ipd - css resusitasi cairan
DESCRIPTION
resusitasiTRANSCRIPT
CLINICAL SCIENCE SESSION
RESUSITASI CAIRAN
PRECEPTOR:
Oleh :
Isni Maulina Sukmara 130112
Livy Bonita Pratisthita 130112110568
Gabriella Nataya Siahaan 130112
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2013
RESUSITASI CAIRAN
I. Pendahuluan
Tubuh manusia sebagian besar tersusun atas cairan yang jumlahnya
berbeda-beda tergantung usia dan jenis kelamin. Cairan tubuh sendiri berfungsi
untuk mempertahankan suhu tubuh, bentuk sel, serta membantu mentranspor
nutrisi, gas, dan zat sisa. Dengan makan dan minum tubuh mendapatkan air,
elektrolit serta nutrien-nutrien yang lain. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan
elektrolit yang masuk setara dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan
elektrolit dari tubuh dapat berupa urin, tinja, keringat dan uap air pada saat
bernapas.
Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit
serta zat-zat makanan ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus
berpuasa lama, karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok
hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan
kebutuhan akan air dan elektrolit akan terpenuhi. Selain itu, terapi cairan juga
dapat digunakan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau juga
digunakan untuk menjaga keseimbangan asam basa.
Manajemen resusitasi cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen
dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input
cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air
dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan
cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.
II. Cairan Tubuh Manusia
Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Distribusi cairan tubuh
manusia dewasa:
1. Zat padat : 40% dari berat badan
2. Zat cair : 60% dari berat badan
Zat cair (60% BB), terdiri dari:
Cairan intrasel : 40% dari BB
Cairan ekstrasel : 20% dari BB, terdiri dari:
- cairan intravaskuler : 5% dari BB
- cairan interstisial : 15% dari BB
Cairan transselular (1-3% BB), terdiri dari:
- LCS, sinovial, gastrointestinal, intraorbital, dll
Bayi mempunyai cairan ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan
ini akan berubah sesuai dengan perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa
cairan intrasel dua kali cairan ekstrasel.
Ginjal berfungsi mengatur jumlah cairan tubuh, osmolaritas cairan
ekstrasel, konsentrasi ion-ion penting dan keseimbangan asam basa. Fungsi ginjal
sempurna setelah anak mencapai umur satu tahun, sehingga komposisi cairan
tubuh harus diperhatikan pada saat terapi cairan.
Dalam cairan tubuh terlarut elektrolit. Elektrolit yang terpenting dalam:
Ekstrasel : Na+ dan Cl-
Intrasel : K+ dan PO4-
Volume darah, yaitu cairan intravascular ditambah dengan sel-sel darah,
berjumlah sekitar 8% dari berat badan. Jumlah darah bila dihitung berdasarkan
estimated blood volume (EBV) adalah:
Neonatus = 90 ml/kg BB
Bayi = 80 ml/kg BB
Anak dan dewasa = 70 ml/kg BB
Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari
1. Dewasa:
Air : 30-35 ml/kg, kenaikan 1 derajat Celcius ditambah 10-15%
Na+ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9g)
K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)
2. Bayi dan anak:
Air
0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)
10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg (1000
ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)
>20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500
ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)
Na+ : 2 mEq/kg
K+ : 2 mEq/kg
Hasil metabolisme: - Dewasa : 5 ml/kg/hari
- Anak : 2-14 tahun = 5-6 ml/kg/hari
: 7-11 tahun = 5-7 ml/kg/hari
: 5-7 tahun = 8-8,5 ml/kg/hari
- Balita : 8 ml/kg/hari
Cairan keluar: - Urin : normal > 0,5-1 ml/kg/jam
- Feses : 1 ml/hari
- Invisble loss : - dewasa : 15 ml/kg/hari
- anak : {30-usia (tahun)} ml/kg/hari
Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh:
Tekanan hidrostatik
Tekanan osmotik koloid
Permeabilitas membran
III. Syok
Syok adalah suatu sindroma klinis akibat gangguan sistem sirkulasi
dimana terdapat perfusi jaringan yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan
oksigen jaringan yang dapat berakibat pada kerusakan selular. (Harrison)
Kerusakan selular akibat penurunan perfusi oksigen ke jaringan memicu
produksi dan pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya makin memperburuk
perubahan fungsional dan struktural pada mikrovaskular. Proses ini berlangsung
sebagai suatu proses yang berkelanjutan yang menimbulkan kerusakan selular dan
kegagalan organ multipel. (Harrison)
Diagnosis dini syok sangat penting dalam menentukan penanganan lebih
lanjut, yang sangat mempengaruhi prognosis. Penanganan syok pada dasarnya
adalah mengembalikan perfusi jaringan ke keadaan normal. Selain menentukan
dengan tepat dan mengatasi penyebab syok, penting sekali untuk menstabilkan
alian darah dan memperbaiki perfusi jaringan. Pada penatalaksanaan penderita
syok, resusitasi cairan merupakan terapi inisial yang paling penting, dengan tujuan
memperbaiki aliran dan volume darah sehingga diharapkan dapat mengkoreksi
sistem sirkulasi tubuh.
IV. Fisiologi Normal Tekanan Darah
Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:
a. Pompa jantung (kontraktilitas otot jantung).
b. Volume sirkulasi darah. Volume sirkulasi darah dipengaruhi oleh preload
yaitu tekanan dinding ventrikel jantung pda akhir fase diastolik. Darah
yang mengisi ventrikel akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan
kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh
jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan
mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang
maka dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer (systemic vascular resistance) yang
dipengaruhi oleh afterload yaitu tahanan yang harus diatasi ventrikel agar
dapat mengosongkan isinya pada setiap kontraksi. Tahanan pembuluh
darah dibentuk oleh pembuluh darah kecil, yaitu arteriole-arteriole dan
kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat, artinya
terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah
perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh
darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan
berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran
darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.
(Pathophysiology of heart Disease Lily)
V. Klasifikasi Syok
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok akibat berkurangnya volume darah
dalam sistem sirkulasi. Penyebab yang paling sering:
(a) Kehilangan darah, misalnya perdarahan akibat ruptur aneurisma arteri
abdominal dan cedera organ dalam akibat trauma tumpul abdomen;
(b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar;
(c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan
keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi
usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
Patofisiologi
Pada syok hipovolemik terjadi berbagai respon kompensasi pada berbagai
organ. Respon sistem kardiovaskuler ditujukan untuk mempertahankan cardiac
output dan tekanan darah. Respon yang utama adalah peningkatan denyut jantung
dan vasokonstriksi perifer, yang keduanya dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis.
Efek neuroendokrin dengan melepaskan vasopressin dan angiotensin
meningkatkan efek simpatis. (Pathophysology Guyton)
Efek metabolik pada syok hipovolemik adalah peningkatan metabolisme
anaerob karena kurangnya oksigen untuk terjadinya metabolisme aerob. Sehingga
terjadi peningkatan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolik.
Efek lain diantaranya menurunnya produksi urine akibatnya menurunnya
laju filtrasi glomerulus. Seringkali, pada syok yang tidak teratasi menyebabkan
gagal ginjal akut akibat nekrosis tubuler, yang disebabkan oleh menurunnya
aliran darah ke ginjal dan menyebabkan ginjal iskemia.
Pada syok hipovolemik juga terjadi perubahan aliran darah serebral,
dimana untuk mempertahankan perfusi yang baik ke otak maka terjadi
autoregulasi aliran darah serebral dimana tidak terjadi vasokonstriksi akibat
aktivasi simpatis. Namun bila tekanan arterial menurun hingga kurang dari 70
mmHg, maka autoregulasi ini terganggu. Penderita dapat mengalami penurunan
kesadaran.
Diagnosis
Tanda dan gejala khas syok hipovolemik diantaranya :
- Takikardia dan hipotensi
- Ekstremitas dingin dan pucat
- Kolaps vena leher
- Oliguria atau anuria
- Perubahan signifikan dengan terapi cairan/perbaikan volume
Klasifikasi Syok Hemoragik Akut Berdasarkan ATLS
Class I II III IVBlood loss
(ml)< 750 750-1000 1500-2000 >2000
Blood loss (% EBV)
< 15% 15-30% 30-40% > 40%
Pulse (x/mnt) < 100 > 100 >120 > 140Blood
PressureN/↓ N/↓ ↓↓ ↓↓↓
Capillary Refill
N + + +
Respiratory Rate
14-20 20-30 30-40 > 40
Diuresis (ml/hr)
> 30 20-30 10-20 0-10
Mental Status N/restless Restless/anxiety
somnolence somnolence/ coma
Fluid Therapy
Crystalloid Crystalloid Crystalloid +blood
Crystalloid+ blood
Gejala dan Tingkat Dehidrasi (WHO) (Petunjuk Praktis Anestesiologi FK UI)
Clinical Signs Degree Fluid DeficitI - Skin turgor ↓
- Tachycardia- Thirsty, Dry tongue
Mild ±4% BW
II - Skin turgor ↓- Tachycardia, Weak pulse- Thirsty, wrinkled tongue
Moderate
±6% BW
III - Skin turgor ↓↓↓- Weak pulse, almost not palpable- Severe hypotension- Sunken eyes, Wrinkled tongue- Cyanotic acral- Stupor, coma, shock- Marked depressed anterior fontanel
Severe 8% BW
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi bila jantung gagal memompa volume darah
secara adekuat karena gangguan kontraksi jantung.
(a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark;
(b) Obat-obat yang mendepresi jantung;
(c) Gangguan irama jantung.
Patofisiologi
Jantung tidak mampu memompa darah sehingga tidak terjadi
keseimbangan perfusi dengan kebutuhan oksigen jaringan. Pada bradikardia,
jantung tidak mampu memompa sesuai kebutuhan tubuh. Sementara pada aritmia,
terjadi pengisian dan pemompaan jantung yang tidak efektif.
Diagnosis
- Penurunan produksi urin
- Gangguan mental
- Ekstremitas dingin
- Distensi vena leher
- Hipotensi dengan tenda kongesti perifer dan vena pulmonal
Klasifikasi Syok Kardiogenik
Classification Signs
Stage I Compensated
hypotension
CO↓ hypotension compensatory to restore
BP & blood flow mediated by arterial
baroreseptor
Stage II Decompensated
hypotension
CO↓ below ability peripheral vasculature to
maintain BP BP & perfusion fall
Stage III Irreversible
Shock
Reduction of flow activ. ischemic mediators
(complement) membrane injury
irreversible damage
3. Syok Distributif
Syok distributif diakibatkan oleh redistribusi cairan ke visera atau rongga
ketiga. Pada syok distributif terjadi peningkatan permeabilitas sistem vaskuler
akibat vasodilatasi walaupun volume darah normal.
Patofisiologi
(a) Syok Septik
Endotoksin yang dilepaskan bakteri menyebabkan reaksi imunologis
kompleks, diantaranya aktivasi kaskade komplemen, pelepasan mediator dan
sitokin, sistem koagulasi, prostaglandin, dan sebagainya. Efek dari reaksi
imunologis ini menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, pelepasan
metabolit oksegen toksik, dan aktivasi fagositosis. Permeabilitas vaskuler yang
berubah menyebabkan kebocoran cairan intravaskuler ke ekstravaskuler sehingga
volume darah menurun. Terjadi perubahan hemodinamik berupa penurunan
tekanan darah, takikardia sebagai akibat rangsangan kompensasi simpatis, serta
metabolisme anaerob menyebabkan asidosis metabolik. Dapat dijumpai
kegagalan organ multipel, selain karena hipoksia jaringan tetapi juga karena
reaksi imunologis sistemik.
Pada syok septik berlangsung kondisi SIRS (systemic inflammatory
response syndrome): memenuhi 2 atau lebih kriteria berikut:
(1) demam (temperatur oral >38°C) atau hipotermia (<36°C);
(2) takipnea (>24/ min);
(3) takikardia (>90/min);
(4) leukocytosis (>12,000/µL), leukopenia (<4,000/µL), atau >10% bands.
(b) Syok Anafilaktik
Disebabkan karena pelepasan mediator inflamasi dari sel mast dan basofil
yaitu salah satunya histamin. Reaksi radang terjadi karena stimulasi pelepasan
mediator diperantarai IgE. Akibatnya terjadi vasodilatasi, bronkokonstriksi,
pruritus, agregasi platelet, dan peningkatan permeabilitas vaskuler.
(c) Syok Neurogenik
Disebabkan oleh gangguan tonus vasomotor perifer sebagai akibat dari
trauma medulla spinalis, anestesia regional, atau pemakaian obat blokade sistem
otonom. Darah tertahan di perifer, venous return menurun, terjadi penurunan
cardiac output.
4. Syok Obstruktif
Dapat terjadi ketika jantung atau vena-vena besar mengalami kompresi.
Sehingga dapat menyebabkan hambatan darah kembali ke jantung atau
mengganggu kemampuan jantung memompa.
(a) Tamponade jantung: akumulasi cairan pada rongga perikardium
menyebabkan penyempitan ruang jantung dan mengganggu proses
pengisian.
(b) Tension pneumothoraks : tekanan tinggi pada toraks menyebabkan
kolaps vena kava dan mengganggu aliran darah balik.
(c) Emboli paru.
Diagnosis
- Hipotensi dengan takikardia
- Oliguria
- Perubahan status mental
- Distensi vena-vena leher
VI. Resusitasi Cairan dan Penatalaksanaan Syok
Prinsip Dasar Penanganan Syok
Prinsip dasar penanganan semua jenis syok pada dasarnya yaitu :
- menstabilkan kondisi pasien
- memperbaiki volume cairan sirkulasi darah
- mengefisiensikan sistem sirkulasi darah
Penanggulangan awal selalu dimulai dengan tindakan umum untuk
memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh, dan
mempertahankan suhu tubuh. Pada prinsipnya adalah prinsip resusitasi ABC.
1. Jalan napas (A=Airway) harus bebas dan terbuka, bahkan kalau perlu dengan
manipulasi alat seperti mayo, pipa endotrakeal dan sebagainya.
2. Menjamin kemampuan pernapasan pasien (B=Breathing), dengan
mengupayakan pemberian oksigen 100% atau dengan ventilator jika
pernapasan spontan tidak adekuat.
3. Menangani permasalahan sirkulasi (C=Circulation) dengan menghentikan
sumber perdarahan dan mengganti kehilangan cairan. (AHA 2005)
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan untuk memelihara, mengganti cairan
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena. Tujuannya ialah sebagai berikut:
1. Untuk mengganti kekurangan cairan dan elektrolit
2. Untuk memenuhi kebutuhan
3. Untuk mengatasi syok
4. Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Terapi cairan perioperatif meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada
masa pra bedah, selama pembedahan, dan pasca pembedahan.
Sebelum memulai resusitasi cairan, sangat penting mendapatkan akses
pembuluh darah yang adekuat dan memungkinkan untuk dilakukan resusitasi
cairan. Sebaiknya perlu dibuat 2 akses pembuluh darah yang efektif. Dapat dibuat
2 akses, dengan menggunakan kateter vena berukuran besar (minimal 16-gauge).
Semakin besar dan pendek kaliber dan ukuran kateter, maka dapat memasukkan
cairan dalam jumlah lebih besar dan cepat. Biasanya dilakukan pada vena-vena
lengan bawah. Pemasangan kateter vena sentral (CVP) juga bermanfaat untuk
menilai respon pasien terhadap resusitasi, monitoring perubahan status cairan.
Untuk mengevaluasi keberhasilan resusitasi sekaligus menilai perfusi ginjal, maka
perlu dilakukan pemasangan kateter.
Resusitasi cairan secara cepat merupakan dasar dari terapi awal cairan
pada syok. Tujuannya adalah segera menstabilkan volume vaskuler dengan
mengisi intravaskuler dengan kehilangan cairan, dan meningkatkan perfusi ke
jaringan.
Beberapa literatur tidak menyebutkan seberapa banyak resusitasi cairan
yang harus kita mulai pada awal resusitasi, kecuali berdasarkan monitoring
keberhasilan terapi melalui evaluasi klinis penderita. Namun terdapat sebuah
rumusan sederhana untuk memberikan resusitasi cairan, terutama bila defisit
terjadi pada ekstraseluler (Kaswiyan) :
- Cairan : RL atau NaCl 0.9% 20-40 ml/kgBB dalam 1 – 2 jam, diulang bila
syok masih terjadi
- Penggantian volume untuk kondisi dehidrasi bergantung pada derajat
dehidrasi dalam penggunaan rumus rehidrasi Holliday-Segar:
D= % dehidrasi x BB x 1000
(4% untuk dehidrasi ringan,
6% untuk dehidrasi sedang,
8% untuk dehidrasi berat)
M= 40 cc/ kg BB
6 jam I = ½ D + ¼ M
18 jam II = ½ D + ¾ M
- Kemudian dievaluasi hemodinamik (Tekanan darah dan nadi)
- Perfusi jaringan perifer yang membaik (hangat dan kemerahan)
- CVP normal
- Produksi urine 0,5 – 1 ml/kgBB/jam
Cairan yang dipakai dalam resusitasi terbagi menjadi kristaloid dan koloid.
A. Kristaloid
Kristaloid merupakan golongan cairan yang terdiri atas air dan beberapa
zat terlarut. Terdiri dari kristaloid isotonik (NaCl 0,9% atau normal saline) dan
balanced salt solution (ringer laktat, ringer asetat). Dalam resusitasi cairan
digunakan cairan yang isotonik dengan plasma yang memiliki natrium sebagai
partikel aktif osmotik. Karena kristaloid memiliki osmolalitas yang sama dengan
cairan tubuh, maka tidak akan terjadi perpindahan cairan dari atau ke dalam
kompartemen intraseluler, sehingga kristaloid memiliki sifat sama dengan cairan
ekstraseluler ; 75% cairan di ekstravaskuler dan 25% cairan berada di
intravaskuler. (Petunjuk Praktis Anestesiologi FK UI)
Bila digunakan dalam resusitasi cairan, maka diperlukan penggunaan
sebanyak 3 – 4 kali dari estimasi defisit cairan yang terjadi untuk mengatasi
distribusi cairan diantara ruang intravaskuler dan ekstravaskuler. Masa paruhnya
dalam intravaskuler sekitar 20 – 30 menit, dan hanya sekitar 20% yang tersisa
dalam intravaskuler setelah 2 jam.
Pemilihan kristaloid yang tepat juga menentukan prognosis selanjutnya.
Penggunaan NaCl 0,9% sebagai larutan resusitasi dapat diterima secara umum
baik karena dapat bercampur dengan baik dengan darah. Namun pada penderita
dapat terjadi asidosis metabolik hiperkloremia akibat kadar klorida yang lebih
tinggi daripada plasma. Larutan Ringer Laktat memiliki keuntungan lebih banyak
karena memiliki komposisi elektrolit yang lebih fisiologis. Laktat yang
ditambahkan dapat berubah menjadi bikarbonat di hepar. Cairan hipertonis kurang
baik dipakai sebagai cairan pengganti. Larutan ini mengekspansi ruang
ekstraseluler dengan memindahkan cairan kompartemen intraseluler. Selain itu
juga memiliki efek inotropik positif ringan dan efek vasodilatasi sistemik dan
pulmonal. (Petunjuk praktis Anestesiologi FK UI)
B. Koloid
Koloid merupakan cairan pengganti pilihan kedua dalam resusitasi cairan
pada syok. Walaupun masih diperdebatkan mengenai kegunaan koloid dalam
resusitasi cairan, tetapi koloid dapat dipilih sebagai pengganti dalam resusitasi
cairan pada syok.
Koloid merupakan cairan yang mengandung partikel onkotik, yang dikenal
juga sebagai plasma expander atau plasma substitute. Karena sifatnya yang
permeabel parsial terhadap sawar antara intra- dan ekstravaskuler, maka koloid
cenderung bertahan dalam ruang intravaskuler lebih lama daripada kristaloid.
Sejumlah kecil saja koloid yang diperlukan untuk memperbaiki volume darah
sirkulasi. Karena sifat onkotiknya, koloid cenderung untuk menarik cairan dalam
ruang ekstravaskuler ke intravaskuler. Masa paruhnya dalam ruang intravaskuler
jauh lebih lama daripada kristaloid. Larutan koloid terbagi atas koloid alami
(fraksi protein plasma dan human albumin) dan koloid sintetik (Dekstran,
Hetastarch, fluid gelatin). (Petunjuk praktis Anestesiologi FK UI)
1. Koloid Alami
Contohnya adalah larutan albumin 5 sampai 25%. Memiliki berat molekul
66.000 – 69.000, dan merupakan yang paling sering dipakai dalam resusitasi
cairan. Setiap gram albumin dapat menahan sekitar 18mL cairan dalam ruang
intravaskuler. Masa paruh albumin sekitar kurang dari 8 jam, dan kurang dari
10% yang meninggalkan rongga intravaskuler setelah 2 jam. Seperti halnya
kristaloid, sulit menilai kapan mengakhiri resusitasi cairan dengan albumin.
Namun karena efeknya yang dapat mengurangi fungsi paru maka perlu hati-hati
dalam penggunaannya.
2. Koloid Sintetik
a/. Hetastarch
Hetastarch (hidroksietil starch) merupakan produk sintetis yang tersedia
dalam sediaan 6% dalam larutan saline. Sekitar 46% dari dosis pemberian
diekskresi oleh ginjal dalam 2 hari dan sisa 64% sekitar 8 hari. Merupakan
plasma ekspander yang efektif yang dapat bertahan 3-24 jam dalam intravaskuler.
Sebagian besar pasien berespon terhadap 500 – 1000 ml pemberian.
b/. Dekstran
Terdapat dekstrasn 40 (BM 40.000) dan 70 (BM 70.000), dimana
keduanya dapat dipakai sebagai plasma expander. Merupakan polimer glukosa
larut air yang terbuat dari sukrosa dengan sintesis dari bakteri dan akan
didegradasi menjadi glukosa. Makin berat molekulnya, maka makin lama masa
paruhnya dalam ruang intravaskuler. Dekstran 70 merupakan plasma expander
yang baik, tetapi Dekstran 40 dapat memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan viskositas darah. Kerugiannya adalah
kemungkinan gagal ginjal, reaksi anafilaksi dan perdarahan.
c/. lainnya
Golongan lainnya misalnya modified urea gelatin (MFG) dan urea-bridged
gelatin dengan kadar 3,5% dan 4% dalam larutan saline. Keduanya merupakan
plasma expander yang baik.
Kristaloid KoloidKeuntungan 1. murah
2. meningkatkan vol. intravaskuler
3. terpilih untuk penanganan awal resusitasi cairan pada trauma atau pembedahan
4. mengisi volume intravaskuler cepat
5. mengisi kekosongan rongga ketiga
1. bertahan lebih lama intravaskuler
2. mempertahankan tekanan onkotik plasma
3. memerlukan volume yang lebih sedikit
4. edema perifer minimal
5. menurunkan tekanan intrakranial
Kerugian 1. menurunkan tekanan osmotik
2. menimbulkan edema perifer
3. kejadian edema paru meningkat
4. memerlukan volume yang lebih banyak
5. efeknya sementara
1. mahal2. dapat menimbulkan
koaguopati3. pada kebocoran
kapiler cairan pindah ke interstitium
4. mengencerkan faktor pembekuan dan trombosit
5. menurunkan adhesi trombosit
6. dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
7. dapat menyumbat tubulus renal dan RES di hepar
V. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ
1. Umum
Selama dan setelah resusitasi cairan kita perlu mengevaluasi keadaan
umum penderita untuk melihat respons terapi yang telah diberikan. Keadaan
umum syok yang telah teratasi biasanya pasien telah sadar atau tingkat
kesadarannya mengalami peningkatan. Tekanan darah normal, dengan nadi yang
kuat dan tidak terlalu cepat sebagai tanda perfusi yang kembali berangsur-angsur
menjadi normal. Parameter ini dapat dipakai untuk menilai kapan perlu
dihentikannya resusitasi cairan. Perfusi jaringan yang baik dapat pula terlihat dari
perubahan warna mukosa menjadi lebih kemerahan dan ekstremitas yang lebih
hangat dan merah. Tekanan vena sentral juga dapat dipertimbangkan
penggunaannya terutama pada pasien dengan status cairan yang belum diketahui
sebelumnya atau pada orangtua dan gangguan ginjal, sehingga dapat dihindari
beban cairan berlebih (overload) dan mencegah terjadinya edema pulmonal.
2. Produksi Urin
Jumlah produksi urin merupakan indikator yang baik dalam menilai
perfusi jaringan. Produksi urine yang cukup menggambarkan membaiknya perfusi
ke ginjal sehingga dapat mempertahankan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi
glomerulus. Produksi urine yang diharapkan adalah 0,5 – 1 ml/kgBB/jam pada
orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak, dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi dibawah
1 tahun. Bila produksi urine masih kurang, maka kemungkinan proses resusitasi
belum berhasil dan ginjal mengalami gagal ginjal akut.
3. Keseimbangan Asam-Basa
Penderita syok dapat mengalami ketidakseimbangan asam basa alkalosis
respiratorik ringan yang diikuti asidosis metabolik ringan. Terutama pada keadaan
syok yang lama atau sangat berat. Disebabkan karena meningkatnya kadar laktat
darah karena meningkatnya metabolisme anaerob. Penting untuk menilai defisit
basa melalui analisa gas darah arteri. Resusitasi cairan dan pemberian terapo
oksigen yang baik dapat memperbaiki perfusi jaringan sehingga keadaan asidosis
dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shock and Cardiac Arrest dalam Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, et al.editors.Harrison's Principles of Internal Medicine. 17th edition: Mc Graw Hill Companies; 2008.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Perawatan Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2007
3. Basic Life Support for Healthcare Providers dalan American Heart Association 2005
4. Basic Cardiac Function dalam Guton AC, Textbook of Medical Physiology. Mansfield, Pennsylvania; 2006
5. Kaswiyan U. Kumpulan Kuliah Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran