btls fraktur pelvis 2
DESCRIPTION
fraktus pelsssssTRANSCRIPT
IV. DIAGNOSIS/TERAPI/PENANGANAN
A. Penilaian Klinik
Fraktur pelvis harus dicurigai pada setiap pasien dengan cedera perut atau
tungkai bawah yang berbahaya. Mungkin terdapat riwayat kecelakaan lalu lintas
atau jatuh dari ketinggian atau cedera benturan. Pasien sering mengeluh nyeri
hebat dan merasa seolah-olah dia telah terpisah-pisah, dan mungkin terdapat
pembengkakan atau memar pada perut bawah, paha, perineum, skrotum
atau vulva. Semua daerah ini harus diperiksa dengan cepat, untuk mencari bukti
ekstravasasi urine. Tetapi prioritas utama adalah selalu menilai keadaan umum
pasien dan mencari tanda-tanda kehilangan darah. Resusitasi dapat dimulai
sebelum pemeriksaan selesai.(35,36)
Perut harus dipalpasi dengan hati-hati. Tanda-tanda iritasi menunjukkan
kemungkinan perdarahan intraperitoneal. Cincin pelvis dapat ditekan dengan
pelan-pelan dari sisi ke sisi dan kembali ke depan. Nyeri tekan pada daerah sakro-
iliaka sangat penting dan dapat menandakan adanya gangguan pada jembatan
posterior. Pemeriksaan rektum kemudian dilakukan pada semua kasus. Koksigis
dan sacrum dapat diraba dan diuji untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan. Kalau
prostat dapat diraba,yang sering sukar dilakukan akibat nyeri dan pembengkakan,
posisinya yang abnormal dapat menunjukkan cedera uretra. (35,36)
Tanyakan kapan pasien membuang urine terakhir kali dan cari perdarahan
di meatus eksterna. Ketidakmampuan untuk kencing dan adanya darah di meatus
eksterna adalah tanda klasik ruptur uretra. Tetapi, tiadanya darah di meatus tidak
menyingkirkan cedera uretra, karena sfingter luar mungkin mengalami spasme,
sehingga menghentikan aliran darah dari tempat cedera. Karena itu setiap pasien
yang mengalami fraktur pelvis harus dianggap menghadapi risiko cedera uretra. (35,36)
51
Pasien dapat dianjurkan untuk kencing; kalau dia dapat melakukannya,
uretra itu utuh atau hanya terdapat sedikit kerusakan yang tidak akan diperburuk
oleh aliran urine. Jangan mencoba untuk memasukkan kateter; karena ini dapat
mengubah robekan uretra sebagian menjadi robekan uretra lengkap. Kalau cedera
uretra dicurigai, ini dapat didiagnosis dengan lebih tepat dan lebih aman dengan
uretrografi retrograd. (35,36)
Ruptur kandung kemih harus dicurigai pada pasien yang tidak dapat
kencing atau pada pasien yang kandung kemihnya tidak teraba setelah diberi
penggantian cairan yang memadai. Palpasi sering sukar dilakukan karena terdapat
hematoma dinding perut. Gambaran fisik pada awalnya dapat sedikit sekali,
dengan bising usus yang normal, karena ekstravasasi urine yang steril tak banyak
menimbulkan iritasi peritoneum. Hanya sebagian kecil pasien dengan ruptur
kandung kemih yang mengalami hipotensi; jadi kalau pasien itu hipotensif, harus
dicari penyebab lainnya. (35,36)
Pemeriksaan neurologik sangat diperlukan; mungkin terdapat kerusakan
pada pleksuslumbalis atau sakralis.Kalau pasien tak sadar, prosedur rutin yang
sama diikuti. Tetapi, pemeriksaan sinar-X dini penting pada kasus ini. (35,36)
Pemeriksaan Radiologis
Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis
dengan prioritas pemeriksaan foto rontgen posisi AP. Pemeriksaan rontgen posisi
lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna apabila keadaan umum
memungkinkan.(37)
Sinar-X Pada Pelvis
Sinar-X dapat memperlihatkan fraktur pada rami pubis, fraktur ipsilateral
atau kontralateral pada elemen posterior, pemisahan simfisis, kerusakan pada
sendi sakro-iliaka atau kombinasi dari cedera-cedera itu. Foto sering sulit
52
dimengerti dan CT Scan merupakan cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat
cedera terutama kalau tersedia CT 3 dimensi.(35,36)
Segera setelah keadaan pasien memungkinkan, foto polos AP pelvis harus
diambil. Pada umumnya foto ini akan member informasi yang cukup untuk
membuat diagnosis pendahuluan pada fraktur pelvis. Sifat cedera yang tepat dapat
diperjelas dengan radiografi secara lebih rinci bila telah dipastikan bahwa pasien
dapat tahan terhadap lamanya waktuyang diperlukan untuk penentuan posisi dan
reposisi di meja sinar-X. Diperlukan 5 foto : anteroposterior, pandangan inlet
(kamera sefalad terhadap pelvis dan dimiringkan 30 derajat ke bawah), foto outlet
(kamera kaudal terhadap pelvis dan dimiringkan 40 derajat ke atas), dan foto oblik
kanan dan kiri. (35,36)
Kalau dicurigai adanya cedera apa saja yang berbahaya, CT Scan pada
tingkat yang tepat sangat bermanfaat (beberapa ahli mengatakan harus dilakukan).
Ini terutama berlakuuntuk kerusakan cincin pelvis posterior dan untuk
fraktur acetabulum yang kompleks, yang tidak dapat dievaluasi secara tepat
dengan sinar-X biasa. (35,36)
Reformasi CT 3 dimensi terhadap foto pelvis memberi gambaran cedera
secara paling tepat, ini adalah metode pilihan bila fasilitas itu tersedia. (35,36)
53
Gambar 31. Foto Pelvis(35,36)
B. PENATALAKSANAAN
1. PENANGANAN DINI
Terapi tidak boleh menunggu diagnosis yang lengkap dan rinci. Prioritas
perlu ditentukan dan bertindak berdasarkan setiap informasi yang sudah tersedia
sementara beralih ke pemeriksaan diagnostik berikutnya. Tatalaksana dalam
konteks ini adalah kombinasi penilaian dan terapi. (35,37)
6 pertanyaan harus ditanyakan dan jawabannya ditangani satu demi satu : (35,37)
1. Apakah saluran nafas bersih ?
2. Apakah paru-paru cukup membuat ventilasi ?
3. Apakah pasien kehilangan darah ?
4. Apakah terdapat cedera di dalam perut ?
5. Apakah terdapat cedera kandung kemih dan uretra ?
6. Stabil atau tidakkah fraktur pelvis ini ?
Pada setiap pasien yang mengalami cedera berat, langkah yang pertama adalah
memastikan bahwa saluran nafas bersih dan ventilasi tak terhalang. Resusitasi
harus dimulai segera dan perdarahan aktif dikendalikan. Pasien dengan cepat
diperiksa untuk mencari ada tidaknya cedera ganda dan, kalau perlu, fraktur yang
nyeri dibebat. 1 foto sinar-X AP pada pelvis harus diambil. (35,37)
Kemudian dilakukan pemeriksaan yang lebih cermat, dengan memperhatikan
pelvis, perut, perineum, dan rektum. Liang meatus uretra diperiksa untuk mencari
tanda-tanda perdarahan. Tungkai bawah juga diperiksa untuk mencari tanda-tanda
cedera saraf. (35,37)
Kalau keadaan umum pasien stabil, pemeriksaan dengan sinar-X selanjutnya
dapat dilakukan. Kalau dicurigai adanya robekan uretra, dapat dilakukan
54
uretrogram secara pelan- pelan. Hasil penemuan sampai tahap ini dapat
menentukan perlu tidaknya urogram intravena. (35,37)
Sampai saat ini dokter yang memeriksa sudah mendapat gambaran yang baik
mengenai keadaan umum pasien, tingkat cedera pelvis, ada tidaknya cedera
visceral dan kemungkinan berlanjutnya perdarahan di dalam perut atau
retroperitoneal. Idealnya, tim ahli masing-masing menangani tiap masalah atau
melakukan penyelidikan lebih jauh. (35,37)
Pengobatan harus dilakukan sesegera mungkin berdasarkan prioritas
penanggulangan trauma yang terjadi (ABC), yaitu: (35,37)
1. Resusitasi awal
a. Perhatikan saluran nafas dan perbaiki hipoksia
b. Kontrol perdarahan dengan pemberian cairan Ringer dan transfusi darah 4-
8 U (24-36 jam pertama), apabila perdarahan tetap transfuse 10-12 U (24-
36 jam)
2. Anamnesis
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
3. Pemeriksaan klinik
a. Keadaan umum
i. Catat secara teratur denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
ii. Secara cepat lakukan survey tentang kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
i. Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan,
pembengkakan dan deformitas
ii. Tentukan derajat ketidak-stabilan cincin panggul dengan palpasi pada
ramus dan simfisis pubis
55
iii. Adakan pemeriksaan colok dubur.
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto polos panggul, toraks serta daerah lain yang dicurigai mengalami
trauma
b. Foto polos panggul dalam keadaan rotasi interna dan eksterna serta
pemeriksaan foto panggul lainnya
c. Pemeriksaan urologis dan lainnya :
i. Kateterisasi
ii. Ureterogram
iii. Sistogram retrograd dan postvoiding
iv. Pielogram intravena
v. Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal
5. Pengobatan
a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat-alat dalam rongga
panggul
b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya traksi skeletal, pelvic sling, spika
panggul
2. Penanganan Perdarahan Yang Hebat
Upaya lain yang dapat diperlukan untuk menangani perdarahan massif
mencakup penggunaan pakaian anti syok pneumatik dan pemasangan segera
fiksator luar. (35,36)
Diagnosis perdarahan yang terus berlanjut sering sukar dilakukan, dan
sekalipun tampak jelas bahwa berlanjutnya syok adalah akibat perdarahan,
tidaklah mudah untuk menentukan sumber perdarahan itu. Pasien dengan tanda-
tanda abdomen yang mencurigakan harus diselidiki lebih jauh dengan aspirasi
peritoneum atau pembilasan. Kalau terdapat aspirasi diagnostik positif, perut
harus dieksplorai untuk menemukan dan menganganisumber perdarahan. Tetapi,
kalau terdapat hematoma retroperitoneal yang besar, ini tidak boleh dievakuasi
56
karena hal ini dapat melepaskan efek tamponade dan mengakibatkan perdarahan
yang tak terkendali. (35,36)
3. Penanganan Uretra Dan Kandung Kemih
Cedera urologi terjadi pada sekitar 10% pasien dengan fraktur cincin
pelvis. Karena pasien sering sakit berat akibat cedera yang lain, mungkin
dibutuhkan kateter urine untuk memantau keluaran urine, sehingga ahli urologi
terpaksa membuat diagnosis kerusakan uretra dengan cepat. (35)
Tidak boleh memasukkan kateter diagnostic karena kemungkinan besar ini
akan mengubah robekan sebagian menjadi robekan lengkap. Untuk robekan yang
tak lengkap, pemasukan kateter suprapubik sebagai prosedur resmi saja yang
dibutuhkan. Sekitar setengah dari semua robekan tak lengkap akan sembuh dan
tak banyak membutuhkan penanganan jangka panjang. (35)
Terapi robekan uretra lengkap masih kontroversial. Penjajaran ulang
(realignment) primer pada uretra dapat dicapai dengan melakukan sistostomi
suprapubik, mengevakuasi hematoma pelvis dan kemudian memasukkan kateter
melewati cedera untuk mendrainase kandung kemih. Kalau kandung kemih
mengambang tinggi, ini harus direposisi dan diikat dengan penjahitan melalui
bagian anterior bawah kapsul prostat, melalui perineum pada kedua sisi uretra
bulbar dan difiksasi pada paha dengan plester elastis. Suatu pendekatan alternatif
– yang jauh lebih sederhana – adalah melakukan sistostomi secepat mungkin,
tidak berusaha mendrainase pelvis atau membedah uretra, dan mengangani
striktur yang diakibatkan 4-6 bulan kemudian. Metode yang belakangan
ini dikontraindikasikan kalau terdapat dislokasi prostat yang hebat atau robekan
hebat pada rektum atau leher kandung kemih. Pada kedua metode itu
terdapat cukup banyak insidensi pembentukan striktur, inkontinensia dan
impotensi di belakang hari. (35)
57
A B
Gambar 3235
(A) intravena urogram menunjukkan kandung kemih dengan kompresi oleh darah dan ektravasasi urin (B) menunjukkan ruptur kandung kemih
4. Terapi Fraktur
Untuk pasien dengan cedera yang sangat hebat, fiksasi luar dini adalah
salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi perdarahan dan melawan
syok. (35,36)
Berdasarkan Mekanisme cedera mekanisme dasar dari cedera panggul
adalah anteroposterior compression, lateral compression, vertical shear dan
kombinasi(35)
Anteroposterior compression. Cedera ini biasanya disebabkan oleh
tabrakan frontal antara pejalan kaki dan mobil.
Gambar 33(35)
Anteroposterior compression
58
Lateral compression. Hal ini biasanya karena benturan menyamping pada
kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.
Gambar 34(35)
Lateral compression
Vertical shear. Hal ini biasanya terjadi ketika seseorang jatuh dari
ketinggian ke salah satu kaki. Mekanisme farktur ini biasanya lebih parah,
tidak stabil, dan menimbulkan luka robek pada jaringan lunak dan lebih
sering menyebabkan perdarahan retroperitoneal.
gambar 35(35)
Vertical shear
Berdasarkan klasifkasi Tile dan Pennal (1980) fraktur pelvis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut(35)
A : Stabil
A1 : Fraktur isolated tanpa fraktur cincin pelvis
A2 : Fraktur cincin pelvis tanpa pergeseran
B : Rotasi (tidak stabil)) dan vertikal (stabil)
B1 : Open book
59
Stage 1 Symphisiolisis <2,5 cm bed rest
Stage 2 Symphisiolisis >2,5 cm OREF
Stage 3 bilateral Lessio OREF
B2 : Kompresi lateral/ipsilateral
B3 : Kompresi lateral / kontralateral OREF
C : Rotasi dan vertical (tidak stabil)
C1 : Unilateral
C2 : Bilateral
C3 : Dengan fraktur asetabulum
Fraktur terisolasi dan fraktur dengan kelainan minimal hanya perlu
istirahat di tempat tidur, mungkin dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah.
Dalam waktu 4-6 minggu pasien biasanya merasa nyaman dan kemudian mungkin
diperbolehkan menggunakan kruk.
Pada fraktur tulang terbuka yang kurang dari 2 cm pada anterior dan
dipastikan bahwa tidak ada gangguan pada bagian posterior, cedera ini biasanya
dapat diobati dengan istirahat di tempat tidur; pelvic sling bagian posterior atau
fiksasi panggul membantu untuk penutupan tulang.
Gambar 36(35)
internal fiksasi
60
Penanganan vertical sheer (a) sinar-X menunjukkan ramus pubis retak dan disrupsi dari
sendi sacroiliaca(b) awalnya diobati dengan traksi dan fiksasi eksternal.
(c) sinar-X menunjukkan perbaikan pelvis(sendi sacroiliaca distabilkan dengan piring dan sekrup)
V. KOMPLIKASI
Nyeri sakro-iliaka menetap cukup sering ditemukan setelah fraktur pelvis
yang tak stabil dan kadang-kadang mengaharuskan dilakukannya artrodesis pada
sendi sakro-iliaka. (35,36,37)
Cedera saraf skiatika biasanya sembuh tetapi kadang-kadang ternyata
memerlukan eksplorasi. Cedera uretra yang berat dapat mengakibatkan striktur
uretra, inkontinensia, atau impotensi.(35,36)
Komplikasi dibagi dalam : (35,36)
1. Komplikasi segera
a. Trombosis vena ilio-femoral
Komplikasi ini sering ditemukan dan sangat berbahaya. Apabila ada
keraguan sebaiknya diberikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.
b. Robekan kandung kemih
Robekan dapat terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari
bagiantulang panggul yang tajam.
c. Robekan uretra
61
Robekan uretra terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah
uretra pars membranosa.
Ruptur uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.
Frakttur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan
kerusakan pada cincin pelvis dapat menyebabkan robekan uretra pars
prostate-membranacea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang
berada di cavum pelvis menyebabkan hematom yang luas di cavum retzius
sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut robek, prostat beserta
buli-buli akan terangkat ke cranial.
Ruptur uretra anterior , cidera dari luar yang sering menyebabkan
kerusakan uretra anterior adalah straddle injury (cidera selangkangan)
yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis
kerusakan uretra yang terjadi berupa kontusio dinding uretra, rupture
parsial, atau rupture total dinding uretra. Pada kontusio uretra pasien
mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika terdapat
robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis
atau butterfly hematom. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat
miksi.
d. Trauma rektum dan vaginae.
Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif
sampai syok.
e. Trauma pada saraf
i. Lesi saraf skiatik
Lesi saraf skiatik dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat
operasi. Apabiladalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan,
maka sebaiknya dilakukaneksplorasi.
ii. Lesi pleksus lumbosakralis
Biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertical disertai
pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila
mengenai pusat saraf.
2. Komplikasi lanjut
62
a. Pembentukan tulang heterotrofik
Pembentukan tulang heterotrofik biasanya terjadi setelah suatu trauma
jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Dapat
diberikan indometasin untuk profilaktik.
b. Nekrosis avaskuler
Nekrosis avaskuler dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah
trauma.
c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder
Apabila terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan
reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka
akan terjadi ketidak-sesuaian sendi yang akan memberikan gangguan
pergerakan serta osteoartritis dikemudian hari.
d. Skoliosis kompensatoar
VI. AYAT/SURAH
63
VII. KESIMPULAN
Resusitasi merupakan tindakan pertolongan terhadap seseorang yang
terancam jiwanya karena gangguan pernapasan yang kadang di setai
henti jantung.
Primary survey adalah tindakan evaluasi jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi yang pertama kali dilakukan sebagai tindakan penyelamayan
bagi penderita.
Secondary survey adalah tindakan evaluasi kembali semua tindakan
yang telah dilakukan sebelumnya guna mrngontrol keadaan penderita
sebagai lanjutan dari primary survey.
Pengelolaan gangguan pada jalan napas meliputi:
a. Chest trust, abdominal thrust and back blow
b. Head tilt, Chin lift
c. Oropharyngeal dan nasopharyngeal airway
d. Chricotyroidotomy
e. Tracheostomy
Pemeriksaan breathing untuk melihat adekuatnya nafas atau tidak.
Pemberian ventilasi dengan:
a. Mouth to mouth
b. Mouth to nose
c. Mouth to stoma
d. Mouth to mask
Pemeriksaan sikrulasi dengan melihat tanda-tanda vital dan penanganan
sirkulasi dengan CPR
Pelvis adalah salah satu bagian dari tubuh manusia yang berfungsi penting,
yaitu menahan berat badan tubuh melalui sendi sacro-iliaka ke ilium,
asetabulum dan dilanjutkan ke femur. Selain itu panggul berfungsi
melindungi struktur-struktur yang berada di dalam rongga panggul.
Fraktur pelvis dapat terjadi pada semua usia, baik dengan trauma berat
atau trauma ringan atau trauma yang berulang; trauma langsung
maupun tak langsung. Tetapi pada orang muda yang paling sering
64
adalah fraktur dengan trauma berat, sedangkan pada orang tua, fraktur
biasanya disebabkan dengan trauma ringan. Mekanisme trauma pelvis
terdiri dari :
Kompresi anteroposterior
Kompresi lateral
Trauma vertical
Trauma kombinasi
Klasifikasi fraktur pelvis menurut Tile 1988, secara garis besar terdiri
dari:
a. Tipe A : stabil
b. Tipe B : tidak stabil secara rotasional, stabil secara vertikal.
c. Tipe C : tidak stabil secara rotasi dan vertikal.
Gejala yang muncul pada fraktur pelvis adalah : pembengkakan,
deformitas, serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang
dalam keadaan, anemi dan syok karena perdarahan yang hebat.
Terdapat gangguan fungsi anggota gerak bawah. Diagnosis fraktur pelvis
ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis seperti
sinar-x.
Fraktur pelvis menyebabkan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi,
sehinggadibutuhkan penanganan tim yang baik untuk mencegah
komplikasi yang diakibatkannya.Untuk memperbaiki kualitas hidup
pasien, harus dilakukan intervensi sedini mungkin.
65