iufd dengan prolaps funiculi
DESCRIPTION
CASE REPORTTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
Tanggal masuk RSUD : 02 Juni 2013
Jam : 08.30 WIB
I. Identifikasi
Nama Nn.S
Jenis Kelamin Perempuan
Umur 19 tahun
Pendidikan SMP
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan Menikah
Agama Islam
Alamat Watu Lawang RT/RW 001/009 Kelurahan
Gerem Kecamatan Grogol
Tanggal Masuk RS 02 Juni 2013
No. CM 093XXX
II. Keluhan
Utama : keluar air-air dan darah serta lendir sejak jam 04.30
Tambahan : mulas-mulas (+)
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Cilegon atas rujukan bidan pada tanggal 02 Juni
2013 pada pukul 08.30 WIB dengan G1P0A0 hamil 24 minggu mengeluh keluar air-air
dan darah serta lendir dari vagina. Keluhan dirasakan sejak jam 04.30 disertai mulas-
mulas bersamaan dengan keluar darah dan lendir. Menurut bidan yang merujuk, pasien
datang ke tempat prakteknya sudah tampak tali pusat di luar vulva ±10cm. Menurut
pasien BAB dan BAK masih baik dan lancar. TD 120/70 mmHg, Nadi 88 x/menit, DJJ
tidak ditemukan. Tindakan IVFd RL dan Konsul dr. Sp,OG (dr. Zainuri, Sp.OG)
instruksi jam 09.00 observasi VK dan drip synto 5 U, pasien dikirim ke VK.
1
Sebelum pasien sampai di VK jam 08.45, pasien melahirkan spontan di IGD
dengan bayi lahir kepala, jenis kelamin laki-laki, BB 400 gram dan tidak ditemukan
detak jantung bayi. Kemudian pasien di kirim ke VK dengan observasi keadaan umum,
observasi tanda–tanda vital setelah melahirkan. Riwayat tidak dapat menahan saat ingin
buang air kecil, rasa tersisa setelah buang air kecil, disangkal pasien. Riwayat merokok,
trauma disangkal pasien.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal menderita penyakit jantung, hipertensi, asma, maupun kencing
manis.
V. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku di dalam keluarga tidak ada yang menderita darah tinggi, penyakit
jantung, hipertensi, asma, maupun kencing manis.
VI. Riwayat Haid
- Menarche : 12 tahun
- Siklus Haid : 28 hari
- Jumlah : 3-4x ganti pembalut/hari
- Lamanya : 7 hari
- HPHT : 10 Desember 2012
- TP : 17 September 2013
VII. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Dahulu
Kehamilan ini adalah kehamilan pertama.
VIII. Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengaku tidak menggunakan KB.
Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tek. Darah : 120/70 mmHg
2
Nadi : 88 x/menit, reguler
Pernafasan : 22 x/menit, reguler
Suhu : 36,8 0C
2. Status Generalis
Kulit : Cloasma gravidarum (-)
Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sclera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), trakea ditengah, bentuk simetris
Rahang, Gigi, Gusi : Exoriasi lidah (-) Caries (-)
Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah bersih
Thorax
A. Dada
Payudara tegang, areola hiperpigmentasi
B. Jantung
Bunyi jantung I&II reguler. murmur (-), gallop (-)
C. ParuSuara nafas utama vesikuler, Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : Perut buncit, striae gravidarum (-), hepar dan lien sulit dinilai
Ekstremitas :
Akral hangat - -- -
EdemaAtas - -- -
3. Status Obstetri
A. Pemeriksaan Luar
Leopold 1 : Setinggi umbilikus (17 cm), di fundus teraba bagian lunak
Leopold 2 : Sulit dinilai
Leopold 3 : Sulit dinilai
Leopold 4 : Sudah masuk PAP
DJJ : (-) tidak ditemukan x/menit
His : 2-3 X/10´/10-15”
TBJ : 775 gram
3
B. Pemeriksaan Dalam
- Ano genital : Tidak ada kelainan
- Inspeksi : Pengeluaran pervaginam, tampak tali pusat ± 10 cm di vulva
Vulva & Vagina, tidak ada kelainan
- Inspekulo vagina : Tidak dilakukan
- Vaginal Toucher
Portio : tidak teraba
Pembukaan Servik : lengkap
Ketuban : -
Bag.terendah janin : Kepala
4. Pemeriksaan Laboratorium
GDS : 81 mg/dl
Hemoglobin : 11,2 g/dl
Hematokrit : 31,7 %
Leukosit : 15.070 /µl
Trombosit : 275.000 /µl
Albumin urin : -
HBSAg : Non reaktif
Anti HIV 1 : -
5. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
IX. Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Cilegon atas rujukan bidan pada tanggal 02 Juni
2013 pada pukul 08.30 WIB dengan G1P0A0 hamil 24 minggu mengeluh keluar air-air
dan darah serta lendir dari vagina serta sudah tampak tali pusat di luar vulva ±10cm.
4
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
Tanda Vital
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler
Status Obstetri
A. Pemeriksaan luar
TFU 17 cm (sepusat), DJJ tidak ditemukan, his 2-3X/10’/10-15”.
B. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan VT didapat v/v tidak ada keluhan, portio tidak teraba, pembukaan
lengkap, ketuban (-), kepala sudah masuk PAP.
Tindakan dilakukan di IGD IVFd RL dan Konsul dr. Sp,OG (dr. Zainuri,
Sp.OG) instruksi jam 09.00 observasi VK dan drip synto 5 U, pasien dikirim ke VK.
Sebelum pasien sampai di VK pasien melahirkan spontan di IGD dengan bayi lahir
kepala, jenis kelamin laki-laki, BB 400 gram dan tidak ditemukan detak jantung bayi.
Kemudian pasien di kirim ke VK dengan observasi keadaan umum, observasi
tanda–tanda vital setelah melahirkan. Riwayat tidak dapat menahan saat ingin buang air
kecil, rasa tersisa setelah buang air kecil, disangkal pasien. Riwayat merokok, trauma
disangkal pasien.
X. Diagnosis
Ibu : P1A0 IUFD e.c Prolaps Funiculi
Anak : Janin Tunggal Mati
XI. Penatalaksanaan
Di IGD
- IVFd RL
- Konsul dr. Sp.OG (dr. Zainuri Miltas, Sp.OG)
Instruksi observasi VK, Drip synto 5 U
Di VK
- Observasi keadaan umum, tanda – tanda vital setelah melahirkan
5
XII. Prognosis
Ibu
- Ad vitam : ad bonam
- Ad fungsionam : ad bonam
Janin
- Ad vitam : ad malam
ANALISA KASUS
Bagaimana permasalahan yang terjadi pada kasus ini?
Seorang wanita 19 tahun dengan G1P0A0 hamil 24 minggu datang ke IGD RSUD
Cilegon mengeluh keluar air-air dan darah serta lendir dari vagina. Keluhan dirasakan sejak
jam 04.30 disertai mulas-mulas bersamaan dengan keluar darah dan lendir. Menurut bidan
yang merujuk, pasien datang ke tempat prakteknya sudah tampak tali pusat di luar vulva
±10cm. Dilakukan pemeriksaan obstetri di IGD RSUD Cilegon:
A. Pemeriksaan luar
TFU 17 cm (sepusat), DJJ tidak ditemukan, his 2-3X/10’/10-15”.
B. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan VT didapat v/v tidak ada keluhan, portio tidak teraba, pembukaan
lengkap, ketuban (-), kepala sudah masuk PAP.
Dari anamnesis ditunjukkan tampak tali pusat di luar vulva pada pasien usia
kehamilah 24 minggu merupakan tanda utama dan curiga terjadinya prolaps funiculi dan
bersamaan dengan itu tidak ditemukannya DJJ curiga terjadinya intra uterine fetal death.
Kasus Prolaps Funiculi dengan janin prematur pada pasien ini berhubungan dengan
terjadinya IUFD (Intra Uterine Fetal Death) pada karena merupakan salah satu kasus
kegawatdaruratan obstetri yaitu ketika masuknya tali pusat ke vagina melewati presentasi
janin sehingga tampak di vulva. Keadaan ini dapat mengancam hidup janin karena aliran
darah janin yang berasal dari pembuluh darah umbilikalis tertekan antara janin dan rahim,
leher rahim, atau inlet panggul
Prolaps funiculi pada kasus ini disebut tali pusat menumbung, dimana ketuban sudah
pecah dan tali pusat berada di bawah bagian janin dikarenakan janin prematur, keadaan
tersebut membuat tali pusat dapat terkena antara bagian terendah janin dan dinding panggul
yang akhirnya menimbulkan asfiksia pada janin. Bahaya terbesar adalah pada presentasi
kepala, karena setiap saat tali pusat dapat menjepit antara bagian terendah janin dengan jalan
lahir sehingga mengakibatkan gangguan oksigenasi janin. Oleh karena itu pada pasien ini
6
terjadi IUFD (Intra Uterine Fetal Demise/Death) karena saat dilakukan pemeriksaan dalam
tali pusat tidak berdenyut lagi dan dengan kelahiran berat janin 400 gram.
Penanganan yang penting ialah supaya diagnosis dapat dibuat dengan cepat dan
hendaknva dilakukan pemeriksaan dalam jika ketuban sudah pecah. Juga jika bunyi jantung
menjadi buruk dalam persalinan, hendaknya diperiksa apakah bukan disebabkan oleh tali
pusat menumbung (prolapsus funikuli). Bila pemantauan persalinan dilakukan
dengan kardiotokografi (KTG) akan memberikan gambaran deselarasi variabel yang bisa
berarti adanya gawat janin.
Penatalaksanaan umum pada kasus prolapsus tali pusat adalah dengan pemberian
oksigen 4-6 L per menit meIalui masker atau kanula nasal. Dan penatalaksanaan khususnya
adalah menentukan tali pusat masih berdenyut atau tidak. Penatalaksanaan prolapsus tali
pusat bergantung pada kondisi janin pada saat diagnosis dan umur kehamilan dan derajat
dilatasi serviks. Jika janinnya sudah meninggal, kelahiran dapat ditunggu.
7
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Kemajuan dalam bidang sosial dan ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat baik
terhadap angka kematian bayi. Pengaruh demikian tidak seberapa tampak pada angka
kematian perinatal. Dalam 30 tahun terakhir ini angka kematian bayi turun dengan mencolok,
tetapi angka kematian perinatal dalam sepuluh tahun terkahir kurang lebih menetap.
Prolaps tali pusat jarang ditemukan namun salah satu kasus kegawatdaruratan obstetri
yaitu ketika masuknya tali pusat ke vagina melewati presentasi janin sehingga tampak di
vulva. Keadaan ini dapat mengancam hidup janin karena aliran darah janin yang berasal dari
pembuluh darah umbilikalis tertekan antara janin dan rahim, leher rahim, atau inlet panggul.
Insiden kasus dilaporkan bervariasi dari 0,14% menjadi 0,62%, dengan tingkat kematian
perinatal berkisar 55-430 di 1000.1 Faktor predisposisi mencakup berat lahir rendah,
malpresentation janin, multiparitas, ketuban pecah dini, kehamilan ganda dan tindakan
manipulasi obstetri.2 Beberapa penelitian telah melaporkan terdapat korelasi tinggi antara
prolaps tali pusat dengan dilakukannya intervensi tindakan obstetri seperti memasukkan
kateter intrauterin, melakukan versi eksternal, dan rotasi manual kepala janin. Dan
dilakukannya induksi persalinan dikaitkan juga dengan peningkatan resiko prolaps tali pusat.
Penelitian terakhir di Thailand pada tahun 1987 oleh Israngura et al. Prevalensi prolaps
tali pusat sebanyak 1 dari 1.194 (0,08%) jumlah kelahiran, sebelas kasus (39%) yang
disampaikan dengan asfiksia lahir dan kematian perinatal sekitar 7,1%.2 Prolaps tali pusat
secara langsung tidak mempengaruhi keadaan ibu, sebaliknya sangat membahayakan janin.
Tali pusat mungkin terdapat di dalam tonjolan cairan amnion, atau dikatakan presentasi tali
pusat (tali pusat terkemuka), atau mungkin mengalami prolaps dan berada di depan bagian
presentasi janin setelah membran ruptur (dikatakan penumbungan tali pusat). Yang menjadi
masalah pada prolaps tali pusat adalah tali pusat terletak di jalan lahir di bawah bagian
presentasi janin, dan tali pusat terlihat pada vagina setelah ketuban pecah.
Mortalitas terjadinya prolaps tali pusat pada janin sekitar 11-17 %. Insiden terjadinya
prolaps tali pusat adalah 1 : 3000 kelahiran, tali pusat menumbung kira-kira 1 : 200 kelahiran,
tetapi insiden dari occult prolapse 50 % tidak diketahui. Tali pusat menumbung, dimana
ketuban sudah pecah dan tali pusat berada di bawah bagian janin, keadaan tersebut membuat
tali pusat dapat terkena antara bagian terendah janin dan dinding panggul yang akhirnya
menimbulkan asfiksia pada janin. Bahaya terbesar adalah pada presentasi kepala, karena
8
setiap saat tali pusat dapat menjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir sehingga
mengakibatkan gangguan oksigenasi janin. Pada tali pusat terkemuka, sebelum ketuban
pecah, ancaman terhadap janin tidak seberapa besar, tetapi setelah ketuban pecah bahaya
kematian janin sangat besar (Winkjosastro, 2007).
Untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas perinatal diperlukan diagnosis
tepat dan penanganan cepat. Untuk tetap mempertahankan tali pusat berdenyut (tanda janin
masih hidup) sampai bayi dilahirkan dapat dilakukan seperti meninggikan posisi panggul ibu,
dan mengisi kandung kemih ibu. Jika serviks tidak sepenuhnya melebar, dilakukan segera
operasi caesar
Angka kematian perinatal di rumah sakit-rumah sakit pada umumnya berkisar antara
77,3 sampai 137,7 per 1000. Hilangnya janin pada setiap tahap disebut kematian janin.
Ketiadaan janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin.Berdasarkan revisi tahun
2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari KematianJanin Berdasarkan ICD-10, Pusat
Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan kematian janin sebagai ´kematian yang terutama
berkaitan dengan ekspulsi komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang
tidak dapat diperkirakan di dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang
tidak diinduksi´. Kematian janin diindikasikan oleh adanya fakta setelah terjadi ekspulsi atau
ekstraksi, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda lain dari kehidupan seperti
detak jantung, pulsasi umbilical cord , atau gerakan yang berarti dari otot-otot volunter.
Detak jantung tidak termasuk kontraksi transiendari jantung, respirasi tidak termasuk
pernafasan yang sangat cepat atau gasping´. Pengertian ini kemudian diklasifikasikan sebagai
kematian awal (<20minggu kehamilan), pertengahan (20-27 minggu kehamilan) dan lambat
(>28minggu kehamilan) (Kliman, 2000).
Di Amerika Serikat, kematian janin tidak memiliki definisi standar. Untuk keperluan
statistik, kematian janin diklasifikasikan sesuai dengan usia kehamilan. Kematian janin
sebelum usia kehamilan 20 minggu diklasifikasikan sebagai aborsi spontan, bila setelah 20
minggu merupakan kematian janin atau bayi lahir mati. Di negara lain, berat janin ≥350 gram
digunakan untuk menentukan kematian janin.3
Perbaikan angka kematian perinatal dapat dicapai dengan pemberian pengawasan
antenatal untuk semua wanita hamil dan dengan menemukan dan memperbaiki faktor-faktor
yang memperngaruhi keselamatan janin dan neonatus.4 Dalam hubungan ini, maka pada
pengawasan antenatal hal-hal yang bersangkutan dengan keadaan janin dalam uterus
mendapat banyak perhatian.
9
PEMBAHASAN
A. PROLAPS TALI PUSAT
1. Definisi dan Klasifikasi
Definisi
Prolaps tali pusat adalah Tali pusat berada di samping atau melewati bagian
terendah janin dalam jalan lahir sebelum ketuban pecah. (Mansjoer Arif, 2000,hal.308)
Prolaps Tali Pusat adalah Keadaan darurat yang mana keadaan tali pusat
dipindahkan diantara bagian yang disiapkan untuk janin dan tulang pelvis ibu. ( Maternal
Invant Health, hal 6)
Prolaps tali pusat adalah suatu kondisi di mana tali pusat turun ke dalam vagina
sebelum waktunya pada saat kehamilan. Hal ini paling sering terjadi setelah ketuban
sudah pecah dan bayi bergerak turun bersamaan tali pusat. Saat bayi masuk vagina
selama proses melahirkan, dapat menekan tali pusat sehingga dapat mengurangi atau
menghambat suplai darah bagi bayi. Prolaps tali pusat adalah kondisi yang sangat
berbahaya yang dapat menyebabkan kematian bayi kecuali bila bayi ditangani dengan
cepat, biasanya melalui operasi caesar (C-section). Komplikasi lainnya yaitu dapat terjadi
kerusakan otak bayi karena kekurangan oksigen.
a. Tali Pusat Normal b. Prolaps Tali Pusat
Gambar 1. Perbedaan letak tali pusat
10
Klasifikasi
Prolaps tali pusat dibagi menjadi6 :
1. Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli)
Tali pusat teraba keluar atau berada disamping dan melewati bagian terendah
janin di dalam jalan lahir, tali pusat dapat prolaps ke dalam vagina atau bahkan diluar
vulva setelah ketuban pecah. Ini merupakan kedaruratan akut obstetrik yaitu dapat
menghambat pasokan sirkulasi ke janin. Tingkat kegawatdaruratan tergantung pada
durasi dan kompresi, hipoksia janin, kerusakan otak janin dan bahkan sampai
kematian. Tali pusat yang terpapar udara menyebabkan iritasi dan pendinginan
sehingga mengakibatkan vasospasme pembuluh darah tali pusat.
2. Tali pusat terdepan (tali pusat terkemuka)
Tali pusat berada disamping bagian besar janin dapat teraba pada kanalis
servikalis, atau lebih rendah dari bagian bawah janin sedangkan ketubah masih intak
atau belum pecah.
11
3. Occult prolapse adalah keadaan dimana tali pusat terletak di samping kepala atau di
dekat pelvis tapi tidak dalam jangkauan jari pada pemeriksaan vagina.
(Winkjosastro,2005)
2. Epidemiologi
Prolaps tali pusat keadaan darurat yang dapat mengancam nyawa janin karena
aliran darah ke janin terhambat. Insiden prolaps tali pusat dilaporkan sebanyak 1 dalam
160-714 jumlah kelahiran. Keterlambatan dalam penanganan dikaitkan dengan kematian
perinatal dari 36-162 per1000 kelahiran, terutama karena prematuritas, asfiksia lahir dan
anomali kongenital. Sejumlah faktor risiko telah dilaporkan terkait dengan prolaps tali
pusat yaitu malpresentation, kehamilan ganda, prematuritas, multiparitas, ketuban pecah
12
dini, polihidramnion dan janin berat lahir rendah. Beberapa penelitian telah melaporkan
terdapat korelasi tinggi antara prolaps tali pusat dengan dilakukannya intervensi tindakan
obstetri seperti memasukkan kateter intrauterin, melakukan versi eksternal, dan rotasi
manual kepala janin. Dan dilakukannya induksi persalinan dikaitkan juga dengan
peningkatan resiko prolaps tali pusat.
Kondisi obstetri dimana pintu atas panggul tidak sepenuhnya ditempati dengan
bagian terendah janin (presentasi) akan memudahkan terjadinya prolapsus tali pusat
terutama pada :
- Presentasi bokong tidak sempurna 15% ( letak kaki )
- Kelainan letak 20% ( presentasi lintang )
- presentasi kepala (0,5%)
- letak sungsang (5%),
- Hidramnion
- Prematur
- PJT – Pertumbuhan Janin Terhambat
- terjadi jika tali pusat panjang dan jika plasenta letak rendah.
Beberapa kejadian occult prolapse ( tali pusat tersembunyi) menyebabkan satu
atau lebih kejadian dengan diagnose kompresi tali pusat. Myles melaporkan hasil
penelitiannya dalam kepustakaan dunia bahwa angka kejadian prolapsus tali pusat
berkisar antara 0,3% sampai 0,6 % persalinan. Mortalitas tali pusat menumbung pada
janin sekitar11-17% (Yusuf,2010).
Sebanyak 44 kasus prolaps tali pusat yang diidentifikasi dari 29.908 kelahiran,
selama periode 10 tahun terakhir. Insiden prolaps tali pusat di rumah sakit adalah 1,4 per
1000 kelahiran, yang kira-kira 1 dalam 714 jumlah kelahiran. Tabel 1. Menggambarkan
karakteristik pasien dari maternal, janin dan intrapartum. Penilaian usia maternal melalui
mean dan SD yaitu 28,7 ± 4,7 tahun (sekitar 21-41 tahun). Prolaps tali pusat umumnya
pada multipara yaitu 21 kasus (47,7%) yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) <30
kg/m2. Penilaian usia kehamilan dari mean dan SD yaitu 36 ± 3,2 minggu (sekitar 27-41
minggu), ditemukan kehamilan >37 minggu 29 kasus (66%) dan kehamilan <37 minggu
ada 16 kasus (36,4%). Semua berat badan bayi yang lahir dari kehamilan > 37 minggu ≥
2500 gram, dan sekitar 11 bayi dari 16 bayi yang lahir <37 minggu, beratnya < 2500
gram.5
13
Analisis pasien dengan prolaps tali pusat oleh usia kehamilan <37 minggu,
(Tabel 2), kelahiran prematur dilaporkan persalinan spontan (P = 0,019), dan yang
melahirkan melalui caesar (P = 0,029) dengan persalinan prematur dengan prolaps tali
pusat didapatkan keadaan perinatal yang jauh lebih baik. 5
14
3. Etiologi
Pada umumnya prolapsus tali pusat terdapat pada keadaan dimana bagian terendah
janin tidak terfiksasi pada pintu atas panggul, misalnya berdasarkan pada :
A. Fetal
Presentasi abnormal: Presentasi abnormal terdapat pada hampir setengah kasus-
kasus tali pusat menumbung. Oleh karena 95 persen presentasi adalah kepala.
Sebagian besar tali pusat menumbung terjadi pada presentasi kepala. Meskipun
demikian insidensi relatif yang paling tinggi berturut-turut adalah sebagai berikut:
(1) letak lintang; (2) presentasi bokong. terutama bokong kaki; dan (3) presentasi
kepala.
Prematuritas. Dua faktor memainkan peranan dalam kegagalan untuk mengisi
PAP: (1) bagian terbawah yang kecil, dan (2) seringnya kedudukan abnormal pada
persalinan prematur. Kematian janin tinggi. Salah satu sebabnya adalah karena
bayi yang kecil tidak tahan terhadap trauma dan anoksia. Sebab yang lain adalah
keengganan melakukan operasi besar pada ibu jika kemungkinan untuk
menyelamatkan bayinya hampir tidak ada.
Kehamilan ganda. Faktor-faktor yang berpengaruh di sini meliputi gangguin
adaptasi, frekuensi presentasi abnormal yang lebih besar, insidensi hydramnion
yang tinggi, dan pecahnya ketuban anak kedua selagi masih tinggi.
Hydramnion. Ketika ketuban pecah, sejumlah besar cairan mengalir ke luar dan tali
pusat hanyut ke bawah.
B. maternal dan obstetrik
Disproporsi kepala panggul: Disproporsi antara panggul dan bayi menyebabkan
kepala tidak dapat turun dan pecahnya ketuban dapat diikuti tali pusat
menumbung.
Bagian terendah yang tinggi: Tertundanya penurunan kepala untuk sementara
dapat terjadi meskipun panggul normal, terutama pada multipara. Bila pada saat
ini ketuban pecah maka tali pusat dapat turun ke bawah.
C. tali pusat dan plasenta
Tali pusat yang panjang: Semakin panjang tali pusat maka semakin mudah
menumbung.
Placenta letak rendah: Jika plasenta terletak dekat cervix maka ia akan
menghalangi penurunan bagian terendah. Di samping itu insersi tali pusat lebih
dekat cervix.
15
D. iatrogenik sepertiga kali pusat menumbung terjadi selama tindakan obstetrik.
Pemecahan ketuban secara artifisial. Bila kepala masih tinggi, atau bila ada
presentasi
abnormal maka pemecahan ketuban dapat diikuti dengan tali pusat menumbung.
Pembebasan kepala dari PAP. Kepala dinaikkan ke atas panggul untuk
mempermudah putaran paksi.
Fleksi kepala yang semula dalam keadaan ekstensi.
Versi ekstraksi.
Segala keadaan yang menyebakan pintu atas panggul kurang tertutup oleh
bagian depan dapat menimbulkan tali pusat menumbung (prolapsus funikuli)
seperti pada disproporsi sefalopelvik, letak lintang, letak kaki, letak majemuk,
kehamilan ganda, dan hidramnion.
Keadaan ini tidak selalu terdiagnosis dengan pemeriksaan dalam, terutama bila
tali pusat terletak di samping kepala (occult prolapse / tali pusat tersembunyi ),
dimana terjadi kompresi pada tali pusat (tali pusat tertekan antara kepala janin dan
panggul) yang dapat mengakibatkan adanya gawat janin. Letak majemuk ini terjadi
jika pintu atas panggul tidak tertutup dengan baik oleh bagian depan janin, seperti
pada multipara. Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli) lebih sering terjadi pada
multipara daripada primipara karena kepala sering masih tinggi pada permulaan
persalinan. Pada presentasi kepala antara lain dapat terjadi disproporsi sevalopelvik.
Pada kelahiran prematur lebih sering dijumpai karena kepala anak yang kecil tidak
dapat menutupi pintu atas panggul. Tali pusat juga dapat mengalami prolapsus pada
amniotomi, sewaktu versi janin dan pada manipulasi obstetri lainnya.
16
4. Patofisiologi
Tali pusat lebih panjang dari 20-35 cm untuk memungkinkan kelahiran janin,
bergantung pada apakah plasenta terletak di bawah atau di atas. Tali pusat yang panjang
disebabkan oleh plasenta letak rendah.
Panjang tali pusat yang abnormal tidak tampaknya tali pusat (akordia) dan
melebihi 300 cm. Kemungkinan besar untuk prolaps melalui serviks. Tali pusat yang
panjang memudahkan terjadinya tali pusat menumbung (prolapsus funikuli) sehingga tali
pusat tertekan pada jalan lahirnya menyebabkan kematian janin akibat asfiksia.
Kemungkinan besar dalam kala pengeluaran.
Panjang tali dipengaruhi secara positif oleh volume cairan amnion dan mobilitas
janin. Panjang tali pusat yang berlebihan juga dapat disebabkan oleh lilitan tali pusat dan
janin disertai peregangan sewaktu janin bergerak.
Letak lintang, letak sungsang terutama presentase bokong, hidraamnion, KPD,
dan plasenta previa dapat menyebabkan prolaps tali pusat. Dimana tali pusat berada di
bagian terendah janin di dalam jalan lahir atau berada diantara bagian yang disiapkan
untuk janin dan tulang pelvis ibu, sehingga tali pusat keluar dari uterus mendahului
bagian persentase pada setiap kontraksi. Dengan demikian tali pusat akan kelihatan
menonjol keluar dari vagina. Akibatnya tali pusat terpapar udara dingin yang
17
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah tali pusat yang dapat menyebabkan
hipoksia pada janin.
5. Gejala klinik
Ada dua masalah utama yang terjadi pada tali pusat dalam kejadian prolapsus tali
pusat yang menyebabkan terhentinya aliran darah pada tali pusat dan kematian pada
janin yaitu: 7
- Tali pusat terjepit antara bagian terendah janin dengan panggul ibu.
- Spasme pembuluh darahtali pusat akibat suhu dingin di luar tubuh ibu.
Manifestasi klinis atau gejala klinis yang dapat timbul dari prolaps tali pusat adalah :
1. Tali pusat kelihatan menonjol keluar dari vagiana.
2. Tali pusat dapat dirasakan/ diraba dengan tangan didalam bagian yang lebih sempit
dari vagina.
3. Keadaan jalan lahir yang berbahaya mungkin terjadi sebagai mana tali pusat ditekan
antara bagian presentase dan tulang panggul.
4. Bradikardia janin ( DJJ <100x/menit)
5. Hipoksia Janin
Kompresi tali pusat dapat mengakibatkan hipoksia pada janin yang akan
mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan
menghambat pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan
dalam persediaan O2 dan dalam melepaskan CO2. Hipoksia janin ini dapat menyebabkan
asfiksia neonatorum, yang dapat terjadi secara mendadak akibat dari tekanan pada tali
pusat atau prolaps tali pusat. Hal ini dapat menyebabkan kematian bayi sewaktu lahir.8
6. Diagnosa
Jika tali pusat dapat diraba pada pemeriksaan vagina, harus dicari pulsasinya dan
bunyi jantung janin diperiksa untuk menentukan apakah masih rentang normal atau
menunjukkan takikardia atau bradikardia. Bunyi jantung normalnya 120-140x per
menit.8
18
Gambar 7. Prolapsus tali pusat pada pemeriksaan ultrasonografi
Diagnosis prolapsus tali pusat ditegakkan jika pada pemeriksaan dalam teraba tali
pusat yang berdenyut pada pemeriksaan vagina atau jika tali pusat tampak keluar dari
vagina, namun adakalanya hal ini tidak teraba pada pemeriksaan dalam yang
disebut occult prolapse / tali pusat tersembunyi. Selain itu prolapsus tali pusat
harus dicurigai bila bunyi jantung janin menjadi tidak teratur disertai dengan periodik
bradikardi atau takikardi dengan durasi bervariasi. Diagnosis pasti juga dapat ditegakkan
melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG) obstetri.9,10
Adanya tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli ) atau tali pusat terdepan / tali
pusat terkemuka pada umumnya baru dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam setelah
terjadi pernbukaan ostium uteri.7
- Pada tali pusat terdepan / tali pusat terkemuka, dapat diraba bagian yang
berdenyut di belakang selaput ketuban,
- tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli ), tali pusat dapat diraba dengan dua jari,
tali pusat yang berdenyut menandakan bahwa janin masih hidup.
Oleh karena diagnosis pada umumya hanya dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan dalam,
maka pemeriksaan dalam mutlak harus dilakukan pada saat ketuban pecah bila bagian
terendah janin belum masuk ke dalam rongga panggul.
Pemeriksaan dalam perlu pula dilakukan apabila terjadi kelambatan bunyi
jantung janin tanpa adanya sebab yang jelas. Ketuban sudah pecah dan kepala masih
goyang, pada pemeriksaan dalam teraba tali pusat, raba juga bagaimana pulsasi tali
pusat.
19
Pemeriksaan kardiotokografi selalu memperlihatkan gambaran gawat janin
dalam bentuk deselerasi lambat yang sangat dalam atau deselerasi berkepanjangan
tunggal seperti terlihat pada gambar berikut: 11
Gambar 8. Gambaran grafik kardiotokografi (KTG) pada prolapsus tali pusat.(11)
7. Penanganan
Penatalaksanaan prolapsus tali pusat bergantung pada kondisi janin pada saat
diagnosis dan umur kehamilan dan derajat dilatasi serviks. Jika janinnya
sudah meninggal, kelahiran dapat ditunggu. Jika janin hidup dan dilatasi serviks tidak
lengkap, seksio sesarea merupakan tindakan yang paling aman buat bayi. Sambil
mempersiapkan seksio akan bermanfaat untuk mengurangi tekanan pada tali pusat.
Penanganan yang penting ialah supaya diagnosis dapat dibuat dengan cepat dan
hendaknva dilakukan pemeriksaan dalam jika ketuban sudah pecah, sedangkan kepala
masih tinggi. Juga jika bunyi jantung menjadi buruk dalam persalinan, hendaknya
diperiksa apakah bukan disebabkan oleh tali pusat menumbung (prolapsus funikuli). Bila
pemantauan persalinan dilakukan dengan kardiotokografi (KTG) akan memberikan
gambaran deselarasi variabel yang bisa berarti adanya gawat janin.
Penatalaksanaan umum pada kasus prolapsus tali pusat adalah dengan pemberian
oksigen 4-6 L per menit meIalui masker atau kanula nasal. Dan penatalaksanaan
khususnya adalah menentukan tali pusat masih berdenyut atau tidak.13
A. Tali pusat berdenyut
- Jika tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup.
- Jika ibu berada di kala satu persalinan, pada semua kasus
20
Gambar 11. Prolapsus tali pusat (16)
1. Dengan memakai sarung tangan yang steril atau yang didesinfeksi tingkat tinggi
(DTT), masukkan satu tangan ke dalam vagina dan dorong bagian presentasi ke atas
untuk mengurangi tekanan pada tali pusat dan keluarkan bagian presentasi panggul.
2. Letakkan tangan lain di atas abdomen (suprapubik) untuk menjaga bagian presentasi
tetap berada di luar panggul.
3. Setelah bagian presentasi ditahan dengan kuat di atas pintu atas panggul, keluarkan
tangan dari vagina. Pertahankan tangan di atas abdomen sampai seksio sesarea
dilakukan.
4. Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg melalui IV secara perlahan selama dua menit
untuk mengurangi kontraksi.
5. Segera lakukan seksio sesaria.
Jika ibu berada di kala dua persalinan
1. Percepat pelahiran dengan episiotomi dan ekstraksi vakum
2. Jika presentasi bokong, lakukan ekstraksi bokong dan gunakan forsep piper
atau forsep panjang untuk melahirkan kepala pada presentasi bokong.
3. Siapkan resusitasi pada bayi baru lahir.
B. tali pusat tidak berdenyut
Jika tali pusat tidak berdenyut, berarti janin telah mati. Lakukan dengan cara
yang teraman bagi ibu.
Tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli ) merupakan indikasi untuk segera
menyelesaikan persalinan jika anak masih hidup. Sebaliknya, jika anak sudah mati,
persalinan dapat ditunggu berlangsung spontan.
21
Pada tali pusat menumbung (prolapsus funikuli), janin menghadapi bahaya
hipoksia, karena tali pusat akan terjepit antara bagian terendah janin dan jalan lahir,
sedangkan pada tali pusat terdepan / tali pusat terkemuka ancaman sewaktu-waktu dapat
terjadi. Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli) dengan tali pusat yang masih
berdenyut, tetapi pembukaan belum lengkap, maka hanya terdapat 2 pilihan, yakni
melakukan reposisi tali pusat atau menyelamatkan persalinan dengan seksio sesaria.
Reposisi tali pusat pada umumnya sulit dan seringkali mengalami kegagalan. Oleh
sebab itu reposisi tersebut hanya dilakukan pada keadaan-keadaan dimana tidak
memungkinkan melakukan seksio sesaria. Cara yang terbaik untuk melakukan reposisi
ialah dengan memasukkan gumpalan kain kasa yang tebal ke dalam jalan
lahir, melilitkannya dengan hati-hati ke tali pusat, kemudian mendorong
seluruhnya perlahan-lahan ke kavum uteri di atas bagian terendah janin. Tindakan ini
lebih mudah dilakukan bila wanita yang bersangkutan ditidurkan dalam posisi
Trendelenburg. 13,16
Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli)1. Pada letak kepala
a. Bila pembukaan masih kecil/belum lengkap dilakukan seksio sesaria, kecuali jika
bunyi jantung anak sudah sangat buruk. Selama menunggu persiapan operasi,
diusahakan resusitasi intra uterin. Usahakan pula supaya tekanan pada tali pusat
dihindarkan atau dikurangi, misalnya dengan memposisikan ibu pada posisi
Trendelenburg. Sebelum melakukan seksio sesaria bunyi jantung janin diperiksa
lagi.
b. Bila pembukaan sudah lengkap :
Lakukan seksio sesaria jika kepala masih tinggi, kepala goyang versi dan
ekstraksi atau seksio sesaria.
Ekstraksi dengan vakum atau forseps jika kepala dengan ukuran terbesar sudah
melewati pintu atas panggul.
Pada anak kecil (anak II gemeli) dapat diusahakan ekspresi fundus terlebih
dahulu dan jika syarat-syarat forsep terpenuhi dilakukan ekstraksi dengan forsep.
Jangan membuang waktu dengan mengusahakan reposisi tali pusat.
2. Pada letak lintang
Lakukan seksio sesaria.
22
3. Pada letak sungsang
Jika ketuban pecah segera lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan tidak
terjadi prolapsus tali pusat. Jika terjadi prolapsus tali pusat dan kelahiran tidak terjadi,
lahirkan janin melalui seksio sesaria.
a. Bila pembukaan masih kecil/belum lengkap dilakukan seksio sesarea.
b. Bila pembukaan lengkap dilakukan seksio sesaria atau versi ekstraksi bila bagian
terendah janin turun jauh ke dalam panggul dan persiapan operasi memakan
waktu lama atau bila bunyi jantung anak sudah buruk.
c. Janin dilahirkan dengan ekstraksi kaki bila janin kecil atau tidak terlalu besar
4. Pada multipara dengan ukuran panggul normal, pada waktu pembukaan lengkap, janin
harus segera dilahirkan.
5. Pada presentasi belakang kepala dilakukan tekanan yang cukup kuat pada fundus uteri
pada waktu his, agar supaya kepala janin masuk ke dalam rongga panggul dan
segera dapat dilahirkan, bilamana perlu, tindakan ini dapat dibantu dengan melakukan
ekstraksi cunam. 13,15,16
Tali pusat terdepan atau terkemuka
1. Usahakan ketuban jangan pecah.
2. Ibu dalam posisi Trandelenburg berbaring miring dengan arah bertentangan dengan
tempat tali pusat
3. Lakukan reposisi dan dorong kepala ke dalam pintu atas panggul.
Fig. 3. Knee-chest position to relieve cord compression during cord prolapse emergency. (Bennet VR, Rrown LK [eds]: Myles Textbook for Midwives, 11th edn. New York, Churchill-Livingstone, 1978: 408)
Selama janin hidup dan dapat bertahan hidup, oksigen diberikan ke ibu dan
bagian presentasi janin ditinggikan dengan tangan di dalam vagina untuk mencegah
kompresi tali pusat. Pasien segera ditempatkan pada posisi T'rendelenburg atau
23
posisi knee-chest. Tidak dilakukan, usaha untuk mereposisi tali pusat. Kecuali jika
serviks dilatasi sempurna, hasil yang terbaik akan diperoleh dengan seksio sesaria segera,
selama bunyi jantung janin baik. 16
Jika dilatasi serviks lengkap dan kepala janin atan bokong sudah jauh di dalam
panggul, persalinan mungkin dapat dilakukan dengan forseps atau ekstraksi sungsang
jika ada ahli kebidanan yang berpengalaman.14
Apabila diambil keputusan untuk melakukan seksio sesaria, maka sementara
menunggu persiapan perlu dijaga agar tali pusat tidak mengalami tekanan dan terjepit
oleh bagian terendah janin. Untuk hal itu, selain meletakkan wanita dalam posisi
Trendelenburg, satu tangan dimasukkan ke dalam vagina untuk mencegah
turunnya bagian terendah di dalam rongga panggul.Juga bisa dilakukan mengisi vesika
urinaria dengan 300 ml NaCl dan bias diberi tokolitik berupa terbutaline 0,25 mg
subkutis. Sementara persiapan opera dilakukan, bisa juga diberi ridotrin intravena dapat
mencegah kontraksi uterus. Menjaga presentasi tetap meningkat sampai operasi dimulai.
Bila serviks menipis dan dilatasi sempurna persalinan pervaginam mugkin lebih cepat
terjadi. Bila janin meninggal tidak diperlukan tindakan operasi. 16
Pada tali pusat terdepan / tali pusat terkemuka penderita ditidurkan dalam posisi
Trendelenburg dengan harapan bahwa ketuban tidak pecah terlalu dini dan tali pusat
masuk kembali ke dalam kavum uteri. Selama tnenunggu, bunyi jantung janin diawasi
dengan seksama sedangkan kemajuan persalinan hendaknya selalu dinilai dengan
pemeriksaan dalam untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya. 16
Pada keadaan dimana janin sudah meninggal, tidak ada alasan untuk
menyelesaikan persalinan dengan segera. Persalinan diawasi sehingga berlangsung
spontan, dan tindakan hanya dilakukan apabila diperlukan demi kepentingan ibu. 16
8. Komplikasi
Prolapsus tali pusat dapat menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, kelahiran
prematur, trauma lahir, dan hipoksia janin karena tali pusat akan terjepit antara bagian
terendah janin dan jalan lahir, sedangkan pada tali pusat terdepan / tali pusat
terkemuka ancaman sewaktu-waktu dapat terjadi.
Pada presentasi kepala, prolapsus funikuli sangat berbahaya bagi janin, karena
setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir dengan
akibat gangguan oksigensi janin. Pada tali pusat terdepan, sebelum ketuban pecah,
ancaman terhadap janin tidak seberapa besar, tetapi setelah ketuban pecah bahaya
24
kematian janin sangat besar. Myles melaporkan hasil penelitiannya dalam perpustakaan
dunia, bahwa angka kejadian berkisar antara 9,3-0,6% persalinan.
Sedangkan pada ibu karena terjadi prolapsus maka dilakukan seksio atau
persalinan normal yang dapat menimbulkan terjadinya trauma jaringan dan leserasi pada
vagina servik.
9. Prognosis
Prolapsus tali pusat tidak membahayakan si ibu. Bahaya yang mengancam adalah
bagi si janin, terutama pada letak kepala. Kompresi tali pusat parsial lebih dan 5 menit
memberikan prognosis buruk. Angka kematian janin menurun dengan fasilitas SC yang
semakin baik dan perbaikan sarana NICU. Angka kematian janin masih berkisar 10%
B. IUFD (Intra Uterine Fetal Death)2.1 Definisi dan Klasifikasi
Kematian janin ialah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan
sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan
fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernapas atau menunjukkan
tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung, atau pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot.
IUFD (Intra Uterine Fetal Demise) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa
sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated
Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai
kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila
terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO
menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi bila
usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 1000 gram.
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan
American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa
statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana
berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu atau lebih. Tapi tidak
semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan
batasan dari pengertian IUFD.3 (Kliman, 2000)
25
Klasifikasi dan Patologi
Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin
atau infeksi.17 Kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan, yaitu:4
Golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh;
Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu;
Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late fetal
death);
Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan
diatas.
Grade Maserasi pada IUFD :
Grade 0 (durasi < 8 jam) kulit kemerahan ‘setengah matang’.
Grade I (durasi > 8 jam) kulit terdapat bullae dan mulai mengelupas.
Grade II (durasi 2-7 hari) kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di
Rongga toraks dan abdomen
Grade III (durasi >8 hari) hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh,
Mungkin terjadi mumifikasi.
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-perubahan
sebagai berikut :
1. Rigor mostis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian
menjadi merah. Stadium ini berlangsung 24 jam setelah mati.
3. Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, stadium ini
berlangsung 48 jam setelah anak mati.
4. Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan
antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau
kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak
diobati.
26
2.2 Etiologi
Untuk mengetahui sebab kematian perinatal diperlukan tindakan bedah mayat.
Karena bedah mayat sangat susah dilakukan di Indonesia, sebab kematian janin dan
neonatus hanya didasarkan pada pemeriksaan klinik dan laboratorium. Dengan dasar
pemeriksaan itu sebab utama kematian perinatal di Rumah sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, ialah: (1) infeksi; (2) asfiksia neonatorum; (3) trauma kelahiran;
(4) cacat bawaan; (5) penyakit yang berhubungan dengan prematuritas dan dismaturitas;
(6) imaturitas; dan (7) lain-lain.4
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Penyebab dari kematian
perinatal dapat dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu yang berasal dari fetal, plasenta dan
maternal. Penyebab yang berasal dari fetal (sekitar 25%-40%) dapat berupa anomali
kromosomal, defek nonkromosomal pada kelahiran, hidrops nonimun, dan infeksi baik
yang berasal dari bakteri, virus maupun protozoa. Penyebab yang berasal dari plasenta
(25%-35%) yaitu berupa abruptio plasenta, perdarahan fetal-maternal, insufisiensi
plasenta, asfiksia intrapartum, plasenta previa, twin to twin transfusion, dan
korioamnionitis. Sedangkan penyebab dari maternal (5-10%) adalah antibodi
antifosfolipid, diabetes, hipertensi, trauma, persalinan abnormal, sepsis, asidosis,
hipoksia, ruptura uteri, kehamilan posterm serta obat-obatan. Selain ketiga kategori
tersebut, terdapat penyebab yang tidak dapat dijelaskan ( 25%-35%).18
a. Fetal, penyebab 25-40%
Anomali/malformasi kongenital mayor : Neural tube defek, hidrops, hidrosefalus,
kelainan jantung congenital
Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan. Kematian janin akibat kelainan
genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi.
Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain
biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena harus mengambil air ketuban dari
plasenta janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur.
Kelainan kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi
cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa
menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari
banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau
terjadi kelainan pada paru-parunya.
Janin yang hiperaktif
27
Gerakan janin yang berlebihan -apalagi hanya pada satu arah saja- bisa
mengakibatkan tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir.
Akibatnya, pembuluh darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui
plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali
pusat tersebut bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit
bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa
terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat
hamil.
Infeksi janin oleh bakteri dan virus
Gawat janin
Bila air ketuban habis otomatis tali pusat terkompresi antara badan janin dengan
ibunya. Kondisi ini bisa mengakibatkan janin “tercekik” karena suplai oksigen dari
ibu ke janin terhenti. Gejalanya dapat diketahui melalui cardiotopografi (CTG). Mula-
mula detak jantung janin kencang, lama-kelamaan malah menurun hingga di bawah
rata-rata.
2. Placental, penyebab 25-35%
Abruption
Kerusakan tali pusat
Infark plasenta
Infeksi plasenta dan selaput ketuban
Intrapartum asphyxia
Plasenta Previa
Twin to twin transfusion S
Chrioamnionitis
Perdarahan janin ke ibu
Solusio plasenta
3. Maternal, penyebab 5-10%
Antiphospholipid antibody
DM
Hipertensi
Sepsis
Acidosis/ Hypoxia
28
Ruptur uterus
Obat-obat
Thrombophilia
Cyanotic heart disease
Epilepsy
Anemia berat
Trauma
Trauma bisa mengakibatkan terjadi solusio plasentae atau plasenta terlepas. Trauma
terjadi, misalnya, karena benturan pada perut, entah karena kecelakaan atau
pemukulan. Benturan ini bisa saja mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga
timbul perdarahan di plasenta atau plasenta lepas sebagian. Akhirnya aliran darah ke
bayi pun jadi tak ada.
Kehamilan lewat waktu (postterm)
Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan
mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan
asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan
hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa
dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri
umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan
dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan
akhir kehamilan melalui USG.
4. Ketidakcocokan rhesus darah ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki rhesus negatif, sementara bapak rhesus positif.
Sehingga anak akan mengikuti yang dominan; menjadi rhesus positif. “Akibatnya
antara ibu dan janin mengalami ketidakcocokan rhesus.”
Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya, dapat terjadi
hidrops fetalis; suatu reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin,
antara lain pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan berlebih dalam rongga
perut (asites), pembengkakan kulit janin, penumpukan cairan di dalam rongga dada atau
rongga jantung, dan lain-lain. Akibat penimbunan cairan yang berlebihan tersebut,
maka tubuh janin akan membengkak. Bahkan darahnya pun bisa tercampur air.
Biasanya kalau sudah demikian, janin tak akan tertolong lagi. Sayangnya, seringkali
tidak dilakukan otopsi pada janin yang mati tersebut, sehingga tidak bisa diketahui
29
penyebab hidrops fetalis. Padahal dengan mengetahui penyebabnya bisa untuk tindakan
pencegahan pada kehamilan berikutnya.
5. Ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan janin
Terutama pada golongan darah A,B,O. “Yang kerap terjadi antara golongan darah anak
A atau B dengan ibu bergolongan O atau sebaliknya.” Sebab, pada saat masih dalam
kandungan, darah ibu dan janin akan saling mengalir lewat plasenta. Bila darah janin
tidak cocok dengan darah ibunya, maka ibu akan membentuk zat antibodinya.
Sekitar 10 % kematian janin tetap tidak dapat dijelaskan. Kesulitan dalam
memperkirakan kausa kematian janin tampaknya paling besar pada janin preterm.
Disamping itu, terdapat juga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kematian perinatal,
diantaranya ada faktor dari ibu dan juga dari janin sebagai berikut:
1. Faktor ibu (high risk mother)
a. status sosial ekonomi yang rendah;
b. tingkat pendidikan ibu yang rendah;
c. umur ibu yang melebihi 40 tahun;
d. paritas pertama dan paritas kelima dan lebih;
e. tinggi badan ibu dan berat badan ibu ;
f. kehamilan diluar perkawinan;
g. kehamilan tanpa pengawasan antenatal;
h. gangguan gizi dan anemia pada kehamilan;
i. ibu dengan anamnesis kehamilan dan persalinan sebelumnya yang tidak baik,
misalnya kehamilan dan persalinan berakhir dengan kematian janin, kematian bayi
yang dini, atau kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah;
j. riwayat persalinan yang diakhiri dengan tindakan bedah atau yang berlangsung
lama;
k. riwayat kehamilan dan persalinan dengan komplikasi medik atau obstetrik;
l. riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu;
m. kehamilan dengan riwayat pelayanan kesehatan ibu yang tidak adekuat atau tidak
dapat dinilai.
2. Faktor bayi (high risk infants)
a. bayi yang lahir dari kehamilan yang bersifat high risk;
30
b. bayi yang berat badan lahir kurang dari 2500 gram;
c. bayi yang berat badan lahir lebih dari 4000 gram;
d. bayi yang dilahirkan dari kehamilan kurang dari 37 minggu dan lebih dari 42
minggu;
e. bayi yang berat badan lahir kurang dari berat badan lahir menurut masa
kehamilannya (small for gestasional age);
f. bayi yang nilai Apgarnya kurang dari 7;
g. bayi yang lahir dengan infeksi intrapartum, trauma kelahiran, atau kelainan
kongenital;
h. bayi yang lahir dalam keluarga yang mempunyai problema sosial (perceraian,
perkawinan dengan lebih dari satu istri, perkawinan tidak sah).
2.3 Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan
Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD), pada
beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara. Tanda-tanda lain yang juga
dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin pertama pada
usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada primipara).
Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.
2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng semakin pelan
atau melemah.
3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada saat
kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang tidak
kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan.
4) Bunyi jantung anak tidak terdengar
5) Palpasi janin menjadi tidak jelas
6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa
31
2.4 Patofisiologi
32
33
2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding19
Anamnesa
Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat
berkurang
Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan
tidak seperti biasanya.
Wanita belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit
seperti mau melahirkan.
Inspeksi
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu
yang kurus
Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu
Terhentinya perubahan payudara
Palpasi
Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tidak teraba gerakan-
gerakan janin
Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
Auskultasi
Baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut
jantung janin. Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati
dalam kandungan.
Rontgen foto abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin (Robert sign)
Tanda nojoks : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin
Tanda spalding : overlapping tulang-tulang kepala (sutura) janin
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.
Kepala janin terkulai
Pemeriksaan hematologi berupa pemeriksaan ABO dan Rh, VDRL, gula darah post
prandial, HBA1C, ureum, kreatinin, profil tiroid, skrining TORCH, anti koagulan Lupus,
anticardiolipin antibody.
Pemeriksaan urine dilakukan untuk mencari sedimen dan sel-sel pus. Pemeriksaan
langsung pada plasenta, tali pusat termasuk autopsi bayi dapat memberi petunjuk sebab
kematian janin.
34
Pemeriksaan Tambahan
1. Ultrasound:
gerak anak tidak ada
denyut jantung anak tidak ada
tampak bekuan darah pada ruang jantung janin
2. X-Ray : Spalding¡’s sign (+) : tulang-tulang tengkorak janin saling tumpah tindih,
pencairan otak dapat menyebabkan overlapping tulang tengkorak.
Nanjouk¡’s sign (+) : tulang punggung janin sangat melengkung
Robert¡’s sign (+) : tampak gelembung-gelembung gas pada pembuluh darah besar.
Tanda ini ditemui setelah janin mati paling kurang 12 jam
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin
Gejala dan Tanda Selalu Ada
Gejala dan Tanda Kadang-Kadang Ada
Diagnosa Kemungkinan
Gerakan janin berkurang atau hilang
Nyeri perut hilang timbul atau menetap
Perdarahan pervaginam sesudah hamil 22 minggu
Syok
Uterus tegang/kaku
Gawat janin atau DJJ tidak terdengar
Solusio plasenta
Gerakan janin dan DJJ tidak ada
Perdarahan Nyeri perut hebat
Syok Perut kembung/ cairan
bebas intra abdominal Kontur uterus abnormal Abdomen nyeri Bagian-bagian janin
teraba Denyut nadi ibu cepat
Ruptura uteri
Gerakan janin berkurang atau hilang
DJJ abnormal (<100/menit atau >180/menit)
Cairan ketuban bercampur mekonium
Gawat janin
Gerakan janin/ DJJ hilang
Tanda-tanda kehamilan berhenti
Tinggi fundus uteri berkurang
Pembesaran uteri berkurang
Kematian janin
35
2.6 Protokol Investigasi17,20
Bertujuan untuk :
1. Memastikan diagnosis IUFD secara sonografi atau radiology
2. Memeriksa kadar fibrinogen darah dan masa tromboplastin parsial secara periodik,
terutama bila janin dipertahankan dalam kandungan lebih dari 2 minggu.
3. Mencari penyebab kematian janin.
Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan Hollier
(1997):
1. Deskripsi bayi
- malformasi
- bercak noda
- warna kulit
- maserasi
2. Tali Pusat
- prolaps
- pembengkakan leher, lengan dan kaki
- hematoma atau striktur
- jumlah pembuluh darah
- panjang tali pusat
- Cairan Amnion
- warna – mekoneum, darah
- konsistensi
- volume
4. Plasenta
- berat plasenta
- bekuan darah dan perlengketan
- malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius
- edema – perubahan hidropik
5. Membran amnion
- bercak/noda
- ketebalan
36
2.7 Komplikasi17
1. Gangguan psikologis ibu dan keluarga
2. Infeksi, apabila ketuban masih intak kemungkinan untuk terjadinya infeksi sangat
kecil, namun bila ketuban sudah pecah infeksi dapat terjadi terutama oleh
mikroorganisme pembentuk gas seperti Clostridium welchii.
3. Kelainan pembekuan darah, bila janin mati dipertahankan melebihi 4 minggu,
dapat terjadi defibrinasi akibat silent Disseminated Intravascular Coagulopathy
(DIC). Walaupun terjadinya DIC terutama pada janin mati akibat inkompatibilitas
Rh yang tetap dipertahankan, kemungkinan kelainan ini terjadi pada kasus lainnya
harus dipikirkan. Kelainan ini terjadi akibat penyerapan bertahap dari
tromboplastin yang dilepaskan dari plasenta dan desidua yang mati ke dalam
sirkulasi maternal.
4. Selama persalinan dapat terjadi inersia uteri, retensio plasenta dan perdarahan post
partum.
2.8 Pencegahan17
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah mendekati aterm adalah
bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras,
perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solution plasenta.
2.9 Penatalaksanaan17
Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi informasi.
Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaannya. Rekomendasikan
untuk segera diintervensi.
Bila kematian janin lebih dari 3-4 minggu kadar fibrinogen menurun dengan
kecenderungan terjadinya koagulopati. Masalah menjadi rumit bila kematian janin terjadi
pada salah satu dari bayi kembar.
Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda vital
ibu, dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan dan gula darah. Diberikan
pengetahuan kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian janin,
rencana tindakan, dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan
bahwa kemungkinan lahir pervaginam.
Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umumnya
tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan dengan
37
oksitosin maupun misoprostol. Tindakan perabdominam bila janin letak lintang. Induksi
persalinan dapat dikombinasi oksitosin + misoprostol. Hati-hati pada induksi dengan
uterus pascaseksio sesarea ataupun miomektomi, bahayanya terjadi ruptura uteri.
Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara vaginal
(50-100 μg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28 minggu dosis
misoprostol 25 μg pervaginam/6jam.
Setelah bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat mayat bayi bersama
keluarga. Idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu
mengungkap penyebab kematian janin.
Metode terminasi lainnya berupa embriotomi. Embriotomi adalah suatu persalinan
buatan dengan cara merusak atau memotong bagian-bagian tubuh janin agar dapat lahir
pervaginam, tanpa melukai ibu. Embriotomi diindikasikan kepada janin mati dimana ibu
dalam keadaaan bahaya ataupun janin mati yang tak mungkin lahir pervaginam
2.10 Prognosis
Jika dapat dideteksi segera, prognosis untuk ibu baik (dapat kembali hamil).
Apabila pernah mengalami kematian janin dalam kandungan, bukan berarti ibu tidak bisa
hamil lagi. Ibu bisa memulai program hamil kapan saja. Hanya sebaiknya penyebab
kematian janin terdahulu sudah diketahui sebelum hamil kembali. Hal ini bertujuan agar
pada kehamilan berikutnya bisa diantisipasi hal-hal yang menjadi permasalahan kasus
tersebut. Sayangnya, jarang sekali orang tua yang bersedia mengotopsi janinnya yang
meninggal. Akibatnya penyebab kematiannya tidak diketahui dengan pasti. Padahal
mengetahui penyebab kematian akan mempermudah pengobatan yang harus diberikan
pada ibu. Misalnya, bila penyebabnya karena perbedaan rhesus darah, maka harus segera
diobati rhesusnya. Pengobatan ini harus segera diberikan supaya zat antinya tidak
terlanjur terbentuk. Sehingga kalau terjadi kehamilan lagi, perbedaan rhesus tidak
berdampak seperti sebelumnya.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Uygur D, Kis S, Tumcer R, Ozcan FS, Erkaya S. Risk factors and infant outcomes associated
with umbilical cord prolapse. Int J Gynecol Obstet 2002;78: 127–130.DOI: 10.1016/S0020-
7292(02)00140-6
2. Israngura Na Ayudhya N. Prolapse of umbilical cord: a 5 year review in Ramathibodi Hospital. J
Med Assoc Thai 1987; 45: 21-5.
3. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death access on
http://emedicine.medscape.com/article/259165-overview 13 June 2013. 08.00 PM
4. Winknjosastro H. Kematian Perinatal Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga Cetakan Kesembilan.
2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta
5. Rozilla S. Khan, Tahira Naru, Faryal Nizami. Umbilical cord prolapse - A review of diagnosis to
delivery interval on perinatal and maternal outcome. J Pak Med Assoc. Vol. 57, No. 10,
October 2007
6. Chloe Borton. Prolapsed Cord. of Egton Medical Information Systems Limited.
www.patient.co.uk/doctor/Prolapsed-Cord.htm.
7. Widjanarko, B. Prolapsus Tali Pusat. Available from : http://reproduksiumj.blogspot.com/search?
q=prolapsus+tali+pusat. Accessed: 13/06/2013
8. Cleaveland Clinic. Umbilical Cord Proplase. Available
from: http://www.cleavelandclinic.org/healt/health-info.Umbilicalcord-asp.
Accessed: 13/06/2013
9. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, dkk. Kelainan Plasenta, Tali Pusat, Gangguan Janin dan
Distasia. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta : ECG. 2005. 37-8,155-7.
10. Taber B. Prolaps Tali Pusat. Kapita Selekta Kedaruratan Obstet dan Ginekologi. Jakarta : ECG.
1994: 372-3.
11. Mochtat R. Tali Pusat Menumbung. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta : EGC. 1998:
381-2.
12. Manuaba LB.G, Manuaba C, Manuaba F. Kelainan pada Amniotomi, Tali Pusat, dan
Plasenta. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : ECG. 2007 : 506-8.
13. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, dkk. Kelainan Plasenta, Tali Pusat, Gangguan Janin dan
Distasia. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta : ECG. 2005. 37-8,155-7.
14. Liewellyn D, Jones. Prolaps Tali Pusat. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Jakarta :
ECG. 2002:162.
15. Yulianti D. Prolaps Tali Pusat. Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta :
ECG. 2006 : 179-0.
16. Wiknjosastro H. Distosia Karena Kelainan Letak serta Bentuk Janin. Ilmu Kebidanan. Edisi
Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo. 2002 : 634-6. 10
39
17. Winknjosastro H. Kematian Janin Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Kedua. 2009.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta
18. Cunningham GF. Fetal Death in Williams Obstetrics 22st Edition. 2007. McGraw Hill. USA.
19. www.emedicine.com. Evaluation of Fetal Death. James F Lindsay. Sept 17, 2004.
20. Winknjosastro H. Embriotomi Dalam Ilmu Bedah Kebidanan Edisi Pertama Cetakan Ketujuh.
2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta
40