konsep kepemimpinan pendidikan dalam...
TRANSCRIPT
KONSEP KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN
SURAT ALI ‘IMRON AYAT 159
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Ilmu Pendidikan Islam
Oleh:
NURFIDIAT NIM: 073111064
FAKUKTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGEI WALISONGO SEMARANG
2011
ii
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Judul : Konsep Kepemimpinan Pendidikan dalam Perspekti Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 dan Ali ‘Imron Ayat 159
Penulis : Nurfidiat NIM : 073111064 Skripsi ini membahas tentang konsep kepemimpinan pendidikan dalam
perspekti al-Qur’an surat an-Nisa ayat 58 dan ali ‘imron ayat 159. Kajiannya dilatar belakangi oleh banyaknya pemimpin yang mengandalkan kekuatan dan teror, sanksi atau hukuman dan jarang sekali mencari pemimpin yang sesuai dengan konsep qur’ani sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pendidikan Islam Insan yang memiliki kecerdasan spiritual yang selalu termotivasi untuk menegakkan nilai-nilai moral yang baik sesuai dengan keyakinan agama Islam dan akan menjauhi segala kemungkaran dan sifat yang merusak kepada kepribadiannya sebagai manusia yang beragama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya konsep kepemimpinan pendidikan yang terdapat di dalam al-Qur’an yaitu surat an-nisa ayat 58 dan ali ‘imron ayat 159. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau (library research). Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, dalam hal ini ada tiga sumber, yaitu : sumber primer, sumber sekunder dan sumber tersier.Guna mencari jawaban dari beberapa permasalahan yang ada di atas,maka digunakan metode tematik (maudhu’i). metode tematik adalah suatu metode tafsir yang bermaksud membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan.
Kajian ini menunjukkan bahwa di dalam surat an-Nisa ayat 58 dan Ali ‘Imron ayat 159 terdapat suatu konsep kepemimpinan pendidikan yang mencakup tentang pendidikan akhlak bagi seseorang yang akan menjadi pemimpin yang sesuai dengan akhlak al-Qur’an, yaitu : (1) Pemimpin yang menyampaikan amanah, (2) Pemimpin yang menetapkan hukum dengan adil, (3) Pemimpin yang berlaku lemah lembut, (3) pemimpin yang mempunyai sifat pemaaf, (4) Pemimpin yang melaksanakan musyawarah di dalam mengambil keputusan, (5) Pemimpin yang bertawakkal hanya kepada Allah.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, diharapkan dapat menjadi bahan
informasi dan rujukan bagi para civitas akademik, para mahasiswa, para tenaga pengajar mata kuliah jurusan dan program studi di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, terutama dalam memberi dorongan kepada mahasiswa agar senantiasa meningkatkan jiwa kepemimpinan yang berakhlak yang mulia yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
vii
TRANSLITERASI ARAB LATIN
Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab Latin dalam skripsi ini
berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
R.I. Nomor: 158/1987 dan Nomor: 0543b/1987. Penyimpangan penulisan kata
sandang [al-] disengaja secara konsisten supaya sesuai teks Arabnya.
ط a ا
ظ b ب
ع t ت
g غ ث
f ف j ج
q ق ح
k ك kh خ
l ل d د
m م ż ذ
n ن r ر
w و z ز
h ه s س
ء sy ش
y ي ص
ض
Bacaan Madd: Bacaan Diftong: ā = a panjang او = au ū = u panjang اي = ai ī = i panjang
viii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan seluruh alam
yang telah memberikan beberapa rahmat, taufiq, hidayah, dan kenikmatan kepada
penulis berupa kenikmatan jasmani maupun rohani, sehingga penulis dapat
menyusun skripsi yang berjudul konsep kepemimpinan pendidikan dalam
perspektif al-Qur’an surat an-Nisa ayat 58 dan surat Ali Imron ayat 159. Sholawat
dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad
SAW, karena berkat perjuangan beliau yang telah membawa kita dari zaman
kebodohan menuju zaman yang terang benderang ini yaitu zaman Islamiyah.
Dengan berbekal keikhlasan, kesabaran dan berniat dengan tulus serta
dengan penuh tanggung jawab, penulis sekali lagi bersyukur kepada Allah SWT
yang telah memberikan apa yang tidak diberikan oleh siapapun berupa
pertolongan di dalam menyusun skripsi ini sampai selesai. Tidaklah semudah
seperti membalikkan telapak tangan di dalam menyusun skripsi ini, karena dalam
penelitian ini, penulis banyak menjumpai hal-hal yang belum pernah penulis
jumpai dalam penelitian tentang konsep kepemimpinan pendidikan dalam
perspektif al-Qur’an surat an-Nisa ayat 58 dan surat Ali Imron ayat 159. Tidak
sedikit daya dan upaya yang penulis lakukan untuk menyelesaikan skripsi ini baik
itu berupa materi maupun pikiran yang curahkan. Namun semua itu dapat penulis
jalani dengan baik, penuh kesabaran dan penuh tanggung jawab sehingga skripsi
ini dapat penulis susun sebagaimana mestinya. Karena pengalaman yang sangat
berharga ini penulis sangat termotivasi untuk terus berusaha melaksanakan
penelitian di waktu yang akan datang, agar tujuan penelitian dapat terwujud.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada yang terhormat:
1. Dr. Suja’i, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang.
2. H. Amin Farih, M.Ag., selaku Pembimbing I dan Nadhifah,S.TH.I, M.S.I,
selaku Pembimbing II, yang telah berkenan meluangkan waktunya, tenaga
dan pikirannya untuk membimbing, mengarahkan penulis dalam penyusunan
skripsi ini hingga selesai.
ix
3. Dosen Pendidikan Agama Islam, dan staf pengajar di IAIN Walisongo
Semarang yang membekali berbagai pengetahuan dan pengalaman.
4. Kepala perpustakaan IAIN Walisongo Semarang beserta seluruh staf dan
karyawan yang telah memberikan pelayanan yang baik.
5. Bapak Kasno Prasetyono dan Ibu Riyati selaku ayahanda dan ibunda
tercinta,hanya terima kasih yang bisa anakmu ucapkan atas do’a restu ayah
dan ibu yang tidak pernah lelah untuk mendoakan penulis, nasihat, dan
dukungan serta segala pengorbanan dan kasih sayang selama ini dalam
mendidik penulis dengan penuh kesabaran serta kepada adik-adik yang selalu
menyadarkan penulis setiap penulis akan melakukan kesalahan.
6. Bapak KH. Sirodj Khudlori dan Bapak H. A. Izzuddin M.Ag. selaku
pengasuh Pon. Pes. Daarunnajaah yang senantiasa membimbing dan
mendo’akan penulis.
7. Teman seperjuangan PAI 2007 dan sahabat-sahabat PAI 07 (Ana Nur
Qouliyah, Rose, Prenku, Rudin Haryono, Muhayat, lutfiya, Dinda, Mamah,
dll) yang senantiasa menjadi penyemangat penulis.
8. Sedulur-sedulur inyong,baik sedulur tua ataupun sedulur nom yang selalu
menemani disaat orang lain melupakan penulis, kalian penyemangat hidup,
penghilang rasa sedih di hati yang selalu membantu dalam suka maupun
duka.
9. Seluruh anggota kamar ar-rahmah dan al-badar (mirza, sepudin, dowo,
menwa, kang huda, zami, mizan, fahmi tevez , ainul, epit, fathur, minan,
cinok,dll), kapan kita bisa bercanda ria lagi?
Atas jasa-jasa mereka penulis hanya dapat memohon doa semoga amal
mereka diterima Allah SWT, dan mendapat pahala yang lebih baik serta
mendapatkan kesuksesan bak di dunia maupun di akhirat. Dan kepada mereka
semua, penulis ucapkan “jazakumullah khairan katsiran“.
x
Akhirnya, penulis menyadari bahwa sripsi ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Amin.
Semarang, 14 Desember 2011 Penulis
Nurfidiat NIM. 073111064
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ------------------------------------------------------------- i
PERNYATAAN KEASLIAN ---------------------------------------------------- ii
NOTA PEMBIMBING ----------------------------------------------------------- iv
ABSTRAK ------------------------------------------------------------------------- vi
TRANSLITERASI------------------------------------------------------------------- vii
KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------- viii
DAFTAR ISI------------------------------------------------------------------------ xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah --------------------------------------- 1
B. Rumusan masalah ---------------------------------------------- 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian-------------------------------- 7
D. Penegasan Istilah ----------------------------------------------- 7
E. Telaah Pustaka -------------------------------------------------- 8
F. Metode Penelitian------------------------------------------------- 11
G. Sistematika Penulisan--------------------------------------------- 13
BAB II : TELAAH AL-QUR’AN SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN ALI
IMRON AYAT 159
A. Isi Kandungan Surat an-Nisa Ayat 58 dan Surat Ali Imron
Ayat 159------------------------------------------------------------ 14
1. Isi Kandungan Surat An-Nisa Ayat 58 ------------------ 14
2. Isi Kandungan Surat Ali Imron Ayat 159 --------------- 16
B. Penafsiran Kata-Kata Sulit------------------------------------- 18
1. Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 ----------------------- 18
2. Al-Qur’an surat Ali Imron Ayat 159--------------------- 18
C. Asbabun Nuzul-------------------------------------------------- 19
D. Munasabah ------------------------------------------------------ 20
1. Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58------------- ------------ 20
2. Ali Imron Ayat 159------------------------------------- ----- 30
xii
E. Tafsir Surat an-Nisa Ayat 58 dan
Surat Ali Imron Ayat 159-------------------------------------- 35
BAB III : NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM
SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN SURAT ALI ‘IMRON AYAT
159
A. Pendidikan Islam, Isi Pendidikan Islam dan Tujuan
Pendidikan Islam ----------------------------------------------- 33
B. Nilai-Nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Surat
an-Nisa Ayat 58 dan Surat Ali ‘Imron Ayat 159 ----------- 42
BAB IV : ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN
DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAT AN-NISA AYAT
58 DAN ALI-IMRON AYAT 159
A. Konsep Pendidikan Kepemimpinan Dalam Perspektif
Surat An-Nisa Ayat 58------------------------------------ 48
B. Konsep Pendidikan Kepemimpinan Dalam Perspektif
Surat Ali ‘Imron Ayat 159-------------------------------- 60
BAB V : PENUTUP
A. Simpulan -------------------------------------------------------- 65
B. Saran-saran ----------------------------------------------------- 67
C. Penutup ---------------------------------------------------------- 68
DAFTAR KEPUSTAKAAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hidup dan hadirnya manusia di dunia bukan atas kehendak dan
kemauan sendiri, tetapi hidupnya manusia atas kehendak dan kekuasaan
yang Maha Pencipta. Diciptakannya manusia bukan tidak ada maksud,
tetapi sebagaimana firman Allah swt. Bahwa “Dijadikan manusia adalah
untuk menjadi khalifah atau penguasa di muka bumi”.1 Amanat untuk
mengemban misi suci ini disebutkan dalam surat al Ahzab ayat 72 :
$RÎ) $oYôÊ t�tã sptR$tBF{ $# ’n?tã ÏN ºuq»uK¡¡ 9$# ÇÚ ö‘F{ $#ur ÉA $t6Éf ø9$#ur šú ÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts†
zø)xÿô© r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß»|¡ RM} $# ( ¼çmRÎ) tb%x. $YBqè=sß Zw qßgy_ ÇÐËÈ
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”2
Amanat tersebut telah pernah ditawarkan Tuhan kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, tapi semuanya enggan untuk memikulnya
karena khawatir akan mengkhianatinya. Manusialah yang suka rela
menerima untuk mengemban amanat tersebut.3
Manusia yang lahir dalam keadaan tidak tahu apa-apa telah diberi
kemampuan termasuk akal serta pengetahuan-pengetahuan sehingga akan
mampu melaksanakan tugasnya selaku khalifah atau penguasa di bumi ini.
Dengan indra dan kemampuan yang dikaruniakan Allah SWT ini manusia
mempunyai kemampuan untuk memimpin, memelihara, dan membangun
1 Joko Suharto bin Matsnawi, Menuju Ketenangan Jiwa, (Jakarta : PT Rineka Cipta,2007),
hlm.22 2 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk,Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV
Penerbit J-ART,2005), hlm.427 3 Moh Sholeh Imam Musbikin, Agama Sebagai Terapi, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar,2005), hlm.79
2
kehidupan di dunia.4 Pemimpin yang dicintai dan dipercaya serta diikuti
oleh mereka adalah pemimpin yang sebanding dengan kemampuannya
untuk memecahkan persoalan mereka. Ini dapat berupa masalah personal
atau publik, atau berhubungan dengan kehidupan pribadi seseorang, atau
komunitas sosial, persoalan ekonomi dan politik.
Banyak pemimpin yang mengandalkan kekuatan dan teror, sanksi
atau hukuman (misalnya pengasingan, penjara, mencabut
kewarganegaraan), siksaan, atau memata-matai persoalan pribadi untuk
memecahkan persoalan mereka. Tetapi solusi-solusi itu hanya bermanfaat
dalam jangka pendek. Selain itu, mereka menciptakan lingkaran setan di
mana lebih banyak lagi orang yang berusaha memecahkan persoalan
dengan cara itu, akan lebih dalam mereka tenggelam dalam persoalan itu.5
Akan tetapi, kenyataan di dalam kehidupan ini banyak ditemui
kesombongan manusia, perbuatan pengrusakan, sikap mementingkan diri
sendiri, kelakuan menghalalkan segala cara, serta kurangnya kepedulian
terhadap kondisi orang lain dan lingkungan. Rupanya banyak manusia
yang sering lupa pada asalnya dan lupa akan tugasnya. Manusia seperti itu
telah lalai di dalam hidupnya dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban
atas segala perbuatan yang telah mereka lakukan. Berkait dengan ini
Rasulullah SAW telah bersabda :
قال أخربنا حدثنا بشر بن حممد قال أخربنا عبد اهللا قال أخربنا يونس عن الزهري ل اهللا صلى اهللا عليه و سلم أن رسوعنهما سامل بن عبد اهللا عن بن عمر رضي اهللا
اإلمام راع ومسؤول عن رعيته و وكلكم مسؤول عن رعيته كلكم راع :يقولرأة راعية يف بيت زوجها ومسؤولة والرجل راع يف أهله وهو مسؤول عن رعيته وامل
قال وحسبت أن قد . عن رعيتها واخلادم راع يف مال سيده ومسؤول عن رعيته
4 Moh Sholeh Imam Musbikin, Agama Sebagai Terapi,hlm.22 5 M.Fethullah Gulen, Versi Terdalam Kehidupan Rasul Allah Muhammad,(Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada,2002), hlm.276-277
3
قال والرجل راع يف مال أبيه ومسؤول عن رعيته وكلكم راع ومسؤول عن رعيته ٦)رواه البخارى(
`”Telah menceritakan kepada kami Bisyr ibn Muhammad, dia berkata : “ Telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah”, dia berkata : “Telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Zuhriy”, dia berkata : “Telah mengabarkan kepada kami Salim ibn ‘Abdillah dari Ibn Umar r.a” Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengolah harta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”(HR. Bukhari)
Banyak pemimpin, pada awalnya bertekad untuk selalu berbuat
adil. Keadilan ditegakkan tidak pandang bulu. Itu disosialisasikan pada
saat masa kampanye. Pada awal masa pemerintahannya, boleh jadi masih
terlihat ketegasan dalam menjalankan sifat keadilan. Namun, lambat laun,
seiring dengan waktu, tekad itu pun sirna sedikit demi sedikit, lalu
tampaklah sifat otoriternya. Sikapnya sudah melampaui batas. Pantas kalau
Allah mengkritik sifat itu dalam firman-Nya, “Ketahuilah! Sesungguhnya
manusia benar-benar (sangat mudah) melampaui batas karena dia melihat
dirinya serba cukup.” (al-‘Alaq : 6-7)
Sikap melampaui batas dan berlaku sewenang-wenang berbanding
terbalik dengan sikap yang penuh dengan keadilan. Pemimpin yang sukses
dalam kepemimpinannya yang menjadi parameter pertama adalah dia
berlaku adil atau tidak. Sikap ini yang pernah dilakukan oleh Umar bin
Abdul Aziz. Beliau adalah seorang khalifah yang gaya kepemimpinannya
mirip seperti empat Khulafaur Rasyidin yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman,
dan Ali. Bahkan ada sebagian yang berpendapat bahwa Khulafaur
Rasyidin bukan empat tetapi lima yaitu Umar bin Abdul Aziz.
6 Abu ‘Abdilah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Matnu Masykuli al-Bukhari Bihasyiyati al-Sanadi,(Bairut : Dar al-Fikr, t.t), hlm.160
4
Salah satu sikap tegas dan proporsionalnya adalah ketika anaknya
datang ke kantor beliau untuk membicarakan persoalan keluarga. Karena
masalah yang dibahas adalah persoalan keluarga, semua yang terkait
dengan urusan kantor, seperti lampu harus dimatikan, membuka pakaian
dinas dengan pakaian biasa, dan sebagainya. Anaknya bertanya, “
Mengapa demikian?” Beliau menjawab,” Bukankah yang kita bicarakan
adalah masalah keluarga? Lampu, pakaian, dan sebagainya adalah biaya
negara. Aku umar pantang melakukan ini karena amanah yang diemban di
atas pundakku.”7
Sebenarnya pemimpin yang harus diteladani adalah Rasulullah,
karena semua yang beliau lakukan adalah berasal dari al-Qur’an. Beliau
mendidik umatnya agar menjadi pemimpin yang berakhlak seperti apa
yang beliau ajarkan kepada umatnya yaitu mengikuti al-Qur’an dan as-
Sunnah. Nabi Muhammad mempunyai semua kualitas kepemimpinan yang
diperlukan untuk keberhasilannya dalam segala aspek kehidupan. Akan
tetapi yang lebih penting lagi adalah beliau mampu memimpin umatnya
menuju keberhasilan disegala bidang. Beliau adalah sumber yang
mengalirkan semua perkembangan selanjutnya yang berhubungan dengan
komando, kenegaraan, agama, perkembangan spiritual dan sebagainya
diseluruh dunia muslim.8 Beliaulah kiblat dari semua pendidik sekaligus
pemimpin bagi umat Islam di dunia ini.
Akhir-akhir ini banyak penelitian mengenai kepemimpinan telah
dilakukan, teristimewa kepemimpinan dalam bidang pendidikan. Jika kita
berbicara tentang kepemimpinan pendidikan, hendaklah kita berusaha
memahami bahwa dalam pelaksanaan tugas itu ada seseorang yang
berfungsi sebagai pemimpin. Ia adalah seseorang yang dapat bekerja sama
dengan orang lain dan dapat bekerja untuk orang lain.
7 Anwar Sanusi, Jalan Kebahagiaan, (Jakarta : Gema Insani Press,2006), hlm. 34-35 8 M.Fethullah Gulen, Versi Terdalam Kehidupan Rasul Allah Muhammad, hlm.290
5
Tiap-tiap orang yang terpanggil untuk melaksanakan tugas
memimpin di dalam lapangan pendidikan dapat disebut pemimpin
pendidikan, misalnya orangtua di rumah, guru di sekolah, kepala kantor
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, maupun pengawasan
pendidikan di Kantor Pembinaan Pendidikan dan di daerah pelayanannya,
juga pendidik lain. Kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam pembinaan
pendidikan.
Dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama itu, pemimpin dan
kelompok yang satu bergantung pada pemimpin dan kelompok yang lain.
Seseorang tidak dapat menjadi pemimpin jika terlepas dari kelompok.
Kepemimpinan merupakan suatu sifat dari aktifitas kelompok. Setiap
orang sebagai anggota suatu kelompok dapat memberikan sumbangannya
untuk kesuksesan kelompoknya.
Di dalam suatu kelompok harus ada persatuan. Persatuan harus
dibentuk dan dibina oleh pemimpin kelompok itu. Di bawah
kepemimpinannya, baik pemimpin maupun yang dipimpin harus berusaha
bersama untuk mencapai tujuan kelompok itu. Persatuan harus diciptakan
dan dipelihara dalam kelompok. Jika tidak, kelompok itu hanya
merupakan kumpulan dari individu-individu yang seorang terpisah dari
yang lain.
Bertalian dengan hal di atas, harus ada seseorang yang dapat
mengembangkan perasaan kelompok dan koordinasi. Ia muncul sebagai
pemimpin, ia memperlihatkan kelebihan dan kesanggupan dalam membina
kegiatan kelompok menuju ke hal tercapainya tujuan kelompok itu.
Kesanggupannya sangat dibutuhkan dalam memcahkan masalah yang
dihadapi oleh kelompoknya.9
Tentunya masih banyak sekali konsep pendidikan kepemimpinan
lain yang terus menerus bermunculan yang telah berhasil ditulis di banyak
buku yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup zaman sekarang. Akan
9 Soekarto Indrafachrudi, Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif, (Bogor : Ghalia
Indonesia,2006),hlm.1-2
6
tetapi perlu juga dicari formula kosep yang sesuai dengan perubahan
zaman dan kebutuhan agar pemikiran-pemikiran yang ingin diberikan bisa
diserap dengan lebih mudah dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Semakin banyak penelitian dilakukan , tentunya semakin banyak
pula objek yang bisa dijadikan bahan untuk mencari konsep-konsep
kepemimpinan pendidikan, baik dari akal pikiran manusia maupun sumber
lain. Salah satu sumber yang utama itu adalah al-Qur’an, kitab suci
pedoman untuk umat Islam. Di dalamnya pasti masih banyak konsep
pendidikan kepemimpinan, tergantung kita mampu atau tidak untuk
menggalinya.
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk bukan hanya
untuk umat Islam, akan tetapi untuk seluruh umat manusia di muka bumi
ini. Dengan petunjuk al-Qur’an, kehidupan manusia akan berjalan dengan
baik. Manakala mereka mempunyai masalah, maka masalah tersebut dapat
terpecahkan sehingga ibarat penyakit, akan ditemukan obatnya dengan al-
Qur’an itu. Oleh karena itu, menjadi amat penting bagi kita sebagai umat
Islam untuk memahami al-Qur’an dengan sebaik-sebaiknya sehingga bisa
kita gunakan sebagai pedoman hidup di dunia ini dengan sebenar-
benarnya.
Adalah amat jelas bahwa dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat
yang mengandung berbagai macam konsep mengenai kepemimpinan
pendidikan. Untuk mendapatkan konsep tersebut maka perlu kiranya selalu
diadakan kajian-kajian di berbagai tempat dan kesempatan. Dan salah satu
sarana yang menjadi objek kajian paling utama adalah al-Qur’an.
Berangkat dari latar belakang di atas, penelitian ini akan mencoba
untuk ikut mencari konsep kepemimpinan yang ada dalah ayat yang
terdapat di dalam al-Qur’an, dengan sebuah skripsi yang berjudul :
“KONSEP KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTI AL-
QUR’AN SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN ALI ‘IMRON AYAT 159”.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka
peneliti akan kemukakan pokok masalah yang akan dikaji dalam penelitian
ini, yaitu:
“Bagaimanakah konsep kepemimpinan pendidikan dalam perspektif al-
Qur’an surat an-Nisa ayat 58 dan ali Imron ayat 159?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai
dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsep yang jelas tentang
kepemimpinan pendidikan dalam perspektif al-Qur’an surat an-Nisa ayat
58 dan Ali ‘Imron ayat 159.
Sedangkan manfaat yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :
1. Menjadi sumbangan pemikiran kepada mereka yang membutuhkan
penelitian yang berkaitan dengan konsep pendidikan kepemimpinan.
2. Menambah wawasan peneliti tentang konsep pendidikan
kepemimpinan.
3. Menambah perbendaharaan referensi bagi perpustakaan IAIN
Walisongo Semarang.
D. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan
judul “Konsep Kepemimpinan Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an
Surat An-Nisa Ayat 58 dan Ali Imron Ayat 159”, maka penulis akan
membatasi pengertian-pengertian dari istilah-istilah yang ada pada judul
proposal tersebut, sehingga akan diperoleh gambaran yang jelas dari apa
yang dimaksud oleh peneliti.
1. Konsep Kepemimpinan
Adalah suatu rancangan usaha yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut
8
(bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan
tujuan bersamanya.10
2. Pendidikan
Adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang lain
agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan
yang lebih tinggi dalam arti mental.11
3. Al-Qur’an
Adalah kalam Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Mujammad
SAW sebagai mu’jizat dengan menggunakan bahasa arab yang
mutawatir dan diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat an-Nas serta membacanya termasuk ibadah.12
Jadi yang dimaksud dalam judul penelitian ini adalah suatu konsep
atau rancangan usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok antara
pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata
yang mencerminkan suatu tujuan yaitu tercapainya kedewasaan atau
mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi dalam arti mental, yang mana
konsep tersebut diambil secara langsung dari ajaran al-Qur’an surat an-
Nisa ayat 58 dan ali Imron ayat 159.
E. Kajian pustaka
Kajian atau penelitian tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan
kepemimpinan sudah banyak dilakukan, terutama oleh tokoh-tokoh
terkemuka, baik tokoh yang menguasai ilmu-ilmu secara menyeluruh
maupun yang bersifat spesialisasi. Banyak sekali mufassir (para penafsir
al-Qur’an) dan peneliti yang membahas masalah ini secara mendetail. Hal
ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menyoroti tentang
kepemimpinan.
10 Isjoni, Manajemen Kepemimpinan Dalam Pendidikan, (Bandung : Sinar Baru
Algesindo,2007),hlm.19 11 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada,2005),hlm.1 12 Moch Charisma, Tiga Aspek Kemu’jizatan Al-Qur’an,(Surabaya : Bina
Ilmu,1992),hlm.2
9
Salah satu hasil penelitian tentang kepemimpinan adalah penelitian
skripsi yang dilakukan oleh Anis Rozanah pada tahun 2002, yang
menyimpulkan bahwa karakteristik pemimpin dalam al-Qur’an
mempunyai pengaruh yang besar dalam pendidikan Islam, diantaranya
dalam kurikulum, metode serta dalam evaluasi pendidikan Islam. Di dalam
kurikulum pendidikan Islam, karakteristik pemimpin dalam al-Qur’an
memberikan pengaruh pada proses penyusunannya, di mana karakteristik
penyusun bisa mempunyai pengaruh pada hasil susunannya. Dalam
metode pendidikan Islam, karakteristik pemimpin dalam al-Qur’an
memberikan pengaruh dalam pelaksanaan metode dan penerimaan anak
didik akan materi yang disampaikan melalui metode tersebut. Sedangkan
dalam evaluasi pendidikan Islam, karakteristik pemimpin dalam al-Qur’an
mempunyai pengaruh pada hasil akhir pendidikan, yaitu hasil yang dicapai
dalam proses pendidikan Islam dan poses tersebut dipengaruhi oleh siapa
yang memberikan materi didik. Sehingga karakteristik akhlakul karimah
sangat berpengaruh pada tujuan pendidikan Islam yaitu dalam
mewujudkan pribadi yang berakhlak mulia.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Anik Risalati yang
berjudul “Makna Khalifah Dalam Al-Qur’an dan Relevansinya dengan
Tujuan Pendidikan Islam (Analisis QS. Al-Baqarah Ayat 30-35)”.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa khalifah berarti wakil Allah dalam
melaksanakan ketetapan-ketetapan-Nya di bumi. Hal ini adalah sebuah
penghormatan yang diberikan Allah kepada manusia karena ia adalah
makhluk yang paling sempurna. Khalifah adalah manusia yang aktif dalam
tatanan alam semesta, seorang khalifah adalah manusia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kesopanan, keimanan dan amal shaleh. Penelitian ini juga
menjelaskan hakikat manusia sebagai khalifah, yaitu manusia sebagai
pemegang mandat dari Allah yang wajib mengikuti apa yang diinginkan
oleh Allah dan tidak boleh mengabaikannya, karena amanat yang
dilimpahkan kepadanya akan dipertanggungjawabkan kelak. Sebagai
khalifah yang mendapatkan amanat pengelolaan bumi, manusia harus
10
berusaha menghiasi diri dengan ilmu, karena tidak mungkin ia dapat
melaksanakan amanah tanpa ilmu. Sebagai khalifah manusia memiliki
tugas yang menyangkut diri sendiri, keluarga, masyarakat dan alam
sekitar.
Selanjutnya yaitu penelitian yang diteliti oleh Muhammad Asrori
Ardiansyah dengan judul “Studi Perbandingan Tentang Konsep
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Teori Kepemimpinan dalam Ayat Al-
Qur’an”. Di dalam penelitian ini dijelaskan bahwa terdapat perbedaan
antara konsep kepemimpinan secara umum dan konsep kepemimpinan
dalam al-Qur’an. Hal ini dapat dilihat dari pengertian kepemimpinan
secara umum yang merupakan suatu hubungan proses yang
memepengaruhi terjadi dalam suatu komunitas yang diarahkan untuk
tercapainya tujuan bersama. Sedangkan konsep kepemimpinan dalam al-
Qur’an yaitu khalifah, imam dan ulil amri dengan segala syarat-syaratnya
dinilai lebih komprehensif dalam memaknai sebuah kepemimpinan yang
akhirnya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang handal dan dapat
membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia. Selain itu di dalam
penelitian ini juga diungkapkan sifat-sifat pemimpin yang ideal. Dalam
konsep kepemimpinan umum, sifat pemimpin antara lain mempunyai
energi jasmaniah dan mental, mempunyai kesadara akan tujuan arah dan
antusiasme. Sedangkan konsep kepemimpinan dalam al-Qur’an antara lain
memiliki sifat-sifat yaitu Islam, bertakwa, memahami situasi dan kondisi
masyarakatnya, mempunyai karisma dan wibawa dihadapan manusia,
konsekuen dengan kebenaran, ikhlas dan bertingkah laku yang baik.
F. Metode Penulisan
Merujuk pada kajian di atas, peneliti menggunakan beberapa
metode yang relevan untuk mendukung dalam pengumpulan dan
penganalisaan data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi.
11
Metode yang diterapkan adalah :
1. Metode pengumpulan data
Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggunakan metode
penelitian kepustakaan (library research)13, yaitu dengan
mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema
pembahasan dan permasalahannya yang diambil dari sumber-sumber
kepustakaan, dalam hal ini ada tiga sumber, yaitu :
a. Sumber primer
Sumber primer adalah sumber-sumber yang memberikan data
secara langsung dari tangan pertama atau sumber asli.14 Dalam
skripsi ini sumber primer yang dimaksud adalah al-Qur’an surat
an-Nisa ayat 58 dan ali Imron ayat 159
b. Sumber sekunder
Sumber sekunder adalah sumber-sumber yang diambil dari sumber
yang lain yang tidak diperoleh dari sumber primer.15 Dalam
skripsi ini sumber-sumber sekunder yang dimaksud adalah kitab-
kitab tafsir yang ada hubungannya dengan al-Quran surat an-Nisa
ayat 58 dan ali Imron ayat 159.
c. Sumber tersier
Sumber tersier adalah sumber-sumber yang diambil dari buku-
buku selain sumber primer dan sumber sekunder sebagai
pendukung. Yang dimaksud sumber tersier dalam skripsi ini adalah
buku-buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang
menjadi pokok bahasan skripsi ini.
Selanjutnya untuk memberi penjelasan atau penafsiran
terhadap ayat tersebut, melalui metode studi pustaka (library
research), maka langkah yang ditempuh adalah dengan cara
membaca, memahami serta menelaah buku-buku, baik berupa
13 Sutrisno Hadi, Metodologi Research,(Yogyakarta : Andi Offset,1999),Jilid I,hlm.9 14 Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah,Edisi I,(Jakarta : Bumi
Aksara,2001),cet.IV,hlm.150 15 Saifuddin Anwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Pelajar Offset,1998),hal.91
12
kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain yang berkenaan
dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.
2. Metode analisa data
Guna mencari jawaban dari beberapa permasalahan yang ada di
atas, peneliti menggunakan metode tematik (maudhu’i). Metode
tematik adalah suatu metode tafsir yang bermaksud membahas ayat-
ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan.16
Dalam penerapan metode ini, ada beberapa langkah yang harus
ditempuh oleh mufassir. Antara lain sebagai berikut :
a. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut
sesuai dengan kronologi urutan turunnya. Hal ini diperlukan untuk
megetahui kemungkinan adanya ayat yang mansukh, dan
sebagainya.
b. Menelusuri latar belakang turun (asbab nuzul) ayat-ayat yang telah
dihimpun – (kalau ada).
c. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai
dalam ayat tersebut, terutama kosakata yang menjadi pokok
permasalahan di dalam ayat itu.
d. Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman pendapat para
mufassir, baik yang klasik maupun yang kontemporer.
e. Semua itu dikaji secara tuntas dan saksama dengan menggunakan
penalaran yang objektif.17
Jadi dengan metode ini peneliti akan mencari tema-tema atau
topik-topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari al-Qur’an
itu sendiri, ataupun dari yang lain-lain dengan mengulas ayat di atas
dari berbagai sudut, terutama dari bagian yang bisa secara langsung
membantu untuk menarik kesimpulan ayat sehingga pada akhirnya
akan diperoleh suatu bentuk konsep kepemimpinan dari ayat tersebut
16 Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar,1998),hlm.151 17 Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,,hlm.152-153
13
yang nantinya bisa dipakai sebagai salah satu alternatif pilihan metode
dalam suatu pendidikan.
G. Sistematika penulisan
Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi dalam lima pokok
pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda. Secara
rinci masing-masing bab akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut :
Bab I : PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah,tujuan penulisan penelitian, penegasan
istilah, telaah pustaka, metode penulisan penelitian
dan sistematika penulisan.
Bab II : TELAAH AL-QUR’AN SURAT AN-NISA
AYAT 58 DAN ALI IMRON AYAT 159
Pada bab II ini akan membahas tentang gambaran
umum dari surat an-Nisa ayat 58 dan ali ‘Imron,
mufrodat atau penafsiran kata-kata sulit yang
terdapat di dalam surat an-Nisa ayat 58 dan ali
‘Imron ayat 159, asbab al-nuzul atau sebab-sebab
apa yang melatarbelakangi diturunkannya surat an-
Nisa ayat 58 dan ali ‘Imron, munasabah ayat dan
surat yang terdapat pada surat an-Nisa ayat 58 dan
ali ’Imron 159 dengan ayat sebelum dan
sesudahnya ataupun dengan surat-surat di dalam al-
Qur’an yang mempunyai munasabah dengan surat
an-Nisa dan ali ‘Imron, dan yang terakhir adalah
akan membahas mengenai tafsir dari surat an-Nisa
ayat 58 dan surat ali ‘Imron ayat 159.
14
Bab III : NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG
TERKANDUNG DALAM AL-QUR’AN AN-
NISA AYAT 58 DAN ALI IMRON AYAT 159
Pada bab III ini akan di bahas mengenai nilai-nilai
pendidikan yang terdapat dalam surat an-Nisa ayat
58 dan surat ali ‘Imron, yaitu :
a. Seorang pemimpin harus menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya
b. Menetapkan hukum diantara manusia dengan
berlaku adil
c. Berlaku lemah lembut terhadap bawahan
d. Pemaaf dan bermusyawarah dengan bawahan
e. Bertawakkal kepada Allah SWT
Bab IV : ANALISIS KONSEP KEPEMIMPINAN
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-
QUR’AN AN-NISA AYAT 58 DAN ALI
IMRON AYAT 159
Konsep kepemimpinan pendidikan yang terdapat
dalam surat an-nisa ayat 58 dan ali imron ayat 159
adalah seorang pemimpin yang menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, berlaku
adil ketika menetapkan hukum, bersikap lemah
lembut, mempunyai sifat pemaaf, mau
bermusyawarah dengan bawahannya dan
pemimpin yang bertawakkal kepada Allah.
Bab V : PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan, saran dan penutup.
15
BAB II
TELAAH AL-QUR’AN SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN ALI ‘IMRON
AYAT 159
A. Redaksi dan Terjemah Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 dan Ali ‘Imron
Ayat 159
1. Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58
bÎ) ©! $# öNä.ã�ãBù'tƒ br& (#r–Šxsè? ÏM »uZ»tBF{ $# #’n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ä $Z9$# br&
(#qßJä3øtrB ÉA ô‰yèø9$$Î/ 4 bÎ) ©! $# $KÏèÏR /ä3Ýà Ïètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 bÎ) ©! $# tb%x. $Jè‹Ïÿxœ #ZŽ�ÅÁ t/ ÇÎÑÈ
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”1
2. Al-Qur’an Surat Ali ‘Imron Ayat 159
$yJÎ6sù 7pyJôm u‘ zÏiB «! $# |M ZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |M Yä. $à sù xá ‹Î=xî É= ù=s)ø9$# (#q‘Ò xÿR]w ô ÏB
y7 Ï9öqym ( ß# ôã$$sù öNåk÷]tã ö�ÏÿøótGó™ $#ur öNçlm; öNèdö‘Ír$x© ur ’Îû Í�öDF{ $# ( #sŒÎ*sù |M øBz•tã ö@ ©.uqtGsù
’n?tã «! $# 4 bÎ) ©! $# �= Ïtä† tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.2
1 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV
Penerbit J-ART,2005), hlm.87 2 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.71
16
B. Gambaran Umum Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 dan Ali ‘Imron Ayat
159
1. Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58
Allah swt menyampaikan perintah dan larangan-Nya tidak
sekaligus, dan tidak juga berdiri sendiri. Agar akal manusia tidak dipenuhi
informasi dan perintah pada saat yang sama, maka setiap perintah dikaitkan
dengan sesuatu yang dihunjam ke dalam lubuk hati. Bila telah mantap dan
ditampung di dalam benak dan hati, datang lagi perintah dan larangan baru
dengan cara seperti di atas, dan ini pada gilirannya terhunjam pula ke dalam
hati dan benak. Demikian dari saat ke saat, sehingga bila tiba saat
mengerjakan perintah atau menjauhi larangan, muncul bersamaan
dengannya apa yang telah tertananm sebelumnya dalam lubuk hati. Itu
sebabnya perintah dan larangan-Nya hampir selalu dikaitkan dengan alasan
yang memuaskan akal dan menyentuh jiwa manusia.3
Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya
kepada kita. Pengajaran itu berupa perintah untuk menyampaikan amanat
kapada ahlinya, menetapkan hukum diantara manusia dengan adil, dan
berbagai perintah serta syariat Allah lainnya yang mulia, sempurna dan
komprehensif. Bentuk amanat yang wajib dilakukan manusia seperti hak-
hak Allah yang menjadi kewajiban para hambanya, yaitu shalat, zakat,
puasa, kafarat, nadzar dan sebagainya yang berupa perkara yang
dipercayakan kepada manusia tanpa perlu diawasi oleh orang lain, berupa
hak hamba yang menjadi kewajiban hamba lain, seperti barang titipan dan
perkara lain yang diamanatkan kepadanya untuk dilaksanakan tanpa perlu
disaksikan pihak lain.4
3 M. Qurish Shihab, Tafsir Al-Misbah,(Jakarta : Lentera Hati,2002), hlm.479-480 4 Muhammad Nasib ar-Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syihabuddin, (Jakarta :
Gema Insane Press,1999), hlm. 737-378
17
2. Al-Qur’an Surat Ali ‘Imron Ayat 159
Ayat ini merupakan ayat tuntunan yang diarahkan kepada Nabi
Muhammad saw.,sambil menyebutkan sikap lemah lembut Nabi kepada
kaum muslimin khususnya mereka yang telah melakukan kesalahan dan
perlanggaran terhadap perang Uhud. Sebenarnya cukup banyak hal dalam
peristiwa perang Uhud yang mengundang emosi manusia untuk marah.
Namun demikian, cukup banyak pula bukti yang menunjukkan
kelemahlembutan Nabi saw. Beliau bermusyawarah dengan mereka
sebelum memutuskan berperang, beliau menerima usul mayoritas mereka,
walau beliau sendiri kurang berkenan, beliau tidak memaki dan
mempersalahkan para pemanah yang meninggalkan markas mereka, tetapi
hanya menegurnya dengan halus.
Firman-Nya : “Maka disebabkan rahmat Allah engkau berlaku
lemah lembut terhadap mereka”, dapat menjadi salah satu bukti bahwa
Allah swt sendiri yang mendidik dan membentuk kepribadian Nabi
Muhammad saw. Kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan hanya
pengetahuan yang Allah limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu al-
Qur’an, tetapi juga kalbu beliau disinari, bahkan totalitas wujud beliau
merupakan rahmat bagi seluruh alam.5
C. Penafsiran Kata-Kata Sulit
1. Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58
al-amanah : sesuatu yang dijaga untuk disampaikan kepada – االمانة
pemiliknya. Orang yang menjaga dan menyampaikannya dinamakan hafiz
(orang yang menjaga), amin (orang yang dipercaya), dan wafiy (orang yang
memenuhi); sedangkan yang tidak menjaga dan menyampaikannya disebut
pengkhianat.
5 M. Qurish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hlm.256
18
al-adlu : menyampaikan hak kepada pemiliknya melalui jalan – العدل
terdekat.
at-ta’wil : menerangkan kesudahan dan akibat.6 – التأویل
2. Ali ‘Imron Ayat 159
al-lain fil mu’amalah : bersikap lemah lembut dalam – اللین في المعاملة
mu’amalah.
al-fazhzh : kasar dan keras tabiat dalam bergaul, baik perkataan – الفظ
maupun sikap.
.algholizh : keras hati dan tidak bisa dipengaruhi oleh apapun – الغلیظ
lanfadldlu : mereka bubar – النفضوا
wa syawirhum fil amri : mengatur kehidupan berpolitik – وشاورھم في االمر
umat dalam urusan perang, damai, kritis, dan lain sebagainya, yang terkait
dengan kepentingan-kepentingan duniawi.
at tawakkul : menampakkan kelemahan dan berpegang kepada – التوكل
selain dirimu, serta mengandalkannya dalam mengerjakan yang engkau
perlukan.7
D. Asbabun Nuzul
Secara etimologis, kata asbab (tunggal : sabab) dapat berarti alasan
atau sebab. Sedangkan nuzul secara bahasa berarti turun. Jadi asbab al-nuzul
dapat dimaknai sebagai pengetahuan tentang sebab-sebab diturunkannya suatu
ayat.
6 Ahmad Musthafa al Maraghi, terj. Bahrun Abubakar dan Hery Noer Ali, terjemah Tafsir
al Maroghi, (Semarang : Toha Putra,1993), Juz. V,hlm. 112 7 Ahmad Musthafa al Maraghi, terj. Bahrun Abubakar dan Hery Noer Ali, terjemah Tafsir
al Maroghi, hlm. 191
19
Az Zarqoni mendefinisikan asbabun nuzul sebagai berikut :
٨ما نزلت األیة اواألیات متحدثة لحكمھ أیام وقوعھ“Peristiwa yang menjadi sebab turunnya suatu ayat atau berapa ayat, di mana ayat tersebut ayat tersebut menceritakan atau menjelaskan tentang suatu hukum mengenai peristiwa tersebut pada waktu terjadinya”
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa unsur-unsur yang
penting diketahui terkait dengan asbab al-Nuzul adalah adanya satu atau
beberapa kasus yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, dan
ayat-ayat itu dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terhadap kasus itu.9
Adapun Asbabun Nuzul surat an-Nisa ayat 58 adalah sebagai berikut
, دعا عثمان بن طلحة, لما فتح رسول اهللا صل اهللا علیھ و سلم مكة: عن ابن عبا س قال
, بأبي أنت و أمي : فقال,قام العباس,فلما بسط یده إلیھ,فأه بھ,أرني المفتاح:فلما اتاه قال
ھا ت ال : صل اهللا علیھ و سلم فقال رسول اهللا, فكف عثمان یده , اجمعھ لي مع السقایة
ثم نزل , ثم خرج فطاف بالبیت, فقام ففتح الكعبة, ھاك بأمانة اهللا: فقال , مفتاح یا عثمان
إن اهللا یأمركم : (ثم قال , فأعطاه المفتاح, فدعا عثمان بن طلحة, علیھ جبریل برد المفتاح
١٠.حتى فرغ من االیة) yأن تؤدوا األمنت إلي أھلھا
"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dia berkata : ketika Rasulullah saw. menaklukkan mekah, beliau memanggil Usman bin Talhah, ketika dia telah datang, beliau bersabda,”perlihatkan kunci ka’bah kepadaku.” Ketika Usman mengulurkan tangannya, Abbas berdiri kemudian berkata,”demi bapakku, engkau, dan ibuku, satukanlah ia dengan penyiram air untukku.”maka Usman membukakan telapak tangannya, lalu Rasulullah saw. bersabda, “berikanlah kunci itu, hai Usman!” Usman berkata, inilah amanat Allah.” Beliau berdiri lalu membuka ka’bah. Kemudian keluar dari ka’bah, lalu bertowaf di baitullah. Kemudian Jibril turun memerintahkan supaya mengembalikan kunci itu. Lalu beliau memanggil Usman bin
8 Muhammad Abdul ‘Adhim Az Zarqani, Manahil al Irfan fi Ulumil Quran, (Bairut :
Darul Fikr, tt.), hlm.19 9 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang : Rasail Media
Group,2008), hlm.74-75 10 Al-Imam As-Syeikh Abil Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi an-Naisaburi, Asbabun
Nuzul,(Beirut : Darul Kitab Al-‘Arabi, 1416 H), hlm. 130
20
Talhah dan memberikan kunci kepadanya. Kemudian beliau membacakan ayat :”Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kalian supaya menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya...hingga selesai membaca ayat itu."
E. Munasabah
1. Surat An-Nisa Ayat 58
a. Munasabah Ayat
QS. surat an-Nisa ayat 58 mempunyai munasabah dengan ayat
sebelum dan sesudahnya, yaitu ayat 57 dan 59. Munasabat QS. surat an-
Nisa ayat 58 dengan ayat 57 adalah :
tûïÏ%©!$#ur (#qãYtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM »ys Î=»¢Á 9$# óO ßgè=Åz ô‰ãZy™ ;M »Yy_ “ Ì�øgrB `ÏB $pkÉJøtrB
ã�»pk÷XF{ $# tûïÏ$Î#»yz !$pkŽÏù #Y‰t/r& ( öNçl°; !$pkŽÏù Ól ºurø—r& ×ot�£gsÜ •B ( öNßgè=Åz ô‰çRur yx Ïß x ŠÎ=sß
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang Shaleh, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci, dan kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.”11 Sedangkan munasabat QS. surat an-Nisa ayat 58 dengan ayat 59 adalah :
$pkš‰r'»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãè‹ÏÛ r& ©! $# (#qãè‹ÏÛ r&ur tA qß™ §�9$# ’Í<'ré&ur Í�öDF{ $# óO ä3ZÏB ( bÎ*sù
÷Läêôãt“»uZs? ’Îû &äóÓx« çnr–Šã�sù ’n<Î) «! $# ÉA qß™ §�9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «! $$Î/ ÏQöqu‹ø9$#ur
Ì�Åz Fy $# 4 y7 Ï9ºsŒ ׎ö�yz ß|¡ ôm r&ur x ƒÍrù's?
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
11 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.87
21
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”12
Pada ayat 57 Allah menerangkan ganjaran besar bagi orang yang
beriman dan beramal sholeh, yang kelak mereka dijanjikan Allah akan
dimasukkan ke dalam surga. Dan amalan tersebut adalah menyampaikan
amanat dan menetapkan hukum diantara manusia dengan cara yang adil,
seperti yang terdapat pada ayat 58. Kemudian pada ayat 59 selain
memerintahkan untuk menyampaikan amanat dan menetapkan hukum
secara adil, Allah juga memerintahkan supaya menaati Allah dan Rasul-
Nya serta menaati ulil amri dari mereka.13 Menurut Ibnu Abbas dan Jabir
ra. yang dimaksud ulil amri di sini adalah fuqoha dan ulama yang
mengajarkan kepada manusia tentang agama mereka.14
Dengan demikian, seorang pemimpin harus memiliki etika, antara
lain : menunaikan amanah, menetapkan hukum dengan adil, taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, kembali ke al-Qur’an dan sunnah, bermusyawarah,
menyeru kejalan Allah, jujur, mengabdi hanya kepada Allah dan
beriman.15
b. Munasabah Surat
1. Surat an-Nisa dengan surat ali Imran dan surat al-Maidah
Munasabatnya adalah pada surat ali ‘Imran ditutup dengan perintah
untuk bertakwa, sedangkan pada surat an-Nisa perintah untuk bertakwa
berada pada pembukaan surat.
Kemudian di dalam surat ali ‘Imron disebutkan peperangan setelah
perang uhud dengan menggunakan firman Allah yang berbunyi :
12Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.87 13 Wahbah az-Zuhaily, Tafsir Munir, (Bairut : Darul Fikri, tt.), hlm.122 14 Abi Muhammad al Husain bin Mas’ud al Farra al Baghowi, Tafsir Baghowi Al
Musamma Ma’alimat Tanzil, (Bairut : Darul Kutub, tt.),hlm.100 15 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran,2009), hlm.205-206
22
tûïÏ%©!$# (#qç/$yf tGó™ $# ¬! ÉA qß™ §�9$#ur -Æ ÏB ω÷èt/ !$tB ãNåku5$|¹ r& ßy ö�s)ø9$# 4
“(yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud)”16
Sedangkan pada surat an-Nisa dengan menggunakan firman-Nya
yang berbunyi :
Ÿw ur (#qãZÎgs? ’Îû Ïä!$tóÏGö/$# ÏQöqs)ø9$# ( bÎ) (#qçRqä3s? tbqßJs9ù's? óO ßgRÎ*sù šc qßJs9ù'tƒ $yJx.
šc qßJs9ù's? ( tbqã_ ö�s?ur zÏB «! $# $tB Ÿw šc qã_ ö�tƒ 3 tb%x.ur ª! $# $JŠÎ=tã $JŠÅ3ym
“ Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). jika
kamu menderita kesakitan, Maka Sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”17
Di dalam surat ali ‘Imran juga diceritakan kisah kejadian Isa
dengan tanpa ayah yang dijadikan hujjah untuk kejadian Adam yang
digunakan untuk menolak perkataan kaum yahudi dan nasrani dengan
firman Allah surat an-Nisa ayat 156 dan 171-172 :
ö öNÎgÏ9öqs%ur 4’n?tã zO tƒö�tB $·Z»tFökæ5 $VJŠÏà tã
“Dan Karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka
terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina)”18
Firman Allah :
Ÿ@ ÷dr'»tƒ É= »tGÅ6 ø9$# Ÿw (#qè=øós? ’Îû öNà6 ÏZƒÏŠ Ÿw ur (#qä9qà)s? ’n?tã «! $# žw Î) ,ys ø9$# 4 $yJ RÎ)
ßx ŠÅ¡ yJø9$# Ó|¤ ŠÏã ßûøó$# zNtƒó�tB Ú qÞ™ u‘ «! $# ÿ¼çmçFyJÎ=Ÿ2 ur !$yg9s)ø9r& 4’n<Î) zNtƒó�tB Óy râ‘ur
16 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.72 17 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.95 18 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.103
23
çm÷ZÏiB ( (#qãZÏB$t«sù «! $$Î/ ¾Ï&Î#ß™ â‘ur ( Ÿw ur (#qä9qà)s? îpsW»n=rO 4 (#qßgtFR$# #ZŽö�yz öNà6 ©9 4 $yJ RÎ) ª! $#
×m»s9Î) Ó‰Ïm ºur ( ÿ¼çmoY»ys ö7ß™ br& šc qä3tƒ ¼ã&s! Ó$s!ur ¢ ¼ã&©! $tB ’Îû ÏN ºuq»yJ¡¡ 9$# $tBur ’Îû
ÇÚ ö‘F{ $# 3 4’s"x.ur «! $$Î/ Wx ŠÅ2 ur ÇÊÐÊÈ `©9 y# Å3YtFó¡ o„ ßx ŠÅ¡ yJø9$# br& šc qä3tƒ #Y‰ö7tã
°! Ÿw ur èps3 Í»n=yJø9$# tbqç/§�s)çRùQ$# 4 `tBur ô# Å3ZtGó¡ o„ ôtã ¾ÏmÏ?yŠ$t6Ïã ÷ŽÉ9ò6 tGó¡ tƒur
öNèdçŽà³ ós u‹|¡ sù Ïmø‹s9Î) $YèŠÏHsd ÇÊÐËÈ
“171.Wahai ahli kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara. 172. Al masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barangsiapa yang enggan dari menyembah-Nya, dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.”19
Kemudian disebutkan juga pada ayat 55 surat ali ‘Imron :
øŒÎ) tA $s% ª! $# #Ó|¤ ŠÏè»tƒ ’ÎoTÎ) š�‹ÏjùuqtGãB y7 ãèÏù#u‘ur ¥’n<Î)
“(ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku”20
Ayat ini untuk menolak perkataan kaum nasrani yang terdapat
dalam ayat :
19 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.105 20Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.57
24
öNÎgÏ9öqs%ur $RÎ) $uZù=tGs% yx ‹Å¡ pRùQ$# Ó|¤ ŠÏã tûøó$# zNtƒó�tB tA qß™ u‘ «! $# $tBur çnqè=tFs% $tBur çnqç7n=|¹
`Å3»s9ur tmÎm7ä© öNçlm; 4 bÎ)ur tûïÏ%©!$# (#qàÿn=tG÷z $# Ïm‹Ïù ’Å"s9 7e7 x© çm÷ZÏiB 4 $tB Mçlm; ¾ÏmÎ/ ô ÏB
AO ù=Ïæ žw Î) tí$t7Ïo?$# Çd©à 9$# 4 $tBur çnqè=tFs% $KZŠÉ)tƒ ÇÊÎÐÈ @ t/ çmyèsù§‘ ª! $# Ïmø‹s9Î) 4 tb%x.ur ª! $#
#¹“ƒÍ•tã $\KŠÅ3ym ÇÊÎÑÈ
“157. Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.158. Tetapi (yang sebenarnya), Allah Telah mengangkat Isa kepada-Nya[379]. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”21
Kemudian pada ayat ali ‘Imran yang mutasyabih :
uqèd ü“ Ï%©!$# tA t“Rr& y7 ø‹n=tã |= »tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M »tƒ#uä ìM »yJs3øt’C £ èd ‘Pé& É= »tGÅ3ø9$# ã�yz é&ur
×M »ygÎ7»t± tFãB ( $Br'sù tûïÏ%©!$# ’Îû óO ÎgÎ/qè=è% Ô÷÷ƒy— tbqãèÎ6®KuŠsù $tB tmt7»t± s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$#
uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#ƒÍrù's? 3 $tBur ãNn=÷ètƒ ÿ¼ã&s#ƒÍrù's? žw Î) ª! $# 3 tbqã‚ Å™ º§�9$#ur ’Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)tƒ
$ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ ä. ô ÏiB ωZÏã $uZÎn/u‘ 3 $tBur ã�©.¤‹tƒ Hw Î) (#qä9'ré& É= »t6ø9F{ $# ÇÐÈ
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari
21 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.103
25
sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” 22
Dijelaskan di dalam surat an-Nisa lebih terperinci dengan firman-
Nya : 162
Ç Å3»©9 tbqã‚ Å™ º§�9$# ’Îû ÉO ù=Ïèø9$# öNåk÷]ÏB tbqãYÏB÷sçRùQ$#ur tbqãZÏB÷sム!$oÿÏ3 tA Ì“Ré& y7 ø‹s9Î) !$tBur tA Ì“Ré&
`ÏB y7 Î=ö6s% 4 t 4 tûüÏJŠÉ)çRùQ$#ur no4qn=¢Á 9$# 4 šc qè?÷sßJø9$#ur no4qŸ2 “9$# tbqãZÏB÷sçRùQ$#ur «! $$Î/
ÏQöqu‹ø9$#ur Ì�Åz Fy $# y7 Í»s9'ré& öNÍkŽÏ?÷sãYy™ #·�ô_ r& $·K‹Ïà tã ÇÊÏËÈ
“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang Telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang Telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. orang-orang Itulah yang akan kami berikan kepada mereka pahala yang besar.” 23
Kemudian munasabat surat an-Nisa dengan surat al-Maidah yaitu
pada surat al-Maidah memerinci tentang hukum mencuri dan perampok
yang dikaitkan dengan emas dan perak yang terjadi pada ayat setelah
menerangkan perempuan dan anak-anak, yaitu pada firman-Nya :
$yJ RÎ) (#ätÂt“y_ tûïÏ%©!$# tbqç/Í‘$ptä† ©! $# ¼ã&s!qß™ u‘ur tböqyèó¡ tƒur ’Îû ÇÚ ö‘F{ $# #·Š$|¡ sù br&
(#þqè=Gs)ム÷rr& (#þqç6=|Á ãƒ
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib”24
Sedangkan pada surat an-Nisa hal itu terjadi setelah menerangkan
tentang pembagian waris.25
22 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.50 23Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.103 24 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.113 25 Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu fi Tanasubi as Suwari, (Bairut : Darul Kutub al
‘Ilmiyah,tt.),hlm.77-79
26
2. Surat an-Nisa dengan surat al-Baqarah
Surat an-Nisa juga menjelaskan keumuman-keumuman dari surat
al-Baqarah yang lain. Salah satunya adalah firman Allah yang berbunyi :
(#r߉ç6ôã$# ãNä3 /u‘ “ Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà) Gs? ÇËÊÈ
Pada surat an-Nisa ditambahkan :
/ä3s)n=s{ `ÏiB <§ øÿR ;oy‰Ïn ºur t,n=yz ur $pk÷]ÏB $ygy_ ÷ry— £] t/ur $uKåk÷]ÏB Zw %y Í‘ #ZŽ�ÏWx. [ä!$|¡ ÎSur
Kalau kita lihat ayat yang berhubungan dengan takwa di dalam
surat al-Baqarah adalah berada pada akhir ayat, sedangkan ayat pada surat
an-Nisa terdapat pada permulaan surat an-Nisa.
Selain yang tersebut di atas, yang termasuk penjelasan surat an-
Nisa terhadap surat al-Baqarah adalah firman Allah :
ô ä3ó™ $# |M Rr& y7 ã_ ÷ry—ur spYpgø:$#
“Diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini”26
Pada surat an-Nisa dijelaskan bahwa istri diciptakan dari suaminya,
seperti firman-Nya :
t,n=yz ur $pk÷]ÏB $ygy_ ÷ry—
“Dan dari padanya Allah menciptakan isterinya”27
26 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.6 27 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.77
27
Kemudian pada ayat yang menerangkan mengenai anak yatim,
wasiat, orang yang mendapatkan waris dan orang yang memberikan waris
yaitu surat al-Baqarah ayat 233:
4 ’n?tãur Ï Í‘#uqø9$# ã@ ÷VÏB y7 Ï9ºsŒ 3
“Dan warispun berkewajiban demikian.”28
Ayat ini diperinci lagi oleh surat an-Nisa dengan keterangan yang
lebih rinci yaitu yang terdapat pada ayat 7,11,12,33 dan 176:29
ÉA %y Ìh�=Ïj9 Ò= ŠÅÁ tR $£JÏiB x8 t�s? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/t�ø%F{ $#ur Ïä!$|¡ ÏiY=Ï9ur Ò= ŠÅÁ tR $£JÏiB x8 t�s?
Èb#t$Î!ºuqø9$# šc qç/t�ø%F{ $#ur $£JÏB @ s% çm÷ZÏB ÷rr& uŽèYx. 4 $Y7ŠÅÁ tR $ZÊ rã�øÿB ÇÐÈ
“ Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.”
ÞO ä3ŠÏ¹ qムª! $# þ’Îû öNà2 ω»s9÷rr& ( Ì�x.©%#Ï9 ã@ ÷VÏB Åeá ym Èû÷üu‹sVRW{ $# 4 bÎ*sù £ ä. [ä!$|¡ ÎS s-öqsù
Èû÷ütGtøO$# £ ßgn=sù $sVè=èO $tB x8 t�s? ( bÎ)ur ôM tR%x. Zoy‰Ïm ºur $ygn=sù ß# óÁ ÏiZ9$# 4 Ïm÷ƒuqt/L{ ur Èe@ ä3Ï9
7‰Ïn ºur $yJåk÷]ÏiB â ߉ �¡ 9$# $£JÏB x8 t�s? bÎ) tb%x. ¼çms9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù óO ©9 `ä3tƒ ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍ‘urur
çn#uqt/r& ÏmÏiBT| sù ß] è=›W9$# 4 bÎ*sù tb%x. ÿ¼ã&s! ×ouq÷z Î) ÏmÏiBT| sù â ߉ �¡ 9$# 4 .ÏB ω÷èt/ 7p§‹Ï¹ ur
ÓÅ» qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ 3 öNä.ät!$t/#uä öNä.ät!$oYö/r&ur Ÿw tbrâ‘ô‰s? öNßg•ƒr& Ü> t�ø%r& ö/ä3s9 $YèøÿtR 4 ZpŸÒ ƒÌ�sù
šÆ ÏiB «! $# 3 bÎ) ©! $# tb%x. $JŠÎ=tã $VJŠÅ3ym ÇÊÊÈ
28 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.37 29 Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu fi Tanasubi as Suwari,hlm.75
28
”Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”30
öNà6 s9ur ß# óÁ ÏR $tB x8 t�s? öNà6 ã_ ºurø—r& bÎ) óO ©9 `ä3tƒ £ ßg©9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2
Æ ßgs9 Ó$s!ur ãNà6 n=sù ßìç/”�9$# $£JÏB zò2 t�s? 4 .ÏB ω÷èt/ 7p§‹Ï¹ ur šú üϹ qム!$ygÎ/ ÷rr&
&ú øïyŠ 4 Æ ßgs9ur ßìç/”�9$# $£JÏB óO çFø.t�s? bÎ) öN©9 `à6 tƒ öNä3©9 Ó‰s9ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2
öNà6 s9 Ó$s!ur £ ßgn=sù ß ßJ›V9$# $£JÏB Läêò2 t�s? 4 .ÏiB ω÷èt/ 7p§‹Ï¹ ur šc qß¹ qè? !$ygÎ/ ÷rr& &ûøïyŠ
3 bÎ)ur šc %x. ×@ ã_ u‘ ß u‘qム»'s#»n=Ÿ2 Írr& ×or&t�øB$# ÿ¼ã&s!ur î r& ÷rr& ×M ÷z é& Èe@ ä3Î=sù 7‰Ïn ºur
$yJßg÷YÏiB â ߉ �¡ 9$# 4 bÎ*sù (#þqçR%Ÿ2 uŽsYò2 r& `ÏB y7 Ï9ºsŒ ôMßgsù âä!%Ÿ2 uŽà° ’Îû Ï] è=›W9$# 4 .ÏB
ω÷èt/ 7p§‹Ï¹ ur 4Ó|» qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ uŽö�xî 9h‘!$ŸÒ ãB 4 Zp§‹Ï¹ ur zÏiB «! $# 3 ª! $#ur íO ŠÎ=tæ ÒO ŠÎ=ym
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
30 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.87
29
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.” 31
9e@ à6 Ï9ur $oYù=yèy_ u’Í<ºuqtB $£JÏB x8 t�s? Èb#t$Î!ºuqø9$# šc qç/t�ø%F{ $#ur 4 tûïÏ%©!$#ur ôN y‰s)tã
öNà6 ãZ»yJ÷ƒr& öNèdqè?$t«sù öNåkz:�ÅÁ tR 4 bÎ) ©! $# tb%Ÿ2 4’n?tã Èe@ à2 &äóÓx« #‰‹Îgx© ÇÌÌÈ
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan (jika ada) orang-orang yang kamu Telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”32
y7 tRqçFøÿtGó¡ o„ È@ è% ª! $# öNà6 ‹ÏFøÿム’Îû Ï's#»n=s3ø9$# 4 ÈbÎ) (#îtâ�öD$# y7 n=yd }§ øŠs9 ¼çms9 Ó$s!ur ÿ¼ã&s!ur
×M ÷z é& $ygn=sù ß# óÁ ÏR $tB x8 t�s? 4 uqèdur !$ygèOÌ�tƒ bÎ) öN©9 `ä3tƒ $ol°; Ó$s!ur 4 bÎ*sù $tFtR%x. Èû÷ütFuZøO$#
$yJßgn=sù Èb$sVè=›V9$# $®ÿÊE x8 t�s? 4 bÎ)ur (#þqçR%x. Zouq÷z Î) Zw %y Íh‘ [ä!$|¡ ÎSur Ì�x.©%#Î=sù ã@ ÷WÏB Åeá ym
Èû÷üu‹s[RW{ $# 3 ßûÎiüt6ムª! $# öNà6 s9 br& (#q�=ÅÒ s? 3 ª! $#ur Èe@ ä3Î/ >äóÓx« 7O ŠÎ=tæ ÇÊÐÏÈ
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah
31 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.79 32 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.83
30
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”33
2. Surat Ali ‘Imron Ayat 159
a. Munasabah ayat
Disebutkan di dalam tafsir Munir bahwa munasabat surat ali
‘Imron ayat 159 jelas yaitu ayat-ayat ini masih menceritakan tentang
kejadian perang Uhud dan dampak-dampak yang terjadi. Kemudian
setelah Allah memaafkan kaum muslim atas sesuatu yang membuat
mereka tergesa-gesa di dalam peperangan uhud dan Allah
memperingatkan mereka dari pengaruh ucapan kaum munafik, maka Allah
membalas lebih baik yaitu dengan memaafkan pemimpin yang
menyakitkan nabi dan orang-orang yang menetap dan memaafkan sesuatu
yang menyebabkan luka dan rasa sakit yang menimpanya. Setelah itu nabi
bergaul dengan mereka dengan sifat kasih sayang, lemah lembut dan
kesabaran. Dan memberikan nasihat kepada mereka dengan cara yang
halus dan bergaul dengan mereka dengan cara yang baik pula. Tetapi
beliau bermusyawarah dengan mereka di dalam menghadapi permasalahan
baru dan kemaslahatan urusan dunia.
Ketika diketahui nabi mempunyai kemulyaan akhlak dan sifat
kebijaksanaan sebagai seorang pemimpin, maka beliau adalah rahmat bagi
seluruh alam dan al-Qur’an mensifati nabi dengan firman Allah :34
y7 RÎ)ur 4’n?yès9 @,è=äz 5O ŠÏà tã ÇÍÈ “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
33 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.106 Wahbah Zuhaily, Tafsir Munir,(Bairut : Darul Fikr ,tt.),hlm.139
31
b. Munasabah surat
1. Munasabah surat ali ‘Imron dengan surat al-Fatihah dan al-
Baqarah.
Sebagian ulama mengatakan bahwa surat al-Fatihah mengandung
ketetapan ketuhanan, kembali kepada ketuhanan di dalam agama Islam,
menjaga dari agama Yahudi dan Nasrani. Surat al-Baqarah di dalamnya
mengandung kaidah-kaidah agama Islam, sedangkan surat Ali ‘Imron
adalah penyempurna dari maksud surat al-Baqarah.35
Surat al-Baqarah menempati tempatnya dalil dalam hukum,
sedangkan surat Ali ‘Imron menempti jawaban dari perkara perdebatan
yang masih samar, karena di dalamnya banyak terdapat ayat mutasyabihat
yang menjadi pegangan orang-orang Nasrani. Allah swt mewajibkan haji
di dalam surat ali ‘Imron, adapun di dalam surat al-Baqarah Allah
menuturkan bahwa haji itu disyariatkan dan Allah swt memerintahkan
menyempurnakannya setelah disyariatkannya haji. Khitob yang terdapat di
dalam surat Ali ‘Imron itu ditujukan pada orang Nasrani, seperti halnya
khitob terhadap orang yahudi juga banyak terdapat dalam surat al-
Baqarah, hal ini karena kitab taurat adalah kitab asal, sedangkan kitab Injil
adalah cabang. Artinya yang ada dalam Injil pasti ada dalam Taurat,
sedangkan yang ada dalam Taurat belum tentu ada dalam Injil.36
Dalam surat al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam as langsung
diciptakan Allah swt, sedang dalam surat ali ‘Imron disebutkan tentang
kelahiran nabi Isa as yang kedua-duanya diluar kebiasaan. Dalam surat al
Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuata orang Yahudi, disertai
hujjah-hujjah yang membantah dan membetulkan kesesatan mereka,
sedang dalam surat ali ‘Imron dipaparkan hal-hal yang sama yang
berhubungan dengan orang Nasrani. Surat al-Baqarah dimulai dengan
35 Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu Fi Tanasubi as Suwari,hlm.63 36 Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu Fi Tanasubi as Suwari,hlm.63
32
menyebutkan tiga golongan manusia yaitu orang mukmin, orang kafir dan
orang munafik, sedang dalam surat ali ‘Imron menyebutkan orang-orang
yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan takwil yang
salah untuk memfitnah orang-orang mukmin dan menyebutkan orang yang
mempunyai keahlian dalam menakwilkannya.
Ketika Nabi hijrah ke madinah, Nabi mengajak orang-orang yahudi
untuk beriman dan memberikan motifasi kepada mereka dan motifasi yang
diberikan Nabi kepada orang-orang nasrani di dalam akhir setiap
permasalahan mereka sebagaimana Nabi pernah mendoakan ahli syirik
sebelum ahli kitab. Karena hal ini, surat makiyah yang terdapat dalam
surat al-Baqarah di dalamnya mengandung agama yang telah disepakati
oleh para Nabi, yang khitobnya ditujukan untuk semua manusia.
Sedangkan surat madaniyah di dalamnya terdapat penjelasan mengenai
Nabi dari kelompok yahudi dan mukminin yang dikhitobi dengan lafal یا
یا ایھا الذین امنوا dan یا بني اسرائیل, اھل الكتاب .37
2. Munasabat surat ali ‘Imron dengan surat an-Nisa
Pada surat an-Nisa ayat 22-27 diterangkan mengenai hukum-
hukum yang berkaitan dengan perempuan, yaitu firman Allah :
Ÿw ur (#qßs Å3Zs? $tB yx s3tR Nà2 ät!$t/#uä šÆ ÏiB Ïä!$|¡ ÏiY9$# žw Î) $tB ô‰s% y# n=y™ 4
“ Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau.”
Sampai firman Allah yang berbunyi :
! $#ur ߉ƒÌ�ムbr& z> qçGtƒ öNà6 ø‹n=tæ ߉ƒÌ�ãƒur šú ïÏ%©!$# tbqãèÎ7Gtƒ ÏN ºuqpk¤¶ 9$# br& (#qè=ŠÏÿsC
x øŠtB $VJŠÏà tã ÇËÐÈ
37 Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu Fi Tanasubi as Suwari, hlm.64
33
“ Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).”38
Yang dijadikan permulaan pada ayat yang telah lalu yang terdapat
pada surat ali ‘Imron. Pada surat ali ‘Imron diterangkan bahwa tidak
dibutuhkannya penjelasan mengenai hukum anak karena keharaman anak
sudah jelas, oleh karena itu, berkaitan dengan hal ini maka diisyaratkan
melalui firman Allah :
|· ÷‚ u‹ø9ur šú ïÏ%©!$# öqs9 (#qä.t�s? ô ÏB óO ÎgÏÿù=yz ZpƒÍh‘èŒ $ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà) Gu‹ù=sù
©! $# (#qä9qà)u‹ø9ur Zw öqs% #‰ƒÏ‰y™ ÇÒÈ
“ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”39
Kemudian surat an-Nisa juga sangat jelas memperinci surat ali
‘Imron dalam hukum waris seperti firman Allah :
ÞO ä3ŠÏ¹ qムª! $# þ’Îû öNà2 ω»s9÷rr& ( Ì�x.©%#Ï9 ã@ ÷VÏB Åeá ym Èû÷üu‹sVRW{ $#
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”40
Firman-Nya :
ÉA %y Ìh�=Ïj9 Ò= ŠÅÁ tR $£JÏiB x8 t�s? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/t�ø%F{ $#ur Ïä!$|¡ ÏiY=Ï9ur Ò= ŠÅÁ tR
38 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.81-83 39 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.78 40 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.78
34
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula).”41
Ayat ini digunakan untuk menolak orang-orang yang
mengkhususkan anak laki-laki di dalam hukum waris disebabkan lebih
dicintainya anak laki-laki dari pada perempuan.
Pada ayat yang lain Allah berfirman :
zÎiƒã— Ä $Z=Ï9 �= ãm ÏN ºuqyg¤± 9$# šÆ ÏB Ïä!$|¡ ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽ�ÏÜ »oYs)ø9$#ur Íot�sÜ Zs)ßJø9$#
šÆ ÏB É= yd©%!$# ÏpžÒ Ïÿø9$#ur È@ ø‹y‚ ø9$#ur ÏptB§q|¡ ßJø9$# ÉO »yè÷RF{ $#ur Ï ö�ys ø9$#ur 3 š�Ï9ºsŒ ßì»tFtB
Ío4qu‹ys ø9$# $u‹÷R‘‰9$# ( ÇÊÍÈ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”42
Ayat ini menerangkan sesuatu yang terdapat pada surat setelahnya
dan mengatur sesuatu yang terjadi di dalam ayat tersebut untuk
mengetahui apa yang Allah halalkan dan apa yang Allah haramkan
dikarenakan condongnya hati manusia kepadanya.43
F. Isi Kandungan Surat An-Nisa Ayat 58 dan Surat Ali Imron Ayat 159
1. Surat An-Nisa Ayat 58
Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk menyampaikan amanat
dan bersikap adil di dalam menentukan hukum karena sesungguhnya Allah
maha mendengar dan melihat apa yang yang kalian ucapkan dan apa yang
41 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.78 42 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.51 43 Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu Fi Tanasubi as Suwari, hlm.78-79
35
kalian hukumi serta mengetahui apa yang kalian lakukan di dalam
menyampaikan amanat tersebut.44
Bila dikritisi, surat an-Nisa ayat 58 paling tidak mengandung 4 pesan
moral,yaitu :
1. Allah memerintahkan untuk menunaikan berbagai macam amanah yang
diamanahkan kepada siapapun yang memberikan amanah
2. Apabila diamanahkan untuk berkuasa, maka laksanakan kekuasaana
amanah itu dengan penuh keadilan
3. Perintah dan nasihat ini merupakan perintah yang paling indah untuk
dijadikan pedoman
4. Sesungguhnya Allah mendengar perkataan serta melihat gerak-gerik
kalian dalam perilaku, termasuk ketika dalam berkuasa atau
memerintah.45
2. Surat Ali ‘Imron Ayat 159
Salah satu yang menjadi penekanan pokok ayat ini adalah perintah
untuk melakukan musyawarah. Ini penting, karena petaka yang terjadi di
Uhud, didahului oleh musyawarah, serta disetujui oleh mayoritas. Kendati
demikian, hasilnya sebagaimana telah diketahui, adalah kegagalan. Hasil ini
boleh jadi mengantar seseorang untuk berkesimpulan bahwa musyawarah
tidak perlu diadakan. Apalagi bagi Rasul saw. Nah, karena ayat ini dipahami
sebagai pesan untuk melakukan musyawarah, kesalahan yang dilakukan
setelah musyawarah tidak sebesar kesalahan yang dilakukan tanpa
musyawarah, dan kebenaran yang diraih sendirian, tidak sebaik yang diraih
bersama.
44 Al Qodliy Nasiruddin Abi Sa’id ‘Abdillah bin Umar bin Muhammad asy Syarozy al
Baidlowiy, Tafsir Baidlowiy,(Bairut : Darul Kutub,891 h),hlm.220 45Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah pentashihan mushaf alquran, 2009 ),hlm.204
36
Pada ayat ini, disebutkan tiga sifat dan sikap secara berurutan disebut
dan diperintahkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk beliau laksanakan
sebelum musyawarah. Dari segi pelaksanaan dan esensi musyawarah, perlu
menghiasi diri Nabi saw dan setiap orang yang melakukan musyawarah.
Pertama, adalah berlaku lemah lembut, tidak kasar dan tidak berhati
keras.
Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada dalam
posisi pemimpin, yang pertama harus ia hindari adalah tutur kata yang kasar
serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra musyawarah akan
bertebaran pergi.
Kedua, memberi maaf dan membuka lembaran baru.
Memaafkan adalah menghapus bekas luka hati akibat perlakuan pihak
lain yang dinilai tidak wajar. Ini perlu, karena tiada musyawarah tanpa pihak
lain, sedangkan kecerahan pikiran hanya hadir bersamaan dengan sirnanya
kekeruhan hati.
Pesan terakhir ilahi dalam konteks musyawarah adalah setelah
musyawarah usai, yaitu membulatkan tekad dan bertawakkal/berserah diri
kepada Allah karena sesunggunya Allah menyukai orang-orang yang
berserah diri.46
G. Tafsir dari Surat an-Nisa Ayat 58 dan Surat Ali Imron Ayat 159
1. Tafsir Surat An-Nisa Ayat 58
Wahai orang-orang yang beriman, Allah swt menyuruh kalian agar
senantiasa menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.
Adapun amanah yang harus kalian tunaikan untuk Allah swt adalah
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan amanah yang
harus kalian pelihara di antara sesama kalian diantaranya, menyampaikan
46 M. Qurish Shihab, Tafsir Al-Misbah,hlm.258-260
37
titipan dan hak-hak kepemilikan harta, melaksanakan akad, menepati janji,
dan tidak membatalkan sumpah.47
Dalam tafsir al-Munir juga dijelaskan bahwa amanat terbagi atas tiga
macam, yaitu :
1. Amanat yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Contohnya : melaksanakan
perintah, menjauhi segala apa yang dilarang, serta menggunakan seluruh
anggota badan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2. Amanat yang berkaitan dengan diri sendiri. Contohnya : seseorang tidak
melakukan perbuatan kecuali yang bermanfaat bagi dirinya, baik dalam
urusan agama, dunia, maupun akhirat.
3. Amanat yang berkaitan dengan hak orang lain. Contohnya : tidak
menyebarkan kejelekan dan aib antar sesame, berjihad, saling nasihat
menasihati, atau tidak melakukan tipu daya di dalam muamalah.48
Kemudian, bila kalian ditunjuk atau dipercaya oleh sesame kalian
untuk memutuskan sebuah perkara, melerai sebuah perseteruan, atau
mendamaikan beerapa hamba yang sedang berperkara maka selesaikanlah
dengan adil dan bijaksana, dan hendaklah kalian senantiasa bertakwa kepada
Allah swt ketika mengurusi atau menjalankan semua itu, janganlah kalian
berbuat zalim, menipu, dan berpaling dari kebenaran.
Demi Allah swt, sesungguhnya ini merupakan wasiat besar dan
nasihat yang sangat agung. Yakni, karena nasihat ini mengandung kebaikan
untuk di dunia dan akhirat, berisi petunjuk dan kebenaran, dan yang
menyampaikan adalah Allah swt yang Maha Esa, Maha Mendengar segala
ucapan, tidak ada suarapun yang tidak terdengar oleh-Nya, Maha Melihat
segala perbuatan, tidak satu pengetahuanpun yang terlewat oleh-Nya, dan
47 ‘Aidh al-Qarni, terj. Tim Qisthi Press, Tafsir Muyassar, (Jakarta : Qisthi Press, 2008),
hlm.402 48 Wahbah Zuhaily, Tafsir Munir, hlm. 123
38
Maha Mengetahui segala kondisi, tidak ada kejadian atau keadaaan yang
tidak terlihat oleh-Nya.49
2. Tafsir Surat Ali ‘Imron Ayat 159
Hai Muhammad, sebagian sahabatmu telah berbuat salah, lari
meninggalkan medan pertempuran, padahal peperangan masih berkecamuk.
Namun demikian engakau tetap bersikap lemah lembut terhadap mereka,
dan memperlakukan mereka dengan cara yang baik karena rahmat-Nya yang
dilimpahkan kepadamu, selain kamu telah diberi derajat yang lebih tinggi
dan berakhlak luhur.50
Inilah rahmat Allah yang meliputi Rasulullah dan meliputi mereka
yang menjadikan beliau penyayang dan lemah lembut kepada mereka.
Seandainya beliau bersikap keras dan berhati kasar, niscaya hati orang-orang
di sekitar beliau tidak akan tertarik kepada beliau, dan perasaan mereka tidak
akan tertambat kepada beliau. Manusia itu senantiasa memerlukan naungan
kasih sayang, pemeliharaan yang optimal, wajah yang ceria dan peramah,
cinta dan kasih sayang, dan jiwa penyantunan yang tidak menjadi sempit
karena kebodohan, kelemahan, dan kekurangan mereka. Mereka memrlukan
hati yang agung,yang suka memberi kepada mereka dan tidak membutuhkan
pemberian dari mereka, yang mau memikul duka derita mereka dan yang
senantiasa mereka dapatkan padanya kepedulian, kelemahlembutan,
kelapangan dada, cinta kasih dan kerelaan.51
Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya yaitu tafsir al-Misbah
menyatakan bahwa firman Allah : “Maka disebabkan rahmat Allah engkau
berlaku lemah lembut terhadap mereka”, dapat menjadi salah satu bukti
bahwa Allah swt, sendiri yang mendidik dan membentuk kepribadian Nabi
49 ‘Aidh al-Qarni, terj. Tim Qisthi Press, Tafsir Muyassar, hlm. 402 50 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Quranul Majid An-Nuur, (Semarang : PT
Pustaka Rizka Putra, 2002), hlm.718 51 Sayyid Quthb, terj. As’ad Yasin, dkk, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al-
Qur’an,(Jakarta : Gema Insani Press,2001), hlm.193
39
Muhammad saw. Kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan hanya
pengetahuan yang Allah limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu al-
qur’an, tetapi juga kalbu beliau disinari, bahkan totalitas wujud beliau
merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Kemudian Nabi diperintahkan untuk member maaf dan seterusnya,
seakan-akan ayat ini berkata : sesungguhnya perangaimu wahai Muhammad,
adalah perangai yang sangat luhur, engkau tidak bersikap keras, tidak juga
berhati kasar, engkau pemaaf, dan bersedia mendengar saran dari orang lain
serta mau bermusyawarah dengan mereka.52
Pesan terakhir Ilahi dalam konteks musyawarah adalah setelah
musyawarah usai, yaitu apabila telah bulat tekad, maka laksanakanlah dan
berserah dirilah kepada Allah. Sesunggunya Allah menyukai orang-orang
yang berserah diri kepada-Nya.53
52 M. Qurish Shihab, Tafsir Al-Misbah,hlm.256 53 M. Qurish Shihab, Tafsir Al-Misbah,hlm.258
40
BAB III
NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN SURAT ALI ‘IMRON AYAT 159
A. Pendidikan Islam, Isi Pendidikan Islam dan Tujuan Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Menurut Ahmadi, pendidikan Islam adalah usaha untuk
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada
padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai
dengan norma Islam.1
Menurut Zakiyah Drajat, pendidikan Islam adalah pendidikan yang
bermuara pada pembentukan kepribadian muslim, di mana pendidikan
lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud
dalam amal perbuatan.2
Sementara itu, pengertian pendidikan Islam menurut Syaikh
Musthofa al-Ghulayaini adalah :
التربیة ھي غرس االخالق الفاضلة في نفوس الناشئین وسقیھا بماء االرشاد
والنصیحة حتي تصبح ملكة من ملكات النفس ثم تكون ثمرتھا الفاضلة والخیر وحب
العمل الوطن“Pendidikan adalah penanaman akhlak mulia pada jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat, sehingga menjadi kecerendungan jiwa yang membuahkan keutamaan, kebaikan, serta cinta bekerja, yang berguna bagi tanah air.”3
Masih banyak lagi definisi dengan pengertian berbeda-beda tentang
pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para pemikir Islam.
Dari pengertian pendidikan Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan Islam adalah proses dalam usaha manusia untuk membina,
membimbing kepribadian sesuai dengan nilai-nilai Islam yang didasarkan
1 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 28 2 Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara,1996),cet. II, hlm. 28 3 Syaikh Musthofa al-Ghulayaini, ‘Idzotun Nasyiin , (Pekalongan : Raja Murah,tt. ),
hlm.188
41
pada akhlak al-Qur’an dan as-Sunnah, baik jasmani maupun rohani
menuju terbentuknya kepribadian muslim yang muttaqin yang selalu
berpedoman menjadi muslim yang baik di seluruh aspek kehidupan
duniawi sampai kepada kehidupan ukhrowi yang membutuhkan
kabahagiaan sebagai hamba Allah.
2. Isi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam memiliki karakteristik yang membuatnya unik di
tengah-tengah pendidikan lain, baik tradisional maupun yang modern.4
Karakteristik isi pendidikan Islam pertama-tama tampak pada kriteria
pemikirannya, yaitu iman, ilmu, amal, akhlak dan sosial. Dengan kriteria
tersebut pendidikan Islam merupakan pendidikan keimanan, ilmiah,
amaliyah, moral dan sosial. Semua kriteria tersebut terhimpun dalam
firman Allah ketika menyifati kerugian manusia yang menyimpang dari
jalan pendidikan Islam, baik manusia sebagai jenis, manusia sebagai
generasi, maupun umat Islam secara keseluruhan.
Firman Allah :
ÎŽóÇ yèø9$#ur ÇÊÈ bÎ) z»|¡ SM} $# ’Å"s9 AŽô£ äz ÇËÈ žw Î) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur
ÏM »ys Î=»¢Á 9$# (#öq|¹ #uqs?ur Èd,ys ø9$$Î/ (#öq|¹ #uqs?ur ÎŽö9¢Á 9$$Î/ ÇÌÈ
1. Demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Firman tersebut sekaligus menunjukkan bahwa proses pendidikan
berpusat pada manusia sebagai sasaran taklif, dan merupakan proses sosial
yang memiliki kerja sama masyarakat diberbagai lapangan kehidupan.
4 Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta : Friska Agung Insani,
2003), hlm.55
42
a. Pendidikan Keimanan
Agama bukanlah sebagai pemenuhan kebutuhan sesaat,
melainkan pedoman manusia untuk menjalani kehidupan dunia dan
akhirat.5
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada manusia melalui Nabi Muhammad saw sebagai rasul.6
Islam memandang pendidikan sebagai proses yang terkait dengan
upaya mempersiapkan manusia untuk mampu memikul taklif (tugas
hidup) sebagai khalifah Allah di muka bumi. Untuk maksud tersebut,
manusia diciptakan lengkap dengan potensinya berupa akal dan
kemampuan belajar. Seperti firman Allah pada surat al-baqarah ayat
30-32 :7
øŒÎ)ur tA $s% š�•/u‘ Ïps3 Í»n=yJù=Ï9 ’ÎoTÎ) ×@ Ïã%y ’Îû ÇÚ ö‘F{ $# Zpxÿ‹Î=yz ( (#þqä9$s% ã@ yèøgrBr&
$pkŽÏù `tB ߉š øÿム$pkŽÏù à7 Ïÿó¡ o„ur uä!$tBÏe$!$# ß øtwUur ßx Îm7|¡ çR x8 ωôJpt¿2 â Ïd‰s)çRur y7 s9 (
tA $s% þ’ÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ zN=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{ $# $yg=ä. §NèO öNåkyÎ z�tä
’n?tã Ïps3 Í»n=yJø9$# tA $s)sù ’ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJó™ r'Î/ ÏäIw às»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%ω»|¹ ÇÌÊÈ
(#qä9$s% y7 oY»ys ö6ß™ Ÿw zNù=Ïæ !$uZs9 žw Î) $tB !$oYtFôJ =tã ( y7 RÎ) |M Rr& ãLìÎ=yèø9$# ÞO ŠÅ3ptø:$# ÇÌËÈ
30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
5 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, hlm.54 6 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Press, 2005),
hlm.17 7 Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.
43
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" 32. Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Islam memberi bimbingan kepada manusia mengenai semua
aspek kehidupan. Hidup ini diibaratkan sebagai jalan raya, pada jalan
tersebut terdapat rambu-rambu serta jalur-jalur sebanyak aspek
kehidupan manusia. Siapa saja yang memasuki gerbang jalan raya baik
karena keturunan maupun karena mengucapkan dua kalimat syahadat,
wajib memperhatikan rambu-rambu dan berjalan melalui jalur-jalur
yang telah ada.8
Pendidikan keimanan merupakan aspek dari pendidikan yang
harus pertama diperhatikan, karena iman merupakan pilar yang
mendasari keIslaman seseorang.
Pendidikan keimanan adalah tonggak penyangga utama bagi
tegaknya pendidikan. Iman yang benar menjadi dasar dari sikap
pendidikan yang benar, karena iman yang benar memimpin manusia ke
arah akhlak mulia, akhlak mulia memimpin manusia ke arah usaha
memahami hakikat dan menuntut ilmu yang benar, sedangkan ilmu
memimpin manusia ke arah amal yang saleh.
Pendidikan rabbani atau pendidikan keimanan tidak sama
dengan pendidikan kependetaan seperti yang berlangsung di barat
dengan nama religious education. Pendidikan semacam itu tidak ada
dalam kamus Islam, sebab pendidikan Islam mencakup Islam itu
sendiri dengan segala konsepnya.9
8 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2004), hlm.50
9 Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.69
44
b. Pendidikan Amaliah
Pendidikan Islam memperhatikan aspek amaliah karena
manfaatnya yang besar bagi kehidupan di dunia berupa kebaikan dan
kebahagiaan bagi individu dan masyarakat. Perhatian tersebut terlihat
dalam firman Allah. Allah berfirman :10
šú ïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM »ys Î=»¢Á 9$# y7 Í»s9'ré& Ü= »ys ô¹ r& ÏpYyf ø9$# ( öNèd
$pkŽÏù šc rà$Î#»yz ÇÑËÈ
“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.”11
tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM »ys Î=»¢Á 9$# NßgZs�Èhqt6ãZs9 zÏiB ÏpYpgø:$# $]ùt�äî “ Ì�øgrB `ÏB
$uhÏGøtrB ã�»yg÷RF{ $# tûïÏ$Î#»yz $pkŽÏù 4 zN÷èÏR ã�ô_ r& tû,Î#ÏJ»yèø9$# ÇÎÑÈ
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang Tinggi di dalam syurga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah Sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal”12
Pendidikan amaliah mencakup semua pendidikan dalam kategori
pendidikan profesi yang berguna bagi kehidupan. Umpamanya,
pengetahuan untuk menundukkan berbagai fenomena alam serta
memanfaatkan kekayaan dan apa yang dapat digali dari bumi bagi
kepentingan individu, masyarakat dan semua umat manusia.
Islam menghendaki agar setiap individu memiliki profesi sebagai
mata penghidupannya dan berupaya menekuninya hingga memberinya
hasil yang terbaik. Allah berfirman :13
10 Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.76 11 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV
Penerbit J-ART,2005), hlm.12 12 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.403 13 Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.78
45
uqèd “ Ï%©!$# Ÿ@ yèy_ ãNä3s9 uÚ ö‘F{ $# Zw qä9sŒ (#qà± øB$$sù ’Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB
¾ÏmÏ%ø—Íh‘ ( Ïmø‹s9Î)ur â‘qà± –Y9$# ÇÊÎÈ
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
c. Pendidikan Ilmiah
Islam dan pendidikan bagaikan dua mata uang. Keduanya
merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan. Ilmu merupakan
objek utama dalam pendidikan, sedangkan pendidikan merupakan
proses dalam transfer ilmu, yang umumnya dilakukan melaui tiga cara
yaitu tulisan, lisan dan perbuatan.14 Allah berfirman :
ù&t�ø%$# ÉOó™ $$Î/ y7 În/u‘ “ Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”
úc 4 ÉO n=s)ø9$#ur $tBur tbrã�äÜ ó¡ o„ ÇÊÈ
“Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis”
Pendidikan keterampilan baca tulis dilanjutkan dengan
pengetahuan kemanusiaan yang dimulai dari pengetahuan tentang jiwa
manusia samapai kepada lingkungan sosial sepanjang masa dan di
setiap tempat, kemudian pengetahuan tentang lingkungan fisik dan
fenomena-fenomena alam.
Pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan bersifat
komprehensif karena lahir dari prinsip kesatuan yang merupakan aspek
penting di dalam konsep Islam. Atas dasar itu, Islam mendorong
manusia untuk mempelajari setiap pengetahuan yang bermanfaat bagi
dirinya, masyarakatnya, dan semua umat manusia, baik dalam lingkup
14 Heri Jauhari Muchtar, Fiqh Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.12
46
pengetahuan kesyariatan maupun pengetahuan sosial, kealaman,
ataupun pengetahuan lainnya.15
d. Pendidikan Akhlak
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang
menyatu, membentuk satu kesatuan tidak akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup keseharian dan kelakuan itulah lahir perasaan moral
yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang
bermanfaar dan mana yang tidak bermanfaat.16
e. Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial merupakan aspek penting dalam pendidikan
Islam karena manusia menurut tabiatnya, dalam arti sesuai dengan
hukum penciptaan Allah, adalah makhluk sosial :
$pkš‰r'»tƒ â $Z9$# $RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9�x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ ur $\/qãèä© Ÿ@ ͬ!$t7s%ur
(#þqèùu‘$yètGÏ9 4 bÎ) ö/ä3tBt�ò2 r& y‰YÏã «! $# öNä39s)ø?r& 4 bÎ) ©! $# îLìÎ=tã ׎�Î7yz ÇÊÌÈ
"Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Allah adalah Rabb al-‘alamin (Tuhan alam semesta) dan Rabb
al-nas (Tuhan manusia). Sementara itu Islam diturunkan sebagai
rahmatan li al-alamin (rahmat bagi alam semesta), bagi semua
individu dan masyarakat, bagi semua generasi disetiap masa dan
tempat hingga akhir zaman, bukan bagi individu atau masyarakat
tertentu. Tabiat risalah Islam adalah sosial, demikian pula tabiat fitrah
15 Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.85-86 16 Z. Drajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta : Ruhama, 1995),
hlm.10
47
manusia. Jadi, tidak aneh apabila Islam memusatkan perhatian pada
pengembangan kebiasaan sosial yang baik pada individu serta
menanamkan perasaan bahwa dia adalah anggota di dalam keluarga,
individu di dalam masyarakat, dan seseorang di tengah-tengah umat
manusia. Atas dasar itu, Islam mengatur hubungan antara individu dan
keluarganya serta antara individu dengan masyarakatnya, kemudian
memusatkan perhatian pada pembentukan manusia yang saleh untuk
hidup di alam yang luas ini.17
3. Tujuan pendidikan Islam
a. Pengertian tujuan pendidikan Islam
Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan Islam
terlebih dahulu dijelaskan apa sebenarnya makna dari “tujuan”
tersebut. Secara etimologi, tujuan adalah arah, maksud atau haluan.
Dalam bahasa Arab tujuan diistilahkan dengan اھدف ,غایة atau
,Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan goal .مقاصد
purpose, objectives atau aim. Secara terminology, tujuan berarti
sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau
kegiatan selesai. Oleh H.M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan
proses pendidikan Islam adalah idealitas (cita-cita) yang
mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses
kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap.
Berdasarkan kepada pengertian pendidikan Islam yaitu
sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia
yang seutuhnya beriman dan bertakwa kepada Tuhan serta mampu
mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi,
yang berdasarkan kepada ajaran al-Quran dan sunnah, maka tujuan
dalam konteks ini berarti terciptanya insan-insan kamil setelah
proses pendidikan berakhir.
17 Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.97
48
b. Prinsip pengembangan tujuan pendidikan Islam
Ada delapan prinsip dalam mengembangkan tujuan
pendidikan Islam, antara lain:
1. Prinsip universal (menyeluruh)
Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, seharusnya
memperhatikan seluruh aspek kehidupan yang mengitari
kehidupan manusia, baik aspek agama, budaya social
kemasyarakatan, ibadah, akhlak dan muamalah.
2. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan
Islam memiliki prinsip dasar keseimbangan dalam kehidupan,
baik antara dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, kepentingan
pribadi dan kepentingan umum, dll. Oleh karena itu,
pengembangan tujuan pendidikan Islam sepatutnya selalu
memperhatikan prinsip keseimbangan ini.
3. Prinsip kejelasan
Adalah prinsip yang mengandung ajaran dan hokum yang
memberi kejelasan terhadap aspek spiritual dan aspek
intelektual manusia. Dengan perpegang teguh kepada prinsip
ini akan terwujud tujuan, kurikulum, dan metode pendidikan
yang jelas pula.
4. Prinsip tidak ada pertentangan
Pada prinsipnya sebuah system di dalamnya terdapat berbagai
komponen yang saling menunjang dan membantu antara satu
sama lain. Pendidikan sebagai sebuah proses yang bersistem
maka hendaknya potensi-potensi pertentangan yang mungkin
terjadi di dalamnya harus dihilangkan sedemikian rupa,
termasuk salah satu diantaranya adalah dalam pengembangan
tujuan pendidikan Islam.
5. Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan
Adalah sebuah prinsip yang selalu menjunjung tinggi realitas
atau kenyataan dalam kehidupan. Sebuah tujuan hendaknya
49
dirancang sejauh kemungkinan ia dapat diwujudkan dalam
kenyataan. Khayalan sesungguhnya tidak akan pernah
mengantarkan manusia ke arah kebahagiaan.
6. Prinsip perubahan yang diinginkan
Yaitu prinsip perubahan jasmaniah, spiritual, intelektual, social,
psikologis dan nilai-nilai menuju kea rah kesempurnaan.
7. Prinsip menjaga perbedaan antar individu
Adalah prinsip yang concern perbedaan antar individu, baik
dari segi kebutuhan, emosi, tingkat kematangan berfikir dan
bertindak atau sikap dan mental anak didik.
8. Prinsip dinamisme dan menerima perubahan serta
perkembangan dalam rangka memperbarui metode-metode
yang terdapat dalam pendidikan agama.
Prinsip-prinsip di atas menjadi asas yang dapat dijadikan dasar
pijakan dalam mengembangkan tujuan pendidikan I18slam.
B. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terdapat Di Dalam Al-Qur’an Surat An-
Nisa Ayat 58 Dan Surat Ali Imron Ayat 159 1. Menunaikan amanah
bÎ) ©! $# öNä.ã�ãBù'tƒ br& (#r–Šxsè? ÏM »uZ»tBF{ $# #’n<Î) $ygÎ=÷dr&
Kata amanat yang menjadi fokus pembahasan di atas adalah bentuk
jamak dari kata amanah. Kata ini terulang sebanyak 9 kali; pengertian
amanah, amanah harus ditunaikan, memikul amanah, mengkhianati
amanah, amanah jin, amanah dalam memerintah, amanah dalam pekerjaan,
amanah dalam menjalankan nasihat kepada orang lain, amanah malaikat,
dalam konteks kepemimpinan yaitu amanah dalam kekuasaan.19
18 Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat
Pers,2002), hlm.16-18 19 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, 2009 ),hlm.206
50
Secara bahasa, amanat adalah bentuk masdar dari kata یأمن - أمن –
menjadi amanah افعل atau dengan mengikuti wazan/struktur أمانة – أمنا
yang berarti jujur atau dapat dipercaya.20 Maksudnya segala sesuatu yang
dipercayakan kepada manusia, baik yang menyangkut hak dirinya, hak
orang lain, maupun hak Allah SWT.
Amanat juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang diberikan kepada
seseorang yang dinilai memiliki kemampuan untuk mengembannya.
Namun, dengan kemampuannya itu ia juga bisa menyalahgunakan amanat
tersebut. Arti sesungguhnya dari penyerahan amanat kepada manusia
adalah Allah ta’ala percaya bahwa manusia mampu mengemban amanat
tersebut sesuai dengan kehendak Allah.
Setidaknya ada lima konteks pemakaian kata amanat dalam al-
qur’anul karim, yaitu :
a. Kata amanat dikaitkan dengan larangan menyembunyikan kesaksian
atau keharusan memberikan kesaksian yang benar. Allah swt berfirman
:
bÎ)ur óO çFZä. 4’n?tã 9�xÿy™ öNs9ur (#r߉Éf s? $Y6Ï?%x. Ö»ydÌ�sù ×p|Ê qç7ø)B ( ÷bÎ*sù zÏBr&
Nä3àÒ ÷èt/ $VÒ ÷èt/ ÏjŠxsã‹ù=sù “ Ï%©!$# zÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È, Gu‹ø9ur ©! $# ¼çm/u‘ 3 Ÿw ur
(#qßJçGõ3s? noy‰»yg¤± 9$# 4 `tBur $ygôJçGò6 tƒ ÿ¼çmRÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª! $#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès?
ÒO ŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka
20 A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir,(Surabaya : Pustaka Progressif,1997), hlm.40
51
Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”21
b. Kata amanat dihubungkan dengan keadilan atau pelaksanaan hukum
secara adil. Allah swt berfirman :22
bÎ) ©! $# öNä.ã�ãBù'tƒ br& (#r–Šxsè? ÏM »uZ»tBF{ $# #’n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur O çFôJs3ym tû÷üt/ Ä $Z9$#
br& (#qßJä3øtrB ÉA ô‰yèø9$$Î/ 4 bÎ) ©! $# $KÏèÏR /ä3Ýà Ïètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 bÎ) ©! $# tb%x. $Jè‹Ïÿxœ #ZŽ�ÅÁ t/
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.
Menyangkut ayat ini, al-Qur’an kembali menuntun kaum
muslimin agar tidak mengikuti jejak orang yahudi yang tidak
menunaikan amanah yang Allah percayakan kepada mereka, yakni
amanah mengamalkan kitab suci dan tidak menyembunyikan isinya.
Tuntunan kali ini sungguh sangat ditekankan, karena ayat ini langsung
menyebut nama Allah sebagai yang menuntun dan memerintahkan,
sebagaiman terbaca dalam firmannya di atas : sesungguhnya Allah
yang Maha Agung, yang wajib wujud-Nya serta menyandang segala
sifat terpuji lagi suci dari segala sifat tercela, menyuruh kamu
menunaikan amanah-amanah secara sempurna dan tepat waktu kepada
pemiliknya, yakni yang berhak menerimanya, baik amanah Allah
kepada kamu maupun amanah manusia, betapapun banyaknya yang
diserahkannya kepada kamu.23
21 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 49 22 Qomaruddin Shaleh, dkk, Ayat-Ayat Perintah dan Larangan Dalam Al-Qur’an,
(Bandung : Diponegoro, 2002), hlm. 584-585 23 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm.480
52
c. Kata amanat dikaitkan dengan sifat khianat. Allah berfirman :
$pkš‰r'»tƒ zƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qçRqèƒrB ©! $# tA qß™ §�9$#ur (#þqçRqèƒrBur öNä3ÏG»oY»tBr& öNçFRr&ur
tbqßJn=÷ès?
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.” ٢٤
Sifat khianat adalah sejelek-jeleknya sifat bohong yang dimiliki
seseorang. Mudharatnya langsung menimpa orang lain. Kalau sifat ini
sudah meluas ditengah masyarakat pertanda masyarakat itu akan
hancur.25
d. Kata amanat dihubungkan dengan salah satu sifat manusia yang
mampu memelihara kemantapan (stabilitas) rohaninya, tidak berkeluh
kesah bila ditimpa kesusahan, dan tidak melampaui batas ketika
mendapatkan kesenangan. Allah berfirman :
tûïÏ%©!$#ur öLèe öNÍkÉJ»oY»tBL{ ôMÏdωôgtãur tbqããºu‘
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.”
e. Kata amanat diterjemahkan dalam pengertian yang sangat luas, baik
sebagai tugas keagamaan maupun tugas kemanusiaan pada umumnya.
Allah swt berfirman :
$RÎ) $oYôÊ t�tã sptR$tBF{ $# ’n?tã ÏN ºuq»uK¡¡ 9$# ÇÚ ö‘F{ $#ur ÉA $t6Éf ø9$#ur šú ÷üt/r'sù br&
$pks]ù=ÏJøts† zø)xÿô© r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß»|¡ RM} $# ( ¼çmRÎ) tb%x. $YBqè=sß Zw qßgy_
24 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.180 25 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,(Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan
Islam,2007), hlm.86
53
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”
Amanat tersebut telah pernah ditawarkan Tuhan kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, tapi semuanya enggan untuk memikulnya
karena khawatir akan mengkhianatinya. Manusialah yang suka rela
menerima untuk mengemban amanat tersebut.26
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari
perintah pertama yang terkandung dalam ayat yang dibahas dapat
ditemukan prinsip pertanggungjawaban dalam ajaran kepemimpinan
Qur’ani. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penunaian
amanat oleh pemimpin pada ayat di atas dalam konteks pendidikan
mengandung makna aktualisasi fungsi-fungsi administrasi serta control
(pengawasan). Lebih lanjut dapat pula diketahui tujuan yang hendak
dicapai adalah terwujudnya kesejahteraan dan kesentosaan (prosperity
and security) dalam kehidupan.27
2. Menetapkan hukum dengan adil
#sŒÎ)ur O çFôJs3ym tû÷üt/ Ä $Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉA ô‰yèø9$$Î/
“Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”
Kata dasar adil berasal dari دال ,عین, dan عدل ,الم berarti
persamaan, lurus, tidak berat sebelah, kepatutan, kandungan yang sama.
Terkadang juga menggunakan kata سین ,قاف .قسط, dan (قسط) طأ yang
berarti adil, timbangan, neraca bagian, angsuran dan kadarnya.28
26 Moh Sholeh Imam Musbikin, Agama Sebagai Terapi, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar,2005), hlm.79 27 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat, dan Berpolitik, hlm.209 28 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat, dan Berpolitik, hlm.210
54
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, adil diartikan tidak berat
sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang kepada
kebenaran dan sepatutnya tidak sewenang-wenang.29
Jadi keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang
dengan kewajiban, atau memberikan seseorang sesuai dengan
kebutuhannya. Misalnya orang tua yang adil akan membiayai pendidikan
anak-anaknya sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-masing sekalipun
secara nominal masing-masing anak tidak mendapatkan jumlah yang
sama. Dalam hukum waris misalnya, anak laki-laki mendapatan warisan
dua kali bagian anak perempuan. Hal itu karena anak laki-laki setelah
berkeluarga menanggung kewajiban membiayai hidup isteri dan anak-
anaknya, sementara anak perempuan setelah berkeluarga dibiayai oleh
suaminya.30
Seorang pemimpin harus bersikap tegas dan adil dalam
melaksanakan tuganya, menjunjung supremasi hukum, melaksanakan
amar ma’ruf nahi munkar, membela kebenaran dan menegakkan keadilan
terhadap rakyatnya tanpa pandang bulu walaupun terhadap keluarganya
sendiri.31 Jadi ada dua syarat kepemimpinan pendidikan. Yang pertama
adalah komitmen kepada cita-cita pendidikan, khususnya kesejahteraan
dan kesentosaan anggota yang merupakan amanah, dan yang kedua adalah
pengetahuan yang dalam dan luas yang memungkinkan lembaga
pendidikan menghasilkan aturan-aturan yang adil.32
3. Pemaaf
Pemaaf adalah sifat suka memberi maaf terhadap kesalahan orang
lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas.
29 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka,1990),hlm.6 30 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,hlm.235 31 Mahmud Sya’roni, Cermin Kehidupan Rasul, (Semarang : Aneka Ilmu, 2006), hlm.52 32 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat, dan Berpolitik, hlm.212
55
Dalam bahasa arab sifat pemaaf tersebut disebut dengan العفو yang
secara etimologi berarti kelebihan atau yang berlebih, sebagaimana
terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 219 :
š�tRqè=t«ó¡ o„ur #sŒ$tB tbqà)ÏÿZムÈ@ è% uqøÿyèø9$# 3
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan."
Yang berlebih seharusnya diberikan agar keluar. Dari pengertian
mengeluarkan yang berlebih itu, kata العفو kemudian berkembang
maknanya menjadi menghapus. Dalam konteks bahasa ini memaafkan
berarti menghapus luka atau bekas-bekas luka yang ada di dalam hati.33
Islam mengajarkan kepada kita untuk dapat memaafkan kesalahan
orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.
Sekalipun orang yang bersalah telah menyadari kesalahannya dan berniat
untuk meminta maaf, tetapi boleh jadi dia mengalami hambatan psikologis
untuk mengajukan permintaan maaf. Apalagi bagi orang-orang yang meras
status sosialnya lebih tinggi dari pada orang yang akan dimintainya maaf
itu. Misalnya seorang pemimpin kepada rakyatnya, seorang bapak kepada
anaknya, seorang manajer kepada karyawannya, atau yang lebih tua
kepada yang lebih muda. Barangkali itulah salah satu hikmahnya, kenapa
Allah memerintahkan kita untuk memberi maaf sebelum dimintai maaf.34
4. Musyawarah
öNèdö‘Ír$x© ur ’Îû Í�öDF{ $# ( #sŒÎ*sù |M øBz•tã ö@ ©.uqtGsù ’n?tã «! $# 4 bÎ) ©! $# �= Ïtä† tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$#
“Bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Istilah musyawarah berasal dari kata musyawarat. Ia adalah bentuk
masdar kata kerja یشاور-شاور yakni dengan akar kata واو ,شین dan رأ
33 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan,1996), hlm.247 34 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm.140-142
56
dalam pola فاعل. Struktur kata tersebut bermakna pokok “menampakkan
dan menawarkan sesuatu” dan “mengambil sesuatu”. 35
Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna
menciptakan peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap Negara
maju yang menginginkan keamanan, ketentraman, kebahagiaan dan
kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang musyawarah ini. Islam
menamakan salah satu surat al-qur’an dengan asy-syura, di dalamnya
dibicarakan tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa
kehidupan mereka itu berdasarkan atas musyawarah, bahkan segala urusan
mereka diputuskan berdasarkan musyawarah di antara mereka. Sesuatu hal
yang menunjukkan betapa pentingnya musyawarah adalah bahwa ayat
tentang musyawarah itu dihubungkan dengan kewajiban shalat dan
menjauhi perbuatan keji. Allah swt berfirman :
tûïÏ%©!$#ur tbqç7ÏtGøgs† uŽÈµ»t6x. ÄNøOM} $# |· Ïm ºuqxÿø9$#ur #sŒÎ)ur $tB (#qç6ÅÒ xî öNèd tbrã�Ïÿøótƒ .
tûïÏ%©!$#ur (#qç/$yf tGó™ $# öNÍkÍh5t�Ï9 (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á 9$# öNèdã�øBr&ur 3“ u‘qä© öNæhuZ÷�t/ $£JÏBur
öNßg»uZø%y—u‘ tbqà)ÏÿZãƒ
“Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.”
Dalam ayat di atas, syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi
masyarakat Islam dituturkan sesudah iman dan sholat.36 Sudah seharusnya
seorang pemimpin selalu bermusyawarah dalam setiap mengambil sikap
dan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Semua
permasalahan dipecahkan atau diselesaikan dengan musyawarah karena
35 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, hlm.220
36 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm. 229-230
57
dengan cara ini disamping pendapat rakyat dapat terakomodasi juga akan
menghasilkan keputusan yang bijaksana.37
37 Mahmud Sya’roni, Cermin Kehidupan Rasul, hlm.391
58
BAB IV
ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM
PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN ALI-IMRON
AYAT 159
A. Konsep Pendidikan Kepemimpinan Dalam Perspektif Surat An-Nisa Ayat 58
Al-Qur’an bagi umat Islam adalah sebagai konstitusi (hukum dasar) untuk
kehidupan di dunia dan akhirat, memuat prinsip-prinsip umum dan membiarkan
rinciannya diterangkan oleh sunnah dan ijtihad para mujtahid sepanjang masa.
Misalnya al-Qur’an hanya menyebutkan teks atau lafalnya saja, namun dari
redaksi dan lafal inilah para mujtahid atau mufassir dapat mengimplementasikan
secara rinci makna lafal tersebut menjadi suatu konsep utuh yang dijadikan
pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, seperti : khalifah (wakil, pengganti,
pemimpin), syura (permusyawaratan, demokrasi), al-‘adl (keadilan), al-mulk
(kedaulatan, kerajaan), ad-dawlah (Negara, pemerintahan), as-sultan (kekuasaan),
al-qada (system peradilan), al-amr bil-ma’ruf wan-nahyu ‘anil-munkar
(menganjurkan yang baik dan mencegah yang mungkar), al-ukhuwah
(persaudaraan, kesetaraan), al-ummah (bangsa, umat), as-syu’ub (bangsa), al-
qabail (suku bangsa), al-musawa (persamaan), al-hukm (pemerintahan) dan ulul-
amr (amir, raja, pemimpin negara). Termasuk dalam konteks ini, yaitu ulul-amr
atau al-imamah dalam al-Qur’an.
Kepemimpinan dibidang apapun berhubungan dengan ketaatan atau
loyalitas. Dalam kepemimpinan rumah tangga, misalnya, loyalitas pertama adalah
kepada Allah dalam menjalankan hukum keluarga. Pria sebagai suami adalah
pemimpin yang harus ditaati oleh istri dan anak-anaknya sebagai anggota
keluarga. Ketaatan kepada suami dan ayah dalam batas-batas yang telah
ditetapkan hukum Allah, sebagai kepala rumah tangga merupakan suatu
keharusan. Rumah tangga adalah unit terkecil masyarakat.
59
Begitu juga dalam masyarakat, ada yang disebut dengan pemimpin formal
seperti lurah, camat, bupati, gubernur, dan presiden, dan warga atau rakyat harus
taat kepada pimpinannya. Keberhasilan pemimpin formal sangat ditentukan oleh
kepemimpinan informal di rumah tangga dan keberhasilan kepemimpinan rumah
tangga adalah anak tangga dasar menuju kepemimpinan masyarakat yang berhasil.
Realitas di berbagai Negara diseluruh dunia berbicara, kepemimpinan pada
umumnya dimulai dari bawah. Keberhasilan dari bawah inilah yang membuat
masyarakat memilih seseorang untuk kepemimpinan yang lebih tinggi.1
Yang menjadi permasalahan adalah, bagaimana memilih pemimpin?
Syarat-syarat apa saja yang harus mereka penuhi? Pemimpin macam apa? Dan
bagaimana konsep pemimpin menurut al-Qur’an? Pertanyaan yang terkhir inilah
yang akan dijawab dalam bab IV berikut ini.
Ayat pertama yang berkaitan tentang pemimpin terdapat dalam surat an-
Nisa ayat 58 :
bÎ) ©! $# öNä.ã�ãBù'tƒ br& (#r–Šxsè? ÏM »uZ»tBF{ $# #’n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur O çFôJs3ym tû÷üt/ Ä $Z9$# br&
(#qßJä3øtrB ÉA ô‰yèø9$$Î/ 4 bÎ) ©! $# $KÏèÏR /ä3Ýà Ïètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 bÎ) ©! $# tb%x. $Jè‹Ïÿxœ #ZŽ�ÅÁ t/ ÇÎÑÈ
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”2
1 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran,2009), hlm.202-203
2 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV Penerbit J-ART,2005), hlm.87
60
Persoalan pokok yang terkandung dalam surat an-Nisa ayat 58 di atas
adalah perintah untuk menunaikan amanat dan perintah untuk belaku adil dalam
menetapkan hukum.
a. Menunaikan Amanah
Kata amanat yang menjadi fokus pembahasan di atas adalah bentuk jamak
dari kata amanah. Secara bahasa, amanat adalah bentuk masdar dari kata أمن -
menjadi amanah افعل atau dengan mengikuti wazan/struktur أمانة – أمنا – یأمن
yang berarti jujur atau dapat dipercaya.3 Maksudnya segala sesuatu yang
dipercayakan kepada manusia, baik yang menyangkut hak dirinya, hak orang
lain, maupun hak Allah SWT.
Menurut Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, amanat adalah sesuatu yang
lengkap dan jamak, meliputi amanat hamba (umat) kepada Tuhannya. Yaitu
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, sebagaimana melengkapi
amanat umat terhadap sesamanya. Misalnya menyerahkan barang titipan,
mengmbalikan pinjaman, memlihara segala hak, baik terhadap istri, kerabat,
umum manusia atau aparat pemerintah.4
Apabila dia seorang kepala Negara, maka rakyat yang diperintah
merupakan amanat Allah. Maka, dia wajib memerintah rakyatnya dengan
berdasarkan undang-undang hukum Allah dan hendaklah dia selalu mengikuti
perintah Allah. Mengambil petunjuk dari sunnah Nabi, tidak menyerahkan
suatu tugas (urusan) kepada mereka yang bukan ahlinya (tidak punya
kemampuan dan kemauan), tidak merampas sesuatu hak dari rakyat, tidak
menipu dan berbuat curang kepada seorang muslim, tidak menerima suap, tidak
memakan harta manusia dengan jalan batil seperti korupsi dan penggelapan.
Sebaliknya, dia terus-menerus menggunakan waktunya untuk kemaslahatan
(kesejahteraan) rakyat.
3 A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir,(Surabaya : Pustaka Progressif,1997), hlm.40 4 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, (Semarang :
Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm.879
61
Jika dia seorang alim (intelektual, cendekiawan), maka hendaklah
menunjuki manusia ke jalan kebajikan dan mengembangkan pemikiran yang
benar dan rahasia-rahasia syara’ (hukum) berdasarkan ilmu pengetahuan,
sehingga aparat, utamanya pejabat dan penguasa, serta rakyat mau mematuhi
hukum-hukum agama. Apabila dia tidak berbuat demikian, dia mengkhianati
amanat (intelektualitas, keilmuannya).
Amanat ini juga melengkapi amanat seseorang untuk dirinya, seperti
keharusan mengerjakan sesuatu yang baik dan maslahat, serta segala hal yang
bermanfaat, baik bermanfaat duniawi maupun ukhrawi. Sebaliknya, dia tidak
akan mengerjakan sesuatu yang mendatangkan kemudaratan. Dia akan
menjauhkan dirinya dari segala perbuatan yang mendatangkan kekacauan dan
penyakit masyarakat.
Nash yang singkat ini menegakkan sendi yang pertama bagi masyarakat
manusia yang dikehendaki Islam, sebagaimana kaidah tersebut menjadi kaidah
pertama bagi system (nizham) pemerintahan dan masyarakat manusia.5
Dalam tafsir al-munir dijelaskan bahwa amanat terbagi atas tiga macam,
yaitu:
1. Amanat yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Contohnya : melaksanakan
perintah, menjauhi segala apa yang dilarang, serta menggunakan seluruh
anggota badan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2. Amanat yang berkaitan dengan hak diri sendiri. Contohnya : seseorang
tidak melakukan perbuatan kecuali apa yang bermanfaat baginya, baik
dalam urusan agama, duinia maupun akhirat.
3. Amanat yang berkaitan dengan hak orang lain. Contohnya : tidak
menyebarkan kejelekan dan aib diantara sesama, berjihad, saling nasihat-
menasihati, atau tidak melakukan tipu daya di dalam muamalah.6
5 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, hlm. 880 6 Wahbah Zuhaily, Tafsir Munir,(Bairut : Darul Fikr ,tt.),hlm.123
62
Di dalam Ibnu Katsir juga dijelaskan, bahwa amanat dalam surat an-Nisa
ayat 58 adalah meliputi amanat yang diperintahkan Allah kepada hamba-
hambanya, seperti : shalat, zakat, shaum, pembayaran kafarat, penunaian
nadzar, dan amanat amanat yang lain yang hanya diketahui oleh Allah dan
hamba yang bersangkutan.7
Kemudian di dalam tafsir al-Maraghi karangan Ahmad Musthofa Al-
Maraghi juga dipaparkan bahwa amanat yang harus dilaksanakan ada tiga
macam, yaitu :
1. Amanat seorang hamba dengan tuhannya, yaitu apa yang telah dijanjikan
Allah kepadanya untuk dipelihara, berupa melaksanakan segala perintah-
Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan menggunakan segala perasaan dan
anggota badannya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya dan
mendekatkannya kepada Tuhan. Di dalam asar dikatakan, bahwa seluruh
maksiat adalah khianat kepada Allah.
2. Amanat hamba dengan sesama manusia, diantaranya adalah mengembalikan
titipan kepada pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia dan lain
sebagainya yang wajib dilakukan terhadap keluarga, kaum kerabat, manusia
pada umumnya dan pemerintah.
Termasuk dalam amanat ini adalah keadilan para umara terhadap
rakyatnya, dan keadilan para ulama terhadap orang-orang awam dengan
membimbing mereka kepada keyakinan dan pekerjaan yang berguna bagi
mereka di dunia dan akhirat, seperti pendidikan yang baik, mencari rezeki yang
halal, memberikan nasihat dan hukum-hukum yang menguatkan keimanan,
menyelamatkan mereka dari berbagai kejahatan dan dosa, serta mendorong
mereka untuk melakukan kebaikan dan kebajikan. Seperti juga keadilan suami
terhadap istrinya, seperti tidak menyebarkan rahasia masing-masing pihak,
terutama rahasia khusus mereka yang biasanya tidak pantas diketahui orang
lain.
7 Abi Al-Fida Isma’il Bin Katsir Ad-Damasyqiy, tafsir Ibnu Katsir,(Beirut : Darul Fikr,
t.t),hlm.516
63
3. Amanat manusia terhadap dirinya sendiri, seperti halnya memilih yang
paling pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama dan dunia,
tidak langsung mengerjakan hal yang berbahaya baginya di akhirat dan
dunia, serta menghindarkan berbagai penyakit sesuai pengetahuan dan
petunjuk para dokter. Hal terkahir ini memerlukan pengetahuan tentang ilmu
kesehatan, terutama pada waktu banyak tersebar penyakit dan wabah.8
Yang dimaksud amanat di sini menurut sayyid quthb adalah amanat
hidayah, makrifah, dan iman kepada Allah dengan niat, kehendak hati,
kesungguhan, dan arahan. Selain manusia, makhluk yang lain hanya diberi
ilham oleh Allah untuk mengimani-Nya, mengikuti petunjuknya, mengenal-
Nya, beribadah kepada-Nya dan menaati-Nya.Juga ditetapkan-Nya untuk
mengikuti undang-undang alamnya tanpa melakukan upaya, tanpa kesengajaan,
tanpa kehendak, dan tanpa arahan. Maka, hanya manusia sendirilah yang
diserahkan kepada fitrah, akal, makrifah, iradah, tujuan, dan usahanya untuk
sampai kepada Allah dengan pertolongan Allah.9
Sedangkan menurut Yunahar Ilyas, amanah yaitu artinya seakar dengan
kata iman karena sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin
menipis keimanan seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya.
Amanah dalam pengertian yang sempit adalah memelihara titipan dan
mengembalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Sedangkan
dalam pengertian yang luas amanah mencakup banyak hal, menyimpan rahasia
orang, menjaga kehormatan orang lain, menjaga dirinya sendiri, menunaikan
tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan lain sebagainya.10
M. Quraish Shihab juga menyatakan bahwa, amanat adalah sesuatu yang
diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba
saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya. Amanah adalah lawan dari khianat.
Ia tidak diberikan kecuali kepada orang yang dinilai oleh pemberinya dapat
8 Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Lebanon : Darul Kutub Al-‘Ilmiyah,
2006),hlm.242 9 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin,dkk, (Jakarta : Gema Insane Press,
2001), hlm.396 10 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,(Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan
Islam,2007), hlm.89
64
memelihara dengan baik apa yang diberikannya. Lebih lanjut beliau
menjelaskan, agama mengajarkan bahwa amanah/kepercayaan adalah asas
keimanan berdasarkan sabda Nabi saw,” Tidak ada iman bagi yang tidak
memiliki amanah”. Amanah tersebut membutuhkan kepercayaan dan
kepercayaan itu melahirkan ketenangan batin yang selanjutnya melahirkan
keyakinan.11
Kemudian amanat secara umum terbagi atas dua bagian. Amanat yang
berkaitan dengan hablum manallah (hubungan dengan Allah) dan amanat yang
berkaitan dengan hablum minan nas (hubungan dengan sesama manusia).
Amanat pertama yang paling agung dan dibebankan kepada setiap pribadi
ialah amanat yang berkaitan dengan hablum minallah, yaitu beribadah hanya
kepada Allah menurut tata cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Dengan kata lain, amanat ini menyuruh manusia untuk melaksanakan segala
perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Contoh amanat jenis ini
adalah mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, dan
menuntut ilmu agama.
Amanat berikutnya berkenaan dengan hubungan antar sesama manusia
(hablum minan nas) untuk berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan
yang dapat menyakiti orang lain. Contohnya adalah berbakti kepada orang tua,
menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menutup aib
orang lain, membuang jauh-jauh sifat hasad, dan lain-lain.12
Dari berbagai penjelasan tentang amanat di atas, menurut penulis,
sebenarnya terdapat kesamaan antara penjelasan yang satu dengan yang lain
yaitu sama-sama menjaga apa yang telah dipercayakan dan diberikan kepada
manusia dan akan dikembalikan kepada pemiliknya apabila sudah saatnya
dikembalikan dan setiap amanat akan dipertanggungjawabkan kelak. Kalau
penulis kaitkan dengan pendidikan maka amanat di sini adalah sebuah prinsip
pertanggungjawaban terhadap fungsi administrasi dan control (pengawasan)
11 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm.480 12 Qomaruddin Shaleh, dkk, Ayat-Ayat Perintah dan Larangan Dalam Al-Qur’an,
(Bandung : Diponegoro, 2002), hlm.586-587
65
terhadap anggota atau staf pendidikan untuk mewujudkan visi misi yang akan
dilaksanakan dan untuk mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri.
b. Menetapkan Hukum Dengan Adil
Adapun dalam perintah agar memutuskan hukum dengan adil diantara
manusia, maka nash ini bersifat mutlak yang berarti meliputi keadilan yang
menyeluruh “diantara semua manusia”, bukan keadilan diantara sesama kaum
muslimin dan terhadap ahli kitab saja. Keadilan merupakan hak setiap manusia
hanya karena dia diidentifikasi sebagai manusia. Maka identitas sebagai
manusia inilah yang menjadikannya berhak terhadap keadilan itu menurut
manhaj rabbani. Identitas ini terkena untuk semua manusia, mukmin ataupun
kafir, orang yang berkulit putih ataupun berkulit hitam, orang arab maupun
orang ajam (non-arab).
Umat Islam harus menegakkan keadilan ini di dalam memutuskan hukum
diantara manusia apabila mereka memutuskan hukum di dalam urusan mereka
dengan keadilan yang sama sekali belum pernah dikenal oleh manusia kecuali
hanya di tangan Islam saja, kecuali di dalam hukum kaum muslimin saja,
kecuali di dalam masa kepemimpinan Islam terhadap manusia saja. Orang
yang kehilangan keadilan sebelum dan sesudah kepemimpinan ini, maka ia
tidak akan dapat merasakannya sama sekali dalam bentuknya yang mulia,
seperti yang diberikan kepada seluruh manusia karena semata-mata mereka
sebagai manusia, bukan karena sifat-sifat lain sebagai tambahan dari identitas
pokok yang dimiliki oleh semua manusia.13
Di dalam banyak ayat, Allah ta’ala memerintahkan supaya menegakkan
keadilan. Diantaranya seperti dalam ayat ini :
4 (#qä9ωôã$# uqèd Ü> t�ø%r& 3“ uqø) G=Ï9
“Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”14
(#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝ ó¡ É)ø9$$Î/ u
“Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan”15
13 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin,dkk,hlm.397 14 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.108
66
(#qßs Î=ô¹ r'sù $yJåks]÷�t/ ÉA ô‰yèø9$$Î/ (#þqäÜ Å¡ ø%r&ur ( bÎ) ©! $# �= Ïtä† šú üÏÜ Å¡ ø)ßJø9$# ÇÒÈ
“Maka damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil”16
Pemutusan perkara diantara manusia mempunyai banyak jalan,
diantaranya ialah : pemerintahan secara umum, pengadilan, dan bertahkim
(arbitrasi) kepada seseorang untuk memutuskan perkara antara dua orang yang
bersengketa dalam perkara tertentu.
Untuk memutuskan perkara dengan adil memerlukan beberapa hal :
Pertama, memahami dakwaan dari si pendakwa dan jawaban dari si
terdakwa, untuk mengetahui pokok persengketaan dengan bukti-bukti dari
kedua orang yang bersangkutan.
Kedua, hakim tidak berat sebelah kepada salah satu pihak diantara dua
orang yang bersengketa.
Ketiga, hakim mengerti tentang hukum yang telah digariskan oleh Allah
untuk memutuskan perkara di antara manusia berdasarkan contoh dari al-kitab,
sunnah maupun ijma’ umat,
Keempat, mengangkat orang-orang yang mampu mengemban tugas hukum
untuk menghukumi.
Kaum muslimin telah diperintahkan supaya menegakkan keadilan dalam
hukum, perkataan, perbuatan dan akhlak.17 Allah ta’ala berfirman :
#sŒÎ)ur óO çFù=è% (#qä9ωôã$$sù öqs9ur tb%Ÿ2 #sŒ 4’n1ö�è%
“Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)”18
15 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.100 16 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.516 17 Ahmad Musthafa al Maraghi, terj. Bahrun Abubakar dan Hery Noer Ali, terjemah Tafsir
al Maroghi, (Semarang : Toha Putra,1993), Juz. V,hlm. 114-115 18 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.149
67
Di samping keadilan hukum, Islam memerintahkan kepada umat manusia,
terutama kepada orang-orang yang beriman untuk bersikap adil dalam segala
aspek kehidupan, baik terhadap diri dan keluarganya sendiri, apalagi kepada
orang lain. Bahkan kepada musuh sekalipun setiap mukmin harus dapat berlaku
adil.
1. Adil terhadap diri sendiri
$pkš‰r'»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝ ó¡ É)ø9$$Î/ uä!#y‰pkà ¬! öqs9ur #’n?tã öNä3Å¡ àÿRr& Írr&
Èûøïy‰Ï9ºuqø9$# tûüÎ/t�ø%F{ $#ur 4 bÎ) ïÆ ä3tƒ $†‹ÏYxî ÷rr& #ZŽ�É)sù ª! $$sù 4’n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿx sù (#qãèÎ7Fs?
#“ uqolù;$# br& (#qä9ω÷ès?
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran.”19
2. Adil terhadap istri dan anak-anak
(#qßs Å3R$$sù $tB z> $sÛ Nä3s9 zÏiB Ïä!$|¡ ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y] »n=èOur yì»t/â‘ur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žw r&
(#qä9ω÷ès? oy‰Ïn ºuqsù
“Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja”20
3. Adil dalam mendamaikan perselisihan
bÎ)ur Èb$tGxÿͬ!$sÛ zÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# (#qè=tGtGø%$# (#qßs Î=ô¹ r'sù $yJåks]÷�t/ ( .bÎ*sù ôM tót/ $yJßg1y‰÷n Î)
’n?tã 3“ t�÷z W{ $# (#qè=ÏG»s)sù ÓÉL©9$# ÓÈöö7s? 4Ó®Lym uäþ’Å"s? #’n<Î) Ì�øBr& «! $# 4 bÎ*sù ôN uä!$sù
(#qßs Î=ô¹ r'sù $yJåks]÷�t/ ÉA ô‰yèø9$$Î/ (#þqäÜ Å¡ ø%r&ur ( bÎ) ©! $# �= Ïtä† šú üÏÜ Å¡ ø)ßJø9$# ÇÒÈ
19 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.100 20 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.77
68
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”21
4. Adil dalam berkata
( #sŒÎ)ur óOçFù=è% (#qä9ωôã$$sù öqs9ur tb%Ÿ2 #sŒ 4’n1ö�è% ( ωôgyèÎ/ur «! $# (#qèù÷rr& 4 öNà6 Ï9ºsŒ Nä38¢¹ ur
¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 šc rã�©.x‹s? ÇÊÎËÈ
“Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”22
5. Adil terhadap musuh sekalipun
$pkš‰r'»tƒ šú ïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šú üÏBº§qs% ¬! uä!#y‰pkà ÅÝ ó¡ É)ø9$$Î/ ( Ÿw ur
öNà6 ZtBÌ�ôf tƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #’n?tã žw r& (#qä9ω÷ès? 4 (#qä9ωôã$# uqèd Ü> t�ø%r& 3“ uqø) G=Ï9 (
(#qà)?$#ur ©! $# 4 žc Î) ©! $# 7Ž�Î6yz $yJÎ/ šc qè=yJ÷ès? ÇÑÈ
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”23 Islam menginginkan keadilan dalam semua aspek yang mencakup keadilan
terhadap diri sendiri, adil terhadap isteri dan anak-anak, adil dalam
mendamaikan perselisihan, adil dalam berkata bahkan Islam juga
memerintahkan untuk berbuat adil terhadap musuh sekalipun. Selain itu,
keadilan juga mencakup dalam keadilan bersama. Semuanya telah diatur di
21 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.516 22 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.149 23 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.108
69
dalam al-Qur’an. Kalau kita cermati, Islam juga tidak mengajarkan
diskriminasi dalam keadilan hukum. Islam mengajarkan bahwa semua orang
mendapat perlakuan yang sama dan sederajat. tidak ada perbedaan hukum
dikarenakan warna kulit, status sosial, ekonomi dan sebagainya.
B. Konsep Pendidikan Kepemimpinan Dalam Perspektif Surat Ali ‘Imron Ayat
159
Kemudian Ayat kedua pada pembahasan bab ini yang berkaitan tentang
pemimpin adalah terdapat dalam surat ali ‘Imron ayat 159 :
$yJÎ6sù 7pyJôm u‘ zÏiB «! $# |M ZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |M Yä. $à sù xá ‹Î=xî É= ù=s)ø9$# (#q‘Ò xÿR]w ô ÏB y7 Ï9öqym
( ß# ôã$$sù öNåk÷]tã ö�ÏÿøótGó™ $#ur öNçlm; öNèdö‘Ír$x© ur ’Îû Í�öDF{ $# ( #sŒÎ*sù |M øBz•tã ö@ ©.uqtGsù ’n?tã «! $# 4 bÎ)
©! $# �= Ïtä† tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”24
Persoalan pokok yang terkandung dalam surat ali ‘Imron ayat 159 di atas
adalah perintah untuk lemah lembut dalam bertutur kata, pemaaf, bermusyawarah
dan perintah untuk bertawakkal kepada Allah.
1. Lemah lembut dalam bertutur kata
Kandungan dari ayat di atas salah satunya adalah sifat lemah lembut
di dalam bertutur kata dan tidak menyakiti orang lain dengan perkataan
ataupun perbuatan, serta memberi kemudahan dan ketentraman kepada
masyarakat. Sifat ini merupakan faktor subjektif yang harus dimiliki oleh
24 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.71
70
seorang pemimpin yang dapat merangsang dan mendorong orang lain untuk
berpartisipasi dalam musyawarah.25
Redaksi di atas, yang disusul dengan perintah memberi maaf dan
seterusnya seakan-akan ayat ini berkata : sesungguhnya perangaimu wahai
Muhammad adalah perangai yang sangat luhur, engkau tidak bersikap
keras, tidak juga berhati kasar, engkau pemaaf, dan bersedia mendengar
saran dari orang lain. Itu semua disebabkan karena rahmat Allah kepadamu
yang telah mendidikmu, sehingga semua faktor yang dapat mempengaruhi
kepribadianmu disingkirkan-Nya.
Firman-Nya : sekiranya engkau bersikap keras lagi kasar…,
mengandung makna bahwa engkau Muhammad bukanlah seorang yang
berhati keras. Ini dipahami dari kata law yang diterjemahkan sekiranya.
Kata ini digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang bersyarat, tetapi
syarat tersebut tidak dapat wujud. Seperti jika seorang yang ayahnya telah
meninggal kemudian berkata “sekiranya ayah saya hidup, maka saya akan
menamatkan kuliah.” Karena ayahnya telah wafat, maka kehidupan yang
diandaikan pada hakikatnya tidak ada, dan dengan demikian tamat yang
diharapkannya pun tidak mungkin terwujud. Jika demikian, ketika ayat ini
menyatakan sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, maka itu sikap keras lagi
berhati kasar, tidak ada wujudnya dan karena tidak ada wujudnya, maka
tentu saja, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, tidak pernah
akan terjadi.
2. Pemaaf
Sifat maaf adalah salah satu manifestasi ketaqwaan kepada Allah swt
sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya :
25 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran,2009), hlm.223
71
(#þqããÍ‘$y™ ur 4’n<Î) ;ot�ÏÿøótB `ÏiB öNà6 În/§‘ >pYy_ ur $ygàÊ ó�tã ßN ºuq»yJ¡¡ 9$# ÞÚ ö‘F{ $#ur ôN £‰Ïãé&
tûüÉ) GßJù=Ï9 ÇÊÌÌÈ tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZム’Îû Ïä!#§Žœ£ 9$# Ïä!#§ŽœØ 9$#ur tûüÏJÏà »x6 ø9$#ur xá ø‹tóø9$#
tûüÏù$yèø9$#ur Çtã Ä $Y9$# 3 ª! $#ur �= Ïtä† šú üÏZÅ¡ ós ßJø9$# ÇÊÌÍÈ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan"26
Islam mengajarkan kepada kita untuk dapat memaafkan kesalahan
orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.
Menurut M. Quraish Shihab, tidak ditemukan satu ayatpun yang
menganjurkan untuk meminta maaf, tetapi yang ada adalah perintah untuk
memberi maaf.27
Tindakan memberi maaf sebaiknya diikuti dengan tindakan berlapang
dada. Di dalam beberapa ayat al-Qur’an perintah memaafkan diikuti dengan
perintah berlapang dada.
( ß# ôã$$sù öNåk÷]tã ôx xÿô¹ $#ur 4 bÎ) ©! $# �= Ïtä† šú üÏZÅ¡ ós ßJø9$# ÇÊÌÈ
“Maka maafkanlah mereka dan berlapang dadalah, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”28
( (#qàÿ÷èu‹ø9ur (#þqßs xÿóÁ u‹ø9ur 3 Ÿw r& tbq™7ÏtéB br& t�Ïÿøótƒ ª! $# óOä3s9 3
“Dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?”29
26 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.67 27 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan,1996), hlm.247 28 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.109 29 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.352
72
3. Musyawarah
Pemimpin seharusnya selalu bermusyawarah dalam setiap mengambil
sikap dan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak.
Semua permasalahan dipecahkan atau diselesaikan dengan musyawarah
karena dengan cara ini di samping pendapat rakyat dapat terakomodasi juga
akan menghasilkan keputusan yang bijaksana.30
Firman Allah swt :
öNèdã�øBr&ur 3“ u‘qä© öNæhuZ÷�t/
“sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka”31 Seorang yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada dalam
posisi pemimpin, yang pertama ia harus hindari ialah tutur kata yang kasar
serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra musyawarah akan
bertebaran pergi.
Di sisi lain, yang bermusyawarah harus menyiapkan mentalnya untuk
selalu bersedia memberi maaf, karena boleh jadi ketika melakukan
musyawarah terjadi perbedaan pendapat, atau keluar dari pihak lain kalimat
atau pendapat yang menyinggung, dan bila mampir ke hati akan
mengeruhkan pikiran, bahkan boleh jadi mengubah musyawarah menjadi
pertengkaran.32
Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna
menciptakan peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap Negara maju
yang menginginkan keamanan, ketentraman, kebahagiaan dan kesuksesan
bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip musyawarah ini. Tidak aneh jika
Islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini. Islam menamakan
salah satu surat al-Qur’an dangan asy-syura, di dalamnya dibicarakan
tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa kehidupan mereka
itu berdasarkan atas musyawarah, bahkan segala urusan mereka diputuskan
berdasarkan musyawarah di antara mereka. Sesuatu hal yang menunjukkan
30 Mahmud Sya’roni, Cermin Kehidupan Rasul, (Semarang : Aneka Ilmu, 2006), hlm.391 31 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.487 32 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hlm.459
73
betapa pentingnya musyawarah adalah bahwa ayat tentang musyawarah itu
dihubungkan dengan kewajiban shalat dan menjauhi perbuatan keji.33 Allah
swt berfirman :
tûïÏ%©!$#ur tbqç7ÏtGøgs† uŽÈµ»t6x. ÄNøOM} $# |· Ïm ºuqxÿø9$#ur #sŒÎ)ur $tB (#qç6ÅÒ xî öNèd tbrã�Ïÿøótƒ ÇÌÐÈ
tûïÏ%©!$#ur (#qç/$yf tGó™ $# öNÍkÍh5t�Ï9 (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á 9$# öNèdã�øBr&ur 3“ u‘qä© öNæhuZ÷�t/ $£JÏBur
öNßg»uZø%y—u‘ tbqà)ÏÿZムÇÌÑÈ
“Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.”34
Esensi muyawarah adalah pemberian kesempatan kepada anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan dan hak untuk berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan yang mengikat, baik dalam aturan-aturan hukum
ataupun kebijaksanaan politik. Apabila pendapat yang berkembang dalam
musyawarah itu sepakat, maka keputusan yang diambil oleh pimpinan
adalah pendapat yang disepakati.
Pada sisi lain kenyataan menunjukkan pula bahwa musyawarah tidak
hanya digunakan sejalan dengan ajaran agama, bahkan sering digunakan
untuk kepentingan penguasa untuk kejayaan dan kelestarian kekuasaan
mereka. Musyawarah seperti ini telah menyimpang dari tujuan yang hendak
dicapai, yakni kebenaran atau pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran
dan untuk kebaikan bersama. Ini berarti diperlukan sebuah prinsip yang
dapat menghindarkan penggunaan musyawarah sebagai panggung legalisasi
kepentingan sepihak. Untuk itu al-Qur’an dan sunnah dijadikan sebagai
pemutus akhir. Dari sini, uraian selanjutnya berkenaan dengan subjek dan
objek musyawarah serta metode pengambilan keputusan.
33 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm.229-230 34 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.487
74
Subyek musyawarah yang dimaksud di sini adalah siapa yang menjadi
sasaran perintah atau yang diperintahkan agar menyelesaikan perselisihan
yang terjadi dengan merujuk kepada al-Qur’an dan sunnah. Secara eksplisit
ayat di atas menunjukkan bahwa perintah yang terkandung dalam ayat
tersebut berlaku umum. Setiap orang beriman dibebani kewajiban yang
terkandung dalam ayat tersebut.
Bertolak dari eksistensi musyawarah sebagai metode pembinaan
hukum dan dari kenyataan sejarah, maka dapat dikatakan bahwa perintah
penyelesaian perselisihan pada ayat di atas juga ditujukan kepada ulil amri.
Ini berarti mereka tidak hanya wajib bermusyawarah, tetapi juga wajib
menyelesaikan perselisihan berdasarkan al-Qur’an dan sunnah.
Kewajiban bermusyawarah di atas berimplikasi pada perlunya
pelembagaan musyawarah. Hal ini terlihat dalam sejarah, baik pada masa
pemerintahan rasulullah saw ataupun masa pemerintahan khulafaurasyidin.
Pada masa tersebut, meskipun tidak disebut secara resmi, namun
keberadaan tokoh sahabat yang mendampingi Rasulullah dan para
khalifahnya sebagai mitra tetap atau tidak tetap yang dimintai pendapatnya
apabila persoalan timbul, merupakan indikator pelembagaan musyawarah
dalam system politik.
Dengan demikian objek musyawarah tidak hanya berkenaan dengan
kehidupan duniawi, tetapi berkenaan dengan urusan keagamaan.35
Tentang tata cara musyawarah serta keharusan mengikuti tatacara itu,
tidak ada nash al-Quran dan sunnah yang menerangkankannya. Juga tidak
ada nash yang mengharuskan ditetapkannya jumlah anggota majlis
permusyawaratan dan cara menghadirkan para anggota.
Tatacara musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah ternyata sangat
beervariasi; 1. Kadang kala seseorang memberikan pertimbangan kepada
beliau, lalu beliau melihat pendapat itu benar, maka beliau
mengamalkannya. Seperti pendapat al-Hubab ibn al-Mundzir tentang
35 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat, dan Berpolitik, hlm.223-22
75
pemilihan tempat yang strategis dalam perang Badar dan pendapat Salman
al-Farisi tentang penggalian parit pertahanan dalam perang Khandaq; 2.
Kadang-kadang beliau bermusyawarah dengan dua atau tiga orang saja.
Kebanyakan dengan Abu Bakar dan ‘Umar; 3. Kadang kala beliau juga
bermusyawarah dengan seluruh massa melalui cara perwakilan, seperti
yang terjadi ssesudah perang Hunain tentang rampasan perang dan
permohonan bantuan melalui utusan Hawazin.36
Dari peristiwa yang bervariasi di atas penulis dapat menyimpulkan
bahwa tatacara musyawarah, anggota musyawarah bisa selalu berkembang
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Sebenarnya yang
penting dan harus dilakukan adalah musyawarah itu sendiri harus selalu
ditegakkan dan dilaksanakan bagi siapapun yang menginginkan keputusan
dalam suatu forum bisa menjadi keputusan yang paling baik dan bisa
dipertanggungjawabkan. Apalagi bagi seorang pemimpin, jika dia ingin
memutuskan suatu permasalahan maka sudah seharusnya dia
bermusyawarah pada masalah tersebut. Karena musyawarah sudah jelas
nashnya,maka sebagai umat Islam kita harus selalu bermusyawarah di
dalam menentukan suatu keputusan.
4. Tawakkal
Tawakal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada
selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepada-Nya.
Seorang muslim hanya boleh bertawakkal kepada Allah semata-mata.
Allah swt berfirman :
¬! ur Ü= ø‹xî ÏN ºuq»yJ¡¡ 9$# ÇÚ ö‘F{ $#ur Ïmø‹s9Î)ur ßìy_ ö�ムã�øBF{ $# ¼ã&—#ä. çnô‰ç6ôã$$sù ö@ ž2 uqs?ur
Ïmø‹n=tã 4 $tBur y7 •/u‘ @@ Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÊËÌÈ
36 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm.233
76
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”37
Tawakkal adalah salah satu buah keimanan. Semua orang yang
beriman bahwa semua urusan kehidupan, dan semua manfaat mudharat ada
di tangan Allah, akan menyerahkan segala sesuatunya kepada-Nya dan
akan ridha dengan segala kehendak-Nya. Dia tidak takut menghadapi masa
depan, tidak kaget dengan segala kejutan. Hatinya tenang dan tentram,
karena yakin akan keadilan dan rahmat Allah. Oleh sebab itu Islam
menetapkan bahwa iman harus diikuti oleh sikap tawakkal.38 Allah swt
berfirman :
’n?tãur «! $# (#þqè=©.uqtGsù bÎ) O çGYä. tûüÏZÏB÷s•B ÇËÌÈ
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".39
ª! $# Iw tm»s9Î) žw Î) uqèd 4 ’n?tãur «! $# È@ ž2 uqtGuŠù=sù šc qãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÌÈ
“(Dia-lah) Allah tidak ada Tuhan selain Dia. dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal kepada Allah saja.”40
Tawakkal harus diawali dengan kerja keras dan usaha maksimal
(ikhtiar). Tidaklah dinamai tawakkal kalau hanya pasrah menunggu nasib
sambil berpangku tangan tanpa melakukan apa-apa. Sikap pasrah seperti itu
adalah satu bentuk kesalahpahaman terhadap hakikat tawakkal.
Rasulullah dan kaum muslimin generasi awal telah memberikan
contoh bagaimana seharusnya memahami tawakkal. Mereka adalah para
pekerja keras dalam berbagai lapangan kehidupan, perdagangan, pertanian,
perindustrian, keilmuan dan lain sebagainya. Rasulullah saw mendorong
37 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.235 38 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm.45-46 39 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.111 40 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.557
77
umatnya bekerja keras. Beliau selalu berdoa agar dijauhkan dari sifat-sifat
lemah dan malas.
Sikap tawakkal sangat bermanfaat sekali untuk mendapatkan
ketenangan batin. Sebab apabila seseorang telah berusaha dengan sungguh-
sungguh untuk mencapai sesuatu mengerahkan segala tenaga dan dana,
membuat perencanaan dengan sangat cermat dan detail, melaksanakan
dengan penuh disiplin dan melakukan pengawasan dengan ketat, kalu
kemudian masih mengalami kegagalan, dia tidak akan berputus asa. Dia
menerimanya sebagai musibah, ujian dari Allah swt yang harus dihadapi
dengan sabar. Sebaliknya jika berhasil dengan baik, dia bersyukur kepada
Allah swt, tidak sombong dan membanggakan diri, karena dia yakin semua
usahanya tidak akan berhasil tanpa izin dari Allah swt. Dengan demikian,
semua situasi dihadapinya dengan tenang. Bila gagal bersabar, bila berhasil
bersyukur. Bandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki konsep
tawakkal dalam kehidupannya. Kegagalan bisa membuatnya stress dan
putus asa, sementara keberhasilan juga bisa membuatnya sombong dan lupa
diri.41
Dari uraian di atas menggenai konsep awal kepemimpinan dari surat
an-Nisa ayat 58 dan ali-imron ayat 159 dan didukung dengan ayat-ayat al-
Qur’an yang lain yang mendukung tentang konsep tersebut,maka dari
penjelasan di atas dapat dijadikan menjadi suatu kesatuan konsep tentang
kepemimpinan pendidikan yang berdasarkan al-Qur’an yang mencakup
tentang pendidikan akhlak bagi seseorang yang akan menjadi pemimpin
yang sesuai dengan akhlak al-Qur’an, yaitu :
1. Menyampaikan amanah
Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan amanah disini adalah
merupakan sebuah prinsip pertanggungjawaban terhadap fungsi
administrasi dan control (pengawasan) terhadap anggota atau staf
41 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,hlm.49
78
pendidikan untuk mewujudkan visi misi yang akan dilaksanakan dan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri.
2. Menetapkan hukum dengan adil
Seorang pemimpin pendidikan harus bersikap tegas dan adil
dalam melaksanakan tuganya sebagai pimpinan sehingga
memungkinkan lembaga pendidikan menghasilkan aturan-aturan yang
adil tanpa memandang warna kulit, status sosial, ekonomi dan
sebagainya
3. Berlaku lemah lembut
Seorang pemimpin pendidikan harus mempunyai sifat lemah
lembut terhadap anggota-anggotanya karena sifat ini merupakan
faktor subjektif yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang
dapat merangsang dan mendorong orang lain untuk berpartisipasi
dalam kegiatan musyawarah serta tidak menyakiti orang lain dengan
perkataan ataupun perbuatan, serta memberi kemudahan dan
ketentraman kepada anggota. Jika seorang pemimpin tidak memiliki
sifat tersebut, maka orang akan menjauh dan tidak memberikan
dukungannya.
4. Pemaaf
Pemaaf juga salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin karena terkadang tidak semua anggota mempunyai
keberanian untuk meminta maaf, boleh jadi dia mengalami hambatan
psikologis untuk mengajukan permintaan maaf. Oleh karena itu,
seorang pemimpin yang bijak harus berusaha memaafkan kesalahan
anggotanya tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang
bersalah. Sekalipun anggota yang bersalah telah menyadari
kesalahannya.
79
5. Bermusyawarah
Pemimpin seharusnya selalu bermusyawarah dalam setiap
mengambil sikap dan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan
orang banyak. Semua permasalahan dipecahkan atau diselesaikan
dengan musyawarah karena dengan cara ini di samping pendapat
anggota dapat terakomodasi juga akan menghasilkan keputusan yang
bijaksana.
Seorang yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada
dalam posisi pemimpin, yang pertama ia harus hindari ialah tutur kata
yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra
musyawarah akan bertebaran pergi.
6. bertawakkal kepada Allah.
Seorang pemimpin juga harus mempunyai konsep tawakal di
samping sifat-sifat yang telah disebutkan di atas. Hal ini dikarenakan
apabila seorang pemimpin mempunyai konsep tawakal dan kemudian
mengalami suatu kegagalan, setelah semuanya direncanakan dengan
baik, maka dia tidak akan berputus asa. Dia menerimanya sebagai
musibah, ujian dari Allah swt yang harus dihadapi dengan sabar.
Sebaliknya jika berhasil dengan baik, dia bersyukur kepada Allah swt,
tidak sombong dan membanggakan diri, karena dia yakin semua
usahanya tidak akan berhasil tanpa izin dari Allah swt. Dengan
demikian, semua situasi dihadapinya dengan tenang. Bila gagal
bersabar, bila berhasil bersyukur.
80
BAB V
A. Kesimpulan
Berawal dari beberapa permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam
skripsi yang berjudul “Konsep Kepemimpinan Pendidikan dalam Perspektif
Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 dan Ali ‘Imron Ayat 159”, maka penulis
dapat menarik kesimpulan mengenai konsep kepemimpinan pendidikan yang
terdapat di dalam surat an-Nisa ayat 58 dan surat ali ‘Imron ayat 159, yaitu :
1. Menyampaikan amanah
Amanat terbagi atas tiga macam, yaitu :
a. Amanat yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Contohnya :
melaksanakan perintah, menjauhi segala apa yang dilarang, serta
menggunakan seluruh anggota badan untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
b. Amanat yang berkaitan dengan hak diri sendiri. Contohnya : seseorang
tidak melakukan perbuatan kecuali apa yang bermanfaat baginya, baik
dalam urusan agama, duinia maupun akhirat.
c. Amanat yang berkaitan dengan hak orang lain. Contohnya : tidak
menyebarkan kejelekan dan aib diantara sesama, berjihad, saling
nasihat-menasihati, atau tidak melakukan tipu daya di dalam
muamalah.
2. Menetapkan hukum dengan adil
Perintah agar memutuskan hukum dengan adil diantara manusia
bersifat mutlak yang berarti meliputi keadilan yang menyeluruh “diantara
semua manusia”, bukan keadilan diantara sesama kaum muslimin dan
terhadap ahli kitab saja. Keadilan merupakan hak setiap manusia hanya
karena dia diidentifikasi sebagai manusia. Maka identitas sebagai manusia
inilah yang menjadikannya berhak terhadap keadilan itu menurut manhaj
rabbani. Identitas ini terkena untuk semua manusia, mukmin ataupun kafir,
orang yang berkulit putih ataupun berkulit hitam, orang arab maupun
orang ajam (non-arab).
81
3. Lemah lembut dalam bertutur kata
Sifat lemah lembut di dalam bertutur kata dan tidak menyakiti
orang lain dengan perkataan ataupun perbuatan, serta memberi kemudahan
dan ketentraman kepada masyarakat merupakan faktor subjektif yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang dapat merangsang dan
mendorong orang lain untuk berpartisipasi dalam musyawarah.
4. Pemaaf
Sifat maaf adalah salah satu manifestasi ketaqwaan kepada Allah
swt. Islam mengajarkan kepada kita untuk dapat memaafkan kesalahan
orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.
Tindakan memberi maaf juga sebaiknya diikuti dengan tindakan berlapang
dada dikarenakan jika hal tersebut dilakukan maka Allah akan
memberikan ampunan sebagai balasannya.
5. Musyawarah
Pemimpin seharusnya selalu bermusyawarah dalam setiap
mengambil sikap dan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan orang
banyak. Semua permasalahan dipecahkan atau diselesaikan dengan
musyawarah karena dengan cara ini di samping pendapat rakyat dapat
terakomodasi juga akan menghasilkan keputusan yang bijaksana.
Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna
menciptakan peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap Negara
maju yang menginginkan keamanan, ketentraman, kebahagiaan dan
kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip musyawarah ini.
Tidak aneh jika Islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini. Islam
menamakan salah satu surat al-Qur’an dangan asy-syura, di dalamnya
dibicarakan tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa
kehidupan mereka itu berdasarkan atas musyawarah, bahkan segala urusan
mereka diputuskan berdasarkan musyawarah di antara mereka.
6. Tawakkal
Semua orang yang beriman tahu bahwa semua urusan kehidupan,
dan semua manfaat mudharat ada di tangan Allah, akan menyerahkan
82
segala sesuatunya kepada-Nya dan akan ridha dengan segala kehendak-
Nya. Dia tidak takut menghadapi masa depan, tidak kaget dengan segala
kejutan. Hatinya tenang dan tentram, karena yakin akan keadilan dan
rahmat Allah. Oleh sebab itu Islam menetapkan bahwa iman harus diikuti
oleh sikap tawakkal.Sikap tawakkal sangat bermanfaat sekali untuk
mendapatkan ketenangan batin. Sebab apabila seseorang telah berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk mencapai sesuatu mengerahkan segala
tenaga dan dana, membuat perencanaan dengan sangat cermat dan detail,
melaksanakan dengan penuh disiplin dan melakukan pengawasan dengan
ketat, kalu kemudian masih mengalami kegagalan, dia tidak akan berputus
asa. Dia menerimanya sebagai musibah, ujian dari Allah swt yang harus
dihadapi dengan sabar. Sebaliknya jika berhasil dengan baik, dia
bersyukur kepada Allah swt, tidak sombong dan membanggakan diri,
karena dia yakin semua usahanya tidak akan berhasil tanpa izin dari Allah
swt. Dengan demikian, semua situasi dihadapinya dengan tenang. Bila
gagal bersabar, bila berhasil bersyukur. Bandingkan dengan seseorang
yang tidak memiliki konsep tawakkal dalam kehidupannya. Kegagalan
bisa membuatnya stress dan putus asa, sementara keberhasilan juga bisa
membuatnya sombong dan lupa diri.
B. Saran-saran
Berawal dari membaca fenomena yang berkembang dalam bangsa ini,
khususnya hal-hal yang berkaitan dengan kepemimpinan, saran yang perlu
penulis tambahkan pada akhir penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perlu adanya pendidikan akhlak yang diberikan oleh orang tua kepada anak-
anaknya, khususnya dalam melatih jiwa kepemimpinan kepada mereka
sehingga jika kelak mereka menjadi seorang pemimpin, maka mereka akan
menjadi pemimpin yang berakhlak sesuai ajaran islam yang bersumber
kepada al-quran dan sunnah.
2. Orang-orang yang ingin mengabdikan diri kepada masyarakat sebagai
pemimpin harus mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan konsep
kepemimpinan dengan jiwa dan raganya.
83
3. Adanya perhatian terhadap lembaga pendidikan yang masih mengajarkan
pendidikan akhlak yang di dalamnya juga terdapat akhlak-akhlak yang
berkaitan dengan kepemimpinan, agar lembaga tersebut dapat menjaga
eksistensinya dalam dunia pendidikan.
C. Penutup
Alhamdulillahirobbil’alamin, itulah kiranya kata yang pantas keluar
dari bibir penulis sebagai pujian dan ungkapan syukur kepada Allah swt
Pencipta alam raya. Semuanya tidak akan terlaksana dan tidak akan berarti
apa-apa tanpa adanya campur tangan Allah swt. Karena setelah melalui proses
yang panjang akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Buah karya ini merupakan hasil kerja penulis dengan mencurahkan
segenap kemampuan dan pikiran serta mengorbankan seluruh tenaga, waktu
dan materi. Namun kerja keras dan pengorbanan penulis sama sekali tidak ada
artinya tanpa bantuan dari Allah swt, karena semua bisa terjadi hanya karena
kekuasaan Allah. Oleh karena itu, kesalahan dan kekurangan pada skripsi ini
bukanlah sesuatu hal yang mustahil adanya. Sehingga kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan.
Harapan penulis adalah semoga karya kecil ini dapat mendatangkan
dan memberikan manfaat yang besar bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya.Amin.
84
DAFTAR KEPUSTAKAAN Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005)
Ad-Damasyqiy, Abi Al-Fida Isma’il Bin Katsir, tafsir Ibnu Katsir,(Beirut : Darul
Fikr, t.t)
Al Farra al Baghowi, Abi Muhammad al Husain bin Mas’ud, Tafsir Baghowi Al
Musamma Ma’alimat Tanzil, (Bairut : Darul Kutub, tt.)
Al Maraghi, Ahmad Musthafa, terj. Bahrun Abubakar dan Hery Noer Ali,
terjemah Tafsir al Maroghi, (Semarang : Toha Putra,1993), Juz. V
Al-Bukhari, Abu ‘Abdilah Muhammad bin Ismail, Matnu Masykuli al-Bukhari
Bihasyiyati al-Sanadi,(Bairut : Dar al-Fikr, t.t)
Ali, Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada,2004)
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Tafsir Al-Maraghi, (Lebanon : Darul Kutub Al-
‘Ilmiyah, 2006)
Al-Qarni, ‘Aidh terj. Tim Qisthi Press, Tafsir Muyassar, (Jakarta : Qisthi Press,
2008)
Al-Wahidi an-Naisaburi, Al-Imam As-Syeikh Abil Hasan Ali bin Ahmad,
Asbabun Nuzul,(Beirut : Darul Kitab Al-‘Arabi, 1416 H)
Aly, Hery Noer dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta : Friska Agung
Insani, 2003)
Anwar, Saifuddin, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Pelajar Offset,1998)
Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat
Pers,2002)
Ar-Rifai, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syihabuddin,
(Jakarta : Gema Insane Press,1999)
As Suyuthi, Jalaludin, Tanasuqu fi Tanasubi as Suwari, (Bairut : Darul Kutub al
‘Ilmiyah,tt.),hlm.77-79
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur,
(Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2000)
85
Asy Syarozy al Baidlowiy, Al Qodliy Nasiruddin Abi Sa’id ‘Abdillah bin Umar
bin Muhammad, Tafsir Baidlowiy,(Bairut : Darul Kutub,891 h)
Az Zarqani, Muhammad Abdul ‘Adhim, Manahil al Irfan fi Ulumil Quran,
(Bairut : Darul Fikr, tt.)
Az-Zuhaily, Wahbah, Tafsir Munir, (Bairut : Darul Fikri, tt.)
Baidan, Nashiruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar,1998)
Bin Matsnawi, Joko Suharto, Menuju Ketenangan Jiwa, (Jakarta : PT Rineka
Cipta,2007)
Charisma, Moch, Tiga Aspek Kemu’jizatan Al-Qur’an,(Surabaya : Bina
Ilmu,1992)
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV Penerbit J-
ART,2005)
Drajat, Z., Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta : Ruhama,
1995)
Drajat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara,1996),cet. II
Gulen, M.Fethullah, Versi Terdalam Kehidupan Rasul Allah Muhammad,(Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada,2002)
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research,(Yogyakarta : Andi Offset,1999),Jilid I
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada,2005)
Ichwan, Mohammad Nor, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang : Rasail Media
Group,2008)
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlaq,(Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam,2007)
Indrafachrudi, Soekarto, Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif, (Bogor :
Ghalia Indonesia,2006)
Isjoni, Manajemen Kepemimpinan Dalam Pendidikan, (Bandung : Sinar Baru
Algesindo,2007)
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang :
Rasail Media Group, 2008)
86
Muchtar, Heri Jauhari, Fiqh Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005)
Munawwir, A.W., Kamus Al-Munawwir,(Surabaya : Pustaka Progressif,1997)
Musbikin, Moh Sholeh Imam, Agama Sebagai Terapi, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar,2005)
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Press,
2005)
Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah,Edisi I,(Jakarta : Bumi
Aksara,2001),cet.IV
Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Quran,2009)
Qomaruddin Shaleh, dkk, Ayat-Ayat Perintah dan Larangan Dalam Al-Qur’an,
(Bandung : Diponegoro, 2002)
Quthb, Sayyid, Fi Zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin,dkk, (Jakarta : Gema Insane
Press, 2001)
Sanusi, Anwar, Jalan Kebahagiaan, (Jakarta : Gema Insani Press,2006)
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan,1996)
Shihab, M. Qurish, Tafsir Al-Misbah,(Jakarta : Lentera Hati,2002)
Sya’roni, Mahmud, Cermin Kehidupan Rasul, (Semarang : Aneka Ilmu, 2006)
87