koma hipoglikemia harus segera dibawa ke rumah sakit
karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infus glukosa. Diabetesi
yang mengalami reaksi hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik,
biasanya disebabkan obat anti-diabetes yang diminum terlalu tinggi, penderita
terlambat makan atau latihan fisik berlebihan (Tjokroprawiro, 2006).
b) Koma ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik merupakan keadaan yang disebabkan karena
meningkatnya keasaman tubuh oleh bahan-bahan keton akibat defisiensi
insulin. Defisiensi insulin merupakan penyebab utama glukoneogenesis, yang
kemudian menambah hiperglikemia (Supartondo, 2004).
c) Koma hiperosmoler
Definisi KHNK ialah suatu sindrom yang ditandai hiperglikemia
berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis disertai menurunnya
kesadaran. Sindrom ini merupakan salah satu jenis koma non ketoasidosis.
Secara klinis sering ditemukan pada usia lanjut, semakin muda semakin
berkurang dan pada anak belum pernah ditemukan (Ranakusuma, 2004).
d) Koma laktat asidosis
Asidosis laktat adalah suatu keadaan gangguan keseimbangan asam
basa darah yang ditandai dengan kenaikan kadar asam laktat lebih besar dari 5
mmolatau adanya anion gap lebih besar dari 20 mEq/L. Gangguan metabolik
ini sering ditemui pada keadaan shock, sebagai kompensasi tubuh berupaya
mengurangi sirkulasi ke daerah viseral agar sirkulasi ke otak tetap cukup,
akibatnya organ seperti ginjal, hati dan usus akan mengalami kekurangan
oksigen (Ranakusuma, 2004).
2. Kronis
a) Makroangiopati, Makrovaskuler lebih mudah mengidap penyakit jantung
koroner, penyakit pembuluh darah kaki dan penyakit pembuluh darah otak.
b) Mikrovaskuler mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit ginjal dan mata.
Sedangkan pada makrovaskuler dan mikrovaskuler akan mudah timbul infeksi
dan penyakit nefropati (Waspadji ,2004).
c. Penyebab timbulnya mengatuk
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan mengantuk:
a) Pada DM kadar glukosa darah plasma meningkat tetapi glukosa tidak dapat masuk
ke dalam sel sel kekurangan glukosa, termasuk sel-sel di otak menyebabkan
mengantuk
b) Kekurangan O2, kekurangan Fe, kekurangan vitamin B
Tidak dapat berbicara merupakan efek dari kurangnya energi yang dihasilkan oleh
sel karena kekurangan glukosa.
d. Penyebab demam dan batuk berdahak
Batuk disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyerang paru-paru. Adanya
paru-paru yang tidak normal ditandai dengan ronchi pada auskultasi. Adanya sekret
pada paru-paru menyebabkan kompensasi tubuh untuk mengeluarkannya melalui
batuk. Infeksi bakteri pada paru-paru juga mengakibatkan peradangan sehingga dapat
menaikkan suhu tubuh. Pada pemberian obat batuk dan penurun panas, keluhan tidak
membaik dikarenakan bakteri yang hidup subur karena adanya nutrisi glukosa yang
melimpah pada aliran darah penderita diabetes melitus.
e. Penyebab hiperventilasi
Hiperventilasi merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah oksigen
dalam paru-paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam.
Hiperventilasai dapat disebabkan karena:
1. Kecemasan
2. Infeksi (sepsis)
3. Keracunan obat-obatan
4. Ketidakseimbangan asam basa sepert pada asidasi metabolik.
Tanda-tanda dan gejala hiperventilasi:
1. Takikardi
2. Nafas pendek
3. Nyeri dada
4. Menurunnya konsentrasi
5. Disorientasi
6. Tinnitus
Informasi II
Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan :
pH : 7,12 ( menurun, normal = 7,35-7,45)
pCO2 : 17 mmHg (menurun, normal = 35-45)
bicarbonate :6 mEq/l ( menurun, normal =19-25)
urinalisis : glukosa 4+
: keton 3+
lab darah : kadar glukosa darah 420 mg/dl ( naik)
BUN 16 mg/dl
Creatinine 1,3 mg/dl (normal)
Sodium 139 mEq/l ( normal)
Chloride 112 mEq/l (naik tidak signifikan, normal = 98-106)
Postassium 5 mEq/l (normal)
Hasil rontgen thorax menunjukkan adanya infiltrate pada kedua lapang paru.
Dari informasi II ini, diagnosis lebih mengarah kepada koma Diabetes Ketoasidosis
karena ditemukan keton (+++) pada urinalisis.
Patogenesis Diabetes Ketoasidosis:
5.
Defisiensi Insulin
Sebagai kompensasi, Lipolisis meningkat
Asam lemak darah meningkat
Diubah menjadi keton
Terbentuk ketosis
Normal: dibentuk VLDL di hepar
Oleh enzim carnitin palmitoyltransferase
Asidosis metabolik
Normal: dinetralkan oleh bikarbonat,
tetapi kadar bikarbonat sedikit
Menekan fungsi otak, menyebabkan tidak
sadar/koma
Terjadi hiperventilasi
Untuk mengeluarkan CO2 pembentuk asam ekshalasi
aseton napas bau buah
Defisiensi Insulin
Hiperglikemi
Glukosuria Lipolisis meningkat
Lipogenesis menurun
Oksidasi asam lemak menjadi
Sifat glukosa yang menarik air
Diuresis osmotik
Terjadi dehidrasi dan elektrolit
berkurang
Syok hipovolemik dan
hipotensi
Benda-benda keton
Ketosis
Asidosis metabolik
Asam napas segar, bau buah
5. Sasaran Belajar
a. Komplikasi Diabetes Melitus
b. Faktor Resiko Diabetes Melitus
c. Patomekanisme gejala
d. Kegawatdaruratan Diabetes Melitus
e. Penatalaksanaan
f. Sistem Rujukan
6. Belajar Mandiri
7. Sistem Informasi Didapat
a. Komplikasi Diabetes Melitus
1. Akut
a) Koma hipoglikemik
Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinik gangguan saraf yang
disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat berupa gelisah sampai
berat berupa koma dengan kejang. Penyebab hipoglikemia adalah obat-obat
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid (Waspadji,
2005). Penderita koma hipoglikemia harus segera dibawa ke rumah sakit
karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infus glukosa. Diabetesi
yang mengalami reaksi hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik,
biasanya disebabkan obat anti-diabetes yang diminum terlalu tinggi, penderita
terlambat makan atau latihan fisik berlebihan (Tjokroprawiro, 2006).
Tanda dan gejala:
1) Otonom : berkeringat, jatung berdebar , tremor dan lapar.
2) Neuroglikopenik : bingung (confusion), mengantuk, sulit berbicaca,
inkoordinasi, perilaku yang berbeda, gangguan visul dan parastesis.
3) Malaise : mual dan sakit kepala.
b) Koma ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik merupakan keadaan yang disebabkan karena
meningkatnya keasaman tubuh oleh bahan-bahan keton akibat defisiensi
insulin. Defisiensi insulin merupakan penyebab utama glukoneogenesis, yang
kemudian menambah hiperglikemia (Supartondo, 2004).
Tanda dan Gejala:
1) Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul)
2) Berbagai derajat dehidrasi : turgor kulit berkurang, bibir dan lidah kering.
3) Hipovolemik sampai syok.
4) Tercium keton pada bau hawa nafas
5) Pada anak biasanya disertai dengan muntah-muntah.
c) Koma hiperosmoler
Definisi KHNK ialah suatu sindrom yang ditandai hiperglikemia
berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis disertai menurunnya
kesadaran. Sindrom ini merupakan salah satu jenis koma non ketoasidosis.
Secara klinis sering ditemukan pada usia lanjut, semakin muda semakin
berkurang dan pada anak belum pernah ditemukan (Ranakusuma, 2004).
Tanda dan Gejala:
1) Rasa lemah
2) Gangguan penglihatan.
3) Kaki kejang.
4) Mual dan muntah.
5) Gangguan pada saraf : letargi, disorientasi, hemiparesis, kajang atau
koma.
6) Pemeriksaan fisik : turgor yang buruk, mukos pipi yang kering, mata yang
cekung, perabaan extremitas yang dingin, denyut nadi yang cepat dan
lemah.
d) Koma laktat asidosis
Asidosis laktat adalah suatu keadaan gangguan keseimbangan asam
basa darah yang ditandai dengan kenaikan kadar asam laktat lebih besar dari 5
mmolatau adanya anion gap lebih besar dari 20 mEq/L. Gangguan metabolik
ini sering ditemui pada keadaan shock, sebagai kompensasi tubuh berupaya
mengurangi sirkulasi ke daerah viseral agar sirkulasi ke otak tetap cukup,
akibatnya organ seperti ginjal, hati dan usus akan mengalami kekurangan
oksigen (Ranakusuma, 2004). Tanda dan Gejala:
1) Malaise
2) Anoreksia
3) Muntah
4) Ada Kusmaul
5) Kadar glukosa biasanya normal
2. Kronis
a) Makroangiopati, Makrovaskuler lebih mudah mengidap penyakit jantung
koroner, penyakit pembuluh darah kaki (gangrene) dan penyakit pembuluh
darah otak. Terjadi pada pembuluh darah besar.
b) Mikrovaskuler mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit ginjal dan mata.
Sedangkan pada makrovaskuler dan mikrovaskuler akan mudah timbul
infeksi dan penyakit nefropati (Waspadji ,2004). Mikroangiopati akan
menyebabkan retinopati, nefropati, dan neuropati. Mikroangiopati ini hanya
terjadi pada pembuluh darah yang kecil-kecil saja.
b. Faktor Resiko Diabetes Melitus
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa obeistas, hipertensi, kolesterol tinggi,
riwayat keluarga dan stres merupakan faktor risiko kejadian diabetes melitus.
kolestrol tinggi merupakan faktor risiko paling besar terhadap kejadian diabetes
melitus (Susilowati dan Amirudin, 2008).
c. Patomekanisme Gejala
1 Nafas bau buah
Defisiensi insulin akut menyebabkan moibilisasi cepat energy dari
cadangannya di otot dan lemak, menyebabkan peningkatan aliran asam amino ke
hati untuk pengubahan menjadi glukosa, dan pengubahan asam lemak menjadi
keton (asetoasetat, β-hidroksibutirat, dan aseton). Melalui mekanisme yang sama,
gangguan ekskresi ion hydrogen oleh ginjal akan memperhebat asidosis metabolic
yang yang terjadi akibat akumulasi asam-asam keton, β-hidroksibutirat, dan
asetoasetat. Akumulasi keton dapat menyebabkan muntah, yang kemudian
menurunkan volume intravascular. Sehingga pada saat ekspirasi akan tercium bau
buah karena terjadi penumpukan keton yang bersifat asam.
2 Hiperventilasi
Melalui mekanisme yang sama, defisiensi insulin menyebabkan glukoneogensis
dan lipolisis meningkat. Sehingga terjadi pemecahan asam lemak menjadi keton
dalam jumlah yang banyak sebagai kompensasi agar sel mendapatkan bahan bakar
untuk energy. Tetapi karena sebenarnya tidak ada kekurangan glukosa (yang
terjadi hanyalah kekurangan insulin sehingga glukosa tidak bisa masuk ke dalam
sel) maka terjadi hiperglikemi. Penumpukan keton akan menyebabkan pH darah
turun dan menjadi sangat asam, sebagai kompensasi untuk menormalkan pH darah
agar tidak menjadi terlalu asam, maka CO2 sebagai pengikat asam dikeluarkan
dalam jumlah yang banyak melalui jalan nafas (ekspirasi). Sehingga terjadi
hiperventilasi (nafas yang dalam dan panjang) untuk mengeluarkan CO2 dalam
jumlah banyak.
3 Koma (tidak sadar)
Hiperglikemia yang terjadi karena defisiensi insulin akan menyebabkan
diuresis osmotic (sifat glukosa yang menarik air) yang menyebabkan penurunan
volume intravascular. Bila penurunan ini berlanjut, maka gangguan aliran darah
ke ginjal akan mengurangi kemampuan ginjal untuk mengekskresi glukosa, dan
hiperglikemia menjadi makin buruk. Hiperosmolaritas yang berat akan menekan
fungsi otak dan berkaitan erat dengan depresi sitem saraf pusat dan koma.
4 Muntah
Patomekanisme terjadi muntah juga dikarenakan akumulasi keton, sehingga
menyebabkan muntah.
d. Kegawatdaruratan Diabetes Melitus
Komplikasi yang termasuk ke dalam kegawatdaruratan adalah :
1. Koma Hipoglikemia
2. Ketosidosis Diabetik
3. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik
4. Hipotensi dan syok
Syok adaah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak
adekuat untuk memenuhi keutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang
adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung, volume darah, dan tonus
vasomotor perifer. Jika salah satu dari ketiga faaktor penentu ini kacau dan faktor lain
tidak dapat melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah
arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah
jantung. Jika syok beranjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer
meningkat. Jika hipotensi menetap dan vasokonstriksi erlanjut, hipoperfusi
mengakibatakan asidosis asam laktat, oliguris, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup
rendah, terjadi disfungsi otak dan oto jantung (Mansjoer dkk, 2001).
e. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan : 1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi
dan rehidrasi), 2) Menghentikan ketogenesis (insulin), 3) Koreksi gangguan elektrolit,
4) Mencegah komplikasi, 5) Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
1 Resusitasi
a. Pertahankan jalan napas.
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.
d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk
menghindari aspirasi lambung.
2. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan
resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)
rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
3. Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia
yang terjadi.
Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap
peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan
NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema
serebri.
4. Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun
konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya
Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun
dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi,
dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40
mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
5. Penggantian Bikarbonat
a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:
1. Terjadinya asidosis cerebral.
2. Hipokalemia.
3. Excessive osmolar load.
4. Hipoksia jaringan.
c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok
yang persistent.
d. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam
waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼
dari kebutuhan.
6. Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
walaupun insulin belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada
anak < 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml
atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit
dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100
mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10
½ Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang
kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon
pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau
subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
7. Tatalaksana Edema Serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,
meliputi:
a. Kurangi kecepatan infus.
b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan
pemberian akan kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.
8. Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1)
Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
a. Memulai diet per-oral.
1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250
mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30
menit sesudah snack berakhir.
3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai
60 menit sesudah makan utama berakhir.
b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil,
dan anak dapat menghabiskan makanan utama.
2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin
iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual
tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1
unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.
c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan
siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.
f. Sistem Rujukan Diabetes Melitus?????
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
APEG. Clinical Practice Guidelines : Type-1 Diabetes in Children and Adolescents. 2005.
Dunger DB, et al. European Society for Paediatric Endocrinology/Lawson Wilkins Pediatric
Endocrine Society Consensus Statement on Diabetic Ketoacidosis in Children and
Adolescents. Pediatrics 2004; 113 : e133-40.
ISPAD. Consensus Guidelines. ISPAD Consensus Guidelines for The Management of Type I
Diabetes Mellitus in Childhood and Adolescents. 2000.
Kitabchi AE, et al. Management of Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes.
Diabetes Care 2001; 24 (1) : 131-53.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta
Susilowati, Andi dan Ridwan Amirudin. 2008. Faktor Resiko Diabetes Melitus di Rumah
Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar, 2007. Medika. Vol (34) no. 3:
Halaman 182
Wallace TM, Matthews DR. Recent Advance in The Monitoring and management of Diabetic
Ketoacidosis. QJ Med 2004; 97 : 773-80.