koma hepatikum

29
KOMA HEPATIKUM Hati merupakan salah satu organ yang sangat penting peranannya dalam mengatur metabolisme tubuh, yaitu dalam proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang penting untuk kehidupan manusia seperti sintesis protein dan pembentukan glukosa, sedangkan dalam proses katabolisme dengan melakukan detoksikasi bahan-bahan seperti amonia, berbagai jenis hormon dan obat-obatan. Di samping itu hati juga berperan sebagai gudang tempat penyimpanan bahan-bahan seperti glikogen dan beberapa vitamin dan memelihara aliran normal darah splanknikus.4 Oleh karena itu terjadi kerusakan sel-sel parenkhim hati akut maupun kronik yang berat, fungsi-fungsi tersebut akan mengalami gangguan atau kekacauan, sehingga dapat timbul kelainan seperti ensefalopati hepatikum.Koma hepatic adalah suatu sindrom neuropsikiatri, mempunyai spektrum klinik yang luas, dapat timbul akibat penyakit hati yang berat, baik akut maupun yang menahun ditandai adanya gangguan tingkah laku, gejala neurologik, astiriksis, berbagai derajat gangguan kesadaran sampai koma, dan kelainan elektro ensefalografi.Koma hepatik merupakan sindrom neuropsikiatrik yang terjadi pada penyakit hati. Definisi tersebut menyiratkn

Upload: reza-saka

Post on 02-Jan-2016

126 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

koma hepatikum

TRANSCRIPT

Page 1: Koma Hepatikum

KOMA HEPATIKUM

Hati merupakan salah satu organ yang sangat penting peranannya dalam mengatur

metabolisme tubuh, yaitu dalam proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang penting

untuk kehidupan manusia seperti sintesis protein dan pembentukan glukosa, sedangkan dalam

proses katabolisme dengan melakukan detoksikasi bahan-bahan seperti amonia, berbagai

jenis hormon dan obat-obatan. Di samping itu hati juga berperan sebagai gudang tempat

penyimpanan bahan-bahan seperti glikogen dan beberapa vitamin dan memelihara aliran

normal darah splanknikus.4 Oleh karena itu terjadi kerusakan sel-sel parenkhim hati akut

maupun kronik yang berat, fungsi-fungsi tersebut akan mengalami gangguan atau kekacauan,

sehingga dapat timbul kelainan seperti ensefalopati hepatikum.Koma hepatic adalah suatu

sindrom neuropsikiatri, mempunyai spektrum klinik yang luas, dapat timbul akibat penyakit

hati yang berat, baik akut maupun yang menahun ditandai adanya gangguan tingkah laku,

gejala neurologik, astiriksis, berbagai derajat gangguan kesadaran sampai koma, dan kelainan

elektro ensefalografi.Koma hepatik merupakan sindrom neuropsikiatrik yang terjadi pada

penyakit hati. Definisi tersebut menyiratkn bahwa spektrum klinis koma hepatik sangat luas,

karena di dalamnya juga termauk pasien hepatitis fulminan serta pasien sirosis dalam stadium

ensefalopati hepatik subklinis (EHS). Pasien sirosis hepatis yang telah dapat diatasi keadaan

koma hepatik akutnya, berada dalam keadaan koma hepatik kronik, yang setiap saat dapat

kembali mengalami episode akut apabila terdapat beberapa faktor seperti infeksi, pendarahan

gastrointestinal dan asupan protein berlebihan. Pengobatan dini koma hepatik meliputi setiap

upaya terapeutik yang dilakukan pada koma hepatik kronik, untuk mencegah terjadinya

serangan EH akut. Karena terjadinya episode koma hepatik akut biasanya didahului oleh

keadaan dekompensasi (fungsi) hati, pengobatan ini juga dapat bermakna mempertahankan

“keadaan kompensasi selama mungkin”. Dengan tercapainya kompensasi, berarti secara

subjektif pasien memperoleh kualitas hidup yang lebih baik (sympton-free). Beberapa ahli

Page 2: Koma Hepatikum

menyebutkan ensefalopati hepatic dengan istilah koma hepatikum. Karena manifestasinya

tidak selalu dalam bentuk koma, melainkan terdiri atas beberapa tingkat perubahan kesadaran

maka untuk selanjutnya dipakai istilah ensefalopati hepatic.Istilah lain adalah “Porto-System

Enchephalopathy” (PSE), tidak banyak dipakai lagi oleh karena ternyata koma hepatik dapat

terjadi tanpa kolateral porto-sistemik. Meskipun patogenesis yang tepat tentang terjadinya

koma hepatik belum diketahui sepenuhnya, namun hipotesa-hipotesa yang ada menekankan

peranan dari sel-sel parenkim hati yang rusak dengan atau tanpa adanya by pass sehingga

bahan-bahan yang diduga toksis terhadap otak tidak dapat dimetabolisir seperti : ammonia,

merkaptan, dan lain-lain dapat menumpuk dan mencapai otak. Faktor lain adalah terjadinya

perubahan pada neutransmitter, gangguan keseimbangan Asam Amino Aromatik (AAA) dan

Asam Amino Rantai Cabang (AARC) yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan. Selain itu

perlu disimak perubahan yang terjadi pada otak misalnya edema dan peningkatan tekanan

intra kranial, serta perubahan-perubahan pada astrosit terutama terjadi pada koma hepatik

akut (Fulminant Hepatic Failure). Hal – hal tersebut perlu dicermati agar pengelolaan

penderita-penderita koma hepatik lebih terarah dengan hasil optimal.

Page 3: Koma Hepatikum

DEFENISI KOMA HEPATIKUM

Koma hepatik (ensefalopati hepatik) adalah sindroma neuropsikiatri pada penderita penyakit

hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang

dinamakan asteriksis.2 Perubahan mental diawali dengan perubahan kepribadian, hilang

ingatan dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga kematian akibat koma dalam.

Koma hepatik (ensefalopati sistem portal, ensefalopati hepatik) suatu kelainan dimana fungsi

otak yang mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan

normal dibuang oleh hati .

Klasifikasi yang dianut adalah :

1.Menurut cara terjadinya.

a.Koma hepatik tipe akut

Timbul tiba-tiba dengan perjalanan penyakit yang pendek, sangat cepat memburuk dan jatuh

dalam kondisi koma, sering kurang dari 24 jam. Tipe ini antara lain hepatitis virus fulminan,

hepatitis karena obat 3 (halotan dan asetaminofen) dan racun, sidroma reye dan dapat pula

pada sirosis hepatis. Pejalanan penyakit eksplosif ditandai dengan delirium, kejang disertai

dengan edema otak. Kematian terutama disebabkan edema serebral yang patogenesisnya

belum jelas, kemungkinan akibat adanya perubahan permeabilitas sawar darah otak dan

inhibisi neuronal (Na dan K) ATP-ase serta perubahan osmolar karena metabolisme amonia.

b.Koma hepatik tipe kronik.

Terjadinya dalam periode yang lama, berbulaan-bulan sampai bertahun-tahun3. Suatu contoh

klasik yaitu encepalopati hepatik yang terjadi pada sirosis hepatik dengan kolateral sistem

portal yang ekstensif, dengan tanda-tanda gangguan mental, emosional atau kelainan

neurologik yang berangsur-angsur makin berat dan dicetuskan oleh bebrapa faktor pencetus

seperti azotermia, sedatif, analgesik, perdarahan gastrointestinal, alkalosis metabolik,

kelebihan protein, infeksi, obstipasi, gangguan keseimbngan cairan dan pemakaian diuretik

akan dapat mencetuskan koma hepatik.

Page 4: Koma Hepatikum

2.Menurut faktor etiologinya.

a.Koma Hepatik Primer / Endogen

Terjadinya tanpa adanya faktor pencetus, merupakan tahap akhir dari kerusakan sel-sel hati

yang difus dan nekrosis sel hati yang meluas. Pada hepatitis fulminan terjadi kerusakan sel

hati yang difus dan cepat, sehingga kesadaran terganggu, gelisah, timbul disorientasi,

berteriak-teriak, kemudian dengan cepat jatuh dalam keadaan koma, sedangkan pada sirosis

hepatis disebabkan fibrosis sel hati yang meluas dan biasanya sudah ada sistem kolateral,

ascites. Disini gangguan disebabkan adanya zat racun yang tidak dapat dimetabolisir oleh

hati. Melalui sistem portal / kolateral mempengaruhi susunan saraf pusat

b.Koma hepatik Sekunder / Eksogen

Terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus encepalopati hepatik :

1.Meningkatnya Amoniagenesis

- Substrate (protein) untuk amoniagenesis meningkat

- Intake protein meningkat

- Perdarahan saluran cerna

- Konstipasi

- Dehidrasi

- Substrate (urea) untuk amoniagenesis meningkat

- Gagal ginjal

- Katabolisme protein meningkat

- Infeksi

- Hipokalemia

- Sepsis

2.Fungsi Hepatoselluler Menurun

- Dehidrasi

- Hypotensi

- Sepsis

- Hypoxia

- Anemia

- Perkembangan carsinoma hepatoselluler

- Obat-obat toksik

- Terpapar virus hepatitis

Page 5: Koma Hepatikum

3.Meningkatnya Portocaval Shunting

- Trombosis vena portal

- Transjugular intrahepatic postosystemic shunt formation

- Surgical shunt formation

- Spontaneous shunt formation

4.Penggunaan obat Psychoactive

- Benzodizepin

- Ethanol

- Anti nausea

- Anti histamin

5.Mekanisme yang lain :

Meningkatnya difusi amoniak ke blood brain barrier, alkalosis mungkin akan terjadi Tranfusi

darah, meningkatnya amoniagenesis dari tranfusi tidak seluruhnya diteliti.

PATOGENESIS

Patogenesis koma hepatik sampai saat ini belum diketahui secara pasti hal ini disebabkan

karena :

1.Masih terdapat perbedaan mengenai dasar neurokimia/neurofisiologis.

2.Heterogenitas otak baik secara fungsional ataupun biokimia yang berbeda dalam jaringan

otak.

3.Ketidakpastian apakah perubahan-perubahan mental dan penemuan biokimia saling

berkaitan satu dengan yang lain. Sebagai konsep umum dikemukakan bahwa koma hepatik

terjadi akibat akumulasi dari sejumlah zat neuro aktif dan kemampuan komagenik dari zat-zat

tersebut dalam sirkulasi sistemik.Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan pada

patogenesis koma hepatik antara lain adalah :

Hipotesis Amoniak :

Amoniak berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi protein dalam lumen usus dan dari

bakteri yang mengandung urease. Dalam hati amonia diubah menjadi urea pada sel hati

periportal dan menjadi glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah amonia masuk ke

sirkulasi dapat dikontrol dengan baik. Glutamin juga diproduksi pada otot (50%), hati, ginjal

dan otak (7%). Pada penyakit hati kronis akan terjadi gangguan metabolisme amonia

sehingga terjadi peningkatan kadar amonia sebesar 5-10 kali lipat.

Besarnya produksi amonia ekstrakolon terjadi dalam ginjal. Gagal ginjal dapat meningkatkan

amoniagenesis sebagai konsekuensi dari uremia yang meningkatkan persediaan substrat

Page 6: Koma Hepatikum

untuk urease. Amonia adalah suatu senyawa neurotoksik yang secara prinsipil terbuang dari

tubuh manusia melalui konversi hepatic menjadi urea. Hepatosit-hepatosit periportal dalam

liver secara primer me-metabolisir amonia. Lalu, urea dikeluarkan dalam urine. Amonia

residual dalam sirkulasi sinusoidal hepatic dikonversikan menjadi glutamine melalui

hepatosit-hepatosit perivenous yang menunjukkan sintesis glutamine.

Pemaparan amonia akut menghasilkan peningkatan uptake neuronal dari L-arginine melalui

mekanisme transport khusus. Hal ini dapat memberikan suatu kesempatan untuk menambah

detoksikasi melalui peningkatan produksi glutamine, dengan arginine yang berperan sebagai

substrat awal, jalur ini juga memiliki konsekuensi toksik yang potensial akibat peningkatan

generasi NO neural. Meningkatnya metabolisme amonia intraserebral ditunjukkan dengan

menggunakan 13N-based Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS), sehingga beberapa jalur

dapat menyebabkan neurotoksisitas amonia. Dalam penelitian-penelitian neuropatolisis,

Alzheimer tipe II astrocytosis khas dan sering memberikan hasil akhir seperti mekanisme

tersebut. Astrocytosis memperlihatkan nukleus yang membengkak, marginasi kromatin dan

nukleolus prominent. Astrocytes adalah satu-satunya sel dalam otak yang mampu

menimbulkan sintesis glutamine (jalur yang mempunyai rute utama untuk detoksifikasi

amonia serebral). Terpaparnya astrocytes serebral pada bayi tikus dalam kultur primer

menjadi amonia atau mangan (Mn) menghasilkan penurunan selektif dalam transport

glutamate GLAST tanpa menimbulkan kematian sel. Masing-masing paparan amonia dan Mn

mengacu pada peningkatan munculnya reseptor-reseptor benzodiazepine tipe peripheral

(PTBR). Karena perubahan-perubahan dalam pola-pola kemunculan gen dapat dilihat dalam

berbagai keadaan yang mengarah pada perkembangan oedema seluler dalam astrocytes dan

banyak tipe-tipe sel lainnya, mekanisme tersebut mengarah ke perubahan penampakan gen

astrocyte berasal dari pemaparan amonia dapat menjadi non-spesifik. MRS proton in vivo

(IH-MRS) menunjukkan bahwa astrocyte membengkak tanpa peningkatan tekanan

intraserebral dapat terjadi.Akhirnya, perkembangan lanjutan dari portosystemic

encephalopathy dapat disertai dengan oedema serebral, yang dapat berperan pada kerusakan

neurologis. Sedangkan oedema serebral memiliki manifestasi yang paling jelas pada pasien

dengan gagal hepatic yang sangat parah (FHF), bahan-bahan aktif secara osmotic dapat

menumpuk dalam otak pasien tanpa menyebabkan oedema serebral. Suatu kumpulan

myoinositol yang sensitive secara osmotic dilepaskan dari astrocytes sebagai respon terhadap

pembengkakan astrocyte yang terinduksi secara osmotic. Suatu deplesi myoinositosil terlihat

dengan 1H MRS pada pasien-pasien dengan portosystemic encephalopathyp kronis dan

tampaknya terkait dengan peningkatan sinyal untuk glutamine dan glutamate.

Page 7: Koma Hepatikum

Dengan pemakaian magnetic resonance spectroscopy (MRS) oedema serebral tingkat rendah

dapat terlihat pada pasien dengan cirrhosis dan hepatic encephalopathyp kronis.

Selain dari pembengkakan astrocyte dan fenomena osmotic, perawatan hepatic

encephalopathy tidak termasuk pemakaian mannitol atau hiperventilasi kecuali dicurigai

adanya oedema serebral, seperti pada FHF. Tidak ada peran yang terbentuk baru-baru ini

untuk MRI atau MRS serebral rutin dalam evaluasi porto systemic encephalopathy. Data

mendukung hipotesis amonia dalam perkembangan portosystemic encephalopathy sehingga

menjadi impresif . Bahkan decade terakhir diketahui amonia sebagai elemen kunci dalam

patogenesa portosystemic encephalopathy. Tetapi molekul-molekul kecil lain juga berperan

dan teori-teori ini tidak eksklusif. Beberapa peneliti melaporkan bahwa amonia secara invitro

akan mengubah loncatan (fluk) klorida melalui membran neural dan akan menganggu

keseimbangan potensial aksi sel syaraf. Di samping itu amonia dalam proses detoksikasi akan

menekan eksitasi transmiter asam amino, aspartat dan glutamat.

Hipotesis Neurotransmiter Palsu :

Pada keadaan normal pada otak terdapat neutransmiter dopamin dan nor adrenalin, sedangkan

pada keadaan gangguan faal hati, neurotranmiter otak akan diganti oleh neurotransmiter palsu

yaitu oktapamin dan feniletanolamin, yang lebih lemah dibandingkan dopamin dan nor-

adrenalin.

Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah :

1.Pengaruh bakteri usus terhadap protein sehingga terjadi peningkatan produksi oktapamin

yang melalui aliran pintas (shunt) masuk ke sirkulasi otak.

2.Pada gagal hati seperti sirosis hepatis akan terjadi penurunan asam amino rantai cabang

(AARC) yang terdiri dari valin, leusin dan isoleusin yang mengakibatkan terjadinya

peningkatan asam amino aromatik (AAA) seperti tirosin, fenilalanin dan triptofan karena

penurunan ambilan hati (hepatic-uptake).Rasio antara AARC dan AAA (Fisischer ratio)

normal antara 3-3,5 akan menjadi lebih kecil dari1,0. Keseimbangan kedua kelompok asam

amino tersebut penting dipertahankan karena akan menggambarkan konsentrasi

neurotransmiter pada susunan syaraf.

Page 8: Koma Hepatikum

Hipotesis GABA dan Benzodizepin

Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmiter yang merangsang dan yang

menghambat fungsi otak merupakan faktor yang berperan pada terjadinya koma hepatik.

Terjadinya penurunan transmiter yang memiliki efek merangsang seperti glutamat, aspartat

dan dopamin sebagai akibat meningkatnya amonia dan gama aminobutirat (GABA) yang

menghambat tranmisi impuls.Efek GABA yang meningkat bukan karena influks yang

meningkat kedalam otak tapi akibat perubahan reseptor GABA dalam otak akibat suatu

substansi yang mirip benzodiazepin (Benzodiazepin like substrat).

Hipotesis Toksisitas Sinergis

Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti merkaptan, asam

lemek rantai pendek (oktanoid), fenol dan lain-lain.Asam lemak rantai pendek terutama

oktanoid mempunyai efek metabolik seperti rangsangan oksidasi, fosforilasi dan

penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas Na, K, ATP-ase sehingga dapat

mengakibatkan koma hepatik reversibel.Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan

fenilalamin dapat menekan aktivitas otak dan enzim hati monoamin oksidase, laktat

dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, prolin oksidase yang berpotensi dengan zat lain

seperti amonia yang mengakibatkan koma hepatikum. Senyawa-senyawa tersebut akan

memperkuat sifat-sifat neurotoksisitas dari amonia.

Beberapa bahan toksik yang diduga berperan terhadap terjadinya EH :

1.Amoniak

Ammonia merupakan bahan yang paling banyak diselidiki. Zat ini berasal dari penguraian

nitrogen oleh bakteri dalam usus, di samping itu dihasilkan oleh ginjal, jaringan otot perifer,

otak dan lambung. Secara teori ammonia mengganggu faal otak melalui:

Pengaruh langsung terhadap membran neuron.Mempengaruhi metabolisme otak melalui

siklus peningkatan sintesis glutamin dan ketoglutarat, kedua bahan ini mempengaruhi siklus

kreb sehingga menyebabkan hilangnya molekul ATP yang diperlukan untuk oksidasi sel.

Peneliti lain mendapatkan bahwa kadar amonia yang tinggi tidak seiring dengan beratnya

kelainan rekaman EEG. Dilaporkan bahwa peran amonia pada EH tidak berdiri sendiri.

Tetapi bersama-sama zat lain seperti merkaptan dan asam lemak rantai pendek. Diduga

kenaikan kadar amonia pada EH hanya merupakan indikator non spesifik dari metabolisme

otak yang terganggu .

Page 9: Koma Hepatikum

Tingkat Encepalopati

Kadar Amonia Darah dalam Mikrogram/dl

Tingkat 0 <150

Tingkat 1: 151-200

Tingkat 2 :201-250

Tingkat 3 :251-300

Tingkat 4 :>300

2.Asam Amino Neurotoksik (Triptofan, Metionin, dan Merkaptan).

Triptopan dan metabolitnya serotonin bersifat toksis terhadap SSP. Metionin dalam usus

mengalami metabolisme oleh bakteri menjadi merkaptan yang toksis terhadap SSP. Di

samping itu merkaptan dan asam lemak bebas akan bekerja sinergistik mengganggu

detoksifikasi amonia di otak, dan bersama-sama amonia menyebabkan timbulnya koma .

3.Gangguan Keseimbangan Asam Amino

Asam Amino Aromatik ( AAA) meningkat pada encepalopati hepatik karena kegagalan

deaminasi di hati dan penurunan Asan Amino Rantai Cabang (AARC) akibat katabolisme

protein di otot dan ginjal yang terjadi hiperinsulinemia pada penyakit hati kronik. AAA ini

bersaing dengan AARC untuk melewati sawar otak, yang permeabilitasnya berubah pada

encepalopati hepatik. Termasuk AAA adalah metionin, fenilalanin, tirosin, sedangkan yang

termasuk AARC adalah valin, leusin, dan isoleusin

4.Asam Lemak Rantai Pendek

Pada encepalopati hepatik terdapat kenaikan kadar asam lemak rantai pendek seperti asam

butirat, valerat, oktanoat, dan kaproat, diduga sebagai salah satu toksin serebral penyebab

encepalopati hepatik. Bahan-bahan ini bekerja dengan cara menekan sistem retikuler otak,

menghemat detoksifikasi ammonia .

5.Neurotramsmitter Palsu.

Neurotrasmitter palsu yang telah diketahui adalah Gamma Aminobutyric Acid (GABA),

oktapamin, histamin, feniletanolamin, dan serotonin. Neurotransmitter palsu merupakan

inhibitor kompetitif dari true neurotrasmitter (dopamine dan norephinephrine) pada sinaps di

ujung saraf, yang kadarnya menurun pada penderita PSE. Penelitian menunjukkan bahwa

GABA bekerja secara sinergis dengan benzodiasepine membentuk suatu kompleks,

menempati reseptor ionophore chloride di otak, yang disebut reseptor GABA/BZ. Pengikatan

reseptor tersebut akan menimbulkan hiperpolarisasi sel otak, di samping itu juga menekan

fungsi korteks dan subkorteks, rangkaian peristiwa tersebut menyebabkan kesadaran dan

koordinasi motorik terganggu. Hipotesis ini membuka jalan untuk penelitian lebih lanjut .

Page 10: Koma Hepatikum

6.Glukagon

Peningkatan AAA pada encepalopati hepatik / koma hepatik mempunyai hubungan erat

dengan tingginya kadar glukagon. Peninggian glukagon turut berperan atas peningkatan

beban nitrogen. Karena hormon ini melepas Asam Amino Aromatik dari protein hati untuk

mendorong terjadinya glukoneogenesis. Kadar glukagon meningkat akibat hipersekresi atau

hipometabolisme pada penyakit hati terutama bila terdapat sirkulasi kolateral .

7.Perubahan Sawar Darah Otak

Pembuluh darah otak dalam keadaan normal tidak permeabel terhadap berbagai macam

substansi. Terdapat hubungan kuat antara endotel kapiler otak, ini merupakan sawar yang

mengatur pengeluaran bermacam-macam substansi dan menahan beberapa zat essensial

seperti neurotrasmitter asli. Pada koma hepatikum ditemukan kerusakan kapiler, rusaknya

hubungan endotel, terjadi edema serebri sehingga bahan yang biasanya dikeluarkan dari otak

akan masuk dengan mudah seperti fenilalanin dalam jumlah besar, sehingga kadar asam

amino lainnnya meningkat di dalam otak .

MANIFESTASI

Spektrum klinis encepalopati hepatik sangat luas sekali dari asimtomatik hingga koma

hepatik3. Gejala dan tanda klinis ensepalopati hepatik dapat timbul sangat cepat dan

berkembang menjadi koma bila gagal hati pada penderita hepatitis fulminan. Pada penderita

sirosis, perkembangannya berlangsung lebih lambat dan bila ditemukan pada stadium dini

masih reversibel.Manifestasi klinis encepalopati hepatik biasanya didahului oleh

dekompensasi hati dan adanya faktor pencetus yang berupa keadaan amoniagenik seperti

makan protein berlebih, perdarahan gastrointestinal atau program obat sedatif.Manifestasi

encepalopati hepatik adalah gabungan dari ganguan mental dan neurologik. Gambaran klinik

encepalopati hepatik sangat bervariasi, tergantung progresivitas penyakit ini, penyebab, dan

ada tidaknya berdasarkan status mental, adanya asteriksis serta kelainan EEG.

Koma hepatik subklinis (asimtomatis) merupakan awal terjadinya encephalopathy hepatik,

pasien tampak normal secara klinis tetapi tidak demikian pada uji psikometrik / pemeriksaan

EEG. Hal ini diistilahkan sebagai encephalopathy hepatik subklinis atau laten (EHS). Pada

kondisi ini untuk mendiagnosis pasien dengan memberikan tugas-tugas yang membutuhkan

waktu reaksi cepat.5 Para peneliti mendapatkan bahwa proporsi EHS jauh lebih besar

daripada koma hepatik klinis (akut maupun kronik), yaitu mencapai 70-80% dari seluruh

kasus sirosis hepatik dengan hipertensi portal.Perkembangan koma hepatik menjadi koma

dibagi dalam 4 stadium yaitu:

Page 11: Koma Hepatikum

Stadium I

Tidak begitu jelas dan mungkin sukar diketahui. Tanda yang berbahaya adalah sedikit

perubahan kepribadian dan tingkah laku, termasuk penampilan yang tidak terawat baik,

pandangan mata kosong, bicara tidak jelas, tertawa sembarangan, pelupa dan tidak mampu

memusatkan pikiran. Penderita mungkin cukup rasional, hanya terkadang tidak kooperatif

atau sedikit kurang ajar. Pemantauan yang seksama menunjukkan bahwa mereka lebih letargi

atau tidur lebih lama dari biasanya atau irama tidurnya terbalik.

Stadium II

Lebih menonjol daripada stadium I dan mudah diketahui. Terjadi perubahan perilaku yang

tidak semestinya dan pengendalian sfingter tidak dapat terus dipertahankan. Kedutan otot

generalisata dan asteriksis merupakan temuan yang khas. Asteriksis atau flapping tremor

dapat dicetuskan bila penderita disuruh mengangkat kedua lengannya dengan lengan atas

difiksasi, pergelangan tangan hiperekstensi dan jari-jari terpisah. Perasat ini menyebabkan

gerakan fleksi dan ekstensi involunter cepat dari pergelangan tangan dan sendi

metakarpofalang. Asteriksis merupakan suatu manisfestasi perifer gangguan metabolisme

otak. Keadaan seperti ini dapat juga timbul pada sindroma uremia. Pada tahap ini, letargi

serta perubahan sifat dan kepribadian menjadi lebih jelas terlihat.Apraksia konstitusional

adalah gambaran lain yang mencolok dari encepalopati hepatik. Penderita tidak dapat menulis

atau menggambar dengan baik seperti menggambar dengan baik seperti menggambar bintang

atau rumah. Sederetan tulisan tangan atau gambar merupakan cara berguna untuk

menentukan perkembangan encepalopati.

Stadium III

Penderita dapat mengalami kebingungan yang nyata dengan perubahan perilaku. Bila pada

saat ini penderita hanya diberi sedatif dan bukan pengobatan untuk mengatasi proses

toksiknya, maka mungkin encepalopati akan berkembang menjadi koma dan prognosisnya

fatal. Selama stadium ini, penderita dapat tidur sepanjang waktu. Elektroencepalogram mulai

berubah pada stadium II dan menjadi abnormal pada stadium III dan IV.

Stadium IV

Penderita masuk dalam keadaan koma yang tidak dapat dibangunkan, sehingga timbul refleks

hiperaktif dan tanda babinsky. Pada saat ini bau yang apek yang manis (fetor hepatikum)

dapat tercium pada napas penderita atau bahkan waktu masuk kedalam kamarnya. Fetor

hepatikum merupakan tanda prognosis yang buruk dan intensitas baunya sangat berhubungan

dengan derajat somnolensia dan kekacauan. Hasil pemeriksaan laboratorium tambahan adalah

kadar amonia darah yang meningkat dan hal ini dapat membantu mendeteksi encepalopati.

Page 12: Koma Hepatikum

DIAGNOSIS

1.Koma akibat intoksikasi obat-obatan (sedative, antidepresi, antipsycotik dan salicylates),

alkohol (keracunan akut dan encepalopati Wernicke)

2.Trauma kepala seperti komosio serebri, kontusio serebri, perdarahan subdural dan

perdarahan epidural

3.Tumor otak

4.Infeksi seperti meningitis, encephalitis dan abses intrakranial

5.Koma akibat gangguan metabolisme lain seperti uremia, koma hipoglikemia, koma

hiperglikemia, anoxia, ketidakseimbangan elektrolit dan hiperkarbia.

6.Epilepsi

7.Hyperamonemia karena sebab yang lain seperti ureterosigmoidostomy

8.Sindroma otak organik

Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis riwayat penyakit pemeriksaan fiisk, dan

pemeriksaan penunjang :

1.Anamnesis.

- Riwayat penyakit hati

- Riwayat kemungkinan adanya faktor pencetus

Adakah kelainan neuropsikiatri seperti perubahan tingkah laku, kepribadian, kecerdasan,

kemampuan bicara dan sebagainya.

2.Pemeriksaan fisik

- Tentukan tingkat kesadaran atau tingkat encepalopati

- Stigma penyakit hati (tanda-tanda kegagalan faal hati dan hipertensi portal)

- Adanya kelainan neurologik yaitu inkoordinasi tremor, reflek patologi, kekakuan.

- Kejang, disatria.

Gejala infeksi berat atau septicemia

Tanda-tanda dehidrasi

- Adanya perdarahan gastrointestinal

Page 13: Koma Hepatikum

3.Pemeriksaan Laboratorium

a.Hematologi

- Hemoglobin, hematokrit, hitung lekosit-eritrosi-trombosit, hitung jenis lekosit

- Jika diperlukan faal pembekuan darah.

b. Biokimia darah.

- Uji faal hati yaitu transaminase, bilirubin, elektroforesis, protein, kolesterol,alkali fosfatase.

- Uji faal ginjal yaitu BUN, kreatinin serum

- Kadar amoniak darah.

Pada kerusakan sel hati seperti sirosis hepatis, terjadi peningkatan kadar amonia darah karena

gangguan fungsi hati dalam mendetoksikasi am,onia serta adanya pintas porto sistemik.

- Atas indikasi : HbsAg, anti-HCV,AFP, elektrolit, analisis gas darah

c.Urin dan tinja rutin

Pemeriksaan penunjang :

a. EEG (Elektroencefalografi).

Dengan pemeriksaan EEG terlihat peninggian amplitudo dan menurunnya jumlah siklus

gelombang perdetik. Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8-12Hz).

Tingkat Encepalopati

Frekuensi Gelombang EEG

Tingkat 0

Frekuensi Alfa (8,5-12 siklus/detik)

Tingkat I : 7-8 siklus/detik

Tingkat II : 5-7 siklus/detik

Tingkat III : 3-5 siklus/detik

Tingkat IV : 3 siklus/detik atau negatif

b.Tes Psikometri.

Cara ini dapat membantu menilai tingkat kemampuan intelektual pasien yang mengalami

koma hepatik subklinis. Penggunaanya sangat sederhana dan mudah melakukannya serta

memberikan hasil dengan cepat dan tidak mahal. Tes ini pertama kali dipakai oleh Reitan

(Reitan Trail Making Test) yang digunakan secara luas pada ujian personel militer Amerika.

Kemudian dilakukan modifikasi dari tes ini yang disebut sebagai Uji Hubung Angka. Dengan

UHA, encepalopati dibagi dalam 4 kategori.

Page 14: Koma Hepatikum

Tingkat Encepalopati

Hasil Uji Hubung Angka (UHA) dalam detik

Normal

15-30

Tingkat I

31-50

Tingkat II

51-80

Tingkat III

81-120

Tingkat IV

> 120

Tes UHA dapat dipakai untuk menilai tingkat encepalopati hepatik terutama untuk pasien

sirosis hepatik yang rawat jalan.

c.CT Scan Kepala

Biasanya dilakukan dalam stadium koma hepatik yang parah untuk menilai udema otak dan

menyingkirkan lesi structural (terutama hematoma subdural pada alkoholis).

d.Pungsi lumbal.

Umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal, kecuali peningkatan glutamin. Cairan

serebrospinal dapat berwarna zantokromat akibat meningkatnya kadar bilirubin. Hitung sel

darah putih cairan spinal yang meningkat menunjukan adanya infeksi. Edema otak dapat

menyebabkan peningkatan tekanan.

Page 15: Koma Hepatikum

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan koma hepatik harus memperhatikan apakah koma hepatik yang terjadi

adalah primer atau sekunder. Pada koma hepatik primer terjadinya koma akibat kerusakan

parenkim hati yang berat tanpa adanya faktor pencetus, sedangkan pada koma hepatik

sekunder terjadinya koma dipicu oleh faktor pencetus.

1. Koma hepatik tipe akut.

a. Tindakan Umum

1.Penderita stadium III-IV perlu perawatan suportif yang intensif yaitu tirah baring, bebaskan

jalan nafas, pemberian oksigen, pasang kateter forley.

2.Pemantauan kesadaran, keadaan neuropsikiatri, system kardiopulmonal dan ginjal,

keseimbangan cairan, elektrolit serta asam basa.

3.Pemberian kalori 2000 kal/hari atau lebih pada fase akut bebas protein.

b. Tindakan Khusus

1.Mengurangi pemasukan protein

Pembatasan pemberian protein karena pemasukan protein yang berlebih akan meningkatkan

kadar amonia, pada pasein dengan gangguan hati yang berat akan memperbesar kemungkinan

terjadi encepalopati hepatik.

Diet tanpa protein untuk stadium III-IV

Diet rendah protein (20gram/hari) untuk stadium I-II. Segera setelah fase akut terlewati,

intake protein mulai ditingkatkan dari beban protein kemudian ditambahkan 10 gram secara

bertahap sampai kebutuhan maintenance (40-60gram/hari).

2.Mengurangi populasi bakteri kolon

Laktulosa peroral untuk stadium I-II atau dengan pipa nasogastrik untuk stadium III-IV, 30-

50 cc diberikan 1-2 kali sehari dan dosis dapat ditingkatkan sampai batas toleransi dari

pasien. 10 Pasien diperintahkan untuk menurunkan dosis bila telah terjadi diare atau kram

perut. Bila terjadi over dosis laktulosa akan terjadi ileus, gangguan elektrolit, diare yang berat

dan hipovolemia.Laktulosa (Beta-galactosidofruktose) merupakan suatu disakarida sintetis

yang tidak diabsorbsi oleh usus halus, tetapi dihidrolisis oleh bakteri usus besar, sehingga

terjadi lingkungan dengan PH asam yang akan menghambat penyerapan amoniak. Selain itu

frekuensi defekasi bertambah sehingga memperpendek waktu transit protein di usus. Secara

umum dikatakan laktulosa menghambat produksi dan penyerapan amonia di dalam usus, dan

meningkatkan eliminasinya melalui feses. Laktulosa membutuhkan waktu 48 jam untuk

bekerja dan harus diberikan secara teratur.11 Penggunaan laktulosa bersama antibiotika yang

tidak diabsorbsi oleh usus seperti neomisin, akan memberikan hasil yang lebih baik.

Page 16: Koma Hepatikum

Lactilol (Beta-GalactosideSorbitol), dosis : 0,3-0,5 gram/hari Pengosongan usus dengan

lavement 1-2x/hari : dapat dipakai katartik osmotic seperti MgSO4 atau laveman ( memakai

larutan laktulosa 20% atau larutan neomisin 1% sehingga didapat pH= 4).

Antibiotika :

Antibiotik diberikan untuk menghilangkan bakteri dalam usus yang mampu mengurai protein

menjadi amoniak (bahan toksik lainnya).

Neomisin 4×1-2gram/hari peroral, untuk stadium I-II, atau melalui pipa nasogastrik untuk

stadium III-IV. Neomisin diberikan setelah laktulosa. Pemberian neomisin jangka lama

berisiko terjadi ototoksik (syaraf kranial VIII) dan nefrotoksik. Efek-efek ini juga

berhubungan dengan dosis. Selain neomisin bisa diberikan antibiotik yang lain sepeti

metronidazol, vancomicin oral, paromomycin dan quinolon oral 10

Rifaximin / derifat Rimycin ( Xifaxan, Salix Pharmaceuticals, Inc, Morrisville, NC) dosis :

1200 mg per hari selama 5 hari dikatakan cukup efektif seperti halnya neomisin. Efek

samping obat ini seperti kram perut dapat turunkan dan mempercepat perawatan pasien di

rumah sakit, tetapi terapi jangka lama dilaporkan dapat menimbulkan resistensi.

c.Pemberian Asam Amino Rantai Cabang (AARC) :

Penderita koma hepatik perlu mendapatkan nutrisi parenteral. Sebagai langkah pertama dapat

diberikan cairan dektrose 10% atau maltose 10%, karena kebutuhan karbohidrat harus

terpenuhi lebih dahulu. Langkah selanjutnya dapat diberikan cairan yang mengandung

AARC/asam amino rantai cabang (Comafusin hepar). 3

AARC diperlukan pula untuk eliminasi amonia yang meningkat. Eliminasi amonia menjadi

glutamin memerlukan glutamat atau asam glutamik, sedangkan AARC merupakan prekursor

glutamat. Ini akan menyebabkan makin menurunnya kadar AARC. Di sisi lain, asam amino

aromatik (AAA) meningkat karena tidak dimetabolisme oleh sel hati yang rusak. Akibatnya

rasio AARC / AAA menurun, dan dapat menyebabkan terjadinya ensefalopati hepatik.

Terapi nutrisi yang adekuat akan memperbaiki status nutrisi pasien. AARC merupakan asam

amino esensial yang terdiri dari leusin, isoleusin, dan valin, yang banyak terkandung dalam

susu, produk susu, dan makanan nabati. Pemberian AARC pada sirosis hepatik dengan

ensefalopati sub-klinis dapat mencegah ensefalopati yang lebih berat. Suplementasi AARC

juga memperbaiki rasio AARC / AAA sehingga status protein membaik dan mencegah

katabolisme otot. Peneliti melaporkan pula bahwa asupan protein, lemak, dan karbohidrat

yang adekuat, serta suplementasi formula yang diperkaya AARC pada pasien sirosis hepatik

dapat mencegah malnutrisi dan menambah harapan hidup.

Page 17: Koma Hepatikum

Tujuan pemberian AARC pada koma hepatik adalah

a.Untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan tanpa memperberat fungsi hati.

b.Pemberian AARC akan memperbaiki sintesis katekolamin pada jaringan perifer.

c.Asam amino rantai cabang akan mengurangi asam amino aromatik dalam darah.

d.Pemberian asam amino rantai cabang dengan dektrose hipertonik akan mengurangi

hiperaminosidemia.

d.Obat-obat lain :

L-ornithine L-aspartat (LOLA)

LOLA ( Hepa-Merz, Merz Pharmaceuticals GmgH, Frankfurt am Main, Germany). LOLA

tersedia dalam formula intra vena untuk pasien dengan kesadaran menurun dan formula oral.

LOLA adalah suatu garam stabil dengan 2 unsur asam amino. L-ornitine menstimuli siklus

urea, dengan hasil akhir hilangnya amoniak darah. Sedangkan keduanya yaitu L-ornitine dan

L-aspartat adalah substrat dari glutamate transaminase, sehingga dapat meningkatkan kadar

glutamate. Amoniak digunakan dalam konversi glutamate menjadi glutamine oleh glutamine

sintetase. Berdasarkan beberapa penelitian di eropa LOLA cukup efektif untuk pasien dengan

hiperammonaemia dan encepalopati hepatik dalam menurunkan konsentrasi amoniak darah

dan meningkatkan pencapaian psychometric. Penggunaan L-ornithine L-aspartat

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal ginjal.

Zinc

Defisiensi zinc dapat terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis. Pemberian zinc mempunyai

potensi untuk meningkatkan aktivitas ornitine transcarbamylase, suatu enzim dalam siklus

urea, sehingga dengan terjadinya ureagenesis dapat menurunkan amoniak. Zinc sulfat dan

zinc acetate diberikan dengan dosis 600mg per hari oral, tetapi efektifetasnya masih dalam

penelitian.Sodium benzote, Sodium phenylbuthyrate, Sodium phenilacetate.

Sodium benzoat berinteraksi dengan glycine untuk membentuk hippurate. Ekskresinya

diginjal menyebabkan hilangnya amoniak. Dosis sodium benzoat 5 g oral diberikan 2 kali

sehari dapat secara efektif mengendalikan encepalopati hepatik. Tetapi penggunaan obat ini

dibatasi karena risiko over load dan rasanya yang tidak enak.Sodium phenylbutyrate

dikonversi menjadi phenyacetate. Phenylacetate bereaksi dengan glutamine untuk

membentuk phenylacetylglutamine. Bahan ini dikeluarkan melalui urine yang hilang bersama

dengan amonia. Sodium phenylbutyrate (Buphenyl, ucyclyd, pharma, Ariz) dan sodium

phenyacetate intravena dikombinasi dengan natrium benzoat digunakan untuk terapi

hiperamonemia akibat rusaknya siklus urea.Hindari pemakaian sedativa atau hipnotika,

kecuali bila penderita sangat gelisah dapat diberikan dimenhidrimat (Dramamine) 50mg i.m:

Page 18: Koma Hepatikum

bila perlu diulangi tiap 6-8 jam. Pilihan obat lain : fenobarbital, yang ekskresinya sebagian

besar melalui ginjal

Vit K 10-20 mg/hari i.m atau peroral atau pipa nasogastrik.

2. Koma hepatik tipe kronik

Prinsip-prinsip pengobatan koma hepatik tipe kronik :

a.Diet rendah protein, maksimal 1 gram / kg BB terutama protein nabati.

b.Hindari konstipasi, dengan memberikan laktulosa dalam dosis secukupnya (2-3 x 10

cc/hari).

c.Bila gejala ensefalopati meningkat, ditambah neomisin 4×1 gram/hari

d.Bila timbul aksaserbasi akut, sama seperti encepalopati hepatik tipe akut.

e.Perlu pemantauan jangka panjang untuk penilaian keadaan mental dan neuromuskulernya.

f.Pembedahan elektif : colon by pass, transplantasi hati.

Transplantasi hati merupakan penanganan pada pasien dengan EH stadium akhir.

Transplantasi hati ini akan memberikan hasil yang mampu menormalkan konsentrasi amonia

darah, sehingga dapat memperbaiki fungsi kognitive pasien.

PROGNOSIS

Pada koma hepatik sekunder, bila faktor-faktor pencetus teratasi, maka dengan pengobatan

standart hampir 80% pasien akan kembali sadar. Pada pasien dengan koma hepatik primer

dan penyakit berat prognosis akan lebih buruk bila disertai hipoalbumin, ikterus, serta asites.

Sementara koma hepatik akibat gagal hati fulminan kemungkinan hanya 20% yang sadar

kembali setelah dirawat pada pusat-pusat kesehatan.

Prognosis penderita koma hepatik tergantung dari :

a.Penyakit hati yang mendasari

b.Faktor-faktor pencetus

c.Usia, keadaan gizi.

d.Derajat kerusakan parenkim hati

e.Kemampuan regenerasi hati