asas asas-kurikulum(3)

521
KATA PENGANTAR Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal. Mengembangkan kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana karena banyak sekali pertanyaan yang dapat dikemukakan untuk dipertimbangkan. Misalnya: Apakah yang ingin dicapai? Manusia yang bagaimana yang diharapkan akan dibentuk? Apakah yang diutamakan kebutuhan sekarang atau masa mendatang? Apakah hakikat anak harus dipertimbangkan atau diperlukan sebagai orang dewasa? Dan segudang pertanyaan lagi yang kesemuanya menyangkut asas-asas yang mendasari setiap kurikulum, yaitu asas filosotis, asas psikologis, asas sosiologis

Upload: bali-dgunners

Post on 19-Dec-2014

16.134 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: asas asas-kurikulum(3)

KATA PENGANTAR

Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu

pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai

tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan.

Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan

perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk

menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil

yang maksimal.

Mengembangkan kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana

karena banyak sekali pertanyaan yang dapat dikemukakan untuk dipertimbangkan.

Misalnya: Apakah yang ingin dicapai? Manusia yang bagaimana yang diharapkan

akan dibentuk? Apakah yang diutamakan kebutuhan sekarang atau masa

mendatang? Apakah hakikat anak harus dipertimbangkan atau diperlukan sebagai

orang dewasa? Dan segudang pertanyaan lagi yang kesemuanya menyangkut asas-

asas yang mendasari setiap kurikulum, yaitu asas filosotis, asas psikologis, asas

sosiologis dan asas organisatoris.

Dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka dapat diharapkan sasaran

dan tujuan pendidikan akan dapat tercapai secara maksimal.

Buku ini penting bagi para mahasiswa, para guru dan siapa saja yang

berminat dan berkecimpung di bidang pendidikan.

Page 2: asas asas-kurikulum(3)

DAFTARISI

Kata Pengantar

Bab 1 : Pengertian Dan Asas-Asas Kurikulum

Bab 2 : Asas-Asas Fisiologi

Bab 3 : Asas Psikologis Anak

Bab 4 : Asas Psikologis Anak

Bab 5 : Proses Perubahan Dan Perbaikan Kurikulum

Bab 6 : Kurikulum Dan Masyarakat

Bab 7 : Organisasi Kurikulum

Bab 8 : Menentukan Scope Dan Sequence Dalam Pembinaan Kurikulum

Bab 9 : Mengubah Kurikulum

Bab 10 : Penutup

Daftar Buku

Page 3: asas asas-kurikulum(3)

BAB1

PENGERTIAN DAN ASAS-ASAS

KURIKULUM

Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda. Mutu bangsa di

kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak sekarang,

terutama melalui pendidikan formal yang diterima di sekolah. Apa yang akan

dicapai di sekolah, ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi barang siapa yang

menguasai kurikulum memegang nasib bangsa dan negara. Maka dapat dipahami

bahwa kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi perkembangan bangsa dipegang

oleh pemerintah suatu negara. Dapat pula dipahami betapa pentingnya usaha

mengembangkan kurikulum itu. Oleh sebab setiap guru merupakan kunci utama

dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula memahami seluk-beluk

kurikulum. Hingga batas tertentu, dalam skala mikro, guru juga seorang

pengembang kurikulum bagi kelasnya.

APA YANG DIMAKSUD DENGAN KURIKULUM

Perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan

sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Perkataan ini belum terdapat dalam

kamus Webster tahun 1812 dan baru timbul untuk pertama kalinya dalam kamus

tahun 1856. Artinya pada waktu itu ialah: " L a race course; a place for running; a

chariot. 2. a course in general; applied particulary to the course of study in a

university". Jadi dengan "kurikulum" dimaksud suatu jarak yang harus ditempuh

oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. "Kurikulum" juga

berarti "chariot," semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang

membawa seorang dari "start" sampai "finish".

Di samping penggunaan "kurikulum" semula dalam bidang olah raga,

kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yakni sejumlah mata kuliah di

perguruantinggi.

Page 4: asas asas-kurikulum(3)

Dalam kasus Webster tahun 1955 "kurikulum diberi arti '"a. A course esp. a

specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a degree,

b. The whole body of courses offered in an educational institution, or department

thereof, -. the usual sense." Di sini "kurikulum" khusus digunakan dalam pendidikan

dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di

perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat.

"Kurikulum" juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga

pendidikan.

Di Indonesia istilah "kurikulum" boleh dikatakan baru menjadi populer sejak

tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang ,memperoleh pendidikan

di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan.

Sebelumnya yang lazim digunakan ialah "rencana pelajaran". Pada hakikatnya

kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya

Curriculum Development, Theory and Practice mengartikan sebagai "a plan for

learning", yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak.

Dalam buku ini kami gunakan istilah "kurikulum," karena pengertian

kurikulum banyak mengalami perkembangan, berkat pemikiran yang banyak oleh

tokoh-tokoh pendidikan mengenai kurikulum, sehingga dapat meliputi hal-hal yang

tidak direncanakan, namun turut mengubah kelakuan anak didik. Kurikulum juga

bukan lagi sekedar sejumlah mata pelajaran , akan tetapi mendapat liputan yang jauh

lebih luas. Maka karena itu istilah "rencana pelajaran" rasanya terlampau sempit dan

terikat oleh pengertian tradisional, yang sangat terbatas pada bahan pelajaran dalam

buku pelajaran.

Dalam teori, tetapi juga dalam praktik, pengertian kurikulum yang lama

sudah banyak ditinggalkan. Para ahli pendidikan kebanyakan memberi arti dan isi

yang lebih luas daripada semula. Selain itu pengertiannya pun senantiasa dapat

berkembang dan mengalami perubahan. Perubahan itu antara lain terjadi karena

orang tak kunjung puas dengan hasil pendidikan sekolah dan selalu ingin

memperbaikinya. Memang tak mungkin disusun suatu kurikulum yang baik serta

mantap sepanjang zaman. Suatu kurikulum hanya mungkin baik untuk suatu

masyarakat tertentu pada masa tertentu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan

Page 5: asas asas-kurikulum(3)

teknologi yang mengubah masyarakat dan dengan sendirinya kurikulum pun

tak dapat tiada hams disesuaikan dengan tuntutan zaman.

Di samping itu banyak timbul pendapat-pendapat baru tentang hakikat dan

perkembangan anak, caranya belajar, tentang masyarakat dan ilmu pengetahuan, dan

Iain-lain, yang memaksa diadakannya perubahan dalam kurikulum. Pengembangan

kurikulum adalah proses yang tak henti-hentinya, yang harus dilakukan secara

kontinu. Jika tidak, maka kurikulum menjadi usang atau ketinggalan zaman. Makin

cepat perubahan dalam masyarakat, makin sering diperlukan penyesuaian

kurikulum.

Namun, mengubah kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah. Praktek

pendidikan di sekolah senantiasa jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan teori

kurikulum. Bukan sesuatu yang aneh, bila suatu teori kurikulum baru menjadi

kenyataan setelah 50 sampai 75 tahun kemudian. Kelambanan ini terjadi antara lain

karena guru-guru banyak yang lebih ingin berpegang pada yang telah ada, merasa

lebih aman dengan praktik-praktik rutin dan tradisional daripada mencobakan hal-

hal baru, yang memerlukan pemikiran dan usaha yang lebih banyak dan ada kalanya

menuntut perubahan pada diri guru itu sendiri. Itu sebabnya maka kurikulum masih

banyak diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan kepada

anak.

BEBERAPA DEFINISI KURIKULUM

Seperti telah dikemukakan di atas, perubahan zaman menuntut kurikulum

baru dan sering juga pengertian baru mengenai makna kurikulum itu sendiri.

Perubahan zaman memberi tugas-tugas baru kepada sekolah, di antaranya tugas-

tugas yang sediakala dipikul oleh lembaga-lembaga lain seperti rumah tangga,

pemerintah, petugas agama, dan Iain-lain. Misalnya, anak-anak gadis biasanya

belajar memasak, menjahit, mengurus rumah, dan pekerjaan lain dari ibunya. Dunia

modern sering mengharuskan ibu-ibu bekerja, dan tidak sempat lagi mendidik

anaknya dalam keterampilan rumah tangga. Maka tugas ibu itu dipercayakan kepada

sekolah dengan memberi pelajaran PKK. Ada pula ibu-ibu yang tak puas dan

merasa bosan hanya terikat oleh rutin rumah tangga dan ingin

Page 6: asas asas-kurikulum(3)

menentukan karirnya sendiri. Demikian pula soal kesehatan jasmani anak,

keamanan lalu lintas, keterampilan vokasional, pendidikan seks, pencegahan minum

alkohol atau ganja, kepramukaan, pendidikan, agama, dan hal-hal lain lambat laun

digeser tanggung-jawab pendidikannya kepada sekolah. Dengan demikian

kurikulum sekolah tidak hanya meliputi mata pelajaran tradisional, melainkan

berbagai kegiatan lain yang bersifat edukatif, di dalam maupun di luar sekolah.

Dengan bertambahnya tanggung jawab sekolah timbulah berbagai macam

defmisi kurikulum, sehingga semakin sukar memastikan apakah sebenarnya

kurikulum itu. Akhirnya setiap pendidik, setiap guru harus menentukan sendiri

apakah kurikulum itu bagi dirinya. Pengertian yang dianut oleh seseorang akan

mempengaruhi kegiatan belajar-mengajar dalam kelas maupun di luar kelas.

Di bawah ini kami berikan sejumlah defmisi kurikulum menurut beberapa

ahli kurikulum.

1. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for

Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai

berikut. " The Curriculum is the sum total of school's efforts to influence

learning, whether in the clasroom, on the playground, or out of school." Jadi

segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan

kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum

meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.

2. Harold B. Albertycs. dalam Reorganizing the High-School Curriculum (1965)

memandang kurikulum sebagai "all of the activities that are provided for

students by the school". Seperti halnya dengan defmisi Saylor dan Alexander,

kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi

kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan luar kelas, yang berada di bawah tanggung

jawab sekolah. Defmisi melihat manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar

mata pelajaran tradisional.

Page 7: asas asas-kurikulum(3)

3. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum

sebagai "a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose

of disciplining children and youth in group ways of thinking and acting".

Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial

dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan

berbuat sesuai dengan masyarakatnya.

4. William B. Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966)

menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut: "The tendency in recent decades has

ben to use the term in a broader sense to refer to the whole life and program of

the school. The term is used ... to include all the experiences of children for

which the school accepts responsibility. It denotes the results of efferorts on the

part of the adults of the community, and the nation to bring to the children the

finest, most whole some influences that exist in the culture."

Ragan mengunakan kurikulum dalam arti yang luas, yang meliputi

seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak di

bawah tanggung-jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan

pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial

antara guru dan murid, metode mengajar, cara mengevaluasi termasuk

kurikulum.

5. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary School

lmprovemant (1973) juga menganut defmisi kurikulum yang luas. Menurut

mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara

mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar,

bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural

mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.

Ketiga aspek pokok, program, manusia dan fasilitas sangat erat hubungannya,

sehingga tak mungkin diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan ketiga-

tiganya.

Page 8: asas asas-kurikulum(3)

6. Alice Miel juga menganut pendirian yang luas mengenai kurikulum. Dalam

bukunya Changing the Curriculum : a Social Process (1946) is mengemukakan

bahwa kurikulum juga meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan,

keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah,

yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan personalia (termasuk penjaga

sekolah, pegawai administrasi dan orang lainnya yang ada hubungannya dengan

murid-murid ). Jadi kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh yang

bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Defmisi Miel tentang

kurikulum sangat luas yang mencakup yang meliputi bukan hanya pengetahuan,

kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita serta norma-norma,

melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruh pegawai sekolah.

Langeveld seorang ahli pendidikan Belanda dalam bukunya Leerboek der

Pedagogische Psychologie membedakan apa yang disebutnya opvoedingsmiddelen

dan opvoedingsfaktoren Istilah pertama berarti alat-alat pendidikan, yaitu segala

sesuatu yang dengan sengaja dilakukan oleh sipendidik terhadap anak-didik guna

mempengaruhi kelakuannya, seperti menjelaskan, menganjurkan, memuji, melarang

atau menghukum. Istilah kedua berarti faktor-faktor pendidikan, meliputi keadaan

lingkungan pendidikan seperti kebersihan ruangan, keramahan pendidik, jadi tidak

merupakan tindakan yang disengaja. Kita lihat bahwa Alice Miel mencakup kedua

hal itu dalam pengertian kurikulumnya yakni alat pendidikan dan faktor pendidikan.

Tak semua ahli kurikulum menganut pendirian yang begitu luas. Hilda Taba

berpendapat bahwa defmisi yang terlampau luas mengaburkan pengertian kurikulum

sehingga menghalangi pemikiran dan pengolahan yang tajam tentang kurikulum. Jika

kurikulum dirumuskan sebagai "segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk

memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi di dalam maupun di luar sekolah"

atau sebagai" sejumlah pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh sekolah

dengan tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan berpikir dan berbuat menurut

kelompok atau masyarakat tempat ia hidup", maka defmisi yang luas itu

membuatnya tidak fungsional. Maka Hilda Taba memilih posisi yang tidak

terlampau luas dan tidak pula terlampau sempit, karena defmisi yang sempit tidak lagi

diterima oleh sekolah modern.

Page 9: asas asas-kurikulum(3)

Hilda Taba mengemukakan, bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum

merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berparsitipasi sebagai anggota

yang produktif dalam masyrakatnya. Tiap kurikulum, bagaimanapun polanya, selalu

mempunyai komponen-komponen tertentu, yakni pernyataan tentang tujuan dan

sasaran, seleksi dan organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan belajar

dan mengajar, dan akhirnya evaluasi hasil belajar. Perbedaan kurikulum terletak pada

penekanan pada unsur-unsur tertentu.

7. Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriculum (1960) menunjukkan

pendirian yang terbatas tapi realistis tentang kurikulum. Defmisinya ialah "A

Curriculum Consists of the means used to achieve or carry out given purposes of

schooling". Kurikulum dilihatnya sebagai cara-cara dan usaha untuk mencapai

tujuan persekolahan. la membedakan tugas sekolah mengenai perkembangan

anak dan tanggung jawab lembaga pendidikan lainnya seperti rumah tangga,

lembaga agama, masyarakat, dan Iain-lain. la dengan sengaja menggunakan

istilah "schooling" untuk menjelaskan apa sebenarnya tugas sekolah.

Memborong segala tanggung jawab atas pendidikan anak akan merupakan

beban yang terlampau berat, sehingga tidak mungkin dilakukan dengan baik.

Maka karena itu Krug membatasi kurikulum pada : 1. organized classroom

instruction, yaitu pengajaran di dalam kelas, 2. kegiatan-kegiatan tertentu di luar

pengajaran itu, seperti bimbingan dan penyuluhan, kegiatan pengabdian masyarakat,

pengalaman kerja yang bertalian dengan pelajaran, dan perkemahan sekolah. Akan

tetapi kegiatan-kegiatan akhir masih bersifat kontroversial.

Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna

mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu

cita-cita tentang manusia atau warga negara yang akan dibentuk. Kurikulum ini

lazim mengandung harapan-harapan yang sering berbunyi muluk-muluk.

Apa yang dapat diwujudkan dalam kenyataan disebut kurikulum yang real.

Karena tak segala sesuatu yang direncanakan dapat direalisasikan, maka terdapatlah

kesenjangan antara idea dan real curriculum.

Page 10: asas asas-kurikulum(3)

Smith dan kawan-kawan memandang kurikulum sebagai rangkaian

pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak, jadi dapat disebut

potential curriculum. Namun apa yang benar-benar dapat diwujudkan pada anak

secara individual, misalnya bahan yang benar-benar diperolehnya, disebut actual

curriculum.

Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau dari segi lain, sehingga

kita peroleh penggolongan sebagai sebagai berikut:

1. Kurikulum dapat dilihat sabagai produk, yakni sebagai hasil karya para

pengembang kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan

dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum, yang misalnya berisi sejumlah

mata pelajaran yang harus diajarkan.

2. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan

oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai

mata pelajaran tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat

mempengaruhi perkembangan siswa misalnya perkumpulan sekolah,

pertandingan, pramuka, warung sekolah dan Iain-lain.

3. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan

dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang

diharapkan akan dipelajari tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar

dipelajari.

4. Kurikulum sebagi pengalaman siswa. Ketiga pandangan diatas berkenaan

dengan perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang

secara aktual menjadi kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan, bahwa apa

yang diwujudkan pada diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan menurut

rencana.

Mengenai masalah kurikulum senantiasa terdapat pendirian yang berbeda-

beda, bahkan sering yang bertentangan. Ketidakpuasan dengan kurikulum yang

berlaku adalah sesuatu yang biasa dan memberi dorongan mencari kurikulum baru.

Akan tetapi mengajukan kurikulum yang ekstrim sering dilakukan dengan

mendiskreditkan kurikulum yang lama, pada hal kurikulum itu pun mengandung

Page 11: asas asas-kurikulum(3)

kebaikan, sedangkan kurikulum pasti tidak akan sempurna dan akan tampil

kekurangannya setelah berjalan dalam beberapa waktu.

Dalam praktiknya biasanya tidak dapat pertentangan yang begitu tajam

seperti yang digambarkan dalam teorinya. Pada umumnya guru itu konservatif dan

cenderung berpegang pada cara-cara yang lama yang telah dikuasainya dan menurut

pengalamannya memberi hasil yang baik. la tidak mudah melepaskan yang lama

yang sudah terbukti kebaikannya, sebelum ia yakin bahwa yang baru itu ternyata

lebih baik lagi. Juga ada kemungkinan untuk mengawinkan yang baru dengan yang

lama. Maka karena itu jarang akan terdapat bahwa suatu teori tentang kurikulam

dilaksanakan secara murni. Selain itu berbagai jenis kurikulum dapat hidup bersama

tanpa menimbulkan konflik.

Adanya berbagai tafsiran tentang kurikulum tak perlu merisaukan, karena

justru dapat memberi dorongan untuk mengadakan inovasi mencari bentuk -bentuk

kurikulum baru. Pandangan yang berbeda-beda itu memberi dinamika dalam

pemikiran tentang kurikulum secara kontinu tanpa henti-hentinya.

Bila dalam buku ini kami uraikan kurikulum dalam bentuk murninya

menurut teori yang mendasarinya, jadi menonjolkannya dalam bentuk yang ekstrim,

perlu kita ketahui bahwa dalam praktik pendidikan sering terjadi campuran atau

adanya berbagai bentuk kurikulum yang hidup bersama secara damai.

ASAS-ASAS KURIKULUM

Mengembangkan kurikulum bukan sesuatu yang mudah dan sederhana

karena banyak hal yang harus dipertimbangkan dan banyak pertanyaan yang dapat

diajukan untuk diperhitungkan. Misalnya : Apakah yang ingin dicapai, manusia

yang bagaimana yang diharapkan akan dibentuk? Apakah akan diutamakan

kebutuhan anak pada saat sekarang atau masa mendatang? Apakah hakikat anak

harus dipertimbangkan, ataukah ia diperlakukan sebagai orang dewasa? Apakah

kebutuhan anak itu? Apakah harus dipentingkan anak sebagai individu atau sebagai

anggota kelompok? Apakah yang harus dipentingkan, mengajarkan kejujuran atau

memberi pendidikan umum? Apakah pelajaran akan didasarkan

Page 12: asas asas-kurikulum(3)

atas disiplin ilmu ataukah dipusatkan pada masalah sosial dan pribadi?

Apakah semua anak harus mengikuti pelajaran yang sama

taukah is diizinkan memilih pelajaran sesuai dengan minatnya? Apakah

seluruh kurikulum sama bagi semua sekolah secara uniform, atau diberi kelonggaran

untuk menyesuaikannya dengan keadaan daerah? Apakah hasil belajar anak akan

diuji secara uniform ataukah diserahkan pada penilaian guru yang dapat

mempelajari anak itu dalam segala aspek selama waktu yang panjang ?

Semua pertanyaan itu menyangkut asas-asas yang mendasari setiap

kurikulum, yakni :

1. Asas filosofis yang berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan

filsafat negara.

2. Asas psikologis yang memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum yakni a.

psikologi anak, perkembangan anak, b. psikologi belajar, bagaimana proses

belajar anak.

3. Asas sosiologis, yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya,

kebudayaan manusia, hasil kerja manusia herupa pengetahuan, dan Iain-lain.

4. Asas organisatoris yang mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan

pelajaran yang disajikan.

Walaupun dalam buku ini keempat asas itu akan dipaparkan lebih lanjut,

dirasa perlu memberikannya lebih dahulu secara singkat.

1. Asas Filosofis

Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang "baik".

Apakah yang dimaksud dengan "balk" pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai,

cita-cita atau filsafat yang dianut negara, tapi juga guru, orang tua, masyarakat

bahkan dunia. Perbedaan filsafat dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan

dalam tujuan pendidikan, jadi juga bahan pelajaran yang disajikan, mungkin juga

cara mengajar dan menilainya. Pendidikan di negara otokratis akan berbeda dengan

negara yang demokratis, pendidikan di negara yang menganut agama Budha akan

berlainan denagan pendidikan di negara yang memeluk agama Islam

Page 13: asas asas-kurikulum(3)

atau Kristen. Kurikulum tak dapat tiada mempunyai hubungan yang erat

dengan filsafat bangsa dan negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-

citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal.

2. Asas Psikologis

a. Psikologi anak

Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan

situasi-situasi di mana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya. Selama

berabad-abad anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang

dewasa dan karena itu mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan

perkembangannya. Baru setelah Rousseau anak itu dikenal sebagai anak, dan

dilakukan penelitian ilmiah untuk lebih mengenalnya, dan sejak permulaan abad ke-

20 anak kian mendapat perhatian menjadi salah satu asas dalam pengembangan

kurikulum. Timbullah aliran yang disebut progresif, bahkan kurikulum yang semata-

mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak, yaitu "Child centered

curriculum". Kurikulum ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap kurikulum

yang ditentukan oleh orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan dan minat anak.

Tentu saja kurikulum yang begitu ekstrim mengutamakan salah satu dasar akan

mempunyai kekurangan-kekurangan. Namun gerakan ini tak dapat tiada menarik

perhatian para pendidik, khususnya para pengembang kurikulum, untuk selalu

menjadikan anak sebagai salah satu pokok pemikiran.

b. Psikologi belajar

Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa

anak-anak dapat dididik, dapat dipengaruhi kelakuannya. Anak-anak dapat belajar,

dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima

norma-norma, dapat menguasai sejumlah keterampilan. Soal yang penting ialah :

bagaimanakah anak itu belajar? Kalau kita tahu betul, bagaimana proses belajar itu

berlangsung, dalam keadaan yang bagaimana belajar itu memberi hasil yang sebaik-

baiknya, maka kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan cara yang

seefektif-efektifnya.

Page 14: asas asas-kurikulum(3)

Oleh sebab belajar itu ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks, maka

timbullah berbagai teori belajar yang menunjukkan ketidaksesuaian satu sama lain.

Penelitian dilakukan untuk lebih mendalam memahami proses belajar ini, banyak di

antaranya dengan melakukan eksperimen.

Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa tiap teori itu mengandung

kebenaran, akan tetapi tidak memberikan gambaran tentang keseluruhan proses

belajar itu, jadi yang mencakup segala gejala belajar, dari yang sederhana sampai

yang paling pelik.

Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar-mengajar. Dengan demikian

ada hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar dan psikologi anak.

Karena hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi salah satu dasar

kurikulum.

3. Asas Sosiologis

Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lainnya, ia selalu hidup

dalam suatu masyarakat. Di situ ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus

dilakukannya dengan penuh tanggung-jawab, baik sebagai anak, maupun sebagai

orang dewasa kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya

harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat. Tuntutan masyarakat

tak dapat diabaikannya.

Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang tak dapat

tiada harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya lalu dinyatakannya

dalam kelakuannya. Tiap masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya.

Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Perbedaan ini harus di-

pertimbangkan dalam kurikulum. Juga perubahan masyarakat akibat perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pertimbangan dalam kurikulum.

Oleh sebab masyarakat suatu faktor yang begitu penting dalam

pengembangan kurikulum, maka masyarakat dijadikan salah satu asas. Dalam hal ini

pun harus kita jaga, agar asas ini jangan terlampau mendominasi sehingga

Page 15: asas asas-kurikulum(3)

timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau "society-

centered curriculum".

4. Asas Organisatoris

Asas ini herkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan

pelajaran akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah,

ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya

dalam bentuk broad-field atau bidang studi seperti IP A, IPS, Bahasa, dan Iain-lain.

Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam dengan menghapuskan segala

batas-batas mata pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum yang terpadu. Ilmu jiwa

asosiasi yang berpendirian bahwa keseluruhan sama dengan jumlah

bagianbagiannya cenderung memilih kurikulum yang subject-centered, atau yang

berpusat pada mata pelajaran, yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah.

Sebaliknya ilmu jiwa Gestalt lebih mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan

itu bermakna dan lebih relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran

psikologi ini lebih cenderung memilih kurikulum terpadu atau integrated kurikulum.

Kembali perlu di ingatkan, bahwa tidak ada kurikulum yang baik dan tidak

baik. Setiap organisasi kurikulum mempunyai kebaikan akan tetapi tidak lepas dari

kektirangan ditinjau dari segi-segi tertentu. Selain itu, bermacam-macam organisasi

kurikulum dapat dijalankan secara bersama di satu sekolah, bahkan yang satu dapat

membantu atau melengkapi yang satu lagi.

Kurikulum yang bagaimana yang harus dipilih? Pertanyaan itu diajukan

karena macamnya kemungkinan. Dalam mengembangkan kurikulum harus diadakan

pilihan, jadi selalu hasil semacam kompromi antara anggota panitia kurikulum.

Sering dikatakan bahwa "curriculum is a matter of choice", kurikulurri adalah soal

pilihan. Dalam hal ini pilihan banyak bergantung pada pendirian atau sikap

seseorang tentang pendidikan. Pada umumnya dapat dibedakan dua pendirian

utama, yakni yang tradisional dan yang progresif.

KURIKULUM TRDISIONAL ATAU PROGRESIF

Page 16: asas asas-kurikulum(3)

Kurikulum tradisional yang ingin mengawetkan yang lama tidak dengan

sendirinya buruk dan merugikan, oleh sebab apa yang diawetkan, selalu yang baik,

apakah itu nilai-nilai, barang seni, benda, dan sebagainya. Namun dalam masa

perubahan yang serba dinamis ini, menutup mata bagi perubahan akan merugikan

diri sendiri. Sebaliknya kurikulum modern - progresif juga tidak dengan sendirinya

baik dan luput dari, berbagai kekurangan.

Menjalankan kurikulum progresif akan banyak mendapat tentangan, antara

lain dari pihak guru yang terkenal karena sikap konservatifnya, juga orangitua yang

telah mengecap pendidikan tradisional dan merasakan manfaatnya. Kesulitan yang

dihadapi kurikulum progresif ialah, bahwa orang mengharapkan hasil-hasil

tradisional dari sekolah yang progresif. Sekolah progresif misalnya mementingkan

kemampuan memecahkan masalah dan menggunakan pengetahuan secara

fungsional untuk memecahkan masalah itu. Tidak diharapkan siswa mempunyai

pengetahuan yang uniform. Namun orang tua masih mengharapkan agar murid-

murid hafal akan nama-nama geografis, tahun-tahun dan tokoh-tokoh sejarah,

terampil dalam hitungan di luar kepala, dan Iain-lain. Sekolah progresif harus dinilai

berdasarkan prinsip-prinsip sekolah itu. Kita inginkan agar anak-anak kreatif,

sanggup berpikir sendiri, walaupun kesimpulannya lain dari yang lain, kita ingin

agar anak sanggup mengadakan penelitian dan penemun, namun kita mengadakan

ujian nasional yang uniform yang tidak menghiraukan perbedaan individual, dan

terutama menonjolkan hafalan, tidak mengizinkan perbedaan pendapat, menentukan

lebih dahulu mana yang benar yang dicoba anak mencari atau menerkanya bila

menghadapi ujian bercorak objektif

Di bawah ini kami cantumkan beberapa perbedaan antara pendirian

tradisional dan progresif.

Penganut kurikulum tradisional berpegang pada kurikulum yang didasarkan

atas subjek atau mata pelajaran, yang biasanya diberikan secara terpisah-pisah.

Bahan mata pelajaran diambil dari berbagai disiplin ilmu yang dibina dan senantiasa

dikembangkan para ilmuwan dan karena itu mendapat penghargaan tinggi dari

masyarakat. Kurikulum tradisional ini telah bertahan selama beberapa abad dan

diduga akan bertahan terus sepanjang masa. Dianggap

Page 17: asas asas-kurikulum(3)

bahwa ilmu mempunyai nilai tersendiri dan karena itu dapat dipelajari demi

ilmu itu sendiri. Selain itu mempelajari ilmu akan mengembangkan kemampuan

intelektual anak.

Penganut kurikulum progresif atau modern tidak menolak ilmu, akan tetapi

tidak dipelajari demi ilmu sendiri, akan tetapi untuk digunakan dalam memecahkan

suatu masalah. Sambil memecahkan masalah siswa mengumpulkan ilmu yang

diperlukan. Mengumpulkan ilmu demi ilmu yang tidak fungsional hanya

membebani otak dengan hal-hal yang mubazir. Tujuan pendidikan bukan hanya

mengembangkan aspek intelektual saja melainkan keseluruhan pribadi anak dalam

segala aspek.

Dalam kurikulum tradisional diperlukan pengarahan, pengawasan, kontrol

dan disiplin yang ketat, agar siswa mempelajari bahan yang sama dan mencapai

tingkat penguasaan yang sama. Sebaliknya kurikulum yang progresif lebih banyak

memberi kebebasan kepada siswa untuk menentukan apa yang akan dipelajarinya,

sesuai dengan minat dan kesanggupannya dalam suasana yang mengizinkan

kebebasan.

Apa yang dipelajari dalam kurikulum tradisional dianggap akan berguna

kelak di kemudian hari anak, karena banyak pelajaran yang sebenarnya tidak ada

kaitannya dengan kehidupan anak dalam masyarakat. Di lain pihak, kurikulum

progresif memilih masalahmasalah yang nyata dalam kehidupan anak dan

masyarakat.

Kurikulum tradisional menyamaratakan semua siswa baik mengenai bahan,

metode belajar-mengajar, maupun evaluasi. Kurikulum progresif memperhatikan

bahkan membantuperkembangan keunikan individu.

Kurikulum tradisional menerima kenyataan dalam masyarakat sebagaimana

adanya, sedangkan kurikulum progresif berusaha untuk mengubah lingkungan untuk

membentuk dunia yang lebih baik.

Kalau diteliti lebih lanjut dapat lagi kita temui perbedaan lain antara kedua

pendekatan dalam pengembangan kurikulum. Dapat kita katakan, bahwa kurikulum

progresif merupakan reaksi dalam berbagai bentuk terhadap

Page 18: asas asas-kurikulum(3)

kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam kurikulum tradisional.

Namun betapapun kritik terhadap kurikulum tradisional, kurikulum ini tetap

bertahan.

Juga kurikulum progresif tidak bebas dari kritik yang tajam dari berbagai

pihak. Yang paling berpengaruh ialah kritik bahwa kurikulum ini kurang

mengembangkan kemampuan intelektual anak, sehingga setelah peluncuran

Sputnik, aliran progresif mengalami pukulan hebat, dengan ditonjolkannya kembali

kurikulum yang berdasarkan disiplin ilmu, akan tetapi akibatnya ialah, bahwa faktor

anak kembali dianaktirikan.

KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM

Ralph W.Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and

Instruction (1949), salah satu buku yang paling berpengaruh dalam pengembangan

kurikulum, mengajukan 4 pertanyaan pokok, yakni :

1. Tujuan apa yang harus dicapai sekolah?

2. Bagaimanakah memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu?

3. Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan?

4. Bagaimanakah efektivitas belajar dapat dinilai?

Berdasarkan pertanyaan itu, maka diperoleh keempat komponen kurikulum

yakni, (1) tujuan, (2) bahan pelajaran, (3) proses belajar-mengajar, (4) evaluasi atau

penilaian. Keempat komponen itu dapat kita gambarkan dalam bagan sebagai

berikut:

„ TUJUAN

i,

EVALUASIBAHAN

\^ *^-~ PBM

Keempat komponen itu saling berhubungan. Setiap komponen bertalian erat

dengan ketiga komponen lainnya. Tujuan menentukan bahan apa yang akan

Page 19: asas asas-kurikulum(3)

dipelajari, bagaimana proses belajarnya, dan apa yang harus dinilai. Demikian pula

penilaian dapat mempengaruhi komponen lainnya. Pada saat dipentingkan-

Page 20: asas asas-kurikulum(3)

nya evaluasi dalam bentuk ujian, misalnya Ebtanas, UMPTN, maka timbul

kecenderungan untuk menjadikan bahan ujian sebagai tujuan kurikulum, proses

belajar-mengajar cenderung mengutamakan latihan dan hafalan.

Bila salah satu komponen berubah, misalnya ditonjolkannya tujuan yang

baru, atau proses belajar-mengajar, misalnya metode baru, atau cara penilaian, maka

semua komponen lainnya turut mengalami perubahan. Kalau tujuannya jelas, maka

bahan pelajaran, PBM, maupun evaluasi pun lebih jelas.

Pola kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler ini tampaknya sangat

sederhana, namun dalam kenyataannya lebih kompleks daripada yang diduga. Tak

mudah menentukan tujuan pendidikan atau pelajaran, tak mudah pula menentukan

bahan yang tepat guna mencapai tujuan itu, misalnya bahan untuk mendidik anak

agar menjadi manusia pembangun, jujur, kerja keras, dan sebagainya. Menentukan

PBM yang efektif tak kurang sulitnya, karena keberhaslannya baru diketahui setelah

dinilai.

Konsep tayle tentang komposisi kurikulum tentu mendapat kritik, namun

masih dipertimbangkan hingga sekarang.

RANGKUMAN

1. Kurikulum yang semula berarti jarak yang harus ditempuh, kemudian menjadi

sejumlah mata pelajaran yang harus dilalui untuk mendapat ijazah.

2. Para ahli kurikulum "modern" cenderung memberikan pengertian yang lebih

luas, sehingga meliputi kegiatan di luar kelas, bahkan juga mencakup segala

sesuatu yang dapat mempengaruhi kelakuan siswa, termasuk kebersihan kelas,

pribadi guru, sikap petugas sekolah, dan Iain-lain.

3. Kurikulum dapat dipandang dari berbagai segi, yakni, curriculum as a product,

as a program, as intended learnings, as the experiences of the learner. Dapat pula

kita memandangnya sebagai formal curriculum, ideal, real, actual curriculum

atau potential learning experiences.

Page 21: asas asas-kurikulum(3)

4. Ada kebaikan dan kelemahan pengertian kurikulum yang terlampau luas atau

terlampau sempit. Hilda Taba memandang kurikulum sebagai "a plan for

learning".

5. Ada kecenderungan pengertian kurikulum meluas, karena banyak tugas yang

sedianya oleh rumah tangga dan lembaga informal lainnya dibebankan kepada

sekolah.

6. Kurikulum senantiasa harus diubah karena perubahan masyarakat akibat

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan kurikulum berjalan

kontinu kalau tidak mau ketinggalan zaman.

7. Karena adanya macam-macam defmisi kurikulum, tiap guru harus menentukan

tafsirannya sendiri. Pilihannya itu akan mempengaruhi konsepsinya tentang

tugasnya sebagai pendidik. la dapat menganut pendirian yaang tradisional atau

progresif.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Jelaskan perkembangan pengertian kurikulum.

2. Jelaskan arti kurikulum sebagai product, program, intended learnings, the

experiences of the learner. Juga pengertian kurikulum formal, real, ideal,

potential, actual.

3. Bandingkan berbagai defmisi yang tercantum dalam pelajaran, antara lain

mengenai luas cakupannya.

4. Bagaimanakah pengertian kurikulum di sekolah kita?

5. Dikatakan, bahwa praktik kurikulum jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan

teorinya. Jelaskan.

6. Sebutkan asas-asas kurikulum. Selidiki azas-azas itu pada kurikulum yang

berlaku di sekolah kita.

7. Menurut Saudara siapakah yang mengembangkan kurikulum? Apakah orangtua,

begitu juga murid harus tout dalam pengembangan kurikulum?

8. Bagaimana pendapat Saudara tentang guru sebagai pengembang kurikulum?

9. Di antara asas-asas kurikulum, asas manakah yang paling banyak mengalami

perubahan? Mana yang paling sedikit atau tidak berubah?

10. Perbedaan apakah yang mungkin timbul di antara anggota panitia

pengembangan kurikulum?

Page 22: asas asas-kurikulum(3)

11. Bila dibandingkan kurikulum sebelum dan sesudah kita merdeka perbedaan

apakah kiranya yang kita dapati?

12. Jelaskan adanya hubungan yang erat di antara komponenkomponen kurikulum.

Jelaskan bahwa perubahan dalam satu komponen mempengaruhi komponen

lainnya.

13. Ada kurikulum yang tidak direncanakan, yakni "hidden curriculum" atau

kurikulum yang tersembunyi. Tahukah Saudara apa maksudnya dan memberi

beberapa contoh?

Page 23: asas asas-kurikulum(3)

BAB 2ASAS-ASAS FILOSOFIS

Filsafat sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil

keputusan tentang setiap aspek kurikulum. Untuk tiap keputusan harus ada

dasarnya. Filsafat adalah cara berpikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai

akarnya tentang hakikat sesuatu.

Ada orang yang berpendapat bahwa guru tak perlu mempelajari filsafat,

karena sangat abstrak dan karena itu tak praktis dan tidak ada manfaatnya bagi

pekerjaannya. Pendirian itu terlampau picik, karena apa yang dilakukan guru harus

didasarkan pada apa yang dipercayai, diyakininya sebagai benar dan baik. Filsafat

itu antara lain menentukan kepercayaan kita tentang : apakah hakikat manusia,

khususnya hakikat anak dan sifat-sifatnya, apakah sumber kebenaran dan nilai-nilai

yang hendaknya menjadi pegangan hidup kita, tentang apakah yang baik, apakah

hidup yang baik, apakah yang sebaiknya diajarkan kepada anak-didik, apakah

peranan sekolah dalam masyarakat, apakah peranan guru dalam proses belajar

mengajar, dan Iain-lain.

Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang

apa yang mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan kurikulum

yang tidak menentu arahnya. Kini terdapat berbagai aliran filsafat, masing-masing

dengan dasar pemikiran tersendiri. Di sini akan kami bicarakan dengan singkat

beberapa buah yakni :

1. Aliran Perennialisme

Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui

pengetahuan yang "abadi, universal dan absolut" atau "perennial" yang ditemukan

dan diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang dihimpun dalam "the

Great Books" atau "Buku Agung". Kebenaran dalam buku itu bertahan teguh

terhadap segala perubahan zaman.

Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas subject atau mata

pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan

Page 24: asas asas-kurikulum(3)

seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat

mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia, biologi

yang diajarkan, sedangkan yang berkenaan emosi dan jasmani seperti seni rupa, olah

raga sebaiknya dikesampingkan. Pelajaran yang diberikan termasuk pelajaran yang

sulit karena memerlukan inteligensi tinggi. Kurikulum ini memberi persiapan yang

sungguhsungguh bagi studi di perguruan tinggi.

2. Aliran Idealisme

Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari "atas", dari dunia

supranatural dari Tuhan. Boleh dikatakan hampir semua agama menganut filsafat

idialisme. Kebenaran dipercayai datangnya dari Tuhan yang diterima melalui

wahyu. Kebenaran ini, termasuk dogma dan norma-normanya bersifat mutlak. Apa

yang datang dari Tuhan baik dan benar. Tujuan hidup ialah memenuhi kehendak

Tuhan.

Filsafat ini umumnya diterapkan di sekolah yang berorientasi religius.

Semua siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama, menghadiri khotbah dan

membaca Kitab Suci. Biasanya disiplin termasuk ketat, pelanggaran diberi hukuman

yang setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari sekolah. Namun pendidikan intelektual

juga sangat diutamakan dengan menentukan standar mutu yang tinggi.

3. Aliran Realisme

Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui

pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukumhukum alam. Mutu

kehidupan senatiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu pengetahuan

dan teknologi. Tujuan hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui penelitian

ilmiah.

Sekolah yang beraliran realisme mengutamakan pengetahuan yang sudah

mantap sebagai hasil penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistemetis dalam

berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran. Di sekolah akan dimulai dengan teori-

teori dan prinsip-prinsip yang fundamental, kemudian praktik dan aplikasinya.

Page 25: asas asas-kurikulum(3)

Karena mengutamakan pengetahuan yang esensial, maka pelajaran "embel-

embel" seperti keterampilan dan kesenian dianggap tidak perlu.

Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar

menaruh minat terhadap pelajaran akademis. la harus sungguh-sungguh mempelajari

buku-buku berbagai disiplin ilmu. Penguasaan ilmu yang banyak berkat studi yang

intensif adalah persiapan yang sebaik-baiknya bagi lanjutan studi dan kehidupan

dalam masyarakat. Dapat dibayangkan banyaknya murid yang tidak mampu

mengikuti studi akademis serupa ini.

4. Aliran Pragmatisme"

Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan

berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamannya.

Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif dan dapat berubah. Yang

baik, ialah yang berakibat baik bagi masyarakat. Tujuan hidup ialah mengabdi

kepada masyarakat dengan peningkatan kesejahteraan manusia.

Tugas guru bukan mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan,

melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan

guna memecahkan masalah, atas dasar kepercayaan bahwa belajar itu hanya dapat di

lakukan oleh anak sendiri, bukan karena "dipompakan ke dalam otaknya". Yang

penting ialah bukan "what to think" melainkan "how to think" yakni melalui

pemecahan masalah. Pengetahuan diperoleh bukan dengan mempelajari mata

pelajaran, melainkan karena digunakan secara fungsional dalam memecahkan

masalah.

Aliran pragmatisme sering sejalan dengan aliran rekonstruksionisme yang

berpendirian bahwa sekolah harus berada pada garis depan pembangunan dan

perubahan masyarakat. Sekolah ini menjauhi indoktrinasi dan mengajak siswa

secara kritis menganalisis isu-isu sosial.

Dalam perencanaan kurikulum orangtua dan masyarakat sering dilibatkan

agar dapat memadukan sumber-sumber pendidikan formal dengan sumber sosial,

Page 26: asas asas-kurikulum(3)

politik dan ekonomi guna memperbaiki ekonomi kondisi hidup manusia.

Banyak di antara penganut aliran ini memandang sekolah sebagai masyarakat kecil.

5. Aliran Eksistensialisme

Filsafat ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa

yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan ditentukan

masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan menyinggung

perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri.

Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme mendidik anak agar is

menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. la

hrus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggungjawab.

Sekolah ini menolak segala kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dan Iain-

lain dari pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan

standardnya sendiri dan kurikulumnya sendiri. Dengan sendirinya mereka tidak

dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional.

Dari segala mata pelajaran, mungkin ilmu-ilmu sosial yang paling menarik

mereka Pendidikan moral tidak diajarkan kepada mereka, juga tidak ditetapkan

aturan-aturan yang harus mereka patuhi. Bimbingan yang diberikan sering bersifat

non-directive, di mana guru banyak mendengarkan dan mengajukan pertanyaan

tanpa mengingatkan apa yang harus dilakukan anak.

Cicero memandang filsafat sebagai ilmu tentang hal-hal yang semuluk-

muluknya. Filsafat ialah "induk segala ilmu". Tujuan filsafat ialah membentuk suatu

pandangan yang sistematis tantang keseluruhan ilmu. Ini berarti bahwa seorang ahli

filsafat harus dapat mencernakannya dan mengasimilasikannya berkat proses yang

disebut berpikir. Pekerjaan ini sangat sulit dan tak mungkin dilakukan oleh setiap

orang biasa. Ilmu pengetahuan dewasa ini sangat luas dan pelik dan tak mungkin

lagi bagi seorang untuk menguasainya, bahkan satu cabang disiplin ilmu sekalipun

sulit dikuasai sepenuhnya. Dalam arti ini, tak mungkin setiap orang mempunyai

filsafat. Dan bila dikatakan bahwa tiap guru harus mempunyai filsafat, maka kata itu

digunakan dalam arti yang berlainan, yakni

Page 27: asas asas-kurikulum(3)

sebagai "suatu sistem nilai-nilai", suatu pandangan hidup. Manusia telah

menemukan tenaga atom berkat kemajuan ilmu pengetahuan, akan tetapi bila

ditanya, untuk apakah tenaga itu digunakan, untuk perang yang dapat

menghancurkan umat manusia atau untuk peningkatan kehidupan manusia, maka

kita memasuki lapangan nilai-nilai atau filsafat. Ilmu menemukan pengetahuan dan

teknologi, akan tetapi penggunaannya ditentukan oleh filsafat atau nilai-nilai.

Kalau filsafat di tafsirkan sebagai sistem nila-nilai, apakah setiap orang

dapat mempunyai suatu filsafat sendiri? Filsafat dengan pengertian ini telah ada

sejak ada manusia di bumi ini, sejak Adam dan Hawa. Dalam arti ini filsafat

bukanlah sesuatu yang maha-sulit dan pelik, melainkan sesuatu yang biasa yang

dapat dimiliki setiap orang yang berpikir dan mencoba menafsirkan makna dan nilai

hidup bagi dirinya, dan mencari suatu sistem nilai-nilai yang menjadi pegangannya

dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya dan dengan demikian

memberi corak tertentu kepada kelakuannya. Filsafat ialah pendapat yang sejujur-

jujurnya tentang makna hidup baginya.

Walaupun tiap orang pernah berpikir tentang apa arti hidup ini baginya,

belum tentulis dikatakan mempunyai suatu filsafat hidup. Sering seorang kurang

sadar dan kurang jelas mengetahui nilai-nilai apa yang dianutnya. Pandangan hidup

kabur, tak konsisten, tak berakar prinsip-prinsip yang jelas. Kelakuannya tidak

menunjukkan corak tertentu.

Filsafat ialah sesuatu yang menunjukan suatu sistem, yang dapat

menentukan arah hidup dan serta menggambarkan nilai-nilai apa yang paling

dihargai dalam hidup seseorang. Filsafat serupa inilah yang harus dimiliki setiap

guru, setiap pendidik, agar dapat membantu anak membentuk pandangan hidup

yang sehat. Dalam filsafat gurulah terkandung gambaran tentang masyarakat yang

akan dibangun, manusia apakah yang harus dibentuk, kurikulum apakah yang akan

digunakan. Tujuan, metode, alat pendidikan, pandangan tentang anak, ditentukan

oleh filsafat yang dianutnya. Pendidikan yang diberikan berdasarkan filsafat tidak

merupakan rangkaian perbuatan mekanis yang lepas-lepas akan tetapi merupakan

suatu kebulatan mengarah kepada tujuan tertentu.

Page 28: asas asas-kurikulum(3)

Sekolah tanpa filsafat laksana kapal tanpa kemudi. Filsafat yang berbeda

atau bertentangan di kalangan pendidik tak akan membawa bahtera pendidikan ke

arahtujuantertentu.

Segala keputusan yang diambil mengenai pendidikan atau kurikulum, bila

ditelusuri secara lebih mendalam, mempunyai dasar filosofis. Sering filsafat yang

mendasarinya tidak dinyatakan secara eksplisit. Keputusan tentang PPSI, CBSA,

muatan lokal, pendidikan dasar 9 tahun, tentu ada dasar falsafahnya. Demikian pula

di dalam kelas, bila guru menghukum atau memuji anak, menjalankan disiplin keras

atau lunak, mendorong atau melarang anak menjadi penyanyi, membolehkan anak-

anak bekerja sama, menyuruh anak mencari data dari lapangan, di belakang

tindakan itu ada falsafahnya. Tentu diharapkan agar tindakan itu mempunyai dasar

filosofis yang konsisten.

APAKAH GUNA FILSAFAT PENDIDIKAN?

Pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata bila kita ketahui besar manfaatnya

bagi kurikulum yakni :

1. Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing.

Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik

anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat

itu. Jadi filsafat menentukan tujuan pendidikan.

2. Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil

pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.

3. Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai

tujuan itu.

4. Filsafat memberi kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-

lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.

5. Tujuan pendidikan memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana

tujuan itu telah tercapai.

6. Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar mengajar, bila jelas

diketahui apa yang ingin dicapai.

FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA

Page 29: asas asas-kurikulum(3)

Tujuan pendidikan, yang ingin dicapai dengan pendidikan ditentukan oleh

filsafat yang dianut oleh pemerintah, atau penguasa dalam suatu negara. Kalau

pemerintahan bertukar, dengan sendirinya tujuan pendidikan pun berubah sama

sekali.

Pemerintah Belanda yang menguasai Indonesia selama tiga setengah abad

menganut paham imperialisme dan kolonialisme yang bertujuan untuk

mempertahankan agar lebih lama dapat memperoleh keuntungan dari tanah

jajahannya antara lain dengan menghalangi, memperlambat, atau sangat membatasi

pendidikan bagi orang Indonesia. Kebanyakan anak yang bersekolah hanya di

sekolah desa yang boleh dikatakan tak mendapat kesempatan untuk melanjutkan

pelajaran. Segelintir anak dibolehkan memasuki sekolah yang berbahasa Belanda

akan tetapi jalan ke sekolah lanjutan sangat dipersempit. Bahasa Belanda digunakan

untuk menahan orang lolos ke sekolah yang lebih tinggi. Adanya sekolah lanjutan

hanya karena keperluan mereka akan pegawai di kantor pemerintah atau swasta.

Kurikulum di sekolah yang berbahasa Belanda sama dengan yang apa yang berlaku

di negeri Belanda sendiri. Untung masih bisa lolos beberapa anak Indonesia untuk

mengecap pendidikan tinggi, antara lain Soekarno, Hatta dan Iain-lain yang berhasil

menghentikan penjajahan dari bumi Indonesia ini.

Jepang yang kemudian menduduki negara kita, segera menghapus segala

sisa-sisa pendidikan yang berbau Belanda. Bahasa Jepang di ajarkan sebagai

pengganti bahasa Belanda dan mujurnya bahasa Indonesia menjadi bahasa

pengantar di semua tingkatan sekolah. Latihan militer diberikan untuk membantu

mereka dalam mempertahankan jajahannya. Hormat terhadap kaisar Jepang di

tanamkan dalam upacara-upacara.

Kemerdekaan Indonesia yang kita rebut dari tangan penjajah, merombak

sistem pendidikan secara radikal dengan mendasarkannya atas filsafat bangsa kita,

yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara.

PANCASILA SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN

Page 30: asas asas-kurikulum(3)

Pancasila yang kita akui dan terima sebagai filsafat dan pandangan hidup

bangsa kita, yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari, dijadikan pula

filsafat pendidikan kita.

Seperti dinyatakan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1968, Pancasila

adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia dan negara kita. Di samping itu, bagi kita

Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Kesadaran dan cita-cita

moral Pancasila sudah berurat berakar dalam kebudayaan bangsa Indonesia, yang

mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan, jika dapat

dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia secara

pribadi, dalam hubungan dengan alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya,

maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah, dan kebahagiaan rohaniah.

Seperti kita ketahui, Pancasila terdiri atas :

1. Ketuhanan yang Maha Esa.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan / perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Walaupun Pancasila dirumuskan menjelang kemerdekaan kita, pada

hakikatnya ia telah hidup dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu kala dalam

moral, adat istiadat, dan kebiasaan bangsa kita. " Dengan adanya kemerdekaan

Indonesia, maka Pancasila itu bukanlah lahir, atau baru dijelmakan, tetapi sebe-

narnya, dengan adanya kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, Pancasila itu

bangkit kembali" (M. Nasroen, dalam Pantjasila Pusaka Lama , 1954 )

Oleh sebab Pancasila diakui sebagai pandangan hidup bangsa, maka sudah

seharusnya prinsip-prinsip itu di sampaikan kepada generasi muda melalui

pendidikan dan pengajaran.

Page 31: asas asas-kurikulum(3)

Dalam undang-undang tentang dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah,

bab III, pasal 4, tercantum :

" Pendidikan dan pengajaran berdasarkan asas-asas yang termaktub dalam

Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan

kebangsaan Indonesia".

Asas-asas itu seyogianya diwujudkan dalam pendidikan di sekolah maupun

di luar rumah. Asas-asas yang masih bersifat umum itu masih perlu diuraikan agar

lebih jelas untuk dijadikan pedoman dalam pendidikan.

Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa

Agama sering merupakan pokok persengketaan antara manusia dengan

sesamanya, bahkan sejak berabad-abad hingga sekarang bangsa-bangsa bersengketa

karena perbedaan agama dan menimbulkan banyak penderitaan, walaupun tiap

agama pada prinsipnya tidak menganjurkan penganutnya untuk menyakiti orang

lain.

Perbedaan agama juga terdapat di Indonesia, namun senantiasa hidup damai

berdampingan. Perang agama seperti terdapat di benua lain tidak pernah kita kenal

di Tanah air kita. Bahkan saling membantu mendirikan mesjid atau gereja oleh

orang sekampung yang berbeda agama bisa terjadi. Agama tidak menimbulkan

keretakan dalam agama dan adat-istiadat.

Pancasila menjamin hak setiap warga Indonesia memuja Tuhan dan

memeluk agamanya masing-masing. Bahwa agama dipentingkan oleh pemerintah

nyata dengan diwajibkannya pelajaran agama di sekolah, dari SD sampai Perguruan

Tinggi. Sekolah berkewajiban membantu anak-anak hidup menurut agamanya

sambil memupuk rasa toleransi, pengertian dan rasa hormat terhadap penganut

agama lain.

Ketetapan MPR No. II/MPR/1978, yang juga dinamakan "Ekaprasetia

Pancakarsa", memberi petunjuk nyata dan jelas tentang wujud kelima sila dalam

Pancasila.

Page 32: asas asas-kurikulum(3)

Mengenai sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa diberi uraian sebagai

berikut :

(1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan

kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

(2) Hormat-menghormati dan bekerja-sama antara pemeluk agama dan penganut-

penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

(3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan

kepercayaannya.

(4) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Nasionalisme yang melewati batas, yakni " chauvinisme" dapat mengandung

bahaya, karena mendewakan negara sendiri sambil memandang rendah terhadap

bangsa-bangsa lain. Nasionalisme yang berlebihan sering menimbulkan peperangan

dan karena itu harus dibatasi. Kerja sama antar bangsa menjadi syarat mutlak bila

kita ingin mencegah pemusnahan umat manusia dari permukaan bumi ini. Sila

Kemanusiaan dalam Pancasila menghargai manusia dan menghormati setiap bangsa.

Atas dasar Kemanusiaan kita turut berusaha memelihara perdamaian dunia.

Soal dunia adalah soal tiap negara. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi menciutkan segala jarak dan membuat dunia ini relatif kecil, sehingga apa

yang terjadi di suatu negara mempengaruhi bagian-bagian lain di dunia. Masalah

ledakan penduduk, populasi udara dan lautan, percobaan bom atom, menipisnya

lapisan ozon, menjadi masalah bagi semua negara, termasuk kita di Indonesia.

Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab diuraikan sebagai berikut:

(1) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara

sesama manusia.

(2) Saling mencintai sesama manusia.

(3) Mengembangkan sikap tenggang rasa.

(4) (Tak) semena-mena terhadap orang lain.

Page 33: asas asas-kurikulum(3)

(5) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

(6) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

(7) Berani membela kebenaran dan keadilan.

(8) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia,

karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan

bangsa lain.

Sila Persatuan Indonesia

Sila ini merupakan dorongan yang kuat dalam membebaskan Tanah Air kita

dari belenggu penjajahan dan kolonialisme. Sila ini dianggap sangat penting dalam

menciptakan pendidikan nasional. Kesatuan Bangsa dan Negara merupakan syarat

mutlak dalam pembangunan negara kita. Telah sering kesatuan negara kita diancam

oleh perpecahan, namun tetap tegak teguh dengan perkasa. Sekolah berkewajiban

untuk memupuk rasa kebangsaan, rasa kesatuan dan persatuan dalam hati sanubari

tiap anak. Mereka harus dengan rasa bangga dapat mengatakan "Saya anak

Indonesia" dari daerah mana pun mereka berasal.

Memupuk rasa persatuan sangat mutlak diperlukan, karena keadaan

geografis Indonesia, yang terdiri atas ribuan pulau, tersebar dalam jarak

seperdelapan khatulistiwa, dihuni oleh penduduk yang mempunyai ratusan macam

bahasa dan adat istiadat yang terbentuk selama berabad-abad dalam keadaan isolasi

alamiah. Terbentuknya kesatuan dan persatuan sungguh merupakan suatu prestasi

nasional yang luar biasa, bila kita pikirkan bahwa negara lain yang kecil namun

dilanda oleh perpecahan yang menjerumuskan penduduk ke dalam jurang

kesengsaraan. Kesatuan Indonesia dibantu oleh alat komunikasi yang kian canggih

dan mendekatkan apa yang semula jauh.

Kesatuan bukanlah tujuan akan tetapi suatu jalan atau alat untuk mencapai

kesejahteraan dan kemakmuran bagi segenap bangsa Indonesia.

Sila Persatuan Indonesia selanjutnya diuraikan sebagai berikut :

Page 34: asas asas-kurikulum(3)

(1) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan

negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

(2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

(3) Cinta Tanah Air dan Bangsa.

(4) Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.

(5) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka

Tunggal Ika.

Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/ Perwakilan.

Kerakyatan atau demokrasi sering ditafsirkan sebagai hak setiap warga

negara untuk memilih pemerintahan sendiri. Dasar ini mengakui, bahwa manusia

mempunyai hak yang sama untuk menentukan politik negara. Negara itu bukan

untuk dinikmati oleh hanya segelintir manusia yang berkuasa politis atau ekono-mis,

melainkan untuk kepentingan seluruh rakyat. Keputusan diambil berdasarkan

musyawarah, dengan jalan perundingan oleh wakil-wakil yang dipilih rakyat dan

tidak didiktekan oleh pihak atasan. Agar rakyat dapat mengeluarkan pendapat secara

bertanggung jawab, perlulah pendidikan.

Demokrasi dikatakan mempunyai tiga prinsip utama, yakni:

(1) Rasa hormat terhadap pribadi dan harkat manusia.

(2) Kepercayaan, bahwa setiap manusia biasa mempunyai pikiran yang sehat dan

dapat berpikir inteligen.

(3) Kerelaan berbakti kepada kesejahteraan bersama.

Demokrasi menjamin hak setiap warga negara, tanpa menghiraukan

kesukuan, agama, jenis kelamin, atau kedudukan. Hal ini antara lain dinyatakan

dalam Undang-Undang Dasar yang menyatakan, bahwa "Tidak seorang pun boleh

diperbudak, diperulur, atau diperhamba"

Asas ini mempunyai pengaruh penting dalam pendidikan, antara lain dalam

huhungan orang tua atau guru terhadap anak. Anak pun manusia penuh dan harus

dihormati pendapatnya, harus diberi kesempatan mengeluarkan pendapatnya secara

bebas, diturutsertakan dalam diskusi dalam hal-hal yang menyangkut

Page 35: asas asas-kurikulum(3)

dirinya. Sikap demokrasi menghapuskan sisa-sisa sikap feodalisme dan

kolonialisme yang bertindak otokratis dan otoriter. Dalam metode mengajar pun

lebih banyak diadakan diskusi dalam suasana bebas namun berdisiplin. Anak wanita

diberi kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan apa pun sampai tingkat

yang setinggi-tingginya.

Sila ini selanjutnya diuraikan sebagai berikut:

(1) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.

(2) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

(3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan

bersama.

(4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

(5) Dengan itikad baik dan tanggung-jawab menerima dan melaksanakan.

(6) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang

luhur.

(7) Keputusan yang diambil hams dapat dipertanggungjawabkan secara moral

kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia

serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Mempunyai hak yang sama dalam memilih wakil rakyat belum cukup.

Setiap orang ingin agar kebutuhannya sehari-hari dipenuhi, seperti makan yang

cukup, pakaian, kesempatan berekreasi, memiliki rumah sendiri, menyekolahkan

anak sampai tingkat yang setinggi-tingginya, mendapatkan pekerjaan, dan

menikmati hari tua yang tenang.

Rakyat.kita masih banyak tergolong miskin, walaupun negara kita terkenal

sebagai negara yang kaya raya. Kekayaan melimpah, ekspor kita meningkat secara

drastis, namun pembagiannya belum merata, sehingga jurang kaya-miskin kian

melebar. Sila keadilan sosial menuntut agar kekayaan dan kemakmuran itu

Page 36: asas asas-kurikulum(3)

merata bagi segenap rakyat kita. Akan tetapi di samping itu kita tidak boleh

enggan menyingsing lengan dan bekerja keras. Anak-anak dididik agar

menghormati setiap pekerjaan yang jujur dan tidak memandang rendah terhadap

pekerjaan dengan tangan. Anak juga hams diajar hidup hemat dengan menabung

untukharidepan.

Akhirnya sila diuraikan lagi sebagai berikut:

(1) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap

dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.

(2) Bersikap adil.

(3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

(4) Menghormati hak-hak orang lain.

(5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

(6) Menjauhkan sikap pemerasan terhadap orang lain.

(7) Tidak bersikap boros.

(8) Tidak bergaya hidup mewah.

(9) Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

(10) Suka bekerja keras.

(11) Menghargai hasil karya orang lain.

(12) Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan

berkeadilan sosial.

Agar Pancasila daya yang dinamis yang mewarnai seluruh tindakan kita, kita

masing-masing harus merenungkan, memahami, menghayatinya dengan berpegang

pada "Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila" atau " Eka Prasetia

Pancakarsa".

TUJUAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Dalam Tap. MPR No.II / MPR / 1988 tentang GBHN tercantum :

Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas

manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Page 37: asas asas-kurikulum(3)

Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja

keras, bertanggungjawab, mandiri, cerdas, danterampil serta sehat jasmani

danrohani.

Pendidikan nasional harus juga mampu menumbuhkan dan memperdalam

rasa cinta kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar

dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap

serta perilaku yang inovatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan mampu

mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri

serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.

Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional (pasal 4), tertera :

Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan

bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan yang berbudi luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, kesehatan rohani dan jasmani, berkepribadian yang

mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, dasar pendidikan Nasional

adalah Falsafah Negara Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.

Pasal 3 mengatakan:

(1) Tujuan pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan yang

berpancasila dan membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya,

memiliki pengetahuan dan keterthripilan, dapat mengembangkan kreativitas

dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang

rasa dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti

yang luhur, mencintai bangsanya, dan sesama manusia sesuai dengan ketentuan

yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.

(2) Seluruh program pendidikan terutama Pendidikan Umum dan bidang studi Ilmu

Pengetahuan Sosial, harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan unsur-

unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa nilai-nilai 1945 kepada Generasi

Muda.

Page 38: asas asas-kurikulum(3)

Tujuan Pendidikan Nasional yang sangat umum itu diuraikan lebih

lanjut dalam tujuan institusional yakni tujuan yang harus dicapai oleh suatu

jenis sekolah tertentu. Bagi SMA misalnya tujuan institusional umum ialah

agar lulusannya:

a. Menjamin warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh sehat, kuat lahir

dan batin.

b. Menguasai hasil-hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari

pendidikan di Sekolah Menengah Umum tingkat Pertama.

c. Memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan yang lebih

tinggi dengan menempuh :

1. program umum yang sama bagi semua siswa.

2. program pilihan bagi mereka yang mempersiapkan dirinya untuk studi di

lembaga pendidikan yang lebih tinggi.

d. memiliki bekal untuk terjun ke masyarakat dengan mengambil keterampilan

untuk bekerja yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya dan

kebutuhan masyarakat.

Tujuan khusus pendidikan SMA adalah agar lulusan :

a. Dibidangpengetahuan:

1. Memiliki pengetahuan tentang agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

2. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar kenegaraan dan Pemerintahan

sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

3. Memiliki pengetahuan yang fungsional tentang fakta dan kejadian penting

yang aktual, baik lokal, regional, nasional, maupun internasional.

4. Menguasai pengetahuan dasar dalam bidang matematika, ilmu pengetahuan

alam, ilmu pengetahuan sosial, dan bahasa (khususnya bahasa Indonesia dan

bahasa Inggris) serta menguasai pengetahuan yang cukup lanjut dalam satu

atau beberapa dari bidang pengetahuan tersebut di atas.

5. Memiliki pengetahuan tentang berbagai jenis dan jenjang pekerjaan yang

ada di masyrakat serta syarat-syaratnya.

6. Memiliki pengetahuan tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi

Page 39: asas asas-kurikulum(3)

nasional. 7. Memiliki pengetahuan dasar tentang kependudukan,

kesejahteraan keluarga, dan kesehatan.

b. Dibidangketerampilan:

1. Menguasai cara belajar yang baik.

2. Memiliki keterampilan memecahkan masalah dengan sistematis.

3. Mampu membawa/memahami isi bacaan yang agak lanjut dalam bahasa

Indonesia dan bacaan sederhana dalam bahasa Inggris yang berguna

baginya.

4. Memiliki keterampilan mengadakan komunikasi sosial dengan orang lain,

lisan maupun tulisan dan keterampilan mengekspresi diri sendiri, lisan

maupun tertulis.

5. Memiliki keterampilan olah raga dan kebiasaan olah raga.

6. Memiliki keterampilan sekurang-kurangnya dalam satu cabang kesenian.

7. Memiliki keterampilan dalam segi kesejahteraan keluarga dan segi

kesehatan.

8. Memiliki keterampilan dalam bidang administrasi dan kepemimpinan.

9. menguasai sekurang-kurangnya satu jenis keterampilan untuk bekerja sesuai

dengan minat dan kebutuhan lingkungan.

c. Di bidang nilai dan sikap:

1. Menerima dan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Menerima dan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa yang dianutnya, serta menghormati dan kepercayaan Tuhan

Yang Maha Esa yang dianut orang lain.

3. Mencintai sesama manusia, bangsa, dan lingkungan sekitarnya.

4. Memilki sikap demokratis dan tenggang rasa.

5. Memiliki rasa tanggung jawab dalam pekerjaan dan masyarakat.

6. Dapat mengapresiasi kebudayaan dan tradisi nasional.

7. Percaya pada diri sendiri dan bersikap makarya.

8. Memiliki minat dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan.

9. Memiliki kesadaran akan disiplin dan patuh pada peraturan yang berlaku,

bebas danjujur.

Page 40: asas asas-kurikulum(3)

10. Memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasional dan obyektif dalam

memecahkanpersoalan.

11. Memiliki sikap hemat dan produktif.

12. Memiliki minat dan sikap yang positif dalam konstruktif terhadap olah raga

dan hidup sehat.

13. Menghargai setiap jenis pekerjaan dan prestasi kerja di masyarakat tanpa

memandang tinggi rendahnya nilai sosial/ekonomi masing-masing jenis

pekerjaan tersebut dan berjiwa pengabdian kepada masyarakat.

14. Memiliki kesadaran menghargai waktu.

Demikianlah secara lengkap tujuan institusional yang harus diwujudkan

kepada murid-murid SMA. Tujuan itu pun masih bersifat umum dan perlu diuraikan

lagi menjadi tujuan yang terperinci yakni: Tujuan kurikuler yaitu tujuan yang harus

dicapai oleh suatu program bidang studi, dan tujuan instruksional, yang harus

dicapai oleh suatu pelajaran.

Tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk manusia pembangunan yang

ber-Pancasila, yang kemudian diuraikan dalam sejumlah butir-butir sebagai

penjelasan makna tiap sila, diuraikan selanjutnya dalam tujuan-tujuan yang lebih

kongkrit berupa tujuan-tujuan institusional, antara lain yang harus dicapai oleh tiap

tingkatan dan jenis sekolah. Tujuan-tujuan ini pun masih terlampau umum untuk

dapat diwujudkan dalam situasi kelas. Karena itu tiap tujuan institusional masih

perlu diuraikan dalam tujuan tiap bidang studi yang mempunyai tujuan yang lebih

spesifik, namun masih perlu lagi diperinci dalam tujuan-tujuan yang dapat

direalisasikan dalam kelas, yang masih dapat bersifat umum, yang disebut Tujuan

Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Di bawah ini

kami berikan beberapa contoh TIU dan TIK.

Contoh 1.

Bidang Studi : Ilmu pengetahuan sosial

Mata Pelajaran : Ekonomi dan koperasi

Topik : Produksi nasional dan pendapatan Nasional

Kelas : I (satu)

Page 41: asas asas-kurikulum(3)

Semester : 1 (pertama)

Waktu : 3 x45 menit

Tujuan Instruksional

1. Tujuan Instruksional Umum

Agar siswa mengetahui serta memahami Produksi Nasional dan Pendapatan

Nasional.

2. Tujuan Instruksional Khusus

1.1. Agar siswa dapat menjelaskan perbedaan dan persamaan antara Produksi

Nasional dan Pendapat Nasional.

1.2. Agar siswa dapat menyebutkan unsur dari Produksi Nasional dan

Pendapatan Nasional.

1.3. Agar siswa dapat menghitung Pendapatan Nasional.

1.4. Agar siswa dapat menyebutkan kegunaan pengetahuan besarnya

Pendapatan Nasional.

1.5. Agar siswa dapat mengukur tingkat kemakmuran suatu negara.

1.6. Agar siswa dapat menyebutkan akibat dari Pendapatan Nasional yang

konstan dari tahun ke tahun.

(Dikutip dari: Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975. Pedoman

Pelaksanaan Kurikulum, uku : III. A. 2, Model Satuan Pelajaran, Departemen

Pendidikan Dan Kebudayaan, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1976, h. 156).

Contoh 2.

Bidang Studi : IPA

Mata Pelajaran : Biologi

Topik : Konsep tentang hidup, teori-teori tentang asal-usukl

kehidupan.

Kelas : I (satu)

Page 42: asas asas-kurikulum(3)

Semester : 1 (pertama)

Waktu :6jamPelajaran

Jumlah jam pelajaran yang 6 jam itu dialokasikan sebagai berikut : 3 jam

untuk pendahuluan dan 2 jam untuk sub pokok bahasan :

1. Asal kehidupan

2. Ciri-cirimahlukhidup

3. Pembedaan antara biotik dan abiotik; sedang I jam pelajaran untuk

mengadakan evaluasi pokok bahasan tersebut di atas.

Tujuan Instruksional Khusus

1. Dihadapkan pada sejumlah perubahan situasi, siswa dapat menyebutkan sifat-

sifat tertentu yang merupakan sifat khas dari mahluk hidup.

2. Dihadapkan kepada sejumlah pernyataan, siswa memilih pernyataan tertentu

yang dikemukakan oleh Teori Generatio Spontanea.

3. Dihadapkan kepada sejumlah usaha untuk perkembangan teori tentang asal-usul

kehidupan, siswa dapat memilih usaha tertentu yang dicapai oleh percobaan

Pasteur.

4. Dihadapkan kepada sifat-sifat zat, siswa dapat memilih zat tertentu menjadi

alasan mengapa Stenley Miller menggunakan campuran air, amoniak,, dan

metan dalam eksperimennya.

5. Dihadapkan kepada sejumlah perubahan teori-teori asal-usul kehidupan, siswa

dapat menyebutkan perubahan tertentu yang diakibatkan oleh percobaan Stenley

Miller.

6. Dihadapkan kepada sejumlah nama orang yang berjasa dalam asal-usul

kehidupan, siswa dapat menunjukkan dengan tepat hasil penemuan tertentu dari

orang tersebut.

7. Dihadapkan kepada sejumlah kegiatan hidup, siswa dapat menunjukan dengan

tepat proses proses yang terganggu akibat kegiatan hidup tertentu.

(Kurikulum SMA, pedoman Pelaksanaan, him. 184).

Dalam contoh-contoh di atas kita lihat usaha untuk menguraikan tujuan

instruksional umum menjadi sejumlah tujuan instruksional khusus yang

Page 43: asas asas-kurikulum(3)

diharapkan dapat mencapai apa yang terkandung dalam tujuan instruksional

umum, atau dalam topik bahasan. Selanjutnya diharapkan, bahwa tujuan

instruksional umum ini merupakan bagian dari tujuan bidang studi yang memberi

sumbangan kepada tujuan yang lebih tinggi yaitu pembentukan manusia

pembangunan yang ber-Pancasila. Walupun jauh jarak antara tujuan instruksional

khusus dengan tujuan pendidikan nasional, namun diharapkan bahwa setiap tujuan,

betapapun spesifiknya selalu merupakan bagian dan sumbangan kepada tercapainya

tujuan pendidikan nasional itu. Tiap tujuan kegiatan mengajar-belajar di sekolah

memperoleh maknanya dalam rangka tujuan pendidikan nasional itu.

Kita lihat di sini dari suatu usaha untuk memperoleh tujuan yang spesifik,

yang dirumuskan sebagai tujuan instruksional khusus. Dasar pikiran ialah bahwa

makin spesifik tujuan itu makin jelas diketahui metode untuk mencapainya dan

makin mudah pula hasil belajar dinilai sebagai umpan-balik atau feedback untuk

membantu anak memperbaiki kekurangannya.

Dengan sendirinya semua tujuan yang lebih khusus bertalian erat dengan

tujuan yang lebih umum, bahkan merupakan analisis yang makin terinci dari tujuan

yang lebih umum. Semua tujuan-tujuan yang khusus merupakan usaha kearah

tercapainya tujuan umum yang akhirnya menuju kepada wujudnya tujuan

pendidikan nasional.

MENGKHUSUSKAN TUJUAN

Sejak semula para ahli kurikulum menyadari perlunya merinci tujuan yang

bersifat umum menjadi tujuan yang lebih khusus. Tujuan pendidikan nasional

dikhususkan menjadi tujuan institusional, yaitu tujuan tiap lembaga pendidikan dari

SD sampai Perguruan Tinggi. Tujuan pendidikan institusional yang masih sangat

umum ini masih perlu diuraikan menjadi tujuan kurikuler dan selanjutnya dalam

tujuan instruksional umum lazim dikenal sebagai TIU dan tujuan instruksional

khusus atau TIK.

Buku pedoman kurikulum yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan menguraikan tujuan sampai tingkat TIU, sehingga guru mendapat

kesempatan untuk merumuskan TIK. Di sini kita harus hati-hati dan jangan

Page 44: asas asas-kurikulum(3)

memandang TIK sebagai tujuan yang terpenting yang harus dicapai. Kita keliru bila

menganggap bahwa tujuan yang harus dikejar guru adalah TIK. Tujuan pendidikan

apa yang ditentukan sebagai tujuan pendidikan nasional. Jadi TIK harus dipandang

sebagai langkah untuk mencapai TIU, dan TIU suatu langkah pula guna mencapai

tujuan kurikuler dan seterusnya sehingga segala usaha sekolah akhirnya bermuara

pada tujuan pendidikan nasional.

Tujuan Pendidikan Nasional

4 tfTujuan Institusional

If}Tujuan Kurikuler

inTujuan Instruksional Umum (TIU)

inTujuan Instruksional Khusus (TIK)

Untuk merumuskan TIK kita dapat memperhatikan beberapa petunjuk yang

diberikan Robert F. Mager dalam buku Preparing Instructional Objectives

Pertama : Rumuskan TIK dalam bentuk kelakuan siswa. la harus dapat

memperlihatkan penguasaannya dalam kelakuan atau perbuatan yang dapat kita

amati, yang "observable" tapi juga yang "measurable" atau dapat diukur

keberhasilanya. Untuk itu kita harus menggunakan kata kerja tertentu yang

memungkinkan kita mengamati keberhasilannya belajar. Misalnya kata kerja seperti

dapat mengatakan, menggambarkan, menguraikan, memperdengarkan,

menunjukkan, dan sebagainya. Kata kerja seperti memahami, memikirkan,

mengerti, merasakan, dan Iain-lain tak dapat dilihat sebab terjadi dalam diri siswa.

Kedua : Rumuskan pula kondisi-kondisi di mana kelakuan itu akan nyata,

misalnya dengan menggunakan kalkulator, mesin tulis, atlas, kamus, dan

sebagainya.

Page 45: asas asas-kurikulum(3)

Ketiga : Rumuskan pula secara spesifik kriteria tentang tingkat keberhasilan

siswa dalam mencapai tujuan itu. Misalnya dapat menyebut 9 dari sepuluh butir,

mengetik satu halaman dalam waktu tertentu dengan sebanyak-banyaknya 2 salah.

Merumuskan tujuan secara spesifik sangat banyak faedahnya. Guru tahu

dengan jelas tujuan apa yang harus dicapainya, ia dapat menentukan bahan apa yang

harus diberikannya, ia juga dapat memilih metode mengajar yang lebih tepat, dan ia

dapat mengetahui hasil belajar siswa. Di lain pihak siswa pun tahu apa yang harus

dikuasainya. Karena penilain dapat dilakukan dengan segera, guru dapat memberi

balikan guna membantu siswa mengadakan perbaikan.

Namun demikian banyak pula kelemahanya. TIK sering berupa fakta,

informasi, pengetahuan, yakni tujuan kognitif yang paling rendah menurut

taksonomi Bloom. Hasil belajar banyak merupakan hafalan, sehingga kemampuan

berpikir kurang dikembangkan. Selain itu apa yang dipelajari berupa pengetahuan

yang lepas. Uraian TIU menjadi TIK dapat memecah kebulatan bahan pelajaran,

sehingga terjadi atomosasi pengetahuan. Selain itu hal-hal yang bersifat kognitif

seperti sikap tidak observable dan measitreable, dan karena itu akan diabaikan. TIK

berupa fakta dan informasi tidak mempunyai nilai transfer artinya tidak dapat

digunakan menghadapi situasi-situasi yang belum pernah dipelajari. Sistem ujian

kita sangat menyuburkan TIK dan oleh sebab hasil belajar berdasarkan TIK dapat

diamati dan diukur maka TIK digunakan untuk mengetahui prestasi sekolah,

kegiatan guru. Dengan ini guru dan kepala sekolah dapat di minta

pertanggungjawaban (accountability).

PERUMUSAN TUJUAN MENURUT HILDA TABA

Hilda Taba dalam Curriculum Development memberikan petunjuk-petunjuk

yang berikut dalam merumuskan tujuan, sebagai berikut:

Rumusan tujuan harus meliputi : 1. proses mental,

yaitu metode untuk melakukan sesuatu

Page 46: asas asas-kurikulum(3)

2. produk, bahan yang bertalian dengan itu.

Contoh : M,Memperoleh keterampilan menggunakan peta (proses) untuk mencari

ibukota negara-negara di Amerika Selatan (produk)". Memiliki kesanggupan

untuk membedakan (proses) fakta dan opini" (produk).

Sering rumusan tujuan itu kurang lengkap dan hanya mengemukakan satu aspek,

misalnya " keterampilan mengguna-kan peta", atau " kesanggupan berpikir

kritis". Jadi dalam merumuskan tujuan hendaknya sekaligus kita cakup "mental

process" dan "product of learning". Sering dipersoalkan, yang manakah lebih

penting, proses atau produk belajar.

Tujuan yang hanya berisi produk, akan mengutamakan penguasaan fakta,

informasi, atau pengetahuan. Proses mental seperti kesanggupan menganalisis,

menafsirkan, membandingkan, memecahkan masalah, atau berpikir logis

diabaikan. Ujian termasuk Ebtanas, sebagian besar mengenai produk dan sangat

minimal mengenai proses. Membuat butir-butir ujian dalam bentuk test objektif

lebih sukar dan penilaiannya juga lebih sulit.

3. Tujuan yang kompleks harus lebih dispesifikkan, sehingga lebih jelas bentuk

kelakuan yang diharapkan. Misalnya, "mengapresiasi kesenian" yang terlampau

umum dapat lebih dikhususkan menjadi" mengapresiasi tari Bali".

4. Dalam merumuskan tujuan harus dinyatakan bentuk kelakuan yang diharapkan

dari kegiatan belajar itu. Mempelajari agama-agama lain tidak dengan

sendirinya memupuk sikap toleransi sebagai basil belajar sampingan atau apa

disebut "concomitant learning". Kita harus secara khusus menye-butkan

toleransi sebagai tujuan yang ingin kita capai dan memberikan kegiatan-kegiatan

belajar yang serasi untuk menimbulkan sikap itu.

5. Tujuan sering bersifat " development", yaitu tidak dapat dicapai sekaligus, akan

tetapi harus dikembangkan secara kontinu. Misalnya, " berpikir kritis" atau "

kesanggupan memecahkan masalah" memerlukan waktu yang lama agar

tercapai. Ada tujuan yang sangat spesifik yang dapat tercapai dalam waktu

singkat. Akan tetapi kita keliru bila kita anggap bahwa semua tujuan bersifat

terminal dan segera terpenuhi. Ada tujuan yang mungkin tidak tercapai selama

Page 47: asas asas-kurikulum(3)

belajar di sekolah, bahkan ada pula yang tak dapat tercapai sepenuhnya selama

hidup, seperti kerelaan berkorban untuk sesama manusia, menyerahkan diri

sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, demikian pula prinsip-prinsip ideal

lainnya.

6. Tujuan hendaknya realistis, dalam arti bahwa tujuan itu benar-benar dapat

dicapai anak pada tingkat dan usia tertentu, atau selama jam pelajaran, atau

selama belajar di sekolah itu. Tujuan yang sangat indah kedengaran, akan tetapi

tidak mungkin terwujudkan, sebaiknya jangan dijadikan tujuan pelajaran.

Karena itu kita hams tahu batas-batas kemampuan anak berdasarkan studi

tentang anak dan pengalaman. Adakalanya terlampau tinggi kita perk irakan

kesanggupan anak, akan tetapi sering pula terlampau rendah. Adakalanya anak-

anak telah pandai membaca sebelum masuk sekolah, akan tetapi ia masih harus

mengikuti pelajaran membaca permulaan, yang sangat membosankannya.

7. Tujuan harus meliputi segala aspek perkembangan anak yang menjadi tanggung

jawab sekolah. Pada umumnya tujuan itu meliputi aspek kognitif, nilai dan sikap

serta keterampilan psikomotoris.

PENGKHUSUSAN TUJUAN MENURUT BENYAMIN BLOOM

Dalam perumusan tujuan, para penyusun kurikulum banyak memperoleh bantuan

dari buku Taxonomy of Educational Objectives (1956) oleh Benjamin Bloom, cs,.

Mereka membagi tujuan-tujuan pendidikan dalam tiga ranah (domain), dan tiap

ranah dirinci lagi dalam tujuan-tujuan yang lebih spesifik yang hierarkis.

A. Tujuan-tujuan Kognitif

Ranah kognitif atau cognitive domain meliputi segi intelektual dan proses

kognitif, yakni :

1. Mengetahui, yakni mempelajari dan mengingat fakta, kata-kata, istilah,

peristiwa, konsep, prinsip, aturan, kategori, metodologi, teori, dan sebagainya.

2. Memahami, yakni menafsirkan sesuatu, menterjemahkannya dalam bentuk lain,

menyatakannya dengan kata-kata sendiri, mengambil kesimpulan

Page 48: asas asas-kurikulum(3)

berdasarkan apa yang diketahui, menduga akibat sesuatu berdasarkan

pengetahuan yang dimiliki, dan sebagainya.

3. Menerapkan, yaitu menggunakan apa yang dipelajari dalam situasi baru,

mentransfer.

4. Menganalisis, yaitu menguraikan suatu keseluruhan dalam bagian-bagian untuk

melihat hakikat bagian-bagiannya serta hubungan antara bagian-bagian itu.

5. Mensintesis, yaitu menggabungkan bagian-bagian dan secara kreatif membentuk

sesuatu yang baru.

6. Mengevaluasi, yakn menggunakan kriteria untuk menilai sesuatu.

B. Tujuan-tujuan Afektif

Ranah afektif atau, affective domain, berkenaan dengan kesadaran akan

sesuatu, perasaan, dan penilaian tentang sesuatu.

1. Memperhatikan, menunjukkan minat, sadar akan adanya suatu gejala, kondisi,

situasi, atau masalah tertentu, misalnya keindahan dalam musik gamelan, atau

arsitektur gedung lama. la menunjukkan kesediaannya untuk mendengarnya atau

melihatnya dan tidak mengelakkannya.

2. Merespons atau memberi reaksi terhadap gejala, situasi, atau kegiatan itu sambil

merasa kepuasan.

3. Menghargai, menerima suatu nilai, mengutamakannya, bahkan menaruh

komitmen terhadap nilai itu. la percaya akan kebaikan nilai itu dan rela untuk

mempertahankannya.

4. Mengorganisasi nilai dengan mengkonsepsualisasi dan mensistematisasinya

dalam pikirannya.

5. Mengkarakterisasi nilai-nilai, menginternalisasinya, menjadikannya bagian dari

pribadinya dan menerimanya sebagai falsafah hidupnya.

C. Tujuan-tujuan Psikomotor

Ranah psikomotor atau psycho-motor domain, meliputi tingkat kegiatan

yang berikut:

Page 49: asas asas-kurikulum(3)

1. Melakukan gerakan fisik seperti berjalan, melompat, berlari, menarik,

mendorong, dan memanipulasi.

2. Menunjukan kemampuan perseptual secara visual, auditif, taktial, kinestetik,

serta mengkordinasi seluruhnya.

3. Memperlihatkan kemampuan fisik yang mengandung ketahanan kekutan,

kelenturan, kelincahan dan kecepatan bereaksi.

4. Melakukan gerakan yang terampil serta terkordinasi dalam permainan, olah

raga, dan kesenian.

5. Mengadakan komunikasi non-verbal, yakni dapat menyampaikan pesan melalui

gerak muka, gerakan tangan, penampilan, dan ekspresi kreatif seperti tarian.

Buah pikiran Bloom cs menjadi populer setelah timbul aliran dalam

pendidikan ke arah pengkhususan tujuan, sehingga hasil belajar dapat diamati dan

diukur.

Ketiga ranah itu saling berhubungan sebagai aspek kelakuan manusia.

Pengetahuan selalu memerlukan keterampilan misalnya keterampilan membaca,

berpikir, dan Iain-lain dan disamping itu juga minat dan penghargaan (afektif)

tentang apa yang dipelajari. Demikian pula apresiasi musik tak lepas dari

pengetahuan dan keterampilan berkenaan dengan musik. Dalam pengajaran ketiga

aspek itu perlu mendapat perhatian. Selain memberi pengetahuan tentang suatu

bidang studi sebaiknya juga dipupuk sikap positif terhadap bidang studi itu serta

keterampilan yang terkait. Sering ketiga ranah itu dipisah-pisahkan dalam

merumuskan tujuan instruksional khusus.

Rincian tiap ranah mempunyai hierarki. Misalnya dalam ranah koqnitif,

pemahaman lebih "tinggi" daripada pengetahuan penerapan, lebih tinggi dari pada

pemahaman, dan seterusnya. Demikian pula halnya dengan rincian ranah-ranah

lainnya.

BEBERAPA TUJUAN PENDIDIKAN LAINNYA

Pada tahun 1859 seorang yang bernamaa Herbert Spencer yang pada

dasarnya bukan pendidik dan juga tidak mengecap pendidikan formal secara

Page 50: asas asas-kurikulum(3)

teratur jadi lebih merupakan otodidak, mengajukan pertanyaan yang sangat

penting, yang hingga sekarang masih harus dipertimbangkan oleh setiap

pengembangan kurikulum: " What knowledge is of most worth?". Pengetahuan apa

yang paling berharga? Apa yang harus diajarkan yang paling berharga bagi

kehidupan seseorang? la menganjurkan hal-hal yang berikut:

1. Self-preservation, hal-hal yang bertalian dengan usaha melangsungkan hidup,

seperti hidup sehat, mencegah penyakit, hidup teratur, melindungi diri terhadap

gangguan yang datang dari alam, dari manusia lainnya, dari berbagai situasi

hidup, dan Iain-lain.

2. Securing the necessities of life, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan

hidup dengan melakukan pekerjaan.

3. Rearing a family, mengurus dan memelihara rumah tangga, bertanggung jawab

atas pendidikan anak dan kesejahteraan keluarga.

4. Maintaining proper social and political relationship yaitu memelihara hubungan

baik dengan masyarakat dan memenuhi kewajibannya terhadap negara.

6. Enjoying leisure time yaitu memanfaatkan waktu senggang untuk menikmatinya

dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan.

Hal-hal yang dikemukakan Herbert Spencer ini kira-kira satu setengah abad

yang lalu, masih berlaku sampai sekarang dan sering dipertimbangkan dalam

pengembangan kurikulum. Di sini Herbert Spencer sangat mengutamakan relevansi

pendidikan. Banyak yang diajarkan di sekolah yang tidak jelas apa kaitannya

dengan kehidupan anak sehari-hari. Alasan memberinya ialah bahwa pelajaran itu

berguna kelak bila melanjutkan pelajaran.

Tujuan pendidikan yang juga cukup terkenal ialah The Seven Cardinal

Principles yaitu tujuh prinsip yang pokok, sebagai berikut:

1. Health (kesehatan),

2. Command of fundamental processes (penguasaan keterampilan fundamental

seperti membaca, menulis, berhitung).

3. Worthy home membership (menjadi anggota keluarga yang berharga).

4. Vocational efficiency (efisiensi dalam pekerjaan).

Page 51: asas asas-kurikulum(3)

5. Citizenshop (kewarganegaraan).

6. Worthy use of leisure (penggunaan waktu senggang secara bermanfaat),

7. Satisfaction of relegious needs (pemuasan kebutuhan keagamaan) (1918).

Kita lihat banyak persamaannya dengan apa yang dianjurkan oleh Herbert

Spencer sebelumnya.

Selanjutnya akan kami berikan tujuan-tujuan pendidikan menurut

Educational Policies Commission (1938), yaitu :

1. Self-realization, perwujudan pribadi.

2. Human relationship, hubungan antar-manusia

3. Economic efficciency, efisiensi ekonomi.

4. Civic responsibility, tanggung jawab warga negara.

Setiap tujuan masih diuraikan lebih lanjut. Misalnya "economic efficiency"

dirinci sebagai berikut. Produsen yang terdidik merasakann kepuasan atas pekerjaan

yang baik, mengetahui syarat-syarat dan kesempatan kerja, memilih jabatan yang

tepat, mencapai kemajuan dalam jabatan yang dipilih, memelihara dan

mempertinggi tingkat efisiensi kerja, menghargai nilai sosial pekerjaan. Sebagai

konsumen yang terdidik is merencanakan ekonomi hidupnya sendiri, membentuk

norma-norma guna mengatur pengeluarannya, merupakan pembeli yang tahu dan

cakap, mengambil tindakan yang tepat untuk menjaga kepentingannya.

Tujuan-tujuan yang dikemukakan di atas hanya sekadar bahan perbandingan

dengan kurikulum kita.

RANGKUMAN

1. Filsafat ialah ilmu yang mencari kebenaran sampai akar- akarnya, jadi suatu

kegiatan intelektual. Dalam pengembangan kurikulum biasanya dipandang

sebagai sistem nilai-nilai.

2. Tujuan pendidikan ditentukan oleh filsafat suatu bangsa.

3. Walapun setiap orang mengenal nilai-nilai, agar dapat dikatakan is

mempunyai filsafat nilai-nilainya itu harus merupakan suatu sistem, jadi

Page 52: asas asas-kurikulum(3)

konsisten dan saling berhubungan.

4. Dalam kurikulum sering tercantum tujuan-tujuan yang muluk-muluk tetapi

belum tentu dapat direalisasikan. Jadi keadaan sekolah tidak memberi

gambaran tentang keadaan yang sebenarnya.

5. Filsafat bangsa dan negara dengan sendirinya menjadi tujuan pendidikan

nasional serta harus pula menjadi filsafat para pengembang kurikulum dan juga

guru dalam pelaksanaannya.

6. Filsafat pendidikan harus menjadi "way of life" yang diterapkan dalam

lingkungan sekolah.

7. Tujuan pendidikan nasional sangat umum dan masih perlu diuraikan menjadi

tujuan institusional, kurikuler, tujuan instruksional umum dan khusus.

8. Tujuan pendidikan kita didasarkan atas Pancasila, UUD 1945, dan GBHN.

Setiap guru harus mempunyai gambaran yang jelas tentang dasar-dasar

pendidikan nasional itu, agar semua pelajaran diarahkan guna membentuk

manusia yang dicita-citakan.

9. Untuk membentuk manusia seutuhnya harus diperhatikan aspek kognitif,

afektif, dan psikomotor dalam segala tingkatannya.

10. Benjamin Bloom membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih spesifik

dalam ketiga ranah.

11. Hilda Taba mempersyaratkan agar dalam rumusan tujuan tercakup proses dan

produk.

12. Herbert Spencer menganjurkan tujuan-tujuan yang relevan dengan kehidupan

manusia sehari-hari. Buah pikirannya itu masih berpengaruh sampai sekarang.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Apakah pengertian Saudara tentang filsafat?

2. Apakah menurut Saudara setiap orang mempunyai filsafat? Coba

Page 53: asas asas-kurikulum(3)

selidiki pada orang-orang di sekitar Saudara apakah mereka dapat dikatakan

mempunyai suatu filsafat?

3. Norma-norma biasanya diperoleh dari berbagai sumber, seperti agama, falsafah

negara, adat-istiadat, pengalaman pribadi, dan Iain-lain. Coba tuliskan norma-

norma yang Saudara junjung tinggi. Diskusikan dengan teman.

4. Apakah guna filsafat bagi pendidikan. Tunjukkan bagaimana filsafat itu

diterapkan dalam kurikulum kita.

5. Tunjukkan perbedaan kurikulum berhubungan dengan peredaan filsafat

pendidikan sebelum dan sesudah kemerdekaan.

6. Bagaimana gambaran Saudara tentang manusia yang demokratis? Apakah sifat-

sifat itu telah nyata di sekolah? Masih adakah pengaruh feodalisme dalam

masyarakat kita?

7. Bagaimana pendapat Saudara tentang tujuan-tujuan yang dikemukakan Herbert

Spencer, the Seven Cardinal Principles, dan Educational Policies Commission?

Adakah yang dapat atau tidak dapat Saudara terima? Apa alasan Saudara.

8. Bagaimanakah pandangan Saudara tentang manusia Pancasila? Apakah telah

melihatnya dalam kenyataan?

9. Diskusikan tujuan pendidikan nasional dalam Kurikulum SMA.

lO.Bandingkan tujuan institusional bagi SD, SMP, dan SMA. Perhatikan

persamaan dan perbedaannya. Selidiki hingga mana tujuan-tujuan itu telah di liputi

oleh bidang studi yang diberikan di berbagai tingkatan sekolah. 11. Hingga

manakah TIK harus dikhususkan, misalnya " agar anak dapat mengatakan beberapa

tugas wall kota, agar anak dapat menyebut nama wall kota, agar anak mengenal

gambar wali kota, agar anak dapat men gatakan usia wali kota, agar anak dapat

mengatakan alamat wall kota. Apakah pengkhu-susan TIK tidak dapat berlebihan?

Page 54: asas asas-kurikulum(3)

12.Apakah kebaikan dan kelemahan TIK? Manakah lebih pen- ting, TIK atau TIU?

Bagaimana hubungan timbal balik antara TIK dan TIU?

13. Berikan sejumlah petunjuk tentang perumusan TIK.

14.Bagaimana syarat yang diajukan Hilda Taba dalam merumuskan tujuan

pelajaran. Beri pendapat Saudara.

15. Pilih satu TIU, lalu rumuskan TIK-nya. Minta teman lain juga melakukannya.

Diskusikan.

16. Selidiki tujuan-tujuan pelajaran, lalu tinjau dari segi taksonomi Bloom, baik

mengenai ranahnya maupun tentang tingkatannya.

17.Bagaimanakah dapat Saudara ketahui ada tidaknya kesamaan antara tujuan guru

dan tujuan siswa. Diskusikan bila ada persamaan dan perbedaannya.

Page 55: asas asas-kurikulum(3)

BAB 3

ASAS PSIKOLOGIS KURIKULUM

DAN PSIKOLOGIS BELAJAR

PENDAHULUAN

Dalam mengambil keputusan tentang kurikulum pengetahuan tentang

psikologi anak dan bagaimana anakbelajar, sangat diperlukan, antara lain dalam

1. seleksi dan organisasi bahan pelajaran,

2. menentukan kegiatan belajar yang paling serasi,

3. merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar tercapai.

Apa yang akan dipelajari memerlukan pengenalan perkembangan anak,

akan tetapi bagaimana anak belajar membutuhkan pengetahuan tentang berbagai

teori belajar. Walaupun telah banyak diketahui tentang belajar, namun masih banyak

yang belum diketahui, masih belum jelas betul secara terinci apa yang harus

dilakukan agar anak belajar. Hal ini antara lain disebabkan penelitian dan

eksperimen tentang belajar yang dilakukan dalam laboratorium yang terbatas jumlah

variabelnya, yang sering dilakukan terhadap binatang, jadi jauh berbeda dengan

situasi belajar di dalam kelas. Selain itu yang diselidiki kebanyakan ialah belajar

pada tingkatan mental rendah, sedangkan belajar pada tingkatan mental tinggi masih

memerlukan penelitian yang lebih banyak.

Belajar itu ternyata sangat kompleks. Apa yang dipelajari bermacam-

macam. Ada bedanya belajar fakta atau informasi, lain belajar memecahkan

masalah, lain pula mempelajari nilai-nilai. Tak ada satu teori belajar yang dapat

mencakup segala macam jenis belajar. Banyak macam teori belajar seperti teori ilmu

jiwa atau daya atau mental disiplin, teori S-R yang behavioristik, teori Gestalt atau

teori lapangan, dan Iain-lain dan belum ada teori belajar yang dapat

mempertemukannya.

Guru-guru sering tidak menyadari asas teori belajar yang digunakannya.

PPSI menggunakan teori belajar yang berbeda dengan pendekatan proses. Guru

Page 56: asas asas-kurikulum(3)

mengajar menurut apa yang diperkirakannya akan memberi hasil yang baik

dan ini sering dilakukan dengan menggunakan berbagai teori belajar.

Dalam bab ini akan kita bicarakan teori belajar menurut ilmu jiwa daya

(mental disipline), teori asosiasi (S-R), conditioning, teori Gestalt, teori lapangan,

dan pendapat berbagai tokoh psikologi seperti Gagne, Bandura, dan Bruner.

APA YANG DIMAKSUD DENGAN BELAJAR

Apakah sebenarnya belajar itu, belum diketahui sepenuhnya, sama dengan

proses psikis lainnya. Bermacam-macam teori mencoba menjelaskannya ditinjau

dari segi tertentu, dengan dasar filosofis yang berbeda tentang hakikat manusia.

Suatu teori belajar ialah suatu pandangan terpadu yang sistematis tentang cara

manusia berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi suatu perubahan kelakuan.

Tiap guru mengajar dapat diketahui teori yang mendasarinya, walaupun guru itu

sendiri kurang atau tidak menyadarinya. Mengenal teori kiranya dapat membantu

guru memahami atas dasar apa ia melakukannya.

Sejak ada manusia di dunia ini ia belajar dan ada yang mengajarnya. Tiap

orang tua mendidik anaknya, mengajarnya berbagai pengetahuan, keterampilan,

norma-norma, dan sebagainya. Rasanya semua lancar walaupun tak seorang pun

memikirkan atau menghiraukan ada tidaknya dasar teorinya belajar dan mengajar

dan semua belajar secara wajar. Namun orang mendirikan sekolah belajar itu

dijadikan masalah, dan ternyata sangat kompleks dan pelik. Apa yang dipelajari di

sekolah berbeda sekali di rumah atau di ladang.

Defmisi belajar berbeda menurut teori yang dianut. Secara tradisional belajar

dianggap sebagai menambah pengetahuan. Yang diutamakan ialah aspek intelektual.

Anak-anak disuruh mempelajari berbagai macam mata pelajaran yang memberinya

berbagai pengetahuan yang menjadi miliknya, kebanyakan dengan menghafalnya.

Pendapat lain yang lebih populer ialah memandang belajar sebagai

perubahan kelakuan, suatu "change of behavior". Suatu defmisi yang sering dikutip

ialah yang diberikan oleh Ernest R. Hilgard, sebagai berikut:

Page 57: asas asas-kurikulum(3)

Learning is the process, by which an activity originates or is changed

through training procedures (Whether in the laboratory on in the natural

environment) as distinguishe from changes by factors not atributable to training.

Seorang belajar bila ia ingin melakukan suatu kegiatan sehingga

kelakuannya berubah. Ia dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat

dilakukannya. Ia menghadapi situasi dengan cara lain. Kelakuan harus kita pandang

dalam arti yang luas yang meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan,

keterampilan, minat, penghargaan, sikap, dan Iain-lain. Jadi belajar tidak hanya

mengenai bidang intelektual saja, akan tetapi seluruh pribadi anak, kognitif, efektif,

maupun psikomotor. Bila* guru mengajar matematika, sejarah, biologi, dan Iain-

lain. Ia hendaknya jangan merasa puas bila pengetahuan anak bertambah, akan

tetapi juga agar anak mempunyai sikap anak yang positif dan menyukai mata

pelajaran itu. Perubahan karena mabuk atau keletihan bukan hasil belajar karena

tidak diperoleh melalui kegiatan belajar. Demikian pula kemampuan binatang

karena pertumbuhan instink, seperti membuat sarang, bukan hasil belajar.

Bila kita terima belajar sebagai perubahan kelakuan, maka pendidik

menghadapi tiga soal:

1. Ia harus mengetahui kelakuan apa yang diharapkan dari anak. Hal ini

berkenaan dengan tujuan yang akhirnya ditentukan oleh falsafah pendidikan.

2. Ia mengetahui hingga manakah taraf perkembangan anak, agar bahan

pelajaran dapat dikuasai anak.

3. Ia harus tahu bagaimana anak belajar, bagaimana guru mengajarkannya, kondisi

apa yang harus dipenuhi agar terjacti proses belajar yang berlfasil.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, kita akan lebih lanjut membicarakan

beberapa teori belajar yang banyak diterapkan dalam proses belajar-mengajar.

TEORI ILMU JIWA DAYA ATAU MENTAL DISIPLIN

Teori pelajar yang paling tua ini beranggapan, bahwa "otak" atau mental

manusia terdiri atas sejumlah "faculties" atau daya- day a. Tiap daya mempunyai

fungsi tertentu, maka ada daya-ingat, daya-pikir, daya tanggap, daya-fantasi, dan

Page 58: asas asas-kurikulum(3)

Iain-lain. Tujuan pendidikan ialah memperkuat daya-daya itu dan ini dilakukan

dengan latihan untuk mendisiplinnya. Daya-ingat misalnya dapat dilatih dengan

menghafal nama-nama kota, nama pahlawan, tahun-tahun sejarah, kata-kata asing,

bahkan juga kata atau suku-kata yang tidak mengandung arti. Daya-pikir dilatih

dengan menghadapkan anak dengan berbagai soal, makin sulit makin baik, karena

nilai latihnya makin tinggi. Mata pelajaran yang dianggap paling ampuh untuk

mendisplin daya-pikir ialah matematika, dahulu juga bahasa Latin yang cukup pelik.

Seperti pada daya-ingat, juga pada daya-pikir ini tak dihiraukan apa yang dipelajari,

bukan penguasaan bahan yang dipentingkan. Itu semua boleh dilupakan. Akan tetapi

yang tinggal ialah daya-ingat, daya-pikir. Daya-pikir yang telah terlatih akan dapat

digunakan untuk memikirkan apa saja. Siswa yang telah terlatih daya-pikirnya

melalui matematika akan mudah melanjutkan pelajarannya untuk menjadi ahli

hukum, insinyur, akuntan, ahli manajemen, apa saja. Jadi melatih daya-daya mental

itu banyak persamaannya dengan melatih otot. Otot terlatih dapat mengerjakan apa

saja. Demikian pula "otak" yang sudah diasah sampai tajam dapat "menyayat"

segala masalah. Ini berarti bahwa transfer menurut teori ini bersifat mutlak. Daya

yang terlatih dapat digunakan untuk apa saja. Kesanggupan berpikir yang terlatih

dianggap dengan sendirinya dapat dipakai, dapat dipindahkan atau ditransfer dalam

bidang-bidang lain dalam kehidupan. Di sini yang diutamakan bukan penguasaan

bahan, peningkatan kemampuan berbagai daya mental itu. Teori ini lazim juga

disebut teori mental disiplin, juga teori berdasarkan "faculty psychology".

Teori "mental disipline" ini sekarang tidak dapat diterima oleh kebanyakan

ahli psikologi dan pendidik profesional. Penelitian eksperimental membuktikan,

bahwa daya ingatan tidak bertambah meningkat kemampuannya dengan menghafal

sajak-sajak. Demikian pula latihan mental dengan matematika tidak dengan

sendirinya meningkatkan kemampuan belajar politik atau bahasa. Walaupun telah

dianggap tak berlaku lagi, namun di sekolah teori ini masih dianut. Ada pula

sejumlah ilmuwan, pendidik, dan orang tua merasa yakin akan nilai fisika,

matematika untuk meningkatkan kemampuan anak berpikir.

Page 59: asas asas-kurikulum(3)

Teori ini didasarkan atas anggapan, bahwa manusia terdiri atas dua bagian,

yakni bagian rohaniah (dalam istilah psikologi ini "mind") dan bagian jasmaniah

(substance, matter, body). Substansi fisik ada persamaannya dengan benda lain

seperti batu, gunung, binatang, tanaman, mempunyai ukuran panjang, lebar, berat.

Akan tetapi "mind" tidak mempunyai ukuran namun sesuatu yang nyata ada.

Kepercayaan akan dualisme pada manusia, jiwa- raga, rohaniah-jasmaniah, masih

banyak dianut. Lokasi "mind" tak dapat ditentukan dengan pasti, namun dianggap

dalam "otak" yang dianggap alat untuk berbagai kegiatan mental.

Untuk mendidik anak, perlu "mind"nya dikembangkan dan ini dilakukan

dengan latihan. Dianggap makin keras latihannya, makin berkembang "mind" itu.

Salah satu fungsi mental ialah berpikir yang dapat dikembangkan dengan bahan

pelajaran seperti matematika, karena sulitnya. Tujuan latihan ini yang utama bukan

untuk menguasai bahan matematika. Yang paling berharga ialah latihan yang

diberikan pelajaran itu. Bahannya dapat dilupakan, akan tetapi kemampuan berpikir

itu sebagai akibat latihan itulah yang penting, karena kemampuan ini akan

memungkinkan anak memikirkan segala hal lain. "Mind substance" dianggap sama

dengan otot, yang dapat dilatih menjadi kuat dan dapat digunakan untuk berbagai

pekerjaan. Makin keras latihan, makin kuat otot itu.

Salah satu pendirian dalam aliran ini ialah faculty psychology, yang

menganggap bahwa "mind" itu terdiri atas sejumlah bagian atau "faculty", yang

masing-masing mempunyai fungsi atau daya tertentu. Yang utama ialah daya-

pengenalan, perasaan dan kemauan. Daya pengenalan terbagi dalam daya persepsi,

imajinasi, ingatan, dan berpikir atau penalaran. Daya-pikir memberi kemampuan

untuk memecahkan berbagai masalah untuk mengambil keputusan. Daya-kemauan

juga dianggap sangat penting. Tanpa kemauan yang baik, manusia tidak dapat

memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya dalam tnasyarakat. Kalau manusia

dianggap tidak intrinsik jahat sejak lahir, maka perlulah dilatih kemauan anak

kearah yang baik. Kemauan yang baik dapat menaklukkan hawa nafsu jahat dan

memberi kekuatan untuk memilih dan melakukan yang baik. Kemauan adalah kunci

keberhasilan. Seperti halnya dengan latihan otot, kemauan juga harus diheri latihan

keras dengan memberi pekerjaan yang herat, sulit dan membosankan.

Page 60: asas asas-kurikulum(3)

Kalau perlu guru tak perlu segan memberi kecaman, celaan, hukuman, bahkan

menggunakan camhuk untuk memaksa anak menyelesaikan pekerjaannya.

Pendidikan serupa ini tidak menghiraukan keinginan atau minat anak, juga tidak

memperhitungkantingkat perkembangan anak.

Pendirian "mental disipline" ini banyak mendapat kritik dan dibantah

kebenarannya secara ilmiah. Thorndike dan Woodworth melakukan berbagai

eksperimen untuk menguji kebenaran teori ini dan memperoleh kesimpulan, bahwa

teori ini tak dapat dipertahankan secara ilmiah. Latihan daya mental dalam suatu

bidang tidak dengan sendirinya meningkatkan kemampuan dalam bidang lain.

Melatih kebersihan dalam bidang tertentu, misalnya pakaian, tidak dengan

sendirinya mempengaruhi kebersihan tulisan anak. Demikian pula dibuktikannya

bahwa peningkatan kemampuan mental umum hanya sedikit akibat pelajaran di

sekolah. Peneliti lain membuktikan bahwa dalam peningkatan kemampuan mental

tidak ada kelebihan satu mata pelajaran dibanding dengan pelajaran lain, misalnya,

matematika tidak lebih unggul dalam melatih anak berpikir dibanding dengan

sejarah atau ilmu bumi. Anak yang pintar sering mengambil matematika di mana ia

dapat menunjukkan kepintarannya dan ia akan banyak memperoleh manfaat dari

pelajaran itu. Akan tetapi anak yang tidak pintar, tidak akan banyak mendapat

keuntungan dari pelajaran itu.

Sekolah yang menjalankan teori mental disipline ini cenderung disebut

sebagai sekolah yang baik, karena mengutamakan pelajaran yang sulit seperti

matematika dan fisika, akan tetapi dapat disangsikan kebenarannya, karena banyak

anak yang tak tahan akan keluar atau dikeluarkan dari sekolah, sehingga yang

tinggal hanya anak yang pandai. Jadi sekolah itu baik bukan karena keunggulan

pengajaran dalam matematika, fisika, kimia, dan lain- lain, melainkan karena

keunggulan siswa yang masih bertahan.

Kini teori mental disipline ini sudah tidak diterima lagi di kalangan

kebanyakan ahli psikologi. Namun masih ada lagi ilmuwan, orangtua dan guru yang

yakin akan kebaikan latihan mental ini dan mempraktikkannya di sekolah maupun

dalam lingkungan keluarga. Dari segi penelitian ilmiah telah dibuktikan bahwa

latihan daya-daya mental tidak otomatis dapat ditransferkan dalam bidang-

Page 61: asas asas-kurikulum(3)

bidang lain. Transfer memang ada, tetapi bukan dengan cara mendisiplin

daya mental.

ILMU JIWA ASOSIASI, TEORI S-R

Dari semua teori belajar lainnya, barangkali teori inilah yang paling banyak

diterapkan di sekolah. Bila sekolah dipandang sebagai tempat memperoleh

pengetahuan, maka metode yang paling ampuh ialah metode S-R yaitu

menghubungkan stimulus dan respon. Dengan stimulus dimaksud rangsangan dari

dalam, tapi kebanyakan dari luar, berupa pertanyaan, soal, situasi atau keada- an

yang dihadapi. Bila guru mengajarkan hitungan 2 + 3 = (Stimulus) maka diharapkan

jawaban 5 (Respons). Demikian pula "ibu kota Kolumbia" (Stimulus) ialah

"Bogota" (Respons). Demikianlah banyak pengetahuan yang dapat dikuasai anak

melalui S-R. Mereka yang menghadapi ujian Ebtanas atau UMPTN dan Iain-lain,

juga yang menghadapi kuis "Cepat Tepat" menggunakan teori S-R ini. Dengan

mengadakan hubungan antara S-R siswa memberi jawaban yang cepat dan tepat bila

menghadapi tes.

Teori ini mulai bangkit setelah karya J.B. Watson (1878- 1958) bapak aliran

Behaviorisme dan Throndike, aliran Connectionisme, yang pada dasarnya termasuk

behaviorisme. Tokoh- tokoh lain dalan aliran behaviorisme ini antara lain Albert

Bandura, Robert M. Gagne, Robert Glasser, B. F. Skinner, yang mementingkan

behavior atau kelakuan yang dapat diamati. Itu sebabnya maka aliran ini dapat

mengadakan eksperimen untuk membuktikan kebenaran teorinya. Hal-hal yang

terjadi dalam din i manusia, yang tidak dapat dilihat dan diabaikan.

Ide asosiasi telah terdapat pada John Locke dan Herbart akan tetapi baru

kemudian teori ini didukung oleh penelitian ilmiah.

Tokoh yang sangat mempengaruhi aliran ini ialah Ivan P. Pavlov (1849-1936).

Dalam eksperimennya i6 memberi makanan kapada anjing dan pada saat yang sama

ia membunyikan lonceng. Dengan pembedahan ia dapat mengukur air liur yang

dikeluarkan anjing itu sewaktu melihat makanan. Setelah beberapa kali ini

dilakukan, lonceng dibunyikan tanpa diberi makanan, namun demikian air liur

anjing keluar juga. Bahwa air liur keluar bila disodorkan makanan pada anjing

Page 62: asas asas-kurikulum(3)

yang lapar, sesuatu yang wajar. Hal itu tidak akan terjadi bila lonceng

dibunyikan. Akan tetapi dalam kondisi seperti di atas, yakni membunyikan lonceng

bersamaan dengan makanan, sifat bunyi lonceng itu berubah menjadi stimulus yang

telah dikondisi, atau conditioned stimulus, dan respon yang diberikan menjadi

conditioned response. Apa yang terjadi dapat kita gambarkan sebagai berikut

makanan (S)..............................................air liur keluar (R)

lonceng berbunyi (S)..............tidak terjadi apa-apa

makanan (S)..........air liur (R)

bunyi lonceng

bunyi lonceng (CS)........................air liur (CR)

Di sini terjadi suatu proses belajar-mengajar. Anjing dapat diajar

mengeluarkan air liur dengan cara mengkondisi, atau conditioning. Cara belajar ini

banyak terdapat dalam kehidupan sehari- hari. Lampu lalu lintas merah - mobil

berhenti, lonceng sekolah berbunyi anak berkumpul, kita pulang dari sekolah -ingin

segera makan, jam menunjuk pukul delapan - anak kecil tidur.

Tokoh yang banyak pengaruhnya terhadap pengajaran di sekolah ialah

Edward L. Thorndike, yang menganut aliran connectionisme, yaitu hubungan antara

dua hal yang dikenal sebagai S-R bond. la melakukan penelitian dan percobaan

dengan binatang, dan berkat penelitian yang banyak itu yang jauh melebihi jumlah

percobaan oleh Pavlov, ia menemukan sejumlah "hukum belajar", antara lain

1. The Law of Exercise or Repetition. Makin sering S-R dilatih makin lama

hubungan itu bertahan, jadi latihan memperkmat hubungan S-R.

2. The Law of Effect. Hubungan S-R dipererat bila disertai rasa senang.

Masih ada lagi sejumlah hukum belajar lainnya, akan tetapi yang tersebut di

atas kiranya yang paling berguna bagi prose belajar.

Dalam proses belajar itu kita lihat pentingnya ulangan, disertai pujian untuk

membangkitkan semangat anak belajar. Mendapat pujian, merasa sukses, memberi

Page 63: asas asas-kurikulum(3)

dorongan belajar. Proses belajar rasanya mekanistis yang diatur oleh guru. Tak ada

tempat untuk "insight" atau tujuan yang bermakna. Manusia dipandang sebagai

kumpulan S-R. Makin banyak S-R dimilikinya, makin mampu ia menghadapi

berbagai situasi dalam hidupnya.

Dari pihak penganut behaviorisme lainnya ia mendapat kritik karena rasa

puas, rasa senang bukan kelakuan yang "observable" dan "measurable".

Apa yang dilakukan Pavlov disebut "classical conditioning ", mungkin inilah

bentuk conditioning yang paling tua. Conditioning oleh Thorndike disebut

"instrumental conditioning" karena S-R yang berhasil disertai oleh pujian sebagai

upah atau reinforcement. Memberikan respons yang tepat merupakan instrumental

untuk memperoleh pujian.

Seorang behavioris lain yang juga sangat berpengaruh ialah B.F. Skinner.

Ialah yang pertama membuat belajar berprograma dan mesin belajar. Pengaruhnya

sangat besar dalam perkembangan teknologi pendidikan dan di Indonesia PPSI,

prosedur pengembangan sistem instruksional. Alirannnya dikenal sebagai "operant

conditioning" yang sangat efektif melatih binatang dan juga bagi anak-anak. Ia

memandang guru sebagai arsitek dan pembangun kelakuan siswa. Baginya psikologi

adalah ilmu atau science kelakuan yang dapat diamati dan banyak kelakuan yang

terlihat. Belajar ialah perubahan kelakuan atau kemungkin-an kelakuan dan ini

tercapai melalui "operant conditioning"

"Operant conditioning" adalah proses belajar yang mengusahakan

mempertinggi kemungkinan timbulnya kelakuan tertentu. Dalam "operant

conditioning" organisme, termasuk manusia, harus melakukan sesuatu. Semua

kelakuan manusia adalah hasil "operant conditioning" atau "operant reinforcement".

Seorang berbuat sesuatu, karena diberi reinforcement. Misalkan seekor anjing

mengangkat kaki depannya dan sesaat kemudian diberi makanan (menjadi

reinforcement) maka timbul kemungkinan ia akan melakukannya kelak. Apa sebab

anjing itu mengangkat kaki tak dapat dipastikan sebelumnya. Akan tetapi sewaktu

kita bersiul, atau bertepuk tangan atau batuk, dan pada salah satu stimulus itu anjing

itu mengangkat kaki depannya seakan-akan memberi salam,

Page 64: asas asas-kurikulum(3)

maka kesempatan itu digunakan untuk memantapkannya dengan

memberi "reinforcement".

Jadi "reinforcement" tidak serentak dengan Respon, akan tetapi sesudahnya.

Mula-mula organisme, dalam hal ini anjing, membuat Respon yang diinginkan, lalu

diberi "reinforcement" berupa "upah atau "reward". "Reward" ini "mereinforce"

Respon, yang menyebabkan akan besar kemungkinan timbulnya Respon ini.

Respons itu menjadi alat atau instrumental guna memperoleh Reinforcement itu.

Apa yang dilakukan anjing itu disebut operan karena beroperasi terhadap

lingkungan dan menimbulkan konsekuensi tertentu, dalam hal ini mendapat upah.

Maka karena itu aliran Skinner ini disebut aliran "operant conditioning" yaitu

mengkondisi operant, juga dapat disebut "reinforcement conditioning" atau

mengkondisi "reinforcement".

Tujuan dapat dipecah menjadi bagian-bagian kecil. Tiap bagian, tiap langkah

dapat dicapai melalui "operant conditioning".

Skinner sangat berhasil dalam melatih binatang. Melalui langkah-langkah ia

dapat melatih binatang sampai tercapai kelakuan yang diinginkan. Bila dalam

langkah-langkah itu timbul yang tidak sesuai maka diabaikan saja, akan tetapi bila

timbul kelakuan yang cocok, maka dimantapkan dengan "reinforcement". Dengan

"operant conditioning" ini Skinner dapat membentuk kelakuan. Katanya "operant

conditioning shapes behavior as the sculptor shapes a lump of clay", "operant

conditioning" membentuk kelakuan seperti pematung membentuk segumpal tanah

Hat.

Manusia, menurut pendapatnya adalah mesin, sekalipun sangat kompleks, dan

tak mungkin dapat diciptakan manusia - kecuali dengan cara biologis. Akhir-akhir

ini mesin makin merupakan manusia dan dibentuk sesuai dengan manusia, akan

tetapi di lain pihak manusia ternyata lebih merupakan mesin, misalnya otak

dibandingkan komputer yang berisi modul.

Demikian pula kelakuan manusia dapat dikendalikan sehingga melakukan apa

yang telah dicondition.

Page 65: asas asas-kurikulum(3)

Mengenai pelajaran disekolah, Skinner melihat bahwa guru mengajar sangat

tidak efisien dan efektif. Bila binatang dapat dilatih dengan cara ilmiah apa sebab

cara itu tak dapat dimanfaatkan bagi pengajaran di sekolah. Maka ia menciptakan

belajar berprogamma. Bahan pelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang

dilatih langkah demi langkah dengan memberikan reinforcement langsung setelah

setelah tiap respons. Anak dapat melakukannya menurut kecepatan masing-masing.

Kritik Skinner tentang pengajaran di sekolah antara lain bahwa pelajaran tidak

disukai, jarak antara kelakuan dan reinforcement terlampau jauh, tidak ada langkah-

langkah yang sistematis menuju tujuan, dan reinforcement terlampau langka.

Teori Skinner ini sesuai dengan teknologi pendidikan, belajar kompetensi,

dan akuntabilitas pendidikan.

TEORI GESTALT

Dasar pokok aliran psikologi ini pertama kalinya dirumuskan Max

Wertheimer pada tahun 1912 yang berbunyi, " keseluruhan lebih dari jumlah

bagian-bagiannya." Kelebihan itu terjadi karena manusia cenderung melihat suatu

pola, organisasi, integrasi atau konfigurasi dalam apa yang dilihatnya. Konfigurasi

yang membentuk kebulatan keseluruhan itu disebut dalam bahasa Jerman Gestalt,

suatu istilah yang sukar diterjemahkan dan karena itu dipertahankan dalam semua

bahasa. Demikianlah lahir teori Gestalt, juga disebut teori organismik, dan teori

psikologi lapangan (field psychology).

Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka dalam buku " The Mentality of Apes"

(1925) dalam eksperimen menguji hipotesis Thorndike tentang "Trial-and-error",

yaitu bahwa dalam memecahkan suatu masalah, individu atau binatang akan

melakukan perbuatan-perbuatan secara acakan dan akhirnya secara kebetulan akan

dapat memecahkannya. Dalam percobaan dengan simpanse ternyata, bahwa

binatang itu memecahkan masalah secara tiba- tiba, karena, menurut Kohler, ia

mendapat "insight", pemecahan dalam hubungan unsur-unsur situasi itu.

Salah satu anggapan psikologi behaviorisma yang paling merusak ialah bahwa

dalam belajar, individu itu pasif, ia menerima stimulus dan memberi

Page 66: asas asas-kurikulum(3)

respons secara sereotip dan otomatis. Stimulus dianggap sebab dan respons

dianggap sebagai akibat. Manusia seperti mesin yang sangat baik desainnya yang

dapat dikendalikan. Siswa dapat dikendalikan oleh guru dengan bahan yang dipilih

pengembang kurikulum. Manusia dapat dikondisi menurut kemauan penguasa atau

masyarakat.

Kunci dalam psikologi Gestalt, ialah "insight". Belajar ialah mengembangkan

insight pada anak dengan melihat hubungan antara unsur-unsur situasi problematis

dan dengan demikian melihat makna baru dalam situasi itu. Belajar bukan sesuatu

yang pasif, dalam belajar siswa mempunyai tujuan, mengadakan eksplorasi,

menggunakan imajinasi dan bersifat kreatif, jadi jauh berbeda dengan psikologi

behavioristik yang memandang belajar sebagai mekanistik dan deterministik.

"Insight" ialah mula-mula adanya perasaan, "hunches" petunjuk yang samar-

samar tentang adanya pola, hubungan antara unsur-unsur suatu masalah, pada suatu

saat tiba-tiba menjadi terang. Bagaimana timbulnya " insight tak selalu, dan sering

dapat diverbalisasikan, dinyatakan dengan kata-kata, karena terjadinya dalam

lompatan pikiran dan intuisi. Simpanse memperoleh "insight" dan tentu tak dapat

membahasakannya. "Insight" adalah jawaban atau hipotesis sementara, yang

mungkin benar atau tidak. Kebenarannya masih perlu diuji.

Guru tak dapat memberi " insight", walaupun dapat membantu, murid

sendirilah yang harus menemukannya sendiri menurut pikirannya sendiri, menurut

makna yang dilihatnya dalam situasi itu. "Insight" belum berarti memahami suatu

masalah sepenuhnya, akan tetapi hingga batas tertentu. "Insight" juga belum dapat

digeneralisasi. Untuk itu jumlahnya harus cukup banyak dengan pengalaman yang

kaya. Generalisasi yang diperoleh sering dirumuskan dalam bentuk " Jika maka Bila

tercapai generalisasi maka dapat digunakan atau ditransfer dalam situasi lain yang

pada prinsipnya menunjukkan persamaan. Namun transfer tidak dengan sendirinya

akan terjadi, walaupun prinsip itu telah dipahami sepenuhnya. Seorang sarjana dapat

bersifat ilmiah dalam bidangnya, misalnya fisika, akan tetapi dalam bidang sosial

yang tidak bertindak ilmiah, bahkan percaya akan mistik dan superstisi. Atau ia

tidak mengenal situasi dalam hubungannya dengan prinsip itu,

Page 67: asas asas-kurikulum(3)

atau ia tak mau, atau tak sanggup menerapkannya, misalnya ia tahu harus

berkorban untuk sesama manusia, namun ia lebih memperhatikan kepentingannya

sendiri.

Transfer dapat terjadi bila terbuka kesempatan untuk menerapkannya dalam

situasi yang dilihatnya sebagai kesempatan dan ada hasrat untuk menggunakannya.

Membantu siswa memperoleh generalisasi dapat dilakukan dengan tiga cara.

Pertama: Guru merumuskannya, menjelaskannya dan kemudian menyuruh siswa

menerapkannya. Kedua : Guru memberi latar belakang secukupnya, dan segera bila

siswa merasakan ia memahaminya, ia disuruh mengaplikasikannya. Ketiga : Guru

memberi latar belakangnya, siswa disuruh menemukan generalisasinya, lalu

merumuskannya. Ternyata, bahwa metode kedua lebih efektif dalam transfer.

Kurt Lewin (1890-1947), juga penganut teori keseluruhan, adalah pionir

psikologi lapangan atau field psychology. Untuk memahami seseorang, kita harus

mengetahui segala sesuatu tentang dirinya, buah pikirannya, prinsip-prinsipnya,

konsep diri dan apa saja yang dapat mengidentifikasi dirinya. Dengan lapangan

psikologis dimaksud situasi psikologis di mana ia berada. Psikologi ini disebut juga

psikologi lapangan kognitif Kognitif berasal dari " cognoscere" (Latin) artinya

mengenal tentang bagaimana cara orang memahami dirinya dan lingkungannya, dan

bagaimana ia menggunakan kognisinya dalam tindakannnya terhadap lingkungan

atau "life-space"nya dengan segala faktor yang terdapat didalamnya.

Menurut teori lapangan, belajar adalah proses interaksional, dalam mana

individu memperoleh "insight" baru atau modifikasi yang lama. Belajar ialah

modifikasi life-space, yang meliputi tujuan seseorang, hal-hal yang ingin

dielakkannya, halangan antara dirinya dengan tujuan, jalan yang mungkin

ditempuhnya dan sebagainya. Bagi guru, makin dikenalnya life-space siswa, makin

dapat ia meramalkan kelakuan siswa itu dan dengan demikian makin dapat ia

memberi bantuan.

Page 68: asas asas-kurikulum(3)

John Dewey yang juga termasuk penganut teori Gestalt, organismik atau teori

lapangan kognitif, memandang berpikir sebagai proses reflektif yang pack dasarnya

tak berbeda dengan berpikir ilmiah. Dalam cara berpikir ini digabungkan proses

induktif, pengumpulan data, dan proses deduktif, mencari, menganalisis, dan

menguji hipotesis. Bedanya dengan proses ilmiah ialah, bahwa dalam pemikiran

reflektif tidak digunakan laboratorium sehingga dapat digunakan dalam pemecahan

segala macam masalah termasuk masalah sosial. Langkah-langkah dalam

pemecahan masalah menurut Dewey telah cukup terkenal:

1. Mengenal dan merumuskan masalah. Masalah timbul bila terdapat perbedaan

atau pertentangan antara tujuan-tujuan, antara data, dan sebagainya.

2. Merumuskan hipotesis itu, yaitu kemungkinan jawaban dalam bentuk

generalisasi yang ditemukan sendiri, yang harus diuji kebenarannya. Pada

dasarnya, semua generalisasi merupakan hipotesis yang senantiasa perlu diuji

kebenarannya. Hipotesis itu berkisar antara dugaan berdasarkan informasi

minimal sampai prinsip atau hukum dengan verifikasi yang tinggi tarafaya.

3. Menyelidiki implikasi hipotesis dengan mengumpulkan data atau pengetahuan.

4. Mentes hipotesis dengan menguji implikasi atau konsekuensi hipotesis

berdasarkan data atau pengalaman.

5. Mengambil kesimpulan, yakni menerima hipotesis, menolaknya,

memodifikasinya, atau menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada belum

dapat diambil kesimpulan.

Prinsip-prinsip belajar menurut teori Gestalt.

1. Belajar itu berdasarkan keseluruhan

Keseluruhan lebih dari jumlah-jumlah bagian. Bagian-bagian hanya

mengandung arti dalam hubungannya dengan keseluruhan. Mengubah bagian akan

mengubah juga keseluruhannya. Sebuah kalimat lebih berarti daripada jumlah kata-

kata atau hurufnya.

Kata-kata dalam kalimat dapat dipahami dalam hubungannya dalam kalimat

itu. Mengubah atau menghilangkan suatu kata akan mengubah arti seluruh kalimat

itu. Kalimat itu sendiri baru diketahui artinya dalam hubungannya dengan

Page 69: asas asas-kurikulum(3)

keseluruhan karangan atau cerita. Musik yang dimainkan oleh suatu orkes

berbeda sekali dengan jumlah lagu-lagu yang dimainkan .oleh setiap pemain satu

per satu.

Bagian-bagian hanya berarti dalam hubungannya dengan keseluruhan. Fakta-

fakta yang lepas tidak mengandung arti dan karena itu mudah dilupakan. Menghapal

peristiwa-peristiwa atau tahun-tahun dalam sejarah atau nama-nama dan hasil bumi

dalam mata pelajaran IPS tak berapa faedahnya, bila kita tidak memahami

hubungannya dengan keseluruhan yang lebih luas.

Demikian pula pendidik-pendidik modern berpendapat bahwa mata pelajaran-

mata pelajaran yang lepas-lepas kurang manfaatnya sebab tidak berdasarkan atas

keseluruhan ini. Itu sebabnya maka orang berusaha untuk mengadakan hubungan

antara berbagai mata pelajaran yang disebut korelasi antara mata pelajaran, malahan

dapat juga meniadakan segala batas-batas antara mata pelajaran- mata pelajaran

dengan meng-mtegrasi-kannya.

Yang diberikan ialah masalah atau pokok yang luas yang harus dpecahkan

oleh anak-anak. Dalam menyelesaikannya mungkin sekali anak-anak mempelajari

hal-hal berkenaan dengan sejarah, ilmu hayat, kesenian dan sebagainya, akan tetapi

apa saja yang dipelajari, tidak merupakan fakta-fakta terlepas, melainkan senantiasa

sebagai bagian dalam hubungan yang lebih luas. Pengajaran serupa ini lazim disebut

pengajaran "unit" atau pengajaran proyek. Prinsip keseluruhan ini ternyata

mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kurikulum, baik mengenai isinya

maupun mengenai organisasinya.

2. Anakyang belajar merapakan keseluruhan

Sekolah yang tradisional bertujuan : menyampaikan kultur atau kebudayaan

kepada murid-murid dengan jalan menumpukan sejumlah pengetahuan ke dalam

ingatan anak dengan harapan, bahwa ia akan menggunakannya kelak bila ia telah

dewasa Pengajaran serupa ini sering disebut intelektualistis, sebab dititik-beratkan

pada pendidikan intelek atau dalam kebanyakan hal sebenarnya pada pendidikan

ingatan saja. Tetapi anak itu tidak hanya mempunyai intelek saja, ia seorang pribadi,

suatu keseluruhan yang menghadapi situasi-situasi bukan hanya secara intelektual,

Page 70: asas asas-kurikulum(3)

melainkan juga secara emosional, sosial, dan jasmaniah. Bila Icita

Page 71: asas asas-kurikulum(3)

mengajarkan IPS misalnya, kita dapat berusaha, sehingga anak itu mengerti akan

bahan pelajaran itu. Akan tetapi di samping.itu murid itu mungkin juga belajar benci

akan gurunya atail kepada pelajaran itu atau kepada segala sesuatu yang berbau

pelajaran sekolah. Mengenai pendidikan intelektual mungkin kita mencapai hasil

yang baik, akan tetapi dalam pendidikan emosinya kita gagal.

Sebab itu, dalam pengajaran modern, orang bukan hanya mengajarkan

berbagai mata pelajaran, akan tetapi mengutamakan tujuan mendidik si anak,

membentuk seluruh pribadinya anak seutuhnya.

Dalam pada itu, anak itu tidak hanya dipandang sebagai murid sekolah saja;

pribadi anak tidak dapat dilepaskan dari kehidupannya di luar sekolah, di rumah,

dan di lingkungan sekitarnya. Suasana sekolah sedapat-dapatnya diselaraskan

dengan suasana rumah. Sekolah hendaknya dijadikan bukan hanya tempat anak

mempelajari berbagai-bagai ilmu, akan tetapi juga tempat mereka hidup dan belajar

hidup. Kurikulum di sekolah disesuaikan dengan apa yang diperlukan anak bagi

kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian dicegah adanya jurang yang sering

terdapat antara sekolah dengan kehidupan di luar sekolah untuk mencapai integrasi

pribadi murid.

3. Belajar berkat "insight"

Teori asosiasi mementingkan ulangan dan pembiasaan dalam proses belajar.

Belajar serupa ini bersifat mekanis. Teori organisme. memandang "insight",

pemahaman atau tilikan sebagai syarat mutlak dalam hal belajar. Dengan "insight"

dimaksud suatu saat dalam proses belajar, sewaktu seseorang melihat atau mendapat

pengertian tentang seluk-beluk sesuatu, atau melihat hubungan tertentu antara

unsur-unsur dalam suatu situasi yang mengandung suatu problema atau kepelikan.

Dalam percobaan oleh Kohler dengan simpansi, binatang itu berhasil

menyambungkan dua kerat bambu untuk meraih pisang yang diletakkan di luar

kandangnya. Pada saat kera itu melihat hubungan antara unsur-unsur dalam situasi

yang problematis itu, (yakni antara unsur-unsur bambu, dirinya, jeruji, pisang) ia

memperoleh "insight" atau suatu "Aha Erlebnis".

Page 72: asas asas-kurikulum(3)

Hal yang demikian terjadi juga pada manusia yang menghadapi situasi yang

mengandung kesulitan dan sering secara tiba-tiba memahami seluk-beluk situasi itu,

setelah ia mendapat "insight". Pemahaman tidak diperoleh semata-mata dengan

jalan mengulangulangi dan latihan-latihan seperti pada teori asosiasi. Apa

sebenarnya "insight" ini belum dapat dijelaskan sepenuhnya.

Bagi pembinaan kurikulum, prinsip "insight" ini berarti bahwa anak-anak

harus dihadapkan kepada masalah-masalah, dalam bentuk proyek atau unit yang

mengandung problema-problema yang harus dipecahkan.

4. Belajarberdasarkanpengalaman

Belajar memberi hasil yang sebaiknya-baiknya bila didasarkan pada

pengalaman. Pengalaman ialah suatu interaksi, yakni aksi dan reaksi, antara individu

dengan lingkungan. Individu menjalani pengaruh lingkungan, jadi ada aksi dari

lingkungan terhadap individu, akan tetapi sebaliknya individu juga bereaksi

terhadap pengaruh lingkungan itu. la berbuat sesuatu, yakni memper-timbangkan,

mengolah, memikirkan pengaruh lingkungan itu. Bila seorang anak kena api, maka

hal itu suatu kejadian atau peristiwa dan belum merupakan suatu pengalaman.

Kejadian itu akan menjadi pengalaman, apabila anak itu mengolahnya,

menghubungkannya dengan pengalaman yang sudah, mentafsirkannya, dan

mengambil kesimpulan, bahwa api itu sesuatu yang berbahaya yang dapat

menimbulkan rasa sakit, sehingga ia dapat menentukan sikapnya dan dapat menjaga

diri terhadap api kelak. Berkat pengalaman itu ia belajar, kelakuannya berubah,

artinya bahwa ia bertindak lebih efektif dan serasi dalam menghadapi situasi-situasi

hidupnya.

Anak itu mula-mula akan memandang api sebagai sesuatu yang berbahaya,

akan tetapi berdasarkan pengalaman-pengalaman lain ternyata bahwa api itu tidak

selalu berbahaya, akan tetapi banyak sekali manfaatnya dan memberi kesenangan

kepada manusia. Pengalaman pertama rupanya tidak benar seluruhnya dan .karena

itu harus dirombak, direorganisasi atau disusun kembali. Belajar ialah reorganisasi

pengalaman-pengalaman yang lampau yang ternyata tidak Iengkap, tidak sempurna.

Oleh sebab tidak ada pengetahuan dan pengalaman kita yang

Page 73: asas asas-kurikulum(3)

sempurna, kita harus senantiasa mereorganisasi pengalaman kita selama kita

hidup.

Pendapat lama dan teori-teori yang lampau sering harus disempurnakan atau

diganti dengan yang baru ternyata lebih balk daripada yang sudah-sudah. Manusia

senantiasa membuat penemuan baru dan mereorganisasi pengetahuan yang lama dan

dengan demikian memperluas kebudayaan dunia. Manusia terus belajar dan tak

akan kunjung selesai meningkatkan pengetahuannya.

Belajar itu baru timbul bila seseorang menemui suatu situasi baru, suatu soal,

kesulitan atau problema. Dalam menghadapinya ia akan menggunakan segala

pengalamannya yang sudah-sudah. Jika dengan pengalaman-pengalaman itu ia

sanggup mengatasinya, tidak akan timbul proses belajar. Ia sekedar menggunakan

pengalaman yang lampau itu. Tetapi bila ternyata bahwa penga lamannya yang ada

tidak cukup untuk mengatasinya, ia akar, mengalami semacam frustrasi.

keseimbangannya terganggu, lalu ia mencoba mencari jalan untuk memecahkan soal

itu. Di antara percobaaan itu ada yang tak berhasil, itu dikesampingkannya.

Percobaan itu dilanjutkannya jadi proses belajar berlangsung tertr sarapai kesulitan

itu diatasinya.

Di sini pun kita lihat, seperti dianjurkan oleh penganut-penganut prinsip-

prinsip belajar yang telah tersebut di atas betapa perlunya diusahakan, agar

kurikulum itu berupa problema-problema yang dihadapkan kepada anak-anak untuk

dipecahkannya agar ia belajar.

5. Belajar ialah suatu proses perkembangan

Manusia ialah suatu organisme yang tumbuh dan berkembang menurut cara-

cara tertentu. Kita tak dapat mengajarkan segala sesuatu yang kita kehendaki. Anak-

anak baru dapat mempelajarinya dan mencernakannya, bila ia telah matang untuk

bahan pelajaran itu. Kita ketahui, bahwa kepada anak-anak kelas satu SD belum

dapat diberikan teori-teori tentang listrik atau tata negara, karena mereka belum

matang untuk itu.

Kesiapan anak untuk mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh

kematangan atau taraf pertumbuhan batiniah, tetapi juga dipengaruhi oleh

Page 74: asas asas-kurikulum(3)

lingkungan, yakni oleh pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh anak

itu. Misalnya kesiapan untuk membaca akan lebih cepat terdapat pada anak-anak

yang telah berkenalan dengan buku-buku bergambar di rumah atau yang sering

dibacakan cerita-cerita dari buku oleh ibu bapaknya, sebelum ia menginjak sekolah,

daripada anak-anak yang tidak pernah memperoleh pengalaman-pengalaman dengan

buku. Jadi tak perlu kita hanya menunggu-nunggu saja. Kita dapat menciptakan

situasi- situasi dan lingkungan bagi anak yang dapat mempercepat atau

membangkitkan kesiapannya untuk mempelajari sesuatu.

Dalam hal ini tak semua anak sama. Anak-anak berbeda pengalaman dan

kematangannya, sekalipun umurnya sama. Perbedaan individual ialah suatu prinsip

yang harus dipikirkan dalam pembinaan kurikulum Memaksakan semua anak

mempelajari bahan yang sama tidak dapat dipertahankan. Karena itu kurikulum

harus disusun sedemikian, sehingga sedapat mungkin dapat disesuaikan dengan

perbedaan individual, baik mengenai kuantitas maupun kualitasnya. Anak yang

pandai harus diberi kemungkinan menyelesaikan lebih banyak pelajaran daripada

anak yang kurang pandai dan anak-anak harus dapat mengembangkan bakatnya

dalam berbagai lapangan.

6. Belajar ialah proses yang kontinu

Anak-anak tidak hanya belajar di sekolah, akan tetapi juga di luar sekolah.

Mereka memperoleh juga pengalaman-pengalaman berkat radio, surat kabar,

majalah, pergaulan di rumah, perkumpulan pemuda, kepanduan, bioskop,

permainan, dan sebagainya. Malahan kerapkali hal-hal yang dipelajari dengan tak

sengaja di luar sekolah dan sebelum bersekolah lebih mendalam lagi, oleh sebab

tujuan- tujuan yang mereka kejar di situ lebih menarik, lebih memuaskan, lebih

menyenangkan dan sesuai dengan kebutuhannya daripada tujuan-tujuan yang

ditentukan dan sering dipaksakan oleh sekolah. Lagi pula di luar mereka banyak

memperoleh pengalaman- pengalaman langsung atau first-hand experiences.

Mereka tidak bicara tentang padi, ikan, layang-layang dan sebagainya, akan

tetapi mereka turut memotong padi, mereka menangkap ikan di sungai, mereka

membuat dan bermain layang- layang dan sebagainya. Di sekolah mereka

kebanyakan membaca dan mendengarkan saja. Kurikulum yang modern

Page 75: asas asas-kurikulum(3)

menyesuaikan pelajaran sekolah dengan kehidupan, permainan, kesukaan, dan minat

anak di luar sekolah. Apa yang dahulu dianggap sebagai aktivitas extrakurikuler,

yakni aktivitas anak di luar pelajaran seperti perkumpulan sekolah, hobby anak-

anak, kepanduan dan Iain-lain, dimasukkan oleh sekolah ke dalam kurikulum, jadi

menjadi tanggung jawab sekolah.

Kontinuitas juga diusahakan dengan meniadakan tinggal kelas. Anak yang

tinggal kelas tidak kontinu pelajarannya oleh sebab ia harus mengulangi bahan yang

sama selama satu tahun. Kurikulum hendaknya disusun sedemikian, sehingga tiap

anak terus maju sesuai dengan kecepatannya masing-masing.

Kontinuitas harus pula ada dalam pelajaran sekolah rendah, menengah, dan

tinggi. Seperti anak main dari kelas yang satu ke kelas berikutnya, demikian pula

anak itu harus pula maju dari sekolah rendah ke sekolah menengah dan seterusnya.

Pertanyaan timbul, apakah Sekolah Dasar harus terpisah benar-benar dari SMP dan

sekolah ini harus terpisah pula dari SMA ? Apakah tidak dapat disatukan sekolah-

sekolah itu seluruhnya menjadi sekolah dari kelas 1 sarnpai kelas 12 ?

Kontinuitas akan terganggu pula apabila pelajaran di sekolah berlainan atau

bertentangan dengan norma-norma yang diajarkan di rumah. Maka timbullah

konflik dalam diri si murid. Ia harus berpegang pada dua macam norma. Apa yang

dipelajarinya di sekolah tidak dapat dilangsungkan dan dipraktikkan di rumah. Itu

sebabnya sekolah harus mengenal keadaan, kebiasaan, adat-istiadat di rumah anak.

Sekolah harus bekerja sama dengan rumah dan badan-badan lain dalam masyarakat

sehingga semuanya turut serta membantu perkembangan anak yang harmonis.

Sekolah modern mengajak orang tua agar turut serta dalam menentukan

kurikulum. Dari orang tua sungguh dapat diterima saran-saran yang baik sekali

untuk dipertimbangkan oleh staf guru-guru agar dimasukkan ke dalam kurikulum.

Sering pula orang tua diminta bantuannya untuk turut melaksanakan kurikulum.

7. Belajar lebih berhasil bila dihuhungkan dengan minat keinginan dan tujuan

anak.

Page 76: asas asas-kurikulum(3)

Hal ini tercapai apabila pelajaran itu langsung berhubungan dengan apa

yang diperlukan murid-murid dalam kehidupannya sehari-hari atau apabila

mereka tahu dan menerima tujuannya. Seorang murid yang berbakat dan ingin

menjadi penyanyi akan giat mempelajari teori musik, oleh sebab sesuai dengan

tujuannya, sekalipun teori musik itu sendiri kurang menarik. Akan tetapi dalam

hubungannya dengan cita-cita anak itu, usaha itu mengandung arti baginya. la

memahami tujuan pelajaran itu, ia yakin akan ada faedahnya bagi kehidupannya

dan karena itu ia giat belajar. Dikatakan bahwa anak itu didorong oleh motivasi

yang intrinsik, sebab ia ingin mencapai tujuan yang terkandung dalam pelajaran

itu sendiri.

Kita dapat mengajarkan kepada anak-anak hal-hal tentang bermacam-macam

penyakit yang kemudian ditanyakan pada ulangan. Tujuan anak ialah mencapai

angka yang baik. Atau barangkali ia belajar karena takut kepada guru, takut tinggal

kelas, atau ingin menyenangkan hati orang tuanya. Anak seperti ini didorong oleh

motivasi yang ekstrinsik sebab ia mengejar tujuan, yang sebenarnya letak di luar

pelajaran itu. Lain halnya kalau di suatu daerah berjangkit penyakit, lalu anak-anak

belajar betul-betul untuk mengetahui seluk-beluk penyakit itu agar dapat menjaga

diri terhadap penyakit itu. Motivasi yang intrinsik ini tentu lebih baik hasilnya. Di

sekolah yang menginsafi hal ini, kurikulum sedapat mungkin disesuaikan dengan

minat kebutuhan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh anak-anak.

Pelajaran diberikan dalam bentuk unit atau proyek yang berkenaan dengan

masalah-masalah yang dihadapi oleh anak-anak. Proyek itu dibicarakan dan

dirundingkan bersama oleh guru dan murid-murid agar mereka lebih jelas

memahami tujuan dan faedahnya. Di sini anak-anak turut serta menentukan

kurikulum.

Kurikulum di sekolah yang tradisional sepenuhnya ditetapkan oleh pihak

atasan. Murid-murid tidak diajak berunding dan mereka harus menerimanya, kerap

kali tanpa melihat faedah yang langsung bertalian dengan tujuan dan minatnya. Di

sini kebanyakan digunakan motivasi ekstrinsik; anak-anak dipaksa

Page 77: asas asas-kurikulum(3)

belajar dengan macam-macam hukuman dan pujian dengan angka-angka dan

ujian-ujian.

Kalau di atas dikatakan, bahwa anak-anak diajak turut berunding, bahwa

kurikulum disesuaikan dengan minat dan tujuan anak, ini sekali-kali tidak berarti

bahwa seluruh kurikulum semata-mata ditentukan oleh keinginan anak saja. Cara ini

memang pernah diadakan pada sekolah progresif yang child-centered, atau berpusat

pada keinginan anak melulu dan mengalami kesulitan-kesulitan. Ada hal-hal yang

mungk in kurang disukai oleh anak-anak namun hams mereka pelajari karena

tuntutan masyarakat. Anak-anak tidak mengenal tujuan pendidikan dan karena itu

tidak mungk in mengetahui apakah yang juga perlu bagi mereka. Memperturut

keinginan anak saja tidak menjamin usaha yang efektif ke arah tujuan pendidikan.

Akan tetapi ini tidak berarti pula bahwa keinginan dan kebutuhan anak harus

diabaikan begitu saja. Membina kurikulum yang baik ialah suatu hasil usaha

bersama antara pihak atasan dengan guru-guru, murid-murid orang tua serta badan-

badan lain dalam masyarakat.

Di sini akan kami berikan lagi beberapa teori belajar yang terkenal, yang turut

mempengaruhi kurikulum dan proses belajar mengajar, antara lain apersepsi

Herbart, belajar sosial Bandura, konseptualisme Bruner, dan konsis belajar Gagne.

TEORI APERSEPSI HERBART

J.F. Herbart (1776-1841) pengganti filsuf Jerman terkenal Immanuel Kant

tahun 1841, dapat dipandang sebagai tokoh pertama psikologi belajar modern yang

menyimpang dari teori ilmu jiwa daya. Pengaruh Herbart dalam abad dua puluh

sangat besar. Buah pikirannya mendominasi pendidikan guru dan pendidikan

umumnya di Amerika Serikat dan bagian lain dunia ini dan hingga sekarang idenya

masih banyak digunakan, walaupun tidak di bawah namanya. Secara teoretis

namanya telah lenyap dari dunia psikologi dewasa ini, namun dalam praktik apa

yang dikemukakannya masih berlaku.

Herbart terkenal karena konsep appersepsi yang dikemukakannya. Apersepsi

ialah proses asosiasi antara ide atau Vorstellung yang baru dengan yang lama yang

tersimpan dalam bawah sadar individu. Setiap ada masuk persepsi baru

Page 78: asas asas-kurikulum(3)

maka ia disambut oleh yang lama. Ide yang lama berlomba kekuatan untuk

memasuki alam sadar untuk menyambut ide baru. Bila seorang melihat kapal

terbang misalnya, maka mungkin akan timbul ide burung, atau perjalanan yang

pernah dilakukan ke luar negeri, atau kemajuan teknologi, entah yang mana

bergantung pada kekuatan ide yang disimpan atau bahan persepsi yang tersedia.

Persepsi atau pengamatan diperoleh dari lingkungan melalui alat-dria. Melalui

asosiasi diperoleh ide yang sederhana, yang menjadi lebih kompleks melalui

asosiasi selanjutnya. Penggabungan ide-ide dapat dibandingkan dengan proses

kimiawi atau "mental chemistry".

Sebelumnya, John Locke (1632-1704) telah mengemukakan teori "tabula

rasa" yang mengatakan bahwa "otak" (mind) manusia semulanya waktu lahir, masih

kosong seperti papan tulis bersih. Akan tetapi perangsang, pengalaman dari luar,

mengisi mind itu. Apa saja yang diketahui manusia datangnya dari luar diri orang

itu. Dalam "otak" itu terjadi hubungan atau asosiasi antara ide-ide.

Masalah asosiasi telah dikemukakan Aristoteles pada abad ke-4 SM.

Dikatakannya bahwa asosiasi cenderung terjadi antara hal-hal yang tampil

bersamaan (kontiguitas), yang datang berurutan (suksesi), yang mempunyai

persamaan anti (similaritas) dan yang berlawanan (kontras).

Menurut Locke ide-ide itu pasif. Herbart sebaliknya, berpendapat bahwa ide-

ide itu aktif, dinamis, mempunyai kekuatan untuk bergabung, jadi berlomba untuk

bergabung dengan ide baru yang masuk. Akan tetapi manusia itu sendiri pasif, dan

hanya merupakan wadah tempat asosiasi itu berlangsung. Jadi "mind" itu adalah

isinya. Ide mempunyai kekuatan bergabung atau menolak bergabung, ada afmitas

menarik atau menolak, misalnya "murid" dan "guru" akan saling menarik, akan

tetapi "murid" dan "ramalan cuaca" mungkin tidak.

Bagi Herbart semua persepsi pada hakikatnya apersepsi, oleh setiap persepsi

cenderung akan bergabung dengan bahan yang telah ada. Tanpa pengalaman yang

ada, suatu pengamatan atau ide tak ada artinya dan tak akan diperdulikan.

Sebaliknya ide yang telah tersimpan, akan tetapi tak mempunyai kesempatan

bergabung lambat laun akan lenyap dengan sendirinya.

Page 79: asas asas-kurikulum(3)

Herbart percaya, bahwa ide yang baik akan menghasilkan kemauan yang baik

dan perbuatan yang baik. Jadi kemauan bergantung pada pikiran. Tugas guru ialah

memberikan buah pikiran yang baik agar anak berbuat yang baik. Tujuan

pendidikan, menurut Herbart ialah mendidik anak menjadi manusia yang bermoral

baik. Seni mengajar ialah menyajikan buah pikiran yang dapat digunakan siswa

sepanjang hidupnya. Guru dapat dipandang sebagai "arsitek" dan pembangunan

"mind" dan demikian pula watak siswa.

Minat sangat dipentingkan, pelajaran harus dibuat menarik dan ini tercapai

dengan metode mengajar yang baik, didukung oleh bahan apersepsi yang banyak.

Apa yang disebut apersepsi, sekarang diberi nama "entry behavior".

Walaupun teori Herbart ini menunjukkan kelemahan karena terlampau

menonjolkan peranan guru, banyak pula sumbangannya kepada pendidikan, antara

lain:

- la telah mengecam teori ilmu-jiwa daya.

- la menekankan pendekatan psikologis dalam belajar-mengajar dan

mengemukakan metode mengajar yang dapat dipertanggungjawabkan.

- Pendidikan guru menjadi usaha yang penting.

- la mengemukakan pentingnya minat siswa dalam proses belajar.

- la juga membuka jalan untuk mengadakan penelitian dan eksperimen ilmiah

mengenai proses belajar-mengajar.

Metode mengajar yang dikemukakan oleh Herbart dan kawan-kawan yaitu

kelima langkah itu, sudah cukup terkenal, yakni :

1. Persiapan. Guru mengingatkan siswa tentang pengalaman atau pelajaran yang

lampau agar ide-ide yang relevan timbul dalam kesadaran siswa.

2. Penyajian. Guru menyajikan fakta baru, mungkin melalui demontrasi tentang

pokokyangdibicarakan.

3. Berbandingan dan abstraksi. Jika guru melakukan kedua langkah di atas dengan

baik, siswa akan melihat kesamaan ide yang baru dengan yang telah diketahui,

maka terjadi asosiasi antara yang baru dengan yang lama. Dengan abstraksi

dimaksud melihat unsur-unsur persamaan.

Page 80: asas asas-kurikulum(3)

4. Generalisasi. Pack langkah ini siswa mencoba memberi nama kepada kedua

pasangan fakta atau ide sebagai suatu prinsip.

5. Aplikasi. Prinsip yang baru ditemukan itu diterapkan untuk menjelaskan fakta

lain untuk memecahkan soal lain. Guru dapat meminta siswa untuk menjelaskan

gejala, fakta, atau masalah lain.

Walaupun metode ini telah kolot, belum banyak guru yang menerapkannya

sepenuhnya. Sering guru hanya menjelaskan sesuatu, kadang-kadang ada yang

membangkitkan pengetahuan yang relevan yang telah dimiliki siswa, atau dengan

istilah sekarang, mengadakan pre-test. Tak banyak pula guru yang memberi ke-

sempatan kepada siswa untuk merumuskan generalisasi dalam bentuk suatu prinsip

dan seterusnya menyuruh siswa untuk menerapkannya dalam situasi lain. Jika

pendidikan kita masih berpusat pada guru, maka metode Herbart masih dapat

membantu guru.

PSIKOLOGI KOGNITIF JEROME BRUNER

Jerome Bruner (1915- ) menjadi sangat terkenal dalam dunia pendidikan,

setelah Sputnik, sewaktu Amerika Serikat mencari kurikulum baru untuk mengejar

ketinggalan dalam pendidikan dibanding dengan Uni Sovyet. Bruner

mengumpulkan ilmuwan yang paling terkemuka yang bersama dengan ahli

pendidikan menyusun buku pelajaran baru dengan proses belajar-mengajar yang

baru pula.

Ada dua prinsip penting yang dikemukakan dalam tulisannya, yakni

1. perolehan pengetahuan adalah proses aktif

2. individu secara aktif merekonstruksi pengalamannya dengan menghubungkan

pengetahuan baru dengan "internal modal" atau struktur kognitif yang telah

dimilikinya.

Dalam proses belajar, anak itu partisipan aktif, ia memilih dan

mentransformasi informasi. Tiap orang membentuk suatu model berstruktur tentang

dunia. Ia melihat dunia dengan caranya sendiri. Model itu memungkinkannya untuk

meramalkan, menginterpolasi, mengekstrapolasi. Dengan intrapolasi dimaksud

mengubah pandangan dengan mengaplikasi

Page 81: asas asas-kurikulum(3)

pengetahuan baru. Ekstrapolasi ialah mengangkat informasi pada taraf yang

melebihi taraf sekadar informasi.

Menurut Bruner, kita melihat dunia ini bukan seperti melihatnya pada cermin,

akan tetapi sebagai konstruk atau model dengan mengorganisasi informasi dalam

bentuk yang lebih umum, sehingga dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Model

itu bukan sekadar kumpulan informasi, akan tetapi jauh melebihinya. Adanya model

itu timbul karena adanya kemampuan manusia untuk mendiskriminasi, melihat

persamaan dan membentuk konsep atau kategori.

Belajar ialah memperoleh informasi, yang bersamaan atau yang bertentangan

dengan yang ada, mentransformasinya, yaitu memanipulasinya dengan intrapolasi

dan ekstrapolasi, agar sesuai dengan tugas yang dihadapi, dan mengecek

keserasiannya dengan tugas. Untuk ini diperlukan pertimbangan dan penilaian.

Pendekatan Bruner disebutnya "konseptualisme instrumental" berdasarkan

dua segi proses kognitif, yakni.

1. manusia mengkonstruksi model pada dirinya tentang dunia realitas, dan ia

mengenal dunia berdasarkan model itu.

2. model itu semula diadopsi, diterima dari kebudayaannya, kemudian

mengadopsi, menyesuaikannya bagi keperluan dirinya. Persepsi pada hakikatnya

proses konstruktif, mengkategorisasi informasi atau mengangkat informasi pada

taraf kategori. Karena itu manusia tidak pasif, juga tidak reaktif, melainkan aktif

Perkembangan menurut Bruner melalui tiga fase, yakni fase "enactive, iconic,

dan symbolic". Anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan

atau ke belakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat

temannya bermain), ini fase "enactive". Kemudian pada fase "iconic", ia

menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan, dan akhirnya ia menggu-nakan

bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan. Ini fase "symbolic".

Page 82: asas asas-kurikulum(3)

Menurut Bruner, sekolah didirikan masyarakat sebagai alat untuk

meningkatkan kemampuan intelektual anak. Bagaimanakah pendidikan melakukan

tugas itu ?

1. Menerjemahkan teori menjadi struktur yang dapat dipahami anak melalui dialog

antara guru dan anak.

2. Mengembangkan rasa kepercayaan pada siswa akan kemampuannya

memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan mentalnya.

3. Membimbing siswa agar ia sendiri dapat mempelajari berbagai macam bahan

pelajaran atau memecahkan masalah yang dirumuskannya sendiri.

4. Menggunakan kemampuan mentalnya secara ekonomis dengan mencari

relevansi dan memahami struktur bahan yang dipelajarinya.

5. Memupuk kejujuran intelektual.

Dalam mempelajari ilmu pengetahuan ialah mempelajari disiplin ilmu.

Walaupun isinya berguna, namun yang lebih penting ialah mempelajari cara

berpikir dalam disiplin ilmu itu, cara ilmu itu memecahkan masalah.

Mengenai proses belajar-mengajar Bruner memberikan beberapa petunjuk :

1. Memberi pengalaman agar siswa belajar bagaimana cara belajar, bagaimana cara

memecahkan masalah.

2. Menstruktur pengetahuan, mengusahakan agar siswa memahami struktur

pelajaran. Memahami berarti dapat menghubungkannya dengan berbagai hal

lain. Kita tak dapat mengajarkan segala sesuatu, namun kita dapat menga-jarkan

prinsip-prinsipnya yang pokok, yang disebut strukturnya.

3. Urutan penyajian bahan dapat dilakukan dari yang sederhana sampai yang lebih

abstrak. Tiap pengetahuan dapat disajikan dalam bentuk yang sederhana yang

dapat dipahami anak pada tingkat usianya. Kepada anak dapat diajarkan tentang

komputer, statistik, dalam bentuk yang benar dan jujur, misalnya dengan taraf

enactive, kemudian iconic, dan akhirnya symbolic.

Suatu konsep, prinsip, atau masalah pokok tidak dapat dipahami segera, bahkan

ada yang tidak kunjung dipahami sepenuhnya, akan tetapi berangsur-angsur

makin dipahami. Bahan serupa itu dapat diajarkan di SD, SMP, SMA, bahkan

selanjutnya di Perguruan Tinggi. Kurikulum yang membicarakan

Page 83: asas asas-kurikulum(3)

pokok yang sama pada tingkatan yang senantiasa bertambah tinggi, disebut

kurikulum spiral. Pancasila misalnya, dapat dibicarakan pada berbagai tingkat

pendidikan. Keuntungan kurikulum spiral ialah bahwa bahan dapat diajarkan

lebih awal dan dengan demikian mempercepat kesiapan atau "readiness" tanpa

menunggunya secara pasif. Itu sebabnya, Bruner tidak merasa terikat oleh

perkembangan menurut fase perkembangan seperti dikemukakan oleh Piaget.

Pengaruhnya sangat besar bagi pengembangan kurikulum dengan memberikan

sejumlah mata pelajaran jauh lebih awal daripada sediakala.

4. Motivasi belajar. Bruner menganjurkan untuk mengurangi motivasi ekstrinsik,

sering berupa pujian, hadiah, angka baik, dan Iain-lain dan mengutamakan

motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik ialah bila siswa menguasai pelajaran,

sanggup memecahkan masalah yang sulit, menaruh minat, merasa turut terlibat,

merasa diri kompeten. Keberhasilan dan kegagalan bertalian dengan tugas dapat

menjadi motivasi intrinsik. Keberhasilan tak perlu lagi diberi hadiah atau pujian,

ada kemungkinan siswa belajar untuk memperolehnya. Hadiah yang paling

berharga terdapat dalam keberhasilan melakukan tugas. Kegagalan dapat

menjadi motivasi intrinsik bila menjadi cambuk untuk mengeluarkan usaha yang

lebih banyak. Akan tetapi kegagalan yang disertai hukuman akan merusak.

5. Pemecahan masalah dilakukan dengan merumuskan hipotesis yang dicek

kebenarannya berdasarkan data yang relevan. Pemecahan masalah dapat juga

tercapai dengan menggunakan intuisi, yaitu proses berpikir yang tidak dapat

diverbalisasi. Diharapkan siswa dididik agar dapat menemukan jawaban atas

masalah dengan usaha sendiri. Apa yang ditemukan sendiri lebih mantap dan

mempunyai nilai transfer tinggi.

PRINSIP-PRINSIP UMUM

Walaupun belum ada satu teori belajar yang berlaku bagi semua jenis belajar,

menurut Hilgard, telah ada sejumlah prinsip yang umum dapat diakui kebenarannya.

Page 84: asas asas-kurikulum(3)

1. Ada perbedaan individual mengenai kesanggupan belajar. Apa yang dapat

dipahami oleh anak pandai, belum dapat dipahami oleh anak yang kurang

pandai.

2. Motivasi mempertinggi hasil belajar.

3. Motivasi yang berlebih-lebihan dapat menimbulkan gangguan emosional.dan

mengurangi efektivitas belajar.

4. Pada umumnya hadiah, pujian, dan sukses lebih menggiatkan orang belajar

daripada hukuman, celaan, dan kegagalan.

5. Motivasi intrinsik memberi hasil yang lebih baik daripada tnotivasi ekstrinsik.

6. Kegagalan dalam belajar sebaiknya diatasi dengan adanya keberhasilan pada

masa yang lampau.

7. Tujuan hendaknya realistis, jangan terlampau tinggi atau rendah agar

menimbulkan kegiatan belajar yang tinggi.

8. Hubungan tidak baik dengan guru dapat menghalangi prestasi belajar yang

tinggi.

9. Hasil belajar yang sebaik-baiknya dicapai bila murid turut akttf mengolah dan

mencernakan bahan pelajaran dan tidak sekedar mendengarkan saja.

10. Bahan dan tugas yang bermakna bagi murid lebih diterima dan dipelajari murid

daripada bahan dan tugas yang tak dipahami maksudnya.

11. Untuk menguasai sesuatu sepenuhnya, misalnya memainkan lagu pada piano,

diperlukan latihan yang banyak sehingga tercapai "overlearning".

12. Keterangan tentang hasil yang baik atau kesalahan yang dibuat, membantu

murid belajar.

13. Transfer hal yang dipelajari kepada situasi atau problema baru, akan lebih

terjamin bila murid itu sendiri menemukan hubungan antara kedua hal itu dan

selama belajar mendapat kesempatan menerapkannya dalam berbagai macam

situasi.

14. Ulangan sebaiknya dilakukan secara berkala agar lebih lama dapat diingat.

PENGARUH TEORI BELAJAR TERHADAP KURIKULUM

Teori ilmu jiwa daya bertujuan mencapai mental disiplin, yakni melatih daya

mental terutama daya pikir. Tujuan ini sangat sempit. Bahan pelajaran dapat

uniform bagi anak. Bahan pelajaran yang melatih daya pikir menduduki tempat

Page 85: asas asas-kurikulum(3)

yang penting. Dalam penentuan bahan, faktor anak tak berapa dihiraukan.

Bahan itu disusun menurut urutan yang logis sesuai dengan sistematik mata

pelajaran itu, jadi biasanya dimulai dengan defmisi atau klasifikasi ilmiah baru

kemudian obyek-obyek atau contoh-contoh yang konkrit.

Teori asosiasi mengutamakan bahan pelajaran yang spesifik, yang terdiri atas

sejumlah S-R dan dikuasai melalui penyajian yang cermat, hafalan, dan ulangan.

Yang disajikan adalah unsur-unsur yang atomistis, bukan ide-ide yang prinsipiil.

Penyajian hal-hal yang spesifik dengan cara yang sangat teliti itu tampak dalam

pengajaran berprograma (programmed instruction) dan "teaching machines". Juga

"job analysis" seperti dilakukan untuk pertama kalinya oleh Charters didasarkan atas

teori itu.

Teori Gestalt atau field theory mempunyai tujuan yang luas, yakni bukan

hanya memberikan pengetahuan tapi juga proses menghadapi dan memecahkan

masalah, pengembangan pribadi, dan sikap terhadap dunia. Dalam menentukan

bahan pelajaran dipertimbangkan minat dan perkembangan anak, lingkungan

masyarakat anak dan bahan dari berbagai matapelajaran. Kurikulum meliputi

perkembangan sosial, emosional, dan intelektual. Organisasi bahan pelajaran dan

metode mengajar mengutamakan hubungan dan integrasi serta pemahaman. Fakta-

fakta atau informasi spesifik diperlukan untuk memperoleh pemahaman itu. Berbeda

dengan teori asosiasi, yang banyak memberi peranan "pasif kepada anak, teori

Gestalt ini memandang belajar sebagai proses yang memerlukan aktivitas anak.

Karena itu digunakan metode problem-solving dan inquiry-approach. Anak sendiri

harus menemukan jawaban masalah, dengan bimbingan serta bantuan guru sejauh

diperlukan.

TEORI BELAJAR DAN ILMU MENGAJAR

Mengenai proses belajar itu seridiri kita hadapi berbagai-bagai kesulitan.

Banyak macam-macam teori tentang belajar yang di- pakai secara campur-aduk

dalam praktek. Teori belajar menurut "mental discipline" atau ilmu jiwa daya

digunakan bersama dengan teori belajar menurut teori stimulus dan response serta

teori conditioning. Lagi pula banyak jenis-jenis belajar, seperti belajar ketrampilan

motoris, mengingat fakta-fakta dan informasi, ketrampilan intelektual seperti

Page 86: asas asas-kurikulum(3)

membentuk konsep, belajar menurut "inquiry approach" memecahkan

masalah, dan belajar sikap, emosi, nilai-nilai, hubungan sosial, dan sebagainya.

Karena itu tidak ada satu teori umum sebagai pegangan untuk segala jenis belajar

itu.

Kebanyakan teori itu tidak didukung oleh eksperimen-eksperimen. Penelitian

hanya dilakukan mengenai bentuk belajar yang sederhana dengan binatang. Kita

dapat menyaksikan apakah hasil penelitian itu berlaku pula bagi manusia dalam

belajar halhal yang jauh lebih kompleks. Penelitian mengenai belajar dalam situasi

belajar dalam kelas bersifat penelitian jangka pendek, bukan mengenai hal-hal

jangka panjang. Variabel dalam situasi belajar dalam kelas tidak dapat dikuasai

sepenuhnya karena banyaknya variabel itu. Lingkungan tempat anak belajar perlu

pula diperhatikan, karena anak itu senantiasa merupakan organisme dalam

lingkungan yang turut mempengaruhinya dalam belajar.

Lagi pula arti istilah-istilah dan pengertian pokok dalam berbagai teori belajar

sebenarnya masih kabur, misalnya "insight" dalam teori Gestalt, "reinforcement"

"trial-and-error" dan pengaruh pujian dan hukuman dalam belajar menurut teori

asosiasi.

Pada umumnya dapat kita katakan bahwa teori asosiasi lebih serasi untuk

mempelajari hal-hal yang sederhana, akan tetapi kurang sesuai untuk soal-soal yang

memerlukan proses mental yang kompleks seperti berpikir atau memecahkan suatu

masalah dan untuk mempelajari sikap, minat, atau emosi. Akan tetapi cara belajar

menurut teori ini lebih mudah dikuasai, hasilnya segera dapat diketahui dan dinilai.

Bahkan untuk belajar serupa ini Thorndike telah merumuskan sejumlah "laws of

learning", misalnya bahwa hubungan S-R bertambah erat bila sering diulangi, bila

hubungan itu disertai rasa senang atau puas, dan sebagainya.

Di lain pihak teori Gestalt atau field theory lebih sesuai untuk mempelajari

hal-hal yang kompleks, yang mengandung masalah. Akan tetapi kelemahannya

ialah, bahwa teori ini terlampau banyak variabelnya, terlampau kompleks dan tidak

dapat dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang cepat dan

Page 87: asas asas-kurikulum(3)

cermat. Hanya petunjuk-petunjuk umum yang dapat diberikan.

Page 88: asas asas-kurikulum(3)

Oleh sebab belum ditemukan teori belajar yang pasti, maka sebenarnya belum

dapat disusun suatu ilmu mengajar atau "science of teaching" yang dapat

meramalkan dengan pasti hasil suatu kegiatan mengajar.

RANGKUMAN

1. Belajar pada umumnya diartikan sebagai perubahan dalam kelakuan seseorang

sebagai akibat pengaruh usaha pendidikan.

2. Ada berbagai-bagai teori belajar yang masing-masing mempunyai kebaikan dan

kekurangan. Adanya kekurangan suatu teori belajar tidak berarti kita harus

mengabaikan seluruhnya.

3. Beberapa teori belajar yang terkenal ialah teori belajar menurut ilmu jiwa daya,

teori asosiasi (termasuk conditioning), dan teori organismic (Gestalt atau Field

theory).

4. Tiap teori belajar mempunyai anggapan tertentu mengenai transfer belajar.

5. Teori asosiasi dike mbangkann oleh Skinner dalam "belajar berprograma" dan

"teaching machines".

6. Teori Gestalt mengutamakan prinsip keseluruhan, "insight" masalah, tujuan,

pengalaman, minat.

7. Walaupun teori belajar berbeda-beda, namun ada prinsip-prinsip yang pada

umumnya dapat diterima.

8. Teori belajar yang dianut berpengaruh terhadap kurikulum yang dibina. Teori

ilmu jiwa daya mengutamakan latihan mental yang diperoleh melalui bahan

pelajaran, teori asosiasi mengutamakan penguasaan bahan pelajaran sendiri,

sedangkan teori Gestalt mementingkan perkembangan pribadi anak dalam

usahan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam hidupnya.

9. Teori belajar juga mempengaruhi proses dan kegiatan mengajar-belajar. Namun

mengajar belum didukung oleh psikologi belajar yang diperkuat oleh

eksperimentasi. Karena belajar dalam kelas banyak variabel yang tidak dapat

dikuasai, maka percobaan kebanyakan dapat dilakukan tentang belajar menurut

asosiasi.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Apakah yang dimaksud dengan belajar ? Berikan beberapa defmisi.

Page 89: asas asas-kurikulum(3)

2. Bagaimanakah teori belajar menurut ilmu jiwa daya ?

3. Apakah pengaruh teori belajar itu terhadap kurikulum ?

4. Bagaimana belajar itu menurut teori asosiasi ?

5. Apakah pengaruhnya terhadap kurikulum ?

6. Bagaimana pendirian teori Gestalt atau "organismic" tentang belajar.

7. Apakah pengaruh teori belajar terakhir ini terhadap kurikulum ?

8. Bagaimanakah pendapat teori-teori belajar itu tentang transfer?

9. Dan i ketiga teori yang dibicarakan teori manakah menurut pendapat saudara

paling besar pengaruhnya terhadap kurikulum kita sekarang ? Berikan alasan-

alasan saudara ?

10. Dalam praktek pengajaran suatu teori dapat melengkapi yang satu lagi.

Benarkah pendapat ini ?

11. Sebutkan beberapa prinsip yang secara umum dapat diterima oleh semua teori.

12. Apakah orang yang mempelajari matematika akan lebih sanggup berpikir logis-

sistematis daripada orang yang tidak mempelajarinya ?

13. Apakah ahli matematika dengan sendirinya sanggup me- mecahkan masalah-

masalahpolitik, sosial, dan ekonomi ?

14. Coba cari alasan-alasan untuk mengatakan bahwa dalam matapelajaran sosial

anak-anakjuga dapat dididik berpikir.

15. Cari bukti-bukti bahwa anak-anak pra-sekolah juga dapat berpikir.

16. Apa sebab belajar menurut teori asosiasi masih sangat banyak diterapkan ?

Apakah pengaruh ujian, test masuk, dan sebagainya ?

17. Bagaimanakah pendapat J. Piaget tentang perkembangan kesanggupan berpikir

pada anak?

18. Selidiki soal belajar di luar sekolah ? Apakah belajar di luar sekolah itu kurang

pentingnya ?

Page 90: asas asas-kurikulum(3)

BAB 4

ASAS PSIKOLOGIS ANAK

PENDAHULUAN

Fungsi sekolah ialah (1) menyampaikan kebudayaan kepada generasi muda

demi kelanjutan bangsa dan negara, (2) memberi sumbangan kepada perhaikan dan

pembangunan masyarakat, dan (3) mengembangkan pribadi anak seutuhnya. Untuk

melakukan tugas itu dengan baik, khususnya fungsi ketiga, hams diperhitungkan

anak sebagai faktor penting dalam pengembangan kurikulum.

Pada umumnya faktor anak masih belum mcndapat perhatian yang

selayaknya. Salah satu sebabnya ialah bahwa bahan pelajaran terlampau

diutarnakan, dengan mengharuskan anak menyesuaikan diri dengan bahan itu

dengan segala kesulitannya. Namun "apa" yang diajarkan erat kaitannya dengan

pertanyaan kepada "siapa" diajarkan, untuk lebih mengetahui "bagaimana"

mengajarkannya.

Ada masanya dahulu anak disamakan .dengan orang dewasa dalam miniatur.

Anak dituntut berkelakuan seperti orang dewasa, ia dinilai menurut ukuran orang

dewasa, bahkan dalam pakaian pun ia mengikuti orang dewasa.

Tokoh pertama yang membuka mata dunia untuk melihat dan memperlakukan

anak sebagai anak, bahwa anak itu lain daripada orang dewasa, namun manusia

penuh sebagai individu, ialah J.J. Rousseau (1712-1778). Dalam bukunya yang

terkenal Etnile ia menguraikan fase-fase perkembangan anak, dari kecil sampai

dewasa, perubahan-perubahan yang terjadi pada anak yang menuntut perlakuan

sesuai dengan sifat perkembangannya.

Rousseau antara lain mengatakan bahwa segala sesuatu yang datang dari

Tuhan adalah baik, akan tetapi dapat menjadi rusak dalam tangan manusia yang

telah dipengaruhi kebudayaan. Ia menganjurkan agar anak diberi kesempatan untuk

berkembang menurut kodrat alam masing-masing. Ki Hajar Dewantara me-nyatakan

sebagai Tut wuri handayani.

Page 91: asas asas-kurikulum(3)

Banyak tokoh-tokoh pendidikan yang membaca buku karangan Rousseau

sangat terpengaruh, seperti J.H. Pestalozzi (1746 - 1826), F. Froebel (1776 -1841),

Maria Montessori ( ), dan banyak tokoh lain seperti Ki Hajar Dewantara, juga John

Dewey.

Ada mengatakan, bahwa perubahan yang paling besar dalam pendidikan

dalam abad ke-20 ini ialah menonjolnya kedudukan peranan anak dalam kurikulum.

John Dewey memandangnya sebagai "suatu revolusi" yang menjadikan anak

sebagai pusat pendidikan, seperti perubahan yang dicetuskan Cpernicus yang

menjadi matahari dan bukan bumi sebagai pusat jagat raya. Bila selama ini anak

harus menyesuaikan diri dengan kurikulum yang ditentukan oleh orang dewasa, kini

kurikulumlah yang harus disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan taraf

perkembangan anak. Sekarang tak mungkin lagi kurikulum dikembangkan tanpa

memperhitungkan anak dan perkembangannya.

PERKEMBANGAN ANAK

Perkembangan anak - fisik, emosional, sosial, dan mental- intelektual -faktor

yang sangat penting untuk diperhitungkan dalam pengembangan kurikulum. Banyak

peneliti yang telah mempelajari anak secara ilmiah, ada yang mengadakan studi

cross- sectional, yakni mempelajari sejumlah besar anak pada usia tertentu, ada pula

studi longitudinal, yang mengikuti perkembangan anak selama bertahun-tahun,

bahkan sampai dewasa. Penelitian perkembangan anak Indonesia masih menunggu

ilmuwan yang berminat.

Berdasarkan berbagai penelitian itu, maka diperoleh sejumlah antara lain :

- Anak berkembang melalui tahap-tahap tertentu, ada masa bayi, masa kanak-

kanak permulaan, masa kanak-kanak lanjutan, masa transesensi menjelang

adolesensi. Pada tiap taraf anak menunjukkan sifat-sifat dan kebutuhan tertentu.

Antara tahap-tahap itu sehenarnya tidak ada batas tertentu yang tegas, karena

perkembangan itu berjalan secara berangsur-angsur.

- Kecepatan perkembangan itu tidak merata. Ada saat-saat cepat atau akselerasi,

ada masa tenang seakan-akan tidak ada perubahan yang disebut "plateau" atau

dataran, ada pula saat yang lambat perkembangannya atau retardasi.

Page 92: asas asas-kurikulum(3)

Terdapat hubungan antara perkembangan aspek satu dengan satu lagi.

Perkembangan fisik yang cepat mempengaruhi aspek sosial dan emosional.

Karena cepat perkembangannya, ia lebih besar dan tinggi daripada teman

sekelasnya dan ini dapat mengganggu hubungannya dengan murid-murid lain.

Juga dapat timbul rasa ketegangan dan kegelisahan. Selain itu dapat timbul

minat, sikap dan masalah-masalah baru. Pelajarannya pun mungkin terpengaruh.

Banyak kesulitan yang dihadapi anak karena perkembangan fisik yang tidak

normal.

- Ada perbedaan pola perkembangan antara anak-anak. Ada anak yang pada

awalnya lamban belajar, atau tak dapat mengikuti pelajaran, akan tetapi pada

usia yang lebih lanjut seakan-akan mekar dan menunjukkan prestasi yang luar

biasa. Hal ini bertalian dengan soal kematangan. Ada saatnya anak belum

dapat mempelajari sesuatu, misalnya membaca permulaan, karena belum siap,

belum matang, akan tetapi setelah tercapai kematangan, maka ia cepat dan

mudah menguasainya. Memaksa anak mempelajari sesuatu sebelum saat

kematangan hanya menimbulkan frustrasi yang menyulitkan hidup anak serta

menimbulkan rasa benci terhadap sekolah selain memberi konsep-diri rendah

pada anak.

Karena ada perbedaan pola perkembangan anak, maka kurikulum harus

memperhatikan perbedaan individual itu. Kurikulum kebanyakan didasarkan

atas asumsi bahwa perkembangan anak semuanya sama. Maka ditentukan ba-

han pelajaran yang sama, digunakan metode yang sama dalam proses belajar-

mengajar. Mengizinkan variasi dalam pelajaraan berhubung dengan perbedaan

individual akan sangat menguntungkan bagi anak. Banyak macam usaha untuk

memperhatikan perbedaan individual pada anak. Akan tetapi pelaksanaannya

memerlukan guru yang lebih kompeten daripada mengajar bahan yang uniform

dalam segala aspeknya.

- Adanya pola umum dalam perkembangan anak memungkinkan

pengembangan kurikulum untuk memperkirakan bahan apa yang akan sesuai

kepada kelompok umur tertentu.

Mengenai perkembangan anak dipersoalkan, apakah perbedaan pada anak

disebabkan oleh faktor genetis atau pembawaan, atau faktor lingkungan. Apakah

Page 93: asas asas-kurikulum(3)

misalnya kematangan membaca dapat dipengaruhi oleh keluarga yang

menyediakan bacaan, majalah, gambar-gambar, TV, dan Iain-lain, ataukah kita

harus menunggu secara pasif sampai saat kematangan itu tiba dengan sendirinya'?

Apakah I.Q. anak konstan, ataukah dapat ditekan atau ditingkatkan melalui mutu

lingkungan? Ternyata lingkungan dapat mempengaruhinya. Anak-anak dari

lingkungan sosial-ekonomi yang haik lebih mengikuti pelajaran daripada anak-anak

dari rumah tangga miskin.

Pengetahuan tentang perkembangan anak, masih kurang jelas penerapannya dalam

kurikulum, walaupun selalu menjadi pokok pertimbangan. Salah satu sebabnya

ialah, bahwa penelitian sering hanya meliputi salah satu aspek, misalnya aspek

jasmani, aspek inteligensi, dan Iain-lain. Kesulitan bagi pengembang kurikulum

ialah melihat perkembangan anak sebagai keseluruhan yang bulat.

ANAK SEBAGAI KESELURUHAN

Sekolah tradisional terutama bertugas menyampaikan sejumlah pengetahuan

melalui berbagai mata pelajaran. Pendidikan serupa ini mengutamakan aspek

intelektual Orangtua mengirimkan anaknya ke sekolah agar menjadi pandai dalam

arti mengumpulkan pengetahuan yang banyak. Juga anak giat belajar demi ilmu

yang akan diperolehnya. Dengan ilmu yang banyak lebih terjamin masa depannya

untuk melanjutkan pelajarannya yang hanya dimungkinkan bila lulus dalam ujian

yang justru menguji pengetahuannya. Aspek kepribadian lainnya tidak mendapat

pertimbangan.

Karena aspek intelektual diutamakan, maka segi pendidikan lainnya

cenderung diabaikan, seperti kepandaiannya bergaul, minatnya terhadap kesenian

atau olahraga. Lambat laun konsep tentang pendidikan mengalami perubahan dan

sekolah modern menaruh perhatian kepada perkembangan seluruh pribadi anak,

baik mengenai segi jasmani, emosi, sosial maupun intelektual. Anak dinilai bukan

hanya berdasarkan prestasi intelektualnya, akan tetapi dalam segala segi

kepribadiannya secara komprehensif. Sebenarnya pribadi anak selalu merupakan

suatu kebulatan dan tak dapat dipisah-pisah dalam bagian-bagian yang lepas-lepas.

Anak yang terganggu kesehatannya, sakit, lapar atau lelah, anak yang mengalami

kesulitan emosional karena frustrasi, anak yang terisolasi dalam kelas

Page 94: asas asas-kurikulum(3)

tanpa teman, anak yang merasa dibenci oleh guru, dengan atau tanpa alasan,

anak yang merasa dirinya rendah karena konsep-diri yang rendah, anak-anak serupa

itu akan terganggu dalam pelajarannya .

Anak menerima pelajaran bukan hanya dengan "kepalanya", akan tetapi juga

dengan "hatinya" . Guru sebagai pelaksana kurikulum hendaknya jangan melihat

dirinya hanya sebagai pengajar yang menyampaikan bahan pelajaran, ia juga

pendidik yang berusaha mengembangkan segala potensi anak agar menjadi manusia

seutuhnya. Guru harus pandai, harus banyak tahu, hams menguasai disiplin ilmu, itu

benar dan sangat diinginkan, akan tetapi ia juga pendidik dan tugas ini memerlukan

kompetensi dan pribadi yang jauh lebih luas daripada sekadar pengetahuan.

ANAK SEBAGAI PRIBADI TERSENDIRI

Tak ada dua orang yang sama dalam segala hal di dunia ini. Selalu terdapat

perbedaan antara dua individu karena pengaruh pembawaan dan lingkungan. Dari

segi pembawaan hanya anak kembar identik yang sama, akan tetapi bila mereka

ditempatkan dalam lingkungan yang jauh berbeda, maka akan tampak berbagai

perbedaan di antara mereka.

Anak-anak saling berbeda, jasmaniah, rohaniah, emosional, dan sosial.

Mereka juga berbeda dalam segi inteligensi, tinggi dan berat badan, tekanan darah,

minat stabilitas emosional, kesehatan, kecepatan bereaksi, kecepatan membaca,

keterampilan berhitung, latar belakang, sosial-ekonomi, pendidikan di ramah,

kesukuan, agama, keterampilan motoris, cita-cita dan dalam banyak hal lain,

sehingga tak mungkin dua orang sama. Ada pula perbedaan jenis kelamin yang

perlu mendapat perhatian agar mereka dapat melakukan tugasnya sesuai dengan

tuntutan masyarakat. Usia anak-anakpun ada perbedaannya walaupun duduk di kelas

yang sama. Bila Saudara memperhatikan suatu kelas, atau mengamati sekelompok

anak bermain, dalam waktu lima menit Saudara akan melihat berbagai perbedaan

antara anak-anak.

Juga pada diri anak sendiri terdapat perbedaan dalam perkembangannya

dalam berbagai bidang. Anak berbakat mungkin cepat perkembangan

Page 95: asas asas-kurikulum(3)

intelektualnya akan tetapi ketinggalan dalam aspek sosial emosionalnya. Anak

yang cepat berkembang secara fisik, mungkin sulit mengikuti pelajaran akademis

Kepandaian anak dalam suatu bidang studi mungkin berbeda dengan penguasaan

bidang lain.

Apakah sekolah harus berusaha melenyapkan perbedaan individual itu atau

setidaknya memperkecilnya? Di sekolah tradisional, dalam pendidikan masal

umumnya, perbedaan individual kurang dapat diperhatikan, malah sering tidak

diacuhkan. Kurikulum uniform, pelajaran sama bagi semua, metode belajar-

mengajar juga sama demikian juga penilaiannya. Pada jam yang sama semua anak

melakukan pekerjaan yang sama membuat hitungan yang sama, menulis kalimat

yang sama, menggambar barang yang sama. Pelajaran diresapi oleh keserbasamaan.

Pada saat tertentu semua akan dihadapkan kepada ujian akhir yang sama pula yang

dapat dinilai dengan menggunakan komputer untuk memberi cara penilaian yang

sama. Tampaknya pendidikan demikian berusaha menempa anak-anak yang pada

hakikatnya serba-ragam menjadi manusia yang serba-sama.

Kurikulum yang ditentukan oleh pihak atasan uniform bagi jenis pendidikan

yang sama. Untuk lebih menjamin kesamaan, maka tujuan diuraikan sampai taraf

spesifik termasuk bahan pelajaran yang terkait dan juga proses belajar-mengajar dan

buku pelajarannya. Dengan sendirinya guru sebagai pelaksana kurikulum akan patuh

berpegang pada ketentuan itu. Apakah masih ada kemungkinan bagi guru

memandang dirinya sebagai pengembang kurikulum dalam arti mikro untuk

menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan anak dan keadaan lingkungan sekolah?

juga di tingkat Perguruan Tinggi terdapat gejala yang sama dengan menentukan

mata kuliah untuk tiap jurusan, sering tanpa kesempatan untuk mengadakan pilihan.

Dari segi hakikat individu yang berbeda-beda, memaksa pelajar mengikuti

pelajaran yang sama akan merugikannya. Ada kurikulum yang fleksibel yang

memungkinkan siswa mengadakan pilihan. Ada sistem semester pada hakikatnya

bertujuan memberi pilihan itu, dan walaupun pelajaran yang diikuti berbeda-beda,

jumlah kredit akan menentukan apakah telah dipenuhi syarat untuk lulus. Dengan

sistem kredit, mahasiswa tidak terbatas lagi perkuliahannya pada apa yang

Page 96: asas asas-kurikulum(3)

disediakannya dalam satu jurusan, akan tetapi semua mata kuliah di

universitas terbuka baginya. Dengan demikian universitas akan sungguh-sungguh

menjadi universitas dan bukan kumpulan fakultas atau jurusan.

Memperhatikan perbedaan individual tidak berarti bahwa semua pelajaran

harus berbeda. Ada hal-hal yang termasuk pengetahuan umum yang hams dimiliki

oleh setiap siswa yang diharapkan dari setiap warga negara. la harus mengenal

falsafah negara, harus menguasai bahasa nasional, sejarah, bangsa mempunyai

badan yang sehat, dan sebagainya. Akan di samping itu ia hendaknya dapat

menikmati pendidikan sesuai dengan bakat dan minatnya.

Perbedaan individual sangat besar nilainya. Kemajuan-kemajuan dalam

banyak lapangan hidup justru diperoleh berkat orang-orang yang mempunyai

pendirian, kemampuan dan pikiran yang orisinal, yang lain daripada yang lain.

Inisiatif orang-orang yang mencari jalan-jalan baru sering membawa kemakmuran

dan kemudahan bagi umat manusia, walaupun mereka pada awalnya mendapat

kecaman, tantangan, bahkan celaan. Kreativitas dan inisiatif ini sering dibunuh atau

tidak dipupuk di sekolah tradisional. Ini berarti kerugian besar bagi bangsa dan

negara, karena dengan demikian banyak bakat disia-siakan. Pendapat modern

menginginkan program sekolah yang memberi kesempatan yang seluas-luasnya bagi

perkembangan bakat anak. Kurikulum yang uniform pasti tidak akan memenuhi

keinginan itu.

Tiap anak berbeda dengan anak lain. Untuk mendapat gambaran yang lebih

jelas tentang perbedaan itu dalam pengajaran, perlu kita perhatikan hal-hal berikut:

a. Walaupun tiap anak unik, persamaan antara manusia lebih besar daripada

perbedaannya.

b. Namun demikian perbedaan itu lebih besar daripada uang diduga si pendidik.

c. Perbedaan itu sebagian besar bersifat kuantitatif, bukan kualitatif, misalnya,

semua anak mempunyai inteligensi, akan tetapi tarafnya berbeda-beda, ada

yang tinggi, ada yang rendah.

d. Kesanggupan yang luar biasa pada umumnya bukanlah akibat kompensasi,

yakni ditimbulkan oleh kekurangan di bidang lain. Kelemahan di bidang

Page 97: asas asas-kurikulum(3)

tertentu, tidak dengan sendirinya membangkitkan kesanggupan istimewa di bidang

lain.

e. Perbedaan individual tidak hanya dalam bidang inteligensi, akan tetapi juga

dalam bidang emosional, sosial, fisik, sikap, dan Iain-lain yang harus

dipertimbangkan dalam pendidikan.

f. Sifat-sifat seseorang harus ditinjau dalam rangka keseluruhan pribadinya.

Menyesuaikan kurikulum dan pengajaran dengan perbedaan individual adalah

usaha yang memerlukan pemikiran, kreativitas, pengertian, serta hasrat untuk

memberikan yang sebaik-baiknya kepada tiap anak. Selain itu perlu usaha untuk

mengenal anak secara individual.

KEBUTUHAN ANAK

Kurikulum harus mempertimbangkan kebutuhan anak. Ada kurikulum yang

secara ekstrem mendasarkan kurikulum semata-mata pada kebutuhan anak, yang

disehut child-cebtered curriculum Ditinjau dari segi pshikologis-didaktis banyak

kebaikannya. Pelajaran didasarkan atas minat anak, anakturut serta merencanakan

apa yang ingin dipelajarinya. Akan tetapi banyak pula kelemahannya, antara lain:

a. Anak-anak sering tidak mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkannya.

b. Pelajaran tidak dapat lebih dahulu direncanakan guru, karena baru lahir dalam

rundingan dengan anak. Tiap tahun pelajaran berlainan karena anaknya

berganti. Jadi tidak ada pegangan bagi guru dan murid tentang pelajaran yang

akan datang. Tidak ada pula kontinuitas dalam pelajaran dari tahun ke tahun.

c. Memperturutkan anak belum menjamin kesesuaiannya dengan tujuan

pendidikan.

d. Sebenarnya tak ada pelajaran yang sepenuhnya individual, sebab selalu

berlangsung dalam konteks sosial. Anak berada dalam masyarakat dan apa

yang dipelajari harus juga memenuhi tuntutan masyarakat.

Karena keberatan-keberatan itu kurikulum serupa itu hanya dilakukan pada

sekolah-sekolah eksperimen. Namun demikian eksperimen itu besar pengaruhnya

terhadap kurikulum selanjutnya. Bermacam-macam cara yang dijalankan untuk

memperhatikan perbedaan individual dalam proses belajar-mengajar.

Page 98: asas asas-kurikulum(3)

Kebutuhan anak dapat digolongkan dengan berbagai cara. Salah satu cara

ialah membaginya atas : kebutuhan jasmani, kebutuhan pribadi, dan sosial.

KEBUTUHAN JASMANIAH

Setiap anak ingin bergerak dan menggunakan badannya. Anak-anak suka

berlari-lari melompat-lompat, memanjat-manjat dan melakukan aktivitas-aktivitas

jasmaniah. Kebutuhan ini dipenuhi dengan memberikan pendidikan jasmani. Dalam

arti modern pendidikan jasmani bertujuan mendidik manusia, yakni mewujudkan

tujuan pendidikan dengan menggunakan kejasmanian sebagai titik bertolak, akan

tetapi tujuan khusus yaitu membentuk manusia yang sehat dan kuat merupakan

aspek yang penting pula. Bangsa kita pada umumnya belum cukup sehat dan kuat

menurut normanorma tertentu.

Di samping pendidikan jasmani harus diusahakan adanya keseimbangan

antara bekerja dengan istirahat, harus diperhatikan agar anak-anak cukup tidur,

cukup bermain serta mendapat makanan yang sehat.

Kesehatan dan pertumbuhan jasmani hendaknya senantiasa di bawah asuhan

dokter danjururawat sekolah.

KEBUTUHAN PRIBADI

Anak-anak mempunyai dorongan untuk memuaskan keinginan untuk

mengetahui sesuatu, untuk menyatakan pikiran dan perasaannya dengan jalan

bahasa, pekerjaan, lukisan, seni, suara, atau gerak. Mereka ingin menguasai suatu

keterampilan, ingin merasai kepuasan atas hasil atau sukses yang mereka capai.

Mereka ingin dipuji atas usaha mereka, sekalipun hasil mereka itu jauh di bawah

norma-norma orang dewasa. Setiap anak ingin diakui dan dihormati sebagai

individu yang mempunyai tempat dan hak dalam masyarakat sekolah, rumah tangga,

dan dunia sekitarnya. Anak-anak ingin mempunyai harga diri dan ,harkat sebagai

manusia. Anak-anak ingin ingin aktif. Dorongan ini mudah kita lihat pada setiap

anak. Di sekolah dorongan ini sering dikekang dan ditekan agar murid-murid tidak

melanggar disiplin yang tegang yang menginginkan, agar anak diam duduk diam di

bangku sambil mendengarkan ucapan-ucapan guru dan ia dituduh anak nakal bila

ditunjukkannya keaktifannya.

Page 99: asas asas-kurikulum(3)

Sekolah zaman sekarang berusaha memenuhi kebutuhankebutuhan itu dengan

memberi anak-anak kebebasan bergerak, bekerja, mengadakan percobaan-

percobaan dan melakukan tugas-tugas lain, asal saja jangan menganggu orang lain.

Kebebasannya dibatasi oleh hak-hak orang lain yang juga merupakan haknya

sendiri. kelas itu dijadikan semacam laboratorium atau ruang kerja di tempat anak-

anak belajar dalam suasana yang lebih leluasa.

KEBUTUHAN SOSIAL

Tak mungkin manusia itu hidup lepas dari masyarakat. Seorang bayi tidak

akan mungkin hidup serta mengembangkan pembawaannya tanpa bantuan orang

tuanya dan banyak orang lain yang tak terhitung jumlahnya. Setiap manusia harus

hidup dalam hubungan yang erat dengan orang lain untuk mencapai

kebahagiaannya. Mencari hubungan dengan orang lain ialah dorongan yang wajar

pada tiap anak.

Membimbing anak agar ia menjadi mahluk sosial ialah suatu fungsi sekolah

yang amat penting. Bila ini kita akui, maka kita menyangsikan manfaat cara yang

dipakai sekolah yang memaksa murid-murid duduk diam, melarang mereka

membicarakan pelajaran serta bantu-membantu dalam memecahkan suatu soal. Di

sekolah lebih diutamakan persaingan daripada gotong-royong.

Kurikulum modern memberi murid-murid lebih banyak kebebasan bekerja

sama dalam kelompok untuk melakukan tugas-tugas. Murid-murid diajak berunding

untuk menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana langkah-langkah untuk

mencapai tujuan itu. Dalam hal ini pendapat setiap anak dihargai dan

dipertimbangkan. Dengan demikian sekolah dijadikan suatu masyarakat tempat

murid-murid mempraktikkan hak dan kewajihan anggota-anggota masyarakat yang

demokratis. Human relationship atau hubungan antar-manusia hendaknya lebih

dipentingkan di sekolah. Dari penyelidikan-penyelidikan ternyata bahwa

kebahagiaan seseorang dalam kehidupan dan jabatannya bukanlah ditentukan oleh

pengetahuan intelektualnya, melainkan terutama oleh kesanggupannya untuk

bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.

Page 100: asas asas-kurikulum(3)

Seperti dikatakan di atas, ada bermacam-macam cara untuk membagi

kebutuhan anak. Saudara dapat mempelajarinya lebih lanjut dalam buku-buku

tentang psikologi anak.

KEBUTUHAN MENURUT BEBERAPA TOKOH

Salah satu daftar kebutuhan manusia yang pokok yang cukup terkenal ialah

yang dihasilkan oleh Abraham Maslow atas dasar penelitian yang luas dan

mendalam, yakni kebutuhan akan:

1. survival, kebutuhan fisiologis, untuk hidup, survival.

2. security, atau rasa aman

3. love and belonging, kebutuhan akan cinta-kasih

4. self-esteem, kebutuhan akan harga-diri

5. self-actualization, kebutuhan untuk merealisasikan kepribadian yang penuh.

Agar dapat merealisasikan diri, agar dapat mengembangkan potensi yang

dimiliki sepenuhnya, hams dipenuhi segala kebutuhan yang dibawanya, oleh sebab

kebutuhan itu bersifat hierarkis. Tak dapat anak merasa aman, bila ia merasa

kelaparan, tak mungkin mempunyai harga-diri bila tidak dicintai, tidak merasa aman

dan mendapat kecukupan dalam keperluan makanan, pakaian, dan lain- lain.

Kebutuhan yang tertinggi yang harus dicapai ialah self- realization, yakni

menemukan identitasnya, siapa dia, apa yang diinginkannya, akan menjadi apa ia.

Agar ini tercapai ia harus dibantu untuk mengetahui apa yang dapat dilakukannya

dan diberi kesempatan untuk agar ia berhasil melakukannya dengan baik. Rasa

berhasil, sukses dalam pekerjaan dan pelajaran, termasuk pelajaran sekolah,

membantu anak ke arah self-actualization. Dalam kurikulum perlu diusahakan

keseimbangan antara kebutuhan institusional dan kebutuhan pribadi anak.

Lingkungan, termasuk guru dan orangtua, dapat membantu, dapat pula menghalangi

anak mentiju self-realization.

Louis Raths mengembangkan teorinya tentang kebutuhan pokok yang

menunjukkan sejumlah persamaan dengan Maslow. Ia membedakan delapan macam

kebutuhan, yakni:

Page 101: asas asas-kurikulum(3)

1.The need for love and affection (cinta kasih)

2. The need for achievement (Keberhasilan)

3. The need for belonging (diterima dalam kelompok)

4. The need for self-respect (harga-diri)

5. The need to be free from deep feelings of guilt (bebas dari rasa berdosa yang

mendalam)

6. The need to be free from deep feelings of fear (bebas dari rasa takut yang

mendalam)

7. The need for economic security (rasa aman dalam keuangan, dan Iain-lain)

8. The need for understanding of self (pengenalan diri).

Menurut Raths guru dapat mempelajari cara-cara memenuhi kebutuhan itu

dalam rangka pelajaran di sekolah. Guru dapat mengidentifikasi kelakuan anak yang

tak-sosial, walaupun ia bukan ahli psikologi atau psikiatri. Tujuan Raths ialah agar

guru herusaha menciptakan lingkungan belajar yang memberi rasaaman kepada

anak-anak. Ia meminta perhatian guru yang lebih banyak terhadap kebutuhan

emosional anak dengan keyakinan, bahwa bila kebutuhan ini dipenuhi, maka anak

akan lebih berhasil melakukan tugas-tugas sekolah lainnya.

PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MENURUT EARL KELLEY

Earl Kelley mengemukakan pendirian bahwa kepribadian seluruhnya atau hampir

seluruhnya dibina dalam hubungan atau interaksi dengan manusia lainnya, jadi

dalam hubungan sosial seorang bayi telah memiliki perlengkapan untuk

berkembang, akan tetapi ia tidak akan dapat mengembangkan dirinya bila tidak

dalam kehadiran orang lain: Anak-anak perlu senantiasa meng adakan interaksi

positif dengan anak-anak maupun orang dewasa, sehingga memiliki kepribadian

yang dapat berfungsi sepenuhnya, "a fully functioning self. Int dapat dilakukan

dalam kegiatan belajar dan kegiatan lainnya di sekolah. Menurut Earl Kelley pribadi

yang berfungsi penuh, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut - Ia berpikir baik tentang

dirinya, demikian pula tentang orang lain serta mengetahui bahwa orang lain penting

baginya.

Page 102: asas asas-kurikulum(3)

- la melihat dirinya sebagai pribadi yang senantiasa dalam proses perkembangan

secara dinamis, dan dalam penycmpurnaan diri melihat nilai membuat

kesalahan.

- la melihat pentingnya manusia baginya, mengembangkan dan menghormati

nilai-nilai kemanusiaan. la tahu, tak ada jalan dalam hidupnya selain berpegang

pada nilai-nilai.

- Oleh sebab hidup ini senantiasa berubah dan berkembang, ia akan senantiasa

kreatif dalam peranannya.

Guru-guru dapat menggunakan prinsip-prinsip di atas sebagai pegangan untuk

mencapai tujuan kurikulum di sekolah. Mengembangkan kepribadian anak juga akan

membantunya mencapai tujuan-tujuan lain.

DEVELOPMENTAL TASKS

Seperti kami katakan, kebutuhan anak ditinjau dari segi psiko-biologis, tak

perlu bertentangan dengan kebutuhannya ditinjau dari segi masyarakat. Berbarengan

dengan pertumbuhan anak, masyarakat mempunyai tuntutan tentang kelakuannya.

Tiap individu mempunyai tugas-tugas tertentu, yang diharapkan masyarakat dapat

dan harus dilaksanakannya. Sewaktu masih bayi ibu mengganti bajunya, akan pada

usia tertentu ibu mengharapkan ia dapat melakukannya sendiri. Makin tambah

usianya, makin banyak hal-hal yang diharapkan orang tua dan masyarakat umum

daripadanya.

Gejala ini dituangkan Erikson dan yang lebih terkenal R. J. Havighurst dalam

konsep developmental tasks yakni tugas-tugas yang harus dipenuhi oleh seseorang,

sesuai dengan taraf perkembangannya. Ini diharapkan, bahkan dituntut oleh

lingkungannya. Bila ia dapat memenuhinya, ia akan merasa senang, dan ia akan

berhasil melakukan tugas-tugas selanjutnya. Akan tetapi bila ia tidak dapat

memenuhinya ia akan mendapat celaan dan kecaman, maka ia tidak merasa bahagia

dan tidak akan sanggup melakukan tugas berikutnya dengan berhasil baik.

Developmental tasks ini meningkat dengan bertambah usianya, dari anak

sekolah, pemuda, dan seterusnya. Developmental tasks ini tak ada akhirnya,

Page 103: asas asas-kurikulum(3)

dihadapi oleh anak, pemuda, orang dewasa, masa tua, masa pensiun, sampai

akhir hayat.

Developmental tasks berbeda menurut kebudayaan tempat anak itu hidup,

misalnya berbeda di berbagai daerah di Tanah Air kita, berbeda dengan negara lain.

Adanya developmental tasks ini memberi gambaran lain tentang kebutuhan

anak. Dalam arti psikologis kebutuhan itu bersifat individual, sedangkan dari segi

"developmental tasks" mengandung aspek sosial. Ditinjau dari segi ini kurikulum

yang "child-centered" yang ekstrimtak dapat dipertahankan.

Implikasi "developmental tasks" bagi kurikulum ialah, bahwa kurikulum yang

didasarkan atas konsep itu akan mempertemukan kebutuhan perkembangan fisik,

sosial, motivasi, emosi, dan Iain-lain secara terpadu. Selanjutnya dapat memperjelas

tujuan pendidikan dan saat yang lebih tepat untuk mengajarkannya. Sukses dalam

"developmental tasks" memberi pengaruh positif terhadap prestasi sekolah.

Selanjutnya kami berikan "developmental tasks" bagi anak sekolah dan pemuda.

Kita harus menyelidiki hingga manakah pokok-pokok yang di atas merupakan

masalah-masalah bagi anak-anak Indonesia. Penelitian serupa ini perlu diadakan,

kalau kita ingin membantu murid-murid memecahkan kesukaran pribadinya dengan

membicarakannya di sekolah. Dengan memasukkannya ke dalam kurikulum, kita

memberikan bimbingan kepada anak untuk menyesuaikan diri dengan dunia dan

dengan dirinya sendiri yang sedang mengalami persoalan itu.

Seperti telah dikatakan, kebutuhan anak, ditinjau dari psikobiologis tidak

perlu bertentangan dengan kebutuhannya ditinjau dari sudut masyarakat. Salah satu

usaha untuk mempertemukan kedua aspek itu dilakukan oleh R.J. Havighurst yang

menggunakan pengertian "developmental tasks" yakni tugas-tugas yang tak dapat

tiada harus dipenuhi oleh setiap anak sesuai dengan setiap taraf perkembangannya

yang dituntut oleh lingkungan atau masyarakat. Memenuhi tugas itu berarti

kebahagiaan dan sukses dalam melakukan tugas-tugas berikutnya.

Page 104: asas asas-kurikulum(3)

Kegagalan memenuhinya berarti kesusahan bagi individu, celaan oleh

masyarakat dan kesulitan untuk tugas-tugas selanjutnya.

Developmental tasks" untuk anak-anak ialah :

1. Mempelajari kecekatan jasmani yang perlu untuk permainan-permainan biasa.

2. Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang hidup.

3. Belajar bergaul dengan teman-temannya sebaya.

4. Mempelajari peranan sosial sebagai anak laki-laki atau perempuan.

5. Memperoleh kecakapan-kecakapan fundamental dalam membaca, menulis, dan

berhitung.

6. Membentuk pengertian-pengertian yang perlu untuk kehidupan sehari-hari.

7. Membentuk kata-hati, kesusilaan, dan skala norma-norma.

8. Mencapai kemerdekaan pribadi.

9. Memupuk sikap terhadap golongan dan lembaga-lembaga sosial.

"Developmental tasks" bagi pemuda menurut Havighurst sebagai berikut :

1. Mencapai hubungan sosial yang lebih memuaskan dan lebih matang dengan

anggota jenis kelamin lain.

2. Menerima dan mempelajari tugas atau peranan menurut jenis kelamin masing-

masing sesuai dengan norma-norma masyarakat. Anak gadis menerima dan

mempelajari tugasnya wanita dan anak laki-laki sebagai bakal bapak yang akan

bertanggung jawab atas rumah tangganya.

3. Menerima baik keadaan badannya dan menggunakannya dengan efektif.

Pemuda-pemuda ada yang bercita-cita mempunyai tampan seperti bintang film

akan tetapi keadaan jasmaninya mungkin kurang sesuai dengan idamannya itu.

Tugasnya ialah menerima bentuk badannya itu sebagaimana adanya dan

menggunakan sebaik-baiknya.

4. Memperoleh kemerdekaan emosional lepas dari kebergantungannya dari orang

tua dan orang dewasa lain, membebaskan dirinya dari sifat-sifat yang kekanak-

kanakan. Tugas ini harus telah dimulai sejak kecil. Tugas ini sering dipersulit

oleh adat istiadat, sikap orang tua, dan faktor-faktor lain.

Page 105: asas asas-kurikulum(3)

5. Memperoleh kemerdekaan ekonomi. tugas ini terutama berlaku bagi anak pria

akan tetapi berangsur-angsur bertambah penting bagi anak-anak wanita.

6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu jabatan. Jabatan itu penting dalam

masyarakat dan menjamin kemerdekaan ekonomi serta memberi kedudukan

sosial.

7. Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan rumah tangga. Tujuannya

ialah memperoleh sikap yang positif terhadap kehidupan keluarga dan

pendidikan anak-anak.

8. Memperoleh kecakapan dan pengertian yang diperlukan untuk menjadi warga

negara yang baik, yakni pengertian tentang undang-undang pemerintah,

ekonomi, politik, lembaga-lembaga sosial, dan Iain-lain.

9. Memupuk kelakuan yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan, yakni

dengan turut serta dalam kehidupan masyarakat dan negara sebagai orang

dewasa dan memperhitungkan norma-norma masyarakat dan kelakuannya.

10. Memperoleh sejumlah norma sebagai pegangan untuk kelakuannya yang

digunakannya sebagai pandangan hidup untuk memahami kedudukannya di

dunia ini serta hubungannya dengan manusia lain.

"Developmental tasks" yang dikemukakan oleh Havighurst harus pula kita

selidiki kebenarannya bagi anak-anak Indonesia dan menyesuaikannya dengan

keadaan yang dihadapi oleh pemuda-pemuda dalam masyarakat kita.

Tugas-tugas yang dihadapi mereka ditentukan oleh pertumbuhan psiko-

biologis yang mungkin mempunyai dasar persamaan bagi seluruh pemuda di seluruh

dunia, tetapi juga menunjukkan perbedaan karena tuntutan masyarakat yang

berlainan di berbagai tempat.

PERKEMBANGAN INTELEKTUAL

Seorang ahli psikologi Swiss, Jean Piaget selama 40 tahun mengadakan

penelitian tentang perkembangan intelektual atau proses berpikir anak, dari bayi

sampai masa pemuda. la antara lain menemukan bahwa anak-anak pada mulanya

masih berpikir

Page 106: asas asas-kurikulum(3)

menurut apa yang dilihatnya, misalnya bahwa gelas yang lebih tinggi lebih

banyak isinya daripada gelas yang pendek, walaupun sebenarnya isinya sarna,

karena isi gelas tinggi dipindahkan ke dalam gelas pendek. Anak-anak haru dapat

memusatkan perhatiannya kepada satu variabel. la belum dapat melihat hubungan

antara dua variabel, tinggi dan lebar gelas, yang diperhatikannya hanya tingginya. la

juga belum dapat memahami bahwa satu objek dapat mempunyai lebih dari satu ciri

yang dapat dimasukkan dalam klasifikasi yang berbeda-beda, misalnya bahwa

seorang dapat tinggal sekaligus di Bandung dan di Jawa.

Akan tetapi proses berpikir anak berkembang terus berkat bertambahnya

pengalaman daan pengetahuannya. Pada usia sekitar 7 tahun telah tampak pemikiran

logis pada anak. la telah dapat melihat hubungan antara bagian dengan keseluruhan,

juga dapat melihat analogi. Akan tetapi pada fase pertama pemikirannya terutama

mengenai data yang konkrit. Kegiatan mentalnya ditu-jukannya kepada objek dan

kejadian yang kongkret yang langsung di hadapannya.

Pada fase berikut, sekitar usia 12 tahun ia mulai herpikir secara abstrak

dengan menggunakan generalisasi dan konsep-konsep.

Perkembangan intelektual menurut Piaget dalam garis besarnya adalah

sebagai berikut:

1. Fuse senso-motoris (bayi - 2 tahun)

- gerak refleks, koordinasi tangan - mulut, koordinasi tangan - mata,

koordinasi pengamatan alat - dria (sensory) dan gerakan (motoris),

mencari benda yang diambil dari penglihatannya, mengadakan berbagai

usaha untuk mencapai tujuan.

2. Fase pra-operasional (2 - 7 tahun)

- masalah dipecahkan dengan memikirkannya, perkembangan bahasa dan

persepsi yang cepat (2 - 4 tahun), pikiran dan bahasa bersifat ego-sentris,

subjektif, hanya dari pandangannya sendiri, orientasi menurut bagaimana

ia melihat sesuatu, mengetahui tangan kanannya, akan tetapi bukan tangan

kanan orang yang menghadapinya, pandangan animistis, memandang

benda mati seperti makhluk hidup, misalnya matahari tidur, mengacaukan

khayal dan kenyataan.

Page 107: asas asas-kurikulum(3)

3. Fase operasional konkrit (7-11 tahun)

- memahami reversibilitas, misalnya volume air tetap, walaupun bentuk

bejana berbeda; mulai dapat berpikir mengenai masalah konkrit, berpikir

sambil memanipulasi benda; masih belum dapat memecahkan masalah

verbal yang agak kompleks.

4. Fase operasi formal (11-15 tahun)

- semua jenis masalah logis, termasuk mengemukakan dan menguji

hipotesis dapat dipecahkan; telah dapat menganalisis validitas cara-cara

berpikir; pemikiran formal masih egosentris dalam arti masih ada

kesukaran untuk menyesuaikan yang ideal dengan kenyataan.

Dengan operasi mental dimaksud mengoperasionalkan pikiran, atau pendek

kata berpikir. Adanya pembagian dalam fase-fase tidak berarti bahwa ada batas yang

tegas antara fase-fase itu. Perkembangan intelektual berjalan secara kontinu.

Faktor-faktor yang dapat membantu perkembangan intelektual antara lain :

a. kematangan, terutama pertumbuhan, namun dapat dipengaruhi.

b. pengalaman, pengaruh lingkungan.

c. transmisi sosial, apa yang diperolehnya dari lingkungan kebudayaannya,

namun perlu diolah secara mental.

d. keseimbangan, artinya bahwa bila dihadapkan dengan masalah akan

mengalami gangguan keseimbangan dan tidak akan puas sebelum masalah

dipecahkan untuk mengembalikan keseimbangannya pada taraf yang lebih

tinggi. Jika ia menghadapi sesuatu yang tidak sesuai dengan struktur

mentalnya, ia harus mengadaptasikannya dengan membentuk struktur mental

yang lebih tinggi. Setelah itu dapat mengasimilasi hal-hal yang tercakup oleh

struktur mentalnya. Proses adaptasi dan asimilasi berjalan terus demikian

mengembangkan kemampuan intelektualnya.

PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSIONAL

Dalam garis besarnya perkembangan emosional bergerak dari kedudukaan

kebergantungan ke taraf ketidak-bergantungan atau kemandirian, dan dari perhatian

untuk diri-sendiri ke orientasi kepada orang lain.

Page 108: asas asas-kurikulum(3)

Pack mulanya anak sangat bergantung terutama kepada orang tuanya,

khususnya ibunya, oleh sebab ia masih serba-lemah, serba tak tahu. Untuk segala

kebutuhannya ia memerlukan bantuan lingkungannya. Dengan berkembangnya

dalam bidang fisik, intelektual, dengan bertambahnya pengalamannya, lambat laun

ia lebih mampu mengurus diri sendiri. Dan akhirnya, menjelang kedewasaan dalam

banyak hal ia telah mandiri dan tak lagi banyak bergantung kepada orang tua sampai

ia dewasa dengan kemandirian penuh.

Dalam perkembangan sosialnya, ia mula-mula hanya menaruh perhatian

kepada kepentingan dan perasaannya saja. Pada usia sekolah dan sepanjang di SD,

ia berangsur-angsur menaruh perhatian kepada orang lain. Ia dapat mengikat tali

persahabatan dengan teman lain, ia mulai dapat mempengaruhi kelakuan orang lain

dan senantiasa memperluas lingkaran pesahabatannya. Perhatiannya masih banyak

terhadap orang-orang yang dekat padanya dalam keluarga.

Lambat laun, menjelang dan selama masa pubertas, ikatannya dengan teman

sebaya bertambah erat, bahkan pengaruh teman melebihi pengaruh orangtua, yang

makin merosot. Anak itu, yang mencari identitasnya sendiri serta kemandirian mulai

berkonflik dengan orangtua, apalagi bila orangtua ingin memperlakukannya seperti

sediakala. Pada scat inilah terjadi krisis identitas. Ia mulai bertanya, "Siapa saya?"

Siapa dia, bagaimana konsep dirinya banyak diperolehnya dari feedback atau reaksi

orang lain terhadap kelakuannya.

Ia selanjutnya berkembang sebagai anggota masyarakat yang lebih luas,

seperti anggota masyarakat negara dan dunia.

Ia juga harus mengembangkan diri dalam hubungannya dengan anggota jenis

kelamin lain, mengembangkan kemampuan untuk mengadakan hubungan intim dan

akrab dengan seseorang sebagai persiapan untuk membentuk rumah tangga sendiri.

Kurikulum sekolah hendaknya membantu anak dalam transisi sosial untuk

melepaskan diri dari ikatan keluarga dan pengaruh temah sebaya, untuk mencari

identitasnya sendiri serta kemandirian yang diperlukan bagi setiap orang yang

dewasa.

Page 109: asas asas-kurikulum(3)

Perkembangan moral

Tokoh yang paling terkenal yang telah ineneliti perkembangan moral anak

ialah Lawrence Kohlberg. la memilih 50 orang, berusia antara 10-28 tahun, lalu

mewawancarai mereka tiap tiga tahun selama 18 tahun. Dalam wawancara itu anak

itu dihadapkan kepada situasi yang mengandung dilemma moral yang metnberi

kemungkinan macam-macam jawaban. Peneliti ingin mengetahui apa alasan atau

sebab anak memilih jawaban tertentu. Berdasarkan penelitian ternyata bahwa

perkembangan moral anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut urutan tertentu.

Tak mungkin seorang melompati salah satu tahap.

Kohlberg menemukan enam tingkatan dalam perkembangan moral yakni

tingkatan pra-konvensional, konvensional, pascakonvensional dan masing-masing

tingkatan terbagi dalam dua bagian.

Tingkatan pra-konvensional

Pada tingkatan ini anak telah dapat merenspons terhadap aturan dan akan

tetapi baik dan buruk diukur dari konsekuensi fisiknya berupa hukuman atau

ganjaran dan pujian yang ditentukan oleh orang yang memegang otoritas.

1. Orientasi hukuman dan kepatuhan

Sesuatu dianggap baik bergantung pada hukuman atau akibat fisik baginya

yang menyakitkan atau menyenangkan. Hukuman harus dihindari dengan

menunjukkan kepatuhan. Kepatuhan baik, karena tidak menimbulkan konsekuensi

fisikyangmerugikan.

2. Orientasi instrumental

Tindakan baik bila memberi kepuasan bagi diri atau juga bagi orang lain.

Bahkan kita berbuat baik agar orang lain baik pula kepada kita. Berhuat baik

merupakan instrumen atau alat untuk menerima kebaikan dari orang lain. Kita

menolong orang lain agar ia kelak akan menolong kita.

Tingkatan konvensional

Pada tahap ini anak ingin memelihara hubungan baik dengan orang lain,

keluarga, masyarakat, negara, menurut apa yang diharapkan, tanpa mementingkan

konsekuensinya. Apa yang diharapkan oleh orang yang dianggap sebagai sesuatu

Page 110: asas asas-kurikulum(3)

yang berharga. Karena itu ia ingin menyesuaikan diri dengan harapanharapan

itu dengan menunjukkan kesetiaannya kepada ketentuan-ketentuan demi ketertiban

masyarakat.

3. Orientasi kerukunan antar individu

Kelakuan yang baik ialah yang menyenangkan orang lain, yang dilakukan

dengan itikad baik. Ia berkelakuan baik bukan untuk memperoleh keuntungan bagi

dirinya akan tetapi karena kebaikan itu diharapkan oleh masyarakat daripadanya.

4. Orientasi hukum dan aturan

Kelakuan yang baik ialah mematuhi dan menghormati aturan, undang-undang

dan hukum yang telah ditentukan oleh yang yang berkuasa demi ketertiban

masyarakat. Mematuhi peraturan adalah kewajiban baginya. Tingkatan pasca-

konvensional atau tingkat otonom, tingkat berprinsip.

Pada tingkatan ini individu merumuskan nilai-nilai atau prinsip-prinsip

moralnya atas pemikiran kritis serta mendalam.

5. Orientasi kontrak-sosial legalistik

Suatu tindakan dianggap baik sesuai dengan hak individu atas pemikiran yang

luas serta mendalam serta diterima baik oleh seluruh masyarakat. Bila ada

kesepakatan masyarakat mengenai prinsip tertentu, maka secara legal undang-

undang dapat diubah berdasarkan pertimbangan rasional demi kepentingan

masyarakat.

6. Orientasi prinsip etis yang universal

Tindakan dianggap benar bila dilakukan berdasarkan keputusan hati-nurani

atau kata-hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang universal seperti keadilan

sosial, kesamaan hak manusia, dan harkat manusia sebagai individu.

Tidak semua orang akan dapat mencapai tingkat moral tertinggi ini.

Kebanyakan orang hanya dapat mencapai tingkat keempat.

Page 111: asas asas-kurikulum(3)

Secara sederhana tingkat perkembangan moral (Kohlberg) dapat

digambarkan sebagai berikut:

1. Mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman.

2. Sesuaikan diri agar memperoleh pujian atau ganjaran dan agar kebaikan itu

mendapat balasan.

3. Sesuaikan diri agar mengelakkan kecaman atau kebencian orang.

4. Sesuaikan diri untuk mencegah tindakan dari orang yang berkuasa.

5. Seuaikan diri agar mendapat penghargaan dari orang yang memandangnya dari

segi kepentingan umum.

6. Sesuaikan diri agar jangan mengutuk diri sendiri. (Shaver, J.P dan Strong, W.

h.149)

Ada berbagai cara untuk mempelajari anak, antara lain :

a) mengamati dalam berbagai situasi dan lingkungan, bukan saja dalam situasi

kelas melainkan juga sewaktu bermain-main, berkaryawisata, bersandiwara dan

Iain-lain, bukan di sekolah saja, melainkan juga di luar sekolah.

b) mengadakan percakapan dengan anak, dengan orang tuanya dan dengan orang-

orang lain yang ada hubungannya dengan anak itu.

c) menggunakan test dan angket. Pada masa yang akan datang diharapkan akan ada

bermacam-macam test untuk mengenal inteligensi anak Indonesia dan segi-segi

kepribadian lainnya.

d) mempelajari anak dalam hubunganya dengan anak-anak lain dengan metode

sosiometri.

e) mengadakan catatan berkala atau anecdotal record mengenai kelakuan anak itu

dalam situasi-situasi tertentu.

f) menyelidiki hasil-hasil pekerjaan anak.

g) menyuruh anak membuat huku harian.

h) mengumpulkan segala keterangan mengenai anak itu dalam bentuk "cumulative

record" yakni pengumpulan segala keterangan mengenai anak itu, yang dimulai

pada saat ia masuk ke Taman Kanak-kanak dan terus-menerus ditambah dari

tahun ke tahun dan "menyertai" anak ke sekolah mana saja pun ia pindah.

Page 112: asas asas-kurikulum(3)

i) mengadakan penyelidikan yang mendalam mengenai riwayat hidup dan

kelakuan anak (case study), biasanya mengenai anak yang sukar dididik. j)

mempelajari buku-buku tentang anak-anak.

RANGKUMAN

1. Pandangan tentang anak berubah secara radikal oleh Jean Jacques Rousseau.

Sejak itu anak menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam kurikulum.

Banyaktokoh pendidikan yang dipengaruhi olehnya.

2. Pendidikan harmonis mencakup perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor,

atau perkembangan intelektual, emosional, social dan fisik.

3. Anak merupakan keseluruhan dan bereaksi sebagai keseluruhan terhadap

lingkungannya.

4. Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain daripada yang lain.

Kurikulum hendaknya memperhitungkan keunikan anak agar ia sedapat

mungkin dapat berkembang sesuai dengan bakatnya.

5. Walaupun tiap anak berbeda dengan anak lain, banyak pula persamaan antara

mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi semua.

6. Kurikulum yang semata-mata didasarkan atas kebutuhan dan minat anak yakni

child-centered curriculum dikatakan ekstrem karena anak selalu berada dalam

masyarakatnya dan tak dapatmelepaskan diri dari tuntutan masyarakat.

7. Kebutuhan anak dapat ditinjau dari segi anak dan dari segi masyarakat. Kedua

segi ini harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum.

8. Abraham Maslow, Louis Raths, Earl Kelly mempunyai pandangan tertentu

tentang kebutuhan anak.

9. Robert Havighurst mempertemukan perkembangan individu dengan tuntutan

atau harapan masyarakat dalam konsep " developmental tasks".

10. Jean Piaget mengadakan studi yang mendalam tentang perkembangan

intelektual anak. Ia membedakan fase sensomotoris, fase pra-operasional., fase

operasional kongkret, dan fase operasional formal.

11. Lawrence Kohlberg menggunakan pola Piaget untuk mempelajari

perkembangan moral pada anak.

12. Ada berbagai cara bagi guru untuk mempelajari anak.

Page 113: asas asas-kurikulum(3)

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Perhatikan sekelompok anak bermain atau berkumpul. Catat perbedaan-

perbedaan yang Saudara observasi.

2. Apakah jasa Rousseau bagi pendidikan. Bandingkan pendapat Rousseau dengan

semboyan pendidikan kita "Tut Wuri Handayani".

3. Pilih salah satu anak yang tinggal dekat Saudara.

4. Apa tafsiran Saudara bahwa anak itu suatu keseluruhan. Adakah bukti Saudara.

5. Selidiki hingga mana perbedaan individual diperhatikan di sekolah kita. Cuba

pikirkan apa sebab demikian halnya.

6. Andaikata Saudara ingin memperhatikan perbedaan individual bagaimanakah

dapat melakukannya dalam pelajaran yang Saudara berikan. Kesulitan apakah

Saudara hadapi?

7. Bandingkan kebutuhan anak menurut Abraham Maslow dengan apa yang

dikemukakan Raths, dan Kelly. Adakah persamaan antara ketiga pendapat itu?

yang manakah yang paling menarik bagi Saudara? Alasannya ?.

8. Bila diperhatikan kebutuhan anak yang disebut oleh Maslow, Ratsh dan Kelly,

yang manakah yang Saudara rasa perlu diberi perhatian dalam pendidikan kita?

9. Yang manakah di antara "The Ten Imperative Needs" yang menarik bagi

Saudara yang menurut pendapat Saudara perlu dipertimbangkan dalam

kurikulum kita?

10. Sesuaikah kebutuhan pemuda seperti dikemukakan Donald Doane dengan

kebutuhan pemuda kita?

11. Bandingkan "developmental tasks" di desa dan di kota. Adakah perbedaannya?

Dalam hal apa, dan apa sebabnya?

12. Adakah Saudara lihat perbedaan "developmental tasks" dahulu dan sekarang?

Apa sebab terjadi perubahan itu?

13. Coba terapkan beberapa cara guru untuk mengenal anak.

Page 114: asas asas-kurikulum(3)

BAB 5 PROSES PERUBAHAN DAN PERBAIKAN

KURIKULUM

MAKNA PERUBAHAN KURIKULUM

Bila kita bicara tentang perubahan kurikulum, kita dapat hertanya dalam arti

apa kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau dokumen

yang dijadikan guru sebagai pegangan dalam proses belajar-mengajar. Kurikulum

dapat juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan

sebagai proses untuk mencapainya. Keduanya saling berkaitan. Kurikulum dapat

juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku selama jangka waktu tertentu

dan perlu direvisi secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.

Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang dalam kenyataan terjadi

dengan murid dalam kelas. Kurikulum dalam arti ini tak mungkin direncanakan

sepenuhnya betapapun rincinya direncanakan, karena dala:n interaksi dalam kelas

selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak dapat diramalkan

sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya merjadi pengembang

kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum dapat dipandang sebagai cetusan

jiwa pendidik yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang tertinggi

dalam kelakuan anak-didiknya. Kurikulum ini sangat erat hubungariya dengan

kepribadian guru.

Kurikulum yang formal, mengubah pedoman kurikulum, relatif lebih terbatas

daripada kurikulum yang riil. Kurikulum yang riil,bukan sekadar buku pedoman,

melainkan segala sesuatu yang dialami ailak dalam kelas, ruang olah raga, waning

sekolah, tempat bermain, karyawisata, dan banyak kegiatan lainnya, pendek kata

mengenai seluruh kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum

dalam arti yang luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih pelik, sebab

menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum di sini berarti mengubah semua

yang terlibat di dalamnya, yaitu guru sendiri, murid, kepala sekolah, penilik sekolah,

juga orang tua dan masyarakat umumnya yang ber-kepentingan dalam pendidikan

sekolah. Dalam hal ini dikatakan, bahwa

Page 115: asas asas-kurikulum(3)

perubahan kurikulum adalah perubahan social, curriculum change is social

change.

PERUBAHAN DAN PERBAIKAN

Perubahan tak selalu sama dengan perbaikan, akan tetapi perbaikan selalu

mengandung perubahan. Perbaikan berarti meningkatkan nilai atau mutu. Perubahan

adalah pergeseran posisi, kedudukan atau keadaan yang mungkin membawa

perbaikan, akan tetapi dapat juga memperburuk keadaan. Anak yang mula-mula tak

mengenal ganja, dapat berubah menjadi anak yang mengenalnya lalu terlibat dalam

kejahatan. Perubahan di sini tidak membawa perbaikan. Namun demikian sering

diadakan perubahan dengan maksud terjadinya perbaikan.

Perbaikan selalu dikaitkan dengan penilaian. Perbaikan diadakan untuk

meningkatkan nilai, dan untuk mengetahuinya digunakan kriteria tertentu.

Perbedaan kriteria akan memberi perbedaan pendapat tentang baik-buruknya

perubahan itu. Perubahan, sekalipun memberi perbaikan dalam segala hal bagi

semua orang. Dalam bidang kurikulum kita lihat betapa banyaknya ide dan usaha

perbaikan kurikulum yang dicetuskan oleh berbagai tokoh pendidikan yang terkenal.

Macam-macam kurikulum telah diciptakan dan banyak di antaranya telah

dijalankan. Apa yang mula-mula diharapkan, akhirnya ternyata menimbulkan

masalah lain, sehingga kurikulum itu ditinggalkan atau diubah. Ada masanya

pelajaran akademis yang diutamakan, kemudian tampil anak sebagai pusat

kurikulum, sesudah itu yang dipentingkan ialah masyarakat, akan tetapi timbul pula

perhatian baru terhadap pengetahuan akademis. Namun demikian, dalam sejarah

pendidikan, tak pernah sesuatu kembali dalam bentuk aslinya. Biasanya yang lama

itu timbul dalam bentuk yang agak lain, pada taraf yang lebih tinggi. Misalnya, bila

dalam pelajaran akademis diutamakan hafalan fakta dan informasi, kemudian

diutamakan prinsip-prinsip utama. Bila pada ketika kurikulum sepenuhnya

dipusatkan pada anak, kemudian disadari bahwa tak dapat anak hidup di luar

masyarakat. Disadari bahwa dalam kurikulum tak dapat diutamakan hanya satu

aspek saja, akan tetapi semua aspek : anak, masyarakat, maupun pengetahuan secara

berimbang.

BAGAIMANA TERJADINYA PERUBAHAN

Page 116: asas asas-kurikulum(3)

Menurut para ahli sosiologi, perubahan terjadi dalam tiga fase, yakni fase

inisiasi, yaitu taraf permulaan ide perubahan itu dilancarkan, dengan menjelaskan

sifatnya, tujuan, dan luas perubahan yang ingin dicapai, fase legitimasi, saatnya

orang menerima ide itu dan fase kongruensi, saat orang mengadopsinya, me-

nyamakan pendapat sehingga selaras dengan pikiran para pencetus, sehingga tidak

terdapat perbedaan nilai lagi antara penerima dan pencetus perubahan.

Untuk mencapai kesamaan pendapat, berbagai cara yang dapat digunakan,

misalnya motivasi intrinsik dengan janji kenaikan gaji atau pangkat, memperoleh

kredit, dapat juga, paksaan keras atau halus, dengan menggunakan otoritas atau

indoktrinasi. Dapat juga dengan membangkitkan motivasi intrinsik dengan

menjalankan sikap ramah, akrab, penuh kesabaran dan pengertian, mengajak turut

berpatisipasi, mengemukakan perubahan sebagai masalah yang dipecahkan bersama.

Perubahan akan lebih berhasil, bila dari pihak guru dirasakan kekurangan dalam

keadaan, sehingga timbul hasrat untuk memperbaikinya demi kepentingan bersama.

Perubahan yang terjadi atas paksaan dari pihak atasan, biasanya tidak dapat bertahan

lama, segera luntur dan hanya diikuti secara formal dan lahiriah. Menjadikan

perubahan sebagai masalah, melibatkan semua yang terlibat dalam perumusan

masalah, pengumpulan data, menguji alternatif, dan selanjutnya mengambil

kesimpulan berdasarkan percobaan, dianggap akan lebih mantap dan meresap dalam

hati guru. Akan tetapi karena prosedur ini makan waktu dan tenaga yang banyak,

dan selain itu diinginkan perubahan yang uniform di semua sekolah, maka sering

dijalankan cara otoriter, indoktrinatif, tanpa mengakui kemampuan guru untuk

berpikir sendiri dan hanya diharuskan menerima saja. Cara ini efisien, namun dalam

jangka panjang tidak efektif Dan bila ada perubahan atau perbaikan baru, yang lama

ditinggalkan saja tanpa membekas.

PERUBAHAN GURU

Perubahan kurikulum tak akan dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada guru

sendiri. Seperti manusia lainnya, guru juga sering tidak mudah berubah, karena telah

biasa dengan cara-cara yang lama. Setiap perubahan akan dapat mengganggu

ketenteramannya. Guru cenderung bersifat konservatif, sebab

Page 117: asas asas-kurikulum(3)

tugasnya terutama untuk melestarikan kebudayaan dengan menyampaikannya

kepada generasi muda.

Namun apabila ia merasa ketidakpuasan dengan keadaan, maka ia mencari

cara baru untuk mengatasi kekurangan yang dirasakannya pada dirinya dan dalam

situasi pendidikan. Pada saat itu ia terbuka bagi perubahan. Bila ia memperoleh

informasi melalui ceramah atau bacaan, maka ia dapat memperoleh pandangan baru

tentang pendidikan. Ia melihat situasi dengan mata lain. Timbul padanya kebutuhan

dan motivasi untuk menerima perubahan yang dapat memberi perbaikan. Seorang

yang ingin melancarkan perubahan, harus berusaha menimbulkan kebutuhan itu

pada guru-guru. Selain itu ia jangan bertindak sebagai orang yang serba tahu yang

akan mengubah kelakuan guru. Hendaknya ia sebanyak mungkin melibatkan guru

dalam proses perubahan itu. Ia dapat bersama guru merumuskan masalah yang

dihadapi yang akan dipecahkan bersama, mencari hipotesis atau alternatif,

mengumpulkan data, mengambil keputusan, menguji-cobakannya dan

mengevaluasinya. Perubahan hendaknya disertai pengalaman yang kongkret. Dalam

proses itu hendaknya selalu diusahakan komunikasi terbuka, sehingga guru-guru

bebas mengemukakan pendapatnya. Walaupun petugas itu mempunyai kedudukan

yang lebih tinggi, hendaknya ia hati-hati menggunakan kekuasaan dan

kewibawaannya.

Ia juga menentukan bagaimana memandang guru, apakah sebagai orang yang

kurang terdidik yang memerlukan latihan, atau makhluk psikologis yang dapat

dibujuk, atau sebagai makhluk ekonomis yang harus diberi insentif, uang, atau

sebagai pegawai yang dapat dipaksa agar patuh, ataukah sebagai seorang profesional

yang bertanggung jawab atas mutu profesinya, atau sebagai makhluk rasional yang

dapat diajak berpikir dalam memecahkan masalah bersama. Sikap petugas

pembaharu banyak berpengaruh atas kemantapan perubahan yang diinginkan.

Guru adalah tokoh utama dalam kelasnya. Ia akan menentang perubahan yang

akan mengurangi kedudukannya. Metode yang meniadakan peranan guru dan

terutama didasarkan atas bahan yang telah tersusun, tidak akan diterima guru

Page 118: asas asas-kurikulum(3)

dengan senang hati. Juga perubahan yang meminta pengorbanan tenaga,

waktu, dan pikiran akan menemui pertentangan. la hendaknya diakui sebagai

manusia.

Orang yang berperan sebagai pengubah kurikulum hams dapat bekerja-sama,

harus dapat mempengaruhi orang dan memberi inspirasi. la harus mempunyai

sensitivitas sosial, terbuka bagi pikiran orang lain dan terbuka bagi perubahan. Akan

tetapi ia harus seorang profesional, namun rendah hati dan tidak memamerkan

pengetahuannya.

MENGUBAH LEMBAGA ATAU ORGANISASI

Mengubah lembaga atau organisasi menghadapi kesulitan lain. Tiap organisasi

mempunyai struktur sosial tertentu. Tiap orang mempunyai status tertentu dan

menjalanakan peranan tertentu yang memberinya harga diri atau kekuasaan.

Mengadakan dalam struktur itu dapat mengancam kedudukan seseorang. Sering

pula organisasi itu mempunyai hierarki yang ketat, mengikuti prosedur yang tetap.

Untuk mengadakan perubahan, harus diketahui dan dipertimbangkan keadaan yang

ada.

Menurut para ahli dalam "social engineering" dalam usaha mengadakan

perubahan dapat dilalui empat Iangkah, yakni 1, menganalisis situasi, 2.

menentukan perubahan yang perlu diadakan, 3. mengadakan perubahan itu, dan 4.

memantapkan perubahan itu.

Sikap orang terhadap perubahan berbeda-beda. Ada yang bersedia

menerimanya, ada yang menentangnya terang-terangan atau diam-diam, ada pula

yang acuh-tak-acuh. Ada yang ikut-ikutan tanpa komitmen, ada yang ikut sekadar

mengamankan diri karena takut bila ia mendapat tindakan. Hendaknya dicegah

timbulnya popularisasi, yaitu dua pihak yang bertentangan. Perubahan hanya dapat

berhasil bila semua bekerja-sama. Diusahakan mengenal daya-daya yang membantu

dan menghalangi perubahan itu dan diadakan usaha untuk memperkuat daya-daya

yang menyokong sambil melemahkan, melumpuhkan bahkan meniada-kan daya-

daya yang menghambat. Untuk itu diperlukan kebijaksanaan dan kepekaan sosial.

Page 119: asas asas-kurikulum(3)

Semua harus menyadari adanya masalah yang dihadapi serta kemungkinan

untuk mengadakan perubahan. Diusahakan agar semua menaruh minat terhadap

usaha itu. Diberi waktu untuk membicarakan dan memikirkan makna perubahan itu

bagi lembaga atau organisasi dan dengan percobaan itu bagi lembaga atau organisasi

dan dengan percobaan mempraktikkannya memperlihatkan manfaat perubahan itu.

Bila timbul keyakinan akan kebaikan perubahan itu, maka besar harapan akan

diterima dan digunakan untuk masa selanjutnya.

KELAMBANAN PERUBAHAN DALAM PENDIDIKAN

Dibandingkan dengan bidang pertanian, perubahan dalam pendidikan berjalan

dengan lamban sekali. Praktik-praktik yang telah dijalankan ratusan tahun yang lalu

masih berlaku, sedangkan cara-cara yang baru sangat sukar diterima dan

membudaya. Dapat disebut beberapa sebab kelambanan itu. Pertama, pendidikan,

termasuk kurikulum belum cukup mempunyai dasar ilmiah. Belum dapat

diramalkan dengan pasti apa yang akan terjadi bila dijalankan metode tertentu.

Terlampau banyak variabel yang mempengaruhi hasil suatu tindakan pendidikan.

Setiap metode, demikian pula tiap kurikulum, betapapun banyak kebaikannya,

mempunyai sejumlah kelemahan. Kedua, pendidikan, termasuk kurikulum, tidak

mempunyai petugas tertentu, yang bersedia memberi bantuan kapan saja diperlukan,

seperti halnya dalam bidang pertanian yang menyediakan petugas lapangan. Juga

Kanwil tidak menyediakan petugas yang bersedia dipanggil kapan saja guru atau

sekolah memerlukan bantuannya guna mengatasi kesulitan yang dihadapi berkenaan

dengan pelaksanaan kurikulum. Ketiga, guru atau siapa saja yang mengadakan

perbaikan, tidak mendapat insentif dan hanya menerima penghargaan fmansial

berupa gaji seperti guru lain yang hanya mengikuti tradisi. Keempat, kebanyakan

guru mempertahankan cara-cara lama yang telah teruji dan telah dikenalnya dengan

baik dan dijalankan secara rutin. Kelima, kurikulum yang uniform menghambat

ruang gerak guru untuk mengadakan perubahan dan menimbulkan kesan,

seakanakan tiap penyimpangan dari apa yang telah ditentukan dalam pedoman

kurikulum akan dianggap sebagai pelanggaran. Akan tetapi seperti telah

dikemukakan di atas, betapapun rincinya kurikulum ditentukan oleh pusat, selalu

cukup banyak kesempatan bagi guru untuk berperan sebagai pengembang

kurikulum. Tentu saja diharapkan agar guru-

Page 120: asas asas-kurikulum(3)

guru lebih banyak diberi peluang untuk mencari cara-cara baru atau lebih

menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan murid dan lingkungan. Pengawasan

yang terlampau ketat dari atasan akan menghambat berkembangnya inisiatif dan

kreativitas guru dan merendahkannya menjadi sekadar tukang yang banyak bekerja

secara otomatis dan rutin, padahal mengajar itu selalu merupakan "adventure" penuh

rahasia yang menarik untuk dipikirkan.

TINGKAT PERUBAHAN

Peruhahan kurikulum dapat kecil dan sangat terbatas, dapat pula luas dan

mendasar. Perubahan itu dapat berupa : I . substitusi, 2. alterasi, 3. variasi, 4.

restrukturiSasi, dan 5. orientasi baru.

Substitusi dapat berupa mengganti buku pelajaran, misalnya IPS dengan buku

karangan orang lain yang dianggap lebih baik. Jadi di sini perubahan itu sangat kecil

hanya mengganti atau menukar buku pelajaran. Alterasi juga berarti perubahan,

dalam hal ini misalnya menambah atau mengurangi jam pelajaran untuk bidang

studi tertentu, yang dapat mempengaruhi jam pelajaran bidang studi lain.. Perubahan

ini lebih sulit diadakan dibanding dengan substitusi, karena perlu diyakini apa sebab

perlu jam pelajaran ditambah, sedangkan di pihak lain dikurangi waktunya. Dengan

variasi dimaksud menerima metode yang berhasil di sekolah lain untuk dijalankan di

sekolah sendiri, dengan meniadakan yang lama. Perubahan serupa ini memerlukan

perubahan pada guru yang hams mempelajari dan menguasai cara baru itu.

Perubahan ini lebih sulit lagi dibandingkan dengan perubahan sebelumnya. Lebih

banyak risikonya ialah restrukturisasi, misalnya menjalankan team teaching, yang

memberi peranan baru kepada guru dan memerlukan tenaga dan fasilitas baru. Dan

akhirnya, perubahan yang paling besar risikonya ialah bila dituntut orientasi nilai-

nilai baru, misalnya peralihan dari kurikulum . yang "subject-centered" menjadi

"unit approach", atau kurikulum yang berpusat pada pengetahuan akademis menjadi

kurikulum yang berpusat pada anak atau macam-macam pendekatan lain dalam

kurikulum.

STUDI TENTANG KEBERHASILAN PERUBAHAN KURIKULUM

Othanel Smith dan D. Orlosky mempelajari berbagai perubahan dan

pembaruan kurikulum dalam 80 tahun akhir-akhir ini di Amerika Serikat, yakni

Page 121: asas asas-kurikulum(3)

yang terjadi sebelum dan sesudah 1950. Keberhasilan perubahan atau pembaruan

mereka beda penilaian 1 sampai 4. Nilai 1 berarti bahwa ide pembaruan itu tidak

dilaksanakan di sekolah dan sukar dicari realisasinya di sekolah. Nilai 2 artinya,

bahwa perubahan itu tidak diterima secara meluas, namun mempunyai pengaruh

terhadap pendidikan. Nilai 3 artinya perubahan dan nilai 4 menunjukkan bahwa

perubahan itu telah berhasil memasuki semua sekolah, jadi telah membudaya.

Ternyata bahwa kurikulum seperti Core curriculum, Creative education,

Thirty school experiment, hanya berupa ide akan tetapi tidak ada perwujudannya di

sekolah. Juga Activitiy Curriculum, Community school, Sex education dan Unit

method kurang mendapat "pasaran". Sebaliknya Driver education, Elective System,

Environmental education, Safety education dan Vocational and technical education

pada umumnya diterima baik oleh kebanyakan sekolah.

Apa sebab ada yang diterima sedangkan ada pula yang kebanyakan ditolak?

Ternyata menambah atau mengurangi mata pelajaran lebih mudah diterima daripada

reorganisasi seluruh kurikulum. Misalnya Driver education, Environmental

education, Vocational and technical education dapat diterima dengan mudah,

sedangkan Thirty school experiment yang mengharuskan perom-bakan kurikulum

secara menyeluruh hanya tinggal cita-cita yang tak berwujud. Merombak kurikulum

mengandung banyak risiko tanpa jaminan akan berhasil baik.

Perubahan tidak akan diterima atau bertahan lama, bila kurang dukungan dari

masyarakat, seperti halnya dengan Sex education, atau mendapat tantangan dari

pihak guru, karena mengurangi .atau menghilangkan kekuasaan guru, atau

mengubah peranannya. Atau, bila terlampau banyak tuntutan, pikiran, tenaga, waktu

dan pengorbanan dari pihak guru, seperti Activity curriculum, Community school,

Creative education atau Core curriculum.

Selain itu, perubahan kurikulum hendaknya menyesuaikan diri dengan

"kebudayaan" guru, yaitu cara mereka lazimnya berpikir dan berbuat, selain dengan

kebudayaan masyarakat. Penelitian dan perkembangan ternyata tidak

Page 122: asas asas-kurikulum(3)

efektif dalam perubahan kurikulum. Perubahan harus responsif terhadap

kebu-tuhan dan kemampuan guru.

Dalam perubahan kurikulum kepala sekolah memainkan peranan yang sangat

penting, karena dialah yang mempunyai kekuasaan dan kewibawaan dan

kepemimpinan untuk melancarkan, melanjutkan, dan memantapkan perubahan. Juga

bahan pelajaran seperti paket pelajaran, pusat alat instruksional dapat mem-beri

sumbangan dalam perubahan kurikulum. Selain itu penataran atau mengikuti kuliah

di perguruan tinggi untuk mengikuti perkembangan pengetahuan dalam disiplin

tertentu, demikian juga inservice education dan pengembangan staf, dapat memberi

bantuan masing-masing dalam perubahan kurikulum.

BEBERAPA PETUNJUK TENTANG PROSES PERUBAHAN

KURIKULUM

Di bawah ini diberi sejumlah saran-saran singkat tentang Iangkah-langkah

dalam proses mengubah kurikulum :

1. Pupuklah suasana dan kondisi kerja yang serasi. Suasana kerja harus memberi

kesempatan bagi peserta untuk mengeluarkan buah pikirannya secara bebas.

Saran-saran mereka harus diperhatikan. Mereka harus diikutsertakan dalam

merumuskan dan memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Keberhasilan

perubahan bergantung pada kualitas dan kuantitas para peserta. Ada kalanya

diperlukan bantuan dari orang lain, misalnya dari Kanwil atau Perguruan Tinggi

Perlu disediakan sumber dan bahan yang diperlukan. Hen-daknya dijauhi hal-hal

yang dapat mengganggu.

2. Berikan waktu yang cukup, jangan terlampau cepat, jangan pula terlampau

lambat. Mendesak agar cepat bekerja akan cepat menghasilkan pekerjaan yang

tergesa-gesa dan tidak cermat. Pelaksanaan perubahan memerlukan waktu. Ada

kalanya untuk suatu program, misalnya perbaikan pengajaran bahasa, diperlukan

waktu 3-4 tahun.

3. Tentukan kegiatan yang sesuai, misalnya ada yang lebih serasi bila dilakukan

oleh panitia, kelompok studi, workshop, konperensi, seminar, dapat pula

mengadakan wawancara, observasi, demonstrasi, atau menggunakan alat-alat

seperti tape-recorder, TV, dan Iain-lain.

Page 123: asas asas-kurikulum(3)

4. Tentukan prosedur penilaian dalam tiap usaha perubahan. Evaluasi dimaksud

untuk memperoleh gambaran tentang taraf tercapainya tujuan. Setelah

dirumuskan tujuan perubahan, hams segera ditentukan cara menilai hingga mana

tercapainya tujuan itu. Baru kemudian ditentukan kegiatan-kegiatan untuk

mencapai tujuan itu.

PROSES PERBAIKAN KURIKULUM

Seperti telah dikemukakan, kurikulum bermacam-macam tafsirannya. Pada

satu pihak, kurikulum dipandang sebagai buku pedoman dan wewenang untuk

mengembangkannya ialah pusat, kementerian Depdikbud. Yang dihasilkan ialah

suatu kurikulum nasional yang menentukan garis-garis besar apa yang harus di-

ajarkan kepada murid-murid. Di pihak lain, kurikulum dapat ditafsirkan sebagai

segala sesuatu yang terjadi dalam kelas dan sekolah yang mempengaruhi perubahan

kelakuan para siswa dengan berpedoman pada kurikulum yang ditentukan oleh

Pemerintah. Dalam arti terakhir ini, perbaikan kurikulum terutama tergantung pada

guru. Dialah menentukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam kelasnya. Dalam

posisi itu boleh dikatakan ialah pengembang kurikulum, dan ada tidaknya perbaikan

pengajaran dalam kelasnya bergantung pada ada tidaknya usaha guru.

Tak semua guru sadar akan peranannya sebagai pengembang kurikulum,

karena ia memandang dirinya sekadar sebagai pelaksana kurikulum, yang berusaha

jangan menyimpang sedikit pun dari ketentuan dari atasan. Apa yang ditentukan

oleh atasanya sebenarnya masih jauh dari lengkap. Yang diberikan terutama garis-

garis besarnya, dan kalaupun dirincikan, mustahil meliputi kegiatan guru-siswa

sampai hal yang sekecil-kecilnya. Kurikulum sekolah kita, menentukan hanya

sampai tujuan instruksional umum, TIU. Yang merumuskan TIK-nya ialah guru.

Bahan pelajaran juga hanya pokok-pokoknya, masih banyak yang harus dilengkapi

guru. Demikian pula, metode yang dianjurkan sangat terbatas dan tidak spesifik.

Banyak lagi kesempatan bagi guru untuk secara kreatif memilih dari sejumlah besar

metode, strategi, atau model mengajar yang tersedia. Penilaian formatif dan sumatif

untuk pelajaran yang diajarkan guru, sepenuhnya dalam tangan guru. Ia tidak terikat

pada test tertulis, akan tetapi dapat men-

Page 124: asas asas-kurikulum(3)

jalankan penilaian yang lebih komprehensif yang meliputi aspek emosional,

moral, sosial, sikap dan aspek afektif lainnya. la dapat menilai kemampuan kognitif

pada tingkat mental yang jauh lebih tinggi daripada yang dapat diukur dengan

Ebtanas. Dialah yang dapat menilai aspek-aspek kepribadian anak. Ialah yang

berada dalam posisi strategis untuk mengenal perkembangan anak, fisik, mental,

etis, estetis, sosilal, dan Iain-lain.

Antara kurikulum nasional yang dijadikan pedoman sampai perubahan

kelakuan anak, masih terdapat jarak yang cukup luas, yang memerlukan pemikiran,

kreativitas, dan kegiatan guru. Dalam hal inilah ia harus sadar akan fungsinya

sebagai pengembang kurikulum. Fungsi ini tentu harus lebih disadari kepala sekolah

yang bertanggung-jawab atas pendidikan di seluruh sekolahnya dan seyogianya

berusaha sedapat mungkin mengadakan perbaikan kurikulum sekolahnya Tiap

sekolah berbeda dengan sekolah lain, walaupun berada di kota yang sama,apalagi

sekolah di daerah lain yang berbeda sifat geografi dan sosial-ekonominya. Dan tiap

guru berbeda pribadinya dengan guru lain. Juga muridnya menunjukkan ciri-ciri

khas yang mungkin bertukar dari tahun ke tahun.

Pada umumnya guru kita masih belum menyadari peranannya sebagai

pengembang kurikulum. Kurikulum kita uniform di samping usaha untuk sedapat

mungkin mengatur apa yang harus dilakukan oleh guru sampai yang sekecil-

kecilnya. Meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan dua macam

pendekatan. Pertama, menyusun paket pelajaran sedemikian rupa, sehingga guru

hanya berperan untuk mengatur distribusi bahan itu menurut kecepatan anak.

Pelajaran itu dapat berupa modul atau pelajaran berprograma. Pendekatan kedua

ialah meningkatkan mutu guru sehingga mampu menjalankan bahkan

memperbaikinya bila ada kelemahannya. Pendekatan pertama sangat mahal selain

banyak kekurangannya. Pendekatan kedua memerlukan guru yang profesional,

berkompetensi tinggi, guru yang berjiwa dinamis dan terbuka bagi pembaruan.

Pendekatan ini pun tak mudah dijalankan karena menuntut kualitas guru yang tinggi

yang masih belum terpenuhi pada saat ini.

Kurikulum yang uniform dapat menjadi alasan bagi guru untuk menjauhi

inisiatif perbaikan dan hanya menunggu instruksi dari pihak atasan. Sebaliknya

Page 125: asas asas-kurikulum(3)

atasan yang tidak merangsang guru untuk bersifat dinamis dan memberi

kesempatan serta dorongan untuk mencobakan perbaikan atas pemikiran sendiri dan

tidak turut serta dalam usaha perbaikan dan penyesuaian dengan keadaan setempat,

cenderung mematikan kreativitas guru.

Kurikulum tak kunjung sempurna dan senantiasa dapat diperbaiki. Bahan

segera usang karena kemajuan zaman, pelajaran hams memperhatikan perbedaan

individu dan mencari relevansi dengan kebutuhan setempat, dan sebagainya. Bila

kita ingin memperbaiki kurikulum sekolah, kita harus memperhatikan sejumlah

dasar-dasar pertimbangan, agar usaha itu berhasil baik, antara lain :

• Mengetahui tujuan perbaikan

• Mengenal situasi sekolah

• Mengetahui kebutuhan siswa dan guru

• Mengenal masalah yang dihadapi sekolah

• Mengenal kompetensi guru

• Mengetahui gejala sosial

• Mengetahui perkembangan dan aliran dalam kurikulum

Mengetahui Tujuan Perbaikan.

Langkah pertama ialah mengetahui dengan jelas apa yang sebenarnya ingin

dicapai, bagaimana cara mencapainya, bagaimana melaksanakannya, apakah perlu

dicari proses belajar-mengajar baru, sumber belajar apa yang diperlukan, bagaimana

mengorganisasi bahan itu, bagaimana menilainya, bagaimana me-manfaatkan

balikannya. Ada kemungkinan, tujuannya harus diperjelas atau diubah, demikian

pula desain perbaikan atau implementasinya dan metode penilaiannya. Jadi

perbaikan kurikulum tak kunjung berakhir dan bergerak terus. Kurikulum bukan

benda mati akan tetapi sesuatu yang hidup mengikuti perkembangan zaman.

Mengenal Keadaan Sekolah.

Sering guru-guru tidak mengenal betul situasi sekolah yang sebenarnya,

misalnya kurang mengenal potensi guru, sumber belajar yang tersedia di sekolah

atau lingkungan, kurang mengenal keadaan masyarakat lingkungan, tidak mengenal

sejarah perkembangan sekolah atau memahami kurikulum sekolah

Page 126: asas asas-kurikulum(3)

sebagai keseluruhan serta hubungannya dengan instansi lain, atau bantuan

yang dapat diperoleh, misalnya dari staf perguruan tinggi, termasuk IKIP.

Mempelajari Kebutuhan Murid Dan Guru.

Agar ada dorongan untuk memperbaiki kurikulum harus disadari adanya

kesenjangan antara keadaan yang nyata dengan apa yang diharapkan oleh kurikulum

resmi atau apa yang diinginkan siswa dan guru. Mengetahui kebutuhan itu

merupakan titik tolak bagi usaha perbaikan. Tujuan pendidikan seperti diharapkan

Pemerintah dapat memberi dorongan untuk mengadakan perubahan dalam keadaan

sekarang yang dirasa tidak memuaskan. Untuk melaksanakan perbaikan itu perlu

diadakan studi yang lebih luas guna memperoleh data lain yang dirasa perlu. Data

tentang siswa, keadaan siswa secara keseluruhan, macam-macam golongan etnis,

jumlah penerimaan, lulusan dan putus sekolah, hasil belajar, perkembangan fisik,

sosial, moral, intelektual, keadaan rumah tangga, kebudayaan masyarakat anak,

nilai-nilai dan harapan masa depan, cara murid belajar, konsep-diri anak, bahan

pelajaran, proses belajar-mengajar, relevansi kurikulum, dan sebagainya. Dalam

semua hal itu mungkin terdapat kekurangan-kekurangan yang perlu mendapat

perhatian.

Untuk memperoleh data dapat digunakan test tertutup dan terbuka,

wawancara, angket, sosiometri, analisis pekerjaan murid, observasi, dan Iain-lain.

Juga dapat diadakan brainstorming dengan guru, orangtua atau murid untuk

mengetahui kelemahan-kelemahan dalam pendidikan di sekolah. Untuk mengetahui

kebutuhan mana yang dirasa paling penting untuk diatasi, dapat diminta guru

mengadakan ranking untuk kemudian didiskusikan selanjutnya dan memilih yang

dirasa paling urgen. Suatu masalah ialah, apakah guru-guru memang ingin

mengadakan perbaikan yang dianjurkan, bagaimanakah menyisipkan perbaikan itu

kedalam kurikulum resmi, apakah perbaikan itu sungguh-sungguh mengenai inti

persoalan ataukah hanya menyinggung gejalanya.

Mengenal Masalah Yang Dihadapi Sekolah.

Sebaliknya yang dijadikan fokus perbaikan ialah masalah-masalah yang

dihadapi guru dalam pekerjaannya sehari-hari, yang sering berkenaan dengan

metode mengajar, memperhatikan perbedaan individual, memilih bahan pelajaran

Page 127: asas asas-kurikulum(3)

yang lebih serasi, organisasi kelas, fasilitas yang membantu proses belajar-

menga-jar, cara meningkatkan motivasi siswa belajar, dan Iain-lain. Masalah juga

dapat berasal dari rnurid, orangtua, masyarakat atau pemerintah.

Masalah yang dipilih hendaknya jangan terlampau luas sehingga sukar

dikendalikan. Sebaliknya jangan pula terlampau sempit sehingga tak bermakna.

Masalah yang dianjurkan oleh pihak luar, mungkin tidak dirasa relevan, tidak prakis

oleh guru dan tidak akan mendapat dukungan.

Jika telah ditentukan dan disetujui masalah perbaikan yang akan dikerjakan,

masalah itu dapat diperlukan sebagai cara pemecahan masalah pada umumnya,

yakni merumuskan masalahnya, menentukan hipotesis, mengumpulkan data,

mencobakannya apakah benar hipotesis itu, mengambil kesimpulan,

mengimplementasikannya, menilai untuk mcmperoleh balikan, mengadakan pe-

rubahan, dan seterusnya sampai tercapai hasil yang memuaskan.

Mengenal Kompetensi Guru.

Untuk memperbaiki kurikulum perlu diketahui kompetensi guru sebagai

partisipan dalam pengembangannya, pengetahuan mereka tentang seluk-beluk

kurikulum, bahan pelajaran, proses mengajar-belajar, psikologi anak, sosiologi, dan

sebagainya, selain kompetensi umum, seperti kemampuan membuat perencanaan,

kemampuan untuk mencetuskan ide-ide baru, kemampuan mem-pertemukan

pandangan yang bertentangan, serta memupuk suasana yang menyenangkan,

kemampuan bekerja-sama untuk menghasilkan pekerjaan yang bermutu,

kemampuan untuk mengarahkan dan mengkoordinasi, kemampuan menganalisis

situasi dan menafsirkan perbuatan, kemampuan memilih dari sejumlah alternatif,

kemampuan mengadakaan eksperimen dan penelitian, kemampuan untuk

menanyakan pertanyaan yang relevan, kemampuan menyatakan pikiran secara lisan

dan tulisan, serta menggunakan alat, seperti komputer.

Mengenal Gejala Sosial.

Perbaikan kurikulum dapat berasal dari desakan dari dalam dunia pendidikan,

maupun dari luarnya. Dari dalam pendidikan dorongan ke arah perbaikan dapat

bersumber dari guru, kepala sekolah, rnurid, dapat juga dari

Page 128: asas asas-kurikulum(3)

penilik sekolah atau dari kementerian. Tiap guru mengalami hal-hal yang tidak

memuaskan yang perlu diperbaikinya. Murid-murid pun mempunyai sejumlah

keluhan tentang kekurangan yang dirasakannya tentang sekolah. Kepala sekolah

sudah sewajarnya mencita-citakan sekolah yang baik. Pemilik sekolah dalam

kunjungannya tentu akan memberi sejumlah saran ke arah perbaikan kurikulum.

Juga dari pihak luar datang usul-usul perbaikan sekolah, karena tiap orangtua

mengharapkan pendidikan yang sebaik-baiknya bagi anaknya. Orangtua pada

umumnya belum menyadari sepenuhnya peran mereka dalam perbaikan sekolah.

Namun suara masyarakat tentang pendidikan sering dicetuskan melalui koran dan

mass media lainnya. Perguruan tinggi juga dapat menunjukkan keluhannya tentang

mutu lulusan SMA dan konsumer para lulusan lembaga pendidikan merasakan

kekurangan dalam tenaga kerja.

Tak semua keluhan itu dapat dipenuhi. Lagi pula keluhan itu perlu

dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh oleh sebab tidak tiap keluhan

mempunyai dasar yang kuat yang didukung oleh fakta. Namun adanya keluhan itu

seharusnya mendorong para pendidik untuk menilai diri sendiri dan berusaha

memperbaikinya. Hingga kini, pada umumnya para pendidik, khususnya guru-guru

belum berani mengambil inisiatif mengadakan perbaikan sendiri, lalu membiarkan

keadaan berlangsung, sampai pada suatu saat lahir kurikulum baru, yang belum

tentu memberi perbaikan. Kurikulum yang barn sama sekali cenderung

melenyapkan segala kebaikan kurikulum yang lampau. Bila kurikulum diperbaiki

secara kontinu, tak perlu diambil risiko besar untuk mengadakan pembaruan total

yang dapat menimbulkan goncangan besar di kalangan guru-guru. Kurikulum yang

baik tidak diperoleh sekaligus dengan adanya kurikulum yang baru sama sekali.

Kurikulum harus dibangun terus menerus, sedikit demi sedikit yang lazim disebut

sebagai "broken front". Tak dapat kurikulum serentak diperbaiki dalam segala

"front". Misalnya, guru suatu bidang studi yang dinamis dapat memperbaiki

pengajaran hidang studinya, yang mungkin tidak dilakukan guru bidang studi

lainnya. Demikian juga suatu sekolah yang "favorit" karena mutunya, dapat lebih

meningkatkannya lagi, tanpa menunggu kemajuan sekolah lain yang ketinggalan.

Masing-masing sekolah dapat berusaha mencapai

Page 129: asas asas-kurikulum(3)

"excellence", keunggulan dan tiap guru dapat mengusahakan tercapainya mutu yang

senantiasa meningkat. Perlombaan sehat antara sekolah dalam peningkatan mutu

hendaknya jangan dihalangi. Sekolah yang ketinggalan dalam hal tertentu dapat

belajar dari sekolah yang telah maju. Kurikulum yang uniform mengenal standard

minimal tidak menghambat mencapai mutu yang setinggi-tingginya.

Mengetahui Aliran-aliran Dalam Pengembangan Kurikulum.

Kurikulum adalah bidang yang subur bagi penelitian. Banyak buku dan

karangan terbit berkenaan dengan studi tentang kurikulum. Berbagai aliran timbul

untuk mencari alternatif baru sebagai reaksi terhadap praktik kurikulum yang

berlaku sekarang. Tiap aliran mengandung hal-hal yang positif yang dapat

memperluas pandangan guru tentang kurikulum yang dapat mendorongnya untuk

menerapkannya sejauh itu mungkin. Ide-ide baru dapat menjadi pokok diskusi di

kalangan guru, asal diadakan waktu khusus oleh kepala sekolah untuk

membicarakan kurikulum sekolah secara berkala.

Tak semua aliran baru dalam kurikulum dapat diterapkan. Banyak di

antaranya yang hanya berupa ide saja tanpa direalisasikan. Namun ada saja

kemungkinan mengambil aspek-aspek tertentu yang dapat memberikan perbaikan

dalam rangka kurikulum yang berlaku. Biasanya guru tidak berpegang secara ketat

pada satu pola kurikulum tertentu. Biasanya ia bersifat eklektik, memilih apa yang

dirasanya bermanfaat bagi tujuan tertentu. Ia dapat pada suatu saat menggunakan

teori belajar S-R mematuhi PPSI dan sesaat lagi menerapkan pendekatan proses

yang berdasarkan teori belajar Gestalt. Maka karena itu guru dapat membukakan

diri terhadap berbagai aliran dalam pengembangan kurikulum.

LANGKAH-LANGKAH DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM DI

SEKOLAH

Agar usaha perbaikan kurikulum di sekolah dapat berhasil baik hendaknya

diperhatikan langkah-langkah yang berikut:

- Adakan penilaian umum tentang sekolah, dalam hal apa sekolah itu lebih baik atau

lebih rendah mutunya daripada sekolah lain, adanya diskrepansi antara

kenyataan dengan apa yang diharapkan berbagai pihak, sumber-sumber yang

tersedia atau tidak tersedia, dan Iain-lain.

Page 130: asas asas-kurikulum(3)

- Selidiki berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan siswa, kebutuhan guru, dan

kebutuhan akan perubahan dan perbaikan.

- Mengidentifikasi masalah serta merumuskannya, yang timbul berdasarkan studi

tentang berbagai kebutuhan yang tersebut di atas lalu memilih salah satu yang

dianggap paling mendesak.

- Mengajukan saran perbaikan, sebaiknya dalam bentuk tertulis, yang dapat

didiskusikan bersama, apakah sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku,

menilai maknanya bagi perbaikan sekolah dan menjelaskan makna serta im-

plikasinya.

- Menyiapkan desain perencanaannya yang mencakup tujuan, cara mengevaluasi,

menentukan bahan pelajaran, metode penyampaiannya, percobaan, penilaian,

balikan, perbaikan, pelaksanaan, dan seterusnya.

- Memilih anggota panitia, sedapat mungkin sesuai dengan kompetensi masing-

masing.

- Mengawasi pekerjaan panitia, biasanya oleh kepala sekolah.

- Melaksanakan hasil panitia oleh guru dalam kelas. Oleh sebab pekerjaan ini

tidak mudah, kepala sekolah hendaknya senantiasa menyatakan penghargaannya

atas pekerjaan semua yang terlibat dalam usaha perbaikan ini.

- Menerapkan cara-cara evaluasi, apakah yang direncanakan itu dapat

direalisasikan. Apa yang indah di atas kertas, belum tentu dapat diwujudkan.

- Memantapkan perbaikan, bila ternyata usaha itu berhasil baik dan dijadikan

pedoman selanjutnya.

Pada taraf permulaan hendaknya diambil suatu proyek yang sederhana, yang

besar harapannya dapat dilaksanakan dengan baik. Ketidakberhasilan akan

menimbulkan kekecewaan dan keengganan untuk mengadakan perbaikan di masa

mendatang. Perlu pula memilih orang-orang yang benar-benar bermotivasi untuk

mengadakan perbaikan dan mempunyai kompetensi yang memadai. Perlu pula

ditentukan batas waktu perencanaan dan pelaksanaan proyek ini. Perbaikan

kurikulum memerlukan waktu lama sebelum membudaya, kadang-kadang 2 sampai

5 tahun, bergantung pada luas perbaikan yang akan diadakan. Jadi jangan didesak

melakukannya dengan tergesa-gesa. Ada perbaikan kurikulum yang fundamental

yang makan waktu puluhan tahun. Sering kurikulum yang dijalankan

Page 131: asas asas-kurikulum(3)

masih mirip dengan yang terdapat puluhan bahkan ratusan tahun yang silam.

Perubahan kurikulum senantiasa melibatkan perubahan manusia yang

melaksanakannya. Agar kurikulum berubah demi perbaikan, guru sendiri harus

berubah atau diizinkan, bahkan didorong untuk berubah.

PESERTA DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

Siapakah yang diikut-sertakan dalam pengembangan kurikulum merupakan

suatu masalah. Apakah hanya pejabat Depdikbud ataukah masih diperlukan peserta

lain? Setelah Jeomr Bruner yang mengutamakan struktur disiplin ilmu, para ahli

disiplin ilmu dari universitas banyak dilibatkan dalam pengembangan kurikulum,

oleh dianggap kurikulum adalah terutama menyampaikan ilmu pengetahuan. Di

belakangnya terkandung asumsi bahwa kurikulum menyusun suatu dokumen yang

menjadi pegangan apa yang harus dipelajari siswa. Akan tetapi kurikulum yang

sesungguhnya ialah apa yang terjadi dalam kelas dalam interaksi siswa dengan guru

dan siswa lainnya dan dengan lingkungan. Dalam kelas, kurikulum adalah benda

hidup yang dinamis, bukan hanya sekumpulan halaman cetakan belaka. Dalam kelas

kurikulum resmi itu memperoleh bentuk yang tersendiri bila diterjemahkan dalam

interaksi hidup antara guru dan siswa. Untuk melaksanakan kurikulum itu dan juga

dalam usaha untuk mengubahnya agar sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan

anak dalam masyarakat tertentu diperlukan peserta lain. Dalam proses perbaikan

kurikulum seperti ini diperlukan partisipasi dari semua yang tiap hari terlibat dalam

kurikulum yakni guru, murid, kepala sekolah dan pemilik sekolah dari Kanwil. Bila

pendidikan mendapat sorotan dan kritik, merekalah yang pertama-tama yang harus

berusaha mengadakan perbaikan. Dalam arti yang luas, banyak lagi yang turut

terlibat dalam mutu kurikulum, seperti Pemerintah, perguruan tinggi, khususnya

IKIP, orangtua, para ahli kurikulum dan berbagai lapisan masyarakat umumnya,

seperti golongan agama, industri, politik, dan Iain-lain.

Dalam garis besarnya kita dapat membaginya dalam dua golongan, yaitu

daya-daya dari dalam sekolah dan dari luar sekolah. Kritik dan saran dari pihak luar

biasanya bersifat umum, sedangkan sekolah harus menerjemahkannya dalam

kegiatan yang lebih spesifik dan operasional. Yang memegang peranan dalam

Page 132: asas asas-kurikulum(3)

proses perbaikan kurikulum ialah guru oleh sebab dialah yang paling bertanggung-

jawab atas mutu pendidikan anak-didiknya. Guru menghadapi kesulitan tersendiri,

oleh sebab pada hakikatnya ia bekerja dalam dunia terisolisasi. Apa yang dikerjakan

dalam kelasnya tertutup bagi dunia luar. Jarang sekali pelajarannya dihadiri oleh

orang luar, sehingga ia tidak memperoleh input tentang proses belajar-mengajar

dalam kelasnya. Ia cenderung masuk cengkeraman rutin, mengulangi caranya

mengajar dari tahun ke tahun sampai akhir jabatannya. Pengalamannya selama

puluhan tahun dapat merupakan pengalaman yang sama diulangi puluhan kali dan

tidak tumbuh dalam profesinya. Ia hanya dapat berkembang, bila ia membiasakan

diri (1) berunding dan bertukar pikiran dengan siswa, terbuka bagi pendapat mereka,

(2) belajar terus dengan membaca literate profesional, (3) bertukar pikiran dan

pengalaman dengan teman guru-guru lainnya atau dengan kepala sekolah. Sikap

keterbukaan ini memungkinkannya belajar dari murid, dari buku dan dari orang lain.

Pertumbuhannya ini dapat dibantu, bila sekolah secara berkala mengadakan rapat

khusus untuk membicarakan hal-hal berkenaan dengan kurikulum serta

perbaikannya. Sebagian dari waktu libur sekolah dapat dimanfaatkan untuk

membicarakan kekurangan-kekurangan dalam penyelenggaraan kurikulum dan

secara bersama mencari usaha perbaikan. Hasil pembicaraan akan diterapkan dalam

kelas masing-masing lalu didiskusikan kemudian untuk menilai pengalaman guru

masing-masing. Dengan demikian guru-guru lebih memahami seluk-beluk

kurikulum dan menyadari peranannya sebagai pengembang kurikulum, atau

pelaksana kurikulum yang kreatif evaluatif. Mereka akan lebih memahami bahwa

gurulah unsur utama dalam kurikulum.

Pada saat ini guru belum menganggap dirinya seorang yang boleh bicara,

bahkan yang mempunyai keahlian dalam bidang kurikulum, khususnya dalam hal

kurikulum kelas atau bidang studinya. la menganggap dirinya hanya sebagai

pelaksana, ibarat tukang yang harus melaksanakan pekerjaan menurut instruksi. Jadi

ia hanya terlibat dalam praktik, tanpa memikirkan dan merenungkan apa yang

dilakukannya. Semboyan "learning by doing" mempunyai satu syarat. Orang tidak

belajar dengan sekadar berbuat; melakukan pekerjaan berkali-kali tidak memberi

pelajaran. Berbuat hanya menghasilkan pelajaran, bila direnungkan apa yang

Page 133: asas asas-kurikulum(3)

dilakukan dan meningkatkannya pada taraf yang lebih abstrak, konseptual,

dan teoritis. Perkembangan profesional guru juga terhambat karena tidak adanya

perkumpulan profesional hagi berbagai golongan guru, seperti guru SD, SMP,

SMA, dan Iain-lain., juga perkumpulan guru dalam bidang studi tertentu yang tidak

terbatas pada tingkatan sekolah. Adanya perkumpulan profesional dengan

terbitannya dapat merangsang guru untuk senantiasa melihat profesinya sebagai

masalah yang secara kontinu mendorongnya untuk berpikir tentang kurikulum dan

dengan demikian mempercepat perbaikan dan modernisasi pendidikan kita.

PARTISIPASI GURU

Tiap guru mempunyai reaksi individual terhadap perbaikan kurikulum. Pada

umumnya guru akan bersifat kritis dan menilainya, apakah perbaikan itu hanya

bersifat teori, apakah dapat dilakukan dalam kelasnya, atau menganggap bahwa cara

yang lama lebih bermanfaat dan yang baru terlampau banyak menuntut waktu dan

tenaga. Jika ia menyaksikan pelaksanaan, atau mengalami sendiri kegunaannya,

maka ia akan lebih mudah menerimanyl karena instruksi atau paksaan, maka

perbaikan itu tidak akan lama bertahan.

Dalam usaha untuk mengadakan perubahan kurikulum, hendaknya diselidiki

sikap dan reaksi guru terhadap perubahan itu dan mempertimbangkannya.

Perubahan harus diterima dengan rasa komitmen agar berhasil baik. Guru

mempunyai pandangan sendiri tentang kurikulum dan keberhasilan perubahan

bergantung pada kesesuaiannya dengan nilai-nilai guru dan taraf partisipasinya

dalam perubahan itu.

PARTISIPASI MURID

Pada umumnya kita belum mempertimbangkan peranan siswa dalam

pengembangan kurikulum dan mereka memang tidak mempunyai kompetensi dalam

bidang itu. Namun pada tingkat kegiatan kelas, bila guru bertanya, bagaimana

pendapatnya tentang , pelajaran, apa yang ingin dipelajarinya tentang suatu topik,

atau bila guru mengajak siswa turut-serta dalam perencanaan suatu kegiatan belajar,

pada pokoknya mereka sudah dilibatkan dalam kurikulum. Di sekolah progresif

kepada murid diberikan peranan yang lebih besar lagi tentang apa yang mereka

harapkan dari pelajaran. Partisipasi murid sama sekali tidak

Page 134: asas asas-kurikulum(3)

berarti bahwa keinginan mereka hams diperturut akan tetapi pandangan mereka

dapat dimanfaatkan, sekalipun keputusan selalu di tangan guru. Memaksakan

kurikulum yang tidak mereka sukai, yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan

mereka, akan menimbulkan rasa benci bahkan protes, sekalipun tersembunyi

terhadap pelajaran dan sekolah yang mereka nyatakan dalam perbuatan yang tidak

diinginkan.

PARTISIPASI KEPALA SEKOLAH

Kepala sekolah mempunyai kedudukan strategis dalam perbaikan kurikulum

dan berbeda di garis depan perubahan kurikulum. Sebagai pemimpin profesional ia

menerjemahkan perubahan masyarakat dan kebudayaan ke dalam kurikulum.

Perubahan dalam sikap pemuda-pemudi akibat dinamika masyarakat tidak dapat

diabaikannya. Ialah tokoh utama yang mendorong guru agar senantiasa mencari

perbaikan dan mengembangkan diri. la sendiri hams mempunyai latar belakang

yang mendalarn tentang teori dan praktik kurikulum. Perubahan kurikulum hanya

akan berjalan dengan dukungan dan dorongan kepala sekolah. ia dapat mem-

bangkitkan atau mematikan perubahan kurikulum di sekolahnya.

Masih ada lagi golongan lain yang dapat membantu perbaikan kurikulum

antara lain para inspeksi di Kanwil dan juga para orangtua dan tokoh-tokoh

masyarakat. Walaupun banyak orang yang dapat memberi sumbangan kepada

perbaikan kurikulum, hendaknya kepala sekolah dan guru-guru selalu rnemegang

peranan utama untuk menerima, mempertimbangkan, dan memutuskan apa yang

akan dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Kepala sekolah dan stafnya tak dapat

tiada hams bekerja dalam kerangka patokan yang ditetapkan oleh Depdikbud.

KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN

Telah banyak diadakan penelitian untuk mengetahui apakah sebenarnya

kepemimpinan itu, namun tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan.

Rupanya kepemimpinan itu lebih kompleks daripada yang diduga semula dan

timbul beberapa teori tentang hakikat kepemimpinan ini.

Ada kalanya dianggap bahwa seorang lahir sebagai pemimpin jadi bukan

karena pengalaman. Pemimpin dianggap sebagai orang yang jauh lebih banyak

Page 135: asas asas-kurikulum(3)

tahu dan lebih kompeten daripada pengikutnya. Pemimpin ialah orang yang

menentukan sedangkan yang lain harus mematuhinya. Anggapan demikian

menganut konsep yang otokratis tentang kepemimpinan. Dalam organisasi yang

demokratis pemimpin dianggap sebagai orang yang dapat membantu anggota lain

untuk mengidentifikasi tujuan yang bermakna bagi kelompok dan membantu dalam

mencapai tujuan itu. Sebagai pembantu, kepemimpinan dianggap sebagai layanan

kepada kelompok. Apa yang dilakukan pemimpin sama pentingnya dengan

bagaimana caranya melakukannya.

Berbagai teori telah dipikirkan untuk menjelaskan hakikat kepemimpinan,

akan tetapi tak ada yang dapat menjelaskan semua gejala kepemimpinan itu dengan

memuaskan.

Salah satu teori memandang kepemimpinan sebagai orang yang memiliki

sejumlah sifat yang membuatnya seorang pemimpin, antara lain empat yaitu

identifikasi dengan kebutuhan orang lain, kemampuan menyesuaikan diri dengan

norma kelompok, kesediaan memberi bantuan, pengendalian emosi, inteligensi

tinggi : sosial, verbal maupun akademis, berminat untuk memimpin, bersemangat.

Daftar ini rasanya masih dapat diperluas, menurut pengalaman dan pendapat

seseorang. Kita tidak tahu yang mana di antara sifat-sifat itu yang paling penting.

Ada pula yang memandang kepemimpinan sebagai sesuatu yang dibagi

bersama antara anggota kelompok guna mencapai tujuan-tujuan yang ditentukan

bersama. Pemimpin ditunjuk oleh kelompok untuk tujuan tertentu untuk jangka

waktu yang tertentu, karena dialah yang dianggap paling kompeten untuk tugas itu.

Jadi kepemimpinan bergantung pada tugas yang dihadapi.

Teori ketiga ialah memandang kepemimpinan sebagai fungsi suatu situasi.

Dalam segala situasi tertentu tampil pemimpin tertentu. Situasi itu membutuhkan

seorang pemimpin yang dianggap mampu mengatasi masalah yang ditimbulkan

situasi itu secara efektif. Jadi pemimpin yang cocok untuk suatu situasi tidak akan

cocok untuk situasi lain, dan seorang tidak akan menjadi pemimpin yang efektif

dalam segala situasi.

Page 136: asas asas-kurikulum(3)

Ketiga teori itu ada kebenarannya, namun tidak dapat berlaku dalam segala

situasi kepemimpinan. Mungkin kepemimpinan bertalian dengan faktor-faktor

pribadi, sikap dan kebutuhan "pengikut" atau anggota kelompok pada saat tertentu,

timbul dalam situasi tertentu, bangkit dalam struktur suatu kelompok.

Kepemimpinan mungkin fungsi interaksi antara berbagai variabel itu yang

membuka kesempatan timbulnya pemimpin yang sentral tanpa menghalangi orang

lain untuk menjalankan kepemimpinan bersama. dalam berbagai situasi pada waktu-

waktu tertentu.

Pemimpin tidak memiliki sejumlah ciri yang sama, namun selalu

menunjukkan kualitas tinggi dalam hal tertentu. Kepemimpinan berbeda menurut

sifat lingkungan, sifat tugas, distribusi kekuasaan, dan prioritas tujuan.

Efektivitas kepemimpian antara lain bergantung pada kualitas hubungan

antara pemimpin dan anggota kelompok, adanya saling percaya, saling

menghormati, kekompakan, semangat atau moral tinggi, pemanfatan buah pikiran

anggota.

Dalam kepemimpinan dapat dibedakan dua corak, yaitu yang berorientasi

pada tugas, dan yang berorientasi pada hubungan manusiawi. Yang berorientasi

pada tugas ingin agar pekerjaan selesai, mengutamakan hasil dengan menentukan

standar, menetapkan waktu penyelesaian pekerjaan, mengeritik pekerjaan yang tak

bermutu, mendorong anggota bekerja dengan tenaga penuh agar mencapai

kemajuan.

Di lain pihak, kepemimpinan yang mengutamakan hubungan manusiawi,

berusaha agar ia disenangi, memelihara hubungan antar manusia yang baik,

memupuk rasa hormat-menghormati, percaya-mempercayai, berusaha agar

pekerjaan menyenangkan, bersedia mendengarkan buah pikiran orang, namun tidak

memberi hasil seperti kepemimpinan yang berorientasi pada tugas. Masalahnya

ialah bagaimana mempertemukan kedua pendekatan itu, yaitu menjadi pemimpin

yang disukai dan mencapai hasil yang diinginkan, atau menjadi pemimpin yang

tidak hanya disenangi akan tetapi juga berhasil dan efektif.

Page 137: asas asas-kurikulum(3)

Kepemimpinan yang berorientasi pack tugas dapat menyeleweng menjadi

kepemimpinan yang otokratis yang dapat bersifat paternalistik, demokratis semu,

menggunakan ancaman atau rasa takut.

Kepemimpinan sering memerlukan otoritas atau kekuasaan. Tanggung jawab

tanpa diberi kekuasaan tertentu cenderung tidak memberi hasil. Dalam perubahan

kurikulum pemilik sekolah, kepala sekolah atau guru harus diberi kekuasaan atau

wewenang agar dapat menjalankan tanggung jawabnya untuk membuat rencana

guna perbaikan.

Kepemimpinan juga ditentukan oleh pandangan pemimpin terhadap manusia.

la dapat memandang manusia sebagai makhluk yang pada hakikatnya baik dan dapat

diberi kepercayaan akan berkembang dan melakukan tugasnya dengan baik.

Sebaliknya ia dapat memandang manusia yang pada hakikatnya buruk, egoistis dan

kerena itu perlu dididik, diorientasi kearah perbaikan. Dapat pula manusia

dipandang netral, tidak baik atau buruk akan tetapi mempunyai kebebasan untuk

memilih dan memerlukan kesempatan dan hantuan menggunakan kehebasannya

untuk memilih yang baik.

STRATEGI KEPEMIMPINAN DALAM PERUBAHAN KURIKULUM

Dengan strategi dimaksud rencana serangkaian usaha untuk mencapai tujuan,

dalam hal ini perubahan atau perbaikan kurikulum. Untuk mengubah kurikulum

dapat diikuti strategi yang berikut:

1. Mengubah seluruh sistem pendidikan yang hanya dapat dilakukan oleh

pusat yakni Depdikbud karena mempunyai wewenang penuh untuk mengadakan

perubahan kurikulum secara total. Perubahan ini menyeluruh dan dijalankan secara

uniform di seluruh negara. Usaha besar-hesaran ini hanya dapat dikordinasi oleh

pusat dengan memberikan pernyataan kebijaksanaan, petunjuk-petunjuk

pelaksanaan dan hukum pedoman. Strategi ini sangat ekonomis mengenai waktu dan

tenaga bila mengadakan perubahan kurikulum secara uniform dan menyeluruh.

Page 138: asas asas-kurikulum(3)

Dianggap bahwa di kantor pusat telah dihimpun personalia profesional yang

paling unggul yang diberi fasilitas yang seluas-luasnya untuk merencanakan

perubahan kurikulum itu sebaik-baiknya.

Ada sejumlah kelemahan yang terdapat dalam pendekatan ini. Memusatkan

perubahan kurikulum di kantor pusat tidak cukup melibatkan semua pakar

kurikulum profesional yang tersebar di seluruh negara. Cara ini cenderung bersifat

birokratis yang dikatakan menyusun kurikulum "di belakang meja tulis" oleh tokoh-

tokoh yang tidak atau kurang menceburkan diri dalam praktik sekolah yang

sebenarnya. Bila semua perubahan kurikulum hanya datang dari pusat, dalam jangka

panjang ini dapat mengekang dan membatasi perbaikan kurikulum secara kreatif

oleh guru-guru di seluruh negara. Memperbaiki kurikulum berarti hanya menerima

kebijaksanaan orang-orang yang secara resmi diberi status sebagai pe-mimpin

urusan kurikulum.

2. Mengubah kurikulum tingkat lokal.

Kurikulum yang nyata, yang riil, hanya terdapat di mana guru dan murid

berada, yakni di sekolah dan dalam kelas. Di sinilah dihadapi masalah kurikulum

yang sesungguhnya. Dalam kelas kurikulum menjadi hidup, bukan hanya secarik

kertas. Dalam menghadapi anak, mau tak mau setiap guru akan menghadapi

masalah yang harus diatasinya. Dalam pelaksanaan kurikulum dalam kelas terhadap

murid yang berbeda-beda, tak dapat tiada guru harus mengadakan penyesuaian.

Bagaimanapun ketatnya perincian kurikulum, guru selalu mendapat kesempatan

untuk mencobakan pikirannya sendiri. Pedoman kurikulum hanya dapat dijiwai oleh

guru dan pribadi guru terjalin erat dengan cara ia melaksanakan kurikulum itu.

Kelaslah yang menjadi garis depan perubahan dan perbaikan kurikulum.

Di bawah pimpinan kepala sekolah dapat diadakan rapat seluruh staf, atau

setiap tingkatan atau bidang studi. Rapat-rapat mengenai perbaikan kurikulum

sebaiknya dilakukan secara kontinu oleh sebab tujuannya tidak diperoleh sekaligus.

Perbaikan yang sesungguhnya akan terjadi bila guru sendiri menyadari

kekurangannya, ada kalanya atas pemikirannya sendiri, atau interaksinya dengan

Page 139: asas asas-kurikulum(3)

siswa dan dalam diskusi dengan teman guru lainnya. Usaha perbaikan yang

dijalankan oleh guru-guru memerlukan kordinasi kepala sekolah.

Perubahan kurikulum di sekolah tidak berarti bahwa sekolah itu menyendiri

dan melepaskan diri dari kurikulum resmi. Sekolah itu tetap bergerak dalam rangka

kurikulum resmi yang berlaku akan tetapi berusaha untuk menyesuaikannya dengan

kebutuhan anak dan lingkungannya serta berusaha untuk meningkatkannya. Ada

menyebutnya "kurikulum plus". Kurikulum resmi hanya memberikan kurikulum

minimal yang diharapkan harus dicapai oleh segenap siswa di seluruh Indonesia.

Sama sekali tidak dilarang memberi bahan yang lebih mendalam dan luas bagi anak-

anak yang berbakat. Adanya perbedaan antara apa yang diajarkan di suatu sekolah

tidak perlu mempersulit anak pindah sekolah, selama sekolah itu mengajarkan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip atau struktur ilmu, sedangkan isinya secara detail

tidak esensial.

3. Memberikan pendidikan in-service dan pengembangan staf.

Dianggap bahwa kurikulum sekolah akan mengalami perbaikan jika mutu

guru ditingkatkan. In-service training dianggap lebih formal, dengan rencana yang

lebih ketat dan diselenggarakan atas instruksi pihak atasan. Pengembangan staf atau

staff development lebih tak-formaal, lebih bebas disesuaikan dengan kebutuhan

guru. Guru misalnya dapat disuruh mengobservasi dan menilai dirinya mengajar

yang telah divideo-tape. Apa yang dipelajari dalam inservice dan pengembangan

staf hendaknya dipraktikkan.

4. Supervisi.

Dahulu pemilik sekolah mengunjungi sekolah untuk mengadakan inspeksi dan

memberi penilaian terhadap guru dan sekolah. Kedatangannya dipandang sebagai

hari mendung penuh rasa takut yang dihadapi guru dengan segala macam tipu

muslihat. Kini pengertian supervisi sudah berubah. Tujuannya ialah membantu guru

mengadakan perbaikan dalam pengajaran. Supervisi adalah memberi pelayanan

kepada guru untuk memperoleh proses belajar-mengajar yang lebih efektif Bila

dirasa perlu penilik sekolah dapat memberikan demonstrasi bagaimana

melaksanakan suatu metode baru. Seorang pemilik sekolah harus

Page 140: asas asas-kurikulum(3)

senantiasa mempelajari perkembangan kurikulum dan metode mengajar

modern dan dapat pula menerapkannya. Ialah sebenarnya menjadi hulubalang dalam

modernisasi pendidikan.

5. Reorganisasi sekolah.

Reorganisasi diadakan bila sekolah itu ingin merombak seluruh cara mendidik

di sekolah itu dengan menerima cara yang baru sama sekali. Hal ini antara lain dapat

terjadi bila sekolah itu akan menjalankan misalnya team teaching, non-grading,

metode unit, open school, dan Iain-lain yang memerlukan perubahan dalam semua

aspek pengajaran, seperti bentuk ruangan, fasilitas, penjadwalan, tugas guru,

kegiatan siswa, administrasi, dan sebagainya. Hal serupa ini akan jarang terdapat di

negara kita dewasa ini, kecuali bila diadakan eksperimen dengan metode baru,

misalnya pengajaran modul.

6. Eksperimentasi dan penelitian.

Negara kita tidak tertutup bagi macam-macam pembaruan dalam pendidikan.

Kemajuan komunikasi dan transpor membuka pendidikan kita bagi berbagai

pengaruh di bagian lain dunia ini. CM kemajuan ialah perubahan dan perbaikan,

juga dalam bidang pendidikan di sekolah. Penelitian atau research pendidikan belum

cukup dilakukan di negara kita ini. Biasanya penelitian tidak langsung dapat

ditetapkan dan melalui fase yang lama sebelum diterima secara umum.

Yang lebih mungkin dilaksanakan ialah eksperimentasi, yakni mencobakan

metode atau bahan baru. Pada dasarnya setiap kurikulum baru harus diujicobakan

lebih dahulu sebelum disebarkan di semua sekolah. Risiko pembaruan kurikulum

tanpa ujicoba sangat besar, dapat menghamburkan biaya dan tenaga yang banyak,

tanpa jaminan bahwa pembaruan itu akan membawa perbaikan.

Percobaan metode baru dilakukan secara berkala, antara lain sekolah

pembangunan yang kemudian menjadi PPSI cukup dikenal, sayang tidak berbekas

selanjutnya. Demikian pula CBSA dan "muatan lokal" diujicobakan selain

percobaan lainnya.

Page 141: asas asas-kurikulum(3)

Secara kecil-kecilan yang tidak sistematis, sebenarnya tiap guru pernah

mengadakan eksperimentasi. Bila misalnya ada murid yang suka ribut dalam kelas,

guru menempatkannya di bangku paling depan, dengan hipotesis, bahwa dengan

pengawasan yang lebih ketat murid itu akan berubah kelakuannya. Ada guru yang

menganjurkan anak yang ketinggalan agar belajar bersama dengan murid yang

pandai, atau guru memberi tanggungiawab kepada murid yang nakal. Bila diselidiki

boleh dikatakan bahwa tiap guru pernah melakukan percobaan kecil-kecilan seperti

ini, bila ia menghadapi suatu kesulitan dan mencari jalan untukmengatasinya.

Penelitian adalah cara yang secara sistematis mengikuti langkah-langkah

tertentu untuk memecahkan suatu masalah. Biasanya guru jarang melakukannya.

Yang banyak dilakukan guru ialah percobaan kecil-kecilan yang kurang

sistematis bila is menyadari adanya masalah yang dihadapinya dan berniat untuk

mengatasinya. Masalah akan timbul, bila guru itu mengadakan evaluasi tentang

pekerjaannya sendiri, dan selain itu peka terhadap kritik dari dunia luar, melihat

kekurangan pendidikan berdasarkan Ebtanas atau evaluasi lainnya, dan umumnya

bila merasa kurang puas dengan apa yang dilakukannya.

Perbaikan kurikulum pada hakikatnya terjadi dalam kelas dan dalam hal ini

guru memegang peranan yang paling utama. Maka guru harus lebih menyadari

peranannya sebagai pengembang kurikulum.

Page 142: asas asas-kurikulum(3)

BAB 6KURIKULUM DAN MASYARAKAT

PENDIDIKAN DAN KEHIDUPAN

Pada zaman dahulu, waktu manusia masih hidup dalam rombongan-

rombongan masyarakat kecil, terpencil dan sederhana, pendidikan anak-anak untuk

kehidupannya dalam masyarakat itu diselenggarakan di luar sekolah, tanpa sekolah.

Segala sesuatu yang perlu bagi pendidikannya, diperoleh anak dari orang-orang di

lingkungannya tanpa pendidikan formal di sekolah. Anak-anak meniru dan

mengikuti kelakuan dan pekerjaan orang dewasa, sehingga mereka pandai mengolah

tanah, menanam padi, memancing ikan atau berburu. Dengan jalan demikian mereka

dapat mengurus diri sendiri dan mencari nafkahnya dalam masyarakat itu. Di

samping itu ia mempelajari adat istiadat yang turun temurun dari nenek moyangnya,

sehingga ia dapat mengatur kelakuannya sesuai dengan norma-norma yang berlaku

di lingkungannya itu. Demikianlah anak-anak memperoleh pendidikan yang lengkap

serta fungsional dalam masyarakat yang statis itu.

Akan tetapi pendidikan itu tidak serasi lagi apabila terjadi perubahan-

perubahan dalam masyarakat, yang menuntut syarat-syarat yang lebih tinggi dan

lebih berat dari tiap warga negara. Anak-anak hams memiliki bermacam-macam

ketrampilan dan sejumlah besar pengetahuan agar hidupnya terjamin. Orang tua

pada umumnya tidak mampu lagi memberikan pendidikan yang layak untuk

mempersiapkan anak-anak untuk memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh

masyarakat. Yang mendidik anak-anak ialah orang-orang yang mendapat latihan

khusus untuk tugas itu. Makin maju masyarakat, makin banyak yang harus diperoleh

anak-anak, makin banyak mata pelajaran yang harus dikuasai oleh anak-anak dan

karena itu bertambah lamalah mereka harus bersekolah.

Perubahan dalam masyarakat, terutama akhir-akhir ini sangat cepatnya,

sehingga sering sekolah tidak sanggup mengikuti jejak kemajuan masyarakat.

Akibatnya: sekolah bertambah lama bertambah jauh ketinggalan dan dicap

konservatif, tradisional. Sekolah tidak dapat bergerak secepat masyarakat, dan

Page 143: asas asas-kurikulum(3)

sering sekolah berpegang teguh pada mata pelajaran yang dahulu memang fungsi-

onal, akan tetapi dalam masa modern ini sudah tidak lagi memenuhi tuntutan zaman.

Timbullah kecaman bahwa sekolah itu kolot, mengasingkan diri dari masyarakat

dan karena itu tidak mampu dan serasi lagi untuk mempersiapkan anak-anak bagi

kehidupan mereka dalam dunia modem ini. Kritik serupa ini akan selalu timbul dan

mengharuskan sekolah untuk meninjau kurikulumnya kembali agar lebih relevan

dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

MASYARAKAT KITA DEWASA INI

Mendidik anak dengan baik hanya mungkin jika kita memahami masyarakat

tempat ia hidup. Karena itu setiap pembina kurikulum hams senantiasa mempelajari

keadaan, perkembangan, kegiatan, dan aspirasi masyarakat.

Salah satu ciri masyarakat ialah perubahannya yang cepat akibat

perkembangan ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam teknologi, yang sering

tidak dapat kita ramalkan akibatnya. Produksi mobil yang berjumlah ratusan juta

menimbulkan masalah jalan raya, keamanan, kecelakaan, kejahatan, mobilitas, dan

sebagainya yang banyak merepotkan karena kita tidak sanggup mengatasinya pada

waktunya.

Perubahan-perubahan yang hebat dan cepat dalam masyarakat memberikan

tugas yang lebih luas dan lebih berat kepada sekolah. Sekolah yang tradisional, yang

hanya menoleh ke belakang pasti tidak dapat memberikan pendidikan yang relevan.

Bagaimana menghadapi perubahan ini bukan sesuatu yang gampang. Anak-anak

yang kini memasuki SD akan menghadapi dunia yang sangat berbeda dengan

masyarakat 15 atau 20 tahun lagi bila ia menyelesaikan studinya di universitas.

Segala sesuatu mudah menjadi usang, karena cepatnya segala sesuatu berubah.

Seorang pengarang bernama Norman Cousins menulis buku "Modern Man is

Obsolete" untuk memberi peringatan bahwa kita akan segera terbelakang bila kita

tidak senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, politik, ekonomi.

Perkembangan ini menyebabkan lenyapnya jenis pekerjaan tertentu dan

timbulnya berbagai macam pekerjaan lain. Pekerjaan kasar semakin lama semakin

Page 144: asas asas-kurikulum(3)

berkurang, sedangkan pekerjaan baru memerlukan pendidikan yang lebih

lama. Fleksibilitas untuk mempelajari pekerjaan barn perlu dalam zaman modem

ini. Anak-anak harus belajar berpikir sendiri untuk menghadapi berbagai persoalan

baru dan jangan hanya disuruh menghafal jawaban atas pertanyaan yang telah

usang. Perubahan masyarakat mengharuskan kurikulum senantiasa ditinjau kembali.

Kurikulum yang baik pada suatu saat, sudah tidak lagi sesuai dalam

keadaanyangberubah.

Kemajuan teknologi memperbesar kebergantungan manusia pada manusia

yang lainnya. Tidak ada lagi zaman sekarang yang dapat memenuhi keperluan

keluarganya. Di kota manusia menjadi semata-mata konsumtif. Makanan, minuman,

pakaian, pembuangan sampah, rekreasi, dan seribu satu macam kebutuhan lainya

hanya diperolehnya berkat jasa orang lain. Pemogokan buruh lapangan terbang,

pengangkut sampah, pegawai pos, dan sebagainya akan sangat mengganggu

kehidupan masyarakat Maka perlulah anak-anak dididik untuk menghargai jasa

orang lain dan memberikan jasanya kepada masyarakat.

Juga negara makin lama makin bergantung pada negara-negara lain. Maka

pentinglah anak-anak juga dididik dalam hubungan manusia dengan dunia

internasional. Permusuhan dan peperangan dapat menimbulkan bahaya kemusnahan

umat manusia karena tidak berhasil memupuk kerja sama antar bangsa-bangsa.

Peranan keluarga berubah bila dibandingkan dengan dahulu. Keluarga masih

merupakan lembaga yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi

anak Kurangnya rasa kasih sayang orang tua dapat menimbulkan sikap agresif atau

kelainan lain dalam watak seseorang.

Akan tetapi keluarga sudah banyak melepaskan fungsinya yang dahulu.

Rekreasi yang dulu berpusat dalam keluarga kini sudah berpindah ke hioskop,

lapangan olah raga atau pusat rekreasi lainnya. Anak tidak lagi mempelajari suatu

pekerjaan dari ayahnya, akan tetapi ia memperolehnya dari sekolah kejuruan.

Seorang gadis tidak lagi belajar menjahit dan ibunya, ia mengikuti suatu kursus.

Page 145: asas asas-kurikulum(3)

Banyak fungsi keluarga sudah harus dibebankan kepada sekolah. Ada

pendidik yang mengeluh bahwa kurikulum sekolah terlampau berat bebannya, dan

menginginkan agar tugas sekolah dibatasi pada pendidikan akadeinis, sedangkan

kesehatan misalnya diserahkan kepada dokter. Namun anak itu merupakan suatu

keseluruhan dan mau tak mau sekolah harus pula memperhatikan segala aspek

perkembangan anak. Maka karena itu di sekolah-sekolah yang maju juga disediakan

fasilitas untuk kesehatan, pemeriksaan gigi, makan siang, bimbingan penyuluhan,

dan sebagainya.

Masalah lain yang dihadapi dalam masyarakat ialah pertambahan penduduk

yang cepat. Sekalipun dengan giat diusahakan keluarga berencana, namun penduduk

Indonesia bertambah sekitar 3 juta tiap tahun atau satu orang tiap 7,5 detik. Eksplosi

penduduk itu dengan sendirinya mempengaruhi soal persediaan makanan, air bersih,

perumahan, transport, rumah sakit, keamanan, pendeknya semua aspek kehidupan,

termasuk pendidikan. .Hanya menambah fasilitas pendidikan serta tenaga pengajar

untuk pertambahan penduduk 3 juta tiap tahun ia sudah merupakan pekerjaan

raksasa, apalagi menjalankan kewajiban belajar bagi semua anak berusia 7-12 tahun

yang berjumlah sekitar 25 juta orang. Anak-anak berusia 13-18 tahun jumlahnya

sekitar 17 juta pada tahun 1974 hanya 4 juta yang bersekolah sedangkan yang

belajar di universitas hanya sekitar seperempat juta atau 2,5% dari pemuda berusia

18-28 tahun.

Jumlah anak yang putus sekolah juga sangat mengkhawatirkan. Sekitar 63%

dan anak-anak yang memasuki SD tidak dapat menyelesaikannya. Dalam zaman

modern dengan teknologi yang maju masyarakat kita memerlukan rakyat yang

terdidik. Kalau negara yang maju sudah sekurang-kurangnya memberikan pen-

didikan menengah atas, dan bahkan berusaha memberikan pedidikan tinggi kepada

semua warga-negaranya, maka dalam perjuangan hidup, bangsa yang rendah

pendidikannya pasti akan menderita kerugian.

Maka perlulah kurikulum sekolah ditinjau kembali dengan tujuan agar

hendaknya kurikulum itu jangan menjadi sebab maka demikian banyaknya anak

yang putus sekolah.

Page 146: asas asas-kurikulum(3)

Kemajuan teknolologi dalam bentuk alat transpor memungkinkan manusia

bepindah tempat dari pulau ke pulau, dari desa ke kota. Urbanisasi merupakan gejala

yang umum di seluruh dunia dengan segala problema yang berkaitan dengan itu.

Perpindahan penduduk melenyapkan isolasi suku-bangsa. Pendidikan untuk

memupuk saling pengertian antar suku bangsa yang beraneka ragam dengan

menghilangkan prasangka atau buruk sangka perlu mendapat perhatian untuk

memperkuat rasa kesatuan bangsa kita.

Tidak setiap kemajuan dalam ilmu pengetahuan teknologi membawa

keuntungan dan kebahagiaan bagi umat manusia, bahkan sering justru membawa

masalah-masalah yang lebih pelik lagi. Demikian pula tidak tiap perubahan atau

pembaharuan berarti kemajuan. Hanya sering kita terlambat mengenal akibat-akibat

perkembangan itu. Maka perlu pulalah anak-anak diajak menilai secara kritis

perubahan-perubahan dalam masyarakat sekitarnya dan dalam dunia umumnya.

Di atas telah dikemukakan beberapa masalah bertalian dengan masyarakat.

Masih banyak lagi masalah lain, dan tiap masalah menimbulkan masalah-masalah

baru.

Sekolah tak dapat tiada hams memperhatikannya bila kita ingin mendidik

anak yang serasi untuk masyarakat sekarang. Bagaimana mempertimbangkannya

dalam kurikulum adalah tugas yang terusmenerus akan dihadapi oleh guru,

pendidik, dan pembina kurikulum.

FUNGSI SEKOLAH DAN KURIKULUM

Kurikulum sekolah banyak ditentukan oleh tanggapan orang tentang apakah

sebenarnya fungsi sekolah bagi masyarakat. Tidak mudah memperoleh pendapat

yang sama mengenai tugas sekolah.

Pada satu pihak kita lihat sekolah itu sebagai lembaga yang harus

mengawetkan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang dengan

menyampaikan kepada generasi muda. Akan tetapi tidak ada kepastian apakah dari

kebudayaan itu yang harus dimasukkan ke dalam kurikulum. Apakah kebudayaan

daerah, adat istiadat, kesenian daerah harus disampaikan kepada

Page 147: asas asas-kurikulum(3)

semua anak di daerah itu, bahkan kepada anak-anak di luar daerah itu? Apakah

kebudayaan lama itu masih sesuai dengan keadaan sekarang? Apakah kebudayaan

itu tak dapat menghalangi kemajuan dan perkembangan rasa nasional yang kuat?

Haruskah kepada anak-anak diajarkan apa yang dipelajari orang tua mereka dahulu?

Bahwa sekolah hams menyampaikan unsur-unsur yang baik dan berfaedah tak dapat

disangkal, namun bahan apa yang harus dipilih masih dapat menjadi persoalan.

Di lain pihak ada anggapan bahwa fungsi sekolah adalah memajukan

masyarakat dan bertindak sebagai "agent of change". Banyak yang pernah

diharapkan dari sekolah. Ada masanya dengan pengajaran dapat dilenyapkan

kemiskinan, kemelaratan, kejahatan dan macam-macam penyakit masyarakat

lainnya.

John Dewey memandang sekolah sebagai alat yang paling efektif untuk

merekonstruksi dan memperbaiki masyarakat melalui pendidikan individu. Sekolah

percobaan yang didirikannya merupakan masyarakat kecil tempat anak-anak belajar

dengan melakukan berbagai kegiatan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.

G.S. Counts mempunyai pendirian yang lebih jauh lagi. la tidak hanya

mengharapkan bahwa pendidikan harus membawa perubahan dalam masyarakat

akan tetapi mengubah tata-sosial, dan mengatur perubahan sosial.

Juga B. Othanel Smith bicara tentang pendidikan sebagai management and

control of social change and as social engineering, and of educators as statesmen. la

mengatakan bahwa kita telah cukup memiliki pengetahuan tentang "social

engineering" dan dapat memanfaatkannya untuk menguasai dan mengatur per-

kembangan masyarakat. Kalau kita tidak rnengendalikannya, maka perkembangan

masyarakat karena kemajuan teknik dan ilmu pengetahuan akan menghancurkan

umat manusia sendiri. la menganjurkan, agar kebudayaan yang diwariskan harus

senantiasa ditinjau secara kritis dari segi keadaan dan problema zaman sekarang.

Tak semua orang akan dapat menerima fungsi sekolah yang demikian, apalagi

dalam masyarakat yang kompleks sekarang ini. Para ahli sosiologi

Page 148: asas asas-kurikulum(3)

berpendapat bahwa sekolah sebagai lembaga yang didirikan oleh masyarakat,

hanya dapat mencapai tujuan menurut norma-norma ynag ada dalam masyarakat itu.

Maka tidaklah rnungkin sekolah itu mendahului peruhahan dalam masyarakat, akan

tetapi hanya dapat mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan

masyarakat. jadi fungsi sekolah selalu konservatif. Kurikulum sekolah selalu

ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaannya tempat sekolah itu berada.

Namun kita jangan meremehkan peranan sekolah dalam perubahan

masyarakat, sekalipun tidak pula terlampau membesar-besarkannya.

Fungsi lain yang telah dikemukakan oleh John Dewey ialah fungsi sekolah

untuk mengembangkan individu. sekolah yang ekstrim dalam hal ini adalah sekolah

yang child-centered. Akan tetapi tidak ada sekolah yang mengabaikan fungsi ini

dengan berusaha merealisasikan potensi-potensi yang ada pada anak secara optimal.

Dalam undang-undang dasar kita juga dikemukakan agar setiap anak dapat

dikembangkan sesuai dengan bakat masingmasing.

Dengan mengemukakan berhagai fungsi sekolah itu jangan kita anggap bahwa

fungsi yang satu bertentangan dengan yang lain. Kita jangan membuat kesalahan

memandang sekolah masyarakat sebagai lawan sekolah yang berpusat pada anak,

atau kebutuhan masyarakat sebagai lawan kebutuhan individu.

Mengembangkan masyarakat hanya rnungkin dengan mengembangkan

individu. Demikian pula perkembangan dan kemajuan individu juga berarti

kemajuan bagi masyarakat. Maka dalam pembinaan kurikulum tak rnungkin

kebutuhan individu dipisahkan dari kebutuhan masyarakat.

KONSERVATISME SEKOLAH.

Pada hakekatnya sekolah itu tak dapat tiada hares bersifat konservatif, bila

kita berpendirian, bahwa tugas sekolah ialah menyampaikan kultur atau kebudayaan

kepada anak-anak. Kebudayaan ialah hasil pengalaman manusia pada masa yang

lampau. Dari warisan itu dipilih hal-hal yang dianggap perlu bagi pendidikan anak-

anak yang di sajikan dalam bentuk mata pelajaran.

Page 149: asas asas-kurikulum(3)

Kebudayaan, hasil pengalaman manusia yang lampau, memang sangat banyak

mengandung hal-hal yang sangat berguna bagi kehidupan sekarang. Manusia tidak

hidup dalam suatu vocuum, suatu kekosongan, ia hasil masa lampau dan menuju

kemasa yang akan datang. Kebudayaan disampaikan kepada anak-anak karena

dianggap betul-betul berfaedah dan mengandung arti bagi masa kini dan masa

depan.

Sekolah ialah suatu lembaga sosial untuk mewujudkan tujuantujuan sosial.

Sekolah didirikan oleh masyarakat untuk anak-anak agar mereka mempertahankan,

memelihara, dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat itu. Sekolah ialah alas

utama yang digunakan masyarakat agar generasi muda menerima cara-cara hidup

yang dianggap baik oleh masyarakat itu. Dengan me-nyampaikan kebudayaan itu

tercapailah kesamaan norma, sikap, nilai-nilai pada semua warga negara. Itu

sebabnya maka pada suatu pihak sekolah itu harus konservatif. Akan tetapi ini

hanya salah satu aspek dari tugasnya. Kalau sekolah hanya berpegang pada tugas ini

saja, maka mungkin sekalilah sekolah itu ketinggalan zaman. Di samping peranan

konservatif sekolah mempunyai juga peranan evaluatif dan kreatif

Dengan peranan evaluatif dimaksud, bahwa anak-anak tidak hanya menerima

begitu saja apa yang mereka peroleh dari generasi yang lama. Mereka hendaknya

diberi kesempatan untuk menilainya secara kritis berhubung dengan dinamika

masyarakat. Kadang-kadang perlu meninjau kembali kesesuaian nilai-nilai yang

lama dalam keadaan yang baru. Ini tidak berarti bahwa segala yang lama itu tidak

berguna, atau segala yang baru itu baik. Akan tetapi kalau yang lama itu ternyata

tidak sesuai lagi, maka haruslah dicari jalan-jalan baru. Di sinilah hendaknya

sekolah memberi kesempatan kepada murid-murid yang berbakat untuk

menciptakan sesuatu yang baru untuk kepentingan masyarakat seluruhnya. Ini tidak

berarti, bahwa murid akan menciptakannya selama bersekolah, akan tetapi sekolah

jangan mematikan inisiatif dan kreati ,itas murid-murid. Inilah peranan kreatif dari

sekolah.

Faktor lain yang menyebabkan sekolah itu konservatif terletak dalam diri

manusia sendiri. Manusia mempunyai sifat konservatif dalam arti cenderung

Page 150: asas asas-kurikulum(3)

untuk mempertahankan yang ada. Manusia sukar menyimpang dari kebiasaan

atau adat istiadat. la lamban dan enggan berubah, malahan sering menentang

perubahan, kalau yang lama itu memuaskannya. la lebih senang mengikuti jejak-

jejak tradisi, karena perubahan dan pembaruan meminta tenaga dan pikiran.

Demikian pula halnya di sekolah. Sekali suatu mata pelajaran dimasukkan ke

sekolah, sukar mengubah atau mengeluarkannya walaupun tidak cocok lagi dengan

perkembangan masyarakat. Dan guru sulit melepaskan diri dari cara-cara ia dahulu

diajar dan dari jenis-jenis mata pelajaran yang diperolehnya waktu ia masih murid.

Itulah salah satu sebab, maka kurikulum yang baru sukar meng-gantikan kurikulum

yang tradisional yang telah berpuluh-puluh tahun lamanya diikuti oleh guru-guru.

Karena itu pembaruan pengajaran harus dimulai dalam diri guru sendiri. Tanpa

perubahan pada diri guru, segala usaha ke arah pembaruan akan menemui

kegagalan. Bahwa sifat inertia atau kelambanan itu banyak ter-dapat justru di

kalangan guru, terbukti dari kenyataan, bahwa desakan untuk pembaruan pendidikan

kebanyakan datang dari tokoh-tokoh yang asalnya bekerja di luar lapangan

persekolahan seperti Rousseau, Decroly, Montessori, Herbert Spencer, dan lain-

lain.

Sifat konservatisme ini ada juga faedahnya. Karena sifat ini, maka orang

berhati-hati menerima pembaharuan-pembaharuan yang belum diuji dan dicobakan

lebih dahulu dengan hasil yang memuaskan. Pembaruan yang tergesa-gesa dicegah

dengan adanya sifat konservatisme ini sebagai faktor pengontrol. Hanya saja sifat

ini hendaknya jangan terlalu berkuasa, sehingga pintu sekolah tertutup rapi untuk

segala sesuatu yang berbau pembaruan pendidikan.

KURIKULUM DAN MASYARAKAT YANG DINAMIS

Masyarakat senantiasa berubah dan terus-menerus akan berubah. Masyarakat

kita sekarang jauh berlainan daripada masyarakat nenek moyang kita dan berlainan

pula dengan masyarakat yang akan dihadapi oleh anak cucu kita pada masa

mendatang. Ilmu pengetahuan dan teknologi ialah daya-daya yang sangat

mempercepat perubahan dalam masyarakat, sehingga merupakan suatu revolusi.

Perubahan teknologi dalam beberapa tahun akhir-akhir ini saja lebih hebat dan lebih

banyak daripada yang pernah dialami nenek kita sepanjang

Page 151: asas asas-kurikulum(3)

hidupnya. Segala perubahan itu sedikit banyak mempengaruhi cara hidup dan

cara berpikir manusia: Karena kemajuan clalam lapangan pengangkutan dan

perhubungan, dunia ini telah menjadi suatu kesatuan. Tak ada lagi daerah atau

negara yang terpencil. Segala sesuatu yang penting yang terjadi di suatu daerah,

segera diketahui di semua pelosok di dunia. Ketegangan di suatu negara, apakah itu

Zaire, Laos atau Timur Tengah, menimbulkan ketegangan pula di seluruh dunia.

Dunia ini rasanya bertambah kecil. Pendapatan-pendapatan baru segera tersebar di

seluruh dunia dan mempengaruhi hidup manusia seperti listrik, radio, TV, kapal

terbang, makanan kaleng, telepon, dan sebagainya.

Di samping membawa kebahagiaan, kemajuan ilmu pengetahun dan teknik

banyak juga mengandung bahaya apabila disalah gunakan. Bahaya kehancuran

dengan born atom memberi tugas baru kepada umat manusia, untuk bekerjasama

agar dapat hidup damai berdampingan di dunia ini. Sekolah tidak dapat menutup

mata untuk masalah-masalah internasional seperti polusi, eksplosi penduduk, dan

sebagainya yang juga mengenai diri setiap orang. Sekolah hendaknya turut serta

memberi sumbangan ke arah terciptanya dunia yang bahagia dan aman bagi seluruh

umat manusia.

Masyarakat kita sekarang ini sangat dinamis dan senantiasa akan berubah.

Berdasarkan kenyataan ini, dapatkah dipertahankan kurikulum yang statis, kolot,

dan membatu? Misalnya rencana pelajaran yang bercorak kolonial tidak dapat

dipertahankan clalam negara yang telah merdeka. Bila diterima sebagai prinsip,

bahwa sekolah harus mendidik untuk kehidupan, bahwa sekolah harus

mempersiapkan anak-anak untuk masyarakat, maka kurikulum seharusnya

disesuaikan dengan gerak-gerik dan perubahanperubahan masyarakat itu. Isi

kurikulum harus senantiasa dapat berubah sesuai dengan perubahan masyarakat.

Karena kurikulum harus dinamis dan ini hanya mungkin dengan bentuk kurikulum

yang fleksibel, yakni yang dapat diubah menurut kebutuhan dan keadaan. Dengan

demikian kurikulum itu cukup elastis, sehingga senantiasa terbuka untuk

memberikan hahan pelajaran yang penting dan perlu bagi murid-murid pada saat

dan tempat tertentu. Karena kurikulum tidak dapat ditentukan secara mutlak dan

uniform untuk semua sekolah clalam bentuk suatu rencana pelajaran terurai yang

harus diikuti oleh guru hingga detail yang sekecil-kecilnya.

Page 152: asas asas-kurikulum(3)

Kurikulum yang uniform mematikan inisiatif guru, mengekang kebebasannya

dan menutup kemungkinan untuk menyesuaikan kurikulum dengan keadaan

masyarakat dan kebutuhan murid-murid setempat. Kurikulum yang uniform juga

bertentangan dengan prinsip untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan

inidividual. Keadaan dan kebutuhan yang serba ragam di berbagai daerah di Tanah

Air kita memerlukan kurikulum yang fleksibel, sehingga keperluan-keperluan

masyarakat itu dapat dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Hanya dengan jalan

demikian sekolah dapat memberikan pendidikan yang fungsional, sehingga anak-

anak benar-benar dipersiapkan untuk menghadapi masalah-masalah di dalam

masyarakat tempat is hidup.

SEKOLAH MASYARAKAT

Menurut Olsen*) perkembangan persekolahan di Amerika Serikat melalui tiga fase.

1. Sekolah akademis atau Sekolah Tradisional.

Sekolah ini bersifat "book-centered" atau berpusat pada buku pelajaran.

Kurikulum bersifat subject-sentered yang memberikan pengetahuan yang logic

sistematis. Anak-anak dalam kelas kebanyakan duduk di bangku sambil

menghafal, mendengarkan atau melamun. Pendidikan ini kurang memperhatikan

perbedaan individual, minat dan kebutuhan anak-anak. Pelajaran-pelajaran

terlepas dari kehidupan masyarakat. Hubungan dengan lingkungan sangat sedikit.

Walaupun disebut tradisional, sistem ini masih sangat umum terdapat di sekolah-

sekolah kita.

2. Sekolah progresif

Sekolah ini bersifat child-centered. Kurikulum didasarkan atas minat dan

kebutuhan anak-anak dan pemuda, sedangkan kebutuhan mereka sebagai orang

dewasa dalam masyarakat sering diabaikan. Di sekolah ini disiplin lebih lunak,

anak-anak diberi lebih banyak kebebasan; rundingan antara guru dengan murid

sangat diutamakan dalam merencanakan apa yang akan dipelajari di sekolah.

Walaupun sekolah yang semata-mata child-centered boleh dikatakan tidak ada

lagi, prinsip-prinsip aliran ini sangat berharga bagi perbaikan pengajaran.

Page 153: asas asas-kurikulum(3)

3. Sekolah masyarakat atau community school.

Sekolah ini bersifat life-centered. Yang menjadi pokok pelajaran ialah kebutuhan

manusia, masalah-masalah dan proses-proses sosial dengan tujuan untuk

memperbaiki kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat dipandang sebagai

laboratorium tempat anak belajar, menyelidiki dan turut serta dalam usaha-usaha

masyarakat yang mengandung unsur pendidikan. Sekolah ini menurut sertakan

orang banyak dalam proses pendidikan untuk mempelajari problema-problema

sosial. Sekolah ini merupakan pusat masyarakat untuk melakukan

pertemuanpertemuan, upacara-upacara dan usaha-usaha lain. Dengan jalan

demikian terbukalah pintu antara sekolah dengan masyarakat, sehingga sekolah

dapat memasuki masyarakat dan masyarakat dapat memasuki sekolah.

CIRI-CIRI SEKOLAH MASYARAKAT *)

Menurut Olsen ciri-ciri Community School ialah sebagai berikut:

1. Sekolah itu memperbaiki mutu kehidupan setempat pada saat sekarang Berkat

sekolah maka orang dalam masyarakat menjadi manusia yang lebih baik,

jasmaniah, emosional, sosial, material. Hubungan antar-suku bertambah erat,

kejahatan pemuda, penyakit menular berkurang dengan adanya usaha sekolah

kearah itu. Sekolah ini mendidik anak-anak menjadi manusia yang lebih baik

dalam dunia yang lebih baik.

2. Sekolah itu menggunakan masyarakat sebagai laboratorium tempat belajar.

Belajar tidak hanya terbatas antara empat dinding kelas. Kalau kita ingin

memupuk pengertian, minat, dan ketrampilan yang penting guna perbaikan

kehidupan masyarakat, talc dapat tiada anak-anak harus diberi kesempatan

sebanyak-banyaknya untuk mempelajari masyarakat berkat pengalaman

langsung. Buku-buku dan bacaan-bacaan lain memang penting juga, akan tetapi

tidak memadai. Sekolah membuka pintu untuk mengadakan hubungan

Page 154: asas asas-kurikulum(3)

timbal balik dengan masyarakat. Orang-orang diundang ke sekolah untuk memberi

keterangan-keterangan mengenai bidang keahliannya. Murid-murid pergi ke luar

melakukan karyawisata untuk menyelidiki usaha pertanian, perindustrian,

perumahan, dan sebagainya. Di samping bukubuku, sekolah masyarakat

menggunakan lingkungan sebagai sumber pelajaran yang sangat penting.

3. Gedung sekolah itu menjadi pusat kegiatan masyarakat.

Sekolah itu tidak hanya untuk kepentingan anak-anak melainkan juga untuk

orang dewasa. Gedung sekolah dapat digunakan untuk pertemuan dan rapat-

rapat, untuk perayaanperayaan dalam lingkungan itu. Pemberantasan buta huruf,

kursus-kursus untuk wanita, pertandingan-pertandingan olahraga dan Iain-lain

dapat dilakukan di sekolah, karena sekolah itu kepunyaan bersama seluruh

masyarakat.

4. Sekolah itu mendasarkan kurikulum pada proses-proses dan problema-

problema kehidupan dalam masyarakat.

Inti kurikulum terdiri atas kebutuhan manusia dalam masyarakat sekarang dan

masa depan, seperti soal mencari nafkah, kewajiban warganegara, menjaga

kesehatan, memperbaiki kehidupan kekeluargaan, bergaul dengan orang-orang

lain, dan sebagainya. Dengan jalan demikian terdapat hubungan erat antara

pelajaran di sekolah dengan tuntutan-tuntutan kehidupan masyarakat yang

mengandung arti bagi murid dan karena itu lebih merangsang kegiatan anak-anak

untuk belajar.

5. Sekolah itu menurut sertakan orang tua dalam urusan-urusan sekolah.

Sekolah bukan hanya urusan guru, akan tetapi juga termasuk tanggung jawab

seluruh masyarakat. Orang tua, dalam bentuk POMG atau sejenis turut

membantu sekolah, bukan hanya dalam bidang material, tetapi juga dalam

lapangan pendidikan. Mengenai hal-hal tertentu sering diadakan perundingan

antara guru dengan orang tua dan pemimpin-pemimpin dalam masyarakat guna

perbaikan sekolah.

6. Sekolah itu turut mengkoordinasikan masyarakat.

Page 155: asas asas-kurikulum(3)

Untuk memperbaiki taraf kehidupan dalam suatu masyarakat segala lembaga-

lembaga dan badan-badan dalam masyarakat itu harus bekerjasama, seperti

dalam hal pemeliharaan kebersihan dan kesehatan, penyelenggaraan rekreasi,

memberantas prasangka dan takhayul, dan Iain-lain. Dalam hal ini sekolah dapat

menjalankan peranan yang penting dengan bekerjasama atau menggembleng

semua tenaga yang terdapat di lingkungan itu.

7. Sekolah itu dapat melaksanakan dan menyebarkan filsafat negara dalam segala

hubungan antar-manusia.

Sekolah itu suatu lembaga yang tidak hanya memberi penjelasan saja tentang

filsafat negara, melainkan juga mempraktekkannya di sekolah itu sendiri dan

dalam hubungannya dengan masyarakat.

MASYARAKAT SEBAGAI SUMBER PELAJARAN

Pengajaran mencapai hasil sebaik-baiknya, apabila didasarkan atas interaksi

antara murid-murid dengan sekitarnya. Apa yang dipelajari anak hendaknya hal-hal

yang juga terdapat dalam masyarakat dan karena itu berguna bagi hidup anak sehari-

hari. Bila masalah-masalah yang dihadapinya dalam hidupnya di luar sekolah

dijadikan pokok-pokok untuk dipelajari di sekolah, maka ia lebih paham akan

masalah-masalah itu dan lebih sanggup mengatasinya, seperti: Bagaimanakah cara-

cara bergaul yang baik? Bagaimanakah sikap pemuda terhadap orang tua, terhadap

adat, bioskop, bacaan cabul, propaganda, perbedaan agama, dan suku bangsa?

Apakah yang harus dilakukan dalam waktu senggang? Bagaimanakah pemuda-

pemudi harus menjaga diri dalam masa modern ini? Bagaimanakah harus

menghadapi pengaruh kebudayaan asing? Apakah kekurangan-kekurangan di

kampung atau kota yang perlu diperbaiki? Banyak lagi masalah-masalah lain yang

dapat dijadikan bahan pelajaran selama kurikulum itu bersifat fleksibel. Hal yang

demikian boleh dikatakan tidak mungkin, kalau kurikulum itu uniform dan statis.

Kurikulum ialah sesuatu yang hidup, yang dinamis, yang mengikuti - dan bila

mungkin - turut menentukan atau membimbing perkembangan masyarakat di

lingkungan sekolah itu. Karena itu kurikulum tidak boleh lepas dari masyarakat.

Oleh sebab masyarakat di berbagai tempat di Tanah Air kita berbeda-beda,

maka sekolah-sekolah setempat

Page 156: asas asas-kurikulum(3)

hendaknya diberikan kebebasan hingga batas-batas tertentu, untuk

menentukan kurikulum sendiri dengan menyesuaikannya dengan keadaan dan

kebutuhan masyarakat itu. Untuk itu harus diselidiki keadaan masyarakat. Antara

lain dapat diselidiki:

1. Keadaan fisis lingkungan, yang mempengaruhi corak kehidupan dan

kebudayaan masyarakat itu, yaitu:

a) Iklim suatu daerah. Mata pencaharian ditentukan oleh suhu, hujan dan angin,

tetapi juga aspek-aspek lain daripada kehidupan atau masyarakat.

b) Luas daerah. Kehidupan kampung kecil berlainan dengan kota besar,

demikian pula suasana kekeluargaannya.

c) Topografi daerah. Apakah daerah itu letak di pegunungan atau dekat pantai,

apakah pulau terpencil atau jauh di pedalaman ataukah daerah itu banyak

hubungannya dengan dunia luar. Topografi turut menentukan

matapencarian, adat istiadat dan Iain-lain.

d) Keadaan tanah. Tanah kering atau banyak air, tanah gersang atau subur

berpengaruh sekali terhadap kehidupan masyarakat.

e) Kekayaan alam. Kehidupan dan corak masyarakat turut ditentukan oleh

kekayaan alam berupa hutan, barang tambang, danau-danau, dan sebagainya.

2. Penduduk. Selain dan kekayaan geografis daerah, harus juga dipelajari hal-hal

tentang manusia yang menghuninya. Antara lain dapat dipelajari:

a) Jumlahnya. Kampung kecil berbeda masyarakatnya dengan kota besar. Kota

menjadi besar karena faktor-faktor tertentu.

b) Mata pencarian. Apakah yang dilakukan orang untuk mencari nafkahnya.

Bagaimanakah tingkat kehidupan orang di lingkungan itu? Usaha apakah

yang dapat dijalankan untuk mempertinggi taraf kehidupan itu? Siapa-

siapakah yang kaya dan siapakah yang lemah ekonominya.

c) Susunan penduduk. Bagaimanakah perbandingan jumlah penduduk dari

berbagai golongan? Bagaimanakah kedudukan tiap golongan?

d) Pendidikan. Berapa banyakkah yang buta huruf, tamatan SD, SL dan

Perguruan Tinggi? Berapa banyakkah yang tidak melanjutkan pelajarannya?

Banyakkah anak-anak yang tidak bersekolah?

Page 157: asas asas-kurikulum(3)

3. Organisasi-organisasi masyarakat. Manusia dalam masyarakat tidak hidup sendiri-

sendiri, melainkan membentuk kelompok, badan-badan atau organisasi yang

mempunyai tujuan tertentu yang berhubungan dengan kebutuhan dan problema-

problema tiap-tiap kelompok. Antara lain dapat dipelajari: Organisasi-organisasi

dan perkumpulan-perkumpulan seperti perkumpulan dagang, politik, olah raga,

kepanduan, organisasi wanita, pemuda, buruh, dan sebagainya. Lembaga-lembaga

seperti keluarga, sekolah, pemerintah.

Badan yang terpenting dalam pendidikan anak ialah rumah tangga. Di situlah

anak itu mula-mula mempelajari bahasa. Di situlah ia mempelajari hubungan-

hubungan sosial serta menerima norma-norma tentang yang buruk dan yang baik.

Pengaruh rumah tangga tidak terhenti, walaupun anak itu telah bersekolah. Setiap

anak telah memperoleh sejumlah pendidikan dan pengalaman-pengalaman tertentu

sebelum ia menduduki bangku sekolah. Pendidikan di sekolah tak mungkin

dilakukan dengan baik, tanpa kerjasama yang erat dengan orang tua.

Selain dari rumah tangga juga dari badan-badan lain diperlukan bantuan,

seperti dari badan-badan pemerintahan, kepolisian, jawatan pertanian, organisasi

keagamaan, badan-badan rekreasi, perkumpulan-perkumpulan pemuda, pemimpin-

pemimpin perusahaan, dan Iain-lain.

Yang bertanggung jawab atas pendidikan anak bukan hanya guru-guru dan

orang tua, melainkan seluruh masyarakat. Toko buku yang dengan diam-diam

menjual bacaan cabul, bioskop yang membolehkan anak-anak di bawah umur

menonton film yang tak sesuai dengan usianya, pemerintahan kota yang tidak

menyediakan lapangan olah raga tetapi menggunakannya untuk mendirikan gedung-

gedung, mereka semua tidak luput dari tanggung jawab itu.

Itu sebabnya harus ada kerjasama yang erat antara badan-badan masyarakat,

supaya di luar sekolah dan rumah tangga, anak-anak senantiasa mendapat pengaruh

yang sebaik-baiknya. Itu pula sebabnya maka ada sekolah yang turut

Page 158: asas asas-kurikulum(3)

mencampuri perkumpulanperkumpulan dan usaha-usaha pemuda dan anak-

anak di luar sekolah dan memandangnya sebagat bagian daripada kurikulum.

Garis-garis besar yang diberikan di atas memberikan gambaran sepintas lalu,

bahwa masyarakat atau lingkungan sungguh-sungguh merupakan sumber bahan

pelajaran yang sangat kaya dan luas, yang tidak dapat diabaikan begitu saja, lalu

berpegang saja pada suatu buku pelajaran.

Agar lingkungan dapat menjadi sumber dan Moratorium pelajaran, guru

sendiri harus lebih dahulu menyelidiki lingkungan sekolah. Kalau guru itu betul-

betul melakukannya, ia akan terperanjat, betapa banyaknya yang dapat drjadikan

pelajaran dalam radius 1 km. saja sekeliling sekolahnya. Yang dapat diselidiki ialah

hal-hal mengenai pertanian, industri, perniagaan, rekreasi, transport, lalu lintas,

lembaga-lembaga pendidikan, gedung-gedung perumahan, tumbuh-tumbuhan,

binatang, juga kebutuhan-kebutuhan masyarakat, kebaikan dan kekurangan-

kekurangan, norma-norma, takhyul, adat istiadat, peraturan-peraturan, sejarah,

kesehatan, pemerintahan, kesenian, kehidupan keluarga, kepolisian, kegiatan

pemuda, wanita, dan Iain-lain. Sungguh banyak bahan dari masyarakat yang dapat

dijadikan pelajaran bagi murid-murid.

CARA-CARA MENGGUNAKAN MASYARAKAT DALAM PELAJARAN

a. Karyawisata atau field trip.

Murid-murid dapat kita bawa ke luar kelas untuk mempelajari berbagai-bagai

hal. Karyawisata selalu .mempunyai tujuan belajar, jadi berbeda dengan piknik atau

bertamasya untuk menikmati keindahan alam atau untuk gerak badan. Karyawisata

mungkin hanya memakan waktu beberapa menit saja, kalau anak-anak pergi ke luar

kelas untuk melihat burung yang hinggap di atap sekolah atau memakan beberapa

jam atau beberapa minggu kalau harus pergi ke tempat yang jauh, malahan juga

beberapa bulan, kalau

murid membuat perjalanan keliling dunia, andaikan ada uang untuk itu. Seperti telah

kita bicarakan di atas, banyak yang dapat dipelajari anak-anak dengan karyawisata

seperti ke sawah, kebun, pabrik, kantor pos, gedung area, taman bunga, jalan raya,

lapangan terbang, dan sebagainya.

Page 159: asas asas-kurikulum(3)

Sering karyawisata hanya dapat dilakukan dengan bantuan masyarakat. Yang

empunya pabrik, direktur rumah sakit, inspektur polisi, dan sebagainya harus

mempunyai pengertian tentang makna karyawisata hagi pendidikan dan

memberikan bantuan dan kesempatan sepenuhnya kepada murid-murid untuk

meninjau tempat-tempat itu. Dengan demikian mereka tout serta menjadikan

masyarakat suatu laboratorium tempat anak-anak mengadakan penyelidikan dan

belajar. Di sini tidak dibicarakan lebih lanjut cara-cara menyelenggarakan

karyawisata agar berhasil baik.

b. Menggunakan orang sebagai sumber.

Dalam tiap masyarakat betapapun kecilnya, terdapat orang-orang yang

mempunyai pengalaman, kecakapan, atau pengetahuan yang khusus mengenai satu

lapangan. Petani banyak pengetahuannya tentang menanam dan memelihara padi,

tukang kayu dapat berbicara tentang pembuatan rumah. Demikian pula dokter,

saudagar, tukang becak, pembesar dalam pemerintahan, polisi, tentara, bidan,

pendeta, haji, wartawan, pemain bola, dan Iain-lain masing-masing dapat

mempunyai pengetahuan dan keahlian yang khusus yang dapat digunakan oleh

sekolah. Mereka dapat diundang ke sekolah untuk memberi keterangan-keterangan

mengenai suatu pokok yang sedang dipelajari oleh anak-anak. Seorang pengurus

PMI berbicara tentang usaha-usaha yang dijalankan untuk meringankan penderitaan

umat manusia, tukang becak dapat menceritakan pahit getir dan kegembiraan

penghidupannya, seorang camat dapat menjelaskan hal berhubungan dengan urusan

kampung, seorang inspektur polisi memberi penerangan betapa perlunya orang taat

kepada peraturan-peraturan

lintas, seorang Arab atau India memberikan penjelasan tentang negaranya masing-

masing dan seterusnya. Contoh-contoh dapat kita tambah lagi, sumber ini sangat

luas dan kaya. Akan tetapi sayang ssekali, sumber ini masih belum cukup

dimanfaatkan untuk memperkaya kurikulum di sekolah.

c. Pengabdian masyarakat.

Dari murid diharapkan, agar mereka tidak hanya memperhatikan dan

mempelajari apa yang ada dan yang terjadi dalam masyarakat. Mereka tidak boleh

menjadi penonton saja, akan tetapi dalam pelbagai hal mereka dapat tout serta

Page 160: asas asas-kurikulum(3)

dalam usaha-usaha masyarakat. Malahan ada kalanya sekolah menjadi

pendorong dan turut aktif memperbaiki keadaan masyarakat. Terutama di daerah-

daerah yang terbelakang, sekolah dapat memelopori masyarakat ke arah perbaikan

dan pembaharuan. Misalnya murid-murid dapat turut membersihkan dan

memperindah kampung, memberantas tikus dan nyamuk, membuat kakus, menanam

buah-buahan, sayur-sayuran atau bunga-bungaan yang baru. Pengalaman serupa ini

memberi pelajaran kepada murid-murid, bahwa mereka dapat membantu

masyarakat dan dapat mengubah dan memperbaiki keadaan sekitarnya. Dengan

turut serta dalam usaha-usaha perbaikan masyarakat anak-anak mendapat pengertian

yang lebih mendalam tentang masyarakat itu.

d. Pengalaman kerja dalam masyarakat.

Cara lain untuk memanfaatkan masyarakat untuk kepentingan pendidikan para

pemuda ialah memberi kepada mereka pengalaman-pengalaman bekerja di samping

pelajaran di sekolah. Pada suatu masa setiap orang harus menjabat suatu pekerjaan

untuk mencari nafkahnya. Besar faedahnya, kalau pemuda-pemuda diberi

kesempatan untuk mengenal pekerjaan di berbagai perusahaan, pabrik-pabrik, dan

kantor-kantor, di bawah pimpinan orang yang kompeten. Tujuannya ialah

menambah pengertian pemuda-pemuda tentang pekerjaan dan memupuk sikap yang

sehat terhadap dunia pekerjaan. Pekerjaan yang dipelajari anak hendaknya sesuai

dengan kebutuhan dan minatnya.

CARA MEMANFAATKAN MASYARAKAT

Untuk menjadikan suatu sekolah life-centered, tak dapat tiada harus diselidiki

sumber-sumber pelajaran apakah yang terdapat dalam masyarakat itu, apakah yang

dapat disumbangkan oleh masyarakat itu untuk pendidikan anak-anak. Di samping

buku-buku pelajaran, masyarakat memberi bahan pelajaran yang penting sekali.

Bagaimanakah cara-cara mengumpulkan bahan-bahan itu? a. Guru-guru bersama-

sama berusaha menyelidiki masyarakat itu dan mengumpulkan hal-hal yang kiranya

dapat memperkaya kurikulum sekolah itu. Masyarakat itu dibagi atas beberapa

aspek seperti: keadaan alam, sejarah, penduduk, transpor dan perhubungan,

kehidupan kekeluargaan, industri dan jabatan-jabatan, kesehatan, pendidikan,

agama, rekreasi, pemerintahan, dan seba-

Page 161: asas asas-kurikulum(3)

gainya. Guru-guru masing-masing menyelidiki hal-hal manakah dalam

masyarakat itu yang dapat dipelajari berkenaan dengan tiap kategori. Bahan-bahan

mengenai tiap kategori dimasukkan ke dalam map tersendiri dan dapat senantiasa

diperlengkap.

b. Kepada orang tua murid dan kepada orang-orang lain dapat dikirimkan daftar

pertanyaan dalam bidang manakah mereka dapat bertindak sebagai manusia

sumber, atau mempunyai barang-barang atau alat-alat yang kiranya dapat

dipergunakan untuk pendidikan anak-anak. Diminta pula keterangan waktu mana

ia dapat datang ke sekolah, atau apabila ia dapat menerima murid, berapa jumlah

murid yang dapat datang, dan sebagainya. Dapat juga ditanyakan hal-hal apa yang

diketahuinya yang dapat membantu memperkaya pendidikan anak-anak.

c. Dapat juga dikirim daftar pertanyaan kepada perusahaan-perusahaan, apakah

mereka bersedia menerima murid-murid berkunjung ke sana dengan tujuan

pendidikan. Diminta keterangan anak-anak berusia berapakah mereka bersedia

menerimanya, berapa jumlah murid yang baik berkunjung ke sana, pada hari-hari

apa dan pukul berapa.

Segala keterangan mengenai masyarakat yang dapat memberi bahan untuk

pelajaran hendaknya disusun secara sistematis, sebaiknya dengan menggunakan

sistem kartu. Bahan ini senantiasa dapat diperluas. Pada kartu itu harus pula dicatat

keterangan-keterangan mengenai pokok itu, misalnya setelah mengadakan field- trip

atau setelah mengundang seorang manusia sumber ke sekolah. Juga harus diadakan

administrasi yang cermat, supaya misalnya suatu perusahaan tidak terlampau sering

dikunjungi, sehingga mengganggu pekerjaan mereka, sedangkan perusahaan-

perusahaan lain hampir tak pernah drjadikan obyek pelajaran.

Guru maupun masyarakat harus menyadari, bahwa pengalaman-pengalaman

yang terpimpin yang diperoleh murid-murid dalam masyarakat merupakan bagian

yang hakiki dan pendidikan modern yang efektif. Untuk itu harus ada kerjasama

yang erat antara sekolah dengan masyarakat demi kepentingan sang anak. Orang tua

dapat diturut sertakan dalam usaha-usaha sekolah sebagai anggota POMG,

Page 162: asas asas-kurikulum(3)

atau badan sejenis, sebagai manusia sumber, sebagai anggota panitia, antara

lain dalam pembinaan kurikulum.

Akan tetapi bukan hanya masyarakat dapat membantu sekolah, sekolah pun

dapat berjasa kepada masyarakat. Sekolah dapat dijadikan tempat untuk

mengadakan rapat-rapat, untuk pertunjukan-pertunjukan, pameran, kursus-kursus.

Sekolah dapat menyediakan perpustakaan dan alat-alat sekolah untuk digunakan

oleh masyarakat. Dengan jalan demikian sekolah menjadi pusat masyarakat.

RANGKUMAN

1. Dalam masyarakat yang sederhana anak-anak banyak mempelajari hal-hal yang

diperlukannya sebagai orang dewasa dalam masyarakat itu sendiri secara

informal.

2. Dalam masa modern tugas pendidikan untuk mempersiapkan anak agar dapat

berdiri sendiri, dibebankan kepada sekolah.

3. Masyarakat modern cepat berubah, sehingga banyak hal segera menjadi usang.

Pembaharuan kurikulum harus dilakukan secara kontinu.

4. Kurikulum bergantung pada fungsi sekolah dalam masyarakat, yakni apakah

untuk mengawetkan kehudayaan dengan menyampaikannya kepada generasi

muda, mengubah masyarakat, ataukah mengembangkan individu. Ketiga fungsi

itu sebenarnya tak perlu dipertentangkan, akan tetapi dapat dipertemukan.

Namun selalu akan ada perbedaan tekanan.

5. Sekolah masyarakat sangat mengutamakan faktor masyarakat dalam

kurikulumnya.

6. Sekolah tak boleh berdiri terpisah dari masyarakat. Berbagai cara dapat

dilakukan untuk membawa sekolah ke masyarakat dan scbaliknya.

7. Masyarakat merupakan sumber yang kaya bagi pengajaran di sekolah.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Bandingkan pendidikan anak di desa dan di kota.

2. Masalah-masalah pokok apakah yang dihadapi umat manusia pada saat ini?

Hingga manakah masalah-masalah itu dimasukkan ke dalam kurikulum?

3. Sekolah itu konservatif Apa sebab sekolah harus konservatif?

Page 163: asas asas-kurikulum(3)

4. Menurut pendapat saudara, dapatkah sekolah mengubah masyarakat? Dapatkah

sekolah mendahului perkembangan masyarakat atau hanya mengikuti

perkembangan masyarakat?

5. Perbedaan apakah yang tampak bagi saudara dalam pendidikan sewaktu saudara

masih kecil dengan pendidikan dewasa ini? Dapatkah saudara sebutkan sebab-

sebab perubahan itu?

6. Dikatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengubah

kehidupan masyarakat. Dapatkah saudara menunjukkan contoh-contoh

berdasarkan observasi dan pengalaman sendiri? Apakah implikasinya bagi

kurikulum?

7. Peranan keluarga modern sudah berlainan dengan zaman dahulu, satu-dua

generasi yang lalu. Peranan apakah yang tak dapat dilakukan lagi oleh keluarga

yang dibebankan kepada sekolah?

8. Bagaimana pandangan John Dewey tentang fungsi sekolah?

9. Apa dimaksud dengan "social engineering"?

10. Bandingkan kurikulum SD pada zaman penjajahan Belanda dengan kurikulum

sekarang. Can perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh perubahan

masyarakat.

11. Sebutkan ciri-ciri sekolah masyarakat. Apa sebab ide sekolah masyarakat

demikian tidak dijadikan pola sekolah kita sekarang? Adakah keberatan-

keberatannya?

12. Coba selidiki lingkungan sekolah dengan radius 1 km. sumber-sumber pelajaran

apa yang terdapat di situ?

13. Bagaimanakah cara-cara memanfaatkan masyarakat dan lingkungan untuk

kepentingan masyarakat? Apa sebab sumber yang kaya ini kurang digarap oleh

sekolah-sekolah kita?

14. Menurut penilaian saudara, apakah sekolah kita telah cukup disesuaikan dengan

kebutuhan masyarakat, atau dengan kata lain apakah kurikulum telah relevan

dengan kebutuhan masyarakat? Jelaskan dengan contoh-contoh.

15. Relevansi kurikulum dengan kebutuhan masyarakat harus senantiasa ditinjau

kembali. Apa sebabnya?

Page 164: asas asas-kurikulum(3)

16. Diskusikan apakah di daerah pertanian pelajaran bertani selalu relevan bagi

semua murid.

17. Diskusikan apakah orang tua baik diturut sertakan dalam urusan sekolah

termasukkurikulumnya.

Page 165: asas asas-kurikulum(3)

BAB 7

ORGANISASI KURIKULUM

Organisasi kurikulum yaknii pola atau bentuk bahan pelajaran disusun dan

dismapaikan kepada murid-murid, merupakan suatu dasar yang penting sekali dalam

pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang

hendak dicapai, karena bentuk kurikulum turut menentukan bahan pelajaran,

urutannya dan cara menyajikan kepada murid-murid. Tujuan-tujuan yang dicapai

dengan kurikulum berdasarkan mata pelajaran yang terpisah-pisah. Demikian pula

berlainan cara penyampaiannya dan isi pelajarannya. Tujuan-tujuan pendidikan

yang mengenai seluruh pribadi anak dihalang-halangi oleh kurikulum yang disusun

untuk memupuk segi intelektual. Tentu saja subject-curriculum dapat juga

membentuk segi-segi lain dari pribadi anak, akan tetapi organisasi kurikulum

tertentu sangat mempengaruhi bentuk-bentuk pengalaman apakah yang akan

disajikan kepada anak-anak. Kurikulum berdasarkan proyek atau unit dengan

sendirinya misalnya menyuruh anak-anak menyelidiki sendiri, mengadakan

karyawisata, mengadakan interview, menggunakan berbagai-bagai sumber, dan

sebagainya dan tidak terikat pada satu buku pelajaran tertentu. Selain itu organisasi

kurikulum menentukan juga peranan guru dan murid dalam pembinaan kurikulum.

JENIS-JENIS KURIKULUM

Kurikulum bermacam-macam bentuknya. Bentuk yang paling dikenal dan

sangat meluas pemakaiannya ialah subject curriculum. Subject berarti mata

pelajaran. Subject jangan dikacaukan dengan subject matter, yang berarti bahan

pelajaran. Setiap kurikulum, juga integrated curriculum mempunyai subject matter,

yaitu mempunyai bahan pelajaran tertentu. Jadi subject curriculum berarti

kurikulum yang terdiri atas sejumlah mata pelajaran, disebut juga subject-centered

curriculum yang artinya kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran. Karena mata

pelajaran itu pada umumnya diajarkan secara terpisah-pisah, maka disebut juga

separate subject-curriculum.

Page 166: asas asas-kurikulum(3)

Kurikulum ini banyak mempunyai ciri-ciri yang menguntungkan, namun juga

banyak mempunyai kelemahan. Karena kelemahan itu banyak timbul kritik dari para

ahli kurikulum yang menganjurkan bentuk kurikulum lain.

Maka timbullah berbagai bentuk kurikulum lain yang dianggap sebagai reaksi

terhadap subject curriculum itu. Mereka yang menganggap bahwa subject

curriculum memberi pengetahuan yang lepas-lepas, atomistis, atau fragmentaris

menganjurkan kurikulum yang integrated atau dipadukan, yang tidak mengenal

batas-batas antara mata pelajaran. Para ahli yang mengecam subject curriculum

karena dalam proses belajar anak itu hanya pasif, menganjurkan suatu bentuk

kurikulum yang lebih mengaktifkan anak-anak dalam proses belajar, yang mereka

sebut activity curriculum. Ada pula yang menganggap bahwa subject curriculum

terlampau mengutamakan pengalaman umat manusia yang lampau, yakni

kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang, yang dituangkan dalam bentuk

mata pelajaran, sehingga pengetahuan anak menjadi verbalistis. Mereka ini

menginginkan kurikulum yang didasarkan atas pengalaman langsung agar pelajaran

lebih bermanfaat. Kurikulum yang mereka anjurkan disebut experience curriculum.

Demikian pula subject curriculum dikecam karena kurang memberi pelajaran

yang bertalian dengan kehidupan anak seharihari dalam lingkungan masyarakatnya.

Mereka ini menganjurkan life curriculum. Ada pula yang berusaha mencakup segala

kebaikan bentuk kurikulum yang mengadakan reaksi terhadap subject curriculum,

yakni core curriculum.

Kita akan bicarakan berbagai bentuk kurikulum itu. Perlu kami berikan

peringatan yang berikut. Setiap kurikulum mempunyai ciri-ciri yang baik, akan

tetapi juga mempunyai kelemahan-kelemahan, ditinjau dari segi tertentu. Kritik-

kritik terhadap bentuk kurikulum tertentu adalah kritik-kritik yang diajukan oleh

orang-orang yang tidak menyetujui bentuk kurikulum tersebut. Kita harus meninjau

kecaman itu secara kritis. Orang yang menganjurkan sesuatu yang baru, biasanya

berusaha memberi kecaman yang tajam untuk mendiskreditkannya. Ada kalanya

kecaman itu obyektif, akan tetapi kadang-kadang agak dilebih-lebihkan.

Page 167: asas asas-kurikulum(3)

Selanjutnya perlu kita perhatikan, bahwa pertentangan yang tajam itu

biasanya terdapat pada taraf teoretis. Dalam praktik tidak tampak pertentangan

serupa itu.

Juga hams kita ketahui bahwa berbagai bentuk kurikulum yang ^baru' itu

jarang terdapat dalam kenyataan dalam bentuknya yang murni. Ada kalanya bentuk

kurikulum itu hanya terdapat dalam teori raja. Namun berbagai bentuk kurikulum

ada pengaruhnya terhadap pemikiran tentang kurikulum dan sering pula dalam

pelaksanaannya. Demikian pula subject curriculum tidak selalu tampil dalam

bentuknya yang buruk. Kurikulum ini dapat dimodifikasi, diperkaya, dan

disesuaikan dengan pemikiran-pemikiran baru tentang kurikulum. Selanjutnya akan

kita bicarakan berbagai bentuk atau organisasi kurikulum.

I. SEPARATE-SUBJECT CURRICULUM

Kurikulum ini disebut demikian, oleh sebab segala bahan pelajaran disajikan

dalam subject atau mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang satu lepas dari yang

lain. Organisasi subject curriculum dianggap berasal dari zaman Yunani kuno.

Orang Yunani telah mengajarkan berbagai bidang studi seperti kesusasteraan,

matematika, filsafat dan ilmu pengetahuan ditambah dengan musik dan atletik.

Orang Romawi menerimanya dari orang Yunani sambil mengadakan perobahan.

Mereka mengadakan dua kategori utama yakni trivium (gramatika, retorika, dan

logika) dan quadrivium (arithmetika, geometri, astronomi, dan musik), yang

kemudian dikenel sebagai " the seven liberal arts " yang memberikan pendidikan

umum.

Pada abad pertengahan tujuan pendidikan menjadi praktis dan vokasional. Di

universitas misalnya dipelajari tiga bidang utama, yakni teologi, kedokteran, dan

hukum. Tidak jelas apa yang terjadi dengan " the seven liberal arts " itu. Yang

diketahui ialah bahwa bahasa Latin menjadi matapelajaran yang sangat penting.

Baru pada abad ke-19 mulai berkembang matapelajaran-matapelajaran dengan

pesatnya. Setiap mata pelajaran harus lebih (lulu berjuang sebelum diakaui dan

diterima sebagai mata pelajaran di sekolah seperti bahasa ibu, bahasa asing, fisika,

biologi, dan sebagainya. Juga timbul berbagai matapelajaran yang dianggap

Page 168: asas asas-kurikulum(3)

nonakademis seperti tata buku, pekerjaan tangan, pertanian, pendidikan

jasmani, pendidikan kesejahteraan keluarga, dan sebagainya. Kini terdapat ratusan

mata pelajaran di sekolah maupun universitas. Inilah jenis kurikulum yang

umumnya terdapat di kebanyakan negara, juga di Indonesia, baik di SD maupun di

Sekolah Menengah sampai Universitas.

Apakah sebenarnya subject atau mata pelajaran itu? Subject itu ialah hasil

pengalaman umat manusia sepanjang masa, atau kebudayaan dan pengetahuan yang

dikumpulkan oleh umat manusia sejak dulu kala. Bahan ini lalu disusun secara logis

dan sistematis, disederhanakan dan disajikan kepada anak-anak di sekolah sebagai

mata pelajaran setelah disesuaikan dengan usia dan kematangan murid-murid. Untuk

itu bahan pelajaran dibagi-bagi untuk tiap-tiap kelas. Batas-batas bahan pelajaran itu

dihormati benar dan biasanya tidak dilampaui. Dikelas I SD dahulu anak-anak

berhitung dengan bilangan 1 sampai 20. Kalau ia menghadapi soal-soal di atas 20,

biasanya ia hams menunggu pemecahannya sampai ia naik kelas 2. Jadi dalam mata

pelajaran itu sendiri terdapat batas-batas yang memisahkan bahan pelajaran untuk

tiap kelas, seakan-akan terbagi atas petak-petak. Batas-batas terdapat pula antar

mata pelajaran yang satu dengan yang satu lagi. Tiap mata pelajaran diberikan

tersendiri lepas dari mata pelajaran lain pada jam pelajaran tertentu. Biasanya

sejarah diberikan terpisah dari ilmu bumi, walaupun kedua mata pelajaran itu erat

hubungannya.

Dengan demikian sukarlah terdapat suatu kebulatan dalam pengetahuan anak-

anak. Mereka sering hanya menumpukkan bermacam-macam pengetahuan. Tentu

ini juga disebabkan oleh metode mengajarnya.

Jelaslah bahwa pada pokoknya kurikulum serupa ini berdasarkan ilmu jiwa

assosiasi yang mengharapkan timbulnya pribadi yang bulat sebagai hasil jumlah

pengetahuan yang diperoleh anak.

Dengan suatu kurikulum, sekolah memberikan kepada anak-anak

pengalaman-pengalaman untuk mengembangkan pribadinya sesuai dengan tujuan

pendidikan. Anak-anak (dan manusia umumnya) belajar berkat pengalaman.

Sebelum anak bersekolah, telah banyak sekali ia belajar dan pengalaman dalam

Page 169: asas asas-kurikulum(3)

kehidupannya sehari-hari. Hasil pelajaran serupa itu dianggap permanen dan tidak

dilupakan. Karena itu sekolah modern menggunakan pengalaman-pengalaman anak

itu sendiri sebagai bahan pelajaran. Yang dipelajari ialah hal-hal yang berhubungan

langsung dengan kehidupan anak. Dalam subject curriculum anak-anak dipaksakan

mempelajari pengalaman umat manusia yang lampau, yang tidak selalu bertalian

erat dengan pengalaman anak itu sendiri. Oleh sebab itu banyak yang tidak dapat

diselami oleh anak itu sendiri, lalu dihafal untuk diingat dan kemudian dilupakan.

Kurikulum yang subject-centered ini terutama ditujukan kepada pembentukan

intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan pribadi anak sebagai

keseluruhan.

Kurikulum serupa ini biasanya ditentukan terlebih dahulu oleh ahli-ahli atau

para pembina pendidikan. Hal ini mungkin, oleh sebab luas atau scope bahan

pelajaran dapat ditentukan. Biasanya yang menentukannya ialah suatu panitia yang

terdiri atas tokoh-tokoh dan ahli-ahli pendidikan lain dan para ahli dalam disiplin

tertentu. Mereka inilah menetapkan apakah diperlukan anak-anak kelak dalam

kehidupannya dalam masyarakat. Jadi dalam kurikulum ini sudah lebih dahulu

ditentukan pengalaman-pengalaman apakah yang akan diterima anak selama ia

bersekolah. Oleh sebab bahan pelajaran itu biasanya telah ditetapkan oleh buku,

maka besarlah pengaruh buku pelajaran. Bahkan sering kurikulum itu semata-mata

ditentukan oleh buku pelajaran itu, sehingga tujuan pendidikan menyempit menjadi

menguasai sejumlah pengetahuan yang tercantum dalam buku. Tentu saja guru yang

baik tidak akan sudi diperhamba oleh buku dan mencari berbagai jalan untuk

memperkaya kurikulum itu dan menyesuaikan sedapat mungkin dengan kebutuhan

anak-anak setempat.

Oleh karena pengetahuan yang harus dikuasai anak tertentu banyaknya, maka

kurikulum ini mudah dijadikan uniform atau seragam di seluruh negara, dengan

maksud agar pendidikan di mana saja sama tarafnya. Untuk memperkuat

keseragaman itu diberikan pula rencana pelajaran terurai yang menentukan dalam

garis-garis kecil apa yang harus disajikan kepada murid-murid setiap minggu, setiap

jam. Kurikulum yang seragam ini memudahkan anak-anak pindah sekolah. Pada

akhir sekolah dapat diadakan ujian negara yang uniform pula. Keseragaman

Page 170: asas asas-kurikulum(3)

bahan pelajaran yang diberikan kepada semua anak dalam suatu kelas menimbulkan

kesalahan didaktis untuk menyamaratakan semua murid, yang pandai, maupun yang

kurang pandai. Untuk mencari jalan tengah biasanya guru menyesuaikan pelajaran

dengan anak-anak yang " sedang " kepandaiannya. Tentu saja cara ini tidak

memuaskan bagi anak-anak yang pandai karena pelajaran itu dianggapnya

terlampau mudah dan tidak merangsangnya untuk mengeluarkan segenap tenaga dan

pikirannya. Sebaliknya bagi anak yang kurang pandai, pelajaran itu terlampau cepat

dan ia makin lama makin jauh ketinggalan. Menyesuaikan pelajaran dengan

kebutuhan minat, kesanggupan, dan pengalaman anak secara individual merupakan

suatu hal yang sukar dan karena itu tidak sering dilakukan dalam kurikulum yang

berdasarkan susunan mata pelajaran yang terpisah-pisah ini. Kurikulum yang

berpusatkan mata pelajaran ini masih sangat banyak dipakai, karena banyak

mengandung hal yang menguntungkan.

MANFAAT SEPARATE-SUBJECT CURRICULUM

1. Bahan pelajaran dapat disajikan secara logis dan sciternuas.

Menurut pengertiannya subject itu ialah hasil pengalaman umat manusia pada

masa yang lampau yang tersusun logis sistematis. Tiap mata pelajaran mengandung

sistematik tertentu. Berhitung dimulai dengan bilangan-bilangan kecil dan kemudian

meningkat kepada bilangan-bilangan besar. Ilmu pasti mulai dengan pengertian-

pengertian dasar, kemudian diberikan bentuk-bentuk yang lebih kompleks. Geografi

dimulai dengan daerah yang dekat, kemudian dibicarakan daerah-daerah yang makin

jauh. Sejarah disusun dari masa purba sampai kepada zaman sekarang. Demikian

dapat kita lihat, bahwa setiap mata pelajaran atau disiplin mempunyai sistematik

tertentu. Dengan mengikuti sistematik itu anak-anak juga terlatih berpikir menurut

struktur disiplin, misalnya dengan mempelajari matematik, anak dapat berpikir

secara matematis, dan sebagainya. Logika dan sistematik setiap cabang berpikir

secara matematis, dan sebagainya. Logika dan sistematik setiap cabang pengetahuan

ini tidak akan dapat ditemukan anak itu sendiri. Oleh sebab itu jalan yang efisien

ialah memberikan saja kepada anak-anak ilmu pengetahuan itu dalam susunan yang

logis seperti telah dipikirkan oleh ahli-ahli.

Page 171: asas asas-kurikulum(3)

Diharapkan pula agar pengetahuan, pengertian, kecakapan-kecakapan yang

diperoleh anak-anak dalam mata pelajaran itu dapat juga digunakannya dalam

kehidupannya sehari-hari.

2. Organisasi kurikulum ini sederhana, mudah direncanakan dan dilaksanakan.

Dari segala macam kurikulum, kurikulum inilah yang paling mudah disusun,

direorganisasi, ditambah, atau dikurangi. Masalah scope dan sequence tidak berapa

menimbulkan kesulitan. Scope terutama soal menentukan jumlah dan jenis mata

pelajaran yang harus disajikan oleh sekolah. Sequence adalah soal menentukan

urutan mata pelajaran yang harus diberikan dalam tiap kelas.

Dalam menentukan kurikulum ini banyak pula bantuan diperoleh dan buku-

buku pelajaran yang telah diakui baik, sehingga lebih memudahkan luas (scope) dan

urutan (sequence) bahan pelajaran di tiap kelas.

Melaksanakan kurikulum ini pun tidak menimbulkan kesulitan. Guru-guru

pada umumnya dapat berpegang pada buku pelajaran yang telah ditentukan, yang

diajarkannya bab demi bab. Apa yang akan diajarkan sudah ditentukan lebih dahulu,

sehingga guru dapat menyesuaikan jumlah waktu dengan jumlah bahan pelajaran

yang harus diberikan setiap kali. Lagi pula guru-guru terutama di SM telah terlatih

dalam matapelajaran-matapelajaran tertentu.

3. Kurikulum ini mudah dinilai.

Kurikulum ini terutama bertujuan menyampaikan sejumlah pengetahuan,

pengertian, dan kecakapan-kecakapan tertentu yang mudah dinilai dengan ujian atau

tes. Ada kalanya bahan pelajaran ditentukan dengan menetapkan buku-buku

pelajaran yang harus dikuasai untuk suatu daerah, malahan untuk seluruh negara,

sehingga dapat diadakan ujian umum yang uniform di seluruh negara.

4. Kurikulum ini juga dipakai di pendidikan tinggi.

SD masih dianggap oleh kebanyakan orang sebagai persiapan untuk SM dan

SM sebagai sekolah persiapan untuk Pendidikan Tinggi. Boleh dikatakan, pada saat

ini setiap perguruan tinggi menggunakan organisasi kurikulum yang bersifat mata

pelajaran yang terpisah-pisah. Oleh sebab itu maka SM pun cenderung mempunyai

organisasi kurikulum yang sama, demikian pula SD.

Page 172: asas asas-kurikulum(3)

Kebanyakan orang tua menginginkan agar anak-anaknya kelak melanjutkan

pelajarannya di fakultas. Karena itu kurikulum yang berbentuk subject diterima baik

dan dipertahankan di SD dan SM.

5. Kurikulum ini telah dipakai berabad-ubad lamanya dan sudah menjadi

tradisi.

Kurikulum ini telah digunakan dan diterima baik oleh generasi-generasi yang

lalu, sehingga mendapat dukungan dari orang tua dan para pengajar. Sukar orang

menerima perubahan dalam organisasi kurikulum yang telah bertahan begitu lama.

Orang tua yang mengitimkan anak-anaknya ke sekolah menganggap sewajarnya,

bahwa anak itu mempelajari bermacam-macam mata pelajaran seperti yang mereka

pelajari.

6. Kurikulum ini lebih memudahkan guru.

Kebanyakan guru SL mendapat didikan untuk mengajarkan mata pelajaran

tertentu di SMP dan SMA. Dengan sendirinya mereka lebih senang bekerja di

sekolah yang mempunyai kurikulum yang sesuai dengan pendidikannya di IKIP.

Mereka merasa aman dan tenteram dalam organisasi kurikulum yang subject-

centered ini. Lagi pula, kalau mereka telah mengajar selama beberapa tahun dan

telah menguasai bahan pelajaran (atau buku pelajaran) sepenuhnya, pekerjaan

selanjutnya merupakan rutin yang tidak lagi meminta usaha dan jerih payah. Tiap

tahun ia mengulang-ulangi pelajaran tanpa membutuhkan banyak pikiran dan

kreativitas seperti halnya dalam pengajaran proyek atau unit. Terlebih-lebih apabila

guru itu harus mengajar pagi sore, maka kurikulum ini sesuai benar dengan

kemampuan guru.

7. Kurikulum ini mudah diubah.

Segala perubahan atau perbaikan kurikulum kita hingga saat ini senantiasa

didasarkan pada organisasi berbentuk subject. Perubahan atau perbaikan kurikulum

dicapai dengan menambah atau mengurangi jumlah, isi ataujenis mata pelajaran

sesuai dengan permintaan zaman. Kalau dirasa perlu anak-anak mengetahui tentang

lalu lintas, mengetik, kewargaan negara, pendidikan kependudukan, dan Iain-lain,

maka mata pelajaran itu mudah ditambahkan. Demikian pula mata pelajaran yang

dirasa tidak sesuai lagi, dapat ditiadakan.

Page 173: asas asas-kurikulum(3)

8. Organisasi kurikulum yang sistematis seperti yang dimiliki oleh subject-

curriculum esensial untuk menafsirkan pengalaman. Organisasi serupa ini sangat

menghemat waktu dan tenaga dan memberi kemungkinan mempelajari sesuatu

dalam waktu singkat apa yang ditemukan dengan susah payah oleh para sarjana

pada masa lampau.

BERATAN-KEBERATAN TERHADAP SEPARATE-SUBJECT

IRRICULUM

Walaupun kurikulum ini masih sangat umum dipakai di mana-mana karena

banyak mengandung kebaikan-kebaikan, namun banyak pula kelemahan-

kelemahannya dititik dari sudut pendidikan modern. Keberatan-keberatan yang

sering diajukan tentu saja bertalian erat dengan pandangan seseorang mengenai

pendidikan dan pengajaran. Kelemahan-kelemahan kurikulum ini ialah:

1. Kurikulum ini memberikan matapelajaran yang lepas-lepas, yang tidak

berhubungan satu dengan yang lain. Salah satu keberatan yang paling serius ialah

bahwa kurikulum ini membagi pengalaman dan pelajaran anak atas bagian-bagian

yang lepas-lepas, secara fragmentaris yang sebenarnya tak ada dalam dunia

kenyataan. Apabila seorang menghadapi suatu situasi kehidupan, ia mencoba

mengatasinya dengan menggunakan segala pengalaman dan pengetahuannya yang

ada padanya berkenaan dengan situasi itu, tanpa mengindahkan batas-batas

pengetahuan seperti diadakan oleh kurikulum ini. Mata pelajaran yang terpisah-

pisah yang dijadikan pengalaman anak bertentangan dengan dunia kenyataan.

Kurikulum berbentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah tidak mendidik

anak-anak menghadapi situasi-situasi dalam kehidupannya. Matapelajaran-

matapelajaran memberikan kepada anak-anak pengetahuan yang lepas-lepas. Hal ini

diperkuat lagi apabila tiap mata pelajaran diberikan oleh guru yang berlainan seperti

halnya di Sekolah Menengah tanpa mengetahui apa yang diberikan pada pelajaran

lain.

Page 174: asas asas-kurikulum(3)

Organisasi kurikulum ini tidak mendorong guru-guru mengadakan integrasi

dalam berbagai mata pelajaran. Bila kita perhatikan Rencana Pelajaran untuk

Sekolah Rakyat yang diterbitkan oleh KPPK. Yogyakarta 1950 misalnya untuk Ilmu

Hayat di kelas V, nyatalah, bahwa Ilmu Hewan, Ilmu Tumbuh-tumbuhan dan Tubuh

Manusia - Kesehatan boleh dikatakan tidak ada hubungannya. Padahal sudah

sewajarnya ada hubungan antara matapelajaran-matapelajaran itu.

Sebagai contoh di sini kami kutip bahan pelajaran Ilmu Hayat untuk kelas V.

a. Ilmu Tumbuh-tumbuhan:

Cempaka kuning, mangga, ketela pohon (singkong), jagung, teh; ubi jalar, tebu,

padi, cengkeh, turi, petai, bunga matahari, puspaindra (bunga tasbih), cosmea,

vinka, dan sebagainya.

b. Ilmu Hewan:

Cecak, kodok, ular, babi, keong, kelelawar, buaya, lipan (kelabang), labah-labah,

ikan, kupu-kupu, badak, rusa, burung hantu, kumbang, dan sebagainya.

c. Tubuh Manusia - Kesehatan:

Dari hal rangka, daging, makanan, bernafas, peredaran darah, urat saraf, kulit,

lidah, hidung, mata, telinga, pengeluaran kotoran, beberapa penyakit.

Kalau guru (dan pengarang buku pelajaran) berpegang pada daftar yang di

atas, maka pada minggu pertama anak-anak akan mempelajari "Cempaka Kuning"

dalam pelajaran Ilmu Tumbuh-tumbuhan, "Cecak" dalam Ilmu Hewan dan "Dari hal

rangka" dalam pelajaran Tubuh Manusia. Jelaslah, bahwa ketiga pokok itu tidak ada

pertaliannya. Setiap mata pelajaran berdiri sendiri, dan anak-anak disuruh

mengumpulkan sejumlah pengetahuan yang lepas-lepas. Inilah salah satu kelemahan

yang paling besar dari kurikulum yang subject-centered ini.

Dalam kurikulum 1975 yang menggunakan broadfield atau bidang studi

seperti IP A, IPS, matematika, dan sebagainya. Integrasi telah dicapai dalam

matapelajaran yang saling berkaitan.

Page 175: asas asas-kurikulum(3)

2. Kurikulum ini tidak memperhatikan masalah-masalah sosial yang dihadapi

anak-anak dalam kehidupannya sehari-hari.

Dalam praktik, kurikulum ini bertujuan menyampaikan sejumlah pengetahuan

yang terdapat dalam buku-buku pelajaran yang ditentukan. Sering kali bahan

pelajaran itu tidak ada hubungannya dengan masalah-masalah yang dihadapi anak-

anak dalam kehidupannya.

Anggapan, ialah bahwa anak-anak telah terlatih dalarn memecahkan masalah-

masalah pelajaran di sekolah, dan karena itu dapat juga memecahkan soal-soal yang

dihadapinya dalam kehidupanya. Tentu saja perlu sekali bagi setiap orang untuk

memiliki pengetahuan. Akan tetapi anak-anak juga harus diberi pengalaman untuk

menggunakan pengetahuan itu secara fungsional dalam kehidupannya. Untuk itu ia

harus diberi kesempatan di sekolah untuk memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya dalarn kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pelajaran di sekolah

dihubungkan dengan pengalaman langsung anak-anak itu. Pelajaran serupa itu lebih

mengandung arti bagi anak-anak dan karena itu lebih menarik dan berrnanfaat. Tak

jarang anak-anak lebih tahu tentang perang Napoleon daripada tentang

perkembangan daerahnya sendiri, atau anak-anak lebih mengetahui tentang susunan

urat saraf cacing tanah daripada tentang cara menjaga kesehatannya sendiri. Oleh

sebab bahan pelajaran terutama didasarkan atas buku pelajaran, maka banyak

masalah yang dihadapi anak dalam hidupnya tidak mendapat tempat dalam

kurikulum Kepada anak-anak jarang diajarkan tentang cara bergaul cara

menggunakan waktu senggang, tentang memahami dirt sendiri terutama bagi

pemuda, tentang jabatan-jabatan dalam masyarakat, tentang kehidupan keluarga,

dan sebagainya. Tentu saja, guru yang merasakan kekurangan kurikulum ini, dapat

menutupi kekurangan ini sedapat mungkin.

3. Kurikulum ini menyampaikan pengalaman umat manusia yang lampau dalam

bentuk yang sistematis dan logis. Sesuatu yang logis tidak selalu psikologis

ditinjau dari segi minat dan perkembangan anak.

Berhubung dengan apa yang diketahui mengenai pertumbuhan dan

perkembangan anak dan mengenai psikologi belajar, maka kurikulum ini banyak

Page 176: asas asas-kurikulum(3)

mengandung kekurangan ditinjau dari sudut psikologis. Hal ini lebih-lebih

berlaku bagi anak-anak di SD oleh sebab mereka terutama menambah

pengetahuannya berdasarkan pengalaman-pengalaman langsung yang mengandung

arti baginya, karena bertalian erat dengan kehidupannya dan kebutuhannya sehari-

hari.

Anak-anak kecil sukar melihat tujuan mata pelajaran yang terpisah-pisah itu.

Mereka mempelajarinya atau pada umumnya menghafalnya untuk mendapat angka

yang baik, atau menghindarkan kecaman dan hukuman dari guru dan orang tua, jadi

dengan motivasi yang ekstrinsik. Oleh sebab mereka tidak melihat makna pelajaran,

hasil pelajaran itu dangkal dan verbalistic dan sebagian besar segera pula dilupakan.

Verbalisme ini juga timbul oleh sebab mata pelajaran itu tidak berurat berakar dalam

pengalaman anak itu sendiri. Dalam hal ini pun guru yang baik dapat berusaha untuk

menghubungkan mata pelajaran dengan pengalaman anak.

Murid-murid SM lebih sanggup melihat tujuan mata pelajaran. Mereka tahu

bahwa mata pelajaran itu berguna baginya, kalau ia melanjutkan pelajarannya di

universitas dan ada pula kemungkinan mempunyai minat yang khusus untuk

memperdalam pengetahuannya dalam suatu mata pelajaran tertentu.

4. Tujuan kurikulum ini terlampau terbatas.

Kurikulum ini mengabaikan atau kurang memperhatikan pertumbuhan

jasmaniah, perkembangan sosial dan emosional, karena terutama memusatkan

tujuannya pada perkembangan intelektual. Tentu saja perkembangan intelektual

tujuan yang penting bagi sekolah, akan tetapi konsepsi modern tentang pendidikan

juga menekankan perkembangan aspek-aspek lain dari pribadi anak. Malahan ada

ahli-ahli mental hygiene yang mengemukakan bahwa kurikulum ini dapat merusak

pribadi anak-anak karena mereka dihadapkan kepada situasi-situasi yang tidak

mengandung arti baginya sehingga mereka menghadapi frustrasi yang mengganggu

kesejahteraan rohaninya. Atau mereka meninggalkan sekolah, karena pelajaran tak

sesuai dengan mentalnya dengan kemungkinan besar anak-anak itu menjadi nakal.

Page 177: asas asas-kurikulum(3)

Tentu saja guru yang baik dapat juga memperhatikan perkembangan segi-segi

pribadi anak sebagai keseluruhan dan tidak hanya mementingkan segi intelektual

saja.

Guru yang mengajarkan geografi dapat menyampaikan nilai-nilai sosial,

emosional, estetis dan sebagainya kepada anak-anak. Guru yang baik mengetahui,

bahwa setiap pengajaran harus bersifat mendidik. Akan tetapi karena organisasi

kurikulum bersifat subject- centered, maka dalam praktik banyak guru terutama

mementingkan aspek intelektual saja.

5. Kurikulum ini kurang mengembangkan kemampuan berpikir.

Demokrasi dalam rangka Pancasila sebaiknya dipupuk dengan memberi

kesempatan kepada murid-murid untuk menyelidik, berpikir, berbuat, bekerja

sendiri, baik secara perorangan, maupun secara kelompok. Demokrasi

menginginkan warganegara-warganegara yang dapat mengambil keputusan atas

tanggungjawab sendiri. Perbuatannya tidak ditentukan semata-mata oleh orang lain.

la mengumpulkan keterangan-keterangan dan fakta-fakta untuk memecahkan

masalah-masalah. la tidak begitu saja menerima baik apa yang dikatakan orang lain,

akan tetapi memikirkannya secara kritis.

Kurikulum ini mengutamakan penguasaan pengetahuan dengan jalan ulangan

dan hafalan, dan kurang mengajak anak-anak berpikir sendiri. Pertanyaan-

pertanyaan dan soal-soal yang mereka hadapi telah mempunyai jawab-jawab

tertentu, sehingga tidak ada kebebasan menemukan jawaban sendiri. Anak-anak

biasanya menerima segala sesuatu atas otoritas guru atau buku pelajaran.

Selain dari itu bahan pelajaran biasanya lebih dahulu ditetapkan secara

"otoktratis" oleh pihak atasan. Anak-anak tidak diturut sertakan dalam

merencanakan dan membicarakan apa yang akan dipelajari seperti halnya dalam

pengajaran unit.

Page 178: asas asas-kurikulum(3)

Walaupun dalam kurikulum ini ada juga yang merangsang anak-anak berpikir

sendiri secara kritis dan dalam batas-batas yang sangat terbatas turut merencanakan

bahan. pelajaran, tetapi organisasi kurikulum ini pada hakekatnya tidak merangsang

kegiatan-kegiatan serupa itu.

6. Kurikulum ini cenderung menjadi stasis dan ketinggalan zaman.

Bahan pelajaran dalam kurikulum ini terutama didasarkan pada pengetahuan

yang telah tercantum dalam buku. Adakalanya suatu buku digunakan dari tahun ke

tahun tanpa peruhahan dan penyesuaian dengan keadaan masyarakat yang dinamis

yang terus-menerus berkembang dengan pesatnya. Itu sebabnya maka pelajaran di

sekolah sering ketinggalan zaman. Apa yang benar pada suatu saat mungkin tidak

sesuai lagi pada zaman yang berikutnya. Dalam pengajaran proyek anak-anak

menghadapi masalah-masalah yang aktual dengan menggunakan bahan dari sumber-

sumber yang up-to- date. Pada zaman atom dan satelit ini murid-murid masih

mempelajari pemadam api yang tidak terpakai lagi, karena berpegang pada

kurikulum yang subject-centered.

Tak semua keberatan terhadap subject curriculum dapat diterima begitu saja.

Fragmentasi, pengajaran sedikit demi sedikit tak dapat dielakkan karena tak

mungkin dipelajari segala sesuatu sekaligus. Walaupun mata pelajaran diberikan

secara terpisah-pisah integrasi akan terjadi juga dalam diri setiap orang. Juga tak

dapat diterima bahwa subject curriculum tidak mendidik anak-anak berpikir. Bahkan

diharapkan agar anak dapat berpikir menurut struktural suatu disiplin, menurut cara

berpikir sarjana dalam bidang ilmu tertentu. Kalaupun anak disuruh menghafal dan

menumpukkan sejumlah pengetahuan yang lepas-lepas, maka itu bukan salah bentuk

organisasi kurikulum, melainkan salah metode mengajarnya. Juga untuk mata

pelajaran dapat dipupuk minat, dan makin banyak pengetahuan anak tentang suatu

mata pelajaran makin besar pula minatnya untuk mempelajarinya lebih lanjut. Juga

tak perlu kurikulum yang subject centered menjadi terbelakang asal guru senantiasa

memperluas ilmunya sesuai dengan perkembangan disiplin itu.

Separate subject curriculum banyak diserang dari berbagai pihak. Akan tetapi

sekalipun tidak ada tokoh atau aliran tertentu yang mempertahankannya,

Page 179: asas asas-kurikulum(3)

namun bentuk kurikulum ini masih hidup dengan subur di mana-mana di

dunia. Hal ini tak perlu mengherankan, karena kebaikannya, sedangkan alternatif

yang diberikan, seperti misalnya integrated curriculum sangat banyak menimbulkan

kesulitan dalam penerapannya oleh guru dalam kelas.

Setelah diluncurkannya Sputnik oleh Rusia, maka timbul kritik yang pedas

dan tajam terhadap integrated curriculum sambil menonjolkan pengajaran mata

pelajaran atau disiplin-disiplin ilmu. Para ahli giat mempelajari stuktur setiap

disiplin. Diinginkan agar anak didik menurut struktur disiplin itu, sehingga dalam

pelajaran sejarah ia belajar berpikir seperti ahli sejarah, dalam pelajaran matematika

is belajar berpikir secara matematis. Jutaan dollar dikeluarkan kepada sarjana-

sarjana dalam ilmu pengetahuan alam dan ilmu pendidik untuk menghasilkan buku

pelajaran menurut disiplin ilmu itu.

Akan tetapi dalam bidang kurikulum tak akan kunjung tercapai sesuatu yang

sempurna. Senantiasa kita lihat pendapat-pendapat yang bertentangan, yang ingin

saling menghancurkan. Karena setiap bentuk kurikulum mempunyai kebaikan dan

kelemahan, maka memilih suatu bentuk yang ekstrim dengan sendirinya

mengabaikan kebaikan kurikulum yang ditentang itu .

Maka karena itu hams kita elakkan cara berpikir ekstrim dan sepihak

mengenai aliran-aliran dalam kurikulum. Tak ada kurikulum yang hanya

mengutamakan masyarakat dengan mengabaikan sama sekali kepentingan anak.

Demikian pula kurikulum yang semata-mata memberikan mata pelajaran yang

terpisah-pisah. Setiap guru yang baik dengan sendirinya akan mengadakan korelasi

dengan mata pelajaran lain yang dianggapnya perlu untuk memperdalam pengertian

anak.

Sikap yang ekstrem menyebabkan kritik yang sering berlebih-lebihan. Kita

harus mencoba melihatnya dalam proporsi yang sebenarnya.

II. CORRELATED CURRICULUM

Para pendidik yang melihat kelemahan-kelemahan separate-subject

curriculum dan merasa tidak puas dengan kurikulum itu berikhtiar mencari jalan

untuk memberikan kepada murid pengalaman-pengalaman yang ada

Page 180: asas asas-kurikulum(3)

hubungannya. Ada yang menghubungkan mata pelajaran yang satu dengan

yang lain dengan memelihara identitas mata pelajaran, ada pula yang menyatu

padukan mata pelajaran dengan menghilangkan identitas mata pelajaran dalam

bidang studi tertentu.

Korelasi dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara :

a. Antara dua mata pelajaran diadakan hubungan secara insidental, yakni kalau

kebetulan ada pertaliannya dengan mata pelajaran lain. Misalnya pada

pelajaran geografi dapat disinggung soal sejarah, ilmu hewan, dan sebagainya.

b. Hubungan yang Iebih erat terdapat, apabila suatu pokok atau masalah tertentu

diperbincangkan dalam berbagai-bagai mata pelajaran, misalnya soal sawah

dibicarakan dalam pelajaran geografi, ilmu tumbuh-tumbuhan, pekerjaan

tangan, menggambar, bernyanyi, dan sebagainya. Setiap mata pelajaran

diberikan pada jam-jam tertentu, jadi berdiri sendiri, akan tetapi memberi

sumbangan masing-masing untuk menyoroti masalah yang dihadapi.

c. Dapat pula beberapa mata pelajaran disatukan, di-fusi-kan dengan

menghilangkan batas masing-masing, misalnya sejarah, ekonomi, sosiologi,

antropologi, geografi, kewargaan negara menjadi IPS atau Ilmu Pengetahuan

Sosial. Demikian pula ilmu alam, kimia, biologi, disatukan menjadi IPA atau

Ilmu Pengetahuan Alam. Dalam pelajaran bahasa dimasukkan bagian-bagian

seperti membaca, mengarang, ejaan, tata bahasa, kesusasteraan, bercakap-

cakap dan Iain-lain. Paduan atau fusi antara beberapa mata pelajaran itu

disebut "broad-field". Broad-field lain ialah matematika yang menyatukan

ilmu ukur, aljabar, dan berhitung. Kesenian melingkapi seni suara, seni lukis,

seni pahat, seni tari, drama dan sebagian dari pendidikan jasmani. Broad-field

itu sendiri merupakan kesatuan yang tidak terbagi-bagi atas bagian-bagian.

Walaupun telah tercapai perpaduan yang erat antara beberapa mata pelajaran,

dasarnya sebenamya masih bersifat subject curriculum, hanya jumlah

pelajaran sangat dikurangi. Jadi broad-field dapat dianggap sebagai modifikasi

subject curriculum yang tradisional.

Page 181: asas asas-kurikulum(3)

Biasanya pokok yang dibicarakan berupa problema-problema. Buku ilmu

pengetahuan sosial yang dikarang oleh Lavone A. Hanna berjudul: "Facing

Life's Problems" isinya :

Problem - Solving

Part I. Making the Most of Our Lives

Understanding Ourselves Making and

Keeping Friends Establishing a

Sucessful Marriage Getting Along with

People Who Differ Acquiring an

Education Using Our Leisure Time

Developing a Philosophy of Life.

Part II. Becoming Economically Independent

Choosing an Occupation Becoming .a Wise

Consumer Using Our Resources Wisely

Understanding Our Economic Relations.

Part III. Assuming Citizenship Responsiblities

Participating in Local Community Affairs

Understanding the Functions of Government

Maintaining Our Civil Liberties.

Part IV. Understanding Our World

Democrary Challenges Totalitarianism

Our World Is Interdependent War Is Not

Inevitable.

Buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SD kelas IV yang diterbitkan

oleh Departemen P dan K, berisi

1. Lingkungan Alamiah

- Mengendalikan banjir

2. Tata Pemerintahan Daerah

Page 182: asas asas-kurikulum(3)

- Bapak Gubernur meninjau desa

- Pemilihan umum

3. Pendidikan

- Semua orang belajar

- Pengalaman sekolah dr. Herman

4. Perhubungan

- Kendaraan dulu dan sekarang, pengangkutan penumpang dan barang

- Jarakyangkianpendek

5. Peninggalan Sejarah

- Mengunjungi Candi Borobudur

- Berziarah ke makam Ibu Kartini

6. Hidup bermasyarakat

- Bermainsepakbola

- Pramuka berkemah

Dalam pelajaran ilmu pengetahuan sosial ini masalah yang di atas dibicarakan

dengan menggunakan bahan dari sejarah, geografi, ekonomi, dan Iain-lain.

BEBERAPA KEUNTUNGAN BROAD FIELD CURRICULUM

1. Korelasi memajukan Integrasi pengetahuan pada murid-murid. Mereka

mendapat informasi mengenai suatu pokok tertentu tidak secara terpisah-pisah

dalam berbagai matapelajaran pada waktu yang berbeda-beda, akan tetapi dalam

satu pelajaran, di mana pokok itu disoroti dari berbagai disiplin mata pelajaran

terentu. Dengan demikian pengetahuan mereka tidak lepas-lepas, melainkan

bertautan, berpadu.

2. Minat murid bertambah apabila ia melihat hubungan antara matapelajaran-

matapelajaran.

3. Pengertian murid-murid tentang sesuatu lebih mendalam, bila didapat

penjelasan dari berbagai matapelajaran.

4. Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas karena diperoleh pandangan

dari berbagai-bagai sudut dan tidak hanya dari satu mata pelajaran saja.

Page 183: asas asas-kurikulum(3)

5. Korelasi memungkinkan murid-murid menggunakan pengetahuannya lebih

fungsional. Mereka mendapat kesempatan menggunakan pengetahuan dari

berbagai matapelajaran guna memecahkan suatu masalah.

6. Korelasi antara mata pelajaran lebih mengutamakan pengertian dan prinsip-

prinsip daripada pengetahuan dan penguasaan fakta-fakta.

KEKURANGAN-KEKURANGAN KURIKULUMINI

Seperti telah dikatakan, correlated curriculum ialah suatu modifikasi subject

curriculum dan karena itu juga hingga batasbatas tertentu mempunyai kelemahan-

kelemahannya. Kurikulum ia memang memberikan pengetahuan yang lebih bulat

daripada separate-subject curriculum. Akan tetapi orang-orang yang progresif

maupun yang tradisional mempunyai keberatan-keberatan terhadap kurikulum ini.

1. Kurikulum ini pada hakikatnya kurikulum yang subject- centered dan tidak

menggunakan bahan yang Iangsung berhubungan dengan kebutuhan dan minat

anak-anak serta dengan masalah-masalah yang hangat yang dihadapi murid-

murid dalam kehidupannya sehari-hari.

2. Broad-field tidak memberi pengetahuan yang sistematis serta mendalam

mengenai berbagai mata pelajaran. Pengetahuan yang diperoleh tentang suatu

disiplin sewaktu membicarakan bermacam-macam pokok, tidak berhubungan

erat satu sama "dengan" lain, sehingga tidak merupakan suatu keseluruhan yang

tersusun logic dan sistematis. Pengetahuan anak tentang mata pelajaran itu

bersifat umum dan dangkal dan hanya dapat dipandang sebagai pengantar ke

dalam berbagai mata pelajaran, akan tetapi tidak mencukupi sebagai persiapan

untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi.

3. Guru sering tidak menguasai pendekatan inter-disipliner. Jika spesialisasinya

geografi, ia akan mengutamakan geografi dan menjadikan sejarah,

kewarganegaraan atau ekonomi sebagai pelajaran pembantu.

III. INTEGRATED CURRICULUM

Integrasi berasal dari kata "integer" yang berarti unit. Dengan integrasi

dimaksud perpaduan, koordinasi, harmoni, kebulatan keseluruhan.

Integrated curriculum meniadakan batas-batas antara berbagai-bagai mata

pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan.

Page 184: asas asas-kurikulum(3)

Yang penting bukan hanya bentuk kurikulum ini, akan tetapi juga tujuannya.

Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan kita membentuk anak-anak menjadi

pribadi yang integrated, yakni manusia yang sesuai atau selaras hidupnya dengan

sekitarnya. Orang yang "integrated" hidup dan harmoni dengan lingkungannya.

Kelakuannya harmonis dan ia tidak senantiasa terbentur pada situasi-situasi yang

dihadapinya dalam hidupnya. Apa yang diajarkan sekolah disesuaikan dengan

kehidupan anak di luar sekolah. Pelajaran membantu anak dalam menghadapi

masalahmasalah kehidupan di luar sekolah.

Di sekolah ia belajar bekerja sama dan bergaul dengan murid-murid lain

dengan tujuan agar ia pandai bergaul dan bekerjasama dengan orang-orang lain di

luar sekolah. Integrasi sosial ini lebih diutamakan dalam integrated curriculum

daripada dalam curriculum yang subject centered. Menilik tujuannya kurikulum ini

juga dapat disebut "integrating" curriculum, karena bermaksud untuk

mengintegrasikan pribadi anak.

Integrated curiculum dilaksanakan melalui pengajaran unit. Menurut Caswell

unit ialah 'a series of related activities engaged in by children in the process of

realizing a dominating purpose which is compatible with the aims of education".

Suatu unit mempunyai tujuan yang bermakna bagi anak yang biasnaya dituangkan

dalam bentuk masalah. Untuk memecahkan masalah itu anak-anak melakukan

serangkaian kegiatan yang saling herkaitan. Menghadapkan anak kepada masalah

berarti merangsangnya untuk berpikir dan ia merasa tidak akan merasa puas dan

tenang sebelum memecahkan masalah itu.

Dalam pengajaran unit dengan sengaja anak-anak dididik untuk berpikir

secara ilmiah menurut langkah-langkah yang disebut Dewey "the method of

intelligence."

(1) Seorang berpikir bila ia menghadapi masalah. Masalah itu harus dirumuskan

setajam-tajamnya dan sering pula menganalisanya dalam sejumlah sub-masalah.

(2) Ia memikirkan hipotesis-hipotesis, yaitu cara-cara yang mungkin memberi

jawaban atau penyelesaian masalah itu. Hipotesis-hipotesis itu harus lagi

dicobakan untuk membuktikan benar tidaknya.

Page 185: asas asas-kurikulum(3)

(3) Untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis itu ia perlu mengumpulkan

keterangan atau data sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara dan dari

berbagai sumber sesuai dengan sifat masalah itu.

(4) Dengan keterangan-keterangan yang diperoleh itu ia menguji kebenaran

hipotesis-hipotesis. Setiap hipotesa dianggap scbagai suatu kemungkinan

jawaban yang harus disangsikan, sampai kebenarannya dibuktikan berdasarkan

data. Ada kemungkinan di antara hipotesa itu ada yang benar. Maka masalah itu

terpecahkan. Akan tetapi mungkin juga tak satupun yang ternyata benar, dan

masalah itu tetap tidak terpecahkan. Maka harus dicari di mana kekurangannya.

Mungkin masalah itu kurang tepat rumusannya, atau masih harus dicari

hipotesis-hipotesis lain, atau mungkin tidak cukup keterangan yang diperlukan

untuk memecahkan masalah itu. Ada kalanya langkah ini meminta waktu dan

tenaga yang banyak, bergantung pada sifat masalahnya. Mungkin suatu masalah

baru dapat dipecahkan setelah puluhan tahun, atau hingga sekarang masih belum

terpecahkan.

(5) Jika diperoleh jawaban berdasarkan pemikiran yang dibenarkan oleh bukti-bukti

yang faktual, maka kesempatan itu dapat dijadikan pegangan bagi perbuatan

atau tindakan kita. Maka kita bertindak secara rasional.

Kalau kita menjalankan integrated curriculum, jelaslah bahwa yang

diutamakan ialah berpikir sendiri atas fakta-fakta yang dicari sendiri dan bukan

menghafal fakta-fakta belaka.

Unit dan ciri-cirinya.

Sekolah-sekolah yang " progresif " berangsur-angsur meninggalkan kurikulum yang

subject-centered, karena dianggap tidak menghasilkan pribadi yang harmonis.

Karena itu pelajaran disusun sebagai keseluruhan yang luas yang disebut "broad

unit". Unit ini mengandung suatu soal atau masalah yang dipelajari anak selama

beberapa minggu atau beberapa bulan.

Ciri-ciri unit:

1. Unit merupakan suatu keseluruhan yang bulat.

Menurut defmisinya unit itu merupakan suatu keseluruhan bahan pelajaran.

Faktor yang menyatukan ialah masalah atau problema yang terkandung dalam

Page 186: asas asas-kurikulum(3)

pokok yang akan diselidiki oleh murid-murid. Guru harus menjaga agar pelajaran

tidak menyimpang dari pokok itu. Segala sesuatu yang dilakukan oleh murid-murid

harus senantiasa bertalian erat dengan pokok tersebut dan merupakan sumbangan

guna mencapai tujuan unit itu.

2. Unit menerobos batas-batas mata pelajaran.

Unit tidak terbatas pada suatu atau beberapa mata pelajaran, melainkan

menggunakan segala macam bahan untuk memecahkan soal-soal yang terkandung

dalam unit itu. Batas-batas antara mata pelajaran sebenarnya diadakan oleh sarjana-

sarjana dalam usaha mereka untuk menyusun ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan

sehari-hari tak terdapat batas-batas itu. Oleh karena itu dalam suatu unit murid-

murid menggunakan berhitung, sejarah, geografi, ilmu alam, musik, menggambar,

bahasa, dan sebagainya, pendek kata apa saja asal memberikan bahan dan

keterangan untuk memahami pokok yang dipelajari itu. Jadi masalah itu dipecahkan

secara interdisipliner. Bahan-bahan dicari dari pelbagai sumber seperti:

a. dari lingkungan sekitar: toko, area, kebun binatang, kantor pos, taman-taman,

lapanganterbang, sawah, stasion, dan sebagainya.

b. dari orang-orang yang dapat memberikan keterangan: tukang kayu, tukang

becak, kepala kantor, saudagar, dan sebagainya.

c. dari alat-alat peraga: globe, peta, daftar-daftar, gambar, jika mungkin film,

radio, dan sebagainya.

d. dari bacaan: buku, majalah, surat kabar, ensiklopedi, dan sebagainya.

3. Unit didasarkan atas kebutuhan anak.

Kebutuhan itu bersifat pribadi dan social. Ada kebutuhan anak yang timbul

berkenaan dengan pertumbuhan jasmaniah dan perkembangan rohaniah. Di samping

itu ada pula kebutuhan yang ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan tempat ia

hidup. Dalam merancang unit, guru harus mengenal keadaan sosial-ekonomi anak-

anak. Ia hendaknya menganalisis kebutuhan mereka sebagai per-orangan dan

sebagai kelompok. Dengan demikian guru lebih mengetahui dalam hal manakah

mereka perlu dibantu agar lebih sanggup menghadapi masalah-masalah dalam

kehidupan sehari-hari. Bila murid melihat faedah dan tujuan

Page 187: asas asas-kurikulum(3)

pekerjaan dan pelajaran, maka minat akan bertambah dan pelajaran akan lebih besar

hasilnya.

4. Unit didasarkan pada pendapat-pendapat modern mengenai car a belajar.

Belajar menurut cara unit sesuai dengan teori-teori yang pada saatnya modern

tentang belajar, yakni berdasarkan minat dan kebutuhan anak. Masalah-masalah

yang terkandung dalam unit itu mempunyai arti baginya dan karena itu mereka

dirangsang untuk menelaah dan memecahkan soal itu. Bila murid-murid yakin akan

kebaikan, faedah, dan tujuan pelajaran bagi dirinya, maka tidaklah perlu dipakai

paksaan dan desakan dari luar berupakan hukuman, pujian, angka-angka atau

ancaman.

Apa yang dipelajari dalam unit merupakan keseluruhan, yang saling bertalian

erat dan karena itu lebih dipahami.

Unit senantiasa dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman anak. Anak-

anak diberi kesempatan sebanyak-banyaknya untuk menghayati, mengadakan

penyelidikan dan percobaan, mengumpulkan bahan dari berbagai-bagai sumber,

merumuskan dan menganalisis problema-problems, mencari sendiri jawaban atas

masalah-masalah lalu mengambil kesimpulan yang dijadikannya dasar

perbuatannya. Dengan sendirinya verbalisme dicegah.

Mengenai kebutuhan, minat, kematangan, dan kesanggupan anak prinsip

individualistis lebih mudah dilaksanakan dalam pengajaran unit.

5. Unit memerlukan waktu yang panjang

Dalam organisasi kurikulum yang tradisional anak-anak menerima bermacam-

macam pelajaran yang tak berhubungan satu dengan yang lain masing-masing pada

jam-jam tertentu. Untuk suatu unit diperlukan beberapa jam sehari, kalau perlu

malahan sepanjang hari. Kegiatan-kegiatan dalam unit banyak memerlukan waktu

seperti untuk berkaryawisata, mengumpulkan bahan dari berbagai-bagai sumber,

mengadakan percobaan-percobaan, membuat gambar atau konstruksi, bekerja sama

dalam kelompok, dan sebagainya.

Page 188: asas asas-kurikulum(3)

Waktu yang cukup banyak diperlukan benar, bila kita ingin memperdalam

pengertian dalam suatu hal. Pendirian ialah, bahwa lebih baik diberikan waktu

secukupnya untuk mempelajari suatu hal secara mendalam dari pada mempelajari

bermacam-macam hal secara mendangkal yang segera dilupakan pula. Itu sebabnya

maka suatu unit memakan waktu beberapa minggu, dan bila perlu beberapa bulan.

6. Unit itu life-centered.

Dalam unit digunakan setiap kesempatan untuk menghubungkan pelajaran di

sekolah dengan kehidupan sehari-hari, dengan pengalaman-pengalaman anak. Tentu

saja masalah-masalah itu disesuaikan dengan kematangan anak dan kesanggupannya

untuk memahaminya.

Masyarakat dijadikan laboratorium tempat anak mengadakan penyelidikan

dan mengumpulkan bahan-bahan yang tak dapat diperoleh dari buku-buku

pelajaran.

7. Unit menggunakan dorongan-dorongan yang sewajarnya pada anak-anak.

Dalam unit anak-anak diberi kesempatan untuk berbuat, membentuk,

bergerak, menyatakan perasaan dan pikirannya dengan bebas dengan perantaraan

bahasa, musik, lukisan, bekerja dalam kelompok, menyelidiki hal-hal yang sesuai

dengan dorongan yang wajar, sehingga mereka belajar dengan gembira dan penuh

minat. Kelas yang diselenggarakan secara ini, berlainan sekali suasananya dengan

kelas yang pasif, di mana anak-anak duduk diam sambil mendengarkan saja, tanpa

kegairahan.

8. Dalam unit anak-anak dihadapkan kepada situasi-situasi yang mengandung

problema.

Dalam unit anak-anak harus memecahkan masalah-masalah dengan

menggunakan metode ilmiah seperti telah diuraikan di atas, yakni merumuskan

masalah, menganalisisnya, mencari hipotesis-hipotesis kemudian mengumpulkan

keterangan dari buku-buku, pengamatan sendiri atau dari percobaan-percobaan,

mengujui hipotesis-hipotesis dengan menggunakan bahan-bahan yang diperolehnya,

mengambil kesimpulan dan akhirnya bertindak atau berbuat atas

Page 189: asas asas-kurikulum(3)

hasil yang diperolehnya. Salah satu tugas sekolah yang penting sekali

bukanlah menyampaikan sejumlah pengetahuan yang harus dihafalnya, melainkan

membantu anak-anak untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya secara

ilmiah. Problem solving menurut scientific method merupakan suatu unsur yang

utama dalam pengajaran unit.

9. Unit dengan sengaja memajukan perkembangan sosial pada anak-anak.

Dalam unit anak-anak mendapat banyak kesempatan untuk bekerjasama

dalam kelompok, misalnya dalam diskusi, membuat rencana, mengumpulkan bahan,

berdramatisasi, dan sebagainya. Mereka belajar menerima dan memberi kecaman

dalam suasan hormat-menghormati, memikul tanggung jawab, dan harga-

menghargai sumbangan masing-masing. Dalam kelompok anak itu merasa dirinya

sebagai anggota yang dihargai dan disukai.

10. Unit direncanakan bersama oleh guru dengan murid.

Guru-guru yang terlalu progresid berpendapat, bahwa di sekolah modern

seharusnya anak-anaklah yang menentukan apa yang harus dipelajari. Bukankah

mereka lebih tahu apa yang menarik minat mereka dan apa yang mereka butuhkan?

Akan tetapi kita jangan lupa, bahwa anak-anak sendiri kerap kali tidak tahu apa

yang sebenarnya perlu bagi mereka. Mereka harus mendapat bimbingan dari guru

yang lebih berpengalaman daripada mereka.

Guru yang tradisional berpendapat, bahwa guru sendirilah yang harus

menetapkan segala sesuatu yang akan diajarkan dalam unit

itu. Guru merencanakan dan menyodorkan rencana itu kepada murid-muridnya.

Murid hanya menerima apa yang telah ditentukan oleh guru.

Dalam pengajaran unit biasanya terdapat kerja sama antara guru dengan murid

dalam menentukan pokok untuk unit itu. Mereka berunding untuk menentukan

rencana pekerjaan berhubung dengan unit itu. Tentu saja pokok untuk itu senantiasa

harus sesuai dengan tujuan pendidikan. Sering pula orang tua diminta bantuannya

dalam menentukan pokok-pokok yang dipandang penting bagi anak-anak dan

bantuan mereka diharapkan pula dalam melaksanakan unit itu.

Page 190: asas asas-kurikulum(3)

KEBERATAN TERHADAP INTEGRATED CURRICULUM

1. Guru-guru tidak dididik untuk menjalankan kurikulum seperti ini.

Kurikulum sekolah guru dewasa ini kebanyakan didasarkan atas mata

pelajaraan yang terpisah-pisah, jadi bercorak separate subject atau berdasarkan

broad field (IPS, IP A, Matematika, Bahasa Indonesia), sesuai dengan kurikulum

yang terdapat pada SD dan SM. Memasukkan kurikulum yang baru akan

menimbulkan kesukaran bagi murid-murid dan guru.

2. Kurikulum ini dianggap tidak mempunyai organisasi yang logissistematis.

Karena bahan pelajaran tidak ditetapkan lebih dahulu, akan tetapi

direncanakan dengan mengadakan rundingan dengan murid-murid, maka tidak akan

terdapat di dalamnya susunan yang logis sistematis. Malahan besar bahayanya anak-

anak mendapat bahan yang sama pada kelas lain.

3. Kurikulum ini memberatkan tugas guru.

Bahan pelajaran mungkin sekali tiap tahun berlainan dengan tahun yang

sudah-sudah, baik mengenai pokok-pokok yang dibicarakan, maupun mengenai

isinya. Tiap tahun guru itu boleh dikatakan menghadapi bahan yang barn, dan

karena itu memerlukan lebih banyak inisiatif dan usaha dari guru. Hal ini

merupakan suatu keberatan bagi guru yang lebih suka bekerja menurut rutin dengan

mengikuti buku pelajaran tertentu untuk tiap matapelajaran.

4. Kurikulum ini tidak memungkinkan ujian umum.

Oleh sebab bahan pelajaran boleh dikatakan berlainan setiap tahun, dan tentu

pula berbeda sekali di berbagai sekolah, maka pengetahuan anak-anak pada waktu

tamat tidak sama pula. Kurikulum ini tidak mengharapkan pengetahuan yang sama

untuk semua murid, malahan sedapat mungkin menyesuaikan pelajaran dengan

bakat dan kesanggupan tiap anak dengan keadaan lingkungan anak itu. Karena itu

kurikulum ini tidak menginginkan ujian yang uniform di seluruh negara atau daerah.

Perbedaan bahan pelajaran di berbagai sekolah di berbagai tempat dianggap

pula suatu keberatan bagi anak-anak yang pindah ke sekolah lain.

Page 191: asas asas-kurikulum(3)

5.Anak-anak dianggap tidak sanggup menentukan kurikulum.

Dalam organisasi kurikulum ini anak-anak turut serta diajak berunding untuk

menentukan hal-hal yang akan dipelajari. Orang beranggapan, bahwa murid-murid

terlampau muda dan karena itu tak sanggup dan tak cukup berpengalaman untuk

menentukan apa yang perlu bagi pendidikan mereka. Oleh sebab itu pihak atasan,

orang dewasalah yang selayaknya menetapkan sepenuhnya apa yang hams

diajarkan.

6. Alat-alat sangat kurang untuk menjalankan kurikulum

Untuk melaksanakan kurikulum ini diperlukan ruangan-ruangan dan alat-alat

yang khusus. Setidak-tidaknya harus ada perpustakaan yang agak lengkap sebagai

suatu sumber yang penting guna mengadakan penyelidikan-penyelidikan oleh anak-

anak. Gedung-gedung sekolah kita sekarang masih terikat pada filsafat pendidikan

yang tradisional. Lagi pula tiap kelas penuh sesak dengan murid-murid, sehingga

kurikulum modern tak dapat drjalankan dengan efektif.

JAWABAN INTEGRATED CURRICULUM ATAS KEBERATAN-

KEBERATAN YANG DIAJUKAN

Semua keberatan yang di atas ada mengandung kebenaran. Menjalankan

sesuatu yang baru tidak mudah, apalagi kalau yang lama itu didukung oleh tradisi

yang berabad-abad. Mengenai keberatan-keberatan itu kami ingin mengajukan

beberapa catatan.

ad. I. Semua pembaruan harus mulai pada diri guru, pada diri sang pendidik. Syarat

pertama bagi pembaruan ialah, bahwa guru itu harus mengubah dirinya, dan

ini harus dimulai pada pendidikan guru. Itu sebabnya maka pendidikan guru

merupakan faktor yang penting dalam pembaruan pendidikan, oleh sebab guru

itu cenderung mengajar seperti ia sendiri dahulu diajar.

ad. 2. Memang dalam kurikulum ini bahan pelajaran tidak tersusun secara logis-

sistematis seperti yang lazim terdapat dalam suatu buku pelajaran. Kurikulum

ini tidak berpegang pada satu buku, akan tetapi menggunakan segala macam

sumber. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa organisasi

Page 192: asas asas-kurikulum(3)

sama sekali tidak ada. Biasanya sekolah telah mempunyai suatu kerangka yang

berisi bidang-bidang yang kirangnya dapat dijadikan pokok pelajaran. Dalam

kerangka itu banyak kebebasan bergerak bagi guru dan murid untuk memilih

pokok-pokok yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Jadi kurikulum ini lebih

fleksibel. Untuk mencegah berulangnya suatu pokok, guru hams mencatat

apa-apa yang telah dibicarakan untuk diketahui oleh guru- guru lain.

ad3. Guru yang dinamis, yang ingin terus berkembang dan turut mengikuti aliran

zaman, yang ingin menyesuaikan pelajaran dengan keadaan masyarakat anak,

justru akan berikhtiar, agar ia jangan dikuasai oleh pekerjaan rutin yang

membosankan.

ad 4. Banyak orang di kalangan pendidikan yang mengakui, bahwa ujian itu

merupakan suatu "penyakit" yang sering menghalang-halangi pembaharuan

dalam pendidikan. Untuk memenuhi tuntutan ujian, maka anak-anak dilatih

menghafal sejumlah pengetahuan yang diharapkan akan "keluar" dalam ujian.

Ujian yang uniform ini seakan-akan tidak memungkinkan guru menyesuaikan

pelajaran dengan kebutuhan individu serta keadaan masyarakat setempat.

Ujian yang uniform ini memang merupakan suatu halangan ke arah

pembaruan. Akan tetapi janganlah ujian itu dipakai sebagai alasan untuk

membenarkan din tidak menjalankan inisiatif ke arah perbaikan pendidikan.

Ada tidaknya ujian, bagi guru yang dinamis tetap ada kesempatan untuk

mengadakan pembaruan.

ad5. Penentuan bahan pelajaran tidak semata-mata diserahkan kepada kehendak

murid-murid. Dalam kurikulum yang "child- centered", yaitu yang berpusat

pada anak, anak-anaklah yang menentukannya, akan tetapi praktik serupa ini

sudah ditinggalkan. Dalam menentukan bahan pelajaran peranan guru tetap

penting. Dialah yang tahu tujuan pendidikan dan nilai suatu pelajaran untuk

mencapai tujuan itu. Dalam rangka tujuan pendidikan itu, anak-anak diturut-

sertakan memilih dan merencanakan, dengan maksud agar anak-anak

menerima dan memahami makna serta tujuan pokok itu.

Page 193: asas asas-kurikulum(3)

ad 6. Tanpa alat-alat tak dapat dijalankan kurikulum apa pun dengan efektif. Kita

tahu manfaat alat-alat pelajaran modem seperti film, tape recorder, radio,

televisi, dan sebagainya. Alatalat itu belum dimiliki oleh sekolah-sekolah kita.

Gedung sekolah kita belum memenuhi syarat-syarat pendidikan modem

Akan tetapi kekurangan-kekurangan itu tak perlu menghalangi pembaruan.

Banyak alat pelajaran yang dapat dibuat sendiri tanpa menelan biaya yang banyak

antara lain garnbar-gambar dun rnajalah, alat-alat pengukur dan botol, peta timbul.

Lingkungan merupakan sumber pelajaran yang tak ternilai harganya. Perpustakaan

dapat dibentuk lambat laun. Kalau kurikulum ini dijalankan, dengan sendirinya akan

tampil pengarang-pengarang buku yang sesuai dengan keperluan pengajaran unit,

sehingga perpustakaan anak-anak bertambah lengkap.

MANFAAT KURIKULUM UNIT

1. Segala sesuatu yang dipelajari dalam unit bertalian erat. Anak-anak tidak lagi

mempelajari fakta-fakta lepas yang segera dilupakan, karena tidak digunakan

secara fungsional untuk memecahkan masalah-masalah yang mengandung arti

bagi murid. Untuk memecahkan suatu pokok digunakan bahan dan semua mata

pelajaran. Sebenarnya tidak mungkin diajarkan sejarah dengan baik tanpa ilmu

bumi. Dalam ilmu bumi sering diperlukan ilmu alam, ilmu hayat, dan mata

pelajaran lain. Mengadakan batas-batas yang tegas antara berbagai mata

pelajaran sering merugikan pembentukan pengertian yang luas serta mendalam.

2. Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar. Murid-

murid dihadapkan kepada masalah, yang benarbenar berarti bagi kehidupan

mereka, jadi bertalian erat dengan pengalaman mereka. Mereka memecahkannya

dengan pikiran dan penyelidikan sendiri, jadi anak-anak aktif dengan

bermacammacam cara dan tidak pasif menerima apa yang disajikan oleh guru

untuk dihafal.

3. Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan

masyarakat. Masyarakat drjadikan laboratorium tempat anak-anak

Page 194: asas asas-kurikulum(3)

mengumpulkan bahan untuk menyelidiki suatu problema. Masyarakat dapat diturut

sertakan dalam usaha-usaha sekolah.

4. Kurikulum ini sesuai dengan paham demokrasi. Murid-murid dirangsang untuk

berpikir sendiri, bekerja sendiri, memikul tanggung jawab, bekerja sama dalam

kelompok. Mereka diajak turut serta berunding dan merancangkan pelajaran.

Mereka tidak hanya menerima saja apa yang dikatakan guru atau yang

tercantum dalam buku, melainkan dengan kritis membandingkan keterangan-

keterangan dari berbagai sumber.

5. Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dan kematangan

murid, sebagai kelompok maupun sebagai individu.

Menentukan pokok untuk unit.

Dalam menentukan, pokok manakah yang hendaknya dipilih untuk suatu unit

senantiasa harus dipikirkan, bahwa kita harus bekerja dalam rangka tujuan sekolah.

Di samping itu kita harus memperhatikan kebutuhan anak dalam lingkungan itu.

Pokok-pokok untuk unit mungkin sekali berlainan di berbagai sekolah. Malahan di

suatu sekolah pun mungkin pokok untuk unit berbeda dan tahunketahun.

Untuk menentukan, pokok-pokok manakah yang sebaiknya dijadikan unit

yang akan dipelajari anak-anak, kita dapat memajukan pertanyaan-pertanyaan yang

berikut:

1. Apakah pokok itu dibangkitkan oleh minat, kebutuhan dan, pengalaman murid-

murid dalam kelas itu? Bila ternyata tidak atau kurang ada minat yang khusus

untuk pokok itu, sedangkan guru merasa pentingnya pokok itu bagi

perkembangan murid-murid, ia dapat berikhtiar untuk membangkitkan minat itu.

2. Apakah bahan pelajaran itu sesuai dengan taraf kematangan murid?

a. Inikah saat yang sebaik-baiknya bagi murid-murid untuk memperoleh

manfaat yang sebesar-besarnya dari pokok yang akan dipelajari itu, ataukah

lebih baik pelajaran itu diundurkan saja dulu?

Page 195: asas asas-kurikulum(3)

b. Apakah bahan pelajaran itu tidak melampaui batas kesanggupan anak dan

lagi pula cukup merangsang mereka untuk mempelajarinya dengan

segenap tenaga?

c. Apakah pokok lain pada saat ini barangkali lebih berfaedah dan

mengandung arti bagi murid-murid, namun tidak kurang nilainya bagi

perkembangan anak?

d. Telah adakah pengalaman-pengalaman pada murid yang dapat digunakan

sebagai landasan bagi pelajaran baru ini?

3. Cukupkah kesempatan dalam pelajaran ini untuk merangsang murid-murid

berpikir dan berbuat sebanyak mungkin?

a. Apakah bahan pelajaran itu akan menimbulkan situasi-situasi di mana

murid-murid harus merencanakan, berdiskusi, merumuskan masalah,

menganalisnya, mengumpulkan bahan dari berbagai sumber, bekerja sama

berpikir untuk memecahkan problema?

b. Apakah bahan pelajaran itu mengandung masalah-masalah sosial yang

penting artinya bagi kehidupan anak-anak sehari-hari?

c. Apakah bahan pelajaran itu menjamin bertambah luasnya pengetahuan

murid-murid yang berguna untuk memenuhi tuntutan-tuntutan hidup yang

kian hari kian meningkat?

d. Apakah bahan pelajaran itu herisi buah pikiran dan soal-soal yang dapat

menimbulkan diskusi yang akan memperluas alam pikiran dan pandangan

anak?

e. Apakah bahan pelajaran itu cukup memberi kesempatan untuk

mengeluarkan dan menyatakan perasaan dalam berbagai-hagai bentuk?

4. Dapatkah disediakan hal-hal yang berikut untuk melaksanakan unit itu:

a. buku-buku, majalah, gambar, dan alat-alat pelajaran

b. kesempatan berkaryawisata

c. pengalaman-pengalamaan langsung berhubung dengan unit

d. bahan-bahan untuk bermacam-macam bentuk ekspresi.

Dua pendapat.

Pokok-pokok apakah yang harus dipilih untuk dipelajari anak-anak dalam

bentuk unit? Dalam hal ini terdapat dua pendapat yang utama. Yang pertama ialah

Page 196: asas asas-kurikulum(3)

berdasarkan kurikulum itu pada "social functions", yakni lapangan-lapangan hidup

sebagai pusat perhuatan-perbuatan manusia. Stratemeyer menyebutnya "persistent

life situations", yakni situasi-situasi atau masalah-masalah hidup yang terus menerus

dihadapi manusia, jadi yang bersifat universal bagi semua kebudayaan di dunia ini

pada yang lampau maupun masa sekarang maupun masa mendatang.

Pendapat kedua ialah mengambil pokok-pokok unit dari kebutuhan anak-

anak, dari problema-problema yang dihadapi anakanak dalam hidupnya.

A. UNIT BERDASARKAN "SOCIAL FUNCTIONS"

Dasar pikiran di sini ialah, bahwa pelajaran hams berdasarkan aktivitas dalam

masyarakat dan kebudayaannya. Tujuan pendidikan yang utama ialah membantu

anak-anak memperoleh kehidupan yang baik dalam lingkungan sosialnya. Karena

kurikulum harus memberikan pelajaran, yang mempunyai arti dan nilai

kehidupannya sehari-hari sehingga ia kelak dapat menyesuaikan diri dengan efektif

sebagai orang dewasa.

Untuk mengetahui, social functions apakah yang terdapat dalam hidup

manusia, banyak digunakan sosiologi dan antropologi kebudayaan.

Baik kelompok yang primitif maupun yang modern dianalisis untuk

menyelidiki social functions apakah kiranya yang terdapat dalam kehidupan

manusia.

Sebenarnya jalan pikiran itu bukan sesuatu yang baru. Herbert Spencer pada

tahun 1859 telah mengemukakannya sebagai tujuan pendidikan, yakni aktivitas-

aktivitas yang berkenaan dengan:

1. Self-preservation.

2. Securing necessaries of life.

3. Rearing and disciplining of offspring.

4. Maintenance of proper social and political relations.

5. Miscellaneous activities which make up the leasure part of life, devoted to the

gratification of the tastes and feelings.

Page 197: asas asas-kurikulum(3)

Orang yang pertama-tama menjadikan social functions sebagai dasar

kurikulum ialah H.L. Caswell. la mengemukakan social functions yang berikut:

1. Protection and conservation of life, property, and natural resources.

2. Productions of goods and services and distribution of the returns of

production.

3. Comsumption of goods and services.

4. Communication and transportation of goods and people.

5. Recreation.

6. Expression of aesthetic impulses.

7. Expression of religious impulses.

8. Education.

9. Extension of freedom.

10. Integration of the individual.

11. Exploration.

Salah satu usaha lain untuk menggolongkan lapangan-lapangan hidup ini ialah

Stratemeyer, Forkner dan Mc. Kim.

Mereka menyebutnya "persistent life situations". Dalam garis besarnya

mereka memperoleh lapangan-lapangan sebagai berikut:

I. Situations calling for growth in individual capacities.

a. Health.

1. Satisfying physiological needs.

2. Satisfying emotional and social needs.

3. Avoiding and caring for illness and injury.

b. Intellectual power.

1. Making ideas clear.

2. Understanding the ideas others.

3. Dealing with quantitive relationships.

4. Using effective methods of work.

c. Responsibility for moral choices

1. Determining the nature and extent of individual freedom.

2. Determining responsibility to self and others.

Page 198: asas asas-kurikulum(3)

d. Aesthetic expression and appreciation.

1. Finding sources of aesthetic satisfactions in oneself.

2. Achieving aesthetic satisfactions through the environment.

II. Situations calling for growth in social participation.

a. Person to person relationships.

1. Establishing effective social relations with others.

2. Establishing effective working relations with others,

b. Group membership.

1. Deciding when to join a group.

2. Participating as a group member.

3. Taking leadership responsibilities.

c. Intergroup relationships.

1. Working with racial and religious groups.

2. Working with socio-economic groups.

3. Dealing with groups organized for specific action

III. Situations calling for growth in ability to deal with environmentaal

factors and forces.

a. Natural phenomena.

1. Dealing with physical phenomena.

2. Dealing with plant, animal, and insect life.

3. Using physical and chemical forces.

b. Technological resources.

1. Using technological resources.

2. Contributing to technological advance.

c. Economic-social-political structures and forces.

1. Earning a living.

2. Securing goods and services.

3. Providing for social welfare.

4. Molding public opinion.

5. Participating in local and national government. *)

Keuntungan kurikulum berdasarkan lapangan hidup.

Page 199: asas asas-kurikulum(3)

1. Dalam kurikulum ini terdapat hubungan erat antara pelajaran dengan kehidupan

sehari-hari. Kurikulum ini dengan sengaja berusaha mengatasi jurang antara

pelajaran sekolah dengan apa yang diperlukan dalam kehidupan. Dalam subject

curriculum anak-anak sukar melihat hubungan itu.

2. Kurikulum berdasarkan social functions atau lapangan hidup memberikan

kepada anak hal-hal yang diperlukannya untuk menghadapi situasi-situasi

hidupnya sebagai warga negara. Kurikulum ini lebih bermanfaat dan

mengandung arti bagi murid-murid. Sebenarnya ini telah tersimpul dalam nomor

1, akan tetapi perlu juga disebut. Tujuan kurikulum ini lebih mudah dipahami

oleh murid-murid, karena untuk melaksanakannya mereka menggunakan

pengalaman-pengalaman langsung. Mereka banyak mengumpulkan keterangan-

keterangan dari masyarakat serta lingkungan sendiri dengan mengadakan

karyawisata dan penyelidikan-penyelidikan lain. Dengan demikian mereka lebih

mudah melihat manfaat dan makna pelajaran itu bagi dirinya.

3. Kurikulum ini sesuai dengan tugas sekolah, yakni mempersiapkan murid untuk

kehidupan dalam masyarakat. Dengan mempelajari lapangan-lapangan hidup

diharapkan anak-anak juga lebih sanggup menyesuaikan diri dengan situasi-

situasi hidup.

4. Kurikulum ini menyajikan bahan pelajaran yang bulat. Pelajaran di sekolah yang

diberikan herpusatkan unit ini bertalian erat, tidak lepas-lepas seperti halnya

dalam separate-subject curriculum.

Keberatan-keberatan terhadap kurikulum ini.

1. Kurikulum ini membagi kehidupan dalam bagian-bagian. Kehidupan sebenarnya

merupakan suatu keseluruhan dan tidak merupakan sepuluh atau sebelas

lapangan kehidupan. Batas-batas itu tidak ada dalam kehidupan. Ada bahayanya,

lapangan-lapangan hidup menjadi matapelajaran-matapelajaran tersendiri

sehingga menjadi semacam subject curriculum yang justru hendak diberantas

oleh kurikulum ini.

2. Kurikulum ini sulit drjalankan. Guru-guru tidak mendapat latihan untuk

menjalankan kurikulum serupa ini. Juga buku-buku dan alat-alat pelajaran lain

menimbulkan kesukaran-kesukaran.

Page 200: asas asas-kurikulum(3)

3. Kurikulum ini tidak memberikan pengetahuan, yang tersusun logis sistematis.

Kurikulum ini terutama memberikan bahan yang sesuai dengan keadaan masyarakat

pada masa sekarang dan kurang menyampaikan pengetahuan yang sistematis seperti

yang diperoleh dengan mempelajari subjects atau mata pelajaran. B. UNIT

BERDASARKAN KEBUTUHAN MURID

Dasar pikiran kurikulum ini ialah memberikan pelajaran kepada anak-anak

yang timbul dari kebutuhan anak-anak. Sesuatu dipelajari sebaik-baiknya kalau hal

itu memuaskan kebutuhan kita. Tujuannya ialah agar anak-anak belajar

memecahkan masalah-masalah yang bertalian dengan kebutuhannya dalam

kehidupannya sehari-hari. Bedanya dengan kurikulum berdasarkan social functions

ialah, bahwa dalam social functions diutamakan pendidikan anak-anak untuk

menghadapi situasi-situasi hidup dengan efektif sebagai warga negara yang dewasa,

sedangkan kurikulum yang berpusat pada kebutuhan murid mementingkan masalah-

masalah yang dihadapi anak pada saat ini. Tentu saja sukar diadakan batas yang

tegas. Apa yang penting bagi waktu sekarang mungkin sekali berharga juga untuk

masa depan. Kebutuhan anak pada setiap saat tidak lepas dari social functions atau

lapangan-lapangan hidup, yakni selalu terdapat di dalam lapangan-lapangan hidup

itu. Lagi pula boleh dikatakan tidak ada lagi sekolah yang semata-mata mendasarkan

kurikulum pada kebutuhan anak tanpa memperhatikan manfaatnya bagi kehidupan

anak di dalam masyarakat.

Kebutuhan-kebutuhan anak dapat dibagi sebagai berikut:

1. Kehidupan pribadi.

a. Kebutuhan akan kesehatan pribadi.

b. Kebutuhan akan harga-diri.

c. Kebutuhan akan pandangan dunia dan filsafat hidup.

d. Kebutuhan akan pelbagai minat pribadi.

e. Kebutuhan akan kepuasan estetis.

2. Hubungan sosial yang dekat.

a. Kebutuhan akan hubungan yang lebih matang dengan anggota rumah tangga

dan dengan orang dewasa di luar keluarga.

Page 201: asas asas-kurikulum(3)

b. Kebutuhan akan hubungan baik yang lebih matang dengan teman jenis

kelamin yang sama dan yang berlainan.

3. Hubungan sosial-kewarganegaraan.

a. Kebutuhan untuk turut serta bertanggung jawab dalam aktivitas-aktivitas

yang penting.

b. Kebutuhan untuk mendapat penghargaan sosial.

4. Hubungan ekonomi.

a. Kebutuhan untuk merasa kemajuan ke arah status orang dewasa.

b. Kebutuhan untuk mendapat bimbingan dalam memilih jabatan dan

mendapat persiapan untuk suatu pekerjaan.

c. Kebutuhan untuk memilih dan menggunakan barang-barang dan jasa-jasa

dengan bijaksana.

d. Kebutuhan untuk dapat bertindak efektif guna memecahkan masalah-

masalah ekonomi.*)

Apakah kebaikan kurikulum ini?

Kurikulum ini mengandung kebaikan-kebaikan seperti terdapat pada

pengajaran unit umumnya.

Walaupun demikian baik kami sebut beberapa buah:

1. Kurikulum ini menjamin integrasi bahan pelajaran, jadi tidak terdiri atas mata

pelajaran yang lepas-lepas, yang tidak saling berhubungan.

2. Kurikulum ini menyajikan bahan pelajaran yang bertalian erat dengan

pengalaman anak dalam hidupnya. Apa yang dipelajari dapat digunakan secara

fungsional dalam menghadapi situasi dan masalah-masalah hidup anak itu.

3. Kurikulum ini dapat dipertanggungjawabkan secara psikologis. Karena program

sekolah sesuai dengan minat dan kebutuhan anak mereka didorong oleh

motivasi intrinsik untuk mempelajarinya. Anak-anak tahu akan tujuan, makna

dan manfaat pelajaran itu, karena itu ia rela mengeluarkan segenap tenaga

kepada pelajaran ini.

4. Kurikulum ini membentuk pribadi anak. Yang diutamakan bukan hanya

pembentukan intelektual, melainkan seluruh pribadi anak. Selain pengetahuan,

kurikulum ini juga memupuk sikap, norma, penghargaan, dan sebagainya.

Page 202: asas asas-kurikulum(3)

5. Kurikulum ini tertuju kepada perkembangan anak. Yang diutamakan ialah justru

hal-hal yang membantu perkembangan anak. Titik berat diletakkan pada anak

dan bukan pada bahan pelajaran. Dalam kurikulum ini diberi perhatian

sepenuhnya kepada perkembangan anak sebagai keseluruhan, yakni jasmaniah,

emosional, sosial, dan juga intelektual.

6. Kurikulum ini berdasarkan pendirian "mental hygiene" atau kesejahteraan

rohani, karena membantu anak-anak mengatasi problema-problema yang

dihadapinya dalam kehidupan. Dalam kurikulum tidak dipaksakan anak-anak

mempelajari yang tidak dipahaminya maknanya, sehingga dapat dicegah

frustrasidankegagalan.

KEBERATAN-KEBERATAN TERHADAP KURIKULUM INI

1. Kurikulum ini tidak memberikan pengetahuan yang logis sistematis seperti yang

diperoleh murid-murid dengan mempelajari berbagai mata pelajaran

yangterpisah-pisah.

2. Dengan kurikulum ini tak dapat ditentukan lebih dahulu bahan pelajaran untuk

tiap kelas karena kebutuhan dan problema anak tak sama dan tahun ke tahun.

Dalam kurikulum ini diperlukan administrasi yang teliti yang mencatat apa-apa

yang telah dipelajari oleh anak-anak. Kesukaran juga dialami anak-anak yang

pindah sekolah.

3. Kurikulum ini sukar untuk dijalankan, karena guru-guru tidak dipersiapkan

untuk kurikulum serupa ini. Lagi pula masyarakat pun rasanya tak akan mudah

menerima kurikulum ini.

4. Kurikulum ini kurang mementingkan masa lampau dan masa depan, karena

terutama membicarakan masalah-masalah yang dihadapi anak-anak pada masa

sekarang.

5. Kurikulum yang terlampau mengutamakan kebutuhan anak, mengabaikan tugas

sosialnya. Sekolah-sekolah yang child-centered yang terlampau progresif sangat

mengutamakan anak itu sendiri, dengan melupakan, bahwa

Page 203: asas asas-kurikulum(3)

anak-anak hams juga mengenal masyarakat dan hams hidup dalam hubungan sosial

dalam masyarakat itu. 6. Sukar untuk menentukan, apakah sebenarnya kebutuhan

anak-anak. Anak-anak sering tidak mengetahui apa yang perlu bagi mereka dalam

hidupnya. Sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang anak belum tentu merupakan

kebutuhan bagi seluruh kelas. Gum dapat menentukan kebutuhan itu dengan

mempelajari buku-buku tentang pertumbuhan dan kebutuhan anak, akan tetapi

belum tentu pilihan guru itu betul-betul dirasakan anak-anak sebagai kebutuhannya.

LANGKAH-LANGKAH DALAM MELAKSANAKAN SUATU UNIT

Biasanya suatu unit dilakukan menurut fase-fase yang berikut:

a. Memilih suatu pokok.

Pokok untuk suatu unit mungkin timbul atas anjuran gum kepada murid-murid

untuk memilih salah satu dari beberapa pokok yang dianggap penting oleh guru dan

juga dipandang murid-murid sebagai sesuatu yang sangat berharga bagi mereka.

Pokok untuk unit dapat juga diperoleh dengan menyuruh anak-anak

menuliskan masalah-masalah yang mereka anggap sangat penting baginya.

Kemudian pokok-pokok itu disusun menurut kategori-kategori tertentu, sehingga

diperoleh beberapa pokok yang meliputi selumh problema-problema yang

dikemukakaan oleh murid-murid. Kemudian diadakan kriteria-kriteria untuk unit

yang dipakai sebagai pegangan agar dapat dilakukan pilihan yang bijaksana. Di sini

pun anak-anak diberi kesempatan memilih pokok apakah yang paling berharga bagi

mereka dan pokok-pokok yang mereka usulkan. Diusahakan agar semua anak

akhirnya menerima baik hasil pilihan kelas itu.

Selanjutnya suatu pokok dapat juga diperoleh berhubung dengan suatu

peristiwa yang aktual dan penting.

b. Merencanakannya.

Dalam fase ini murid menganalisis pokok itu lebih lanjut, sehingga diperoleh

problema-problema yang lebih spesifik. Mereka menentukan tujuan-

Page 204: asas asas-kurikulum(3)

tujuan dan faedah apakah yang dapat diberikan oleh unit itu. Setelah diperoleh

sejumlah topik, maka murid-murid dibagi atas kelompok-kelompok. Sedapat

mungkin setiap murid menerima suatu topik yang sesuai dengan kesanggupan dan

minatnya. Setiap kelompok menentukan ketua dan penulis.

c. Mengerjakanunit.

Setelah diketahui dengan jelas problema yang mereka hadapi dan tujuan-

tujuan apa yang dapat dicapai dengan unit itu, maka kelompok-kelompok mulai

mengumpulkan bahan dari perpustakaan, majalah, surat kabar. Kadang-kadang perlu

diadakan wawancara, penyelidikan atau percobaan-percohaan, bila diperlukan untuk

memecahkan masalah kelompok masing-masing.

d. Mengakhiri unit.

Unit itu diakhiri dengan berbagai cara, misalnya dengan memberi laporan

lisan, laporan tertulis, panel disscussion, sandiwara, pameran, dann Iain-lain. Fase

ini juga disebut fase kulminasi, yakni puncak unit, dimana murid-murid

memperlihatkan hasil-hasil yang mereka capai selama mengerjakan unit.

e. Menilaiunit.

Dalam fase ini diselidiki apakah unit itu benar-benar memberi manfaat kepada

setiap peserta, apakah mereka betul-betul belajar, yakni mengalami perubahan

kelakuan berkat unit itu. Apakah tujuan-tujuan semula betul-betul tercapai dalam

unit.

Tujuan-tujuan itu tidak hanya berupa pengetahuan yang bertambah, atau

mencapai meliputi juga segi-segi lain dari pada pribadi anak-anak.

Selanjutnya murid-murid mengemukakan kekurangan-kekurangan dan

kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan unit untuk dipertimbangkan dalam

melakukan unit yang lain pada hari kemudian.

/ Menuju unit-unit baru.

Dan unit ini mungkin sekali timbul problema-problema baru yang dapat

dijadikan pokok untuk unit-unit baru yang akan dikerjakan oleh anak-anak

selanjutnya.

Page 205: asas asas-kurikulum(3)

HUBUNGAN ANTAR KETIGA JENIS KURIKULUM

Ketiga macam kurikulum itu tak usah dipandang bertentangan yang satu

dengan yang lain. Yang satu dapat membantu yang lain. Kita dapat memberikan unit

dan di samping itu matapelajaran-matapelajaran yang khusus yang tradisional.

Untuk permulaan, tidak diharapkan seluruh kurikulum diberikan dalam bentuk

unit. Sebaiknya kita masih mengajarkan subjects dan disamping itu memberikan dua

atau tiga kali seminggu pelajaran dalam bentuk unit. Dalam pada itu tentu sangat

menguntungkan apabila untuk mata pelajaran biasa diambil bahan yang

berhubungan dengan unit itu. Pengajaran unit dapat dan perlu pula dibantu oleh

subjects. Apabila dalam unit itu timbul soal-soal yang bersifat matematis, sudah

sewajarnya mata pelajaran ilmu pasti digunakan untuk memecahkan problema.

Demikianlah setiap matapelajaran dapat memberikan sumbangannya untuk

menyelesaikan suatu unit. Dengan menerima pengajaran unit, tidak perlu semua

mata pelajaran dihapuskan. Hal ini malahan akan merugikan.

Sebaliknya mata pelajaran biasa juga mungkin sekali memperoleh manfaat

dari pengajaran unit, oleh sebab dalam unit itu murid-murid banyak mendapat hal-

hal yang bertalian dengan berbagai mata pelajaran dalam situasi yang bermakna.

Mereka lebih fasih berbicara, lebih lancar mengarang laporan, lebih sanggup

menggunakan pengetahuan dari geografi, sejarah, ilmu hayat secara fungsional,

lebih jelas menyadari arti ilmu pasti dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pengajaran

unit tidak merugikan, malahan sangat menguntungkan mata pelajaran biasa.

Apa yang dikatakan mengenai separate subjects juga berlaku bagi broad-fields

yakni paduan antara beberapa matapelajaran seperti IPS, IP A, Bahasa, Matematika,

dan Kesenian. Ketiga macam kurikulum dapat berjalan berdampingan dan bantu-

membantu.

Untuk memperlihatkan hubungan antara ketiga jenis kurikulum itu kami

berikan bagan berikut.

Dalam bagan ini dirangkumkan ketiga jenis organisasi kurikulum itu. Gambar

panah dalam bagan itu menunjukkan inter-relasi antara jenis-jenis

Page 206: asas asas-kurikulum(3)

kurikulum itu. Pada unit kita lihat kebulatan bahan pelajaran tanpa batas-batas

antara macam-macam mata pelajaran. Broad fields kita lihat sebagai paduan antara

beberapa mata pelajaran. Pada bagan ini kita lihat pula bahwa subjects maupun

broad-fields dapat membantu pengajaran unit, tetapi sehaliknya pengajaran unit juga

menambah penguasaan anak mengenai subjects ataupun broad-fields.

ACTIVITY CURRICULUM

"Activity curriculum" juga disebut "experience curriculum", atau proyek.

Bentuk kurikulum ini terkenal oleh Laboratory School yang didirikan oleh John

Dewey di University of Chicago, 1896, Meriam's Laboratory School di University

of Missouri, 1904 dan oleh Ellsworth Colling yang mengadakan percobaan dengan

"project curriculum" sebagai penerapan buah pikiran W.H. Kilpatrick dengan

brosurnya "The Project Method", 1918.

Di sekolah percobaan J. Dewey anak-anak tidak mempelajari mata pelajaran

yang konvensional. Kegiatan mereka berpusat pada pekerjaan memasak, menjahit

dan bertukang kayu. Melalui kegiatan ini mereka mengenai hubungan manusia yang

fundamental dengan dunia seperti kegiatan manusia memperoleh makanan,

perlindungan, dan pakaian serta norma-norma hidup. Mereka mengadakan kegiatan

intelektual maupun manual. Dalam pada itu mereka belajar merencanakan dan

mengadakan percobaan. Pelajaran dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung

timbul karena kebutuhan akibat kegiatan-kegiatan itu.

Page 207: asas asas-kurikulum(3)

Di sekolah percobaan Meriam juga tidak diajarkan mata pelajaran yang

konvensional. Kegiatan dibagi dalam empat golongan yakni : observasi, permainan,

bercerita, dan pekerjaan tangan. Observasi misalnya meliputi pengamatan

kehidupan tanaman, binatang, manusia, bumi, langit, pabrik dan berbagai pekerjaan.

Permainan terdiri atas permainan dengan alam, listrik, mesin, air, udara dan

sebagainya. Bercerita antara lain meliputi membaca, dramatisasi,bernyanyi, dan

sebagainya. Pekerjaan tangan menggunakan bahan kertas, tali, benang, tekstil, rafia,

kayu, logam dan sebagainya. Meriam berusaha agar sekolah merupakan bagian dan

kehidupan masyarakat.

Activity curriculum baru mulai diterapkan secara lebih luas setelah buku W.H

Kilpatrick, " The Project Method", 1918. Ide itu telah mulai diterapkan oleh E.

Collings pada tahun 1917, jadi sebelum buku itu diterbitkan. Kegiatan-kegiatan di

sekolahnya banyak mirip dengan Meriam yakni (1) proyek mainan yang terdiri atas

kegiatan kelompok seperti permainan, tarian rakyat, dramatisasi, dan kumpulan

social, (2) proyek ekskursi atau karyawisata yang mempelajari masalah-masalah

yang berhubungan dengan lingkungan dan kehidupan manusia, (3) proyek cerita

yang bertujuan menikmati cerita dalam berbagai bentuk-lisan, nyanyian, gambar,

piringan hitam, atau piano (4) proyek tangan yang bertujuan menyatakan buah

pikiran dalam bentuk yang kongkrit seperti menyiapkan minuman, menanam buah-

buahan, dan sebagainya.

Activity curriculum tidak pernah mendapat popularitas seperti subjects

curriculum dan di sekolah menengah tidak pernah mendapat kedudukan yang

kokoh.

Dasar pikiran activity curriculum adalah sebagai berikut : Orang hanya belajar

berkat pengalaman. Belajar atau perubahan kelakuan hanya terjadi, bila bertalian

dengan suatu tujuan yang bermakna bagi individu, dengan kebutuhan atau minatnya.

Belajar hanya terjadi dalam proses interaksi yang aktif. Berpikir hanya dapat

dikembangakan dengan berpikir untuk memecahkan suatu masalah, atau

memecahkan suatu kesulitan. Kegiatan utama dalam activity curriculum ialah

kegiatan yang digunakan dalam metode problem-solving, yaitu masalah-masalah

yang ditentukan sendiri oleh anak-anak. Dalam memecahkan masalah itu

Page 208: asas asas-kurikulum(3)

diperoleh pengetahuan dari berbagai disiplin dalam bentuk yang terintegrasi.

Kegiatan anak didorong oleh motivasi intristik. Karena kurikulum ini diutamakan

situasi yang riil serta minat yang spontan, maka tidak dapat diadakan perencanaan

terlebih dahulu. Rencana timbul dengan berkembangnya minat dan buah pikiran

anak. Jam pelajaran yang ketat tidak ada. Dalam bentuk yang ekstrem disiplin

diserahkan kepada kemampuan anak untuk mengatur diri sendiri dan campur tangan

orang dewasa hendaknya dihindarkan. Dalam activity curriculum juga menonjol

kegiatan lahiriah seperti menggambar, membangun, bersandiwara, dan sebagainya.

Dalam perkembangan kurikulum ini selanjutnya pengalaman langsung dan

minat yang spontan lebih-lebih digunakan sebagai bantuan dalam proses belajar dan

bukan sebagai pokok untuk menyusun unit. Minat anak lebih banyak ditentukan

berdasarkan studi, pengalaman atau penelitian.

Yang dianggap menarik minat anak kelas rendah ialah kegiatan-kegiatan yang

berkenaan dengan:

- kehidupan dalam rumah tangga

- alam sekitar

- lingkungan masyarakat yang dekat

- makanan, produksi, dan distribusinya

- transpordankomunikasi

- kehidupan orang dahulu kala

- kehidupan orang di negara lain

- kehidupan sosial

Kurikulum ini memerlukan guru yang mempunyai pendidikan umum yang

luas, yang mendapat latihan yang mendalam tentang perkembangan anak serta

bimbingan dan penyuluhan, dan menguasai metode pengajaran proyek. Juga

diperlukan gedung, lapangan bermain dan ruang kelas yang besar serta fleksibel

yang memungkinkan berbagai ragam kegiatan. Selanjutnya harus ada alat-alat dan

bahan yang diperlukan oleh anak sesuai dengan minatnya.

Sebagai kesimpulan kami cantumkan beberapa ciri activity curriculum:

Page 209: asas asas-kurikulum(3)

1. Kurikulum ini ditentukan programnya oleh minat dan tujuan anak.

2. Sambil melakukan kegiatan-kegiatan untuk memecahkan suatu masalah anak-

anak memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan.

3. Kurikulum ini tidak direncanakan lebih dahulu. Rencana itu berkembang sambil

menjalankan kegiatan. Perencanaan dilakukan bersama oleh murid dan guru.

4. Metode utama yang digunakan ialah metode pemecahan masalah. Yang

dipentingkan bukan hanya hasilnya, melainkan juga proses untuk memecahkan

masalah itu.

Core Curriculum.

Dengan core curriculum dimaksud bagian dari seluruh program pendidikan

yang dianggap penting, fundamental dan esensial yang hams diberikan kepada

setiap murid agar ia menjadi warganegara yang berharga, berguna, serta efektif. Jadi

core curriculum mempunyai arti yang sama dengan pendidikan umum. Atas dasar

itu maka H. Alberty berpendirian bahwa setiap bentuk pendidikan umum dapat

dipandang sebagai core curriculum atau kurikulum inti, apakah disajikan sebagai

matapelajaran yang terpisah-pisah, dikorelasikan, ataupun dalam bentuk broad unit

atau unifield courses. Jadi setiap program pendidikan umum, sekalipun berupakan

daftar matapelajaran wajib menurut pandangan ini harus dianggap sebagai core

curriculum.

Namun banyak ahli kurikulum lain yang merasa perlu untuk membedakan

'core' dengan pendidikan umum. Mereka memandang core curriculum sebagai

kurikulum yang mempunyai cara atau metode tertentu dalam penyajiannya,

sekalipun core curriculum itu juga mengenai pendidikan umum. Jadi dapat

dikatakan bahwa setiap core curriculum termasuk pendidikan umum, akan tetapi

tidak setiap program pendidikan umum berbentuk core curriculum.

Menurut B.O. Smith dkk. core program ini merupakan suatu reaksi terhadap

kurikulum yang terdiri atas mata pelajaran yang terpisah-pisah untuk memperoleh

lebih banyak integrasi dalam pelajaran. Akan tetapi di samping itu kurikulum ini

juga bermaksud untuk memenuhi kebutuhan siswa, memberikan aktivitas yang lebih

banyak dalam proses belajar dan mengadakan hubungan yang lebih erat

Page 210: asas asas-kurikulum(3)

antara pelajaran di sekolah dengan kehidupan dalam masyarakat. Maka kurikulum

ini mempunyai tujuan yang agak luas yang meliputi ide-ide yang terdapat dalam

berbagai bentuk kurikulum lainnya yang menyimpang dari subject curriculum.

Ciri-ciri Core Curriculum.

Kurikulum itu mengadakan integrasi dalam bahan pelajaran. Ini dilakukan

dengan menggabungkan atau mengkorelasikan beberapa matapelajaran seperti ilmu

pengetahuan sosial dan bahasa. Akan tetapi banyak pula disajikan dalam bentuk

broad unit.

Sebagai pokok untuk unit dapat digunakan topik-topik dad social functions,

atau masalah-masalah yang berkenaan dengan kehidupan atau yang bertalian

dengan minat dan kebutuhan pemuda.

Dengan demikian maka diperoleh beberapa macam program untuk core

curriculum, yakni:

(1) paduan heberapa mata pelajaran, sering antara IPS dan Bahasa Inggris. Pokok-

pokok yang dapat dibicarakan antara lain:

- Negarakita

- Negara-negara lain

- Dunia lama dan dunia barn

- Masa kolonial

Atau dalam bentuk masalah atau pertanyaan:

- Bagaimanakah suatu bangsa dapat meningkatkan mutu penghidupan?

- Bagaimanakah dapat kita hadapi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh

perkembangan teknologi?

(2) Mengambil pokok-pokok dari "Social functions" atau "major areas of living",

seperti:

- Pengawetan sumber alarn

- Matapencarian

- Pandangan kita terhadap dunia

- Mencegah kecelakaan dan penyakit

- Dunia kita yang kian menciut

- Pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap kehidupan kita.

Page 211: asas asas-kurikulum(3)

(3) Mengambil pokok dari Masalah-masalah kehidupan seperti:

- masalahpekerjaan

- masalahkewargaannegara

- masalah kehidupan rumahtangga

- masalah waktu senggang

(4) Memilih topik berhubungan dengan minat murid:

- masalah pergaulan

- masalah hubungan dengan anggota j enis kelamin lain

- masalah agama dan kepercayaan.

Dengan demikian core curriculum mengandung ciri-ciri integrated curriculum.

Metode yang diutamakan ialah problem solving. Murid-murid didorong untuk

berpikir kritis dan menggunakan ketrampilan intelektual lainnya menghadapi

masalah-masalah yang bermakna bagi mereka.

Seperti unit lainnya dalam memecahkan pelajaran dimanfaatkan bahan dari

semua mata pelajaran yang diperlukan, karena suatu unit menerobos batas-batas

mata pelajaran. Kegiatan belajar lebih banyak ragamnya jika dibandingkan dengan

subject curriculum.

Kurikulum inti ini mengadakan hubungan yang lebih erat antara pelajaran

dengan kehidupan sehari-hari serta dengan minat dan kebutuhan pemuda.

Metode mengajar lebih fleksibel. Merencanakan bersama dan kerja kelompok

dalam kegiatan belajar banyak dilakukan.

Perbedaan individual diperhatikan dan bimbingan merupakan unsur yang

esensial dalam kurikulum inti ini.

Keberatan-keberatan terhadap core curriculum.

Core curriculum ini mendapat kritik seperti yang diajukan terhadap

pengajaran unit pada umumnya. Salah satu keberatan yang paling dirasakan ialah

bahwa kurikulum tidak berhasil memberikan pengetahuan yang sistematis, seperti

juga dikemukakan terhadap tiap bentuk kurikulum yang menyimpang dari bentuk

subject curriculum. Hal ini disebabkan oleh kegagalan menyusun suatu disain

Page 212: asas asas-kurikulum(3)

yang menjamin bahan pelajaran yang sistematis. Kurikulum ini hanya memberikan

kesatuan waktu belajar yang lebih panjang, misalnya dua jam pelajaran berturut-

turut akan tetapi bahan pelajaran sendiri dalam praktik sering tidak memberikan

bahan yang diintegrasikan akan tetapi bahan dari sejumlah mata pelajaran secara

terpisah. Kerap kali satu di antaranya yang paling menonjol, biasanya yang paling

dikuasai oleh guru. Karena guru-guru pada SM pada umumnya mengadakan

spesialisasi tertentu, maka mereka tidak menguasai cara mengajar secara inter-

disipliner. Dan memang pendekatan secara inter-disipliner belum cukup

berkembang untuk diterapkan di sekolah. Itu sebabnya mengajarkan program yang

integrated sangat sukar. Sekalipun digunakan team teaching masih belum terjamin

tercapainya integrasi bahan pelajaran, jika guru-guru masih berpegang pada disiplin

masing-masing. Untuk itu diperlukan orientasi barn. Sebelum ini tercapai maka

pelaksanaan core curriculum biasanya hanya berbentuk kombinasi beberapa mata

pelajaran yang seharusnya harus dipadukan oleh "integrating ideas".

Kesulitan yang dihadapi dalam penerapan kurikulum ini ialah soal guru yang

tidak kompeten. Kurikulum serupa ini memerlukan guru yang mempunyai

pendidikan umum yang luas, sedangkan guru-guru SM mengkhususkan studinya

pada bidang tertentu.

Kesulitan juga timbul karena kurikulum inti ini belum mempunyai buku

pedoman yang memuaskan, sehingga masih banyak yang diserahkan kepada

pemikiran guru masing-masing.

Tentu saja kurikulum yang berbeda dengan subject curriculum akan

mengalami kesulitan dalam lanjutannya ke perguruan tinggi yang dalam persyaratan

masuk dan kurikulumnya masih berpegang pada kurikulum yang berpusat pada mata

pelajaran.

RANGKUMAN

1. Organisasi kurikulum menentukan bahan pelajaran, urutannya, dan cara

menyajikannya.

Page 213: asas asas-kurikulum(3)

2. Bentuk kurikulum yang lebih "tua" dari yang lain ialah subject curriculum yang

berpusat pada mata pelajaran yang tersendiri-sendiri.

3. Sebagai reaksi terhadap apa yang dianggap kekurangan-kekurangan kurikulum

ini timbul organisasi kurikulum yang lain seperti correlated curriculum dan

integrated curriculum. Integrated curriculum dapat berbentuk activity

curriculum, project curriculum atau experience curriculum, life curriculum, atau

core curriculum.

4. Subject curriculum telah ada sejak zaman Yunani yang dilanjutkan oleh orang

Rumawi dalam bentuk trivium (gramatika, retorikam dan logika) dan

quadrivium (arithmatika, geometri, astronomi, dan musik), keduanya dikenal

sebagai "the Seven Liberal Arts".

5. Pada abad pertengahan timbul mata pelajaran yang vokasional (teologi,

kedokteran, hukum) dan kini telah terdapat ratusan macam mata pelajaran,

termasuk yang dianggap non-akademis.

6. Subject sebenarnya pengalaman umat manusia yang disusun secara logis

sistematis.

7. Setiap bentuk kurikulum mempunyai kebaikan dan kekurangan. Kekurangan-

kekurangan suatu kurikulum sering ditonjolkan oleh para penentangnya ditinjau

dari segi pendirian masing-masing.

8. Walaupun subject curriculum banyak dikecam, dan boleh dikatakan hampir tak

ada yang memperjuangkannya, namun bentuk kurikulum masih sangat populer

di mana-mana di dunia, terutama di Perguruan Tinggi.

9. Bentuk kurikulum yang lebih baru, yang juga banyak keuntungannya dan

mempunyai ciri-ciri yang dapat mengatasi kelemahan subject curriculum,

namun tidak mendapat popularitas yang luas, antara lain, karena tidak dapat

memberikan pengetahuan yang sistematis yang masih merupakan syarat bagi

universitas dan karena guru tidak dipersiapkan untuk itu.

10. Metode yang diutamakan dalam integrated curriculum ialah metode "problem

solving" atau metode ilmiah dengan menghadapkan siswa kepada masalah-

masalah yang bermakna baginya.

Page 214: asas asas-kurikulum(3)

11. Menjalankan integrated curriculum tidak berarti menyampingkan subject sama

sekali, melainkan memanfaatkannya secara fungsional dalam pemecahan

masalah.

12. Subject curriculum dapat mengatasi kelemahannya dengan memanfaatkan

kebaikan-kebaikan bentuk kurikulum lainnya.

13. Core curriculum selalu mengenai pendidikan umum, walaupun tidak setiap

bentuk pendidikan umum dapat diterima sebagai core curriculum. Core

curriculum lebih mirip kepada kurikulum yang mengusahakan integrasi serta

menyesuaikan bahan pelajaran dengan kebutuhan murid atau masyarakat.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Apakah beda subj ect curriculum dengan integrated curriculum?

2. Banyak timbul reaksi terhadap subject curriculum karena kelemahan-

kelemahannya. Sebutkan kekurangan-kekurangan subject curriculum.

3. Dapatkah saudara menerima semua kecaman itu? Tinjau kecaman itu secara

kritis.

4. Apakah beda subject dan subject matter? Adakah subject matter pada integrated

curriculum?

5. Ada mengatakan bahwa trivium mirip dengan jurusan Sosial, Budaya,

sedangkan quadrivium dengan Pasti-Alam. Bagaimana pendapat saudara?

6. Apa sebab subject curriculum tetap bertahan dan terus populer, sekalipun

banyak dikecam?

7. Apakah prinsip-prinsip integrated curriculum? Apa sebab kurikulum ini tidak

meluas, sekalipun banyak mengandung kebaikan?

8. Bagaimanakah langkah-langkah menjalankan suatu broad unit atau pengajaran

unit?

9. Pilih suatu topik dan coba kembangkan menjadi suatu resource unit.

10. Apa dimaksud dengan "social functions" atau pusat-pusat kegiatan manusia?

Sebutkan social functions itu.

11. Apa dimaksud dengan "persistent life situations". Sebutkan.

12. Hingga manakah ada persamaan antara tujuan pendidikan menurut Herbert

Spencer dengan "social functions"?

Page 215: asas asas-kurikulum(3)

13. Correlated curriculum menjadi lebih populer dan juga telah menjadi kenyataan

dalam Kurikulum SD dan SM 1975. Jelaskan prinsip-prinsip yang

mendasarinya.

14. Apakah kekurangan-kekurangan correlated curriculum? Bagaimana saran

saudara untuk mengatasinya

15. Sebutkan beberapa tokoh memelopori activity, curriculum atau experience

curriculum. Sebutkan ciri-cirinya.

16. Apakah persamaan dan perbedaan antara Kurikulum Laboratory School

(Dewey), Meriam's Laboratory School, dan proyek (E. Collings).

17. Apakah dimaksud dengan core curriculum. Apa sebab pendapat H. Alberty

tentang core curriculum tidak dapat diterima pihak tertentu?

18. Adakah persamaan antara core curriculum dan activity curriculum?

19. Adakah diskusi antara orang yang menyetujui subject curriculum dengan orang

yang pro integrated curriculum.

20. Bagaimanakah saudara dapat memanfaatkan bentuk kurikulum yang integrated

untuk memperbaiki subject curriculum?

Page 216: asas asas-kurikulum(3)

BAB 8

MENENTUKAN SCOPE DAN SEQUENCE DALAM

PEMBINAAN KURIKULUM

PELAJARAN

Menentukan scope, yakni apa yang harus diajarkan merupakan suatu

masalah yang makin lama makin bertambah sulit. Sebabnya ialah:

1) bahan pelajaran cepat bertambah luas karena eksplosi ilmu pengetahun. Tak ada

lagi manusia yang mungkin menguasai seluruh pengetahuan yang ada sekarang.

Spesialisasi dalam pendidikan makin meluas dan tiap spesialisasi memerlukan

bahan pelajaran tambahan. Di samping itu waktu belajar terbatas, demikian pula

kemampuan anak untuk menguasai bahan pelajaran. Maka perlulah diadakan

pilihan tentang apa yang perlu diajarkan.

2) belum ada kriteria yang pasti tentang bahan apa yang perlu diajarkan. Juga

belum ada cara tentang mengorganisasi kurikulum yang dapat diterima oleh

semua.

3) Mata pelajaran yang tradisional tidak lagi memadai. Timbul pula tujuan-tujuan

yang baru seperti berpikir kritis dan kreatif, memahami lingkungan sosial,

memahami dunia internasional dan sebagainya yang dianggap perlu dimasukkan

dalam kurikulum. Sering mata pelajaran baru ditambahkan sedangkan mata

pelajaran lama bercokol terus, sehingga beban belajar bagi anak bertambah

berat. Menambah mata pelajaran dalam masa belajar yang sama sering berarti

makin dangkalnya pengetahuan anak tentang aneka ragam bidang. Mata

pelajaran yang sebenarnya telah usang dipertahankan karena "vested interest"

golongan-golongan tertentu. Demikian pula penambahan mata pelajaran sering

terjadi oleh tekanan golongan tertentu, bukan atas pertimbangan rasional yang

obyektif.

BAHAN PELAJARAN

Bahan pelajaran atau subject matter terdiri atas pengetahuan, nilai-nilai, dan

ketrampilan. Sawah bukan bahan pelajaran akan tetapi yang menjadi bahan

Page 217: asas asas-kurikulum(3)

pelajaran ialah pengetahuan tentang sawah itu. Bahan pelajaran adalah

sebagian dari kebudayaan.

Pengetahuan manusia disusun oleh para ahli dalam sejumlah kategori yang

disebut disiplin ilmu. Penyusunan ini dilakukan secara rasional, logis, sistematis

sehingga menjadi suatu sistem yang bulat. Tiap disiplin mempunyai bahan atau isi

tertentu berupa fakta, data, konsep, dan prinsip, akan tetapi juga cara berpikir atau

disiplin berpikir tertentu, yakni cara mengajukan pertanyaan dalam mengadakan

penelitian untuk menghasilkan pengetehuan baru. Misalnya cara berpikir matematis

berbeda dengan cara berpikir historis atau ekonomis.

Disiplin ilmu banyak digunakan sebagai dasar penyusunan kurikulum yang

berbentuk mata pelajaran seperti fisika, biologi, sejarah dan sebagainya. Kurikulum

serupa ini dikatakan mempunyai organisasi yang logis. Bahan pelajaran disajikan

dalam urutan yang logis, misalnya dalam biologi dimulai dengan binatang yang

bersel satu, kemudian bersel banyak dan selanjutnya meningkat kepada binatang

yang berangsur-angsur lebih kompleks strukturnya. Kurikulum yang logis ini sering

tidak ada kaitannya dengan pengalaman anak dalam hidupnya, sehingga apa yang

dipelajari anak sering hanya hafalan kata-kata tanpa makna dan karena itu tidak

memperkaya pribadinya.

Kurikulum yang dianggap lebih bermakna ialah bila bahan pelajaran

dihubungkan atau didasarkan atas pengalaman anak dalam kehidupannya sehari-

hari, misalnya bila dibicarakan masalah yang nyata seperti soal kesehatan,

kecelakaan lalu-lintas, dan sebagainya. Topik ini dapat diajarkan dengan

menggunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu seperti biologi, fisika, kimia,

matematika, geografi, dan sebagainya. Dalam hal ini pengetahuan dan disiplin ilmu

itu dipakai secara fungsional untuk memahami suatu masalah. Karena ilmu itu

digunakan secara bermakna, lebih banyak harapan bahan itu akan dipahami dan

diingat. Setelah anak mencapai tingkat perkembangan tertentu, maka mereka dapat

mempelajari disiplin ilmu itu sebagai mata pelajaran. Organisasi bahan serupa ini

disebut psikologis, karena memperhitungkan minat dan tingkat perkembangan jiwa

anak. Perlu dikemukakan, bahwa organisasi yang psikologis tidak dengan sendirinya

bersifat tak-logis.

Page 218: asas asas-kurikulum(3)

Yang dijadikan bahan kurikulum bukan hanya isi disiplin ilmu berupa

pengetahuan, melainkan juga prosesnya. Anak-anak harus dengan sengaja diajarkan

proses berpikir kritis, proses penemuan, proses pemecahan masalah, dan

sebagainya. Aspek proses ini masih kurang mendapat perhatian.

Bahan pelajaran yang dituangkan dalam sejumlah besar mata pelajaran

demikian banyaknya sehingga tak mungkin seseorang dapat mempelajari

keseluruhannya selama hidupnya. Ada mata pelajaran yang dianggap perlu

dipelajari oleh semua warga negara seperti membaca, menulis dan berhitung, yang

sudah dapat dilakukan pada tingkat SD. Selanjutnya masih ada mata pelajaran yang

diwajibkan bagi semua siswa seperti bahasa nasional, pendidikan kewarganegaraan,

sejarah nasional, dan Iain-lain. Mata pelajaran ini termasuk pendidikan umum.

Tujuannya ialah agar semua warga negara mempunyai dasar pemikiran yang sama

untuk menjamin keutuhan negara.

Pengetahuan umum juga diartikan sebagai pendidikan yang luas, yang

memberitahukan pengetahuan yang banyak tentang segala macam hal, sehingga ia

dapat berkomunikasi dengan manusia di mana saja di dunia, dapat bertukar pikiran

dengan "the worldwide community of civilized human beings". Menyusun

kurikulum untuk pendidikan umum serupa ini jauh lebih sulit karena sukarnya

mengadakan pilihan dari bahan yang terhingga banyaknya.

Selain pendidikan yang bersifat umum kurikulum juga menyediakan pelajaran

yang membarikan pendidikan khusus yang tidak diharuskan bagi semua pelajar akan

tetapi hanya diikuti siswa yang memilihnya. Pendidikan khusus ini dapat misalnya

mengenai pendidikan kejuruan atau vokasional, dapat pula memberi pendalaman

dalam bidang studi tertentu.

Dalam menyusun kurikulum harus pula dipertimbangkan soal luas dan

kedalaman bahan mata pelajaran. Biasanya makin luas bahan pelajaran makin

kurang mendalam pengetahuan yang diperoleh dalam jangka waktu yang sama.

Ada bahan pelajaran yang umum, yakni hal-hal yang hams dimiliki oleh

semua warga negara, misalnya yang mengenai pemerintahan, norma-norma dalam

kelakuan yang baik, dan sebagainya. Ada pula bahan pelajaran yang khusus, yaitu

Page 219: asas asas-kurikulum(3)

diperlukan untuk kepentingan tertentu, misalnya bersipat vokasional, yang

hanya diperlukan oleh orang-orang tertentu.

Dapat pula bahan pelajaran itu dibagi dalam bagian yang deskriptif, yakni

yang mengenai fakta-fakta dan prinsip-prinsip, dan yang normatif, yaitu bertalian

dengan norma-norma, peraturan, moral, estetika, dan nilai-nilai.

Subject matter atau bahan mata pelajaran, dipilih dari persediaan yang sangat

luas yang dapat disajikan kepada anak-anak untuk dipelajari. Pilihan itu harus

dilakukan karena luasnya bahan yang ada, sedangkan apa yang dapat dipelajari

dalam jangka waktu tertentu yang sangat terbatas. Maka perlulah diadakan kriteria

agar memilih bahan itu dapat dilakukan secara lebih rasional.

KRITERIA PENENTUAN BAHAN PELAJARAN

Ada sejumlah kriteria yang digunakan untuk memilih bahan pelajaran.

Kesulitannya ialah bahwa setiap kriterium mempunyai kelemahannya. Kriteria itu

ialah:

1. Bahan pelajaran harus dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Setiap

penyusunaan kurikulum dimulai dengan merumuskan tujuan, yang umum

sampai yang khusus. Setelah itu baru ditentukan bahan pelajaran yang dianggap

paling serasi untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Untuk tujuan-tujuan yang khusus

lebih mudah ditentukan bahan pelajarannya dan dapat segera dinilai

keserasiannya. Untuk tujuan-tujuan yang umum keadaannya lebih sukar. Lagi

pula belum ada alai yang dapat mengukur hasil-hasil pendidikan, apalagi yang

mengenai kepribadian seseorang, secara ilmiah.

2. Bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga sebagai warisan generasi yang

lampau. Salah satu fungsi pendidikan ialah menyampaikan kebudayaan bangsa

kepada generasi muda. Banyak di antaranya yang sangat bernilai. Namun belum

tentu apa yang berguna pada masa yang lampau masih berguna pada zaman

sekarang atau untuk masa mendatang. Karena perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang menimbulkan perubahan yang cepat dalam segala aspek

hidup sehingga pengetahuan, norma-norma, dan keterampilan masa lalu harus

senantiasa disesuaikan dengan keadaan baru agar jangan menjadi usang.

Page 220: asas asas-kurikulum(3)

3. Bahan pelajaran dipilih karena berguna untuk menguasai suatu disiplin.

Penguasaan disiplin diperlukan sebagai prasyarat untuk melanjutkan pelajaran

sampai perguruan tinggi. Karena kebanyakan anak demikian pula orang tua

mengharapkan, agar anak itu memasuki perguruan tinggi maka pengaruh

perguruan tinggi terhadap SM bahkan SD sangat besar. Ada yang mengatakan

bahwa pada hakikatnya perguruan tinggi menguasai seluruh sistem pendidikan

dan SD - SM merupakan perguruan tinggi dalam embrio. Usaha-usaha

perubahan dan pembaharuan kurikulum ke arah penyesuaiannya dengan

kebutuhan anak pemuda sering mengalami kesulitan atau kegagalan, karena

dianggap kurang sesuai dengan syarat-syarat masuk ke perguruan tinggi.

Kurikulum yang terlampau mementingkan bahan pelajaran disiplin tertentu

dianggap kurang memenuhi kebutuhan pemuda dan kurang memperhatikan

kebutuhan sosial dalam masyarakat modern yang dinamis.

4. Bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga bagi manusia dalam hidupnya.

Herbert Spencer pada tahun 1859 mengajukan pertanyaan: '"What knowledge is

of most worth". Pengetahuan apa yang paling besar manfaatnya, yang paling

berguna bagi manusia dalam kehidupannya sehari-hari?

Dasar pikiran di sini ialah, bahwa sekolah yang didirikan oleh masyarakat, harus

memberikan pendidikan dalam bidang-bidang yang diperlukan oleh anak-anak

dalam kehidupan mereka dalam masyarakat. Jadi pendidikan harus relevan

dengan kebutuhaan masyarakat.

Franklin Bobhitt menganalisis kegiatan-kegiatan orang dewasa dalam

masyarakat dengan maksud agar kegiatan-kegiatan itulah diajarkan kepada

anak-anak agar menjadi warga masyarakat yang serasi.

Keberatan yang diajukan terhadap pendirian itu ialah, bahwa apa yang baik

dilakukan untuk zaman sekarang belum tentu baik pula untuk masa depan.

Mengharuskan anak-anak meniru perbuatan generasi tua, berarti

mempertahankan keadaan sekarang, sedangkan keadaan senantiasa berubah.

Lagi pula, karena yang dipakai sebagai ukuran kelakuan orang dewasa, maka

kebutuhan dan sifat perkembangan anak kurang mendapat perhatian utama.

Akhirnya apa yang dilakukan orang dewasa belum tentu sesuai dengan apa yang

seharusnya mereka lakukan.

Page 221: asas asas-kurikulum(3)

5. Bahan pelajaran dipilih karena sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. Seperti

telah pernah kami kemukakan dengan kebutuhan anak dapat dimaksud (a)

kebutuhan menurut tafsiran, orang dewasa, misalnya bahwa setiap anak harus

belajar menulis, membaca, sejarah, dan sebagainya, atau (b) kebutuhan

berdasarkan perkembangan anak, apa yang benar-benar dirasakan perlu.

Memperturutkan salah satu di antaranya rnembawa kepincangan. Apa yang

dibutuhkan oleh anak menurut pendapatnya tidak selalu baik, sehingga perlu dipilih

berdasarkan antara lain kepentingannya ditinjau dan segi sosial. Lagi pula banyak

hal-hal yang penting sekali bagi anak, yang tidak dengan sendirinya dirasakannya

sebagai kebutuhan. Tentu saja kebutuhan dan minat anak dapat diperluas, sehingga

meliputi hal-hal yang semula tidak menarik minatnya.

Di lain pihak, bila kebutuhan dan minat anak diabaikan, maka kita menyalahi

prinsip-prinsip proses belajar.

Dalam memilih bahan pelajaran perlu kita perhatikan pendapat Hilda Taba

yakni bahwa untuk mencapai suatu tujuan pendidikan kita tidak cukup hanya

memperhatikan isi atau bahan pelajaran akan tetapi juga proses pelajaran atau

pengalaman belajar. Tujuan pendidikan merupakan pengetahuan dapat dicapai

dengan menentukan bahan pelajaran, akan tetapi keterampilan mental seperti

berpikir kritis, demikian pula sikap dan norma-norma hanya dapat dipelajari melalui

pengalaman-pengalaman untuk menerapkannya.

la berpendirian bahwa bahan pelajaran tidak boleh dipisahkan dari

pengalaman belajar. Karena itu lebih baik pelajaran dipusatkan pada sejumlah

pokok yang terbatas yang dapat mengembangkan keterampilan mental, daripada

berusaha meliputi sejumlah bahan yang luas yang hanya dihafal secara mendangkal,

tetapi tidak mengembangkan kesanggupan mental itu. Ketrampilan mental itu dapat

ditransfer dalam situasi-situasi lain yang memerlukan ketrampilan berpikir kritis dan

kreatif untuk memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan metode

penemuan (discovery). Juga dianjurkannya ialah agar bahan pelajaran hendaknya

fundamental yang dapat mengembangkan kesanggupan berpikir secara

konsepsional.

Page 222: asas asas-kurikulum(3)

Dalam penentuan bahan pelajaran para penyusun kurikulum dipengaruhi oleh

aliran yang dianutnya. Mereka yang mengutamakan subject curriculum akan

mementingkan bahan yang terkandung dalam disiplin. Penganut aliran "progresif'

akan menentukan bahan pelajaran terutama berdasarkan minat anak atau pemuda.

Mereka yang mengutamakan fungsi sosial sekolah mengambil aspek-aspek

kehidupan sosial sebagai dasar untuk menentukan bahan pelajaran. Seperti telah

pernah kami utarakan, setiap pendirian yang ekstrim mempunyai kelemahan. Dalam

pembinaan kurikulum hendaknya kita perhatikan semua faktor yang turut

mempengaruhinya, yaitu faktor anak, masyarakat, maupun disiplin ilmu

pengetahuan. Dalam kenyataan hal ini tidak mudah melakukannya, oleh sebab

manusia senantiasa berpijak pada dasar-dasar tertentu. Mereka yang yakin pada

kebaikan "activity curriculum" tentu akan bertolak dari prinsip-prinsip yang berbeda

dengan penganut "subject curriculum", sekalipun kedua pendirian itu dapat

dipertemukan hingga batas-batas tertentu.

PROSEDUR MENENTUKAN BAHAN PELAJARAN

Berbagai cara dapat diikuti untuk menentukan bahan pelajaran. Cara yang

dipilih banyak bergantung pada nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh mereka yang

menentukan kurikulum. Jika mereka berpendirian bahwa sekolah harus

menyampaikan kebudayaan masa lampau yang diwariskan oleh nenek moyang,

maka mereka akan mencari unsur-unsur dari kebudayaan itu yang dianggap penting

bagi perkembangan anak-anak. Jika mereka menganggap, bahwa sekolah harus

mempersiapkan anak, agar dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan dalam

masyarakat, maka bahan yang penting ialah kegiatan-kegiatan yang dilakukan orang

dewasa dalam kehidupannya. Bahan pelajaran akan berbeda pula bila yang

diutamakan ialah perkembangan mental atau intelek, atau pembangunan masyarakat

barn.

Jadi serasi tidaknya bahan pelajaran bergantung pada tujuan yang ingin

dicapai. Di bawah ini kami berikan beberapa prosedur yang diikuti dalam penentuan

bahan pelajaran.

Prosedur penentuan bahan pelajaran.

1. Prosedur menerima otoritas para ahli.

Page 223: asas asas-kurikulum(3)

Bahan pelajaran ditentukan berdasarkan pendapat seseorang atau suatu

kelompok, yang dianggap mempunyai otoritas, kemampuan, dan keahlian. Lebih

dahulu dirumuskan tujuan pendidikan agar dapat ditentukan bahan pelajaran yang

kirangnya paling serasi untuk mencapainya. Tujuan pendidikan dapat diselidiki

berdasarkan undang-undang dan dokumen-dokumen resmi, dapat juga berdasarkan

studi tentang sosiologi, politik, sejarah dan sebagainya. Kemudian diadakan diskusi

untuk merumuskan dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan itu. Menentukan bahan

pelajaran yang serasi berhubung dengan tujuan itu tidak mudah, karena tidak ada

jaminan apakah dan hinggga manakah bahan itu sungguh-sungguh membawa anak

kepada tujuan itu. Suing para penyusun kurikulum itu dipengaruhi oleh tradisi,

prasangka atau keinginan pribadi.

Dalam praktik sering yang menentukan bahan pelajaran ialah pengarang buku

pelajaran. Tentu saja pengarang itu menggunakan berbagai sumber dalam penulisan

itu. la akan mempelajari kurikulum yang diakui, hasil-hasil lokakarya atau

konferensi, hasil penelitian tentang perkembangan anak, perbendaharaan kata anak,

psikologi belajar, metode mengajar, dan sebagainya. Ada kalanya buku pelajaran

disusun oleh panitia penulisan buku. Buku ini dapat disebarluaskan secara nasional.

Untuk menjamin mutu buku itu, sering diikutsertkan para ahli dalam cahang ilmu

pengetahuan tertentu dan ahli pendidikan.

Prosedur ini banyak diikuti, karena banyak keuntungannya. Buku pelajaran

mempunyai scope dan sequence tertentu, jadi telah jelas apa yang hams diajarkan

dan bagaimana urutannya. Ini memberikan rasa tenteram kepada guru karena ia tak

perlu lagi mencari-cari. Akan tetapi prosedur ini juga tidak membangkitkan

kreativitas guru.

2. Prosedur experimental.

Bahan pelajaran dapat ditentukan secara eksperimental dengan mengadakan

penelitian hingga manakah bahan itu memang serasi untuk mencapai sasarannya.

Biasanya metode ini digunakan untuk menyelidiki keserasian bahan yang khusus

untuk tujuan yang spesifik, agar dapat dikuasai faktor-faktor yang mempengaruhi,

agar keilmiahannya dapat dipertahankan. Misalnya dapat diselidiki cerita-cerita

apakah yang paling disukai anak-anak pada usia tertentu. Kalau percobaan ini

Page 224: asas asas-kurikulum(3)

dilakukan pada sejumlah besar anak, maka ada pegangan yang lebih kokoh

dalam pemilihan cerita yang sesuai dengan keinginan anak, daripada hanya

bergantung pada pendapat guru atau pengarang.

Untuk tujuan-tujuan yang lebih umum, metode ini kurang sesuai, karena

sulitnya menguasai semua faktor, termasuk pribadi guru dan pengalaman anak. Juga

perlu dipikirkan, hingga manakah hasil penelitian sekarang berlaku untuk masa

datang, karena misalnya selera anak terhadap cerita-cerita tertentu dapat berubah

karena perkembangan zaman.

3. Prosedur ilmiah atau analitis.

Bahan pelajaran dapat ditentukan dengan menganalisis situasi-situasi di mana

bahan pelajaran itu diperlukan. Dapat dianalisis kegiatan manusia dewasa dalam

kehidupannya sehari-hari seperti yang dilakukan oleh Franklin Bobbitt, dapat pula

dianalisis berbagai jabatan, misalnya jabatan jururawat, guru penerbang,

sekretaresse, dan sebagainya seperti yang mula-mula dilakukan oleh Charters.

Dengan mengetahui kegiatan, ketrampilan, sikap, pengetahuan dan kompetensi-

kompetensi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan itu dengan baik, dapat pula

ditentukan bahan pelajaran yang serasi untuk itu.

Analisis pekerjaan atau kegiatan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara

lain mengadakan wawancara tentang segala macam tugas seorang pekerja,

melakukan pekerjaan itu sendiri, atau mengobservasi pekerja melakukan tugasnya.

Analisis ini akan menghasilkan daftar sejumlah kegiatan yang dapat disusun

menurut pentingnyaa dan frekuensinya.

Analisis memecahkan keseluruhan tugas dalam kegiatan-kegiatan yang lebih

terinci, sehingga identitas keseluruhan lenyap. Yang dianalisis ialah keadaan

sekarang yang tidak menunjukkan keadaan seharusnya. Namun metode analisis ini

sangat berfaedah untuk menentukan bahan pelajaran bagi tugas dan jabatan yang

jelas dan terbatas unsur-unsurnya.

4. Prosedur konsensus.

Cara keempat ialah memperoleh konsensus dengan meminta pendapat orang-

orang yang dianggap berwewenang, antara lain ahli-ahli dalam bidang studi

Page 225: asas asas-kurikulum(3)

tertentu, tokoh-tokoh masyarakat, perusahaan, dan sebagainya. Pendapat-

pendapat itu dapat dikumpulkan dengan daftar pertanyaan yang kemudian ditabulasi

dan diinterpretasi.

Metode ini mudah dilaksanakan, namun konsensus berdasarkan tabulasi dan

suara terbanyak belum menjamin keserasian bahan pelajaran. Ada pula

kemungkinan bahwa pendapat orang yang ditanyai itu dipengaruhi oleh prasangka,

tradisi, keinginan pribadi atau faktor-faktor subyektif lainnya. Sesudah ditabulasi

tidak lagi diadakan diskusi antara mereka yang mengisi daftar pertanyaan itu dan

interpretasinya terserah pada para pengolahnya.

5. Prosedur-prosedur lainnya.

Prosedur-prosedur lain yakni (a) social functions procedure, (b) persistent life

situation procedure dan (c) adolescent needs or problems procedure, menentukan

bahan pelajaran menurut prinsip-prinsip utama yang mendasari kurikulum itu.

(a) Prosedurfungsi-fungsi sosial. Seperti telah dibicarakan sebelumnya dengan

"social functions" atau "major areas of living": dimaksud pusat-pusat kegiatan

manusia dalam masyarakat. Dengan mempelajari pusat-pusat kegiatan manusia ini

anak-anak diharapkan mengenal kehidupan dan masalah-masalah masyarakat

dewasa ini. Fungsi-fungsi sosial itu seperti: perlindungan dan pengawetan hidup,

milik, dan suber alam, produksi, konsumsi, komonikasi dan transpor, dan

sebagainya adalah pokok-pokok sebagai pegangan untuk menentukan kegiatan-

kegiatan belajar. Pokok-pokok ini sangat umum dan masih perlu diuraikan lebih

lanjut oleh para pendidik secara lokal, agar pelajaran itu sesuai dengan keadaan

setempat. Program ini fleksibel dan mungkin sekali mengalami perubahan dari

tahun ke tahun apalagi karena dalam pelaksanaannya diadakan perencanaan bersama

dengan murid seperti lazimnya dilakukan dalam pengajaran broad unit.

Kurikulum ini mengutamakan aspek sosial dan tidak begitu menonjolkan soal

kebutuhan dan minat pelajar, sekalipun tidak mengabaikannya.

Page 226: asas asas-kurikulum(3)

(b) Prosedur "persisten life situations".

Prosedur ini memperhatikan kebutuhan, masalah, dan minat anak dan pemuda

menurut taraf perkembangan dalam dunia yang kompleks dan dinamis ini. Masalah-

masalah pokok yang dihadapi itu "persistent" yakni senantiasa pada hakikatnya

sama, dulu, sekarang maupun di masa mendatang di mana saja di dunia ini, akan

tetapi situasinya berbeda-beda dan berubah-ubah. Dengan mengikuti kurikulum ini

murid-murid dipersiapkan untuk menghadapi masalah-masalah itu dalam hidupnya

di masyarakat.

Stratemeyer cs menganalisis situasi-situasi itu sejauh mungkin, namun para

pendidik masih harus mengadakan perencanaan yang lebih terperinci dan kongkret

untuk dilaksanakan dalam kelas. Tentu saja kurikulum serupa ini fleksibel dan

bahan pelajaran harus disesuaikan setiap kali dengan perubahan-perubahan yang

terjadi di dunia maupun setempat. Jadi cara menentukan scope atau ruang lingkup

pelajaran banyak persamaannya dengan prosedur fungsi-fungsi sosial. Seperti

halnya dengan kurikulum fungsi-fungsi sosial kurikulum ini pun dapat

memanfaatkan bahan dari berbagai disiplin atau mata pelajaran, sejauh bahan itu

diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Ada kemungkinan

pengetahuan murid tentang berbagai subject atau mata pelajaran bahkan lebih luas

lagi daripada yang diperoleh melalui kurikulum yang subject-centered hanya tidak

dalam susunan logis sistematis yang lazim

(c) Prosedur kebutuhan atau masalah pemuda.

Prosedur ini bertitik tolak dan kebutuhan pemuda atau masalah-masalah yang

mereka hadapi. Oleh sebab kebutuhan atau masalah itu selalu timbul dalam

lingkungan masyarakat tempat mereka hidup maka dengan sendirinya masalah-

masalah masyarakat juga mendapat perhatian.

Prosedur ini diterapkan dalam "the Eight Year Study" (1932-40) yang

mengadakan percobaan dengan kurikulum ini di 30 sekolah menengah di Amerika

Serikat. Waktu itu ide ini sangat progresif Percobaan ini merupakan suatu sukses,

akan tetapi karena pecahnya Perang Dunia II hasilnya tidak mendanqt cambutan

selayaknya.

Page 227: asas asas-kurikulum(3)

Untuk menentukan bahan pelajaran diselidiki buku-buku psikologi, diadakan

questionnaires, checklist, observasi dan sebagainya. Ross Mooney mengumpulkan

132 masalah pemuda yang digolongkannya dalam 11 bidang, yakni: (1) Kesehatan

dan perkembangan jasmani, (2) Keuangan, kondisi hidup dan pekerjaan, (3)

Kegiatan sosial dan rekreasi, (4) Berpacaran, seks dan perkawinan, (5) Hubungan

sosial-psikologis (6) Hubungan pribadi-psikologis, (7) Moral dan agama, (8) Rumah

tangga dan keluarga, (9) Masa depan: Pekerjaan dan pendidikan, (10) Penyesuaian

dengan pelajaran sekolah, (11) Kurikulum dan pengajaran.

Di samping klasifikasi Ross Mooney ini ada lagi cara penggolongan lain. Ini

bergantung pada bahan yang diterima dari orang-orang yang diminta pendapatnya

dan cara menggolongkannya.

Setiap bidang dapat lagi diuraikan lebih lanjut. Dan seperti halnya dengan

prosedur fungsi-fungsi sosial dan "persistent life situation" guru-guru setempat

harus lagi merencanakan bersama, sering dengan murid, juga dengan orang tua,

untuk menyesuaikan kurikulum itu dengan kebutuhan dan masalah pemuda di

sekolah itu. Perubahan senantiasa ada dari tahun ke tahun seperti halnya dengan

kurikulum yang fleksibel lainnya yang berusaha menyesuaikannya dengan tuntutan

murid dan masyarakat.

Untuk membantu guru-guru dalam perencanaan broad unit maka dapat

disusun suatu, resource unit. Resource unit ini merupakan suatu sumber yang dapat

membantu guru untuk merencanakan, mengembangkan, dan menilai suatu unit.

Resource unit menguraikan secara komprehensif dan sistematis tujuan, ruang

lingkup bahan pelajaran berupa konsep-konsep, pokok-pokok, masalah-masalah,

dan sebagainya, berbagai-bagai saran tentang kegiatan-kegiatan mengajar-belajar,

daftar buku, dan alat-alat pengajaran serta cara-cara mengevaluasi unit itu.

MENENTUKAN SEQUENCE DALAM KURIKULUM

"Scope" mengenai apa yang akan diajarkan, yaitu ruang lingkup atau luas

bahan pelajaran, jenis dan bentuk pengalaman-pengalaman belajar, pada berbagai

tingkat perkembangan anak guna mencapai tujuan-tujuan pendidikan.

Page 228: asas asas-kurikulum(3)

Dengan "sequence" (baca: si-kuens) dimaksud urutan pengalaman belajar itu

diberikan. Sering ini diartikan sebagai kapan pengalaman belajar atau bahan

pelajaran itu harus diberikan, atau disempitkan menjadi di kelas berapa bahan

pelajaran tertentu harus diajarkan.

Scope dan sequence erat hubungannya dalam penyusunan kurikulum, oleh

sebab tiap bahan harus diberikan pada waktu yang setepat-tepatnya. Akan tetapi

waktu yang tepat itu tidak selalu mudah ditentukan. Sering ini dilakukan

berdasarkan tradisi. Pembanian pendidikan dapat mengubah kebiasaan lama dan

masalah urutan atau sequence turut mengalami perubahan.

Pada zaman sebelum perang dunia II dirasakan sudah tepat mengajarkan

hitungan dari 1 - 20 di kelas SD, 1- 100 di kelas II, sedangkan pecahan baru boleh

dibicarakan di kelas III. Aljabar dan ilmu ukur baru boleh diajarkan di kelas I SMA,

Ilmu Bumi dimulai di kelas III, ilmu alam baru diajarkan di kelas V, Ilmu Bumi

dunia diberikan di kelas VI, membicarakannya sebelumnya dianggap me-langgar

peraturan dan dirasa terlampau sulit bagi anak karena tidak sesuai dengan

perkembangan dan kemampuannya.

Urutan itu rupanya tidak seketat yang diduga dan mengalami perubahan total

akhir-akhir ini. Matematika modern yang diajarkan di kelas I SD sudah memberikan

aljabar dan ilmu ukur, padahal matematika dianggap suatu disiplin yang tersusun

paling logis dan sistematis mengenai urutannya. Ilmu alam atau fisika, kini dalam

bentuk ilmu pengetahuan alam sudah diberikan sejak kelas I SD, bahkan tidak ada

keberatan untuk mengajarkan di Taman Kanak-kanak

J. Bruner mengatakan bahwa prinsip-prinsip tiap mata pelajaran dapat

diajarkan kepada setiap orang pada setiap usaha dalam suatu bentuk tertentu oleh

sebab ide-ide pokok yang mendasari setiap ilmu sebenarnya sederhana.

Juga J. Piaget membuktikan bahwa anak-anak lebih cepat dapat berpikir

secara formal daripada yang diduga semula. Dahulu orang menyangka bahwa anak-

anak belum dapat berpikir logis. Itu sebab mereka disuruh menghafal. Berpikir

dengan konsep-konsep dianggap baru dapat dilakukan pada usia yang lebih lanjut

yaitu pada tingkat sekolah lanjutan. Menurut J. Piaget anak umur

Page 229: asas asas-kurikulum(3)

tujuh tahun sudah dapat berpikir formal dan logis, jadi dapat dikembangkan

dengan bahan pelajaran yang sesuai. Tidak mengembangkan kemampuan berpikir

ini akan berarti merugikan anak.

Pendapat Bruner dan Piaget yang makin banyak diakui oleh para pendidik dan

pembina kurikulum tak dapat tiada akan mempengaruhi sequence atau urutan bahan

pelajaran.

Dua pendekatan.

Dalam penentuan urutan bahan pelajaran dapat diikuti dua macam

pendekatan. Yang pertama ialah lebih dahulu menentukan bahan pelajaran untuk

kelas-kelas tertentu. Kemudian diusahakan dengan berbagai cara agar anak dapat

mencernakan bahan pelajaran itu. Diselidiki kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak,

diciptakan alat-alat peraga dan diterapkan metode mengajar-belajar yang serasi

untuk membantu anak mempelajari bahan pelajaran itu. Jadi dalam pendekatan ini

yang dipentingkan ialah bahan pelajaran dan anak harus menyesuaikan diri dengan

bahan pelajaran untuk kelasnya.

Pendekatan kedua ialah menyesuaikan bahan pelajaran dengan taraf

perkembangan anak. Untuk itu perlu diselidiki tingkat pengetahuan dan kemampuan

anak agar dapat ditentukan bahan yang sesuai.

Beberapa kesulitan yang dihadapi ialah bahwa kemampuan anak-anak sangat

berbeda walaupun usia mereka sama, dalam segala ciri-ciri yang dapat diukur.

Dianggap bahwa bahan pelajaran mempunyai struktur tertentu yang harus

diikuti untuk mempelajarinya. Struktur disiplin itulah yang menentukan urutan

bahan pelajaran dan demikian pula langkah-langkah dalam proses belajar. Ternyata

bahwa bahan disiplin dapat disusun dengan berbagai cara, jadi mempunyai tidak

hanya satu macam struktur. Dengan demikian urutan bahan pelajaran tidak

semantap yang diduga semula.

Faktor-faktor dalam penempatan bahan pelajaran.

Page 230: asas asas-kurikulum(3)

Dalam menentukan kapan atau di kelas berapa bahan pelajaran sebaiknya

diajarkan biasanya orang berpegang pada sejumlah faktor. Seperti telah

dikemukakan tidak ada patokan yang pasti mengenai sequence ini, namun dalam

penyusunan kurikulum tak dapat tiada harus kita putuskan kapan sesuatu harus

diajarkan. Faktor-faktor itu ialah antara lain:

1. Tarafkesulitan bahan pelajaran.

Pada umumnya bahan yang mudah dan sederhana lebih dahulu diberikan

daripada yang sukar dan kompleks. Anak-anak mulai diajarkan bilangan kecil

sebelum angka-angka yang besar. Mereka lebih dahulu mempelajari lingkungan

dekat yang dikenalnya secara langsung baru kemudian daerah yang jauh letaknya.

Lagu kanak-kanak jauh lebih sederhana daripada lagu-lagu untuk orang yang lebih

lanjut usianya.

Tak selalu mudah menentukan yang manakah yang mudah dan yang sukar.

Membaca permulaan dengan huruf ternyata lebih sukar daripada memulainya

dengan kata-kata.

Namun bahan pelajaran memang mempunyai tingkat-tingkat kesukaran.

Kalimat panjang lebih sukar daripada kalimat pendek. Menghitung sejumlah benda

lebih mudah daripada menghitung daya tahan suatu jembatan. Makin banyak unsur

yang terlibat dalam suatu masalah, makin kompleks problema itu makin tinggi taraf

kesulitannya. Karena kenyataan itu maka dalam penempatan bahan pelajaran perlu

dipertimbangkan taraf kesulitannya.

2. Apersepsi atau pengalaman lampau.

Sesuatu yang baru hanya dapat dipahami berdasarkan pengetahuan atau

pengalaman yang telah dimiliki. Karena itu diusahakan adanya kontinuitas dalam

bahan pelajaran. Pelajaran yang lampau menjadi syarat untuk memahami pelajaran

yang baru.

Dalam sejarah salah satu cara ialah memberikannya mulai dan zaman purba

kala dan berangsur-angsur maju sampai zaman sekarang. Hal ini juga kita dapat

dalam pelajaran lain. Pada suatu ketika kemampuan berhitung dianggap syarat

Page 231: asas asas-kurikulum(3)

untuk aljabar. Matematika, fisika, biologi dianggap prasyarat untuk fakultas

kedokteran.

Prinsip apersepsi atau 'entry behavior" ini bertahan erat dengan prinsip

kesukaran. Dianggap bahwa kontinuitas akan tercapai bila kita mulai dengan yang

dianggap mudah untuk kemudian meningkat kepada yang lebih sulit. Dalam

pengajaran berprograma suatu pelajaran dipecah-pecah menjadi bagian-bagian kecil

yang mudah dipelajari. Bagian-bagian ini merupakan langkah-langkah menuju

kepada penguasaan pelajaran.

3. Kematangan anak.

Kematangan diakibatkan oleh perkembangan intern, pertumbuhan syarat atau

fisiologis dan dianggap tak dapat dipengaruhi banyak oleh faktor-faktor luar. Pada

suatu ketika anak mulai belajar berbicara atau berjalan. Sebelum waktu itu usaha

mempercepatnya akan gagal.

Akan tetapi setelah masa kematangan itu anak mulai belajar. Proses belajar dapat

banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor luar.

Pada umumnya soal kematangan ini hanya diketahui berkenaan dengan anak-

anak kecil. Mengenai kematangan anak untuk mempelajari kewargaan negara, ilmu

ukur ruang, psikologi, filsafaat, dan sebagainya tak banyak yang kita ketahui. Dalam

teori sering kita katakan bahwa bahan pelajaran harus disesuaikan dengan

kematangan anak, tanpa sebenarnya mengetahuinya dengan jelas.

4. Usia mental anak.

Demikian pula kita menginginkan agar bahan pelajaran harus sesuai dengan

usia mental anak. Kita ketahui bahwa anak-anak berlainan kemampuan mentalnya.

Memberikan bahan yang sama kepada anak yang tinggi dan rendah inteligensinya

pasti merugikan anak. Berbagai usaha dijalankan untuk memenuhi tuntutan

perbedaan individual ini, sehingga bahan pelajaran diberikan menurut sequence

yang sesuai dengan kesanggupan anak.

5. Minatanak

Minat anak menjadi faktor utama dalam pcnentuan bahan dan urutannya di

sekolah yang "child centered". Minat anak dapat berubah-ubah. Ada minat yang

Page 232: asas asas-kurikulum(3)

timbul karena perkembangan anak, misalnya minat untuk alam sekitar, untuk

keadaan sosial, untuk agama dan ide-ide filosofis atau untuk pergaulan dengan

anggota jenis kelamin lain. Ada pula minat yang dipengaruhi oleh lingkungan,

seperti minat untuk radio, motor, naik gunung dan sebagainya.

Dalam penempatan bahan pelajaran minat anak sudah sewajarnya perlu

diperhatikan, apalagi minat yang timbul sebagai akibat perkembangan anak. Ini

banyak sedikit dapat diperhitungkan lebih dahulu.

Untuk hal-hal lain selalu dapat diusahakan dengan metode mengajar yang baik

untuk membangkitkan minat anak. Minat dapat timbul berdasarkan pengetahuan

yang diperoleh dari pelajaran-pelajaran lampau.

SEQUENCE PROSES BELAJAR

Masalah urutan atau sequence sering hanya dihubungkan dengan soal

penempatan bahan pelajaran, yakni menentukan kapan bahan itu harus diajarkan.

Maka diberilah pedoman seperti dari yang mudah kepada yang sulit, yang dekat

kepada yang jauh yang sederhana kepada yang kompleks, dari bagian kepada

keseluruhan atau sebaliknya.

Akan tetapi menurut Hilda Taba kita jangan lupakan urutan dalam proses

belajar. Kurikulum biasanya hanya menentukan urutan bahan pelajaran, sedangkan

soal urutan proses belajar diserahkan kepada guru.

Urutan proses belajar antara lain mengenai langkah-langkah untuk

mengembangkan konsep-konsep, sikap dan kesanggupan berpikir. Petunjuk "dari

kongkret kepada yang abstrak" kurang memadai. Kita tak tahu misalnya berapa hal

yang kongkrit harus diberikan agar anak dapat menangkap pengertian yang abstrak.

Juga belum cukup pengetahuan kita bagaimana langkah-langkah atau urutan

untuk memahami suatu konsep atau berpikir kritis dan kreatif. Kita tahu bahwa cara-

cara membentuk konsep berbeda-beda, tergantung pada konsep yang akan diajarkan.

Misalnya konsep "perang kemerdekaan" dan "pemuaian logam" tidak sama cara

mengembangkannya. "Pemuaian logam" dapat diberikan konsepnya

Page 233: asas asas-kurikulum(3)

dengan metode demonstrasi. Pengertian perang kemerdekaan memerlukan

cara yang berbeda sekali.

Menurut Hilda Taba, bukan hanya urutan mengenai bahan pelajaran saja yang

penting, melainkan juga urutan dalam proses belajar atau pengalaman-

pengalamaanbelajar.

RANGKUMAN

1. Dengan scope dimaksud luas atau ruang lingkup bahan pelajaran.

2. Kesulitan dalam menentukan scope ialah (1) sangat cepat bertambahnya

pengetahuan, (2) tidak adanya kriteria yang pasti tentang bahan pelajaran yang

harus diberikan, (3) tidak memadainya mata pelajaran tradisional.

3. Sering matapelajaraan baru, sedangkan matapelajaran yang ada bercokol terus.

4. Dalam menentukan bahan pelajaran harus diadakan pilihan, atau seleksi, karena

luasnya bahan yang tersedia dan terbatasnya waktu belajar serta kemampuan

anak.

5. Kriteria dalam penentuan bahan ialah (1) tujuan, (2) nilai sebagai warisan, (3)

penguasaan disiplin, (4) nilainya bagi kehidupan dalam masyarakat (5)

kebutuhan dan minat anak.

6. Bahan pelajaran hendaknya jangan hanya meliputi pengetahuan melainkan juga

keterampilan mental.

7. Aliran yang dianut oleh pembina kurikulum merupakan suatu faktor dalam

penentuan bahan pelajaran.

Beberapa prosedur penentuan bahan pelajaran ialah (1) menerima otoritas para

ahli, (2) eksperimen (3) analisis kegiatan, (4) konsensus, (5) fungsi social, (6)

persistent life situations, (7) kebutuhan pemuda.

8. Menentukan scope kurikulum yang subject centered lebih mudah daripada yang

integrated. Yang terakhir ini lebih fleksibel.

9. Dengan "sequence" dalam pembinaan kurikulum dimaksud urutan pengalaman

belajar, yakni apabila bahan itu harus diajarkan.

10. Penempatan bahan pelajaran berupa matapelajaran sudah jauh berbeda dengan

sebelum Perang Dunia II. Matematika yang dulu diajarkan di SMP, kini sudah

mulai diberikan di kelas I SD.

Page 234: asas asas-kurikulum(3)

11. Menurut J. Bruner prinsip-prinsip tiap mata pelajaran dapat diajarkan kepada

setiap anak pada setiap usia dalam suatu bentuk tertentu. Pendapat ini dapat

menimbulkan perobahan besar mengenai penempatan mata pelajaran.

12. J. Piaget berpendapat berdasarkan penelitiannya bahwa anak berusia tujuh tahun

telah dapat berpikir logis dan formal.

13. Dalam penentuan sequence dapat diikuti dua pendekatan yaitu (1)

menyesuaikan bahan dengan anak, atau (2) menyesuaikan anak dengan bahan.

14. Faktor-faktor dalam penentuan "sequence" ialah (1) taraf kesulitan bahan

pelajaran (2) apersepsi atau pengalaman yang telah ada, (3) kematangan anak,

(4) usia mental anak (5) minat anak.

15. Sequence tidak hanya mengenai bahan pelajaran tetapi juga dalam proses

belajar, yaitu langkah-langkah untuk mengembangkan konsep-konsep, sikap,

kesanggupan berpikir.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Apa yang dimaksud dengan scope dan sequence?

2. Kesulitan apakah dihadapi dalam menentukan scope?

3. Apa sebab lebih mudah menambahkan matapelajaran baru daripada mengurangi

yang ada?

4. Apakah yang termasuk subject matter atau bahan pelajaran?

5. Sebutkan berapa kriteria untuk menentukan bahan pelajaran.

6. Sekalipun telah diketahui tujuan pelajaran, apa sebab masih sulit untuk

menentukan bahan pelajaran yang serasi?

7. Coba sebutkan suatu tujuan. Tentukan bahan yang saudara anggap serasi untuk

mencapai tujuan itu.

8. Apakah kelemahan bahan pelajaran yang merupakan warisan dari generasi

lampau?

9. Pada hakekatnya perguruan tinggilah yang menentukan kurikulum SMA bahkan

SD. Berikan komentar saudara.

10. Apakah dasar Herbert Spencer menentukan bahan pelajaran?

11. Bagaimanakah cara Franklin Bobbitt menentukan scope kurikulum?

12. Kelemahan apakah terdapat dalam prosedur yang diikuti oleh Franklin Bobbitt?

Page 235: asas asas-kurikulum(3)

13. Apakah kelemahan scope kurikulum yang ditentukan herdasarkan minat dan

kebutuhan anak?

14. Scope tidak hanya meliputi mated tetapi juga proses belajar. Apa maksudnya?

Yang manakah yang lebih penting menurut pendapat saudara?

15. Dalam penentuan bahan pelajaran aliran yang dianut sangat berpengaruh.

Berikan penjelasan dan contoh-contoh.

16. Sebutkan prosedur-prosedur untuk menentukan scope kurikulum. Beri

penjelasan tentang tiap prosedur.

17. Tinjau setiap prosedur. Cari segi kebaikan dan kekurangannya.

18. Apakah keberatan jika buku pelajaran menentukan scope kurikulum? Adakah

keuntungan dan kebaikannya?

19. Apakah kurikulum 1975 disusun berdasarkan eksperimen? Prosedur apakah

yang digunakan?

20. Dari berbagai macam prosedur itu, yang manakah paling menarik bagi saudara?

Berikan alasan.

21. Berikaan contoh-contoh bahwa sequence mengalami perubahan besar.

22. Bagaimanakah pendapat Bruner dan Piaget, yang mempengaruhi soal

sequence dalam kurikulum.

23. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi sequence bahan pelajaran.

Jelaskan setiap faktor dan bicarakan baik buruknya.

24. Apa yang dimaksud dengan sequence proses belajar, yang perlu diperhatikan di

samping sequence bahan pelajaran sendiri?

Page 236: asas asas-kurikulum(3)

BAB 9MENGUBAH KURIKULUM

SEBAB-SEBAB KURIKULUM DIUBAH

Kurikulum itu selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-

perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat

berubah secara fundamental, bila suatu negara beralih dari negara yang dijajah

menjadi negara yang merdeka. Dengan sendirinya kurikulum pun harus mengalami

perubahan yang menyeluruh.

Kurikulum juga diubah bila tekanan dalam tujuan mengalami pergeseran.

Misalnya pada tahun 30-an sebagai pengaruh golongan progresif di USA tekanan

kurikulum adalah pada anak, sehingga kurikulum mengarah kepada child-centered

curriculum sebagai reaksi terhadap subject-centered curriculum yang dianggap

terlalu bersifat adult dan society-centered. Pada tahun 40-an, sebagai akibat perang,

asas masyarakatlah yang diutamakan dan kurikulum menjadi lebih society-centered.

Pada tahun 50-an dan 60-an, sebagai akibat Sputnik yang menyadarkan Amerika

Serikat akan ketinggalan dalam ilmu pengetahuan, para pendidik lebih cenderung

kepada kurikulum yang discipline-centered, yang mirip kepada subject-centered

curriculum. Tampaknya seakan-akan orang kembali lagi kepada titik tolak semula.

Akan tetapi lebih tepat, bila kita katakan, bahwa perkembangan kurikulum seperti

spiral, tidak sebagai lingkaran, jadi kita tidak kembali kepada yang lama, tetapi pada

suatu titik di atas yang lama.

Kurikulum dapat pula mengalami perubahan bila terdapat pendirian baru

mengenai proses belajar, sehingga timbul bentuk-bentuk kurikulum seperti activity

atau experience curriculum, programmed instruction, pengajaran modul, dan

sebagainya.

Perubahan dalam masyarakat, eksplosi ilmu pengetahuan, dan Iain-lain

mengharuskan adanya perubahan kurikulum. Perubahan-perubahan itu

menyebabkan kurikulum yang berlaku tidak lagi relevan, dan ancaman serupa ini

akan senantiasa dihadapi oleh setiap kurikulum, betapapun relevannya pada suatu

saat.

Page 237: asas asas-kurikulum(3)

Maka karena itu perubahan kurikulum merupakan hal biasa. Malahan

mempertahankan kurikulum yang ada akan merugikar anak-anak dan dengan

demikian fungsi kurikulum itu sendiri. Biasanya perubahan satu asas akan

memerlukan perubahan keseluruhan kurikulum itu.

PERUBAHAN ATAU PERBAIKAN KURIKULUM

Perbaikan kurikulum biasanya hanya mengenai satu atau beberapa aspek dari

kurikulum, misalnya metode mengajar, alat peraga, buku pelajaran dengan tetap

menggunakan kurikulum yang berlaku.

Perubahan kurikulum mengenai perubahan dasar-dasarnya, baik mengenai

tujuan maupun alat-alat atau cara-cara untuk mencapai tujuan itu. Mengubah

kurikulum sering berarti turut mengubah manusia, yaitu guru, pembina pendidikan

dan merek-mereka yang mengasuh pendidikan. Itu sebab perubahan kurikulum

dianggap sebagai perubahan sosial, suatu social change. Perubahan kurikulum, juga

disebut pembaruan atau inovasi kurikulum, tentu saja dimaksud untuk mencapai

perbaikan, sekalipun perubahan itu tidak dengan sendirinya membawa perbaikan.

Perbaikan yang diperoleh mungkin membawa hasil sampingan yang kurang baik

menurut penilaian pihak tertentu.

PENILAIAN KURIKULUM

Sebelum mengubah kurikulum hendaknya diadakan penilaian tentang

kurikulum yang sedang dijalankan. Penilaian juga perlu untuk mengetahui hingga

manakah kurikulum mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan seperti yang tercantum

dalam kurikulum itu. Penilaian kurikulum tidak mudah. Baik tidaknya suatu

kurikulum pada hakekatnya dapat dinilai dan hasilnya, yakni dari kedudukan,

kehidupan, atau prestasi pada lulusannya. Bila lulusannya menduduki tempat yang

penting dalam pemerintahan, perusahaan, dan masyarakat, maka lembaga

pendidikan itu mendapat nama baik dan kurikulumnya dianggap efektif. Namun kita

dapat menyangsikan kebenaran anggapan itu, karena yang diandalkan hanya mereka

yang sangat menonjol prestasinya, sedangkan mereka yang tidak menduduki tempat

yang berarti dalam masyarakat, bahkan yang gagal, tidak mendapat perhatian.

Penilaian itu terlampau kasar dan tidak didasarkan atas penelitian yang sistematis.

Dan kita dapat bertanya, apakah masalah itu dapat di-

Page 238: asas asas-kurikulum(3)

selidiki sepenuhnya, karena banyaknya faktor lain di luar mata pelajaran yang

tout mempengaruhi perkembangan pribadi seseorang.

Kalau kita menilai kurikulum, kita harus menilai komponen-komponennya

yaitu (1) tujuan kurikulum, (2) pengalaman-pengalaman belajar untuk

mengembangkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan murid, (3) organisasi

pengalaman belajar itu, urutan pengalaman itu, hubungannya dengan pengalaman

lain, (4) caracara mengevaluasi hasil belajar murid.

Jadi penilaian kurikulum harus dimulai dengan hakikat dan tujuan kurikulum.

Kurikulum adalah alat untuk mengubah kelakuan anak-didik. Efektivitas kurikulum

berwujud dalam perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan murid. Tentu saja,

tanpa pendidikan formal, setiap anak akan menjalani perubahan menuju ke

kedewasaan. Akan tetapi tanpa pendidikan sekolah, perubahan-perubahan tertentu

yang diinginkan tidak akan terjadi.

Kurikulum sekolah bukan satu-satunya alat untuk mengubah kelakuan

manusia. Dengan adanya kurikulum juga kita belum dapat meramalkan, apakah

akan tercapai hasil yang diharapkan. Kita belum memiliki suatu teori belajar yang

menjamin akan tercapainya tujuan yang ditentukan dengan kegiatan mengajar-

belajar tertentu. Dengan psikologi sosial juga tidak dapat kita ramalkan kelakuan

dan prestasi seseorang dalam jangka panjang kelak dalam masyarakat. Hasil angka-

angka ujian akhir, misalnya tidak dapat dijadikan patokan untuk meramalkan masa

depan seorang lulusan.

Untuk menilai suatu kurikulum perlu tujuan itu jelas dirumuskan. Ada yang

menginginkan, agar tujuan itu spesifik, dalam bentuk kelakuan yang dapat dilihat

dan diukur. Bloom memberikan suatu pegangan tentang cara melakukannya.

Dengan rumusan tujuan yang spesifik, penilaian dapat dilakukan dengan lebih

cermat. Namun apakah dengan taksonomi Bloom itu dapat misalnya dihasilkan

manusia Pancasila yang sejati, masih dapat diragukan.

Demikian pula dapat diragukan hasil semua mata pelajaran, apakah dapat

mencapai tujuan seperti yang dirumuskan dalam kurikulum itu. Apakah dengan

pelajaran civics atau IPS terbentuk warga negara yang taat kepada undang-undang

Page 239: asas asas-kurikulum(3)

dan peraturan negara serta mengabdi kepada kepentingan masyarakat? Apakah

matematika menghasilkan manusia yang lebih sanggup herpikir logic sistematis,

pelajaran agama membentuk manusia yang lebih taat kepada perintah Tuhan, dan

sebagainya? Sanggupkah kurikulum mencapai tujuan-tujuan menurut apa yang

tercantum dalam kurikulum itu? Ataukah tujuan itu hanya muluk-muluk tampaknya

dan hanya merupakan impian yang tak akan dapat diwujudkan? Apakah kurikulum

hanya mempunyai pengaruh yang terbatas dengan mengakui bahwa watak atau

pribadi seseorang banyak ditentukan oleh faktor-faktor di luar kurikulum?

Berdasarkan penelitian. Havighurst menemukan, bahwa nilai-nilai atau

norma-norma seseorang kebanyakan diperolehnya dari keluarga, khususnya dari

ibunya. Maka kita dapat bertanya apakah mata pelajaran sejarah atau IPS sanggup

mernupuk norma-norma yang berkenan dengan toleransi, perdamaian dunia,

persaudaraanbangsa-bangsa dan sebagainya.

Penelitian tentang hasil kurikulum atau suatu mata pelajaran sangat sulit.

Hasil kurikulum diperoleh melalui interaksi antara anak dengan kurikulum. Olch

sebab tiap anak mempunyai kepribadian yang berbeda-beda, maka hasilnya pun

akan berlainan pula. Tiap murid memperoleh hal yang berbeda dari kurikulum yang

sama.

Tidak selalu jelas, apakah sebenarnya tujuan kurikulum suatu lembaga

pendidikan. Biasanya tertampau banyak yang diharapkan dan kurikulum itu yang

tidak dapat dipenuhi, suatu yang sebenarnya di luar kesanggupan, atau tidak

termasuk tujuannya yang utama. Misalnya biologi dianggap dapat menimbulkan

keharuan akan kebesaran Tuhan. Namun soal keTuhanan tak dapat dipakai sebagai

alat untuk menilai keberhasilan pelajaran biologi. Soal keTuhanan sebenarnya lebih

merupakan tugas pelajaran agama.

Banyak kesulitan yang dihadapi untuk menilai suatu kurikulum secara ilmiah.

Alat-alat untuk menilainya pun tak tersedia. Maka sering suatu kurikulum diubah,

bukan berdasarkan penilaian atas hasil kurikulum itu, akan tetapi atas pengaruh

berbagai hal lain.

Page 240: asas asas-kurikulum(3)

Sering suatu kurikulum sudah diubah sebelum dinilai hasilnya. Kurikulum

baru biasanya dimasukkan sambil mengeritik kurikulum lama, seakan-akan yang

lama itu tidak mengandung kebaikan-kebaikan, yang dengan sendirinya akan turut

terbuang. Maka sebaiknya setiap perubahan kurikulum sekaligus juga merupakan

perbaikan kurikulum secara menyeluruh.

KESULITAN-KESULITAN DALAM PERUBAHAN KURIKULUM

Sejarah menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar menerima pembaruan.

Ide yang baru tentang pendidikan memerlukan waktu sekitar sekitar 75 tahun

sebelum dipraktikan secara umum di sekolah-sekolah.

Manusia itu pada umumnya bersifat konservatif dan guru termasuk golongan

itu juga. Guru-guru lebih senang mengikuti jejak-jejakyang lama secara rutin. Ada

kalanya karena cara yang demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan

pembaharuan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih banyak. Tak semua

orang suka bekerja lebih banyak daripada yang diperlukan. Akan tetapi ada pula

kalanya, bahwa guru-guru tidak mendapat kesempatan atau wewenang untuk

mengadakan perubahan karena peraturan-peraturan administratif. Guru itu hanya

diharapkan mengikuti instruksi atasan.

Pembaharuan kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh yang

mencetuskannya. Dengan meninggalnya tokoh itu lenyap pula pembaruan yang

telah dimulainya itu.

Dalam pembaruan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan ide-ide baru lebih

"mudah" daripada menerapkannya dalam praktik. Dan sekalipun telah dilaksanakan

sebagai percobaan, masih banyak mengalami rintangan dalam penyebarluasannya,

oleh sebab harus melibatkan banyak orang dan mungkin memerlukan perubahan

struktur organisasi dan administrasi sistem pendidikan.

Pembaharuan kurikulum sering pula memerlukan biaya yang lebih banyak

untuk fasilitas dan alat-alat pendidikan haru, yang tidak selalu dapat dipenuhi.

Tak jarang pula pembaharuan ditentang oleh mereka yang ingin berpegang

pada yang sudah lazim dilakukan atau yang kurang percaya akan yang baru

Page 241: asas asas-kurikulum(3)

sebelum terbukti kelebihannya. Bersifat kritis terhadap pembaharuan

kurikulum adalah sifat yang sehat, karena pembaharuan itu jangan hanya sekedar

mode yang timbul pada suatu saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.

PROSEDUR PEMBARUAN KURIKULUM

Pada pokoknya ada dua prosedur utama untuk mengubah kurikulum yaitu apa

yang disebut "administrative approach" yaitu yang direncanakan oleh pihak atasan

untuk kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada guru-

guru, jadi 'from the top down", dari atas ke bawah, atas inisiatif para administrator.

Yang kedua ialah "grass roots approach", yaitu yang dimulai dari "akar" "from

the bottom up" atau dari bawah, yakni dari pihak guru atau sekolah secara

individual dengan harapan agar meluas ke sekolah-sekolah lain.

Prosedur manakah yang dilaksanakan banyak bergantung pada sistem

pendidikan serta organisasi dan struktur organisasinya. Di negara-negara yang

mempunyai pemerintah pusat yang memegang kekuasaan yang kuat, yang diikuti

biasanya pendekatan administratif. Di kebanyakan negara cara inilah yang

dilakukan, termasuk Indonesia. Ada juga negara, antara lain Inggris yang mem-

berikan wewenang penuh kepada kepala sekolah beserta stafnya untuk menentukan

kurikulum sekolah. Dalam hal ini pembaharuan kurikulum diadakan atas inisiatif

kepala sekolah dan guru-gurunya. Setiap pendekatan mempunyai kebaikan dan

kekurangannya.

Pendekatan administratif banyak menggunakan panitia-panitia untuk

merencanakan kurikulum baru, menyusun buku pelajaran, menyebarluaskannya, dan

sebagainya. Partisipasi diusahakan seluas mungkin agar tercapai konsensus dan

keterlibatan pribadi dan instansi dalam usaha pembaruan kurikulum. Para ahli

pendidikan dan ahli dalam berbagai bidang studi atau disiplin dari perguruan tinggi

diminta bantuannya untuk menghasilkan kurikulum yang sebaik-baiknya. Berbagai

konsultan dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang diperlukan. Peranan konsultan

hukanlah sebagai "agent of change" akan tetapi sebagai manusia sumber.

Lokakarya, kelompok studi banyak dilakukan untuk membicarakan dan

menghasilkan kurikulum barn itu. Penataran merupakan syarat mutlak untuk

Page 242: asas asas-kurikulum(3)

memberikan ketrampilan kepada guru dalam pelaksanaannya. Seluruh aparat

administrasi pendidikan dikerahkan untuk mengkomunikasikan pembaruan ini

kepada guru-guru dan segenap lapisan masyarakat. Peraturan-peraturan resmi di

keluarkan untuk menjamin terlaksananya kurikulum baru itu. Jadi dalam pendekatan

administratif ini dapat dikerahkan sejumlah besar ahli dan tenaga edukatif maupun

administratif, dengan cara yang terkoordinasi dan terorganisasi. Untuk usaha yang

luas ini dapat disediakan biaya yang diperlukan, yang biasanya cukup besar

jumlahnya.

Pembaruan kurikulum serupa ini dapat dilakukan serentak dan uniform di

seluruh negara dengan melibatkan seluruh aparat kementerian pendidikan. Usaha

pemerintah ini biasanya tidak menemukan tentangan dari pihak guru yang sudah

biaya menerima dan melaksanakan instruksi dan perintah dari atasannya.

Kerja kelompok sangat esensial dalam pengembangan kurikulum Kerjasama

dan partisipasi semua unsur diperlukan untuk mencapai produktivitas dan efektivitas

optimal. Kerja kelompok memperluas keterlibatan dan komitmen dalam kurikulum

baru. Kerja kelompok merupakan tempat yang subur untuk berpikir, melahirkan ide-

ide baru, dan membicarakan setiap buah pikiran secara kritis. Setiap peserta dapat

melengkapi buah pikiran peserta lainnya menurut keahlian masing-masing.

Akan tetapi kerja kelompok dapat juga merupakan penghamburan waktu jika

komponen-komponennya tidak dipilih dengan rasional. Anggota kelompok

hendaknya dipilih berdasarkan kompetensi, bukan berdasarkan kedudukan atau

pangkat.

Kerja kelompok memerlukan kepemimpinan yang paham akan proses

dinamika kelompok dan mampu mendorong kelompok ke arah produktivitas dengan

memadukan segala keahlian dalam kelompok itu.

Walaupun pendekatan administratif mempunyai banyak kebaikan, namun

ditinjau dari segi tertentu mempunyai juga kelemahan. Antara lain dikemukakan

bahwa cara ini otoriter dan kurang demokratis dan merupakan keputusan atasan

yang hams dilaksanakan oleh guru-guru. Guru sendiri kurang dilibatkan dalam

Page 243: asas asas-kurikulum(3)

permulaan dan perencanaannya. Karena itu guru-guru kurang berusaha untuk

mendalaminya dan karena kurang memahaminya akan mudah kembali kepada

praktik-praktik yang lama. Maka pembaruan itu menjadi semu belaka dan akan

mengalami kegagalan. Tanpa perubahan pada guru tak akan terjadi perubahan dalam

kurikulum. Pembaharuan yang tidak tumbuh dan berakar dalam pribadi guru dan

hanya melaksanakannya atas dasar kepatuhan akan perintah, akan gagal dan lenyap

jika pengawasan tidak senantiasa diperketat.

Perubahan kurikulum dengan pendekatan "grass roots approach" mulai dari

sekolah secara sendiri-sendiri. Kepala sekolah serta guru menginginkan suatu

perubahan, karena melihat kekurangan-kekurangan dalam kurikulum yang berlaku.

Mereka tertarik oleh ide-ide barn mengenai kurikulum dan bersedia untuk

menerapkannya di sekolah mereka untuk meningkatkan mutu pelajaran. Semua gum

turut berpartisipasi dalam segala aspek pembinaan kurikulum baru. Dengan

demikian mereka terlibat secara pribadi. Mereka berusaha mengatasi kesulitan

sendiri.

Dalam usaha itu mereka dapat meminta bantuan orang tua, tokoh-tokoh di

sekitar, akan tetapi juga dari pihak atasan merupakan bahan, konsultan, bimbingan

danmungkinjugabiaya.

Kurikulum yang mereka susun relevan dengan keadaan riil yang mereka

hadapi, jadi tidak dibuat "di belakang meja tulis" seperti sering terjadi dalam

pendekatan administratif. Mereka bersama menyusun satuan-satuan pelajaran,

kemudian dicobakan sendiri, dinilai untuk diperbaiki.

Di Inggris, usaha ini didukung oleh "Teachers' Centres" yang dihentuk secara

lokal sebagai tempat guru-guru bertemu dan berdiskusi tentang pembaharuan

pendidikan. Ke tempat itu juga datang para pembina pendidikan, staf pengajar

perguruan tinggi, kadangkadang juga pengusaha dan para konsumen lulusan

sekolah.

Inisiatif dan kepemimpinan pembaharuan kurikulum terletak dalam tangan

guru setempat. Tentu saja guru setempat juga mempertimbangkan berbagai faktor

Page 244: asas asas-kurikulum(3)

lainnya seperti peraturan yang berlaku, syarat masuk perguruan tinggi,

keinginan pemerintah dan sebagainya.

Pembaruan kurikulum oleh guru untuk kepentingan anak di sekolah dalam

lingkungan tertentu yang mempunyai kebutuhan tersendiri akan lebih mantap. Guru-

guru mendapat tanggungjawab penuh atas mutu pendidikan yang merupakan

dorongan untuk menjadi kreatif, untuk senantiasa memperhatikan perkembangan

mengenai pembinaan kurikulum.

Kelemahan pendekatan ini ialah bahwa usaha-usaha ini bersifat lokal, tidak

mempunyai koordinasi dan organisasi sehingga tidak dapat disebarkan secara

nasional. Pembaruan bergantung kebanyakan kepada kepala sekolah, yang mungkin

otoriter dan kurang terbuka bagi pembaruan, tetapi juga pada kemampuan dan

kesediaan guru. Mungkin juga perubahan hanya mengenai aspek-aspek tertentu dari

kurikulum dan tidak menyeluruh. Perubahan sektoral akhirnya akan mengalami

kesukaran yang tak dapat diatasi oleh sekolah itu sendiri. Pembaruan kurikulum

adalah usaha yang luas dan kompleks yang memerlukan pemikiran dan partisipasi

dari semua pihak. Sekolah tidak mampu untuk memperoleh bantuan ini dengan

tenaga sendiri. Mungkin pula pembaruan kurikulum menyangkut peraturan-

peraturan pemerintah pusat dan daerah yang hanya dapat diuhah bila usaha

pembaruan bersifat nasional.

Jadi kedua pendekatan itu masing-masing mempunyai kebaikan dan

kekurangannya. Kita tak perlu memandangnya sebagai dua cara yang bertentangan.

Dalam pendekatan administratif dapat diusahakan partisipasi guru-guru, misalnya

dengan menurut sertakan mereka dalam mencobakan kurikulum baru, meminta

pendapat dan penilaian mereka sebagai umpan balik serta memberikan kebebasan

untuk menyesuaikannya dengan keadaan setempat.

Perubahan kurikulum pada hakekatnya berarti mengubah manusia dan

lembaga-lembaga. Menentang perubahan adalah sesuatu yang normal. Namun

menggunakan kekuasaan untuk memaksakan perubahan hanya melahirkan

kepatuhan semu akan tetapi menimbulkan penentangan batin yang akhirnya

menggagalkan usaha perubahan itu. Perencanaan perubahan kurikulum harus me-

Page 245: asas asas-kurikulum(3)

rupakan dialog antara "atasan" dan "bawahan" dalam suasana sating

menghargai pendapat. Perubahan kurikulum adalah sesuatu yang wajar karena

perubahan yang terus-menerus dalam masyarakat dan kehidupan.

Demikian pula pendekatan perubahan dari bawah dapat dibantu oleh

pemerintah dengan mempublikasikan usaha-usaha pembaharuan di sekolah-sekolah

agar secara umum dapat dikenal dan ditiru, sehingga pembaruan itu lebih terarah

dan menyeluruh.

Beberapa cara praktis.

Berbagai jalan praktis ditempuh untuk mengadakan pembaharuan kurikulum.

1. Pilot project.

Dalam rangka suatu pilot project seorang guru dapat mengadakan percobaan

dengan suatu kurikulum baru dalam suatu bidang studi tertentu. Karena percobaan

ini terbatas, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaiannya relatif mudah diatur.

Andaikan pilot project ini berhasil, masih banyak kesukaran untuk menyebar-

luaskannya, karena menghadapi situasi yang berbeda dan mendapat hambatan dari

ketentuan-ketentuan yang berlaku.

2. Membina kader.

Dapat dididik sejumlah kader yang menguasai seluk-beluk pembaharuan

kurikulum yang ditempatkan di berbagai sekolah untuk mengadakan pembaharuan-

pembaharuan. Kader ini merupakan agen-agen pembaharuan, pemimpin-pemimpin

yang kompeten dan mereka dapat memberi hasil yang baik.

Kelemahannya ialah bahwa ada kemungkinan mereka dianggap sebagai orang

luar yang diberi bayaran khusus untuk mengadakan, bahkan memaksakan perubahan

tanpa meminta keinginan guru-guru di sekolah itu. Jika timbul reaksi yang negatif

dari pihak guru, maka kader ini akan mengalami banyak kesukaran.

3. Memanfaatkan guru.

Page 246: asas asas-kurikulum(3)

Guru dan sekolah yang telah menjalankan kurikulum baru, dapat diminta

bekerja pada sekolah yang belum melakukannya, sehingga dapat disaksikan

bagaimana pelaksanaan pembaharuan itu.

Pelaksanaan ini akan menghadapi kesulitan administratif dalam penempatan

guru di sekolah lain untuk beberapa waktu. Sekolah yang terpencil akan mengalami

kesukaran khusus dalam hal ini.

4. Menyediakan alat pengajaran.

Memberikan laboratorium fisika atau laboratorium bahasa akan mendorong

guru untuk menggunakan metode-metode dan bahan pelajaran baru. Akan tetapi ada

kalanya tenaga pengajar tidak sanggup memanfaatkannya.

5. Memperbarui buku pelajaran.

Buku pelajaran memegang peranan yang penting dalam setiap kurikulum, juga

dalam melancarkan kurikulum yang baru. Buku pelajaran baru dapat memberikan

bahan baru dan juga metode mengajar serta proses belajar yang baru. Akan tetapi

guru-guru sendiri harus mempunyai kesanggupan untuk menggunakannya.

6. Kerjasama antara sekolah dan universitas.

Universitas yang senantiasa berada di garis depan kemajuan dalam penelitian

dan ilmu pengetahuan dapat membantu sekolah-sekolah untuk menyesuaikan

kurikulum dengan ide-ide baru tentang pendidikan dan perkembangan baru dalam

berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dapat diusahakan secara teratur pertemuan-

pertemuan antara dosen perguruan tinggi dengan guru-guru bidang studi di SM

untuk keperluan itu.

Universitas dapat pula menyediakan ahli dalam berbagai aspek kurikulum

yang bertindak sebagai konsultan, sedangkan sekolah atau guru dapat memberikan

bahan tentang keadaan yang riil mengenai murid, dan sekolah, sehingga kurikulum

tidak merupakan hasil "di belakang meja tulis".

7. Pembaruan kurikulum pendidikan guru.

Kurikulum pendidikan guru tak dapat tiada harus disesuaikan dengan

perubahan kurikulum di SD - SM, bahkan sebenarnya harus mendahuluinya.

Page 247: asas asas-kurikulum(3)

Pendidikan guru dalam pembaruan akan lebih efektif daripada penataran.

Guru-guru yang sejak mulanya terdidik dalam pelaksanaan kurikulum baru akan

lebih menjamin keherhasilan pembaruan itu. Namun penataran akan tetap

diperlukan, karena pada suatu ketika setiap kurikulum akan memerlukan

pembaruan.

8. Mendemonstrasikan suatu pembaruan.

Suatu kelompok kecil, dengan persetujuan kepala sekolah, mengadakan

pembaruan satu mata pelajaran atau lebih dalam satu dua kelas. Mereka

mencobakan suatu unit pelajaran dan setelah ternyata berhasil,

mendemonstrasikannya kepada guru-guru lain. Harapan ialah agar pembaruan ini

diterima baik dan disebarluaskan. Kelompok kecil itu dapat memperoleh bantuan

dan kepala sekolah atau atasan. Namun, sering timbul tentangan dan guru-guru yang

tidak terlibat dalam usaha ini.

9. Memulai dan satuan pelajaran.

Hilda Taba menganjurkan agar pembaruan dimulai dengan satuan pelajaran

yang dapat diterapkan dalam kelas. Pada permulaan ini merupakan percobaan.

Umpan balik digunakan untuk menyempurnakan satuan pelajaran itu.

Perubahan tak mungkin dilakukan dalam seluruh program sekolah, jadi harus

mulai dengan bagian yang kecil dan terbatas. Dari satuan pelajaran yang

eksperimenal ini kemudian dikembangkan suatu kerangka yang lebih luas,

berdasarkan prinsip-prinsip, dasar-dasar teoretis, cara menentukan bahan,

mengevaluasi, dan sebagainya.

Pelaksanaan satuan pelajaran merupakan pelajaran dan latihan bagi guru.

Lamanya latihan itu bergantung pada bcsarnya perbedaan antara cara lama dan baru.

Perubahan kurikulum mengharuskan guru berubah pula. Demikian pula hams

dikembangkan administrasi yang sesuai dengan perubahan kurikulum itu.

Perubahan kurikulum yang berarti mengubah guru, cara belajar murid, administrasi

sekolah, sikap orang tua, dan sebagainya memakan waktu yang lama, sering

Page 248: asas asas-kurikulum(3)

bertahun-tahun.

Page 249: asas asas-kurikulum(3)

POLA KURIKULUM

Dalam perubahan kurikulum, demikian pula dalam pembinaan setiap

kurikulum, kita hendaknya bekerja dalam suatu kerangka atau pola yang terdiri atas

komponen-komponen kurikulum itu. Suatu pola yang sederhana adalah sebagai

berikut:

gambar

Bagan 1.

Setiap kurikulum mempunyai keempat komponen utama itu yakni: (1) tujuan,

(2) kegiatan atau pengalaman belajar untuk mencapai tujuan itu, (3) pengetahuan,

yaitu isi atau bahan pelajaran yang diperoleh dan digunakan dalam proses belajar,

(4) penilaian atau evaluasi hasil belajar, untuk mengetahui hingga mana tujuan itu

tercapai.

Keempat komponen itu saling berhubungan Tujuan menentukan pengalaman

belajar apa yang diperlukan dan pengetahuan yang harus dipilih yang dapat

membawa pelajar kepada tujuan yang ditentukan. Bahan pelajaran ditentukan oleh

tujuan. Jadi lebih dahulu harus dirumuskan tujuan, barulah kemudian bahan

pelajaran dan kegiatan belajar, bukan sebaliknya. Acap kali dalam pembinaan

kurikulum lebih dahulu ditentukan bahan pelajaran yang disusun menurut buku

pelajaran tertentu, barulah dirumuskan tujuan sesuai dengan bahan itu. Tujuan juga

menentukan penilaian, apa yang dinilai dan bagaimana cara menilainya. Menilai

sikap tak sama caranya dengan menilai keterampilan atau pengetahuan. Yang dinilai

bukan hanya tujuan, melainkan juga pengetahuan dan kegiatan atau proses belajar,

seperti tampak pada diagram itu. Jika tujuan tidak tercapai, mungkin kesalahannya

terletak pada komponen pengetahuan, proses belajar, atau pada tujuan itu sendiri.

Page 250: asas asas-kurikulum(3)

Pola kurikulum yang jelas menunjukkan hubungan antara unsur-unsur

kurikulum. Dengan adanya pola itu dapat dijaga keseimbangan antara unsur-

unsurnya. Experience atau activity curriculum misalnya terlampau mengutamakan

kegiatan atau pengalaman belajar dan kurang mementingkan unsur pengetahuan,

sedangkan subject curriculum mengutamakan aspek pengetahuan dan kurang me-

mentingkan kegiatan atau pengalaman belajar. Banyak kurikulum kurang menaruh

perhatian kepada tujuan dan penilaian.

Setiap komponen dapat diolah lebih lanjut misalnya: (Perhatikan, bahwa

bagan 2, 3, 4, dan 5 adalah komponen-komponen yang tampakpada bagan 1, yang

diuraikan lebih lanjut).

Dalam bagan 2 kita lihat sumber-sumber tujuan. Di sini pun dapat kita

usahakan adanya keseimbangan, agar kurikulum itu tidak berat sebelah, yakni child-

centered atau pupil-centered, society-centered, atau subject-centered. Ketiga sumber

itu harus dipertimbangkan dalam kurikulum Demikian pula tujuannya harus

mengandung aspek kognitif, afektif, dan psikomotor untuk memberikan pendidikan

yang harmonis.

gambar

Bagan 2 Selanjutnya komponen pengetahuan

dapat diperlengkapi sebagai berikut

Page 251: asas asas-kurikulum(3)

gambar

Bagan 3

Pengetahuan atau bahan pelajaran diambil dan berbagai disiplin. Karena

banyaknya ilmu yang telah terkumpul yang tak mungkin diajarkan seluruhnya,

haruslah diadakan seleksi atau pilihan yang akan disajikan dalam bentuk atau

organisasi tertentu, bergantung pada bentuk kurikulum yang dijalankan. Pada saat

sekarang diutamakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip daripada hanya faktor-

faktor. Konsep-konsep inilah yang dianggap memberikan struktur pengetahuan, the

structure of knowledge. Dengan memahami struktur atau konsep dapat dipahami

gejala-gejala spesifik lainnya, dan dapat dilihat hubungan antara fakta-fakta.

Konsep-konsep bersifat abstrak dan karena itu memungkinkan pemahaman akan

sejumlah besar informasi atau fakta yang spesifik. Informasi atau fakta-fakta

yang ,lepas-lepas mudah dilupakan Lagi pula pengetahuan serupa itu lekas menjadi

usang sedangkan prinsip dan konsep, sekali dipahami,lebih mantap, tidak lekas out-

dated, dan dapat digunakan untuk mentafsirkan informasi baru.

Selanjutnya harus ditentukan scope dan sequence bahan pelajaran, untuk

mencegah 'gaps" dan "overlappings". Agar bahan itu jangan lepas-lepas, diusahakan

adanya integrasi, dengan korelasi, pengajaran unit, broad field, dan sebagainya.

Sekalipun pelajar itu sendiri akan selalu berusaha mengadakan integrasi dalam

pengetahuan yang diperolehnya, pembina kurikulum hendaknya juga berusaha

mengadakan integrasi dalam bahan pelajaran yang disajikan.

Page 252: asas asas-kurikulum(3)

gambar

Bagan4

Pengalaman atau kegiatan belajar adalah usaha yang dijalankan, agar tujuan

yang ditentukan dicapai dengan menggunakan pengetahuan yang sangat kompleks,

yang dipengaruhi oleh berbagai-bagai faktor seperti metode mengajar, kesulitan isi

pelajaran, taraf kematangan, kesanggupan dan perkembangan anak, hubungan antara

guru dan murid, penggunaan berbagai sumber dan alat pelajaran di dalam maupun di

luar sekolah, perbedaan individual, dan sebagainya. Proses belajar tak kurang

pentingnya daripada hasil belajar. Proses belajar yang baik memungkinkan

tercapainya hasil belajar lebih tinggi.

Evaluasi diperlukan untuk mengadakan perbaikan dalam kurikulum. Evaluasi

bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu

dicari di mana letak kekurangannya melalui evaluasi. Penilaian kurikulum harus

berjalan terus. Tak ada kurikulum nasional yang sesuai bagi semua daerah, dan

karena itu perlu disesuaikan dengan keadaan setempat.

Mengumpulkan informasi

sebagai umpan balik

untuk memperbaiki kurikulum

gambar

Page 253: asas asas-kurikulum(3)

Bagan 5

ARAH PERKEMBANGAN PEMBARUAN KURIKULUM

Perubahan kurikulum sering merupakan reaksi terhadap kurikulum yang

berlaku, sehingga tampaknya kurikulum baru seakan-akan kembali kepada bentuk

yang lama. Hal serupa ini akan terjadi bila kurikulum baru hanya melihat kelemahan

dan kekurangan kurikulum yang lama ditinjau dari pandangannya sendiri, tanpa

secara obyektif mengakui kebaikan-kebaikannya. Pentingnya inte-grasi pengetahuan

dan pengalaman anak menjadi dasar untuk menjalankan kurikulum yang dipadukan

atau yang diintegrasikan dengan melancarkan kecaman yang tajam terhadap subject

atau dicipline-oriented curriculum. Kritik-kritik yang dikemukakan biasanya

terlampau dilebih-lebihkan, seperti biasa dilakukan untuk memenangkan

perjuangan. Kurikulum yang integrated sangat memerlukan bahan dari subjects dan

bahan pelajaran subject curriculum dapat diintegrasikan. Jadi pertentangan antara

berbagai bentuk kurikulum tak setajam yang digambarkan oleh para penganutnya.

Dalam pembaruan kurikulum di masa mendatang diharapkan:

- pembinaan kurikulum yang berdasarkan pandangan yang menyeluruh yang

meliputi asas-asas kurikulum yang berfokus pada anak, masyarakat, dan

disiplin.

- menyusun kurikulum yang diselidiki kebaikannya melalui eksperimen,

- menyusun kurikulum yang memperhatikan semua anak, yang normal, maupun

yang berbakat tinggi dan rendah, jadi yang memungkinkan setiap anak maju

menurut kecepatan masing-masing.

- memperbaharui kurikulum secara integral dari SD - SM sampai Perguruan

Tinggi.

- menyusun kurikulum yang lebih mengutamakan inguiry approach daripada

hafalan dan penguasaan sejumlah pengetahuan.

- menyusun kurikulum yang menggairahlcan anak untuk belajar.

- menyusun kurikulum yang tidak membagi-bagi sekolah dalam kelas-kelas, akan

tetapi menghilangkan batas-batas antara kelas.

Page 254: asas asas-kurikulum(3)

- menyusun kurikulum yang tidak terikat pada jadwal pelajaran yang ketat, akan

tetapi lebih mendorong murid-murid untuk belajar sendiri berdasarkan tugas-

tugas.

menyusun kurikulum yang mengubah peranan guru dari pengajar selama jam

sekolah menjadi pembimbing dalam proses belajar, peneliti, perencana, dan

pengembang kurikulum.

RANGKUMAN

1. Kurikulum berubah jika satu atau beberapa asas kurikulum berubah. Perubahan

salah satu asas dapat membawa perubahan dalam keseluruhannya.

2. Menilai kurikulum dalam keseluruhannya sangat kompleks karena banyak faktor

yang mempengaruhi anak.

3. Untuk menilai kurikulum harus dinilai komponen-komponennya yaitu (1)

tujuan, (2) bahan pelajaran, (3) pengalaman dan kegiatan belajar, (4) organisasi

kurikulum, (5) cara-cara evaluasi hasil belajar.

4. Tidak ada satu cara yang pasti untuk menjamin keserasian bahan pelajaran guna

mencapai tujuan tertentu.

5. Tujuan mata pelajaran yang terlampau luas sukar dinilai.

6. Mengubah kurikulum banyak menemui rintangan karena melibatkan banyak

manusia yang terikat oleh tradisi dan juga mempunyai "vested interest".

Dikatakan bahwa perubahaan kurikulum berarti perubahan sosial.

7. Pada umumnya ada dua prosedur utama dalam perubahan kurikulum, yaitu apa

yang disebut "administrative approach" dan "grass roots approach".

8. Tiap pendekatan mempunyai kebaikan clan kekurangannya. Administrative

approach didukung oleh seluruh aparatur pendidikan, biaya yang cukup,

mengerahkan setiap tenaga ahli yang diperlukan, dan sebagainya. Dalam "grass

roots approach" tidak ada koordinasi, karena bersifat tersendiri-tersendiri.

9. Beberapa cara yang khusus dalam perubahan kurikulum secara praktis ialah, (1)

pilot project, (2) mernbina kader (3) memanfaatkan guru yang telah menguasai

cara baru, (4) menyelialcan alat pengajaran, (5) memperbarui buku pelajaran, (6)

kerjasama antara sekolah dan universitas, (7) pembaharuan kuri-

Page 255: asas asas-kurikulum(3)

kulum pendidikan guru, (8) mendemonstrasikan suatu pembaharuan, (9)

memulai pembaruan dengan satuan pelajaran.

10. Setiap kurikulum mempunyai keempat komponen yang berikut: (1) tujuan, (2)

pengetahuan, (3) kegiatan atau pengalaman belajar, (4) penilaian. Keempat

komponen itu saling berhubungan.

11. Perubahan kurikulum sering merupakan suatu reaksi terhadap kurikulum yang

ada.

12. Dalam pembaharuan kurikulum hendaknya sedapat-dapatnya dimanfaatkan

kebaikan-kebaikan bentuk-bentuk kurikulum lainnya.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Sebutkan alasan-alasan pada umumnya maka suatu kurikulum perlu diperbarui.

2. Dapatkah Saudara sebut alasan-alasan untuk menggantikan kurikulum 1968

dengan kurikulum SD 1975?

3. Sebutkan berapa bentuk kurikulum yang dapat dipandang sebagai reaksi

terhadap subject curriculum?

4. Adakah titik-titik pertemuan antara berbagai bentuk kurikulum itu?

5. Apakah perbedaan antara perubahan, pembaruan, inovasi, dan perbaikan

kurikulum?

6. Bagaimanakah cara menilai kurikulum? Kesulitan apakah yang dihadapi?

7. Tinjau tujuan-tujuan kurikulum 1975, SD, SMP maupun SMA. Adakah di

antaranya yang saudara anggap terlampau idealistic yang tidak akan tercapai?

8. Tinjau tujuan-tujuan beberapa mata pelajaran. Adakah di antaranya yang

saudara anggap kurang relevan dengan tujuan matapelajaran yang sebenarnya?

9. Kesulitan-kesulitan apakah yang dihadapi dengan perubahan kurikulum?

Kesulitan manakah menurut pendapat saudara yang sulit diatasi? Usaha apakah

saudara sarankan untuk mengatasinya?

10. Berikan contoh-contoh tentang usaha pembaharuan yang lenyap karena

pencetusnya meninggal dunia. Apa sebab demikian halnya?

ll.Bandingkan prosedur administratif dan "grass roots approach" dalam

pembaruan kurikulum. 12. Bagaimanakah prosedur pembaruan

kurikulum di Indonesia?

Page 256: asas asas-kurikulum(3)

13. Bagaimanakah saran saudara agar dapat memanfaatkan kedua

macam pendekatan itu.

14. Apa dimaksud dengan "curriculum change is social change?"

15. Usaha-usaha praktis apakah yang dapat dijalankan untuk memasukkan

pembaruan dalam kurikulum? Usaha manakah yang rasanya paling efektif di

Indonesia, menurut pendapat saudara?

16. Peranan apakah yang dapat dipegang IKIP dalam usaha pembaruan kurikulum?

17. Menurut pendapat saudara, apakah Universitas mendukung atau menghambat

usaha pembaruan kurikulum? Jelaskan alasan saudara.

18. Susun suatu pola kurikulum yang lengkap dengan gunakan bagan 1 sampai

dengan 5.

19. Jelaskan bahwa semua komponen kurikulum saling berhubungan dan saling

mempengaruhi.

20. Dalam buku ini tercantum arah perkembangan kurikulum. Hingga manakah

saudara dapat menerimanya.

Page 257: asas asas-kurikulum(3)

BAB 10 PENUTUP

Dalam bab-bab yang lalu telah kita perbincangkan beberapa asas dalam

pembinaan kurikulum. Kita lihat bahwa kurikulum dalam praktik pengajaran di

sekolah-sekolah sering masih jauh ketinggalan jikalau dibandingkan dengan teori-

teori yang ada mengenai kurikulum. Sebenarnya teori-teori itu telah dilaksanakan

pada sekolah-sekolah modern di luar negeri. Juga di Indonesia perubahan-perubahan

telah dijalankan, walaupun jalannya lambat dan berangsur-angsur seperti yang lazim

terdapat dalam setiap perkembangan kurikulum. Kita tidak mengharapkan

perubahan yang revolusioner, akan tetapi yang berangsur-angsur, melalui

eksperimentasi dengan metode-metode modern pada sekolah-sekolah percobaan.

Sebenarnya kita tidak perlu menunggu perintah dari atasan. Seperti kita

ketahui perubahan kurikulum mulai dengan perubahan guru itu sendiri. Perbaikan

kurikulum dengan sendirinya akan diperoleh, jikalau guru mempunyai konsepsi

Baru tentang kurikulum. Oleh sebab kurikulum itu sangat banyak aspek-aspeknya,

kita dapat mengadakan perbaikan dalam berbagai aspek, asal saja kita tidak

berpegang dengan gigih kepada tradisi dan rutin yang kolot.

Dalam bab penutup ini kami ingin mengemukakan beherapa aspek kurikulum,

supaya kita dapat mengadakan perbaikan. Kami percaya saudara juga dapat mencari

aspek-aspek lain jikalau saudara telaah buku ini dengan teliti. Inilah beherapa saran:

1. Kurikulum itu hendaknya disusun sedemikian, sehingga ada pertalian yang erat

antara matapelajaran-matapelajaran. Kalau kita mengajar di SD misalnya, janganlah

kita ikuti setiap buku menurut urutan bab di dalam buku itu. Kalau kita mengajarkan

ilmu bumi misalnya dan di situ dibicarakan hal-hal tentang rawa-rawa, kita dapat

memilih pelajaran tentang malaria dari buku ilmu hayat, atau tentang buaya, dan

untuk ilmu tumbuh-tumbuhan pohon bakau atau nipah.

Page 258: asas asas-kurikulum(3)

Di sekolah menengah cara ini lebih sulit diadakan, karena setiap mata

pelajaran diberikan oleh guru yang berlainan. Akan tetapi apabila ada rundingan

antara guru-guru yang mempunyai pengertian akan prinsip korelasi, maka untuk

beberapa pelajaran hal ini dapat dilakukan. ini berarti, bahwa senantiasa harus ada

curriculum planning di sekolah itu.

Sebaiknya dicoba pula memberikan pelajaran "unit" secara okasional dengan

kerja sama antara beberapa orang guru.

2. Kurikulum itu harus "fleksibel", artinya dapat diubah, bila keadaan

memerlukan. Kalau kita akui bahwa anak-anak di suatu kelas setiap tahun berbeda,

dan keadaan masyarakat pun senantiasa berubah, tak dapat tiada kurikulum itu harus

fleksibel, agar kita jangan ketinggalan zaman. Ini tidak berarti, bahwa setiap sekolah

bebas sepenuhnya melakukan sekehendak hatinya. Dalam tujuan dan garis-garis

besarnya, harus ada persamaan dalam kurikulum, akan tetapi dalam pelaksanaan dan

bahannya harus diberi kebebasan untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan anak

dan masyarakat.

3. Kurikulum untuk tiap sekolah hendaknya disusun bersama oleh para guru.

Walaupun rencana pelajaran ditetapkan oleh pihak atasan, hendaknya diberi

kebebasan kepada guru-guru untuk menelaahnya, mengubahnya dan

menyesuaikannya dengan keperluan anak kelas itu. Dalam pelajaran ilmu hayat

misalnya, ada binatang-binatang yang tercantum dalam rencana pelajaran, tetapi

tidak terdapat di suatu daerah, sedangkan binatang yang penting di daerah itu tidak

disebutkan. Dalam hal ini guru-gum hendaknya bebas mengubah rencana pelajaran

itu. Wewenang itu akan mendorong para guru untuk lebih banyak memikirkan soal

kurikulum sebagai keseluruhan dan bukan hanya tentang pelajarannya sendiri.

Dengan jalan demikian dapat dicapai kebulatan yang lebih besar antara berbagai-

bagai mata pelajaran seperti di SM.

4. Di sekolah modern anak-anak juga diajak turut serta menentukan apa yang

ingiri mereka pelajari. Tentu saja anak-anak tidak diberikan kebebasan sepenuhnya,

karena mereka kurang atau tidak mengetahui tujuan pendidikan. Akan tetapi hingga

batas-batas tertentu, menurut kemampuan anak-anak rundingan tentang apa yang

akan dipelajari memang dapat dilakukan bukan hanya

Page 259: asas asas-kurikulum(3)

dalam "unit" akan tetapi dalam tiap pelajaran. Mengajak anak turut serta dalam

menentukan bahan pelajaran dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang

berikut:

Pertama: Bahan pelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan, minat dan

kesanggupan anak. Dalam rundingan itu anak-anak mengemukakan hal-hal yang

ingin dipelajarinya.

Kedua: Karena pertukaran pikiran maka anak-anak mendapat gambaran yang

lebih jelas tentang masalah yang dihadapi, mereka lebih memahami dan menginsafi

makna pelajaran itu baginya.

Lagi pula rundingan itu mempererat hubungan antara guru dengan murid,

serta antara murid dengan murid. Anak-anak mempelajari prosedur-prosedur

demokratis; kita mengajak anak turut berpikir dan memupuk keberanian untuk

mengeluarkan buah pikirannya.

5. Kurikulum hendaknya sedapat-dapatnya meliputi segala pengalaman anak di

bawah pimpinan sekolah. Menurut pendapat modern, kurikulum tidak hanya

terdiri atas mata pelajaran yang diberikan di dalam kelas, melainkan juga segala

kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur pendidikan seperti kepanduan,

sandiwara, perkumpulan sekolah, macam-macam bentuk rekreasi, hobby, olah-

raga, dan sebagainya. Itu sebabnya kegiatan-kegiatan itu harus dicampuri oleh

guru-guru, malahan memasukkan ke dalam kurikulum, artinya menggunakannya

sebagai alat pendidikan.

6. Kurikulum hendaknya dipusatkan pada masalah-masalah sosial dan pribadi

yang penting artinya bagi anak dalam kehidupannya sehari-hari. Sekolah

berkewajiban membantu anak, agar ia lebih mampu menghadapi situasi-situasi

dalam hidupnya. Sekolah berdiri di tengah-tengah masyarakat dan sudah

selayaknya sekolah mendidik anak-anak mengenal masyarakat dan menunjukkan

baktinya kepada masyarakat itu.

7. Kurikulum harus dipakai untuk mewujudkan cita-cita nasional sesuai dengan

filsafat negara. Sekolah turut bertanggung jawab untuk membentuk masyarakat

Page 260: asas asas-kurikulum(3)

Indonesia yang bersatu yang sanggup menempatkan kepentingan negara di atas

kepentingan diri sendiri, golongan atau daerah. Di sekolah anak-anak mendapat

kesempatan untuk bergaul dengan anak-anak lain yang berbeda agama dan suku

bangsanya. Mereka harus mengenal dan menghormati suku bangsa lain serta adat

istiadatnya dan menginsyafi, bahwa suku-suku bangsa lain pun termasuk bangsanya

sendiri. Banyak prasangka hams diatasi untuk menghargai orang-orang lain yang

berbeda dari kita.

Sekolah ialah tempat utama untuk mewujudkan Pancasila sebagai "way of

life" bangsa dan dengan demikian turut serta dalam "nation building", dalam

membentuk manusia Indonesia. Tugas ini jangan hanya dilaksanakan sambil lalu

saja, dalam kesibukan sekolah mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi ujian.

8. Kurikulum harus memberikan pengalaman kepada anak-anak berupa pokok-

pokok yang luas dan berarti bagi mereka dan karena itu mendorong mereka

melakukan bermacam-macam akti vitasaktivitas seperti berbagai bentuk ekspresi,

mengadakan percobaan-percobaan, penyelidikan, karyawisata, mengarang,

membentuk, bertukang dan sebagainya. Untuk pelajaran serupa ini tidak diadakan

batas-batas antara matapelajaran-matapelajaran.

9. Kurikulum harus diorganisasikan sedemikian, sehingga anakanak

mempelajari teknik belajar, cara kerja yang efektif dan cara-cara menyelidiki dan

memecahkan masalah-masalah.

10. Kurikulum hendaknya membuka kesempatan kepada setiap anak untuk

memperluas minatnya dan mengembangkan bakatnya masing-masing. Mengenai

hal-hal yang harus diketahui oleh semua anak sebagai warga negara dapat

diusahakan semacam uniformitas, akan tetapi di samping itu harus diberikan

kesempatan yang luas bagi perkembangan bakat-bakatnya istimewa. Bakat anak-

anak adalah harta negara yang paling berharga. Mengabaikan kepentingan anak-

anak yang berbakat di sekolah-sekolah kita, yang memberi pendidikan yang

ditujukan kepada kepentingan anak-anak yang sedang, merupakan kerugian bagi

Page 261: asas asas-kurikulum(3)

negara. Perbedaan individual ialah suatu prinsip yang masih belum dilaksanakan

dengan serius dalam kurikulum kita.

KURIKUI,UM YANG KOLOT DAN MODERN

Pembinaan kurikulum ialah usaha yang dinamis yang tak boleh berhenti

jikalau kita ingin mengikuti perkembangan zaman. Oleh sebab zaman cepat berubah,

maka setiap kurikulum mengalami bahaya untuk menjadi kolot. Juga kurikulum kita

banyak mengandung unsur-unsur yang tradisional yang tidak sesuai lagi dengan

asas-asas kurikulum modern. Untuk menegaskan dalam bidang-bidang mana antara

lain dapat diadakan perubahan, maka di bawah ini kami membandingkannya dalam

bentuk bagan.

Tabel

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Kalau saudara renungkan kurikulum yang berlaku sekarang di sekolah kita,

tentu akan saudara lihat banyak kekurangan ditinjau dan sudut asas-asas

kurikulum modern. Kekurangan-kekurangan apakah yang menurut saudara

memerlukan perbaikan?.

2. Perbaikan-perbaikan apakah saudara anjurkan mengenai:

a. pendidikan guru.

b. nasibguru.

c. gedung sekolah.

d. peranan orang tua.

e. metode mengajar.

f. hubungan gum dengan murid

3. Apakah modernisasi kurikulum sebaiknya dilakukan serempak di seluruh negara

atau dimulai pada sekolah-sekolah tertentu sebagai percobaan dengan pimpinan

ahli-ahli didik?

4. Apakah ujian merupakan penghalang utama dalam pembaruan pendidikan?

Page 262: asas asas-kurikulum(3)

5. Apakah ada kemungkinan dalam vak saudara untuk turut mengajak anak

merundingkan bahan yang akan dipelajari?

6. Nilai-nilai pendidikan apakah yang terkandung bagi murid-murid dalam

menyelenggarakan sandiwara sekolah?

7. Tinjau perbandingan antara sekolah "kolot" dengan yang "modern" dan

berikan pendapat saudara mengenai tiap hal.

Page 263: asas asas-kurikulum(3)

DAFTAR BUKU

Alberty, Harold B., dan Elsie J. Alberty, Reorganizing the High- School Curriculum, The Macmillan Company, New York, 1965.

Alcorn, Marvin D. and James M. Linley, Issues in Curriculum Development, World Book Company, New York, 1959.

Beswick, Norman, Resource-based Learning, Heinemann Educational Book Ltd., London, 1977.

Bruner, Jerome The Process of Education, Harvard University Press, 1960.

Burr, James B., Lowry W. Harding and Leland Jacobs, Student Teaching in the Elementary School, Appleton-Century-Crofts, Inc., New York, 1950.

Caswell, Hollis L. and A. Wellesley Foshay, Education in the Elementary School, American Book Company, New York, 1950.

Dewey, John, The Child and the Curriculum and The School and Society, Phoenix Books, The University of Chicago Press, 1963.

Doll, Ronald C, Curriculum Improvement, Allyn and Bacon Inc., Boston, 1974.

Eggleston, John, The Sociology of the School Curriculum, Routledge and Kegan Paul, London, 1977.

Eisner, Elliot W., and Elizabeth Vallance, Conflicting Conceptions of Curriculum, McCutchen Publishing Corporation, The University of Chicago Press, Chicago, 1974.

Cagne, Robert M., and Leslie J. Briggs, Principles of Instructional Design, Holt, Rinehart and Winston, Inc., New York, 1974

_____, The Conditions of Learning, Holt, Rinehart and Winston, New York,

1970.

Gwynn, J. Minor, Curriculum Principles and Social Trends, The Macmillan Co., New York, 1960.

Hamilton, David, Curriculum Evaluation, Open Books, London, 1976.

Hanna, Lavone A., Gladys L. Potter and Neva Hagaman, Unit Teaching in the Elementary School, Appelton-Century Company, 1947.

Hass, Glen, Kimball Wiles and Joseph Bondi, Readings in Curriculum, Allyn and Bacon, Inc., Boston, 1970.

Page 264: asas asas-kurikulum(3)

Hilderth, Gertrude, Child Growth Through Education, The Roland press Company,

1947.

Hilgard, Ernest R., Theories of Learning, Appelton-Century-Crofts, Inc., New York,

1948.

Kelly, Albert V., The Curriculum, Harper and Row Ltd., New York, 1977.

Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Dasar Pendidikan dan Pengajaran, NV Harian Masa, Jakarta 1945.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1975.

Krug, Edward A., Curriculum Planning, Harper and Brothers, New York, 1957.

_____, The Secondary School Curriculum, Harper and Row, New York, 1960.

Leonard, J. Paul, Developing the Secondary School Curriculum, Rinehart and Company, New York, 1953.

Lewy, Arieh (ed), Handbook of Curriculum Evaluation, Unesco, Longman, Inc., New York, 1977.

MacDonald, Barry and Rob Walker, Changing the Curriculum, Open Books,

London, 1976.

Michaelis. John U., Social Studies for Children in a Democracy, D. Appleton-Century Company, New York, 1956.

Miel, Alice, Changing the Curriculum: a Sosial Process, D. Appleton-Century Company, New York, 1946.

Morrish, Ivor, Aspects of Curriculum Change, George Allen and Unwin Ltd.,

London, 1976.

Nasroen M., Pancasila Pusaka Lama, Penerbit Endang, Jakarta 1954.

N.E.A. Educational Policies Commission, The Purposes of Education in American Democracy, National Education Association, Washington, D.C., 1938.

Nicholls, Audrey and S. Howard Nichols, Developing a Curriculum, a Practical Guide, George Allen and Unwin Ltd., London, 1972.

Olson, E.G School and Community, Prentice Hall, Inc., New York, 1954.

Page 265: asas asas-kurikulum(3)

Otto, Henry I, Principles of Elementary Education, Rinehart and Company, Inc., New York, 1955.

Piaget, Jean, Psychology and Epistemology, Towards a Theory of Knowledge, Penguin University Books, Middlesex, 1970.

Progressive Education Association, Commission on Secondary School Curriculum, Science in General Education, Appelton-Century, Crofts, New York, 1938.

Ragan William, B., Modern Elementary Curriculum, The Dryden