hubungan dukungan keluarga dan efikasi diri …eprints.ums.ac.id/73368/1/naskah publikasi.pdf ·...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN EFIKASI
DIRI DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN PADA
PASIEN TUBERCULOSIS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BANDARHARJO SEMARANG
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi
Oleh :
EGITHA SUNDA
F.100 150 004
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN EFIKASI
DIRI DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN PADA
PASIEN TUBERCULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BANDARHARJO SEMARANG
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
EGITHA SUNDA
F.100 150 004
Telah diperiksa dan disetujui oleh :
Dosen Pembimbing
Setia Asyanti., S.Psi., M.Si., Psikolog
NIK/NIDN. 915/0613017602
ii
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN EFIKASI
DIRI DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN PADA
PASIEN TUBERCULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BANDARHARJO SEMARANG
OLEH:
EGITHA SUNDA
F.100150004
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Selasa, 7 Mei 2019
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji :
1. Setia Asyanti., S.Psi., M.SI., Psi (....................................)
( Ketua Dewan Penguji )
2. Siti Nurina Hakim, S.Psi., M.Si, Psikolog (....................................)
( Anggota I Dewan Penguji )
3. Wisnu Sri Hertinjung, S.Psi., M.Psi, Psikolog (....................................)
( Anggota II Dewan Penguji )
Dekan,
(Susatyo Yuwono., S.Psi., M.Si., Psikolog)
NIK.838/0624067301
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis di
acu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Adapun kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas,
maka akan saya pertanggung jawabkan.
Surakarta, 2 Mei 2019
Penulis
EGITHA SUNDA
F.100150004
1
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN EFIKASI DIRI DENGAN
KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PASIEN TUBERCULOSIS DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDARHARJO SEMARANG
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan efikasi
diri dengan kepatuhan pengobatan pada pasien Tuberculosis di Puskesmas
Bandarharjo Semarang. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu ada
hubungan antara dukungan keluarga dan efikasi diri dengan kepatuhan pengobatan
Tuberculosis. Metode penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif (correlasional).
Pengumpulan data menggunakan penskalaan respon yaitu skala Likert. Instrumen
penelitian ini terdiri dari skala dukungan keluarga, skala efikasi diri dan skala
kepatuhan pengobatan yang sebelumnya pada skala tersebut sudah melalui validitas isi
dengan cara expert judgement. Teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah
purposive sampling, yaitu salah satu teknik pengambilan sampel nonprobability
sampling. Subjek pada penelitian ini sebanyak 62 orang dengan kriteria menderita
penyakit Tuberculosis, sedang menjalani pengobatan Tuberculosis, berada pada
rentang usia 18-70 tahun, dan bersedia mengisi skala. Peneliti melakukan pengambilan
data dengan langsung menemui pasien Tuberculosis di Puskesmas dan datang ke
rumah pasien Tuberculosis bersama dengan kader Tuberculosis. Berdasarkan hasil
analisis data penelitian dengan menggunakan analisis Parametric Regresi, diperoleh
hasil hipotesis mayor sebesar R= 0,686 dan taraf signifikansi p= 0,000 yang artinya
ada hubungan antara dukungan keluarga dan efikasi diri dengan kepatuhan
pengobatan. Pada uji hipotesis minor antara dukungan keluarga dengan kepatuhan
pengobatan, memiliki nilai r=0,562 dan taraf Signifikansi (1-tailed) sebesar 0,000
yang berarti ada hubungan positif. Sedangkan pada uji hipotesis antara efikasi diri
dengan kepatuhan, memiliki nilai r=0,547 dan taraf Signifikansi (1-tailed) sebesar
0,000 yang berarti ada hubungan positif. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis
yang diajukan peneliti, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dukungan
keluarga dan efikasi diri yang dimiliki oleh pasien Tuberculosis, maka semakin tinggi
pula kepatuhan pengobatan yang dilakukan oleh pasien Tuberculosis.
Kata Kunci : dukungan keluarga, kepatuhan pengobatan, pasien tuberculosis, efikasi
diri.
Abstract
This study aims to determine the relationship between family support and self-efficacy
with medication adherence of tuberculosis patients in Bandarharjo Public Health
Center, Semarang. Study proposed that there is a relationship between family support
and self-efficacy with medication adherence of tuberculosis patients. Quantitative
method applied through data (correlational). Respon scalling with Likert scale used for
data collection. Instrument used in this study consist of a family support scale, a self-
efficacy scale, and a medication adherence scale that had previously been validated
through expert judgement. Purposive sampling which is one of the nonprobability
sampling techniques applied, resulting 62 subjects with the criteria of suffering
tuberculosis, were undergoing medication for tuberculosis, in the age range of 18-70
years old, and were willing to fill the scale obtained. Data collection carried out
directly by researcher in Public Health Center and following tuberculosis patients to
2
their home. Parametric Regression Analysis showed the result of the major hypothesis
R=0.686 with significance of p=0.000 which means there is a relationship between
family support and self-efficacy with medication adherence. Minor hypothesis
between family support and medication adherence showed r=0.562 with significance
(1-tailed) of 0.000 which means there is a positive relationship. Furtheremore, the
hypothesis test between self-efficacy and medication adherence showed r=0.547 with
significance (1-tailed) of 0.000 which also means there is a positive relationship.
Result in this study are in accordance with hypothesis proposed by the researcher,
which by means can be conclude that the higher family support and self-efficacy
perceived by tuberculosis patients, the higher medication adherence carried out by
tuberculosis patients themselves.
Keywords: family support, medication adherence, tuberculosis patient, self-efficacy.
1. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan suatu hal yang pokok bagi masyarakat ditengah perkembangan zaman yang
serba modern. Memiliki tubuh yang sehat adalah suatu harapan dan keinginan dari setiap manusia.
Tubuh yang sehat merupakan dasar untuk menjalankan aktivitas sehari-hari guna membangun
tujuan dan bertahan hidup bagi setiap individu. Sehat memiliki arti dimana keadaan seseorang tidak
sedang mengidap penyakit baik jasmani dan rohani.
Penyakit Tuberculosis merupakan salah satu penyakit populer yang menular dan berbahaya.
Tuberkulosis Paru didefinisikan sebagai suatu jenis penyakit yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) dan dapat menular secara langsung. Sebagian besar
dari kuman Tuberkulosis tersebut menyerang paru, namun tidak menutup kemungkinan juga
dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman tersebut memiliki bentuk berupa batang yang
bersifat khusus yaitu dapat bertahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh sebab itu biasa
disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes RI, 2008).
Menurut data World Health Organization (WHO) (2015), diperkirakan terdapat kasus
Tuberculosis sebayak 10,4 juta yang meningkat dari sebelumnya sebanyak 9,6 juta jiwa. Akibatnya
terdapat sebanyak 3 juta kasus kematian diseluruh dunia yang diakibatkan oleh Tuberkulosis Paru.
Diperkirakan bahwa didunia terlebih pada negara berkembang terdapat 95 persen kasus penyakit
Tuberkulosis Paru dan 98 persen kasus kematian yang diakibatkan oleh penyakit Tuberkulosis Paru
(Depkes RI, 2008). Menurut Negin, Abimbola & Marais (2015) menjelaskan di beberapa negara
dengan masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah terdapat kasus Tuberculosis dengan beban
yang tinggi dan tidak terdiagnosis. Hal tersebut umumnya terjadi pada orang dewasa atau lanjut
usia.
Menurut data dari WHO tahun 2016, menyatakan bahwa negara Indonesia dengan jumlah
penduduk 254.831.222 jiwa, berada pada posisi kedua dengan beban kasus Tuberkulosis Paru
paling tinggi di dunia. Tuberkulosis di Indonesia adalah penyebab kematian nomor empat setelah
3
kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah
satu provinsi yang memiliki kasus Tuberkulosis Paru tertinggi di Indonesia dengan keseluruhan
jumlahnya yakni sebesar 35.743 kasus dan jumlah kasus baru BTA positif sebanyak 16.908 kasus
pada tahun 2016. Di wilayah Jawa Tengah, untuk Kabupaten/kota dengan jumlah kasus
Tuberkulosis Paru tertinggi pada tahun 2016 adalah kota Semarang dengan sebanyak 3.175 kasus
(Ramadhayanti, Cahyo, Widagdo, 2018).
Berdasarkan data Global Tuberculosis Report WHO 2017, angka keberhasilan pengobatan TB
di dunia sebesar 83 persen terlihat masih belum sempurna karena standar yang dikeluarkan oleh
WHO untuk tingkat keberhasilan TB adalah ≥90 persen. Dikutip dari Kompas.com, bahwa di
Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) pada tahun 2016 ditemukan 700 kasus TB. Dari jumlah
tersebut yang melakukan pengobatan sampai selesai hanya sekitar 40-50 persen. Hal ini disebabkan
karena kepatuhan minum obat rendah ditunjukkan dengan pasien hanya minum obat selama dua
bulan dan merasa sembuh lalu pengobatan dihentikan. Penelitian yang dilakukan oleh
Ramadhayanti, Cahyo, Widagdo (2018), menyebutkan bahwa Kota Semarang pada tahun 2016
memiliki angka penemuan kasus TB sebesar 76,6 persen melebihin target cakupannya yaitu sebesar
75 persen dan dari angka penemuan kasus tersebut memiliki angka keberhasilan pengobatan
(Success rate) sebesar 83 persen mendekati target yang telah dibuat yaitu sebesar 90 persen.
Penyakit Tubercolosis dapat disembuhkan melalui pengobatan yang dilakukan secara teratur
selama enam sampai delapan bulan, atau bahkan selama lebih dari satu tahun. Beberapa alasan
individu mangkir dan Drop Out dari pengobatannya itu malas berobat, sibuk bekerja, merasakan
efek samping dari pengobatan yang dilakukan, hingga masalah keuangan. Sehingga hal tersebut
membuat lupa untuk berobat dan mengkonsumsi obat (Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang,
2011). Kegagalan pengobatan Tubercolosis sebagian besar disebabkan karena pasien Tuberkulosis
Paru tidak taat melakukan pengobatan secara teratur dan hal tersebut menimbulkan angka Drop Out
(DO) (Kementrian Kesehatan RI, 2010).
Menurut Tola, dkk (2016), pasien yang menjalani pengobatan Tuberkulosis cenderung patuh
untuk berobat jika berada pada lima kondisi, yaitu yang pertama, penderita Tuberkulosis memiliki
tingkat pengetahuan dan motivasi terhadap penyakit Tuberkulosis untuk dapat sembuh dari
Tuberkulosis. Kedua, penderita Tuberkulosis harus menganggap bahwa diri mereka memiliki
kerentanan terhadap penyakit Tuberkulosis dan mereka juga harus diyakinkan bahwa Tuberkulosis
merupakan suatu permasalahan kesehatan dan penyakit yang serius. Ketiga, pasien juga harus
diyakinkan untuk patuh melakukan pengobatan Tuberkulosis dan kepatuhan tersebut efektif guna
menyembuhkan Tuberkulosis. Keempat, motivasi internal atau rangsangan eksternal, disebut
sebagai isyarat untuk bertindak, yang memicu perilaku kesehatan pasien seperti minum obat
4
Tuberkulosis. Kelima, keyakinan self-efficacy pasien untuk secara ketat mengikuti pengobatan
Tuberkulosis harus dipertahankan sampai periode perawatan akhir.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lusiatun, Mudigdo & Murti (2016), didapatkan hasil
bahwa kepatuhan berobat akan memberikan pengaruh terhadap status kesehatan pasien. Pasien yang
rutin dalam melakukan atau menjalankan pengobatan akan mempunyai status kesehatan yang
semakin baik dibandingkan pasien yang tidak rutin dalam menjalankan pengobatan. Hal tersebut
didukung dengan adanya fakta di masyarakat bahwa penyebab dari penderita Tuberkulosis Paru
tidak cepat dalam proses untuk sembuh dari sakit dan sakit yang diderita semakin lama disebabkan
karena penderita tidak mengkonsumsi obat dengan teratur, malas untuk berobat, dan karena kurang
adanya dukungan yang diperoleh dari keluarga (Media, 2011). Hal tersebut sejalan dengan
penelitian oleh Pratita dan penelitian oleh Rahayu, Lestari, Purwandari (dalam Pertiwi 2014),
bahwa terdapat beberapa buah faktor yang dapat memberikan pengaruh terhadap kepatuhan berobat,
diantaranya yaitu adanya faktor dukungan sosial keluarga yang berasal dari pasangan hidup dan
faktor efikasi diri.
Menurut Feuer Stein et al (dalam Niven, 2002) terdapat beberapa faktor yang dapat memberikan
pengaruh terhadap kepatuhan pasien, termasuk pula dalam kepatuhan guna menjalankan atau
melaksanakan program diet yaitu diantaranya berupa faktor pemahaman perihal instruksi, kualitas
interaksi dengan lingkungan, dukungan sosial yang berasal dari keluarga, serta keyakinan yang
dimiliki pasien, sikap dan kepribadian dari pasien. Dukungan keluarga sebagai pengawas minum
obat (PMO) memiliki peran dalam memunculkan kualitas hubungan yang dapat mempengaruhi dan
mendorong kesembuhan pasien Tubercolosis (Hendiani, Sakti, Widayanti, 2014).
Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian dari Puspitasari, Mudigdo, Adriani (2017),
menjelaskan bahwa dukungan keluarga memiliki pengaruh yang positif secara tidak langsung
terhadap kesembuhan pengobatan pada penderita TB paru terkait dengan kepatuhan berobat dan
status/asupan gizi. Hal tersebut dinyatakan memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik.
Adanya dukungan keluarga yang tinggi dapat meningkatkan kemungkinan bahwa status gizi dari
penderita lebih baik dan berobat dengan lebih teratur. Pasien Tuberkulosis Paru yang merasa
memperoleh dukungan sosial dari individu-individu di sekitar akan merasa dihargai diperhatikan,
dan dicintai. Oleh karena itu, beban psikologis pasien Tuberkulosis Paru yang terkait dengan
penyakit Tuberkulosis Paru akan berkurang, hubungan sosial serta komunikasi pasien Tuberkulosis
Paru akan membaik, dan ketahanan tubuh pasien Tuberkulosis Paru pun juga akan meningkat
(Ratnasari, 2003).
Keberhasilan pengobatan Tuberculosis bergantung pada upaya dari diri sendiri dan dukungan
yang diperoleh dari keluarga. Kurang adanya upaya yang dilakukan oleh diri pasien serta kurangnya
motivasi yang diberikan keluarga guna memberikan dukungan untuk melakukan pengobatan secara
5
tuntas, maka dapat memberikan pengaruh terhadap kepatuhan pasien untuk melakukan pengobatan
dan mengkonsumsi obat. Jika perihal tersebut tidak ditindak lanjuti dan penderita Tuberkulosis
berhenti untuk mengkonsumsi obat, maka akan berdampak pada munculnya kuman Tuberkulosis
yang resisten terhadap obat. Sehingga pengendalian terhadap obat Tuberculosis akan semakin sulit
pula untuk dilakukan dan akan terjadi peningkatan terhadap angka kematian yang diakibatkan oleh
penyakit Tuberculosis (Amin dan Bahar, 2007). Disisi lain, upaya diri sendiri atau motivasi tersebut
dapat ditingkatkan melalui keyakinan dari diri individu sendiri. Dalam dunia psikologi, keyakinan
individu bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu hal disebut dengan istilah
efikasi diri atau self efficacy (Rahayu, Lestari, & Purwandari, 2006).
Menurut Baron dan Byrne (dalam Ghufron, 2011), efikasi diri merupakan alat evaluasi bagi diri
seseorang tentang kompetensi atau kemampuan pada dirinya guna menjalankan suatu kegiatan atau
tugas, menyelesaikan suatu hambatan, serta mencapai tujuan tertentu dalam hidup. Hal tersebut
sesuai hasil penelitian dari Usri, Siswadi, Djunaidi & Iskandarsyah (2018), bahwa ketaatan pada
pengobatan tergantung pada kepercayaan atau keyakinan dari diri pasen dan persepsi pasien.
Dengan demikian, orang yang sakit atau pasien dengan efikasi diri yang tinggi dapat melakukan
suatu usaha guna bisa meningkatkan fungsi dari fisik, emosi, peran, kognitif dan sosialnya. Pasien
tersebut akan berpikir secara optimis terhadap penyakit yang dimilikinya dan selalu berusaha untuk
mengendalikan diri guna tetap kuat menghadapi masalah yang dimiliki (Lusiatun, Mudigdo &
Murti, 2016).
Dengan demikian, dukungan keluarga dan efikasi diri pasien Tuberculosis dengan kepatuhan
pengobatan bagi penderita tuberkulosis masih sangat rendah. Pasien penderita tuberkulosis sangat
membutuhkan dukungan keluarga. Apabila kurang adanya dukungan keluarga, terkadang penderita
Tuberculosis dapat memiliki efikasi diri yang rendah. Berdasarkan paparan dari latar belakang
diatas, maka dapat didapatkan rumuskan masalah, yaitu “Apakah ada hubungan dukungan keluarga
dan efikasi diri dengan kepatuhan pengobatan pada pasien tuberculosis di Puskesmas Bandarharjo
Semarang?”. Adapun hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu ada hubungan antara
dukungan keluarga dan efikasi diri dengan kepatuhan pengobatan tuberkulosis, ada hubungan
positif antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan, ada hubungan positif antara efikasi
diri dengan kepatuhan pengobatan.
2. METODE
Penelitian ini dengan pendekatan kuantitatif karena pengambilan data berupa angka dan memakai
model penelitian correlasional (Neuman, 2000). Pengumpulan data menggunakan penskalaan
respon yaitu skala Likert. Instrumen penelitian ini terdiri dari skala dukungan keluarga, skala efikasi
diri dan skala kepatuhan pengobatan yang sebelumnya pada skala tersebut sudah melalui validitas
6
isi dengan cara expert judgement. Subjek pada penelitian ini sebanyak 62 orang dengan kriteria
menderita penyakit Tuberculosis, sedang menjalani pengobatan Tuberculosis, berada pada rentang
usia 18-70 tahun, dan bersedia untuk mengisi skala. Peneliti melakukan pengambilan data dengan
terjun langsung menemui pasien Tuberculosis di Puskesmas dan datang ke rumah pasien
Tuberculosis bersama dengan kader Tuberculosis. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 9 April-19
April 2019 dengan waktu pengambilan data di Puskesmas Bandarharjo dimulai dari pukul 07.30
WIB - 10.30 WIB dengan jumlah pasien ±3 pasien setiap hari dan pengumpulan data di lapangan
wilayah kerja puskesmas dilaksanakan mulai pukul ±11.00 WIB – 15.30 WIB dengan jumlah
pasien ±5 pasien setiap hari. Teknik analisis data penelitian menggunakan Analisis Regresi yaitu
Parametric Regresi dengan menggunakan program SPSS 16.0.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Analisis Regresi,
penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan peneliti, sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi dukungan keluarga dan efikasi diri yang dimiliki oleh pasien Tuberculosis, maka
semakin tinggi pula kepatuhan pengobatan yang dilakukan oleh pasien Tuberculosis. Data pada
penelitian ini telah memenuhi kriteria yaitu data harus normal dan linier, maka peneliti
menggunakan analisis Parametric Regresi dengan menggunakan program SPSS 16.0 diperoleh
hasil signifikansi p= 0,000 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga
dan efikasi diri dengan kepatuhan pengobatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pratita dan
penelitian dari Rahayu, Lestari, Purwandari dalam Pertiwi (2015), bahwa terdapat berbagai faktor
yang berpengaruh terhadap kepatuhan berobat, yaitu diantaranya adanya dukungan sosial keluarga
yang berasal dari pasangan hidup baik suami ataupun istri dan self efficasy.
Berdasarkan koefisien korelasi (Pearson Correlation) dukungan keluarga dengan kepatuhan
pengobatan sebesar korelasi sebesar 0.562 dengan taraf signifikan (Sig. 1-talied) sebesar p = 0.000,
yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan pengobatan yang artinya, semakin tinggi dukungan keluarga maka akan semakin tinggi
pula kepatuhan pengobatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Novita (2015), yang
menyebutkan bahwa terdapat adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan ketidakberhasilan
pengobatan Tuberkulosis Paru. Individu yang menderita penyakit yang tidak memilki dukungan
dari keluarga, maka memiliki risiko yang lebih tinggi dalam mengalami ketidakberhasilan
pengobatan Tuberkulosis dibandingkan dengan individu yang menderita Tuberkulosis dengan
keluarga yang mendukung pengobatan. Penelitian tersebut sesuai dengan penelitian dilakukan oleh
Fauziah (2010), yang menunjukkan hasil adanya motivasi yang didapatkan dari keluarga
berhubungan dengan drop out atas pengobatan yang dijalani oleh penderita Tuberkulosis paru.
7
Selain itu, hasil penelitian dari Puspitasari, Mudigdo, Adriani (2017), juga menjelaskan bahwa
dukungan keluarga memiliki pengaruh yang positif secara tidak langsung terhadap kesembuhan
pengobatan pada penderita TB paru terkait dengan kepatuhan berobat dan status/asupan gizi.
Berdasarkan koefisien korelasi (Pearson Correlation) efikasi diri dengan kepatuhan
pengobatan sebesar korelasi sebesar 0.547 dengan taraf signifikan (Sig. 1-talied) sebesar p = 0.000,
yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara efikasi diri dengan
kepatuhan pengobatan yang artinya, semakin tinggi efikasi diri maka akan semakin tinggi pula
kepatuhan pengobatan. Hal tersebut sejalan sesuai hasil penelitian dari Usri, Siswadi, Djunaidi &
Iskandarsyah (2018), bahwa ketaatan pada pengobatan tergantung pada kepercayaan atau keyakinan
dari diri pasen dan persepsi pasien.
Secara kesatuan, sumbangan efektif dukungan keluarga dan efikasi diri dengan kepatuhan
pengobatan dapat dilihat melalui R Square sebesar 0.471, sehingga diperoleh presentase 47,1%. Hal
ini menunjukkan bahwa hubungan dukungan keluarga dan efikasi diri dengan kepatuhan
pengobatan sebesar 47,1%, yang memiliki arti bahwa masih terdapat 52,9% pengaruh dari faktor-
faktor yang lain yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan namun tidak diteliti oleh peneliti.
Menurut Sunaryo (2004), perilaku kepatuhan pasien dalam pengobatan dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara lain : faktor pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, sikap, ketersediaan
fasilitas kesehatan dan faktor dukungan keluarga. Selain itu menurut Kamerrer, et al. (2007),
memaparkan bahwa terdapat beberapa faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap program-
program kesehatan atau medis, yaitu terdapat dukungan sosial yang berbentuk dukungan emosional
yang berasal dari anggota keluarga yang lain, teman atau rekan, waktu dan materi atau uang.
Berdasarkan nilai mean, menunjukkan bahwa nilai mean yang dimiliki oleh variabel
dukungan keluarga lebih tinggi daripada nilai mean efikasi diri. Nilai mean yang dimiliki oleh
variabel dukungan keluarga sebesar 111,15 sedangkan nilai mean pada variabel efikasi diri sebesar
82,35. Hal tersebut menujukkan bahwa variabel dukungan keluarga memiliki hubungan yang lebih
dominan apabila dibandingkan dengan variabel efikasi diri.
Berdasarkan hasil kategorisasi didapatkan bahwa kepatuhan pengobatan pada pasien
Tuberculosis tergolong sedang, hal ini ditunjukkkan dengan persentase sebesar 100% pada kategori
sedang. Yang artinya pasien Tuberculosis patuh terhadap pengobatan yang dijalani. Sedangkan
pada hasil kategorisasi dukungan keluarga pada pasien Tuberculosis tergolong sedang, hal ini
ditunjukkkan dengan persentase sebesar 87, 11% pada kategori sedang. Yang artinya pasien
Tuberculosis mendapatkan dukungan yang berasal dari keluarga atas pengobatan yang dijalani.
Kemudian berdasarkan hasil kategorisasi didapatkan bahwa efikasi diri pada pasien Tuberculosis
tergolong sedang, hal ini ditunjukkkan dengan persentase sebesar 74,20% pada kategori sedang.
8
Yang artinya pasien Tuberculosis memiliki keyakinan keberhasilan atas pengobatan yang dijalani
dan keyakinan untuk sembuh dari Tuberculosis.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa: ada hubungan positif antara dukungan keluarga dan efikasi diri dengan
kepatuhan pengobatan Tuberculosis, ada hubungan positif antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan pengobatan Tuberculosis, ada hubungan positif antara efikasi diri dengan kepatuhan
pengobatan Tuberculosis, dukungan keluarga pada pasien Tuberculosis di wilayah kerja Puskesmas
Bandarharjo Semarang tergolong sedang, efikasi diri pada pasien Tuberculosis di wilayah kerja
Puskesmas Bandarharjo Semarang tergolong sedang, kepatuhan pengobatan pasien Tuberculosis di
wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo Semarang tergolong sedang. Presentase sumbangan efektif
sebesar 47,1% hal tersebut menunjukan masih terdapat 52,9% pengaruh dari faktor–faktor yang lain
yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan selain dukungan keluarga dan efikasi diri.
Dari hasil penelitian, maka penulis memberikan beberapa saran, yaitu subjek penelitian
diharapkan dapat meningkatkan hubungan kedekatan dengan anggota keluarga dengan menjaga
komunikasi dan sering mengobrol antar anggota keluarga sehingga mampu menghadapi rangkaian
pengobatan Tuberculosis. Kemudian pasien Tuberculosis diharapkan mampu menambah keyakinan
pada diri sendiri untuk cepat sembuh dan memiliki target untuk segera menyelesaikan rangkaian
pengobatan, Penulis juga menyarankan kepada pihak Fakultas Psikologi agar mengadakan pelatihan
dan penyuluhan ataupun kegiatan preventif terkait dengan penyakit Tuberculosis, sehingga pasien
Tuberculosis memiliki edukasi psikologi tentang penyakit Tuberculosis dan angka kesembuhan
pada pasien Tuberculosis dapat meningkat. Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan tema yang sama, penulis menyarankan untuk lebih memperluas
wilayah subjek dan mencoba variabel lain, serta menggunakan teknik pengambilan sampel lain dan
lebih memperhatikan instrumen yang digunakan dalam penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Achadi, E. L. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Ibu Mengkonsumsi
Tablet Besi-Folat Selama Kehamilan. Gizi dan Pangan, 8, 63-70.
Amperaningsih, Y. (2011). Faktor-Faktoryang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu
Hamil Di Puskesmas Rawat Inap Kedaton Kota Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan Mitra
Lampung, 8(3), 1-7.
Bosworth, H. (2006). Improving Patient Treatment Adherence A Clinician's Guide. (Springer,
Penyunt.)
9
Budiarni, W., & Subagio, H. W. (2013). Hubungan Pengetahuan, Sikap da Motivasi dengan
Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Besi Folat pada Ibu Hamil. E Journal Undip.
Darmayanti, E. (2012). Dukungan Keluarga Terhadap Lansia.
Feist, J., & Feist, G. J. (2016). Teori Kepribadian (7 ed.). Jakarta: Salemba Humanika.
Friedman, M., Bowden, V. R., & Jones, E. G. (2013). Keperawatan Keluarga : Riset, Teori, da
Praktik (5 ed.). Jakarta: EGC.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS (7 ed.). Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghufron. (2011). Teori-Teori Psikologi. Jakarta.
Hendiani, N., Sakti, H., & Widayanti, C. G. (2014). Hubungan Antara Persepsi Dukungan Keluarga
Sebagai Pengawas Minum Obat dan Efikasi Diri Penderita Tuberkolosis di BKPM
Semarang.
Kamidah. (2015). Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi
Tablet Besi di Puskesmas Simo Boyolali. Gaster XII.
Kartikasari, N. D. (2010). Hubungan Antara Pengetahuan da Sikap Tentang Anemia Dengan
Keteraturan Mengkonsumsi Fe Pada Ibu Hamil di BPS Sri Lumintu Surakarta. Surakarta.
Kementrian Kesehatan RI. (2010). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.
Muchid, Wurjati, Chusun, Purnama, Masrul, Gustanti, et al. (2008). Pengaruh Pelayanan
Kefarmasian Residensial Terhadap Ketaatan dan Luaran Klinis Pasien Hipertensi. Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia, 4(3).
Negin, Abimbola, & Marais. (2014). Tuberculosis Among Older Adults-Time To Take Notice.
International Joournal of Infectious Disease, 32, 135-137.
Neuman, W. (2000). Social Reasearch Methods : Qualitative and Quantitative Approach (4 ed.).
Boston: Allyn & Bacon.
Notoatmojo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Novita, P. P. (2015). Faktor yang Berhubungan dengan Drop Out Pengobatan pada Penderita TB
Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4).
Pender, N. J. (2006). Health Promotion in Nursing Practice (3 ed.). USA: Appleton & Lange.
Pertiwi, I. (2015). Hubungan Dukungan Pasangan dan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan menjalani
Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II. Surakarta.
Prijarminto. (2007). Bentuk Kepatuhan dari Nilai Ketaatan. Bandung: PT Remaja Rosa.
Putri, F. D. (2016). Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Kepatuhan Pengobatan Pada
Penderita Diabetes Mellitus Puskesmas Rangkah Surabaya. Surabaya: UIN Sunan Ampel
Surabaya.
10
Rahayu, E. P., Lestari, S., & Purwandari, E. (2006). Hubungan Antara Self Efficasy Dengan
Kepatuhan Menjalani Diet Pada Penderita Diabetes Millitus Tipe II. Indigenous, 8(2), 33-
40.
Rahma, A. N. (2011, Januari). HUbungan Efikasi Diri dan Dukungan Sosial dengan Penyesuaian
Diri Remaja di Panti Asuhan. Jurnal Psikologi Islam, 8(2), 231-246.
Ramadhayanti, Cahyo, & Widagdo. (2018, April). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi pencegahan
Kejadian Drop Out Tuberkulosis Pada Keluarga Di Seluruh Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6.
Ratnasari, N. Y. (2012). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup Pada Penderita
Tuberkulosis (TB Paru) Di Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Yogyakarta Unit
Minggiran. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, 8, 7-11.