hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi
TRANSCRIPT
TESIS
HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA
KELAS 1 DI DENPASAR UTARA
NABILA ZUHDY
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
TESIS
HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA
KELAS 1 DI DENPASAR UTARA
NABILA ZUHDY NIM 1392161041
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA
KELAS 1 DI DENPASAR UTARA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NABILA ZUHDY NIM 1392161041
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
Lembar Persetujuan Pembimbing
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 17 JUNI 2015
Pembimbing I,
Dr. Luh Seri Ani, S.KM, M.Kes
NIP. 19691221 200812 2 001
Pembimbing II,
dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D.
NIP. 19810901 200604 2 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH NIP.19481010 197702 1 001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 17 Juni 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No. 1751/UN14.4/HK/2015, Tanggal 17 Juni 2015
Ketua : Dr. Luh Seri Ani, S.KM, M.Kes
Anggota :
1. dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D
2. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro, PA (K)
3. Dr. dr. I Wayan Weta, M.S, Sp.GK
4. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Nama : Nabila Zuhdy
NIM : 1392161041
Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Tesis : Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan
Dengan Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di
Denpasar Utara
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila di
kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan di Universitas Udayana dan peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku.
Denpasar, Juni 2015
Nabila Zuhdy
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan Pola Aktivitas Fisik
dan Pola Makan Pada Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara” dengan
tepat waktu. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh
Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.dr.
Dewa Nyoman Wirawan, MPH sebagai Ketua Program Studi Magister Imu
Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana atas dorongan, bimbingan, dan
dukungan selama proses pembelajaran khususnya dalam penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada Dr. Ni Luh
Seri Ani, S.KM, M.Kes dan dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D sebagai
pembimbing tesis atas segala perhatian dan kesabarannya memberikan bimbingan
dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr.
dr. Ketut Suastika, Sp.PD. (KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Pascasarjana di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
sebagai mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Universitas Udayana. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh
dosen dan staf karyawan Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat atas
bimbingan dan dukungannya selama menempuh pendidikan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada para
penguji tesis ini, yaitu Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro, PA (K), Dr. dr.
I Wayan Weta, M.S, Sp.GK, dan Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si
yang telah memberikan saran dan kritiknya terhadap tesis ini. Penulis juga
sampaikan banyak terima kasih kepada Dinas Kesehatan Kota Denpasar, seluruh
kepala sekolah SMA tempat penelitian yang telah memberi ijin kepada penulis
untuk melakukan penelitian.
Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih kepada Dinas
Kesehatan Kota Denpasar, para kepala sekolah SMA yang menjadi tempat
penelitian, serta para partisipan atas bantuannya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan tesis ini dengan baik. Selain itu, penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada orang tua, keluarga dan teman-teman
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan V atas doa dan dukungan selama
ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan tesis ini dengan baik.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua.
Penulis
ABSTRAK
HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA
TAHUN 2015
Status gizi remaja sangat penting untuk menunjang tumbuh kembang. Status gizi yang optimal akan membentuk remaja yang sehat dan produktif. Permasalahan yang muncul adalah gizi kurang dan lebih. Gizi kurang dapat mengakibatkan penurunan prestasi akademik dan mengakibatkan gangguan sistem reproduksi yang berdampak buruk di kemudian hari. Sedangkan pada gizi lebih dapat menyebabkan penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola aktifitas fisik dan pola makan dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 75 pelajar SMA putri yang ditentukan dengan teknik stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dengan Semiquantitatif Food Frequency Questionnaires (SQ-FFQ) dan Adolescent Physical Activity Recall Questionnaires (APARQ), serta pemeriksaan status gizi berupa tinggi badan, berat badan, LILA, dan LP. Data dikumpulkan di tiga SMA di Denpasar Utara pada bulan Februari 2015. Variabel yang dianalisis, yaitu karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan pelajar putri SMA kelas 1.
Penelitian ini menunjukkan terjadi beban ganda masalah gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain KEK (18,67%), terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral. Masalah gizi pada pelajar putri SMA cenderung kearah gizi lebih. Gizi lebih ini disebabkan pola makan camilan dan fast food yang berlebihan yang menyebabkan tingkat kecukupan lemak lebih. Variabel pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna pada semua indikator (p<0,05). Sedangkan pola aktivitas fisik tidak bermakna secara statistik.
Masalah kesehatan remaja perlu mendapat perhatian khusus untuk mencegah masalah gizi pada remaja putri sebagai calon ibu di masa depan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan, sehingga program remaja dapat diintegrasikan dengan program gizi.
Kata kunci: status gizi pelajar putri, pola aktivitas fisik, pola makan.
ABSTRACT
RELATIONSHIP BETWEEN PHYSICAL ACTIVITY PATTERNS AND DIET PATTERNS WITH NUTRITIONAL STATUS AMONG FEMALE
STUDENT ON FIRST GRADE OF HIGH SCHOOL IN NORTH DENPASAR 2015
Nutritional status of adolescents is essential to support the growth.
Optimal nutritional status will form a healthy and productivity adolescent. The problems that arise are malnutrition. Underweight can lead to lower academic achievement and reproductive system disorders that make a negative impact in the future. While overweight can cause degenerative diseases and non-communicable diseases. This study aims to determine the relationship between physical activity patterns and diet patterns with nutritional status among female student on first grade of high school in North Denpasar.
This study was an analytical cross-sectional study with a total sample of 75 high school female students determined by stratified random sampling technique. Data were collected by interviews using a structured questionnaire, Semi-quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) and Adolescent Physical Activity Recall Questionnaires (APARQ), as well as nutritional status examination in the form of height, weight and middle upper arm circumference. Data were collected in three high schools in North Denpasar on February 2015. The variables analyzed such as characteristics, physical activity patterns, and diet patterns of female students in the first grade.
This study showed double burden in nutritional status among female student. A number of 18,67% high school female students based on indicators middle upper arm circumference were experienced chronic energy deficiency and as many as 29,33% of high school female students who had central obesity. Nutritional problems in high school female students tend towards over nutrition. This is due to consumption pattern of snack and fast food that causes excessive fat sufficiency level. Variables significantly associated consistently in all indicators of nutritional status were weight control (p <0.05). While physical activities had no significant relationship to nutrition status.
The problems of high school female students need a special concern to prevent nutritional problems in the future. The results of this study are expected to be used as additional information so that youth programs can be integrated with nutrition programs. Keywords: nutritional status of female students, physical activity patterns, diet patterns.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ..................................................................................... ii
PRASYARAT GELAR ............................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ......................................... v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................................ vi
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... vii
ABSTRAK .................................................................................................. ix
ABSTRACT .................................................................................................. x
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG.............................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 6
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................... 7
1.4.1 Manfaat Praktis ........................................................ 7
1.4.2 Manfaat Teoritis....................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi ......................................................................... 8
2.1.1 Prinsip Gizi Pada Remaja Perempuan ..................... 8
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi ...... 9
2.1.3 Standar Status Gizi .................................................. 13
2.1.3 Pengukuran Status Gizi ........................................... 19
2.2 Pola Aktivitas Fisik ........................................................... 20
2.2.1 Aktivitas Aktif .......................................................... 20
2.2.2 Aktivitas Pasif (Perilaku Sedentari) ........................ 21
2.2.3 Istirahat .................................................................... 23
2.3 Pola Makan ...................................................................... 23
2.3.1 Pola makan harian ................................................... 23
2.3.2 Aspek Sosio-Kultural Makanan .............................. 24
2.3.3 Pola Makan Seimbang (Well Balanced Diet) .......... 26
2.3.4 Pola Makan Remaja ................................................ 28
2.3.5 Makanan Cepat Saji (Fast Food) ............................ 28
2.3.6 Pengontrolan Berat Badan ....................................... 30
2.4 Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan
Status Gizi ......................................................................... 32
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir ............................................................. 34
3.2 Konsep Penelitian.............................................................. 35
3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................... 35
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................ 36
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 36
4.3 Subjek dan Sampel ............................................................ 36
4.3.1 Variabilitas populasi ................................................ 36
4.3.2 Kriteria sampel......................................................... 36
4.3.3 Besaran sampel ........................................................ 37
4.3.4 Teknik pengambilan sampel .................................... 37
4.4 Variabel Penelitian ............................................................ 38
4.4.1 Definisi Operasional ................................................ 38
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian........................................ 39
4.6 Protokol Penelitian ............................................................ 39
4.6.1 Teknik pengumpulan data........................................ 39
4.6.2 Teknik pengolahan data ........................................... 39
4.7 Analisis Data ..................................................................... 39
4.7.1 Analisis Univariat .................................................... 39
4.7.2 Analisis Bivariat ...................................................... 40
4.7.3 Analisis Multivariat ................................................. 40
4.8 Etika Penelitian ................................................................. 40
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 41
5.2 Karakteistik Remaja Putri ................................................. 42
5.3 Gambaran Pola Aktivitas Fisik Pelajar SMA Putri Kelas 1
di Denpasar Utara .............................................................. 46
5.4 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pelajar SMA Putri
Kelas 1 di Denpasar Utara................................................. 47
5.5 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola
Makan Dengan Status Gizi Pelajar SMA Putri
Kelas 1 Di Denpasar Utara ............................................... 50
5.6 Analisis Multivariat ........................................................... 55
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Pola Aktivitas Fisik dan Status Gizi .................................. 58
6.2 Pola Makan dan Status Gizi .............................................. 60
6.3 Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan
Status Gizi Remaja Putri .................................................. 65
6.4 Keterbatasan ....................................................................... 77
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ........................................................................... 78
7.2 Saran .................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Definisi operasional .......................................................................... 38
5.1 Rerata antopometri pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar
Utara ................................................................................................. 42
5.2 Distribusi frekuensi status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di
Denpasar Utara ................................................................................. 43
5.3 Distribusi frekuensi pola aktivitas fisik, pola makan, dan status
tinggal pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara ...................... 44
5.4 Rerata tingkat kecukupan zat gizi makro pelajar putri SMA kelas 1
Di Denpasar Utara ............................................................................ 45
5.5 Gambaran pola aktivitas fisik pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar
Utara .................................................................................................. 46
5.6 Gambaran pola konsumsi makanan pelajar putri SMA kelas 1
di Denpasar Utara .............................................................................. 47
5.7 Gambaran pola konsumsi makanan total pelajar putri SMA kelas 1
di Denpasar Utara .............................................................................. 49
5.8 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan
status gizi berdasarkan IMT/U pada pelajar putri SMA kelas 1 ........ 50
5.9 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan
status gizi berdasarkan LILA pada pelajar putri SMA kelas 1 .......... 51
5.10 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan
status gizi berdasarkan LP pada pelajar putri SMA kelas 1 .............. 52
5.11 Hubungan tingkat kecukupan zat gizi makro <80% AKG dengan
status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 ........................................ 53
5.12 Hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status
gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 .................................................. 55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Tumpeng Gizi Seimbang .................................................................. 27
2.2 Teori faktor yang mempengaruhi status gizi ..................................... 33
3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 35
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN
AKG : Angka Kecukupan Gizi
APARQ : Adolescent Physical Activities Recall Questionnaires
Balita : bayi di bawah lima tahun
BAZ : BMI for Age (IMT menurut umur)
BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah
BMI : Body Mass Index
BMI/A : BMI for Age (IMT menurut umur)
BPS : Badan Pusat Statistik
HPK : Hari Pertama Kehidupan
IMT : Indeks Massa Tubuh
IMT/U : Indeks Massa Tubuh per Umur
IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
KEK : Kurang Energi Kronis
KEP : Kurang Energi Protein
LILA : Lingkar Lengan Atas
LP : Lingkar Perut
OCD : Obsessive Corbuzier’s Diet
PGS : Pedoman Gizi Seimbang
PKPR : Program Kesehatan Peduli Remaja
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
SD : Standar Deviasi
SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMK : Sekolah Menengah Kejuruan
SQ-FFQ : Semi Quantitative Food Frequency Questionnaires
TGS : Tumpeng Gizi Seimbang
URT : Ukuran Rumah Tangga
WHO : World Health Organization
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penjelasan Kepada Calon Responden
Lampiran 2. Formulir Persetujuan
Lampiran 3. Formulir Penelitian
Lampiran 4. Protokol Pengukuran Antopometri
Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Kota Denpasar
Lampiran 5. Surat Permohonan Ethical Clearance kepada Komisi Etik
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar
Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Dwijendra
Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Dharma
Praja Badung
Lampiran 8 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Al-Ma’ruf
D:\stuff\S2 unud\!thesis nabila\!tesis\Proposal tesis - revisi\!fix\tesis\TESIS FIX\!revisi
fix\bab 1.rtf
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Prinsip Gizi Pada Remaja Perempuan
Pertumbuhan yang cepat (growth spurt) baik tinggi maupun berat badan
merupakan salah satu tanda periode adolensia. Kebutuhan zat gizi sangat
berhubungan dengan besarnya tubuh hingga kebutuhan yang tinggi terdapat pada
periode pertumbuhan yang cepat. Growth spurt pada anak perempuan sudah
dimulai pada umur antara 10-12 tahun sedangkan pada laki-laki pada umur 12-14
tahun. Permulaan growth spurt pada setiap anak tidak selalu pada umur yang
sama, terdapat perbedaan antara individual. Pengingkatan aktivitas fisik yang
mengiringi pertumbuhan yang cepat ini sehigga kebutuhan zat gizi akan
bertambah. Nafsu makan anak laki-laki sangat bertambah sehingga tidak akan
menemukan kesukaran untuk memenuhi kebutuhannya. Anak perempuan
biasanya lebih mementingkan penampilan, mereka enggan menjadi gemuk
sehingga membatasi diri dengan memilih makanan yang tidak mengandung
banyak energi dan tidak mau makan pagi. Mereka harus diyakinkan bahwa
masukan zat gizi yang kurang dari yang dibutuhkan akan berakibat buruk baik
bagi pertumbuhan maupun kesehatannya (Ambarwati, 2012).
9
Usia reproduksi, tingkat aktivitas, dan status nutrisi mempengaruhi
kebutuhan energi dan nutrisi pada remaja, sehingga dibutuhkan nutrisi yang
sedikit lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya tersebut. Remaja
rentan mengalami defisiensi zat besi, karena kebutuhan remaja yang meningkat
seiring pertumbuhannya, namun seorang remaja sering terlalu memperhatikan
penambahan berat badannya. Remaja dengan berat badan kuarang dan anemia
beresiko melahirkan bayi BBLR jika dibandingkan dengan wanita usia reproduksi
yang aman untuk hamil (Ambarwati, 2012). Gizi atau makanan tidak saja
diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental serta kesehatan,
tetapi diperlukan juga untuk fertilitas atau kesuburan seseorang agar mendapatkan
keturunan yang selalu didambakan dalam kehidupan berkeluarga.
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
2.1.2.1 Jenis Kelamin
Obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama pada saat remaja, hal
ini disebabkan faktor endokrin dan perubahan hormonal (Arisman, 2004).
2.1.2.2 Umur
Obesitas yang muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya disertai
dengan perkembangan rangka yang cepat. Anak yang obesitas cenderung menjadi
obesitas pada saat remaja dan dewasa serta dapat berlanjut ke masa lansia
(Arisman, 2004). Menurut Dietz, ada empat periode kritis terjadinya obesitas,
yaitu: masa prenatal, masa bayi, masa adiposity rebound dan masa remaja.
Obesitas yang terjadi pada masa remaja, 30% akan melanjut sampai dewasa
menjadi obesitas persisten. Obesitas yang terjadi pada masa remaja ini perlu
10
mendapatkan perhatian, sebab obesitas yang timbul pada waktu anak dan remaja
bila kemudian berlanjut hingga dewasa akan sulit diatasi secara konvensional (diet
dan olahraga). Selain itu, obesitas pada remaja tidak hanya menjadi masalah
kesehatan di kemudian hari, tetapi juga membawa masalah bagi kehidupan sosial
dan emosi yang cukup berarti pada remaja (Virgianto dan Purwaningsih, 2006).
Menurut Spear (Spear, 1996), masa remaja adalah masa terjadinya perubahan
yang dramatik dalam kehidupan setiap manusia. Pertumbuhan yang relatif sama
pada masa kanak-kanak secara tiba-tiba berubah dengan adanya suatu
peningkatan kecepatan pertumbuhan. Lonjakan yang tiba-tiba ini berhubungan
dengan perubahan hormonal, kognitif dan emosional yang menciptakan
kebutuhan-kebutuhan khusus.
2.1.2.3 Tingkat Sosial Ekonomi
Peningkatan pendapatan juga dapat mempengaruhi pemilihan jenis dan
jumlah makanan yang dikonsumsi. Peningkatan kemakmuran di masyarakat yang
diikuti oleh peningkatan pendidikan dapat mengubah gaya hidup dan pola makan
dari pola makan tradisional ke pola makan makanan praktis dan siap saji yang
dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak seimbang. Pola makan praktis dan siap
saji terutama terlihat di kota-kota besar di Indonesia, dan jika dikonsumsi secara
tidak rasional akan menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan
menimbulkan obesitas (Virgianto dan Purwaningsih, 2006).
2.1.2.4 Faktor Lingkungan
Remaja belum sepenuhnya matang dan cepat sekali terpengaruh oleh
lingkungan. Kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di luar, atau
11
menyantap kudapan (jajanan). Lebih jauh lagi kebiasaan ini dipengaruhi oleh
keluarga, teman dan terutama iklan di televisi. Teman sebaya berpengaruh besar
pada remaja dalam hal memilih jenis makanan. Ketidakpatuhan terhadap teman
dikhawatirkan dapat menyebabkan dirinya terkucil dan akan merusak kepercayaan
dirinya (Arisman, 2004).
2.1.2.5 Faktor Genetik
Genetik memegang peranan penting dalam mempengaruhi berat dan
komposisi tubuh seseorang. Jika kedua orang tua mengalami obesitas,
kemungkinan bahwa anak-anak mereka akan mengalami obesitas sangat tinggi
(75-80%), jika salah satu orangtuanya mengalami obesitas kemungkinan tersebut
hanya 40%, sedangkan jika tidak seorangpun dari orang tuanya mengalami
obesitas, peluangnya relatif kecil (kurang dari 10%) (Hegarty, 1996; Whitney et
al., 1990).
2.1.2.6 Metabolisme Basal
Metabolisme basal adalah metabolisme yang dilakukan oleh organ-organ
tubuh dalam keadaan istirahat total (tidur). Kecepatan metabolisme basal setiap
orang berbeda-beda, seseorang yang memiliki kecepatan metabolisme yang
rendah cenderung lebih gemuk dibanding dengan orang yang kecepatan
metabolismenya tinggi (Purwati, 2005).
2.1.2.7 Enzim Tubuh dan Hormon
Enzim adipose tissue lipoprotein memiliki peranan penting dalam
mempercepat proses peningkatan berat badan. Enzim ini berfungsi untuk
mengontrol kecepatan pemecahan triglisida dalam darah menjadi asam-asam
12
lemak dan kemudian disalurkan ke sel-sel tubuh untuk disimpan. Ketika
seseorang membutuhkan bahan bakar untuk oksidasi, diperlukan sejumlah energi
dan tubuh akan memilih glikogen atau lemak sebagai sumber energinya. Menurut
sejumlah penelitian, penggunaan glikogen akan menurunkan glukosa darah
sehingga menyebabkan orang merasa lapar (Purwati, 2005).
Insulin dapat menyebabkan kegemukan. Seseorang yang mengalami
peningkatan insulin juga akan mengalami peningkatan penimbunanan lemak.
Gangguan produksi hormon juga berhubungan dengan obesitas, misalnya
hipotiroidism dan hipopituitorism. Orang yang seperti ini biasanya telah
mengalami kegemukan sejak kecil. Obesitas yang berlanjut (menetap) sampai
dewasa, terutama bila obesitas dimulai pada masa pra pubertas (Purwati, 2005).
Berdasarkan penelitian longitudinal bahwa 25-50% atau paling banyak 74% anak
obesitas akan mengalami obesitas pada masa dewasa (Subardja, 2005).
2.1.2.8 Status tinggal
Status tinggal merupakan status bersama siapa remaja tinggal, baik
bersama orang tua maupun tidak bersama orang tua (kos atau tinggal bersama
keluarga lainnya). Ibu memegang peranan penting dalam menyediakan makanan
yang bergizi bagi keluarga, sehingga memiliki pengaruh terhadap status gizi anak
(Lazzeri et al., 2006; Rina dan Oktia, 2008).
2.1.2.9 Aktivitas Fisik
Sebagian besar energi yang masuk melalui makanan pada anak remaja dan
orang dewasa seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas
fisik menyebabkan banyak energi yang tersimpan sebagai lemak, sehingga orang-
13
orang yang kurang melakukan aktivitas cenderung menjadi gemuk. Studi kasus
yang dilakukan di SMU Semarang menunjukkan bahwa semakin tinggi aktivitas
fisik remaja, semakin rendah kejadian obesitas. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat
aktivitas fisik juga berkontribusi terhadap kejadian obesitas terutama kebiasaan
duduk terus-menerus, menonton televisi, penggunaan komputer dan alat-alat
berteknologi tinggi lainnya (Virgianto dan Purwaningsih, 2006).
2.1.2.10 Pola Makan
Pola makan dengan kalori berlebih dan kurangnya aktivitas fisik
merupakan faktor yang dominan untuk terjadinya obesitas. Orang yang banyak
makan akan memiliki gejala cenderung untuk menderita kegemukan. Kebiasaan
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang serat merupakan faktor
penunjang timbulnya masalah kegemukan. Berdasarkan hasil penelitian pada
remaja di Yogyakarta dan Bantul terlihat bahwa semakin tinggi asupan energi dan
lemak semakin tinggi kemungkinan terjadinya obesitas. Penelitian ini juga
menunjukkan adanya hubungan kontribusi lemak terhadap total energi dengan
terjadinya obesitas (Medawati et al., 2005).
2.1.3 Standar Status Gizi
Status gizi merupakan hasil dari keseimbangan atau perwujudan dari
nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2014). Keseimbangan antara
asupan dan kebutuhan zat gizi menentukan seseorang tergolong dalam kriteria
status gizi tertentu, dan merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam
rentang waktu yang cukup lama (Sayogo, 2011). Status gizi baik memungkinkan
14
perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kemampuan kerja dan kesehatan secara
umum pada tingkat yang paling tinggi (Almatsier, 2009).
2.1.3.1 Gizi Seimbang (Balanced Nutrition)
Gizi seimbang merupakan susunana makanan sehari-hari yang mengadung
zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan ideal. Prinsip Gizi Seimbang (PGS) divisualisasikan
sesuai dengan budaya dan pola makan setempat. Bentuk tumpeng dengan
nampannya di Indonesia disebut sebagai Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) yang
dirancang untuk membantu memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat,
sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan
usia lanjut) dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit)
(Irianto, 2014).
Remaja merupakan kelompok umur yang rentan terhadap masalah gizi
karena beberapa alasan, diantaranya: pertama, percepatan pertumbuhan dan
perkembangan tubuh (growth spurt) memerlukan energi lebih banyak. Kedua,
perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan menuntut penyesuaian masukan
energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olah raga, kecanduan
alkohol dan obat-obatan meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman,
2004).
2.1.3.2 Gizi Kurang (Undernutrition)
15
Menurut Guthrie (1995), gizi kurang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi. Dalam hal ini terjadi
ketidakseimbangan negatif, yaitu asupan lebih sedikit dari kebutuhan. Secara
umum, kekurangan gizi menyebabkan beberapa gangguan dalam proses
pertumbuhan, mengurangi produktivitas kerja dan kemampuan berkonsentrasi,
struktur dan fungsi otak, pertahanan tubuh, serta perilaku (Almatsier, 2009).
2.1.3.3 Gizi Lebih (Overnutrition)
Ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan
kebutuhan gizi memengaruhi status gizi seseorang. Ketidakseimbangan positif
terjadi apabila asupan energi lebih besar dari pada kebutuhan sehingga
mengakibatkan kelebihan berat badan atau gizi lebih (Guthrie, Helen A., 1995).
Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak atau
gula yang ditambahkan dan kurang mengandung serat) turut menyebabkan
sebagian besar keseimbangan energi yang positif ini. Selanjutnya penurunan
pengeluaran energi akan meningkatkan keseimbangan energy yang positif. Faktor
penyebabnya adalah aktivitas fisik golongan masyarakat rendah, efek toksis yang
membahayakan, kelebihan energi, kemajuan ekonomi, kurang gerak, kurang
pengetahuan akan gizi seimbang, dan tekanan hidup (stress). Akibat dari
kelebihan gizi di antaranya obesitas (energi disimpan dalam bentuk lemak),
penyakit degenerative seperti hiperensi, diabetes, jantung koroner, hepatitis, dan
penyakit empedu, serta usia harapan hidup semakin menurun (Irianto, 2014).
2.1.4 Pengukuran Status Gizi
16
Penilaian status gizi dengan pengukuran langsung berupa: antropometri,
biokimia, klinis, dan biofisik; dan pengukuran tidak langsung berupa survei
konsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi.
2.1.3.1 Antropometri
Penggunaan antropometri untuk menilai status gizi merupakan pengukuran
yang paling sering dipakai. Antropometri dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter sebagai salah satu indikator status gizi diantaranya umur, tinggi badan,
berat badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan
tebal lemak di bawah kulit. Pada penelitian ini menggunakan pengukuran dengan
antropometri untuk menghitung status gizi (Supariasa, 2014). Namun hanya ada
empat parameter dalam pembahasan ini, yaitu:
1. Berat badan
Antropometri paling sering digunakan adalah berat badan. Berat badan
menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Berat
badan dijadikan pilihan utama karena berbagai pertimbangan, antara lain:
pengukuran atau standar yang paling baik, kemudahan dalam melihat perubahan
dan dalam waktu yang relatif singkat yang disebabkan perubahan kesehatan dan
pola konsumsi; dapat mengecek status gizi saat ini dan bila dilakukan secara
berkala dapat memberikan gambaran pertumbuhan; berat badan juga merupakan
ukuran antropometri yang sudah digunakan secara luas dan umum di Indonesia;
keterampilan pengukur tidak banyak mempengaruhi ketelitian pengukuran. Faktor
17
penting lainnya untuk penilaian status gizi adalah umur, maka perhitungan berat
badan terhadap tinggi badan merupakan parameter yang tidak tergantung pada
umur. Pengukuran berat badan dilakukan dengan menimbang. Alat yang
digunakan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan yaitu: mudah dibawa dari
satu tempat ke tempat yang lain dan mudah digunakan; harganya relatif murah
dan mudah diperoleh; skalanya mudah dibaca dan ketelitian penimbangan
maksimum 0,1 kg (Supariasa, 2014).
2. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah
lalu dan keadaan sekarang. Selain itu, faktor umur dapat dikesampingkan dengan
menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick). Pengukuran
tinggi badan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa
(microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2014).
3. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Pengukuran LILA merupakan suatu cara untuk mengetahui resiko
Kekurangan Energi Protein (KEP) pada wanita usia subur (WUS). Pemantauan
LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka
pendek. Menurut Depkes RI (1994) pengukuran LILA pada kelompok WUS
adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah untuk mengetahui resiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK) (Supariasa, 2014).
4. Lingkar Perut (LP)
LP lebih banyak digunakan secara klinis untuk menilai obesitas
abdominal, dengan mengukur lemak yang terpusat di perut. Beberapa hasil
18
penelitian menunjukkan, LP merupakan prediktor terbaik untuk risiko penyakit
degeneratif (Triwinarto et al., 2012).
2.1.3.2 Penilaian Status Gizi Pada Remaja
Penilaian status gizi menggunakan bebercara apa parameter antropometri
sebagai dasar. Kombinasi beberapa parameter disebut indeks antropometri.
Penilaian status gizi pada remaja dapat dilakukan secara antropometri dengan
menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), LILA, dan lingkar perut.
a. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT digunakan sebagai alat untuk memantau status gizi orang dewasa
yang berhubungan dengan kelebihan dan kekurangan berat badan (Supariasa,
2014). Perhitungan staus gizi remaja IMT/U dihitung dengan menggunakan
software WHO Anthro Plus dengan indikator status gizi normal -2 SD hingga +2
SD. Status gizi kurang jika nilai IMT/U kurang dari -2 SD dan status gizi lebih
jika IMT/U lebih dari +2 SD.
b. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5
cm. apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau bagian merah pita LILA
artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan akan
melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian,
gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak
(Supariasa, 2014).
c. Lingkar Perut
19
Lingkar perut sebagai indeks distribusi lemak tubuh baik tersebar di
subkutan (perifer) dan sentral (visceral). Obesitas sentral jika lingkar perut lebih
dari 90 cm pada laki-laki dan lebih dari 80 cm pada wanita (Persatuan Ahli Gizi
Indonesia, 2009).
2.1.3.3 Pengukuran konsumsi
Pengukuran konsumsi dengan survei konsumsi melalui: 1). metode
kualitatif dilakukan dengan: metode dietary history, metode pendaftaran makanan
(food list), metode frekuensi makanan (food frequency), dan metode telepon; 2).
metode kuantitatif dengan: metode recall 24 jam, penimbangan makanan (food
weighing), perkiraan makanan (estimated food records), metode inventaris
(inventory method), metode food account, dan pencatatan (household food
record); 3). metode kualitatif dan kuantitatif dengan metode riwayat makan
(dietary history) dan metode recall 24 jam (Supariasa, 2014). Dalam penelitian ini
menggunakan semi quantitative food frequency questionnaires (SQ-FFQ). Hasil
pengukuran menggunakan SQ-FFQ akan dibandingkan dengan angka kecukupan
gizi (AKG) remaja.
Semi Quantitative Food Frequency Questionnaires (SQ-FFQ)
Data yang diperoleh berupa frekuensi konsumsi bahan makanan atau
makanan jadi selama periode tertentu (seperti hari, minggu, bulan atau tahun)
(Supariasa, 2014). Metode SQ-FFQ ini memodifikasi frekuensi konsumsi pangan
dengan cara menambahkan patokan ukuran rumah tangga (URT) dan berat pangan
20
(gram). Berat pangan ditampilkan dalam porsi. Metode ini memudahkan peneliti
untuk mendapatkan variasi, frekuensi, dan kuantitas pangan sehingga zat gizi
dapat dikorelasikan dengan indeks masa tubuh, status penyakit, sosial ekonomi,
kondisi atau kesehatan lingkungan dan perilaku seseorang atau masyarakat
(Gibson, 2005; Widajanti, 2009).
2.2 Pola Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik menurut BPS merupakan pergerakan anggota tubuh yang
menyebabkan pembakaran kalori yang dilakukan minimal 30 menit berturut untuk
memelihara kesehatan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar
tetap bugar dan sehat sepanjang hari (Badan Pusat Statistik, 2013). Saat
beraktivitas, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak,
sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk
menghantarkan oksigen dan zat-zat gizi keseluruh tubuh dan digunakan untuk
mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Seberapa banyak otot yang bergerak, seberapa
lama dan seberapa berat pekerjaan yang dilakukan mempengaruhi jumlah energi
yang dibutuhkan (Almatsier, 2009). Berikut beberapa aktivitas harian remaja
selain sekolah:
2.2.1 Aktivitas Aktif
2.2.1.1 Olahraga
Derajat kesehatan optimal dapat dipertahankan melalui aktivitas fisik
seperti olahraga cukup dan dilakukan secara teratur. Olahraga dan aktivitas fisik,
yang tidak berimbang dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi dapat menyebabkan
21
berat badan tidak normal. Olahraga dan kegiatan fisik diharapkan selalu seimbang
dengan asupan nutrisi dan masukan energi yang diperoleh dari makanan sehari-
hari (Departemen Kesehatan RI, 1995). Olah raga yang baik harus dilakukan
secara teratur, sedangkan macam dan takaran olahraga tergantung menurut usia,
jenis kelamin, jenis pekerjaan dan kondisi kesehatan.
2.2.1.2 Ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler merupakan bagian dari aktivitas pendidikan di luar mata
pelajaran yang diselenggarakan untuk membantu pengembangan siswa sesuai
dengan potensi, bakat, kebutuhan, dan minat siswa melalui kegiatan yang dibuat
oleh tenaga kependidikan dan pendidik yang berkewenang dan berkemampuan di
sekolah (Kurniawan dan Karyono, 2010).
2.2.2 Aktivitas Pasif (Perilaku Sedentari)
Anak-anak harus diberikan dukungan untuk beraktivitas di luar rumah
agar tidak menghabiskan sepanjang waktu sepulang sekolah melakukan kegiatan
kurang gerak (sedentarian) seperti menonton televisi atau main komputer dan
video game. Kegiatan sedentarian yang dilakukan lebih dari dua jam dapat
menyebabkan obesitas pada anak (Dowshen, 2005).
2.2.2.1 Menonton Televisi dan Main Game
Televisi juga memberikan dampak terhadap pemilihan makanan anak
karena iklan-iklan menarik yang ditayangkan biasanya merupakan iklan makanan
dengan kalori tinggi (Astrup, 2006). Berdasarkan penelitian di Semarang tahun
2012 pada remaja usia 18-20 tahun didapatkan hasil perilaku sedentari, 89,5%
22
memiliki kebiasaan menonton televisi, 100% memiliki kebiasaan bekerja dengan
komputer atau laptop, 26,7% memiliki kebiasaan bermain video game, 100,0%
memiliki kebiasaan duduk-duduk, 48,8% remaja memiliki lama waktu tidur yang
buruk (Cahyani, 2012). Penelitian yang dilakukan kepada alumni Harvard
University, sepanjang tahun 1962-1978 terdapat 1413 orang meninggal, 45%
disebabkan karena penyakit jantung dan 32% lainnya disebabkan kanker. Mereka
yang meninggal memiliki gaya hidup sedentari. Sedangkan yang memiliki
kebiasaan berjalan/ berlari 20 mil/minggu memiliki kecenderungan hidup 2 tahun
lebih lama dibandingkan yang berjalan/ berolahraga kurang dari 5 mil/minggu
(Rosita, 2012).
2.2.2.2 Media Sosial
Media yang banyak digunakan remaja saat ini salah satunya adalah
internet dan social media. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini
mencapai 63 juta orang, dimana 95 persennya menggunakan internet untuk
mengakses jejaring sosial (Kemenkominfo, 2013). Persentase aktivitas jejaring
sosial Indonesia mencapai 79,72 persen, tertinggi di Asia, mengalahkan Filipina
(78 persen), Malaysia (72 persen), China (67 persen) (Mohamad, 2013). Pengguna
aktif berada pada rentan usia 18 hingga 29 tahun dan pengguna social media dan
social sharing tertinggi adalah perempuan (Heni, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Nurmihasti pada tahun 2012, diketahui bahwa
pelaku utama yang meramaikan pergerakan sosial media di Indonesia sebagian
besar didominasi oleh usia remaja, khususnya mereka para peserta didik atau
23
pelajar. Penelitian lain memaparkan bahwa pengguna situs jejaring sosial di
Indonesia mayoritas adalah dari kalangan remaja usia sekolah, dengan
peningkatan pengguna situs jejaring sosial Facebook pada 2009 sebanyak 700%
dibanding pada tahun 2008. Penggunaan sosial media merupakan salah satu
kegiatan sedentari. Kemajuan teknologi ini membuat remaja menghabiskan
banyak waktu untuk mengecek sosial media melalui gadget yang dimiliki baik
laptop maupun smartphone (Isnainiyah, 2012).
2.2.3 Istirahat
Anak usia sekolah sebaiknya diberikan jadwal waktu tidur untuk mereka
tepati karena waktu tidur yang kurang dapat menjadi pemicu terjadinya obesitas
selain perilaku-perilaku negatif lainnya seperti terlalu mengantuk di sekolah
sehingga tidak dapat menerima pelajaran dengan baik (Chaput dan Jean-Phillippe,
2007). Pola tidur dengan durasi kurang dari 7 jam dihubungkan dengan kenaikan
indeks massa tubuh, baik pada anak-anak, remaja maupun pada orang dewasa
pada penelitian- penelitan sebelumnya. Durasi waktu tidur yang pendek dikaitkan
dengan penurunan leptin dan meningkatnya grelin. Perubahan hormon ini yang
mungkin berkontribusi terhadap kenaikan indeks masaa tubuh (Taheri et al.,
2004). Hasil penelitian (Papalia et al., 2010) menyatakan bahwa remaja yang
obesitas tidur lebih sedikit dibanding remaja yang normal dan underweight.
Durasi tidur ditemukan berhubungan dengan risiko overweight dan obesitas pada
remaja Australia 10-15 tahun.
2.3 Pola Makan
24
2.3.1 Pola makan harian
Orang Indonesia makan tiga kali sehari yaitu sarapan di pagi hari, makan
siang dan makan malam. Makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan khususnya di usia remaja. Konsumsi makanan yang kurang, baik
secara jumlah maupun kualitas akan mengakibatkan terjadinya gangguan proses
metabolisme dalam tubuh, yang tentunya mengarah pada timbulnya suatu
penyakit. Sehingga dalam hal mengkonsumsi makanan, yang perlu diperhatikan
adalah kecukupannya agar didapatkan suatu fungsi tubuh yang optimal
(Almatsier, 2009).
Angka kecukupan gizi dihitung menggunakan hasil perhitungan nutrisurvey yang
kemudian dibandingkan dengan AKG remaja perempuan. Cut off points tingkat
kecukupan zat gizi (Jayanti et al., 2011):
a. Kurang (<80%)
b. Normal (80-120%).
c. Lebih (≥ 120% AKG)
2.3.2 Aspek Sosio-Kultural Makanan
Selain peran biologik yaitu untuk memenuhi rasa lapar, makanan
mempunyai peranan sosio-kultural. Den Hartog et. al (Almatsier, 2009)
mengelompokkannya sebagai berikut :
2.3.2.1 Fungsi Kenikmatan (Gastronomik)
Manusia makan untuk mendapatkan kenikmatan. Kesukaan makanan antar
bangsa dan suku berbeda. Makanan di daerah tropik biasanya lebih berbumbu. Ini
kemungkinan secara naluri penduduk negara tropik sejak dulu kala telah tahu
25
bahwa pemberian bumbu banyak pada makanan dapat menghambat pembusukan.
Secara umum, makanan yang disukai adalah makanan yang memenuhi selera
yaitu dalam rasa, bau, dan tekstur (Almatsier, 2009).
2.3.2.2 Makanan Untuk Menunjukkan Jati Diri
Makanan sering dianggap sebagai bagian penting untuk menyatakan jati
diri seseorang atau sekelompok orang. Di Jepang misalnya, sushi merupakan
makanan terhormat untuk disajikan kepada tamu-tamu. Di sebagian besar
Sumatera, daging dianggap sebagai makanan berprestise (Almatsier, 2009).
2.3.2.3 Fungsi Religi Dan Magis
Banyak symbol religi dan magis dikaitkan dengan makanan. Dalam agama
Islam, kambing sering dikaitkan dengan upacara-upacara penting dalam
kehidupan, seperti pada upacara akikoh dan khitan. Pada masyarakat Jawa di
berbagai upacara selamatan dihidangkan nasi tumpeng atau nasi kuning
(Almatsier, 2009).
2.3.2.4 Fungsi Komunikasi
Makanan merupakan media penting dalam upaya manusia bersosialisasi.
Dalam keluarga, kehangatan hubungan antar anggotanya terjadi saat makan
bersama. Begitu pula di keluarga besar diupayakan pertemuan secara berkala
dengan makan bersama untuk mempererat hubungan silaturahmi. Antar tetangga
juga sering dilakukan tukar-menukar makanan. Dalam dunia bisnis, kesepakatan
sering diperoleh dalam jamuan makanan (Almatsier, 2009).
26
2.3.2.5 Fungsi Status Ekonomi
Makanan sering digunakan untuk prestise atau status ekonomi. Semua
budaya memiliki makanan yang dianggap berprestise (Almatsier, 2009). Saat ini
makanan dianggap sebagai gaya hidup. Remaja sering makan di tempat-tempat
bergengsi dan mengunggah foto-foto makanannya di situs jejaring sosial.
2.3.2.6 Simbol Kekuasaan
Melalui makanan seseorang atau sekelompok masyarakat dapat
menunjukkan kekuasaannya terhadap orang atau kelompok masyarakat lain.
Majikan member makanan yang berbeda kepada bawahan atau pembantunya.
Dalam keadaan berperang atau bermusuhan, suatu negara menetapkan embargo
bahan pangan terhadap negara musuhnya (Almatsier, 2009).
2.3.3 Pola Makan Seimbang (Well Balanced Diet)
Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) menggambarkan empat prinsip gizi
seimbang yaitu beragam makanan sesuai kebutuhan, kebersihan makanan,
aktivitas fisik, dan pemantauan berat badan ideal. TGS terdiri dari beberapa
potongan tumpeng: satu potong besar, dua potong sedang, dua potong kecil, dan
di puncak terdapat potongan terkecil. Luas potongan TGS menunjukkan porsi
yang harus dikonsumsi per hari oleh setiap orang. TGS dialasi oleh air putih,
karena air putih merupakan bagian terbesar dan zat gizi esensial untuk hidup sehat
dan aktif (Irianto, 2014).
Pesan-pesan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) diantaranya: 1). Syukuri dan
nikmati aneka ragam makanan, 2). Banyak makan sayuran dan cukup buah-
buahan, 3). Biasakan mengkonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi,
27
4). Biasakan mengkonsumsi anekaragam makanan pokok, 5). Batasi konsumsi
pangan manis, asin, dan berlemak, 6). Biasakan sarapan, 7). Biasakan minum air
putih yang cukup dan aman, 8). Biasakan membaca label pada klemasan pangan,
9). Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih mengalir, 10). Lakukan
aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal (Irianto, 2014).
Gambar 2.1 Tumpeng Gizi Seimbang (Irianto, 2014)
Kebutuhan air putih dalam sehari minimal dua liter (delapan gelas).
Potongan besar tumpeng selanjutnya merupakan golongan makanan pokok
(sumber karbohidrat) yang dianjurkan dikonsumsi tiga hingga delapan porsi per
hari. Selanjutnya, terdapat golongan sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan
mineral. Potongannya berbeda luas untuk menekankan pentingnya peran dan porsi
setiap golongan. Ukuran potongan sayur dalam PGS sengaja dibuat lebih besar
dari buah yang terletak di sebelahnya, ini berarti jumlah sayur yang harus
dikonsumsi setiap hari sedikit lebih besar (3-4 porsi) daripada buah (2-3 porsi).
Kemudian di lapisan ketiga ada golongan protein seperti daging, telur, ikan, susu,
dan produk susu (yogurt, mentega, keju, dan lain-lain) dipotongan kanan dan
28
dipotongan kiri kacang-kacangan serta hasil olahan seperti tahu, tempe, dan
oncom. Puncak TGS makanan dalam potongan yang sangat kecil adalah minyak,
gula dan garam yang dianjurkan dikonsumsi seperlunya. Pada bagian bawah
tumpeng terdapat PGS lain yaitu pola hidup aktif dengan berolahraga, menjaga
kebersihan, dan memantau berat badan (Irianto, 2014).
2.3.4 Pola Makan Remaja
Dibandingkan segmen usia lain, diet yang tidak adekuat adalah masalah
yang paling umum dialami remaja putri. Gizi tidak adekuat akan menimbulkan
masalah kesehatan yang akan mengikuti sepanjang kehidupan. Kekurangan gizi
dalam masa remaja dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk emosi yang
tidak stabil, keinginan untuk menjadi kurus yang tidak tepat, dan ketidakstabilan
dalam gaya hidup dan lingkungan sosial secara umum. Beberapa perilaku spesifik
yang umumnya dipercaya menyebabkan masalah gizi pada ramaja putrid adalah:
(1). Kurang didampingi ketika mengkonsumsi makanan tertentu, (2). Kurangnya
perhatian dalam memilih makanan di luar rumah, (3). Kurangnya waktu uantuk
mengkonsumsi secara teratur, (4). Melewatkan waktu makan satu kali atau lebih
setiap hari, (5). Mulai mengkonsumsi alcohol, (6). Pemilihan makanan selingan
yang kurang tepat, (7). Perhatian terhadap makanan tertentu yang menyebabkan
jerawat, (8). Takut mengalami obesitas, (9). Tidak mau minum susu (Irianto,
2014). Selain itu remaja juga memiliki kebiasaan makan cemilan diluar jam
makan. Gaya hidup duduk lama sambil ngemil makanan tinggi kalori dan lemak
dan rendah gizi serta nutrisi memicu kelebihan berat badan pada remaja
(Hasdianah et al., 2014).
29
2.3.5 Makanan cepat saji (Fast food)
Makanan cepat saji merupakan makanan yang tersedia dan siap untuk
dimakan dalam waktu cepat, seperti fried chiken, hamburger atau pizza. Makanan
cepat saji umumnya mengandung kalori, sodium (Na), gula, dan kadar lemak yang
tinggi tetapi rendah serat, asam akorbat, kalsium, vitamin A, dan folat. Makanan
cepat saji merupakan gaya hidup remaja (Khomsan, 2004). Mudahnya
memperoleh makanan siap saji mempermudah tersedianya variasi makanan sesuai
daya beli dan selera. Selain itu, cocok bagi mereka yang selalu sibuk karena
pengolahan dan penyiapannya lebih cepat dan mudah (Restiani, 2012).
Kehadiran makanan cepat saji dalam industri makanan Indonesia dapat
mempengaruhi pola makan khususnya remaja di kota dengan tingkat
kesejahteraan menengah ke atas. Tempat makan makanan fast food menjadi
tempat bersantai. Makanan di restoran fast food menawarkan harga terjangkau
bagi mereka, penyajiannya cepat dan jenis makanannya memenuhi selera remaja.
Manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan misalnya pelayanan
yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan bersih tanpa
meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat mereka yang
sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk mengkonsumsi jenis fast food,
karena pelayanan lebih cepat dan juga mengandung gengsi bagi sebagian
masyarakat. Bahkan banyak keluarga yang memilih makanan diluar dengan
jajanan fast food di hari libur (Khomsan, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian, kentang goreng dan fried chicken merupakan
makanan cepat saji yang banyak dimakan saat makan siang atau makan malam
30
remaja di enam kota besar di Indonesia seperti di Denpasar, Surabaya,
Yogyakarta, Semarang, Bandung, dan Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan 15-
20% remaja di Jakarta mengonsumsi fried chicken dan burger sebagai makan
siang dan 1-6% lainnya mengonsumsi pizza dan spaghetti. Apabila makanan jenis
ini dikonsumsi berlebih dan terus-menerus dapat menyebabkan gizi lebih
(Restiani, 2012). Dalam penelitian ini akan dilihat konsumsi fast food diantaranya:
ayam goreng, kentang goreng, burger, pizza, spaghetti, hot dog, donat, mie instan
dan soft drink, diantaranya : coca-cola, sprite, fanta, pepsi (Badjeber et al., 2009).
2.3.6 Pengontrolan Berat Badan
Buruknya status gizi remaja diduga disebabkan berbagai praktik
penurunan berat badan yang dilakukan remaja demi mendapatkan tubuh ideal
yang di tampilkan di berbagai media (Tucci dan Peters, 2008; Vonderen, 2012)
dan tekanan teman sebaya (Ryde et al., 2011). Pengaruh lingkungan dalam
menentukan perilaku diakui cukup kuat pada remaja. Perilaku remaja banyak
dipengaruhi oleh tekanan dari teman sebaya. Teman sebaya diakui dapat
mempengaruhi seorang remaja dalam berperilaku. Kelompok teman sebaya
merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang
berkaitan dengan gaya hidup (Papalia et al., 2001). Penelitian sebelumnya
mengenai gangguan makan dan perilaku penurunan berat badan yang tidak sehat
pada remaja wanita di Australia di dapatkan hasil 33% remaja mengalami
gangguan makan, 57% responden melakukan praktik penurunan berat badan yang
tidak sehat, dan 12% mengalami disorientasi body image. Faktor yang
mempengaruhi pola perilaku ini adalah tekanan teman sebaya, tekanan media dan
31
persepsi bahwa penurunan berat badan yang tidak sehat tidak berbahaya bagi
mereka (Ryde et al., 2011).
Remaja memiliki pandangan tersendiri mengenai tubuhnya (body image)
yang seringkali salah (Notoatmodjo, 2010). Hal itu sering menjadi penyebab
masalah, karena remaja menerapkan pengaturan pembatasan makanan yang salah
untuk memelihara kelangsingan tubuhnya, sehingga kebutuhan gizi tidak
terpenuhi dan mendorong terjadinya gangguan gizi (Kathlen dan Sylvia, 2008;
Sayogo, 2011). Perilaku pengontrolan berat badan yang tidak sehat yang banyak
dilakukan remaja berdasarkan beberapa penelitian diantaranya melewatkan jam
makan untuk menurunkan berat badan (skipping meals), mengkonsumsi suplemen
diet, sengaja memuntahkan makan untuk menurunkan berat badan (self-induced
vomiting), puasa 24 jam atau lebih, metode diet khusus seperti OCD (Obsessive
Corbuzier’s Diet), vegetarian, atau hanya makan satu jenis makanan tertentu
(crush dieting). Dalam beberapa penelitian puasa merupakan perilaku yang paling
banyak dilakukan, diikuti dengan makan satu jenis makanan, memuntahkan
makanan dengan sengaja, diuretik/obat pencahar, pil penurun berat badan, dimana
puasa dan melewatkan jam makan adalah perilaku yang paling banyak dilakukan
(Ryde et al., 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011; Yu, 2011). Melewatkan jam
makan juga merupakan praktik pengontrolan berat badan yang banyak dilakukan
remaja. Berdasarkan data BPS tahun 2013 didapatkan data masyarakat Bali yang
berusia 10 tahun ke atas melewatkan sarapan pagi 23,2%, lebih tinggi jika
dibandingkan angka nasional 14,33% (Badan Pusat Statistik, 2013).
32
Penelitian lainnya di Amerika, 11% remaja melakukan pengontrolan berat
badan yang ekstrim yaitu dengan memuntahkan makanan secara teratur untuk
menurunkan berat badan (self-induced vomiting). Di Australia dari 606 remaja
perempuan yang disurvey didapatkan 9% memuntahkan makanan, 6%
menggunakan pil diet, 6% menggunakan diuretik/pencahar secara teratur untuk
mengontrol berat badannya dan 11% dari responden melakukan paling tidak salah
satu praktik penurunan berat badan yang ekstrim, dan 0,4% tetap melakukan diet
walaupun mereka sudah sangat kurus (underweight berdasarkan standar BMI)
(Ryde et al., 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011). Penelitian lain di Australia
menyebutkan bahwa proporsi perempuan sangat signifikan yaitu 10-20%
melakukan praktik penurunan berat badan yang tidak sehat yang menghambat
intake nutrisi dan energi, termasuk menghindari daging (sumber zat besi, protein,
dan zink), produk susu (sumber kalsium), makanan mengadung tepung (sumber
energi dan serat), dan menggunakan suplemen diet atau mengganti makanan
dengan makanan diet yang tidak mengandung gizi seimbang (Ryde et al., 2011).
2.4 Hubungan Pola Aktivitas dan Pola Makan dengan Status Gizi
Faktor yang mempengaruhi status gizi diantaranya zat gizi dalam bahan
makanan, ada/tidak program pemberian makanan di luar keluarga, daya beli
keluarga yang berhubungan dengan pendapatan, kebiasaan makan orang tua
pemeliharaan kesehatan dan faktor lingkungan (Supariasa, 2014). Kesehatan
mempengaruhi kebutuhan nutrisi seseorang. Ketika saat dibutuhkan asupan yang
lebih baik seperti protein tinggi untuk mempercepat proses penyembuhan.
33
Sedangkan menurut Ambarwati, status gizi secara tidak langsung dipengaruhi
oleh faktor umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Ketiga faktor ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan nutrisi yang selanjutnya mempengaruhi status
gizi (Ambarwati, 2012). Semakin muda usia maka kebutuhan nutrisi semakin
tinggi. Nutrisi dibutuhkan untuk proses tumbuh kembang. Sedangkan untuk pola
aktivitas, semakin banyak aktivitas yang dilakukan maka semakin banyak energi
yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga diperlukan asupan nutrisi yang lebih banyak
(Irianto, 2014).
Bagan Hubungan Pola Aktivitas dan Pola Makan dengan Status Gizi
Gambar 2.2 Teori faktor yang mempengaruhi status gizi, modifikasi teori Call dan Levinson dan teori Ambarwati (Ambarwati, 2012; Supariasa, 2013).
Konsumsi makan
Kesehatan
STATUS GIZI
Tingkat kebutuhan
nutrisi
Umur
Jenis kelamin
Aktivitas fisik
34
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Berdasarkan teori yang telah dibahas di bab sebelumnya, banyak faktor
yang mempengaruhi status gizi seseorang, terutama status gizi remaja khususnya
remaja putri. Remaja memiliki pola aktivitas fisik dan pola makan yang berbeda
seiring tumbuh kembangnya. Banyak penelitian tentang penilaian status gizi
remaja namun belum spesifik. Pola aktivitas fisik dan pola makan pada remaja
sangat menarik untuk diteliti lebih mendalam karena pada usia remaja terjadi
perubahan dari anak-anak menuju dewasa sehingga merubah pola aktivitas fisik
dan pola makannya banyak dipengaruhi oleh lingkungannya atau teman sebaya
yang berdampak pada status gizinya.
Karakteristik remaja dalam penelitian ini yaitu siswa SMA yang berjenis
kelamin perempuan kelas 1 dan berumur 15-16 tahun. Dalam penelitian ini diteliti
lebih detail mengenai pola aktivitas yang lebih spesifik yang dilakukan remaja
seperti olahraga dan ektrakulikuler dalam seminggu. Selain itu pola makan remaja
dalam penelitian ini juga diteliti lebih detail yaitu mengenai pola makan harian,
kebiasaan makan fast food termasuk konsumsi soda dan juga praktik pengontrolan
berat badan yang berkembang dikalangan remaja.
35
3.2 Konsep Penelitian
Dari penjabaran teori-teori di atas, dapat disusun kerangka konsep
penelitian sebagai berikut:
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
Keterangan:
: tidak diteliti
: diteliti
3.3 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini rumusan hipotesis berdasarkan konsep penelitian
yang ada yaitu:
3.3.1 Pola aktivitas fisik berhubungan dengan status gizi pada pelajar putri SMA
kelas 1 di Denpasar Utara.
3.3.2 Pola makan berhubungan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas
1 di Denpasar Utara.
- Jenis Kelamin - Umur - Tingkat sosial ekonomi - Lingkungan - Genetik - Metabolism basal - Enzim tubuh dan hormon
Status Gizi
- IMT/U - LILA - Lingkar Perut
- Karakteristik • Status tinggal
- Pola aktivitas fisik - Pola makan
Faktor yang mempengaruhi status gizi
36
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan analitik kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tiga SMA/SMK di Denpasar Utara, yaitu SMA
Dwijendra, SMA Dharmapraja, dan SMA Al-Ma’ruf pada bulan Oktober 2014
hingga April 2015.
4.3 Subjek dan Sampel
4.3.1 Variabilitas Populasi
Populasi target penelitian ini adalah semua pelajar putri usia sekolah yang
sedang mengikuti pendidikan SMA/SMK di Denpasar Utara tahun 2015 yaitu
sejumlah 6859 orang dari 25 SMA/SMK. Sedangkan populasi terjangkau
penelitian ini adalah pelajar putri kelas satu di tiga SMA/SMK terpilih.
4.3.2 Kriteria sampel
Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: kriteria inklusi
dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi penelitian ini adalah siswa yang sedang
mengikuti pendidikan SMA/SMK di Denpasar Utara yang berjenis kelamin
perempuan, duduk di kelas 1 (kelas 1 berusia 15-16 tahun merupakan awal remaja
37
pertengahan) dan bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria ekslusi adalah
siswa yang tidak masuk atau sakit saat penelitian dilakukan.
4.3.3 Besar sampel
Penentuan besar sampel menurut Sastroasmoro (Sastroasmoro & Ismael,
2011) menggunakan rumus:
� = 2 �� �� + � � �(�� − ��) �
�
Keterangan :
N = jumlah sampel
�� = kesalahan tipe I, 5% = 1,96
�� = kesalahan tipe II, 80% = 0,842
s = simpang baku kelompok yaitu 3,85 (Novianingsih, 2012)
(�1 − �2) = clinical judgement (22,9-21,05) (Novianingsih, 2012)
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 68 orang.
4.3.4 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dengan memilih secara random tiga
SMA/SMK dari masing-masing wilayah kerja puskesmas yaitu di tiga wilayah
kerja puskesmas di Denpasar Utara. Masing-masing wilayah kerja puskesmas
diwakili satu SMA/SMK. SMA Dwijendra mewakili wilayah kerja Puskesmas I
Denpasar Utara, SMA Al Ma’ruf mewakili wilayah kerja Puskesmas II Denpasar
Utara, SMA Dharmapraja mewakili wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara.
SMA/SMK yang terpilih kemudian diambil kelas satu paralel secara purposive
sampling (dengan alasan kelas satu SMA merupakan peralihan awal masa remaja
38
pertengahan). Penentuan kelas yang digunakan sebagai sampel dengan random
sampling diambil satu kelas. Dari kelas yang terpilih diambil 25 siswi putri secara
random menggunakan absensi kelas.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Definisi operasional
Tabel 4.1 Definisi operasional variabel penelitian
Variabel Definisi
Operasional Cara dan Alat Ukur
Catatan tentang Rencana Analisis
Pola aktivitas fisik
Kegiatan rutin yang dilakukan responden yang terdiri dari: jenis kegiatan, durasi, dan frekuensi dalam satuan minggu.
Dengan wawancara menggunakan kuesioner APARQ (Adolecent Physical Activity Recall Questionairs)
Aktivitas fisik: Durasi x frekuensi x skor METs
• Ringan (<1202,01 • Sedang (1202,02-2406,64 • Berat (>2406,65)
(Novitasary et al., 2013; Sudibjo et al., 2013).
Pola makan
Kegiatan makan rutin yang dilakukan responden yang terdiri dari pola makan dalam sehari dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) remaja putri, serta pengontrolan berat badan
Dengan wawancara menggunakan kuesioner SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire). Selanjutnya dianalisis menggunakan nutri survey. Sedangkan pola makan lainnya dengan mengisi kuesioner.
Tingkat kecukupan zat gizi: • Kurang (<80%) • Cukup (80-120%) • Lebih (>120%)
(Jayanti et al., 2011)
Status gizi
Status gizi remaja yang dinilai dengan membandingan berat badan dan tinggi badan berdasarkan umur yang dihitung dengan menggunakan software WHO Anthro Plus (IMT/U), pengukuran lingkar lengan atas (LILA), dan lingkar perut.
Menimbang BB responden dengan timbangan (digital scale) dan mengukur TB responden dengan microtoise dan dianalisis menggunakan software WHO Anthro Plus, mengukur LILA dengan pita lila, dan mengukur lingkar perut dengan metlin.
IMT/U: (z-score) • Kurang : <-2 SD • Normal : -2 SD s.d 2 SD • Lebih : > 2 SD
LILA: (cm) • Kurang : < 23,5 cm • Normal: > 23,5 cm
Lingkar perut: (cm). • Normal : < 80 cm • Lebih : > 80 cm
(Supariasa, 2014)
39
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, pengukur berat
badan dengan timbangan digital (digital scale) merk Camry model EB9003 ISO
9001 certified by SGS, pengukur tinggi badan dengan microtoise, metlin untuk
mengukur lingkar perut dan pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas.
4.6 Protokol Penelitian
4.6.1 Teknik pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data
yang diambil dari hasil pengisian kuesioner, wawancara terstruktur, hasil
pengukuran berat badan, tinggi badan, LILA, dan LP.
4.6.2 Teknik pengolahan data
Pada penelitian ini pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan
meliputi: editing, coding, counting, transferring, dan tabulating yang dilakukan
sebelum melakukan analisis data.
4.7 Analisis Data
4.7.1 Analisis Univariat
Data hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk tabel dan narasi
untuk mengevaluasi besarnya proporsi dari masing-masing faktor predisposisi
untuk masing-masing variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini analisis univariat
ditampikan dalam bentuk proporsi dari karakteristik pelajar putri SMA kelas 1
sebagai responden. Selain itu analisis univariat juga dilakukan pada masing-
masing variabel yaitu pola aktivitas, pola makan, dan status gizi pelajar putri
SMA kelas 1.
40
4.7.2 Analisis Bivariat
Pada penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan
variabel pola aktivitas dengan status gizi pelajar putri SMA dan juga untuk
mengetahui hubungan variabel pola makan dengan status gizi pelajar putri SMA
kelas 1. Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji spearman rank
dengan kepercayaan 95% menggunakan software analisis data. Nilai p yang
didapatkan dari hasil analisis dibandingkan dengan signifikan 0,05. Hubungan
dinyatakan bermakna jika p lebih kecil daripada 0,05.
4.7.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis
banyak variabel (pola aktivitas fisik dan pola makan pelajar SMA putri) secara
serentak terhadap status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain itu analisis
multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor yang paling kuat mempengaruhi
status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Uji yang dilakukan adalah linier regression
dengan signifikasi 0,05 melalui software analisis data.
4.8 Etika Penelitian
Penelitian mengenai hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan
status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di wilayah Denpasar Utara menggunakan
prinsip-prinsip etik yaitu confidentiality dan anonymity. Sebelum melakukan
penelitian, terlebih dahulu peneliti mengurus Ethical Clearance dari Komisi Etik
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana karena penelitian ini melibatkan
manusia.
41
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Denpasar terletak diantara 08° 35" 31'-08° 44" 49' lintang selatan dan
115° 10" 23'-115° 16" 27' bujur timur. Ditinjau dari topografi Kota Denpasar
secara umum miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m
diatas permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar
berkisar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15%
(Pemerintah Kota Denpasar, 2015). Wilayah Denpasar dibagi menjadi empat
kecamatan yaitu: Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Selatan, dan
Denpasar Utara. Denpasar Utara merupakan salah satu kecamatan di Denpasar
tempat penelitian ini dilakukan.
Denpasar merupakan salah satu kota besar di Indonesia, sebagai ibu kota
Provinsi Bali sehingga pertumbuhan perekonomian sangat pesat. Begitu pula
dengan penyediaan fasilitas umum dan tempat makan. Fast food telah menjadi
gaya hidup warga perkotaan, sehingga terdapat banyak tempat makan cepat saji
(fast food) yang tersebar di wilayah Denpasar dan kian menjamur. Data yang
didapatkan dari dinas kesehatan bagian pengawasan makanan terdapat 396 rumah
makan yang beberapa di antaranya merupakan tempat makan fast food (Dinkes
Kota Denpasar, 2015). Selain itu terdapat dua lapangan untuk jogging track dan
menjamurnya pusat kebugaran. Fitness juga menjadi gaya hidup warga perkotaan.
Terdapat 11 puskesmas yang tersebar di keempat kecamatan tersebut. Di
wilayah Denpasar Utara terdapat tiga puskesmas yaitu Puskesmas I Denpasar
42
Utara, Puskesmas II Denpasar Utara, dan Puskesmas III Denpasar Utara (Dinas
Kesehatan Kota Denpasar, 2015). Terdapat 66 SMA dan SMK negeri dan swasta
yang tersebar di Denpasar dengan jumlah siswa 35.121 siswa (BPS, 2013). Di
wilayah kerja Puskesmas Denpasar Utara terdapat 25 SMA dan SMK negeri dan
swasta dengan jumlah siswa 13.718 (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2015).
Penelitian dilakukan di tiga SMA di Denpasar Utara. Masing-masing SMA
mewakili wilayah kerja Puskesmas. SMA Dwijendra mewakili wilayah kerja
Puskesmas I Denpasar Utara, SMA Al Ma’ruf mewakili wilayah kerja Puskesmas
II Denpasar Utara, SMA Dharmapraja mewakili wilayah kerja Puskesmas III
Denpasar Utara.
5.2 Karakteristik Pelajar SMA Putri
5.2.1 Rerata Antropometri Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara
Rerata antropometri pelajar putri SMA kelas 1 disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 5.1 Rerata antropometri pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara
Antropometri Rerata±SD
Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) IMT/U LILA (cm) LP (cm)
53,7 ±12,6 157,4 ± 5,6 0,073 ± 1,3 26,3 ± 3,6 76,5 ± 9,6
Keterangan :IMT/U: IMT berdasarkan umur, SD: standar deviasi, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut.
Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui bahwa rerata status gizi normal, baik
berdasarkan IMT/U dengan rerata z-score 0,073 (z-score normal antara -2 SD
hingga 2 SD). Berdasarkan LILA didapatkan rerata 26,3 cm (LILA normal
sebagai indikator KEK adalah diatas 23,5 cm). Rerata distribusi lemak
43
berdasarkan indikator LP adalah 76,45 cm (LP sebagai indikator obesitas sentral
dengan nilai normal kurang dari 80 cm untuk perempuan).
5.2.2 Distribusi Frekuensi Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar
Utara
Tabel berikut menyajikan distribusi frekuensi status gizi responden:
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara
Status Gizi f (%)
Berdasarkan IMT/U
Kurang 3 (4,0) Normal 66 (88,0) Lebih 6 (8,0)
Berdasarkan LILA
KEK 14 (18,7) Non-KEK 61 (81,3)
Berdasarkan LP
Sentral 22 (29,3) Perifer 53 (70,7)
Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut.
Permasalahan status gizi pelajar putri SMA yang muncul adalah status gizi
kurang. Kurang gizi akut terjadi pada pelajar putri SMA sebanyak 4,0% yang
ditandai nilai IMT/U <-2 SD. Kurang gizi kronik juga terjadi pada pelajar putri
SMA yaitu sebanyak 18,7% dengan nilai LILA <23,5 cm. Sementara itu juga
terjadi status gizi lebih. Obesitas sentral menunjukkan angka 8,0% ditandai
dengan nilai IMT/U >2 SD dan LP >80 cm. Angka ini lebih tinggi dibandingkan
angka nasional hasil Riskesdas 2013 yaitu 7,3% (BPPK RI, 2013). Selain itu,
sebaran lemak sentral sebagai resiko terjadinya obesitas sentral terjadi pada 29,3%
pelajar putri SMA (Tabel 5.2).
44
5.2.3 Distribusi Frekuensi Pola Aktivitas Fisik, Pola Makan, dan Status Tinggal
Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi pola aktivitas fisik, pola makan, dan status tinggal pada pelajar putri SMA Kelas 1
Variabel f (%)
Aktivitas fisik
Ringan 11 (14,7) Sedang 31 (41,3) Berat 44 (44,0)
Pola Makan
Tingkat kecukupan zat gizi makro
Energi
Kurang 20 (26,7) Cukup 27 (36,0) Lebih 28 (37,3)
Karbohidrat
Kurang 33 (44,0) Cukup 29 (38,7) Lebih 13 (17,3)
Protein
Kurang 23 (30,7) Cukup 26 (34,7) Lebih 26 (34,7)
Lemak
Kurang 15 (20,0) Cukup 15 (20,0) Lebih 45 (60,0)
Pengontrolan berat badan Ya 22 (29,3) Tidak 53 (70,7)
Status tinggal Bersama orangtua 66 (88,0) Tidak bersama orangtua 9 (12,0)
Aktivitas pelajar putri SMA cenderung aktivitas berat (44,0%) dan
aktivitas sedang (41,3%). Variasi aktivitas ini didominasi kegiatan olahraga, baik
45
olahraga wajib sebagai bagian dari mata pelajaran maupun olahraga di luar jam
sekolah pada akhir pekan atau ekstrakurikuler. Tingkat kecukupan zat gizi total
bervariasi, cut off untuk kecukupan gizi dikatakan kurang jika <80% AKG, cukup
jika diantara 80-120% AKG dan lebih jika >120% AKG (Jayanti et al., 2011).
Tingkat kecukupan energi dan lemak cenderung lebih, yaitu 37,33% dan 60%,
tingkat kecukupan karbohidrat cenderung kurang (44%), sedangkan tingkat
kecukupan protein seimbang antara cukup dan lebih yaitu 34,67%. Beberapa
responden melakukan pengontrolan berat badan (29,3%) dan sebagian besar
responden tinggal bersama orangtua (88%) (Tabel 5.3).
5.2.4 Rerata Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro Pada Pelajar Putri SMA Kelas1
Di Denpasar Utara
Tabel 5.4 Rerata tingkat kecukupan zat gizi makro pelajar putri SMA kelas 1
Zat Gizi Makro (% AKG) Rerata ±SD
Karbohidrat 88,3±33,1 Protein 112,9±50,2 Lemak 145,0±66,1 Energi 108,7 ±39,8
Keterangan: AKG: Angka Kecukupan Gizi, SD :Standar deviasi
Secara garis besar rerata tingkat kecukupan masing-masing zat gizi sudah
tercapai, dengan nilai tingkat kecukupan karbohidrat 88,3%, protein 112,9%, dan
energi 108,7%. Walaupun tingkat kecukupan karbohidrat sudah memenuhi angka
kecukupan (80-120%) namun mendekati batas bawah rentang tingkat
kecukupannya (88,3%). Sedangkan tingkat konsumsi lemak cenderung berlebih
yaitu 145,0%. Angka ini sudah melebihi batas atas kecukupan lemak (Tabel 5.4).
46
5.3 Gambaran Pola Aktivitas Fisik Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar
Utara
Tabel 5.5 Gambaran jenis aktivitas fisik pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara
Kegiatan Keteraturan
Teratur f(%)
Tidak teratur f(%)
Tidak melakukan f(%)
Olahraga 75 (100,0) 0(0,0) 0(0,0)
Jogging 49 (65,3) 7 (9,3) 19 (25,3)
Renang 15 (20,0) 37 (49,3) 23 (30,7)
Badminton 35 (46,7) 8 (10,7) 32 (42,7)
Basket 12 (16,0) 1 (1,3) 62 (82,7)
Bersepeda 8 (10,7) 5 (6,7) 62 (82,7)
Jalan cepat 8 (10,6) 2 (2,7) 65 (86,7)
Voli 8 (10,7) 3 (4,0) 64 (85,3)
Sepakbola 0 (0,0) 6 (8,0) 69 (92,0)
Lompat tali 6 (8,0) 0 (0,0) 69 (92,0)
Aerobik 4 (5,3) 1 (1,3) 70 (93,3)
Golf 0 (0,0) 3 (4,0) 72 (96,0)
Silat 3 (4,0) 0 (0,0) 72 (96,0)
Berkuda 0 (0,0) 2 (2,7) 73 (97,3)
Futsal 2 (2,7) 0 (0,0) 73 (97,3)
Maraton 0 (0,0) 2 (2,7) 73 (97,3)
Sepatu roda 0 (0,0) 6 (8,0) 69 (92,0)
Baseball 0 (0,0) 1(1,3) 74 (98,7)
Tinju 1(1,3) 0 (0,0) 74 (98,7)
Snorkeling 0 (0,0) 1(1,3) 74 (98,7)
Surfing 1(1,3) 0 (0,0) 74 (98,7)
Jalan santai 63 (84,0) 3 (4,0) 9 (12,0)
Tari dan yoga 35 (46,7) 2 (2,7) 38 (50,7)
Tari 14 (18,7) 4 (5,3) 57 (76,0)
Yoga 28 (37,3) 0 (0,0) 47 (62,7)
Ekstrakurikuler dan les 37 (49,3) 0 (0,0) 38 (50,7)
Pembelajaran sore 25 (33,3) 0 (0,0) 50 (66,7)
Pramuka 25 (33,3) 0 (0,0) 50 (66,7)
Les 9 (12,0) 0 (0,0) 66 (88)
Vokal 8 (10,7) 0 (0,0) 67 (89,3)
Karya Tulis Ilmiah 6 (8,0) 0 (0,0) 69 (92)
Paskibra 4 (5,3) 0 (0,0) 71 (94,7)
Palang Merah Remaja 1 (1,3) 0 (0,0) 74 (98,7)
Domestik 67 (89,3) 0 (0,0) 8 (10,7)
47
Aktivitas fisik dikatakan teratur jika dilakukan ≥ 3 kali per minggu dan tidak
teratur jika <3 kali per minggu (Graha, 2010). Berdasarkan Tabel 5.5, jenis
olahraga yang teratur dilakukan pelajar putri SMA kelas 1 adalah jogging (65,3%)
dan badminton (46,7%). Aktivitas fisik lain yang paling teratur dilakukan adalah
jalan santai (84%) dan aktivitas domestik (89,3%), seperti mengepel, menyapu,
mencuci baju, memasak dan aktivitas rumah tangga lainnya. Sedangkan
ekstrakurikuler dan les yang paling teratur dilakukan adalah pembelajaran sore
(33,3%) yaitu les tambahan seusai jam pelajaran normal dan pramuka.
5.4 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pada Pelajar Putri SMA Kelas 1
di Denpasar Utara
Tabel berikut menyajikan gambaran pola konsumsi makanan pada pelajar
putri SMA kelas 1di Denpasar Utara.
Tabel 5.6 Gambaran pola konsumsi makanan pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara
Sumber Kekerapan
Sering f(%)
Kadang f(%)
Jarang f(%)
Karbohidrat Nasi 75 (100,0) 0 (0,0) 0 (0,0) Nasi kuning 35 (46,7) 22 (29,3) 18 (24,0) Nasi goreng 12 (16,0) 31 (41,3) 32 (42,7) Biskuit 27 (36,0) 9 (12,0) 39 (52,0) Roti tawar 10 (13,3) 26 (34,7) 39 (52,0)
Protein hewani Daging ayam 53 (70,6) 14 (18,7) 8 (10,7) Telur ayam 38 (50,7) 22 (29,3) 15 (20,0) Bakso 20 (26,7) 34 (45,3) 21 (28,0) Ikan segar 9 (12,0) 19 (25,3) 47 (62,7) Susu sapi 7 (9,3) 5 (6,7) 63 (84,0)
48
Sumber Kekerapan
Sering f(%)
Kadang f(%)
Jarang f(%)
Protein nabati Tempe 54 (72,0) 11 (14,7) 10 (13,3) Tahu 33 (44,0) 14 (18,7) 28 (37,3)
Sayuran Kangkung 10 (13,3) 47 (62,7) 18 (24,0) Wortel 11 (14,6) 44 (58,7) 20 (26,7) Buncis 4 (5,4) 34 (45,3) 37 (49,3) Sawi hijau 12 (16,0) 18 (24,0) 45 (60,0)
Buah Jeruk 16 (21,3) 11 (14,7) 48 (64,0) Apel 14 (18,7) 9 (12,0) 52 (69,4) Pisang 10 (13,3) 16 (21,4) 49 (65,3) Pepaya 10 (13,3) 13 (17,3) 52 (69,4)
Camilan Keripik 37 (49,4) 10 (13,3) 28 (37,3) Coklat 23 (30,7) 14 (18,7) 38 (50,7) Chiki 7 (9,4) 1 (1,3) 67 (89,3)
Fast food Mie instan 29 (38,7) 37 (49,3) 9 (12,0) Ice cream 22 (29,3) 32 (42,7) 21 (28,0) Ayam fast food 3 (4,0) 32 (42,7) 40 (53,3) Kentang goreng 4 (5,3) 21 (28,0) 50 (66,7) Soft drink 13 (17,3) 32(42,7) 30 (40,0)
Kekerapan pelajar putri SMA kelas 1 dalam mengkonsumsi makanan
dibagi menjadi tiga kategori. Sering jika konsumsi makanan ≥3 kali per minggu,
kadang bila konsumsi 1-3 kali per minggu, dan jarang jika konsumsi <1 kali per
minggu. Jenis makanan yang paling sering dikonsumsi adalah nasi (100%) pada
jenis karbohidrat, daging ayam (70,6%) pada jenis protein hewani, tempe (72%)
pada protein nabati, sawi hijau (16%) pada sayuran, jeruk (21,3%) pada buah.
Jenis-jenis makanan ini baik untuk dikonsumsi dengan jumlah yang seimbang.
Sedangkan untuk camilan, yang paling sering dikonsumsi adalah keripik (49,4%)
49
dan mie instan (38,%) pada fast food. Kedua jenis makanan ini tinggi kalori
namun rendah zat gizi sehingga konsumsinya perlu dibatasi. (Tabel 5.6).
5.5 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Total Pada Pelajar Putri SMA
Kelas 1 di Denpasar Utara
Tabel berikut menyajikan gambaran pola konsumsi makanan total.
Tabel 5.7 Gambaran pola konsumsi makanan total pelajar putri SMA kelas 1
Sumber Kekerapan
Sering f(%)
Kadang f(%)
Jarang f(%)
Karbohidrat 75 (100,0) 0 (0,0) 0 (0,0) Protein hewani 73 (97,3) 2 (2,7) 0 (0,0) Protein nabati 57 (76,0) 12 (16,0) 6 (8,0) Sayuran 59 (78,7) 13 (17,3) 3 (4,0) Buah 56 (74,7) 13 (17,3) 6 (8,0) Camilan 58 (77,3) 6 (8,0) 11 (14,7) Fast food 71 (94,7) 4 (5,3) 0 (0,0)
Total konsumsi sumber makanan menunjukkan karbohidrat sering
dikonsumsi (100%) namun variasinya sedikit. Sumber protein hewani dan nabati
juga sering dikonsumsi pelajar putri SMA, begitu pula sayur dan buah. Secara
garis besar camilan (77,3%) dan fast food (94,7%) sering dikonsumsi pelajar putri
SMA. Kedua sumber makanan ini mengandung kalori yang tinggi namun sedikit
mengandung zat gizi yang dibutuhkan tubuh sehingga konsumsinya harus dibatasi
(Tabel 5.7).
50
5.6 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan
Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara
5.6.1 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan
Status Gizi Berdasarkan IMT/U
Tabel 5.8 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi
berdasarkan IMT/U pada pelajar putri SMA kelas 1
Variabel Status gizi, f (%)
β Nilai p Kurang f (%)
Normal f (%)
Lebih f (%)
Karakteristik Status tinggal
Bersama orang tua 2 (3,0) 58 (87,9) 6 (9,1) 0,3140 0,009* Tidak bersama orang tua 1 (11,1) 8 (88,9) 0 (0,0)
Pola aktivitas fisik Ringan 0 (0,0) 9 (81,8) 2 (18,2) -0,0001 0,336 Sedang 2 (6,5) 27 (87,1) 2 (6,5) Berat 1 (3,0) 30 (90,9) 2 (6,1)
Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi
a. Energi Kurang 1 (5,0) 18 (90,0) 1 (5,0) -0,1036 0,400 Cukup 1 (3,7) 21 (77,8) 5 (18,5) Lebih 1 (3,6) 27 (96,4) 0 (0,0)
b. Karbohidrat Kurang 1 (3,0) 31 (93,9) 1 (3,03) -0,0554 0,654 Cukup 2 (6,9) 22 (75,9) 5 (17,2) Lebih 0 (0,0) 13 (100,0) 0 (0,0)
c. Protein Kurang 0 (0,0) 21 (91,3) 2 (8,7) -0,1346 0,274 Cukup 3 (11,5) 20 (76,9) 3 (11,5) Lebih 0 (0,0) 25 (96,2) 1 (3,9)
d. Lemak Kurang 1 (6,7) 13 (86,7) 1 (6,7) -0,1578 0,199 Cukup 0 (0,0) 12 (80,0) 3 (20,0) Lebih 2 (4,4) 41 (91,1) 2 (4,4)
Pengontrolan berat badan Ya 0 (0,0) 17 (77,3) 5 (22,7) -0,6196 0,001* Tidak 3 (5,7) 49 (92,4) 1 (1,9)
Keterangan : IMT/U:Indeks massa tubuh berdasarkan umur, β: koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).
51
5.6.2 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan
Status Gizi Berdasarkan LILA
Tabel berikut menyajikan hubungan beberapa variabel pada pelajar putri
SMA kelas 1 di Denpasar Utara
Tabel 5.9 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi
berdasarkan LILA pada pelajar putri SMA kelas 1
Variabel Status gizi
β Nilai p Kurang f (%)
Normal f (%)
Karakteristik Status tinggal
Bersama orang tua 56 (84,9) 10 (15,1) 2,8485 0,024* Tidak bersama orang tua 5 (55,6) 4 (44,4)
Pola aktivitas Ringan 0 (0,0) 11 (100,0) -0,0001 0,669 Sedang 9 (29,0) 22 (71,0) Berat 5 (15,2) 28 (84,8)
Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi
a. Energi 3 (15,0) 17 (85,0) -0,0140 0,168 Kurang 6 (22,2) 21 (77,8) Cukup 5 (17,9) 23 (82,1) Lebih
b. Karbohidrat 7 (21,21) 26 (78,8) -0,0101 0,390 Kurang 6 (20,7) 23 (79,3) Cukup 1 (7,7) 12 (92,3) Lebih
c. Protein 1 (4,4) 22 (95,7) -0,0100 0,234 Kurang 8 (30,8) 18 (69,2) Cukup 5 (19,2) 21 (80,8) Lebih
d. Lemak 3 (20,0) 12 (80,0) -0,0109 0,082 Kurang 1 (6,7) 14 (93,3) Cukup 10 (22,2) 35 (77,8) Lebih
Pengontrolan berat badan Ya 22 (100,0) 0 (0,0) -4,0858 0,001* Tidak 39 (73,6) 14 (26,4)
Keterangan :LILA: Lingkar Lengan Atas, β : koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).
52
5.6.3 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan
Status Gizi Berdasarkan LP
Tabel berikut menyajikan hubungan beberapa variabel pada pelajar putri
SMA kelas 1 di Denpasar Utara
Tabel 5.10 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi
berdasarkan LP pada pelajar putri SMA kelas 1
Variabel Status gizi
β Nilai p Normal f (%)
Lebih f (%)
Karakteristik Status tinggal
Bersama orang tua 45 (68,2) 21 (31,8) 0,3140 0,009* Tidak bersama orang tua 8 (88,9) 1 (11,1)
Pola aktivitas fisik Ringan 7 (63,6) 4 (36,4) -0,0006 0,541 Sedang 21 (67,7) 10 (32,3) Berat 25 (75,8) 8 (24,2)
Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi
a. Energi 14 (70,0) 6 (30,0) -0,0127 0,647 Kurang 18 (66,7) 9 (33,3) Cukup 21 (75,0) 7 (25,0) Lebih
b. Karbohidrat 25 (75,8) 8 (24,2) -0,0048 0,879 Kurang 18 (62,1) 11 (37,9) Cukup 10 (76,9) 3 (23,1) Lebih
c. Protein 16 (69,6) 7 (30,4) -0,0121 0,595 Kurang 19 (73,1) 7 (26,9) Cukup 18 (69,2) 8 (30,8) Lebih
d. Lemak 10 (66,7) 5 (33,3) -0,0124 0,466 Kurang 10 (66,7) 5 (33,3) Cukup 33 (73,3) 12 (26,7) Lebih
Pengontrolan berat badan Ya 7 (31,8) 15 (68,2) -10,6565 0,001* Tidak 46 (86,8) 22 (29,3)
Keterangan : LP: Lingkar Perut, β : koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).
53
Karakteristik pelajar putri SMA kelas 1 yang diteliti adalah status tinggal
yang berhubungan secara signifikan (nilai p<0,05) secara konsisten dengan status
gizi berdasarkan semua indikator (IMT/U, LILA, dan LP). Hubungan bermakna
dengan nilai p<0,05 juga didapatkan pada pengontrolan berat badan pada ketiga
indikator status gizi (Tabel 5.8, 5.9, dan 5.10).
5.6.4 Analisis Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro <80% AKG Dengan
Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara
Tabel berikut menyajikan analisis hubungan tingkat kecukupan zat gizi
makro pada sub sampel yaitu pada sampel dengan tingkat kecukupan zat gizi
makro <80% AKG dengan status gizi pada pelajar putri SMA.
Tabel 5.11
Hubungan tingkat kecukupan zat gizi makro <80% AKG dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara
Variabel n β Nilai p
Terhadap IMT/U Energi 33 -0,03 0,009* Karbohidrat 33 -0,04 0,013* Protein 23 -0,01 0,745 Lemak 15 -0,03 0,248
Terhadap LILA Energi 33 -0,10 0,007* Karbohidrat 33 -0,12 0,013* Protein 23 -0,07 0,263 Lemak 15 -0,14 0,122
Terhadap LP Energi 33 -0,22 0,015* Karbohidrat 33 -0,25 0,046* Protein 23 -0,10 0,564 Lemak 15 -0,23 0,315
Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut, β : koefisien regresi, *: signifikan (p<0,05).
54
Berdasarkan hasil analisis stratifikasi didapatkan tingkat kecukupan energi
dan tingkat kecukupan karbohidrat memiliki hubungan yang signifikan dengan
status gizi, baik dengan indikator IMT/U, LILA, dan LP dengan nilai p<0,05.
Hasil analisis stratifikasi dapat disimpulkan semakin meningkat tingkat
kecukupan energi sebanyak 1% pada kelompok tingkat kecukupan energi kurang,
maka IMT/U akan meningkat 0,03 mendekati status gizi normal, LILA akan
meningkat 0,10 cm dan LP meningkat 0,22 cm. Selain itu pada analisis stratifikasi
karbohidrat didapatkan hasil, semakin meningkat tingkat kecukupan karbohidrat
sebanyak 1% maka IMT/U akan meningkat 0,04 mendekati status gizi normal,
LILA meningkat 0,12 cm, dan LP meningkat 0,25 cm. Namun hubungan ini tidak
berlaku ketika tingkat kecukupan energi dan karbohidrat telah mencukupi atau
lebih dari 80% AKG (Tabel 5.11).
55
5.7 Analisis Multivariat
Analisis multivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi linier.
Analisis ini untuk mengetahui faktor yang secara mandiri (independent)
berpengaruh terhadap status gizi. Pada penelitian ini yang masuk ke dalam model
analisis multivariat jika nilai p hasil uji bivariat >0,25.
Tabel 5.12
Hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 Di Denpasar Utara
Variabel β Nilai p R2
IMT/U 37,6 Status tinggal -0,98 0,008* Tingkat kecukupan lemak 0,01 0,265 Pengontrolan berat badan -1,58 0,001*
LILA 34,6 Status tinggal -2,53 0,020* Tingkat kecukupan energi 0,32 0,175 Tingkat kecukupan protein -0,01 0,743 Tingkat kecukupan lemak -0,01 0,313 Pengontrolan berat badan -4,19 0,001*
LP 28,8 Status tinggal -5,16 0,083 Pengontrolan berat badan -10,44 0,001*
Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur), LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut β : koefisien regresi, R2 : koefisien determinasi (explanatory power), *: signifikan (p<0,05).
Berdasarkan Tabel 5.12, diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi
status gizi pelajar putri SMA kelas 1 secara konsisten setelah diuji secara
multivariat dengan tiga indikator status gizi adalah pengontrolan berat badan.
Berdasarkan hasil uji multivariat dapat disimpulkan bahwa pengontrolan berat
badan berhubungan dengan status gizi dengan semua indikator. Bila remaja putri
melakukan pengontrolan berat badan maka: nilai z score IMT/U akan turun 1,58
56
mendekati normal, LILA menurun 4,20 cm dan LP turun 10,44 cm mendekati
normal.
Model analisis ini menunjukkan bahwa R2 status gizi pelajar putri SMA
kelas 1 berdasarkan indikator IMT/U adalah 0,376 yang berarti 37,6% variasi nilai
status gizi berdasarkan IMT/U dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat
kecukupan lemak, dan pengontrolan berat badan dan 62,4% dipengaruhi oleh
faktor lain. Sedangkan R2 status gizi berdasarkan indikator LILA adalah 0,346
yang berarti 34,6% variasi nilai status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan
LILA dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan energi, protein,
lemak, pengontrolan berat badan dan 65,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai R2
status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan indikator LP adalah 0,288 yang
berarti 28,8% variasi nilai status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel status
tinggal, pengontrolan berat badan dan 71,2% dipengaruhi oleh faktor lain.
57
BAB VI
PEMBAHASAN
Hasil penelitian pada pelajar putri SMA kelas 1 yang dilakukan di tiga
sekolah menengah atas di wilayah Denpasar Utara pada bulan Februari 2015
menunjukkan bahwa terjadi beban ganda (double burden) masalah gizi pelajar
putri SMA. Sebanyak 12% pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini
mengalami malnutrisi berdasarkan indikator IMT/U. Terdapat 4% pelajar putri
mengalami gizi kurang akut terlihat dari nilai z-score <-2 SD. Sejumlah 18,67%
pelajar putri SMA mengalami gizi kurang kronik yang ditandai LILA <23,5 cm.
Gizi kurang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi (energy
intake) dengan kebutuhan gizi, sehingga terjadi ketidakseimbangan negatif, yaitu
asupan lebih sedikit dari kebutuhan (Guthrie, 1995). Sementara itu terdapat 8%
pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral yang ditandai nilai z-score
IMT/U >2SD dan LP >80 cm. Selain itu terdapat 29,3% pelajar putri SMA yang
memiliki sebaran lemak sentral sebagai resiko terjadinya obesitas sentral. Gizi
lebih terjadi akibat ketidakseimbangan positif yaitu apabila asupan energi lebih
besar dari pada kebutuhan (Guthrie, 1995).
Masalah gizi merupakan faktor dasar (underlying factor) dari berbagai
masalah kesehatan. Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur,
bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi
status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact),
58
sehingga untuk memutuskan siklus kurang gizi antargenerasi, perlu perbaikan
terhadap status gizi remaja putri sebagai calon ibu (FKMUI, 2007).
6.1 Pola Aktivitas dan Status Gizi
Rentang usia pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini adalah 15-16
tahun. Pada rentang usia tersebut, remaja putri termasuk dalam tahap remaja
menengah (middle adolescence) (Tarwoto, et al., 2010). Pada usia ini aktivitas
fisik remaja sangat beragam, baik kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah.
Secara garis besar remaja putri memiliki waktu belajar di sekolah yang relatif
sama. Remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibanding usia
lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Oleh karena itu dalam
menentukan kebutuhan energi remaja perlu dipertimbangkan jenis aktivitas fisik,
seperti olahraga yang diikuti, baik dalam di sekolah maupun di luar sekolah
(Depkes Poltekes, 2010; Rahmi, et al., 2009).
Berdasarkan hasil penelitian ini, aktivitas fisik yang paling sering dilakukan
remaja putri adalah kegiatan domestik dengan jumlah 89,3% pelajar putri SMA
kelas 1 yang secara teratur melakukan aktivitas domestik. Perempuan dalam
budaya sering dituntut untuk melakukan tugas rumah tangga (domestik), seperti:
memasak, mencuci, membersihkan rumah dan pekerjaan rumah lainnya (Moore,
1998). Budaya ini menyebabkan remaja putri juga dituntut untuk ikut bertanggung
jawab terhadap aktivitas domestik.
Jenis olahraga yang teratur dilakukan oleh pelajar putri SMA kelas 1 adalah
jalan santai, jogging, dan badminton. Aktivitas fisik lainnya yang juga teratur
dilakukan adalah menari dan yoga. Di salah satu tempat penelitian yaitu di SMA
59
Dwijendra, yoga merupakan kelas tambahan yang wajib diikuti semua siswa
sekali setiap minggu dengan durasi 120 menit setiap pertemuan. Hasil penelitian
di Jayapura menunjukan bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat
mempertahankan status gizi optimal. Aktifitas fisik yang dilakukan secara rutin
dapat membakar penimbunan lemak, sehingga mengurangi risiko overweight
(Sada et al., 2012).
Pada pola ekstrakurikuler dan les, yang paling teratur adalah pembelajaran
sore dan pramuka. Di salah satu SMA tempat penelitian, yaitu SMA Dwijendra,
kegiatan ini merupakan kegiatan yang wajib dilakukan pelajar putri SMA kelas 1.
Pembelajaran sore dilakukan tiga kali per minggu dan pramuka seminggu sekali
dengan durasi yang sama yaitu 120 menit setiap pertemuan. Sedangkan
ekstrakurikuler lain seperti vokal, les tambahan, karya tulis ilmiah, paskibra, dan
palang merah remaja merupakan ekstrakurikuler pilihan.
Aktivitas fisik tergantung kepada jenis, frekuensi, intensitas dan durasi
(Almaeida dan Blair, 2002). Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang tidak
signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi yang dinilai dengan semua
indikator status gizi (IMT/U, LILA, dan LP) jika dianalisis secara independen
tanpa mengendalikan faktor lain. Simpulan ini bertolak belakang dengan
penelitian Sherwood yang menunjukkan bahwa olahraga berkontribusi pada
pencegahan kenaikan berat badan (Sherwood et al, 2000). Aktifitas fisik
menentukan kondisi kesehatan seseorang. Aktivitas fisik menyebabkan terjadinya
proses pembakaran energi, sehingga semakin banyak aktivitas fisik remaja,
semakin banyak energi yang terpakai (Goran dan Sothern, 2006). Kelebihan
60
energi karena rendahnya aktifitas fisik dapat meningkatkan risiko kegemukan dan
obesitas (Mahardikawati dan Katrin, 2008). Hasil penelitian di Kabupaten
Kerinci, Jambi menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik (pengeluaran
energi) dengan status gizi remaja. Semakin aktif secara fisik, maka semakin baik
status gizi (Amelia, 2008; Rahmi et al., 2009). Selain itu, penelitian di Surabaya
menunjukkan tingkat aktivitas fisik remaja obesitas lebih rendah dibandingkan
remaja non obesitas (Suryaputra dan Rahayu, 2012). Aktivitas fisik merupakan
faktor resiko dari kejadian overweight, yaitu anak yang beraktivitas fisik ringan
berhubungan bermakna terhadap berat badan lebih (Mujur, 2011).
Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola
aktivitas fisik dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 dengan nilai p>0,05.
Hal ini dikarenakan aktivitas fisik antar kelompok relatif sama sehingga sulit
dianalisis secara statistik. Secara garis besar pelajar putri SMA kelas 1 memiliki
aktivitas yang hampir sama. Kegiatan di sekolah menghabiskan waktu yang relatif
hampir sama. Pelajar putri SMA kelas 1 secara psikologis memliki karakteristik
yang hampir sama karena umur dan jenis kelamin sama. Selain itu secara
psikologis remaja cenderung lebih senang menghabiskan waktu bersama teman-
temannya sehingga pola aktivitas fisik cenderung sama (Irianto, 2014).
6.2 Pola Makan dan Status Gizi
Status gizi dengan ketiga indikator (IMT/U, LILA, dan LP) memiliki
hubungan yang signifikan dengan karakteristik pelajar putri SMA kelas 1 yaitu
status tinggal pada uji bivariat, yaitu bila pelajar putri SMA kelas 1 tinggal
61
bersama orang tua, maka akan meningkatkan status gizinya. Hal ini dikarenakan
remaja yang tinggal bersama orang tua mendapatkan perhatian khusus mengenai
makanannya. Ibu memegang peranan penting dalam menyediakan makanan yang
bergizi bagi keluarga, sehingga memiliki pengaruh terhadap status gizi anak
(Lazzeri et al., 2006; Rina dan Oktia, 2008).
Pola makan dalam penelitian ini yang memiliki hubungan yang signifikan
secara statistik dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 adalah pengontrolan
berat badan. Variabel ini berhubungan signifikan secara negatif saat diuji secara
independen tanpa mengontrol faktor lain, sehingga ketika pelajar putri SMA kelas
1 melakukan pengontrolan berat badan maka akan menurunkan status gizinya.
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gouado dkk di
Kamerun yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola
makan dengan status gizi (Gouado et al., 2010). Pola makan merupakan cara
makan baik di rumah maupun di luar rumah, yang meliputi frekuensi dan waktu
makan, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi, termasuk makanan yang
disukai dan makanan pantangan (Suhardjo et al.,1998).
Pertumbuhan pada usia remaja juga dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang
dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan zat gizi akan
menyebabkan pertumbuhan yang menyimpang (Pahlevi, 2012). Gangguan gizi
pada usia remaja sering terjadi, seperti KEK dan anemia, serta defisiensi berbagai
vitamin. Sebaliknya, masalah gizi lebih (overweight) yang ditandai oleh tingginya
obesitas remaja terjadi terutama di kota-kota besar (Sayogo, 2011).
62
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan secara
statistik pada tingkat kecukupan energi, karbohidrat, protein dan lemak. Hasil
penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Faktor-
faktor yang menentukan status gizi remaja putri adalah total energi, citra tubuh,
konsumsi karbohidrat, penghasilan ayah, dan kebiasaan makan (Santy, 2006).
Pola makan merupakan faktor resiko dari kejadian overweight, dimana anak yang
mempunyai pola makan berlebih dan sangat berlebih mempunyai resiko memiliki
berat badan lebih (Mujur, 2011). Penelitian lain di Surabaya dan Semarang
menunjukkan bahwa seluruh remaja pada kelompok obesitas memiliki tingkat
konsumsi energi, karbohidrat, protein dan lemak yang lebih tinggi daripada
kelompok non obesitas (Nurfaridah dan Sulistyowati, 2008; Suryaputra dan
Rahayu, 2012).
Pada dasarnya status gizi seseorang ditentukan berdasarkan konsumsi gizi
dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat-zat gizi tersebut. Status gizi
normal menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas makanan yang telah memenuhi
kebutuhan tubuh (Indriasari, 2013). Asupan zat gizi (energi, protein, lemak dan
karbohidrat) dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari sangat besar
dampaknya terhadap status gizi seseorang karena akan berpengaruh kepada
keseimbangan energi yang berdampak terhadap terjadinya masalah gizi.
Seseorang memerlukan sejumlah zat gizi untuk dapat hidup sehat serta dapat
mempertahankan kesehatannya (Almatsier, 2009). Zat gizi yang diperoleh melalui
konsumsi pangan harus sesuai dan cukup bagi kebutuhan tubuh (Almatsier, 2011).
Hasil penelitian di Bukittinggi menunjukkan bahwa asupan protein, asupan lemak,
63
aktifitas fisik, citra tubuh dan sikap terhadap gizi mempunyai hubungan yang
bermakna dengan status gizi remaja putri (Rahmi et al., 2009). Penelitian serupa
yang dilakukan di Kabupaten Jember menunjukkan terdapat hubungan yang
antara tingkat konsumsi (energi, protein, lemak dan karbohidrat) dengan status
gizi (Nurcahyani, 2014). Penelitian lain terhadap remaja SMA di Cepu,
didapatkan hasil terdapat hubungan signifikan asupan energi, protein, lemak,
karbohidrat dan serat dengan IMT sebelum dan setelah dikontrol dengan aktifitas
fisik (Nurani, 2004).
Hasil penelitian ini tidak menemukan hubungan yang bermakna secara
statistik antara status gizi dan zat gizi makro dalam makanan. Zat gizi makro
dalam makanan yang dianalisis dalam penelitian ini diantaranaya karbohidrat,
protein, lemak dan energi total makanan. Pola konsumsi tidak bisa menjelaskan
hubungannya dengan status gizi karena sebagian besar tingkat konsumsi dan
tingkat kecukupan zat gizi makro relatif sama (tidak ada beda) antar kelompok
status gizi, sehingga tidak bermakna saat diuji secara statistik. Rerata tingkat
kecukupan zat gizi makro telah mencukupi AKG dan berada dalam rentang
tingkat kecukupan cukup yaitu di antara rentan 80-120% AKG, hanya rerata
tingkat kecukupan lemak melebihi AKG yaitu 145%. Penimbunan lemak
berkontribusi pada status gizi lebih pada penelitian ini, yaitu 8% berdasarkan
IMT/U dan 29,3% berdasarkan LP.
Dalam penelitian ini pola makan remaja putri, camilan dan fast food
berkontribusi 36,83% dari total energi harian. Hal ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yaitu camilan berkontribusi 30% atau lebih dari total asupan kalori
64
remaja setiap hari. Tetapi camilan ini sering mengandung tinggi lemak, gula, dan
natrium dan dapat meningkatkan risiko kegemukan dan karies gigi. Tessmer et al.
berpendapat bahwa makanan ringan (camilan) hanya mengandalkan kalori,
sehingga remaja suka mengemil dan menjadi tidak makan makanan yang
mengandung zat gizi lengkap (Tessmer et al., 2006). Camilan memberikan
kontribusi lemak yang cukup besar bagi tubuh (Matthys et al., 2006). Pada
penelitian ini, camilan yang paling sering dikonsumsi pelajar putri SMA kelas 1
adalah keripik, coklat, dan chiki. Selain itu pelajar putri SMA juga gemar
mengkonsumsi fast food dan yang paling sering dikonsumsi adalah mie instan, ice
cream, ayam fast food, kentang goreng dan soft drink. Fast food sudah menjadi
tren di kalangan remaja perkotaan. Selain menjadi tempat makanan, restoran fast
food menjadi tempat kumpul favorit dengan teman (Irianto, 2014). Jenis-jenis
makanan fast food seperti pizza, hamburger, fried chicken dan french fries sering
dianggap sebagai lambang kehidupan modern oleh para remaja. Padahal berbagai
jenis fast food tersebut mengandung kadar lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi
disamping kadar garam. Konsumsi fast food bisa meningkatkan risiko bagi para
remaja untuk menjadi obesitas, sehingga konsumsinya harus dibatasi (Nurhaedar,
2012). Menurut hasil penelitian Fraser et al. remaja yang sering makan di restoran
cepat saji mengkonsumsi lebih banyak makanan yang tidak sehat dan cenderung
memiliki IMT lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak secara periodik
makan di restoran cepat saji (Fraser et al., 2011). Kebiasaan makan di restoran
cepat saji (sedikitnya seminggu sekali) berhubungan positif dengan diet tinggi
lemak dan IMT (Jeffery et al., 2006). Dalam penelitian ini,
65
tingginya konsumsi camilan dan fast food turut berkontribusi dalam kelebihan
tingkat kecukupan lemak total (145% AKG).
Pola makan remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Remaja
lebih menyukai makanan dengan kandungan natrium dan lemak yang tinggi tetapi
rendah vitamin dan mineral, seperti camilan dan fast food yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Makanan cemilan tersebut biasanya padat energi, tinggi natrium dan
lemak, serta rendah vitamin dan mineral (Antipatis dan Gill, 2001; David R,
2006). Selain itu rasa suka yang berlebihan terhadap makanan tertentu
menyebabkan kebutuhan gizi tak terpenuhi dengan optimal (Nurhaedar, 2012).
Pola makan remaja sering kali tidak menentu yang merupakan resiko terjadinya
masalah nutrisi. Kebiasaan makan yang sering terlihat pada remaja antara lain
makan camilan (makanan padat kalori), melewatkan waktu makan terutama
sarapan pagi, waktu makan tidak teratur, sering makan fast food, jarang
mengkonsumsi sayur, dan buah ataupun produk pertenakan (dairy food) serta
pengontrolan berat badan yang salah pada remaja putri. Hal tersebut dapat
mengakibatkan asupan makanan tidak sesuai kebutuhan dan gizi seimbang dengan
akibatnya gizi kurang atau gizi lebih (Irianto, 2014).
6.3 Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan Status Gizi
Pelajar putri SMA Kelas 1
Pada penelitian ini terdapat 12% status gizi pelajar putri SMA kelas 1 yang
tidak normal (malnutrisi), baik status gizi kurang maupun lebih. Pelajar putri
SMA kelas 1 mengalami gizi kurang akut sebanyak 4% dan KEK sejumlah
18,67%. Secara umum, kekurangan gizi menyebabkan beberapa gangguan dalam
66
proses pertumbuhan, mengurangi produktivitas kerja dan kemampuan
berkonsentrasi, struktur dan fungsi otak, pertahanan tubuh, serta perilaku
(Almatsier, 2009). Remaja awal yang mengalami gizi buruk dapat mengakibatkan
intelegensia rendah dan memberikan dampak pada penurunan prestasi akademik.
Bila masalah mengenai gizi buruk ini tidak mendapatkan perhatian secara khusus
maka para remaja akan menemui kesulitan dalam pencapaiaan prestasi akademik
yang baik dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas para remaja di
kemudian hari pada khusunya dan kualitas masyarakat pada umumnya
(Suryowati, 2005). Dampak yang lebih jauh, kekurangan asupan nutrisi juga dapat
mengakibatkan gangguan sistem reproduksi, seperti kejadiaan anemia dan
melahirkan bayi yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) di kemudian
hari. Masalah nutrisi ini terjadi karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
asupan nutrisi. Hal ini diperparah dengan adanya praktik pengontrolan berat
badan yang banyak dilakukan remaja dalam pola makannya yang akan
menyebabkan pemenuhan nutrisi yang kurang pada remaja. Pengontrolan berat
badan dan pembatasan asupan nutrisi pada remaja dihubungkan dengan beberapa
macam gejala diantaranya kelelahan, kegelisahan, periode menstruasi yang
irregular, konsentrasi melemah, lesu, dan prestasi belajar rendah (Ryde et al.,
2011).
Sementara itu, terdapat 8% pelajar putri SMA kelas 1 yang mengalami
obesitas sentral yang ditandai nilai z-score IMT/U lebih dari +2SD dan lingkar
perut >80 cm. Terdapat 29,33% pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini
yang mengalami sebaran lemak sentral yang ditandai dengan lingkar perut lebih
67
dari 80 cm yang merupakan resiko obesitas sentral. Gizi lebih (overweight) dapat
menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan pola makan (diet-related
disease) seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, stroke dan penyakit tidak
menular lainnya (non-communicable disease) (Irianto, 2014; WHO, 2013b) yang
dulu dianggap sebagai penyakit orang tua sekarang mulai terjadi pada usia
produktif. Saat ini semua umur memiliki resiko yang sama, karena berdasarkan
data yang ada sembilan juta kematian diakibatkan penyakit tidak menular (non-
communicable disease) yang terjadi sebelum usia 60 tahun akibat pola nutrisi dan
pola aktivitas fisik yang salah (WHO, 2013a). Hal ini yang menyebabkan
penurunan kualitas hidup dan angka harapan hidup. Berdasarkan hasil penelitian,
obesitas yang terjadi pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa
(Moreno, 2007).
Berdasarkan uraian di atas, terjadi beban ganda (double burden) masalah
gizi pelajar putri SMA kelas 1. Angka ini merupakan hasil dari
ketidakseimbangan asupan dan kebutuhan zat gizi dalam rentang waktu yang
cukup lama (Sayogo, 2006). Fenomena ini membutuhkan perhatian khusus. Gizi
kurang berakibat pada gangguan tumbuh kembang dan perkembangan
intelektualnya dan lebih jauh lagi sebagai persiapan remaja tersebut menjadi ibu.
Sedangkan gizi lebih berakibat pada penyakit-penyakit degeneratif.
Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan
masalah gizi, baik itu masalah gizi lebih maupun gizi kurang (Almatsier, 2009;
Riyadi, 1995). Gizi yang optimal dibutuhkan remaja untuk tumbuh kembangnya.
Status gizi baik memungkinkan perkembangan otak, pertumbuhan fisik,
68
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum menjadi maksimal (Almatsier,
2009). Gizi yang cukup merupakan suatu kebutuhan vital bagi manusia khususnya
remaja yang merupakan periode terjadinya perubahan fisik, fisiologis, dan peran
sosial yang signifikan. Status gizi pada remaja ini berpengaruh pada pertumbuhan
otak yang sangat diperlukan dalam proses kognitif dan intelektual. Hasil
penelitian sebelumnya di Ngagel, Jawa Tengah tahun 2005 menyatakan bahwa
nutrisi yang buruk dapat mengakibatkan partisipasi di sekolah yang kurang,
disertai dengan performa tidak baik di kelas (Suryowati, 2005).
Selain dilakukan uji bivariat dalam penelitian ini juga dilakukan analisis
multivariat dengan regresi linier. Pada uji bivariat, terdapat beberapa sub variabel
yang berhubungan dengan status gizi di antaranya status tinggal dan pengontrolan
berat badan, namun setelah dilakukan uji multivariat, hanya pengontrolan berat
badan yang berpengaruh terhadap status gizi remaja putri secara signifikan
berdasarkan ketiga indikator. Hasil uji multivariat akan didapatkan faktor yang
memiliki hubungan secara independen terhadap status gizi. Tingkat kecukupan
energi, protein, lemak dan karbohidrat tidak berkorelasi bermakna secara statistik,
karena secara garis besar pola makan yang dinilai dalam penelitian ini memiliki
nilai yang relatif sama di seluruh kategori status gizi sehingga saat dilakukan uji
statistik multivariat tidak didapatkan korelasi yang bermakna.
Menurut Katahn (1987) dalam Novikasari (2003), kegiatan fisik cukup besar
pengaruhnya terhadap kestabilan berat badan. Semakin aktif seseorang melakukan
aktivitas fisik, energi yang diperlukan semakin banyak (Novikasari, 2003).
Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuka metabolisme basal.
69
Selama melakukan aktivitas fisik, otot memerlukan energi untuk bergerak
sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk
mengedarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-
sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada banyaknya
otot yang bergerak, waktu, dan berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2001).
Semakin banyak aktivitas fisik yang dilakukan, maka semakin banyak energi yang
dibutuhkan oleh tubuh sehingga asupan nutrisi yang dibutuhkan lebih banyak
(Irianto, 2014).
Menurut Supariasa, status gizi dipengaruhi secara langsung oleh tingkat
konsumsi energi yang diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak. Energi
diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, utilisasi bahan makanan dan
aktivitas. Kebutuhan energi terutama dibentuk oleh karbohidrat dan lemak,
sedangkan protein untuk menyediakan asam amino bagi sintesis protein sel dan
hormon serta enzim untuk mengukur metabolisme (Supariasa, 2014). Pada
penelitian ini keempat sub variabel ini tidak berhubungan secara statistik dengan
status gizi, namun pada analisis stratifikasi dapat membuktikan bahwa
sebernarnya zat gizi berpengaruh terhadap status gizi seperti pada teori dan
penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini setelah dilakukan analisis stratifikasi
didapatkan hasil bahwa pada pelajar putri SMA dengan tingkat kecukupan energi
kurang yaitu tingkat kecukupan energi <80% AKG didapatkan hubungan yang
signifikan secara statistik dengan status gizi pada ketiga indikator, yang ditandai
nilai p<0,05. Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk mempertahankan hidup,
menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik (Kartosapoetra dan
70
Marsetyo, 2005). Energi dalam tubuh manusia dapat timbul karena adanya
pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak, sehingga manusia membutuhkan
zat-zat makanan yang cukup untuk memenuhi kecukupan energinya (Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2010). Apabila asupan energi kurang dari
kecukupan energi yang dibutuhkan maka cadangan energi yang terdapat di dalam
tubuh yang disimpan dalam otot akan digunakan (Gibson, 2005). Kekurangan
asupan energi ini apabila berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama maka
akan mengakibatkan menurunnya berat badan dan keadaan kekurangan zat gizi
yang lain (Gibney, 2007). Penurunan berat badan yang berlanjut akan
menyebabkan keadaan gizi kurang yang akan berakibat terhambatnya proses
tumbuh kembang (Irianto dan Waluyo, 2004). Dampak lain yang dapat timbul
adalah tinggi badan yang tidak mencapai ukuran normal dan mudah terkena
penyakit infeksi. Sedangkan konsumsi energi yang melebihi kecukupan dapat
mengakibatkan kenaikan berat badan dan apabila terus berlanjut maka akan
menyebabkan kegemukan dan resiko penyakit degeneratif (Soekirman, 2006).
Hasil analisis stratifikasi dapat disimpulkan semakin meningkat tingkat
kecukupan energi sebanyak 1% pada kelompok tingkat kecukupan energi kurang,
maka IMT/U akan meningkat 0,03 mendekati status gizi normal, LILA akan
meningkat 0,10 cm dan LP meningkat 0,22 cm. Namun hubungan ini tidak
berlaku ketika tingkat kecukupan energi telah mencukupi atau lebih dari 80%
AKG.
Selain itu, secara spesifik salah satu zat gizi makro yang berpengaruh dalam
pembentukan energi adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber energi
71
utama bagi tubuh sehingga digolongkan sebagai makanan pokok. Sumber
karbohidrat utama dalam pola makanan Indonesia adalah beras (Irianto, 2014).
Karbohidrat merupakan salah satu penyumbang energi terbesar dalam tubuh
(Sediaoetama, 2010) dan nasi merupakan sumber karbohidrat yang paling banyak
dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia (Paath et al., 2004).
Sama halnya pada penelitian ini, nasi merupakan sumber karbohidrat utama yang
paling sering dikonsumsi pelajar putri SMA. Konsumsi karbohidrat dapat
mempengaruhi status gizi karena karbohidrat berlebih akan disimpan dalam
bentuk glikogen dalam jaringan otot dan juga dalam bentuk lemak yang akan
disimpan dalam jaringan-jaringan adipose seperti perut, bagian bawah kulit
(Nazari, 2011). Penelitian sebelumnya di Kota Bengkulu juga didapatkan hasil
ada hubungan yang signifikan antara asupan total energi, asupan protein, asupan
lemak, dan asupan karbohidrat dengan status gizi (Wuryani, 2008). Analisis
lanjutan juga dilakukan terhadap tingkat kecukupan karbohidrat. Saat tingkat
kecukupan karbohidrat diuji statistik baik bivariat maupun multivariat tidak
didapatkan hasil yang bermakna signifikan secara statistik karena hubungan
antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi hanya terjadi pada
kelompok tingkat kecukupan karbohidrat kurang (<80% AKG). Pada tingkat
kecukupan karbohidrat kurang, semakin meningkat tingkat kecukupan karbohidrat
sebanyak 1% maka IMT/U akan meningkat 0,04 mendekati status gizi normal,
LILA meningkat 0,12 cm, dan LP meningkat 0,25 cm. Namun hubungan ini tidak
terjadi ketika tingkat kecukupan karbohidrat di atas 80%. Hasil analisis lanjutan
ini membuktikan adanya hubungan setelah dilakukan analisis stratifikasi sehingga
72
pada pelajar putri SMA kelas 1 dengan tingkat kecukupan zat gizi makro kurang
dari 80% AKG perlu mendapat perhatian khusus.
Variabel lain yang juga berpengaruh terhadap status gizi pada saat diuji
multivariat adalah pengontrolan berat badan. Rentang usia remaja putri
menyebabkan secara psikologis, penampilan menjadi faktor penting bagi remaja
sehingga mereka berusaha untuk meningkatkan perhatian terhadap bentuk
tubuhnya dengan melakukan sesuatu agar penampilan fisiknya terlihat lebih baik
(Tarwoto et al., 2010). Remaja putri biasanya lebih mementingkan penampilan,
mereka tidak ingin menjadi gemuk sehingga membatasi diri dengan memilih
makanan yang tidak mengandung banyak energi dan tidak mau makan pagi
(Ambarwati, 2012). Remaja putri umumnya menginginkan bentuk tubuh yang
langsing dan menginginkan tubuh yang ideal sehingga remaja mulai menyibukkan
dirinya untuk lebih memperhatikan bentuk tubuh khususnya terjadi pada remaja
putri (Boschi et al., 2003; Kusumajaya, et al., 2008; Santy, 2006). Dibandingkan
segmen usia yang lain pengontrolan berat badan yang tidak adekuat adalah
masalah yang paling umum dialami oleh remaja putri khususnya siswi SMA
(Irianto, 2014; Stang dan Story, 2005). Berdasarkan penelitian-penelitian
sebelumnya, remaja putri lebih mudah terpengaruh untuk melakukan prakitik
penurunan berat badan yang tidak sehat yang berujung pada penurunan status gizi
(Marita et al., 2001; Nan Sook, 2011).
Keadaan status gizi remaja pada umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan
makan (Thamrin et al., 2008). Pada penelitian ini didapatkan 29,3% remaja putri
melakukan pengontrolan berat badan dengan membatasi asupan makanan.
73
Ketidakpuasan body image pada remaja putri terjadi karena ketidaksesuaian
bentuk tubuhya dengan bentuk tubuh yang diinginkan. Masa pubertas pada remaja
putri diikuti dengan peningkatan lemak tubuh. Akibat adanya perubahan
komposisi tubuh menyebabkan remaja sering merasa tidak puas dengan bentuk
tubuhnya (Grogan, 2008). Ketidakpuasan terhadap bentuk badan ini dapat
mengarahkan remaja perempuan untuk melakukan praktik penurunan berat badan
yang tidak sehat dan melakukan pembatasan terhadap konsumsi makanannya,
bahkan melakukan pengontrolan berat badan yang ketat tanpa nasehat atau
pengawasan dari seorang ahli gizi atau ahli kesehatan. Akibatnya, asupan gizi
secara kuantitas dan kualitas tidak sesuai dengan AKG yang dianjurkan, sehingga
dapat berakibat pada penurunan status gizi (Kusumajaya et al., 2008; McMurray,
2003; Sarwono, 2010; Sayogo, 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011) .
Hasil penelitian oleh Sivert dan Sinanovic yang menyatakan bahwa
ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh lebih sering terjadi pada remsaja, khususnya
remaja putri, dibandingkan wanita dewasa. Hal tersebut dikarenakan remaja lebih
mudah dipengaruhi oleh media dan tren saat ini (Sivert et al., 2008). Remaja
cenderung melakukan praktik penurunan berat badan yang demi mendapatkan
tubuh ideal yang di tampilkan di berbagai media (Tucci dan Peters, 2008;
Vonderen, 2012) dan tekanan teman sebaya (Ryde et al., 2011). Pada diri remaja,
pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun
remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk
menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku
banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya. Faktor yang
74
mempengaruhi pola perilaku pengontrolan berat badan ini adalah tekanan teman
sebaya, tekanan media dan persepsi bahwa penurunan berat badan yang tidak
sehat tidak berbahaya bagi mereka (Ryde et al., 2011). Remaja tidak sadar hal
tersebut berbahaya karena mereka sedang dalam masa percepatan tumbuh
kembang (growth spurt) utamanya pada sistem reproduksi yang membutuhkan
asupan gizi terbaik.
Hasil penelitian ini menunjukkan pengontrolan berat badan memiliki
korelasi yang bermakna secara statistik dimana setiap remaja yang melakukan
pengontrolan berat badan maka z-score IMT/U remaja tersebut akan berkurang
1,58 mendekati z-score normal, LILA turun 4,2 cm dan LP turun 10,4 cm, namun
belum diketahui lebih jauh frekuensi, durasi dan derajat pengontrolan berat badan
yang dilakukan remaja putri sehingga dapat memberikan dampak pada nilai status
gizi pelajar putri SMA kelas 1. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut
tentang praktik pengontrolan berat badan pada remaja.
Pada dasarnya sangat penting bagi individu untuk mempertahankan berat
badan ideal karena dengan berat badan yang ideal, status kesehatan akan optimal.
Pemantauan berat badan secara berkala akan menjadi tindakan preventif terhadap
obesitas maupun KEK (Nurhaedar, 2012). Namun perlu diperhatikan cara
pengontrolan berat badan, pola konsumsi yang benar dan sehat, pola aktivitas
yang menunjang status gizi yang ideal, serta berat badan ideal berdasarkan tinggi
badan dan umur. Pada penelitian ini, sebagian besar remaja putri dengan status
gizi lebih melakukan pengontrolan berat badan (83,33%) namun beberapa remaja
75
putri dengan status gizi normal juga melakukan pengontrolan berat badan
(23,73%).
Dapat disimpulkan secara garis besar pola aktivitas fisik dan pola makan
remaja putri pada penelitian ini relatif hampir sama sehingga sulit dilihat
hubungannya pada uji statistik. Hal ini dikarenakan remaja memiliki karakteristik
yang sama. Perubahan psikis menyebabkan remaja sangat mudah terpengaruh
oleh teman sebaya. Remaja berusaha untuk menampilkan dirinya sesuai dengan
nilai-nilai yang dianut oleh kelompok sebayanya. Kelompok teman sebaya
mempengaruhi seorang remaja dalam berperilaku karena kelompok teman sebaya
merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang
berkaitan dengan gaya hidup (Papalia et al, 2001). Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian selanjutnya dengan stratifikasi yang lebih jelas saat
pengambilan sampling agar hubungan antar variabel lebih bermakna secara
statistik.
Model analisis pada penelitian ini menunjukkan 37,6% variasi nilai status
gizi berdasarkan IMT/U dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan
lemak, dan pengontrolan berat badan dan 62,4% dipengaruhi oleh faktor lain.
Sedangkan 34,6% variasi nilai status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan
LILA dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan energi, protein,
lemak, pengontrolan berat badan dan 65,4% dipengaruhi oleh faktor lain.
Terdapat 28,8% variasi nilai status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel
status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel status tinggal, pengontrolan berat
badan dan 71,2% dipengaruhi oleh faktor lain.
76
Faktor lain inilah di antaranya adalah residual confounder yang tidak turut
di teliti dalam penelitian ini, namun sebernarnya memiliki kontribusi yang besar
dalam mempengaruhi status gizi pelajar SMA putri, misalnya faktor sosial
ekonomi (pendapatan orang tua dan uang saku remaja putri), faktor genetik, dan
metabolisme makanan yang turut mempengaruhi status gizi remaja putri.
Konsumsi energi dan zat gizi dipengaruhi oleh umur, berat badan, tinggi badan,
pola dan kebiasaan makan, serta pendapatan (Kartosapoetra dan Marsetyo, 2005).
Pendapatan orang tua berhubungan dengan uang saku remaja putri dan daya
belinya terhadap makanan selama di luar rumah. Selain itu, kebiasaan hanya
menyukai satu jenis makanan tertentu, jarang sarapan pagi, lebih suka jajan,
merupakan kebiasaan tidak sehat yang sering dilakukan oleh remaja (Kurniasih,
2010; Soekirman, 2006). Lebih dari 50% faktor lain tidak diteliti dalam penelitian
ini berdasarkan ketiga indikator, sehingga dapat diteliti lebih lanjut.
Seiring dengan meningkatnya populasi remaja di Indonesia, masalah gizi
remaja perlu mendapatkan perhatian khusus karena berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi
dewasa (Nursari, 2010; Pudjiadi, 2005). Pembangunan nasional memerlukan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan penerapan gizi seimbang
(Depkes RI, 2005). Gizi yang baik akan menghasilkan SDM yang berkualitas,
sehat, cerdas dan produktif. Perbaikan gizi diperlukan pada seluruh siklus
kehidupan, mulai sejak masa kehamilan, bayi dan anak balita, pra sekolah, anak
SD, remaja dan dewasa sampai usia lanjut (Heath et al., 2005). Upaya
peningkatan status gizi untuk pembangunan SDM yang berkualitas harus dimulai
77
sedini mungkin (Calderón dan Villarreal, 2002; Choi, 2008). Hal ini menjadi
penting karena anak sekolah merupakan generasi penerus tumpuan bangsa
sehingga perlu dipersiapkan dengan baik kualitasnya dengan status gizi yang
seimbang (Joshi, 2011).
6.4 Keterbatasan
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menyebabkan data
relatif tidak ada beda sehingga dibutuhkan teknik sampling stratifikasi
berdasarkan hubungan yang akan dicari, baik beda status gizi, beda pola aktivitas
fisik, atau pun beda pola makan untuk melihat hubungan yang lebih bermakna
secara statistik.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
7.1.1 Terjadi beban ganda masalah gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain KEK
(18,67%), terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral.
Masalah gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 cenderung kearah gizi lebih.
7.1.2 Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa variabel status tinggal
bersamaan dengan variabel pola makan yaitu pengontrolan berat badan
berhubungan secara bermakna dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1
(p<0,05) berdasarkan ketiga indikator status gizi. Namun variabel aktivitas
fisik, tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat tidak
berhubungan bermakna secara statistik dengan status gizi pelajar SMA putri
kelas 1 (p>0,05). Tingkat kecukupan energi total dan karbohidrat
berhubungan bermakna dengan status gizi saat dilakukan uji stratifikasi pada
status gizi kurang (tingkat kecukupan <80% AKG).
7.1.3 Berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa variabel
pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna dengan status gizi
pelajar putri SMA kelas 1. Model pada analisis multivariat hanya dapat
menjelaskan <50% variasi status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 dan
sisanya dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini dan
menjadi residual counfounder.
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas
Petugas gizi dapat memberikan sosialisasi berkala tentang pola aktivitas
fisik yang seimbang dan pola makan yang baik untuk menunjang tumbuh
kembang remaja. Selain itu health promotion pada remaja juga lebih menekankan
tentang KEK dan obesitas. Sosialisasi tentang pengontrolan berat badan yang
sehat juga perlu diberikan kepada remaja khususnya remaja putri. Selain itu
sebaiknya dinas kesehatan memberikan perhatian khusus mengenai gizi remaja
dengan memberikan fasilitas khusus mengenai konsultasi gizi melalui posyandu
remaja dan mengintegrasikan program gizi remaja dengan program kesehatan
reproduksi yang telah ada. Deteksi status gizi remaja dapat dilakukan secara
berkala di sekolah kepada seluruh remaja untuk mencegah gizi kurang dan gizi
lebih pada remaja akibat kesalahan pola aktivitas fisik dan pola konsumsi.
7.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Pada penelitian ini ditemukan bahwa pola makan yang menunjukkan
korelasi yang bermakna signifikan secara statistik dengan status gizi remaja putri
adalah pengontrolan berat badan. Namun belum diketahui lebih jauh frekuensi,
durasi dan derajat pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja putri sehingga
dapat memberikan dampak pada nilai status gizi. Oleh karena itu, dibutuhkan
penelitian lebih lanjut tentang praktik pengontrolan berat badan pada remaja putri.
Selain itu penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti juga residual confounder
yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti variabel sosial ekonomi dan faktor
predisposisi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, Mestri, N.N dan Arsani, N.L.K.A. 2013. “Remaja Sehat Melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja Di Tingkat Puskesmas.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 9(1):66–73.
Almaeida, M.J, dan Blair, S.N. 2002. Hand Book of International and Food : Energy Assessment (Physical Activity). edited by C. D. Bardanier. USA: CRC Press.
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Amelia,.
Almatsier, S. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ambarwati, F.R. 2012. Gizi Dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu.
Amelia, F. 2008. “Konsumsi Pangan, Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi Pada Remaja Di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi.” Intitut Pertanian Bogor.
Antipatis, V.J, dan Gill, T.P. 2001. Obesity as a Global Problem. In: Bjortorp P. International Textbook of Obesity. UK: John Willey and sons.
Arisman. 2003. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: ECG.
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC Kedokteran.
Astrup. 2006. “Food for Thought or Thought for Food? – A Stakeholder Dialogue around the Role of the Snacking Industry in Addressing the Obesity Epidemic, Obesity Reviews.” 7:303–12.
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Kesehatan 2013. Jakarta: BPS. Retrieved (http://www.bps.go.id/eng/hasil_publikasi/statkes_2013/index3.php?pub=Statistik Kesehatan 2013).
Badjeber, F., Kapantouw, N.H. dan Punuh, M. 2009. “Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Gizi Lebih Pada Siswa SD Negeri 11 Manado.” Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado 11–14.
Borzekowski, D.L.G. dan Bayer, A.M. 2005. “Body Image and Media Use among Adolescents.” Adolescent medicine clinics 16(2):289–313. Retrieved October 15, 2014 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16111619).
Boschi, V., Siervo, M., D’Orsi, P., Margiotta, N., Trapanese, E., Basile, F.2003. “Body Composition, Eating Behavior, Food-Body Concerns and Eating Disorders in Adolescent Girls.” Ann Nutr Metab 47:284–93.
BPPK RI. 2013. Hasil Riskesdas 2013. Retrieved April 2, 2014 (http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil Riskesdas 2013.pdf).
BPS. 2013. “Badan Pusat Statistik Kota Denpasar.” Retrieved (http://denpasarkota.bps.go.id/web2015/frontend/Subjek/view/id/28#subjekViewTab3).
Cahyani, A.E. 2012. “Gambaran Aktivitas Fisik, Perilaku Sedentary Dan Status Kelebihan Berat Badan Pada Mahaisiwa Usia 18-20 Tahun Sebagai Faktor Risiko Sindroma Metabolik.” Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro 8007.
Calderón, dan Villarreal, A. 2002. “Assessment of Physical Education Time, and Aſter-School Outdoor Time in Elementary, and Middle School Students in South Mexico City: The Dilemma Between Physical Fitness, and The Adverse Health Effects of Outdoor Pollutant Exposure.” Archives of Environmental Health 57(5).
Chaput, dan Jean-Phillippe. 2007. “Short Sleep Duration Is Associated with Reduced Leptin Levels and Increased Adiposity: Result from the Quebec Family Study”. Obesity.” 15:253–61. Retrieved (http://www.nature.com/oby).
Chen, L.J. dan Po-Wen Ku. 2009. Weight Control Behaviors Among Taiwanese Adolescents.
Choi, E. 2008. “A Study on Nutrition Knowledge, and Dietary Behavior of Elementary School Children in Seoul.” Nutrition Research and Practice 2(4):308–16.
Cordeiro, Lamstein, Mahmud, dan Levinson. 2014. “Adolescent Malnutrition in Developing Countries: A Close Look at the Problem and at Two National Experiences.” SCN News (31). Retrieved November 10, 2014 (http://www.popline.org/node/174816).
David,R.J. Jr. 2006. “Fast Food and Sedentary Lifestyle: A Combination That Leads to Obesity.” Am J Clin Nutr 83:189–90.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2010. Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengukuran Dan Pemeriksaan. Jakarta.
Depkes Poltekes. 2010. Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta: PT Salemba Medik.
Depkes RI. 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar, Dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.
Dinas Kesehatan Kota Denpasar. 2013. Laporan Tahunan Dinaks Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2013. Denpasar.
Dinas Kesehatan Kota Denpasar. 2015. “Situs Dinas Kesehatan Kota Denpasar.” Retrieved (http://dinkes.denpasarkota.go.id).
Dinkes Kota Denpasar. 2015. Jumlah Tempat Makan Di Denpasar. Denpasar.
Dowshen, S. 2005. Healthy Habits For TV, Video Games and The Internet. Retrieved (http://www.kidshealth.org).
FKMUI. 2007. Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Fraser, L.K, Edwards, K.L, Cade, J.E dan Clarke, G.P. 2011. “Fast Food, Other Food Choices and Body Mass Index in Teenagers in the United Kingdom (ALSPAC): A Structural Equation Modelling Approach.” Int J Obes (Lond) 35(10):1325–30.
Gibney, M. 2007. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gibson, R.S. 2005. Principle of Nutritional Evaluation. 2nd ed. New York: Oxford.
Goran, M.I, dan Sothern, M. 2006. Handbook of Pediatric Obesity: Etiology, Pathophysiology and Prevention. USA: CRC Press, Taylor & Francis Group.
Gouado, I., Tetanye, E., dan Zolo, P.H. 2010. “Nutritional Status, Food Habits and Energy Profile Of Young Adult Cameroonian University Students.” African Journal of Food Science 4(12):748–53.
Graha, C.K. 2010. 100 Questioner and Answers : Kolesterol. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Grogan, S. 2008. Body Image, Understanding Dissatisfaction in Men, Women, and Children. New York: Routledge.
Guthrie, H. A. dan Picciano, M.F. 1995. Human Nutrition. Mosby Year Book: Missouri.
Hasdianah, Sandu Siyoto, dan Yuli Perstyowati. 2014. Pemanfaatan Gizi, Diet, Dan Obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Heath, L.D., dan Panaretto, S.K. 2005. “Original Article Nutrition Status of Primary School Children in Townsville.” Aust. J. Rural Health 13:282–89.
Hegarty, V. 1996. Nutrition, Food and Environment. USA: Eagon Press, Minnesotta, USA.
Heni. 2013. Riset Pengguna Social Media 2013. Jakarta. Retrieved (http://artikelinformasi.com/riset-pengguna-social-media-2013/).
Hitchock, J., Schubert, P., dan Thomas, S. 1999. Community Health Nursing: Caring in Action. Delmar Publishers: International Thomson Publishing Company.
Indriasari, R. 2013. “Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2013.” Universitas Hasanuddin Makassar.
Irianto, K. 2014. Gizi Seimbang Dalam Kesehatan Reproduksi. 1st ed. Bandung: Alfabeta.
Irianto, K. dan Waluyo, K. 2004. Gizi Dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: CV. Yrama Widya.
Isnainiyah, I. 2012. Internet Sosial Media Dan Globalisasi. Retrieved (https://www.academia.edu/7019763/Internet-Sosial_Media-dan-Globalisasi_Internet_Social_Media_and_Globalization_Effects_to_Indonesian_Students_).
Jayanti, L.D., Effendi,Y.H., dan Sukandar, D. 2011. “Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Serta Perilaku Gizi Seimbang Ibu Kaitannya Dengan Status Gizi Dan Kesehatan Balita Di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.” Jurnal Gizi dan Pangan 6(3):192–99.
Jeffery, R.W., Baxter, J., McGuire, M., dan Linde, J. 2006. “Are Fast Food Restaurants an Environmental Risk Factor for Obesity?” International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 3(2).
Joshi, H.S. 2011. “Determinants of Nutritional Status of School Children. A Cross Sectional Study in the Western Region of Nepal.” NJIRM 2(1):10–15.
Kartosapoetra, M. 2005. Ilmu Gizi: Korelasi Gizi, Kesehatan, Dan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Kathlen, M. dan Sylvia, E.S. 2008. Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy. 12th ed. Philadelphia: Saunders.
Kemenkominfo. 2013. Pengguna Internet Di Indonesia 63 Juta Orang. Jakarta. Retrieved(http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker#.VCgjRVcXKfM).
Kementerian Kesehatan Indonesia. 2013. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas 2013. Jakarta. Retrieved (www.litbang.depkes.go.id).
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Kerangka Kebijakan: Gerakan Nasional Sadar Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan. Jakarta.
Khomsan, A. 2004. Peranan Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT. Grasindo.
Kurniasih. 2010. Sehat Dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: PT Gramedia.
Kurniawan, F. dan Karyono, T.H. 2010. “Ekstra Kurikuler Sebagai Wahana Pembentukan Karakter Siswa Di Lingkungan Pendidikan Sekolah.” 1–17. Retrieved (http://101.203.168.85/sites/default/files/132313281/semornas fik uny %28Faidillah 1%29.pdf).
Kusumajaya, N.A, Wiardani, N.K., dan Juniarsana, I.W. 2008. “Persepsi Remaja Terhadap Body Image Kaitannya Dengan Pola Konsumsi Makan.” Jurnal Skala Husada 5(2):.114–25.
Lazzeri, G., Casorelli, A., Giallombardo, D., Grasso, A., Guidoni, C., Menoni, E., Giacchi, M. 2006. 2006. “Nutritional Surveillance in Tuscany: Maternal Perception of Nutritional Status of 8-9 Y-Old School-Children.” Journal of Preventive Medicine And Hygiene 47:16–21.
Mahardikawati dan Katrin, R. 2008. “Aktifitas Fisik, Asupan Energi, Dan Status Gizi Wanita Pemetik Teh Di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat.” Jurnal Gizi dan Pangan 3(2):79–85.
Marita, M.C. dan Lina, R. 2001. “Parent, Peer, And Media Influences On Body Image And Strategies To Both Increase And Decrease Body Size Among Adolecent Boys And Girls.” Adolescent medicine clinics 36(142).
Matthys, C., DeHaneuw, S., Bellemans, M., DeMaeyer, M. dan DeBacker, G. 2006. “Breakfast Habits Affect Overall Nutrient Profiles in Adolescents. In : The Adolescents’ Diet from a Public Health Perspective.” 53–69.
McMurray, A. 2003. Community Health and Wellness: A Socioecological Approach. 2nd ed. USA: St. Louis USA: Mosby Year Company.
Medawati, A., Hadi, H., dan Pramantara, I. 2005. “Hubungan Antara Asupan Energi, Asupan Lemak, Dan Obesitas Pada Remaja SLTP Di Kota Yogyakarta Dan Di Kabupaten Bantul.” Jurnal Gizi Klinik Indonesia 1(3):119–29.
Mohamad, A. 2013. “Di 5 Media Sosial Ini Orang Indonesia Pengguna Terbesar.” Merdeka. Retrieved ( http://www.merdeka.com/uang/di-5-media-sosial-ini-orang-indonesia-pengguna-terbesar-dunia.html ).
Moore, H.L. 1998. Feminisme Dan Anropologi. Jakarta: OBOR (Anggota IKAPI).
Moreno, L. 2007. “Assessing, Understanding And Modifying Nutritional Status, Eating Habits And Physical Activity In European Adolescents: The Helena (Healthy Lifestyle In Europe By Nutrition In Adolescence) Study.” Public Health Nutrition 11(3):288–99.
Mueller, A.S., Pearson, J., Muller, C., Frank, K., dan Turner, A.. 2010. “Sizing up Peers: Adolescent Girls’ Weight Control and Social Comparison in the School Context.” Journal of Health and Social Behavior 51(1):64–78.
Mujur, A. 2011. Hubungan Antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Berat Badan Lebih Pada Remaja (Thesis). Semarang.
Nan Sook, Y. 2011. “A Study on Perceived Weight , Eating Habits , and Unhealthy Weight Control Behavior in Korean Adolescents.” International Journal of Human Ecology 12(December):13–24.
Nazari, P.E. 2011. “Hubungan Antara Body Image, Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizidan Kejadian Dysmenorrhea Primer Anak Perempuan Yang Mengalami Menarche Pada Usia ≤12 Tahun.” (Thesis). Universitas Airlangga.
Neumark-Sztainer, D., Patterson, J., Mellin, A., Ackard, D.M., Utter, J., Story, M., dan Sockalosky, J. 2002. “Weight Control Practices and Disordered Eating Behaviors Among Adolescent Females and Males With Type 1 Diabetes: Associations with Sociodemographics, Weight Concerns, Familial Factors, and Metabolic Outcomes.” Diabetes Care 25(8):1289–96.
Notoatmodjo, S. 2010. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Novianingsih, E. 2012. “Hubungan Antara Beberapa Indikator Status Gizi Dengan Tekanan Darah Pada Remaja.” Journal of Nutrition College 1:169–75.
Novikasari, M. 2003. “Perubahan Berat Badan Dan Status Gizi Mahasiswa Putra Jalur USMI Tahun 2002 Pada Empat Bulan Pertama Di IPB.” (Thesis). Institut Pertanian Bogor.
Novitasary, M.D., Mayulu, N., dan Kawengian, S.E. 2013. “Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Obesitas Pada Wanita Usia Subur Peserta Jamkesmas Di Puskesmas Wawonasa Kecamatan Singkil Manado.” Jurnal e-Biomedik 1(2):1040–46.
Nurani, G.S. 2004. “Analisis Hubungan Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat Dan Serat Dengan Indeks Massa Tubuh Cdc Pada Siswa SLTA.” (Thesis). Universitas Diponegoro.
Nurcahyani, F.D. 2014. “Hubungan Antara Body Image Dan Konsumsi Makanan Dengan Status Gizi Remaja Putri.” (Thesis). Universitas Negeri Jember.
Nurfaridah, S. dan Sulistyowati, E. 2008. “Obesity Pada Anak SMP Islam Al-Azhar 14 Semarang.” (Thesis). Universitas Diponegoro.
Nurhaedar, J. 2012. “Perilaku Gizi Seimbang Pada Remaja.” (Thesis). Universitas Hasanuddin.
Nursari, D. 2010. “Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri SMP Negeri 18 Kota Bogor Tahun 2009.” (Thesis).Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Paath, E.F., Rumdasih, Y., dan Heryati. 2004. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: ECG.
Pahlevi, A.E. 2012. “Determinan Status Gizi Pada Siswa Sekolah Dasar.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 7(2):122–26.
Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D. 2001. Human Development. 8th ed. Boston: McGraw-Hill.
Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D. 2010. “Day Type and the Relationship between Weight Status and Sleep Duration in Children and Adolescent.” Australian and New Zealand Journal of Public Health 34(2).
Pemerintah Kota Denpasar. 2015. “Situs Resmi Pemerintah Kota Denpasar.” Retrieved April 26, 2015 (http://www.denpasarkota.go.id/index.php/selayang-pandang/2/Kondisi-Geografi).
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Pudjiadi, S. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Purwati, S. 2005. Perencanaan Menu Untuk P Enderita Kegemukan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rahmi, N., Azrimaidaliza, dan Edmon. 2009. “Determinan Status Gizi Remaja Putri Di MAN Model.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 3(2):72–76.
Restiani, N. 2012. “Hubungan Citra Tubuh, Asupan Energi Dan Zat Gizi Makro Serta Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa SMP Muhammadiyah. (Thesis).31 Jakarta Timur.”
Rina, R., and Woro Oktia. 2008. “Kebiasaan Makan Fast Food, Konsumsi Serat Dan Status Obesitas Pada Remaja.” Jurnal Kemas 3(2):185–95.
Riskesdas. 2010. Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS ) Tahun 2010. Jakarta.
Riyadi, H. 1995. “Metode Penelitian Dan Pengukuran Status Gizi. Diktat Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga.” (Thesis).Institut Pertanian Bogor.
Rosita, A. 2012. “Sedentary, Gaya Hidup Nyaman Yang Mengancam Kesehatan.” Kompas Internasional. Retrieved January 30, 2015 (http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/02/27/sedentary-gaya-hidup-nyaman-yang-mengancam-kesehatan-442706.html).
Ryde. 2011. “Disordered Eating and Unhealthy Weight Reduction Practices among Adolescent Females.” North, Health Sciences, and Kings Cross. 756(1996):748–56.
Sada, M., Hadju, V. dan Djunaedi, M.D. 2012. “Hubungan Body Image, Pengetahuan Gizi Seimbang, Dan Aktifitas Fisik Terhadap Status Gizi Mahasiswa Politeknik Kesehatan Jayapura.” Media Gizi Masyarakat Indonesia, 2(1):44–48.
Santy, R. 2006. “Determinan Indeks Massa Tubuh Remaja Putri Di Kota Bukit Tinggi.” Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 1(3):134–38.
Sarwono, S.W. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: PT.Raja Grafindo; 2010.
Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.
Sayogo, S. 2011. Gizi Remaja Putri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sediaoetama, A. 2010. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.
Sherwood, Jeffery, French, Hannan, dan Murray. 2000. “Predictors of Weight Gain in the Pound of Prevention Study.” International Jurnal Obesity. 24:395–403.
Sivert, S.S., Sinanovic, dan Osman. 2008. “Dissatisfaction-Is Age A Factor.” Journal Series Philosophy, Psychology, and History 7(1):55–61.
Soekirman. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Spear, B. 1996. Adolescent Growth and Development Dalam Adolescent Nutrition Assessment and Management. New York: Chapman and Hall, New York.
Stang, J., dan Story, M. 2005. “Understanding Adolescent Eating Behavior.” Departement of Health and Human Services US p.1–15;101–2;155. 18.
Subardja, D. 2005. Obesitas Pada Anak, Penyakit Masa Depan Yang Terabaikan Yang Disampaikan Dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Dietetic II, Bandung. Bandung.
Sudibjo, P, Arovah, N.I., dan Lakmi, R. 2013. “Tingkat Pemahaman Dan Survei Level Aktivitas Fisik, Status Kecukupan Energi Dan Status Antropometrik Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga FIK UNY.” Medikora 11(2):183–203.
Suhardjo, H, dan Riyadi, H. 1998. Survey Konsumsi Pangan. Bogor.
Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Supariasa, I.D.N. 2013. Pendidikan & Konsultasi Gizi. edited by Dwi Widiarti. Jakarta: EGC.
Supariasa, I.D.N. 2014. Penilaian Status Gizi. edited by Monica Ester. Jakarta: EGC.
Suryaputra, Kartika, dan Rahayu. 2012. “Perbedaan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Antara Remaja Obesitas Dengan Non Obesitas.” Makara Kesehatan 16:45–50.
Suryowati, D.I. 2005. “Pengaruh Status Gizi Terhadap Prestasi Akademik Siswa Usia 10-12 Tahun SDN Ngagel.”(thesis).
Taheri, S., Lin, L., Austin, D., Young, T., dan Mignot, E. 2004. “Short Sleep Duration Is Associated with Reduced Leptin, Elevated Ghrelin, and Increased Body Mass Index.” PLoS Med 1(3): e62. doi:10.1371/journal.pmed.0010062.
Tarwoto, R.A., Nuraeni, A., Miradwiyana, B., dan Nurbayani, S. 2010. Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika.
Tessmer, K.A, Beecher, M., dan Hagen, M. 2006. Conquering Childhood Obesity for Dummies. Indiana: Indianapolis.
Thamrin, M.H, Kusharto, C.M. dan Setiawan, B. 2008. “Kebiasaan Makan Dan Pengetahuan Reproduksi Remaja Putri.” Jurnal Gizi dan Pangan; 3:124–31.
Thøgersen-ntoumani, C., Cumming, J., dan Chatzisarantis, L.D. 2011. “When Feeling Attractive Matters Too Much to Women: A Process Underpinning the Relation between Psychological Need Satisfaction and Unhealthy Weight Control Behaviors.” Motivation and Emotion Springer 35(4):413–22.
Triwinarto, A, Muljati, S., dan Jahari, A.B. 2012. “Cut-Off Point Indeks Massa Tubuh (IMT) Dan Lingkar Perut Sebagai Indikator Risiko Diabetes Dan Hipertensi Pada Orang Dewasa Di Indonesia.” Penel Gizi Makan 2012 35(2):119–35.
Tucci, S. dan Peters, J. 2008. “Media Influences on Body Satisfaction in Female Students.” Psicothema. vol. 20, (4), 20:521–24.
Virgianto, G. dan Purwaningsih, E. 2006. “Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obestias Pada Remaja.” (Thesis). Universitas Diponegoro.
Vonderen, K.E. 2012. “Media Effects on Body Image : Examining Media Exposure in the Broader Context of Internal and Other Social Factors.” American Communication Journal. 41 14(2):41–57.
Whitney, E. N., Cataldo, C.B., dan Rolfes, S.R. 1990. Weight Control : Over Weight and Under Weight. Fifth Edit. USA: West/Wadsworth, USA.
WHO. 2013a. Noncommunicable Diseases. Retrieved (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/).
WHO. 2013b. Turning the Tide of Malnutrition : Responding to The Challange of the 21 Th Century.
Widajanti, L. 2009. Survei Konsumsi. Semarang: BP UNDIP Semarang.
Wuryani, W. 2008. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Remaja Putri SMAN Di Kota Bengkulu Tahun 2007.” (Thesis). Universitas Gadjah Mada.
Lampiran 1. Penjelasan Kepada Calon Responden
PENJELASAN PENELITIAN
JUDUL : HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA DI DENPASAR UTARA
PENELITIAN : NABILA ZUHDY
LATAR BELAKANG
Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan. Status gizi
remaja yang baik sangat dibutuhkan untuk proses tumbuh kembang remaja
yang maksimal. Permasalahan yang kemudian muncul pada remaja adalah
terjadinya gizi buruk dan gizi lebih yang dipengaruhi beberapa faktor,
diantaranya pola aktivitas dan pola makan. Gizi buruk dapat mengakibatkan
intelegensia rendah dan memberikan dampak pada penurunan prestasi
akademik dan lebih jauh, kekurangan asupan nutrisi juga dapat mengakibatkan
gangguan sistem reproduksi, seperti kejadiaan anemia dan melahirkan bayi
yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) di kemudian hari. Sedangkan
pada gizi lebih dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes, penyakit
jantung, hipertensi, stroke dan penyakit tidak menular lainnya. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui hubungan pola aktivitas dan pola makan dengan
status gizi pada remaja perempuan di Denpasar Utara.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Tujuan umun dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada remaja putri di
Denpasar Utara.
Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan pola aktivitas fisik remaja dengan status gizi remaja
putri di Denpasar Utara.
b. Mengetahui hubungan pola makan remaja dengan status gizi remaja putri
di Denpasar Utara.
MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Praktis
Penelitian hubungan antara pola aktivitas fisik dan pola makan dengan
status gizi pada remaja putri diharapkan akan menjadi informasi yang
penting untuk mengembangkan strategi pendekatan kepada remaja dan
pengembangan program untuk remaja terkait pemenuhan nutrisi.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian mengenai hubungan antara pola aktivitas fisik dan pola makan
dengan status gizi pada remaja putri diharapkan memberikan tambahan
informasi yang berguna untuk kepentingan penelitian selanjutnya yaitu
penelitian kualitatif mengenai faktor internal dan eksternal status gizi
remaja serta praktik pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja dan
pola makan remaja yang tidak sehat (fast food).
PROSEDUR PENELITIAN
Keikutsertaan Anda dalam penelitian ini akan terdiri dari:
1. Pengisian kuesioner
2. Wawancara yang akan berlangsung sekitar 20-30 menit. Anda dapat
mengundurkan diri dari penelitian ini atau menolak menjawab pertanyaan
yang tidak Anda sukai. Selama wawancara, kami akan menanyakan hal-
hal tentang diri Anda yang mungkin menurut Anda bersifat pribadi dan
sensitif. Kami akan melakukan segala hal untuk menjaga kerahasiaan dan
anonimitas Anda.
3. Kemudian kami akan melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan,
lingkar lengan atas, dan lingkar perut.
KOMPLIKASI
Tidak ada komplikasi yang akan terjadi saat Anda menjadi responden
dalam penelitian ini karena Anda hanya akan diwawancarai dan mengisi
kuesioner serta diukur berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan
lingkar perut.
KERAHASIAAN
Kerahasiaan jawaban akan kami jamin. Semua informasi yang
dikumpulkan akan disimpan hanya dengan mencantumkan kode, dimana nama
Anda sama sekali tidak akan ada di data penelitian ini. Selain itu data
penelitian juga akan ditempatkan pada tempat yang aman dan dengan cara
sedemikian rupa, sehingga informasi itu tidak dapat dikaitkan dengan Anda.
Jawaban Anda juga tidak akan berpengaruh pada nilai Anda di kelas.
Lampiran 2. Formulir Persetujuan
FORMULIR PERSETUJUAN
Setelah mendapat penjelasan secara lisan dan tertulis, dengan ini saya
menyatakan bahwa saya bersedia ikut serta dalam penelitian ini. Apabila saya
merasa dirugikan dikemudian hari, saya berhak menarik diri dari penelitian ini
setiap saat.
Denpasar, ........................................
Yang membuat persetujuan,
Responden,
(Tanda tangan dan nama terang)
Pengambil Data,
(Tanda tangan dan nama terang)
Lampiran 3. Formulir Penelitian
FORMULIR PENELITIAN HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK
DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR
PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA
Pengenalan Tempat (diisi oleh fasilitator)
Kode Sekolah Tanggal Pengambilan Data
(dd/mm/yyyy)
__/__/ __
Nama Pengumpul data
Tanda tangan pengumpul data
Blok 1. Karakteristik
101 Tanggal lahir (dd/mm/yyyy) __/__/____
102 Dimana Anda tinggal 1. Rumah orangtua 2. Kos 3. Saudara (selain orang tua) 4. Lainnya, (sebutkan _____________)
103 Berapa lama Anda tidur dalam sehari? (dalam jam) 1. Tidur siang ____________________ jam 2. Tidur malam __________________ jam
104 Berat badan (dalam kilogram), tinggi badan (dalam cm), lingkar lengan atas (dalam cm), lingkar perut (dalam cm) BB : ____________ kg
TB : ____________ cm
LLA : ____________ cm
Lingkar perut : ____________ cm
Blok 2. Pengontrolan berat badan yang tidak sehat (unhealthy weight control)
201 Apakah Anda melakukan praktik diet (mengontrol berat badan) dalam setahun terakhir ?
1. Ya 2. Tidak
202
Apakah Anda hanya memakan beberapa jenis makanan (pantang makan) untuk menurunkan berat badan? jika TIDAK, lanjut pertanyaan 203
1. Ya 2. Tidak
203 Makanan apa saja yang pantang Anda makan? (sebutkan)
Blok 3. Adolescent Physical Activity Recall Questionnaire (APARQ) atau Kuesioner Aktivitas Fisik Remaja
A. Aktivitas Fisik Terorganisir
Ini adalah beberapa pertanyaan tentang olahraga terorganisir dan permainan yang Anda lakukan di sekolah, sebelum dan setelah sekolah dan pada akhir pekan. TIDAK TERMASUK LIBUR SEKOLAH. Silakan pikirkan seminggu yang normal dan menulis dalam tabel di bawah ini: olahraga atau permainan yang biasanya Anda lakukan, berapa kali dalam seminggu biasanya Anda melakukannya, dan jumlah waktu yang biasa Anda habiskan untuk melakukannya. Jika Anda tidak melakukan kegiatan yang terorganisasi, silakan menulis " nol " pada baris pertama tabel
No Olahraga
Frekuensi (Jumlah kali per
minggu yang Anda melakukannya)
Durasi (Jumlah waktu yang
dihabiskan setiap kali Anda melakukannya)
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
B. Aktivitas Fisik Yang Tidak Terorganisir Ini adalah beberapa pertanyaan tentang olahraga terorganisir dan permainan yang Anda lakukan di sekolah , sebelum dan setelah sekolah dan pada akhir pecan. TIDAK TERMASUK LIBUR SEKOLAH. Silakan pikirkan seminggu yang normal dan menulis dalam tabel di bawah ini : olahraga atau permainan yang biasanya Anda lakukan, berapa kali dalam seminggu biasanya
Anda melakukannya, dan jumlah waktu yang biasa Anda habiskan untuk melakukannya. Jika Anda tidak melakukan kegiatan yang terorganisasi, silakan menulis " nol " pada baris pertama tabel.
No
Olahraga
Frekuensi (Jumlah kali per
minggu yang Anda melakukannya)
Durasi (Jumlah waktu yang dihabiskan setiap kali Anda melakukannya)
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
C. Aktivitas Fisik Lainnya Ini merupakan aktivitas fisik lainnya di luar kegiatan yang sudah Anda tuliskan di atas, misalnya ekstrakurikuler dan les tambahan.
No Kegiatan
Frekuensi (Jumlah kali per
minggu yang Anda melakukannya)
Durasi (Jumlah waktu yang
dihabiskan setiap kali Anda melakukannya)
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Blok 5. Kuesioner Semikuantitatif Frekuensi Pangan
Nama Makanan Berat
(gram) Porsi S
Frekuensi Porsi Rata-rata
Berat
x/H
x/M
x/B
x/T
K S B x/H g/H
A. Sumber Karbohidrat Nasi 100 ¼ gls Roti Tawar 80 4 lb Singkong 120 1,5 ptg Ubi Jalar 150 1 bj Biskuit 40 4 bh Bihun 50 ½ gls Kentang 200 2 bh Gula pasir 10 1 sdm B. Sumber Protein Hewani Daging Ayam 50 1 ptg Daging Sapi 50 1 ptg Daging Bebek 50 1 ptg Daging Kambing 50 1 ptg Daging Babi 50 1 ptg Telur Ayam 50 1 btr Telur Bebek 60 1 btr Telur bebek asin 60 1 btr Ikan Asin 15 1 ptg Ikan Lele 40 ½ ekor Ikan Bandeng 25 1 ptg Bakso 170 10 biji Udang 35 5 ekor Susu bubuk 8 1 sdm Susu Sapi 200 1 gls C. Sumber Protein Nabati Tempe 25 1 ptg Tahu 75 1 bj Kacang Hijau 20 2 sdm D. Sayuran
Bayam 25 1 sdm Kangkung 75 ¾ gls Wortel 50 1 ptg Tomat 25 1 bh Sawi Hijau 60 ¾ gls Tauge 70 1 gls Terong 30 1 sdm Buncis 20 1 sdm Kacang Panjang 10 1 sdm Kembang Kol 12 1 sdm Labu Siam 20 1 sdm
E. Buah-buahan
Jambu Biji 75 1 bh Jambu Air 40 1 bh Apel 85 ½ bh
Mangga 90 ½ bh Jeruk 110 1 bh Pisang 50 1 bh Pepaya 110 1 ptg Nanas 95 1 ptg Duku 80 8 bh Manggis 80 1 bh Anggur 165 8 bh Nangka 45 3 bh Rambutan 75 4 bh Semangka 180 1 ptg Belimbing 140 1 bh Melon 150 1 ptg Alpukat 60 ½ bh
F. Serba-serbi
Teh 5 1 sdm Kopi 5 1 sdm Sirup 10 1 sdm Madu 15 1 sdm G. Camilan
H. Lainnya
Keterangan: bh=buah, sdm=sendok makan, prg=piring, gls=gelas, ptg=potong, lbr=lembar, btr=butir.
Blok 6. Konsumsi Fast Food
Nama Makanan Berat
(gram) Porsi
Frekuensi Porsi Rata-rata
Berat
x/H
x/M
x/B
x/T
K S B x/H g/H
Fast Food Ayam goreng Kentang goreng Burger Pizza Spaggetti Donat Mie instan
Soda Soda
Lainnya
Lampiran 4. Protokol Pengukuran Antropometri
PROTOKOL PENGUKURAN ANTROPOMETRI
Berikut cara pengukuran antropometri responden (Departemen Kesehatan RI,
2007).
1. Pengukuran Berat Badan
a. Alat: timbangan berat badan digital.
Timbangan berat badan digital sangat sederhana penggunaannya, namun
diperlukan pelatihan petugas agar mengerti dan dapat menggunakannya secara
sempurna. Pedoman penggunaan timbangan berat badan ini harus dipelajari
dengan benar untuk hasil yang optimal. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam
menggunakan timbangan digital.
b. Persiapan
1) Ambil timbangan dari kotak karton dan keluarkan dari bungkus
plastiknya
2) Letakan alat timbang pada lantai yang datar
3) Responden yang akan ditimbang diminta membuka alas kaki dan jaket
serta mengeluarkan isi kantong yang berat.
c. Prosedur penimbangan responden dewasa
1) Responden diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di
tengah alat timbang tetapi tidak menutupi jendela baca .
2) Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang, sikap
tenang (jangan bergerak-gerak) dan kepala tidak menunduk (memandang
lurus kedepan)
3) Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan tunggu sampai
angka tidak berubah (statis)
4) Catat angka yang terakhir (ditandai dengan munculnya tanda bulatan O
diujung kiri atas kaca display) dan isikan pada kolom:
5) Minta responden turun dari alat timbang
6) Alat timbang akan off secara otomatis.
7) Untuk menimbang responden berikutnya, ulangi prosedur 1 s/d 6.
Demikian pula untuk responden berikutnya.
2. Pengukuran Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan (cm) dimaksudkan untuk mendapatkan data tinggi
badan semua kelompok umur, agar dapat diketahui status gizi penduduk.
a. Alat : microtoise dengan kapasitas ukur 2 meter dan ketelitian 0,1 cm.
b. Persiapan (cara memasang microtoise) :
1) Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang microtoise di
dinding agar tegak lurus.
2) Letakan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari bandul tersebut
dan menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan
(rata).
3) Tarik papan penggeser tegak lurus keatas, sejajar dengan benang
berbandul yang tergantung dan tarik sampai angka pada jendela baca
menunjukkan angka 0 (nol). Kemudian dipaku atau direkat dengan lakban
pada bagian atas microtoise. Untuk menghindari terjadi perubahan posisi
pita, beri lagi perekat pada posisi sekitar 10 cm dari bagian atas
microtoise.
c. Prosedur pengukuran tinggi badan
1) Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup
kepala).
2) Pastikan alat geser berada diposisi atas.
3) Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.
4) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit
menempel pada dinding tempat microtoise di pasang.
5) Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas.
6) Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden.
Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam
keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada
dinding.
7) Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar
(ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis
merah, sejajar dengan mata petugas.
8) Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di
atas bangku agar hasil pembacaannya benar.
9) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka dibelakang
koma (0,1 cm). Contoh 157,3 cm; 160,0 cm; 163,9 cm.
Keterangan : Keterbatasan microtoise adalah memerlukan tempat dengan
permukaan lantai dan dinding yang rata, serta tegak lurus tanpa tonjolan atau
lengkungan di dinding. Bila tidak ditemukan dinding yang rata dan tegak lurus
setinggi 2 meter, cari tiang rumah atau papan yang dapat digunakan untuk
menempelkan microtoise.
3. Pengukuran LILA
Pengukuran lingkar lengan atas dimaksudkan untuk mengetahui prevalensi
wanita usia subur umur 15–45 tahun dan ibu hamil yang menderita Kurang Energi
kronis (KEK).
a. Alat : pita LILA sepanjang 33 cm dengan ketelitian 0,1 cm atau meteran
kain.
b. Persiapan
1) Pastikan pita LILA tidak kusut, tidak terlipat-lipat atau tidak sobek
2) Jika lengan responden > 33cm, gunakan meteran kain
3) Responden diminta berdiri dengan tegak tetapi rileks, tidak memegang
apapun serta otot lengan tidak tegang
4) Baju pada lengan kiri disingsingkan keatas sampai pangkal bahu terlihat
atau lengan bagian atas tidak tertutup.
c. Pengukuran
Sebelum pengukuran, dengan sopan minta izin kepada responden bahwa
petugas akan menyingsingkan baju lengan kiri responden sampai pangkal
bahu. Bila responden keberatan, minta izin pengukuran dilakukan di dalam
ruangan yang tertutup.
1) Tentukan posisi pangkal bahu.
2) Tentukan posisi ujung siku dengan cara siku dilipat dengan telapak tangan
ke arah perut.
3) Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan
menggunakan pita LILA atau meteran, dan beri tanda dengan
pulpen/spidol (sebelumnya dengan sopan minta izin kepada responden).
Bila menggunakan pita LILA perhatikan titik nolnya.
4) Lingkarkan pita LILA sesuai tanda pulpen di sekeliling lengan responden
sesuai tanda (di pertengahan antara pangkal bahu dan siku).
5) Masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LILA.
6) Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar.
7) Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita LILA (kearah
angka yang lebih besar).
8) Tuliskan angka pembacaan pada kuesioner
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah
pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali
orang kidal diukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju
dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam
keadaan baik, dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga
permukaannya tidak rata (Supariasa, 2014).
4. Pengukuran Lingkar Perut
a. Alat yang dibutuhkan:
1) Ruangan yang tertutup dari pandangan umum. Jika tidak ada gunakan
tirai pembatas.
2) Pita pengukur
3) Spidol atau pulpen
b. Teknik pengukuran lingkar perut adalah sebagai berikut
1) Meminta pasien/responden untuk membuka pakaian bagian atas atau
menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir
responden untuk menetapkan titik pengukuran.
2) Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah dan tetapkan titik
ujung lengkung tulang pangkal panggul.
3) Tetapkan titik tengah di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung
lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut
dengan alat tulis.
4) Minta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal
(ekspirasi normal).
5) Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah
kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut
kembali menuju titik tengah diawal pengukuran
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran lingkar perut yang benar
yaitu dilakukan dengan menempelkan pita pengukur diatas kulit langsung.
Pengukuran di atas pakaian sangat tidak dibenarkan. Apabila tidak bersedia
membuka/menyingkap pakaian bagian atasnya, pengukuran dengan menggunakan
pakaian yang sangat tipis (kain nilon, silk) diperbolehkan dan beri catatan pada
kuesioner.