jurusanmesinfakultasteknik ub isbn 978
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
SNTTM X | iii
BIDANG KONVERSI ENERGI
Peningkatan Efisiensi Pembakaran Tungku Kayu Bakar Tradisional Dengan Modifikasi Disain Bambang Yunianto, Nazarudin Sinaga..................................................................................... 24
Studi Pemanfaatan Briket Kulit Jambu Mete Dengan Kombinasi Sekam Padi Dan Tongkol Jagung Sebagai Bahan Bakar Alternatif Lydia M Salam, H Baharuddin Mire, M. Fachry. A.R............................................................... 29
Efek Ash Campuran Batubara Mutu Rendah Terhadap Potensi Pembentukan Slagging dan Fouling Pada Boiler PT. Semen Tonasa Ismail....................................................................................................................................... 37
Pengembangan Bahan Bakar Briket dari Campuran Kulit Mete dan Sekam Padi Muchammad ................................ ................................................................ ............................ 42
Pengaruh Air Fuel Ratio Terhadap Emisi Gas Buang Berbahan Bakar Lpg Pada Ruang Bakar Model Helle-Shaw Cell I Gusti Ngurah Putu Tenaya, Made Hardiana. ......................................................................... 47
Kajian Numerik Aliran Udara Pembakaran pada Tangentially Fired Pulverized-Coal Boiler Wawan Aries Widodo, Is Bunyamin Suryo, Giri Nugroho......................................................... 52
Perbandingan Simulasi Dengan Asumsi Ideal gas Dengan Kondisi Real gas Effect pada Kasus Combustion Albert Meigo R.E.Y, Romie O.Bura, Bambang Kismono Hadi .................................................. 57
Karakteristik Pembakaran Briket Limbah Tongkol Jagung Dan Sekam Padi Dengan Berbagai Perbandingan Tongkol Jagung Dan Sekam Padi Andi Mangkau, Prof. Dr. Ir. Effendy Arif, M. Eng .................................................................... 66
Efek Katalisator (Broquet) Terhadap Emisi Gas Buang Mesin Bensin Arijanto, Andhika Mahardika................................................................................................... 76
SNTTM X | xx
Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Kualitas Hasil Coran Paduan Aluminium I Made Astika......................................................................................................................... 1366
Perancangan Konsep Kursi Kantor Berdasarkan Kebutuhan Konsumen dan Studi Produk Pesaing I Wayan Sukania .................................................................................................................... 1375
BIDANG UMUM
Interval Extension of Preventive Maintenance for Lube Oil and Generator Air Coolers at PT Badak NGL Putra Peni Luhur Wibowo ..................................................................................................... 1382
Stability Control Studies for Hydraulic Servo Systems Hendro Nurhadi..................................................................................................................... 1387
Tata Kelola Perguruan Tinggi Berbasiskan Dosen dan Mahasiswa I Made Astina......................................................................................................................... 1394
Pengembangan Metode Diferensiasi Numerik yang Mampu Mereduksi Pengaruh Sinyal Pengganggu terhadap Hasil Diferensiasi Zainal Abidin, Fandi Purnama, dan Budi Heryadi .................................................................1403
Heavy Equipment Rental Rate Calculation Guide for Mining Sector Sarno, Teguh Wuryantoro ...................................................................................................... 1411
Simulasi Pengeringan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) dengan Finite Difference Method Endri Yani, Abdurrachim, Adjar Pratoto................................................................................ 1420
Laboratorium Sebagai Sarana Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Manado Jenly D.I. Manongko, Parabelem T.D. Rompas, Davidsen O. Mapaliey .................................1425
Design of Hybrid System between Renewable Energy and Conventional Energy in Consumer Households Jatmiko, Hasyim Asy’ari ................................ ................................................................ ........ 1430
Pengaruh Grain Size Arang Aktif Dari Bahan Limbah Industri Sagu Aren Terhadap Penyerapan Polutan Limbah Batik Sudarja, Kunco Diharjo, Novi Caroko ................................................................................... 1435
Studi Eksperimental Aliran Cair-Cair (Water dan Shallow Well Crude Oil) Pada Saluran Mendatar Indarto, A.K. Wardiyan, T.A. Indrawan.................................................................................. 1444
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1366
Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Kualitas Hasil Coran Paduan Aluminium
I Made Astika Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Unud, Kampus Bukit Jimbaran
Email: [email protected];[email protected]
Abstract
One of the factors that influence the process of casting aluminum alloy in the process of making decorative lighting components is the pouring temperature. Not exactly pouring temperature can cause defects of the casting product. To get the good quality of casting product is necessary to obtain a suitable pouring temperature in the casting process of aluminium alloy.
In this study pouring temperature variation used is 650ºC, 700ºC, 750ºC, 800ºC, 850ºC After that the next observation will be done by visually and weighing to determine the quality of the productof decorative lighting components.
The result showed that the pouring temperatures very influential on the product of casting process. At temperature 750 º C product of casting aluminum alloy is accordance with the pattern, perfect shape and accordance with the pattern weight.
Keywords: aluminium alloy, pouring temperature, product quality
1. Pendahuluan Aluminium merupakan logam yang ringan
tapi mempunyai sifat yang baik, seperti tahan terhadap korosi dan hantaran listriknya yang baik. Penggunaan aluminium cukup luas antara lain pembuatan produk lampu hias, konstruksi bangunan, mobil dan lain sebagainya. Selain sifat – sifatnya diatas, aluminium juga memiliki sifat lain yaitu mudah dibentuk dan dapat di daur ulang. Mendaur ulang aluminium bekas merupakan usaha yang cukup berharga bagi masyarakat dan industri aluminium, karena energi yang diperlukan untuk memproduksi 1 (satu) ton aluminium yang didaur ulang hanyalah kira – kira 5% banyaknya dari energi yang diperlukan untuk memproduksi unsurnya dari bijih.
Salah satu industri yang memanfaatkan aluminium bekas adalah industri dalam usaha lampu hias. Lampu hias suatu hiasan yang cukup unik dan menarik yang banyak diminati oleh wisatawan domestik dan mancanegara. Dari hasil produksi lampu hias ini ditemukan hasil yang kurang maksimal atau kurang sempurna, seperti halnya berlubang kecil-kecil, permukaan kasar dan bentuk yang tidak sempurna.
Selama ini proses penuangan yang dilakukan oleh pengrajin hanya diukur berdasarkan pengalaman yaitu dengan melihat warna dari paduan aluminium yang mencair, setelah warna di ketahui sesuai dengan kriteria pengukuran pengrajin, paduan dituangkan kedalam satu cetakan, dibiarkan mendingin dan membeku, kemudian cetakan dibongkar dan diperiksa. Jika produk mengalami
cacat maka proses penuangan ditunda terlebih dulu menunggu warna logam cair menjadi sangat kehitaman, baru kemudian dilakukan proses penuangan kembali.
Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan pengrajin masalah yang sering dihadapi adalah terjadinya cacat pada produk hasil pengecoran aluminium yang mengakibatkan menurunnya produksi yang dihasilkan oleh pengrajin. Cacat yang terjadi seperti bentuk yang tidak sesuai dibandingkan pola aslinya, permukaan kasar dan berlubang kecil- kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan beberapa faktor salah satu diantaranya adalah temperatur tuang. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mendapatkan temperature tuang yang sesuai sehingga dapat dihasilkan produk yang berkualitas. Adapun yang menjadi kreteria cacat pada produk lampu hias adalah terdapatnya lubang kecil-kecil, bentuk yang tidak sesuai dengan pola, berat produk dan kehalusan permukaan
2. Dasar Teori 2.1 Aluminium
Aluminium merupakan logam yang ringan mempunyai ketahanan korosi, ketahanan arus yang baik, daya hantar yang baik, dan koefisien pemuaian yang rendah. Aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar, tapi standar yang umum dipakai adalah standar Aluminium Association di Amerika (AA) yang distandarkan atas standar Alcoa (Aluminium Company of Amerika). Keunggulan material aluminium adalah berat jenisnya yang ringan dan kekuatannya dapat ditingkatkan sesuai
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1367
dengan kebutuhan. Kekuatan aluminium biasanya ditingkatkan dengan cara paduan dan memberikan perlakuan panas yang diberikan pada aluminium selama pengerjaannya sangat mempengaruhi sifat paduan aluminium yang dihasilkan. Awalnya paduan aluminium dikembangkan dengan tujuan mendapatkan material yang kuat, ringan, usia pakai yang lama, biaya produksi yang rendah, toleransi kegagalan yang tinggi, dan tahan korosi yang baik.
Tabel 2.1 klasifikasi paduan Aluminium tempaan
(Sumber : Pengetahuan Bahan Teknik oleh Tata Surdia Ms, Sinroku Soito, 1995.)
2.1.2 Sifat-sifat Aluminium Sifat aluminium yang menonjol adalah berat
jenisnya yang rendah, daya hantar listrik/panas yang cukup baik, paling ringan diantara logam-logam yang sering digunakan, tahan terhadap korosi, lunak, ulet, dan kekuatan tariknya rendah.
Aluminium mencapai titik lebur 660ºC dan titik rekristalisasi 150ºC. Rekristalisasi adalah bila logam dipanaskan sampai temperatur yang cukup tinggi setelah deformasi plastis, dari susunannya yang rusak, kristal akan menyusun sendiri menjadi susunan baru tanpa tegangan dalam dan kekuatan tariknya bila dituang 90-120 N/mm², dianneling 70 N/mm²,dan diroll 130-200 N/mm².
Tabel 2.2 Sifat-sifat Fisik Aluminium
(sumber : Pengetahuan Teknik oleh Tata Surdia Ms, Sinroku Soito,1995)
Tabel 2.4 sifat-sifat mekanis aluminium
(Sumber: Pengetahuan Teknik oleh Tata Surdia Ms, Sinroku Soito,1995)
2.1.3 Karakteristik Aluminium Aluminium memiliki beberapa kombinasi
sifat-sifat yang menjadikannya bahan teknik yang luas penggunaannya. Sifat-sifat penting yang dimiliki aluminium yang menyebabkan dipilihnya aluminium sebagai bahan teknik adalah ringan, tahan korosi, penghantar panas yang baik. Beberapa karakteristik dari aluminium dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Berat jenis
Berat jenis aluminium 2,7 gr/cm³ karena itu banyak digunakan pada konstruksi yang ringan, seperti alat-alat otomotif, konstruksi bangunan, peralatan-peralatan rumah dan hiasan lampu. Bila sudah dipadukan dengan logam lain maka besar kecilnya berat jenis aluminium tergantung pada jumlah persentase paduannya.
2. Konduktifitas panas Aluminium dapat digolongkan sebagai bahan yang memiliki konduktifitas panas yang baik dan masih baik dibandingkan dengan tembaga
3. Sifat tahan korosi Sifat tahan korosi pada aluminium disebakan karena terbentuknya lapisan oksida aluminium pada permukaan aluminium. Lapisan oksida ini
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1368
akan melekat pada permukaan dengan sangat kuat dan rapat sehingga dapat melindungi lapisan bagian dalamnya. Adanya lapisan oksida ini selain menyebabkan aluminium tahan terhadap korosi tapi aluminium sukar untuk dilas atau disolder.
4. Kemampuan fabrikasi Sifat lain yang sangat menguntungkan pada aluminium adalah sangat mudah difabrikasi, dapat dituang dengan penuangan apa pun, dapat dibentuk dengan berbagai cara.
5. Kekuatan dan kekerasan Kekuatan dan kekerasan aluminium memang tidak begitu tinggi, tetapi stength to weight ratio aluminium masih tinggi dari baja, kekuatan dan kekerasan aluminium dapat diperbaiki dengan pemaduan unsur lainnya dan perlakuan panas.Keburukan yang paling serius pada aluminium dari segi teknik adalah sifat elastisitasnya yang sangat rendah hampir tidak dapat diperbaiki walaupun dengan pemaduan. Keuntungan lain dari logam aluminium adalah memiliki nilai dekoratif, dan memiliki titik cair yang rendah sehingga banyak digunakan sebagai bahan coran.
2.2 Pengecoran Logam Pengecoran (Casting) adalah proses
penuangan logam yang telah dicairkan dalam sebuah tungku pada temperatur tertentu sesuai dengan karakteristik logam tersebut kedalam suatu cetakan, kemudian dibiarkan mengeras sesuai dengan rongga cetakan. Pengecoran dilakukan dengan cara memanaskan logam hingga titik leburnya lalu leburan logam tersebut dituang kedalam sebuah cetakan dengan bentuk yang dikendaki.
Pengecoran logam merupakan salah satu ilmu pengetahuan tertua yang dipelajari oleh umat manusia. Walaupun telah berumur sangat tua, ilmu pengecoran logam terus dikembangkan dengan pesatnya. Berbagai macam metode pengecoran logam telah ditemukan dan terus disempurnakan diantaranya adalah investment casting, die casting, permanent mould casting, dan sand casting serta masih banyak lagi metode-metode lainnya.Dalam memahami ilmu pengecoran logam tidaklah cukup hanya dengan mengerti tiori pengecoran logam semata, karena ilmu pengecoran logam ini menuntut pula pemahaman dan penerapannya baik melalui eksperimen maupun praktikum. Untuk menjadi seorang ahli teknik pengecoran logam pengetahuan dan keterampilan yang harus dipelajari adalah sifat dan struktur material (metalurgi), teknik pembuatan inti dan cetakan (core dan mould), teknik pengecoran, dsb. Seorang ahli teknik pengecoran logam harus biasa bekerja dengan mesin dan peralatan pengecoran tradisional ataupun modern serta mampu menghasilkan produk cor (besi, baja, non ferro dengan tingkat kesulitan tertentu yang
memenuhi standar. Pengecoran adalah suatu cara membuat komponen dengan cara menuangkan bahan yang dicairkan kedalam cetakan. Bahan disini dapat berupa metal dan non metal. Untuk mencairkan bahan diperlukan furnace (dapur kupola). Furnance adalah sebuah dapur atau tempat yang dilengkapi dengan heater (pemanas).Bahan padat dicaikan sampai suhu titik cair dan dapat ditambahkan campuran bahan seperti aluminium, silicon, tembaga, dan lain-lain supaya bahan menjadi lebih baik, Bahan yang sudah cair dituangkan kedalam cetakan. Industri yang membuat komponen alumunium dengan cara casting sering mengalami efisiensi produksi karena tingginya tingkat reject akibat dari cacat yang terbentuk. Timbulnya cacat pada produk biasanya disebabkan oleh banyak faktor, salah satu diantaranya akibat dari rendahnya temperatur tuang atau mampu alir dari material yang diproduksi. Pengaruh temperatur dan kandungan inklusi material merupakan salah satu hal yang mempengaruhi nilai suatu material.Sifat mampu alir aluminium cair akan meningkat dengan kenaikan temperatur tuang, Namun sayangnya hal ini justru akan berakibat pada masuknya gas hidrogen dalam jumlah yang besar pada aluminium cair yang pada akhirnya dapat membentuk cacat porositas pada produk.
Proses pembuatan secara umum proses pengecoran dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair kedalam cetakan, pembersihan coran dan proses daur ulang tanah cetakan. Hasil dari pengecoran disebut dengan coran atau benda cor. Proses pengecoran logam merupakan proses berkesinambungan dan saling terkait dari berbagai proses yang ada seperti yang terlihat pada diagram 2.1.
Secara umum ada 4 faktor yang berpengaruh atau merupakan ciri-ciri dari proses pengecoran, yaitu : 1. Adanya aliran logam cair kedalam rongga
cetakan 2. Terjadi perpindahan panas selama pembekuan
dan pendinginan dari logam dalam cetakan 3. Pengaruh material cetakan 4. Pembekuan logam dari kondisi cair
Pencairan paduan logam aluminium bekas pada produksi lampu hias dengan sekali tahap pencairan .
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1369
Pencairan ini dilakukan pada dapur dengan kapasitas yang disesuaikan. Mula-mula aluminium bekas dilebur dan dicairkan, pada saat aluminium bekas sudah mencair dan mencapai titik cairnya dengan temperatur yang divariasikan kemudian dituangkan pada cetakan lampu hias. Setelah itu cetakan lampu hias didinginkan dengan udara, selanjutnya dilakukan proses permesinan untuk mengurangi cacat saat proses pengecoran. Lampu hias yang telah mengalami proses permesinan dipilih,lampu hias yang dianggap baik dapat dipasarkan, sedangkan yang memiliki kualitas buruk akan dicairkan kembali
2.3 Logam Cair 2.3.1 Proses Pencairan Logam
Pencairan logam merupakan aspek terpenting dalam operasi-operasi pengecoran karena berpengaruh langsung pada produk cor. Pada proses pencairan, mula-mula yang terdiri dari logam, unsur- unsur paduan dan material lainnya seperti fluks dan unsur pembentuk terak dimasukan kedalam tungku. Fluks adalah senyawa inorganic yang dapat “membersihkan” logam cair dengan menghilangkan gas-gas yang ikut terlarut dan juga unsur-unsur pengotor (impurities). Fluks memiliki beberapa kegunaan yang tergantung pada logam yang dicairkan, seperti menghalangi oksidasi dipermukaan logam cair.
Peleburan paduan aluminium bekas pada produksi lampu hias dengan sekali tahap pencairan . 3. Metode Penelitian
Rancangan penelitian dibuat dengan tujuan untuk memberikan pedoman bagi peneliti agar terencana dalam melaksanakan penelitian serta dalam rancangan penelitian digambarkan tahap-tahap pelaksanaan penelitian secara keseluruhan. Dalam prosedur penelitian ini dijelaskan langkah-langkah yang dapat diambil dalam pelaksanaan penelitian.
3.1 Persiapan Peralatan dan Bahan Baku Langkah persiapan ini dilakukan sebelum
melakukan proses peleburan, dimana langkah persiapan yang dilakukan adalah mempersiapkan tungku pemanas, cetakan dan bahan coran yaitu aluminium bekas.
3.1.2 Proses Pencairan Aluminium Bekas Aluminium bekas yang akan dicairkan
dimasukkan kedalam tungku bakar kemudian kompor dihidupkan dan tungku pembakaran ditutup untuk mempercepat proses pencairan aluminium bekas tersebut.
Saat pencairan, semua krak dan kotoran berupa oksida yang terapung dipermukaan dibersihkan mempergunakan sendok pengaduk. 3.1.3 Pengecoran Pada Masing – Masing
Cetakan Setelah cetakan siap dan Aluminium mencair dengan baik, tuangkan paduan cair ke dalam cetakan yang telah dipersiapkan. Penuangan kedalam cetakan ini dilakukan melalui lubang yang berada dibagian atas cetakan. Setelah semua cetakan terisi, cetakan didiamkan beberapa saat sampai membeku kemudian cetakan dibongkar.
3.1.4 Perbandingan Hasil Akhir Lampu Hias Secara Visual
Perbandingan hasil akhir coran lampu hias dengan master pola lampu hias meliputi ketepatan bentuk tanpa cacat dan bentuk yang tidak sempurna. Ketidak sempurnaan hasil akhir coran lampu hias diberikan keterangan tipe cacat yang dialami. Dengan hasil akhir lampu hias yang tidak cacat dapat diketahui temperatur penuangan yang menghasilkan kualitas produk yang lebih baik atau mendekati sempurna.
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1370
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Penelitian 4. Hasil Dan Pembahasan 4.1 Hasil penelitian
Setelah tahapan pengecoran komponen lampu hias selesai, selanjutnya dilakukan pengamatan secara visual pada hasil akhir komponen lampu hias dan penimbang beratnya untuk menganalisa baik atau cacatnya hasil coran komponen lampu hias tersebut sehingga didapatkan perbandingan temperatur tuang dari masing-masing coran komponen lampu hias dengan (5) lima variasi temperatur penuangan.
4.1.1 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Tuang 650ºC
Gambar 4.1 Hasil pengecoran pada temperatur penuangan 650ºC
4.1.2 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 700ºC
Gambar 4.2 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 700ºC
4.1.3 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 750ºC
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1371
4.1.4 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 800ºC
Gambar 4.4 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 800ºC
4.1.5 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 850ºC
Gambar 4.5 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 850ºC
4.2 Data Hasil Penimbangan Berat Komponen Lampu Hias
Ada pun hasil penimbangan yang didapat pada setiap variasi temperatur penuangan antara lain sebagai berikut dengan toleransi berat penimbangan ± 3 gram dari berat pola asli yang sempurna 102,18 gram ;
Tabel 4.1 Data Hasil Penimbangan dan Pengamatan Visual Pada Temperatur 6500C
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1372
Tabel 4.2 Data Hasil Penimbangan dan Pengamatan Visual Pada Temperatur 7000C
Tabel 4.3 Data Hasil Penimbangan dan Pengamatan Visual Pada Temperatur 7500C
Tabel 4.4 Data Hasil Penimbangan dan Pengamatan Visual Pada Temperatur 8000C
Tabel 4.5 Data Hasil Penimbangan dan Pengamatan Visual Pada Temperatur 8500C
4.2.1 Jumlah Komponen Lampu Hias yang Baik dan Cacat
Tabel 4.6 Jumlah Komponen Lampu Hias Yang Baik dan Cacat.
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1373
Keterangan tabel : Produk Baik
x :Produk Cacat, meliputi : - Aliran logam cair yang terputus. - Permukaan yang kasar. - Aliran logam cair yang meluber. - Bentuk yang tidak sesuai dengan master pola
4.3 Persentase Keberhasilan dan Data Dalam Bentuk Grafik
Dari hasil pengamatan secara visual dan hasil penimbangan maka akan didapat perbandingan pada setiap temperatur yang digunakan sehingga akan dapat dilihat persentase keberhasilan pada masing-masing temperatur penuangan. Ada pun persentase keberhasilan pada masing-masing temperatur sebagai berikut ;
4.3.1 Persentase keberhasilan dari penimbangan : Persentase Keberhasilan (%) setiap temperatur =
Temperatur Penuangan 650ºC =
Temperatur Penuangan 700ºC =
Temperatur Penuangan 750ºC =
Temperatur Penuangan 800ºC =
Temperatur Penuangan 850ºC =
Persentase Keberhasilan (%) setiap temperatur =
4.4 Pembahasan Besarnya toleransi dari penimbangan adalah
± 3 gram dimana toleransi tersebut didapat dari rekomendasi pengerajin. Di pilihnya toleransi tersebut dengan pertimbangan apabila batas toleransi dibawah 3 gram perbedaan cacat dari hasil coran sangat kecil hampir tidak kelihatan perbedaanya dengan master pola sedangkan apabila diatas toleransi tersebut perbedaan cacat dari hasil coran terlalu besar sehingga sangat sulit menentukan kualitas hasil coran walaupun secara visual hasil tersebut kelihatan sempurna. Adapun hasil pengecoran pada temperatur 650ºC menghasilkan coran yang kurang sempurna karena banyak hasil coran yang cacat, tidak mengisi rongga cetakan secara utuh, dengan persentase keberhasilan 16,67% pada penimbangan berat, dan 0% pada pengamatan visual. Pada variasi temperatur penuangan 700ºC, menghasilkan komponen lampu hias yang cukup baik dimana dari hasil berat penimbangan jumlah komponen lampu hias yang baik berjumlah 3 buah dan yang cacat berjumlah 3 buah dengan persentase keberhasilan mencapai 50%,dan secara visual jumlah komponen lampu hias yang baik berjumlah 4 buah dan yang cacat 2 buah, dimana berdasarkan pengalaman pengerajin biasanya mengunakan temperatur 700ºC ini, karena berdasarkan pengamatan secara visual hasil coran terlihat mendekati sempurna, dengan persentase keberhasilan 66,67%. Pada temperatur penuangan 750ºC menghasilkan kualitas produk lebih baik, keberhasilan hasil akhir komponen lampu hias paling tinggi dibandingkan dengan temperatur penuangan yang lainnya baik dari berat penimbangan maupun pengamatan secara visual dengan jumlah komponen lampu hias yang baik mencapai 5 buah dan yang cacat 1 buah dari 6 kali proses penuangan sehingga persentase keberhasilan mencapai 83,33%. Selanjutnya dari temperatur penuangan 800ºC hanya menghasilkan komponen lampu hias yang baik sebanyak 2 buah dan jumlah yang cacat mencapai 4
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1374
buah dari berat penimbangan dan secara visual mengahasilkan jumlah produk baik 2 buah dan yang cacat 4 buah karena permukaan dari hasil coran banyak yang kasar/cacat dan juga aliran logam cair meluber akibat temperatur penuangan yang tinggi. Persentase keberhasilan yang dicapai hanya 33,33%. Temperatur penuangan yang terakhir adalah 850ºC, temperatur ini tidak menghasilkan satu pun komponen lampu hias yang baik dan semua komponen lampu hias yang dihasilkan cacat karena aliran logam cair meluber sama seperti halnya pada temperatur penuangan 800ºC dan persentase keberhasilan yang dicapai adalah 0 %.
Dari semua hasil pengecoran komponen lampu hias diatas, temperatur penuangan 750ºC menghasilkan hasil coran yang lebih baik sebagaiman terlihat pada grafik persentase keberhasilan. Dalam pengecoran komponen lampu hias pengerajin perlu memperhatikan temperatur penuangan sehingga dapat meminimalkan cacat produk sebagaimana terlihat perbedaan cacat dari hasil coran pada temperatur tuang 650ºC dan temperatur tuang 850ºC, dimana pada temperatur 650ºC cacat yang dihasilkan berupa aliran logam yang terputus, karena tidak mampu mengisi rongga cetakan secara utuh hal tersebut disebabkan karena logam cair belum cair secara sempurna dimana titik cair dari aluminium adalah 660ºC sehingga terjadi pembekuan secara dini sebelum memenuhi rongga cetakan dan panas dari logam cair diserap oleh permukaan dinding cetakan sehingga pendinginan menjadi lebih cepat. Lain halnya pada temperatur 850ºC cacat yang terjadi berupa aliran logam cair yang meluber dan bentuk yang tidak sesuai master pola. Hal tersebut disebabkan terlalu tingginya temperatur tuang sehingga laju aliran logam cair pada rongga cetakan terlalu cepat yang mengakibatkan dinding-dinding dari rongga cetakan tidak mampu menahan laju aliran logam tersebut sehingga mengakibatkan cacat pada hasil coran berupa aliran logam meluber.
5. Kesimpulan Dari proses pengecoran komponen lampu
hias yang telah dilakukan dengan menggunakan 5 variasi temperatur penuangan, dan setelah diamati secara visual dan penimbangan dari jumlah baik dan cacatnya, terlihat pengecoran komponen lampu hias dengan temperatur penuangan 750ºC yang menghasilkan kualitas hasil coran lebih baik dari temperatur penuangan yang lainnya, dengan persentase keberhasilan mencapai 83,33%.
Daftar Pustaka Anonim, (2010), Pengecoran Logam, House Of
Wavega (http://3.bp.blogspot.com) (25 Desember 2010)
Anonim, (2008), ’Sand Casting Procces’, sand Casting, (www.Sandcastinc. com/ process2. htm) (25 Desember 2010)
Bayne, S.C. (2009), ’Cast and Die Stone (Products)’, Department of Operative Dentistry School of Dentistry University of North Carolina Chapel Hill, NC 27599-7450 (http://www-personal.umich.edu/ ~sbayne/ dental-materials/Die-Stone-PPT-SS.pdf), (29 - 12 2010)
John, A.S (2009), Introduction To Manufacturing Processes, Edisi Ketiga, Andi, Yogyakarta
Subondo, Wirawan (2008) Teknik Produksi Mesin Industri, Jilid 1, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta
Surdia Tata, Sinroku Saito (1995) Pengetahuan Bahan Teknik, Edisi keenam, PT Pradnya Pramita, Jakarta.
Wikipedia (The Free Ecyclopedia), (2010), ‘aluminium, Wikipedia Foundation. (http://en.wikipedia.org/wiki/Al) (29- 12- 2010)
BIDANG KONVERSI ENERGI
Peningkatan Efisiensi Pembakaran Tungku Kayu Bakar Tradisional Dengan Modifikasi Disain Bambang Yunianto, Nazarudin Sinaga..................................................................................... 24
Studi Pemanfaatan Briket Kulit Jambu Mete Dengan Kombinasi Sekam Padi Dan Tongkol Jagung Sebagai Bahan Bakar Alternatif Lydia M Salam, H Baharuddin Mire, M. Fachry. A.R............................................................... 29
Efek Ash Campuran Batubara Mutu Rendah Terhadap Potensi Pembentukan Slagging dan Fouling Pada Boiler PT. Semen Tonasa Ismail....................................................................................................................................... 37
Pengembangan Bahan Bakar Briket dari Campuran Kulit Mete dan Sekam Padi Muchammad ................................ ................................................................ ............................ 42
Pengaruh Air Fuel Ratio Terhadap Emisi Gas Buang Berbahan Bakar Lpg Pada Ruang Bakar Model Helle-Shaw Cell I Gusti Ngurah Putu Tenaya, Made Hardiana. ......................................................................... 47
Kajian Numerik Aliran Udara Pembakaran pada Tangentially Fired Pulverized-Coal Boiler Wawan Aries Widodo, Is Bunyamin Suryo, Giri Nugroho......................................................... 52
Perbandingan Simulasi Dengan Asumsi Ideal gas Dengan Kondisi Real gas Effect pada Kasus Combustion Albert Meigo R.E.Y, Romie O.Bura, Bambang Kismono Hadi .................................................. 57
Karakteristik Pembakaran Briket Limbah Tongkol Jagung Dan Sekam Padi Dengan Berbagai Perbandingan Tongkol Jagung Dan Sekam Padi Andi Mangkau, Prof. Dr. Ir. Effendy Arif, M. Eng .................................................................... 66
Efek Katalisator (Broquet) Terhadap Emisi Gas Buang Mesin Bensin Arijanto, Andhika Mahardika................................................................................................... 76
SNTTM X | xx
Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Kualitas Hasil Coran Paduan Aluminium I Made Astika......................................................................................................................... 1366
Perancangan Konsep Kursi Kantor Berdasarkan Kebutuhan Konsumen dan Studi Produk Pesaing I Wayan Sukania .................................................................................................................... 1375
BIDANG UMUM
Interval Extension of Preventive Maintenance for Lube Oil and Generator Air Coolers at PT Badak NGL Putra Peni Luhur Wibowo ..................................................................................................... 1382
Stability Control Studies for Hydraulic Servo Systems Hendro Nurhadi..................................................................................................................... 1387
Tata Kelola Perguruan Tinggi Berbasiskan Dosen dan Mahasiswa I Made Astina......................................................................................................................... 1394
Pengembangan Metode Diferensiasi Numerik yang Mampu Mereduksi Pengaruh Sinyal Pengganggu terhadap Hasil Diferensiasi Zainal Abidin, Fandi Purnama, dan Budi Heryadi .................................................................1403
Heavy Equipment Rental Rate Calculation Guide for Mining Sector Sarno, Teguh Wuryantoro ...................................................................................................... 1411
Simulasi Pengeringan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) dengan Finite Difference Method Endri Yani, Abdurrachim, Adjar Pratoto................................................................................ 1420
Laboratorium Sebagai Sarana Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Manado Jenly D.I. Manongko, Parabelem T.D. Rompas, Davidsen O. Mapaliey .................................1425
Design of Hybrid System between Renewable Energy and Conventional Energy in Consumer Households Jatmiko, Hasyim Asy’ari ................................ ................................................................ ........ 1430
Pengaruh Grain Size Arang Aktif Dari Bahan Limbah Industri Sagu Aren Terhadap Penyerapan Polutan Limbah Batik Sudarja, Kunco Diharjo, Novi Caroko ................................................................................... 1435
Studi Eksperimental Aliran Cair-Cair (Water dan Shallow Well Crude Oil) Pada Saluran Mendatar Indarto, A.K. Wardiyan, T.A. Indrawan.................................................................................. 1444
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1366
Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Kualitas Hasil Coran Paduan Aluminium
I Made Astika Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Unud, Kampus Bukit Jimbaran
Email: [email protected];[email protected]
Abstract
One of the factors that influence the process of casting aluminum alloy in the process of making decorative lighting components is the pouring temperature. Not exactly pouring temperature can cause defects of the casting product. To get the good quality of casting product is necessary to obtain a suitable pouring temperature in the casting process of aluminium alloy.
In this study pouring temperature variation used is 650ºC, 700ºC, 750ºC, 800ºC, 850ºC After that the next observation will be done by visually and weighing to determine the quality of the productof decorative lighting components.
The result showed that the pouring temperatures very influential on the product of casting process. At temperature 750 º C product of casting aluminum alloy is accordance with the pattern, perfect shape and accordance with the pattern weight.
Keywords: aluminium alloy, pouring temperature, product quality
1. Pendahuluan Aluminium merupakan logam yang ringan
tapi mempunyai sifat yang baik, seperti tahan terhadap korosi dan hantaran listriknya yang baik. Penggunaan aluminium cukup luas antara lain pembuatan produk lampu hias, konstruksi bangunan, mobil dan lain sebagainya. Selain sifat – sifatnya diatas, aluminium juga memiliki sifat lain yaitu mudah dibentuk dan dapat di daur ulang. Mendaur ulang aluminium bekas merupakan usaha yang cukup berharga bagi masyarakat dan industri aluminium, karena energi yang diperlukan untuk memproduksi 1 (satu) ton aluminium yang didaur ulang hanyalah kira – kira 5% banyaknya dari energi yang diperlukan untuk memproduksi unsurnya dari bijih.
Salah satu industri yang memanfaatkan aluminium bekas adalah industri dalam usaha lampu hias. Lampu hias suatu hiasan yang cukup unik dan menarik yang banyak diminati oleh wisatawan domestik dan mancanegara. Dari hasil produksi lampu hias ini ditemukan hasil yang kurang maksimal atau kurang sempurna, seperti halnya berlubang kecil-kecil, permukaan kasar dan bentuk yang tidak sempurna.
Selama ini proses penuangan yang dilakukan oleh pengrajin hanya diukur berdasarkan pengalaman yaitu dengan melihat warna dari paduan aluminium yang mencair, setelah warna di ketahui sesuai dengan kriteria pengukuran pengrajin, paduan dituangkan kedalam satu cetakan, dibiarkan mendingin dan membeku, kemudian cetakan dibongkar dan diperiksa. Jika produk mengalami
cacat maka proses penuangan ditunda terlebih dulu menunggu warna logam cair menjadi sangat kehitaman, baru kemudian dilakukan proses penuangan kembali.
Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan pengrajin masalah yang sering dihadapi adalah terjadinya cacat pada produk hasil pengecoran aluminium yang mengakibatkan menurunnya produksi yang dihasilkan oleh pengrajin. Cacat yang terjadi seperti bentuk yang tidak sesuai dibandingkan pola aslinya, permukaan kasar dan berlubang kecil- kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan beberapa faktor salah satu diantaranya adalah temperatur tuang. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mendapatkan temperature tuang yang sesuai sehingga dapat dihasilkan produk yang berkualitas. Adapun yang menjadi kreteria cacat pada produk lampu hias adalah terdapatnya lubang kecil-kecil, bentuk yang tidak sesuai dengan pola, berat produk dan kehalusan permukaan
2. Dasar Teori 2.1 Aluminium
Aluminium merupakan logam yang ringan mempunyai ketahanan korosi, ketahanan arus yang baik, daya hantar yang baik, dan koefisien pemuaian yang rendah. Aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar, tapi standar yang umum dipakai adalah standar Aluminium Association di Amerika (AA) yang distandarkan atas standar Alcoa (Aluminium Company of Amerika). Keunggulan material aluminium adalah berat jenisnya yang ringan dan kekuatannya dapat ditingkatkan sesuai
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1367
dengan kebutuhan. Kekuatan aluminium biasanya ditingkatkan dengan cara paduan dan memberikan perlakuan panas yang diberikan pada aluminium selama pengerjaannya sangat mempengaruhi sifat paduan aluminium yang dihasilkan. Awalnya paduan aluminium dikembangkan dengan tujuan mendapatkan material yang kuat, ringan, usia pakai yang lama, biaya produksi yang rendah, toleransi kegagalan yang tinggi, dan tahan korosi yang baik.
Tabel 2.1 klasifikasi paduan Aluminium tempaan
(Sumber : Pengetahuan Bahan Teknik oleh Tata Surdia Ms, Sinroku Soito, 1995.)
2.1.2 Sifat-sifat Aluminium Sifat aluminium yang menonjol adalah berat
jenisnya yang rendah, daya hantar listrik/panas yang cukup baik, paling ringan diantara logam-logam yang sering digunakan, tahan terhadap korosi, lunak, ulet, dan kekuatan tariknya rendah.
Aluminium mencapai titik lebur 660ºC dan titik rekristalisasi 150ºC. Rekristalisasi adalah bila logam dipanaskan sampai temperatur yang cukup tinggi setelah deformasi plastis, dari susunannya yang rusak, kristal akan menyusun sendiri menjadi susunan baru tanpa tegangan dalam dan kekuatan tariknya bila dituang 90-120 N/mm², dianneling 70 N/mm²,dan diroll 130-200 N/mm².
Tabel 2.2 Sifat-sifat Fisik Aluminium
(sumber : Pengetahuan Teknik oleh Tata Surdia Ms, Sinroku Soito,1995)
Tabel 2.4 sifat-sifat mekanis aluminium
(Sumber: Pengetahuan Teknik oleh Tata Surdia Ms, Sinroku Soito,1995)
2.1.3 Karakteristik Aluminium Aluminium memiliki beberapa kombinasi
sifat-sifat yang menjadikannya bahan teknik yang luas penggunaannya. Sifat-sifat penting yang dimiliki aluminium yang menyebabkan dipilihnya aluminium sebagai bahan teknik adalah ringan, tahan korosi, penghantar panas yang baik. Beberapa karakteristik dari aluminium dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Berat jenis
Berat jenis aluminium 2,7 gr/cm³ karena itu banyak digunakan pada konstruksi yang ringan, seperti alat-alat otomotif, konstruksi bangunan, peralatan-peralatan rumah dan hiasan lampu. Bila sudah dipadukan dengan logam lain maka besar kecilnya berat jenis aluminium tergantung pada jumlah persentase paduannya.
2. Konduktifitas panas Aluminium dapat digolongkan sebagai bahan yang memiliki konduktifitas panas yang baik dan masih baik dibandingkan dengan tembaga
3. Sifat tahan korosi Sifat tahan korosi pada aluminium disebakan karena terbentuknya lapisan oksida aluminium pada permukaan aluminium. Lapisan oksida ini
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1368
akan melekat pada permukaan dengan sangat kuat dan rapat sehingga dapat melindungi lapisan bagian dalamnya. Adanya lapisan oksida ini selain menyebabkan aluminium tahan terhadap korosi tapi aluminium sukar untuk dilas atau disolder.
4. Kemampuan fabrikasi Sifat lain yang sangat menguntungkan pada aluminium adalah sangat mudah difabrikasi, dapat dituang dengan penuangan apa pun, dapat dibentuk dengan berbagai cara.
5. Kekuatan dan kekerasan Kekuatan dan kekerasan aluminium memang tidak begitu tinggi, tetapi stength to weight ratio aluminium masih tinggi dari baja, kekuatan dan kekerasan aluminium dapat diperbaiki dengan pemaduan unsur lainnya dan perlakuan panas.Keburukan yang paling serius pada aluminium dari segi teknik adalah sifat elastisitasnya yang sangat rendah hampir tidak dapat diperbaiki walaupun dengan pemaduan. Keuntungan lain dari logam aluminium adalah memiliki nilai dekoratif, dan memiliki titik cair yang rendah sehingga banyak digunakan sebagai bahan coran.
2.2 Pengecoran Logam Pengecoran (Casting) adalah proses
penuangan logam yang telah dicairkan dalam sebuah tungku pada temperatur tertentu sesuai dengan karakteristik logam tersebut kedalam suatu cetakan, kemudian dibiarkan mengeras sesuai dengan rongga cetakan. Pengecoran dilakukan dengan cara memanaskan logam hingga titik leburnya lalu leburan logam tersebut dituang kedalam sebuah cetakan dengan bentuk yang dikendaki.
Pengecoran logam merupakan salah satu ilmu pengetahuan tertua yang dipelajari oleh umat manusia. Walaupun telah berumur sangat tua, ilmu pengecoran logam terus dikembangkan dengan pesatnya. Berbagai macam metode pengecoran logam telah ditemukan dan terus disempurnakan diantaranya adalah investment casting, die casting, permanent mould casting, dan sand casting serta masih banyak lagi metode-metode lainnya.Dalam memahami ilmu pengecoran logam tidaklah cukup hanya dengan mengerti tiori pengecoran logam semata, karena ilmu pengecoran logam ini menuntut pula pemahaman dan penerapannya baik melalui eksperimen maupun praktikum. Untuk menjadi seorang ahli teknik pengecoran logam pengetahuan dan keterampilan yang harus dipelajari adalah sifat dan struktur material (metalurgi), teknik pembuatan inti dan cetakan (core dan mould), teknik pengecoran, dsb. Seorang ahli teknik pengecoran logam harus biasa bekerja dengan mesin dan peralatan pengecoran tradisional ataupun modern serta mampu menghasilkan produk cor (besi, baja, non ferro dengan tingkat kesulitan tertentu yang
memenuhi standar. Pengecoran adalah suatu cara membuat komponen dengan cara menuangkan bahan yang dicairkan kedalam cetakan. Bahan disini dapat berupa metal dan non metal. Untuk mencairkan bahan diperlukan furnace (dapur kupola). Furnance adalah sebuah dapur atau tempat yang dilengkapi dengan heater (pemanas).Bahan padat dicaikan sampai suhu titik cair dan dapat ditambahkan campuran bahan seperti aluminium, silicon, tembaga, dan lain-lain supaya bahan menjadi lebih baik, Bahan yang sudah cair dituangkan kedalam cetakan. Industri yang membuat komponen alumunium dengan cara casting sering mengalami efisiensi produksi karena tingginya tingkat reject akibat dari cacat yang terbentuk. Timbulnya cacat pada produk biasanya disebabkan oleh banyak faktor, salah satu diantaranya akibat dari rendahnya temperatur tuang atau mampu alir dari material yang diproduksi. Pengaruh temperatur dan kandungan inklusi material merupakan salah satu hal yang mempengaruhi nilai suatu material.Sifat mampu alir aluminium cair akan meningkat dengan kenaikan temperatur tuang, Namun sayangnya hal ini justru akan berakibat pada masuknya gas hidrogen dalam jumlah yang besar pada aluminium cair yang pada akhirnya dapat membentuk cacat porositas pada produk.
Proses pembuatan secara umum proses pengecoran dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair kedalam cetakan, pembersihan coran dan proses daur ulang tanah cetakan. Hasil dari pengecoran disebut dengan coran atau benda cor. Proses pengecoran logam merupakan proses berkesinambungan dan saling terkait dari berbagai proses yang ada seperti yang terlihat pada diagram 2.1.
Secara umum ada 4 faktor yang berpengaruh atau merupakan ciri-ciri dari proses pengecoran, yaitu : 1. Adanya aliran logam cair kedalam rongga
cetakan 2. Terjadi perpindahan panas selama pembekuan
dan pendinginan dari logam dalam cetakan 3. Pengaruh material cetakan 4. Pembekuan logam dari kondisi cair
Pencairan paduan logam aluminium bekas pada produksi lampu hias dengan sekali tahap pencairan .
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1369
Pencairan ini dilakukan pada dapur dengan kapasitas yang disesuaikan. Mula-mula aluminium bekas dilebur dan dicairkan, pada saat aluminium bekas sudah mencair dan mencapai titik cairnya dengan temperatur yang divariasikan kemudian dituangkan pada cetakan lampu hias. Setelah itu cetakan lampu hias didinginkan dengan udara, selanjutnya dilakukan proses permesinan untuk mengurangi cacat saat proses pengecoran. Lampu hias yang telah mengalami proses permesinan dipilih,lampu hias yang dianggap baik dapat dipasarkan, sedangkan yang memiliki kualitas buruk akan dicairkan kembali
2.3 Logam Cair 2.3.1 Proses Pencairan Logam
Pencairan logam merupakan aspek terpenting dalam operasi-operasi pengecoran karena berpengaruh langsung pada produk cor. Pada proses pencairan, mula-mula yang terdiri dari logam, unsur- unsur paduan dan material lainnya seperti fluks dan unsur pembentuk terak dimasukan kedalam tungku. Fluks adalah senyawa inorganic yang dapat “membersihkan” logam cair dengan menghilangkan gas-gas yang ikut terlarut dan juga unsur-unsur pengotor (impurities). Fluks memiliki beberapa kegunaan yang tergantung pada logam yang dicairkan, seperti menghalangi oksidasi dipermukaan logam cair.
Peleburan paduan aluminium bekas pada produksi lampu hias dengan sekali tahap pencairan . 3. Metode Penelitian
Rancangan penelitian dibuat dengan tujuan untuk memberikan pedoman bagi peneliti agar terencana dalam melaksanakan penelitian serta dalam rancangan penelitian digambarkan tahap-tahap pelaksanaan penelitian secara keseluruhan. Dalam prosedur penelitian ini dijelaskan langkah-langkah yang dapat diambil dalam pelaksanaan penelitian.
3.1 Persiapan Peralatan dan Bahan Baku Langkah persiapan ini dilakukan sebelum
melakukan proses peleburan, dimana langkah persiapan yang dilakukan adalah mempersiapkan tungku pemanas, cetakan dan bahan coran yaitu aluminium bekas.
3.1.2 Proses Pencairan Aluminium Bekas Aluminium bekas yang akan dicairkan
dimasukkan kedalam tungku bakar kemudian kompor dihidupkan dan tungku pembakaran ditutup untuk mempercepat proses pencairan aluminium bekas tersebut.
Saat pencairan, semua krak dan kotoran berupa oksida yang terapung dipermukaan dibersihkan mempergunakan sendok pengaduk. 3.1.3 Pengecoran Pada Masing – Masing
Cetakan Setelah cetakan siap dan Aluminium mencair dengan baik, tuangkan paduan cair ke dalam cetakan yang telah dipersiapkan. Penuangan kedalam cetakan ini dilakukan melalui lubang yang berada dibagian atas cetakan. Setelah semua cetakan terisi, cetakan didiamkan beberapa saat sampai membeku kemudian cetakan dibongkar.
3.1.4 Perbandingan Hasil Akhir Lampu Hias Secara Visual
Perbandingan hasil akhir coran lampu hias dengan master pola lampu hias meliputi ketepatan bentuk tanpa cacat dan bentuk yang tidak sempurna. Ketidak sempurnaan hasil akhir coran lampu hias diberikan keterangan tipe cacat yang dialami. Dengan hasil akhir lampu hias yang tidak cacat dapat diketahui temperatur penuangan yang menghasilkan kualitas produk yang lebih baik atau mendekati sempurna.
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1370
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Penelitian 4. Hasil Dan Pembahasan 4.1 Hasil penelitian
Setelah tahapan pengecoran komponen lampu hias selesai, selanjutnya dilakukan pengamatan secara visual pada hasil akhir komponen lampu hias dan penimbang beratnya untuk menganalisa baik atau cacatnya hasil coran komponen lampu hias tersebut sehingga didapatkan perbandingan temperatur tuang dari masing-masing coran komponen lampu hias dengan (5) lima variasi temperatur penuangan.
4.1.1 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Tuang 650ºC
Gambar 4.1 Hasil pengecoran pada temperatur penuangan 650ºC
4.1.2 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 700ºC
Gambar 4.2 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 700ºC
4.1.3 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 750ºC
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1371
4.1.4 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 800ºC
Gambar 4.4 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 800ºC
4.1.5 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 850ºC
Gambar 4.5 Hasil Pengecoran Pada Temperatur Penuangan 850ºC
4.2 Data Hasil Penimbangan Berat Komponen Lampu Hias
Ada pun hasil penimbangan yang didapat pada setiap variasi temperatur penuangan antara lain sebagai berikut dengan toleransi berat penimbangan ± 3 gram dari berat pola asli yang sempurna 102,18 gram ;
Tabel 4.1 Data Hasil Penimbangan dan Pengamatan Visual Pada Temperatur 6500C
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1372
Tabel 4.2 Data Hasil Penimbangan dan Pengamatan Visual Pada Temperatur 7000C
Tabel 4.3 Data Hasil Penimbangan dan Pengamatan Visual Pada Temperatur 7500C
Tabel 4.4 Data Hasil Penimbangan dan Pengamatan Visual Pada Temperatur 8000C
Tabel 4.5 Data Hasil Penimbangan dan Pengamatan Visual Pada Temperatur 8500C
4.2.1 Jumlah Komponen Lampu Hias yang Baik dan Cacat
Tabel 4.6 Jumlah Komponen Lampu Hias Yang Baik dan Cacat.
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1373
Keterangan tabel : Produk Baik
x :Produk Cacat, meliputi : - Aliran logam cair yang terputus. - Permukaan yang kasar. - Aliran logam cair yang meluber. - Bentuk yang tidak sesuai dengan master pola
4.3 Persentase Keberhasilan dan Data Dalam Bentuk Grafik
Dari hasil pengamatan secara visual dan hasil penimbangan maka akan didapat perbandingan pada setiap temperatur yang digunakan sehingga akan dapat dilihat persentase keberhasilan pada masing-masing temperatur penuangan. Ada pun persentase keberhasilan pada masing-masing temperatur sebagai berikut ;
4.3.1 Persentase keberhasilan dari penimbangan : Persentase Keberhasilan (%) setiap temperatur =
Temperatur Penuangan 650ºC =
Temperatur Penuangan 700ºC =
Temperatur Penuangan 750ºC =
Temperatur Penuangan 800ºC =
Temperatur Penuangan 850ºC =
Persentase Keberhasilan (%) setiap temperatur =
4.4 Pembahasan Besarnya toleransi dari penimbangan adalah
± 3 gram dimana toleransi tersebut didapat dari rekomendasi pengerajin. Di pilihnya toleransi tersebut dengan pertimbangan apabila batas toleransi dibawah 3 gram perbedaan cacat dari hasil coran sangat kecil hampir tidak kelihatan perbedaanya dengan master pola sedangkan apabila diatas toleransi tersebut perbedaan cacat dari hasil coran terlalu besar sehingga sangat sulit menentukan kualitas hasil coran walaupun secara visual hasil tersebut kelihatan sempurna. Adapun hasil pengecoran pada temperatur 650ºC menghasilkan coran yang kurang sempurna karena banyak hasil coran yang cacat, tidak mengisi rongga cetakan secara utuh, dengan persentase keberhasilan 16,67% pada penimbangan berat, dan 0% pada pengamatan visual. Pada variasi temperatur penuangan 700ºC, menghasilkan komponen lampu hias yang cukup baik dimana dari hasil berat penimbangan jumlah komponen lampu hias yang baik berjumlah 3 buah dan yang cacat berjumlah 3 buah dengan persentase keberhasilan mencapai 50%,dan secara visual jumlah komponen lampu hias yang baik berjumlah 4 buah dan yang cacat 2 buah, dimana berdasarkan pengalaman pengerajin biasanya mengunakan temperatur 700ºC ini, karena berdasarkan pengamatan secara visual hasil coran terlihat mendekati sempurna, dengan persentase keberhasilan 66,67%. Pada temperatur penuangan 750ºC menghasilkan kualitas produk lebih baik, keberhasilan hasil akhir komponen lampu hias paling tinggi dibandingkan dengan temperatur penuangan yang lainnya baik dari berat penimbangan maupun pengamatan secara visual dengan jumlah komponen lampu hias yang baik mencapai 5 buah dan yang cacat 1 buah dari 6 kali proses penuangan sehingga persentase keberhasilan mencapai 83,33%. Selanjutnya dari temperatur penuangan 800ºC hanya menghasilkan komponen lampu hias yang baik sebanyak 2 buah dan jumlah yang cacat mencapai 4
Seminar Nasional Teknik Mesin X 2-3 November 2011 Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB ISBN 978 – 602 – 19028 – 0 – 6
SNTTM X | 1374
buah dari berat penimbangan dan secara visual mengahasilkan jumlah produk baik 2 buah dan yang cacat 4 buah karena permukaan dari hasil coran banyak yang kasar/cacat dan juga aliran logam cair meluber akibat temperatur penuangan yang tinggi. Persentase keberhasilan yang dicapai hanya 33,33%. Temperatur penuangan yang terakhir adalah 850ºC, temperatur ini tidak menghasilkan satu pun komponen lampu hias yang baik dan semua komponen lampu hias yang dihasilkan cacat karena aliran logam cair meluber sama seperti halnya pada temperatur penuangan 800ºC dan persentase keberhasilan yang dicapai adalah 0 %.
Dari semua hasil pengecoran komponen lampu hias diatas, temperatur penuangan 750ºC menghasilkan hasil coran yang lebih baik sebagaiman terlihat pada grafik persentase keberhasilan. Dalam pengecoran komponen lampu hias pengerajin perlu memperhatikan temperatur penuangan sehingga dapat meminimalkan cacat produk sebagaimana terlihat perbedaan cacat dari hasil coran pada temperatur tuang 650ºC dan temperatur tuang 850ºC, dimana pada temperatur 650ºC cacat yang dihasilkan berupa aliran logam yang terputus, karena tidak mampu mengisi rongga cetakan secara utuh hal tersebut disebabkan karena logam cair belum cair secara sempurna dimana titik cair dari aluminium adalah 660ºC sehingga terjadi pembekuan secara dini sebelum memenuhi rongga cetakan dan panas dari logam cair diserap oleh permukaan dinding cetakan sehingga pendinginan menjadi lebih cepat. Lain halnya pada temperatur 850ºC cacat yang terjadi berupa aliran logam cair yang meluber dan bentuk yang tidak sesuai master pola. Hal tersebut disebabkan terlalu tingginya temperatur tuang sehingga laju aliran logam cair pada rongga cetakan terlalu cepat yang mengakibatkan dinding-dinding dari rongga cetakan tidak mampu menahan laju aliran logam tersebut sehingga mengakibatkan cacat pada hasil coran berupa aliran logam meluber.
5. Kesimpulan Dari proses pengecoran komponen lampu
hias yang telah dilakukan dengan menggunakan 5 variasi temperatur penuangan, dan setelah diamati secara visual dan penimbangan dari jumlah baik dan cacatnya, terlihat pengecoran komponen lampu hias dengan temperatur penuangan 750ºC yang menghasilkan kualitas hasil coran lebih baik dari temperatur penuangan yang lainnya, dengan persentase keberhasilan mencapai 83,33%.
Daftar Pustaka Anonim, (2010), Pengecoran Logam, House Of
Wavega (http://3.bp.blogspot.com) (25 Desember 2010)
Anonim, (2008), ’Sand Casting Procces’, sand Casting, (www.Sandcastinc. com/ process2. htm) (25 Desember 2010)
Bayne, S.C. (2009), ’Cast and Die Stone (Products)’, Department of Operative Dentistry School of Dentistry University of North Carolina Chapel Hill, NC 27599-7450 (http://www-personal.umich.edu/ ~sbayne/ dental-materials/Die-Stone-PPT-SS.pdf), (29 - 12 2010)
John, A.S (2009), Introduction To Manufacturing Processes, Edisi Ketiga, Andi, Yogyakarta
Subondo, Wirawan (2008) Teknik Produksi Mesin Industri, Jilid 1, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta
Surdia Tata, Sinroku Saito (1995) Pengetahuan Bahan Teknik, Edisi keenam, PT Pradnya Pramita, Jakarta.
Wikipedia (The Free Ecyclopedia), (2010), ‘aluminium, Wikipedia Foundation. (http://en.wikipedia.org/wiki/Al) (29- 12- 2010)