fgd kep full sukma(word2010)

Upload: zhakialasror

Post on 05-Mar-2016

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mdvb,sdbg,bsjbgjdbgjbs,bg,.

TRANSCRIPT

1. SkenarioKekurangan Energi ProteinDi puskesmas Sukamaju Kecamatan Sukumanunggal Kabupaten Guyub Rukun, ditemukan data penyakit dalam waktu 5 tahun terakhir seperti tabel 1. Puskesmas akan menganalisa permasalahan kasus di puskesmas tersebut.Sebagian besar penduduk di wilayah puskesmas Sukamaju bekerja sebagai petani dengan sebagian besar penduduk berpendidikan SD/SMP. Sumber air yang dipakai untuk kehidupan sehari-hari berasal dari sungai yang ada di daerah tersebut. Kegiatan posyandu di wilayah Puskesmas Sukamaju tidak berjalan dengan baik.Tabel 1: data prevalensi KEP selama 5 tahun berturut-turut (2006-2010) di Puskesmas Sukamaju20062007200820092010

KEP (BALITA)1%2%3%3,5%3,8%

2. Learning Objective a. Mampu mengetahui masalah utama yang ada di Puskesmas Sukamaju1. Menjelaskan definisi KEP 2. Menjelaskan penyebab kejadian KEP3. Menjelaskan gejala klinis KEP4. Menjelaskan penilaian status gizi terhadap KEP5. Menjelaskan penatalaksanaanb. Mampu menganalisis solusi pemecahan KEPc. Mampu menyusun rencana pengembangan program penanggulangan KEP

BAB IPENDAHULUANA. LatarBelakangKekurangan energi protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama yang banyakdijumpai pada balita di Indonesia. Kekurangan energi protein (KEP) adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari(Supariasa, 2002). Berdasarkan hasil SUSENAS tahun 2002, prevalensi KEP di Indonesia mencapai 27,3% (Depkes, 2003). Penyebab dari KEP ini adalah kurangnya konsumsi sumber protein yang berasal dari protein hewani dan nabati. Protein hewani mengandung protein cukup tinggi dan asam amino esensial yang lengkap, sehingga menjadi bahan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi (Winarno, 1993).Secara garis besar faktor-faktor yang menentukan status gizi khususnya anak balita adalah tingkat pendidikan orang tua, sosial ekonomi, sosial budaya, geografi dan iklim, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan (Jelliffe, 1989). Sementara itu menurut UNICEF (1998) dalam Depkes (2005), KEP disebabkan oleh penyebab langsung dan tak langsung. Penyebab langsung yaitu konsumsi makanan dan infeksi, sedangkan penyebab tak langsung yaitu ketersediaan pangan, pola asuh anak, pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih. Semua penyebab tak langsung ini sangat dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan (Supariasa, 2002).KEP merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia. Berdasarkan data Susenas (1999) diketahui bahwa prevalensi gizi kurang yaitu sebesar 26,4%. Sedangkan untuk tahun 2000 prevalensi gizi kurang yaitu sebesar 24,9% dan gizi buruk yaitu sebesat 7,1%. Dari 5 juta anak balita Indonesia (27,5%) yang mengalami KEP terdapat 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak (8,3%) berstatus gizi buruk (Depkes, 2004).Sementara itu menurut data Susenas tahun 2000 diketahui prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita di Indonesia adalah 17,13% dan 7,53% serta 19,3% dan 8% pada tahun 2002. Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita KEP), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Sedangkan pada tahun 2005 terjadi peningkatan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk yaitu menjadi 19,2% dan 8,8%. Angka prevalensi KEP pada tahun 2002 sebesar 27,3% menjadi 27,5% dan 28% pada tahun 2005 (Depkes, 2006).

GAMBAR 1.1: Tabel Kejadian KEP di Jawa Timur

Kepala Seksi (Kasi) Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, Sri Andari, mengatakan 3,1 persen balita tersebut sudah masuk dalam wilayah kekurangan gizi, namun belum sampai pada tahapan gizi buruk."Saat ini jumlah balita di Kabupaten Sidoarjo sebanyak 140 ribu dan sebanyak 3,1 persen mengalami gizi buruk," katanya (http://www.antarajatim.com: 2011).Banyak dampak merugikan yang diakibatkan oleh KEP, antara lain yaitu merosotnya mutu kehidupan, terganggunya pertumbuhan, gangguan mental anak, serta merupakan salah satu penyebab dari angka kematian yang tinggi bila tidak segera ditangani (Sihadi, 2000). Kurang gizi juga akan menyebabkan timbulnya infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi akan memperburuk kekurangan gizi. Infeksi dalam derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi, sedangkan malnutrisi walaupun masih ringan mempunyai pengaruh negative pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hal ini akan bertambah buruk bila keduanya terjadi dalam waktu bersamaan (Pudjiadi. 2000).

B. Rumusan MasalahApakah yang menjadi penyebab terjadi peningkatan KEP di Puskesmas Sukamaju ?

C. Tujuan Penelitian1. Identifikasi penyebab terjadinya KEP di desa Sukamaju2. Menganalisis solusi pemecahan KEP3. Menyusun rencana pengembangan program penanggulangan KEP 1.

BAB IIANALISIS DAN PEMBAHSANSkenarioDokter dari Puskesmas Sukamandi ingin melaksanakan program menekan tinggiya prefalensi di wilayahnya. Prevalensi Tb didaerahnya termasuk tertinggi di Kabupaten. Angka prevalensi Kecamatan Sukamandi 455/100.000 (0.455%) penduduk sedangkan angka prevalensi Kabupaten keseluruhan sekitar 385/100.000 (0.385%) pendudukDokter Puskesmas tersebut ingin membuat program yang mungkin dapat menurunkan angka prevalensi dengan menggunakan beberapa faktor resiko terjadinya kejadian tingginya angka prevalensi Tb tersebut. Dari scenario di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa seorang dokter di Puskesmas Sukamandi meneliti tentang Tb di Kecamatan Sukamandi dengan prevalensi yang cukup tinggi yaitu sekitar 0,455% dari 100.000 penduduk, dan dokter ingin menurunkan prevalensinya dengan melaksanakan beebrapa program penyuluhan Tb. Dalam analisis odds ratio dari penelitian yang dilakukan terlihat sebagai berikut:

Beberapa jenis faktor resiko dan odds ratio penyakit Tb

NoFaktor ResikoOdds RatioKeterangan

1Kurang penyuluhan Tb2OR > 1

2Rendahnya peranan PMO9OR > 1

3Kondisi lingkungan 5OR > 1

4Kepadatan hunian6OR > 1

5Rendahnya pengertian THBS0,2OR < 1

6Rendahnya pendidikan 1OR = 1

7Kondisi social ekonomi4OR > 1

ishbone (diagram tulang ikan) sering juga disebut Cause and Effect Diagramatau Ishikawa Diagram diperkenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli pengendalian kualitas dari Jepang, sebagai satu dari tujuh alat kualitas dasar (7 basic quality tools). Fishbone diagram digunakan ketika kita ingin mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah. Suatu tindakan dan langkah improvement akan lebih mudah dilakukan jika masalah dan akar penyebab masalah sudah ditemukan. Manfaat fishbone diagram ini dapat menolong kita untuk menemukan akar penyebab masalah (Kusnadi, Eris. 2011).Didalam diagram fishbone penyebab biasanya berupa suatu permasalahan yang akan diperbaiki dan permasalahan tersebut ditempatkan pada kepala ikan. Penyebab dari masalah kemudian diletakkan sepanjang tulang, dan diklasifikasikan ke dalam tipe berbeda sepanjang cabang. Penyebab masalah berikutnya dapat ditempatkan disamping sisi cabang berikutnya.

BAGAN 2.1:FISH BONE KEP (2015)Aspek fish bone dalam permasalahan ini, yaitu:a. Person1) Pendidikan SDM yang kurang di desa Sukamaju2) Rendahnya motivasi dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu3) Kurangnya empati tenaga medis terhadap masyarakat 4) Budaya masyarakat yang jarang makan protein hewanib. Material1) Obat kadaluarsa2) Distribusi obat yang sulit3) Obat kurang lengkap4) Kurangnya sumber pangan hewanic. Money1) Pembiayaan operasional yang minim pada setiap puskesmas2) Gaji karyawan puskesmas di bawah upah minimum kerja3) Kurangnya pendapatan dari masyarakat4) Lapangan kerja terbatas.d. Methode1) Kurangnya sosialisasi KEP kepada masyarakat2) Tidak adanya reward kepada tenaga medi Tidak adanya penghargaan kepada tenaga puskesmas yang berprestasi3) Keterlambatan kinerja dari petugas kesehatan untuk melakukan deteksi dini KEPe. Environment1) Letak geografi yang tidak strategis2) Akses jalan yang kurang baik3) Kurangnya sumber pangan hewani 4) Sumber air berasal dari sungai yang digunakan untuk seluruh kebutuhan sehari-hari

A. Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) diberi nama internasional Calori Protein Malnutrition (CPM) dan kemudian diganti dengan Protein Energy Malnutrition (PEM). KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Manifestasi KEP dari diri penderitanya ditentukan dengan mengukur status gizi anak atau orang yang menderita KEP.

1. Klasifikasi dan Gejala Klinis Kurang Energi ProteinUntuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS dan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS.a. KEP ringan bila hasil penimbangan BB/U 70 - 80 % baku median WHO-NCHS.b. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan BB/U 60 - 70 % baku median WHO-NCHS.c. KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U + 2 SD

Gizi baik- 2 SD Sampai + 2 SD

Gizi kurang< -2 SD Sampai-3 SD

Gizi buruk< -3 SD

Tinggi badan menurut umur(TB/U)Normal-2 SD

Pendek (Stunted)< -2 SD

Berat badan menurut tinggibadan (BB/TB)Gemuk> + 2 SD

Normal+ 2 SD Sampai - 2 SD

Kurus (Wasted)< -2 SD Sampai-3 SD

Kurus sekali >-3 SD

Tabel 2.2. Klasifikasi Status Gizi BalitaSumber : Depkes RI, 20113. Patogenesis Kurang Energi ProteinMasalah gizi merupakan masalah yang multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah pangan. Masalah gizi pada anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah, atau masyarakat bahkan keluarga, karena anak tidak tampak sakit. Terjadinya kurang gizi (KEP) tidak selalu didahului oleh terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan seperti KEP dewasa. Hal ini berarti dalam kondisi pangan melimpah, masih mungkin terjadi kasus kurang gizi pada anak balita. KEP pada anak balita sering disebut sebagai kelaparan tersembunyi atau hidden hunger. Dengan demikian penyebab KEP anak balita lebih kompleks dan melalui berbagai tahapan, yaitu penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah, dan pokok masalah. (Moehji, 2003)

Gambar 2.1. Penyebab kurang gizi balitaSumber: Soekirman (2000)4. Prinsip Dasar Pengobatan Rutin Marasmus Kwashiokora. Penanganan hipoglikemi b. Penanganan hipotermic. Penanganan dehidrasi d. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit e. Pengobatan infeksi f. Pemberian makanan g. Fasilitasi tumbuh kejar h. Koreksi defisiensi nutrisi mikro i. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mentalj. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase. 1) Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasiLarutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga kemungkinan tidak dapat diterima oleh semua anak, terutama yang mengalami diare. Dengan demikian pada kasus diare lebih baik digunakan modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan tepung.2) Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau modifikasi.3) Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula WHO 135 sampai makanan biasa.5. Tata Laksana Diet pada KEP Berat/ Gizi Buruk1. Tingkat Rumah Tangga1) Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada anak sesuai dengan kebutuhan2) Teruskan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun1. Tingkat Posyandu /PPG1) Anjurkan ibu memberikan makanan kepada anak di rumah sesuai usia anak, jenis makanan yang diberikan mengikuti anjuran makanan.2) Selain hal diatas, maka dalam rangka pemulihan kesehatan anak, perlu mendapat makanan tambahan pemulihan (PMT-P) dengan komposisi gizi mencukupi minimal 1/3 dari kebutuhan 1 hari, yaitu :Energi 350 - 400 kaloriProtein 10 - 15 g3) Bentuk makanan PMT-PMakanan yang diberikan berupa :a) Kudapan (makanan kecil) yang dibuat dari bahan makanan setempat/lokal. b) bahan makanan mentah berupa tepung beras,atau tepung lainnya, tepung susu, gula minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk pauk lainnya.c) Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) yang dibawa pulang.

AlternativeKebutuhan Paket Bahan Makanan/Anak/Hari

IBeras 60 gTelur 1 butir atau kacang-kacangan 25 ggula 15 g

IIBeras 70 gIkan 30 g-

IIIUbi/singkong 150 gKacang-kacangan 40 ggula 20 g

VTepung ubi 40 gKacang-kacangan 40 ggula 20 g

Tabel 2.3. Contoh Bahan Makanan yang Dibawa Pulang4) Lama PMT-P Pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari).5) Cara penyelenggaraanMakanan kudapan diberikan setiap hari di Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau6) Seminggu sekali kader melakukan demonstrasi pembuatan makanan pendamping ASI/makanan anak, dan membagikan makanan tersebut kepada anak balita KEP, selanjutnya kader membagikan paket bahan makanan mentah untuk kebutuhan 6 hari. (Soekirman, 2000)

i. Prioritas Jalan Keluar (Subur Prayitno, dasar-dasar AKM, 1997)a. Pemberian makanan tambahan b. Meningkatkan kesadaran dan motivasi penduduk untuk mengetahui tentang KEPdengan memberikan penyuluhan.c. Memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan untuk menghindarkan diri dari penyakit.d. Meningkatkan kepercayaan masyarakat dengan kunjungan rumah (puskel)e. Pengobatan segera ke sarana kesehatan terdekat apabila sakitf. Menambah kader dan tenaga kesehatan di puskesmas.g. Meningkatkan kinerja petugas puskesmas dengan memberikan pelatihan.h. Meningkatkan sarana dan prasarana di puskesmas.

No.Alternatif Jalan KeluarEfektivitasEfisiensiHasil

MIVC MxIxVP= C

1.Pemberian makanan tambahan444416

2.Meningkatkan kesadaran dan motivasi penduduk untuk mengetahui tentang KEP dengan memberikan penyuluhan.22232,67

3.Memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan untuk menghindarkan diri dari penyakit.23336

4.Meningkatkan kepercayaan masyarakat dengan kunjungan rumah (puskel)23344,5

5.Pengobatan segera ke sarana kesehatan terdekat apabila sakit33339

6.Menambah kader dan tenaga kesehatan di puskesmas21231,3

7.Meningkatkan kinerja petugas puskesmas dengan memberikan pelatihan.32234

8.Meningkatkan sarana dan prasarana di puskesmas.23344,5

P : Prioritas jalan keluarM: Maknitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini dilaksanakan (turunnya prevalensi dan besarnya masalah lain)I: Implementasi, kelanggengan selesainya masalah.V: Valiability, sensitifnya dalam mengatasi masalahC: Cost, biaya yang diperlukan.

Maka Puskesmas Sukamaju mengambil / memilih program pemberian makanan tambahan pada penduduk di wilayah Puskesmas Sukamaju untuk menghindari meningkatnya kejadian KEP.

5

Rencana Pelaksanaan Program Peningkatan Kinerja Petugas Puskesmas dengan Pemberian Makanan TambahanNo.KegiatanSasaran Target Volume kegiatanRincian pelaksanaanLokasi pelaksanaanTenaga pelaksanaJadwalKebutuhan pelaksanaan

1.

Pemberian makanan tambahan Khusus : : balita penderita KEPUmum : : balita yang rentanBalita

1x/bulanMembagikan makanan yang mengandung protein (susu, telor, kacang hijau, ikan)

Puskesmas, balai desa

Petugas Puskesmas (kader, perawat, bidan, dokter)

Setiap awal bulanMakanan berprotein tinggi

2

Pengobatan segera ke sarana kesehatan terdekat apabila sakit Balita penderita KEP

Balita

Setiap sakitPengobatan KEP (10 prinsip dasar pengobatan rutin KEP)Puskesmas

Dokter, bidan, Perawat

Setiap sakit

Obat-obatan di sesuaikan berdasarkan derajat KEP

3

Memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan untuk menghindarkan diri dari penyakit.Masyarakat puskesmas sukamajuPenduduk2x/tahuna. Melakukan kerja bakti (membersihkan selokan, membuang sampah, membuang air limbah rumah tangga)b. Menjaga agar makanan tidak terkontaminasiDi wilayah cakupan puskesmas sukamajuPetugas Puskesma,Tokoh Masyarakat, pendudukSetiap 6 bulan sekaliAlat-alat kebersihan rumah tangga

BAB IIIKESIMPULAN

A. Kesimpulan1. Penyebab tingginya kejadian KEP di Puskesmas Sukamaju :a. Rendahnya pendidikan sebagian besar pendudukb. Kurangnya kesadaranpenduduk akan pentingnya pelayanan kesehatanc. Rendahnya tingkat ekonomi sebagian besar pendudukd. Kurangnya sosialisasi dari petugas kesehatan kepada masyarakat sekitare. Letak geografi yang tidak strategisf. Minimnya kepercayaan masyarakat kepada tenaga kesehatan di puskesmas.2. Penyebab rendahnya motivasi petugas puskesmas Sukamaju :a. Jumlah petugas puskesmas kurangb. Petugas kurang kompetenc. Pembiayaan operasional yang minim pada setiap puskesmasd. Tidak adanya penghargaan kepada tenaga puskesmas yang berprestasie. Minimnya kepercayaan masyarakat kepada tenaga kesehatan di puskesmas

B. SaranUntuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di puskesmas Sukamaju direkomendasikan beberapa program :1. Pelatihan tenaga kesehatan dan kader posyandu untuk meningkatkan kinerja petugas kesehatan yang dilaksanakan 4 kali setahun dengan sasaran 80% dari peserta pelatihan yang diadakan di balai desa. 2. Memberikan penghargaan kepada petugas dan kader posyandu yang teladan setiap tahunnya untuk meningkan motivasi kerja.3. Memberikan penyuluhan kepada penduduk wilayah Sukamaju utamanya ibu-ibu untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya gizi dan pengolahan makanann yang benar.4. Memberikan pelatihan keterampilan mandiri dan menganjurkan menambah usaha lain selain bertani misalnya, beternak.5. Meningkatkan mutu pelayanan dari puskesmas (puskel).

DAFTAR PUSTAKAAntara. 2007. 27 Persen Balita Indonesia Alami Gizi Buruk.. Diakses pada tanggal 11 Februari 2011. http://www.antarajatim.com/lihat/berita/66070/31-persen-balita-sidoarjo-kurang-gizi

Berelson Bernard dan Stainer Gary, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.Bustan, 2002, Pengantar Epidemiologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta.Departemen Kesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 2005.Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.Hani Handoko T, 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE Yogyakarta.Kusnadi, eris. About 7 Basic Quality Tools . http://eriskusnadi.wordpress.com (Diakses pada November 2013).Moehji, Sjahmein. 2003. Ilmu Gizi, Jilid 2. Cet 1. PT Bharatara Niaga Media: Jakarta.Moehji, Sjahmein. 2003. Penanggulangan Gizi Buruk. Penerbit Papas Sinar Sinanti: Jakarta.Notoatmojo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT. Rineka Cipta.Jelliffe, D.B., &Jelliffe, E.F.P. 1989. Community Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press.Prayitno, S. 1997. Dasar-Dasar AKM. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Pudjiadi, S (2005). Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Ed.4. Jakarta: Penerbit Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sihadi.(2009). Kajian Profil Gizi Buruk Di Klinik Gizi Pusat Penelitian Dan Pengembangan Gizi Dan Makanan Bogor. PERSAGI:Jurnal persagi.org/index.php?hal=8&jmlP=13Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas : Jakarta.Susenas (2006). Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2005-2006, BeritaResmi Statistik No. 47/IX/ 1 September 2006. Jakarta: Susenas.

Supraiasa.(2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.Wahyu, M. 2011. Diambil dari www.wahyumirza.blogspot.com/2011/03/teori-herzberg-dan-teori-maslow-html. diakses pada tanggal 6 agustus 2014, jam 18.45 )Winarno, F.G., 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

CAUSENo RewardMETHODEMONEYKEKURANGAN ENERGI PROTEIN DI PKM SUKAMAJUPERSON

Pendidikan SDM kurang Budaya masyarakatrendahnya UMR

Kurangnya tenaga medisSosialisasi Kurang

Biaya operational PKM rendah

Keterlambatankinerja tenaga medisRendahnya motivasi dari masyarakat

Kurangnya empati dari tenaga medisPendapatan kurang

Lapangan kerja terbatas

Obat Kadaluarsa

LetakgeografisAkses jalan kurangDistribusi obat sulit

Obat kurang lengkap

Kurangnya sumber protein hewani Kurangnya sumber pangan hewani

Sumber air berasal dari sungaiMATERIAL

ENVIRONMENT