gb2000 8 kamp horor

90
R.L. Stine Kamp Horor (Goosebumps 2000 # 8) Selamat Datang di Abad Horor Goobumps Series 2000 Sesuatu terasa melilit pergelangan kakiku. Semula kusangka itu cuma ganggang air. Tapi benda itu kemudian mencengkeramku. Aku meronta-ronta sekuat tenaga. Tapi tangan yang tinggal tulang terus mencengkeramku, menarikku. Terus... terus... ke dasar danau. 2000 kali lebih syereeem Alih bahasa: Rosi L. Simamora Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah Selatan 24-26 Lt. 6 Jakarta 10270 Ebook by: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu

Upload: kezzia-putri-wazane

Post on 21-Feb-2016

246 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

kjusrdcnfbksuwfr

TRANSCRIPT

Page 1: Gb2000 8 Kamp Horor

R.L. Stine

Kamp Horor

(Goosebumps 2000 # 8)

Selamat Datang di Abad Horor

Goobumps Series 2000

Sesuatu terasa melilit pergelangan kakiku. Semula kusangka itu cuma ganggang air. Tapi benda itu kemudian mencengkeramku.

Aku meronta-ronta sekuat tenaga. Tapi tangan yang tinggal tulang terus mencengkeramku, menarikku.

Terus... terus... ke dasar danau.

2000 kali lebih syereeem

Alih bahasa: Rosi L. Simamora

Penerbit

PT Gramedia Pustaka Utama

Jl. Palmerah Selatan 24-26 Lt. 6

Jakarta 10270

Ebook by: Farid ZE

Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu

Page 2: Gb2000 8 Kamp Horor

1

PEMBALASAN Dr. Cruel... Karnaval Horor yang Menjijikkan... Monster Kepiting Lawan Manusia Lintah...

Kau suka film-film itu juga?

Adikku, Tyler, dan aku membeli videonya dan kami menontonnya sepanjang waktu. Kami suka semua film horor. Tapi ketiga film ini dibuat oleh R.B. Farraday, dan ia sutradara favorit kami.

Kami menonton acara TV-nya -Rumah Angker- setiap minggu: Dan kami menonton film-filmnya, lalu juga membeli videonya. Kurasa kau tahu - kami ini fans-nya R.B. Farraday!

Pada suatu hari di musim dingin yang lalu, Dad pulang sambil tersenyum lebar. “Aku punya sesuatu yang mungkin akan membuatmu tertarik, Andrew,” katanya padaku. Ditariknya selembar brosur yang tergulung dari saku jaketnya, dan kemudian diberikannya padaku.

Kubuka gulungan kertas itu dan kubaca huruf-huruf berukuran besar di bagian depannya KAMP HOROR R.B. FARRADAY.

Aku menatapnya dengan shock. “Dia... dia membuka kamp musim panas?” akhirnya aku mampu berkata.

Dad mengangguk.

Aku berseru memanggil Tyler dan kusodorkan brosur itu ke depan wajahnya. “Hah? Bolehkah kami pergi?” teriaknya. “Bolehkah kami pergi musim panas ini?”

Dad mengangguk lagi.

Dan kemudian seluruh rumah keluarga Herman berguncang hebat. Tyler dan aku melompat-lompat sambil berteriak sekencang-kencangnya. Mom dan Dad tertawa melihat kami.

Benar-benar saat yang menggembirakan.

Page 3: Gb2000 8 Kamp Horor

“Sini, biar kulihat!” seru Tyler. Ia mencoba merebut brosur kamp itu dari tanganku... tapi brosur itu akhirnya robek menjadi dua bagian.

“Wow! Tenang, anak-anak! Tenang!” Dad mengingatkan.

“Benar-benar sesuatu yang dibutuhkan oleh kamp horor,” gumam Mom “Dua monster tak terkontrol lagi.”

Mom selalu menyebut Tyler dan aku monster kalau kami lagi sedikit antusias. Umurku dua belas dan Tyler sepuluh tahun. Tapi menurut Mom kami harus bertingkah seperti orang dewasa setiap waktu.

Itu kan membosankan... ya, nggak?

Setelah kami berhenti melompat-lompat di seluruh rumah, berteriak-tenak, sambil lari simpang-siur dari tembok ke tembok seperti bola ding-dong, Dad membantu kami merekatkan kedua bagian brosur itu menjadi satu kembali.

“Entahlah, Andrew,” ia berkata seraya menyerahkan brosur itu padaku. “Kamp ini kayaknya cukup menyeramkan. Kau dan Tyler mungkin akan terlalu ketakutan.”

Aku memutar bola mataku. “Yeah, pasti.”

“Yeah. Aku gemetaran. Aku merinding!” Tyler memekik. Ia berpura-pura ketakutan, dan dengan sengaja membuat sekujur tubuhnya bergetar seperti agar-agar.

Tyler memang jago dalam hal yang satu itu. Ia kurus seperti cacing dan tubuhnya lentur. Kami sama-sama berambut cokelat lurus dan mata kami yang bulat berwarna gelap. Tapi tarnpangku selalu serius. Sedang Tyler hampir selalu tampak tolol. Ia selalu membuat gerakan-gerakan lucu, memonyong-monyongkan wajahnya, membuat anak-anak tertawa.

Tapi kami berdua sama-sama serius saat mempelajari brosur kamp itu Saking bersemangatnya, sampai-sampai kami nggak bisa ngomong.

Kamp itu punya segalanya! Hutan Angker... Danau Zombie Air...

Wow!

“Bagaimana mungkin kita sanggup menunggu sampai bulan Juli?” keluhku.

“Kalau saja aku dapat memejamkan mataku dan tiba-tiba sudah musim panas!” timpal Tyler.

Page 4: Gb2000 8 Kamp Horor

Tentu saja, tak ada satu jalan pun hingga kami tahu bahwa kamp itu akan sedikit berbeda dan yang kami harapkan.

Tak ada satu cara pun hingga kami tahu betapa mengerikannya Kamp Horor itu.

Dan tak ada satu cara pun hingga kami tahu apa yang sedang menunggu kami di sana, jauh, jauh, di dasar Liang Tak Berujung.

2

"HORRRREEE!!!”

Tyler dan aku berteriak gembira saat bus kamp kembali melindas sebuah gundukan lagi hingga kami semua terpelanting keluar dari kursi kami.

“Apakah menurutmu R.B. Farraday mendesain bus ini?” Meredith Friedman bertanya. Ia dan adiknya, Elizabeth, duduk di belakang Tyler dan aku. Kami bertemu dengan mereka waktu naik ke bus tadi.

Mereka lumayan. Hanya saja Elizabeth tak henti-hentinya membuat balon dari permen karetnya dan memerciki bagian belakang kepalaku dengan air liurnya.

Dan Meredith selalu memanggilku Andy. Tak ada yang memanggilku Andy. Semua orang memanggilku Andrew.

“Bus Kamp Tak Berujung” ujar Tyler.

“Bukan. Balas Dendam si Jin Ngebut” usul Meredith.

“Monster Bus Kamp dari Luar Angkasa” pekik Elizabeth.

Kami semua menatapnya. R.B. Farraday takkan pernah muncul dengan judul norak seperti itu.

Elizabeth merona malu.

Page 5: Gb2000 8 Kamp Horor

Bus itu meliuk dengan ban berdecit di suatu tikungan. Di luar sana cuma ada hamparan tanah pertanian. Bermil-mil ladang-ladang hijau.

“Kita sudah sampai, belum? Sudah sampai, belum?” Kami semua mulai mengumandangkan kalimat itu berulang-ulang.

Tak lama kemudian pepohonan yang tinggi menggantikan hamparan ladang. Jalan raya itu membelok ke dalam hutan yang lebat.

“Setiap malam mereka memutar film-film R.B. Farraday,” Meredith berkata. “Keren, kan?”

“Tyler dan aku sudah pernah menonton semua film itu,” bualku. “Setidaknya enam kali.”

“Tapi aku ingin melihat semuanya lagi,” sela Tyler.

Sekonyong-konyong Elizabeth tampak cemas. “Tak seluruhnya menyeramkan... ya, kan?” ia bertanya. “Maksudku, kita juga akan melakukan kegiatan kamp yang normal... ya, kan?”

Meredith tertawa gelak-gelak. “Apa yang ingin kaulakukan, Lizzy? Membuat kalung manik-manik dan binatang origami dalam seni dan ketrampilañ?”

Lagi-lagi Elizabeth nerona malu. “Yah...”

Aku membuka mulut untuk mengatakan sesuatu. Tapi bus itu tersentak, berdecit, dan tergelincir dengan keras.

Aku terjatuh ke lorong.

Kudengar Tyler menjerit.

Anak-anak lain berteriak keras.

Aku terpental ke atas lantai bus saat kendaraan itu tergelincir dan akhirnya berhenti dengan ban berdecit keras.

Beberapa anak memekik histeris. Yang lain tertawa-tawa.

Aku mulai menghela tubuhku kembali ke kursi.

Dan nyaris saja terjatuh kembali waktu kudengar sopir bus itu mengucapkan teriakan kemarahan.

Page 6: Gb2000 8 Kamp Horor

Aku mendengar suara napas ditahan.

Lalu aku menghadap ke bagian depan bus. Dan kulihat seseorang memaksa masuk lewat pintu depan bus. Pria itu mengenakan pakaian hitam - dari ujung kepala sampai ujung kaki - topi hitam berlidah lebar di atas topeng hitam, sweter hitam di atas celana yang juga hitam.

“Hei kau tak boleh naik” hardik sopir bus dengan penuh kemarahan.

Pria berpakaian serba hitam itu menggeramkan sesuatu. Aku tak dapat mendengar apa yang dikatakannya.

“Turun... sekarang juga!” perintah sopir itu. Pria itu mengulurkan kedua tangannya yang mengenakan sarung tangan hitam. Direnggutnya bagian depan kaus sopir bus itu, lalu diangkatnya sopir itu keluar dari tempat duduknya.

"Hei!" si sopir protes. Sopir itu pendek kurus dan sudah cukup tua. Rambutnya beruban dan ia mengenakan kacamata tebal.

Tapi ia mulai bergulat dengan pria berpakaian serba hitam, meraung dan menggeram, berusaha mendorong pria itu ke luar pintu bus lagi.

Beberapa anak menjerit-jerit. Tapi Tyler dan aku menatap dengan keheningan yang mendirikan bulu kuduk.

Jantungku memukul-mukul dadaku. Aku dapat merasakan leherku tercekat.

Apa sebenarnya semua ini?

Kedua pria itu menghantam salah satu sisi bus. Lalu mereka bergulat sampai ke kaca depan. Wajah sopir itu merah manyala. Pria serba hitam itu berhasil mencengkeram lehernya erat-erat.

“Minggir, anak-anak” sopir itu kehabisan napas. “Minggir... cepat”

Tak seorang pun bergerak.

Dengan ngeri kutatap saat pria serba hitam itu mengangkat sopir kurus kering itu dari lantai, dan kemudian melemparnya keluar dari pintu bus Lewat jendela aku dapat melihat dia berguling keluar dari trotoar ke atas lumpur di tepi jalan. Ia mendarat dengan wajah mencium lumpur dan tak bergerak sedikit pun.

Aku mengalihkan pandanganku ke depan. Pria serba hitam itu menyusupkan tubuhnya ke bangku sopir. Dibantingnya pintu bus hingga menutup.

Page 7: Gb2000 8 Kamp Horor

Dengan ban berdecit bus itu menderu kembali ke jalan raya.

Kami melindas sebuah gundukan lagi. Aku terbang dari bangkuku. Kepalaku menghantam atap bus. Kulihat Tyler terempas ke bangku di depan kami.

Anak-anak menjerit histeris. Aku bahkan mendengar beberapa anak menangis.

“Berhenti! Hentikan bus ini!” pekik seorang anak cewek.

“Biarkan kami turun!” sergah cewek di sebelahnya.

Bus itu meliuk kencang, hingga beberapa anak terpelanting ke lorong. Sopir baru kami duduk membungkuk di atas kemudi, tak mengacuhkan semua jeritan dan teriakan.

Kami melaju semakin kencang.

“Siapa dia?” teriak Meredith seraya mencondongkan tubuhnya dari sandaran bangku kami. “Ke manakah ia akan membawa kita?”

3

SEBUAH truk besar melaju melewati kami sambil membunyikan klaksonnya. Bus kami kembali meliuk dengan ban berdecit. Anak-anak menjerit dan berteriak.

Tiba-tiba Tyler mulai tertawa.

“Apa yang l-lucu?” Elizabeth tergagap.

“Kau nggak ngerti juga, ya?” pekik Tyler. Ia harus berteriak mengatasi jeritan anak-anak lain. “Ini cuma sandiwara.”

“Hah?” sambil mencengkeram sandaran bangku kami, Elizabeth dan Meredith menatap Tyler dengan mulut ternganga.

Page 8: Gb2000 8 Kamp Horor

“Benar!” aku berteriak senang sekali. “Yes! Aku mengerti!” Aku menyeringai kepada adikku. “Ini kan adegan dalam film Vacation of Endless Doom. Sesosok zombie sinting mencuri sebuah bus yang penuh berisi peserta kamp dan membawa mereka untuk selamanya. Bus itu terus melaju dan melaju sampai kiamat - hingga anak-anak itu akhirnya benar-benar menjerit sampai kepala mereka copot!"

“Benar!" Tyler memekik. Kami ber-high five.

“Ini cuma sandiwara,” aku memberitahu kedua cewek itu. “Salah satu bagian dari kesenangan. Mungkin kita sudah dekat ke kamp.”

Bus itu kembali menikung kencang. Anak-anak menjerit-jerit dan memohon-mohon agar sopir itu berhenti.

“Menurutku ini nggak lucu,” dengus Meredith.

“Ini kan memang kamp horor... ingat, kan?” Tyler berkata. “Memang sudah seharusnya mengerikan!"

“Tapi ini sih keterlaluan,” Meredith berkeras.

Elizabeth kembali mengempaskan tubuhnya di tempat duduknya, matanya terpejam, tangannya terlipat erat di depannya.

“Semua ini cuma lelucon,” kataku lagi kepada mereka. “Lihat saja. Pria serba hitam itu akan membawa bus ini ke dalam kamp. Lalu mungkin saja ia akin merobek topeng hitamnya dan mengucapkan selamat datang kepada kita.”

“Hei... coba lihat!” Tyler menunjuk ke luar jendela. Saat kami melaju melewati pepohonan yang tampak kabur, aku melihat sebuah papan tanda yang tinggi. Bentuknya setan tanpa kepala. INI JALAN MENUJU LIANG KUBURMU! begitu bunyi tulisan di atasnya. Sebatang panah hijau, yang digambarkan menetes-netes seperti lendir, menunjuk lurus ke depan.

“Lihat, kan?” teriakku. “Sopir itu membawa kita langsung ke Kamp Horor. Aku tahu!”

“Kau.. yakin?” Elizabeth tergagap, masih memeluk dirinya sendiri.

“Tentu saja,” jawabku. Aku menunjuk ke luar jendela bus yang berguncang-guncang. “Lihat... itu jalan masuknya.”

Kami semua menatap anak panah yang menetes, yang menunjuk ke arah jalan masuk yang lebar: MASUK DI SINI.

Page 9: Gb2000 8 Kamp Horor

“Yessss!” Tyler dan aku kembali ber-high five.

Bus itu tiba-tiba hening. Setiap orang memandang ke luar jendela, memperhatikan sopir itu membelok ke dalam kamp.

Panah tanda masuk besar berwarna hijau itu semakin dekat - dan kemudian meluncur di sisi jendela saat kami ngebut melewatinya!

“Tidddaaakkk!” Erangan yang keras mengatasi deru bus.

“Kau salah jalan!” aku berteriak kepada sopir itu.

“Kembali! Kembali!” beberapa anak menjerit nyaring.

Aku dapat melihat tanda masuk itu semakin kecil dan kecil di jendela belakang. Bus kami melindas gundukan yang keras dan menderu keras sepanjang jalan raya.

Sambil membungkuk di atas kemudi, sopir itu memasang loudspeaker bus. Suaranya meledak di seluruh bus, berat dan jahat:

“Duduk, anak-anak. Kita tak akan pergi ke kamp. Aku punya rencana lain untuk kalian!”

4

JERITAN memenuhi seluruh bus. Jeritan ketakutan.

“Turunkan kami!”

“Hentikan bus ini!”

“Stop! Stop! Ke manakah kita?”

Tyler dan aku saling melemparkan tatapan ngeri. Kami berdua begitu yakin semua ini cuma pura-pura. Tapi kini bus itu membawa kami semakin jauh dari kamp.

Page 10: Gb2000 8 Kamp Horor

Kami meringkuk dalam-dalam di tempat duduk kami. Jantungku berdebar amat cepat, hingga aku nyaris dapat bernapas.

“Ke manakah ia akan membawa kita?” gumam Tyler.

Sebelum aku dapat menjawab, bus itu meliuk keras hingga bannya berdecit lagi. Kami semua terlempar ke sisi kanan saat bus itu menikung tajam ke jalan kecil beralas batu kerikil.

Batu-batu kerikil itu berkeretak dilindas oleh roda bus. Kami melaju sepanjang jalan itu. Pepohonan yang tinggi dan rapat - sebuah hutan - meluncur di masing-masing sisi.

“Ia... ia membawa kita jauh ke dalam hutan,” aku mendengar Elizabeth berkata tersendat-sendat dengan suara kecil.

Tapi tiba-tiba pepohonan itu habis. Bus kami berguncang-guncang melewati hamparan padang hijau.

Sebuah pagar kayu yang panjang terbentang sepanjang padang itu. Aku dapat melihat kabin-kabin rendah dan bangunan-bangunan lain di atas punggung bukit di balik pagar itu.

Lalu tampak pintu gerbang yang lebar. Dan sebuah papan tanda yang dicat yang diletakkan di atasnya: SELAMAT DATANG DI KAMP HOROR.

“Hah?” dengusku. “Apakah kita benar-benar sudah sampai di kamp?”

Laju bus itu akhirnya bertambah pelan. Lalu berhenti di depan sebuah bangunan kayu yang panjang, yang kelihatannya seperti sebuah kabin kayu yang besar.

Si sopir menegakkan duduknya dan menghidupkan loudspeaker-nya lagi. “Selamat datang di Kamp Horor, anak-anak. Apakah aku membuat kalian ketakutan?”

“Ya!” semua berteriak menjawab. Aku mendengar suara embusan napas lega yang keras. Aku mulai tertawa. Aku tak dapat menahannya. Banyak anak kini tertawa.

Aku memandang ke sekeliling bus. Beberapa anak tampak pucat sekali. Beberapa anak tampak dengan pipi penuh bekas air mata. Dua anak cewek malah masih menangis.

“Ini adalah pintu masuk kamp yang sesungguhnya,” sopir itu mengumumkan. “Tanda masuk yang tadi kita lihat di jalan besar itu palsu.”

Page 11: Gb2000 8 Kamp Horor

Ia melepaskan topeng hitamnya. Rupanya ia seorang pemuda dengan rambut pirang pendek dan dua gigi yang keluar dari mulutnya. Rupanya seperti kelinci.

“Kuharap aku telah membuat kalian takut.” Ia menyeringai. Tentu saja, ini baru awal dari semuanya.” Seringainya semakin lebar. “Nanti segalanya akan bertambah ngeri lagi.”

***

Beberapa pembimbing menunggu untuk menyambut kami. Mereka semua mengenakan celana pendek hijau dan T-shirt, yang warna hijaunya seperti warna lumpur.

Aku melompat turun dari bus dan meregangkan tangan serta kakiku. Nyaman rasanya menghirup udara segar. Dan dapat keluar dan bus itu! Sambil mengikuti yang lain menuju kabin kayu yang besar - yaitu kabin utama -aku memandang sekelilingku.

Wow!

Di kaki bukit aku dapat melihat rel permainan roller-coaster. “Itu pasti permainan dalam film Karnaval Horor yang Menjijikkan,” kataku pada Tyler.

Ia tak mendengar. Ia sedang berbicara dengan dua penumpang bus kami. Mereka menunjuk-nunjuk dengan penuh semangat ke arah rel kereta mainan di dekat pepohonan.

Itu kan rel dalam film Kereta dan Kerajaan Setan, kataku dalam hati.

Saking bersemangatnya aku sampai-sampai tak dapat berjalan! Berada di sini, di Kamp Horor, bagaikan hidup di salah satu film R.B. Farraday rasanya!

Sambil memicingkan mata di bawah siraman cahaya matahari yang terik, aku melihat barisan kabin-kabin kecil dan bangunan-bangunan, berjejeran menuju pantai berpasir dan danau biru yang berkilauan.

Benarkah itu Danau Zombie Air? pikirku.

“Menurutmu, film apakah yang akan mereka putar malam ini?” seorang anak di belakangku bertanya.

“Apakah kita boleh berenang? Aku merasa gerah.”

“Apakah menurutmu R.B. Farraday ada di sini?”

Page 12: Gb2000 8 Kamp Horor

“Seharusnya dia ada di sini. Brosurnya mengatakan begitu.”

“Apakah kita bakal bertemu dengannya?”

“Apakah itu gua sungguhan di batu-batu itu?”

Suara-suara semangat terdengar di sekelilingku. Ingin rasanya aku berlari ke seluruh tempat ini dan melihat dan melakukan semuanya. Tapi para pembimbing itu menggiring kami ke dalam pondok.

Kami harus mendaftarkan diri kami dan memilih aktifitas mana saja yang ingin kami ikuti. Aku sih memilih Apresiasi Film, Berenang, dan Seni Poster Horor.

Aku mencari-can Tyler dan menemukannya antre jauh di belakangku. Ia masih mengobrol dengan dua anak penumpang bus kami itu. Meredith dan Elizabeth antre di belakangnya. Tampak olehku mereka bertengkar soal aktifitas mana yang akan mereka pilih.

Kami harus menandatangani setumpuk kertas. Lalu kami harus menyebutkan makanan apa saja yang kami suka pada sebuah daftar yang panjang. Dan kami masih harus mengisi formulir untuk perawat kamp.

Akhirnya kami dibagi-bagi ke dalam kabin-kabin. Tyler dan aku menempati Kabin Tiga. Aku menemukannya, kira-kira setengah jalan menuju danau. Kabin itu kecil, isinya cuma dua tempat tidur bertingkat dan dua lemari kecil.

Tempat tidur bertingkat yang letaknya di dekat jendela sudah ada yang menempati. Barang-barang mereka ditumpuk di atas tempat tidur dan di atas lemari kecil di sebelahnya. Siapa ya kira-kira teman-teman sekamar kami itu?

“Hei, Andrew, kapan kita akan melihat-lihat?” Tyler bertanya “Apakah menurutmu kita dapat menaiki kereta itu kapan saja kita mau?”

Setelah selesai memasuki pakaianku ke dalam lemari, kusorongkan koper kempingku ke bawah tempat tidur kami. “Yuk, kita lihat-ithat,” sahutku, sambil mengusap keringat dari keningku.

Kami keluar dari kabin dan menabrak seorang pembimbing. Orang itu tinggi - sangat tinggi - dan kurus sekali. Ia seperti tangkai sapu dengan ijuk berwarna pirang di ujungnya.

“Hei, guys,” ia menyapa kami “Aku Gus. Aku pembimbing Kabin Tiga.” Senyumnya bagus.

Tyler dan aku memperkenalkan diri.

Page 13: Gb2000 8 Kamp Horor

“Kabin Tiga mengguncang!” Gus berseru penuh antusias. “Kabin Tiga memimpin! Kalian sudah bertemu Jack dan Chris? Mereka teman sekabin kalian. Kenapa kalian tidak jelajahi saja tempat ini? Pergi sana melihat-lihat.”

Tyler dan aku berteriak kesenangan. Kami mulai menuruni bukit.

“Cuma ada satu hal!” seru Gus. Kami berpaling kepadanya. “Jangan pergi ke Liang Tak Berujung,” katanya mengingatkan. Matanya yang hitam berkilat. “Tahu kenapa?”

Kucoba menebak, “Karena kami takkan pernah menemukan ujungnya dan tak bisa kembali lagi?”

Gus tertawa “Tepat sekali.” Lalu senyumnya menghilang. “Kamp ini... yah... tidak seperti tampaknya.”

“Hah? Apa maksudmu?” desak Tyler.

Tapi Gus tak mengatakan apa-apa. Ia berpaling dan berjalan cepat menuju pondok.

Tyler dan aku berbalik, mencoba memutuskan arah mana dulu yang akan kami ambil. Jauh di antara kabin-kabin tampak anak-anak masih menyeret koper dan peti mereka. Suara-suara penuh semangat mengapung di udara musim panas yang hangat.

Beberapa anak cowok mulai bermain bola di dekat puncak bukit. Aku melihat sekelompok cewek ngobrol dan tertawa-tawa di depan pintu kabin mereka.

Tyler dan aku melintasi sebuah jalan kecil yang menuju pepohonan. Aku menunduk untuk menampar seekor serangga yang menempel di kakiku.

Waktu aku menegakkan tubuhku kembali, aku menyadari bahwa kami berdiri di depan sebuah papan tangga - anak-anak panah menunjukkan semua arah ke masing-masing area di kamp itu.

HUTAN ANGKER — LURUS SAJA.

DANAU ZOMBIE AIR — BELOK KANAN

LUBANG JERIT PASIR PENGISAP — BELOK KIRI.

TAMBANG JIWA-JIWA YANG TERSESAT...

GUA TAK BERUJUNG...

Page 14: Gb2000 8 Kamp Horor

KABIN HANTU...

Anak-anak panah menunjuk ke kiri dan kanan.

“Wow! Semua yang ada di film R.B Farraday!” seru Tyler “Semuanya ada di sini! Dan kita ada di dalamnya!”

Aku membuka mulutku untuk menjawab - namun suara jeritan yang melengking nyanng menghentikanku.

Aku memutar tubuhku. Tyler mendengarnya juga.

Jeritan.

“Tolong... tolong!” Suara ketakutan seorang anak laki-laki. “Tolong tolong saya!”

5

KAMI berbalik ke arah pepohonan.

Aku melihat seorang anak cowok berambut merah. Tangannya - terperangkap di dalam sesuatu. Sesuatu yang bentuknya bulat dan warnanya putih.

“Tolong!”

Tyler dan aku berlari menghampirinya.

Anak itu menggeliat-geliat dan meronta-ronta.

Tangannya - terperangkap di sarang tawon!

Aku dapat mendengar dengung marah tawon-tawon itu.

Anak itu memelintir dan menarik tangannya. Tapi tangannya tak lepas-lepas juga.

Page 15: Gb2000 8 Kamp Horor

“Ohhh, tolong! Tolong!” raungnya. “Mereka menyengatku! Mereka menyengatku!”

Tyler dan aku berlari melintasi rerumputan. Aku berlari dan melihat dua anak lagi berlari di belakang kami. Meredith dan Elizabeth.

Sambil tersengal-sengal kami sampai ke dekat anak itu dalam waktu bersamaan.

“Apa yang terjadi?” teriak Elizabeth. “Bagaimana tangannya sampai terperangkap di situ?”

“Pokoknya tolong saja aku!” erang anak itu. Ia meronta dan menggeliat lagi. Keringat bergulir membasahi wajahnya. Rambutnya yang merah menempel kuyup di atas keningnya. Ia menarik tangannya keras-keras, tapi tetap saja tak mau lepas.

“Tanganku... bengkak karena sengatan-sengatan itu." keluhnya.

“Biar kucoba,” usulku. Aku menarik napas dalam-dalam. Lalu kuangkat kedua tanganku, dan kucengkeram kedua sisi sarang tawon itu.

“Ayo... tarik tanganmu,” kataku memberi instruksi. Di dalam sarang itu tawon-tawon itu berdengung penuh kemarahan.

Kumohon, jangan menyengatku, pikirku. Kumohon! Dengung itu berubah menjadi geraman. Tanganku bergetar hebat. Kucengkeram sarang tawon itu erat-erat, mataku terpejam, setiap ototku terasa tegang.

“Cepat! Tarik!” aku memohon. “Aku memegangnya kuat-kuat.”

Senyuman mengembang di wajah anak itu. Ditariknya tangannya dengan mudah sekali.

Lalu diangkatnya.

Tak ada bengkak merah. Tak ada sengatan.

Ia melempar kepalanya ke belakang, lalu tertawa.

Kami semua menjerit kaget. Kutarik sarang tawon itu lebih dekat lagi untuk memeriksanya.

Plastik.

Page 16: Gb2000 8 Kamp Horor

Aku mengintip ke dalam. Suara dengung yang tak ramah itu berasal dari sebuah speaker kecil.

“Cuma lelucon,” anak itu berkata. "Aku dan temanku menemukannya tadi pagi.”

“Aaaaagh!” Aku menjerit marah. Kuayunkan sarang tawon itu dengan sekuat tenaga. Dahan pohon itu ikut bergoyang bersamanya. Sarang plastik itu ternyata diikat dengan kawat ke pohon itu.

Anak cowok itu memperkenalkan dirinya. Namanya Jack Harding. Ia mengenakan celana pendek hitam dan T-shirt abu-abu bertulisan KAMP HOROR dengan huruf merah seperti darah yang menetes.

“Aku dan temanku, Chris, tiba di sini tadi pagi,” ia memberitahu kami sambil merapikan rambut merahnya.

“Kau penghuni Kabin Tiga, ya?” tanyaku.

Ia mengangguk.

“Kita di kabin yang sama” aku mengumumkan. “Tyler juga.”

“Keren,” timpal Jack. “Aku sudah mengadakan eksplorasi seharian. Kamp ini benar-benar hebat - apalagi kalau kau menyukai hal-hal menyeramkan.”

“Tentu saja kami menyukai hal-hal menyeramkan,” sahut Meredith. “Kalau tidak, untuk apa kami datang ke kamp horor seperti ini?”

“Tapi benarkah semuanya cuma tiruan belaka?” tegas Elizabeth.

Sebelum Jack menjawabnya, seorang anak cowok lain melangkah keluar dari pepohonan. Rambut anak itu hitam panjang, dan dikucir kuda. Tubuhnya besar dan atletis, dan dia juga mengenakan T-shirt Kamp Horor di atas celana pendek baggy.

“Hei,” Jack menyapanya “Ini temanku, Christian Kretschmer.”

“Kalian boleh memanggilku Chris,” ia berkata sambil menarik seekor serangga dari rambut hitamnya dan menjentikkannya ke arah Jack. Serangga sungguhan.

“Tadi aku membuat lelucon dengan sarang tawon itu,” Jack memberitahunya. “Kena mereka.”

Chris tertawa lebar. “Keren.”

Page 17: Gb2000 8 Kamp Horor

“Aku dan Chris sudah menjelajahi seluruh tempat ini,” ujar Jack. Ditariknya sebatang rumput yang panjang dan tanah dan mulai mengisap-isapnya.

“Jadi semuanya cuma tiruan?" ulang Elizabeth “Semua ini cuma lelucon?”

Senyum Jack lenyap. “Tidak semuanya,” ulangnya sambil menggerak-gerakkan rumput itu di seputar mulutnya

"Itulah yang membuat kamp ini begitu mengerikan,” Chris menambahkan “Soalnya sebagian lagi benar-benar sungguhan.”

“Misalnya?” Tyler bertanya

Kedua anak itu tampak ragu. Mereka berpandang-pandangan satu sama lain.

“Mungkin kau harus menemukannya sendiri,” ujar Chris pelan.

“Tidak... beritahu kami,” desakku “Apa saja yang bukan tiruan?”

“Yah. “ Jack menarik batang rumput dan mulutnya dan melemparkannya ke tanah “Itu, di sana,” sahutnya “Itu sungguhan.” Ia mengarahkan telunjuknya ke sana.

Aku melihat pasir kuning berbentuk lingkaran besar di tengah-tengah rerumputan. Sebuah papan tanda dari kayu berdiri di sisinya, tapi aku tak dapat membaca tulisan di atasnya.

"Oh, itu lubang pasir pengisap,” ujar Chris.

"Hah? Jadi, itu sungguhan?” teriakku.

Jack dan Chris sama-sama mengangguk.

"Kami dengar minggu lalu, sebelum kamp dibuka, seorang pembimbing terperangkap di situ,” bisik Chris. Matanya bergerak-gerak cepat sekali.y “Pria yang malang. Langsung saja ia terisap masuk.”

“Kalian bercanda,” sergahku.

Kuperhatikan wajah mereka yang sungguh-sungguh.

“Kalian bercanda, ya, kan?” desakku “Itu cuma lelucon, betul, kan?”

Jack menatap pasir pengisap itu dengan gugup. "Kita lihat saja..."

Page 18: Gb2000 8 Kamp Horor

6

TYLER dan aku masih menjelajah beberapa lama lagi. Kami memeriksa pantai dan danau. Tapi aku tak dapat menahan diri untuk tidak melihat kubangan pasir pengisap itu lagi.

Benarkah Jack cuma bergurau?

Tyler berlari untuk bergabung dengan anak-anak yang dijumpainya di bus. Saat aku berjalan kembali ke kabin, aku mendengar suara peluit ditiup.

“Pertemuan kamp di pondok!” seorang pembimbing berseragam hijau berseru. “Para peserta kamp harap berkumpul di pondok.”

Anak-anak berlarian dari segala arah Aku melambaikan tangan kepada Jack dan Chris saat memasuki ambang pintu.

Bagian depan pondok itu dibangun sehingga mirip dengan kabin kayu. Tapi bangunan itu sebenarnya berlantai dua dan besarnya seluas gudang.

Di sebelah kiri terlihat olehku sebaris kamar-kamar kecil sepanjang sebuah lorong panjang. Kami digiring ke sebuah ruangan yang luas. Kasau-kasau kayu melintang di langit-langitnya dan perapian yang tinggi dan terbuat dari batu berdiri di kedua sisi ruangan. Meja-meja kayu yang panjang memenuhi bagian tengah ruangan. Ada sebuah papan tanda yang mengumumkan bahwa ruangan itu adalah: RUANG MAKAN DAN RUANG PERTEMUAN.

Poster-poster film R.B. Farraday tergantung sepanjang satu dinding. Aku mengenali poster film Monster dengan Tiga Otak dan Kunga, si Vampir Binatang.

Para pembimbing mengisyaratkan agar kami duduk meja-meja panjang itu. Aku menemukan tempat duduk di meja di baris kedua, di sebelah anak-anak cowok yang tampangnya lebih tua dariku.

Page 19: Gb2000 8 Kamp Horor

Aku mulai bicara pada mereka. Tapi seorang pembimbing bertubuh jangkung dan atletis berdiri di depan kami. “Letakkan kedua tangan kalian di atas meja, guys,” ia memerintahkan. “Cepat. Tangan di meja.”

"Auw!” aku berteriak terkejut saat ia mengangkat kawat-kawat hitam yang berat dari bawah meja — dan melilitkannya di sekeliling pergelangan tangan kami.

"Borgol?” salah satu anak menukas.

"Apakah kami ditangkap?” yang lain berteriak.

Kami semua tertawa mendengarnya.

Tapi aku merasa sedikit aneh ketika para pembimbing itu bergerak sepanjang meja-meja, melilitkan kawat hitam itu di pergelangan tangan setiap anak.

Rasa dingin menggelitik tengkukku saat kurasakan getaran listrik pada kawat yang meliliti tanganku.

“Ada apa ini?” tanyaku pada anak di sebelahku.

Ia mengangkat bahu. “Aneh sekali,” gumamnya.

Kusentakkan kawat itu. Ikatannya erat sekali. Aku tak dapat membebaskan tanganku.

Lagi-lagi kurasakan getaran listrik di sekeliling pergelanganku.

Aku berbalik dan menatap ke belakangku. Kulihat Meredith dan Elizabeth di meja di belakangku. Pergelangan tangan mereka terikat. Mereka mengobrol dengan penuh semangat, dua-duanya bicara bersamaan.

Di barisan di belakang mereka, aku melihat Chris bertengkar dengan para pembimbing. “Tak akan!” ia membentak. “Takkan pernah!”

Ia menyembunyikan tangannya di belakang punggungnya dan melompat berdiri. “Kalian tak dapat melakukan ini padaku!” sergahnya penuh amarah.

Tapi tiga pembimbing berhasil menaklukkannya. Mereka menarik kedua tangannya dan mengikat pergelangan tangannya. “Biang kerok,” salah satu pembimbing berkata. “Siapa namamu? Kami akan mengingatmu.”

“Aku nggak percaya,” gumamku kepada anak yang duduk di sebelahku. “Kenapa sih Chris ketakutan seperti itu?”

Page 20: Gb2000 8 Kamp Horor

Anak itu mengangkat bahu. “Mengalahkan aku.”

Aku tak punya waktu untuk memikirkan ucapan anak itu. Seorang pria tinggi besar dan galak berpakaian jas lab putih maju ke depan ruangan. Ia mengangkat kedua tangannya yang besar untuk menyuruh kami diam.

“Selamat datang... para tahanan!” teriaknya.

Kami tertawa. Tawa yang tidak enak.

Dua orang pembimbing buru-buru mendekatinya. Mereka menunjuk ke arah Chris. Pria berjas putih itu menatap Chris tajam dan lama.

Pria itu memiliki sepasang mata kelabu yang dingin dan sebatang hidung yang lebar dan bulat, yang kelihatannya seperti sudah pernah berkali-kali patah. Ia nyaris botak. Sebuah codet hitam mulai dari salah satu alis naik sepanjang keningnya.

Ia mengangkat tangannya sampai ruangan itu hening. “Namaku Alonso,” ia mengumumkan. “Aku adalah asisten sipir.”

Sipir? Tahanan?

Ada apa ini? aku bertanya-tanya.

Tapi kemudian kulihat senyuman berkembang di wajah Alonso. Matanya yang kelabu bersinar-sinar. "Selamat datang di Kamp Horor, semuanya!” ia berkata. Ia menggosokkan kedua telapak tangannya. "Kami akan melakukan yang terbaik untuk membuat kalian ketakutan musim panas ini.”

“Kenapa tangan kami diikat?” tuntut seorang anak cowok dengan suara marah dan gemetar. Aku berbalik dan melihat bahwa anak itu adalah Jack.

“Yeah! Lepaskan kami!” hardik Chris marah sekali. "Kalian tak boleh melakukan ini pada kami! Lepaskan kami!”

Aku merasakan getaran listrik lagi di pergelanganku.

Alonso menatap kedua anak itu. “Siapa nama kalian?” tanyanya.

Jack dan Chris tak menjawab.

“Nama kalian?” ulang Alonso, berjalan susah payah ke arah mereka dengan sikap penuh ancaman.

Page 21: Gb2000 8 Kamp Horor

Kedua anak itu menyebutkan nama mereka masing-masing.

“Dan di kabin mana kalian tidur?” Alonso bertanya.

Mereka ragu. “Kabin Tiga,” akhirnya Chris berkata.

Seringai aneh dan menyeramkan menghiasi wajah Alonso. Codet di keningnya berdenyut-denyut. “Itu akan menjadi kabin keberuntungan kita,” ujarnya dingin.

7

ALONSO berbalik dan kembali ke depan ruangan. “Sekarang aku punya suguhan yang menyenangkan untuk kalian,” ia mengumumkan dengan suaranya yang dalam dan keras “Dengan senang hati aku akan memperkenalkan pemilik Kamp Horor. Ketiga puluh lima filmnya telah menobatkan dia menjadi Manusia Paling Menakutkan di Dunia. Mari kita berikan sambutan Kamp Horor paling gempita untuk R.B. Farraday”

Aku mencoba bertepuk tangan, tapi kawat yang mengikat pergelanganku menyulitkanku. Jadi aku cuma bersorak-sorai.

Kami semua bersorak dan berteriak-teriak kesenangan saat R.B. Farraday meluncur ke dalam ruangan. Kudengar beberapa anak menahan napas terkejut. Ia benar-benar berbeda dengan yang kami bayangkan.

Pertama, dia pendek sekali. Ia cuma sebahu Alonso. Dan bukan cuma itu. Ia amat mungil. Kepalanya yang kecil dan tipis dihiasi dengan rambut hitam yang licin dan rapi. Janggutnya yang nyaris rapi dihiasi oleh helai-helai kelabu di bagian tengahnya.

Ia mengenakan T-shirt hitam, celana pendek hitam, dan sandal. Kakinya kurus seperti tusuk gigi. Tangannya juga.

Aku melihat sesuatu berkilauan di bagian depan T-shirt-nya. Sambil memicingkan mata, kulihat kerangka keperakan sedang dirantai, matanya merah manyala.

Page 22: Gb2000 8 Kamp Horor

Aku mencondongkan tubuhku ke atas meja, menatapnya lekat-lekat. Pahlawanku! Sutradara film horor paling terkenal di muka bumi ini. Aku tak percaya aku berada satu ruangan dengannya.

Mr. Farraday menghela dirinya ke atas bangku kayu yang tinggi. Di tangannya ada clipboard. Ia menggaruk jenggotnya dengan tangan yang lain, menunggu sampai sorak-sorai itu berhenti.

“Terima kasih untuk sambutan hangat kalian,” akhirnya ia berkata. Aku kembali mencondongkan tubuhku ke depan, berusaha mendengarkan. Soalnya suaranya halus sekali, nyaris berbisik.

“Ini musim panas yang mengasyikkan bagiku,” lanjutnya. Diletakkannya clipboard-nya di atas lututnya yang kurus kering. “Seperti yang telah dikatakan Alonso, aku telah membuat 35 film. Tapi semua itu cuma film. Bayangan berwarna di atas seluloid. Tapi kamp ini memberiku kesempatan untuk menghidupkan filmku. Dan sekarang, kalian semua akan menjadi aktornya!”

Kami bersorak kembali.

Kawat tebal itu tersentak di pergelanganku. “Kenapa kami mengenakan ini?” aku berteriak.

Beberapa anak lain terdengar berseru setuju. Ruangan yang luas itu dipenuhi gema suara kami.

Alonso mengiyaratkan dengan tegas agar kami tenang.

Tapi Mr. Farraday menggosok jenggotnya dan tersenyum. “Apakah kalian pernah menonton filmku yang berjudul Balas Dendam Dokter Kejam?” ia bertanya.

Beberapa anak memekik “Sudah!”

“Nah, kalian pasti tahu Meteran Nyali." ujar Mr. Farraday. “Kawat-kawat ini menghubungkan kalian semua ke Meteran Nyali sungguhan yang digunakan di dalam film itu.”

“Tapi apa fungsi benda itu?” seorang anak cewek berseru dari baris depan.

“Akan kutunjukkan pada kalian,” jawab Mr. Farraday. Ia turun dan bangku itu dan berpaling kepada Alonso. “Coba pilih salah satu sukarelawan.”

Page 23: Gb2000 8 Kamp Horor

Alonso berjalan ke arah meja-meja itu dengan susah payah. Tangannya mempermainkan kancing jas lab putihnya. Matanya yang kelabu bergerak-gerak ke sekeliling ruangan.

Ia benar-benar mirip dengan dokter jahat dalam salah satu film R.B. Farraday, pikirku.

Sudah lama aku tak pernah nonton lagi Balas Dendam Dokter Kejam. Aku berpikir keras untuk mengingat-ingat apa fungsi Meteran Nyali itu.

Alonso mengangkat tangannya yang besar dan menunjuk. “Ayo kita coba pada anak itu,” gelegar Alonso “Salah satu biang keladi itu.”

“Jangan!” Aku mendengar Chris berteriak. “jangan... jangan aku?” Ia meronta-ronta, berusaha melepaskan tangannya dari kabel itu. “Kumohon, jangan aku!”

Kenapa sih ia ketakutan begitu? pikirku.

Anak-anak bergerak dan bergeser-geser. Semua pasang mata kini menatap Chris.

Aku menangkap ekspresi ngeri pada wajah Elizabeth dan Meredith. Di belakang mereka, Jack memejamkan mata erat-erat.

Aku berpaling ke depan dan melihat Mr. Farraday menekan beberapa tombol pada panel kontrol. Lalu ia menekan sebuah sakelar di atas dinding.

“Tidddaaaak!” Chris menahan napas.

Aku mendengar desisan listrik.

Chris tersentak kuat-kuat di kursinya.

Kepalanya terlempar ke belakang.

Ia melompat berdiri. Sekujur tubuhnya meliuk-liuk dan menari-nari.

Sengatan listrik yang kuat lagi.

Anak-anak menjerit. Pekikan mengerikan mengguncang ruangan itu.

Aku tertawa. “Ini cuma lelucon,” aku memberitahu anak di sebelahku. “ini pasti cuma banyolan.”

Tapi kepala Chris tersentak ke satu sisi. Lalu sekujur tubuhnya jatuh.

Page 24: Gb2000 8 Kamp Horor

Dan roboh ke atas meja, tidak bergerak-gerak lagi.

8

"MATIKAN! Matikan!” teriak Mr. Farraday. Dengan panik ia menekan-nekan tombol kontrol.

Alonso mendoyongkan tubuhnya ke arah Chris dan menggoyang-goyangkan bahunya.

Beberapa anak menjerit. Yang lain menatap ngeri. Aku menarik napas dengan susah payah, jantungku berdegup kencang, mataku mengawasi saat Alonso mencoba membangunkan Chris.

“Apakah ia baik-baik saja?” desak Mr. Farraday. "Apakah ia masih hidup?”

“Ia akan bertahan,” jawab Alonso dingin. Ia memberi isyarat kepada dua orang pembimbing. “Bawa dia keluar.”

Alonso melonggarkan kawat yang melilit tangan Chris. Kedua pembimbing mengangkat tubuh Chris yang lemas dari kursinya. Sulit sekali mengangkatnya dan kedua orang itu nyaris menjatuhkannya.

Tak seorang pun mengeluarkan suara waktu kedua pembimbing itu mengangkat Chris keluar ruangan. Pintu terbanting di belakang mereka.

Mr. Farraday mengusap jenggotnya dan melangkah mondar-mandir di depan perapian. Ia memberi isyarat agar Alonso menghampirinya.

“Lebih baik kita menurunkan voltasenya kita kurangi;” Mr. Farraday memberitahu asistennya seraya menggeleng-gelengkan kepala.

Alonso menggosokkan kedua tangannya. Senyum jahat menghiasi wajahnya. “Tapi begini lebih menyenangkan!” komentarnya.

Mr. Farraday menghentikan langkahnya dan menatap pria itu “Kau terlalu kejam, Alonso. Jangan membuatku menyesal telah mempekerjakanmu.”

Page 25: Gb2000 8 Kamp Horor

Seringai di wajah Alonso semakin lebar “Jangan membuatku menyesal telah menerima pekerjaan ini,” tandasnya tegas.

Mr. Farraday kembali menggelengkan kepala. “Mungkin memang sebaiknya kubiarkan saja kau membusuk di dalam sel penjara itu. Mungkin kau memang belum berubah sama sekali.”

Hah? Penjara? pikirku. Kubersihkan tenggorokanku dengan susah payah. Mengapa Mr. Farraday mengatakan. semua ini? Lupakah dia bahwa kami semua dapat mendengar ucapannya?

“Apakah Chris baik-baik saja?” seru Jack dari bagian belakang ruangan. “Apakah ia akan baik-baik saja?"

Mr. Farraday dan Alonso saling bertatapan dengan penuh kemarahan dan tak menjawab pertanyaan itu.

“Maukah Anda sekarang melepaskan kawat ini dari pergelengan tangan kami?” seorang cewek yang duduk jauh dari mejaku bertanya.

Pertanyaannya menyadarkan Mr. Farraday dari pikirannya. Tiba-tiba ia tersadar bahwa kami semua masih ada di sana. Tapi ia tak mengatakan apa-apa.

“Maaf, Anak-anak,” ia malah berkata. “Kamp Hororku ini masih baru. Jadi kami masih masih punya beberapa masalah di sana-sini.” Ia kembali menatap Alonso dengan mata mengecil. “Masalah seperti kau." tambahnya dengan dingin.

Wajah Alonso berubah merah manyala. Ia menggumamkan eraman penuh amarah. Codet di atas keningnya menggelap keunguan.

“Ayo bawa tamu istimewa kita,” perintah Mr. Farraday.

Ia berbalik memandang kami. “Aneh, bukan?” katanya lembut. “Apa yang terjadi atas anak bernama Chris itu sama benar dengan yang terjadi dalam Balas Dendam Dokter Kejam. Benar-benar aneh...”

Ia kembali hanyut dalam pikirannya sendiri, seraya menggeleng-geengkan kepala.

Ia mengingatkan aku pada belalang saat ia memanjat kembali ke bangkunya yang tinggi. Ia begitu liat dan kurus.

“Banyak anak mengira kamp-ku ini cuma pura-pura,” katanya pada kami, tangannya yang satu menepuk-nepuk clipboard -nya. Ia mendoyongkan

Page 26: Gb2000 8 Kamp Horor

tubuhnya ke arah kami. “Tapi menurutku horor itu harus benar-benar nyata, bukan pura-pura.”

Kelihatannya ia menatap lurus ke arahku. Matanya yang gelap membakar mataku.

“Menurutku horor itu harus nyata—kalau tidak, horor itu takkan menakutkan,” ia berkata sambil berbisik amat pelan.

Aku merinding ketakutan.

Benarkah ia berkata begitu hanya untuk menakut-nakuti kami? aku bertanya-tanya.

Atau ia sebenarnya sinting?

9

AKU kembali menatap Mr. Farraday, menunggu ia tersenyum. Menungggu ia berkata bahwa Chris cuma berakting saja, bahwa aliran listrik tadi cuma pura-pura, dan semua itu hanya lelucon belaka.

Tapi ekspresi wajahnya tetap serius.

Sebuah suara berat dan bergemuruh. membuatku berpaling ke arah pintu yang letaknya di belakang ruangan. Kawat yang melilit tanganku terasa tegang.

Daun pintu terayun terbuka.

Pertama-tama aku melihat jeruji besi. Sebuah kandang. Lalu aku melihat sesosok makhluk besar dan gelap terkurung di dalam kandang itu.

Alonso dan seorang pembimbing lain mendorong kandang itu ke depan ruangan.

Seekor gorila!

Page 27: Gb2000 8 Kamp Horor

Mata yang besar dan hitam menonjol keluar dari bulu berwarna cokelat gelap. Gorila itu mencengkeram ruji besi dengan kedua tangannya, lalu melompat-lompat, mengeluarkan suara-suara geraman.

Benarkah itu gorila sungguhan?

Itulah pertanyaan pertamaku.

Makhluk itu tampak mirip manusia, mencengkeram jeruji besi dengan jemarinya yang berbulu. Ia menatap ke arah kami saat kandangnya meluncur ke depan ruangan

Mulut makhluk itu menganga lebar, dan lidahnya yang berwarna ungu terjulur ke luar. Ia mengeluarkan erangan yang keras, seolah-olah ia mengenali Mr. Farraday

In memang gorila sungguhan, aku tersadar. Bukan cuma orang yang mengenakan kostum gorila.

Binatang itu bangkit berdiri saat Alonso memutar kandang itu hingga menghadap ke arah kami. Binatang itu menggeram keras-keras dan mengguncang-guncangkan jeruji itu dengan kedua tinjunya.

Beberapa anak yang lebih kecil di barisan meja terdepan menjerit ketakutan.

Mr. Farraday tetap duduk di bangku tingginya. Ia menatap binatang yang menggeram-geram itu dengan waspada. Lalu ia berpaling kepada kami.

“Ini tamu istimewa kita di Kamp Horor,” katanya mengumumkan “Kalian mungkin terkejut melihat seekor gorila di kamp musim panas. Yah, aku memang merencanakan banyak sekali kejutan untuk kalian.”

“Apakah itu Rocko?” teriak Tyler.

Mr. Farraday tersenyum. “Kau mengenalinya! Bagus sekali! Berapa banyak di antara kalian yang telah menonton filmku yang berjudul Penakluk Planet Gorila?”

Aku mencoba mengangkat tanganku, tapi ikatan Kawat itu menghalangiku. Gumaman-gumaman bersemangat memenuhi ruangan itu. Soalnya itu salah satu film R.B. Farraday yang paling populer.

Bulu gorila itu meremang. Kayaknya ia tak menvukai suara-suara itu. Ia membuka mulutnya dan kembali menggeram marah. Diguncang-guncangkannya jeruji itu dengan kedua kepalan tangannya.

Page 28: Gb2000 8 Kamp Horor

"Rocko adalah pemeran utama di film itu,” sambung Mr. Farraday. “Dia juga aktor terbaik kami. Kami tak pernah perlu menyuruh dia agar lebih menyeramkan lagi. Dan upahnya juga sedikit sekali!”

Gorila itu melompat-lompat dan memiringkan kepalanya ke belakang sambil meraung.

Mr. Farraday berpaling kepada Alonso “Berhati-hatilah dengannya,” katanya memerintah. “Rocko itu cukup ganas. Ia mengoyak-ngoyak tubuh pelatihnva minggu lalu. Sampai-sampai orang yang malang itu masuk rumah sakit.”

Gorila itu kembali meraung. “Rocko belum benar-benar terbiasa dikurung,” Mr. Farraday memberitahu kami. “Gorila hanya mengenal..."

Sutradara film itu menghentikan kalimatnya. Mulutnya menganga lebar-lebar. Clipboard-nya jatuh dari tangannya. “Hei.”

Dengan sekali raungan lagi gorila itu tiba-tiba mengulurkan kedua tangannya ke depan, dan mengempaskan pintu kandang hingga terbuka.

“Alonso... dasar kau idiot.” bentak Mr. Farraday. “Kaubiarkan pintu kandang itu tak terkunci. Tutup pintu itu! Tutup, kataku!”

Alonso berlari ke pintu kandang itu.

Terlambat.

Sambil menggeram-geram dengan galaknya, gorila itu menghambur keluar dari kandang. Kakinya menghantam lantai dengah kerasnya. Ia ayunkan lengannya dengan liar di depan tubuhnya, seakanKakan ingin membuka jalan bagi dirinya sendiri.

“Hentikan makhluk itu! Hentikan!” teriakan Mr. Farraday mengatasi lengkingan jeritan para peserta kamp.

Sambil meraung gorila itu menggerakkan kepalanya dari satu sisi ke sisi lain, matanya menatap tajam meja panjang itu.

Alonso melompat ke punggung binatang itu. Namun makhluk itu dengan mudah dapat melepaskannya, seolah-olah pria itu seekor lalat. Alonso jatuh berdebam ke atas lantai.

Mr. Farraday turun dari bangku dan melangkah mundur untuk menyelamatkan diri, sampai-sampai ia menabrak perapian. “Hentikan! Siapa kek!” teriaknya. “Makhluk ini pembunuh! Gorila ini... makhluk pembunuh!”

Page 29: Gb2000 8 Kamp Horor

Sebuah jeritan lepas dari leherku. Ruangan itu penuh oleh teriakan dan jeritan.

Aku berusaha bangkit. Kulihat beberapa anak berjuang sekuat tenaga untuk kabur dari situ.

Tapi kami semua terikat kuat-kuat ke meja.

Kami tak dapat bergerak.

Gorila itu melangkahi tubuh Alonso. Lalu berjalan mpoyongan ke mejaku. Mengulurkan kedua taagan raksasanya.

"Tidddaaaak!”

Aku menjerit nyaring saat tangannya yang berat merengkuh tubuhku.

10

AKU merunduk dalam-dalam saat gorila itu mengayun-ayunkan kedua tangannya.

Kurasakan angin mendesing di atas kepalaku. Bulu pada salah satu tangan gorila itu mengusap puncak kepalaku.

“Ohhhhh.” Erangan pelan lepas dari leherku.

Aku menengadah dan melihat makhluk besar itu beranjak dengan langkah-langkahnya yang berat sepanjang meja itu. Ia mengayunkan tangannya ke arah anak lain. Lalu ia melempar kepalanya ke belakang dan kembali meraung kencang hingga kasau-kasau pondok itu bergetar hebat.

Aku mendengar suara teriakan. Kuputar kepalaku dan kulihat seorang pembimbing bertubuh tinggi kurus dan berseragam hijau menghambur dari mulut pintu.

“Semuanya, merunduk!” serunya panik. Diangkatnya sepucuk senapan ke bahunya.

Page 30: Gb2000 8 Kamp Horor

Teriakan. Jeritan ketakutan.

Kaki-kaki kursi menggaruk lantai beton saat kami buru-buru merunduk dalam-dalam.

“Tidak!” Kudengar Mr. Farraday memprotes dengan suara nyaring. “Carl... jangan tembak dia! Gorila itu amat berharga! Jangan!”

Pembimbing itu membidikkan senapannya. Suara tembakan yang dahsyat terdengar di antara suara teriakan dan jeritan ketakutan.

Gorila itu mengeluarkan erangan yang mengerikan. Kedua tangan raksasanya jatuh lemas di sisi tubuhnya. Mulutnya menganga. Matanya yang gelap menonjol ke luar.

Binatang itu mengeluarkan raungan kesakitan. Ia memegangi dadanya. Lalu tubuhnya yang besar terjerembap ke muka. Roboh dengan suara berdebam yang amat keras.

Menghantam lantai... dan tidak bergerak-gerak lagi.

11

RUANGAN itu sedikit tenang. Beberapa anak masih menjerit histeris. Aku mendengar beberapa anak lain menangis.

Aku bangkit ke tempat dudukku. Kawat yang melilit tanganku menegang. Kayaknya masih kurasakan bagaimana tangan gorila itu menyentuh puncak kepalaku.

Punggungku terasa dingin. Aku tak dapat berhenti gemetaran dan seperti kehabisan napas.

Alonso dan dua orang pembimbing merubungi gorila itu. Alonso menarik sesuatu dari dada gorila itu dan menyerahkannya ke sutradara film itu.

Sebatang anak panah.

Page 31: Gb2000 8 Kamp Horor

“Anak panah yang mengandung obat penenang,” ujar Mr. Farraday, tangannya diacungkan tinggi-tinggi agar setiap anak dapat melihatnya. “Kami takkan pernah melukai aktor terbaik studio kami!”

Ia tertawa.

Anak-anak mengerang dan mendesah lega. “Bagus, semuanya,” Mr. Farraday berkata dengan puas.

Alonso dan para pembimbing mengangkat gorila itu ke atas kakinya. Kepalanya yang besar terkulai lemah di bahunya. Mereka mendorong makhluk yang tengah pingsan itu kembali ke kandangnya.

"Apakah kami telah berhasil membuat kalian takut?" Mr. Farraday menyeringai “Apakah kami telah berhasil membuat kahan percaya?”

Para pembimbing berjalan dari meja ke meja, melepaskan tangan kami dari lilitan kawat-kawat itu. Jantungku masih berdentam tak keruan. Keringat mengalir turun di keningku. T-shirt-ku yang basah menempel di punggungku.

"Percayalah” seru Mr. Farraday, matanya menyorot liar, kedua tangannya bergerak-gerak “Percayalah pada teror?”

Aku menatapnya dengan saksama. Sejauh mana ia bermaksud menakut-nakuti kami? pikirku.

Senyata apa teror yang akan diciptakannya?

Aku tak perlu menunggu lama untuk mengetahuinya.

***

Tyler dan aku kembali ke kabin kami dan melanjutkan membongkar bawaan kami. Kurekatkan beberapa poster di dinding di sebelah tempat tidurku. Tapi semua itu tak berhasil menghiburku.

Aku masih saja merasa ketakutan dan tegang.

Tyler duduk membungkuk di tepi tempat tidurnya, lengannya bersedekap erat di depan dadanya. Ia belum mengatakan satu kata pun. Ia menggigiti bibir bawahnya hingga berdarah. Ia sering berbuat begitu kalau sedang ketakutan.

“Mungkin sebaiknya kita pulang saja,” katanya akhirnya. “Mungkin tempat ini memang terlalu mengerikan, Farraday itu kayaknya sinting, ya kan?”

Page 32: Gb2000 8 Kamp Horor

Aku mengangkat bahu. “Kau tahu kita tak bisa pulang. Kau kan tahu, Mom dan Dad sedang bepergian sampai Agustus nanti. Lagi pula semua ini kan seharusnya menyenangkan,” kilahku. “Kurasa Farraday cuma berakting saja.”

“Tapi gorila tadi itu sungguhan,” Tyler bersikeras. “Juga aliran listrik yang mengaliri kawat-kawat itu. Aku merasakan getarannya. Dan aliran listrik itu akhirnya menyengat Chris.”

“Mungkin itu cuma kecelakaan,” bujukku lagi.

“Si Alonso sangat mengerikan,” gumam adikku.

Aku menatapnya. Tyler tampak begitu kecil dan menyedihkan saat memeluk dirinya sendiri seperti itu, sampai-sampai aku jadi tertawa melihatnya.

“Hei, ayolah!” seruku. “Ini kan Kamp Horor, ya, kan? Inilah yang akan kaudapatkan dari R.B. Farraday, Manusia Paling Mehakutkan di Muka Bumi!”

“Ku... kurasa,” jawab Tyler tergagap, suaranya nyaris terdengar.

“Kita kan memang tidak mau pergi ke kamp musim panas yang biasa-biasa saja, ingat? Ini pasti seru,” desakku.

Tyler mendesah. Ditopangnya kepalanya dengan kepalan tangannya.

Pintu kabin terempas terbuka. Jack menghambur masuk, napasnya tersengal-sengal. Ia menghapus keringat dari keningnya dengan punggung tangannya.

Tyler melompat dari tempat tidurnya yang terletak di bawah .“Apakah Chris baik-baik saja?" ia bertanya.

"Aku.. aku tak yakin,” Jack terbata-bata. Ia menelan dengan susah payah dan berusaha menarik napas dengan sekuat tenaga. “Aku tadi pergi ke pondok pengobatan untuk melihat keadaannya. Ia kacau sekali.”

"Hah?" aku terenyak “Apa maksudmu?”

“Omongannya kacau!" tukas Jack “Entah apa yang diucapkannya. Kurasa kurasa sengatan listrik itu mengacaukan otaknya.”

“Jadi, semua itu sungguhan” sergahku “Bukan cuma pura-pura?”

Jack menggelengkan kepala. “Kuperingatkan kalian Chris dan aku mendengar beberapa hal saat kami tiba pagi ini. Hal-hal yang menyeramkan.”

Page 33: Gb2000 8 Kamp Horor

Ia merendahkan suaranya. Aku dan Tyler mendekat untuk mendengarkan ucapannya.

“Kurasa di sini benar-benar berbahaya,” Jack melanjutkan. “Kita harus tetap bersama-sama. Kita berempat. Mereka mengawasi kita. Mereka mengawasi Kabin Tiga. Kau tahu, aku dan Chris...”

Ia menghentikan kalimatnya sambil menahan napas.

Matanya menatap lurus ke jendela.

Aku berpaling dan melihat seraut wajah di sana. Alonso.

Alonso menatap kami dengan dingin. Mendengarkan. Memata-matai kami.

Aku kembali berpaling kepada Jack. Sekujur tubuhnya gemetaran. Wajahnya pucat pasi.

“Aku tidak mengatakan apa-apa,” Jack berbisik. “Kalau ada yang bertanya, bilang aku tidak mengatakan apa pun.”

Lalu ia berjalan melewatiku dan keluar dari kabin.

Aku kembali berpaling ke jendela.

Alonso telah lenyap dari sana.

Tyler dan aku berpandang-pandangan.

“Aneh,” gumam Tyler pelan.

“Yeah. Aneh,” timpalku.

Apa sih yang ingin dikatakan Jack tadi? pikirku. Dan kenapa ia begitu takut terhadap Alonso?

Jack amat gemetaran. Ia benar-benar ketakutan setengah mati.

“Aneh,” ulangku lagi.

Lalu kudengar suara teriakan.

“Lepaskan aku” seorang anak cowok berseru. “Kumohon, kumohon, biarkan aku pergi.”

Page 34: Gb2000 8 Kamp Horor

12

KAMI berlari ke pintu kabin. Aku sampai lebih dulu dan langsung melompat ke luar. Aku meluncur ke jalan setapak. Tyler berlari di belakangku.

Kami menatap ke atas bukit dan melihat Chris.

Ia berlari liar melintasi rerumputan. Larinya zigzag. Tangannya diayun-ayunkan. Meringkik. Kepalanya terlempar jauh ke belakang. Meringkik seperti kuda.

Saat aku terenyak ngeri, kulihat beberapa orang mengejarnya. Dua orang pembimbing. Dan perawat kamp.

Salah satu pembimbing melompat di udara dan berusaha menangkap Chris dari belakang.

Namun Chris menikung tajam. Sambil terus meringkik ia berbalik dan kembali berlari mendaki bukit.

“Lepaskan aku” pekiknya lagi. “Aku takkan memberitahu siapa pun apa saja yang telah kulihat! Aku berjanji.”

Dua pembimbing berhasil menangkapnya. Mereka menarik dan menyeretnya pergi.

***

Chris kembali ke kabin kami setelah makan malam. Ia tampak baik-baik saja. Aku dan Tyler bertanya apa yang telah terjadi padanya.

Ia tak mau mernandang kami. “Aku tak mau membicarakannya,” ia menggumam. Kulihat sekujur tubuhnya gemetaran. “Tolonglah, guys. Jangan ingatkan aku lagi... oke?”

Kami tidak mengatakan apa-apa lagi. Tapi semalaman itu sebentar-sebentar aku memandangnya, dalam benakku bertanya-tanya mengapa mereka tadi

Page 35: Gb2000 8 Kamp Horor

mengejarnya. Dan apa yang telah mereka lakukan padanya setelah mereka menangkapnya.

Setelah lampu-lampu dimatikan, kulihat ia duduk ditempat tidurnya, menatap ke luar jendela selam berjam-jam. Ia memandangi bulan, ekspresinya suram, tubuhnya kaku seperti patung.

Keesokan paginya turun hujan. Kami semua menonton salah satu film R.B. Farraday. Film itu lumayan... hingga sejenak aku dapat melupakan Chris.

Waktu matahari muncul lagi sesaat sebelum makan siang, rerumputan bercahaya seperti permata. Kamp itu tampak segar dan seperti baru tampaknya, seolah-olah hujan tadi telah membersihkan segala sesuatu.

Sorenya aku dan Tyler punya Waktu Bebas. Gus, pembimbing kabin kami, memanggil kami. “Permainan Putar-dan-Jerit sudah siap beroperasi, jika kalian mau mencobanya,” ia memberitahu kami.

Dan ia tak perlu mengatakannya dua kali.

Aku senang naik kereta permainan. Semakin cepat semakin baik. Aku suka perasaan membubung tinggi dan berputar-putar tak terkendali.

Menurutku roller coaster dan permainan-permainan menegangkan lainnya itu seperti film horor. Kau merasa dirimu seakan-akan sungguh-sungguh mengdapi bahaya. Tapi kau tahu dirimu akan baik-baik ia setelah semuanya berakhir.

Tak seperti aku, Tyler tidak begitu menyukai permainan-permainan itu. Ia mengikutiku menuruni bukit permainan Putar-dan-Jerit. Tapi dari caranya berjalan tepat di belakangku itu, aku tahu ia agak takut.

"Cepat!” seruku. Aku dapat melihat anak-anak lain berlarian menuju permainan itu. Kereta-kereta berwarna merah-biru itu mulai terisi. Aku melambai ke arah Meredith dan Elizabeth, tapi mereka tak melihatku.

Aku dan Tyler duduk di kereta kosong terakhir. Kutarik turun palang pengamannya hingga ke atas pangkuan kami.

"Apakah menurutmu benda ini akan berputar cepat sekali?” Tyler bertanya dengan suara kecil. Dicengkeramnya palang pengaman itu erat-erat dengan kedua tangannya.

Page 36: Gb2000 8 Kamp Horor

“Mungkin nggak terlalu kencang,” sahutku “Tapi aku bertaruh kereta ini akan sering sekali berputar.” Kuulurkan tanganku meraih sebuah kemudi di sisi kereta. “Kau lihat? Bila kaugerakkan ini, kereta kita akan berputar.”

Ia mendorong tanganku dari kemudi itu. “Jangan bikin kereta ini berputar terlalu kencang, oke?”

Seorang pemuda bertubuh besar dan berambut merah bernama Duffy akan menjalankan permainan itu. Tadi pagi aku melihatnya latihan beban di kabin olah raga. Ototnya yang besar-besar menonjol dari balik kaus ketat berwarna merah. Ia mengenakan celana pendek ketat yang mempertontonkan kedua kakinya yang kuat.

Kurasa ia bukan salah satu pembimbing, soalnya ia tidak mengenakan seragam hijau. Kulihat tugasnya cuma menjalankan kereta permainan.

Duffy menghampiri aku dan Tyler untuk mengecek palang pengaman Kulihat sebuah tato biru merah besar, yang menggambarkan tengkorak yang sedang menyeringai, menghiasi lengannya.

“Ingat permainan ini saat di film?” suaranya menggelegar.

“Maksudmu Karnaval Horor yang Menjijikkan?” aku bertanya. “Yeah, aku ingat.”

“Tahu kenapa ini disebut Putar-dan-Jerit?” tanya Duffy, seraya menyeringai. Lalu ia tertawa. “Kalian akan tahu.”

Kami mengawasinya berjalan ke arah tombol-tombol kontrol. Digenggamnya sebatang tuas kayu yang panjang dan didorongnya ke depan.

Kereta-kereta itu menjerit dan meraung, lalu mulai bergerak. Kuhitung ada dua belas, semua terisi oleh peserta kamp. Kami mulai berputar dalam lingkaran lebar.

"Wow,'keren!” komentar Tyler. “Apa ngerinya sih permainan ini?”

"Nggak ada. Cuma menyenangkan saja!” tukasku..

Kami mulai bergerak semakin cepat. Kuputar kemudinya dan kereta kami pun berputar. Lalu kuangkat tanganku tinggi-tinggi dan berteriak senang.

Angin meniupkan rambutku ke wajahku. Mobil itu mulai berputar semakin cepat.

Page 37: Gb2000 8 Kamp Horor

"Wow! Aku pusing!” seruku.

Tyler mencengkeram palang pengaman dengan kedua tangannya. Seringai tegang mewarnai wajah. Dapat kulihat bahwa ia sedang berusaha menikmati permainan ini. Tapi matanya terpejam rapat-rapat, wajahnya mulai memucat.

Semakin cepat. Semakin cepat.

Kereta-kereta itu berputar lebih cepat, menjerit dan meraung. Kabin-kabin, pepohonan, danau.... Semuanya berubah menjadi bayangan samar yang terang dan berkilauan.

Kami dikocok dan diputar dengan kecepatan tinggi.

Tubuhku terempas ke tubuh Tyler. Ia mencengkeram palang pengamannya erat-erat sambil mengertakkan gigi.

Semakin cepat. Semakin cepat.

Kulihat Duffy mendorong tuas panjang itu sampai ke batas maksimum.

“Wow !” aku menjerit “Sekarang kita terbang! Kita terbang!”

Anak-anak berteriak dan tertawa.

“Wow!” Saat kami berputar berkeliling, kulihat Duffy berbalik dari panel kontrol. Kutolehkan kepalaku dan kulihat ia berjalan terhuyung-huyung meninggalkan tombol-tombol itu, menuju bukit yang mengarah ke pondok.

Aku merasa pusing sekali. Semuanya tampak seperti bayangan kabur yang terang dan tidak jelas. Aku mengedipkan mata. Mengedip lagi.

“Hei!” aku memanggilnya. Tapi suaraku amat lemah. Tak mungkin mengalahkan teriakan dan pekikan anak-anak itu.

“Hei mau ke mana dia?” desak Tyler, seraya meremas tanganku. Kulihat adikku mulai panik. “Mau ke mana dia, Andrew? Tidakkah ia akan menghentikan benda ini?”

Page 38: Gb2000 8 Kamp Horor

13

UDARA terasa mencambuk wajahku. Rambutku berkibar-kibar dengan liar. Kuturunkan tanganku dan berpegangan pada palang pengaman.

Kami terus berputar, semakin cepat... semakin cepat lagi.

Aku kembali terempas ke tubuh Tyler. Lalu kereta kami mengocokku kuat-kuat ke sisi lain.

"Owww!” Aku menjerit kuat-kuat saat tubuhku menghimpit lenganku. Aku terlompat. Lalu palang pengaman menahan tubuhku. Aku jatuh kembali tempat dudukku.

Aku mencari-cari Duffy. Tapi ia telah lenyap dalam ruangan hijau-biru yang berputar-putar.

Tak ada siapa pun di sana. Tak ada siapa pun di ruang kontrol.

Anak-anak menjerit nyaring.

"Hentikan benda ini! Hentikan!”

"Ini terlalu cepat!”

"Aku mual!”

Aku sendiri mulai merasa mual. Isi perutku berakrobat. Mulutku terasa asam. Kurasakan makan siangku naik ke leher.

Pusing... amat pusing...

“Di mana sih orang itu?"

“Dia tak boleh meninggalkan kita begitu saja, ya, kan?”

Tyler meremas pahaku Matanya terpejam. Mulutnya menganga ketakutan.

Rasanya kami berputar semakin cepat lagi. Kepalaku terempas jauh ke belakang. Bahuku terbanting ke sisi kereta.

Di antara suara-suara jeritan, sekarang aku dapat mendengar beberapa orang anak menangis. Kudengar suara erangan yang keras dan kulihat percikan warna

Page 39: Gb2000 8 Kamp Horor

kuning. Seorang anak benar-benar telah mengeluarkan makan siangnya.

Aku menelan ludah dengan susah payah. Sekarang aku benar-benar merasa mual.

Kututup mataku untuk menghilangkan rasa pusing itu, tapi sia-sia.

“Ohhhh.” Kubuka mulutku dan mengerang lemah. Erangan ketakutan.

Sampai kapan kami akan berputar seperti ini? Sampai kapan?

Kami berputar lagi. Dan lagi.

Seorang anak lain kembali mengirimkan muncratan muntah berwarna kuning ke udara.

Semakin cepat.

Dan kemudian aku melihat sosok samar berwarna merah dan biru. Duffy.

Saat kereta kami terbang berputar lagi, kulihat ia berjalan menuruni bukit. Jalannya pelan... amat sangat pelan.

Anak-anak meraung dan menjerit.

“Cepat!” seseorang berteriak. “Kumohon... cepat!”

Kami berputar lagi.

Duffy menggenggam kaleng soda berwarna merah di tangannya. Ia memiringkan kepalanya ke belakang dan menenggak minumannya banyak-banyak. Dan dengan pelan sekali ia kembali berjalan ke arah kami.

Kami berputar. Lagi. Lagi.

Aku menahan napas.

Akhirnya! Duffy naik ke ruang kontrol.

Sekali lagi kami berputar. Kepala Tyler berguncang-guncang di atas bahunya. Matanya terpejam erat-erat.

"Tyler... kau baik-baik saja?” tanyaku waswas.

Page 40: Gb2000 8 Kamp Horor

Ia tak menjawab.

Kami berputar lagi.

Kulihat Duffy meraih tuas itu.

Akhirnya. Akhirnya...

Kulihat ia menarik tuas itu.

"0h, tidak!” Kudengar Duffy berteriak.

Dan kulihat tuas itu patah dalam genggamannya.

14

"TIDDDAAAK!” Erangan ketakutan dan jeritan ngeri berhamburan dari kereta-kereta yang berputar kencang itu.

Kami berputar sekali lagi.

Kulihat Duffy memegang tuas yang telah patah itu di tangannya. Dengan tangan yang lain ia menggaruk kepalanya. Matanya menatap tuas itu.

“Matikan! Matikan!”

“Tolong kami!”

“Lakukan sesuatu!”

Suara-suara marah dan ketakutan mengatasi suara raungan kereta-kereta yang terus berputar itu.

“Tyler, kau tidak apa-apa?” Kuguncang-guncangkan bahu adikku dengan keras.

Ia membuka mata, lalu kembali memejamkannya. Sambil terguncang hebat di tempat duduk besi itu, ia membungkuk ke depan.

Page 41: Gb2000 8 Kamp Horor

Tanah tampak miring ke atas. Langit tampak menghantam rerumputan. Rumput hijau dan langit biru seperti bertukar tempat.

Aku bakal pingsan nih, aku tersadar.

Kepalaku terkulai ke belakang.

Aku memejamkan mata.

Dan kurasakan kereta kami melambat.

Deru mesin pun lenyap. Kini kami berputar tanpa tenaga mesin, udara mendesing lewat, kereta-kereta besi itu berderak-derak.

Semakin pelan... Semakin pelan...

Aku membuka mata. Kulihat Duffy menggenggam kawat tebal. Ia memegang sebuah steker. Rupanya ia telah mencopot stop kontak permainan itu.

Kami bergerak semakin pelan, hingga akhirnya berhenti.

Tak ada yang bergerak. Tak seorang pun bergerak untuk waktu yang lama.

Lalu anak-anak mulai merangkak keluar.

Beberapa jatuh lemas ke atas rumput. Yang lain berdiri lemas, memegangi kepala mereka sambil mengerang dan menggumam marah.

Aku membantu menarik Tyler keluar dan kereta. Lututnya mulai gemetaran. Kutopang ia sampai cukup kuat berdiri.

Lalu kami mencoba berjalan. Tanah seolah-olah miring. Pepohonan bergoyang-goyang di depanku seolah-olah terbuat dari karet.

Aku menabrak Meredith dan Elizabeth.

"Benar-benar mengerikan!”seru Elizabeth.

Duffy muncul di depan kami, seringai lebar menghias wajahnya. “Kalian menikmati permainan tadi?” tanyanya, matanya yang biru pucat berkilau senang.

"Aku akan menyampaikan keluhan!” bentak Meredith. “Aku akan menyampaikan keluhan pada Mr. Farraday!”

Page 42: Gb2000 8 Kamp Horor

“Aku juga!” Elizabeth menimpali.

Duffy menggelengkan kepala. “Kalian nggak nonton filmnya, ya?” ia bertanya.

“Aku tidak peduli filmnya!” raung Elizabeth. “Yang tadi itu keterlaluan! Kau membuat kami semua sakit!”

“Tapi itulah yang terjadi di film itu!” ujar Duffy. “Ini kan Kamp Horor, ingat? Nah, film-film itu kini menjadi nyata!”

Kini aku ingat adegan film itu. Permainan Putar-dan-Jerit terus berputar semakin cepat dan cepat... sampai kulit semua penumpangnya copot! Waktu permainan itu akhirnya .berhenti, kereta-kereta itu penuh dengan kerangka.

“Setidaknya kita tak kehilangan kulit kita,” gerutuku.

Meredith memandangku. “Kau baik-baik saja?”

“Aku masih gemetaran,” aku mengaku.

Tyler roboh ke rumput dan menundukkan kepala di antara lututnya. “Aku merasa mual,” raungnya. “Sungguh.”

“Kalian nggak punya selera humor, ya?” ejek Duffi. Ia menggelengkan kepala dengan sikap muak, berbalik, dan mulai berlari kedil mendaki bukit.

“Ini sih bukan bercanda!” sembur Elizabeth. “Ini memuakkan!”

“Yuk, kita sampaikan keluhan pada Mr. Farraday,” Meredith mendesak “Aku berani bertaruh ia bahkan tak tahu apa yang dilakukan monster itu pada kita.”

“Oke, yuk kita ke sana,” aku setuju. “Kita kan ke sini untuk bersenang-senang. Tapi sejauh ini, semuanya malah sedikit terlalu menakutkan.”

Kubantu Tyler bangkit berdiri. Lalu aku mulai mengikuti Meredith dan Elizabeth ke pondok.

Tapi setelah beberapa langkah aku berhenti. Lalu menengadah menatap sebatang pohon yang tinggi dan rimbun, yang menjulang di atas kereta permainan itu.

“Apa itu?” seruku. “Kamera?”

Benar. Sekarang kami berempat melihatnya. Sebuah kamera bertengger di sebatang dahan yang rendah, terarah ke kereta permainan.

Page 43: Gb2000 8 Kamp Horor

“Apakah kita sedang diawasi?” tanyaku. “Apakah menurut kalian seseorang merekam kejadian tadi?”

“Maksudmu Mr. Farraday mengawasi kita?” ujar Meredith, dahinya berkerut dalam. “Ia memfilmkan kita?”

"Kita benar-benar harus protes,” Elizabeth menandaskan. “Dia tak dapat melakukan hal seperti itu pada kita. Itu sih gila namanya!”

Kami berjalan mendaki bukit, menuju pondok. Aku menarik napas dalam-dalam sambil melangkah. Aku mulai merasa lebih kuat. Perasaan pusingku mulai hilang.

Wajah Tyler tak lagi pucat. Ekspresinya tetap suram. Ia mengatupkan rahangnya. Tapi aku tahu ia sudah lebih baik.

Kami berjalan melewati sederetan tong sampah yang berdiri sepanjang sisi bangunan. Sesuatu menarik perhatianku. Sebuah kepala?

Sebuah kepala menyembul keluar dari balik tutup sampah?

Aku melompat mundur saat kepala itu bergerak.

Rupanya kepala binatang. Seekor racoon. Ia menatap kami, lalu melompat keluar dari tong sampah dan kabur ke arah pepohonan.

“Wow,” gerutuku. “Terlalu banyak kejutan di sini. Semuanya membuatku melompat kaget!”

Kami memasuki pondok dan menunggu sampai mata kami terbiasa dengan cahaya lampu yang redup. Anak-anak kelompok seni dan kerajinan tampak bekerja dengan lempung. Saat kami berjalan melewati pintu ruangan mereka, aku melihat topeng-topeng dan monster-monster jelek yang terbuat dari lempung.

Kami terus melewati ruang pertemuan dan ruang makan yang besar. Di dalamnya tampak para pekerja masih sibuk bersih-bersih untuk makan siang.

Ruang kerja Mr. Farraday terletak di ujung koridor yang panjang. Sepatu-sepatu kets kami berdebam keras di atas lantai kayu, saat kami berjalan cepat menyusuri koridor.

Page 44: Gb2000 8 Kamp Horor

Dua orang pembimbing berseragam hijau melewati kami, menuju arah yang berlawanan. “Bagaimana permainannya?” salah satu dari mereka bertanya dengan sopan.

Kami tidak menjawab.

Kami melewati sebuah ruangan yang pintunya ditulisi dengan: ASISTEN KAMP.

Ini pasti ruang kerja Alonso, pikirku.

Ruangan yang lain diberi tulisan JANGAN DEKAT-DEKAT! yang dicetak di atas pintunya.

Pintu ruang kerja Mr. Farraday tertutup rapat.

Meredith dan Elizabeth merasa ragu. Kuangkat tinjuku untuk mengetuk pintu.

Tapi kubiarkan kepalan tanganku tergantung di udara ketika mendengar teriakan pertama.

Jeritan ngeri yang disertai kepanikan. Juga kesakita. Dari dalam ruangan itu.

Diikuti dengan jeritan menyeramkan lagi.

Aku menelan ludah dengan susah payah, lalu berpaling kepada yang lain. “Jeritan itu... kedengarannya sungguhan,” bisikku.

15

SATU jeritan lagi membuatku melompat menjauhi pintu.

Lalu sunyi.

Kami berempat berpandang-pandangan. Apa yang mesti kami kerjakan? Apakah kami sebaiknya kabur saja dan berpura-pura tidak mendengar apa pun? Atau apakah sebaiknya kami menyelidikinya?

Page 45: Gb2000 8 Kamp Horor

Kuangkat tanganku lagi dan mengetuk pintu.

Sunyi.

Aku mengetuk lagi.

“Ada orang di dalam,” bisik Elizabeth. “Kenapa mereka tidak mengatakan sesuatu?”

Sebelum aku sempat menjawab, daun pintu terbuka dengan bunyi berderit. “Siapa itu?” sebuah suara bertanya. Suara Mr. Farraday.

Ia mengintip dari balik pintu. Lalu daun pintu itu terbuka beberapa inci lagi.

Mr. Farraday menyembulkan kepalanya.

Mulutku ternganga saat menatapnya. Wajahnya merah menyala. Keringat membasahi keningnya. Janggutnya basah kuyup oleh keringat. Napasnya tersengal-sengal.

“Mr. Farraday?” aku memulai. “Anda baik-baik saja?”

Ia membutuhkan beberapa waktu sebelum dapat menjawab. Ia memaksakan dirinya untuk tersenyum dan dengan punggung tangan ia menyeka keringat dari keningnya.

“Cuma sedang... mempersiapkan beberapa trik film,” katanya.

“Jeritan-jeritan tadi ?” tanya Elizabeth.

“Efek suara,” jawabnya buru-buru. Ia kembali menyeka keringatnya. “Kalian tahu, aku punya koleksi berbagai jenis jeritan.” Ia terkekeh. “Jeritan untuk berbagai situasi.”

Ia menatap kami lekat-lekat, seolah-olah ingin memaksa kami mempercayainya.

Tapi aku tak percaya ucapannya. Jeritan-jeritan itu terlalu nyata. Dan sekujur tubuhnya gemetaran dan mandi keringat.

Apa yang dilakukannya di dalam ruangan itu? Aku harus tahu. Kuulurkan tanganku... dan kudorong daun pintu itu lebih lebar lagi.

Kami berempat kaget setengah mati saat melihat dua makhluk berjongkok di bagian belakang ruang kerja itu. Apakah mereka manusia? Atau binatang?

Page 46: Gb2000 8 Kamp Horor

Mereka memiiki kepala bulat botak berwarna hijau melon, sepasang mata hitam kecil di atas moncong kadal yang panjang, serta tubuh hijau yang gemuk dengan perut gendut.

Mereka menundukkan kepala dan mengeluarkan suara mengendus-endus yang keras saat pintu terempas terbuka. Apakah mereka menangis?

Aku terenyak waktu melihat bahwa tangan dan kaki mereka dirantai ke tembok.

Mr. Farraday buru-buru menutup pintu. “Seharusnya kau tak melakukannya, Andrew,” katanya dingin.

“Tapi... makhluk apa sebenarnya mereka?” ujarku tercekat.

“Itu cuma monster buatan, tentu saja,” jawabnya marah. “Apa kaupikir aku menyimpan monster sungguhan di dalam ruang kerjaku?”

“Yah...” Kurasakan wajahku merah padam.

Mr. Farraday menyipitkan matanya dengan penuh ancaman. “Aku tidak suka tukang ngintip dan biang kerok,” Mr. Farraday berkata. “Kau penghuni Kabin Tiga, ya, kan? Bersama-sama dengan dua biang keladi lainnya itu.”

“Tapi... tapi...” Aku tak mampu bicara.

Matanya menyorot dingin menatapku. “Yah, Andrew, kau dan adikmu ada di Kabin Keberuntungan!” ujarnya. “Yes. Kalian memang benar-benar beruntung.”

“Ap-apa maksud Anda?” kataku terbata-bata.

“Kalian akan tahu apa sebenarnya Kamp Horor itu,” jawabnya.

16

"FARRADAY pasti mengatakan yang sebenarnya,” kata Meredith. “Yang kita lihat itu cuma makhluk di film.” Ia menarik rambutnya dan mengikatnya dengan karet gelang. Lalu ia duduk di rumput di sebelah kabinku.

Page 47: Gb2000 8 Kamp Horor

“Yah... tapi aku nggak pernah melihat mereka di film mana pun,” bantah Tyler “Lagi pula mereka tidak seperti bohongan. Mereka jelas bernapas!”

“Kalau mereka memang cuma monster film, kenapa Farraday begitu marah?” aku bertanya. “Kenapa ia menakut-nakuti aku dan Tyler?”

Tadi kami berempat langsung kabur secepat kami dapat. Tentu saja kami bahkan tidak sempat mengatakan padanya soal Duffy atau Putar-dan-Jerit.

Dan sekarang kami duduk di bawah bayangan kabinku, mencoba menenangkan diri dan memahami apa yang kami lihat tadi.

Matahari sore perlahan-lahan terbenam di balik pepohonan. Aku dapat mendengar suara teriakan dan pekik senang anak-anak yang berenang di danau.

“Kalau benar mereka cuma para aktor yang mengenakan kostum,” kata Tyler, “kenapa mereka dirantaikan ke tembok? Kenapa...”

“Kenapa mereka menjerit?” potong Meredith.

“Benar. Kalian dengar bagaimana mereka menjerit-jerit,” tambah Elizabeth. “Kedengarannya sungguhan. Bukan jeritan pura-pura.”

“Dan mengapa wajah Mr. Farraday begitu merah dan napasnya tersengal-sengal?” desak Meredith.

Aku mengangkat bahu. “Aku menyerah. Aku tak dapat menjawab satu pun pertanyaan itu.”

“Semuanya begitu aneh,” gumam Tyler.

“Tempat ini memang aneh,” timpal Elizabeth. “Ini kamp horor, benar, kan? Maksudku, seharusnya kita tak mempercayai apa pun yang kita lihat. Semua memang harus menakutkan dan kita seharusnya menikmatinya.”

“Kau benar,” aku mendesah. “Tapi kapan kita bisa mulai menikmatinya?”

***

Makan malam di pondok besar kali itu amat tenang. Perang lempar-lemparan makanan meletus di sebuah meja di seberang ruangan. Tapi setelah beberapa menit perang lasagna dan salad, para pembimbing akhirnya berhasil menenangkan semua anak.

Page 48: Gb2000 8 Kamp Horor

Setelah makanan utama, petugas menyajikan semangkuk besar es krim. Anak-anak berubah ceria dan bertepuk tangan.

Kami tetap tinggal di pondok dan menonton salah satu film paling menyeramkan R.B. Farraday, Gua Tanpa Jalan Keluar.

Aku dan Tyler memiliki kaset videonya, dan kami. telah menonton film itu sedikitnya dua belas kali.

Dalam ifim itu, beberapa remaja pergi .menjeiajah ke dalam gua-gua batu yang besar di suatu tempat di Barat. Mereka menemukan sebuah gua besar yang tampak menarik. Mereka masuk ke dalam dan meluncur menuruni lereng yang curam, terus ke dalam mulut gua itu.

Mereka menyelidiki sebentar. Tapi terlalu gelap untuk dapat melihàt sesuatu. Jadi mereka memutuskan untuk keluar saja. Dan saat itulah masalah itu timbul.

Karena memang tak ada jalan kèluar.

Itu benar-benar Gua Tanpa Jalan Keluar. Dan tepat pada saat para remaja itu menyadari bahwa mereka terperangkap di gua itu selama-lamanya, mereka mulai mendengar suara langkah kaki dan raungan aneh yang menggemuruh. Dan mereka pun tersadar bahwa mereka tidak sendirian.

Keren, kan?

Aku benar-benar menikmati acara nonton film di layar lebar di pondok itu. Setelah film itu selesai, aku dan Tyler langsung asyik membahas betapa kerennya film itu sambil berjalan. menyusuri jalan setapak menuju kabin kami.

Bulan purnama menerangi jalan kami Cahayanya yang keperakan membuat seluruh daerah kamp itu berkilauan.

Sesuatu menarik perhatianku saat kami mencapai kabin pertama di jalan setapak itu. Kabin itu kabin anak cewek. Aku menghentikan langkah dan menengadah memandang atap kabin yang miring.

Benarkah itu kamera yang tersembunyi di balik atap?

Ya, benar. Lalu ada sebuah kamera lagi, yang diarahkan pada jalan setapak itu.

Apakah di mana-mana memang telah ditempatkan kamera-kamera? aku bertanya-tanya. Apakah Farraday memata-matai kami setiap waktu? Apakah ia memfilmkan kami?

Page 49: Gb2000 8 Kamp Horor

Kutunjukkan kamera itu pada Tyler. Ia menguap. Ia nggak biasa tidur terlalu malam. “Mungkin itu untuk keamanan,” ujarnya.

“Yeah. Keamanan,” ulangku. Masuk akal sih. Tapi aku tak percaya.

Kemudian, setelah berbaring di atas tempat tidur, aku tak dapat tidur.

Cahaya bulan membuat kabin kami nyaris seterang siang hari. Dan aku tetap mendengar suara erangan dan lolongan binatang di luar sana. Di luar, tapi tidak jauh.

Aku mendengar Tyler bergerak-gerak di tempat tidurnya. “Andrew, kaudengar lolongan itu?” bisiknya.

"Semua cuma bagian dan Kamp Horor," aku memberitahunya. “Cuma efek suara. Pasti ada loudspeaker di luar kabin.”

“Kau yakin?” Jack bertanya, melompat bangkit dari tempat tidurnya.

Chris, yang tidur di tempat tidur atas, menjulurkan tubuhnya ke bawah. “Ada apa sih? Siapa yang berteriak di luar sana?”

Aku meluncur dari tempat tidurku dan berjalan pelan ke jendela. Yang lain mengikuti tepat di belakangku.

Aku memandang rerumputan yang keperakan.

Jauh di bukit aku melihat dua sosok. Sosok itu gelap, dilatarbelakangi oleh pepohonan yang bercahaya. Sambil menatap tajam kulihat mereka memiringkan kepala ke belakang. Tangan mereka diletakkan di mulut, membentuk corong.

Dan kemudian mereka melolong. Melolong seperti binatang yang mengarahkan moncong ke arah bulan. Makhluk-makhluk yang tadi ada di ruang kerja Farraday!

“Bagàimana mereka bisa lepas?” tanya Tyler, tangannya menarik lengan bajuku. “Apa yang mereka lakukan di luar sana?”

Page 50: Gb2000 8 Kamp Horor

17

TAK seorang pun mendengar bunyi lolongan itu semalam. Tak seorang pun, kecuali Tyler, aku, Chris, dan Jack.

Tak seorang pun melihat dua makhluk di atas bukit itu, berdiri di bawah sinar bulan yang keperakan, melolong seperti binatang.

Tak seorang pun, kecuali penghuni Kabin Tiga.

Kok bisa begitu, ya? pikirku sambil mengambil handuk hijau dan menyampirkannya di bahuku. Lalu aku berjalan sepanjang pantai sempit yang berpasir, menuju area renang yang dibatasi oleh tali.

Aku perlu berenang, kataku pada diriku. Aku baru saja menyelesaikan pertandingan softball tujuh-inning di bawah matahari terik. Aku amat sangat kepanasan!

Aku melambai ke arah Tyler. Ia dan beberapa anak lain sudah berada di dalam air. Ini memang giliran pelajaran renangnya.

Pembimbing sedang mulai mendemonstrasikan. gerakan gaya kupu-kupu. “Perhatikan bagaimana aku bernapas,” ia berkata saat aku lewat. “Hei... kau tidak memperhatikan. Bagian paling sulit dan gaya kup...”

Suaranya menghilang ditelan suara-suara kecipak air yang pelan.

Gumpalan awan putih melayang-layang tinggi di angkasa. Matahari pagi menyorotkan cahayanya, menghangatkan bahuku, menggosongkan bagian belakang leherku.

Kujatuhkan handukku di atas pasir dan kuperbaiki bagian atas celana renangku. Air danau berkilauan, memantulkan bayangan matahari. Aku menyipitkan mata memandang air danau, berharap seandainya aku membawa kacamata hitamku.

Kulihat beberapa anak cewek naik ke atas papan yang mengapung. Papan itu terapung-apung di air di bagian belakang area renang yang dibatasi tali.

“Hei, Andrew! Andrew!”

Aku berbalik ke arah suara itu. Dan menemukan Meredith serta Elizabeth sedang berbaring berjemur di atas handuk pantai.

Aku melambai, tapi tidak menghampiri mereka. Aku perlu berenang. Aku tak bisa menunggu lebih lama lagi.

Page 51: Gb2000 8 Kamp Horor

Aku berbalik dan mulai berlari kecil melintasi pasir yang panas, menuju ke air. Dan nyaris menabrak Duffy, cowok berbadan besar yang menjalankan permainan Putar-dan-Jerit.

“Whooa.” Ia mengelak ke samping. Ia mengenakan pakaian hitam. Peluit perak berayun-ayun pada rantai yang tergantung di dadanya yang lebar. Sekujur tubuhnya cokelat sempurna dan dioles krim.

“Selamat datang di Danau Zombie Air,” ia menyambutku.

“Apa yang kaulakukan di sini?” tanyaku tanpa pikir panjang.

“Aku pengawas pagi ini,” sahutnya. Diturunkannya kacamata hitamnya yang berlapis perak dari kening dan menutupi matanya. Lalu ia berpaling ke air. “Mau masuk?”

Sambil menggerutu kujawab ya, lalu berlalu.

“Kalau ketemu zombie air, teriak saja.” serunya.

Apa maksudnya itu bercanda?

Nggak lucu, pikirku.

Aku ingat film zombie air Mr. Farraday. Sekelompok orang tenggelam saat kapal mereka karam di dasar laut. Mereka bangkit hidup sebagai Para Perenang Abadi dan menteror para penyelam yang nekat turun untuk menjelajah kapal karam itu.

Bukan termasuk film Farraday yang kusukai. Aku tidak begitu suka film-film yang mengambil lokasi di bawah air. Dan aku benar-benar tak ingin memikirkan tentang monster bawah air yang mengerikan saat aku baru saja akan berenang di danau.

“Tarik napas! Sekarang... tarik napas!” Aku dapat mendengar pelatih adikku melanjutkan pelajaran gaya kupu-kupunya.

Aku menarik napas dalam dan lari ke air. Air yang dingin naik merendam pergelangan kakiku, lalu tungkai kakiku. Jemari kakiku masuk ke dalam dasar danau berpasir yang lembut saat aku berlari.

Aku terus berlari sampai air dingin itu mencapai pinggangku. Setelah itu aku menyelam, berenang cepat meninggalkan tepi danau.

Page 52: Gb2000 8 Kamp Horor

Aku menyembulkan kepala dan menarik napas panjang. Lalu kubiarkan diriku terapung-apung di atas gelombang yang berayun-ayun. Airnya begitu jernih dan bersih.

Aku terus terapung-apung. Kudorong rambutku ke belakang. Kutengadahkan kepalaku menantang matahari. Kutundukkan kepalaku dan mulai berenang pelan dan stabil menuju papan putih yang terapung. Aku sudah hampir mencapainya saat kurasakan sesuatu melilit pergelangan kakiku

Pertama-tama kupikir itu ganggang air.

Tapi kemudian kurasakan benda Itu semakin erat melilitku. Jemari yang dingin dan keras mencengkeram pergelangan kakiku.

Lalu menarik dan menyeretku ke bawah.

“Hei!” protesku.

Kutendangkan kakiku sekuat tenaga.

Kutepuk-tepuk air danau itu dengan kedua tangan. Aku menarik napas panjang.

“Lepaskan!”

Aku meronta sambil menendang-nendang.

Tapi tangan yang keras dan kurus itu terus menyeretku, menarikku ke bawah air.

Kuangkat tanganku jauh-jauh ke atas, seolah-olah berusaha merenggut permukaan air danau itu.

Tapi aku tetap merasakan diriku ditarik ke bawah. Semakin dalam...

Sambil menendang dan mengibaskan tangan, aku memutar tubuhku di bawah air dan melihatnya - makhluk menyeramkan itu. Sekujur tubuhnya cuma tinggal tulang-belulang dan kulit yang telah terkoyak-koyak.

Tulang tangan mencengkeram pergelangan kakiku. Kulit berwarna hijau melambai-lambai di dada yang tinggal tulang itu.

Kepalanya menunduk saat ia berpegangan pada diriku, dan terus menarikku lebih dalam lagi.

Page 53: Gb2000 8 Kamp Horor

Aku menggeliat dan menendang dan meronta. Dadaku mau meledak rasanya.

Jantungku berdegup kencang saat aku menatap menembus air biru suram yang bergelombang, memandang makhluk itu, melihat serpihan-serpihan daging yang bergelantungan di tulang-belulangnya.

Kugerak-gerakkan tanganku dengan histeris. Kutekuk lututku. Lalu kutendangkan kakiku dengan sekuat tenaga.

Tapi makhluk itu tak mau lepas-lepas juga... terus memegangku...

Dan perlahan-lahan ia mendekatkan kepalanya padaku.

Dengan panik dan ketakutan kutatap wajah hijau yang bengkak itu.

Kutatap wajah itu... kutatap.

Wajah Jack.

18

DADAKU terasa penuh, aku naik ke permukaan. Kuangkat tanganku dan menyembul keluar.

Tertegun oleh rasa takut, oleh rasa ngeri, aku tak merasakan makhluk itu melepaskanku. Aku tak melihat jemari bertulangnya merenggangkan cengkeramannya.

Aku tidak melihat makhluk itu mundur... makhluk berwajah Jack itu.

Aku meluncur naik. Terus menembus permukaan air.

Kuembuskan napas kuat-kuat. Lalu menarik masuk udara segar dengan tersengal-sengal.

Aku ingin menjerit dan bernapas pada waktu bersamaan.

Page 54: Gb2000 8 Kamp Horor

Kutarik lagi satu napas panjang. Lalu saat jantungku memukul-mukul dada, aku mulai menyeret diriku ke tepian. Dengan tangan dan kaki yang terasa sakit, serta gerakan yang tidak teratur dan panik, aku meluncur cepat di atas air.

Begitu ingin menyelamatkan diri...

Apakah makhluk itu mengejarku?

Apakah makhluk itu akan menangkapku lagi? Menarikku ke bawah dan tak melepaskanku lagi?

Sambil merinding dam gemetaran, aku berjalan terhuyung-huyung ke pantai. Aku berbailk ke arah danau, mataku menyipit, tanganku memeluk tubuhku erat-erat.

Tak ada tanda-tanda makhluk itu.

Tiga orang cewek sedang berjemur di atas papan yang mengapung. Adikku dan kelasnya tampak sedang melatih gaya baru mereka.

Selebihnya, tak ada siapa-siapa.

Aku berbalik dan mencoba berjalan. Kakiku terasa lemas dan seperti karet. “Duffy?” aku mencari-carinya.

Tak ada. Lenyap. Sekali lagi hilang ditelan bumi. Aku membuka mulut dan berteriak penuh amarah. Inikah tugas Duffy? Lenyap pada saat kau membutuhkannya?

Aku roboh ke pasir, mencari-cari pembimbing yang lain. “Hati-hati!” aku berteriak kepada instruktur adikku. Kutangkupkan tanganku di mulut hingga membentuk corong. “Hati-hati! Dia ada di sana!” teriakku, sambil menunjuk ke arah air. “Dia ada di dalam air!”

lnstruktur itu tak dapat mendengarku. Suaraku pelan dan terengah-engah.

Tyler mendongak memandangku, lalu segera berpaling untuk melatih gerakannya.

“Andrew... kau baik-baik saja?”

Meredith dan Elizabeth berlari menghampiriku.

Elizabeth menangkap lenganku. “Apa yang terjadi? Kami lihat kau berjalan limbung keluar dari air.”

Page 55: Gb2000 8 Kamp Horor

“Kau tampak berantakan!” Meredith berseru. Mereka berdua bau krim tabir surya beraroma kelapa. Meredith melapisi hidungnya dengan krim putih itu. Mereka memperhatikanku dengan saksama, wajah mereka tegang oleh rasa khawatir.

“Dia ada di sana,” gumamku. “Dia... menangkapku.”

“Apa? Siapa yang menangkapmu?” desak Elizabeth.

“Dia. Monster itu,” jawabku. Aku menunjuk ke air. “Dia ada di sana.”

Aku tahu ucapanku tak masuk akal. Aku masih belum bisa berpikir jernih. Sinar matahari menimpa mataku bagaikan ribuan lampu blitz. Pantai itu berputar kencang di kakiku.

“Wajahnya, wajah Jack,” aku berkata “Tapi itu bukan Jack. Tak mungkin Jack.”

“Kenapa tak mungkin?” Meredith bertanya. “Bisa saja Jack mempermainkanmu.”

“Tidak! Itu bukan lelucon!” teniakku. “Dia... dia mencoba membenamkan aku! Jack tak mungkin melakukannya.”

“Mungkin kau terlalu lama berada di bawah matahan,” Meredith berkata. “Atau apa.”

“Ayo, kami bantu kau menemui perawat,” Elizabeth mengusulkan. Mereka masing-masing memeluk lengankuu dan membimbingku menuju jalan setapak. Tubuhku yang basah kuyup meneteskan air. Saat kami tiba di dekat kabin-kabin, jantungku mulai berdegup teratur dan aku merasa sedikit normal.

“Aku tak ingin menemui perawat,” kataku pada mereka. “Aku cuma ingin pergi ke kabinku.”

“Setidaknya kau melaporkan hal ini kepada salah satu pembimbing,” Elizabeth berkata. “Kalau Jack melakukan permainan berbahaya di dalam danau...’

“Itu bukan Jack!” aku berkeras. “Itu... monster Akan kuberitahu pembimbing. Tapi nanti. Aku ingin mengeringkan tubuhku dulu. Lalu aku mau di tinggal sendirian dan berpikir. Aku harus tahu apa yang terjadi di sini.”

Kami berhenti di depan pintu kabinku. Aku mengucapkan terima kasih. afas pertolongan mereka.

Lalu kudorong pintu kabin hingga terbuka... dai terenyak terkejut.

Page 56: Gb2000 8 Kamp Horor

Kami bertiga menatap pesan yang ditulis dengan tulisan cakar ayam merah di tembok kabin di sebelah tempat tidurku:

HORORNYA SUNGGUHAN. PERGILAH... SELAGI DAPAT.

19

BENARKAH R.B. Farraday mencoba menakut-nakuti kami?

Benarkah semua itu cuma hasil teknologi efek dalam film? Atau apakah sesuatu yang benar-benar berbahaya sedang terjadi di sini?

Apakah pesan bertulisan cakar ayam itu cuma lelucon... atau peringatan sungguhan?

Apakah hidupku berada dalam bahaya? Juga hidup Tyler dan Jack dan Chris?

Dan di manakah Jack berada?

Seharian ini aku tidak melihatnya.

Benarkah Jack yang berada di dasar danau itu?

Apakah Farraday telah mengubahnya menjadi zombie air?

Kuasailah dirimu, aku mengingatkan diriku. Lalu aku mencoba. Dengan sungguh-sungguh. Tapi aku tak dapat mengenyahkan kata-kata Farraday: Kabin Tiga adalah kabin keberuntungan. Kalian akan tahu apa sebenarnya Kamp Horor itu.

Aku harus berbicara dengan seseorang. Aku harus mencari jawaban-jawaban.

***

Waktu makan siang, aku mencari Gus, pembimbing kami. Tapi tak juga menemukannya.

Page 57: Gb2000 8 Kamp Horor

Jadi kupojokkan pembimbing pertama yang kutemukan di ruang makan. Namanya Claire. Ia pembimbing olah raga bertubuh tinggi dan bertampang ramah. Rambutnya yang keriting dan hitam diikat tinggi di kepalanya.

“Kau harus mengatakan yang sejujurnya,” tegasku “Apakah semua itu sungguhan?” Aku harus berteriak untuk mengatasi bunyi dentingan peralatan makan dan suara ribut anak-anak yang menggema di ruangan besar itu.

Claire membimbingku keluar dari ruangan itu. “Ada apa?” ia bertanya seraya meletakkan kedua tangannya di bahuku. “Apa yang membuatmu marah?”

“Apakah semua itu sungguhan?” ulangku. “Semua kejadian menakutkan itu, maksudku.”

Ia menyipitkan matanya menatapku. “Apa kau terlalu ketakutan?”

“Jawab saja pertanyaanku!” jeritku. “Kejutan listrik di hari pertama itu? Orang yang merusak mesin permainan Putar-dan-Jerit? Lolongan aneh di waktu malam? Dan... makhluk seram di dalam danau. Seseorang mencoba membenamkan aku hari ini! Monster itu!”

Claire menatapku dengan saksama. Bisa kulihat ia sedang berusaha memutuskan apa yang akan dikatakannya padaku. Setelah itu ia menatap sekelilingnya, melihat apakah seseorang memperhatikan kami.

“Katakan padaku,” ujarku menuntut. penjelasan.“Aku harus tahu apa yang terjadi di sini.”

Ia menunduk, hingga wajahnya mendekati wajahku. “Kau dengar apa kata Mr. Farraday,” bisiknya. “Dia bilang horor itu harus sungguhan supaya terasa menakutkan.”

Dengan tegang ia menatap ke kiri dan kanan lorong yang panjang itu.

“Apa maksudnya?” tukasku. “Apakah kau bermaksud berkata bahwa makhluk di dalam danau itu sungguhan? Apakah maksudmu nyawa kami benar-benar dalam bahaya?”

“Aku... aku tak tahu,” katanya terbata-bata. “Yang kutahu hanya...”

Suaranya menghilang. Kuikuti pandangannya. Matanya menatap kamera yang bertengger di atas kami di sudut lorong itu.

“Aku tak bisa mengatakan apa-apa lagi,” ia berbisik. Ia berbalik dan berlari ke pintu ruang makan.

Page 58: Gb2000 8 Kamp Horor

Aku berlari mengejarnya. Tapi lalu berhenti waktu kudengar suara-suara yang tak asing lagi di dalam ruangan besar itu.

“Kau harus menghubungi orangtuamu,” kudengar Chris berkata.

“Tidak, aku tak bisa. Aku terlalu takut,” sahut Jack.

Jack...!

Aku menyerbu masuk ke dalam ruangan besar itu.

“Kau harus menghubungi Orangtuamu! Kau tak boleh membiarkan mereka begitu saja!” Chris terus mendesak.

“Tidak akan! Kau tahu apa yang akan dilakukannya padaku. Dia...” Jack menghentikan ucapannya begitu melihatku.

Mereka berdua memelototiku.

Aku sadar bahwa aku telah menginterupsi sesuatu yang serius.

Tapi aku tak peduli. “Jack!” seruku. “Kaukah itu? Di dasar danau itu? Kaukah yang menyeretku ke dasar danau?”

“Maaf?” Jack memandangku dengan mata disipitkan. “Kau serius nih? Kurasa tidak.”

“Halo!” Chris mengetuk-ngetuk kepalaku. “Ada orang di dalam? Kau sinting, ya?”

Kutepiskan tangannya. “Jangan bercanda lagi!” tukasku. “Kau, tidak berada di danau pagi ini?” tanyaku pada Jack.

“Tidak,” gumamnya. “Aku sedang mengepak-ngepakkan tanganku dan terbang ke Jupiter.”

“Jangan bergurau! Aku ingin tahu yang sebenarnya. Apa yang terjadi di sini? Aku tahu kalian berdua tahu. Kalian tahu. Kalian harus mengatakannya padaku!”

Jack dan Chris bertukar pandang.

Lalu Jack mencengkeram bahuku dan menarikku. Ia mendekatkan mulutnya di telingaku. “Sudah terlambat,” ia berbisik.

Page 59: Gb2000 8 Kamp Horor

“Apa?” Aku menahan napas.

"Terlambat,” ulangnya. “Sudah dimulai. Tak ada apa pun yang dapat kita lakukan lagi.”

20

"Aku tidak mengerti,” kataku gugup “Kalian harus memberitahuku...”

Tiba-tiba aku tersadar Jack dan Chris tak lagi memandangku. Mereka menatap ke atas bahuku, menatap dengan penuh ketakutan.

Aku membalikkan tubuh..., dan mendapatkan Alonso menjulang di dekat kami. Mata kelabunya yang aneh disipitkan. Codetnya berdenyut-denyut di atas alisnya.

Chris melangkah mundur. “Kami tidak mengatakan apa pun!” teriaknya pada Alonso.

“Kami tak memberitahu apa pun padanya. Sungguh!” ujar Jack, wajahnya pucat pasi.

“Dasar kalian tukang bikin ribut,” gumam Alonso dengan gigi dikertakkan. “Aku telah mengingatkan kalian sebelumnya.”

“Jangan... kumohon!” raung Jack.

“Kau harus percaya pada kami!” Chris memohon.

Alonso menatap mereka dengan marah, lalu mengusir mereka. Setelah itu ia tersenyum menyeringai padaku. “Pergilah ke mejamu. Jangan lagi bikin susah.”

“Hah? Bikin susah?” aku terenyak.

“Aku mengawasimu lho,” Alonso mengingatkan. “Kabin tiga. Kabin keberuntungan.” Ia berlalu sambil tertawa.

Page 60: Gb2000 8 Kamp Horor

***

Untuk makan malam mereka menghidangkan masakan yang direbus. Aku tak terlalu bernafsu makan.

Kulihat Tyler di seberang ruangan, tertawa dan bercanda dengan beberapa teman baru. Meredith dan Elizabeth berhenti di mejaku untuk menanyakan apakah aku sudah merasa lebih baik.

Kubilang, aku sudah baikan. Aku tak tahu harus bilang apa lagi.

Kutusuk-tusuk makananku dengan garpu sambil memikirkan semua kejadian yang telah terjadi. Kamp Horor seharusnya kan menyenangkan, kataku pada diriku. Tapi nyatanya tidak sama sekali. Aku malah terlalu takut untuk menikmatinya.

Apakah aku pengecut?

Tidak, putusku. Ada bahaya sungguhan di sini. Horor sungguhan.

Sesuatu yang jahat ada di sini.

Aku menatap ke arah Jack dan Chris. Mereka sedang menghabiskan makan malam mereka, membungkuk di atas piring mereka, mata mereka menatap ke bawah, tidak berbicara dengan siapa pun.

Mereka juga ketakutan, aku tersadar.

Mereka tahu apa yang terjadi di kamp ini. Dan mereka ketakutan juga.

Aku ingin menghubungi orangtuaku. Aku ingin memberitahu mereka bahwa kamp ini kacau. Dan sebaiknya mereka datang menyelamatkan aku dan Tyler sebelum sesuatu yang buruk sekali terjadi.

Tapi mereka sedang berkeliling Australia sebulan penuh. Aku tak tahu bagaimana caranya menghubungi mereka.

Aku mendongak dari piringku dan melihat Alonso berjalan ke depan ruangan. “Ada pengumuman penting,” ia berkata.

Ruangan besar itu langsung sunyi senyap. “Tolong perhatikan,” Alonso melanjutkan. “Koki kita khawatir ada jamur beracun telah tanpa sengaja dicampurkan ke dalam hidangan ini. Ia yakin jamur itu digunakan pada dua piring makanan. Jika makanan kalian terasa aneh, tolong laporkan secepatnya.”

Page 61: Gb2000 8 Kamp Horor

Tawa meledak di seluruh ruangan.

“Makananku terasa aneh!”

“Makananku terasa seperti sampah!”

Lebih banyak tawa lagi. Tangan-tangan terangkat ke atas.

“Makananku!”

“Tidak... makananku!”

Semuanya menikmati lelucon itu.

Tapi ekspresi Alonso tetap serius. “Ini bukan hal yang patut ditertawakan,” teriaknya marah. “Jika jamur beracun digunakan pada dua piring makanan, kita harus menemukannya.”

“Tapi kenapa kau menunggu selama ini?” seru Elizabeth. “Kami sudah hampir selesai makan.”

Alonso membuka mulutnya untuk menjawab. Tapi sebelum ia mengatakan apa pun, terdengar raungan yang keras. Dan lolongan kesakitan.

Aku berbalik ke arah suara itu... dan melihat Jack dan Chris meremas perut mereka.

Chris mencoba berdiri, matanya membelalak ketakutan. Dicengkeramnya perutnya dan terbungkuk-bungkuk.

Jack mengerang keras. “Sakit sekali,” gerungnya. “Ohhh... perutku. Sakit sekali!”

Keduanya membungkuk dalam-dalam sambil mengerang dan meremas perut mereka.

“Kurasa kita telah menemukan kedua piring makanan yang kena racun!” Alonso mengumumkan. Senyuman aneh merekah di wajahnya.

Aku tak percaya! pikirku.

Jack dan Chris diracun? Ini sih bukan kecelakaan!

Aku bangkit berdiri.. “Kau cuma akan berdiri di situ saja?” aku membentak Alonso. “Tidakkah kau akan menolong mereka?”

Page 62: Gb2000 8 Kamp Horor

Senyum Alonso lenyap. Ia rnenggelengkan kepala dengan sedih. “Aku khawatir sudah terlambat,” ujarnya pelan.

Semuanya menjerit saat Jack dan Chris roboh ke lantai.

21

RUANG yang besar itu meledak oleh teriakan-teriakan panik. Dan jeritan-jeritan marah.

Aku melompat berdiri. Aku harus keluar dan sini... sekarang juga! putusku. Tempat ini memuakkan!

Para pembimbing menyeret Jack dan Chris ke pintu samping. Aku berlari sepanjang meja yang panjang itu dan menangkap tangan Tyler. “Ayo,” aku berkata. Kutarik dia hingga berdiri. “Kita pergi dari sini.”

Tak sedikit pun ia ragu. Kami berdua lari ke pintu depan.

Kami tinggal beberapa meter lagi dari pintu, ketika dua pengawal berseragam abu-abu melangkah ke ambang pintu dan memblokir jalan kami.

“Whoooa!” Tyler dan aku mendadak berhenti hingga bertabrakan.

“Pengawal?” aku berteriak “Sejak kapan sebuah kamp punya petugas keamanan?”

Kedua pengawal itu menatap kami deñgan dingin tanpa menjawab.

“Kami mau keluar dari sini!” Tyler bersikeras.

“Aku tak yakin,” salah satu pengawal itu menyeringai.

Meredith dan Elizabeth berlari di belakang kami. “Kami harus menghubungi orangtua kami... sekarang juga!” pekik Elizabeth dengan suara nyaring.

Page 63: Gb2000 8 Kamp Horor

Salah satu pengawal tertawa terkekeh-kekeh. “Itu tak akan terjadi,” katanya datar.

Aku tak tahan lagi. Aku berbalik dan mencari-cari Alonso. “Apakah kami tawanan di sini?” teriakku mengatasi jeritan dan pekikan para peserta kamp lainnya. “Apakah kami tawanan?”

***

Para pengawal menggiring kami ke kabin kami masing-masing. Tyler dan aku berbaring tengkurap di tempat tidur kami.

Seorang pembimbing menyembulkan kepalanya di jendela. “Matikan lampu... sekarang!” ia memerintahkan.

Aku sedang tak ingin berdebat. Jadi, kumatikan lampunya.

“Apa yang akan kita lakukan?” Tyler bertanya dengan suara pelan. Ia bersandar di tembok sambil memeluk dirinya sendiri.

“Aku nggak tahu,” sahutku. “Mungkin kita tunggu dulu sampai semua orang tertidur dan...”

“Ini benar-benar seperti film Tawanan Raja Vampir,” ujar Tyler. “Ingat film itu? Para pengawal di film itu mengenakan seragam abu-abu juga.”

“Aku nggak peduli film-film itu lagi,” sahutku pahit. “Aku nggak akan pernah nonton film R.B. Farraday lagi seumur hidupku.”

Lalu kudengar suara menderu yang pelan. Aku menengadah dan melihat sesuatu berbentuk persegi bertengger di kasau kabin. Aku berdiri agar dapat melihatnya lebih baik. Kamera. Kamera itu bergerak ke arah sana.

“Mereka memata-matai kita,” aku berkata pada Tyler.

Ia menatap kamera itu. “Oh, wow,” gumamnya.

Kutudingkan tinjuku ke arah kamera itu dengan marah. “Aku tak peduli!” seruku. “Aku tak peduli apa yang akan kalian lakukan. Pokoknya kami akan pergi dari sini!”

Lalu aku menurunkan kepalaku dan menatap tempat tidur bertingkat di seberang kabin.

Tempat-tempat tidur yang kosong.

Page 64: Gb2000 8 Kamp Horor

Tyler mengikuti arah tatapanku. “Apakah menurutmu Jack dan Chris baik-baik saja?” ia bertanya sambil berbisik.

Aku mengangkat bahu. “Kuharap.”

Aku menghampiri jendela dan menatap ke luar. Di bawah cahaya bulan yang keperakan, para pengawal berseragam abu-abu yang jumlahnya setidaknya selusin, berpatroli di sekitar kamp.

“Kita takkan bisa ke mana-mana malam ini,” kataku pada Tyler. “Pengawal ada di mana-mana.”

“Tapi kita harus coba!” protes Tyler.

"Besok pagi,” aku berbisik. “Besok pagi, kita cari jalan untuk melarikan diri.”

Aku tidak mengganti pakaianku. Aku cuma melepaskan kaus kaki dan menyelinap di bawah selimut.

Sebentar kemudian aku jatuh tertidur. Tidurku gelisah. Aku berbalik ke kiri dan ke kanan, setiap jam terbangun oleh bayangan mimpi buruk yang terus menghantuiku.

Lalu suara garukan. Suara TAM yang pelan. Suara-suara itu membuat mataku terbuka lebar-lebar.

Aku mengerjap-ngerjapkan mata beberapa kali. Berusaha melihat di dalam kegelapan.

Aku mendengar suara TAM lagi. Lalu bunyi berdebam.

Lingkaran sinar putih melintasi lantai kabin.

“Siapa itu?” bisikku, tenggorokanku tercekat.

Aku bangkit duduk. Seseorang berjalan terseok-seok menyeberangi kabin.

“Jack? Chris?” aku berbisik lagi. “Kaliankah itu?”

Tak ada jawaban.

Rasa dingin merambati tengkukku. Aku gemetaran.

Lingkaran cahaya yang berasal dari lampu senter menyapu lantai sekali lagi.

Page 65: Gb2000 8 Kamp Horor

“Siapa itu?” seruku.

Pintu kabin mengayun terbuka. Sosok itu bergerak cepat. Lalu lenyap di luar pintu. Daun pintu terempas menutup.

Aku melompat berdiri. Dan berjalan terhuyung-huyung ke jendela.

Tak ada siapa-siapa lagi di luar sana.

Kutekan tombol lampu.

Tyler tampak duduk di tempat tidurnya, menggeleng-gelengkan kepala dengan kebingungan.

“Seseorang tadi ada di sini,” aku memberitahunya. dan...”

Aku dan Tyler menahan napas saking kagetnya.

22

"SEPATUKU” teriakku.

Aku berlutut dan mengulurkan tangan ke bawah tempat tidur. “Hei” Aku merunduk ke lantai dan mengintip ke kolong.

“Ketsku, sepatuku, dan sandalku” seruku seraya berpaling kepada Tyler. “Semua lenyap!”

“Punyaku juga,” ujar Tyler. Ia menggelengkan kepala. “Aku tak percaya.”

“Orang itu telah mengambilnya,” gumamku. “Seseorang masuk ke dalam kabin dan mengambil semua sepatu kita.”

Aku mendengar suara-suara ribut di luar. Langsung saja aku melompat berdiri dan menghambur ke luar untuk melihat apa yang terjadi.

Page 66: Gb2000 8 Kamp Horor

Anak-anak menyerbu keluar dari kabin mereka. Beberapa sudah berpakaian. Beberapa cuma mengenakan piama dan pakaian tidur.

“Mereka mengambil satu-satunya ketsku.” seorang anak cowok mengeluh.

“Mereka mengambil seluruh tasku,” raung seorang anak cewek “Bersama semua sepatuku”

Meredith dan Elizabeth buru-buru menghampiri kami. “Sepatu kami,” pekik Meredith. “Kalian percaya, nggak?”

“Kenapa sih mereka melakukan ini?” tukas Tyler.

“Untuk mencegah agar kita tidak kabur,” Meredith berkata. “Kita tak mungkin bisa melintasi hutan tanpa sepatu. Banyak ular di hutan itu. Begitulah kata para pembimbing itu.”

“Tapi... tapi... tapi...” Tyler tergagap. “Mereka tak boleh melakukan ini!”

“Kembali ke kabin kalian!” suara seorang pengawal meledak lewat pengeras suara. “Tiga puluh detik untuk kembali ke kabin kalian!”

Anak-anak berlari berpencaran dengan panik, masih sambil berkata-kata soal sepatu mereka yang diambil orang.

Tyler dan aku bersembunyi ke balik bayang-bayang gelap di samping kabin. Meredith, dan Elizabeth mengikuti di belakang kami

“Kita terperangkap tanpa sepatu kita,” erang Elizabeth.

“Tidak... kita harus melarikan din!” sebuah suara berteriak.

Kami berbalik. Jack dan Chris muncul dari kegelapan. Keduanya tampak amat ketakutan.

“Kalian baik-baik saja!” seruku senang.

Chris menunjukkan wajah jijik. “Mereka memompa keluar isi perut kami,” ia mengerang.

“Tapi kalian baik-baik saja,” ulangku.

"Yeah. Kurasa,” sahut Chris.

“Tapi kita tak punya banyak waktu. Kita harus kabur dari sini,” Jack berbisik.

Page 67: Gb2000 8 Kamp Horor

“Kenapa? Apa yang akan terjadi?” desakku.

Jack dan Chris berpandang-pandangan.

“Lebih baik kita beritahu saja mereka,” Chris berkata “Semuanya sudah kepalang basah sekarang.”

Jack berbalik kepada kami. “Chris dan aku tanpa sengaja mendengar rencana mereka. Kami mengetahui rahasia mereka. Itulah sebabnya mereka terus-menerus mengganggu kami. Itulah sebabnya mereka memilih Kabin Tiga.”

“Kita semua berada dalam bahaya,” tambah Chris, terengah-engah. “Juga Meredith dan Elizabeth... karena mereka teman-teman kalian.”

“Tapi... apa?” desakku. “Apa rencana mereka?”

“Mereka... mereka bermaksud menakut-nakuti kita sampai mati!” seru Chris.

23

"LIMA belas detik!” Suara pengawal yang seperti logam yang keluar dari megafon itu membuat kami semua terlonjak kaget. “Kembali ke kabin kalian... sekarang juga! Peringatan terakhir.”

“Mereka ingin menakut-nakuti kita sampai mati,” ulang Chris berbisik. “Semacam eksperimen aneh atau apa.”

“Apakah Farraday mengetahui hal itu?” aku bertanya.

Chris mengangkat bahu. “Kami nggak tahu. Kami cuma tahu mereka tidak bercanda. Mereka ingin tahu sebanyak apa ketakutan yang dapat ditanggung seorang anak... sebelum anak itu mati!”

Elizabeth menahan napas. “Tapi mereka tak boleh melakukannya! Orangtua kita...”

Page 68: Gb2000 8 Kamp Horor

“Aku sudah menelepon ibuku,” Jack berbisik. “Ada telepon umum di pondok pengobatan. Aku menghubunginya. Kukatakan pada ibuku agar kemari secepatnya.”

“Apakah menurutmu...” aku mulai.

“Dia akan tiba di sini besok pagi,” ujar Jack. “Dia akan menyelamatkan kita semua.” Ia menelan dengan susah payah. “Kalau belum terlambat.”

Aku mengembuskan napas lega.

“Apa yang kalian lakukan di sini?” Seorang pengawal berbadan tinggi besar sekonyong-konyong mendekat ke arah mereka, matanya menyipit penuh amarah. “Masuk ke kabin kalian, sekarang juga!”

Meredith dan Elizabeth menjerit histeris seraya kabur dari situ.

Tyler, Jack, Chris, dan aku menyerbu masuk ke Kabin Tiga. Kubanting pintu kabin hingga menutup. Kaki kami yang telanjang melangkah di atas lantai kayu. Kulihat Jack dan Chris tidak mengenakan sepatu juga.

Di kasau di atas kami, sebuah kamera terus bergerak.

“Apakah kau benar-benar berpikir ibumu dapat membawa kita keluar dari sini?” Tyler bertanya pada Jack.

Jack mengangguk.

Aku melihat kilatan cahaya di bagian belakang lehernya. Sinar bulan telah jatuh dan terpantul pada permukan suatu benda.

Aku mendekatinya untuk melihat lebih jelas.

Dan menahan napas saat melihatnya. Sebuah chip metal yang kecil telah ditanamkan di kulit di belakang telinganya.

Aku berbalik, dan melihat sebuah chip di belakang telinga Chris juga.

“Apa yang telah mereka lakukan pada kalian?” seruku “Apa sih yang mereka tanamkan di tubuh kalian?”

Jack dan Chris balik menatap kami dengan tatapan hampa “Apa sih maksudmu?”

Page 69: Gb2000 8 Kamp Horor

24

KEESOKAN paginya kami berjalan bertelanjang kaki melintasi rerumputan yang basah untuk sarapan. Matahari yang bulat merah tergantung rendah di atas pepohonan. Awan-awan gelap yang melayang di atas danau menambah gelap warna danau di bawah kami.

Wajah-wajah kaku para pengawal memperhatikan gerak-gerik kami. Dengan marah dan ketakutan anak-anak berbisik satu sama lain. Sebuah kamera di atas pintu ruang makan besar itu menangkap ekspresi sedih kami saat kami melangkah masuk.

Aku, Tyler, Meredith, Elizabeth, Chris, dan Jack duduk di barisan meja paling belakang, yang letaknya paling dekat dengan pintu. Rencananya kami akan segera menyelinap keluar segera setelah ibu Jack tiba.

Hening.

Biasanya suara-suara bising selalu memenuhi ruangan yang besar itu. Tapi pagi ini, yang terdengar hanya suara dentingan sendok yang mengenai mangkuk-mangkuk sereal dan beberapa suara batuk.

Tapi begitu Alonso muncul di depan perapian, keheinngan itu langsung berakhir. Ia dihujani oleh pertanyaan-pertanyaan marah yang bertubi-tubi.

“Kenapa kau mengambil sepatu kami?”

“Benarkah kami tawanan? Kenapa ada pengawal-pengawal di sini?”

“Bolehkah kami menghubungi rumah kami?”

“Bolehkah kami meninggalkan kamp ini?”

“Apakah kau akan mengembalikan sepatu kami?”

“Kembalikan sepatu kami! Kembalikan sepatu kami”

Para peserta kamp di meja depan mulai berteriak-teriak. Dan teriakan itu segera menyebar ke seantero ruangan.

Page 70: Gb2000 8 Kamp Horor

Alonso berdiri diam, wajahnya kosong. Akhirnya ia mengangkat kedua tangannya di atas kepala agar semuanya diam.

“Kami cuma meminjam sepatu kalian!” katanya saat seruan-seruan tadi berhenti dan ruangan itu akhirnya hening. “Sepatu kalian diambil demi keselamatan kalian sendiri.”

Kata-katanya itu menimbulkan ledakan suara-suara penuh amarah lagi.

Sekali lagi Alonso menunggu sampai semuanya tenang. Wajahnya semakin lama semakin merah. Codet di keningnya tampak berdenyut-denyut.

“Kami sudah mendengar beberapa cerita yang menakutkan,” ia menjelaskan. “Beberapa hal mengerikan di hutan. Jadi kami mengambil sepatu kalian dengan rnaksud agar kalian tidak pergi jauh-jauh dari sini. Tapi jangan khawatir. Kalian akan mendapatkan sepatu kalian setelah keadaan aman.”

Alonso meneruskan bicaranya. Tapi suaranya tenggelam oleh teriakan-teriakan tidak puas dan marah.

Dengan panik ia menggerakkan tangannya meminta semua tenang. Seseorang melamparinya dengan jeruk. Ia merunduk. Jeruk itu mendarat di perapian.

Anak-anak bersorak. Sebuah jeruk lagi melayang. Seseorang melemparkan mangkuk sereal. Mangkuk itu pecah berantakan setelah menghantam tembok.

Para pengawal buru-buru bergerak ke muka ruangan untuk mengawal Alonso.

Di antara teriakan dan pekikan, aku mendengar suara jeritan yang tinggi. Jeritan perempuan. Dari luar.

Kulihat mata Jack membelalak lebar sekali.

“Mom!” ia terkesiap. “Itu ibuku!”

Ia melompat menjauhi meja dan menyerbu ke pintu. Aku dan Tyler mengikutinya dengan susah payah.

“Mom?” panggil Jack.

Awan hujan telah bergerak ke atas kami. Aku menengadah menatap langit yang kelabu. Saat itu sudah nyaris segelap malam.

“Tolllong!” Jeritan lagi. Datangnya dari dekat pepohonan.

Page 71: Gb2000 8 Kamp Horor

“Lewat sini!” seruku dan mulai berlari menuju asal suara.

Aku melihat dua pembimbing berseragam hijau berlari dengan kecepatan penuh... dari arah berlawanan.

“Tollllong aku!” ibu Jack menjerit histeris.

Jack yang melihatnya lebih dulu. "Dia... dia ada di dalam kubangan pasir pengisap! Apakah mereka telah mendorongnya ke situ?”

“Jack... cari pertolongan!” serunya. Ia menggerak-gerakkan kedua tangannya di atas kepalanya.

Pasir itu sudah mencapai pinggangnya. Ia terisap dengan cepat.

Jack mulai berlari menghampiri ibunya.

“Jangan!” hardikku. Kutangkap bahunya dan kusentakkan tubuhnya. “Kau akan ikut terisap!”

“Ambil tali!” sergah Elizabeth. “Ambil dahan pohon! Pokoknya sesuatu untuk tempatnya berpegangan!”

“Tolong aku. Aku... terisap!” ibu Jack melolong. Dengan panik dipukul-pukulkannya kedua tangannya ke pasir itu. Tangannya terkepal erat. Dengan putus asa ia mencari sesuatu yang dapat menahan tubuhnya dari isapan pasir itu.

“Lekas! Lekas!” Tyler menjerit-jerit.

Aku dapat ide. “Aku akan menjemput Mr. Farraday!” kataku pada mereka. Aku berbalik menuju pondok utama. “Dia akan menolong kita. Aku yakin dia akan bersedia!”

“Pokoknya cepat!” ibu Jack memohon.

Kudengar gelegar petir saat berlari ke pondok utama. Sambil terengah-engah aku meluncur melewati seorang pengawal di pintu dan berbelok ke koridor yang panjang.

“Hei, tunggu...,” ia berteriak di belakangku. Tapi aku sudah setengah jalan menuju kantor Mr. Farraday yang letaknya di ujung koridor.

“Mr. Farraday! Mr. Farraday!” kuserukan namanya sambil terus berlari. “Kami butuh bantuan Anda!”

Page 72: Gb2000 8 Kamp Horor

Daun pintu ruang kerja itu terbuka. Mestinya ia ada di dalam sana. Harus.

Kupegang kedua sisi ambang pintu itu, lalu kudorong tubuhku masuk.

“Mr. Farraday?” panggilku kehabisan napas.

Tidak. Ia tak ada di mejanya.

“Mr. Farraday?”

Aku mendengar suara mesin mobil dinyalakan. Daun jendelanya terbuka. Tirainya berkibaran ditiup angin dingin.

Gemuruh petir. Lalu deru mesin mobil.

Aku bergerak ke jendela. Sambil bersandar di birainya aku menjulurkan kepalaku ke luar.

Dan melihat sebuah mobil hitam bergerak menjauh, keempat bannya menggelinding di atas jalan berlumpur. Mobil Mr. Farraday!

Aku dapat melihatnya membungkuk ke muka, kedua tangannya di puncak roda kemudi. Mobilnya melaju menuruni bukit, meninggalkan kamp.

“Hei Anda mau ke mana?” teriakku Tapi tentu saja ia tak bisa mendengar suaraku.

Sambil mendesah, kutarik kepalaku. Aku sedang beranjak menuju pintu saat mataku tertumbuk sesuatu di atas mejanya.

Sebuah surat pendek. Surat pendek bertulisan tangan.

Tanganku bergetar hebat saat kurenggut surat itu dari meja dan membacanya dengan suara keras.

“Aku tak dapat melakukannya. Aku tak dapat melakukannya terhadap anak-anak ini. Aku merasa amat bersalah. Aku sangat menyesal. Selamat tinggal semuanya.”

Page 73: Gb2000 8 Kamp Horor

25

"HAH?” Aku menganga menatap surat itu sampai huruf-hurufnya tampak samar di mataku. Lalu kubiarkan surat itu jatuh ke meja.

Aku berbalik ke arah pintu, dan terenyak.

“Membaca surat orang lain, ya?” Alonso bertanya, seringai jahat menghiasi wajahnya. “Kau tahu itu tak baik bukan, Andrew?”

Ada noda gelap di bagian depan jas laboratoriumnya. Ia bergerak cepat untuk menghadang di depan pintu.

“Ibu Jack...” Leherku tercekat. “Kau harus segera menolongnya.”

“Terlambat,” ia berkata pelan.

“Tidak!” jeritku.

“Kami tidak suka tamu-tamu tak diundang datang ke Kamp Horor,” ujar Alonso.

“Tidak! Itu mengerikan!” pekikku. Alonso menepi. Dua penjaga dengan cepat memasuki ruangan dan mencengkeram bahuku.

Aku memukul-mukul dan meronta-ronta dan berusaha melepaskan diri. Tapi mereka terlalu kuat.

Mereka mulai menyeretku keluar dari ruangan itu. Aku melihat sebuah kamera yang diarahkan kepada kami dari rak buku yang tinggi.

“Untuk apa kamera itu?” aku bertanya pada Alonso. “Kenapa kamera-kamera itu ada di seantero kamp ini?”

“Jangan bertanya-tanya lagi,” sahutnya dingin. “Kau sudah melihat terlalu banyak.”

Mereka menarikku ke koridor.

“Ke mana kalian akan membawaku?” sergahku.

Page 74: Gb2000 8 Kamp Horor

“Untuk bergabung dengan adikmu dan biang-biang kerok lainnya,” tukas Alonso. “Mereka menunggumu, Andrew. Di suatu tempat yang pasti menarik bagimu.”

“Apakah mereka baik-baik saja?” seruku. “Apakah semuanya tidak kurang suatu apa?”

Alonso diam saja.

Ia memimpin masuk ke dalam hutan Para pengawal mencengkeram tanganku erat-erat. Kami menyusuri sebuah jalan kecil yang belum pernah kulihat.

“Awas ular, Andrew.”Alonso menyeringai.

Hujan dingin turun, membuat rambut dan lengan T-shirt-ku basah kuyup. .Aku mengarahkan mataku ke bawah, mengawasi kalau-kalau ada ular. Dengan seksama aku mencoba mendengar suara desisan, tapi bunyi hujan telah menenggelamkan suara-suara lainnya.

Alonso mendorong tubuhku agar aku berjalan di depannya. Jalan kecil itu mengantar kami ke karang batu térjal yang gelap. Di tengah karang aku melihat lubang kecil. Sebuah gua. Gelap gulita.

Sebuah papan tanda dari kayu tergantung miring di dekat mulut gua: TAMBANG JIWA-JIWA YANG TERSESAT.

“Tempat apa ini?” aku bertanya pada Alonso. “Apakah aku harus masuk ke sana?”

Ia mengangguk. “Teman-temanmu sudah ada di dalam sana, Andrew. Mereka menunggumu.”

Para pengawal menyeretku dengan paksa ke mulut gua.

“Tapi ada apa di dalam sana?” aku menuntut jawaban. “Kenapa kami harus masuk ke sana?”

Satu-satunya jawaban yang kudapatkan cuma dorongan yang keras.

Aku terhuyung-huyung ke dalam kegelapan. Sebuah batu yang tajam melukai kaki telanjangku.

Aku terguling-guling.

Lalu mulai jatuh.

Page 75: Gb2000 8 Kamp Horor

Terus meluncur... meluncur...

Ke bawah, ke dalam kegelapan yang pekat.

Terus ke bawah... jatuh berguling-guling... ke bawah.

Semakin dalam dan semakin dalam... ke lubang tak berujung.

Jeritanku mengikutiku sampai ke bawah.

“Oooooof!” Aku mendarat miring. Di dasar yang dingin dan keras. Dasar lubang tambang, aku tersadar. Kuangkat tubuhku. Lalu aku mengerjap-ngerjapkan mata beberapa kali, berusaha mengusir kegelapan di depanku. Tapi aku dikelilingi oleh kegelapan yang pekat. Aku tak dapat melihat apa pun.

Aku merinding. Udara di situ terasa dingin. Dan lembap.

“Halo?” aku berteriak lemah. Suaraku bergema di sekeliling gua yang dalam. “Ada orang di bawah sini?”

“Andrew? Kaukah itu?” Suara adikku datang dari suatu tempat di depanku.

“Tyler? Kau baik-baik saja?”

Sebuah tangan menabrakku. Meluncur di mukaku. Dan mendarat di leherku.

“Andrew? Ini aku,” Tyler berkata dengan suara kecil dan bergetar. “Kau baik- balk saja? Mereka melemparkanmu ke bawah sini juga?”

“Ya,” aku memberitahunya. Kuremas tangannya yang dingin dan basah. “Siapa lagi yang ada di sini?”

“Kita semua,” jawab Elizabeth “Meredith, aku, Jack, Chris...”

“Jack... ibumu!” pekikku tercekat.

“Aku tahu,” ia berbisik. “Aku dan Chris telah berusaha menyelamatkannya. Tapi...”

Ia menghentikan ucapannya Suara geraman yang muncul entah dari mana di dekat kami, membuat kami semua menahan napas.

Geraman seekor binatang.

Page 76: Gb2000 8 Kamp Horor

"Oh, tidaaaaak,” erangku. Jantungku berpacu semakin cepat. Lututku mulai gemetaran.

Kami tidak sendirian di bawah sini, aku tersadar.

Kami tidak sendirian....

21

KAMI semua menjerit histeris saat geraman berikutnya terdengar. Kali ini lebih dekat lagi. Dan lebih marah lagi.

“Apa... itu?” kataku tercekat. Jantungku berdetak cepat sekali, kepalaku juga berdenyut-denyut. Aku tak dapat berpikir lurus.

“Kedengarannya... marah!” Tyler terkesiap.

“Terlalu gelap,” bisik Jack. “Kalau saja kita bisa melihat sesuatu.”

“Wow. Tunggu sebentar,” Chris bergumam. “Aku punya senter plastik di sakuku. Salah satu pembimbing menjatuhkannya. Sebentar.”

Aku menahan napas. Kupaksa kedua tungkai kakiku untuk berhenti bergetar.

Aku menunggu senter Chris menyala.

“Owww!” Aku mengeluarkan jeritan melengking saat sinar senter yang terang muncul.

Kupejamkan mataku. Lalu pelan-pelan kubuka lagi.

Dan mendapati Mr. Farraday menyeringai ke arah kami dari seberang ruangan yang penuh manusia.

Kami bukan berada di lorong tambang yang kosong. Kami tengah berdiri di dalam ruangan bulat yang yang penuh dengan para pembimbing dan pengawal. Mereka duduk di kursi lipat Mereka langsung bertepuk tangan dengan gegap

Page 77: Gb2000 8 Kamp Horor

gempita saat adik, teman-teman, dan diriku yang ketakutan menatap mereka dengan mulut menganga lebar.

Mr. Farraday ikut bertepuk tangan, menyeringai, dan mengangguk-anggukkan kepala. “Bagus sekali. Itu benar-benar bagus sekali!” ia berkata.

Aku menggeleng-gelengkan kepala keras sekali. Apakah ini cuma mimpi? Aku merasa terlalu bingung untuk dapat mengatakan sesuatu.

“Kalian benar-benar sempurna!” puji Mr. Farraday. Ia berjalan ke atas pentas dan mulai mengguncang-guncangkan tangan kami. “Bagus sekali! Bagus! Kalian benar-benar hebat.”

Para pembimbing dan penjaga kembali bertepuk tangan.

Mr. Farraday berpaling kepada Alonso, yang berdiri menyandar di dinding belakang. “Apakah kamera-kamera itu masih menyala? Kau bisa mematikannya sekarang”

Lalu sutradara film itu kembali menatap kami. “Mari kita ucapkan terima kasih secara khusus kepada para aktor yang memerankan Jack dan Chris!” ia berseru.

“Hah? Aktor?” pekikku, lebih bingung lagi

Tepukan tangan lagi.

Jack dan Chris menunduk memberi hormat.

“Pekerjaan yang bagus, anak-anak,” Mr. Farraday menyalami mereka “Kalian benar-benar telah menipu semua orang. Kalian peserta kamp yang sempurna. Tak seorang pun menyangka kalian bekerja untukku."

Kutarik tangan Jack. “Kau seorang aktor?”

Ia mengangguk seraya menyeringai kepadaku.

“Dan tak satu pun dari semua ini benar-benar sungguhan?” desakku “Kejutan listrik itu? Racun makanan itu?”

Seringainya semakin lebar. “Kau semakin pintar saja, Andrew”

“Monster di dalam danau itu?” teriakku nyaring. “Yang wajahnya sama persis dengan wajahmu?”

“Cuma topeng. Aku menunggumu di balik papan yang mengapung itu”

Page 78: Gb2000 8 Kamp Horor

Ia melepaskan chip kecil dari belakang telinganya. “Ini mikrofon,” ia memberitahuku. “Begitulah caranya aku mendapatkan instruksi-instruksi dari Mr. Farraday”

“Apakah kau tidak bertanya-tanya mengapa semua kejadian buruk itu menimpa kita, para penghuni Kabin Tiga?” aktor yang memerankan Chris itu bertanya “Kami semua dipersiapkan untuk menakut-nakuti siapa saja yang menghuni kabin keberuntungan.”

“Dan aku juga ingin berterima kasih kepada Max, yang memerankan tokoh Duffy,” Mr. Farraday melanjutkan Tepuk tangan lagi. “Dan terima kasih yang istimewa kepada Margo, yang memerankan ibu Jack. Kerjamu hebat di kubangan pasir isap itu, Margo.”

Mr. Farraday berpaling ke bagian belakang ruangan. “Dan terima kasih secara khusus kepada adikku, Ned, yang memerankan Alonso.”

Tepuk tangan lagi saat Alonso — atau Ned — membungkuk memberi hormat.

“Hei... apa maksudnya semua ini?” teriakku marah. “Kenapa kalian melakukan semua ini pada kami?”

“Kenapa kalian menipu kami?” sembur Elizabeth.

Mr. Farraday menyeberangi ruangan itu. Diletakkannya satu lengannya di bahuku dan lengan yang lain merangkul pundak Elizabeth. “Kalian main dalam film baruku,” ia mengumumkan. “Film dokumenter pertamaku.”

“Tapi... tapi...” Tyler tergagap.

Mr. Farraday melanjutkan. “Kalian mungkin telah melihat kamera-kamera di sekeliling kamp. Aku ingin menangkap teror sungguhan di dalam filmku. Bukan teror yang cuma hasil akting, tapi teror sungguhan. Aku ingin menggunakan semua trikku untuk membuat kalian ketakutan. Untuk membuat kalian gila ketakutan. Aku ingin semuanya nyata. Sungguhan! Dan ternyata berhasil. Kalian semua hebat sekali.”

Kutepiskan tangannya dan berbalik ke arahnya. Kemarahan bangkit dan dadaku dan meluap menjadi teriakan penuh murka. “Semua itu cuma pura pura?” sergahku dengan suara nyaring. “Kalian menakut-nakuti kami seperti itu... hanya untuk sebuah film? Tak ada yang benar-benar nyata?”

Senyum Mr. Farraday lenyap. Digosok-gosokkannya jenggotnya. “Yah, sesungguhnya, Andrew, beberapa hal memang benar-benar nyata.”

Page 79: Gb2000 8 Kamp Horor

“Apa?” tuntutku. “Apa yang benar-benar nyata?”

“Itu tidak penting,” sahutnya tajam. “Yang paling penting, aku telah berhasil menangkap ketakutan kalian dan memfilmkannya. Kalian akan jadi terkenal!”

“Tapi ini tidak adil!” timpal Elizabeth. “Anda seharusnya memperingatkan kami lebih dulu!”

Tyler dan Meredith setuju. Kami berempat serentak mulai bérteriak-teriak.

Mr. Farraday mengangkat tangannya menyuruh kami diam. “Tenang, semuanya. Sekarang kalian bisa rileks dan senang-senang. Nikmati kamp ini. Kalian layak mendapatkannya.”

Aku, Tyler, Meredith, dan Elizabeth menghambur ke luar. Kami kembali ke kabin kami. Mengganti pakaian dan mengenakan baju renang. Dan pergi berenang di danau.

Kini kamp itu tampak sungguh berbeda. Kubangan pasir isap... Gua Tanpa jalan Keluar... Hutan Angker... Tak ada yang tampak menakutkan lagi.

Sekarang aku tahu rahasianya. Semua cuma tempat pengambilan film. Semua cuma bohong-bohongan... dibuat supaya Mr. Farraday bisa memfilmkan ketakutan kami.

“Aku masih marah,” aku memberitahu yang lain saat kami mengeringkan tubuh di pantai. “Orang yang memerankan Jack itu nyaris menenggelamkan aku, menarikku di balik kostum menjijikkan itu.”

“Aku juga marah,” Meredith setuju. “Ini tidak adil. Kita kan datang ke sini untuk bersenang-senang.”

“Ia memperalat kita,” ujar Elizabeth.

Tyler membungkus tubuhnya dengan handuk pantai. Ia menggigil. “Semua itu terlalu mengerikan,” ia berkata. “Rasanya kita ini seperti... korban. Kita tak pernah punya kesempatan.”

Kami terus duduk di sana dan membicarakan hal itu lama sekali. Kami berempat masih kesal. Kami merasa marah.

“Kita harus protes,” kataku akhimya. “Farraday dan teman-temannya tidak punya hak untuk menakut-nakuti kita seperti itu. Mereka keterlaluan. Kita harus menunjukkan kepada semua orang apa yang telah dilakukannya pada kita.”

Page 80: Gb2000 8 Kamp Horor

Yang lain bersorak.

Sebuah bayangan mengenai kami

Aku berpaling dan melihat adik Mr. Farraday, Ned, memperhatikan kami dari sebuah batu karang.

Apakah ia mendengar apa yang kuucapkan tadi?

Aku merasa ngeri saat mendongak menatapnya. Mata kelabunya yang aneh menyipit dengan dingin. Codet di keningnya berdenyut-denyut.

Kejadian-kejadian menyeramkan itu sudah berakhir, pikirku.

Lalu kenapa ia menatap kami seperti itu?

27

SETELAH makan siang, kami menghabiskan hari itu dengan bersenang-senang. Kami menaiki kereta di atas relnya yang menjulur sepanjang pepohonan. Rel itu tidak rata dan penuh bebatuan. Kami praktis melayang keluar dari kereta itu, menjerit dan memekik setiap kali kereta kami tersandung-sandung

Kami menaiki permainan Putar-dan-Jerit sampai merasa pusing sekali dan tak dapat berhenti tertawa.

Kami berlayar di danau naik perahu kecil. Lalu kami mencoba berselancar angin, yang ternyata lebih sulit daripada kelihatannya. Setelah berenang lagi, kami kembali ke kabin dan berganti pakaian untuk makan malam.

Anak-anak sudah mulai menyikat hot dog dan kacang panggang waktu aku tiba di ruang makan besar. Beberapa dan mereka menengadah menatapku saat aku melangkah masuk. Sebagian bertepuk tangan dan bersorak-sorai. Yang lain mengacungkan jempol.

Kurasa kisah tentang Kabin Keberuntungan telah menyebar. Kuambil sebuah piring dan pergi antre ke bagian hot dog. Sambil menunggu,

Page 81: Gb2000 8 Kamp Horor

aku mencari-cari Jack dan Chris Tap tentu saja mereka tidak ada di tempat-tempat mereka biasanya berada. Mr. Farraday mungkin telah membayar honor mereka dan mereka telah meninggalkan kamp.

Mr. Farraday melambai ke arahku dari meja di sebelah depan. Ia duduk dikelilingi oleh para pembimbing. Adiknya, Ned, duduk di ujung meja, membungkuk di atas sebuah piring yang penuh makanan.

Aku duduk di seberang Meredith. Ia sedang berbicara dengan seorang cewek lain dari kabinnya.

Aku sedang menghabiskan hot dog keduaku saat menyadari sesuatu dan melompat berdiri. “Hei... mana adikku?” aku berteriak.

Kulihat Mr. Farraday berpaling ke arahku.

“Di mana Tyler?” teriakku “Tadi ia berada tepat di belakangku”

Kupanggil namanya beberapa kali Ruangan itu jadi hening.

“Ada masalah, Andrew?” Mr. Farraday bertanya.

“Adikku,” sahutku “Katanya dia kelaparan. Tapi dia tak ada di sini.”

“Mungkin dia masih di kabin?” Ned mengusulkan.

Aku setengah berlari ke pintu. “Biar kuperiksa ini aneh sekali.”

“Uh. Tenang saja. Aku akan menemanimu,” Mr. Farraday mengusulkan.

Ia buru-buru melintasi ruangan untuk mengejarku. Aku berjalan di depan menuju kabin. Sekonyong-konyong aku menghentikan langkah saat kulihat pintu kabin terbuka lebar.

Aku dan Mr. Farraday buru-buru menghampiri ambang pintu.

“Oh, tidddaaak” aku menjerit. “Berantakan sekali!”

Kabin itu kacau balau. Selimut dan seprai telah dilepaskan dari tempat tidur dan tersebar di lantai. Laci-laci lemari terbentang terbuka, pakaian-pakaian berhamburan keluar dari dalamnya. Ada lubang besar di salah satu kasa jendela.

Mr. Farraday terkesiap dan mengangkat kedua tangannya ke wajahnya.

Page 82: Gb2000 8 Kamp Horor

“Kelihatannya... kelihatannya tadi ada pergumulan di sini!” seruku dengan suara bergetar.

“Tenang. Tenang,” perintah Mr. Farraday. “Aku yakin semuanya baik-baik saja. Aku..."

“Oh, tidak!” Kudorong dia dan masuk ke dalam kabin. Aku menunduk ke lantai dan memungut sebuah benda dari bawah tempat tidur kami.

Kusorongkan benda itu ke wajah Mr. Farraday.

“Jam tangan adikku!” teriakku ketakutan. “Dia dia tak pernah melepaskannya! Tak pernah!”

“Aku - aku tak mengerti,” Mr. Farraday terbata-bata. "Ini tak boleh terjadi. Pengambilan film itu sudah selesai.”

“Lalu di mana adikku?” pekikku nyaring.

28

MR. FARRADAY menelan ludah dengan susah payah. “Aku... aku tak tahu siapa yang melakukan semua ini,” gumamnya sambil memandang kamar yang berantakan. “Yuk kita berpencar dan cari dia. Dia pasti ada di sekitar sini.”

Ditiupnya peluitnya. Beberapa pembimbing keluar dan ruang makan turun menuruni bukit, dan mengembalikan sepatu kami.

“Mungkin Tyler pergi ke kubangan pasir isap,” ujarku dengan suara kecil.

Mr. Farraday menggelengkan kepala. “Itu bukan pasir isap sungguhan. Tapi cuma pasir biasa yang kami sebarkan di situ.”

Ia berpaling kepada para pembimbing. “Cari Tyler di seluruh wilayah kamp,” ia memerintahkan mereka.

Page 83: Gb2000 8 Kamp Horor

Tapi sebelum mereka bergerak, Meredith muncul. Rambutnya yang berantakan membingkai wajahnya. Ekspresinya amat sangat ketakutan. “Adikku juga lenyap!” raung.Meredith. Kusangka ia ada di kabin kami... tapi ternyata tak ada. Aku tak melihat Elizabeth lagi sejak kami meninggalkan pantai!”

Mr. Farraday meletakkan tangannya di bahu Meredith yang gemetaran.

“Ssst. Tenang. Ayo semuanya, tarik napas dalam-dalam. Aku jamin Tyler dan Elizabeth ada di pantai.”

Sutradara itu berusaha terdengar tenang. Tapi aku menangkap kilatan rasa takut di matanya. Bibir atasnya gemetaran. Ia menggigitnya untuk menghentikan getarannya.

Dengan setengah berlari, Mr. Farraday menyusuri jalan kecil menuju pantai. Meredith dan aku mengejar di belakangnya.

Semua kabin gelap. Tiupan angin membuat rumput-rumput tinggi bagai berbisik saat kami melewatinya. Dalam cahaya senja yang kelabu, aku dapat melihat pantai itu kosong.

Meredith mulai menangis. Ia berlari melewati Mr. Farraday, sepatu ketsnya menendang pasir.

“Sudah semakin gelap,” Farraday berkata, matanya mencari-cari di sekeliling pantai. “Sulit melihat apakah...”

Jeritan Meredith menghentikan kata-katanya.

“Lihat!” serunya. Ia menunduk dan memungut sesuatu dari atas pasir.

“Hah?” Mr. Farraday menahan napas.

“Ini pakaian renang Elizabeth!” erang Meredith.

Mulut Mr. Farraday menganga.

“Ini punyanya! Miliknya!” Meredith berteriak-teriak dengan suara nyaring. Dikibas-kibaskannya pakaian renang itu di udara. “Mana dia? Di mana adikku?”

Kami semua memandang ke air. Air danau yang gelap tampak gemerlapan di bawah cahaya senja.

Page 84: Gb2000 8 Kamp Horor

“Ini tak mungkin terjadi,” raung Mr. Farraday, seraya menggeleng-gelengkan kepala. Ia menarik napas panjang. “Ayo kita kembali ke pondok. Mungkin seseorang telah melihat Elizabeth dan Tyler.”

“Di mana Elizabeth? Apa yang telah terjadi padanya?” Meredith berteriak-teriak sepanjang perjalanan kami kembali ke bukit.

“Akan kuhubungi polisi kota,” janji Mr. Farraday. “Aku tak ingin kalian khawatir. Kita akan...”

Kami semua menghentikan langkah saat melihat permainan Putar- dan-Jerit menyala.

Kereta-keretanya berputar pelan, berderak-derak dan berderit-derit.

“Siapa yang menyalakannya?” tukas Mr. Farraday. “Ada apa ini?”

Kami menghampiri kereta permainan yang berputar itu.

“Itu Tyler!” seruku seraya menudingkan jariku ke salah satukereta. “Lihat! Itu dia! Tyler! Tyler!”

Mr. Farraday mencengkeram tuas pengatur dan menariknya ke atas. Kereta-kereta itu pelan-pelan berhenti.

Kami bertiga meluncur melintasi rerumputan dan menghampiri kereta itu.

“Tyler?” panggilku. “Tyler?”

Tidak. Bukan Tyler.

Dengan ngeri kami menatap pakaian Tyler yang tersebar di atas bangku kereta.

29

MR. FARRADAY membuka mulutnya dengan suara mendeguk. Dengan gemetaran ia mundur, menjauhi kereta itu.

Page 85: Gb2000 8 Kamp Horor

Meredith menangkap lengan Mr. Farraday dan mulai mengguncang-guncangkannya dengan sekuat tenaga “Hentikan! Hentikan semua ini!” jeritnya. “Anda masih mencoba menakut-nakuti kami! Anda masih terus membuat film Anda yang konyol itu!”

“Tidak tidak lagi.” Mr. Farraday bersikeras. Ia melepaskan tangannya dari cengkeraman Meredith. “Aku sudah selesai membuat filmnya. Aku... aku tak tahu siapa yang melakukan semua ini!"

“Yah, kalau begitu, apa yang akan kita lakukan?” desakku “Tyler dan Elizabeth tak mungkin lenyap begitu saja.”

Mr. Farraday beranjak menuju pondok “Aku akan menghubungi polisi,” ia berkata. “Ini sih sungguhan. Bukan film.”

“Kami ikut dengan Anda,” aku berkata.

Kami mengikutinya ke pondok utama. Makan malam sudah selesai. Layar film sudah dipasang dan semua anak sedang menonton salah satu film Mr. Farraday. Kulihat seekor serangga raksasa di sana saat kami melewati aula utama dan mengenali filmnya, Malam Kumbang-kumbang June.

Aku dan Meredith sudah jelas sedang tidak mood menonton film horor.

Mr. Farraday menyalakan lampu ruang kerjanya, dan kami mengikutinya masuk.

“Duduklah, anak-anak.” Ia menunjuk dua kursi di seberang mejanya.

“Aku yakin polisi kota akan, membantu kita.” Ia mengangkat gagang telepon dan meletakkannya di telinga.

“Hei!” Ia menjauhkan gagang pesawat itu dan memandangnya. Lalu ditekannya beberapa tombol.

Lalu mendengarkan lagi.

Waktu ia mendongak kepada kami, sekujur tubuhnya gemetar karena panik. “Teleponnya mati,” katanya tercekat.

Diempaskannya tubuhnya di kursinya. “Siapa yang melakukannya?"

Page 86: Gb2000 8 Kamp Horor

30

"COBA pesawat yang lain!” seruku. “Coba sesuatu! Apa kek! Kita harus mencari pertolongan!”

Dua penjaga menghambur ke dalam ruang kerja itu. “Aku... aku rasa kami telah menemukan mereka!” salah satu dari penjaga itu berseru dengan napas tersengal-sengal.

“Di mana?” teriakku.

“Kami mendengar suara-suara,” yang lain berkata sambil terengah mencari napas. “Dari dalam Gua Tanpa Jalan Keluar!”

“Tapi itu tak mungkin!” seru Mr. Farraday. “Bagaimana mereka bisa masuk ke dalam gua itu? Siapa yang meletakkan mereka di sana?”

“Kita harus mengeluarkan mereka!” hardikku.

Sebuah sosok besar berlari menyusuri koridor menuju ke arah kami. Rupanya Ned, yang masih mengenakan jas lab putih yang kena noda. “Ada apa ini?” ia bertanya pada kakaknya.

“Ambil saja beberapa senter,” sahut Mr. Farraday. “Kita akan ke Gua Tanpa Jalan Keluar,”

Ned terperangah kaget. Kemudian ia berbalik dan pergi mengambil beberapa lampu senter.

Beberapa menit kemudian, kami berjalan cepat melewati pepohonan, lampu-lampu senter kami menari-nari di atas tanah di depan kami. Gua Tanpa Jalan Keluar itu ada di tembok bebatuan yang tersembunyi jauh di dalam hutan.

Tak ada jalan lagi. Jadi kami harus melangkahi ranting-ranting pohon yang berserakan dan menembus semak belukar serta tanaman rambat yang rapat. Jangkrik-jangkrik berbunyi bising sekali. Di sekitar kami dapat kudengar suara-suara binatang berlarian di atas dedaunan kering yang bergemeresik.

Akhirnya, gua itu tampak menjulang gelap di atas kami. Mulut gua itu kecil dan rendah, cuma sekitar satu atau dua kaki tingginya.

Page 87: Gb2000 8 Kamp Horor

Kami berlutut di depannya.

Mr. Farraday ragu-ragu. “Ini terlalu berbahaya. Kita benar-benar tak boleh masuk ke sana.”

“Bahaya?” Meredith berteriak. “Aku tak peduli! Adikku ada di dalam sana! Kita harus menemukannya!”

“Kalian tidak mengerti...,” Ned mulai berkata.

Aku berbalik dan membungkukkan tubuhku ke arah mulut gua itu. “Aku akan pergi mencari Tyler!” kataku ngotot.

“Jangan. Tunggu...,” desak Mr. Farraday.

Terlambat. Aku sudah meluncur ke dalam kegelapan “Wow!” pekikku saat tubuhku mulai berguling-guling menuruni jalan yang curam, terus ke bawah, ke dalam gua itu.

Akhirnya aku dapat menahan tubuhku dan mendarat di lantai gua. Napasku yang pendek-pendek terdengar amat keras, bergema di dinding-dinding batu.

Beberapa detik kemudian aku melihat kilasan lingkaran cahaya berwarna kuning saat Ned, Meredith, dan Mr. Farraday turun menyusulku.

Rasa dingin menyapu punggungku. Walaupun di luar udara panas, di bawah sini terasa dingin.

Mr. Farraday menabrakku. “Oh. Maaf,” gumamnya. Bahkan di bawah cahaya senter yang redup, aku dapat melihat ekspresi ketakutan di wajahnya.

“Siapa... siapa di sini?” serunya terbata-bata. “Ada orang di sini? Tyler? Elizabeth? Kalian ada di sini?”

31

AKU mendengar suara rintihan pelan dari suatu tempat di depan kami.

Mr. Farraday melompat. Ia mendengarnya juga. Raungan pelan.

Page 88: Gb2000 8 Kamp Horor

“Siapa itu?” Mr. Farraday menahan napas. “Kumohon! Siapa itu?” Lampu-lampu menyala di atas kami Kami semua mengerjap-ngerjapkan mata.

Tyler dan Elizabeth berdiri di tembok, keduanya mengenakan jins dan kaus Kamp Horor

“Kejutan!” keduanya berteriak Dan tawa mereka meledak.

Aku dan Meredith ikut tertawa.

Mr. Farraday dan Ned mundur dengan terhuyung-huyung, mulut mereka terbuka, mata mereka melotot lebar.

“Kami balas kalian!" seru Meredith. Ia ber-high five dengan Elizabeth.

“Maksud kalian maksud kalian semua ini cuma pura-pura?” sergah Mr. Farraday. “Elizabeth dan Tyler sebenarnya tidak lenyap?”

“Semua ini cuma sandiwara?” Ned bertanya lemas.

Kami tertawa lagi. Benar-benar saat yang mengesankan.

“Benar, kami merencanakan semuanya. Sekarang kalian tahu bagaimana rasanya benar-benar ketakutan itu!” kataku pada mereka.

“Sayang sekali kami tak punya kamera!” pekik Elizabeth “Kami bisa membuat film horor kami sendiri!”

Lagi-lagi kami tertawa. Lalu kami saling mengucapkan selamat. Kami senang sekali rencana kami berhasil. Kami merasa puas.

“Kita berhasil menakut-nakuti Manusia Paling Menakutkan di Muka Bumi!" seruku girang sekali.

Tapi kemudian aku menangkap ekspresi khawatir di wajah kedua orang itu. Kepala Mr. Farraday dimiringkan, seolah-olah sedang mencoba mendengarkan sesuatu.

Kurasa sutradara besar film horor itu tak suka kalau seseorang mencoba menakut-nakuti dia, aku menyimpulkan.

“Mr. Farraday?” aku mulai.

Page 89: Gb2000 8 Kamp Horor

Mr. Farraday masih meletakkan jarinya di bibir. Suara dengungan itu semakin dekat. Semakin keras. Naik-turun seperti suara sirene.

“Suara apa itu?” tanyaku lagi.

Tyler, Meredith, dan Elizabeth bergerak mendekat.

Farraday menggosok jenggotnya dengan tegang. Ia menutup mata. “Ingat waktu aku mengatakan ada beberapa hal di kamp ini yang benar-benar nyata?” tanyanya berbisik.

Dengan susah payah aku mencoba mendengarnya, sebab suara dengungan itu semakin lama semakin keras.

“Gua ini adalah sarang tawon raksasa,” ia melanjutkan. “Tawon-tawon dan serangga-serangga penyengat itu semua berkumpul di sini pada waktu malam.”

Aku mulai melangkahkan kaki ke arah jalan masuk. Aku membuka mulut ingin mengatakan, “Ayo kita pergi dan sini!” Tapi rasa panik mengunci leherku.

“Ayo kita memanjat keluar dan sini!” sebagai gantinya Meredith berkata begitu.

“Tidak bisa,” ujar. Mr. Farraday datar. “Terlalu terjal.”

“Ini Gua Tanpa Jalan Keluar. Ingat?” Ned menimpali. “Kita terperangkap di bawah sini sampai seseorang datang menolong kita.”

“Terperangkap bersama mereka...,” tambah Mr. Farraday seraya menunjuk ke arah datangnya suara dengungan itu.

Semakin keras... semakin keras....

“Waktu berpura-pura sudah lewat. Sekarang kita akan menghadapi teror yang sesungguhnya,” ujar Mr. Farraday pelan seraya menggeleng-gelengkan kepala.

“Tidak!” protesku. “Kita harus keluar dari sini! Kita tak boleh terus di sini!”

Aku harus berteriak mengalahkan suara dengungan kawanan tawon itu.

Kakiku gemetaran, aku mulai bergerak menjauh. Menjauh dari mereka. Terus mundur... mundur...

Aku tersandung sesuatu. Lalu jatuh terjengkang.

“Hei!”

Page 90: Gb2000 8 Kamp Horor

Dengan susah payah aku bangkit. Dan menatap sebuah loudspeaker. Rupanya itulah yang membuatku terjengkang tadi.

Loudspeaker? Yang benar saja!

Kuangkat benda itu ke dekat telingaku Dan kudengar suara mendengung tadi keluar dari situ.

Efek suara.

Efek suara!

Dengan jantung berdegup kencang, aku berpaling kepada Mr. Farraday. Ia menyeringai menatapku. Seringai senang dan penuh kemenangan. “Kau menikmati Kamp Horor?” ia bertanya “Pikirkan saja... kau masih punya waktu dua minggu lagi!”

End

Ebook by: Farid ZE

Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu