hemofilia and its stem cells therapy fix

Upload: dian-dwi

Post on 06-Jul-2015

295 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Referat HEMOFILIA

Disusun oleh: Fatnan Setyo Dian Dwi AS Shanti Kirana Hermawan Surya D Widana Primaningtyas G0004096 G0004080 G0004196 G0005011 G0005207

Pembimbing: Dr. Supriyanto Muktiatmodjo, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2010

DAFTAR ISI

Pendahuluan ............................................................................................ 1 3 II. Hemostasis............................................................................................... 13I. III. Hemofillia...............................................................................................

13

14 A. Definisi ............................................................................................. 14 15 B. Patofisiologi....................................................................................... 17 C. Gejala klinis....................................................................................... 24 25 D. Diagnosis .......................................................................................... 25E. Manajemen hemofillia....................................................................... IV. Terapi gen pada hemofillia......................................................................

27 28

28 A. Terapi stem sel pada hemofillia........................................................ 29 29 Studi pada hemofillia A.................................................................... 31 Studi pada hemofillia B..................................................................... 32B. Vektor virus......................................................................................

Vektor adenovirus............................................................................ Vektor Adeno-Associated virus......................................................... Vektor retrovirus................................................................................V. Kesimpulan..............................................................................................

VI. Daftar Pustaka........................................................................................

i

BAB I PENDAHULUAN

Kemampuan tubuh untuk mengendalikan aliran darah setelah terjadi injuri vaskuler adalah sangat penting. Proses blood clotting (penjendalan darah) dan disusul larutnya jendalan, setelah perbaikan jaringan rusak disebut hemostasis. Hemostasis merupakan gabungan dari 4 kejadian utama yang terjadi dalam sebuah rangkaian setelah terjadi kerusakan jaringan. Pertama, Fase inisial yaitu konstriksi vaskuler yang membatasi aliran darah ke lokasi injuri. Kedua, aktivasi trombosit oleh trombin dan berkumpul pada tempat injuri, bersifat sementara. Ketiga, pembentukan jala fibrin atau clot (jendalan) dibentuk dan menjerat sumbatan. Keempat, pelarutan jendalan oleh plasmin agar aliran darah kembali normal.1,2 Pembentukan jendalan fibrin dapat melalui 2 jalur, yaitu jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.Kedua jalur tersebut akhirnya bersatu pada jalur utama yang bermuara pada pembentukan jendalan.Kedua jalur bersifat kompleks dan melibatkan berbagai macam protein yang disebut clotting factor (faktor penjendalan).1 Namun begitu ada hal- hal yang dapat mengganggu terjadinya proses homeostasis, antara lain : pertama, hemofilia, yaitu sebuah penyakit yang disebabkan disfungsi dari salah satu faktor penjendalan darah yakni faktor anti hemofili. Kedua, koagulopati (gangguan penjendalan darah) dikarenakani inefektifitas atau ketidakcukupan trombosit. Ketiga, status hiperkoagulasi (trombofilia) yang diakibatkan oleh gangguan regulasi trombosit atau fungsi faktor penjendalan, dan dapat menyebabkan thrombosis.1,2 Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor

pembekuan darah. Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-linked recessive yaitu hemofilia A (hemofilia klasik) akibat defisiensi

1

atau disfungsi faktor pembekuan VIII (F VIIIc) dan hemofilia B (Christmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi F IX (faktor Christmas). Sedangkan

hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekuranagan faktor XI yang diturunkan secara autosomal recessive. 3 Pada permulaan abad ke-20, hemofilia masih didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan pembekuan darah. Pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII dari protein pembawanya di plasma, yaitu faktor von Willebrand (F vW), sehingga sekarang dapat dibedakan kelainan perdarahan akibat hemofilia A dengan penyakit von Willebrand.3 Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi klinis tersebut tergant8ung pada beratnya hemofilia (aktivitas faktor pembekuan).3 Untuk penegakan diagnosis sampai saat ini riwayat keluarga masih merupakan cara terbaik untuk melakukan tapisan pertama terhadap kasus hemofilia, meskipun terdapat 20-30% kasus hemofilia terjadi akibat mutasi spontan kromosom X pada gen penyandi F VIII/ F IX. Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting sebelum memutuskan pemeriksaan penunjang lainnya.3

2

BAB II HEMOSTASIS Mekanisme Hemostasis Kemampuan tubuh untuk mengendalikan aliran darah setelah terjadi injuri vaskuler adalah sangat penting. Proses blood clotting (penjendalan darah) dan disusul larutnya jendalan, setelah perbaikan jaringan rusak disebut hemostasis. Hemostasis merupakan gabungan dari 4 kejadian utama yang terjadi dalam sebuah rangkaian setelah terjadi kerusakan jaringan yaitu1: 1. Fase inisial yaitu konstriksi vaskuler yang membatasi aliran darah ke lokasi injuri.2. Aktivasi trombosit oleh trombin dan berkumpul pada tempat injuri, bersifat

sementara, membangun sumbatan trombosit yang longgar. Fibrinogenlah yang pertama berespon untuk merangsang kumpulnya trombosit. Setelah aktivasi, trombosit melepaskan nukleotida, ADP dan eikosanoid, TXA2 (keduanya mengaktifkan trombosit tambahan), serotonin, fosfolipid, lipoprotein, dan protein penting lain untuk koagulasi. Untuk merangsang sekresi, trombosit yang telah diaktifkan akan berubah bentuk untuk mengakomodir pembentukan sumbatan.3. Untuk menjamin stabilitas sumbatan trombosit longgar, jala fibrin atau clot

(jendalan) dibentuk dan menjerat sumbatan. Jika sumbatan hanya mengandung trombosit, maka disebut thrombus putih, jika juga terdapat eritrosit di dalamnya maka disebut trombus merah. 4. Akhirnya jendalan harus larut agar aliran darah normal kembali. Larutnya jendalan terjadi karena peran dari plasmin.

3

Gambar 1. Peristiwa perdarahan

Gambar 2. Pembentukan sumbatan oleh jendalan yang diikat oleh jala-jala fibrin

Ada 2 jalur pembentukan jendalan fibrin yaitu jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.Kedua jalur tersebut akhirnya bersatu pada jalur utama yang bermuara pada pembentukan jendalan.Kedua jalur bersifat kompleks dan melibatkan berbagai macam protein yang disebut clotting factor (faktor penjendalan).Pembentukan jendalan fibrin sebagai respon terhadap injuri adalah kejadian yang paling relevan secara klinis dari hemostasis, disbanding kondisi normal. Proses ini adalah akibat dari aktivasi jalur ekstrinsik. 1 Pembentukan thrombus merah atau jendalan sebagai respon terhadap abnormalitas dinding pembuluh darah tanpa kerusakan jaringan adalah akibat dari jalur intrinsik.Jalur intrinsik memiliki signifikansi klinik rendah dibandingkan dengan kondisi normal.Yang paling signifikan secara klinis adalah aktivasi jalur4

intrinsik oleh kontak dinding pembuluh darah dengan partikel lipoprotein, VLDL (very low density lipoprotein) dan kilomikron. Proses ini menunjukkan peran hiperlipidemia dalam pembentukan aterosklerosis. Jalur intrinsik juga dapat diaktifkan oleh kontak dinding pembuluh darah dengan bakteri.1 Ada beberapa macam gangguan proses penjendalan darah antara lain1: 1. Hemofilia, yaitu sebuah penyakit yang disebabkan disfungsi dari salah satu faktor penjendalan darah yakni faktor anti hemofili. 2. Inefektifitas atau ketidakcukupan trombosit sehingga menimbulkan

koagulopati (gangguan penjendalan darah) 3. Status hiperkoagulasi (trombofilia) yang diakibatkan oleh gangguan regulasi trombosit atau fungsi faktor penjendalan, dan dapat menyebabkan trombosis

Gambar 4. Skema jalur proses koagulasi darah

5

Gambar 5. Skema jalur proses koagulasi darah

Tabel 1.Faktor-faktor penjendalan darahPathw ay Intrinsi c

Factor

Trivial Name(s)

Characteristic Functions with HMWK and factor XII Co-factor in kallikrein and factor XII activation, necessary in factor XIIa activation of XI, precursor for bradykinin (a potent vasodilator and inducer of smooth muscle contraction

Prekallikr ein (PK)

Fletcher factor

Hig h molecular weight kininogen (HMWK)

contact activation cofactor; Fitzgerald, Flaujeac Williams factor

Intrinsi c

I II

Fibrinogen Prothrombin

Both Both Contains N-term. gla segment

6

III IV

Tissue Factor Calcium Proaccelerin, labile factor, accelerator (Ac-) globulin

Extrins ic Both

V

Both

Protein cofactor

VI (same as Va)

Accelerin

Both

This is Va, redundant to Factor V

VII

Proconvertin, serum prothrombin conversion accelerator (SPCA), cothromboplasti n Antihemophiliac factor A, antihemophilic globulin (AHG) Christmas Factor, antihemophilic factor B,plasma thromboplastin component (PTC) Stuart-Prower Factor Plasma thromboplastin antecedent (PTA) Hageman Factor

Extrins ic

Endopeptidase with gla residues

VIII

Intrinsi c

Protein cofactor

IX

Intrinsi c

Endopeptidase with gla residues

X

Both

Endopeptidase with gla residues

XI

Intrinsi c Intrinsi c

Endopeptidase

XII

Endopeptidase

7

XIII

Protransglutamin ase, fibrin stabilizing factor (FSF), fibrinoligase

Both

Transpeptidase

Functional Classification of Clotting FactorZymogens of Serine Proteases

Activities binds to exposed collagen at site of vessel wall injury, activated by highMW kininogen and kallikrein activated by factor XIIa activated by factor XIa in presence of Ca2+ activated by thrombin in presence of Ca2+ activated on surface of activated platelets by tenase complex and by factor VIIa in presence of tissue factor and Ca2+ activated on surface of activated platelets by prothrombinase complex Activities

Factor XII

Factor XI Factor IX

Factor VII

Factor X

Factor II Cofactors

8

Factor VIII

activated by thrombin; factor VIIIa is a cofactor in the activation of factor X by factor IXa activated by thrombin; factor Va is a cofactor in the activation of prothrombin by factor Xa a subendothelial cell-surface glycoprotein that acts as a cofactor for factor VII Activity cleaved by thrombin to form fibrin clot Activity activated by thrombin in presence of Ca2+; stabilizes fibrin clot by covalent cross-linking Activities associated with subendothelial connective tissue; serves as a bridge between platelet glycoprotein GPIb/IX and collagen activated to protein Ca by thrombin bound to thrombomodulin; then degrades factors VIIIa and Va acts as a cofactor of protein C; both proteins contain gla residues protein on the surface of endothelial cells; binds thrombin, which then activates protein C most important coagulation inhibitor, controls activities of thrombin, and factors IXa, Xa, XIa and XIIa

Factor V

Factor III (tissue factor) Fibrinogen Factor I Transglutaminase

Factor XIII

Regulatory/Other Proteins

von Willebrand factor

Protein C

Protein S

Thrombomodulin

Antithrombin III

9

Dalam sistem hemostasis ada 3 mekanisme yang bekerja bersama-sama untuk menghentikan aliran darah yaitu1: 1. Vasokonstriksi Vasokonstriksi dapat memperlambat aliran darah sehingga kehilangan darah berkurang. Proses ini diperantarai oleh: Kontrol lokal Vasokonstriktor misalnya tromboksan yang dilepaskan pada lokasi kerusakan menyempitkan vaskuler setempat. Kontrol sistemik Epinefrin yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal merangsang vasokonsriksi secara sistemik. 2. Pembentukan sumbatan trombosit Saat terjadi kerusakan vaskuler, darah terpapar oleh serat kolagen pada membran basal pembuluh darah.Trombosit diaktifkan akibat kontak dengan kolagen tersebut. Trombosit yang telah aktif melepaskan substansi kimia antara lain ADP dan tromboksan yang menyebabkan berkumpulnya trombosittrombosit lain ke lokasi injuri. Kumpulan trombosit membentuk sumbatan trombosit yang menghentikan aliran darah keluar dari pembuluh darah.Sumbatan trombosit ini kadang-kadang ada yang menuju sasaran yang salah (bukan daerah injuri).Untuk mengatasi hal ini, pembuluh darah mengeluarkan enzim prostasiklin yang dapat menghambat aktifasi dan berkumpulnya trombosit.1 3. Penjendalan darah

10

Gambar 6. Pembentukan sumbatan trombosit Darah memiliki belasan faktor penjendalan, berupa protein yang eksis di dalam darah dalam kondisi inaktif, namun akan aktif jika ada kerusakan pembuluh darah. Aktifasi faktor-faktor penjendalan ini terjadi menurut urutan tertentu.Faktor pertama mengaktifkan faktor kedua, faktor kedua mengaktifkan faktor ketiga, demikian seterusnya.Urutan reaksi ini dinamakan clotting cascade (luncuran jendalan).1 Penjendalan darah adalah transformasi dari bentuk cair ke bentuk jel semisolid.Jendalan dibuat fibrin yaitu serat (polimer) protein.Monomer fibrin dihasilkan dari aktifasi fibrinogen yang semula adalah prekursor inaktif. Ujung fibrinogen memiliki penutup, yang jika dilepas akan melekat ke fibrin-fibrin yang lain, sehingga terbentuklah polimer fibrin. Proses perubahan fibrinogen menjadi fibrin membutuhkan enzim yaitu trombin. Proses ini juga membutuhkan kalsium yang mengikat monomer-monomer fibrin menjadi polimer fibrin. Serat-serat fibrin membentuk jala-jala longgar yang distabilkan oleh faktor XIII.Jala-jala fibrin yang telah stabil menangkap eritrosit sehingga terbentuk jendalan dan menghentikan aliran darah.1

11

Gambar 7. Pembentukan jendalan darah Dari gambar di atas terlihat bahwa trombin adalah kunci mekanisme penjendalan. Jika trombin tersedia, maka penjendalan berlangsung, tetapi jika trombin tidak ada, penjendalan tidak akan terjadi. Trombin berasal dari prekursor inaktif yaitu protrombin.Ada 2 jalur untuk mengubah protrombin menjadi trombin yaitu jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.1

Gambar 8. Dua jalur pembentukan trombin Jalur intrinsik, dirangsang oleh elemen-elemen intrinsik (elemenelemen dalam darah sendiri).Kerusakan dinding pembuluh darah merangsang aktifasi luncuran faktor penjendalan.Luncuran ini mengakibatkan aktifasi faktor X. Faktor X yang teraktifasi merupakan enzim pengubah protrombin menjadi trombin.Trombin mengubah fibrinogen menjadi monomer fibrin yang kemudian terpolimerasi menjadi serat fibrin.Serat fibrin membentuk jala-jala longgar yang distabilkan oleh serat melintang yang dibuat oleh faktor XIII.Jala-jala serat fibrin yang stabil menjadi jendalan yang menangkap eritrosit dan trombus, kemudian menghentikan aliran darah.1 Jalur ekstrinsik dirangsang oleh kerusakan jaringan di luar pembuluh darah.Jalur ini menjendalkan darah yang mengalir dari pembuluh darah ke jaringan. Kerusakan jaringan merangsang aktifasi tromboplastin jaringan, suatu

12

enzim yang mengkatalisis aktivasi faktor X. Pada poin ini jalur intrinsik dan ekstrinsik bersatu dan langkah selanjutnya sama dengan yang dilalui jalur intrinsik.2 .

13

BAB III HEMOFILIA I. HEMOFILIA A. Definisi Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah. Hemofilia A dan hemofilia B diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh). Hemofilia A (hemofilia klasik) disebabkan defisiensi atau disfungsi faktor pembekuan VIII (F VIIIc) sedangkan hemofilia B (Christmas disease) disebabkan defisiensi atau disfungsi F IX (faktor Christmas).3,4 Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekitar abad kedua sesudah Masehi. Dalam kitab Talmud juga disebutkan bahwa jangan menyunat bayi laki-laki yang dua atau lebih saudara laki-lakinya meninggal karena perdarahan setelah disunat. Kemudian pada awal abad ke-19 hemofilia dikenal dengan dituliskannya silsilah keluarga Kerajaan Inggris oleh Otto pada tahun 1803. Sejak itu hemofilia dikenal sebagai kelainan pembekuan darah secara sex-linked recessive. Pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII dari protein pembawanya di plasma, yaitu faktor von Willebrand (F vW), sehingga sekarang dapat dibedakan kelainan perdarahan akibat hemofilia A dengan penyakit von Willebrand.3,4 Pada hemofilia A dan hemofilia B, gen F VIII dan F IX terletak pada kromosom X serta bersifat resesif, maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh); dapat bermanifestasi klinis pada laki-laki (pasien XhY) dan dapat bermanifestasi klinis pada perempuan bila kedua kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (XhXh). Hingga tahun 1952, keduanya sulit dibedakan karena gambaran klinik dan pewarisan genetik pada keduanya serupa. Namun kini keduanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan cross-correctional, pemeriksaan faktor spesifik atau analisis genetik molekuler.3,4 Terdapat pula bentuk hemofilia yang diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35, yaitu hemofilia C, yang disebabkan

14

kekurangan faktor XI. Hemofilia C pertama kali ditemukan pada keluarga Yahudi di Amerika, yaitu dua orang saudari serta paman mereka dari pihak ibu. Mereka mengalami perdarahan setelah menjalani ekstraksi gigi dan tonsilektomi.3,5 Telah dilaporkan pula hemofilia yang tidak dirurunkan secara genetik, baik sex-linked recessive maupun autosomal recessive. Penderita hemofilia tipe ini semula memiliki proses hemostasis yang normal serta tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita hemofilia. Pada bentuk hemofilia didapat ini (acquired haemophilia), terbentuk autoantibodi terhadap faktor pembekuan darah, kebanyakan terhadap F VIII.6.

B. Patofisiologi Gen untuk F VIII (hemofilia A) dan F IX (hemofilia B) berlokasi di lengan panjang kromosom X. Gen F VIII yang terletak di regio Xq28, menampilkan 186 kb dari kromosom X yang terdiri dari 26 ekson dan 25 intron. Sekitar 40% kasus kekurangan F VIII yang berat timbul dari suatu inversi besar yang mengganggu gen F VIII. Delesi, insersi dan mutasi berperan dalam 50-60% kasus hemofilia A. Kadar F VIII yang rendah dapat timbul dari cacat luar gen F VIII, seperti dalam IIN jenis penyakit von Willebrand, di mana cacat molekul berada dalam domain pengikat F VIII yaitu faktor von Willebrand. Gen F IX yang terletak di regio Xq27, memiliki 34 kb serta menyusun 8 ekson dan 7 sekuen intervensi. Delesi dan mutasi pada gen FIX adalah penyebab paling umum dari hemofilia B.7 Pada hemofilia C, tingkat keparahan didasarkan pada aktivitas faktor plasma XIc (clotting). Defisiensi faktor XI yang berat terdapat jika aktivitas faktor XI dalam plasma kurang dari 1-15 U/dL. Faktor XI adalah protease serin dimer, yang terdiri dari rantai yang masing-masing beratnya 80.000 Da.5 C. Gejala Klinis Pada hemofilia A dan hemofilia B, perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi klinis tersebut tergantung pada beratnya

15

hemofilia (aktivitas faktor pembekuan). Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hemartrosis, hematom subkutan/ intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pascaoperasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi).3 Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturutturut sebagai berikut: sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Hematoma intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada otot betis, otot-otot regio iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf dan kontyraktur otot.3 Pada hemofilia C jarang terjadi perdarahan spontan. Perdarahan lebih sering diakibatkan trauma atau pascaoperasi. Perdarahan spontan dapat terjadi jika terdapat kondisi patologi lain yang menyertai.5 D. Diagnosis Sampai saat ini riwayat keluarga masih merupakan cara terbaik untuk melakukan tapisan pertama terhadap kasus hemofilia, meskipun terdapat kasus hemofilia yang disebabkan mutasi spontan ataupun terbentuknya antibodi terhadap faktor pembekuan.3,6 Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting sebelum memutuskan pemeriksaan penunjang lainnya. Seorang anak laki-laki diduga menderita hemofilia jika terdapat riwayat perdarahan berulang atau riwayat perdarahan memanjang setelah trauma atau tindakan tertentu dengan atau tanpa riwayat keluarga. Seorang perempuan diduga sebagai pembawa sifat hemofilia (karier) jika dia memiliki lebih dari satu anak lelaki yang menderita hemofilia atau mempunyai seorang atau lebih saudara laki-laki dan seorang anak lelaki pasien hemofilia atau ayahnya pasien hemofilia.3 Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan uji hemostasis, seperti pemanjangan masa pembekuan (CT) dan masa tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT), abnormalitas uji thromboplastin generation, dengan masa perdarahan dan masa protrombin (PT) dalam batas normal.3,8,9

16

Diagnosis definitif ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas F VIII, F IX, atau F XI. Nilai normal aktivitas F VIII/ F IX adalah 0,5-1,5 U/ml atau 50150%. Pada hemofilia A dan hemofilia B, dikatakan hemofilia berat jika kurang dari 1%, hemofilia sedang jika 1-5% dan hemofilia ringan jika lebih dari 5.3,5,7,8,9 Pada hemofilia C, kadar F XI 1-10%, sedangkan pada yang heterozigot 30-65%.8 Harus dibedakan antara hemofilia A dengan penyakit von Willebrand, dengan melihat rasio F VIIIc: F VIIIag dan aktivitas F vW (uji ristosetin) yang rendah.3 Di Amerika Serikat, kadar inhibitor FVIII diukur dengan menggunakan metode Bethesda. Dalam metode ini, 1 unit Bethesda (BU) sama dengan jumlah antibodi yang menghancurkan satu setengah F VIII/ F IX dalam campuran yang sama antara plasma normal dan plasma pasien dalam waktu 2 jam pada suhu 37 C. Jika terdapat inhibitor terhadap F VIII atau F IX, maka pada pemeriksaan dengan menggunakan metode ini, didapatkan titer yang rendah (0-10 BU) atau titer yang tinggi (>10 BU). Titer lebih dari 0.6 BU dianggap positif terdapat inhibitor. 7,8,9 Deteksi pada hemofilia A karier dapat dilakukan dengan menghitung rasio aktivitas F VIIIc dengan antigen F VIIIvW. Jika nilai kurang dari 1 memiliki ketepatan dalam menentukan hemofilia karier sekitar 90%; namun pada keadaan hamil, pemakaian kontrasepsi hormonal dan penyakit hati aktivitas F VIIIc dapat meningkat. Pada karier, aktivitas F VIII rata-rata 50% (kadang-kadang 1% jarang mengalami perdarahan spontan dan memiliki pelestarian fungsi sendi yang jauh lebih baik. Profilaksis penggantian faktor pembekuan darah telah terbukti berguna bahkan ketika tingkat faktor tidak dipertahankan diatas 1% pada setiap saat. Pada pasien dengan perdarahan berulang, terutama pada sendi spesifik (sendi target), profilaksis sekunder jangka-pendek selama 4-8 minggu bisa digunakan untuk menginterupsi siklus pendarahan. Hal ini dapat dikombinasikan dengan fisioterapi intensif atau synoviorthesis. Pemberian profilaksis konsentrat faktor pembekuan dianjurkan sebelum terlibat dalam kegiatan dengan resiko tinggi cedera untuk mencegah perdarahan.11 Saat ini protokol yang paling umum disarankan untuk profilaksis adalah infus 25-40 IU / kg konsentrat faktor pembekuan darah tiga kali seminggu bagi mereka dengan hemofilia A dan dua kali seminggu bagi mereka dengan hemofilia B. Namun, itu harus diakui bahwa berbagai protokol diikuti untuk profilaksis, bahkan di dalam negara yang sama, dan regimen yang optimal masih harus didefinisikan. Berbeda pembekuan pengganti protokol faktor untuk profilaksis saat ini sedang dievaluasi.3,11 Profilaksis primer, adalah pengobatan yang mahal dan dapat dicapai hanya jika sumber daya yang signifikan dialokasikan untuk perawatan hemofilia, seperti di negara-negara maju, dan untuk beberapa pasien di negaranegara berkembang yang mampu. Namun, profilaksis telah ditunjukkan untuk mengurangi perdarahan bersama dengan pelestarian fungsi sendi dan meningkatkan kualitas hidup. Penelitian tentang efikasi biaya dirancang untuk mengidentifikasi dosis minimum diperlukan untuk mengurangi biaya perawatan dan memungkinkan akses profilaksis ke seluruh dunia.11 6. Operasi Isu-isu berikut adalah penting utama saat melakukan operasi elektif pada orang-orang dengan hemofilia11 : Prosedur bedah harus dilakukan dalam koordinasi dengan tim yang berpengalaman dalam pengelolaan hemofilia.

22

Prosedur harus dilakukan di pusat dengan dukungan laboratorium yang

memadai untuk memantau tingkat faktor pembekuan. Penilaian pra-operasi harus mencakup skrining inhibitor.

Pembedahan harus dijadwalkan awal minggu dan awal hari untuk dukungan laboratorium dan bank darah yang optimal, jika diperlukan. Ketersediaan jumlah konsentrat faktor pembekuan yang cukup harus dipastikan sebelum melakukan operasi besar untuk hemofilia. Dosis dan durasi cakupan konsentrat faktor pembekuan tergantung pada jenis

operasi yang dilakukan 7. Inhibitor Sekitar 10% -15% dari hemofilia A pasien dan 1% -3% dari pasien hemofilia B dapat mengembangkan inhibitor persisten akibat perawatan dengan faktor konsentrat. Inhibitor yang dikembangkan sebagian besar pasien di tubuhnya terjadi awal dalam 10-20 hari pertama paparan. Pasien yang lebih mungkin untuk mengembangkan inhibitor adalah mereka dengan cacat gen berat seperti delesi, mutasi atau inversi gen. 11 Inhibitor mungkin hanya sementara walaupun mungkin faktor penggantian tertentu terus menerus, biasanya ketika titer rendah (