evaluasi implementasi peraturan daerah kota …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/achmad hafidz...

135
EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Publik Oleh: Achmad Hafidz Rifai NIM 6661111159 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2018

Upload: truongdieu

Post on 08-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH

KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2012

TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN,

GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Publik

Oleh:

Achmad Hafidz Rifai

NIM 6661111159

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2018

Page 2: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

ABSTRAK

Achmad Hafidz Rifai. NIM: 6661111159. SKRIPSI. Evaluasi Implementasi

Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 05 Tahun 2012 Tentang

Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen. Program

Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Dr. Dirlanudin, M.Si.,

Pembimbing II: Rahmawati, S.Sos., M.Si.

Penelitian mengenai Evaluasi Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen ini dilatarbelakangi oleh maraknya anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen yang melakukan aktivitas dijalan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen. Penelitian ini menggunakan teori evaluasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Nurcholis, dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data yang dikembangkan oleh Miles dan huberman. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan peraturan daerah ini masih belum berjalan dengan optimal. Sarana dan prasarana pendukung pembinaan seperti balai pelatihan, dan instruktur pelatih belum tersedia, sehingga kegiatan pembinaan tidak efisien. Dan juga sanksi bagi yang melanggar ketentuan didalam peraturan daerah ini belum di terapkan. Peneliti memberikan saran agar disediakannya balai dan instruktur pelatihan agar kegiatan pembinaan lebih efisien. Dan juga perlu adanya koordinasi dengan kepolisian dalam penindakan dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi.

Kata kunci : Anak Jalanan, Evaluasi, Implementasi, Pembinaan, Peraturan Daerah Kota Tangerang

Page 3: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

ABSTRACT

Achmad Hafidz Rifai. NIM: 6661111159. Thesis. Evaluation of the Implementation of Tangerang City’s Regional Regulation Number 05 of 2012 About The Guidance of Street Children, Vagrants, Beggars and Street Singers. Department of Public Administration. Faculty of Social and Political Science. Sultan Ageng Tirtayasa University. First Advisor, Dr. Dirlanudin, M.Si., Second Advisor, Rahmawati, S.Sos., M.Si.

Research on Evaluation of the Implementation of Tangerang City’s Regional Regulation Number 05 of 2012 About The Guidance of Street Children, Vagrants, Beggars and Street Singers is motivated by the rise of street children, vagrants, beggars and street singers who do activities on the street. The purpose of this research is to evaluate the implementation of Tangerang city’s regional regulation number 05 of 2012 about the guidance of street children, vagrants, beggars and street singers. This research is using public policy evaluation theory proposed by Nurcholis, with using descriptive-qualitative method. Data analysis techniques used are techniques developed by Miles and huberman. The results of this research indicate that the implementation of this regulation is still not running optimally. Supporting facilities and infrastructure for coaching, such as training centers and training instructors are not available, so inefficient coaching activities. And also punishment for those who violate the provisions in this regional regulation has not been applied. Researchers provide suggestions for the provision of training centers and instructors so that coaching activities are more efficient. And also need to coordinate with the police in the prosecution and sanctions against violations that occurred.

Keywords: Evaluation, Guidance, Implementation, Tangerang city’s regional regulation, Street children

Page 4: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : ACHMAD HAFIDZ RIFAI

NIM : 6661111159

Judul : Evaluasi Implementasi Peraturan Daerah Kota TangerangNomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan,Gelandangan, Pengemis dan Pengamen

Telah diuji dihadapan dewan penguji sidang skripsi dan komprehensif di Serang,Tanggal ..... Juli 2018 dan dinyatakan LULUS.

Serang, ..... Juli 2018

Mengetahui,

Ketua Penguji,

Listyaningsih, S.Sos, M.Si

NIP. 197603292003122001

Anggota,

Riny Handayani, M.Si

NIP. 196109031987031001

Anggota,

Dr. Dirlanudin, M. Si

NIP. 196109031987031001

.........................................

.........................................

.........................................

Dekan FISIP UNTIRTA

Dr. Agus Sjafari, M. Si

NIP. 197108242005011002

Ketua Program Studi

Listyaningsih, S.Sos, M.Si

NIP. 197603292003122001

Page 5: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Achmad Hafidz Rifai

NIM : 6661111159

Judul Skripsi : Evaluasi Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang

Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan,

Gelandangan, Pengemis dan Pengamen

Serang, Juni 2018

Skripsi ini Telah Disetujui untuk Disajikan,

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Dirlanudin, M.Si Rahmawati S.sos., M,SiNIP. 196109031987031001 NIP. 1979052520050012001

Mengetahui,

Dekan FISIP

Dr. Agus Sjafari, M.SiNIP. 19710824005011002

Page 6: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Achmad Hafidz Rifai

NIM : 6661111159

Tempat tanggal lahir : Tangerang, 17 Juli 1993

Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Evaluasi Implementasi Peraturan

Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan,

Gelandangan, Pengemis dan Pengamen” adalah hasil karya saya sendiri, dan

seluruh sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan

benar. Apabila di kemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur plagiat,

maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.

Serang, Juli 2018

Achmad Hafidz Rifai

Nim. 6661111159

Page 7: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan nikmat, karunia serta hidayah-Nya hingga penyusunan skripsi ini

terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan

Nabi Muhammad SAW. Tak lupa peneliti ucapkan terima kasih yang tak

terhingga bagi kedua orang tua yang telah mengorbankan waktu, tenaga,

kesabaran serta doa yang tak pernah putus.

Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik pada Program Studi Ilmu

Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa. Skripsi ini berjudul “Evaluasi Implementasi Peraturan

Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak

Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen”

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti juga memperoleh bantuan

bimbingan dan saran baik berupa moril maupun materiil. Untuk itu, dalam

kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

Page 8: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

ii

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Rahmawati, M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa serta selaku Dosen

Pembimbing II dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah meluangkan

waktunya membimbing peneliti dari awal hingga akhir dan membagi

ilmunya untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Imam Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Listyaningsih, S.Sos., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi

Publik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

7. Dr. Dirlanudin, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan

waktunya dan membagi ilmunya untuk membimbing peneliti dalam

menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sultan Ageng Tirtayasa yang telah memberikan ilmu selama menjalani

perkuliahan.

9. Dinas Sosial Kota Tangerang yang telah membantu peneliti dalam

penyediaan data untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang yang telah membantu peneliti

dalam penyediaan data untuk menyelesaikan skripsi ini.

Page 9: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

iii

11. Kedua orang tua, Ayahanda Edy Hartono dan Ibu Juhaefah dan keluarga

yang telah membimbing, mendoakan, sabar, dan memberikan motivasi

kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

12. Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan, Andrianto, Dimas Rian,

Eko Jumantoro, Muhammad Adriansyah, Shella Novianti, Vergie Putri

Gayatri dan Veronica Puspaningtyas yang selalu memberikan saran dan

dukungan kepada penulis.

13. Terimakasih kepada teman-teman, Chairul Anwar, Indra Mirza, Muamar

Ilham, Nurul Fitri dan Titis Srikandi yang selalu memberi dukungan

kepada penulis.

14. Teman-teman mahasiswa kelas B Program Studi Ilmu Administrasi Publik

angkatan 2011 yang telah memberikan banyak pengalaman, dukungan,

serta doa.

15. Teman-teman Mahasiswa Administrasi Publik Angkatan 2011 yang selalu

memberikan saran dan dukungan kepada penulis.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih

banyak atas segala bantuan dan dukungannya.

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, begitu pun pada skripsi yang

masih jauh dari sempurna ini. Oleh karena itu, peneliti menerima saran dan kritik

yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

peneliti khususnya bagi almamater beserta para pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Page 10: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

iv

Tangerang, Juni 2018

Peneliti

Achmad Hafidz R.

Page 11: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR ORISINALITAS

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Identifikasi Masalah 12

1.3 Rumusan Masalah 13

1.5 Tujuan Penelitian 13

1.6 Manfaat Penelitian 13

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

ASUMSIDASAR PENELITIAN

2.1 Deskripsi Teori 15

2.1.1 Kebijakan Publik 15

2.1.2 Implementasi Kebijakan 17

Page 12: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

v

2.1.3 Evaluasi Kebijakan 21

2.1.3.1 Definisi Evaluasi Kebijakan 21

2.1.3.2 Kendala Evaluasi Kebijakan 24

2.1.3.3 Model Evaluasi Kebijakan 25

2.1.3.4 Fungsi dan Tujuan Evaluasi Kebijakan 28

2.1.4 Pembinaan 30

2.1.5 Anak Jalanan 30

2.1.6 Gelandangan, Pengemis dan Pengamen 32

2.2 Penelitian Terdahulu 33

2.3 Kerangka Pemikiran 36

2.4 Asumsi Dasar 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian 40

3.2 Fokus Penelitian 42

3.3 Lokasi Penelitian 43

3.4 Variabel Penelitian 44

3.4.1 Definisi Konsep 44

3.4.1 Definisi Operasional 44

3.5 Instrumen Penelitian 46

3.6 Informan Penelitian 48

Page 13: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

vi

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 49

3.8 Uji Keabsahan Data 56

3.9 Jadwal Penelitian 57

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian 59

4.1.1 Gambaran Umum Kota Tangerang 59

4.1.2 Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Tangerang 63

4.2 Deskripsi Data 71

4.2.1 Data Informan Penelitian 74

4.3 Pembahasan 75

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian 101

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 113

5.2 Saran 116

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 14: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

vii

DAFTAR TABEL

2.1 Kriteria Evaluasi Menurut William N. Dunn 26

3.1 Daftar Informan Penelitian 49

3.2 Pedoman Wawancara 51

3.3 Jadwal Penelitian 59

4.1 Jumlah Kecamatan di Kota Tangerang 62

4.2 Daftar Informan Penelitian 75

4.3 Hasil Temuan Lapangan Atas Dimensi Input 105

4.4 Hasil Temuan Lapangan Atas Dimensi Proses 108

4.5 Hasil Temuan Lapangan Atas Dimensi Output 110

4.6 Hasil Temuan Lapangan Atas Dimensi Outcome 111

Page 15: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

viii

DAFTAR GAMBAR

1.1 Jumlah PMKS Menurut Jenis dan Kecamatan di Kota Tangerang 8

2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 38

3.1 Analisis Data Menurut Miles dan Huberman 54

4.1 Peta Administratif Kota Tangerang 61

Page 16: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Negara berkembang seperti Indonesia secara berkelanjutan melakukan

pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan negara yang

tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi

segenap Bangsa Indonesia dan melindungi seluruh tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia. Agar tujuan negara tersebut dapat terlaksana,

dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu melaksanakannya dengan

baik, sehingga perlu di persiapkan sejak dini. Maka dari itu, perkembangan

anak telah menjadi perhatian yang penting mulai dari usia dini anak perlu di

didik agar kelak mampu bersaing dengan dunia internasional.

Setiap anak pada dasarnya memiliki hak yang sama, termasuk Anak

Jalanan, mereka juga berhak atas pendidikan, kesehatan dan hak

perlindungan. Dalam menjamin hak tersebut pemerintah menuangkan pada

suatu kebijakan berupa Undang-undang perlindungan anak nomor 23 tahun

2002 yang menjelaskan bahwa setiap anak adalah tunas potensi dan generasi

muda penerus cita-cita bangsa, memiliki peran yang strategis dan mempunyai

ciri serta sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan

negara pada masa depan. UU Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 4 Tentang

Page 17: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

2

Perlindungan anak menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk hidup,

tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat

dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.

UU Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 8 menyatakan setiap anak berhak

memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan

kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial, keberadaan anak di jalanan

dikarenakan tidak terpenuhinya hak-hak mereka selama berada di ranah

domestik, karena adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang

menjadi salah satu penyebab anak turun ke jalan. Beberapa anak jalanan

harus berada di jalanan karena keadaan ekonomi keluarga juga menunjukan

kegagalan dalam pemenuhan hak asuh yang ideal untuk keadaan anak. Pada

pasal 34 UUD 1945 juga sudah jelas ditegaskan fakir miskin dan anak

terlantar dipelihara oleh negara dan apabila dikaitkan dengan UU Nomor 23

Tahun 2002, yang menjelaskan tentang perlindungan anak maka lengkaplah

suatu peraturan yang melindungi hak-hak anak.

Maka dari itu diperlukan adanya upaya perlindungan untuk

mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap

pemenuhan hak-hak serta adanya perbedaan tanpa adanya diskriminasi.

Selain itu dibentuk pula Komisi Nasional Perlindungan Anak dengan tujuan

memantau, memajukan dan melindungi hak-hak anak serta mencegah

berbagai kemungkinan pelanggaran hak anak yang dilakukan oleh negara,

perorangan ataupun lembaga. Anak-anak sebagai manusia juga perlu

Page 18: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

3

dihargai, maka pada tanggal 23 juli ditetapkan sebagai hari anak nasional

berdasarkan Keppres Nomor 4 tahun 1984. Anak jalanan seringkali menjadi

konotasi negatif dimata sebagian masyarakat. Mereka sering dianggap

meresahkan dan mengganggu ketertiban umum. Mereka yang masih anak-

anak terkadang sudah terlibat ke dalam aktivitas-aktivitas yang mengarah

kepada tindak kriminal seperti pencopetan, penodongan, dan tindak kriminal

lainnya. Tetapi anggapan tersebut yang merupakan pandangan masyarakat

secara umum tidak sepenuhnya benar karena tidak semua anak di jalanan

melakukan kegiatan-kegiatan demikian. Pekerjaan yang dilakukan anak-anak

jalanan ini seharunya perlu mendapat perhatian dan penanganan khusus dari

pemerintah daerah dan dinas terkait, karena anak-anak pada usia mereka

sudah semestinya berada di sekolah untuk mendapat pendidikan.

Perkembangan Kota Tangerang yang pesat memicu peningkatan pusat-

pusat keramaian. Seiring dengan banyaknya pusat keramaian, berbanding

lurus dengan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

yang banyak terlihat di area sekitar pusat keramaian tersebut, seperti mall,

lampu lalu lintas, terminal, dan sebagai nya. Anak jalanan, gelandangan,

pengemis dan pengamen merupakan masalah daerah yang membutuhkan

langkah-langkah penanganan yang sistematik, terkoordinasi dan terintegrasi,

dalam pelaksanaannya perlu dilakukan secara bersinergi antara pemerintah

dan non-pemerintah. Keberadaan mereka juga cenderung membahayakan diri

sendiri dan orang lain, juga menimbulkan ketidaktentraman dijalan umum,

serta memungkinkan mereka menjadi sasaran eksploitasi dan tindak kriminal.

Page 19: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

4

Merebaknya Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen

menjadi permasalahan yang sangat kompleks yang perlu mendapatkan

perhatian serius dari banyak pihak, baik keluarga, masyarakat, maupun

pemerintah. Sejauh ini perhatian tersebut nampaknya belum efektif dan

solutif, belum memadai, belum terencana, dan terintegrasi dengan baik. Anak

jalanan merupakan kategori anak yang tidak berdaya. Secara psikologis, anak

jalanan adalah anak-anak yang pada suatu taraf tertentu belum memiliki

cukup mental dan emosional yang kuat, sementara mereka harus bergelut

dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi

perkembangan dan pembentukan kepribadiannya.

Anak jalanan seharusnya dilindungi dan dijamin hak-haknya

sebagaimana anak pada umumnya agar menjadi manusia yang bermanfaat

dan bermasa depan cerah. Anak-anak perlu mendapatkan hak-haknya secara

normal sebagaimana layaknya, antara lain hak sipil dan kemerdekaan (civil

right and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family

environment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic

health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, leisure, and

culture activities), dan perlindungan khusus (special protection) (Darmawan,

2008 : 28).

Hak-hak anak tersebut yang seharusnya diterima oleh seorang anak

belum dapat terpenuhi, sehingga seorang anak terpaksa memilih untuk hidup

di jalanan. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “fakir miskin dan anak

terlantar dipelihara oleh Negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung

Page 20: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

5

jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan fakir miskin dan anak-anak

terlantar, termasuk anak jalanan, gelandangan dan pengemis. Hak-hak asasi

anak terlantar dan anak jalanan, pada hakikatnya sama dengan hak-hak asasi

manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU Nomor 39 tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan dalam Pengesahan Konvensi Hak-hak

Anak (Convention on the Right of the Child ) yang diadopsi oleh PBB pada

tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui Keputusan

Presiden Nomor 36 tahun 1990 telah meletakkan dasar utama bagi

pemenuhan hak-hak anak. Menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor.

23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjelaskan bahwa “Setiap anak

berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan

pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan termasuk anak

jalanan” (Herlina, Apong, 2003).

Selain anak jalanan, pesatnya perkembangan kota juga tidak dapat

dipungkiri menjadi daya tarik bagi PMKS lain yang dalam hal ini adalah

Pengamen, Pengemis dan gelandangan. Pengamen adalah seseorang atau

sekelompok yang melakukan apresiasi seni melalui proses suatu latihan

dengan menampilkan suatu karya seni, yang dapat didengar dan dinikmati

oleh orang lain, sehingga orang lain merasa terhibur yang kemudian orang

lain memberikan jasa atau imbalan atas kegiatannya itu secara ikhlas.

Maraknya fenomena gelandangan dan pengemis di kota-kota besar

tentunya disebabkan oleh berbagai faktor-faktor tertentu. Masalah sosial

gelandangan dan pengemis merupakan masalah yang sangat kompleks karena

Page 21: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

6

mencakup berbagai aspek, antara lain yaitu aspek sosial, aspek budaya, aspek

psikologi, aspek hukum, aspek ekonomi, dan aspek keamanan. Permasalahan

gelandangan dan pengemis saat ini masih tetap menjadi beban pembangunan

nasional dewasa ini untuk itu peran pemerintah dan masyarakat untuk

menanggulangi permasalahan ini tentunya harus dilakukan secara bersama-

sama, sehingga mampu mengurangi kesenjangan sosial yang ada. (Fitriyati,

2014:http://nurfitriyati.blogspot.co.id/2014/10/fenomena-gelandangan-dan-

pengemis-serta.html).

Permasalahan gelandangan dan pengemis saat ini masih tetap menjadi

beban pembangunan nasional dewasa ini untuk itu peran pemerintah dan

masyarakat untuk menanggulangi permasalahan ini tentunya harus dilakukan

secara bersama-sama, sehingga mampu mengurangi kesenjangan sosial yang

ada, gelandangan dan pengemis merupakan kantong kemiskinan yang hidup

di perkotaan hal ini disebabkan karena faktor ekonomi dan kebutuhan hidup

yang semakin mendesak. (Tira,

2012:https://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid

=1496)

Pengemis merupakan gejala sosial yang selalu hadir di tengah-tengah

dinamika perkembangan suatu wilayah perkotaan maupun pedesaan. Secara

fisik, pengemis juga berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya, tetapi

sesungguhnya mereka terisolasi karena tidak bisa mencapai fasilitas yang ada.

Mengemis itu sendiri adalah kegiatan meminta-minta bantuan, derma,

sumbangan baik kepada perorangan atau lembaga yang identik dengan

Page 22: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

7

penampilan pakaian yang serba kumal sebagai sarana untuk mengungkapkan

kebutuhan apa adanya dengan berbagai cara lain untuk menarik simpati orang

lain. (Shalih bin Abdullah, 2003:17).

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980,

orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta di muka

umum dengan berbagai cara dan alasan dengan mengharapkan belas kasihan

dari orang lain disebut dengan pengemis. Pengemis adalah orang yang tidak

mempunyai penghasilan yang tetap dan pada umumnya hidup dengan cara

mengandalkan belas kasihan dari orang lain.

Gelandangan dan pengemis adalah dua hal yang berbeda meskipun

keduanya sama-sama masuk ke dalam kategori Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS). Sebagian dari gelandangan ada yang bekerja

sebagai pengemis, tetapi tidak selalu pengemis adalah bagian dari

gelandangan. Karena gelandangan pada umumnya tidak memiliki tempat

tinggal, tetapi seorang pengemis tidak jarang mereka memiliki rumah atau

juga tempat tinggal. Sedangkan gelandangan, mereka adalah orang-orang

yang tidak memiliki rumah atau tempat tinggal yang tetap.

Kota Tangerang sendiri sebenarnya sudah memiliki peraturan daerah

yang mengatur tentang pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan

pengamen, yaitu peraturan daerah nomor 5 tahun 2012 tentang pembinaan

anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Namun dalam

pelaksanaannya peraturan daerah masih ini belum menunjukkan hasil yang

maksimal.

Page 23: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

8

Gambar 1.1

Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menurut

Jenis dan Kecamatan di Kota Tangerang pada Tahun 2015

(sumber : Bab IV : Sosial. Kota Tangerang Dalam Angka 2016)

Berdasarkan pada tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pada tahun 2011

terdapat 110 anak jalanan, 78 pengemis dan 45 gelandangan, setelah

diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 5 pada Tahun 2012, jumlah anak

jalanan mengalami penurunan sebanyak 1 orang menjadi 109, pengemis

meningkat menjadi 85 orang, dan gelandangan menurun menjadi 27 orang.

Namun setelah satu tahun berjalan, pada tahun 2013 jumlah anak jalanan,

Page 24: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

9

pengemis dan gelandangan tidak mengalami perubahan, hal ini dapat

diartikan bahwa setelah berlakunya Peraturan daerah Nomor 5 tersebut belum

memberikan dampak yang signifikan.

Menurut observasi awal peneliti, ada beberapa masalah mengenai

pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan

Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen ini, masalah pertama

adalah kurangnya sosialisasi dengan masyarakat mengenai Peraturan daerah

Nomor 5 tentang larangan memberi uang ataupun barang kepada anak

jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Bapak Caryo selaku staff

Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Tangerang menyatakan bahwa

metode sosialisasi yang diakukan Dinas Sosial Kota Tangerang terkait

dengan Peraturan daerah nomor 5 ini, dilakukan dengan menempatkan

sejumlah banner pada halte-halte, terminal dan lampu lalu lintas dirasa masih

kurang tanpa adanya sosialisasi yang dilakukan dengan terjun langsung

kepada masyarakat. Sosialisasi yang dimaksud adalah mengenai sanksi dan

larangan memberi kepada Para PMKS oleh masyarakat. Dengan masih

adanya dukungan dari masyarakat dengan cara masyarakat masih memberi

uang kepada anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen ini

membuat mereka merasa nyaman dengan mudahnya mencari uang di jalan

tersebut, hal ini yang membuat mereka kembali turun ke jalan dan kembali

melakukan aktifitas mengemis dan mengamen, seperti yang di sampaikan

pada wawancara dengan staff Dinas Sosial Kota Tangerang. (sumber : hasil

wawancara observasi awal dengan Bapak Caryo Wijaya, staff Bidang

Page 25: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

10

Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Tangerang, 23 Ferbruari 2016, Dinas

Sosial Kota Tangerang).

Permasalahan yang kedua adalah kurangnya sarana dan prasarana yang

diperlukan untuk kegiatan pembinaan dan rehabilitas sosial yang dimiliki

oleh Dinas Sosial Kota Tangerang. Bapak Caryo Wijaya selaku staff bidang

Rehabilitasi sosial dinas sosial Kota Tangerang menuturkan bahwa dinas

sosial Kota Tangerang masih belum memiliki rumah singgah, panti sosial,

pusat rehabilitasi ataupun rumah pelatihan sebagai sarana penunjang dalam

melakukan kegiatan pembinaan dan rehabilitasi. Selama ini, kegiatan

rehabilitasi dan pembinaan para PMKS yang terjaring razia oleh dinas sosial

Kota Tangerang dititipkan ke panti sosial Bina Karya milik Kementrian

Sosial yang terletak di wilayah Bekasi Timur.

Permasalahan yang ketiga adalah belum terlaksananya beberapa

instrumen dalam Peraturan Daerah Nomor 5 tentang Pembinaan Anak

Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen, pada peraturan daerah

tersebut terdapat pasal yang mengatur tentang pengenaan sanksi kepada Anak

jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen itu sendiri maupun kepada

masyarakat yang memberi uang ataupun barang kepada mereka, larangan

tersebut tertuang dalam pasal 16 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap

dilarang memberi uang dan/atau barang kepada anak jalanan, gelandangan,

pengemis dan pengamen di jalan umum. Dan dijatuhkan sanksi kepada orang

yang melakukan pelanggaran tersebut seperti tertuang dalam pasal 18 ayat 1

yang menyatakan bahwa pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud

Page 26: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

11

dalam pasal 16 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan

atau denda paling banyak Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah). Penegakan

hukum berupa penjatuhan sanksi tersebut belum terlaksana dikarenakan

kurangnya fungsi pengawasan terkait sanksi tersebut. (sumber : hasil

observasi awal dan wawancara dengan Bapak Caryo Wijaya, staff bagian

Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Tangerang, 23 Ferbruari 2016, Dinas

Sosial Kota Tangerang).

Masalah berikutnya adalah banyaknya anak jalanan, gelandangan,

pengemis dan pengamen (PMKS) yang tidak kooperatif. Banyak dari mereka

hanya menjadikan proses pembinaan sebagai dalih untuk menggugurkan

kesalahan. Bapak Caryo Wijaya selaku staff Dinas Sosial Kota Tangerang

menuturkan bahwa para PMKS tersebut mengajukan diri untuk ikut

pembinaan pada saat mereka terjaring razia PMKS, namun alasan mereka

untuk ikut pembinaan adalah bukan murni karna ingin mengikuti pelatihan

atau pembinaan. Mereka mengatakan ingin ikut pelatihan dan pembinaan

semata karena agar lebih cepat dibebaskan, namun saat di hubungi menjelang

waktu pemberangkatan, tidak ada respon dari para PMKS yang mendaftar

kegiatan pembinaan dan pelatihan tersebut. Hal ini berkaitan dengan

permasalahan pertama di mana tidak terdapatnya panti ataupun rumah

singgah untuk menampung para PMKS yang telah terjaring razia.

Dengan latar belakang demikian tersebut, penulis tertarik untuk

mengetahui lebih dalam mengenai bagaimana Evaluasi pelaksanaan Peraturan

Page 27: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

12

Daerah Kota Tangerang nomor 5 tahun 2012 tentang pembinaan anak jalanan,

gelandangan, pengemis dan pengamen.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah peneliti

jelaskan, peneliti dapat mengidentifikasikan beberapa masalah yang

menyangkut dengan Evaluasi Peraturan daerah Nomor 5 Kota Tangerang

tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen,

antara lain.

1. Kurangnya koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial kepada

masyarakat terkait sanksi dan larangan dalam Peraturan Daerah Kota

Tangerang Nomor 5 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan,

Pengemis dan Pengamen.

2. Belum terlaksananya fungsi penegakan hukum terkait sanksi yang

terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tentang

Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen

3. Belum tersedianya rumah singgah, rumah pelatihan, pusat

rehabilitasi, dan panti asuhan bagi anak-anak jalanan, gelandangan,

pengemis dan pengamen di Kota Tangerang.

4. Tidak kooperatifnya penyandang masalah kesejahteraan sosial

(PMKS) yang hanya menjadikan kegiatan pembinaan hanya sebagai

alasan penggugur kesalahan.

Page 28: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

13

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan maka

rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana evaluasi pelaksanaan

peraturan daerah Kota Tangerang nomor 5 tahun 2012 setelah peraturan

tersebut diberlakukan?”

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, peneliti mempunyai tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana

Evaluasi Peraturan Daerah Kota Tangerang nomor 5 tentang Pembinaan Anak

Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dapat

memberikan kemanfaatan sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat

menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman penelitian dalam

pengembangan ilmu sosial khususnya ilmu Administrasi Publik di

bidang Kebijakan Publik tentang Evaluasi. Sehingga penelitian ini

dapat memberikan masukan kepada instansi dan stakeholder

terkait.

Page 29: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

14

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat

mengembangkan kemampuan dan pengetahuan peneliti dalam

mengamati fenomena sosial, dan khasanah ilmu pengetahuan lain

dalam mengikuti program studi Ilmu Administrasi Publik. Manfaat

penelitian ini juga dapat dijadikan referensi tambahan untuk Dinas

Sosial Kota Tangerang, dan seluruh lapisan masyarakat sehingga

dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi seluruh pembaca

pada penelitian selanjutnya.

Page 30: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

15

BAB II

DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN ASUMSI

DASAR PENELITIAN

2.1.Deskripsi Teori

Deskripsi teori adalah mengkaji berbagai teori yang relevan dengan

permasalahan yang sedang peneliti kaji, kemudian menyusunnya secara

teratur dan rapi yang kemudian digunakan untuk merumuskan fenomena

permasalahan.

Penggunaan teori dalam penelitian akan memberikan acuan bagi

peneliti dalam melakukan analisis terhadap masalah sehingga dapat

menyusun pertanyaan dengan rinci dalam proses penelitian sehingga

memperoleh jawaban atas masalah yang telah di rumuskan. Oleh karena itu,

pada bab ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian yang berjudul Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 5

Kota Tangerang Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

dan Pengamen.

2.1.1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah sebuah pilihan kebijakan yang dibuat oleh

pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, ataupun pilihan

pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan, menyangkut pilihan yang

harus dilakukan dan ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah

Page 31: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

16

dalam bidang tertentu. Ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ketika

itu pemerintah mengalokasikan nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap

kebijakan mengandung seperangkat nilai di dalamnya.

Pada dasarnya ada perbedaan makna antara konsep “kebijakan” dan

“kebijaksanaan”. Kebijakan merupakan suatu keputusan yang telah

ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan pertimbangan tertentu. Sedangkan

kebijaksanaan berkenaan pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan

kondisi tertentu yang berada di luar kebijakan yang telah ditetapkan

berdasarkan alasan tertentu yang berkaitan dengan kondisi yang mendesak

yang bersifat kemanusiaan. (abidin, 2012:3)

Secara konseptual definisi kebijakan publik dikemukakan oleh W.I

Jenkins (1978) dalam Wahab (2012:15) adalah sebagai berikut :

“kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam kewenangan kekuasaan para aktor tersebut”

Sedangkan Lemieux dalam Wahab (2012:15) menjelaskan bahwa:

“kebijakan publik adalah produk aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah publik yang terjadi di lingkungan tertentu yang dilakukan oleh aktor-aktor politik yang hubungannya terstruktur”

Carl Frederich dan James Anderson dalam Agustino (2006:7)

mengemukakan pendapat mengenai kebijakan publik, yaitu:

Page 32: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

17

Carl Frederich (1969) menjelaskan bahwa:

“kebijakan adalah serangkaian tindakan / kegiatan yang diusulkan oleh seorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu di mana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) di mana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud”.

Sementara itu james Anderson (1984) menjelaskan bahwa:

“serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu yang diperhatikan”.

Dari beberapa teori kebijakan publik yang dikemukakan oleh para

ahli, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian

keputusan yang ditetapkan oleh aktor pembuat kebijakan atau aparat

pemerintah mengenai permasalahan yang sedang diperhatikan dengan

mengalokasikan nilai-nilai kepada masyarakat di dalamnya, dengan tujuan

untuk memecahkan masalah tersebut. Karena kebijakan tersebut dibuat dan

dilaksanakan guna kepentingan publik dengan berbagai alternatif pemecahan

masalah yang telah dibuat.

2.1.2. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan publik merupakan tahapan penting dalam

sebuah proses pelaksanaan kebijakan publik. Implementasi kebijakan

merupakan tahapan kedua dalam proses kebijakan publik setelah formulasi

kebijakan disepakati, kemudian dilakukan implementasi. Secara sederhana

Page 33: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

18

proses implementasi sering diartikan sebagai tindakan nyata yang dilakukan

pemerintah sebagai hasil dari pada formulasi sebuah kebijakan. Karena tanpa

implementasi, suatu kebijakan hanyalah merupakan sebuah dokumen yang

tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kebijakan publik

proses implementasi merupakan tahapan yang paling mendapatkan

sorotan, karena biasanya dalam proses pelaksanaannya sering tidak

sesuai dengan kebijakan yang telah dibuat oleh aktor pembuat kebijakan.

Wahab (2012:133) menjelaskan secara luas implementasi

kebijakan diartikan sebagai bentuk pengoperasionalisasian atau

penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan berdasarkan undang-

undang dan menjadi kesepakatan bersama di antara pemangku kepentingan

(stakeholders), aktor, organisasi (publik atau privat), prosedur, dan teknik

secara sinergis yang di gerakan untuk bekerja sama guna menerapkan

kebijakan ke arah tertentu yang dikehendaki.

Van Meter dan Van Horn, Daniel A. Mazmanian dan Paul A.

Sabatier dalam Wahab (2012:135) mendefinisikan implementasi kebijakan

sebagai berikut:

Van Meter dan Van Horn (1979) menjelaskan bahwa:

“implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu maupun kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan”.

Page 34: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

19

Sementara Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1979)

menjelaskan bahwa:

“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah sesuatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan publik yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat”.

Sedangkan Nugroho (2014:657) menjelaskan bahwa implementasi

kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai

tujuannya tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan

kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung

mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi

kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Dapat dikatakan bahwa pengertian dari implementasi kebijakan pada

dasarnya berupa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk

mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan.

Tindakan tersebut berasal dari kelompok pemerintah maupun swasta yang

memiliki kemampuan untuk bisa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Namun, pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih

dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk

atau baik bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak

bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Page 35: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

20

Sedangkan Agustino (2008:139) mengatakan bahwa ”implemantasi

kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana

kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya

akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran

kebijakan itu sendiri”.

Hakikat dari implmentasi adalah bagaimana rangkaian kegiatan yang

terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan

didasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang agar

tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam prakteknya implementasi

kebijakan menitikberatkan pada permasalahan yang begitu kompleks, bahkan

tak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan

(Agustino,2008:138)

Menurut Sabatier dalam Parsons (2005:487) terdapat enam syarat

yang mencukupi dan harus ada untuk implementasi yang efektif, yaitu:

1. Tujuan yang jelas dan konsisten, sehingga dapat menjadi standar evaluasi legan dan sumber daya

2. Teori kausal yang memadai, dan memastikan agar kebijakan itu mengandung teori yang akurat tentang bagaimana cara melahirkan perubahan.

3. Struktur implementasi yang disusun secara legal untuk membatu pihak-pihak yang mengimplementasikan kebijakan dengan kelompok-kelompok yang menjadi sasaran kebijakan

4. Para pelaksana implementasi yang ahli dan berkomitmen yang menggunakan kebijakan mereka untuk mencapai tujuan kebijakan.

5. Dukungan dari kelompok kepentingan dan “penguasa” di legislatif dan eksekutif.

6. Perubahan dalam kondisi sosio-ekonomi yang tidak melemahkan dukungan kelompok dan penguasa atau tidak melemahkan

Page 36: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

21

dukungan kelompok dan penguasa atau tidak meruntuhkan teori kausal yang mendasari kebijakan.

Menurut pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas, dapat

disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah sebuah proses

pengoperasionalisasian atau penyelenggaraan kebijakan yang telah disepakati

oleh para aktor pembuat kebijakan dan pemerintah dalam bentuk program

maupun turunan dari kebijakan tersebut dengan pedoman-pedoman kebijakan

publik, yang mencakup usaha untuk mengadministrasikan sehingga

menghasilkan output dari kebijakan tersebut.

2.1.3. Evaluasi Kebijakan

2.1.3.1. Definisi Evaluasi Kebijakan

Evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing

menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan

program. Evaluasi adalah penilaian secara sistematis untuk melihat sejauh

mana efisiensi suatu program masukan (input) untuk memaksimalkan

keluaran (output), evaluasi juga digunakan untuk mencapai tujuan dari

program pencapaian hasil atau aktivitas,dan kesesuaian program kebijakan

dan kebutuhan masyarakat. Evaluasi juga termasuk salah satu kegiatan yang

dilakukan untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan.

Nugroho (2014:706) menjelaskan bahwa “evaluasi kebijakan biasanya

ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan dari kinerja implementasi.

Evaluasi dilaksanakan setelah kegiatan selesai dilaksanakan. Evaluasi

diperlukan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan”

Page 37: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

22

Menurut Dunn dalam Nugroho (2014:712) menjelaskan bahwa:

“evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebihakan berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan”

Sementara James P. Lester dan Joseph Steward Jr (2000) dalam

Nugroho (2014:714) menjelaskan bahwa :

“Evaluasi implementasi kebijakan dikelompokkan menjadi evaluasi proses, berkenaan dengan proses implementasi, evaluasi impak yaitu evaluasi yang berkenaan dengan hasil implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan yaitu apakah benar hasil yang dicapai mencerminkan tujuan yang dikehendaki, dan evaluasi meta-evaluasi yang berkenaan dengan evaluasi dari berbagai implementasi kebijakan yang ada untuk menemukan kesamaan-kesamaan tertentu”.

Agustino (2008:186) menyatakan bahwa “evaluasi kebijakan adalah

rangkaian aktivitas fungsional yang berusaha untuk membuat penilaian

melalui pendapat mengenai manfaat atau pengaruh atas kebijakan, program,

dan proyek yang tengah dan/atau telah dilaksanakan”.

Lester dan Stewart (2000:126) dalam Agustino (2008:185),

menjelaskan bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan

suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah

dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang di inginkan.

Menurut Rossi & Freeman (Pasolong, 2010:60), menyatakan bahwa:

“Evaluasi digunakan untuk mempelajari tentang hasil yang diperoleh suatu program untuk dikaitkan dalam pelaksanaannya, mengendalikan tingkah laku dari orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program, dan mempengaruhi respon dari mereka yang berada diluar lingkungan politik. Evaluasi, tidak saja berguna untuk

Page 38: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

23

menjustifikasikan kegunaan dari program yang sedang berjalan, tetapi juga untuk melihat kegunaan program dan inisiatif baru, peningkatan efektifitas manajemen dan administrasi program, dan mempertanggungjawabkan pihak yang mensponsori program tersebut”.

Menurut Soebarsono dalam bukunya mengatakan bahwa evaluasi

memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut :

1) Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.

2) Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui beberapa biayadan manfaat dari suatu kebijakan.

3) Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur seberapa besar dan berkualitas pengeluaran atau output dari suaru kebijakan.

4) Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.

5) Untuk mengetahui apabila adanya penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.

6) Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluais adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas mengenai evaluasi kebijakan

publik, dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses yang

dilakukan untuk menilai dan mengukur, serta membandingkan hasil-hasil

pelaksanaan kegiatan sebuah program atau kebijakan yang telah dicapai,

apakah hasil atau output program tersebut sudah sesuai dengan yang telah di

rencanakan (input) secara efektif dan efisien. Sehingga dapat diperoleh

Page 39: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

24

informasi mengenai nilai atau manfaat hasil dari kebijakan tersebut, serta

dapat dilakukan perbaikan apabila terjadi penyimpangan di dalamnya.

2.1.3.2. Kendala Evaluasi Kebijakan

Proses kegiatan evaluasi kebijakan sering menghadapi berbagai

kendala di lapangan. Yang mengakibatkan evaluasi tidak sepenuhnya dapat

berjalan sebagaimana yang diharapkan. Menurut Abidin (2012:175) kendala-

kendala tersebut adalah sebagai berikut :

1) Keterbatasan wewenang untuk melakukan evaluasi, berkaitan dengan kedudukan dan wewenang dari pejabat atau instansi yang melakukan evaluasi.

2) Tumpang tindih fungsi antar instansi, hal ini bisa terjadi jika suatu fungsi ditangani atau berada dalam wewenang dua atau lebih instansi.

3) Tumpang tindih fungsi evaluasi antar lembaga pengawasan, artinya kesulitan tidak hanya terjadi pada pihak yang dievaluasi, tetapi juga dari kalangan yang melakukan evaluasi.

4) Tidak adanya proses lanjutan dari hasil evaluasi, masalah ini sering muncul dari hasil pengawasan lembaga yang menemukan kejanggalan atau temuan-temuan yang bermasalah, akan tetapi tidak diproses lebih lanjut.

5) Kesulitan dalam biaya, ini dikarenakan program evaluasi tidak memperoleh prioritas yang sama dengan program lain dalam fungsi pelaksanaan. Di satu sisi evaluasi ditakutkan memberikan kemungkinan adanya penilaian yang negatif terhadap kinerja pemerintah.

6) Tindak lanjut evaluasi, berkaitan dengan hakikat evaluasi yakni menemukan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat akibat adanya kebijakan yang dievaluasi.

Sedangkan Soebarsono (2012:130) mengidentifikasi beberapa kendala

dalam melakukan evaluasi kebijakan, berikut ini adalah kendala dalam

melakukan evaluasi kebijakan, yaitu :

Page 40: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

25

1) Kendala psikologis, yang artinya banyak aparat pemerintah yang masih alergi terhadap kegiatan evaluasi, karena dipandang berkaitan dengan prestasi dirinya. Apabila hasil evaluasi menunjukkan kurang baik, bisa jadi menghambat karier mereka. Sehingga banyak aparat memandang kegiatan evaluasi bukan merupakan bagian penting dari kebijakan publik.

2) Kendala ekonomis, kegiatan evaluasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit, seperti biaya untuk pengumpulan data dan pengolahan data, biaya untuk para staf administrasi, dan biaya untuk para evaluator.

3) Kendala teknis, para evaluator sering dihadapkan pada masalah tidak tersedianya cukup data dan informasi yang diperbaharui atau up to date.

4) Kendala politis, disini evaluasi sering terbentur dan bahkan gagal karena alasan politis. Masing-masing kelompok bisa jadi saling menutupi kelemahan dari implementasi kebijakan dikarenakan adanya kegiatan politis di dalamnya.

5) Kurang tersedianya evaluator, banyak lembaga pemerintah yang kurang memiliki sumber daya manusia yang berkompetensi menjadi evaluasi kebijakan, ini disebabkan karena belum terciptanya evaluasi di lembaga pemerintahan.

2.1.3.3. Model Evaluasi Kebijakan

William N. Dunn (Nugroho. 2014:712) membagi kriteria evaluasi

menjadi 6 (enam) kriteria. Pertama, efektivitas, merupakan suatu alternatif

mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari

diadakannya tindakan. Intinya adalah efek dari suatu aktivitas. Kedua,

efisiensi, berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk

menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Ketiga, kecukupan, merupakan

sejauh mana tingkat efektivitas dalam memecahkan masalah untuk

memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan masalah.

Keempat, perataan yang mempertanyakan apakah distribusi dan alokasi

Page 41: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

26

layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik sudah merata

sesuai dengan asas keadilan. Kelima, responsivitas, mencakup respon dari

hasil kebijakan tersebut apakah sudah memuaskan kebutuhan atau nilai

terhadap kelompok-kelompok tertentu. Keenam, ketepatan, merupakan

sebuah ukutan apakah sebuah program atau kebijakan tersebut sudah sesuai

dengan kebutuhan, dan hasil yang dicapai benar-benar berguna sesuai yang

direncanakan. Kriteria tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.1

Kriteria Evaluasi Menurut William N. Dunn

No Tipe kriteria Pertanyaan Ilustrasi

1 Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai?

Unit pelayanan

2 Efisiensi Seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?

Unit biaya, Manfaat bersih, Rasio biaya-manfaat

3 Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah?

Biaya tetap. Efektivitas tetap

4 Perataan

Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda?

Kriteria Pareto, Kriteria Kaldor-Hicks, Kriteria Rawls

5 Responsivitas

Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu?

Konsistensi dengan survey Warganegara

6 Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-bener berguna dan bernilai?

Program publik harus merata dan efisien

(sumber : Nugroho. 2014:712)

Page 42: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

27

James Anderson, Edward A. Suchman, Wibawa dkk. (Nugroho,

2014:716) memiliki tahapan yang berbeda dalam melakukan evaluasi

kebijakan. James Anderson (2011) membagi evaluasi kebijakan publik ke

dalam tiga tipe. Pertama, evaluasi kebijakan publik yang dipahami sebagai

kegiatan fungsional yang selalu melekat pada setiap kebijakan publik. Kedua,

evaluasi yang memfokuskan pada proses bekerjanya kebijakan publik.

Ketiga, evaluasi sistematis untuk mengukur kebijakan atau mengukur

pencapaian disbanding target yang ditetapkan.

Edward A. Suchman melihat evaluasi dari sudut praktis dengan

mengemuka kan enam langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu :

1) Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi 2) Analisis terhadap masalah 3) Deskripsi dan standarisasi kegiatan 4) Pengukuran terhadap tindakan perubahan yang terjadi 5) Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat

dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain. 6) Beberapa indikator untuk menentukan suatu dampak.

Sementara Wibawa dkk. Mengemuka kan bahwa evaluasi kebijakan

publik memiliki empat variabel yaitu :

1) Eksplanasi, melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realis yang diamatinya. Dari sini evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan tersebut.

2) Kepatuhan,melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrat maupun pelaku lainnya sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.

Page 43: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

28

3) Audit, melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar-benar sampai ke kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran dan penyimpangan.

4) Akunting, dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari kebijakan tersebut.

Nurcholis (2007:277), mengatakan bahwa evaluasi kebijakan adalah

penilaian secara menyeluruh terhadap input, proses, output, dan outcome dari

kebijakan pemerintah daerah. Menurutnya evaluasi membutuhkan sebuah

skema umum penilaian, yaitu :

1) Input, yaitu masukan yang diperlukan untuk pelaksanaan kebijakan, meliputi sumber daya manusia, sarana atau prasarana, sosialisasi kebijakan.

2) Proses, yaitu bagaimana sebuah kebijakan diwujudkan dalam bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat, meliputi kejelasan mekanisme, kepastian, penertiban, dan keefektifan dalam pelaksanaan kebijakan.

3) Output (hasil), yaitu hasil dari pelaksanaan kebijakan. Apakah suatu pelaksanaan kebijakan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Output meliputi tepat tidaknya sasaran yang dituju, sasaran yang tertangani, dan kelompok yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan.

4) Outcome (dampak), yaitu apakah suatu pelaksanaan kebijakan berdampak nyata terhadap kelompok sasaran sesuai dengan tujuan kebijakan, meliputi perubahan atau perbaikan, peningkatan, dan dampak positif terhadap implementor yang terlibat di dalamnya.

2.1.3.4. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Kebijakan

Tujuan dari evaluasi implementasi kebijakan menurut Nugroho

(2014:722), ditujukan untuk mengetahui variasi dalam indikator-indikator

kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu:

Page 44: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

29

1) Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik? Jawabannya berkenaan dengan kinerja implementasi publik (variasi dari outcome) terhadap variabel independen tertentu.

2) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan variasi itu? Jawabannya berkenaan dengan faktor kebijakan itu sendiri, organisasi implementasi kebijakan, dan lingkungan implementasi kebijakan yang mempengaruhi variasi outcome implementasi kebijakan.

3) Bagaimana strategi meningkatkan kinerja implementasi kebijakan publik? Pertanyaan ini berkenaan dengan tugas pengevaluasi untuk memilih variabel-variabel yang dapat diubah, atau actionable varuable, variabel yang bersifar natural atau variabel lain yang tidak bisa diubah, tidak dapet di masukan sebagai variabel evaluasi.

William N. Dunn (Agustino, 2008:188), memberikan penjelaan

mengenai fungsi evaluasi kebijakan. Ada tiga fungsi evaluasi kebijakan yang

dikemukakan oleh Dunn, yaitu:

1) Memberi informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan, program dan kegiatan, yaitu mengenai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dicapai. Dengan evaluasi dapat diungkapkan mengenai pencapaian suatu tujuan, sasaran dan target tertentu.

2) Memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.

3) Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan, termasuk perumusan masalah dan rekomendasinya. Informasi mengenai tidak memadainya suatu kinerja kebijakan, program dan kegiatan memberikan kontribusi bagi perumusan ulang kebijakan, program dan kegiatan. Evaluasi dapat pula menyumbangkan rekomendasi bagi pendefinisian alternatif kebijakan, yang bermanfaat untuk mengganti kebijakan yang berlaku dengan alternatif kebijakan yang lain.

Page 45: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

30

2.1.4. Pembinaan

Berdasarkan Peraturan daerah Kota Tangerang nomor 5 tahun 2012,

yang dimaksud dengan pembinaan adalah segala upaya atau kegiatan yang

dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat untuk mengatasi anak

jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen dan keluarganya supaya tetap

hidup dan mencari nafkah dengan tetap mengutamakan hak-hak dasar bagi

kemanusiaan.

Selanjutnya menurut Perda Kota Tangerang nomor 5 tahun 2012,

pembinaan dibagi menjadi 2 (dua). Pertama, pembinaan pencegahan, adalah

kegiatan-kegiatan dilaksanakan secara terencana dan terorganisir untuk

mencegah timbulnya anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen di

jalanan melalui pemantauan, pendataan, penelitian, sosialisasi, pengawasan

dan pengendalian yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup anak

jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Kedua, Pembinaan Lanjutan,

adalah kegiatan yang dilaksanakan secara terencana terorganisir dengan

maksud menekan, meniadakan, mengurangi dan mencegah meluasnya anak

jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen untuk mewujudkan ketertiban

di tempat umum.

2.1.5. Anak Jalanan

Menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan

anak, yang dimaksud dengan Anak adalah seseorang yang berusia di bawah

18 (delapan belas) tahun. Hak anak adalah bagian dari hak azasi manusia

Page 46: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

31

yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,

masyarakat, pemerintah, dan Negara. Kesejahteraan anak adalah suatu tata

kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan

perkembangannya dengan wajar, baik secara rohaniah, jasmaniah, maupun

lingkungan sosialnya.

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi

secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat, kemanusiaan serta

mendapatkan perlindungan dan kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi yang

mempunyai masalah di jalanan. Jalanan adalah tempat untuk lalu lintas orang

atau kendaraan, serta tempat fasilitas publik yang digunakan untuk lalu lintas

orang yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Anak jalanan selanjutnya disebut Anjal adalah anak yang berusia di

bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari

nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum.

Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat, kemanusiaan serta mendapatkan

perlindungan dan kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi yang mempunyai

masalah di jalanan.

Page 47: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

32

2.1.6. Gelandangan, Pengemis dan Pengamen

Menurut Perda Kota Tangerang nomor 5 tahun 2012, yang dimaksud

dengan gelandangan adalah seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai

norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, tidak mempunyai mata

pencaharian dan tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Gelandangan

dan pengemis adalah dua hal yang berbeda meskipun keduanya sama-sama

masuk kedalam kategori Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Sebagian dari gelandangan ada yang bekerja sebagai pengemis, tetapi tidak

selalu pengemis adalah bagian dari gelandangan. Karena gelandangan pada

umumnya tidak memiliki tempat tinggal, tetapi seorang pengemis tidak jarang

mereka memiliki rumah atau juga tempat tinggal. Sedangkan gelandangan,

mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki rumah atau tempat tinggal

yang tetap.

Sedangkan Pengemis adalah seseorang atau kelompok dan/atau

bertindak atas nama lembaga sosial yang mendapatkan penghasilan dengan

cara meminta-minta dijalanan dan/atau ditempat umum dengan berbagai

alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.

Menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang nomor 5 tahun 2012, yang

dimaksud dengan pengamen adalah seseorang atau sekelompok yang

melakukan apresiasi seni melalui proses suatu latihan dengan menampilkan

suatu karya seni, yang dapat didengar dan dinikmati oleh orang lain, sehingga

Page 48: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

33

orang lain merasa terhibur yang kemudian orang lain memberikan jasa atau

imbalan atas kegiatannya itu secara ikhlas.

2.2.Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan kajian penelitian yang telah dilakukan

oleh peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah,

baik skripsi, tesis, disertasi, atau jurnal penelitian. Penelitian terdahulu

merupakan salah satu acuan data relevan yang bisa dijadikan sebagai data

pendukung oleh peneliti yang sesuai dengan penelitian ini, baik fokus

maupun lokus penelitian, serta permasalahan yang sedang diteliti. Sebagai

acuan dalam penelitian ini, peneliti mencantumkan hasil penelitian terdahulu

dalam bentuk deskripsi yang berupa hasil penelitian skripsi.

Pertama, adalah penelitian dalam skripsi yang dilakukan oleh Yayang

Muchamad Widiyatmoko yang berjudul Evaluasi Penanganan Anak Jalanan

di Kota Cilegon. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 dengan

menggunakan teori Evaluasi Kebijakan model Evaluasi William N. Dunn,

dan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Penelitian ini di latar

belakangi oleh banyaknya permasalahan terkait anak jalanan di Kota Cilegon.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penanganan anak jalanan oleh

dinas sosial Kota Cilegon, dengan asumsi bahwa program penanganan anak

jalanan di Kota Cilegon belum berjalan dengan baik.

Hasil penelitian ini berdasarkan teori William N. Dunn,dari segi

efektivitas belum tercapainya target penanganan anak jalanan di Dinas Sosial

Page 49: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

34

Kota Cilegon, hal ini diakibatkan karena kurangnya kesadaran dari anak

jalanan itu sendiri dan kurang nya ketegasan dan kesigapan dari pihak

pemerintah. Dari segi efisiensi, pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah

Kota Cilegon dapat dikatakan tidak efisien, hal ini dikarenakan waktu

pelatihan yang diberikan hanya sekitar kurang lebih satu minggu per

tahunnya. Dari segi kecukupan, pencapaian penanganan anak jalanan di Kota

Cilegon sudah mencapai target yang diinginkan yaitu berkurang sekitar 20

anak. Akan tetapi penanganan anak jalanan tersebut hanya berhasil sekitar

setengah dari jumlah anak yang diberikan pelatihan. Dari segi perataan,

pelatihan yang diberikan belum merata karena pelatihan yang diberikan

dibatasi kuotanya. Dari segi responsivitas, sistem komunikasi yang dilakukan

adalah dari bawah ke atas sehingga komunikasi di antara pihak anak jalanan

dan pemerintah tidak terlalu baik. Dari segi ketepatan dinyatakan penanganan

anak jalanan yang diberikan sudah tepat.(http://repository.fisip-

untirta.ac.id/43/1/SKRIPSI_Yayang_Muchamad_Widiyatmoko-2.pdf ).

Adapun persamaan penelitian “Evaluasi Penanganan Anak Jalanan di

Kota Cilegon” dengan penelitian ini adalah latar belakang yang sama-sama

bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan pelatihan atau pembinaan yang

dilakukan oleh pemerintah daerah kepada anak-anak jalanan. Dan juga dalam

teori yang digunakan memiliki kemiripan seperti pada kriteria efektifitas dan

efisiensi memiliki kemiripan dengan kriteria “proses” menurut teori

Nurcholis yang sama-sama membahas tentang pelaksanaan kebijakan.

Adapun perbedaan penelitian dari kedua penelitian ini adalah penelitian

Page 50: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

35

terdahulu terbatas membahas tentang pelatihan anak jalanan saja sedangkan

penelitian ini membahas tentang pelatihan atau pembinaan kepada anak

jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Mursyid Itsnaini mengenai

Pemberdayaan Anak Jalanan oleh Rumah Singgah Kawah di Kelurahan

Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada tahun

2010 dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk

mengkaji pemberdayaan anak jalanan oleh rumah singgah. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pemberdayaan oleh rumah singgah berjalan dengan

cukup baik, hanya saja masih perlu perhatian lebih dan kerja sama dari

pemerintah kepada instansi non-pemerintahan seperti rumah singgah. Selain

itu masih diperlukan juga perbaikan dan perawatan kepada sarana dan

prasarana, dan juga masih perlu diperhatikan untuk peningkatan kualitas

sumber daya bagi tenaga kerja, instruktur dan juga pembimbing agar dapat

meningkatkan mutu dan kualitas dari anak-anak yang

terbina.(http://digilib.uin-suka.ac.id/5773/).

Adapun persamaan dari penelitian “Pemberdayaan Anak Jalanan oleh

Rumah Singgah Kawah di Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta”

dengan penelitian ini adalah latar belakang pemberdayaan atau pembinaan

kepada anak jalanan. Adapun perbedaan penelitian tersebut adalah penelitian

terdahulu membahas peranan yang dilakukan oleh rumah singgah dalam

melakukan pemberdayaan sedangkan pada penelitian ini membahas tentang

Page 51: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

36

bagaimana berjalannya program pembinaan yang dilakukan oleh pihak

pemerintah

2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

Sugiyono (2007:60), menjelaskan bahwa “kerangka berpikir

merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan

berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.”

Kebijakan publik merupakan serangkaian keputusan yang ditetapkan

oleh aktor pembuat kebijakan atau aparat pemerintah mengenai permasalahan

yang sedang diperhatikan dengan mengalokasikan nilai-nilai kepada

masyarakat di dalamnya, dengan tujuan untuk memecahkan masalah tersebut.

Karena kebijakan tersebut dibuat dan dilaksanakan guna kepentingan publik

dengan berbagai alternatif pemecahan masalah yang telah dibuat.

Evaluasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menilai dan

mengukur, serta membandingkan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan sebuah

program atau kebijakan yang telah dicapai, apakah hasil atau output program

tersebut sudah sesuai dengan yang telah di rencanakan (input) secara efektif

dan efisien. Sehingga dapat diperoleh informasi mengenai nilai atau manfaat

hasil dari kebijakan tersebut, serta dapat dilakukan perbaikan apabila terjadi

penyimpangan di dalamnya.

Pembinaan adalah segala upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah dan/atau masyarakat untuk mengatasi anak jalanan, gelandangan,

pengemis dan pengamen dan keluarganya supaya tetap hidup dan mencari

Page 52: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

37

nafkah dengan tetap mengutamakan hak-hak dasar bagi kemanusiaan. Dalam

Peraturan Daerah Kota Tangerang nomor 5 tahun 2012, pembinaan dibagi

menjadi 2 (dua). Pertama, pembinaan pencegahan, adalah kegiatan-kegiatan

dilaksanakan secara terencana dan terorganisir untuk mencegah timbulnya

anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen di jalanan melalui

pemantauan, pendataan, penelitian, sosialisasi, pengawasan dan pengendalian

yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup anak jalanan, gelandangan,

pengemis dan pengamen. Kedua, Pembinaan Lanjutan, adalah kegiatan yang

dilaksanakan secara terencana terorganisir dengan maksud menekan,

meniadakan, mengurangi dan mencegah meluasnya anak jalanan,

gelandangan, pengemis dan pengamen untuk mewujudkan ketertiban di

tempat umum.

Dari pemaparan peneliti di atas, untuk mengevaluasi Peraturan Daerah

Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan,

Gelandangan, Pengemis dan Pengamen dengan menggunakan teori yang

dikemukakan oleh Nurcholis (2007:277), bahwa evaluasi kebijakan adalah

penilaian secara menyeluruh terhadap input, proses, output, dan outcome dari

kebijakan pemerintah daerah. Untuk lebih jelas, peneliti merumuskan

kerangka berfikir penelitian dalam bentuk bagan yang digambarkan sebagai

berikut:

Page 53: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

38

Gambar 2.1

Kerangka pemikiran penelitian

Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen

Masalah :

1. Kurangnya koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial kepada masyarakat terkait sanksi dan larangan dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen.

2. Belum terlaksananya fungsi penegakan hukum terkait sanksi yang terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen

3. Belum tersedianya rumah singgah, rumah pelatihan, pusat rehabilitasi, dan panti asuhan bagi anak-anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen di Kota Tangerang.

4. Tidak kooperatifnya penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang hanya menjadikan kegiatan pembinaan hanya sebagai alasan penggugur kesalahan.

Evalusi kebijakan Publik menurut Nurcholis (2007:277), dengan indikator penilaian meliputi :

1. Input (meliputi sumber daya manusia, operasional, sarana dan prasarana, sosialisasi pelaksanaan kebijakan)

2. Proses (meliputi kejelasan mekanisme, pelayanan, kepastian, penertiban, dan keefektifan dalam pelaksanaan kebijakan.)

3. Output (meliputi hasil dari pelaksanaan kebjiakan, kesesuaian pelaksanaan dengan tujuan yang ditetapkan, tepat tidaknya sasaran yang dituju, sasaran yang tertangani, dan kelompok yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan.)

4. Outcome (meliputi apakah suatu pelaksanaan kebijakan berdampak nyata terhadap kelompok sasaran sesuai dengan tujuan kebijakan, meliputi perubahan atau perbaikan, peningkatan, dan dampak positif terhadap implementor yang terlibat didalamnya.)

Hasil penelitian : Memberikan penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan, sebagai bahan

rekomendasi untuk perbaikan pelaksanaan kebijakan mendatang.

Page 54: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

39

2.4.Asumsi Dasar

Asumsi dasar merupakan hasil dari refleksi penelitian berdasarkan

kajian pustaka dan kajian teori yang digunakan sebagai dasar argumentasi.

Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan peneliti, peneliti

berasumsi bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5

Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan Pengemis dan

Pengamen belum berjalan dengan optimal.

Page 55: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

40

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Metode peneilitian merupakan tahapan yang penting dalam sebuah proses

dan kegiatan penelitian. Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek

atau subjek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam penelitian ini,

subjek yang menjadi tujuan dapat dipahami lebih mendalam sehingga data yang

dikumpulkan adalah data yang akurat, objektif, valid, dan realiable.

Metode penelitian merupakan totalitas cara untuk meneliti dan

menemukan kebenaran. Karena metode penelitian memiliki standar–standar yang

objektif dan ilmiah sebagai suatu dasar bagi penelitian yang digunakan peneliti

untuk menginterpretasikan data dan membuat kesimpulan sehingga dapat

disimpulkan bahwa metode penelitian sebagai keseluruhan proses dari kajian atau

penelitian.

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Metode penelitian menurut Sugiyono (2009:2) yaitu pada dasarnya

merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan

tertentu. Dalam pengertian yang luas Sugiyono menjelaskan bahwa metode

penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid,

dengan tujuan untuk dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan suatu

Page 56: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

41

pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk

memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.

Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2007:4) mengemuka kan bahwa

metodologi penelitian deskriptif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang

atau perilaku yang diamati. Menurut Denzim dan Lincoln (1987) dalam

Moleong (2007:5) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan

latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan

dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dari segi

pengertian ini, peneliti kualitatif merupakan penelitian yang memanfaatkan

wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan

perasaan dan perilaku individu ataupun sekelompok orang.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode

penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong

(2007:6) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian, secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Pendekatan kualitatif dipergunakan karena untuk meneliti kondisi objek

yang alamiah di mana peneliti berperan sebagai instrumen kunci, teknik

pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data

Page 57: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

42

bersifat induktif, dan hasil penelitiannya lebih menekankan pada makna

dari pada generalisasi. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses

dari pada produk atau outcome dan juga digunakan untuk mendapatkan data

yang mendalam, suatu data yang mengandung makna.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan sesuatu hal seperti apa adanya

(kenyataan di lapangan). Penelitian kualitatif juga lebih tertarik pada

dinamika terjadinya proses atau peristiwa yang melatar belakangi

terjadinya suatu hasil tertentu. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah

untuk memahami makna yang berada di balik fakta-fakta. Pemahaman yang

mendalam terhadap suatu peristiwa atau fenomena sosial merupakan hal yang

terpenting.

Dalam pendekatan kualitatif data yang dihasilkan berbentuk kata,

kalimat dan gambar untuk mengeksplorasi bagaimana kenyataan sosial yang

terjadi dengan mendeskripsikan fenomena yang sesuai dengan masalah

dan unit yang diteliti. Dengan menggunakan metode kualitatif peneliti

bermaksud untuk menggambarkan permasalahan yang ada terkait Evaluasi

Peraturan Daerah Kota Tangerang nomor 5 tahun 2012 tentang Pembinaan

Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen.

3.2 Fokus Penelitian

Dalam mempertajam penelitian kualitatif, peneliti harus menetapkan

fokus. Spradley dalam Sugiyono (2009:34) menyatakan bahwa “A focused

refer to a single cultural domain or a few related domains”. Maksudnya

Page 58: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

43

adalah bahwa fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain

yang terkait dari situasi sosial. Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus

lebih didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari

situasi sosial (lapangan).

Kebaruan informasi itu bisa berupa upaya untuk memahami secara

lebih luas dan mendalam tentang situasi sosial. Tetapi juga ada keinginan

untuk menghasilkan ilmu baru dari situasi sosial yang diteliti .Fokus

penelitian yang diperoleh setelah peneliti melakukan penjelajahan umum.

Dari penjelajahan umum ini peneliti akan memperoleh gambaran umum

menyeluruh yang masih pada tahap permukaan terhadap situasi sosial. Untuk

dapat memahami secara lebih luas dan mendalam, maka diperlukan pemilihan

fokus penelitian. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah pada Evaluasi

Peraturan Daerah Kota Tangerang nomor 5 tahun 2012 tentang pembinaan

anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian tentang Evaluasi Peraturan Daerah Kota Tangerang

nomor 5 tahun 2012 tentang pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis

dan pengamen adalah Kantor Dinas Sosial Kota Tangerang yang berada di

Kecamatan Neglasari, dan titik tempat yang banyak terdapat penyandang

masalah kesejahteraan sosial di antaranya: Flyover PLN Kecamatan

Tangerang, Terminal Bus Poris Plawad di Kecamatan Cipondoh, pintu air 10

di Kecamatan Karawaci, dan halte bus Kebon Nanas di Kecamatan Pinang.

Page 59: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

44

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Definisi Konsep

Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari

variabel yang akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan

kerangka teori yang digunakan. Konsep yang digunakan dalam

penelitian tentang Evaluasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5

Tahun 2012 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

dan Pengamen adalah mengenai Evaluasi.

Adapun beberapa pendapat para ahli mengenai evaluasi kebijakan

publik, dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses yang

dilakukan untuk menilai serta membandingkan hasil-hasil pelaksanaan

kegiatan sebuah program atau kebijakan yang telah dicapai, apakah

hasil atau output program tersebut sudah sesuai dengan yang telah

direncanakan (input) secara efektif dan efisien. Sehingga dapat

diperoleh informasi mengenai nilai atau manfaat hasil dari kebijakan

tersebut serta dapat dilakukan perbaikan apabila ada penyimpangan di

dalamnya.

3.4.2 Definisi Operasional

Adapun fenomena yang diamati dalam penelitian mengenai

Evaluasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2012

Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan

Pengamen. Untuk mengamati fenomena tersebut, maka peneliti

Page 60: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

45

menggunakan teori yang dikemukakan oleh Nurcholis (2007:277) yang

menjelaskan bahwa evaluasi kebijakan adalah penilaian secara

menyeluruh terhadap input, proses, output, dan outcome dari kebijakan

pemerintah. Menurut Nurcholis, evaluasi membutuhkan sebuah skema

umum penilaian, yaitu:

1. Input, yaitu masukan yang diperlukan untuk pelaksanaan

kebijakan, meliputi sumber daya manusia, sarana atau prasarana,

sosialisasi kebijakan.

2. Proses, yaitu bagaimana sebuah kebijakan diwujudkan dalam

bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat, meliputi kejelasan

mekanisme, kepastian, penertiban, dan keefektifan dalam

pelaksanaan kebijakan.

3. Output (hasil), yaitu hasil dari pelaksanaan kebjiakan. Apakah

suatu pelaksanaan kebijakan menghasilkan produk sesuai dengan

tujuan yang ditetapkan. Output meliputi tepat tidaknya sasaran

yang dituju, sasaran yang tertangani, dan kelompok yang terlibat

dalam pelaksanaan kebijakan.

4. Outcome (dampak), yaitu apakah suatu pelaksanaan kebijakan

berdampak nyata terhadap kelompok sasaran sesuai dengan tujuan

kebijakan, meliputi perubahan atau perbaikan, peningkatan, dan

dampak positif terhadap implementor yang terlibat di dalamnya.

Page 61: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

46

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data. Instrumen yang

baik harus absah (valid) dan dapat dipercaya (reliable). Instrumen valid

adalah instrumen yang dengan tepat mengukur apa yang harus diukur.

Instrumen reliabel bila hasil pengukuran itu bersifat ajek. Pada prinsipnya

meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun

alam. Oleh karenanya, dalam melakukan pengukuran harus ada alat ukur

yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen

penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik

semua fenomena ini disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2009:102).

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian,

karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar

mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang

sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.

Metode penelitian yang akan digunakan peneliti adalah metode

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini didasarkan pada kondisi dan

konteks masalah yang dikaji, yaitu Evaluasi Peraturan Daerah Kota

Tangerang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan,

Gelandangan, Pengemis dan Pengamen. Dalam penelitian kualitatif, peneliti

merupakan instrumen penelitian yang akan berinteraksi secara langsung

dengan responden penelitian.

Page 62: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

47

Dalam penelitian Evaluasi Peraturan Daerah Kora Tangerang Nomor 5

Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan

Pengamen. Menurut Nasution dalam Sugiyono (2012:224), peneliti sebagai

instrumen penelitian memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala

stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna

atau tidak bagi penelitian,

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua

aspek sehingga dapat mendapatkan ragam data sekaligus

3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu

instrumen berupa tes atau angket yang dapat menangkap

keseluruhan situasi, kecuali manusia

4. Situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami

dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu

sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan

pengetahuan kita.

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data

yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis

dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk

menguji hipotesis yang timbul seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan

berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan

menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh

penegasan, perubahan, perbaikan

7. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang

menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain dari

Page 63: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

48

pada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk

mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman

mengenai aspek yang diteliti.

3.6 Informan Penelitian

Dalam mengumpulkan data yang akurat, maka peneliti memilih informan

dengan menggunakan teknik Purposive atau dipilih secara sengaja, di mana

peneliti sudah menentukan siapa saja yang akan diwawancarai dengan

pertimbangan tertentu. Di mana informan tersebut peneliti anggap sebagai

pihak-pihak yang paling mengetahui situasi dan kondisi objek penelitian.

Dalam hal ini yang dijadikan informan oleh peneliti dalam penelitian

Evaluasi Implementasi Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan

Pengamen di Kota Tangerang, antara lain adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 1

Daftar Informan Penelitian

(Sumber: Peneliti, 2018)

No Kategori Informan Status Informan

1 Dinas Sosial Key Informan

2 Satpol PP Key Informan

3 Sasaran Pembinaan (PMKS) Key Informan

4 Warga Masyarakat Key Informan

Page 64: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

49

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Sugiyono (2012:224), teknik pengumpulan data merupakan langkah

yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan

data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar

data yang ditetapkan.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan/Observasi

Sugiyono (2007:166), mejelaskan bahwa observasi

diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu cara berperan serta dan cara

yang tidak berperan serta. Observasi berperan serta, pengamat

melakukan dua fungsi sekaligus yaitu sebagai pengamat dan sekaligus

menjadi anggota resmi dari dari kelompok yang diamatinya. Namun

observasi tanpa berperan serta, pengamat hanya melakukan satu fungsi

yaitu mengadakan pengamatan. Dalam penelitian ini, teknik observasi

yang digunakan adalah observasi tanpa peran serta. Adanya

keterbatasan waktu menyebabkan peneliti hanya melakukan satu

fungsi observasi yaitu hanya melakukan pengamatan tanpa harus

menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamati.

2. Wawancara

Menurut Moleong (2006:186), wawancara merupakan percakapan

dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang

Page 65: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

50

memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Adapun teknik pengumpulan

data dengan cara wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara

mendalam (indepth interview) data yang diperoleh terdiri dari kutipan

langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapat perasaan dan

pengetahuan informan penelitian. Informan penelitian adalah orang yang

memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Dalam penelitian kualitatif, wawancara dilakukan secara mendalam.

Ada dua jenis wawancara dalam penelitian kualitatif, yaitu wawancara

terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai

teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah

mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.

Sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di

mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya,

pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar

permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2011:138-140).

Agar lebih memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara,

maka pertanyaan yang diajukan tertuang dalam dimensi pertanyaan. Di

mana dimensi pertanyaan tersebut sesuai dengan garis besar permasalahan

yang akan ditanyakan sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh

Nurcholis (2007:277) yang menjelaskan bahwa evaluasi kebijakan adalah

penilaian secara menyeluruh terhadap input, proses, output, dan outcome

dari kebijakan pemerintah daerah, seperti yang tertera pada tabel berikut:

Page 66: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

51

Tabel 3.2

Pedoman wawancara

No Dimensi Sub Dimensi Pernyataan

1 Input

(Masukan)

Sumber daya

Manusia

Sumber daya manusia terkait pelaksanaan peraturan daerah

Sarana dan

Prasarana

Sarana dan prasarana penunjang terkait peraturan daerah tersebut

Sosialisasi Sosialisasi mengenai peraturan daerah terhadap sasaran kebijakan

2 Proses

(Pelaksanaan)

Kejelasan

mekanisme

Mekanisme mengenai implementasi peraturan daerah

Pelayanan Pelayanan terhadap sasaran kebijakan dalam proses pembinaan

Kepastian Kepastian waktu pelaksanaan peraturan daerah

Penertiban Penertiban terkait sanksi dalam pelaksanaan peraturan daerah

Keefektifan Efektivitas dari proses pelaksanaan peraturan daerah setelah dijalankan

3 Output(Hasil)

Kesesuaian

dengan tujuan

Kesesuaian antara tujuan dari peraturan daerah dengan hasil dari pelaksanaan kebijakan

Tepat sasaran Ketepatan sasaran saat pelaksanaan kebijakan peraturan daerah

Sasaran yang ter

tangani

Kelanjutan dari sasaran peraturan daerah yang telah tertangani atau yang telah mengikuti pelatihan

Kelompok yang

terlibat

Kelompok-kelompok yang terlibat saat pelaksanaan peraturan daerah

4 Outcome

(Dampak)

Perubahan atau

perbaikan

Adakah perubahan terhadap kelompok sasaran dari kebijakan tersebut? Perubahan terhadap kelompok sasaran dari peraturan daerah setelah mengikuti pelatihan

Dampak positif

terhadap

implementor

Peningkatan yang terjadi terhadap implementor setelah peraturan daerah dijalankan

Page 67: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

52

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumen merupakan studi yang digunakan untuk mencari

dan memperoleh data sekunder yang relevan dengan masalah yang

diteliti berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan-catatan,

peraturan, kebijakan, laporan-laporan. Dokumen yang berbentuk gambar,

misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Studi dokumen

merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara

dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2009:82).

4. Studi Literatur/Pustaka

Studi literatur/kepustakaan merupakan pengumpulan data penelitian

yang diperoleh dari berbagai referensi baik buku ataupun jurnal

ilmiah yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian

kualitatif, kegiatan analisis data diperoleh sejak sebelum memasuki

lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Namun

faktanya analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan

data. Data yang terkumpul harus diolah sedemikian rupa hingga menjadi

informasi yang dapat digunakan dalam menjawab perumusan masalah

yang diteliti.

Sugiyono (2009:89) menjelaskan bahwa analisis data kualitatif

adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,

Page 68: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

53

degan cara mengorganisasikan kedalam kategori, menjabarkan ke dalam

unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang

penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah di

pahami oeh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai di lapangan. Teknik

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah degan menggunakan

teknik analisa dan kualitatif mengikuti konsep yang diberikan oleh Miles dan

Huberman (2009). Menurut kedua tokoh tersebut, bahwa aktivitas dalam

analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif dengan berlangsung secara

terus–menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan

datanya jenuh. Selama dalam prosesnya, pengumpulan data dilakukan tiga

kepentingan di antaranya : Reduksi data (data reduction), penyajian data

(data display), dan verifikasi (verification) yang apabila digambarkan akan

nampak seperti berikut:

Gambar 3.1 Analisis data menurut Miles dan Huberman

Sumber : (Miles dan Huberman, 2009:20)

Pengumpulan Data Penyajian Data

Verifikasi Data

Reduksi Data

Page 69: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

54

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Dalam suatu penelitian, langkah pengumpulan data adalah satu tahap

yang sangat menentukan terhadap proses dan hasil penelitian yang akan

dilaksanakan tersebut. Kesalahan dalam melaksanakan pengumpulan data

dalam suatu penelitian, akan berakibat langsung terhadap proses dan hasil

suatu penelitian.

Kegiatan pengumpulan data pada prinsipnya merupakan kegiatan

penggunaan metode dan instrumen yang telah ditentukan dan diuji

validitas dan reliabilitasnya. Secara sederhana, pengumpulan data diartikan

sebagai proses atau kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengungkap

atau menjaring berbagai fenomena informasi atau kondisi di lokasi

penelitian sesuai dengan lingkup penelitian. Dalam prakteknya,

pengumpulan data ada yang dilaksanakan melalui pendekatan penelitian

kuantitatif dan kualitatif. Dengan kondisi tersebut, pengertian

pengumpulan data diartikan juga sebagai proses yang menggambarkan

proses pengumpulan data yang dilaksanakan dalam penelitian kuantitatif

dan penelitian kualitatif.

Pengumpulan data dapat dimaknai juga sebagai kegiatan peneliti

dalam upaya mengumpulkan sejumlah informasi di lapangan yang

diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian (untuk penelitian

kualitatif), atau untuk menguji hipotesis penelitian (untuk penelitian

kuantitatif).

Page 70: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

55

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Selama proses pengumpulan data dari berbagai sumber, tentunya

akan sangat banyak data yang didapatkan oleh peneliti. Semakin lama

peneliti berada di lapangan, maka data yang didapatkan akan semakin

kompleks dan rumit sehingga, apabila tidak segera di olah akan dapat

menyulitkan peneliti, oleh karena itu proses anlisis data pada tahap ini juga

harus di lakukan. Untuk memperjelas data yang didapatkan dan

mempermudah peneliti dalam pengumpulan data, selanjutnya maka

dilakukan reduksi data.

Reduksi data dapat diartikan sebagai proses merangkum, memilih

hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema

dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan memudahkan peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya jika diperlukan.

3. Penyajian Data (Data Display)

Langkah penting selanjutnya dalam kegiatan analisis data kualitatif

adalah penyajian data. Secara sederhana penyajian data dapat diartikan

sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam sebuah

penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, tabel, grafik, flow chart, bagan, pictogram, dan sejenisnya.

Namun pada penelitian ini, penyajian data yang peneliti lakukan

adalah bentuk narasi. Hal ini sesuai seperti yang dikatakan oleh Miles dan

Hubberman, “the most frequent from display data for qualitative research

Page 71: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

56

data in the past has been narrative test”, yang paling sering digunakan

untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif (Sugiyono, 2012: 95).

4. Verifikasi (Verification)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Hubberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan

pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti daru hubungan-hubungan,

mencatat keteraturan, pola-pola dan menarik kesimpulan. Asumsi dasar

dan kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan terus berubah selama proses, pengumpulan data masih terus

berlangsung dan tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi, apabila kesimpulan

tersebut didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti

kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

3.8 Uji Keabsahan Data

Menurut Sugiyono (2012:267), keabsahan data atau validitas adalah

derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data

yang dapat dilaporkan peneliti. Data dalam penelitian kualitatif dapat

dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti

dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang dteliti.

Uji keabsahan data yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

Page 72: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

57

1. Triangulasi

Teknik triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data

yang telah ada (sugiyono, 2012:273). Terdapat beberapa macam triangulasi,

di antaranya:

a. Triangulasi sumber, yaitu mengecek data yang diperoleh dari sumber

yang berbeda.

b. Triangulasi teknik, yaitu mengecek data yang diperoleh dari sumber

yang sama dengan teknik yang berbeda.

c. Triangulasi waktu, yaitu mengecek data yang diperoleh di waktu yang

berbeda

Dalam penelitian ini, dikarenakan terbatasnya waktu maka proses uji

keabsahan data yang dilakukan oleh peneliti hanya menggunakan dua teknik

triangulasi, yakni triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

3.9 Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian ini merupakan tahapan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti dalam melakukan penelitian tentang Evaluasi Peraturan Daerah Kota

Tangerang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan,

Gelandangan, Pengemis dan Pengamen, terhitung persiapan, pelaksanaan dan

pelaporan hasil penelitian. Waktu penelitian diuraikan dalam waktu bulan dan

disajikan dalam bentuk tabel. Rincian jadwal penelitian adalah sebagai

berikut:

Page 73: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

58

Tabel 3.3

Jadwal Penelitian

No Kegiatan

Waktu Pelaksanaan

2016 2017 2018

Jan Feb-Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

1 Observasi Awal

2 Penyusunan Proposal

3 Bimbingan dan

Perbaikan Proposal

4 Seminar Proposal

5 Revisi Proposal Skripsi

6 Proses Pencarian Data Di Lapangan

7 Pengelolaan Data Dari Lapangan

8 Bimbingan BAB IV dan BAB V

9 Sidang Skripsi

(sumber: Peneliti, 2018)

Page 74: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

59

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Kota Tangerang

Wilayah Provinsi Banten terbagi menjadi empat wilayah Kota dan

empat wilayah Kabupaten, yaitu Kota Cilegon, Kota Serang, Kota

Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Lebak, Kabupaten

Pandeglang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Tangerang. Kota

Tangerang terdiri atas 13 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 104

kelurahan. Dahulu Tangerang merupakan bagian dari wilayah

Kabupaten Tangerang, kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Kota

Administratif, dan akhirnya ditetapkan sebagai Kota madya pada

tanggal 28 Februari 1993. Sebutan Kota madya diganti dengan Kota

pada tahun 2001.

Page 75: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

60

Gambar 4.1

Peta Administratif Kota Tangerang

(Sumber: http://webgis.tangerangkota.go.id/)

Kota Tangerang secara geografis terletak pada posisi 106° 36` -

106° 42` Bujur Timur (BT) dan 6° 6` - 6° Lintang Selatan (LS) dengan

luas wilayah 164.55 km2. Secara administratif luas wilayah Kota

Tangerang dibagi menjadi 13 Kecamatan yaitu Kecamatan Ciledug,

Kecamatan Larangan, Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan

Cipondoh, Kecamatan Tangerang, Kecamatan Karawaci, Kecamatan

Jatiuwung, Kecamatan Cibodas, Kecamatan Periuk, Kecamatan Batu

Ceper, Kecamatan Neglasari, dan Kecamatan Benda.

Page 76: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

61

Table 4.1

Jumlah Kecamatan di Kota Tangerang

No Kecamatan Luas Wilayah (Km2)

1 Ciledug 8,77Km2

2 Larangan 9,40Km2

3 Karang Tengah 10,47 Km2

4 Cipondoh 17,91 Km2

5 Pinang 21,59 Km2

6 Tangerang 15,79 Km2

7 Karawaci 13,48 Km2

8 Jatiuwung 14,41 Km2

9 Cibodas 9,61 Km2

10 Periuk 9,54 Km2

11 Batuceper 11,58 Km2

12 Neglasari 16,08 Km2

13 Benda 5,92 Km2

Sumber: Kota Tangerang dalam angka 2016

Kota Tangerang berada pada ketinggian 10-30 meter di atas

permukaan laut (mdpl), dengan bagian utara rata-rata memiliki

ketinggian 10 mdpl seperti Kecamatan Neglasari, Kecamatan Batu

Ceper, dan Kecamatan Benda. Sedangkan bagian selatan rata-rata

memiliki ketinggian sampai 30 mdpl seperti Kecamatan Ciledug dan

Page 77: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

62

Kecamatan Larangan. Adapun batas administrasi Kota Tangerang

adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga,

Kecamatan Kosambi, dan Kecamatan sepatan di

Kabupaten Tangerang.

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan curug di

Kabupaten Tangerang, serta Kecamatan

Serpong Utara dan Kecamatan Pondok Aren di

Kota Tangerang Selatan.

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Jakarta Barat dan Jakarta

Selatan di DKI Jakarta.

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Pasar Kemis

dan Kecamatan Cikupa di Kabupaten

Tangerang.

Letak Kota Tangerang tersebut sangat strategis karena berada di

antara Ibukota Negara DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang. Sesuai

dengan instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang

Pengembangan Jabotabek ( Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi), Kota

Tangerang merupakan salah satu daerah penyangga Ibukota Negara DKI

Jakarta.

Page 78: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

63

Posisi Kota Tangerang tersebut menjadikan pertumbuhannya

pesat. Pada satu sisi wilayah Kota Tangerang menjadi daerah limpahan

berbagai kegiatan di Ibukota Negara DKI Jakarta. Di sisi lain Kota

Tangerang dapat menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah

Kabupaten Tangerang sebagai daerah dengan sumber daya alam yang

produktif.

Pesatnya pertumbuhan Kota Tangerang dipercepat pula dengan

keberadaan Bandara Udara Internasional Soekarno Hatta yang sebagian

arealnya termasuk ke dalam wilayah administrasi Kota Tangerang.

Gerbang perhubungan udara Indonesia tersebut telah membuka peluang

bagi pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa secara luas di Kota

Tangerang.

4.1.2. Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Tangerang

Dinas Sosial merupakan unsur pelaksana penyelenggara

pemerintahan pada bidang sosial di wilayah Kota Tangerang. Dinas

Sosial Kota Tangerang berlokasi di wilayah Kecamatan Neglasari di jl.

Iskandar Muda No.1 Bendung pintu air sepuluh, Neglasari, Kota

Tangerang.

Dinas Sosial Kota Tangerang dipimpin oleh Kepala Dinas yang

membawahi Sekretariat Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, Sub

Bagian Keuangan, Sub Bagian Perencanaan, Bidang Perlindungan dan

Jaminan Sosial, Bidang Rehabilitasi Sosial, Bidang Pemberdayaan

Page 79: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

64

Sosial, UPT, dan Kelompok Jabatan Fungsional. Berikut adalah struktur

organisasi Dinas Sosial Kota Tangerang berdasarkan Peraturan

WaliKota Tangerang Nomor 63 Tahun 2016 Tentang Kedudukan

Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Sosial,

yang terdiri dari:

a. Kepala Dinas

b. Sekretariat:

1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

2. Sub Bagian Keuangan

3. Sub Bagian Perencanaan

c. Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial

1. Seksi Perlindungan Sosial

2. Seksi Jaminan Sosial

d. Bidang Rehabilitasi Sosial

1. Seksi Rehabilitasi Anak dan Lanjut Usia

2. Seksi Rehabilitasi Orang dengan Disabilitas

3. Seksi Rehabilitasi Eks Penyandang Penyakit Sosial dan

Tuna Sosial

e. Bidang Pemberdayaan Sosial

1. Seksi Pemberdayaan Potensi dan Sumber Kesejahteraan

Sosial

2. Seksi Pemberdayaan Keluarga dan Fakir Miskin

Page 80: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

65

3. Seksi Penyuluhan Kesos dan Pengelolaan Sumber Dana

Bantuan Sosial

f. UPT

g. Kelompok Jabatan Fungsional.

Dinas Sosial Kota Tangerang mempunyai tugas untuk membantu

Walikota dalam melaksanakan urusan pemerintahan di bidang sosial

yang menjadi kewenangan Daerah dan tugas pembantuan yang

diberikan kepada Daerah sesuai dengan visi, misi dan program Walikota

sebagaimana dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah.

Kepala Dinas mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Perumusan kebijakan teknis pelaksanaan urusan di bidang

sosial;

b. Pelaksanaan kebijakan sesuai dengan bidang sosial;

c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang sosial;

d. Pengelolaan UPT;

e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai

dengan lingkup tugas dan fungsinya.

Sekretariat Dinas mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan di

bidang administrasi umum, kepegawaian, keuangan dan perencanaan.

Sekretariat Dinas mempunyai fungsi sebagai berikut:

Page 81: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

66

a. Penatausahaan urusan umum;

b. Penatausahaan urusan kepegawaian;

c. Penatausahaan urusan keuangan;

d. Pengoordinasian dalam penyusunan perencanaan Dinas;

e. Pengoordinasian dalam pembangunan dan pengembangan e-

goverment;

f. Pengoordinasian pelaksanaan tugas Bidang dan UPT di

lingkungan Dinas.

Sub Bagian umum dan kepegawaian mempunyai tugas

melaksanakan sebagian tugas dan fungsi sekretariat di bidang

administrasi umum dan administrasi kepegawaian. Uraian tugas Sub

Bagian Umum dan Kepegawaian adalah sebagai berikut:

a. Melakukan penyusunan program dan rencana kegiatan Sub

Bagian Umum dan Kepegawaian;

b. Melakukan pengelolaan urusan surat menyurat tata naskah

dinas;

c. Melakukan pengelolaan urusan rumah tangga, perpustakaan

ke-arsipan, ke-protokolan, dan ke-humasan Dinas;

d. Melakukan pembinaan dan pengembangan pegawai Dinas

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Melakukan pelayangan administrasi kepegawaian Dinas sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

Page 82: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

67

f. Melakukan fasilitasi penilaian prestasi kerja pegawai Dinas

sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

g. Melakukan fasilitasi pemrosesan penetapan angka kredit

jabatan fungsional di lingkungan Dinas;

h. Melakukan penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Dinas;

i. Melaksanakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik

daerah yang dalam penguasaan SKPD;

j. Melakukan fasilitasi dalam pembangunan dan pengembangan

e-goverment;

k. Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan Sub

Bagian Umum dan Kepegawaian;

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.

Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan sebagian

tugas dan fungsi Sekretariat di bidang administrasi keuangan. Uraian

tugas Sub Bagian Keuangan adalah sebagai berikut:

a. Melakukan penyusunan program dan rencana kegiatan Sub

Bagian Keuangan;

b. Melakukan pembinaan penatausahaan keuangan Dinas;

c. Melakukan penatausahaan anggaran Dinas sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. Melakukan pengelolaan kas Dinas sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Page 83: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

68

e. Melakukan penatausahaan pendapatan yang berasal dari

retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

f. Melakukan pelayanan lainnya di bidang keuangan Dinas

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku;

g. Menyimpan bukti-bukti transaksi keuangan sebagai bahan

penyusunan laporan pertanggung jawaban keuangan Dinas;

h. Melakukan penyusunan laporan keuangan Dinas sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

i. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.

Sub Bagian Perencanaan mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas dan fungsi Sekretariat di bidang penyusunan program,

evaluasi dan pelaporan. Uraian tugas Sub Bagian Perencanaan adalah

sebagai berikut:

a. Melakukan penyusunan program dan rencana kegiatan Sub

Bagian Perencanaan;

b. Melakukan pengoordinasian penyusunan rencana program dan

kegiatan Dinas, meliputi Rencana Strategis (Renstra), Rencana

Kerja (Renja), Indikator Kinerja Utama (IKU), Rencana Kerja

dan Anggaran (RKA), dan penetapan Kinerja (PK);

Page 84: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

69

c. Melakukan pengumpulan dan peng-administrasian usulan

RKA/RKPA dari unit-unit kerja di lingkungan Dinas;

d. Melakukan penyusunan RKA/RKPA dan DPA/DPPA Dinas

berdasarkan usulan unit-unit kerja dan hasil pembahasan

internal Dinas;

e. Melakukan pembinaan administrasi perencanaan di

lingkungan Dinas;

f. Melakukan pengelolaan data kemiskinan PMKS dan PSKS;

g. Melakukan kegiatan monitoring, evauasi, dan pelaporan

terhadap realisasi atau pelaksanaan program dan kegiatan

Dinas;

h. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan

Dinas dalam rangka penyiapan bahan-bahan untuk menyusun

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah lingkup Dinas dan

laporan kedinasan lainnya

i. Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan Sub

Bagian Perancanaan;

j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.

Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial mempunyai Tugas

menyelenggarakan sebagian tugas Dinas dalam lingkup perlindungan

Page 85: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

70

dan jaminan sosial. Bidang perlindungan dan Jaminan Sosial

mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan perlindungan sosial;

b. Penyelenggaraan jaminan sosial;

c. Penyelenggaraan pemantauan, pengawasan dan pembinaan

terhadap panti-panti sosial;

d. Pelaporan.

Bidang Rehabilitasi Sosial mempunyai tugas menyelenggarakan

sebagian tugas Dinas dalam lingkup rehabilitasi sosial. Bidang

Rehabilitasi Sosial mempunyai fungsi sebagai berikut;

a. Koordinasi pengatusan dan standarisasi di bidang rehabiitasi

sosial;

b. Koordinasi fasilitasi dan pelaksanaan pembinaan di bidang

rehabilitasi sosial

c. Koordinasi, pembinaan dan pengembangan di bidang

rehabilitasi sosial;

d. Koordinasi, monitoring dan pengawasan di bidang rehabilitasi

sosial;

e. Pelaporan.

Page 86: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

71

Bidang Pemberdayaan Sosial mempunyai tugas

menyelenggarakan sebagian tugas Dinas dalam lingkup pemberdayaan

sosial. Bidang Pemberdayaan Sosial mempunyai fungsi sebagai berikut;

a. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan pemberdayaan

potensi dan sumber kesejahteraan sosial;

b. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan pemberdayaan

keluarga dan fakir miskin;

c. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan penyuluhan

kesos dan pengelolaan sumber dana bantuan sosial;

d. Pelaporan.

Kelompok Jabatan Fungsional ditetapkan berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, Kelompok Jabatan

Fungsional bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas.

4.2. Deskripsi Data

Deskripsi data merupakan bagian untuk menjelaskan penelitian yang telah

diolah dari data mentah dengan menggunakan teknik analisis data, baik data

kualitatif maupun kuantitatif. Peneliti dalam tahap ini akan melakukan analisis

data berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti, yang terdiri

dari Dinas Sosial Kota Tangerang, Kantor Satpol PP Kota Tangerang, para

Page 87: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

72

penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan warga masyarakat yang

ada di Kota Tangerang.

Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian, yaitu untuk

mengevaluasi penerapan dari Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang

Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen di Kota

Tangerang. Dalam penelitian mengenai Evaluasi Implementasi Peraturan

Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan,

Pengemis dan Pengamen di Kota Tangerang, peneliti menggunakan teori

evaluasi menurut Nurcholis yang meliputi:

1. Input, yang meliputi sumber daya manusia, operasional, sarana dan

prasarana, sosialisasi pelaksanaan kebijakan.

2. Proses, yang meliputi kejelasan mekanisme, pelayanan, kepastian,

penertiban, dan keefektifan dalam pelaksanaan kebijakan.

3. Output, yang meliputi hasil dari pelaksanaan kebjiakan, kesesuaian

pelaksanaan dengan ujuan yang ditetapkan, tepat tidaknya sasaran

yang dituju, sasaran yang tertangani, dan kelompok yang terlibat

dalam pelaksanaan kebijakan.

4. Outcome, meliputi apakah suatu peningkatan, dan dampak positif

terhadap implementor yang terlibat di dalamnya, pelaksanaan

kebijakan berdampak nyata terhadap kelompok sasaran sesuai dengan

tujuan kebijakan, meliputi perubahan atau perbaikan.

Page 88: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

73

Kemudian data yang peneliti dapatkan lebih banyak berupa kata-kata dan

tindakan yang peneliti peroleh melalui proses wawancara dan observasi. Kata-

kata dan tindakan orang yang diwawancara merupakan sumber utama dalam

penelitian. Sumber data ini kemudian oleh peneliti dicatat dengan

menggunakan catatan tertulis atau melalui alat perekam yang peneliti gunakan

dalam penelitian. Proses pencarian dan pengumpulan data yang dilakukan

peneliti secara investigasi di mana peneliti melakukan wawancara dengan

sejumlah informan yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini,

sehingga peneliti mendapatkan informasi yang sesuai dengan yang diharapkan.

Data-data yang peneliti dapatkan adalah data yang berkaitan dengan

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan

Anak jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen di Kota Tangerang. Hasil

yang diperoleh dari wawancara, observasi, kemudian dibentuk secara tertulis

dengan bentuk pola serta dibuat kode-kode pada aspek tertentu berdasarkan

jawaban-jawaban yang sama dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan

penelitian serta dilakukan kategorisasi. Dalam menyusun jawaban hasil

wawancara, peneliti memberikan kode-kode sebagai berikut:

1. Kode Q1,2,3 dan seterusnya untuk menunjukan item pertanyaan.

2. Kode A untuk menunjukan item jawaban.

3. Kode I1,I2, I3untuk menunjukan daftar informan.

Page 89: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

74

4.2.1 Data Informan Penelitian

Seperti yang telah peneliti paparkan pada pembahasan sebelumnya

mengenai metode penelitian, bahwa peneliti telah menjelaskan pemilihan

informan dalam penelitian ini, penentuan informan penelitian ditentukan

dengan teknik Purposive atau dipilih secara sengaja, yakni suatu teknik

pengambilan informan dengan penetapan sampel berdasarkan kriteria-kriteria

tertentu disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

Adapun informan-informan yang peneliti tentukan ini adalah pihak-pihak yang

terlibat dan memiliki informasi dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kota

Tangerang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan,

Gelandangan, Pengemis dan Pengamen. Adapun daftar informan yang terlibat

dalam penelitian ini adalah seperti yang dimuat dala tabel 4.2 yaitu sebagai

berikut:

Page 90: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

75

Tabel 4.2

Daftar Informan Penelitian

(Sumber: Peneliti, 2018)

4.3. Pembahasan

Setelah melakukan penelitian ke lapangan baik melalui wawancara,

observasi, ataupun dokumentasi kemudian peneliti mendapatkan data-data dan

jawaban yang dibutuhkan dalam menyelesaikan proses penelitian, dan setelah

No Nama Informan Kode Pekerjaan / Jabatan

1 Endang Maturidi, SH, M.Si

I1-1 Kepala bidang rehabilitasi sosial

2 Syahrial, S.Ip I1-2 Kepala seksi rehabilitasi eks penyandang penyakit sosial dan tuna sosial

3 Caryo Wijaya I1-3 Staff rehabilitasi sosial

4 Drs. H. Mumung Nurwana

I2-1 Kepala satuan polisi pamong praja

5 Achsin Ghufron F, S.STP I2-2 Kepala bidang ketertiban umum

6 Andi Kurniawan I3-1 Anak Jalanan/Pengamen

7 Heru Saputra I3-2 Pengamen

8 Vika Indriani I4-1 Masyarakat Pengguna Jalan

9 Alfa Nur Fuadi I4-2 Masyarakat Pengguna Jalan

Page 91: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

76

melakukan reduksi data, maka peneliti akan memaparkan hasil tersebut dengan

menggunakan teori yang dikemukakan oleh Nurcholis, berikut adalah

pemaparan hasil penelitian sesuai dengan fokus penelitian.

1. Input (Masukan)

Dimensi input merupakan masukan-masukan yang diperlukan dalam

pelaksanaan kebijakan. Aspek yang dikembangkan dalam dimensi input

meliputi sumber daya manusia, sarana prasarana, dan sosialisasi mengenai

kebijakan.

1) Sumber Daya Manusia (SDM)

Aspek Sumber Daya Manusia (SDM) dalma hal ini adalah pegawai atau

implementor yang melaksanakan Perda, berkaitan dengan jumlah sumber daya

manusia yang ada saat ini sudah sesuai dengan kebutuhan dan bekerja sesuai

dengan kompetensinya atau belum, berikut keterangan yang disampaikan oleh

I1-2 pada saat wawancara:

“SDM bisa dibilang cukup dengan personel yg ada di kita, baik struktural dan fungsional, strukturalnya di kita ada pimpinan kita di kepala bidang, dibawahnya ada kepala seksi 3 orang, seksinya yg menangani masalah anak jalanan, pengemis pengamen cuma satu orang, selebihnya kepala seksi disabilitas, disebelahnya lagi seksi anak dan lansia. Tapi dalam pelaksanaan dilapangan mereka semua bantu, kan masih dikendali satu kabid, terus kita punya penyidik, PPNS, Penyidik Pegawai Negri Sipil, kita juga dibantu Pol PP untuk razia dan pengawasan di jalanan. Kalo missal kita butuh tenaga yang diluar sumber daya yang ada, kita datangkan tenaga tenaga ahli, tapi jaranglah, nah itu biasanya dalam bentuk pembinaan dan pelatihan karna itu berkaitan dengan skill, tapi kan itu periodik.” (Wawancara, Jumat 25 Mei 2018. Pukul 09:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Page 92: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

77

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa sumber daya manusia

yang di miliki oleh Dinas Sosial dapat dikatakan sudah mencukupi, namun

masih memiliki kekurangan untuk instruktur pelatihan, sebagaimana

disampaikan oleh I1-1 kepada peneliti, pernyataannya adalah sebagai berikut:

“Bicara soal SDM, soal SDM ini kita gak bisa cuma menyangkut jumlah, tapi juga kualitas, mampu gak tuh orang-orangnya, disini sih saya rasa SDM nya baik, anggota-anggota kita semua paham, ngerti apa-apa aja yang harus mereka lakukan, ya sudah paham lah mereka soal ini, yang kurang ya cuma satu untuk pelatihan kita masih kurang ya, istruktur nya.” (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa Dinas Sosial Kota

Tangerang masih memiliki kekurangan dari segi instruktur untuk pelatihan.

Sedangkan dari sisi Satpol PP yang juga merupakan implementor dari

peraturan daerah nomor 5 tahun 2012, berikut keterangan yang disampaikan

oleh I2-1 :

“Kalo SDM di Kota Tangerang sudah terpenuhi, di pusat disini ada satuan polisi pamong praja, ada PPNS, di tiga belas kecamatan ada tramtib, terus kesehariannya di turunkan itu tiga shift, shift ke satu itu jam enam pagi sampai dengan jam dua siang, itu dua pleton, dua pleton itu jumlahnya empat puluh enam orang. Shift ke dua itu jam dua siang sampai jam sepuluh malam, itu dua pleton. Shift ketiga jam sepuluh malam sampai jam enam pagi itu satu pleton. Mengapa saya ambil yang pagi siang dua pleton karna memang hiruk-pikuk pergerakan anak jalanan dan segala macamnya ada di jam jam tersebut, jadi SDM sudah tercukupi untuk Kota Tangerang.” (Wawancara, Rabu 30 Mei 2018 pukul 13:45 WIB. Di Kantor Satpol PP Kota Tangerang)

Page 93: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

78

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa sumber daya

yang di miliki oleh Dinas Sosial dan Satpol PP dalam menjalankan tugasnya

sudah dapat dikatakan terpenuhi dalam menangani masalah-masalah yang ada

di Kota Tangerang yang dimana salah satunya adalah masalah mengenai anak

jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen.

2) Sarana dan Prasarana

Aspek sarana dan prasarana penunjang merupakan aspek yang dibutuhkan

dalam proses pembinaan, dalam hal ini adalah rumah singgah, panti sosial dan

fasilitas pendukung yang layak didalamnya apakah sudah tersedia atau belum.

Fasilitas tersebut berupa segala sesuatu yang dibutuhkan dalam proses

pelaksanaan pembinaan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Berikut

adalah data hasil wawancara peneliti bersama I1-3 :

“Untuk sarana dan prasarana memang kita masih kurang ya, untuk sekarang di dinas ini kita cuma punya rumah singgah saja, untuk panti nya sendiri, Kota Tangerang ini masih belum punya panti sosial, jadi sampai sekarang jika ada yang terjaring razia, kita masih titip untuk di bina di BP2S di Pasirona punya Provinsi dan PSBK punya nya kemensos di bekasi”. (Wawancara, Kamis 24 Mei 2018 Pukul 14:30 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Hasil wawancara bersama staff bidang rehabilitasi sosial di atas dapat

diketahui bahwa untuk melakukan pembinaan atau pelatihan, Dinas Sosial Kota

Tangerang sendiri masih kekurangan sarana, hal senada juga di katakan oleh I1-1

sebagai berikut:

Page 94: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

79

“Kita memang masih punya kekurangan di sarana dan prasarana, untuk pemerintah Kota Tangerang sebenarnya sih bukan masalah, sepanjang kewenangannya ada, untuk dari sisi pembiayaan ga ada masalah, untuk mewujudkan sebuah sarana yang di butuhkan tuh kita punya kok anggaran cukup, cuma kewenangannya ga punya, gitu, untuk tingkat kota itu ga boleh punya panti sendiri, kecuali yang swasta ya, kalo kota nya sendiri si ga boleh punya panti, itu yang boleh punya panti itu tingkat Provinsi sama pusat.”. (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa Dinas Sosial Kota

Tangerang masih memiliki kekurangan sarana dan prasarana, untuk saat ini di

Dinas Sosial Kota Tangerang hanya memiliki fasilitas berupa rumah singgah.

Sedangkan fasilitas yang tidak dimiliki diantaranya tidak adanya Panti Sosial

maupun balai pelatihan untuk mendukung peraturan daerah mengenai

pembinaan, namun hal ini terjadi bukan karena tidak adanya anggaran, namun

karena tidak adanya kewenangan untuk membangun Panti Sosial di tingkat

Kota.

3) Sosialisasi

Aspek sosialisasi merupakan proses penyampaian informasi kepada

sasaran kebijakan mengenai Peraturan Daerah yang mengatur tentang

pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen, bagaimana

dengan penjabaran isi peraturan tersebut apakah sudah cukup jelas dipahami

oleh semua pihak terkait untuk diimplementasikan, berikut adalah wawancara

dengan I1-1

Page 95: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

80

“Sosialisasi kita lakukan dari tingkat bawah mulai dari kecamatan itu setiap ada kegiatan di kecamatan selalu kita adakan penyuluhan, terus juga yang bisa di lihat sendiri kita pasang beberapa reklame di tempat-tempat yang biasanya banyak mereka, contohnya di lampu merah PLN itu ada satu reklame, di lampu merah adipura juga ada satu.” (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara bersama Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial di atas

dapat diketahui bahwa sosialisasi oleh Dinas Sosial dilakukan dengan cara

penyuluhan dan pemasangan reklame mengenai larangan untuk memberi seperti

yang tercantum pada peraturan daerah nomor 5 tahun 2012, hal senada juga

dikatakan oleh I1-2 sebagai berikut:

“Sosialisasi kita sudah lakukan melalui pamflet-pamflet baliho-baliho di tiap titik-titik rawan, entah itu di perempatan jalan, di mall, udah ada itu mah. Kemudian juga kita sering sosialisasi memanggil kepala seksi kepala seksi tingkat kecamatan yang berkaitan dengan perda nih peran mereka tuh apa aja.” (Wawancara, Jumat 25 Mei 2018. Pukul 09:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Selain itu I1-3 juga memberikan pernyataan kepada peneliti terkait

sosialisasi, pernyataannya adalah sebagai berikut:

“Pasti itu, harus ada terutama buat si mereka-mereka nya ini, kita kan ga cuma nangkepin, kita kasih penyuluhan juga tuh kalo ini nih gaboleh, diatur pasal segini-segini, kalo mau pelatihan ayo kita data kita bawa ke pelatihannya, untuk masyarakatnya sendiri itu ada larangannya, kita pake reklame gede-gede di lampu merah, ya berharapnya si masyarakat pengguna jalannya pada baca itu.” (Wawancara, Kamis 24 Mei 2018 Pukul 14:30 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Page 96: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

81

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa sosialisasi dilakukan

dengan cara pemasangan reklame dan juga kepada kepala seksi yang ada di

tingkat Kecamatan diberikan penyuluhan mengenai peran apa saja yang harus

dilakukan. Hal mengenai sosialisasi dan penempatan reklame di beberapa ruas

lampu merah juga disampaikan oleh I4-1 sebagai masyarakat pengguna jalan

kepada peneliti, pernyataannya adalah sebagai berikut:

“Kalo untuk sosialisasi langsung dari orang sana nya si saya kurang tau ya, tapi baliho si emang ada pernah liat di deket lampu merah yang soal denda kalo ngasih ke pengemis apa pengamen, tapi cuma itu aja si cuma baca itu aja.” (Wawancar Kamis 24 Mei 2018 Pukul 16.15 di angkutan kota jurusan Ciledug-Cikokol Kota Tangerang)

Berdasarkan hasil wawancara bersama beberapa informan dapat

diketahui bahwa proses sosialisasi sudah berjalan dengan cukup baik, yaitu

dengan diadakannya sosialisasi sampai ke tingkat Kecamatan dan melalui

reklame di beberapa titik rawan terjadinya kegiatan dijalan seperti mengemis

dan mengamen, walaupun tidak dilakukan sosialisasi secara langsung kepada

masyarakat, tetapi dengan adanya reklame setidaknya masyarakat mengetahui

adanya peraturan daerah tersebut dan mengetahui bahwa adanya larangan untuk

memberi kepada anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen

sebagaimana tercantum didalam peraturan daerah tersebut.

Page 97: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

82

2. Proses

Proses merupakan bagaimana sebuah kebijakan diwujudkan dalam bentuk

pelayanan langsung kepada objek kebijakan. Dalam melakukan penilaian

terhadap proses pelaksaaan kebijakan tersebut, maka peneliti

mengembangkannya ke dalam beberapa aspek, yaitu kejelasan mekanisme

penarikan, pelayanan, kepastian, penertiban, dan ke-efektifan pelaksanaan

Peraturan Daerah tersebut. Berikut ini adalah hasil wawancara peneliti bersama

informan mengenai penilaian dimensi proses.

1) Kejelasan Mekanisme

Proses pelaksanaan kebijakan pembinaan anak jalanan, gelandangan,

pengemis dan pengamen diperlukan adanya kejelasan mekanisme dan peraturan

yang jelas dalam proses pelaksanaan kebijakan tersebut, apakah peraturan dan

mekanisme tersebut sudah jelas dan di implementasikan atau belum oleh

petugas, berikut adalah hasil wawancara bersama I2-1 sebagai berikut:

“Mekanisme nya, itu kita bikin SP, yang tim nih bikin SP, sebelumnya sudah kontek ke Dinas Sosial nih kami mau merazia, kalo mau bareng ayo ke lapangan, kami sekarang baik ada hasil atau ngga tetap koordinasi dengan dinsos, bergerak deh nih ke lapangan. Mekanisme razia itu semua pleton yang tadi diwajibkan untuk merazia, pokoknya semua pelanggaran apapun, pleton itu perjam itu semua bergerak, tapi ada yang razia gabungan nih, misalkan Dinas Sosialnya turun kabidnya turun, kasi nya turun, terus jajaran sampingnya ada, itu ditentukan juga pake SP, dipersiapkan, kita bergerak ke titik-titik yang telah di tentukan dari hasil survei, antara lain lampu merah PLN sudirman fly over ya, yang kedua lampu merah tanah tinggi, yang ketiga tugu adipura dan tempat-tempat lainnya, karna pada umumnya itu anak jalanan, pengamen, pengemis itu

Page 98: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

83

adanya di lampu merah.” (Wawancara, Rabu 30 Mei 2018 pukul 13:45 WIB. Di Kantor Satpol PP Kota Tangerang)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Satpol PP di atas dapat

diketahui bahwa mekanisme pelaksanaan razia oleh Satpol PP sudah jelas, hal

senada juga disampaikan oleh I2-2 kepada peneliti, berikut adalah penyataannya:

“Mekanismenya, kalo yang jaga sih kita rutin itu sudah tugas harian untuk standby jaga, kalo yang untuk razia gabungan itu pertama kita dapet SP dulu, surat perintah, terus koordinasi sama dinsos, nanti ada anggota mereka yang ikut berapa orang siapa-siapa aja, misal sama kabid dan jajarannya, setelah itu baru kita tentuin nih titik mana aja yang mau di datengin, udah gitu baru kita sama-sama turun ke lapangan, operasi, misal dapet nih, kena berapa orang, kumpulin dulu di sini, kita data, udah di data baru deh mereka bawa ke dinsos, tapi tetep kita kawal sampe ke dinsos, selanjutnya itu kewenangan mereka untuk di bina atau dikasih pelatihan.” (Wawancara, Rabu 30 Mei 2018 pukul 14:30 WIB. Di Kantor Satpol PP Kota Tangerang)

Hasil dari pernyataan informan penelitian di atas dapat diketahui bahwa

mekanisme pelaksanaan razia sudah cukup jelas, dimulai dari diterbitkannya

surat perintah untuk merazia dan di koordinasikan dengan dinas terkait, yaitu

Dinas Sosial sebagai salah satu implementor. Setelah pelaksanaan razia,

kemudian dilakukan pendataan terharap sasaran yang terjaring razia untuk

kemudian di kawal menuju kantor Dinas Sosial untuk dilakukan pembinaan

lebih lanjut.

Sementara itu mekanisme pelaksanaan dari sisi Dinas Sosial sebagaimana

disampaikan oleh I1-2, pernyataannya adalah sebagai berikut:

Page 99: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

84

“Setiap tangkapan kita asesmen maunya apa, setelah ketauan minatnya dia, baru kita arahkan, misalnya ke bengkel, cuci steam apa sablon, menjahit, atau tata boga untuk yang cewe-cewe nya, kalo sudah terpetakan seperti itu baru kita arahkan, itu kalo dia memang warga kita, kalo KTP nya ternyata luar tangerang, misal adanya di jawa barat, kita kembalikan melalui dinsos setempat, gitu, ga langsung kita yang bina. Kalo memang dia KTP nya warna luar Banten atau luar Kota Tangerang, kita kirim ke instansi Dinas Sosial dimana dia sesuai tinggalnya, jadi ada koordinasi antar daerah”. (Wawancara, Jumat 25 Mei 2018. Pukul 09:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa mekanisme

pelaksanaan pembinaan sudah cukup jelas. Pelaksanaannya mengikuti SOP

yang berlaku, namun proses yang berjalan hanya sampai pada tahap

pendampingan, di mana hal ini dikarenakan Dinas Sosial Kota Tangerang

sendiri belum memiliki balai pelatihan ataupun tenaga pelatih. Hal tersebut

disampaikan oleh I1-1 kepada peneliti, berikut adalah penyataannya:

“Untuk mekanisme pelaksanaan, kita kan punya SOP, jadi disini pun melaksanakannya mengikuti SOP yang ada, tapi proses disini cuma sampai pada tahap pendampingan saja, karena memang kita tidak punya panti sosial atau balai pelatihan ataupun tenaga pelatih untuk melakukan pelatihan”. (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Berdasarkan hasil dari pernyataan informan penelitian di atas dapat

diketahui bahwa mekanisme proses pelaksanaan pembinaan tersebut sudah jelas

tertulis di dalam peraturan daerah itu sendiri, namun dalam pelaksanaannya,

proses yang dilakukan sendiri oleh Dinas Sosial Kota Tangerang terbatas

sampai proses pendampingan, untuk selanjutnya dititipkan kepada Panti Sosial

Page 100: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

85

milik Kementrian Sosial atau balai pelatihan milih Pemerintah Provinsi

dikarenakan Kota Tangerang sendiri belum memiliki balai pelatihan untuk

melakukan pelatihan sendiri.

2) Pelayanan

Pelayanan merupakan aspek penting dalam pembinaan, karena ketika

pembinaan ini dilakukan kepada sasaran kebijakan maka perlu adanya

pelayanan yang berupa fasilitas atau prasarana yang memadai, dalam hal ini

rumah singgah, panti sosial dan prasarana pendukung lainnya. Namun yang

terjadi di lapangan, pelayanan yang dilakukan hanya sampai tahap

pendampingan yang diberikan kepada sasaran kebijakan, seperti yang

disampaikan oleh I1-3 sebagai berikut: “pelayanan saya rasa sudah diberikan,

mereka kita dampingi, kita anter untuk pelatihan dan selesai pelatihan kita

jemput dan di data lagi.” (Wawancara, Kamis 24 Mei 2018 Pukul 14:30 WIB.

Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Hal senada juga dikatakan oleh I1-2 sebagai berikut:

“Pelayanan maksudnya yang bagaimana nih, kalo ini bisa diartikan kepada kegiatan pendampingan, kita sudah yang terbaik mungkin, karna kami juga kan gamau mereka di jalanan, kalo pelayanan dalam hal penampungan maupun pelatihan, kita masih belum bisa sendiri, untuk rumah singgah sebenarnya ada, tapi untuk pelatihan atau panti, kita kan gapunya kewenangan”. (Wawancara, Jumat 25 Mei 2018. Pukul 09:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Page 101: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

86

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pelayanan yang dilakukan

oleh Dinas Sosial Kota Tangerang hanya terbatas sampai pada tahap

pendampingan, hal ini dikarenakan Kota Tangerang sendiri belum memiliki

Panti Sosial ataupun balai pelatihan untuk melakukan kegiatan pembinaan

sendiri.

3) Kepastian

Kepastian merupakan aspek pendukung dalam melakukan implementasi

peraturan daerah ini, kepastian berkaitan dengan waktu pelaksanaan tahapan-

tahapan pembinaan, berikut adalah hasil wawancara dengan I1-3 yaitu sebagai

berikut: “Pelaksanaan perda nya sendiri sih jalan terus, razia kita adakan

sebulan beberapa kali”. Kemudian hal serupa juga sampaikan oleh I2-1 yang

mengatakan:

“Sebetulnya apa yang dikatakan oleh saya itu setiap hari begitu, tetapi yang tim itu sebulan itu empat kali, yang tim gabungan yang langsung serempak itu empat kali dalam satu bulan.” (Wawancara, Rabu 30 Mei 2018 pukul 13:45 WIB. Di Kantor Satpol PP Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa kepastian waktu

pengawasan di lapangan dilakukan setiap hari oleh Satpol PP, dan juga akan

dilakukan razia gabungan sebanyak empat kali dalam satu bulan. Sementara itu

untuk kepastian pelatihannya sendiri bergantung kepada kesesuaian minat dari

mereka yang telah di data dengan ketersediaan jenis pelatihan yang sedang

Page 102: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

87

berlangsung, hal tersebut disampaikan oleh I1-2, pernyataannya adalah sebagai

berikut:

“Itu tergantung program sana, bukan program kita, kan kita masih titip disana karna kan gapunya kewenangan buat bangun itu, itu dinsos Provinsi banten yang punya program kerja nya, anggaran itu anggaran sana, programnya program disana juga, dia sesuai dengan kemampuan anggaran sana, ga stabil, tapi tiap tahun pasti ada. Disini kan ga ngirim kesana, kalo dia minta baru kita ngirim, kan jenis pelatihannya juga macem-macem, fokus dia untuk pelatihan ini nih, kita kirim, ga semau-maunya kita kirim, misal disana lagi program pelatihan bengkel motor, ternyata anak-anak kita mau nya servis AC, ya ga dikirim karna kan ga sesuai, sedangkan disana kan pelatihannya servis motor, yaudah tong sabar, kan gitu”. (Wawancara, Jumat 25 Mei 2018. Pukul 09:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Hal senada juga dikatakan oleh I1-1, berikut pernyataanya:

“Waktu pelaksanaan kita setiap saat juga tetep kita jalanin, misal ada kiriman dari pol pp, ada yang ke tangkep gitu, ya kita terima, kita tampung. Untuk pelatihannya sendiri, karna disini belum bisa untuk melakukan pelatihan, jadi untuk pelatihan kita tunggu kabar dari Provinsi, kalo dibuka untuk pelatihan kita kirim kesana, lama pelatihannya sendiri itu biasanya satu sampai tiga bulan.” (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Berdasarkan hasil dari wawancara dengan beberapa informan di atas,

dapat diketahui bahwa waktu pelaksanaan untuk merazia dilakukan empat kali

dalam satu bulan. Sedangkan untuk pelatihannya sendiri bergantung dari

program pelatihan yang diadakan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten dan

menyesuaikan dengan minat dari sasaran pembinaan yang telah di data. Lama

waktu yang dibutuhkan untuk sekali pelatihan adalah antara satu sampai tiga

Page 103: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

88

bulan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa dari segi waktu sangat

tidak efisien, dan seharusnya Dinas Sosial perlu mengadakan tenaga pelatih

sendiri untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan dari peraturan daerah tersebut.

4) Penertiban

Penertiban adalah aspek penting yang harus dilakukan oleh Dinas Sosial

Kota Tangerang terhadap hal-hal yang melanggar ketentuan yang ada di dalam

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 tersebut, karena di dalam Peraturan

Daerah tersebut terdapat dua pasal yang berisi larangan yaitu pada pasal 15 dan

16 Bab VII mengenai larangan, dan dua pasal ketentuan sanksi yaitu pada pasal

17 dan 18 Bab VIII mengenai ketentuan sanksi. Berikut keterangan mengenai

proses penertiban yang didapatkan dari I1-1 yaitu sebagai berikut:

“Masalah sanksi dari awal perda ini di sahkan sampai sekarang masih belum ada yang kita kenakan sanksi, karna kan untuk yang memberi itu agak sulit kita lakukan pengawasannya, lagi pula untuk pengenaan sanksi itu kan ranahnya pol pp, bukan di kita. Untuk masalah eksploitasi juga kita masih belum menemukan, belum melihat langsung, untuk yang ini kan kita harus tangkap tangan baru bisa kita jatuhkan sanksi, sampai saat ini kita masih belum menemukan, jadi masih belum ada juga yang dikenakan sanksi itu.” (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa sampai saat ini belum

optimalnya penertiban dan penindakan yang dilakukan. Hal senada juga

disampaikan oleh I1-3 kepada peneliti, berikut adalah pernyataannya:

“Penjatuhan sanksi itu belum ada ya, karna kita pun sebenernya gak bisa menjatuhkan sanksi, masalah terkait sanksi disana itu tugasnya Satpol PP beserta PPNS, kita cuma bisa kasih sosialisasi ke masyarakat dengan

Page 104: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

89

reklame tadi yang harapannya masyarakat sadar kalo ngasih uang ke mereka itu malah bikin mereka keenakan dijalanan.” (Wawancara, Kamis 24 Mei 2018 Pukul 14:30 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja pun mengungkapkan

kepada peneliti terkait penertiban sanksi yang tertulis di dalam peraturan daerah

tersebut, pernyataan yang disampaikan oleh I2-1 kepada peneliti adalah sebagai

berikut:

“Nah di kita Pol PP jujur aja ya di kita ini sebatas merazia terus diserahkan ke dinsos, sedangkan kaitan dengan sanksi yang memberi atau eksploitasi itu belum sampai kearah sana, ini sekarang saya lagi ngamati katanya ada yang ngedrop, seperti pengemis ada yang ngedrop, tapi ini saya belum melihat gitu orang yang dari mobil ngedrop pengemis itu belum sampai sekarang, di kita itu belum sampai kearah sana tapi baru hanya sebatas razia dan penyuluhan saja.” (Wawancara, Rabu 30 Mei 2018 pukul 13:45 WIB. Di Kantor Satpol PP Kota Tangerang)

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa sampai saat ini

penertiban yang dilakukan oleh Dinas Sosial maupun Satpol PP memang belum

dilakukan, upaya-upaya yang dilakukan agar masyarakat tidak lagi memberi

uang dijalan juga hampir tidak ada, penertiban berupa teguran dan penindakan

terhadap masyarakat yang melanggar pun hampir tidak ada dan hanya

mengharapkan kesadaran dari warga masyarakat. Selain itu, sanksi kepada

oknum yang melakukan eksploitasi juga baru bisa dijatuhkan apabila terjadi

operasi tangkap tangan, sementara itu berdasarkan pemaparan dari kepala

satuan polisi pamong praja pun belum berhasil mendapati aktivitas tersebut,

penerapan sanksi yang tertulis di dalam peraturan daerah nomor 5 tahun 2012

Page 105: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

90

tersebut memang belum diterapkan baik oleh Dinas Sosial, Satpol PP maupun

PPNS , sehingga fungsi penertiban belum berjalan dengan optimal.

5) Efektivitas

Efektivitas merupakan salah satu aspek penting yang harus di lihat dalam

mengimplementasikan Peraturan Daerah, apakah Dinas Sosial dan Satpol PP

sebagai implementor sudah efektif atau belum dalam melaksanakan peraturan

daerah yang dimaksud, berikut adalah pernyataan dari I2-1:

“Yang namanya orang mau berbuat sesuatu itu pinter juga, tapi kalo dikatakan lebih pinter dari pol pp mah gak juga karna ketangkep, tapi pinter juga mereka, dia pinternya gitu, kalo pol pp ga ada ngemis ngamen itu berjalan, terus ketika di operasi itu ada yang bisa lolos yang larinya kenceng banget, itu kadang kita khawatir, di lampu merah tanah tinggi itu pernah ada yang ketabrak mobil angkot, larinya udah ga mikirkan apa apa, nah dengan kejadian-kejadian itu kita mikirin gimana nih cara nangkepnya, yang soal razia awalnya yang dulu fokus gitu satu titik sekarang saya pencar, karna mereka juga udah canggih kan pada pake HP, kita gamau ketinggalan, kita pake tehnik juga kita pencar terus yang dulu nya pake mobil kan mereka kabur duluan sekarang kita pake motor juga sama yang baju preman juga jadi lebih efektif. Nah dengan cara yang saya sebutkan tadi itu bisa dibilang lebih efektif lah sekarang mah gitu.” (Wawancara, Rabu 30 Mei 2018 pukul 13:45 WIB. Di Kantor Satpol PP Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa kegiatan razia yang

dilakukan oleh Satpol PP bisa berjalan lebih efektif. Hal senada juga

disampaikan oleh I2-2 kepada peneliti, berikut pernyataannya:

“Bisa dibilang efektif, memang pasti ada yang lari pas di razia, tapi itu ga banyak, karna kan kita udah cegat duluan, semua arah jalan udah dijaga

Page 106: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

91

sama yang pake pakaian preman” (Wawancara, Rabu 30 Mei 2018 pukul 14:30 WIB. Di Kantor Satpol PP Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan razia

yang dilakukan Satpol PP setelah menyiasati cara merazia mengikuti

perkembangan di lapangan, kini bisa berjalan lebih efektif. Sementara itu I1-3

menyampaikan kepada peneliti mengenai ke-efektifan dari segi pembinaan,

pernyataan I1-3 adalah sebagai berikut:

“Efektif ya, bisa dibilang efektif soalnya mereka yang dijalan juga berkurang, meskipun tidak banyak, tapi sekarang yang kita temuin dijalan tuh rata-rata muka baru, orang-orang baru.” (Wawancara, Kamis 24 Mei 2018 Pukul 14:30 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara di atas dapat dikatakan bahwa pelaksanaan

pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial berjalan cukup efektif. Hal senada

juga disampaikan oleh I1-2 kepada peneliti, pernyataannya adalah sebagai

berikut:

“Kalo efektif si saya rasa efektif, cuma kalo saya bilang berhasil jadinya terlalu sombong nanti, setelah kita kirim dilatih disana sebulan atau dua bulan sesuai kebutuhannya, mereka yang bener-bener ikut pelatihan, ga ada tuh yang turun lagi ke jalan, malah dia ngajak temen-temennya untuk gabung, jadi bisa dibilang efektif.” (Wawancara, Jumat 25 Mei 2018. Pukul 09:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan yang

dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Tangerang cukup efektif, namun masih bisa

di katakan belum optimal, hal ini dikarenakan keberhasilan pembinaan atau

Page 107: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

92

pelatihan hanya berkisar di angka tiga puluh persen dari total PMKS yang ikut

pelatihan. Hal tersebut seperti disampaikan oleh kepala bidang rehabilitasi

sosial kepada peneliti, berikut adalah pernyataan dari I1-1:

“Efektif, cuma ya itu , masalah kesadaran aja, dari yang terjaring razia, paling tiga puluh persennya yg ikut, ikut si semua ikut, maksudnya yang sungguh-sungguh beneran mau berubah, misal dari sepuluh orang, paling tiga orang yang beneran mau berubah sisanya si karna terpaksa, nanti selesai pelatihan ya mereka balik lagi, tapi biasanya gak disini, pindah ke tetangga, ke tangsel atau kabupaten, atau ke DKI, jadi kelo efektif ya efektif yang dijalanan berkurang tapi untuk berhasil merubah, itu cuma sekitar tiga puluh persen yang berubah.” (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan di atas, peneliti dapat

menganalisis bahwa dalam pelaksanaan kegiatan razia yang dilakukan oleh

Satpol PP, bisa dikatakan cukup efektif setelah dilakukan perubahan cara

pelaksanaan razia itu sendiri. Sedangkan dari segi pelatihan dan/atau pembinaan

yang dilakukan oleh Dinas Sosial dapat dikatakan efektif dari segi jumlah

mereka yang kembali turun ke jalan-jalan protokol di Kota Tangerang, namun

hal ini terjadi bukan karena berhasil mengubah profesi dari mereka-mereka

yang biasa turun ke jalan, melainkan karena pindahnya PMKS-PMKS yang

pada awalnya beroperasi di jalan protokol di Kota Tangerang. Keberhasilan dari

pelaksanaan pelatihan itu sendiri hanya berkisar di angka tiga puluh persen dari

keseluruhan yang mengikuti pelatihan tersebut, jadi dari segi ke-efektifan

pelaksanaan peraturan daerah ini dapat dikatakan masih belum optimal.

Page 108: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

93

3. Output (Hasil)

Output merupakan hasil dari sebuah pelaksanaan kebijakan, apakah

pelaksanaan kebijakan tersebut menghasilkan keluaran atau produk yang sesuai

dengan tujuan kebijakan yang telah ditetapkan. Ada beberapa aspek dalam

dimensi output yaitu kesesuaian pelaksanaan dengan tujuan kebijakan,

ketepatan sasaran yang dituju, sasaran yang tertangani dan kelompok-kelompok

yang terlibat di dalan pelaksanaan kebijakan tersebut.

1) Kesesuaian pelaksanaan dengan tujuan kebijakan

Pelaksanaan kebijakan seharusnya sesuai dengan tujuan dibuatnya

kebijakan, namun apa yang terjadi terharap peraturan daerah nomor 5 tahun

2012 ini masih belum berhasil dalam mencapai tujuan yang di inginkan dalam

peraturan daerah tersebut, seperti yang disampaikan oleh Bapak Syahrial selaku

Kepala Seksi Rehabilitasi eks Penyandang Penyakit Sosial dan Tuna Sosial,

berikut adalah pernyataan yang diberikan oleh I1-2:

“Belum lah, sepanjang kesejahteraan sosial di Kota Tangerang belum seratus persen sesuai dengan tujuan yang ada di peraturan daerah, masih bisa dibilang belum sesuai, fakta dilapangan akan terlihat, jangan nanti dibilang disini tercapai tapi fakta dilapangan masih banyak kok, tapi minimal kita punya target, setidaknya anak jalanan pengemis dan pengamen itu ga di jalan-jalan protokol lah, artinya bersih ajak jalanan, pengamen, pengemis dari jalan protokol, itu target, walaupun perda melarang itu, setidaknya mengurangi walaupun ga seratus persen sesuai.” (Wawancara, Jumat 25 Mei 2018. Pukul 09:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Page 109: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

94

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan dari

peraturan daerah tersebut belum berhasil mencapai tujuan yang di inginkan. Hal

senada juga disampaikan oleh Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial kepada

peneliti, pernyataan dari I1-1 adalah sebagai berikut:

“Kalo dikatakan sesuai, sudah pasti yang dilaksanakan ini kan untuk mencapai tujuan yang diinginkan diperda itu, tapi kalo tercapai, itu belum sepenuhnya tercapai, oleh karena itu kita disini masih terus menjalankan kebijakan ini, kalo udah tercapai kan berarti udah ga ada lagi mereka yang dijalanan.” (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang) Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari peraturan

daerah tersebut belum tercapai seratus persen, namun Dinas Sosial selaku

implementor menargetkan untuk bersihnya anak jalanan, pengemis dan

pengamen di jalan-jalan protokol.

2) Ketepatan sasaran

Ketepatan sasaran yang dituju merupakan aspek penting dalam

pelaksanaan pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen,

apakah selama ini proses pelaksanaannya sudah tepat sasaran, untuk

mengetahui ketepatan sasaran dalam hal proses pelaksanaan kebijakan yang

berkaitan dengan pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan

pengamen, berikut adalah hasil wawancara dengan I2-1:

“Iya tepat sasaran, sasaran kita kan sudah jelas, siapa aja mereka itu, anak jalanan, pengemis, pengamen, mereka-mereka yang beroprasi di jalanan, mereka yang mencari uang di jalanan, tapi yang cari uang dijalanannya yang gimana, mereka yang dengan cara meminta-minta atau mengamen,

Page 110: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

95

kalo yang jualan ya ga kita angkut.” (Wawancara, Rabu 30 Mei 2018 pukul 13:45 WIB. Di Kantor Satpol PP Kota Tangerang) Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa dalam melaksanakan

tugas, dalam hal ini merazia, Satpol PP sudah tepat sasaran. Hal senada juga

disampaikan oleh I2-2 kepada peneliti, pernyataannya adalah sebagai berikut:

“Tepat sasaran, kita kan sebelum berangkat sudah punya target, siapa aja yang mau kita jaring, dijalan juga kan sudah ada yang turun duluan yang pakai baju preman, atau intel lah yang udah mengamati keadaan duluan, setelah dipastikan, kita berangkat kesana.” (Wawancara, Rabu 30 Mei 2018 pukul 14:30 WIB. Di Kantor Satpol PP Kota Tangerang) Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan yang

dilakukan sudah tepat sasaran, dikarenakan sebelum melaksanakan tugas atau

melakukan razia, Satpol PP sendiri sudah memiliki target operasi. Hal senada

juga dikatakan oleh Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial kepada peneliti,

pernyataan I1-1 adalah sebagai berikut:

“Sudah tepat, kita menjalankan ini harus sesuai kepada mereka-meraka yang perlu untuk dibina, mereka-mereka yang butuh pelatihan, butuh skill, yang tujuannya supaya mereka gak cari uang dijalanan lagi, kalo tepat sasaran iya kita sudah tepat sasaran ke mereka-mereka yang membutuhkan untuk itu” (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang) Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan di atas, dapat

diketahui bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2012 ini sudah

tepat pada sasaran karena dalam pelaksanaannya juga sudah jelas terlihat siapa

saja target dari perda tersebut.

Page 111: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

96

3) Sasaran yang tertangani

Aspek sasaran yang tertangani dalam pelaksanaan kebijakan merupakan

hal yang berkaitan dengan kegiatan pengawasan setelah sasaran dari kebijakan

tersebut tertangani, untuk mengetahui mengenai sasaran yang tertangani,

peneliti melakukan wawancara bersama I1-1 yaitu sebagai berikut:

“Yang sudah menerima pelatihan, kita masih tetap mengawasi bagaimana mereka diluar, skill yang diberi itu terpakai gak, berguna gak pelatihannya, kita masih mengawasi, masih kita bimbing, contoh yang sudah dikasih pelatihan untuk bengkel, kita bimbing tuh usaha bengkelnya, bahasa nya apa ya, kita monitor, kita cek, kita kunjungin lah, kalo dia sukses, kita akan usulkan ke kementrian agar dibantu secara finansial.” (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara diatas dapat di ketahui bahwa sasaran yang telah

tertangani masih mendapat pengawasan dari pihak Dinas Sosial, hal senada

juga disampaikan oleh I1-2 kepada peneliti, pernyataannya adalah sebagai

berikut:

“Setelah pelatihan mereka dikembalikan ke kita lengkap dengan peralatannya, misal servis motor tuh satu set lengkap diberikan dari sana, nah tugas kita memonitor aktivitas operasionalnya, jangan-jangan dikasih alat dijual tuh peralatan, tapi kalo dijual kita ancam pidana, karna ini kan barang Negara, tapi rata-rata dengan ancaman itu mereka takut, berjalan lah.” (Wawancara, Jumat 25 Mei 2018. Pukul 09:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Berdasarkan keterangan dari beberapa informan diatas, dapat diketahui

bahwa dalam pelaksanaan pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan

Page 112: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

97

pengamen, kelompok sasaran yang telah tertangani masih tetap dimonitor dan

mendapat pengawasan dari Dinas Sosial untuk dilihat keberhasilan dan apakah

kegaitan tersebut berlanjut, apabila kegiatan tersebut berhasil, maka Dinas

Sosial akan merekomendasikan kepada kementrian agar mendapat bantuan

secara finansial dari kementrian sosial.

4) Kelompok yang terlibat

Kelompok yang terlibat berkaitan dengan lembaga atau pihak terkait yang

bekerja sama dalam mengimplementasikan peraturan daerah nomor 5 tahun

2012. Mengenai kelompok yang terlibat, peneliti melakukan wawancara

bersama I1-1 yaitu sebagai berikut:

“Yang terlibat itu pertama ada Satpol PP, yang melakukan operasi langsung dilapangan, dibantu sama ada juga PPNS, ada juga komunitas, seperti komunitas keluarga anak langit, komunitas rumah tawon, dan komunitas-komunitas semacam itu mereka aktif ngajak mereka-mereka yang masih di jalan.” (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahu bahwa dalam pelaksanaan

peraturan daerah tersebut dibantu oleh beberapa pihak. Hal serupa juga

disampaikan oleh I1-2 kepada peneliti, pernyataannya adalah sebagai berikut:

“Selain koordinasi dengan pol pp Ada yang terlibat, ada komunitas-komunitas, ada komunitas anak tawon, ada komunitas anak langit, ada lah komunitas-komunitas itu, tapi dia ini organisasi nya tidak berbadan hukum, jadi kita memberi bantuan kepada dia itu susah, jadi sulit buat

Page 113: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

98

kita mempertanggung jawabkannya.” (Wawancara, Jumat 25 Mei 2018. Pukul 09:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan di atas dapat diketahui

bahwa dalam mengimplementasikan peraturan daerah nomor 5 tahun 2012 ini

ada beberapa kelompok-kelompok yang terlibat, di antaranya Satpol PP yang

bertugas melakukan razia di jalan dengan dibantu PPNS. Terkait dengan

kegiatan pembinaan, Dinas Sosial juga sedikit terbantu oleh komunitas-

komunitas yang ada peduli terhadap anak-anak jalanan, di antaranya komunitas

keluarga anak langit, dan komunitas rumah tawon.

4. Outcome (Dampak)

Outcome yaitu apakah suatu pelaksanaan kebijakan berdampak nyata

terhadap kelompok sasaran sesuai dengan tujuan kebijakan. Untuk mengetahui

dampak yang dihasilkan dari hasil pelaksanaan peraturan daerah tersebut, maka

peneliti melihat dari dampak ada tidaknya tanggapan atau perubahan terhadap

kelompok sasaran kebijakan, dan peningkatan pelaksanaan oleh implementor

terhadap peraturan daerah tersebut.

1) Perubahan kelompok sasaran

Dampak perubahan terhadap kelompok sasaran merupakan aspek penting

dalam sebuah hasil pelaksanaan kebijakan, ini karena berkaitan dengan tujuan

dibuatnya kebijakan, apakah dampak tersebut positif atau negatif. Dampak

perubahan kelompok sasaran yang ditimbulkan dari pelaksanaan peraturan

Page 114: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

99

daerah tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti

dengan I1-2 yaitu sebagai berikut:

“Setelah di kasih pelatihan itu biasanya mereka udah beraktivitasnya berprofesi nya sesuai dengan minat dia tadi, yang misal dia minatnya sevis motor atau apa, malah biasanya kan yang ikut pelatihan tuh terbatas berapa orang, pas pulangkan dikasih peralatan tuh, dia buka tuh counter-counter bengkel di kampung-kampung, dan seperti yang saya bilang, dia ngajak tuh yang satu tempat itu narik dua tiga temen-temennya yang masih di jalan, yang mau, karna kuota pelatihannya terbatas, nanti dia rekrut temen-temennya untuk aktif di bengkel dia, yang ikut pelatihan satu nanti dia dibantu temen-temen yang ga ikut pelatihan beberapa orang.” (Wawancara, Jumat 25 Mei 2018. Pukul 09:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang) Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa terdapat perubahan

terhadap sasaran kebijakan. Hal senada juga disampaikan oleh I1-1 kepada

peneliti, pernyataannya adalah sebagai berikut:

“Perubahan ada, pasti ada, selalu ada perubahan, seperti yang saya bilang tadi, sekitar tiga puluh persen lah yang sungguh-sungguh ikut pelatihan, dia itu gak turun lagi ke jalanan, alih profesi lah istilahnya, mengelola usaha apa yang sudah mereka dapat dari pelatihan itu” (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang) Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terdapat perubahan

terhadap sasaran kebijakan yang telah melalui proses pelatihan, mereka

biasanya tidak lagi turun ke jalan, beralih profesi, menerapkan apa yang telah

mereka dapat dari pelatihan, bahkan mereka mengajak teman-teman mereka

yang masih di jalan untuk ikut membantu menjalankan usaha yang dijalankan.

Page 115: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

100

2) Peningkatan pelaksanaan

Dampak dari hasil pelaksanaan kebijakan yang sudah maupun sedang

berjalan adalah mengenai peningkatan pelaksanaan peraturan daerah yang

sedang dijalankan, berikut adalah hasil dari wawancara yang telah dilakukan

dengan I2-1 yang mengatakan bahwa:

“Peningkatan ya ada, kalo dulu misalkan ke titik ini nih geruyuk semua ke satu titik kalo sekarang engga dipencar, timnya dibagi berapa orang nih kamu ke titik ini, kamu ke titik ini, jadi sekaligus nih, kan sekarang mah anak jalanan pengemis udah punya HP, jadi begitu di razia di lampu merah PLN, dia kontek ke temennya “eh ada razia nih” jadi yang di tempat lain bubar, nah pake tehnik sama saya sekarang ini, langsung dibagi tugas ke semua titik itu. Awalnya kita pake mobil, udah ketauan ada mobil lari kan mereka, kalo sekarang ditambah pake motor, tambah juga yang pake baju preman, misal lampu merah, jalan ada dimana, jadi orang udah di tugasin dari semua jalan, jadi yang pertama yang pake motor, baru deh yang kena kita bawa pake mobil itu” (Wawancara, Rabu 30 Mei 2018 pukul 13:45 WIB. Di Kantor Satpol PP Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara bersama kepala Satpol PP dapat diketahui bahwa

upaya peningkatan dalam rangka mengefektifkan kegiatan razia terus

dilakukan, peningkatan memang perlu dilakukan seiring dengan berjalannya

waktu mengikuti bagaimana dinamika keadaan di lapangan. Di sisi lain, pihak

Dinas Sosial pun terus melakukan peningkatan untuk mewujudkan visi misi

dari Kota Tangerang sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Seksi Rehabilitasi

eks Penyandang Penyakit Sosial dan Tuna Sosial yang disampaikan kepada

peneliti, berikut adalah pernyataan dari I1-2:

Page 116: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

101

“Peningkatan dalam melaksanakannya ada, kita selalu upayakan yang terbaik, ini kan untuk mewujudkan visi misi kota juga, biar tentram gitu di jalanan, tempat-tempat makan, kan agak risih juga lagi makan di pujasera ada yang ngamen, jadi peningkatan selalu kita tingkatkan.” (Wawancara, Jumat 25 Mei 2018. Pukul 09:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Hal senada juga disampaikan oleh I1-1 kepada peneliti, pernyataannya

adalah sebagai berikut:

“Ada peningkatan, contohnya awalnya kita cuma ada rumah singgah itu yang di belakang, sekarang kita sudah bangun juga RPS ya, rumah perlindungan sosial itu yang sementara ini sekarang di isi sama lansia” (Wawancara, Rabu 4 Juni 2018 pukul 10:00 WIB. Di kantor Dinas Sosial Kota Tangerang)

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan di atas dapat diketahui

bahwa peningkatan terus dilakukan baik oleh Dinas Sosial maupun Satpol PP,

di mana Satpol PP pun melakukan peningkatan dengan cara menyesuaikan apa

yang terjadi di lapangan, begitu pun dengan Dinas Sosial yang awalnya hanya

memiliki fasilitas rumah singgah, namun saat ini sudah memiliki peningkatan

fasilitas berupa pengadaan rumah perlindungan sosial (RPS).

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan hasil penelitian merupakan isi dari hasil analisis data dan

fakta yang peneliti dapatkan di lapangan kemudian disesuaikan dengan teori

yang peneliti gunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan teori evaluasi menurut Nurcholis dalam bukunya yang berjudul

Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah yang menjelasan bahwa

Page 117: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

102

evaluasi kebijakan merupakan penilaian secara menyeluruh terhadap input,

proses, output dan outcome. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian

dilapangan mengenai Peraturan Daerah Kota Tangerang nomor 5 Tahun 2012

Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen di

Kota Tangerang ini belum berjalan dengan optimal. Hal tersebut dapat dilihat

dari hasil evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini dengan melihat dari

aspek input, proses, output dan outcome. Di mana hasil dari obsevasi dan

wawancara yang telah dilakukan dalam penelitian ini, peneliti mendapat data-

data sebagai berikut:

1. Input (masukan)

Dimensi input atau masukan dari pelaksanaan peraturan daerah tersebut

dapat diketahui bahwa kapasitas sumber daya manusia dari Dinas Sosial sudah

dapat dikatakan cukup baik di mana personel yang ada sudah paham dan

mengerti apa-apa saja tugas yang harus mereka lakukan, dan juga personel yang

ada dibantu oleh PPNS (Penyidik Pegawai Negri Sipil) dan juga Satpol PP

dalam menjalankan tugasnya, namun tetap masih memiliki kekurangan yaitu

masih belum memiliki instuktur untuk melakukan pelatihan sendiri. Dari sisi

Satpol PP yang juga merupakan salah satu implementor dalam peraturan daerah

ini, sumber daya manusia yang ada pun dapat dikatakan sudah terpenuhi, di

mana dalam pelaksanaan tugasnya juga dibantu oleh PPNS, dan di tiap tiap

kecamatan sebanyak tiga belas kecamatan yang ada di Kota Tangerang dijaga

oleh tramtib. Untuk personel yang berjaga sehari-hari, Satpol PP membagi

Page 118: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

103

menjadi tiga shift, di mana shift pertama bertugas dari jam enam pagi sampai

dengan jam dua siang, shift kedua bertugas dari jam dua siang sampai jam

sepuluh malam, dan shift ketiga bertugas dari jam sepuluh malam sampai jam

enam pagi. Jumlah personel yang dikerahkan untuk tiap-tiap shift adalah dua

pleton untuk shift pertama dan kedua, dan satu pleton untuk shift ketiga, satu

pleton itu sendiri terdiri dari 46 orang. Dengan demikian, sumber daya manusia

penunjang berjalannya peraturan daerah ini dapat dikatakan sudah mencukupi

walaupun masih memiliki kekurangan yaitu untuk kegiatan pelatihan.

Kemudian untuk sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan peraturan

daerah ini masih memiliki banyak kekurangan, karena panti sosial dan balai

pelatihan yang menjadi aspek penting dalam pembinaan anak jalanan,

gelandangan, pengemis dan pengamen ini masih belum tersedia. Tidak

tersedianya panti sosial sendiri dikarenakan tidak adanya kewenangan untuk

membangun panti sosial di tingkat kota. Dengan tidak adanya fasilitas

pendukung untuk melakukan pembinaan ini, untuk kegiatan pembinaan atau

pelatihan itu sendiri dilakukan dengan cara menitipkan mereka-mereka yang

terjaring razia ke tempat pelatihan milik Dinas Sosial Provinsi Banten yang

terletak di Rangkas.

Sosialisasi merupakan hal yang sangat penting dilakukan baik kepada

sasaran kebijakan maupun warga masyarakat agar peraturan daerah yang di

implementasikan diketahui oleh publik, terlebih terdapat pasal yang mengatur

Page 119: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

104

tentang larangan yang ditujukan kepada warga masyarakat. Sampai saat ini

bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial terkait peraturan daerah ini

adalah dengan cara memasang reklame yang berisikan bentuk larangan dan

sanksi yang dapat dikenakan kepada warga masyarakat apabila memberi kepada

mereka di jalanan. Selain kepada warga masyarakat, penyuluhan pun diberikan

kepada sasaran kebijakan, yaitu anak jalanan, gelandangan, pengemis dan

pengamen itu sendiri, yang dilakukan pada saat mereka terjaring razia.

Kemudian sosialisasi juga di lakukan kepada kepala seksi tingkat kecamatan

yang dilakukan pada saat ada kegiatan di kecamatan yang kemudian kepala

seksi-kepala seksi yang ada dikumpulkan untuk diberikan penyuluhan

mengenai apa-apa saja yang peran yang dapat mereka ambil.

Berdasarkan hasil evaluasi input dari Peraturan Daerah Kota Tangerang

Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan,

Pengemis dan Pengamen di Kota Tangerang. Dari aspek sumber daya manusia

dapat dikatakan mencukupi walaupun masih memiliki kekurangan instruktur

untuk kegiatan pelatihan. Sarana dan prasarana penunjang jalannya peraturan

daerah ini masih memiliki kekurangan yaitu dari segi fasilitas penunjang

pembinaannya itu sendiri, di mana tidak tersedianya balai pelatihan ataupun

panti sosial. Dari aspek sosialisasi, sosialisasi dilakukan oleh pihak Dinas

Sosial dengan cara memasang papan reklame berupa himbauan untuk tidak

memberi disertai sanksi yang dapat dijatuhkan kepada warga masyarakat

Page 120: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

105

apabila kedapatan memberi uang di jalanan, reklame ini ditempatkan di titik-

titik yang biasanya banyak dijadikan tempat kegiatan anak jalanan, pengemis

ataupun pengamen.

Tabel 4.3

Hasil Temuan Lapangan Atas Dimensi Input

No Dimensi Sub Dimensi Hasil Temuan Lapangan

1 Input (Masukan)

Sumber Daya

Manusia

Dinas Sosial belum memiliki instruktur untuk melakukan pelatihan.

Satpol PP membagi 3 shift untuk melakukan pengawasan, setiap shift menurunkan 2 pleton dan 1 pleton terdiri dari 46 orang

Sarana dan

Prasarana

Dinas Sosial masih memiliki kekurangan, tidak memiliki balai pelatihan maupun panti sosial

Sosialisasi

Sosialisasi dilakukan dengan menempatkan reklame di jalan-jalan protokol

2. Proses

Dimensi proses dalam pelaksanaan peraturan daerah tersebut dapat

diketahui bahwa mekanisme dan peraturan daerah mengenai pembinaan anak

jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen ini sudah jelas, dalam

Page 121: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

106

pelaksanaannya pun sudah mengikuti SOP yang ada, tetapi kegiatan

pembinaannya itu sendiri tidak dilakukan oleh Dinas Sosial, tetapi dititipkan

kepada balai pelatihan milik Dinas Sosial Provinsi Banten atau ke Panti Sosial

Bina Karya milik Kementrian Sosial.

Kemudian pelayanan yang diberikan kepada sasaran pembinaan berupa

kegiatan pendampingan untuk mengikuti proses pembinaan atau pelatihan dan

pendampingan setelah pelatihan untuk menerapkan keahlian yang telah

didapatkan dari proses pelatihan dan menjalankan usaha sesuai keahlian yang

telah mereka dapat. Sedangkan kepastian dalam waktu pelaksanaan peraturan

daerah tersebut, kegiatan pengawasan di jalan oleh Satpol PP dilakukan setiap

hari sedangkan kegiatan razia gabungan dilakukan sebanyak empat kali dalam

satu bulan. Untuk kegiatan pelatihannya sendiri tidak memiliki kepastian waktu

dikarenakan harus menunggu jadwal program pelatihan dari Dinas Sosial

Provinsi dan juga tergantung dengan jenis kegiatan pelatihan yang berlangsung

dengan minat dari sasaran pembinaan.

Proses penertiban yang seharusnya dilakukan ternyata sama sekali belum

berjalan, sanksi-sanksi yang tercantum di peraturan daerah tersebut belum di

implementasikan, sampai saat ini penertiban yang dilakukan oleh Dinas Sosial

maupun Satpol PP memang belum dilakukan, upaya-upaya yang dilakukan agar

masyarakat tidak lagi memberi uang dijalan juga hampir tidak ada, penertiban

berupa teguran dan penindakan terhadap masyarakat yang melanggar pun

hampir tidak ada dan hanya mengharapkan kesadaran dari warga masyarakat.

Page 122: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

107

Selain itu, sanksi kepada oknum yang melakukan eksploitasi juga baru bisa

dijatuhkan apabila terjadi operasi tangkap tangan, sementara itu berdasarkan

pemaparan dari Kepala Satuan Polisi Pamong Praja pun belum berhasil

mendapati aktivitas tersebut, penerapan sanksi yang tertulis di dalam Peraturan

Daerah nomor 5 tahun 2012 tersebut memang belum diterapkan baik oleh Dinas

Sosial, Satpol PP maupun PPNS, sehingga fungsi penertiban belum berjalan

dengan optimal.

Berdasarkan dari hasil evaluasi proses pelaksanaan pembinaan anak

jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen di Kota Tangerang bahwa

dalam pelaksanaan kegiatan razia yang dilakukan oleh Satpol PP, bisa

dikatakan efektif setelah dilakukan perubahan cara pelaksanaan razia itu

sendiri. Sedangkan dari segi pelatihan dan/atau pembinaan yang dilakukan oleh

Dinas Sosial dapat dikatakan efektif dari segi jumlah mereka yang kembali

turun ke jalan-jalan protokol di Kota Tangerang, namun hal ini terjadi bukan

karena berhasil mengubah profesi dari mereka yang biasa turun ke jalan,

melainkan karena pindahnya PMKS yang pada awalnya beroperasi di jalan

protokol di Kota Tangerang. Keberhasilan dari pelaksanaan pelatihan itu sendiri

hanya berkisar di angka tiga puluh persen dari keseluruhan yang mengikuti

pelatihan tersebut, jadi dari segi ke-efektifan pelaksanaan peraturan daerah ini

masih belum optimal.

Page 123: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

108

Tabel 4.4

Hasil Temuan Lapangan Atas Dimensi Proses

No Dimensi Sub Dimensi Hasil Temuan Lapangan

1

Proses

(Pelaksanaan)

Kejelasan

mekanisme

Mekanisme sudah jelas, dijalankan sesuai SOP

Untuk kegiatan pelatihan dititipkan ke balai pelatihan milik Dinas Sosial Provinsi dikarenakan Dinas Sosial Kota Tangerang belum memiliki balai pelatihan.

Pelayanan

Pelayanan berupa pendampingan kepada PMKS untuk melakukan pelatihan

Kepastian

Pengawasan oleh Satpol PP dilakukan setiap hari

Razia gabungan oleh Satpol PP dan Dinas Sosial dilakukan 4 kali dalam satu bulan

Penertiban

Penertiban dilakukan hanya sebatas razia

Penerapan sanksi belum diterapkan

Keefektifan Masih belum optimal

3. Output (hasil)

Output atau hasil dari pelaksanaan peraturan daerah mengenai pembinaan

anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen di Kota Tangerang dapat

Page 124: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

109

di ketahui bahwa dalam proses pelaksanaan ini dapat dikatakan belum sesuai

dengan tujuan dari apa yang diharapkan peraturan daerah tersebut, namun

Dinas Sosial sebagai implementor menargetkan untuk bersihnya anak jalanan,

pengemis dan pengamen dijalan-jalan protokol. Kegiatan pembinaan anak

jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen ini dapat dikatakan sudah tepat

sasaran karena dari kebijakan ini sendiri sudah jelas kegiatan pelaksanaan

pembinaan tersebut ditargetkan untuk anak jalanan, gelandangan, pengemis dan

pengamen.

Kelanjutan dari sasaran kebijakan yang telah menerima pelatihan

dikembalikan lagi kepada Dinas Sosial, setelah pelatihan dilaksanakan mereka

menerima peralatan penunjang sesuai dengan kegiatan pelatihan apa yang

mereka ikuti, selanjutnya Dinas Sosial melakukan monitoring, pengawasan

terhadap mereka yang sedang memulai usaha sesuai dengan keahlian yang

mereka dapatkan dari pelatihan, dan apabila usaha tersebut berjalan, maka

Dinas Sosial akan mengusulkan kepada kementrian sosial untuk mendapatkan

bantuan secara finansial.

Page 125: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

110

Tabel 4.5

Hasil Temuan Lapangan Atas Dimensi Output

No Dimensi Sub Dimensi Hasil Temuan Lapangan

1 Output (Hasil)

Kesesuaian

dengan tujuan

Masih belum sesuai dengan tujuan dari peraturan daerah karena masih terdapat PMKS yang turun ke jalan

Ketepatan

sasaran

Sudah tepat dengan sasaran

Sasaran yang

tertangani

Pihak Dinas Sosial masih melakukan monitoring kepada PMKS yang telah mengikuti pelatihan

Kelompok yang

terlibat

Dinas Sosial Satpol PP PPNS

4. Outcome (dampak)

Outcome atau dampak nyata yang ditimbulkan dari pelaksanaan

pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen ini dapat

diketahui bahwa terdapat perubahan terhadap sekitar tiga puluh persen dari

sasaran kebijakan yang telah melalui proses pelatihan, mereka biasanya tidak

lagi turun ke jalan, beralih profesi, menerapkan apa yang telah mereka dapat

dari pelatihan, bahkan mereka mengajak teman-teman mereka yang masih di

jalan untuk ikut membantu menjalankan usaha yang dijalankan. Namun tidak

semua dari mereka yang ikut pelatihan berubah dalam artian beralih profesi dan

Page 126: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

111

tidak lagi turun ke jalan, karena ada dari mereka yang mengikuti pelatihan

hanya karena terpaksa dan sebagai alasan agar dibebaskan.

Dampak lain dari pelaksanaan peraturan daerah mengenai pembinaan

anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen adalah peningkatan

pelaksanaan dari implementor, dari sisi Satpol PP melakukan peningkatan

untuk mengefektifkan proses razia dengan melakukan penyesuaian dengan

keadaan di lapangan. Di sisi lain, pihak Dinas Sosial pun terus melakukan

peningkatan untuk mewujudkan visi misi dari Kota Tangerang, yang awalnya

hanya memiliki fasilitas rumah singgah, namun saat ini sudah memiliki

peningkatan fasilitas berupa pengadaan rumah perlindungan sosial (RPS) yang

pada saat ini difungsikan untuk lansia.

Tabel 4.6

Hasil Temuan Lapangan Atas Dimensi Outcome

No Dimensi Sub Dimensi Hasil Temuan Lapangan

1 Input (Masukan)

Perubahan atau

perbaikan

Mereka yang telah mengikuti pelatihan tidak lagi turun ke jalan di daerah Kota Tangerang dan menerapkan hasil dari pelatihan

Yang tidak menerapkan hasil dari pelatihan, pindah ke Kota lain dan meneruskan kegiatan di jalanan

Page 127: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

112

Dampak positif

terhadap

implementor

Dinas Sosial memiliki peningkatan fasilitas berupa pengadaan Rumah Perlindungan Sosial (RPS)

Satpol PP mengubah proses tata cara razia dengan menyesuaikan keadaan dilapangan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dengan menggunakan teori yang

dikemukakan oleh Nurcholis dengan keempat skema umum penilaian yang telah

dipaparkan di atas, dapat memberikan informasi bahwa dalam pelaksanaan Peraturan

Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan,

Gelandangan, Pengemis dan Pengamen ini yang telah dijalankan oleh pihak Dinas

Sosial maupun Satpol PP sebagai implementor masih belum berjalan dengan optimal.

Page 128: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

113

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,

maka kesimpulan akhir penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 5

Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan

Pengamen dapat dikatakan belum berjalan dengan optimal. Hal tersebut

dikarenakan masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan kebijakan pembinaan

anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Kekurangan tersebut ada

pada input kebijakan sehingga mempengaruhi proses dari pelaksanaan kebijakan

tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pertama, berdasarkan pada dimensi input, pada aspek sumber daya

manusia dalam pelaksanaan kebijakan, sudah dapat dikatakan mencukupi namun

masih memiliki kekurangan, kapasitas sumber daya manusia dari Satpol PP

maupun Dinas Sosial sudah dapat dikatakan cukup dalam hal kuantitas, Satpol PP

sendiri sebagai garis depan yang bertanggung jawab dalam kegiatan razia,

memiliki tiga shift untuk berjaga, dimana shift pagi dan sore mengerahkan dua

pleton, dan pada shift malam satu pleton, dalam satu pleton terdiri dari 46 orang

dari sisi Dinas Sosial masih memiliki kekurangan yaitu kekurangan instruktur

tenaga pelatihan.

Page 129: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

114

Pada aspek sarana dan prasarana, dengan tidak adanya kewenangan untuk

membangun panti sosial pada tingkat kota, fasilitas pendukung pelaksanaan

kebijakan mengenai pembinaan ini dapat dikatakan belum mencukupi. Saat ini

Dinas Sosial hanya memiliki fasilitas rumah singgah dan rumah perlindungan

sosial, rumah perlindungan sosial sendiri saat ini hanya diperuntukan kepada

lansia, berkaitan dengan aspek sumber daya, dikarenakan tidak adanya instruktur

pelatih, Dinas Sosial juga belum memiliki balai pelatihan sendiri.

Untuk sosialisasi, kegiatan sosialisasi kepada sasaran kebijakan, dilakukan

dengan penyuluhan pada saat sasaran kebijakan tersebut telah terjaring razia,

sementara untuk sosialisasi langsung yang turun kepada masyarakat memang

tidak dilakukan, sosialisasi kepada masyarakat dilakukan dengan cara memasang

reklame di titik-titik lampu merah yang berisikan pasal larangan untuk memberi

uang kepada anak jalanan, pengemis dan pengamen dijalanan.

Kedua, berdasarkan pada dimensi proses, untuk mekanisme pelaksanaan

kebijakan ini sudah cukup jelas, mulai dari kegiatan razia, pendataan, dan

dititipkan pada balai pelatihan milik Dinas Sosial Provinsi atau pada Panti Sosial

Bina Karya milik Kementrian Sosial. Untuk waktu pelaksanaannya kegiatan

pembinaan atau pelatihan itu sendiri masih dapat dikatakan belum efisien, hal ini

dikarenakan kegiatan pelatihan yang berlangsung belum tentu sesuai dengan

minat dari sasaran pembinaan yang terdapat di Kota Tangerang. Proses penertiban

kebijakan ini juga belum berjalan, pasal-pasal sanksi yang tercantum di peraturan

daerah ini belum di implementasikan, sampai saat ini juga belum ada upaya atau

tindakan yang dilakukan oleh Dinas Sosial maupun Satpol PP untuk menerapkan

Page 130: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

115

sanksi yang berlaku. Untuk ke-efektifan sendiri, setelah dilakukan razia gabungan

rutin empat kali satu bulan dan kegiatan pelatihan, mereka-mereka yang

beraktivitas di jalan memang berkurang, namun efektifitas dari kegiatan pelatihan

itu sendiri, dari seluruh peserta yang mengikuti pelatihan, sekitar tiga puluh persen

yang usahanya terus berjalan.

Ketiga, berdasarkan dimensi output pelaksanaan, hasil dari proses

pelaksanaan kebijakan ini sendiri masih belum sesuai dengan tujuan yang

tercantum pada peraturan daerah itu sendiri, masih dikatakan belum berhasil

karena masih terdapat mereka-mereka yang turun ke jalan, Dinas Sosial sendiri

sebagai implementor menargetkan untuk bersihnya anak jalanan, pengemis, dan

pengamen di jalan protokol dalam artian mereka tidak lagi melakukan kegiatan

dijalan-jalan protokol. Kelanjutan dari sasaran kebijakan yang telah menerima

pelatihan dan membuka usaha sesuai keahlian yang didapat, masih terus di

monitor dan diberi pengawasan oleh Dinas Sosial, yang apabila usaha tersebut

berjalan, Dinas Sosial akan mengusulkan kepada kementrian untuk mendapatkan

bantuan secara finansial.

Keempat, berdasarkan dimensi outcome, hasil dari kegiatan pelatihan

tersebut diketahui dapat memberikan perubahan terhadap sekitar tiga puluh persen

dari peserta yang mengikuti pelatihan, di mana setelah mendapat pelatihan,

mereka tidak lagi turun ke jalan dan beralih profesi menjalankan keahlian yang

mereka dapat dari kegiatan pelatihan.

Page 131: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

116

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang Evaluasi Implementasi Peraturan

Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan,

Pengemis dan Pengamen di Kota Tangerang, peneliti memberikan beberapa saran

yang dapat dijadikan referensi untuk mengoptimalkan pelaksanaan dari peraturan

daerah tersebut. Adapun saran tersebut yaitu :

1. Dinas Sosial Kota Tangerang perlu melakukan pengadaan instruktur

untuk kegiatan pelatihan untuk mendukung kegiatan pelatihan agar

kegiatan pelatihan dapat berjalan lebih efisien karena dapat dilakukan

sendiri oleh Dinas Sosial Kota Tangerang tanpa harus menitipkan pada

balai pelatihan milik Dinas Sosial Provinsi

2. Dinas Sosial Kota Tangerang perlu menyediakan fasilitas balai

pelatihan untuk mendukung kegiatan pelatihan agar kegiatan pelatihan

dapat berjalan lebih efisien karena dapat dilakukan sendiri oleh Dinas

Sosial Kota Tangerang tanpa harus menitipkan pada balai pelatihan

milik Dinas Sosial Provinsi.

3. Dinas Sosial maupun Satpol PP perlu melakukan pengawasan di

lapangan untuk menindak lanjuti pelanggaran-pelanggaran yang terjadi

sesuai dengan apa yang disebutkan di dalam peraturan daerah.

4. Dinas Sosial maupun Satpol PP perlu melakukan penindakan teguran

sebagai upaya menindak lanjuti pelanggaran-pelanggaran yang terjadi

sesuai dengan apa yang disebutkan didalam peraturan daerah.

Page 132: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

117

5. Perlu adanya koordinasi atau kerjasama dengan pihak kepolisian dalam

melakukan penindakan dan pemberian sanksi sebagai mana yang sudah

disebutkan di dalam peraturan daerah tersebut.

Page 133: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abidin, zainal said. 2012. Kebijakan publik edisi 2. Jakarta : Salemba Humanika.

Agustino, leo. 2006. Dasar-dasar kebijakan publik. Bandung : Alfabeta.

. 2006. Politik dan kebijakan publik. Bandung : AIPI.

Herlina, Apong dkk. 2003. Perlindungan Anak Berdasarkan Undang-Undang No. 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Harapan Prima.

Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

. 2014. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi

Daerah.Jakarta: Gramedia.

Parsons, Wayne. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis

Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Utama.

Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

Subarsono. 2012. Analisis kebijakan publik : konsep teori dan aplikasi. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2007. Metodologi Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Page 134: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

. 2008. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D.

Bandung:Alfabeta.

. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfabeta.

Wahab, Abdul Solihin. 2012. Analisis Kebijakan Publik Dari Formulasi ke

Penysunan Model-model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT.Bumi

Aksara.

Jurnal Skripsi :

Widiyatmoko,Yayang Muchamad. 2012. Evaluasi Penanganan Anak Jalanan di Kota

Cilegon. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa : Skripsi yang dipublikasikan.

Itsnaini, Mursyid. 2010. Pemberdayaan Anak Jalanan Oleh Rumah Singgah Kawah

di Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yoyakarta. Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga : Skripsi yang dipublikasikan.

Dokumen :

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak

Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen.

Page 135: EVALUASI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA …repository.fisip-untirta.ac.id/1025/1/Achmad Hafidz Rifai... · Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis

Peraturan Walikota Tangerang Nomor 63 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan

Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Sosial

Sumber Lain :

Dewi, Ni Luh Putu Sintya. 2013. Menanggulangi Masalah Anak Jalanan. Diunduh

dari (http://indreamy.blogspot.com/2013/02/artikel-menanggulangi-masalah

anak.html) diunduh pada tanggal 20 Juni 2016.

Fitriyati, Nur. 2014. Fenomena Gelandangan dan Pengemis Serta

Penanggulangannya. (http://nurfitriyati.blogspot.co.id/2014/10/fenomena-

gelandangan-dan-pengemis-serta.html) diunduh pada tanggal 30 April 2016.

Tira. 2012. Gelandangan dan Pengemis Isu Permasalahan Sosial.Diunduh dari

(https://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1496)

diunduh pada pada 5 April 2016