jimvet e-issn: 2540-9492 september 2018, 2(4):515-523

9
JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523 515 GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIMPA BABI HUTAN (Sus scrofa) YANG TERINFEKSI PARASIT INTERNAL DI KAWASAN LHOKNGA ACEH BESAR Histopathologycal Of Spleen Wild Boar (Sus scrofa) Infected By Internal Parasites In Lhoknga Aceh Besar Muttaqien Bakri 1 , Ummu Balqis 2 , Nur Rachmatika 3 1 Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala 2 Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala 3 Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala [email protected] ABSTRAK Babi merupakan hewan transmiter yang dapat menyebabkan zoonosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi limpa babi hutan (Sus scrofa) yang terinfeksi parasit internal di kawasan Lhoknga Aceh Besar. Sampel penelitian menggunakan tiga ekor babi hutan. Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode natif untuk pemeriksaan feses, ulas darah tipis dengan pewarnaan Giemsa untuk pemeriksaan darah dan pemeriksaan patologi anatomis dan histopatologi dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE). Hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan babi pertama positif terinfeksi oleh Anaplasma marginale, sedangkan pada pemeriksaan feses menunjukkan babi kedua positif terinfeksi Strongyloides ransomi dan babi ketiga negatif. Hasil pengamatan patologi anatomis limpa babi pertama menunjukkan pembengkakan, babi kedua mengalami perubahan warna berupa ungu kecoklatan, dan babi ketiga terdapat nodul. Hasil pemeriksaan histopatologi limpa pada babi pertama terlihat edema pada pembuluh darah, infiltrasi sel radang, pulpa merah dan pulpa putih tidak berbatas jelas, hiperemi, dan hemoragi. Pada babi kedua terlihat hiperemi dan infiltrasi sel radang dan pada babi ketiga terjadi hemoragi, hiperemi, dan terdapat Melano Makrofag Center (MMC). Dari keterangan di atas terjadinya perubahan histopatologi pada limpa babi hutan yang terinfeksi oleh parasit internal. Kata kunci: limpa, babi hutan, parasit internal ABSTRACT Pigs are transmitters that can cause zoonoses.This study aims to determine the histopathological description of wild boar spleen (Sus scrofa) infected by internal parasites in the Lhoknga Aceh Besar. The study sample used three wild boar. In this study conducted using native methods for faecal examination, thin blood vessels with Giemsa staining for blood tests and examination of anatomical pathology and histopathology with hematoxylin-eosin staining (HE). The results obtained were analyzed descriptively. The results of blood tests showed that the first pig was positively infected by Anaplasma marginale, while the faecal examination showed that the second pig was positively infected by Strongyloides ransomi and a third pig negative. Observation of the first spleen anatomical pathology of the first pig showed swelling, the second pig experienced a brownish color change, and the third pig had nodules. The results of histopathological examination of the spleen in the first pig showed edema in the blood vessels, infiltration of inflammatory cells, red and white pulp without clear limits, hyperemia, and hemorrhage. In the second pig there is hyperemia and inflammatory cell infiltration and in the third pig there is hemorrhage, hyperemia and melano macrophage center (MMC). In conclusion, there was histopathology changes of wild boar infected by internal parasites. Keywords: spleen, wild boar, internal parasites PENDAHULUAN Babi hutan (Sus scrofa) tersebar luas hampir diseluruh kepulauan Indonesia (Albert dkk., 2014). Yulianto dkk., (2015) menyatakan babi hutan sering memasuki lahan pertanian dan perkampungan sehingga kontak dengan manusia tidak dapat dihindari. Hazliansyah, (2013)

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523

515

GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIMPA BABI HUTAN (Sus scrofa) YANG

TERINFEKSI PARASIT INTERNAL DI KAWASAN

LHOKNGA ACEH BESAR

Histopathologycal Of Spleen Wild Boar (Sus scrofa) Infected By Internal Parasites In

Lhoknga Aceh Besar

Muttaqien Bakri1, Ummu Balqis2, Nur Rachmatika3

1Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala 2Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala

3Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala

[email protected]

ABSTRAK Babi merupakan hewan transmiter yang dapat menyebabkan zoonosis. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran histopatologi limpa babi hutan (Sus scrofa) yang terinfeksi parasit internal di kawasan

Lhoknga Aceh Besar. Sampel penelitian menggunakan tiga ekor babi hutan. Pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode natif untuk pemeriksaan feses, ulas darah tipis dengan pewarnaan Giemsa untuk

pemeriksaan darah dan pemeriksaan patologi anatomis dan histopatologi dengan pewarnaan hematoksilin-eosin

(HE). Hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan babi pertama positif

terinfeksi oleh Anaplasma marginale, sedangkan pada pemeriksaan feses menunjukkan babi kedua positif

terinfeksi Strongyloides ransomi dan babi ketiga negatif. Hasil pengamatan patologi anatomis limpa babi pertama

menunjukkan pembengkakan, babi kedua mengalami perubahan warna berupa ungu kecoklatan, dan babi ketiga

terdapat nodul. Hasil pemeriksaan histopatologi limpa pada babi pertama terlihat edema pada pembuluh darah,

infiltrasi sel radang, pulpa merah dan pulpa putih tidak berbatas jelas, hiperemi, dan hemoragi. Pada babi kedua

terlihat hiperemi dan infiltrasi sel radang dan pada babi ketiga terjadi hemoragi, hiperemi, dan terdapat Melano

Makrofag Center (MMC). Dari keterangan di atas terjadinya perubahan histopatologi pada limpa babi hutan yang

terinfeksi oleh parasit internal.

Kata kunci: limpa, babi hutan, parasit internal

ABSTRACT

Pigs are transmitters that can cause zoonoses.This study aims to determine the histopathological

description of wild boar spleen (Sus scrofa) infected by internal parasites in the Lhoknga Aceh Besar. The study

sample used three wild boar. In this study conducted using native methods for faecal examination, thin blood

vessels with Giemsa staining for blood tests and examination of anatomical pathology and histopathology with

hematoxylin-eosin staining (HE). The results obtained were analyzed descriptively. The results of blood tests

showed that the first pig was positively infected by Anaplasma marginale, while the faecal examination showed

that the second pig was positively infected by Strongyloides ransomi and a third pig negative. Observation of the

first spleen anatomical pathology of the first pig showed swelling, the second pig experienced a brownish color

change, and the third pig had nodules. The results of histopathological examination of the spleen in the first pig

showed edema in the blood vessels, infiltration of inflammatory cells, red and white pulp without clear limits,

hyperemia, and hemorrhage. In the second pig there is hyperemia and inflammatory cell infiltration and in the

third pig there is hemorrhage, hyperemia and melano macrophage center (MMC). In conclusion, there was

histopathology changes of wild boar infected by internal parasites.

Keywords: spleen, wild boar, internal parasites

PENDAHULUAN

Babi hutan (Sus scrofa) tersebar luas hampir diseluruh kepulauan Indonesia (Albert

dkk., 2014). Yulianto dkk., (2015) menyatakan babi hutan sering memasuki lahan pertanian dan

perkampungan sehingga kontak dengan manusia tidak dapat dihindari. Hazliansyah, (2013)

JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523

516

melaporkan warga di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, dibuat resah oleh

meningkatnya babi hutan yang kerap berkeliaran di permukiman mereka dan satwa liar ini

dianggap sebagai hama bagi para petani karena sering merusak lahan pertanian.

Berkembangnya zoonosis dalam beberapa tahun terakhir menjadi tanda bertambahnya

ancaman penyakit yang mematikan bagi manusia yang ditularkan oleh hewan (Khairiyah,

2011). Zoonosis menurut Wijayanti, (2010) adalah penyakit yang secara alami dapat ditularkan

dari hewan-hewan vertebrata ke manusia dan atau sebaliknya. Penyakit zoonosis dapat

ditularkan dari hewan ke manusia melalui beberapa cara, yaitu kontak langsung dengan hewan

pengidap zoonosis dan kontak tidak langsung melalui vektor atau mengonsumsi pangan yang

berasal dari ternak sakit, atau melalui aerosol ketika seseorang berada pada lingkungan yang

tercemar (Khairiyah, 2011).

Supriadi dkk., (2014) melaporkan babi merupakan reservoir berbagai agen penyakit

parasit, penelitiannya berhasil menemukan 5 spesies parasit dari golongan Protozoa dan

Helminth. Golongan Protozoa yang ditemukan adalah Balantidium sp., sedangkan golongan

Helminth terdiri atas 4 spesies yaitu Ascaris suum, Trycostrongylus sp., Metastrongylys sp. dan

Taenia sp. Beberapa jenis penyakit parasit darah yang penting di Indonesia antara lain

leucocytozoonosis, trypanosomiasis, babesiosis dan anaplasmosis (Solihat, 2002).

Jenis cacing yang sering menginfeksi babi yaitu Oesophagustomum sp, Trichuris sp dan

Ascaris suum (Syukron dkk., 2012). Kejadian ascariasis juga sangat tinggi pada babi-babi di

daerah tropis dan sub tropis. Belakangan ini penyakit parasit pada babi seperti Toxoplasma

gondii, Balantidium coli dan Entamoeba spp menjadi perhatian sebagai penyakit zoonosis

(Suryawan dkk. 2014).

Beberapa spesies Taenia bersifat zoonosis, Taeniasis/sistiserkosis di daerah pedesaan

mempunyai tingkat endemik yang tinggi (Subahar dkk., 2005). Menurut Widarso, (2001)

taeniasis merupakan masalah kesahatan yang penting di Indonesia. Taeniasis dan sistiserkosis

adalah penyakit yang disebabkan cacing pita Taenia saginata dan Taenia solium. Babi hutan

merupakan inang antara T. solium selain babi domestik yang merupakan sumber infeksi

Cysticercus cellulosae (C. cellulosae) bagi manusia yang menyebabkan terjadinya sistiserkosis

(Yulianto dkk., 2015).

Limpa adalah organ limfoid terbesar yang memiliki banyak pembuluh darah. Fungsi

utama organ limpa adalah melindungi organisme terhadap patogen (bakter, parasit, virus) yang

masuk ke dalam tubuh (Wahyuningtyas, 2015). Struktur histologi limpa secara umum terdiri

dari kapsula, pulpa putih dan pulpa merah. Kapsula tersusun dari jaringan ikat pada bagian luar

dan otot polos pada bagian dalam. Pulpa putih dan pulpa merah, terdiri dari arteriol, kapiler,

venula, mengandung sel dan serabut retikuler membentuk jalinan stroma yang mengandung

limfosit, makrofag dan sel aksesoris lain yang mirip dengan sel-sel yang ditemukan pada

kelenjar getah bening (Dellmann dan Brown, 1989; DiFiore, 1992).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai perubahan

gambaran histopatologi limpa babi hutan yang disebabkan oleh parasit internal. Oleh sebab itu

perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengidentifikasi apakah terjadi perubahan histopatologi

limpa babi hutan di kawasan Lhoknga yang terinfeksi parasit internal.

MATERIAL DAN METODE

Penelitian ini menggunakan tiga ekor babi hutan. Penelitian dilakukan dengan

menggunakan metode natif untuk pemeriksaan feses, ulas darah tipis dengan pewarnaan Giemsa

untuk pemeriksaan darah dan pemeriksaan patologi anatomis dan histopatologi dengan

pewarnaan hematoksilin-eosin (HE). Hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan

disajikan dalam bentuk gambar dan tabel.

JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523

517

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Parasit Melalui Pemeriksaan Feses dan Darah

Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 3 sampel feses dan 3 sampel darah babi hutan

pertama (B1), babi hutan kedua (B2) dan babi hutan ketiga (B3) di kawasan Lhoknga Aceh

Besar, didapatkan 1 sampel feses yang positif terinfeksi oleh parasit internal berupa cacing

golongan nematoda yaitu Strongyloides ransomi dan 1 sampel darah positif terinfeksi parasit

protozoa yaitu Anaplasma marginale (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil identifikasi parasit pada pemeriksaan feses dan darah

No Sampel Feses Darah Keterangan

1 B1 - + Anaplasma marginale

2 B2 + - Strongyloides ransomi

3 B3 - -

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil identifikasi parasit pemeriksaan feses dengan

metode natif didapatkan Strongyloides ransomi pada babi hutan pertama (B1) dan pemeriksaan

darah dengan uji darah ulas darah tipis didapatkan Anaplasma marginale pada babi hutan kedua

(B2). Gambar hasil pemeriksaan feses dan darah dapat dilihat pada (Gambar 1).

Gambar 1. Pemeriksaan sampel feses dan darah : (A) pemeriksaan feses B2, (a) Strongyloides ransomi (B)

pemeriksaan darah B1, (b) Anaplasma marginale.

Pada (Gambar 1) hasil pemeriksaan feses dan darah, gambar (A) pemeriksaan feses

babi hutan kedua (B2) ditemukan Strongyloides ransomi berbentuk oval dengan larva di dalam

telur (Oka dan Dwinata, 2011). Corwin (1997) juga menyatakan telur Strongyloides ransomi

memiliki cangkang tipis dan berukuran 45-55 x 26-35 mikron. Gambar (B) pemeriksaan ulas

darah B1 ditemukan Anaplasma marginale dengan titik berwarna merah tua pada bagian tepi sel

darah merah. Anaplasma sp. berukuran kecil 0.3-0.4 μm, berbentuk kokoid sampai elips dan

menyebabkan Anaplasmosis (Saputra dkk., 2013).

Strongyloides ransomi merupakan salah satu cacing nematoda yang menginfeksi usus

halus babi (Dunn, 1978) tepatnya di mukosa usus seperti yang dikatakan (Corwin, 1997). Babi

terinfeksi Strongyloides ransomi disebabkan oleh keadaan kandang yang tidak bersih, puting

susu yang tercemar, melalui air minum, kolostrum. Pada infeksi berat gejala yang muncul

berupa diare berdarah, anemia, kekurusan dan kematian mendadak pada anak babi

(Fendriyanto dkk., 2015).

A B

b

a

JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523

518

Pada (Gambar 6) hasil pemeriksaan feses dan darah, gambar (B) pemeriksaan darah babi

hutan pertama (B1) ditemukan Anaplasma marginale merupakan protozoa darah ditularkan

melalui vektor caplak yaitu Boophilus microplus, Hal ini didukung oleh pernyataan

(Brotowidjoyo, 1987) bahwa populasi caplak, kondisi geografis, iklim, cuaca, sosial budaya,

dan sosial ekonomi di suatu daerah berpengaruh dalam penyebaran protozoa darah ini.

Anaplasma marginale menginfeksi eritrosit dan menyebabkan anemia, lemah, kehilangan berat

badan, demam, abortus, penurunan produksi susu, konstipasi dan dapat menyebabkan kematian

(Pong dan Nik, 2012).

Pada organ limpa, eritrosit berada pada pulpa merah yang berperan mendukung kerja

limfosit, monosit, sel plasma, dan leukosit granural dalam fagositosis (Junqueria, dkk., 1997,

Nurhaini dkk., 2012). Anaplasma marginale yang menginfeksi eritrosit dapat mengganggu

proses fagositosis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sam, (2015) yang mengatakan bahwa

protozoa ini dapat melisiskan eritrosit, menurunkan kadar Haemoglobin, dan meningkatkan

level parasitemia.

Patologi Anatomis Limpa Babi Hutan yang Terinfeksi Parasit Internal

Hasil pengamatan patologi anatomi limpa 3 ekor babi hutan yang diperiksa secara

visual pasca nekropsi yaitu pada babi hutan (B1) terlihat mengalami pembengkakan, babi hutan

(B2) mengalami perubahan warna, dan babi hutan (B3) ditemukan nodul pada limpa. Hasil

pengamatan patologi anatomis limpa babi hutan yang terinfeksi parasit internal ditampilkan

pada Tabel 2.

Tabel 2. Perubahan patologi anatomis limpa babi hutan yang terinfeksi parasit internal

Kriteria Penilaian B1 B2 B3

Limpa

Warna – Abnormal –

Pembengkakan Bengkak – –

Nodul – – Ada

Berdasarkan Tabel 2, gambaran patologi anatomis limpa babi hutan yang terinfeksi

parasit mengalami beberapa perubahan saat diamati secara makroskopis. Limpa pada babi hutan

pertama (B1) yang positif Anaplasma marginale menunjukkan pembengkakan (Gambar 2).

Pembengkakan terjadi diakibatkan oleh respon tubuh terhadap antigen (bakteri, virus, parasit)

yang merangsang sel-sel limfosit dalam limpa membentuk antibodi dalam melawan infeksi

(Etriwati dkk., 2017). Anaplasma marginale merupakan salah satu antigen berupa parasit darah

yang dapat mengakibatkan limpa membengkak.

Limpa pada babi hutan kedua (B2) yang positif Strongyloides ransomi menunjukkan

perubahan warna berupa ungu kecoklatan (Gambar 2). Seperti pernyataan Goni dkk., (2017)

yang mengatakan bahwa warna normal limpa babi yaitu merah tua sedangkan limpa B2

abnormal karena berwarna coklat kehitaman. Goni dkk., (2017) juga menyatakan pada

penelitiannya perubahan warna pada limpa memiliki beberapa faktor ialah berkurangnya

pasokan oksigen maupun bahan zat makanan.

Pada limpa B3 terdapat nodul yang dapat diakibatkan oleh adanya peradangan. Tanda

panca radang yaitu tumor, dolor, rubor, kalor dan functiolesa.

JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523

519

Gambar 2. Gambar limpa babi hutan yang terinfeksi parasit internal: (A) limpa babi hutan B1 mengalami

pembengkakan, (B) limpa babi hutan B2 berwarna ungu kecoklatan, (C) limpa babi hutan B3 yang

terdapat nodul, (a) nodul.

Histopatologi Limpa Babi Hutan yang Terinfeksi Parasit Internal

Pengamatan hasil histopatologi limpa babi hutan yang terserang Anaplasma marginale

dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Gambaran histopatologi babi hutan B1 yang mengalami (a) edema pada pembuluh darah, (b) infiltrasi

sel radang, (c) pulpa merah dan pulpa putih tidak berbatas jelas (d) hiperemi, (e) hemoragi (10X)

(H&E).

Hasil pengamatan histopatologi limpa babi hutan B1 yang terinfeksi parasit internal

berupa Anaplasma marginale terdapat edema dan infiltrasi sel radang, pulpa merah dan pulpa

putih tidak berbatas jelas, hemoragi dan hiperemi (Gambar 3). Hiperemi merupakan suatu

keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan di dalam pembuluh darah atau keadaaan yang

disertai meningkatnya volume darah dalam pembuluh darah yang melebar (Guyton dan Hall,

2011). Keadaan ini terjadi karena lisisnya eritrosit yang disebabkan oleh Anaplasma marginale

(Sam, 2015).

Peradangan merupakan reaksi pertahanan diri dari respon terhadap cedera berupa reaksi

vaskuler, zat-zat terlarut dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau

nekrosis. Peradangan juga merupakan awal dari adanya respon imun pada jaringan yang terkena

jejas atau adanya agen infeksi (Celloti dan Laufer, 2001). Hal ini Anaplasma marginale

mengakibatkan infiltrasi sel radang seperti penelitian yang dilakukan Wahyuningtyas (2015)

menunjukkan perubahan limpa mengalami infitrasi sel radang akibat infeksi Toxoplasma

gondii.

Penelitian ini juga menunjukkan batas antara pulpa putih dan pulpa merah yang tidak

begitu jelas, (Hanum dkk., 2017) menyatakan salah satu penyebab seperti yang dilaporkan

A

a

B

B

C

B

a

b

c

e

d

JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523

520

adalah pertambahan umur dari spesies tersebut, dimana semakin bertambahnya umur maka

semakin besar diameter pada pulpa putih.

B2 yang terinfeksi parasit internal berupa Strongyloides ransomi terlihat perubahan

berupa hemoragi dan infitrasi sel radang (Gambar 4).

Gambar 4. Gambaran histopatologi babi hutan B2 yang mengalami (a) hiperemi, (b) infiltrasi sel radang

(10X)(H&E).

Pada histopatologi limpa babi hutan kedua (B2) terjadi perubahan hemoragi dan infitrasi

sel radang yang dapat terjadi akibat peradangan pada usus halus. Seperti yang dilaporkan oleh

Enigk, (1952) Strongyloides ransomi berpredileksi pada usus halus, terutama cacing betina akan

menyebabkan iritasi serta peradangan pada mukosa usus halus. Secara histopatologis akan

nampak perubahan pada mukosa usus halus terutama epithelium dan lamina propria.

Pada pengamatan histopatologi babi hutan B3 yang negatif terinfeksi parasit internal

terlihat perubahan berupa hiperemi, hemoragi, (Gambar 5) dan Melano Makrofag Center (MMC)

(Gambar 6). MMC (Melano Makrofag Center) merupakan Sel-sel yang mengalami nekrosis,

secara histopatologi sel akan berubah menjadi berwarna coklat kehitaman (Gambar 6)

(Mawardi, 2016).

Menurut Robert (1978) menyatakan bahwa terjadiya MMC pada sel merupakan salah

satu reaksi pertahanan sel-sel tubuh terhadap senyawa toxic. Pada limpa babi hutan ketiga (B3)

yang ditemukan nodul pada pemeriksaan patologi anatomi, menunjukkan perubahan

histopatologi limpa yang mengakibatkan tingginya tingkat pertahanan terhadap senyawa asing,

sehingga sel limpa bereaksi dengan kuat yang akan terbentukknya MMC pada jaringan limpa.

b

a

JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523

521

Gambar 5. Gambaran histopatologi babi hutan B3 yang mengalami (a) hemoragi, (b) hiperemi (10X) (H&E).

Gambar 6. Gambaran histopatologi babi hutan B3 yang terdapat MelanoMakrofag Center (MMC) (40x) (H&E)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, pada babi hutan pertama (B1)

positif terinfeksi Anaplasma marginale, babi hutan kedua (B2) positif terinfeksi Strongyloides

ransomi, dan babi hutan ketiga (B3) negatif terinfeksi parasit internal. Hasil pemeriksaan

histopatologi limpa ditemukan edema, infiltrasi sel radang, hiperemi, dan hemoragi, pulpa

merah dan pulpa putih tidak berbatas jelas, dan terdapat Melano Makrofag Center (MMC).

DAFTAR PUSTAKA

Albert, W.R., Rizaldi, dan J. Nurdin. 2014. Karakteristik Kubangan dan Aktivitas Berkubang

Babi Hutan (Sus scrofa L.) di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB)

Universitas Andalas. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.). 3(3): 196-201.

Brotowidjoyo, M.D. 1987. Parasit dan Parasitisme. Ed ke-1. Jakarta (ID): Media.

b

a

JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523

522

Celloti, F. and Laufer, S. 2001. Inflamation, Healing and Repair Synopsis. Jurnal Medika.

(43)(5).

Corwin, R.M. 1997. Pig parasite diagnosis. College of Veterinary Medicine, University of

Missouri, columbia. 5(2):3-12.

Dellmann. D. dan E. Brown. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner I. Penerjemah Hartono. Ed 3.

Penerbit Universitas Indonesia. 246-275.

DiFiore, M.S.H. 1992. Atlas Histologi Manusia. EGC, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Dunn, A.M. 1978. Veterinary Helminthologi. 2nd

Ed. Williams Heinemann Madical Books

LTD, London.

Enigk, K. 1952. Pathogenitat und therapie des strongyloides-befalles der haustiere. Monatsh.

Prakt. Tierheilk. 4: 97-112.

Etriwati, D. Ratih, E. Handharyani, dan S. setiyaningsih. 2017. Histopathology Studies on

Spleen and Bursa Fabrisius of Newcastle Disease Chickhens from Field Case. Jurnal

Veteriner. 18(4)511-512.

Ferdriyanto, A., I.M. Dwinata, I.B.M.Oka dan K.K. Agustina. 2015. Identifikasi dan revalensi

cacing nematoda saluran pencernaan pada anak babi di Bali. Indonesia Medicus

Veterinus. 4(5):465-473.

Goni, L.R., D. Wongkar, dan S. Wangko. 2017. Gambaran Makroskopik dan Mikroskopik

Limpa pada Hewan Coba Postmortem. Jurnal E-Biomedik (Ebm). 1(5).

Hanum, S., H. Budiman, D. Masyitha. 2017. Gambaran Histologis Limpa Ayam Kampung

(Gallus Gallus Domesticus) Pada Umur Berbeda. JIMVET. 01(3):554.

Hazliansyah. 2013. Babi Hutan Buat Resah Warga Aceh.

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/02/26/mitx4b-babi-hutan-

buat-resah-warga-aceh. (diakses tanggal 7 Desember 2017).

Junqueria, L. Carlos, J. Carneiro, R. O. Kelley. 1997. Histologi Dasar. Edisi 8. EGC. Jakarta.

Khairiyah. 2011. Zoonosis dan Upaya Pencegahannya (Kasus Sumatera Utara). Jurnal Litbang

Pertanian, 30(3):117-124.

Mawardi, M. 2016. Stategi Perbaikan Kesehatan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Melalui

Pemberian Fitofarmaka. Skripsi. Universitas Terbuka. Jakarta.

Nurhaini, R., F. Rahmawati, dan Suryoto. 2012. Gambaran histopatologi limpa tikus betina

galur Sprague Dawley yang diberikan ekstra etanol akar Pasak Bumi (Eurycoma

longifolia Jack) dan Diinduksi 7,12-dimetlbenz(a)antrasen. Journal Of Pharmacy

science.

Oka, I.B.M., dan I.M. Dwinata. 2011. Strongyloidosis Pada Anak Babi Pra-Sapih. 2(3):108.

Pong, s. dan N.A.I.I. Nik. 2012. Seroprevalence of bovine anaplasmosis caused by Anaplasma

marginale in Malaysia. Uninet Biosciences Conference. 1(2):375.

Robert, J.R. 2005. Fish Patology. University Of Stirling, Scotland. London. 279-282.

Sam, A.D.P. 2015. Prevelensi dan Faktor-Faktor risiko Anaplasmosis pada Sapi Bali Ddi

Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng. Skripsi.

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Saputra, A. 2013. Studi Kasus Infeksi Parasit Darah pada Sapi Potong di Kabupaten Subang,

Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Solihat, L. 2002. Temu Teknis Fugsional Non Pemeriksaan Sampel Penyakit-penyakit Parasit

Darah di Laboratorium Parasitologi Balitvet.

Subahar, R., A. Hamid, W. Purba, Widarso, A. Ito, S. S. Margono. 2005. Taeniasis/Sistiserkosis

Di Antara Anggota Keluarga Di Beberapa Desa, Kabupaten Jayawijaya, Papua.

MAKARA, KESEHATAN. 1(9):9-14.

Supriadi, A., Muslihin, B. Roesmanto. 2014. Pre-Eliminasi Parasit Gastrointestinal Pada Babi

Dari Desa Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat. Media Bina Ilmiah. 5(8):64-68.

Suryawan, G.Y., N.A. Suratma, I.M. Damriyasa. 2014. Potensi Babi Sebagai Sumber Penularan

Penyakit Zoonosis Entamoeba spp. Buletin Veteriner Udayana. 2(6):141-145.

JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523

523

Wahyuningtyas, T. 2015. Gambaran Histopatologi Limpa Mencit (Mus musculus) yang

Terinfeksi Toxoplasma gondii Secara Intravagina. Skripsi. Universitas Airlangga.

Surabaya.

Widarso, H.S., S.S. Margono, W.H Purba,dan R. Subahar. 2001. Prevalensi dan Distribusi

Taeniasis Dan Sistiserkosis. Makara:Kesehatan.2(5):34-38.

Wijayanti, T. 2010. Zoonosis. Jurnal Litbang. 1(6):25-30.

Yulianto, H., F. Satrija, D.W. Lukman, dan M. Sudarwanto. 2015. Seroprevalensi Positif

Sistiserkosis Pada Babi Hutan Di Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung. Jurnal

Veteriner. 1(16):187-195.