fraktur pelvis

52
STATUS PEMERIKSAAN PASIEN I. IDENTITAS Nama : Tn. A S Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 33 tahun No. RM : 220513 Agama : Islam Pekerjaan : PNS Status perkawinan : Menikah Alamat : Jl. Rajawali no.13 Makassar Tanggal masuk RS : 3 September 2015 Ruang rawat : Rajawali II. ANAMNESIS Dilakukan anamnesis secara auto dan allo anamnesis pada tanggal 4 September 2015 di perawatan rajawali. Keluhan Utama Nyeri pada bagian panggul kiri. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merasakan nyeri pada panggul kiri sejak 1 jam SMRS. Pasien sulit duduk dan membalikkan badannya pada saat berbaring. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 3 1

Upload: dewidewidewi-madridista-part-ii

Post on 04-Dec-2015

44 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

orthopedi

TRANSCRIPT

Page 1: fraktur pelvis

STATUS PEMERIKSAAN PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Tn. A S

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 33 tahun

No. RM : 220513

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS

Status perkawinan : Menikah

Alamat : Jl. Rajawali no.13 Makassar

Tanggal masuk RS : 3 September 2015

Ruang rawat : Rajawali

II. ANAMNESIS

Dilakukan anamnesis secara auto dan allo anamnesis pada tanggal 4

September 2015 di perawatan rajawali.

Keluhan Utama

Nyeri pada bagian panggul kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merasakan nyeri pada panggul kiri sejak 1 jam SMRS. Pasien

sulit duduk dan membalikkan badannya pada saat berbaring.

Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 3

September 2015 (1 jam sebelum masuk rumah sakit). Saat itu pasien

sedang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan cukup kencang

karena ingin mendahului truk, menggunakan helm, Tiba-tiba pasien

terjatuh ke sebalah kiri dengan posisi yang tidak diingat pasien tetapi

panggul terbentur ban truk dan pasien terseret sekitar +/- 30 meter.

Saat jatuh, pasien sadar, kepala tidak terbentur, dan tidak ada bagian-

1

Page 2: fraktur pelvis

bagian lain yang terbentur, tidak ada mual dan muntah. Setelah jatuh

yang pasien rasakan hanya nyeri pada bagian panggul belakang. Pasien

ditolong oleh warga sekitar, dan langsung dibawa ke UGD RS

Bhayangkara.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat fraktur sebelumnya disangkal. Riwayat rawat RS sebelumnya

disangkal. Riwayat penyakit sebelumnya disangkal. Riwayat alergi

disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan asma

disangkal pada keluarga.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : sakit sedang/gizi cukup

Kesadaran : compos mentis, GCS 15

Tanda vital :

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5oC

Cara berbaring dan mobilitas : tidak aktif

Tinggi badan : 165 cm

Berat badan : 58 kg

Keadaan gizi : baik

Trauma Stigmata : -

Pulsasi arteri karotis : cukup, regular

Perdarahan perifer : capilary refill time < 2 detik

2

Page 3: fraktur pelvis

KGB : tidak teraba membesar

Columna vertebralis : letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)

Kulit : warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)

Kepala :normosefali, rambut hitam, distribusi

merata, tidak mudah dicabut, jejas (-) nyeri

tekan (-)

Mata : Brill’s hematom -/- konjungtiva anemis -/-,

pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm,

refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya

tidak langsung +/+

Telinga : normotia +/+, perdarahan -/-

Hidung : deviasi septum -/-, perdarahan -/-

Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-)

Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Leher : bentuk simetris, trakea lurus di tengah,

tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea

midklavikula sinistra

Perkusi : pinggang jantung ICS III linea parasternalis

sinistra, batas kanan ICS IV linea parasternalis

dextra, batas kiri ICS V 2 jari medial linea

midklavikularis sinistra

Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis

Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri simetris

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

3

Page 4: fraktur pelvis

Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : datar, ikut gerak napas

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : deformitas (-), gibus (-)

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas : akral hangat + / +, edema - / -+, vulnus excoriatum

+ / + perdarahan - / -+, pus - / -

Bawah : akral hangat + / +, edema - / + vulnus excoriatum

pada pelvic posterior ukuran 5x4 cm, vulnus

excoriatum regio cruris sinistra ukuran 1x0.5 cm,

perdarahan -, pus -

Status Lokalis Regio Pelvic

Look :

Skin : hiperemis (+) hematoma (+) vulnus excoriatum (+)

Shape : oedem (+) deformitas (+)

Position : malposisi (-)

Feel :

Skin : hangat (+), nyeri tekan (+), sensoris baik

Soft tissue : hangat (+)

Bone : tidak teraba bone fragmen

Pulse : teraba pulsasi distal a. dorsalis pedis (+), CRT < 2

detik

Move : gerakan aktif dan pasif sulit dinilai karena nyeri

4

Page 5: fraktur pelvis

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto rontgen pelvic

- Tampak fraktur ramus inferior os pubis kiri dan os ischiadicum kiri

-Mineralisasi tulang baik

-Celah sendi yang tervisualisasi kesan baik

-Jaringan lunak sekitar nya swelling

Kesan : Fraktur ramus inferior os pubis kiri dan os ischiadicum

kiri

Laboratorium (3 September 2015)

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai normal

Rutin

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

12,4

40

9.000

12-16 g/dL

38-46%

5.000-10.000

5

Page 6: fraktur pelvis

Trombosit 427.000 150-400 ribu/mm3

Gula

Gula darah sewaktu 100 80-125 mg%

Hematologi

Bleeding time

Clotting time

3’00”

12’00”

1-6 menit

10-16 menit

V. DIAGNOSIS

Fraktur Pelvis Ramus Pubis superior/inferior

VI. PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan :

Recognition

Reduction

Retention

Rehabilitation

Konservatif :

IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxon 1 gr/12 jam/iv

Ketorolac 30 mg/8 jam/iv

Ranitidin 50 mg/8 jam/iv

o Imobilisasi pelvic

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Bonam

6

Page 7: fraktur pelvis

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang dari pelvis. Pada

orang tua, penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri. Namun, fraktur

yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas terbesar melibatkan pasukan

yang signifikan misalnya dari kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari

ketinggian. 2

II Etiologi

Dengan makin meningkatnya kecelakaan lalu lintas mengakibatkan

dislokasi sendi panggul sering ditemukan. Dislokasi panggul merupakan suatu

trauma hebat. Patah tulang pelvis harus dicurigai apabila ada riwayat trauma yang

menekan tubuh bagian bawah atau apabila terdapat luka serut, memar, atau

hematom di daerah pinggang, sacrum, pubis atau perineum. 2

III. Epidemiologi

Dua pertiga dari fraktur panggul terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.

Sepuluh persen diantaranya di sertai trauma pada alat-alat dalam rongga panggul

seperti uretra,buli-buli,rektum serta pembuluh darah dengan angka mortalitas

sekitar 10 %. 2

IV. Anatomi Pelvis

Pelvis merupakan struktur mirip-cincin yang terbentuk dari tiga tulang:

sacrum dan dua tulang innominata, yang masing-masing terdiri dari ilium,

ischium dan pubis. Tulang-tulang innominata menyatu dengan sacrum di bagian

posterior pada dua persendian sacroiliaca; di bagian anterior, tulang-tulang ini

7

Page 8: fraktur pelvis

bersatu pada simfisis pubis. Simfisis bertindak sebagai penopang sepanjang

memikul beban berat badan untuk mempertahankan struktur cincin pelvis.1

          Tiga tulang dan tiga persendian tersebut menjadikan cincin pelvis stabil

oleh struktur ligamentosa, yang terkuat dan paling penting adalah ligamentum-

ligamentum sacroiliaca posterior. Ligamentum-ligamentum ini terbuat dari serat

oblik pendek yang melintang dari tonjolan posterior sacrum sampai ke spina iliaca

posterior superior (SIPS) dan spina iliaca posterior inferior (SIPI) seperti halnya

serat longitudinal yang lebih panjang melintang dari sacrum lateral sampai ke

spina iliaca posterior superior (SIPS) dan bergabung dengan ligamentum

sacrotuberale. Ligamentum sacroiliaca anterior jauh kurang kuat dibandingkan

dengan ligamentum sacroiliaca posterior. Ligamentum sacrotuberale adalah

sebuah jalinan kuat yang melintang dari sacrum posterolateral dan aspek dorsal

spina iliaca posterior sampai ke tuber ischiadicum. Ligamentum ini, bersama

dengan ligamentum sacroiliaca posterior, memberikan stabilitas vertikal pada

pelvis. Ligamentum sacrospinosum melintang dari batas lateral sacrum dan

coccygeus sampai ke ligamentum sacrotuberale dan masuk ke spina ischiadica.

Ligamentum iliolumbale melintang dari processus transversus lumbalis keempat

dan kelima sampai ke crista iliaca posterior; ligamentum lumbosacrale melintang

dari processus transversus lumbalis ke lima sampai ke ala ossis sacri (gambar 1).1

Gambar 1. Pandangan posterior (A) dan anterior (B) dari ligamentum pelvis.

8

Page 9: fraktur pelvis

Arteri iliaca communis terbagi, menjadi arteri iliaca externa, yang terdapat

pada pelvis anterior diatas pinggiran pelvis. Arteri iliaca interna terletak diatas

pinggiran pelvis. Arteri tersebut mengalir ke anterior dan dalam dekat dengan

sendi sacroliliaca. Cabang posterior arteri iliaca interna termasuk arteri

iliolumbalis, arteri glutea superior dan arteri sacralis lateralis. Arteri glutea

superior berjalan ke sekeliling menuju bentuk panggul lebih besar, yang terletak

secara langsung diatas tulang. Cabang anterior arteri iliaca interna termasuk arteri

obturatoria, arteri umbilicalis, arteri vesicalis, arteri pudenda, arteri glutea inferior,

arteri rectalis dan arteri hemoroidalis. Arteri pudenda dan obturatoria secara

anatomis berhubungan dengan rami pubis dan dapat cedera dengan fraktur atau

perlukaan pada struktur ini. Arteri-arteri ini dan juga vena-vena yang

menyertainya seluruhnya dapat cedera selama adanya disrupsi pelvis (gambar 2).

Pemahaman tentang anatomi pelvis akan membantu ahli bedah ortopedi untuk

mengenali pola fraktur mana yang lebih mungkin menyebabkan kerusakan

langsung terhadap pembuluh darah mayor dan mengakibatkan perdarahan

retroperitoneal signifikan. 1

 

Gambar 2. Aspek internal pelvis yang memperlihatkan pembuluh darah mayor

yang terletak pada dinding dalam pelvis

9

Page 10: fraktur pelvis

V. Mekanisme Trauma

Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas: 3

Kompresi Antero-Posterior (APC) 

Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki

kendaraan. Ramus pubis mengalami fraktur , tulang inominata terbelah

dan mengalami rotasi eksterna disertai robekan simfisis . Keadaan ini

disebut sebagai open book injury. Bagian posterior ligamen sakro iliaka

mengalami robekan parsial atau dapat disertai fraktur bagian belakang

ilium.

Kompresi Lateral (LC)

Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan .

Hal ini terjadi apabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas

atau jatuh dari ketinggian . Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan

pada kedua sisinya mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain

dari sendi sakro iliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus

pubis pada sisi yang sama.

Trauma Vertikal (SV)

Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal

disertai fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro iliaka pada sisi yang

sama. Hal ini terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu

tungkai.

Trauma Kombinasi (CM)

Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas.

VI. Tipe Cidera/ Klasifikasi Fraktur

Cidera pelvis dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : 3

10

Page 11: fraktur pelvis

- Fraktur yang terisolasi dengan cincin pelvis yang utuh

a. Fraktur avulsi

Sepotong tulang tertarik oleh kontraksi otot yang hebat. Fraktur ini

biasanya ditemukan pada olahragawan dan atlet. Muskulus Sartorius dapat

menarik spina iliaca anterior superior, rektus femoris menarik spina iliaca anterior

inferior , adductor longus menarik sepotong pubis, dan urat-urat lurik menarik

bagian-bagian iskium. Nyeri hilang biasanya dalam beberapa bulan. Avulsi pada

apofisis iskium oleh otot-otot lutut jarang mengakibatkan gejala menetap, dalam

hal ini reduksi terbuka dan fiksasi internal diindikasikan.

b. Fraktur langsung

Pukulan langsung pada pelvis, biasanya setelah jatuh dari tempat tinggi,

dapat menyebabkan fraktur iskium atau ala ossis ilii. Dalam hal ini memerlukan

bed rest total sampai nyeri mereda.

c. Fraktur-tekanan

Fraktur pada rami pubis cukup sering ditemukan dan sering dirasakan

tidak nyeri. Pada pasien osteoporosis dan osteomalasia yang berat. Yang lebih

sulit didiagnosis adalah fraktur-tekanan disekitar sendi sacroiliaca. Ini adalah

penyebab nyeri sacroiliaca yang tak lazim pada orangtua yang menderita

osteoporosis.

- Fraktur pada cincin pelvis

Telah lama diperdebatkan bahwa karena kakunya pelvis, patah di suatu

tempat cincin pasti diikuti pada tempat yang lainnya, kecuali fraktur akibat

pukulan langsung atau fraktur pada anak-anak yang simfisis dan sendi sacroiliaca

masih elastic. Tetapi, patahan kedua sering tidak ditemukan, baik karena fraktur

tereduksi segera atau karena sendi sacroiliaca hanya rusak sebagian. Dalam hal ini

fraktur yang kelihatan tidak mengalami pergeseran dan cincin bersifat stabil.

11

Page 12: fraktur pelvis

Fraktur atau kerusakan sendi yang jelas bergeser, dan semua fraktur cincin ganda

yang jelas, bersifat tak stabil. Perbedaan ini lebih bernilai praktis daripada

klasifikasi kedalam fraktur cincin tunggal dan ganda.

Tekanan anteroposterior, cidera ini biasanya disebabkan oleh tabrakan

frontal saat kecelakaan. Rami pubis mengalami fraktur atau tulang inominata retak

terbelah dan berotasi keluar disertai kerusakan simphisis. Fraktur ini biasa disebut

“open book”. Bagian posterior ligament sacroiliaca robek sebagian, atau mungkin

terdapat fraktur pada bagian posterior ilium.

Tekanan lateral, tekanan dari sisi ke sisi pelvis menyebabkan cincin melengkung

dan patah. Di bagian anterior rami pubis, pada satu atau kedua sisi mengalami

fraktur dan di bagian posterior terdapat strain sacroiliaca yang berat atau fraktur

pada ilium, baik pada sisi yang sama seperti fraktur rami pubis atau pada sisi yang

sebaliknya pada pelvis. Apabila terjadi pergeseran sendi sacroiliaca yang besar

maka pelvis tidak stabil.

Pemuntiran vertical, tulang inominata pada satu sisi bergeser secara

vertical, menyebabkan fraktur vertical, menyebabkan fraktur rami pubis dan

merusak daerah sacroiliaca pada sisi yang sama. Ini secara khas terjadi tumpuan

dengan salah satu kaki saat terjatuh dari ketinggian. Cidera ini biasanya berat dan

tidak stabil dengan robekan jaringan lunak dan perdarahan retroperitoneal.

Tile (1988) membagi fraktur pelvis ke dalam cidera yang stabil, cidera

yang secara rotasi tak stabil dan cidera yang secara rotasi dan vertikal tak stabil.

Tipe A/stabil; ini temasuk avulsi dan fraktur pada cincin pelvis dengan

sedikit atau tanpa pergeseran.

o A1 : fraktur panggul tidak mengenai cincin

o A2 : stabil, terdapat pergeseran cincin yang minimal dari fraktur

Tipe B yaitu secara rotasi tidak stabil tapi secara vertikal stabil. Daya

rotasi luar yang mengena pada satu sisi pelvis dapat merusak dan

membuka simfisis biasa disebut fraktur open book atau daya rotasi internal

yaitu tekanan lateral yang dapat menyebabkan fraktur pada rami

12

Page 13: fraktur pelvis

iskiopubik pada salah satu atau kedua sisi juga disertai cidera posterior

tetapi tida ada pembukaan simfisis.

o B1 : open book

o B2 : kompresi lateral ipsilateral

o B3 : kompresi lateral kontralateral (bucket-handle)

Tipe C yaitu secara rotasi dan vertical tak stabil, terdapat kerusakan pada

ligament posterior yang keras dengan cidera pada salah satu atau kedua

sisi dan pergeseran vertical pada salah satu sisi pelvis, mungkin juga

terdapat fraktur acetabulum.

o C1 : unilateral

o C2 : bilateral

o C3 : disertai fraktur asetabulum

Klasifikasi fraktur menurut Cey dan Conwell :

a. Fraktur pada salah satu tulang tanpa adanya disrupsi cincin

Fraktur avulsi

o Spina iliaka anterior posterior

o Spina iliaka anterior inferior

o Tuberositas ischium

Fraktur pubis dan ischium

Fraktur sayap ilium

Fraktur sacrum

Fraktur dan dislokasi tulang koksigeus

b. Keretakan tunggal pada cincin panggul

Fraktur pada kedua ramus ipsilateral

Fraktur dekat atau subluksasi simpisis pubis

Fraktur dekat atau subluksasi sendi sakroiliaka

c. Fraktur bilateral cincin panggul

Fraktur vertikal ganda dan atau dislokasi pubis

Fraktur ganda dan atau dislokasi

13

Page 14: fraktur pelvis

Fraktur multiple yang hebat

d. Fraktur asetabulum

Tanpa pergeseran

Dengan pergeseran

VII. Gambaran Klinik

Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel

yangdapat mengenai organ-organ lain dalam panggul . Keluhan berupa

gejala pembengkakan ,deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul .

Penderita datang dalam keadaan anemi dan syok karena perdarahan yang hebat.

Terdapat gangguan fungsi anggota gerak bawah.

Dislokasi dan fraktur dislokasi sendi panggul dibagi dalam 3 jenis : 3

1. Dislokasi posterior 

Tanpa fraktur

Disertai fraktur rim posterior yang tunggal dan besar 

Disertai fraktur komunitif asetabulum bagian posterior dengan atau

tanpakerusakan pada dasar asetabulum.

Disertai fraktur kaput femur

Mekanisme trauma dislokasi posterior disertai adanya fraktur adalah kaput

femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu trauma yang

dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi pinggul dalama posisi fleksi atau

semi fleksi. Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu lintas dimana lutut

penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang berada

dibagian depan lutut. Kelainan ini juga dapat terjadi sewaktu mengendarai motor.

50% dislokasi disertai fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen kecil atau

besar. Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat disertai nyeri

dan deformitas pada daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol ke

belakang dalam posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna .terdapat pemendekan

14

Page 15: fraktur pelvis

anggota gerak bawah. Dengan pemeriksaan rontgen akan diketahui jenis dislokasi

dan apakahdislokasi disertai fraktur atau tidak.3

 

2. Dislokasi anterior 

Obturator 

Iliaka

Pubik 

Disertai fraktur kaput femur

 

3. Dislokasi sentral asetabulum

Hanya mengenai bagian dalam dinding asetabulum

Fraktur sebagian dari kubah asetabulum

Pergeseran menyeluruh ke panggul disertai fraktur asetabulum yang

komunitif

Mekanisme trauma Fraktur dislokasi sentral adalah terjadi apabila kaput

femur terdorong ke dinding medial asetabulum pada rongga panggul. Disini

kapsul tetap utuh. Fraktur asetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari

lateral atau jatuh dariketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang melalui

femur dimana keadaan abduksi. Didapatkan perdarahan dan pembengkakan di

daerah tungkai bagian proksimal tetapi posisi tetap normal. Nyeri tekan pada

daerah trokanter. Gerakan sendi panggul sangat terbatas. Dengan pemeriksaan

radiologis didapatkan adanya pergeseran dari kaput femur menembus panggul. 3

Pada cidera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri

bila berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan local tetapi jarang terdapat kerusakan

pada viscera pelvis. Foto polos pelvis dapat mempelihatkan fraktur.

Pada cidera tipe B dan C pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan

tidak dapat berdiri, tidak dapat kencing. Mungkin terdapat darah di meatus

eksternus. Nyeri tekan dapt bersifat local tapi sering meluas, dan usaha

menggerakkan satu atau kedua ossis ilii akan sangat nyeri. Salah satu kaki

mungkin mengalamai anastetik sebagian karena mengalami cidera saraf skiatika.

15

Page 16: fraktur pelvis

Cidera ini sangat hebat sehingga membawa resiko tinggi terjadinya kerusakan

visceral, perdarahan di dalam perut dan retroperitoneal, syok, sepsis dan ARDS.

Angka kematian juga cukup tinggi.(Apley, 1995).3

Anamnesis :

a. Keadaan dan waktu trauma

b. Miksi terakhir

c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir

d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi

e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala

Pemeriksaan Klinik :

a. Keadaan umum

Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi

Lakukan survey kemungkinan trauma lainnya

b. Lokal

Pemeriksaan nyeri :

o Tekanan dari samping cincin panggul

o Tarikan pada cincin panggul

Inspeksi perineum untuk mengetahui asanya Perdarahan,

pembengkakan dan deformitas

Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada

ramus dan simfisis pubis

Pemeriksaan colok dubur

VIII. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan nyeri subjektif dan objektif, dan

pergerakan abnormal pada gelang panggul. Untuk itu, pelvis ditekan ke belakang

dan ke medial secara hati-hati pada kedua spina iliaka anterior superior, ke medial

pada kedua trokanter mayor, ke belakang pada simpisis pubis, dan ke medial pada

16

Page 17: fraktur pelvis

kedua krista iliaka. Apabila pemeriksaan ini menyebabkan nyeri, patut dicurigai

adanya patah tulang panggul.4

Kemudian dicari adanya gangguan kencing seperti retensi urin atau

perdarahan melalui uretra, serta dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk

melakukan penilaian pada sakrum, atau tulang pubis dari dalam.

Sinar X dapat memperlihatkan fraktur pada rami pubis, fraktur ipsilateral

atau kontra lateral pada elemen posterior, pemisahan simfisis, kerusakan pada

sendi sacroiliaca atau kombinasi. CT-scan merupakan cara terbaik untuk

memperlihatkan sifat cidera. 4

IX. Sistem Klasifikasi dan Nilai Prognostik

Beberapa sistem klasifikasi telah dirumuskan untuk menjelaskan cedera

pelvis berdasarkan sifat dasar dan stabilitas disrupsi pelvis atau berdasarkan besar

dan arah tekanan yang diberikan ke pelvis. Masing-masing klasifikasi telah

dikembangkan untuk memberikan tuntunan pada ahli bedah umum dan ortopedi

tentang tipe dan kemungkinan masalah kesulitan manajemen yang mungkin

dihadapi dengan masing-masing tipe fraktur. Sistem klasifikasi fraktur pelvis ini,

salah satu yang dijelaskan oleh Young dan Burgess, paling erat hubungannya

dengan kebutuhan resusitasi dan pola yang terkait dengan cedera. Sistem ini

berdasarkan pada seri standar gambaran pelvis dan gambaran dalam dan luar,

sebagaimana dijelaskan oleh Pennal dkk.1

          Klasifikasi Young-Burgess membagi disrupsi pelvis kedalam cedera-cedera

kompresi anterior-posterior (APC), kompresi lateral (LC), shear vertikal (VS),

dan mekanisme kombinasi (CM) (gambar 3). Kategori APC dan LC lebih lanjut

disubklasifikasi dari tipe I – III berdasarkan pada meningkatnya perburukan

cedera yang dihasilkan oleh peningkatan tekanan besar. Cedera APC disebabkan

oleh tubrukan anterior terhadap pelvis, sering mendorong ke arah diastase simfisis

pubis. Ada cedera “open book” yang mengganggu ligamentum sacroiliaca anterior

seperti halnya ligamentum sacrospinale ipsilateral dan ligamentum sacrotuberale.

Cedera APC dipertimbangkan menjadi penanda radiografi yang baik untuk

17

Page 18: fraktur pelvis

cabang-cabang pembuluh darah iliaca interna, yang berada dalam penjajaran dekat

dengan persendian sacroiliaca anterior.1

Gambar 3. Klasifikasi fraktur pelvis Young-Burgess. A, kompresi

anteroposterior tipe I. B, kompresi anteroposterior tipe II. C, kompresi

anteroposterior tipe III. D, kompresi lateral tipe I. E, kompresi lateral tipe II. F,

kompresi lateral tipe III. G, shear vertikal. Tanda panah pada masing-masing

panel mengindikasikan arah tekanan yang menghasilkan pola fraktur.

 Cedera LC sebagai akibat dari benturan lateral pada pelvis yang memutar pelvis

pada sisi benturan ke arah midline. Ligamentum sacrotuberale dan ligamentum

sacrospinale, serta pembuluh darah iliaca interna, memendek dan tidak terkena

gaya tarik. Disrupsi pembuluh darah besar bernama (misal, arteri iliaca interna,

arteri glutea superior) relatif luar biasa dengan cedera LC; ketika hal ini terjadi,

diduga sebagai akibat dari laserasi fragmen fraktur.

          Cedera VS dibedakan dari pemindahan vertikal hemipelvis. Perpindahan

hemipelvis mungkin dibarengi dengan cedera vaskuler lokal yang parah. Pola

cedera CM meliputi fraktur pelvis berkekuatan tinggi yang ditimbulkan oleh

kombinasi dua vektor tekanan terpisah.

18

Page 19: fraktur pelvis

          Klasifikasi fraktur pelvis Young-Burgess dan dugaan vektor tekanan juga

telah menunjukkan berkorelasi baik dengan pola cedera organ, persyaratan

resusitasi, dan mortalitas. Secara khusus, kenaikan pada mortalitas telah terbukti

sebagaimana meningkatnya angka APC. Pola cedera yang terlihat pada fraktur

APC tipe III telah berkorelasi dengan kebutuhan cairan 24-jam terbesar. Pada

sebuah seri terhadap 210 pasien berurutan dengan fraktur pelvis, Burgess dkk

menemukan bahwa kebutuhan transfusi bagi pasien dengan cedera LC rata-rata

3,6 unit PRC, dibandingkan dengan rata-rata 14,8 unit bagi pasien dengan cedera

APC. Pada seri yang sama, pasien dengan cedera VS rata-rata 9,2 unit, dan pasien

dengan cedera CM memiliki kebutuhan transfusi rata-rata sebesar 8,5 unit. Angka

mortalitas keseluruhan pada seri ini adalah 8,6%. Angka mortalitas lebih tinggi

terlihat pada pola APC (20%) dan pola CM (18%) dibandingkan pada pola LC

(7%) dan pola VS (0%). Burgess dkk mencatat hilangnya darah dari cedera pelvis

yang dihasilkan dari kompresi lateral jarang terjadi, dan penulis menghubungkan

kematian pada pasien dengan cedera LC pada penyebab lainnya. Penyebab

kematian yang teridentifikasi paling umum pada pasien di seri ini dengan fraktur

LC adalah cedera kepala tertutup. Pada kontras, penyebab kematian yang

teridentifikasi pada pasien dengan cedera APC merupakan kombinasi cedera

pelvis dan viseral. Temuan ini mengindikasikan bahwa kemampuan untuk

mengenali pola fraktur pelvis dan arah tekanan cedera yang sesuai dapat

membantu tim resusitasi mengantisipasi kebutuhan transfusi cairan dan darah

sebagaimana halnya membantu untuk penilaian dan pengobatan awal langsung.

Pasien dengan instabilitas posterior lengkap dapat diantisipasi agar tidak menjadi

perdarahan yang berat. 1

X. Manajemen Penanganan Fraktur Pelvis

Identifikasi dan Pengelolaan Fraktur Pelvis 5

a. Identifikasi mekanisme trauma yang menyebabkan kemungkinan fraktur

pelvis misalnya terlempar dari sepeda motor, crush injury, pejalan kaki

ditabrak kendaraan, tabrakan sepeda motor.

19

Page 20: fraktur pelvis

b. Periksa daerah pelvis adanya ekhimosis, perianal atau hematoma scrotal,

darah di meatus uretra.

c. Periksa tungkai akan adanya perbedaan panjang atau asimetri rotasi

panggul.

d. Lakukan pemeriksaan rectum, posis dan mobilitas kelenjar prostat, teraba

fraktur, atau adanya darah pada kotoran.

e. Lakukan pemeriksaan vagina, raba fraktur, ukuran dan konsistensi uterus ,

adanya darah. Perlu diingat bahwa penderita mungkin hamil.

f. Jika dijumpai kelainan pada B sampai E, jika mekanisme trauma

menunjang terjadinya fraktur pelvis, lakukan pemeriksaan ronsen pelvis

AP (mekanisme trauma dapat menjelaskan tipe fraktur).

g. Jika B sampai E normal, lakukan palpasi tulang pelvis untuk menemukan

tempat nyeri.

h. Tentukan stabilitas pelvis dengan hati-hati melakukan tekanan anterior-

posterior dan lateral-medial pada SIAS. Pemeriksaan mobilitas aksial

dengan melakukan dorongan dan tarikan tungkai secara hati-hati, tentukan

stabilitas kranial-kaudal.

i. Perhatian pemasangan kateter urine, jika tidak ada kontraindikasi, atau

lakukan pemeriksan retrograde uretrogram jika terdapat kecurigaan trauma

uretra.

j. Penilaian foto ronsen pelvis, perhatian kasus pada fraktur yang sering

disertai kehilangan darah banyak, misalnya fraktur yang meningkatkan

volume pelvis.

1. Cocokan identitas penderita pada film

2. Periksa foto secara sistemik ;

a. Lebar simpisis pubis-pemisahan lebih dari 1 cm menunjukkan

ada trauma pelvis posterior

b. Integritas ramus superior dan inferior pubis bilateral

c. Integritas asetabulum, kapsul dan kolum femur

d. Simetri ileum dan lebarnya sendi sakroiliaka

e. Simetri foramen sacrum dengan evaluasi linea arkuata

20

Page 21: fraktur pelvis

f. Fraktur prosessus transversus L5

3. Ingat, karena tulang pelvis berbentuk lingkaran jarang kerusakan

hanya pada satu tempat saja.

4. Ingat, fraktur yang meningkatkan volume pelvis, misalnya vertical

shear dan fraktur open-book, sering disertai Perdarahan banyak.

k. Teknik mengurangi Perdarahan

1. Cegah manipulasi berlebihan atau berulang-ulang

2. Tungkai bawah di rotasi ke dalam untuk menutup fraktur open-

book. Pasang bantalan pada tonjolan tulang dan ikat kedua tungkai

yang dilakukan rotasi. Tindakan ini akan mengurangi pergeseran

simpisis, mengurangi volume pelvis, bermanfaat untuk tindakan

sementara menunggu pengobatan definitif.

3. Pasang dan kembangkan PASG. Alat ini bermanfaat untuk

membawa/transport penderita.

4. Pasang external fixator pelvis (konsultasi orthopedi segera)

5. Pasang traksi skeletal (konsultasi orthopedi segera)

6. Embolisasi pembuluh darah pelvis melalui angiografi

7. Lakukan segera konsultasi bedah/ orthopedi untuk menentukan

prioritas

8. Letakkan bantal pasir di bawah bokong kiri-kanan jika tidak

terdapat trauma tulang belakang atau cara menutup pelvis yang lain

tidak tersedia.

9. Pasang pelvic binder

10. Mengatur untul transfer ke fasilitas terapi definitive jika tidak

mampu melakukannya.

Metode Penatalaksanaan1

a. Military Antishock Trousers

          Military antishock trousers (MAST) atau celana anti syok militer dapat

memberikan kompresi dan imobilisasi sementara terhadap cincin pelvis dan

21

Page 22: fraktur pelvis

ekstremitas bawah melalui tekanan berisi udara. Pada tahun 1970an dan 1980an,

penggunaan MAST dianjurkan untuk menyebabkan tamponade pelvis dan

meningkatkan aliran balik vena untuk membantu resusitasi. Namun, penggunaan

MAST membatasi pemeriksaan abdomen dan mungkin menyebabkan sindroma

kompartemen ekstermitas bawah atau bertambah satu dari yang ada. Meskipun

masih berguna untuk stabilisasi pasien dengan fraktur pelvis, MAST secara luas

telah digantikan oleh penggunaan pengikat pelvis yang tersedia secara komersil.

b. Pengikat dan Sheet Pelvis

          Kompresi melingkar mungkin siap dicapai pada keadaan pra rumah-sakit

dan pada awalnya memberikan keuntungan stabilisasi selama pengangkutan dan

resusitasi. Lembaran terlipat yang dibalutkan secara melingkar di sekeliling pelvis

efektif secara biaya, non-invasif, dan mudah untuk diterapkan. Pengikat pelvis

komersial beragam telah ditemukan. Tekanan sebesar 180 N tampaknya

memberikan efektivitas maksimal. Sebuah studi melaporkan pengikat pelvis

mengurangi kebutuhan transfusi, lamanya rawatan rumah sakit, dan mortalitas

pada pasien dengan cedera APC (gambar 4).

Gambar 4. Ilustrasi yang mendemonstrasikan aplikasi alat kompresi melingkar

pelvis (pengikat pelvis) yang tepat, dengan gesper tambahan (tanda panah) untuk

22

Page 23: fraktur pelvis

mengontrol tekanan

           Rotasi eksterna ekstremitas inferior umumnya terlihat pada orang dengan

fraktur pelvis disposisi, dan gaya yang beraksi melalui sendi panggul mungkin

berkontribusi pada deformitas pelvis. Koreksi rotasi eksternal ekstremitas bawah

dapat dicapai dengan membalut lutut atau kaki bersama-sama, dan hal ini dapat

memperbaiki reduksi pelvis yang dapat dicapai dengan kompresi melingkar.

c. Fiksasi Eksternal

Fiksasi Eksternal Anterior Standar

          Beberapa studi telah melaporkan keuntungan fiksasi eksternal pelvis

emergensi pada resusitasi pasien yang tidak stabil secara hemodinamik dengan

fraktur pelvis tidak stabil. Efek menguntungkan fiksasi eksternal pada fraktur

pelvis bisa muncul dari beberapa faktor. Imobilisasi dapat membatasi pergeseran

pelvis selama pergerakan dan perpindahan pasien, menurunkan kemungkinan

disrupsi bekuan darah. Pada beberapa pola (misal, APC II), reduksi volume pelvis

mungkin dicapai dengan aplikasi fiksator eksternal. Studi eksperimental telah

menunjukkan bahwa reduksi cedera pelvis “open book” mengarah pada

peningkatan tekanan retroperitoneal, yang bisa membantu tamponade perdarahan

vena. Penambahan fraktur disposisi dapat meringankan jalur hemostasis untuk

mengontrol perdarahan dari permukaan tulang kasar.

C-Clamp

          Fiksasi pelvis eksternal standar tidak menyediakan stabilisasi pelvis

posterior yang adekuat. Hal ini membatasi efektivitas pada pola fraktur yang

melibatkan disrupsi posterior signifikan atau dalam kasus-kasus dimana ala ossis

ilium mengalami fraktur. C-clamp yang diaplikasikan secara posterior telah

dikembangkan untuk menutupi kekurangan ini. Clamp memberikan aplikasi gaya

tekan posterior tepat melewati persendian sacroiliaca. Kehati-hatian yag besar

harus dilatih untuk mencegah cedera iatrogenik selama aplikasi; prosedur

23

Page 24: fraktur pelvis

umumnya harus dilakukan dibawah tuntunan fluoroskopi. Penerapan C-clamp

pada regio trochanter femur menawarkan sebuah alternatif bagi fiksasi eksternal

anterior standar untuk fiksasi sementara cedera APC.1

d. Angiografi

          Eksplorasi angiografi harus dipertimbangkan pada pasien dengan

kehilangan darah berkelanjutan yang tak dapat dijelaskan setelah stabilisasi

fraktur pelvis dan infus cairan agresif. Keseluruhan prevalensi pasien dengan

fraktur pelvis yang membutuhkan embolisasi dilaporkan <10%. Pada satu seri

terbaru, angiografi dilakukan pada 10% pasien yang didukung sebuah fraktur

pelvis. Pasien yang lebih tua dan yang memiliki Revised Trauma Score lebih

tinggi paling sering mengalami angiografi. Pada studi lain, 8% dari 162 pasien

yang ditinjau ulang oleh penulis membutuhkan angiografi. Embolisasi dibutuhkan

pada 20% pola cedera APC, cedera VS, dan fraktur pelvis kompleks, namun

hanya 1,7% pada cedera LC. Eastridge dkk melaporkan bahwa 27 dari 46 pasien

dengan hipotensi persisten dan fraktur pelvis yang sama sekali tak stabil, termasuk

cedera APC II, APC III, LC II, LC III dan VS, memiliki perdarahan arteri aktif

(58,7%). Miller dkk menemukan bahwa 19 dari 28 pasien dengan instabilitas

hemodinamik persisten diakibatkan oleh pada fraktur pelvis menunjukkan

perdarahan arteri (67,9%). Pada studi lain, ketika angiografi dilakukan, hal

tersebut sukses menghentikan perdarahan arteri pelvis pada 86-100% kasus. Ben-

Menachem dkk menganjurkan “embolisasi bersifat lebih-dulu”, menekankan

bahwa jika sebuah arteri yang ditemukan pada angiografi transected, maka arteri

tersebut harus diembolisasi untuk mencegah resiko perdarahan tertunda yang

dapat terjadi bersama dengan lisis bekuan darah. Penulis lain menjelaskan

embolisasi non-selektif pada arteri iliaca interna bilateral untuk mengontrol lokasi

perdarahan multipel dan menyembunyikan cedera arteri yang disebabkan oleh

vasospasme.1

          Angiografi dini dan embolisasi berikutnya telah diperlihatkan untuk

memperbaiki hasil akhir pasien. Agolini dkk menunjukkan bahwa embolisasi

24

Page 25: fraktur pelvis

dalam 3 jam sejak kedatangan menghasilkan angka ketahanan hidup yang lebih

besar secara signifikan. Studi lain menemukan bahwa angiografi pelvis yang

dilakukan dalam 90 menit izin masuk memperbaiki angka ketahanan hidup.

Namun, penggunaan angiografi secara agresif dapat menyebabkan komplikasi

iskemik. Angiografi dan embolisasi tidak efektif untuk mengontrol perdarahan

dari cedera vena dan lokasi pada tulang, dan perdarahan vena menghadirkan

sumber perdarahan dalam jumlah lebih besar pada fraktur pelvis berkekuatan-

tinggi. Waktu yang digunakan pada rangkaian angiografi pada pasien hipotensif

tanpa cedera arteri mungkin tidak mendukung ketahanan hidup.

e. Balutan Pelvis

          Balutan pelvis dikembangkan sebagai sebuah metode untuk mencapai

hemostasis langsung dan untuk mengontrol perdarahan vena yang disebabkan

fraktur pelvis. Selama lebih dari satu dekade, ahli bedah trauma di Eropa telah

menganjurkan laparotomi eksplorasi yang diikuti dengan balutan pelvis. Teknik

ini diyakini terutama berguna pada pasien yang parah. Ertel dkk menunjukkan

bahwa pasien cedera multipel dengan fraktur pelvis dapat dengan aman ditangani

menggunakan C-clamp dan balutan pelvis tanpa embolisasi arteri. Balutan lokal

juga efektif dalam mengontrol perdarahan arteri. 1

          Akhir-akhir ini, metode modifikasi balutan pelvis – balutan retroperitoneal

– telah diperkenalkan di Amerika Utara. Teknik ini memfasilitasi kontrol

perdarahan retroperitoneal melalui sebuah insisi kecil (gambar 5). Rongga

intraperitoneal tidak dimasuki, meninggalkan peritoneum tetap utuh untuk

membantu mengembangkan efek tamponade. Prosedurnya cepat dan mudah untuk

dilakukan, dengan kehilangan darah minimal. Balutan retroperitoneal tepat untuk

pasien dengan beragam berat ketidakstabilan hemodinamik, dan hal ini dapat

mengurangi angiografi yang kurang penting. Cothren dkk melaporkan tidak

adanya kematian sebagai akibat dari kehilangan darah akut pada pasien yang tidak

stabil secara hemodinamik persisten ketika balutan langsung digunakan. Hanya 4

dari 24 yang bukan responden pada studi ini membutuhkan embolisasi selanjutnya

25

Page 26: fraktur pelvis

(16,7%), dan penulis menyimpulkan bahwa balutan secara cepat mengontrol

perdarahan dan mengurangi kebutuhan angiografi emergensi.

Gambar 5. Ilustrasi yang mendemonstrasikan teknis pembalutan retroperitoneal.

A, dibuat sebuah insisi vertikal midline 8-cm. Kandung kemih ditarik ke satu sisi,

dan tiga bagian spons tak terlipat dibungkus kedalam pelvis (dibawah pinggir

pelvis) dengan sebuah forceps. Yang pertama diletakkan secara posterior,

berbatasan dengan persendian sacroiliaca. Yang kedua ditempatkan di anterior

dari spons pertama pada titik yang sesuai dengan pertengahan pinggiran pelvis.

Spons ketiga ditempatkan pada ruang retropubis kedalam dan lateral kandung

kemih. Kandung kemih kemudian ditarik kesisi lainnya, dan proses tersebut

diulangi. B, Ilustrasi yang mendemonstrasikan lokasi umum enam bagian spons

yang mengikuti balutan pelvis.

 II.10.3Resusitasi Cairan

          Resusitasi cairan dianggap cukup penting sebagai usaha yang dilakukan

untuk menilai dan mengontrol lokasi perdarahan. Dua bor besar (≥16-gauge)

kanula intravena harus dibangun secara sentral atau di ekstremitas atas sepanjang

penilaian awal. Larutan kristaloid ≥ 2 L harus diberikan dalam 20 menit, atau

lebih cepat pada pasien yang berada dalam kondisi syok. Jika respon tekanan

darah yang cukup dapat diperoleh, infus kristaloid dapat dilanjutkan sampai darah

tipe-khusus atau keseluruhan cocok bisa tersedia. Darah tipe-khusus, yang di

crossmatch untuk tipe ABO dan Rh, biasanya dapat disediakan dalam 10 menit;

namun, darah seperti itu dapat berisi inkompatibilitas dengan antibodi minor

26

Page 27: fraktur pelvis

lainnya. Darah yang secara keseluruhan memiliki tipe dan crossmatch membawa

resiko lebih sedikit bagi reaksi transfusi, namun juga butuh waktu paling banyak

untuk bisa didapatkan (rata-rata 60 menit). Ketika respon infus kristaloid hanya

sementara ataupun tekanan darah gagal merespon, 2 liter tambahan cairan

kristaloid dapat diberikan, dan darah tipe-khusus atau darah donor-universal non

crossmatch (yaitu, kelompok O negatif) diberikan dengan segera. Kurangnya

respon mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi kehilangan darah yang

sedang berlangsung, dan angiografi dan/atau kontrol perdarahan dengan

pembedahan mungkin dibutuhkan. 1

Produk-produk Darah dan Rekombinan Faktor VIIa

          Pasien hipotensif yang tidak merespon resusitasi cairan awal membutuhkan

sejumlah besar cairan sesudah itu, mengarah pada defisiensi jalur hemostasis.

Karenanya, semua pasien yang seperti itu harus diasumsikan membutuhkan

trombosit dan fresh frozen plasma (FFP). Umumnya, 2 atau 3 unit FFP dan 7-8

unit trombosit dibutuhkan untuk setiap 5 L penggantian volume.

          Transfusi darah masif memiliki resiko potensial imunosupresi, efek-efek

inflamasi, dan koagulopati dilusi. Sepertinya, volume optimal dan kebutuhan

relatif produk-produk darah untuk resusitasi masih kontoversial. Sebagai

tambahan, jumlah transfusi PRC merupakan faktor resiko independen untuk

kegagalan multi-organ paska cedera. Beberapa penulis telah mengusulkan bahwa

pasien trauma koagulopati terutama harus diresusitasi dengan penggunaan FFP

yang lebih agresif, dengan transfusi yang terdiri atas PRC, FFP dan trombosit

dalam rasio 1:1:1 untuk mencegah kemajuan koagulopati dini.

          Rekombinan faktor VIIa (rFVIIa) mungkin dipertimbangkan sebagai

intervensi akhir jika koagulopati dan perdarahan yang mengancam-jiwa menetap

disamping pengobatan lainnya. Ini merupakan penggunaan rFVIIa off-label.

Boffard dkk melakukan sebuah studi multicenter dimana pasien trauma berat yang

menerima 6 unit PRC dalam 4 jam setelah masuk diacak pada baik pengobatan

27

Page 28: fraktur pelvis

rFVIIa atau plasebo. Pada kelompok rFVIIa, jumlah transfusi sel darah secara

signifikan berkurang (kira-kira 2,6 unit sel darah merah; P = 0,02), dan terdapat

kecenderungan ke arah reduksi mortalitas dan komplikasi.

Evaluasi Status Resusitasi

          Titik akhir resusitasi ditentukan berdasarkan kombinasi data laboratorium

dan tanda-tanda fisiologis. Pembacaan tingkat hemoglobin diketahui tidak akurat

selama fase akut resusitasi. Titik akhir resusitasi yang umumnya dipertimbangkan

termasuk tekanan darah normal, menurunnya denyut jantung, urin output yang

cukup (≥ 30 mL/jam), dan tekanan vena sentral (CVP) normal. Namun, bahkan

setelah normalisasi parameter-parameter ini, oksigenasi jaringan yang tidak

memadai bisa menetap. Pengukuran laboratorium tambahan yang dapat digunakan

untuk mengevaluasi oksigenasi jaringan termasuk defisit basa, bikarbonat dan

laktat. Semua ini menilai glikolisis anaerobik. Istilah defisit basa dan kelebihan

basa digunakan bergantian, satu-satunya perbedaan untuk menjadi defisit basa

diperlihatkan sebagai nomor positif dan kelebihan basa diperlihatkan sebagai

nomor negatif. Defisit basa normal adalah 0-3 mmol/L; angka ini secara rutin

diukur melalui analisa gas darah arteri (AGDA). Defisit basa menetap

menandakan resusitasi yang tidak mencukupi. 1

Algoritma Pengobatan dan Angka Ketahanan hidup 1 

Analisa retrospektif hasil akhir sebelum pembentukan algoritma

pengobatan secara dramatis mengilustrasikan kesulitan buatan bahwa protokol-

protokol tersebut dicari untuk dihindari. Pada satu seri, kematian 43 pasien,

mewakili 60% kematian pada seri ini, dihubungkan secara keseluruhan atau

sebagai bagian dari fraktur pelvis. Pada 26 pasien yang fraktur pelvis-nya

dipertimbangkan sebagai penyebab kematian utama, 24 pasien mengalami syok

atau memiliki bukti klinis hipovolemia pada waktu masuk, dan 18 pasien

kehilangan darah akibat fraktur pelvis mereka segera setelah masuk rumah sakit.

28

Page 29: fraktur pelvis

          Penetapan algoritma pengobatan klinis yang baku untuk pasien dengan

fraktur pelvis secara hebat meningkatkan kemungkinan stabilisasi dan ketahanan

hidup yang cepat. Bosch dkk melaporkan bahwa pelaksanaan protokol standar

pada pusat trauma mengarah pada menurunnya mortalitas sehubungan dengan

fraktur pelvis berkekuatan-tinggi dari 66,7% menjadi 18,7%. Biffl dkk

melaporkan bahwa jalur klinis mereka, termasuk segera munculnya kehadiran ahli

bedah ortopedi di departemen gawat-darurat, pembalutan pelvis, dan penggunaan

C-clamp agresif berikutnya, mengarah pada menurunnya mortalitas secara

signifikan, dari 31% mejadi 15% (P < 0,05). Balogh dkk menetapkan pedoman

institusional evidence-based terdiri atas ikatan pelvis dan pemeriksaan abdomen

dalam 15 menit, angiografi pelvis dalam 90 menit, dan fiksasi ortopedi invasif

minimal dalam 24 jam. Penggunaan pedoman ini mengurangi volume transfusi

PRC 24-jam dari 16 ± 2 U menjadi 11 ± 1 U (P < 0,05) dan mengurangi mortalitas

dari 35% menjadi 7% (P < 0,05).

          Beberapa algoritma terlalu kompleks yang kelihatannya tidak mungkin

untuk diikuti. Satu alasan kompleksitas ini adalah begitu banyaknya variasi

sebagai penyebab syok dan banyaknya sumber perdarahan pada pasien dengan

fraktur pelvis. Juga, pengobatan cenderung pada ketergantungan-kasus yang

tinggi. Alasan lain adalah kebanyakan algoritma pengobatan yang ditetapkan

berdasarkan kapabilitas institusi untuk dikembangkan. Meskipun prinsip

mendasar protokol-protokol tersebut berguna, mungkin juga penting untuk

memodifikasi algoritma-algoritma tersebut agar sesuai dengan sumber daya dan

staf ahli pada masing-masing institusi.

          Pasien dengan fraktur pelvis berkekuatan-tinggi yang dibawa ke institusi

kami dengan instabilitas hemodinamik pada awalnya diberikan 2 L larutan

kristaloid (gambar 6). Radiografi dada portable, bersama dengan gambaran

radiografi pelvis dan tulang belakang cervical lateral, diperiksa untuk

menyingkirkan sumber kehilangan darah yang berasal dari toraks. Saluran tekanan

vena sentral dipasang, dan defisit basa diukur. Pemeriksaan sonografi abdomen

terfokus untuk trauma (focused abdominal sonography for trauma/FAST)

29

Page 30: fraktur pelvis

dilakukan. Jika hasilnya positif, pasien dibawa langsung ke ruang operasi untuk

laparotomi eksplorasi. Fiksator eksternal pelvis dipasang, dan dilakukan balutan

pelvis. Pasien yang secara hemodinamik tetap tidak stabil menjalani angiografi

pelvis sebelum dipindahkan ke ICU. Jika stabilitas hemodinamik pulih, pasien

dipindahkan langsung ke ICU. Di ICU, pasien menerima resusitasi cairan lanjutan

dan dihangatkan; berbagai usaha dilakukan untuk menormalkan status koagulasi.

Jika pasien membutuhkan transfusi berkelanjutan di ICU, penilaian angiografi,

jika sebelumnya tidak dilakukan, maka harus dilakukan. rFVIIa harus

dipertimbangkan jika kondisi pasien melawan semua intervensi lainnya.

          Jika hasil FAST negatif, transfusi PRC dimulai di departemen gawat

darurat. Jika pasien secara hemodinamik tetap tidak stabil sambil mengikuti PRC

unit kedua, pasien dibawa ke ruang operasi untuk fiksasi eksternal pelvis dan

balutan pelvis. Pasien yang secara hemodinamik tetap tidak stabil mendapat

angiografi pelvis sebelum dipindahkan ke ICU. Jika stabilitas hemodinamik pulih,

pasien dipindahkan langsung ke ICU. CT-scan abdomen dapat dilakukan saat ini.

Jika pasien membutuhkan transfusi berkelanjutan ketika di ICU, penilaian

angiografi, jika sebelumnya belum dilakukan, maka harus dilakukan. 1

30

Page 31: fraktur pelvis

Gambar 6. Algoritma untuk pengobatan pasien dengan fraktur pelvis yang

muncul dengan instabilitas hemodinamik. Pasien yang belum dilakukan

laparotomi biasanya melakukan CT-scan abdomen yang dimulai di ICU. Di ICU,

pasien menerima resusitasi cairan lebih lanjut dan dihangatkan; berbagai usaha

dilakukan untuk menormalkan status koagulasi. rFVIIa harus dipertimbangkan

jika kondisi pasien melawan semua intervensi lainnya.FAST = focused abdominal

sonography for trauma, PRBCs = packed red blood cells.

XI. Komplikasi 2

a. Nyeri sacroiliaca sering ditemukan setelah fraktur pelvis tak stabil dan

kadang memerlukan artrodesis pada sendi sacroiliaca. Cidera saraf skiatika

biasanya sembuh tetapi kadang memerlukan eksplorasi. Cidera uretra berat

bisa menimbulkan striktur uretra, inkontinensia dan impotensi (Apley,

1995)

b. Ruptur uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.

Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan

31

Page 32: fraktur pelvis

kerusakan pada cincin pelvis dapat menyebabkan robekan uretra pars

prostate-membranacea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang

berada di kavum pelvis menyebabkan hematom yang luas di kavum retzius

sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut robek, prostat beserta

buli-buli akan terangkat ke cranial. (Purnomo, 2007)

Ruptur uretra anterior , cidera dari luar yang sering menyebabkan

kerusakan uretra anterior adalah straddle injury (cidera selangkangan)

yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis

kerusakan uretra yang terjadi berupa kontusio dinding uretra, rupture

parsial, atau rupture total dinding uretra. Pada kontusio uretra pasien

mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika terdapat

robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis

atau butterfly hematom. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat

miksi. (Purnomo, 2007)

c. Fraktur Acetabulum

Terjadi apabila kaput femoris terdorong ke dalam pelvis. Fraktur ini

menggabungkan antara kerumitan fraktur pelvis dengan kerusakan sendi.

Ada 4 tipe fraktur acetabulum yaitu fraktur kolumna anterior, fraktur

kolumna posterior, fraktur melintang, dan fraktur kompleks. Gambaran

klinis agak tersamarkan krena mungkin terdapat cidera lain yang lebih

jelas/mengalihkan perhatian dari cidera pelvis yang lebih mendesak.

Pemeriksaan foto sinar-X perlu dilakukan (Apley, 1995)

d. Cidera pada sacrum dan koksigis

Pukulan dari belakang atau jatuh pada tulang ekor dapat mematahkan

sacrum dan koksigis. Terjadi memar yang luas dan nyeri tekan muncul bila

scrum atau koksigis dipalpasi dari belakang atau melalui rectum. Sensasi

dapat hilang pada distribusi saraf sakralis. Sinar-X dapat memperlihatkan ;

1) fraktur yang melintang pada sacrum dapat disertai fragmen bawah yang

terdorong ke depan, 2) fraktur koksigis kadang disertai fragmen bagian

bawah yang menyudut ke depan, 3) suatu penampilan normal kalau cidera

32

Page 33: fraktur pelvis

hanya berupa strain pada sendi sacrokoksigeal.(Apley, 1995)

Kalau fraktur bergeser, sebaiknya docoba untuk melakukan reduksi.

Fragmen bagian bawah dapat terdesak ke belakang lewat rectum. Reduksi

bersifat stabil, suatu keadaan yang menguntungkan. Pasien dibiarkan

untuk melanjutkan aktifitas normal, tetapi dianjurkan untuk menggunakan

suatu cincin karet atau bantalan Sorbo bila duduk. Kadang disertai keluhan

sulit kencing.(Apley, 1995). Nyeri yang menetap, terutama saat duduk

sering ditemukan setelah cidera koksigis. Kalau nyeri tidak berkurang

dengan penggunaan bantalan Sorbo atau oleh injeksi anastetik lokal

kedalam daerah yang nyeri, dapat dipertimbangkan eksisi koksigis (Apley,

1995).

33

Page 34: fraktur pelvis

KESIMPULAN

Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi dengan instabilitas hemodinamik ada

diantara cedera traumatik yang paling berat. Pengobatan dan penilaian

terkoordinasi yang efisien penting untuk memastikan kesempatan terbaik untuk

bertahan hidup. Evaluasi hemodinamik dan pengenalan pola fraktur merupakan

langkah pertama dalam manajemen. Pada kebanyakan pusat trauma, paradigma

pengobatan terdiri atas embolisasi angiografi bersama dengan stabilisasi pelvis

mekanik dini. Balutan pelvis emergensi juga bisa menjadi sebuah pengobatan

yang efektif. Resusitasi agresif, termasuk penggunaan FFP dan trombosit, harus

dipertimbangkan, sebagaimana harusnya penggunaan rFVIIa jika pasien yang

mengalami perdarahan tidak mengalami perubahan terhadap semua metode lain.

          Manajemen yang sukses pada perdarahan fraktur pelvis paling baik

dikerjakan oleh sebuah pendekatan tim yang melibatkan profesional dari berbagai

macam spesialisasi. Ahli bedah ortopedi yang berpengalaman dapat menyediakan

pengenalan yang tepat terhadap pola fraktur, mencapai stabilisasi pelvis dengan

segera, dan membantu dengan pembuatan keputusan yang tepat untuk

memaksimalkan ketahanan hidup pasien.

34

Page 35: fraktur pelvis

DAFTAR PUSTAKA

1. Ningrum, Manajemen Perdarahan pada fraktur pelvis yang mengancam

jiwa. Diakses dari:www.ejournal.unid.ac.id/manajemen

%20%20perdarahan%padafrakturpelvis%20mengancam%20jiwa%.html.

2. Fraktur pelvis. http://www.scribd.com/doc/52302577/24/Fraktur-tulang-

panggul

3. Sulistyanto R. Fraktur Pelvis. 2010. Diakses dari : Error! Hyperlink

reference not valid.

4. Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC. 2004: 874-6

5. Advanced Trauma Life Support. Seven edition. American college of

surgeons. 2004; 252-253

35