hukum adat tata negara

Upload: iir-fasyawa

Post on 18-Jul-2015

601 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

HUKUM ADAT TATA NEGARAHukum Adat Tata Negara adalah bagian hukum adat mengenai susunan Pemerintahan. Sebagaimana kuliah yaitu Hukum Tata Negara, adalah hokum tertulis memuat peraturan-peraturan mengenai hak dan kewajiban alat-alat perlengkapan Negara menurut konstitusi yang berlaku. Kita telah ketahui bahwa sebagian besar rakyat Indonesia didesa-desa, tersusun bedasarkan persekutuan-persekutuan kecil, merupakan masyarakat adat. Didalam HTN terkenal bagian yang paling bawah didalam pembagian kenegaraan sesudah propinsi/kabupaten adalah desa dan daerah-daerah istimewa merupakan daerah swapraja yang diperintah oleh seorang sultan.Umumnya persekutuan rakyat yang kita sebut masyarakat adat, terbagi dalam dua golongan besar, yaitu berdasarkan hubungan daerah (genealogis) dan hubungan tanah (teritorial). Sebagai contoh mengenai desa di Bali, faktor genologi (keturunan) tidak terlihat lagi. tetapi desa meliputi sejumlah persekutan territorial dan terbentuknya perkumpulan-perkumpulan untuk tujuan tertentu. Desa di Bali memiliki perlengkapan, rapat desa para orang tua serta pengurus desa yang seharihari mengepalai desa. Di desa-desa bali terdapat banjar, yakni kerukunan orang-orang sekampung yang mempunyai rapat banjar sendiri dan pengurus banjar. Hal yang menonjol di Bali adalah yang dikenal dengan nama subak (waterschap), yaitu sebuah persekutuan yang semata-mata terbentuk, karena kepentingan dilapangan pengairan atau masyarakat atau daerah pengairan. Jadi, subak adalah suatu gabungan atau persekutuan para pemilik sawah untuk menyelenggarakan pengairan bagi sawahnya. Selanjutnya desa diBali mempunyai persekutuan tugas, diserahkan pekerjaan-pekerjaan tertentu, antara lain adanya perkumpulan pemuda di sebut sekaha teruna, perkumpulan gadis disebut sekaha daha, perkumpulan kesenian dan lain-lain. Ringkasnya desa di bali meliputi berbagai lingkaran atau persekutuan yang seluruhnya diliputi dan berhubungan dengan desa sebagai pusat kehidupan sehari-hari dengan tidak mengurangi, bahwa setiap persekutuan kecil mempunyai kepentingan, tanggung jawab dan keuangan sendiri. Alat-alat perlengkapan dan tugasnya menurut didalam Hukum Adat tata Negara Setiap desa mempunyai peraturan-peraturan desa yang tertulis yang disebut dengan awig-awig. Di pedesaan jawa (jawa tengah dan jawa timur) sebagai alat atau organ

pemerintahan terutama adalah kepala desa (bekel, lurah, petinggi) dia lah terutama yang menjalankan pemerintahan sehari-hari didesanya, dibantu oleh beberapa pejabat lain yang disebut perabot desa, kadang-kadang pengganti lurah bisa dikerjakan oleh carik atau juru tulis desa. Tugas-tugas didalam desa yang lain diselenggarakan oleh pesuruh desa, yang bertugas dilapang agama disebut modin, bertindak selaku persoalanpersoalan pernikahan dilakukan oleh penghulu, dan penjaga keamanan desa atau polisi desa disebut jagabaya. Peradilan Adat Di Indonesia Masalah peradilan adat dikategori sebagai salah satu alat perlengkapan hukum adat tata Negara, dalam hal ini penjaga ada mengatur bagaimana terjaganya suatu tata aturan adat, jika ada yang melanggar maka mereka akan member peringatan, teguran dan juga hukuman, permasalahan-permasalahan seperti perselisihan suami-istri sering juga diselesaikan oleh mereka, dan sering juga mereka disebut para pembantu-pembantu sukarela adri kepala desa. Suatu penyelenggraan peradilan desa,diselenggarakan oleh kepala desa (sebagai hakim desa tunggal) sebagaimana diatur di dalam pasal 3a RO jo UU No. 1/1951: sudah barang tentu didalam penyelenggraan ini, ia dapat memilih sendiri pembantu-pembantunya yang fungsional ditambah beberapa orang terkemuka. Unifikasi sistem hukum Indonesia - yang ditujukan untuk mewujudkan kepastian hukum dan memudahkan penyelenggaraan hukum - seakan merupakan harga mati. Hal ini tampak di setiap nafas peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah yang tak memberi ruang gerak kepada peradilan adat untuk menunjukkan keadilan substantifnya. Penyeragaman proses pembentukan, penerapan dan penegakan hukum makin berdiri angkuh dengan keadilan normatifnya seperti yang terpancar dari setiap Bab dan Pasal yang terkodifikasi rapi. Padahal, Sesungguhnya unifikasi hukum telah merenggut peradilan adat dari habitatnya, yaitu masyarakat adat. Sehingga di hampir semua komunitas adat Indonesia sistem asli masyarakat adat telah hancur. Di Kalimantan Barat, misalnya, kepunahan peradilan adat telah mendekati titik nadir. Sistem pemerintahan asli pendukung peradilan adat seperti Kampokng di Kabupaten Sanggau, Banua di Ketapang, serta Menua di Dayak Iban dan Titing di Dayak Punan Uheng Kereho Kabupaten Kapuas Hulu telah hilang. Peraturan dan kebijakan anti peradilan adat secara pasti telah menghapuskan kuasa kepala adat dan temenggung. Penyeragaman hukum yang menjadi model pelaksanaan hukum di Indonesia ternyata

menyebabkan tugas dan fungsi perangkat adat sebagai unsur sistem hukum adat telah digantikan oleh aparatus desa. Konstitusi secara sederhana oleh Brian Thompson dapat diartikan sebagai suatu dokumen yang berisi aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi.1 Organisasi dimaksud beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya. Dalam konsep konstitusi itu tercakup juga pengertian peraturan tertulis, kebiasaan dan konvensi-konvensi kenegaraan (ketatanegaraan) yang menentukan susunan dan kedudukan organ-organ negara, mengatur hubungan antar organ-organ negara itu, dan mengatur hubungan organ-organ negara tersebut dengan warga negara.2 Dasar keberadaan konstitusi adalah kesepakatan umum atau persetujuan

(consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkanberkenaan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara.3 Kata kuncinya adalah konsensus atau general agreement. Oleh karena itu, karakteristik dan identitas suatu bangsa sangat menentukan dasar-dasar kebangsaan dan kenegaraan di dalam konstitusi. Hal itu dapat dilihat dari salah satu konsensus dasar yang termaktub dalam konstitusi, yaitu kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general

goals of society or general acceptance of the same philosophy of government).4Hal itu memiliki konsekuensi bahwa konstitusi selalu dibuat dan berlaku untuk suatu negara tertentu. Konstitusi dibuat berdasarkan pengalaman dan akar

sejarah suatu bangsa, kondisi yang sedang dialami, serta cita-cita yang hendak dicapai. Setiap bangsa dan peradaban memiliki karakter yang unik. Bahkan setiap bangsa memiliki karakter dan kualitas tersendiri yang secara intrinsik tidak ada yang bersifat superior satu diantara yang lainnya. Dalam hubungannya dengan pembentukan sistem hukum, von Savigny menyatakan bahwa suatu sistem hukum adalah bagian dari budaya masyarakat. Hukum tidak lahir dari suatu tindakan bebas (arbitrary act of a legislator), tetapi dibangun dan dapat ditemukan di dalam jiwa masyarakat. Hukum secara hipotetis dapat dikatakan berasal dari kebiasaan dan selanjutnya dibuat melalui suatu aktivitas hukum

(juristic activity).5Dengan demikian akar hukum dan ketatanegaraan suatu bangsa yang diatur dalam konstitusi dapat dilacak dari sejarah bangsa itu sendiri. Dalam konteks Indonesia, akar ketatanegaraan Indonesia modern dapat dilacak dari Hukum Tata Negara Adat yang pernah berlaku di kerajaan-kerajaan atau kesultanan-kesultanan yang pernah hidup di wilayah nusantara. Bahkan hukum tata negara adat juga masih dapat dijumpai hidup dan berlaku dalam lingkup masyarakat hukum adat. Oleh karena itu mempelajari hukum tata negara adat diperlukan sebagai bagian dari upaya memahami ketatanegaraan Indonesia modern serta mengenali identitas bangsa Indonesia yang senantiasa tumbuh dan berkembang dalam keberagaman. Selain itu, mempelajari hukum tata negara adat dengan kontekstualisasi terhadap ketatanegaraan Indonesia modern juga akan mendekatkan konsep-konsep konstitusi modern terhadap masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat hukum adat. Dengan demikian konstitusi memiliki akar dan benar-benar menjadi bagian dari sistem hidup masyarakat, dipraktikkan dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat (the

living constitution).

.

Hukum Tata Negara Adat dalam Pembahasan BPUPK Proses pembahasan UUD 1945 oleh BPUPK menunjukkan bahwa UUD 1945 dibuat dengan cita-cita dan spirit yang berakar dari semangat bangsa Indonesia yang khas, serta pengalaman ketatanegaraan adat yang telah dipraktikkan oleh masyarakat Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari pidato Soekarno, Soepomo, bahkan Muhammad Yamin. Spirit bangsa Indonesia dari semua golongan yang ada diungkapkan oleh Soekarno menjadi lima dasar, yaitu Pancasila. Inilah salah satu bentuk kesepakatan mengenai filosofi pemerintahan yang dapat disepakati bersama (general acceptance of the same

philosophy of government) . Kesepakatan tersebut terjadi karena Pancasilamemiliki akar dalam masyarakat Indonesia sehingga disetujui oleh para pendiri bangsa, sebagaimana dikemukakan dalam pidato Soekarno berikut ini. Kita bersama-sama mentjari philosophische grondslag, mentjari satu Weltanschauung jang kita semuanja setudju. Saja katakan lagi setudju! Jang saudara Yamin setudjui, jang Ki Bagoes setudjui, jang Ki Hadjar setudjui, jang saudara Sanoesi setudjui, jang saudara Abikoesno setudjui, jang saudara Lim Koen Jian setudjui, pendeknja kita semua mentjari satu modus.6

Soepomo menyatakan bahwa dasar dan susunan negara berhubungan dengan riwayat hukum (rechtsgeschichte) dan lembaga sosial dari negara itu sendiri. Oleh karena itu pembangunan negara Indonesia harus disesuaikan dengan struktur sosial masyarakat Indonesia yang ada, seperti yang disampaikan oleh Soepomo pada rapat BPUPK sebagai berikut. Sungguh benar, dasar dan bentuk susunan dari suatu negara itu berhubungan erat dengan riwayat hukum (rechtsgeschichte) dan lembaga sosial (sociale structuur) dari negara itu. Berhubung dengan itu apa jang baik dan adil untuk suatu negara, belum tentu baik dan adil untuk negara lain, oleh karena keadaan tidak sama. Tiap-tiap negara mempunjai keistimewaan sendiri-sendiri berhubung dengan riwajat dan tjorak masjarakatnja. Oleh karena itu, politik Pembangunan Negara Indonesia harus disesuaikan dengan sociale

structuur masjarakat Indonesia jang njata pada masa sekarang, serta harus disesuaikan dengan panggilan zaman, misalnja tjita-tjita Negara Indonesia dalam lingkungan Asia Timur Raya.7

Muhammad Yamin juga menyatakan bahwa yang dapat menjadi dasar negara adalah dari susunan negara hukum adat. Hal itu dikemukakan oleh Yamin berikut ini.

7

Ibid., hal. 111-112.