efikasi antibiotik d-1 terhadap bakteri escherichia coli ... · penyakit menular pada unggas yang...

28
EFIKASI ANTIBIOTIK D-1 TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DAN Mycoplasma gallinarum PADA AYAM PEDAGING KEISYA FARADILLA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: tranhuong

Post on 12-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EFIKASI ANTIBIOTIK D-1 TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DAN Mycoplasma gallinarum PADA AYAM

PEDAGING

KEISYA FARADILLA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efikasi Antibiotik D-1

terhadap Bakteri Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum pada Ayam Pedaging adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2012

Keisya Faradilla B04080090

ABSTRAK

KEISYA FARADILLA. Efikasi Antibiotik D-1 terhadap Bakteri Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum pada Ayam Pedaging. Dibimbing oleh RAHMAT HIDAYAT.

Ayam broiler merupakan ras unggulan yang dihasilkan dari persilangan bangsa ayam dengan produktivitas tinggi. Produktivitas ini dapat menurun oleh karena adanya penyakit colibacillosis dan mycoplasmosis. Pemberian antibiotik merupakan salah satu bagian yang dapat mendukung produktivitas ayam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi antibiotik D-1 terhadap bakteri Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2 Agustus 2012 sampai tanggal 24 Agustus 2012. Pengamatan meliputi morbiditas, mortalitas, dan bobot badan ayam dari masing-masing kandang. Hasil yang diperoleh menunjukkan antibiotik D-1 lebih efektif digunakan pada Mycoplasma gallinarum. Waktu pemberian antibiotik D-1 yang tepat pada bakteri Escherichia coli adalah antara 6 jam pasca infeksi sampai 3 hari pasca infeksi, sedangkan untuk Mycoplasma gallinarum adalah 6 jam pasca infeksi. Kata kunci: antibiotik, efikasi, Escherichia coli, Mycoplasma gallinarum.

ABSTRACT

KEISYA FARADILLA. Efficacy of Antibiotic D-1 Againts Escherichia coli and Mycoplasma gallinarum in Broilers. Supervised by RAHMAT HIDAYAT.

Broilers is a superior breed that as cross breed chickens with high productivity. Productivity can be decreased due to the disease such as colibacillosis and mycoplasmosis. Antibiotics could support the productivity of chickens. The aims of the research is to determine the effectiveness of antibiotic D-1 against Escherichia coli and Mycoplasma gallinarum. Research was conducted from August 2, 2012 until August 24, 2012. Observations during research has been conducted including on body weight, morbidity and mortality of each cage after infections. The results showed that antibiotic D-1is more effective against Mycoplasma gallinarum than Escherichia coli. The right time to give the antibiotic D-1 to againt Escherichia coli is between 6 hours to 3 days post-infection, while for Mycoplasma gallinarum is 6 hours post-infection.

Keywords: antibiotics, efficacy, Escherichia coli, Mycoplasma gallinarum.

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

EFIKASI ANTIBIOTIK D-1 TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DAN Mycoplasma gallinarum PADA AYAM

PEDAGING

KEISYA FARADILLA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

Judul Skripsi : Efikasi Antibiotik D-1 terhadap Bakteri Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum pada Ayam Pedaging

Nama : Keisya Faradilla NIM : B040080090

Disetujui oleh, Dosen pembimbing

drh. Rahmat Hidayat M,Si.

NIP. 19790813 200501 1 001

Diketahui oleh Wakil Dekan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet. NIP. 19630810 198803 1 004

Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ”Efikasi Antibiotik D-1 terhadap Bakteri Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum pada Ayam Pedaging”.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1 drh. Rahmat Hidayat, M.Si. sebagai dosen Pembimbing atas segala

bimbingan, masukan, dukungan, nasihat, serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

2 Dr. drh. Min Rahminiwati, MS, Ph. D. sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam kegiatan akademik.

3 Keluarga tercinta, Ibu (Almh.), Ayah, dan Kakak atas semua dukungan yang telah diberikan selama ini kepada penulis.

4 Teknisi laboratorium mikrobiologi medik: pak Agus, pak Nur dan rekan-rekan di kandang ayam percobaan atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis pada saat penelitian.

5 Rekan penelitian satu laboratorium: Viqih, Windra, dan Aldi terima kasih atas kerjasama, dan semangat yang telah diberikan.

6 Rekan Avenzoar 45 khususnya Eva, Arini, Irene, GPC Sarai, Tizani, dan Yayuk yang telah banyak memberikan semangat dan saran kepada penulis. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga

sangat diharapkan adanya saran dan masukan demi kesempurnaan karya ini. Semoga bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2012

Keisya Faradilla

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 1 

Manfaat Penelitian 2 

TINJAUAN PUSTAKA 2

Ayam Pedaging 2 

Escherichia coli 3 

Mycoplasma gallinarum 5

Antibiotik 6 

BAHAN DAN METODE 8 

Lokasi dan Waktu Penelitian 8 

Bahan dan Alat 8

Metode Penelitian 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 

Hasil 10 

Pembahasan 11 

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14 

Saran 14 

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 17 RIWAYAT HIDUP 18

DAFTAR TABEL 1 Rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi bakteri E. coli 10 2 Rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi bakteri M. gallinarum 10 3 Hasil uji antibiotik D-1 terhadap bakteri E. coli 11 4 Hasil uji antibiotik D-1 terhadap bakteri M. gallinarum 11 5 Standar performa mingguan ayam pedaging CP 707 12

DAFTAR GAMBAR

1 Ayam pedaging 2 2 Bakteri E.coli 3 3 Bakteri M. gallinarum 6

DAFTAR LAMPIRAN 1 Gambaran patologi anatomi kelompok ayam yang diinfeksi bakteri E. coli 17 2 Gambaran patologi anatomi kelompok ayam yang diinfeksi bakteri

M. gallinarum 17

1

 

PENDAHULUAN

Latar belakang

Ayam pedaging merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi. Pemeliharaan ayam pedaging hanya membutuhkan waktu singkat dan mampu memproduksi daging secara optimal dengan hanya mengonsumi ransum dalam jumlah yang relatif sedikit. Ransum merupakan gabungan dari beberapa bahan pakan yang disusun sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan ternak. Faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan formulasi ransum pedaging adalah kandungan protein, energi, serat kasar, Ca, dan P. Komponen-komponen tersebut sangat berpengaruh terhadap produksi pedaging terutama untuk pertumbuhan dan produksi daging.

Penurunan produksi ayam pedaging salah satunya disebabkan oleh penyakit, seperti colibasillosis, mycoplasmosis, dan sebagainya. Colibacillosis adalah penyakit menular pada unggas yang disebabkan oleh Escherichia coli dan merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang berat bagi industri unggas terkait dengan berbagai penyakit, baik sebagai patogen primer maupun sekunder. Colibacillosis menyebabkan berbagai manifestasi penyakit pada unggas termasuk infeksi kantung kuning telur, omphalitis, infeksi saluran pernapasan, swollen head disease, septicaemia, polyserositis, coligranuloma, enteritis, selulitis, dan salphingitis. Bentuk akut colibacillosis yang disertai septicaemia dapat menyebabkan kematian, dan dalam bentuk akut ditandai dengan perikarditis, air sacculitis, dan perihepatitis (Barnes dan Gross 1997).

Mycoplasmosis adalah penyakit pernapasan utama yang menyerang unggas dengan infeksi sekunder oleh bakteri dan virus lainnya juga didukung oleh sanitasi lingkungan yang buruk. Penyakit ini ditandai dengan batuk, nasal discharge, pertumbuhan yang buruk, dan penurunan produksi. Peningkatan biaya untuk pengobatan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar (Amer et al. 2012).

Pemberian antibiotik menjadi salah satu bagian yang mendukung produktivitas ayam. Penggunaan antibiotik telah menjadi suatu kebutuhan dalam menjaga maupun memulihkan kesehatan ayam. Kompleksitas penyakit yang menyerang ayam pedaging memerlukan penggunaan antibiotik secara tepat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efektifitas antibiotik D-1 terhadap bakteri Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum dilihat dari tingkat kesakitan (morbiditas), kematian (mortalitas) dan bobot badan ayam.

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian antibiotik terhadap bakteri Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum yang menyerang ayam pedaging, khususnya waktu pemberian yang tepat.

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam pedaging

Ayam pedaging merupakan istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi pakan yang irit dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada umumnya ayam pedaging siap dipanen pada usia 35 sampai 45 hari dengan berat badan antara 1,2 sampai 1,9 kg/ekor (Priyatno 2003).

Gambar 1. Ayam pedaging (dokumentasi penelitian)

Ayam ras merupakan jenis ayam hasil pemuliabiakan peternakan yang memiliki mutu genetik yang tinggi. Semakin tinggi mutu genetik berarti semakin membutuhkan perlakuan manajemen yang tinggi pula. Ayam ras memerlukan tempat yang tertata rapi, bersih, dan tidak menjadi tempat lalu lalang manusia. Selain itu, ayam ras juga membutuhkan air minum yang berkualitas, tidak tercemar dan jumlahnya selalu mencukupi (Suharno 2002).

Menurut Suharno (2002) cuaca yang selalu berubah-ubah akan membuat ayam mudah terserang penyakit. Pemberian sejumlah vitamin, antibiotik, dan vaksin perlu dilakukan agar ayam sehat hingga dipanen.

Ayam jenis ini yang paling banyak diternakkan oleh masyarakat dan dipotong baik pada tempat pemotongan tradisional maupun pada rumah

3

 

pemotongan ayam modern. Ayam pedaging banyak dipelihara di daerah sekitar Jabotabek, Sukabumi, Cianjur, daerah Priangan Timur, dan daerah lain di Indonesia (Priyatno 2003).

Escherichia coli

Escherichia coli pertama kali ditemukan pada tahun 1800 oleh seorang pria bernama Theodor Escherich. Escherich adalah bacteriologist Jerman, seorang ilmuwan yang mempelajari bakteri (Hayhurst 2004). Ia menemukan bakteri pada feses bayi yang menderita enteritis. Melalui penelitian dan observasi yang lebih lanjut, Escherich akhirnya menemukan bahwa bakteri ini merupakan salah satu faktor penyebab penyakit seperti diare dan masalah pencernaan lainnya (Manning 2005). Bacterium (Bacillus) coli commune atau B. coli adalah nama yang pertama kali dipakai sebelum Castellani dan Chalmers mengganti namanya menjadi Escherichia coli (E. coli) pada tahun 1919 (Barnes et al. 2003).

Menurut Barnes et al. (2003) Escherichia merupakan genus dari famili Enterobacteriaceae yang dapat tumbuh secara anaerob maupun aerob (anaerob fakultatif) menggunakan karbon sederhana dan sumber nitrogen. E. coli adalah spesies dari genus Escherichia. Terdapat banyak spesies baru dalam kelompok genus ini, tetapi E.coli yang sering menyebabkan penyakit dan merupakan mikroorganisme patogen yang paling penting. E. coli memiliki kemiripan dengan genus Shigella. E. coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, tidak tahan asam, uniform staining, tidak menghasilkan spora, bentuk bervariasi, biasanya berukuran 2-3 x 0.6 µm. Kebanyakan bersifat motil dan memiliki flagela.

Reservoir E. coli yang paling penting adalah pada saluran pencernaan hewan, termasuk unggas. Pada ayam terdapat sekitar 109 colony forming units (CFU) bakteri per gram feses dan 106 CFU merupakan E. coli. E. coli juga sering diisolasi dari saluran pernapasan bagian atas dan juga didapatkan dari kulit unggas dan bulu (Kabir 2010). Bakteri ini ditularkan secara horisontal yaitu melalui burung lain, feses, air, dan pakan. Tikus pun ikut berperan dalam membawa bakteri E. coli strain APEC yang merupakan sumber kontaminasi untuk burung lainnya (Barnes et al. 2003).

Gambar 2. Bakteri E.coli (dokumentasi laboratorium)

4

E. coli dapat ditemukan di tanah dan di air, juga pada organisme hidup, termasuk tanaman, hewan dan manusia. Bakteri ini dapat bertahan hidup pada lingkungan yang tidak lazim, seperti sumber air panas, gunung merapi, laut, gletser, dan awan (Manning 2005). Kondisi yang optimal untuk pertumbuhan bakteri ini adalah pada suhu 98 °F dengan kisaran antara 45 sampai 114 °F. E. coli tumbuh dengan baik pada pH 6-8, tetapi bisa saja tumbuh pada pH yang rendah yaitu 4,3 dan dapat tumbuh juga pada pH yang sangat tinggi yaitu sekitar 9 sampai 10. Sebagian besar galur E. coli tidak berbahaya dan merupakan bagian dari mikroflora usus normal. Galur ini berfungsi untuk menekan bakteri yang berbahaya bagi tubuh dan membantu dalam pembentukkan vitamin. E. coli sensitif pada beberapa obat, diantaranya ampisilin, kloramfenikol, klortetrasiklin, neomisin, nitrofurans, gentamisin, ormetiprim-sulfadimektosin, nalidixic acid, oksitetrasiklin, polimiksin B, spektinomisin, streptomisin, dan golongan sulfa (Barnes et al. 2003).

Terdapat 5 galur bakteri E. coli yang menyebabkan penyakit diare yaitu E. coli enteropatogenik (EPEC), E. coli enteroinvasif (EIEC), E. coli enterotoksigenik (ETEC), E. coli enterohemoragik (EHEC), dan E. coli enteroagregatif (EAEC). EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. EIEC menyebabkan penyakit diare seperti disentri yang disebabkan oleh Shigella sp.. Bakteri menginvasi sel mukosa, menimbulkan kerusakan sel dan terlepasnya lapisan mukosa. Ciri khas yang disebabkan oleh galur ini adalah feses mengandung darah, mukus, dan pus. Galur EIEC bersifat non laktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus. ETEC sering menyebabkan “diare wisatawan” dan penyebab diare pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus halus. EHEC menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai dengan efek sitotoksisnya pada sel vero, suatu ginjal dari monyet hijau Afrika. EAEC menyebabkan diare akut dan kronis pada masyarakat di negara berkembang. Toksin dari organisme ini juga menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan pada negara industri. EAEC menghasilkan toksin mirip ST dan hemolisin (Jawetz et al. 1996).

Colibacillosis adalah penyakit menular pada unggas yang disebabkan oleh bakteri E. coli galur patogen. Sebagai infeksi primer atau sekunder, penyakit ini menyerang ayam pedaging dan petelur, pada semua umur, tetapi lebih sering pada umur muda dibanding yang tua. Tanda klinis colibacillosis tidak spesifik dan dipengaruhi oleh umur ayam, lama infeksi, organ yang terserang dan adanya penyakit lain bersamanya. Pada ayam pedaging umur 4-8 minggu dan ayam petelur umur ± 20 minggu dapat terjadi septicemia akut dan menimbulkan kematian, yang didahului dengan nafsu makan hilang, malas bergerak/inaktif, dan mengantuk (Barnes et al. 2003). Penyakit colibacillosis dapat dimanifestasikan dalam bentuk kelainan organ, seperti septicemia, enteritis, granuloma, omfalitis, sinusitis, air sacculitis, arthritis/synovitis, peritonitis, perikarditis, selulitis dan swollen head syndrome (SHS), oovoritis, salpingitis, panopthalmitis, dan bursitis sternalis (Barnes dan Gross 1997).

5

 

Dalam kondisi normal, E. coli terdapat di dalam saluran pencernaan ayam. Sekitar 10-15 persen dari seluruh E. coli yang ditemukan di dalam usus ayam yang sehat tergolong dalam serotipe yang patogen. Bagian usus yang paling banyak mengandung bakteri tersebut yaitu jejunum, ileum, dan sekum. E. coli sering mengikuti penyakit lain, misalnya pada berbagai penyakit pernapasan dan pencernaan yang menyerang ayam. Timbulnya kasus colibacillosis terutama akibat pengaruh imunosupresi dari Gumboro (ayam pedaging lebih dominan dari ayam petelur) dan sebagai penyakit ikutan pada chronic respiratory disease (CRD), infectious coryza (Snot), swollen head disease (SHS), infectious laryngo tracheitis (ILT), dan koksidiosis (Tarmudji 2003).

Ada tiga macam struktur antigen yang penting dalam klasifikasi E. coli yaitu antigen O (somatik), antigen K (kapsel), dan antigen H (flagela) (Lay dan Hastowo 1992). Serotipe yang banyak menyebabkan penyakit pada unggas adalah O1, O2, O35, dan O78 (Tabbu, 2000) dan dikenal cukup tinggi patogenitasnya (Charlton et al. 2000). Tiga serotipe E. coli O1 : K1, O2 : K1, dan O78 : K80 merupakan serotipe yang sering ditemukan pada isolasi sewaktu ada wabah isolasi pada ayam. Ketiga serotipe tersebut merupakan serotipe yang banyak menimbulkan koliseptikemia pada ayam yang berarti bakteri E. coli masuk ke dalam sirkulasi darah ayam dan menginfeksi berbagai jaringan melalui luka usus atau saluran pernapasannya. Biasanya mengikuti penyakit lain yang menyerang saluran perncernaan atau saluran pernapasan (Tarmudji 2003).

Mycoplasma gallinarum

Mycoplasma termasuk ke dalam kelas Mollicutes dan memiliki dinding sel yang tipis. Bakteri ini merupakan keturunan filogenetik dari bakteri Lactobacillus-Clostridium yang kehilangan dinding selnya (Coles 2007). Habitat utama dari bakteri ini pada hewan adalah permukaan saluran pernapasan dan urogenital juga pada alimentary canal pada mata, kelenjar mamari dan sendi pada beberapa hewan (Wan et al. 2010). Bakteri ini dapat bersifat saprofit, komensal atau parasit patogen pada hewan vertebrata tetapi dapat juga menginfeksi serangga dan tanaman. Sekitar setengah dari genus Mycoplasma memiliki inang yang sangat spesifik dan pada hewan dapat berbentuk komensal dan parasit. Dalam kebanyakan kasus, kolesterol pada tubuh inang dibutuhkan bakteri ini untuk pertumbuhan dan stabilitas membran sitoplasma. Organisme ini tidak stabil di lingkungan dan rentan terhadap sebagian besar antiseptik, tetapi tidak terpengaruh oleh antibiotik yang bersifat mengganggu perkembangan dinding sel bakteri. Lebih dari 100 spesies Mycoplasma yang sudah ditemukan, namun hanya beberapa diantaranya yang telah terdaftar sebagai bakteri penyebab penyakit (Coles 2007).

Meskipun tingkat pertumbuhan meningkat setiap tahunnya, sektor unggas dihadapkan dengan penyakit menular, di antaranya penyakit saluran pernapasan menjadi perhatian utama yang menyebabkan kerugian ekonomi yang berat baik dari segi produksi dan biaya pengobatan (Siddique et al. 2012). Unggas yang mengalami infeksi saluran pernapasan akan menunjukkan gejala seperti batuk, gangguan pernapasan, pertumbuhan yang buruk dan penurunan produksi menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi (Pang et al. 2002). Mycoplasmosis

6

ditularkan secara horisontal dan vertikal melalui telur. Infeksi Mycoplasma sp. penting untuk diperhatikan karena dapat mengakibatkan penurunan produksi telur, meningkatkan tingkat mortalitas embrio atau ayam, dan konversi pakan yang buruk. Infeksi kronis dan yang tak terlihat lebih umum terjadi dan sangat mengancam (Nascimento et al. 2005). Menurut Cumpanasoiu (2008) penyakit mycoplasmosis pada burung ditandai dengan gejala pernapasan yang kronis seperti ngorok, batuk, gangguan pertumbuhan, penurunan bobot badan, penurunan produksi telur, terkadang menyebabkan kaheksia. Gambaran anatomi patologi dari penyakit ini ditandai dengan air sacculitis disertai pengendapan fibrinosa dalam jangka waktu lama. Pada kalkun dapat berkembang menjadi penyakit periorbital sinusitis.

Gambar 3 Mycoplasma sp. Sumber: http://www.google.co.id/ search?num=10&hl=id&site=imghp…/

Mycoplasmosis disebabkan oleh berbagai macam Mycoplasma spp. dan karena menunjukkan gejala subklinis maka tidak dapat dideteksi melalui prosedur diagnostik yang biasa digunakan, sehingga memberikan kesempatan kepada bakteri dan virus lainnya untuk menginfeksi dan akan memperburuk keadaan (Siddique et al. 2012).

Mycoplasma gallinarum (M. gallinarum) telah diidentifikasi sebagai bakteri komensal pada berbagai inang vertebrata termasuk unggas, sapi, babi, dan domba (Rimaviciute et al. 2012). Spesies ini merupakan salah satu spesies yang paling sering terisolasi dari unggas dan dapat menyebabkan Mycoplasmosis. Umumnya kolonisasi bakteri ini pada saluran pernapasan unggas tidak menimbulkan kelainan secara patologi atau penyakit. M. gallinarum pernah dilaporkan menyebabkan air sacculitis sementara pada ayam yang terinfeksi secara inhalasi atau inokulasi air sac dengan kombinasi dari infectious bronchitis virus (IBV) atau vaksin untuk IBV dan Newcastle disease (ND). M. gallinarum tidak menginduksi respon antibodi yang kuat dan IgG dan IgM hampir tidak terdeteksi (Wan et al. 2004). Spesies yang rentan terhadap bakteri ini adalah semua spesies terutama unggas dan juga jenis burung lainnya. Terjadi hampir di seluruh dunia di mana burung ditempatkan di dalam satu kandang dengan jumlah yang banyak. Mungkin ditemukan pada mukosa trakea burung liar dan bersifat komensal. Gejala klinis tidak patognomonis karena sering terjadi bersamaan dengan infeksi patogen lainnya. Gejala klinis meliputi konjungtivitis serous atau serofibrinosa, bleparitis, rinitis, coryza, tracheitis, air sacculitis, focal bronchopneumonia. Pada unggas dapat menyerang sendi dan dapat menyebabkan kepincangan (Coles 2007).

7

 

Menurut Soeripto (2009) pengobatan Mycoplasmosis biasanya dilakukan dengan menggunakan antibiotik makrolid seperti tiamulin, tylosin, lincomycin, oxytetrasiklin, dan enrofloxacin yang memiliki daya kerja menghambat sintesis protein. Pengobatan yang terus menerus dengan obat yang sama tidak disarankan, karena dapat menyebabkan resistensi serta meninggalkan residu yang berbahaya bagi konsumen produk ayam.

Antibiotik

Antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh berbagai spesies mikroorganisme dan bersifat toksik terhadap spesies mikroorganisme lain. Sifat toksik senyawa-senyawa yang dihasilkan memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan ada yang langsung membunuh bakteri (bakterisid) yang kontak dengan antibiotik tersebut. Saat ini telah diketahui macam-macam antibiotik serta pemakaiannya dalam bidang kedokteran, peternakan, pertanian, dan beberapa bidang lain. Walaupun demikian, tidak semua antibiotik dikenal oleh masyarakat umum. Hanya antibiotik-antibiotik yang penting dan banyak digunakan yang dikenal oleh masyarakat. Penelitian para ahli membuktikan bahwa antibiotik berbeda dalam kemampuannya menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik tidak dapat memengaruhi semua mikroorganisme patogen, tetapi mempunyai spektrum tertentu (Sumardjo 2006).

Secara teknik, istilah antibiotik mengacu pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam mikroorganisme yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme yang lain. Beberapa obat, termasuk agen-agen antiinfeksi dan kemoterapi, mempunyai kerja yang serupa dengan agen-agen antibakterial dan antimikroba. Obat-obatan antibakterial tidak bekerja sendiri dalam menghancurkan bakteri. Pertahanan tubuh alami, prosedur pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi, dan penggantian pembalut luka mungkin diperlukan seiring dengan pemakaian obat-obat antibakterial untuk melenyapkan bakteri yang menginfeksi (Kee dan Hayes 1996).

Menurut Kee dan Hayes (1996) obat-obatan antibakterial dapat mempunyai spektrum sempit atau spektrum luas. Antibiotik berspektrum sempit terutama efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Antibiotik spektrum luas seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organisme baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotik yang berspektrum sempit lebih aktif dalam melawan organisme tunggal dibandingkan dengan antibiotik berspektrum luas. Antibiotik spektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati infeksi dimana mikroorganisme yang menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 2406/Menkes/PER/XII/2011 tentang pedoman umum penggunaan antibiotik, agar dapat menunjukkan aktivitas sebagai bakterisida ataupun bakteriostatik, antibiotik harus memiliki beberapa sifat berikut ini:

a. Aktivitas mikrobiologi. Antibiotik harus terikat pada tempat ikatan spesifiknya (misalnya ribosom atau ikatan penisilin pada protein).

8

b. Kadar antibiotik pada tempat infeksi harus cukup tinggi. Semakin tinggi kadar antibiotik semakin banyak tempat ikatannya pada sel bakteri.

c. Antibiotik harus tetap berada pada tempat ikatannya untuk waktu yang cukup memadai agar diperoleh efek yang kuat.

d. Kadar hambat minimal. Kadar ini menggambarkan jumlah minimal obat yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik telah digunakan pada unggas sejak tahun 1940-an, pada saat itu

ditemukan juga produk sampingan dari antibiotik tersebut. Antibiotik menghasilkan vitamin B12 yang tinggi, yang membantu proses pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan pemakaian vitamin B12 secara tunggal. Mekanismenya adalah dengan menekan bakteri jahat pada usus yang dapat mengakibatkan peradangan dan mendukung bakteri baik. Tujuan bakteri sebagai promotor pertumbuhan sama dengan probiotik (Ewing 1963).

Resisten didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak, menimbulkan lebih banyak bahaya (Utami 2012).

Salah satu konsekuensi yang dalam penggunaan antibiotik adalah adanya penyebaran bakteri resisten (baik pada manusia maupun hewan). Jika hewan menjadi karier, makan pangan asal hewan yang berasal dari hewan tersebut akan mengandung bakteri yang resisten tersebut. Setelah mencerna pangan asal hewan yang terkontaminasi bakteri yang resisten, manusia bisa menjadi carrier (dalam beberapa kasus dapat menimbulkan penyakit) (Collignon 2009).

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Bagian Mikrobiologi Medik dan Kandang Ayam Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan berlangsung dari tanggal 2 Agustus 2012 sampai tanggal 24 Agustus 2012.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daily old chicken (DOC), E. coli dalam bentuk suspensi, M. gallinarum dalam bentuk suspensi, antibiotik D-1, pakan dan air ad libitum. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu tabung, sentrifus, kandang ayam, spuit 1 ml, botol, tempat minum, tempat pakan, lampu 5 watt, mikro pipet, gunting, pinset, dan timbangan.

9

 

Metode penelitian 1. Persiapan

Kandang ayam dibersihkan dan dibagi menjadi 10 bagian. Lima bagian

pertama digunakan untuk perlakuan E. coli dan 5 bagian kedua digunakan untuk perlakuan M. gallinarum. Masing-masing lima bagian tersebut terdiri dari kandang kontrol negatif (-), kontrol positif (+), kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan 3. Setiap kandang diberi sekam, tempat air minum, dan tempat pakan, juga lampu 5 watt. Sebelum perlakuan, ayam-ayam ditimbang bobot badannya dan diistrahatkan selama 7 hari untuk menghilangkan stres dan penyesuaian lingkungan.

Masing-masing suspensi bakteri disiapkan. Untuk bakteri E. coli kultur yang sudah ada di subkultur selama 24 jam di dalam media agar darah kemudian ditumbuhkan ke dalam media brain heart infusion (BHI) Broth selama 24 jam. Tahap selanjutnya media tersebut di sentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 5000 RPM, kemudian akan didapatkan pelet dan supernatan. Supernatan dibuang kemudian pelet dibilas lagi dengan NaCl fisiologis dan disentifus selama 15 menit dengan kecepatan 5000 RPM kemudian diulang sebanyak 3 kali. Pelet kemudian dibuat suspensi lalu kekeruhan suspensi disesuaikan dengan standar Mc. Farland 1 (3,0 x 108 CFU/ml). Untuk bakteri M. gallinarum, bakteri ditumbuhkan ke dalam media Mycoplasma Broth pada suhu 37 °C dengan kondisi mikroaerofilik selama 24 jam. Setelah itu, disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 5000 RPM, kemudian akan didapatkan pelet dan supernatan. Supernatan dibuang kemudian pelet dibilas lagi dengan NaCl fisiologis dan disentifus selama 15 menit dengan kecepatan 5000 RPM kemudian diulang sebanyak 3 kali. Pelet kemudian dibuat menjadi suspensi dimana kekeruhan suspensi disesuaikan dengan standar Mc. Farland 1 (3,0 x 108 CFU/ml). 2. Infeksi ayam dengan bakteri E. coli dan pengobatan dengan antibiotik

D-1

DOC yang telah berumur 7 hari diinfeksi dengan bakteri E. coli secara per oral sebanyak 1 ml untuk kelompok kontrol + (10 ekor), kelompok perlakuan 1 (20 ekor), kelompok perlakuan 2 (20 ekor), dan kelompok perlakuan 3 (20 ekor). Setiap kelompok tersebut ditempatkan dalam kandang yang berbeda. Setelah 6 jam kelompok perlakuan 1 diobati dengan antibiotik D-1, untuk kelompok perlakuan 2 pengobatan dilakukan pada hari ke-3 pasca infeksi, dan kelompok perlakuan 3 diobati pada hari ke-7 pasca infeksi. Kontrol negatif tidak diberi perlakuan, sedangkan kontrol positif diinfeksi dengan E. coli dan tidak diberi pengobatan. Pengobatan dilakukan dengan mencampurkan 1 gram antibiotik D-1 (dalam bentuk serbuk) ke dalam ember yang berisi 6 liter air lalu dihomogenkan, kemudian dituangkan ke masing-masing tempat air minum.

10

3. Infeksi ayam dengan bakteri M. gallinarum dan pengobatan dengan antibiotik D-1

DOC yang telah berumur 7 hari diinfeksi dengan bakteri M. gallinarum

secara per nasal sebanyak 0,5 µl untuk kelompok kontrol + (10 ekor), kelompok perlakuan 1 (20 ekor), kelompok perlakuan 2 (20 ekor), dan kelompok perlakuan 3 (20 ekor). Setiap kelompok tersebut ditempatkan dalam kandang yang berbeda. Setelah 6 jam kelompok perlakuan 1 diobati dengan antibiotik D-1, untuk kelompok perlakuan 2 perngobatan dilakukan pada hari ke-3 pasca infeksi, dan kelompok perlakuan 3 diobati pada hari ke-7 pasca infeksi. Kontrol negatif tidak diberi perlakuan, sedangkan kontrol positif diinfeksi dengan M. gallinarum dan tidak diberi pengobatan. Pengobatan dilakukan dengan mencampurkan 1 gram antibiotik D-1 (dalam bentuk serbuk) ke dalam ember yang berisi 6 liter air lalu dihomogenkan, kemudian dituangkan ke masing-masing tempat air minum.

4. Pengamatan

Ayam dipelihara selama 24 hari dan diamati setiap pagi dan siang hari. Ayam diberi makan dan minum ad libitum setiap hari. Pengamatan meliputi mortalitas dan morbiditas juga penimbangan bobot badan sebanyak 7 kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1 Rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi bakteri E. coli Kel. ayam

Pengukuran ke- 1 (1 hari PI) 2 (2 hari PI) 3 (6 hari PI) 4 (8 hari PI) 5 (10 hari PI) 6(13 hari PI) 7 (15 hari PI)

1 225±50a 275±95.7a 500±81.6b 525±50b 750±57.7c 700±115.4c 850±191.4c 2 225±50a 325±95.7a 500±81.6b 550±57.7b 725±95.7bcd 650±100bc 825±170.7cd 3 175±50a 225±50a 425±95.4b 575±50c 800±0d 850±57.7d 800±163.2d K + 200±0a 400±0b 350±70.7b 440±84.3b 611.1±153.6c 887.5±124.6d 812.5±112.5d K - 216.6±40.8a 275±46.3a 375±70.7a 475±64.1b 587.5±64.1bc 737.5±74.4bcd 812.5±64.1cd

a, b, c, dan d berbeda pada taraf nyata 5%; K+ : kontrol +, K- : kontrol –, PI : pasca infeksi.

11

 

Tabel 2 Rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi bakteri M. gallinarum Kel. ayam

Pengukuran ke- 1 (1 hari PI) 2 (2 hari PI) 3 (6 hari PI) 4 (8 hari PI) 5 (10 hari PI) 6(13 hari PI) 7 (15 hari PI)

1 225±50a 375±50b 475±95.7bc 550±57.7bc 725±50d 675±95.7d 750±129.1d 2 200±0a 275±50ab 400±0bc 500±0cd 600±0de 625±170.8de 775±263e 3 200±0a 250±57.7ab 375±50bc 550±57.7de 675±95.7ef 450±173.2bc 775±189.3f K + 250±70.7ab 150±70.7a 500±0cd 450±85bc 600±133.3cd 830±125.2cd 690±191.2d K - 187.5±35.4a 262.5±51.7ab 400±75.6cd 412.5±412.5d 637.5±51.7e 775±175.3f 837.5±51.8f

a, b, c, d, e, dan f berbeda pada taraf nyata 5%; K+ : kontrol +, K- : kontrol –, PI : pasca infeksi.

Tabel 3 Hasil uji antibiotik D-1 terhadap bakteri E. coli

Kelompok ayam

Jumlah awal ayam

(ekor)

Hasil pengujian Morbiditas Mortalitas

Jumlah ayam (ekor)

Persentasi (%)

Jumlah ayam (ekor)

Persentasi (%)

1 20 1 5 0 0 2 20 1 5 0 0 3 20 0 0 2 10 Kontrol + 10 20 100 2 20 Kontrol - 10 0 0 0 0

Tabel 4 Hasil uji antibiotik D-1 terhadap bakteri M. gallinarum

Kelompok ayam

Jumlah awal ayam

(ekor)

Hasil pengujian Morbiditas Mortalitas

Jumlah ayam (ekor)

Persentasi (%)

Jumlah ayam (ekor)

Persentasi (%)

1 20 0 0 0 0 2 20 0 0 1 5 3 20 1 5 0 0 Kontrol + 10 10 100 0 0 Kontrol - 10 0 0 0 0

Pembahasan

Ayam pedaging merupakan ayam ras yang pertumbuhannya tidak memerlukan waktu yang lama untuk segera bisa dipanen. Jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi,

12

terutama dalam memproduksi daging ayam. Menurut Rasyaf (1999) pada umumnya di Indonesia ayam pedaging sudah dipasarkan pada umur 5-6 minggu dengan berat 1.3 – 1.6 kg walaupun laju pertumbuhannya belum maksimal, karena ayam pedaging yang sudah berat sulit dijual.

Tabel 5. Standar performa mingguan ayam pedaging

Minggu Bobot badan (g/e)

Pertambahan bobot badan

(g/e)

Konsumsi Pakan FCR Per hari

(g/e/h) Kumulatif

(g/e) 1 175,00 19,10 - 150,00 0,857 2 486,00 44,40 69,90 512,00 1,052 3 932,00 63,70 11,08 1167,00 1,252 4 1467,00 76,40 15,08 2105,00 1,435 5 2049,00 83,10 17,90 3283,00 1,602 Sumber: PT Charoen Pokphand (2006)

Pada tabel rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi oleh bakteri E.coli

hampir secara keseluruhan memperlihatkan adanya kenaikan bobot badan pada setiap pemeriksaan. Kelompok perlakuan 1 menunjukkan peningkatan bobot badan dari pengukuran pertama sampai pengukuran kelima. Menurun pada pengukuran keenam namun meningkat kembali pada pengukuran ketujuh. Penurunan bobot badan ini diakibatkan pengambilan ayam yang secara acak sehingga bisa saja yang terukur adalah ayam yang berukuran kecil mengingat ukuran bobot ayam pada setiap kandang sangat bervariasi.

Untuk kelompok perlakuan 2 sama dengan kelompok perlakuan 1. Peningkatan bobot badan ayam terjadi sampai pada pengukuran kelima, menurun pada pengukuran keenam dan terjadi peningkatan kembali pada pengukuran ketujuh. Berbeda dengan kelompok perlakuan 1 dan 2, kelompok perlakuan 3 menunjukkan peningkatan bobot badan sampai pengukuran keenam dan menurun pada pengukuran ketujuh. Hal ini diduga terjadi karena pada pengamatan bobot badan dilakukan dengan mengambil ayam secara acak. Ukuran bobot ayam bervariasi yang disebabkan oleh adanya kompetisi dalam mendapatkan makanan dan minuman, serta ukuran kandang yang tidak sesuai dengan jumlah ayam. Namun secara keseluruhan rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi oleh bakteri E. coli dan diobati dengan antibiotik D-1 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata bila dibandingkan dengan literatur.

Rata-rata bobot ayam kontrol positif lebih besar dari pada kontrol negatif. Hal ini disebabkan oleh luas kandang untuk kelompok kontrol negatif yang tidak sesuai untuk jumlah pemeliharaan ayam dengan jumlah sebanyak 40 ekor dalam kandang dengan luas 1.95 × 1 meter. Kondisi ini dikarenakan luas area kandang yang sempit sehingga disesuaikan dengan menempatkan ayam-ayam kontrol negatif dalam 1 kandang. Penelitian ini merupan bagian dari proyek penelitian yang menggunakan 4 antibitotik, sehingga jumlah ayam kontrol negatif sebesar 40 ekor disatukan dalam satu kandang karena dianggap sama. Jumlah tempat pakan

13

 

dan air minum pun tidak memadai karena jumlahnya yang terbatas, sedangkan jumlah kontrol positif hanya berjumlah 10 ekor dalam kandang dengan luas 0.65 × 1 meter. Pada tabel 2 dapat dilihat rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi oleh bakteri M. gallinarum. Pada kelompok 1 rata-rata bobot badan terus meningkat sampai pada pengukuran kelima. Penurunan terjadi pada pengukuran keenam kemudian meningkat kembali pada pengukuran ketujuh. Kelompok 2 menunjukkan adanya peningkatan rata-rata bobot badan ayam yang terus menerus dari awal pengukuran hingga pengukuran ketujuh. Lain halnya dengan kelompok 3, kelompok ini dari pengukuran pertama hingga kedua terjadi peningkatan, kemudian stabil sampai pada pengukuran ketiga. Sementara pada pengukuran keempat dan kelima meningkat lalu menurun pada pengukuran keenam dan kembali meningkat pada pengukuran ketujuh.

Bila dibandingkan dengan literatur yang telah didapat, rata-rata bobot badan ayam tidak menunjukkan perbedaan yang berbeda nyata. Menurut Barnes, Vaillancourt, dan Gross 2003 pada ayam pedaging umur 4-8 minggu dan ayam petelur umur ± 20 minggu gejala klinis colibacillosis yaitu dapat terjadi septicemia akut dan menimbulkan kematian, yang didahului dengan nafsu makan hilang, malas bergerak/inaktif, dan mengantuk. Gejala klinis pada penyakit yang disebabkan oleh M. gallinarum tidak patognomonis karena sering terjadi bersamaan dengan infeksi patogen lainnya. Gejala klinis meliputi konjungtivitis serous atau serofibrinosa, bleparitis, rinitis, coryza, tracheitis, air sacculitis, focal bronchopneumonia. Pada unggas dapat menyerang sendi dan dapat menyebabkan kepincangan (Coles 2007). Gejala pernapasan kemudian diikuti dengan turunnya nafsu makan, berat badan dan produksi telur, sedangkan konversi pakan naik (Soeripto 2009). Pada setiap pengukuran dari pengukuran ke-1 sampai ke-7 pada kelompok ayam yang diuji dengan bakteri E. coli dan M. gallinarum menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Hasil pengujian antibiotik D-1 terhadap bakteri E. coli pada pengobatan 6 jam pasca infeksi yaitu kelompok perlakuan 1 menunjukkan adanya tingkat morbiditas yang rendah yaitu sebesar 5% dan tidak terlihat adanya mortalitas (0%), sedangkan pada kelompok perlakuan 2 yang diobati dengan antibiotik D-1 pada hari ke-3 pasca infeksi tidak menunjukkan adanya mortalitas tetapi terdapat morbiditas sebanyak 1 ekor atau sebesar 5%. Berbeda dengan pengobatan hari ke-7 pasca infeksi, pada kelompok perlakuan 3 ini memperihatkan adanya mortalitas sebesar 10% dan morbiditas 0%. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa pengobatan yang terbaik untuk bakteri E. coli menggunakan antibiotik D-1 yaitu antara 1 hari pasca infeksi sampai 3 hari pasca infeksi karena diperoleh persentasi mortalitas ayam sebesar 0%, artinya efektif dalam mencegah terjadinya kematian ayam.

Untuk hasil pengujian antibiotik D-1 terhadap bakteri M. gallinarum terlihat pada kelompok perlakuan 1 yaitu kelompok yang diberi pengobatan pada 6 jam pasca infeksi, tidak menunjukkan adanya tingkat morbiditas (0%) dan mortalitas (0%). Berbeda halnya dengan kelompok perlakuan 2 yang diberi pengobatan pada hari ke-3 pasca infeksi, kelompok ini menunjukkan adanya mortalitas sebesar 5% dari 20 ekor ayam. Pada kelompok perlakuan 3, yaitu kelompok yang diberi pengobatan pada hari ke-7 pasca infeksi, terdapat 1 ekor yang mengalami kesakitan atau morbiditas 5%. Dari hasil yang di dapat, pengobatan yang terbaik

14

dengan menggunakan antibiotik D-1 terhadap M. gallinarum adalah pada 1 hari pasca infeksi karena pada kelompok ini tidak terdapat adanya tingkat morbiditas dan mortalitas.

Antibiotik D-1 yang digunakan mengandung lincomisin dan spektinomisin. Kedua antibiotik ini biasa digunakan pada industri peternakan ayam pedaging untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh E. coli dan Mycoplasma. Antibiotik tersebut memiliki daya kerja menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya dengan ikatan secara reversibel dengan ribosom 50 S. Seperti yang dijelaskan oleh Barnes, Vaillancourt, dan Gross (2003) bahwa E. coli sensitif pada beberapa obat, diantaranya ampisilin, kloramfenikol, klortetrasiklin, neomisin, nitrofurans, gentamisin, ormetiprim-sulfadimektosin, nalidixic acid, oksitetrasiklin, polimiksin B, spektinomisin, streptomisin, dan golongan sulfa. Menurut Soeripto (2009) pengobatan Mycoplasmosis biasanya dilakukan dengan menggunakan antibiotik makrolid seperti tiamulin, tylosin, lincomycin, oxytetrasiklin, dan enrofloxacin yang memiliki daya kerja menghambat sintesis protein. Pada pemeriksaan patologi anatomi pada ayam yang diinfeksi dengan bakteri E. coli didapat adanya enteritis ringan pada kelompok perlakuan 1 dan 2 bila dibandingkan dengan ayam kontrol positif. Untuk kelompok perlakuan 3 tidak terlihat adanya kelainan. Untuk kelompok ayam yang diinfeksi oleh bakteri M. gallinarum, pada gambaran patologi anatomi kelompok perlakuan 1 terlihat adanya kelainan pada hati yang ditandai dengan warna hati yang pucat. Untuk kelompok perlakuan 2 dan 3 tidak terlihat adanya kelainan. Hal ini terjadi karena penularan penyakit yang terjadi akibat penggunaan tempat air minum yang tidak distrerilisasi dan setiap mengganti air tidak ditempatkan pada kandang yang sama.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian dapat disimpulkan bahwa antibiotik D-1 lebih efektif diberikan pada bakteri M. gallinarum dilihat dari perbandingan persentasi jumlah morbiditas dan mortalitas terhadap kelompok ayam yang diinfeksi bakteri E. coli. Pada kelompok ayam yang diinfeksi oleh bakteri E. coli, waktu pemberian antibiotik yang tepat adalah antara 6 jam pasca infeksi sampai 3 hari pasca infeksi, sedangkan pada kelompok ayam yang diinfeksi oleh bakteri M. gallinarum adalah 6 jam pasca infeksi.

Saran

Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk memerhatikan aspek kandang. Luas kandang disesuaikan dengan jumlah ayam yang akan digunakan agar ayam tidak berdesakan dan tidak sulit untuk mengamati perubahan-perubahan yang terjadi.

15

 

DAFTAR PUSTAKA

Amer MM, Zohair GA, El-Bayomi, Girh. 2012. Effect of tilmicosin in control of

Mycoplasmosis in pedaging chickens from infected breeders using elisa test for evalution. J Americ Scien. 8(3): 696-700.

Barnes HJ, Gross WB. 1997. Diseases of Poultry. 10th ed. Calnek BW, Barnes HJ, Beard CW, McDouglad LR, Saif YM, ed. Ames, IA (USA): Iowa State University Press.

Barnes HJ, Vaillancourt JP, dan Gross WB. 2003. Diseases of Poultry. 11th ed. Barnes HJ, Fadly AM, Glisson JR, McDougald LR, Swayne DE, ed. Ames, IA (USA): Blackwell Publishing Ltd.

Charlton BR, Bermudez AJ, Halvorson DA, Jeffrey JS, Newton LJ, Sander JE, Wakernell PS. 2000. Avian Diseases Manual. 5th ed. New Bolton Center (USA): Poultry Pathology Laboratory University of Pennsylvania.

Coles BH. 2007. Essensial of Avian Medicine & Surgery. Ames, IA (USA): Blackwell Publishing Ltd.

Collignon P. 2009. The use of antibiotics in food production animals: does this cause human health problems?. Di dalam: Australia Scientific Seminar [Internet]. [Waktu dan tempat tidak diketahui]. Canberra City Act (AUS): Australia.  Hlmn 1-11; [diunduh 2012 Nov 11]. Tersedia pada: http://www.rspca.org.au/assets/files/Science/SciSem2009/seminars09_paper_collignon.pdf.

Cumpanasoiu C. 2008. The development of avian respiratory Mycoplasmosis in a poultry farm. Lucrac stiintif medec vet. 41: 583-586.

Ewing WR. 1963. Poultry Nutrition. 8th ed. California (USA): Ray Ewing Company.

Hayhurst C. 2004. Epidemics Deadly Diseases Throughout Hystory, E. coli. New York (NY): The Rosen Publishing Group.

Kabir SML. 2010. Avian colibacillosis and salmonellosis: a closer look at epidemiology, pathogenesis, diagnosis, control, and public health concerns. Int J Environ Res Publ Heal. 7: 89-114.

Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA.1996. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kee JL, Hayes ER. 1996. Farmakologi, Pendekatan Proses Keperawatan. Anugerah P, penerjemah; Asih Y, editor. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lay BW, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Edisi pertama. Jakarta (ID): Rajawali Pers.

Manning SD. 2005. Deadly Disease and Epidemics Escherichia coli Infections. United State of America (USA): Chelsea House Publishers.

Nascimento ER, Pereira VLA, Nascimento MGF, Barreto ML. 2005. Avian Mycoplasmosis update. Brazil J Poult Scien. 7(1): 1-9.

Pang Y, Wang H, Girshick T, Xie Z, Khan MI. 2002. Development and application of a Multiplex Chain Reaction for Avian Respiratory Agents. Avian Dis. 46: 691-699.

16

[KEMENKESRI] Kementrian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan RI: Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI.

Priyatno MA. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

[CP] PT Charoen Pokhphand Indonesia Tbk. Manual Pedaging Manajemen CP 707. Jakarta (ID): CP.

Rasyaf M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Keempat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Rimaviciute R, Dumalakiene I, Viliene R, Meskiene R, Meskys R. 2012. Construction of a DNA vector system for Mycoplasma gallinarum. Roman Biotechnol Lett. 17(4): 7533-7539.

Siddique AB, Sajjad-ur-Rahman, Hussain I, Muhammad G. 2012. Frequently distribution of opportunistic avian pathogens in respiratory distress cases of poultry. Pakist Vet J. 32(3): 386-389.

Soeripto. 2009. Chronic respiratory diseases (CRD) pada ayam. Wartazoa. 19(3): 134-142.

Suharno B. 2002. Kiat Sukses Berbisnis Ayam. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sumardjo D. 2006. Pengantar Kimia. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tabbu CR. 2000. Penyakit ayam dan penanggulangannya. Kanisius. Vol. 1. Tarmudji. 2003. Kolibasilosis pada ayam: etilogi, patologi, dan pengendaliannya.

Wartazoa. 13(2): 65-73. Utami ER. 2012. Antibiotika, resistensi, dan, rasionalitas terapi. Saintis. 1(1):

124-138. Wan X, Branton SL, Hanson LA, Pharr GT. 2004. Identification and initial

Characterization of a Putative Mycoplasma gallinarum leucine aminopeptidase gene. Curr Microbiol Internation J. 48: 32-38.

Wan X, Branton SL, Collier SD, Evans JD, Leigh SA, dan Pharr GT. 2010. Proteomics inference of genes involved in host adaptation of Mycoplasma gallinarum. Vet Microbiol. 145(2010): 177-184.

17

 

Lampiran 1 Gambaran patologi anatomi kelompok ayam yang diinfeksi bakteri E.

coli

Kontrol +

Kelompok perlakuan 1

Kelompok perlakuan 2

Kelompok perlakuan 3

Lampiran 2 Gambaran patologi anatomi kelompok ayam yang diinfeksi bakteri

M. Gallinarum

Kontrol +

Kelompok perlakuan 1

Kelompok perlakuan 2

Kelompok perlakuan 3

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juni 1990 di DKI Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari ibunda Elisabeth Eveline dan ayahanda Agus Yandi Harahap.

Penulis mengawali pendidikan pertama di Taman Kanak-kanak Pertiwi Jakarta Timur yang diselesaikan pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan dasar di SDN Pengadilan V Bogor dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2005 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menangah pertama di SMPN 5 Bogor dan dilanjutkan dengan pendidikan di SMAN 2 Bogor hingga tahun 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2008. Selama perkuliahan penulis aktif di organisasi Himpro HKSA (Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik), sebagai anggota Divisi Hewan Kecil tahun kepengurusan 2009/2010. Penulis pernah menjadi asisten Embriologi tahun ajaran 2011/2012.