kimia organik
DESCRIPTION
hghhfhjkkhTRANSCRIPT
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR: DISTILASI DAN TITIK DIDIH
1.1 SASARAN DAN TUJUAN PERCOBAAN
1.1.1 Sasaran Percobaan
a. Memahami prinsip distilasi
b. Memahami pengertian campuran azeotrop
c. Menguasai cara mengkalibrasi termometer
d. Menguasai cara merangkai peralatan distilasi
e. Menguasai cara melakukan distilasi untuk melakukan pemisahan dan
pemurnian
1.1.2 Tujuan Percobaan
a. Memisahkan campuran sikloheksana dan toluena melalui metode distilasi
bertingkat dan menguji kemurniannya melalui pengukuran indeks bias
b. Memisahkan campuran azeotrop terner yang terdiri dari metanol, air dan
benzena melalui metode distilasi bertingkat dan menguji kemurniannya
melalui pengukuran indeks bias
1.2 TEORI DASAR
1.2.1 Titik Didih
Dalam zat cair, molekul-molekul bergerak secara konstan dan mempunyai
kecenderungan untuk keluar dari permukaannya dan berubah menjadi molekul-
molekul gas, bahkan ketika temperatur masih jauh di bawah titik didihnya
(Wilcox & Wilcox, 1995).
Titik didih suatu zat cair didefinisikan sebagai temperatur di mana
besarnya tekanan uap zat cair tersebut sama dengan tekanan atmosfer, sehingga
terjadi perubahan fasa dari fasa cair menjadi fasa gas. Titik didih suatu zat cair
pada tekanan 1 atm disebut sebagai titik didih normal (Wilcox & Wilcox, 1995).
1.2.2 Distilasi
Distilasi merupakan salah satu metode untuk memisahkan dan
memurnikan campuran zat cair yang didasarkan pada perbedaan titik didih dari
komponen-komponen yang menyusun campuran tersebut. Pada distilasi, uap-
uap yang berasal dari cairan yang mendidih mengalami pengembunan akibat
adanya kondensor. Uap-uap yang mengembun tersebut kemudian dikumpulkan
dalam suatu wadah penampung (Schoffstal, 1999). Semakin tinggi temperatur,
semakin banyak volume distilat yang dihasilkan.
Prinsip destilasi adalah penguapan cairan dan pengembunan kembali uap
tersebut pada suhu titik didih. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana tekanan
uapnya sama dengan tekanan atmosfer. Cairan yang diembunkan kembali disebut
destilat. Tujuan destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya, dan
memisahkan cairan tersebut dari zat padat yang terlarut atau dari zat cair lainnya yang
mempunyai perbedaan titik didih cairan murni. Pada destilasi biasa, tekanan uap di
atas cairan adalah tekanan atmosfer (titik didih normal). Untuk senyawa murni, suhu
yang tercatat pada termometer yang ditempatkan pada tempat terjadinya proses
destilasi adalah sama dengan titik didih destilat (Sahidin, 2008).
Berdasarkan jenis campuran yang akan dipisahkan, distilasi terbagi menjadi
beberapa bagian, di antaranya yaitu distilasi sederhana, distilasi terfraksi,
distilasi uap dan distilasi vakum.
Distilasi Sederhana
Suatu cairan murni, seperti metanol, menunjukkan kebergantungan
tekanan uap terhadap temperatur. Pada temperatur dan tekanan tertentu, aroma
dari metanol mengindikasikan adanya molekul fasa uap yang berada di atas
permukaan cairan. Melalui pemanasan, tekanan uap suatu zat cair akan
meningkat secara perlahan dan kemudian meningkat secara pesat menjelang
titik didihnya (Schoffstal, 1999)
Distilasi Terfraksi
Distilasi terfraksi memperbaiki pemisahan komponen campuran melalui
distilasi sederhana. Secara umum, distilasi sederhana kurang memuaskan,
kecuali jika komponen-komponen penyusun campuran tersebut memiliki
perbedaan titik didih yang sangat besar, sekitar 100oC. Kunci efisiensi dari
distilasi terfraksi terdapat pada jumlah siklus penguapan dan pengembunan yang
terjadi secara berulang-ulang selama proses pemisahan.Schoffstal, 1999).
1.2.3 Hukum Raoult
Menurut Raoult, tekanan parsial suatu komponen setara dengan hasil kali
tekanan uap komponen murni dengan fraksi mol komponen tersebut di dalam
suatu campuran, sesuai dengan Hukum Raoult:
PA= Xa x Pa
Di mana, PA = tekanan parsial komponen A dalam campuran
PA0 = tekanan uap zat A dalam keadaan murni
XA = fraksi mol komponen A dalam campuran
Salah satu aplikasi Hukum Raoult yaitu pada campuran yang terdiri dari
dua komponen, yaitu karbon tetraklorida dan toluene.
1.2.4 Hukum Dalton
Salah satu aplikasi yang sudah umum dari metode distilasi yaitu
pemisahan sikloheksana dan toluena. Seperti halnya sikloheksana murni,
campuran dari sikloheksana dan toluena mendidih ketika tekanan uap yang
berada di atas larutan (Ptotal) sama dengan tekanan atmosfer (Patm). Kontribusi
dari masing-masing tekanan komponen terhadap tekanan total disebut sebagai
tekanan parsial, Psikloheksana dan Ptoluena. Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan
total merupakan jumlah tekanan parsial dari seluruh komponen.
1.2.5 Campuran Azeotrop
Larutan yang memenuhi Hukum Raoult disebut larutan ideal. Akan tetapi
pada umumnya hanya sedikit larutan yang memenuhi Hukum Raoult. Larutan
yang tidak memenuhi Hukum Raoult disebut larutan non ideal. Pada suatu
larutan ideal yang terdiri dari pelarut A dan zat terlarut B, tarikan A-B sama
dengan tarikan A-A dan B-B, dengan nilai kalor pelarutan, Hs = 0.
Akan tetapi jika tarikan antara A-B lebih besar daripada tarikan A-A dan
B-B, maka proses pelarutan adalah eksoterm (Hs <>Hs > 0), akibatnya tekanan
uap larutan lebih besar daripada tekanan yang dihitung dengan Hukum Raoult.
Penyimpangan seperti ini disebut penyimpangan positif.
Campuran azeotrop merupakan campuran yang memiliki komposisi
tertentu dengan titik didih yang sama, sehingga campuran ini menyerupai zat
cair murni dan memiliki titik didih yang konstan. Komponen-komponen yang
menyusun campuran azeotrop tidak dapat dipisahkan melalui proses distilasi
sederhana karena uap yang berkesetimbangan dengan zat cair memiliki
komposisi yang sama. Sebagian besar, penyimpangan campuran azeotrop
terhadap Hukum Raoult, memberikan komposisi titik didih maksimum atau
minimum (Wilcox & Wilcox, 1995).
1.2.6 Indeks Bias
Index bias adalah perbandingan antara kecepatan cahaya pada ruang
hampa udara dengan kecepatan cahaya pada medium, sebanding dengan
perbandingan antara nilai sinus sudut datang dengan nilai sinus sudut bias,
(Schoffstal, 1999).
2.5 Kalibrasi termometerMengkalibrasi titik nol termometer, dilakukan dengan cara mencelupkan termometer
pada campuran air-es yang diaduk homogen, sedangkan untuk titik skala 100 termometer dilakukan sebagai berikut: isikan kedalam tabung reaksi besar 10 mL aquades, masukkan sedikit batu didih. Klem tabung tersebut tegak lurus, panaskan perlahan sampai mendidih. Posisikan termometer pada uap di atas permukaan air yang mendidih tersebut. Untuk menentukan titik didih air yang sebenarnya, harus diperiksa tekanan barometer.
1.3 ALAT DAN BAHAN
1.3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan distilasi yang terdiri dari
adapter, kolom fraksionasi, kondensor, konektor, labu dasar bundar dan
termometer serta alat-alat pendukung lainnya seperti kaki tiga, kawat kassa,
pembakar Bunsen, dan refraktometer.
1.3.2 Bahan Kimia
Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, benzena, metanol,
sikloheksana dan toluena.
1.4 DIAGRAM PERCOBAAN
1.4.1 Pemisahan Campuran Sikloheksana dan Toluena
1.4.2
Pemisahan Campuran Azeotrop Terner Metanol, Air dan Benzena
1.5 HASIL
PERCOBAAN
1.5.1 Data Sifat Fisis Zat
No. Nama Zat Tb (oC) d (g/cm3) nD20
1 Air suling 100 1
2 Benzena 80,1 0,8786 1,498
3 Metanol 64,7 0,7918 1,326
4 Sikloheksana 80,74 0,779 1,424
5 Toluena 110,6 0,8669 1,494
1.5.2 Data Pengamatan
Pemisahan Campuran Sikloheksana dan Toluena
No. Temperatur (oC)Volume
Distilat (mL)Keterangan
1 68 – 79 12 Bening
2 80 5 Bening
3 81 – 82 6 Bening
4 83 6 Bening
5 Di atas 83 15 Bening kehijauan
Kurva Distilasi
Pengukuran Indeks Bias Sikloheksana dan Toluena
No. KomponenIndeks Bias
(nD20)
1 Sikloheksana 1,445
2 Toluena 1,477
Pemisahan Campuran Azeotrop Terner Metanol, Air dan Benzena
No. Temperatur (oC)Volume
Distilat (mL)Keterangan
1 58 4 Dua fasa; keruh
2 58 12,4 Dua fasa; bening
3 58 – 77 2,4 Satu fasa; bening
4 78 – 81 2,8 Satu fasa; bening
5 82 – 85 2 Satu fasa; bening
6 86 – 87 2 Satu fasa; bening
7 88 0,8 Satu fasa; bening
8 Di atas 88 8,2 Sisa distilasi
Kurva Distilasi
Pengukuran Indeks Bias Benzena dan Metanol
No. KomponenIndeks Bias
(nD20)
1 Benzena 1,337
2 Metanol 1,726
1.6 PEMBAHASAN
Percobaan pertama ditujukan untuk memisahkan campuran sikloheksana dan
toluena (1:1) melalui metode distilasi bertingkat sedangkan percobaan kedua ditujukan
untuk memisahkan campuran azeotrop terner yang terdiri dari metanol dan air (1:1)
serta benzena melalui metode distilasi bertingkat.
Pada percobaan pertama, sebanyak 40 mL campuran sikloheksana dan toluena
(1:1) dimasukkan ke dalam labu dasar bundar 125 mL. Sebelum proses pemisahan
dimulai, terlebih dahulu ke dalam labu dasar bundar ditambahkan beberapa butir batu
didih untuk mencegah terjadinya bumping. Selain itu, adanya pori-pori pada batu didih
tersebut akan meratakan pemanasan ke seluruh bagian cairan yang dididihkan.
Sikloheksana (C6H12) dan toluena (C7H8) merupakan pasangan senyawa organik
yang mempunyai perbedaan titik didih yang cukup besar, yaitu 80,74oC untuk
sikloheksana dan 110,6oC untuk toluena, sehingga campuran dari kedua zat cair ini
dapat dipisahkan melalui distilasi, di mana sikloheksana akan keluar terlebih dahulu
sebagai distilat karena titik didihnya lebih rendah.
Akan tetapi kedua cairan tersebut tidak dapat dipisahkan dengan distilasi
sederhana, karena distilasi sederhana hanya dapat memisahkan campuran yang terdiri
dari komponen-komponen dengan perbedaan titik didih sebesar 100oC (Schoffstal,
1999). Untuk mendapatkan komponen yang murni, maka metode yang digunakan
adalah distilasi bertingkat atau terfraksi.
Cairan di dalam labu dasar bundar kemudian dididihkan dan distilat mulai
menetes pada temperatur 68oC. Pada proses pemisahan melalui distilasi ini, uap-uap
yang berasal dari campuran yang dididihkan mengalami pengembunan akibat adanya
kondensor. Ke dalam kondensor ini dialirkan air dari bagian bawah dengan tujuan
supaya kondensor terisi penuh oleh air dan supaya air melaju secara perlahan, akibatnya
proses kondensasi dapat berjalan dengan sempurna. Uap-uap yang mengembun tersebut
kemudian dikumpulkan dalam suatu wadah penampung. Semakin tinggi temperatur,
semakin banyak volume distilat yang dihasilkan (Schoffstal, 1999).
Karena temperatur pada saat distilat keluar pertama kali ini di bawah titik didih
sikloheksana, maka dapat disimpulkan bahwa cairan tersebut merupakan pengotor.
Distilat ini terus menetes hingga temperatur 79oC, dengan total volume distilat
sebanyak 12 mL.
Selanjutnya pada temperatur 80oC, sebanyak 5 mL distilat kedua ditampung
dengan penampung yang berbeda. Distilat ketiga dan keempat masing-masing sebanyak
6 mL, berturut-turut ditampung pada temperatur 81 – 82oC dan 83oC. Secara
organoleptis, distilat kedua hingga keempat mempunyai bau dan warna yang sama,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga distilat tersebut adalah sikloheksana. Pada
temperatur di atas 83oC, cairan yang terdapat di dalam labu dasar bundar mulai
berwarna kehijauan, artinya komponen sikloheksana di dalam labu dasar bundar sudah
habis dan yang tersisa adalah toluena sebanyak 15 mL.
Untuk mengidentifikasi kemurnian dari kedua komponen, maka dilakukan
pengukuran indeks bias terhadap masing-masing cairan. Komponen pertama, yaitu
sikloheksana, mempunyai nilai indeks bias (nD20) sebesar 1,445 sedangkan komponen
kedua, yaitu toluena, mempunyai nilai indeks bias (nD20) sebesar 1,477.
Sementara pada percobaan kedua, sebanyak 25 mL campuran air dan metanol
(1:1) dimasukkan ke dalam labu dasar bundar 100 mL. Selanjutnya ke dalam labu dasar
bundar tersebut ditambahkan 50 mL benzena kering. Seperti halnya pada percobaan
pertama, sebelum proses pemisahan dimulai, terlebih dahulu ke dalam labu dasar
bundar ditambahkan beberapa butir batu didih.
Campuran antara air, metanol (CH3OH) dan benzena (C6H6) merupakan
campuran azeotrop, yaitu campuran yang memiliki komposisi tertentu dengan titik
didih yang sama, sehingga campuran ini menyerupai zat cair murni dan memiliki titik
didih yang konstan. Komponen-komponen yang menyusun campuran azeotrop tidak
dapat dipisahkan melalui proses distilasi sederhana karena uap yang berkesetimbangan
dengan zat cair memiliki komposisi yang sama (Wilcox & Wilcox, 1995).
Setelah dididihkan, distilat pertama mulai menetes pada temperatur 58oC. Secara
organoleptis, distilat berupa cairan dua fasa yang keruh, artinya temperatur ini
merupakan titik didih dari campuran azeotrop antara ketiga komponen, yaitu air,
metanol dan benzena. Selanjutnya pada temperatur yang sama, penampung distilat
diganti sehingga diperoleh distilat yang lebih jernih sebanyak 12,4 mL, akan tetapi
masih terdiri dari dua fasa.
Pada temperatur 58 – 77oC, diperoleh distilat ketiga yang bening dan terdiri dari
satu fasa sebanyak 2,4 mL, artinya distilat yang diperoleh adalah metanol, yang
mempunyai titik didih sebesar 64,7oC. Pada temperatur 78 – 81oC, diperoleh distilat
keempat yang bening dan terdiri dari satu fasa sebanyak 2,8 mL, artinya distilat yang
diperoleh adalah benzena, yang mempunyai titik didih sebesar 80,1oC.
Distilat kelima, keenam dan ketujuh, diperoleh berturut-turut pada temperatur 82
– 85oC, 86 – 87oC dan 88oC dengan volume distilat berturut-turut sebanyak 2, 2 dan 0,8
mL. Ketiga distilat tersebut terdiri dari satu fasa. Sementara cairan yang tersisa di
dalam labu dasar bundar adalah sebanyak 8,2 mL. Kemungkinan besar, cairan tersebut
adalah air.
Untuk mengidentifikasi kemurnian dari kedua komponen, yaitu metanol dan
benzena, maka dilakukan pengukuran indeks bias terhadap masing-masing cairan.
Komponen pertama, yaitu metanol, mempunyai nilai indeks bias (nD20) sebesar 1,726
sedangkan komponen kedua, yaitu benzena, mempunyai nilai indeks bias (nD20) sebesar
1,337.
1.7 KESIMPULAN
a. Pemisahan campuran sikloheksana dan toluena menghasilkan distilat berupa
sikloheksana sebanyak 17 mL dengan indeks bias sebesar 1,445 dan toluena
sebanyak 15 mL dengan indeks bias sebesar 1,477.
b. Pemisahan campuran azeotrop terner yang terdiri dari air, metanol dan benzena
menghasilkan distilat berupa metanol sebanyak 2,4 mL dengan indeks bias sebesar
1,726 dan benzena sebanyak 2,8 mL dengan indeks bias sebesar 1,337.
1.8 DAFTAR PUSTAKA
Mayo, D.W., Pike, R.M., Trumper, P.K., (1999), Microscale Organic Laboratory with
Multistep and Multiscale Syntheses, 4th edition, John Wiley and Sons, Inc., New
York, 169-179
Schoffstal, A.M. (1999), Microscale and Miniscale Organic Chemistry Laboratory
Experiments, 1st edition, Mc Graw Hill, New York, 57-75
Wilcox, C.F., Wilcox, M.F. (1995), Experimental Organic Chemistry: a Small Scale
Approach, 2nd edition, Prentice Hall, New Jersey, 44-65