farkol praktikum

16
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Percobaan 1. Mahasiswa mengetahui beberapa hewan yang dapat digunakan untuk pengujian obat 2. Mahasiswa dilatih untuk mengetahui cara pemberian obat 3. Mahasiswa dilatih untuk mengetahui bagaimana pengaruh obat yang diberikan secara berbeda rute pemberian. 1.2. Latar Belakang Keandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam suatu pengamatan sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu alat atau obyek tertentu untuk dapat membantunya dan yang dapat pula dipergunakan sebagai subyek dalam penelitian, diantaranya adalah dengan mempergunakan hewan-hewan percobaan. Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang diinginkan, sebagai model, di samping itu di bidang farmasi juga digunakan sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu obat sebelum diberikan kepada

Upload: tressa-amandha-demia

Post on 29-Sep-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

FARMAKOLOGI

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan1. Mahasiswa mengetahui beberapa hewan yang dapat digunakan untuk pengujian obat2. Mahasiswa dilatih untuk mengetahui cara pemberian obat3. Mahasiswa dilatih untuk mengetahui bagaimana pengaruh obat yang diberikan secara berbeda rute pemberian.

1.2. Latar BelakangKeandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam suatu pengamatan sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu alat atau obyek tertentu untuk dapat membantunya dan yang dapat pula dipergunakan sebagai subyek dalam penelitian, diantaranya adalah dengan mempergunakan hewan-hewan percobaan. Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang diinginkan, sebagai model, di samping itu di bidang farmasi juga digunakan sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu obat sebelum diberikan kepada manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun lalu. Agar mengetahui bagaimana cara kita sebagai mahasiswa maupun sebagai seorang peneliti dalam hal ini mengetahui tentang kemampuan obat pada seluruh aspeknya yang berhubungan dengan efek toksiknya maupun efek sampingnya tentunya kita membutuhkan hewan uji atau hewan percobaan. Hewan coba adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologis. Hewan laboratorium tersebut di gunakan sebagai uji praktek untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan yang sering dipakai dalam penelitian maupun praktek yaitu : Kelinci (Oryctolagus cuniculus) Marmut (Cavia parcellus), Mencit (Mus musculus), Tikus (Rattus novergicus). Pada percobaan kali ini kami melakakuan penanganan hewan coba pada mencit (Mus musculus)

1.3. HipotesisMetode yang paling baik di gunkan adalah peroral karna dapar di peroleh efek yang sistemik yaitu obat beredar ke seluruh tubuh. Urethan menimbulkan efek anaestasi, menurunkan aktifitas, dan membuat mengantukMenurut literatur, pemberian obar secara oral merupakan cara pemberian obar secara umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kefarmasian senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang ( the art of weighing). Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan hewan coba. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat (Marjono,M. 2011)

Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemikb. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lamac. Stabilitas obat di dalam lambung atau ususd. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rutee. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokterf. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam rute.Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990). Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectalb. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutanc. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.

Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telingab. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paruc. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut dalam cairan badanRute penggunaan obat dapat dengan cara:a. Melalui rute oralb. Melalui rute parenteralc. Melalui rute inhalasid. Melalui rute membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainyae. Melalui rute kulit (Anief, 1990).Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan ( Siswandono dan Soekardjo, B., 1995).Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anesthesia, koma, sampai dengan kematian. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya merupakan tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu (Ganiswara, 1995).Barbiturat secara oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Bentuk garam natrium lebih cepat diabsorbsi dari bentuk asamnya. Mula kerja bervariasi antara 10-60 menit, bergantung kepada zat serta formula sediaan dan dihambat oleh adanya makanan didalam lambung. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat lewat plasenta, ikatan dengan PP sesuai dengan kelarutannya dalam lemak, thiopental yang terbesar, terikat lebih dari 65%. Kira-kira 25% fenobarbital dan hampir semua aprobarbital diekskresi kedalam urin dalam bentuk utuh (Ganiswara, 1995).Resorpinya di usus baik (70-90%) dan lebih kurang 50% terikat pada protein; plasma-t -nya panjang, lebih kurang 3-4 hari, maka dosisnya dapat diberikan sehari sekaligus. Kurang lebih 50% dipecah menjadi p-hidrokdifenobarbitat yang diekskresikan lewat urin dan hanya 10-30% dalam kedaan utuh. Efek sampingnya berkaitan dengan efek sedasinya, yakni pusing, mengantuk, ataksia dan pada anak-anak mudah terangsang. Bersifat menginduksi enzim dan antara lain mempercepat penguraian kalsiferol (vitamin D2) dengan kemungkinan timbulnya rachitis pada anak kecil. Pengunaannya bersama valproat harus hati-hati, karena kadar darah fenobarbital dapat ditingkatkan. Di lain pihak kadar darah fenitoin dan karbamazepin serta efeknya dapat diturunkan oleh fenobarbital. Dosisnya 1-2 dd 30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali); pada anak-anak 2-12 bulan 4 mg/kg berat badan sehari; pada status epilepticus dewasa 200-300 mg (Tjay dan Rahardja, 2006).

BAB IIIMETODOLOGI

3.1. Alat dan Bahana. Alat1. Jarum suntik2. Timbangan hewan cobab. Bahan 1. Kelinci2. Mencit3.2. Prosedur Percobaana. Penanganan hewan coba Setiap mahasiswa mendapatkan 1 ekor tikus dan 1 ekor mencit Diamati keadaan biologi dari hewan coba meliputi; bobot badan, frekwensi jantung, laju nafas, reflex, tonus otot, kesadaran, rasa nyeri dan gejala lainnya bila ada.b. Rute pemberian obat Setiap kelompok mahasiswa mendapatkan 2 ekoe hewan Dalam satu kelas dibagi menjadi dua kelompok besar (I dan II) Ditimbang mencit untuk menentukan dosis obat yang akan diberikan secara oral, subkutan dan interperitoneal (urethane 1,8g/kg bb)

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Pengamatan

Data Biologis HClHewan Coba

Hewan Coba 1 (Tikus)Hewan Coba 2 (Mencit)

Berat badan180 gram18 gram

Frekuensi jantung96/menit68/menit

Laju nafas148/menit84/menit

Refleks++++++

Tonus otot++++++

Kesadaran++++++

Rasa nyeri++++++

Gejala lain: Salipasi Urinasi Defkasi Kejang++++++++++++++++++++++++

4.2. Perhitungan1. TikusUrethan 10% (1,8 gr/kg BB)Dosis konversi = ~ X = = 0,324 gramDosis penyuntikan = ~ X = = 3,24 ml2. Mencit (Berat badan 18 gram)Dosis konversi = x X = = 0,0324 gramDosis penyuntikan = ~ X = = 0,324 ml

4.3. Pembahasan Pada praktikum ini, di lakukan berbagai macam cara perlakuan terhadap hewan coba yaitu mencit dan tikus dan berbagai macam cara pemberian obat urethan kepada mencit dan tikus. Pada awalnya mencit bersifat normal (aktif berlari, memanjat, dan lain lain). Kemudian cara penyuntikan obat urethan ke masing-masing mencit dengan berbagai macam cara pemberian obat, yaitu oral, intra vena, intra peritoneal, intra muscular, dan subcutan. Dosis yang diberikan kepada masing-masing mencit berbeda-beda, sesuai dengan berat badan mencit masing-masing. Sesuai dengan literature injeksi melalui vena dilihat paling cepat memberikan efek obatnya. Itu disebabkan obat langsung diinjeksikan ke dalam pembuluh darah vena, sehingga distribusi dan absorpsi obat lebih cepat. Sedangkan oral sangat lama kerjanya, dikarenakan obat harus diabsorpsi melalui saluran cerna terlebih dahulu dan juga hewan percobaan rentan sekali mati dikarnakan adanya kesalahan pada teknis pemberian obatMencit dan tikus yang menjadi hewan percobaan kali ini sangat aktif dan bisa dikatakan sehat, karena setelah di lihat dari berbagai aspek hewan tersebut terlihat normal, apalagi dilihat dari segi ketangkasannya. Dan pada saat perlakuan terhadap mencit dan tikus haruslah secara perlahan dikarenakan kalo diperlakukan secara kasar hewan tersebut semakin sulit dikendalikan.

kali ini yaitu perhitungan dosis, dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot hewan coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis yang berbeda-beda. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu faktor obat itu sendiri dalam tubuh, misalnya sifat-sifat fisikokimia obat. Sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi, antara lain:1. Stabilitas pada pH lambung,2. stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan,3. stabilitas terhadap flora usus4. kelarutan dalam air atau cairan saluran cerna5. ukuran molekul,6.derajat ionisasi pada pH salauran cerna,6. kelarutan bentuk non-ion dalam lemak,7. stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran cerna, dan8. stabilitas terhadap enzim-enzim di dalam hati.

BAB VKESIMPULAN

5.1 KesimpulanDari hasil percobaam pengenalan hewan coba dan rute pemberian obat kali ini dapat disimpulkan bahwa:1. Tikus dan mencit yang menjadi bahan percobaan kali ini sangat aktif setelah dilihat dari segi ketangkasan dan dari berbagai aspek2. Pemberian obat yang baik adalah secara peroral karena dapat menyebar ke seluruh tubuh walaupun efek yang diinginkannya lambat3. Dosis penyuntikan yang dilakukan haruslah sesuai dengan berat badannya 4. Dosis urethan pada mencit dengan berat badan 18 gram adalah 0,0324 gram sedangkan dosis penyuntikanya sebanyak 0,324 ml. Sedangkan dosis urethan pada tikus dengan berat badan 1,8 gram/kg BB adalah 0,324 gram dan dosis penyuntikannya sebanyak 324 ml.5.