implementasi asas nebis in idem dalam perkara yang … asas... · ketentuan hukum acara perdata ......

22
Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim) 1156 IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG TELAH MEMILIKI KEKUATAN HUKUM TETAP YANG DIGUGAT KEMBALI DENGAN SENGKETA OBYEK YANG SAMA TETAPI DENGAN SUBYEK YANG BERBEDA Oleh : Muhammad Yusuf Ibrahim, SH.MH* Abstrak Penulisan ini mengkaji tentang adanya suatu perkara yang dahulu telah terdapat putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap, digugat kembali dengan subyek yang berbeda tetapi obyek yang sama. Hal ini dapat membuat rasa kepastian hukum para pencari keadilan menjadi terganggu dikarenakan tidak adanya kepastian hukum yang jelas, karena gugatan yang dahulu telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap jika digugat kembali bertentangan dengan asas nebis in idem. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah suatu perkara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat digugat kembali walaupun dengan subyek berbeda, mengingat ketentuan pada pasal 1917 KUHPerdata menyatakan bahwa hanya subyek yang sama dan obyek yang sama yang dapat disebut sebagai nebis in idem lalu Mahkamah Agung mengeluarkan Yurisprudensi MA.RI tentang nebis in idem, YMA No. 1226 K/Pdt/2001 ; Tanggal 20 Mei 2002 yang bertentangan dengan Pasal 1917 KUHPerdata, Kaidah Hukum dari yurisprudensi tersebut adalah Meski kedudukan subyeknya berbeda, tetapi obyek sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan berkekuatan hukum tetap, maka gugatan dinyatakan Nebis In Idem 1 dan juga untuk mengetahui suatu putusan hakim terdahulu yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (yurisprudensi) mengikat para hakim lainnya, mengingat yurisprudensi berada diluar tata urutan peraturan perundang undangan. Kata kunci : Nebis In Idem, Yurisprudensi. 1. Pendahuluan Mengajukan gugatan menjadi suatu cara untuk menuntut hak atau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya guna memulihkan kerugian yang diderita oleh Penggugat melalui putusan pengadilan serta bertujuan memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah pihak menjadi hakim bagi dirinya sendiri. * Muhammad Yusuf Ibrahim, SH.,MH., Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Abdurachman Saleh Situbondo. 1 http://www.elsam.or.id/new/elsam_v2.php?id=18&lang=in&act=view&cat=AskExpert/105

Upload: dothu

Post on 13-May-2018

244 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim)

1156

IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG TELAH

MEMILIKI KEKUATAN HUKUM TETAP YANG DIGUGAT KEMBALI

DENGAN SENGKETA OBYEK YANG SAMA TETAPI DENGAN SUBYEK

YANG BERBEDA

Oleh : Muhammad Yusuf Ibrahim, SH.MH*

Abstrak

Penulisan ini mengkaji tentang adanya suatu perkara yang dahulu

telah terdapat putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap,

digugat kembali dengan subyek yang berbeda tetapi obyek yang

sama. Hal ini dapat membuat rasa kepastian hukum para pencari

keadilan menjadi terganggu dikarenakan tidak adanya kepastian

hukum yang jelas, karena gugatan yang dahulu telah ada putusan

yang berkekuatan hukum tetap jika digugat kembali bertentangan

dengan asas nebis in idem.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah suatu perkara

yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat digugat kembali

walaupun dengan subyek berbeda, mengingat ketentuan pada pasal

1917 KUHPerdata menyatakan bahwa hanya subyek yang sama

dan obyek yang sama yang dapat disebut sebagai nebis in idem lalu

Mahkamah Agung mengeluarkan Yurisprudensi MA.RI tentang

nebis in idem, YMA No. 1226 K/Pdt/2001 ; Tanggal 20 Mei 2002

yang bertentangan dengan Pasal 1917 KUHPerdata, Kaidah

Hukum dari yurisprudensi tersebut adalah Meski kedudukan

subyeknya berbeda, tetapi obyek sama dengan perkara yang telah

diputus terdahulu dan berkekuatan hukum tetap, maka gugatan

dinyatakan Nebis In Idem1 dan juga untuk mengetahui suatu

putusan hakim terdahulu yang telah memiliki kekuatan hukum

tetap (yurisprudensi) mengikat para hakim lainnya, mengingat

yurisprudensi berada diluar tata urutan peraturan perundang –

undangan.

Kata kunci : Nebis In Idem, Yurisprudensi.

1. Pendahuluan

Mengajukan gugatan menjadi suatu cara untuk menuntut hak atau memaksa pihak

lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya guna memulihkan kerugian yang diderita

oleh Penggugat melalui putusan pengadilan serta bertujuan memberikan perlindungan yang

diberikan oleh pengadilan untuk mencegah pihak menjadi hakim bagi dirinya sendiri.

* Muhammad Yusuf Ibrahim, SH.,MH., Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Abdurachman Saleh

Situbondo. 1 http://www.elsam.or.id/new/elsam_v2.php?id=18&lang=in&act=view&cat=AskExpert/105

Page 2: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XII, Nomor 1, Mei 2014: 1167-1177

1157

Dengan demikian dapat diketahui bahwa gugatan merupakan permohonan yang

disampaikan kepada pengadilan yang berwenang tentang suatu tuntutan terhadap pihak lain

agar diperiksa sesuai dengan prinsip keadilan terhadap gugatan tersebut. Dalam gugatan

selalu ada pihak pengugat, tergugat, atau turut tergugat, sengketa melalui pengadilan

tersebut diatur dalam Hukum Acara Perdata (Burgerlijk Procesrecht, Civil Law of

Procedur).2

Ketentuan Hukum acara perdata pada dasarnya tidak membebani hak dan

kewajiban, tetapi melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan kaidah hukum

materiil perdata yang ada atau melindungi hak perseorangan. Dengan kata lain, hukum

acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin

pelaksanaan hukum perdata materiil. Sedangkan hukum materiil sebagaimana terjemahan

dalam undang-undang atau yang bersifat tidak tertulis, menjadi pedoman bagi warga

masyarakat tentang bagaimana orang selayaknya berbuat atau tidak berbuat di dalam

masyarakat. Tidak sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja,

melainkan untuk dilaksanakan atau ditaati. Diharapkan dengan adanya hukum acara

perdata, para pihak yang bersengketa dapat memulihkan hak-haknya yang telah dirugikan

oleh pihak lain melalui Pengadilan dan tidak menjadi hakim bagi dirinya sendiri.

Sehubungan dengan tahap pelaksanaan putusan tersebut, dalam setiap putusan

yang hendak dijatuhkan oleh hakim dalam mengakhiri dan menyelesaikan suatu perkara,

perlu memperhatikan tiga hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, unsur kemanfaatan

dan unsur kepastian hukum. Apabila hakim telah memeriksa suatu perkara yang diajukan

kepadanya, maka ia harus menyusun putusan dengan baik dan benar. Pada tahap

pelaksanaan dari pada putusan ini, maka akan diperoleh suatu putusan yang in kracht van

gewijsde (berkekuatan hukum tetap). Terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum

tetap,terkadang seseorang yang merasa haknya dilanggar akan menggugat kembali suatu

perkara yang sebelumnya sudah digugatnya, walaupun dengan subyek yang berbeda tetapi

dengan obyek yang sama. Dalam hal ini dibutuhkan kejelian dan ketelitian seorang hakim

dalam menilai apakah perkara yang diajukan tersebut masuk kategori Nebis In Idem. Nebis

In Idem adalah sebuah perkara dengan obyek yang sama, para pihak yang sama dan materi

pokok perkara yang sama, yang diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap

baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.

Sebuah gugatan yang diajukan seseorang ke pengadilan yang mengandung Nebis In Idem,

harus dinyatakan oleh hakim bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima (Niet

Ontvankelijk Verklaard), namun jika dalam sebuah perkara dengan obyek dan materi

perkara yang sama, akan tetapi pihak-pihak yang bersengketa berbeda, hal demikian tidak

termasuk Nebis In Idem. Pasal 1917 KUHPerdata yang mengatakan hanya subyek dan

obyek yang sama dapat disebut sebagai Nebis In Idem. Diperkuat juga oleh Putusan

Mahkamah Agung tanggal 22 Oktober 1975. Nomor 1121 K/Sip/1973 perkara ini benar

obyek gugatannya sama dengan perkara Nomor 597/perd./1971/PN.Mdn, tetapi karena

pihak-pihaknya tidak sama, tidak ada Nebis In Idem.3

3http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:NkmJ6Leuv0YJ:www.pt-sultra.go.id/Download-

document/52-Putusan-Perkara-Perdata-No.-25-Tahun-2011.html+putusan+Mahkamah+agung+RI+no.1121+K/Sip/1973&cd=4&hl=en&ct=clnk

Page 3: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim)

1158

2. Pengertian Sistem Hukum

Sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang berarti suatu keseluruhan

yang tersusun dari sekian banyak bagian (whole compound of several parts). Sistem

adalah suatu perangkat komponen yang berkaitan secara terpadu dan dikoordinasikan

sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.4 Pendapat lain tentang

sistem adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian, yang kait mengait satu sama

lain. Bagian atau anak cabang dari suatu sistem, menjadi induk sistem dari rangkaian

selanjutnya.5 Sedangkan hukum didefinisikan sebagai suatu sistem konseptual aturan

hukum dan putusan hukum, suatu produk kesadaran hukum, yang terdiri atas suatu

keseluruhan aturan hukum dan putusan hukum yang saling berkaitan.6 Sedangkan

Begitulah seterusnya sampai pada bagian yang terkecil unsur-unsur dalam sistem

mencakup antara lain: Seperangkat komponen, elemen, bagian. Saling berkaitan dan

tergantung. Kesatuan yang terintegrasi. Memiliki peranan dan tujuan tertentu. Interaksi

antar sistem membentuk sistem lain yang lebih besar.7 Hukum sulit didefinisikan karena

kompleks dan beragamnya sudut pandang yang akan dikaji. Van Apeldoorn mengatakan

bahwa ”definisi hukum sangat sulit dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakannya

yang sesuai dengan kenyataan”. Karena itu, sebaiknya kita lihat dulu pengertian hukum

menurut para ahli hukum terkemuka berikut ini8 : Mr. E.M. Meyers, Hukum adalah

semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah

laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam

melaksanakan tugasnya. Leon Duguit, Hukum adalah aturan tingkah laku anggota

masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu

masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang pelanggaran

terhadapnya akan menimbulkan reaksi bersama terhadap pelakunya. Utrecht, Hukum

adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu

masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.9 Simorangkir, dan

Woerjono Sastropranoto, Hukum adalah peratuan-peraturan yang bersifat memaksa,

yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh

badan-badan resmi yang berwajib, dan yang pelanggaran terhadapnya mengakibatkan

diambilnya tindakan, yaitu hukuman terentu.10

Dari pengertian sistem dan hukum maka

dapat diartikan bahwa : Sistem hukum adalah satu kesatuan hukum yang berlaku pada

suatu negara tertentu yang di patuhi dan di taati oleh setiap warganya.11

Dengan konsep sistem hukum tersirat bahwa tata hukum (legal Order)

merupakan suatu kesatuan (unity) meskipun seringkali kompleks.12

Meuwissen,

mengartikan sistem hukum sebagai konstruksi (teoritis) yang didalamnya berbagai

4 http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/09/23/sekilas-mengenai-sistem-hukum-di-indonesia/ 5 http://www.slideshare.net/dimahana/sistem-hukum 6 Bruggink alih bahasa Arief Sidartha, Refleksi Tentang Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2011), hal 137 7 http://www.slideshare.net/dimahana/sistem-hukum 8 http://vjkeybot.wordpress.com/2011/12/03/sistem-hukum-indonesia 9 Ibid 10 Ibid 11 www.slideshare.net, Op.Cit. 12 Julius Stone, Legal system and Lawyers’ Reasoning, hlm 21, (Dikutip dari : Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem

Hukum Indonesia, (Bandung : Alumni, 2009), hlm 11

Page 4: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XII, Nomor 1, Mei 2014: 1167-1177

1159

norma / kaidah hukum dipikirkan dalam suatu hubungan logis konsisten menjadi suatu

kesatuan tertentu.13

Sedangkan menurut Bruggink, sistem hukum ialah aturan – aturan

hukum dan putusan – putusan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu

dalam hubungan saling berkaitan.14

Bruggink menambahkan, hukum adalah suatu gejala

yang dari dirinya sendiri menghendaki sistematisasi. Jika orang meletakkan titik berat

pada aspek hukum ini, maka kita sudah berbicara tentang suatu sistem hukum.15

Dan

ilmu hukum menurut Bruggink mempunyai tugas menata aturan – aturan hukum dan

putusan – putusan hukum sedemikian rupa sehingga sebanyak mungkin menampilkan

gambaran keseluruhan yang tertata dalam suatu ikhtisar (overzichtelijke gehelen).16

Jadi

sistem hukum sebagai system of reasons pengadilan menurut hemat penulis harus

dibaca dalam pengertian sebagaimana yang dikemukan oleh pound yaitu sebagai sebuah

ideal tentang apa yang seharusnya meskipun bisa jadi bahwa apa yang seharusnya

tersebut sebagian telah ditranformasikan ke dalam bentuk peraturan. Seperti diakui oleh

pound, ideal memang memiliki peranan yang tidak bisa diremehkan dalam sejarah

perkembangan hukum.17

Maka sistem hukum bukan sekedar kumpulan peraturan-

peraturan saja namun peraturan-peraturan itu dapat diterima sebagai sesuatu yang sah

apabila dikeluarkan dari sumber-sumber yang sama, seperti peraturan hukum,

yurisprudensi, dan kebiasaan.18

3. Sistem Hukum di Indonesia

Sistem hukum Indonesia sebagai suatu sistem aturan yang berlaku di negara

Indonesia adalah sistem aturan yang sedemikian rumit dan luas, yang terdiri atas unsur –

unsur hukum, dimana diantara unsur hukum yang satu dengan yang lain saling

bertautan, saling mengaruh memengaruhi serta saling mengisi.19

Oleh karenanya

membicarakan satu bidang atau unsur atau subsistem hukum yang berlaku di Indonesia

tidak bisa dipisahkan dari yang lain, sehingga mirip dengan tubuh manusia, unsur

hukum bagaikan suatu organ yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari organ yang

lain.20

Sistem hukum Indonesia saat ini masih menganut campuran antara hukum adat,

hukum agama, serta sistem hukum eropa. Hal ini mungkin dapat dimaklumi karena

sistem hukum Indonesia menganut sebagian besar hukum peninggalan Belanda.

Indonesia yang notabene menjadi daerah atau wilayah "jajahan" Belanda selama

berabad-abad tentunya tidak bisa lepas dari sistem hukum yang ditinggalkan Belanda.21

Sehingga sistem hukum Indonesia adalah campuran dari sistem hukum agama, hukum

adat, dan hukum Eropa yang lebih tepatnya hukum Belanda.22

Menurut penulis sistem

hukum Indonesia tersebut terbentuk tidak dengan sendirinya, melainkan hasil dari

13 Meuwissen, Teori Hukum, hlm 20 (dikutip dari : Ibid) 14 Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, hlm 139 (dikutip dari : Ibid) 15 Ibid, hlm 137 16 Ibid 17 Roscoe pound, Law Finding Through Experience And Reason, hlm 1-2 (dikutip : Ibid) 18 ngobrolinhukum.wordpress.com, Op. Cit 19 IIlhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2010) hal 39 20 Ibid 21 http://rizroi.blogspot.com/2013/03/sistem-hukum-indonesia-sistem-hukum-di-indonesia-Menganut-Campuran-

Sistem-Hukum-Dunia.html 22 Ibid

Page 5: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim)

1160

perjalanan bangsa Indonesia sendiri. Dominan hukum peninggalan belanda karena

aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan

Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian besar masyarakat

Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak

terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga

berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,

yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-

budaya yang ada di wilayah nusantara.23

Terdapat tiga pilar utama yang mendukung atau mempengaruhi pembentukan

sistem hukum di Indonesia, yaitu24

:

1. Sistem hukum barat, ini merupakan warisan dari Belanda yang mana pada saat

itu mereka menjajah Indonesia selama 350 tahun. Sistem hukum yang

diterapkan para koloni di Indonesia pada saat itu ialah Burgerlijk Wetboek (BW)

yang mengatur hukum perdata di Indonesia dengan menyesuaikan daerah hukum

negara Indonesia atau prinsip concordantie. Dan sistem BW tersebut masih

diterapkan hingga saat ini di Indonesia karena sampai sekarang, Indonesia belum

mampu untuk membuat hukum perdatanya sendiri.

2. Sistem hukum adat, sifat dari sistem hukum ini komunal. Dimana dalam sistem

hukum ini terdapat hukum kebiasaan yang menjadi cermin kepribadian bangsa

Indonesia serta campuran dari hukum islam. Hukum adat ini tidak tertulis di

dalam perundang-undangan, hanya saja hukum adat ini bersifat mutlak di

sebagian besar daerah Indonesia yang mayoritas masih menggunakannya.

Hukuman yang berlaku dalam sistem hukum ini juga melalui musyawarah warga

sekitar atau sudah ditentukan oleh para pendahulu.

3. Sistem hukum islam, sistem hukum ini sudah ada jauh sebelum penjajah datang

ke Indonesia. Dimana kedatangan agama islam di Indonesia disambut cukup

baik oleh masyarakat yang merupakan agama yang berasal dari Arab. Kemudian

terdapat kerajaan islam pertama di Indonesia yakni Samudera Pasai, dimana

sejak berdirinya kerajaan islam tersebut, sistem hukum islam pun sudah

diterapkan.

Menurut Titon Slamet Kurnia, sistem hukum Indonesia, dari perspektif ilmu

hukum tidak memiliki keterkaitan dengan rezim kolonial, meskipun untuk mencegah

kekosongan dalam tata peraturan sehingga peraturan perundang – undangan produk

rezim kolonial tetap diberlakukan.25

Sistem hukum Indonesia sebagai suatu kaidah

adalah sesuatu yang abstrak, sementara yang konkret ialah sumber – sumber hukum

yang menjelaskan darimana sistem kaidah itu berasal.26

23 http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia 24 http://triscamiaa-fisip12.web.unair.ac.id/ Sistem_Hukum_di_Indonesia.html 25 Titon Slamet Kurnia, Op. Cit, hlm 20 26 Ibid, hlm 42

Page 6: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XII, Nomor 1, Mei 2014: 1167-1177

1161

4. Pengertian Sumber Hukum

Dalam bahasa Inggris, sumber hukum disebut source of law. Perkataan sumber

hukum berbeda dengan dasar hukum, landasan hukum atau pun payung hukum. Dasar

hukum adalah legal basis atau legal ground yaitu norma hukum yang mendasari suatu

tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat

dibenarkan secara hukum. Sedangkan perkataan sumber hukum lebih menunjuk kepada

pengertian tempat dari mana asal muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal.27

Menurut Hans Kelsen source of law mengandung banyak pengertian. Pertama, yang

dapat dipahami sebagai source of law ada dua yaitu custom dan statute. Oleh karena

itu source of law biasa dipahami sebagai a method of creating law, custom, and

legislation, yaitu customary and statuary creation of law. Kedua, source of law juga

dapat dikaitkan dengan cara untuk menilai alasan atau the reason for the validity of law.

Ketiga, source of law dapat juga dipakai untuk hal-hal yang bersifat non-juridis, seperti

norma, moral, etika, prinsip-prinsip politik, ataupun pendapat para ahli, dan sebagainya

yang dapat mempengaruhi pembentukan suatu norma hukum, sehingga dapat pula

disebut sebagai sumber hukum atau the source of law.28

Pengertian yang lain bahwa

Sumber Hukum adalah segala apa yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai

kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan yang kalau dilanggar akan

mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.29

Menurut Soedikno ada beberapa arti sumber hukum30

:

1. Sebagai asas hukum.

2. Hukum terdahulu yang memberi bahan.

3. Dasar berlakunya.

4. Tempat mengetahui hukum.

5. Sebab yang menimbulkan hukum.

Sumber hukum dalam pengertian asal hukum, yaitu: Keputusan otoritas yang

berwenang mengenai sebuah keputusan hukum, bisa berupa peraturan atau ketetapan.31

Pengertian ini membawa pada suatu penyelidikan tentang kewenangan. Sumber hukum

dalam pengertian tempat ditemukannya peraturan hukum. Sumber hukum dalam

pengertian ini membawa pada satu penyelidikan tentang macam, jenis, atau bentuk-

bentuk dari peraturan. Misalnya: apakah sumber hukum tersebut Undang-Undang,

Kebiasaan, Yurisprudensi, atau bentuk yang lainnya. Sumber hukum dalam pengertian

hal-hal yang dapat mempengaruhi penguasa dalam menentukan hukum. Misalnya:

Keyakinan hukum, rasa keadilan baik dari penguasa atau rakyat, dan juga teori-teori

atau ajaran dari ilmu Pengetahuan hukum. Hal-hal yang dapat mempengaruhi penentuan

hukum meliputi semua bidang kehidupan masyarakat, baik itu sosial, politik, budaya,

maupun ekonomi.32

27 http://ratusanmakalah.wordpress.com/hukum-perdata/pengertian-sumber-hukum/ 28 Ibid 29 Ibid 30 Ibid 31 http://www.pustakasekolah.com/sumber-sumber-hukum.html 32 Ibid

Page 7: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim)

1162

Sumber – sumber hukum juga dapat diartikan sebagai bahan – bahan yang

digunakan sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutus perkara.33

Istilah sumber

hukum mengandung banyak pengertian, dapat dilihat dari segi historis, sosiologis,

filsufis, dan ilmu hukum, yang masing – masing disiplin mengartikan nya dari

perspektifnya terhadap hukum dan melihat hukum dari sudut pandangnya masing –

masing.34

Bagi sejarawan dan sosiolog, hukum tidak lebih dari sekedar gejala sosial

sehingga harus didekati secara ilmiah.35

Filsuf dan yuris sebaliknya, memandang hukum

sebagai keseluruhan aturan tingkah laku dan sistem nilai.36

Sumber hukum bisa berupa

tulisan, dokumen, naskah, dan lain sebagainya yang kemudian dipergunakan oleh suatu

bangsa atau negara untuk dijadikan sebagai pedoman hidup bangsa dan rakyatnya pada

masa tertentu.37

5. Putusan Hakim dan Kekuatan Putusan Hakim

Putusan Hakim menurut Andi Hamzah adalah hasil atau kesimpulan dari suatu

perkara yang telah dipertimbangkan dengan masak-masak yang dapat berbentuk

putusan tertulis maupun lisan.38

Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, putusan

hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi

wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau

menyeleseiakan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.39

Bukan hanya yang di

ucapkan saja yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam

bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh Hakim di persidangan. Sebuah konsep

putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum diucapkan di

persidangan oleh hakim.40

Sehingga dapat disimpulkan bahwa putusan hakim adalah

kesimpulan akhir yang diambil oleh Majelis Hakim yang diberi wewenang untuk itu

dalam menyelesaikan atau mengakhiri suatu sengketa antara para pihak – pihak yang

berpekara dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

HIR tidak mengatur secara rinci mengenai kekuatan putusan. Namun para ahli

hukum Indonesia, memiliki pandangannya masing-masing. Di antaranya adalah ;

a) Soepomo dalam literaturnya menjelaskan 3 (tiga) kekuatan putusan, yakni41

:

1. Kekuatan mengikat, putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang

tetap (kracht van gewijsde, power of force), tidak dapat diganggu gugat lagi.

Putusan yang telah berkekuatan hukum pasti bersifat mengikat (bindende

kracht, binding force).

2. Kekuatan pembuktian, yakni dapat digunakan sebagai alat bukti oleh para pihak,

yang mungkin dipergunakan untuk keperluan banding, kasasi atau juga untuk

33 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana, Cet-4 2012) hlm 255 34 Ibid 35 P.Van et al, Van Apeldoorn’s inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht. W.E.J. Tjeenk-Willinjk.1985

(dikutip dari : Ibid) 36 Ibid 37 http://www.anneahira.com/sumber-hukum-di-indonesia.htm 38

Andi Hamzah, Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta : Liberty, 1986), hlm 485 39

Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1998), hlm 206 40

Ibid, hlm 175 41

Soepomo R. , Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1993) , hlm . 57

Page 8: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XII, Nomor 1, Mei 2014: 1167-1177

1163

eksekusi. Sedangkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat

dipergunakan sebagai alat bukti bagi para pihak yang berperkara sepanjang

mengenai peristiwa yang telah ditetapkan dalam putusan tersebut.

3. Kekuatan eksekutorial, putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap atau

memperoleh kekuatan yang pasti, mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan

(executoriale kracht, executionary power).

b) Sudikno Mertokusumo42

, putusan hakim mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan:

1. Kekuatan Mengikat,

Untuk dapat melaksanakan atau merealisasi suatu hak secara paksa

diperlukan suatu putusan pengadilan atau akta otentik yang menentapkan hak

itu.Suatu putusan pengadilan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan

atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Kalau pihak yang

bersangkutan menyerahkan dan mempercayakan sengketanya kepada pengadilan

atau hakim untuk diperiksa atau diadili, maka hal ini mengandung arti bahwa

pihak-pihak yang sangkutan akan tunduk dan patuh pada putusan yang

dijatuhkan. Putusan yang telah dijatuhkan itu haruslah dihormati oleh kedua

belah pihak. Salah satu pihak tidak boleh bertindak bertentangan dengan

putusan. Jadi putusan hakim mempunyai kekuatan mengikat : mengikat kedua

belah pihak.

Terikatnya para pihak kepada putusan menimbulkan beberapa teori yang

hendak mencoba memberikan dasar tentang kekuatan mengikat dari pada putusan,43

yaitu :

a. Teori Hukum Materiil

Menurut teori ini maka kekuatan mengikat dari pada putusan yang lazimnya

disebut ”gezag van gewijisde” mempunyai sifat hukum materiil oleh karena

mengadakan perubahan terhadap wewenang dan kewajiban keperdataan;

menetapkan, menghapuskan atau mengubah. Menurut teori ini putusan dapat

menimbulkan atau meniadakan hubungan hukum. Jadi putusan merupakan

sumber materiil. Disebut juga ajaran hukum materiil karena memberi akibat

yang bersifat hukum pada putusan. Mengingat bahwa putusan hanya mengikat

para pihak dan tidak memberi wewenang untuk mempertahankan hak

seseorang terhadap pihak ketiga dan saat ini ajaran ini telah ditinggalkan.

b. Teori Hukum Acara

Menurut teori ini putusan bukanlah sumber hukum materiil melainkan

sumber dari pada wewenang prosesuil. Akibat putusan ini bersifat hukum acara

yaitu diciptakannya atau dihapuskannya wewenang dan kewajiban prosesuil.

Ajaran ini sangat sempit, sebab suatu putusan bukanlah semata- mata hanyalah

sumber wewenang prosesuil, karena menuju kepada penetapan yang pasti

tentang hubungan hukum yang merupakan pokok sengketa.

c. Teori Hukum Pembuktian

42

Sudikno Mertokusumo, Op. Cit, hlm 182 43

Ibid, hlm 213

Page 9: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim)

1164

Menurut teori ini putusan merupakan bukti tentang apa yang di tetapkan

didalamnya, sehingga mempunyai kekuatan mengikat oleh karena menurut teori

ini pembuktian lawan terhadap isi suatu putusan yang telah memperoleh

kekuatan hukum yang pasti tidak diperkenankan. Teori ini termasuk teori kuno

yang sudah tidak banyak penganutnya.

d. Terikatnya para Pihak pada Putusan

Terikatnya para pihak kepada putusan dapat mempunyai arti positif dan

negatif, yakni ;

1) Arti positif, arti positif dari kekuatan mengikat suatu putusan ialah bahwa

apa yang telah diputus di antara para pihak berlaku sebagai positif benar.

Apa yang telah diputus oleh hakim harus dianggap benar (res judicata pro

veritate habetur). Pembuktian lawan tidak dimungkinkan. Terikatnya para

pihak ini didasarkan pada undang- undang Ps. 1917-1920 BW.

2) Arti negatif, arti negatif daripada kekuatan mengikat suatu putusan ialah

bahwa hakim tidak boleh memutus perkara yang pernah diputus

sebelumnya antara para pihak yang sama serta mengenai pokok perkara

yang sama. Ulangan dari tindakan itu tidak akan mempunyai akibat

hukum:Nebis in idem (ps.134 Rv). Kecuali didasarkan atas pasal 134 Rv,

kekuatan mengikat dalam arti negatif ini juga didasarkan asas ”litis finiri

oportet” yang menjadi dasar ketentuan tentang tenggang waktu untuk

mengajukan upaya hukum; apa yang pada suatu waktu telah diselesaikan

oleh hakim tidak boleh diajukan lagi kepada hakim. Di dalam hukum acara

kita putusan mempunyai kekuatan hukum mengikat baik dalam arti positif

maupun dalam arti negatif.

e. Kekuatan hukum yang pasti

Suatu putusan memperoleh kekuatan hukum yang pasti atau tetap (kracht

van gewisjde) apabila tidak ada lagi upaya hukum biasa tersedia. Termasuk

upaya hukum biasa adalah perlawanan, banding dan kasasi. Dengan memperoleh

kekuatan hukum yang pasti maka putusan itu tidak lagi dapat diubah, sekalipun

oleh Pengadilan yang lebih tinggi, kecuali dengan upaya hukum khusus yakni

request civil dan perlawanan oleh pihak ketiga. Pendapat para ahli hukum lain,

ada yang berpandangan bahwa suatu putusan mempunyai kekuatan hukum

mengikat yang negatif kalau belum mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan

sejak mempunyai kekuatan hukum yang pasti memperoleh kekuatan hukum

yang positif, maka putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum yang pasti

sudah mempunyai kekuatan mengikat yang positif. Putusan yang dijatuhkan

harus dianggap benar dan sejak diputuskan para pihak harus menghormati dan

mentaatinya.

2. Kekuatan Pembuktian

Dituangkannya putusan dalam bentuk tertulis yang merupakan akta otentik,

tidak lain bertujuan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak,

yang mungkin diperlukannya untuk mengajukan banding, kasasi atau

Page 10: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XII, Nomor 1, Mei 2014: 1167-1177

1165

pelaksanaannya. Putusan itu sendiri merupakan akta otentik yang dapat

digunakan sebagai alat bukti.

3. Kekuatan Eksekutorial

Suatu putusan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau

sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Ini tidak berarti semata-mata

hanya menetapkan hak atau hukumnnya saja melainkan juga realisasi atau

pelaksanaannya (eksekusinya) secara paksa. Kekuatan mengikat saja dari suatu

putusan pengadilan belumlah cukup dan tidak berarti apabila putusan itu tidak

dapat direalisasikan atau dilaksanakan. Oleh karena putusan itu menetapkan

dengan tegas hak atau hukumnya untuk kemudian direalisir, maka putusan

hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakannya

apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara. Suatu

putusan memperoleh kekuatan eksekutorial, apabila dilakukan oleh Peradilan di

Indonesia yang menganut ”Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha

Esa” (Ps. 4 ayat 1 Undang – undang No. 4 tahun 2004) dan semua putusan

pengadilan di seluruh Indonesia harus diberi kepala di bagian atasnya yang

berbunyi ”Demi Keadilan berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa” (Ps. 435 Rv

jo. Ps. 4 ayat 1 Undang-undang No. 4 tahun 2004)44

6. Upaya Hukum Terhadap Putusan

Suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kehilafan, bahkan tidak

mustahil bersifat memihak. Maka oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan setiap

putusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang, agar kekeliruan atau

kehilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim pada

umumnya tersedia upaya hukum, yaitu upaya atau alat mencegah atau memperbaiki

kekeliruan dalam suatu putusan.45

Sifat dan berlakunya upaya hukum, bergantung pada apakah itu merupakan

upaya hukum biasa atau upaya hukum istimewa46

:

a) Upaya hukum biasa, pada asasnya terbuka setiap putusan selama tenggang waktu

yang ditentukan oleh undang-undang. Wewenang menggunakannya hapus dengan

menerima putusan. Upaya ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk

sementara. Upaya hukum biasa ialah :

1. Perlawanan (verstek),

Perlawanan merupakan upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di luar

hadirnya tergugat (Ps. 125 ayat 3 jo Ps. 129 HIR, Ps. 149 ayat 3 jo Ps. 153 Rbg.). Pada

asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang (pada umumnya)

dikalahkan. Bagi penggugat yang dengan putusan verstek dikalahkan tersedia upaya

hukum banding.

44

Ibid, hlm 184 45

Ibid, hlm 232 46

Ibid, hlm 233

Page 11: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim)

1166

2. Banding,

Apabila salah satu pihak dalam suatu perkara perdata tidak menerima suatu

putusan Pengadilan Negeri karena merasa hak-haknya terserang oleh adanya putusan itu

atau menganggap putusan itu kurang benar atau kurang adil, maka ia dapat mengajukan

permohonan banding. Ia dapat mengajukan perkara yang telah diputuskan itu kepada

pengadilan yang lebih tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulangan. Asas peradilan

dalam dua tingkat itu disandarkan pada keyakinan bahwa putusan pengadilan pada

tingkat pertama itu belum tentu tepat atau benar dan oleh karena itu perlu dimungkinkan

pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi.

3. Kasasi.

Terhadap putusan – putusan yang diberikan dalam tingkat akhir oleh pengadilan

– pengadilan lain daripada Mahkamah Agung demikian pula terhadap putusan

pengadilan yang dimintakan Banding dapat dimintakan Kasasi kepada Mahkamah

Agung oleh pihak-pihak yang berkepentingan (Pasal 22 Undang-undang No. 4 tahun

2005 tentang Kehakiman, Pasal 43 Undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang

Mahkamah Agung). Jadi apabila pihak bersangkutan belum atau tidak mempergunakan

hak melawan putusan pengadilan yang dijatuhkan di luar hadir tergugat atau hak

memohon ulangan pemeriksaan perkara oleh Pengadilan Tinggi, permohonan

pemeriksaan Kasasi tidak dapat diterima (Pasal 43 Undang- undang No. 5 tahun 2004

tentang Mahkamah Agung).

Dalam meninjau alasan-alasan hukum yang dipergunakan dalam permohonan

Kasasi, dipakai sebagai dasar Pasal 30 Undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang

Mahkamah Agung, yaitu karena :

1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,

2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, dan

3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang

– undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan.

b) Upaya hukum istimewa, digunakan untuk putusan-putusan yang telah berkekuatan

hukum yang pasti dan sudah tidak dapat diubah serta tidak tersedia lagi upaya

hukum biasa. Upaya hukum ini hanyalah dibolehkan dalam hal-hal tertentu yang

disebut dalam Undang-undang saja. Yang termasuk upaya hukum istimewa ialah

1. Peninjauan Kembali (request civil),

Diatur dalam Pasal 66 Undang-undang No. 4 tahun 2004 Kehakiman.

Permohonan PK dapat diajukan secara tertulis maupun lisan oleh para pihak

sendiri (ayat 1) kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri

yang memutus perkara dalam tingkat pertama. Permohonan PK tidak

menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan dan

dapat dicabut selama belum diputus serta hanya dapat diajukan satu kali saja.

2. Perlawanan dari pihak ketiga (derdenverzet).

Pada asasnya suatu putusan hanya mengikat para pihak yang berperkara

dan tidak mengikat pihak ketiga (Pasal 1917 BW). Akan tetapi apabila pihak

Page 12: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XII, Nomor 1, Mei 2014: 1167-1177

1167

ketiga merasa hak-haknya dirugikan oleh suatu putusan, maka ia dapat

mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut (Pasal 378 Rv).

7. Tinjauan Umum Tentang Nebis Ins Idem

Nebis in idem adalah asas hukum yang berlaku dalam hukum perdata maupun

pidana. Dalam hukum perdata, asas ini mengandung pengertian bahwa sebuah perkara

dengan obyek sama, para pihak sama dan materi pokok perkara yang sama, yang

diputus oleh pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang mengabulkan atau

menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya. Pengertian dari kamus

hukum tentang nebis in idem adalah asas yang menyatakan bahwa tidak boleh satu

perkara yang sama yang sudah diputus, diperiksa, dan diputus lagi untuk kedua kalinya

oleh pengadilan.47

Jadi, berdasarkan pengertian tersebut, penulis beranggapan bahwa

dalam sebuah perkara dengan obyek dan materi perkara yang sama, akan tetapi pihak-

pihak yang bersengketa berbeda, hal demikian tidak termasuk nebis in idem. Sebuah

gugatan yang diajukan seseorang ke pengadilan yang mengandung nebis in idem, hakim

harus menyatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

Prinsip hukum demikian secara jelas diatur dalam Pasal 1917 KUHPerdata. Sedangkan,

Mahkamah Agung menganut pendirian sebuah perkara yang tidak memenuhi syarat

formil dan diputus tidak dapat diterima, perkara tersebut bukan termasuk nebis in idem

dan dapat digugat kembali untuk kedua kalinya. Demikian halnya dalam hukum pidana,

juga melarang seorang terdakwa diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan yang

sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya. Memang prinsip ini

semata-mata melindungi hak asasi manusia seseorang, agar seseorang tidak diadili

untuk perkara yang sama dan mengedepankan kepastian hukum. Dengan dasar nebis in

idem, sebuah perkara yang diperiksa di pengadilan dapat dihentikan penyidikan atau

penuntutannya jika ditemukan nebis in idem. Sebuah perkara yang nebis in idem yang

tetap diperiksa ke pengadilan, maka seorang hakim harus memutuskan tuntutan jaksa

tidak dapat diterima.48

Secara hukum, suatu gugatan dapat dikatakan nebis in idem bilamana:

1. Apa yang digugat/ diperkarakan sudah pernah diperkarakan,

2. Telah ada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan bersifat positip seperti

menolak gugatan atau mengabulkan. Dengan demikian putusan tersebut sudah litis

finiri opportet. Kalau putusannya masih bersifat negatif, tidak mengakibatkan nebis

in idem. Hal ini dapat dilihat dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 27 Juni 1979

dalam putusan kasasi no. 878 k/ Sip/ 1977 yang menyatakan, “antara perkara ini

dengan perkara yang diputus oleh Pengadilan Tinggi tidak terjadi nebis in idem,

sebab putusan Pengadilan Tinggi menyatakan gugatan tidak dapat diterima oleh

karena ada pihak yang tidak diikut sertakan sehingga masih terbuka kemungkinan

untuk menggugat lagi”.

3. Objek, Subjek dan Materi pokok yang sama49

47

Dzulkifli Umar & Utsman Handoyo, Op. Cit, hlm 279 48

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20091011085032AAsqjgM 49

http://advokatku.blogspot.com/2008/01/nebis-in-idem.html

Page 13: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim)

1168

Pengertian tentang asas nebis in idem terdapat pada ketentuan pasal 1917 Kitab

Undang – undang Hukum Perdata, yang berbunyi “Kekuatan sesuatu putusan Hakim

yang telah memperoleh kekuatan mutlak tidaklah lebih luas daripada sekedar mengenai

soal putusannya. Untuk dapat memajukan kekuatan itu, perlulah bahwa soal yang

dituntut adalah sama, bahwa tuntutan didasarkan atas alasan yang sama, lagipula

dimajukan oleh dan terhadap pihak – pihak yang sama didalam hubungan yang sama

pula”. Artinya bahwa suatu perkara yang telah diputus oleh hakim terdahulu dan telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Tidak dapat digugat kembali dengan subyek dan

objek yang sama pula.

Dalam perkembangan asas nebis in idem, kadang sering muncul perkara yang

mirip dengan asas nebis in idem, yaitu pekara yang digugat kembali dengan objek yang

sama tetapi subyek berbeda. Karena itu, agar tidak menjadi kesimpang siuran kaidah

hukum yang tidak jelas, maka Mahkamah Agung mengeluarkan Yurisprudensi MA.RI

tentang nebis in idem, YMA No. 1226 K/Pdt/2001 ; Tanggal 20 Mei 2002, dengan

majelis hakim sebagai berikut :

1. H. Suharto, SH

2. H. Achmad Syamsudin, SH

3. H. A. Kadir Mappong, SH

Kaidah Hukum dari yurisprudensi tersebut adalah Meski kedudukan subyeknya

berbeda, tetapi obyek sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan

berkekuatan hukum tetap, maka gugatan dinyatakan Nebis In Idem50

Pada dasarnya asas nebis in idem dapat terlaksana dengan baik dan demi

kepastian bagi pencari keadilan, maka sesuai dengan SEMA No. 3 TAhun 2002, Ketua

MA telah meminta agar Pengadilan tingkat pertama untuk mempertimbangkan

mengenai perkara serupa yang pernah diputus dimasa lalu, baik dalam eksepsi maupun

dalam pokok perkara.51

Tetapi ada hal yang menarik berkaitan dengan yurisprudensi, yaitu pertentangan

antara yurisprudensi yang satu dengan yang lainnya tentang Nebis In Idem, Menurut

kamus istilah hukum Foekema Andreal, Belanda-Indonesia :Nebis In Idem penunjukan

yang berlaku untuk asas bahwa satu sengketa atau satu perkara yang sama tidak boleh

lebih dari satu kali diserahkan untuk diputuskan oleh Pengadilan. Tetapi Putusan

Mahkamah Agung tanggal 23 Juli 1973 No.102 K/Sip/1972 apabila dalam perkara baru

ternyata para pihak berbeda dengan pihak- pihak dalam perkara yang sudah diputus

lebih dahulu, maka tidak ada Nebis In Idem. Dan dalam Putusan Mahkamah Agung

tanggal 22 Oktober 1975. Nomor 1121 K/Sip/1973 perkara ini benar obyek gugatannya

sama dengan perkara Nomor 597/perd./1971/PN.Mdn, tetapi karena pihak-pihaknya

tidak sama, tidak ada Nebis In Idem.52

Jika terjadi pertentangan antara yurisprudensi

yang satu dengan yang lainnya, maka menurut penulis, yurisprudensi yang terakhirlah

yang digunakan sebagai pedoman sumber hukum bagi para hakim.

50

http://www.elsam.or.id/new/elsam_v2.php?id=18&lang=in&act=view&cat=AskExpert/105 51

Varia Peradilan, Hal. 161, bulan Pebruari 2011 52

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:NkmJ6Leuv0YJ:www.pt-sultra.go.id/Download-

document/52-Putusan-Perkara-Perdata-No.-25-Tahun 2011.html+putusan+Mahkamah+agung+RI+no.1121+K/Sip/1973&cd=4&hl=en&ct=clnk

Page 14: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XII, Nomor 1, Mei 2014: 1167-1177

1169

Dalam hukum acara perdata juga, berlaku asas Nebis in Idem, dalam artian

putusan dengan objek sengketa, subjek yang terlibat sengketa, dasar hukum yang sama

dan telah mendapat kekuatan hukum tetap tidak dapat dipersengketakan ulang di

pengadilan. Namun untuk beberapa kasus spesifik tertentu, keberlakuan asas Nebis in

Idem yang mendasarkan diri pada asas kepastian hukum dapat disimpangi dengan asas

keadilan dan kemanfaatan. Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menutup

diri untuk menguji materiil undang-undang atau pasal yang sama dengan yang dahulu

pernah diuji-materiil-kan, dengan ketetuan pengajuan uji materiil memaparkan

argumentasi dan dasar bernalar yang berbeda dari sebelumnya dengan suatu alasan yang

memadai yang mampu menyimpangi kemutlakan asas Nebis in Idem.53

sedangkan

menurut penulis, jika ditemukan suatu bukti baru yang kuat, maka nebis in idem pun

bisa disimpangi.

8. Hakim dan Yurisprudensi

Hakim merupakan unsur utama dalam pengadilan, sehingga tanpa hakim

pengadilan tidak layak dikatakan sebagai lembaga peradilan. Bahkan dalam

perkembangannya oleh sebagian masyarakat sering diasosiasikan hakim dengan

pengadilan. Artinya bahwa hakim selalu identik dengan pengadilan itu sendiri.

Kebebasan kekuasaan kehakiman identik dengan kebebasan hakim. Demikian pula

halnya dengan keputusan pengadilan identik dengan keputusan hakim. Oleh karena itu,

tidak berlebihan jika dikatakan bahwa keberadaan pengadilan sangat ditentukan oleh

keberadaan hakim dalam lembaga peradilan. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu

fungsi hakim yang sangat penting adalah mengembangkan yurisprudensi.

Dalam kepustakaan hukum anglo saxon perkataan yurisprudensi mengandung

arti yang lebih luas dari perkataan yurisprudensi dalam hukum Eropa Kontinental. Di

dalam kepustakaan anglo saxon, yurisprudensi selain bermakan hukum (dalam putusan)

hakim, juga bermakna filsafat hukum dalam ilmu hukum. Sedangkan dalam

kepustakaan Eropa kontinental dan dalam kepustakaan hukum Indonesia, yang disebut

yurisprudensi adalah kumpulan keputusan Mahkamah Agung (dan Pengadilan Tinggi)

mengenai perkara tertentu berdasarkan pertimbangan (kebijaksanaan) hakim sendiri

yang diikuti sebagai pedoman oleh lain dalam memutus perkara yang sama atau hampir

sama. Beberapa literatur mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan yurisprudensi

adalah keputusan-keputusan hakim yang terdahulu yang selalu diikuti oleh hakim lain

(sesudahnya) dalam hal memutus sesuatu perkara yang sifatnya sama.

Secara garis besar yurisprundensi (dilihat dari daya ikatnya) bagi hakim lain,

dibagi menjadi dua, yaitu yurisprudensi yang bersifat tetap dan yurisprudensi tidak

tetap.54

a. Yurisprundensi tetap, yurisprudensi dapat dikatakan yurisprudensi tetap, apabila

keberadaannya selalu diikuti oleh hakim yang lainnya. Ini berarti, bentuk

yurisprudensi ini sudah menjadi kaidah hukum. Contoh dari yurisprudensi tetap

ini terdapat dalam putusan Mahkamah Agung No. 47/kr/28 Maret 1957 yang

53

http://hery-shietra.blogspot.com/2013/04/nebis-in-idem-tidak-berlaku-mutlak.html 54

http://violetence.blogspot.com/2011/09/sumber-sumber-hukum-formal-dan-materiil.html

Page 15: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim)

1170

menyatakan bahwa yang menjadi dasar keputusan oleh Pengadilan Negeri

adalah surat dakwaan dan bukan surat tuduhan yang dibuat oleh polisi dalam

Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

b. Yurisprudensi tidak tetap, putusan hakim dapat dikatakan sebagai yurisprudensi

tidak tetap, apabila tidak selalu diikuti oleh hakim yang lainnya. Sebagai catatan,

seringkali putusan-putusan yang dimaksud dalam yurisprudensi tersebut di atas,

baikyang bersifat tetap atau yang tidak tetap biasanya sangat tergantung dari

hakim MA lebih menguntungkan. Kemungkinan seperti ini disebabkan oleh

kenyataan, bahwa masih banyak pihak yang untuk memperoleh keadilan hukum

selalu berupaya sampai ke Mahkama Agung, sehingga putusannya dianggap

solid.

Pengembangan yurisprudensi selain menggambarkan keadilan yang tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat, juga selaras dengan kesadaran hukum masyarakat

Indonesia. Dalam konteks tersebut, yurisprudensi sebagai sumber hukum atau inspirasi

hukum dapat dikatakan sangat dinamis karena merupakan respon terhadap perkara-

perkara nyata yang dihadapi masyarakat. Selain itu yurisprudensi juga dapat

dikategorikan sebagai fatwa hakim yang mempunyai integritas keilmuan yang tidak

diragukan. Oleh karena itu, yurisprudensi merupakan hasil ijtihad seorang hakim

sehubungan dengan peristiwa hukum yang diajukan kepadanya. Yurisprudensi dalam

kategori ini, di antara cirinya ialah bersifat kasuistik, karena merupakan respon atau

jawaban atas kasus yang diajukan oleh pencari keadilan. Kaitannya dengan

pengembangan yurisprudensi, hakim mempunyai peranan yang penting dan strategis.

Tentunya hakim dalam hal ini adalah hakim dalam lembaga peradilan secara fungsional.

Dikatakan demikian karena hakim dalam melaksanakan tugas-tugasnya senantiasa

berhadapan dengan kasus-kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kasus-kasus

yang terjadi di masyarakat tidak semua mempunyai ketentuan hukum secara normatif

dalam peraturan perundang-undangan, akan tetapi adakalanya bahkan di antara kasus-

kasus yang diajukan pada hakim banyak yang tidak mempunyai dasar hukum secara

jelas dan tegas dalam Undang-Undang. Terhadap kasus-kasus yang demikian inilah

hakim mempunyai tanggung jawab dan dituntut untuk berijtihad sesuai dengan ilmunya.

Ijtihad atau fatwa hakim dalam memberikan putusan terhadap suatu kasus yang tidak

mempunyai dasar hukum dalam Undang-Undang itulah yang kemudian disebut dengan

istilah yurisprudensi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi hakim

yang penting adalah mengembangkan yurisprudensi. Oleh karena itu, yang paling

penting bagi hakim dalam mengembangkan yurisprudensi adalah kemampuan hakim itu

sendiri. Dalam artian bahwa hakim hendaknya mempunyai integritas keilmuan yang

diandalkan dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan

yurisprudensi.

Ada beberapa alasan para hakim mengikuti keputusan hakim lain, dalam

memutuskan perkara yang sifatnya sama. Alasan pertama adalah alasan psikologi, yang

kedua adalah alasan bersifat praktis dan ketiga adalah persesuaian pendapat.55

a. Alasan psikologis

55

Ibid

Page 16: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XII, Nomor 1, Mei 2014: 1167-1177

1171

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa keputusan hakim

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi pihak-pihak yang berkompeten

di dalamnya. Dalam kenyataannya, keputusan hakim juga dapat dan mampu

menyusun pendapat umum (Publik Opini) bahwa yang diputuskan adalah benar

adanya. Sehingga semua pihak yang berkecimpung dalam masalah hukum

tertentu yang sejenis dengan perkara yang serupa dengan perkara yang telah

diputuskan oleh hakim tadi secara tidak langsung dirinya merasa terikat di

dalamnya. Termasuk di dalamnya para hakim itu sendiri. Lebih-lebih, hakim

yang secara organisasi berada dalam stuktur di bawah hakim yang memutuskan

perkara tadi (misalnya putusan hakim Mahkamah Agung). Keputusan hakim

Mahkamah Agung apabila tidak diikuti oleh hakim yang berada dalam tingkat

yang lebih rendah, akan menimbulkan beban psikologis yang tidak

menguntungkan bagi hakim yang bersangkutan. Meskipun tidak ada satu

ketentuan pun yang mengharuskan agar ia harus selalu berpedoman pada

keputusan hakim yang ada di atasnya. Dalam hal keputusan yang diputuskan

oleh hakim Mahkamah Agung, hal yang demikian dapat ditafsirkan sebagai

salah satu bentuk pengawasan yang tidak langsung kepada para hakim yang

berada di bawahnya.

b. Alasan praktis

Kesan yang akan timbul apabila seorang hakim yang memutus perkara

yang jenisnya sama yang tidak sesuai dengan keputusan hakim yang diputuskan

oleh hakim yang berada di atasnya adalah seakan-akan ia memutuskan tanpa

mengindahkan norma-norma hukum yang ada. Alangkah janggalnya, apabila

suatu putusan hakim yang lebih rendah secara administrasi akan bertentangan

dengan keputusan hakim yang secara administrasi sementara jenis dan sifat dari

jenis perkara tersebut adalah sama. Sebab, apabila seseorang terlibat dalam

sebuah perkara tidak puas, maka tentunya ia akan mengajukan banding kepada

Pengadilan yang lebih tinggi. Yang menyebabkan keputusan hakim terdahulu

akan dibatalkan.

c. Persesuaian Pendapat

Persesuaian pendapat ini bukan hanya menyangkut bagi para hakim itu

sendiri melainkan untuk rasa sekarang semua pihak (para praktisi dan akademis)

telah menganggap bahwa apabila sebuah kasus ditangani tanpa berdasarkan

yurisprudensi (keputusan hakim yang telah ada), akan menimbulkan reaksi yang

tidak sedikit, ini berarti bahwa pada dasarnya semua pihak mengingkari adanya

persesuaian pendapat tetang yurisprudensi sebagai sumber hukum.

Di samping beberapa alasan yang menyebabkan yurisprudensi itu diikuti oleh

hakim yang lainnya, yurisprudensi dapat berperan untuk menciptakan standar hukum

dan pembinaan landasan hukum yang sejenis.56

56

Ibid

Page 17: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim)

1172

a. Menciptakan standar hukum

Dengan adanya yurisprudensi ini diharapkan akan menciptakan standar

hukum yang benar-benar mengandung unsur-unsur aktual, dalam kasus-kasus

tertentu yang terjadi pada sebuah Negara (peradilan) pada sebuah Negara.

b. Membina landasan hukum yang sama

Keseragaman hukum yang sama pada suatu yurisprudensi yang akan mampu

menciptakan standar hukum yang sama, dengan sendirinya akan berperan dan

berfungsi membina dan mewujudkan landasan hukum yang sama. Apabila

terjadi persamaan-persamaan persepsi yang sama terhadap sebuah kasus yang

sama, baik oleh praktisi dan akedemisi dan para pencari keadilan dan hakim

yang telah menjadikan yurisprudensi sebagai landasannya, yang demikian itu

akan sangat berpengaruh pada pembinaan hukum yang sama dalam hal

mengadili dan memeriksa kasus yang sifat dan jenisnya berbeda. dengan adanya

landasan hukum yang sama yang secara tidak langsung juga dibina bersama,

keefektivitasan dalam menangani sebuah kasus akan tercapai. Ini merupakan

salah satu bentuk pengisisan hukum oleh hakim.

9. Daya ikat yurisprudensi terhadap para Hakim, mengingat yurisprudensi berada

diluar tata urutan peraturan perundang – undangan.

Para ahli hukum Indonesia, memiliki pandangannya masing-masing, namun

dapat diambil garis besar bahwa kekuatan putusan antara lain57

:

1. Kekuatan mengikat,

Sifat mengikat ini bertujuan untuk menetapkan suatu hak atau suatu hubungan

hukum antara para pihak yang berperkara. Dalam hukum acara kita putusan mempunyai

kekuatan mengikat baik dalam arti positif maupun negatif. Yakni dapat dijelaskan

sebagai berikut :

i. Dalam arti positif, bahwa pada prinsipnya putusan pengadilan itu untuk

menyelesaikan perselisihan antara mereka yang sebagaimana yang mereka

kehendaki. Pihak-pihak tersebut harus tunduk dan patuh kepada putusan yang

dijatuhkan oleh pengadilan. Dan tidak boleh melakukan hal-hal yang

bertentangan dengan putusan tesebut, karena putusan mempunyai kekuatan

mengikat terhadap para pihak yang berperkara (Pasal 1917-1920 BW).

ii. Sedangkan dalam arti negatif, bahwa kekuatan mengikat pada suatu putusan

ialah hakim tidak boleh memutus perkara yang pernah diputus sebelumnya

antara pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama. Ulangan

dari tindakan tersebut dapat mengakibatkan ”Nebis in Idem” (Pasal 134 RV).

2. Kekuatan pembuktian

Tujuannya adalah untuk dapat dipergunakan sebagai alat bukti oleh para pihak,

yang mungkin dipergunakan untuk keperluan banding, kasasi atau juga untuk eksekusi.

Sehingga putusan harus dibuat secara tertulis, dan juga merupakan akta otentik yang

dapat dipergunakan sebagai alat bukti. Sekalipun putusan tidak mempunyai kekuatan

57

Abdul Manan, Op. Cit, hlm 309

Page 18: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XII, Nomor 1, Mei 2014: 1167-1177

1173

mengikat terhadap pihak ketiga, namun mempunyai kekuatan pembuktian terhadap

pihak ketiga. Kekuatan pembuktian terhadap putusan pidana, diatur dalam pasal 1918

dan 1919 BW, namun tentang kekuatan pembuktian putusan perdata tidak ada

ketentuannya. Menurut pasal 1916 ayat 2 Nomer 3 BW maka putusan hakim adalah

persangkaan. Putusan hakim merupakan persangkaan bahwa isinya benar : apa yang

telah diputus oleh hakim harus dianggap benar (res judicata pro veritate habateur).

Adapun kekuatan pembuktian putusan perdata diserahkan kepada pertimbangan hakim.

Hakim mempunyai kebebasan untuk menggunakan kekuatan pembuktian putusan

terdahulu.58

3. Kekuatan Eksekutorial.

Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau memperoleh

kekuatan yang pasti, mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan (executoriale kracht,

executionary power). Apabila hakim telah memeriksa suatu perkara yang diajukan

kepadanya, maka ia harus menyusun putusan dengan baik dan benar. Pada tahap

pelaksanaan dari pada putusan ini, maka akan diperoleh suatu putusan yang in kracht

van gewijsde (berkekuatan hukum tetap).Terhadap putusan yang berkekuatan hukum

tetap (in kracht van gewijsde) tersebut dapat dilanjutkan pada tahap eksekusi. Menurut

M. Yahya Harahap,eksekusi merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh

pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata

cara lanjutan dari proses pemerikasaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada lain

daripada tindakan yang bersinambungan dari keseluruhan proses Hukum Acara

Perdata.59

Aturan-aturan inilah yang menjadi pedoman tindakan eksekusi. Namun dalam

pelaksanaan nya tidak terlepas dari dari peraturan lain seperti yang terdapat pada asas-

asas hukum, yurisprudensi maupun praktik peradilan sebagai alat pembantu

memecahkan penyelesaian masalah eksekusi yang timbul dalam konkreto.60

Daya ikat yurisprudensi terhadap hakim sangat tinggi sekali, walaupun

yurisprudensi berada diluar aturan perundang - undangan. Keduanya merupakan sumber

hukum yang diakui. Berdasarkan pembentukannya sumber hukum61

:

a. Undang – undang

Menetapkan hukum secara in – abstracto, yang berlaku secara umum orang

yang tunduk pada kekuasaan undang-undang. Pembentukan UU :

1. Alasan politis

2. Alasan praktis

3. Alasan cost benefit principles, Yang artinya menjangkau masa yang akan

datang.

b. Yurisprudensi

Pembentukan hukum yang dilakukan oleh hakim:

58

Ida Iswojokusumo dalam Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1998), hlm 183 59

M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm 1 60

Ibid 61

http://nizarlaw08.blogspot.com

Page 19: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim)

1174

1. Pasal 14 UU no. 14 tahun 1970 jo UU no. 4 tahun 2004 jo UU no. 48 tahun

2009

2. Pasal 27 UU no. 14 tahun 1970 jo pasal 28 UU no. 4 tahun 2004 jo pasal 5

UU no. 48 tahun 2009.

Dari dasar hukum tadi, hakim memiliki kewenangan untuk membuat hukum

dalam bentuk rechtvinding, dengan mendasarkan pada :

1. Pertimbangan filosofis

2. Pertimbangan yuridis

3. Pertimbangan social, psikologis, ekonomis, politis,

Dan berdasarkan daya berlakunya, yurisprudensi memiliki daya ikat concreto

yaitu daya ikatnya hanya berlaku bagi yang berperkara saja Sedangkan Undang –

undang memiliki daya ikat abstarcto yaitu tidak hanya yang berperkara saja tetapi

berlaku secara umum orang yang tunduk pada kekuasaan undang-undang.

Para hakim merupakan unsur utama dalam pengadilan, Bahkan dalam

perkembangannya oleh sebagian masyarakat sering diasosiasikan hakim dengan

pengadilan. Artinya bahwa hakim selalu identik dengan pengadilan itu sendiri.

Kebebasan kekuasaan kehakiman identik dengan kebebasan hakim. Demikian pula

halnya dengan keputusan pengadilan identik dengan keputusan hakim. Oleh karena itu,

tidak berlebihan jika dikatakan bahwa keberadaan pengadilan sangat ditentukan oleh

keberadaan hakim dalam lembaga peradilan. Maka fungsi hakim yang sangat penting

adalah mengembangkan yurisprudensi. Yurisprudensi sebagai sumber hukum atau

inspirasi hukum dapat dikatakan sangat dinamis karena merupakan respon terhadap

perkara-perkara nyata yang dihadapi masyarakat.

Ada beberapa alasan para hakim mengikuti keputusan hakim lain, dalam

memutuskan perkara yang sifatnya sama. Alasan pertama adalah alasan psikologi, yang

kedua adalah alasan bersifat praktis dan ketiga adalah persesuaian pendapat.

a. Alasan psikologis

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa keputusan hakim

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi pihak-pihak yang berkompeten

di dalamnya. Dalam kenyataannya, keputusan hakim juga dapat dan mampu

menyusun pendapat umum (Publik Opini) bahwa yang diputuskan adalah benar

adanya. Sehingga semua pihak yang berkecimpung dalam masalah hukum

tertentu yang sejenis dengan perkara yang serupa dengan perkara yang telah

diputuskan oleh hakim tadi secara tidak langsung dirinya merasa terikat di

dalamnya. Termasuk di dalamnya para hakim itu sendiri. Lebih-lebih, hakim

yang secara organisasi berada dalam stuktur di bawah hakim yang memutuskan

perkara tadi.(misalnya putusan hakim Mahkamah Agung). Keputusan hakim

Mahkamah Agung apabila tidak diikuti oleh hakim yang berada dalam tingkat

yang lebih rendah, akan menimbulkan beban psikologis yang tidak

menguntungkan bagi hakim yang bersangkutan. Meskipun tidak ada satu

ketentuan pun yang mengharuskan agar ia harus selalu berpedoman pada

keputusan hakim yang ada di atasnya. Dalam hal keputusan yang diputuskan

oleh hakim Mahkamah Agung, hal yang demikian dapat ditafsirkan sebagai

Page 20: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XII, Nomor 1, Mei 2014: 1167-1177

1175

salah satu bentuk pengawasan yang tidak langsung kepada para hakim yang

berada di bawahnya.

b. Alasan praktis

Kesan yang akan timbul apabila seorang hakim yang memutus perkara

yang jenisnya sama yang tidak sesuai dengan keputusan hakim yang diputuskan

oleh hakim yang berada di atasnya adalah seakan-akan ia memutuskan tanpa

mengindahkan norma-norma hukum yang ada. Alangkah janggalnya, apabila

suatu putusan hakim yang lebih rendah secara administrasi akan bertentangan

dengan keputusan hakim yang secara administrasi sementara jenis dan sifat dari

jenis perkara tersebut adalah sama. Sebab, apabila seseorang terlibat dalam

sebuah perkara tidak puas, maka tentunya ia akan mengajukan banding kepada

Pengadilan yang lebih tinggi. Yang menyebabkan keputusan hakim terdahulu

akan dibatalkan.

c. Persesuaian Pendapat

Persesuaian pendapat ini bukan hanya menyangkut bagi para hakim itu

sendiri melainkan untuk rasa sekarang semua pihak (para praktisi dan akademis)

telah menganggap bahwa apabila sebuah kasus ditangani tanpa berdasarkan

yurisprudensi (keputusan hakim yang telah ada), akan menimbulkan reaksi yang

tidak sedikit, ini berarti bahwa pada dasarnya semua pihak mengingkari adanya

persesuaian pendapat tetang yurisprudensi sebagai sumber hukum.

Di samping beberapa alasan yang menyebabkan yurisprudensi itu diikuti oleh

hakim yang lainnya, yurisprudensi dapat berperan untuk menciptakan standar hukum

dan pembinaan landasan hukum yang sejenis.

a. Menciptakan standar hukum

Dengan adanya yurisprudensi ini diharapkan akan menciptakan standar

hukum yang benar-benar mengandung unsur-unsur aktual, dalam kasus-kasus

tertentu yang terjadi pada sebuah Negara (peradilan) pada sebuah Negara.

b. Membina landasan hukum yang sama

Keseragaman hukum yang sama pada suatu yurisprudensi yang akan

mampu menciptakan standar hukum yang sama, dengan sendirinya akan

berperan dan berfungsi membina dan mewujudkan landasan hukum yang sama.

Apabila terjadi persamaan-persamaan persepsi yang sama terhadap sebuah kasus

yang sama, baik oleh praktisi dan akedemisi dan para pencari keadilan dan

hakim yang telah menjadikan yurisprudensi sebagai landasannya, yang demikian

itu akan sangat berpengaruh pada pembinaan hukum yang sama dalam hal

mengadili dan memeriksa kasus yang sifat dan jenisnya berbeda.dengan adanya

landasan hukum yang sama yang secara tidak lagsung juga dibina bersama,

keefektivitasan dalam menangani sebuah kasus akan tercapai. Ini merupakan

salah satu bentuk pengisisan hukum oleh hakim.

Page 21: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Implementasi Asas Nebis in Idem ....... (Muhammad Yusuf Ibrahim)

1176

10. Penutup

Berdasarkan uraian mengenai Implementasi Asas Nebis In Idem dalam Perkara

yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang digugat kembali dengan sengketa

obyek yang sama dan subyek yang berbeda, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai

berikut :

1. Pertimbangan Hakim MA mengeluarkan yurisprudensi Nomor : 1226

K/Pdt/2001 walaupun subyek berbeda tetapi objek sama tetap dikatakan sebagai

Nebis In Idem yang mana berbeda dengan Pasal 1917 KUHPerdata yang

mengatakan hanya subyek dan obyek yang sama dapat disebut sebagai Nebis In

Idem tidak saling bertentangan, justru adanya yurisprudensi tersebut semakin

menutup celah hukum yang ada pada pasal 1917 KUHPerdata tentang apa yang

disebut sebagai asas nebis in idem, dan juga semakin memperkuat kepastian

hukum.

2. Bahwa daya ikat yurisprudensi terhadap para hakim sangat tinggi, walaupun

yurisprudensi berada diluar tata urutan peraturan perundang – undangan. Karena

berdasarkan daya berlakunya, yurisprudensi memiliki daya ikat concreto yaitu

daya ikatnya hanya berlaku bagi yang berperkara saja Sedangkan Undang –

undang memiliki daya ikat abstarcto yaitu tidak hanya yang berperkara saja

tetapi berlaku secara umum orang yang tunduk pada kekuasaan undang-undang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Literatur

Bruggink alih bahasa Arief Sidartha, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2011

Ida Iswojokusumo dalam Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata

Indonesia,Yogyakarta : Liberty, 1998

Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 2009,

(mengutip dari Julius Stone, Legal system and Lawyers’ Reasoning)

IIlhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2010

Andi Hamzah, Hukum Acara Perdata, Yogyakarta : Liberty, 1986

Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 1998

Soepomo R. , Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta : Pradnya Paramita,

1993

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Kencana, Cet-4 2012

2. Laman

Page 22: IMPLEMENTASI ASAS NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA YANG … ASAS... · Ketentuan Hukum acara perdata ... hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, ... taati oleh setiap warganya.11

Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XII, Nomor 1, Mei 2014: 1167-1177

1177

http://www.elsam.or.id/new/elsam_v2.php?id=18&lang=in&act=view&cat=AskExpert/

105

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:NkmJ6Leuv0YJ:www.pt

sultra.go.id/Download-document/52-Putusan-Perkara-Perdata-No.-25-Tahun

2011.html+putusan+Mahkamah+agung+RI+no.1121+K/Sip/1973&cd=4&hl=en&

ct=clnk

http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/09/23/sekilas-mengenai-sistem-hukum-di-

indonesia/

http://www.slideshare.net/dimahana/sistem-hukum

http://vjkeybot.wordpress.com/2011/12/03/sistem-hukum-indonesia

http://rizroi.blogspot.com/2013/03/sistem-hukum-indonesia-sistem-hukum-di-

indonesia-Menganut-Campuran-Sistem-Hukum-Dunia.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia

http://triscamiaa-fisip12.web.unair.ac.id/ Sistem_Hukum_di_Indonesia.html

http://nizarlaw08.blogspot.com

http://violetence.blogspot.com/2011/09/sumber-sumber-hukum-formal-dan-

materiil.html

http://hery-shietra.blogspot.com/2013/04/nebis-in-idem-tidak-berlaku-mutlak.html

http://advokatku.blogspot.com/2008/01/nebis-in-idem.html

3. Media Cetak

Varia Peradilan, bulan Pebruari 2011

4. Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-undang No. 4 tahun 2005 tentang Kehakiman

Undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung